11
SULFONAMIDA Sulfnamida merupakan suatu golongan senyawa antibakteri yang mengandung gugus sulfnilamid –SO 2 NH. Walaupun dimasa lalu ini banyak digunakan, pada beberapa tahun terakhir ini, penggunaannya telah menurun dengan adanya antibiotik- antibiotik baru, seperti penisilin dan sefalosporin. Semua sulfonamida merupaka asam lemah (pKa sekitar 5-8) akibat efek pemarikan elerktron yang kuat oleh substituen –SO 2 - dan stabilitas anion yang dihasilkan melalui resonansi. Sulfonamida biasanya diberikan dalam bentuk garam natrium untuk meningkatkan kelarutannya dalam air (Cairns, 2004). A. Struktur Sulfonamida 1. Gugus amino primer aromatik sangat penting untuk aktifitas, karena banyak modifikasi pada gugus tersebut ternyata menghilangkan aktivitas antibakteri. Contoh : metabolit N 4 – asetilasi tidak aktif sebagai antibakteri. Oleh karena itu gugus amino harus tidak tersubstitusi (R’=H) atau mengandung substituen yang mudah dihilangkan pada in vivo. 2. Bentuk yang aktif sebagai antibakteri adalah bentuk garam N 1 -terionisasi (N 1 -monosubstitusi), sedang N 1 -disubstitusi tidak aktif sebagai antibakteri.

SULFON JADI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Penjelasan mengenai Sulfonamida dan turunan dari sulfonamida yang berfungsi sebagai antibakteri. terdapar pula struktur kimia dari sulfonamida. reaksi pembentukan sulfonamida dan turunannya.

Citation preview

SULFONAMIDASulfnamida merupakan suatu golongan senyawa antibakteri yang mengandung gugus sulfnilamid SO2NH. Walaupun dimasa lalu ini banyak digunakan, pada beberapa tahun terakhir ini, penggunaannya telah menurun dengan adanya antibiotik-antibiotik baru, seperti penisilin dan sefalosporin. Semua sulfonamida merupaka asam lemah (pKa sekitar 5-8) akibat efek pemarikan elerktron yang kuat oleh substituen SO2- dan stabilitas anion yang dihasilkan melalui resonansi. Sulfonamida biasanya diberikan dalam bentuk garam natrium untuk meningkatkan kelarutannya dalam air (Cairns, 2004). A. Struktur Sulfonamida

1. Gugus amino primer aromatik sangat penting untuk aktifitas, karena banyak modifikasi pada gugus tersebut ternyata menghilangkan aktivitas antibakteri. Contoh : metabolit N4 asetilasi tidak aktif sebagai antibakteri. Oleh karena itu gugus amino harus tidak tersubstitusi (R=H) atau mengandung substituen yang mudah dihilangkan pada in vivo.2. Bentuk yang aktif sebagai antibakteri adalah bentuk garam N1-terionisasi (N1-monosubstitusi), sedang N1-disubstitusi tidak aktif sebagai antibakteri. 3. Penggantian cincin benzen dengan sistem cincin yang lain dan pemasukan substituen lain pada cincin benzen akan menurunkan atau menghilangkan aktivitas. 4. Penggantian gugus SO2NH2 dengan SO2-C6H4-(p)NH2 senyawa tetap aktif sebagai anti bakteri. Pengantian dengan CONH- C6H4-(p)NH2 atau CO- C6H4-(p)NH2 akan menurunkan aktifitas. 5. Dari studi hubungan nilai pKa turunan sulfonamida dengan aktifitas antibekterinya secara invitro, Bell dan Roblin mendapatkan bahwa aktivitas antibakteri yang cukup tinggi ditunjukan oleh turunan sulfonamida yang mempunyai nilai pKa antara 6,0 - 7,4 dan terlihat bahwa aktivitas maksimal dicapai oleh senyawa yang mempunyai nilai pKa mendekati pH fisiologis. pH = pKa + log [HA]/[A-] (Siswandono dan Soekardjo, 2008).B. Derivat Sulfonamida

(Siswandono dan Soekardjo, 2008).

C. Penggolongan Sulfonamid Berdasarkan penggunaan terapetik sulfonamida dibagi menjadi 6 kelompok yaitu sulfonamida untuk infeksi sistemik, untuk infeksi usus, infeksi mata, infesi saluran seni, untuk pengobatan luka bakar dan untuk penggunaan lain. 1. Sulfonamida untuk infeksi sistemik Berdasarkan masa kerjanya sulfonamida sistemik dibagi menjadi 3 kelompok yaitu sulfonamida dengan masa kerja pendek, mas kerja sedang, dan masa kerja yang panjang. a. Sulfonamida dengan masa kerja pendek (waktu paro lebih kecil dari 10 jam), contoh : sulfaitidol, sulamerazin, sulfametazin (sulfadimidin), sulfatiazol, sulfasomidin, sulfisoksazol, Sulfametizol, derivat isokzasol (Sulpafurazol, -Metoksazol), derivate oksazol (Sulpamoksol) dan derivat-pirimidin (sulfadiazine, -merazin, -mezatin dan somidin). b. Sulfonamida dengan masa kerja sedang (waktu paruh 10-24 jam), contoh: sulfadiazine, sulfametoksazol dan sulfafenazol. c. Sulfonamida dengan masa kerja panjang (waktu paruh lebih besar dari 24 jam), contoh : sulfadoksin, sulfalen dan sulfametoksipiridazin. 2. Sulfonamida untuk infeksi usus Obat golongan ini dirancang agar sedikit diabsorbsii dalam saluran cerna, yaitu dengan memasukan gugus yang bersifat hidrofil kuat seperti ptalil, suksinil atau guanil, membentuk turunan sulfonamida yang lebih polar. Dari usus besar, senyawa dihidrolisis oleh bakteri usus, melepaskan secara perlahan-lahan sulfonamida induk aktif. Contoh : ptalilsulfatiazol, suksinil sulfatiazol, sulfaguanidin dan sulfasalazin.3. Sulfonamida untuk infeksi mata. Obat golongan ini digunakan secara setempat untuk pengobatan konjungtivitis, infeksi mata superfisial lain dan trakom. Contoh : sulfasetamid natrium dan sulfisoksazol diolamin.

4. Sulfonamida untuk infeksi saluran seni. Golongan ini digunakan untuk pengobatan infeksi saluran seni karena cepat diabsorbsii dalam saluran cerna sedang eksresi melalui ginjal lambat sehingga kadar obat di ginjal cukup tinggi. Contoh : sulfasetamid, sulfadiazine, sulfaetidol, sulfameter, sulfametazin, sulfametoksazol, sulfasomidin dan sulfisoksazol.5. Sulfonamida untuk pengobatan luka bakar. Golongan ini pada umumnya digunakan pada luka bakar yang terinfeksi oleh Pseudomonas sp. atau Clostridium welchii. Contoh : mafenid asetat dan perak sulfadiazine6. Sulfonamida untuk Penggunaan Lain-Lain. Untuk infeksi membran mukosa dan kulit, contohnya : sulfabenzamid dan sulfasetamid Na. Untuk pengobatan dermatitis herpetiformis, contonya : sulfapiridin. Untuk infeksi telinga, contohnya : sulfasuksinamid. Untuk infeksi mulut, contohnya : sulfatolamid. Untuk infeksi jamur, contohnya : sulfadiazin, sulfadimetoksin dan sulfadimetoksin-piridazin. Untuk pengobatan malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum yang sudah kebal terhadap klorokuin, contohnya : sulfadoksin dan sulfadiazin.

D. Sintesis Sulfonamida Sulfonamida dibuat melalui reaksi dari sulfonil klorida dengan amonia atau amina. Adanya gugus amino dalam molekul asam sulfonat, menjadi suatu masalah khusus dalam hal posisi: jika asam sulfanilat dikonversikan menjadi asam klorida, gugus sulfonil salah satu molekul menyerang gugus amino dari dari rantai amida yang lainnya. Masalah ini diatasi dengan melindungi gugus amino melalui proses asetilasi untuk persiapan pembuatan sufonil klorida. Sulfanilamid dan komponen yang terkait umumnya disiapkan, melalu cara-cara berikut:

Pemindahan secara selektif gugus asetil pada langkah akhir adalah tahap yang konsisten, dimana menurut observasi umum, amida dalam asam karboksilat lebih mudah dihidrolisis daripada amida pada asam sulfonat.

(Morrison dan Robert 2002).Sulfanilamid, dapat disentesis dengan beberapa cara berikut: Metode 1: Benzen dinitrasi sehingga menghasilkan nitrobenzene, kemudian direduksi sehingga menghasilkan anilin. Asam P-Amino benzen sulfonat diperoleh dengan mereaksikan aniline dengan asam sulfat yang diklorinasi dengan pentaklorid fosfor sehingga dihasilkan P-Aminobenzen sulfonil klorida. Kemudian diaminasi dengan ammonia dan diperoleh sulfanilamide.

Metode 2 : Gugus fungsi amino dari asam sulfanilat pertama-tama diasetilasi sehingga dihasilkan asam P-Asetamido-Benzen-Sulfonat. Selanjutnya diklorinasi dengan asam klorosulfonat dan dihasilkan para-asetamido-benzen-sulfonil klorida. Selanjutnya diaminasi menggunakan ammonia sehingga dihasilkan analog sulfonamide. Analog ini selanjutnya dihidrolisis sehingga dihasilkan sulfanilamide.

Metode 3 : Acetanilida direaksikan dengan asam klorosulfonat sehingga dihasilkan p-asetamido-benzen-sulfonil-klorida. Kemudian diaminasi dan dihidrolisis sehingga dihasilkan sulfanilamid. Sulfanilamid jarang digunakan karena memiliki toksisitas yang tinggi, akan tetapi masih digunakan sebagai obat veterinary.

(Morrison dan Robert 2002).E. Aktivitas AntibakteriAktivitas antibakteri dan toksisitas dari sulfanilamid berdasarkan fakta: enzim pada bakteri (dan pada pasien) dibuat bingung oleh sulfanilamid, yang mana bakteri membutuhkan p-amino-benzoic acid (PABA) sebagai suatu metabolit esensial. Maka seperti yang kita ketahui, sebagai metabolit antagonis, sulfanilamid berkompetisi dengan p-amino-benzoic acid (PABA) untuk bereaksi pada enzim bakteri, sehingga metabolit esensial akan sangat berkurang, dan bakteri akan gagal untuk bereproduksi dan mati.

(Morrison dan Robert 2002).Sulfonamida merupakan salah satu kemoterapeutika yang pertama kali digunakan secara sistemik. Penggunaannya secara meluas. Derivat golongan ini dapat pula dimanfaatkan untuk pengobatan diabetes, lepra, dan lain-lain. Golongan sulfonamida mempunyai spektrum antimikroba yang cukup luas, meliputi kokus gram positif dan gram negatif, serta basilus Gram negatif. Pada umumnya, sulfonamida bersifat bakteriostatik dan dalam dosis besar dapat bersifat bakterisid. Mikroorganisme yang sensitif terhadap sulfonamida adalah Streptococcus pyogenes grup A,pneumokokus, Bacillus anthracis, H. Influenza, Vibrio cholerae dan lain-lain (Rahardjo, 2004).a. Efek sinergistik SulofnamidaEfek kerja sulfonamida dapat diperkuat oleh AM bakteriostatik lainnya, yang seperti golongan tetrasiklin dan golongan kloramfenikol (Rahardjo, 2004).b. Efek antagonis. Kerja sulfonamida akan terhambat bila diberikan bersama: Golongan basa purin Anastesi lokal Makanan yang mengandung PABA (misalnya Telur) (Rahardjo, 2004).

c. ResistensiPenggunaan sulfonamida sering menimbulkan resitensi kuman. Resistensi ini dapat timbul karena: 1. Perubahan sistem enzimatik kuman sendiri 2. Perubahan metabolic pathway 3. Peningkatan produksi antagonis 4. Kemmapuan sintesis PABA oleh bakteri yang banyak jumlahnya persisten (Rahardjo, 2004).

d. Efektivitas sulfonamidaIni bergantung pada:1. Kadar total obat dalam tubuh, ikatan dengan protein plasma dan yang terkonjugasi 2. Potensi sulfonamida sendiri 3. Keadaan daya tahan tubuh penderita dan daya tahan tubuh yang lemah dapat mengurangi efektivitas sulfonamida yang diberikan4. Adanya faktor yang menghambat kerja obat (Rahardjo, 2004).

e. efek samping: 1. Reaksi hipersentivitas2. Reaksi lain berupa asidosis hipoglikemia kelainan hematologis berupa trombositopenia.3. Reaksi toksik (Rahardjo, 2004).

DAFTAR PUSTAKACairns, Donald. (2004). Intisari Kimia Farmasi. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Morrison R.T. dan Robert N. B. (2002). Organic Chemistry. Edisi Keenam. New Delhi: Pretince-Hall Inc.Rahardjo R. (2004). Kumpulan Kuliah Farmakologi. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Siswandono dan Soekardjo B. (2008). Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press.