32

Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015
Page 2: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

PENGANTAR

DAFTAR ISI

DARI REDAKSI

SUSUNAN REDAKTURPENASIHATDirektur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

PENANGGUNG JAWABPlt. Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

KETUA REDAKSIKepala Bagian Hukum, Organisasi, Dan Hubungan Masyarakat

SEKRETARIS REDAKSIKepala Subbagian Hubungan Masyarakat

ANGGOTA REDAKSIDra. Rully Makarawo, AptDra. Ardiyani, Apt, M.SiAji Wicaksono, S.Farm, AptIsnaeni Diniarti, S.Farm, AptWasiyah, S.APMuhammad Isyak Guridno, S.Si, AptRadiman, S.ERudi, Amd. MI

ALAMAT REDAKSIJln. H.R. Rasuna Said Blok X5 Kav. 4 - 9 Jakarta SelatanKementerian Kesehatan RISetditjen Binfar dan Alkes, Subbagian Humas Lt. 8 R.801(021) 5214869 / 5201590 Ext. 8009

Jamu adalah warisan budaya asli bangsa Indonesia yang secara turun temurun telah diwariskan dari generasi ke generasi. Selain itu, tak dapat dipungkiri jamu merupakan asset nasional yang sangat potensial sehingga sudah seharusnya dikembangkan menjadi komoditi kesehatan yang unggul dan bermanfaat. Seiring dengan dinamika dan perkembangan zaman, diperlukan kembali untuk meningkatkan kesadaran generasi bangsa untuk melestarikan budaya minum jamu untuk kesehatan. Peran jamu sebagai salah bentuk obat tradisional mulai digalakkan kembali. Berbagai Kementerian telah mencanangkan program minum jamu di lingkungan masing-masing. Jamu kembali diangkat menjadi primadona oleh Pemerintahan Kabinet Kerja. Gemuruh semangat yang baru terhadap jamu dan sektor obat tradisional ini kami tuangkan dalam liputan utama Buletin Infarkes edisi perdana di tahun 2015 kali ini. Kami dari tim redaksi menyajikan liputan utama kegiatan yang diusung oleh Kementerian Kesehatan RI yakni Gerakan Bugar dengan Jamu. Tidak ketinggalan pula, edukasi terhadap masyarakat untuk mewaspadai adanya kandungan bahan kimia obat (BKO) dalam produk jamu maupun obat tradisional yang beredar di pasaran juga menjadi sangat penting. Berita bahagia juga datang dari Keluarga Besar Ditjen Binfar dan Alkes. Sekretaris Ditjen Binfar dan Alkes periode 2010-2015, Drs. H.Purwadi, Apt, MM,ME, telah dilantik sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan pada tanggal 11 Februari 2015. Untuk itu kami mengucapkan selamat dan sukses atas pelantikan Drs. H.Purwadi, Apt, MM,ME. Selain menu liputan utama di atas, kami juga menyajikan berbagai konten lainnya. Ada liputan kegiatan yang mengulas tentang momen-momen penting yang terjadi di awal tahun 2015 ini, diantaranya adalah Rapat Kerja Kesehatan Nasional Regional Tengah. Dan ada pula artikel ilmiah yang kiranya bermanfaat untuk kita semua. Salam Sehat!

gambar sampul:foto oleh Puskomblik Kemenkes RI

Peresmian Gerakan Bugar Dengan Jamu Hal 03

Gerakan Nasional Bugar Dengan Jamu (Bude Jamu) Hal 05

Minum Jamu Bersama di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Hal 06

Penggolongan Obat Tradisional Hal 07

Mendukung Kemandirian Bahan Baku Obat Tradisional di Indonesia Hal 08

Pembinaan Usaha Jamu Racikan (UJR) dan Usaha Jamu Gendong (UJG) Hal 10

Formulasi Jamu yang Bermanfaat Bagi Kesehatan Hal 11

Pemilihan Simplisia yang Baik sebagai Bahan Baku Obat Tradisional Hal 13

Farmakope Herbal Indonesia Hal 14

Pemanfaatan Hasil Taman Obat Bagi Keluarga (TOGA) untuk Pertolongan Pertama Keluarga Hal 15

Menggunakan Obat Tradisional secara Aman dan Berkhasiat Hal 17

Penandatanganan Komitmen Ditjen Binfar dan Alkes Hal 18

Rakerkesnas Regional Tengah Tahun 2015 Hal 19

Program Indonesia Sehat untuk Atasi Masalah Kesehatan Hal 22

Pelantikan Pimpinan Tinggi Madya Kementerian Kesehatan RI Hal 24

Pelantikan Pejabat Eselon IV di Lingkungan Ditjen Binfar dan Alkes Hal 25

Kanker Bukan Diluar Kemampuan Kita Hal 26

Parasetamol: Dari Kilang Minyak Sampai Jadi Bahan Baku Obat Hal 28

Sekilas tentang Rencana Aksi Roadmap Pengembangan Industri Alat Kesehatan Dalam Negeri Hal 30

Page 3: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Hal.03 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

Pada Jum'at (23/1), Menkes Nila F. Moeloek bersama Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia (PMK) Puan Maharani, meresmikan Gerakan Bugar dengan Jamu (Bude Jamu) sebagai salah satu program kesehatan nasional berbasis obat tradisional, di halaman kantor Kementerian Kesehatan RI, Jakarta. Acara diawali dengan olahraga bersama Menteri Pemberdayaan Perempuan, Menteri Perindustrian, Menteri Ristek & Dikti, Menteri Pariwisata, Menteri Agraria Tata Ruang, Menteri Koperasi dan UKM, Kepala BNN, Kepala BPOM dan sejumlah Pejabat di lingkungan Kemenkes, perwakilan Gabungan Pengusaha Jamu serta Ibu-Ibu Penjaja Jamu Gendong.

Peluncuran gerakan Bude Jamu merupakan tindak lanjut dan operasionalisasi dari komitmen kita bangsa Indonesia untuk mengangkat jamu menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Selain itu acara ini dimanfaatkan sebagai ajang untuk menampilkan hasil riset dan produk berbasis jamu yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan.

Pemerintah sendiri sangat mendukung penggunaan jamu sebagai minuman tradisional berkhasiat.

Dukungan tersebut tertuang dalam PP 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional. Gerakan Bude Jamu sendiri pada awalnya merupakan kelanjutan dari Kemendag mulai tanggal 19 Desember 2014, demikian pula halnya dengan Kemenko PMK dan Kemenkop UKM. Sementara itu dalam sambutannya pada acara Peresmian Gerakan Bude Jamu, Menko PMK Puan Maharani mengatakan bahwa saat ini jamu tidak lagi dianggap sebagai minuman masyarakat kelas menengah ke bawah. Saat ini jamu telah mengalami revolusi baik dari sisi bentuk sediaan maupun manfaatnya. Jamu tidak lagi sebagai stigma negatif yang dikenal masyarakat berupa bahan yang diproduksi secara sederhana dan pahit rasanya. Namun saat ini jamu dapat dinikmati semua kalangan dalam bentuk sediaan yang sangat praktis, enak, berkhasiat dan merupakan bagian dari gaya hidup. “Melalui jamu yang aman, berkhasiat dan bermutu, maka pelayanan kesehatan ke depan tidak hanya menyelenggarakan pelayanan konvensional seperti yang ada sekarang ini, tetapi juga menyelenggarakan pelayanan kesehatan tradisional seperti

yang tertuang pada PP 103/2014,” ujar Menko Puan. Pada kesempatan yang sama, Menkes menyatakan bahwa Kementerian Kesehatan mendukung dan mendorong Gerakan Bude Jamu untuk kesehatan dan kebugaran.Jamu menurut Menkes meliputi spektrum yang luas mulai dari minuman jamu seperti beras kencur dan sinom, sampai dengan sediaan jamu untuk pengobatan. Jamu yang berkhasiat meningkatkan kebugaran akan terus dikampanyekan pemanfaatannya untuk peningkatan kesehatan, sementara jamu yang diklaim dapat mengobati penyakit, tentunya harus melalui uji klinik yang benar. Pada tahun 2014, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melakukan salah satu program inovatif dalam rangka Pembinaan Usaha Jamu Racikan (UJR) dan Usaha Jamu Gendong (UJG). Setelah program pembinaan UJR - UJG tersebut dilaksanakan secara intensif di daerah-daerah sentra obat tradisional (terutama jamu), selanjutnya pada rangkaian peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-50, tepatnya pada tanggal 16 November 2014 lalu, diluncurkanlah program

lanjutan dari Pembinaan UJR-UJG yaitu Gerakan Bugar Dengan Jamu oleh Menkes yang didampingi Sekjen Kemenkes RI dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes; Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt, Ph.D; Direktur Bina Prodis Kefarmasian Dra. R. Dettie Yuliati, Apt, M.Si dan Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto, SH, M.Si, Sp.F(K). Peluncuran Gerakan Bude Jamu saat itu ditandai dengan acara minum jamu bersama seluruh pejabat dan pegawai Kemenkes.

Bahkan Gerakan Bude Jamu yang diluncurkan pada tanggal 14 November 2014 itu langsung disambut dengan positif oleh 3 Kementerian. Kementerian Perdagangan, Kemenko PMK dan Kementerian Koperasi dan UKM. Menteri Perdagangan Rahmat Gobel pun membuat peraturan khusus untuk mewajibkan meminum jamu setiap hari jumat bagi seluruh pegawai dan sinom, sampai dengan sediaan jamu untuk pengobatan.

Kemenkes telah mengembangkan saintifikasi jamu, yaitu program

“Gerakan Bude Jamu tentunya harus diawali oleh kita sendiri, misalnya dengan menyediakan jamu pada rapat-rapat di kantor, membuka pojok jamu di tempat-tempat umum (Bandara, terminal), penyediaan mimuman jamu di hotel-hotel, termasuk penyediaan jamu di kantor kita”, sambung Menkes.

Sesuai memberikan arahan, Menko Puan bersama Menteri Kabinet Kerja menandatangani komitmen bersama untuk Budaya Minum Jamu mulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan dan masyarakat. Acara ditutup dengan minum jamu bersama dengan seluruh tamu dan undangan.

Sebelumnya, kegiatan minum jamu bersama juga telah diadakan tiga kali yaitu di Kementerian Perdagangan (16 Desember 2014), Kementerian Koperasi (9 Januari 2015) dan Kementerian Perindustrian (19 Januari 2015). Rencananya kegiatan minum jamu akan terus dilakukan bergiliran di setiap kementerian.

PERESMIANGERAKANBUGARDENGAN JAMU

“Melalui jamu yang aman, berkhasiat dan bermutu, maka pelayanan kesehatan ke depan tidak hanya menyelenggarakan

pelayanan konvensional seperti yang ada sekarang ini, tetapi juga menyelenggarakan

pelayanan kesehatan tradisional seperti yang tertuang pada PP 103/2014,”

penelitian berbasis layanan untuk mendapatkan bukti ilmiah agar mendapatkan jamu yang bermutu dan berkhasiat. Melalui saintifikasi jamu dibentuk jejaring dokter saintifikasi jamu, yang memberikan layanan jamu dan layanan penelitian. Sampai saat ini sudah ada lebih 600 dokter saintifikasi jamu yang tersebar di seluruh provinsi dan sudah terlibat penelitian di klinik jamu.

Lebih lanjut, Menkes menjelaskan sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.

Dengan demikian akan didapat formula jamu yang terbukti berkhasiat aman dan dapat digunakan pada pelayanan kesehatan dan dipakai oleh masyarakat.

BERITA UTAMA

Page 4: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Hal.04 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

Pada Jum'at (23/1), Menkes Nila F. Moeloek bersama Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia (PMK) Puan Maharani, meresmikan Gerakan Bugar dengan Jamu (Bude Jamu) sebagai salah satu program kesehatan nasional berbasis obat tradisional, di halaman kantor Kementerian Kesehatan RI, Jakarta. Acara diawali dengan olahraga bersama Menteri Pemberdayaan Perempuan, Menteri Perindustrian, Menteri Ristek & Dikti, Menteri Pariwisata, Menteri Agraria Tata Ruang, Menteri Koperasi dan UKM, Kepala BNN, Kepala BPOM dan sejumlah Pejabat di lingkungan Kemenkes, perwakilan Gabungan Pengusaha Jamu serta Ibu-Ibu Penjaja Jamu Gendong.

Peluncuran gerakan Bude Jamu merupakan tindak lanjut dan operasionalisasi dari komitmen kita bangsa Indonesia untuk mengangkat jamu menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Selain itu acara ini dimanfaatkan sebagai ajang untuk menampilkan hasil riset dan produk berbasis jamu yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan.

Pemerintah sendiri sangat mendukung penggunaan jamu sebagai minuman tradisional berkhasiat.

Dukungan tersebut tertuang dalam PP 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional. Gerakan Bude Jamu sendiri pada awalnya merupakan kelanjutan dari Kemendag mulai tanggal 19 Desember 2014, demikian pula halnya dengan Kemenko PMK dan Kemenkop UKM. Sementara itu dalam sambutannya pada acara Peresmian Gerakan Bude Jamu, Menko PMK Puan Maharani mengatakan bahwa saat ini jamu tidak lagi dianggap sebagai minuman masyarakat kelas menengah ke bawah. Saat ini jamu telah mengalami revolusi baik dari sisi bentuk sediaan maupun manfaatnya. Jamu tidak lagi sebagai stigma negatif yang dikenal masyarakat berupa bahan yang diproduksi secara sederhana dan pahit rasanya. Namun saat ini jamu dapat dinikmati semua kalangan dalam bentuk sediaan yang sangat praktis, enak, berkhasiat dan merupakan bagian dari gaya hidup. “Melalui jamu yang aman, berkhasiat dan bermutu, maka pelayanan kesehatan ke depan tidak hanya menyelenggarakan pelayanan konvensional seperti yang ada sekarang ini, tetapi juga menyelenggarakan pelayanan kesehatan tradisional seperti

yang tertuang pada PP 103/2014,” ujar Menko Puan. Pada kesempatan yang sama, Menkes menyatakan bahwa Kementerian Kesehatan mendukung dan mendorong Gerakan Bude Jamu untuk kesehatan dan kebugaran.Jamu menurut Menkes meliputi spektrum yang luas mulai dari minuman jamu seperti beras kencur dan sinom, sampai dengan sediaan jamu untuk pengobatan. Jamu yang berkhasiat meningkatkan kebugaran akan terus dikampanyekan pemanfaatannya untuk peningkatan kesehatan, sementara jamu yang diklaim dapat mengobati penyakit, tentunya harus melalui uji klinik yang benar. Pada tahun 2014, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melakukan salah satu program inovatif dalam rangka Pembinaan Usaha Jamu Racikan (UJR) dan Usaha Jamu Gendong (UJG). Setelah program pembinaan UJR - UJG tersebut dilaksanakan secara intensif di daerah-daerah sentra obat tradisional (terutama jamu), selanjutnya pada rangkaian peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-50, tepatnya pada tanggal 16 November 2014 lalu, diluncurkanlah program

lanjutan dari Pembinaan UJR-UJG yaitu Gerakan Bugar Dengan Jamu oleh Menkes yang didampingi Sekjen Kemenkes RI dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes; Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt, Ph.D; Direktur Bina Prodis Kefarmasian Dra. R. Dettie Yuliati, Apt, M.Si dan Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto, SH, M.Si, Sp.F(K). Peluncuran Gerakan Bude Jamu saat itu ditandai dengan acara minum jamu bersama seluruh pejabat dan pegawai Kemenkes.

Bahkan Gerakan Bude Jamu yang diluncurkan pada tanggal 14 November 2014 itu langsung disambut dengan positif oleh 3 Kementerian. Kementerian Perdagangan, Kemenko PMK dan Kementerian Koperasi dan UKM. Menteri Perdagangan Rahmat Gobel pun membuat peraturan khusus untuk mewajibkan meminum jamu setiap hari jumat bagi seluruh pegawai dan sinom, sampai dengan sediaan jamu untuk pengobatan.

Kemenkes telah mengembangkan saintifikasi jamu, yaitu program

“Gerakan Bude Jamu tentunya harus diawali oleh kita sendiri, misalnya dengan menyediakan jamu pada rapat-rapat di kantor, membuka pojok jamu di tempat-tempat umum (Bandara, terminal), penyediaan mimuman jamu di hotel-hotel, termasuk penyediaan jamu di kantor kita”, sambung Menkes.

Sesuai memberikan arahan, Menko Puan bersama Menteri Kabinet Kerja menandatangani komitmen bersama untuk Budaya Minum Jamu mulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan dan masyarakat. Acara ditutup dengan minum jamu bersama dengan seluruh tamu dan undangan.

Sebelumnya, kegiatan minum jamu bersama juga telah diadakan tiga kali yaitu di Kementerian Perdagangan (16 Desember 2014), Kementerian Koperasi (9 Januari 2015) dan Kementerian Perindustrian (19 Januari 2015). Rencananya kegiatan minum jamu akan terus dilakukan bergiliran di setiap kementerian.

penelitian berbasis layanan untuk mendapatkan bukti ilmiah agar mendapatkan jamu yang bermutu dan berkhasiat. Melalui saintifikasi jamu dibentuk jejaring dokter saintifikasi jamu, yang memberikan layanan jamu dan layanan penelitian. Sampai saat ini sudah ada lebih 600 dokter saintifikasi jamu yang tersebar di seluruh provinsi dan sudah terlibat penelitian di klinik jamu.

Lebih lanjut, Menkes menjelaskan sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.

Dengan demikian akan didapat formula jamu yang terbukti berkhasiat aman dan dapat digunakan pada pelayanan kesehatan dan dipakai oleh masyarakat.

BERITA UTAMA

Page 5: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Hal.05 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Dari hasil bumi tersebut salah satunya ialah tanaman obat yang digunakan secara luas sebagai obat tradisional. Secara etimologi, obat tradisional melingkupi 3 dimensi manfaat yang luas yaitu melingkupi dimensi sosial budaya, dimensi kesehatan, dan dimensi ekonomi. Dilihat dari dimensi sosial budaya dan kesehatan, di Indonesia tanaman obat dan obat tradisional merupakan suatu warisan budaya yang telah digunakan secara turun temurun dan luas untuk memelihara kesehatan masyarakat. Khasiat obat tradisional pun telah terbukti secara empirik melalui penggunaan di masyarakat. Sedangkat dilihat dari dimensi ekonomi, obat tradisional indonesia telah banyak berkiprah dalam pembangunan ekonomi melalui usaha kecil dan industri besar mulai dari usaha jamu gendong (UJG) dan

usaha jamu racikan (UJR) sampai industri obat tradisional.

Walaupun telah digunakan secara luas dengan pangsa pasar mencapai Rp13 triliun pada tahun 2012 dan diperkirakan meningkat menjadi Rp20 triliun pada 2015 (Sumber: GP Jamu Indonesia), industri obat tradisional masih bergantung dengan bahan baku obat tradisional (BBOT) impor. Kuotanya impor BBOT sendiri mencapai 60% dari seluruh BBOT yang digunakan di dalam negeri. Berdasarkan hasil kajian, permasalahan utama tingginya impor BBOT ini selain kuota suplai BBOT dalam negeri yang belum stabil, juga karena BBOT dalam negeri belum dapat memenuhi standar dan kualitas yang ditetapkan dengan baik dan kontinyu dari batch ke batch-nya.

Salah satu upaya pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan melalui Ditjen Binfar dan Alkes untuk

dengan suplai yang kontinyu serta menyiapkan bahan baku pembuatan ekstrak yang terstandar bagi industri ekstrak bahan alam (IEBA). Tujuan pembangunan PED ialah Menampung simplisia hasil dari P4TO untuk diolah menjadi ekstrak yang dapat memenuhi standar dan persyaratan yang ditetapkan. Selain itu, PED juga dapat menerima toll ekstraksi dari pengusaha kecil obat tradisional (UKOT, UMOT, UJG, UJR); maupun masyarakat umum. Untuk mencapai tujuan tersebut, fasilitasi P4TO dan PED harus didukung peralatan dan mesin yang terstandar dan memenuhi persyaratan.

Berdasarkan standar peralatan dan mesin yang difasilitasi untuk P4TO melingkupi mesin sortir, pencuci, perajang, pengiris (slicer), pemotong daun (chopper), pengering oven blower, pengering hybrid, penggiling, pengemas, peralatan moisture balance, timbangan-timbangan, peralatan laboratorium dan quality control, serta peralatan laboratorium mikrobiologi. Sedangkan untuk PED melingkupi mesin dan peralatan ekstraktor (unit ekstraktor dan unit evaporator), peralatan pengolah ekstrak (mixing dan penepung), mesin pengemas, peralatan utilitas dan penunjang, serta peralatan laboratorium. Berdasarkan aspek kekayaan negara dan barang

meningkatkan standar dan kualitas BBOT yang dihasilkan di dalam negeri ialah melalui Fasilitasi Peralatan Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO) dan Pusat Ekstrak Daerah (PED). Skema fasilitasi ini merupakan suatu bentuk partnership dan networking pemerintah pusat dan daerah yang telah dilaksanakan pada tahun 2012 dan 2013.

Tujuan jangka panjang dari P4TO dan PED ini ialah mendukung program pemerintah seperti saintifikasi jamu serta pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer lainnya demi mencapai derajat kesehatan masyarakat yang paripurna. Sedangkan, tujuan khusus pembangunan P4TO ialah membantu petani untuk menyiapkan BBOT berupa simplisia yang memenuhi standar dan persyaratan. Simplisia ialah bahan alam yang dipergunakan sebagai obat dan belum mengalami pengolahan apapun dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (Sumber: Materia Medika Indonesia). Melihat dari siklus produksi, P4TO ini diharapkan dapat membantu pelaku usaha obat tradisional yaitu usaha kecil obat tradisional (UKOT) dan usaha mikro obat tradisional (UMOT) untuk mendapatkan simplisia yang memenuhi standar dan persyaratan

milik negara (BMN), keseluruhan peralatan tersebut baik P4TO dan PED dalam prosesnya kemudian dihibahkan oleh Ditjen Binfar dan Alkes kepada pemerintah daerah. Diharapkan P4TO dan PED ini kedepannya dapat beroperasional sebagai badan usaha BUMD ataupun UPTD.

Kunci utama untuk mendukung pengembangan P4TO dan PED ini ialah komitmen dan sinergitas yang kuat dan komprehensif antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta kemitraan bisnis dan industri. Kedepannya, Ditjen Binfar dan Alkes akan terus melaksanakan pembinaan dan advokasi terhadap P4TO dan PED dengan bersinergi dengan instansi lain baik pemerintah maupun swasta. Pembinaan dan advokasi direncanakan akan dilaksanakan diantaranya melalui pelatihan operasional peralatan dan mesin bekerjasama dengan BPPT dan LIPI; pelatihan good agriculture practice (GAP) dan post-harvest treatment bekerjasama dengan Kementerian Pertanian; pelatihan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) bekerjasama dengan Badan POM; pelatihan aspek ekonomi makro dan mikro bekerjasama dengan Kementerian Koperasi-UMKM dan GP Jamu Indonesia; serta pelatihan aspek perdagangan dan trading bekerjasama dengan Kementerian Perdagangan.

Program P4TO dan PED tersebut kedepannya diharapkan dapat berjalan dengan kontinyu dan berkesinambungan sehingga dapat menghasilkan produk BBOT yang memenuhi standar dan persyaratan; terjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan; berdaya saing; serta dengan suplai yang cukup dan kontinyu. Akhirnya, keseluruhan produksi P4TO dan PED yang dilaksanakan dengan sinergisme, komitmen, dan komprehensif tersebut diharapkan selain dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di daerah, juga mendukung upaya kemandirian bahan baku obat tradisional di Indonesia.

TOPIK UTAMA

Gerakan NasionalBugar dengan Jamu(Bude Jamu)Latar Belakang

1. Usaha Jamu Racikan (UJR) dan Usaha Jamu Gendong (UJG) merupakan usaha rakyat yang mendukung upaya kesehatan dan mempunyai nilai ekonomi dan sosial budaya. 2. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 006 tahun 2012, pembinaan terhadap industri dan usaha obat tradisional dilaksanakan secara berjenjang oleh Direktur Jenderal, Dinkes Provinsi dan Dinkes Kab/Kota. Pembinaan terhadap UJG dan UJR dilaksanakan oleh Dinkes Provinsi dan Dinkes Kab/Kota.

Tujuan

Menggerakkan seluruh elemen masyarakat untuk melestarikanBudaya Minum Jamu.

Visi

Menjadikan Jamu sebagai Pilihan Pertama untuk Menjaga Kesehatan Keluarga,

Misi

1. Melestarikan budaya minum jamu untuk mendukung Indonesia Sehat sekaligus menggerakkan ekonomi rakyat 2. Menjamin jamu yang aman, bermutu dan bermanfaat,

Kekuatan yang dimiliki dalam mengembangkan UJG UJR

1. Sumber Daya Alam 2. Sumber Daya Manusia 3. Budaya

4. Angaran 5. Kelembagaan

Target yang ingin dicapai

1. Jamu aman, bermutu, bermanfaat 2. Budaya minum jamu 3. Nilai tambah dan daya saing 4. Kesejahteraan Pelaku Usaha dan Masyarakat.

Strategi: 6 Optimalisasi Strategi 1: Optimalisasi Penguatan SDM

Penguatan SDM pembina di tingkat Kabupaten/Kota merupakan hal yang mendasar bagi pelaksanaan pembinaan terhadap UJG UJR. Penguatan SDM

dilaksanakan dengan meningkatkan pemahaman dan ketrampilan pembina serta menyiapkan bahan-bahan pendukung pembinaan. Strategi 2: Optimalisasi Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian

Pembinaan, pengawasan dan pengendalian untuk memastikan UJG dan UJR dapat menghasilkan jamu yang aman, bermutu dan bermanfaat.

Strategi 3: Optimalisasi Promosi

Promosi untuk meningkatkan citra jamu dan mengembalikan kecintaan masyarakat terhadap jamu, dengan Gerakan Nasional Bugar Dengan Jamu “GERNAS BUDE JAMU”.

Strategi 4: OptimalisasiPemberdayaan

Masyarakat

Pemberdayaanmasyarakat

bertujuan untukmeningkatkan

kecintaan masyarakat

terhadap jamu dan edukasi terhadap pemilihan dan penggunaan jamu yang

aman, bermutu dan bermanfaat.

Strategi 5: Optimalisasi Pembiayaan

Pemanfaatan potensi anggaran baik dari pemerintah, swasta maupun swadaya masyarakat.

Strategi 6: Optimalisasi Penguatan Jejaring dan Program Terpadu

Peningkatan koordinasi lintas program, lintas sektor, Asosiasi, Perguruan Tinggi dan swasta. Program dilaksanakan secara terpadu supaya lebih baik dan terkontrol.

Page 6: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Hal.06 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Dari hasil bumi tersebut salah satunya ialah tanaman obat yang digunakan secara luas sebagai obat tradisional. Secara etimologi, obat tradisional melingkupi 3 dimensi manfaat yang luas yaitu melingkupi dimensi sosial budaya, dimensi kesehatan, dan dimensi ekonomi. Dilihat dari dimensi sosial budaya dan kesehatan, di Indonesia tanaman obat dan obat tradisional merupakan suatu warisan budaya yang telah digunakan secara turun temurun dan luas untuk memelihara kesehatan masyarakat. Khasiat obat tradisional pun telah terbukti secara empirik melalui penggunaan di masyarakat. Sedangkat dilihat dari dimensi ekonomi, obat tradisional indonesia telah banyak berkiprah dalam pembangunan ekonomi melalui usaha kecil dan industri besar mulai dari usaha jamu gendong (UJG) dan

usaha jamu racikan (UJR) sampai industri obat tradisional.

Walaupun telah digunakan secara luas dengan pangsa pasar mencapai Rp13 triliun pada tahun 2012 dan diperkirakan meningkat menjadi Rp20 triliun pada 2015 (Sumber: GP Jamu Indonesia), industri obat tradisional masih bergantung dengan bahan baku obat tradisional (BBOT) impor. Kuotanya impor BBOT sendiri mencapai 60% dari seluruh BBOT yang digunakan di dalam negeri. Berdasarkan hasil kajian, permasalahan utama tingginya impor BBOT ini selain kuota suplai BBOT dalam negeri yang belum stabil, juga karena BBOT dalam negeri belum dapat memenuhi standar dan kualitas yang ditetapkan dengan baik dan kontinyu dari batch ke batch-nya.

Salah satu upaya pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan melalui Ditjen Binfar dan Alkes untuk

dengan suplai yang kontinyu serta menyiapkan bahan baku pembuatan ekstrak yang terstandar bagi industri ekstrak bahan alam (IEBA). Tujuan pembangunan PED ialah Menampung simplisia hasil dari P4TO untuk diolah menjadi ekstrak yang dapat memenuhi standar dan persyaratan yang ditetapkan. Selain itu, PED juga dapat menerima toll ekstraksi dari pengusaha kecil obat tradisional (UKOT, UMOT, UJG, UJR); maupun masyarakat umum. Untuk mencapai tujuan tersebut, fasilitasi P4TO dan PED harus didukung peralatan dan mesin yang terstandar dan memenuhi persyaratan.

Berdasarkan standar peralatan dan mesin yang difasilitasi untuk P4TO melingkupi mesin sortir, pencuci, perajang, pengiris (slicer), pemotong daun (chopper), pengering oven blower, pengering hybrid, penggiling, pengemas, peralatan moisture balance, timbangan-timbangan, peralatan laboratorium dan quality control, serta peralatan laboratorium mikrobiologi. Sedangkan untuk PED melingkupi mesin dan peralatan ekstraktor (unit ekstraktor dan unit evaporator), peralatan pengolah ekstrak (mixing dan penepung), mesin pengemas, peralatan utilitas dan penunjang, serta peralatan laboratorium. Berdasarkan aspek kekayaan negara dan barang

meningkatkan standar dan kualitas BBOT yang dihasilkan di dalam negeri ialah melalui Fasilitasi Peralatan Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO) dan Pusat Ekstrak Daerah (PED). Skema fasilitasi ini merupakan suatu bentuk partnership dan networking pemerintah pusat dan daerah yang telah dilaksanakan pada tahun 2012 dan 2013.

Tujuan jangka panjang dari P4TO dan PED ini ialah mendukung program pemerintah seperti saintifikasi jamu serta pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer lainnya demi mencapai derajat kesehatan masyarakat yang paripurna. Sedangkan, tujuan khusus pembangunan P4TO ialah membantu petani untuk menyiapkan BBOT berupa simplisia yang memenuhi standar dan persyaratan. Simplisia ialah bahan alam yang dipergunakan sebagai obat dan belum mengalami pengolahan apapun dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (Sumber: Materia Medika Indonesia). Melihat dari siklus produksi, P4TO ini diharapkan dapat membantu pelaku usaha obat tradisional yaitu usaha kecil obat tradisional (UKOT) dan usaha mikro obat tradisional (UMOT) untuk mendapatkan simplisia yang memenuhi standar dan persyaratan

milik negara (BMN), keseluruhan peralatan tersebut baik P4TO dan PED dalam prosesnya kemudian dihibahkan oleh Ditjen Binfar dan Alkes kepada pemerintah daerah. Diharapkan P4TO dan PED ini kedepannya dapat beroperasional sebagai badan usaha BUMD ataupun UPTD.

Kunci utama untuk mendukung pengembangan P4TO dan PED ini ialah komitmen dan sinergitas yang kuat dan komprehensif antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta kemitraan bisnis dan industri. Kedepannya, Ditjen Binfar dan Alkes akan terus melaksanakan pembinaan dan advokasi terhadap P4TO dan PED dengan bersinergi dengan instansi lain baik pemerintah maupun swasta. Pembinaan dan advokasi direncanakan akan dilaksanakan diantaranya melalui pelatihan operasional peralatan dan mesin bekerjasama dengan BPPT dan LIPI; pelatihan good agriculture practice (GAP) dan post-harvest treatment bekerjasama dengan Kementerian Pertanian; pelatihan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) bekerjasama dengan Badan POM; pelatihan aspek ekonomi makro dan mikro bekerjasama dengan Kementerian Koperasi-UMKM dan GP Jamu Indonesia; serta pelatihan aspek perdagangan dan trading bekerjasama dengan Kementerian Perdagangan.

Program P4TO dan PED tersebut kedepannya diharapkan dapat berjalan dengan kontinyu dan berkesinambungan sehingga dapat menghasilkan produk BBOT yang memenuhi standar dan persyaratan; terjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan; berdaya saing; serta dengan suplai yang cukup dan kontinyu. Akhirnya, keseluruhan produksi P4TO dan PED yang dilaksanakan dengan sinergisme, komitmen, dan komprehensif tersebut diharapkan selain dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di daerah, juga mendukung upaya kemandirian bahan baku obat tradisional di Indonesia.

TOPIK UTAMA

Pada tanggal 13 Februari 2015, sejumlah menteri berkumpul di kantor Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam acara senam bersama sambil minum jamu bertempat di halaman Gedung Kantor Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Acara ini dihadiri pula oleh Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri Koperasi dan UKM Puspayoga, serta Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan. Hadir pula CEO PT Mustika Ratu Putri K Wardhani dan Owner PT Mustika Ratu BRA Mooryati Soedibyo. Sementara itu, Kementerian Kesehatan dalam acara ini diwakili oleh Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D.

jaman dulu tersebut perlu dilestarikan. Untuk itu, agenda minum jamu dilakukan oleh para Menteri Kabinet Kerja Jokowi - JK secara rutin setiap bulan dan lokasinya bergantian. Sebelumnya berkaitan dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah meluncurkan Gerakan Bugar Dengan Jamu pada tanggal 23 Januari 2015 yang disambut baik oleh kementerian lainnya.

Dengan dilaksanakannya Gerakan Bugar Dengan Jamu diharapkan agar seluruh elemen masyarakat dapat ikut melestarikan budaya minum jamu. Target yang ingin dicapai melalui gerakan ini antara lain; jamu aman, bermutu, bermanfaat, membudayakan minum jamu, nilai tambah dan meningkatkan daya saing serta kesejahteraan pelaku usaha jamu dan masyarakat Indonesia.

Kementerian PUPR merupakan Kementerian ke-7 yang menyelenggarakan acara ini setelah sebelumnya telah dilaksanakan Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Usai acara senam pagi dan minum jamu, para Menteri Kabinet Kerja yang hadir tersebut melakukan pemukulan bola Gateball bersama 5 Finalis Putri Indonesia serta dilanjutkan eksibisi Gateball pejabat Eselon 1 Kementerian PUPR dengan tim Gateball Dharma Wanita Kementerian PUPR.

Menurut Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Djoko Mursito, tradisi minum jamu yang telah diwariskan oleh para leluhur

MINUM JAMU BERSAMA DI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

Page 7: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Dewasa ini pengembangan obat tradisional sudah semakin pesat karena mulai didukung oleh berbagai penelitian serta menggunakan teknologi tinggi. Hingga tahun 2015 tercatat terdapat 86 Industri Obat Tradisional (IOT) yang berdiri di Indonesia disusul dengan tumbuhnya Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT) dan Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT). IOT, UKOT dan UMOT merupakan industri dan usaha yang memproduksi produk obat tradisional yang berkualitas dan berstandar, dihasilkan melalui suatu proses yang terstandar pada setiap tahapan. Semua produk yang beredar di Indonesia wajib memiliki izin edar/terregistrasi di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.4.2411 Tahun 2004 Tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam

Fitofarmaka adalah obat herbal terstandar yang telah dilakukan pembuktian lebih tinggi secara ilmiah. Pada Fitofarmaka telah dilakukan pengujian klinik.

Saat ini, kurang lebih 20.000 produk jamu, 41 produk Obat Herbal Terstandar dan 6 produk Fitofarmaka telah beredar di Indonesia

Hal.07 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Dari hasil bumi tersebut salah satunya ialah tanaman obat yang digunakan secara luas sebagai obat tradisional. Secara etimologi, obat tradisional melingkupi 3 dimensi manfaat yang luas yaitu melingkupi dimensi sosial budaya, dimensi kesehatan, dan dimensi ekonomi. Dilihat dari dimensi sosial budaya dan kesehatan, di Indonesia tanaman obat dan obat tradisional merupakan suatu warisan budaya yang telah digunakan secara turun temurun dan luas untuk memelihara kesehatan masyarakat. Khasiat obat tradisional pun telah terbukti secara empirik melalui penggunaan di masyarakat. Sedangkat dilihat dari dimensi ekonomi, obat tradisional indonesia telah banyak berkiprah dalam pembangunan ekonomi melalui usaha kecil dan industri besar mulai dari usaha jamu gendong (UJG) dan

usaha jamu racikan (UJR) sampai industri obat tradisional.

Walaupun telah digunakan secara luas dengan pangsa pasar mencapai Rp13 triliun pada tahun 2012 dan diperkirakan meningkat menjadi Rp20 triliun pada 2015 (Sumber: GP Jamu Indonesia), industri obat tradisional masih bergantung dengan bahan baku obat tradisional (BBOT) impor. Kuotanya impor BBOT sendiri mencapai 60% dari seluruh BBOT yang digunakan di dalam negeri. Berdasarkan hasil kajian, permasalahan utama tingginya impor BBOT ini selain kuota suplai BBOT dalam negeri yang belum stabil, juga karena BBOT dalam negeri belum dapat memenuhi standar dan kualitas yang ditetapkan dengan baik dan kontinyu dari batch ke batch-nya.

Salah satu upaya pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan melalui Ditjen Binfar dan Alkes untuk

dengan suplai yang kontinyu serta menyiapkan bahan baku pembuatan ekstrak yang terstandar bagi industri ekstrak bahan alam (IEBA). Tujuan pembangunan PED ialah Menampung simplisia hasil dari P4TO untuk diolah menjadi ekstrak yang dapat memenuhi standar dan persyaratan yang ditetapkan. Selain itu, PED juga dapat menerima toll ekstraksi dari pengusaha kecil obat tradisional (UKOT, UMOT, UJG, UJR); maupun masyarakat umum. Untuk mencapai tujuan tersebut, fasilitasi P4TO dan PED harus didukung peralatan dan mesin yang terstandar dan memenuhi persyaratan.

Berdasarkan standar peralatan dan mesin yang difasilitasi untuk P4TO melingkupi mesin sortir, pencuci, perajang, pengiris (slicer), pemotong daun (chopper), pengering oven blower, pengering hybrid, penggiling, pengemas, peralatan moisture balance, timbangan-timbangan, peralatan laboratorium dan quality control, serta peralatan laboratorium mikrobiologi. Sedangkan untuk PED melingkupi mesin dan peralatan ekstraktor (unit ekstraktor dan unit evaporator), peralatan pengolah ekstrak (mixing dan penepung), mesin pengemas, peralatan utilitas dan penunjang, serta peralatan laboratorium. Berdasarkan aspek kekayaan negara dan barang

TOPIK UTAMA

meningkatkan standar dan kualitas BBOT yang dihasilkan di dalam negeri ialah melalui Fasilitasi Peralatan Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO) dan Pusat Ekstrak Daerah (PED). Skema fasilitasi ini merupakan suatu bentuk partnership dan networking pemerintah pusat dan daerah yang telah dilaksanakan pada tahun 2012 dan 2013.

Tujuan jangka panjang dari P4TO dan PED ini ialah mendukung program pemerintah seperti saintifikasi jamu serta pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer lainnya demi mencapai derajat kesehatan masyarakat yang paripurna. Sedangkan, tujuan khusus pembangunan P4TO ialah membantu petani untuk menyiapkan BBOT berupa simplisia yang memenuhi standar dan persyaratan. Simplisia ialah bahan alam yang dipergunakan sebagai obat dan belum mengalami pengolahan apapun dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (Sumber: Materia Medika Indonesia). Melihat dari siklus produksi, P4TO ini diharapkan dapat membantu pelaku usaha obat tradisional yaitu usaha kecil obat tradisional (UKOT) dan usaha mikro obat tradisional (UMOT) untuk mendapatkan simplisia yang memenuhi standar dan persyaratan

milik negara (BMN), keseluruhan peralatan tersebut baik P4TO dan PED dalam prosesnya kemudian dihibahkan oleh Ditjen Binfar dan Alkes kepada pemerintah daerah. Diharapkan P4TO dan PED ini kedepannya dapat beroperasional sebagai badan usaha BUMD ataupun UPTD.

Kunci utama untuk mendukung pengembangan P4TO dan PED ini ialah komitmen dan sinergitas yang kuat dan komprehensif antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta kemitraan bisnis dan industri. Kedepannya, Ditjen Binfar dan Alkes akan terus melaksanakan pembinaan dan advokasi terhadap P4TO dan PED dengan bersinergi dengan instansi lain baik pemerintah maupun swasta. Pembinaan dan advokasi direncanakan akan dilaksanakan diantaranya melalui pelatihan operasional peralatan dan mesin bekerjasama dengan BPPT dan LIPI; pelatihan good agriculture practice (GAP) dan post-harvest treatment bekerjasama dengan Kementerian Pertanian; pelatihan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) bekerjasama dengan Badan POM; pelatihan aspek ekonomi makro dan mikro bekerjasama dengan Kementerian Koperasi-UMKM dan GP Jamu Indonesia; serta pelatihan aspek perdagangan dan trading bekerjasama dengan Kementerian Perdagangan.

Program P4TO dan PED tersebut kedepannya diharapkan dapat berjalan dengan kontinyu dan berkesinambungan sehingga dapat menghasilkan produk BBOT yang memenuhi standar dan persyaratan; terjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan; berdaya saing; serta dengan suplai yang cukup dan kontinyu. Akhirnya, keseluruhan produksi P4TO dan PED yang dilaksanakan dengan sinergisme, komitmen, dan komprehensif tersebut diharapkan selain dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di daerah, juga mendukung upaya kemandirian bahan baku obat tradisional di Indonesia.

Fitofarmaka

JAMU

Obat Herbal Terstandar

Jamu merupakan bagian dari obat tradisional yang digunakan secara turun temurun dan baru memiliki klaim penggunaan sesuai dengan jenis pembuktian tradisional (secara empiris/turun temurun).

Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah obat tradisional yang sudah dibuktikan mutu, keamanan dan manfaatnya secara ilmiah serta menggunakan bahan baku yang telah memenuhi standar. Pada OHT telah dilakukan uji pra-klinik.

Indonesia, Obat Tradisional di Indonesia dikelompokkan menjadi Jamu, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka

PENGGOLONGAN OBAT TRADISIONAL

Page 8: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Dari hasil bumi tersebut salah satunya ialah tanaman obat yang digunakan secara luas sebagai obat tradisional. Secara etimologi, obat tradisional melingkupi 3 dimensi manfaat yang luas yaitu melingkupi dimensi sosial budaya, dimensi kesehatan, dan dimensi ekonomi. Dilihat dari dimensi sosial budaya dan kesehatan, di Indonesia tanaman obat dan obat tradisional merupakan suatu warisan budaya yang telah digunakan secara turun temurun dan luas untuk memelihara kesehatan masyarakat. Khasiat obat tradisional pun telah terbukti secara empirik melalui penggunaan di masyarakat. Sedangkat dilihat dari dimensi ekonomi, obat tradisional indonesia telah banyak berkiprah dalam pembangunan ekonomi melalui usaha kecil dan industri besar mulai dari usaha jamu gendong (UJG) dan

usaha jamu racikan (UJR) sampai industri obat tradisional.

Walaupun telah digunakan secara luas dengan pangsa pasar mencapai Rp13 triliun pada tahun 2012 dan diperkirakan meningkat menjadi Rp20 triliun pada 2015 (Sumber: GP Jamu Indonesia), industri obat tradisional masih bergantung dengan bahan baku obat tradisional (BBOT) impor. Kuotanya impor BBOT sendiri mencapai 60% dari seluruh BBOT yang digunakan di dalam negeri. Berdasarkan hasil kajian, permasalahan utama tingginya impor BBOT ini selain kuota suplai BBOT dalam negeri yang belum stabil, juga karena BBOT dalam negeri belum dapat memenuhi standar dan kualitas yang ditetapkan dengan baik dan kontinyu dari batch ke batch-nya.

Salah satu upaya pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan melalui Ditjen Binfar dan Alkes untuk

Hal.08 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

dengan suplai yang kontinyu serta menyiapkan bahan baku pembuatan ekstrak yang terstandar bagi industri ekstrak bahan alam (IEBA). Tujuan pembangunan PED ialah Menampung simplisia hasil dari P4TO untuk diolah menjadi ekstrak yang dapat memenuhi standar dan persyaratan yang ditetapkan. Selain itu, PED juga dapat menerima toll ekstraksi dari pengusaha kecil obat tradisional (UKOT, UMOT, UJG, UJR); maupun masyarakat umum. Untuk mencapai tujuan tersebut, fasilitasi P4TO dan PED harus didukung peralatan dan mesin yang terstandar dan memenuhi persyaratan.

Berdasarkan standar peralatan dan mesin yang difasilitasi untuk P4TO melingkupi mesin sortir, pencuci, perajang, pengiris (slicer), pemotong daun (chopper), pengering oven blower, pengering hybrid, penggiling, pengemas, peralatan moisture balance, timbangan-timbangan, peralatan laboratorium dan quality control, serta peralatan laboratorium mikrobiologi. Sedangkan untuk PED melingkupi mesin dan peralatan ekstraktor (unit ekstraktor dan unit evaporator), peralatan pengolah ekstrak (mixing dan penepung), mesin pengemas, peralatan utilitas dan penunjang, serta peralatan laboratorium. Berdasarkan aspek kekayaan negara dan barang

TOPIK UTAMA

meningkatkan standar dan kualitas BBOT yang dihasilkan di dalam negeri ialah melalui Fasilitasi Peralatan Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO) dan Pusat Ekstrak Daerah (PED). Skema fasilitasi ini merupakan suatu bentuk partnership dan networking pemerintah pusat dan daerah yang telah dilaksanakan pada tahun 2012 dan 2013.

Tujuan jangka panjang dari P4TO dan PED ini ialah mendukung program pemerintah seperti saintifikasi jamu serta pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer lainnya demi mencapai derajat kesehatan masyarakat yang paripurna. Sedangkan, tujuan khusus pembangunan P4TO ialah membantu petani untuk menyiapkan BBOT berupa simplisia yang memenuhi standar dan persyaratan. Simplisia ialah bahan alam yang dipergunakan sebagai obat dan belum mengalami pengolahan apapun dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (Sumber: Materia Medika Indonesia). Melihat dari siklus produksi, P4TO ini diharapkan dapat membantu pelaku usaha obat tradisional yaitu usaha kecil obat tradisional (UKOT) dan usaha mikro obat tradisional (UMOT) untuk mendapatkan simplisia yang memenuhi standar dan persyaratan

milik negara (BMN), keseluruhan peralatan tersebut baik P4TO dan PED dalam prosesnya kemudian dihibahkan oleh Ditjen Binfar dan Alkes kepada pemerintah daerah. Diharapkan P4TO dan PED ini kedepannya dapat beroperasional sebagai badan usaha BUMD ataupun UPTD.

Kunci utama untuk mendukung pengembangan P4TO dan PED ini ialah komitmen dan sinergitas yang kuat dan komprehensif antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta kemitraan bisnis dan industri. Kedepannya, Ditjen Binfar dan Alkes akan terus melaksanakan pembinaan dan advokasi terhadap P4TO dan PED dengan bersinergi dengan instansi lain baik pemerintah maupun swasta. Pembinaan dan advokasi direncanakan akan dilaksanakan diantaranya melalui pelatihan operasional peralatan dan mesin bekerjasama dengan BPPT dan LIPI; pelatihan good agriculture practice (GAP) dan post-harvest treatment bekerjasama dengan Kementerian Pertanian; pelatihan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) bekerjasama dengan Badan POM; pelatihan aspek ekonomi makro dan mikro bekerjasama dengan Kementerian Koperasi-UMKM dan GP Jamu Indonesia; serta pelatihan aspek perdagangan dan trading bekerjasama dengan Kementerian Perdagangan.

Program P4TO dan PED tersebut kedepannya diharapkan dapat berjalan dengan kontinyu dan berkesinambungan sehingga dapat menghasilkan produk BBOT yang memenuhi standar dan persyaratan; terjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan; berdaya saing; serta dengan suplai yang cukup dan kontinyu. Akhirnya, keseluruhan produksi P4TO dan PED yang dilaksanakan dengan sinergisme, komitmen, dan komprehensif tersebut diharapkan selain dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di daerah, juga mendukung upaya kemandirian bahan baku obat tradisional di Indonesia.

Mendukung Kemandirian Bahan Baku Obat Tradisional di Indonesia

Hasil Riskesdas tahun 2010 menyatakan

bahwa 55,3% penduduk Indonesia menggunakan obat tradisional (jamu) untuk memelihara kesehatannya dan

95,6% pengguna obat tradisional mengakui obat tradisional yang

digunakan sangat bermanfaat bagi

kesehatan.

Page 9: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Dari hasil bumi tersebut salah satunya ialah tanaman obat yang digunakan secara luas sebagai obat tradisional. Secara etimologi, obat tradisional melingkupi 3 dimensi manfaat yang luas yaitu melingkupi dimensi sosial budaya, dimensi kesehatan, dan dimensi ekonomi. Dilihat dari dimensi sosial budaya dan kesehatan, di Indonesia tanaman obat dan obat tradisional merupakan suatu warisan budaya yang telah digunakan secara turun temurun dan luas untuk memelihara kesehatan masyarakat. Khasiat obat tradisional pun telah terbukti secara empirik melalui penggunaan di masyarakat. Sedangkat dilihat dari dimensi ekonomi, obat tradisional indonesia telah banyak berkiprah dalam pembangunan ekonomi melalui usaha kecil dan industri besar mulai dari usaha jamu gendong (UJG) dan

usaha jamu racikan (UJR) sampai industri obat tradisional.

Walaupun telah digunakan secara luas dengan pangsa pasar mencapai Rp13 triliun pada tahun 2012 dan diperkirakan meningkat menjadi Rp20 triliun pada 2015 (Sumber: GP Jamu Indonesia), industri obat tradisional masih bergantung dengan bahan baku obat tradisional (BBOT) impor. Kuotanya impor BBOT sendiri mencapai 60% dari seluruh BBOT yang digunakan di dalam negeri. Berdasarkan hasil kajian, permasalahan utama tingginya impor BBOT ini selain kuota suplai BBOT dalam negeri yang belum stabil, juga karena BBOT dalam negeri belum dapat memenuhi standar dan kualitas yang ditetapkan dengan baik dan kontinyu dari batch ke batch-nya.

Salah satu upaya pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan melalui Ditjen Binfar dan Alkes untuk

dengan suplai yang kontinyu serta menyiapkan bahan baku pembuatan ekstrak yang terstandar bagi industri ekstrak bahan alam (IEBA). Tujuan pembangunan PED ialah Menampung simplisia hasil dari P4TO untuk diolah menjadi ekstrak yang dapat memenuhi standar dan persyaratan yang ditetapkan. Selain itu, PED juga dapat menerima toll ekstraksi dari pengusaha kecil obat tradisional (UKOT, UMOT, UJG, UJR); maupun masyarakat umum. Untuk mencapai tujuan tersebut, fasilitasi P4TO dan PED harus didukung peralatan dan mesin yang terstandar dan memenuhi persyaratan.

Berdasarkan standar peralatan dan mesin yang difasilitasi untuk P4TO melingkupi mesin sortir, pencuci, perajang, pengiris (slicer), pemotong daun (chopper), pengering oven blower, pengering hybrid, penggiling, pengemas, peralatan moisture balance, timbangan-timbangan, peralatan laboratorium dan quality control, serta peralatan laboratorium mikrobiologi. Sedangkan untuk PED melingkupi mesin dan peralatan ekstraktor (unit ekstraktor dan unit evaporator), peralatan pengolah ekstrak (mixing dan penepung), mesin pengemas, peralatan utilitas dan penunjang, serta peralatan laboratorium. Berdasarkan aspek kekayaan negara dan barang

Hal.09 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

meningkatkan standar dan kualitas BBOT yang dihasilkan di dalam negeri ialah melalui Fasilitasi Peralatan Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO) dan Pusat Ekstrak Daerah (PED). Skema fasilitasi ini merupakan suatu bentuk partnership dan networking pemerintah pusat dan daerah yang telah dilaksanakan pada tahun 2012 dan 2013.

Tujuan jangka panjang dari P4TO dan PED ini ialah mendukung program pemerintah seperti saintifikasi jamu serta pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer lainnya demi mencapai derajat kesehatan masyarakat yang paripurna. Sedangkan, tujuan khusus pembangunan P4TO ialah membantu petani untuk menyiapkan BBOT berupa simplisia yang memenuhi standar dan persyaratan. Simplisia ialah bahan alam yang dipergunakan sebagai obat dan belum mengalami pengolahan apapun dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (Sumber: Materia Medika Indonesia). Melihat dari siklus produksi, P4TO ini diharapkan dapat membantu pelaku usaha obat tradisional yaitu usaha kecil obat tradisional (UKOT) dan usaha mikro obat tradisional (UMOT) untuk mendapatkan simplisia yang memenuhi standar dan persyaratan

milik negara (BMN), keseluruhan peralatan tersebut baik P4TO dan PED dalam prosesnya kemudian dihibahkan oleh Ditjen Binfar dan Alkes kepada pemerintah daerah. Diharapkan P4TO dan PED ini kedepannya dapat beroperasional sebagai badan usaha BUMD ataupun UPTD.

Kunci utama untuk mendukung pengembangan P4TO dan PED ini ialah komitmen dan sinergitas yang kuat dan komprehensif antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta kemitraan bisnis dan industri. Kedepannya, Ditjen Binfar dan Alkes akan terus melaksanakan pembinaan dan advokasi terhadap P4TO dan PED dengan bersinergi dengan instansi lain baik pemerintah maupun swasta. Pembinaan dan advokasi direncanakan akan dilaksanakan diantaranya melalui pelatihan operasional peralatan dan mesin bekerjasama dengan BPPT dan LIPI; pelatihan good agriculture practice (GAP) dan post-harvest treatment bekerjasama dengan Kementerian Pertanian; pelatihan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) bekerjasama dengan Badan POM; pelatihan aspek ekonomi makro dan mikro bekerjasama dengan Kementerian Koperasi-UMKM dan GP Jamu Indonesia; serta pelatihan aspek perdagangan dan trading bekerjasama dengan Kementerian Perdagangan.

Program P4TO dan PED tersebut kedepannya diharapkan dapat berjalan dengan kontinyu dan berkesinambungan sehingga dapat menghasilkan produk BBOT yang memenuhi standar dan persyaratan; terjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan; berdaya saing; serta dengan suplai yang cukup dan kontinyu. Akhirnya, keseluruhan produksi P4TO dan PED yang dilaksanakan dengan sinergisme, komitmen, dan komprehensif tersebut diharapkan selain dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di daerah, juga mendukung upaya kemandirian bahan baku obat tradisional di Indonesia.

TOPIK UTAMA

Page 10: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Dari hasil bumi tersebut salah satunya ialah tanaman obat yang digunakan secara luas sebagai obat tradisional. Secara etimologi, obat tradisional melingkupi 3 dimensi manfaat yang luas yaitu melingkupi dimensi sosial budaya, dimensi kesehatan, dan dimensi ekonomi. Dilihat dari dimensi sosial budaya dan kesehatan, di Indonesia tanaman obat dan obat tradisional merupakan suatu warisan budaya yang telah digunakan secara turun temurun dan luas untuk memelihara kesehatan masyarakat. Khasiat obat tradisional pun telah terbukti secara empirik melalui penggunaan di masyarakat. Sedangkat dilihat dari dimensi ekonomi, obat tradisional indonesia telah banyak berkiprah dalam pembangunan ekonomi melalui usaha kecil dan industri besar mulai dari usaha jamu gendong (UJG) dan

usaha jamu racikan (UJR) sampai industri obat tradisional.

Walaupun telah digunakan secara luas dengan pangsa pasar mencapai Rp13 triliun pada tahun 2012 dan diperkirakan meningkat menjadi Rp20 triliun pada 2015 (Sumber: GP Jamu Indonesia), industri obat tradisional masih bergantung dengan bahan baku obat tradisional (BBOT) impor. Kuotanya impor BBOT sendiri mencapai 60% dari seluruh BBOT yang digunakan di dalam negeri. Berdasarkan hasil kajian, permasalahan utama tingginya impor BBOT ini selain kuota suplai BBOT dalam negeri yang belum stabil, juga karena BBOT dalam negeri belum dapat memenuhi standar dan kualitas yang ditetapkan dengan baik dan kontinyu dari batch ke batch-nya.

Salah satu upaya pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan melalui Ditjen Binfar dan Alkes untuk

dengan suplai yang kontinyu serta menyiapkan bahan baku pembuatan ekstrak yang terstandar bagi industri ekstrak bahan alam (IEBA). Tujuan pembangunan PED ialah Menampung simplisia hasil dari P4TO untuk diolah menjadi ekstrak yang dapat memenuhi standar dan persyaratan yang ditetapkan. Selain itu, PED juga dapat menerima toll ekstraksi dari pengusaha kecil obat tradisional (UKOT, UMOT, UJG, UJR); maupun masyarakat umum. Untuk mencapai tujuan tersebut, fasilitasi P4TO dan PED harus didukung peralatan dan mesin yang terstandar dan memenuhi persyaratan.

Berdasarkan standar peralatan dan mesin yang difasilitasi untuk P4TO melingkupi mesin sortir, pencuci, perajang, pengiris (slicer), pemotong daun (chopper), pengering oven blower, pengering hybrid, penggiling, pengemas, peralatan moisture balance, timbangan-timbangan, peralatan laboratorium dan quality control, serta peralatan laboratorium mikrobiologi. Sedangkan untuk PED melingkupi mesin dan peralatan ekstraktor (unit ekstraktor dan unit evaporator), peralatan pengolah ekstrak (mixing dan penepung), mesin pengemas, peralatan utilitas dan penunjang, serta peralatan laboratorium. Berdasarkan aspek kekayaan negara dan barang

Hal.10 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

meningkatkan standar dan kualitas BBOT yang dihasilkan di dalam negeri ialah melalui Fasilitasi Peralatan Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO) dan Pusat Ekstrak Daerah (PED). Skema fasilitasi ini merupakan suatu bentuk partnership dan networking pemerintah pusat dan daerah yang telah dilaksanakan pada tahun 2012 dan 2013.

Tujuan jangka panjang dari P4TO dan PED ini ialah mendukung program pemerintah seperti saintifikasi jamu serta pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer lainnya demi mencapai derajat kesehatan masyarakat yang paripurna. Sedangkan, tujuan khusus pembangunan P4TO ialah membantu petani untuk menyiapkan BBOT berupa simplisia yang memenuhi standar dan persyaratan. Simplisia ialah bahan alam yang dipergunakan sebagai obat dan belum mengalami pengolahan apapun dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (Sumber: Materia Medika Indonesia). Melihat dari siklus produksi, P4TO ini diharapkan dapat membantu pelaku usaha obat tradisional yaitu usaha kecil obat tradisional (UKOT) dan usaha mikro obat tradisional (UMOT) untuk mendapatkan simplisia yang memenuhi standar dan persyaratan

milik negara (BMN), keseluruhan peralatan tersebut baik P4TO dan PED dalam prosesnya kemudian dihibahkan oleh Ditjen Binfar dan Alkes kepada pemerintah daerah. Diharapkan P4TO dan PED ini kedepannya dapat beroperasional sebagai badan usaha BUMD ataupun UPTD.

Kunci utama untuk mendukung pengembangan P4TO dan PED ini ialah komitmen dan sinergitas yang kuat dan komprehensif antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta kemitraan bisnis dan industri. Kedepannya, Ditjen Binfar dan Alkes akan terus melaksanakan pembinaan dan advokasi terhadap P4TO dan PED dengan bersinergi dengan instansi lain baik pemerintah maupun swasta. Pembinaan dan advokasi direncanakan akan dilaksanakan diantaranya melalui pelatihan operasional peralatan dan mesin bekerjasama dengan BPPT dan LIPI; pelatihan good agriculture practice (GAP) dan post-harvest treatment bekerjasama dengan Kementerian Pertanian; pelatihan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) bekerjasama dengan Badan POM; pelatihan aspek ekonomi makro dan mikro bekerjasama dengan Kementerian Koperasi-UMKM dan GP Jamu Indonesia; serta pelatihan aspek perdagangan dan trading bekerjasama dengan Kementerian Perdagangan.

Program P4TO dan PED tersebut kedepannya diharapkan dapat berjalan dengan kontinyu dan berkesinambungan sehingga dapat menghasilkan produk BBOT yang memenuhi standar dan persyaratan; terjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan; berdaya saing; serta dengan suplai yang cukup dan kontinyu. Akhirnya, keseluruhan produksi P4TO dan PED yang dilaksanakan dengan sinergisme, komitmen, dan komprehensif tersebut diharapkan selain dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di daerah, juga mendukung upaya kemandirian bahan baku obat tradisional di Indonesia.

TOPIK UTAMA

PEMBINAAN USAHA JAMU RACIKAN (UJR) DAN USAHA JAMU GENDONG (UJG)

Jamu merupakan budaya bangsa Indonesia yang diwariskan secara turun temurun dan dikembangkan dari generasi ke generasi, sehingga menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi, memberikan manfaat bagi kesehatan dan dapat menjadi identitas bangsa.

Meningkatnya kecenderungan masyarakat untuk back to nature menuntut tersedianya produk berbahan alam yang aman, bermutu dan bermanfaat serta dikemas secara praktis sesuai dengan pola hidup modern.

Di Indonesia, jamu mudah untuk didapat melalui Usaha Jamu Racikan (UJR) dan Usaha Jamu Gendong (UJG). UJR dan UJG merupakan lini terdepan dalam pengenalan terhadap jamu di Indonesia. UJR memiliki depot jamu yang menyediakan berbagai varian jamu baik jamu segar maupun jamu seduhan. UJG akan lebih mudah ditemui karena UJG menjajakan jamunya secara berkeliling ke tempat-tempat tertentu, jamu yang dijual biasanya jamu segar yang ditempatkan dalam wadah botol. Baik UJR dan UJG menyajikan berbagai

varian jamu untuk menjaga kebugaran tubuh dan sangat diminati oleh berbagai kalangan, baik anak-anak, anak muda, dewasa dan yang sudah berumur sekalipun. Sebagian besar jamu dikonsumsi oleh orang yang sehat.

Dalam penyediaan jamu yang aman dan bermafaat maka Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melaksanakan pembinaan terhadap UJR dan UJG melalui kegiatan Workshop Usaha Jamu Racikan (UJR) dan Usaha Jamu Gendong (UJG). Dalam Kegiatan ini, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan juga menggandeng sejumlah stakeholder terkait seperti Pusat Promosi Kesehatan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT), Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro)-Kementerian Pertanian, dan Gabungan Perusahaan Jamu (GP Jamu).

Melalui kegiatan ini, pelaku UJR dan UJG diharapkan dapat

meningkatkan pengetahuan dalam hal pemilihan bahan baku jamu dan dapat menerapkan higiene dan sanitasi pada saat pembuatan. Disamping itu, banyaknya temuan yang dilakukan oleh BPOM terkait jamu ber-BKO merupakan dasar bagi Kementerian Kesehatan untuk memberikan pengenalan terhadap Bahaya Bahan Kimia Obat (BKO). UJR dan UJG juga dibekali dengan pengetahuan untuk meningkatkan perekonomiannya dengan menciptakan inovasi-inovasi produk jamu serta kiat-kiat memilih obat tradisional yang benar.

Hingga tahun 2014, telah dilaksanakan 10 pertemuan Workshop Usaha Jamu Racikan (UJR) dan Usaha Jamu Gendong (UJG) di 8 provinsi di Indonesia. Rencana tahun 2015 kegiatan ini akan diselenggarakan di 5 provinsi. Kementerian Kesehatan berkomitmen untuk dapat mengangkat citra jamu sebagai aset bangsa yang perlu dilestarikan dan didaftarkan ke UNESCO sebagai warisan budaya dunia (World Heritage).

Page 11: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Formulasi Jamu yang Bermanfaat Bagi Kesehatan

Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Dari hasil bumi tersebut salah satunya ialah tanaman obat yang digunakan secara luas sebagai obat tradisional. Secara etimologi, obat tradisional melingkupi 3 dimensi manfaat yang luas yaitu melingkupi dimensi sosial budaya, dimensi kesehatan, dan dimensi ekonomi. Dilihat dari dimensi sosial budaya dan kesehatan, di Indonesia tanaman obat dan obat tradisional merupakan suatu warisan budaya yang telah digunakan secara turun temurun dan luas untuk memelihara kesehatan masyarakat. Khasiat obat tradisional pun telah terbukti secara empirik melalui penggunaan di masyarakat. Sedangkat dilihat dari dimensi ekonomi, obat tradisional indonesia telah banyak berkiprah dalam pembangunan ekonomi melalui usaha kecil dan industri besar mulai dari usaha jamu gendong (UJG) dan

usaha jamu racikan (UJR) sampai industri obat tradisional.

Walaupun telah digunakan secara luas dengan pangsa pasar mencapai Rp13 triliun pada tahun 2012 dan diperkirakan meningkat menjadi Rp20 triliun pada 2015 (Sumber: GP Jamu Indonesia), industri obat tradisional masih bergantung dengan bahan baku obat tradisional (BBOT) impor. Kuotanya impor BBOT sendiri mencapai 60% dari seluruh BBOT yang digunakan di dalam negeri. Berdasarkan hasil kajian, permasalahan utama tingginya impor BBOT ini selain kuota suplai BBOT dalam negeri yang belum stabil, juga karena BBOT dalam negeri belum dapat memenuhi standar dan kualitas yang ditetapkan dengan baik dan kontinyu dari batch ke batch-nya.

Salah satu upaya pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan melalui Ditjen Binfar dan Alkes untuk

dengan suplai yang kontinyu serta menyiapkan bahan baku pembuatan ekstrak yang terstandar bagi industri ekstrak bahan alam (IEBA). Tujuan pembangunan PED ialah Menampung simplisia hasil dari P4TO untuk diolah menjadi ekstrak yang dapat memenuhi standar dan persyaratan yang ditetapkan. Selain itu, PED juga dapat menerima toll ekstraksi dari pengusaha kecil obat tradisional (UKOT, UMOT, UJG, UJR); maupun masyarakat umum. Untuk mencapai tujuan tersebut, fasilitasi P4TO dan PED harus didukung peralatan dan mesin yang terstandar dan memenuhi persyaratan.

Berdasarkan standar peralatan dan mesin yang difasilitasi untuk P4TO melingkupi mesin sortir, pencuci, perajang, pengiris (slicer), pemotong daun (chopper), pengering oven blower, pengering hybrid, penggiling, pengemas, peralatan moisture balance, timbangan-timbangan, peralatan laboratorium dan quality control, serta peralatan laboratorium mikrobiologi. Sedangkan untuk PED melingkupi mesin dan peralatan ekstraktor (unit ekstraktor dan unit evaporator), peralatan pengolah ekstrak (mixing dan penepung), mesin pengemas, peralatan utilitas dan penunjang, serta peralatan laboratorium. Berdasarkan aspek kekayaan negara dan barang

Hal.11 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

meningkatkan standar dan kualitas BBOT yang dihasilkan di dalam negeri ialah melalui Fasilitasi Peralatan Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO) dan Pusat Ekstrak Daerah (PED). Skema fasilitasi ini merupakan suatu bentuk partnership dan networking pemerintah pusat dan daerah yang telah dilaksanakan pada tahun 2012 dan 2013.

Tujuan jangka panjang dari P4TO dan PED ini ialah mendukung program pemerintah seperti saintifikasi jamu serta pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer lainnya demi mencapai derajat kesehatan masyarakat yang paripurna. Sedangkan, tujuan khusus pembangunan P4TO ialah membantu petani untuk menyiapkan BBOT berupa simplisia yang memenuhi standar dan persyaratan. Simplisia ialah bahan alam yang dipergunakan sebagai obat dan belum mengalami pengolahan apapun dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (Sumber: Materia Medika Indonesia). Melihat dari siklus produksi, P4TO ini diharapkan dapat membantu pelaku usaha obat tradisional yaitu usaha kecil obat tradisional (UKOT) dan usaha mikro obat tradisional (UMOT) untuk mendapatkan simplisia yang memenuhi standar dan persyaratan

milik negara (BMN), keseluruhan peralatan tersebut baik P4TO dan PED dalam prosesnya kemudian dihibahkan oleh Ditjen Binfar dan Alkes kepada pemerintah daerah. Diharapkan P4TO dan PED ini kedepannya dapat beroperasional sebagai badan usaha BUMD ataupun UPTD.

Kunci utama untuk mendukung pengembangan P4TO dan PED ini ialah komitmen dan sinergitas yang kuat dan komprehensif antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta kemitraan bisnis dan industri. Kedepannya, Ditjen Binfar dan Alkes akan terus melaksanakan pembinaan dan advokasi terhadap P4TO dan PED dengan bersinergi dengan instansi lain baik pemerintah maupun swasta. Pembinaan dan advokasi direncanakan akan dilaksanakan diantaranya melalui pelatihan operasional peralatan dan mesin bekerjasama dengan BPPT dan LIPI; pelatihan good agriculture practice (GAP) dan post-harvest treatment bekerjasama dengan Kementerian Pertanian; pelatihan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) bekerjasama dengan Badan POM; pelatihan aspek ekonomi makro dan mikro bekerjasama dengan Kementerian Koperasi-UMKM dan GP Jamu Indonesia; serta pelatihan aspek perdagangan dan trading bekerjasama dengan Kementerian Perdagangan.

Program P4TO dan PED tersebut kedepannya diharapkan dapat berjalan dengan kontinyu dan berkesinambungan sehingga dapat menghasilkan produk BBOT yang memenuhi standar dan persyaratan; terjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan; berdaya saing; serta dengan suplai yang cukup dan kontinyu. Akhirnya, keseluruhan produksi P4TO dan PED yang dilaksanakan dengan sinergisme, komitmen, dan komprehensif tersebut diharapkan selain dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di daerah, juga mendukung upaya kemandirian bahan baku obat tradisional di Indonesia.

TOPIK UTAMA

Kunyit Asem

Manfaat : Menghilangkan bau badan, melancarkan haid, melancarkan pencernaan

Komposisi : 1 Kg kunyit segar, ¼ Kg asem jawa, ½ Kg gula aren, garam,gula pasir.

Cara Pembuatan : Cuci bersih semua bahan, haluskan kunyit segar, tambahkan air, peras sampai mendapatkan 3 liter hasil perasan, masukkan semua bahan, rebus hingga mendidih, saring dan dinginkan.

Beras Kencur

Manfaat : Mengurangi pegal, menghilangkan masuk angin, flu, pilek, demam dan batuk.

Komposisi : 1 ons beras sangrai, 1 Kg kencur segar, ½ kg gula aren, ¼ kg Jahe segar, 1 sdm adas pulowaras, 1 sdm kapulaga,1 sdm kembang lawang serbuk 1 sdm kedawung sangrai, sereh, kayu manis,

garam,gula.

Cara Pembuatan : Cuci bersih kencur segar dan jahe segar, haluskan, tambahkan 3 liter air, peras, masukkan semua bahan, rebus hingga mendisih, saring dan dinginkan.

Temu Lawak

Manfaat : Melindungi fungsi hati, mengeluarkan racun, meningkatkan nafsu makan

Komposisi : 3 liter air, 1 kg temulawak

Cara Pembuatan : Kupas Temulawak, cuci bersih, haluskan, peras, tambahkan air dan garam, rebus hingga mendidih, saring dan dinginkan

Gula Asem

Manfaat : Pelangsing, tidak mudah haus, anti oksidan

1/4 kg Kunyit segar, 3 Liter Air.garam

Cara Pembuatan : Cuci bersih kunyit dan lempuyang, haluskan, peras, tambahkan air, cabe Jawa dan garam, rebus sampai mendidih, saring dan dinginkan

Sinom

Manfaat : Pelangsing, penyegar badan

Komposisi : 1 kg Daun Asem, 1/4 kg Asem Jawa, 1/2 kg Kunyit, 1/2 kg gula aren, garam

Cara Pembuatan : Cuci bersih kunyit dan daun sinom, haluskan kunyit, peras,tambahkan air, masukkan daun sinom yang sudah dihilangkan tangkainya, asem jawa, gula aren dan garam, rebus sampai mendidih, saring dan dinginkan

Minuman Secang

Manfaat : Penyegar badan (tonikum), Pegal, masuk angin, kembung dan melancarkan peredaran darah

Komposisi : 1/4 Kg Kayu Secang, 1/4 Kg Jahe segar, 1/2 Kg Gula putih, 1 sdm kapulaga, 1 sdm kembang lawang, 1 biji pala, 1 batang mesoyi, 5 batang sereh, 7 lembar daun jeruk, 7 lembar daun pandan, 11 buah cabe jawa, 15 buah cengkeh, 1 batang kayu manis, 3 Liter air, garam.

Cara Pembuatan : Cuci Bersih semua bahan, iris jahe, masukkan semua bahan, tambahkan

Komposisi : 1/2 kg Gula aren, 1/4 kg asem jawa, Air 3 liter, garam

Cara Pembuatan : Rebus Air, gula, asem jawa dan garam sampai mendidih, saring dan dinginkan

Kunyit Sirih

Manfaat :Menghilangkan keputihan, sari rapet.

Komposisi : 1 Kg Kunyit segar, 1 ikat daun sirih, 1/4 Kg temu kunci, 5 biji pinang, 1/2 Kg gula aren, 1/4 Kg asem jawa, garam.

Cara Pembuatan : Cuci bersih Kunyit, daun sirih dan temu kunci, haluskan kunyit dan temu kunci, peras, tambahkan daun sirih, biji pinang yang sudah dimemarkan,gula aren dan asem jawa, rebus sampai mendisih, saring dan dinginkan.

Cabe Puyang

Manfaat : Pegal, melancarkan peredaran darah

Komposisi : 15 buah Cabe Jawa, 1 kg Lempuyang segar,

air, rebus sampai mendidih, saring dan dinginkan.

Pahitan

Manfaat : Menghilangkan gatal, alergi, mengeringkan luka, mengurangi asam urat

Komposisi : 1/4 Kg Sambiloto, 1 batang brotowali, 1 genggam akar alang-alang, 1 genggam ceplik sari, 3 Liter air.

Cara Pembuatan : Cuci Bersih semua bahan, tambahkan air, rebus sampai mendidih, saring dan dinginkan.

Anggur Jamu

Manfaat : Sebagai campuran untuk penghangat, gunakan hanya sedikit

Komposisi : 2 Liter Air, 1 Kg Gula putih, ½ Kg Daun Mint/Daun Poko

Cara Pembuatan : Gula putih disangrai sampai mengental, kemudian tambahkan air matang, masukkan daun mint, aduk hingga air menjadi 1,5 Liter, saring dan dinginkan.

Page 12: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Dari hasil bumi tersebut salah satunya ialah tanaman obat yang digunakan secara luas sebagai obat tradisional. Secara etimologi, obat tradisional melingkupi 3 dimensi manfaat yang luas yaitu melingkupi dimensi sosial budaya, dimensi kesehatan, dan dimensi ekonomi. Dilihat dari dimensi sosial budaya dan kesehatan, di Indonesia tanaman obat dan obat tradisional merupakan suatu warisan budaya yang telah digunakan secara turun temurun dan luas untuk memelihara kesehatan masyarakat. Khasiat obat tradisional pun telah terbukti secara empirik melalui penggunaan di masyarakat. Sedangkat dilihat dari dimensi ekonomi, obat tradisional indonesia telah banyak berkiprah dalam pembangunan ekonomi melalui usaha kecil dan industri besar mulai dari usaha jamu gendong (UJG) dan

usaha jamu racikan (UJR) sampai industri obat tradisional.

Walaupun telah digunakan secara luas dengan pangsa pasar mencapai Rp13 triliun pada tahun 2012 dan diperkirakan meningkat menjadi Rp20 triliun pada 2015 (Sumber: GP Jamu Indonesia), industri obat tradisional masih bergantung dengan bahan baku obat tradisional (BBOT) impor. Kuotanya impor BBOT sendiri mencapai 60% dari seluruh BBOT yang digunakan di dalam negeri. Berdasarkan hasil kajian, permasalahan utama tingginya impor BBOT ini selain kuota suplai BBOT dalam negeri yang belum stabil, juga karena BBOT dalam negeri belum dapat memenuhi standar dan kualitas yang ditetapkan dengan baik dan kontinyu dari batch ke batch-nya.

Salah satu upaya pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan melalui Ditjen Binfar dan Alkes untuk

dengan suplai yang kontinyu serta menyiapkan bahan baku pembuatan ekstrak yang terstandar bagi industri ekstrak bahan alam (IEBA). Tujuan pembangunan PED ialah Menampung simplisia hasil dari P4TO untuk diolah menjadi ekstrak yang dapat memenuhi standar dan persyaratan yang ditetapkan. Selain itu, PED juga dapat menerima toll ekstraksi dari pengusaha kecil obat tradisional (UKOT, UMOT, UJG, UJR); maupun masyarakat umum. Untuk mencapai tujuan tersebut, fasilitasi P4TO dan PED harus didukung peralatan dan mesin yang terstandar dan memenuhi persyaratan.

Berdasarkan standar peralatan dan mesin yang difasilitasi untuk P4TO melingkupi mesin sortir, pencuci, perajang, pengiris (slicer), pemotong daun (chopper), pengering oven blower, pengering hybrid, penggiling, pengemas, peralatan moisture balance, timbangan-timbangan, peralatan laboratorium dan quality control, serta peralatan laboratorium mikrobiologi. Sedangkan untuk PED melingkupi mesin dan peralatan ekstraktor (unit ekstraktor dan unit evaporator), peralatan pengolah ekstrak (mixing dan penepung), mesin pengemas, peralatan utilitas dan penunjang, serta peralatan laboratorium. Berdasarkan aspek kekayaan negara dan barang

Hal.12 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

meningkatkan standar dan kualitas BBOT yang dihasilkan di dalam negeri ialah melalui Fasilitasi Peralatan Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO) dan Pusat Ekstrak Daerah (PED). Skema fasilitasi ini merupakan suatu bentuk partnership dan networking pemerintah pusat dan daerah yang telah dilaksanakan pada tahun 2012 dan 2013.

Tujuan jangka panjang dari P4TO dan PED ini ialah mendukung program pemerintah seperti saintifikasi jamu serta pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer lainnya demi mencapai derajat kesehatan masyarakat yang paripurna. Sedangkan, tujuan khusus pembangunan P4TO ialah membantu petani untuk menyiapkan BBOT berupa simplisia yang memenuhi standar dan persyaratan. Simplisia ialah bahan alam yang dipergunakan sebagai obat dan belum mengalami pengolahan apapun dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (Sumber: Materia Medika Indonesia). Melihat dari siklus produksi, P4TO ini diharapkan dapat membantu pelaku usaha obat tradisional yaitu usaha kecil obat tradisional (UKOT) dan usaha mikro obat tradisional (UMOT) untuk mendapatkan simplisia yang memenuhi standar dan persyaratan

milik negara (BMN), keseluruhan peralatan tersebut baik P4TO dan PED dalam prosesnya kemudian dihibahkan oleh Ditjen Binfar dan Alkes kepada pemerintah daerah. Diharapkan P4TO dan PED ini kedepannya dapat beroperasional sebagai badan usaha BUMD ataupun UPTD.

Kunci utama untuk mendukung pengembangan P4TO dan PED ini ialah komitmen dan sinergitas yang kuat dan komprehensif antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta kemitraan bisnis dan industri. Kedepannya, Ditjen Binfar dan Alkes akan terus melaksanakan pembinaan dan advokasi terhadap P4TO dan PED dengan bersinergi dengan instansi lain baik pemerintah maupun swasta. Pembinaan dan advokasi direncanakan akan dilaksanakan diantaranya melalui pelatihan operasional peralatan dan mesin bekerjasama dengan BPPT dan LIPI; pelatihan good agriculture practice (GAP) dan post-harvest treatment bekerjasama dengan Kementerian Pertanian; pelatihan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) bekerjasama dengan Badan POM; pelatihan aspek ekonomi makro dan mikro bekerjasama dengan Kementerian Koperasi-UMKM dan GP Jamu Indonesia; serta pelatihan aspek perdagangan dan trading bekerjasama dengan Kementerian Perdagangan.

Program P4TO dan PED tersebut kedepannya diharapkan dapat berjalan dengan kontinyu dan berkesinambungan sehingga dapat menghasilkan produk BBOT yang memenuhi standar dan persyaratan; terjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan; berdaya saing; serta dengan suplai yang cukup dan kontinyu. Akhirnya, keseluruhan produksi P4TO dan PED yang dilaksanakan dengan sinergisme, komitmen, dan komprehensif tersebut diharapkan selain dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di daerah, juga mendukung upaya kemandirian bahan baku obat tradisional di Indonesia.

TOPIK UTAMA

Kunyit Asem

Manfaat : Menghilangkan bau badan, melancarkan haid, melancarkan pencernaan

Komposisi : 1 Kg kunyit segar, ¼ Kg asem jawa, ½ Kg gula aren, garam,gula pasir.

Cara Pembuatan : Cuci bersih semua bahan, haluskan kunyit segar, tambahkan air, peras sampai mendapatkan 3 liter hasil perasan, masukkan semua bahan, rebus hingga mendidih, saring dan dinginkan.

Beras Kencur

Manfaat : Mengurangi pegal, menghilangkan masuk angin, flu, pilek, demam dan batuk.

Komposisi : 1 ons beras sangrai, 1 Kg kencur segar, ½ kg gula aren, ¼ kg Jahe segar, 1 sdm adas pulowaras, 1 sdm kapulaga,1 sdm kembang lawang serbuk 1 sdm kedawung sangrai, sereh, kayu manis,

garam,gula.

Cara Pembuatan : Cuci bersih kencur segar dan jahe segar, haluskan, tambahkan 3 liter air, peras, masukkan semua bahan, rebus hingga mendisih, saring dan dinginkan.

Temu Lawak

Manfaat : Melindungi fungsi hati, mengeluarkan racun, meningkatkan nafsu makan

Komposisi : 3 liter air, 1 kg temulawak

Cara Pembuatan : Kupas Temulawak, cuci bersih, haluskan, peras, tambahkan air dan garam, rebus hingga mendidih, saring dan dinginkan

Gula Asem

Manfaat : Pelangsing, tidak mudah haus, anti oksidan

1/4 kg Kunyit segar, 3 Liter Air.garam

Cara Pembuatan : Cuci bersih kunyit dan lempuyang, haluskan, peras, tambahkan air, cabe Jawa dan garam, rebus sampai mendidih, saring dan dinginkan

Sinom

Manfaat : Pelangsing, penyegar badan

Komposisi : 1 kg Daun Asem, 1/4 kg Asem Jawa, 1/2 kg Kunyit, 1/2 kg gula aren, garam

Cara Pembuatan : Cuci bersih kunyit dan daun sinom, haluskan kunyit, peras,tambahkan air, masukkan daun sinom yang sudah dihilangkan tangkainya, asem jawa, gula aren dan garam, rebus sampai mendidih, saring dan dinginkan

Minuman Secang

Manfaat : Penyegar badan (tonikum), Pegal, masuk angin, kembung dan melancarkan peredaran darah

Komposisi : 1/4 Kg Kayu Secang, 1/4 Kg Jahe segar, 1/2 Kg Gula putih, 1 sdm kapulaga, 1 sdm kembang lawang, 1 biji pala, 1 batang mesoyi, 5 batang sereh, 7 lembar daun jeruk, 7 lembar daun pandan, 11 buah cabe jawa, 15 buah cengkeh, 1 batang kayu manis, 3 Liter air, garam.

Cara Pembuatan : Cuci Bersih semua bahan, iris jahe, masukkan semua bahan, tambahkan

Komposisi : 1/2 kg Gula aren, 1/4 kg asem jawa, Air 3 liter, garam

Cara Pembuatan : Rebus Air, gula, asem jawa dan garam sampai mendidih, saring dan dinginkan

Kunyit Sirih

Manfaat :Menghilangkan keputihan, sari rapet.

Komposisi : 1 Kg Kunyit segar, 1 ikat daun sirih, 1/4 Kg temu kunci, 5 biji pinang, 1/2 Kg gula aren, 1/4 Kg asem jawa, garam.

Cara Pembuatan : Cuci bersih Kunyit, daun sirih dan temu kunci, haluskan kunyit dan temu kunci, peras, tambahkan daun sirih, biji pinang yang sudah dimemarkan,gula aren dan asem jawa, rebus sampai mendisih, saring dan dinginkan.

Cabe Puyang

Manfaat : Pegal, melancarkan peredaran darah

Komposisi : 15 buah Cabe Jawa, 1 kg Lempuyang segar,

air, rebus sampai mendidih, saring dan dinginkan.

Pahitan

Manfaat : Menghilangkan gatal, alergi, mengeringkan luka, mengurangi asam urat

Komposisi : 1/4 Kg Sambiloto, 1 batang brotowali, 1 genggam akar alang-alang, 1 genggam ceplik sari, 3 Liter air.

Cara Pembuatan : Cuci Bersih semua bahan, tambahkan air, rebus sampai mendidih, saring dan dinginkan.

Anggur Jamu

Manfaat : Sebagai campuran untuk penghangat, gunakan hanya sedikit

Komposisi : 2 Liter Air, 1 Kg Gula putih, ½ Kg Daun Mint/Daun Poko

Cara Pembuatan : Gula putih disangrai sampai mengental, kemudian tambahkan air matang, masukkan daun mint, aduk hingga air menjadi 1,5 Liter, saring dan dinginkan.

Page 13: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Hal.13 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

Indonesia dikenal secara luas sebagai mega senter keanekaragaman hayati yang terbesar di dunia, yang terdiri dari tumbuhan tropis dan biota laut. Di bumi kita ini diperkirakan hidup sekitar 40.000 spesies tumbuhan, dimana 30.000 spesies hidup di kepulauan Indonesia. Diantara 30.000 spesies tersebut, diketahui sekurang-kurangnya 9.600 spesies tumbuhan berkhasiat sebagai obat dan kurang lebih 300 spesies telah digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh industri/usaha obat tradisional. Sebagai suatu Negara dengan wilayah yang mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, potensi sumber daya alam tumbuhan yang ada merupakan suatu aset dengan nilai keunggulan komparatif dan sebagai suatu modal dasar utama dalam upaya pemanfaatan dan pengembangannya untuk menjadi komoditi unggulan. Jamu merupakan salah satu bentuk pemanfaatan keanekaragaman hayati yang memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas kesehatan melalui peningkatan daya tahan tubuh/stamina, menjaga dan memelihara kesehatan serta membantu mengurangi gangguan penyakit tertentu. Dengan bergesernya kearah trend back to nature, jamu akan terus berkembang ditengah pesatnya persaingan

obat-obatan konvensional. Jamu sebagai warisan budaya bangsa, dapat dengan mudah didapatkan melalui pengusaha jamu gendong yang secara rutin berkeliling di berbagai tempat, pengusaha jamu racikan yang memiliki depot jamu yang terdapat pada tempat tertentu dan produk jamu jadi yang dapat ditemui di toko obat tradisional. Kemanan, mutu dan manfaat jamu tidak terlepas dari bahan baku yang digunakan dalam pembuatan jamu. Simplisia merupakan bahan baku alamiah yang dipergunakan sebagai obat tradisional yang belum mengalami pengolahan. Bagian tanaman yang biasa dijadikan sebagai simplisia yaitu daun, rimpang, bunga, biji dan kulit kayu. Terdapat 2 jenis simplisia yang dapat digunakan dalam pembuatan jamu yaitu simplisia basah atau simplisia kering. Jika simplisia yang digunakan memiliki kondisi yang kurang baik maka zat aktif yang terkandung dalam bahan baku jamu dapat berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali, sehingga diperlukan proses pemilihan simplisia yang baik dan benar.

Simplisia basah yang baik dapat dilihat secara organoleptis terhadap bagian tanaman yang digunakan (tidak layu, warna hijau, kaku, tidak keriput, kulit rimpang mengkilat), kulit rimpang dalam keadaan utuh, tidak bertunas, memiliki warna irisan melintang yang cerah dan berbau khas, tidak terserang hama, tidak terkelupas, dan tidak busuk. Simplisia kering (simplisia basah yang telah mengalami proses pengeringan) perlu memperhatikan tingkat kekeringan simplisia, memiliki ciri yang mudah patah (rimpang), mudah diremas (daun) dan tidak berjamur. Untuk pemilihan simplisia yang benar, perlu diperhatikan agar tidak keliru dengan bahan baku yang hampir sama terutama untuk simplisia kering, contohnya simplisia temu giring dengan simplisia temu mangga, atau temu lawak dengan kunyit. Dengan pemilihan simplisia yang bermutu baik dan benar maka diharapkan akan menghasilkan jamu yang aman, bermutu dan bermanfaat dalam menjaga kebugaran tubuh.

Pemilihan Simplisia yang

Baik Sebagai

Bahan baku Obat

Tradisional

TOPIK UTAMA

Rimpang segar dan utuh,belum bertunas

Rimpang tua dan Irisan melintang rimpang cerah

tidak berizin, di tempat yang tidak seharusnya menjual obat atau melalui online dari sumber yang tidak jelas. Dengan membeli di apotek, masyarakat dapat memperoleh informasi yang tepat dan memadai dari apoteker.

3. Telitilah sebelum membeli. Sebelum membeli obat tradisional, bacalah informasi pada kemasan obat secara seksama, yaitu antara lain:- Penandaan. Obat tradisional yang memiliki izin dari BPOM akan diberi tanda gambar dan tulisan yang sesuai, yaitu Jamu, Herbal Terstandar atau Fitofarmaka. Pastikan tanda tersebut tercantum pada kemasan, yang menunjukkan tingkat obat tradisional berdasarkan uji klinisnya.- Komposisi atau kandungan. Komposisi seringkali ditulis dengan nama latin dari tanaman yang digunakan sebagai obat. Walaupun telah dikenal masyarakat awam, nama latin tanaman yang digunakan seringkali tidak lazim. Misalnya Psidii folium adalah daun jambu biji, Orthosiphonis folium adalah daun kumis kucing, Curcuma aeruginosa adalah kunyit, dan sebagainya. Jika tidak mengerti

Indonesia memiliki kekayaan alam berlimpah, termasuk di antaranya jenis tumbuh-tumbuhan yang beragam. Oleh karena itu sejak zaman dulu nenek moyang telah memanfaatkannya bukan hanya sebagai sumber makanan, tetapi juga obat tradisional. Hingga saat ini di mana ilmu pengetahuan dan teknologi telah maju, obat tradisional masih digunakan secara meluas di berbagai belahan dunia. Sejumlah masyarakat meyakini bahwa obat tradisional lebih aman dibandingkan obat modern karena dianggap tidak memiliki atau minimal efek samping. Apakah benar demikian?

Sebagian besar obat tradisional produksi pabrik di Indonesia dipromosikan dengan cara berlebihan. Tidak jarang obat tradisional atau sering disebut herbal, dikatakan dapat mengobati berbagai

jenis penyakit, padahal hanya mengandung satu atau dua jenis zat berkhasiat. Selain itu ada yang diproduksi dengan cara tidak tepat, sehingga kandungan aktifnya tidak tersari dengan baik dan akibatnya tidak berkhasiat. Di lain pihak, ada obat tradisional yang diketahui palsu atau mengandung zat kimia tertentu (obat sintetis), namun dipasarkan dan dipromosikan sebagai obat tradisional. Namun sayangnya masyarakat tidak menyadari dan mempercayai begitu saja iklan dari pabrik atau distributor. Dalam hal penggunaan obat berbasis bukti ilmiah (evidence based medicine), obat tradisional tidak dianjurkan sebagai pilihan dalam pengobatan. Hal ini disebabkan jarangnya studi ataupun uji klinis yang membuktikan efek dari obat tersebut secara ilmiah pada manusia. Hanya ada beberapa jenis fitofarmaka

yang mendapat izin BPOM, yaituobat tradisional yang telahdilakukan uji klinis. Walaupun demikian, pemerintah Indonesia tetap memberikan perhatian dan dukungan terhadap pengembangan obat tradisional melalui program saintifikasi jamu. Program ini dimaksudkan agar obat tradisional diproduksi sesuai standar, untuk menjamin khasiat dan keamanan, serta dapat dibuktikan efikasinya secara ilmiah. Di samping itu juga dilakukan pembinaan terhadap Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) dan Industri Obat Tradisional (IOT). Berdasarkan hal tersebut di atas, hendaknya masyarakat lebih berhati-hati dalam menggunakan obat tradisional yang banyak beredar di pasaran. Tenaga kesehatan harus memberikan pemahaman dan edukasi pada masyarakat. Berikut beberapa tips dalam pemilihan dan penggunaan obat tradisional produksi pabrik (IOT) agar aman dan berkhasiat:1. Pastikan dulu keluhan penyakit yang diderita. Gunakan obat tradisional yang sesuai dengan penyakit. Hindari obat yang diklaim memiliki banyak khasiat sekaligus, karena hal ini seringkali tidak terbukti secara ilmiah.

2. Belilah obat tradisional di sarana distribusi yang legal. Hindari membeli dari toko obat

nama yang tercantum, carilah informasi dari internet atau buku. Hati-hati jika nama tanaman tidak dapat ditemukan informasinya atau kandungan sangat banyak.- Efek samping. Jarang sekali kemasan obat tradisional yang mencantumkan efek samping, sehingga cenderung dianggap lebih aman dari obat modern. Padahal ekstrak (sari) dari tanaman masih mengandung banyak zat lain yang tidak berfungsi sebagai obat, atau dengan kata lain tidak murni. Hal ini tidak menutup kemungkinan zat lain tersebut memberikan efek samping yang tidak diinginkan.- Aturan pakai. Perhatikan baik-baik cara penggunaan obat, agar sesuai dengan dosis yang dibutuhkan untuk memberikan efek terapi.- Nomor registrasi. Jangan menggunakan obat tradisional yang tidak ada nomor registrasi dari BPOM untuk IOT, atau Dinas Kesehatan untuk UKOT. Jika pada kemasan tercantum nomor registrasi BPOM, periksalah nomor tersebut pada website resmi BPOM yaitu www.pom.go.id. Jika tidak ditemukan dalam daftar obat teregistrasi BPOM bisa menunjukkan bahwa nomor tersebut adalah palsu.

- Tanggal kadaluwarsa. Jangan menggunakan obat tradisional yang telah melampaui tanggal kadaluwarsa. Jika tidak tercantum pada kemasan, perhatikan kondisi fisiknya. Hindari menggunakan obat tersebut jika kemasan dan obat telah rusak atau berubah bentuk dan warna. - Produsen. Sebaiknya gunakan obat yang diproduksi oleh pabrik yang telah dikenal. Jika Anda meragukan nama produsen, periksalah melalui internet atau website resmi. Sebaiknya berhati-hati jika nama produsen tidak ditemukan informasinya, karena bisa jadi pabrik tersebut palsu atau tidak terpercaya

4. Konsultasilah pada tenaga kesehatan jika penyakit tidak berkurang atau bertambah parah setelah jangka waktu tertentu. Hentikan penggunaan obat jika dirasakan efek samping yang tidak diinginkan.

5. Jika menggunakan obat tradisional yang diolah dengan cara sederhana atau masih berupa tanaman utuh, sebaiknya diolah dengan cara yang tepat dan sesuai. Lebih baik jika konsultasi pada ahli obat tradisional/herbal.

6. Hati – hati menggunakan obat tradisional impor, terutama jika informasi pada kemasan tidak jelas atau menggunakan bahasa yang tidak dimengerti. Jika nomor registrasi BPOM tidak tercantum pada kemasan, sebaiknya hindari menggunakan obat tersebut.

Walaupun masyarakat Indonesia masih sangat banyak yang menggunakan obat tradisional karena diyakini lebih aman dan bebas efek samping, sebaiknya memperhatikan hal-hal di atas. Dengan demikian, dapat terhindar dari obat tradisional yang tidak memiliki khasiat atau merugikan. (EgN).

Page 14: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Hal.14 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

TOPIK UTAMA

FARMAKOPE HERBALINDONESIA Indonesia mempunyai potensi kekayaan tanaman obat yang melimpah. Sejak zaman dulu sampai sekarang masyarakat Indonesia telah memanfaatkan tanaman obat sebagai jamu. Jamu sebagai warisan leluhur, tertulis di Serat Centini dan ada dalam pahatan relief Candi Borobudur dan Prambanan. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menyebutkan bahwa 50% masyarakat Indonesia menggunakan jamu, dan 96% diantaranya merasakan manfaatnya untuk menjaga kesehatan. Undang-undang Kesehatan (UU No. 36 tahun 2009) mengamanahkan agar sediaan obat tradisional harus memenuhi standar dan persyaratan yang ditentukan. Untuk memastikan agar obat tradisional yang beredar aman, bermutu dan bermanfaat, Pemerintah melaksanakan pengaturan, pembinaan, pengawasan, pemberdayaan masyarakat mengenai obat tradisional secara profesional, bertanggungjawab, independen, dan transaparan. Industri dan usaha obat tradisional juga bertanggung jawab atas mutu dan keamanan produknya agar sesuai dengan standar dan persyaratan, dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat. Standar merupakan instrumen legal dan sah yang harus diterapkan sebagai perlindungan masyarakat dari produk yang tidak memenuhi standar, baik dari dalam maupun luar negeri. Selain itu standar diperlukan untuk pengembangan pasar ekspor. Standar obat tradisional/ obat herbal dibutuhkan antara lain untuk pengawasan mutu, pengembangan industri dan perdagangan. Farmakope Herbal Indonesia (FHI) ditetapkan sebagai standar mutu yang diterapkan pada bahan baku obat tradisional,

dengan tujuanuntuk menjaminobat tradisionalyang dihasilkanaman, bermutudan bermanfaat. Farmakopeadalah outputfisik dari suatuprosesstandarisasiyangdidukungkegiatanpenelitian danlegalitas. FHI merupakan buku standar untuksimplisia dan ekstrakyang berasal daritumbuhan. Standar iniberisi persyaratan mutu yangterdiri dari organoleptik,makroskopik, mikroskopik, kandungan kimia, metode analisis termasuk prosedur danperalatannya. Telah diterbitkan FHI Edisi I pada tahun (2008), Suplemen 1 FHI Edisi 1 (2011), Suplemen 2 FHI Edisi I (2011) dan Suplemen 3 FHI Edisi I (2013), dengan jumlah total 212 monografi. Standarisasi ini menjadi semakin penting pada era globalisasi sekarang, terlebih lagi dengan dicanangkannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015 yang akan meningkatkan liberalisasi perdagangan. Semakin masifnya obat tradisional luar masuk ke negara kita, begitu juga obat tradisional ilegal dan substandar, mengharuskan kita mempunyai standar yang efektif untuk memilah dan memilih bahan baku dan produk obat tradisional yang aman, bermutu dan bermanfaat yang digunakan oleh masyarakat Indonesia.

Di sisi lain, globalisasi membuka peluang pasar yang lebih luas.

Populasi ASEAN pada 2012mencapai 617,68 juta jiwa

dengan pendapatandomestik bruto 2,1 triliun

dolar AS. Pasar obattradisional

internasionalpada tahun 2020

diperkirakanUS $ 150

Milyar,dimana

0,22%

diantaranyaada di

Indonesia(Data GP

Jamu 2012).Indonesia yang

mempunyai potensi yangbesar di bidang obat tradisional

harus memanfaatkan momen ini sebaik-baiknya, dengan

mengembangkan citra obat tradisional khas Indonesia yang

bermutu dan berdaya saing. Oleh karena itu salah satu strategi kita adalah mendorong industri dan

usaha untuk semakin meningkatkan mutu produk dan mampu memenuhi

standar dan persyaratan FHI, sehingga dapat bersaing di tingkat

global.

tidak berizin, di tempat yang tidak seharusnya menjual obat atau melalui online dari sumber yang tidak jelas. Dengan membeli di apotek, masyarakat dapat memperoleh informasi yang tepat dan memadai dari apoteker.

3. Telitilah sebelum membeli. Sebelum membeli obat tradisional, bacalah informasi pada kemasan obat secara seksama, yaitu antara lain:- Penandaan. Obat tradisional yang memiliki izin dari BPOM akan diberi tanda gambar dan tulisan yang sesuai, yaitu Jamu, Herbal Terstandar atau Fitofarmaka. Pastikan tanda tersebut tercantum pada kemasan, yang menunjukkan tingkat obat tradisional berdasarkan uji klinisnya.- Komposisi atau kandungan. Komposisi seringkali ditulis dengan nama latin dari tanaman yang digunakan sebagai obat. Walaupun telah dikenal masyarakat awam, nama latin tanaman yang digunakan seringkali tidak lazim. Misalnya Psidii folium adalah daun jambu biji, Orthosiphonis folium adalah daun kumis kucing, Curcuma aeruginosa adalah kunyit, dan sebagainya. Jika tidak mengerti

Indonesia memiliki kekayaan alam berlimpah, termasuk di antaranya jenis tumbuh-tumbuhan yang beragam. Oleh karena itu sejak zaman dulu nenek moyang telah memanfaatkannya bukan hanya sebagai sumber makanan, tetapi juga obat tradisional. Hingga saat ini di mana ilmu pengetahuan dan teknologi telah maju, obat tradisional masih digunakan secara meluas di berbagai belahan dunia. Sejumlah masyarakat meyakini bahwa obat tradisional lebih aman dibandingkan obat modern karena dianggap tidak memiliki atau minimal efek samping. Apakah benar demikian?

Sebagian besar obat tradisional produksi pabrik di Indonesia dipromosikan dengan cara berlebihan. Tidak jarang obat tradisional atau sering disebut herbal, dikatakan dapat mengobati berbagai

jenis penyakit, padahal hanya mengandung satu atau dua jenis zat berkhasiat. Selain itu ada yang diproduksi dengan cara tidak tepat, sehingga kandungan aktifnya tidak tersari dengan baik dan akibatnya tidak berkhasiat. Di lain pihak, ada obat tradisional yang diketahui palsu atau mengandung zat kimia tertentu (obat sintetis), namun dipasarkan dan dipromosikan sebagai obat tradisional. Namun sayangnya masyarakat tidak menyadari dan mempercayai begitu saja iklan dari pabrik atau distributor. Dalam hal penggunaan obat berbasis bukti ilmiah (evidence based medicine), obat tradisional tidak dianjurkan sebagai pilihan dalam pengobatan. Hal ini disebabkan jarangnya studi ataupun uji klinis yang membuktikan efek dari obat tersebut secara ilmiah pada manusia. Hanya ada beberapa jenis fitofarmaka

yang mendapat izin BPOM, yaituobat tradisional yang telahdilakukan uji klinis. Walaupun demikian, pemerintah Indonesia tetap memberikan perhatian dan dukungan terhadap pengembangan obat tradisional melalui program saintifikasi jamu. Program ini dimaksudkan agar obat tradisional diproduksi sesuai standar, untuk menjamin khasiat dan keamanan, serta dapat dibuktikan efikasinya secara ilmiah. Di samping itu juga dilakukan pembinaan terhadap Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) dan Industri Obat Tradisional (IOT). Berdasarkan hal tersebut di atas, hendaknya masyarakat lebih berhati-hati dalam menggunakan obat tradisional yang banyak beredar di pasaran. Tenaga kesehatan harus memberikan pemahaman dan edukasi pada masyarakat. Berikut beberapa tips dalam pemilihan dan penggunaan obat tradisional produksi pabrik (IOT) agar aman dan berkhasiat:1. Pastikan dulu keluhan penyakit yang diderita. Gunakan obat tradisional yang sesuai dengan penyakit. Hindari obat yang diklaim memiliki banyak khasiat sekaligus, karena hal ini seringkali tidak terbukti secara ilmiah.

2. Belilah obat tradisional di sarana distribusi yang legal. Hindari membeli dari toko obat

nama yang tercantum, carilah informasi dari internet atau buku. Hati-hati jika nama tanaman tidak dapat ditemukan informasinya atau kandungan sangat banyak.- Efek samping. Jarang sekali kemasan obat tradisional yang mencantumkan efek samping, sehingga cenderung dianggap lebih aman dari obat modern. Padahal ekstrak (sari) dari tanaman masih mengandung banyak zat lain yang tidak berfungsi sebagai obat, atau dengan kata lain tidak murni. Hal ini tidak menutup kemungkinan zat lain tersebut memberikan efek samping yang tidak diinginkan.- Aturan pakai. Perhatikan baik-baik cara penggunaan obat, agar sesuai dengan dosis yang dibutuhkan untuk memberikan efek terapi.- Nomor registrasi. Jangan menggunakan obat tradisional yang tidak ada nomor registrasi dari BPOM untuk IOT, atau Dinas Kesehatan untuk UKOT. Jika pada kemasan tercantum nomor registrasi BPOM, periksalah nomor tersebut pada website resmi BPOM yaitu www.pom.go.id. Jika tidak ditemukan dalam daftar obat teregistrasi BPOM bisa menunjukkan bahwa nomor tersebut adalah palsu.

- Tanggal kadaluwarsa. Jangan menggunakan obat tradisional yang telah melampaui tanggal kadaluwarsa. Jika tidak tercantum pada kemasan, perhatikan kondisi fisiknya. Hindari menggunakan obat tersebut jika kemasan dan obat telah rusak atau berubah bentuk dan warna. - Produsen. Sebaiknya gunakan obat yang diproduksi oleh pabrik yang telah dikenal. Jika Anda meragukan nama produsen, periksalah melalui internet atau website resmi. Sebaiknya berhati-hati jika nama produsen tidak ditemukan informasinya, karena bisa jadi pabrik tersebut palsu atau tidak terpercaya

4. Konsultasilah pada tenaga kesehatan jika penyakit tidak berkurang atau bertambah parah setelah jangka waktu tertentu. Hentikan penggunaan obat jika dirasakan efek samping yang tidak diinginkan.

5. Jika menggunakan obat tradisional yang diolah dengan cara sederhana atau masih berupa tanaman utuh, sebaiknya diolah dengan cara yang tepat dan sesuai. Lebih baik jika konsultasi pada ahli obat tradisional/herbal.

6. Hati – hati menggunakan obat tradisional impor, terutama jika informasi pada kemasan tidak jelas atau menggunakan bahasa yang tidak dimengerti. Jika nomor registrasi BPOM tidak tercantum pada kemasan, sebaiknya hindari menggunakan obat tersebut.

Walaupun masyarakat Indonesia masih sangat banyak yang menggunakan obat tradisional karena diyakini lebih aman dan bebas efek samping, sebaiknya memperhatikan hal-hal di atas. Dengan demikian, dapat terhindar dari obat tradisional yang tidak memiliki khasiat atau merugikan. (EgN).

Page 15: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Hal.15 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

TOPIK UTAMA

Tanaman Cara pemanfaatan ManfaatSirih Air rebusan daun sirih Sakit gigi (kumur-kumur), Jerawat

(cuci muka), Keputihan (cebok)Jambu Biji Perasan daun jambu DiareJeruk nipis Perasan jeruk nipis BatukKencur Perasan kencur BatukTemulawak Perasan+madu atau air rebusan

temulawakMenjaga fungsi hati, penambah nafsu makan

Kumis kucing Air rebusan daun kumis kucing Memperlancar urinLidah buaya Daging lidah buaya Oleskan pada luka bakarBawang merah Bawang merah dihaluskan Demam (tempelkan di dahi),

Masuk angin (balurkan di punggung)

Kunyit Perasan atau air rebusan+asam+gula jawa

Memperlancar menstruasi

Jahe Air rebusan Masuk angin dan perut kembungKatuk Daun katuk dimasak Memperlancar ASIBelimbing wuluh Air perasan+garam BatukCincau Air perasan Menurunkan tekanan darah tinggiDaun Pepaya Perasan Penambah nafsu makanLengkuas Getah rimpang Digunakan untuk luka pada kulit,

panu (ditempel)

PEMANFAATAN HASIL TAMAN OBAT KELUARGA (TOGA) UNTUK PERTOLONGAN PERTAMA KELUARGA

MINUMAN SEHAT. JUS DAN JAMU

TIPS:Pilihlah buah-buahan lokal yang segar.Jus dibuat segar, langsung diminum.Jus bisa ditambahkan es sesuai selera.

Melangsingkan badan:PisangTomatApel

Jeruk nipisAir rebusan daun

jati belanda

Meningkatkan daya ingat:

ManggaApel

Jeruk nipisAir rebusan daun

pegagan

Menghilangkan PMS (nyeri saat haid):

SemangkaJeruk nipis

Air perasan kunyitJahe

Menurunkan kolesterol:

Buah naga merahRosella

Nanas termasuk hatinya

Meningkatkan daya tahan

tubuh:TomatWortel

Jeruk nipisAir rebusan

meniran

Penurun darah tinggi:NanasAir perasan jeruk nipis Air perasan daun cincauSeledriMentimun

Menghilangkan jerawat:

ApelTomat

Jeruk nipisMentimun

Minuman hangat:Wedang jahe: jahe, gula batu.Lemon grass: jahe, sereh, madu.Wedang uwuh: secang, jahe, kayu manis, cengkeh, pala, gula batu.

Minuman dingin:Green jelly: cincau, kuah (santan, gula jawa, jahe dan sereh)Ginger soda: sirup jahe, sereh, air soda.Sanapis: Sawi, nanas, jeruk nipis.

tidak berizin, di tempat yang tidak seharusnya menjual obat atau melalui online dari sumber yang tidak jelas. Dengan membeli di apotek, masyarakat dapat memperoleh informasi yang tepat dan memadai dari apoteker.

3. Telitilah sebelum membeli. Sebelum membeli obat tradisional, bacalah informasi pada kemasan obat secara seksama, yaitu antara lain:- Penandaan. Obat tradisional yang memiliki izin dari BPOM akan diberi tanda gambar dan tulisan yang sesuai, yaitu Jamu, Herbal Terstandar atau Fitofarmaka. Pastikan tanda tersebut tercantum pada kemasan, yang menunjukkan tingkat obat tradisional berdasarkan uji klinisnya.- Komposisi atau kandungan. Komposisi seringkali ditulis dengan nama latin dari tanaman yang digunakan sebagai obat. Walaupun telah dikenal masyarakat awam, nama latin tanaman yang digunakan seringkali tidak lazim. Misalnya Psidii folium adalah daun jambu biji, Orthosiphonis folium adalah daun kumis kucing, Curcuma aeruginosa adalah kunyit, dan sebagainya. Jika tidak mengerti

Indonesia memiliki kekayaan alam berlimpah, termasuk di antaranya jenis tumbuh-tumbuhan yang beragam. Oleh karena itu sejak zaman dulu nenek moyang telah memanfaatkannya bukan hanya sebagai sumber makanan, tetapi juga obat tradisional. Hingga saat ini di mana ilmu pengetahuan dan teknologi telah maju, obat tradisional masih digunakan secara meluas di berbagai belahan dunia. Sejumlah masyarakat meyakini bahwa obat tradisional lebih aman dibandingkan obat modern karena dianggap tidak memiliki atau minimal efek samping. Apakah benar demikian?

Sebagian besar obat tradisional produksi pabrik di Indonesia dipromosikan dengan cara berlebihan. Tidak jarang obat tradisional atau sering disebut herbal, dikatakan dapat mengobati berbagai

jenis penyakit, padahal hanya mengandung satu atau dua jenis zat berkhasiat. Selain itu ada yang diproduksi dengan cara tidak tepat, sehingga kandungan aktifnya tidak tersari dengan baik dan akibatnya tidak berkhasiat. Di lain pihak, ada obat tradisional yang diketahui palsu atau mengandung zat kimia tertentu (obat sintetis), namun dipasarkan dan dipromosikan sebagai obat tradisional. Namun sayangnya masyarakat tidak menyadari dan mempercayai begitu saja iklan dari pabrik atau distributor. Dalam hal penggunaan obat berbasis bukti ilmiah (evidence based medicine), obat tradisional tidak dianjurkan sebagai pilihan dalam pengobatan. Hal ini disebabkan jarangnya studi ataupun uji klinis yang membuktikan efek dari obat tersebut secara ilmiah pada manusia. Hanya ada beberapa jenis fitofarmaka

yang mendapat izin BPOM, yaituobat tradisional yang telahdilakukan uji klinis. Walaupun demikian, pemerintah Indonesia tetap memberikan perhatian dan dukungan terhadap pengembangan obat tradisional melalui program saintifikasi jamu. Program ini dimaksudkan agar obat tradisional diproduksi sesuai standar, untuk menjamin khasiat dan keamanan, serta dapat dibuktikan efikasinya secara ilmiah. Di samping itu juga dilakukan pembinaan terhadap Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) dan Industri Obat Tradisional (IOT). Berdasarkan hal tersebut di atas, hendaknya masyarakat lebih berhati-hati dalam menggunakan obat tradisional yang banyak beredar di pasaran. Tenaga kesehatan harus memberikan pemahaman dan edukasi pada masyarakat. Berikut beberapa tips dalam pemilihan dan penggunaan obat tradisional produksi pabrik (IOT) agar aman dan berkhasiat:1. Pastikan dulu keluhan penyakit yang diderita. Gunakan obat tradisional yang sesuai dengan penyakit. Hindari obat yang diklaim memiliki banyak khasiat sekaligus, karena hal ini seringkali tidak terbukti secara ilmiah.

2. Belilah obat tradisional di sarana distribusi yang legal. Hindari membeli dari toko obat

nama yang tercantum, carilah informasi dari internet atau buku. Hati-hati jika nama tanaman tidak dapat ditemukan informasinya atau kandungan sangat banyak.- Efek samping. Jarang sekali kemasan obat tradisional yang mencantumkan efek samping, sehingga cenderung dianggap lebih aman dari obat modern. Padahal ekstrak (sari) dari tanaman masih mengandung banyak zat lain yang tidak berfungsi sebagai obat, atau dengan kata lain tidak murni. Hal ini tidak menutup kemungkinan zat lain tersebut memberikan efek samping yang tidak diinginkan.- Aturan pakai. Perhatikan baik-baik cara penggunaan obat, agar sesuai dengan dosis yang dibutuhkan untuk memberikan efek terapi.- Nomor registrasi. Jangan menggunakan obat tradisional yang tidak ada nomor registrasi dari BPOM untuk IOT, atau Dinas Kesehatan untuk UKOT. Jika pada kemasan tercantum nomor registrasi BPOM, periksalah nomor tersebut pada website resmi BPOM yaitu www.pom.go.id. Jika tidak ditemukan dalam daftar obat teregistrasi BPOM bisa menunjukkan bahwa nomor tersebut adalah palsu.

- Tanggal kadaluwarsa. Jangan menggunakan obat tradisional yang telah melampaui tanggal kadaluwarsa. Jika tidak tercantum pada kemasan, perhatikan kondisi fisiknya. Hindari menggunakan obat tersebut jika kemasan dan obat telah rusak atau berubah bentuk dan warna. - Produsen. Sebaiknya gunakan obat yang diproduksi oleh pabrik yang telah dikenal. Jika Anda meragukan nama produsen, periksalah melalui internet atau website resmi. Sebaiknya berhati-hati jika nama produsen tidak ditemukan informasinya, karena bisa jadi pabrik tersebut palsu atau tidak terpercaya

4. Konsultasilah pada tenaga kesehatan jika penyakit tidak berkurang atau bertambah parah setelah jangka waktu tertentu. Hentikan penggunaan obat jika dirasakan efek samping yang tidak diinginkan.

5. Jika menggunakan obat tradisional yang diolah dengan cara sederhana atau masih berupa tanaman utuh, sebaiknya diolah dengan cara yang tepat dan sesuai. Lebih baik jika konsultasi pada ahli obat tradisional/herbal.

6. Hati – hati menggunakan obat tradisional impor, terutama jika informasi pada kemasan tidak jelas atau menggunakan bahasa yang tidak dimengerti. Jika nomor registrasi BPOM tidak tercantum pada kemasan, sebaiknya hindari menggunakan obat tersebut.

Walaupun masyarakat Indonesia masih sangat banyak yang menggunakan obat tradisional karena diyakini lebih aman dan bebas efek samping, sebaiknya memperhatikan hal-hal di atas. Dengan demikian, dapat terhindar dari obat tradisional yang tidak memiliki khasiat atau merugikan. (EgN).

Page 16: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Hal.16 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

ARTIKEL UTAMA

tidak berizin, di tempat yang tidak seharusnya menjual obat atau melalui online dari sumber yang tidak jelas. Dengan membeli di apotek, masyarakat dapat memperoleh informasi yang tepat dan memadai dari apoteker.

3. Telitilah sebelum membeli. Sebelum membeli obat tradisional, bacalah informasi pada kemasan obat secara seksama, yaitu antara lain:- Penandaan. Obat tradisional yang memiliki izin dari BPOM akan diberi tanda gambar dan tulisan yang sesuai, yaitu Jamu, Herbal Terstandar atau Fitofarmaka. Pastikan tanda tersebut tercantum pada kemasan, yang menunjukkan tingkat obat tradisional berdasarkan uji klinisnya.- Komposisi atau kandungan. Komposisi seringkali ditulis dengan nama latin dari tanaman yang digunakan sebagai obat. Walaupun telah dikenal masyarakat awam, nama latin tanaman yang digunakan seringkali tidak lazim. Misalnya Psidii folium adalah daun jambu biji, Orthosiphonis folium adalah daun kumis kucing, Curcuma aeruginosa adalah kunyit, dan sebagainya. Jika tidak mengerti

Indonesia memiliki kekayaan alam berlimpah, termasuk di antaranya jenis tumbuh-tumbuhan yang beragam. Oleh karena itu sejak zaman dulu nenek moyang telah memanfaatkannya bukan hanya sebagai sumber makanan, tetapi juga obat tradisional. Hingga saat ini di mana ilmu pengetahuan dan teknologi telah maju, obat tradisional masih digunakan secara meluas di berbagai belahan dunia. Sejumlah masyarakat meyakini bahwa obat tradisional lebih aman dibandingkan obat modern karena dianggap tidak memiliki atau minimal efek samping. Apakah benar demikian?

Sebagian besar obat tradisional produksi pabrik di Indonesia dipromosikan dengan cara berlebihan. Tidak jarang obat tradisional atau sering disebut herbal, dikatakan dapat mengobati berbagai

jenis penyakit, padahal hanya mengandung satu atau dua jenis zat berkhasiat. Selain itu ada yang diproduksi dengan cara tidak tepat, sehingga kandungan aktifnya tidak tersari dengan baik dan akibatnya tidak berkhasiat. Di lain pihak, ada obat tradisional yang diketahui palsu atau mengandung zat kimia tertentu (obat sintetis), namun dipasarkan dan dipromosikan sebagai obat tradisional. Namun sayangnya masyarakat tidak menyadari dan mempercayai begitu saja iklan dari pabrik atau distributor. Dalam hal penggunaan obat berbasis bukti ilmiah (evidence based medicine), obat tradisional tidak dianjurkan sebagai pilihan dalam pengobatan. Hal ini disebabkan jarangnya studi ataupun uji klinis yang membuktikan efek dari obat tersebut secara ilmiah pada manusia. Hanya ada beberapa jenis fitofarmaka

yang mendapat izin BPOM, yaituobat tradisional yang telahdilakukan uji klinis. Walaupun demikian, pemerintah Indonesia tetap memberikan perhatian dan dukungan terhadap pengembangan obat tradisional melalui program saintifikasi jamu. Program ini dimaksudkan agar obat tradisional diproduksi sesuai standar, untuk menjamin khasiat dan keamanan, serta dapat dibuktikan efikasinya secara ilmiah. Di samping itu juga dilakukan pembinaan terhadap Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) dan Industri Obat Tradisional (IOT). Berdasarkan hal tersebut di atas, hendaknya masyarakat lebih berhati-hati dalam menggunakan obat tradisional yang banyak beredar di pasaran. Tenaga kesehatan harus memberikan pemahaman dan edukasi pada masyarakat. Berikut beberapa tips dalam pemilihan dan penggunaan obat tradisional produksi pabrik (IOT) agar aman dan berkhasiat:1. Pastikan dulu keluhan penyakit yang diderita. Gunakan obat tradisional yang sesuai dengan penyakit. Hindari obat yang diklaim memiliki banyak khasiat sekaligus, karena hal ini seringkali tidak terbukti secara ilmiah.

2. Belilah obat tradisional di sarana distribusi yang legal. Hindari membeli dari toko obat

Menggunakan Obat Tradisional secara Aman dan Berkhasiat

Oleh : Erie Gusnellyanti, S.Si, Apt, MKM

nama yang tercantum, carilah informasi dari internet atau buku. Hati-hati jika nama tanaman tidak dapat ditemukan informasinya atau kandungan sangat banyak.- Efek samping. Jarang sekali kemasan obat tradisional yang mencantumkan efek samping, sehingga cenderung dianggap lebih aman dari obat modern. Padahal ekstrak (sari) dari tanaman masih mengandung banyak zat lain yang tidak berfungsi sebagai obat, atau dengan kata lain tidak murni. Hal ini tidak menutup kemungkinan zat lain tersebut memberikan efek samping yang tidak diinginkan.- Aturan pakai. Perhatikan baik-baik cara penggunaan obat, agar sesuai dengan dosis yang dibutuhkan untuk memberikan efek terapi.- Nomor registrasi. Jangan menggunakan obat tradisional yang tidak ada nomor registrasi dari BPOM untuk IOT, atau Dinas Kesehatan untuk UKOT. Jika pada kemasan tercantum nomor registrasi BPOM, periksalah nomor tersebut pada website resmi BPOM yaitu www.pom.go.id. Jika tidak ditemukan dalam daftar obat teregistrasi BPOM bisa menunjukkan bahwa nomor tersebut adalah palsu.

- Tanggal kadaluwarsa. Jangan menggunakan obat tradisional yang telah melampaui tanggal kadaluwarsa. Jika tidak tercantum pada kemasan, perhatikan kondisi fisiknya. Hindari menggunakan obat tersebut jika kemasan dan obat telah rusak atau berubah bentuk dan warna. - Produsen. Sebaiknya gunakan obat yang diproduksi oleh pabrik yang telah dikenal. Jika Anda meragukan nama produsen, periksalah melalui internet atau website resmi. Sebaiknya berhati-hati jika nama produsen tidak ditemukan informasinya, karena bisa jadi pabrik tersebut palsu atau tidak terpercaya

4. Konsultasilah pada tenaga kesehatan jika penyakit tidak berkurang atau bertambah parah setelah jangka waktu tertentu. Hentikan penggunaan obat jika dirasakan efek samping yang tidak diinginkan.

5. Jika menggunakan obat tradisional yang diolah dengan cara sederhana atau masih berupa tanaman utuh, sebaiknya diolah dengan cara yang tepat dan sesuai. Lebih baik jika konsultasi pada ahli obat tradisional/herbal.

6. Hati – hati menggunakan obat tradisional impor, terutama jika informasi pada kemasan tidak jelas atau menggunakan bahasa yang tidak dimengerti. Jika nomor registrasi BPOM tidak tercantum pada kemasan, sebaiknya hindari menggunakan obat tersebut.

Walaupun masyarakat Indonesia masih sangat banyak yang menggunakan obat tradisional karena diyakini lebih aman dan bebas efek samping, sebaiknya memperhatikan hal-hal di atas. Dengan demikian, dapat terhindar dari obat tradisional yang tidak memiliki khasiat atau merugikan. (EgN).

Page 17: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Hal.17 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

ARTIKEL UTAMA tidak berizin, di tempat yang tidak seharusnya menjual obat atau melalui online dari sumber yang tidak jelas. Dengan membeli di apotek, masyarakat dapat memperoleh informasi yang tepat dan memadai dari apoteker.

3. Telitilah sebelum membeli. Sebelum membeli obat tradisional, bacalah informasi pada kemasan obat secara seksama, yaitu antara lain:- Penandaan. Obat tradisional yang memiliki izin dari BPOM akan diberi tanda gambar dan tulisan yang sesuai, yaitu Jamu, Herbal Terstandar atau Fitofarmaka. Pastikan tanda tersebut tercantum pada kemasan, yang menunjukkan tingkat obat tradisional berdasarkan uji klinisnya.- Komposisi atau kandungan. Komposisi seringkali ditulis dengan nama latin dari tanaman yang digunakan sebagai obat. Walaupun telah dikenal masyarakat awam, nama latin tanaman yang digunakan seringkali tidak lazim. Misalnya Psidii folium adalah daun jambu biji, Orthosiphonis folium adalah daun kumis kucing, Curcuma aeruginosa adalah kunyit, dan sebagainya. Jika tidak mengerti

Indonesia memiliki kekayaan alam berlimpah, termasuk di antaranya jenis tumbuh-tumbuhan yang beragam. Oleh karena itu sejak zaman dulu nenek moyang telah memanfaatkannya bukan hanya sebagai sumber makanan, tetapi juga obat tradisional. Hingga saat ini di mana ilmu pengetahuan dan teknologi telah maju, obat tradisional masih digunakan secara meluas di berbagai belahan dunia. Sejumlah masyarakat meyakini bahwa obat tradisional lebih aman dibandingkan obat modern karena dianggap tidak memiliki atau minimal efek samping. Apakah benar demikian?

Sebagian besar obat tradisional produksi pabrik di Indonesia dipromosikan dengan cara berlebihan. Tidak jarang obat tradisional atau sering disebut herbal, dikatakan dapat mengobati berbagai

jenis penyakit, padahal hanya mengandung satu atau dua jenis zat berkhasiat. Selain itu ada yang diproduksi dengan cara tidak tepat, sehingga kandungan aktifnya tidak tersari dengan baik dan akibatnya tidak berkhasiat. Di lain pihak, ada obat tradisional yang diketahui palsu atau mengandung zat kimia tertentu (obat sintetis), namun dipasarkan dan dipromosikan sebagai obat tradisional. Namun sayangnya masyarakat tidak menyadari dan mempercayai begitu saja iklan dari pabrik atau distributor. Dalam hal penggunaan obat berbasis bukti ilmiah (evidence based medicine), obat tradisional tidak dianjurkan sebagai pilihan dalam pengobatan. Hal ini disebabkan jarangnya studi ataupun uji klinis yang membuktikan efek dari obat tersebut secara ilmiah pada manusia. Hanya ada beberapa jenis fitofarmaka

yang mendapat izin BPOM, yaituobat tradisional yang telahdilakukan uji klinis. Walaupun demikian, pemerintah Indonesia tetap memberikan perhatian dan dukungan terhadap pengembangan obat tradisional melalui program saintifikasi jamu. Program ini dimaksudkan agar obat tradisional diproduksi sesuai standar, untuk menjamin khasiat dan keamanan, serta dapat dibuktikan efikasinya secara ilmiah. Di samping itu juga dilakukan pembinaan terhadap Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) dan Industri Obat Tradisional (IOT). Berdasarkan hal tersebut di atas, hendaknya masyarakat lebih berhati-hati dalam menggunakan obat tradisional yang banyak beredar di pasaran. Tenaga kesehatan harus memberikan pemahaman dan edukasi pada masyarakat. Berikut beberapa tips dalam pemilihan dan penggunaan obat tradisional produksi pabrik (IOT) agar aman dan berkhasiat:1. Pastikan dulu keluhan penyakit yang diderita. Gunakan obat tradisional yang sesuai dengan penyakit. Hindari obat yang diklaim memiliki banyak khasiat sekaligus, karena hal ini seringkali tidak terbukti secara ilmiah.

2. Belilah obat tradisional di sarana distribusi yang legal. Hindari membeli dari toko obat

nama yang tercantum, carilah informasi dari internet atau buku. Hati-hati jika nama tanaman tidak dapat ditemukan informasinya atau kandungan sangat banyak.- Efek samping. Jarang sekali kemasan obat tradisional yang mencantumkan efek samping, sehingga cenderung dianggap lebih aman dari obat modern. Padahal ekstrak (sari) dari tanaman masih mengandung banyak zat lain yang tidak berfungsi sebagai obat, atau dengan kata lain tidak murni. Hal ini tidak menutup kemungkinan zat lain tersebut memberikan efek samping yang tidak diinginkan.- Aturan pakai. Perhatikan baik-baik cara penggunaan obat, agar sesuai dengan dosis yang dibutuhkan untuk memberikan efek terapi.- Nomor registrasi. Jangan menggunakan obat tradisional yang tidak ada nomor registrasi dari BPOM untuk IOT, atau Dinas Kesehatan untuk UKOT. Jika pada kemasan tercantum nomor registrasi BPOM, periksalah nomor tersebut pada website resmi BPOM yaitu www.pom.go.id. Jika tidak ditemukan dalam daftar obat teregistrasi BPOM bisa menunjukkan bahwa nomor tersebut adalah palsu.

- Tanggal kadaluwarsa. Jangan menggunakan obat tradisional yang telah melampaui tanggal kadaluwarsa. Jika tidak tercantum pada kemasan, perhatikan kondisi fisiknya. Hindari menggunakan obat tersebut jika kemasan dan obat telah rusak atau berubah bentuk dan warna. - Produsen. Sebaiknya gunakan obat yang diproduksi oleh pabrik yang telah dikenal. Jika Anda meragukan nama produsen, periksalah melalui internet atau website resmi. Sebaiknya berhati-hati jika nama produsen tidak ditemukan informasinya, karena bisa jadi pabrik tersebut palsu atau tidak terpercaya

4. Konsultasilah pada tenaga kesehatan jika penyakit tidak berkurang atau bertambah parah setelah jangka waktu tertentu. Hentikan penggunaan obat jika dirasakan efek samping yang tidak diinginkan.

5. Jika menggunakan obat tradisional yang diolah dengan cara sederhana atau masih berupa tanaman utuh, sebaiknya diolah dengan cara yang tepat dan sesuai. Lebih baik jika konsultasi pada ahli obat tradisional/herbal.

6. Hati – hati menggunakan obat tradisional impor, terutama jika informasi pada kemasan tidak jelas atau menggunakan bahasa yang tidak dimengerti. Jika nomor registrasi BPOM tidak tercantum pada kemasan, sebaiknya hindari menggunakan obat tersebut.

Walaupun masyarakat Indonesia masih sangat banyak yang menggunakan obat tradisional karena diyakini lebih aman dan bebas efek samping, sebaiknya memperhatikan hal-hal di atas. Dengan demikian, dapat terhindar dari obat tradisional yang tidak memiliki khasiat atau merugikan. (EgN).

Page 18: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Hal.18 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

LIPUTAN

“Integritas harus menjadi prioritas utama dalam diri Aparatur Negara, agar terhindar dari bentuk-bentuk tindakan penyimpangan sosial yang merugikan negara” demikian salah satu pesan yang disampaikan Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt, Ph.D pada saat acara Penandatangan-an Komitmen Melaksanakan Pemba-ngunan Kesehatan Yang Baik, Bersih dan Melayani Dengan Semangat Reformasi Birokrasi di lingkungan Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang digelar pada Senin(26/1) di Ruang Rapat Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Reformasi birokrasi merupakan suatu keharusan, mengingat penyelenggaraan pemerintahan sat ini dihadapkan dengan tingginya tuntutan masyarakat terhadap peningkatan kinerja pemerintah, transparansi, dan birokrasi yang bersih dan bebas dari KKN serta mampu menyediakan pelayanan publik secara optimal

Salah satu ukuran keberhasilan reformasi birokrasi adalah perubahan perilaku Aparatur Negara, dimana integritas adalah salah satu core value yang penting, sehingga semangat dan skill saja tidak cukup.

Acara ini sendiri merupakan tindak lanjut dari komitmen serupa yang sebelumnya telah dibuat oleh Menteri Kesehatan bersama para Pejabat

Eselon I di lingkungan Kementerian Kesehatan pada tanggal 9 Januari 2015 yang lalu.

Dengan kegiatan penandatanganan komitmen ini diharapkan dapat menumbuhkan semangat seluruh pegawai di lingkungan Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan untuk bekerja mencapai sasaran program dengan baik dan bertanggungjawab, disertai dengan sikap integritas yang tinggi, transparan dan akuntabel.

Berbagai rangkaian program kefarmasian dan alat kesehatan sendiri telah dilaksanakan Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan demi terselenggaranya pembangunan kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Sementara itu Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Drs. Purwadi, Apt, MM, ME pada kesempatan ini dalam laporannya menyampaikan bahwa sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Kesehatan No.14 tahun 2014 tentang Pengendalian Gratifikasi, maka Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan telah membentuk Unit Pengendali Gratifikasi (UPG). Ke depannya, Unit Pengendali Gratifikasi ini wajib dibentuk di masing-masing unit eselon II Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Komitmen Melaksanakan

Pembangunan Kesehatan Yang Baik, Bersih dan Melayani Dengan Semangat Reformasi Birokrasi ini sendiri berisi tentang:1. Melaksanakan reformasi birokrasi secara konsisten 2. Menjunjung tinggi integritas Aparatur Sipil Kementerian Kesehatan 3. Menerapkan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)

PENANDATANGANAN KOMITMEN DITJEN BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

4. Menolak adanya praktik suap, gratifikasi, pemerasan, uang pelicin dalam bentuk apapun dan melaporkan setiap penerimaan gratifikasi yang dianggap suap kepada Komisi Pemberantasan Korupsi5. Turut serta secara aktif untuk melaporkan setiap dugaan penerimaan suap, gratifikasi, pemerasan, uang pelicin melalui Whistle Blowing System (WBS)6. Menghindari adanya benturan kepentingan7. Melaksanakan pengelolaan keuangan secara transparan dan akuntabel8. Membangun zona integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) / Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM)9. Mendorong kualitas pelayanan publik10. Mewajibkan semua aparatur sipil Kementerian Kesehatan RI untuk menandatangani pakta integritas

Penandatanganan komitmen ini sendiri juga dihadiri oleh unit-unit Kementerian Kesehatan lainnya seperti Inspektorat Jenderal, Biro Perencanaan dan Anggaran, Biro Kepegawaian, Ditjen PP & PL, Biro Hukum dan Organisasi, serta Badan PPSDM Kesehatan.

tidak berizin, di tempat yang tidak seharusnya menjual obat atau melalui online dari sumber yang tidak jelas. Dengan membeli di apotek, masyarakat dapat memperoleh informasi yang tepat dan memadai dari apoteker.

3. Telitilah sebelum membeli. Sebelum membeli obat tradisional, bacalah informasi pada kemasan obat secara seksama, yaitu antara lain:- Penandaan. Obat tradisional yang memiliki izin dari BPOM akan diberi tanda gambar dan tulisan yang sesuai, yaitu Jamu, Herbal Terstandar atau Fitofarmaka. Pastikan tanda tersebut tercantum pada kemasan, yang menunjukkan tingkat obat tradisional berdasarkan uji klinisnya.- Komposisi atau kandungan. Komposisi seringkali ditulis dengan nama latin dari tanaman yang digunakan sebagai obat. Walaupun telah dikenal masyarakat awam, nama latin tanaman yang digunakan seringkali tidak lazim. Misalnya Psidii folium adalah daun jambu biji, Orthosiphonis folium adalah daun kumis kucing, Curcuma aeruginosa adalah kunyit, dan sebagainya. Jika tidak mengerti

Indonesia memiliki kekayaan alam berlimpah, termasuk di antaranya jenis tumbuh-tumbuhan yang beragam. Oleh karena itu sejak zaman dulu nenek moyang telah memanfaatkannya bukan hanya sebagai sumber makanan, tetapi juga obat tradisional. Hingga saat ini di mana ilmu pengetahuan dan teknologi telah maju, obat tradisional masih digunakan secara meluas di berbagai belahan dunia. Sejumlah masyarakat meyakini bahwa obat tradisional lebih aman dibandingkan obat modern karena dianggap tidak memiliki atau minimal efek samping. Apakah benar demikian?

Sebagian besar obat tradisional produksi pabrik di Indonesia dipromosikan dengan cara berlebihan. Tidak jarang obat tradisional atau sering disebut herbal, dikatakan dapat mengobati berbagai

jenis penyakit, padahal hanya mengandung satu atau dua jenis zat berkhasiat. Selain itu ada yang diproduksi dengan cara tidak tepat, sehingga kandungan aktifnya tidak tersari dengan baik dan akibatnya tidak berkhasiat. Di lain pihak, ada obat tradisional yang diketahui palsu atau mengandung zat kimia tertentu (obat sintetis), namun dipasarkan dan dipromosikan sebagai obat tradisional. Namun sayangnya masyarakat tidak menyadari dan mempercayai begitu saja iklan dari pabrik atau distributor. Dalam hal penggunaan obat berbasis bukti ilmiah (evidence based medicine), obat tradisional tidak dianjurkan sebagai pilihan dalam pengobatan. Hal ini disebabkan jarangnya studi ataupun uji klinis yang membuktikan efek dari obat tersebut secara ilmiah pada manusia. Hanya ada beberapa jenis fitofarmaka

yang mendapat izin BPOM, yaituobat tradisional yang telahdilakukan uji klinis. Walaupun demikian, pemerintah Indonesia tetap memberikan perhatian dan dukungan terhadap pengembangan obat tradisional melalui program saintifikasi jamu. Program ini dimaksudkan agar obat tradisional diproduksi sesuai standar, untuk menjamin khasiat dan keamanan, serta dapat dibuktikan efikasinya secara ilmiah. Di samping itu juga dilakukan pembinaan terhadap Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) dan Industri Obat Tradisional (IOT). Berdasarkan hal tersebut di atas, hendaknya masyarakat lebih berhati-hati dalam menggunakan obat tradisional yang banyak beredar di pasaran. Tenaga kesehatan harus memberikan pemahaman dan edukasi pada masyarakat. Berikut beberapa tips dalam pemilihan dan penggunaan obat tradisional produksi pabrik (IOT) agar aman dan berkhasiat:1. Pastikan dulu keluhan penyakit yang diderita. Gunakan obat tradisional yang sesuai dengan penyakit. Hindari obat yang diklaim memiliki banyak khasiat sekaligus, karena hal ini seringkali tidak terbukti secara ilmiah.

2. Belilah obat tradisional di sarana distribusi yang legal. Hindari membeli dari toko obat

nama yang tercantum, carilah informasi dari internet atau buku. Hati-hati jika nama tanaman tidak dapat ditemukan informasinya atau kandungan sangat banyak.- Efek samping. Jarang sekali kemasan obat tradisional yang mencantumkan efek samping, sehingga cenderung dianggap lebih aman dari obat modern. Padahal ekstrak (sari) dari tanaman masih mengandung banyak zat lain yang tidak berfungsi sebagai obat, atau dengan kata lain tidak murni. Hal ini tidak menutup kemungkinan zat lain tersebut memberikan efek samping yang tidak diinginkan.- Aturan pakai. Perhatikan baik-baik cara penggunaan obat, agar sesuai dengan dosis yang dibutuhkan untuk memberikan efek terapi.- Nomor registrasi. Jangan menggunakan obat tradisional yang tidak ada nomor registrasi dari BPOM untuk IOT, atau Dinas Kesehatan untuk UKOT. Jika pada kemasan tercantum nomor registrasi BPOM, periksalah nomor tersebut pada website resmi BPOM yaitu www.pom.go.id. Jika tidak ditemukan dalam daftar obat teregistrasi BPOM bisa menunjukkan bahwa nomor tersebut adalah palsu.

- Tanggal kadaluwarsa. Jangan menggunakan obat tradisional yang telah melampaui tanggal kadaluwarsa. Jika tidak tercantum pada kemasan, perhatikan kondisi fisiknya. Hindari menggunakan obat tersebut jika kemasan dan obat telah rusak atau berubah bentuk dan warna. - Produsen. Sebaiknya gunakan obat yang diproduksi oleh pabrik yang telah dikenal. Jika Anda meragukan nama produsen, periksalah melalui internet atau website resmi. Sebaiknya berhati-hati jika nama produsen tidak ditemukan informasinya, karena bisa jadi pabrik tersebut palsu atau tidak terpercaya

4. Konsultasilah pada tenaga kesehatan jika penyakit tidak berkurang atau bertambah parah setelah jangka waktu tertentu. Hentikan penggunaan obat jika dirasakan efek samping yang tidak diinginkan.

5. Jika menggunakan obat tradisional yang diolah dengan cara sederhana atau masih berupa tanaman utuh, sebaiknya diolah dengan cara yang tepat dan sesuai. Lebih baik jika konsultasi pada ahli obat tradisional/herbal.

6. Hati – hati menggunakan obat tradisional impor, terutama jika informasi pada kemasan tidak jelas atau menggunakan bahasa yang tidak dimengerti. Jika nomor registrasi BPOM tidak tercantum pada kemasan, sebaiknya hindari menggunakan obat tersebut.

Walaupun masyarakat Indonesia masih sangat banyak yang menggunakan obat tradisional karena diyakini lebih aman dan bebas efek samping, sebaiknya memperhatikan hal-hal di atas. Dengan demikian, dapat terhindar dari obat tradisional yang tidak memiliki khasiat atau merugikan. (EgN).

Page 19: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Kesehatan serta paparan narasumber dari Bappenas dan Kementerian Dalam Negeri, maka peserta Rakerkesnas Regional Tengah menyepakati langkah-langkah implementasi Program Indonesia Sehat yang dirangkum sebagai berikut:1. Penerapan Paradigma Sehat dalam pembangunan nasional

a. Paradigma Sehat diarahkan untuk peningkatan, pemeliharaan, dan perlindungan kesehatan dengan mengutamakan upaya promotif - preventif tanpa melupakan upaya kuratif dan rehabilitatif. b. Sasaran perubahan paradigma ditujukan kepada para penentu kebijakan pada lintas sektor, tenaga kesehatan, institusi kesehatan dan masyarakat. c. Upaya promotif-preventif dalam bidang kesehatan, antara lain dilaksanakan melalui: 1) Penyempurnaan regulasi di tingkat pusat, provinsi dan atau kab/kota sejalan dengan Sistem Kesehatan Nasional dan UU Pemerintahan

Daerah. 2) Pemenuhan jumlah dan kualitas tenaga promosi kesehatan dan atau tenaga kesehatan yang mempunyai kemampuan promosi

kesehatan melalui jenjang pendidikan dan atau pelatihan paling lambat tahun 2019. 3) Pengembangan metode dan teknologi promosi kesehatan yang sesuai dengan dinamika dan kondisi masyarakat di masing-masing daerah. 4) Pemberdayaan masyarakat melalui penguatan kelembagaan promkes di kab/kota, optimalisasi UKBM dan mobilisasi sumber daya

termasuk pemanfaatan potensi dana desa dan pajak rokok.

2. Penguatan Pelayanan Kesehatan Penguatan pelayanan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu, melalui:

a. Penyusunan Roadmap tentang penguatan pelayanan kesehatan primer dan regionalisasi rujukan di tingkat provinsi dan kab/kota tahun 2015 – 2019 paling lambat pada April 2015, melalui sarana prasarana dan SDM. b. Penguatan pelayanan kesehatan primer dan sistem rujukan regional difokuskan pada akreditasi dan pemenuhan tenaga kesehatan.

Hal.19 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

LIPUTANc. Penguatan layanan kesehatan primer di daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan dilakukan dengan pendekatan Team Based. d. Advokasi kepada pemerintah pusat dan daerah untuk pemenuhan tenaga kesehatan strategis diawali dari perencanaan kebutuhan, pendayagunaan, penyediaan insentif, sistem informasi dan

akreditasi institusi diklat. 3. Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Pelaksanaan JKN termasuk pencegahan fraud menuntut peran aktif Dinkes Provinsi dan Kabupaten /Kota. Oleh karena itu, upaya pelaksanaan JKN didukung dengan:

a. Peningkatan Peran Dinas Kesehatan mempunyai andil dalam mensukseskan penyelenggaraan JKN, khususnya pada aspek: a) kepesertaan, b) penyediaan pelayanan

kesehatan, c) pembiayaan dan d) manajemen. b. Pencegahan fraud dalam

Pelaksanaan JKN dilakukan melalui penyusunanregulasi, pembentukan tim pencegahan fraud di tiap tingkatan administrasi termasuk di RS, optimalisasi pengawasan penyelenggaraan JKN dan peningkatan kompetensi coder dan verifikator.4. Dalam rangka menjamin efektifitas dan efisiensi pelaksanaan Rakerkesnas untuk tahun 2016 diawali dengan pelaksanaan Pra-Rakerkesnas di tingkat Provinsi bersama kab/kota yang difasilitasi oleh Kementerian Kesehatan.

Pembacaan rangkuman hasil kesepakatan Rakerkesnas Regional Tengah 2015 tersebut dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dr. I Ketut Suarjaya, MPPM. Dan Rakerkesnas Regional Tengah 2015 ini kemudian ditutup oleh Menkes pada Hari Selasa Malam (17/2).

RAKERKESNAS REGIONAL TENGAHTAHUN 2015

RAKERKESNAS REGIONAL TENGAHTAHUN 2015

Menteri Kesehatan Prof. Dr. Nila Djuwita Moeloek, Sp.M membuka Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) Regional Tengah 2015 di Inna Grand Bali Beach (15/2). Rakerkesnas yang mengangkat tema "Pembangunan Kesehatan dari Pinggir ke Tengah Dalam Pemantapan Program Indonesia Sehat untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia" ini diikuti oleh lebih dari 600 orang tenaga kesehatan terutama kepala dinas kesehatan dan direktur rumah sakit dari 10 provinsi di Regional Tengah, yaitu Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Bali sebagai ruan rumah. Rakerkesnas selanjutnya menyusul untuk wilayah Regional Barat di Batam dan Regional Timur di Makassar. Dengan Rakerkesnas ini, diharapkan terwujud sinergitas antara pusat dan daerah menuju pembangunan kesehatan.

Dalam sambutannya, Menkes menyampaikan bahwa dalam era

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pemerintah mengambil kebijakan menggeser arah pembangunan kesehatan dari kuratif menjadi promotif preventif, sesuai semangat Nawa Cita yaitu menegaskan sasaran di daerah perbatasan dan tertinggal dalam pembangunan kesehatan dalam kurun waktu lima tahun ke depan. "Paradigma sehat yang mengarusutamakan pembangunan berwawasan kesehatan, kita akan menariknya lebih ke hulu," ujar Menkes.

Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah akan menguatkan akses layanan kesehatan primer, melakukan optimalisasi rujukan dan peningkatan mutu layanan kesehatan. Penguatan disebut Menkes akan dilakukan kepada 6.000 puskesmas di seluruh Indonesia dan membentuk 14 rumah sakit rujukan nasional dan 144 rumah sakit rujukan regional.

Selain membuka Rakerkesnas

Regional Tengah, Menkes pada keesokan harinya (16/2) berkunjung ke Kantor Pemkab Badung, dan meresmikan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Denpasar.

Sementara itu, dalam pelaksanaan Rakerkesnas Regional Tengah 2015 ini, juga diselenggarakan pameran pembangunan kesehatan yang diikuti oleh para peserta Rakerkesnas. Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan sendiri juga turut membuka stand dan menyediakan pojok konsultasi bagi para peserta Rakerkesnas yang ingin berkonsultasi, terutama mengenai e-catalog obat atau alat kesehatan.

Rakerkesnas Regional Tengah 2015 ini dibagi menjadi 8 komisi untuk melakukan pembahasan mendalam. Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt, Ph.D menjadi pengarah diskusi di Komisi VI yang bertemakan “Penguatan Pelayanan Kesehatan Primer”.

Berdasarkan arahan dari Menteri

tidak berizin, di tempat yang tidak seharusnya menjual obat atau melalui online dari sumber yang tidak jelas. Dengan membeli di apotek, masyarakat dapat memperoleh informasi yang tepat dan memadai dari apoteker.

3. Telitilah sebelum membeli. Sebelum membeli obat tradisional, bacalah informasi pada kemasan obat secara seksama, yaitu antara lain:- Penandaan. Obat tradisional yang memiliki izin dari BPOM akan diberi tanda gambar dan tulisan yang sesuai, yaitu Jamu, Herbal Terstandar atau Fitofarmaka. Pastikan tanda tersebut tercantum pada kemasan, yang menunjukkan tingkat obat tradisional berdasarkan uji klinisnya.- Komposisi atau kandungan. Komposisi seringkali ditulis dengan nama latin dari tanaman yang digunakan sebagai obat. Walaupun telah dikenal masyarakat awam, nama latin tanaman yang digunakan seringkali tidak lazim. Misalnya Psidii folium adalah daun jambu biji, Orthosiphonis folium adalah daun kumis kucing, Curcuma aeruginosa adalah kunyit, dan sebagainya. Jika tidak mengerti

Indonesia memiliki kekayaan alam berlimpah, termasuk di antaranya jenis tumbuh-tumbuhan yang beragam. Oleh karena itu sejak zaman dulu nenek moyang telah memanfaatkannya bukan hanya sebagai sumber makanan, tetapi juga obat tradisional. Hingga saat ini di mana ilmu pengetahuan dan teknologi telah maju, obat tradisional masih digunakan secara meluas di berbagai belahan dunia. Sejumlah masyarakat meyakini bahwa obat tradisional lebih aman dibandingkan obat modern karena dianggap tidak memiliki atau minimal efek samping. Apakah benar demikian?

Sebagian besar obat tradisional produksi pabrik di Indonesia dipromosikan dengan cara berlebihan. Tidak jarang obat tradisional atau sering disebut herbal, dikatakan dapat mengobati berbagai

jenis penyakit, padahal hanya mengandung satu atau dua jenis zat berkhasiat. Selain itu ada yang diproduksi dengan cara tidak tepat, sehingga kandungan aktifnya tidak tersari dengan baik dan akibatnya tidak berkhasiat. Di lain pihak, ada obat tradisional yang diketahui palsu atau mengandung zat kimia tertentu (obat sintetis), namun dipasarkan dan dipromosikan sebagai obat tradisional. Namun sayangnya masyarakat tidak menyadari dan mempercayai begitu saja iklan dari pabrik atau distributor. Dalam hal penggunaan obat berbasis bukti ilmiah (evidence based medicine), obat tradisional tidak dianjurkan sebagai pilihan dalam pengobatan. Hal ini disebabkan jarangnya studi ataupun uji klinis yang membuktikan efek dari obat tersebut secara ilmiah pada manusia. Hanya ada beberapa jenis fitofarmaka

yang mendapat izin BPOM, yaituobat tradisional yang telahdilakukan uji klinis. Walaupun demikian, pemerintah Indonesia tetap memberikan perhatian dan dukungan terhadap pengembangan obat tradisional melalui program saintifikasi jamu. Program ini dimaksudkan agar obat tradisional diproduksi sesuai standar, untuk menjamin khasiat dan keamanan, serta dapat dibuktikan efikasinya secara ilmiah. Di samping itu juga dilakukan pembinaan terhadap Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) dan Industri Obat Tradisional (IOT). Berdasarkan hal tersebut di atas, hendaknya masyarakat lebih berhati-hati dalam menggunakan obat tradisional yang banyak beredar di pasaran. Tenaga kesehatan harus memberikan pemahaman dan edukasi pada masyarakat. Berikut beberapa tips dalam pemilihan dan penggunaan obat tradisional produksi pabrik (IOT) agar aman dan berkhasiat:1. Pastikan dulu keluhan penyakit yang diderita. Gunakan obat tradisional yang sesuai dengan penyakit. Hindari obat yang diklaim memiliki banyak khasiat sekaligus, karena hal ini seringkali tidak terbukti secara ilmiah.

2. Belilah obat tradisional di sarana distribusi yang legal. Hindari membeli dari toko obat

nama yang tercantum, carilah informasi dari internet atau buku. Hati-hati jika nama tanaman tidak dapat ditemukan informasinya atau kandungan sangat banyak.- Efek samping. Jarang sekali kemasan obat tradisional yang mencantumkan efek samping, sehingga cenderung dianggap lebih aman dari obat modern. Padahal ekstrak (sari) dari tanaman masih mengandung banyak zat lain yang tidak berfungsi sebagai obat, atau dengan kata lain tidak murni. Hal ini tidak menutup kemungkinan zat lain tersebut memberikan efek samping yang tidak diinginkan.- Aturan pakai. Perhatikan baik-baik cara penggunaan obat, agar sesuai dengan dosis yang dibutuhkan untuk memberikan efek terapi.- Nomor registrasi. Jangan menggunakan obat tradisional yang tidak ada nomor registrasi dari BPOM untuk IOT, atau Dinas Kesehatan untuk UKOT. Jika pada kemasan tercantum nomor registrasi BPOM, periksalah nomor tersebut pada website resmi BPOM yaitu www.pom.go.id. Jika tidak ditemukan dalam daftar obat teregistrasi BPOM bisa menunjukkan bahwa nomor tersebut adalah palsu.

- Tanggal kadaluwarsa. Jangan menggunakan obat tradisional yang telah melampaui tanggal kadaluwarsa. Jika tidak tercantum pada kemasan, perhatikan kondisi fisiknya. Hindari menggunakan obat tersebut jika kemasan dan obat telah rusak atau berubah bentuk dan warna. - Produsen. Sebaiknya gunakan obat yang diproduksi oleh pabrik yang telah dikenal. Jika Anda meragukan nama produsen, periksalah melalui internet atau website resmi. Sebaiknya berhati-hati jika nama produsen tidak ditemukan informasinya, karena bisa jadi pabrik tersebut palsu atau tidak terpercaya

4. Konsultasilah pada tenaga kesehatan jika penyakit tidak berkurang atau bertambah parah setelah jangka waktu tertentu. Hentikan penggunaan obat jika dirasakan efek samping yang tidak diinginkan.

5. Jika menggunakan obat tradisional yang diolah dengan cara sederhana atau masih berupa tanaman utuh, sebaiknya diolah dengan cara yang tepat dan sesuai. Lebih baik jika konsultasi pada ahli obat tradisional/herbal.

6. Hati – hati menggunakan obat tradisional impor, terutama jika informasi pada kemasan tidak jelas atau menggunakan bahasa yang tidak dimengerti. Jika nomor registrasi BPOM tidak tercantum pada kemasan, sebaiknya hindari menggunakan obat tersebut.

Walaupun masyarakat Indonesia masih sangat banyak yang menggunakan obat tradisional karena diyakini lebih aman dan bebas efek samping, sebaiknya memperhatikan hal-hal di atas. Dengan demikian, dapat terhindar dari obat tradisional yang tidak memiliki khasiat atau merugikan. (EgN).

Page 20: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Kesehatan serta paparan narasumber dari Bappenas dan Kementerian Dalam Negeri, maka peserta Rakerkesnas Regional Tengah menyepakati langkah-langkah implementasi Program Indonesia Sehat yang dirangkum sebagai berikut:1. Penerapan Paradigma Sehat dalam pembangunan nasional

a. Paradigma Sehat diarahkan untuk peningkatan, pemeliharaan, dan perlindungan kesehatan dengan mengutamakan upaya promotif - preventif tanpa melupakan upaya kuratif dan rehabilitatif. b. Sasaran perubahan paradigma ditujukan kepada para penentu kebijakan pada lintas sektor, tenaga kesehatan, institusi kesehatan dan masyarakat. c. Upaya promotif-preventif dalam bidang kesehatan, antara lain dilaksanakan melalui: 1) Penyempurnaan regulasi di tingkat pusat, provinsi dan atau kab/kota sejalan dengan Sistem Kesehatan Nasional dan UU Pemerintahan

Daerah. 2) Pemenuhan jumlah dan kualitas tenaga promosi kesehatan dan atau tenaga kesehatan yang mempunyai kemampuan promosi

kesehatan melalui jenjang pendidikan dan atau pelatihan paling lambat tahun 2019. 3) Pengembangan metode dan teknologi promosi kesehatan yang sesuai dengan dinamika dan kondisi masyarakat di masing-masing daerah. 4) Pemberdayaan masyarakat melalui penguatan kelembagaan promkes di kab/kota, optimalisasi UKBM dan mobilisasi sumber daya

termasuk pemanfaatan potensi dana desa dan pajak rokok.

2. Penguatan Pelayanan Kesehatan Penguatan pelayanan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu, melalui:

a. Penyusunan Roadmap tentang penguatan pelayanan kesehatan primer dan regionalisasi rujukan di tingkat provinsi dan kab/kota tahun 2015 – 2019 paling lambat pada April 2015, melalui sarana prasarana dan SDM. b. Penguatan pelayanan kesehatan primer dan sistem rujukan regional difokuskan pada akreditasi dan pemenuhan tenaga kesehatan.

Hal.20 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

LIPUTANc. Penguatan layanan kesehatan primer di daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan dilakukan dengan pendekatan Team Based. d. Advokasi kepada pemerintah pusat dan daerah untuk pemenuhan tenaga kesehatan strategis diawali dari perencanaan kebutuhan, pendayagunaan, penyediaan insentif, sistem informasi dan

akreditasi institusi diklat. 3. Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Pelaksanaan JKN termasuk pencegahan fraud menuntut peran aktif Dinkes Provinsi dan Kabupaten /Kota. Oleh karena itu, upaya pelaksanaan JKN didukung dengan:

a. Peningkatan Peran Dinas Kesehatan mempunyai andil dalam mensukseskan penyelenggaraan JKN, khususnya pada aspek: a) kepesertaan, b) penyediaan pelayanan

kesehatan, c) pembiayaan dan d) manajemen. b. Pencegahan fraud dalam

Pelaksanaan JKN dilakukan melalui penyusunanregulasi, pembentukan tim pencegahan fraud di tiap tingkatan administrasi termasuk di RS, optimalisasi pengawasan penyelenggaraan JKN dan peningkatan kompetensi coder dan verifikator.4. Dalam rangka menjamin efektifitas dan efisiensi pelaksanaan Rakerkesnas untuk tahun 2016 diawali dengan pelaksanaan Pra-Rakerkesnas di tingkat Provinsi bersama kab/kota yang difasilitasi oleh Kementerian Kesehatan.

Pembacaan rangkuman hasil kesepakatan Rakerkesnas Regional Tengah 2015 tersebut dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dr. I Ketut Suarjaya, MPPM. Dan Rakerkesnas Regional Tengah 2015 ini kemudian ditutup oleh Menkes pada Hari Selasa Malam (17/2).

Menteri Kesehatan Prof. Dr. Nila Djuwita Moeloek, Sp.M membuka Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) Regional Tengah 2015 di Inna Grand Bali Beach (15/2). Rakerkesnas yang mengangkat tema "Pembangunan Kesehatan dari Pinggir ke Tengah Dalam Pemantapan Program Indonesia Sehat untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia" ini diikuti oleh lebih dari 600 orang tenaga kesehatan terutama kepala dinas kesehatan dan direktur rumah sakit dari 10 provinsi di Regional Tengah, yaitu Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Bali sebagai ruan rumah. Rakerkesnas selanjutnya menyusul untuk wilayah Regional Barat di Batam dan Regional Timur di Makassar. Dengan Rakerkesnas ini, diharapkan terwujud sinergitas antara pusat dan daerah menuju pembangunan kesehatan.

Dalam sambutannya, Menkes menyampaikan bahwa dalam era

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pemerintah mengambil kebijakan menggeser arah pembangunan kesehatan dari kuratif menjadi promotif preventif, sesuai semangat Nawa Cita yaitu menegaskan sasaran di daerah perbatasan dan tertinggal dalam pembangunan kesehatan dalam kurun waktu lima tahun ke depan. "Paradigma sehat yang mengarusutamakan pembangunan berwawasan kesehatan, kita akan menariknya lebih ke hulu," ujar Menkes.

Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah akan menguatkan akses layanan kesehatan primer, melakukan optimalisasi rujukan dan peningkatan mutu layanan kesehatan. Penguatan disebut Menkes akan dilakukan kepada 6.000 puskesmas di seluruh Indonesia dan membentuk 14 rumah sakit rujukan nasional dan 144 rumah sakit rujukan regional.

Selain membuka Rakerkesnas

Regional Tengah, Menkes pada keesokan harinya (16/2) berkunjung ke Kantor Pemkab Badung, dan meresmikan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Denpasar.

Sementara itu, dalam pelaksanaan Rakerkesnas Regional Tengah 2015 ini, juga diselenggarakan pameran pembangunan kesehatan yang diikuti oleh para peserta Rakerkesnas. Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan sendiri juga turut membuka stand dan menyediakan pojok konsultasi bagi para peserta Rakerkesnas yang ingin berkonsultasi, terutama mengenai e-catalog obat atau alat kesehatan.

Rakerkesnas Regional Tengah 2015 ini dibagi menjadi 8 komisi untuk melakukan pembahasan mendalam. Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt, Ph.D menjadi pengarah diskusi di Komisi VI yang bertemakan “Penguatan Pelayanan Kesehatan Primer”.

Berdasarkan arahan dari Menteri

tidak berizin, di tempat yang tidak seharusnya menjual obat atau melalui online dari sumber yang tidak jelas. Dengan membeli di apotek, masyarakat dapat memperoleh informasi yang tepat dan memadai dari apoteker.

3. Telitilah sebelum membeli. Sebelum membeli obat tradisional, bacalah informasi pada kemasan obat secara seksama, yaitu antara lain:- Penandaan. Obat tradisional yang memiliki izin dari BPOM akan diberi tanda gambar dan tulisan yang sesuai, yaitu Jamu, Herbal Terstandar atau Fitofarmaka. Pastikan tanda tersebut tercantum pada kemasan, yang menunjukkan tingkat obat tradisional berdasarkan uji klinisnya.- Komposisi atau kandungan. Komposisi seringkali ditulis dengan nama latin dari tanaman yang digunakan sebagai obat. Walaupun telah dikenal masyarakat awam, nama latin tanaman yang digunakan seringkali tidak lazim. Misalnya Psidii folium adalah daun jambu biji, Orthosiphonis folium adalah daun kumis kucing, Curcuma aeruginosa adalah kunyit, dan sebagainya. Jika tidak mengerti

Indonesia memiliki kekayaan alam berlimpah, termasuk di antaranya jenis tumbuh-tumbuhan yang beragam. Oleh karena itu sejak zaman dulu nenek moyang telah memanfaatkannya bukan hanya sebagai sumber makanan, tetapi juga obat tradisional. Hingga saat ini di mana ilmu pengetahuan dan teknologi telah maju, obat tradisional masih digunakan secara meluas di berbagai belahan dunia. Sejumlah masyarakat meyakini bahwa obat tradisional lebih aman dibandingkan obat modern karena dianggap tidak memiliki atau minimal efek samping. Apakah benar demikian?

Sebagian besar obat tradisional produksi pabrik di Indonesia dipromosikan dengan cara berlebihan. Tidak jarang obat tradisional atau sering disebut herbal, dikatakan dapat mengobati berbagai

jenis penyakit, padahal hanya mengandung satu atau dua jenis zat berkhasiat. Selain itu ada yang diproduksi dengan cara tidak tepat, sehingga kandungan aktifnya tidak tersari dengan baik dan akibatnya tidak berkhasiat. Di lain pihak, ada obat tradisional yang diketahui palsu atau mengandung zat kimia tertentu (obat sintetis), namun dipasarkan dan dipromosikan sebagai obat tradisional. Namun sayangnya masyarakat tidak menyadari dan mempercayai begitu saja iklan dari pabrik atau distributor. Dalam hal penggunaan obat berbasis bukti ilmiah (evidence based medicine), obat tradisional tidak dianjurkan sebagai pilihan dalam pengobatan. Hal ini disebabkan jarangnya studi ataupun uji klinis yang membuktikan efek dari obat tersebut secara ilmiah pada manusia. Hanya ada beberapa jenis fitofarmaka

yang mendapat izin BPOM, yaituobat tradisional yang telahdilakukan uji klinis. Walaupun demikian, pemerintah Indonesia tetap memberikan perhatian dan dukungan terhadap pengembangan obat tradisional melalui program saintifikasi jamu. Program ini dimaksudkan agar obat tradisional diproduksi sesuai standar, untuk menjamin khasiat dan keamanan, serta dapat dibuktikan efikasinya secara ilmiah. Di samping itu juga dilakukan pembinaan terhadap Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) dan Industri Obat Tradisional (IOT). Berdasarkan hal tersebut di atas, hendaknya masyarakat lebih berhati-hati dalam menggunakan obat tradisional yang banyak beredar di pasaran. Tenaga kesehatan harus memberikan pemahaman dan edukasi pada masyarakat. Berikut beberapa tips dalam pemilihan dan penggunaan obat tradisional produksi pabrik (IOT) agar aman dan berkhasiat:1. Pastikan dulu keluhan penyakit yang diderita. Gunakan obat tradisional yang sesuai dengan penyakit. Hindari obat yang diklaim memiliki banyak khasiat sekaligus, karena hal ini seringkali tidak terbukti secara ilmiah.

2. Belilah obat tradisional di sarana distribusi yang legal. Hindari membeli dari toko obat

nama yang tercantum, carilah informasi dari internet atau buku. Hati-hati jika nama tanaman tidak dapat ditemukan informasinya atau kandungan sangat banyak.- Efek samping. Jarang sekali kemasan obat tradisional yang mencantumkan efek samping, sehingga cenderung dianggap lebih aman dari obat modern. Padahal ekstrak (sari) dari tanaman masih mengandung banyak zat lain yang tidak berfungsi sebagai obat, atau dengan kata lain tidak murni. Hal ini tidak menutup kemungkinan zat lain tersebut memberikan efek samping yang tidak diinginkan.- Aturan pakai. Perhatikan baik-baik cara penggunaan obat, agar sesuai dengan dosis yang dibutuhkan untuk memberikan efek terapi.- Nomor registrasi. Jangan menggunakan obat tradisional yang tidak ada nomor registrasi dari BPOM untuk IOT, atau Dinas Kesehatan untuk UKOT. Jika pada kemasan tercantum nomor registrasi BPOM, periksalah nomor tersebut pada website resmi BPOM yaitu www.pom.go.id. Jika tidak ditemukan dalam daftar obat teregistrasi BPOM bisa menunjukkan bahwa nomor tersebut adalah palsu.

- Tanggal kadaluwarsa. Jangan menggunakan obat tradisional yang telah melampaui tanggal kadaluwarsa. Jika tidak tercantum pada kemasan, perhatikan kondisi fisiknya. Hindari menggunakan obat tersebut jika kemasan dan obat telah rusak atau berubah bentuk dan warna. - Produsen. Sebaiknya gunakan obat yang diproduksi oleh pabrik yang telah dikenal. Jika Anda meragukan nama produsen, periksalah melalui internet atau website resmi. Sebaiknya berhati-hati jika nama produsen tidak ditemukan informasinya, karena bisa jadi pabrik tersebut palsu atau tidak terpercaya

4. Konsultasilah pada tenaga kesehatan jika penyakit tidak berkurang atau bertambah parah setelah jangka waktu tertentu. Hentikan penggunaan obat jika dirasakan efek samping yang tidak diinginkan.

5. Jika menggunakan obat tradisional yang diolah dengan cara sederhana atau masih berupa tanaman utuh, sebaiknya diolah dengan cara yang tepat dan sesuai. Lebih baik jika konsultasi pada ahli obat tradisional/herbal.

6. Hati – hati menggunakan obat tradisional impor, terutama jika informasi pada kemasan tidak jelas atau menggunakan bahasa yang tidak dimengerti. Jika nomor registrasi BPOM tidak tercantum pada kemasan, sebaiknya hindari menggunakan obat tersebut.

Walaupun masyarakat Indonesia masih sangat banyak yang menggunakan obat tradisional karena diyakini lebih aman dan bebas efek samping, sebaiknya memperhatikan hal-hal di atas. Dengan demikian, dapat terhindar dari obat tradisional yang tidak memiliki khasiat atau merugikan. (EgN).

Page 21: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Hal.21 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

Serangkaian Kegiatan Rapat Kerja Kesehatan Nasional Kementerian Kesehatan di Bali:

1. Tarian Selamat Datang2. Gunting Pita dimulainya Pameran3. Sambutan Menkes4. Pemukulan Gong5. Dialog seluruh Eselon I Kemkes dengan peserta Rakerkesnas6. Senam pagi bersama Menkes7. Kunjungan ke Kantor Bupati Badung dan Peresmian kantor Kesehatan Pelabuhan yang ditandai juga dengan penanaman pohon

Page 22: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Hal.22 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

PROGRAM INDONESIA

SEHAT UNTUK ATASI

MASALAH KESEHATAN

Indeks Pembangunan Manusia Indonesia dari tahun ke tahun meningkat, walaupun saat ini Indonesia masih berada pada ranking 108 dari 187 negara di dunia. Pembangunan manusia pada dasarnya adalah upaya untuk memanusiakan manusia kembali. Adapun upaya yang dapat ditempuh harus dipusatkan pada seluruh proses kehidupan manusia itu sendiri, mulai dari bayi dengan pemberian ASI dan imunisasi hingga lanjut usia, dengan memberikan jaminan sosial. Kebutuhan-kebutuhan pada setiap tahap kehidupan harus terpenuhi agar dapat mencapai kehidupan yang lebih bermartabat. “Seluruh proses ini harus ditunjang dengan ketersediaan pangan, air bersih, sanitasi, energi dan akses ke fasilitas kesehatan dan pendidikan”, jelas Menteri Kesehatan Prof. Dr. dr. Nila F. Moeloek, Sp.M(K) saat Jumpa Pers Awal Tahun tentang program kerja Kementerian Kesehatan, di Jakarta (3/2). Dalam rangka mendorong pembangunan manusia secara menyeluruh, perlu perhatian pada kesehatan sejak dini atau sejak Balita. “Kita lihat bahwa sangat penting untuk melakukan investasi yang tepat waktu agar pertumbuhan otak anak sampai usia 5 tahun dapat berjalan dengan baik, untuk menghindari lost generation”, terang Menkes.

Ditegaskan, salah satu ancaman serius terhadap pembangunan kesehatan, khususnya pada kualitas generasi mendatang, adalah stunting. Dimana rata-rata angka stunting di Indonesia sebesar 37.2%. Menurut standar WHO, persentase ini termasuk kategori berat. Menkes juga mencermati angka kejadian pernikahan dini yang masih cukup tinggi dan kerentanan remaja pada perilaku seks berisiko serta HIV/AIDS khususnya pada kelompok usia produktif. Kematian ibu juga menjadi tantangan dari waktu ke waktu. Ada berbagai penyebab kematian ini baik penyebab langsung maupun tidak langsung, maupun faktor penyebab yang sebenarnya berada di luar bidang kesehatan itu sendiri, seperti infrastruktur, ketersedian air bersih, transportasi, dan nilai-nilai budaya. “Faktor-faktor non-kesehatan inilah yang justru memberikan pengaruh besar karena dapat menentukan berhasil tidaknya upaya penurunan angka kematian ibu”, ungkap Menkes. Guna mengurangi dampak kesehatan seperti contoh di atas, Kemenkes menyelenggarakan Program Indonesia Sehat sebagai upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang berperilaku sehat, hidup dalam lingkungan sehat, serta mampu

menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Program Indonesia Sehat terdiri atas: 1) Paradigma Sehat; 2) Penguatan Pelayanan Kesehatan Primer; dan 3) Jaminan Kesehatan Nasional. Ketiganya akan dilakukan dengan menerapkan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis risiko (health risk).Paradigma sehat menyasar pada:1) Penentu kebijakan pada lintas sektor, untuk memperhatikan dampak kesehatan dari kebijakan yang diambil baik di hulu maupun di hilir, 2) Tenaga kesehatan, yang mengupayakan agar orang sehat tetap sehat atau tidak menjadi sakit, orang sakit menjadi sehat dan orang sakit tidak menjadi lebih sakit; 3) Institusi Kesehatan, yang diharapkan penerapan standar mutu dan standar tarif dalam pelayanan kepada masyarakat, serta 4) Masyarakat, yang merasa kesehatan adalah harta berharga yang harus dijaga. Kementerian Kesehatan akan melakukan penguatan pelayanan kesehatan untuk tahun 2015-2019. Penguatan dilakukan meliputi

1) Kesiapan 6.000 Puskesmas di 6 regional; 2) Terbentuknya 14 RS Rujukan Nasional; serta Terbentuknya 184 RS Rujukan regional. Khusus untuk daerah terpencil dan sangat terpencil, di bangun RS kelas D Pratama dengan kapasitas 50 Tempat Tidur untuk lebih mendekatkan pelayanan kesehatan rujukan. Pada regional Papua akan didirikan 13 Rumah Sakit Pratama. Sementara pada Regional Sumatera, Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi akan didirikan 55 Rumah Sakit Pratama. Menkes menjelaskan, Kementerian Kesehatan telah melakukan implementasi e-catalogue pada pengadaan obat dan alat kesehatan di lingkup Satuan Kerja Pemerintah. Hal ini telah dimulai sejak tahun 2013 untuk obat, dan awal tahun 2014 untuk alkes. Ini merupakan wujud nyata tindak lanjut arahan Presiden RI agar pengadaan barang/jasa di lingkup Pemerintah dilakukan secara elektronik.

Kartu Indonesia Sehat (KIS) KIS yang diluncurkan tanggal 3 November 2014 merupakan wujud program Indonesia Sehat di bawah Pemerintahan Presiden Jokowi. Program ini 1) Menjamin dan memastikan masyarakat kurang mampu untuk mendapat manfaat pelayanan kesehatan seperti yang dilaksanakan melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan; 2) perluasan cakupan PBI termasuk Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan Bayi Baru Lahir dari peserta Penerima PBI; serta 3) Memberikan tambahan Manfaat berupa layanan preventif, promotif dan deteksi dini dilaksanakan lebih intensif dan terintegrasi.

Pertemuan Antar Menteri Dalam mensinergikan program kesehatan dengan program pembangunan di kementerian lain, Menteri Kesehatan telah melakukan beberapa pertemuan dengan Menteri Kebinet Kerja. Pertemuan dilakukan sejak akhir tahun 2014 dan masih

berlangsung hingga saat ini. Tanggal 23 Desember 2014 Menkes bertemu dengan Mendagri. Ini merupakan pertemuan pertama antar Menteri Kabinet Kerja. Hasil pertemuan kedua Menteri adalah Mensosialisasikan JKN melalui asosiasi kepala daerah; Memperkuat pembekalan teamwork Nakes yang akan ditempatkan di daerah untuk menyeimbangkan pelayanan promotif-preventif dan kuratif-rehabilitatif; Memperbanyak Puskesmas Bergerak untuk pelayanan kesehatan di daerah terpencil; Prioritas pembangunan Puskesmas di 50 wilayah; Membuat surat edaran kepada kepala daerah untuk mendukung peraturan pemerintah terkait Standar Pelayanan Mutu (SPM) bidang kesehatan; dan Integrasi data administrasi kependudukan. Tanggal 31 Desember 2014 Menkes bertemu dengan Menkominfo. Hasil pertemuan menyepakati Penguatan SPGDT dengan layanan satu nomor panggil – 119 serta Pelaksanaan assessment oleh Kemenkominfo terhadap berbagai aplikasi yang ada di Kemenkes. Pada tanggal 2 Januari 2015 Menkes melakukan rapat koordinasi dengan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Hasil pertemuan adalah Menyiapkan infrastruktur pendukung (bangunan fisik, jalan, air bersih, sarana komunikasi); Sistem keamanan secara khusus untuk wilayah perbatasan terkait dengan pergerakan manusia, hewan, barang, penyakit; dan Khusus untuk wilayah transmigrasi baru mempertimbangkan juga bidang usaha kecil yang terjamin dan sehat. Tanggal 5 Januari 2015, Menkes bertemu dengan Menteri Perdagangan. Hasil pertemuan adalah Mempromosikan jamu sebagai warisan budaya Indonesia baik di dalam negeri maupun luar negeri; Mendukung perlindungan masyarakat untuk produk makanan import; Mendukung pengaturan bahan berbahaya untuk makanan dan minuman; Meningkatkan koordinasi perdagangan barang dan

jasa dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Pada tanggal 8 Januari 2015 Menkes melakukan Rapat Koordinasi dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dengan hasil yaitu Membangun akses masyarakat ke fasilitas pelayanan Kesehatan Primer; Meningkatkan pembangunan saranan air bersih dan sanitasi untuk masyarakat; Membangun perumahan untuk tenaga kesehatan; Mengintegrasikan pembangunan kawasan kumuh dengan program Kesehatan (Air bersih, STBM dan PHBS); dan Target kolaborasi dilaksanakan dalam 5 tahun ke depan, Tanggal 27 Januari 2015 Menkes bertemu dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Adapun hasil pertemuan adalah Menyusun materi PHBS untuk guru sebagai agent of change; Merevitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS); Menghidupkan kembali program Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) melalui gerakan sarapan pagi; Membangun paket kegiatan rutin anak sekolah berupa Membaca, Olah raga, menyanyi lagu daerah dan piket membersihkan lingkungan sekolah; serta Kegiatan akan dimulai dengan tahun ajaran baru 2015/2016: Menyusun peraturan tentang pendirian SMK dan bidang penjurusannya.

Nusantara Sehat (NS) Sebagai bagian dari penguatan pelayanan kesehatan primer untuk mewujudkan Indonesia Sehat Kemenkes membentuk program Nusantara Sehat (NS). Di dalam program ini dilakukan peningkatan jumlah, sebaran, komposisi dan mutu Nakes berbasis pada tim yang memiliki latar belakang berbeda mulai dari dokter, perawat dan Nakes lainnya (pendekatan Team Based). Program NS tidak hanya berfokus pada kegiatan kuratif tetapi juga pada promotif dan preventif untuk mengamankan kesehatan masyarakatdan daerah yang paling membutuhkan sesuai dengan Nawa Cita, yaitu “membangun dari pinggiran ke tengah”.

LIPUTAN

Page 23: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Hal.23 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

Indeks Pembangunan Manusia Indonesia dari tahun ke tahun meningkat, walaupun saat ini Indonesia masih berada pada ranking 108 dari 187 negara di dunia. Pembangunan manusia pada dasarnya adalah upaya untuk memanusiakan manusia kembali. Adapun upaya yang dapat ditempuh harus dipusatkan pada seluruh proses kehidupan manusia itu sendiri, mulai dari bayi dengan pemberian ASI dan imunisasi hingga lanjut usia, dengan memberikan jaminan sosial. Kebutuhan-kebutuhan pada setiap tahap kehidupan harus terpenuhi agar dapat mencapai kehidupan yang lebih bermartabat. “Seluruh proses ini harus ditunjang dengan ketersediaan pangan, air bersih, sanitasi, energi dan akses ke fasilitas kesehatan dan pendidikan”, jelas Menteri Kesehatan Prof. Dr. dr. Nila F. Moeloek, Sp.M(K) saat Jumpa Pers Awal Tahun tentang program kerja Kementerian Kesehatan, di Jakarta (3/2). Dalam rangka mendorong pembangunan manusia secara menyeluruh, perlu perhatian pada kesehatan sejak dini atau sejak Balita. “Kita lihat bahwa sangat penting untuk melakukan investasi yang tepat waktu agar pertumbuhan otak anak sampai usia 5 tahun dapat berjalan dengan baik, untuk menghindari lost generation”, terang Menkes.

Ditegaskan, salah satu ancaman serius terhadap pembangunan kesehatan, khususnya pada kualitas generasi mendatang, adalah stunting. Dimana rata-rata angka stunting di Indonesia sebesar 37.2%. Menurut standar WHO, persentase ini termasuk kategori berat. Menkes juga mencermati angka kejadian pernikahan dini yang masih cukup tinggi dan kerentanan remaja pada perilaku seks berisiko serta HIV/AIDS khususnya pada kelompok usia produktif. Kematian ibu juga menjadi tantangan dari waktu ke waktu. Ada berbagai penyebab kematian ini baik penyebab langsung maupun tidak langsung, maupun faktor penyebab yang sebenarnya berada di luar bidang kesehatan itu sendiri, seperti infrastruktur, ketersedian air bersih, transportasi, dan nilai-nilai budaya. “Faktor-faktor non-kesehatan inilah yang justru memberikan pengaruh besar karena dapat menentukan berhasil tidaknya upaya penurunan angka kematian ibu”, ungkap Menkes. Guna mengurangi dampak kesehatan seperti contoh di atas, Kemenkes menyelenggarakan Program Indonesia Sehat sebagai upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang berperilaku sehat, hidup dalam lingkungan sehat, serta mampu

menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Program Indonesia Sehat terdiri atas: 1) Paradigma Sehat; 2) Penguatan Pelayanan Kesehatan Primer; dan 3) Jaminan Kesehatan Nasional. Ketiganya akan dilakukan dengan menerapkan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis risiko (health risk).Paradigma sehat menyasar pada:1) Penentu kebijakan pada lintas sektor, untuk memperhatikan dampak kesehatan dari kebijakan yang diambil baik di hulu maupun di hilir, 2) Tenaga kesehatan, yang mengupayakan agar orang sehat tetap sehat atau tidak menjadi sakit, orang sakit menjadi sehat dan orang sakit tidak menjadi lebih sakit; 3) Institusi Kesehatan, yang diharapkan penerapan standar mutu dan standar tarif dalam pelayanan kepada masyarakat, serta 4) Masyarakat, yang merasa kesehatan adalah harta berharga yang harus dijaga. Kementerian Kesehatan akan melakukan penguatan pelayanan kesehatan untuk tahun 2015-2019. Penguatan dilakukan meliputi

1) Kesiapan 6.000 Puskesmas di 6 regional; 2) Terbentuknya 14 RS Rujukan Nasional; serta Terbentuknya 184 RS Rujukan regional. Khusus untuk daerah terpencil dan sangat terpencil, di bangun RS kelas D Pratama dengan kapasitas 50 Tempat Tidur untuk lebih mendekatkan pelayanan kesehatan rujukan. Pada regional Papua akan didirikan 13 Rumah Sakit Pratama. Sementara pada Regional Sumatera, Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi akan didirikan 55 Rumah Sakit Pratama. Menkes menjelaskan, Kementerian Kesehatan telah melakukan implementasi e-catalogue pada pengadaan obat dan alat kesehatan di lingkup Satuan Kerja Pemerintah. Hal ini telah dimulai sejak tahun 2013 untuk obat, dan awal tahun 2014 untuk alkes. Ini merupakan wujud nyata tindak lanjut arahan Presiden RI agar pengadaan barang/jasa di lingkup Pemerintah dilakukan secara elektronik.

Kartu Indonesia Sehat (KIS) KIS yang diluncurkan tanggal 3 November 2014 merupakan wujud program Indonesia Sehat di bawah Pemerintahan Presiden Jokowi. Program ini 1) Menjamin dan memastikan masyarakat kurang mampu untuk mendapat manfaat pelayanan kesehatan seperti yang dilaksanakan melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan; 2) perluasan cakupan PBI termasuk Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan Bayi Baru Lahir dari peserta Penerima PBI; serta 3) Memberikan tambahan Manfaat berupa layanan preventif, promotif dan deteksi dini dilaksanakan lebih intensif dan terintegrasi.

Pertemuan Antar Menteri Dalam mensinergikan program kesehatan dengan program pembangunan di kementerian lain, Menteri Kesehatan telah melakukan beberapa pertemuan dengan Menteri Kebinet Kerja. Pertemuan dilakukan sejak akhir tahun 2014 dan masih

berlangsung hingga saat ini. Tanggal 23 Desember 2014 Menkes bertemu dengan Mendagri. Ini merupakan pertemuan pertama antar Menteri Kabinet Kerja. Hasil pertemuan kedua Menteri adalah Mensosialisasikan JKN melalui asosiasi kepala daerah; Memperkuat pembekalan teamwork Nakes yang akan ditempatkan di daerah untuk menyeimbangkan pelayanan promotif-preventif dan kuratif-rehabilitatif; Memperbanyak Puskesmas Bergerak untuk pelayanan kesehatan di daerah terpencil; Prioritas pembangunan Puskesmas di 50 wilayah; Membuat surat edaran kepada kepala daerah untuk mendukung peraturan pemerintah terkait Standar Pelayanan Mutu (SPM) bidang kesehatan; dan Integrasi data administrasi kependudukan. Tanggal 31 Desember 2014 Menkes bertemu dengan Menkominfo. Hasil pertemuan menyepakati Penguatan SPGDT dengan layanan satu nomor panggil – 119 serta Pelaksanaan assessment oleh Kemenkominfo terhadap berbagai aplikasi yang ada di Kemenkes. Pada tanggal 2 Januari 2015 Menkes melakukan rapat koordinasi dengan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Hasil pertemuan adalah Menyiapkan infrastruktur pendukung (bangunan fisik, jalan, air bersih, sarana komunikasi); Sistem keamanan secara khusus untuk wilayah perbatasan terkait dengan pergerakan manusia, hewan, barang, penyakit; dan Khusus untuk wilayah transmigrasi baru mempertimbangkan juga bidang usaha kecil yang terjamin dan sehat. Tanggal 5 Januari 2015, Menkes bertemu dengan Menteri Perdagangan. Hasil pertemuan adalah Mempromosikan jamu sebagai warisan budaya Indonesia baik di dalam negeri maupun luar negeri; Mendukung perlindungan masyarakat untuk produk makanan import; Mendukung pengaturan bahan berbahaya untuk makanan dan minuman; Meningkatkan koordinasi perdagangan barang dan

jasa dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Pada tanggal 8 Januari 2015 Menkes melakukan Rapat Koordinasi dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dengan hasil yaitu Membangun akses masyarakat ke fasilitas pelayanan Kesehatan Primer; Meningkatkan pembangunan saranan air bersih dan sanitasi untuk masyarakat; Membangun perumahan untuk tenaga kesehatan; Mengintegrasikan pembangunan kawasan kumuh dengan program Kesehatan (Air bersih, STBM dan PHBS); dan Target kolaborasi dilaksanakan dalam 5 tahun ke depan, Tanggal 27 Januari 2015 Menkes bertemu dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Adapun hasil pertemuan adalah Menyusun materi PHBS untuk guru sebagai agent of change; Merevitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS); Menghidupkan kembali program Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) melalui gerakan sarapan pagi; Membangun paket kegiatan rutin anak sekolah berupa Membaca, Olah raga, menyanyi lagu daerah dan piket membersihkan lingkungan sekolah; serta Kegiatan akan dimulai dengan tahun ajaran baru 2015/2016: Menyusun peraturan tentang pendirian SMK dan bidang penjurusannya.

Nusantara Sehat (NS) Sebagai bagian dari penguatan pelayanan kesehatan primer untuk mewujudkan Indonesia Sehat Kemenkes membentuk program Nusantara Sehat (NS). Di dalam program ini dilakukan peningkatan jumlah, sebaran, komposisi dan mutu Nakes berbasis pada tim yang memiliki latar belakang berbeda mulai dari dokter, perawat dan Nakes lainnya (pendekatan Team Based). Program NS tidak hanya berfokus pada kegiatan kuratif tetapi juga pada promotif dan preventif untuk mengamankan kesehatan masyarakatdan daerah yang paling membutuhkan sesuai dengan Nawa Cita, yaitu “membangun dari pinggiran ke tengah”.

LIPUTAN

Page 24: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Kamis, 11 Februari 2015 Menteri Kesehatan Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek Sp.M(K), melantik dan mengambil sumpah jabatan Pimpinan Tinggi Madya Kementerian Kesehatan RI, Drs. Purwadi, Apt, MM. ME, yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan RI tahun 2015, menggantikan dr. Yudhi Prayudha Ishak Djuarsa, MPH.

Acara pelantikan tersebut dihadiri Ketua KKI, Para Pimpinan Tinggi Kementerian Kesehatan, dan Para Direktur Utama BUMN Bidang Kesehatan.

Dalam sambutannya Menkes menerangkan bahwa penempatan dan promosi jabatan pimpinan tinggi dilaksanakan secara terbuka dan kompetitif, dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, rekam jejak jabatan, pendidikan dan pelatihan serta integritas. Pemilihan pejabat

eselon I ini tentunya telah sesuai dengan amanat,Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Menkes berpesan kepada Drs. Purwadi, Apt, MM. ME, yang telah dilantik sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan RI, agar dapat mempertahankan dan melanjutkan prestasi-prestasi yang sudah dirintis oleh pejabat lama serta meningkatkan kualitas SDM Pengawasan agar mampu mendukung pelaksanaan nawacita kedua, yaitu pembangunan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya.

Guna mendukung teselenggaranya nawacita kedua maka harus ada peningkatan peran bagi Inspektorat Jenderal sebagai penjamin mutu, pencegahan korupsi dan konsultansi serta pendampingan, dalam rangka membangun integritas; mempertahankan opini laporan keuangan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP); mewujudkan Wilayah Bebas

Hal.24 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM); pengelolaan keuangan negara yang efisien, efektif, transparan dan akuntabel; serta peningkatan kualitas pelayanan publik.

Dalam kesempatan tersebut, Menkes mengingatkan kepada pejabat yang baru dilantik untuk segera menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rangka pembangunan integritas aparatur negara.

Lebih lanjut, Menkes berpesan kepada seluruh pejabat Kementerian Kesehatan, untuk meningkatkan kinerja dan prestasi unit kerja sehingga organisasi Kementerian Kesehatan akan bergerak semakin dinamis, responsif, efisien dan efektif, serta semakin cepat tanggap dan tepat dalam menyikapi dinamika masyarakat, kemajuan pembangunan kesehatan, serta derasnya arus globalisasi.

PELANTIKAN PIMPINAN TINGGI MADYAKEMENTERIAN KESEHATAN RI

LIPUTAN

Page 25: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Hal.25 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

Parasetamol, sinonim: Acetaminophen, 4-‘Hidroksiasetanilida, C8H9NO2 (Farmakope Indonesia V)

Parasetamol, obat favorit masyarakat, sangat terkenal, produknya baik generik maupun generik merk dagang dikonsumsi oleh bayi sampai lansia, obat mujarab untuk mengatasi keluhan sakit kepala, demam, meriang, migrain, pegal-linu, akibat sifat terapetiknya sebagai analgesik antipiretik. Saking mujarabnya, parasetamol menduduki peringkat pertama pada Rencana Kebutuhan Obat (RKO) Nasional Tahun 2015 dan peringkat pertama bahan baku obat yang banyak dipakai sebagai campuran jamu bahan kimia obat (jamu BKO) . Obat dengan komposisi parasetamol dapat ditemukan mulai dari obat OTC, obat bebas terbatas, sampai obat keras. Di Amerika Serikat, parasetamol dikonsumsi sebanyak 24.6 milyar dosis pada 2008 dan diberikan sebagai obat keras sebanyak 36.6 juta resep pada tahun 2012 .

Produsen Parasetamol dan Kebutuhan Bahan Baku dalam Negeri Saat ini, produsen bahan baku obat parasetamol terbesar dunia ialah China dan India. Pada tahun 2008, produsen terakhir parasetamol di Eropa menutup produksinya akibat

kalah bersaing dengan produsen di China dan India . Indonesia sesungguhnya memiliki 1 produsen parasetamol yaitu Riasima Abadi Farma yang telah berdiri sejak tahun 1981. Pada tahun 1996, Riasima mampu memproduksi parasetamol 1100 ton/tahun, setara 44% market share (saat itu market bahan baku parasetamol Indonesia sebesar 2500 ton/tahun), namun pada tahun 2014 Riasima hanya mampu menjual 150 ton/tahun setara 3.3% market share (saat ini market bahan baku parasetamol 4500 ton/tahun). Beberapa hal yang berpengaruh terhadap produksi parasetamol di Riasima antara lain fasilitas produksi yang belum memenuhi aspek cGMP untuk active pharmaceutical ingredient (API) manufacture dan efisiensi produksi. Dilihat dari produksi obat jadi parasetamol di Indonesia, mayoritas industri farmasi mendapatkan bahan baku parasetamol melalui impor dari China dan India. Kebutuhan bahan baku parasetamol untuk industri di Indonesia sekitar 4500 Ton/tahun di 2013 (industri farmasi BUMN sebanyak 6%, PMA 5.5%, PMDN 42%, sisa persentase dipakai industri lainnya) .

Proses Produksi Bahan Baku Parasetamol Pada umumnya parasetamol diproduksi melalui 2 pathway sintesis yaitu dari phenol atau dari

paranitrochlorobenzene (PNCB) . Pathway kesatu, sintesis parasetamol dari phenol melingkupi pembuatan para amino phenol (PAP) di tahap pertama kemudian proses asetilasi untuk mendapatkan parasetamol pada tahap selanjutnya. Para amino phenol dapat disiapkan dari phenol yang dikonversi menjadi para nitro phenol menggunakan sodium nitrite dan asam sulfat dan kemudian mengkonversi nitrosophenol menjadi para amino phenol dengan mereduksi menggunakan sodium sulphide dan ammonium carbonate. Pathway kedua, sintesis dari PNCB yang direaksikan dengan caustic soda pada tekanan 5 kg/cm dan suhu 150 C selama 8 jam pada autoklaf untuk menghasilkan para nitro phenol (PNP) yang kemudian dapat dipisahkan melalui kristalisasi dan filtrasi. PNP dapat disintesis lanjut menggunakan acetic acid pada pH 3 untuk kemudian direduksi menjadi para amino phenol (PAP). PAP selanjutnya diasetilasi untuk memproduksi crude parasetamol. Crude parasetamol kemudian diputihkan menggunakan karbon aktif untuk menghasilkan produk kristal berwarna putih. Produk kemudian dikeringkan dan digiling menjadi serbuk hablur homogen berukuran sekitar 40 mikron. Pathway kedua ini dipergunakan di 80% produksi parasetamol di India. Adapun peralatan dan teknologi yang diperlukan untuk memproduksi

parasetamol antara lain: reaktor, neutralizer, crystallizer, centrifuge, tray dryer, pulverizer, boiler, refrigeration plant, air compressor, vacuum pump, neutch filter. Sedangkan, raw material yang diperlukan untuk membuat 1 Ton parasetamol ialah : PNCB (1.25 Ton); Acetic Anhydride (0.76 Ton); Acetic Acid (0.35 Ton); Caustic soda (0.75 Ton); Iron powder (0.3 Ton); Hydrose (0.01 Ton); Activated carbon (0.01 Ton); Sulphuric acid (0.25 Ton) . Bila kita runut kembali ke proses awal sintesis paracetamol, PAP atau PNCB keduanya merupakan suatu intermediate. Bahan kimia dasar PAP ialah phenol dan PNCB ialah nitrobenzene. Nitrobenzene disintesis melalui nitrasi benzene, sedangkan phenol disintesis melalui hidrolisis chlorobenzene. Bahan yang sangat awal dari semua itu ialah benzene. Proses Produksi Benzene Produksi benzene dimulai di kilang minyak melalui proses fraksinasi minyak mentah (crude oil/petroleum). Fraksinasi minyak mentah, dikenal juga dengan istilah “oil-cracking”, dilakukan berdasarkan prinsip perbedaan titik didih dimana senyawa-senyawa hidrokarbon dalam minyak mentah dipisahkan melalui proses destilasi terfraksinasi. Salah satu hasil fraksinasi tersebut ialah fraksi naphtha (terkondensasi pada 60-100oC) . Fraksi naphtha ini kemudian difraksinasi lanjut menghasilkan beberapa produk antara lain raw pyrolysis gas (RPG) (rendemen sekitar 30%) yang terdiri atas hidrokarbon rantai C sampai C (alkana, alkena), serta karbon aromatik (benzene, methylbenzene, dimethylbenzene). RPG merupakan suatu campuran azeotropic yang memerlukan proses pemisahan lanjut untuk memisahkan komponen-komponennya melalui metode solvent extraction . Proses pemisahan benzene dari RPG ialah melalui ekstraksi pelarut polar dan non-polar. Benzene, methylbenzene (Toluene), dimethylbenzene (Xylene) akan masuk pada fraksi non-polar sebagai

fraksi BTX yang dapat mencukupi kebutuhan industri kimia dasar. Kedepannya, sebagai upaya kemandirian bahan baku obat, ada baiknya dipikirkan pula produksi bahan kimia dasar dan intermediet dalam negeri, yang sebagian besar berhulu di produk hasil kilang minyak. Harapannya, bila suatu saat minyak mentah dari sumur minyak mentah milik Indonesia yang diolah di kilang minyak milik Indonesia sudah mencukupi kebutuhan bahan bakar minyak dan gas dalam negeri, minyak mentah bisa diolah lebih lanjut menjadi fraksi BTX sebagai raw material industri kimia dasar dan industri bahan baku obat.

fraksi BTX. Benzene kemudian dipisahkan dari senyawa aromatik lain melalui fraksinasi kolom. Kuantitas masing-masing benzene, toluene, dan xylene akan sangat bergantung pada metode fraksinasi dan jenis minyak mentah yang dipakai, namun kuantitas masing-masing fraksi tersebut bisa diatur lanjut tergantung kebutuhan melalui proses deformasi menggunakan katalis di industri kimia dasar.

Ada Kilang Minyak Belum Tentu Ada Benzene Secara teknis, kilang minyak baru dapat dibangun bila minyak mentah yang akan diproduksinya telah diketahui secara jelas dan pasti . Hal ini disebabkan teknologi dan konstruksi kilang minyak akan sangat ditentukan dari crude oil yang akan diproses serta produk akhir yang akan dihasilkan baik jenis maupun kuantitasnya. Sebagai contoh, dari 7 kilang Pertamina di Indonesia, hanya beroperasi 6 kilang, dan dari 6 kilang hanya Kilang Plaju (Sumatera Selatan) yang memproduksi fraksi petrokimia seperti PTA dan paraxylene. Belum diketahui apakah ada kilang minyak milik Pertamina yang memproduksi

“Pejabat administrasi (eselon III dan IV) merupakan pejabat kunci sebagai penggerak roda organisasi yang memegang peranan penting dalam perencanaan awal sekaligus pelaksana utama dari proses kerja yang telah ditetapkan. Untuk itu, Saudara dituntut untuk senantiasa mengembangkan kompetensi, meningkatkan wawasan dan kemampuan untuk membantu pimpinan dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan-kebijakan dengan memegang teguh nilai-nilai

Kementerian Kesehatan dan kode etik Aparatur Sipil Negara” demikian pesan dari Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt, Ph.D dalam acara Pelantikan Pejabat Eselon IV di lingkungan Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (20/2), yang bertempat di Ruang Mahar Mardjono Gedung Adhyatma Kementerian Kesehatan.

Adapun Pejabat Eselon IV yang dilantik adalah Ahadi Wahyu Hidayat, S.Sos sebagai Kasubbag Tata Usaha Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, menggantikan pejabat sebelumnya Drs. Ramalan yang memasuki masa purna bakti.

Sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), Pegawai ASN memiliki tugas untuk menyusun kebijakan publik yang unggul dan melaksanakannya; memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Untuk melaksanakan tugas itu, pegawai ASN berperan sebagai

perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

“Saya menyadari sepenuhnya, bahwa tanggung jawab dan beban tugas di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan semakin berat, untuk itu kepada pejabat yang dilantik, saya harapkan dapat mengoptimalkan perannya dalam pelaksanaan tugas dan fungsi yang telah diamanatkan kepada Saudara dengan sebaik-baiknya, penuh semangat, komitmen, dan rasa tanggung jawab” lanjut Ibu Dirjen.

Hal yang penting untuk dipahami dan dijiwai adalah, bahwa konsekuensi pelaksanaan jabatan bukan hanya dipertanggungjawabkan kepada bangsa, negara dan masyarakat semata, akan tetapi lebih dari itu juga kelak akan dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan Yang Maha Esa.

PELANTIKAN PEJABAT ESELON IV DI LINGKUNGANDITJEN BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

LIPUTAN

Page 26: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

LIPUTAN

Hal.26 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

Parasetamol, sinonim: Acetaminophen, 4-‘Hidroksiasetanilida, C8H9NO2 (Farmakope Indonesia V)

Parasetamol, obat favorit masyarakat, sangat terkenal, produknya baik generik maupun generik merk dagang dikonsumsi oleh bayi sampai lansia, obat mujarab untuk mengatasi keluhan sakit kepala, demam, meriang, migrain, pegal-linu, akibat sifat terapetiknya sebagai analgesik antipiretik. Saking mujarabnya, parasetamol menduduki peringkat pertama pada Rencana Kebutuhan Obat (RKO) Nasional Tahun 2015 dan peringkat pertama bahan baku obat yang banyak dipakai sebagai campuran jamu bahan kimia obat (jamu BKO) . Obat dengan komposisi parasetamol dapat ditemukan mulai dari obat OTC, obat bebas terbatas, sampai obat keras. Di Amerika Serikat, parasetamol dikonsumsi sebanyak 24.6 milyar dosis pada 2008 dan diberikan sebagai obat keras sebanyak 36.6 juta resep pada tahun 2012 .

Produsen Parasetamol dan Kebutuhan Bahan Baku dalam Negeri Saat ini, produsen bahan baku obat parasetamol terbesar dunia ialah China dan India. Pada tahun 2008, produsen terakhir parasetamol di Eropa menutup produksinya akibat

kalah bersaing dengan produsen di China dan India . Indonesia sesungguhnya memiliki 1 produsen parasetamol yaitu Riasima Abadi Farma yang telah berdiri sejak tahun 1981. Pada tahun 1996, Riasima mampu memproduksi parasetamol 1100 ton/tahun, setara 44% market share (saat itu market bahan baku parasetamol Indonesia sebesar 2500 ton/tahun), namun pada tahun 2014 Riasima hanya mampu menjual 150 ton/tahun setara 3.3% market share (saat ini market bahan baku parasetamol 4500 ton/tahun). Beberapa hal yang berpengaruh terhadap produksi parasetamol di Riasima antara lain fasilitas produksi yang belum memenuhi aspek cGMP untuk active pharmaceutical ingredient (API) manufacture dan efisiensi produksi. Dilihat dari produksi obat jadi parasetamol di Indonesia, mayoritas industri farmasi mendapatkan bahan baku parasetamol melalui impor dari China dan India. Kebutuhan bahan baku parasetamol untuk industri di Indonesia sekitar 4500 Ton/tahun di 2013 (industri farmasi BUMN sebanyak 6%, PMA 5.5%, PMDN 42%, sisa persentase dipakai industri lainnya) .

Proses Produksi Bahan Baku Parasetamol Pada umumnya parasetamol diproduksi melalui 2 pathway sintesis yaitu dari phenol atau dari

paranitrochlorobenzene (PNCB) . Pathway kesatu, sintesis parasetamol dari phenol melingkupi pembuatan para amino phenol (PAP) di tahap pertama kemudian proses asetilasi untuk mendapatkan parasetamol pada tahap selanjutnya. Para amino phenol dapat disiapkan dari phenol yang dikonversi menjadi para nitro phenol menggunakan sodium nitrite dan asam sulfat dan kemudian mengkonversi nitrosophenol menjadi para amino phenol dengan mereduksi menggunakan sodium sulphide dan ammonium carbonate. Pathway kedua, sintesis dari PNCB yang direaksikan dengan caustic soda pada tekanan 5 kg/cm dan suhu 150 C selama 8 jam pada autoklaf untuk menghasilkan para nitro phenol (PNP) yang kemudian dapat dipisahkan melalui kristalisasi dan filtrasi. PNP dapat disintesis lanjut menggunakan acetic acid pada pH 3 untuk kemudian direduksi menjadi para amino phenol (PAP). PAP selanjutnya diasetilasi untuk memproduksi crude parasetamol. Crude parasetamol kemudian diputihkan menggunakan karbon aktif untuk menghasilkan produk kristal berwarna putih. Produk kemudian dikeringkan dan digiling menjadi serbuk hablur homogen berukuran sekitar 40 mikron. Pathway kedua ini dipergunakan di 80% produksi parasetamol di India. Adapun peralatan dan teknologi yang diperlukan untuk memproduksi

oleh pemerintah, organisasi profesi dan masyarakat; 3) Meningkatkan kepedulian dan kewaspadaan masyarakat tentang kanker dan pola hidup sehat sebagai upaya pencegahan; 4) Merencanakan dan mengimplementasikan program kerja secara paripurna dan berkesinambungan yang mencakup deteksi dini, tatalaksana, rehabilitatif dan paliatif; 5) Mendorong terbentuknya regulasi publik yang mendukung “Hidup Sehat Hindari Kanker”.

Berkaitan dengan komitmen tersebut, Menkes mengimbau kepada jajaran kesehatan, masyarakat, dan stakeholders lainnya untuk mendukung penguatan Komitmen Kegiatan Penanggulangan Kanker di Indonesia, dengan memberikan perhatian khusus pada: 1) Peningkatan upaya promotif dan preventif untuk meningkatkan awareness masyarakat tentang kanker; 2) Pengembangan upaya deteksi dini dalam rangka menurunkan angka kematian akibat kanker; 3) Obati kanker sesuai standar, diperlukan pengawasan dan evaluasi tentang efektifitas pengobatan alternatif yang banyak ditawarkan melalui media massa maupun elektronik; 4) Peningkatan kualitas hidup pasien kanker melalui upaya paliatif yang efektif; 5) Dukungan semua elemen masyarakat dalam mengendalikan kanker secara komprehensif dan berkesinambungan.

Kanker Bisa DicegahWHO menyatakan bahwa 43%

kanker dapat dicegah. Kanker sebenarnya dapat dikatakan sebagai penyakit gaya hidup karena dapat dicegah dengan melakukan gaya hidup sehat dan menjauhkan diri dari faktor risiko terserang kanker. Terjadinya penyakit kanker terkait dengan beberapa faktor risiko, seperti kebiasaan merokok, menjadi perokok pasif, kebiasaan minum alkohol, kegemukan, pola makan yang tidak sehat, perempuan yang tidak menyusui, dan perempuan melahirkan di atas usia 35 tahun.

“Jika kita menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) maka risiko atau kemungkinan untuk terserang kanker akan berkurang”, kata

Menkes.Perilaku yang perlu diterapkan

yaitu: 1) melakukan aktifitas fisik secara benar, teratur dan terukur; 2) makan makanan bergizi dengan pola seimbang, cukup buah dan sayur; serta 3) mengelola stres dengan tepat dan benar.

“Untuk memudahkan, ingatlah kata CERDIK menjauhkan diri dari kanker”, tandas Menkes.

CERDIK merupakan singkatan dari Cek kesehatan secara berkala; Enyahkan asap rokok; Rajin aktivitas fisik; Diet sehat dengan kalori seimbang; Istirahat cukup; dan Kelola stres.

Permasalahan Kanker di Indonesia

Dalam sambutannya, Menkes menerangkan bahwa permasalahan kanker di Indonesia cukup besar. Setiap tahun diperkirakan 12 juta orang di dunia menderita kanker dan 7,6 juta diantaranya meninggal dunia. Diperkirakan pada tahun 2030 kejadian tersebut dapat mencapai hingga 26 juta orang dan 17 juta di antaranya meninggal akibat kanker, dan peningkatan lebih cepat terjadi di negara miskin dan berkembang. Laporan Global Burden Cancer (Globocan, 2012) memperkirakan insidens kanker di Indonesia sebesar 134 per 100.000 penduduk. Estimasi ini

tidak jauh berbeda dengan hasil Riskesdas 2013 yang mendapatkan prevalensi kanker di Indonesia sebesar 1,4 per 1000 penduduk.

“Meningkatnya mortalitas dan morbiditas penyakit tidak menular, termasuk kanker membawa tantangan berupa pembiayaan yang besar”, ujar Menkes

Laporan Jamkesmas menunjukkan bahwa pada tahun 2012 pengobatan kanker menempati urutan ke-2 setelah hemodialisa yaitu mencapai Rp 144,7 milyar. Sementara itu, menurut data BPJS, pada periode Januari-Juni 2014 dilaporkan pengobatan kanker untuk rawat jalan menempati urutan ke-2 dengan jumlah kasus 88.106 dan pembiayaan sebesar Rp 124,7 milyar, sedangkan untuk rawat inap menempati urutan ke-5, dengan jumlah kasus 56.033 dan pembiayaan sebesar Rp 313,1 milyar.

Pengendalian Kanker di Indonesia

Pengendalian kanker yang komprehensif meliputi upaya-upaya mulai dari pencegahan, deteksi dini, diagnosis, kuratif, pelayanan paliatif, termasuk surveilans dan penelitian, serta support atau dukungan pagi keluarga dan survivor kanker.

Pengendalian penyakit kanker di Indonesia ditentukan oleh keberhasilan penerapan strategi penanganan yang

komprehensif, terorganisir, terkoordinasi dan berkesinambungan dan dilaksanakan oleh seluruh jajaran Pemerintah bersama segenap lapisan masyarakat, termasuk organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, kalangan swasta dan dunia usaha, serta seluruh individu dalam masyarakat.

Pemerintah saat ini telah melaksanakan beberapa program dalam pengendalian kanker yaitu upaya promotif dengan mengeluarkan regulasi antara lain kawasan tanpa rokok (KTR), diet sehat dan kalori seimbang. Selain itu, dalam upaya preventif, Kemenkes dengan dukungan organisasi profesi, Yayasan Kanker Indonesia dan masyarakat telah mengembangkan program deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara di Puskesmas

“Kita patut bersyukur bahwa kita telah berhasil mengembangkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang paket manfaatnya menanggung deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara di Faskes tingkat pertama”, tutur Menkes.

Menkes juga menambahkan, bahwa paket manfaat JKN juga mencakup diagnosis dan pengobatan di rumah sakit. Selain itu juga telah dikembangkan kegiatan penemuan dini kanker pada anak di Puskesmas.

Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K), mencanangkan Komitmen Penanggulangan Kanker di Indonesia di Kantor Kemenkes, Jakarta, Rabu (4/2) Bertepatan dengan peringatan World Cancer Day atau Hari Kanker Se-Dunia. Peringatan Hari Kanker Sedunia 2015 kali ini mengambil tema “Kanker Bukan di luar Kemampuan Kita”.

Penandatangan komitmen dilakukan bersama-sama dengan Ketua Komite Penanggulangan Kanker Nasional (KPKN) Prof. Dr. dr. Soehartati G, Sp.Rad (K) Onk.Rad; perwakilan dari

organisasi profesi; dan Wakil Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI). Bersamaan dengan pencanangan komitmen tersebut, juga dilakukan peluncuran website “kanker.kemkes.go.id” yang berisi data kanker di Indonesia dan akan dikelola oleh KPKN.

Isi Komitmen Penguatan Kegiatan Penanggulangan Kanker di Indonesia, yaitu: 1) Menjadikan kanker sebagai salah satu prioritas masalah kesehatan nasional; 2) Bersatu dan bekerjasama dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan masalah kanker, baik

parasetamol antara lain: reaktor, neutralizer, crystallizer, centrifuge, tray dryer, pulverizer, boiler, refrigeration plant, air compressor, vacuum pump, neutch filter. Sedangkan, raw material yang diperlukan untuk membuat 1 Ton parasetamol ialah : PNCB (1.25 Ton); Acetic Anhydride (0.76 Ton); Acetic Acid (0.35 Ton); Caustic soda (0.75 Ton); Iron powder (0.3 Ton); Hydrose (0.01 Ton); Activated carbon (0.01 Ton); Sulphuric acid (0.25 Ton) . Bila kita runut kembali ke proses awal sintesis paracetamol, PAP atau PNCB keduanya merupakan suatu intermediate. Bahan kimia dasar PAP ialah phenol dan PNCB ialah nitrobenzene. Nitrobenzene disintesis melalui nitrasi benzene, sedangkan phenol disintesis melalui hidrolisis chlorobenzene. Bahan yang sangat awal dari semua itu ialah benzene. Proses Produksi Benzene Produksi benzene dimulai di kilang minyak melalui proses fraksinasi minyak mentah (crude oil/petroleum). Fraksinasi minyak mentah, dikenal juga dengan istilah “oil-cracking”, dilakukan berdasarkan prinsip perbedaan titik didih dimana senyawa-senyawa hidrokarbon dalam minyak mentah dipisahkan melalui proses destilasi terfraksinasi. Salah satu hasil fraksinasi tersebut ialah fraksi naphtha (terkondensasi pada 60-100oC) . Fraksi naphtha ini kemudian difraksinasi lanjut menghasilkan beberapa produk antara lain raw pyrolysis gas (RPG) (rendemen sekitar 30%) yang terdiri atas hidrokarbon rantai C sampai C (alkana, alkena), serta karbon aromatik (benzene, methylbenzene, dimethylbenzene). RPG merupakan suatu campuran azeotropic yang memerlukan proses pemisahan lanjut untuk memisahkan komponen-komponennya melalui metode solvent extraction . Proses pemisahan benzene dari RPG ialah melalui ekstraksi pelarut polar dan non-polar. Benzene, methylbenzene (Toluene), dimethylbenzene (Xylene) akan masuk pada fraksi non-polar sebagai

fraksi BTX yang dapat mencukupi kebutuhan industri kimia dasar. Kedepannya, sebagai upaya kemandirian bahan baku obat, ada baiknya dipikirkan pula produksi bahan kimia dasar dan intermediet dalam negeri, yang sebagian besar berhulu di produk hasil kilang minyak. Harapannya, bila suatu saat minyak mentah dari sumur minyak mentah milik Indonesia yang diolah di kilang minyak milik Indonesia sudah mencukupi kebutuhan bahan bakar minyak dan gas dalam negeri, minyak mentah bisa diolah lebih lanjut menjadi fraksi BTX sebagai raw material industri kimia dasar dan industri bahan baku obat.

fraksi BTX. Benzene kemudian dipisahkan dari senyawa aromatik lain melalui fraksinasi kolom. Kuantitas masing-masing benzene, toluene, dan xylene akan sangat bergantung pada metode fraksinasi dan jenis minyak mentah yang dipakai, namun kuantitas masing-masing fraksi tersebut bisa diatur lanjut tergantung kebutuhan melalui proses deformasi menggunakan katalis di industri kimia dasar.

Ada Kilang Minyak Belum Tentu Ada Benzene Secara teknis, kilang minyak baru dapat dibangun bila minyak mentah yang akan diproduksinya telah diketahui secara jelas dan pasti . Hal ini disebabkan teknologi dan konstruksi kilang minyak akan sangat ditentukan dari crude oil yang akan diproses serta produk akhir yang akan dihasilkan baik jenis maupun kuantitasnya. Sebagai contoh, dari 7 kilang Pertamina di Indonesia, hanya beroperasi 6 kilang, dan dari 6 kilang hanya Kilang Plaju (Sumatera Selatan) yang memproduksi fraksi petrokimia seperti PTA dan paraxylene. Belum diketahui apakah ada kilang minyak milik Pertamina yang memproduksi

KANKER BUKAN DI LUAR

KEMAMPUAN KITA

Page 27: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Hal.27 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

LIPUTAN

Parasetamol, sinonim: Acetaminophen, 4-‘Hidroksiasetanilida, C8H9NO2 (Farmakope Indonesia V)

Parasetamol, obat favorit masyarakat, sangat terkenal, produknya baik generik maupun generik merk dagang dikonsumsi oleh bayi sampai lansia, obat mujarab untuk mengatasi keluhan sakit kepala, demam, meriang, migrain, pegal-linu, akibat sifat terapetiknya sebagai analgesik antipiretik. Saking mujarabnya, parasetamol menduduki peringkat pertama pada Rencana Kebutuhan Obat (RKO) Nasional Tahun 2015 dan peringkat pertama bahan baku obat yang banyak dipakai sebagai campuran jamu bahan kimia obat (jamu BKO) . Obat dengan komposisi parasetamol dapat ditemukan mulai dari obat OTC, obat bebas terbatas, sampai obat keras. Di Amerika Serikat, parasetamol dikonsumsi sebanyak 24.6 milyar dosis pada 2008 dan diberikan sebagai obat keras sebanyak 36.6 juta resep pada tahun 2012 .

Produsen Parasetamol dan Kebutuhan Bahan Baku dalam Negeri Saat ini, produsen bahan baku obat parasetamol terbesar dunia ialah China dan India. Pada tahun 2008, produsen terakhir parasetamol di Eropa menutup produksinya akibat

kalah bersaing dengan produsen di China dan India . Indonesia sesungguhnya memiliki 1 produsen parasetamol yaitu Riasima Abadi Farma yang telah berdiri sejak tahun 1981. Pada tahun 1996, Riasima mampu memproduksi parasetamol 1100 ton/tahun, setara 44% market share (saat itu market bahan baku parasetamol Indonesia sebesar 2500 ton/tahun), namun pada tahun 2014 Riasima hanya mampu menjual 150 ton/tahun setara 3.3% market share (saat ini market bahan baku parasetamol 4500 ton/tahun). Beberapa hal yang berpengaruh terhadap produksi parasetamol di Riasima antara lain fasilitas produksi yang belum memenuhi aspek cGMP untuk active pharmaceutical ingredient (API) manufacture dan efisiensi produksi. Dilihat dari produksi obat jadi parasetamol di Indonesia, mayoritas industri farmasi mendapatkan bahan baku parasetamol melalui impor dari China dan India. Kebutuhan bahan baku parasetamol untuk industri di Indonesia sekitar 4500 Ton/tahun di 2013 (industri farmasi BUMN sebanyak 6%, PMA 5.5%, PMDN 42%, sisa persentase dipakai industri lainnya) .

Proses Produksi Bahan Baku Parasetamol Pada umumnya parasetamol diproduksi melalui 2 pathway sintesis yaitu dari phenol atau dari

paranitrochlorobenzene (PNCB) . Pathway kesatu, sintesis parasetamol dari phenol melingkupi pembuatan para amino phenol (PAP) di tahap pertama kemudian proses asetilasi untuk mendapatkan parasetamol pada tahap selanjutnya. Para amino phenol dapat disiapkan dari phenol yang dikonversi menjadi para nitro phenol menggunakan sodium nitrite dan asam sulfat dan kemudian mengkonversi nitrosophenol menjadi para amino phenol dengan mereduksi menggunakan sodium sulphide dan ammonium carbonate. Pathway kedua, sintesis dari PNCB yang direaksikan dengan caustic soda pada tekanan 5 kg/cm dan suhu 150 C selama 8 jam pada autoklaf untuk menghasilkan para nitro phenol (PNP) yang kemudian dapat dipisahkan melalui kristalisasi dan filtrasi. PNP dapat disintesis lanjut menggunakan acetic acid pada pH 3 untuk kemudian direduksi menjadi para amino phenol (PAP). PAP selanjutnya diasetilasi untuk memproduksi crude parasetamol. Crude parasetamol kemudian diputihkan menggunakan karbon aktif untuk menghasilkan produk kristal berwarna putih. Produk kemudian dikeringkan dan digiling menjadi serbuk hablur homogen berukuran sekitar 40 mikron. Pathway kedua ini dipergunakan di 80% produksi parasetamol di India. Adapun peralatan dan teknologi yang diperlukan untuk memproduksi

oleh pemerintah, organisasi profesi dan masyarakat; 3) Meningkatkan kepedulian dan kewaspadaan masyarakat tentang kanker dan pola hidup sehat sebagai upaya pencegahan; 4) Merencanakan dan mengimplementasikan program kerja secara paripurna dan berkesinambungan yang mencakup deteksi dini, tatalaksana, rehabilitatif dan paliatif; 5) Mendorong terbentuknya regulasi publik yang mendukung “Hidup Sehat Hindari Kanker”.

Berkaitan dengan komitmen tersebut, Menkes mengimbau kepada jajaran kesehatan, masyarakat, dan stakeholders lainnya untuk mendukung penguatan Komitmen Kegiatan Penanggulangan Kanker di Indonesia, dengan memberikan perhatian khusus pada: 1) Peningkatan upaya promotif dan preventif untuk meningkatkan awareness masyarakat tentang kanker; 2) Pengembangan upaya deteksi dini dalam rangka menurunkan angka kematian akibat kanker; 3) Obati kanker sesuai standar, diperlukan pengawasan dan evaluasi tentang efektifitas pengobatan alternatif yang banyak ditawarkan melalui media massa maupun elektronik; 4) Peningkatan kualitas hidup pasien kanker melalui upaya paliatif yang efektif; 5) Dukungan semua elemen masyarakat dalam mengendalikan kanker secara komprehensif dan berkesinambungan.

Kanker Bisa DicegahWHO menyatakan bahwa 43%

kanker dapat dicegah. Kanker sebenarnya dapat dikatakan sebagai penyakit gaya hidup karena dapat dicegah dengan melakukan gaya hidup sehat dan menjauhkan diri dari faktor risiko terserang kanker. Terjadinya penyakit kanker terkait dengan beberapa faktor risiko, seperti kebiasaan merokok, menjadi perokok pasif, kebiasaan minum alkohol, kegemukan, pola makan yang tidak sehat, perempuan yang tidak menyusui, dan perempuan melahirkan di atas usia 35 tahun.

“Jika kita menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) maka risiko atau kemungkinan untuk terserang kanker akan berkurang”, kata

Menkes.Perilaku yang perlu diterapkan

yaitu: 1) melakukan aktifitas fisik secara benar, teratur dan terukur; 2) makan makanan bergizi dengan pola seimbang, cukup buah dan sayur; serta 3) mengelola stres dengan tepat dan benar.

“Untuk memudahkan, ingatlah kata CERDIK menjauhkan diri dari kanker”, tandas Menkes.

CERDIK merupakan singkatan dari Cek kesehatan secara berkala; Enyahkan asap rokok; Rajin aktivitas fisik; Diet sehat dengan kalori seimbang; Istirahat cukup; dan Kelola stres.

Permasalahan Kanker di Indonesia

Dalam sambutannya, Menkes menerangkan bahwa permasalahan kanker di Indonesia cukup besar. Setiap tahun diperkirakan 12 juta orang di dunia menderita kanker dan 7,6 juta diantaranya meninggal dunia. Diperkirakan pada tahun 2030 kejadian tersebut dapat mencapai hingga 26 juta orang dan 17 juta di antaranya meninggal akibat kanker, dan peningkatan lebih cepat terjadi di negara miskin dan berkembang. Laporan Global Burden Cancer (Globocan, 2012) memperkirakan insidens kanker di Indonesia sebesar 134 per 100.000 penduduk. Estimasi ini

tidak jauh berbeda dengan hasil Riskesdas 2013 yang mendapatkan prevalensi kanker di Indonesia sebesar 1,4 per 1000 penduduk.

“Meningkatnya mortalitas dan morbiditas penyakit tidak menular, termasuk kanker membawa tantangan berupa pembiayaan yang besar”, ujar Menkes

Laporan Jamkesmas menunjukkan bahwa pada tahun 2012 pengobatan kanker menempati urutan ke-2 setelah hemodialisa yaitu mencapai Rp 144,7 milyar. Sementara itu, menurut data BPJS, pada periode Januari-Juni 2014 dilaporkan pengobatan kanker untuk rawat jalan menempati urutan ke-2 dengan jumlah kasus 88.106 dan pembiayaan sebesar Rp 124,7 milyar, sedangkan untuk rawat inap menempati urutan ke-5, dengan jumlah kasus 56.033 dan pembiayaan sebesar Rp 313,1 milyar.

Pengendalian Kanker di Indonesia

Pengendalian kanker yang komprehensif meliputi upaya-upaya mulai dari pencegahan, deteksi dini, diagnosis, kuratif, pelayanan paliatif, termasuk surveilans dan penelitian, serta support atau dukungan pagi keluarga dan survivor kanker.

Pengendalian penyakit kanker di Indonesia ditentukan oleh keberhasilan penerapan strategi penanganan yang

komprehensif, terorganisir, terkoordinasi dan berkesinambungan dan dilaksanakan oleh seluruh jajaran Pemerintah bersama segenap lapisan masyarakat, termasuk organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, kalangan swasta dan dunia usaha, serta seluruh individu dalam masyarakat.

Pemerintah saat ini telah melaksanakan beberapa program dalam pengendalian kanker yaitu upaya promotif dengan mengeluarkan regulasi antara lain kawasan tanpa rokok (KTR), diet sehat dan kalori seimbang. Selain itu, dalam upaya preventif, Kemenkes dengan dukungan organisasi profesi, Yayasan Kanker Indonesia dan masyarakat telah mengembangkan program deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara di Puskesmas

“Kita patut bersyukur bahwa kita telah berhasil mengembangkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang paket manfaatnya menanggung deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara di Faskes tingkat pertama”, tutur Menkes.

Menkes juga menambahkan, bahwa paket manfaat JKN juga mencakup diagnosis dan pengobatan di rumah sakit. Selain itu juga telah dikembangkan kegiatan penemuan dini kanker pada anak di Puskesmas.

Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K), mencanangkan Komitmen Penanggulangan Kanker di Indonesia di Kantor Kemenkes, Jakarta, Rabu (4/2) Bertepatan dengan peringatan World Cancer Day atau Hari Kanker Se-Dunia. Peringatan Hari Kanker Sedunia 2015 kali ini mengambil tema “Kanker Bukan di luar Kemampuan Kita”.

Penandatangan komitmen dilakukan bersama-sama dengan Ketua Komite Penanggulangan Kanker Nasional (KPKN) Prof. Dr. dr. Soehartati G, Sp.Rad (K) Onk.Rad; perwakilan dari

organisasi profesi; dan Wakil Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI). Bersamaan dengan pencanangan komitmen tersebut, juga dilakukan peluncuran website “kanker.kemkes.go.id” yang berisi data kanker di Indonesia dan akan dikelola oleh KPKN.

Isi Komitmen Penguatan Kegiatan Penanggulangan Kanker di Indonesia, yaitu: 1) Menjadikan kanker sebagai salah satu prioritas masalah kesehatan nasional; 2) Bersatu dan bekerjasama dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan masalah kanker, baik

parasetamol antara lain: reaktor, neutralizer, crystallizer, centrifuge, tray dryer, pulverizer, boiler, refrigeration plant, air compressor, vacuum pump, neutch filter. Sedangkan, raw material yang diperlukan untuk membuat 1 Ton parasetamol ialah : PNCB (1.25 Ton); Acetic Anhydride (0.76 Ton); Acetic Acid (0.35 Ton); Caustic soda (0.75 Ton); Iron powder (0.3 Ton); Hydrose (0.01 Ton); Activated carbon (0.01 Ton); Sulphuric acid (0.25 Ton) . Bila kita runut kembali ke proses awal sintesis paracetamol, PAP atau PNCB keduanya merupakan suatu intermediate. Bahan kimia dasar PAP ialah phenol dan PNCB ialah nitrobenzene. Nitrobenzene disintesis melalui nitrasi benzene, sedangkan phenol disintesis melalui hidrolisis chlorobenzene. Bahan yang sangat awal dari semua itu ialah benzene. Proses Produksi Benzene Produksi benzene dimulai di kilang minyak melalui proses fraksinasi minyak mentah (crude oil/petroleum). Fraksinasi minyak mentah, dikenal juga dengan istilah “oil-cracking”, dilakukan berdasarkan prinsip perbedaan titik didih dimana senyawa-senyawa hidrokarbon dalam minyak mentah dipisahkan melalui proses destilasi terfraksinasi. Salah satu hasil fraksinasi tersebut ialah fraksi naphtha (terkondensasi pada 60-100oC) . Fraksi naphtha ini kemudian difraksinasi lanjut menghasilkan beberapa produk antara lain raw pyrolysis gas (RPG) (rendemen sekitar 30%) yang terdiri atas hidrokarbon rantai C sampai C (alkana, alkena), serta karbon aromatik (benzene, methylbenzene, dimethylbenzene). RPG merupakan suatu campuran azeotropic yang memerlukan proses pemisahan lanjut untuk memisahkan komponen-komponennya melalui metode solvent extraction . Proses pemisahan benzene dari RPG ialah melalui ekstraksi pelarut polar dan non-polar. Benzene, methylbenzene (Toluene), dimethylbenzene (Xylene) akan masuk pada fraksi non-polar sebagai

fraksi BTX yang dapat mencukupi kebutuhan industri kimia dasar. Kedepannya, sebagai upaya kemandirian bahan baku obat, ada baiknya dipikirkan pula produksi bahan kimia dasar dan intermediet dalam negeri, yang sebagian besar berhulu di produk hasil kilang minyak. Harapannya, bila suatu saat minyak mentah dari sumur minyak mentah milik Indonesia yang diolah di kilang minyak milik Indonesia sudah mencukupi kebutuhan bahan bakar minyak dan gas dalam negeri, minyak mentah bisa diolah lebih lanjut menjadi fraksi BTX sebagai raw material industri kimia dasar dan industri bahan baku obat.

fraksi BTX. Benzene kemudian dipisahkan dari senyawa aromatik lain melalui fraksinasi kolom. Kuantitas masing-masing benzene, toluene, dan xylene akan sangat bergantung pada metode fraksinasi dan jenis minyak mentah yang dipakai, namun kuantitas masing-masing fraksi tersebut bisa diatur lanjut tergantung kebutuhan melalui proses deformasi menggunakan katalis di industri kimia dasar.

Ada Kilang Minyak Belum Tentu Ada Benzene Secara teknis, kilang minyak baru dapat dibangun bila minyak mentah yang akan diproduksinya telah diketahui secara jelas dan pasti . Hal ini disebabkan teknologi dan konstruksi kilang minyak akan sangat ditentukan dari crude oil yang akan diproses serta produk akhir yang akan dihasilkan baik jenis maupun kuantitasnya. Sebagai contoh, dari 7 kilang Pertamina di Indonesia, hanya beroperasi 6 kilang, dan dari 6 kilang hanya Kilang Plaju (Sumatera Selatan) yang memproduksi fraksi petrokimia seperti PTA dan paraxylene. Belum diketahui apakah ada kilang minyak milik Pertamina yang memproduksi

Page 28: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Hal.28 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

ARTIKEL

Parasetamol, sinonim: Acetaminophen, 4-‘Hidroksiasetanilida, C8H9NO2 (Farmakope Indonesia V)

Parasetamol, obat favorit masyarakat, sangat terkenal, produknya baik generik maupun generik merk dagang dikonsumsi oleh bayi sampai lansia, obat mujarab untuk mengatasi keluhan sakit kepala, demam, meriang, migrain, pegal-linu, akibat sifat terapetiknya sebagai analgesik antipiretik. Saking mujarabnya, parasetamol menduduki peringkat pertama pada Rencana Kebutuhan Obat (RKO) Nasional Tahun 2015 dan peringkat pertama bahan baku obat yang banyak dipakai sebagai campuran jamu bahan kimia obat (jamu BKO) . Obat dengan komposisi parasetamol dapat ditemukan mulai dari obat OTC, obat bebas terbatas, sampai obat keras. Di Amerika Serikat, parasetamol dikonsumsi sebanyak 24.6 milyar dosis pada 2008 dan diberikan sebagai obat keras sebanyak 36.6 juta resep pada tahun 2012 .

Produsen Parasetamol dan Kebutuhan Bahan Baku dalam Negeri Saat ini, produsen bahan baku obat parasetamol terbesar dunia ialah China dan India. Pada tahun 2008, produsen terakhir parasetamol di Eropa menutup produksinya akibat

kalah bersaing dengan produsen di China dan India . Indonesia sesungguhnya memiliki 1 produsen parasetamol yaitu Riasima Abadi Farma yang telah berdiri sejak tahun 1981. Pada tahun 1996, Riasima mampu memproduksi parasetamol 1100 ton/tahun, setara 44% market share (saat itu market bahan baku parasetamol Indonesia sebesar 2500 ton/tahun), namun pada tahun 2014 Riasima hanya mampu menjual 150 ton/tahun setara 3.3% market share (saat ini market bahan baku parasetamol 4500 ton/tahun). Beberapa hal yang berpengaruh terhadap produksi parasetamol di Riasima antara lain fasilitas produksi yang belum memenuhi aspek cGMP untuk active pharmaceutical ingredient (API) manufacture dan efisiensi produksi. Dilihat dari produksi obat jadi parasetamol di Indonesia, mayoritas industri farmasi mendapatkan bahan baku parasetamol melalui impor dari China dan India. Kebutuhan bahan baku parasetamol untuk industri di Indonesia sekitar 4500 Ton/tahun di 2013 (industri farmasi BUMN sebanyak 6%, PMA 5.5%, PMDN 42%, sisa persentase dipakai industri lainnya) .

Proses Produksi Bahan Baku Parasetamol Pada umumnya parasetamol diproduksi melalui 2 pathway sintesis yaitu dari phenol atau dari

paranitrochlorobenzene (PNCB) . Pathway kesatu, sintesis parasetamol dari phenol melingkupi pembuatan para amino phenol (PAP) di tahap pertama kemudian proses asetilasi untuk mendapatkan parasetamol pada tahap selanjutnya. Para amino phenol dapat disiapkan dari phenol yang dikonversi menjadi para nitro phenol menggunakan sodium nitrite dan asam sulfat dan kemudian mengkonversi nitrosophenol menjadi para amino phenol dengan mereduksi menggunakan sodium sulphide dan ammonium carbonate. Pathway kedua, sintesis dari PNCB yang direaksikan dengan caustic soda pada tekanan 5 kg/cm dan suhu 150 C selama 8 jam pada autoklaf untuk menghasilkan para nitro phenol (PNP) yang kemudian dapat dipisahkan melalui kristalisasi dan filtrasi. PNP dapat disintesis lanjut menggunakan acetic acid pada pH 3 untuk kemudian direduksi menjadi para amino phenol (PAP). PAP selanjutnya diasetilasi untuk memproduksi crude parasetamol. Crude parasetamol kemudian diputihkan menggunakan karbon aktif untuk menghasilkan produk kristal berwarna putih. Produk kemudian dikeringkan dan digiling menjadi serbuk hablur homogen berukuran sekitar 40 mikron. Pathway kedua ini dipergunakan di 80% produksi parasetamol di India. Adapun peralatan dan teknologi yang diperlukan untuk memproduksi

PARASETAMOL : DARI KILANG MINYAK SAMPAI JADI BAHAN BAKU OBATOleh :Muhammad Zulfikar Biruni, Apt.

4

1,2

3

5

6

7

2

o

parasetamol antara lain: reaktor, neutralizer, crystallizer, centrifuge, tray dryer, pulverizer, boiler, refrigeration plant, air compressor, vacuum pump, neutch filter. Sedangkan, raw material yang diperlukan untuk membuat 1 Ton parasetamol ialah : PNCB (1.25 Ton); Acetic Anhydride (0.76 Ton); Acetic Acid (0.35 Ton); Caustic soda (0.75 Ton); Iron powder (0.3 Ton); Hydrose (0.01 Ton); Activated carbon (0.01 Ton); Sulphuric acid (0.25 Ton) . Bila kita runut kembali ke proses awal sintesis paracetamol, PAP atau PNCB keduanya merupakan suatu intermediate. Bahan kimia dasar PAP ialah phenol dan PNCB ialah nitrobenzene. Nitrobenzene disintesis melalui nitrasi benzene, sedangkan phenol disintesis melalui hidrolisis chlorobenzene. Bahan yang sangat awal dari semua itu ialah benzene. Proses Produksi Benzene Produksi benzene dimulai di kilang minyak melalui proses fraksinasi minyak mentah (crude oil/petroleum). Fraksinasi minyak mentah, dikenal juga dengan istilah “oil-cracking”, dilakukan berdasarkan prinsip perbedaan titik didih dimana senyawa-senyawa hidrokarbon dalam minyak mentah dipisahkan melalui proses destilasi terfraksinasi. Salah satu hasil fraksinasi tersebut ialah fraksi naphtha (terkondensasi pada 60-100oC) . Fraksi naphtha ini kemudian difraksinasi lanjut menghasilkan beberapa produk antara lain raw pyrolysis gas (RPG) (rendemen sekitar 30%) yang terdiri atas hidrokarbon rantai C sampai C (alkana, alkena), serta karbon aromatik (benzene, methylbenzene, dimethylbenzene). RPG merupakan suatu campuran azeotropic yang memerlukan proses pemisahan lanjut untuk memisahkan komponen-komponennya melalui metode solvent extraction . Proses pemisahan benzene dari RPG ialah melalui ekstraksi pelarut polar dan non-polar. Benzene, methylbenzene (Toluene), dimethylbenzene (Xylene) akan masuk pada fraksi non-polar sebagai

fraksi BTX yang dapat mencukupi kebutuhan industri kimia dasar. Kedepannya, sebagai upaya kemandirian bahan baku obat, ada baiknya dipikirkan pula produksi bahan kimia dasar dan intermediet dalam negeri, yang sebagian besar berhulu di produk hasil kilang minyak. Harapannya, bila suatu saat minyak mentah dari sumur minyak mentah milik Indonesia yang diolah di kilang minyak milik Indonesia sudah mencukupi kebutuhan bahan bakar minyak dan gas dalam negeri, minyak mentah bisa diolah lebih lanjut menjadi fraksi BTX sebagai raw material industri kimia dasar dan industri bahan baku obat.

fraksi BTX. Benzene kemudian dipisahkan dari senyawa aromatik lain melalui fraksinasi kolom. Kuantitas masing-masing benzene, toluene, dan xylene akan sangat bergantung pada metode fraksinasi dan jenis minyak mentah yang dipakai, namun kuantitas masing-masing fraksi tersebut bisa diatur lanjut tergantung kebutuhan melalui proses deformasi menggunakan katalis di industri kimia dasar.

Ada Kilang Minyak Belum Tentu Ada Benzene Secara teknis, kilang minyak baru dapat dibangun bila minyak mentah yang akan diproduksinya telah diketahui secara jelas dan pasti . Hal ini disebabkan teknologi dan konstruksi kilang minyak akan sangat ditentukan dari crude oil yang akan diproses serta produk akhir yang akan dihasilkan baik jenis maupun kuantitasnya. Sebagai contoh, dari 7 kilang Pertamina di Indonesia, hanya beroperasi 6 kilang, dan dari 6 kilang hanya Kilang Plaju (Sumatera Selatan) yang memproduksi fraksi petrokimia seperti PTA dan paraxylene. Belum diketahui apakah ada kilang minyak milik Pertamina yang memproduksi

Page 29: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Hal.29 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

Parasetamol, sinonim: Acetaminophen, 4-‘Hidroksiasetanilida, C8H9NO2 (Farmakope Indonesia V)

Parasetamol, obat favorit masyarakat, sangat terkenal, produknya baik generik maupun generik merk dagang dikonsumsi oleh bayi sampai lansia, obat mujarab untuk mengatasi keluhan sakit kepala, demam, meriang, migrain, pegal-linu, akibat sifat terapetiknya sebagai analgesik antipiretik. Saking mujarabnya, parasetamol menduduki peringkat pertama pada Rencana Kebutuhan Obat (RKO) Nasional Tahun 2015 dan peringkat pertama bahan baku obat yang banyak dipakai sebagai campuran jamu bahan kimia obat (jamu BKO) . Obat dengan komposisi parasetamol dapat ditemukan mulai dari obat OTC, obat bebas terbatas, sampai obat keras. Di Amerika Serikat, parasetamol dikonsumsi sebanyak 24.6 milyar dosis pada 2008 dan diberikan sebagai obat keras sebanyak 36.6 juta resep pada tahun 2012 .

Produsen Parasetamol dan Kebutuhan Bahan Baku dalam Negeri Saat ini, produsen bahan baku obat parasetamol terbesar dunia ialah China dan India. Pada tahun 2008, produsen terakhir parasetamol di Eropa menutup produksinya akibat

kalah bersaing dengan produsen di China dan India . Indonesia sesungguhnya memiliki 1 produsen parasetamol yaitu Riasima Abadi Farma yang telah berdiri sejak tahun 1981. Pada tahun 1996, Riasima mampu memproduksi parasetamol 1100 ton/tahun, setara 44% market share (saat itu market bahan baku parasetamol Indonesia sebesar 2500 ton/tahun), namun pada tahun 2014 Riasima hanya mampu menjual 150 ton/tahun setara 3.3% market share (saat ini market bahan baku parasetamol 4500 ton/tahun). Beberapa hal yang berpengaruh terhadap produksi parasetamol di Riasima antara lain fasilitas produksi yang belum memenuhi aspek cGMP untuk active pharmaceutical ingredient (API) manufacture dan efisiensi produksi. Dilihat dari produksi obat jadi parasetamol di Indonesia, mayoritas industri farmasi mendapatkan bahan baku parasetamol melalui impor dari China dan India. Kebutuhan bahan baku parasetamol untuk industri di Indonesia sekitar 4500 Ton/tahun di 2013 (industri farmasi BUMN sebanyak 6%, PMA 5.5%, PMDN 42%, sisa persentase dipakai industri lainnya) .

Proses Produksi Bahan Baku Parasetamol Pada umumnya parasetamol diproduksi melalui 2 pathway sintesis yaitu dari phenol atau dari

paranitrochlorobenzene (PNCB) . Pathway kesatu, sintesis parasetamol dari phenol melingkupi pembuatan para amino phenol (PAP) di tahap pertama kemudian proses asetilasi untuk mendapatkan parasetamol pada tahap selanjutnya. Para amino phenol dapat disiapkan dari phenol yang dikonversi menjadi para nitro phenol menggunakan sodium nitrite dan asam sulfat dan kemudian mengkonversi nitrosophenol menjadi para amino phenol dengan mereduksi menggunakan sodium sulphide dan ammonium carbonate. Pathway kedua, sintesis dari PNCB yang direaksikan dengan caustic soda pada tekanan 5 kg/cm dan suhu 150 C selama 8 jam pada autoklaf untuk menghasilkan para nitro phenol (PNP) yang kemudian dapat dipisahkan melalui kristalisasi dan filtrasi. PNP dapat disintesis lanjut menggunakan acetic acid pada pH 3 untuk kemudian direduksi menjadi para amino phenol (PAP). PAP selanjutnya diasetilasi untuk memproduksi crude parasetamol. Crude parasetamol kemudian diputihkan menggunakan karbon aktif untuk menghasilkan produk kristal berwarna putih. Produk kemudian dikeringkan dan digiling menjadi serbuk hablur homogen berukuran sekitar 40 mikron. Pathway kedua ini dipergunakan di 80% produksi parasetamol di India. Adapun peralatan dan teknologi yang diperlukan untuk memproduksi

ARTIKELparasetamol antara lain: reaktor, neutralizer, crystallizer, centrifuge, tray dryer, pulverizer, boiler, refrigeration plant, air compressor, vacuum pump, neutch filter. Sedangkan, raw material yang diperlukan untuk membuat 1 Ton parasetamol ialah : PNCB (1.25 Ton); Acetic Anhydride (0.76 Ton); Acetic Acid (0.35 Ton); Caustic soda (0.75 Ton); Iron powder (0.3 Ton); Hydrose (0.01 Ton); Activated carbon (0.01 Ton); Sulphuric acid (0.25 Ton) . Bila kita runut kembali ke proses awal sintesis paracetamol, PAP atau PNCB keduanya merupakan suatu intermediate. Bahan kimia dasar PAP ialah phenol dan PNCB ialah nitrobenzene. Nitrobenzene disintesis melalui nitrasi benzene, sedangkan phenol disintesis melalui hidrolisis chlorobenzene. Bahan yang sangat awal dari semua itu ialah benzene. Proses Produksi Benzene Produksi benzene dimulai di kilang minyak melalui proses fraksinasi minyak mentah (crude oil/petroleum). Fraksinasi minyak mentah, dikenal juga dengan istilah “oil-cracking”, dilakukan berdasarkan prinsip perbedaan titik didih dimana senyawa-senyawa hidrokarbon dalam minyak mentah dipisahkan melalui proses destilasi terfraksinasi. Salah satu hasil fraksinasi tersebut ialah fraksi naphtha (terkondensasi pada 60-100oC) . Fraksi naphtha ini kemudian difraksinasi lanjut menghasilkan beberapa produk antara lain raw pyrolysis gas (RPG) (rendemen sekitar 30%) yang terdiri atas hidrokarbon rantai C sampai C (alkana, alkena), serta karbon aromatik (benzene, methylbenzene, dimethylbenzene). RPG merupakan suatu campuran azeotropic yang memerlukan proses pemisahan lanjut untuk memisahkan komponen-komponennya melalui metode solvent extraction . Proses pemisahan benzene dari RPG ialah melalui ekstraksi pelarut polar dan non-polar. Benzene, methylbenzene (Toluene), dimethylbenzene (Xylene) akan masuk pada fraksi non-polar sebagai

fraksi BTX yang dapat mencukupi kebutuhan industri kimia dasar. Kedepannya, sebagai upaya kemandirian bahan baku obat, ada baiknya dipikirkan pula produksi bahan kimia dasar dan intermediet dalam negeri, yang sebagian besar berhulu di produk hasil kilang minyak. Harapannya, bila suatu saat minyak mentah dari sumur minyak mentah milik Indonesia yang diolah di kilang minyak milik Indonesia sudah mencukupi kebutuhan bahan bakar minyak dan gas dalam negeri, minyak mentah bisa diolah lebih lanjut menjadi fraksi BTX sebagai raw material industri kimia dasar dan industri bahan baku obat.

Referensiwww.pom.go.id/public/berita_aktual/data/texa2.pdf

http://health.kompas.com/read/2013/11/09/0954382/Berisiko.Jamu.Berbahan.Kimia.Obat.Berkhasiat.Cepat

Acetaminophen: Background and Overview. FDA Evaluation and Research 2009.

IMS Health, National Prescription Audit (USA), Dec 2012.

In-Pharma Technologist.com, Januari 2009.

Data dari Riasima Abadi Farma, 2013.

Broad Outline of Manufacturing Process of Acetaminophen. Central Drug Research Institute, Lucknow, Uttar Pradesh, India. 2002.

Fractional Distillation Of Oil and Uses Of Fractions, http://www.docbrown.info/page04/OilProducts02.htm

Cracking of Oil Products. http://www.greener-industry.org.uk/pages/benzene/6BenzeneProdMeth1.htm

Dahlan Iskan. Manufacturing Hope, Bisa!. 2012.

9

8

5 10

fraksi BTX. Benzene kemudian dipisahkan dari senyawa aromatik lain melalui fraksinasi kolom. Kuantitas masing-masing benzene, toluene, dan xylene akan sangat bergantung pada metode fraksinasi dan jenis minyak mentah yang dipakai, namun kuantitas masing-masing fraksi tersebut bisa diatur lanjut tergantung kebutuhan melalui proses deformasi menggunakan katalis di industri kimia dasar.

Ada Kilang Minyak Belum Tentu Ada Benzene Secara teknis, kilang minyak baru dapat dibangun bila minyak mentah yang akan diproduksinya telah diketahui secara jelas dan pasti . Hal ini disebabkan teknologi dan konstruksi kilang minyak akan sangat ditentukan dari crude oil yang akan diproses serta produk akhir yang akan dihasilkan baik jenis maupun kuantitasnya. Sebagai contoh, dari 7 kilang Pertamina di Indonesia, hanya beroperasi 6 kilang, dan dari 6 kilang hanya Kilang Plaju (Sumatera Selatan) yang memproduksi fraksi petrokimia seperti PTA dan paraxylene. Belum diketahui apakah ada kilang minyak milik Pertamina yang memproduksi

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

10

Page 30: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Hal.30 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

Parasetamol, sinonim: Acetaminophen, 4-‘Hidroksiasetanilida, C8H9NO2 (Farmakope Indonesia V)

Parasetamol, obat favorit masyarakat, sangat terkenal, produknya baik generik maupun generik merk dagang dikonsumsi oleh bayi sampai lansia, obat mujarab untuk mengatasi keluhan sakit kepala, demam, meriang, migrain, pegal-linu, akibat sifat terapetiknya sebagai analgesik antipiretik. Saking mujarabnya, parasetamol menduduki peringkat pertama pada Rencana Kebutuhan Obat (RKO) Nasional Tahun 2015 dan peringkat pertama bahan baku obat yang banyak dipakai sebagai campuran jamu bahan kimia obat (jamu BKO) . Obat dengan komposisi parasetamol dapat ditemukan mulai dari obat OTC, obat bebas terbatas, sampai obat keras. Di Amerika Serikat, parasetamol dikonsumsi sebanyak 24.6 milyar dosis pada 2008 dan diberikan sebagai obat keras sebanyak 36.6 juta resep pada tahun 2012 .

Produsen Parasetamol dan Kebutuhan Bahan Baku dalam Negeri Saat ini, produsen bahan baku obat parasetamol terbesar dunia ialah China dan India. Pada tahun 2008, produsen terakhir parasetamol di Eropa menutup produksinya akibat

kalah bersaing dengan produsen di China dan India . Indonesia sesungguhnya memiliki 1 produsen parasetamol yaitu Riasima Abadi Farma yang telah berdiri sejak tahun 1981. Pada tahun 1996, Riasima mampu memproduksi parasetamol 1100 ton/tahun, setara 44% market share (saat itu market bahan baku parasetamol Indonesia sebesar 2500 ton/tahun), namun pada tahun 2014 Riasima hanya mampu menjual 150 ton/tahun setara 3.3% market share (saat ini market bahan baku parasetamol 4500 ton/tahun). Beberapa hal yang berpengaruh terhadap produksi parasetamol di Riasima antara lain fasilitas produksi yang belum memenuhi aspek cGMP untuk active pharmaceutical ingredient (API) manufacture dan efisiensi produksi. Dilihat dari produksi obat jadi parasetamol di Indonesia, mayoritas industri farmasi mendapatkan bahan baku parasetamol melalui impor dari China dan India. Kebutuhan bahan baku parasetamol untuk industri di Indonesia sekitar 4500 Ton/tahun di 2013 (industri farmasi BUMN sebanyak 6%, PMA 5.5%, PMDN 42%, sisa persentase dipakai industri lainnya) .

Proses Produksi Bahan Baku Parasetamol Pada umumnya parasetamol diproduksi melalui 2 pathway sintesis yaitu dari phenol atau dari

paranitrochlorobenzene (PNCB) . Pathway kesatu, sintesis parasetamol dari phenol melingkupi pembuatan para amino phenol (PAP) di tahap pertama kemudian proses asetilasi untuk mendapatkan parasetamol pada tahap selanjutnya. Para amino phenol dapat disiapkan dari phenol yang dikonversi menjadi para nitro phenol menggunakan sodium nitrite dan asam sulfat dan kemudian mengkonversi nitrosophenol menjadi para amino phenol dengan mereduksi menggunakan sodium sulphide dan ammonium carbonate. Pathway kedua, sintesis dari PNCB yang direaksikan dengan caustic soda pada tekanan 5 kg/cm dan suhu 150 C selama 8 jam pada autoklaf untuk menghasilkan para nitro phenol (PNP) yang kemudian dapat dipisahkan melalui kristalisasi dan filtrasi. PNP dapat disintesis lanjut menggunakan acetic acid pada pH 3 untuk kemudian direduksi menjadi para amino phenol (PAP). PAP selanjutnya diasetilasi untuk memproduksi crude parasetamol. Crude parasetamol kemudian diputihkan menggunakan karbon aktif untuk menghasilkan produk kristal berwarna putih. Produk kemudian dikeringkan dan digiling menjadi serbuk hablur homogen berukuran sekitar 40 mikron. Pathway kedua ini dipergunakan di 80% produksi parasetamol di India. Adapun peralatan dan teknologi yang diperlukan untuk memproduksi

SEKILAS TENTANG RENCANA AKSI ROADMAP PENGEMBANGAN INDUSTRIALAT KESEHATAN DALAM NEGERI UU Kesehatan No 36 tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 46 menyatakan bahwa “Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat “ . Pada pasal 48 ayat 1 diterangkan bahwa salah satu kegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan adalah pengamanan dan penggunaan sedian farmasi dan alat kesehatan. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia yaitu kurang lebih 240 juta jiwa yang menjadikannya sebagai pasar terbesar dunia khususnya ASEAN untuk alat kesehatan. Kenyataan ini diperkuat dengan perkembangan ekonomi Indonesia yang semakin baik sehingga Indonesia menjadi pasar alat kesehatan yang menarik untuk investor bisnis alat kesehatan. Dalam rangka mengantisipasi pasar besar bebas ASEAN 2015 dan implementasi ASEAN Medical Devices Directive (AMDD) di tahun2015, telah di launching skema akreditasi dan sertifikasi Sistem Manajemen Mutu Alat Kesehatan (SMMAK) berdasarkan ISO 13485, Medical devices – Quality management systems – Requirement for regulatory purpose dengan kata lain semua industri alat kesehatan di Indonesia harus memiliki atau memenuhi SNI ISO 13485, Peralatan kesehatan – Sistem manajemen mutu – Persyaratan untuk tujuan regulasi Berdasarkan data market share yang ada, 97 % alat kesehatan yang beredar di Indonesia merupakan produk impor.

Hal tersebut sangat tidak mendukung terhadap kemandirian Nasional terhadap alat kesehatan maupun ketahanan ekonomi nasional. Pengembangan industri alat kesehatan dalam negeri adalah hal yang mutlak dilakukan untuk dapat meningkatkan baik dari kuantitas maupun kualitas alat kesehatan sehingga kemandirian di bidang alat kesehatan dapat dicapai untuk menunjang terselenggaranya upaya kesehatan masyarakat. Untuk meningkatkan pertumbuhan industri alat kesehatan dalam negeri yang mampu menghasilkan alat kesehatan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat serta terjangkau oleh masyarakat maka dibutuhkan tindakan yang konkrit yaitu Rencana Aksi Roadmap Pengembangan Industri Alat Kesehatan Dalam Negeri. Rencana Aksi Roadmap Pengembangan Industri Alat Kesehatan Dalam Negeri ini merupakan tindak lanjut dari Permenkes No.68 Tahun 2013 tentang Peta Jalan Pengembangan Industri Alat Kesehatan. Pada pertemuan Rencana

Aksi Pengembangan Industri Alat Kesehatan Dalam Negeri diharapkan semua pihak yang hadir dapat bersama-sama mendiskusikan bagaimana implementasi dari rencana aksi, apa-apa saja yang telah dicapai dan permasalahan/kendala yang dijumpai sampai saat ini serta upaya yang harus dilakukan. Pertemuan ini dilaksanakan pada tanggal 13 November 2014 dibuka oleh Ibu Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dihadiri oleh stakeholder terkait antara lain industri alat kesehatan dalam negeri baik PMA maupun lokal, Kementerian Perindustrian, LIPI, ASPAKI, LKPP dan Direktorat Bina Upaya Kesehatan Masyarakat Kemkes RI , Business Incubation Centre Universitas Gajah Mada dengan judul materi sebagai berikut :1. Rencana Aksi Roadmap Pengembangan Industri Alat Kesehatan Dalam Negeri2. Komitmen Perindustrian Dalam Implementasi Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN)

parasetamol antara lain: reaktor, neutralizer, crystallizer, centrifuge, tray dryer, pulverizer, boiler, refrigeration plant, air compressor, vacuum pump, neutch filter. Sedangkan, raw material yang diperlukan untuk membuat 1 Ton parasetamol ialah : PNCB (1.25 Ton); Acetic Anhydride (0.76 Ton); Acetic Acid (0.35 Ton); Caustic soda (0.75 Ton); Iron powder (0.3 Ton); Hydrose (0.01 Ton); Activated carbon (0.01 Ton); Sulphuric acid (0.25 Ton) . Bila kita runut kembali ke proses awal sintesis paracetamol, PAP atau PNCB keduanya merupakan suatu intermediate. Bahan kimia dasar PAP ialah phenol dan PNCB ialah nitrobenzene. Nitrobenzene disintesis melalui nitrasi benzene, sedangkan phenol disintesis melalui hidrolisis chlorobenzene. Bahan yang sangat awal dari semua itu ialah benzene. Proses Produksi Benzene Produksi benzene dimulai di kilang minyak melalui proses fraksinasi minyak mentah (crude oil/petroleum). Fraksinasi minyak mentah, dikenal juga dengan istilah “oil-cracking”, dilakukan berdasarkan prinsip perbedaan titik didih dimana senyawa-senyawa hidrokarbon dalam minyak mentah dipisahkan melalui proses destilasi terfraksinasi. Salah satu hasil fraksinasi tersebut ialah fraksi naphtha (terkondensasi pada 60-100oC) . Fraksi naphtha ini kemudian difraksinasi lanjut menghasilkan beberapa produk antara lain raw pyrolysis gas (RPG) (rendemen sekitar 30%) yang terdiri atas hidrokarbon rantai C sampai C (alkana, alkena), serta karbon aromatik (benzene, methylbenzene, dimethylbenzene). RPG merupakan suatu campuran azeotropic yang memerlukan proses pemisahan lanjut untuk memisahkan komponen-komponennya melalui metode solvent extraction . Proses pemisahan benzene dari RPG ialah melalui ekstraksi pelarut polar dan non-polar. Benzene, methylbenzene (Toluene), dimethylbenzene (Xylene) akan masuk pada fraksi non-polar sebagai

fraksi BTX yang dapat mencukupi kebutuhan industri kimia dasar. Kedepannya, sebagai upaya kemandirian bahan baku obat, ada baiknya dipikirkan pula produksi bahan kimia dasar dan intermediet dalam negeri, yang sebagian besar berhulu di produk hasil kilang minyak. Harapannya, bila suatu saat minyak mentah dari sumur minyak mentah milik Indonesia yang diolah di kilang minyak milik Indonesia sudah mencukupi kebutuhan bahan bakar minyak dan gas dalam negeri, minyak mentah bisa diolah lebih lanjut menjadi fraksi BTX sebagai raw material industri kimia dasar dan industri bahan baku obat.

fraksi BTX. Benzene kemudian dipisahkan dari senyawa aromatik lain melalui fraksinasi kolom. Kuantitas masing-masing benzene, toluene, dan xylene akan sangat bergantung pada metode fraksinasi dan jenis minyak mentah yang dipakai, namun kuantitas masing-masing fraksi tersebut bisa diatur lanjut tergantung kebutuhan melalui proses deformasi menggunakan katalis di industri kimia dasar.

Ada Kilang Minyak Belum Tentu Ada Benzene Secara teknis, kilang minyak baru dapat dibangun bila minyak mentah yang akan diproduksinya telah diketahui secara jelas dan pasti . Hal ini disebabkan teknologi dan konstruksi kilang minyak akan sangat ditentukan dari crude oil yang akan diproses serta produk akhir yang akan dihasilkan baik jenis maupun kuantitasnya. Sebagai contoh, dari 7 kilang Pertamina di Indonesia, hanya beroperasi 6 kilang, dan dari 6 kilang hanya Kilang Plaju (Sumatera Selatan) yang memproduksi fraksi petrokimia seperti PTA dan paraxylene. Belum diketahui apakah ada kilang minyak milik Pertamina yang memproduksi

di sektor alat kesehatan (medical devices) mendorong berkembangnya laboratorium uji seperti Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2SSMPT-LIPI http://smtp.lipi.go.id/) , Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK), Sucopindo dll. untuk lingkup alat kesehatan. mendorong lahirnya lembaga sertifikasi produk lingkup alat kesehatan (Lembaga Penilaian Kesesuaian/LPK).

3. Peran LIPI dalam Pengujian Alat Kesehatan Dalam Negeri4. Kendala Pengembangan Industri Alat Kesehatan Dalam Negeri5. Peran LKPP Dalam Mendorong Industri Alat Kesehatan Dalam Negeri6. Komitmen BUK Dalam Pengadaan Alat Kesehatan Dalam Negeri7. Hilirisasi dan Komersialisasi Hasil Riset UGM

Beberapa point penting yang perlu dicatatan dari hasil pertemuan tersebut antara lain : Diharapkan Kementerian Kesehatan mewajibkan seluruh Fasilitas Pelayanan Kesehatan untuk hanya membeli dan menggunakan produk alat kesehatan dalam negeri apabila sudah ada minimal 3

pabrik yang memproduksinya. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Bagian Keempat Teknologi dan Produk Teknologi pasal 42 ayat 3 menyebutkan sebagai berikut: - Teknologi dan produk teknologi kesehatan diadakan, diteliti, diedarkan, dikembangkan, dan dimanfaatkan bagi kesehatan masyarakat harus memenuhi standar yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. - Mengacu kepada undang - undang tersebut diatas

diharapkan Kementerian Kesehatan mewajibkan SNI produk alat kesehatan (Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 9 Peraturan Pemerintah RI No.102 Tahun 2000 Tentang Standardisasi Nasional) seperti disposable syringe, Inkubator bayi, sarung tangan steril untuk bedah dan pemeriksaan, tempat tidur pasien, dll yang telah dapat diproduksi oleh industri alat kesehatan dalam negeri untuk: mengurangi ketergantungan terhadap produk alat kesehatan (medical devices) impor sampai saat ini (97 %) dan mengantisipasi pasar bebas ASEAN 2015 khususnya

Sampai saat ini Kementerian Kesehatan belum mengeluarkan regulasi yang mewajibkan SNI alat kesehatan sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.102 Tahun 2000 Tentang Standardisasi Nasional yang menyangkut kesehatan wajib sifatnya. Permintaan sertifikat produk SNI beserta tanda SNI oleh pabrik alat kesehatan dalam negeri yang telah merapkan SNI alat kesehatan saat ini (walaupun belum diwajibkan oleh Kementerian Kesehatan) semangkin meningkat (contoh surat dari PT. ONEJECT INDONESIA No. 21/Dir/OJI/I/2011 tanggal 31 Januari 2011 perihal permohonan sertifikat SNI dan surat dari PT. SARANDI KARYA NUGRAHA No.179/S/SKN/-JKT/X/11 tanggal 10 Oktober 2011 perihal permohonan sertifikat SNI).

Dibutuhkan kebijakan terkait mahalnya bahan baku (raw material) alat kesehatan karena sebagian besar bahan baku alat kesehatan produk dalam negeri saat ini masih sangat tergantung dari impor. Diharapkan Kementerian Perindustrian melakukan monev terhadap pihak ketiga yang melakukan survey dalam menentukan nilai Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), agar pihak ketiga memiliki standar yang sama dalam melakukan evaluasi penentuan nilai TKDN. Karena TKDN berpengaruh di e-katalog, akan lebih baik jika Kemenperin memberi kebijakan bahwa TKDN tidak berpengaruh pada e-katalog.

ARTIKEL

Oleh: Beluh Mabasa Ginting, ST, M. Si

Page 31: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Hal.31 l Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015

Parasetamol, sinonim: Acetaminophen, 4-‘Hidroksiasetanilida, C8H9NO2 (Farmakope Indonesia V)

Parasetamol, obat favorit masyarakat, sangat terkenal, produknya baik generik maupun generik merk dagang dikonsumsi oleh bayi sampai lansia, obat mujarab untuk mengatasi keluhan sakit kepala, demam, meriang, migrain, pegal-linu, akibat sifat terapetiknya sebagai analgesik antipiretik. Saking mujarabnya, parasetamol menduduki peringkat pertama pada Rencana Kebutuhan Obat (RKO) Nasional Tahun 2015 dan peringkat pertama bahan baku obat yang banyak dipakai sebagai campuran jamu bahan kimia obat (jamu BKO) . Obat dengan komposisi parasetamol dapat ditemukan mulai dari obat OTC, obat bebas terbatas, sampai obat keras. Di Amerika Serikat, parasetamol dikonsumsi sebanyak 24.6 milyar dosis pada 2008 dan diberikan sebagai obat keras sebanyak 36.6 juta resep pada tahun 2012 .

Produsen Parasetamol dan Kebutuhan Bahan Baku dalam Negeri Saat ini, produsen bahan baku obat parasetamol terbesar dunia ialah China dan India. Pada tahun 2008, produsen terakhir parasetamol di Eropa menutup produksinya akibat

kalah bersaing dengan produsen di China dan India . Indonesia sesungguhnya memiliki 1 produsen parasetamol yaitu Riasima Abadi Farma yang telah berdiri sejak tahun 1981. Pada tahun 1996, Riasima mampu memproduksi parasetamol 1100 ton/tahun, setara 44% market share (saat itu market bahan baku parasetamol Indonesia sebesar 2500 ton/tahun), namun pada tahun 2014 Riasima hanya mampu menjual 150 ton/tahun setara 3.3% market share (saat ini market bahan baku parasetamol 4500 ton/tahun). Beberapa hal yang berpengaruh terhadap produksi parasetamol di Riasima antara lain fasilitas produksi yang belum memenuhi aspek cGMP untuk active pharmaceutical ingredient (API) manufacture dan efisiensi produksi. Dilihat dari produksi obat jadi parasetamol di Indonesia, mayoritas industri farmasi mendapatkan bahan baku parasetamol melalui impor dari China dan India. Kebutuhan bahan baku parasetamol untuk industri di Indonesia sekitar 4500 Ton/tahun di 2013 (industri farmasi BUMN sebanyak 6%, PMA 5.5%, PMDN 42%, sisa persentase dipakai industri lainnya) .

Proses Produksi Bahan Baku Parasetamol Pada umumnya parasetamol diproduksi melalui 2 pathway sintesis yaitu dari phenol atau dari

paranitrochlorobenzene (PNCB) . Pathway kesatu, sintesis parasetamol dari phenol melingkupi pembuatan para amino phenol (PAP) di tahap pertama kemudian proses asetilasi untuk mendapatkan parasetamol pada tahap selanjutnya. Para amino phenol dapat disiapkan dari phenol yang dikonversi menjadi para nitro phenol menggunakan sodium nitrite dan asam sulfat dan kemudian mengkonversi nitrosophenol menjadi para amino phenol dengan mereduksi menggunakan sodium sulphide dan ammonium carbonate. Pathway kedua, sintesis dari PNCB yang direaksikan dengan caustic soda pada tekanan 5 kg/cm dan suhu 150 C selama 8 jam pada autoklaf untuk menghasilkan para nitro phenol (PNP) yang kemudian dapat dipisahkan melalui kristalisasi dan filtrasi. PNP dapat disintesis lanjut menggunakan acetic acid pada pH 3 untuk kemudian direduksi menjadi para amino phenol (PAP). PAP selanjutnya diasetilasi untuk memproduksi crude parasetamol. Crude parasetamol kemudian diputihkan menggunakan karbon aktif untuk menghasilkan produk kristal berwarna putih. Produk kemudian dikeringkan dan digiling menjadi serbuk hablur homogen berukuran sekitar 40 mikron. Pathway kedua ini dipergunakan di 80% produksi parasetamol di India. Adapun peralatan dan teknologi yang diperlukan untuk memproduksi

UU Kesehatan No 36 tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 46 menyatakan bahwa “Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat “ . Pada pasal 48 ayat 1 diterangkan bahwa salah satu kegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan adalah pengamanan dan penggunaan sedian farmasi dan alat kesehatan. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia yaitu kurang lebih 240 juta jiwa yang menjadikannya sebagai pasar terbesar dunia khususnya ASEAN untuk alat kesehatan. Kenyataan ini diperkuat dengan perkembangan ekonomi Indonesia yang semakin baik sehingga Indonesia menjadi pasar alat kesehatan yang menarik untuk investor bisnis alat kesehatan. Dalam rangka mengantisipasi pasar besar bebas ASEAN 2015 dan implementasi ASEAN Medical Devices Directive (AMDD) di tahun2015, telah di launching skema akreditasi dan sertifikasi Sistem Manajemen Mutu Alat Kesehatan (SMMAK) berdasarkan ISO 13485, Medical devices – Quality management systems – Requirement for regulatory purpose dengan kata lain semua industri alat kesehatan di Indonesia harus memiliki atau memenuhi SNI ISO 13485, Peralatan kesehatan – Sistem manajemen mutu – Persyaratan untuk tujuan regulasi Berdasarkan data market share yang ada, 97 % alat kesehatan yang beredar di Indonesia merupakan produk impor.

Hal tersebut sangat tidak mendukung terhadap kemandirian Nasional terhadap alat kesehatan maupun ketahanan ekonomi nasional. Pengembangan industri alat kesehatan dalam negeri adalah hal yang mutlak dilakukan untuk dapat meningkatkan baik dari kuantitas maupun kualitas alat kesehatan sehingga kemandirian di bidang alat kesehatan dapat dicapai untuk menunjang terselenggaranya upaya kesehatan masyarakat. Untuk meningkatkan pertumbuhan industri alat kesehatan dalam negeri yang mampu menghasilkan alat kesehatan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat serta terjangkau oleh masyarakat maka dibutuhkan tindakan yang konkrit yaitu Rencana Aksi Roadmap Pengembangan Industri Alat Kesehatan Dalam Negeri. Rencana Aksi Roadmap Pengembangan Industri Alat Kesehatan Dalam Negeri ini merupakan tindak lanjut dari Permenkes No.68 Tahun 2013 tentang Peta Jalan Pengembangan Industri Alat Kesehatan. Pada pertemuan Rencana

Aksi Pengembangan Industri Alat Kesehatan Dalam Negeri diharapkan semua pihak yang hadir dapat bersama-sama mendiskusikan bagaimana implementasi dari rencana aksi, apa-apa saja yang telah dicapai dan permasalahan/kendala yang dijumpai sampai saat ini serta upaya yang harus dilakukan. Pertemuan ini dilaksanakan pada tanggal 13 November 2014 dibuka oleh Ibu Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dihadiri oleh stakeholder terkait antara lain industri alat kesehatan dalam negeri baik PMA maupun lokal, Kementerian Perindustrian, LIPI, ASPAKI, LKPP dan Direktorat Bina Upaya Kesehatan Masyarakat Kemkes RI , Business Incubation Centre Universitas Gajah Mada dengan judul materi sebagai berikut :1. Rencana Aksi Roadmap Pengembangan Industri Alat Kesehatan Dalam Negeri2. Komitmen Perindustrian Dalam Implementasi Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN)

parasetamol antara lain: reaktor, neutralizer, crystallizer, centrifuge, tray dryer, pulverizer, boiler, refrigeration plant, air compressor, vacuum pump, neutch filter. Sedangkan, raw material yang diperlukan untuk membuat 1 Ton parasetamol ialah : PNCB (1.25 Ton); Acetic Anhydride (0.76 Ton); Acetic Acid (0.35 Ton); Caustic soda (0.75 Ton); Iron powder (0.3 Ton); Hydrose (0.01 Ton); Activated carbon (0.01 Ton); Sulphuric acid (0.25 Ton) . Bila kita runut kembali ke proses awal sintesis paracetamol, PAP atau PNCB keduanya merupakan suatu intermediate. Bahan kimia dasar PAP ialah phenol dan PNCB ialah nitrobenzene. Nitrobenzene disintesis melalui nitrasi benzene, sedangkan phenol disintesis melalui hidrolisis chlorobenzene. Bahan yang sangat awal dari semua itu ialah benzene. Proses Produksi Benzene Produksi benzene dimulai di kilang minyak melalui proses fraksinasi minyak mentah (crude oil/petroleum). Fraksinasi minyak mentah, dikenal juga dengan istilah “oil-cracking”, dilakukan berdasarkan prinsip perbedaan titik didih dimana senyawa-senyawa hidrokarbon dalam minyak mentah dipisahkan melalui proses destilasi terfraksinasi. Salah satu hasil fraksinasi tersebut ialah fraksi naphtha (terkondensasi pada 60-100oC) . Fraksi naphtha ini kemudian difraksinasi lanjut menghasilkan beberapa produk antara lain raw pyrolysis gas (RPG) (rendemen sekitar 30%) yang terdiri atas hidrokarbon rantai C sampai C (alkana, alkena), serta karbon aromatik (benzene, methylbenzene, dimethylbenzene). RPG merupakan suatu campuran azeotropic yang memerlukan proses pemisahan lanjut untuk memisahkan komponen-komponennya melalui metode solvent extraction . Proses pemisahan benzene dari RPG ialah melalui ekstraksi pelarut polar dan non-polar. Benzene, methylbenzene (Toluene), dimethylbenzene (Xylene) akan masuk pada fraksi non-polar sebagai

fraksi BTX yang dapat mencukupi kebutuhan industri kimia dasar. Kedepannya, sebagai upaya kemandirian bahan baku obat, ada baiknya dipikirkan pula produksi bahan kimia dasar dan intermediet dalam negeri, yang sebagian besar berhulu di produk hasil kilang minyak. Harapannya, bila suatu saat minyak mentah dari sumur minyak mentah milik Indonesia yang diolah di kilang minyak milik Indonesia sudah mencukupi kebutuhan bahan bakar minyak dan gas dalam negeri, minyak mentah bisa diolah lebih lanjut menjadi fraksi BTX sebagai raw material industri kimia dasar dan industri bahan baku obat.

fraksi BTX. Benzene kemudian dipisahkan dari senyawa aromatik lain melalui fraksinasi kolom. Kuantitas masing-masing benzene, toluene, dan xylene akan sangat bergantung pada metode fraksinasi dan jenis minyak mentah yang dipakai, namun kuantitas masing-masing fraksi tersebut bisa diatur lanjut tergantung kebutuhan melalui proses deformasi menggunakan katalis di industri kimia dasar.

Ada Kilang Minyak Belum Tentu Ada Benzene Secara teknis, kilang minyak baru dapat dibangun bila minyak mentah yang akan diproduksinya telah diketahui secara jelas dan pasti . Hal ini disebabkan teknologi dan konstruksi kilang minyak akan sangat ditentukan dari crude oil yang akan diproses serta produk akhir yang akan dihasilkan baik jenis maupun kuantitasnya. Sebagai contoh, dari 7 kilang Pertamina di Indonesia, hanya beroperasi 6 kilang, dan dari 6 kilang hanya Kilang Plaju (Sumatera Selatan) yang memproduksi fraksi petrokimia seperti PTA dan paraxylene. Belum diketahui apakah ada kilang minyak milik Pertamina yang memproduksi

di sektor alat kesehatan (medical devices) mendorong berkembangnya laboratorium uji seperti Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2SSMPT-LIPI http://smtp.lipi.go.id/) , Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK), Sucopindo dll. untuk lingkup alat kesehatan. mendorong lahirnya lembaga sertifikasi produk lingkup alat kesehatan (Lembaga Penilaian Kesesuaian/LPK).

3. Peran LIPI dalam Pengujian Alat Kesehatan Dalam Negeri4. Kendala Pengembangan Industri Alat Kesehatan Dalam Negeri5. Peran LKPP Dalam Mendorong Industri Alat Kesehatan Dalam Negeri6. Komitmen BUK Dalam Pengadaan Alat Kesehatan Dalam Negeri7. Hilirisasi dan Komersialisasi Hasil Riset UGM

Beberapa point penting yang perlu dicatatan dari hasil pertemuan tersebut antara lain : Diharapkan Kementerian Kesehatan mewajibkan seluruh Fasilitas Pelayanan Kesehatan untuk hanya membeli dan menggunakan produk alat kesehatan dalam negeri apabila sudah ada minimal 3

pabrik yang memproduksinya. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Bagian Keempat Teknologi dan Produk Teknologi pasal 42 ayat 3 menyebutkan sebagai berikut: - Teknologi dan produk teknologi kesehatan diadakan, diteliti, diedarkan, dikembangkan, dan dimanfaatkan bagi kesehatan masyarakat harus memenuhi standar yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. - Mengacu kepada undang - undang tersebut diatas

diharapkan Kementerian Kesehatan mewajibkan SNI produk alat kesehatan (Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 9 Peraturan Pemerintah RI No.102 Tahun 2000 Tentang Standardisasi Nasional) seperti disposable syringe, Inkubator bayi, sarung tangan steril untuk bedah dan pemeriksaan, tempat tidur pasien, dll yang telah dapat diproduksi oleh industri alat kesehatan dalam negeri untuk: mengurangi ketergantungan terhadap produk alat kesehatan (medical devices) impor sampai saat ini (97 %) dan mengantisipasi pasar bebas ASEAN 2015 khususnya

Sampai saat ini Kementerian Kesehatan belum mengeluarkan regulasi yang mewajibkan SNI alat kesehatan sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.102 Tahun 2000 Tentang Standardisasi Nasional yang menyangkut kesehatan wajib sifatnya. Permintaan sertifikat produk SNI beserta tanda SNI oleh pabrik alat kesehatan dalam negeri yang telah merapkan SNI alat kesehatan saat ini (walaupun belum diwajibkan oleh Kementerian Kesehatan) semangkin meningkat (contoh surat dari PT. ONEJECT INDONESIA No. 21/Dir/OJI/I/2011 tanggal 31 Januari 2011 perihal permohonan sertifikat SNI dan surat dari PT. SARANDI KARYA NUGRAHA No.179/S/SKN/-JKT/X/11 tanggal 10 Oktober 2011 perihal permohonan sertifikat SNI).

Dibutuhkan kebijakan terkait mahalnya bahan baku (raw material) alat kesehatan karena sebagian besar bahan baku alat kesehatan produk dalam negeri saat ini masih sangat tergantung dari impor. Diharapkan Kementerian Perindustrian melakukan monev terhadap pihak ketiga yang melakukan survey dalam menentukan nilai Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), agar pihak ketiga memiliki standar yang sama dalam melakukan evaluasi penentuan nilai TKDN. Karena TKDN berpengaruh di e-katalog, akan lebih baik jika Kemenperin memberi kebijakan bahwa TKDN tidak berpengaruh pada e-katalog.

ARTIKEL

Page 32: Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (INFARKES) Edisi I-2015

Parasetamol, sinonim: Acetaminophen, 4-‘Hidroksiasetanilida, C8H9NO2 (Farmakope Indonesia V)

Parasetamol, obat favorit masyarakat, sangat terkenal, produknya baik generik maupun generik merk dagang dikonsumsi oleh bayi sampai lansia, obat mujarab untuk mengatasi keluhan sakit kepala, demam, meriang, migrain, pegal-linu, akibat sifat terapetiknya sebagai analgesik antipiretik. Saking mujarabnya, parasetamol menduduki peringkat pertama pada Rencana Kebutuhan Obat (RKO) Nasional Tahun 2015 dan peringkat pertama bahan baku obat yang banyak dipakai sebagai campuran jamu bahan kimia obat (jamu BKO) . Obat dengan komposisi parasetamol dapat ditemukan mulai dari obat OTC, obat bebas terbatas, sampai obat keras. Di Amerika Serikat, parasetamol dikonsumsi sebanyak 24.6 milyar dosis pada 2008 dan diberikan sebagai obat keras sebanyak 36.6 juta resep pada tahun 2012 .

Produsen Parasetamol dan Kebutuhan Bahan Baku dalam Negeri Saat ini, produsen bahan baku obat parasetamol terbesar dunia ialah China dan India. Pada tahun 2008, produsen terakhir parasetamol di Eropa menutup produksinya akibat

kalah bersaing dengan produsen di China dan India . Indonesia sesungguhnya memiliki 1 produsen parasetamol yaitu Riasima Abadi Farma yang telah berdiri sejak tahun 1981. Pada tahun 1996, Riasima mampu memproduksi parasetamol 1100 ton/tahun, setara 44% market share (saat itu market bahan baku parasetamol Indonesia sebesar 2500 ton/tahun), namun pada tahun 2014 Riasima hanya mampu menjual 150 ton/tahun setara 3.3% market share (saat ini market bahan baku parasetamol 4500 ton/tahun). Beberapa hal yang berpengaruh terhadap produksi parasetamol di Riasima antara lain fasilitas produksi yang belum memenuhi aspek cGMP untuk active pharmaceutical ingredient (API) manufacture dan efisiensi produksi. Dilihat dari produksi obat jadi parasetamol di Indonesia, mayoritas industri farmasi mendapatkan bahan baku parasetamol melalui impor dari China dan India. Kebutuhan bahan baku parasetamol untuk industri di Indonesia sekitar 4500 Ton/tahun di 2013 (industri farmasi BUMN sebanyak 6%, PMA 5.5%, PMDN 42%, sisa persentase dipakai industri lainnya) .

Proses Produksi Bahan Baku Parasetamol Pada umumnya parasetamol diproduksi melalui 2 pathway sintesis yaitu dari phenol atau dari

paranitrochlorobenzene (PNCB) . Pathway kesatu, sintesis parasetamol dari phenol melingkupi pembuatan para amino phenol (PAP) di tahap pertama kemudian proses asetilasi untuk mendapatkan parasetamol pada tahap selanjutnya. Para amino phenol dapat disiapkan dari phenol yang dikonversi menjadi para nitro phenol menggunakan sodium nitrite dan asam sulfat dan kemudian mengkonversi nitrosophenol menjadi para amino phenol dengan mereduksi menggunakan sodium sulphide dan ammonium carbonate. Pathway kedua, sintesis dari PNCB yang direaksikan dengan caustic soda pada tekanan 5 kg/cm dan suhu 150 C selama 8 jam pada autoklaf untuk menghasilkan para nitro phenol (PNP) yang kemudian dapat dipisahkan melalui kristalisasi dan filtrasi. PNP dapat disintesis lanjut menggunakan acetic acid pada pH 3 untuk kemudian direduksi menjadi para amino phenol (PAP). PAP selanjutnya diasetilasi untuk memproduksi crude parasetamol. Crude parasetamol kemudian diputihkan menggunakan karbon aktif untuk menghasilkan produk kristal berwarna putih. Produk kemudian dikeringkan dan digiling menjadi serbuk hablur homogen berukuran sekitar 40 mikron. Pathway kedua ini dipergunakan di 80% produksi parasetamol di India. Adapun peralatan dan teknologi yang diperlukan untuk memproduksi

parasetamol antara lain: reaktor, neutralizer, crystallizer, centrifuge, tray dryer, pulverizer, boiler, refrigeration plant, air compressor, vacuum pump, neutch filter. Sedangkan, raw material yang diperlukan untuk membuat 1 Ton parasetamol ialah : PNCB (1.25 Ton); Acetic Anhydride (0.76 Ton); Acetic Acid (0.35 Ton); Caustic soda (0.75 Ton); Iron powder (0.3 Ton); Hydrose (0.01 Ton); Activated carbon (0.01 Ton); Sulphuric acid (0.25 Ton) . Bila kita runut kembali ke proses awal sintesis paracetamol, PAP atau PNCB keduanya merupakan suatu intermediate. Bahan kimia dasar PAP ialah phenol dan PNCB ialah nitrobenzene. Nitrobenzene disintesis melalui nitrasi benzene, sedangkan phenol disintesis melalui hidrolisis chlorobenzene. Bahan yang sangat awal dari semua itu ialah benzene. Proses Produksi Benzene Produksi benzene dimulai di kilang minyak melalui proses fraksinasi minyak mentah (crude oil/petroleum). Fraksinasi minyak mentah, dikenal juga dengan istilah “oil-cracking”, dilakukan berdasarkan prinsip perbedaan titik didih dimana senyawa-senyawa hidrokarbon dalam minyak mentah dipisahkan melalui proses destilasi terfraksinasi. Salah satu hasil fraksinasi tersebut ialah fraksi naphtha (terkondensasi pada 60-100oC) . Fraksi naphtha ini kemudian difraksinasi lanjut menghasilkan beberapa produk antara lain raw pyrolysis gas (RPG) (rendemen sekitar 30%) yang terdiri atas hidrokarbon rantai C sampai C (alkana, alkena), serta karbon aromatik (benzene, methylbenzene, dimethylbenzene). RPG merupakan suatu campuran azeotropic yang memerlukan proses pemisahan lanjut untuk memisahkan komponen-komponennya melalui metode solvent extraction . Proses pemisahan benzene dari RPG ialah melalui ekstraksi pelarut polar dan non-polar. Benzene, methylbenzene (Toluene), dimethylbenzene (Xylene) akan masuk pada fraksi non-polar sebagai

fraksi BTX yang dapat mencukupi kebutuhan industri kimia dasar. Kedepannya, sebagai upaya kemandirian bahan baku obat, ada baiknya dipikirkan pula produksi bahan kimia dasar dan intermediet dalam negeri, yang sebagian besar berhulu di produk hasil kilang minyak. Harapannya, bila suatu saat minyak mentah dari sumur minyak mentah milik Indonesia yang diolah di kilang minyak milik Indonesia sudah mencukupi kebutuhan bahan bakar minyak dan gas dalam negeri, minyak mentah bisa diolah lebih lanjut menjadi fraksi BTX sebagai raw material industri kimia dasar dan industri bahan baku obat.

fraksi BTX. Benzene kemudian dipisahkan dari senyawa aromatik lain melalui fraksinasi kolom. Kuantitas masing-masing benzene, toluene, dan xylene akan sangat bergantung pada metode fraksinasi dan jenis minyak mentah yang dipakai, namun kuantitas masing-masing fraksi tersebut bisa diatur lanjut tergantung kebutuhan melalui proses deformasi menggunakan katalis di industri kimia dasar.

Ada Kilang Minyak Belum Tentu Ada Benzene Secara teknis, kilang minyak baru dapat dibangun bila minyak mentah yang akan diproduksinya telah diketahui secara jelas dan pasti . Hal ini disebabkan teknologi dan konstruksi kilang minyak akan sangat ditentukan dari crude oil yang akan diproses serta produk akhir yang akan dihasilkan baik jenis maupun kuantitasnya. Sebagai contoh, dari 7 kilang Pertamina di Indonesia, hanya beroperasi 6 kilang, dan dari 6 kilang hanya Kilang Plaju (Sumatera Selatan) yang memproduksi fraksi petrokimia seperti PTA dan paraxylene. Belum diketahui apakah ada kilang minyak milik Pertamina yang memproduksi