125
STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI KAPUR SEBAGAI LAPISAN PONDASI JALAN Study on Characteristic of Laterite Soil with Lime Stabilization as a Road Foundation ZUBAIR SAING SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI

KAPUR SEBAGAI LAPISAN PONDASI JALAN

Study on Characteristic of Laterite Soil with Lime Stabilization

as a Road Foundation

ZUBAIR SAING

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

Page 2: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI

KAPUR SEBAGAI LAPISAN PONDASI JALAN

Disertasi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Doktor

Program Studi

Teknik Sipil

Disusun dan diajukan oleh

ZUBAIR SAING

kepada

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

Page 3: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

DISERTASI

STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN

STABILISASI KAPUR SEBAGAI LAPISAN

PONDASI JALAN

Disusun dan diajukan oleh

ZUBAIR SAING

Nomor Pokok P0800313417

Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Disertasi

pada tanggal 22 Nopember 2017

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Menyetujui

Prof. D

Dr. Ir. Johannes Patanduk, MS

Ko-Promotor

Komisi Penasihat,

Prof. Dr. Ir. Lawalenna Samang, MS, M. Eng

Promotor

Dr. Eng. Tri Harianto, MT

Ko-Promotor

Ketua Program Studi Teknik Sipil,

Prof. Dr. M. Wihardi Tjaronge, M. Eng

Dekan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin,

Dr. Ing. Ir. Wahyu H. Piarah, MSME

Page 4: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

PERNYATAAN KEASLIAN DISERTASI

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Zubair Saing

Nomor Mahasiswa : P0800313417

Program Studi : Teknik Sipil

Menyatakan dengan ini bahwa disertasi yang saya tulis ini benar-benar

merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan

tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat

dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan disertasi ini hasil karya orang

lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, Nopember 2017

Yang menyatakan,

Zubair Saing

Page 5: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

PRAKATA

Alhamdulillahi Rabbilaalamiin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat

Allah SWT, yang telah melimpahkan berkah, rahmat, dan hidayah-Nya

sehingga penyusunan disertsi ini dapat diselesaikan sebagaimana

mestinya.

Disadari bahwa berbagai kendala dihadapi dalam penyusunan

disertasi ini, dan tidak akan dapat diselesaikan tanpa bantuan banyak pihak,

terutama bantuan dan dukungan moril maupun materil yang tidak ternilai.

Untuk itu, pada kesempatan ini penulis dengan tulus menyampaikan

ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. H. Lawalenna Samang, MS., M.Eng., selaku ketua komisi

penasehat (promotor) sekaligus penilai disertasi, Dr. Eng. Tri Harianto,

ST. MT., dan Dr. Ir. Johannes Patanduk, MS., sebagai anggota komisi

penasehat (kopromotor) sekaligus penilai disertasi, dan arahan yang

diberikan sehingga penyusunan disertasi ini dapat terwujud.

2. Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Saleh Pallu, M.Eng., Ir. H. Achmad Bakri

Muhiddin, M.Sc., Ph.D., Dr. Ir. A. Rachman Djamaluddin, MT., Dr. Eng.

Ardy Arsyad, ST., MT., sebagai komisi penguji yang telah banyak

memberikan saran, kritikan, dan masukan untuk kesempurnaan disertasi

ini, serta Prof. Takenori Hino, M. Eng., Ph.D sebagai penguji eksternal

Page 6: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

yang telah meluangkan waktunya untuk menghadiri ujian promosi

sekaligus memberikan penilaian dan saran.

3. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA., selaku Rektor Universitas

Hasanuddin, Dr. Ing. Ir. Wahyu H. Piarah, MSME., selaku Dekan

Fakultas Teknik sekaligus ketua sidang promosi,

Dr. Ir. H. M. Arsyad Thaha, MT., selaku Kepala Departemen Teknik Sipil,

dan Prof. Dr. H. M. Wihardi Tjaronge, M. Eng., selaku Ketua Program

Studi Doktor Universitas Hasanuddin.

4. Bapak dan ibu dosen serta staf S3 Teknik Sipil Pascasarjana Universitas

Hasanuddin, yang banyak memberikan pengetahuan, bimbingan dan

dukungan selama ini.

5. Teman-teman mahasiswa S3 Teknik Sipil, dan kepada mereka yang

tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu tetapi telah banyak

membantu penulis dalam menyelesaikan disertasi ini.

Dengan segala kerendahan hati penulis sampaikan penghargaan

yang setinggi-tingginya kepada kedua orang tua tercinta ayahanda

(almarhum) H. Saing dan ibunda Hj. Djubang yang telah membesarkan

dan mendidik serta senantiasa berdoa dengan penuh keikhlasan hati bagi

kesehatan dan keberhasilan studi penulis, juga kepada bapak dan ibu

mertua atas doa, dukungan, dan bantuannya, kepada semua saudara, adik

ipar, serta keluarga besarku terima kasih atas doa, dukungan, dan

bantuannya.

Page 7: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya terkhusus

penulis ucapkan kepada isteri tercinta Surahmi, S.Pdi., S.Sos., atas

ketulusan, keikhlasan, pengertian, kesabaran, dan pengorbanan yang luar

biasa, juga kepada anak-anakku Mochammad Chaerul Ardan, Lutfi Nabil

Fikri, dan Aini Nadira Shifa atas pengertian, kesabaran, dan keikhlasan

untuk memberikan semangat dalam segala hal selama penulis mengikuti

program pendidikan ini.

Akhirnya, penulis menyadari disertasi ini masih jauh dari

kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Untuk

itu dengan kerendahan hati penulis mohon masukan dan kritik yang

membangun demi kesempurnaan disertasi ini.

Makassar, Nopember 2017

Zubair Saing

Page 8: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

ABSTRACT

UUBAIR SAING. ?*e Sil;dy s,= Cfi*/acferlsfc af Latei*c Sr,ll '""ttt!t Lime

Stabilization as Road Fattndatiati La{er isupervised h-v Lawalenna San:ang,Tri Harianio and Johannes Patandulr.)

The research aimed to prtruce and analyse the characleristic of thelateritic soii: with the linre stabilization to be useci as the road foundationlayer.

The physical. mechanic eharacteristics, mineral content, chemicalcompositiol were oi"riarriecj fr'orrr tlie iab<lratoiy testirig. t'rlher'eas io produee

the soil bearing capacity, ihe road foundation layer physical mcdel tesiingivas ccnductcd. Thc limc siabil:zat;cn',vith thc mixture cf 3. 5, 7, and iC9/. ;n

i'rre D,n-in' nrriirnrrm inrii:li r"nn"iii,nn Wau thgn curgi fcr" 3, 7, t4. anC 28ii iE I I UUIL; UFLia i iU,I I tl lrrlsi vsl

days before being tested. Furthermore, the soil mixture was fed into the

testing tub with the length dimension of (L) ; 8ff1, width ffi = 2m, and hetght(1".U = 2.Sffi. The physical model of the road foundation layer comprised the

basic soil layer with the thickness of 1.5m above the basic soil layer wasplaced the litentic soil layer of the lime stabilization with the thickness of0.1m. The di'al gauge to read the niagnitude of the vertical deformationoccurring when loading was placed on the soil surface with the distance of0.2m. M-oreover, the static ioading frrr each lime stabilization lateritic soilmixture was carried out.

Tlra *aotian ra^,ril indiaalaa ihat 4ha lima a*ahillTa{iaa 1l\Ol, lrr lb<'; ; iU iUUiii ig i UUUii it i\i;i.iiivi., i.i iUa i; ii, iii i iU iriqvir'4urrvr I I v /u rvr rr r!

curing time of 28 days yields the strength and soil beaing capacity threetimes higher than the soil before stabiiizaiion. The subgrade modulusincreases significantly in line with the lime percentage increase and curingtime. Comparing correlation between lhe subgrade modulus and CBR valuefor the common soil and cement stabilization sediment soil indicates that thelime stabilizaiion lateritic soil has the better performance than the cementstabilization sediment soil and approaches the common soil. lt can be

concluded that the iime stabilization tateritic soil has the potential as theroad foundation layer, and meets the maximum deflection requirement(Lt24A) on the lime addition of 7 - 1Ao/0.

,.-rF t

Page 9: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

AtsSTRAK

ZUBAIR SAING. Sfudl Karakt*ristik Tanah Laferif dengan Sfa#i/iss'qi

Kapur sebagai Lapisan trondasi iaian {dibimbrn'J oleh Lavualenn:l

.,igjiiiiiciiur i,i i;G; iG.,it. **i1 v?! 'vs'!/'

Peneiitian ini bertujuan menghasilkan ejan merlganalisiskarakieiistik iariaii iaierii siabriisas, kapui u,iiuk tligi-,iiakan sebagai iapisaiipondasijalan.

Sifat fisik, mekanis. kandungan rnineral, dan komposisi ktmta

clihasttkan dari penguJlan laboratoilum Sementara untuk menghasllKan

kaBasitas dukung tanan, diiakukan pengujian model fisik lapisan pondasijalan. Stabilisasi kapur dengan campuran 3, 5, 7, dan 10% pada kondisiawal optimum pro6tor, kemudian diperam selama 3,7, 14, dan 28 hari

sebelum diuji. Selanjutnya, campuran tanah dimasukkan ke dalam bak uji

riengandimensi panjang (l ) = a m lehar(w) = 2 m rjantinggi (H) = 2.5mMod-et fisik lapisan pondasi ialan terdiri dari lapisan tanah dasar dengan

tebal 1,5 m dan di atas lapisan tanah dasar ditempatkan lapisan tanahlaterit stabilisasi kapur dengarl tebal C,1 r'n. Alat ukur untuk membaca

besarnya penurunan yang terjadi saat pembebanan ditempatkan pada

permukaan tanah dengan larak 0,2 rn. Selanjutnya, dilakukanpembebanan siaiik uniuk masing-rnasing campuran tanah iaieriistabilisasi kapur.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa stabilisasi 10% kapur untukwaktu peram 28 hari menghasilkan kekuatan dan daya dukung tanah tigakali lebih besar dari tanah sebelum stabilisasi. Modulus subgrademeningkat signifikan seiring peningkatan persen kapur dan waktu pe[am'

Dengan membandingkan hubungan modulus subgrade dan nilai CBRuntuk tanah umum dan tanah sedimen stabilisasi semen, ditemukanbahwa tanah laterit stabilisasi kapur memiliki kinerja lebih baikdibandingkan tanah sedimen stabilisasi sernen dan mendekati tanahumum. Hal ini diartikan bahwa tanah laterit stabilisasi kapur berpotensisebagai lapisan pondasi jalan dan memenuhi syarat lendutan maksimum(U240) pada penambahan kapur 74Ao/a.

)

Page 10: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

vii

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Sampul i

Halaman Pengesahan ii

Abstrak iii

Prakata v

Daftar Isi vii

Daftar Gambar ix

Daftar Tabel xii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 5

C. Tujuan Penelitian 5

D. Kegunaan Penelitian 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA 7

A. Permasalahan Strategis Tanah Laterit 7

B. Perilaku dan Prospektif Fisik, Mekanis, dan Mineralogi

Tanah Laterit 19

C. Daya Dukung Tanah Laterit sebagai Base dan Subgrade 28

D. Penelitian Terdahulu Relevan 42

E. Kerangka Pikir dan Konsep Penelitian 46

Page 11: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

viii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 48

A. Lokasi dan Wilayah Penelitian 48

B. Pengambilan Data dan Sampel 48

C. Rancangan Pengujian dan Model Fisik 49

D. Analisis Data dan Validasi Numerik 59

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian 62

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 64

A. Karakteristik Fisik, Mekanik dan Mikrostruktur Tanah Laterit 64

B. Kapasitas Dukung Tanah Laterit Stabilisasi Kapur

dan Semen 75

C. Deformasi dan Modulus Reaksi Tanah Laterit

Stabilisasi Kapur 88

D. Validasi Numerik Model Deformasi Soil Laterite

Lime Treated Base 96

E. Temuan Empirik 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 103

A. Kesimpulan 103

B. Saran – Saran 104

Daftar Pustaka 106

Lampiran-Lampiran 111

Page 12: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Metode-metode stabilisasi hubungannya dengan tingkat kesesuaian untuk tanah dengan ukuran butir dan plastisitas berbeda 14

Gambar 2. UCS dan tangent modulus campuran tanah dengan pemeraman 7 hari dan 28 hari 19

Gambar 3. Sketsa struktur mineral montmorilonite 23 Gambar 4. Gambaran Skema air inter lapisan, lapisan air ganda

dan air bebas pada bentonite yang dipadatkan 27

Gambar 5. Perilaku tanah sebagai kelompok pegas dan modulus reaksi tanah 30 Gambar 6. Hubungan antara beban (q) dengan penurunan 32

Gambar 7. Korelasi hubungan nilai k dan CBR 33

Gambar 8 Proses keruntuhan tanah 35

Gambar 9. Kerangka pikir penelitian 47

Gambar 10. Lokasi pengambilan sampel tanah laterit 48

Gambar 11. Jenis tanah laterit hasil pengambilan contoh 49

Gambar 12. Bagan alir proses penelitian untuk tahapan stabilisasi 50

Gambar 13. Bagan alir proses penelitian untuk uji model lapisan lime treated base 51

Gambar 14. Alat uji unconfined compression strength dan CBR 54

Gambar 15. Alat uji XRD dan SEM 55

Gambar 16. Sketsa model fisik untuk uji lapisan pondasi jalan 57

Gambar 17. Kerangka kerja bak uji model fisik lapisan pondasi jalan 57

Gambar 18. Tahapan persiapan tanah campuran dan tahapan pemadatan 58

Gambar 19. Tahapan pengujian 59

Page 13: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

x

Gambar 20. Problem set model lapisan lime treated base tanah laterit stabilisasi kapur 61 Gambar 21. Hasil pengujian X-Ray difraksi (XRD) 72 Gambar 22. SEM foto mikrograf tanah laterit 74 Gambar 23. Hubungan nilai qu tanah laterit terhadap penambahan kapur (CaO) dan waktu peram 76 Gambar 24. Hubungan nilai qu tanah laterit terhadap penambahan semen dan waktu peram 77 Gambar 25. Hubungan nilai CBR tanah laterit terhadap penambahan kapur dan waktu peram 79 Gambar 26. Hubungan nilai CBR tanah laterit terhadap penambahan semen dan waktu peram 80 Gambar 27. Hasil uji EDS dan foto mikrograf tanah laterit LH1

dengan stabilisasi 82 Gambar 28. Hasil uji EDS dan foto mikrograf tanah laterit LH2

dengan stabilisasi 83 Gambar 29. Hasil uji EDS dan foto mikrograf tanah laterit LH3 dengan stabilisasi 84 Gambar 30. Reaksi kimia antara tanah laterit dengan kapur/semen 87 Gambar 31. Foto SEM beberapa tanah laterit dan lempung dengan stabilisasi 88 Gambar 32. Hubungan pembebanan terhadap deformasi vertikal

tanah laterit stabilisasi kapur 90

Gambar 33. Hubungan modulus elastisitas dan modulus reaksi tanah terhadap persen kapur 90 Gambar 34. Hubungan nilai k dan CBR tanah laterit

stabilisasi kapur 92

Gambar 35. Hubungan nilai CBR dan k tanah laterit, analisis HMZ, dan PU Bina Marga 93

Gambar 36. Hubungan persentase kapur dengan CBR dan nilai k tanah laterit stabilisasi kapur 94

Page 14: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

xi

Gambar 37. Model deformasi lapisan elastic treated base tanah laterit stabilisasi 3, 5, 7, dan 10% kapur 96

Gambar 38 Hasil analisis Plaxis 2D total displacement model shading a) tanpa stabilisasi; b) stabilisasi 10% kapur 97 Gambar 39. Hasil analisis Plaxis 2D model terdeformasi a) tanpa stabilisasi; b) stabilisasi 10% kapur 98 Gambar 40. Model keruntuhan hasil analisis numerik 100 Gambar 41. Hubungan deformasi hasil uji model

dengan hasil analisis Plaxis 101

Page 15: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Mekanisme dan tingkat penggunaan dari berbagai bahan satabilisasi 13

Tabel 2. Pengaruh mineralogi tanah terhadap respon stabilisasi 14

Tabel 3. Ketebalan A dan lapisan hidrasi untuk pertukaran kation berbeda 26

Tabel 4. Penelitian terdahulu relevan 42

Tabel 5. Standard pengujian menurut ASTM 52

Tabel 6. Pengujian benda uji 54

Tabel 7. Parameter input data tanah 61

Tabel 8. Parameter material pelat baja 61

Tabel 9. Karakteristik fisik dan mekanis tanah alluvial (subgrade) 65

Tabel 10. Karakteristik fisik dan mekanis tanah laterit 67

Tabel 11. Kategori kekuatan tanah 69

Tabel 12. Kriteria umum tanah berdasarkan nilai CBR 70

Tabel 13. Kandungan mineral tanah laterit 71

Tabel 14. Komposisi unsur kimia tanah laterit 73

Tabel 15. Kandungan mineral tanah laterit dengan stabilisasi 81 Tabel 16. Hasil analisis nilai k untuk variasi persen kapur 92

Page 16: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan lahan dan material untuk pembangunan jalan akan terus

bertambah seiring dengan bertambahnya suatu kawasan atau

bertumbuhnya daerah otonomi baru. Hal ini juga menyebabkan kebutuhan

material struktur badan jalan yang memenuhi syarat teknis dan ekonomis.

Disisi lain, tanah asli di bumi jarang sekali ditemukan langsung dalam

keadaan mampu mendukung beban berulang lalu-lintas kendaraan tanpa

mengalami deformasi yang besar. Diperlukan suatu struktur yang dapat

melindungi tanah dasar dan mendukung lapisan perkerasan dari beban

roda kendaraan yang disebut dengan lapisan pondasi jalan (base dan

sub-base). Lapisan ini berfungsi untuk melindungi tanah dasar (subgrade)

dan mendukung lapisan perkerasan agar tidak mengalami keruntuhan

akibat beban lalu-lintas. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa

lapisan perkerasan sering mengalami deformasi vertikal dan keruntuhan

akibat ketidakstabilan lapisan pondasi jalan dan tanah dasar di bawahnya.

Kondisi ini ditandai dengan banyaknya alur atau retakan yang terjadi

melebihi antisipasi umur desain.

Kebutuhan material pondasi jalan pada daerah-daerah tertentu

sering menjadi masalah karena sulit diperoleh, mahal, dan jumlahnya

terbatas. Akibatnya konstruksi jalan harus dilakukan pada kondisi tanah

Page 17: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

2

jelek seperti tanah dasar lunak, tanah dengan potensi kembang susut

yang besar, urugan dari laut, bahkan tanah yang tidak stabil bila terjadi

gempa/getaran. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk

mengatasi masalah tersebut adalah stabilisasi tanah sebelum tanah

tersebut digunakan. Maksudnya adalah untuk meningkatkan kinerja tanah

atau memperbaiki sifat-sifat geoteknik tanah secara kimia agar tanah

memenuhi syarat teknis tertentu.

Selain itu, pada daerah-daerah tertentu kondisi tanah yang

memenuhi syarat sulit diperoleh dan terbatas jumlahnya. Salah satu cara

penyelesaian masalah tersebut adalah melakukan efisiensi penggunaan

tanah sebagai lapisan pondasi jalan. Hal ini dimaksudkan untuk mereduksi

jenis dan tebal lapisan pondasi jalan, dimana umumnya dilakukan dengan

dua jenis lapisan pondasi yaitu lapisan pondasi bawah (LPB) dan lapisan

pondasi atas (LPA). Upaya untuk mereduksi LPA dan LPB menjadi hanya

satu lapis dengan ketebalan efektif dan memenuhi syarat teknis, dapat

dikembangkan dengan melakukan kajian terhadap potensi tanah tertentu

yang telah distabilkan dengan metode dan dilakukan uji model tertentu

sehingga diperoleh suatu lapisan pondasi seperti lime treated base. Salah

satu tanah yang dapat dikembangkan adalah tanah laterit yang sangat

berpotensi di daerah Sorowako Luwu Timur Sulawesi Selatan. Daerah ini

memiliki kondisi tanah laterit dengan kandungan logam besi oksida relatif

tinggi (Fe2O3). Sementara itu, jenis tanah yang memenuhi syarat teknis

sebagai lapisan pondasi jalan sulit dan terbatas, bahkan harus

Page 18: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

3

didatangkan dari daerah lain. Potensi tanah ini sangat besar karena hanya

terbuang begitu saja dari hasil galian penambangan nikel. Sorowako

merupakan salah satu desa di Kecamatan Nuha Kabupaten Luwu Timur

Provinsi Sulawesi Selatan dengan luas wilayah 6.944,98 km2. Secara

geologi, daerah ini didominasi oleh batuan ultra basa yang kaya dengan

mineral logam khususnya besi dan nikel. Proses pelapukan daerah tropis

yang tinggi, mengakibatkan terbentuknya tanah laterit yang dominan.

Aktifitas penambangan nikel, menghasilkan buangan tanah laterit yang

tidak termanfaatkan dalam jumlah cukup signifikan. Upaya pemanfaatan

tanah laterit ini khususnya sebagai lapisan pondasi jalan merupakan salah

satu cara untuk menyelesaikan masalah keterbatasan dan kesulitan

material yang memenuhi syarat lapisan pondasi jalan pada daerah-daerah

dengan potensi tanah laterit yang tinggi seperti Sorowako dan

Halmahera Timur.

Tanah laterit mengandung mineral-mineral lempung yang relative

tinggi utamanya illite dan montmorillonite (Portelinha, et.al. 2012). Mineral

lempung dan unsur logam yang tinggi, dapat dimanfaatkan untuk berbagai

kebutuhan baik pada pekerjaan konstruksi, industri, maupun lainnya.

Kajian mendalam terhadap karakteristik detail dan kemungkinan

perbaikannya sebelum digunakan perlu dilakukan. Salah satu potensi

pemanfaataannya adalah sebagai lapisan pondasi jalan yang efektif,

efisien dan relatif murah (lime treated base), karena ketersediaannya

melimpah (sangat potensial) dan merupakan aset lokal (local content).

Page 19: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

4

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan kajian secara

detail terhadap karakteristik tanah laterit yang diperoleh dari tiga lokasi

berbeda di Sorowako Luwu Timur, yang selanjutnya distabilisasi dengan

kapur dan distabilisasi dengan semen. Karakteristik dimaksud meliputi

karakteristik fisik, mineralogi, kimia, mekanik, dan mikrostrukstur, sesuai

standard ASTM. Selanjutnya untuk pemanfaatan sebagai lapisan pondasi

jalan (lime treated base), dilakukan uji model dengan pengujian daya

dukung tanah (CBR) dan modulus reaksi tanah (k) untuk mengetahui

deformasi model lime treated base tanah laterit, menggunakan uji beban

terpusat (Hardiyatmo, 2009). Selanjutnya, dibuat kurva hubungan CBR

dengan nilai modulus reaksi tanah (k) dan persentase kapur. Kurva yang

diperoleh akan dibandingkan dengan kurva yang sama berdasarkan kurva

penelitian sebelumnya. Hal ini merupakan temuan baru yang dapat

digunakan sebagai referensi untuk tanah laterit yang distabilisasi

khususnya dengan kapur. Selain itu, dikembangkan juga kurva hubungan

antara beban dan deformasi untuk mengetahui model deformasi lapisan

lime treated base. Akurasi hasil pengujian, selanjutnya divalidasi secara

numerik menggunakan metode elemen hingga (Plaxis 2D), dengan

membandingkan model deformasi yang diperoleh dari analisis numerik

dengan model deformasi yang diperoleh dari uji model.

Dengan demikian, penelitian utama yang akan dilakukan adalah

mengkaji karakteristik tanah laterit, mengkaji kekuatan dan kapasitas daya

dukung tanah laterit stabilisasi kapur dan stabilisasi semen, mengkaji dan

Page 20: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

5

mengetahui model deformasi lime treated base tanah laterit, dan validasi

numerik deformasi lapisan lime treated base tanah laterit menggunakan

metode elemen hingga (Plaxis 2D).

Penelitian ini merujuk pada berbagai hasil penelitian sebelumnya

terkait dengan penelitian terhadap tanah laterit, dan lebih detailnya

rujukan tersebut diuraikan pada bab selanjutnya.

B. Rumusan Masalah

Mengacu pada latar belakang di atas, beberapa masalah yang

terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik fisik, mekanis, dan mikrostruktur tanah laterit

batuan ultrabasa?

2. Bagaimana kekuatan dan California Bearing Ratio (CBR) tanah laterit

stabilisasi kapur dan stabilisasi semen?

3. Bagaimana model hubungan modulus reaksi tanah dan CBR tanah

laterit stabilisasi kapur dengan uji model dan validasi numerik?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis karakteristik fisik, mekanis, dan mikrostruktur tanah laterit

batuan ultrabasa.

2. Menganalisis kekuatan dan CBR tanah laterit stabilisasi kapur dan

stabilisasi semen.

Page 21: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

6

3. Menghasilkan model hubungan modulus reaksi tanah dan CBR tanah

laterit stabilisasi kapur dengan uji model dan validasi numerik.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini berupa informasi dan rekomendasi untuk dapat

dipertimbangkan dan ditindaklanjuti baik teknis, sosial-ekonomis, maupun

lingkungan, sehingga berguna untuk:

1. Membantu mengatasi masalah lingkungan buangan tanah laterit hasil

penambangan.

2. Mengatasi kesulitan pengadaan material struktur lapisan pondasi jalan

(lime treated base) yang efektif dan memenuhi syarat.

3. Menjadi referensi dengan kasus yang sama untuk daerah lain.

4. Menjadi referensi tanah laterit dengan stabilisasi kapur dan stabilisasi

semen untuk dikembangkan dan digunakan untuk berbagai

pemanfaatan.

5. Menjadi referensi untuk penelitian lebih lanjut dengan menggunakan

bahan stabilisasi lainnya.

6. Memberikan solusi bagi pemerintah daerah dengan potensi tanah

laterit yang besar dalam penyediaan material pondasi jalan dan bahan

konstruksi lainnya.

Page 22: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Permasalahan Strategis Tanah Laterit

1. Deposisi Global Tanah Laterit

Tanah laterit merupakan kelompok tanah dari hasil pelapukan yang

tinggi, terbentuk dari hasil konsentrasi hidrasi oksida besi dan aluminium

(Amu et.al, 2011). Nama laterit diberikan oleh Buchanan tahun 1807 di

India, dari Bahasa Latin ”later” yang berarti bata. Tanah jenis ini memiliki

karakteristik keras, sulit ditembus, dan sangat sulit berubah jika dalam

kondisi kering (Makasa, 2004). Tanah laterit memiliki variasi yang luas dari

warna merah, coklat sampai kuning, tanah residual berukuran butir halus

dengan tekstur ringan memiliki bentuk butiran nodular dan tersementasi

dengan baik (Lambe dan Whitman, 1979). Bridges (1970) menyatakan

bahwa penggunaan yang benar dari istilah laterit adalah formasi vesicular

kompak batuan besi (a massive vesicular or concretionary ironstone

formation). Fookes (1997) menamai laterit didasarkan pada pengerasan

seperti ”freeic” untuk tanah keras kaya besi yang tersementasi, “alcrete”

atau bauksit untuk tanah keras kaya aluminium yang tersementasi,

“calcrete” untuk tanah keras kaya calcium karbonat, dan “silcrete” untuk

yang kaya silica. Definisi lainnya didasarkan pada perbandingan jumlah

silica (SiO2) terhadap oksida (Fe2O3+Al2O3), untuk tanah laterit

Page 23: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

8

perbandingan tersebut antara 1,33 dan 2,0, sedangkan di atas 2,0 bukan

tanah laterit.

Komposisi unsur dan senyawa yang terkandung dalam tanah laterit

yang umum meliputi oksigen, magnesium, aluminium, silicon, sulfur,

calcium, vanadium, manganese, besi, dan nikel. Sedangkan kandungan

mineral yang ada dalam tanah laterit tersebut terdiri dari hematite,

kaolinte, illite, montmorillonite, rutile, forsterite, andalusite, magnetite,

magnesium silicate, dan nikel dioksida.

Ciri-ciri fisik di alam secara umum, tanah laterit atau sering disebut

dengan tanah merah merupakan tanah berwarna merah hingga coklat

yang terbentuk pada lingkungan lembab, dingin, dan mungkin genangan-

genangan air. Tanah ini memiliki profil yang dalam, mudah menyerap air,

memiliki kandungan bahan organic sedang dan pH netral hingga asam

dengan banyak kandungan logam terutama besi dan aluminium, serta

baik digunakan sebagai bahan pondasi karena teksturnya relative padat

dan kokoh. Sifat-sifat fisik tanah laterit sangat bervariasi tergantung pada

komposisi mineralogi dan distribusi ukuran partikel tanah, granulometri

dapat bervariasi dari halus sampai gravel tergantung asal dan proses

pembentukannya sehingga akan mempengaruhi sifat-sfat geoteknik

seperti plastisitas dan kuat tekan. Salah satu kelebihan tanah laterit

adalah tidak mudah mengembang dengan air, tergantung pada

kandungan mineral lempung di dalamnya.

Page 24: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

9

Sebaran tanah laterite di dunia sekitar sepertiga bagian area

kontinental bumi (Yves, 2010). Tanah ini menutupi sebagian besar daerah

sekitar Amerika Selatan, Afrika, Jazirah Arab, dan Australia. Sedangkan

untuk batuan ultramafic terdeformasi tinggi akibat proses laterisasi

terdapat di daerah Brasil dan Australia, untuk deformasi sedang terdapat

di daerah Guatemala, Colombia, Eropa Tengah, India dan Burma.

Sementara bagian besar proses laterisasi terdapat di daerah Caledonia

Baru, Cuba, Indonesia, dan Philipina.

2. Geologi Tanah Laterit di Asia

Pelapukan daerah tropis (proses laterisasi) merupakan proses

pelapukan kimiawi dengan variasi ketebalan, kadar, kimiawi, dan

mineralogi tanah yang dihasilkan. Hasil awal pelapukan umumnya dikenal

sebagai batuan kaolinasi atau saprolite. Periode efektif laterisasi sekitar

mid-tertiary sampai mid-quarternary (35 sampai 1,5 juta tahun lalu). laterit

terbentuk dari proses pencucian batuan sedimen (batu pasir, lempung,

dan gamping), batuan metamorf (schists, gneiss, magmatis), batuan beku

(granite, basalts, gabro, dan peridotit). Mekanisme pencucian (leaching)

meliputi pelarutan asam, diikuti dengan hidrolisis dan presipitasi oksida

serta sulfida besi, aluminium dan silika dalam kondisi temperatur tinggi

pada daerah sub tropis.

Ciri utama formasi laterit adalah pengulangan musim basah dan

kering. Formasi laterit paling baik pada relief topografi rendah dan berbukit

akibat erosi permukaan. Zone reaksi terjadi pada kontak batuan dengan

Page 25: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

10

air pada muka air tanah rendah sampai tinggi yang semakin lama semakin

berkurang ion sodium, potassium, calcium, dan magnesium. Larutan ion

ini dapat mengoreksi pH pelarut silicon oksida secara sempurna

dibandingkan aluminium oksida dan besi oksida. Mineralogi dan komposisi

kimia tanah laterit tergantung pada batuan asalnya, utamanya kuarsa,

zircon, oksida titanium, besi, tin, aluminium dan mangan, yang merupakan

sisa proses pelapukan. Variasi signifikan laterit menurut lokasi, iklim, dan

kedalaman, dimana mineral-mineral utama untuk nikel dan cobalt berupa

besi oksida, mineral lempung atau mangan oksida. Besi oksida diperoleh

dari batuan beku mafic, sedangkan nikel laterit terbentuk pada zone

pelapukan tropis dari batuan ultramafic yang mengandung mineral-mineral

ferro-magnesian seperti olivin, pyroxene, dan amphibol

(Valeton, 2010).

Secara geografis dan geologi, Indonesia merupakan daerah yang

kaya dengan mineral logam khususnya yang terbentuk dari batuan

ultrabasa, hal ini menyebabkan penyebaran tanah laterit hampir ada di

setiap wilayah, diantaranya adalah sebaran tanah laterit di Sorowako

Luwu Timur Provinsi Sulawesi. Tanah laterit Sorowako merupakan tanah

yang terbentuk di daerah tropis atau sub tropis dengan tingkat pelapukan

tinggi pada batuan basa sampai batuan ultrabasa yang didominasi oleh

kandungan logam besi relatif tinggi.

Page 26: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

11

3. Prospektif Stabilisasi Tanah Laterit

Stabilisasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu

tindakan perbaikan mutu bahan pondasi jalan atau usaha untuk

meningkatkan kekuatannya sampai pada tingkat kekuatan tertentu

sehingga dapat berfungsi dan memberikan kinerja lebih baik dari aslinya.

Sedangkan stabilisasi tanah didefinisikan sebagai suatu usaha untuk

perbaikan sifat-sifat tanah eksisting agar memenuhi spesifikasi teknis yang

diharapkan. Stabilisasi, jika didesain dengan benar akan memberikan

keuntungan secara ekonomis dan lingkungan dalam aplikasinya pada

rehabilitasi dan pembangunan jalan (Syahril, 2010).

Prinsipnya, perbaikan tanah (stabilisasi tanah) dilakukan dengan

cara mencampur tanah asli dengan bahan penguat dari luar secara

setempat. Bahan pencamur yang paling banyak digunakan adalah kapur

dan semen. Tujuan utama pencampuran adalah untuk memperkuat

struktur tanah, mengurangi plastisitas dan kompresibilitas tanah

(Mochtar, 2000). Stabilisasi tanah selain digunakan untuk memperbaiki

kapasitas dukung tanah dasar (subgrade), juga dapat dilakukan pada

lapisan pondasi. Karenanya, pertimbangan tingginya intensitas beban dan

abrasi yang akan dialami oleh permukaan struktur perkerasan, maka

stabilisasi tidak cocok dilakukan pada komponen permukaan dari

perkerasan jalan. Dalam kondisi tertentu, material lapisan pondasi jalan

dapat lebih menguntungkan jika distabilisasi, dan material tanah dasar

Page 27: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

12

juga terkadang dilakukan hal yang sama untuk mendukung lapis pondasi

pada jalan raya utama (Yusuf Hamzah, et. al., 2012).

Stabilisasi kapur dan semen didasarkan pada kondisi tanah laterit

Sorowako yang memiliki kandungan mineral lempung yang tinggi (60-

80%). Dengan mencampurkan tanah dan bahan stabilisasi maka ikatan

antara butiran tanah lebih efektif dan menghasilkan perkuatan untuk

menahan distribusi beban, karakteristik tegangan, dan mengontrol

kembang susut tanah. McNally (1998) menyatakan bahwa pemilihan suatu

bahan stabilisasi dan prosedur konstruksinya harus berdasarkan

beberapa pertimbangan seperti pada Tabel 1. Sedangkan gambaran

kesesuaiannya dengan kondisi tanah ditunjukkan pada Gambar 1

(Amu et.al, 2011), dan dampak mineralogi tanah dan responnya terhadap

stabilisasi diperlihatkan seperti Tabel 2 (McNally, 1998).

Stabilisasi menggunakan kapur merupakan satu dari metode yang

sudah lama untuk meningkatkan sifat teknis tanah dan dapat digunakan

untuk menstabilisasi material base dan sub base. Penambahan kapur

untuk mereaksi tanah-tanah berbutir halus memberikan dampak terhadap

sifat teknis meliputi pengurangan plastisitas dan potensi pengembangan,

meningkatkan kemampuan, meningkatkan kekuatan dan kekakuan, dan

meningkatkan durability. Kapur dapat digunakan untuk perbaikan tanah

dengan tingkat bervariasi tergantung pada tujuan.

Page 28: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

13

Tabel 1. Mekanisme dan tingkat penggunaan dari berbagai bahan stabilisasi

Mekanisme Pengaruh Kesesuaian tanah

Granular Blending to poorly graded soils, usually coarse into fine (not clayey) soils

Higher compacted density, more uniform mixing, increased shear strength

Gap-graded or gravel-deficient (gravel, sand addition), or harsh FCR (fine crushed rock road base) (loam addition)

Cement Mixing small amounts (cement modification) or larger proportions (cement binding) into soil or FCR

Improve shear strength, reduces moisture sensitivity (modification), greatly increases tensile strength and stiffness (binding)

Most soils, especially granular ones, large amounts of cement needed in clay-rich and poorly graded sands, hence expensive.

Lime Mixing hydrated lime or quicklime in small to moderate amounts into soils

Increases bearing capacity, dries wet soil, improves friability, reduces shrinkage.

Cohesive soils, especially wet, high – PI clays.

Lime Pozzolan Mixing lime plus fly ash or granulated slay into soil or FCR

Similar to cement but slower acting and less ultimate strength

As for cement, plus clayey soils that do not react with lime.

Bitumen Agglomeration, coating and binding of granular particles

Water proofs, imparts cohesion and stiffness

Granular, non-cohesive soils in hot climates.

Umumnya kapur yang digunakan untuk bahan stabilisasi adalah

calcium hidroksida (Ca(OH)2) dan dolomite (Ca(OH)2+MgO). Penentuan

jumlah kapur yang akan digunakan, biasanya didasarkan pada hasil

analisis dari efek persentasi kapur berbeda terhadap pengurangan

plastisitas dan peningkatan kekuatan tanah.

Page 29: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

14

Gambar 1. Metode-metode stabilisasi hubungannya dengan tingkat kesesuaian untuk tanah dengan ukuran butir dan plastisitas berbeda

Tabel 2. Pengaruh mineralogi tanah terhadap respon stabilisasi

Mineral Material stabilisasi yang

direkomendasikan Penjelasan

Crushed gravels and FCR

Sandy or silty loam, crushed shale (must be dry)

Improves grading, workability, increase compacted density

Quartz sands

As above Improves grading, increase density and imparts plasticity

Cement For density, shear strength impermeability

Bitumen, bitumen emulsion For cohesion, waterproofing

Carbonate SANDS Lime Lowers PI, increases shear strength

Kaolinite, illite

Lime For drying, friability and later strength

Cement For early strength, especially if lime previously applied

Montmorillorite and mixed layer clays

Lime For drying, friability and PI reduction

Dispersive (sodic) clays

Lime, gypsum To resist deflocculation and internal erosion

Allophane Lime-gypsum mixes For strength

Halloysite Drying Causes irreversible granulation and shrinkage

Volcanic ash Lime Promotes pozzolanic setting

Page 30: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

15

Selanjutnya, kebanyakan tanah berbutir halus akan lebih efektif jika

distabilisasi dengan 3%-10% kapur, berdasarkan pada berat kering tanah.

Penambahan kapur akan lebih efektif untuk memperbaiki tanah lempung

plastis yang mampu menahan air. Partikel-partikel lempung memiliki

muatan permukaan tinggi yang dapat menarik kation (ion bermutan positif)

dan dipole-dipole air. Terjadi dua reaksi, yaitu pertukaran kation dan

flokulasi agglomerasi, berlangsung cepat dan langsung menghasilkan

perkuatan pada plastisitas tanah, kemampuan, kekuatan yang awet, dan

sifat-sifat beban-deformasi. Pengaruh kapur pada sifat-sifat tanah dapat

dikelompokkan menjadi pengaruh langsung dan jangka panjang.

Pengaruh langsung diperoleh tanpa pemeraman dan selama tahapan

konstruksi, yang berhubungan dengan reaksi pertukaran kation dan

flokulasi agglomerasi yang terjadi bila kapur dicampurkan dengan tanah.

Pengaruh stabilisasi jangka panjang terjadi selama dan setelah

pemeraman, dan sangat penting untuk kekuatan dan daya tahan. Bila

pengaruh ini dihasilkan sampai batas tertentu akibat pertukaran kation dan

flokulasi-agglomerasi, utamanya akan dihasilkan pozzolanic strength gain

(Mallela et. al, 2004).

Semen adalah material yang mempunyai sifat-sifat adhesif dan

kohesif sebagai perekat yang mengikat fragmen-fragmen mineral menjadi

suatu kesatuan yang kompak. Semen dikelompokkan dalam 2 (dua) jenis

yaitu semen hidrolis dan semen non-hidrolis. Semen hidrolis adalah suatu

bahan pengikat yang mengeras jika bereaksi dengan air serta

Page 31: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

16

menghasilkan produk yang tahan air. Contohnya seperti semen portland,

semen putih dan sebagainya, sedangkan semen non hidrolis adalah

semen yang tidak dapat stabil dalam air. Semen Portland adalah semen

hidrolis yang dihasilkan dengan cara mencampurkan batu kapur yang

mengandung kapur (CaO) dan lempung yang mengandung silika (SiO2),

oksida alumina (Al2O3) dan oksida besi (Fe2O3) dalam oven dengan suhu

kira-kira 145°C sampai menjadi klinker. Klinker ini dipindahkan, digiling

sampai halus disertai penambahan 3-5% gips untuk mengendalikan waktu

pengikat semen agar tidak berlangsung terlalu cepat.

Dalam semen Portland ini terdapat susunan senyawa semen yang

berfungsi seperti berikut; C3S = 3 CaO SiO2 (trikalsium silikat) mempunyai

andil yang besar terhadap fungsi sebagai perekat dan dapat mengeras

jika bereaksi dengan air sehingga dapat meningkatkan kekuatan tekan;

C2S = 2CaO SiO2 (dikalsium silikat) berfungsi sama dengan C3S; C3A =

3CaO Al2O3 (trikalsium aluminat) dalam semen portland tidak berfungsi

sebagai perekat. Senyawa ini hanya berfungsi sebagai fluks (bahan

pelebur) sewaktu masih ada dalam tungku pembakaran, sehingga akan

mudah terbentuk senyawa C3S dan C2S; C4AF = 4CaO Al2O3 Fe2O3

(Tetra Alumineferrit) berfungsi sama seperti C3A serta andil terhadap

warna semen; Gips = CaSO4 2H2O berfungsi sebagai retarder atau

memperlambat waktu pengerasan tepung semen portland bila bercampur

dengan air; Selain itu terdapat komposisi kimia lain seperti: C = CaO,

Na2O, K2O dalam jumlah yang kecil.

Page 32: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

17

Kedua mineral kalsium silikat, C3S dan C2S merupakan unsur

utama dalam pengembangan kekuatan dan memiliki pengaruh yang besar

terhadap ketahanan dan sifat struktural jangka panjang dari semen

portland.

B. Perilaku dan Prospektif Fisik, Mekanis, dan Mineralogi

Tanah Laterit

Penelitian terhadap stabilisasi tanah laterit dengan berbagai kondisi

telah banyak dilakukan untuk mengetahui perilaku tanah tersebut

diberbagai tempat, dengan berbagai jenis tanah laterit. Setiap daerah

memiliki ciri dan karakteristik tanah laterit yang berbeda, baik komposisi

mineral yang terkandung maupun kandungan unsur yang ada di

dalamnya.

Amu, et.al, (2011), telah melakukan stabilisasi terhadap tanah

laterit di bagian Afrika dengan menggunakan kapur, dan menghasilkan

suatu kesimpulan bahwa kandungan optimum kapur untuk tiga contoh

tanah laterit A, B, dan C berturut-turut adalah 8%, 6%, dan 6%, sangat

sesuai dengan pemanfaatan tanah laterit sebagai bahan dasar lapisan

perkerasan jalan. Berdasarkan hasil uji yang dilakukan, penambahan

kapur 6-8% mengakibatkan peningkatan berat kering maksimum (MDD),

daya dukung tanah (CBR), dan kekuatan tanah (kuat tekan dan kuat

geser) menjadi 2-3 kali lipat.

Page 33: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

18

Portelinha, et. al. (2012), mengemukakan bahwa penambahan

sedikit kapur dan semen sangat efisien meningkatkan kemampuan tanah

laterite dengan hanya menambahkan 3% semen dan 2% kapur. Sifat-sifat

kimia campuran sangat sesuai dengan perilaku plastisitas, ditunjukkan

bahwa kandungan kapur yang sekitar 3% sangat mendukung alterasi

mineralogy, hidrasi akibat reaksi dengan semen mengurangi nilai

plastisitas indeks. Modifikasi tanah dengan kapur mengeliminasi potensi

pengembangan tanah, bila ditambahkan semen 2%, modifikasi juga

meningkatkan kekuatan dan modulus tanah utamanya setelah

pemeraman 28 hari. Alterasi tertinggi pada kekuatan dihasilkan 2% kapur

dan 3% semen, dimana penambahan 1% sudah cukup untuk

meningkatkan 50% kuat tekan unconfined dibandingkan dengan tanah

asli, seperti diperlihatkan pada Gambar 2.

Tangen modulus meningkat secara signifikan seiring dengan

kenaikan UCS akibat penambahan kandungan bahan stabilisasi. Alterasi

mineralogy terbentuk pada contoh yang menunjukkan peningkatan

kekuatan secara signifikan. Analisis mekanistik menunjukkan bahwa tanah

yang telah dimodifikasi sangat baik digunakan untuk perkerasan karena

menghasilkan regangan elastik dan tegangan yang rendah.

Aminaton, et. al. (2013), telah melakukan pengujian terhadap

stabilisasi tanah laterit menggunakan larutan polimer (GKS), dan

menyimpulkan bahwa kekuatan tanah meningkat sejalan dengan

meningkatnya waktu peram dan peningkatan terjadi setelah waktu peram

Page 34: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

19

7 hari. Kekuatan, kohesi dan sudut geser dalam juga meningkat dengan

meningkatnya konsentrasi polymer dan kondisi pemeraman. Dari hasil uji

diperoleh bahwa kandungan polymer 9% dapat dikatakan sebagai jumlah

optimum untuk stabilisasi yang baik bagi tanah laterit.

Gambar 2. UCS dan tangent modulus campuran tanah dengan pemeraman 7 hari dan 28 hari

Kiran, S.P., et. al. (2014), telah melakukan penyelidikan terhadap

tanah laterite yang distabilisasi dengan abu batang tebu dan semen dan

menyimpulkan bahwa abu serat tebu sangat efektif sebagai nahan

Page 35: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

20

stabilisasi pada kandungan 5% dan 6% kandungan semen untuk

memperkuat sifat geoteknik tanah lateritic, dan dapat digunakan untuk

konstruksi jalan sebagai sub base. Yinusa, A., et. al. (2014), melakukan

penelitian terhadap stabilisasi tanah laterit menggunakan abu tongkol

jangung (CCA), dan menyimpulkan bahwa density kering maksimum

menurun dari 1,905 gr/cc ke 1,849 gr/cc pada kandungan abu jonggol

jagung 1,5%, kadar air optimum meningkat pada kandungan bahan

pengikat 0-7,5%. Nilai CBR meningkat 65% ke 84% pada kandungan CCA

1,5%, selanjutnya menurun dengan penambahan CCA. Unconfined

compression strength juga meningkat dari 403 kN/m2 ke 992 kN/m2 pada

kandungan CCA 1,5%, dan menurun pada penambahan CCA.

Amadi, et. al. (2012), melakukan penelitian terhadap tanah laterite

terkontaminasi dengan bahan kimia organic yang distabilisasi dengan abu

kiln semen, dan menyimpulkan bahwa bahan kimia organic sangat

berpengaruh terhadap sifat geoteknik tanah. terjadi penurunan plastisitas,

berat volume kering dan unconfined compression strength, sedangkan

konduktivitas hidrolik, kadar air optimum mengalami peningkatan.

Liu Yangshen, et.al. (2004), melakukan kajian terhadap perilaku

bentonite yang digunakan untuk memperkuat tanah laterite dan

menyimpulkan bahwa bentonite dapat meningkatkan unjuk kerja hidrolik

dan mekanik tanah laterite dan tanah loess. Kenaikan kandungan

bentonite dalam campuran maximum compressive strength (MCS)

meningkat sampai puncak dan mengalami penurunan setelah itu. Pada

Page 36: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

21

kandungan bentonite 6,5%, MCS maksimum 2,26 MPa. Konduktivitas

hidrolik tanah loess dengan 6% bentonite hanya 1/9 dari aslinya,

sedangkan tanah laterite dengan 8% bentonite 1/13 dari aslinya.

Maksimum konduktivitas hidrolik (MHC) diperoleh 1x10-7 cm/s pada kadar

air optimum 23% untuk tanah laterite dan 3,3x10-5 cm/s pada kadar air

optimum 26% untuk tanah laterite dengan 8% bentonite. MHC untuk tanah

loess 7,8x10-7 cm/s pada kadar air optimum 18%, dan 9x10-8 cm/s pada

kadar air optimum 20% untuk tanah loess dengan 6% bentonite.

Konduktivitas hidrolik menurun drastic dengan meningkatnya density

kering. Selanjutnya bila density kering lebih dari 1,62 Mg/m3 (loess) atau

1,58 Mg/m3 (loess dengan 6% bentonite), konduktivitas hidrolik tidak

mengalami perubahan. Dengan demikian maka untuk tanah laterit dan

laterite dengan 8% bentonite dapat digunakan pada desain teknik.

Adriani, et. al. (2012) melakukan penelitian pengaruh penggunaan semen

sebagai bahan stabilisasi pada tanah lempung terhadap nilai CBR tanah

dan menyimpulkan bahwa sifat plastis tanah akan menurun dengan

diberikan bahan aditif semen. Penurunan indeks plastisitas tanah dimana

IP tanah asli 26,553% bila dicampur dengan 10 % kadar semen IP

menjadi 4,577%. Penurunan nilai PI tersebut dapat mengurangi potensi

pengembangan dan penyusutan tanah. Dari hasil uji pemadatan dengan

proctor standar diperoleh nilai d maks = 1.23 gr/cm3 dan kadar air

optimum sebesar 37,5%. Penambahan semen dengan variasi

penambahan sebesar 5%, 10%, 15%, dan 20% yang mengisi rongga pori

Page 37: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

22

tanah telah meningkatkan d maksimum masing-masing menjadi 1,262

g/cm3, 1,291 g/cm3, 1,319 g/cm3 dan 1,35 g/cm3 dan kadar air optimum

sebesar 36.65 %, 34.98 %, 34 %, 32.9 %. Penambahan semen telah

meningkatkan nilai daya dukung tanah secara signifikan. Nilai CBR

semakin naik seiring dengan penambahan semen, dimana nilai CBR

tanah asli sebesar 8.204%. Terjadinya peningkatan nilai CBR pada

campuran optimum 20% semen dengan waktu pemeraman 3 hari dengan

nilai CBR 64,138 %.

Latifi, et.al., (2014) telah melakukan stabilisasi tanah laterit

menggunakan sodium silikat cair, dan hasil yang diperoleh menunjukkan

bahwa penambahan sodium silikat lebih dari 9% menurunkan kuat tekan

tanah. Penurunan kekuatan tanah ini diakibatkan oleh terbentuknya

sodium alumino silikat hidrat dalam jumlah tertentu (N-A-S-H). Sedangkan

Marto, et. al., (2014), menemukan bahwa stabilisasi menggunakan bahan

stabilisasi TX-85 (sodium hidrat bentuk cairan) dan SH-85 (sodium hidrat

dalam bentuk bubuk) meningkatkan kekuatan tanah secara signifikan,

penguatan ini lebih cepat dan lebih tinggi (waktu dan biaya) dibandingkan

dengan kapur dan semen.

Tanah laterit didominasi oleh mineral lempung yang memiliki

plastisitas tinggi seperti mineral montmorillonite (smectite) dan illite, dapat

mengembang saat kontak dengan air dalam bentuk cair atau uap. Hal ini

berhubungan dengan komposisi mineralogi lapisan dasar atau unit

struktur mineral montmorillonite. Struktur mineral montmorillonite

Page 38: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

23

merupakan unsur yang terbentuk dari lembaran alumina octahedral antara

dua lembaran silica tetrahedral seperti Gambar 3. Struktur alumina

octahedral tersusun dari satu atom aluminium dan 6 hydroksil dalam

bentuk octahedral dimana silica tetrahedral tersusun dari satu atom silicon

dan 4 atom oksigen dalam bentuk tetrahedral.

Lapisan dasar menumpuk bersama membentuk partikel (plateled

atau crystal). Pada kondisi kering, ikatan antara lapisan-lapisan dasar

dihasilkan dari ikatan Van der Waals dan akibat pertukaran kation. Tipe

ikatan ini bekerja saat air atau polar liquid mengisi antar lapisan.

Gambar 3. Sketsa struktur mineral montmorillonite

Partikel terbentuk dari beberapa sampai ratusan lapisan-lapisan

dasar tergantung pada kondisi kandungan air (Pusch, et al., 1990).

Menggunakan transmission electron microscope (TEM), Tessier et al.

(1998), menemukan bahwa mikrostruktur lempung (lempung yang

mengandung kalsium jenis mineral montmorillonite dan kaolinite) terdiri

Page 39: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

24

dari agregat partikel dengan rata 2-4 lapisan dasar. Bagian dalam tiap unit

partikel, terdapat jarak inter layer sekitar 12Å. Lebih dari itu, tipe

pertukaran kation juga dipengaruhi oleh jumlah lapisan dasar pada partikel

(Pusch et el., 1990). Untuk kondisi suspense, partikel terbentuk dari 3-5

lapisan dasar dan 10-20 lapisan dasar untuk sodium jenis bentonite dan

kalsium jenis bentonite.

Pemadatan juga mempengaruhi jumlah lapisan dasar dalam

partikel dan perbedaan jumlah sodium dan kalsium jenis bentonite untuk

suction lebih besar dari 300 kPa. Untuk suction kurang dari 300 kPa,

ditemukan bahwa jumlah lapisan dasar pada partikel hamper sama pada

kedua jenis bentonite. Keadaan ini sangat penting dalam menyelidiki

perilaku lempung ekspansif khususnya pada mikrostruktur bentonite

(Delage, 2007).

Adanya unit-unit struktur (elementary layer), partikel-partikel,

bergabung menghasilkan pori berbeda pada tanah mengembang.

Umumnya, tanah mengembang yang dipadatkan memiliki dua jenis pori

(mikro pori dan makro pori) (Gens dan Alonso, 1992; Yong, 1999). Mikro

pori merupakan pori yang ada dalam agregat (pori antara lapisan dasar

dan antara partikel) atau disebut intra-aggregate pores. Makro pori

merupakan pori yang berada antara agregat atau disebut inter aggregate

pores.

Mekanisme interaksi antara air dan lempung merupakan ikatan

hidrogen, hidrasi pertukaran kation-kation, atraksi osmosis, atraksi

Page 40: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

25

pengisian surface-dipole, dan atraksi oleh gaya-gaya dispersi London.

Pada tanah lempung mengembang, untuk kondisi kering atau kadar air

kecil, hidrasi akibat pertukaran ion kation merupakan mekanisme utama.

Pada kondisi kering, pertukaran kation terjadi pada permukaan lapisan

atau lembaran tetrahedral untuk menyeimbangkan permukaan lempung.

Pada proses hidrasi, molekul-molekul air terserap diantara lapisan dasar

lempung untuk membentuk lapisan-lapisan air. Ketebalan krital

montmorillonite yang terhidrasi dan hidrasi lapisan yang komplit

tergantung pertukaran kation. Pusch, at al., (1990), menyatakan bahwa

ketebalan dan lapisan hidrasi komplit molekul-molekul air untuk pertukaran

kation yang berbeda disimpulkan seperti pada Tabel 3. Berdasarkan tabel

tersebut, diperlihatkan bahwa terdapat 3 (tiga) lapisan molekul-molekul air

untuk bentonite Mg dan Na dan 2 (dua) lapisan molekul-molekul air untuk

bentonite Ca dan Na terbentuk pada permukaan lempung agar gaya

hidrasi mengisi penuh. Ketebalan air total bentonite berturut-turut 9,08,

5,64, 9,74, dan 6,15 Å untuk Mg, Ca, Na, dan K.

Kadar air bentonite pada akhir proses hidrasi dapat dihitung dari

data yang digambarkan pada Tabel 3, dengan menghitung berat air per

gram tanah dari perkalian total ketebalan air, luas permukaan spesifik

bentonite, dan berat volumetrik air. Kadar air sama dengan berat air per

gram tanah dikalikan 100% dibagi 2. Untuk bentonite 500 m2/gr dan berat

volumetric air 1 g/cm3, kadar air bentonite adalah 22,7, 14,1, 23,9, dan

15,4 untuk bentonite Mg, Ca, Na, dan K berturut-turut. Lapisan bentonite

Page 41: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

26

jenis sodium menyerap air lebih pada proses hidrasi dibandingkan dengan

bentonite lain. Jika berat volumetric air 1 g/cm3 untuk lapisan molukel-

molekul air kurang dari 3 (tiga) pada permukaan lempung, kadar air akan

lebih tinggi dari nilai tersebut.

Tabel 3. Ketebalan Å dan lapisan hidrasi untuk pertukaran kation berbeda (Pusch et al, 1990)

Mineral

Montmorillonite 0 hydrate 1st 2nd 3rd

Mg 9,52 12,52 15,55 16,6

Ca 9,61 12,5 15,25 -

Na 9,62 12,65 15,88 19,36

K 10,08 12,5 16,23 -

Saiyouri et al., (2004) menjelaskan bahwa empat lapisan air

terbentuk pada permukaan lempung dari bentonite yang digunakan pada

penelitiannya (MX 80 dan FOCa7). Menurut Mitchell (1993), untuk

pengembangan penuh, bentonite tipe sodium memiliki luas permukaan

spesifik 800 m2/g dapat mencapai kadar air 400% untuk hidrasi penuh

pertukaran kation.

Setelah tiga atau empat lapisan molekul air antara lapisan dasar,

hidrasi permukaan menjadi tidak penting lagi. Molekul-molekul air

cenderung terdifusi ke arah depan permukaan untuk menyamakan

konsentrasi ion. Hal ini terjadi antara permukaan luar partikel atau Kristal

(Pusch et al., 1990; Bradbury et.al., 2002; Pusch et.al., 2003; Saiyouri et

al., 2004). Untuk sodium bentonite, partikel-partikel pecah pada lapisan

dasar akibat hidrasi (Pusch, 2001), difusi lapisan ganda akan terbentuk

antara lapisan-lapisan dasar.

Page 42: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

27

Gambar 4. Gambaran skema air inter lapisan, lapisan air ganda dan air bebas pada bentonite yang dipadatkan

Fraksi air tersisa dapat disebut air bebas yang terdapat pada inter

koneksi lapisan film pada bagian luar parikel lempung dan juga sebagai

lapisan disekitar komponen mineral butiran bentonite. Jumlah air bebas

dan konsentrasi garam dalam air bebas pada bentonite yang dipadatkan

tergantung pasa densitas kering awal contoh tanah (Bradbury et.al.,

2002). Gambaran kondisi tersebut seperti Gambar 4.

C. Daya Dukung Tanah Laterit sebagai Base dan Subgrade

1. Tanah Ferro Laterit sebagai Lapisan Base dan Subgrade Jalan

Lapisan Pondasi (sub-base and base) adalah bagian lapisan

perkerasan antara lapisan permukaan dan tanah dasar dengan fungsi

sebagai berikut; merupakan bagian dari konstruksi perkerasan yang

Page 43: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

28

menyebarkan beban roda ketanah dasar, mengefisiensikan penggunaan

material, relatif murah dibandingkan dengan lapisan diatasnya,

mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal, sebagai lapis

peresapan agar air tanah tidak berkumpul dipondasi, lapis pertama, agar

pekerjaan dapat berjalan lancar. Material yang digunakan untuk lapisan

pondasi umumnya harus nilai CBR minimum 20% dan indeks plastisitas

(PI) 10% (sub-base), CBR minimum 50% dan PI 4%. Jenis lapisan

pondasi bawah yang umum digunakan di Indonesia adalah pasir dan batu

(Sirtu) kelas A, B atau kelas C, tanah atau lempung kepasiran, lapis aspal

beton (Laston), stabilitas agregat dengan semen atau kapur, Stabilitas

tanah dengan semen atau kapur.

Tanah berbutir kasar merupakan tanah dasar yang baik untuk

mendukung perkerasan dibandingkan dengan tanah berbutir halus,

sedangkan khusus tanah lempung dapat menjadi masalah terhadap

perkerasan (Yoder et.al., 1975). Runtuhnya perkerasan terjadi menurut

dua mekanisme, pertama adalah akibat desifikasi dan repetisi geser, dan

kedua akibat deformasi komponen lapisan perkerasan dengan kontribusi

lebih dari lapisan subgrade, khususnya pada lempung.

Jika lapisan subgrade adalah tanah lempung ekspansif, maka akan

lebih bermasalah lagi terhadap perkerasan. Lapisan subgrade tanah

ekspansive akibat fenomena kembang susut akibat perubahan musim

dapat mengakibatkan kekuatan tanah menjadi lemah setelah

pengembangan yang mungkin menyebabkan intrusi subgrade pada tanah

Page 44: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

29

di atasnya dan penetrasi lapisan sub base ke lapisan subgrade

(Deshpande, 1990).

Beberapa metode perbaikan lapisan subgrade, antara lain;

pergantian (replacement), control pemadatan, pre-wetting, stabilisasi,

moisture barrier, dan penggunaan geosintetik. Tanah laterit dengan

kandungan mineral lempung yang dominan memerlukan suatu rekayasa

perkuatan tanah agar dapat dimanfaatkan sebagai material konstruksi

khususnya sebagai lapisan subgrade dan sub base.

Salah satu tantangan yang paling penting dalam desain struktur

pada tanah adalah reaksi tanah saat kontak dengan struktur. Perilaku

mekanik tanah sangat kompleks, karena tanah secara alamiah bersifat

non-linier, anisotropic, heterogen, dan deformasinya tergantung pada

beban yang diberikan. Dengan demikian, pada pekerjaan rekayasa untuk

mendesain struktur, dibuat pemodelan tanah dengan seluruh

kompleksitasnya, dengan sistem yang sederhana yang disebut model

reaksi subgrade (Naeni, S.A., et. al., 2014).

Penentuan kekuatan tanah untuk mendukung struktur diatasnya

sangat ditentukan oleh koefisien reaksi tanah (k) dan modulus elastisitas

tanah (Es). Winkler (1867), membuat model untuk mengasumsikan

kekakuan tanah sebagai rasio antara tekanan () dan displacement

vertical () adalah linier, dan diketahui sebagai koefisien reaksi tanah, k

(MN/m3). Teori ini mensimulasikan perilaku tanah sebagai kelompok

pegas independen, dengan model linier-elastis, seperti Gambar 5a. Teori

Page 45: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

30

ini banyak dikembangkan untuk perhitungan tegangan-tegangan pada

pondasi fleksibel (Daloglu et.al., 2000).

Nilai modulus reaksi tanah (k) dapat ditentukan berdasarkan

pengujian lapangan, pengujian laboratorium, persamaan empiris, dan nilai

tabulasi. Uji lapangan menggunakan plate load test, uji laboratorium

menggunakan uji konsolidasi dan uji triaksial (Dutta et.al., 2002).

Sedangkan Bowles, 1996 mengusulkan beberapa hubungan empiris dan

beberapa nilai tabulasi untuk koefisien reaksi tanah, seperti Gambar 5b.

Gambar 5. Perilaku tanah sebagai kelompok pegas (a), dan Modulus reaksi tanah (b) (Bowles, 1996)

Kekuatan tanah dinyatakan dengan nilai modulus reaksi tanah (k)

yang diukur dengan uji pembebanan (plate bearing test). Modulus reaksi

ini merupakan ukuran kekuatan tanah dan dinyatakan dalam kaitannya

dengan pembebanan. Penggunaan nilai k dalam analisis dianggap bahwa

lapisan pondasi jalan adalah elastis, berarti dukungan yang diberikan

berbanding lurus dengn lendutan. Pengujian lainnya (AASHTO D-T222)

a

b

Page 46: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

31

memerlukan penambahan beban secar berurutan, disertai penghentian

pada tiap penambahan beban sampai penentrasinya berhenti.. lendutan

beban dicatat, selanjutnya dihitung besarnya modulus reaksi tanah.

Modulus reaksi tanah digunakan untuk evaluasi daya dukung lapisan

pondasi jalan, yang didefinisikan sebagai rasio antara tekanan (q) pada

suatu pelat kaku terhadap lendutan (Hardiyatmo, 2009).

Modulus of soil reaction (k), merupakan nilai banding antara unit

tegangan reaksi tanah terhadap penurunan yang terjadi. Modulus ini

digunakan untuk perhitungan pondasi elastis, yaitu pondasi yang

dianggap berperilaku elastis pada saat menerima beban (Daud, 2008).

Penentuan daya dukung ultimit harus dianalisis berdasarkan data hasil uji

pembebanan yang dilakukan, seringkali terjadi hambatan dalam

menentukan daya dukung ultimit pada tanah. Pengujian pembebanan

memberikan hasil berupa grafik beban (q) terhadap penurunan, seperti

pada Gambar 6 (Nugroho, 2011).

Gambar 6. Hubungan antara beban (q) dengan penurunan

Page 47: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

32

Berdasarkan grafik tersebut, selanjutnya dilakukan interpretasi

untuk mendapatkan hubungan nilai daya dukung aksial lapisan pondasi

dan penurunan dari sampel yang diuji, dan dari nilai-nilai tersebut dapat

dihitung modulus reaksi tanah sebagai berikut:

Q = P / A (1)

ks = (2)

Dimana Q adalah tekanan tanah, ks adalah modulus reaksi tanah, P

adalah beban, A adalah luas pelat baja, adalah perubahan tekanan,

dan adalah penurunan (lendutan).

Metode pengujian modulus reaksi tanah (k) dapat juga diperoleh

dengan melakukan pengujian pembebanan pelat (plate bearing test)

menurut AASHTO T222-81, selanjutnya dikorelasikan terhadap nilai CBR,

seperti Gambar 7.

Berdasarkan Gambar 7, bila nilai k lebih besar dari 140 kPa/mm

(14 kg/cm3), maka nilai k dianggap sama dengan 140 kPa/mm

(14 kg/cm3) dengan nilai CBR 50% (Balitbang PU, 2003).

Page 48: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

33

Gambar 7. Korelasi hubungan nilai k dan CBR (Balitbang PU, 2003 dan Yusuf Hamzah, et al., 2013)

2. Kapasitas Dukung Tanah

Tahanan geser tanah untuk melawan penurunan akibat

pembebanan, yaitu tahanan geser yang dapat dikerahkan oleh tanah di

sepanjang bidang gesernya disebut daya dukung tanah. Sedangkan

kapasitas daya dukung adalah besarnya kemampuan tanah untuk

menahan beban yang bekerja pada tanah tersebut. Beban yang timbul

akibat transfer beban struktur melalui pondasi dan beban bergerak pada

perkerasan jalan. Jika terjadi keruntuhan pada tanah akibat runtuhnya

kapasitas daya dukung tanah, maka terjadi penurunan tanah dan

mengakibatkan ketidakstabilan struktur, oleh karena itu sangat penting

untuk mempelajari kapasitas daya dukung tanah.

Page 49: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

34

Proses keruntuhan tanah dasar terjadi dalam beberapa fase;

pertama, tanah di bawah fondasi turun mengakibatkan terjadinya

deformasi tanah pada arah vertikal dan horisontal ke bawah, penurunan

yang terjadi sebanding dengan besar beban (selama beban yang bekerja

cukup kecil), tanah dalam kondisi keseimbangan elastis, massa tanah di

bawah fondasi mengalami kompresi mengakibatkan kenaikan kuat geser

tanah sehingga kapasitas dukung bertambah; kedua, terbentuk baji tanah

pada dasar fondasi dimana deformasi plastis tanah dimulai dari ujung tepi

fondasi mengakibatkan zona plastis semakin berkembang seiring dengan

pertambahan beban, selanjutnya gerakan tanah arah lateral makin tampak

ditandai oleh retakan lokal dan geseran tanah di sekeliling tepi fondasi,

kuat geser tanah sepenuhnya berkembang untuk menahan beban pada

zona plastis; dan ketiga, deformasi tanah semakin bertambah dan diikuti

menggelembungnya tanah permukaan akibatnya tanah mengalami

keruntuhan, bidang runtuh berbentuk lengkungan dan garis yang disebut

bidang geser radial dan bidang geser linier.

Vesic (1963), membagi keruntuhan daya dukung tanah menjadi tiga

tipe, yaitu; keruntuhan geser umum (general shear failure); keruntuhan

geser lokal (local shear failure), dan keruntuhan penetrasi (penetration

failure atau punching shear failure). Keruntuhan geser umum terjadi

menurut bidang runtuh yang dapat diidentifikasi dengan jelas. Suatu baji

tanah terbentuk tepat pada dasar fondasi (zona A) yang menekan tanah

ke bawah hingga menyebabkan aliran tanah secara plastis pada zona B.

Page 50: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

35

Gerakan ke arah luar di kedua zona tersebut, ditahan oleh tahanan tanah

pasif di bagian C. Saat tahanan tanah pasif bagian C terlampaui, terjadi

gerakan tanah yang mengakibatkan penggembungan tanah di sekitar

fondasi. Bidang longsor yang terbentuk, berupa lengkungan dan garis

lurus yang menembus hingga mencapai permukaan tanah. Saat

keruntuhannya terjadi gerakan massa tanah ke arah luar dan ke atas,

seperti pada Gambar 8.

Gambar 8. Proses keruntuhan tanah

Keruntuhan geser umum terjadi dalam waktu yang relatif mendadak

yang diikuti oleh penggulingan fondasinya. Tipe keruntuhan geser lokal

sama dengan keruntuhan geser umum, namun bidang runtuh yang

terbentuk tidak sampai mencapai permukaan tanah. Jadi bidang runtuh

yang kontinu tidak berkembang. Fondasi tenggelam akibat bertambahnya

beban pada kedalaman yang relatif dalam, yang menyebabkan tanah di

Fase 1

Fase 2

Fase 3

Page 51: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

36

dekatnya mampat. Tetapi, mampatnya tanah tidak sampai mengakibatkan

kedudukan kritis keruntuhan tanahnya, sehingga zona plastis tak

berkembang seperti pada keruntuhan geser umum. Dalam tipe

keruntuhan geser lokal, terdapat sedikit penggembungan tanah di sekitar

fondasi, namun tidak terjadi penggulingan fondasi.

Pada tipe leruntuhan penetrasi, tidak terjadi keruntuhan geser

tanah. Akibat bebannya, fondasi hanya menembus dan menekan tanah ke

samping yang menyebabkan pemampatan tanah di dekat fondasi.

Penurunan fondasi bertambah hampir secara linier dengan penambahan

bebannya. Pemampatan tanah akibat penetrasi pondasi berkembang,

hanya pada zona terbatas tepat di dasar dan di sekitar tepi fondasi.

3. Analisis Model Lapisan Pondasi Jalan dengan Metode Numerik

Metode numerik adalah teknik-teknik yang digunakan untuk

mrmformulasikan masalah-masalah matematis agar dapat dipecahkan

dengan operasi hitungan. Pemodelan matematik diperlukan untuk

membantu menyelesaikan permasalahan rekayasa (permasalahan ril).

Gambaran tahapan pemrosesan masalah rekayasa yang secara

analitis sulit diselesaikan selanjutnya dibawa ke bentuk model matematik

dan diselesaikan secara matematis, aljabar atau statistik dan

komputasi. Perkembangan teknologi perangkat lunak saat ini, sangat

memudahkan pekerjaan para ahli konstruksi, khususnya untuk

memecahkan masalah-masalah yang kompleks khususnya dalam

merancang pekerjaan dengan kondisi lapangan yang kompleks pula.

Page 52: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

37

Berbagai model simulsi dapat dibuat dengan mempertimbangkan seluruh

aspek rekayasa berdasarkan analisis yang akurat dan cepat.

Salah satu perangkat lunak yang ada saat ini akan digunakan untuk

melakukan validasi hasil pengujian model lapisan sub-base yang dibuat,

yaitu dengan metode elemen hingga (finite element method). Untuk

metode ini digunakan Plaxis 2D. Perilaku tanah yang diberikan adalah

Mohr-Coulomb, merupakan perilaku tanah yang paling sederhana dengan

dua parameter kekakuan yaitu E’ dan ’, dan tiga parameter kekuatan

yaitu C, ’ dan yang umumnya bisa diperoleh dalam penelitian dasar

tanah.

a. Model Material

model material merupakan suatu persamaan matematis yang

menyatakan hubungan antar tegangan dan regangan. Seluruh model

material dakam Plaxis didasarkan pada suatu hubungan antara

perubahan tegangan dan perubahan regangan. Berbagai macam model

material dalam Plaxis, yaitu:

1. Model linier elastis, model ini menyatakan hukum Hooke tentang

elasticity linier isotropis. Model ini meliputi dua parameter kekakuan

yaitu modulus Young (E) dan angka poisson (). Model linier elastis

sangat terbatas untuk pemodelan perilaku tanah, terutama digunakan

pada struktur-struktur yang kaku dalam tanah.

2. Mohr-Coulomb, model sederhana namun handal ini didasarkan pada

parameter-parameter tanah yang telah dikenal dengan baik dalam

Page 53: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

38

praktek rekayasa teknik sipil. Model elastisitas plastis yang terdiri dari

lima parameter yaitu E dan untuk memodelkan elastisitas tanah,

dan c untuk memodelkan plastisitas tanah dan sebagai sudut

dilatansi. Meski demikian, tidak semua fitur non-linier tercakup dalam

model ini. Model Mohr-Coulomb dapat digunakan untuk menghitung

tegangan pendukung yang realistis pada muka terowongan, beban

batas pada pondasi dan lain-lain. Model ini juga dapat digunakan untuk

menghitung faktor keamanan menggunakan pendekatan reduksi phi-c.

3. Jointed-Rock, model ini merupakan model elastis-plastis dimana

penggeseran hanya dapat terjadi pada beberapa arah penggeseran

tertentu saja. Model ini dapat digunakan untuk memodelkan perilaku

batuan yang terstratifikasi atau batuan yang memiliki kekar (joint).

4. Hardening Soil, model ini merupakan model hiperbolik yang bersifat

elasto-plastik, yang diformulasikan dalam lingkup plastisitas dari

pengerasan akibat friksi. Model ini telah mengikutsertakan kompresi

hardening untuk memodelkan pemampatan tanah yang tidak dapat

kembali seperti semula saat menerima pembebanan yang bersifat

kompresif. Model berderajat dua ini dapat digunakan untuk

memodelkan perilaku tanah pasiran, kerikil serta jenis yang lebih lunak

seperti lempung dan lanau.

5. Soft Soil Creep, model ini merupakan model berderajat dua yang

diformulasikan dalam lingkup viskoplastisitas, yaitu rangkak (creep)

yang tidak ada pada hardening soil model. Model ini digunakan untuk

Page 54: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

39

memodelkan perilaku tanah lunak yang bergantung pada waktu seperti

lempung terkonsolidasi normal dan gambut. Model ini telah

mengikutsertakan kompresi logaritmik.

6. Soft Soil Model, merupakan model cam-Clay yang digunakan untuk

memodelkan perilaku tanah lunak seperti lempung terkonsolidasi

normal dan gambut. Model ini paling baik digunakan untuk situasi

kompresi primer.

b. Jenis Perilaku Material

Prinsipnya, seluruh parameter model bertujuan untuk menyatakan

respon tanah dalam kondisi tegangan efektif, yaitu hubungan antara

tegangan-regangan yang terjadi pada butiran-butiran tanah. Salah satu

yang berperan penting adalah tekanan air pori. Tekanan air pori ini sendiri

erat kaitannya dengan jenis perilaku material tersebut. Berikut ini adalah

jenis material yang ada dalam pemodelan finite elemen menggunakan

Plaxis:

1. Drained, keadaan dimana tekanan air pori berlebih tidak akan terbentuk

sama sekali. Perilaku ini jelas untuk diterapkan pada kasus tanah-tanah

kering, kasus dimana terjadi drainase penuh akibat permeabilitas yang

tinggi (tanah pasiran) dan juga kasus dimana kecepatan pembebanan

sangat rendah. Pilihan ini juga dapat digunakan untuk memodelkan

perilaku jangka panjang tanah tanpa perlu memodelkan sejarah

pembebanan tak terdrainase maupun konsolidasi.

Page 55: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

40

2. Undrained, merupakan pilihan untuk pembentukan tekanan air pori

berlebih secara penuh. Aliran air pori terkadang dapat diabaikan karena

permeabilitas sangat rendah atau akibat kecepatan pembebanan yang

sangat tinggi. Seluruh cluster yang dispesifikan sebagai tak terdrainase

akan benar-benar bersifat tak terdrainase, meskipun cluster atau

sebagian dari cluster tersebut berada di atas garis freatik.

3. Non Porous, merupakan kondisi dimana baik tekanan air pori awal

maupun tekanan air pori berlebih tidak akan diperhitungkan sama sekali

pada cluster-cluster dengan jenis perilaku tidak porous.perilaku ini

sering dikombinasikan dengan penggunaan model linier elastis, juga

dapat diterapkan pada elemen ntar muka. Masukkan berupa berat isi

jenuh dan permeabilitas tidak relevan untuk material tanpa pori.

c. Input Plaxis

tahap awal dalam analisis menggunakan program Plaxis adalah

pengaturan global, yang mengatur deskripsi permasalahan, jenis analisis,

jenis elemen, satuan dasar, dan ukuran gambar yang ditampilkan. Pada

menu general setting terdapat model umum yang digunakan dalam

penelitian ini adalah planestrain. Model ini digunakan untuk geometri

penampang yang seragam dan tegangan seragam yang sesuai serta

pembebanan tegak lurus yang panjang pada arah menyilang (arah Z),

penurunan (displacement) dan regangan di arah Z diasumsikan nol,

namun tetap memperhitungkan tegangan normal.

Page 56: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

41

Kolom elemen menyediakan 15 node dan 6 node, yang digunakan

adalah 15 node sebagai elemen standard. Pilihan elemen ini menyediakan

4 (empat) perintah interpolasi untuk displacements dan 12 titik tegangan.

Dengan banyaknya titik tegangan yang diperhitungkan secara numerik 15

node, sangat akurat dalam menghasilkan perhitungan tegangan untuk

masalah yang cukup sulit.

Untuk pengaturan geometri, dilakukan secara manual

menggunakan bantuan geometri line yang akan muncul setelah

pengaturan global selesai. Kondisi batas dalam menganalisa masalah

deformasi terbagi atas 2 jenis yaitu perpindahan tertentu (prescribed

displacement) dan gaya tertentu (prescribed force/load). Pada prinsipnya,

setiap pemodelan analisis harus memiliki kondisi batas di segala arah, jika

tidak dinyatakan secara eksplisit pada suatu batas maka kondisi alami

akan berlaku, yaitu gaya tertentu adalah nol dan displacement adalah

bebas.

Page 57: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

42

D. Penelitian Terdahulu Relevan

Penelitian terdahulu yang digunakan sebagai rujukan dan yang relevan dalam penelitian ini dirangkum

pada Tabel 4.

Tabel 4. Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Metode

1 Sree, Dhanya, et. al (2010)

Study on Amended Soil Liner Using Lateritic Soil

Campuran tanah laterit dengan bentonite dengan variasi penambahan bentonite 2,4,6,8, dan 10%, selanjutnya dipadatkan dengan modified Proctor test, selanjutnya campuran material diuji kekuatannya dengan unconfined test dan uji permeabilitas.

2 Aminaton Marto, et. al (2013)

Stabilization of Laterite Soil using GKS Soil Stabilizer

Penentuan kadar air optimum tanah, selanjutnya tanah kering dicampurkan air dan polymer sampai diperoleh campuran seragam, dan dipadatkan. Contoh diperam selama 2 jam dalam mold kemudian dipindahkan dalam tabung PVC dan dibungkus plastic, selanjutnya contoh disimpan dengan waktu peram tertentu pada suhu kamar, dengan waktu 3, 7, 14, dan 28 hari. Selanjutnya contoh diuji kekuatan dengan uji unconfined compressive strength dan direct shear.

3 Amu, O.O, et. al (2011) Geotechnical properties of lateritic soil stabilized with sugarcane straw Ash

Menentukan sifat-sifat geoteknik tanah lateritic tang dimodifikasi dengan campuran abu serat tebu. Tiga contoh A, B, dan C dibuat untuk identifikasi dan klasifikasi uji konsistensinya, selanjutnya diuji kekuatan tanah (pemadatan, CBR, unconfined compression test, dan triaxial test), pengujian untuk kondisi sebelum stabilisasi dan sesudah stabilisasi, dengan penambahan abu serat tebu 2, 4, 6, dan 8%..

4 Kiran, S.P., et.al (2014) Stabilization of Lateritic Soil by using Sugarcane Straw Ash and Cement

Contoh tanah dikeringkan untuk pengujian awal, dicampurkan dengan abu serat tebu dengan kandungan 0, 3, 6, 9%, sedangkan contoh dengan kandungan 12% abu serat tebu dipadatkan dan diuji dengan unconfined compressive strength, kemudian contoh tanah dengan kandungan abu serat tebu 0, 3, 6, dan 9% ditambahkan semen 5% konstan untuk pemadatan dan uji UCS.

Page 58: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

43

5 Yinusa A. Jimoh , O. Ahmed Apampa (2014)

An Evaluation of the Influence of Corn Cob Ash on the Strength Parameters of Lateritic Soils

Abu tongkol jagung lolos 212 mikron diuji kimia dengan analisys XRF menggunakan therm Fisher model ARL 9900, untuk identifikasi dan klasifikasi sebagai pozzolan, selanjutnya diuji karakteristik pemadatan, uji CBR, dan uji unconfined compression strength. Contoh dalam dua kondisi yaitu contoh tanpa penambahan bahan pengikat dan contoh dengan tambahan semen Portland sebagai bahan penguat.

6 Amadi A.A., and A. O. Eberemu, A.O., (2012)

Performance of Cement Kiln Dust in Stabilizing Lateritic Soil Contaminated with Organic Chemicals

Debu semen diaplikasikan untuk stabilisasi tanah laterit yang terkontaminasu bahan kimia organic benzene, ethanol dan kerosene untuk memperkuat sifat teknik tanah laterit. Kontaminasi bahan kimia disimulasikan di laboratorium dengan menambah jumlah 2,5, 5, 7,5, dan 10% tiap bahan kimia secara terpisah pada contoh tanah laterit dan dibiarkan kering udara selama 14 hari sebelum distabilisasi dengan 10% debu semen. Pengujian dilakukan meliputi batas-batas atterberg, karakteristik pemadatan, kekuatan, dan hidrolik konduktivity tanah. Contoh tanah untuk uji kekuatan dan konduktivity hidrolik dipadatkan dengan British Standard Light (BSL) compactive effort pada kadar air optimum yang telah ditentukan.

7 Tzu-Hsing Ko (2014) Nature and Properties of Lateritic Soils Derived from Different Parent Materials in Taiwan

Menyelidiki sifat fisik, sifat kimia, dan sifat mineralogy tanah laterit pada lima lokasi pengambilan contoh dengan lima jenis asal batuannya. Tahapan yang dilakukan adalah proses pengambilan sampel, selanjutnya dilakukan pengujian sifat fisik, sifat kimia dan sifat mineralogy contoh tanah yang diambil.

8 Liu Yangshen, et. al (2004)

Properties of Bentonite enhanced Loess and Laterite

Penguatan tanah laterit dan loess dengan bentonite sebagai material barrier pada TPA (landfill), pengujiam dilakukan dengan melihat konduktivitas hidrolik dan kekuatan tanah. sebelumnya contoh tanah diuji sifat kimia masing-masing material dan distribusi ukuran partikelnya.

9 Adriani, et. al (2012)

Pengaruh Penggunaan Semen sebagai Bahan Stabilisasi pada Tanah Lempung daerah Lambung Bukit terhadap nilai CBR Tanah

Tanah lempung dicampur dengan semen 5%, 10%, 15%, dan 20% (semen Portland tipe 1), diuji sifat fisik masing-masing campuran semen. Selanjutnya dilakukan pengujian pemadatan dan pengujian CBR.

Page 59: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

44

10 Portelinha, et. al. (2012)

Modification of a Lateritic Soil with Lime and Cement: An Economical Alternative for Flexible Pavement Layers

Evaluasi penggunaan kandungan kapur dan semen rendah yang dimodifikasi dengan tanah laterite untuk melihat perilaku campuran untuk konstruksi. Pengujian dan analisis dilakukan terhadap workability, sifat-sifat kimia, perilaku mekanik, dan komposisi mineralogy. Analisis mekanistik dilakukan untuk menguji keruntuhan fatique terhadap lapisan aspal pada lapisan struktur jalan raya.

11 Ijimdiya, T.S.a and Igboro, T. (2012)

The Compressibility Behavior of Oil Contaminated Soils

Melakukan pengujian terhadap kompresibilitas tanah laterit yang terkontaminasi dengan minyak., dengan persentasi campuran minyak 0, 2, 4, 6, dan 8%. Selanjutnya dilakukan uji sifat fisik campuran tanah dan minyak, uji kompresibiltas, uji unconfined compression strength, dan uji konsolidasi.

12 Wisley M.F. et. al (2014)

Chemical and Hydraulic Behavior of a Tropical Soil Compacted Submitted to the Flow of Gasoline Hydrocarbons

Pengujian karakteristik tanah laterite sebagai material lapisan yang dialiri gasoline. Pengujian yang dilakukan dalah pengujian sifat-sifat fisik, pengujian konduktivitas hidrolik, pengujian karakteristik kimia, dan pengujian karakteristik mineralogy.

13

Amu O.O , Oluwole Fakunle Bamisaye, and Iyiola Akanmu Komolafe (2011)

The Suitability and Lime Stabilization Requirement of Some Lateritic Soil Samples as Pavement

Pengujian tanah laterit yang dstabilisasi dengan kapur dan diuji karakteristik mekaniknya untuk perbaikan lapisan perkerasan jalan, sehingga diperoleh karakteristik tanah lateritik yang cocok untuk lapisan perkerasan jalan.

14 Nima Latifi, Amin Eisazadeh, Aminaton Marto (2014)

Strength behavior and microstructural characteristics of tropical laterite soil treated with sodium silicate-based liquid stabilizer

Stabilisasi tanah menggunakan larutan kimia yang selanjutnya dilakukan pengujian kekuatan tanah dan karakteristik mikrostruktur tanah.

15 Naeini S. A, Ziaie Moayed R., Allahyari F. (2014)

Subgrade Reaction Modulus (Ks) of Clayey Soils Based on Field Tests

Menentukan modulus reaksi tanah dan modulus elastisitas tanah menggunakan pengujian langsung di lapangan, selanjutnya hasil analisis dibandingkan dengan beberapa penelitian terdahulu

16 Jaxques de Medina, Laura M.G. Motta, Joao Dos Santos (2006)

Deformability Characteristic of Brazilian Laterite

Menentukan karakteristik deformasi permanen dan modulus elastisitas gravel laterite menggunakan uji pembebanan siklik dalam pengujian triaksial pada sampel padat.

Page 60: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

45

17 B.V. Venkatarama Reddy, P. Prasanna Kumar (2011)

Cement Stabilisied Rammed Earth: Compaction Characteristic and Physical Properties of Compacted Cement Stabilised Soils

Menentukan karakteristik pemadatan tanah dengan bebeberapa metode pemadatan dan variasi benda uji yang distabilisasi dengan semen, selanjutnya diuji kekuatan tanah tersebut.

18

Yusuf Hamzah, Muh. Saleh Pallu, Lawalenna Samang, Wihardi Tjaronge (2011)

Aplication of Cement Stabilization Sediment Dredged as Subgrade Road of Rigid Pavement

Menentukan modulus reaksi tanah subgradedan deformasi lapisan perkerasan pada perkerasan rigid menggunakan tanah sedimen dengan stabilisasi semen.

19

Yusuf Hamzah, Saleh Pallu, Lawalenna Samang, Wihardi Tjaronge (2012)

Bearing Capacity of The Subgrade Soil Sediment Dredging Bili Bili Dam With Cement Stabilization

Mementukan hubungan daya dukung tanah terhadap persen penambahan semen dan hubungan CBR lapangan dengan modulus reaksi tanah pada tanah sedimen stabilisasi semen.

Page 61: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

46

E. Kerangka Pikir dan Konsep Penelitian

Kerangka berfikir adalah model konseptual tentang bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai

masalah yang penting (Sugiyono, 2009), maksudnya adalah bagaimana

menjelaskan secara teoritis tautan antara variabel yang akan diteliti.

Kerangka berfikir dalam penelitian ini berupa model konseptual yang

disusun berdasarkan pertimbangan beberapa isu yang berkembang saat

ini. Tanah ferro laterit diharapkan sangat mampu untuk digunakan sebagai

lapisan pondasi jalan (lime treated base) menggantikan material kelas A

dan B, dengan kapasitas daya dukung yang tinggi. Untuk itu perlu

dilakukan rekayasa untuk memberi perkuatan dengan cara stabilisasi

pozzolan (menambahkan kapur atau semen) dengan komposisi yang

paling optimal. Disamping itu kondisi lokal daerah dengan terbatasnya

material grade A dan B, sementara penyebaran tanah ferro laterit sangat

potensial. Untuk lebih jelasnya, kerangka pikir penelitian disusun dalam

bentuk bagan seperti pada Gambar 9.

Page 62: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

47

Isu-Isu Strategis Pengujian

Laboratorium

Uji Model Tanah Laterit sebagai Lime

Treated Base

Implementasi Model

- Kondisi geografis dan geologis Indonesia

- Penyebaran tanah laterit yang dominan khususnya di bagian timur Indonesia

- Pertumbuhan jalan yang semakin pesat akibat perkembangan daerah

- Kebutuhan material perkerasan yang semakin tinggi

- Keterbatasan material grade A dan B

- Tanah laterit merupakan asset lokal (local content) yang sangat potensial sebagai alternatif material sub-base

- Kondisi jalan yang mudah rusak akibat lapisan sub-base yang kurang sesuai

- Semakin berkembangnya rekayasa perkuatan tanah dengan stabilisasi untuk menghasilkan material yang lebih ekonomis

Kajian Strategis Model Stabilisasi

Optimum Uji Model

Hasil dan Rekomendasi

Gambar 9. Kerangka pikir penelitian

Tanah Laterit

Stabilisasi Kapur

Pemodelan Prototipe

Lapisan Lime

Treated Base

Variasi Komposisi Bahan

Stabilisasi Lapisan Lime

Treated Base

Pembebanan Statik

Analisis Tegangan,

Displacement, Modulus

Reaksi Tanah, Model

Deformasi (Keruntuhan) dari

Hasil Pengukuran Uji Model

Tanah Laterit

Potensial

Sifat-Sifat Tanah

Stabilisasi

Kapur atau Semen

Karak

teristi

k

Fisik

dan

Meka

nik

Kara

kteris

tik

Mikr

ostru

k tur

Kondisi Optimum

Campuran

Modulus Reaksi Tanah

dan Daya Dukung Tanah,

Deformasi Elastic Treated

Base

Analisis Numerik

Program Plaxis

2D

Parameter Input

untuk Jenis Tanah

Pemodelan dan

Analisis Numerik

Tegangan,

Displacement,

Deformasi Hasil

analisis Numerik

Validasi

Page 63: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

48

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Wilayah Penelitian

Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah laterit

yang berasal dari Sorowako Kabupaten Luwu Timur Provinsi Sulawesi

Selatan. Lokasi pengambilan sampel dilakukan pada 2o56’21,16” LS dan

121o36’26,54” BT, seperti diperlihatkan pada Gambar 10.

Gambar 10. Lokasi pengambilan sampel tanah laterit

B. Pengambilan Data dan Sampel

Pengambilan sampel tanah dengan penggalian secara

konvensional menggunakan linggis dan sekop, selanjutnya contoh tanah

ditempatkan dalam karung sampel dan dibungkus dengan plastik untuk

Page 64: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

49

menjaga kondisi kadar air asli, dan diberi label inisial sesuai dengan lokasi

sampel yaitu LH1 (sampel dengan kandungan besi rendah) untuk sampel

dari lokasi 1, LH2 (sampel dengan kandungan besi tinggi) untuk sampel

dari lokasi 2, dan LH3 (sampel dengan kandungan besi sedang) untuk

sampel dari lokasi 3, seperti Gambar 11.

Gambar 11. Jenis tanah laterit hasil pengambilan contoh, LH1 (lokasi 1), LH2 (lokasi 2), LH3 (lokasi 3)

C. Rancangan Pengujian dan Model Fisik

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan di

laboratorium untuk menguji karakteristik tanah laterit dengan stabilisasi

pozzolan (kapur atau semen) sebagai material lime treated base

pengganti lapisan pondasi jalan. Beberapa tahapan yang akan dilakukan

adalah sebagai berikut; pertama, melakukan kajian literatur dan survey

pendahuluan untuk mengidentifikasi masalah dan identifikasi lokasi

pengambilan sampel; kedua, melakukan uji pendahuluan terhadap sampel

yang telah diambil untuk mengetahui karakteristik tanah laterit dan

kemungkinan untuk distabilisasi; ketiga, uji laboratorium karakteristik tanah

LH1 LH2 LH3

Page 65: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

50

Mulai

Permasalahan Tanah Laterit

Uji Karakteristik Material

Analisis Sifat-Sifat Tanah

Studi Literatur

Kapur Tanah Laterit (LH1, LH2, LH3)

Pemodelan Campuran Benda Uji

Semen Air

Tanah LH1 + (Kapur / Semen)

(0%, 3%, 5%, 7%, dan 10%)

Tanah LH2 + (Kapur / Semen)

(0%, 3%, 5%, 7%, dan 10%)

Tanah LH3+ (Kapur / Semen) (0%, 3%, 5%, 7%, dan 10%)

Perlakuan Pemeraman (3, 7, 14, dan 28 Hari)

Pembuatan Benda Uji H=2D

Winitial

= Woptimum

Pengujian

Uji Mikrostruktur Uji CBR Uji Kuat Tekan

Bebas

Analisis Data

Komposisi Campuran Paling Efektif

Uji Model Lapisan Lime Treated Base

Gambar 12. Bagan alir proses penelitian untuk tahapan stabilisasi

Page 66: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

51

Komposisi Tanah Laterit + Kapur (3, 5, 7, 10%)

Pembuatan Model Lapisan Lime Treated Base

Uji Pembebanan Statik

Lapisan Tanah Laterit = 10 cm

Lapisan Tanah Alluvial = 1,5 m

Wadah (Bak) dimensi H = 2,5 m, L= 2 m, P = 8 m

Kapasitas Dukung Tanah Displacement Vertikal

Data Hasil Pengujian

Model Keruntuhan

Analisis Uji Model Analisis Numerik

Validasi

Kesimpulan

Selesai

Gambar 13. Bagan alir proses penelitian untuk uji model lapisan lime treated base

Page 67: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

52

laterit yang distabilisasi dengan kapur dan distabilisasi dengan semen;

dan keempat, uji pemodelan tanah laterit dengan stabilisasi kapur sebagai

lapisan elastic treated base. Prosedur penelitian secara detail

diperlihatkan pada Gambar 12 dan 13.

1. Pengujian Karakteristik Fisik dan Mekanis

Uji labratorium untuk mengatahui sifat-sifat fisik yang meliputi kadar

air, batas-batas konsistensi, distribusi ukuran butir, dan spesifik grafity,

sedangkan uji sifat mekanis meliputi uji pemadatan, uji kuat tekan, dan uji

daya dukung. Pengujian batas-batas konsistensi tanah dilakukan dengan

uji Atterberg Limit, untuk pengujian pemadatan dilakukan dengan

pemadatan Proctor standar, uji kuat tekan dilakukan dengan pengujian

Unconfined Compression Test (alat uji seperti Gambar 14a), dan daya

dukung tanah dilakukan dengan pengujian CBR (alat uji seperti

Gambar 14b). Pengujian laboratorium dilakukan sesuai standard uji

American Standard for Testing and Materials (ASTM) seperti ditunjukkan

pada Tabel 5.

Tabel 5. Standard pengujian menurut ASTM

Type of Testing ASTM Standard Number

Analisis ukuran butir C-136-06

Batas cair (LL) D-423-66

Batas plastis (PL) D-424-74

Indeks Plastisitas (IP) D-4318-10

Spesific gravity (Gs) D-162

Kadar air (Wc) D-2216-98

Kuat tekan bebas (qu) D-633-1994

Pemadatan Proctor standard D-698

California Bearing Ratio (CBR) D-1833

Kuat geser langsung D-3080

X-Ray Difraksi (XRD) D3906-03 (2013)

Scanning Electron Microscope (SEM) E986-04 (2010)

Energy Dispersive X-Ray Spectoscopy (EDAX) E1508-12a

Page 68: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

53

Alat yang akan digunakan pada penelitian ini sebelumnya diperiksa

kondisi dan kemampuannya serta dikalibrasi terlebih dahulu. Prosedur

dan cara kerja alat harus dipelajari secara seksama, kemampuan,

ketelitian, serta kapasitas alat harus dipahami secara baik agar tidak

terjadi kesalahan selama pelaksanaan pengujian. Sampel tanah

dipersiapkan sesuai dengan standar prosedur masing-masing pengujian.

2. Desain Stabilisasi Pozzolan

Tanah laterit, kapur atau semen, dan air ditimbang dengan

komposisi rencana untuk menghasilkan campuran material benda uji

sesuai dengan yang telah ditetapkan, pencampuran dilakukan secara teliti

dan diperam selama 24 jam sampai mencapai kondisi setimbang sebelum

dilakukan pengujian.

Benda uji yang digunakan berbentuk silinder dengan dimensi

H = 2D, dibuat dengan cara mencampur tanah laterit dengan kapur atau

tanah laterit dengan semen (komposisi kapur atau semen adalah 0%, 3%,

5%, 7%, dan 10%, dalam kondisi kadar air optimum Proctor. Dimasukkan

dalam cetakan yang telah diolesi minyak pelumas, selanjutnya dilakukan

penumbukan tiap sepertiga bagian dengan jumlah tumbukan 25 kali.

Benda uji kemudian diperam selama 7, 14, 21, dan 28 hari. Rancangan

pengujian benda uji seperti ditunjukkan pada Tabel 6.

Page 69: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

54

Gambar 14. Alat uji a) unconfined comppreesion strength, b) CBR test

Tabel 6. Rancangan pengujian laboratorium benda uji

Jenis Pengujian

Jenis Tanah

Pemeraman

(Hari)

Jumlah Benda Uji Data % Kapur dan Semen

0 3 5 7 10

Uji Kuat Tekan Bebas, Uji CBR, Uji Mikrostruktur

LH1

3 3 3 3 3 3

Kuat Tekan Bebas, CBR,

Senyawa Kimia,

Komposisi Mineral

7 3 3 3 3 3

14 3 3 3 3 3

28 3 3 3 3 3

LH2

3 3 3 3 3 3

7 3 3 3 3 3

14 3 3 3 3 3

28 3 3 3 3 3

LH3

3 3 3 3 3 3

7 3 3 3 3 3

14 3 3 3 3 3

28 3 3 3 3 3

Total Benda Uji 36 36 36 36 36

3. Uji Perilaku Miktostruktur

Perilaku mikrostruktur diuji dengan pengujian XRD, SEM, dan EDS.

Uji XRD (alat uji seperti Gambar 15a) untuk mengetahui kandungan

a b

Page 70: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

55

mineralogi yang terkandung dalam tanah asli dan tanah campuran, uji

SEM untuk memperoleh gambaran kondisi mikro yang ada dalam tanah,

sedangkan uji EDS untuk memperoleh komposisi unsur dan senyawa

yang terbentuk dalam tanah (alat uji seperti Gambar 15b).

Gambar 15. Alat uji a) XRD test, b) SEM test

4. Uji Model Fisik Lapisan Lime Treated Base

Karakteritik tanah laterit dengan stabilisasi pozzolan (kapur) yang

paling efektif hasil analisis yang telah dilakukan, selanjutnya digunakan

sebagai dasar pembuatan model untuk lapisan pondasi jalan (elastic

treated base). Model dibuat dalam wadah dengan dimensi 2,00 m x 2,00

m x 2,5 m, sedangkan perlapisan tanah terdiri dari lapisan paling bawah

adalah lapisan tanah timbunan alluvial dengan tebal 150 cm, diatasnya

ditempatkan lapisan tanah laterit dengan stabilisasi kapur setebal 10 cm,

kemudian diberi pelat baja setebal 20 mm, selanjutnya diberi pembebanan

statik dengan beban bervariasi.

Pencampuran tanah laterit, air, dan kapur sebagai lapisan lime

treated base, dilakukan berdasarkan perbandingan berat. Kondisi awal

campuran berdasarkan hasil pengujian Proctor standard di laboratorium.

a

b

Page 71: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

56

Kadar air tanah campuran dalam bak uji pada kadar air optimum Proctor

standard, sedangkan proses pemadatan tanah dilakukan sesuai dengan

prosesdur pemadatan Proctor standard. Hal ini dilakukan untuk

menyesuaikan tingkat kepadatan material dalam bak uji dengan

pemadatan di laboratorium. Energi pemadatan disesuaikan dengan energi

pemadatan Proctor standard yaitu 600 kN.m/m3, sehingga diharapkan

akan diperoleh d maksimum material dalam bak uji sesuai dengan d

laboratorium. Penampang model dan kerangka kerja alat yang akan

dibuat seperti diperlihatkan pada Gambar 16 dan 17.

Tahapan pengujian model fisik meliputi beberapa tahapan yaitu; (1)

tahapan pengeringan tanah alluvial dan tanah laterit untuk kondisi kadar

air tanah kering udara; tahapan selanjutnya adalah penentuan berat

tanah, berat air, dan berat kapur untuk pencampuran pada kadar air

optimum hasil pemadatan Proctor standard. proses pencampuran

dilakukan berulang-ulang hingga campuran tanah dianggap telah

tercampur baik dan merata; (2) tahapan pemeraman selama 24 jam untuk

memperoleh kesetimbangan kadar air dalam tanah campuran; (3)

selanjutnya tanah campuran dimasukkan dalam bak dan dilakukan

tahapan pemadatan. Pemadatan dilakukan seperti proses pemadatan

laboratorium, energi pemadatan dibuat seperti atau mendekati energi

pemadatan laboratorium yaitu 600 kN-m/m3, sedangkan jumlah tumbukan

proses pemadatan pada bak uji dengan luas 2 m2 sebanyak 9450

tumbukan (75 tumbukan per luas 318 cm2).

Page 72: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

57

Gambar 16. Sketsa model fisik untuk uji lapisan pondasi jalan

Gambar 17. Kerangka kerja bak uji model fisik lapisan pondasi jalan

LAPISAN TANAH ALUVIAL (SUBGRADE) 1,5 m

LAPISAN TANAH LATERIT (LIME TREATED BASE) 10 cm

PELAT BAJA 20 mm

BEBAN

2 m

8 m

1,6 m

Page 73: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

58

Tingkat kepadatan tanah campuran diharapkan sama atau

mendekati kepadatan laboratorium, untuk itu setelah pemadatan tanah

dalam bak uji dilakukan pengambilan contoh tanah untuk diukur

kepadatannya; (4) tahapan selanjutnya adalah pembebanan dengan

variasi beban 0 sampai 35 kN untuk setiap variasi campuran kapur

3,5,7,10%. Penentuan variasi campuran berdasarkan beberapa penelitian

terdahulu, dengan asumsi jumlah sampel 4 (empat) variasi penambahan

kapur telah representatif untuk menghasilkan kurva yang diharapkan; alat

ukur (dial gauge) ditempatkan pada permukaan tanah campuran dengan

jarak 20 cm, selanjutnya pembacaan dial gauge dilakukan untuk tiap

variasi beban. Tahapan pengujian model fisik tersebut seperti Gambar 18

dan 19.

Gambar 18. Tahapan persiapan tanah campuran dan tahapan pemadatan

Page 74: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

59

Gambar 19. Tahapan pengujian

D. Analisis Data dan Validasi Numerik

Karakteristik mikrostruktur tanah laterit dan campuran kapur dan

semen, dianalisis secara deskriptif kualitatif berdasarkan hasil uji SEM dan

uji EDX. Selanjutnya akan diliat perilaku tanah laterit sebelum dan

sesudah distablisasi untuk mengetahui unsur atau senyawa kimia yang

terbentuk akibat proses stabilisasi. Selanjutnya hasil uji XRD akan

dianalisis untuk mengetahui kondisi fase saat proses stabilisasi dan

mineral yang terbentuk.

Karakteristik mekanik yang dihasilkan dari uji kuat tekan bebas, uji

CBR akan dianalisis secara kualitatif untuk mengetahui fungsi antara

Page 75: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

60

komposisi campuran dan waktu pemeraman, yang diperjelas dengan hasil

uji mikrostruktur.

Hasil uji untuk proses stabilisasi, selanjutnya dianalisis untuk

memastikan karakteristik tanah laterit, selanjutnya ditentukan komposisi

yang paling efektif untuk dimanfaatkan sebagai lapisan elastic treated

base. Parameter efektif adalah kekuatan dan daya dukung tanah laterit

dengan stabilisasi kapur dan stabilisasi semen, sedangkan variabel yang

mempengaruhi adalah persentase kapur dan persentase semen dan

waktu pemeraman.

Analisis data hasil pengukuran uji model fisik dilakukan untuk

menentukan modulus reaksi tanah (k), deformasi lapisan lime treated

base, dan pola defoemasi yang terjadi dimana pengukuran didasarkan

pada pengaruh lebar lapisan lime treated base tanah laterit stabilisasi

kapur.

Validasi hasil uji model dilakukan analisis secara numerik

menggunakan metode elemen hingga yang sesuai dengan kondisi

pemodelan (menggunakan Plaxis 2D). Model lapisan pondasi jalan

dengan analisis numerik seperti diperlihatkan pada Gambar 20.

Selanjutnya, untuk analisis numerik diperlukan parameter input tanah

seperti pada Tabel 7 dan 8. Model analisis menggunakan Mohr Coulomb

dimana nilai modulus elastisitas (E) ditentukan dari hasil pengujian kuat

tekan tanah di laboratorium.

Page 76: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

61

Subgrade Aluvial

Lime Treated Base Tanah Laterit Stabilisasi Kapur

Pelat Baja

Beban Statik

Sistem Jepit

Gambar 20. Problem set model lapisan lime treated base tanah laterit stabilisasi kapur

Tabel 7. Parameter input data tanah

Tabel 8. Parameter material pelat baja

Sistem

Roll

Sistem

Roll

Page 77: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

62

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional adalah definisi untuk suatu variabel dengan

memberikan arti atau spesifiksi, atau operasionalisasi yang diperlukan

untuk mengukur varibel tersebut. Definisi operasional digunakan untuk

menyamakan pengertian yang beragam antara peneliti dengan pembaca

hasil penelitian, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Untuk kejelasan

pemahaman terhadap makna dan pengertian variabel dimaksud dalam

penelitian ini, maka definisi operasional variabel diurakaian sebagai

berikut:

1. Kuat Tekan bebas disimbolkan dengan qu, merupakan variabel

kekuatan tanah dalam menahan beban yang bekerja per satuan luas

dan dinyatakan dalam kN/m2 (kilo newton per meter persegi) atau kPa

(kilo pascal).

2. California bearing ratio disimbolkan dengan CBR, merupakan kapasitas

dukung tanah akibat penetrasi beban yang dinyatakan dalam

persentase (%).

3. Modulus reaksi tanah disimbolkan dengan k, merupakan tekanan tanah

terhadap deformasi vertikal akibat beban yang bekerja per satuan luas

yang dinyatakan dalam kN/m2 pada persen deformasi.

4. Modulus elastisitas tanah disimbolkan E, merupakan ukuran tingkat

kekakuan tanah dan perbandingan tegangan dan regangan tanah yang

dinyatakan dalam kN/m2.

Page 78: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

63

5. Stabilisasi kapur merupakan upaya penambahan kapur terhadap tanah

yang dinyatakan dalam persentase (%).

6. Deformasi adalah penurunan vertikal tanah akibat pemberian beban

yang dinyatakan dalam persentase (%) atau milimeter (mm).

Page 79: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

64

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Fisik, Mekanis, dan Mikrostruktur Tanah Laterit

Material yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua tipe

material, yaitu material tanah alluvial yang digunakan sebagai lapisan

tanah dasar (subgrade) dan tanah laterite yang digunakan sebagai lapisan

pondasi jalan (lime treated base). Sebagaimana telah dijelaskan bahwa

pengujian karakteristik material meliputi: sifat-sifat fisik (index properties)

dan sifat mekanis untuk tanah alluvial (subgrade), sedangkan untuk tanah

laterit (lime treated base) meliputi: sifat-sifat fisik dan mekanis,

karakteristik mikrostruktur yang terdiri dari kandungan mineral, dan

kandungan kimia, serta foto mikrostruktur. Data hasil pengujian seperti

pada lampiran, sedangkan hasil analisis akan diuraikan sebagai berikut.

1. Karakteristik tanah alluvial sebagai lapisan subgrade

Tanah alluvial yang digunakan diperoleh di sekitar Kabupaten

Gowa, diambil dari beberapa titik sampling secara manual, selanjutnya

diuji di laboratorium untuk menentukan karakteristik fisik dan mekanisnya.

Hasil uji laboratorium dirangkum seperti Tabel 9. Berdasarkan hasil

analisis laboratorium terhadap tanah alluvial seperti yang telah

diperlihatkan pada tabel di atas, maka selanjutnya tanah tersebut dapat

diklasifikasikan sesuai dengan kelas berdasarkan metode klasifikasi tanah

yang umum digunakan.

Page 80: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

65

Tabel 9. Karakteristik fisik dan mekanis tanah alluvial (subgrade)

No Karakteristik Tanah Satuan Hasil Pengujian

1 Berat Jenis (Gs) - 2,65

2 Kadar air (w) % 38,850

3 Analisa saringan

a. Pasir % 41,80

b. Lanau % 20,12

c. Lempung % 38,08

4 Batas-batas konsistensi

a. Batas cair (LL) % 65,46

b. Batas plastis (PL) % 33,90

c. Indeks plastis (PI) % 31,56

5 Pemadatan Standard Proctor

a. Berat kering maksimum (d maks) kN/m3 14,01

b. Kadar air optimum (wopt) % 30,789

c. Berat kering model (d model) kN/m3 14,17

d. Kadar air model (wopt) % 31,28

6 Kuat Tekan Bebas (qu) kN/m2 48,85

Modulus Elastisitas kN/m2 2400

Poisson ratio 0,3

7 California Bearing Ratio (CBR) (N=56)

a. CBR tanpa rendaman % 7,33

b. CBR rendaman % 2,68

8 Geser langsung

a. Kohesi (C) kN/m2 12,19

b. Sudut geser dalam () (o) 13

Sistem klasifikasi yang digunakan untuk menentukan kelas tanah

ini adalah sistem klasifikasi AASHTO (American Association of State

Highway and Transportation Officials), sistem klasifikasi USCS (Unified

Soil Classification System) dan sistem klasifikasi ASTM (American

Standard for Testing and Material).

Berdasarkan hasil pengujian karakteristik fisik dan mekanis tanah

dan sistem klasifikasi tanah, maka tanah alluvial yang digunakan

Page 81: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

66

merupakan kelas tanah A-7-6 yaitu tanah berlempung menurut AASTHO

dan termasuk dalam kelas tanah CH yaitu tanah lempung dengan

plastisitas tinggi menurut USCS dan ASTM. Dengan klasifikasi tanah

tersebut, tanah alluvial yang digunakan merupakan tanah dengan kualitas

subgrade jelek, sehingga dilakukan proses penyiapan tanah dengan

meningkatkan proses pemadatan tanah sehingga diperoleh kondisi

kepadatan tanah terbaik saat digunakan sebagai subgrade pada saat

dilakukan uji model.

2. Karakteristik Tanah Laterit

Pengujian yang dilakakukan untuk mengetahui karakteristik tanah

laterit meliputi: pengujian sifat fisik dan mekanik, pengujian komposisi

kimia, pengujian kandungan mineral, dan pengujian foto mikrostruktur.

Selanjutnya hasil pengujian dijelaskan sebagai berikut.

a. Karakteristik Fisik dan Mekanis

Tanah laterit diperoleh dari 3 (tiga) titik atau lokasi berbeda seperti

yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Masing-masing sampel diberi

tanda/nama LH1 (kandungan besi rendah) untuk lokasi pertama, LH2

(kandungan besi tinggi) untuk lokasi kedua, dan LH3 (kandungan besi

sedang) untuk lokasi ketiga, secara megaskopis ketiga sampel ini sangat

berbeda dari warnanya, hal ini karena kandungan mineral, proses

pelapukan, dan lingkungan pelapukan batuan asalnya. Selanjutnya

dilakukan pengujian sifat fisik dan mekanis di laboratorium, dengan hasil

analisis pengujian tersebut dirangkum seperti Tabel 10.

Page 82: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

67

Tabel 10. Karakteristik fisik dan mekanis tanah laterit

No Karakteristik Tanah Satuan LH1 LH2 LH3

1 Berat Jenis (Gs) - 2,73 2,62 2,66 2 Kadar air (w) % 20,26 22,25 18,86

3 Analisa saringan

a. gravel % - - -

b. sand % 7,69 5,11 8,25

c. Silt/clay % 92,31 94,89 91,75

4 Batas-batas konsistensi

a. Batas cair (LL) % 65,98 68,73 67,77

b. Batas plastis (PL) % 35,92 37,96 36,86

c. Indeks plastis (PI) % 30,06 30,77 30,91

5 Pemadatan Standard Proctor

a. Berat kering maksimum (d maks) kN/m3 16,91 16,92 16,89

b. Kadar air optimum (wopt) % 17,23 16,72 16,53

c. Berat kering model (d model) kN/m3 - 16,25 -

d. Kadar air model (wmodel) % - 17,31 -

6 Kuat Tekan Bebas (qu) kN/m2 71,44 128,88 75,61

7 California Bearing Ratio (CBR)

a. CBR tanpa rendaman % 11,77 22,99 22,80

b. CBR rendaman % 7,67 10,33 8,50

8 Geser langsung

a. Kohesi (C) kN/m2 15,2 16,3 14,7

b. Sudut geser dalam () (o) 18 20 19

Hasil analisis menunjukkan bahwa tanah laterit (LH1, LH2, dan LH3)

termasuk dalam klasifikasi tanah A-7-6 menurut sistem AASHTO, dan CH

menurut sistem klasifikasi USCS dan ASTM. Berdasarkan hasil klasifikasi

ini, tanah laterit termasuk dalam kelas tanah lempung dengan plastisitas

tinggi dan merupakan tanah dengan kualitas sedang sampai buruk,

karenanya diperlukan perbaikan tanah yang efektif (stabilisasi) untuk

menurunkan tingkat plastisitas tanah sehingga dapat digunakan sebagai

lapisan pondasi jalan.

Page 83: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

68

Analisis distribusi ukuran butir tanah laterit dilakukan dengan analisa

saringan dan analisa hidrometer. Analisis ini dilakukan untuk ketiga jenis

tanah laterit, hasil pengujian menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan

untuk ketiga jenis tanah tersebut, seperti ditunjukkan pada Tabel 10.

Uji pemadatan dilakukan untuk memperoleh karakteristik kepadatan

tanah maksimum dan kadar air optimum, yang selanjutnya digunakan

untuk menentukan kondisi awal sampel uji kekuatan tanah dan daya

dukung tanah. Pengujian menggunakan uji Proctor Standard untuk ketiga

jenis tanak laterit. Hasil analisis dari pemadatan seperti Tabel 10,

diperoleh kadar air optimum dan berat isi kering tanah adalah 17,234%

dan 16,91 kN/m3 untuk LH1, 16,72% dan 16,92 kN/m3 untuk LH2, dan

16,53% dan 16,89 kN/m3 untuk LH3.

Analisis kekuatan dan daya dukung tanah laterit dilakukan dengan

uji unconfined compression test (UCT) dan uji California bearing ratio

(CBR). Hasil analisis pengujian kuat tekan (UCS) seperti Tabel 10, terlihat

bahwa peningkatan kepadatan tanah maksimum seiring peningkatan

waktu peram sampai 28 hari, mengakibatkan peningkatan kekuatan tanah

sampai pada kondisi tanah menjadi sangat kaku (18,2 kN/m3 untuk LH1,

19,1 kN/m3 untuk LH2, dan 19,8 kN/m3 untuk LH3). Sedangkan kekuatan

tanah meningkat meningkat menjadi; 72,35 kN/m2 untuk LH1, 156,2 kN/m2

untuk LH2, dan 80,11 kN/m2 untuk LH3. Penambahan beban saat tanah

mengalami penekanan sampai batas keruntuhannya, memperlihatkan

bentuk keruntuhan tanpa tegangan sisa (non-residual strength), pada

Page 84: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

69

kondisi ini tanah bersifat stiff dan brittle. Berdasarkan klasifikasi tanah

menurut kekuatannya maka tanah laterit ini termasuk dalam kelompok

tanah firm sampai stiff, seperti Tabel 11, kriteria kekuatan tanah menurut

Bowles (1985).

Tabel 11. Kategori kekuatan tanah (Bowles, 1985)

Kategori UCS (kPa) Density (gr/cm2) Identifikasi Lapangan

Very Soft 0 – 20 1,5 - 1,6 easily penetrated by fist

Soft 25 – 50 1,6 – 1,8 easily penetrated a few cm by thumb

Firm 50 – 100 1,7 – 2,0 can only be penetrated 1-2 cm with

cinsiderable effort by thumb

Stiff 100 – 200 1, 8 – 2,1 can be indented by thumb but not penetrated

Very Stiff 200 – 400 1,9 – 2,2 readily indented with thumbnail

Hard >400 1,9 – 2,3 only just indented with thumbnail, with

difficulty

Dominasi mineral lempung terutama montmorilonite pada tanah

laterit LH2 pada kondisi kapadatan maksimum mengakibatkan

kekuatannya lebih besar dari tanah LH1 dan LH3, hal ini sesuai dengan

komposisi mineralogi lapisan dasar tanah atau unit struktur mineral

montmorilonite. Struktur mineral ini merupakan suatu elemen dengan

bentuk lapisan alumina oktahedral antara dua lapisan silika tetrahedra.

Struktur alumina oktahedra tersusun dari satu atom alumina dan enam

hydroxyl dalam bentuk silika tetrahedral oktahedral dengan satu atom

silikon dan empat atom oxigen dalam bentuk tetrahedral (Mitchell, 1993).

Hasil uji karakteristik kekuatan tanah laterit ini sesuai dengan beberapa

penelitian sebelumnya diantaranya: Sree Danya, et. al (2010), Amu, O.O.,

et al. (2011), dan Aminaton, et. al. (2013). Meskipun demikian, hasil ini

merupakan tahapan awal dalam upaya pemanfaatan tanah laterit sebagai

Page 85: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

70

lapisan pondasi jalan, masih perlu dilakukan pengujian karakteristik lebih

detail dengan melakukan stabilisasi tanah secara efektif dan ekonomis

dan perlu dilakukan uji model lapisan pondasi jalan menggunakan tanah

laterit khususnya untuk tanah laterit LH2.

Peningkatan kepadatan tanah dan kekuatan tanah seiring dengan

peningkatan waktu pemeraman, juga mengakibatkan peningkatan daya

dukung tanah. Hasil pengujian CBR tanpa rendaman, diperoleh nilai daya

dukung tanah (CBR) tanah laterit masing-masing 11,77% untuk LH1,

22,99% untuk LH2, dan 22,80% untuk LH3. Sedangkan hasil uji CBR

dengan rendaman diperoleh nilai CBR tanah laterit masing-masing 7,67%

untuk LH1, 10,33% untuk LH2, dan 8,50% untuk LH3.

Merujuk pada kriteria daya dukung tanah yang dapat digunakan

sebagai lapisan perkerasan jalan (Bowles, 1990) seperti ditunjukkan pada

Tabel 12, maka tanah laterit LH1 termasuk dalam kelompok fair (7-20%),

LH2 termasuk dalam kelompok good (20-50%), dan LH3 termasuk dalam

kelompok good (20-50%).

Tabel 12. Kriteria umum tanah berdasarkan nilai CBR (Bowles, 1990)

Nilai CBR Kondisi Umum

Penggunaan Sistem Klasifikasi

0-3 Very poor Sub-grade OH,CH, MH, OL 3-7 Poor-fair Sub-grade OH, CH, MH, OL

7-20 Fair Sub-grade OL, CL, ML, SC, SM, SP 20-50 Good Base, sub-grade GM, GC, SW, SM, SP, GP

50 excelent Base GW, GM

Dengan demikian tanah laterit ini sangat potensial untuk digunakan

sebagai lapisan tanah dasar (subgrade) dan lapisan pondasi jalan (base).

Page 86: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

71

Untuk lebih meyakinkan lagi diperlukan upaya untuk meningkatkan kinerja

tanah ini, salah satu caranya adalah dengan melakukan stabilisasi.

b. Karakteristik Mineralogi Tanah Laterit

Kandungan mineral diketahui dengan pengujian mikrostruktur

menggunakan uji x-ray difraction (XRD). Prinsip dasar dari XRD adalah

hamburan elektron yang mengenai permukaan kristal. Bila sinar

dilewatkan ke permukaan kristal, sebagian sinar tersebut akan

terhamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan ke lapisan berikutnya.

Sinar yang dihamburkan akan berinterferensi secara konstruktif

(menguatkan) dan destruktif (melemahkan). Hamburan sinar yang

berinterferensi inilah yang digunakan untuk analisis. Difraksi sinar X hanya

akan terjadi pada sudut tertentu sehingga suatu zat akan mempunyai pola

difraksi tertentu. Pengukuran kristalinitas relatif dapat dilakukan dengan

membandingkan jumlah tinggi puncak pada sudut - sudut tertentu dengan

jumlah tinggi puncak pada sampel standar. Hasil uji diperlihatkan seperti

Gambar 21. Hasil interpretasi kurva dirangkum pada Tabel 13 .

Tabel 13. Kandungan mineral tanah laterit

Mineral Content (%) Laterite Soil

LH1 LH2 LH3

hematite HP, iron(III) oxide 13 7 1

Kaolinite 20 8 67

Illite-montmorillonite (NR) 60 83 18

rutile HP 1 2 11

Magnesium Silicate 6 0 3

Page 87: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

72

Gambar 21 Hasil pengujian X-Ray difraksi (XRD)

LH1

LH2

LH3

Page 88: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

73

Tanah laterit didominasi oleh mineral-mineral lempung illite-

montmorillonite (Na,Ca)0,3(Al,Mg)2Si4O10(OH)2•n(H2O) sebesar 18 – 83%

dan kaolinite (Al2Si2O5(OH)4) sebesar 8 - 67%, dengan mineral hematite

(Fe2O3) antara 1 - 13%, sedangkan rutile (TiO2) dan magnesium silikat

masing-masing antara 1 – 11% dan 0 – 6%. Sesuai dengan hasil uji

karakteristik fisik, tanah laterit termasuk kelas tanah lempung dengan

plastisitas tinggi, telah sesuai dengan hasil pengujian kandungan

mineralnya.

3. Karakteristik Kimia Tanah Laterit

Komposisi unsur kimia dan gambaran permukaan struktur mikro

tanah laterit diketahui dengan pengujian SEM-EDS (scanning electron

microscopy with energy dispersive spectroscopy).

Hasil pengujian tersebut seperti ditunjukkan pada Tabel 14, dan

gambaran permukaan mikrostruktur hasil pengujian SEM diperlihatkan

pada Gambar 22.

Tabel 14. Komposisi unsur kimia tanah laterit

Element (%) Laterite Soil

LH1 LH2 LH3

MgO 2,33 0,83 1,28

Al2O3 4,41 5,73 8,45

SiO2 12,58 2,28 3,71

K2O 0,1 - -

TiO2 0,08 - -

FeO 80,5 86,55 84,88

SO3 - 1,05 -

CaO - 0,25 -

MnO - 0,24 -

NiO - 2,78 1,38

Page 89: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

74

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20keV

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

cps/eV

O Mg Al

Si

K K

Ti

Ti

Fe

Fe

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20keV

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

cps/eV

O Mg Al

Si

S Ca Ca

V V

Mn

Mn Fe

Fe

Ni

Ni

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20keV

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

cps/eV

O Mg Al

Si

V V

Fe

Fe

Ni

Ni

Gambar 22. SEM foto mikrograf tanah laterit

Foto mikrograf memperlihatkan kondisi mikro pori yang relatif

besar, mineral-mineral lempung terflokulasi dan menyebar mengelilingi

mineral-mineral logam. Tanah laterit didominasi oleh besi oksida (FeO)

antara 80-86%, silika (SiO2) antara 2-12%, dan aluminium oksida (Al2O3)

4-8%. Sedangkan unsur kimia lainnya adalah MgO, K2O, TiO2, SO3, CaO,

MnO, dan NiO.

LH1

LH2

LH3

Page 90: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

75

B. Kapasitas Dukung Tanah Laterit Stabilisasi Kapur dan Semen

Karakteristik tanah laterit menunjukkan suatu potensi pemanfaatan

yang cukup baik untuk digunakan sebagai lapisan pondasi jalan (lime

treated base), namun perlu dilakukan perbaikan dengan stabilisasi agar

dapat memenuhi persyaratan daya dukung lapisan pondasi jalan. Untuk

maksud tersebut, dilakukan stabilisasi kapur (CaO) yang relatif lebih

murah, sedangkan stabilisasi semen dilakukan sebagai pembanding.

Pengujian yang dilakukan untuk melihat kinerja tanah laterit dengan

stabilisasi adalah uji kekuatan tanah menggunakan pengujian kuat tekan

bebas (unconfined compression test), dan uji daya dukung tanah

menggunakan pengujian California bearing ratio (CBR).

1. Uji Kuat Tekan Bebas

Pengujian kuat tekan bebas dimaksudkan untuk mengetahui nilai

kekuatan dukung tanah (qu) tanah laterit, dengan variasi penambahan

kapur dan semen masing-masing 3%, 5%, 7%, dan 10%, dengan waktu

peram 3, 7, 14, dan 28 hari. Campuran tanah laterit dengan kapur atau

dengan semen didasarkan pada kondisi optimum Proctor, yaitu pada

kondisi berat isi kering maksimum dan kadar air optimum. Hasil pengujian

kuat tekan bebas untuk tanah laterit stabilisasi kapur dirangkum seperti

Gambar 23. Perubahan kuat tekan bebas (qu) tanah laterit LH1, LH2, dan

LH3 dengan stabilsasi kapur mengalami peningkatan signifikan (tiga kali

lebih besar dari tanah asli) seiring penambahan kapur dan peningkatan

waktu peram. Peningkatan kuat tekan tanah untuk semua tanah laterit,

Page 91: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

76

yaitu 69,98 kPa sampai 73,20 kPa untuk LH1, 81,05 kPa – 156,20 kPa

untuk LH2, dan 76,08 kPa – 80,01 kPa untuk LH3. Hasil menunjukkan

bahwa kuat tekan tanah LH2 lebih besar dari LH1 dan LH3.

Gambar 23. Hubungan nilai qu tanah laterit terhadap penambahan kapur (CaO) dan waktu peram

Hal ini terjadi karena partikel-partikel lempung memiliki muatan

permukaan tinggi yang dapat menarik kation (ion bermutan positif) dan

dipole-dipole air. Terjadi dua reaksi, yaitu pertukaran kation dan flokulasi

agglomerasi, berlangsung cepat dan langsung menghasilkan perkuatan

pada plastisitas tanah, kemampuan, kekuatan yang awet, dan sifat-sifat

beban-deformasi. Pengaruh langsung penambahan kapur pada tanah

diperoleh tanpa pemeraman dan selama tahapan konstruksi, yang

berhubungan dengan reaksi pertukaran kation dan flokulasi agglomerasi

yang terjadi bila kapur dicampurkan dengan tanah. Pengaruh stabilisasi

jangka panjang terjadi selama dan setelah pemeraman, dan sangat

Page 92: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

77

penting untuk kekuatan dan daya tahan. Bila pengaruh ini dihasilkan

sampai batas tertentu akibat pertukaran kation dan flokulasi-agglomerasi,

utamanya akan dihasilkan pozzolanic strength gain (Mallela et. al, 2004).

Perubahan kuat tekan bebas tanah laterit dengan stabilisasi semen

3, 5, 7, dan 10% untuk waktu peram 3, 7,14, dan 28 hari lebih jelasnya

diperlihatkan pada Gambar 24.

Gambar 24. Hubungan nilai qu tanah laterit terhadap penambahan semen dan waktu peram

Berdasarkan Gambar 24, terlihat bahwa penambahan semen dan

peningkatan waktu peram pada tanah laterit meningkatkan kuat tekan

tanah menjadi 4 (empat) kali lebih besar dari tanah aslinya

(73,2 kPa - 357,5 kPa untuk LH1, 79,12 kPa - 588,7 kPa untuk LH2, dan

62,89 kPa - 450,6 kPa untuk LH3). Fenomena ini diakibatkan oleh

beberapa hal, yaitu; terjadi pertukaran ion-ion K+ (potassium) dan Na+

Page 93: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

78

(sodium) yang terkandung dalam tanah lempung oleh ion-ion Ca++ dan

Mg++ yang terkandung didalam semen; pertukaran kation pada partikel-

partikel lempung membuat ukuran partikel menjadi bertambah besar dan

mengurangi indeks plastisitas tanah yang kemudian diikuti oleh penurunan

potensi pengembangan tanah; peningkatan derajat keasaman (pH) tanah

yang berakibat pada peningkatan kapasitas pertukaran ion-ion positif

(kation); bercampurnya silica (SiO2), dan alumina (Al2O3) dari semen

dengan air membentuk pasta yang mengikat partikel lempung dan

menutupi pori-pori tanah, rongga-rongga pori yang dikelilingi bahan

sementasi yang lebih sulit ditembus air akan membuat campuran tanah-

semen lebih tahan terhadap penyerapan air sehingga menurunkan sifat

plastisitasnya; meningkatnya kepadatan maksimum tanah akibat reaksi

posolanik yang semakin meningkat karena unsur-unsur SiO2, Al2O3, dan

Fe2O3 yang bertambah oleh semen, proses pozzolan ini terjadi antara

kalsium hidroksida dari tanah bereaksi dengan silikat (SiO2) dan aluminat

(Al2O3) dari semen membentuk material pengikat yang terdiri dari kalsium

silikat atau aluminat silikat; reaksi ion Ca2+ dengan silikat (SiO2), dan

aluminat (Al2O3) dari permukaan partikel lempung membentuk pasta

semen (hydrated gel) sehingga mengikat partikel-partikel tanah.

Fenomena ini hampir sama dengan stabilisasi menggunakan kapur,

karena reaksi-reaksi dan ikatan partikel-partikel yang terjadi merupakan

reaksi yang membentuk bahan pengikat pozzolan.

Page 94: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

79

0

20

40

60

80

100

0 2 4 6 8 10

Nilai

CB

R (

%)

% Kapur

LH1-3 hariLH1-14 hariLH1-28 hari

0

20

40

60

80

100

0 2 4 6 8 10

% Kapur

LH2-3 hari

LH2-14 hari

LH2-28 hari

0

20

40

60

80

100

0 2 4 6 8 10

% Kapur

LH3-3 hari

LH3-14 hari

LH3-28 hari

2. Uji California Bearing Ratio (CBR)

Daya dukung tanah laterit stabilisasi kapur dan stabilisasi semen

diuji dengan pengujian California bearing ratio di laboratorium. Perubahan

nilai daya dukung (CBR) tanah laterit stabilisasi kapur 3,5,7,dan 10%

dengan waktu peram 3,14, dan 28 hari seperti Gambar 25.

Gambar 25. Hubungan nilai CBR tanah laterit terhadap penambahan kapur dan waktu peram

Gambar 25 memperlihatkan perubahan nilai daya dukung (CBR)

tanah laterit stabilisasi kapur dengan variasi waktu peram. Peningkatan

jumlah persen kapur dan waktu peram menyebabkan daya dukung tanah

semakin meningkat. Reaksi pozzolanic yang menyebabkan terjadinya

pozzolanic strength gain meningkatkan kekuatan tanah juga

meningkatkan daya dukung tanah. Peningkatan nilai CBR untuk masing-

masing jenis tanah laterit, yaitu; 11,67% sampai 51,67% untuk LH1, 14%

sampai 53,33% untuk LH2, dan 14,17% sampai 71,67% untuk LH3.

Page 95: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

80

Perubahan nilai daya dukung (CBR) tanah laterit stabilisasi semen

3,5,7,dan 10% dengan waktu peram 3,14, dan 28 hari seperti Gambar 26

Gambar 26. Hubungan nilai CBR tanah laterit terhadap penambahan semen dan waktu peram

Peningkatan nilai CBR tanah laterit stabilisasi semen pada Gambar

26, terjadi seiring dengan meningkatnya persen semen dan waktu peram.

Seperti pada stabilisasi kapur, reaksi SiO2, Al2O3, dan Fe2O3 dari semen,

menyebabkan peningkatan kekuatan tanah akibat terbentuknya

pozzolanic strength gain. Perubahan nilai CBR untuk masing-masing

tanah laterit, yaitu; 13,33% sampai 53,33% untuk LH1, 15,67% sampai

50,33% untuk LH2, dan 20,00% sampai 105,00% untuk LH3.

Sementara untuk pengujian nilai CBR lapangan dilakukan untuk

melihat hubungan antara nilai modulus reaksi tanah (k) pada saat

pengujian model yang akan diuraikan pada bagian tersendiri. Uji model

dilakukan hanya pada tanah laterit dengan kondisi terbaik berdasarkan

0

20

40

60

80

100

0 2 4 6 8 10 12

Nilai

CB

R (

%)

% Semen

LH1-3 hariLH1-14 hariLH1-28 hari

0

20

40

60

80

100

120

140

0 2 4 6 8 10 12

% Semen

LH3-3 hari

LH3-14 hari

LH3-28 hari

0

20

40

60

80

100

0 2 4 6 8 10 12

% Semen

LH2-3 hariLH2-14 hariLH2-28 hari

Page 96: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

81

hasil pengujian laboratorium. Berdasarkan hal tersebut maka tanah laterit

yang digunakan untuk pengujian model lime treated base adalah tanah

laterit LH2 dengan stabilisasi kapur.

3. Uji Mikrostruktur Tanah Laterit dengan Stabilisasi

Pengujian mikrostruktur dilakukan untuk mengetahui kandungan

mineral dan komposisi kimia dan foto mikrograf tanah laterit dengan

stabilisasi (kapur dan semen) dengan uji EDS, SEM, dan XRD. Hasil uji

XRD dan SEM untuk tanah laterit dengan stabilisasi untuk memperoleh

kandungan mineral dan foto mikrograf seperti ditunjukkan pada Tabel 15.

Tabel 15. Kandungan mineral tanah laterit dengan stabilisasi

Page 97: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

82

Berdasarkan Tabel 15, penambahan bahan stabilisasi kapur dan

semen pada tanah laterit menghasilkan reaksi pozzolanic dan membentuk

mineral portlandite (Ca(OH)2), dengan jumlah yang signifikan pada tanah

LH2 yang distabilisasi semen. Hal ini juga terlihat pada hasil uji SEM

seperti pada Gambar 27, 28, dan 29.

Gambar 27. Hasil uji EDS dan foto mikrograf tanah laterit LH1 dengan stabilisasi

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20keV

0

2

4

6

8

10

cps/eV

O Si Al

Na Mg

Ca Ca

Cr Cr

Fe

Fe

Ni

Ni

S

S

LH1+Lime 28 days

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20keV

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

cps/eV

O Mg Al

Si

K K

Ti

Ti

Fe

Fe

LH1

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20keV

0

1

2

3

4

5

6

cps/eV

O Si Al

Na Mg

S Ca Ca

Fe Fe Mn Mn

LH1+Cement 28 days

Page 98: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

83

Gambar 28. Hasil uji EDS dan foto mikrograf tanah laterit LH2 dengan stabilisasi

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20keV

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

cps/eV

O Mg Al

Si

S Ca Ca

V V

Mn

Mn Fe

Fe

Ni

Ni

LH2

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20keV

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5 cps/eV

O Si Al

Na Mg

Ca Ca

Cr Cr

Fe

Fe

LH2+Lime-28 days

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20keV

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

cps/eV

O Si Al

Mg

Ca Ca

Ti Ti

Cr

Cr

Fe

Fe

Ni

Ni

S

S

LH2+Cement 28 days

Page 99: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

84

Gambar 29. Hasil uji EDS dan foto mikrograf tanah laterit LH3 dengan stabilisasi

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20keV

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

cps/eV

O Mg Al

Si

V V

Fe

Fe

Ni

Ni

LH3

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20keV

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

cps/eV

O Si Al

Na

Fe Fe

Ni

Ni

Cr

Cr Mg

Ca Ca

Ti

Ti

LH3+Lime-28 day

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20keV

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

cps/eV

O Si Al

Na Mg

K K Ca

Ca Fe

Fe

Ni Ni

Cr

Cr

S

LH3+Cement 28 day

Page 100: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

85

Berdasarkan Gambar 27, 28, dan 29, terlihat bahwa tanah laterit

tanpa stabilisasi memperlihatkan struktur mikropori yang besar, sementara

setelah distabilisasi dengan kapur menunjukkan struktur flokulasi dan

aglomerasi terbentuk gel yang tersementasi calsium silikat hidrat (C-S-H)

yang menutupi pori, sehingga pori mikro semakin kecil dan fabrik tanah

menjadi semakin padat. Hal ini juga terjadi pada stabilisasi semen, terlihat

struktur fabrik tanah yang semakin padat akibat mikro pori tertutupi oleh

gel tersementasi calsium alumino silikat hidrat (C-A-S-H) (Latifi et.al, 2014)

dan terbentuk kalsium hidroksida (Ca(OH)2 yang dikenal dengan mineral

portlandite.

4. Kinerja Stabilisasi Pozzolan pada Tanah Laterit

Hasil pengujian kuat tekan, CBR, dan mikrostruktur campuran

tanah laterit dengan kapur dan semen telah diuraikan sebelumnya.

Peningkatan persen bahan stabilisasi sampai 10% dengan waktu peram

28 hari mengakibatkan peningkatan kuat tekan dan nilai CBR tanah

campuran menjadi tiga kali lebih tinggi untuk stabilisasi kapur dan empat

kali lebih tinggi untuk stabilisasi semen terhadap tanah tanpa stabilisasi.

Peningkatan kuat tekan dan daya dukung tanah ini terjadi karena

penambahan kapur atau semen (stabilisasi pozzolan) pada tanah

mengalami tiga proses, yaitu hidrasi kapur atau hidrasi semen, reaksi

pertukaran kation, dan reaksi pozzolanic karbonasi (Jaritngam et. al.,

2014). Proses hidrasi semen atau hidrasi kapur merupaka reaksi kimia

antara kapur atau semen dengan air dimana kalsium hidroksida atau

Page 101: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

86

hidrasi kapur (Ca(OH)2) atau mineral portlandite terbentuk. Reaksi ini

meliputi pertukaran ion kalsium (Ca2+), adsorpsi Ca(OH)2 oleh partikel-

partikel dan sementasi pada kontak inter-partikel oleh mineral tobermorite.

Kalsium silikat, Ca(OH)2, dan gel tobermorite yang menyebabkan

kenaikan kekuatan tanah campuran. Reaksi pertukaran kation meliputi

pergantian ion Na+ dan H+ dalam tanah dengan ion Ca2+ dari kapur atau

semen. Partikel-partikel lempung terus menerus menyerap Ca(OH)2

sampai jenuh. Pertukaran ini mereduksi plastisitas, meningkatkan kinerja,

dan kekuatan tanah. Reaksi ini langsung terjadi pada saat pencampuran

bahan stabilisasi ke dalam tanah.

Reaksi pozzolanic dan karbonisasi meliputi reaksi antara partikel-

partikel lempung dengan Ca(OH)2 yang dihasilkan oleh kapur atau

semen. Hal ini berkontribusi pada kekuatan jangka panjang material-

material pozzolanic. Kekuatan tanah yang distabilisasi meningkat seiring

waktu terjadinya reaksi ini. Kalsium hidroksida pada reaksi tanah-air

dengan silikat dan aluminat dalam tanah membentuk material

tersementasi atau bahan pengikat yang terdiri dari kalsium silikat hidrat

(CSH). Penambahan kapur atau semen pada tanah laterit membentuk

kalsium aluminat silikat hidrat (CASH). Sejalan dengan terjadinya reaksi

pozzolanic, CASH perlahan berubah menjadi fase kristalin dalam bentuk

kalsium silikat hidrat (CSH) dan kalsium aluminium hidrat (CAH) yang

mengalami pengerasan seiring waktu untuk membentuk campuran

permanen yang mengikat partikel-partikel tanah. Kondisi inilah yang

Page 102: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

87

lime

menyebabkan peningkatan kekuatan tanah laterit stabilisasi kapur dan

stabilisasi semen.

Mekanisme reaksi kimia yang terjadi pada stabilisasi tanah laterit

dengan kapur atau semen ditunjukkan pada Gambar 30.

Gambar 30. Reaksi kimia antara tanah laterit dengan kapur/semen

Reaksi yang terjadi berdasarkan Gambar 30, dapat diuraikan

seperti persamaan 3 (Solanki et. al., 2012).

SiO2.Al2O3.Fe2O3 + CaO + H2O → CaO(SiO2) H2O + CaO.Al2O3.H2O

+ CaO. 2Fe(OH)3 (3)

Kinerja stabilisasi tanah laterit dengan kapur dan semen seperti

diuraikan di atas, menyebabkan peningkatan kuat tekan tanah. Kepadatan

dan sudut geser dalam tanah meningkat menyebabkan daya dukung

tanah juga mengalami peningkatan.

Page 103: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

88

Kinerja ini juga diperlihatkan dari hasil uji mikrostruktur seperti ditunjukkan

pada Gambar 27, 28, dan 29. Jika dibandingkan dengan beberapa hasil

uji mikrostruktur terhadap tanah laterit dan lempung lainnya maka tanah

laterit Sorowako dengan stabilisasi kapur memiliki kondisi mikrostruktur

relatif lebih baik, terlihat dari foto mikrostruktur seperti pada Gambar 31.

Gambar 31. Foto SEM beberapa tanah laterit dan lempung dengan stabilisasi

Berdasarkan Gambar 31, tanah laterit Sorowako stabilisasi kapur

memperlihatkan struktur yang sangat kompak dan padat, jika

dibandingkan dengan tanah laterit dan lempung lainnya. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa penambahan kapur pada tanah laterit Sorowako

menyebabkan perubahan mikrostruktur tanah menjadi lebih baik,

Page 104: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

89

sehingga kinerja tanah menjadi lebih baik dan sangat potensial untuk

digunakan sebagai lapisan pondasi jalan, sesuai kriteria standard untuk

lapisan base jalan yaitu nilai CBR minimum 50% dan IP ≤ 4%.

C. Deformasi dan Modulus Reaksi Tanah Laterit Stabilisasi Kapur

Pengujian model deformasi lapisan lime treated base tanah laterit

stabilisasi kapur dilakukan dengan uji pembebanan statik. Pengujian ini

dilakukan untuk mengetahui pola deformasi yang terjadi pada lapisan

tanah dengan penambahan persentase kapur 3%, 5%, 7%, dan 10%.

Selanjutnya tiap persentase kapur tersebut ditentukan nilai CBR masing-

masing yaitu CBR 3%, CBR 5%, CBR 7%, dan CBR 10%, dengan

diketahuninya nilai CBR ini berikutnya dilakukan analisis untuk

menentukan modulus rekasi tanah laterit stabilisasi kapur (nilai k).

Deformasi lapisan tanah laterit stabilisasi kapur akibat pembebanan statik

seperti Gambar 32.

Berdasarkan Gambar 32 dilakukan analisis untuk menentukan nilai

modulus elastisitas tanah dan modulus reaksi tanah, serta hubungannya

dengan CBR untuk variasi stabilisasi kapur 3%, 5%, 7%, dan 10%.

Modulus elastisitas menunjukkan tingkat kekauan tanah saat mengalami

pembebanan, dan merupakan kekuatan tanah maksimum pada zona

elastis yang ditentukan sebagai perbandingan tegangan tanah terhadap

deformasi (regangan), ditentukan dari setengah kekuatan tanah pada

zona elastis.

Page 105: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

90

Gambar 32. Hubungan pembebanan terhadap deformasi vertikal tanah laterit stabilisasi kapur

Sedangkan modulus reaksi tanah menunjukkan besarnya tekanan

tanah saat mengalami pembebanan. Selanjutnya hasil analisis nilai

modulus elastisitas tanah dan modulus reaksi tanah laterit dengan

stabilisasi kapur 3, 5, 7, dan 10% ditunjukkan pada Gambar 33.

Gamabr 33. Hubungan modulus elastisitas dan modulus reaksi tanah terhadap persen kapur

Page 106: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

91

Berdasarkan Gambar 33, terlihat bahwa hubungan antara

persentase kapur terhadap modulus elastisitas tanah dan modulus reaksi

tanah adalah linier. Semakin bertambah kandungan kapur, nilai modulus

elastisitas dan modulus reaksi tanah semakin meningkat, hal ini sejalan

dengan hasil uji karakteristik kuat tekan tanah. Peningkatan modulus

elastisitas sangat signifikan sampai empat kali lipat, sedangkan

peningkatan modulus reaksi tanah mencapai tiga kali lipat. Terlihat juga

bahwa modulus elastisitas lebih besar dari modulus reaksi tanah,

menunjukkan bahwa kekuatan tanah semakin baik dengan stabilisasi

kapur.

Berdasarkan Gambar 32, untuk stabilisasi 3% kapur diperoleh nilai

deformasi 8,2 mm dan nilai tekanan (q) 330 kN/m2, sehingga diperoleh

nilai k sebesar 40,2 kN/m2/mm. Stabilisasi 5% kapur diperoleh deformsi

6,0 mm dengan tekanan (q) 362,5 kN/m2, sehingga dihasilkan nilai k

sebesar 60,4 kN/m2/mm. Stabilisasi 7% kapur, diperoleh nilai deformasi

4,5 mm dan nilai tekanan (q) 387,5 kN/m2, sehingga dihasilkan nilai k

sebesar 86,1 kN/m2/mm. Sedangkan untuk stabilisasi 10% diperoleh nilai

deformasi 3,3 mm dan nilai tekanan (q) 437,5 kN/m2, sehingga dihasilkan

nilai k sebesar 132,6 kN/m2/mm.

Hasil analisis modulus reaksi tanah (k) dan CBR tanah laterit

dengan variasi stabilisasi 3%. 5%, 7%, dan 10% kapur dirangkum seperti

Tabel 16.

Page 107: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

92

Tabel 16. Hasil analisis nilai k untuk variasi persen kapur

Variasi kapur (%)

(kN/m2) Deformasi (10-3 m)

Nilai k (kN/m2

per mm) CBR (%)

3 330 8,2 40,2 12,00 5 362,5 6,0 60,4 31,92 7 387,5 4,5 86,1 40,91

10 437,5 3,3 132,6 45,00

Berdasarkan Tabel 16 dapat digambarkan hubungan antara nilai

CBR dan nilai modulus reaksi tanah (k) untuk tanah laterit stabilisasi

kapur. Grafik ini seperti yang telah dihasilkan oleh PU Bina Marga untuk

tanah umum dan Hamzah Yusuf (grafik analisis Hmz) untuk tanah

sedimen Bili Bili, diperlihatkan pada Gambar 34. Grafik tersebut dapat

dibandingkan dengan grafik yang sama dari PU Bina Marga untuk tanah

umum dan grafik Hmz untuk tanah sedimen Bili Bili stabilisasi semen,

seperti pada Gambar 35.

Gambar 34. Hubungan nilai k dan CBR tanah laterit stabilisasi kapur

Page 108: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

93

Gambar 35. Hubungan nilai CBR dan k tanah laterit, analisis HMZ, dan PU Bina Marga

Berdasarkan Gambar 35, terlihat bahwa kurva hubungan nilai

modulus reaksi tanah (k) dan CBR untuk 3 (tiga) jenis tanah yaitu tanah

umum menurut PU. Bina Marga, tanah sedimen pengerukan Bili Bili

stabilisasi semen dan tanah laterit stabilisasi kapur. Kurva menunjukkan

bahwa tanah laterit stabilisasi kapur berada di antara tanah sedimen

stabilisasi semen dan tanah umum, atau dapat dikatakan bahwa pada nilai

modulus elastisitas tertentu maka nilai CBR tanah laterit stabilisasi kapur

lebih besar dari nilai CBR tanah sedimen stabilisasi semen dan lebih kecil

dari nilai CBR tanah umum. Hasil ini membuktikan bahwa tanah laterit

stabilisasi kapur memiliki kinerja lebih baik dari tanah sedimen stabilisasi

semen dan mendekati tanah umum.

Page 109: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

94

Selanjutnya, dari hasil analisis dan uraian sebelumnya, dapat

digambarkan hubungan antara persentase penambahan kapur dengan

nilai CBR dan nilai modulus reaksi tanah (k), seperti Gambar 36.

Gambar 36. Hubungan persentase kapur dengan CBR dan nilai k tanah laterit stabilisasi kapur

Berdasarkan Gambar 36, dapat ditentukan persentase kapur untuk

desain CBR tertentu dan besarnya nilai modulus reaksi tanah. Kurva ini

sangat membantu dalam pelaksanaan desain lapisan lime treated base.

Kurva ini juga menunjukkan bahwa tanah laterit stabilisasi kapur memiliki

potensi pemanfaatan sebagai lapisan lime treated base meskipun pada

penelitian ini masih terbatas sampai stabilisasi 10% kapur.

Pengujian pembebanan model lapisan lime treated base tanah

laterit stabilisasi kapur 3%, 5%, 7%, dan 10% dengan lapisan tanah dasar

alluvial dilakukan untuk melihat model deformasi yang terjadi pada lapisan

Page 110: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

95

tersebut, dimaksudkan untuk mengetahui persentase kapur pada tanah

laterit yang paling memenuhi syarat sebagai lapisan lime treated base.

Hasil pengujian digambarkan dalam bentuk hubungan antara jarak

pembacaan dial (cm) dan penurunan (mm) yang terjadi pada saat

pembebanan dilakukan. Hubungan tersebut seperti pada Gambar 37.

Gambar 37 menunjukkan bahwa semakin besar beban yang

diberikan, semakin besar pula deformasi vertikal yang terjadi. Deformasi

vertikal (penurunan) yang terjadi pada pembebanan maksimum 35 kN,

yaitu untuk tanah laterit tanpa stabilisasi sebesar 9,68 mm, untuk 3%

kapur sebesar 9,21 mm, untuk 5% kapur sebesar 5,72 mm, untuk 7%

kapur sebesar 3,48 mm, dan untuk 10% kapur sebesar 2,74 mm. Terlihat

juga bahwa semakin besar persentase kapur pada tanah laterit, semakin

kecil deformasi vertikal yang terjadi.

Hal ini sangat sesuai dengan pengujian yang dilakukan

sebelumnya, bahwa peningkatan persentase kapur pada tanah laterit,

menyebabkan peningkatan kuat tekan dan daya dukung tanah. Hal ini

juga dibuktikan dengan uji mikrostruktur, dimana semakin besar

persentase kapur dan lamanya waktu peram, maka struktur fabrik tanah

semakin padat dan mikro pori semakin kecil karena terisi oleh gel

tersementasi kalsium silikat hidrat (C-S-H) yang mengalami pengerasan

(hardening). Hasil ini menujukkan bahwa deformasi yang terjadi pada

tanah laterit stabilisasi kapur memenuhi syarat deformasi lapisan pondasi

Page 111: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

96

jalan pada persentase penambahan kapur 7% (3,42 mm) dan 10% (2,90

mm), yaitu < 4,16 mm (syarat lendutan L/240 PU. Bina Marga).

Gambar 37. Model deformasi lapisan lime treated base untuk 3 -10% kapur

D. Validasi Numerik Model Deformasi Soil Laterite Lime

Treated Base

Tingkat akurasi hasil analisis deformasi uji model lapisan lime

treated base tanah laterit stabilisasi kapur dengan subgrade tanah alluvial

perlu diuji. Pengujian dilakukan dengan membandingkan hasil uji model

Page 112: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

97

dengan hasil anaisis numerik. Untuk maksud tersebut, dilakukan analisis

numerik menggunakan metode elemen hingga dengan bantuan perangkat

lunak Plaxis 2D versi 8.2. Selanjutnya dilakukan input data untuk problem

set yang telah dibuat, seluruh data tanah per lapisan dan data pelat baja

serta data pembebanan dimasukkan. Setelah seluruh parameter tanah,

plate baja, dan beban dimasukkan, dilakukan perhitungan dan tampilan

keluaran program. Analisis dilakukan untuk tanah laterit stabilisasi 0%,

3%, 5%, 7%, dan 10% kapur, dengan pembebanan 5 kN sampai 35 kN,

sesuai dengan pembebanan yang dilakukan pada uji model fisik.

Model analisis menggunakan Mohr Coulomb karena model fisik

dianggap model sederhana namun handal ini didasarkan pada parameter-

parameter tanah yang telah dikenal dengan baik dalam praktek rekayasa

teknik sipil. Model elastisitas plastis yang terdiri dari lima parameter yaitu

E dan untuk memodelkan elastisitas tanah, dan c untuk memodelkan

plastisitas tanah dan sebagai sudut dilatansi. Meski demikian, tidak

semua fitur non-linier tercakup dalam model ini. Model Mohr-Coulomb

dapat digunakan untuk menghitung tegangan pendukung yang realistis

beban batas pada pondasi dan lain-lain. Model ini juga dapat digunakan

untuk menghitung faktor keamanan menggunakan pendekatan reduksi

phi-c. Untuk kondisi ini, nilai modulus elastisitas tanah diperoleh dari hasil

pengujian kuat tekan tanah (unconfined compression strength) di

laboratoriumHasil analisis numerik ini hanya dilakukan untuk model

deformasi, tekanan maksimum dan besarnya deformasi yang terjadi akibat

Page 113: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

98

a

b

a

b

pembebanan, yang akan digunakan untuk melakukan validasi hasil uji

model. Hasil analisis Plaxis 2D untuk total deformasi model shadings

seperti Gambar 38, dan total deformasi model arrows seperti Gambar 39.

Gambar 38. Hasil analisis Plaxis 2D Total displacement model shadings, a) tanpa stabilisasi; b) stabilisasi 10% kapur

Gambar 39. Hasil analisis Plaxis 2D model terdeformasi, a) tanpa stabilisasi; b) stabilisasi 10% kapur

Page 114: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

99

Berdasarkan hasil analisis numerik Plaxis 2D seperti pada

Gambar 38 dan 39, untuk tanah laterit tanpa stabilisasi, tekanan

maksimum adalah 63,3 kN/m2 dan penurunan maksimal yang terjadi

adalah 17 mm, sedangkan pada tekanan 35 kN/m2, penurunan yang

terjadi sebesar 9,3 mm. Hasil analisis stabilisasi 3% kapur, diperoleh

tekanan maksimum adalah 76,3 kN/m2 dan penurunan maksimal yang

terjadi adalah 15 mm. Sementara pada tekanan 35 kN/m2, penurunan

yang terjadi sebesar 6,56 mm. Hasil analisis untuk stabilisasi 5% kapur

diperoleh tekanan maksimum adalah 73,3 kN/m2 dan penurunan maksimal

adalah 11 mm. Sementara pada tekanan 35 kN/m2, penurunan yang

terjadi sebesar 5,4 mm. Hasil analisis untuk 7% kapur, diperoleh tekanan

maksimum adalah 83 kN/m2 dan penurunan maksimal yang terjadi adalah

13 mm. Sedangkan pada tekanan 35 kN/m2, penurunan yang terjadi

sebesar 3,59 mm. Hasil analisis untuk stabilisasi 10% kapur, diperoleh

tekanan maksimum adalah 85 kN/m2 dan penurunan maksimal adalah

11 mm. Sementara pada tekanan 35 kN/m2, penurunan yang terjadi

sebesar 2,97 mm.

Sedangkan hasil analisis numerik untuk model keruntuhan

diperlihatkan seperti Gambar 40. Model keruntuhan pada faktor keamanan

(M-stage) sebesar 0,9, menghasilkan tegangan maksimum ekstrim

sebesar 32,08 kN/m2 untuk tanah tanpa stabilisasi dan 51,36 kN/m2 untuk

tanah laterit stabilisasi 10% kapur. Hasil ini menunjukkan bahwa

penambahan kapur sampai 10% meningkatkan kekuatan tanah sangat

Page 115: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

100

signifikan. Hasil ini sangat sesuai dengan uji model seperti yang telah

diuraikan sebelumnya.

Gambar 40. Model keruntuhan hasil analisis numerik

Dengan demikian, berdasarkan hasil uji model dan hasil analisis

Plaxis 2D terhadap model deformasi tanah laterit stabilisasi kapur,

diketahui bahwa lapisan lime treated base memenuhi syarat teknis untuk

lendutan (deformasi) lapisan pondasi jalan pada penambahan kapur 7%

dan 10%. Tanah laterit stabilisasi kapur akan memenuhi syarat teknis

sebagai lapisan lime treated base jika persentase kapur sama dengan

atau lebih besar dari 7% dan lebih kecil atau sama dengan 10%

(memenuhi syarat lendutan L/240 PU. Bina Marga). Hasil validasi uji

model fisik dan analisis numerik seperti Gambar 41.

Page 116: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

101

0

2

4

6

8

10

0 2 4 6 8 10

Defo

rma

si M

od

el(1

0-3

m)

Deformasi Numerik (10-3 m)

0%Kapur

3%Kapur

5%Kapur

7%Kapur

10%Kapur

Gambar 41. Hubungan deformasi hasil uji model dengan hasil analisis Plaxis 2D

E. Temuan Empirik Penelitian

Hasil analisis dan pembahasan penelitian ini telah menemukan

beberapa hal sebagai berikut:

1. Penambahan kapur 10% pada tanah laterit dengan waktu peram 28

hari menghasilkan peningkatan kuat tekan bebas dan CBR tanah tiga

kali lebih tinggi dari tanah tanpa stabilisasi. Sedangkan penambahan

semen 10% dengan waktu peram 28 hari menghasilkan peningkatan

kuat tekan dan CBR tanah empat kali lebih tinggi dari tanah tanpa

stablisasi. Stabilisasi kapur dan semen menghasilkan bentuk senyawa

bahan sementius (CSH, CAH, dan CAH) terlihat dari hasil uji EDS,

sementara hasil uji SEM foto mikrograf memperlihatkan struktur mikro

yang kompak, rapat dan padat.

Page 117: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

102

2. Kurva hubungan antara modulus reaksi tanah (k) dengan CBR untuk

tanah laterit stabilisasi kapur berkesesuaian dengan kurva untuk tanah

umum menurut PU. Bina Marga, dan lebih baik dari kurva tanah

sedimen dengan stabilisasi semen. Hasil ini menunjukkan bahwa tanah

laterit stabilisasi kapur memiliki kinerja lebih baik dari tanah sedimen

stabilisasi semen, dan mendekati tanah umum. Sedangkan deformasi

model lapisan tanah laterit stabilisasi kapur (lime treated base)

memenuhi syarat L/240 (PU. Bina Marga) pada kandungan kapur 7%

(3,59 mm) sampai 10% (2,97 mm).

Page 118: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

103

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Hasil penelitian karakteristik tanah menunjukkan bahwa tanah laterit

termasuk klasifikasi tanah lempung dengan plastisitas tinggi dan

termasuk dalam kelompok tanah sedang sampai buruk untuk digunakan

sebagai material subgrade dan base secara langsung. Hasil uji

mikrostruktur menunjukkan bahwa tanah laterit didominasi oleh mineral

lempung illite-montmorillonite (18-83%), kalonite (8-67%), dan mineral

hematite (besi oksida) (1-13%). Komposisi kimia tanah laterite

didominasi oleh FeO antara 80 - 86,55%.

2. Penambahan kapur 10% dan semen 10% dengan waktu peram 28 hari

meningkatkan kuat tekan bebas dan CBR tanah tanah tiga kali lebih

tinggi untuk kapur dan empat kali lebih tinggi untuk semen, dibandingkan

tanah tanpa stabilisasi. Peningkatan tersebut akibat ikatan kimia yang

menghasilkan senyawa sementius CSH, CAH, dan CAH, berdasarkan

hasil uji mikrostruktur. Peningkatan nilai CBR ini memenuhi syarat

lapisan pondasi jalan (base) yaitu nilai CBR minimum 50% (PU. Bina

Marga).

Page 119: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

104

3. Nilai modulus elastisitas tanah meningkat empat kali lebih tinggi dan

modulus reaksi tanah meningkat tiga kali lebih tinggi dibandingkan tanah

tanpa stabilisasi. Sedangkan deformasi vertikal menurun tiga kali lebih

kecil. Deformasi model lime treated base tanah laterit stabilisasi kapur

akan memenuhi syarat teknis pada penambahan kapur 7% sampai 10%

(memenuhi syarat lendutan L/240 PU. Bina Marga). Sedangkan Hasil

validasi uji model dengan analisis numerik model fisik, menujukkan

perbedaan yang sangat kecil.

B. Saran-Saran

Hasil penelitian ini telah menunjukkan bahwa tanah laterit stabilisasi

kapur dapat digunakan sebagai lapisan lime treated base menggantikan

lapisan pondasi jalan dengan persentase kapur antara 7%-10%. Untuk itu

beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai saran:

1. Penyelesaian masalah kelangkaan material tanah dasar dan lapisan

pondasi jalan serta keterbatasan material tersebut pada daerah-daerah

tertentu, dapat menggunakan tanah laterit stabilisasi kapur.

2. Perencanaan lapisan pondasi jalan tanah laterit stabilisasi kapur, dapat

menggunakan grafik hubungan nilai k dan CBR, dan grafik hubungan

nilai k, CBR, dan persen kapur sebagai acuan.

3. Perlu dilakukan peneitian lebih lanjut tentang pemanfaatan tanah laterit

dengan stabilisasi selain kapur, seperti semen, fly ash, bitumen, atau

stabilisasi dengan bahan likuid tertentu yang memungkinkan.

Page 120: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

105

4. Perlu dilakukan pengujian untuk pemanfaatan tanah laterit sebagai

material konstruksi selain lapisan pondasi jalan, seperti batu bata,

batako, paving blok, genteng, layer TPA, material bendung, dan lain

sebagainya.

Page 121: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

106

DAFTAR PUSTAKA

Amadi and A.O. Eberemu, (2012), Performance of Cement Kiln Dust in Stabilizing Lateritic Soil Contaminated with Organic Chemicals, Advanced Materials Research Vol. 367 (2012), Trans Tech Publications, Switzerland, pp 41-47.

Aminaton Marto, Nima Lativi, Houman Suhaei, 2013, Stabilization of Laterite Soil

using GKS Soil Stabilizer, EJGE Journal, Volume 18, Bund. C, pp 521-532.

Amin Eisazadeh, Hadi Nur, Khairul Anuar Kassim, 2011, Characterization of

phosphoric acid- and lime-stabilized tropical lateritic clay, Environ Earth Sci (2011) 63:1057–1066, DOI 10.1007/s12665-010-0781-2, Springer-Verlag 2010

Amin Eisazadeh, 2015, Thermal characteristics of lime- and phosphoric acid-

stabilized montmorillonitic and kaolinitic soils, J Therm Anal Calorim (2015) 121:1239–1246, DOI 10.1007/s10973-015-4666-1, Akademiai Kiado, Budapest, Hungary 2015, Springer

Amu, O.O., S.S Babajide, 2011, Geotechnical properties of lateritic soil stabilized

with sugarcane straw Ash, American Journal of Scientific and Industrial Research, ISSN: 2153-649X, pp 323-331.

Bowles J. E., 1996, "Foundation Analysis and Design. 5th ed.", New York:

McGraw-Hill Thagesen B., 1996, Tropical rocks and soils, In: Highway and traffic engineering

in developing countries: B, Thagesen, ed. Chapman and Hall, London

Makasa B., 2004, Utilisation and improvement of lateritic gravels in road bases,

International Institute for Aerospace survey and Earth Sciences, Delft.

Bradbury M.H. and Baeyens B. (2003) Porewater chemistry in compacted re-

saturated MX-80 bentonite, Journal of Contaminant Hydrology, Elsevier. 61: 329-338

Bridges E.M., 1970, World soils Cambridge, University Press, London, 25 B. V. Venkatarama Reddy, P. Prasanna Kumar, 2011, Cement stabilised rammed

earth. Part A: compaction characteristics and physical properties of compacted cement stabilised soils, Materials and Structures (2011) 44:681–693, Springer.

Page 122: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

107

Charman, J.H., 1988, Laterite in road pavements. London Construction Industry Research and Information Association Special Publication 47, CIRIA, London.

Daud, Suhaimi, 2008, Penerapan Teknologi Cakar Ayam Modifikasi di Ruas Jalan

Pantura Jawa Barat, Puslitbang Jalan dan Jembatan Departemen Pekerjaan Umum.

Delage P. (2007) Microstructure features in the behaviour of engineered barriers

for nuclear waste disposal, Proc. 2nd International Conference: Mechanics of Unsaturated Soils (Ed. Tom Schanz), Weimar, Germany. Springer proceedings in physics. Vol.1, pp. 1132.

Deshpande, M.D., Pandya, P.C., Shah, J.D and Vanjara, S.V (1990),

“Performance Study of Road Section Constructed with Local Expansive Clay Stabilised with Lime as Sub Base Material”, Indian Highways, Vol. 18, No. 6, pp 29-38.

Dutta S. C., Roy R. A., 2002, "Critical Review on Idealization and Modeling for

Interaction among Soil Foundation-Structure System", Computers and Structures, 80 1579-1594.

Daloglu A. T., Vallabhan C. V. G., 2000, "Values of k for Slab on Winkler Foundation, Journal of Geotechnical and Geoenviron-mental Engineering", ASCE 463-471.

E.J. Yoder, M.W., Witczak, 1975, Principle of Pavement Design, Jhon Wiley and

Son

Fookes G., 1997, Tropical residual soils, a geological society engineering group working party revised report, The Geological Society, London

Gehan A. M. Aly, 2015, Mineralogical and geochemical aspects of Miocene

laterite, Sharm Lollia area, South Eastern Desert, Egypt, Arab J Geosci (2015) 8:10399–10418, DOI 10.1007/s12517-015-1943-z, Saudi Society for Geosciences 2015, Springer.

Gens, A. and Alonso E.E. (1992) A framework for the behaviour of unsaturated

expansive clays. Canadian Geotechnical Journal, 29: 1013-1032. McNally G.J., 1998, Soil and rock construction materials, Routledge, London, 276-

282, 330-341. Jaritngam S, O. Somchainuek, and P. Taneerananon, 2014, Feasibility of Laterite-

Cement Mixture as Pavement Base Course Aggregat, International Journal of Science and Technology Transaction of Civil Engineering Vol. 38. No. C1+, pp. 275-284

Page 123: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

108

Kiran.S.P, A.N Ramakrishna, Shrinivas.H.R, 2014, Stabilization of Lateritic Soil by using Sugarcane Straw Ash and Cement, Journal of Civil Engineering Technology and Research Volume 2, Number 1 (2014), pp.615-620.

Liu Yangshen, et. al., 2004, Properties of Bentonite enhanced Loess and Laterite,

Cinese Journal Chemical Engineering, 12-1, pp 37-41. Mallela J., P. E. Quintus and K. L. Smith, 2004, Consideration of lime-stabilized

layers in mechanistic- empirical pavement design Mitchell, J.K., 1993 Fundamentals of Soil Behavior. 2nd Edition, John Wiley &

Sons, Hoboken Mochtar, I.B., 2000, Teknologi Perbaikan Tanah dan Alternatif Perencanaan pada

Tanah Bermasalah, Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan, ITS, Surabaya.

Nascimento V., Simoe A., 1957, "Relation between CBR and Modulus of Strength,

Proceeding 4th International Conference on Soil Mechanic and Foundation Engineering", London 166-168

Naeini S. A., Ziaie Moayed R., Allahyari F, 2014, Subgrade Reaction Modulus

(Ks) of Clayey Soils Based on Field Tests, Journal of Engineering Geology, Vol.8, No.1, Springer

Nima Latifi, Aminaton Marto, Amin Eisazadeh, 2015, Analysis of strength

development in non-traditional liquid additive-stabilized laterite soil from macro and micro structural considerations, Environ Earth Sci (2015) 73:1133–1141, DOI 10.1007/s12665-014-3468-2, Springer-Verlag Berlin Heidelberg 2014

Nugroho, Djarwanti, 2008, Komparasi Koefisien Permeabilitas (k) pada tanah

kohesif, Media Teknik Sipil, Januari 2008. Amu O.O, Oluwole F.B., dan Iyiola A.K., 2011, The Suitability and Lime

Stabilization Requirement of Some Lateritic Soil Samples as Pavemen, Int. J. Pure Appl. Sci. Technol., 2(1), pp. 29-46

Portelinha, D.C. Lima, M.P.F Fontes, Carvalho, 2012, Modification of a Lateritic

Soil with Lime and Cement: An Economical Alternative for Flexible Pavement Layers, Soils and Rocks, São Paulo, 35(1): 51-63, January-April, 2012, pp 51-63.

Pranshoo Solanki and Musharraf Zaman (2012). Microstructural and Mineralogical

Characterization of Clay Stabilized Using Calcium-Based Stabilizers,

Page 124: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

109

Scanning Electron Microscopy, Dr. Viacheslav Kazmiruk (Ed.), ISBN:978-953-51-0092-8, InTech, Available from: http://www.intechopen.com/books/scanningelectronmicroscopy/ microstructural-and-mineralogical-characterization-of-clay stabilized-using-calcium-basedstabilizer

Pusch R., Karlnland O., and Hokmark H. (1990) GMM-a general microstructural

model for qualitative and quantitative studies of smectite clays. SKB Technical Report 90-43, Stockholm, Sweden.

Pusch R., and Yong R. (2003) Water saturation and retention of hydrophilic clay

buffermicrostuctural aspects, Applied Clay Science, Elsevier. 23: 61-68.

Pusch R. (2001) The microstructure of MX-80 clay with respect to its bulk physical properties under different environmental conditions. SKB Technical Report, TR-01-08. The Swedish Nuclear Fuel and Waste Management Company (SKB), Stockholm, Sweden.

Saiyouri, N., Tessier, D., and Hicher, P.Y., 2004. Experimental study of swelling in

unsaturated compacted clays. Clay Minerals, 39(4):469. Schanz T., and Tripathy S. (2005) Soil water characteristic curves of clays from

physico-196 chemical concepts. Proceeding of International Conference on Problematic Soils. (Eds. Bilsel, H and Nalbantoglu, Z). North Cyprus. Vol. 1, pp. 219-228.

Sree Danya, Ajhita A.R, E.Y. Sheela., 2010, Study on Amended Soil Liner Using

Lateritic Soil, Indian Geotechnical Conference – 2010, GEOtrendz December 16–18, 2010 IGS Mumbai Chapter & IIT Bombay, pp 381-284.

Tripathy S., Kessler W., Schanz T. (2006) Determination of interparticle repulsive

pressure in clays. Proceeding of the Fourth International Conference on Unsaturated Soils (Eds. Miller G.A, Zapata C.E., Houston S.L., and Fredlund D.G), Arizona, USA. ASCE Vol. 2, pp 2198-2209.

Tripathy S., Schanz T., and Sridharan A. (2004) Swelling pressures of compacted

bentonites from diffuse double layer theory. Canadian Geotechnical Journal, 41: 437-450

Lambe T.W., and Whitman V.R., 1979, Soil mechanics, SI version, John Wiley

and SonsInc., New York Vesic A. S., 1963, "Bending of beams resting on isotropic solids", Journal of the

engineering Mechanics division, ASCE, 87(EM2) 35-53. Winkler E., 1867, "Die Lehre von Elastizitat und Festigkeit (on elasticity and

fixity)", Dominicus,Prague

Page 125: STUDI KARAKTERISTIK TANAH LATERIT DENGAN STABILISASI …

110

Yinusa A. Jimoh, et.al., 2014, An Evaluation of the Influence of Corn Cob Ash on the Strength Parameters of Lateritic Soils, Civil and Environmental Research ISSN 2224-5790 (Paper) ISSN 2225-0514 (Online) Vol.6, No.5, 2014,

Yong R.N. (1999) Soil suction and soil-water potentials in swelling clays in engineered clay barriers. Engineering Geology, Elsevier. 54: 3-13

Yusuf Hamzah, Saleh Pallu, Lawalenna Samang, M.W. Tjaronge, 2012, Bearing Capacity of the Subgrade Soil Sediment Dredgeing Bili Bili Dam with Cement Stabilization, Proceedings Geotechnical Challenges in Present and Coming Nationwide Construction Activities, 16th Annual Scientific Meeting, HATTI, Jakarta, 4 Desember 2012.

Valeton I., 2010, "Palaeoenvironment of lateritic bauxites with vertical and lateral differentiation". Geological Society, London, Special Publications. Geological Society of London.11: 77–90,

Yves T., (1997). Petrology of Laterites and Tropical Soils. ISBN 90-5410-678-6. Retrieved April 17, 2010.