Upload
ekaefka
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Karakteristik dan Perbaikan Pendengaran Penderita Tuli Mendadak Sensorineural
Yang Dirawat Di RS.Dr.Mohammad Hoesin Palembang
Monalieka, Yuli D. Memy, Abla Ghanie
Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/
Departemen IKTHT-KL RSUP Dr.Moh.Hoesin Palembang
ABSTRAK
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pasien-pasien yang
dirawat dengan tuli mendadak sensorineural di Bagian THT-KL RS. Mohammad Hoesin
Palembang dan melihat tingkat perbaikan pendengaran setelah terapi.
Metode: Sebanyak 25 pasien dengan tuli mendadak sensorineural sesuai dengan kriteria
inklusi dimasukkan dalam penelitian; dan sebanyak 27 telinga dari 25 pasien dievaluasi
mengenai karakteristik dan perbaikan pendengaran pada masing-masing kasus berdasarkan
karakteristik klinis, temuan laboratorik dan audiologik. Data ditampilkan secara deskriptif.
Hasil: Pada penelitian ini tuli mendadak sensorineural terjadi paling banyak pada laki-laki
(64%) dengan usia terbanyak pada rentang 30-60 tahun (48%). Pada sebagian besar kasus
disertai dengan keluhan tinitus (51,8%) dan penyakit vaskuler merupakan penyakit penyerta
yang paling banyak ditemui. Rata-rata lama waktu gejala sampai mulai pengobatan adalah
3,5 hari dengan tingkat perbaikan Tingkat perbaikan dicapai pada 56% kasus dengan
masing-masing 30% sangat baik dan 26% baik, seimbang dengan 44% kasus yang tanpa
perbaikan. Tiga kasus dengan gambaran upslopping semuanya memberikan perbaikan
pendengaran sangat baik, namun tidak ada perbedaan mencolok pada perbaikan
pendengaran pada gambaran audiometri downslopping dan flat. Pada lamanya gejala sampai
mulai pengobatan, tidak terdapat perbedaan distribusi perbaikan pendnegaran yang berarti.
Pada kelompok mulai terapi dalam ≤3 hari, tingkat perbaikan seimbang antara yang
mengalami perbaikan (8 kasus) dan yang tidak mengalami perbaikan (8 kasus).
Kesimpulan: Perbaikan pendengaran dicapai tidak berbeda pada masing-masing gambaran
audiometri baik flat, upslopping ataupun downslopping. Juga tidak didapatkan adanya
perbedaan distribusi yang berarti tingkat perbaikan pendengaran dengan lamanya gejala
sampai mulai pengobatan.
Kata kunci : tuli mendadak, kegawatdaruratan THT-KL, tuli sensorineural.
ABSTRACT
Objectives: The aim of this study is to present characterisitcs and hearing recovery rate of
patients treated for sudden sensorineural hearing loss in ENT- Head and Neck Department
of Mohammad Hoesin Hospital Palembang.
Methods: Twenty-five patients with 27 ears were evaluated for characteristics and hearing
recovery based on clinical, laboratory and audiological findings. The data were presented
descriptively.
Results: Sensorineural Sudden hearing loss in this current studiy occured more often in men
(64%), aged within 30-60 year. Tinnitus occured in most of the cases (51,8%), and vascular
disease were found in greater numbers among the cases. The mean of onset of therapy was
3,5 days. Hearing recovery were obtained in 56% cases, and with quite equal number of
cases without hearing recovery (44%). All three upslopping cases showed full or excellent
hearing recovery, while the same trend were not shown to other downslopping and flat
group of shape of initial audiometry. Hearing recovery were seen in 8 cases of therapy
onset within and untill 3 days, and the same number (8 cases) were without hearing
recovery for the same group of patients.
Conclusions: Hearing recovery were not seen differently for each shape of initial
audiometry group, and there were no difference seen in distribution for hearing recovery of
each duration of therapy onset group.
Key word: sudden deafness, emergency of ENT-HS department, sensorineural hearing loss.
PENDAHULUAN
Tuli mendadak sensorineural
merupakan suatu kegawatdaruratan di
Bagian THT-KL, dan digambarkan
sebagai penurunan pendengaran mulai
ringan sampai ketulian total yang
berlangsung secara tiba-tiba. Belum
terdapat adanya konsensus universal
mengenai definisi standar tuli mendadak
sensorineural ini. Secara umum istilah tuli
mendadak ini ditujukan pada penurunan
pendengaran sekurangnya 30 dB di 3
frekuensi berturut-turut akibat gangguan
sensorineural yang timbul dalam kurun
Waktu kurang dari 3 hari. 1,2,3,4,5
Di Amerika Serikat dilaporkan
angka kejadian tuli mendadak sebanyak 5
sampai 20 orang dari 100.000 populasi
setiap tahun.1,3,4,5,6 Sedangkan penelitian
terbaru di Jerman pada tahun 2009
menunjukkan angka kejadian sebanyak
300 kasus dari 100.000 populasi setiap
tahunnya.7 Perbandingan angka kejadian
tuli mendadak antara laki-laki dan
perempuan setara, dan insiden tertinggi
adalah pada usia 50-60 tahun.3,6,7
Kebanyakan tuli mendadak sensorineural
terjadi unilateral, dan tuli bilateral hanya
terjadi antara 0,44%-3,4% kasus tuli
mendadak sensorineural.8
Penyebab pasti dari tuli mendadak
sensorineural ini sulit untuk diketahui dan
penelitian hanya menunjukkan 10%
pasien yang dapat diketahui penyebabnya.
Sebagian besar penyebab tuli mendadak
ini adalah idiopatik.3 Para ahli
mengemukakan beberapa keadaan yang
kemungkinan merupakan penyebab
terjadinya tuli mendadak sensorineural
antara lain infeksi virus, kelainan
vaskular, ruptur membran intrakoklear
traumatik, neurologis, tumor dan
autoimun.1,3,4,5,6,9 Karena banyaknya
kemungkinan penyebab tuli mendadak ini,
pengobatannya secara empiris pun sangat
luas dan beragam sesuai dengan keadaan
yang berhubungan dengan penyakit ini. 10
Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi perbaikan pendengaran
pada penderita tuli mendadak
sensorineural yaitu kecepatan pemberian
obat, respon pengobatan 2 minggu
pertama, usia penderita, adanya vertigo
dan tinitus, gambaran audiometri dan
faktor predisposisi. 9,10,11,12
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui karakteristik penderita tuli
mendadak sensorineural yang dirawat di
Bagian THT-KL RS. Dr. Mohammad
Hoesin Palembang, dan melihat tingkat
perbaikan pendengaran dan faktor-faktor
apa saja yang mungkin mempengaruhi
tingkat perbaikan pendengaran.
METODE
Sebanyak 25 pasien dengan tuli
mendadak sensorineural yang dirawat di
Bagian THT-KL RS Dr. Mohammad
Hoesin Palembang dalam periode waktu
Januari 2012 sampai Mei 2013
dimasukkan pada penelitian ini dengan
kriteria inklusi sebagai berikut:
(1) Tuli mendadak sensorineural
dengan konfirmasi hasil
pemeriksaan audiometri
(2) Penurunan pendegaran
sensorineural pada sedikitnya 3
frekuensi berturut-turut pada
audiometri nada murni sebanyak
30 dB atau lebih dibandingkan
dengan telinga yang normal.
Pada semua pasien dikumpulkan data
mengenai audiometri awal dan audiometri
follow-up setelah 2 minggu perawatan
sebelum keluar dari rumah sakit, usia,
jenis kelamin, gejala tinitus dan vertigo
serta lama mulai gejala sampai datang dan
mendapat pengobatan di rumah sakit. Dari
25 pasien ini 2 orang dengan tuli
mendadak sensorineural pada kedua
telinga sehingga evaluasi dilakukan pada
27 telinga. Dilakukan pula evaluasi
terhadap kondisi atau penyakit penyerta
yang mungkin mendasari terjadinya tuli
mendadak meliputi hasil pemeriksaan
laboratorium darah, serologis, CT-Scan
atau MRI sesuai indikasi dan hasil
pemeriksaan atau evaluasi klinis mengenai
penyakit penyerta.
Gambaran audiogram pada awal
diagnosis diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok berdasarkan titik-titik frekuensi
penurunan pendengaran, yaitu: (1)
audiogram flat ; (2) audiogram
upslopping; (3) audiogram downslopping.
Semua pasien dilakukan rawat
inap di rumah sakit, tirah baring, inhalasi
oksigen 2 liter/menit selama 4 x 15 menit
perhari, pemberian prednison mulai dosis
awal 4x10 mg yang dilakukan tappering
off setiap 3 hari, vasodilator dan
pengobatan penunjang lainnya sesuai
dengan penyakit penyerta. Perbaikan
pendengaran dinilai berdasarkan data
audiometri awal saat dirawat dan
didiagnosis sebagai tuli mendadak
sesnsorineural dan hasil evaluasi
audiometri sebelum keluar dari rumah
sakit. Kriteria perbaikan dan hasil terapi
dikategorikan sesuai Kinelan et.al (1997)
menjadi: (1) sangat baik, apabila
perbaikan lebih dari 30 dB pada 5
frekuensi atau bila perbaikan mencapai
nilai audiometri telinga normal atau
telinga sebelahnya yang tidak sakit; (2)
baik, apabila rerata perbaikan 10-30 dB
pada 5 frekuensi; (3) tidak ada perbaikan,
bila <10 dB pada 5 frekuensi.2
HASIL
Dari 25 penderita tuli mendadak
sensorineural ini, perbandingan laki-laki
dan perempuan adalah 16 : 9. Usia rata-
rata adalah 49,9 tahun dengan rentang usia
22 tahun sampai 76 tahun. Frekuensi
terbanyak adalah pada kelompok usia 30-
60 tahun sebanyak 48,1%, diikuti masing-
masing usia >60 tahun 37%, dan usia <30
tahun 14,2%. Dua orang diantara 25
penderita tuli mendadak adalah dengan
gangguan pendengaran bilateral, sehingga
evaluasi perbaikan pendengaran dilakukan
untuk 27 data telinga. Rata-rata lamanya
mulai gejala sampai mendapatkan
pengobatan adalah 3,7 hari dengan
frekuensi terbanyak pada ≤ 3 hari
sebanyak 15 pasien (60%).
Gejala tinitus dan atau vertigo
hampir sebagian besar dialami oleh
penderita, hanya 2 orang penderita tanpa
disertai gejala tinitus dan atau vertigo.
Sebagian besar penderita disertai dengan
gejala tinitus saja yatu sebanyak 14 kasus
(51,8%), sementara dengan vertigo saja
sebanyak 4 kasus (14,8%), dan gabungan
tinitus dan vertigo sebanyak 7 kasus
(25,9%).
Kelainan vaskuler merupakan
penyakit penyerta yang paling banyak
ditemukan pada penderita tuli mendadak.
Sebanyak 17 kasus telinga yang diperiksa
disertai dengan adanya penyakit vaskuler
berupa diabetes melitus,
hiperkolesterolemia dan hpertensi.
Penyakit sindroma mielodisplasia berupa
leukemia mielodisplasia kronik dietmukan
pada 5 kasus. Satu kasus dengan kelainan
anemia pada talasemia, dan satu kasus
pada leukositosis berat yang tidak bisa
dijelaskan penyebabnya. Satu kasus
ditemukan dengan kecurigaan trauma
akustik, dan satu kasus dijumpai dengan
infeksi mumps. Karakteristik penderita
serta beberapa kondisi atau penyakit
penyerta yang bisa merupakan faktor
risiko atau penyebab tuli mendadak dapat
dilihat pada Tabel 1.
Dari 27 telinga yang diperiksa,
rata-rata penurunan pendengaran pada
audiometri mencapai tingkat 67,68 dB,
dengan gambaran audiometri flat
sebanyak 15 kasus, upslopping sebanyak 3
kasus, dan downslopping sebanyak 9
kasus. Tingkat perbaikan pendengaran
berdasarkan audiometri adalah sangat baik
pada 8 kasus, baik pada pada 7 kasus, dan
tidak ada perbaikan pada 12 kasus
(Gambar 1.)
Tabel 1. Karakteristik dan gambaran klinis penderita tuli mendadak sensorineural
Variabel Jumlah (persentase)
Jenis kelamin: Laki-laki Perempuan
16 (64)9 (36)
Usia :Rata-rataKisaran Kelompok <30 tahun Kelompok 30-60 tahun Kelompok >60 tahun
49,44 tahun22 – 76 tahun4 (16)12 (48)9 (36)
Telinga yang terkena Bilateral Unilateral
2 (8)23 (92)
Lama gejala sampai mulai pengobatanRata-rata ≤ 3 hari 4 – 7 hari >7 hari
3,5 hari17 (62,96)8 (29,62)2 (7,4)
Gejala penyerta Tinitus Vertigo Tinitus dan vertigo Non
14 (51,8)4 (14,8)7 (25,9)2 (7,4)
Penyakit penyerta/faktor risiko: Kelainan vaskuler
- Diabetes melitus, Hipertensi, Hiperkolesterolemia
- Kelainan darah (CML, anemia pada thalasemia, leukositosis)
Infeksi Mumps Traumatik Tidak diketahui/tidak ada
17 (62,9) 10 (37) 7 (25,9)
1 (3,7)1 (3,7)8 (29,6)
Dari audiometri awal, pada 15
kasus dengan gambaran audiometri flat
didapatkan 8 kasus mengalami perbaikan
(sangat baik dan baik) dan 7 kasus tanpa
perbaikan. Pada 3 kasus dengan gambaran
audiometri awal upslopping, semuanya
mengalami perbaikan yang sangat baik.
Pada 9 kasus dengan gambaran audiometri
awal downslopping didapatkan 4 kasus
dengan perbaikan (sangat baik dan baik)
dan 5 kasus tanpa perbaikan.
Gambar 1. Tingkat perbaikan pendengaran
30%
26%
44%
tingkat perbaikan pendengaran
sangat baik
baik
tidak ada perbaikan
Tabel 2. Tingkat perbaikan pendengaran
dan gambaran audiometri
Gambaran audiometri
Perbaikan
Flat Upslopping Downslopping
Sangat baik 3 3 2Baik 5 0 2Tidak ada perbaikan
7 0 5
Pada 15 kasus yang mengalami
perbaikan, 8 kasus mendapatkan
pengobatan dalam tiga hari sejak muncul
gejala, 6 kasus setelah 3 sampai 7 hari,
dan 1 kasus setelah lebih dari 7 hari.
Sementara pada 12 kasus tanpa perbaikan,
8 diantaranya mendapat pengobatan dalam
3 hari, 3 kasus setelah 3 sampai 7 hari, dan
1 kasus setelah 7 hari.
Tabel 3. Tingkat perbaikan dan durasi mulai pengobatan
Perbaikan Durasi Mulai pengobatan
Sangat baik
Baik Tidak ada perbaikan
≤3 hari 5 3 83-7 hari 2 4 3>7 hari 1 0 1
Tidak tampak adanya perbedaan berarti
jumlah kasus yang mengalami perbaikan
(sangat baik dan baik) dengan yang tidak
mengalami perbaikan didasarkan pada
lamanya mulai gejala sampai mendapat
pengobatan.
DISKUSI
Pada penelitian ini, 25 penderita
tuli mendadak sensorineural didapatkan
terjadi paling banyak pada laki-laki yaitu
sebanyak 64%, dengan usia terbanyak
pada rentang usia 30-60 tahun. Menurut
beberapa penelitian lain perbandingan
angka kejadian tuli mendadak antara laki-
laki dan perempuan setara, dan insiden
tertinggi adalah pada usia 50-60
tahun.3,6,7,12,
Hampir sebagian besar penderita
tuli mendadak sensorineural mengenai
satu telinga (unilateral) yaitu 92% dan 8%
sisanya dengan kasus bilateral. Hasil ini
sesuai dengan penelitian oleh Jeon-Hoon
Oh dkk dimana kasus tuli mendadak
unilateral ditemukan pada 95,1%
penderita dan hanya 4,9% kasus bilateral.
Hasil beberapa penelitian lain juga
menunjukkan bahwa sekitar 80-95% kasus
tuli mendadak sensorineural adalah
unilateral 8,13
Lamanya mulai saat gejala sampai
mendapatkan pengobatan pada penelitian
ini adalah rata-rata pada 3,5 hari, dengan
paling banyak pada rentang waktu dalam
3-7 hari gejala timbul. Berdasarkan
perbaikan pendengaran, tidak terdapat
adanya perbedaan pada lamanya waktu
gejala sampai mulai mendapat
pengobatan. Pada kelompok yang
mendapat pengobatan dalam ≤ 3 hari,
perbaikan terjadi pada 8 kasus setara
dengan yang tidak mengalami perbaikan
(8 kasus), dan pada kelompok mulai
pengobatan dalam >7 hari, perbaikan dan
tidak adanya perbaikan terjadi pada
masing-masing 1 kasus. Menurut Pajor et
al., 65% perbaikan fungsi pendengaran
didapat pada onset keterlmbatan terapi
kurang dari 7 hari, 25 % pada 8-14 hari,
dan 16% pada 15 sampai 30 hari. Menurut
Rauch, perbaikan dicapai terbaik pada
onset mulai terapi <7 hari yaitu sekitar
56,3%. 8,13 Hasil penelitian ini sulit untuk
dapat dibandingkan dengan hasil
penelitian terdahulu, kemungkinan
dikarenakan sempitnya rentang onset
mulai terapi pada sampel yaitu antara 1
sampai 10 hari dengan jumlah sampel
yang sangat sedikit. Untuk itu diperlukan
penelitian lebih jauh dengan jumlah
sampel yang lebih banyak agar dapat
terlihat peran prognostik lamanya mulai
terapi terhadap perbaikan pendengaran
pada pasien-pasien tuli mendadak.
Gambaran audiometri
menunjukkan pada 15 kasus dengan
perbaikan (sangat baik dan baik) dijumpai
8 kasus dengan gambaran audiometri awal
flat, 4 kasus dengan gambaran
downslopping, dan 3 kasus dengan
gambaran upslopping. Sementara 12 kasus
pada kelompok tanpa perbaikan, 7 kasus
dengan gambaran audiometri flat, dan 5
kasus sisanya dengan gambaran
downslopping. Dari distribusi ini, hanya
pada kelompok gambaran upslopping
yang mengalami perbaikan pada semua
kasus, sementara untuk gambaran
audiometri flat dan downslopping tidak
menunjukkan perbedaan distribusi yang
berarti. Hasil yang sama juga ditampilkan
oleh penelitian oleh Derinsu dkk dimana
tidak terdapat perbedaan perbaikan
pendengaran pada masing-masing bentuk
audiogram.10 Hasil ini tidak sesuai dengan
hasil-hasil penelitian terdahulu dimana
Mattox dan Simmons melaporkan bahwa
perbaikan pendengaran dipengaruhi oleh
bentuk audiogram. Namun hasil kedua
penelitian di atas tidak dapat
diperbandingan dengan hasil penelitian
Mattox dan Simmons karena kecilnya
jumlah sampel pada masing-masing
kelompok gentuk audiogram.14
Kesimpulan
Pada penelitian ini, hanya
menampilkan secara deskriptif beberapa
karakterisitik penderita yang dirawat
dengan tuli mendadak sensorineural. Hasil
penelitian masih sulit untuk
diperbandingkan dengan beberapa
penelitian terdahulu dikarenakan jumlah
data yang sangat kecil. Namun secara
keseluruhan hasil ini dapat memberikan
informasi dan ide mengenai karakteristik
dan faktor-faktor prognostik pada tuli
mendadak sensorineural serta dapat
menjadi landasan informasi untuk
penelitian selanjutnya di Bagian THT-KL
RS. Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Kami pun menyadari bahwa sangat
penting bagi penelitian-penelitian
selanjutnya untuk memperbesar jumlah
kelompok sampel agar mendapatkan hasil
dan gambaran yang lebih baik mengenai
karakteristik dan faktor prognostik pada
tuli mendadak sensnorineural.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hashisaki GT. Sudden Sensory Hearing Loss. In: Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, editors. Head and Neck Surgery – Otolaryngology, 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins, 2006. p. 2231-2236.
2. Bashiruddin J, Soetirto I. Tuli Mendadak. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Balai Penerbit FK UI. Jakarta, 2007. h. 46-48.
3. Schreiber BE, Agrup C, Haskard DO, Luxon LM. Sudden Sensorineural Hearing Loss. Lancet 2010; 375: 1203-11.
4. O’Malley MR, Haynes DS. Sudden Hearing Loss. Otolaryngologic Clinics of North America 2008; 41: 633-649.
5. Mathur NN, Carr MM. Inner Ear, Sudden Hearing Loss. In: Megerian CA, editors. Available Feb 6, 2009. On http://www. emedicine.medscape.com/.
6. Arts HA. Sensorineural Hearing Loss: Evaluation and Management in Adults. In: Cummings CW, Flint PW, Haughey BH, et al. Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery. 4th ed. Mosby Inc., 2005.
7. Suckfüll M. Perspective on the Pathophysiology and Treatment of Sudden Idiopathic Sensorineural Hearing Loss. Dtsch Arztebl Int 2009; 106(41): 669-76.
8. Oh JH, Park K, Lee SJ, Shin YR, Choung YH. Bilateral versus Unilateral Sudden Sensorineural Hearing Loss.
Otolaryngology – Head and Neck Surgery 2007;136:87-91.
9. Levie P, Desgain O, de Burbure C, Monnoye JP, Germonpre P, Thill MP, Barthelemy M. Sudden Hearing Loss. B-ENT, 2007:3:6:33-43.
10. Derinsu U, Terlemez S, Akdas F. Idiopathic Sudden Sensorineural Hearing Loss. Marmara Medical Journal 2006; 19(3): 127-131
11. Muller C, Vrabec J. Sudden Sensorineural Hearing Loss. Presented at Grand Rounds Presentation, UTMB, Dept. of Otolaryngology, June 13, 2001. Available at http://www.utmb.edu/otoref/grnds/SuddenHearingLoss-010613/SSNHL.htm
12. Rauch SD. Idiopathic Sudden Sensorineural Hearing Loss. The New England Journal of Medicine 2008; 359:833-40.
13. Hirano K, dkk. Prognosis of Sudden Deafness with Special Reference to Risk Factors of Microvascular Pathology. Auris Nasus Larynx 1999; 26: 111-115.
14. Mattox DE, Simmons FB. Natural history of sudden sensorineural hearing loss. Ann Otol Rhinol Laryngol 1977;86:463-480