KEBUDAYAAN SEBAGAI ISI PENDIDIKAN

Preview:

Citation preview

KEBUDAYAAN SEBAGAI ISI PENDIDIKAN

Sejak ada catatan sejarah, umat manusia hidup di dalam dan

dengan suatu kebudayaan tertentu bagaimanapun sederhananya taraf

kebudayaan mereka, lebih-lebih bila diukur dengan pandangan ilmu

pengetahuan sekarang. Kebudayaan manusia prasejarah, kebudayaan

manusia purba dan kebudayaan manusia modern sekarang merupakan

perwujudan kehidupan dunia manusia, kodrat manusiawi. Artinya

hanya manusia-lah yang rnemiliki kebudayaan di dalam tata

kehidupannya sebagai manifestasi potensi dan martabat

kemanusiaannya. Bahkan ada proposisi yang menyatakan manusia

sebagai makhluk budaya, karena itu setiap manusia purba atau

modern termasuk kategori makhluk budaya ini. Yang berbeda ialah

tingkatan dan kompleksitasnya setelah manusia mengalami

perkembangan yang luar biasa dalam zaman modern ini.

Sepanjang sejarah tiap masyarakat, tiap bangsa berada di

dalam proses perkembangan kebudayaan, baik dalam arti menerima

warisan sosial dari generasi sebelumnya, maupun mengembangkannya,

menciptakan yang baru. Bahkan tidak mustahil pula membuang unsur

kebudayaan lama yang tidak sesuai dengan kemajuan berpikir atau

kebutuhan zamannya. Manusia sebagai makhluk budaya secara alamiah

(kodrat) dengan potensi kemanusiaannya itu hidup di dalam alam

budaya secara kontinue. Manusia tak terpisahkan dengan kebudayaan

karena kebudayaan inilah yang membedakan secara prinsipil tata

kehidupan manusia daripada kehidupan alaimiah makhluk lainnya.

Manusia sebagai mikrosmos meskipun rnerupakan bagian

daripada makrokosmos (alam semesta), tetapi manusia hidup tidak

secara mutlak tenggelam dalam “kekuasaan” dan “kebutaan” alam

semesta. Dengan potensi kemanusiaannya, manusia mengelolah alam

semesta itu menjadi alam budaya sesuai dengan kebutuhan dan

kemampun manusia. Atau, meskipun manusia belum mampu menundukkan

alam, tetapi paling tidak manusia mampu bersahabat, menjinakkan

dan rnemanfaatkan alam. Manusia sebagai subyek di dalam alam

semesta bahkan menikmati alam semesta ini karena potensi manusia

yang melahirkan kebudayaan. Sepanjang sejarah ada manusia

generasi demi generasi, tidak saja sebagai proses regenerasi

subyek (manusia), melainkan juga sebagai suatu proses estafet,

pengoveran kebudayaan secara terus-menerus. Lembaga yang paling

efektif rnelaksanakan fungsi tersebut terutama pendidikan. Karena

itu kebudayaan dan pendidikan adalah aspek-aspek kehidupan

manusia yang tak terpisahkan.

Untuk mengerti arti, kedudukan dan nilai kebudayaan dalam

kehidupan manusia, di dalam bab ini berturut-turut diurakan hal

berikut:

A. PENGERTIAN DAN SCOPE KEBUDAYAAN

Istilah kebudayaan yang disamakan dengan culture (Inggris),

kultur (Jerman), dan cultuur (Belanda) mengandung pengertian yang

amat luas. Menurtu Prof. Dr. H. A. Enno van Gelder, “culture”

bersal dari kata Latin “colore” yang berarti mengerjakan,

memelihara dan memuja.

Dr. K. Kuypers, seorang staf penulis ENSIE berpendapat bahwa

etimologi kata culture ialah “culture animi” (Latin), yang

berarti: memelihara, dan mengembangkan jiwa.

Kebudayaan (Latin Culture, dan kata colo, memelihara) nilai

intrinsik masyarakat. Sinonim dengan kata peradaban ……..

beberapa ahli membedakan istilah kebudayaan dengan istilah

peradaban.

Pengertian kebudayaan (culture) sebagian sarjana Anglo

Saxon mempersamakan dengan pengertian peradaban (civilization)

yang dilakukan oleh Dr. Edward B. Taylor yang rnenulis dalam

buku “Primitive Culture”:

Kebudayaan atau peradaban ialah suatu keutuhan yang kompleks

yang meliputi ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum,

adat-istisdat, dan setiap kemampuan serta kebiasaan yang

diperoleh manusia sebagai warga masyarakat.

Meskipun juga bangsa Amerika, namun Dr. Roucek dan Dr.

Warren dalam buku mereka “Sociology an lntroduction” membedakan

kedua pengertian tersebut sebagai nyata dalam uraian tentang

definisi masing-masing sebagai berikut:

Kebudayaan ialah cara hidup yang dikembangkan oleh suatu

masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuban pokok mereka demi

tetap survive, dan kekalnya kehidupan jenis meliputi akumulasi

obyek-obyek materiil, pola-pola organisasi sosial, bentuk-bentuk

tingkah laku yang dipelajari (berlaku), ilmu pengetahuan.

kepercayaan, dan semua aktivitas lain yang dikembangkan dalam

antar hubungan manusia. Kebudayaan merupakan sumbangan nunusia

kepada lingkungan hidupnya.

Sedangkan pada bagian lain buku itu kedua sarjana tersebut

memberi definisi peradaban sebagai berikut:

Peradaban berarti suatu tingkat perkembangan kompleksitas

kebudayaan yang dicapai suatu masyarakat. Meskipun kriteria yang

dipakai berbeda untuk menetapkan suatu peradaban, barangkali yang

terpenting sebagai kriteria itu ialah bahasa tertulis. Melalui

pelengkapan komunikasi lisan, bahasa tertulis memungkinkan

akumulasi kebudayaan ke tingkat yang lebih besar, dan dalam hal

inilah pengertian peradaban sering dipakai.

Untuk definisi sebagai perbandingan, beberapa definisi

kebudayaan yang dikutip lebih lanjut ialah:

Istilah kebudayaan dipakai untuk menunjukkan keseluruhan jumlah

ciptaan umat manusia, hasil-hasil yang tersusun daripada

pengalaman kolektif manusia hingga sekarang. Kebudayaan rneliputi

semua yang telah dibuat rnanusia dalam bentuk alat-alat, senjata,

tempat tinggal, bahan baku barang-barang dan prosesingnya, dan

semua yang telah dihasilkan sikap dan kepercayaan, cita-cita dan

keputusan (pertimbangan), hukum dan lembaga-lembaga, seni dan ilmu

pengetahuan, filsafat dan organisasi sosial. Kebudayaan meliputi

juga antar hubungan semua bidang di atas dan aspek-aspek lain yang

membedakan kehidupan manusia daripada hewani. Segala sesuatu, baik

materil atau nonmateriil, yang diciptakan manusia di dalarn

proses kehidupan, termasuk dalam pengertian kebudayaan.

Dr. Henry S. Lucas dalam buku “A Short History of Civila

zation” menyatakan:

Kebudayaan ialah suatu cara yang umum bagaimana manusia hidup,

berpikir dan bertindak. Kebudayaan meliputi (1) suatu

penyesuaian umum terhadap kebutuhan-kebutuhan ekonomi atau

kepada lingkungaan geografis, (2) organisasi yang lazim dibentuk

untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial dan politik yang ada

dalam kehidupan, dan (3) lembaga yang umum dalam pemikiran dan

usaha-usaha pencapaiannya. Semuanya itu meliputi seni, sastra,

ilmu pengetahuan, penensuan-penemuan, filsafat dan agama. Suatu

kebudayaan ialah suatu pencapaian yang khas dalarn bidang sosial

politik, ekonomi, intelek, seni dan agama- dari suatu kelompok

manusia.

Pendapat Dr. Ki Kajar Dewantara seorang ahli kebudayaan

dan pendidik Indonesia rnenulis:

“Menschecultuer” (adab, Ar. ) itu lebih terang artinya jika

diterjemahkan ke dalam bahasa kita dengan perkataan

“kebudayaan”. Perkataan ini berasal dari “budaya” dan ini

berarti buah dari budi manusia. Lalu teranglah sekarang bahwa

arti kebudayaan atau kultur kemanusiaan itu ialah semua benda

buatannya manusia, baik benda batin maupun benda lahir, yang

dapat timbul karena kemasakan budi manusia. Dan pekerjaan kultur

yaitu semua usaha untuk mempertinggi derajat kemanusiaan,

sedangkan pokoknya ialah veredelan budi manusia………. Menurut

pengertian wetenschap, maka kultur itu dibagi rnenjadi tiga

jenis

ke I, yang mengenai rasa kebatinan atau moral agama, adat

istiadat, tatanegara, kesosialan dan sebagainya yang bermaksud

memberi hidup yang tertib serta damai.

Ke II, yang mengenai kemajuan angan-angaun : pengajaran ilmu

bahasa, wetenschap dan sebagainya

Ke III, yang mengenai kepandaian: pertanian, industri,

perniagaan, pelayaran, kesenian dan lain-lain. Pendek kata

segala perbuatan manusia yang berguna atau bersifat indah serta

dapat bermanfaat bagi hidupnya manusia bersama. Teranglah di

situ, bahwa usaha kulturil itu ialah segala perbuatan manusia,

yang timbul dan kemasakkan budinya yaitu buah dari kecerdasan

pikirannya serta buah dari kekuatan kehendaknnya yaitu segala

tenaganya. Jadi kultur atau kebudayaan itu nyatalah buah dan

‘trisakti’nya manusia (9:319).

Sebagai penutup kutipan-kutipan definisi kebudayaan itu

marilah kita ikuti uraian Drs. Sidi Gazalba dalarn buku

“Pengantar Kebudayaan sebagai Ilmu,” antara lain sebagai berikut:

“Kebudayaan ialah cara berpikir dan cara merasa, yang menyatakan

diri dalam seluruh segi kehidupan dan segolongan manusia yang

rnembentuk kesatuan sosial dalam suatu ruang dan suatu waktu”.

(21- 43).

Dari semua batasan kebudayaan yang dikutip itu agak jelas

pengertian kebudayaan sekaligus scope kebudayaan. Pada pokoknya,

kebudayaan itu ialah semua ciptaan manusia yang berlangsung di

dalam kehidupan. Kebudayaan menampakkan diri pula dalam

kepribadian dan tingkah laku manusia di dalam antar hubungan dan

antar aksinya.

Sebagai makhluk budaya manusia rnerubah unsur-unsur alam

menjadi benda-benda kebudayaan dengan potensi kemanusiaannya.

Sedikit catatan dan batasan kebudayaan menurut Dr. Henry S.

Lucas, yang memandang religion (agama) sebagai termasuk

kebudayaan. Jika diakui, bahwa kebudayaan ialah semua ciptaan

manusia (human creation), barangkali timbul pertanyaan: apakah

agama itu ciptaan manusia. Umat beragama percaya bahwa agama itu

diturunkan, diwahyukan oleh Tuhan melalui nabi/ rasul untuk umat

manusia. Karena itu agama bukan ciptan manusia, sebab agama

bersumber dari Maha Pencipta, Tuhan sendiri. Agama yang bersifat

universal itu melampaui alam pikiran yang rasional, agama sebagai

wujud kepercayaan bersifat supernatural superrasional.

Batasan kebudayaan di atas dalam arti umum kebudayaan

universal. Tetapi tiap-tiap bangsa mempunyai kebudayaan sendiri

yang sesuai dengan kondisi-kondisi lingkungan alamnya,

berdasarkan sosiologis dan sosiopsikologis bangsa itu. Kebudayaan

suatu bangsa itu disebut kebudayaan nasional.

Untuk batasan kebudayaan nasional ini, Drs. Sidi Gazaiba

menulis:

Berpijak atas definisi kebudayaan dapat dirumuskan definisi

kebudayaan nasional sebagai berikut: Cara berpikir/merasa nasion

yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupannya dalam suatu

ruang dan suatu waktu. Secara singkat: manisfestasi cara

berpikir/ merasa nasion dalam kehidupannya. Dengan kata

sederhana: cita, dan laku- perbuatan nasion dalarn lapangan-

lapangan sosial, ekonomi, politik, ilrnu teknik, kesenian,

filsafat dan agama (21 : 104).

Tiap bangsa sejalan dengan kesadaran nasionalisme memiliki

kebanggaan nasional atas kebudayaan nasional masing-masing.

Kebudayaan nasional ini merupakan perwujudan kepribadian nasional

suatu bangsa.

Secara teoritis ada ahli yang membedakan kebudayaan nasional

itu atas kebudayaan-formal dan kebudayaan-material. Yang pertama

yaitu hakekat, watak, sikap mental, pola pikir dan nilai-nilai

spiritual. Sedangkan yang kedua meliputi semua produk dan

perwujudan kebudayaan formal itu.

Dalam rangka rnemajukan kebudayaan nasional ini, di antara

kebudayaan bangsa-bangsa, antar pemerintah diadakan kerjasama

kebudayaan, tukar menukar missi kebudayaan, termasuk tukar

menukar mahasiswa.

Politik pembinaan kebudayaan nasional ada baiknya kita

selalu berpegang patuh asas Tri-con dari Dr. Ki Hadjar Dewantara

yaitu:

1. Asas konsentrasi, bahwa pengembangan kebudayaan harus

berpusat (consentrasi) pada kebudayaan nasional, Social

Jenitage yang diwarisi dan generasi sebelumnya.

2. Asas convergensi, bahwa hukum perkembangan itu ialah kerja

sama antara factor dalam dan factor luar. Faktor dalam ialah

sosio-kultural yang sudah berakar, sedang faktor-luar ialah

rnenerima unsur-unsur kebudayaan-luar (asing) dengan prinsip

selektif. Politik “pintu terbuka” dengan “sensor” ini baik

dengan komunikasi aktif, maupun karena pengaruh-pengaruh

antar hubungan pergaulan bangsa kita dengan bangsa-bangsa

lain yang kurang disadari (pasif).

3. Asas kontinuitas bahwa perkembangan yang terpusat pada

kebudayaan nasional itu, dengan menerima kebudayaan luar

secara selektif akan berlangsung terus rnenerus.

Kebudayaan yang terdahulu merupakan dasar dan modal bagi

pembinaan kebudayaan seterusnya. Bahkan kebudayaan sekarang

tak mungkin berkembang sepesat adanya sekarang tanpa asas-

asas yang telah dirintis oleh pendahulunya

Kenyataan dalam kehidupan bangsa-bangsa dan negara moderen

sekarang, komunikasinya yang efektif amat dimungkinkan oleh

teknologi. Maka prinsip trikon itu cukup bijaksana utuk mengambil

jalan tengah antara politik pintu-terbuka sama sekali atau

politik isolasi, yang keduanya tidak realistis, tidak

berrnanfaat.

B. ILMU SEBAGAI UNSUR KEBUDAYAAN

Dan uraIan tentang definisi kebudayaan di muka, jelas bahwa

ilmu merupakan unsur kebudayaan. Pendidikan dan kehudayaan adalah

suatu hubungan antara proses dengan isi pendidikan ialah proses

pengoperan kebudayaan dalam arti membudayakan manusia. Proses

pendidikan dalarn arti demikian,sangat umum. Dalam mesyarakat

modern dimana kebudayaan itu amat kompleks, agaknya fungsi dan

tanggungjawab pendidikan rnakin besar dan sukar. Mampukah

pendidikan mewarisi semua aspek kebudayaan kepada manusia dalam

waktu yang amat relative terbatas?

Pendidikan, terutama pendidikan tinggi memusatkan program

aktivitasnya pada pengoperan, pengembangan atau pembinaan ilmu

dan research (penelitian). Atau di negara Indonesia tersimpul

dalam tridharma perguruan tinggi pendidikan, pengajaran,

penelitian, pengembangan, dan pengabdian pada masyarakat.

Wujud kebudayaan yang menjadi isi (curriculum) pendidikan

dikenal sebagai ilmu pengetahuan (knowledge). Karena luasnya

scope kebudayaan dibandingkan dengan keterbatasan waktu, maka

demi suksesnya fungsi pendidikan harus ada ketetapan unsur

kebudayaan apa yang urgen dididikkan. Program pendidikan dibatasi

oleh tujuan yang hendak dicapai sebagai target. Demikian pula

kernarnpuan dan rninat individual, mernbatasi bidang apa yang

hendak dipiih seseorang sebagai lapangan pendidikannya. Faktor-

faktor inilah yang melahirk an bidang-bidang atau jurusan-jurusan

pendidikan atau keahlian seseorang. Sejalan dengan hal-hal

tersebut di atas berkembanglah apa yang dikenal sebagai ilrnu

pengetahuan.

Secara teknis dapat dikemukakan pada bagian mi apakah def

inisi ilmu (knowledge) yang amat erat hubungannya dengan

pendidikan.

1. Menurut Webster’s new World Dictionary

“Ilmu pengetahuan : semua yang telah diamati atau dimengerti

oleh jiwa (pikiran) belajar dan sesuatu yang telah jelas”

(26:809).

2. Menurut “Dictionary of Philosophy” oleh Runes

Pengetahuan : Berhubungan dengan tahu (yang diketahui).

Kebenaran yang dimengerti. Lawan dari pendapat. Ilmu

pengetahuan tertentu lebih daripada pendapat, tetapi di bawah

tarafnya jika dibandingkan dengan kebenaran.

3. Menurut “American Peoples Encyclopedia.”

Ilmu pengetahuan, suatu kesadaran penuh dan terbutikan dan

suatu kebenaran mengenai sesuatu : bersifat praktis, suatu

kesadaran yang teratur, tersusun tentang apa pun yang secara

definitif dapat diterima sebagai realita.

Pengertian knowledge (ilmu pengetahuan) di atas ialah

meliputi semua ilmu, apakah ilmu sosial, ilmu eksakta, ilmu

filsafat, dan sebagainya. Sedangkan istilah science (kadang-

kadang diartikan ilmu pengetahuan juga), telah mempunyai arti isu

tertentu, sebagai dijelaskan oleh “American Peoples Encyclopedia”

sebagai berikut;

………apa yang disebut science moderen terdiri atas beberapa cabang

ilmu pengetahuan, tiap cabang mempunyai suatu kelompok obyek atau

dengan subyek khusus, yang semua itu dapat dikatagorikan dalam

tiga bidang utama penyelidikan : mathematika, ilmu alam dan ilmu

biologi.

Dewasa ini istilah science dipakai dalam arti ketiga bidang

pokok di atas. Sedangkan social-science para ahli berbeda

pendapat tentang scope dan rnaksudnya. Ada ahli yang berpendapat

bahwa social-science meliputi : sejarah, jurisprudence,

linguistik dan filsafat. Ada pula ahli lain yang menganggap

social-science itu anthropologi-budaya, psikologi sosial,

ekonomi., geografi (khususnya demography), ilmu politik, hukum

internasional, ilmu perbandingan agama, archeology, business

adrninistration, public sociology dan sebagainya (28: l7 - 068).

Ada baiknya jika kita tetapkan, bahwa social science ialah

ilmu-ilmu selain yang tersimpul di dalam ilmu-ilmu eksakta.

Pembedaan istilah, pengertian dan scope ilmu pengetahuan

seperti diuraikan di atas mengarahkan pada pengertian tentang

sistematika ilmu pengetahuan. Para ahli juga berbeda dalam

menetapkan sistematika ilmu pengetahuan. Auguste Comte (1798-

1875) menetapkan sistematika ilmu berdasarkan tingkat

abstaraksinya dan bagairnana kedudukan ilrnu itu terhadap ilmu

yang lain.

Pengetahuan dan penguasaan suatu ilmu harus dapat membantu

penelitian dan studi bagi ilmu yang lain dalam rangka seluruh

program pendidik untuk menetapkan kurikulum, urutan-kurikulum

harus berorientasi pada interdependensi antar-ilmu dalam jurusan

atau departemen tertentu. Dengan dernikian skala priroritas dalam

kurikulurn (sequence of curricu1m) harus menjamin efisiensi

studi. Urutan materi (isi) pendidikan bukanlah semata-mata

berdasarkan pada tingkat kesukaran bahan pelajaran, melainkan

juga peranan dan daya guna ilmu itu bagi tingkat studi

selanjutnya, khususnya antar huhungan ilmu yang satu dengan ilmu

yang lain. Di samping orientasi pada tujuan pendidikan dan

potensi kernatangan murid.

Menurut Brubacher, masalah kurikulum menyangkut baik teori-

nilai rnaupun teori ilrnu. Untuk tujuan kurikulum maka knowledge

dimaksud meliputi dua kategori:

1. Knowledge about things, yang dapat diinterpretasikan sebagai

ilmu secara teoritis.

2. Knowledge of how to do things, yang dapit ditafsirkan

sebagai pengetahuan yang menitikberatkan pada segi

praktisnya, pengalaman-pengalaman empiris, atau pengalaman

berdasaskan experiment.

Ilmu sebagai bagian atau unsur kebudayaan adalah merupakan

isi pendidikan di samping nilai-nilai, pembinaan skill yang

praktis, pembinaan jasmani yang kuat dan sehat, sikap sosial dan

tanggungjawab, kepemimpinan dan sebagainya.

C. CURRICULUM (KURIKULUM)

Kurikulum atau secara sederhana kita sebut isi pendidikan

adalah “jalan” terdekat untuk sampai pada tujuan pendidikan.

Sebaliknya tanpa isi pendidikan, tanpa kurikulum tidak ada proses

pendidik dan pengajaran. Dengan perkataan lain, tidak ada

pendidikan tanpa kurikulum. Karena itu kurikulum adalah bagian

yang amat penting di dalam pendidikan.

Apakah sesungguhnya kurikulum itu. Apa sumber dan bagaimana

menetapkan suatu kurikulum yang relevan dengan 1tujuan pendidik.

Apakah kriteria rnenetaptkan kurikulum yang tepat. Dapatkah

kurikulum itu bersifat tetap atau berubah sejalan dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan sebagainya.

Sebelum uraian ringkas persoalan di atas diungkapkan secara

formal dapat dikemukakan batasan kurikulum menurut Stratemayer cs

antara lain: Dewasa ini kurikulurn dianggap sebagai meliputi: bahan pelajaran

dan kegiatan kelas yang dilakukan anak-anak dan pemuda:

keseluruhan pengalaman di dalam dan di luar kelas yang disponsori

oleh sekolah dan seluruh pengalarnan hidup murid. Apapun batasan

yang diterima, pendidikan harus menetapkan ke arah ilmu

pengetahuan, pengertian-pengertian, kecakapan-kecakapan yang

manakah pengalarnan-pengalarnan murid akan dibimbing.

Kebijaksanaan ini menentukan scope dan kuilkulum sekolah.

Batasan menurut Stratemeyer itu, amat luas. Sehingga kontrol

atas kurikulum seperti dimaksud tidak mungkin. Sekolah hanya

mampu menetapkan kurikulum dalam arti pertama dan kedua dan

ketiga unsur yang tersebut di atas.

Brubacher menguraikan kurikulum sebagai berikut: Dengan tujuan atau arah proses pendidikan yang ditetapkan,

langkah selanjutnya sudah jelas yaitu suatu cara-cara dan alat-

alat untuk mencapai tujuan tersebut. Di antara semua itu maka

kurikulum rneminta perhatian pertama. Sesuai dengan asal

pengertiannya, menurut bahasa Latin, kurikulurn iatah suatu

‘‘landasan-terbang, suatu arah yang dilalui seseorang untuk

mencapai tujuan, seperti di dalam suatu perlombaan. Bentuk

pelajaran ini dirnasukkan di dalam istilah pendidikan sebagai

kurikulum, atau kadang-kadang disebut bahan pelajaran. Apapun

narnanya, namun kurikulum itu menggambarkan landasan di atas

rnaka murid, dan guru berjalan mencapai tujuan pendidikan.

Nyatalah bahwa menetapkan kurikulum harus berorientasi

kepada tujuan pendidikan yang hendak dicapai.

Meskipun ilmu penetahuan sebagai bagian dan kebutuhaan yang

harus menjadi kurikulurn pendidikan, narnun keterbatasan waktu

dan fasilitas untuk suatu tingkat pendidikan maka harus ada skala

prioritas.

Secara garis besar Stratemeyer juga menetapkan kriteria atau

asas-asas bagaimana suatu kurikulum disusun, antara lain:

Para pendidik dapat kembali kepada tiga bidang asasi. Pertama

yang berhuhungan dengan kodrat masyarakat dan nilai-nilai yang

berlaku dan yang dicita-citakan. Asas sosial kedua berorientasi

kepada murid sebagai organisme yang berkembang dan kodrat

proses belajar (asas psikologis), dan ketiga berpedornan kepada

nilai-nilai dan kcpercayaan-kepercayaan yang menjadi filsafat

hidup dan filsafat pendidikan mereka (asas-asas filosofis).

Hubungan antara tujuan pendidikan dan kurikulum ialah hubungan

antara tujuan dan isi pendidikan. Suatu tujuan baru akan tercapai

apabila pendidikan tepat, relevant. Dengan perkataan hanya isi

yang tepat, kurikulurn yang tepat yang akan meagantar-kan

pendidikan mencapai tujuannya. Dalarn hubungan demikian berarti

pula tujuan akan meentukan isi atau kurikulurn pendidikan.

Artinya berdasarkan tujuan yang hendak dicapai kita menetapkan

isi pendidikan. Atau rnenurut Brubacher hubungan kurikulurn

dengan tujuan pendidikan dilukiskan sebagai berikut:Kurikulum sedemikian tergantung kepada tujuan pendidikan, dan

sangat rnengejutkan bila kita akan rnengetahui bahwa

mempelajari kurikulum pada hakekatnya sarna dengan rnencapai

tujuan pendidikan itu. Dalam kenyataannya, sedemikian erat

hubungan antara tujuan pendidikan dan kurikulurn, sehingga

dapat dikatakan bahwa kurikulum tak lain daripada tujuan

pendidikan atau nilai-nilai yang terrnaktub dalarn bentuk yang

luas.

Oleh karena kurikulum merupakan isi dan jalan untuk mencapai

tujuan pendidikan, maka sesungguhnya kurikulum menyangkut

masalah-masalah: nilai, ilmu, teori, skill, praktek, pembinaan

sikap mental dan sebagainya. Ini berarti kurikulum harus

mengandung isi pengalarnan yang kaya demi realisasi tujuan.

Dengan perkataan lain kurikulum harus kaya dengan pengalaman-

pengalaman yang bersifat membina kepribadian.

Luasnya, scope kurikulum, dalamnya, dan jenisnya harus

seimbang. Kurikulum yang kaya dengan jenis vaknya, tanpa

intensifikasi atau dalarmnya studi itu berarti hanya memberi

“kulit” saja. Keseimbangan antara luas dan dalamnnya (broad and

depth) suatu kurikulum adalah syarat bagi penguasaan suatu

pengetahuan. Penguasaan teori pengetahuan adalah pangkal

pengetahuan praktis. Dan pengetahuan praktis salah satu tujuan

pendidikan.

Meskipun pada dasarnya tujuan pendidikan yang pokok itu

tetap, namun ini tidak berarti bahwa kurikulum itu harus tetap:

Kurikulum justru harus berkembang, sesuai dengan perkernbangan

ilmu pengetahuan dan kebutuhan masyarakat untuk apa pendidikan

diselenggarakan. Dengan demikian kurikulum bersifat progressif,

berkembang maju, dinamis. OIeh karera itu kita selalu mengadakan

evaluasi dan revisi kurikulum.

D. PROSES PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Hubungan masyarakat dan pendidikan adalah hubungan antara

subyek dengan aktivitasnya. Fenomena dalarn masa modern ini makin

rnaju (modern) suatu masyarakat, maka rnakin maju (modern) pula

pendidikan yang diselenggarakan. Hubungan sedemikian menentukan.

Artinya, masyarakat itu akan relatif lebih maju apabila

masyarakat itu aktif membina pendidikan, atau, suatu masyarakat

akan lebih maju bila masyarakat itu menyelenggarakan pendidikan

yang maju.

Hubungan pendidikan dan keudayaan adalah hubungan antara

aktivitas dengan isi-nya. Pendidikan adalah suatu proses, satu

lembaga,s satu aktivitas. Sedangkan kebudayaan adalah isi di

dalam prose situ, isi suatu lembaga dan aktivitas pendidikan itu.

Fungsi dan misi pendidikan secara teknis ialah mengoper

kebudayaan dari manusia yang berkebudayaan kepada anak didik yang

belum berkebudayaan. Aspek lain dari fungsi pendidikan itu ialah

mengolah kebudayaan itu menjadi sikap mental, tingkah laku,

bahkan menjadi kepribadian anak didik.

Pendidikan sebagai proses pengoperan kebudayaan, pembinaan

manusia dalam arti mendewasakan, dan membudayakan manusia.

Berarti pendidikan tidak mungkin tanpa kebudayaan. Karena itu

hubungan pendidikan dan kebudayaan adalah hubungan antara

aktivitas dan isinya. Tak mungkin ada aktivitas tanpa isi.

Pendidikan baik sebagai lembaga maupun sebagai aktivitas

memusatkan perananannya kepada pengoper kebudayaan. Pendidikan

berfungsi sebagai agent of social atau sebagai transmission of

culture. Atau sebagai sering kita dengar bahwa universitas

perguruan tinggi (pendidikan tinggi) disebut seba center of

culture, pusat pembinaan kebudayaan. Sesungguhnya fungsi

pendidikan yang dernikian mengoper kebudayaan maih mempunyai

tujuan yang lebih utama lagi yaitu untuk membina kepribadian

manusia agar lebih kreati dan produktif, yakni mampu menciptakan

kebudayaan.

Pendidikan mempunyaI fungsi rangkap untuk kebudayaan:

- menciptakan yang belum ada, rnelalui pembinaan manusia yang

kreatif

- mengoperkan kebudayaan (yang sudah ada) kepaDa genrasi demi

generasi dalam rangka proses sosialisasi pribadi manusia

Sebagai perbandingan, Auguste Comte ahli sosiologi dan

filsafat, membedakan tingkat perkembangan kebudayaan umat manusia

atas:……….tiga tingkatan besar dalam sejarah perkembangan berpikir

umat manusia: tingkatan teologis atau tingkat animistis,

tingkatan metafisis (filsafat) dan tingkatan ilmu pengetahuan

positif.

Bagi Comte tingkatan tersebut bersifat kronologis sejarah

dan sekaligus berarti bernilai hierarkis. Artinya, manusia yang

berada dalam zaman kebudayaan ilmu positif, tidak lagi mengenal

dalam arti rnenganut ide-ide teologis yang dapat dianggap

irrasional, sebab tidak positif seperti dalam pikiran ilmiah

positif.

Untuk mengerti perkembangan kebudayaan tak perlu melihatnya

sebagai satu totalitas yang integral. Tetapi cukp dengan

mengadakan penelitian pada kondisi-kondisi kebudayaan yang

spesifik. Dan yang terakhir ini merupakan essens pemahaman atas

perkembangan suatu kebudayaan. Pemahaman atas realita dan

kondisi suatu kebudayaan adalah langkah permulaan untuk

pembinaan kebudayaan. Pembinaan kebudayaan selalu melalui

pendidikan khususnya rnelalui ilmu pengetahuan tertentu.

E. MANUSIA SEBAGAI PEMBINA KEBUDAYAAN

Melalui definisi kebudayaan kita mengerti bahwa kebudayaan

adalah ciptaan atau kreasi manusia. Manusia dalam arti dimaksud

baik sebagai keseluruhan umat manusia sepanjang sejarah adanya

manusia maupun sebagai pribadi. Dengan melalui lernbaga dan

proses pendidikan, kebudayaan dikembangkan yakni:

(a). dioperkan untuk dimengerti dan dikuasai, dilaksanakan oleh

penerali muda,

(b). pembinaan manusia supaya mampu menciptakn kebudayaan atau

unsur-unsur kebudayaan agar mereka marnpu menyesuaikan diri demi

kehidupan dalam zamannya.

Kebudayaan materil dan non-materil, ilmu pengetahuan

filsafat, seni dan etika adalah karya cipta sebagai usaha

memenuhi kebutuhan hidupnya, rnaupun untuk dinikmati. Kebudayaan

merupakan konsumsi rohani dan jasmani manusia. Relasi yang

demikian, ialah hubungan antara subyek dengan kreasinya dalam

rangka memenuhi kebutuhan subyek. Dengan demikian manusia secara

fundamental dalam hal ini bersifat swadaya, swadeshi, swakarya.

Proses penciptaan itu akan berlangsung terus sepanjang

sejarah eksistensi manusia. Penciptaan itu sudah tentu tidak

hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam arti konsumtif. Melainkan

juga memenuhi kebutuhan ekspressif, pelahiran daya ekspresi,

daya cipta, dorongan-dorongan perkembangan kepribadian.

Terwujudlah karya-karya dalam segala bidang kebudayaan.

Prestasi-prestasi yang dicapai oleh manusia dalam

menciptakan kebudayaan ini merupakan prestasi yang menentukan

nilai kepribadian, kemajuan suatu zaman. Bahkan satu-satunya

ukuran prestasi manusia ialah pada achievement kebudayaan ini.

Hal ini lebih jelas pada karya dan prestasi seseorang. Malahan

ada ukuran antara primitif dan beradab, antara maju dan

terbelakang dan suatu bangsa terletak pada wujud kebudayaan yang

ada dalam masyarakat bangsa itu. Demikian pula ada yang mengukur

prestasi individu manusia pada achievement penciptaan ini

sebagai inventor, pencipta, kreativitas, karya.

Sebenarnya pendidikan, langsung atau tidak langsung

terutama berfungsi untuk pembinaan kebudayaan. Pendidikan

berfungsi baik sebagai rnempertahankan kebudayaan yang ada

sebagai warisan sosial, maupun untuk membina pribadi manusia

yang pada gilirannya untuk mencipta pula kebudayaan baru.

Alam semesta, khususnya burni ternpat kita hidup dengan

segala isinya, kecuali budaya, sama sekali terpisah dari ciptaan

manusia. Tetapi sesungguhnya alam menyediakan bahan baku untuk

diolah manusia. Alam terbuka bagi penyelidikan dan pengolahan

manusia. Dengan demikian alam dapat menjadi unsur dasar bagi

kebudayaan. Setelah kebudayaan terbina sedemikian kaya (science,

teknologi, filsafat, seni dan sebagainya) manusia membuka scope

kebudayaan baru, yakni penelitian dan penjelajahan ruang

angkasa. Manusia tetap sibuk dalam kerangka alamiah, alam

semesta, yang lebih bersifat rnateriil.