40
Laporan Praktek Lapang PEMBUATAN MOL (MIKRO ORGANISME LOKAL) DARI REBUNG Y U S R A 09C10407123 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH, ACEH BARAT 2014

Yusra, SP.pdf

  • Upload
    yusrasp

  • View
    111

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Yusra, SP.pdf

Laporan Praktek Lapang

PEMBUATAN MOL (MIKRO ORGANISME LOKAL) DARIREBUNG

Y U S R A09C10407123

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH, ACEH BARAT

2014

Page 2: Yusra, SP.pdf

LEMBARAN PENGESAHAN

Judul Laporan : Pembuatan Mol (Mikro Organisme Lokal) Dari Rebung

Nama : Yusra

Nim : 09C10407123

Program Studi : Agroteknologi

Disetujui:Dosen Pembimbing

Rahmat Hidayat

Diketahui,

Pembantu Dekan IFakultas Pertanian

Muhammad Jalil, SP., MPNIDN 01 1506 8302

Ketua Program StudiAgroteknologi.

Jasmi, SP., M.ScNIDN 01 2708 8002

Page 3: Yusra, SP.pdf

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas

segala tuntunan, perlindungan dan anugerah yang diberikan-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan seluruh rangkaian tugas Praktek Lapangan (PL) dengan baik

dengan Tema yang dipilih dalam laporan praktek lapang yang telah dilaksanakan

dengan judul “Pembuatan MOL (Mikro Organisme Lokal) Dari Rebung”

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan Praktek Kerja laporan ini

diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun

secara tidak langsung. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini dengan rasa

hormat dan penghargaan yang sebear-besarnya penulis mengucapkan limpah

terima kasih kepada:

1. Bapak Rahmad Hidayat, SP.Selaku dosen pembimbing yang telah banyak

memberikan arahan dan kritikan dalam penulisan laporan praktek lapang.

2. Bapak Diswandi Nurba, S.TP. M.Si. Sebagai Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Teuku Umar.

3. Jasmi, SP., M. Sc Sebagai Ketua Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Teuku Umar.

4. Bapak Muhammad Jalil, SP. MP. Sebagai Motivator saya yang telah

memberikan banyak dukungan dan dorongan dalam Pembuatan Praktek

Lapangan.

Penulis menyadari bahwa Laporan Lapangan (PL) ini masih jauh dari

kesempurnaan sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun dari berbagai pihak khususnya para dosen demi

penyempurnaan Laporan Lapangan (PL) ini. Demikian yang dapat penulis

sampaikan semoga penulisan laporan ini bermanfaat sebagai penambah ilmu

pengetahuan dan wawasan keilmuan.

Alue Penyareng, 7 April 2014

Penulis

Page 4: Yusra, SP.pdf

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. iiiDAFTAR ISI................................................................................................. ivDAFTAR TABEL ........................................................................................ vDAFTAR GAMBAR ................................................................................... viDAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... v

I. PENDAHULUAN ................................................................................. 11.1. Latar Belakang .............................................................................. 11.2. Tujuan Praktek Lapang ................................................................. 41.3. Manfaat Praktek Lapang` .............................................................. 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 52.1. Klasifikasi Tanaman Bambu ........................................................ 52.2. Mikroorganisme Lokal (MOL) ..................................................... 62.3. Sifat Kimia MOL .......................................................................... 72.4. Rebung........................................................................................... 92.5. Komposisi Kimia Rebung ............................................................. 102.6. Giberlin ......................................................................................... 12

III. BAHAN DAN METODE PRAKTEK LAPANG .............................. 143.1. Tempat dan Waktu Praktek Lapang .............................................. 143.2. Metode Pelaksanaan ..................................................................... 143.3. Cara Pembuatan............................................................................. 143.4. Pengamatan.................................................................................... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 184.1. Pembuatan Mikroorganisme Lokal (MOL) Rebung ................... 18

V. KESIMPULAN .................................................................................... 215.1. Kesimpulan ................................................................................... 215.2. Saran ............................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 22LAMPIRAN ................................................................................................. 24

Page 5: Yusra, SP.pdf

v

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Komposisi rebung mentah per 100 gram bagian yang dapatdimakan ............................................................................................. 10

2. Persentase komposisi rebung bagian atas, tengah dan bawah yangdapat dimakan ................................................................................... 11

Page 6: Yusra, SP.pdf

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

1. Persiapan Bahan dan alat Pembuatan MOL rebung Untukpenghalusan rebung 1 ....................................................................... 15

2. Pengisian Rebung kedalam ember 2 ................................................. 15

3. Pengisian Air kelapa kedalam ember 3 ............................................. 15

4. Pengisian Air cucian beras kedalam ember 4 ................................... 16

5. Pencampuran gula aren kedalam ember 5 ......................................... 16

6. Penutupan ember 6 (media MOL) .................................................... 17

7. Pengamatan hasil MOL pada hari 1 dan 2 ........................................ 19

8. Pengamatan hasil MOL 8 pada hari 3 dan 4 ..................................... 19

9. Pengamatan hasil MOL 9 pada hari 6 dan 8 ..................................... 20

Page 7: Yusra, SP.pdf

v

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1. Lampiran hasil pengamatan mikroorganisme lokal hari 1 dan 2 ...... 19

2. Lampiran hasil pengamatan mikroorganisme lokal hari 3 dan 4 ...... 19

3. Lampiran hasil pengamatan mikroorganisme lokal hari 6 dan 8 ....... 20

Page 8: Yusra, SP.pdf

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bambu adalah tanaman sumber penghasil kayu yang dapat tumbuh dengan

cepat di bumi. Dan merupakan tanaman pengganti kayu dari hutan tropis yang

saat ini sudah sangat berkurang akibat dari permintaan yang sangat besar dari

industri, oleh karena itu perhatian terhadap produksi bambu mulai meningkat di

semua benua baik Asia, Afrika, maupun Amerika. Pasar Bambu sangat besar dan

terus meningkat dengan cepat. Menyebarnya tingkat kesadaran akan perlunya

pelestarian lingkungan dan peraturan yang keras yang mengatur mengenai

eksploitasi sumber penghasil kayu menjadi dasar pengembangan pasar bambu.

Permintaan akan bambu lebih dari sebelumnya karena ini adalah sumber

pengganti kayu yang baik dan salah satu cara untuk menghemat hutan hujan.

Eropa dan Amerika mengimpor produk-produk bambu dari Asia, seperti tusuk

gigi, tusuk sate. Dan produk dengan nilai yang lebih seperti lantai bambu, kertas,

tekstil, perabot rumah tangga, barang-barang kerajinan tangan. Di industri

makanan rebung merupakan bisnis bernilai jutaan dolar, rebung di produksi untuk

ekspor di Cina, Thailand, Taiwan (Anonymous, 2014).

Bambu adalah kayu di masa yang akan datang. Peningkatan permintaan

bahan mentah oleh industri bambu adalah sebuah tanda jika uang dapat di

hasilkan dari bisnis pengembangbiakan bambu. Biaya untuk membuat perkebunan

yang baru tergantung dari biaya tenaga kerja, persiapan tanah, fertilizer,

pengairan, dan tanaman. Biayanya hampir sama dengan membuat perkebunan

kayu. Akan tetapi ada perbedaan yang sangat besar pada periode pengembalian

modal, kayu membutuhkan waktu yang lebih lama dari perkebunan bambu.

Page 9: Yusra, SP.pdf

2

Investasi pada perkebunan bambu akan kembali hanya dalam waktu kurang lebih

10 tahun. Dan karena alasan tersebutlah maka perkebunan bambu menghasilkan

keuntungan yang lebih cepat dari pada kayu. Perkebunan bambu akan menjadi

sangat menguntungkan setelah 5 tahun (Anonymous, 2014).

Mikroorganisme Lokal (MOL) adalah larutan hasil fermentasi yang

berbahan dasar dari berbagai sumberdaya yang tersedia setempat. Larutan MOL

mengandung hara mikro, makro dan bakteri yang berpotensi sebagai dekomposer,

perangsang tumbuhan, agens pengendali hama / penyakit dan pestisida organic

terutama sebagai fungisida. MOL mempunyai fungsi beranekaragam tergantung

dari bahannya. Kita harus membuat lebih dari satu macam MOL dan dalam

pengaplikasiannya sebaiknya dikombinasikan dengan MOL2 yang lain agar hemat

biaya (Anonimous 2013).

Rebung merupakan tunas muda tanaman bambu yang muncul di

permukaan dasar rumpun. Tunas bambu muda tersebut enak dimakan, sehingga

digolongkan ke dalam sayuran. Rebung tumbuh dibaigian pangkal rumpun bambu

dan biasanya dipenuhi oleh glugut (rambut bambu) yang gatal. Biasanya rebung

dipanen saat tingginya telah mencapai 20 cm dari permukaan tanah, dengan

diameter batang sekitar 7 cm. Apabila terlambat dipanen, dalam 2-4 bulan saja

rebung sudah menjadi tanaman bambu lengkap. Biasanya rebung yang diambil

adalah rebung yang tidak bisa tumbuh dewasa. Tidak semua rebung yang tumbuh

dapat hidup menjadi bambu dewasa (Anonimous, 2013).

Secara tradisional, Rebung bambu kuning biasa digunakan sebagai obat

penyakit kuning (Hepatitis A). Penggunaannya secara tradisional ini diwariskan

secara turun temurun. Seperti diketahui penyakit kuning berhubungan dengan

Page 10: Yusra, SP.pdf

3

ketidakberesan fungsi hati, sehingga sering disebut sebagai “penyakit lever” atau

“penyakit liver”. Rebung bambu kuning mengandung para hidroksi bemsaldehid,

yaitu suatu fenol yang mirip dengan sebagian gugusan silimarin dan kurkumin.

Kedua gugusan ini berkhasiat sebagai anti racun hati. Senyawa silimarin telah

lama dipasarkan sebagai obat liver atau obat lever atau sakit hati dengan merek

dagang Legalon (Anonimous, 2013).

Dari penelitian di Jerman, sari rebung bambu bisa memperbaiki kerusakan

sel hati binatang percobaan, yang sebelumnya sengaja dirusak dengan racun hati.

Rebung adalah tunas bambu yang baru berumur beberapa hari saja.Tanaman

bambu sendiri cukup unik, dimana pertumbuhannya sel-selnya pada saat muda

sangat cepat. Untuk mencapai tinggi sama dengan bambu yang sudah tua, bambu

hanya memerlukan waktu 40 hari saja. Keunikan bambu bambu ini hanya terjadi

pada saat muda saja dari mulai rebung ini (Anonimous, 2013).

Rebung bambu biasa dimanfaatkan untuk bahan sayuran oleh ibu-ibu.

Manfaat obat rebung bambu belum banyak diteliti, namun sudah ada catatan

penggunaan rebung bambu untuk pengobatan herbal, terutama rebung bambu

kuning. Rebung banyak mengandung protein yang berfungsi untuk menjaga

kesehatan sel-sel di dalam tubuh agar bisa berfungsi dengan baik. Disamping itu

kandungan antioksidan dalam rebung bisa menangkal senyawa bebas yang

berbahaya bagi manusia. Jenis antioksidan yang terdapat dalam rebung namanya

adalah Fitosterol. kandungan ini untuk menurunkan kadar kolesterol jahat dalam

darah (Anonimous, 2013).

Page 11: Yusra, SP.pdf

4

1.2. Tujuan Praktek Lapang

1. Untuk mengetahui teknik budidaya Pembuatan Mol (Mikro Organisme

Lokal) Dari rebung yang kaya kandungan C Organik dan Giberlin yang tinggi

yang dilakukan di Universitas Teuku Umar fakultas Pertanian

2. Sebagai bahan studi perbandingan ilmu tioritis akademis terhadap realisasi

penerapan keilmuan dilapangan

3. Sebagai wahana bagi mahasiswa untuk pendekatan dan pengenalan dengan

dunia kerja yang ada di lapangan

1.3. Manfaat Praktek Lapang

1. Mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang Pembuatan Mol (Mikro

Organisme Lokal) Dari rebung yang kaya kandungan C Organik dan Giberlin

yang tinggi dengan baik, dan mahasiswa juga mendapat banyak pengetahuan

dari hasil praktikum langsung di lapangan.

2. Mahasiswa memperoleh perbandingan antara tioritis yang diperoleh dibangku

kuliah dengan penerapan yang dilakukan oleh petani di lapangan

3. Mendapatkan pengalaman kerja dan sebagai pembelajaran bagi mahasiswa

untuk menghadapi lingkungan kerja.

Page 12: Yusra, SP.pdf

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Tanaman Bambu

Menurut Anonymous (2013), kedudukan tanaman selada dalam

sistematika tumbuhan tampak dari klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Classis : Magnoliopsida

Sub classis : Commelinidae

Ordo : Cyperales

Familia : Poaceae

Genus : Bambusa

Species : Bambusa sp

Klasifikasi Tanaman Bambu Di seluruh dunia terdapat 75 genus dan 1.500

spesies bambu. Di Indonesia sendiri dikenal ada 10 genus bambu, antara lain:

Arundinaria, Bambusa, Dendrocalamus, Dinochloa, Gigantochloa, Melocanna,

Nastus, Phyllostachys, Schizostachyum, dan Thyrsostachys. Bambu tergolong

keluarga Gramineae (rumput-rumputan) disebut juga Hiant Grass (rumput

raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara

bertahap, dari mulai rebung, batang muda dan sudah dewasa pada umur 3-4 tahun.

Batang bambu berbentuk silindris, berbuku-buku, beruas-ruas, berongga,

berdinding keras, pada setiap buku terdapat mata tunas atau cabang (Anonymous,

2013).

Page 13: Yusra, SP.pdf

6

Tanaman bambu yang sering kita kenal umumnya berbentuk rumpun.

Padahal dapat pula bambu tumbuh sebagai batang soliter atau perdu. Tanaman

bambu yang tumbuh subur di Indonesia merupakan tanaman bambu yang

simpodial, yaitu batang-batangnya cenderung mengumpul didalam rumpun karena

percabangan rhizomnya di dalam tanah cenderung mengumpul. Batang bambu

yang lebih tua berada di tengah rumpun, sehingga kurang menguntungkan dalam

proses penebangannya. Arah pertumbuhan biasanya tegak, kadang-kadang

memanjat dan batangnya mengayu. Jika sudah tinggi, batang bambu ujungnya

agak menjuntai dan daun-daunya seakan melambai. Tanaman ini dapat mencapai

umur panjang dan biasanya mati tanpa berbunga. Bambu memiliki tiga bagian

tubuh utama yang tampak, yaitu akar, batang, dan daun (Anonimous, 2013).

2.2. Mikroorganisme Lokal (MOL)

MOL adalah cairan yang berbahan dari berbagai sumber daya alam yang

tersedia setempat. MOL mengandung unsur hara makro dan mikro dan juga

mengandung mikrob yang berpotensi sebagai perombak bahan organik,

perangsang pertumbuhan dan sebagai agen pengendali hama penyakit tanaman.

Berdasarkan kandungan yang terdapat dalam MOL tersebut, maka MOL dapat

digunakan sebagai pendekomposer, pupuk hayati, dan sebagai pestisida organik

terutama sebagai fungsida (Purwasasmita dan Kunia, 2009).

Para petani meracik MOL berdasarkan pengalaman atau pemahaman yang

diambil dari pelatihan yang diberikan oleh para inisiator SRI. Berbagai larutan

MOL dapat dibuat dari berbagai bahan yang tersedia disekitar kita. Beberapa

contoh larutan MOL yang dibuat para petani antara lain: MOL buah-buahan,

Page 14: Yusra, SP.pdf

7

MOL daun gamal, MOL bonggol pisang, MOL sayuran, MOL rebung, MOL

limbah dapur, MOL protein dan lain-lain (Purwasasmita dan Kunia, 2009).

Keunggulan penggunaan larutan MOL yang paling utama adalah murah,

Bahan-bahan yang ada disekitar kita seperti buah-buahan busuk, rebung, daun

gamal, keong, urin sapi, urin kelinci serta sisa makanan dapat digunakan sebagai

bahan pembuat MOL. Bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam drum yang

kemudian dicampur dengan larutan yang mengandung glukosa seperti air nira, air

kelapa atau air gula. Kemudian drum ditutup dan difermentasi sampai beberapa

hari. Setelah itu MOL dapat dipakai untuk menyemprot tanaman dengan terlebih

dahulu diencerkan dengan perbandingan 400 cc cairan MOL diencerkan dengan

14 liter air (Amalia, 2008) dengan dosis 4,8 l/ha (Setianingsih, 2009).

Berbagai contoh MOL yang dibuat dan diaplikasikan para petani adalah

MOL buah-buah untuk membantu bulir padi agar lebih berisi, MOL daun gamal

untuk penyubur daun tanaman dan disemprotkan pada padi umur 30 hst, MOL

bonggol pisang untuk dekomposer saat pembuatan kompos dan disemprotkan

pada padi umur 10, 20, 30 dan 40 hst. MOL sayuran untuk merangsang

tumbuhnya malai dan disemprotkan pada umur padi 60 hari, MOL rebung untuk

merangsang pertumbuhan tanaman dan disemprotkan pada padi umur 15 hari dan

masih banyak MOL-MOL yang lain (Purwasasmita dan Kunia, 2009).

2.3. Sifat Kimia MOL

MOL sebagai cairan yang terbuat dari limbah atau bahan-bahan organik

yang ada disekitar kita mengandung mikrob serta mengandung sifat-sifat kimia

yang mempengaruhi pertumbuhan mikrob tersebut. Sifat-sifat kimia yang

mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan mikrob antara lain adalah pH. pH

Page 15: Yusra, SP.pdf

8

merupakan derajat kemasaman yang menunjukkan banyaknya ion H dalam suatu

larutan. Apabila ion H+ lebih banyak dari OH- disebut masam dan apabila ion

OH- lebih banyak daripada ion H+ disebut basa (Tan, 1982).

Derajat kemasaman penting bagi pertumbuhan mikrob. Sebagian besar

mikrob menyukai pH netral (pH 7) untuk pertumbuhannya. Berdasarkan pH-nya

mikrob dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu (a) mikrob asidofil, adalah

kelompok mikrob yang dapat hidup pada pH 2,0 -5,0, (b) mikrob mesofil adalah

kelompok mikrob yang dapat hidup pada pH 5,5 – 8,0, dan (c) mikrob alkalifil

adalah kelompok mikrob yang dapat hidup pada pH 8,4 -9,5 Sifat kimia lain yang

terdapat dalam larutan MOL adalah konduktivitas listrik (EC, Electrical

Conductivity) atau daya hantar listrik, dimana EC ini berhubungan dengan

pengukuran kadar garam dalam larutan hara. EC memberi indikasi mengenai hara

yang terkandung dalam larutan dan yang diserap oleh akar. Larutan kaya hara

akan mempunyai EC yang lebih besar daripada larutan yang mempunyai sedikit

hara. Nilai EC tergantung jenis ion yang terkandung dalam larutan hara,

konsentrasi ion dan suhu larutan (Morgan, 2000).

Oksidasi-reduksi merupakan reaksi pemindahan elektron dari donor

elektron kepada aseptor elektron. Donor elektron akan teroksidasi karena

pelepasan elektron, sedangkan aseptor elektron akan tereduksi karena

penambahan elektron. Menurut Tan (1982) keseimbangan redoks biasanya

dinyatakan dengan konsep potensial redoks (Eh). Potensial redoks (Eh) adalah

potensial elektroda standar sel-paruh diukur terhadap suatu elektroda penunjuk

standar, yakni elektroda hidrogen. Selain Eh, reaksi redoks juga dicirikan oleh

Page 16: Yusra, SP.pdf

9

aktivitas elektron, bila proses reduksi dominan, maka jumlah elektron akan

meningkat.

Menurut Ponnamperuma (1976), nilai Eh yang tinggi dan positif

menunjukkan kondisi oksidatif, sebaliknya nilai Eh yang rendah bahkan negatif

menunjukkan kondisi reduktif. Eh pada tanah berdrainase baik berkisar antara

+400 hingga +700 mV, sedangkan tanah tergenang berkisar antara -250 sampai

300 mV (Hardjowigeno dan Rayes, 2005).

2.4. Rebung

Rebung adalah nama umum bagi terubus bambu yang baru tumbuh dan

berasal dari batang bawah. Rebung yang baru keluar berbentuk lonjong, kokoh,

dan terbungkus dalam kelopak daun yang rapat dan bermiang (duri-duri halus)

banyak. Selama musim hujan, rebung bambu tumbuh dengan pesatnya, dalam

beberapa minggu saja tunas tersebut sudah sudah tinggi. Dalam waktu 9-10 bulan

rebung telah mencapai tinggi maksimal 25-30cm. Beberapa jenis rebung terbentuk

pada permulaan musim hujan, selain itu ada yang terbentuk pada akhir musim

hujan. Musim panen rebung biasanya jatuh sekitar bulan desember hingga

februari atau maret. Pada tahap awal rebung terlihat pendek, terbungkus dalam

pelepah batang yang rapat dan bermiang dengan warna miang coklat sampai

kehitaman. Rebung tumbuh cepat menjadi batang bambu muda selama musim

hujan. Setelah mencapai pertumbuhan maksimum, seludang buluh membuka dan

diikuti dengan tumbuhnya primordial tunas lateral sebagai bakal cabang.

Percabangan tumbuh mulai dari 1/3 buku bagian atas diikuti percabangan

dibagian tengah buluh terus ke bagian bawah, percabangan bambu betung

Page 17: Yusra, SP.pdf

10

termasuk kelompok banyak cabang (bud multiple branching), (McClure 1967

diacu dalam Ruhiyat 1998).

Menurut Winarno (1992) diacu dalam Salahudin (2004) jenis rebung

bambu apus dapat menyebabkan orang menjadi mabuk karena mengandung kadar

asam sianida yang tinggi. Beberapa jenis rebung juga mengandung senyawa

toksik sianida dalam bentuk glukosida. Bila senyawa ini bereaksi dengan air maka

akan terbentuk asam sianida. Asam sianida dapat dikeluarkan dari rebung mentah

dengan merusak jaringan rebung melalui proses pemasakan (Yaguchi dan Wu

1971 diacu dalam Salahudin 2004). Kadar asam sianida dalam rebung dapat

mencapai 800 mg setiap 100 gram (Wogan 1976 diacu dalam Salahudin 2004).

1. Komposisi Kimia Rebung

Komposisi rebung mentah per 100 gram bagian yang dapat dimakan dapat

dilihat pada Tabel 2. Sebagian besar dari bagian yang dapat diamakan terdiri dari

air yaitu 91 gram, selain itu rebung juga mengandung protein 2,6 gram,

karbohidrat 5,20 gram, lemak 0,90 gram, serat kasar 1,00 gram, vitamin A 20 SI,

kalium 533 mg, fosfor 53 mg, abu 0,90 mg serta unsur-unsur mineral lain

sepertiriboflavin, niasin, thiamin, kalsium, dan besi dalam jumlah kecil (Watt dan

Merill 1975 diacu dalam Salahudin 2004).

Tabel 1. Komposisi rebung mentah per 100 gram bagian yang dapat dimakan

No Komposisi Jumlah12345678

Protein (gram)Kalori (cal)Lemak (gram)Karbohidrat (gram)Serat (gram)Air (gram)Fosfor (mg)Kalsium (mg)

2,6027,000,305,201,0091,0059,0013,00

Page 18: Yusra, SP.pdf

11

No Komposisi Jumlah91011121314151617

Besi (mg)Abu (gram)Kalium (mg)Vitamin A (SI)Thiamin (mg)Rhiboflfin (mg)Niasin (mg)Vitamin B1 (mg)Vitamin C (mg)

0,500,90

533,0020,000,150,700,600,154,00

Sumber : Watt dan Merill (1975)

Pada rebung, kandungan serat berbeda pada setiap bagiannya. Bagian atas

kandungan seratnya lebih kecil dibandingkan pada bagian bawah. Tetapi

kandungan kimia seperti protein, lemak dan mineral pada bagian atas lebih tinggi

dari pada bagian bawah (Tabel 2).

Tabel 2. Persentase komposisi rebung bagian atas, tengah dan bawah yang dapat

dimakan.

No Bagian Air Protein Lemak Serat Karbohidrat Abu1 Atas 89,7 2,72 0,28 0,42 5,5 1,392 Tengah 91,26 1,71 0,22 0,89 4,78 1,123 Bawah 90,26 1,38 0,17 1,25 5,65 0,93

Sumber : Kurosawa, 1969

Menurut Winarno (1992) bagian tengah, atas dan bawah memiliki

histologis yang berbeda. Bagian ujung atas mengandung lemak 800 mg/100gram

rebung segar. Asam lemak utama adalah palmitat, linolenat dan linoleat. Asam

organik dalam rebung bambu dari jenis Dendrocalamus asper adalah asam oksalat

yaitu 462 mg/100mg pada bagian dasarnya. Asam sitrat lebih banyak di bagian

atas sedangkan bagian bawah banyak mengandung asam malat.

Page 19: Yusra, SP.pdf

12

2.5. Giberelin

Giberelin adalah zat pengatur tumbuh yang merangsang pembelahan sel

atau pemanjangan sel dan dikenal sebagai gibberellic acid (GA) adalah giberelin

yang pertama kali tersedia secara komersial. Giberelin telah digunakan sebagai

standar dalam sistem bioassay (Arteca, 1996). Menurut Salisbury dan Ross (1995)

pemanjangan batang pada keseluruhan tumbuhan oleh giberelin disebabkan oleh

tiga peristiwa. Pertama, pembelahan sel dipacu di apeks tajuk terutama di sel

meristematik yang terletak lebih bawah yang menumbuhkan jalur panjang sel

korteks dan sel empulur. Kedua, giberelin memacu pertumbuhan sel karena zat itu

meningkatkan hidrolisis pati, fruktan, dan sukrosa menjadi molekul glukosa dan

fruktosa. Ketiga, giberelin sering meningkatkan plastisitas.

Menurut Moore (1979) giberelin dihasilkan di meristem apikal tunas ujung

dan akar, daun muda serta embrio. Arteca (1996) menambahkan secara umum

giberelin disintesis melalui lintasan asam mevalonik pada tunas muda yang

tumbuh aktif dan biji yang berkembang. Daun muda merupakan tempat sintesis

geberelin yang utama kemudian ditransportasikan ke seluruh tanaman secara

nonpolar. Akar juga mempunyai kemampuan mensintesis giberelin yang

ditransportasikan ke tunas melalui xilem. Giberelin yang tinggi ditemukan pada

biji yang belum matang.

Giberelin berkaitan dengan proses fisiologi tanaman. Genus atau spesies

dan faktor lain menentukan jenis giberelin yang lebih efektif digunakan. Proses

fisiologi yang dipengaruhi oleh giberelin antara lain pertumbuhan tanaman,

pembungaan, perkecambahan, dormansi, ekpresi seks, senescence, partenokarpi,

dan fruit set (Arteca, 1996). Giberelin mendukung pembentukan enzim protolitik

Page 20: Yusra, SP.pdf

13

yang akan membebaskan tryptophan sebagai bentuk asal dari auksin. Hal ini

berarti bahwa giberelin dapat meningkatkan kandungan auksin (Abidin, 1983).

Banyak tanaman biennial (dua tahunan) dapat dirangsang untuk

mempunyai siklus hidup setahun menggunakan giberelin. Giberelin berbeda

dengan auksin, giberelin lebih efektif pada tanaman utuh sedangkan kebanyakan

pengaruh auksin terlihat pada organ-organ yang dipotong (Heddy, 1989).

Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan pertumbuhan oleh GA

disebabkan oleh adanya peningkatan luas daun efektif, peningkatan fotosintesis,

atau modifikasi penyaluran fotosintat. Hasil penelitian Hayashi pada tahun 1961

menunjukkan bahwa pemberian GA melalui daun dapat meningkatkan

pertumbuhan karena terjadi peningkatan luas daun efektif sehingga fotosintesis

meningkat (Arteca, 1996).

Respon positif terhadap giberelin terjadi dalam kisaran konsentrasi yang luas.

Kandungan GA yang tinggi tidak bersifat racun dan tidak menyebabkan respon

negatif, kecuali pada tanaman kerdil yang peka (Gardner et al.,1991).

Pengaruh pemberian GA melalui akar dalam fotosintesis dan pertumbuhan

telah dievaluasi pada beberapa spesies tanaman termasuk tanaman C3 dan C.

Respon terhadap pemberian GA melalui akar tidak berkaitan dengan monokotil

atau dikotil, fotosintesis C3 atau C4, tetapi tergantung pada spesiesnya (Arteca,

1996).

Page 21: Yusra, SP.pdf

14

III. METODELOGI PRAKTEK LAPANG

3.1. Tempat dan Waktu Praktek Lapang

Kegiatan Praktek Lapang (PL) ini, dimulai sejak Tanggal 18 Desember

sampai dengan 27 Desember 2013. Yang dilaksanakan di Laboraturium Fakultas

Pertanian, Universitas Teuku Umar. Desa Alue Penyareng Kecamatan Meurebo

Kabupaten Aceh Barat.

3.2. Metode Pelaksanaan

A. Bahan :

1. Rebung bambu (kupas Kulit kerasnya yg berwarna Hijau) 1 Kg

2. Air kelapa 2,5 - 3 Liter

3. Air cucian beras 2,5 – 3 Liter

4. Gula merah/ gula aren 1 – 2 Ons

5. Air Mineral/ Air Bersih

B. Alat :

1. Ember plastik/ kaleng bekas cat (bahan dari plastik) 1 Buah

2. Selang plastik (sebesar pensil) sepanjang 0,5 meter

3. Botol bekas minuman mineral/Aqua

3.3. Cara pembuatan :

1. Setelah semua bahan dan alat disediakan langkah pertama yakni Rebung

ditumbuk sampai halus Atau diblender sampai hancur yang bertujuan agar

rebung mudah diurai oleh mikroorganisme sebagai makanannya sehingga

bisa mempercepat proses pembuatan Mikroorganisme Lokal (MOL) rebung.

Seperti pada gambar 1, nomor 1 sampai 4 :

Page 22: Yusra, SP.pdf

15

Gambar 1. Alat dan bahan

2. Rebung yang sudah ditumbuk sampai halus Atau diblender sampai hancur

kemudian dimasukan ke dalam ember plastik sebagai medium pembuatan

MOL rebung. Lihat gambar 2, nomor 1 dan 2 dibawah ini :

Gambar 2. Pengisian rebung kedalam ember

3. Masukan air kelapa kedalam ember yang digunakan sebagai wadah

pembuatan MOL rebung setelah di isi rebung, pada praktek lapang ini air

kelapa yang digunakan sebanyak 2,5 – 3 Liter sesuia dengan takaran rebung

yang digunakan sebanyak 1 kg. Lihat gambar 3, nomor 1 dan 2 dibawah ini :

c

Gambar 3. Pengisian Air Kelapa kedalam ember

Page 23: Yusra, SP.pdf

16

4. Setelah dilakukan pengisian air kelapa kemudian masukan air cucian beras

yang telah disediakan tadi sebanyak 2,5 – 3 Liter kedalam medium

pembuatan MOL rebung. Lihat gambar 4, nomor 1 dan 2 dibawah ini :

Gambar 4. Pengisian air cucian beras

5. Tambahkan Gula Aren sebanyak 2% dari berat rebung untuk dicampurkan

kedalam ember yang digunakan sebangai wadah tadi setelah semua bahan

dimasukkan dan aduk sampai gula aren tercampur dengan bahan lainnya serta

pastikan gula aren tidak ada yang masih menggumpal, hal ini bertujuan agar

mikroorganisme mendapatkan asupan makanan yang cukup selama proses

pembuatan MOL rebung. Lihat gambar 5, nomor 1 dan 2 dibawah ini :

Gambar 5. Pencampuran gula aren kedalam ember

6. Lubangi penutup ember (wadah media Pembuatan MOL rebung) dan

masukkan satu sisi ujung selang usahakan udara tidak keluar dari sisi lain

selain dari selang yang digunakan itu sendiri, sisi selang lainnya lagi

dimasukan kedalam botol air mineral/botol Aqua sampai kedasar botol

Page 24: Yusra, SP.pdf

17

kemudian Isi Air Mineral / Air Bersih kedalam Botol dan biarkan terbuka.

Lihat gambar 6, nomor 1 dan 2 dibawah ini :

Gambar 6. Penutupan ember (media MOL)

3.4. Pengamatan

Adapun pengamatan Praktikum Pembuatan Mol (Mikro Organisme Lokal)

ini dilakukan setiap hari setelah hari kedua, yakni dengan melihat tanda/ciri mol

yang terjadi seperti :

1. Permukaan dipenuhi miselium

2. Berbau seperti spiritus/alkohol

3. Warna coklat tua/kehitaman

Page 25: Yusra, SP.pdf

18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pembuatan Mikroorganisme Lokal (MOL) Rebung

Hasil uji pembuatan mikroorganisme lokal (MOL) yang berasal dari rebung

menunjukkan bahwa adanya reaksi pembentukan miselium yang merupakan salah satu

mikroorganisme lokal yang terbentuk setelah terjadinya dekomposisi antara rebung dan

bahan lain seperti air kelapa, air cucian beras, dan gula aren yang digunakan sebagai

bahan makanan bagi mikroorganisme itu sendiri. Dalam pembentukan MOL rebung ini

diperolehnya hasil yang signifikan dalam hal kecepatan tumbuh dan berkembangnya

mikroorganisme yang bereaksi cepat dalam pembentukannya.

Pada hasil pengamatan yang dilakukan selama delapan hari yang dimulai pada

hari ketiga didapatkannya masa kecepatan reaksi perubahan zat larutan campuran bahan

pembuatan MOL rebung yang dinilai dari permukaan medium MOL, warna MOL, dan

bau MOL, maka pada tahap pengamatan ini didapatkan waktu antara interval

pembentukan yang mencolok dari penilaian dalam pengamatan pada praktik lapang ini

antara lain yaitu perubahan pada hari 2, 4, 6, dan 8 yang semuanya bernotasi pada

bilangan genap.

Pada pengamatan yang dilakukan dihari pertama diperoleh kesenjangan masa

perubahan dimana pada tahap ini MOL rebung belum menunjukkan reaksi perubahan

yang mencolok dari hari pertama pembuatan MOL rebung itu sendiri, pada pengamatan

yang dilakukan pada hari kedua diperoleh perubahan dimana MOL rebung telah

berwana putih agak kekuning-kuningan dengan bagian bawah terlihat warna keputihan

seperti telah terbentuknya miselium, MOL rebung ini masih sama dengan saat awal

walau aroma basi mulai tercium menyengat. Lihat lampiran tabel hasil pengamatan 1

Page 26: Yusra, SP.pdf

19

(nomor 1 dan 2), sedangkan hasil pengamatan 2 (nomor 3 dan 4), seperti pada gambar

7 dibawah ini :

Gambar 7. Pengamatan hasil MOL hari 1 dan 2

Kemudian perubahan kembali pada titik dimana seperti tidak ada gejala

perubahan yang signifikan terlihat dihari ke 3 dan setelah melakukan masa istirahat dai

hari keiga baru di hari ke 4 perubahan kembali terlihat walaupun gejala dihari ini masih

sulit dibedakan dengan hari kedua saat mula terjadi perubahan pada medium

pembentukan MOL rebung, pada hari ke 4 ini perubahan MOL berwarna kuning dengan

bagian bawah terbentuk endapan terlihat warna putih dan adanya warna merah serta

warna hitam bergaris-garis dibagian bawah medium walaupun tanda miselium mulai

berkembang dengan baik dengan kemunculan yang terus bertambah membentuk bintik

yang terhihat dengan jelas diatas permukaan pada kondisi ini yang sangat mencolok

yakni Bau mol rebung mulai menyegat seperti adanya gas. Lihat lampiran tabel hasil

pengamatan 3 (nomor 1 dan 2), sedangkan hasil pengamatan 4 (nomor 3 dan 4), seperti

pada gambar 8 dibawah ini :

Gambar 8. Pengamatan hasil MOL hari 3 dan 4

Page 27: Yusra, SP.pdf

20

Hari pada hari keenam perubahan MOL rebung nampak jelas dimana keadaan

medium pembentukan mikroorganisme lokal dihari ke 6 ini berwarna kuning tampak

dengan jelas dengan bagian bawah terbentuk endapan terlihat warna merah muda serta

warna hitam di bagian bawah pada tahap ini miselium sudah memenuhi ember medium

pembuatan MOL rebung serta bau gas tercium begitu menyengat dan klimaks puncak

dari pembentukan mikroorganisme lokal tampak pada hari kedelapan dimana pada masa

ini kriteria yang menjadi tolok ukur keberhasilan terpenuhi dalam pengamatan

pembuatan MOL rebung.

Pada masa ini mikro organisme dinyatakan siap digunakan karena telah sesuai

dengan tolok ukur yang di gunakan pada praktikum ini dimana terlihat warna kuning

kecloklatan dengan bagian bawah terbentuk endapan terlihat warna kecloklatan serta

warna kehitaman terlihat jelas, Bintik-bintik berwarna putih telah memenuhi

permukaan media yang diduga sebagai miselium, dan Bau MOL beraroma gas yang

menyengat seperti bau Alkohol ini berarti MOL sudah Siap Dipanen. Lihat lampiran

tabel hasil pengamatan 6 (nomor 1 dan 2), sedangkan hasil pengamatan 8 (nomor 3

dan 4), seperti pada gambar 9 dibawah ini :

Gambar 9. Pengamatan hasil MOL hari ke 6 dan 8.

Page 28: Yusra, SP.pdf

21

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan Hasil Praktikum Lapang Pembuatan Mikro Organisme Lokal

(MOL) Dari Rebung setelah dilakukan Uji Daya Hantar Listrik dan mendapatkan

hasil yang bagus dengan adanya daya hantar listrik tinggi, juga pada batas waktu

yang telah ditentukan, dari hasil ini dinyatakan Mikroorganisme Lokal (MOL)

rebung pada praktikum ini berhasil karena sesuai dengan kriteria pemanenan

Mikroorganisme Lokal (MOL).

5.2. Saran

Perlu dilakukan uji penggunaan Mol rebung terhadap tanaman yang

dibudidayakan untuk melihat efesiensi penggunaan Mol terhadap pertumbuhan

dan hasil dari tanaman yang di uji cobakan. Selain itu disarankan untuk menguji

kandungan MOL Rebung untuk mengetahui kadar unsur hara yang terdapat di

dalamnya, sehingga mempermudah pengaplikasian MOL rebung terhadap

tanaman.

Page 29: Yusra, SP.pdf

21

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1983. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh.

Angkasa.Bandung. 84 hal.

Anonymous, (2013). Klasifikasi Tanaman. [Online]. Tersedia:

http://klasifikasitanaman.blogspot.com/2013/05/klasifikasi-tanaman-

bambu.html (01 April 2014)

Anonymous, (2014). Prospek Perkebunan Bambu. [Online].

Tersedia:http://www.bambunusaverde.com/bahasa/prospek-perkebunan-

bambu.htm (8 April 2014).

Amalia A. 2008. Pembuatan starter/MOL (Mikro Organisme Lokal) oleh petani.

http://organicfield.wordpress.com/. [10 April 2010].

Arteca, R.N. 1996. Plant Growth Sunstances Principles and Aplication. Chapman

and Hall. New York. 332p.

Hardjowigeno S, Rayes L. 2005. Tanah Sawah. Banyumedia Publishing.

Heddy, S. 1989. Hormon Tumbuhan. CV Rajawali. Jakarta. 98 hal. Gardner, F.P.,

R.B. Pearce and R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.

Terjemahan dari : Physiology of Crop Plants. Penerjemah : H. Susilo dan

Subiyanto. Penerbit UI Press. Jakarta. 428 hal.

Kurosawa. 1969. Studies on The Physiology of Bambu. Tokyo, Japan. Science

and Technik Agency Prime Minister’s Office.

Moore, T.C. 1979. Biochemistry and Physiology of Plant Hormones. Springer

Verlag. New York. 274p.

Morgan L. 2000. Electrical Conductivity in Hydrophonics. In Knutson A. (Eds).

The Best of The Growing Edge. Corvallis: New York Moon Publ.

Inc.pp:39-44

Ponamperuma FN. 1976. Physicochemical Properties of Submerged Soils in

Relation to Fertility. In The Fertility of Paddy Soils and Fertilizer

Applications for Rice. Food and Fertilizer Technology Center. Taipei.

Purwasasmita M, Kunia K. 2009. Mikroorganisme lokal sebagai pemicu siklus

kehidupan dalam bioreaktor tanaman. Seminar Nasional Teknik Kimia

Indonesia- SNTKI 2009. Bandung 19-20 Oktober 2009.

Page 30: Yusra, SP.pdf

22

Ruhiyat M. 1998. Perbanyakan Bambu Betung (Dendrocalamus asper (scultes f.)

Backer ex Heyne ) dengan menggunakan Mata Tunas Buku secara In vitro

[tesis]. Bogor. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Salahudin. 2004. Kajian Fermentasi Cangkuk dari Daging Sapi dan Rebung

Bambu Betung (Dendrocalamus asper) [tesis]. Bogor. Program

Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Salisbury, F.B. and C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Terjemahan

dari : Plant Physiology. Penerjemah : D.R. Lukman dan Sumaryono.

Penerbit ITB. Bandung. 343 hal.

Setianingsih R. 2009. Kajian pemanfaatan pupuk organik cair mikroorganisme

lokal (MOL) dalam priming, umur bibit dan peningkatan daya hasil

tanaman padi (Oryza sativa L.) (uji coba penerapan System of Rice

Intensification (SRI)) [tesis]. Surakarta: Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret

Setianingsih, Retno. 2009. Kajian Pemanfaatan Pupuk Organik Cair Mikro

Organisme Lokal (MOL) dalam Priming, Umur Bibit dan Peningkatan

Daya Hasil Tanaman Padi (Oryza sativa L.): Uji Coba penerapan System

of Rice Intensification (SRI). Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih

Tanaman Pangan (BPSB) Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.Diunduh:

4 Maret 2011.

Suhastyo, Arum Asriyanti. 2011. Studi Mikrobiologi dan Sifat Kimia

Mikroorganisme Lokal (MOL) yang Digunakan Pada Budidaya Padi

Metode Sri. Tesis Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tan KH. 1982. Dasar-dasar Kimia Tanah. Yogyakarta: UGM Press.

Watt, B.K. dan A.L.Merill. 1975. Handbook of The Nutritional Content of Food.

Decker Publ.,Inc., New York

Winarno FG. 1992. Rebung : Teknologi dan Pengolahannya. Jakarta : Pustaka

Sinar Harapan.

Page 31: Yusra, SP.pdf

24

LAMPIRAN I

FORM HASIL PENGAMATAN MOL REBUNG

Tabel 1. Pengamatan Hari Ke I

NoTempat

Pengamatan Waktu/tanggal Objek Yang diamati Hasil PengamatanParaf

PembimbingLaboraturium FakultasPertanian Universitas TeukuUmar. Desa Alue PenyarengKacamatan Meureubo Kab.Aceh Barat.

20 desember 2013 1. Warna Mol

2. Permukaan Rebung.

3. Bau Mol

4. Botol Penguapan

Warna MOL putih pucat agakkekuning-kuningan. Dengan bagiandalam warna masih dominan putih.

Tanda adanya miselium belum terlihat

Bau mol rebung ini masih sama dengansaat awal walau aroma basi mulaitercium tapi tidak begitu menyengat.

Botol ini terjadi perubahan warna agakkuning dari warna putih jika kita lihatdengan seksama.

Page 32: Yusra, SP.pdf

25

FORM HASIL PENGAMATAN MOL REBUNG

Tabel 2. Pengamatan Hari Ke II

NoTempat

Pengamatan Waktu/tanggal Objek Yang diamati Hasil PengamatanParaf

PembimbingLaboraturium FakultasPertanian Universitas TeukuUmar. Desa Alue PenyarengKacamatan Meureubo Kab.Aceh Barat.

21 desember 2013 1. Warna Mol

2. Permukaan Rebung.

3. Bau Mol

4. Botol Penguapan

Berwana putih agak kekuning-kuningan dengan bagian bawah terlihatwarna keputihan terlihat seperti telahterbentuknya miselium

Terlihat tanda bahwa miselium mulaitumbuh ini dengan adanya bintik-bintikputih namun tidak begitu banyak.

Bau mol rebung ini masih sama dengansaat awal walau aroma basi mulaitercium menyengat.

Botol ini terjadi perubahan warna agakkuning dari warna putih jika kita lihatdengan seksama.

Page 33: Yusra, SP.pdf

26

FORM HASIL PENGAMATAN MOL REBUNG

Tabel 3. Pengamatan Hari Ke III

NoTempat

Pengamatan Waktu/tanggal Objek Yang diamati Hasil PengamatanParaf

PembimbingLaboraturium FakultasPertanian Universitas TeukuUmar. Desa Alue PenyarengKacamatan Meureubo Kab.Aceh Barat.

22 desember 2013 1. Warna Mol

2. Permukaan Rebung.

3. Bau Mol

4. Botol Penguapan

Warna kuning muda dengan bagianbawah terbentuk endapan terlihatwarna keputihan dan warna hitambergaris-garis

Terlihat tanda miselium mulaiberkembang membentuk bintik yangterhihat dengan jelas.

Bau mol rebung ini masih sama dengansaat awal walau aroma basi mulaitercium menyengat.

Botol ini terjadi perubahan warna agakkuning dari warna putih jika kita lihatdengan seksama.

Page 34: Yusra, SP.pdf

27

FORM HASIL PENGAMATAN MOL REBUNG

Tabel 4. Pengamatan Hari Ke IV

NoTempat

Pengamatan Waktu/tanggal Objek Yang diamati Hasil PengamatanParaf

PembimbingLaboraturium FakultasPertanian Universitas TeukuUmar. Desa Alue PenyarengKacamatan Meureubo Kab.Aceh Barat.

23 desember 2013 1. Warna Mol

2. Permukaan Rebung.

3. Bau Mol

4. Botol Penguapan

Warna kuning dengan bagian bawahterbentuk endapan terlihat warna putihdan adanya warna merah serta warnahitam bergaris-garis

Terlihat tanda miselium mulaiberkembang dengan baik dengankemunculan yang terus bertambahmembentuk bintik yang terhihatdengan jelas diatas permukaan.

Bau mol rebung mulai menyegatseperti adanya gas

Botol ini terjadi perubahan warna agakkuning dan pada bagian selang terlihatampas rebung naik menuju ke botol.

Page 35: Yusra, SP.pdf

28

FORM HASIL PENGAMATAN MOL REBUNG

Tabel 5. Pengamatan Hari Ke V

NoTempat

Pengamatan Waktu/tanggal Objek Yang diamati Hasil PengamatanParaf

PembimbingLaboraturium FakultasPertanian Universitas TeukuUmar. Desa Alue PenyarengKacamatan Meureubo Kab.Aceh Barat.

24 desember 2013 1. Warna Mol

2. Permukaan Rebung.

3. Bau Mol

4. Botol Penguapan

Warna kuning mulai tanpak denganjelas dengan bagian bawah terbentukendapan terlihat warna merah mudaserta warna hitam bergaris-garis.

Bintik-bintik diatas permukaan yangdiduga sebagai miselium.

Bau MOL meyegat dan beraroma gasini dikarenakan MOL sedah mencapaimasa fermentasi.

Tanpak serpihan rebung telahmencapai botol penguapan ini akibatdari tekanan penguapan MOL yangtinggi mebuat rebung ikut naik melaluiselang sirkulasi udara.

Page 36: Yusra, SP.pdf

29

FORM HASIL PENGAMATAN MOL REBUNG

Tabel 6. Pengamatan Hari Ke VI

NoTempat

Pengamatan Waktu/tanggal Objek Yang diamati Hasil PengamatanParaf

PembimbingLaboraturium FakultasPertanian Universitas TeukuUmar. Desa Alue PenyarengKacamatan Meureubo Kab.Aceh Barat.

25 desember 2013 1. Warna Mol

2. Permukaan Rebung.

3. Bau Mol

4. Botol Penguapan

Warna kuning tanpak dengan jelasdengan bagian bawah terbentukendapan terlihat warna merah mudaserta warna hitam.

Bintik-bintik mulai memenuhipermukaan media yang diduga sebagaimiselium.

Bau MOL beraroma gas yangmenyengat.

Tanpak rebung telah berada dalambotol dan memenuhi selang sirkulasiudara.

Page 37: Yusra, SP.pdf

30

FORM HASIL PENGAMATAN MOL REBUNG

Tabel 7. Pengamatan Hari Ke VII

NoTempat

Pengamatan Waktu/tanggal Objek Yang diamati Hasil PengamatanParaf

PembimbingLaboraturium FakultasPertanian Universitas TeukuUmar. Desa Alue PenyarengKacamatan Meureubo Kab.Aceh Barat.

26 desember 2013 1. Warna Mol

2. Permukaan Rebung.

3. Bau Mol

4. Botol Penguapan

Warna kuning agak tua dengan bagianbawah terbentuk endapan terlihatwarna merah muda serta warna hitamhampir terlihat dominan.

Bintik-bintik mulai memenuhipermukaan media yang diduga sebagaimiselium.

Bau MOL beraroma gas yangmenyengat.

Tanpak rebung telah berada dalambotol dan memenuhi selang sirkulasiudara.

Page 38: Yusra, SP.pdf

31

FORM PENGAMATAN MOL REBUNG

Tabel 8. Pengamatan Hari Ke VIII

NoTempat

Pengamatan Waktu/tanggal Objek Yang diamati Hasil PengamatanParaf

PembimbingLaboraturium FakultasPertanian Universitas TeukuUmar. Desa Alue PenyarengKacamatan Meureubo Kab.Aceh Barat.

27 desember 2013 1. Warna Mol

2. Permukaan Rebung.

3. Bau Mol

4. Botol Penguapan

Warna kuning kecloklatan denganbagian bawah terbentuk endapanterlihat warna kecloklatan serta warnakehitaman terlihat jelas.

Bintik-bintik berwarna putih telahmemenuhi permukaan media yangdiduga sebagai miselium.

Bau MOL beraroma gas yangmenyengat seperti bau Alkohol.

Tanpak rebung telah berada dalambotol dan memenuhi selang sirkulasiudara.

Page 39: Yusra, SP.pdf

32

LAMPIRAN IIFOTO KEGIATAN PRAKTEK LAPANG

Foto 1. Alat dan Bahan.

Foto 2. Pembuatan MOL Rebung.

Page 40: Yusra, SP.pdf

33

Foto 3. Pengamatan MOL Rebung.

Foto 4. Uji Daya Hantar Listrik.