42
Seiring dengan pertambahan penduduk dan berbagai aktivitas perekonomian, sumberdaya air menjadi bernilai penting karena ketersediaannya berfluktuasi. Pada musim hujan terjadi banjir sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan. Kompetisi dalam pemanfaatan sumberdaya air terutama pada musim kemarau perlu dikendalikan agar tidak menjadi potensi konflik diantara para stakeholder. Demikian juga dengan perlunya pengelolaan daerah aliran sungai dalam hal pengendalian banjir dan sumber pencemaran ke lingkungan laut. Untuk itu pemerintah Indonesia telah melahirkan Undang-Undang no 7 tahun 2004 tentang sumberdaya air yang diundangkan pada tangal 18 Maret 2004. Menurut undang-undang ini, sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya. Selanjutnya pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. 6.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Pengelolaan wilayah pesisir mencakup tidak saja mencakup wilayah laut dan daratan sekitar pantai, tetapi juga harus memperhatikan daerah aliran sungai sebagai masukan materi baik berupa aliran air tawar, sedimen, dan berbagai limbah dari berbagai akitivitas di sekitar DAS yang akhirnya masuk ke lingkungan laut. Sungai sangat penting dalam pengelolaan wilayah pesisir, karena fungsi-fungsinya untuk transportasi, sumber air bagi masyarakat, perikanan, pemeliharaan hidrologi, rawa dan lahan basah. Sebagai alat angkut, sungai membawa sedimen (lumpur, pasir), sampah, limbah dan zat hara, melalui berbagai macam kawasan lalu akhirnya ke laut. Apabila sedimen yang terbawa aliran cukup banyak di pesisir akan tercipta dataran berlumpur, pantai berpasir, dan bentuk pantai lainnya. Seandainya debit sungai berkurang dan beban penggunaannya makin banyak, maka daya dukung sungai makin menurun sampai titik resiko yang S 6 UMBERDAYA AIR DAN DAERAH ALIRAN SUNGAI merugikan untuk kegiatan produksi atau bahkan membahayakan kesehatan masyarakat dan lingkungan. Untuk itu penyatuan pengelolan pesisir dan DAS dikenal dengan istilah Integrated River Basin Coastal and Ocean Management (IRCOM). Wilayah Provinsi Jawa Barat bagian utara mempunyai banyak aliran sungai. Beberapa sungai besar yang bermuara di pantai utara Jawa Barat adalah : Sungai Citarum, Sungai Cimanuk dan Sungai Cisanggarung. Sungai-sungai utama antara lain Sungai Bekasi/Kali Bekasi di Kabupaten Bekasi; Sungai Cilamaya di Kabupaten Karawang; Sungai Ciasem, Sungai Cipunagara di Kabupaten Subang; Sungai Cilalanang, Sungai Cimanuk di Kabupaten Indramayu; Sungai Ciwaringin, Sungai Cisanggarung, Kali Bondet dan Bangkaderes di Kabupaten Cirebon. Menurut pembagian satuan wilayah sungai oleh Direktorat Sumberdaya Air Departemen Pekerjaan Umum tahun 2006, sungai sungai tersebut di atas termasuk dalam 3 Satuan Wilayah Sungai (SWS), yaitu (1) Ciliwung- Cisadane; (2) Citarum; (3) Cimanuk-Cisanggarung. 6.2 Satuan Wilayah Sungai (SWS) Satuan Wilayah Sungai (SWS) adalah suatu batas manajemen administrasi yang terdiri dari satu atau beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS). Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang sumberdaya air, wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km 2 . Wilayah Pantai Jawa Barat bagian utara mencakup 3 SWS, yaitu: 1) SWS Citarum yang mempunyai 4 sungai utama yaitu Sungai Citarum, S. Cipunegara, S. Cilamaya, S. Ciasem; 2) SWS Cimanuk-Cisanggarung yang mempunyai 5 sungai utama, yaitu: S Cimanuk, S. Cisanggarung, S. Citempel, S. Ciluncat, S. Bondet; dan 3) SWS Ciliwung Cisadane, dalam hal ini yang bermuara di Kabupaten Bekasi yaitu S. Bekasi. 6.2.1 SWS Citarum SWS Citarum di wilayah pantai Jawa Barat bagian utara merupakan bagian dari SWS Citarum Hilir yang mempunyai luas 6.154 km 2 (sekitar 30 % dari luas SWS Citarum). SWS ini melingkupi kabupaten-kabupaten yang merupakan wilayah pantai Jawa Barat bagian utara terdiri dari Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 6-1

Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Seiring dengan pertambahan penduduk dan berbagai aktivitas perekonomian, sumberdaya air

menjadi bernilai penting karena ketersediaannya berfluktuasi. Pada musim hujan terjadi banjir

sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan. Kompetisi dalam pemanfaatan sumberdaya

air terutama pada musim kemarau perlu dikendalikan agar tidak menjadi potensi konflik diantara

para stakeholder. Demikian juga dengan perlunya pengelolaan daerah aliran sungai dalam hal

pengendalian banjir dan sumber pencemaran ke lingkungan laut. Untuk itu pemerintah Indonesia

telah melahirkan Undang-Undang no 7 tahun 2004 tentang sumberdaya air yang diundangkan

pada tangal 18 Maret 2004. Menurut undang-undang ini, sumber daya air adalah air, sumber air,

dan daya air yang terkandung di dalamnya. Selanjutnya pengelolaan sumber daya air adalah

upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi

sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.

6.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai

dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang

berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan

pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh

aktivitas daratan.

Pengelolaan wilayah pesisir mencakup tidak saja mencakup wilayah laut dan daratan sekitar pantai,

tetapi juga harus memperhatikan daerah aliran sungai sebagai masukan materi baik berupa aliran

air tawar, sedimen, dan berbagai limbah dari berbagai akitivitas di sekitar DAS yang akhirnya

masuk ke lingkungan laut. Sungai sangat penting dalam pengelolaan wilayah pesisir, karena

fungsi-fungsinya untuk transportasi, sumber air bagi masyarakat, perikanan, pemeliharaan

hidrologi, rawa dan lahan basah. Sebagai alat angkut, sungai membawa sedimen (lumpur, pasir),

sampah, limbah dan zat hara, melalui berbagai macam kawasan lalu akhirnya ke laut. Apabila

sedimen yang terbawa aliran cukup banyak di pesisir akan tercipta dataran berlumpur, pantai

berpasir, dan bentuk pantai lainnya. Seandainya debit sungai berkurang dan beban

penggunaannya makin banyak, maka daya dukung sungai makin menurun sampai titik resiko yang

S6 UMBERDAYA AIR DAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

merugikan untuk kegiatan produksi atau bahkan membahayakan kesehatan masyarakat dan

lingkungan. Untuk itu penyatuan pengelolan pesisir dan DAS dikenal dengan istilah Integrated

River Basin Coastal and Ocean Management (IRCOM).

Wilayah Provinsi Jawa Barat bagian utara mempunyai banyak aliran sungai. Beberapa sungai besar

yang bermuara di pantai utara Jawa Barat adalah : Sungai Citarum, Sungai Cimanuk dan Sungai

Cisanggarung. Sungai-sungai utama antara lain Sungai Bekasi/Kali Bekasi di Kabupaten Bekasi;

Sungai Cilamaya di Kabupaten Karawang; Sungai Ciasem, Sungai Cipunagara di Kabupaten

Subang; Sungai Cilalanang, Sungai Cimanuk di Kabupaten Indramayu; Sungai Ciwaringin, Sungai

Cisanggarung, Kali Bondet dan Bangkaderes di Kabupaten Cirebon. Menurut pembagian satuan

wilayah sungai oleh Direktorat Sumberdaya Air Departemen Pekerjaan Umum tahun 2006, sungai

sungai tersebut di atas termasuk dalam 3 Satuan Wilayah Sungai (SWS), yaitu (1) Ciliwung-

Cisadane; (2) Citarum; (3) Cimanuk-Cisanggarung.

6.2 Satuan Wilayah Sungai (SWS)

Satuan Wilayah Sungai (SWS) adalah suatu batas manajemen administrasi yang terdiri dari satu

atau beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS). Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004

tentang sumberdaya air, wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air

dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari

atau sama dengan 2.000 km2. Wilayah Pantai Jawa Barat bagian utara mencakup 3 SWS, yaitu:

1) SWS Citarum yang mempunyai 4 sungai utama yaitu Sungai Citarum, S. Cipunegara, S.

Cilamaya, S. Ciasem; 2) SWS Cimanuk-Cisanggarung yang mempunyai 5 sungai utama, yaitu: S

Cimanuk, S. Cisanggarung, S. Citempel, S. Ciluncat, S. Bondet; dan 3) SWS Ciliwung Cisadane,

dalam hal ini yang bermuara di Kabupaten Bekasi yaitu S. Bekasi.

6.2.1 SWS Citarum

SWS Citarum di wilayah pantai Jawa Barat bagian utara merupakan bagian dari SWS Citarum Hilir

yang mempunyai luas 6.154 km2 (sekitar 30 % dari luas SWS Citarum). SWS ini melingkupi

kabupaten-kabupaten yang merupakan wilayah pantai Jawa Barat bagian utara terdiri dari

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 6-1

Page 2: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Kabupaten Karawang (1.985 km2), Indramayu (648 km2), dan Subang (2.068 km2), dan wilayah

yang bukan termasuk dalam kawasan pantai Jawa Barat bagian utara, yaitu Jakarta, Bogor,

Purwakarta, Cianjur dan Bandung.

Curah hujan tahunan di SWS Citarum rata-rata sebesar 2.358 mm, sedangkan aliran rata rata di

bagian hilir mencapai 13,0 milyar meter kubik per tahun. Dengan debit aliran sebesar ini SWS

Citarum dapat dimanfaatkan untuk keperluan tenaga listrik, pertanian, industri dan sebagainya

melalui 3 bendungan besar yang dibangun di sepanjang aliran sungai Citarum (Bendungan

Saguling, Cirata dan Jatiluhur).

Menurut data Direktorat Sumberdaya Air Departemen Pekerjaan Umum

(http://sda.pu.go.id/SDA/sdainfo_sungai.asp), terdapat 10 sungai utama yang termasuk di SWS

Citarum, yaitu Sungai Citarum, Cilesung, Cijalu, Jati, Cilamaya, Blanakan, Ciasem, Bantargede, dan

Cipunegara. Informasi karakterisitik dan luas DAS Citarum selengkapnya tentang disajikan pada

Tabel 6.1 dan 6.2 berikut:

Tabel 6.1.

Karakteristik Sungai pada Satuan Wilayah Sungai (SWS) Citarum

Nama Sungai

Luas DPS

(Km²)

Panjang (Km)

Lebar (m)

Anak Sungai

Kelere-ngan

Debit Banjir

(m³/detik)Citarum 6,080.80 268.60 75.00

2,235

0.00680 1,131.00

Cilesung 115.70 36.50 15.00 10 0.00060 422.00

Cijalu 454.44

43.00 25.00 57 0.00220 459.00

Jati 330.08

76.10 10.00 71 0.00660 610.00

Cilamaya 329.80 81.60 25.00 96 0.01840 632.00

Blanakan 64.62 15.50 10.00 6 0.00130 275.00 Ciasem 584.80 89.80 40.00 167 0.01000 663.00

Bantargede 72.62 12.00 10.00 2 0.00070 242.00 Cipunegara 1,277.78 148.70 50.00 504 0.01040 498.00

Sumber: http://sda.pu.go.id/SDA/sdainfo_sungai.asp

Tabel 6.2. Luas DAS Citarum

No DAS/ Sub DAS

CITARUM Kabupaten Luas (Ha)

1. Citarum Bandung, Cianjur,Purwakarta, Karawang

811.944,00

2. Cipunagara Subang, Purwakarta 129.850,503. Ciasem Subang 101.162,504. Cibuni Sukabumi, Cianjur 140.608,255. Cilamaya Subang, Karawang 78.024,256. Cisadea Cianjur 51.704,007. Cisokan Cianjur 24.032,008. Ciujung Cianjur 17.500,259. Cipandak Cianjur 18.485,5010. Cidamar Cianjur 30.201,7511. Cilaki Cianjur 44.766,75 Jumlah 1.448.654,50

Sumber http://www.bpdas-citarum-Ciliwung.net

Vegetasi yang ada sebagian besar merupakan hutan dengan luas 2.445 km2, sawah beririgasi

dengan luas 2.801 km2, sawah tadah hujan dengan luas 386 km2. Untuk daerah lahan kering (up

land field) terdapat kebun/lahan (garden/dryfield) kering seluas 1.002 km2, shifting cultivation

seluas 809 km2, grass land seluas 185 km2, dan situ-situ seluas 320 km2. Sisa lahan selebihnya non

vegetasi berupa lahan permukiman, perkotaan dan industri.

6.2.2 SWS Cimanuk-Cisanggarung

SWS Cimanuk–Cisanggarung mencakup wilayah administratif Kabupaten Garut, Sumedang,

Majalengka, Indramayu, Cirebon. Sungai-sungai utama yang termasuk SWS ini adalah Sungai

Cimanuk, Sungai Cisanggarung, Sungai Ciluncat, Sungai Citempel, dan Kali Bondet. Informasi

karakterisitik selangkapnya tentang sungai-sungai ini disajikan pada Tabel 6.3 berikut:

Tabel 6.3.

Karakterisitik Sungao-sungai di SWS Cimanuk-Cisanggarung

Nama Sungai

Luas DPS

(Km²)

Panjang (Km)

Lebar (m)

Anak Sungai

Kelere-ngan

Debit Banjir (m³/

detik) CILUNCAT 179.62 41.40 15.00 5 0.00170 450.00CITEMPEL 1,150.20 79.10 20.00 67 0.00530 618.00CIMANUK 3,557.10 258.40 60.00 774 0.00590 1,125.00 CISANGGA-RUNG

834.30 103.60 80.00 244 0.00770 712.00

BONDET 9.80 10.50 10.00 0 0.00140 226.00Sumber: http://sda.pu.go.id/SDA/sdainfo_sungai.asp

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 6-2

Page 3: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Sedimentasi di lokasi SWS ini cukup tinggi. Data dari Balitbang PU menyebutkan bahwa Lebih

kurang sebanyak 25 ton atau 4,2 juta m3 angkutan sedimen per tahun terbawa bersama aliran

permukaan. Selanjutnya sedimen ini mengendap membentuk delta di muara Sungai Cimanuk di

Kabupaten Indramayu.

SWS Cimanuk mempunyai luas 4.325 km2. Wilayah kabupaten yang termasuk dalam SWS Cimanuk

meliputi Kabupaten Bandung seluas 135 km2, Kabupaten Garut 893 km2, Kabupaten Majalengka

seluas 909 km2, Kabupaten Sumedang seluas 1.092 km2, Kabupaten Indramayu seluas 1.238 km2

serta Kabupaten Subang seluas 58 km2. Curah hujan tahunan yang terjadi di DAS Cimanuk rata-

rata sebesar 2.070 mm. Potensi aliran rata rata mencapai kapasitas sebesar 4,0 milyar meter

kubik per tahun.

Gambar 6.1. Hilir Sungai Cimanuk di Indramayu

Vegetasi yang ada sebagian besar merupakan hutan dengan luas 1.512 km2, sawah beririgasi

dengan luas 1.225 km2, sawah tadah hujan dengan luas 305 km2. Untuk daerah lahan kering (up

land field) terdapat kebun/lahan kering (garden/dryfield) seluas 303 km2, shifting caltivation seluas

696 km2, grassland dan fallow land seluas 174 km2 dan situ-situ seluas 44 km2. Sisa lahan

selebihnya berupa lahan terbuka untuk pemukiman diperkotaan dan industri.

SWS Cisanggarung termasuk dalam wilayah Propinsi Jawa Barat dan mempunyai luas 2.560 km2.

Kabupaten yang termasuk dalam SWS Cisanggarung di wilayah pantai Jawa Barat bagian utara

yaitu Indramayu (221 km2), Cirebon (1105 km2), Kota Cirebon (33 km2) dan yang bukan

merupakan pantai Jawa Barat bagian utara yaitu Kuningan (754 km2), Majalengka (73 km2) dan

Brebes (374 km2).

Curah hujan tahunan yang terjadi di SWS Cisanggarung rata-rata sebesar 2.032 mm. Potensi

aliran rata rata mencapai kapasitas sebesar 2,0 milyar meter kubik per tahun.

Vegetasi yang ada sebagian besar merupakan hutan dengan luas 680 km2, sawah beririgasi dengan

luas 904 km2, sawah tadah hujan dengan luas 212 km2. Untuk daerah bagian atas (up land field)

terdapat kebun/lahan kering (garden/dryfield) seluas 308 km2, shifting cultivation seluas 262 km2,

grass land dan fallow land seluas 124 km2, dan situ-situ seluas 65 km2. Sisanya merupakan lahan

terbuka untuk pemukiman diperkotaan dan industri.

6.2.3 SWS Ciliwung Cisadane

Dari sejumlah DAS yang termasuk SWS Ciliwung Cisadane hanya DAS Kali Bekasi yang bermuara di

wilayah Provinsi Jawa Barat. Luas DAS Kali Bekasi di wilayah administrasi Kabupaten Bogor, Bekasi,

DKI luas 178.006,00. DAS Kali Bekasi berhulu di perbukitan sebelah timur Bogor dan memiliki

anak sungai antara lain Kali Cikeas, Kali Cileungsi, Kali Bekasi, Kali Baru, Saluran Jatiluhur, Kali

Bulevar Raya, Kali Pekayon, Saluran Bumi Satria Kencana, Saluran Rawa Tembaga, Saluran

Rawalumbu dan Kali Sasak Jarang. DAS Kali Bekasi ini berpengaruh terhadap bahaya banjir di

Bekasi dan Jakarta bagian timur. Kali Bekasi memiliki Luas DPS 1,354.78 Km2, Panjang 97.50 Km,

Lebar 60.00 m, jumlah anak sungai 127 buah dengan debit banjir 691 m3/detik

(http://sda.pu.go.id/SDA/sdainfo_sungai.asp).

Secara spasial, Satuan Wilayah Sungai di pesisir utara Jawa Barat dapat dilihat pada Peta 5.

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 6-3

Page 4: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

6.3 Lahan Kritis dan Tingkat Erosi

Stabilitas lahan di DAS sangat berpengaruh pada potensi sumberdaya air baik kuantitas maupun

kualitasnya. Stabilitas lahan ini dinyatakan dalam kepekaan tanah terhadap erosi. Keadaan

Kepekaan tanah terhadap erosi di daerah pantai Jawa Barat bagian utara bervariasi dari sangat

rendah sampai agak tinggi. Pada kepekaan tanah yang agak tinggi menunjukkan tanah ini sangat

mudah hancur terhadap daya penghancur dari luar menjadi partikel-partikel lebih halus, kemudian

partikel ini di angkut oleh air permukaan sehingga terjadi erosi. Kecepatan terjadinya erosi ini akan

dipercepat dengan kemiringan lereng yang terjal. Makin terjal lereng makin besar erosi yang

terjadi pada tanah yang sangat peka. Beberapa lahan yang mempunyai kepekaan tanah yang

tinggi sangat mudah menjadi lahan kritis apabila tidak dikelola dengan benar.

Pada tanah-tanah yang mempunyai kepekaan erosi yang sedang sampai agak tinggi dengan lereng

kurang dari 8 % masih baik untuk budidaya tanaman semusim, sedangkan pada lereng berkisar 8

% sampai 15 % merupakan marginal untuk budidaya tanaman pangan (semusim) dan pada lereng

lebih dari 15 % sebaiknya untuk budidaya tanaman tahunan (tanaman keras). Pada tanah yang

mempunyai kepekaan erosi yang sedang sampai agak tinggi dengan lereng 30–45 %, kemungkinan

masih dapat dimanfaatkan untuk budidaya tanaman perkebunan/tahunan dengan tindakan

konservasi tanah sangat mutlak diperlukan, antara lain tanah selalu tertutup tanaman penutup

(cover crops) dan pembuatan terasering.

6.4 Sumberdaya Air Permukaan

Air permukaan adalah air sungai, air rawa dan juga danau/waduk. Sungai utama yang ada di

pantai utara Jawa Barat adalah Sungai Citarum, Sungai Cimanuk dan Sungai Cisanggarung yang

dimanfaatkan untuk pertanian dan untuk keperluan sehari-hari penduduk yang tinggal di sepanjang

alur sungai. Daerah rawa yang ada di pantai Jawa Barat bagian utara mulai dari Kabupaten Bekasi

sampai Cirebon masing-masing adalah Kabupaten Bekasi daerah rawa ada di Muara Gembong,

Kabupaten Karawang ada di daerah Pakisjaya, Karangjati (hilir sungai Cijalu), Kabupaten Subang

ada di hilir Sungai Ciasem dan hilir Sungai Cipunegara.

Curah hujan merupakan sumber air untuk permukaan. Rata-rata curah hujan tahunan di daerah

Jawa Barat bagian utara berkisar antara 1.792 mm sampai dengan 4.728 mm. Rata-rata curah

hujan bulanan terendah umumnya terjadi pada bulan September, kecuali Subang dan Purwakarta

pada bulan Agustus; sedangkan rata-rata curah hujan bulanan tertinggi umumnya terjadi pada

bulan Januari, kecuali Sumedang, Majalengka, Kuningan dan Ciater yang masing-masing terjadi

pada bulan Desember, Pebruari, Maret dan April. Fluktuasi debit sungai tergantung dari curah

hujan, tetapi sungai-sungai ini pada umumnya telah dimanfaatkan untuk perairan. Ini terlihat

dengan adanya bendungan (dam) pada sungai-sungai tersebut. Bahan-bahan yang diangkut

melalui sungai-sungai tersebut mencerminkan kualitas sifat-sifat kimia dari bahan yang terdapat di

daerah atasnya.

Gambar 6.2. Muara Bondet Kabupaten Cirebon

Penilaian kualitas air dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat kimia air sungai untuk pertumbuhan

tanaman, yang ditentukan oleh nilai salinitas dan sodisitas atau kandungan kation dan anion yang

bersifat meracuni tanaman. Salinitas merupakan penilaian terhadap kandungan garam secara

kuantitatif yang ditentukan dengan mengukur Daya Hantar Listrik (DHL) yang dinyatakan dalam

mmhos/cm pada suhu 25 oC, sedangkan sodisitas adalah penilaian terhadap ion natrium

berkelebihan yang mungkin menggangu kehidupan tanaman dan sifat-sifat fisik tanah. Penilaian

bahaya natrium dalam air menggunakan perbandingan adsorpsi natrium (SAR).

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 6-4

Page 5: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Tabel 6.4. Nilai Kualitas Air pada beberapa sungai/saluran irigasi di Pantai Jawa Barat Bagian Utara

Sampel DHL PH SAR Sal/Sod Nilai

Sungai Cimanuk 0,16 7,0 1,22 C1, S1 BaikSungai Cikeruh 0,19 7,1 0,47 C1, S1 BaikSungai Cipunagara 0,39 7,5 2,05 C2, S1 SedangSungai Eretan 21,20 7,0 32,25 C4, S4 JelekSungai Cigodek 0,16 7,1 0,63 C1, S1 BaikSungai Cilamaya 0,20 7,2 0,45 C1, S1 BaikSungai Leuwimunding 0,09 7,1 0,40 C1, S1 BaikSungai Ciwaringin 0,16 7,1 0,42 C1, S1 BaikSungai Citarum 0,18 7,5 0,54 C1, S1 Baik

Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Jawa Barat, 2004 Keterangan: C1 : Kelas salinitas sangat baik C2 : Kelas salinitas cukup baik C4 : Kelas salinitas sangat jelek S1 : Kelas sodisitas sangat baik

Air sungai cukup baik untuk pertumbuhan tanaman jika masih mempunyai kisaran DHL antara

0,07-1,1 mmhos/cm pada suhu 25 °C, nilai SAR kurang dari 10 dan kemasaman kurang lebih pada

pH 7,0. Kualitas air untuk parameter tertentu berdasarkan hasil analisis kualitas air pada beberapa

sungai dapat dilihat bahwa:

1. Sungai Citarum

Di lima lokasi pemantauan sepanjang Sungai Citarum, yaitu Bendung Wangisagara, Outlet

Waduk Jatiluhur, Outlet Bendung Curug dan Jembatan Tanjungpura, tidak memenuhi

persyaratan untuk parameter Mn, Zn, Fenol dan DO.

2. Sungai Cileungsi/Kali Bekasi

Di tiga lokasi pemantauan sepanjang Sungai Cileungsi/Kali Bekasi, yaitu Cileungsi, Intake PAM

Bekasi dan Babelan tidak memenuhi persyaratan untuk parameter Mn dan Zn.

3. Sungai Cimanuk

Di empat lokasi pemantauan sepanjang Sungai Cimanuk, yaitu Bendung Cimanuk, Jembatan

Sasak Beusi Cibatu, Bendung Rentang dan Intake PAM Jatibarang tidak memenuhi persyaratan

untuk parameter Mn, Zn, Fenol dan NO2-N.

Gambaran kualitas air secara umum memberikan kecenderungan menjadi lebih jelek sehingga

perlu mendapatkan perhatian pengelolaannya. Secara spasial, sumberdaya air permukaan di

pesisir utara Jawa Barat dapat dilihat pada Peta 6.

6.5 Sumberdaya Air Tanah

6.5.1 Air Tanah Bebas

Air tanah bebas atau disebut juga air tanah dangkal dijumpai sebagai air sumur gali. Air tanah ini

banyak dimanfaatkan oleh penduduk untuk berbagai keperluan dengan kedalaman sumur

umumnya antara 1 – 25 meter, semakin ke arah selatan semakin dalam dapat mencapai 40 meter.

Di daerah Bekasi hingga Karawang akuifer tak tertekan terdapat pada kedalaman 0,5 sampai 40

meter. Air tanah bebas masih merupakan sumber utama air bersih bagi sebagian besar penduduk

dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pemanfaatannya dilakukan dengan cara pembuatan

sumur gali dan sumur pantek pada kedalaman kurang dari 20 meter di bawah permukaan,

umumnya terdapat pada lapisan pasir, pasir kerikilan, tufa pasiran dan pasir lanauan. Air tanah

bebas di dataran aluvial terdapat dalam lapisan pasir, pasir lempungan, pasir kerikilan dan pasir

lempungan. Untuk daerah Cirebon dan sekitarnya biasanya di buat sumur kurang dari 25 m.

6.5.2 Kualitas Air Tanah Bebas

Mutu air tanah bebas bervariasi dari baik hingga jelek, asin rasa airnya hingga tawar, berwarna

keruh hingga jernih. Kesadahannya berkisar antara 8,5 – 16,7, pH sekitar 6,7 – 11,2, sisa kering

353 – 580, sisa pijar 252 – 420, kadar kandungan ion klorida berkisar 25,5 – 6.685 mg/l, SO4

antara 40,5 – 246,9 mg/l.

Khususnya untuk keperluan rumah tangga sehari-hari, kandungan air tanah bebas di dataran

aluvial terkecuali daerah-daerah sekitar pantai, pemanfaatannya masih dapat dikembangkan.

Sedangkan untuk daerah-daerah yang terletak sekitar 1 – 3 km dari garis pantai, penggunaan air

tanah bebasnya sangat terbatas sekali disebabkan asin hingga payau rasa airnya. Air tanah bebas

di daerah perbukitan, pemanfaatannya masih sangat terbatas dan jarang sekali, disebabkan

kesukaran dalam penggaliannya dan sangat terbatas kandungan airnya.

6.5.3 Air Tanah Tertekan

Berdasarkan peta sebaran air asin, air bawah tanah hasil pemantauan Dinas Pertambangan dan

Energi Propinsi Jawa Barat tahun 2004, di wilayah pantai utara Jawa Barat terdapat 4 cekungan air

bawah tanah tidak tertekan yaitu: (1) Cekungan Bekasi-Karawang; (2) Cekungan Pamanukan; (3)

Cekungan Indramayu dan; (4) Cekungan Cirebon (lihat Peta).

Berdasarkan nilai daya hantar listrik, karakteristik air bawah tanah di wilayah pesisir utara Jawa

Barat adalah sebagai berikut:

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 6-5

Page 6: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

• Di Bekasi dan karawang batas air bawah tanah payau/tawar terdapat sejauh 25 km dari pantai

dan batas air asin sejauh 12 km dari pantai

• Di Ciasem Kabupaten Subang, batas air bawah tanah payau/tawar terdapat sejauh 10 km dari

pantai dan batas air asin sejauh 9 km dari pantai. Di Binong batas air bawah tanah

payau/tawar terdapat sejauh 22 km dari pantai dan batas air asin sejauh 18 km dari pantai. Di

Patrol batas air bawah tanah payau/tawar terdapat sejauh 5 km dari pantai dan batas air asin

sejauh 3 km dari pantai

• Di Kandanghaur batas air bawah tanah payau/tawar terdapat sejauh 17 km dari pantai dan

batas air asin sejauh 7 km dari pantai. Di Lohbener batas air bawah tanah payau/tawar

terdapat sejauh 18 km dari pantai dan batas air asin sejauh 17 km dari pantai

• Di Jatibarang batas air bawah tanah payau/tawar terdapat sejauh 19 km dari pantai dan batas

air asin sejauh 8 km dari pantai. Di Kota Cirebon air bawah tanah bersifat tawar. Di Losari air

bawah tanah payau/tawar terdapat sejauh 14 km dari pantai dan batas air asin sejauh 11 km

dari pantai.

Sedangkan berdasarkan kandungan Klorida, karakteristik air bawah tanah wilayah pesisir utara

Jawa Barat adalah sebagai berikut:

• Di Bekasi batas air bawah tanah payau/tawar terdapat sejauh 12 km dari pantai dan batas air

asin sejauh 7 km dari pantai. Di Karawang Di Bekasi dan Karawang batas air bawah tanah

payau/tawar terdapat sejauh 21 km dari pantai dan batas air asin sejauh 19 km dari pantai

• Di Ciasem Kabupaten Subang, batas air bawah tanah payau/tawar terdapat sejauh 23 km dari

pantai dan batas air asin sejauh 15 km dari pantai. Di Binong batas air bawah tanah

payau/tawar terdapat sejauh 35 km hingga selatan Pagaden, dan batas air asin sejauh 26 km

dari pantai di selatang Binong. Di Patrol batas air bawah tanah payau/tawar terdapat sejauh 1

km dari pantai dan batas air asin sejauh 0,5 km dari pantai.

• Di Kandanghaur batas air bawah tanah payau/tawar terdapat sejauh 8 km dari pantai dan

batas air asin sejauh 6 km dari pantai. Di Loh Bener batas air bawah tanah payau/tawar

terdapat sejauh 17 km dari pantai dan batas air asin sejauh 13 km dari pantai.

• Di Krangkeng batas air bawah tanah payau/tawar terdapat sejauh 11 km dari pantai dan batas

air asin sejauh 9 km dari pantai di timur Indramayu. Di Gebang mekar- Losari batas air bawah

tanah payau/tawar terdapat sejauh 3 m dari pantai dan batas air asin sejauh 2 km dari pantai.

Selanjutnya berdasarkan pengukuran Geolistrik, karakteristik air bawah tanah wilayah pesisir utara

Jawa Barat adalah sebagai berikut:

• Sebaran vertikal air asin di cekungan Bekasi – Karawang kedalaman akuifer 10 – 40 m air asin

sampai sejauh 11 – 17 km dari pantai, pada akuifer lebih dalam dari 100 m asin semua hingga

26 – 29 km dari pantai.

• Sebaran vertikal air asin di cekungan Pamanukan kedalamn akuifer 14 - 46 m air asin sampai

sejauh 19,5 km dari pantai, pada akuifer lebih dalam dari 80 m asin semua hingga 37 km dari

pantai.

• Sebaran vertikal air asin di cekungan Indramayu kedalaman akuifer 8 - 31 m air asin sampai

sejauh 11,5 km dari pantai, pada akuifer lebih dalam dari 90 m asin semua hingga 17,5 km

dari pantai.

• Sebaran vertikal air asin di cekungan Cirebon bagian utara kedalaman akuifer 5 - 35 m air asin

sampai sejauh 13,7 km dari pantai, pada akuifer lebih dalam dari 70 m asin semua hingga

Jatibarang. Dibagian kota Cirebon dekat pantai akuifer 12 - 28 m air asin sampai sejauh 13,3

km dari pantai, pada akuifer lebih dalam dari 74 m asin semua hingga 13,3 km dari pantai. Di

losari akuifer 10 - 40 m air asin sampai sejauh 5,5 km dari pantai, pada akuifer lebih dalam

dari 90 m asin semua hingga 11,22 km dari pantai.

Potensi air tanah ini harus dikelola secara bijaksana agar pemanfaatannya dapat berkelanjutan dan

menghindari semakin jauhnya intrusi air laut ke arah darat. Pemerintah daerah berperan dalam

pengaturan potensi air tanah ini sehingga dapat mengalokasikan pemanfaatannya untuk berbagai

keperluan seperti industri, pemukiman, pelabuhan dn sebagainya. Air bawah tanah pada

kedalaman akuifer kurang dari 20 meter sebaiknya dialokasikan untuk keperluan rumah tangga

dengan debit pemompaan 0,5 l/det. Juga pengaturan kedalam pompa sumur bor harus diatur

sesuai dengan kedalaman efektif akuifer di masing-masing cekungan serta batas debit maksimum

air tanah yang dapat dipompa. Indikasi terdapatnya air tanah dalam tawar adalah terdapatnya

sumur bor dalam yang dibuat memancarkan air sendiri. Di daerah pesisir Bekasi hingga Karawang

mempunyai potensi air tanah tertekan dengan akuifer yang beragam dari 46 sampai 140 meter, di

sekitar Kedungdawa-Kedikan-Gabus-Tibereng-Losarang merupakan akumulasi air tanah dalam

tawar yang cukup besar, serta di sekitar Jatibarang-Krasak-Amanggir-Kaplongan-Jengkok.

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 6-6

Page 7: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Gambar 6.3.

Salah Satu Saluran Pembuangan Air di Kawasan Pantai Balongan-Indramayu

Air tanah tertekan juga dijumpai di daerah pesisir Cirebon dan sekitarnya terdapat dalam batuan

berumur Kwarter. Di Palimanan, Arjawinangun, Ciwaringin dengan potensi akuifer diperkirakan

penyebarannya tidak terus menerus baik secara vertikal maupun horizontal.

6.5.4 Kualitas Air Tanah Tertekan

Untuk daerah sekitar Cirebon, Muara dan Arjawinangun berdasarkan hasil analisa contoh air tanah

tersebut umumnya bermutu buruk dan tidak memenuhi persyaratan baku air minum. Sedangkan

untuk daerah lainnya, mutu air tanahnya cukup baik. Kualitas air tanah ini umumnya cukup baik,

air bening, pH berkisar antara 6,43 – 8,53, kandungan CI di bagian selatan jalur jalan propinsi

umumnya rendah yaitu antara 11,2 – 582,6 mg/liter. Beberapa contoh air tanah dangkal yang

diambil di desa Lohbener, Juntinyuat, Sindang dan Krangkeng menunjukkan kandungan CI cukup

tingi antara 603 – 3.120 mg/liter. Unsur lainnya yaitu nitrit umumnya tidak ada, hanya setempat di

desa sekitar Jatibarang mencapai 3 mg/liter, dan unsur nitrat berkisar antara 0,5 – 2,8 mg/liter,

setempat mencapai 111,0 yaitu Desa Krangkeng.

Kualitas air tanah disebaran pematang pantai lama dan sungai purba cukup baik, air sumur gali

yang dijumpai air bening dan air tawar, pada kedalaman < 3 meter. Sebaran pematang pantai

lama dan sungai purba dapat dicirikan dari sebaran pemukiman saat ini. Secara spasial,

sumberdaya air tanah di pesisir utara Jawa Barat dapat dilihat pada Peta 7.

6.6 Kawasan Rawan Banjir

Wilayah pantai utara Jawa Barat yang merupakan dataran rendah dan tempat bermuaranya

beberapa sungai yang termasuk DAS Cisanggarung, Cimanuk dan Citarum memiliki potensi

terjadinya banjir di setiap musim penghujan. Berdasarkan peta rawan banjir provinsi Jawa Barat

(LREP, 1999), hampir seluruh kabupaten dan kota di wilayah pesisir pantai utara Jawa Barat

memiliki kategori rawan banjir. Selanjutnya berdasarkan peta digital lahan sawah rawan banjir

yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah, Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian,

mulai dari Kabupaten Karawang, Subang, Indramayu dan Cirebon, maka sebagian besar sawah

diwilayah kabupaten tersebut memiliki potensi rawan banjir.

Pada kejadian banjir di musim penghujan tahun 2007, kecamatan yang dilanda banjir di Kabupaten

Karawang meliputi kecamatan Pakisjaya, Cilamaya Kulon, Cilamaya Wetan, Rawamerta, Karawang

Timur, Karawang Barat, Tirtamulya, Tirtajaya, Jayakerta, Batujaya, Telukjambe Barat, Telukjambe

Timur, Rengasdengklok, Jatisari, Pakisjaya, Kutawaluya, Purwasari, Telagasari, Pedes, Tempuran,

Tegalwaru, dan Cibuaya. Kecamatan dengan banjir terparah terjadi di Kecamatan Cilamaya Kulon,

yakni sekitar 68 persen lahan yang dilanda banjir, Kecamatan Cilamaya Wetan (66 persen), dan

Kecamatan Tempuran (55 persen). Selain curah hujan yang tinggi, kejadiannya jebolnya tanggul

di beberapa titik di Sungai Citarum menyebabkan meluasnya area yang tergenang air.

Di Kabupaten Subang pada musim penghujan menggenangi wilayah Kec. Pamanukan, Legon

Kulon, dan Kecamatan Pusakanegara Kec. Blanakan, Compreng, Ciasem, Binong, dan Cipunagara.

Bila hujan di wilayah DAS Sungai Cipunagara yang merupakan sungai terbesar di Kabupaten

Subang terjadi terus menerus, maka banjir yang jauh lebih besar dapat mengenangi dataran

rendah di Kabupaten Subang.

Di Kabupaten Indramayu banjir terjadi akibat meluapnya Sungai Beji, Ciperawan, dan Cilet di Kec.

Kandanghaur. Kecamatan Anjatan, Sukra, Patrol dan Kandanghaur. Demikian juga meluapnya

Sungai Cimanuk menyebabkan banjir di Kecamatan Indramayu.

Di Kabupaten Cirebon, banjir sering melanda wilayah Kecamatan Kapetakan, Panguragan, Gegesik,

Suranenggala dan Jamblang.

Foto : PKSPL-IPB

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 6-7

Page 8: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Selain pada musim hujan, banjir juga biasa terjadi di pesisir pantai utara Jawa Barat akibat

gelombang pasang laut atau penduduk sering menyebutnya “Rob”. Kejadian ini umumnya terjadi

antar bulan Mei – Agustus (musim kemarau). Wilayah yang sering terkena dampak rob adalah di

wilayah Kabupaten Indramayu seperti di Kecamatan Juntinyuat, Losarang; Kecamatan Gunung Jati

di Kabupaten Cirebon; Kecamatan Lemah Wungkuk dan Kejaksan di Kota Cirebon.

Berikut ini disajikan secara spasial kawasan sawah rawan banjir di pesisir wilayah utara Jawa Barat

hasil pengamatan Departemen Pertanian tahun 2004 (Gambar 6.4) dan Peta 8.

B

A

C

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 6-8

Page 9: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Gambar 6.4. Luas Lahan Rawan Banjir di Pantura Jawa Barat (A-E)

D

E

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 6-9

Page 10: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Pariwisata merupakan salah satu potensi wilayah pesisir yang dapat berkontribusi terhadap

pembangunan wilayah pesisir. Potensi ini selain juga memberikan dampak ekonomi, juga

memberikan dampak ekologi cukup signifikan terhadap perbaikan dan sanitasi lingkungan sekitar.

Melalui program-program pengembangan pariwisata untuk keindahan panorama pantai atau

pengembangan hutan mangrove lestari merupakan salah satu potensi wisata yang bersinergi

dengan pengembangan konservasi sumberdaya pesisir dan laut. Sehingga tidaklah mengherankan

bilamana pengembangan pariwisata bahari merupakan salah satu pemanfaatan potensi

sumberdaya yang tepat untuk dilakukan di wilayah pesisir dan laut Provinsi Jawa Barat.

Berdasarkan hasil analisis perhitungan Sistem Informasi Geografi (SIG/GIS) terhadap panjang garis

pantai Provinsi Jawa Barat bagian utara, tercatat panjang garis pantai di wilayah ini adalah 492,66

kilometer. Garis pantai yang panjang ini, dapat memberikan gambaran betapa besar potensi

wisata pantai yang dapat dikembangkan.

Kabupaten Bekasi

Dari sepanjang 77,88 kilometer garis pantai yang dimiliki Kabupaten Bekasi, terdapat sekitar 7,25

kilometer yang merupakan potensi pantai alami yang dapat dikembangkan menjadi kawasan wisata

pantai di Kabupaten Bekasi. Lokasi pantai yang berpotensi untuk dikembangkan antara lain adalah

muara Sungai Cikarang Bekasi Laut (CBL), pantai alam Muara Gembong dan Muara Bendera di

Kecamatan Muara Gembong (obyek wisata pemancingan di muara Sungai Citarum), serta

Tarumajaya yang memiliki aksesibilitas yang mudah, baik melalui jalan darat maupun jalan laut

dengan perahu tempel atau speed boat dari pelabuhan Tanjung Priok.

Acara Pesta Laut yang diadakan di daerah muara Sungai Citarum setiap tahun pada tanggal 17

Agustus, atau pelaksanaan pesta sakralnya yang diadakan dua tahun sekali pada bulan September

dapat dijadikan salah satu daya tarik wisata. Pengembangan wilayah pesisir Kabupaten Bekasi

sebagai pusat pariwisata pantai dimaksudkan juga agar penanganan yang sampai sekarang terus

berlangsung dapat lebih diperhatikan atau lebih serius ditangani.

P7 ARIWISATA BAHARI

Kabupaten Karawang

Sektor pariwisata di Kabupaten Karawang sampai saat ini belum berperan memberikani kontribusi

ekonomi regional kabupaten, karena potensi yang ada belum dimanfaatkan secara maksimal.

Keterbatasan dalam pengembangan sektor pariwisata adalah pendanaan, sumberdaya manusia dan

penyebaran informasi serta lokasi pantai yang bukan merupakan lintasan wisata. Namun demikian,

tidak berarti bahwa Kabupaten Karawang tidak memiliki potensi wisata yang bisa dijual baik untuk

wisatawan lokal maupun asing.

Garis pantai Kabupaten Karawang sepanjang 94,01 kilometer, memiliki potensi wisata yang dapat

dikembangkan. Beberapa potensi wisata yang dapat dikembangkan antara lain :

1. Wisata Pantai Tanjung Pakis di Kecamatan Pakisjaya dengan potensi atraksi lumba-lumba,

hutan pinus pada kawasan pantai, dan tempat pelelangan ikan (TPI)

2. Wisata Pantai Cibuaya, yang menyajikan makanan laut

3. Wisata Alam Hutan Bakau-Cibuaya, dikelilingi oleh sungai sehingga dapat digunakan sarana

angkutan air.

4. Wisata Pantai Ciparage

Potensi pariwisata di pesisir Kabupaten Karawang secara sosial dan ekonomis belum dimanfaatkan

dan dikelola secara optimal. Sebagai contoh obyek wisata pantai pesisir Ciparage banyak

dikunjungi oleh wisatawan domestik dari Karawang terutama hanya pada hari-hari libur. Obyek

wisata lainnya di pantai tersebut adalah Pesta Laut yang diadakan setiap dua tahun sekali yaitu

pada bulan Nopember. Berdasarkan informasi dari Dinas Perikanan Kabupaten Karawang, potensi

pariwisata pantai yang dapat dikembangkan yaitu disepanjang pantai Pasir Putih di Kecamatan

Cilamaya, Pariwisata Pantai Terpadu dengan Wisata Agroseafood Fisheries di muara Sungai

Cibuntu, Kecamatan Pedes dan di sekitar Pantai Timbuljaya di Kecamatan Pakisjaya dan diduga di

Kecamatan Batujaya terdapat "situs" yang sekarang masih dalam taraf penelitian oleh Badan

Arkeologi Nasional.

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 7-1

Page 11: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Kabupaten Indramayu

Kabupaten Indramayu memiliki beberapa potensi wisata bahari yang tersebar disepanjang 161,72

kilometer garis pantai ada yang di wilayahnya. Potensi lokasi wisata yang telah banyak dikenal ada

3 (tiga), yaitu (i) Pantai Tirtamaya, (ii) Koloni Kera dan (iii) Pulau Biawak.

Luas lokasi wisata Pantai Tirtamaya adalah 1,8 hektar dengan fasilitas area bermain anak-anak,

tempat berteduh, restoran, area parkir serta wisata perahu. Pengelolaan tempat ini dilayani oleh 8

orang tenaga kerja yang terdiri penjual tiket tanda masuk dan tenaga administrasi lainnya. Pantai

Tirtamaya merupakan salah satu daerah wisata yang terancam punah eksistensinya disebabkan

oleh semakin terkikisnya daerah wisata pantai di kawasan ini oleh gelombang. Kondisi saat ini

menunjukkan sudah pada tahap mengkhawatirkan.

Gambar 7.1. Pintu Masuk Wisata Pantai Tirtamaya Kabupaten Indramayu

Obyek wisata koloni Kera seluas 1,5 hektar dilayani oleh 3 orang petugas pariwisata serta obyek

Pulau Biawak seluas kurang lebih 200 hektar dan masih belum dikelola secara khusus sehingga

data pengunjung juga belum tercatat.

Objek wisata lainnya yang terdapat di wilayah pesisir Indramayu adalah pantai Kandanghaur. Di

wilayah ini berdiri beberapa warung-warung dan kedai makanan dan minuman siap saji, seperti

ikan bakar, bakso, es kelapa, dan sebagainya. Selain itu, di daerah ini juga dapat menikmati

pemandangan pantai, kendati relatif sederhana. Kawasan ini lebih merupakan kawasan wisata

persinggahan, karena sebagian besar pengunjung merupakan masyarakat yang kebetulan berhenti

untuk sekedar melepas lelah sambil makan dan minum serta menikmati pemandangan pantai.

Daerah pengembangan pariwisata lainnya adalah Patrol, Pantai Karangsong, Pantai Cangkring dan

Pantai Glayem yang belum dikelola secara baik dan perlu penataan lebih baik mengingat lokasinya

yang berdekatan dengan dermaga perahu nelayan. Kegiatan wisata lainnya yang sudah

merupakan tradisi di setiap daerah nelayan adalah adanya pesta laut yang diadakan setiap tahun.

Kabupaten Subang

Kabupaten Subang mempunyai garis pantai sepanjang 68,69 kilometer. Secara kasat mata,

beberapa lokasi di sepanjang pantai Kabupaten Subang berpotensi untuk pengembangan wisata

bahari.

Upaya pemanfaatan daerah pesisir sebagai area wisata pantai di Kabupaten Subang yang dikelola

oleh pemerintah daerah adalah Pantai Pondok Bali di pesisir Kecamatan Pamanukan. Area wisata

di daerah pesisir tersebut mempunyai karakteristik pantai yang landai, pasir bewarna coklat, dan

area hutan lindung mangrove. Daerah ini juga sering dipergunakan sebagai area pemancingan

ikan laut sehingga cocok untuk dikembangkan. Pemancing yang berdatangan berasal dari Kota

Pamanukan serta dari luar kota seperti Bandung dan Karawang. Di Kecamatan Blanakan juga

terdapat areal khusus penangkaran buaya yang bisa dikembangkan menjadi salah satu tujuan

wisata.

Pengembangan objek wisata di kawasan pantai utara Subang meliputi 3 (tiga) obyek utama, yaitu

(i) kawasan wisata Pondok Bali dan Gagara Menyan, (ii) kawasan wisata Blanakan dan (iii) kawasan

wisata Pantai Patimban. Permasalahan utama yang terjadi pada obyek-obyek wisata pesisir

(khususnya Pondok Bali) adalah masalah abrasi dan penebangan hutan mangrove.

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 7-2

Page 12: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

A B

C D

Gambar 7.2. Potensi Wisata di Kabupaten Subang: (A) Wisata Mangrove Blanakan; (B) Penangkaran Buaya

Blanakan; (C) Sarana Pengawas Pantai Pondok Bali; dan (D) Pintu Masuk Pariwisata Pondok Bali

Kabupaten Cirebon

Kabupaten Cirebon mempunyai panjang garis pantai terpanjang ketiga setelah Kabupaten

Indramayu dan Karawang. Tercatat 80,42 kilometer garis pantai yang terdapat di wilayah

administrasi kabupaten ini. Beberapa lokasi memiliki potensi pengembangan wisata bahari,

disamping daerah yang selama ini telah digunakan sebagai lokasi rekreasi. Lokasi rekreasi pantai

di Kabupaten Cirebon terdapat di wilayah Cirebon bagian utara. Umumnya pesisir tersebut

dipergunakan sebagai area rekreasi oleh wisatawan domestik namun pengelolaannya belum

dilakukan dengan baik. Daerah yang akan dikembangkan salah satunya adalah Perkampungan

Nelayan Gebang Mekar yang masuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Gebang.

Kota Cirebon

Panjang garis pantai Kota Cirebon tercatat 9,94 kilometer. Daerah pariwisata pantai belum dikelola

secara khusus dan hanya dimanfaatkan sebagai sarana rekreasi murah oleh penduduk disekitarnya.

Salah satu wisata pantai yang ada di Kota Cirebon adalah Taman Ade Irma Suryani Nasution. Di

dalamnya dilengkapi dengan arena bermain anak-anak, beberapa binatang langka, panggung

hiburan dan pantai.

Taman ini berdampingan dengan PT. Pelabuhan II Cirebon. Walaupun penataan Taman Ade Irma

lebih baik dibandingkan dengan Pantai Tirtamaya di Indramayu, namun pengunjung hanya ramai

pada hari-hari libur dan hari Minggu. Tiket tanda masuk tempat ini sebesar Rp 3.500 per orang.

Pada hari-hari libur banyak dijumpai pengunjung yang rata-rata berusia remaja sedangkan pada

hari-hari biasa sangat jarang didatangi pengunjung.

Gambar 7.3. Wisata Pantai Taman Ade Irma Suryani di Kota Cirebon

Secara spasial, objek wisata dan fasilitasnya di pesisir utara Jawa Barat dapat dilihat pada Peta 9.

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 7-3

Page 13: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

8.1 Perikanan Tangkap

Perikanan Jawa Barat saat ini memang sangat bertumpu pada produksi perikanan di wilayah pesisir

bagian utara. Berdasarkan data Profil Daerah Jawa Barat tahun 2006, tercatat bahwa produksi

perikanan Jawa Barat di wilayah pesisir bagian utara ini relatif mengalami peningkatan dari tahun

ke tahun. Hanya pada tahun 2003 saja terjadi penurunan hasil tangkapan dari sekitar 133.169,30

ton pada tahun 2002 menjadi sekitar 131.444,60 ton pada tahun 2003. Tabel 8.1 berikut ini

menyajikan perkembangan produksi perikanan dan jumlah alat tangkap di Provinsi Jawa Barat

bagian utara periode 1994 – 2005.

Tabel 8.1. Perkembangan Produksi Perikanan dan Jumlah Alat Tangkap di Provinsi Jawa Barat

Bagian Utara Periode 1994 – 2005

Tahun Produksi Perikanan (ton)

Jumlah Alat Tangkap (unit)

1994 55.469,58 11.7141995 91.251,61 13.7861996 96.436,11 11.8541997 107.190,18 11.5241998 107.353,10 11.7771999 120.131,96 13.2262000 126.937,31 13.8282001 132.306,24 14.5512002 133.169,30 17.7942003 131.444,60 16.9112004 141.462,40 19.4512005 141.812,60 22.469

Rata-rata 115.413,75 14.907Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 dan Atlas Sumberdaya Pesisir dan Laut

Provinsi Jabar Bagian Utara 2000 (diolah September 2007).

Tabel 8.1 juga menunjukkan bahwa jumlah alat tangkap yang digunakan nelayan sebagai sarana

penangkapan secara umum juga relatif mengalami peningkatan, kendati terjadi dua kali penurunan

jumlah alat tangkap, yaitu pada tahun 1996 dan tahun 2003.

P8 ERIKANAN

Gambar 8.1. Suasana Pelelangan di TPI Mina Bahari Eretan Kulon Kabupaten Indramayu

Gambaran umum perkembangan produksi perikanan dan jumlah alat tangkap secara diagramatis

dapat dilihat pada Gambar 8.2.

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-1

Page 14: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

-20.000,0040.000,0060.000,0080.000,00

100.000,00120.000,00140.000,00160.000,00

1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

Tahun

Perkembangan Produksi Perikanan dan Alat Tangkap di Wilayah Pesisir Provinsi Jawa Barat Bagian Utara

Produksi Perikanan (dalam ton) Jumlah Alat Tangkap (unit)

Gambar 8.2. Perkembangan Produksi Perikanan dan Jumlah Alat Tangkap di Provinsi Jawa Barat

Bagian Utara Periode 1994 - 2005

Perkembangan produksi dan alat tangkap di wilayah pesisir Provinsi Jawa Barat bagian utara ini

tidak terlepas dari peran produksi yang dihasilkan oleh sejumlah alat tangkap yang ada di enam

daerah kabupaten/kota yang ada di wilayah ini. Distribusi produksi perikanan pada masing-masing

kabupaten/kota selengkapnya disajikan pada Tabel 8.2, sedangkan distribusi jumlah alat tangkap

di wilayah ini selengkapnya disajikan pada Tabel 8.3.

Tabel 8.2.

Distribusi Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap di Provinsi Jawa Barat Bagian Utara Periode 1994 – 2005

Produksi per Kabupaten/Kota (%)

Tahun Cirebon Kota

Cirebon Indramayu Subang Karawang Bekasi

Produksi Pantura Jabar

(ton) 1994 33,70 7,98 19,60 30,75 5,13 2,83 55.469,581995 20,32 4,58 50,55 18,26 4,48 1,80 91.251,611996 19,15 3,95 53,18 16,63 5,36 1,73 96.436,111997 14,98 2,34 60,94 14,60 5,56 1,57 107.190,181998 15,36 3,06 57,72 12,70 9,82 1,33 107.353,101999 20,17 2,78 55,85 11,72 8,18 1,29 120.131,962000 21,19 2,82 55,27 11,10 8,42 1,20 126.937,312001 22,61 2,90 54,00 10,85 8,51 1,14 132.306,242002 30,16 3,05 44,94 10,82 9,85 1,18 133.169,302003 31,03 3,10 46,16 11,19 7,34 1,18 131.444,602004 28,87 2,89 47,21 12,70 7,18 1,14 141.462,402005 28,60 2,44 47,48 12,36 7,89 1,24 141.812,60

Rata- rata 23,85 3,49 49,41 14,47 7,31 1,47 115.413,75

Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 dan Atlas Sumberdaya Pesisir dan Laut Provinsi Jabar Bagian Utara 2000 (diolah September 2007).

Tabel 8.2 menunjukkan bahwa Kabupaten Indramayu dari tahun ke tahun, secara umum

merupakan pemberi kontribusi utama bagi perkembangan produksi perikanan tangkap di wilayah

pesisir Provinsi Jawa Barat bagian utara, kecuali pada tahun 1994 yang didominasi oleh Kabupaten

Cirebon dan Subang. Secara rata-rata Kabupaten Indramayu memberikan kontribusi produksi

sebesar 49,41 persen per tahun, diikuti kemudian oleh Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Subang

dengan besaran kontribusi per tahunnya masing-masing sebesar 23,85 persen dan 14,47 persen.

Gambar 8.3. Armada Perikanan Tangkap di Belanakan Subang

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-2

Page 15: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Tabel 8.3. Distribusi Perkembangan Alat Tangkap di Provinsi Jawa Barat Bagian Utara

Periode 1994 – 2005

Jumlah Alat Tangkap per Kabupaten/Kota (%)

Tahun Cirebon Kota

Cirebon Indramayu Subang Karawang Bekasi

Jumlah Alat Tangkap

Pantura Jabar (unit)

1994 29,47 1,27 51,34 4,91 10,52 2,50 11.714 1995 25,06 1,08 58,17 4,34 8,69 2,65 13.786 1996 29,50 1,22 52,55 5,09 8,56 3,08 11.854 1997 27,36 1,74 53,38 5,14 9,22 3,17 11.524 1998 27,29 1,19 52,24 4,46 11,67 3,15 11.777 1999 36,15 1,17 46,29 4,38 9,69 2,32 13.226 2000 38,90 1,30 44,07 4,36 8,93 2,43 13.828 2001 41,72 1,46 41,84 4,40 8,03 2,54 14.551 2002 54,00 1,12 29,36 4,27 7,33 3,92 17.794 2003 43,52 2,91 37,31 4,55 7,04 4,68 16.911 2004 55,60 1,74 29,93 4,76 4,48 3,50 19.451 2005 52,64 1,50 34,36 3,62 4,46 3,41 22.469

Rata- rata 38,43 1,48 44,24 4,52 8,22 3,11 14.907

Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 dan Atlas Sumberdaya Pesisir dan Laut Provinsi Jabar Bagian Utara 2000 (diolah September 2007).

Tabel 8.3 menunjukkan bahwa Kabupaten Indramayu secara rata-rata merupakan daerah yang

memiliki jumlah alat tangkap terbanyak diantara daerah lainnya, yaitu tercatat sebanyak 44,24

persen dari total rata-rata per tahun jumlah alat tangkap yang ada di wilayah pesisir Provinsi Jawa

Barat bagian utara, diikuti kemudian oleh Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Karawang, masing-

masing sebanyak 38,43 persen dan 8,22 persen. Tabel 8.3 juga menunjukkan bahwa Kabupaten

Cirebon dari tahun 2002 sampai 2005 menjadi daerah dengan jumlah alat tangkap terbanyak

dibandingkan dengan daerah lainnya. Hal ini dapat saja disebabkan oleh semakin banyaknya

masyarakat pesisir yang mengajukan ijin untuk melakukan usaha perikanan dan melakukan

penangkapan ikan di wilayah kabupaten tersebut.

Perkembangan produksi belumlah merupakan jaminan bahwa masyarakat pesisir di suatu wilayah

dapat memperoleh hasil sesuai dengan yang diharapkan. Produksi hanyalah merupakan gabungan

hasil tangkapan nelayan dari masing-masing alat tangkap yang terdapat di suatu wilayah. Oleh

karena itu besaran hasil tangkapan ikan per unit alat tangkap seyogyanya dapat menunjukkan

sebesar besar hasil yang mungkin dapat diperoleh oleh masing-masing nelayan yang melakukan

penangkapan, kendati bias hasil masih saja dapat terjadi dikarenakan alat tangkap yang dimiliki

oleh nelayan berbeda-beda sesuai dengan kemampuan modal yang dimilikinya. Adapun

perkembangan jumlah hasil tangkapan per unit alat tangkap di wilayah pesisir Provinsi Jawa Barat

bagian utara selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8.4.

Tabel 8.4.

Perkembangan Produksi per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Provinsi Jawa Barat Bagian Utara Periode 1994 – 2005

CPUE per Kabupaten/Kota (ton/unit alat tangkap)

Tahun Cirebon Kota

Cirebon Indramayu Subang Karawang Bekasi

CPUE Pantura Jabar (ton/unit alat tangkap)

1994 5,42 29,72 1,81 29,67 2,31 5,37 4,74 1995 5,37 28,08 5,75 27,82 3,41 4,50 6,62 1996 5,28 26,27 8,23 26,60 5,09 4,58 8,14 1997 5,09 12,54 10,62 26,44 5,62 4,62 9,30 1998 5,13 23,36 10,07 25,97 7,67 3,86 9,12 1999 5,07 21,65 10,96 24,30 7,67 5,04 9,08 2000 5,00 19,89 11,51 23,36 8,65 4,53 9,18 2001 4,93 18,07 11,73 22,41 9,63 4,08 9,09 2002 4,18 20,28 11,45 18,99 10,05 2,26 7,48 2003 5,54 8,28 9,62 19,09 8,11 1,96 7,77 2004 3,78 12,09 11,47 19,40 11,66 2,37 7,27 2005 3,43 10,23 8,72 21,55 11,15 2,29 6,31

Rata- rata 4,85 19,21 9,33 23,80 7,58 3,79 7,84

Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 dan Atlas Sumberdaya Pesisir dan Laut Provinsi Jabar Bagian Utara 2000 (diolah September 2007).

Tingkat produksi per satuan unit alat tangkap dapat menunjukkan seberapa efisien suatu alat

tangkap menangkap ikan di suatu wilayah. Efisiensi alat tangkap paling besar ditunjukkan oleh

Kabupaten Subang, yaitu sebesar 23,80. Nilai ini menunjukkan bahwa satu alat tangkap di wilayah

ini rata-rata dapat menangkap ikan sebanyak 23,80 ton per tahun.

Efisiensi alat tangkap di wilayah pesisir Provinsi Jawa Barat bagian utara secara rata-rata sebesar

7,84 ton per satuan unit alat tangkap. Perkembangan jumlah tangkapan per unit alat tangkap di

wilayah Provinsi Jawa Barat bagian utara ini selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 8.4.

Adapun gambaran perkembangan hasil tangkapan per satuan unit alat tangkap di masing-masing

wilayah kabupaten/kota di wilayah pesisir Provinsi Jawa Barat bagian utara selengkapnya dapat

dilihat pada Gambar 8.5.

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-3

Page 16: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Hasil Tangkapan per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Wilayah Pesisir Provinsi Jawa Barat Bagian Utara

y = -0,0707x + 8,3371R2 = 0,0402

-1,002,003,004,005,006,007,008,009,00

10,00

11.52

4 11

.714

11.77

7 11

.854

13.22

6 13

.786

13.82

8 14

.551

14.90

7 16

.911

17.79

4 19

.451

22.46

9

Jumlah Alat Tangkap (unit)

CPU

E (to

n/un

it)

CPUELinear (CPUE)

Gambar 8.4. Perkembangan Hasil Tangkapan Per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Provinsi Jawa Barat

Bagian Utara

Pada Gambar 8.4 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan per unit alat tangkap di provinsi ini

mengalami perkembangan yang cenderung menurun. Kendati pola hubungan antara CPUE dengan

alat tangkap relatif tidak kuat yang ditunjukkan oleh R-square yang hanya sebesar 4,02 persen,

namun berdasarkan hasil analisis tren tersebut dapat dilihat bahwa terjadi kecenderungan

penurunan hasil tangkapan sebesar 0,0707 ton pada setiap kali peningkatan jumlah alat tangkap

yang digunakan di daerah tersebut.

Perkembangan Produksi Per Unit Alat Tangkap di Wilayah Pesisir Provinsi Jawa Barat Bagian Utara

-

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

35,00

1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

Tahun

CPUE

(ton

per

uni

t ala

t tan

gkap

)

CPUE Kab.Cirebon CPUE Kota Cirebon CPUE Kab.IndramayuCPUE Kab.Subang CPUE Kab.Karawang CPUE Kab.BekasiCPUE Prov.Jabar Bag.Utara

Gambar 8.5.

Perkembangan Hasil Tangkapan Per Unit Alat Tangkap di Provinsi Jawa Barat Bagian Utara Periode 1994 - 2005

Penangkapan ikan di laut yang dilakukan tidak terlepas dari adanya perkembangan jumlah rumah

tangga perikanan yang melakukan usaha tersebut. Perkembangan jumlah rumah tangga perikanan

di pantai utara Jawa Barat pada periode 2002-2005 cenderung meningkat, kendati terjadi

penurunan pada tahun 2003-2002. Berdasarkan rataan per tahun, Kabupaten Cirebon merupakan

daerah yang mempunyai jumlah RTP terbesar dibandingkan daerah lainnya. Sebaran jumlah RTP

di wilayah pesisir Provinsi Jawa Barat bagian utara selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8.5.

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-4

Page 17: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Tabel 8.5. Perkembangan Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Provinsi Jawa Barat

Bagian Utara Periode 2002 – 2005 Jumlah RTP (rumah tangga)

No

Kabupaten/Kota2002 2003 2004 2005 Rata-rata per

tahun 1 Cirebon 4.456 4.869 4.614 4.776 4.6792 Kota Cirebon 159 256 270 259 2363 Indramayu 4.082 4.271 4.308 4.308 4.2424 Subang 620 640 645 648 6385 Karawang 780 780 780 731 7686 Bekasi 697 791 370 373 558 Pantura 10.794 11.607 10.987 11.095 11.121

Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 (diolah September 2007).

Terkait dengan ketersediaan RTP adalah adanya armada penangkapan ikan. Satu RTP dapat

mempunyai beberapa armada perikanan, sebaliknya satu armada perikanan juga dapat terdiri dari

beberapa RTP. Perkembangan jumlah armada juga cenderung berfluktuasi seiring berflutuasinya

jumlah RTP di wilayah pantai utara Jawa Barat. Tabel 8.6 berikut ini menyajikan secara rinci

perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Provinsi Jawa Barat bagian utara.

Tabel 8.6. Perkembangan Jumlah dan Tingkat Kepadatan Armada Penangkapan Ikan di

Provinsi Jawa Barat Bagian Utara

Jumlah Armada Penangkapan (unit) No Kabupaten/Kota 2002 2003 2004 2005

Jumlah PP7PPI

Kepadatan Armada * Kategori**

1 Cirebon 4.511 4.869 4.723 4.875 7 678 tinggi2 Kota Cirebon 225 325 338 883 2 221 sedang3 Indramayu 4.606 4.571 4.541 4.541 12 380 tinggi4 Subang 637 642 666 670 4 163 rendah5 Karawang 862 768 780 860 5 164 rendah6 Bekasi 697 791 370 382 3 187 sedang Pantura 11.538 11.966 11.418 12.211 33 357 tinggi

Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 (diolah September 2007). Keterangan : * merupakan hasil pembagian antara jumlah armada penangkapan ikan pada tahun

2005 terhadap jumlah PP/PPI di wilayah yang bersangkutan ** Kategori ditentukan dengan teknik skoring dan komparasi tingkat kepadatan

armada di masing-masing daerah. Skor tertinggi adalah 687 (Kab.Cirebon) dan terendah adalah 163 (Kab.Subang), lalu dengan jumlah kategori adalah 3 (tinggi, sedang dan rendah), maka interval masing-masing kategori adalah 171, sehingga diperoleh indikator : (i) rendah jika skornya kurang dari 171, (ii) sedang jika skornya berada diantara 171 – 342, dan (iii) tinggi jika skornya di atas 342.

Tabel 8.6 menunjukkan bahwa secara umum wilayah pesisir Provinsi Jawa Barat bagian utara

mempunyai tingkat kepadatan armada yang sudah tergolong tinggi. Kabupaten Cirebon

merupakan daerah dengan tingkat kepadatan armada paling tinggi dibandingkan daerah-daerah

lainnya, sedangkan Kabupaten Subang merupakan daerah dengan tingkat kepadatan armada

terendah.

Kabupaten Bekasi

Kabupaten Karawang merupakan daerah dengan tingkat kontribusi produksi perikanan paling kecil

diantara daerah-daerah lainnya yang berada di wilayah pesisir Provinsi Jawa Barat bagian utara.

Rata-rata produksi perikanan di daerah ini adalah sebesar 1.588,97 ton per tahunnya. Dengan

jumlah alat tangkap rata-rata sebanyak 475 unit, maka hasil tangkapan rata-rata per satuan unit

alat tangkap dapat dihitung sebesar 3,79 ton per unit alat tangkap. Tabel 8.7 berikut ini

menyajikan perkembangan produksi perikanan, jumlah alat tangkap dan hasil tangkapan per unit

alat tangkap di Kabupaten Bekasi periode 1994 – 2005.

Tabel 8.7.

Perkembangan Produksi Perikanan, Jumlah Alat Tangkap dan Hasil Tangkapan per Unit Alat Tangkap di Kabupaten Bekasi Periode 1994 – 2005

Tahun Produksi Perikanan (ton)

Jumlah Alat Tangkap (unit)

CPUE (ton/unit)

1994 1.570,00 292 5,371995 1.644,20 365 4,501996 1.671,50 365 4,581997 1.685,10 365 4,621998 1.432,00 371 3,861999 1.545,56 307 5,042000 1.520,05 336 4,532001 1.508,08 370 4,082002 1.577,50 697 2,262003 1.550,50 791 1,962004 1.611,70 680 2,372005 1.751,50 766 2,29

Rata-rata 1.588,97 475 3,79 Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 (diolah September 2007).

Tabel 8.7 juga menunjukkan bahwa produksi perikanan daerah ini dari tahun ke tahun sangat

berfluktuatif. Fluktuasi ini juga terjadi pada perkembangan jumlah alat tangkap yang terdapat di

daerah ini. Produksi perikanan daerah ini mengalami peningkatan pada periode 1994-1997,

kemudian menurun pada tahun 1995, tetapi mengalami peningkatan kembali pada periode 1995-

1997, demikian seterusnya kembali berfluktuasi sebelum akhirnya kembali mengalami peningkatan

pada periode 2003-2005. Gambaran umum perkembangan produksi perikanan dan jumlah alat

tangkap secara diagram dapat dilihat pada Gambar 8.6.

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-5

Page 18: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

-200,00400,00600,00800,00

1.000,001.200,001.400,001.600,001.800,00

1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

Tahun

Perkembangan Produksi Perikanan dan Alat Tangkap di Kabupaten Bekasi

Produksi Perikanan (dalam ton) Jumlah Alat Tangkap (unit)

Gambar 8.6. Perkembangan Produksi Perikanan dan Jumlah Alat Tangkap di Kabupaten Bekasi

Periode 1994 - 2005

Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Bekasi secara periodik berdasarkan periode

2002-2005 kurang begitu beragam. Pada tahun 2005 penggunaan alat tangkap jenis jaring insang

tetap merupakan alat tangkap paling diminati oleh nelayan di daerah ini, yaitu tercatat sebanyak

151 unit, disusul kemudian oleh penggunaan alat tangkap jenis sero dan jaring insang hanyut,

yaitu masing-masing sebanyak 140 unit dan 133 unit. Adapun perkembangan alat tangkap di

wilayah Kabupaten Bekasi berdasarkan masing-masing jenis alat tangkap pada periode 2002-2005

selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8.8 dan gambaran profil rata-rata jumlah alat tangkap

dapat dilihat Gambar 8.8.

Tabel 8.8.

Perkembangan Jumlah Alat Tangkap Berdasarkan Jenisnya di Kabupaten Bekasi Periode 2002 – 2005

Jumlah Alat Tangkap (unit) No Jenis Alat Tangkap

2002 2003 2004 2005 Rata2/th1 Pukat Udang Pukat Udang - - - - - 2 Pukat Kantong Payang 110 110 110 110 110 Dogol - - - - - Pukat Pantai - - - 22 63 Pukat Cincin Pukat Cincin - - - - - 4 Jaring Insang Jaring Insang Hanyut 133 133 133 133 133 Jaring Lingkar - - - - - Jaring Klitik 67 85 292 125 142 Jaring Insang Tetap - - - 151 38 Trammelnet - - - - -5 Jaring Angkat Bagan Perahu - - - - - Bagan Tancap - - - - - Serok - - - - - Jaring Angkat Lainnya - - - - - 6 Pancing Rawai Tuna - - - - - Rawai Hanyut - - - - - Rawai Tetap - - - - - Pancing yang Lain 2 12 20 - 9 Pancing Tonda - - - - -7 Perangkap Sero 200 225 40 140 151 Jermal - - - - - Bubu - - - - - Perangkap Lainnya 185 226 85 85 145 Jumlah 697 791 680 766 734

Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 (diolah September 2007).

Gambar 8.7. Alat Tangkap Sero Banyak digunakan Nelayan Bekasi di Pesisir Pantai

(sumber foto: PKSPL-IPB, 2006)

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-6

Page 19: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Jumlah Alat Tangkap Rata-rata per tahun di Kabupaten Bekasi

0%15%0%

1%

0%

18%

0%

19%

5% 0%0%0%0%0%0%

0%

0%

1%

0%

21%

0%

0%

20%

42%

Pukat Udang Payang Dogol Pukat PantaiPukat Cincin Jaring Insang Hanyut Jaring Lingkar Jaring KlitikJaring Insang Tetap Trammelnet Bagan Perahu Bagan TancapSerok Jaring Angkat Lainnya Rawai Tuna Rawai HanyutRawai Tetap Pancing yang Lain Pancing Tonda SeroJermal Bubu Perangkap Lainnya

Gambar 8.8.

Jumlah Alat Tangkap Rata-rata per tahun di Kabupaten Bekasi

Gambar 8.8 menunjukkan bahwa secara rata-rata per tahun alat tangkap jenis sero dan jaring

insang hanyut merupakan dua alat tangkap dominan yang terdapat di Kabupaten Bekasi. Jenis

ikan yang umumnya ditangkap oleh nelayan Kabupaten Bekasi adalah jenis ikan pelagis kecil dan

udang, seperti layang, tembang, kembung, kuwe, teri, udang dan sebagainya.

Efisiensi alat tangkap di Kabupaten Bekasi secara rata-rata sebesar 3,79 ton per satuan unit alat

tangkap. Nilai ini merupakan tingkat efisiensi paling rendah diantara daerah-daerah lainnya yang

berada di wilayah pesisir Provinsi Jawa Barat bagian utara. Adapun gambaran hasil tangkapan per

satuan unit alat tangkap di Kabupaten Bekasi selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 8.9.

Hasil Tangkapan per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Kabupaten Bekasi

y = -0,2859x + 5,789R2 = 0,9033

-

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

292

336

365

370

475

697

791

Jumlah Alat Tangkap (unit)

CPU

E (to

n/un

it)

CPUE (ton/unit)

Linear (CPUE (ton/unit))

Gambar 8.9.

Hasil Tangkapan Per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Kabupaten Bekasi

Pada Gambar 8.9 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan per unit alat tangkap di daerah ini

mengalami perkembangan yang cenderung menurun. Hubungan antara CPUE dengan alat tangkap

relatif sangat kuat yang ditunjukkan oleh R-square yang sebesar 90,33 persen. Berdasarkan hasil

analisis tren tersebut dapat dilihat bahwa terjadi kecenderungan penurunan hasil tangkapan

sebesar 0,2859 ton pada setiap kali peningkatan jumlah alat tangkap yang digunakan di daerah

tersebut.

Kabupaten Karawang

Kabupaten Karawang merupakan daerah dengan tingkat kontribusi produksi perikanan terkecil

ketiga setelah Kabupaten Bekasi dan Kota Cirebon. Rata-rata produksi perikanan di daerah ini

adalah sebesar 8.708,18 ton per tahunnya. Dengan jumlah alat tangkap rata-rata sebanyak 1.162

unit, maka hasil tangkapan rata-rata per satuan unit alat tangkap dapat dihitung sebesar 7,58 ton

per unit alat tangkap. Tabel 8.9 berikut ini menyajikan perkembangan produksi perikanan, jumlah

alat tangkap dan hasil tangkapan per unit alat tangkap di Kabupaten Karawang periode 1994 –

2005.

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-7

Page 20: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Tabel 8.9. Perkembangan Produksi Perikanan, Jumlah Alat Tangkap dan Hasil Tangkapan per Unit Alat

Tangkap di Kabupaten Karawang Periode 1994 – 2005

Tahun Produksi Perikanan (ton)

Jumlah Alat Tangkap (unit)

CPUE (ton/unit)

1994 2.842,88 1.232 2,311995 4.090,64 1.198 3,411996 5.168,05 1.015 5,091997 5.964,50 1.062 5,621998 10.544,10 1.375 7,671999 9.830,94 1.282 7,672000 10.683,93 1.235 8,652001 11.257,66 1.169 9,632002 13.111,90 1.305 10,052003 9.652,20 1.190 8,112004 10.163,40 872 11,662005 11.188,00 1.003 11,15

Rata-rata 8.708,18 1.162 7,58 Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 (diolah September 2007).

Tabel 8.9 juga menunjukkan bahwa produksi perikanan daerah ini dari tahun ke tahun relatif

meningkat dari tahun ke tahun. Kendati diselingi penurunan produksi pada tahun 1999, namun

pada periode 1994-2002 produksi perikanan di daerah ini mengalami peningkatan. Demikian

halnya pada periode tahun 2003-2005 produksi perikanan di kabupaten ini kembali mengalami

peningkatan. Perkembangan yang berfluktuasi terjadi pada jumlah alat tangkap yang terdapat di

daerah ini. Gambaran umum perkembangan produksi perikanan dan jumlah alat tangkap secara

diagram dapat dilihat pada Gambar 8.10.

Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Karawang secara periodik berdasarkan

periode 2002-2005 cukup beragam. Pada tahun 2005 penggunaan alat tangkap jenis rawai hanyut

merupakan alat tangkap paling diminati oleh nelayan di daerah ini, yaitu tercatat sebanyak 208

unit, disusul kemudian oleh penggunaan alat tangkap jenis payang dan jaring klitik, yaitu masing-

masing sebanyak 156 unit dan 155 unit. Adapun perkembangan alat tangkap di wilayah Kabupaten

Karawang berdasarkan masing-masing jenis alat tangkap pada periode 2002-2005 selengkapnya

dapat dilihat pada Tabel 8.10 dan gambaran profil rata-rata jumlah alat tangkap selengkapnya

dapat dilihat Gambar 8.11.

-2.000,004.000,006.000,008.000,00

10.000,0012.000,0014.000,00

1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

Tahun

Perkembangan Produksi Perikanan dan Alat Tangkap di Kabupaten Karawang

Produksi Perikanan (dalam ton) Jumlah Alat Tangkap (unit)

Gambar 8.10. Perkembangan Produksi Perikanan dan Jumlah Alat Tangkap di Kabupaten Karawang

Periode 1994 - 2005

Tabel 8.10. Perkembangan Jumlah Alat Tangkap Berdasarkan Jenisnya di Kabupaten Karawang

Periode 2002 – 2005

Jumlah Alat Tangkap (unit) No Jenis Alat Tangkap 2002 2003 2004 2005 Rata2/th

1 Pukat Udang Pukat Udang - - - - - 2 Pukat Kantong Payang 110 110 110 156 122 Dogol 53 - - 82 34 Pukat Pantai 70 70 70 75 713 Pukat Cincin Pukat Cincin - - - 40 104 Jaring Insang Jaring Insang Hanyut 139 139 139 155 143 Jaring Lingkar 78 - - 33 28 Jaring Klitik 492 492 148 206 335 Jaring Insang Tetap 172 172 172 48 1415 Jaring Angkat Bagan Tancap 33 33 33 - 256 Pancing Rawai Tuna - - - - - Rawai Hanyut 158 158 158 208 171 Rawai Tetap - - - - - Pancing yang Lain - - 22 - 6 Pancing Tonda - - - - -7 Perangkap Jermal - - - - - Bubu - 16 20 - 9 Perangkap Lainnya - - - - - Jumlah 1.305 1.190 872 1.003 1.093

Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 (diolah September 2007).

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-8

Page 21: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Jumlah Alat Tangkap Rata-rata per tahun di Kabupaten Karawang

0%

11%

3%7%1%

13%

3%

31%

13%

0%

0%

2%

0%

0%

0%

16%

0%

1%

0%

0%

0%

1%

0%

17%

Pukat Udang

Payang

Dogol

Pukat Pantai

Pukat Cincin

Jaring Insang Hanyut

Jaring Lingkar

Jaring Klitik

Jaring Insang Tetap

Trammelnet

Bagan Perahu

Bagan Tancap

Serok

Jaring Angkat Lainnya

Raw ai Tuna

Raw ai Hanyut

Raw ai Tetap

Pancing yang Lain

Pancing Tonda

Sero

Jermal

Bubu

Perangkap Lainnya

Gambar 8.11. Jumlah Alat Tangkap Rata-rata per tahun di Kabupaten Karawang

Gambar 18 menunjukkan bahwa secara rata-rata per tahun alat tangkap jenis Jaring klitik dan

jaring insang hanyut merupakan dua alat tangkap dominan yang terdapat di Kabupaten Karawang.

Jenis ikan yang umumnya ditangkap oleh nelayan Kabupaten Karawang adalah jenis ikan pelagis

kecil dan udang, seperti layang, tembang, kembung, kuwe, teri, udang dan sebagainya.

Efisiensi alat tangkap di Kabupaten Karawang secara rata-rata sebesar 7,58 ton per satuan unit alat

tangkap. Nilai ini merupakan tingkat efisiensi paling rendah ketiga setelah Kabupaten Bekasi dan

Kabupaten Cirebon. Adapun gambaran hasil tangkapan per satuan unit alat tangkap di Kabupaten

Karawang selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 8.12.

Hasil Tangkapan per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Kabupaten Karawang

y = -0,1473x + 8,6159R2 = 0,041

-

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

14,00

872

1.01

5 1.

162

1.19

0 1.

232

1.28

2 1.

375

Jumlah Alat Tangkap (unit)

CPU

E (to

n/un

it)

CPUE (ton/unit)

Linear (CPUE (ton/unit))

Gambar 8.12.

Hasil Tangkapan Per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Kabupaten Karawang

Pada Gambar 8.12 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan per unit alat tangkap di daerah ini

mengalami perkembangan yang cenderung menurun. Kendati pola hubungan antara CPUE dengan

alat tangkap relatif tidak kuat yang ditunjukkan oleh R-square yang hanya sebesar 4,10 persen,

namun berdasarkan hasil analisis tren tersebut dapat dilihat bahwa terjadi kecenderungan

penurunan hasil tangkapan sebesar 0,1473 ton pada setiap kali peningkatan jumlah alat tangkap

yang digunakan di daerah tersebut.

Kabupaten Subang

Kabupaten Subang merupakan daerah dengan tingkat kontribusi produksi perikanan terbesar

ketiga setelah Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon. Rata-rata produksi perikanan di

daerah ini adalah sebesar 15.514,75 ton per tahunnya. Dengan jumlah alat tangkap rata-rata

sebanyak 665 unit, maka hasil tangkapan rata-rata per satuan unit alat tangkap dapat dihitung

sebesar 23,80 ton per unit alat tangkap. Tabel 8.11 berikut ini menyajikan perkembangan

produksi perikanan, jumlah alat tangkap dan hasil tangkapan per unit alat tangkap di Kabupaten

Subang periode 1994 – 2005.

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-9

Page 22: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Tabel 8.11. Perkembangan Produksi Perikanan, Jumlah Alat Tangkap dan Hasil Tangkapan per Unit Alat

Tangkap di Kabupaten Subang Periode 1994 – 2005

Tahun Produksi Perikanan (ton)

Jumlah Alat Tangkap (unit)

CPUE (ton/unit)

1994 17.058,53 575 29,671995 16.666,77 599 27,821996 16.038,00 603 26,601997 15.649,68 592 26,441998 13.632,90 525 25,971999 14.081,32 579 24,302000 14.093,28 603 23,362001 14.349,88 640 22,412002 14.414,40 759 18,992003 14.702,60 770 19,092004 17.967,50 926 19,402005 17.522,20 813 21,55

Rata-rata 15.514,75 665 23,80 Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 (diolah September 2007).

Gambar 8.13.

Tempat Pelelangan Ikan di Desa Mayangan Kabupaten Subang

Tabel 8.11 juga menunjukkan bahwa produksi perikanan daerah ini dari tahun ke tahun cukup

berfluktuasi. Setelah mengalami penurunan produksi pada periode 1994-1998, namun pada

periode berikutnya yaitu pada tahun 1998-2005 produksi perikanan di kabupaten ini mengalami

peningkatan. Fluktuasi perkembangan juga terjadi pada jumlah alat tangkap yang terdapat di

daerah ini. Gambaran umum perkembangan produksi perikanan dan jumlah alat tangkap secara

diagram dapat dilihat pada Gambar 8.14.

-2.000,004.000,006.000,008.000,00

10.000,0012.000,0014.000,0016.000,0018.000,00

1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

Tahun

Perkembangan Produksi Perikanan dan Alat Tangkap di Kabupaten Subang

Produksi Perikanan (dalam ton) Jumlah Alat Tangkap (unit)

Gambar 8.14. Perkembangan Produksi Perikanan dan Jumlah Alat Tangkap di Kabupaten Subang

Periode 1994 - 2005

Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Subang secara periodik berdasarkan periode

2002-2005 cukup beragam. Pada tahun 2005 penggunaan alat tangkap jenis jaring klitik

merupakan alat tangkap paling diminati oleh nelayan di daerah ini, yaitu tercatat sebanyak 192

unit, disusul kemudian oleh penggunaan alat tangkap jenis jaring insang tetap dan jaring insang

hanyut, yaitu masing-masing sebanyak 174 unit dan 135 unit. Adapun perkembangan alat tangkap

di wilayah Kabupaten Subang berdasarkan masing-masing jenis alat tangkap pada periode 2002-

2005 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8.12.

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-10

Page 23: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Tabel 8.12. Perkembangan Jumlah Alat Tangkap Berdasarkan Jenisnya di Kabupaten Subang

Periode 2002 – 2005

Jumlah Alat Tangkap (unit) No Jenis Alat Tangkap 2002 2003 2004 2005 Rata2/th

1 Pukat Udang Pukat Udang - - - - - 2 Pukat Kantong Payang 50 50 53 53 52 Dogol 65 65 67 67 66 Pukat Pantai 77 77 80 80 793 Pukat Cincin Pukat Cincin - - - - - 4 Jaring Insang Jaring Insang Hanyut 127 132 135 135 132 Jaring Lingkar - - - - - Jaring Klitik 140 142 170 192 161 Jaring Insang Tetap 165 172 174 174 171 Trammelnet - - - - - 5 Jaring Angkat Bagan Perahu - - - - - Bagan Tancap - - - - - Serok - - - - - Jaring Angkat Lainnya - - - - - 6 Pancing Rawai Tuna - - - - - Rawai Hanyut - - - - - Rawai Tetap - - - - - Pancing yang Lain 100 100 112 112 106 Pancing Tonda - - - - - 7 Perangkap Sero - - - - - Jermal - - - - - Bubu - - - - - Perangkap Lainnya 35 32 135 - 51 Jumlah 759 770 926 813 817

Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 (diolah September 2007)

Gambaran profil rata-rata jumlah alat tangkap selengkapnya dapat dilihat Gambar 8.15. Pada

Gambar 8.15 terlihat bahwa secara rata-rata per tahun alat tangkap jenis Jaring insang tetap dan

jaring klitik merupakan dua alat tangkap dominan yang terdapat di Kabupaten Subang. Jenis ikan

yang umumnya ditangkap oleh nelayan Kabupaten Subang adalah jenis ikan pelagis kecil dan

udang, seperti layang, tembang, kembung, kuwe, teri, udang dan sebagainya

Jumlah Alat Tangkap Rata-rata per tahun di Kabupaten Subang

0%

6%

8%10%

0%

16%

0%

20%

21%

0%

0%

0%

0%

0%

0%

0%

0%

13%

0%

0%

0%

0%

6%

19%

Pukat Udang Payang Dogol Pukat PantaiPukat Cincin Jaring Insang Hanyut Jaring Lingkar Jaring KlitikJaring Insang Tetap Trammelnet Bagan Perahu Bagan TancapSerok Jaring Angkat Lainnya Raw ai Tuna Raw ai HanyutRaw ai Tetap Pancing yang Lain Pancing Tonda SeroJermal Bubu Perangkap Lainnya

Gambar 8.15.

Jumlah Alat Tangkap Rata-rata per tahun di Kabupaten Subang

Efisiensi alat tangkap di Kabupaten Subang secara rata-rata sebesar 23,80 ton per satuan unit alat

tangkap. Nilai ini merupakan tingkat efisiensi paling tinggi diantara daerah-daerah lainnya yang

berada di wilayah pesisir Provinsi Jawa Barat bagian utara. Adapun gambaran hasil tangkapan per

satuan unit alat tangkap di Kabupaten Subang selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 16.

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-11

Page 24: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Hasil Tangkapan per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Kabupaten Subang

y = -0,7437x + 29,006R2 = 0,7084

-

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

35,00

525

579

599

603

665

770

926

Jumlah Alat Tangkap (unit)

CPU

E (to

n/un

it)

CPUE (ton/unit)

Linear (CPUE (ton/unit))

Gambar 8.16.

Hasil Tangkapan Per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Kabupaten Subang

Pada Gambar 8.16 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan per unit alat tangkap di daerah ini

mengalami perkembangan yang cenderung menurun. Hubungan antara CPUE dengan alat tangkap

relatif kuat yang ditunjukkan oleh R-square yang sebesar 70,84 persen. Berdasarkan hasil analisis

tren tersebut dapat dilihat bahwa terjadi kecenderungan penurunan hasil tangkapan sebesar

0,7437 ton pada setiap kali peningkatan jumlah alat tangkap yang digunakan di daerah tersebut.

Kabupaten Indramayu

Kabupaten Indramayu merupakan daerah dengan tingkat kontribusi produksi perikanan terbesar

diantara daerah-daerah lainnya di wilayah pesisir Provinsi Jawa Barat bagian utara. Rata-rata

produksi perikanan di daerah ini adalah sebesar 58.243,80 ton per tahunnya. Dengan jumlah alat

tangkap rata-rata sebanyak 6.329 unit, maka hasil tangkapan rata-rata per satuan unit alat

tangkap dapat dihitung sebesar 9,33 ton per unit alat tangkap. Tabel 8.13 berikut ini menyajikan

perkembangan produksi perikanan, jumlah alat tangkap dan hasil tangkapan per unit alat tangkap

di Kabupaten Indramayu periode 1994 – 2005.

Tabel 8.13. Perkembangan Produksi Perikanan, Jumlah Alat Tangkap dan Hasil Tangkapan per Unit Alat

Tangkap di Kabupaten Indramayu Periode 1994 – 2005

Tahun Produksi Perikanan (ton)

Jumlah Alat Tangkap (unit)

CPUE (ton/unit)

1994 10.874,43 6.014 1,811995 46.128,81 8.020 5,751996 51.285,75 6.229 8,231997 65.320,70 6.152 10,621998 61.968,00 6.152 10,071999 67.094,88 6.122 10,962000 70.160,67 6.094 11,512001 71.446,12 6.088 11,732002 59.840,80 5.224 11,452003 60.677,20 6.309 9,622004 66.789,40 5.821 11,472005 67.338,80 7.721 8,72

Rata-rata 58.243,80 6.329 9,33 Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 (diolah September 2007).

Gambar 8.17.

Kegiatan Perikanan di Eretan Kulon Kabupaten Indramayu

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-12

Page 25: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Tabel 8.13 juga menunjukkan bahwa produksi perikanan daerah ini dari tahun ke tahun cukup

berfluktuasi. Kendati diselingi penurunan pada tahun 1998, namun pada periode tahun 1994-2001

produksi perikanan di kabupaten ini mengalami peningkatan, namun pada tahun 2002 terjadi

penurunan produksi perikanan yang cukup besar, kendati kembali mengalami peningkatan pada

tahun 2002-2005. Demikian halnya dengan jumlah alat tangkap yang juga mengalami

perkembangan yang berfluktuasi. Gambaran umum perkembangan produksi perikanan dan jumlah

alat tangkap secara diagram dapat dilihat pada Gambar 8.18.

-10.000,0020.000,0030.000,0040.000,0050.000,0060.000,0070.000,0080.000,00

1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

Tahun

Perkembangan Produksi Perikanan dan Alat Tangkap di Kabupaten Indramayu

Produksi Perikanan (dalam ton) Jumlah Alat Tangkap (unit)

Gambar 8.18. Perkembangan Produksi Perikanan dan Jumlah Alat Tangkap di Kabupaten Indramayu

Periode 1994 - 2005

Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Indramayu secara periodik berdasarkan

periode 2002-2005 cukup beragam. Pada tahun 2005 penggunaan alat tangkap jenis jaring insang

hanyut merupakan alat tangkap paling diminati oleh nelayan di daerah ini, yaitu tercatat sebanyak

2.091 unit, disusul kemudian oleh penggunaan alat tangkap jenis jaring lingkar dan payang, yaitu

masing-masing sebanyak 1.465 unit dan 1.281 unit. Adapun perkembangan alat tangkap di

wilayah Kabupaten Indramayu berdasarkan masing-masing jenis alat tangkap pada periode 2002-

2005 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8.14.

Tabel 8.14. Perkembangan Jumlah Alat Tangkap Berdasarkan Jenisnya di Kabupaten Indramayu

Periode 2002 – 2005

Jumlah Alat Tangkap (unit) No Jenis Alat Tangkap 2002 2003 2004 2005 Rata2/th

1 Pukat Udang Pukat Udang - - - - - 2 Pukat Kantong Payang 1.198 1.281 1.281 1.281 1.260 Dogol 191 205 205 205 202 Pukat Pantai 268 288 288 288 2833 Pukat Cincin Pukat Cincin 146 156 156 156 154 4 Jaring Insang Jaring Insang Hanyut 1.950 2.091 2.091 2.091 2.056 Jaring Lingkar - - - 1.465 366 Jaring Klitik 811 870 870 870 855 Jaring Insang Tetap - - - 222 56 Trammelnet - 299 294 294 2225 Jaring Angkat Bagan Perahu - - - - - Bagan Tancap - - - - - Serok - - - - - Jaring Angkat Lainnya - - - - - 6 Pancing Rawai Tuna - - - - - Rawai Hanyut - - - - - Rawai Tetap - - - - - Pancing yang Lain 338 1.039 332 332 510 Pancing Tonda - - 24 94 307 Perangkap Sero 322 80 80 180 166 Jermal - - - - - Bubu - - 200 243 111 Perangkap Lainnya - - - - - Jumlah 5.224 6.309 5.821 7.721 6.269

Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 (diolah September 2007)

Secara rata-rata per tahun alat tangkap jenis Jaring insang hanyut dan Payang merupakan dua alat

tangkap dominan yang terdapat di Kabupaten Indramayu. Hal ini mengindikasikan bahwa jenis

ikan yang umumnya ditangkap oleh nelayan Kabupaten Indramayu adalah jenis ikan pelagis kecil,

seperti layang, tembang, kembung, kuwe, teri, dan sebagainya. Gambaran profil rata-rata jumlah

alat tangkap selengkapnya di Kabupaten Indramayu dapat dilihat Gambar 8.19.

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-13

Page 26: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Jumlah Alat Tangkap Rata-rata per tahun di Kabupaten Indramayu

0%

20%

3%

5%

2%

33%

6%14%

1%4%

0%0%0%0%0%

0%

0%

8%

0%

3%

0%

2%

0%

13%

Pukat Udang Payang Dogol Pukat PantaiPukat Cincin Jaring Insang Hanyut Jaring Lingkar Jaring KlitikJaring Insang Tetap Trammelnet Bagan Perahu Bagan TancapSerok Jaring Angkat Lainnya Rawai Tuna Rawai HanyutRawai Tetap Pancing yang Lain Pancing Tonda SeroJermal Bubu Perangkap Lainnya

Gambar 8.19.

Jumlah Alat Tangkap Rata-rata per tahun di Kabupaten Indramayu

Efisiensi alat tangkap di Kabupaten Indramayu secara rata-rata sebesar 9,33 ton per satuan unit

alat tangkap. Nilai ini merupakan tingkat efisiensi tertinggi ketiga setelah Kabupaten Subang dan

Kota Cirebon.

Hasil tangkapan per unit alat tangkap di daerah ini mengalami perkembangan yang cenderung

menurun. Kendati pola hubungan antara CPUE dengan alat tangkap relatif tidak kuat yang

ditunjukkan oleh R-square yang hanya sebesar 5,77 persen, namun berdasarkan hasil analisis tren

tersebut dapat dilihat bahwa terjadi kecenderungan penurunan hasil tangkapan sebesar 0,1741 ton

pada setiap kali peningkatan jumlah alat tangkap yang digunakan di daerah tersebut. Gambaran

selengkapnya CPUE di Kabupaten Indramayu dapat dilihat pada Gambar 8.20.

Hasil Tangkapan per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Kabupaten Indramayu

y = -0,1741x + 10,549R2 = 0,0577

-

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

14,00

5.224

6.

014

6.094

6.15

2 6.

229

6.329

8.02

0

Jumlah Alat Tangkap (unit)

CPU

E (to

n/un

it)

CPUE (ton/unit)

Linear (CPUE (ton/unit))

Gambar 8.20.

Hasil Tangkapan Per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Kabupaten Indramayu

Kabupaten Cirebon

Kabupaten Cirebon merupakan daerah dengan tingkat kontribusi produksi perikanan terbesar

kedua setelah Kabupaten Indramayu. Rata-rata produksi perikanan di daerah ini adalah sebesar

27.637,32 ton per tahunnya. Dengan jumlah alat tangkap rata-rata sebanyak 6.051 unit, maka

hasil tangkapan rata-rata per satuan unit alat tangkap dapat dihitung sebesar 4,85 ton per unit alat

tangkap. Tabel 8.15 berikut ini menyajikan perkembangan produksi perikanan, jumlah alat

tangkap dan hasil tangkapan per unit alat tangkap di Kabupaten Cirebon periode 1994 – 2005.

Tabel 8.15 juga menunjukkan bahwa produksi perikanan daerah ini dari tahun ke tahun

mengalami peningkatan, kecuali pada tahun 1997 yang mengalami penurunan dari sebesar

18.463,77 ton pada tahun 1996 menjadi sebanyak 16.061,30 ton pada tahun 1997. Hal ini lebih

disebabkan oleh adanya penurunan jumlah alat tangkap dari sebanyak 3.497 unit pada tahun 1996

menjadi sekitar 3.153 unit pada tahun 1997. Penurunan jumlah alat tangkap juga terjadi pada

tahun 2003, yaitu dari sebanyak 9.609 unit pada tahun 2002 menjadi sekitar 7.359 unit pada pada

tahun 2003.

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-14

Page 27: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Tabel 8.15. Perkembangan Produksi Perikanan, Jumlah Alat Tangkap dan Hasil Tangkapan

per Unit Alat Tangkap di Kabupaten Cirebon Periode 1994 – 2005

Tahun Produksi Perikanan (ton)

Jumlah Alat Tangkap (unit)

CPUE (ton/unit)

1994 18.695,15 3.452 5,421995 18.537,81 3.455 5,371996 18.463,77 3.497 5,281997 16.061,30 3.153 5,091998 16.494,70 3.213 5,131999 24.234,54 4.782 5,072000 26.895,11 5.380 5,002001 29.910,96 6.071 4,932002 40.168,50 9.609 4,182003 40.789,00 7.359 5,542004 40.843,00 10.814 3,782005 40.554,00 11.828 3,43

Rata-rata 27.637,32 6.051 4,85Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 dan Atlas Sumberdaya Pesisir dan Laut

Provinsi Jabar Bagian Utara 2000 (diolah September 2007).

Gambaran umum perkembangan produksi perikanan dan jumlah alat tangkap secara diagram

dapat dilihat pada Gambar 8.20 dan Tabel 8.16.

-5.000,00

10.000,0015.000,0020.000,0025.000,0030.000,0035.000,0040.000,0045.000,00

1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

Tahun

Perkembangan Produksi Perikanan dan Alat Tangkap di Kabupaten Cirebon

Produksi Perikanan (dalam ton) Jumlah Alat Tangkap (unit)

Gambar 8.20. Perkembangan Produksi Perikanan dan Jumlah Alat Tangkap di

Kabupaten Cirebon Periode 1994 - 2005

Tabel 8.16. Perkembangan Jumlah Alat Tangkap Berdasarkan Jenisnya di Kab. Cirebon Periode 2002 – 2005

Jumlah Alat Tangkap (unit) No Jenis Alat Tangkap

2002 2003 2004 2005 Rata2/th1 Pukat Udang Pukat Udang - - - - -2 Pukat Kantong Payang 802 401 401 1.730 834 Dogol 2.252 196 373 373 799 Pukat Pantai 100 - 2.160 2.160 1.1053 Pukat Cincin Pukat Cincin - - - - -4 Jaring Insang Jaring Insang Hanyut 1.374 1.524 1.864 3.157 1.980 Jaring Lingkar 171 171 221 884 362 Jaring Klitik - - 292 - 73 Jaring Insang Tetap 2.632 2.632 2.634 634 2.133 Trammelnet 2.104 2.204 2.204 2.204 2.1795 Jaring Angkat Bagan Tancap 93 93 180 501 2176 Pancing Rawai Tetap 81 73 185 185 131 Pancing yang Lain - 65 300 - 91 Jumlah 9.609 7.359 10.814 11.828 9.903

Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 (diolah September 2007)

Gambar 8.21.

Fasilitas TPI yang Belum Dimanfaatkan di Bondet Cirebon

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-15

Page 28: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Cirebon secara periodik berdasarkan periode

2002-2005 cukup beragam. Pada tahun 2005 penggunaan alat tangkap jenis jaring insang hanyut

merupakan alat tangkap paling diminati oleh nelayan di daerah ini, yaitu tercatat sebanyak 3.157

unit, disusul kemudian oleh penggunaan alat tangkap jenis trammelnet dan pukat pantai, yaitu

masing-masing sebanyak 2.204 unit dan 2.160 unit. Gambaran profil rata-rata jumlah alat tangkap

di Kabupaten Cirebon selengkapnya dapat dilihat Gambar 8.22.

Jumlah Alat Tangkap Rata-rata per tahun di Kabupaten Cirebon

0%

8%

8%

11%0%

20%

4%

1%

22%

22%

0%

2%

0%

0%

0%

0%

1%

1%

0%

0%

0%

0%

0%

2%

Pukat Udang Payang Dogol Pukat PantaiPukat Cincin Jaring Insang Hanyut Jaring Lingkar Jaring KlitikJaring Insang Tetap Trammelnet Bagan Perahu Bagan TancapSerok Jaring Angkat Lainnya Rawai Tuna Rawai HanyutRawai Tetap Pancing yang Lain Pancing Tonda SeroJermal Bubu Perangkap Lainnya

Gambar 8.22.

Jumlah Alat Tangkap Rata-rata per tahun di Kabupaten Cirebon

Gambar 8.23 menunjukkan bahwa secara rata-rata per tahun alat tangkap jenis Trammelnet dan

Jaring insang hanyut merupakan dua alat tangkap dominan yang terdapat di Kabupaten Cirebon.

Jenis ikan yang umumnya ditangkap oleh nelayan Kabupaten Cirebon adalah jenis ikan pelagis kecil

dan udang, seperti layang, tembang, kembung, teri, udang dan sebagainya.

Efisiensi alat tangkap di Kabupaten Cirebon secara rata-rata sebesar 4,85 ton per satuan unit alat

tangkap. Nilai ini merupakan tingkat efisiensi terendah kedua setelah Kabupaten Bekasi. Adapun

gambaran hasil tangkapan per satuan unit alat tangkap di Kabupaten Cirebon selengkapnya dapat

dilihat pada Gambar 8.23.

Hasil Tangkapan per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Kabupaten Cirebon

y = -0,1215x + 5,7011R2 = 0,5279

-

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

3.15

3

3.45

2 3.

497

5.38

0

6.07

1 9.

609

11.82

8

Jumlah Alat Tangkap (unit)

CPU

E (to

n/un

it)

CPUE (ton/unit)

Linear (CPUE (ton/unit))

Gambar 8.23.

Hasil Tangkapan Per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Kabupaten Cirebon

Pada Gambar 8.24 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan per unit alat tangkap di daerah ini

mengalami perkembangan yang cenderung menurun. Hubungan antara CPUE dengan alat tangkap

relatif cukup kuat yang ditunjukkan oleh R-square yang sebesar 52,79 persen. Berdasarkan hasil

analisis tren tersebut dapat dilihat bahwa terjadi kecenderungan penurunan hasil tangkapan

sebesar 0,1215 ton pada setiap kali peningkatan jumlah alat tangkap yang digunakan di daerah

tersebut.

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-16

Page 29: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Gambar 8.24. Aktivitas Perikanan Tangkap di Desa Gebang Kabupaten Cirebon

Kota Cirebon

Kota Cirebon merupakan daerah dengan tingkat kontribusi produksi perikanan terkecil kedua

setelah Kabupaten Bekasi. Rata-rata produksi perikanan di daerah ini adalah sebesar 3.720,72 ton

per tahunnya. Dengan jumlah alat tangkap rata-rata sebanyak 225 unit, maka hasil tangkapan

rata-rata per satuan unit alat tangkap dapat dihitung sebesar 19,21 ton per unit alat tangkap.

Produksi perikanan daerah ini dari tahun ke tahun relatif fluktuatif. Setelah mengalami penurunan

pada periode tahun 1994-1997, produksi perikanan daerah ini mengalami peningkatan pada

periode 1997-2004, dan kembali mengalami penurunan pada tahun 2005 dari sebanyak 4.087,40

ton pada tahun 2004 menjadi sekitar 3.458,10 ton pada tahun 2005. Demikian halnya dengan

jumlah alat tangkap yang juga mengalami perkembangan yang berfluktuasi. Tabel 8.17 berikut

ini menyajikan perkembangan produksi perikanan, jumlah alat tangkap dan hasil tangkapan per

unit alat tangkap di Kota Cirebon periode 1994 – 2005.

Tabel 8.17.

Perkembangan Produksi Perikanan, Jumlah Alat Tangkap dan Hasil Tangkapan per Unit Alat Tangkap di Kota Cirebon Periode 1994 – 2005

Tahun Produksi Perikanan (ton)

Jumlah Alat Tangkap (unit)

CPUE (ton/unit)

1994 4.428,60 149 29,721995 4.183,38 149 28,081996 3.809,04 145 26,271997 2.508,90 200 12,541998 3.281,40 140 23,361999 3.344,73 154 21,652000 3.584,26 180 19,892001 3.833,54 212 18,072002 4.056,20 200 20,282003 4.073,10 492 8,282004 4.087,40 338 12,092005 3.458,10 338 10,23

Rata-rata 3.720,72 225 19,21

Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 (diolah September 2007).

Gambaran umum perkembangan produksi perikanan dan jumlah alat tangkap secara diagram

dapat dilihat pada Gambar 8.25.

-500,00

1.000,001.500,002.000,002.500,003.000,003.500,004.000,004.500,00

1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

Tahun

Perkembangan Produksi Perikanan dan Alat Tangkap di Kota Cirebon

Produksi Perikanan (dalam ton) Jumlah Alat Tangkap (unit)

Gambar 8.25. Perkembangan Produksi Perikanan dan Jumlah Alat Tangkap di Kota Cirebon Periode 1994 - 2005

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-17

Page 30: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Kota Cirebon secara periodik berdasarkan periode 2002-

2005 tidak begitu beragam. Pada tahun 2005 penggunaan alat tangkap jenis jaring insang hanyut

merupakan alat tangkap paling diminati oleh nelayan di daerah ini, yaitu tercatat sebanyak 144

unit, disusul kemudian oleh penggunaan alat tangkap jenis jaring trammelnet dan dogol, yaitu

masing-masing sebanyak 104 unit dan 90 unit. Adapun perkembangan alat tangkap di wilayah

Kota Cirebon berdasarkan masing-masing jenis alat tangkap pada periode 2002-2005 selengkapnya

dapat dilihat pada Tabel 8.18 dan gambaran profil rata-rata jumlah alat tangkap selengkapnya

dapat dilihat Gambar 8.26.

Tabel 8.18.

Perkembangan Jumlah Alat Tangkap Berdasarkan Jenisnya di Kota Cirebon Periode 2002 – 2005

Jumlah Alat Tangkap (unit) No Jenis Alat Tangkap 2002 2003 2004 2005 Rata2/th

1 Pukat Udang Pukat Udang - - - - - 2 Pukat Kantong Payang - - - - - Dogol - - 90 90 45 Pukat Pantai - - - - -3 Pukat Cincin Pukat Cincin - - - - - 4 Jaring Insang Jaring Insang Hanyut 36 110 144 144 109 Jaring Lingkar - - - - - Jaring Klitik 109 156 - - 66 Jaring Insang Tetap - 116 - - 29 Trammelnet 55 110 104 104 935 Jaring Angkat Bagan Perahu - - - - - Bagan Tancap - - - - - Serok - - - - - Jaring Angkat Lainnya - - - - - 6 Pancing Rawai Tuna - - - - - Rawai Hanyut - - - - - Rawai Tetap - - - - - Pancing yang Lain - - - - - Pancing Tonda - - - - -7 Perangkap Sero - - - - - Jermal - - - - - Bubu - - - - - Perangkap Lainnya - - - - - Jumlah 200 492 338 338 342

Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 (diolah September 2007).

Jumlah Alat Tangkap Rata-rata per tahun di Kota Cirebon

0%

0%

13%

0%

0%

32%

0%

19%

8%27%

0%

0%

0%

0%

0%

0%0%0%0%0%0%0%0%

0%

Pukat Udang

Payang

Dogol

Pukat Pantai

Pukat Cincin

Jaring Insang Hanyut

Jaring Lingkar

Jaring Klitik

Jaring Insang Tetap

Trammelnet

Bagan Perahu

Bagan Tancap

Serok

Jaring Angkat Lainnya

Rawai Tuna

Rawai Hanyut

Rawai Tetap

Pancing yang Lain

Pancing Tonda

Sero

Jermal

Bubu

Perangkap Lainnya

Gambar 8.26. Jumlah Alat Tangkap Rata-rata per tahun di Kota Cirebon

Gambar 8.26 menunjukkan bahwa secara rata-rata per tahun alat tangkap jenis Jaring insang

hanyut dan Trammelnet merupakan dua alat tangkap dominan yang terdapat di Kota Cirebon,

masing-masing memberikan kontribusi jumlah alat tangkap sebesar 32 persen dan 27 persen. Hal

ini mengindikasikan bahwa jenis ikan yang umumnya ditangkap oleh nelayan Kota Cirebon adalah

jenis ikan pelagis kecil dan udang, seperti layang, tembang, kembung, teri, udang dan sebagainya.

Efisiensi alat tangkap di Kota Cirebon secara rata-rata sebesar 19,21 ton per satuan unit alat

tangkap. Nilai ini merupakan tingkat efisiensi tertinggi kedua setelah Kabupaten Subang. Adapun

gambaran hasil tangkapan per satuan unit alat tangkap di Kota Cirebon selengkapnya dapat dilihat

pada Gambar 8.27.

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-18

Page 31: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Hasil Tangkapan per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Kota Cirebon

y = -1,5087x + 29,767R2 = 0,7394

-

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

35,00

140

149

154

200

212

338

492

Jumlah Alat Tangkap (unit)

CPU

E (to

n/un

it)

CPUE (ton/unit)Linear (CPUE (ton/unit))

Gambar 8.27.

Hasil Tangkapan Per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Kota Cirebon

Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan per unit alat tangkap di daerah ini

mengalami perkembangan yang cenderung menurun. Hubungan antara CPUE dengan alat tangkap

relatif cukup kuat yang ditunjukkan oleh R-square yang sebesar 73,94 persen. Berdasarkan hasil

analisis tren tersebut dapat dilihat bahwa terjadi kecenderungan penurunan hasil tangkapan

sebesar 1,5087 ton pada setiap kali peningkatan jumlah alat tangkap yang digunakan di daerah

tersebut.

Secara spasial, produksi, armada perikanan, sebaran TPI, alat tangkap dan jumlah Rumah Tangga

Perikanan (RTP) di pesisir utara Jawa Barat dapat dilihat pada Peta 10 dan Peta 11.

8.2. Perikanan Budidaya

8.2.1 Kondisi Tahun 2002

Berdasarkan data ATLAS pesisir utara Jawa Barat tahun 2000, maka kondisi perikanan budidaya di

pesisir utara Jawa Barat diuraikan sebagai berikut:

Kegiatan perikanan budidaya didominasi oleh budidaya tambak dengan komoditas utamanya udang

windu (Penaeus monodon) menyusul kemudian ikan bandeng (Channos channos Forskal).

Sebagian besar tambak merupakan tambak berpola tradisional yang telah beroperasi sejak puluhan

dan bahkan ratusan tahun yang lalu. Kendala yang umumnya dihadapi dalam budidaya tambak

adalah buruknya kualitas air yang disebabkan sungai-sungai yang mengalir ke kawasan pantai

telah mengalami pencemaran yang berasal dari limbah perkotaan/perkampungan, limbah

pertanian, limbah industri dan limbah tambak-tambak itu sendiri. Kawasan hutan mangrove yang

di andalkan sebagai penyangga kualitas air juga telah mengalami kerusakan yang berat. Bahkan di

banyak kawasan hutan mangrovenya telah habis sama sekali. Sangat sedikit sekali kawasan pesisir

pantai utara (pantura) yang luasan jalur hijaunya (Green Belt) masih baik dan memenuhi

kententuan lingkungan hidup. Kondisi/potensi perikanan di setiap kabupaten/kota di kawasan

pantai Jawa Barat bagian utara dapat dijelaskan sebagai berikut :

Kabupaten Bekasi

Kegiatan perikanan budidaya pantai di Kabupaten Bekasi hanya terdiri dari budidaya ikan/udang di

tambak. Perikanan tambak tersebar di tiga kecamatan pesisir yaitu Kecamatan Tarumajaya,

Babelan, dan Muara Gembong. Kegiatan perikanan tambak selama 5 tahun terakhir tetap

memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah. Kontribusi volume dari perikanan tambak

mencapai lebih dari 70 % dari total produksi perikanan. Fasilitas pendukung perikanan budidaya

tambak adalah panjang saluran yang mengairi keseluruhan tambak-tambak tersebut sepanjang

119 km yang tersebar di tiga wilayah, yaitu 81,5 km di Kecamatan Muara Gembong; 19,5 km di

Kecamatan Tarumajaya; dan 18 km di Kecamatan Babelan.

Luasan tambak di Kabupaten Bekasi tercatat 8.020 ha yang tersebar di 3 (tiga) kecamatan yaitu

7.423 ha di Kecamatan Muara Gembong, 187 ha di Kecamatan Tarumajaya dan 410 ha di

Kecamatan Babelan. Pada periode 1998/1999 dari total luasan tambak tersebut menghasilkan

5.616 ton (udang dan ikan). Berarti produktivitasnya sebesar 700 kg/ha/th. Produktivitas tersebut

memiliki kontribusi sebesar 76,7 % dari total produksi perikanan yang mencapai 7.315,6 ton.

Kabupaten Karawang

Pesisir Kabupaten Karawang yang memiliki garis pantai 84,23 km memiliki tambak dengan luas

total 18.273,28 ha. Sumber air tawar untuk kegiatan tambak diambil dari sungai dan sluran-

saluran irigasi dengan total panjang mencapai 617,5 km. Di Kabupaten Karawang terdapat satu

proyek pertambakan berskala besar (nasional), yaitu Proyek Pandu Tambak Inti Rakyat (PP-TIR).

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-19

Page 32: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Proyek Pandu Tambak Inti Rakyat (PP-TIR) Karawang terletak di Desa Pusakajaya Utara,

Kecamatan Pedes, Karawang. Dengan luas kurang lebih 350 ha, PP-TIR merupakan salah satu

model pengelolaan tambak intensif yang melibatkan masyarakat sebagai plasma. PP-TIR berdiri

pada tahun 1986 berdasarkan Keppres No.18/1984 dan berada di bawah pengelolaan pemerintah,

yakni dibawah Sekretariat Negara (Setneg).

Sejak dibangunnya proyek ini, keberhasilan budidaya udang hanya dicapai sampai dengan tahun

1989. Kemudian mulai tahun 1990, seiring dengan mewabahnya berbagai penyakit, produksinya

menurun tajam hingga pertengahan 1995. Untuk meneruskan program PP-TIR, manajemen

proyek kemudian diserahkan kepada pihak swasta, yaitu Yayasan Nusamba cq. PT. Pangansari

Utama. Dengan manajemen baru inipun ternyata masih belum mampu membangkitkan kejayaan

PP-TIR, dimana sampai akhir tahun 1996 keberhasilan produksi hanya mencapai 20 %, sehingga

dana yang telah dialokasikan oleh yayasan inipun hampir habis. Dalam kondisi yang demikian, PT.

Pangansari Utama meminta bantuan kepada IPB melalui Fakultas Perikanan untuk mengatasi

permasalahan kegagalan produksi. Oleh karena itu semenjak awal 1997, pengelolaan PP-TIR

berada dibawah kendali Fakultas Perikanan IPB.

Berkat keterlibatan beberapa ahli dari Fakultas Perikanan IPB, PP-TIR mampu meningkatkan

keberhasilan produksinya hingga 80 %. Pada tahun 1997, PP-TIR mampu menghasilkan produksi

sebesar 170 ton dari 106 petak tambak (produktivitas rata-rata 1,5 ton/petak/MT atau 3,75

ton/ha/MT). Pada pertengahan tahun 1998 produksi menurun menjadi 1.040 ton/petak akibat

meningkatnya pencemaran perairan di sekitar PP-TIR.

Di samping peningkatan produksi, juga telah dilakukan perbaikan tingkat kesejahteraan petani dan

karyawan. Sistem pembagian keuntungan kemudian menjadi sistem bagi hasil, dimana seluruh

karyawan mendapat bagian sebesar 15 % dari total keuntungan bersih dari setiap petak yang

berhasil.

Diluar PP-TIR tersebut di atas produksi perikanan budidaya tambak di Kabupaten Karawang pada

paruh tahun 1999/2000 mencapai 16.265,9 ton. Dibandingkan dengan tahun lalu produksi ini

meningkat sebesar 14,6 %, namun produksi ini hanya mencapai 33,25 % dari target produksi

budidaya tambak di Kabupaten Karawang. Hasil pencapaian produksi tersebut merupakan hasil

panen dari luasan tambak sebesar 13.405 ha (73,4 % dari target potensi luasan lahan) yang

berarti produktivitas mencapai 1,2 ton/ha/th. Potensi dan pemanfaatan areal tambak di kawasan

pesisir Kabupaten Karawang disajikan pada Tabel 8.19.

Tabel 8.19.

Penyebaran Potensi dan Keadaan Luas Tambak Kabupaten Karawang 1999

Potensi Keadaan1 Cilamaya (6) 981.63 863.40 22 Tempuran (5) 959.60 782.89 13 Pedes (2) 1,758.64 944.50 14 Cibuaya (2) 4,870.00 3,845.50 15 Tirtajaya (2) 4,842.42 3,455.00 26 Batujaya (2) 2,240.80 1,028.00 27 Pakisjaya (3) 2,485.11 1,417.00 1

Total (22) 18,138.20 12,336.29 10

Kecamatan (desa)No TPHTLuas Tambak (Ha)

Sumber : Dinas Perikanan Karawang, 1999 (Seksi Prasarana)

Kabupaten Subang

Kabupaten Subang memiliki garis pantai sepanjang 68 km. Tambak yang telah dikembangkan di

kawasan tersebut telah mencapai 10.000 ha yang tersebar di 4 kecamatan, yaitu Blanakan,

Pamanukan, Legon Kulon dan Pusakanegara. Dibandingkan dengan kawasan lain pesisir

Kabupaten Subang masih memiliki jalur hijau (Green Belt) cukup baik.

Selama kurun waktu tahun 1999, produksi perikanan budidaya tambak di Kabupaten Subang

mengalami peningkatan sebesar 8,1 % di banding dengan tahun sebelumnya (dari 6.308,9 ton

menjadi 6.819,0 ton). Produksi budidaya tambak tersebut merupakan pencapaian dari luas lahan

sebesar 8.254,28 ha atau produktivitas mencapai 826 kg/ha/th. Beberapa jenis komoditi yang

mengalami kenaikan mencolok adalah kakap, udang windu (228,9 % dan udang putih (172,4 %)

Sedangkan produksi udang api-api menurun sebesar 76,5 % dari 1.589 ton menjadi 374,2 ton.

Terjadinya peningkatan produksi ini disebabkan oleh semakin meningkatnya keuletan, kegigihan,

dan ketekunan para petani ikan/nelayan dalam meningkatkan usahanya, di samping tidak terlepas

dari adanya dukungan pemerintah dalam usaha membantu memperbaiki taraf hidup rakyat.

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-20

Page 33: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Kabupaten Indramayu

Potensi efektif budidaya tambak di Kabupaten Indramayu adalah 11.939 ha yang terdapat di

Kecamatan Indramayu (2.090 ha), Sindang (5.446 ha), Losarang (3.005 ha), Krangkeng (491 ha),

Kandanghaur (341 ha), Sukra (247 ha), Lohbener (244 ha), Balongan (54 ha), dan Juntinyuat (21

ha). Potensi dan tingkat pemanfaatan lahan dapat berkembang setelah prasarana saluran dan

jalan juga dikembangkan.

Sarana penunjang usaha budidaya tambak di Kabupaten Indramayu tahun 1999 adalah 13 unit

hatchery, 30 unit back yard hatchery dan oslahan serta 18 unit usaha saprotan.

Selama tahun 1999, budidaya tambak di Kabupaten Indramayu menghasilkan produksi sebesar

8.917,1 ton (Kecamatan Sindang 3.328 ton, Losarang 1.694 ton, Indramayu 1.621 ton,

Kandanghaur 1.185 ton, Krangkeng 877 ton, Lohbener 136,4 ton, Balongan 40,4 ton, Sukra 29,5

ton, dan Juntinyuat 5,8 ton), dengan nilai Rp. 177.213.850.000,-.

Kabupaten Cirebon

Dengan pantai sepanjang 54 km, potensi budidaya tambak di Kabupaten Cirebon adalah seluas

4.814,91 ha yang tersebar sepanjang pantai utara.

Pada tahun 1999 kontribusi budidaya tambak adalah sebesar 14 % dari total volume produksi,

(menurun sekitar 11,1 % dari tahun sebelumnya) namun masih memiliki kontribusi finansial

sebesar 44 % dari total nilai hasil jual produksi perikanan atau paling tinggi bila dibandingkan

dengan usaha produksi perikanan lainnya. Penurunan sebesar 11,1 %, tersebut disebabkan oleh

beberapa hal antara lain:

• Stabilitas politik dan keamanan yang labil yang menyebabkan investor ragu dalam

menanamkan modalnya.

• Masih banyaknya gangguan penjarahan terhadap ikan/udang yang dipelihara

• Serangan hama dan penyakit udang yang masih belum dapat ditanggulangi

• Permodalan petani tambak pada umumnya relatif rendah

Disamping usaha budidaya tambak juga dikembangkan budidaya lain khususnya kerang hijau,

hingga kini mampu memproduksi 50 ton/tahun.

Kota Cirebon

Kota Cirebon tidak mempunyai potensi dalam pengembangan budidaya pesisir. Ini dikarenakan

Kota Cirebon hanya memiliki luas 37,36 km2 dan garis pantai yang hanya 7 km telah dimanfaatkan

sebagai pelabuhan, industri, pariwisata, dan CUDP.

8.2.2 Kondisi Saat ini

Perikanan budidaya (akuakultur) merupakan subsektor pangan yang pertumbuhannya paling cepat

di dunia. Kajian Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), dari sejumlah potensi ekonomi

sumber daya kelautan dan perikanan sebesar 82 miliar dollar AS per tahun, perikanan budidaya

bisa menghasilkan 61,9 miliar dollar AS (sekitar 75,5 persen). Bandingkan dengan perikanan

tangkap, termasuk di perairan umum, yang hanya memberi peluang sekitar 16,2 miliar dollar AS.

Dengan kata lain perikanan budidaya di Indonesia sebenarnya mampu melebihi nilai produksi

akuakultur dunia pada 2002 (60 miliar dollar AS). Ketinggalan

Ragam komoditasnya berupa ikan air tawar (44,01%), keong/kerang (23,19%), tanaman air

(21,37%), ikan diadromus (4,84%), udang-udangan (3,97%), ikan laut (1,98%), serta golongan

hewan air lainnya (0,28%). Berdasarkan data FAO 2004, Asia menyumbang hasil terbanyak 94,37

persen (China memberi kontribusi sebesar 71,2 persen dari total produksi dunia), disusul Amerika

Selatan (1,77%), Eropa (1,53%), Amerika Serikat (1,42%), Amerika Utara (0,47%), negara-negara

bekas kesatuan Uni Soviet (0,23%), dan Afrika (0,21%).

Permintaan dalam negeri dan dunia terhadap produk perikanan terus meningkat seiring dengan

pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya kesadaran manusia akan manfaat ikan yang

menyehatkan dan mencerdaskan. Kemampuan produksi produk perikanan dari kegiatan perikanan

tangkap pada tataran global maksimum sebesar 90 juta ton per tahun (FAO, 2004), dan nasional

6,4 juta ton per tahun. Kini kuantitas tangkapannya cenderung mengalami penurunan.

Kunci menggali potensi yang demikian besar dirasa perlu, yaitu dengan mencermati kisah sukses

beberapa negara yang berhasil membangun akuakultur. Sebut saja China dan Norwegia. Kerja

keras dan disiplin disertai penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang tepat berhasil

memberi kontribusi memadai terhadap perekonomian negara.

Potensi perikanan budidaya di Jawa Barat relatif besar. Komoditas yang berperan menjadi

unggulan, di antaranya pertama, komoditas untuk kebutuhan dalam negeri, yaitu bandeng, nila,

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-21

Page 34: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

patin, baung, lele, mas, gurami, nilem, udang galah, udang vaname, udang windu, dan ikan hias.

Kedua, komoditas untuk ekspor, seperti udang vaname, udang windu, udang galah, lobster air

tawar, kepiting, rajungan, kerapu, baronang, kakap, nila, patin, teripang, abalone, ikan hias,

mutiara, dan rumput laut. Ketiga, komoditas untuk bioenergi, di antaranya micro algae

(fitoplankton) dan macro algae (rumput laut). Keempat, komoditas untuk industri farmasi, kosmetik,

dan industri lainya, seperti rumput laut dan beberapa jenis invertebrata (bryozoa, echinoderm, sea

urchins, sea cucumbers).

Jawa Barat memiliki sumber daya alam yang sangat potensial dengan kekayaan melimpah ruah

baik di darat maupun di laut yang belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk pembangunan. Potensi

pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan tersebut ada yang dapat diperbaharui (renewable

resources) seperti sumberdaya perikanan, terumbu karang, mangrove, dan biota lainnya, serta

energi yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable resources) seperti minyak, gas bumi dan

berbagai jenis mineral. Selain itu juga terdapat berbagai macam jasa lingkungan kelautan yang

dapat dikembangkan untuk pembangunan perikanan dan kelautan seperti wisata bahari, industri

maritim, jasa angkutan, penyerapan limbah dan sebagainya.

Perairan laut memiliki sifat-sifat dan kondisi yang berkaitan dengan potensi sumber daya ikan dan

usaha-usaha pemanfaatannya. Kondisi perairan laut Jawa Barat sebagaimana umumnya kondisi

laut tropis yang selalu menerima cahaya matahari cukup optimal sepanjang tahun, kiranya memiliki

arti penting bagi pertumbuhan jasad renik yang merupakan salah satu penyebab besarnya

produktivitas perairan laut tersebut. Jawa Barat dengan panjang garis pantai sekitar ± 805 Km dan

kondisi lingkungan pesisir yang masih relatif lestari khususnya di pantai selatan, memiliki potensi

untuk mengembangkan usaha perikanan tangkap dan pengembangan usaha budidaya laut.

• Potensi Perikanan Budidaya

1. Tambak = 75.267 Ha

2. Kolam = 58.771 Ha

3. Sawah = 308.674 Ha

4. Kolam Air Deras (KAD) = 5.484 Unit

5. Kolam Jaring Apung (KJA) = 37.268 Unit

6. Galian C = 150 Ha

Potensi produksi perikanan budidaya dapat dilihat pada Tabel 8.20 di bawah ini.

Tabel 8.20. Potensi Produksi Perikanan Budidaya

No Kegiatan Usaha Potensi (ton) 1 Penangkapan di Laut 240.000 2 Budidaya

- Tambak - Air Tawar - Laut

74.561

448.745 36.694

3 Penangkapan di Perairan Umum 20.000 4 ZEE 60.000

TOTAL 880.000 Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan, 2006

Potensi pengembangan perikanan budidaya sebesar 560.000 ton, terdiri dari (a) budidaya air tawar,

yaitu kegiatan budidaya di kolam, perairan umum (danau, waduk, sungai dan rawa) dan mina padi

sawah; (b) budidaya air payau/ tambak dan (c) budidaya laut terdiri dari budidaya ikan, udang,

moluska dan rumput laut.

Selain itu juga terdapat potensi bioteknologi kelautan untuk pengembangan industri seperti industri

bahan baku untuk makanan, obat-obatan, kosmetika, dan industri bahan pangan yang sampai saat

ini tingkat pemanfaatannya sangat rendah. Dari keadaan tersebut masih terbuka peluang untuk

peningkatan produksi tetapi harus disertai dengan upaya dalam rangka menjaga kelestariannya.

Suksesnya pembangunan perikanan pada umumnya tidak lepas dari keadaan sumberdaya manusia

sebagai faktor produksi sekaligus sebagai pasar yang potensial. Sebagai faktor produksi maka

jumlah penduduk, tingkat pengetahuan serta kemampuannya akan sangat mempengaruhi gerak

laju pembangunan. Sedangkan sebagai pasar potensial, maka jumlah penduduk Jawa Barat yang

cukup besar bahkan terbanyak di Indonesia dengan laju pertumbuhan setiap tahunnya cukup pesat,

kiranya dari satu segi akan merupakan potensi pasar (konsumen ikan) yang cukup besar, namun

dari segi kemampuan daya beli dan kesadaran akan arti pentingnya ikan sebagai bahan makanan

yang bergizi tinggi masih cukup rendah, sehingga daya serap pasar akan produk perikanan oleh

konsumen lokal/regional juga masih cukup rendah.

Potensi konsumen yang besar dan terus meningkat ini hakekatnya dapat merangsang tumbuh

kembangnya usaha perikanan sistem agribisnis dan bisnis kelautan serta perluasan kesempatan

kerja. Namun demikian kondisi pembudidaya dan nelayan sebagai produsen yang masih lemah dari

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-22

Page 35: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

aspek sosial ekonomi menyebabkan produktivitasnya juga rendah. Rendahnya produktivitas usaha

mereka antara lain disebabkan oleh rendahnya pendidikan, pengetahuan, keterampilan,

penguasaan teknologi serta peralatan yang dimiliki. Disamping itu kondisi dukungan permodalan

serta manajemen usaha juga masih sangat tidak memadai.

Teknologi pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan pada umumnya belum optimal,

walaupun demikian pada beberapa kegiatan usaha telah menunjukan kemajuan yang berarti.

Teknologi penangkapan ikan khususnya di wilayah pantai utara sudah maju dengan fishing ground

yang lebih jauh sedangkan di pansela masih rendah. Teknologi budidaya air tawar dan air payau

telah relatif maju sedangkan teknologi budidaya laut dan paska panen relatif masih rendah.

Jawa Barat memiliki sumber informasi teknologi pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan

yang cukup memadai, baik UPTD maupun adanya UPT Pusat dan Perguruan Tinggi unggulan yang

berlokasi di Jawa Barat, yaitu :

1. UPTD:

a. Balai Pengembangan Benih Ikan (BPBI) di Wanayasa;

b. Balai Pengembangan Benih Ikan Laut, Payau dan Udang (BPBILAPU) di

Pangandaran;

c. Balai Pengembangan Budidaya Perikianan Air Tawar (BPBPAT) di Cijengkol;

d. Balai pengembangan Budidaya perikanan Laut, Payau dan Udang (BPBPLAPU) di

Sungaibuntu;

e. Balai Pengembangan dan Pelestarian Perikanan Perairan Umum (BPPPPU);

f. Balai Pengujian dan Pembinaan Mutu Hasil Perikanan (BPMHP) di Cirebon;

g. Balai penmgelolaan Pelabuhan perikanan Pantai (BPPPP) di Muara Ciasem;

h. Balai Pengembangan Teknologi Penangkapan dan Potensi Kelauatan (BPTPK) di

Cirebon;

2. UPT Pusat:

a. Balai Riset Budidaya Air Tawar di Bogor;

b. Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) di Sukabumi.

3. Perguruan Tinggi Unggulan, yaitu IPB, ITB dan UNPAD.

Sarana dan prasarana perikanan dan kelautan yang telah tersedia antara lain :

1. Sarana dan prasarana budidaya: Jaringan Irigasi, Waduk/Bendungan, Kolam Air Tenang

(KAT), Kolam Air Deras (KAD), Keramba Jaring Apung (KJA). Hatchery, UPR, dan TPHT.

2. Sarana/prasarana penangkapan: Pelabuhan perikanan Nusantara (PPN), Pelabuhan

Perikanan Pantai (PPP), Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI), Tempat Pelelangan Ikan (TPI),

fasilitasi peralatan tangkap (Kapal, Jaring, pancing, motor/mesin).

3. Sarana/prasarana penunjang pemasaran/pengolahan: Pasar Ikan, Holding Ground, Cold

Storage, Work Shop, Laboratorium Uji Mutu, termasuk SPBN untuk pasokan bahan bakar

mesin kapal.

Beberapa komoditas perikanan budidaya yang berkembang di Pantai Utara Jawa Barat adalah:

1. Budidaya Sidat

Di berbagai negara seperti Taiwan dan Jepang membutuhkan pasokan sidat dalam jumlah yang

cukup besar. Hal ini merupakan peluang yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk

mengumpulkan devisa.

Indonesia berhasil mencatat prestasi baru dalam sektor perikanan. Kemajuan itu adalah untuk

pertama kalinya Indonesia berhasil mengekspor 30 ton ikan Sidat atau Anguilla sp. ke Taiwan.

Pada masa mendatang jumlah tersebut akan terus ditingkatkan. Karena Taiwan tidak membatasi

jumlah pasokan dari Indonesia. Berapapun banyaknya akan diterima. Dan ekspor ikan Sidat

selanjutnya tidak hanya dari Taiwan namun juga Negara Asia Timur lainnya yaitu Korea dan

Jepang.

Ekspor perdana ikan sidat tersebut dilepas dari Tambak Pandu di Desa Pusakajaya Utara,

Kabupaten Karawang, Jawa Barat pada Bulan Agustus 2008. Setiap tahun permintaan konsumsi

Sidat di negara-negara maju, seperti Amerika, negara-negara Eropa, Jepang, Hongkong, Taiwan,

dan China terus tinggi. Bahkan di Jepang ada hari khusus untuk mengonsumsi Sidat. Harga ikan

Sidat sebagai bahan baku makanan di Jepang seharga per kilogram antara 4.000 - 6.000 yen,

setara Rp. 350.000 – Rp. 450.000 per kg.

Ekspor dari Tambak Pandu Karawang ini nantinya akan didorong tidak hanya Sidat namun juga

komoditas perikanan lainnya. Tambak Pandu Karawang didirikan pada 1984 dan dikelola

Sekretariat Negara. Namun pada 2002 diserahkan kepada Departemen Kelautan dan Perikanan.

Saat ini Tambak Pandu Karawang memiliki aset lahan seluas 326 hektar (ha) terbagi dalam lahan

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-23

Page 36: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

inti seluas 175 ha yang terdiri 125 ha tambak dan 50 ha sawah. Sedangkan sisanya lahan plasma

151 ha.

Komoditi yang dikembangkan Tambak Pandu Karawang tidak hanya ikan sidat, tapi juga udang

vaname, udang windu, rumput laut Gracillaria dan Cottonii, nila dan patin. Potensi yang akan

dikembangkan di kawasan tersebut, yakni budidaya air payau, air tawar dan laut serta minapadi.

Tambak Pandu Karawang merupakan bagian dari "Aqua Techno Park" atau Taman Budidaya.

Taman Budidaya meng-gunakan teknologi pemeliharaan udang yang ramah lingkungan dan bisa

diserap masyarakat. Selain itu, juga diterapkan konsep "traceability" yang mengacu pada sertifikasi

dan stan-darisasi terhadap produk perikanan hasil budidaya rakyat. Di kawasan ini dikembangkan

empat jenis tambak udang yakni vaname secara intensif, vaname semi intesif, vaname tradisional

plus serta budidaya organik. Selain itu juga dikembangkan beberapa jenis komoditas perikanan

lainnya sebagai pendukung seperti ikan nila, ikan sidat, ikan mas dan ikan bandeng pengumpan.

Dalam setahun Jepang membutuhkan ikan Sidat sebanyak 100.000 ton. Sementara kemampuan di

dalam negeri Jepang sendiri untuk memenuhi kebutuhan Sidat hanya se-kitar 20.000 ton. Itu

artinya tiap tahun, Negeri Sakura ini harus mengimpor 80.000 ton ikan Sidat. Dari jumlah tersebut,

60.000 ton diantaranya diimpor dari China.

Pembesaran budidaya ikan sidat di Karawang ini, sudah dipersiapkan sejak lama. Pembesaran ikan

ini membutuhkan waktu dua tahun. Terutama untuk menemukan formula tepat bagi pembesaran

ikan Sidat. Ternyata ikan ini tumbuh baik pada suhu 29 - 31 0 C, dengan tingkat salinitas lima per

mil. Hal itu bisa dilakukan karena teknologi pembesaran ikan sidat telah dikuasai.

Teknologi budidaya ikan sidat ini wajar membutuhkan waktu lama. Karena ikan sidat mengalami

beberapa siklus kehidupan yang cukup unik. Sidat mempunyai sifat katadromus yaitu masa

menjelang dewasa ikan Sidat hidup di air tawar kemudian bermigrasi untuk bertelur atau

berkembang biak di air laut. Sebelum berwarna keperakan di saat dewasa, Sidat melalui fase

transparan (ketika memasuki per-airan tawar) dan berubah menjadi kuning.

Ikan sidat, vertebrata dengan genus Anguilla ini, makan dan tumbuh di perairan tawar, namun

untuk memijah dan bertelur, mereka kembali ke laut. Bahkan proses pemijahan berlangsung di laut

berkedalaman 400 - 500 meter. Ikan Sidat juga dapat menentukan jenis kelamin sesuai kondisi

lingkungan, karena memiliki kondisi seksual berganda dimana pada ikan tahap juvenil gonadnya,

tidak mempunyai jaringan yang jelas status jantan dan betinanya. Pada tahap selanjutnya sebagian

akan berkembang menjadi ovari dan sebagian menjadi testis sehingga setengahnya menjadi betina

dan setengahnya lagi menjadi jantan.

Kepala ikan Sidat lebih panjang dibandingkan jarak antara sirip punggung dengan anal dengan

bentuk tubuh menyerupai ular. Panjangnya dapat mencapai 50 - 125 cm dengan sirip punggung.

Sirip dubur menyatu dengan sirip ekor. Sisik sangat kecil yang terletak di dalam kulit. Ikan ini

toleran terhadap salinitas, temperatur dan tekanan yang berbeda-beda. Ikan Sidat memiliki tekstur

daging yang lembut dan ber-khasiat untuk kesehatan dengan kandungan protein sebesar 16,4%

dan vitamin A , 470 IU. Dari data-data yang telah dikeluarkan oleh Lembaga Gizi, Departemen

Kesehatan RI, Ikan Sidat Indonesia memiliki kandungan asam lemak omega-3 tinggi. Bahkan ada

yang sampai 10,9 gram per 100 gram daging Sidat.

2. Budidaya Lele

Ajakan Pemerintah Pusat untuk mengembangkan lele, ditanggapi positif oleh daerah. Di Jawa Barat,

pengembangan lele cukup mendapat perhatian pemerintah. Selain bisa menjadi lahan usaha bagi

masyarakat, keberadaan lele juga dapat mendukung program ketahanan pangan.

Lele memiliki kandungan gizi yang tidak kalah lengkap dibandingkan komoditas perikanan lainnya.

Sementara tingkat konsumsi lele masyarakat Jabar cenderung meningkat dari waktu ke waktu.

Untuk pengembangannya di wilayah Pantai Utara Jabar, usaha lele telah menjadi sumber mata

pencaharian utama bagi sebagian masyarakat.

Kondisi alam di daerah pesisir utara cukup mendukung usaha lele. Kabupaten Indramayu

menjelma sebagai sentra pengembangan lele. Di wilayah itu mudah ditemui hamparan lele, yakni

lele yang dipelihara dalam sejumlah kolam yang luas. Keseluruhannya mencapai puluhan hektar.

Dalam mendukung pengembangan lele, Dinas Kelautan dan Perikanan Jabar memiliki Unit

Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yaitu Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Air Tawar

(BPBPAT) Cijengkol, Subang. Di tempat ini, diproduksi benih lele yang akan disalurkan ke daerah

pengembangan lele. Benih lele yang dihasilkan BPBPAT Cijengkol juga diproyeksikan untuk

menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jabar. Salah satu hasil BPBPAT Cijengkol adalah aplikasi

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-24

Page 37: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

teknologi dalam budidaya lele Sangkuriang. Lele Sangkuriang menjadi satu dari tiga jenis lele

unggulan Jabar.

Pada 2006, kegiatan produksi calon induk lele Sangkuriang di BPBPAT Cijengkol dilaksanakan

selama 8 bulan dengan target produksi sebanyak 300 paket. Yakni berisi 4.500 ekor (3.000 ekor

betina dan 1.500 ekor jantan) dari jumlah tanam awal benih sebanyak 70.000 ekor ukuran 3-5 cm.

Hasilnya diperoleh 400 paket atau 6.000 ekor (4.000 ekor betina dan 2.000 ekor jantan). Calon

induk lele Sangkuriang didistribusikan ke sejumlah kabupaten di Jabar, masing-masing kabupaten

menerima 40 paket.

Disamping itu, Jabar juga menyiapkan Dana Penguatan Modal (DPM) bagi pembudidaya lele. DPM

juga diberikan kepada pembudidaya komoditas ikan lainnya yang tersebar hampir di seluruh

kabupaten di Jabar.

Selain itu pengembangan perikanan budidaya di pantai utara Jawa Barat sejalan dengan kebijakan

Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). DKP saat ini menyiapkan program untuk mengalihkan

nelayan di kawasan pantai utara (Pantura) Jawa berusaha ke sektor perikanan budidaya untuk

mengurangi terjadinya kelebihan tangkap atau over fishing.

Hingga Tahun 2007 terindikasi meningkatnya jumlah nelayan di kawasan Pantura Jawa berdampak

terhadap penurunan hasil tangkapan yang mereka dapatkan dibanding beberapa tahun lalu. Saat

ini jumlah nelayan di perairan Pantura Jawa Barat diperkirakan mencapai 1,7 juta orang dan hasil

tangkapan yang mereka peroleh rata-rata hanya sebanyak 5 kg per hari. Jumlah tersebut,

tambahnya, sangat jauh dibanding hasil tangkapan yang diperoleh nelayan Malaysia yakni bisa

mencapai 15 kg per hari.

Untuk mengurangi kelebihan tangkap maka jumlah nelayan di kawasan Pantura Jawa Barat

idealnya hanya sebanyak 0,7 juta hingga1,1 juta orang.

Komoditas yang bisa dikembangkan diantaranya program budidaya rumput laut di air keruh.

Komoditas ini bisa dilakukan oleh nelayan yang ingin menggeluti usaha di sektor tersebut sehingga

mereka tetap bisa mengusahakannya di pantai dan tinggal di pesisir. Usaha budidaya rumpu laut di

air keruh tersebut sudah dibudidayakan di Kabupaten Indramayu dan Karawang Jawa Barat,

ternyata hasilnya cukup bagus.

Disamping itu tambak di Jawa Barat mempunyai jenis komoditas perikanan budi daya lain yang

bernilai ekonomi tinggi dan menghasilkan devisa besar, antara lain kerang mutiara, kerapu, kakap,

baronang, nila, lobster, kepiting, rajungan, teripang,abalone,dan ikan hias. Lebih dari itu, Indonesia

memiliki potensi ekonomi industri bioteknologi kelautan sangat besar, berupa industri farmasi

(seperti Omega-3, squalence, viagra, dan sunchlorela); industri kosmetika; bioenergi; dan industri

lain. Potensi nilai ekonomi total produk perikanan dan bioteknologi kelautan di Jawa Barat

diperkirakan mencapai USD 82 juta per tahun.

Saat ini, tingkat pemanfaatannya baru mencapai 4,4 juta ton. Potensi produksi SDI yang dapat

dihasilkan dari usaha perikanan budi daya laut (mariculture) diperkirakan mencapai 45 juta

ton/tahun, dan dari budi daya pesisir (coastal aquaculture, tambak) sekitar 5 juta ton/tahun.

Sementara itu, total produksi perikanan budi daya, termasuk dari perairan tawar/ darat, baru

mencapai 1,6 juta ton (0,3%). Saat ini, Indonesia merupakan produsen ikan terbesar kelima di

dunia dengan volume produksi 6,3 juta ton (FAO, 2006). Bila kita mampu meningkatkan

produksi,terutama dari perikanan budi daya, menjadi 45 juta ton/tahun (65% dari total potensi),

maka Indonesia bakal merebut posisi RRC yang saat ini merupakan produsen ikan nomor wahid

dunia dengan total produksi 41 juta ton/tahun. Padahal, luas laut dan panjang garis pantainya lebih

kecil dari yang kita miliki.

Sekadar ilustrasi betapa dahsyatnya potensi ekonomi perikanan adalah budidaya tambak udang

dan rumput laut. Lahan pesisir potensial untuk tambak udang sekitar 1,2 juta ha dan baru

diusahakan 400.000 ha dengan produktivitas rata-rata 0,6 ton/ha/tahun. Mestinya, kita dapat

mengembangkan usaha tambak udang seluas 500.000 ha dengan produktivitas rata-rata 2

ton/ha/tahun. Dengan jumlah ini, akan dihasilkan 1 juta ton udang/tahun dengan devisa USD 6

miliar/tahun, setara dengan total devisa dari seluruh ekspor tekstil dan produk tekstil.Usaha

tambak udang ini mampu menyerap tenaga kerja sekitar tiga juta orang.Rumput laut dengan

segenap produk hilirnya bahkan dapat menghasilkan devisa lebih besar, USD 8 miliar/tahun dan

dapat menyediakan lapangan kerja untuk dua juta orang.

Secara spasial, aktivitas perikanan budidaya di pesisir utara Jawa Barat dapat dilihat pada Peta 11.

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-25

Page 38: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

9.1 Penggunaan Lahan di Kabupaten/Kota Jawa Barat Bagian Utara

Kabupaten Bekasi

Penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Bekasi pada umumnya didominasi oleh

penggunaan untuk kawasan permukiman, kawasan tambak dan lahan tegalan, lahan pertanian

lahan basah dan jenis penggunaan lainnya. Penggunaan lahan untuk pekarangan/bangunan pada

setiap kecamatan pesisir mendominasi hamper 50% dari luas penggunaan lahan yang ada.

Selengkapnya data penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi dapat dilihat pada Tabel 9.1.

Tabel 9.1. Luas Tanah Kering Menurut Jenis Penggunaan di Pesisir Kabupaten Bekasi Tahun 2005

Luas Penggunaan (ha)

Jenis Penggunaan Lahan Babelan % Tarumajaya % Muaragembong %

Pekarangan/ Bangunan 1.278 1,00 1.107 0,87 1.350 1,06Tegal/Kebun 319 0,25 78 0,06 65 0,05 Ladang/Huma 0 0,00 0 0,00 0 0,00Kolam 18 0,01 19 0,01 0 0,00Tambak 458 0,36 494 0,39 0 0,00Rawa-Rawa 18 0,01 0 0,00 0 0,00Hutan 0 0,00 0 0,00 0 0,00Perkebunan 703 0,55 0 0,00 0 0,00Lain-Lain 77 0,06 570 0,45 875 0,69

Jumlah 2.871 2.268 2.290 Sumber : Kabupaten Bekasi dalam Angka, tahun 2005. Kecamatan Dalam Angka, Tahun 2005

Berdasarkan kecamatan, maka di Kecamatan Babelan terdapat penggunaan lahan untuk

perkebunan seluas 703 ha dan untuk tambak seluas 458 ha. Sementara di Kecamatan Tarumajaya

terdapat lahan untuk tambak seluas 494 ha. Kecamatan Muaragembong terdapat tegal/kebun

seluas 65 ha dan penggunaan lahan lainnya seluas 875 ha. Kondisi di lapangan hasil pengamatan

menunjukkan penggunaan lahan lainnya di Kecamatan Muaragembong sebetulnya adalah berupa

rawa-rawa yang sulit untuk dimanfaatkan secara ekonomi.

P9 EMANFAATAN RUANG

Penggunaan lahan untuk lahan pertanian lahan basah (lahan sawah) di Kabupaten Bekasi

menunjukkan penggunaan terbesar adalah lahan irigasi, baik irigasi teknis maupun irigasi setengah

teknis. Di Kecamatan Babelan, irigasi setengah teknis mendominasi, yaitu seluas 1.842 ha, diikuti

luas sawah tadah hujan 700 ha dan sawah lainnya 590 ha. Pertanian intensif dilakukan di

Kecamatan Tarumajaya dengan luas irigasi teknis mencapai 2.299 ha atau ± 70% dari keseluruhan

luas sawah di Tarumajaya. Sementara kondisi di Kecamatan Muaragembong hanya terdapat irigasi

setengah teknis seluas 350 ha dan sawah tadah hujan seluas 247 has. Untuk lebih jelasnya

penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten bekasi dapat dilihat pada Tabel 9.2.

Tabel 9.2. Luas Tanah Sawah Berdasarkan Jenis Pengairan di Pesisir Kabupaten Bekasi Tahun 2005

Luas (ha)

Jenis Penggunaan Lahan Babelan % Tarumajaya % Muaragembong %

Irigasi Teknis 358 0,28 2.299 1,80 0 0,00Irigasi Setengah Teknis 1.842 1,45 596 0,47 350 0,27Irigasi Sederhana 0 0,00 0 0,00 0 0,00Tadah Hujan 700 0,55 300 0,24 247 0,19Lainnya 590 0,46 0 0,00 0 0,00

Jumlah 3490 3.195 597 Sumber : Kabupaten Bekasi dalam Angka, tahun 2005, Kecamatan Dalam Angka, Tahun 2005

Kabupaten Karawang

Penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Karawang pada umumnya didominasi oleh

penggunaan untuk kawasan permukiman, kawasan tambak dan lahan tegalan, lahan pertanian

lahan basah dan jenis penggunaan lainnya. Untuk lahan pertanian lahan basah (lahan sawah)

adalah halan irigasi baik irigasi teknis maupun irigasi setengah teknis. Untuk lebih jelasnya

penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten bekasi dapat dilihat pada Tabel 9.3 dan 9.4

berikut.

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 9-1

Page 39: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Tabel 9.3. Luas Tanah Kering Menurut Jenis Penggunaan di Pesisir Kabupaten Karawang Tahun 2005

Luas (ha)

Jenis Penggunaan Lahan

Cilamaya Wetan (Ha)

% Cilamaya

Kulon (Ha)

% Tempuran (Ha) % Pedes

(Ha) % Cilebar (Ha) % Cibuaya

(Ha) % Tirtajaya (Ha) % Batujaya

(Ha) % Pakisjaya (Ha) %

Pekarangan/Bangunan 861 0,49 892 0,51 583 0,33 508 0,29 788 0,45 280 0,00 608 0,35 948 0,54 981 0,56Tegal/Kebun 5 0,00 80 0,05 0 0,00 0 0,00 96 0,05 0 0,00 42 0,02 237 0,14 425 0,24Ladang/Huma 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,01 0 0,00 0 0,00 0 0,00Kolam 8 0,00 39 0,02 16 0,01 16 0,01 0 0,00 22 2,20 12 0,01 23 0,01 11 0,01Tambak 885 0,50 91 0,05 0 0,00 489 0,28 425 0,24 3.864 0,00 2.149 1,23 915 0,52 1.413 0,81Rawa-Rawa 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,86 0 0,00 0 0,00 0 0,00Hutan 77 0,04 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 1.500 0,05 243 0,14 464 0,26 130 0,07Perkebunan 22 0,01 51 0,03 0 0,00 0 0,00 4 0,00 80 0,00 0 0,00 0 0,00 56 0,03Lain-Lain 84 0,05 608 0,35 35 0,02 21 0,01 87 0,05 0 3,28 623 0,36 713 0,41 322 0,18Jumlah 1.942 1.761 634 1.034 1.400 5.746 3.677 3.300 3.338 Sumber : Kabupaten Karawang Dalam Angka, Tahun 2005, Kecamatan Dalam Angka, Tahun 2005

Tabel 9.4. Luas Tanah Sawah Berdasarkan Jenis Pengairan di Pesisir Kabupaten Karawang Tahun 2005

Luas (ha)

Jenis Penggunaan Lahan

Cilamaya Wetan (Ha)

% Cilamaya

Kulon (Ha)

% Tempuran (Ha) % Pedes

(Ha) % Cilebar (Ha) % Cibuaya

(Ha) % Tirtajaya (Ha) % Batujaya

(Ha) % Pakisjaya (Ha) %

Irigasi Teknis 4.379 2,50 3.281 1,87 4.372 2,49 5.073 2,89 4.399 2,51 3.833 2,19 5.005 2,85 4.384 2,50 1.872 1,07Irigasi Setengah Teknis 288 0,16 868 0,50 0 0,00 0 0,00 379 0,22 0 0,00 519 0,30 457 0,26 0 0,00Irigasi Sederhana 69 0,04 421 0,24 0 0,00 0 0,00 81 0,05 0 0,00 87 0,05 90 0,05 0 0,00Tadah Hujan 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 47 0,03 0 0,00 1.294 0,74

Jumlah 4.736 4.570 4.372 5.073 4.859 3.833 5.658 4.931 3.166 Sumber : Kabupaten Karawang Dalam Angka, Tahun 2005 , Kecamatan Dalam Angka, Tahun 2005

Kabupaten Subang

Jenis pengggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Subang didominasi oleh penggunaan untuk

permukiman, lahan kebun, hutan untuk Kecamatan Legonkulon dan kecamatan Blanakan, serta

jenis penggunaan lainnya. Di samping itu ada juga jenis penggunaan untuk lahan pertanian lahan

basah, yang didominasi oleh lahan irigasi teknis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 9.5

dan 9.6 berikut.

Tabel 9.5. Luas Tanah Kering Menurut Jenis Penggunaan di Pesisir Kabupaten Subang Tahun 2005

Luas (ha)

Jenis Penggunaan Lahan Ciasem

(Ha) % Pusakanagara (Ha) % Legonkulon

(Ha) % Blanakan (Ha) %

Pekarangan/Bangunan 2.377 1,16 2.081 1,01 552 0,27 1.213 0,59Tegal/Kebun 283 0,14 749 0,37 24 0,01 137 0,07Ladang/Huma 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00Kolam 3 0,00 23 0,01 20 0,01 0 0,00Tambak 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00Rawa-Rawa 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00Hutan 0 0,00 116 0,06 2.491 1,21 2.002 0,98Perkebunan 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00Lain-Lain 2.246 1,09 69 0,03 257 0,13 396 0,19

Jumlah 4.909 3.038 3.344 3.748 Sumber : Kabupaten Subang Dalam Angka, Tahun 2005 Kecamatan Dalam Angka, Tahun 2005

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 9-2

Page 40: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Tabel 9.6. Luas Tanah Sawah Berdasarkan Jenis Pengairan di Pesisir

Kabupaten Subang Tahun 2005

Luas (ha) Jenis Penggunaan

Lahan Ciasem (Ha) % Pusakanagara

(Ha) % Legonkulon (Ha) % Blanakan

(Ha) %

Irigasi Teknis 6.657 3,24 6.600 3,22 2.728 1,33 5.300 2,58Irigasi Setengah Teknis 153 0,07 0 0,00 0 0,00 0 0,00Irigasi Sederhana 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00Tadah Hujan 0 0,00 0 0,00 64 0,03 0 0,00Lainnya 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00

Jumlah 6.810 6.600 2.792 5.300 Sumber : Kabupaten Subang Dalam Angka, Tahun 2005; Kecamatan Dalam Angka, Tahun 2005

Kabupaten Indramayu

Jenis pengggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu didominasi oleh penggunaan

untuk permukiman, lahan kebun, hutan untuk Kecamatan Cantigi dan Kecamatan Losarang, serta

jenis penggunaan lainnya. Di samping itu ada juga jenis penggunaan untuk lahan pertanian lahan

basah, yang didominasi oleh lahan irigasi teknis dan irigasi setengah teknis. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada Tabel 9.7 dan 9.8 berikut.

Tabel 9.7. Luas Tanah Kering Menurut Jenis Penggunaan di Pesisir Kabupaten Indramayu Tahun 2005

Luas (ha)

Jenis Penggunaan Lahan

Krang-keng (Ha)

% Karang ampel (Ha)

% Junti-nyuat (Ha)

% Balo-ngan (Ha)

% Indra-mayu (Ha)

% Sindang (Ha) % Cantigi

(Ha) % Arahan (Ha) % Losarang

(Ha) % Kandang

haur (Ha)

% Sukra (Ha) %

Pekarangan/Bangunan 476 0,51 482 0,52 790 0,85 192 0,21 1.320 1,41 581 0,62 407 0,44 654 0,70 1.351 1,45 539 0,58 1054 1,13

Tegal/Kebun 127 0,14 44 0,05 15 0,02 115 0,12 311 0,33 0 0,00 57 0,06 0 0,00 33 0,04 300 0,32 0 0,00

Ladang/Huma 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 351 0,38 0 0,00 52 0,06 0 0,00 0 0,00 0 0 0 0,00

Kolam 15 0,02 0 0,00 0 0,00 1 0,00 0 0,00 0 0,00 527 0,56 0 0,00 147 0,16 0 0 5 0,01

Tambak 865 0,93 12 0,01 0 0,00 102 0,11 1.564 1,67 1.641 1,76 0 0,00 252 0,27 1.047 1,12 574 0,61 130 0,14

Rawa-Rawa 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 115 0,12 85 0,09 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0 0 0,00

Hutan 0 0,00 2 0,00 0 0,00 0 0,00 357 0,38 984 1,05 4.676 5,00 0 0,00 2.000 2,14 0 0 0 0,00

Perkebunan 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 311 0,33 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0 0 0,00

Lain-Lain 0 0,00 120 0,13 95 0,10 493 0,53 1.117 1,20 1.330 1,42 2.280 2,44 0 0,00 0 0,00 0 0 0 0,00

Jumlah 1.483 660 900 903 5.446 4.621 7.999 906 4.578 1413 1189

Sumber : Kabupaten Indramayu Dalam Angka, Tahun 2005, Kecamatan Dalam Angka, Tahun 2005

Tabel 9.8. Luas Tanah Sawah Berdasarkan Jenis Pengairan di Pesisir Kabupaten Indramayu Tahun 2005

Luas (Ha)

Jenis Penggunaan

Lahan Krang-keng (Ha)

% Karang ampel (Ha)

% Junti-nyuat (Ha)

% Balo-ngan (Ha)

% Indra-mayu (Ha)

% Sindang (Ha) % Cantigi

(Ha) % Arahan (Ha) %

Losa-rang (Ha)

% Kandang

haur (Ha)

% Sukra (Ha)

%

Irigasi Teknis 2.750 2,94 2.040 2,18 2.790 2,99 121 0,13 610 0,65 0 0,00 377 0,40 1.484 1,59 3.416 3,65 5297 5,67 6550 7,01Irigasi Sete-ngah Teknis 575 0,62 0 0,00 868 0,93 572 0,61 576 0,62 0 0,00 723 0,77 736 0,79 1.886 2,02 645 0,69 0 0,00

Irigasi Sederhana 0 0,00 0 0,00 0 0,00 132 0,14 0 0,00 1.813 1,94 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00

Non PU 311 0,33 0 0,00 0 0,00 0 0,00 16 0,02 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00

Jumlah 3.636 2.040 3.658 825 1.202 1.813 1.100 2.220 5.302 5.942 6.550

Sumber : Kabupaten Indramayu Dalam Angka, Tahun 2005, Kecamatan Dalam Angka, Tahun 2005

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 9-3

Page 41: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Kabupaten Cirebon

Jenis pengggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Cirebon didominasi oleh penggunaan untuk

permukiman, lahan kebun, tambak terutama di Kecamatan Kapetakan, serta jenis penggunaan

lainnya. Di samping itu ada juga jenis penggunaan untuk lahan pertanian lahan basah, yang

didominasi oleh lahan irigasi teknis dan tadah hujan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel

9.9 dan 9.10 berikut.

Tabel 9.9. Luas Tanah Kering Menurut Jenis Penggunaan di Pesisir Kabupaten CirebonTahun 2005

Luas (ha) Jenis

Penggunaan Lahan

Losari (Ha) %

Astanaja-pura (Ha)

% Pangenan (Ha) % Mundu

(Ha) % Cirebon Utara (Ha)

% Kapeta-

kan (Ha)

%

Pekarangan/ Bangunan 1.661 1,68 568 0,57 2.407 2,43 1.080 1,09 454 0,46 673 0,68

Tegal/Kebun 0 0,00 438 0,44 0 0,00 33 0,03 143 0,14 84 0,08Ladang/Huma 0 0,00 638 0,64 123 0,12 24 0,02 0 0,00 0 0,00Kolam 258 0,26 37 0,04 0 0,00 90 0,09 13 0,01 59 0,06Tambak 70 0,07 53 0,05 64 0,06 115 0,12 204 0,21 2.958 2,99Rawa-Rawa 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00Hutan 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00Perkebunan 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00Lain-Lain 0 0,00 0 0,00 3 0,00 10 0,01 160 0,16 41 0,04

Jumlah 1.989 1.734 2.597 1.352 974 3.815 Sumber : Kabupaten Cirebon Dalam Angka, Tahun 2005 Kecamatan Dalam Angka, Tahun 2005

Tabel 9.10. Luas Tanah Sawah Berdasarkan Jenis Pengairan di Pesisir Kabupaten Cirebon Tahun 2005

Luas (ha) Jenis

Penggunaan Lahan

Losari (Ha) %

Astanaja-pura (Ha)

% Pangenan (Ha) % Mundu

(Ha) % Cirebon Utara (Ha)

% Kapeta-

kan (Ha)

%

Irigasi Teknis 1.749 1,77 773 0,78 31 0,03 604 0,61 470 0,47 2.159 2,18Irigasi Setengah Teknis 0 0,00 639 0,65 82 0,08 161 0,16 206 0,21 1.064 1,07

Irigasi Sederhana 0 0,00 443 0,45 0 0,00 58 0,06 74 0,07 0 0,00Tadah Hujan 86 0,09 277 0,28 172 0,17 97 0,10 146 0,15 931 0,94Jumlah 1.835 2.132 285 920 896 4.154

Sumber : Kabupaten Cirebon Dalam Angka, Tahun 2005 Kecamatan Dalam Angka, Tahun 2005

Kota Cirebon

Pemanfaatan lahan di wilayah pesisir Kota Cirebon pada umumnya didominasi oleh penggunaan

untuk permukiman, lahan tegalan, pertanian lahan basah, tambak dan jenis penggunaan lainnya.

9.2. Penggunaan Lahan Wilayah Pesisir Jawa Barat Bagian Utara

Penggunaan lahan di wilayah pesisir Pantai Utara Propvinsi Jawa Barat didominasi oleh penggunaan

sawah sebesar 142.617 ha atau 61,10% dari luas total wilayah. Sedangkan penggunaan lainnya

adalah kawasan tambak dengan luas 56.104 ha atau 24,04% dari total luas wilayah pesisir. Untuk

lebih jelasnya luas penggunaan lahan wilayah pesisir di pantai Utara Jawa Barat dapat dilihat pada

Tabel 9-11.

Tabel 9.11.

Penggunaan Lahan di Pesisir Utara Jawa Barat

LANDUSE (Ha)

Kabupaten Kecamatan

Indu

stri

Keb

un

C

ampu

ran

Man

grov

e

Pem

uki

man

Saw

ah

Sem

ak

Bel

uka

r

Tam

bak

Total %

TARUMJAYA 74.70

4.60

398.00

5,022.00

28.00

25.00

5,552.30 2.38

BABELAN 39.00

19.00

700.00

4,407.00

13.00

151.00

5,329.00 2.28

BEKASI

MUARAGEMBONG

88.00

418.00

1,147.00

2,745.00

0.50

7,785.00

12,183.50 5.22

PAKISJAYA

48.00

-

933.00

3,455.00

-

2,946.00

7,382.00 3.16

BATUJAYA

6.00

-

1,006.00

5,395.00

48.00

1,106.00

7,561.00 3.24

TIRTAJAYA 577.00

3,865.00

3,907.00

8,349.00 3.58

CIBUAYA 956.00

6,795.00

6,933.00

14,684.00 6.29

TEMPURAN 1,501.00

8,985.00

860.00

11,346.00 4.86

KARAWANG

CILAMAYA 32.00

2,118.00

10,516.00

14.00

983.00

13,663.00 5.85

BLANAKAN

16.00

363.00

960.00

5,032.00 3,357.00

9,728.00 4.17

PAMANUKAN 47.00

266.00

2,352.00

238.00

2,903.00 1.24

LEGONKULON 127.00

1,888.00

1,290.00

6,482.00

127.00

2,721.00

12,635.00 5.41

SUBANG

PUSAKANAGARA

18.00

65.00

1,094.00

7,935.00

39.00

462.00

9,613.00 4.12

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 9-4

Page 42: Sumber Informasi Peta Rawan Banjir

Tabel 9.11. Lanjutan

LANDUSE (Ha)

Kabupaten

Indu

stri

Keb

un

C

ampu

ran

Man

grov

e

Pem

uki

man

Saw

ah

Sem

ak

Bel

uka

r

Tam

bak

Total %Kecamatan INDRAMAYU

500.00

230.00

1,099.00

3,086.00

87.00

8,107.00

13,109.00 5.62

BALONGAN 302.00

140.00

114.00

1,462.00

5,812.00

452.00

1,613.00

9,895.00 4.24

JUNTINYUAT

309.00 879.00

4,758.00

13.00

5,959.00 2.55

KARANGAMPEL

155.00 1,037.00

6,798.00

29.00

8,019.00 3.44

KRANGKENG 488.00

5,109.00

1,388.00

6,985.00 2.99

SUKRA 1,712.00

11,765.00

78.00

5.00

13,560.00 5.81

KANDANGHAUR

40.00 657.00

6,731.00

869.00

8,297.00 3.55

INDRAMAYU

LOSARANG 484.00

1,157.00

6,201.00

5,669.00

13,511.00 5.79

KAPETAKAN 10.00

634.00

5,940.00

3.00

3,138.00

9,725.00 4.17

GUNUNGSARI 550.00

1,460.00

239.00

2,249.00 0.96

MUNDU 81.00

410.00

1,413.00

314.00

41.00

2,259.00 0.97

ASTANAJAPURA

46.00

69.00

825.00

3,343.00

957.00

1,541.00

6,781.00 2.91

BABAKAN 1,048.00

3,982.00

161.00

5,191.00 2.22

KAB CIREBON

LOSARI

186.00 644.00

3,124.00

1,743.00

5,697.00 2.44

KEJAKSAN 341.00

3.00

58.00

402.00 0.17KOTA CIREBON

LEMAHWUNGKUK

3.00

48.00

651.00

106.00

9.00

16.00

833.00 0.36

TOTAL (ha) 302.00

1,805.70

3,862.60

26,540.00

142,617.00

2,169.50

56,104.00

233,400.80 100.00

Sumber : Hasil Pengukuran Digital Citra Landsat, Tahun 2007

Secara spasial penggunaan lahan di pesisir utara Jawa Barat dapat dilihat pada Peta 13.

Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 9-5