477
KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM
DALAM MENUNJANG PRODUKSI
Yang Sri Romadona, ST
Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Timur
Email : [email protected]
ABSTRAK
Di Indonesia, sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian nasional.
Tujuan pembangunan pertanian adalah meningkatkan produksi menuju swasembada pangan,
memperluas kesempatan kerja, meningkatkan serta meratakan taraf hidup rakyat. Unggas merupakan
komoditas budidaya yang dikembangkan secara massal berbasis masyarakat dengan teknik budidaya
yang relatif mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja.
Secara komersial, potensi unggas telah banyak meningkatkan pendapatan petani. Peternakan
unggas terutama ayam, merupakan andalan dalam penyediaan protein hewani bagi masyarakat. Kita
tahu, dalam lingkup masyarakat persoalan yang sering timbul adalah masih banyaknya kelompok
masyarakat yang memiliki daya beli rendah atau tidak terpenuhinya akses pangan sumber protein
berkualitas yang dikarenakan beberapa sebab sehingga mengakibatkan terjadinya kerawanan pangan
dan kasus gizi buruk.
Penerapan biosekuriti yang meliputi isolasi ternak, pengawasan lalu lintas dalam peternakan
dan sanitasi peternakan unggas di Kabupaten Blitar dan Malang mayoritas telah dilaksanakan namun
tidak dilakukan secara lengkap. Dari hasil analisa data pada kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang,
menunjukkan bahwa adanya pengaruh pelaksanaan biosekuriti terhadap peningkatan hasil produksi
dan kesehatan lingkungan peternakan, meskipun tidak terlalu besar. karena ada faktor lain yang juga
berpengaruh terhadap peningkatan hasil produksi ternak unggas, salah satunya yaitu terkait dengan
pakan. Kendala yang dihadapi oleh peternak terkait dengan masalah kebersihan, baik itu kebersahan
tempat pakan, kebersihan tempat minum, kebersihan kandang dan kebersihan halaman kandang.
Sehingga perlu ditingkatkan lagi kualitas kebersihan kandang karena pada dasarnya kandang dan
lingkungan merupakan hal yang utama dan menjadi salah satu faktor penunjang keberhasilan usaha
peternakan.
LATAR BELAKANG
Produk dan produksi unggas memiliki keterkaitan yang sangat erat terhadap pemenuhan gizi
keluarga sebagai contoh adalah telur dan daging unggas. Hal ini dikarenakan harga telur dan daging
unggas lebih terjangkau dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya. Dengan kata lain,
bahwa telur dan daging unggas ini lebih memasyarakat dibandingkan dengan daging sapi ataupun
kambing. Hampir di setiap rumah tangga pernah menghidangkan telur, ayam, itik dalam menu makan
hariannya. Selama ini daging dan telur merupakan sumber protein bergizi tinggi yang dapat
dikonsumsi oleh segala usia. Pemenuhan kebutuhan daging dan telur unggas ini bersifat kontinu
sehingga diperlukan adanya dukungan dan kebijakan kepada petani dan peternak agar senantiasa
menghasilkan produk yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Penyediaan produk hewan yang
ASUH menjadi kewenangan dan tanggung jawab bidang kesehatan masyarakat veteriner (Kesmavet).
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
381/Kpts/OT.140/10/2005 mengenai pedoman sertifikasi nomor kontrol Verteriner (NKV)Unit Usaha
Pangan Asal Hewan Untuk menjamin pangan asal hewan yang ASUH (Dit Kesmavet 2006).
Usaha ternak unggas termasuk usaha yang menguntungkan karena perputaran usahanya relatif
lebih cepat dibanding jenis usaha ternak ruminansia seperti kambing dan domba. Usaha ternak unggas
lebih memungkinkan untuk dijadikan sebagai penyangga ekonomi keluarga karena tidak memerlukan
lahan dan perkandangan yang luas. Usaha budidaya tersebut sangat memerlukan dukungan
478
ketersediaan bibit unggul yang berkesinambungan, sarana dan prasarana yang memadai, cara
pemibibitan dan beternak yang diimbangi dengan pelayanan kesehatan hewan, dan sumber daya
manusia yang mampu untuk melakukan pemeliharaan unggas secara baik. Adapun kaidah kesehatan
hewan tersebut mencakup tentang situasi penyakit hewan, tindakan pengamanan penyakit hewan, dan
pelaksanaan biosekuriti.
Dalam upaya peningkatan produksi unggas ini terkadang juga dihadapkan pada kendala-
kendala yang muncul secara tiba tiba, seperti halnya terjadinya serangan virus flu burung di 16
provinsi di Indonesia pada tahun 2004 mengakibatkan banyak unggas yang mati atau dimusnahkan
sehingga apabila hal ini dibiarkan saja tanpa adanya upaya pencegahan, akan mendatangkan kerugian
yang cukup besar bagi para peternak unggas. Guna mengantisipasi kemungkinan terjadinya hal
tersebut, perlu dan wajib dilakukan penerapan biosekuriti secara ketat dan tersistem sesuai dengan
arahan Departemen Pertanian yang telah mencanangkan Sembilan langkah strategis pengendalian
penyakit avian influenza yang telah dituangkan dalam sebuah prosedur operasional standar pengen-
dalian penyakit avian influenza (Dirjen Peternakan, 2008) yaitu : 1) penerapan biosekuriti secara
tepat; 2) depopulasi selektif didaerah tertular; 3) vaksinasi; 4) pengendalian lalulintas; 5) surveilans
dan penelusuran; 6) peningkatan kesadaran masyarakat; 7) pengisian kembali unggas; 8) stamping out
didaerah tertular baru; dan 9) monitoring, pelaporan dan evaluasi. Untuk itu bagi para peternak yang
ingin memperoleh keuntungan besar dalam pemasaran produknya, harus menerapkan biosekuriti agar
lebih terjamin, aman, sehat, utuh dan halal.
Eny Martindah, dkk., Tahun 2006 mengemukakan bahwa meskipun Indonesia telah
memiliki standar nasional pencegahan flu burung yang disesuaikan dengan WHO, FAO dan
Organisasi Kesehatan Hewan Internasional (OIE), namun persoalan terbesar adalah pada implementasi
strategi tersebut masih belum maksimal, antara lain : pengawasan lalu lintas unggas dan produksi
unggas yang belum optimal, lemahnya langkah – langkah biosekuriti (terkadang di sektor 3 masih
kurang, sedangkan di sektor 4 tidak menerapkan biosekuriti).
Widyantara et.al (2013) menyatakan bahwa selama ini pemahaman masyarakat akan
biosekuriti hanya sebatas vaksinasi dan pembersihan kandang pada saat setelah panen dan ketika DOC
akan masuk saja. Dari kedua penelitian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa perlu dilakukan
suatu penelitian lanjutan mengenai strategi yang harus diterapkan pada peternak sektor 3 dan sektor 4
dalam mengimplementasikan biosekuriti secara tepat sehingga produksi unggas dapat lebih meningkat
tanpa terjadinya penularan dan penyebaran penyakit baik itu dari manusia ke hewan ternak atau
sebaliknya.
Selama ini para peternak berpikiran bahwa penerapan biosekuriti hanya cukup sebatas
pemberian desinfektan dan vaksinasi saja. Namun hal ini masih belum kuat untuk melindungi
peternakan terhadap bibit penyakit tanpa dilakukannya isolasi dan pengaturan lalu lintas peternakan.
Disamping itu adanya keterbatasan pasokan vaksin dari dinas terkait untuk pencegahan penyakit flu
burung yang saat ini dimungkinkan masih ada meskipun dalam jumlah yang tidak banyak, masih tidak
dapat menimbangi jumlah populasi ternak unggas yang ada. Dengan demikian masih dimungkinkan
terjadinya penularan penyakit flu burung terhadap unggas lainnya. Namun dengan menerapkan
biosekuriti secara utuh, diharapkan dapat menjadi ―tameng‖ terhadap penularan penyakit unggas serta
dapat menghemat biaya untuk pembelian vaksin.
A. Permasalahan
1. Bagaimana kondisi existing penerapan biosekuriti pada peternakan ayam pada lokasi penelitian?
2. Kendala apa yang dihadapi dalam penerapan biosekuriti pada peternakan ayam terhadap
produksi dan kesehatan lingkungan?
3. Bagaimanakah strategi penerapan biosekuriti pada peternakan sektor 3 dan sektor 4 sehingga
dapat menunjang peningkatan hasil produksi?
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kondisi existing penerapan biosekuriti pada peternakan ayam pada lokasi
penelitian;
479
2. Mengetahui kendala yang dihadapi dalam penerapan biosekuriti pada peternakan ayam rakyat
terhadap produksi dan kesehatan lingkungan;
3. Mengetahui strategi penerapan biosekuriti pada peternakan sektor 3 dan sektor 4 sehingga dapat
menunjang peningkatan hasil produksi.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah :
1. Melakukan pengamatan terhadap kondisi existing penerapan biosekuriti pada peternakan ayam;
2. Melakukan kajian terhadap kendala yang dihadapi dalam penerapan biosekuriti pada peternakan
ayam rakyat terhadap peningkatan produksi dan kesehatan lingkungan;
3. Melakukan analisis strategi penerapan biosekuriti pada peternakan ayam rakyat terhadap
produksi dan kesehatan lingkungan.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Potensi dan Prospek Peternakan Unggas
Di Indonesia, potensi unggas yang paling menonjol adalah ayam, baik itu ayam ras maupun
ayam bukan ras (buras/lokal) meskipun jenis unggas lainnya juga berkontribusi dalam pemenuhan
kebutuhan akan daging dan telur, namun masih sedikit dibandingkan dengan ayam. Potensi produk
yang dapat dimanfaatkan dari ayam ini adalah telur dan dagingnya. Pada peternakan rumahan
(sektot 3 dan sektor 4), mayoritas memelihara ayam lokal. Sehingga dapat dikatakan bahwa ternak
ayam lokal dapat menjadi alternatif yang cukup menjanjikan pada pangsa pasar tertentu, karena
usaha peternakan ayam lokal ini dapat dijadiikan tambahan pendapatan keluarga.
Pemeliharaan ternak ayam lokal secara tradisional pada umumnya diumbar dengan sasaran
produksi hanya untuk pemenuhan kebutuhan keluarga saja, sedangkan pada pemeliharaan semi
intensif sasaran produksinya lebih beraneka seperti untuk usaha produksi telur konsumsi, telur tetas
ataupun produksi daging potongan. Pada pemeliharaan ayam intensif sudah banyak diterapkan oleh
spesialisasi usaha misal sebagai ayam petelur saja atau sebagai ayam pedaging saja.
Ternak ayam lokal memiliki beberapa keunggulan dibandingkan jenis unggas lainnya,
diantaranya : (Sumber : Rukmana R., Yudirachman H., 2016. Hal 15 – 21)
1. Penghasil Telur
Beberapa jenis ternak ayam lokal mempunyai potensi produksi cukup tinggi. Penelitian
menunjukkan bahwa produksi telur ayam ras mencapai 259 butir/ekor/tahun sedangkan potensi
lima galur ayam lokal memiliki produksi telur yang cukup tinggi, yaitu ayam Kedu Hitam 215
butir/ekor/tahun, ayam Kedu Putih 197 butir/ekor/tahun, ayam Nunukan 182 butir/ekor/tahun,
ayam Lokal Murni 151 butir/ekor/tahun dan ayam Pelung 119 butir/ekor/tahun.
2. Penghasil daging
3. Sarana hobi
4. Mudah dibudidayakan
5. Daya adaptasi dan tahan terhadap penyakit
6. Harga jual dan permintaan pasar yang relatif stabil
B. Penyakit Menular Pada Ayam
Adanya penyakit unggas dipengaruhi oleh adanya 3 (tga) faktor yaitu : agen penyakit,
inang (unggasnya), dan lingkungannya.
Penanganan penyakit menular pada unggas perlu dilakukan guna mengurangi penyebaran
dan penularan penyakit tersebut menjadi sekecil mungkin sehingga kerugian ekonomi dapat
ditekan seminimal mungkin. Penyakit menular yang menyerang unggas sangatlah beragam dan
seringkali gejala serangannya hampir sama. Beberapa jenis penyakit seperti tetelo (Newcastle
Disease), avian influenza, gumboro (infectius bursal disease) dan cacar (fowl pox) sampai sekarang
belum bisa diobati namun untuk penyebarannya dapat dihambat melalui biosekuriti dan ditunjang
dengan vaksinasi pada unggas. Bahkan beberapa jenis virus tersebut dapat menular dan hidup pada
480
manusia. Oleh karena itu peternak ayam harus memiliki pengetahuan mengenai penyakit tersebut
secara umum, mampu membedakan antara unggas yang sakit dengan yang sehat, serta tahu
bagaimana cara pencegahannya.
C. Konsep Biosekuriti
Biosekuriti merupakan praktik manajemen dengan mengurangi potensi transmisi
perkembangan organisme seperti virus AI dalam menyerang hewan dan manusia.
Menurut Zainudin dan Wibawan (2007), Sistem produksi unggas dikelompokkan
menjadi 4 (empat) sektor. Pembagian sektoral ini berdasarkan atas penerapan biosekuriti dalam
upaya pemberantasan penyakit Avian Influenza. Keempat sektor tersebut, yaitu :
1. Sektor 1
Merupakan peternakan yang melaksanakan biosekuriti yang sangat ketat (high level biosecurity)
sesuai dengan prosedur standar. Dalam sektor ini misalnya golongan industrial integrated
system, peternakan besar, bersifat komersial dengan kisaran jumlah ternak 20.000 – 500.000
ekor.
2. Sektor 2
Merupakan peternakan komersial dengan moderate to high level biosecurity. Yang termasuk
dalam level ini adalah peternakan dimana ayam ditempatkan dalam ruangan tertutup/indoors,
sehingga unggas dan burung lain tidak dapat kontak dengan ternak ayam. Penggunaan kandang
close house atau semi close house. Bersifat komersial dengan jumlah ternak 10.000 – 20.000
ekor.
3. Sektor 3
Peternakan komersial yang melaksanakan biosecurity alakadarnya dan masih terdapat kontak
dengan unggas lain atau orang yang masuk kedalam peternakan. Umumnya peternakan
komersial yang ada di Indonesia masuk dalam sektor ini. Sektor ini bersifat komersial dengan
jumlah ternak 10 – 10.000 ekor.
4. Sektor 4
Merupakan peternakan ayam local yang dilakukan secara tradiosional dengan penerapan
biosekuriti yang sangat minim sekali. Produknya dijual hanya untuk dikonsumsi atau untuk
kebutuhan daerah setempat. Masuk dalam sektor ini adalah peternakan ayam buras di kampung
kampung.
Sementara itu menurut Naipospos (2006), konsep biosekuriti hanya dikenal dilingkup
peternakan sektor 1 (peternakan unggas komersial skala besar dan terintegrasi) dan sektor 2
(peternakan unggas skala menengah). Sedangkan untuk sektor 3 (peternakan komersial skala
menengah dan kecil yang lingkungannya tidak terjaga dengan baik) dan sektor 4 (pemelirahaan
unggas dibelakang rumah, tanpa kandang dan tidak diberi makanan khusus) kesadaran mengenai
pentingnya sanitasi tidak diperhatikan. Ditambahkan oleh Daryanto (2007), jika dibandingkan
dengan sektor 1 dan 2 maka peternakan sektor 3 dan 4 memiliki kelemahan dalam menerapkan
biosekuriti sehingga kedua sektor ini memerlukan perhatian yang serius sejalan dengan
merebaknya kasus Avian Influenza.
Secara garis besar, biosekuriti meliputi tiga komponen penunjang yaitu isolasi,
pengendalian lalu lintas, dan sanitasi (Jeffrey 1997). Ketiga komponen ini juga dapat diterapkan
pada peternakan sektor 4 (Siahaan, 2007)
1. Isolasi adalah pemisahan hewan dalam satu tempat atau lingkungan terkendali atau dapat
diartikan dengan penyediaan pagar pemisah kandang untuk menjaga hewan tidak lepas atau
bercampur dengan hewan yang lain, serta mencegah masuknya hewan lain ke dalam lingkungan
tersebut.
2. Pengendalian dan pengawasan diterapkan terhadap lalu lintas ke dan dari peternakan, serta di
dalam peternakan itu sendiri. Pengendalian lalu lintas juga diterapkan pada unggas, hewan lain,
manusia, bahan, dan peralatan.
3. Sanitasi meliputi pembersihan dan disinfeksi secara teratur, bahan-bahan, dan peralatan yang
masuk ke dalam peternakan dan di dalam peternakan.
481
Sanitasi di lingkungan peternakan dapat dilakukan pada kandang, hewan, pekerja dan sarana
prasarana.
a. Sanitasi kandang, tindakan yang dilakukan :
- Pembersihan dan penyemprotan kandang dilakukan sebelum hewan masuk dengan
menggunakan desinfektan yang telah direkomendasikan dan ramah lingkungan.
- Pembersihan peralatan kandang, seperti tempat pakan dan minum.
- Pembersihan lantai kandang yang dilakukan secara rutin 2-3 kali sekali.
- Pembuangan kotoran ternak yang sebaiknya dibuatkan tempat pembuangan atau
pengolahan sendiri yang agak jauh dari lokasi kandang.
b. Sanitasi hewan, dengan menyemprotkan desinfektan pada saat hewan akan masuk ke dalam
lingkungan peternakan beserta sarana pengangkutannya,
c. Sanitasi pekerja, dilakukan kepada seluruh pekerja yang ada di dalam kandang, tujuannya
agar pekerja yang berpindah dari kandang satu ke kandang lainnya tetap terjaga dalam
kondisi bebas penyakit sehingga tidak terjadi penyebaran penyakit.
d. Sanitasi sarana-prasarana, dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran agen penyakit di
lingkungan peternakan yang disebabkan pemakaian sarana prasarana secara bergantian dari
kandang satu ke kandang lainnya.
D. Penerapan Biosekuriti Tiga Zona
Kurangnya kesadaran para peternak dalam menjaga kebersihan kandang peternakannya
dapat menyebabkan munculnya bibit penyakit menular yang dapat menyerang unggas. Sehingga
perlu untuk membagi wilayah peternakan menjadi 3 (tiga) zona dengan penjagaan kebersihan yang
semakin ketat.
Pembagian peternakan menjadi 3 (tiga) zona ini direkomendasikan oleh Kementan dan
FAO (The Food and Agriculture Organization), yaitu dengan membagi peternakan menjadi 3 (tiga)
area, dari area terkotor ke paling bersih (kandang). Zona ini adalah zona merah, kuning dan hijau.
(sumber : http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/17/11/07/oz0twt423-manfaat-
penggunaan-biosekuriti-tiga-zona-di-peternakan)
1. Zona Merah adalah zona kotor; batas antara lingkungan luar yang kotor, misalnya lokasi
penerimaan dan penyimpanan egg tray/box bekas telur, lokasi penerimaan tamu seperti pembeli
ayam/telur, technical service, pengunjung. Pada area ini, sangat dimungkinkan terjadi cemaran
penyakit.
2. Zona kuning adalah zona transisi dari zona merah (kotor) ke zona hijau (bersih). Area ini hanya
terbatas untuk truk, ransum, DOC, telur. Zona ini hanya diperuntukkan bagi pekerja kandang,
penempatan egg tray yang sudah bersih dan yang sudah terisi telur.
3. Zona hijau adalah zona bersih yang berisi unggas yang diternakan. Zona ini harus selalu terjaga
dan terhindar dari berbagai cemaran penyakit. Yang berada didalam area ini hanyalah pekerja
kandang. Semua yang akan masuk kedalam zona hijau, diwajibkan untuk mengikuti prosedur
pembersihan yang telah diterapkan pada tiap tiap peternakan.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif guna mengidentifikasi bentuk
permasalahan atau kesulitan yang dihadapi oleh petani dalam penerapan biosekuriti selama ini.
B. Lokasi dan Jangka Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi yaitu Kabupaten Malang dan Kabupaten Blitar.
Penentuan lokasi berdasarkan data statistik yang menunjukkan bahwa kabupaten Blitar dan
Kabupaten Malang memiliki angka populasi peternak ayam yang relatif besar dan merupakan
penghasil produksi unggas di Jawa Timur yang mampu menyuplai 60% kebutuhan akan protein
dari unggas di Indonesia.
482
C. Teknik Pengambilan dan Pengumpulan Data
Untuk dapat menangkap kondisi existing peternak dalam menerapkan biosekuriti secara
tepat, maka diperlukan adanya data primer dan data sekunder.
Data primer merupakan data hasil wawancara yang didukung dengan observasi lapangan
dan fokus grup diskusi (FGD) pada saat survei secara langsung ke peternak di wilayah penelitian
dengan menggunakan instrumen penelitian yang berupa kuesioner. Adapun informasi yang di-
peroleh dapat berupa informasi terkait dengan permasalahan dan tujuan penelitian, pengalaman,
pendapat ataupun pengetahuan responden mengenai biosekuriti.
Data sekunder ini berasal dari informasi tentang kondisi peternakan pada kedua wilayah
penelitan yang diperoleh secara langsung dari desa setempat, instansi terkait maupun diperoleh
secara online.
D. Analisa Data
Metode analisa data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dengan menggunakan data
deskriptif untuk mengetahui secara pasti kondisi existing yang ada. Sedangkan untuk mengetahui
permasalahan yang ada saat ini terkait penerapan biosekuriti pada peternakan rakyat tersebut, akan
digunakan analisa deskriptif frekuensi yaitu dengan menentukan prosentase dari tiap tiap
permasalahan yang muncul.
Penentuan strategi biosekuriti peternakan yang diharapkan dapat menunjang peningkatan
produksi ternak pada lokasi penelitian ini, ditentukan dengan melihat adanya kelemahan kelemahan
yang muncul dari masing masing lokasi penelitian yang kemudian ditentukan cara dalam mengatasi
kelemahan tersebut. Namun hal ini juga tidak terlepas adanya peningkatan dari sisi yang lain
misalnya dari sisi pemberian ransum pakan yang bergizi tinggi dan murah, perbaikan sistem
perkandangan, sistem perkawinan silang atau kawin suntik, dan lain lain yang disesuaikan dengan
berbagai teori penunjang dan beberapa hasil penelitian yang sama.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pola Penerapan Biosekuriti Kabupaten Blitar
Aspek Sanitasi
Gambar 1. Aspek Kebersihan Peternakan Unggas Di Kabupaten Blitar
Aspek sanitasi merupakan salah satu komponen utama pada biosekuriti. Dalam penelitian
ini, pengamatan aspek sanitasi yang dilakukan meliputi pengamatan kondisi kebersihan kandang,
kebersihan halaman kandang, kebersihan tempat pakan dan kebersihan tempat minum.
Gambar 1 di atas menunjukkan berdasarkan aspek kebersihan, diketahui peternakan ayam
di Kabupaten Blitar mayoritas memiliki kebersihan halaman kandang yang cukup bersih (48%),
kebersihan tempat minum yang bersih (76%), kebersihan tempat pakan yang bersih (40%), dan
kebersihan kandang secara umum cukup bersih (52%).
483
Aspek Isolasi
Isolasi merupakan pemisahan hewan dalam suatu lingkungan. Dalam penelitian ini,
pengamatan aspek isolasi pada penelitian ini meliputi upaya penanganan ayam sakit, penanganan
ayam yang mati, tindakan karantina bagi ayam baru dan cara perkandangan ayam dalam kandang
berpagar atau tidak.
Gambar 2. Biosekuriti peternakan unggas di Blitar (aspek karantina)
Gambar 2 di atas menunjukkan berdasarkan aspek penanganan ayam sakit dan karantina
ayam baru, diketahui peternakan ayam rakyat di Blitar mayoritas melakukan penanganan pada
ayam yang sakit (92%), dan melakukan karantina terhadap unggas baru (100%).
Gambar 3. Biosekuriti peternakan unggas di Blitar (aspek cara perkandangan)
Gambar 3 di atas menunjukkan berdasarkan aspek cara perkandangan, diketahui
peternakan ayam rakyat di Blitar mayoritas melakukan perkandangan dengan cara berpagar, yaitu
dengan prosentase sebesar 96%, sedangkan sisanya melakukan perkandangan umbaran.
Gambar 4. Aspek Penanganan Peternakan Unggas di Kabupaten Blitar
Gambar 4 di atas menunjukkan aspek penanganan kotoran dan ayammati yang telah
dilakukan oleh sampel peternak. Diketahui peternak ayam rakyat di Kabupaten Blitar mayoritas
melakukan penanganan kotoran ternak dengan cara dibakar (92%), dan penanganan ayam yang
mati juga dengan cara di bakar, akan tetapi dengan prosentase yang lebih sedikit, yaitu 68%.
484
Aspek Pengendalian Lalu Lintas
Gambar 5. Aspek Lalu Lintas Peternakan Unggas Di Kabupaten Blitar
Gambar di atas menunjukkan berdasarkan aspek pengendalian lalu lintas peternakan,
diketahui peternakan ayam rakyat di Blitar mayoritas sudah melakukan pengendalian lalu lintas
pada ternak yang dimiliki, yaitu dengan prosentase sebesar 88%.
B. Pola Penerapan Biosekuriti Kabupaten Malang
Aspek Isolasi
Gambar 6. Aspek Penanganan Peternakan Unggas di Kabupaten Malang
Seperti halnya Kabupaten Blitar, pengamatan aspek isolasi di Kabupaten Malang juga
meliputi : upaya penanganan unggas sakit, penanganan unggas yang mati, tindakan karantina bagi
unggas baru dan cara perkandangan unggas dalam kandang berpagar atau tidak.
Gambar di atas menunjukkan berdasarkan aspek penanganan kotoran dan unggas mati,
diketahui peternakan unggas rakyat di Malang mayoritas melakukan penanganan kotoran ternak
dengan cara dibakar (96%), dan penanganan unggas yang mati juga dengan cara di bakar, dengan
prosentase yang sama, yaitu 96%.
Gambar 7. Biosekuriti peternakan unggas di Malang (aspek karantina)
485
Gambar di atas menunjukkan berdasarkan aspek penanganan unggas sakit dan karantina
unggas baru, diketahui peternakan unggas rakyat di Malang semuanya melakukan penanganan pada
unggas yang sakit (100%), dan juga semuanya melakukan karantina terhadap unggas baru (100%).
Gambar 8. Aspek Cara Perkandangan Peternakan Unggas di Malang
Gambar di atas menunjukkan berdasarkan aspek cara perkandangan, diketahui peternakan
unggas rakyat di Malang mayoritas melakukan perkandangan dengan cara berpagar, yaitu dengan
prosentase sebesar 96%, sedangkan sisanya melakukan perkandangan umbaran.
Aspek Pengendalian Lalu Lintas
Gambar 9. Aspek Lalu Lintas Peternakan Unggas di Malang
Gambar di atas menunjukkan berdasarkan aspek pengendalian lalu lintas peternakan,
diketahui peternakan unggas rakyat di Malang mayoritas sudah melakukan pengendalian lalu lintas
pada ternak yang dimiliki, yaitu dengan prosentase sebesar 96%.
Aspek Sanitasi
Gambar 10. Biosekuriti peternakan unggas di Malang (aspek kebersihan)
Dalam penelitian ini, pengamatan aspek sanitasi yang dilakukan meliputi penagmatan
kondisi kebersihan kandang, kebersihan halaman kandang, kebersihan tempat pakan dan
kebersihan tempat minum.
486
Gambar di atas menunjukkan berdasarkan aspek kebersihan, diketahui peternakan unggas
rakyat di Malang mayoritas memiliki kebersihan halaman kandang yang bersih (64%), kebersihan
tempat minum yang bersih (84%), kebersihan tempat pakan yang bersih (64%), dan kebersihan
kandang secara umum juga bersih (60%).
Secara keseluruhan, pola biosekuriti peternakan unggas rakyat di Blitar adalah memiliki
halaman kandang yang bersih, kebersihan tempat minum yang bersih, kebersihan tempat pakan
yang bersih, kebersihan kandang secara umum juga bersih, penanganan kotoran ternak dan ternak
mati dengan cara dibakar, ada pengendalilan lalu lintas ternak, penanganan unggas sakit dan
karantina terhadap unggas baru dengan cara dipisahkan, dan memiliki perkandangan unggas
dengan cara berpagar.
C. Pengaruh Pelaksanaan Biosekuriti Terhadap Produksi Ternak di Kabupaten Blitar
Hubungan antara pola biosekuriti peternakan unggas rakyat dengan hasil produksi ternak di
Blitar akan dilakukan dengan tabulasi silang (cross tabulation) dan juga akan dihitung korelasinya
menggunakan spearman correlation, yang hasilnya disajikan pada Gambar sebagai berikut:
Gambar 11. Hubungan kebersihan halaman kandang dan hasil produksi ternak di Kabupaten Blitar
Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara kebersihan halaman kandang dan hasil
produksi ternak adalah sebesar 0,287 dan nilai signifikansi 0,164. Karena koefisien korelasi
bertanda positif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua variabel
tersebut positif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Positif menandakan hubungan antara
kebersihan halaman kandang dan hasil produksi ternak adalah searah, indikasinya adalah pada 5
peternakan unggas yang halaman kandangnya kotor, semuanya memiliki hasil produksi ternak yang
tetap. Pada 12 peternakan yang halaman kandangnya cukup bersih, ada 1 yang hasil produksi
ternaknya naik. Sedangkan pada 8 peternakan yang halaman kandangnya bersih, jumlah peternakan
yang hasil produksi ternaknya naik menjadi 2 peternakan. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin
bersih halaman kandang maka hasil produksi ternak peternakan tersebut cenderung naik, walaupun
kenaikannya belum dapat dikatakan signifikan.
Gambar 12. Hubungan Kebersihan Tempat Minum Dan Hasil Produksi Ternak Di Kabupaten Blitar
487
Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara kebersihan tempat minum dan hasil
produksi ternak adalah sebesar 0,206 dan nilai signifikansi 0,324. Karena koefisien korelasi
bertanda positif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua variabel
tersebut positif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Positif menandakan hubungan antara
kebersihan tempat minum dan hasil produksi ternak adalah searah, indikasinya adalah pada 3
peternakan unggas yang tempat minumnya kotor, semuanya memiliki hasil produksi ternak yang
tetap. Pada 3 peternakan yang tempat minumnya cukup bersih, juga semuanya memiliki hasil
produksi ternak yang tetap. Tetapi pada 19 peternakan yang tempat minumnya bersih, ada 3
peternakan yang hasil produksi ternaknya naik. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin bersih
tempat minum ternak maka hasil produksi ternak peternakan tersebut cenderung naik, walaupun
kenaikannya belum dapat dikatakan signifikan.
Gambar 13. Hubungan kebersihan tempat pakan dan hasil produksi ternak di Kabupaten Blitar
Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara kebersihan tempat pakan dan hasil
produksi ternak adalah sebesar 0,410 dan nilai signifikansi 0,042. Karena koefisien korelasi
bertanda positif dan nilai signifikansinya lebih kecil dari 5% maka hubungan antara kedua variabel
tersebut positif dan sudah dapat dikatakan signifikan. Positif menandakan hubungan antara
kebersihan tempat pakan dan hasil produksi ternak adalah searah, indikasinya adalah pada 9
(sembilan) peternakan unggas yang tempat pakannya kotor, semuanya memiliki hasil produksi
ternak yang tetap. Pada 6 (enam) peternakan yang tempat pakannya cukup bersih, juga semuanya
memiliki hasil produksi ternak yang tetap. Tetapi pada 10 (sepuluh) peternakan yang tempat
pakannya bersih, ada 3 (tiga) peternakan yang hasil produksi ternaknya naik. Hasil ini menunjuk-
kan bahwa semakin bersih tempat pakan ternak maka hasil produksi ternak peternakan tersebut
cenderung naik, dan kenaikannya dapat dikatakan signifikan.
Gambar 14. Hubungan Kebersihan Kandang Secara Umum Dan Hasil Produksi Ternak Di Kabupaten
Blitar
Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara kebersihan kandang secara umum dan
hasil produksi ternak adalah sebesar 0,131 dan nilai signifikansi 0,532. Karena koefisien korelasi
bertanda positif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua variabel
tersebut positif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Positif menandakan hubungan antara
kebersihan kandang secara umum dan hasil produksi ternak adalah searah, indikasinya adalah pada
5 peternakan unggas yang kandang secara umum kotor, semuanya memiliki hasil produksi ternak
488
yang tetap. Pada 13 peternakan yang kebersihan kandang secara umum cukup bersih, ada 2 yang
memiliki hasil produksi ternak naik. Sedangkan pada 7 peternakan yang kandang secara umum
bersih, ada 1 peternakan yang hasil produksi ternaknya naik. Hasil ini menunjukkan bahwa
semakin bersih kandang secara umum maka hasil produksi ternak peternakan tersebut cenderung
naik, walaupun kenaikannya belum dapat dikatakan signifikan.
Gambar 15. Hubungan penanganan kotoran ternak dan hasil produksi ternak di Blitar
Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara penanganan kotoran ternak dan hasil
produksi ternak adalah sebesar 0,109 dan nilai signifikansi 0,604. Karena koefisien korelasi
bertanda positif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua variabel
tersebut positif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Positif menandakan hubungan antara
penanganan kotoran ternak dan hasil produksi ternak adalah searah, indikasinya adalah pada 2
peternakan unggas yang penanganan kotoran ternak tidak dibakar, semuanya memiliki hasil
produksi ternak yang tetap. Sedangkan pada 23 peternakan yang penanganan kotoran ternaknya
dibakar, ada 3 peternakan yang hasil produksi ternaknya naik. Hasil ini menunjukkan bahwa
penanganan kotoran ternak dengan cara dibakar akan meningkatkan hasil produksi ternak
peternakan tersebut, walaupun kenaikannya belum dapat dikatakan signifikan.
Gambar 16. Hubungan pengendalian lalu lintas peternakan dan hasil produksi ternak di Blitar
Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara pengendalian lalu lintas peternakan dan
hasil produksi ternak adalah sebesar -0,242 dan nilai signifikansi 0,243. Karena koefisien korelasi
bertanda negatif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua
variabel tersebut negatif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Negatif menandakan hubungan
antara penanganan kotoran ternak dan hasil produksi ternak adalah berlawanan, indikasinya adalah
pada 3 peternakan unggas yang tidak ada pengendalian lalu lintas peternakan, sepertiganya
memiliki hasil produksi ternak yang naik. Sedangkan pada 22 peternakan yang adapengendalian
lalu lintas peternakan, hanya ada 2 peternakan yang hasil produksi ternaknya naik. Hasil ini
menunjukkan bahwa pengendalian lalu lintas peternakan akan sedikit menurunkan hasil produksi
ternak, walaupun penurunan tersebut belum dapat dikatakan signifikan.
489
Gambar 17. Hubungan penanganan unggas sakit dan hasil produksi ternak di Blitar
Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara penanganan unggas sakit dan hasil
produksi ternak adalah sebesar 0,109 dan nilai signifikansi 0,604. Karena koefisien korelasi
bertanda positif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua variabel
tersebut positif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Positif menandakan hubungan antara
penanganan unggas sakit dan hasil produksi ternak adalah searah, indikasinya adalah pada 2
peternakan unggas yang penanganan unggas sakit tidak dipisahkan, semuanya memiliki hasil
produksi ternak yang tetap. Sedangkan pada 23 peternakan yang penanganan unggas sakit
dipisahkan, ada 3 peternakan yang hasil produksi ternaknya naik. Hasil ini menunjukkan bahwa
penanganan unggas sakit dengan cara dipisahkan akan meningkatkan hasil produksi ternak
peternakan tersebut, walaupun kenaikannya belum dapat dikatakan signifikan.
Gambar 18. Hubungan penanganan unggas mati dan hasil produksi ternak di Blitar
Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara penanganan unggas mati dan hasil
produksi ternak adalah sebesar 0,253 dan nilai signifikansi 0,222. Karena koefisien korelasi
bertanda positif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua variabel
tersebut positif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Positif menandakan hubungan antara
penanganan unggas mati dan hasil produksi ternak adalah searah, indikasinya adalah pada 8
peternakan unggas yang penanganan unggas mati tidak dibakar, semuanya memiliki hasil produksi
ternak yang tetap. Sedangkan pada 17 peternakan yang penanganan unggas mati dibakar, ada 3
peternakan yang hasil produksi ternaknya naik. Hasil ini menunjukkan bahwa penanganan unggas
mati dengan cara dibakar akan meningkatkan hasil produksi ternak peternakan tersebut, walaupun
kenaikannya belum dapat dikatakan signifikan.
Gambar 19. Hubungan karantina terhadap unggas baru dan hasil produksi ternak di Blitar
490
Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara karantina terhadap unggas baru dan hasil
produksi ternak tidak bisa dianalisa karena sampel peternakan semuanya menggunakan karantina
dengan cara dipisahkan, sehingga tidak bisa diketahui perbedaannya pada peternakan yang
menggunakan karantina tidak dipisahkan.
Gambar 20. Hubungan cara perkandangan unggas dan hasil produksi ternak di Blitar
Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara cara perkandangan unggas dan hasil
produksi ternak adalah sebesar 0,075 dan nilai signifikansi 0,720. Karena koefisien korelasi
bertanda positif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua variabel
tersebut positif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Positif menandakan hubungan antara cara
perkandangan unggas dan hasil produksi ternak adalah searah, indikasinya adalah pada 1
peternakan unggas yang menggunakan perkandangan umbaran, memiliki hasil produksi ternak
yang tetap. Sedangkan pada 24 peternakan yang menggunakan perkandangan berpagar, ada 3
peternakan yang hasil produksi ternaknya naik. Hasil ini menunjukkan bahwa perkandangan
unggas dengan cara berpagar akan meningkatkan hasil produksi ternak peternakan tersebut,
walaupun kenaikannya sangat kecil atau belum dapat dikatakan signifikan.
D. Pengaruh Pelaksanaan Biosekuriti Terhadap Produksi Ternak Di Kabupaten Malang
Gambar 21. Hubungan kebersihan halaman kandang dan hasil produksi ternak di Kabupaten Malang
Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara kebersihan halaman kandang dan hasil
produksi ternak adalah sebesar -0,061 dan nilai signifikansi 0,772. Karena koefisien korelasi
bertanda negatif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua
variabel tersebut negatif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Negatif menandakan hubungan
antara kebersihan halaman kandang dan hasil produksi ternak adalah berlawanan, indikasinya
adalah pada 1 peternakan unggas yang halaman kandangnya kotor, tetapi memiliki hasil produksi
ternak naik. Pada 8 peternakan yang halaman kandangnya cukup bersih, malah memiliki hasil
produksi ternaknya tetap. Sedangkan pada 16 peternakan yang halaman kandangnya bersih, jumlah
peternakan yang hasil produksi ternaknya naik ada 2 peternakan. Hasil ini menunjukkan bahwa
semakin bersih halaman kandang maka hasil produksi ternak peternakan tersebut cenderung turun,
walaupun penurunan tersebut sangat kecil sehingga belum dapat dikatakan signifikan.
491
Gambar 22. Hubungan kebersihan tempat minum dan hasil produksi ternak di Malang
Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara kebersihan tempat minum dan hasil
produksi ternak adalah sebesar 0,161 dan nilai signifikansi 0,443. Karena koefisien korelasi
bertanda positif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua variabel
tersebut positif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Positif menandakan hubungan antara
kebersihan tempat minum dan hasil produksi ternak adalah searah, indikasinya adalah pada 1
peternakan unggas yang tempat minumnya kotor, memiliki hasil produksi ternak yang tetap. Pada 3
peternakan yang tempat minumnya cukup bersih, juga semuanya memiliki hasil produksi ternak
yang tetap. Tetapi pada 21 peternakan yang tempat minumnya bersih, ada 3 peternakan yang hasil
produksi ternaknya naik. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin bersih tempat minum ternak maka
hasil produksi ternak peternakan tersebut cenderung naik, walaupun kenaikannya belum dapat
dikatakan signifikan.
Gambar 23. Hubungan kebersihan tempat pakan dan hasil produksi ternak di Malang
Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara kebersihan tempat pakan dan hasil
produksi ternak adalah sebesar -0,050 dan nilai signifikansi 0,811. Karena koefisien korelasi
bertanda negatif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua
variabel tersebut negatif dan belum dapat dikatakan signifikan. Negatif menandakan hubungan
antara kebersihan tempat pakan dan hasil produksi ternak adalah berlawanan, indikasinya adalah
pada 2 peternakan unggas yang tempat pakannya kotor, ada 1 peternakan yang memiliki hasil
produksi ternak naik. Pada 7 (tujuh) peternakan yang tempat pakannya cukup bersih, malah hasil
produksi ternaknya tetap. Sedangkan pada 16 peternakan yang tempat pakannya bersih, ada 2
peternakan yang hasil produksi ternaknya naik. Hasil ini menunjukkan bahwa hubungan yang
lemah antara kebersihan tempat pakan ternak dan hasil produksi ternak.
Gambar 24. Hubungan kebersihan kandang secara umum dan hasil produksi ternak di Malang
492
Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara kebersihan kandang secara umum dan
hasil produksi ternak adalah sebesar -0,040 dan nilai signifikansi 0,850. Karena koefisien korelasi
bertanda negatif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua
variabel tersebut negatif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Negatif menandakan hubungan
antara kebersihan kandang secara umum dan hasil produksi ternak adalah berlawanan, indikasinya
adalah pada 1 peternakan unggas yang kandang secara umum kotor, memiliki hasil produksi ternak
yang naik. Pada 9 peternakan yang kebersihan kandang secara umum cukup bersih, malah
semuanya memiliki hasil produksi ternak tetap. Sedangkan pada 15 peternakan yang kandang
secara umum bersih, ada 2 peternakan yang hasil produksi ternaknya naik. Hasil
ketidakkonsistenan ini menunjukkan bahwa hubungan kebersihan kandang secara umum dengan
hasil produksi ternak adalah lemah (mendekati nol).
Gambar 25. Hubungan penanganan kotoran ternak dan hasil produksi ternak di Malang
Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara penanganan kotoran ternak dan hasil
produksi ternak adalah sebesar -0,553 dan nilai signifikansi 0,004. Karena koefisien korelasi
bertanda negatif dan nilai signifikansinya lebih kecil dari 5% maka hubungan antara kedua variabel
tersebut negatif dan dapat dikatakan signifikan. Negatif menandakan hubungan antara penanganan
kotoran ternak dan hasil produksi ternak adalah berlawanan, indikasinya adalah pada 1 peternakan
unggas yang penanganan kotoran ternak tidak dibakar, memiliki hasil produksi ternak yang naik.
Sedangkan pada 24 peternakan yang penanganan kotoran ternaknya dibakar, hanya ada 2
peternakan yang hasil produksi ternaknya naik, yang secara prosentase jumlah peternakan yang
hasil produksinya naik semakin kecil. Hasil ini menunjukkan bahwa penanganan kotoran ternak
dengan cara dibakar akan menurunkan hasil produksi ternak peternakan tersebut secara signifikan.
Gambar 26. Hubungan pengendalian lalu lintas peternakan dan hasil produksi ternak di Malang
Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara pengendalian lalu lintas peternakan dan
hasil produksi ternak adalah sebesar 0,075 dan nilai signifikansi 0,720. Karena koefisien korelasi
bertanda positif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua variabel
tersebut positif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Positif menandakan hubungan antara
penanganan kotoran ternak dan hasil produksi ternak adalah searah, indikasinya adalah pada 1
peternakan unggas yang tidak ada pengendalian lalu lintas peternakan, memiliki hasil produksi
493
ternak yang tetap. Tetapi pada 24 peternakan yang ada pengendalian lalu lintas peternakan, ada 3
peternakan yang hasil produksi ternaknya naik. Hasil ini menunjukkan bahwa pengendalian lalu
lintas peternakan akan sedikit meningkatkan hasil produksi ternak, walaupun kenaikan tersebut
belum dapat dikatakan signifikan.
Gambar 27. Hubungan penanganan unggas sakit dan hasil produksi ternak di Malang
Gambar di atas menunjukkan korelasi antara penanganan unggas sakit dan hasil produksi
ternak tidak bisa dilakukan, karena semua peternakan di Malang menggunakan cara pemisahan
dalam menangani unggas sakit.
Gambar 28. Hubungan penanganan unggas mati dan hasil produksi ternak di Malang
Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara penanganan unggas mati dan hasil
produksi ternak adalah sebesar 0,075 dan nilai signifikansi 0,720. Karena koefisien korelasi
bertanda positif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua variabel
tersebut positif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Positif menandakan hubungan antara
penanganan unggas mati dan hasil produksi ternak adalah searah, indikasinya adalah pada 1
peternakan unggas yang penanganan unggas mati tidak dibakar, memiliki hasil produksi ternak
yang tetap. Sedangkan pada 24 peternakan yang penanganan unggas mati dibakar, hanya ada 3
peternakan yang hasil produksi ternaknya naik. Hasil ini menunjukkan bahwa penanganan unggas
mati dengan cara dibakar akan sedikit meningkatkan hasil produksi ternak peternakan tersebut,
walaupun kenaikannya belum dapat dikatakan signifikan.
Gambar 29. Hubungan karantina terhadap unggas baru dan hasil produksi ternak di Malang
494
Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara karantina terhadap unggas baru dan hasil
produksi ternak tidak bisa dianalisa karena sampel peternakan semuanya menggunakan karantina
dengan cara dipisahkan, sehingga tidak bisa diketahui perbedaannya pada peternakan yang
menggunakan karantina tidak dipisahkan.
Gambar 30. Hubungan cara perkandangan unggas dan hasil produksi ternak di Malang
Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara cara perkandangan unggas dan hasil
produksi ternak adalah sebesar 0,075 dan nilai signifikansi 0,720. Karena koefisien korelasi
bertanda positif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua variabel
tersebut positif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Positif menandakan hubungan antara cara
perkandangan unggas dan hasil produksi ternak adalah searah, indikasinya adalah pada 1
peternakan unggas yang menggunakan perkandangan umbaran, memiliki hasil produksi ternak
yang tetap. Sedangkan pada 24 peternakan yang menggunakan perkandangan berpagar, ada 3
peternakan yang hasil produksi ternaknya naik. Hasil ini menunjukkan bahwa perkandangan
unggas dengan cara berpagar akan meningkatkan hasil produksi ternak peternakan tersebut,
walaupun kenaikannya sangat kecil atau belum dapat dikatakan signifikan.
E. Kendala yang dihadapi peternak dalam menerapkan biosekuriti
Gambar 31. Penerapan biosekuriti yang masih dibawah rata-rata
Gambar di atas menunjukkan kelemahan peternak baik yang ada di Kabupaten Blitar
maupun Kabupaten Malang adalah berkaitan dengan kebersihan, baik kebersihan halaman
kandang, kebersihan tempat minum, kebersihan tempat pakan, dan kebersihan kandang secara
umum. Keempat aspek tersebut perlu menjadi perhatian karena semakin bersih halaman kandang,
tempat minum, tempat pakan, dan kandang secara umum, akan meningkatkan hasil produksi ternak
walaupun kenaikannya tidak signifikan.
495
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Penerapan biosekuriti yang meliputi isolasi ternak, pengawasan lalu lintas dalam peternakan dan
sanitasi peternakan unggas di Kabupaten Blitar dan Malang mayoritas telah melaksanakan
biosekuriti.
2. Dari hasil analisa data yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner, dapat dilihat bahwa pada
kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang menunjukkan bahwa terdapat adanya pengaruh
terhadap peningkatan hasil produksi dan kesehatan lingkungan peternakan, meskipun tidak
terlalu besar. karena ada faktor lain yang juga berpengaruh terhadap peningkatan hasil produksi
ternak unggas, salah satunya yaitu terkait dengan pakan. kelemahan peternak yang ada di
Kabupaten Blitar maupun Kabupaten Malang adalah berkaitan dengan kebersihan, baik
kebersihan halaman kandang, kebersihan tempat minum, kebersihan tempat pakan, dan
kebersihan kandang secara umum. Keempat aspek tersebut perlu menjadi perhatian.
3. Berdasarkan dari hasil analisa yang ada dapat diketahui bahwa kendala yang dihadapi oleh
peternak mayoritas terkait dengan masalah kebersihan, baik itu kebersahan tempat pakan,
kebersihan tempat minum, kebersihan kandang dan kebersihan halaman kandang. Sehingga
perlu ditingkatkan lagi kualitas kebersihan kandang.
B. Saran
Secara umum, dari hasil analisa data pada kedua lokasi penelitian (Kabupaten Malang dan
Kabupaten Blitar) dapat diketahui bahwa masih kurangnya kesadaran para peternak terhadap
penanganan kebersihan lingkungan peternakan. Sehingga hal yang seharusnya dilakukan adalah
memberikan pengecekan, pengawasan secara rutin dan pengarahan kepada peternak bahwa
kebersihan lingkungan dan kandang sebagai bagian dari sanitasi lingkungan kandang yang
merupakan salah satu faktor terpenting penunjang produksi ternak. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan oleh para peternak sebelum memulai usaha ternak unggas, yaitu : ketepatan penentuan
lokasi kandang, bahan baku yang akan digunakan, dan proses pembuatan kandang (pengukuran
ventilasi dan penerangannya). Karena kandang tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal saja
tetapi juga merupakan tempat ternak melakukan semua aktivitasnya. Kandang juga harus dapat
melindungi ternak dari pengaruh cuaca, binatang liar dan manusia yang dapat mengganggu
perkembangan ternak (Ustomo E. 2016) Disamping itu, kondisi lingkungan kandang yang tidak
bersih dapat menyebabkan munculnya bakteri atau mikroorganisme yang dapat menyebabkan
timbulnya penyakit berbahaya pada unggas.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2016. Kabupaten Malang dalam Angka. 2016. Malang: Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik. 2016. Kabupaten Blitar dalam Angka. 2016. Blitar : Badan Pusat Statistik
Cahyono, B., 2012. Ayam Buras Pedaging. Depok : Penebar Swadaya. 132h.
Daryanto A. 2007. Biosekuriti : Titik Krusial Dalam Perunggasan. http://www.trobos.com (19 Juli
2008).
(Deptan RI) Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2008. Lampiran Peraturan Menteri Pertanian
No 28/Permentan?OT.140/5/2008; Pedoman Penataan Kompartemen dan Penataan Zona Usaha
Perunggasan. http://www.ditjennak.go.id/regulasi%5Clamp_permentan28_2008.pdf (27
Oktober 2008).
Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur. 2015. Standar Operasional Prosedur (SOP)
PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA (FLU
BURUNG). 110 Halaman.
Fadilah. R, 2013. Super Lengkap Beternak Ayam Broiler. Jakarta : Agro Media Pustaka. 246 hal.
496
Hale, E.G. 1969. Domestication and The Evolution of Behaviour in The Behaviour of Domestic
Animals. E. S. E Hafez (Editor). London : Balliere, Tindall and Cassell.
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/17/11/07/oz0twt423-manfaat-penggunaan-
biosekuriti-tiga-zona-di-peternakan)
Jefrey JS. 1997. Biosecurity of Poultry Focks. Poultry fact sheet. No 26.
Kurniawan W. 2016. Biosekuriti Peternakan Unggas. Jakarta: GITA Pustaka. Hal : 21 – 23.
Martindah E, Priyanti A, Nurhayati IS. 2006. Kajian Pelaksanaan Kebijakan Pengendaian Penyakit
Avian Influenza di Lapang. Dalam Subandrio, Diwiyanto K, Kompyang IP, Inounu I, Setioko
AR, Ketaren PP, Suparyanto A, Priyanti A, penyunting. Prosiding Lokakarya Nasioal Inovasi
Teknologi Dalam Mendukung Usaha Ternak Unggas Berdaya Saing. Semarang, 4 Agustus
2006. Bogor (Indonesia) : Puslitbangnak. Hlm. 168 – 175.
Naipospos TS. 2006. Restrukturisasi Industri Perunggasan. http://www.kompas.com (19 Juli 2008).
Nuroso. 2010. Ayam Kampung Pedaging, Hari per Hari, Panduan Praktis Bagi Peternak Pemula.
Depok : Penebar Swadaya. 108h.
Ustomo E. 2016. 99% Gagal Beternak Ayam Broiler. Jakarta : Penebar Swadaya. 188h.
Siahaan SJ. 2007. Pengaruh Tingkat Biosekuriti Terhadap Pemaparan Avian Influena Pada Unggas
Air. (Tesis) Dalam Yatmiko A. Kondisi Biosekuriti Peternakan Unggas Sektor 4 Di Kabupaten
Cianjur. Institut Pertanian Bogor.
Widyantara, PRA, Wiyana, IK.A., Sarini, NP. 2013. Tingkat Penerapan Biosekuriti Pada Peternak
Ayam Pedaging Kemitraan di Kabupaten Tabanan dan Gianyar. E-Journal Peternakan
Tropika. Vol 1 Tahun 2013. Hal 45 – 57.
Winarsih, WH. 2014. Ternak Unggas, Ketahanan Pangan dan Nilai Tukar Petani. Surabaya : UNESA
University Press. 108 h.