PENGALAMAN PSIKOSOSIAL ANAK REMAJA PUTRI DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK PUTRA
UTAMA 3 TEBET
SKRIPSI
Ditujukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh:
NOVIA PUTRI ASTUTI 109104000012
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014M/ 1435H
ii
iii
iv
v
vi
vii
“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-
lapanglah dalam majlis.” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu.” maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu, dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-Mujadilah: 11).
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
Orang tua Ayahanda Sugiyarto dan Ibunda Elly
triastuti yang telah mencurahkan kasih sayangnya,
waktu, biaya, tenaganya untuk mendidik dan
mengasuh aku selama ini. Terima kasih atas segala
semangat, nasehat, dan kasih sayang yang telah
engkau berikan yang membuat aku bangga dibesarkan
oleh mama dan papa. Aku tahu aku tidak akan
mungkin bisa membalas itu semua, tapi semua itu
memotivasi aku untuk melakukan hal yang lebih baik
untuk mama dan papa.
Alm. Mbah kakung yang telah tenang disisiNya.
Mbah, meskipun engkau telah tiada, namun semua
kata-kata engkau masih ku ingat. Betapa inginnya
engkau melihat cucumu menjadi seorang pegawai
tenaga kesehatan disetiap akhir teleponmu. Aku
hanya berharap diwisudaku adanya kehadiran kalian,
namun semua hanya harapan, Allah lebih menyayangi
kalian. Tenang disisiNya mbah, aku akan mencoba
berusaha menjadi cucu kebanggaan kalian.
Sahabatku Arindi Yesitha Dewi yang selalu
memberikan dukungan ketika sedang bosan ditengah-
tengah mengerjakan skripsi. Terima kasih waktunya
untuk hanya sekedar mendengar keluh kesahku selama
ini.
LandJ sahabat 24 jam non stop hits ku (Geisandra
Astaqviani Putri, Fidinia Hastuti, Nur Qomariah,
Erythrina Julianti, Nining Ratnasari, Sih Utami
Sri Hartati). Terima kasih dukungan, waktu, humor,
kasih sayang kalian selama ini. Kalian sahabat
terbaikku.
viii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Januari 2013 Novia Putri Astuti, NIM: 109104000012 Pengalaman Psikososial Anak Remaja Putri di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet Xviii + 86 halaman + 7 lampiran
ABSTRAK
Tugas perkembangan pada masa remaja adalah tahap pencarian identitas diri dimana peran orang tua, teman sebaya, kakak atau orang tua asuh sangat berarti dalam memberikan dukungan terkait pengalaman psikososial anak remaja. Tingginya pengaruh teman sebaya dalam aspek psikososial remaja membuat remaja merasa puas jika tahap tersebut dapat dilalui dengan baik, jika tahap psikososial dilalui dengan buruk, maka akan muncul ketidakadekuatan sehingga berpotensi untuk kegagalan. Penelitian ini merupakan studi kualitatif dengan desain fenomenologi. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Peneliti menggunakan metode wawancara mendalam pada 7 informan perempuan di panti asuhan untuk mengetahui pengalaman psikososial mereka selama di panti asuhan. Hasil penelitian didapat bahwa pengalaman psikososial anak remaja putri di panti asuhan terdiri dari beberapa tema yaitu (a) pengalaman selama di panti (b) support system anak remaja putri di panti asuhan (c) hubungan remaja putri dipanti asuhan dengan orang tua (d) psikososial remaja putri di panti asuhan. Penelitian ini menunjukkan bahwa remaja putri di panti asuhan tidak memiliki masalah psikososial. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, baiknya panti asuhan mempertahankan dan meningkatkan kualitas pengasuhan bagi anak asuh sehingga masalah psikososial tidak akan muncul pada anak asuh yang berada dipanti asuhan.
Kata kunci: pengalaman psikososial, remaja putri, panti asuhan Daftar bacaan 85 (1996-2013)
ix
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES SCIENCE STUDY NURSING PROGRAM ISLAMIC STATE UNIVERSITY (UIN) Syarif hidayatullah Jakarta Undergraduate Thesis, September 2013 Novia Putri Astuti, NIM: 102104000012 Adolescent Girl’s Psychosocial Experience in Orphanage Pura Utama 3 Tebet xviii + 86 pages + 7 appendix
ABSTRACT
Developmental task in adolescence is the stage of searching for identity in which the role of parents, peers, brother or foster parents are very significant in providing support related to adolescent psychosocial experiences. The high influence of peers on adolescent psychosocial aspects make teens feel satisfied if the stage well-passed, if passed by poor psychosocial stage, it would be inadequate that potential for failure. This study is a qualitative study with a phenomenological design. Sampling method waspurposive sampling. Researchers used in-depth interviews at 7 adolescent girls at the foster care to find out their psychosocial experiences. The result is that the child 's psychosocial experiences of adolescent girl at the foster care consists of several themes,namely (a) experience in the orphanage (b) support system of adolescent girls in an orphanage (c) relationship with parents (d) psychosocial of adolescent girls in an orphanage. This study shows that teenage girls at the orphanage did not have psychosocial problems. Based on these results, the orphanage should maintain and improve the quality of care for foster children so that psychosocial problems will not show up in orphanages that are infostercare. Keywords : psychosocial experience, adolescent girls, foster care Reading list 85 (1996-2013)
x
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat, taufik dan hidayat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal
skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW, pembawa syari’ah-Nya yang universal bagi semua manusia
dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman. Atas nikmat-Nya dan
karunia-Nya Yang Maha Besar sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal
skripsi yang berjudul “Pengalaman Psikososial Anak Remaja Putri Usia
13-18 Tahun di Panti Sosial Anak Putra Utama 3 Tebet”.
Dalam penyusunan proposal skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan
yang peneliti jumpai namun syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah-
Nya, kesungguhan, kerja keras dan kerja keras disertai dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung, segala kesulitan dapat
diatasi dengan sebaik-baiknya yang pada akhirnya proposal skripsi ini dapat
diselesaikan.
Oleh sebab itu, pada kesempatan kali ini peneliti ingin mengucapkan
terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.Andselaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Waras Budi Utomo S.Kep, Ns, MKM selaku Ketua Program Studi
Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
xi
dan Ibu Eni Nuraini Agustini, S.Kep, MSc selaku sekretaris Program
Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Ibu Maftuhah, M.Kep, Ph.D selaku pembimbingpertama yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran selama membimbing peneliti dan
memberikan banyak masukan, pengetahuan, dan bimbingan pada
peneliti.
4. Ibu Ita Yuanita, Skp, M. Kepselaku pembimbing kedua yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran selama membimbing peneliti dan
memberikan banyak masukan, pengetahuan, dan bimbingan pada
peneliti.
5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen atau Staf Pengajar Program Studi Ilmu
Keperawatan yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada
peneliti selama duduk pada bangku kuliah serta staff akademik Bapak
Azib Rosyidi, S.Psi dan Ibu Syamsiyah yang telak memudahkan
birokrasi.
6. Kepala serta segenap Staf Panti Sosial Asuhan Anak PutraUtama 3 Tebet
yang memberikan informasi serta data dalam studi pendahuluan yang
dilakukan oleh peneliti.
7. Orang Tua peneliti yaituBapak Sugiyarto dan Ibu Elly Tri Astuti yang
selalu memberikan kasih sayang tak terhingga kepada anaknya,
mendoakan serta memberikan dorongan dan masukan baik materiil
maupun non materiil.
xii
8. Keluarga besar peneliti yang selalu memberikan dukungan baik mateiil
maupun non materiil.
9. Seluruh teman-teman angkatan 2009 yang selalu saya sayangi,
memberikan makna kebersamaan, motivasi, dan membantu saya dalam
melaksanakan tugas.
Penulis sangat menyadari bahwa pada penyusunan proposal skripsi ini, masih
terdapat banyak kekurangan dan belum sempurna karena keterbatasan yang
peneliti miliki, karena sesungguhnya kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga peneliti dapat
memperbaiki proposal skripsi ini. Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi pembaca yang
mempergunakannya terutama untuk proses kemajuan pendidikan selanjutnya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.
Ciputat, Januari 2014
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL .......................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... vi
LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................ vii
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
ABSTRACT .................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR .................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5
E. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 7
A. Pengalaman .......................................................................................... 7
B. Psikososial ............................................................................................ 7
xiv
C. Remaja.................................................................................................. 13
D. Psikososial remaja ................................................................................ 19
E. Panti asuhan ......................................................................................... 21
F. Penelitian terkait................................................................................... 28
G. Kerangka Teori..................................................................................... 30
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH .................... 31
A. Kerangka Konsep ................................................................................. 31
B. Definisi Istilah ...................................................................................... 32
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 33
A. Desain Penelitian .................................................................................. 33
B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian .............................................. 34
C. Instrumen Penelitian............................................................................. 34
D. Informan Penelitian .............................................................................. 34
E. Teknik Pengambilan Informan ............................................................. 35
F. Tahapan Pengambilan Data ................................................................. 36
G. Teknik Analisis Data ............................................................................ 39
H. Validasi Data ........................................................................................ 43
I. Etika Penelitian .................................................................................... 44
BAB V HASIL PENELITIAN .................................................................... 46
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian .................................................. 46
B. Hasil penelitian ..................................................................................... 49
BAB VI PEMBAHASAN ............................................................................. 68
A. Keterbatasan penelitian ........................................................................ 68
xv
B. Pembahasan Hsil Penelitian ................................................................. 68
BAB VII PENUTUP ...................................................................................... 85
A. Kesimpulan .......................................................................................... 85
B. Saran ..................................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xvi
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman
Tabel 2.1 Nursing Care Plan untuk Peran Keluarga sebagai pemberi perawatan
(caregiver) ..................................................................................... 13
Tabel 2.2 Penelitian Terkait .......................................................................... 27
Tabel 5.1 Karateristik Informan Utama ......................................................... 45
xvii
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan Halaman
Bagan 2.1 Kerangka Teori .................................................................................31
Bagan 3.1 Kerangka Konseptual ........................................................................32
Bagan 4.1 Teknik Analisis Data.........................................................................40
Bagan 5.1. Skema Tema 2...................................................................................53
Bagan 5.2. Skema Tema 3...................................................................................55
Bagan 5.3. Skema Tema 4...................................................................................57
Bagan 5.4. Skema Tema 5...................................................................................59
Bagan 5.5. Skema Tema 6...................................................................................61
Bagan 5.6. Skema Tema 7...................................................................................67
Bagan 5.7. Skema Tema 8...................................................................................68
Bagan 5.8. Skema Tema 9...................................................................................70
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Nursing Care Plan
Lampiran 2 Permohonan Izin Studi Pendahuluan
Lampiran 3 Pemberian Izin Studi Pendahuluan dari Walikota Jakarta Selatan
Lampiran 4 Pedoman Wawancara Informan Utama
Lampiran 5 Pedoman Observasi
Lampiran 6 Lembar Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 7 Lembar Persetujuan Responden
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pengalaman merupakan suatu hal yang pernah dialami oleh seseorang
yang berpengaruh terhadap kehidupannya kelak. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, pengalaman adalah yang pernah dialami (dijalani, dirasai,
ditanggung, dsb). Pengalaman bagi anak dapat menjadi suatu hal yang
membahagiakan ataupun dapat menyakitkan sehingga akan membuat trauma
ataupun hambatan bahkan keterlambatan pada proses tumbuh
kembang.Menurut beberapa ahli, pengalaman sebelumnya bagi remaja sangat
berpengaruh terhadap perkembangannya (Santrock, 2003).
Tugas perkembangan pada masa remaja merupakan tahap pencarian
identitas. Hal tersebut meliputi pemilihan dalam pekerjaan, mengadopsi nilai
dan kepercayaan yang ada di lingkungan, serta mengembangkan kepuasan
identitas seksual (Papalia, 2003). Pencarian identitas merupakan tugas utama
perkembangan psikososial remaja. Remaja harus membentuk hubungan
sebaya yang dekat atau tetap terisolasi secara sosial. Remaja bekerja mandiri
secara emosional dari orang tua sambil mempertahankan ikatan keluarga
(Potter, 2005). Dalam pencarian identitas tersebut, peran orang tua sangatlah
penting dalam membangun attachment dan merupakan sistem dukungan
ketika remaja menjajaki suatu dunia sosial yang lebih luas dan lebih kompleks
(Santrock, 2002).
2
Kenyataan menunjukkan bahwa masih terdapat sejumlah besar anak-anak
terlantar yang tidak mendapatkan dukungan dari orang tua sehingga tidak
memiliki kesempatan yang cukup untuk dapat berkembang secara optimal
dalam hal fisik, mental, dan sosial. Hasil sensus penduduk tahun 2010
dilaporkan bahwa terdapat 20.880.734anak usia 15 hingga 19 tahun di
Indonesia yang terdiri dari 10.614.306 anak laki-laki dan 10.266.428 anak
perempuan (Badan Pusat Statistik, 2010). Menurut rekapitulasi data
penyandang masalah kesejahteraan sosial 2010terdapat 3.115.777 anak
terlantar(Kemensos, 2011).
Menyoroti banyaknya anak terlantar, maka negara memfasilitasi adanya
panti asuhan yang merupakan pelayanan yang berfokus pada kesejahteraan
anak untuk memberikan pemenuhan kebutuhan fisik, mental dan sosial bagi
anak terlantar sehingga terpenuhi kebutuhan dalam perkembangan
kepribadiannya sesuai dengan tahap perkembangan seusianya, serta
memberikan pelayanan subtitutif yaitu menggantikan peran orang tua dalam
mencapai kesejahteraan anak. Berdasarkan data Kementrian Sosial Republik
Indonesia, terdapat 6810 panti di Indonesia dan kurang lebih 5846 panti
asuhan anak (Kemensos, 2011).
Selain panti asuhan, kepedulian negara akan kesejahteraan anak
dituangkan dalam Undang-undang Republik Indonesia No.23 tahun 2002
pasal 22 tentang perlindungan anak menyatakan bahwa negara dan pemerintah
berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana dan
prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Dalam ketentuan
tersebut yang termasuk dalam dukungan sarana prasarana misalnya sekolah,
3
lapangan bermain, lapangan olahraga, rumah ibadah, balai kesehatan, gedung
kesenian, tempat rekreasi, ruang menyusui, tempat penitipan anak, dan rumah
tahanan khusus anak (Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2002).
Panti asuhan merupakan penampungan pembinaan fisik, mental, sosial
serta wadah untuk memberikan pendidikan, pelatihan, keterampilan,
kemandirian bagi anak terlantar. Anak dipanti asuhan biasanya karena korban
kekerasan pada anak, penelantaran anak, keluarga dengan penyalahgunaan zat,
keluarga yang tidak memiliki tempat tinggal, dan kurangnya pelayanan yang
menekankan penempatan pencegahan dan penyatuan keluarga kembali (Kools,
2012). Hal tersebut yang mungkin akan menyebabkan beberapa masalah.
Menurut Kools et al (2012) anak yang masuk ke panti asuhan mempunyai
pengalaman yang buruk terhadap kesehatan dan kesejahteraan meliputi
kekerasan pada anak dan ditelantarkan yang sangat signifikan berisiko tinggi
terhadap semua masalah kesehatan meliputi fisik, mental, dan perkembangan.
Hal ini ditegaskan oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dowdell et
al (2009) bahwa perempuan di panti asuhan memiliki risiko tinggi
dikarenakan adanya pengalaman yang buruk terkait dengan penganiayaan,
masalah kesehatan yang kronis, ketidakstabilan dalam hal penempatan di panti
asuhan yang terdiri dari 84% perempuan mengalami kekerasan fisik, 95%
mengalami kekerasan dari orang tua biologis, kekerasan seksual 81%, dan
68% mendapat kekerasan seksual lebih dari satu orang. 95% mengalami
penelantaran, 51% diklasifikasikan dengan penelantaran tingkat sedang dan
kronis. 100% hampir mengalami kekerasan seksual dan secara tidak langsung
perilaku tersebut dilakukan oleh anak remaja yang lain. 92% perempuan
4
pernah mengalami 2 atau lebih perubahan dalam orang tua asuh dari usia 16
tahun. Lebih dari 1/3 perempuan (39.2%) mengalami 4 atau lebih perbedaan
situasi saat tinggal kurang dari 1 bulan. Selain itu, penelitian lain yang
dilakukan oleh Susan Kools terkait dengan dimensi kesehatan pada remaja di
panti asuhan menyebutkan bahwa perempuan memiliki kepuasan lebih rendah
terhadap kesehatan dan harga diri dan lebih tidak nyaman terhadap fisik dan
emosional (Kools, 2012).
Teori Abraham Maslow mengenai lima hierarki kebutuhan dasar manusia
(five hierarchy of needs) yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan
dan keamanan, kebutuhan mencintai dan dicintai, kebutuhan harga diri, dan
kebutuhan aktualisasi diri menggambarkan bahwa untuk mendapatkan
aktualisasi diri yang tinggi maka kebutuhan sebelumnya harus terpenuhi.
Sedangkan anak di panti asuhan mengalami berbagai masalah terkait dengan
penempatan, pengalaman di masa lalu yang kemungkinan dapat
mempengaruhi perkembangannya kelak.
Dilihat dari keterbatasan panti asuhan dalam mengimplementasikan hal-
hal yang menyangkut kesejahteraan anak yang kemungkinan besar
berpengaruh pada proses tumbuh kembang anak serta ditemukannya masalah
terkait dengan adanya kepuasan yang rendah pada remaja perempuan
mengenai kesehatan dan harga diri yang akan berpengaruh terhadap
pemenuhan tugas terkait dengan proses tumbuh kembangnyadalam hal
pencarian identitas maka sangatlah penting untuk dilakukan penelitian
mengenai pengalaman psikososial anak remaja putri di panti asuhan.
5
B. Rumusan masalah
Pengalaman anak sangat berpengaruh bagi tumbuh kembangnya. Berbagai
studi mengenai anak, kebutuhan akan figur attachment, dimensi kesehatan
pada anak, bahkan kesehatan dan perkembangan anak di panti asuhan sudah
dilakukan. Penelitian mengenai pengalaman psikososial anak remaja putri di
panti asuhan belum ada, padahal pengalamanpsikososial anak remaja putri di
panti asuhan perlu diperhatikan demi kesejahteraan anak dalam pencapaian
tugas tumbuh kembangnya sesuai dengan Undang-Undang Republik
Indonesia No.23 tahun 2002. Dengan demikian, peneliti ingin mengetahui
bagaimana pengalaman psikososial anak remaja putri di panti asuhan.
C. Tujuan penelitian
Diketahuinya pengalaman psikososial anak remaja putri di panti asuhan
D. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoritis dan
maupun praktis.
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan studi tentang
tumbuh kembang anak, khususnya studi pengalaman psikososial anak
remaja putri di panti asuhan.
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini sekiranya dapat digunakan sebagai bahan masukan
bagi Departemen Sosial RI, Kementrian Kesehatan RI, Kementrian
Pemberdayaan Perempuan dan Pemberdayaan Anak, dan keluarga pada
6
umumnya dan para pengelola panti asuhan pada khususnya dalam
memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan pelayanan kesejahteraan
anak-anak panti asuhan, khususnya berkaitan dengan pengasuhan anak di
panti asuhan sehingga anak mendapatkan pengalaman psikososialyang
menyenangkan yang akan berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya.
E. Ruang lingkup penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta untuk pengalaman psikososial anak remaja putri di panti
asuhan. Subjek yang diteliti adalah anak remaja putri usia 10-19 tahun di Panti
Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3. Data yang diambil adalah data primer
berupa wawancara mendalam dan observasipada anak remaja putri usia 10-19
tahun. Penelitian ini dilakukan dengan penelitian kualitatif yaitu desain
fenomenologi. Alasan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengalaman psikososial anak remaja putri di Panti Asuhan, dikarenakan belum
pernah dilakukan penelitian mengenai pengalaman psikososial anak remaja
putri di Panti Asuhan tersebut pada khususnya dan di Indonesia pada
umumnya.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengalaman
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengalaman memiliki arti yang
pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung, dan sebagainya). Perkembangan
disebabkan bukan saja oleh interaksi proses biologis, kognitif, dan sosial tetapi
juga oleh interaksi kematangan dan pengalaman(Santrock, 2003). Beberapa
ahli menekankan pentingnya pengalaman dalam perkembangan anak. Menurut
Hurlock (2012) salah satu faktor yang mempengaruhi sikap terhadap
perubahan dalam perkembangan pengalaman. Topik perkembangan mengenai
pengalaman dini dan selanjutnya (early-later experience) yang memusatkan
perhatian pada seberapa jauh pengalaman dini terutama masa anak awal atau
pengalaman selanjutnya menjadi kunci penentu perkembangan(Bowlby, 1989
dalam Santrock, 2003).Pengalaman tersebut mencakup lingkungan biologis
anak seperti gizi, perawatan kesehatan, obat, dan kecelakaan fisik sampai pada
lingkungan sosial keluarga, teman sebaya, sekolah, masyarakat, media, dan
budaya.
B. Psikososial
1. Definisi psikososial
Psikososial adalah suatu studi mengenai hubungan antara individu
dengan kelompok. Psikososial terdiri dari psikologis dan sosial. Psikologis
merupakan bagaimana pikiran, perasaan, dan perilaku individu
dipengaruhi oleh orang lain. Sedangkan sosial merupakan interaksi dan
8
teori pertukaran sosial pada tingkat mikro, dinamika kelompok dan
perkembangan kelompok (Papalia, 2003).
Psikososial berkaitan dengan pengaruh faktor sosial pada individu,
fikiran atau perilaku individu dan saling berhubungan antara perilaku
dengan faktor-faktor sosial tersebut (The Oxford English Dictionary, 1991
dalam Ahearn, 2000).WHO (1996, dalam Ahern, 2000) mendefinisikan
kesejahteraan psikososial didapat ketika individu sehat secara fisik,
mental, dan sosial dan tidak ada satupun penyakit ataupun kelemahan.
2. Aspek psikososial
Erikson percaya bahwa kepribadian berkembang dalam beberapa
tahap. Teori Erikson mendeskripsikan dampak dari pengalaman sosial
terhadap sepanjang kehidupan. Salah satu aspek tahap teori psikososial
Erikson adalah berkembangnya identitas ego. Identitas ego adalah
perasaan yangdisadari bahwa kita berkembang melalui interaksi sosial.
Menurut Erikson, identitas ego akan terus-menerus berubah karena
pengalaman baru dan informasi yang diperoleh dalam interaksi sehari-hari
dengan orang lain. Selain itu,Erikson juga percaya bahwa rasa kompetensi
memotivasi perilaku dan tindakan. Setiap tahap dalam teori
Eriksonberfokus pada kompetensi dalam area kehidupan. Jika setiap tahap
dapat dilalui dengan baik, maka orang akan merasa rasa puas, yang
kadang-kadang dimaksud sebagai kekuatan ego atau kualitas ego. Jika
tahap dilalui dengan buruk, maka akan muncul perasaan ketidakadekuatan.
Dalam setiap tahap, Erikson percaya orang mengalami sebuah konflik
yang berfungsi sebagai titik balik dalam perkembangan. Menurut Erikson,
9
konflik ini berpusat padamengembangkan sebuah kualitas psikologis atau
gagal untuk mengembangkan kualitas. Hal ini berpotensi untuk
perkembangan pribadi yang tinggi, namunberpotensi untuk kegagalan.
3. Konsep diri
Konsep diri adalah pengetahuan individu tentang diri (Wigfield &
Karpathian, 1991 dalam Potter, 2005). Sedangkan menurut Potter (2005)
konsep diri adalah citra subjektif dari diri dan percampuran yang
kompleks dari perasaan, sikap, dan persepsi bawah sadar maupun sadar.
Masa remaja merupakan waktu yang kritis ketika banyak hal secara
kontinu mempengaruhi konsep diri. Jika seorang anak mempunyai masa
anak-anak yang stabil maka konsep diri masa remaja anak tersebut akan
sangat stabil (Marsh, 1990 dalam Potter, 2005). Komponen konsep diri
meliputi:
a. Identitas
Identitas mencakup rasa internal tentang individualitas, keutuhan,
dan konsistensi dari seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai
situasi. Oleh sebab itu, konsep tentang identitas mencakup konstansi
dan kontinuitas. Identitas menunjukkan menjadi lain dan terpisah dari
orang lain, namun menjadi diri yang utuh dan unik.
Selama masa remaja tugas emosional utama seseorang adalah
perkembangan rasa diri, atau identitas. Banyak terjadi perubahan fisik,
emosional, kognitif, dan sosial. Jika remaja tidak dapat memenuhi
harapan dorongan diri pribadi dan sosial yang membantu mereka
mendefinisikan tentang diri, maka remaja ini dapat mengalami
10
kebingungan identitas. Seseorang dengan rasa identitas yag kuat akan
merasa terintregasi bukan terbelah (Erikson, 1963 dalam Potter, 2005)
Marcia (dalam Santrock, 2002) menganalisa teori perkembangan
identitas Erikson dan menyimpulkan bahwa empat status identitas
nampak dalam teori tersebut. Tingkat komitmen dan krisis seorang
remaja digunakan untuk mengklasifikasikan individu menurut salah
satu dari empat status identitas. Krisis didefinisikan sebagai suatu
periode perkembangan identitas selama mana remaja memilih diantara
pilihan-pilihan yang bermakna. Sedangkan komitmen didefinisikan
sebagai bagian dari perkembangan identitas dimana remaja
memperlihatkan suatu tanggung jawab pribadi terhadap apa yang akan
mereka lakukan.
1) Penyebaran identitas (identity diffusion)
Merupakan gambaran remaja yang belum mengalami krisis
atau mereka yang belum menjajaki pilihan-pilihan yang bermakna
atau membuat komitmen apapun. Mereka tidak hanya belum
memutuskan pilihan-pilihan pekerjaan dan ideologis, tapi juga
cenderung memperlihatkan minat yang kecil dalam persoalan-
persoalan semacam itu.
2) Pencabutan identitas (identity foreclosure)
Merupakan gambaran remaja yang telah membuat suatu
komitmen tetapi belum mengalami suatu krisis. Hal ini paling
sering terjadi ketika orang tua meneruskan komitmen kepada
remaja mereka, biasanya secara otoriter. Dalam keadaan semacam
11
ini, remaja belum memiliki peluang yang memadai untuk
menjajaki berbagai pendekatan, ideologi, dan pekerjaan-pekerjaan
yang berbeda yang mereka kembangkan sendiri.
3) Penundaan identitas (identity moratorium)
Merupakan gambaran remaja yang sedang berada di tengah-
tengah krisis tetapi komitmen mereka tidak ada atau hanya
didefinisikan secara samar.
4) Pencapaian identitas (identity achievement)
Remaja yang telah mengalami suatu krisis dan sudah membuat
suatu komitmen.
b. Citra tubuh
Citra tubuh membentuk persepsi seseorang tentang tubuh baik
secara internal maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan
sikap yang ditujukan pada tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh
pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh
persepsi dari pandangan orang lain. Selain itu, citra tubuh juga
dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik.
Perubahan hormonal yang terjadi pada remaja dan pada akhir
kehidupan juga mempengaruhi citra tubuh.
12
c. Harga diri
Harga diri berdasarkan pada faktor internal dan eksternal. Harga
diri atau rasa kita tentang nilai diri merupakan suatu evaluasi dimana
seseorang membuat atau mempertahankan diri. Menurut Bandura
(1982, dalam Potter, 2005) harga diri berkaitan dengan evaluasi
individual terhadap keefektifan di sekolah atau tempat bekerja, di
dalam keluarga, dan di dalam lingkungan sosial. Keefektifan diri
berkaitan erat dengan ide harga diri misalnya penilaian diri tentang
kompetensi seseorang dalam melakukan berbagai tugas.
Harga diri dapat dipahami dengan memikirkan hubungan antara
konsep diri dengan ideal diri. Ideal diri terdiri atas aspirasi, tujuan,
nilai, dan standar perilaku yang dianggap ideal dan diupayakan untuk
dicapai. Secara umum, seseorang yang konsep dirinya hampir
memenuhi ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi, sementara
seseorang yang konsep dirinya mempunyai variasi luas dari ideal
dirinya mempunyai harga diri rendah.
Harga diri juga dipengaruhi oleh sejumlah kontrol ysng mereka
miliki terhadap tujuan dan keberhasilan dalam hidup. Seseorang
dengan harga diri yang tinggi cenderung menunjukkan keberhasilan
yang diraihnya sebagai kualitas dan upaya pribadi. Ketika berhasil,
seorang individu dengan harga diri rendah cenderung mengatakan
bahwa keberhasilan yang diraihnya adalah keberuntungan dan atau
atas bantuan orang lain ketimbang kemampuan dirinya (Marsh, 1990
dalam Potter, 2005)
13
d. Peran
Peran mencakup harapan atau standar perilaku yang telah diterima
oleh keluarga, komunitas, dan kultur. Perilaku didasarkan pada pola
yang ditetapkan melalui sosialisasi. Agar dapat berfungsi secara efektif
dalam peran, seseorang harus mengetahui perilaku dan nilai yang
diharapkan, harus mempunyai keinginan untuk memastikan perilaku
dan nilai ini, dan harus mampu memenuhi tuntutan peran.
e. Ideal diri
Persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku
berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal tertentu
(Stuart, 2006).
C. Remaja
1. Definisi remaja
Remaja merupakan periode dalam tumbuh kembang manusia yang
terjadi setelah masa kanak-kanak dan sebelum masa dewasa sejak usia 10
hingga 19 tahun (WHO, 2013).
2. Tugas perkembangan remaja
Tugas perkembangan yang harus dilalui remaja meliputi:
a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya
baik pria maupun wanita
b. Mencapai peran sosial pria dan wanita
c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif
d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab
14
e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa
lainnya
f. Mempersiapkan karir ekonomi
g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk
berperilaku mengembangkan ideologi
(Hurlock, 2012)
3. Teori perkembangan remaja
Keragaman mengenai teori tentang perkembangan anak membuat
pemahaman mengenai perkembangan anak menjadi lebih kompleks.
Berbagai pendapat mengemukakan sependapat mengenai suatu teori
bahkan ada pula yang tidak sependapat sehingga membuat teori mengenai
perkembangan anak menjadi saling melengkapi satu sama lain.
Terdapat 4 teori mengenai perkembangan anak remaja usia 10-19
tahun, yaitu teori psikoanalisa, teori kognitif, teori perilaku dan sosial
kognitif, dan teori perkembangan moral yang masing-masing terori
menjelaskan tugas perkembangan yang harus dilalui oleh anak remaja
yang erat kaitannya dengan bersosialisasi.
a. Teori psikoanalisa
Teori psikoanalisa menggambarkan perkembangan sebagai sesuatu
yang biasanya tidak disadari dan diwarnai oleh emosi. Ahli teori
psikoanalisa percaya bahwa perilaku hanyalah sebuah karakteristik
permukaan dan bahwa pemahaman yang sebenarnya mengenai
perkembangan hanya didapat dengan menganalisa makna simbolis
15
perilaku dan kerja pikiran yang dalam. Ahli dalam teori ini adalah
Sigmund Freud dan Erikson.
Menurut teori psikoseksual Freud (1917, dalam Santrock 2007)
kepribadian mempunyai tiga struktur yaitu id, ego, dan superego.
Idterdiri dari insting-insting yang merupakan tempat penyimpanan
energi psikis individu. Bagi Freud salah satu insting primer dan
sumber utama energi psikis bersifat seksual. Dalam pandangan freud,
id seluruhnya tidak sadar, id tidak memiliki kontak dengan kenyataan.
Saat anak mengalami tuntutan dan batasan dari kenyataan yang
dihadapi, bagian baru dari kepribadian muncul, yaitu ego yang
merupakan struktur kepribadian Freud yang menghadapi tuntutan
kenyataan. Ego disebut cabang eksekutif kepribadian karena ego
menggunakan penalaran untuk membuat keputusan. Dalam hal ini id
dan ego tidak memiliki moral karena tidak mempertimbangkan sesuatu
benar ataupun salah. Superegomerupakan struktur kepribadian Freud
yang merupakan cabang moral kepribadian. Superego memutuskan
mana yang benar atau salah. Menurut Freud dua tahap psikoseksual
remaja yang harus dilalui yaitu latency, dan genital.
1) Tahap latency
Tahap latency merupakan tahapan yang terjadi pada usia 6
tahun hingga masa puber dimana anak menekankan seluruh minat
seksual dan mengembangkan keterampilan sosial dan intelektual.
Aktivitas ini mengarahkan banyak energi anak kedalam bidang
16
yang amansecara emosional dan membantu anak melupakan
konflik tahap phallic yang sangat menekan.
2) Tahap genital
Tahap genital merupakan tahapan terakhir dari masa puber dan
seterusnya dimana sumber kesenangan seksual didapat dari
seseorang diluar keluarga. Freud percaya bahwa konflik yang tidak
terpecahkan dengan orang tua muncul selama masa remaja. Jika
konflik tersebut dapat dipecahkan maka seseorang mampu
mengembangkan hubungan cinta yang matang dan mampu
bertindak secara mandiri sebagai orang dewasa.
Menurut teori psikososial Erikson (1950, dalam Santrock, 2007)
mengatakan bahwa kita berkembang dalam tahap psikososial. Bagi
Erikson motivasi utama manusia bersifat sosial dan mencerminkan
suatu keinginan untuk berhubungan dengan orang lain. Erikson
menekankan pada perubahan perkembangan sepanjang hidup manusia.
Dalam teori Erikson delapan tahap perkembangan berkembang
sepanjang kehidupan, namun hanya satu tahap pada masa remaja yaitu
tahap identity vs identity confusion.
Identitas versus kebingungan identitas (idntity vs identity
confusion)merupakan tahap selama masa remaja. Individu dihadapkan
pada penemuan diri, tentang siapa diri mereka sebenarnya, dan kemana
mereka akan melangkah dalam hidup ini. Remaja dihadapkan pada
banyak peran baru dan status kedewasaan, pekerjaan dan cinta. Orang
tua perlu mengijinkan remaja untuk menjelajahi peran-peran tersebut
17
dan jalan-jalan yang berbeda disetiap peran. Jika remaja menjelajahi
peran tersebut dnegan cara baik dan sampai pada jalan positif untuk
diikuti dalam hidup, maka identitas positif akan tercapai. Jika suatu
identitas dipaksakan pada remaja oleh orang tua, remaja tidak cukup
menjelajahi banyak peran dan jika masa depan yang positif belum jelas
maka terjadilah kebingungan identitas.
b. Teori kognitif
Teori kognitif menekankan pentingnya pikiran sadar anak. Teori
kognitif penting adalah teori perkembangan kognitif Piaget. Menurut
Piaget (1954, dalam Santrock 2007) anak secara aktif membangun
pemahaman mengenai dunia melalui empat tahap perkembangan
kognitif. Dua proses mendasari perkembangan tersebut yaitu
organisasi dan adaptasi untuk memahami duniadengan
mengorganisasikan pengamatan dan pengalaman kita, maka kita
menyesuaikan (adaptasi) pemikiran kita dengan ide-ide baru. Dalam
beradaptasi melalui dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi
terjadi saat anak menggabungkan informasi ke dalam pengetahuan
yang telah mereka miliki. Akomodasi terjadi bila anak menyesuaikan
pengetahuan mereka agar cocok dengan informasi dan pengalaman
baru. Menurut Piaget, tahap yang harus dilalui oleh remaja yaitu tahap
operasional formal
Tahap operasional formalberlangsung antara usia 11 hingga 15
tahun.Individu lebih melampaui pengalaman konkret dan berfikir
dalam istilah yang abstrak dan lebih logis. Sebagai bagian dari berfikir
18
abstrak, remaja menciptakan bayangan situasi ideal. Mereka dapat
berfikir mengenai bagaimana orang tua ideal seharusnya dan
membandingkan orang tua mereka dengan standar ideal ini. Mereka
mulai mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan masa depan.
Dalam memecahkan masalah lebih sistematis, mengembangkan
hipotesis mengenai mengapa sesuatu terjadi dengan cara tertentu,
kemudian menguji hipotesis ini degan cara deduktif.
c. Teori perilaku dan sosial kognitif
Dalam teori sosial kognitif Bandura, pembelajaran melalui
pengamatan merupakan aspek kunci dari perkembangan sepanjang
hidup. Bandura menekankan interaksi timbal balik antara manusia
(kognisi), perilaku, dan lingkungan.
d. Teori perkembangan moral
Menurut Kohlberg dalam Fundamental of Nursing teori
perkembangan moral terbagi menjadi 3 tahap yaitu tingkat premoral,
moralitas konvensional, tingkat moral pasca konvensional. Namun,
pada saaat remaja tahap yang harus dilalui adalah tingkat moralitas
pasca konvensional.
Tingkat moralitas pasca konvensionalterjadi saat usia 13 tahun
hingga meninggal dimana individu memperoleh nilai moral yang benar
dengan kontrol dari dalam. Pencapaian nilai moral yang benar terjadi
setelah dicapai formal operasional dan tidak semua orang dapat
mencapai tingkat ini. Pada tahap ini dibagi menjadi dua tahap yaitu
tahap orientasi kontraktual dan legalistik, dan tahap orientasi prinsip
19
etis yang universal. Tahap orientasi kontraktual dan legalistik terjadi
saat individu memilih prinsip moral untuk mematuhi atau
meninggalkan aturan. Individu berhati-hati untuk tidak melanggar hak-
hak dan kehendak orang lain. Terjadi konflik pandangan moral dan
ilegal. Orang akan bekerja untuk mengubah aturan. Tahap orientasi
prinsip etis yang universal terjadi ketika individu bersikap dalam cara
yang menghargai martabat. Tahapan ini jarang dicapai. Jika rancangan
pemikiran dari dalam diganggu, akan muncul rasa bersalah.
D. Psikososial remaja
Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah berhubungan
dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis
dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan
dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah.
Untuk mecapai tujuan dari sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak
penyesuaian baru. Yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan
menigkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial,
pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan
sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin (Hurlock, 2012).
1. Pengaruh kelompok sebaya
Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-
teman sebaya sebagai kelompok, maka pengaruh teman sebaya pada sikap,
pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada
pengaruh keluarga. Pada masa remaja ada kecendrungan untuk
20
mnegurangi jumlah teman meskipun sebagian besar remaja menginginkan
menjadi anggota kelompok sosial yang lebih besar dalam kegiatan sosial.
2. Perubahan dalam perilaku sosial
Dalam waktu yang singkat, remaja mengadakan perubahan yang
radikal yaitu awalnya tidak menyukai pertemanan dengan lawan jenis
menjadi lebih menyukai pertemanan dengan lawan jenis daripada
sejenisnya. Meluasnya kesempatan untuk melibatkan diri dalam berbagai
kegiatan sosial, maka wawasan sosial remaja semakin baik sehingga
penyesuaian diri dalam situasi sosial bertambah baik.selain itu, remaja
lebih memilih berteman dengan latar belakang sosial, agama, atau sosial
ekonomi yang sama.
3. Pengelompokan sosial baru
Geng pada masa kanak-kanak berangsur hilang pada masa puber dan
awal remaja ketika minat individu beralih dari kegiatan bermain menjadi
kegiatan sosial yang lebih formal maka terjadi pengelompokkan sosial
baru. Pengelompokkan sosial anak perempuan biasanya kecil dan terumus
secara pasti.
4. Nilai baru dalam memilih teman
Remaja menginginkan teman yang mempunyai minat dan nilai-nilai
yang sama yang dapat mengerti dan membuat merasa aman dan dapat
dipercaya mengenai masalah-masalah dan membahas hal-hal yang tidak
dapat dibicarakan dengan orang tua ataupun guru.
5. Nilai baru dalam penerimaan sosial
21
Remaja mempunyai nilai baru dalam menerima atau tidak menerima
anggota-anggota kelompok sebaya. Nilai ini didasarkan pada nilai
kelompok sebaya yang digunakan untuk menilai anggota-anggota
kelompok. Remaja segera mengerti bahwa ia dinilai dengan standar yang
sama dengan yang digunakan untuk menilai orang lain.
6. Nilai baru dalam memilih pemimpin
Remaja merasa bahwa pemimpin kelompok sebaya mewakili mereka
dalam masyarakat sehingga mereka menginginkan pemimpin yang
berkemampuan tinggi yang akan dikagumi dan dihormati orang lain dan
dengan demikian akan menguntungkan mereka. Namun, pada umumnya,
remaja mengharapkan pemimpinnya mempunyai sifat tertentu karena fisik
yang baik pada dirinya tidak seseorang menjadi pemimpin. Hal ini
memberikan prestise dan memberikan konsep diri yang baik.
(Hurlock, 2012)
E. Panti Asuhan
1. Definisi
Menurut Departemen Sosial RI (1989), panti asuhan anak adalah suatu
lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab
untuk memberikan pelayanan kesejahteraan penyantunan dan pengentasan
anak terlantar, memberikan pelayanan pengganti/perwalian anak dalam
memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial pada anak asuh sehingga
memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi
perkembangan kepribadiannya seusai dengan yang diharapkan sebagai
22
bagian dari generasi penerus cita-cita bangsa dan sebagai insan yang akan
turut serta aktif di dalam bidang pembangunan nasional.
Dari batasan tersebut di atas terkandung unsur-unsur bahwa panti
asuhan sebagai lembaga berarti didirikan atas dasar kesengajaan, formal
dan terorganisasi.
a. Sebagai suatu lembaga sosial panti asuhan mempunyai:
1) Sasaran usaha pelayanan,
2) Program pelayanan dan jenis-jenis kegiatan pelayanan,
3) Tenaga pelaksana pelayanan,
4) Sarana dan fasilitas pelayanan.
b. Panti asuhan juga memberikan pelayanan pengganti (substitutive
service).
Dalam hal ini berarti menggantikan fungsi keluarga. Digantikannya
fungsi keluarga oleh panti asuhan apabila anak memang sudah tidak
mempunyai orangtua lagi ataupun mempunyai orangtua atau keluarga
tetapi keluarga tersebut tidak atau belum mampu berfungsi sebagai
satuan keluarga asuh yang wajar. Keluarga belum dapat atau tidak
berfungsi secara wajar dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain, karena faktor mental dan atau faktor sosial. Panti asuhan sebagai
unsur pengganti keluarga merupakan pelayanan kesejahteraan sosial
yang bersifat sementara memungkinkan adanya pemenuhan kebutuhan
anak asuh untuk:
1) Terpenuhinya pertumbuhan fisik secara wajar.
23
2) Memperoleh kesempatan dalam usaha pengembangan mental dan
pikiran sehingga anak asuh dapat mencapai tingkat kedewasaan
yang matang.
3) Melaksanakan peranan-peranan sosialnya sesuai dengan tuntutan
lingkungannya.
c. Pelayanan panti asuhan anak merupakan pelayanan kesejahteraan sosial,
ini berarti bahwa pelayanan tersebut dilandasi prinsip-prinsip dan
metode pekerjaan sosial.
d. Dalam memberikan pelayanan kesejahteraan sosial, panti asuhan anak
berusaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan-
keterampilan sosial dan keterampilan persiapan kerja sebagai satu
kesatuan. Keterampilan sosial adalah kemampuan untuk menciptakan
hubungan-hubungan sosial yang serasi dan memuaskan serta
mengadakan penyesuaian yang tepat terhadap lingkungan sosial,
mampu memecahkan masalah sosial serta mewujudkan aspirasi-
aspirasi. Keterampilan persiapan kerja ialah kemampuan untuk
menemukan dan memanfaatkan serta mengembangkan potensi sesuai
dengan bakat dan kemampuannya guna mendapatkan sumber
nafkah/mata pencaharian dalam masyarakat.
2. Tujuan panti asuhan
Tujuan panti asuhan anak ialah memberikan pelayanan berdasarkan
pada profesi pekerjaan sosial kepada anak terlantar dengan cara membantu
dan membimbing mereka ke arah perkembangan pribadi yang wajar serta
24
kemampuan keterampilan kerja, sehingga mereka menjadi anggota
masyarakat yang dapat hidup layak dan penuh tanggung jawab baik
terhadap dirinya, keluarga maupun masyarakat.
3. Prinsip-prinsip pelayanan
Pelayanan panti asuhan bersifat preventif, kuratif, rehabilitatif dan
pengembangan (Departemen Sosial RI, 1989).
a. Pelayanan preventif adalah suatu proses kegiatan yang bertujuan untuk
menghindarkan tumbuh dan berkembangnya permasalahan anak.
b. Pelayanan kuratif dan rehabilitatif adalah suatu proses kegiatan yang
bertujuan untuk penyembuhan/pemecahan permasalahan anak.
c. Pelayanan pengembangan adalah suatu proses kegiatan yang bertujuan:
1) Meningkatkan mutu pelayanan dengan cara membentuk kelompok-
kelompok antara anak dengan lingkungan sekitarnya.
2) Menggali semaksimal mungkin meningkatkan kemampuan sesuai
dengan bakat anak.
3) Menggali sumber-sumber baik di dalam maupun di luar panti
semaksimal mungkin, dalam rangka pembangunan kesejahteraan
sosial.
4. Sasaran garapan
Sasaran garapan panti asuhan anak meliputi:
a. Anak
1) Anak yatim, piatu, yatim piatu terlantar berusia 0-21 tahun.
25
2) Anak terlantar adalah anak yang karena suatu sebab orangtuanya
melalaikan kewajibannya, sehingga kebutuhan anak tidak dapat
terpenuhi dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial.
Antara lainkeluarga retak, sehingga tidak ada relasi sosial yang
harmonis.
3) Anak yang tidak mampu adalah anak yang karena suatu sebab
tidak dapat terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik secara rohani,
jasmani maupun sosial dengan wajar. Antara lain dalam keadaan-
keadaan berikut ini:
a) Salah satu orangtua dan atau kedua-duanya sakit khronis,
terpidana dan lain-lain.
b) Salah satu dan atau kedua-duanya meninggal dunia sehingga
anak tidak ada yang merawat.
b. Keluarga dan masyarakat
1) Orang tua kandung atau wali atau sanak keluarga yang mampu dan
mau berpartisipasi dalam usaha penyantunan dan pengentasan
anak.
2) Masyarakat lingkungan yang dapat menunjang pelaksanaan
penyatunan dan pengentasan anak.
5. Sistem asuhan
Menurut Departemen Sosial RI (1989), sistem asuhan diklasifikasikan
menjadi:
a. Sistem asuhan berbentuk asrama
26
Panti asuhan dengan sistem ini berarti anak dikelompokkan dalam
jumlah yang besar dan mereka ditempatkan pada satu bangunan
berbentuk asrama dengan penempatan anak asuh dalam kelompok
antara 15 hingga 20 anak asuh dalam satu ruangan. Di asrama tersebut
ada satu atau beberapa petugas yang bertugas sebagai bapak atau ibu
asuh. Kelemahan sistem asrama ini adalah kurang intensif dan kurang
merata pengawasan dan bimbingan yang diberikan kepada anak
sehingga dapat mengurangi pencapaian identitas kepribadian anak.
Adapun kelebihan sistem asrama antara lain yaitu dapat menampung
anak asuh dalam jumlah yang banyak, staf atau keluarga asuh tidak
banyak diperlukan oleh karena itu pembiayaan relatif lebih kecil. Panti
asuhan sebagai lembaga yang berfungsi memberikan pelayanan
pengganti, senantiasa mengusahakan agar pelayanan yang diberikan
kepada anak asuh menyamai dan atau paling tidak mendekati suasana
dalam keluarga sehingga anak asuh akan merasa sebagai anak yang
tinggal dalam kehidupan keluarga sendiri. Oleh sebab itu
dikembangkan sistem asuhan dari bentuk asrama menjadi sistem
keluarga asuh (sistem cottage). Anak asuh diharapkan dapat menerima
perhatian dan kasih sayang.
b. Sistem asuhan berbentuk cottage
Dalam pelaksanaan sistem cottage penempatan anak asuh dalam
satu wisma dalam kelompok kecil antara 8 hingga 10 anak dengan
keluarga asuh sebagai pengganti orang tua pengganti. Penempatan
anak asuh di dalam cottage diatur sebagai halnya susunan anak
27
dalam keluarga. Sistem keluarga asuh akan lebih menjamin adanya
kemiripan dengan kehidupan yang wajar sehingga anak asuh
mempunyai banyak kesempatan untuk mengembangkan identitas
kepribadiannya selain itu bimbingan dan pengawasan serta
perhatian orang tua asuh akan dapat diberikan secara intensif,
merata dan lebih akrab. Penempatan anak asuh ke dalam keluarga
asuh tersebut relatif tetap, namun apabila terdapat konflik
fundalmental dalam hubungan anak dan ornag tua asuh, anak asuh
dengan anak kandung, anak asuh dengan anak asuh lainnya maka
dimungkinkan adanya pemindahan anak asuh dari dari suatu
keluarga asuh ke keluarga asuh lainnya dilingkungan panti asuhan.
28
Tabel 2.1
Nursing Care Plan untuk remaja di panti asuhan
Diagnosa keperawatan NIC NOC Harga diri rendah kronik Definisi: Evaluasi diri/perasaan negatif tentang diri sendiri atau kecakapan diri yang berlangsung lama Berhubungan dengan: Ketidakefektifan adaptasi terhadap kehilangan, kurang kasih sayang
Self esteem enhancement (5400)
Self esteem (1205)
Tabel 2.1 Nursing Care Plan untuk remaja di panti asuhan (penjelasan lihat
lampiran)
F. Penelitian yang terkait
Penelitian yang dilakukan oleh Borualogo (2004) di panti asuhan
Muhammadiyah menunjukkan hasil eksplorasi bahwa orang tua adalah figur
attachment utama bagi remaja di panti asuhan tersebut sedangkan sahabat
menduduki peringkat dua dan selanjutnya adalah kakak dan bapak asuh di
panti. Penelitian lain yang dilakukan olehGramkowski (2009) bahwa remaja di
panti asuhan memiliki beberapa perilaku yang berisiko. Remaja awal memiliki
perilaku berisiko lebih rendah. Remaja yang lebih tua memiliki perilaku yang
berisiko lebih tinggi saat dihadapkan pada kelompok, kematian keluarga,
pengalaman kekerasan fisik atau emosional, atau riwayat percobaan
kekerasan. Perilaku yang berisiko tersebut dibagi menjadi tiga sub domain
yaitu individual risks yangmengkaji adanya tindakan yang membahayakan
bagi kesehatan dan perkembangan individu, treat to achievement yang mana
29
adalah perilaku spesifik yang mengganggu perkembangan sosial, danpeer
influence yang mengkaji perilaku yang berisiko didalam kelompok. Kools
(2012) melaporkan terkait dengan dimensi kesehatan pada remaja di panti
asuhan menyebutkan bahwa perempuan memiliki kepuasan lebih rendah
terhadap kesehatan dan harga diri dan lebih tidak nyaman terhadap fisik dan
emosional.
30
G. Kerangka Teori
Sumber: (Hurlock, 2012; Papalia, 2003; Pooter, 2005; Santrock, 2007)
Teori
psikoanalisa
(psikoseksual &
psikososial)
Teori kognitif
Teori perilaku
dan sosial
kognitif
Teori
perkembangan
moral
Tumbuh kembang remaja
a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita
b. Mencapai peran sosial pria dan wanita
c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif
d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab
e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya
f. Mempersiapkan karir ekonomi
g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi
Pengalaman
Fisik
Kognitif
Psikososial
31
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka konsep
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti
ingin mendekskripsikan pengalaman psikososial anak remaja putri di panti
sosial asuhan anak putra utama 3.
Bagan 3.1
Kerangka konsep pengalaman psikososial anak remaja putri di Panti Sosial
Asuhan Anak Putra Utama 3
Pengalaman psikososial remaja putri
dipanti asuhan:
1. Identitas
2. Citra tubuh
3. Harga diri
4. Peran
32
B. Definisi istilah
1. Pengalaman adalah yang pernah dialami atau dirasakan selama di panti
asuhan.
2. Psikososial adalah suatu studi mengenai hubungan antara individu
dengan kelompok. Psikososial terdiri dari psikologis dan sosial.
Psikologis merupakan bagaimana pikiran, perasaan, dan perilaku
individu dipengaruhi oleh orang lain. Sedangkan sosial merupakan
interaksi dan teori pertukaran sosial pada tingkat mikro, dinamika
kelompok dan perkembangan kelompok (Papalia, 2003).
3. Remaja merupakan periode dalam tumbuh kembang manusia yang
terjadi setelah masa kanak-kanak dan sebelum masa dewasa sejak usia
10 hingga 19 tahun (WHO, 2013).
4. Panti asuhan anak adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial
yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan
kesejahteraan penyantunan dan pengentasan anak terlantar,
memberikan pelayanan pengganti/perwalian anak dalam memenuhi
kebutuhan fisik, mental dan sosial pada anak asuh sehingga
memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi
perkembangan kepribadiannya seusai dengan yang diharapkan sebagai
bagian dari generasi penerus cita-cita bangsa dan sebagai insan yang
akan turut serta aktif di dalam bidang pembangunan nasional
(Departemen Sosial RI, 1989)
33
BAB IV
METODE PENELITIAN
Di dalam bab ini akan dijelaskan mengenai desain penelitian, lokasi
penelitian dan waktu penelitian, populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel,
instrumen penelitian, tahapan pengambilan data, tahapan pengolahan dan analisis
data dan etika penelitian yang digunakan. Metode penelitian ini sesuai dengan
tujuan penelitian dan untuk menjawab topik yang akan diteliti.
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan desain
fenomenologi. Ada banyak pendapat mengenai penelitian kualitatif. Menurut
Bogdan & taylor (1975, dalam Moleong, 2011) metodologi kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Pemanfaatan penelitian kualitatif digunakan oleh peneliti yang bermaksud
meneliti sesuatu secara mendalam.
Pada penelitian ini pendekatan desain deskriptif yang digunakan adalah
pendekatan descriptivephenomenology. Menurut Husserl (1962, dalam Polit &
Beck, 2004) descriptive phenomenology menitikberatkan pada deskripsi dari
pengalaman yang disadarinya dalam kehidupan sehari-hari, mendeskripsikan
sesuatu yang dialami seseorang. Sesuatu dalam hal ini meliputi
mendengarkan, melihat, kepercayaan, merasakan, mengingat, memutuskan,
mengevaluasi, berperilaku, dan lain-lain. Pendekatan fenomenologi yaitu
penelitian yang berfokus pada deskripsi pengalaman yang disadari oleh anak
34
tentang pengalaman dalam hal bersosialisasi apa yang dirasakan selama
berada di panti asuhan.
B. Waktu dan lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulanMeihinggaJuni2013 diPanti Asuhan
Anak Putra Utama 3 di Jalan Tebet Barat Raya No.100 Jakarta Selatan.
Penelitian ini dilakukan di panti asuhan tersebut dikarenakan panti asuhan
tersebut menampung anak remaja putri dan belum pernah dilakukannya
penelitian di panti asuhan tersebut.
C. Instrumen penelitian
Instrumen yang dilakukan pada penelitian ini adalah peneliti sendiri
dengan dibantu pedoman wawancara mendalam yang menggunakan konsep
wawancara mendalam dan menggunakan alat perekam (tape recorder) dan
video recorder.
D. Informan penelitian
Menurut Polit & Beck (2004), pada studi kualitatif orang yang akan diteliti
disebut dengan informan atau kunci informan atau studi informan. Dalam
penelitian ini yang menjadi informan adalah para remaja putri yang tinggal di
panti asuhan.
1. Informan utama
Anak remaja putri di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet.
Setelah melakukan studi pendahuluan, didapatkan informan sebanyak 90
orang remaja putri yang dapat dijadikan sampel.
35
2. Informan pendukung
Kepala panti asuhan atau pengasuh di panti asuhan yang bekerja di
Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet untuk mengetahui cerita
masa lalu (history) informan terkait dengan pengalamannya selama ini.
Informan yang peneliti ambil sesuai dengan kriteria inklusi yang telah
ditetapkan yaitu:
a. Bersedia menjadi responden
b. Merupakan anak remaja putri yang tinggal di panti sosial asuhan anak
putra utama 3 tebet
E. Teknik pengambilan sampel
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat
mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh
dalam pengambilan sampel agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai
dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2008). Pemilihan informan
penelitian ini berdasarkan nonprobability sampling dengan teknik
pengambilan sampel purposive sampling. Nonprobabilitysampling merupakan
teknik pengambilan sampel dimana setiap anggota populasi tidak memiliki
peluang yang sama untuk dijadikan sampel (Hidayat, 2007). Snowball
sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil,
kemudian ssampel ini disuruh memilih responden lain untuk dijadikan sampel
kembali dan begitu seterusnya sehingga jumlah sampel menjadi semakin
banyak. Peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel bola salju
(snowball sampling) dalam kondisi ketika tidak bisa mengindentifikasi
informan-informan yang bermanfaat bagi risetnya atau saat informan tidak
36
mudah diakses, atau ketika anonimitas menjadi syarat penelitian (Blankenship,
2009).
Pollit (2006) merekomendasikan penentuan jumlah informan dalam
penelitian kualitatif dengan metode fenomenologi melibatkan nomor terkecil
dari informan hingga seringkali 10 orang atau lebih sedikit.Penentuan
informan dapat ditambah bila data belum mencapai saturasi. Saturasi adalah
peneliti menemukan pengulangan dan konfirmasi atas data yang telah
dikumpulkan sebelumnya (Streubert & Carpenter, 2003).
Lama wawancara bergantung pada informan, topik wawancara, dan
metode penelitian. Tentunya, peneliti menyarankan lama waktu misalnya satu
jam atau setengah jam sehingga informan dapat merencanakannya (Holloway,
2010)
F. Teknik pengumpulan data
1. Tahap pengumpulan data
Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2013,
pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri dengan menggunakan
tape recorderdan video recorder.
a. Tahap persiapan pengumpulan data
Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti mengurus ijin
penelitian ke pihak-pihak terkait, selanjutnya mengadakan pertemuan
dengan informan remaja perempuan, ketua panti asuhan, dan pengurus
panti asuhan untuk menjelaskan tujuan penelitian, kriteria, jumlah
informan yang dipilih, dan menyesuaikan jadwal.
b. Tahap pelaksanaan pengumpulan data
37
Dalam pelaksanaannya pengumpulan data dilakukan secara
bertahap yaitu pertama melakukan observasi di panti asuhan pada
tanggal 18 maret 2013. Kedua melakukan wawancara
mendalamdengan remaja perempuan di Panti Sosial Asuhan Anak
Putra Utama 3. Peneliti melakukan wawancara dalam 3 pertemuan
yang terdiri dari pertemuan pertama yaitu perkenalan,menjelaskan
tujuan penelitian, dan pendekatan untuk membangun hubungan saling
percaya dengan informan yaitu dengan mengikuti kegiatan selama
dipanti asuhanlalu pertemuan kedua menggali pengalaman informan
terkait dengan psikososialnya selama ini di panti asuhan; pertemuan
ketigamengklarifikasi hasil wawancara yang didapat pada pertemuan
kedua terkait hal-hal yang dirasa belum cukup jelas dengan informan.
Pada pertemuan kedua tanggal 24 Juni 2013, dilakukan wawancara
pada 7 informan remaja putri di Panti Sosial Asuhan Anak Putra
Utama 3 Tebet dengan lama waktu ± 30-45 menit per informan.
Sebelum wawancara berlangsung, dijelaskan terlebih dahulu
mengenai prosedur dan informed consent, peneliti tidak memaksakan
untuk dilakukan wawancara bagi informan yang menolak untuk
dilakukan wawancara. Saat wawancara, untuk memudahkan dalam
pendokumentasian respon non verbal yang dieksperesikan informan
ketika menjawab pertanyaan maka peneliti menggunakan video
recorder namun bagi informan yang menolak untuk direkam melalui
video,maka peneliti menggunakan tape recorder untuk merekam suara
38
informan dan catatan lapangan untuk mencatat setiap respon non
verbal informan.
Pertemuan ketiga pada tanggal 1 Juli 2013 dilakukan untuk
mewawancara kembali terkait dengan jawaban-jawaban singkat yang
utarakan informan sehingga membuat peneliti rancu untuk
mempersepsikan jawaban yang dimaksud.
2. Jenis pengumpulan data
Jenis pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah data primer
meliputi:
a. Pedoman wawancara
Untuk memperoleh data dan untuk menggali emosi dan pendapat
dari subjek terhadap suatu masalah penelitian peneliti menggunakan
pedoman wawancara yang dilakukan peneliti pada informan remaja
perempuan di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3. Pedoman
wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengalaman
psikososial anak remaja putri usia di panti asuhan berdasarkan :
1) Bahan dan alat
Sejumlah pertanyaan yang diajukan pada informan dengan
merekam hasil wawamcara menggunakan tape recorder dan video
recorder.
2) Langkah-langkah
Individu menjawab sejumlah pertanyaan yang diberikan dengan
waktu yang tidak dibatasi oleh peneliti guna memberi kebebasan
39
informan dalam mencurahkan pengalamannya di panti asuhan
selama ini.
3) Frekuensi
Lamanya wawancara yang dilakukan yaitu 30-45 menit per
informan.
b. Catatan lapangan
Observasi yang dilakukan pada penelitian ini untuk mengetahui
bagaimana kepercayaan diri yang muncul pada remaja perempuan,
adakah harga diri rendah yang terjadi pada remaja perempuan,
bagaimana remaja perempuan menjalankan peran mereka selama ini di
panti asuhan.
G. Teknik analisis data
Data yang diperoleh pada penelitian kualitatif diolah secara kualitatif
naratif. Peneliti melakukan tabulasi data hasil wawancara dari berbagai
pertanyaan yang diajukan disertai analisis sehingga diperoleh gambaran yang
jelas dari pertanyaan penelitian yang ingin didapatkan. Pada penelitian ini,
analisis data dilakukan selama ± 2-4 minggu. Menurut Burns & Grove (2004)
analisa data yang dilakukan meliputi:
1. Transkrip Wawancara
Hasil wawancara dalam tape recorder ditranskripsikan ke dalam kata
demi kata.Transkrip data dibuat segera setelah wawancara dengan
mendengarkan dengan seksama nada suara, perubahan suara, dan diamnya
antara peneliti dan informan sesuai dengan konten. Hal ini mungkin
mengindikasikan emosional atau pentingnya suatu topik. Menurut Ayers
40
& Poirier (1996, dalam Burn, 2005) hasil analisa kualitatif dari
rekontekstualisasi potongan data selalu dengan peringatan bahwa konteks
baru harus jujur keasliannya.
2. Immersion in the data
Dalam proses ini peneliti membaca dan membaca kembali catatan,
transkrip, melihat kembali pengalaman informan, mendengarkan tape
recorder hingga peneliti dapat memahami dan masuk dalam data.
3. Reduksi Data
Mengurangi volume data untuk memfasilitasi pemeriksaan, proses ini
disebut dengan reduksi data. Selama reduksi data, diawali dengan
memasukkan maksud ke elemen data dengan mencari penggolongan
sesuatu, orang, dan kejadian lalu mendeteksi sifat yang
mengkarakteristikkan sesuatu, orang dan kejadian. Pencarian ini akan
menunjukkan klasifikasi elemen pada data
3. Analisis Data
Ada beberapa teknik yang dilakukan dalam analisa data yakni:
a. Coding artinya mengkategorikan dimana peneliti mengorganisasikan
data, menyeleksi elemen yang spesifik dari data untuk dikategorikan,
dan memberi nama kategori tersebut yang akan merefleksikan yang
digunakan dalam penelitian.
b. Reflective remarks
Saat catatan sudah direkam, pemikiran atau pengetahuan
mendalam seringkali timbul secara tidak disadari. Pemikiran tersebut
secara umum termasuk ke dalam catatan dan terpisah dari catatan lain
41
yang di dalam tanda kurung kemudian harus diekstraksi dan digunakan
untuk memoing.
c. Marginal remarks
Setelah catatan diperiksa, observasi tentang catatan tersebut perlu
untuk ditulis secepatnya. Kata-kata tersebut biasanya ditulis di margin
kanan dari catatan dan seringkali berhubungan dengan bagian lain dari
data atau mengusulkan sebuah intrepretasi yang baru.
d. Memoing
Peneliti merekam pengetahuan yang mendalam atau ide yang
berhubungan dengan catatan transkrip atau code. Memo menggerakkan
peneliti ke arah teori dan konseptual daripada faktual. Peneliti dapat
membuat hubungan (link) bagian dari data bersama atau bagian khusus
dari data sebagai contoh dari ide konseptual. Hal yang penting adalah
nilai setiap ide dan mendapatkannya tertulis dengan cepat.
e. Developing propositions
Peneliti akan mengembangkan hipotesa tentang hubungan yang
dapat diformulasikan dalam proporsi sementara. Pernyataan atau
proporsi dapat ditulis dalam index cards dan diringkas menjadi
kategori.
4. Display Data
Display data berisi versi singkat dari hasil penelitian kualitatif yang
sepadan dengan ringkasan tabel statistik yang dikembangkan dalam
penelitian kuantitatif dan menperkenankan peneliti untuk mendapatkan ide
utama dari penelitian dengan ringkas, disini peneliti akan menggunakan
42
Cognitive Mapping. CognitiveMapping adalah representasi visual dari
informasi yang diberikan informan dan merupakan konseptualisasi dan
interpretasi yang dibuat oleh peneliti kualitatif. Ide map berasal dari kode
(konsep) dan hubungan diatara kode (konsep) dari tape interview yang
peneliti dengarkan berulang-ulang. Prosedur ini didesain untuk meringkas
dari proses coding, mengkategorikan, dan menginterpretasikan ke dalam
satu aktifitas.
5. Drawing and Verifiying Conclusion
Miles and Huberman mengidentifikasi 12 taktik untuk
menggambarkan dan memverifikasi kesimpulan meliputi Counting yaitu
menggunakan bentuk “seringkali (frequently)” atau “lebih sering (more
often)”, Noting Patterns and Themes yaitu bukti tambahan yang nyata
untuk mengkonfirmasi bukti bentuk dan tema tersebut, Seeing Plausibility,
Clustering yaitu proses menyingkat elemen ke dalam kategori atau grup,
Making Metaphors, Splitting Variables, Subsuming particulars into
general yaitu memasukkan bagian yang serumpun bersama, Factoring,
Noting relationships beetween variabel yaitu memverifikasi hubungan
yang nyata yang terjadi untuk menjelaskan hubungan tersebut, Finding
intervening variables yaitu proses untuk menemukan faktor yang
menghalangi atau menganggu variabel, Building a logical chain of
Evidence termasuk dalam menguji teori, dan Making conseptual/ theorical
coherence dimana teori yang peneliti peroleh dari analisis harus
berhubungan dengan teori lain yang ada dalam body of knowledge.
6. Melaporkan Hasil Data
43
Dalam penelitian kualitatif, bagian awal hasil laporan adalah deskripsi
yang detail dari informan, setting, dan pengamatan dan pengalaman
lingkungan dimana data dikumpulkan. Deskripsi harus hidup sehingga
pembaca dan pendengar akan merasa mereka bersama dengan peneliti.
Bagian akhir dari penelitian kualitatif adalah harus melaporkan ekspresi
dari ide teori yang timbul dari data analisis(Burns & Grove, 2004).
H. Validasi data
Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data perlu diuji validitas dan
reliabilitas untuk mengukur nilai kepercayaan data.Hal ini dikarenakan hal
yang diuji validitas dan reliabilitas pada penelitian kualitatif adalah datanya
(Sugiyono, 2010). Pada penelitian kualitatif ini menggunakan blind coding
untuk menguji validitas dan reliabilitas data. Blind coding dapat mengurangi
efek bias dari pengetahuan pengkode dalam variabel asing di konten analisis
(Neuendorf dalam Whinston, 2009). Blind coding adalah pengkode tidak
mengetahui tujuan dari penelitian, yang diinginkan adalah untuk mengurangi
bias yang disepakati keabsahannya. Tentunya, pengkode sangat memerlukan
pengertian yang utuh tentang variabel dan yang diukur, namun sebaiknya
mereka tidak mengetahui pertanyaan penelitian atau hipotesis yang ditegakkan
peneliti. Ini untuk menghindari pengkode sama dengan apa yang disebut
dengan permintaan karakteristik (kecendrungan informan penelitian untuk
mencoba memberikan apa yang diinginkan peneliti). Kolbe & Burnett (1991
dalam Neuendorf, 2002) menggambarkan judge independence yaitu
kebebasan pengkode untuk membuat penilaian tanpa input dari peneliti.
I. Etika penulisan
44
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat ijin dari ketua Panti Sosial
Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet Raya Jakarta Selatan. Sebelum penelitian
ini dilakukan, peneliti mengurus surat perijinan ke pihak-pihak terkait,
diantaranya Dinas Sosial DKI Jakarta, Walikota Jakarta Selatan, dan Panti
Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3. Selanjutnya peneliti mengadakan
pertemuan dengan ketua panti asuhan, dan pengurus panti asuhan untuk
menjelaskan tujuan penelitian, kriteria penelitian dan kontrak waktu untuk
menyesuaikan jadwal. Pada tahap pelaksanaan, peneliti melakukan observasi
menggunakan catatan lapangan (field notes) serta mengikuti kegiatan yang
diadakan di panti asuhan untuk melakukan pendekatan dengan informan serta
agar informan merasa percaya dengan peneliti. Selanjutnya peneliti melakukan
wawancara mendalam.
Sebelum melakukan wawancara mendalam, peneliti harus mengindahkan
etika penelitian yang terdiri dari infomed consent, tanpa nama (anonimity),
kerahasiaan (confidentiality). Informed consent merupakan bentuk persetujuan
antara peneliti dan informan penelitian dengan memberikan lembar
persetujuan. Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti maksud
dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka
mereka harus menandatangani lembar peretujuan. Jika informan tidak
bersedia, maka peneliti harus menghormati hak informan.Etika penelitian
lainnya adalah anonimity yaitu memberikan jaminan dalam penggunaan
subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama
informanpada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar
pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan. Etika penelitian
45
yang terakhir adalah kerahasiaan (confidentiality) yaitu memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-massalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya
oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
riset (Hidayat, 2007).
Saat melakukan wawancara mendalam, peneliti menggali pengalaman
informan terkait dengan pengalaman psikososial selama di panti asuhan, selain
itu juga peneliti menggali masa lalu informan melalui ketua panti asuhan atau
wali asuh selama di panti asuhan. Pertemuan kedua mengklarifikasi jawaban
informan dengan dibantu alat perekam yang memuat data wawancara
sebelumnya.
46
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran tempat penelitian
1. Letak wilayah
Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) Putra Utama 3 Tebet ini terletak di
Jln. Tebet Barat Raya No. 100 Kelurahan Tebet Barat Kecamatan Tebet
Jakarta Selatan. Bangunan Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3
berdiri diatas tanah seluas 5.100 m2. Batas wilayah Panti Sosial Asuhan
Anak Putra Utama 3 yaitu pada bagian utara berbatasan dengan Panti
Sosial Bina Remaja Taruna Jaya, pada bagian selatan berbatasan dengan
rusun berlian tebet, pada bagian barat berbatasan dengan taman hutan kota
tebet, dan sebelah timur berbatasan dengan permukiman warga tebet.
2. Sejarah
Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) Putra Utama 3 Tebet didirikan pada
tahun 1999 yang saat itu bernama Panti Sosial Taman Penitipan Anak
(PSTPA) Bina Insan Nusantara sebagai salah satu Unit Pelaksanaan
Tekhnis (UPT) Kanwil Depsos Provinsi DKI Jakarta. Sejak tanggal 28
Maret 2000 PSTPA Bina Insan Nusantara menjadi UPT Dinas Sosial
Provinsi DKI Jakarta yang kemudian berubah nama menjadi Panti Sosial
Asuhan Anak Balita Tunas Bangsa.
Berdasarkan Perda No. 3 tahun 2000 tentang bentuk susunan
organisasi dewan perwakilan rakyat daerah provinsi DKI Jakarta dan
keputusan gubernur provinsi DKI Jakarta No. 41 tahun 2002 tentang
organisasidan tata kerja dinas bina mental spiritual dan kesejahteraan
47
sosial provinsi DKI Jakarta, maka dinas sosial berubah menjadi dinas bina
mental spiritual dan kesejahteraan sosial provinsi DKI Jakarta. Terbitnya
Keputusan Gubernur provinsi DKI Jakarta No. 163 tahun 2002 tentang
pembentukan organisasi dan tata kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT) di
lingkungan dinas bintal dan kesos provinsi DKI Jakarta, maka sejak
tanggal 13 November 2002 nama PSAA Balita Tunas Bangsa berubah
menjadi Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet. Selanjutnya
terbit peraturan gubernur provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 61
tahun 2010 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja panti sosial
asuhan anak putra utama.
3. Tugas dan fungsi
a. Tugas pokok Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet adalah:
Menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial anak
terlantar yang meliputi identifikasidan assesmen, bimbingan, dan
penyaluran serta bina lanjut.
b. Fungsi Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet adalah:
1) Pelaksanaan pendekatan awal meliputi penjangkauan, observasi,
identifikasi, modifikasi, dan seleksi.
2) Pelaksanaan penerimaan meliputi registrasi, persyaratan
administrasi, dan penempatan dalam panti.
3) Pelaksanaan perawatan, pemeliharaan, dan perlindungan sosial.
4) Pelaksanaan assesmen meliputi penelaahan, pengungkapan dan
pemahaman masalah, dan potensi.
48
5) Pelaksanaan pemberian pembinaan fisik dan kesehatan, bimbingan
mental, sosial, kepribadian, pendidikan, dan latihan keterampilan.
6) Pelaksanaan sosialisasi meliputi kehidupan dalam keluarga,
masyarakat dan lingkungan, persiapan pendidikan, serta
melaksanakan penyaluran, dan bantuan kemandirian.
7) Pelaksanaan binaan lanjut meliputi monitoring, konsultasi,
asistensi, pemantapan, dan terminasi.
4. Visi dan misi
a. Visi
Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet mempunyai visi
“terentasnya anak terlantar yatim/piatu/ yatim piatu dna berasal dari
keluarga tidak mampu di Provinsi DKI Jakarta dalam kehidupan yang
layak dan normatif.
b. Misi
Adapun misi Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet yaitu:
1) Menyelenggarakan pelayanan dan rehabilitasi sosial terhadap anak
yatim/piatu/yatim piatu dan anak terlantar yang ada di lingkungan
masyarakat.
2) Membentuk anak yang mengalami ketelantaran agar dapat tumbuh
kembang secara wajar melalui pemenuhan baik jasmani, rohani,
maupun sosial.
3) Mengentaskan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS)
yatim/piatu/yatim piatu terlantar ke dalam kehidupan yang layak,
normatif, dan manusiawi.
49
5. Sasaran pelayanan
Sarana pelayanan Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet adalah
anak terlantar usia 13 s/d 18 tahun yang karena suatu sebab orang tuanya
tidak mencukupi kebutuhannya secara wajar baik jasmani, rohani, maupun
sosial.
6. Persyaratan
a. Anak usia 13 s/d 18 tahun (khusus perempuan).
b. Surat keterangan tidak mampu dari RT, RW, lurah setempat.
c. Surat keterangan sehat dari dokter atau puskesmas.
d. Fotocopy KTP orang tua atau wali (domisili DKI Jakarta).
e. Pas foto 4x6 2 lembar, 2x3 2 lembar.
f. Pemilik ijazah atau rapot terakhir.
g. Bersedia tinggal dan mengikuti tata tertib yang berlaku di PSAA Putra
Utama 3 Tebet.
h. Rujukan dari panti terkait.
B. Hasil penelitian
Gambaran hasil pengalaman psikososial anak remaja putri di Panti Sosial
Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet secara rinci ditemukan adanya 4 tema yang
ditemukan dari hasil wawancara, tema tersebut meliputi: (1) pengalamananak
remaja putri selama di panti asuhan, (2)support system bagi anak remaja putri
di panti asuhan, (3) hubungan antara remaja putri di panti asuhan dengan
orang tua, (4) psikososial remaja putri di panti asuhan.
1. Karakteristik informan
50
Gambaran karakteristik informan meliputi usia, pendidikan,
merupakan warga binaan sosial di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama
3 Tebet. Jumlah warga binaan sosial di Panti Sosial Asuhan Anak Putra
Utama 3 Tebet yaitu sebanyak 90 orang yang terdiri dari 30 orang dengan
tingkat pendidikan SMP (33,33%) dan 60 orang dengan tingkat pendidikan
SMA atau sederajat (66,67 %). Warga binaan sosial di panti asuhan ini
mayoritas masih memiliki orang tua walaupun hanya ibu saja, hanya
sekitar 9% anak yang tidak memiliki orang tua.Pada penelitian ini didapat
sebanyak 7 orang sebagai informan yang merupakan usia 13-18 tahun,
jenis kelamin perempuan, dan pendidikan SMP dan SMA.
51
Tabel 5.1
Karakteristik informan utama
No. Inisial informan Usia Pendidikan Kode Ket.
1. Nn. S 16 tahun SMK P1 Yatim
2. Nn. J 17 tahun SMP P2 Yatim
piatu
3. Nn. I 17 tahun SMP P3 Yatim
4. Nn. S 13 tahun SMP P4 Yatim
5. Nn. M 13 tahun SMP P5 Lengkap
6. Nn. E 13 tahun SMP P6 Lengkap
7. Nn. N 14 tahun SMP P7 Lengkap
2. Pengalaman psikososial anak remaja putri di Panti Sosial Asuhan
Anak Putra Utama 3 Tebet
Berdasarkan 4 tema yang ditemukan pada saat wawancara, berikut
adalah uraian dari masing-masing tema yang ditemukan, yaitu:
a. Pengalaman anak remaja putri selama di panti asuhan
Dari hasil wawancara dengan informan, didapat bahwa
pengalaman yang didapat remaja putri selama di panti asuhan meliputi
pengalaman yang menyenangkan dan pengalaman yang menyedihkan.
Pengalaman menyenangkan yang pernah mereka rasakan selama
dipanti asuhan meliputi kebersamaan, kedisiplinan, dan bagaimana
mereka dapat mengekspresikan bakatnya. Informan mengatakan bahwa
mayoritas yang menyenangkan adalah ketika berkumpul dengan
teman, bermain dengan teman, makan bersama, jalan-jalan bersama,
52
diajarkan untuk disiplin dalam hal mengantri setiap ingin makan
maupun dalam hal meminta ongkos untuk pergi ke sekolah, serta dapat
mengekspresikan bakatnya di bidang kesenian. Sedangkan pengalaman
yang menyedihkan yang dirasakan selama di panti asuhan dapat
dikarenakan adanya masalah dengan teman sebaya, kehilangan teman
sebaya, berpisah dengan kakak kelas di panti, rindu dengan orang tua,
dan masalah dengan pengasuh terkait dengan ketatnya birokrasi. Hal
tersebut mencakup beberapauraian sub tema, yaitu:
1) Pengalaman yang menyenangkan selama di panti asuhan
Menurut beberapa informan bahwa pengalaman yang
menyenangkan adalah terkait dengan kebersamaan dengan teman-
temansebaya di panti asuhan, diajarkannya kedisiplinan yaitu
dengan membiasakan segala sesuatu dengan mengantri dan ijin jika
ingin keluar panti untuk keperluan yang mendesak, informan juga
mengatakan dapat mengekspresikan bakatnya di bidang kesenian
yaitu menari serta mengikuti lomba yang diadakan diluar panti. Hal
tersebut diuraikan melalui pernyataan informan sebagai berikut:
“Yaa bersama-sama, jalan-jalan, maen bareng temen. Bareng
sama kakak CKS dari Bandung kuliah juga, bikin acara..” (P2)
“Hmm banyak sih, apa ya, ada kekeluargaan juga, jadi kita
bisa belajar disiplin kaya misalnya kan makan atau ngambil
ongkos disini ngantri jadi harus disiplin.Kumpul bareng-bareng
sama temen, jalan-jalan bareng, kalau lagi makan bareng di ruang
makan..” (P3)
53
“Kalo yang menyenangkan itu hmm bisa bercanda sama temen
trus bisa belajar bareng, trus apa lagi tuh belajar bareng, makan
bareng tidur bareng, mandi bareng semuanya bareng-bareng sama
temen, jalan-jalan bareng..” (P5)
“Apa ya? Ada sih, bingung hmm bermain hehehe bingung, ya
bermain gitu bisa saling kenal..” (P6)
“Gitu lah, banyak kak (klien tersenyum).Yaa banyak temen..
Kebiasaan juga sih, apa-apa ngantri..Terus kalo misalnya jalan-
jalan..” (P7)
“Seneng kemarin abis nari saman..Seneng bisa.. bisa ini
nunjukkin kebisaan dan belajarnya itu ga cuma sekedar belajar
doang, kita harus ngertiin sikapnya temen kan kita ga harus bilang
“lu salah” atau ngomel-ngomel gitu, emang kadang kita suka kesel
kalo dia salah mulu walaupun emang kita juga suka salah tapi ya
gitu latihan aja yang banyak kendalinya apalagi kalo latihan
semuanya tuh satu grup itu seangkatan semua.. Main bareng,
ketawa bareng, itu nanti setelah kita keluar, itu yang bakal
kerekam kaya “kita udah lama ga bareng” kan kalo dirumah ga
mungkin rame-rame kaya gini lagi.Kan kita kalo disini dibagi per
kamar-kamar, nah kamar itu enak ya tergantung dari orang-
orangnya..” (P1)
“Kan aku belum lama disini ya, jadi belum ada setahun, jadi
mungkin ga banyak, ya paling ya keluar-keluar gitu, ya kaya gitu
lah kan aku disini ikut kesenian kan suka keluar-keluar gitu, terus
54
disini juga suka belajar-belajar gitu bareng kakak kelas, tiap tahun
jalan-jalanbareng gitu misalnya outbond gitu, bukan hanya panti
ini aja tapi 6 panti..” (P4)
2) Pengalaman yang menyedihkan selama di panti asuhan
Menurut beberapa informan mengatakan bahwa hal yang
menyedihkan adalah ketika adanya masalah dengan teman, hal ini
mencakup masalah dengan teman sekamar, meninggalnya kakak
asuh di panti asuhan, berpisah dengan kakak asuh di panti asuhan.
Pengalaman menyedihkan lain adalah ketika teringat dengan orang
tua dan pengasuh yang terkesan galak karena ketatnya birokrasi.
Hal tersebut diuraikan melalui pernyataan informan sebagai
berikut:
“Kan kita kalo disini dibagi per kamar-kamar, nah kamar itu
enak ya tergantung dari orang-orangnya, kadang kalo ada
masalah kita harus nyelesein masalah itu kalo kita ga bisa
nyelesein masalah itu, baru kita ke pengasuh..Misalnya lagi ada
masalah nih sama orang sekamar, pastikan kita jadi males buat ke
kamar, mau ke kamar juga ga enak ada dia, pasti kan diem-dieman
kan ya cuma kan kalo kita bawa “ah dia ini, satu orang ini buat
apa dipikirin toh masih ada temen-temen lain yang bisa bikin
ketawa yang bisa bikin kita ga mikirin dia lah”… (P1)
“Ada, misal kaya lagi berantem gitu sama temen sendiri,
kangen sama orang tua...” (P6)
55
“Kalo misalnya salah satu dari anak panti disini ada yang
keluar gitu, kalau ngga kaya kemaren ada yang meninggal gitu,
udah alumni tapi itu kakak-kakak an aku, sekarang tuh sedihnya..
Terus ga bisa ketemu orang tua setiap hari..” (P3)
“Ga tau sih soalnya kalo pengalaman menyedihkan aku kan
orangnya suka gampang lupa gitu jadi ya lupa, disuruh ceritain
gitu ya bakal lupa suka ga inget hehe, berpisah sama kakak kelas
disini..” (P4)
“Ga tau deh (klien tampak datar dan menutup diri) Sedih..
Sedih aja, sama keluarga..” (P2)
“Hmm kalo yang menyedihkan itu apa ya, (klien tampak
berfikir)ga ada sih ka disini happy-happy aja.. Pengasuhnya galak
jadi ga bebas aja gitu..” (P5)
“Pengasuhnya kaya gitu kak.. Iya galak.Peduli sih, tapi ya
mungkin egois kali kak.Ya gitu, marah-marah doang.Yaa hal-hal
kecil doang padahal.Kaya gitu lah ga piket.. ya mungkin nanti
kali.Terus kalo misalnya ijin pulang ga boleh...” (P7)
56
Tema tentang pengalaman remaja putri di panti asuhan
digambarkan menurut skema sebagai berikut:
SUB KATEGORI KATEGORI TEMA
Bagan 5.1 Skema tema 1
b. Support systembagi anak remaja putri di panti asuhan
Dari hasil wawancara dengan informan, didapat bahwa orang yang
paling berpengaruh bagi informan adalah teman. Dalam hal ini, teman
berpengaruh sebagai role model, juga karena adanya kesamaan hal
yang sedang dirasakan. Selain teman, informan juga mengatakan orang
yang berpengaruh adalah mama, pengasuh. Hal tersebut merupakan
pengaruh dalam hal dukungan emosional. Berikut adalah penyataan
informan:
“Temen..Ya kita kan tinggal bareng, makan bareng, tidur juga satu
kamar misalnya dia punya pengalaman apa, pasti dia bakalan cerita
Pengalaman
anak remaja
putri di panti
asuhan
Pengalaman
menyenangkan
Pengalaman
menyedihkan
Kebersamaan
Kedisiplinan
Mengekspresikan bakat
Masalah dengan teman
Teringat orang tua
Perpisahan dengan teman
Pengasuh yang galak
57
walaupun sama siapa aja ke temen satu kamarnya dan itu bisa aja
buat kita jadi “coba yuk kaya dia” kalo misalnya nilai positifnya
“kayanya itu bagus deh coba ayo kita ikutin” jadi ya gitu deh satu
kamar itu ada aja ceritanya..” (P1)
“Temen..Temen tu gimana ya, lebih ngertiin kalo menurut aku gitu,
kalau orang tua kan misalnya musti gini gini gitu, namanya temen kan
ya namanya juga jaman sekarang kan bisa ngertiin lah kaya curhat
gitu, kalo misal ibu gimana ya, misalnya cerita tentang pacar kan ga
boleh pacaran ga boleh ini ga boleh itu gitu, tapi lebih care ke temen
aja gitu..” (P3)
“Mama..” (P4)
“orang tua..” (P7)
“Ya pengasuh disini hmm kaya gitu-gitubukan disiksa tapi
peraturannya makin ketat disini, jadi kalau keluar aja harus ijin,
kemana-mana harus ijin kan jadi ngga enak..” (P5)
Berbeda hal nya pada informan yang tidak memiliki orang tua, atau
informan yang ditelantarkan orng tua nya, bagi mereka orang yang
berpengaruh terhadap kehidupannya selama ini adalah semua orang
yang ada disekitarnya. Berikut pernyataan informan:
“Semuanya..” (P2)
“Ooo pengasuh sama Ibu..” (P6)
Tema tentang support system bagi anak remaja putri di panti
asuhan digambarkan menurut skema sebagai berikut:
SUB KATEGORI KATEGORI TEMA
Teman
58
Bagan 5.2 Skema tema 2
c. Hubungan remaja putri di panti asuhan dengan orang tua
Pada tema ini dibagi menjadi beberapa kategori yaitu bagaimana
gaya pengasuhan orang tua selama ini, dalam hal ini informan
mengatakan bahwa orang tua memanjakan mereka, demokratis,
mendidik, dan ada juga yang menelantarkan sejak kecil. Sedangkan
pada kategori lainnya adalah perasaan informan terhadap orang tua
yaitu rindu dan ada juga yang mengatakan kecewa. Hal tersebut
diuraikan menjadi beberapa kategori sebagai berikut:
1) Gaya pengasuhan orang tua
Berdasarkan wawancara, didapat bahwa gaya pengasuhan orang
tua yaitu dengan memanjakan ketika informan pulang kerumah,
mendidik sebelum dititipkan ke panti asuhan, demokratis yaitu
dengan memarahi ketika salah dan baik ketika informan patuh
terhadap orang tua, dan menelantarkan sejak kecil. Berikut
pernyataan informan:
“Masih tapi bapak udah ga ada..Ya kalo misalnya kita pulang,
pasti perhatiannya jadi lebih aja karena kita jarang dirumah
Support system
bagi anak remaja
putri di panti
asuhan
Hubungan
emosional Orang tua
Pengasuh Role model
59
misalnya kita pulang ada keponakan gitu tapi “udah nih ini aja
jajan aja kan kamu kalo disana jarang jajan, udha kalo mau apa-
apa bilang aja kan disana jarang jajan, mumpung ada disini..”
(P1)
“Kalau mama emang masih ada, maksudnya masih tau kabarnya,
tapi kalo ayah udah 7tahu ga ketemu tapi masih ada di Manado
cuma ga ada kabarnya udah 7 tahun..Emm mama (klien tampak
berkaca-kaca) udah bagus sih apa sih didiknya, dulu kan aku
sebelum masuk panti aku suka diasuh sama mama, suka belajar
sama mama, pas udah masuk panti udah bisa apa-apa.Yang
nyuruh pake jilbab mama, tapi aku emang udah lama tapi aku
emang pengen..” (P4)
“Masih, ibu.Bapak hmm ga tau kemana..Kalo emang dasarnya aku
bandel banget ibu baru pake keras tapi ga pake kata kasar, cuman
kalo aku bandel sedikit tu ibu ngomelinnya sambil pake nangis gitu
deh, jadinya tu aku berusaha jadi anak yang baik tapi tu susah..”
(P3)
”Hmm ya baik tapi ya kadang kalo lagi kesel ya gitu deh, bisa
apa.. ngga gitu eeee maksudnya bisa di ya di apa gitu, giliran lagi
seneng ya M ikut-ikut seneng.. Ga sih ya kalo bandel bisa galak..
orang tua misah kak, hmm iya, eh kita ga cerai kak tapi apa
namanya kerjanya misah..” (P5)
“Baik sih, tapi kalo misalnya ibu kan ibu di Bangka Belitung kan
jadi jarang nengokin. Ayahga tau, di Cakung.”(P6)
60
“Udah ga ada. Kalo bapak ga ada, kalo ibu ada tapi ga tau
kemana.. Ga inget, dari orok udah dititipin di panti balita” (P2)
2) Perasaan infoman terhadap orang tua
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan, bermacam-macam
perasaan informan terhadap orang tuanya. Bagi informan yang
masih memiliki orang tua merasakan rindu, namun bagi informan
yang tidak memiliki orang tua merasakan sedih, dan bagi informan
yang ditinggal ayahnya menikah lagi perasaannya kecewa. Berikut
pernyataan informan terkait dengan perasaan informan terhadap
orang tua:
“Ya kalo kangen pasti, tapi kan niat kita disini satu ka belajar kalo
kita cuma mikirin kangen kangen kangen yang ada nanti kepikiran
sama itu mulu, belajar kita jadi keganggu kan nilai kita jadi
merosot nah itu ya ga ini banget, orang tua juga kalo dengernya
juga.. Orang tua juga bakal ngomong “ngapain kangen kangen,
udah belajar aja..”(P1)
“Kadang suka kangen ya kadang biasa aja..”(P3)
“Kalo kangen sih suka, ya namanya jauh ada aja gitu..”(P4)
“Suka kangen..”(P5)
“Kangen, kadang-kadang kalo mau pulang ga diijinin padahal ijin
nya sehari doang nanti seharinya balik lagi..”(P7)
“(klien terdiam sejenak dan tampak sedih) kangen.. Iyalah masa
ga kangen..”(P2)
61
“Suka kangen.. Ya palingan nangis, sedih sih rada kecewa sama
ayah..”(P6)
Tema tentang hubungan remaja putri di panti asuhan dengan orang
tua dapat dilihat dalam skema berikut:
SUB KATEGORI KATEGORI TEMA
Bagan 5.3 Skema tema 3
d. Psikososial remaja putri di panti asuhan
Pada tema ini dibagi menjadi beberapa kategori yaitu sosialisasi
remaja putri di panti asuhan dan konsep diri remaja panti di panti
asuhan. Sosialisasi remaja putri di panti asuhan mencakup bagaimana
remaja putri bersosialisasi dengan lingkungannya dan cara remaja putri
di panti asuhan berteman. Konsep diri remaja panti di panti asuhan
mencakup bagaimana persepsi informan terhadap gambaran diri, dan
Hubungan remaja
putri di panti asuhan
dengan orang tua
Mendidik
Memanjakan
Demokratis
Menelantarkan
Gaya
pengasuhan
Rindu Perasaan
terhadap orang
tua Sedih
Kecewa
62
harapan remaja putri di panti asuhan. Berikut uraian tema tentang
psikososial remaja putri di panti asuhan:
1) Konsep diri remaja putri di panti asuhan
Konsep diri remaja di panti asuhan mencakup persepsi
informan terhadap gambaran dirinya dan harapan yang informan
inginkan ke depannya. Berikut pernyataan informan:
“Pinter engga, biasa aja. Rapotnya lumayan. Kemarin smester
1 peringkat 8. Aku 5 bersaudara. Anak terakhir, anak kelima.
Puas, ya intinya banyak-banyak bersyukur aja. Mau.. impian buat,
ga impian sih, harus harus kuliah buat lanjutin ke pendidikan, kita
mau kalo ada biayanya, pokoknya nanti kalo keluar dari sini harus
kuliah tapi ya harus kumpulin biaya dulu....”(P1)
“Diri aku sendiri? Gimana ya? Menurut aku sih aku tuh
orangnya batu deh kayanya, agak egois, mau menang sendiri juga
kadang, cuma kalo misalnya aku tuh ngeliat orang susah tuh
pengennya bantuin, sampe-sampe tu aku dimarahin ibu aku
mementingkan orang lain baru diri sendiri, suka kaya gitu kalo
misalnya aku laper nih terus temen aku lebih laper nih, kadang aku
kasih kalo lagi pelit ga aku kasih, kadang aku kasih semua, dan
prinsipnya tu aku tu kalo orang pelit aku tuh lebih pelit dari dia,
kalo dia baik aku lebih baik lagi dari dia.Kalo aku sih biasa aja,
ya kaya gini, ga terlalu dipikirin, intinya ya pake baju yang bener
aja gitu, terus tertutup.Kalo cita-citanya sih pengen jadi guru
akuntansi, jurnalis...”(P3)
63
“Aku di sd prestasinya tinggi mulu, sering kepilih duta cilik
aku ikut, duta air jakarta aku menang kemaren. Emang satu
sekolah dipilih2 orang. Tapi di SMP menurun soalnya kalo di SD
suka ada guru les, jadinya suka belajar, kalo sekarang suka ga ada
waktu jadi suka kesulitan sendiri. Ya bisa lebih baik aja, trus
prestasi aku yang turun bisa dinaikin lagi, semakin baik buat bikin
mama bangga...”(P4)
“M tuh kaya gini biasa2 aja orangnya gampang bergaul disini
terus M kaya gitu deh suka tenang disini trus keterampilan M bikin
keset.Kalo di sekolah M bergaul sama cowoksoalnya anak
ceweknya pada egois-egois, nah kalo di sekolah tu M tu belajar,
diem ga bertingkah. Prestasinya ya makin meningkat kok, tadinya
M ya nilainya dibawah 5 gitu, kalo disini M kaya ngerasa tuh
walopun M jarang belajar, M tuh udah ke fokus M tuh udah
remaja bukan kaya anak kecil lagi jadi harus berubah gitu. Ya
makin baik, makin pinter trus punya prestasi yang tinggi..”(P5)
“Suka ngasih perhatian, terus apalagi ya, peduli sama temen,
baik.? Ngga ada prestasinya, hehe ga dapet ranking. Lumayan
nilainya.Engga, ntar kalo misalnya udah lulus pengen cari kerja,
dapetin duit banyak pengen bikin rumah terus pengen gitu bawa
naek haji sama ibu sama ayah...”(P6)
“Orangnya baik, apa yaa mungkin yang baru kenal N
bilangnya jutek gitu tapi engga lah N orangnya susah trus juga
64
pemalu. Engga juga ga centil, biasa aja kak. Prestasinya lumayan
kak. Pengen lebih baik lah kak. Pengen sukses..”(P7)
Berbeda dengan anak remaja putri yang memiliki latar
belakang ditelantarkan orang tuanya, tergambarkan bahwa ia sulit
untuk menggambarkan dirinya secara positif. Berikut
pernyataannya:
“Engga pinter biasa aja. Engga rangking.. Engga ada
keterampilan..Harapannya ga tau..”(P2)
2) Sosialisasi remaja putri di panti asuhan
Sosialisasi remaja putri di panti asuhan mencakup bagaimana
remaja bersosialisasi dengan lingkungannya, adanya kesulitan saat
bertemu dengan orang dan lingkungan baru, namun ada juga yang
tidak memiliki kesulitan dalam menempatkan diri di lingkungan
yang baru. Cara remaja dalam berteman yang mencakup
berkelompok-kelompok, berteman dengan seluruh teman,atau
hanya berteman dengan 2 teman saja. Berikut pernyataan informan:
“Awalnya kan baru-baru masuk sini kan ada kesulitan untuk
bergaul sih, soalnya kan kita belum tau masing-masing sifat kita
gimana, mau deketin nanti takutnya kaya gimana nanti orangnya
ya kaya gitu, tapi lama kelamaan jadi ngga...”(P3)
“ya gitu kalo belum kenal, malu-malu apalagi disini juga banyak
orangnya. Tapi punya temen ko..”(P7)
“Engga sama aja. Punya nya sahabat, kalo temen engga.. Dua
doang...”(P2)
65
“Kalo disini engga, kalo di sekolahan sih ada, kan minder gitu dia
anak rumah aku anak panti, takut aja kalau dia ga suka gimana
gitu..”(P6)
“Engga ada kesulitan bergaul, biasa aja..Ya kalo kitanya mau
bergaul ya maen sama dia ya maen, ya kadang temen disekolah
juga kaya gitu semua.. Ya gitu, mainnya kelompok-kelompokkan
kadang kan kita juga males ka, dia maennya sama kelompok itu
aja, ya udah maen sama yang ada aja...”(P1)
“Ngga sih, bergaul ya bergaul aja berbaur sendiri. Ngga ada,
soalnya disini sebagian besar dari Klender juga. Ya suka ngerasa
beda sih ada, cuman biarin lah yang penting punya temen, paling
ada 1 2 temen, paling yang suka ga mau temenan ya ada.Ya sedih
ada, kan aku beda seharusnya mereka iniin aku tapi ini
ngga...”(P4)
“Ngga kan kita harus pede ka. Yaa punya temen lah. Kenal semua.
Di sekolah yaa jarang soalnya temennya egois semua.Gitu deh jadi
dia pengen menang sendiri dia ngerasa bodo amat sama temen
gitu deh. Ya dibediannya itu tu kaya misalnya dia bergaul sama
temen M yang satunya lagi sedangkan M tu bergaul sama anak-
anak sini aja yang sekolahnya bareng, jadi cuma berdua aja tapi
dia juga kalo M lagi pengen kesono ya udah kesono aja gitu, jadi
dia ga mau kaya ga mau berminat buat temenan sama M. Punya
temen sih cuma 1 doang paling udah gitu anak sini semua...”(P5)
66
Tema tentang psikosiosial remaja putri di panti asuhan dapat
dilihat dalam skema berikut:
SUBKATEGORI KATEGORI TEMA
Bagan 5.4 Skema tema 4
Psikososial
remaja putri di
panti asuhan
Sosialisasi remaja
Sosialisasi dgn
lingkungan
Cara remaja
berteman
Persepsi tentang
gambaran diri
Ideal diri
informan
Konsep diri
remaja
67
Untuk memudahkan dalam pembacaan dan pemahaman tema, berikut tabel
secara singkat dari uraian tema-tema diatas:
Tabel 5.2
Informan Tema 1 Tema 2 Tema 3 Tema 4 1 2 3 4 5 6 7
68
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan, antara lain:
1. Situasi dan kondisi pada saat wawancara yang dapat mempengaruhi
informan dalam memberikan jawaban.
2. Waktu yang singkat sehingga mempengaruhi kejujuran dan
kesungguhan informan dalam menjawab pertanyaan.
3. Lamanya melakukan analisa data.
4. Kesulitan dalam mengakses literature.
B. Pembahasan hasil penelitian
Dari hasil penelitian ini, peneliti mengidentifikasi adanya 4 tema yang
ditemukan. Tema-tema tersebut teridentifikasi berdasarkan tujuan penelitian.
Pengalaman psikososial remaja putri di panti sosial asuhan anak putra utama 3
tebet dapat digambarkan dengan tema pertama yaitu pengalaman anak remaja
putri di panti asuhan. Seseorang yang paling berpengaruh dalam kehidupan
anak remaja putri di panti asuhan digambarkan pada tema kedua yaitu support
system bagi anak remaja putri di panti asuhan. Hubungan anak remaja putri di
panti asuhan dengan orang tua digambarkan pada tema ketiga, dan
pengalaman psikososial anak remaja putri di panti asuhan digambarkan pada
tema keempat.
1. Pengalaman anak remaja putri selama di panti asuhan
Tema pengalaman anak remaja putri selama di panti asuhan diketahui
dari hasil wawancara. Pada tema ini meliputi pengalaman apa saja yang
69
dirasakan oleh anak remaja putri khususnya selama di panti asuhan. Semua
informan menyatakan tentang perasaan mereka selama di panti asuhan
adalah adanya perasaan senang dan sedih. Perasaan senang ataupun sedih
akan berlarut-larut terkait dengan suasana penempatan mereka di panti
asuhan. Chapman & Christ (2008) menyatakan bahwa mayoritas anak
remaja tidak mengubah sikap mereka dari waktu ke waktu dalam rentang
waktu 18 bulan khususnya pada anak remaja yang sangat bahagia atau
sangat tidak bahagia terkait dengan penempatan mereka selama ini. Pada
penelitian ini, informan mayoritas berada di panti asuhan lebih dari 18
bulan, 6 dari 7 informan berada di panti asuhan sejak kecil dan 1 informan
berada di panti asuhan sejak kurang lebih 1 tahun.
Oberle (2011) menemukan bahwa dukungan dan hubungan positif
dengan teman sebaya, dengan orang dewasa di lingkungan, dan kuatnya
keinginan untuk bersekolah sangat signifikan dan positif berhubungan
dengan kepuasan hidup dan merupakan aspek penting kebahagiaan bagi
anak remaja awal. Bagi mayoritas informan, hal yang paling
menyenangkan selama di panti asuhan adalah kebersamaan dengan teman
sebaya. Teman sebaya adalah hal yang penting bagi perkembangan
akademik, fungsi sosial, dan psikologis anak dan remaja (Nangle &
Erdley, 2001 dalam Oberle, 2011). Penerimaan teman sebaya yang
merupakan derajat apakah individu disukai atau tidak disukai oleh teman
sebayanya tidak hanya suatu korelasi pada kesejahteraan remaja awal,
namun penolakan teman sebaya ditemukan untuk menentukan adanya
70
masalah dikemudian hari pada remaja akhir dan dewasa (Parker et al, 2006
dalam Oberle, 2011).
Hal lain yang dikemukakan oleh informan selain adanya kekeluargaan,
di panti asuhan juga diajarkan untuk disiplin dalam berbagai hal misalnya
mengambil ongkos untuk sekolah atau saat ingin mengambil makan. Teori
kontrol sosial mengatakan bahwa kenakalan individu dikarenakan tidak
adanya kontrol (Shoemaker, 1996 dalam Pleydon & Schner, 2001).
Hirschi (1969 dalam Pleydon & Schner, 2001) menyebutkan bahwa
kontrol meliputi intraindividual (kontrol pemicu) atau interpersonal
(attachment, komitmen, dan keterlibatan dengan keluarga, teman sebaya,
dan agama). Teori kontrol sosial juga melihat bahwa kenakalan
pertemanan sepeti konflik, masalah, ketidakstabilan ditandai dengan
perasaan kurangnya kepercayaan dan kurangnya rasa aman. Maka dari itu
untuk menghindari hal tersebut, pihak panti asuhan mengajarkan untuk
membiasakan disiplin mulai dari hal kecil agar tidak timbul kenakalan.
Diantara hal-hal yang menyenangkan yang telah disebutkan diatas, hal
menyenangkan terakhir bagi beberapa informan yaitu warga binaan sosial
di panti asuhan dapat mengekspresikan bakatnya dalam hal ini adalah
dibidang kesenian yaitu menari. Perubahan fisik dan kognitif secara
dramatis terjadi pada remaja. Remaja dapat berfikir abstrak, memprediksi
perilaku orang lain, dan mulai memecahkan masalah. Selama fase ini,
remaja memulai menunjukkan kemandiriannya dari orang tua dan mencari
penerimaan dari teman sebayanya (Dulmus & Paglicci, 2000). Patrick et al
(1999) menyatakan bahwa pertemanan dengan sebaya diharapkan akan
71
berhubungan dengan komitmen remaja bahwa mereka akan
mengembangkan bakat mereka karena ditemukan adanya hubungan
penggunaan waktu bersama-sama, perasaan adanya dukungan sosial, dan
perkembangan identitas yang saling berkaitan. Remaja mendapatkan
kepuasan dalam pertemanannya dengan teman sebaya pada saat
melakukan aktivitas dalam hal bakat mereka, hubungan tersebut
mendukung adanya perasaan senang dan komitmen terhadap aktivitas
tersebut.
Selain pengalaman menyenangkan di panti asuhan, menurut anak
remaja putri di panti asuhan juga ada pengalaman yang menyedihkan bagi
mereka. Anak-anak di panti asuhan mungkin bukan hanya mengalami
beberapa kasus perpisahan, namun juga kerugian dalam hal pemindahan
tempat secara berturut-turut (Lanyado, 2003 dalam Schwartz, 2010).
Johnson & Yoken’s (1995, dalam Schwartz, 2010) menemukan 56% dari
partisipan yang melaporkan sangat rindu dengan kehidupannya yang lalu
bersama dengan teman-teman mereka. Whiting & Lee (2003 dalam
Schwartz, 2010) menemukan bahwa pengalaman anak di panti asuhan
terkait dengan perpisahan yaitu perpisahan dengan saudara kandung,
sepupu, teman, keluarga di panti asuhan, bahkan anjing peliharaan mereka.
Namun, hal yang paling akut adalah perpisahan dengan ibu kandung
mereka.
Edelstein (2001 dalam Schwartz, 2010) menyatakan bahwa anak
mengekspresikan kesedihan mereka bukan hanya dengan perasaan sedih.
Beberapa anak berperilaku agresif, terutama pada orang tua asuh baru di
72
panti asuhan. Hal lain yang mungkin dilakukan adalah adanya perilaku
disorientasi, cemas, atau memiliki masalah dengan nafsu makan dan tidur.
Remaja awal mungkin menangis dan memiliki masalah sosial dan masalah
kesehatan dibandingkan remaja. Namun, kehilangan remaja lebih
ditunjukkan dengan harga diri rendah dan memiliki perasaan “beda”
dengan teman sebayanya (Worden, 1996 dalam Schwartz, 2010).
Penelitian yang diuraikan diatas mendukung hasil penelitian yang
ditemukan bahwa pengalaman menyedihkan selama di panti asuhan adalah
perpisahan. Perpisahan tersebut meliputi perpisahan dengan teman atau
kakak angkat di panti asuhan dan juga perpisahan dengan orang tua karena
penempatan informan di panti asuhan. Bowlby (1980 dalam Schwartz,
2010) menemukan bahwa attachment merupakan dorongan esensial dan
keunggulan dari attachment yang kuat adalah fungsi yang positif. Perasaan
kehilangan merupakan reaksi yang wajar untuk perpisahan dengan figur
attachment.
Kesejahteraan sosial dan emosional merupakan tujuan dari hubungan
pertemanan dengan sebaya. Kesejahteraan meliputi kesejahteraan
emosional dan emosi yang positif seperti kebahagiaan, kenyamanan, dan
optimisme yang dapat dihubungkan dengan kesuksesan hidup yang
merupakan nilai sosial. Namun, hubungan pertemanan yang negatif
dengan teman sebaya seperti adanya masalah atau penolakan akan
berujung pada kemarahan dan kesedihan (Oberle, 2010). Sesuai dengan
yang diungkapkan informan bahwa pengalaman yang menyedihkan adalah
ketika adanya masalah dengan teman sekamar.
73
Hal yang menyedihkan lainnya adalah pengasuh yang menurut
informan adalah galak. Schwartz (2010) menemukan bahwa penempatan
remaja di panti asuhan yang baru akan membuat remaja merasa gugup
bahkan menyeramkan karena harus mengetahui apa yang diinginkan
pengasuh, peraturan yang mereka buat, apa yang pengasuh sukai, dan
kebiasaan yang mereka lakukan serta apa yang pengasuh harapkan dari
remaja panti asuhan.
2. Support system bagi anak remaja putri di panti asuhan
Perkembangan remaja yang positif meliputi bukan hanya lingkungan
yang mendukung namun tanggung jawab untuk memimpin dan
mengembangkan keterampilan hidup. Mereka butuh untuk dapat
mempraktikkan kemampuan hidup seperti memperoleh dan mengatur
pekerjaan, mengatur keuangan, dan masuk dalam hubungan interpersonal.
Support system dalam kehidupan remaja seperti orang tua asuh atau
pengasuh dibutuhkan dalam proses ini (Scannapieco et al, 2007).
Di panti asuhan, support system bagi anak remaja putri yaitu teman,
orang tua kandung, dan pengasuh. Support system yang dimaksud dapat
berupa hubungan emosional dan merupakan sebagai role model. Bagi
beberapa informan, support system merupakan orang yang dekat dengan
mereka karena adanya ikatan emosional. Hal tersebut dapat juga dikatakan
sebagai figur attachment. Menurut Bowlby (1973 dalam Borualogo, 2004)
figur attachment memiliki dua fungsi yaitu yang pertama adalah memiliki
ikatan emosional dengan remaja dan memberikan rasa aman kepada
remaja ketika mereka menghadapi ancaman dan membantu remaja untuk
74
meregulasi stress, dan yang kedua adalah memberikan dasar yang aman
ketika remaja mengeksplorasi lingkungan. Support system yang dimaksud
oleh informan adalah teman dan orang tua.Teman sebagai support system
karena adanya keterikatan emosional seperti yang dikatakan oleh informan
bahwa teman dapat mengerti apa yang sedang dihadapinya terkait dengan
masalah percintaan remaja dibandingkan orang tua. Sedangkan bagi
informan lainnya, orang tua merupakan support system bagi mereka.
Nickerson & Nagle (2004) menemukan bahwa attachment dengan
orang tua, teman, atau keduanya dapat memprediksi kepuasan anak dan
remaja dalam berbagai hal.Aspek positif dari hubungan dengan orang tua
dan hubungan dengan teman sebaya adalah adanya kepercayaan dan
komunikasi. Kepuasan dalam keluarga dapat dilihat dari adanya rasa
aman, komunikasi yang terbuka, dan adanya pengertian antara orang tua
dan anak. Kepercayaan dengan teman sebaya merupakan hal yang dapat
memprediksi adanya kepuasan dalam berteman. Hal ini didukung oleh
adanya komitmen dengan teman seperti saling peduli, saling menyukai dan
percaya. Sama halnya dengan Borualogo (2004) yang menemukan bahwa
orang tua merupakan figur attachment utama bagi remaja di panti asuhan
Muhammadiyah, sahabat menduduki peringkat kedua, dan selanjutnya
adalah kakak dan bapak asuh di panti asuhan.
Selain hubungan emosional, support system bagi anak remaja putri di
panti asuhan yaitu dalam hal seseorang yang dapat dicontoh atau role
model. Role model adalah individu yang dianggap teladan atau layak
ditiru. Keterikatan emosional tidak selalu dengan kontak langsung
75
misalnya dengan cara mengidentifikasi, sebatas idola olahraga atau figur
entertaimen. Role model dapat mempengaruhi pengetahuan remaja,
perilaku, kepercayaan, nilai, dan berakhir pada paparan perilaku role
model yang positif maka adanya pengalaman hidup yang beragam
(Yancey, 1998). Pada penelitiannya, Yancey (1998) menemukan bahwa
penggunaan role model sangat efektif karena dapat menanamkan rasa
kepercayaan, meningkatkan harga diri, dan memotivasi remaja yang
berisiko tinggi untuk memanfaatkan sumber pelayanan pendidikan
nonformal.
Nickerson & Nagle (2004) menemukan bahwa 47% dari kepuasan
hidup remaja ditentukan dari role model, kedua orang tua, dan teman
sebaya. Informasi yang didapat dari informan, support system yang dapat
menjadi role model adalah teman, orang tua, dan pengasuh. Informan
mengungkapkan bahwa dengan teman, ia akan saling berbagi pengalaman
yang pernah dirasakan, dan jika pengalaman tersebut berujung hal yang
positif maka memotivasi informan untuk melakukan hal tersebut.
Kuperschmidt & Coie (1990) menunjukkan bahwa memiliki hubungan
pertemanan yang positif secara langsung akan berpengaruh pada
peningkatan kompetensi sosial dan penerimaan di jenjang usia yang
selanjutnya. Sebaliknya, hubungan pertemanan yang buruk diketahui akan
berujung yang negatif seperti menarik diri, kenakalan, penyalahgunaan
obat, dan masalah kesehatan mental. Seperti yang ditemukan Engels &
Bogt (2001) bahwa perilaku berisiko dapat dicegah dengan aspek positif
dalam hubungan pertemanan misalnya dengan peer attachment, dukungan,
76
kompetisi, dan penerimaan. Wentzel (2009) menyatakan bahwa hubungan
pertemanan yang positif juga cenderung lebih memotivasi di sekolah dan
menunjukkan performa akademik yang lebih baik.
Bagi sebagian informan, orang tua merupakan sosok yang dapat
menjadi role model. Carlo et al (2007) menemukan bahwa adanya praktik
orang tua dalam hal mengajarkan anak tentang perilaku prososial terkait
dengan adanya rasa simpati sangat bermakna terhadap perkembangan
prososial remaja. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang tua
menanamkan nilai positif pada anak dan hal tersebut diikuti oleh anak
sehingga orang tua dapat menjadi role model bagi anak. Penelitian lainnya
adalah yang dilakukan oleh Schwartz (2010) ditemukan bahwa remaja di
panti asuhan merasakan sedih ketika berpisah dengan orang tua asuh di
panti asuhan karena orang tua asuh mengajarkan mereka hal-hal yang
benar.
3. Hubungan remaja putri di panti asuhan dengan orang tua
Pada tema hubungan remaja putri di panti asuhan dengan orang tua ini
nmeliputi gaya pengasuhan yang orang tua berikan selama ini dan
perasaan informan terhadap orang tua mereka selama di panti asuhan.
Gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua pada remaja putri di
panti asuhan bermacam-macam yaitu perhatian, mendidik, demokratis, dan
menelantarkan. Berdasarkan hasil wawancara, mayoritas orang tua
informan hanya ibu saja.Meskipun ada informan yang masih memiliki
ayah, ayahnya pun menelantarkan mereka.
77
Paulson & Sputa (1996) menemukan bahwa ibu lebih terlibat dalam
pengasuhan dibanding ayah selama kelas sembilan dan dua belas. Ibu lebih
responsif, lebih terlibat dalam tugas rumah dan tugas sekolah. Namun,
tidak ditemukan adanya perbedaan mengenai nilai terhadap pencapaian
tujuan. Suldo & Huebner (2004) menemukan adanya hubungan yang
signifikan antara gaya pengasuhan demokratis dengan kepuasan hidup.
Garcia & Garcia (2009) melakukan penelitian pada keluarga di Spanyol
dan menemukan bahwa gaya pengasuhan dengan cara memanjakan dan
demokratis memiliki hasil akhir yang baik dalam hal harga diri, masalah
psikososial, kompetensi, dan masalah perilaku dibanding dengan gaya
pengasuhan otoriter dan menelantarkan.
Penelataran pada anak remaja dapat mengakibatkan beberapa masalah.
Marquis et al (2008) menemukan bahwa hal yang mengindikasikan adanya
kekerasan dan penelantaran pada anak yang terkait dalam kesejahteraan
anak memiliki perbedaan kebutuhan dan tantangan. Hampir seperempat
keluarga yang menelantarkan terdiri dari ibu yang merupakan sumber
utamanya adalah masalah sosial. Ibu teridentifikasi sebagai orang yang
paling berisiko untuk terpaparnya penyebab kekerasan pada anak. Ibu
yang menelantarkan juga memiliki masalah seperti depresi dan
penyalahgunaan zat. Tracy & Pine (2000) mengatakan bahwa dari
penelitian-penelitian yang sebelumnya memiliki implikasi untuk
kesejahteraan anak dan panti asuhan. Pertama, sangat penting untuk
mengkaji dan mengidentifikasi kebutuhan akan pelayanan dan konsultasi
bagi anak yang memiliki pengalaman kekerasan, penelantaran, dan
78
terpaparnya kekerasan dalam rumah tangga. Kedua, adanya edukasi yang
lebih lanjut bagi pekerja pelayanan sosial, pekerja pelindung anak, orang
tua asuh, pengacara, penuntut, dan profesi lain yang juga bekerja dengan
anak yang memiliki pengalaman kekerasan atau penelantaran yang
membutuhkan bantuan. Hal ini sangat penting untuk semua anak yang
dirawat, pekerja pelindung anak, pengacara, dan penuntut untuk menerima
edukasi yang kuat dan bekerja dengan pengetahuan tentang penelantaran
sehingga para praktisi dapat secara efektif memanfaatkan pengetahuannya
untuk menuntun dalam membuat keputusan yang lebih baik berkaitan
dengan anak-anak yang datang setelah ditelantarkan.
Selain gaya pengasuhan, hal lain yang dibahas dalam tema ini adalah
perasaan anak remaja putri di panti asuhan dengan orang tua mereka. Anak
remaja di panti asuhan biasanya setiap libur sekolah ataupun libur hari
raya diberikan izin untuk pulang bertemu dengan keluarga mereka.
Beberapa dari mereka tinggal dengan ibu, namun tidak jarang juga yang
masih memiliki orang tua lengkap, dan ada pula yang tidak memiliki orang
tua. Berdasarkan wawancara, perasaan anak remaja putri di panti asuhan
tersebut terhadap orang tua nya yaitu mayoritas rindu dengan orang tua.
Hasil penelitian Schwartz (2010) ditemukan bahwa perasaan remaja ketika
ditanyakantentang ibu kandung, mereka mengekspresikan keinginan
mereka untuk tinggal dengan ibu kandung kembali yag berarti adanya
hubungan yang positif denganibu. Selain itu juga rindu saat-saat bersama
ibuseperti menyanyikan lagu kesukaan mereka atau adanya rasa nyaman
ketika bercerita dengan ibu saat merasa sedih.
79
Selain perasaan rindu dengan orang tua, ada juga informan yang
mengatakan sedih jika teringat tentang orang tua terutama ayah. Schwartz
(2010) juga menemukan bahwa ketika remaja ditanyakan tentang ayah
kandung mereka mengatakan sedih bahkan kecewa walaupun hubungan
mereka tidak terlalu dekat setelah di panti asuhan.
Perasaan anak remaja di panti asuhan kemungkinan dapat berpengaruh
terhadap kesehatan mental anak. Haight (2003) menyarankan pengalaman
positif seperti perkembangan dalam hubungan attachment positif dengan
orang tua asuh yang memungkinkan untuk memperbaiki efek penelantaran
atau trauma. Timmer et al (2006) menyarankan penggunaan PCIT (Parent-
Child Interaction Therapy) yang dapat meningkatkan kualitas hubungan
antara orang tua asuh dengan anak asuh dan meningkatkan keterampilan
orang tua asuh dalam memberikan asuhan pada anak yang sulit, juga
meningkatkan kestabilan penempatan anak dan meningkatkan kesehatan
mental anak.
4. Psikososial remaja putri di panti asuhan
Pada tema ini, psikososial anak remaja putri di panti asuhan terdiri dari
konsep diri remaja, dan sosialisasi remaja selama tinggal di panti asuhan.
Sumber psikososial remaja meliputi gaya proses pencarian identitas, status
identitas, suasana dalam keluarga, dan hubungan dengan sekolah (Adams
et al, 2006). Dalimunthe (2009) mengatakan bahwa beberapa hal yang
dapat mempengaruhi ketidakoptimalan perkembangan psikososial anak di
panti asuhan adalah berbagai karakteristik dan rentang usia anak serta jenis
kelamin sehingga mengalami keterbatasan dalam sarana dan prasarana
80
dalam menjamin perkembangan psikososial anak dan keterbatasan
penyediaan pengasuh dalam pemenuhan kebutuhan psikososial anak
terkait kesehatan, sosioemosional, dan pendidikan. Berbeda halnya dengan
di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 tebet yang merupakan
perpanjangan dari Dinas Sosial DKI Jakarta yang penempatan anak
disesuaikan dengan jenis kelamin dan rentang usianya sehingga masalah
psikososial yang muncul tidak terkait dengan masalah sarana dan
prasarana namun berkaitan dengan konsep diri remaja itu sendiri. Dari
hasil wawancara didapat bahwa warga binaan sosial di panti asuhan
tersebut mayoritas memiliki perkembangan psikososial yang baik, namun
tidak menutup kemungkinan bahwa ada beberapa yang memiliki masalah
terakit dengan psikososial.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa psikososial remaja putri di panti
asuhan salah satunya berkaitan dengan konsep diri anak remaja putri di
panti asuhan. Tjipsastra (1996) menemukan tidak adanya perbedaan yang
signifikan antara konsep diri, motivasi berprestasi, dan prestasi belajar
anak-anak panti asuhan dengan anak-anak yag diasuh dalam keluarga.
Namun, dari hasil wawancara ditemukan sangat berbeda antara anak
remaja yang sejak kecil diasuh di panti asuhan dengan anak remaja yang
dititipkan di panti asuhan ketika usia sekolah. Ditemukan bahwa anak
remaja putri yang diasuh di panti asuhan sejak kecil tergambarkan konsep
diri yang cenderung negatif. Konsep diri anak di panti asuhan yang akan
dibahas yaitu tentang persepsi gambaran diri remajaputri di panti asuhan
dan harapan informan.
81
Remaja biasanya mendeskripsikan dirinya dalam hal yang positif.
Perempuan terbukti lebih baik dalam hal akademik dan mengatur
keberhasilan diri namun lebih rendah dalam hal keberhasilan mengatur
emosi. Pengalaman remaja putri saat remaja sangat tinggi tingkat stresnya,
kemungkinan sebagai hasil dari faktor edukasi. Saat menemukan kesulitan,
sangat jauh jarak antara aktual diri dengan ideal diri (Bacchini &
Magliulo, 2003). Yancey (1998) menggunakan role model sebagai
komponen dalam pengasuhan anak di panti asuhan untuk mempromosikan
gambaran diri positif pada remaja marjinal di panti asuhan. Hal tersebut
terbukti menanamkan keyakinan, meningkatkan harga diri, dan
memotivasi remaja yang berisiko tinggi untuk memanfaatkan sumber
pendidikan atau pelatihan kejuruan yang melayani dalam program
independen. Penggunaan role model tersebut kemungkinan dapat
digunakan bagi anak remaja putri yang memiliki konsep diri negatif
karena penelantaran orang tua kandungnya.
Komponen konsep diri remaja putri di panti asuhan yang didapat dari
hasil wawancara yang selanjutnya adalah harapan remaja putri di panti
asuhan. Harapan yang singkat dapat meningkatkan kekuatan psikologis
dan sangat bermanfaat dalam jangka waktu 1 tahun dan 6 bulan kedepan
(Marques et al, 2009). Harapan anak remaja putri di panti asuhan yang
ditemukan merupakan hal-hal yang positif. Mayoritas harapan tersebut
dalam hal jenjang pendidikan dan karir yang lebih baik. Walaupun
mayoritas harapan positif, namun bagi remaja putri yang ditelantarkan
82
orang tuanya cenderung tidak memiliki harapan untuk kehidupannya
kelak.
Bagian dari tema psikososial remaja putri di panti asuhan yang lain
adalah sosialisasi remaja putri di panti asuhan. Sosialisasi tersebut meliputi
sosialisasi dengan lingkungan dan cara remaja putri di panti asuhan dalam
berteman. Mayoritasanak remaja putri di panti asuhan merasa tidak ada
kesulitan ketika bersosialisasi dengan lingkungan baru, namun ada juga
yang merasakan adanya perasaan malu untuk memulai pembicaraan
dengan orang baru di lingkungan baru bahkan ada perasaan rendah diri
ketika bersosialisasi dengan teman sebaya yang tinggal dirumah dengan
orang tua mereka. Faruggia et al (2006) tidak menemukan adanya
perbedaan antara anak di panti asuhan dengan remaja lainnya dalam hal
depresi, kesejahteraan, masalah perilaku, dan harga diri. Anak remaja di
panti asuhan dilaporkan lebih tinggi tingkat orientasi bekerjanya, namun
lebih rendah tingkat pencapaian akademik, aspirasi, dan ekspektasinya.
Selain itu, anak remaja di panti asuhan dirasakan lebih menghargai orang
dewasa yang bukan orang tua mereka dan teman sebaya mereka di
lingkungan sosialnya.
Selain sosialisasi dengan lingkungan, cara remaja putri di panti asuhan
dalam berteman juga menjadi sorotan dalam tema psikososial remaja putri
di panti asuhan. Thomas & Daubman (2001) menemukan bahwa harga diri
anak remaja perempuan lebih rendah dibanding laki-laki, dan hubungan
pertemanan perempuan lebih kuat, hubungan interpersonal yang lebih
bermanfaat, dan lebih stresful dibanding laki-laki. Anak remaja putri di
83
panti asuhan memilih untuk berteman dengan siapa saja saat di sekolah
ataupun di panti asuhan. Namun, terkadang di sekolah mereka memilih
untuk berteman dengan teman sebaya yang menerima mereka apa adanya
sesuai dengan kondisi mereka bahkan ada pula yang memilih berteman
dengan teman di panti asuhan yang bersekolah sama sehingga di panti dan
di sekolah hanya itu saja teman mereka. Oberle (2010) menemukan bahwa
penerimaan dalam pertemanan di kalangan remaja perempuan dapat
diprediksi dari tingginya tingkat empati dan optimisme, serta pengaruh
positif. Penerimaan dalam hubungan pertemanan sangat berpengaruh
dalam kesejahteraan sosial dan emosional bagi remaja. Bahkan remaja
putri di panti asuhan lebih memilih untuk berteman dengan teman lawan
jenis dibanding sesama jenis. Harga diri remaja perempuan akan positif
ketika berhubungan dengan kualitas pertemanan dengan teman lawan jenis
(Thomas & Daubman, 2001).
Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa walaupun anak remaja putri
di panti asuhan tidak mengalami masalah terkait dengan perkembangan
psikososial, namun ada beberapa remaja yang memiliki risiko dengan
masalah harga diri rendah. Harga diri rendah ini terjadi pada anak remaja
putri yang tidak memiliki orang tua. Kemungkinan dikarenakan kurangnya
keterlibatan orang tua dalam menanamkan konsep diri yang positif. Anak
muda usia 6 hingga 14 tahun di panti asuhan memiliki gangguan defisit
atau hiperaktif, depresi, dan gangguan perkembangan (dosReis, 2001).
Racusin et al (2005) menyarankan bahwa regulasi diri merupakan faktor
84
yang sangat penting dalam kesan gangguan emosional dan perilaku pada
anak di panti asuhan.
Sebagai praktisi keperawatan, masalah yang muncul pada anak di panti
asuhan merupakan hal yang harus segera ditangani. Berdasarkan penelitian
ini dan penelitian sebelumnya, harga diri rendah merupakan masalah yang
tidak dapat dipandang sebelah mata. Masalah ini dapat mengganggu
perkembangan remaja terutama dalam hal psikososialnya. Self esteem
enhancement merupakan salah satu intervensi yang dapat dilakukan bagi
anak remaja yang memiliki masalah dengan harga diri.
85
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengalaman anak remaja putri di panti asuhan mayoritas meliputi hal
yang paling menyenangkan yaitu kebersamaan dengan teman-teman di
panti asuhan dan pengalaman menyedihkan ketika adanya masalah
dengan teman sebaya. Sesuai dengan tugas perkembangan remaja
bahwa membuat hubungan pertemanan dengan teman sebaya
merupakan tugas yang harus dilalui oleh remaja sehingga pengaruh
teman sebaya sangat tinggi bagi pengalaman yang dirasakan remaja
putri di panti asuhan.
2. Support system bagi anak remaja putri di panti asuhan terkait dengan
adanya hubungan emosional dan sebagai role model. Orang tua
terutama ibu dan teman sebaya sama kuatnya dalam hal support system
bagi remaja putri dipanti asuhan.
3. Hubungan remaja putri di panti asuhan dengan orang tua meliputi gaya
pengasuhan dan perasaan remaja putri di panti asuhan terhadap orang
tuanya. Gaya pengasuhan yang digunakan orang tua kandung anak
remaja putri di panti asuhan mayoritas menggunakan gaya demokratis.
Perasaan remaja putri di panti asuhan terhadap orang tua mereka
mayoritas rindu.
4. Psikososial remaja putri di panti asuhan terdiri dari konsep diri dan
cara bersosialisasi. Konsep diri anak remaja putri di panti asuhan baik,
86
mereka memiliki gambaran diri yang positif serta harapan yang
optimis tentang masa depan mereka. Namun, dalam bersosialisasi tak
jarang masih ada yang merasa rendah diri dan memilih untuk berteman
dengan beberapa teman saja yang mereka anggap dapat menerima
keadaan mereka.
B. Saran
1. Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet
Sebaiknya Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet memodifikasi
lingkungan di panti asuhan dengan menumbuhkan sikap terbuka berupa
adanya konseling reguler, komunikasi yang terbuka, diadakannya kegiatan
bersama yang rutin, serta diadakannya pelatihan terkait dengan
pengasuhan anak sesuai usianya sehingga kesan orang tua asuh yang galak
tidak ada lagi dan dapat mengerti perkembangan anak yang nantinya dapat
terjalin hubungan emosional layaknya orang tua dengan anak.
2. Penelitian selanjutnya
Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk meneliti dengan
membandingkan pengalaman psikososial anak remaja putri yang tinggal di
panti asuhan dengan anak remaja putri yang tinggal di rumah.
3. Warga binaan sosial Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet
Sebaiknya diadakannya kegiatan rutin terkait permbentukan karakter bagi
warga binaan sosial Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet
sehingga dapat membentuk karakter yang positif.
DAFTAR PUSTAKA
Adams et al. Psychosocial Resources in First-Year University Students: The Role of Identity Processes and Social Relationships. 35 (1). 2006. Hal. 81-91
Agustiani, Hendriati. Psikologi Perkembangan Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja. Bandung: Refika Aditama. 2006
Ahearn, Federick L. Psychosocial Wellness of Refugges Issues in Qualitative and Quantitative Research. United State: Berghahn Books. 2000
American Psychiatric Association. The Use of Medication in Treating Childhood and Adolescent Depression: Information for Patients and Families. Diakses pada tanggal 27 Maret 2013 dari http://www.parentsmedguide.org/pmg_depression.html. 2005
American Psychogical Association. Anxiety. Diakses pada tanggal 27 Maret 2013 dari http://www.apa.org/topics/anxiety/index.aspx. 2013
Andriana, Dian. Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta: Salemba Medika. 2011
Asmadi. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC. 2008
Bacchini, Dario and Fabrizia Magliulo. Self Image and Self Efficacy during Adolescence. 32 (5). 2003. Hal. 337
Badan Pusat Statistik. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Indonesia. Diakses pada 21 April 2013 dari http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=336&wid=0. 2010
Bandawe, C. R., Louw, J.The Experience of Family Foster Care in Malawi: A Preliminary Investigation. 76 (4). 1997. hal.535-47
Blankenship, Diare. Applied Reseacrh and Evaluation Method in Recreation. United State: Hunan Kinetics. 2009
Borualogo, Ihsana Sabriani. Hubungan Antara Persepsi Tentang Figur Attachment dengan Self Esteem Remaja Panti Asuhan Muhammadiyah. Vol.13 No.1. 2004
Bulechek, Gloria M. Nursing Interventions Classification. Missouri: Mosby Elsevier. 2008
Burns, Nancy. The Practice of Nursing Research Conduct Critique and Utilization. Missouri: Mosby Elsevier. 2005
Carlo, et al.Parenting Styles or Practices? Parenting, Sympathy, and Prosocial
Behaviors Among Adolescents. 168 (2). 2007. hal. 147-176
Chapman, Mimi V and Sharol L Christ. Attitudes toward Out-of-Home Care over 18 Months: Changing Perceptions of Youths in Foster Care. 32 (3). 2008. Hal. 135
Craig-Oldsen, et al. Issues of Shared Parenting of LGBTQ Choldren and Youth in Foster Care: Preparing Foster Parents for New Roles. 85 (2). 2006
Dahlan, M. Sopiyudin.Evidence Based Medicine : seri 3 cetakan 2. Jakarta : CV. Sagung Seto. 2009
Dalimunthe, Karolina Lamtiur. Kajian Mengenai Kondisi Psikososial Anak yang Dibesarkan di Panti Asuhan. Bandung. 2009
Danim, Sudarwan. 2003. Riset keperawatan : sejarah dan metodologi. Jakarta: EGC. 2007
Departemen Sosial RI. Petunjuk Tekhnis Pelaksanaan Penyantunan dan Pengentasan Anak Terlantar Melalui Panti Asuhan Anak. Jakarta. 1989
dosReis, et al. Mental Health Services for Youth in Foster Care and Disabled Youths. 91 (7). 2001
Dulmus, Catherine N. and Lisa A. Rapp-Paglicci. The Prevention of Mental Disorders in Children and Adolescents: Future Research and Public-Policy Recommendations. 81 (3). 2000. Hal. 294
Efendi, Ferry. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 2009
Engels, Rutger C. M. E. and Tom ter Bogt. Influences of Risk Behaviors on the Quality of Peer Relations in Adolescence. 30 (6). 2001. Hal. 675
Farruggia et al. Perceived Social Environment and Adolescents’ Well Being and Adjustment: Comparing a Foster Care Sample With a Matched Sample. 35 (3). 2006. Hal. 349-358
Garcia, Fernando and Enrique Garcia. Is Always Authoritative The Optimum Parenting Style? Evidence From Spanich Families. 44 (173). 2009. Hal. 101
Gramkowski et al. Health Risk Behavior in Foster Youth. 22 (2). 2009. Hal 77-85
Haight et al. Understanding andSupporting Parent-Child Relationship during Foster Care Visits: Attachment Theory and Reseacrh. 48 (2). 2003. Hal. 195
Herdman, T. Heather. Diagnosis Keperawatan: definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC. 2012
Hidayat, A. Aziz Alimul. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika. 2007
Holloway.Immy. Qualitative Research in Nursing. United Kingdom: John Wiley & Sond Ltd. 2010
Hurlock, Elisabeth B.Child Development Sixth Edition. Jakarta: Erlangga. 2004
Hurlock, Elisabeth B.Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. 2012
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002. Diakses pada tanggal 21 Maret 2013 dari http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&sqi=2&ved=0CDQQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.kemenkumham.go.id%2Fattachments%2Farticle%2F172%2Fuu23_2002.pdf&ei=YbRzUdLfEoLsrAey94DoBQ&usg=AFQjCNGzSIhBbAcwqHQesvfHPNVTP2zYEA&sig2=_5K4PEpBUuHOpGmE2GeOUQ&bvm=bv.45512109,d.bmk. 2002
Kools, Susan; Kennedy,Christine.Foster Child Health and Development : Implications for Primary Care. Vol.29/No.1. 2003
Kools, et al.Dimentions of Health in Young People in Foster Care. 21 (2). 2012. Hal. 221-223.
Landsverk, et al.Psychosocial Interventions for Chilldren and Adolescents in Foster Care: Review of Research Literature. 88 (1). 2009. Hal. 49-69
Marques et al. “Building Hope for the Future”: A Program to Foster Strengths in Middle-School Students.12. 2009. Hal. 139-152
Marquis et al. The Relationship of Child Neglect and Physical Maltreatment to Placement Outcomes and Behavioral Adjustment in Children in Foster Care: A Canadian Perpective. 87 (5). 2008. Hal. 5-25
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2011
Moorhead, Sue. Nursing Outcomes Classification. Missouri: Mosby Elsevier.
2008
Nazir, Moh. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2003
Neuendorf, Kimberly A. The Content Analysis Guidebook. London: Sage Publication Inc. 2002
Nickerson, Amanda B. and Richard J. Nagle. The Influence of Parent and Peer Attachments on Life Satisfaction in Middle Childhood and Early Adolescence. 66. 2004. Hal. 35-60
Nurdin, Adnil Edwin.Tumbuh Kembang Perilaku Manusia. Jakarta: EGC. 2011
Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 2008
Oberle et al. Understanding the Link Between Social and Emotional Well-Being and Peer Relations in Early Adolesncence: Gender-Specific Predictors of Peer Acceptance. 39. 2010. Hal. 1330-1342
Oberle et al. Life Satisfaction in Early Adolescence: Personal, Neighborhood, School, Family, and Peer Influences. 40. 2011. Hal. 889-901
Papalia, Diane E. Human Development. New York: Mc Graw Hill. 2003
Patrick et al. Adolescents Commitment to Developing Talent: The Role of Peers in Continuing Motivation for Sport and the Arts. 28 (3). 1999. Hal. 741
Paulson, Sharon E. and Cheryl L. Sputa. Patterns of Parenting During Adolescence: Perceptions of Adolescents and Parents. 31 (122). 1996. Hal. 369
Pleydon, Anne P and Joseph G. Schner. Female Adolescent Friendship and Delinquent Behavior. 36. 2001. Hal. 189
Polit, D.F and Cheryl Tatano Beck. Nursing Reaseacrh: Principles and Methods. Philadelpia: lippincot Williams & Wilkins. 2004
Potter, Patricia A. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC. 2005
Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial Kementrian Sosial. Rekapitulasi Data PMKS 2010. Diakses pada tanggal 21 Maret 2013 dari http://database.depsos.go.id/modules.php?name=Siks. 2011
Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial Kementrian Sosial.Sistem Informasi Panti. Diakses pada tanggal 21 Maret 2013 dari http://database.depsos.go.id/modules.php?name=Sip&hal=293. 2011
Racusin et al. Psychosocial Treatment of Children in Foster Care: A Review. 41. 2005 Santrock, John W. Adolescence perkembangan remaja. Jakarta: Erlangga. 2003
Santrock, John W. Life Span Development. Jakarta: EGC. 2002
Santrock, John W. Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga. 2007
Santrock, John W. Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta: Erlangga. 2007
Santrock, John W. Remaja Jilid 2. Jakarta: Erlangga. 2007
Scannapieco et al. In Their Own Words: Challenges Facing Youth Aging Out of Foster Care. 24. 2007. Hal. 423-435
Schwartz, Ann E. “Nobody Knows Me No More”: Experiences of Loss Among African American Adolescents in Kinship and Non-kinship Foster Care Placements. 2. 2010. Hal. 31-49
Setiabudhi, Tony. Anak Unggul Berotak Prima. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2002
Soetjiningsih.Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto. 2004
Streubert Helen J. and Rinaldi Carpenter. Qualitative Research in Nursing: Advancing The Humanistic Imperative 5 Edition. Philadelpia: lippincot Williams & Wilkins. 2011
Sugiyono. Metode Penelitian Tindakan Kelas Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. 2010
Suldo, Shannon M. and Scott Huebner. The Role of Life Satisfaction in the Relationship between Authoritative Parenting Dimentions and Adolescent Problem Behavior. 66. 2004. Hal. 165-195
Supartini, Yupi. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC. 2004
Thomas, Jennifer J. and Kimberly A. Daubman. The Relationship Between Friendship Quality and Self Esteeem in Adolescent Girls and Boys. 45. 2001. Hal. 53
Timmer et al. Paret-Child Interaction Therapy: Application of an Empirically Supported Treatment to Maltreated Children in Foster Care. 85 (6). 2006. Hal. 919
Tim Penyusun Pedoman Akademik Universtitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. Pedoman Akademik Program Strata 1 2010/2011. Jakarta: Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. 2010
Tim Pusat Bahasa Depdiknas RI. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diakses pada 8 Maret 2013 dari http://badanbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/. 2013
Tjipsastra, Tetty Elitasari. Hubungan Antara Konsep Diri, Motivasi Berprestasi dengan Prestasi Belajar Anak-anak Panti Asuhan dan Perbedaannya dari Anak-anak yang Diasuh dalam Keluarga. Depok. 1996
Wahyuning, Wiwit.Mengkomunikasikan Moral Kepada Anak. Jakarta: Elex Media Komputindo. 2003
Whinston, Andrew B. Handbooks in Information Systems Information Assurance, Security, and Privacy Services. Bingley: Emerald. 2009
Wong, Donna L.Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC. 2008
World Health Organization. Adolescent Development. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2013 dari http://www.who.int/maternal_child_adolescent/topics/adolescence/dev/en/ . 2013
Yancey, Antronette K. Buinding Positive Self-Image in Adolescents in Foster Care: The Use of Role Models in an Interactive Group Approach. 33. 1998. Hal. 253
Zahra, Roswiyani P. Lingkunagn Keluarga danPeluang Munculnya Masalah Remaja. Vol. 1 No. 2. 2005. Hal 16
Zeanah, Charles H., Shauffer, Carole., Dozier, Mary.Foster Care for Young Children: Why It Must Be Developmentally Informed. doi: 10.1016/j.jaac. 2011
Tabel 2.1
Nursing Care Plan untuk remaja di panti asuhan
Diagnosa keperawatan: harga diri rendah kronik berhubungan dengan
ketidakefektifan adaptasi terhadap kehilangan, kurang kasih sayang ditandai
dengan evaluasi diri bahwa individu tidak mampu menghadapi peristiwa,
melebih-lebihkan umpan balik negatif tentang diri sendiri, seringkali kurang
berhasil dalam peristiwa hidup, kontak mata kurang, perilaku tidak asertif, pasif,
menolak umpan balik positif tentang diri sendiri, ekspresi rasa malu, ekspresi rasa
bersalah
Intervensi (NIC) Kriteriahasil (NOC)
Self esteem enhancement (5400)
Acitivities:
Monitor patients’s statement of self-
worth
Determine patient’s locus of control
Determine patient’s confidence in
own judgment
Encourage patient to identify
strengths
Encourage eye contact in
communicating with others
Reinforce the personal strengths that
patient identifies
Self esteem (1205)
Indicators:
1. Verbalizations of self-acceptance
2. Acceptance of self limitations
3. Maintenance of erect posture
4. Maintenance of eye contact
5. Description of self
6. Regard for others
7. Open communication
8. Fulfillment of personally
significant roles
9. Maintenance of grooming and
hygiene
Provide experience that increase
patients’s autonomy, as appropriate
Assist patient to identify positive
responses from other
Refrain from negatively criticizing
Refrain from teasing
Convey confidence in patient’s
ability to handle situation
Assist in setting realistic goals to
achieve higher self-esteem
Asssist patient to accept dependence
on others, as appropriate
Assist patient to reexamine negative
perceptions of self
Encourage increased responsibility
for self, as appropriate
Assist patient to identify the impact
of peer group on feelings of self-
worth
Explore previous achievements of
success
Explore reasons for self-criticism or
guilt
Encourage the patient to evaluate
10. Balance of participation and
listening in groups
11. Confidence level
12. Acceptance of compliments from
others
13. Exepected response from others
14. Acceptance of constructive
criticism
15. Willingness to confront others
16. Description of success in work
17. Description of success in school
18. Description of success in social
groups
19. Description of rpide in self
Feelings about self-worthMeasurement
scale:
1 = never positive
2 =rarely positive
3 =sometimes positive
4 = often positive
5 = confidently positive
own behavior
Encourage patient to accept new
challenges
Reward or praise patient’s progress
toward reaching goals
Facilitate an environment and
activities that will increase self-
esteem
Assist patient to identify significance
of culture, religion, race, gender, and
age on sel-esteem
Instruct parents on the importance of
their interest and support in their
children’s development of a postive
self-concept
Instruct parents to set clear
expectation and to define limits their
children
Teach parents to recognize
children’s accomplishments
Monitor frequency of self-negating
verbalizations
Monitor lack of follow-through in
goal attainment
Monitor levels of self-esteem over
time, as appropriate
Make positive statements about
patient
Pedoman Wawancara Mendalam (Indepth Interview)
I. Petunjuk umum
a. Tahap perkenalan
b. Ucapkan terima kasih kepada informan atas kesediaan waktu yang telah
diluangkan untuk pelaksanaan wawancara
c. Jelaskan maksud dan tujuan wawancara mendalam
II. Petunjuk wawancara mendalam
a. Wawancara dilakukan oleh seorang pewawancara
b. Informan bebas menyampaikan pengalaman, pendapat dan saran
c. Pengalaman, pendapat, dan saran informan sangat bernilai
d. Tidak ada jawaban yang benar atau salah
e. Semua pengalaman, pendapat, dan saran akan dijaga kerahasiaannya
f. Wawancara ini akan direkam dengan tape rocorder untuk membantu dalam
penulisan hasil
III. Pelaksanaan wawancara
A. Perkenalan
Identitas informan :
Nama :
Usia :
Pendidikan :
Pedoman Wawancara Mendalam Tentang Pengalaman Psikososial Anak Remaja
Putri di Panti Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet
Psikososial
1. Pengalaman apa saja yang pernah adik rasakan selama di panti asuhan?
2. Pengalaman menyenangkan apa yang pernah adik rasakan selama disini?
3. Pengalaman menyedihkan apa yang pernah adik rasakan selama disini?
4. Siapakah orang yang paling berpengaruh terhadap kehidupan adik?
5. Adik masih mempunyai orang tua atau tidak? Pernahkan adik merindukan orang
tua? Bagaimana beliau memperlakukan adik selama ini?
6. Adakah pengalaman selama ini kesulitan dalam bergaul?
7. Dapatkah adik menggambarkan diri adik selama ini?