Author
adhitya-kuswantoro
View
54
Download
0
Embed Size (px)
PROPOSAL KERJA PRAKTEK
Oleh :
Zaenal Fanani
NIM. 111.070.155
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
YOGYAKARTA
2011
METODE STREAM SEDIMENTS DALAM PEMETAAN GEOKIMIA REGIONAL DAERAH KEBUMEN, JAWA TENGAH
INDONESIA
HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL KERJA PRAKTEK
Metode Stream Sediments Dalam
Pemetaan Geokimia Regional
Daerah Kebumen, Jawa Tengah.
Proposal ini diajukan untuk dapat melaksanakan Kerja Prakek sebagai syarat
akademik bagi mahasiswa strata 1 di Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi
Mineral, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, tahun akademik
2010/2011.
Diajukan Oleh :
Nama : Zaenal Fanani
No. Mhs : 111.070.155
Yogyakarta, 25 Mei 2010
Menyetujui,
Ketua Jurusan Teknik Geologi Pembimbing I
Ir. Sugeng Raharjo, M.T. Ir. Sugeng Raharjo, M.T.
NIP : 030.217.238 NIP : 030.217.238
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Penyelidikan geokimia (sedimen sungai 80#) regional sistematik dilakukan
untuk penyediaan bankdata atau basisdata geokimia, guna melengkapi data dan
informasi Sistem Informasi Sumber Daya Mineral Indonesia.
Penyelidikan tersebut sifatnya berlanjut lembar demi lembar peta diseluruh
Indonesia secara bersistem. Hasilnya diharapkan dapat memberikan kontribusi
sebagai acuan awal dalam eksplorasi mineral, tataguna lahan seperti pemukimam,
pertanian, perkebunan dan peternakan. Bahkan diharapakan sebagai penunjang
pengelolaan masalah lingkungan (khususnya sebagai pemantau pencemaran
lingkungan), konservasi dan bidang kesehatan. Sehingga nantinya dapat dipakai
dalam perencanaan tata ruang pembangunan suatu daerah.
Dalam melakukan pemetaan geokimia, banyak metode yang bias digunakan,
dan salah satunya adalah Stream Sediments. Stream Sediments. Stream Sediments
adalah suatu teknik yang digunakan dalam eksplorasi geokimia dan analisis, di mana
mengukur unsur-unsur semimobile dan mobile dari sedimen sungai atau aliran air,
meskipun dalam kondisi tertentu elemen yang sangat mobile (contoh: molibdenum)
dapat digunakan. Anomali sedimen tidak selalu disertai dengan anomali di dalam air,
mungkin ada variasi musiman dalam komposisi air sungai, oleh karena itu lebih
mudah untuk mengumpulkan, membawa, dan menyimpan sampel sedimen dari pada
sampel air. Anomali dapat terjadi dalam sedimen aktif, di gosong sungai dan di
dataran banjir, sehingga sampling dari banyak tempat dapat memberikan hasil yang
memuaskan.
Dalam melakukan kegiatan pemetaan, terdapat suatu standar operasional kerja
yang di harus dijalankan dengan baik guna untuk menghasilakan data yang maksimal
dan tertata rapi. Adapun hal-hal yang harus di perhatikan yaitu meliputi dari lokasi
pengambilan data, proses pengambilan, serta reparasi sampel sehingga data lapangan
yang di dapat memiliki nilai koreksi yang kecil. Karena beberapa sifat dari unsur-
unsur geokimia pada suatu batuan atau sedimen dapat rusak apabila proses dan
reparasi sampel tidak sesuai dengan prosedur.
I .2. Perumusan Masalah .
Permasalahan yang dijumpai dalam rencana penelitian ini adalah:
1. Bagaimana cara penentuan lokasi sampling yang dapat mencakup target area.
2. Bagaimana proses pengambilan data di lapangan.
3. Bagaimana proses reparasi data lapangan untuk studi lebih lanjut, yaitu analisa
laboratorium.
1.3 Maksud Dan Tujuan
Maksud pemetaan geologi ini adalah untuk memenuhi persyaratan akademis
sebagai syarat akhir bagi mahasiswa di Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi
Mineral, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.
Tujuan kerja praktek dalam pemetaan geokimia antara lain memberikan
wawasan baru terhadap mahasiswa bagaimana cara membuat suatu peta geokimia
dengan menggunakan metode Stream Sediments, serta bagaimana tahapan-tahapan
yang harus dilakuakan dari pekerjaan lapangan hingga reparasi sampel.
I.5 Manfaat Penulisan
Keilmuan
Manfaat penulisan ini di bidang keilmuan adalah memberikan wawasan
mengenai konsep pemetaan geokimia yang mana di mulai dari tahap awal hingga
proses reparasi.
Perusahaan
Manfaat penulisan ini untuk perusahaan bisa dijadikan pedoman acuan standar
operasional kerja dalam melakukan pemetaan geokimia regional.
Institusi
Manfaat penulisan ini bagi institusi khususnya Jurusan Teknik Geologi UPN
Veteran Yogyakarta adalah dapat menjadi sumber referensi bagi pihak
akademik yang ingin melakukan riset lanjutan mengenai pemetaan geokimia
beserta kegunaanya segai acuan eksplorasi mineral, tataguna lahan, kondisi kimia
suatu daerah, dan lain sebagainya.
I .6. Hasil Yang Diharapkan
Dengan melakukan kerja praktek ini yang berjudul Metode Stream
Sediments Dalam Pemetaan Geokimia Regional Daerah Kebumen, Jawa Tengah diharapkan mahasiswa mampu melakukan pemetaan geokimia regional suatu daerah
dengan menggunakan metode stream sediments, serta tata kerja yang baik dan benar
sesuai dengan standar operational kerja yang selazimnya.
II. METODOLOGI
Adapun tahapan penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan sebagai berikut
II.1. Tahapan Kajian Pustaka
II.2.1. Studi Literatur
Studi literatur beberapa peneliti terdahulu merupakan salah satu tahapan yang
penting dalam pengumpulan data. Dengan studi literature , bisa mengetahui gambaran
awal mengenai daerah penelitian dan bisa memunculkan asumsi asumsi atau
hipotesa awal mengenai studi penelitian.
Dalam tahapan ini dilakukan pengumpulan data - data sekunder dari literatur
dan para peneliti terdahulu yang meliputi pembatasan masalah dan penarikan hipotesa
bagi penelitian ini maupun pembuatan proposal. Dalam usaha untuk memecahkan
permasalahan diperlukan metode metode pendekatan, dimana langkah awal yang
harus dilakukan dengan mempelajari bahan bahan atau literatur yang berhubungan,
baik langsung atau tidak langsung mengenai proses pengerjaan kerja praktek. Kajian
pustaka ini bertujuan untuk mengetahui dasar dan metode penggunaan stream
sediments serta konsep mengenai proses sedimentasi dan menguasai kondisi daerah
telitian dengan mengetahui kondisi secara regional daerah tersebut dengan
menggunakan pedoman berdasarkan geologi dan stratigrafi regional.
II.2. Peta Dasar
Peta dasar merupakan pedoman atau acuan awal dalam tahapan intrepetasi
keadaan geologi, tatanan kependudukan, serta akses jalan selama pengambilan data
sampel.
II.2. Tahapan Kegiatan Lapangan
Berupa pengambilan data lapangan dengan menggunakan peta skala 1 : 500
yang bertujuan memperoleh data primer (endapan sungai aktif) yang dijumpai selama
di lapangan. Secara detil, pengambilan data lapangan meliputi:
1. Sampel pasir #80.
2. Sampel pasir #40.
3. Sampel raw materials
4. Sampel outcrop dan rock fragmen apabila terdapat mineralisasi.
5. Data keterangan geologi dan unsur kimia (ph) lokasi pengamatan.
II.3. Tahap Pengolahan dan Analisis Data
Pada tahapan ini, peneliti telah melakukan pengolahan dan analisis data yang
diimplikasikan dalam kegiatan membuat database sampel yang tersusun rapi,
pembuatan laporan kegiatan lapangan, dan melakukan reparasi data sampel sebelum
di masukan ke laboratorium.
II.4. Tahap Penyusunan Laporan
Dalam Penyusunan laporan, peneliti akan merangkum seluruh kegiatan yang
dilakukan selama studi berlangsung sampai dengan mencapai sebuah sintesa yang
merupakan kesimpulan akhir dari studi yang dilakukan yaitu mengenai metode
stream sediments dalam pembuatan peta geokimia.
III. DASAR TEORI
III.1. Peta Geokimia
Sebuah peta geokimia menyediakan penting dan mendasar informasi untuk
eksplorasi mineral dan penilaian lingkungan di permukaan bumi (Webb dkk, 1978;.
Weaver et al, 1983;. Fauth et al,. 1985; Blviken, et al, 1986;. Thalmann et al, 1988.;
Reimann dkk, 1998;. Gustavsson et al, 2001). Pengendali utama faktor konsentrasi
masing masing elemen memiliki hubungan erat dengan keadaan geologi, sumber
daya mineral dan peta penggunaan lahan (Ohta et al, 2004a, 2004b;. 2005a, 2005b;
Ujiie-Mikoshiba et al., 2006).
Uji statistik signifikan secara objektif dan kuantitatif menginterpretasikan peta
geokimia. Ohta et al. (2005a) mengidentifikasi kontaminasi P, Cu, Zn, As, Mo, Cd,
Sn, Sb, Hg, Pb dan Bi. Sedimen dikumpulkan dari dengan perkotaan dengan
menerapkan uji statistik untuk data geokimia. Namun, elemen terjadi di sedimen
dalam bentuk berbagai fisikokimia: pertukaran ion ion, teradsorpsi, karbonat, Fe-Mn
oksida, sulfida, organik penting, kisi mineral dan bentuk lain (misalnya Tessier dkk,
1979.). Oleh karena itu, komposisi massal sedimen sungai tidak cukup untuk
menjelaskan mobilitas logam, yang penting untuk menilai potensi bahaya logam
berat. Jika spesiasi geokimia peta siap, kita akan mengeksplorasi kejadian mineral dan
lebih langsung menjelaskan potensi bahaya unsur-unsur beracun.
III.2. Stream Sedimen
Survei geokimia sedimen multielement regional menggunakan stream
sediment, merupakan hal yang penting dalam eksplorasi mineral. Survei tersebut tidak
hanya menghasilkan signifikansi data ekonomi, tetapi juga telah menyediakan
banyak informasi menarik yang lebih mendasar. Jadi, sampling stream sediment lebih
disukai untuk mempresentasikan kondisi batuan dan tanah yang berada atau di lewati
sungai. Stream sediment umumnya terdiri dari produk pelapukan batuan yang masuk
ke sungai. Dalam Intrepetasi terhadap isi elemen kecil dalam sedimen sungai ini harus
memperhitungkan bahwa faktanya data yang sering terkait dengan jumlah populasi
geokimia, merupakan hasil dari fitur geologi atau geokimia yang berkembang di
lingkungan.
Sebagai isi elemen kecil dari sampel sedimen sungai disebabkan oleh fitur
batuan dasar, mineralisasi atau lingkungan sekunder, dan sering terlihat bahwa banyak
sampel endapan sungai menampilkan pola serupa, yang menunjukkan pengulangan
informasi atau data, Garrett dan Nichol (1969).
III.1. Geologi Regional
III.3.1 Fisiografi Pulau Jawa
Pembagian Zona Fisiografi Jawa yang dibuat oleh Van Bemmelen (1949)
(Gambar 3.1), pada dasarnya juga mencerminkan aspek struktur dan stratigrafinya
(tektonostratigrafi). Berdasarkan aspek struktur dan stratigrafi, Smyth et al. (2005)
membagi Jawa bagian timur menjadi empat zona tektonostratigrafi, dari selatan ke
utara: (1) Zona Pegunungan Selatan (Southern Mountain Zone), (2) Busur Volkanik
masa kini (Present-day Volcanic Arc), (3) Zona Kendeng (Kendeng Zone), dan (4)
Zona Rembang (Rembang Zone) (Gambar 3.2). Pembagian ini menganggap
Pegunungan Serayu Selatan (South Serayu Mountain) (Van Bemmelen, 1949) sebagai
bagian dari Zona Pegunungan Selatan, sedangkan Zona Randublatung (Van
Bemmelen, 1949) sebagai bagian dari Zona Rembang. Stratigrafi Zona Pegunungan
Selatan, Zona Kendeng, dan Zona Rembang, telah banyak dikaji oleh para peneliti
terdahulu (Sartono, 1964; De Genevraye dan Samuel, 1972; Baumann et al.,1972;
Asikin, 1974; Sumarso dan Ismoyowati, 1975; Nahrowi et al, 1978; Sujanto dan
Sumantri, 1977; Pringgoprawiro, 1983; Pertamina-Robertson Research, 1986; Phillips
et al., 1991; Bransden dan Matthews, 1992; Samodra et al., 1993; Rahardjo et al.,
1995; Smyth et al., 2005. Rangkuman ini dibuat dengan maksud agar diperoleh
gambaran secara lebih menyeluruh tentang stratigrafi wilayah Jawa bagian timur
terutama meliputi tiga dari empat zona di atas, yakni Zona Pegunungan Selatan, Zona
Kendeng, dan Zona Rembang. Stratigrafi Busur Volkanik masa kini tidak dibahas
karena hampir seluruhnya terdiri dari endapan Kuarter.
Gambar 3.1 Zona-zona Fisiografi Jawa
Sumber : Van Bemmelen, (1949).
III.3.2 Stratigrafi Mandala Serayu Selatan
Dalam pembahasan stratigrafi regional pada umumnya dikaitkan dengan
pembagian fisiografis dari daerah tersebut. Daerah telitian terletak pada jalur
Pegunungan Selatan Jawa Tengah yang menurut Van Bemmelen (1949), termasuk ke
dalam zona fisiografi Pegunungan Serayu Selatan. Posisi Zona Pegunungan Serayu
Selatan pada sistem konvergensi antara Lempeng Hindia - Australia dengan tepi
Benua Asia selama Zaman Tersier adalah merupakan wilayah Retro Arc Fold Thrust
Belt, posisi ini sama dengan Zone Kendeng (Pringgoprawiro, 1976), dan Zone Bogor
(Martodjojo, 1985). Perkembangan tektonik dan cekungan pengendapan di daerah ini
diduga sangat erat hubungannya dengan pertumbukan antara Lempeng Benua Asia
Tenggara dan Lempeng Hindia - Australia tersebut sejak Kapur Akhir atau Tersier
Awal.
Batuan tertua di daerah ini berumur Pra-Tersier, karena strukturnya yang
sangat rumit, berbagai cara yang lazim tidak dapat membantu sepenuhnya dalam
penyusunan urutan batuan Pra Tersier tersebut. Satuan litostratigrafi yang tersingkap
dari tua ke muda di daerah Pengunungan Serayu Selatan diuraikan berikut ini :
3.2.1 Batuan Pra Tersier
Merupakan batuan tertua yang tersingkap di Zone Pegunungan Serayu Selatan
mempunyai umur Kapur Tengah-Paleosen (Asikin, 1974).
Kelompok batuan ini disimpulkan sebagai kompleks melange yang terdiri dari
graywacke, skiss, lava basalt berstruktur bantal, gabro, batugamping merah, rijang,
lempung hitam yang bersifat serpihan. Semuanya merupakan campuran yang bersifat
tektonik.
3.2.2 Formasi KarangsambungTerdiri dari batulempung bersisik, dengan bongkahan batugamping,
konglomerat, batupasir, batulempung dan basal. Singkapan batuan ini terdapat di
daerah Karangsambung, terutama sepanjang Kali Welaran dan Kali Luk Ulo,
menempati Antiklin Karangsambung, dan meluas kearah barat sampai Desa Prapatan
sekitar 8 Km di utara Karanganyar. Satuan ini membentuk daerah perbukitan
bergelombang yang berlereng landai.
Nama formasi ini pertama kali diajukan oleh Sukendar Asikin (1974) dengan
lokasi tipe di Desa Karangsambung, sekitar 14 Km di utara Kebumen. Nama
sebelumnya adalah Formasi Eosen (Harloff, 1933). Ketebalannya diperkirakan
1350 m (Sukendar Asikin, 1974). Umur formasi ini adalah Eosen Tengah sampai
Oligosen. Safarudin (1982) menafsirkan lingkungan pengendapan formasi ini adalah
laut dalam atau batial, hal ini ditunjang oleh adanya fosil bentos Uvigerina sp. dan
Gyroidina soldanii (DORBIG-NY).Hubungan tidak selaras dengan batuan Pra-
Tersier.
Formasi Karangsambung ini merupakan kumpulan endapan olistostrom yang
terjadi akibat pelongsoran karena gaya berat dibawah permukaan laut, yang
melibatkan sedimen yang belum mampat, dan berlangsung pada lereng parit dibawah
pengaruh pengendapan turbidit. Sedimen ini kemungkinan merupakan sediment
pond dan diendapkan diatas bancuh dari melange tektonik (Komplek Luk Ulo).
3.2.3 Formasi Totogan.Tersusun atas masa dasar batulempung bersisik, dengan komponen breksi,
batupasir, batugamping dan basal. Satuan ini tersingkap di daerah utara Lembar
Kebumen, di sekitar Komplek Luk Ulo, di timur dan selatan Karangsambung.
Tebalnya melebihi 150 meter dan menipis kearah Selatan. Formasi ini selaras diatas
Formasi Karangsambung, batas dengan Komplek Luk Ulo berupa sentuhan sesar.
Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh Sukendar Asikin (1974) dengan lokasi
tipe di sekitar Desa Totogan, lebih kurang 17 Km di utara Kebumen.
Umur formasi ini Oligosen Akhir - Miosen Awal. Formasi Totogan dapat
disebandingkan dengan batuan sedimen (Tems) berumur Eosen Miosen di Lembar
Banjarnegara dan Pekalongan (Condon dkk., 1975). Safarudin (1982) menafsirkan
lingkungan pengendapan formasi ini batial atas, hal ini ditunjang oleh adanya bentos
Uvigerina sp. dan Gyroidina sp.
3.2.4 Formasi Waturanda
Tersusun atas litologi breksi dan graywacke dengan sisipan batulempung di
bagian atas, dan terdapat Anggota Tuf yang terletak di bagian bawah Formasi ini.
Satuan ini tersebar di bagian utara Lembar kebumen, dan selalu membentuk
morfologi tinggi, dengan puncaknya G. Watutumpang, G. Tugel, G. Paras, G. Prahu
dan G. Kutapekalongan. Umur formasi ini hanya dapat ditentukan secara tidak
langsung (Raharjo dkk., 1977), Anggota tuff Formasi Waturanda yang pada umumnya
terletak di bagian bawah Formasi Waturanda dapat disebandingkan dengan Formasi
Andesit (Tmon) yang berumur Oligosen Akhir hingga Miosen Awal di Lembar
Yogyakarta.
Berdasarkan pada kedudukan stratigrafi satuan batupasir terhadap satuan-
satuan di atas dan di bawahnya maka ditafsirkan umur satuan ini adalah Miosen Awal,
karena Formasi Penosogan yang menindihnya berumur Miosen Tengah, dengan
lingkungan pengendapan laut dalam. Dari struktur sedimennya dapat disimpulkan,
paling tidak sebagian formasi ini diendapkan oleh arus turbidit dan merupakan
endapan turbidit proksimal.
Nama formasi ini pertama kali diajukan oleh Matasak (1973) dengan lokasi tipe di
Bukit Waturanda (lebih kurang 11 Km di utara Kebumen). Nama sebelumnya ialah
Eerste Breccie Horizont (Harloff, 1933).
3.2.5 Formasi Penosogan
Tersusun atas perselingan batupasir, batulempung, tuff, napal dan kalkarenit.
Ciri khas dari Formasi Penosogan adalah adanya perulangan batupasir dengan
batulempung pada bagian bawah (bagian tertua pada Formasi Penosogan). Umur
Formasi Penosogan berdasarkan fosil Foraminifera yang dijumpai, ditafsirkan
berumur Miosen Tengah. Formasi ini menindih selaras Formasi Waturanda,
sedangkan lingkungan pengendapannya diduga batial atas.
Satuan ini tersingkap antara lain di sekitar Alian dan Penosogan, di bagian barat
Lembar menyempit, kearah timurlaut tertutup oleh endapan gunungapi muda.
Ketebalan terukur di daerah Alian adalah 1146 meter (Iskandar, 1974), dan di daerah
Penosogan 950,5 meter (Hehanusa, 1973). Nama formasi ini pertama kali diusulkan
oleh Hehanusa (1973) dengan lokasi tipe di Desa Penosogan (lebih kurang 8 Km di
utara Kebumen). Nama sebelumnya adalah Tweede Mergeltuf horizont (Harloff,
1933) atau Second Marl Tuff Formation (Marks, 1957).
3.2.6 Formasi Halang
Penyebaran formasi ini tersebar di bagian tengah Lembar, membentang dari
barat sampai ke timur, menempati daerah perbukitan. Tebalnya dari 400 meter sampai
melebihi 700 meter. Litologi penyusun terdiri dari batupasir gampingan, batupasir
kerikilan, batupasir tufaan, napal, napal tufaan, batulempung, batulempung napalan
breksi dan sisipan kalkarenit. Satuan litostratigrafi formasi ini mempunyai stratotipe
batuan di daerah Geger Halang, Kuningan, Jawa Barat. Sedangkan di Sub Cekungan
Kebumen terdapat beberapa kelompok batuan dengan ciri litologi mirip dengan Geger
Halang.
Umur Formasi Halang adalah Miosen Tengah sampai Pliosen Awal N15 N18).
Berdasarkan temuan foraminifera bentos, antara lain Gyroidina sp. dan Eponides sp.,
lingkungan pengendapan Formasi Halang adalah batial atas dengan kedalaman antara
200 500 meter (Safarudin, 1982). Simandjuntak drr. (1982) berpendapat, bahwa
lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal dan terbuka (neritik).
3.2.7 Formasi Peniron
Peneliti terdahulu menamakan sebagai Horizon Breksi III. Formasi Peniron
menindih selaras di atas Formasi Halang dan merupakan sedimen turbidit termuda
yang diendapkan di Zona Pegunungan Serayu Selatan. Litologinya terdiri dari breksi
aneka bahan (polimik) dengan komponen andesit, batulempung, batupasir dengan
masa dasar batupasir sisipan tufa, batupasir, napal dan batulempung.
3.2.8 Batuan Vulkanik Muda
Mempunyai hubungan yang tidak selaras dengan semua batuan yang lebih tua
di bawahnya. Litologi terdiri dari breksi dengan sisipan batupasir tufan, dengan
komponen andesit dan batupasir yang merupakan aliran lahar pada lingkungan darat.
Berdasar pada ukuran komponen yang membesar ke utara, menunjukkan arah sumber
materal berada di utara yaitu Gunung Sumbing.
AGE LITHOSTRATIGRAPHIC UNITQuarternary Serayu breccia Alluvium
Pliocene Peniron Formation
Late Halang Formation
Middle Breccia MemberPanosogan Formation
Early Waturanda Formation
Oligicene Totogan Formation
Eocene Karangsambung Formation
Pre-Tertiary Melange JatisamitMelange Seboro
Gambar 3.2 Stratigrafi Zona Pegunungan Serayu Selatan (Lembar Kebumen).
Sumber : Sukendar Asikin, (1987).
Unconformity
Unconformity
MIOCENE
Gambar 3.3 Rangkuman skematis stratigrafi wilayah Jawa Tengah
III.3.1 Struktur Geologi
Daerah penelitian sangat menarik dilakukan studi struktur geologi karena
daerah ini termasuk ke dalam jalur Pegununungan Serayu Selatan (Van Bemmelen,
1949), dimana pembentukan struktur geologi yang nampak pada daerah telitian
sekarang, disebabkan oleh aktifnya kembali sesar-sesar tua pada dasar cekungan
(sesar basement / dip seated fault) sebagai akibat tektonik pada kala Plio-Plistosen,
sehingga membentuk struktur-struktur geologi yang ada seperti yang dijumpai
sekarang.
Secara regional aktivitas tektonik yang terjadi di Pulau Jawa mengakibatkan
berkembangnya struktur geologi yang bervariasi. Pola struktur yang terbentuk
merupakan cerminan dari pola tegasan suatu gaya dominan dari proses tektonik
dengan variasi arah tertentu. Secara umum pola tegasan yang terbentuk berupa kekar,
sesar dan lipatan dengan skala yang bervariasi dari skala regional hingga skala yang
terkecil.
Secara regional tegasan utama berarah utara-selatan, sehinggga pembentukan
lipatan yang mempunyai sumbu hampir tegak lurus dengan tegasan utama
mengakibatkan pembentukan sesar-sesar naik dan sesar-sesar naik tersebut dipotong
oleh sesar mendatar yang berarah hampir utara-selatan.
Pembentukan dan perkembangan rangkaian Pegunungan Serayu Selatan
dipengaruhi dan ditentukan oleh sifat-sifat gerak dan pertemuan lempeng Hindia
Australia yang bergerak ke utara dengan lempeng Eurasia (Sukendar Asikin, 1974 ).
Pertemuan kedua lempeng yang bersifat tumbukan tersebut membentuk sistem busur
kepulauan yang disebut Sunda Arc System (Sukendar Asikin, dkk., dalam PIT IAGI
XVI, 1987) (Gambar 3.5).
Gambar 3.4 Regim tektonik tumbukan (convergen) antara lempeng Benua Asia
dengan lempeng samudra Hindia Australia
Berdasarkan hasil penafsiran terhadap foto citra ERTS (M. Untung dan Y.
Sato, 1978) dan anomali gaya berat (M. Untung dan G. Wiriosudarmo, 1975),
menunjukkan adanya sesar-sesar dan kelurusan-kelurusan dari pola struktur yang
umumnya berarah Baratdaya Timurlaut, Baratlaut Tenggara, dengan sumbu
lipatan yang pada umumnya berarah Barat Timur pada daerah Jawa Tengah
(Gambar 3.4). Menurut Sukendar Asikin (1974), secara umum struktur Pegunungan
Serayu Selatan terdiri dari lipatan-lipatan dengan sumbu berarah Barat Timur,
disertai sesar naik, sesar normal dan sesar mendatar. Pada umumnya struktur tersebut
dijumpai pada batuan yang berumur Kapur hingga Pliosen.
Gambar 3.5 Struktur utama Pulau Jawa dan kinematiknya.
Sumber : Satyana, (2007).
Gambar 3.7 Pola umum struktur permukaan Jawa.
Sumber : Angelier dan Mechler, (1977).
IV. WAKTU PELAKSANAAN
Adapun waktu pelaksanaan peneltian ini adalah sebagai berikut baik dari tahapan
persiapan sampai penyelesaian adalah (Tabel 1.1) :
Tabel 1.1 Tabulasi Waktu Pelaksanaan
Kegiatan
1-10
Juli
2011
11-12
Juli
2011
1 10
Juli
2011
17-19
Juii
2011
20-26
Juli
2011
27 29
Juli
2011
30- 31
Juli
2011
Pembuatan
Proposal
Pengurusan
PerizinanStudi PustakaPengumpulan
Data
Pengolahan
dan
Analisa Data
Pembuatan
Laporan
Presentasi
and Evaluasi
V.PEMBIMBING
Untuk pembimbing merupakan staff pengajar pada Jurusan Teknik Geologi,
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.
VI.PENUTUP
Kesempatan yang diberikan pada mahasiswa dalam melakukan kerja praktek ini
akan dapat membuka wawasan mahasiswa pada bidang dasar pemetaan geokimia
yang bisa dimanfaatkan dalam dunia kerja/industri nantinya dengan tidak melepaskan
unsure scientist/akademiknya. Dan dalam kesempatan ini mahasiswa akan
memanfaatkanya semaksimal mungkin, serta hasil dari kerja praktik ini akan dibuat
dalam bentuk laporan dan akan dipresentasikan di perusahan terkait dan juga di
universitas (jurusan).
VII.LAMPIRAN
Bersama ini , juga saya lampirkan beberapa dokumen antara lain :.
Surat Pengantar Kerja Praktek dari Jurusan Teknik Geologi, Fakultas
Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Naisonal Veteran
Yogyakarta.
Transkrip IPK sementara
Daftar Riwayat Hidup (Curiculum Vitae)
Fotocopy Kartu Tanda Penduduk ( KTP )
Photograph 3x 4 dan 4 x 6
IX.Daftar Pustaka
Garrett R. and Nichol I., 1969. Factor analysis in the interpretation of regional geochemical stream sediment data. Q.Colo.Sch.Mine, 64, pp. 245-264.
Morsy M., 1981a. Selection of size fractions. Bull. Fac. Sc., Alex.Univ., 21(3), pp. 5-14.
Morsy M., 1981b. Selective extraction techniques in geochemical exploration. Bull. Fac. Sc., Alex. Univ., 21 (3), pp. 15-36.
Morsy M. and Hassan F, 1982. Geochemical study on soil and stream sediments. Bull. Fac. Sc., Alex. Univ., 31p.
Morsy M., 1993. An example of application of factor analysis on geochemical stream sediment survey. Mathematical Geology, Vol. 25, No.7, pp. 833-850.
Morsy M., 1997. Tin-rare metal mineralization near Mersa Alam. Proc.30th Intl Geol.Congr., Vol.19,pp. 225-239.
I.1. Latar Belakang V.PEMBIMBINGVI.PENUTUPVII.LAMPIRAN