37
JURNAL KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MENENTUKAN NPOP BPHTB ATAS JUAL BELI Oleh : ZIDNI ILMA WISUDAWAN, SH. 126010200111078 PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 1

Jurnal zidni

Embed Size (px)

Citation preview

JURNAL

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MENENTUKAN NPOP

BPHTB ATAS JUAL BELI

Oleh :

ZIDNI ILMA WISUDAWAN, SH.

126010200111078

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

1

2

2014

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MENENTUKAN NPOP

BPHTB ATAS JUAL BELI

Zidni Ilma Wisudawan1, Sudarsono2, Lutfi Efendi3

Program Studi Magister Kenotariatan

Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

Jl. M.T. Haryono 169 Malang 65145, Telp (0341) 553898

Fax (0341) 566505

Email: [email protected]

Abstrak

Nilai Perolehan Objek Pajak Bea Perolehan HakAtas Tanah dan Bangunan (NPOP BPHTB) atas Jual Belidiatur dalam Pasal 100 Peraturan Daerah (Perda) Nomor08 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah yang menyebutkanadalah berdasar harga transaksi yaitu kesepakatan parapihak atau Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) mana yanglebih tinggi sedangkan NJOP adalah harga Rata-ratatransaksi wajar, akan tetapi di pasal 16 PeraturanBupati (Perbup) Nomor 32 tahun 2013 Kabupaten MalangNOP BPHTB atas jual beli ditentukan dari hasilPemeriksaan, hal ini terdapat benturan norma sehinggaterdapat masalah mengapa terjadi penentuan NPOP BPHTBatas jual beli diluar Peraturan daerah dan apa dasarhukumnya,serta apa implikasi dari penentuan diluarperaturan daerah tersebut. Metode penelitian digunakanyuridis normatif dengan pendekatan undang-

1 Mahasiswa,Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang.

2 Pembimbing Utama, Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang.3 Pembimbing Kedua, Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang.

3

undang,terhadap bahan hukum dideskripsikan dandianalisa serta dikaji.Berdasar hasil penelitianpenentuan tersebut disebabkan karena untukmeminimalisir Ketidakpatuhan wajib pajak, penentuanberdasar perbup adalah kewenangan delegatif akan tetapiterdapat penyalahgunaan dalam kewenanganya yangmenyebabkan benturan norma sehingga digunakan asas Lexsuperior derogate lex inferior .Implikasi atas penentuantersebut menyebabkan tidak adanya kepastian hukum yangmenimbulkan sengketa pajak sehingga wajib pajak harusmendapatkan perlindungan hukum dalam hal ini adalahperlindungan represif dan prefentif.Kata kunci: Penentuan NPOP BPHTB, Kewenangan Kepala

Daerah.

Abstract

Deciding the value of tax objects achievement orthe inherited-right of land and building or it is well-known as NPOP BPHTB over the trade and Purchase underArticle 100 Regulation (Regulation ) No. 08 of 2011 onLocal Taxes stating that the transaction price based onagreement of the Parties or taxable value (NJOP),whichever is higher which is NJOP average transactionprice is reasonable, but in article 16 of theRegulation Regent ( declaring ) No. 32 of 2013 Malangdetermined from the results of examination , it isthere is a conflict of norm that there is a problem whythe determination Regulation outside the area and whatlegal basis , and what the implications of thedetermination beyond the local regulations . Methods

4

used normative legal approach, against the law materialis described and analyzed as well as the determinationand inspect. Based research results due to non-compliance minimize taxpayer , the determination isbased declaring discretionary authority but are overrunin an arbitrary area involving norms that used theprinciple of lex superior derogate Lexinferior .Implication Determination causes lack oflegal certainty in the community and should receivelegal protection in this case is repressive andpreventive protection.

Keywords : Deciding NPOP BPHTB, Head of the Regional

Authority

5

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MENENTUKAN NPOP

BPHTB ATAS JUAL BELI

A. PENDAHULUAN

Dalam hal pajak terutama berkaitan tentang

tanah, pemerintah Indonesia telah mengupayakan

beberapa kali perubahan dibidang pajak atau

reformasi hukum tentang pajak yaitu salah satu

hasilnya adalah lahirya Undang-undang Nomor 28

Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

yang selanjutnya disebut UU PDRD. Sehubungan dengan

adanya reformasi sejak 1998 dan diikuti oleh otonomi

daerah baik di tingkat provinsi maupun di tingkat

kabupaten /kota, banyak dilakukan perubahan yang

dialami di negeri ini, salah satunya adalah hukum

pajak, diantaranya BPHTB yang tadinya pajak

pusat,sejak berlakunya UU PDRD menjadi pajak

daerah.4

Berdasarkan Undang-undang PDRD tersebut daerah

mempunyai kewenangan penuh atas pemungutan hasil

dari BPHTB, oleh karena itu masing-masing daerah

dituntut untuk membuat peraturan daerah yang sudah

disesuaikan dengan keadaan masyarakat dan

perkembangannya masing-masing daerah tersebut. Salah

4 Budi Santosa Salam Jogjakarta Istimewa, yang di terbitkan olehkompasiana.com tanggal 23 mei 2012

6

satu daerah yang telah membuat peraturan daerah yang

mengatur tentang BPHTB adalah Kabupaten Malang,

yaitu tertuang dalam peraturan daerah Nomor 08 tahun

2010 tentang pajak daerah selanjutnya disebut Perda

Pajak Daerah Kab. Malang dan Peraturan Bupati Malang

Nomor 32 tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan

BPHTB selanjutnya disebut Perbup BPHTB Kab. Malang.

Perda Pajak Daerah Kab. Malang tersebut sudah

jelas mengatur perolehan hak yang terkena kewajiban

pembayaran BPHTB yaitu tertuang dalam pasal 98 Perda

Pajak Daerah Kab. Malang yaitu :

1) Yang terkena objek BPHTB yaitu perolehan hak atas

tanah dan/atau perolehan bangunan.

2) Perolehan hak atas tanah dan/atau perolehan

bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

salah satunya meliputi pemindahan hak karena jual

beli;

Berkaitan dengan dasar jumlah pengenaan pajak,

dalam Perda tersebut yaitu pasal 100 juga

disebutkan

1) Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah

dan Bangunan adalah Nilai Perolehan Objek Pajak

atau selanjutnya disebut NPOP.

2) NPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam

hal jual beli adalah harga transaksi; Dalam

pasal 100 (3) juga menyebutkan Apabila dalam hal

7

terdapat NPOP yang mana dimaksud pada ayat (2)

point a sampai dengan poin n tidak pernah

diketahui atau lebih rendah dari NJOP jadi untuk

itu yang digunakan pengenaan Pajak Bumi dan

Bangunan pada saat tahun terjadinya perolehan,

dasar dari pengenaan yang dipakai ialah NJOP

Pajak Bumi dan Bangunan” .5

Selanjutnya dalam Perda Pajak daerah Kab.

Malang tersebut juga mengatur tentang Nilai

Perolehan Objek Pajak tidak kena pajak yang

selanjutnya di sebut NPOPTKP adalah Rp.60.000.000

sesuai dengan bunyi pasal 100 (7) perda daerah kab.

Malang. Kemudian Dalam pasal Pasal 101 juga

menyebutkan Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan ditetapkan sebesar 5% (lima persen).

Jadi dapat di simpulkan rumus pengenaan

pajaknya adalah harga transaksi/NJOP(mana yag lebih

tinggi) -Rp.60.000.000 x 5%. Berkaitan dengan hal

tersebut dalam pasal 105 perda tersebut juga

mengatur tentang pemungutan dan penetapan pajak

yaitu dipungut dengan sistem self assesment,6 yaitu

wajib pajak yang menghitung dan menentukan pajaknya

sendiri berapa pajak terutang mereka sesuai rumus

dan rule yang berlaku.5 . Perda Pajak Daerah Kab. Malang.

6 . Self Assessment adalah suatu sistem pemungutan pajakyang wajib pajak menghitung , menentukan dan membayarkan sendiriberapa pajak terutangnya.

8

Akan tetapi diperaturan lain yang tertuang dalam

Peraturan Bupati Malang Nomor 32 tahun 2013 tentang

Tata Cara Pelaksanaan BPHTB Pasal 9 menyebutkan :

1) SSPD BPHTB yang diajukan wajib pajak wajib

dilakukan penelitian oleh fungsi penelitian.

2) Fungsi pelayanan menyerahkan SSPD BPHTB lembar 1,

4,5,dan 6 beserta dokumen pendukungnya ke fungsi

Penelitian dalam hal pembayaran dilakukan melalui

Bank.

3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Meliputi :

a) Kebenaran Informasi yang tercantum dalam

SSPD BPHTB; dan .

b) Kelengkapan dokumen pendukung SSPD BPHTB 4)

Pelaksanaan Penelitian sebagaimana dimaksud

ayat ( 1 ) dapat dilanjutkan Penelitian

Lapangan.

Dalam pasal 16 Perbup BPHTB Kab. Malang juga

disebutkan :

1) Dalam Jangka waktu 5 (Lima) Tahun sesudah

terutangnya pajak, Bupati dapat menerbitkan

SKPDKB.

2) SKPDKB diterbitkan apabila berdasarkan hasil

pemeriksaan atau keterangan lain, NPOP yang

dibandingkan Nilai Perolehan Hasil

Pemeriksaan atau Keterangan Lain.

9

Hal tersebut diatas adalah adanya benturan norma

dan terdapat kerancuan batasan kewenangan kewenangan

Kepala Daerah dalam menentukan NPOP BPHTB diluar

Pasal 100, Karena dalam Pasal 100 sudah jelas NPOP

adalah dari harga transaksi/ NJOP (mana yang lebih

tinggi). Harga transaksi adalah market demand yang

dipengaruhi permintaan dan penawaran. Akan Tetapi di

pasal 16 Perbub SKPDKB dapat diterbitkan jika NPOP

yang dilaporkan lebih kecil dari NPOP berdasarkan

pemeriksaan lapangan.

Jadi hal demikian jelas adanya ketidak

singkronan antara pasal yang satu dengan pasal yang

lain sehingga tentunya menimbulkan banyak perbedaan

persepsi dan kebingungan. Sehingga dalam penelitian

terdapat isu hukum yaitu : Mengapa terjadi penentuan

NPOP BPHTB diluar Pasal 100 Perda Pajak Daerah, di

Kabupaten Malang?apa dasar hukumnya? Apa implikasi

hukum dari penentuan NPOP BPHTB dalam jual beli

diluar Pasal 100 Perda Pajak Daerah di Kabupaten

Malang?

Tujuan Penelitian Jurnal ini adalah untuk

menjawab, mendeskripsikan dan menganalisa serta

mengkaji kewenangan Kepala Daerah dalam menentukan

NPOP BPHTB atas jual beli beserta implikasi hukum

atas penentuan tersebut serta mencari serta

merumuskan peraturan hukum yang dapat memberikan

kepastian hukum dalam masyarakat.

10

B. METODE PENELITIAN

Metode dan jenis penelitian yang digunakan

penulis dalam jurnal ini adalah sebagai penelitian

hukum normatif (normative legal research), yaitu

penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji

peraturan perundang-undangan yang berlaku atau

ditetapkan pada suatu permasalahaan hukum tertentu.

Sedangkan beberapa pendekatan yang ditunjukkan untuk

mendapat informasi dari berbagai aspek isu hukum

dalam penelitian ini, yaitu pendekatan undang-undang

(statute approach), pendekatan ini dilakukan dengan cara

menelaah peraturan perundang-undangan yang dengan

isu hukum dalam penelitian ini. Selain pendekatan

tersebut penulis juga menggunakan penelitian

konseptual (conceptual approach).

Bahan hukum yang digunakan sebagai sumber

penelitian hukum yang bermanfaat untuk memecahakan

isu hukum yang diteliti, yaitu sebagai berikut yaitu

Pertama bahan hukum primer yang memeliki otoritas di

dalam penelitian normative, yang terdiri atas

peraturan perundang-undangan, bahan hukum primer

yang digunakan oleh penulis adalah UU PDRD dan

Perda. Nomor 08 tahun 2011 tentang pajak daerah Kab.

Malang ,Perbup Malang Nomor 32 Tahun 2013 tentang

Pelaksanaan BPHTB serta Peraturan Pemerintah Nomor

24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Kedua adalah

11

bahan hukum sekunder yang digunakan oleh penulis di

dalam penelitian ini adalah bahan hukum yang berupa

buku-buku teks serta jurnal-jurnal yang memuat asas-

asas dan prinsip-prinsip dasar hukum yang

dikemukakan oleh para ahli dan yang ketiga bahan non

hukum adalah bahan yang digunakan untuk membantu

memecahkan permasalahan/isu hukum yang diangkat oleh

penulis.bahan non hukum dalam penelitian ini dapat

berupa keterangan atau kesaksian tertulis dari

Notaris-Pejabat Pembuat Akta Tanah serta wajib

pajak.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Penentuan NPOP BPHTB atas Jual Beli Menurut Pasal

100 Perda Pajak Daerah.

Dalam Perda pajak daerah Kab. Malang

diatur tentang dasar pengenaan, tarif dan cara

perhitungan pajak :

Pasal 100 Perda. Pajak daerah Kab. Malang jo pasal

87 UU PDRD.

1. Dasar pengenaan BPHTB adalah NPOP.2. NPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam

hal: jual beli adalah harga transaksi7;3. Jika NPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

huruf a sampai dengan huruf n tidak diketahuiatau lebih rendah daripada NJOP8 yang digunakan

7 Menurut penjelasan Pasal 100 ( 1) a, harga transaksi adalahharga yang disepakati para pihak. Jual beli adalah harga transaksijuga tertuang dalam pasal 87 UU PDRD.

8 NJOP diatur dalam Pasal 1 ( 56 ) Perda Pajak Daerah ,yaitu Nilai Jual Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat NJOP,adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli

12

dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan padatahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan yangdipakai adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan.

Berkaitan dengan system pemungutan sesuai pasal

103 Perda Pajak Daerah No. 08 tahun 2011 Kab Malang

system pemungutan adalah Self Assesment yaitu Sistem Self-

assessment merupakan sistem pemungutan pajak yang

memberikan kepercayaan kepada wajib pajak (WP) untuk

menghitung/memperhitungkan, membayar, dan melaporkan

sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang

berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Dengan demikian, menguji kepatuhan wajib pajak, maka

memang diadakan pemeriksaan sebagaimana amanah

undang-undang dalam kaitanya dengan system self

assessment. Dalam hal ini tentulah harus disebutkan

dengan jelas bagaimana pemeriksaan dilakukan dan

batasan untuk apa atau tujuan dari pemeriksaan agar

terhindar dari tindakan sewenang-wenang aparatur

negara dalam hal pemungutan pajak maka dari itu

keluarlah Surat Edaran Bersama surat edaran bersama menteri

keuangan, menteri dalam negeri dan kepala badan pertanahan

nasional nomor : se-12/mk.07/2014 dalam point E disebutkan :

Berdasarkan ketentuan Pasal 101 ayat(4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009tersebut, Kepala Daerah atau Pejabat yangditunjuk dapat melakukan penelitian/verifikasiatas bukti pembayaran BPHTB, dengan tujuan:

yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksijual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objeklain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.

13

a. Mencocokkan NOP yang dicantumkandalam SSPD BPHTB dengan NOP yangtercantum dalam fotokopi SPPT ataubukti pembayaran PBB lainnya.

b. Mencocokkan NJOP bumi per meterpersegi yang dicantumkan dalam SSPDBPHTB dengan NJOP bumi per meterpersegi pada basis data PBB.

c. Mencocokkan NJOP Bangunan per meterpersegi yang dicantumkan dalam SSPDBPHTB dengan NJOP bangunan per meterpersegi pada basis data PBB.

d. Meneliti kebenaran penghitungan BPHTBterutang yang meliputi dasarpengenaan (NPOP/NJOP), NPOPTKP,tarif, pengenaan atas objek tertentu,BPHTB terutang/yang harus dibayar.

e. Meneliti kebenaran penghitungan BPHTByang disetor, termasuk besarnyapengurangan yang dihitung sendiri.

Sejalan dengan kewenangan kepala daerah dalam

menentukan NPOP BPHTB yaitu ditentukan dengan

pemeriksaan yang diatur dalm perbup BPHTB yaitu

dengan maksud untuk meminimalisir kecurangan wajib

pajak dan menguji kepatuhan pembayaran pajak, maka

dikeluarkanlah peraturan pelaksanaan pemungutan

BPHTB dengan menentukan NPOP BPHTB atas jual beli

diluar pasal 100 Perda. Pajak Daerah Kab. Malang

yakni diatur dalam Peraturan Bupati Malang Nomor

32 tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan BPHTB

Pasal 9 menyebutkan :

14

1) SSPD BPHTB yang diajukan wajib pajak wajibdilakukan penelitian oleh fungsi penelitian.

2) Fungsi pelayanan menyerahkan SSPD BPHTBlembar 1, 4,5,dan 6 beserta dokumenpendukungnya ke fungsi Penelitian dalam halpembayaran dilakukan melalui Bank.

3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)Meliputi :a. Kebenaran Informasi yang tercantum dalam

SSPD BPHTB; danb. Kelengkapan dokumen pendukung SSPD BPHTB

4) Pelaksanaan Penelitian sebagaimana dimaksudayat ( 1 ) dapat dilanjutkan PenelitianLapangan.Dalam pasal 16 Perbup BPHTB Kab. Malang Jugadisebutkan :

1) Dalam Jangka waktu 5 (Lima) Tahun sesudahterutangnya pajak, Bupati dapat menerbitkanSKPDKB.

2) SKPDKB diterbitkan apabila berdasarkan hasilpemeriksaan atau keterangan lain, NPOP yangdilaporkan Lebih Kecil dibandingkan NilaiPerolehan Hasil Pemeriksaan atau KeteranganLain.

Ketentuan penentuan NPOP BPHTB atas jual beli

diluar Pasal 100 dan mengacu Perbup. BPHTB yang

menentukan NPOP adalah ditentukan dari pemeriksaan

tentu jelas menimbulkan konflik dan kerancuan norma

sehingga terjadi problema dalam masyarakat, karena

disatu sisi pasal 100 perda pajak daerah sudah jelas

menyebutkan NPOP BPHTB atas jual beli adalah harga

transaksi yang disepakati para pihak atau

berdasarkan NJOP sebagai acuan harga wajar, akan

15

tetapi di pasal perbup. BPHTB ditentukan bahwa jika

berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain,

NPOP yang dilaporkan lebih kecil dibandingkan nilai

perolehan hasil pemeriksaan atau keterangan lain

maka dapat diterbitkan SKPDKB.

Ketidak patuhan wajib pajak adalah

disebabkan pertama yaitu bahwa jual beli adalah

termasuk ruang lingkup hukum perdata yang memberi

ruang kepada para pihak dengan bebas menentukan

harga sesuai kesepakatan yang berdasarkan Market

demand yang sangat dipengaruhi oleh hukum penawaran

dan permintaan,dan yang kedua adalah bahwa jika

harga transaksi adalah lebih rendah atau tidak

diketahui, maka NPOP adalah memakai NJOP yang mana

NJOP adalah harga rata-rata berdasar UU PDRD maupun

Perda Pajak Daerah tersebut yang ditentukan oleh

pemerintah.

NJOP sebagai harga transaksi wajar yang

ditentukan oleh pemerintah juga dikemukakan oleh

Luthfi Efendi, SH. M.Hum dalam bukunya Pokok-pokok

Hukum Pajak yaitu9 :9 Baca Luthfi effendi , Pokok-pokok Hukum pajak,bayumedia

publishing, 2010, hal.124.Permasalahannya bahwa NJOP khususnya Kabupaten Malang

pembaharuan / Update besaran NJOP sangat jauh tertinggal dariharga riil dilapangan,hal ini jelas juga dapat memberi peluangbahwa pelaporan BPHTB terutang didasarkan hanya sebatas NJOPkarena secara psikis, masyarakat cenderung memanfaatkan kelemahanUndang-undang guna mengurangi BPHTB terutang. Selain itu NJOPdalam Undang-undang adalah transaksi yang dilakukan secara Wajar,dan apabila NJOP tidak mencerminjak harga riil di lapangan, itu

16

Untuk menentukan NJOP PBB dapatdilakukan dengan penilaian yang salah satunyaadalah melalui metode pendekatan penilaiandata pasar ( Market data approach) yaitu NJOPdihitung dengan cara membandingkan objekpajak yang sejenis dengan objek pajak lainyang telah diketahui harga pasarnya.Selain pendekatan penilaian juga dapatdilakukan dengan cara penilaian yaitu salahsatunya penilaian massal ( massa aprasal) yangmempunyai 3 (tiga) point penting :a. NJOP bumi dihitung berdasarkan Nilai

Indikasi Rata-rata (NIR) yang terdapatsetiap Zona Nilai Tanah.

b. NJOP Bangunan dihitung berdasarkan daftarbiaya komponen bangunan (DBKB) dikurangienyusutan fisik.

c. Perhitungan penilaian massal dilakukandengan menggunakan program computer (Comuter Assisted Valuation).

Sejalan dengan itu menurut Mariot Pahala Siahaan

dalam bukunya Pajak Daerah dan Retribusi Daerah10

menyatakan bahwa:

“………….BPHTB sangat berkaitan denganPajak Bumi dan Bangunan Pedesaan danperkotaan yang selanjutnya disebut PBBdimana NJOP yang pada dasarnya merupakandasar pengenaan PBB, juga dijadikansebagai dasar dalam menentukan pengenaanBPHTB, hal ini wajar saja karena padadasarnya NJOP adalah mencerminkan nilai

adalah kesalahan pejabat atau instansi yang berwenang menetapkanNJOP. Karena Undang-undang secara tegas menyebutkan NJOP adalahNilai wajar dari objek tanah yang tertera dalam PBB tersebut danpenentuan NJOP adalah berdasar system office assessment.

10 . Marihot Pahala Siahaan, Pajak daerah dan retribusi daerah.,Marihot Pahala Siahaan. Penerbit, RajaGrafindo Persada, 2005 hal587

17

pasar dari objek pajak yangdiperoleh,11karena itu apabila wajib pajakberniat mengecilkan BPHTBterutang,terdapat mekanisme guna mengatasihal tersebut, yaitu digunakanya NJOPsebagai pembanding terhadap transaksi ataunilai pasar, selain itu jika nilai pasartidak diketahui, maka tidak ada halanganbagi wajib ajak untuk menghitung danmembayar bphtb yang terutang, kerna datamenggunakan NJOP yang tertera dalam PBBsebagaimana dasar pengenaan pajak. Pengenaan NJOP sebagaipembanding dalam hal transaksi atau nilaipasar tidak diketahui atau lebih rendahdaripada NJOP, hal ini sebagaimana saatBPHTB diatur dalam UU. Nomor 21 tahun 1997dan UU. Nomor 20 tahun 2000. Hal inididasari pemikiran bahwa NJOP merupakancerminan nilai pasar yang wajar. Selainitu NJOP PBB juga ditentukan setiap tahunsesuai dengan kondisi property pada saatterutang pajak. Sehingga nilai wajar objekpajak tersebut sudah ditentukan setiaptahun dan dengan mudah digunakan dalampemenuhan kewajiban BPHTB. karena padadasarnya tanah yang menjadi objek BPHTBadalah Tanah dan bangunan Yang menjadiobjek PBB, maka dengan menggunakan NJOPsebagai pembanding terhadap hargatransaksi atau nilai pasar, berarti yangdigunakan sebaga dasar pengenaan pajakadalah nilai pasar dari objek peralihanhak.

Penentuan NPOP BPHTB atas Jual Beli diluar Pasal

100 berdasakan pasal 16 Perbup BPHTB Kab. Malang,

jika hal ini ditinjau dari teori jenjang hukum yaitu

11lihat Pasal 1 (56) Perda Pajak daerah.

18

bahwa perlu dipahami dahulu hakikat dan makna

perundang-undangan:

Menurut Supardan Modeong ,12 …………: Gunamemahami dimensi-dimensi peraturan perundang-undangan perlu dikemukakan konsepsi danhakikat perturan perundang-undangan baikperaturan perundang-undangan tingkat pusatmaupun tingkat daerah. Peraturan Perundang-undangan daerah, pada hakikatnya meliputisemua peraturan yang dibuat oleh lembagapemerintahan yang ada baik dalam lingkunganprovinsi, kabupaten dan kota, maupun desa.Kewenangan pemerintah daerah untuk pembentukanperaturan daerah sendiri sudah sangat jelassecara atrubutif dicantumkan dalam Pasal 18ayat (6) UUD 1945 dan kedudukan peraturandaerahnya sendiri juga telah diatur di dalamUndang-Undang No.12 tahun 2011 tentangpembentukan peraturan perundang-undangan,sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undang.

Dalam sistem hukum Indonesia, jenis dan tata

urutan (hierarki) peraturan perundang-undangan telah

diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

yang dalam Pasal 7 menyebutkan………..:

(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:a. Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis PermusyawaratanRakyat;

12 Supardan Modeong, Teknik Perundang-undangan di Indonesia,cetakankedua Perca,Jakarta, 2004 Perundang-undangan.

19

c. Undang-Undang/Peraturan PemerintahPengganti Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah;e. Peraturan Presiden;f. Peraturan Daerah Provinsi;g. Peraturan Daerah kabupaten/Kota.

(2) Kekuatan Hukum Peraturan Perundang-undangan Sesuai Hirarki Sebagaimanadimaksud dalam ayat (1)

Pasal 8(1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat(1) mencakup peraturan yang ditetapkanoleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, DewanPerwakilan Rakyat, Dewan PerwakilanDaerah, Mahkamah Agung, MahkamahKonstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan,Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri,badan, lembaga, atau komisi yang setingkatyang dibentuk dengan Undang-Undang atauPemerintah atas perintah Undang-Undang,Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat DaerahKabupaten/Kota, Bupati/Walikota, KepalaDesa atau yang setingkat.

(2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diakuikeberadaannya dan mempunyai kekuatan hukummengikat sepanjang diperintahkan olehPeraturan Perundang-undangan yang lebihtinggi atau dibentuk berdasarkankewenangan.

Sesuai dengan kententuan Pasal 7 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 hanya mengakui 7

( tujuh) jenis dan hierarki peraturan perundang-

undangan, dan dalam ketentuan pasal 8 adanya

20

pengakuan terhadap jenis peraturan perundang-

undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum

mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk

berdasarkan kewenangan. Berdasarkan ketentuan ini

dapat diperoleh bahwa Peraturan Kepala

Daerah/Keputusan Kepala Daerah hanya diakui

keberadaan berdasarkan Pasal 8 (delapan) sepanjang

diperintahkan (delegasi), dan untuk Peraturan Kepala

Daerah/Keputusan Kepala Daerah ini juga diatur

dalam Pasal 146 ayat (1) Undang-Undang No.32 tahun

2004 tentang pemerintahan daerah, yaitu …………: “

Untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan

perundang- undangan, kepala daerah menetapkan

peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala

daerah. “

Dari pasal tersebut bisa kita lihat bahwa

Peraturan Kepala Daerah/Keputusan Kepala Daerah ini

baru ada bila ada delegasi dari peraturan daerah.

Sehingga Peraturan Kepala daerah/Keputusan Kepala

Daerah yang didelegasikan oleh peraturan daerah

kedudukannya adalah sebagai peraturan perundang-

undangan.

Dalam menjelaskan teori jenjang hukum,

sebagaimana dikutip dari Jimly Asshiddiqie & M. Ali

21

Safaat, dalam tulisanya Teori Hans Kelsen Tentang Hukum,

yang mengutip A. Hamid S. Attamimi……..:13

”Sebagaimana menjelaskan teori HansNawiasky tersebut, membandingkannya denganteori Hans Kelsen dan menerapkannya padastruktur dan tata hukum di Indonesia. Untukmenjelaskan hal tersebut, A. Hamid S. Attamimimenggambarkan perbandingan antara Hans Kelsendan Hans Nawiasky tersebut dalam bentukpiramida. Selanjutnya A. Hamid S. Attamimimenunjukkan struktur hierarki tata hukumIndonesia dengan menggunakan teori HansNawiasky. Berdasarkan teori tersebut, strukturtata hukum Indonesia adalah:

1. Staatsfundamentalnorm : Pancasila(Pembukaan UUD 1945);

2. Staatsgrundgesetz : Batang Tubuh UUD 1945,TAP MPR, dan Konvensi Ketatanegaraan;

3. Formell Gesetz : Undang-Undang;4. Verordnung & Autonome Satzung : secara

hierarkis mulai dari PeraturanPemerintah hingga Keputusan Bupati atauWalikota.

Peraturan Bupati yang salah satu Pasal yaitu

pasal 16 yang dalam hal ini adalah peraturan yang

lahir karena kewenangan secara delegasi dari

peraturan daerah, seyogyanya tidak boleh

bertentangan dengan Peraturan Daerah (lex Superior)

yang mana dalam hal ini berlaku asas Lex Superior

derogate lex inferior, yaitu peraturan yang lebih tinggi

mengesampingkan peraturan yang lebih rendah, maka

13 Baca Tulisan Jimly Asshiddiqie & M. Ali Safaat, teori HansKelsen tentang Hukum, yang diterbitkan sekertariat Jenderal dankepaniteraan mahkamah konstitusi RI yang diterbitkan Online.

22

dari itu berdasarkan asas tersebut, Pasal 16 Perbup

BPHTB dikesampingkan dan yang berlaku adalah pasal

100 Perda Pajak Daerah.

Perda pajak daerah dalam hal ini adalah

mengacu pada UU PDRD yang mana UU PDRD dalam

pejelasan teknis yang berbentuk surat surat edaran

bersama menteri keuangan, menteri dalam negeri dan

kepala badan pertanahan nasional nomor :

se-12/mk.07/201414

Jadi penentuan NPOP BPHTB atas Jual Beli

diluar pasal 100 yaitu dengan mengacu pada Perbup14 Meskipun Surat edaran bersama dalam hierarki perundang-

undangan Indonesia tidak masuk dalam tata urutan perundang-undangan sesuai undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentangpembentukan peraturan perundang-undangan , akan tetapikeabsahanya secara Yuridis, Filosofis dan Yuridis, maka dapatdisimpulkan sebagai berikut :a. Secara Yuridis pengaturan mengenai Surat Edaran Menteri

tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan manapun,namun bagian dari freis ermessen dari pemerintah untukmengeluarkan apapun yang dianggap baik dan tidak bertentangandengan peraturan perundang-undangan manapun.

b. Secara Filosofis, surat edaran menteri merupakan hal yangmerupakan kebutuhan teknis untuk memperjelas norma-norma yangada diatasnya yang belum jelas, sehingga diatur lebih lanjutmelalui surat edaran.

c. Secara Sosiologis, surat edaran menteri sangat dibutuhkandalam kondisi yang mendesak dan untuk memenuhi kekosonganhukum, akan tetapi jangan sampai peraturan menteribertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.

Dengan demikian apabila dipertanyakan tentang keabsahannya,maka dapat disimpulkan bahwa surat edaran menteri tetap harusdianggap sah sepanjang mengatur tingkat internal vertikal pejabattata usaha negara dilingkungannya, dengan tetap mempertimbangkanaspek yuridis, filosofis dan sosiologis dalam pembentukan danpelaksanaannya dilapangan. Baca Esmi Warassih P. 2001. “Fungsi Cita HukumDalam Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan yang Demokratis” Dalam ArenaHukum Majalah Hukum FH Unubraw No. 15 Tahun 4, November 2001, hlm, 354-361.

23

BPHTB secara teori, perbup tersebut lahir dari

kewenangan yang bersifat delegatif karena kewenangan

tersebut diperoleh dari pelimpahan secara delegatif

oleh peraturan Perundang-undangan ( Perda ) yang

menyebutkan bahwa Kepala Daerah berwenang

menetapkan Perbup BPHTB guna menjalankan

Perda,15maka dari itu perbub sebagai peraturan yang

lebih rendah tingkatanya harus sesuai dengan norma

yang diatasnya, dalam hal ini penentuan NPOP BPHTB

atas jual beli norma-norma yang termuat dalam

Perbup yang salah satunya Pasal 16 menyebutkan

berwenang menentukan NPOP BPHTB dari pemeriksaan

jelas sangat bertentangan dengan Pasal 100 Perda

Pajak Daerah dan bertentangan dengan UU PDRD

sebagai UU yang berlaku secara Nasional ( Lex

Superior).

Jadi dapat disimpulkan bahwa Surat edaran

bersama tersebut adalah memperjelas suatu ketentuan

ataupun norma yang terkandung dalam Undang-undang

15 Prof. Sudarsono dalam Bukunya sekilas tentang wewenang danpenyalahgunaan wewenang menyebutkan, Suatu Peraturan perundang-undangan akan menjadi sumber wewenang atributif jikaia menciptakanwewenang baru,akan tetapi jika ia tidak menciptakan wewenang baru,melainkan hanya melimpahkan wewenang yang sudah ada, maka iamerupakan sumber wewenang delegatif. Hal ini dapat diahami yaituwewenag atributif adalah termuat dalam perda Nomor 08 tahun 2011tentang pajak daerah, sedangkan peraturan pelaksaanaan yaituPerbup. Nomor 32 tahun 2013 adalah bersumber dari wewenangdelegatif, karena mendapat pelimpahan dari perda pajak daerah./Baca Sudarsono sekilas tentang wewenang dan penyalahgunaan wewenangHal. 33

24

PDRD,16 yang dinilai akan menimbulkan multi tafsir

jika tidak dikeluarkan surat edaran bersama

tersebut.Untuk itu karena Surat Edaran Bersama

tersebut adalah penjelasan teknis untuk UU PDRD17.

yang berlaku secara nasional ( Lex Superior) yang mana

UU PDRD juga menjadi acuan perda, maka harus

mengesampingkan peraturan terkait yang ada di

daerah / Perbup ( Lex Inferior) jika terjadi benturan

norma. 18

Menurut Purnadi Purbacaraka dan SoerjonoSoekanto dalam pembentukan peraturanperundangan-undangan harus mem-perhatikanasas-asas peraturan perundang-undangan antaralain19:1. Undang-Undang tidak dapat berlaku surut2. Undang-Undang tidak dapat diganggu

gugat;

16 Demikian juga tentang hubungan yang terkait antara SuratEdara bersama tersebut dengan Perda maupun perbup Pajak Daerah,yaitu Surat edaran bersama adalah serangkaian penjelasan atasnorma-norma yang terkandung dalam Undang-undang yang dimaksuddalam Surat edaran bersama, dalam hal ini adalah UU PDRD, jadiSurat Edaran Bersama tersebut adalah penjelasan dari salah satupasal dalam UU PDRD, dan menjadi dasar untuk daerah sebagaipedoman tentang petunjuk teknis maupun sebagai acuan penjelasandalam menerapkan perda pajak daerah yang mengacu UU PDRD.

17 Surat edaran merupakan sebagai produk freies ermessen, jaditidak dapat diuji dengan peraturan yang lebih tinggi, maka dariitu untuk menguji suatu surat edaran adalah mengacu pada asas-asasumum pemerintahan yang baik

18 Ingat, asas lex superior derogate lex inferior, jadi disini karenaperaturan daerah terkait pajak daerah harus berkesesuaiang denganUndang-undang Nasional yang sifatnya Superior dan berlaku secaraNasional, baca juga tentang stufen teori .

19 Soerjono Soekanto & Purnadi Purbacaraka, Perihal Kaidah Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 1993, halaman 88-92

25

3. Undang-Undang yang dibuat oleh penguasalebih tinggi mempunyai kedudukan yangtinggi pula (Lex superiori derogat legi inferiori);

4. Undang-Undang yang bersifat khusus akanmengesampingkan atau melumpuhkan undang-undang yang bersifat umum (Lex specialisderogat legi generalis)

5. Undang-Undang yang baru mengalahkan ataumelumpuhkan undang-undang yang lama (Lexposteriori derogat legi priori);

6. Undang-Undang merupakan sarana maksimalbagi kesejahteraan spirituil masyarakatmaupun individu, melalui pembaharuanatau pelestarian.

Menurut prof. Sudarsono, Karena parameter

penyalahgunaan wewenang tidak disebutkan dengan jelas

dalam undang-undang setelah berlakunya undang-undang

nomor 9 tahun 2004, maka untuk menentukan sah

tidaknya keabsahan kewenangan atau suatu kewenangan

tersebut masuk dalam penyalahgunaan wewenang atau

bukan, maka yang dipakai acuan parameternya dapat

digali dari pendapat para ahli sebagaimana telah

disebutkan Prof. Sudarsono diatas.

Salah satu ahli Hukum administrasi Negara yang

mengupas tentang keabsahan kewenangan adalah

Philipus M. Hadjon yang salah satu pendapatnya

yaitu :

“ Dalam teori kewenangan , pasti selaluberhubungan erat dengan keabsahan atas kewenangantersebut, sesuai teori kewenangan menurutPhipilus Mandiri Hadjon yaitu mensyaratkankeabsahan tindak pemerintah yang didasarkan padabeberapa aspek, antara lain aspek kewenangan,aspek prosedur, dan aspek substansi. Pada aspek

26

kewenangan mensyaratkan bahwa tiap tindakanpemerintahan harus bertumpu atas kewenangan yangsah (atribusi, delegasi, maupun mandat). Dalamtiap-tiap kewenangan dibatasi oleh isi (materi),wilayah, dan waktu. Apabila terdapat cacat dalamaspek-aspek tersebut maka menimbulkan akibatyaitu cacat kewenangan (onbevoegdheid) . Dalam aspek prosedur, bertumpu pada asasNegara hukum, asas demokrasi dan asasinstrumental. Pada asas Negara hukum berkaitandengan perlindungan hak-hak dasar manusia. Padaasas demokrasi berkaitan dengan asas keterbukaandalam penyelenggaraan pemerintahan. Dan pada asasinstrumental meliputi antara lain adalah asasefisiensi (doelmatigheid, daya guna) dan asasefektivitas (loeltreffenheid, hasil guna). Dalam aspek substansi menegaskan bahwakewenangan yang miliki pemerintah dibatasi secarasubstansial, yakni menyangkut “apa” dan “untukapa”. Apabila terjadi cacat substansialmenyangkut “apa” merupakan tindakan sewenang-wenang, dan terjadi cacat substansial menyangkut“untuk apa” maka hal tersebut merupakan tindakanpenyalahgunaan wewenang. 20

20 Kewenangan Pasti berkaitan dengan Keabsahan yang manasatu sama lain pasti berkaitan, Menurut Profesor Dr. Sudarsono,SH., Ms………….:

“ Keabsahan adalah kekuasaan yang sah, apakah Sah menurutundang-undang atau sah menurut Hukum. Karena ada Pendapat yangmenyatakan bahwa terdapat perbedaan antara Undang-undang danHukum. Peraturan perundang-undangan adalah hukum akan tetapi hukumtidak selalu peraturan perundang-undangan.diluar perundang-undangan terdapat asas-asas Hukum Umum yang dalam HukumAdministrasi disebut asas-asas Umum Pemerintahan yang baik danakan dijelaskan dalam poin asas-asas umum pemerintahan yang baikdalam lanjutan kerangka teoritik dibawah dalam penulisanini.Keabsahan sebagaimana diungkapkan disini adalah kekuasaanberdasar pada hukum maupun berdasar pada undang-undang, karenatelah disebutkan diatas Hukum adalah undang-undang dan undang-undang adalah bagian dari hukum, kesimpulanya Hukum tidak selaluundang-undang. Penulis menyimpulkan demikian karena Indonesiaadalah Negara Hukum dan Perundang-undangan bukanlah satu-satunyasumber Hukum, negara indonesia mengakui sumber Hukum selainUndang-undang.”

27

Kewenangan Kepala Daerah dalam menentukan NPOP

BPHTB atas jual beli diluar Pasal 100 dengan

menggunakan metode penentuan NPOP hasil pemeriksaan

atas pungutan BPHTB dalam hal jual beli akan sah jika

dalam batasan-batasan sesuai peraturan yang berlaku,

diluar batasan yaitu berdasarkan UU PDRD, Perda Pajak

Daerah Kab. Malang serta SEB BPHTB, hal tersebut

adalah tindakan penyalah gunaan wewenang dan cacat

kewenangan (onbevoegdheid) karena menurut Philipus M.

Hadjon bahwa cacat substansial menyangkut untuk apa,

merupakan tindakan penyalahgunaan wewenang serta

dapat di ajukan gugatan ke PTUN”.

2. Implikasi Hukum dari Penentuan Nilai PerolehanObjek Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah danBangunan atas Jual Beli diluar Pasal 100. Kata implication mengadung arti: maksud,

pengertian; secara tersimpul; atau terlibatnya.

Implicate artinya melibatkan atau menyangkutkan,

sedangkan Imply berarti menyatakan secara tidak

langsung.21 Menurut kamus bahasa Indonesia Implikasi

adalah keterlibatan atau suatu keadaan terlibat dan

termasuk atau tersimpul.22 Menurut Black’s Law Dictionary ,

21Jhon M. Echols dan Hasan Sadily. Kamus Inggris Indonesia(Jakarta:PT. Gramedia 2000)

22W.J.S Poerwadaerminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia,( Jakarta: Balai Pustaka 1976). Hlm 377

28

1. tindakan yang menunjukkan keterlibatan dalam

sesuatu, esp. Sebuah kejahatan atau misfeasance

(implikasi dari para hakim di schemeroba penyuapan)

2. Sebuah kesimpulan yang ditarik dari sesuatu yang

dikatakan atau diamati (implikasinya adalah bahwa

skema melibatkan beberapa orang). Implikasi yang

diperlukan. begitu kuat dalam probabilitas bahwa apa

pun yang bertentangan akan masuk akal.23

Terkait kepastian hukum dalam hal ini undang-undang

tentang pajak khususnya penentuan NPOP BPHTB atas

jual beli diluar pasal 100 perda jo pasal 87 UU

PDRD, menurut Nurhasan Ismail berpendapat bahwa

penciptaan kepastian hukum dalam peraturan

perundang-undangan memerlukan persyaratan yang

berkenaan dengan struktur internal dari norma hukum

itu sendiri.

Persyaratan internal tersebut adalahsebagai berikut : Pertama, kejelasan konsepyang digunakan. Norma hukum berisi deskripsimengenai perilaku tertentu yang kemudiandisatukan ke dalam konsep tertentu pula. Kedua,

23Graner Bryan A. Black’s Law Dictionary, A Dictionary OfModern American Usage.1998.hlm 757

29

kejelasan hirarki kewenangan dari lembagapembentuk peraturan perundang-undangan.Kejelasan hirarki ini penting karena menyangkutsah atau tidak dan mengikat atau tidaknyaperaturan perundang-undangan yang dibuatnya.Kejelasan hirarki akan memberi arahan pembentukhukum yang mempunyai kewenangan untuk membentuksuatu peraturan perundang-undangan tertentu.Ketiga, adanya konsistensi norma hukumperundang-undangan. Artinya ketentuan-ketentuandari sejumlah peraturan perundang-undangan yangterkait dengan satu subyek tertentu tidaksaling bertentangan antara satu dengan yanglain.24

Menurut pendapat Nurhasan Islmail tersebut,

suatu peraturan haruslah singkron antara satu dengan

yang lain, tidak boleh bertentangan, agar memberikan

kepastian hukum, hal ini jika dikaitkan dengan pasal

100 perda pajak daerah dan pasal 16 perbup Kab.

Malang terjadi benturan norma, karena disatu sisi

yaitu perda pajak daerah menyebutkan NPOP BPHTB atas

jual beli adalah harga transaksi / NJOP mana yang

lebih tinggi akan tetapi disisi lain yaitu Perbup

Kab. Malang menyebutkan NPOP BPHTB didasarkan pada

nilai dari hasil pemeriksaan. maka dari itu

seharusnya norma yang dituangkan oleh kedua pasal

tersebut idealnya dikaji ulang agar memberikan

kepastian hukum dalam masyarakat karena implikasi

secara yuridis menurut Nurhasan ismail suatu

24 Nurhasan Ismail,dkk. Mediasi Sengketa Tanah. Jakarta. Kompas. 2008.

30

peraturan yang tidak memenuhi unsur-unsur seperti

apa yang telah ia kemukakan, maka aturan tersebut

dianggap tidak sah dan tidak mengikat.

Pengertian diatas memberikan kejelasan tentang

pemahaman kepastian hukum , suatu ketentuan yang

digunakan dalm menyelesaikan suatu masalah hukum,

harus tetap dipegang sebagai dasar. Sebagai

ilustrasi yang berhubungan dengan penelitian ini,

yaitu jika terdapat transaksi jual beli tanah dan

bangunan dan para pihak sepakat bahwa harga

disepakati 1 (satu) milyar Rupiah dan dituangkan

dalam akta jual beli sebagai akta otentik, meskipun

di NJOP tertera 1,5 milyar , hal ini dipengaruhi

berbagai faktor yaitu seperti penjual ingin hasil

bersih dan pada saat itu butuh uang dengan cepat,

maka dari itu tercapai kesepakatan tersebut. Setelah

dilaporkan pajaknya dengan NPOP BPHTB sesuai NJOP

(karena transaksi lebih rendah dari NJOP) maka

seharunya penghitungan BPHTB sesuai Pasal 10025 yang

25 Sesuai uraian diatas, pasal 100 perda pajak daerah jo pasal87 UU PDRD menyebutkan NPOP BPHTB atas Jual beli adalah hargatransaksi, dan apabila transaksi lebih rendah dari NJOP, Maka NPOPdidasarkan NJOP. apabila dicermati aturan tersebut, selain hargatransaksi yang tercantum dalam akte Notaris/PPAT, NPOP sebagaidasar pengenaan BPHTB dalam hal terjadi transaksi jual belihanyalah NJOP PBB yang berlaku tahun terjadinya transaksi.Sehingga apabila dalam hal transaksi jual beli, penentuan NPOPselain berdasarkan harga transaksi atau NJOP PBB dapatdikategorikan sebagai melanggar UU PDRD. Hal ini hanya dapatdihindari dengan menyesuaikan NJOP PBB yang berlaku agar selalumendekati harga pasar, sehingga wajib pajak tidak akanmencantumkan harga transaksi sesuai dengan keadaan sebenarnya.

31

terutang adalah 1,5 Milyar – Rp.60.000.000 sebagai

NPOPTKP x 5% = Rp. 73.000.000, maka dari itu

misalkan setelah diadakan hasil pemeriksaan ternyata

NPOP BPHTB atas jual beli ditentukan diluar NPOP

yang telah ditetapkan sesuai pasal 100 tersebut

karena beracuan dari NPOP hasil pemeriksaan akan

menyimpangi kepastian hukum dan menimbulkan

kesewenang-wenangan, karena penentuan NPOP BPHTB

atas jual beli tersebut ditentukan diluar pasal 100

perda pajak daerah.

Apabila dikaji lebih mendalam tentang kepastian

hukum, menurut prof. sudarsono26 Indonesia tidak

hanya berdasarkan Undang-undang, tetapi juga

berdasarkan hukum umum yaitu salah satunya adalah

adanya asas-asas umum pemerintahan yang baik

( AAUPB)27 salah satu syarat dalam asas-asas umum

26. Sudarsono, Opcit, hal 5 27 Ridwan HRdalam bukunya Hukum Administrasi Negara

myenyebutkan, Pada awalnya, AAUPB dimaksudkan sebagai saranaperlindungan hukum (rechtsbescherming) dan bahkan dijadikansebagai instrumen untuk peningkatan perlindungan hukum (verhoodgerechtsbescherming) bagi warga negara dari tindakan pemerintah.AAUPB selanjutnya dijadikan sebagai dasar penilaian dalamperadilan dan upaya administrasi, di samping sebagai norma hukumtidak tertulis bagi tindakan pemerintahan. Menurut SF. Marbun,AAUPB memiliki arti penting dan fungsi berikut: 1.Bagi administrasi negara, bermanfaat sebagai pedoman

dalam melakukan penafsiran dan penerapan terhadap ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang bersifat samar atau tidakjelas.

2.Bagi warga masyarakat, sebagai pencari keadilan, AAUPB dapatdipergunakan sebagai dasar gugatan sebagaimana disebutkan

32

pemerintahan yang baik adalah kepastian hukum, hal

ini sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Kuntjoro

Purbopranoto dalam bukunya yang berjudul ‘Beberapa

Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi

Negara’ mengetengahkan 13 asas yaitu :

1. Asas kepastian hukum2. Asas keseimbangan3. Asas kesamaan4. Asas bertindak cermat5. Asas motivasi untuk setiap putusan6. Asas jangan mencampurkan adukan wewenang7. Asas permainan yang layak

Seperti apa yang disampaikan

diatas, jelas sekali terlihat hubungan yang sangat

erat antara kepastian hukum dan perlindungan hukum,

suatu peraturan yang tidak memenuhi kepastian hukum

dan terdapat multi tafsir dalm normanya, maka bisa

dipastikan akan merugikan masyarakat sebagai warga

Negara, pasal 9 dan pasal 16 perbup BPHTB, maka

terdapat kerancuan, pasti akan menimbulkan problema

dalam penerapanya karena terdapat benturan norma,

maka dari tidaka adanya kepastian hukum dalam

dalam pasal 53 UU No. 5/1986.3. Bagi hakim TUN, dapat dipergunakan sebagai alat menguji dan

membatalkan keputusan yang dikeluarkan badan atau pejabatTUN.

4. Selain itu, AAUPB tersebut juga berguna bagi badanlegislatif dalam merancang suatu undang-undang.

33

peraturan perundang-undangan, masyarakat sebagai

pihak yang dirugikan atas ketidak pastian tersebut

wajib mendapatkan perlindungan hukum.

Perlindungan Hukum unsur esensial dalam suatu

negara hukum, dalam suatu negara, pasti terjadi

hubungan antara negara dengan warga negaranya.dalam

penelitian ini pembayaran kewajiban BPHTB adalah

suatu bentuk hubungan wajib pajak dengan negara,

hubungan inilah yang melahirkan hak dan kewajiban.

perlindungan hukum akan menjadi hak bagi warga

negara. Di sisi lain perlindungan hukum menjadi

kewajiban bagi negara. Negara wajib memberikan

perlindungan hukum bagi warga negaranya. Indonesia

mengukuhkan dirinya sebagai negara hukum yang

tercantum di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 1

ayat 3 yang berbunyi : Indonesia adalah negara

hukum. Ini berarti bahwa Indonesia adalah negara

yang berdasarkan atas hukum. Dengan sendirinya

perlindungan hukum menjadi unsur esensial serta

menjadi konsekuensi dalam negara hukum. Negara

wajib menjamin hak-hak hukum warga negaranya.

Perlindungan hukum merupakan pengakuan terhadap

harkat dan martabat warga negaranya sebagai

manusia.

Menurut Philipus M. Hadjon : “………Perlindungan Hukum adalah perlindungan akanharkat dan martabat, serta pengakuan terhadap

34

hak-hak asasi manusia yang dimiliki olehsubyek hukum berdasarkan ketentuan hukum darikesewenangan.28 Dalam merumuskan prinsi-prinsipperlindungan hukum di Indonesia, landasannyaadalah Pancasila sebagai ideologi dan falsafahnegara. Konsepsi perlindungan hukum bagirakyat di Barat bersumber pada konsep-konsepRechtstaat dan ”Rule of The Law”. Denganmenggunakan konsepsi Barat sebagai kerangkaberfikir dengan landasan pada Pancasila,prinsip perlindungan hukum di Indonesia adalahprinsip pengakuan dan perlindungan terhadapharkat dan martabat manusia yang bersumberpada Pancasila. Prinsip perlindungan hukumterhadap tindak pemerintah bertumpu danbersumber dari konsep tentang pengakuan danperlindungan terhadap hak-hak asasi manusiakarena menurut sejarahnya di Barat, lahirnyakonsep-konsep tentang pengakuan danperlindungan terhadap hak-hak asasi menusiadiarahkan kepada pembatasan-pembatasan danpeletakan kewajiban masyarakat danpemerintah.29

Dalam teori perlindungan hukum sebagaimana

yang dikemukakan Philipus M. Hadjon maka terdapat 2

(dua) bentuk perlindungan Hukum yaitu bersifat

prefentif dan represif, jika dilihat dalam perda

pajak daerah maupun UU PDRD, hal tersebut sudah

diatur demikian baiknya, seperti wajib pajak diberi

hak untuk mengajukan keberatan30 kepada kepala

daerah sebagai bentuk langkah prefentif dan diberi hak

untuk mengajukan gugatan kepada pengadilan pajak

28 Philipus M. Hadjon. 1987. Perlindungan Hukum Bagi RakyatIndonesia. Surabaya: Bina Ilmu29 Philipus M. Hadjon. ibid .hal. 38

30 Lihat Pasal Terkait Pengajuan Keberatan Atas Surat Ketetapan Pajak..

35

sebagai bentuk represif, dalam hal mekanisme pengajuan

keberatan telah dikemukakan diatas.

Jadi perlindungan hukum adalah suatu perbuatan

(hal) melindungi subjek hukum berdasarkan peraturan

perundangundangan yang berlaku. Perlindungan hukum

merupakan salah satu unsur yang terdapat di dalam

hak (kepentingan/tuntutan perorangan atau kelompok

untuk di penuhi), sehingga perlindungan hukum

merupakan suatu tindakan yang diharapkan untuk

melindungi terpenuhinya hak, perlindungan karena

karena tidak adanya kepastian yang menimbulkan

kesewenang-wenangan oleh pemerintah kepada warga

Negara khususnya wajib pajak atas penentuan NPOP

BPHTB diluar pasal 100.

D. SIMPULAN.

Penentuan NPOP BPHTB atas jual beli diluar

pasal 100 Perda nomor 08 tahun 2011 tentang pajak

daerah Kabupaten Malang disebabkan karena untuk

meminimalisir ketidak patuhan wajib pajak. Dasar

hukum atas penentuan tersebut adalah Perbup nomor 32

tahun 2013 Kabupaten Malang tentang tata cara

pelaksanaan BPHTB, yang mana dasar pembentukan Perbup

tersebut adalah kewenangan delegatif Kepala Daerah,

meskipun isi dari perbup terdapat benturan dengan

norma diatasnya, maka dari itu berlakulah asas lex

superiori derogate lex inferiori. Sedangkan teori kewenangan

36

dan keabsahan yang dikemukakan Profesor Sudarsono,

SH., Ms. sahnya kewenangan haruslah sah menurut hukum

(termasuk sah menurut undang-undang), yang mana hukum

haruslah ada konsistensi norma agar terhindar dari

penyalahgunaan wewenang maupun tindakan sewenang-

wenang. .

Implikasi hukum dari penentuan NPOP BPHTB atas

jual beli diluar pasal 100 Perda nomor 08 tahun 2011

tentang Pajak daerah Kabupaten Malang adalah adanya

ketidakpastian hukum dalam hal pajak, yang

menimbulkan sengketa pajak antara wajib pajak dengan

pemerintah, sedangkan jika ditinjau lebih lanjut

penentuan tersebut berimplikasi terhambatnya proses

pendaftaran hak atas tanah. Kepastian hukum harus

ada kejelasan norma, tidak menimbulkan multitafsir,

tidak menimbulkan kontradiktif, dan dapat

dilaksanakan, tidak ada kepastian hukum akan

merugikan masyarakat sehingga masyarakat selaku

wajib pajak wajib mendapatkan perlindungan hukum

yang dilakukan dengan upaya represif dan preventif, yaitu

represif adalah serangkain upaya untuk mengajukan

keberatan kepada pejabat Tata Usaha Negara yang

berwenang mengeluarkan Surat Ketetapan (Keputusan)

pajak daerah, sedangkan prefentif adalah serangkaian

usaha mengajukan gugatan kepada Pengadilan untuk

membatalkan Surat Ketetapan (keputusan) Pajak daerah

tersebut.

37