Upload
vankiet
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Sari (2006) melakukan penelitian tentang peranan Biaya Kualitas dalam upaya
mengendalikan produk rusak pada PT. Sendi Pratama Pekalongan dengan hasil ada
pengaruh secara simulta antara biaya kualitas (biaya pencegahan dan biaya penilaian)
terhadap produk rusak, hasil perhitungan secara parsial menunjukkan bahwa
menunjukkan bahwa komponen biaya kualitas memiliki pengaruh yang berbeda terhadap
produk rusak.
Saputro (2007) melakukan penelitian tentang Pengaruh Biaya Kualitas terhadap
Produk Rusak pada CV. Menara Kudus dengan hasil secara simultan biaya kualitas yang
terdiri dari biaya pencegahan dan biaya penilaian mempunyai pengaruh terhadap produk
rusak, secara parsial pengaruh biaya kualitas terhadap produk rusak adalah biaya
pencegahan berpengaruh secara signifikan terhadap produk rusak dengan hubungan yang
negatif dan biaya penilaian berpengaruh secara signifikan terhadap produk rusak dengan
hubungan yang positif.
Adriasih (2002) yang meneliti tentang Analisis Biaya Kualitas Pada PT.
Primatexco menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara biaya pencegahan dan
biaya penilaian, biaya kegagalan terhadap penjualan. Hal ini berarti ketika biaya
pencegahan dan biaya penilaian naik maka jumlah unit rusak turun, sehingga biaya
kegagalan internal maupun biaya kegagalan eksternal akan turun juga maka jika produk
rusak turun pencapaian terhadap penjualan akan tinggi. Dari hasil kedua penelitian
sebelumnya dapat diketahui bahwa hasil analisis biaya kualitas (biaya penilaian dan biaya
pencegahan) terhadap produk rusak memiliki hasil yang berlainan, sehingga berdasarkan
penelitian sebelumnya penelitian ini akan dikaji lebih lanjut kebenaran yang ada sehingga
apa yang menjadi hasil dalam penelitian dapat mempertegas persepsi dan memperkuat
teori yang sudah ada.
Hubungan penelitian ini dengan hasil penelitian terdahulu yaitu sebagai bahan
acauan atau refrensi dalam hal ini terkait dengan biaya pengendalian kualitas produk.
B. Tinjauan Teori
1. Biaya
Biaya didefinisikan sebagai pengorbanan ekonomis yang dibuat untuk
memperoleh barang atau jasa. Dengan kata lain, biaya adalah harga perolehan barang
atau jasa yang diperlakukan oleh organisasi. Bersarnya biaya diukur dalam satuan
moneter, di indonesia adalah rupiah, yang jumlahnya dipengaruhi oleh transaksi dalam
rangka pemilikan barang dan jasa tersebut.
Pada umumnya biaya seringkali dihubungkan dengan jenis-jenis organisaasi yaitu,
organisasi bisnis, organisasi non-bisnis, perusahaan manufaktur, perusahaan dagang.
Jenis-jenis biaya yang terjadi dan cara pengelompokannya, tergantung pada jenis
organisasinya. Untuk mengelola suatu perusahaan, diperlukan informasi biaya yang
sistematik dan komparatif. Oleh karena itu akan sangat penting bagi manajemen untuk
mengetahui pengertian dan klasifikasi dari biaya.
Istilah biaya dalam akuntansi menurut Mulyadi (2005:5) didefinisikan sebagai
pengorbanan yang dilakukan untuk mendapatkan barang atau jasa, pengorbanan
mungkin diukur dalam kas, aktiva yang ditransfer, jasa yang diberikan dan lain-lain.
Hal ini diperkuat oleh pendapat Witjaksono (2006:6) yang mengemukakan bahwa
biaya adalah suatu pengorbanan sumber daya untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
2. Kualitas
Prawirosentono (2007: 5), menyatakan bahwa kualitas adalah quality is fitness for
use yang bila diterjemahkan secara bebas berarti, kualitas (mutu produk) berkaitan
dengan enaknya barang tersebut digunakan. Artinya, bila suatu barang secara layak dan
baik digunakan berarti barang tersebut bermutu baik. Secara umum, beberapa pakar
mendefinisikan kualitas sebagai berikut:
a. Crosby berpendapat bahwa kualitas berarti kesesuaian terhadap persyaratan (Suardi,
2003: 2)
b. Deming berpendapat bahwa kualitas berarti pemecahan masalah untuk mencapai
penyempurnaan terus-menerus (Suardi, 2003: 3)
c. Juran berpendapat bahwa kualitas berarti kesesuaian dengan penggunaan (Suardi,
2003: 3)
d. Ishikawa berpendapat bahwa kualitas berarti kepuasan pelanggan (Suardi, 2003: 3).
Untuk mencapai produk yang berkualitas, perusahaan harus selalu melakukan
pengawasan dan peningkatan terhadap kualitas produknya, sehingga akan diperoleh
hasil akhir yang optimal. Menurut Hansen dan Mowen (2009: 5), kualitas adalah
derajat atau tingkat kesempurnaan, dalam hal ini kualitas merupakan ukuran relatif
dari kebaikan.
Kualitas produk adalah driver kepuasan pelanggan yang multidimensi. Bagi
konsumen, kualitas mempunyai beberapa dimensi. Paling tidak, terdapat delapan
dimensi dari kualitas produk yang perlu diperhatikan oleh setiap produsen yang ingin
mengejar kepuasan pelanggan terhadap kualitas produk. Menurut Hansen dan Mowen
(2009: 5-6) produk atau jasa yang berkualitas adalah memenuhi atau melebihi
harapan pelanggan dalam delapan dimensi berkut :
a) Kinerja (performance)
b) stetika (aesthetics)
c) Kemudahan perawatan dan perbaikan (serviceatibility)
d) Fitur (features)
e) Keandalan (reliability)
f) Tahan lama (durability)
g) Kualitas kesesuaian (quality of performance)
h) Kecocokan penggunaan (fitness for use)
3. Biaya Kualitas
Prawirosentono (2007: 25) mengemukakan, biaya mutu produk atau biaya kualitas
adalah kegiatan mengidentifikasi semua biaya yang timbul berkaitan dengan upaya
mengubah produk bermutu buruk (bad quality product) menjadi produk bermutu baik
(good quality product). Biaya kualitas merupakan biaya-biaya yang timbul karena
kualitas buruk mungkin dan memang ada. Biaya kualitas berkaitan dengan dua sub
ketegori dari aktivitas yang berkaitan dengan kualitas, yaitu aktivitas kontrol dan
aktivitas gagal. Aktivitas kontrol adalah aktivitas yang dilakukan oleh sebuah organisasi
untuk menghindari atau mendeteksi kualitas buruk.
Hansen dan Mowen (2009: 9) menyatakan, biaya kualitas bisa juga dikelompokkan
sebagai biaya yang dapat diamati atau tersembunyi. Biaya kualitas yang dapat diamati
(observable quality costs) adalah biaya-biaya yang tersedia atau dapat diperoleh dari
catatan akuntansi perusahaan, misalnya biaya perencanaan kualitas, biaya pemeriksaan
distribusi dan biaya pengerjaan ulang. Biaya kualitas yang tersembunyi (hidden costs)
adalah biaya kesempatan atau opportunity yang terjadi karena kualitas produk yang buruk
dan biasanya biaya opportunity tidak disajikan dalam catatan akuntansi, misalnya biaya
kehilangan penjualan, biaya ketidakpuasan pelanggan dan biaya kehilangan pangsa pasar.
4. Klasifikasi biaya kualitas
Hansen dan Mowen (2009:272) mengungkapkan, ada beberapa kategori biaya
kualitas, yaitu sebagai berikut :
a. Biaya Pencegahan ( Prevention Cost)
Biaya pencegahan terjadi untuk mencegah kualitas yang buruk pada produk
dihasilkan. Sejalan dengan peningkatan biaya pencegahan, kita mengharapkan biaya
kegagalan menurun. Biaya pencegahan antara lain:
1. Biaya riset pasar. Biaya ini terjadi dalam pengumpulan dan evaluasi yang terus
menerus tentang kebutuhan dan persepsi kialitas pelanggan dan pengguna
mempengaruhi kepuasan pemakai produk atau jasa perusahaan.
2. Biaya perencanaan kualitas. Biaya-biaya yang berkaitan dengan aktivitas
perencaan kualitas secara keseluruhan, termasuk penyiapan prosedur-prosedur
yang diperlukan untuk mengomunikasikan rencana kualitas keseluruh pihak yang
berkepentingan.
3. Biaya merancang produk dan proses produksi. Biaya ini terjadi untuk
menerjemahkan kebutuhan pelanggan dan pengguna menjadi standar-standar dan
syarat-syarat kualitas yang reliable.
4. Biaya propgram pelatihan. Biaya yang berkaitan dengan pengembangan
pelaksanaan program-program pelatihan yang ditujukan pda peningkatan kinerja
kualitas.
5. Biaya kerjasama dengan pemasok untuk meningkatkan kualitas dari bahan baku
yang dikirimkan dan biaya menyeleksi pemasok. Sub elemen dari biaya ini adalah
supplier review, supplier rating, review data teknis order pe,belian dan
perencanaan kualitas pemasok.
6. Biaya perawatan peralatan dan mesin untuk membuat produksi.
b. Biaya Penilaian
biaya yang berhubungan dengan penentuan derajat konfirmasi terhadap persyaratan
kualitas (spesifikasi yang telah ditentukan). Biaya penilaian antara lain:
1. Inspeksi dan pengujian kedatan material. Biaya-biaya yang berkaitan dengan
penentuan kualitas dari material yang dibeli, apakah melalui inspeksi pada saat
penerimaan, melakukan inspeksi yang dilakukan pada pemasok, atau melalui
inspeksi yang dilakukan oleh pihak ketiga.
2. Inspeksi dan pengujian produk dalam proses. Biaya yang berkaitan dengan
evaluasi tentang konfirmasi produk dalam proses terhadap persyaratan kualitas
(spesifikasi) yang telah ditetapkan.
3. Inspeksi dan pengujian produk akhir. Biaya-biaya yang berkaitan dengan evaluasi
tentang konfirmasi produk akhir terhadap persyaratan kualitas (spesifikasi) yang
telah di tetapkan.
4. Audit kualitas produk. Biaya-biaya untuk melakukan audit kualitas pada produk
dalam proses atau produk akhir.
5. Pemelihiaraan akurasi peralatan pengujian. Biaya-biaya dalam melakukan
kalibrasi (penyesuaian) untuk mempertahankan akurasi instrumen pengukuran dan
peralatan.
6. Evaluasi stok. Biaya-biaya yang berkaitan dengan pengujian produk dalam
penyimpanan untuk menilai degradasi kualitas.
c. Biaya Kegagalan Internal (Internal Failure Costs)
Biaya kegagalan internal yaitu biaya-biaya yang berhubungan dengan kesalahan dan
nonkorfimasi yang ditemukan sebelum menyerahkan produk ke pelanggan.
Biaya-biaya ini tidak akan muncul apabila tidak ditemukan kesalahan atau
nonkorfimasi dalam produk sebelum pengiriman. Biaya kegagalan internal antara lain:
1. Scrap. Biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja, material, dan biasanya
overhead pada produk cacat yang secara ekonomis tidak dapat diperbaiki kembali.
Terdapat banyak ragam dari jenis ini, yaitu scrap, cacat, pemborosan, usang, dan
lain-lain.
2. Pengerjaan ulang (rework). Biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki kesalahan
(mengerjakan ulang) produk agar memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.
3. Analisis kegagalan. Biaya yang dikeluarkan untuk menganalisis kegagalan produk
guna menentukan kegagalan-kegagalan produk.
4. Inspeksi ulang dan pengujian ulang. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk inspeksi
ulang dan pengujian ulang produk yang telah mengalami pengerjaan ulang atau
perbaikan kembali.
5. Downgrading. Selisih antara harga jual normal dan harga yang dikurangi karena
alasan kualitas.
6. Avoidable process losses. Biaya-biaya kehilangan yang terjadi, meskipun produk
itu tidak cacat. Sebagai contoh : kelebihan bobot produk yang diserahkan ke
pelanggan karena variabilitas dalam peralatan pengukuran, dan lain-lain
d. Biaya Kegagalan Eksternal (External Failure Costs)
biaya kegagalan eksternal yaitu biaya-biaya yang berhubungan dengan kesalahan dan
nonkorfimasi yang ditemukan setelah menyerahkan produk kepada pelanggan. Dari
semua biaya kualitas, kategori biaya ini dapat yang jadi paling merugikan. Biaya
kegagalan eksternal antara lain:
1. Biaya penanganan keluhan dan klaim pelanggan. Biaya ini mencakup biaya total
untuk menginvestigasi, memecahkan persoalan, dan menanggapi pelanggan
individual atau komplain atau pernyataan pemakai, termasuk jasa tertentu yang
diperlukan.
2. Biaya penggantian garansi (returned good). Biaya ini mencakup biaya total dalam
mengevaluasi dan memperbaiki atau mengganti barang-barang yang tidak diterima
oleh pelanggan karena masalah yang berhubungan dengan kualitas.
3. Biaya perbaikan dan ongkos kirim produk yang dikembalikan. Biaya ini mencakup
total biaya atas klaim yang dibayarkan kepada pelanggan atau pemakai setelah
persetujuan untuk menutup biaya-biaya, termasuk biaya perbaikan, seperti
memindahkan hardware yang rusak dari suatu sistem.
4. Biaya tuntunan lebih jauh dari pelanggan karena menerima produk yang tidak
memenuhi standar kualitas. Biaya yang dibayar perusahaan karena klaim
pertanggungjawabkan, termasuk biaya asuransi produk atau jasa.
5. Penalties. Penalty costs adalah biaya yang terjadi karena pelaksanaan jasa atau
produk yang tidak mencapai ketentuan yang diterapkan dalam kontrak dengan
pelanggan, atau peraturan pemerintah.
6. Lost sales. Lost sales adalah nilai kontribusi kepada profit yang hilang karena
berkurangnya penjualan yang disebabkan oleh malasah kualitas.
e. Hubungan Antar Jenis Biaya Kualitas
Biaya pencegahan dan penilaian bersifat ‘sukarela’ sementara biaya
kegagalan internal dan eksternal bersifat ‘tidak sukarela’ karena perusahaan biasa
dipaksa untuk membayar biaya ini. Biaya pencegahan dan penilaian disebut costs of
conformance (biaya kesesuaian), yaitu semua biaya yang dikeluarkan untuk
memastikan produk atau jasa memenuhi kebutuhan konsumen. Sementara itu, biaya
kegagalan internal dan eksternal disebut cost of nonconformance (biaya
ketidaksesuaian). Biaya kualitas sama dengan jumlah cost of conformance dan cost of
nonconformance. Untuk menurunkan biaya kegagalan internal dan eksternal yang
merupakan cost of nonconformance adalah dengan cara meningkatkan cost of
conformance. Pada akhirnya total biaya kualitas akan lebih rendah. (Sandag, dkk,
2014)
f. Pandangan Terhadap Biaya Kualitas dan Jumlah Kesalahan
Banyak manajer bisnis yang beranggapan bahwa peningkatan kualitas
bersamaan dengan peningkatan biaya, sehingga kualitas yang lebih tinggi berarti biaya
yang lebih tinggi pula. Pertanyaan ini dipertanyakan oleh para pioneer kualitas.
Dewasa ini, ada tiga kategori pandangan yang berkembang diantara para praktisi
mengenai biaya kualitas, yaitu sebagai berikut (Tjiptono dan Diana, 2008:41) :
1. Kualitas yang semakin tinggi berarti biaya yang semakin tinggi. Atribut kualitas
seperti kinerja dan karakteristik tambahan menimbulkan biaya yang lebih besar
dalam hal tenaga kerja, bahan baku, disain, dan sumber daya ekonomis lainnya.
Manfaat tambahan dari peningkatan kualitas tidak dapat menutupi biaya
tambahan.
2. Biaya peningkatan kualitas lebih rendah dari pada penghematan yang dihasilkan.
Pandangan ini pertamakali dikemukakan oleh Deming dan dianut oleh para
manufaktur Jepang. Penghematan dihasilkan dari berkurangnya tingkat pengerjaan
ulang, produk cacat, dan biaya langsung lainnya yang berkaitan dengan kerusakan.
3. Biaya kualitas merupakan biaya yang sebenarnya melebihi biaya yang terjadi bila
barang atau jasa dihasilkan secara benar sejak saat pertama produksi.pandangan
ini dianut oleh para pendukung filosofi TQM. Biaya tidak hanya menyangkut
biaya bahan langsung, tetapi juga biaya akibat kehilangan pelanggan, kehilangan
pangsa pasar, dan banyak biaya tersembunyi lainnya serta peluang yang hilang dan
tidak teridentifikasi oleh sistem akuntansi biaya.
g. Laporan Kinerja Biaya
Memungkinkan manajemen melakukan perencanaan, pengendalian, dan pengambilan
keputusan tentang biaya kualitas. Laporan kinerja ini penting untuk program
perbaikan kualitas. Manajemen memerlukan laporan biaya kualitas secara periodik
dalam bentuk perbandingan antar periode akuntansi. Empat jenis kemajuan yang dapat
diukur dan dilaporkan menurut Supriyono (2010:201) adalah :
1. Laporan Standar Interim
Laporan kinerja mutu interim membandingkan biaya sesungguhnya untuk periode
tersebut dengan yang dianggarkan.
2. Laporan Trend Satu Periode
Laporan trend satu periode membandingkan kinerja tahun ini dengan cara
membandingkan biaya mutu yang sesunggunhnya terjadi pada tahun ini dan biaya
mutu sesungguhnya di tahun sebelumnya.
3. Laporan Trend Periode Ganda
Laporan ini menunjukan kemajuan sejak awal mula program penyempurnaan
mutu sampai akhir.
4. Laporan Jangka Panjang
Laporan kinerja mutu jangka panjang membandingkan biaya mutu sesungguhnya
untuk periode ini dengan biaya yang diharapkan jika standar kerusakan nol
tercapai dengan anggapan tingkat penjualan sama dengan tingkat penjualan
periode ini.
Manfaat dalam menganalisis serta melaporkan biaya kualitas yaitu :
1) Biaya kualitas sebagai alat pengukur (Measurement Tool). Melalui biaya kualitas
dapat diperolehpengukuran dalam nilai uang yang setiap aktivitas kualitas. Selain itu
juga mengadakan pengukuran yang komparatif untuk mengevaluasi program kualitas
dibandingkan dengan hasil yang dicapai.
2) Biaya kualitas sebagai alat analisis proses kualitas (Process-Quality Analysis Tool).
Biaya kualitas yang dibagi-bagi berdasarkan lini produk dan bagian dari aliran proses
berguna sebagai alat analisis yang akan menunjukan daerah permasalahan utama.
3) Biaya kualitas sebalai alat pemprograman (Programing Tool). Suatu analisis
menyediakan suatu dasar bagi pelaksanaan suatu tindakan melalui program yang
dibentuknya. Salah satu fungsi dari program adalah penugasan sumber daya yang
tersedia untuk melaksanakan tindakan. Demikian juga analisis terhadap kualitas akan
dapat digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasikan tindakan mana yang akan
memberikan keuntungan terbesar sehingga dapat diperioritaskan.
4) Biaya kualitas sebagai alat penganggaran (Budgetting-Tool). Biaya kualitas
merupakan suatu penunjuk terhadap penganggaran pengeluaran yang diperlukan untuk
mencapai kualitas yang diinginkan.
5) Biaya kualitas sebagai alat peramalan (Predictive Tool). Data mengenai biaya kualitas
dapat diperguanakan untuk mengevaluasi dan meyakinkan prestasi yang berhubungan
dengan pencapaian sasaran dan menghadapi persaingan di pasar dan berguna juga
sebagai alat evaluasi atas produk.
5. Produk Rusak
Produk rusak merupakan produk gagal yang secara teknis atau ekonomis tidak dapat
diperbaiki menjadi produk yang sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan oleh
perusahaan. Produk rusak sudah menelan semua unsur biaya produksi (bahan baku,
tenaga kerja dan overhead pabrik). Menurut Kholmi & Yuningsih (2009), “Produk rusak
adalah barang yang dihasilkan tidak dapat memenuhi standar yang telah ditentukan dan
tidak dapat diperbaiki secara ekonomis.”
Sedangkan Bustami & Nurlela (2007) mendefinisikan bahwa: “Produk rusak adalah
produk yang dihasilkan dalm proses produksi, dimana produk yang dihasilkan tidak
sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan.” Produk rusak dapat diakibatkan oleh dua
sebab, yakni: Pertama, produk rusak disebabkan oleh kondisi eksternal, misalnya karena
spesifikasi pengerjaan yang sulit yang ditetapkan oleh pemesan, atau kondisi ini biasa
disebut “sebab abnormal”. Kedua, produk rusak yang disebabkan oleh pihak internal
yang biasa disebut “sebab normal”, misalnya bahan baku yang kurang baik, peralatan dan
tenaga ahli.
Mulyadi, (2011: 324) berpendapat bahwa, produk rusak yang terjadi selama proses
produksi mengacu pada produk yang tidak dapat diterima oleh konsumen dan tidak dapat
dikerjakan ulang. Produk rusak adalah produk yang tidak sesuai standar mutu yang telah
ditetapkan secara ekonomis tidak dapat diperbaharui menjadi produk yang baik.