Upload
fira-wahidah-firdaus
View
229
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
syok
Citation preview
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 1/28
bolus. Volume kehilangan darah dan tingkat mortalitas meningkat secara
signifikan pada hewan yang diterapi dengan larutan Ringer Laktat relatif jikadibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak diterapi. Semua hewan kontrol
selamat, sedangkan hewan yang diterapi dengan larutan Ringer Laktat meninggal
dalam waktu kurang dari 2 jam. Volume perdarahan yang diidentifikasi pada
pasien yang diterapi lebih dari 2 L, sedangkan pada hewan kontrol kehilangan
darah rata-rata kurang dari !! mL.
"ilakukan beberapa obser#asi sehubungan dengan laporan yang banyak
disitasi tersebut. $ertama, tingkat mortalitas pada kelompok kontrol rendah,
menyebabkan munculnya pertanyaan mengenai keparahan trauma pada hewan
coba. %edua, resusitasi cairan yang diberikan, walaupun sesuai dengan
penggantian kehilangan darah sebanyak 2 atau & kali dengan menggunakan
kristaloid, jauh melebihi standar resusitasi pada pasien manusia dengan berat
badan yang sama. Selain itu, kecepatan pemberian cairan dapat makin
menurunkan potensi dampak positif pemberian cairan pada model trauma
tersebut. 'amun, efek yang terlihat tersebut dapat terjadi kembali dengan
pemberian cairan dengan tipe yang berbeda pada model hewan coba yang dapat
dibandingkan. $enelitian resusitasi hipotensi pada hewan lain yang lebih besar
menggunakan protokol grading resusitasi.
Stern dkk melakukan penelitian pada babi percobaan yang mengalami
perdarahan arteri femoralis #ia kateter hingga didapatkan tekanan arteri rata-rata
sebesar &! mm(g dengan penyerta laserasi aorta abdominal yang mengakibatkan
robekan sebesar ) mm dan perdarahan intraperitoneal tidak terkontrol. &
kelompok hewan diresusitasi hingga tekanan arteri rata-rata sebesar )! mm(g, *!
mm(g, dan ! mm(g. +idak dibuat kelompok kontrol yang tidak diterapi.
Resusitasi dimulai ketika tekanan nadi setiap hewan mencapai mm(g. (ewan
tersebut diresusitasi dengan salin sebanyak * mLkgmenit hingga maksimal !
mLkg, setelah itu cairan resusitasi diganti dengan darah lengkap 2 mLkgmenit
hingga #olume maksimal 2) mLkg. (ewan tersebut diobser#asi selama *! menit
atau hingga meninggal. Seperti yang didapatkan sebelumnya, tingkat mortalitas
/
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 2/28
lebih tinggi secara signifikan pada hewan yang mendapatkan resusitasi yang lebih
agresif jika dibandingkan dengan kelompok yang tidak diterapi secara agresif.
(ewan yang diresusitasi secara lebih agresif memiliki #olume perdarahan
intraperitoneal yang lebih tinggi daripada 2 kelompok penelitian lainnya. Selain
itu, penghantaran oksigen yang dimonitor pada hewan tersebut secara signifikan
lebih tinggi pada kelompok yang diresusitasi hingga tekanan arteri rata-rata
sebesar *! mm(g daripada kedua kelompok percobaan lainnya. 0bser#asi yang
sama dilakukan pada laporan kedua dari kelompok yang sama yang diteliti oleh
%owalenko dkk.
$enelitian klinis dan preklinis yang difokuskan pada pembatasan dini
resusitasi kristaloid dan syok hemoragik menekankan pada trauma torso penetrans
tapi tidak menilai penatalaksanaan awal pada pasien dengan cedera kepala, yang
merupakan penyebab kematian traumatik utama di 1merika Serikat. erdasarkan
epidemiologi, ketika syok terjadi bersamaan dengan cedera kepala, insidens
kejadian buruknya meningkat sebanyak 2 kali lipat. %arena kerentanan terjadinya
cedera otak bahkan akibat penurunan perfusi dalam waktu singkat, pedoman
penatalaksanaan cedera kepala menyatakan bahwa resusitasi lambat tidak dapat
diaplikasikan pada cedera kepala. 3eskipun demikian, pada sebagian besar hewan
coba yang menggunakan trauma cerebral standar bersamaan dengan perdarahan
sekunder tak terkontrol akibat aortotomy, tidak ada bukti bahwa terjadi
peningkatan iskemik serebral sekunder pada resusitasi lambat. Resusitasi
kon#ensional dengan larutan Ringer Laktat mengakibatkan tanda-tanda
peningkatan cedera otak sekunder.
$4'4L5+51' %L5'5S
3artin dkk menunjukkan data awal pada pasien dengan efek resusitasi pre-rumah
sakit agresif dibandingkan dengan resusitasi lambat pada syok hemoragik tidak
terkontrol setelah trauma penetrans. $eneliti tersebut menge#aluasi efek resusitasi
cairan lambat hingga inter#ensi operatif dapat mengontrol sumber perdarahan
terhadap prognosis pasien trauma hipotensif. %eparahan trauma sama antara
2
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 3/28
kelompok resusitasi standar dan kelompok resusitai lambat. +ingkat sur#i#al
hingga dipulangkan dari rumah sakit sebesar *6 pada kelompok resusitasi
lambat dan sebesar *6 pada kelompok resusitasi standar. $erbedaan antara
kelompok tersebut tidak mencapai signifikansi statistik karena ukuran sampel
yang kecil.
+elah diberikan banyak perhatian untuk resusitasi pasien setelah trauma
karena adanya laporan dari ickell dkk yang muncul di New England Journal of
Medicine. $ara peneliti melaporkan sebuah penelitian klinis prospektif terhadap
orang dewasa yang menderita trauma trunkus penetrans yang mengalami hipotensi
di lokasi kejadian yang ditandai dengan tekanan darah sistolik kurang dari !
mm(g. $asien diacak untuk mendapatkan pemasangan kateter intra#askular
dengan penanganan resusitasi cairan standar pre-rumah sakit pusat trauma
dengan menggunakan larutan Ringer Laktat atau kelompok eksperimental dimana
dilakukan pemasangan kateter #askular namun cairan intra#ena tidak diberikan
hingga pasien sampai di ruangan operasi. $asien tidak dimasukkan kedalam
penelitian ini jika memiliki skor field revised trauma ! yang sesuai dengan adanya
henti kardio#askular atau menderita luka tembak fatal di kepala dengan trauma
neurologis yang menghilangkan kemungkinan sur#i#al jangka panjang. Selain itu,
pasien yang menderita trauma trunkus penetrans yang tidak membutuhkan operasi
tidak dimasukkan kedalam penelitian. Setelah diskreening /!* pasien selama &7
bulan dari penelitian tersebut, pasien diterima 8 &! pada kelompok resusitasi
langsung yang mendapatkan resusitasi cairan standar berdasarkan protokol
Advanced Trauma Life Support serta 2 dimasukkan kedalam kelompokresusitasi lambat yang tidak mendapatkan cairan intra#ena hingga sampai di
ruangan operasi.
%elompok resusitasi langsung dan lambat disamakan dalam hal usia, jenis
kelamin, dan trauma anatomis yang diukur berdasarkan 5SS, Revised Trauma
Score 9respon fisiologis terhadap trauma:, dan tekanan darah sistolik. ;aktu
respon lapangan perawatan pre-rumah sakit pada penelitian ini sangat singkat,
rata-rata &! menit atau kurang. 5nter#al pusat trauma 9yaitu inter#al di rumah sakit
&
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 4/28
sebelum dioperasi: sangat lama 8 rata-rata )) menit pada kelompok resusitasi
langsung dan 2 menit pada kelompok yang mendapatkan resusitasi lambat.
$emberian cairan pre-rumah sakit rata-rata kurang dari !! mL pada kelompok
resusitasi langsung dibandingkan dengan /!! mL pada kelompok resusitasi
lambat. $emberian cairan pada pusat trauma sebelum operasi rata-rata lebih dari
/*!! mL pada kelompok resusitasi langsung, sedangkan pada kelompok resusitasi
lambat rata-rata mendapatkan sebanyak 2& mL. %ehilangan cairan intraoperatif
antara kelompok penelitian tidak berbeda. "iantara 2 pasien yang mendapatkan
resusitasi cairan lambat, 2!& 97!6: selamat dan dipulangkan dari rumah sakit.
"ari &! pasien yang mendapatkan resusitasi cairan langsung, hanya /& 9*26:
yang selamat 9$ < !.!):. $asien pada kelompok resusitasi lambat menunjukkan
adanya kecenderungan penurunan komplikasi postoperatif, termasuk sindrom
distress pernafasan akut, sindrom sepsis, gagal ginjal akut, koagulopati, infeksi
luka, dan pneumonia jika dibandingkan dengan pasien pada kelompok resusitasi
langsung 9$ < !.!:.
Sebuah analisis sub-kelompok dari penelitian ini dilaporkan dalam sebuah
pertemuan lanjutan dari American Association for the Surgery of Trauma. %etika
;all dkk meneliti sub-kelompok utama pada populasi pasien yang dilaporkan
oleh ickell dkk, perbedaan statistik sur#i#al di rumah sakit hanya didapatkan
pada pasien yang menderita trauma jantung penetrans. $asien dengan kerusakan
kardio#askular berat, trauma organ padat yang membutuhkan operasi, atau trauma
thoraks non-jantung memiliki sur#i#al yang hampir sama antara kelompok
resusitasi langsung dan resusitasi lambat.
;alaupun penelitian klinis awal tersebut memiliki pencapaian yang luar
biasa dalam hal desain, penyusunan, dan analisis data, masih banyak pertanyaan
yang tidak terjawab. +idak ada satupun dari penelitian yang dilaporkan tersebut
yang merupakan penelitian acak dan linded . $ada penelitian oleh ickell dkk,
dimana terdapat perbedaan tingkat mortalitas serta perbedaan sur#i#al dari
sejumlah kecil pasien pada kelompok eksperimental, 22 pasien dari kelompok
resusitasi lambat diberikan cairan intra#ena yang tidak sesuai dengan desain
)
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 5/28
penelitian. ;alaupun indi#idu tersebut dimasukkan kedalam analisis intent!to!
treat , dampak pemberian cairan pilihan terhadap prognosis penelitian tidak jelas.
$eneliti juga dikritik karena tidak memasukkan pasien setelah pengacakan karena
trauma yang dianggap terlalu ringan 9tidak ada terapi operatif: atau terlalu berat
9skor trauma !:. 4ksklusi pasien tersebut dapat mengin#alidasi pendekatan
statistik yang digunakan serta meningkatkan kesulitan dokter untuk mencari
petunjuk dalam pekerjaannya. +erakhir, waktu yang dihabiskan oleh pasien
hipotensi yang membutuhkan operasi tersebut di pusat trauma sangat lama.
;alaupun kelompok resusitasi dijelaskan memiliki perbedaan statistik dalam hal
tanda-tanda #ital dan parameter hematologi, masih tidak jelas apakah perbedaan
yang didapatkan tersebut memiliki signifikansi statistik.
%ami menunggu data tambahan dari dunia militer untuk resusitasi, yang
membutuhkan ino#asi dan efektifitas pada lingkungan yang keras. Rekomendasi
kontemporer termasuk pembatasan pemberian cairan kecuali tekanan darah
sistolik kurang dari ! hingga mm(g atau menurun secara cepat. 5ndikator
klinis lainnya untuk pemberian resusitasi cairan adalah penurunan status mental
tanpa tanda-tanda trauma kepala. $arameter penilaian utama adalah status mental
dan terabanya nadi radial. $ada kebanyakan keadaan, tidak diberikan cairan jika
teraba nadi radial yang kuat dan status mental normal. $enurunan nadi atau
penurunan tingkat kesadaran merupakan indikator inter#ensi. %etika harus
diberikan cairan, masih diteliti mengenai pemberian cairan koloid tonik tinggi
dalam jumlah kecil atau koloid yang dikombinasikan dengan salin hipertonik.
ahkan resusitasi di rumah sakit dini didesain untuk menekankan pada penggunaan darah dan meminimalisasi kristaloid serta koloid non-darah pada
keadaan trauma berat.
PERJALANAN KLINIS – RESUSITASI DINI
$ada semua penelitian preklinik dan klinik yang dijelaskan, mekanisme trauma
dan sur#i#al masih tidak jelas. =ang harus dipertimbangkan adalah dampak
pemberian cairan terhadap pembentukan bekuan dini pada keadaan perdarahan
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 6/28
tidak terkontrol. $eneliti lainnya menyatakan bahwa kecepatan resusitasi terhadap
tekanan nadi mungkin berhubungan dengan gangguan mekanis thrombus awal.
Resusitasi cairan dapat menyebabkan dilusi faktor bekuan pada keadaan
perdarahan hebat karena perdarahan tidak terkontrol. %oagulopati proporsional
terhadap #olume jaringan yang rusak dan keparahan syok dapat terlihat bahkan
sebelum cairan resusitasi diberikan.
;alaupun adanya data preklinik dan klinik pro#okatif, masih tidak cukup
bukti untuk mengajukan pedoman praktik atau membuat rekomendasi. $erdarahan
>tidak terkontrol? itu sendiri belum didefinisikan. 3asalah tersebut paling cocok
dijelaskan sebagai trauma dengan kehilangan cairan yang terjadi tanpa adanya
hemostasis operatif atau mekanis atau >kontrol? yang dilakukan dengan pelepasan
darah yang diregulasi melalui kanul #askular. 3asih tidak jelas apakah trauma
#askular setelah luka tembak di torso dan ruptur limpa setelah kecelakan
kendaraan bermotor merupakan hal yang berbeda. 5nti dari semua penelitian
tersebut adalah bahwa peningkatan tekanan darah hingga mencapai tingkat normal
atau supranormal menyebabkan perdarahan lanjut dari daerah yang tidak
dikontrol, serta perdarahan ulang yang menyebabkan syok rekuren dan kematian
pada hewan coba. $enelitian lainnya menunjukkan bahwa hewan coba yang
mengalami syok dapat berhasil diresusitasi pada tekanan darah arteri dibawah
>normal? jika lokasi perdarahan tersebut dikontrol sebagai bagian dari program
resusitasi. %orban syok yang diresusitasi dengan larutan elektrolit akan
mengalami hemodilusi progresif, dan hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
kematian. $elajaran yang bisa didapatkan oleh para dokter melalui data ini adalahsebagai berikut.
/. 0perasi untuk mengontrol perdarahan sebagai bagian dari resusitasi
2. +ingkat tekanan darah merupakan titik akhir resusitasi syok yang mudah
namun kemungkinan menyesatkan karena resusitasi hingga ke tekanan normal
atau supranormal dapat berbahaya jika usaha yang dilakukan tersebut
menunda operasi untuk kontrol perdarahan atau peningkatan tekanan
*
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 7/28
menyebabkan perdarahan ulang. "iperlukan titik akhir yang lebih baik
9misalnya oksigenasi jaringan atau parameter metabolik lainnya:.
&. %ehilangan cairan meningkat pada keadaan kerusakan jaringan lunak
signifikan yang dikombinasikan dengan syok. $emberian darah secara dini
harus menstimulasi penggunaan strategi pemberian $R@s, AA$, dan platelet
yang seimbang dengan proporsi yang sama.
). Resusitasi syok traumatik, hampir sama dengan penatalaksanaan cairan pada
pasien luka bakar, membutuhkan obser#asi berulang, dan kemampuan
penilaian yang tidak dapat dicapai dengan resep atau formula.
$enelitian klinis yang berusaha untuk memperluas konsep eksperimental
yang telah dijelaskan sebelumnya kedalam ranah perawatan pasien akan berurusan
utamanya dengan kehilangan darah sekunder akibat trauma penetrans karena
keadaan klinis tersebut merupakan simulasi yang mirip dengan model perdarahan
murni yang tersedia dalam medis klinis. $enelitian tersebut berguna untuk
menekankan bahwa trauma tumpul multiple, luka multiple, dan trauma jaringan
lunak ekstensif tidak sama dengan model perdarahan murni dimana terdapat
bekuan darah dan terjadi kehilangan cairan, serta adanya faktor inflamasi lain
yang membuat sulit menentukan keparahan trauma.
PENATALAKSANAAN SYOK TRAUMATIK PADA UNIT PERAWATAN
INTENSIF
Sebelum dimasukkan ke 5@B, resusitasi diarahkan untuk mempertahankan
tekanan darah dan mengurangi denyut jantung melalui #olume loading dengan
kristaloid dan darah. "ibuat end point klinis yang relatif sederhana. "ende#atan
ini harusnya ade#uat pada se#itar $%& pasien trauma. $ada saat masuk ke 5@B,
pasien dengan trauma berat bisa mendapatkan kateter #ena sentral atau kateter
arteri pulmonal untuk memonitor hemodinamik dan memperbaiki arah resusitasi.
Serangkaian laporan dini oleh Shoemaker dkk menyatakan bahwa penghantaran
oksigen supranormal 9*!! mLmenitm2: serta resusitasi hingga konsumsi oksigen
puncak merupakan end point klinis yang tepat. ;alaupun obser#asi mengenai
perbaikan respon hemodinamik pada pasien trauma yang selamat merupakan hal
7
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 8/28
yang wajar, membuat pasien trauma mencapai performa hemodinamik
supranormal tidak dihubungkan dengan perbaikan prognosis klinis. $enurunan
target penghantaran oksigen 9!! mLmenitm2: diusulkan sebagai endpoint
pendukung bagi pasien yang mendapatkan monitoring kateter arteri pulmonal.
$ada sebuah rangkaian penelitian yang menilai resusitasi pasien trauma di
5@B, 3oore dkk menggunakan kateter arteri pulmonal untuk menggambarkan
respon terhadap pemberian cairan. %riteria identifikasi pasien yang
dipertimbangkan untuk pemasangan kateter arteri pulmonal serta kebutuhan
resusitasi di 5@B termasuk trauma berat 9cedera pada 2 atau lebih organ abdomen,
fraktur pada 2 atau lebih tulang panjang, fraktur pel#is kompleks, flail chest , atau
trauma #askular mayor:, kehilangan cairan 9perkiraan diperlukan C * unit $R@
selama /2 jam pertama setelah rawat inap:, serta stress metabolik 9defisit basa
arteri C * m4DL selama /2 jam pertama setelah masuk ke rumah sakit:. %orban
trauma yang berusia C * tahun dengan 2 atau lebih kriteria tadi juga
membutuhkan pertimbangan pemasangan kateter arteri pulmonal serta resusitasi
di 5@B. $asien dengan kriteria tersebut yang juga mengalami cedera otak berat,
didefinisikan sebagai skor 'lasgow (oma Scale yang E pada 5@B trauma dan
adanya abnormalitas pada @+ scan otak, tidak diresusitasi sesuai dengan protokol
selama pengembangan pendekatan tersebut, kecuali jika telah dinilai oleh ahli
bedah saraf dan dinyatakan beresiko rendah untuk mengalami cedera otak
sekunder akibat prosedur tersebut. "alam praktik saya, saya menemukan bahwa
otak, hampir sama dengan organ lainnya, akan mendapatkan keuntungan dari
pemberian resusitasi agresif.
"ikembangkan sebuah pendekatan sekuensial untuk resusitasi syok
dengan mengggunakan kateter arteri pulmonal oleh 3oore dan 3c%inley dkk.
$endekatan tersebut berupa serangkaian inter#ensi termasuk pemberian $R@
dan larutan Ringer Laktat untuk mengoptimalisasi indeks jantung dan tekanan
wedge kapiler pulmonal seperti yang dijelaskan dengan kur#a Starling klasik.
3ilrinone, dobutamine, dan norepinefrin digunakan seperlunya sebagai obat-
obatan #asoaktif untuk mendapatkan tekanan arteri rata-rata yang lebih dari *
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 9/28
mm(g serta indeks penghantaran oksigen yang lebih dari !! mLmenitm 2.
$asien tersebut memerlukan #olume resusitasi yang sangat besar sesuai dengan
protokol 9sekitar / L untuk mendapatkan indeks penghantaran oksigen C !!
mLmenitm2:. Fuga diharapkan adanya #olume output urin yang signifikan.
alance positif yang besar tersebut pada pasien yang mengalami trauma berat
menunjukkan adanya kehilangan darah yang tidak diketahui atau shift cairan
ekstrim antara intra#askular, interstisial, dan kompartemen intraselular, atau
keduanya 9Gambar 27.):.
Tabel 27.3 Ringa!an P"#$##l Re!%!i$a!i S&# aiba$ T"a%'a T#"!# Ma&#"
In$e"(en!i Nilai A'bang )a$a! Me$#*e
+ransfusi
9$R@:
"025 H !!
mLmenitm2I
hemoglobin H /! gdL
9usia J * tahun, H /2
gdL:
/ g hemoglobindLunit $R@I
transfusi bolusI kemudian
analisis hemoglobin 9disamping
tempat tidur:I kemudian hitung
"025
eban
#olume
9LR:
"025 H !!
mLmenitm2I
hemoglobin J /! gdL
9usia J * tahun, J /2
gdL:I $@;$ H /
mm(g 9usia J *
tahun, H /2 mm(g:
5nfus bolus / L RL 9usia J * tahun,
!. L:I kemudian ukur $@;$I
kemudian hitung "025
%ur#a
Starling
9'S:
"025 H !!
mLmenitm2I
hemoglobin J /! gdL
9usia J * tahun, J /2
gdL:I $@;$ J /
mm(g 9usia J *
tahun, J /2 mm(g:
5nfus bolus !. atau !.2 L 'SI
kemudian ukur $@;$ dan @5I
@5-$@;$ optimal jika
perbedaan @5 E -!.&I perbedaan
$@;$ E K) dengan 2 bolus
konsekutifI kemudian hitung
"025
5notropik "025 H !!
mLmenitm2I
3ilrinone, peningkatan !./ g
hingga !. gkgmenit, atau
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 10/28
In$e"(en!i Nilai A'bang )a$a! Me$#*e
hemoglobin /! gdL
9usia J * tahun, J /2
gdL:I @5 dan $@;$
dioptimalkan
dobutamin, peningkatan 2. g
hingga 2! gkgmenitI hitung
"025
Vasopressor "025 H !!
mLmenitm2I 31$ H
* mm(g
'orepinefrin, peningkatan !.! g
hingga !.2 gkgmenitI ukur
31$I hitung "025
M "iberikan detail mengenai protokol resusitasi yang digunakan oleh 3c%inley
dkk. 0bat-obatan terpilih untuk bantuan inotropik dan #asopressor
terlampir. $asien juga diterapi berdasarkan kadar hemoglobin sesuai dengan
usia dan diberikan infus cairan berdasarkan protokolo loading #olume
hingga tekanan pengisian dan "025 optimal.
@5, indeks jantungI @;$, tekanan wedge kapilerI "025, indeks penghantaran
oksigenI RL, larutan Ringer LaktatI 31$, tekanan arteri rata-rataI 'S,
normal salinI $@;$, tekanan wedge kapiler pulmonalI $R@, pac#ed red
lood cell sel darah merah.
"imodifikasi dari 3c%inley 1, %oNar R1, @ocanour @S, et al O Normal
versus supranormal o)ygen delivery goals in shoc# resuscitation * The
response is the same. F +rauma 2!!2I&O2-&2.
/!
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 11/28
+a'ba" 27., eberapa pasien membutuhkan resusitasi agresif tambahan di 5@B.
Seringkali pasien tersebut membutuhkan pemasangan kateter arteri pulmonal.
$rotokol ini merupakan strategi yang paling sering digunakan untuk pemberian
kristaloid dan darah untuk stabilisasi pasien tersebut yang diambil dari rangkaian
artikel yang dipublikasikan oleh 3c%inley, 3oore, dkk. 1G, gas darah arteriI
", defisit basaI @5, indeks jantungI "025, indeks penghantaran oksigenI (b,
hemoglobinI 5@B, unit perawatan intensifI RL, larutan Ringer LaktatI 'S,
nasogastrikI $1, arteri pulmonalI $@;$, tekanan wedge kapiler pulmonalI
$g@02, oksigen transgastrikI B$, tekanan buli-buli.
$endekatan berbasis protokol tersebut memunculkan beragam obser#asi.
$ertama, bahkan pasien yang berusia lanjut akan berespon terhadap resusitasi di
//
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 12/28
5@B setelah trauma. Secara umum, respon penghantaran oksigen maksimal pada
pasien tersebut kurang dari pasien yang lebih muda, serta pasien berusia lanjut
membutuhkan bantuan inotropik yang lebih banyak. %edua, pendekatan dengan
menggunakan kur#a Starling mudah untuk dilakukan dan dapat memperbaiki
resusitasi hemodinamik karena trauma berat. Resusitasi supranormal tidak
diperlukan atau tidak diinginkan dalam penatalaksanaan pasien penderita trauma
yang disertai dengan syok. %etiga, resusitasi agresif khususnya pada keadaan
perdarahan, akan meningkatkan resiko peningkatan tekanan intra-abdominal dan
sindrom kompartemen abdomen. Resusitasi preload dapat menyebabkan edema
usus dengan obstruksi #ena, penurunan output jantung, penurunan output urin,
dan mengganggu oksigenasi sistemik. +erakhir, walaupun telah tersedia banyak
end-point inter#ensi resusitasi goal!directed , transport oksigen sistemik
merupakan pilihan utama saat ini bagi kebanyakan pasien penderita trauma berat
dan merupakan dasar pengembangan proses klinik resusitasi syok yang
disebabkan oleh trauma berat di masa yang akan datang 9Gambar 27.:.
"isarankan untuk menggunakan kateter arteri pulmonal untuk
penatalaksanaan pasien dengan trauma berat berdasarkan sebuah penelitian yang
menggunakan data dari National Trauma +ata ,an# . "ari lebih dari )!.!!!
catatan, dire#iew sebanyak &.!!! pasien. $asien tersebut masuk ke rumah sakit
mulai dari Fanuari /) hingga "esember 2!!/. $asien tersebut bertahan hidup
selama lebih dari ) jam dan menjalani setidaknya / prosedur diagnostik atau
terapeutik. $asien tersebut berusia /* hingga ! tahun dan dibedakan berdasarkan
5SS dan defisit basa awal. Sekitar 2!!! pasien yang mendapatkan insersi kateterarteri pulmonal selama rawat inap dibandingkan dengan /.!!! pasien yang tidak
mendapatkan penatalaksanaan tersebut. 1nalisis regresi logistik digunakan untuk
mengembangkan sebuah model yang menilai tingkat mortalitas setelah trauma.
Aaktor-faktor yang dimasukkan kedalam model tersebut adalah penggunaan
kateter arteri pulmonal, usia, defisit basa pada saat di BG", 5SS, kondisi
komorbid, mekanisme trauma, dan pola trauma spesifik yang dinilai dengan
Areviated -nury Scale. Secara rata-rata, pasien yang ditangani dengan kateter
/2
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 13/28
arteri pulmonal berusia lebih tua dan memiliki 5SS yang lebih tinggi, defisit basa
di BG" yang lebih besar, dan tingkat mortalitas yang lebih tinggi 92.76 pada
penggunaan kateter arteri pulmonal dibandingkan dengan .6 tanpa penggunaan
kateter arteri pulmonal:. $asien yang mengalami trauma pada tulang belakang,
abdomen, dada, atau kepala serta pasien dengan setidaknya / skor Areviated
-nury Scale sama atau lebih dari & kemungkinan besar akan ditangani dengan
menggunakan kateter arteri pulmonal.
+a'ba" 27.- 1lgoritme sederhana ini menjelaskan protokol kur#a Starling untuk
optimalisasi tekanan pengisian sebagai bagian dari resusitasi pada pasien trauma
/&
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 14/28
berat di unit perawatan intensif yang mendapatkan pemasangan kateter arteri
pulmonal. @5, indeks jantungI $@;$, tekanan wedge kapiler pulmonal.
$enggunaan kateter arteri pulmonal dihubungkan dengan peningkatan
tingkat mortalitas pada semua sub-kelompok 5SS, defisit basa di BG", serta usia.
'amun, seiring dengan peningkatan usia, defisit basa, dan peningkatan 5SS, resiko
kematian akibat penggunaan kateter arteri pulmonal akan menurun, dan
keuntungan penggunaan kateter arteri pulmonal akan meningkat. Sebaliknya,
pasien dengan trauma yang lebih ringan 95SS /* hingga 2): serta pasien trauma
berat tanpa defisit basa yang tinggi 9C -: mengalami peningkatan mortalitas yang
dihubungkan dengan pemasangan kateter arteri pulmonal yang tidak berhubungan
dengan usia.
;alaupun obser#asi tersebut berasal dari database yang besar, desain
penelitan retrospektif dan analisis subkelompok tidak optimal untuk mengetes
hipotesis definitif. +erakhir, baik waktu pemasangan kateter arteri pulmonal atau
penyebab kematian dan hubungan spesifiknya terhadap pemasangan kateter arteri
pulmonal tidak dapat diperiksa dengan analisis dari National Trauma +ata ,an# .
'amun, data tersebut menunjukkan bahwa pasien trauma dapat mendapatkan
keuntungan dari resusitasi dengan bantuan kateter arteri pulmonal untuk
menghindari komplikasi terkait defisit perfusi persisten. "iperlukan pemeriksaan
terfokus lebih lanjut bagi pasien dengan faktor resiko prognosis yang buruk.
TRANSFUSI MASIF
+anpa memperhatikan mekanisme trauma, syok hemoragik merupakan penyebab
utama kedua terjadinya kematian dini pada pasien trauma, dengan trauma @'S
merupakan jenis trauma yang paling berbahaya. +rauma @'S primer sangat
berbahaya dan memiliki tingkat mortalitas pre-rumah sakit yang tinggiI
pencegahan adalah strategi terbaik. Syok hemoragik mencakup sekitar &!6
hingga )!6 dari kematian akibat trauma dan sangat bergantung pada inter#ensi
/)
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 15/28
untuk mengurangi tingat mortalitas dan morbiditas. Selain itu, sekitar 26 dari
trauma @'S mengalami komplikasi syok hemoragik. $erdarahan mengakibatkan
kematian pada periode pre-rumah sakit sebanyak &&6 hingga *6 kasus, dan
secara keseluruhan merupakan penyebab kematian paling umum pada indi#idu
yang ditemukan telah meninggal ketika tim emergensi tiba. $erdarahan mencakup
sebagian besar tingkat mortalitas yang terjadi dalam / jam pertama ketika dirawat
di pusat trauma dan lebih dari !6 kematian di ruangan operasi setelah trauma
berat. ;alaupun kemungkinan diperlukannya transfusi masif 9didefinisikan
sebagai pemberian J /! unit $R@ dalam waktu H 2) jam: hanya pada sekitar &6
dari seluruh pasien di pusat trauma, inter#ensi ini dapat menyelamatkan nyawa,
dan data awal menunjukkan bahwa pemberian darah agresif secara dini akan
mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas serta menurunkan penggunaan
darah rata-rata.
+elah dibuat sejumlah obser#asi umum. %ebanyakan pasien yang
mendapatkan transfusi masif awalnya diterapi dengan menggunakan cairan
kristaloid, kemudian dilanjutkan dengan pemberian sel darah merah non!cross!
matched tipe 0. +erapi plasma umumnya ditunda sambil menunggu tipe darah dan
plasma pilihan mencair. Bmumnya platelet tidak diberikan hingga pasien
mendapatkan beberapa unit $R@. %oagulopati umum terjadi dan sulit untuk
dikoreksi. $lasma dan platelet biasanya tidak cukup digunakan dan dibutuhkan
perhatian lebih mengenai pemberian plasma dan platelet.
$rotokol tramsfusi masif umum dimulai pada saat di BG" ketika residen
trauma senior meminta transfusi $R@ 0 negatif dan menggunakan protokol
transfusi masif yang spesifik pada rumah sakit tersebut. %emudian dilanjutkan
dengan pemberian )-* unit $R@ 0-negatif tambahan dan beberapa unit AA$ dan
platelet. +erapi dilanjutkan sambil tabungnya dikirim ke bank darah, setiap tabung
berisi sel darah merah, plasma, dan platelet. +ujuannya adalah untuk normalisasi
$+ dan meningkatkan jumlah platelet menjadi ! hingga /!! P /!L. %adar
fibrinogen dicek setelah pemberian * hingga /2 unit $R@, dan diberikan
cryopresipitat jika kadar fibrinogen kurang dari / gL. Fika hal tersebut terjadi,
/
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 16/28
diberikan /! unit cryopresipitat. "ulunya merupakan komponen umum pada
transfusi masif, recominant activated factor V55 sudah tidak digunakan baik pada
dunia militer dan praktik umum.
$usat trauma besar telah mengembangkan protokol transfusi untuk
menangani kehilangan cairan yang cepat koagulopati akibat trauma. Strategi
tersebut telah ditunjukkan dapat memperbaiki sur#i#al pada pasien yang
menderita trauma berat. ;alaupun banyak pusat kesehatan telah
mengimplementasikan protokol transfusi masif, belum ditentukan peraturan
inisiasi standar. Bmumnya penggunaan protokol transfusi masif bergantung pada
dokter dan #ariabilitas yang ada pada pusat kesehatan.
+elah dikembangkan sejumlah sistem skoring untuk memprediksi secara
cepat pasien yang membutuhkan transfusi masif. "ari skor tersebut, skor 1@
9penilaian pemakaian darah: yang mencakup mekanisme trauma penetrans,
pemeriksaan BSG positif di BG", tekanan darah sistolik pada saat pasien masuk
! mm(g atau kurang, dan denyut jantung pada saat pasien masuk /2! kalimenit
atau lebih telah dilaporkan dan di#alidasi pada kelompok pasien yang besar.
;alaupun telah diusulkan beberapa kriteria yang lebih lengkap, adanya skor 1@
dengan 2 kriteria atau lebih dapat mengklasifikasikan pasien yang membutuhkan
transfusi masif dengan benar pada sekitar 6 kasus. $oin pemeriksaan lainnya
adalah bahwa hipotensi dan tanda-tanda koagulopati merupakan prediktor kuat
diperlukannya transfusi masif. "iperlukan data tambahan dari dunia militer dan
praktik umum untuk makin memperjelas keperluan transfusi yang tepat.
ASAM TRANEKSAMAT
1sam traneksamat merupakan deri#at asam amino lysine yang menghambat
fibrinolisis dengan memblok lokasi ikatannya pada plasminogen. 0bat ini telah
digunakan pada berbagai penelitian operatif dan telah ditunjukkan dapat
mengurangi kebutuhan transfusi darah. $enelitian @R1S(-2 masif yang
melibatkan lebih dari 2!.!!! pasien menge#aluasi asam traneksamat sebagai
/*
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 17/28
sebuah cara untuk mengatasi fibrinolisis yang terjadi sebagai komponen
koagulopati setelah trauma. @R1S(-2 dilakukan pada lebih dari 2! rumah sakit
dan )! negara. Lebih dari 2!.!!! pasien yang mengalami perdarahan signifikan
atau beresiko mengalami perdarahan signifikan akan diberikan asam traneksamat
atau plasebo dalam waktu jam setelah trauma. +ingkat mortalitas dari semua
penyebab akan menurun secara signifikan dengan penggunaan asam traneksamat.
Resiko kematian spesifik karena perdarahan juga menurun secara signifikan.
$rognosis tersebut tercapai tanpa peningkatan kejadian thrombotik yang
signifikan. 'amun, analisis lanjutan dari data @R1S(-2 menunjukkan bahwa
efektifitas terbesar didapatkan jika terapi tersebut dimulai dalam waktu & jam
setelah trauma. ahkan, terapi yang diberikan & jam setelah trauma nampaknya
akan meningkatkan resiko kematian karena perdarahan. Re#iew terbaru
berdasarkan pengalaman dari dunia militer yang menggunakan asam traneksamat,
penelitian 31++4Rs, juga menunjukkan adanya perbaikan prognosis dengan
pemberian obat murah tersebut secara dini setelah trauma. $engalaman militer
untuk penggunaan asam traneksamat tersebut mendapatkan perbaikan prognosis
pada pasien yang mendapatkan setidaknya / unit $R@s. +idak ditemukan
adanya resiko pemberian asam traneksamat.
$eranan asam traneksamat pada sistem trauma dimana protokol transfusi
masif menggunakan AA$ yang mengandung semua elemen antifibrinolitik pada
plasma masih tidak jelas. $ada sistem trauma yang sedang dikembangkan, tempat
terbaik untuk pemberian asam traneksamat kemungkinan adalah di lingkungan
pre-rumah sakit karena material tersebut dapat disiapkan di helikopter dan program transport di darat. $emberian darah pre-rumah sakit, khususnya plasma
jarang dilakukan pada keadaan umumI oleh karena itu, asam traneksamat
memberikan kesempatan untuk menangani koagulopati secara dini. %esempatan
penggunaan material menjanjikan tersebut pada keadaan perawatan kritis sedang
diteliti.
RESIKO TRANSFUSI SEL DARA MERA SE/ARA DINI
/7
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 18/28
+ransfusi darah pada keadaan trauma telah diketahui sebagai prediktor
independen terjadinya kegagalan multiorgan, sindrom respon inflamasi sistemik,
peningkatan infeksi post-trauma, serta peningkatan tingkat mortalitas pada
beberapa penelitian. Resiko kumulatif dihubungkan dengan jumlah $R@ yang
ditransfusikan, peningkatan waktu penyimpanan darah, dan kemungkinan adanya
leukositosis pada darah donor. anyak peneliti telah menyimpulkan bahwa
transfusi darah pada pasien trauma harus diminimalisasi jika memungkinkan.
"ata dari penelitian single!institution besar menilai dampak transfusi
darah pada gagal organ multiple post-trauma. Variabel yang diidentifikasi sebagai
prediktor dini gagal organ multiple yang indepen termasuk usia lebih tua dari
tahun, 5SS yang sama atau lebih dari 2, dan transfusi C * unit $R@ dalam
waktu /2 jam pertama setelah pasien masuk. "efisit basa lebih dari m4DL
selama /2 jam pertama dan laktat yang lebih dari 2. molL juga merupakan
faktor prediktor independen gagal organ multiple. $enelitian prospektif
sebelumnya telah mengkonfirmasi pentingnya transfusi darah sebagai faktor
resiko independen adanya gagal organ multiple post-trauma setelah mengontrol
dampak syok lainnya seperti defisit basa dan laktat. $enelitian tambahan terhadap
penggunaan darah setelah trauma menghubungkan transfusi darah dengan
peningkatan tingkat mortalitas. $otensi perancu pada #ariabel syok termasuk
defisit basa, serum laktat, usia, jenis kelamin, ras, skor 'lasgow (oma Scale, dan
5SS telah dikontrol pada analisis tersebut.
Aaktor yang berkontribusi terhadap komplikasi akibat transfusi sel darah
merah termasuk waktu penyimpanan, peningkatan keterikatan sel darah merah
pada endotel, ikatan nitrik oksida oleh hemoglobin bebas pada darah yang telah
disimpan, leukosit donor, respon inflamasi host, dan penurunan deformabilitas sel
darah merah. 'amun, transfusi pasien trauma dengan terapi komponen darah
seimbang merupakan satu-satunya pilihan untuk penatalaksanaan syok henoragik
berat. ;alaupun carrier oksigen hemoglobin lainnya cukup menjanjikan dan pada
akhirnya dapat memberikan prognosis yang lebih baik bagi pasien trauma,
material tersebut belum digunakan. Bntuk meminimalisasi efek samping,
/
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 19/28
percobaan untuk meminimalisasi penggunaan transfusi darah pada trauma
merupakan hal yang tepat untuk dilakukan pada keadaan selain perdarahan berat.
MASALA KUSUS
SINDROM KOMPARTEMEN A)DOMEN
Sindrom kompartemen merupakan sebuah keadaan dimana terjadi peningkatan
tekanan didalam rongga anatomi tertutup yang mengganggu fungsi serta #iabilitas
jaringan didalamnya. Rongga anatomi tertutup yang berhubungan dengan sindrom
kompartemen tersebut adalah rongga fascia pada ekstremitas, bola mata padaglaukoma, dan rongga kranial seperti pada perdarahan epidural atau subdural.
Sindrom kompartemen abdomen merupakan sebuah keadaan dimana terjadi
peningkatan tekanan dalam dinding abdomen, pel#is, diafragma, dan
retroperitoneal yang mengganggu fungsi traktus gastrointestinal dan organ
ekstraperitoneal terkait. Sindrom kompartemen abdomen makin dianggap sebagai
sebuah komplikasi dari resusitasi masif setelah trauma, luka bakar, atau prosedur
operatif lainnya 9%otak 27.&:. Seringkali diperlukan dekompresi operatif. +ekanan
normal rongga peritoneal adalah sekitar hingga 7 mm(g. Bmumnya terjadi
peningkatan tekanan selama waktu singkat pada saat batuk, manu#er #alsa#a,
defekasi, dan mengangkat beban. +ekanan intra-abdominal dapat meningkat
secara non-patologis pada orang-orang obesitas. $eningkatan tekanan intra-
abdominal merupakan hal yang umum ditemukan pada pasien medis dan operatif
yang sakit berat.
%onferensi konsensus terbaru mengenai sindrom kompartemen abdomen
telah memperbaiki definisi sindrom kompartemen abdomen 9+abel 27.):. Bntuk
standarisasi, tekanan intra-abdominal harus ditulis dalam mm(g dan diukur pada
saat akhir ekspirasi dengan pasien dalam posisi supine setelah memastikan bahwa
tidak terdapat kontraksi otot-otot abdomen. +ransducer dalam posisi ! pada linea
midaPillaris. Standar referensi pengukuran tekanan intra-abdominal yang ada saat
ini adalah mengukur tekanan melalui kateter drainase urin indwelling didalam
buli-buli. +eknik yang direkomendasikan untuk mengukur tekanan intra-
/
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 20/28
abdominal adalah dengan clamp kateter urin dan memasukkan sebanyak maksimal
2 mL cairan salin steril bersuhu ruangan kedalam buli-buli pada pasien dalam
posisi supinasi. Setelah transducer dalam posisi ! dan periode stabilisasi selama
setidaknya &! hingga *! detik, tekanan intra-abdominal rata-rata dapat dibaca di
monitor atau sesuai dengan tinggi cairan pada tubing drainse urin.
K#$a 27.3 Fa$#" Re!i# i0e"$en!i In$"aab*#'en *an Sin*"#'
K#'0a"$e'en Ab*#'en
1sidosis 9p( H 7.2:(ipotermia 9suhu tubuh H && Q@:
$olitransfusi 9C /! unit $R@ 2) jam:
%oagulopati 9platelet H .!!! mm& atau activated partial
thromoplastin time 91$++: 2 kali nilai normal atau lebih tinggi
atau prothromin time 9$+: H !6 atau international standardi/ed
ratio C /.:
Sepsis 9berdasarkan definisi American!European (onsensus
(onference:
akteremia
5nfeksi intra-abdomen atau abses
$eritonitis
"isfungsi li#er atau sirosis dengan asites
Ventilasi mekanis
$enggunaan positive end!e)piratory pressure 9$44$: atau adanya auto!
"EE"
$neumonia
0perasi abdomen, khususnya dengan penutupan fascia yang ketat
Resusitasi cairan masif 9koloid atau kristaloid C L 2) jam:
Gastroparesis, distensi gaster, atau illeus
Vol#ulus
(emoperitoneum atau pneumoperitoneum
Luka bakar berat
2!
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 21/28
+rauma berat
5ndeks massa tubuh tinggi 9C &!:
+umor intra-abdomen atau retroperitoneal
$osisi pronasi
Repair hernia insisional masif
$ankreatitis akut
"istensi abdomen
+amage control laparotomy
Laparoskopik dengan tekanan inflasi berlebihan
"ialisis peritoneal
"iambil dari 3albrain 3L, @heatham 3L, %irkpatrick 1, et al O Results
from the -nternational (onference of E)perts on -ntra!adominal
0ypertension and Adominal (ompartment Syndrome1 - *
+efinition. 5ntensi#e @are 3ed 2!!*I&2O/722-/7&2
(ipertensi intra-abdominal didefinisikan sebagai tekanan intra-abdominal
persisten atau berulang yang lebih dari /2 mm(g atau tekanan perfusi abdomen
yang kurang dari *! mm(g, sedangkan tekanan perfusi koroner < tekanan arteri
rata-rata 8 tekanan intra-abdominal. Sindrom kompartemen abdomen terjadi
ketika terjadi gagal organ akibat hipertensi intra-abdominal. Sindrom
kompartemen abdomen didefinisikan lebih lanjut sebagai tekanan intra-abdomen
persisten atau berulang yang lebih dari 2! mm(g atau tekanan perfusi abdomen
kurang dari *! mm(g yang berhubungan dengan gagal sistem organ tunggal atau
multiple onset baru. erbeda dengan hipertensi intra-abdominal, sindromkompartemen abdomen tidak digrading, namun dianggap sebagai fenomena >all
or none?.
Tabel 27., Da1$a" De1ini!i K#n!en!%!
"efinisi / 51$ merupakan tekanan tetap tertutup dalam rongga abdomen
"efinisi 2 1$$ < 31$ 8 51$
"efinisi & AG < GA$ 8 $+$ < 31$ 8 2 P 51$
"efinisi ) 51$ harus ditulis dalam mm(g dan diukur pada saat akhir
2/
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 22/28
ekspirasi dalam posisi supinasi komplit setelah memastikan
bahwa tidak ada kontraksi otot-otot abdomen dan transducer
dalam posisi ! setinggi linea midaksillaris
"efinisi Referensi standar pengukuran 51$ intermitten adalah melalui
buli-buli dengan #olume instilasi maksimal sebesar 2 mL
salin steril
"efinisi * 51$ normal berkisar antara -7 mm(g pada orang dewasa yang
sakit kritis
"efinisi 7 51( didefinisikan dengan peningkatan 51$ patologis berulang
atau persisten J /2 mm(g
"efinisi 51( digrading sebagai berikut O Grade 5, 51( /2-/ mm(gI
Grade 55, 51$ /*-2! mm(gI Grade 555, 51$ 2/-2 mm(gI
Grade 5V, 51$ C 2 mm(g
"efinisi 1@S didefinisikan sebagai 51$ persisten C 2! mm(g 9dengan
atau tanpa 1$$ H *! mm(g: yang dihubungkan dengan
terjadinya disfungsi gagal organ baru
"efinisi /! 1@S primer merupakan sebuah kondisi yang dihubungkan
dengan trauma atau penyakit pada regio abdominopel#ik
yang seringkali membutuhkan inter#ensi operatif dini atau
radiologi inter#ensional
"efinisi // 1@S sekunder merujuk pada keadaan yang tidak berasal dari
regio abdominopel#ik
"efinisi /2 1@S rekuren merujuk ada kondisi dimana 1@S terjadi kembali
setelah operasi atau terapi medis 1@S primer atau sekunder
sebelumnya
1@S, sindrom kompartemen abdomenI 1$$, tekanan perfusi abdomenI AG,
gradien filtrasiI GA$, tekanan filtrasi glomerulusI 51(, hipertensi intra-
abdomenI 51$, tekanan intra-abdomenI 31$, tekanan arteri rata-rataI $+$,
tekanan tubulus proksimal.
"iambil dari 3albrain 3L, @heatham 3L, %irkpatrick 1, et al O Results from
the -nternational (onference of E)perts on -ntra!adominal 0ypertension
and Adominal (ompartment Syndrome1 - * +efinition. 5ntensi#e @are 3ed
2!!*I&2O/722-/7&2.
22
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 23/28
(ipertensi intra-abdominal memiliki #ariasi efek fisiologis. $ada persiapan
eksperimental, hewan coba meninggal akibat gagal jantung kongestif karena
tekanan abdominal melewati ambang batas bahaya. $eningkatan tekanan intra-
abdominal akan mengurangi output jantung dan beban kerja #entrikel kiri serta
#entrikel kanan, tapi meningkatkan tekanan #ena sentral, tekanan wedge arteri
pulmonal, serta meningkatkan resistensi #askular sistemik dan pulmonal.
"ekompresi abdomen akan membalikkan perubahan tersebut. %arena kedua
diafragma tertekan keatas akibat peningkatan tekanan intra-abdominal, akan
terjadi penurunan #olume dan kerja thoraks. $enurunan #olume dalam rongga
pleura akan menyebabkan atelektasis dan penurunan clearance al#eolar. Fuga
dapat terjadi infeksi pulmonal. $asien yang di#entilasi yang menderita hipertensi
abdomen membutuhkan peningkatan tekanan udara agar dapat menghantarkan
#olume udara secara tetap. %arena diafragma terdorong ke rongga pleura, tekanan
intrathoraks meningkat serta terjadi penurunan output jantung dan peningkatan
resistensi #askular pulmonal. +erjadi abnormalitas #entilasi dan perfusi, dan
pengukuran gas darah menunjukkan hipoksemia, hipercarbia, dan asidosis.
$eningkatan tekanan intra-abdominal juga dapat menyebabkan disfungsi
ginjal. +ekanan perfusi ginjal serta gradien filtrasi ginjal yang tidak adekuat
dianggap sebagai faktor penting yang menyebabkan terjadinya insufisiensi ginjal
karena peningkatan tekanan intra-abdominal. Gradien filtrasi merupakan sebuah
tekanan mekanik sepanjang glomerulus dan nilainya sama dengan perbedaan
antara tekanan filtrasi glomerulus dan tekanan tubular proksimal. $ada keadaan
adanya hipertensi intra-abdominal, tekanan tubular proksimal dapat dianggapsama dengan tekanan intra-abdominal. +ekanan filtrasi glomerular dapat
diestimasikan sebagai tekanan arteri rata-rata dikurangi tekanan intra-abdominal.
$erubahan pada tekanan intra-abdominal memiliki dampak yang lebih besar
terhadap fungsi ginjal dan produksi urin daripada terhadap tekanan arteri rata-rata.
0ligouria dianggap sebagai salah satu tanda awal terjadinya hipertensi intra-
abdominal. %ontrol tekanan intra-abdominal dapat mengembalikan fungsi ginjal
yang terganggu. 0ligouria dapat terlihat pada tekanan intra-abdominal setinggi /
2&
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 24/28
hingga 2! mm(g. $enurunan output jantung memiliki peranan penting dalam
penurunan perfusi ginjal, tetapi bahkan dengan maintenance output jantung,
gangguan fungsi ginjal akan tetap terjadi pada hipertensi intra-abdominal.
0rgan lain yang terganggu karena peningkatan tekanan intra-abdominal
adalah hati, ketika aliran darah hepatik menurun karena hipertensi abdomen.
"ianggap bahwa sintesis protein fase akut hepatik, immunoglobulin, dan faktor
pertahanan tubuh host lainnya dapat terganggu akibat penurunan aliran darah
hepatik. Aungsi gastrointestinal lain juga dapat terganggu akibat peningkatan
tekanan intra-abdominal. (ipoperfusi limpa spleen mulai terjadi pada tekanan
intra-abdominal sebesar / mm(g. $enurunan perfusi dapat mengakibatkan
perubahan p( mukosa, translokasi, motilitas usus, dan produksi hormon
gastrointestinal. +erakhir, didapatkan hipertensi intrakranial pada peningkatan
tekanan intra-abdominal kronik. $ada pasien dengan komorbid obesitas dan
trauma intrakranial, hipertensi intrakranial diketahui akan berkurang jika tekanan
intra-abdominalnya berkurang.
"ekompresi operatif merupakan metode pilihan untuk penatalaksanaan
pasien hipertensi intra-abdominal dan adanya tanda-tanda disfungsi organ
penyerta. Setelah dekompresi, didapatkan perbaikan hemodinamik, fungsi
pulmonal, perfusi jaringan, dan fungsi ginjal pada berbagai keadaan klinis. Bntuk
mencegah terjadinya dekompensasi hemodinamik pada saat dekompresi, tekanan
intra#askular harus dikembalikan, penghantaran oksigen harus dinormalisasi, dan
hipotermia serta defek koagulasi harus dikoreksi. $ada pasien dengan akses #ena
yang adekuat dan #entilasi yang terkontrol, abdomen harus dibuka. Langkah
tambahan untuk mencegah washout reperfusi karena y!product metabolisme
anaerob termasuk penggunaan obat-obatan #asokonstriktor akut untuk
menghindari perubahan tekanan darah tiba-tiba. Setelah dekompresi abdomen,
gap fascia dibiarkan tetap terbuka dengan menggunakan salah satu #ariasi metode
penutupan abdomen temporer.
2)
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 25/28
$ada sebuah laporan terbaru, @heatham dan Safcsak mere#iew
pengalaman mareka dalam menggunakan drainase cairan ascites penyebab
hipertensi abdominal dan sindrom kompartemen abdomen secara perkutaneus
dengan bantuan BSG. $eneliti tersebut menunjukkan bahwa pada pasien yang
mengalami akumulasi cairan signifikan yang menyebabkan hipertensi abdomen,
drainase perkutan dapat menghindari diperlukannya laparotomi dekompresi serta
menghindari morbiditas, dan kadang-kadang menghindari komplikasinya.
"iperlukan laporan tambahan dari pusat kesehatan lainnya. (ingga saat ini, selain
pengalaman yang telah disebutkan sebelumnya, kontrol akumulasi cairan
perkutaneus untuk menangani hipertensi abdomen dan sindrom kompartemen
terbatas hanya pada laporan kasus.
SINDROM KOMPARTEMEN EKSTREMITAS
erbagai penyebab sindrom kompartemen ekstremitas termasuk komplikasi
fraktur terbuka dan fraktur tertutup, kerusakan arteri, oklusi #askular temporer,
gigitan ular, penyalahgunaan obat-obatan, luka bakar, olahraga fisik, dan luka
tembak. $enyebab sindrom kompartemen yang paling umum adalah kerusakan
otot yang menyebabkan terjadinya edema, yang berhubungan dengan jumlah
jaringan yang rusak. +ekanan pada rongga fascia tertutup awalnya akan meningkat
karena pembengkakan intraselular yang diikuti oleh pembentukan hematom jika
terdapat fraktur. %arena ekstremitas, khususnya di betis terdiri dari kompartemen
fascia keras, gangguan sirkulasi akan terjadi seiring dengan peningkatan tekanan
jaringan yang mengakibatkan iskemik dan kerusakan jaringan. %emudian akan
terjadi kebocoran cairan intraselular, dan makin terlihat peningkatan tekanan
intrakompartemen.
%etika trauma ekstremitas mengakibatkan iskemik komplit, otot rangka
yang mengalami kekurangan oksigen dapat bertahan selama ) jam tanpa adanya
kerusakan irre#ersibel. 5skemik total selama jam akan mengakibatkan perubahan
irre#ersibel. 'er#us perifer masih dapat menghantarkan impuls selama / jam
setelah onset iskemik total, dan dapat bertahan selama ) jam dengan hanya
2
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 26/28
menderita kerusakan neuropraksik. Setelah jam, terjadi kerusakan aPonotmesis
dan kerusakan irre#ersibel. 5skemik yang diakibatkan oleh penurunan atau
terhentinya aliran darah terjadi ketika gradien perfusi ke kompartemen otot turun
dibawah nilai ambang batas bahaya. $erfusi berhubungan dengan tekanan
kompartemen. %etika tekanan darah intrakompartemen mencapai 2 mm(g,
perfusi jaringan pada jaringan yang rusak akan berkurang secara drastis.
Aasciotomi harus dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai 2
mm(g, atau jika ekstremitas telah mengalami iskemik komplit selama * jam,
keadaan klinis pasien memburuk, terdapat kerusakan jaringan berat, atau jika
tekanan jaringan makin meningkat. +erapi profilaksis sangat berguna karena
fasciotomi tidak akan memperbaiki perubahan yang diakibatkan oleh trauma
ekstremitas awal, tetapi hanya dapat mencegah perubahan yang terjadi akibat
iskemik sekunder.
"ain1 palor1 paralysis1 paresthesia, dan pulselessness merupakan tanda-
tanda klasik sindrom kompartemen ekstremitas. Fika penatalaksanaan tidak
dimulai hingga semua tanda-tanda tersebut muncul, maka akan didapatkan hasil
yang buruk. 'yeri dan bertambahnya nyeri dengan stretching pasif otot pada
kompartemen yang terganggu merupakan penemuan klinis yang paling sensitif.
$enilaian nyeri berguna ketika pasien sadar dan dapat berespon kognitif terhadap
pemeriksaan. $ada pasien tidak sadar yang beresiko menderita sindrom
kompartemen, pengukuran tekanan jaringan dapat menjadi satu-satunya kriteria
diagnosis objektif. $engukuran tekanan kompartemen diperiksa pada semua
kompartemen ekstremitas yang beresiko dan bagian proksimal serta distal dari
semua trauma. +ekanan tertinggi yang didapatkan harus menjadi dasar untuk
menentukan kebutuhan melakukan fasciotomi.
FRAKTUR PELIS
"iperlukan trauma tumpul substansial untuk mengganggu keutuhan cincin pel#is.
%eparahan trauma berhubungan dengan arah dan kerasnya tenaga yang
2*
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 27/28
diaplikasikan. Bmum didapatkan trauma penyerta pada abdomen, thoraks, dan
kepala. +enaga yang diaplikasikan pada pel#is dapat menyebabkan displacement
rotasional dengan bukaan atau kompresi pada cincin pel#is. +ipe displacement
lainnya yang terlihat pada fraktur pel#is adalah displacement #ertikal dengan
kerusakan komplit pada cincin dan kompleks sakroiliak posterior.
$asien yang mengalami trauma pada cincin pel#is dapat dibagi kedalam 2
kelompok berdasarkan gejala klinis 8 pasien dengan hemodinamik stabil dan
pasien dengan hemodinamik tidak stabil. 1da perbedaan dramatis pada tingkat
mortalitas antara fraktur pel#is pada pasien yang hipotensi dan pasien dengan
hemodinamik stabil. Stabilitas hemodinamik dan instabilitas pel#is biomekanikal
dipisahkan berdasarkan masalah terkait, yang cenderung membingungkan
gambaran klinis. Sumber perdarahan dapat multifaktorial dan tidak berhubungan
langsung dengan fraktur pel#is itu sendiri. 'amun, kehilangan darah sekunder
karena fraktur pel#is yang mengakibatkan terjadinya instabilitas hemodinamik
merupakan faktor resiko yang signifikan. "iagnosis dan stabilisasi fraktur dini
dengan menggunakan fiksasi skeletal eksternal penting selama penatalaksanaan
pasien fase akut. $enatalaksanaan pasien juga diarahkan berdasarkan respon
terhadap resusitasi cairan awal. $erdarahan retroperitoneal pada fraktur pel#is
biasanya berasal dari sumber dengan tekanan rendah 8 tulang cancellous pada
daerah fraktur atau trauma pada #ena disekitarnya. $erdarahan arteri
retroperitoneal signifikan terjadi pada sekitar /!6 pasien. ukti klinis yang ada
menyatakan bahwa stabilisasi fraktur pro#isional dengan menggunakan alat
fiksasi eksternal atau bahkan wrapping pel#is yang fraktur dengan menggunakansprei dapat mengontrol perdarahan #ena bertekanan rendah. Selanjutnya,
perdarahan yang tidak dapat dijelaskan setelah stabilisasi fraktur pro#isional
mengarah ke sumber perdarahan arteri. "iindikasikan melakukan angiografi
dengan embolisasi pembuluh darah yang terganggu. 1ngiografi terapeutik juga
mungkin dibutuhkan setelah eksplorasi abdomen jika terjadi hematom
retroperitoneal pulsatif atau membesar dengan cepat.
27
7/21/2019 Syok Traumatik
http://slidepdf.com/reader/full/syok-traumatik 28/28
POIN PENTIN+
•
Syok setelah trauma tidak sama dengan perdarahan sederhana. %ehilangandarah terjadi bersamaan dengan komponen inflamasi.
• %arena inflamasi dihubungkan dengan perdarahan, tingkat dan jumlah
resusitasi meningkat setelah trauma jika dibandingkan dengan perdarahan
nontrauma
• Respon neuroendokrin klasik terhadap syok traumatik menyebabkan
konser#asi garam dan air yang dapat dihubungkan dengan lingkaran respon
neuroimun yang dapat memodulasi respon inflamasi
•;alaupun saat ini ada kekurangan pada persiapan resusitasi kristaloid, belum
ditunjukkan adanya keuntungan penggunaan koloid secara rutin.
• +elah diidentifikasi sejumlah tujuan akhir resusitasi dari segi metabolik dan
transpor oksigen. Secara umum, tujuan tersebut berubah secara konsisten
setelah trauma. elum ada tujuan akhir resusitasi yang tersedia saat ini yang
sesuai untuk membatasi atau mengarahkan terapi setelah trauma.
• Resusitasi terhadap parameter transpor oksigen supranormal tidak
memperbaiki prognosis setelah trauma. $endekatan bertahap dengan
menggunakan kateter arteri pulmonal yang harus dilakukan pada sekitar
kurang dari 6 pasien trauma mungkin berguna.
• ;alaupun transfusi masif mengurangi kebutuhan darah rata-rata pada pasien
yang kehilangan darah secara cepat, resusitasi terbatas dan konser#asi darah
juga dianggap tepat pada kebanyakan pasien trauma.