31
BAB I PENDAHULUAN Gerakan dapat dibagi menjadi gerakan fasik dan gerakan tonik. Gerakan fasik ditimbulkan oleh impuls piramidalis. Gerakan yang ditimbulkan oleh impuls piramidalis adalah gerakan yang halus, jitu, dan tangkas. Dan gerakan tonik oleh impuls ekstrapiramidalis. Sedangkan gerakan yang ditimbulkan oleh impuls ekstrapiramidalis adalah gerakan masal. Agar gerakan tangkas itu dapat berlangsung, otot-otot itu perlu memiliki tonus yang memadai (bukan hipo/hipertoni). Hal ini hanya dapat terlaksana, bila penghantaran impuls umpan balik (feedback) dan impuls-impuls pra-kontrol dapat berlangsung dengan sempurna. Hal-hal itu hanyalah dapat terwujud, bila susunan ekstrapiramidalis berfungsi dengan baik. (Ngoerah, 1991) Tonus otot ditentukan oleh keadaan susunan ekstrapiramidalis. Dengan demikian, susunan ekstrapiramidalis memegang peranan utama dalam hal menentukan kedudukan (postur) tubuh dan anggota tubuh. Susunan piramidalis dalam melaksanakan fungsinya selalu bekerjasama dengan susunan ekstrapiramidalis. (Ngoerah, 1991) Gerakan yang ditimbulkan oleh impuls piramidalis baru akan dapat bersifat tangkas bila susunan ekstrapiramidal dapat melakukan fungsinya dengan baik. Ketangkasan suatu gerakan ditentukan oleh keadaan susunan piramidalis, tetapi 1

Neurofisiology extrapiramidal

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Neurofisiology extrapiramidal

BAB I

PENDAHULUAN

Gerakan dapat dibagi menjadi gerakan fasik dan gerakan tonik. Gerakan fasik

ditimbulkan oleh impuls piramidalis. Gerakan yang ditimbulkan oleh impuls piramidalis

adalah gerakan yang halus, jitu, dan tangkas. Dan gerakan tonik oleh impuls

ekstrapiramidalis. Sedangkan gerakan yang ditimbulkan oleh impuls ekstrapiramidalis

adalah gerakan masal. Agar gerakan tangkas itu dapat berlangsung, otot-otot itu perlu

memiliki tonus yang memadai (bukan hipo/hipertoni). Hal ini hanya dapat terlaksana, bila

penghantaran impuls umpan balik (feedback) dan impuls-impuls pra-kontrol dapat

berlangsung dengan sempurna. Hal-hal itu hanyalah dapat terwujud, bila susunan

ekstrapiramidalis berfungsi dengan baik. (Ngoerah, 1991)

Tonus otot ditentukan oleh keadaan susunan ekstrapiramidalis. Dengan

demikian, susunan ekstrapiramidalis memegang peranan utama dalam hal menentukan

kedudukan (postur) tubuh dan anggota tubuh. Susunan piramidalis dalam melaksanakan

fungsinya selalu bekerjasama dengan susunan ekstrapiramidalis. (Ngoerah, 1991)

Gerakan yang ditimbulkan oleh impuls piramidalis baru akan dapat bersifat

tangkas bila susunan ekstrapiramidal dapat melakukan fungsinya dengan baik.

Ketangkasan suatu gerakan ditentukan oleh keadaan susunan piramidalis, tetapi susunan

ekstrapiramidalis memberikan landasan yang menentukan agar gerakan tangkas itu dapat

dilakukan. (Ngoerah, 1991)

Susunan ekstrapiramidalis adalah susunan yang berada di luar susunan

piramidalis atau susunan yang tidak melewati piramis dari medula oblongata. Secara

filogenetik susunan ekstrapiramidalis lebih tua daripada sistem kortikospinal. (Ngoerah,

1991)

Fungsi utama sistem ekstrapiramidal berhubungan dengan gerakan yang

berkaitan pengaturan sikap tubuh dan integrasi otonom. Lesi pada setiap tingkat dalam

sistem ekstrapiramidal dapat mengaburkan atau menghilangkan gerakan di bawah sadar

dan menggantikannya dengan gerakan di luar sadar (involunter movement). (Duus,2003;

Ngoerah,1991).

1

Page 2: Neurofisiology extrapiramidal

Gangguan fungsi sistem ekstrapiramidal dapat menyebabkan beberapa sindrom

klinik yang penting, antara lain: parkinsonisme, gerakan involunter (balismus, penyakit

Huntington, distonia), disfungsi serebelum (dismetri, ataksia, tremor saat beraktivitas).

Pada makalah ini, penulis lebih banyak menguraikan neurofisiologi dari

lintasan (sirkuit) yang ada dalam susunan ekstrapiramidalis. (Ngoerah, 1991)

2

Page 3: Neurofisiology extrapiramidal

BAB II

NEUROFISIOLOGI SISTEM EKSTRAPIRAMIDAL

Sistem ekstrapiramidal adalah suatu sistem fungsional yang terdiri dari inti-

inti, lintasan-lintasan lingkaran dan lintasan subkortikospinal. Berbeda dengan sistem

piramidal, sistem ekstrapiramidal tediri atas bangunan-bangunan yang terletak jauh satu

dengan yang lain. Adapun bagian-bagian susunan saraf pusat yang tercakup dalam susunan

ekstrapiramidal adalah korteks serebri bagian premotorik dimana terdapat area 4S (Strip

Area of hines), 6 (area premotorik), dan area 8, ganglia basalis (nukleus kaudatus, putamen

dan globus palidus), inti-inti di diensefalon (substansia nigra, nukleus ruber, korpus

subtalamikus, nukleus ventrolateralis dan ”center median” talamus), serebelum beserta

inti-intinya (nukleus dentatus, nukleus emboliformis, nukleus globosus, dan nukleus

fastigii/tekti), inti-inti di batang otak (kolikulus superior, nukleus vestibularis, oliva

inferior, formasio retikularis), lintasan-lintasan lingkaran (circuits), serta lintasan-lintasan

yang membujur ke jurusan motor neuron (traktus sub-kortikospinal). (Duss, 2007;

Mardjono, 1997; Ngoerah, 1991; Snell 2001)

Fungsi susunan ekstrapiramidal mengadakan persiapan bagi setiap gerakan

volunter. Persiapan itu berupa pembagian tonus kepada otot-otot skeletal baik yang akan

melakukan gerakan maupun yang harus memelihara sikap yang sesuai dengan gerakan yang

akan diwujudkan. Impuls yang dihasilkan oleh susunan ekstrapiramidal diteruskan ke korteks

piramidalis dan ekstrapiramidalis, merupakan perintah untuk penggalakkan motorneuron alfa

dan gama. Motorneuron alfa menerima impuls piramidalis dan digariskan untuk

membangkitkan kontraksi otot skeletal ekstrafusal. (Chusid JG, 1983; Mardjono, 1997)

Motorneuron gama menerima impuls yang berasal dan korteks ekstrapiramidalis.

Pengiriman impuls tersebut dilakukan oleh jaras multisinaptik yang dikenal sebagai traktus

frontopontin dan temporopontin. Melalui inti-inti di pons impuls ekstrapiramidalis itu dikirim

ke motorneuron gama melalui serabut-serabut subkortikospinalis. Setibanya impuls

ekstrapiramidalis di motorneuron gama, terjadilah eksitasi/inhibisi motorneuron gama yang

menimbulkan kontraksi otot-otot infrafusal yang menentukan tonus suatu otot skeletal.

(Asbury, 1992; Chusid JG, 1983; Ngoerah, 1991)

Impuls ekstrapiramidalis yang tidak sempurna itu merupakan impuls penggalak

gerakan involunter. Fenomena dimana suatu impuls abnormal dihasilkan oleh karena suatu inti

3

Page 4: Neurofisiology extrapiramidal

yang merupakan salah satu mata rantai sistem perakitan, tidak bekerja dengan baik, dikenal

sebagai fenomen ‘release’. Dalam konteks ‘release’ itu dicerminkan suatu produk yang cacat

karena hilangnya kelola timbal-balik dalam sistema perakitan. Semua gerakan involunter dapat

dianggap sebagai hasil gangguan di salah satu inti susunan ekstrapiramidalis. (Chusid JG,

1983; Mardjono, 1997)

Gerakan involunter dapat dianggap sebagai ‘gejala release’. Bahwa teori tersebut

di atas mempunyai dasar yang rasional dapat dibuktikan oleh operasi nukleus ventralis lateralis

talami yang dilakukan untuk menghilangkan manifestasi penyakit Parkinson. Sebagaimana

sudah dijelaskan di atas, nukleus ventralis lateralis talami merupakan pintu pengeluaran impuls

ekstrapiramidalis yang sudah lengkap. Dengan dihancurkannya inti tersebut, maka impuls

ekstrapiramidalis yang tidak sempurna atau yang abnormal oleh karena substansia nigra yang

rusak (penyakit Parkinson) tidak dapat disampaikan kepada korteks ekstrapiramidalis. (Elias,

1984; Mardjono, 1997)

2.1. Lintasan-lintasan lingkaran ( “circuit”)

2.1.1. Lintasan lingkaran pertama

Lintasan lingkaran ini adalah lintasan lingkaran yang melalui serebelum.

- Mulai area 4 dan 6 melalui traktus frontopontin Arnold menuju nukleus pontis dan

melalui serabut-serabut pontoserebelar menuju korteks serebeli kemudian ke

nukleus dentatus. Melalui traktus dentatorubrotalamikus menuju ke ventrolateral

thalamus dan kembali ke korteks serebri area 4 dan 6. (Ngoerah,1991)

- Mulai area 4 S dan 8 melalui zona inserta menuju pars parvoselularis nukleus ruber

dan melalui traktus sentralis tegmenti menuju oliva inferior. Melalui serabut-serabut

olivoserebelaris menuju korteks serebeli dan nukleus dentatus. Dari nukleus

dentatus menuju ventrolateral talamus melalui traktus dentatorubrotalamikus dan

sampai ke korteks serebri area 4 dan 6. (Ngoerah,1991)

Serebelum menerima impuls-impuls proprioseptif dengan melalui traktus

spinoserebelaris dorsalis dan ventralis. Impuls proprioseptif ini harus diintegrasikan oleh

serebelum dengan impuls ekstrapiramidalis yang sampai di serebelum melalui nuklei pontis

dan oliva inferior. Dengan demikian maka serebelum berfungsi sebagai pemberi umpan-

balik (feed back ) agar gerakan-gerakan selama masih berlangsung dapat terlaksana dengan

baik. (Chusid JG, 1964 ; Chusid JG 1983 ; Waxman SG, 2003)

4

Page 5: Neurofisiology extrapiramidal

Impuls yang telah diolah oleh serebelum kemudian dipancarkan melalui

nukleus dentatus, traktus dentatorubrotalamikus dan VL ke korteks serebri area 4 dan 6.

Impuls ini melaksanakan “pra-kontrol” terhadap gerakan-gerakan yang kemudian akan

terjadi. Bila ada sebuah impuls dicetuskan di korteks serebri yang ditujukan kepada otot

skeletal, maka pada saat itu juga korteks serebri memberitahu tentang hal itu kepada

serebelum dan ia dapat mengadakan “pra-kontrol” terhadap gerakan yang akan terjadi.

Begitu gerakan otot menjadi kenyataan, maka segera impuls-impuls proprioseptif

dihantarkan ke korteks serebelum melalui jaras spinoserebelaris. Melalui brakhium

konjungtivum impuls yang dicetuskan oleh inti dentatus atas rangsangan impuls dari

korteks serebelum, disampaikan kepada nukleus ventrolateralis talami. Atas kedatangan

impuls itu, nukleus ventrolateralis talami memancarkan impuls ke korteks piramidalis dan

ekstrapiramidalis. (Chusid JG 1983 ; Duss, 2007)

Impuls tersebutlah yang menjalankan peranan ”pra-kontrol” terhadap gerakan

yang akan terjadi. Bila lintasan lingkaran ini oleh karena suatu penyakit terputus di suatu

tempat, maka timbul kecanggungan di dalam gerakan-gerakan yang dilakukan. Gangguan

gerakan yang akan tampak adalah ataksia, dismetria dan tremor sewaktu bergerak

(intention tremor). (Chusid JG, 1964 ; Mardjono, 1997 ; Ngoerah, 1991)

Gambar 1: Lintasan Lingkaran Pertama

5

Page 6: Neurofisiology extrapiramidal

Impuls dicetuskan di korteks motorik primer yang ditujukan kepada suatu

kelompok otot skeletal, maka pada saat itu juga korteks serebri memberitahu tentang hal itu

kepada serebelum. Dengan diterimanya pemberitaan ini, maka serebelum dapat mengadakan

pra-kontrol terhadap gerakan yang akan terjadi. Begitu gerakan otot skeletal menjadi suatu

kenyataan, maka segera impuls-impuls proprioseptif dihantarkan ke korteks serebeli melalui

jaras spinoserebelar. Melalui serabut-serabut dentato-rubro-talamik (brakhium konjungtivum),

maka impuls yang dicetuskan oleh korteks serebeli disampaikan kepada nukleus ventrolateralis

talami. Atas kedatangan impuls itu, nukleus ventrolateralis talami memancarkan impuls ke

korteks piramidalis dan ektrapiramidalis. Impuls tersebutlah membawa perintah untuk

diadakannya gerakan-gerakan sekutu yang sesuai dengan gerakan yang kemudian akan terjadi.

(Chusid JG, 1964 ; Chusid JG 1983 ; Ngoerah, 1991)

Mekanisme “feedback” tersebut terganggu oleh karena lesi di salah satu

komponen dan lintasan sirkuitnya, maka kejanggalan gerakan voluntar akan timbul. (Chusid

JG, 1964)

Gambar 2: Lintasan Lingkaran Pertama

6

Page 7: Neurofisiology extrapiramidal

2.1.2 Lintasan lingkaran kedua

Lintasan kedua ini adalah suatu lintasan lingkaran melalui substansia nigra. Bila

ada kerusakan pada substansia nigra, seperti misalnya pada penyakit Parkinson, maka

pengaruh tersebut tidak dapat terlaksana dengan baik. Serabut-serabut nigrostriatal dan

nigropalidal menggunakan dopamine sebagai neurotransmitter. Kerusakan pada substansia

nigra akan menimbulkan suatu “striatal dopamine deficiency syndrome”, suatu keadaan

yang khas pada penyakit Parkinson, gejala yang tampak adalah tremor sewaktu istirahat

(resting tremor). (Ngoerah, 1991 ; Chusisd, 1983)

2.1.3. Lintasan lingkaran ketiga

Lintasan yang ketiga ini adalah suatu lintasan lingkaran yang melalui nukleus

kaudatus dan putamen. Impuls ekstrapiramidalis yang telah melalui lintasan lingkaran ini dan

kemudian ke area 4 dan 6 merupakan impuls penekan terhadap korteks motorik piramidalis dan

ekstrapiramidalis. Bila lingkaran ini terputus di nukleus kaudatus atau putamen, maka impuls

penekan ini tidaklah akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Gejala yang akan tampak

adalah gerakan spontan yang tidak terkendalikan ( gerakan involunter ) yang dikenal sebagai

gerakan khoreo-atetosis. (Chussid, 1964 ; Mardjono, 1997 ; Ngoerah, 1991)

Impuls penekan ini dengan melalui fasikulus subtalamikus akan disampaikan pula

kepada nukleus subtalamikus ( Luysi ). Kerusakan pada korpus Luysi akan menimbulkan

gerakan involunter yang dinamakan balismus.

Nukleus interstitialis ( Cajal ) yang terletak di ujung rostral dari inti nukleus

nervus III, memiliki hubungan resiprokal dengan area 8. Disamping itu, nukleus ini pula

menerima serabut-serabut eferen dari nukleus vestibularis dan memiliki serabut-serabut eferen

yang membentuk traktus interstisiospinalis yang menjulur ke kaudal sampai setinggi daerah

servikal medula spinalis. Nukleus Cajal adalah suatu “twist center”, dan merupakan bagian

dari susunan untuk memutar kepala dan tubuh. (Chussid, 1964 ; Mardjono, 1997 ; Ngoerah,

1991).

2.2. Neurotransmiter dan Organisasi Sirkuit dalam Basal Ganglia

Kemungkinan besar fungsi utama basal ganglia berhubungan dengan perannya

dalam memberikan umpan balik yang memfasilitasi pelaksanaan gerakan halus. Jalur

umpan balik ini meliputi korteks serebri, korpus striatum, substansia nigra, nukleus

subtalamikus dan inti-inti talamus. Sebenarnya fungsi basal ganglia lebih kompleks dari

7

Page 8: Neurofisiology extrapiramidal

yang dibayangkan sebelumnya karena basal ganglia juga berperan dalam fungsi kognitif

dan aspek emosi tingkah laku. Berikut akan dibahas jalur aferen dan eferen korpus striatum

dan struktur-struktur yang berhubungan. (Mendoza, 2008 ; Mardjono, 1997)

2.2.1 Striatum (Nukleus Kaudatus dan Putamen)

Striatum mendapatkan input dari korteks serebri melalui kapsula interna dan

eksterna. Input kortikal ke striatum ini merupakan input eksitasi yang menggunakan

glutamat sebagai neurotransmiternya. Striatum juga menerima input dari substansia nigra

pars kompakta yang merupakan jalur dopamin, dapat bersifat eksitasi maupun inhibisi

tegantung pada reseptor yang dirangsang. (Greenstein, 2000)

Gambar 3: Striatum(Nukleus kaudatus dan putamen)

(H.J Groenewegen ; Y.C. Van Dongen, 2007)

Striatum mengeluarkan serat-serat eferen baik ke pars interna maupun pars

eksterna globus palidus ipsilateral dan juga ke substansia nigra. Dari pars interna globus

palidum keluar serat proyeksi ke talamus yang bersifat inhibisi. Serat-serat eferen striatum

yang mencapai pars eksterna globus palidum mengeluarkan proyeksi ke pars interna globus

palidum, talamus dan ke nukleus subtalamikus (Mendoza, 2008) .

8

Page 9: Neurofisiology extrapiramidal

Serat-serat sriatopalidal dan striatonigral menggunakan neurotransmiter GABA

( gamma aminobutyric acid ) dan bersifat inhibisi. Kekurangan GABA telah dihubungkan

dengan penyakit Huntington yang disertai degenerasi pada striatum terutama pada nukleus

kaudatus. (Greenstein, 2000)

Gambar 4: Striatum(Nukleus kaudatus dan putamen)

(H.J Groenewegen ; Y.C. Van Dongen, 2007)

2.2.2. Globus Palidus

Sumber utama serat-serat aferen ke globus palidus berasal dari nukleus

kaudatus dan putamen. Serat-serat yang sampai ke pars interna maupun pars eksterna

globus palidus berturut-turut akan membentuk:

1. Lintasan langsung

2. Lintasan tidak langsung

Lintasan langsung terbentuk dari serat yang meninggalkan putamen menuju

pars interna globus palidus, sedangkan lintasan tak langsung terbentuk dari proyeksi

serat-serat eferen striatum ke pars eksterna globus palidus selanjutnya ke nukleus

subtalamikus dan pars interna globus palidum. Input yang sampai ke globus palidus dari

striatum adalah GABAergik dan bersifat inhibisi, sedangkan hubungan nukleus

subtalamikus-palidus adalah glutaminergik dan bersifat eksitasi. Selanjutnya serat-serat

9

Page 10: Neurofisiology extrapiramidal

yang keluar dari pars interna globus palidum diproyeksikan ke nuklei VA dan VL talamus

untuk selanjutnya balik ke korteks sensorimotorik (Noback, 1981; Mendoza, 2008).

Gambar 5. Jalur Langsung dan jalur tidak langsung pada striatum

(H.J Groenewegen ; Y.C. Van Dongen, 2007)

2.2.3 Nukleus Subtalamikus

Sumber serat aferen primer untuk nukleus ini adalah pars eksterna globus

palidus melaui fasikulus subtalamikus. Nukleus ini juga menerima serat aferen dari

korteks, nuklei sentromedian dan parafasikular talamus, dari pars kompakta substansia

nigra dan dari nukleus pedunkulopontin di batang otak. Serat palidosubtalamikus bersifat

inhibisi dan menggunakan GABA sebagai neurotransmiternya. (Mendoza,2008).

Input korteks ke nukleus subtalamikus bersifat eksitasi dan merupakan neuron

glutaminergik. Serabut eferen dari nukleus subtalamikus menuju ke globus palidus dan pars

retikulata substansia nigra. Serat eferen dari nukleus subtalamikus semuanya adalah

glutaminergik dengan demikian mereka mempunyai efek eksitasi terhadap sel neuron

proyeksinya. (Noback,1981; Mendoza,2008)

10

Page 11: Neurofisiology extrapiramidal

2.2.4 Substansia Nigra

Input aferen utama ke substansia nigra berasal dari nukleus kaudatus dan

putamen. Jalur ini menggunakan GABA sebagai neurotransmiternya. Serat aferen lainnya

berasal dari nukleus subtalamikus dan globus palidum.

Serabut eferen berasal dari pars kompakta menuju ke striatum. Jalur

nigrostriatal ini dapat bersifat eksitasi (reseptor D1) dapat pula bersifat inhibisi

(reseptorD2), tergantung subtipe reseptor dopamin striatum yang dirangsang. Neuron pada

nukleus kaudatus dan putamen yang mengeluarkan serat eferen ke pars interna globus

palidum menggunakan reseptor D1, di mana sinaps ini bersifat eksitasi, sedangkan serat

eferen substansia nigra ke pars eksterna globus palidum mempunyai reseptor D2 yang

bersifat inhibisi (Noback, 1981 ; Mendoza, 2008).

Pathway Transmitter (main type) Effect

Corticostriatal Glutaminergic Excitatory

Striatonigral GABAergic Inhibitory

Nigrostriatal Dopaminergic (D1) Excitatory

Striatopallidal

(internal segment)

GABAergic Inhibitory

Pallidothalamic GABAergic Inhibitory

Thalamocortical Glutaminergic Excitatory

(Net effect on cortical neurons positive)

Tabel 1 : Neurotransmiter pada jalur langsung(Mendoza, Foundas. 2008)

11

Page 12: Neurofisiology extrapiramidal

Pathway Transmitter (main type) Effect

Corticostriatal Glutaminergic Excitatory

Striatopallidal

(external segment)

GABAergic inhibitory

Striatonigral GABAergic inhibitory

Nigrostriatal Dopaminergic (D2) inhibitory

Pallidosubthalamic GABAergic inhibitory

Subthalamopallidal

(internal segment)

Glutaminergic Excitatory

Pallidothalamic GABAergic inhibitory

Thalamocortical Glutaminergic Excitatory

(Net effect on cortical neurons positive)

Tabel 2 : Neurotransmiter pada jalur tidak langsung(Mendoza, Foundas. 2008)

2.3 Berbagai disfungsi yang terjadi pada sistem sirkuit

Disfungsi basal ganglia menyebabkan gangguan pergerakan berupa hipokinesia

dan hiperkinesia. Hipokinesia, seperti pada penyakit parkinson, ditandai oleh gangguan dalam

awal gerakan (akinesia) dan pengurangan amplitudo dan kecepatan pergerakan volunter

(bradikinesia). Hiperkinesia ditandai oleh aktivitas motorik yang berlebihan dalam bentuk

gerakan involunter, seperti pada penyakit Huntington dan balismus. Hipokinesia dan

hiperkinesia terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara aktivitas jalur langsung dan tidak

langsung. Secara umum peningkatan konduksi melalui jalur tidak langsung menyebabkan

hipokinesia (dengan peningkatan inhibisi talamik) dan peningkatan konduksi melalui jalur

langsung menyebabkan hiperkinesia. Penyakit Parkinson merupakan prototype gangguan

pergerakan hipokinetik. Hilangnya input dopaminergik ke striatum menyebabkan peningkatan

aktivasi jalur tidak langsung dan penurunan aktivitas dalam jalur langsung. Kedua perubahan

tersebut berakibat dalam peningkatan output basal ganglia ke talamus, menyebabkan

peningkatan inhibisi dan neuron-neuron talamokortikal. (Chusid, 1964 ; Chusid, 1983 ; De

Jong, 1979 ; Mardjono, 1997)

12

Page 13: Neurofisiology extrapiramidal

Hipertoni-Hipomotiliti

2.3.1 Tremor

Tremor dalam istilah awam disebut gemetar, merupakan gerak involunter

bolak-balik suatu bagian anggota tubuh karena berkontraksinya otot-otot antagonis secara

bergantian. Tremor dapat disebabkan oleh bermacam etiologi, beberapa diantaranya tidak

patologis. Ada yang muncul saat istirahat (resting tremor), saat melakukan gerakan

(intention tremor), ataupun saat menahan postur tubuh terhadap gaya gravitasi. Tremor

yang sering dikaitkan dengan kelainan di basal ganglia adalah tremor pada saat istirahat

dengan frekuensi antara 4-6 kali perdetik yang khas dijumpai pada penyakit Parkinson

yang mengenai pergelangan tangan dan jari-jari. Tremor ini biasanya hilang jika bergerak.

Tremor saat bergerak (intension tremor) sering ditemukan pada kelainan serebelum

(Mendoza, 2008; Mardjono, 1981).

2.3.2 Khorea

Suatu gerakan involunter yang tidak teratur dan tidak bertujuan. Khorea

(tarian) sesuatu arus sinambung yang terdiri dari gerakan-gerakan yang berbeda-beda,

gerakan yang menyentak, tidak teratur, kuat, rapat, dan tanpa tujuan dan berlangsung pada

anggota badan disertai kedutan (twitchings) tidak sadar pada muka. Gerakan-gerakan ini

tampak terutama pada segmen distal anggota badan. Otot-otot dalam keadaan hipotonus.

(Chusid, 1983 ; Greenstein, 2000)

2.3.3 Atetosis

Merupakan gerak involunter yang lambat, tidak teratur, meliuk-liuk, dominan

mengenai bagian distal ekstremitas atas, walaupun otot-otot bagian proksimal bahu,

tungkai bawah dan badan dapat pula terkena. Atetosis yang mengenai daerah wajah

memberikan mimik yang aneh serta gerakan abnormal pada lidah. Tonus otot pada atetosis

sangat meningkat. Gerak involunter ini tampaknya merupakan hasil kontraksi simultan

otot-otot antagonis. Atetosis sering dihubungkan dengan cerebral palsy dimana basal

ganglia, khususnya striatum mengalami kerusakan (Mendoza, 2008; Ngoerah,1991).

13

Page 14: Neurofisiology extrapiramidal

2.3.4 Balismus

Balismus adalah gerak invoulunter yang tiba-tiba, gerakan seperti melempar

atau menghempaskan ekstremitas. Walaupun dapat mengenai kedua sisi tubuh, namun

lebih sering terjadi pada satu sisi (hemibalismus). Balismus dihubungkan dengan

kerusakan yang terjadi di nuklues subtalamikus. Terjadi karena lesi yang mengenai nukleus

subtalamikus. Lesi tersebut memotong jalur tidak langsung dan menyebabkan aktivitas

jalur langsung tidak ada yang menghambat. (Mendoza, 2008; Ngoerah,1991)

2.3.5 Distonia

Patofisiologi distonia belum dimengerti dengan baik. Distonia yang bersumber

dari kelainan basal ganglia sering terjadi setelah lesi fokal striatum, khususnya putamen.

Terjadi perubahan-perubahan kompensasi dalam afinitas atau jumlah reseptor dopamin

dalam striatum yang tersisa, atau terjadi reorganisasi topografi striatal, yang akhirnya

mungkin menyebabkan perubahan dalam aktivitas dari struktur basal ganglia yang lain.

(Chusid, 1983)

Gambar 6. Skema Patofisiologi Gangguan Hiperkinetik

(H.J Groenewegen ; Y.C. Van Dongen, 2007)

14

Page 15: Neurofisiology extrapiramidal

Hipotoni-Hipermotiliti

2.3.6 Parkinson

Penyakit Parkinson merupakan prototype gangguan pergerakan hipokinetik.

Hilangnya input dopaminergik ke striatum menyebabkan peningkatan aktivasi jalur tidak

langsung dan penurunan aktivitas dalam jalur langsung. Kedua perubahan tersebut

berakibat dalam peningkatan output basal ganglia ke talamus, menyebabkan peningkatan

inhibisi dan neuron-neuron talamokortikal. (De Jong, 1979 ; Mardjono, 1997 ; Ngoerah,

1991)

Gambar 7. Skema Patofisiologi Gangguan Hipokinetik

(H.J Groenewegen ; Y.C. Van Dongen, 2007)

Penyakit Parkinson memperlihatkan rigiditas. Timbulnya regiditas ini dapat

diterangkan seperti berikut:

Dalam susunan ekstrapiramidalis terdapat beberapa lintasan lingkaran.

Lintasan lingkaran yang melalui serebelum dan substansia nigra akan kembali lagi ke

korteks serebri area 4 dan 6. Lintasan lingkaran yang melalui serebelum memiliki “drive”

eksitasi terhadap sel-sel piramid kecil dan akan meningkatkan tonus serabut otot tipe I,

sedangkan “drive” lintasan lingkaran yang lewat di substansia nigra bersifat inhibisi

15

Page 16: Neurofisiology extrapiramidal

terhadap sel-sel piramid kecil di korteks serebri dan akan menurunkan tonus serabut otot

tipe I. Kerusakan pada penyakit Parkinson berada di substansia nigra. (Ngoerah,1991)

Neurotransmiter dopamin yang dipergunakan oleh lintasan lingkaran yang

melewati substansia nigra tidak dapat dibentuk di substansia nigra. Akibatnya adalah

transmisi impuls di korpus striatum akan terganggu, mengakibatkan “drive” penghambat

sel-sel kecil di kortek serebri akan lenyap. Dengan demikian maka “drivë’ perangsang dari

serebelum akan menonjol akibatnya meningkatnya impuls ke sel-sel motoneuron dan ke

tot-otot ionik (tipe I) yang akan menimbulkan hiperaktivitas fusimotor statik, yang diluar

tampak sebagai rigiditas dengan fenomena roda bergigi. (Serabut-serabut fusimotor statik

mempersarafi bagian “nuclear chain” dan kerucut otot). (Ngoerah,1991 ; Chusid JG, 1983)

2.4. Lintasan Subkortikospinal

Lintasan ini meliputi traktus rubrospinal, tekstospinal, olivospinal,

vestibulospinal dan retikulospinal. Traktus sentrospinalis ( atau lebih tepat traktus

gigantospinalis) membawa impuls piramidalis agar sampai di motorneuron, di kornu

anterior. Impuls ekstrapiramidalis dengan melalui traktus retikulospinalis akan sampai pula

pada tempat yang sama, yang dengan tepat oleh Sherrrington dinamai “ the final common

pathway “. (Ngoerah,1991; Sukardi,1984)

Tugas untuk meneruskan impuls yang sampai pada formasio retikularis ke

motor neuron dibebankan kepada pusat eksitasi di bagian dorsolateral dari batang otak

(mesensefalon, pons, sampai pada pertengahan medula oblongata) dan kepada pusat

penghambat yang terdapat di bagian medioventral dari medula oblongata. Pusat eksitasi ini

digalakkan oleh impuls dari ARAS dari nukleus vestibularis dan dari korteks serebri

dengan melalui ganglia basalis. Pusat eksitasi dan pusat penghambat keduanya memiliki

jaras retikulospinalis multisinaptik yang menghubungkannya dengan kornu anterior. Jaras-

jaras ini berakhir pada sel-sel interneuron di kornu anterior. (Ngoerah,1991; Sukardi,1984)

Jaras-jaras retikulospinalis yang berasal dari pusat eksitasi ditugaskan untuk

menggalakkan alfa dan gama motorneuron di kornu anterior. Sebaliknya tugas dari jaras

retikulospinalis yang berasal dari pusat penghambat adalah untuk menghambat alfa dan

gama motorneuron di kornu anterior. Walaupun tugasnya berbeda, namun namanya sama

yaitu traktus retikulospinalis. Traktus retikulospinalis yang berasal dari pusat eksitasi

jalannya tidak menyilang, terletak di funikulus anterior medula spinalis dan berakhir di

16

Page 17: Neurofisiology extrapiramidal

kornu anterior ipsilateral. Traktus retikulospinalis yang berasal dari pusat penghambat

jalannya sebagian menyilang dan sebagaian lagi tidak menyilang. Traktus ini terletak di

funikulus lateralis medula spinalis dan berakhir di kornu anterior kontralateral.

(Ngoerah,1991; Sukardi,1984 ; Chusid, 1983)

Formatio retikularis pada daerah batang otak berisi daerah inhibisi di daerah

kaudal dan inferior daerah fasilitator. Stimulasi yang terdapat pada daerah inhibisi akan

menurunkan tonus otot, sebaliknya bila terjadi destruksi daerah inhibisi atau eferen akan

menyebabkan peningkatan tonus otot. Dan bila terdapat destruksi daerah fasilitator atau

aferen fasilitator akan menyebabkan penurunan tonus. Atau jika jaras yang

menghubungkan korteks ekstrapiramidalis dengan pusat inhibisi terputus, maka pusat

eksitasi lebih aktif. Dan keadaan demikian mengakibatkan peninggian tonus. Perubahan ini

juga terjadi pada sistem gamma loop yang merupakan lintasan kedaan dari medulla spinalis

yang mencakup kumparan otot- otot dengan serabut-serabut gamma eferennya. Kumparan

otot dapat dianggap sebagai elemen perasa dari sistem refleks yang mencatat perbedaan

panjang antara sistem itu sendiri dengan masa otot utama, serta mengurangi perbedaan ini.

Kontraksi postural atau volunter yang tetap dapat dianggap sebagai sesuatu hasil inervasi

tonik dan fasilitasi alfa motorneuron lewat loop ini. (Ngoerah,1991; Chusid, 1983)

Gambar 8. Sistem inhibisi dan eksitasi batang otak

Lintasan inhibisi terdiri atas jaras:

1. kortiko-bulbo-retikular,

2. kaudato-spinal,

3. serebeloretikuar dan

17

Page 18: Neurofisiology extrapiramidal

4. retikulo-spinal.

Lintasan eksitasi mencakup jaras:

1. retikulo-spinal

2.vestibulospinal.

Pusat-pusat inhibisi ditandai dengan (-) dan pusat-pusat eksitasi dengan (+).

Interneuron yang menerima impuls eksitasi dan inhibisi itu akan menggalakkan atau

menekan aktivitas motorneuron sesuai dengan kegiatan pusat inhibisi dan eksitasi.

Mekanisme yang mendasari pengaruh interneuron terhadap motoneuron adalah peninggian

atau penurunan ambang rangsang pelepasan muatan listrik motorneuron yang

bersangkutan. (Chusid, 1983)

Di kornu anterior terdapat tiga macam motorneuron yaitu alfa motorneuron

besar yang mensarafi otot ekstafusal tipe II, alfa motoneuron kecil yang mensarafi otot

ekstrafusal tipe I, dan gama motoneuron yang mensarafi muscle spindle yang terdiri dari

bagian “nuclear bag” dan “nuclear chain”. Dengan melalui ketiga macam motorneuron

tersebut, impuls motorik piramidal dan ekstrapiramidal mengemudikan keseimbangan

tonus otot yang diperlukan bagi setiap gerakan tangkas. (Chusid, 1983)

Gambar 9: Gamma loop

(Chusid, 1964)

Tonus otot dipengaruhi oleh traktus subkortikospinalis yang bersifat inhibisi

dan eksitasi. Suatu lesi pada serebelum akn menimbulkan hipotoni. Bila lesi itu hanya

18

Page 19: Neurofisiology extrapiramidal

mengenai satu hemisfer serebeli saja, maka hipotoni itu tampak pada sisi ipsilateral saja.

Serebelum merupakan inhibitor dari pusat inhibisi di formasio retikularis. Suatu lesi dari

serebelum akn melenyapkan pengaruh suatu inhibitor terhadap suatu pusat inhibisi. Dan

timbullah suatu pusat inhibisi tanpa penghambat. Keadaan demikian akan menimbulkan

hipoaktivitas dari susunan gama dan hipotoni. (Chusid, 1983 ; Mardjono, 1997)

Corak gerakan otot tangkas ditentukan oleh pola impuls yang disalurkan oleh

lintasan piramidal dan ekstrapiramidal. Pola impuls tersebut menggalakkan dan

menghambat alfa dan gama motorneuron tertentu. Motorneuron-motorneuron hanya

bekerja sebagai pelaksana bawahan belaka. Jika motorneuron-motorneuron dibebaskan dan

pengaruh sistem piramidalis dan ekstrapiramidalis (misalnya jika lintasan piramidalis dan

ekstrapiramidalis terputus) maka motorneuron-motorneuron masih dapat menggalakkan

sel-sel otot, tetapi corak gerakan otot yang terjadi tidak bersifat tangkas melainkan

reflektorik dan masal. (Chusid, 1983 ; Mardjono, 1997)

Jika terdapat kerusakan pada motorneuron, maka serabut-serabut otot yang

tergabung dalam ‘motor unit’ motorneuron tersebut, tidak dapat berkontraksi, meskipun

impuls motorik masih dapat disalurkan oleh jaras-jaras piramidal dan ekstrapiramidal.

Motorneuron dengan aksonnya merupakan satu-satunya saluran impuls motorik yang dapat

menggalakkan serabut-serabut otot. Tergantung pada jumlah motorneuron yang rusak, otot

lumpuh ringan (paresis) atau lumpuh sama sekali (paralisis). Oleh karena motorneuron

dengn sejumlah serabut otot yang dipersarafinya merupakan satu kesatuan, maka kerusakan

pada motorneuron menimbulkan kerusakan pada serabut-serabut otot juga. Otot yang

terkena menjadi kecil (kurus) atau atrofik. Dan di samping itu dapat juga terlihat adanya

kegiatan abnormal pada serabut otot sehat (yang tersisa), yang dinamakan fasikulasi.

(Chusid, 1983 ; Mardjono, 1997 ; Duss, 2007)

Akson motorneuron berhubungan dengan serabut otot melalui penempelan

antara ujung-ujung akson tersebut dengan sarkolemna otot, dan bukannya bersambung

dengan otot dalam arti kata adanya pengikatan. (Chusid, 1983)

BAB III

KESIMPULAN

19

Page 20: Neurofisiology extrapiramidal

Susunan ekstrapiramidalis memegang peranan utama dalam menentukan

kedudukan (postur) tubuh dan anggota tubuh serta tonus otot.

Susunan ekstrapiramidalis adalah susunan yang berada di luar susunan

piramidalis atau susunan yang tidak melewati piramis dari medula oblongata. Susunan

ekrapiramidalis dapat dianggap sebagai suatu sistem fungsional yang terdiri atas inti-inti,

lintasan-lintasan lingkaran (sirkuit), dan lintasan subkortikospinalis. Susunan

ektrapiramidalis penting karena mempengaruhi sirkuit umpan balik regulatoris dalam

medula spinalis, batang otak, serebelum dan korteks serebri.

Di dalam susunan saraf pusat ada beberapa zat kimia yang berperanan sebagai

neurotransmiter antara lain asetilkolin, noradrenalin, serotonin, GABA, dopamin, glisin,

glutamat, aspartat, substansi P, enkephalin dan endorphin.

Disfungsi basal ganglia menyebabkan gangguan pergerakan berupa hipokinesia

dan hiperkinesia. Hipokinesia, seperti pada penyakit Parkinson, ditandai oleh gangguan

dalam awal gerakan (akinesia) dan pengurangan amplitudo dan kecepatan pergerakan

volunter (bradikinesia). Hiperkinesia ditandai oleh aktivitas motorik yang berlebihan dalam

bentuk gerakan involunter, seperti pada penyakit Huntington dan balismus.

DAFTAR PUSTAKA

20

Page 21: Neurofisiology extrapiramidal

Chusid JG, McDonald JJ. 1964. Correlative Neuroanatomy and Fungsional

Neurology. 12nd ed. New York: Lange Medical Publications. p.156 – 158.

Chusid JG. Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional. Gajah Mada

University Press;1983: p. 30 – 31.

De Jong RN. 1979 The Neurologic Examination. 4th ed. Maryland: Harper and

Row.p. 292 – 301.

Sukardi E.1984. Neuroanatomia Medica. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

hal.320-325.

Greenstein. 2000. Color Atlas of Neuroscience; Neuroanatomy and

Neurophysiology. New York: Theme, Stuttgart. p. 184 – 185.

Mardjono M, Sidharta P. 1981. Neurologi Klinis Dasar. Ed 6. Jakarta: Dian Rakyat.

hal. 5-11, 356 – 362.

Mendoza J, Foundas A.2008. Clinical Neuroanatomy: A Neurobehavioral

Approach. New York: Springer. p.154-172.

Netter`s, Atlas of Neuroanatomy and Neurofisiology. Selections from the Netter

Collection of Medical Illustrastions. Texas; 2002: p. 4.

Ngoerah IGNG.1991. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya: Airlangga

university press. hal. 4-10.

Noback CR, Demarest RJ.1981. The Human Nervous System: Basic Principles of

Neurobiology. 3rd ed. New York: Mc Graw-Hill Inc. p. 443 – 460.

Baehr M,, Frotscher M. 2005. Duus’s Topical Diagnosis in Neurology ; Anatomy,

Physiology, Signs, Symptoms. 4th ed. Stuttgart New York:Thieme.p.31-73

Waxman SG.2003. Clinical Neuroanatomy. 25th ed. New York: McGraw-Hill Inc.

p.189 - 199.

21