Upload
independent
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
JURNAL
KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MENENTUKAN NPOP
BPHTB ATAS JUAL BELI
Oleh :
ZIDNI ILMA WISUDAWAN, SH.
126010200111078
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
1
2
2014
KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MENENTUKAN NPOP
BPHTB ATAS JUAL BELI
Zidni Ilma Wisudawan1, Sudarsono2, Lutfi Efendi3
Program Studi Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
Jl. M.T. Haryono 169 Malang 65145, Telp (0341) 553898
Fax (0341) 566505
Email: [email protected]
Abstrak
Nilai Perolehan Objek Pajak Bea Perolehan HakAtas Tanah dan Bangunan (NPOP BPHTB) atas Jual Belidiatur dalam Pasal 100 Peraturan Daerah (Perda) Nomor08 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah yang menyebutkanadalah berdasar harga transaksi yaitu kesepakatan parapihak atau Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) mana yanglebih tinggi sedangkan NJOP adalah harga Rata-ratatransaksi wajar, akan tetapi di pasal 16 PeraturanBupati (Perbup) Nomor 32 tahun 2013 Kabupaten MalangNOP BPHTB atas jual beli ditentukan dari hasilPemeriksaan, hal ini terdapat benturan norma sehinggaterdapat masalah mengapa terjadi penentuan NPOP BPHTBatas jual beli diluar Peraturan daerah dan apa dasarhukumnya,serta apa implikasi dari penentuan diluarperaturan daerah tersebut. Metode penelitian digunakanyuridis normatif dengan pendekatan undang-
1 Mahasiswa,Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang.
2 Pembimbing Utama, Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang.3 Pembimbing Kedua, Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang.
3
undang,terhadap bahan hukum dideskripsikan dandianalisa serta dikaji.Berdasar hasil penelitianpenentuan tersebut disebabkan karena untukmeminimalisir Ketidakpatuhan wajib pajak, penentuanberdasar perbup adalah kewenangan delegatif akan tetapiterdapat penyalahgunaan dalam kewenanganya yangmenyebabkan benturan norma sehingga digunakan asas Lexsuperior derogate lex inferior .Implikasi atas penentuantersebut menyebabkan tidak adanya kepastian hukum yangmenimbulkan sengketa pajak sehingga wajib pajak harusmendapatkan perlindungan hukum dalam hal ini adalahperlindungan represif dan prefentif.Kata kunci: Penentuan NPOP BPHTB, Kewenangan Kepala
Daerah.
Abstract
Deciding the value of tax objects achievement orthe inherited-right of land and building or it is well-known as NPOP BPHTB over the trade and Purchase underArticle 100 Regulation (Regulation ) No. 08 of 2011 onLocal Taxes stating that the transaction price based onagreement of the Parties or taxable value (NJOP),whichever is higher which is NJOP average transactionprice is reasonable, but in article 16 of theRegulation Regent ( declaring ) No. 32 of 2013 Malangdetermined from the results of examination , it isthere is a conflict of norm that there is a problem whythe determination Regulation outside the area and whatlegal basis , and what the implications of thedetermination beyond the local regulations . Methods
4
used normative legal approach, against the law materialis described and analyzed as well as the determinationand inspect. Based research results due to non-compliance minimize taxpayer , the determination isbased declaring discretionary authority but are overrunin an arbitrary area involving norms that used theprinciple of lex superior derogate Lexinferior .Implication Determination causes lack oflegal certainty in the community and should receivelegal protection in this case is repressive andpreventive protection.
Keywords : Deciding NPOP BPHTB, Head of the Regional
Authority
5
KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MENENTUKAN NPOP
BPHTB ATAS JUAL BELI
A. PENDAHULUAN
Dalam hal pajak terutama berkaitan tentang
tanah, pemerintah Indonesia telah mengupayakan
beberapa kali perubahan dibidang pajak atau
reformasi hukum tentang pajak yaitu salah satu
hasilnya adalah lahirya Undang-undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
yang selanjutnya disebut UU PDRD. Sehubungan dengan
adanya reformasi sejak 1998 dan diikuti oleh otonomi
daerah baik di tingkat provinsi maupun di tingkat
kabupaten /kota, banyak dilakukan perubahan yang
dialami di negeri ini, salah satunya adalah hukum
pajak, diantaranya BPHTB yang tadinya pajak
pusat,sejak berlakunya UU PDRD menjadi pajak
daerah.4
Berdasarkan Undang-undang PDRD tersebut daerah
mempunyai kewenangan penuh atas pemungutan hasil
dari BPHTB, oleh karena itu masing-masing daerah
dituntut untuk membuat peraturan daerah yang sudah
disesuaikan dengan keadaan masyarakat dan
perkembangannya masing-masing daerah tersebut. Salah
4 Budi Santosa Salam Jogjakarta Istimewa, yang di terbitkan olehkompasiana.com tanggal 23 mei 2012
6
satu daerah yang telah membuat peraturan daerah yang
mengatur tentang BPHTB adalah Kabupaten Malang,
yaitu tertuang dalam peraturan daerah Nomor 08 tahun
2010 tentang pajak daerah selanjutnya disebut Perda
Pajak Daerah Kab. Malang dan Peraturan Bupati Malang
Nomor 32 tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan
BPHTB selanjutnya disebut Perbup BPHTB Kab. Malang.
Perda Pajak Daerah Kab. Malang tersebut sudah
jelas mengatur perolehan hak yang terkena kewajiban
pembayaran BPHTB yaitu tertuang dalam pasal 98 Perda
Pajak Daerah Kab. Malang yaitu :
1) Yang terkena objek BPHTB yaitu perolehan hak atas
tanah dan/atau perolehan bangunan.
2) Perolehan hak atas tanah dan/atau perolehan
bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
salah satunya meliputi pemindahan hak karena jual
beli;
Berkaitan dengan dasar jumlah pengenaan pajak,
dalam Perda tersebut yaitu pasal 100 juga
disebutkan
1) Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan adalah Nilai Perolehan Objek Pajak
atau selanjutnya disebut NPOP.
2) NPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam
hal jual beli adalah harga transaksi; Dalam
pasal 100 (3) juga menyebutkan Apabila dalam hal
7
terdapat NPOP yang mana dimaksud pada ayat (2)
point a sampai dengan poin n tidak pernah
diketahui atau lebih rendah dari NJOP jadi untuk
itu yang digunakan pengenaan Pajak Bumi dan
Bangunan pada saat tahun terjadinya perolehan,
dasar dari pengenaan yang dipakai ialah NJOP
Pajak Bumi dan Bangunan” .5
Selanjutnya dalam Perda Pajak daerah Kab.
Malang tersebut juga mengatur tentang Nilai
Perolehan Objek Pajak tidak kena pajak yang
selanjutnya di sebut NPOPTKP adalah Rp.60.000.000
sesuai dengan bunyi pasal 100 (7) perda daerah kab.
Malang. Kemudian Dalam pasal Pasal 101 juga
menyebutkan Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan ditetapkan sebesar 5% (lima persen).
Jadi dapat di simpulkan rumus pengenaan
pajaknya adalah harga transaksi/NJOP(mana yag lebih
tinggi) -Rp.60.000.000 x 5%. Berkaitan dengan hal
tersebut dalam pasal 105 perda tersebut juga
mengatur tentang pemungutan dan penetapan pajak
yaitu dipungut dengan sistem self assesment,6 yaitu
wajib pajak yang menghitung dan menentukan pajaknya
sendiri berapa pajak terutang mereka sesuai rumus
dan rule yang berlaku.5 . Perda Pajak Daerah Kab. Malang.
6 . Self Assessment adalah suatu sistem pemungutan pajakyang wajib pajak menghitung , menentukan dan membayarkan sendiriberapa pajak terutangnya.
8
Akan tetapi diperaturan lain yang tertuang dalam
Peraturan Bupati Malang Nomor 32 tahun 2013 tentang
Tata Cara Pelaksanaan BPHTB Pasal 9 menyebutkan :
1) SSPD BPHTB yang diajukan wajib pajak wajib
dilakukan penelitian oleh fungsi penelitian.
2) Fungsi pelayanan menyerahkan SSPD BPHTB lembar 1,
4,5,dan 6 beserta dokumen pendukungnya ke fungsi
Penelitian dalam hal pembayaran dilakukan melalui
Bank.
3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Meliputi :
a) Kebenaran Informasi yang tercantum dalam
SSPD BPHTB; dan .
b) Kelengkapan dokumen pendukung SSPD BPHTB 4)
Pelaksanaan Penelitian sebagaimana dimaksud
ayat ( 1 ) dapat dilanjutkan Penelitian
Lapangan.
Dalam pasal 16 Perbup BPHTB Kab. Malang juga
disebutkan :
1) Dalam Jangka waktu 5 (Lima) Tahun sesudah
terutangnya pajak, Bupati dapat menerbitkan
SKPDKB.
2) SKPDKB diterbitkan apabila berdasarkan hasil
pemeriksaan atau keterangan lain, NPOP yang
dibandingkan Nilai Perolehan Hasil
Pemeriksaan atau Keterangan Lain.
9
Hal tersebut diatas adalah adanya benturan norma
dan terdapat kerancuan batasan kewenangan kewenangan
Kepala Daerah dalam menentukan NPOP BPHTB diluar
Pasal 100, Karena dalam Pasal 100 sudah jelas NPOP
adalah dari harga transaksi/ NJOP (mana yang lebih
tinggi). Harga transaksi adalah market demand yang
dipengaruhi permintaan dan penawaran. Akan Tetapi di
pasal 16 Perbub SKPDKB dapat diterbitkan jika NPOP
yang dilaporkan lebih kecil dari NPOP berdasarkan
pemeriksaan lapangan.
Jadi hal demikian jelas adanya ketidak
singkronan antara pasal yang satu dengan pasal yang
lain sehingga tentunya menimbulkan banyak perbedaan
persepsi dan kebingungan. Sehingga dalam penelitian
terdapat isu hukum yaitu : Mengapa terjadi penentuan
NPOP BPHTB diluar Pasal 100 Perda Pajak Daerah, di
Kabupaten Malang?apa dasar hukumnya? Apa implikasi
hukum dari penentuan NPOP BPHTB dalam jual beli
diluar Pasal 100 Perda Pajak Daerah di Kabupaten
Malang?
Tujuan Penelitian Jurnal ini adalah untuk
menjawab, mendeskripsikan dan menganalisa serta
mengkaji kewenangan Kepala Daerah dalam menentukan
NPOP BPHTB atas jual beli beserta implikasi hukum
atas penentuan tersebut serta mencari serta
merumuskan peraturan hukum yang dapat memberikan
kepastian hukum dalam masyarakat.
10
B. METODE PENELITIAN
Metode dan jenis penelitian yang digunakan
penulis dalam jurnal ini adalah sebagai penelitian
hukum normatif (normative legal research), yaitu
penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji
peraturan perundang-undangan yang berlaku atau
ditetapkan pada suatu permasalahaan hukum tertentu.
Sedangkan beberapa pendekatan yang ditunjukkan untuk
mendapat informasi dari berbagai aspek isu hukum
dalam penelitian ini, yaitu pendekatan undang-undang
(statute approach), pendekatan ini dilakukan dengan cara
menelaah peraturan perundang-undangan yang dengan
isu hukum dalam penelitian ini. Selain pendekatan
tersebut penulis juga menggunakan penelitian
konseptual (conceptual approach).
Bahan hukum yang digunakan sebagai sumber
penelitian hukum yang bermanfaat untuk memecahakan
isu hukum yang diteliti, yaitu sebagai berikut yaitu
Pertama bahan hukum primer yang memeliki otoritas di
dalam penelitian normative, yang terdiri atas
peraturan perundang-undangan, bahan hukum primer
yang digunakan oleh penulis adalah UU PDRD dan
Perda. Nomor 08 tahun 2011 tentang pajak daerah Kab.
Malang ,Perbup Malang Nomor 32 Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan BPHTB serta Peraturan Pemerintah Nomor
24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Kedua adalah
11
bahan hukum sekunder yang digunakan oleh penulis di
dalam penelitian ini adalah bahan hukum yang berupa
buku-buku teks serta jurnal-jurnal yang memuat asas-
asas dan prinsip-prinsip dasar hukum yang
dikemukakan oleh para ahli dan yang ketiga bahan non
hukum adalah bahan yang digunakan untuk membantu
memecahkan permasalahan/isu hukum yang diangkat oleh
penulis.bahan non hukum dalam penelitian ini dapat
berupa keterangan atau kesaksian tertulis dari
Notaris-Pejabat Pembuat Akta Tanah serta wajib
pajak.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Penentuan NPOP BPHTB atas Jual Beli Menurut Pasal
100 Perda Pajak Daerah.
Dalam Perda pajak daerah Kab. Malang
diatur tentang dasar pengenaan, tarif dan cara
perhitungan pajak :
Pasal 100 Perda. Pajak daerah Kab. Malang jo pasal
87 UU PDRD.
1. Dasar pengenaan BPHTB adalah NPOP.2. NPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam
hal: jual beli adalah harga transaksi7;3. Jika NPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a sampai dengan huruf n tidak diketahuiatau lebih rendah daripada NJOP8 yang digunakan
7 Menurut penjelasan Pasal 100 ( 1) a, harga transaksi adalahharga yang disepakati para pihak. Jual beli adalah harga transaksijuga tertuang dalam pasal 87 UU PDRD.
8 NJOP diatur dalam Pasal 1 ( 56 ) Perda Pajak Daerah ,yaitu Nilai Jual Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat NJOP,adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli
12
dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan padatahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan yangdipakai adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan.
Berkaitan dengan system pemungutan sesuai pasal
103 Perda Pajak Daerah No. 08 tahun 2011 Kab Malang
system pemungutan adalah Self Assesment yaitu Sistem Self-
assessment merupakan sistem pemungutan pajak yang
memberikan kepercayaan kepada wajib pajak (WP) untuk
menghitung/memperhitungkan, membayar, dan melaporkan
sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dengan demikian, menguji kepatuhan wajib pajak, maka
memang diadakan pemeriksaan sebagaimana amanah
undang-undang dalam kaitanya dengan system self
assessment. Dalam hal ini tentulah harus disebutkan
dengan jelas bagaimana pemeriksaan dilakukan dan
batasan untuk apa atau tujuan dari pemeriksaan agar
terhindar dari tindakan sewenang-wenang aparatur
negara dalam hal pemungutan pajak maka dari itu
keluarlah Surat Edaran Bersama surat edaran bersama menteri
keuangan, menteri dalam negeri dan kepala badan pertanahan
nasional nomor : se-12/mk.07/2014 dalam point E disebutkan :
Berdasarkan ketentuan Pasal 101 ayat(4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009tersebut, Kepala Daerah atau Pejabat yangditunjuk dapat melakukan penelitian/verifikasiatas bukti pembayaran BPHTB, dengan tujuan:
yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksijual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objeklain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
13
a. Mencocokkan NOP yang dicantumkandalam SSPD BPHTB dengan NOP yangtercantum dalam fotokopi SPPT ataubukti pembayaran PBB lainnya.
b. Mencocokkan NJOP bumi per meterpersegi yang dicantumkan dalam SSPDBPHTB dengan NJOP bumi per meterpersegi pada basis data PBB.
c. Mencocokkan NJOP Bangunan per meterpersegi yang dicantumkan dalam SSPDBPHTB dengan NJOP bangunan per meterpersegi pada basis data PBB.
d. Meneliti kebenaran penghitungan BPHTBterutang yang meliputi dasarpengenaan (NPOP/NJOP), NPOPTKP,tarif, pengenaan atas objek tertentu,BPHTB terutang/yang harus dibayar.
e. Meneliti kebenaran penghitungan BPHTByang disetor, termasuk besarnyapengurangan yang dihitung sendiri.
Sejalan dengan kewenangan kepala daerah dalam
menentukan NPOP BPHTB yaitu ditentukan dengan
pemeriksaan yang diatur dalm perbup BPHTB yaitu
dengan maksud untuk meminimalisir kecurangan wajib
pajak dan menguji kepatuhan pembayaran pajak, maka
dikeluarkanlah peraturan pelaksanaan pemungutan
BPHTB dengan menentukan NPOP BPHTB atas jual beli
diluar pasal 100 Perda. Pajak Daerah Kab. Malang
yakni diatur dalam Peraturan Bupati Malang Nomor
32 tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan BPHTB
Pasal 9 menyebutkan :
14
1) SSPD BPHTB yang diajukan wajib pajak wajibdilakukan penelitian oleh fungsi penelitian.
2) Fungsi pelayanan menyerahkan SSPD BPHTBlembar 1, 4,5,dan 6 beserta dokumenpendukungnya ke fungsi Penelitian dalam halpembayaran dilakukan melalui Bank.
3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)Meliputi :a. Kebenaran Informasi yang tercantum dalam
SSPD BPHTB; danb. Kelengkapan dokumen pendukung SSPD BPHTB
4) Pelaksanaan Penelitian sebagaimana dimaksudayat ( 1 ) dapat dilanjutkan PenelitianLapangan.Dalam pasal 16 Perbup BPHTB Kab. Malang Jugadisebutkan :
1) Dalam Jangka waktu 5 (Lima) Tahun sesudahterutangnya pajak, Bupati dapat menerbitkanSKPDKB.
2) SKPDKB diterbitkan apabila berdasarkan hasilpemeriksaan atau keterangan lain, NPOP yangdilaporkan Lebih Kecil dibandingkan NilaiPerolehan Hasil Pemeriksaan atau KeteranganLain.
Ketentuan penentuan NPOP BPHTB atas jual beli
diluar Pasal 100 dan mengacu Perbup. BPHTB yang
menentukan NPOP adalah ditentukan dari pemeriksaan
tentu jelas menimbulkan konflik dan kerancuan norma
sehingga terjadi problema dalam masyarakat, karena
disatu sisi pasal 100 perda pajak daerah sudah jelas
menyebutkan NPOP BPHTB atas jual beli adalah harga
transaksi yang disepakati para pihak atau
berdasarkan NJOP sebagai acuan harga wajar, akan
15
tetapi di pasal perbup. BPHTB ditentukan bahwa jika
berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain,
NPOP yang dilaporkan lebih kecil dibandingkan nilai
perolehan hasil pemeriksaan atau keterangan lain
maka dapat diterbitkan SKPDKB.
Ketidak patuhan wajib pajak adalah
disebabkan pertama yaitu bahwa jual beli adalah
termasuk ruang lingkup hukum perdata yang memberi
ruang kepada para pihak dengan bebas menentukan
harga sesuai kesepakatan yang berdasarkan Market
demand yang sangat dipengaruhi oleh hukum penawaran
dan permintaan,dan yang kedua adalah bahwa jika
harga transaksi adalah lebih rendah atau tidak
diketahui, maka NPOP adalah memakai NJOP yang mana
NJOP adalah harga rata-rata berdasar UU PDRD maupun
Perda Pajak Daerah tersebut yang ditentukan oleh
pemerintah.
NJOP sebagai harga transaksi wajar yang
ditentukan oleh pemerintah juga dikemukakan oleh
Luthfi Efendi, SH. M.Hum dalam bukunya Pokok-pokok
Hukum Pajak yaitu9 :9 Baca Luthfi effendi , Pokok-pokok Hukum pajak,bayumedia
publishing, 2010, hal.124.Permasalahannya bahwa NJOP khususnya Kabupaten Malang
pembaharuan / Update besaran NJOP sangat jauh tertinggal dariharga riil dilapangan,hal ini jelas juga dapat memberi peluangbahwa pelaporan BPHTB terutang didasarkan hanya sebatas NJOPkarena secara psikis, masyarakat cenderung memanfaatkan kelemahanUndang-undang guna mengurangi BPHTB terutang. Selain itu NJOPdalam Undang-undang adalah transaksi yang dilakukan secara Wajar,dan apabila NJOP tidak mencerminjak harga riil di lapangan, itu
16
Untuk menentukan NJOP PBB dapatdilakukan dengan penilaian yang salah satunyaadalah melalui metode pendekatan penilaiandata pasar ( Market data approach) yaitu NJOPdihitung dengan cara membandingkan objekpajak yang sejenis dengan objek pajak lainyang telah diketahui harga pasarnya.Selain pendekatan penilaian juga dapatdilakukan dengan cara penilaian yaitu salahsatunya penilaian massal ( massa aprasal) yangmempunyai 3 (tiga) point penting :a. NJOP bumi dihitung berdasarkan Nilai
Indikasi Rata-rata (NIR) yang terdapatsetiap Zona Nilai Tanah.
b. NJOP Bangunan dihitung berdasarkan daftarbiaya komponen bangunan (DBKB) dikurangienyusutan fisik.
c. Perhitungan penilaian massal dilakukandengan menggunakan program computer (Comuter Assisted Valuation).
Sejalan dengan itu menurut Mariot Pahala Siahaan
dalam bukunya Pajak Daerah dan Retribusi Daerah10
menyatakan bahwa:
“………….BPHTB sangat berkaitan denganPajak Bumi dan Bangunan Pedesaan danperkotaan yang selanjutnya disebut PBBdimana NJOP yang pada dasarnya merupakandasar pengenaan PBB, juga dijadikansebagai dasar dalam menentukan pengenaanBPHTB, hal ini wajar saja karena padadasarnya NJOP adalah mencerminkan nilai
adalah kesalahan pejabat atau instansi yang berwenang menetapkanNJOP. Karena Undang-undang secara tegas menyebutkan NJOP adalahNilai wajar dari objek tanah yang tertera dalam PBB tersebut danpenentuan NJOP adalah berdasar system office assessment.
10 . Marihot Pahala Siahaan, Pajak daerah dan retribusi daerah.,Marihot Pahala Siahaan. Penerbit, RajaGrafindo Persada, 2005 hal587
17
pasar dari objek pajak yangdiperoleh,11karena itu apabila wajib pajakberniat mengecilkan BPHTBterutang,terdapat mekanisme guna mengatasihal tersebut, yaitu digunakanya NJOPsebagai pembanding terhadap transaksi ataunilai pasar, selain itu jika nilai pasartidak diketahui, maka tidak ada halanganbagi wajib ajak untuk menghitung danmembayar bphtb yang terutang, kerna datamenggunakan NJOP yang tertera dalam PBBsebagaimana dasar pengenaan pajak. Pengenaan NJOP sebagaipembanding dalam hal transaksi atau nilaipasar tidak diketahui atau lebih rendahdaripada NJOP, hal ini sebagaimana saatBPHTB diatur dalam UU. Nomor 21 tahun 1997dan UU. Nomor 20 tahun 2000. Hal inididasari pemikiran bahwa NJOP merupakancerminan nilai pasar yang wajar. Selainitu NJOP PBB juga ditentukan setiap tahunsesuai dengan kondisi property pada saatterutang pajak. Sehingga nilai wajar objekpajak tersebut sudah ditentukan setiaptahun dan dengan mudah digunakan dalampemenuhan kewajiban BPHTB. karena padadasarnya tanah yang menjadi objek BPHTBadalah Tanah dan bangunan Yang menjadiobjek PBB, maka dengan menggunakan NJOPsebagai pembanding terhadap hargatransaksi atau nilai pasar, berarti yangdigunakan sebaga dasar pengenaan pajakadalah nilai pasar dari objek peralihanhak.
Penentuan NPOP BPHTB atas Jual Beli diluar Pasal
100 berdasakan pasal 16 Perbup BPHTB Kab. Malang,
jika hal ini ditinjau dari teori jenjang hukum yaitu
11lihat Pasal 1 (56) Perda Pajak daerah.
18
bahwa perlu dipahami dahulu hakikat dan makna
perundang-undangan:
Menurut Supardan Modeong ,12 …………: Gunamemahami dimensi-dimensi peraturan perundang-undangan perlu dikemukakan konsepsi danhakikat perturan perundang-undangan baikperaturan perundang-undangan tingkat pusatmaupun tingkat daerah. Peraturan Perundang-undangan daerah, pada hakikatnya meliputisemua peraturan yang dibuat oleh lembagapemerintahan yang ada baik dalam lingkunganprovinsi, kabupaten dan kota, maupun desa.Kewenangan pemerintah daerah untuk pembentukanperaturan daerah sendiri sudah sangat jelassecara atrubutif dicantumkan dalam Pasal 18ayat (6) UUD 1945 dan kedudukan peraturandaerahnya sendiri juga telah diatur di dalamUndang-Undang No.12 tahun 2011 tentangpembentukan peraturan perundang-undangan,sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undang.
Dalam sistem hukum Indonesia, jenis dan tata
urutan (hierarki) peraturan perundang-undangan telah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,
yang dalam Pasal 7 menyebutkan………..:
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:a. Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis PermusyawaratanRakyat;
12 Supardan Modeong, Teknik Perundang-undangan di Indonesia,cetakankedua Perca,Jakarta, 2004 Perundang-undangan.
19
c. Undang-Undang/Peraturan PemerintahPengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;e. Peraturan Presiden;f. Peraturan Daerah Provinsi;g. Peraturan Daerah kabupaten/Kota.
(2) Kekuatan Hukum Peraturan Perundang-undangan Sesuai Hirarki Sebagaimanadimaksud dalam ayat (1)
Pasal 8(1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat(1) mencakup peraturan yang ditetapkanoleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, DewanPerwakilan Rakyat, Dewan PerwakilanDaerah, Mahkamah Agung, MahkamahKonstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan,Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri,badan, lembaga, atau komisi yang setingkatyang dibentuk dengan Undang-Undang atauPemerintah atas perintah Undang-Undang,Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat DaerahKabupaten/Kota, Bupati/Walikota, KepalaDesa atau yang setingkat.
(2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diakuikeberadaannya dan mempunyai kekuatan hukummengikat sepanjang diperintahkan olehPeraturan Perundang-undangan yang lebihtinggi atau dibentuk berdasarkankewenangan.
Sesuai dengan kententuan Pasal 7 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 hanya mengakui 7
( tujuh) jenis dan hierarki peraturan perundang-
undangan, dan dalam ketentuan pasal 8 adanya
20
pengakuan terhadap jenis peraturan perundang-
undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk
berdasarkan kewenangan. Berdasarkan ketentuan ini
dapat diperoleh bahwa Peraturan Kepala
Daerah/Keputusan Kepala Daerah hanya diakui
keberadaan berdasarkan Pasal 8 (delapan) sepanjang
diperintahkan (delegasi), dan untuk Peraturan Kepala
Daerah/Keputusan Kepala Daerah ini juga diatur
dalam Pasal 146 ayat (1) Undang-Undang No.32 tahun
2004 tentang pemerintahan daerah, yaitu …………: “
Untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan
perundang- undangan, kepala daerah menetapkan
peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala
daerah. “
Dari pasal tersebut bisa kita lihat bahwa
Peraturan Kepala Daerah/Keputusan Kepala Daerah ini
baru ada bila ada delegasi dari peraturan daerah.
Sehingga Peraturan Kepala daerah/Keputusan Kepala
Daerah yang didelegasikan oleh peraturan daerah
kedudukannya adalah sebagai peraturan perundang-
undangan.
Dalam menjelaskan teori jenjang hukum,
sebagaimana dikutip dari Jimly Asshiddiqie & M. Ali
21
Safaat, dalam tulisanya Teori Hans Kelsen Tentang Hukum,
yang mengutip A. Hamid S. Attamimi……..:13
”Sebagaimana menjelaskan teori HansNawiasky tersebut, membandingkannya denganteori Hans Kelsen dan menerapkannya padastruktur dan tata hukum di Indonesia. Untukmenjelaskan hal tersebut, A. Hamid S. Attamimimenggambarkan perbandingan antara Hans Kelsendan Hans Nawiasky tersebut dalam bentukpiramida. Selanjutnya A. Hamid S. Attamimimenunjukkan struktur hierarki tata hukumIndonesia dengan menggunakan teori HansNawiasky. Berdasarkan teori tersebut, strukturtata hukum Indonesia adalah:
1. Staatsfundamentalnorm : Pancasila(Pembukaan UUD 1945);
2. Staatsgrundgesetz : Batang Tubuh UUD 1945,TAP MPR, dan Konvensi Ketatanegaraan;
3. Formell Gesetz : Undang-Undang;4. Verordnung & Autonome Satzung : secara
hierarkis mulai dari PeraturanPemerintah hingga Keputusan Bupati atauWalikota.
Peraturan Bupati yang salah satu Pasal yaitu
pasal 16 yang dalam hal ini adalah peraturan yang
lahir karena kewenangan secara delegasi dari
peraturan daerah, seyogyanya tidak boleh
bertentangan dengan Peraturan Daerah (lex Superior)
yang mana dalam hal ini berlaku asas Lex Superior
derogate lex inferior, yaitu peraturan yang lebih tinggi
mengesampingkan peraturan yang lebih rendah, maka
13 Baca Tulisan Jimly Asshiddiqie & M. Ali Safaat, teori HansKelsen tentang Hukum, yang diterbitkan sekertariat Jenderal dankepaniteraan mahkamah konstitusi RI yang diterbitkan Online.
22
dari itu berdasarkan asas tersebut, Pasal 16 Perbup
BPHTB dikesampingkan dan yang berlaku adalah pasal
100 Perda Pajak Daerah.
Perda pajak daerah dalam hal ini adalah
mengacu pada UU PDRD yang mana UU PDRD dalam
pejelasan teknis yang berbentuk surat surat edaran
bersama menteri keuangan, menteri dalam negeri dan
kepala badan pertanahan nasional nomor :
se-12/mk.07/201414
Jadi penentuan NPOP BPHTB atas Jual Beli
diluar pasal 100 yaitu dengan mengacu pada Perbup14 Meskipun Surat edaran bersama dalam hierarki perundang-
undangan Indonesia tidak masuk dalam tata urutan perundang-undangan sesuai undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentangpembentukan peraturan perundang-undangan , akan tetapikeabsahanya secara Yuridis, Filosofis dan Yuridis, maka dapatdisimpulkan sebagai berikut :a. Secara Yuridis pengaturan mengenai Surat Edaran Menteri
tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan manapun,namun bagian dari freis ermessen dari pemerintah untukmengeluarkan apapun yang dianggap baik dan tidak bertentangandengan peraturan perundang-undangan manapun.
b. Secara Filosofis, surat edaran menteri merupakan hal yangmerupakan kebutuhan teknis untuk memperjelas norma-norma yangada diatasnya yang belum jelas, sehingga diatur lebih lanjutmelalui surat edaran.
c. Secara Sosiologis, surat edaran menteri sangat dibutuhkandalam kondisi yang mendesak dan untuk memenuhi kekosonganhukum, akan tetapi jangan sampai peraturan menteribertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
Dengan demikian apabila dipertanyakan tentang keabsahannya,maka dapat disimpulkan bahwa surat edaran menteri tetap harusdianggap sah sepanjang mengatur tingkat internal vertikal pejabattata usaha negara dilingkungannya, dengan tetap mempertimbangkanaspek yuridis, filosofis dan sosiologis dalam pembentukan danpelaksanaannya dilapangan. Baca Esmi Warassih P. 2001. “Fungsi Cita HukumDalam Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan yang Demokratis” Dalam ArenaHukum Majalah Hukum FH Unubraw No. 15 Tahun 4, November 2001, hlm, 354-361.
23
BPHTB secara teori, perbup tersebut lahir dari
kewenangan yang bersifat delegatif karena kewenangan
tersebut diperoleh dari pelimpahan secara delegatif
oleh peraturan Perundang-undangan ( Perda ) yang
menyebutkan bahwa Kepala Daerah berwenang
menetapkan Perbup BPHTB guna menjalankan
Perda,15maka dari itu perbub sebagai peraturan yang
lebih rendah tingkatanya harus sesuai dengan norma
yang diatasnya, dalam hal ini penentuan NPOP BPHTB
atas jual beli norma-norma yang termuat dalam
Perbup yang salah satunya Pasal 16 menyebutkan
berwenang menentukan NPOP BPHTB dari pemeriksaan
jelas sangat bertentangan dengan Pasal 100 Perda
Pajak Daerah dan bertentangan dengan UU PDRD
sebagai UU yang berlaku secara Nasional ( Lex
Superior).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Surat edaran
bersama tersebut adalah memperjelas suatu ketentuan
ataupun norma yang terkandung dalam Undang-undang
15 Prof. Sudarsono dalam Bukunya sekilas tentang wewenang danpenyalahgunaan wewenang menyebutkan, Suatu Peraturan perundang-undangan akan menjadi sumber wewenang atributif jikaia menciptakanwewenang baru,akan tetapi jika ia tidak menciptakan wewenang baru,melainkan hanya melimpahkan wewenang yang sudah ada, maka iamerupakan sumber wewenang delegatif. Hal ini dapat diahami yaituwewenag atributif adalah termuat dalam perda Nomor 08 tahun 2011tentang pajak daerah, sedangkan peraturan pelaksaanaan yaituPerbup. Nomor 32 tahun 2013 adalah bersumber dari wewenangdelegatif, karena mendapat pelimpahan dari perda pajak daerah./Baca Sudarsono sekilas tentang wewenang dan penyalahgunaan wewenangHal. 33
24
PDRD,16 yang dinilai akan menimbulkan multi tafsir
jika tidak dikeluarkan surat edaran bersama
tersebut.Untuk itu karena Surat Edaran Bersama
tersebut adalah penjelasan teknis untuk UU PDRD17.
yang berlaku secara nasional ( Lex Superior) yang mana
UU PDRD juga menjadi acuan perda, maka harus
mengesampingkan peraturan terkait yang ada di
daerah / Perbup ( Lex Inferior) jika terjadi benturan
norma. 18
Menurut Purnadi Purbacaraka dan SoerjonoSoekanto dalam pembentukan peraturanperundangan-undangan harus mem-perhatikanasas-asas peraturan perundang-undangan antaralain19:1. Undang-Undang tidak dapat berlaku surut2. Undang-Undang tidak dapat diganggu
gugat;
16 Demikian juga tentang hubungan yang terkait antara SuratEdara bersama tersebut dengan Perda maupun perbup Pajak Daerah,yaitu Surat edaran bersama adalah serangkaian penjelasan atasnorma-norma yang terkandung dalam Undang-undang yang dimaksuddalam Surat edaran bersama, dalam hal ini adalah UU PDRD, jadiSurat Edaran Bersama tersebut adalah penjelasan dari salah satupasal dalam UU PDRD, dan menjadi dasar untuk daerah sebagaipedoman tentang petunjuk teknis maupun sebagai acuan penjelasandalam menerapkan perda pajak daerah yang mengacu UU PDRD.
17 Surat edaran merupakan sebagai produk freies ermessen, jaditidak dapat diuji dengan peraturan yang lebih tinggi, maka dariitu untuk menguji suatu surat edaran adalah mengacu pada asas-asasumum pemerintahan yang baik
18 Ingat, asas lex superior derogate lex inferior, jadi disini karenaperaturan daerah terkait pajak daerah harus berkesesuaiang denganUndang-undang Nasional yang sifatnya Superior dan berlaku secaraNasional, baca juga tentang stufen teori .
19 Soerjono Soekanto & Purnadi Purbacaraka, Perihal Kaidah Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 1993, halaman 88-92
25
3. Undang-Undang yang dibuat oleh penguasalebih tinggi mempunyai kedudukan yangtinggi pula (Lex superiori derogat legi inferiori);
4. Undang-Undang yang bersifat khusus akanmengesampingkan atau melumpuhkan undang-undang yang bersifat umum (Lex specialisderogat legi generalis)
5. Undang-Undang yang baru mengalahkan ataumelumpuhkan undang-undang yang lama (Lexposteriori derogat legi priori);
6. Undang-Undang merupakan sarana maksimalbagi kesejahteraan spirituil masyarakatmaupun individu, melalui pembaharuanatau pelestarian.
Menurut prof. Sudarsono, Karena parameter
penyalahgunaan wewenang tidak disebutkan dengan jelas
dalam undang-undang setelah berlakunya undang-undang
nomor 9 tahun 2004, maka untuk menentukan sah
tidaknya keabsahan kewenangan atau suatu kewenangan
tersebut masuk dalam penyalahgunaan wewenang atau
bukan, maka yang dipakai acuan parameternya dapat
digali dari pendapat para ahli sebagaimana telah
disebutkan Prof. Sudarsono diatas.
Salah satu ahli Hukum administrasi Negara yang
mengupas tentang keabsahan kewenangan adalah
Philipus M. Hadjon yang salah satu pendapatnya
yaitu :
“ Dalam teori kewenangan , pasti selaluberhubungan erat dengan keabsahan atas kewenangantersebut, sesuai teori kewenangan menurutPhipilus Mandiri Hadjon yaitu mensyaratkankeabsahan tindak pemerintah yang didasarkan padabeberapa aspek, antara lain aspek kewenangan,aspek prosedur, dan aspek substansi. Pada aspek
26
kewenangan mensyaratkan bahwa tiap tindakanpemerintahan harus bertumpu atas kewenangan yangsah (atribusi, delegasi, maupun mandat). Dalamtiap-tiap kewenangan dibatasi oleh isi (materi),wilayah, dan waktu. Apabila terdapat cacat dalamaspek-aspek tersebut maka menimbulkan akibatyaitu cacat kewenangan (onbevoegdheid) . Dalam aspek prosedur, bertumpu pada asasNegara hukum, asas demokrasi dan asasinstrumental. Pada asas Negara hukum berkaitandengan perlindungan hak-hak dasar manusia. Padaasas demokrasi berkaitan dengan asas keterbukaandalam penyelenggaraan pemerintahan. Dan pada asasinstrumental meliputi antara lain adalah asasefisiensi (doelmatigheid, daya guna) dan asasefektivitas (loeltreffenheid, hasil guna). Dalam aspek substansi menegaskan bahwakewenangan yang miliki pemerintah dibatasi secarasubstansial, yakni menyangkut “apa” dan “untukapa”. Apabila terjadi cacat substansialmenyangkut “apa” merupakan tindakan sewenang-wenang, dan terjadi cacat substansial menyangkut“untuk apa” maka hal tersebut merupakan tindakanpenyalahgunaan wewenang. 20
20 Kewenangan Pasti berkaitan dengan Keabsahan yang manasatu sama lain pasti berkaitan, Menurut Profesor Dr. Sudarsono,SH., Ms………….:
“ Keabsahan adalah kekuasaan yang sah, apakah Sah menurutundang-undang atau sah menurut Hukum. Karena ada Pendapat yangmenyatakan bahwa terdapat perbedaan antara Undang-undang danHukum. Peraturan perundang-undangan adalah hukum akan tetapi hukumtidak selalu peraturan perundang-undangan.diluar perundang-undangan terdapat asas-asas Hukum Umum yang dalam HukumAdministrasi disebut asas-asas Umum Pemerintahan yang baik danakan dijelaskan dalam poin asas-asas umum pemerintahan yang baikdalam lanjutan kerangka teoritik dibawah dalam penulisanini.Keabsahan sebagaimana diungkapkan disini adalah kekuasaanberdasar pada hukum maupun berdasar pada undang-undang, karenatelah disebutkan diatas Hukum adalah undang-undang dan undang-undang adalah bagian dari hukum, kesimpulanya Hukum tidak selaluundang-undang. Penulis menyimpulkan demikian karena Indonesiaadalah Negara Hukum dan Perundang-undangan bukanlah satu-satunyasumber Hukum, negara indonesia mengakui sumber Hukum selainUndang-undang.”
27
Kewenangan Kepala Daerah dalam menentukan NPOP
BPHTB atas jual beli diluar Pasal 100 dengan
menggunakan metode penentuan NPOP hasil pemeriksaan
atas pungutan BPHTB dalam hal jual beli akan sah jika
dalam batasan-batasan sesuai peraturan yang berlaku,
diluar batasan yaitu berdasarkan UU PDRD, Perda Pajak
Daerah Kab. Malang serta SEB BPHTB, hal tersebut
adalah tindakan penyalah gunaan wewenang dan cacat
kewenangan (onbevoegdheid) karena menurut Philipus M.
Hadjon bahwa cacat substansial menyangkut untuk apa,
merupakan tindakan penyalahgunaan wewenang serta
dapat di ajukan gugatan ke PTUN”.
2. Implikasi Hukum dari Penentuan Nilai PerolehanObjek Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah danBangunan atas Jual Beli diluar Pasal 100. Kata implication mengadung arti: maksud,
pengertian; secara tersimpul; atau terlibatnya.
Implicate artinya melibatkan atau menyangkutkan,
sedangkan Imply berarti menyatakan secara tidak
langsung.21 Menurut kamus bahasa Indonesia Implikasi
adalah keterlibatan atau suatu keadaan terlibat dan
termasuk atau tersimpul.22 Menurut Black’s Law Dictionary ,
21Jhon M. Echols dan Hasan Sadily. Kamus Inggris Indonesia(Jakarta:PT. Gramedia 2000)
22W.J.S Poerwadaerminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia,( Jakarta: Balai Pustaka 1976). Hlm 377
28
1. tindakan yang menunjukkan keterlibatan dalam
sesuatu, esp. Sebuah kejahatan atau misfeasance
(implikasi dari para hakim di schemeroba penyuapan)
2. Sebuah kesimpulan yang ditarik dari sesuatu yang
dikatakan atau diamati (implikasinya adalah bahwa
skema melibatkan beberapa orang). Implikasi yang
diperlukan. begitu kuat dalam probabilitas bahwa apa
pun yang bertentangan akan masuk akal.23
Terkait kepastian hukum dalam hal ini undang-undang
tentang pajak khususnya penentuan NPOP BPHTB atas
jual beli diluar pasal 100 perda jo pasal 87 UU
PDRD, menurut Nurhasan Ismail berpendapat bahwa
penciptaan kepastian hukum dalam peraturan
perundang-undangan memerlukan persyaratan yang
berkenaan dengan struktur internal dari norma hukum
itu sendiri.
Persyaratan internal tersebut adalahsebagai berikut : Pertama, kejelasan konsepyang digunakan. Norma hukum berisi deskripsimengenai perilaku tertentu yang kemudiandisatukan ke dalam konsep tertentu pula. Kedua,
23Graner Bryan A. Black’s Law Dictionary, A Dictionary OfModern American Usage.1998.hlm 757
29
kejelasan hirarki kewenangan dari lembagapembentuk peraturan perundang-undangan.Kejelasan hirarki ini penting karena menyangkutsah atau tidak dan mengikat atau tidaknyaperaturan perundang-undangan yang dibuatnya.Kejelasan hirarki akan memberi arahan pembentukhukum yang mempunyai kewenangan untuk membentuksuatu peraturan perundang-undangan tertentu.Ketiga, adanya konsistensi norma hukumperundang-undangan. Artinya ketentuan-ketentuandari sejumlah peraturan perundang-undangan yangterkait dengan satu subyek tertentu tidaksaling bertentangan antara satu dengan yanglain.24
Menurut pendapat Nurhasan Islmail tersebut,
suatu peraturan haruslah singkron antara satu dengan
yang lain, tidak boleh bertentangan, agar memberikan
kepastian hukum, hal ini jika dikaitkan dengan pasal
100 perda pajak daerah dan pasal 16 perbup Kab.
Malang terjadi benturan norma, karena disatu sisi
yaitu perda pajak daerah menyebutkan NPOP BPHTB atas
jual beli adalah harga transaksi / NJOP mana yang
lebih tinggi akan tetapi disisi lain yaitu Perbup
Kab. Malang menyebutkan NPOP BPHTB didasarkan pada
nilai dari hasil pemeriksaan. maka dari itu
seharusnya norma yang dituangkan oleh kedua pasal
tersebut idealnya dikaji ulang agar memberikan
kepastian hukum dalam masyarakat karena implikasi
secara yuridis menurut Nurhasan ismail suatu
24 Nurhasan Ismail,dkk. Mediasi Sengketa Tanah. Jakarta. Kompas. 2008.
30
peraturan yang tidak memenuhi unsur-unsur seperti
apa yang telah ia kemukakan, maka aturan tersebut
dianggap tidak sah dan tidak mengikat.
Pengertian diatas memberikan kejelasan tentang
pemahaman kepastian hukum , suatu ketentuan yang
digunakan dalm menyelesaikan suatu masalah hukum,
harus tetap dipegang sebagai dasar. Sebagai
ilustrasi yang berhubungan dengan penelitian ini,
yaitu jika terdapat transaksi jual beli tanah dan
bangunan dan para pihak sepakat bahwa harga
disepakati 1 (satu) milyar Rupiah dan dituangkan
dalam akta jual beli sebagai akta otentik, meskipun
di NJOP tertera 1,5 milyar , hal ini dipengaruhi
berbagai faktor yaitu seperti penjual ingin hasil
bersih dan pada saat itu butuh uang dengan cepat,
maka dari itu tercapai kesepakatan tersebut. Setelah
dilaporkan pajaknya dengan NPOP BPHTB sesuai NJOP
(karena transaksi lebih rendah dari NJOP) maka
seharunya penghitungan BPHTB sesuai Pasal 10025 yang
25 Sesuai uraian diatas, pasal 100 perda pajak daerah jo pasal87 UU PDRD menyebutkan NPOP BPHTB atas Jual beli adalah hargatransaksi, dan apabila transaksi lebih rendah dari NJOP, Maka NPOPdidasarkan NJOP. apabila dicermati aturan tersebut, selain hargatransaksi yang tercantum dalam akte Notaris/PPAT, NPOP sebagaidasar pengenaan BPHTB dalam hal terjadi transaksi jual belihanyalah NJOP PBB yang berlaku tahun terjadinya transaksi.Sehingga apabila dalam hal transaksi jual beli, penentuan NPOPselain berdasarkan harga transaksi atau NJOP PBB dapatdikategorikan sebagai melanggar UU PDRD. Hal ini hanya dapatdihindari dengan menyesuaikan NJOP PBB yang berlaku agar selalumendekati harga pasar, sehingga wajib pajak tidak akanmencantumkan harga transaksi sesuai dengan keadaan sebenarnya.
31
terutang adalah 1,5 Milyar – Rp.60.000.000 sebagai
NPOPTKP x 5% = Rp. 73.000.000, maka dari itu
misalkan setelah diadakan hasil pemeriksaan ternyata
NPOP BPHTB atas jual beli ditentukan diluar NPOP
yang telah ditetapkan sesuai pasal 100 tersebut
karena beracuan dari NPOP hasil pemeriksaan akan
menyimpangi kepastian hukum dan menimbulkan
kesewenang-wenangan, karena penentuan NPOP BPHTB
atas jual beli tersebut ditentukan diluar pasal 100
perda pajak daerah.
Apabila dikaji lebih mendalam tentang kepastian
hukum, menurut prof. sudarsono26 Indonesia tidak
hanya berdasarkan Undang-undang, tetapi juga
berdasarkan hukum umum yaitu salah satunya adalah
adanya asas-asas umum pemerintahan yang baik
( AAUPB)27 salah satu syarat dalam asas-asas umum
26. Sudarsono, Opcit, hal 5 27 Ridwan HRdalam bukunya Hukum Administrasi Negara
myenyebutkan, Pada awalnya, AAUPB dimaksudkan sebagai saranaperlindungan hukum (rechtsbescherming) dan bahkan dijadikansebagai instrumen untuk peningkatan perlindungan hukum (verhoodgerechtsbescherming) bagi warga negara dari tindakan pemerintah.AAUPB selanjutnya dijadikan sebagai dasar penilaian dalamperadilan dan upaya administrasi, di samping sebagai norma hukumtidak tertulis bagi tindakan pemerintahan. Menurut SF. Marbun,AAUPB memiliki arti penting dan fungsi berikut: 1.Bagi administrasi negara, bermanfaat sebagai pedoman
dalam melakukan penafsiran dan penerapan terhadap ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang bersifat samar atau tidakjelas.
2.Bagi warga masyarakat, sebagai pencari keadilan, AAUPB dapatdipergunakan sebagai dasar gugatan sebagaimana disebutkan
32
pemerintahan yang baik adalah kepastian hukum, hal
ini sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Kuntjoro
Purbopranoto dalam bukunya yang berjudul ‘Beberapa
Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi
Negara’ mengetengahkan 13 asas yaitu :
1. Asas kepastian hukum2. Asas keseimbangan3. Asas kesamaan4. Asas bertindak cermat5. Asas motivasi untuk setiap putusan6. Asas jangan mencampurkan adukan wewenang7. Asas permainan yang layak
Seperti apa yang disampaikan
diatas, jelas sekali terlihat hubungan yang sangat
erat antara kepastian hukum dan perlindungan hukum,
suatu peraturan yang tidak memenuhi kepastian hukum
dan terdapat multi tafsir dalm normanya, maka bisa
dipastikan akan merugikan masyarakat sebagai warga
Negara, pasal 9 dan pasal 16 perbup BPHTB, maka
terdapat kerancuan, pasti akan menimbulkan problema
dalam penerapanya karena terdapat benturan norma,
maka dari tidaka adanya kepastian hukum dalam
dalam pasal 53 UU No. 5/1986.3. Bagi hakim TUN, dapat dipergunakan sebagai alat menguji dan
membatalkan keputusan yang dikeluarkan badan atau pejabatTUN.
4. Selain itu, AAUPB tersebut juga berguna bagi badanlegislatif dalam merancang suatu undang-undang.
33
peraturan perundang-undangan, masyarakat sebagai
pihak yang dirugikan atas ketidak pastian tersebut
wajib mendapatkan perlindungan hukum.
Perlindungan Hukum unsur esensial dalam suatu
negara hukum, dalam suatu negara, pasti terjadi
hubungan antara negara dengan warga negaranya.dalam
penelitian ini pembayaran kewajiban BPHTB adalah
suatu bentuk hubungan wajib pajak dengan negara,
hubungan inilah yang melahirkan hak dan kewajiban.
perlindungan hukum akan menjadi hak bagi warga
negara. Di sisi lain perlindungan hukum menjadi
kewajiban bagi negara. Negara wajib memberikan
perlindungan hukum bagi warga negaranya. Indonesia
mengukuhkan dirinya sebagai negara hukum yang
tercantum di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 1
ayat 3 yang berbunyi : Indonesia adalah negara
hukum. Ini berarti bahwa Indonesia adalah negara
yang berdasarkan atas hukum. Dengan sendirinya
perlindungan hukum menjadi unsur esensial serta
menjadi konsekuensi dalam negara hukum. Negara
wajib menjamin hak-hak hukum warga negaranya.
Perlindungan hukum merupakan pengakuan terhadap
harkat dan martabat warga negaranya sebagai
manusia.
Menurut Philipus M. Hadjon : “………Perlindungan Hukum adalah perlindungan akanharkat dan martabat, serta pengakuan terhadap
34
hak-hak asasi manusia yang dimiliki olehsubyek hukum berdasarkan ketentuan hukum darikesewenangan.28 Dalam merumuskan prinsi-prinsipperlindungan hukum di Indonesia, landasannyaadalah Pancasila sebagai ideologi dan falsafahnegara. Konsepsi perlindungan hukum bagirakyat di Barat bersumber pada konsep-konsepRechtstaat dan ”Rule of The Law”. Denganmenggunakan konsepsi Barat sebagai kerangkaberfikir dengan landasan pada Pancasila,prinsip perlindungan hukum di Indonesia adalahprinsip pengakuan dan perlindungan terhadapharkat dan martabat manusia yang bersumberpada Pancasila. Prinsip perlindungan hukumterhadap tindak pemerintah bertumpu danbersumber dari konsep tentang pengakuan danperlindungan terhadap hak-hak asasi manusiakarena menurut sejarahnya di Barat, lahirnyakonsep-konsep tentang pengakuan danperlindungan terhadap hak-hak asasi menusiadiarahkan kepada pembatasan-pembatasan danpeletakan kewajiban masyarakat danpemerintah.29
Dalam teori perlindungan hukum sebagaimana
yang dikemukakan Philipus M. Hadjon maka terdapat 2
(dua) bentuk perlindungan Hukum yaitu bersifat
prefentif dan represif, jika dilihat dalam perda
pajak daerah maupun UU PDRD, hal tersebut sudah
diatur demikian baiknya, seperti wajib pajak diberi
hak untuk mengajukan keberatan30 kepada kepala
daerah sebagai bentuk langkah prefentif dan diberi hak
untuk mengajukan gugatan kepada pengadilan pajak
28 Philipus M. Hadjon. 1987. Perlindungan Hukum Bagi RakyatIndonesia. Surabaya: Bina Ilmu29 Philipus M. Hadjon. ibid .hal. 38
30 Lihat Pasal Terkait Pengajuan Keberatan Atas Surat Ketetapan Pajak..
35
sebagai bentuk represif, dalam hal mekanisme pengajuan
keberatan telah dikemukakan diatas.
Jadi perlindungan hukum adalah suatu perbuatan
(hal) melindungi subjek hukum berdasarkan peraturan
perundangundangan yang berlaku. Perlindungan hukum
merupakan salah satu unsur yang terdapat di dalam
hak (kepentingan/tuntutan perorangan atau kelompok
untuk di penuhi), sehingga perlindungan hukum
merupakan suatu tindakan yang diharapkan untuk
melindungi terpenuhinya hak, perlindungan karena
karena tidak adanya kepastian yang menimbulkan
kesewenang-wenangan oleh pemerintah kepada warga
Negara khususnya wajib pajak atas penentuan NPOP
BPHTB diluar pasal 100.
D. SIMPULAN.
Penentuan NPOP BPHTB atas jual beli diluar
pasal 100 Perda nomor 08 tahun 2011 tentang pajak
daerah Kabupaten Malang disebabkan karena untuk
meminimalisir ketidak patuhan wajib pajak. Dasar
hukum atas penentuan tersebut adalah Perbup nomor 32
tahun 2013 Kabupaten Malang tentang tata cara
pelaksanaan BPHTB, yang mana dasar pembentukan Perbup
tersebut adalah kewenangan delegatif Kepala Daerah,
meskipun isi dari perbup terdapat benturan dengan
norma diatasnya, maka dari itu berlakulah asas lex
superiori derogate lex inferiori. Sedangkan teori kewenangan
36
dan keabsahan yang dikemukakan Profesor Sudarsono,
SH., Ms. sahnya kewenangan haruslah sah menurut hukum
(termasuk sah menurut undang-undang), yang mana hukum
haruslah ada konsistensi norma agar terhindar dari
penyalahgunaan wewenang maupun tindakan sewenang-
wenang. .
Implikasi hukum dari penentuan NPOP BPHTB atas
jual beli diluar pasal 100 Perda nomor 08 tahun 2011
tentang Pajak daerah Kabupaten Malang adalah adanya
ketidakpastian hukum dalam hal pajak, yang
menimbulkan sengketa pajak antara wajib pajak dengan
pemerintah, sedangkan jika ditinjau lebih lanjut
penentuan tersebut berimplikasi terhambatnya proses
pendaftaran hak atas tanah. Kepastian hukum harus
ada kejelasan norma, tidak menimbulkan multitafsir,
tidak menimbulkan kontradiktif, dan dapat
dilaksanakan, tidak ada kepastian hukum akan
merugikan masyarakat sehingga masyarakat selaku
wajib pajak wajib mendapatkan perlindungan hukum
yang dilakukan dengan upaya represif dan preventif, yaitu
represif adalah serangkain upaya untuk mengajukan
keberatan kepada pejabat Tata Usaha Negara yang
berwenang mengeluarkan Surat Ketetapan (Keputusan)
pajak daerah, sedangkan prefentif adalah serangkaian
usaha mengajukan gugatan kepada Pengadilan untuk
membatalkan Surat Ketetapan (keputusan) Pajak daerah
tersebut.