View
18
Download
4
Category
Preview:
DESCRIPTION
anestesi
Citation preview
BAB I
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. T
Usia : 40 tahun
Alamat : Ds. Buniwangi, Sindang Rahayu
Status : Sudah menikah
Suku Bangsa : Sunda
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal masuk : 27 Agustus 2014
Tanggal pemeriksaan : 27 Agustus 2014
Nomor rekam medis : A 26 78 03
Diagnosis : G5 P4 A0 aterm dengan Partus Tak Maju
Rencana operasi : Sectio Caesarea
ANAMNESIS (Autoanamnesis, 28 Agustus 2014)
Keluhan Utama :
Mules – mules sejak 2 jam yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke VK RSUD Sukabumi sekitar jam 20.00 WIB dengan keluhan
mules – mules sejak 2 jam yang lalu, mules – mules hilang timbul, disertai keluar
sedikit lendir dan bercak darah dari jalan lahir. Setelah dilakukan tindakan
parsalinan normal di VK, proses persalinan tidak ada kemajuan dikarenakan HIS ibu
tidak adekuat. Pasien sudah dipuasakan sebagai persiapan jikalau pasien harus
operasi sectio caesarea. Tadi pagi dokter spesialis obstetri ginekologi menemukan
sudah terjadi gawat janin dan memutuskan untuk segera melakukan operasi sectio
caesarea.
Laporan Kasus Syok Hipovolemik 1
Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat alergi disangkal
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat TBC disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat diabetes melitus disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat penyulit saat kelahiran disangkal
- Riwayat pernyakit darah/ gangguan pembekuan darah disangkal
- Riwayat pernah operasi sebelumnya disangkal
- Riwayat gigi goyang dan pemakaian gigi palsu disangkal
Riwayat Kebiasaan :
Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15
Berat badan : 70 kg Tinggi badan
: 165 cm
Tanda-tanda vital :
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 78x/menit
RR : 20x/menit
Suhu: 36,5OC
STATUS GENERALIS
Kepala : normocephali, tidak ada deformitas
Mata : Conjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil isokhor
3mm/3mm, reflek cahaya +/+
Laporan Kasus Syok Hipovolemik 2
Telinga : tidak terdapat gangguan pendengaran
Hidung : septum nasi terletak di tengah, sekret -/-
Mulut : malampati 1, mukosa bibir basah, tidak dijumpai
sianosis
Leher : TMD 10 cm, ROM bebas, KGB tidak teraba
pembesaran
Thorax :
Paru :
Inspeksi : bentuk dada normal, simetris kanan dan kiri,
dalam keadaan statis dan dinamis, tidak
terdapat retraksi
Palpasi : Fremitus taktil kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : bunyi nafas vesicular +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V linea
midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas atas: ICS II
Batas kiri : linea axilaris anterior sinistra
Batas kanan : linea sternalis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur -, gallop –
Punggung :
Inspeksi : bentuk punggung normal, simetris kanan dan kiri
dalam keadaan statis dan dinamis, tidak
terdapat kifosis mau skoliosis.
Palpasi : vokal fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : bunyi nafas bronchoveskular, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : datar
Laporan Kasus Syok Hipovolemik 3
Palpasi : supel, nyeri tekan negatif
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU positif, 6x per menit.
Ekstremitas : CRT < 2 detik, akral hangat, tidak terdapat
edema.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium (27 Agustus 2014):
Jenis pemeriksaan Hasil
Hematologi
Hb
Ht
Jumlah
Leukosit
Jumlah
Trombosit
13,3 g/dL
39,2 %
10.200/μL
192.000/ μL
Kimia Darah
Elektrolit:
− Na
− K
− Ca
− Cl
Fungsi ginjal
− Ureum
− Kreatinin
Karbohidrat
− GDS
142,3 mmol/L
4,02 Meq
9,15 mmol/L
125,3 mmol/L
16,5 mg/dL
0,77 mg/dL
95 mg/dl
Laporan Kasus Syok Hipovolemik 4
b. Radiologi
Rontgen Thorax:
Tidak tampak kardiomegali
Tidak tampak KP aktif
c. EKG
Sinus rythm
PENGOBATAN YANG TELAH DIBERIKAN
Saat pemeriksaan, pasien belum mendapatkan pengobatan apapun,
pada pasien juga sudah terpasang Infus RL.
DIAGNOSA KLINIS
G5 P4 A0 aterm dengan Partus Tak Maju
KESIMPULAN
Status fisik ASA II E
LAPORAN INTRAOPERATIF
Keadaan Pra Bedah (tanggal 28 Agustus 2014)
Diagnosa pra bedah : G5 P4 A0 aterm dengan Partus Tak Maju
Jenis pembedahan : Sectio Caesarea
Diagnosa pasca bedah : P5 A0 dengan Sectio Caesarea
Keadaan umum : Compos mentis
Tanda-tanda vital
- Tekanan Darah : 104/47 mmHg
- Nadi : 105 kali per menit
- Pernapasan : 16 x/menit
- Suhu : 36,7o C
Laporan Kasus Syok Hipovolemik 5
- Saturasi O2 : 99%
Penatalaksanaan Anestesi :
- Mulai anestesi : 09.30 WIB
- Mulai operasi : 09.50 WIB
- Premedikasi dengan :
1. Ondansetron 4 mg
2. Ranitidine 50 mg
- Jenis anesthesi : Spinal Anestesi ; L3 / L4, jarum spinal G-26
- Anetesi dengan : Decain Spinal 0,5 %, 2,5 cc
1. Medikasi :
3. Efedrin 5 mg + 10 mg + 10 mg + 10 mg
4. Methergin 0,2 mg + 0,2 mg
5. Dexamethasone 5 mg
6. Carbazchrome 50 mg
7. Asam Tranexamat 1000 mg
2. Pemberian Cairan Darah :
Tangan Kiri :
1. Widahes 500 cc
2. Ringer Laktat 500 cc (chrome 50 mg +
oxytocin 20 IU + methergin 0,2 mg)
3. Ringer Laktat 500 cc
Tangan Kanan :
1. Ringer Laktat 500 cc
2. Widahes 500 cc
3. NaCl 500 cc
4. NaCl 500 cc
Laporan Kasus Syok Hipovolemik 6
- Selesai operasi : 11.50 WIB
Komplikasi Selama Operasi/ Anastesi : Atonia Uteri. Tindakan : Histerektomi
Lama Anastesi :
- Jumlah Perdarahan : ± 500 cc + ± 800 cc (perdarahan post SC)
- Pengeluaran Cairan : 500 cc/ 2 jam
- Kebutuhan cairan :
maintenance:
BB = 70 kg
10 kg I : 10 x 4 cc/kgBB/jam :
40cc/jam
10 kg II : 10 x 2 cc/kgBB/jam : 20
cc/jam
Sisanya: 50 x 1 cc/kgBB/jam : 50
cc/jam
Total : 110
cc/jam
Laporan Kasus Syok Hipovolemik 7
Durante operasi
Puasa : 8 jam x maintenance
: 8 jam x 110 cc/jam
: 880 cc
Stress operasi : Operasi sedang
: 6 cc/kg BB/jam
: 6 cc x 70/jam
: 420 cc/jam
Pemberian cairan
Jam I : ½ puasa + maintenance + stress operasi
: (½.880) + 110 cc/jam + 420 cc/jam
: 440 cc + 110 cc/jam + 420 cc/jam
: 970 cc
Jam II : 1/4 puasa + maintenance + stress operasi
: (1/4.880) + 110 cc/jam + 420 cc/jam
: 220 cc + 110 cc/jam + 420 cc/jam
: 750 cc
Perdarahan : 1300 cc
Urin output : 500 cc
Jadi total kebutuhan cairan : Jam I + Jam II + perdarahan + urin output
: 970 cc + 750 cc + 1300 cc + 500
: 3520 cc
Jumlah cairan yang diberikan : Widahes = 500 ml
Widahes = 500 ml
RL = 500 ml
RL = 500 ml
RL = 500 ml
NaCl = 500 ml
NaCl = 500 ml
Total 3700 ml
Laporan Kasus Syok Hipovolemik 8
Jadi sisa cairan : 3700 ml – 3520 ml
: + 180 ml
EBV = 70 ml/kgBB x 70 kg = 4900 ml
ABL = 20% dari EBV
=
20100 x 4900 ml= 980 ml
Pasca Sectio Caesarea :
1. Keadaan Bayi : Lahir bayi perempuan jam 09.53 WIB dan menangis
2. BB : 4060 TB : 53 cm
3. APGAR : 1 menit : 5
5 menit : 7
Keadaan Penderita Pasca Bedah :
Keadaan umum : Compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg Nadi : 100x/menitRespirasi :
20x/menit
Suhu : Afebris SpO2 : 98 %
Instruksi Pasca Bedah :
1. Kontrol TNR tiap 15 menit selama 6 jam
2. Tidak puasa
3. O2 2 – 3 liter per menit dengan nasal kanul
4. Imobilisasi 10 jam post op, posisi kepala ditinggikan 30º
5. Infus + analgetik drip 24 tpm (RL 500 cc + Ketorolac 60 mg +
Pethidin 100 mg)
6. Analgetik bolus diulang tiap 8 jam post op (Ketorolac 60 mg)
Laporan Kasus Syok Hipovolemik 9
7. Cek lab 1 (Hb, Ht, Leukosit, trombosit) + GDS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Perdarahan Post Partum
Adalah perdarahan yang melewati 500 ml setelah bayi dan plasenta lahir yang
terjadi dalam kurun waktu 24 jam setelah kelahiran. Ada beberapa studi yang
menyatakan perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebihi 500 – 600 ml
setelah kelahiran melalui vagina dan perdarahan sekitar 1000 ml setelah lahir operasi
sectio caesarea.
Perdarahan post partum terbagi dua, yaitu :
Laporan Kasus Syok Hipovolemik 10
1. Perdarahan post partum primer, ialah perdarahan yang terjadi selama 24 jam
pertama setelah kelahiran.
2. Perdarahan post partum sekunder, ialah perdarahan yang terjadi antara 24 jam
sampai 4 minggu setelah kelahiran.
Dengan ditandai gejala klinik keadaan lemah sampai penurunan kesadaran,
takikardi, keringat dingin dan menggigil, takipnea, hipotensi dan disertai Hb
< 8gr/dl. Perdarahan post partum dapat disebabkan oleh atoni uteri, robekan
jalan lahir, retensio plasenta, inversio uteri atau karena pentakit darah atau
gangguan pembekuan. Pada laporan kasus ini perdarahan post partum karena
atonia uteri.
Atonia Uteri
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan post partum dini
(50%) dan merupakan alasan paling sering untuk dilakukan histerektomi post partum.
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perderahan setelah
melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan post partum
secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut – serabut miometrium yang
mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta.
Atonia uteri terjadi apabila serabut – serabut miometrium tidak berkontaraksi.
Penyebab atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan
faktor predisposisi seperti :
a. Overdistension uterus, seperti gemili makrosomia, polihidramion atau paritas
tinggi.
b. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua
c. Multipara dengan jarak kelahiran pendek
d. Partus lama/ partus terlantar
e. Malnutrisi
f. Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta
Gambaran klinis pada atonia uteri terlihat adanya uterus tidak berkontraksi dan
lunak, terjadi perdarahan segera setelah plasenta dan janin lahir.
Pencegahan Atonia Uteri
Laporan Kasus Syok Hipovolemik 11
1. Kompresi uterus bimanual
Kompresi bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10 –
15 menit, biasanya hal ini sangat berguna untuk mengontrol bahaya sementara
dan sering menghentikan perdarahan sementara secara sempurna. Bila
kontraksi uterus masih tidak baik atau tidak ada, dapat diberikan dengan obat
uterotonika.
2. Obat – obatan uterotonika
Atonia uteri dapat dicegah dengan menejemen aktif kala III, yaitu
pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir (oksitosin injeksi 5 – 10 IU IM
atau 10 – 20 IU IV drip dalam larutan kristaloid NaCl 0,9 % atau Ringer
Laktat). Pemberian oksitosin rutin pada kal III dapat mengurangi resiko
perdarahan post partum lebih dari 40 % dan juga dapat mengurangi kebutuhan
obat tersebut sebagai terapi.
Menejemen aktif kala III dapat mengurangi perdarahan dalam persalinan,
anemia dan kebutuhan transfusi darah. Oksitosin mempunyai onset yang cepat dan
tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti preparat
ergometrin. Masa paruh oksitosin lebih cepat dari Ergometrin yaitu 5 – 15 menit.
Prostaglandin (misoprostol dan carboprost) akhir – akhir ini digunakan sebagai
pencegahan perdarahan post partum.
Oksitosin
Oksitosin merupakan obat pilihan utama untuk kasus pada perdarahan post
partum. Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior
hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring
dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis
rendah oksitosin meningkatkan kontraksi dan meningkatkan frekuensi terapi, pada
dosis tinggi menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara Im atau IV 5 – 10
IU, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan larutan Normal Saline atau
Ringer Laktat 10 – 20 IU, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU
intramiometrikal. Efek samping pemberian oksitosin adalah hipotensi akibat dari efek
Laporan Kasus Syok Hipovolemik 12
vasodilatsi, sedikit ditemukan dapat disertai mual dan muntah, efek yang lain
intoksikasi cairan jantung ditemukan.
Prostaglandin (Carboprost dan Misoprosil)
Carboprost merupakan sinetik analog 15 metilprostaglandin F2 alfa. Dapat
intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, IV, IM dan rectal. Permberian secara IM
atau IMM 0,25 mg yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg.
Pemberian secara rectal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan post partum (5
tablet 200ug = 1g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tapi dapat
menimbulkan efek samping seperti mual, muntah, diare, sakit kepala, hipertensi dan
bronkospasme, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak
dianjurkan pada penderita kelainan kardiovascular, pulmonal dan gangguan hepatic.
Misoprostol merupakan sintetik prostaglandin E1, pemberian secara rectal 400
– 1000 mcg. Obat ini bekerja pada termoregulator sentral sehingga menyebabkan
muka kemerahan, berkeringat dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal
temperatur.
Metilergonovin Maleat
Merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan tetani uteri
selama 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM 0,2 – 0,5 mg, dapat diulang
setiap 5 menit sampai dosis maksimal 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada
mimetrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg. Obat ini dikenal dapat
menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, selain itu bisa menyebabkan mual
dan muntah. Obat ini tidak dianjurkan diberikan pada penderita hipertensi.
Pada pasien ini telah dilakukan penilaian oleh bagian obstetri ginekologi
didapatkan perdarahan jalan lahir yang aktif, telah dilakukan kompresi bimanual
sebelumnya dan diberikan obat – obatan uteritonika tapi tidak berespon, sehingga
diputuskan untuk dilakukan Histerektomi.
Penilaian awal pada kasus dengan perdarahan obstetri ginekologi tergantung
pada penyebabnya, tetapi secara umum dapat kita perhatikan :
1. Riwayat medis dan riwayat obstetri dan pemeriksaan fisik pasien untuk
mencari sumber dan penyebab perdarahan.
2. Pastikan tidak adanya retensi produk dari konsepsi atau laserasi traktus genital
3. Estimasi darah yang hilang (estimasi blood loss)
Laporan Kasus Syok Hipovolemik 13
4. Nilai status hemodinamik pasien dan penangan resusitasi
Syok
Syok merupakan suatu keadaan mengancam nyawa dengan banyak penyebab
yang mendasarinya. Syok ditandai dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat, yang
bila tidak ditangani akan menyebabkan kematian sel. Tekanan darah sistemik tidak
adekuat untuk menghantarkan oksigen dan zat gizi yang diperlukan organ vital dan
mempertahankan fungsi selular.
Klasifikasi Syok
Hipovolemik Kardiogenik
Hemoragik Myopathic (mis : iskemik)
Non Hemoragik Mechanical (mis : valvular)
Aritmic
Distributif Obstruktif
Septik Emboli Paru Masif
Krisis Adrenal Tension Pneumotorak
Neurogenik (spinal syok) Temponade Jantung
Anafilaktik Perikarditis Konstriktif
Klasifikasi shock hemoragik/ obstetri hemoragik
Tanda dan Pemeriksaan Klinis
Stadium 1 Stadium 2 Stadium 3 Stadium 4
Kehilangan Darah
(%)(ml)
< 15 %
< 750 ml
15-30 %
750-1500 ml
30-40 %
1500-2000 ml
> 40 %
> 2000 ml
Kesadaran Sedikit Cemas Cemas Sangat Cemas Letargi
Nadi < 100 x/menit 100-120
x/menit
120-140
x/menit
> 140 x/menit
Frekuensi Nafas 14-20 x/menit 20-30 x/menit 30-40 x/menit > 40 x/menit
Laporan Kasus Syok Hipovolemik 14
Refiling Kapiler Lambat Lambat Lambat Lambat
Tekanan Sistolik Normal Normal Turun Turun
Nadi Normal Turun Turun Turun
Produksi Urin > 30 ml/jam 20-30 ml/jam 5-15 ml/jam Sangat Sedikit
Treatment Kristaloid Kristalod Kristaloid, evaluasi kembali
kehilangan darah : kristaloid 1:3
atau pemberian koloid
Pada pasien ini telah terjadi syok hipovolemik yang diakibatkan adanya
perdarahan, dengan melihat klasifikasi diatas pasien ini termasuk Stadium II, dimana
telah mendapatkan resusitasi cairan. Pasien yang mengalami perdarahan yang besar
dan dapat diberikan cairan kristaloid.
Prinsip umum penatalaksanaan syok adalah mengembalikan stabilitas
hemodinamik sambil mengatasi penyebabnya. Selain menggantikan cairan untuk
mengisi volume intravaskular dan bila ada indikasi digunakan obat – obatan vasoaktif
untuk memperbaiki vasomotor dan meningkatkan kerja jantung. Tujuan akhir
menejemen syok adalah untuk meningkatkan hantaran oksigen ke jaringan untuk
mencegah kerusakan sel dan organ. Terapi yang efektif adalah dengan mengatasi
penyebabnya dan menjaga agar perfusi adekuat, monitoring dan terapi suportif yang
menyeluruh. Perfusi yang adekuat berarti tekanan darah yang adekuat, meningkayan
cardiac output, meningkatkan oxygen content dalam darah.
Dalam perkembangannya target terakhir dari resusitasi cairan adalah
keseimbangan antara suplai oksigen (DO2) dan kebutuhan oksigen (VO2), parameter
yang digunakan terfokus pada penilaian sirkulasi mikro (microsirculation) sebagai
goal dari terapi cairan.
1. Oxygen Delivery (DO2)
Sel memerlukan oksigen untuk metabolisme aerob agar dapat
mempertahankan fungsi sel secara normal. Kegagalan menyediakan suplai
oksigen yang cukup bagi jaringan akan menyebabkan kegagalan organ seperti
pada pasien syok yang tidak diresusitasi dengan baik. Oxygen delivery
merupakan proses transport oksigen atmosfer ke sel suatu organ dan terdiri
dari 3 cara, yaitu :
Laporan Kasus Syok Hipovolemik 15
a. Konveksi, masuknya udara luar kedalam paru – paru dan
hantaran oksigen dari jantung ke target organ.
b. Difusi, masuknya oksigen dari aveolar kedalam darah dan
keluarnya oksigen dari darah ke jaringan.
c. Reaksi kimia, terikatnya oksigen dengan hemoglobin.
Jumlah oksigen yang ditransport ke jaringan secara global dapat dihitung
dengan rumus Fick :
DO2 (ml/min) : 10 x CO (L/min) x CaO2
Keterangan :
CaO2 : kandungan oksigen di darah arteri (1,34 x Hb x saO2 + 0,003 x PaO2)
(1,34 adalah jumlah oksigen yang dapat diikat oleh 1 gram hemoglobin)
CO : haterate x stroke volume/ isi sekuncup)
Menurut Fick untuk meningkatkan oxygen delivery ke jaringan paling
efisien dengan meningkatkan konsentrasu Hb dan curah jantung.
Meningkatkan kadar HB dapat melalui perfusi sel darah merah, curah jantung
dapat ditingkatkan denga pemberian inotropik dan vasoaktif.
2. Oxygen Consumption dan Oxygen Estraction Ratio
Global Oxygen Consumption (VO2) adalah jumlah total oksigen yang
dipakai jariangan setiap menit. Ada dua cara untuk menghitung VO2 yaitu
pengukuran langsung dengan analisa gas darah dari grafik metabolisme dan
pengukuran tidak langsung dengan menggunakan turunan persamaan Fick,
yaitu :
VO2 (ml/min) : 10 x CO (ml/min) x (CaO2 – CvO2)
Keterangan :
CvO2 : kandungan oksigen darah mixed venous (1,34 x Hb x SvO2 + 0,003 x
PvO2)
PvO2 : tekanan partial oksigen mixed venous
Oxygen ectraction ratio adalah perbandingan oxygen consumption
terhadap oxygen delivery (O2ER), yaitu :
Laporan Kasus Syok Hipovolemik 16
O2 ER = VO2 / DO2
Hubungan antara DO2 dan VO2 merupakan hubungan bifasik. Pada
keadaan terjadi penurunan DO2 contoh pada perdarahan atau hipoksia, VO2
tetap dipertahankan dalam nilai normal. Pada fase ini O2 ER meningkat untuk
memenuhi kebutuhan oksigen.
3. Mixed Venous Oxygen Saturation
Mixed venous oxygen saturation merupakan salah satu penanda klinis
dari penggunaan oksigen secara sistemik dan pengukurannya merupakan
bagian rutin dari monitoring pasien kritis. Penurunan pada variable ini
menunjukan adanya oxygen delivery yang menurun atau peningkatan
penggunaan oksigen sehingga meningkatkan ekstraksi oksigen. Mixed venous
menggambarkan jumlah oksigen yang tidak diambil oleh jaringan dan
kembali ke jantung. Mixed venous merupakan faktor penting dalam
menentukan hemodinamik yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Chestnut. David H. Obstetric Anesthesia “Principles and Practice”. Third
edition, chapter 37. 668 – 671
2. Morgan GE, Mikahail MS, Murry MJ. Obstetric Anesthesia. In: Morgan GE,
Mikahail MS, Murry MJ,ed. Clinical Anesthesianology. New York: McGraw
Hill, Inc. 2006; 2006, chapter 43, 912 – 913.
3. Clyburn Paul, Collis Rechael, Harries Sarah. Obstetric Anesthesia for
Developing Countries. OAL. 2010, chapter 17, 137 – 146.
4. Alman G Keith, McIndoe Adrew K, Wilson Iain H. Emergencines in
Anesthesia. Second edition, 2009, chapter 5, 152 – 154.
Laporan Kasus Syok Hipovolemik 17
5. Horlocker T, Wedel D. Dalam: Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK, editor.
Clinical Anesthesia. Sixth edition. Philadelphia: Lippicot Willian & Wilkins
2009, chapter 36, 544.
6. Braveman Ferne R, Hines Roberta L. Obstetric and Gynecologic Anesthesia,
series edition, chapter 8, 84 – 85.
7. Harijanto Eddy, Panduan tatalaksana terapi cairan perioperatif. IDSAL 2009,
Bab 5, hal 62 – 68.
8. Rudra Amitava, Chatecejec. M.E.J Anesthesia, menegement of obstetric
hemorrhage. 2010. 449 – 507.
Laporan Kasus Syok Hipovolemik 18
Recommended