BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luka bakar atau combustio merupakan cedera yang cukup sering dihadapi
para dokter. Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan
mortalitas tinggi. Biaya yang dibutuhkan untuk penanganannya pun tinggi
(Sjamsuhidayat&Jong, 2005).
Luka bakar lebih sering terjadi pada anak-anak dan orang tua, dan terbanyak
(80%) terjadi di rumah serta sebagian kecil terjadi di tempat kerja. Menurut data
dari National Safety Council selama tahun 1974 didapatkan 2.000.000 penderita
luka bakar di Amerika Serikat, yaitu sebanyak 2 x dari jumlah pada tahun 1967
yang dilaporkan oleh American Burn Association 300.000 penderita mengalami
kecacatan akibat luka bakar dan lebih dari 30.000 penderita dirawat di rumah sakit,
dengan lama perawatan rata-rata 64 hari. Berdasarkan data statistic tersebut, luka
bakar merupakan salah satu penyakit utama di Amerika Serikat, meskipun angka
kematian luka bakar lebih rendah bila dibandingkan dengan penyebab kematian
lainnya seperti penyakit jantung, kanker dan stroke (Schwartz et all, 1988)
Di Indonesia, luka bakar masih merupakan problem yang berat. Perawatan
dan rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan ketekunan, biaya mahal, tenaga
terlatih dan terampil. Oleh karena itu, penanganan luka bakar lebih tepat dikelola
oleh suatu tim trauma yang terdiri dari spesialis bedah (bedah anak, bedah plastik,
bedah thoraks, bedah umum), intensifis, spesialis penyakit dalam, ahli gizi,
rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikologi (David, 2008).
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui lebih dalam tentang
combustio, yang meliputi, Patofisiologi, derajat luka bakar, etiologi, efek dari luka
bakar, pertolongan pertama luka bakar, penatalaksanaan dan prognosinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Histologi kulit
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai
peranan dalam homeostasis. Kulit merupakan organ terberat dan terbesar dari
tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa
sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit
bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis
kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit
bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan,
telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. Secara embriologis kulit berasal dari
dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan
epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari
mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan
ikat (David, 2008).
1. Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri
dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit,
Langerhans dan Merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai
tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan
epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi
setiap 4-6 minggu. Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel,
sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi
(melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans). Epidermis terdiri atas
lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) :
a) Stratum Korneum : Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan
berganti.
b) Stratum Lusidum : Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit
tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
c) Stratum Granulosum : Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng
yang intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar
yang dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya
akan histidin. Terdapat sel Langerhans.
d) Stratum Spinosum : Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan
tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan
penting untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek
abrasi. Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan
tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril.
Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi.
Terdapat sel Langerhans.
e) Stratum Basale (Stratum Germinativum) : Terdapat aktifitas mitosis
yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis
secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke
permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan
satu lapis sel yang mengandung melanosit (David, 2008).
2. Dermis
Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan
menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang
paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Dermis terdiri dari dua lapisan :
Lapisan papiler; tipis : mengandung jaringan ikat jarang.
Lapisan retikuler; tebal : terdiri dari jaringan ikat padat.
Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan
bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal,
kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai
dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan
serabut elastin berkurang. Hal ini menyebabkan kulit terjadi kehilangan
kelemasannya dan tampak mempunyai banyak keriput. Dermis mempunyai
banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung beberapa
derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di
dalam dermis. Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength,
suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi (David, 2008).
3. Subkutis
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri
dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan
kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya
berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu.
Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi
panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock
absorber (David, 2008).
Gambar 1. Anatomi Kulit
Gambar 2. Histologi Kulit
B. Definisi
Combustio (luka bakar) adalah luka yang terjadi akibat sentuhan
permukaan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api secara
langsung maupun tidak langsung, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik,
maupun bahan kimia, air, dll) atau zat-zat yang bersifat membakar (asam kuat,
basa kuat) (Sjamsuhidayat&Jong, 2005).
Combustio (luka bakar) adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan
suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahkan kimia dan radiasi, juga sebab
kontak dengan suhu rendah (frosh bite) (Mansjoer, 2000).
C. Patofisiologi
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi.
Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
Meningkatnya permeabilitas menyebabkan oedem dan menimbulkan bula yang
banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan
intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan
cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang
terbentuk pada luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari keropeng
luka bakar derajat tiga.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi
tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan terjadi syok
hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin,
berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin
berkurrang. Pembengkakkan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah
delapan jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang
terhisap. Oedem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan
jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak
bewarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga keracunan gas CO dan gas beracun lainnya. Karbon
monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak
mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung,
pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bisa lebih
dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal. Setelah 12 – 24
jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan mobilisasi serta penyerapan
kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini di tandai dengan meningkatnya
diuresis (Sjamsuhidayat&Jong, 2005).
D. Penilaian Derajat Luka Bakar
Derajat luka bakar tergantung kepada jumlah jaringan yang terkena dan
kedalaman luka :
1. Luka bakar grade I
a) Disebut juga luka bakar superficial
b) Mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari
c) Kulit tampak sebagai eritem, dengan keluhan rasa nyeri atau
hipersensivitas setempat.
d) Misalnya tersengat matahari
Gambar 3. Luka bakar derajat I
2. Luka bakar grade II
a) Superficial partial thickness:
1) Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan atas dari dermis
2) Kulit tampak kemerahan, oedem dan rasa nyeri lebih berat daripada
luka bakar grade I
3) Ditandai dengan bula yang muncul beberapa jam setelah terkena luka
4) Bila bula disingkirkan akan terlihat luka bewarna merah muda yang
basah
5) Luka sangat sensitive dan akan menjadi lebih pucat bila terkena
tekanan
6) Akan sembuh dengan sendirinya dalam 3 minggu ( bila tidak terkena
infeksi ), tapi warna kulit tidak akan sama seperti sebelumnya.
b) Deep partial thickness :
1) Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan dalam dari dermis
2) disertai juga dengan bula
3) permukaan luka berbecak merah muda dan putih karena variasi dari
vaskularisasi pembuluh darah (bagian yang putih punya hanya sedikit
pembuluh darah dan yang merah muda mempunyai beberapa aliran
darah)
4) luka akan sembuh dalam 3-9 minggu.
Gambar 4 . Luka bakar derajat II
3. Luka bakar grade III
a) Menyebabkan kerusakan jaringan yang permanen
b) Rasa sakit kadang tidak terlalu terasa karena ujung-ujung saraf dan
pembuluh darah sudah hancur.
c) Luka bakar meliputi kulit, lemak subkutis sampai mengenai otot dan
tulang (Sjamsuhidayat&Jong, 2005).
Gambar 5. Luka bakar derajat III
E. Penilaian Luas Luka Bakar
Beberapa cara penentuan derajat luka bakar antara lain:
1. Palmar surface
Luas permukaan pada telapak tangan pasien (termasuk jari-jari) secara kasar
adalah 0,8% dari seluruh luas permukaan tubuh. Permukaan telapak tangan
dapat digunakan untuk mengukur luka bakar yang kecil (<15% >85% luas
permukaan tubuh). Untuk luka bakar dengan ukuran sedang, pengukuran
dengan cara ini tidak akurat.
2. Wallace rule of nines
Merupakan cara yang baik dan cepat untuk mengukur luas luka bakar pada
orang dewasa. Tubuh dibagi menjadi area 9%, dan total daerah yang terkena
luka bakar dapat dihitung. Tetapi cara ini tidak akurat pada anak-anak.
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif
permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki
lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil
berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi dan rumus 10-15-20 untuk anak.
Untuk anak, kepala dan leher 15 %, badan depan dan belakang masing-
masing 20 %, ekstremitas atas kanan dan kiri masing-masing 10 %,
ekstremitas bawah kanan dan kiri masing-masing 15 % (John Ambulance,
2007).
3. Lund and Bowder chart
Tabel ini, apabila digunakan dengan benar, merupakan cara yang paling
akurat. Tabel ini mengkompensasi variasi bentuk tubuh dengan umur,
sehingga dapat memberikan perhitungan luas luka bakar yang akurat pada
anak-anak (Benjamin C, Wedro, 2008).
Gambar 6. Luas luka bakar (%)
F. Etiologi
Berbagai faktor dapat menjadi penyebab luka bakar. Beratnya luka bakar
juga dipengaruhi oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber panas (misal
suhu benda yang membakar, jenis pakaian yang terbakar, sumber panas : api,
air panas dan minyak panas), listrik, zat kimia, radiasi, kondisi ruangan saat
terjadi kebakaran dan ruangan yang tertutup.
Luka bakar dikategorikan menurut mekanisme injurinya meliputi :
1. Luka Bakar Termal
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak
dengan api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya.
2. Luka Bakar Kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit
dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan
banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat
kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan
zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga
dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan
militer. Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan
luka bakar kimia.
3. Luka Bakar Elektrik
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari
energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang
elektrik itu sampai mengenai tubuh.
4. Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada
industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia
kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama
juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi (James, 2005).
G. Pemeriksaan Penunjang
Terutama untuk luka bakar yang berat
1. Lab darah
o Hitung jenis
o Kimia darah
o Analisa gas darah dengan carboxyhemoglobin
o Analisis urin
o Creatinin Phosphokinase dan myoglobin urin ( Luka bakar akibat
listrik)
o Pemeriksaan factor pembekuan darah ( BT, CT)
o
2. Radiologi
o Foto thoraks : untuk mengetahui apakah ada kerusakan akibat luka
bakar inhalasi atau adanya trauma dan indikasi pemasangan intubasi
o CT scan : mengetahui adanya trauma
3. Tes lain : dengan fiberoptic bronchoscopy untuk pasien dengan luka bakar
inhalasi (Naradzay, 2006).
H. Efek Dari Luka Bakar
1. Efek lokal
a) Kerusakan jaringan
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan sel darah yang ada
di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Luka bakar
menyebabkan rupturnya sel atau nekrosis sel. Sel yang di perifer masih
dapat hidup tapi sebagian ada yang rusak. Akibat rusaknya
mikrosirkulasi perifer lapisan kolagen akan berubah bentuk dan rusak.
Pembuluh kapiler yang mengalami trombosis, padahal pembuluh ini
membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik., permeabilitas kapiler
akan meningkat mengakibatkan kebocoran cairan intravaskuler sehingga
terjadi oedem. Luka bakar derajat tiga yang dibiarkan sembuh sendiri
akan mengalami kontraktur. Bila ini terjadi di persendian, fungsi sendi
dapat berkurang atau hilang.
b) Inflamasi
Reakasi infalamasi yang paling awal terlihat adalah erythema, yang
disebabkan karena respon neurovaskular mengakbibatkan vasodilatasi
pembuluh darah. Makin berat kerusakan jaringan, respon inflamasi yang
muncul akan makin lama bertahan. Makrofag akan menghasilkan
mediator inflamasi seperti cytokine dan sel fagosit nekrotik. Netrofil dan
limfosit akan menghalangi terjadinya infeksi.
c) Infeksi
Luka bakar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme, biasanya akan menyebabkan infeksi dalam 24-48 jam.
Dalam kondisi yang lebih berat akan muncul bakteriemi atau septikemi
yang kemudian akan tejadi penyebaran infeksi ke tempat yang lain.
Bakteriemi merupakan penyebab kematian tersering pada luka bakar
mulai dari 24 jam pertama sampai pada luka bakar yang sudah sembuh.
Streptococcus β-hemolitikus dan pseudomonas memproduksi enzym
protease yang dapat mencegah penempelan dari skin graft. Infeksi ringan
dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas dengan
nanah yang banyak. Infeksi yang invasive ditandai dengan keropeng
yang mula-mula kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang
mula-mula sehat menjadi nekrotik, akibatnya luka bakar yang mula-mula
derajat dua menjadi derajat tiga. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis
pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan
trombosis.
2. Efek regional
a) Sirkulasi
Jika terdapat oedem yang luas, maka akan terjadi pembengkakkan, aliran
darah dari extremitas dapat mengalami obstruksi. Sirkulasi untuk otot
tangan intrinsic dapat terganggu akibat oedem, dapat terjadi nekrosis
yang lama kelamaan menjadi kontraktur. Akumulasi cairan interstitial
dalam tangan menyebabkan jaringan kolagen menggembung maksimal
sehinggga terbentuk posisi “claw” ( metacarpalphalangeal extensi, dan
proximal interphalangeal flexi ). Dapat juga terjadi muscle compartement
syndrome yang mengenai otot flexor dan extensor extremitas bagian atas
maupun bawah.
3. Efek sistemik
a) Kehilangan cairan
Meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula
yang banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume
cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan
kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke
bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan
dari keropeng luka bakar derajat tiga.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme
kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%
akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah,
pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun,
dan produksi urin berkurrang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan,
maksimal terjadi setelah delapan jam.
b) Multiple organ failure dan Sepsis
Kegagalan progresif dari ginjal dan hepar di akibatkan karena kehilangan
cairan, toxemia karena infeksi, sepsis. Ganguan sirkulasi ke ginjal
menyebabkan iskemia ginjal ( tubulus) berlanjut dengan Akut Tubular
Necrosis yang akhirnya terjadi gagal ginjal (ARF). Gangguan sirkulasi
perifer meneybabkan iskemia otot-otot dengan dampak pemecahan
glikoprotein yang meningkatkan produksi Nitric Oxide (NO). NO ini
diketau berperan sebagai modulator sepsis. Ganguan sirkulasi ke kulit
dan system integum menyebabkan gangauan system imun karena
penurunan produksi limfosit dan penurunan fungsi barier kulit
(Sjamsuhidayat&Jong, 2005).
c) Luka bakar inhalasi
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah,
dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap
panas ayang terrisap. Udem laring yang ditimbulkannya dapat
menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea,
stridor, suara serak dan dahak bewarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga keracunan gas CO dan gas beracun lainnya. Karbon
monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin
tak mampu lagi mngeikat oksigen. Tanda keracuna ringan adalah lemas,
bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi
koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat
meninggal.
d) Komplikasi sistemik
Stress atau beban faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat
menimbulkan tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala
yang sama dengan tukak peptic. Kelainan ini disebut tukak Curling.
Yang khawatirkan pada tukak curling ini adalah penyulit perdarahan
yang tampil sebagai hematemesis dan atau melena.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga
keseimbangan protein menjadi negatif. Protein dalam tubuh banyak
hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi, dan infeksi. Penguapan
berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan.
Tenaga yang diperlukan pada fase ini terutama didapat dari pembakaran
protein dari otot skelet. Oleh karena itu penderita menjadi sangat kurus,
otot mengecil dan berat badan menurun (Benjamin C, Wedro, 2008).
I. Pertolongan Pertama Pada Pasien Dengan Luka Bakar
1. Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya dengan
menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan
pasokan oksigen pada api yang menyala.
2. Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek
Torniket, karena jaringan yang terkena luka bakar akan segera menjadi
oedem.
3. Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam air atau
menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya lima belas
menit. Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi
berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas.
Proses ini dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan
mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama sehingga kerusakan
lebih dangkal dan diperkecil. Akan tetapi cara ini tidak dapat dipakai untuk
luka bakar yang lebih luas karena bahaya terjadinya hipotermi. Es tidak
seharusnya diberikan langsung pada luka bakar apapun (John Ambulance,
2007).
4. Evaluasi awal
Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka
akibat trauma yang lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing Circulation)
yang diikuti dengan pendekatan khusus pada komponen spesifik luka bakar
pada survey sekunder.
Saat menilai ‘airway” perhatikan apakah terdapat luka bakar inhalasi.
Biasanya ditemukan sputum karbonat, rambut atau bulu hidung yang
gosong. Luka bakar pada wajah, oedem oropharyngeal, perubahan suara,
perubahan status mental. Bila benar terdapat luka bakar inhalasi lakukan
intubasi endotracheal, kemudian beri Oksigen melalui mask face atau
endotracheal tube.
Luka bakar biasanya berhubungan dengan luka lain, biasanya dari luka
tumpul akibat kecelakaan sepeda motor. Evaluasi pada luka bakar harus
dikoordinasi dengan evaluasi pada luka-luka yang lain. Meskipun
perdarahan dan trauma intrakavitas merupakan prioritas utama
dibandingkan luka bakar, perlu dipikirkan untuk meningkatkan jumlah
cairan pengganti.
Anamnesis secara singkat dan cepat harus dilakukan pertama kali untuk
menentukan mekanisme dan waktu terjadinya trauma. Untuk membantu
mengevaluasi derajat luka bakar karena trauma akibat air mendidih biasanya
hanya mengenai sebagian lapisan kulit (partial thickness), sementara luka
bakar karena api biasa mengenai seluruh lapisan kulit (full thickness)
(Naradzay, 2006 & Mayo clinic staff, 2008).
J. Resusitasi Cairan
Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka bakar,
Pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses intravena yang
adekuat harus ada, terutama pada bagian ekstremitas yang tidak terkena luka
bakar.
Adanya luka bakar diberikan cairan resusitasi karena adanya akumulasi
cairan edema tidak hanya pada jaringan yang terbakar, tetapi juga seluruh
tubuh. Telah diselidiki bahwa penyebab permeabilitas cairan ini adalah karena
keluarnya sitokin dan beberapa mediator, yang menyebabkan disfungsi dari sel,
kebocoran kapiler.
Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan
mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema. Kehilangan cairan
terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka dan akumulasi maksimum
edema adalah pada 24 jam pertama setelah luka bakar. Prinsip dari pemberian
cairan pertama kali adalah pemberian garam ekstraseluler dan air yang hilang
pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel tubuh. Pemberian cairan paling popular
adalah dengan Ringer laktat untuk 48 jam setelah terkena luka bakar. Output
urin yang adekuat adalah 0.5 sampai 1.5mL/kgBB/jam.
Formula yang terkenal untuk resusitasi cairan adalah formula Parkland :
24 jam pertama.Cairan Ringer laktat : 4ml/kgBB/%luka bakar
o contohnya pria dengan berat 80 kg dengan luas luka bakar 25 %
o membutuhkan cairan : (25) X (80 kg) X (4 ml) = 8000 ml dalam 24 jam
pertama
§ ½ jumlah cairan à4000 ml diberikan dalam 8 jam
§ ½ jumlah cairan sisanya à 4000 ml diberikan dalam 16 jam berikutnya.
Cara lain adalah cara Evans :
l. luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumlah NaCl / 24 jam
2. luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg =jumah plasma / 24 jam
( no 1 dan 2 pengganti cairan yang hilang akibat oedem. Plasma untuk
mengganti plasma yang keluar dari pembuluh dan meninggikan tekanan
osmosis hingga mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali cairan
yang telah keluar )
3. 2000 cc Dextrose 5% / 24 jam (untuk mengganti cairan yang hilang akibat
penguapan )
Separuh dari jumlah cairan 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan pada hari pertama. Dan hari ketiga diberikan setengah jumlah
cairan hari kedua.
Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan rumus
Baxter yaitu :
% x BB x 4 cc
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan elektrolit
yaitu larutan RL karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua diberikan setengah
cairan hari pertama. Contoh : seorang dewasa dengan BB 50 kg dan luka bakar
seluas 20 % permukaan kulit akan diberikan 50 x 20 % x 4 cc = 4000 cc yang
diberikan hari pertama dan 2000 cc pada hari kedua (John Ambulance, 2007).
K. Perawatan Luka Bakar
Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan
dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik dan ukuran
dari luka. Tujuan dari semua perawatan luka bakar agar luka segera sembuh
rasa sakit yang minimal.
Setelah luka dibersihkan dan di debridement, luka ditutup. Penutupan luka
ini memiliki beberapa fungsi: pertama dengan penutupan luka akan melindungi
luka dari kerusakan epitel dan meminimalkan timbulnya koloni bakteri atau
jamur. Kedua, luka harus benar-benar tertutup untuk mencegah evaporasi
pasien tidak hipotermi. Ketiga, penutupan luka diusahakan semaksimal
mungkin agar pasien merasa nyaman dan meminimalkan timbulnya rasa sakit
Pilihan penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar.
1. Luka bakar derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya barier
pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di balut, cukup dengan
pemberian salep antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan melembabkan
kulit. Bila perlu dapat diberi NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk
mengatasi rasa sakit dan pembengkakan
2. Luka bakar derajat II (superfisial ), perlu perawatan luka setiap harinya,
pertama-tama luka diolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut dengan
perban katun dan dibalut lagi dengan perban elastik. Pilihan lain luka dapat
ditutup dengan penutup luka sementara yang terbuat dari bahan alami
(Xenograft (pig skin) atau Allograft (homograft, cadaver skin) ) atau bahan
sintetis (opsite, biobrane, transcyte, integra)
3. Luka derajat II ( dalam ) dan luka derajat III, perlu dilakukan eksisi awal
dan cangkok kulit (early exicision and grafting ) (Mayo clinic staff, 2008
dan Holmes&heimbach, 2005).
4.
L. Kontrol Rasa Sakit
Rasa sakit merupakan masalah yang signifikan untuk pasien yang
mengalami luka bakar untuk melalui masa pengobatan. Pada luka bakar yang
mengenai jaringan epidermis akan menghasilkan rasa sakit dan perasaan tidak
nyaman. Dengan tidak terdapatnya jaringan epidermis (jaringan pelindung
kulit), ujung saraf bebas akan lebih mudah tersensitasi oleh rangsangan. Pada
luka bakar derajat II yang dirasakan paling nyeri, sedangkan luka bakar derajat
III atau IV yang lebih dalam, sudah tidak dirasakan nyeri atau hanya sedikit
sekali. Saat timbul rasa nyeri terjadi peningkatan katekolamin yang
mengakibatkan peningkatan denyut nadi, tekanan darah dan respirasi,
penurunan saturasi oksigen, tangan menjadi berkeringat, flush pada wajah dan
dilatasi pupil.
1. Pasien akan mengalami nyeri terutama saat ganti balut, prosedur operasi,
atau saat terapi rehabilitasi. Dalam kontrol rasa sakit digunakan terapi
farmakologi dan non farmakologi. Terapi farmakologi yang digunakan
biasanya dari golongan opioid dan NSAID. Preparat anestesi seperti
ketamin, N2O (nitrous oxide) digunakan pada prosedur yang dirasakan
sangat sakit seperti saat ganti balut. Dapat juga digunakan obat psikotropik
sepeti anxiolitik, tranquilizer dan anti depresan. Penggunaan
benzodiazepin dbersama opioid dapat menyebabkan ketergantungan dan
mengurangi efek dari opioid (James M, Backer, 2008)
M. Permasalahan Pasca Luka Bakar
Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah jaringan parut yang
dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu
fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetik yang
buruk sekali sehingga diperlukan juga ahli ilmu jiwa untuk mengembalikan
kepercayaan diri.
Permasalahan-permasalahan yang ditakuti pada luka bakar:
1. Infeksi dan sepsis
2. Oliguria dan anuria
3. Oedem paru
4. ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome)
5. Anemia
6. Kontraktur
7. Kematian (Benjamin C, Wedro, 2008)
N. Prognosis
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas
permukaan badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi,
dan kecepatan pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor dapat sembuh 5-
10 hari tanpa adanya jaringan parut. Luka bakar moderat dapat sembuh dalam
10-14 hari dan mungkin menimbulkan luka parut. Luka bakar mayor
membutuhkan lebih dari 14 hari untuk sembuh dan akan membentuk jaringan
parut. Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa
kasus, pembedahan diperlukan untuk membuang jaringan parut (Mansjoer A,
2000).
BAB III
KESIMPULAN
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik
dan radiasi.
Luka bakar dibagi menjadi 3 grade dan ada 3 cara penentuan derajat luka
bakar yaitu Palmar surface, Wallace rules of nine serta Lund and Bowder Chart.
Luka bakar dapat disebabkan oleh api, luka bakar kontak (terkena rokok, solder
atau alat-alat memasak), air panas, uap panas, gas panas, listrik, semburan panas
dan ter.
Pemeriksaan penunjang mencakup pemeriksaan darah, radiologi, tes dengan
fiberoptic bronchoscopy terutama untuk luka bakar inhalasi.
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas
permukaan badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi dan
kecepatan pengobatan medikamentosa.
DAFTAR PUSTAKA
Benjamin C. Wedro. 2008. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com.
Agustus 2012
David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam :
Surabaya Plastic Surgery. http://surabayaplasticsurgery.blogspot.com.
Agustus 2012
James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in : Schwartz’s Principles of
Surgery. 18th ed. McGraw-Hill. New York. p.189-216
James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier. Philadelphia. p
118-129
Jerome FX Naradzay. 2006. http: // www. emedicine. com/ med/ Burns, Thermal.
Agustus 2012
Mansjoer A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Volume 2. 3rd edition. Media
Aesculapius. Jakarta. p 365.
Mayo clinic staff. 2008. Burns First Aids. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus.
Agustus 2012
Schwartz, Shires, Spencer. 1988. Principels of Surgery. 5th Ed. Mac Grauhill:
Singapore. p 285
St. John Ambulance. 2007. First aid: First on the Scene: Activity Book, Chapter 19.
http://en.wikipedia.org/wiki/Burn_%28injury%29. Agustus 2012
Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
EGC. Jakarta. p 73-75
Recommended