66
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut informasi yang dibeikan al-Qur’an sendiri, terutama dalam ayat 185 surat al-Baqarah (2), bahwa tujuan utama dan pertama dari penurunan kitab suci al-Qur’an ialah sebagai kitab hidayah (buku petunjuk) bagi umat manusia. Sebagai kitab hidayah, al-Qur’an surat dengan berbagai petunjuk hidup dan kehidupan manusia, bukan saja yang mengatur hubungan manusia sebagai mkhluk dengan Allah sebagi al-Khaliq, akan tetapi juga tentang hubungan di antara sesama manusia itu sendiri (mu’amalah) dalam lingkungan keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara. Begitupula Al-Qur’an tidak hanya berbicara tentang hukum- hukum dalam beribadah mahdhah, akan tetapi kandungannya mencakup setiap kebutuhan manusia. Salah satu di antaranya adalah tentang masyarakat sebagai kelompok yang terdiri dari beberapa individu dengan corak budaya yang beraneka ragam. Menurut al-Qur’an, sebagai akan dibahas nanti, manusia itu antara yang satu dengan yang lain pada dasarnya adalah sama kedudukannya dalam pandangan Allah. Tidak ada yang melebihi antara yang satu dengan yang lain. Kalaupun ada perbedaannya, maka itu semata-mata hanya dapat dibedakan dari segi ketaqwaannya. Itulah sebabnya mengapa antara sesama manusia dituntut saling menghormati, 1

MAKALAH Pendidikan Masyarakat Perspektif Alquran dan Hadits 2 3 4

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Menurut informasi yang dibeikan al-Qur’an sendiri,

terutama dalam ayat 185 surat al-Baqarah (2), bahwa tujuan

utama dan pertama dari penurunan kitab suci al-Qur’an

ialah sebagai kitab hidayah (buku petunjuk) bagi umat

manusia. Sebagai kitab hidayah, al-Qur’an surat dengan

berbagai petunjuk hidup dan kehidupan manusia, bukan saja

yang mengatur hubungan manusia sebagai mkhluk dengan Allah

sebagi al-Khaliq, akan tetapi juga tentang hubungan di

antara sesama manusia itu sendiri (mu’amalah) dalam

lingkungan keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara.

Begitupula Al-Qur’an tidak hanya berbicara tentang hukum-

hukum dalam beribadah mahdhah, akan tetapi kandungannya

mencakup setiap kebutuhan manusia. Salah satu di antaranya

adalah tentang masyarakat sebagai kelompok yang terdiri

dari beberapa individu dengan corak budaya yang beraneka

ragam.

Menurut al-Qur’an, sebagai akan dibahas nanti,

manusia itu antara yang satu dengan yang lain pada

dasarnya adalah sama kedudukannya dalam pandangan Allah.

Tidak ada yang melebihi antara yang satu dengan yang lain.

Kalaupun ada perbedaannya, maka itu semata-mata hanya

dapat dibedakan dari segi ketaqwaannya. Itulah sebabnya

mengapa antara sesama manusia dituntut saling menghormati,

1

saling menghargai dan bahkan dianjurkan supaya bekerja

sama di samping sama-sama bekerja.

Namun berbarengan dengan itu, dalam diri setiap orang

memang terdapat sikap egoism dan nafsu serakah, yang

menyebabkan mereka satu sama lain terkadang atau bahkan

sering berbenturan kepentingan, cela mencela, sakwa sangka,

saling merendahkan, dan tidak jarang berlanjut dengan

tindak kekerasan seperti perkelahian dan bahkan peperanga.

Kaum muslimin sesungguhnya bersaudara dilarang bertengkar

dan tidak dibenarkan berperang dengan sesama, bahkan

dengan orang non mukmin sekalipun kecuali jika mereka

diserang (membela diri).

Jika ternyata terjadi juga konflik antar sesama orang-

orang mukmin, maka pihak ketiga disuruh mendamaikan dan

menyelesaikan dengan sebaik dan seadil mungkin agar para

pihak yang terlibat sama-sama merasa senang, dan tidak

terjadi perkelahian atau peperangan yang berkepanjangan.

Guna menghindari kemungkinan terjadinya perpecahan di

antara sesama kaum muslimin khususnya dan di antara sesama

umat manusia pada umumnya, maka al-Qur’an menganjurkan

supaya terjalin kehidupan yang penuh persaudaraan, kerjasama

dan mempertahankan persatuan dan kesatuan di antara sesama

masyarakat itu sendiri, baik dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara karena pada hakikatnya manusia itu

adalah bersaudara.

Dalam konteks pendidikan Islam dan upaya pemeliharaan

hukum Allah, sebagai seorang muslimin pengkajian terhadap

masyarakat perlu dilakukan mengingat adanya keterkaitan

2

antara pendidikan dengan masyarakat itu sendiri. Didikan

kepada kebajikan dan meyeru kepada yang ma’ruf dan

pencegahan dari kemungkaran kedalam masyarakat akan

menghasilkan tatanan kehidupan masyarakat yang mendapat

rahmat Allah, dengan jaminan pahala yang besar.

Oleh karena pendidikan Islam dan upaya pemeliharaan

hukum Allah, maka perlu dilakukan kajian yang mendalam

tentang pendidikan masyarakat dalam pandangan al-Qur’an.

Dari berbagai ayat al-Qur’an yang nantinya hendak

mencoba membahas hal ihwal pendidikan masyarakat, dengan

mempelajari isi yang dikandung ayat, begitu pula

sedapatnya mengambil tujuan pokok kisah-kisah guna

merealisir tujuan umum yang dibawa oleh al-Qur’an Surat

al-Hujirat (49) ayat 10-13 sebagai rujukan utama dalam

pembahasan kali ini untuk melihat runtun didikan berupa

ajakan, suruhan, larangan, tindakan, teguran, pujian,

ancaman, harapan, hinaan, dan lain-lain sebagainya.

3

B. RUMUMASAN MASALAH

Makalah ini akan menguraikan beberapa kajian

Pendidikan Masyarakat Perspektif Al-Qur’an dan Hadits,

dengan memfokuskan pada al-Qur’an surat al-Hujurat (49)

ayat 10-13, beserta Hadits-hadits yang relefan guna

beroleh penjelasan dari maksud ayat.

Adapun masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah

:

“Bagaimanakah pandangan al-Qur’an tentang pendidikan masyarakat?”

Agar Pembahasan makalah ini lebih fokus dan terarah,

perlu membuat batasan masalah, yaitu:

1. Apa Pengertian pendidikan masyarakat?

2. Apa konsep pendidikan masyarakat?

3. Bagaimana petunjuk al-Qur’an dan Hadits dalam

pendidikan masyarakat?

4. Nilai-nilai pendidikan masyarakat dalam QS. Al-Hujurat?

5. Apa urgensi kajian ini dalam pendidikan?

Kemudian, penulis menyadari bahwa dari beberapa

referensi pendidikan masyarakat yang ada dalam kajian

makalah ini sulit ditemui, untuk itu, diskusi yang

mendalam, argumentatif dan berkelanjutan sangat diharapkan

sehingga ditemukan konsep yang utuh tentang pendidikan

masyarakat.

C. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui Pengertian pendidikan masyarakat

2. Untuk mengetahui konsep pendidikan masyarakat

4

3. Guna menjelaskan bagaimana petunjuk al-Qur’an dan

Hadits dalam pendidikan masyarakat?

4. Untuk mengetahui Nilai-nilai pendidikan masyarakat

dalam QS. Al-Hujurat

5. Untuk mengetahui urgensi kajian ini dalam pendidikan

5

D. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penulisan

D. Sistematika Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian; Pendidikan, Pendidikan Islam dan

Pendidikan masyarakat

a. Pendidikan

b. Pendidikan Islam

- Istilah Islam tinjauan etimologis dan

terminologis

- Pengertian pendidikan Islam

c. Pendidikan masyarakat

B. Konsep Pendidikan Masyarakat

C. Kompilasi ayat-ayat pendidikan masyarakat

D. Petunjuk al-Qur’an dan hadits

a. Gambaran surat al-Hujurat

b. Surat al-Hujurat ayat 9-10

c. Surat al-Hujurat ayat 11-12

d. Surat al-Hujurat ayat 13

E. Kisah di dalam surat al-Hujurat

F. Nilai-nilai pendidikan masyarakat dalam surat

al-Hujurat

6

G. Urgensi Kajian surat al-Hujurat dalam

pendidikan

BAB III PENUTUP

A.Simpulan

B.Saran

DAFTAR PUSTAKA

7

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian; Pendidikan, Pendidikan Islam dan Pendidikan

masyarakat

Sebelum memaparkan konsep pendidikan masyarakat,

perlulah kiranya pemakalah mendeskripsikan tiga pengertian

yang meliputi:

a.Pendidikan

Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh

pendidik kepada terdidik terhadap perkembangan jasmani

dan rohani si terdidik menuju kepribadian yang lebih

baik, yang pada hakikatnya mengarah pada pembentukan

manusia yang ideal1.

Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh,

perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak

tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat

membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas

hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang

dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti

sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan

sebagainya) dan ditujukan kepada o rang yang belum

dewasa2.

Sementara itu, Al Syaibany memaknai pendidikan

adalah suatu prosespertumbuhan membentuk pengalaman dan

perubahan yang dikehendakidalam tingkah laku individu

1 Abudinnata, Filsafat Pendidikan Islam, hal. 1012 Hasbullah. Dasar Ilmu Pendidikan. 2005. Jakarta. Penerbit: PT

RajaGrasindo Persada8

dan kelompok hanya akan berhasil melaluiinteraksi

seseorang dengan perwujudan dan benda sekitar serta

denganalam sekelilingnya, tempat ia hidup, benda dan

persekitaran adalahsebagian alam luas tempat insan itu

sendiri dianggap sebagai bagian daripadanya.

Menurut UU Nomor 2 Tahun 1989 merumuskan pendidikan

adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan

bagi peranannya di masa yang akan datang.

Jadi, dapat disimpulkan, bahwa Pendidikan ialah

asuhan yang diberikan kepada anak semenjak dalam

kandungan ibunya, sesudah lahirnya, sampai pada waktu

remaja. Asuhan itu dilakukan melalui sikap, perbuatan,

bicara yang disampaikan berupa ucapan langsung, radio,

televisi, tontonan dan sebagainya, juga dengan tulisan

berupa surat, buku, koran majalah dan lain-lain. Jadi

pendidikan diutamakan untuk membentuk watak yang dididik

untuk ketabahan dan kematangan dalam kehidupan

bermasyarakat.

b.Pendidikan Islam

Sebelum memberikan penjelasan perihal pendidikan

Islam, pemakalah akan memberikan uraian tentang istilah

Islam. Pengertian Islam dapat ditinjau dari dua segi,

yaitu segi bahasa dan segi istilah.

1. Pengertian Islam: Etimologis

Secara etimologis (asal-usul kata, lughawi) kata

“Islam” berasal dari bahasa Arab: salima yang artinya

selamat. Dari kata itu terbentuk aslama yang artinya

9

menyerahkan diri atau tunduk dan patuh. Sebagaimana

firman Allah SWT:

“Bahkan, barangsiapa aslama (menyerahkan diri) kepada Allah, sedang

ia berbuat kebaikan, maka baginya pahala di sisi Tuhannya dan tidak

ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula bersedih hati”

(Q.S. 2:112).

Dari kata aslama itulah terbentuk kata Islam.

Pemeluknya disebut Muslim. Orang yang memeluk Islam

berarti menyerahkan diri kepada Allah dan siap patuh

pada ajaran-Nya.

Hal senada dikemukakan Hammudah Abdalati3

Menurutnya, kata “Islam” berasal dari akar kata Arab,

SLM (Sin, Lam, Mim) yang berarti kedamaian, kesucian,

penyerahan diri, dan ketundukkan. 

Dalam pengertian religius, menurut Abdalati,

pengertian Islam adalah "penyerahan diri kepada

kehendak Tuhan dan ketundukkan atas hukum-Nya"

(Submission to the Will of God and obedience to His Law).

Hubungan antara pengertian asli dan pengertian

religius dari kata Islam adalah erat dan jelas. Hanya

melalui penyerahan diri kepada kehendak Allah SWT dan

ketundukkan atas hukum-Nya, maka seseorang dapat

mencapai kedamaian sejati dan menikmati kesucian

abadi.

Ada juga pendapat, akar kata yang membentuk kata

“Islam” setidaknya ada empat yang berkaitan satu sama

lain.3 Hammudah Abdalati, Islam in Focus, American Trust Publications Indianapolis-Indiana, 1975, hlm. 7.

10

1. Aslama. Artinya menyerahkan diri. Orang yang masuk

Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah SWT.

Ia siap mematuhi ajaran-Nya.

2. Salima. Artinya selamat. Orang yang memeluk Islam,

hidupnya akan selamat. 

3. Sallama. Artinya menyelamatkan orang lain. Seorang

pemeluk Islam tidak hanya menyelematkan diri

sendiri, tetapi juga harus menyelamatkan orang

lain (tugas dakwah atau ‘amar ma’ruf nahyi

munkar). 

4. Salam. Aman, damai, sentosa. Kehidupan yang damai

sentosa akan tercipta jika pemeluk Islam

melaksanakan asalama dan sallama.

2. Pengertian Islam: Terminologis

Secara terminologis (istilah, maknawi) dapat

dikatakan, Islam adalah agama wahyu berintikan tauhid

atau keesaan Tuhan yang diturunkan oleh Allah SWT

kepada Nabi Muhammad Saw sebagai utusan-Nya yang

terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia, di mana pun

dan kapan pun, yang ajarannya meliputi seluruh aspek

kehidupan manusia.

Cukup banyak ahli dan ulama yang berusaha

merumuskan definisi atau pengertian Islam secara

terminologis. KH Endang Saifuddin Anshari4

mengemukakan, setelah mempelajari sejumlah rumusan

tentang agama Islam, lalu menganalisisnya, ia

4 Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pusataka Bandung, 1978, hlm. 46.11

merumuskan dan menyimpulkan pengertian Islam, bahwa

agama Islam adalah:

1. Wahyu yang diurunkan oleh Allah SWT kepada Rasul-

Nya untuk disampaikan kepada segenap umat manusia

sepanjang masa dan setiap persada.

2. Suatu sistem keyakinan dan tata-ketentuan yang

mengatur segala perikehidupan dan penghidupan asasi

manusia dalam pelbagai hubungan: dengan Tuhan,

sesama manusia, dan alam lainnya.

3. Bertujuan: keridhaan Allah, rahmat bagi segenap

alam, kebahagiaan di dunia dan akhirat.

4. Pada garis besarnya terdiri atas akidah, syariatm

dan akhlak.

5. Bersumberkan Kitab Suci Al-Quran yang merupakan

kodifikasi wahyu Allah SWT sebagai penyempurna

wahyu-wahyu sebelumnya yang ditafsirkan oleh Sunnah

Rasulullah Saw.

12

Pengertian Pendidikan Islam menurut para ahli:

Pendidikan Islam adalah usaha-usaha untuk menyampaikan

ilmu pengetahuan dan nilai Islam baik dalam bentuk

bimbingan rohani maupun jasmani guna mewujudkan

terbentuknya manusia yang memiliki kepribadian utama serta

kesuksesan dunia akhirat5.

Al Syaibaniy mengatakan pendidikan Islam adalah

proses tingkah laku individu peserta didik pada

kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitar.6

Adapun pendidikan Islam, menurut al Qardhawi adalah

pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya,

akhlak dan keterampilannya. Karenanya pendidikan Islam berupaya

menyiapkanmanusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun

perang, danmenyiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala

kebaikandan kejahatannya, manis dan pahitnya7.

Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya

dalam konteks Islam inheren dengan konotasi istilah

“tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib” yang harus dipahami

secara bersama-sama. Al Ta’lim dapat diartikan dengan

pengajaran. Tetapi menurut Naquib al Attas, bahwa

istilah al Ta’dib adalah istilah yang paling tepat

digunakan untuk menggambarkan pengertian pendidikan,

sementara istilah Tarbiyah terlalu luas karena pendidikan

dalam istilah ini mencakup juga pendidikan untuk hewan.

5 http://taqwimislamy.comkonsep-pendidikan-islam-dalam-terapan-masyarakat-madani-menurut-al-qur-an-dan-sunnah

6 Al-Syaibany, Omar Mohammad Al-Thoumy, Falsafah Pendidikan Islam, Terjemahan Hasan Lalunggung, Jakarta:Bulan Bintang, 1979

7 Yusuf al Qardhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al Banna, Terj. Bustami A.Gani,(Jakarta: Bulan Bintang, 1980), hlm 39

13

Al Attas menjelaskan bahwa Ta’dib berasal dari masdar

Addaba yangditurunkan menjadi kata Adabun, berarti

pengenalan dan pengakuantentang hakikat bahwa

pengetahuan dan wujud bersifat teratur secarahierarkis

sesuai dengan berbagai tingkat dan derajat tingkatan

mereka dantentang tempat seseorang yang tepat dalam

hubungannya dengan hakikatitu serta dengan kapasitas dan

potensi jasmaniah, intelektual, maupun rohaniah

seseorang8.

Dengan demikian pendidikan Islam adalah suatu proses

pembentukan individu atau pembentukan kepribadian muslim

berdasarkan ajaran-ajaranIslam yang diwahyukan Allah SWT

Kepada Muhammad SAW. Ajaran Islam tidak memisahkan

antara iman dan amal saleh. Oleh karena itu, pendidikan

Islam merupakan pendidikan iman dan pendidikan amal.

Karena ajaran Islam berisi ajaran tentang sikap dan

tingkah laku pribadimasyarakat menuju kesejahteraan

hidup perorangan dan bersama, maka pendidikan Islam

adalah pendidikan individu dan pendidikanmasyarakat.9

Jadi, antara pendidikan dengan pendidikan Islam

mempunyai arti yang berkesinambungan, hanya saja

terdapat perbedaan terhadap metode yang dilakukannya.

Pendidikan lebih berorientasi terhadap suatu hal yang

lebih universal tanpa menggunakan ajaran agama sebagai

8 Syed Muhammad al Naquib al Attas, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, (Bandung: Mizan,2003), hlm 175-181

9 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992),hlm 28.

14

landasannya. Sedangkan pendidikan Islam adalah konteks

mendidik dengan asas agama sebagai pegangannya.

Dari uraian tokoh-tokoh di atas tadi, dapat

disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu sistem yang

memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya

sesuai dengan ideologi Islam dan akan membentuk kehidu

pannya sesuai dengan ajaran Islam.

c.Pendidikan masyarakat

Arti masyarakat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia

masyarakat dibagi menjadi beberapa bagian yang mempunyai

arti antara lain :

Masyarakat adalah pergaulan hidup manusia, sehimpunan

manusia yang hidup bersama dalam sesuatu tempat

dengan aturan ikatan-ikatan yang tentu.

Bermasyrakat adalah merupakan masyarakat yang

bersekutu.

Permasyarakatan adalah lembaga yang mengurus orang

hukuman.

Kemasyarakatan adalah mengenai masyarakat, sifat-sifat

atau hal masyarakat.

Dalam pengertian sehari-hari, masyarakat berarti,

sekelompok manusia yang hidup dan mempunyai hubungan antar yang

satu dengan yang lainnya disatu daerah10.

Masyarakat, dalam arti yang luas, berarti sekelompok

manusia yang memiliki kebiasaan, ide dan sikap yang sama, hidup di

10 Kusumamihardja, Supan, dkk. 1985. Studia Islamica, Jakarta: Girimukti Pasaka.

15

daerah tertentu, menganggap kelompoknya sebagai kelompok sosial dan

berinteraksi.11

Namun pengertian yang paling sederhana menurut Al

Syaibany (1975:165), bahwa masyarakat adalah kumpulan

individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan Negara, kebudayaan dan

agama. Termasuk jalinan hubungan timbal balik, kepentingan bersama,

adat kebiasaan, pola-pola, teknik-teknik, sistem hidup, undang-undang,

institusi dan segala segi dan fenomena yang dirangkum oleh masyarakat

dalam pengertian yang luas dan baru12.

Arti dan beberapa pendapat di atas memberikan

pemahaman, bahwa sebenarnya kehidupan manusia itu

bersifat kemasyarakatan, artinya bahwa secara fitri,

manusia bersifat kemasyarakatan.

Bila dihubungkan semua ini dengan pendidikan, maka

segala pengalaman yang berlangsung dalam lingkungan dan sepanjang

hidup bersama, dengan berbagai keterikatannya itu, dapat dikatakan

pendidikan kemasyarakatan.13

Ag. Soejono (1980:23-24) mengemukakan bahwa,

pendidikan kemasyarakatan itu adalah tindakan atau pendidikan

yang pada pokoknya menanamkan pengertian, pengetahuan, dan

keinsyafan, bahwa setiap orang tentu hidup dalam suatu kelompok, -

pemupukkan rasa senang pada kehidupan masyarakat dengan peraturan

dan tujuannya, bimbingan kemauan kuat dan sikap tepat untuk berbuat

11 Arifin, Tajul, 2008, “Ilmu Sosial Dasar”, Bandung: Gunung Djati Press.12 Al-Syaibany, Al-Tomy Omar Muhammad. 1975. Falsafah Pendidikan

Islam, terjemahan: Hasan Langgulung, Judul asli : Falsafah Al Tarbiyah Al Islamiyah, Jakarta : Bulan Bintang.

13 http://tarbiyahiainib.ac.id/dosen/artikel-dosen/499-studi-al-quran-tentang-pendidikan-kemasyarakatan

16

demi kehidupan bersama dan tidak berbuat hal-hal yang merugikan

kebahagiaan hidup bersama atau sosial14.

Menurut Ismail R.Al-Faruqi, (1994: 172) Islam

memandang masyarakat sebagai pranata Ilahi, suatu pola Allah, yang

diperlukan manusia untuk memenuhi tujuan penciptaannya sebagai

hamba atau pengabdi. Oleh karena itu lanjut Al Faruqi, -

masyarakat sangat perlu bagi pengetahuan (Q.S. al-Hujurat 49: 6), -

masyarakat diperlukan bagi moralitas, - dan masyarakat diperlukan bagi

sejarah (sebagai panggung kewajiban moral)15.

Sebagai suatu pola Allah, tujuan pendidikan-Nya (al-Qur’n)

membina manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu

menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya, guna

membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah. Atau

dengan kata lain lebih disingkat dan sering digunakan oleh al-Qur’an,

“untuk bertakwa kepada-Nya.16

Dari paparan di atas dapat difahami, bahwa

pendidikan masyarakat di samping berhadapan dengan kelompok

orang, juga pemeliharaan dengan berbagai aktivitas dan

aturan secara timbal balik, sangatlah penting

keberadaannya.

B. Konsep Pendidikan masyarakat

Diatas telah memberikan penjelasan bahwa masyarakat

mencakup sekelompok orang yang berinteraksi antar

14 Soejono, Ag. 1980. Pendahuluan Ilmu Pendidikan Umum, Bandung: CV. Ilmu.

15 Al-Faruqi, Ismail R. 1993. Islam dan Kebudayaan, terjemahan Yustiono, judul asli: Islam and Culture, Bandung: Mizan.

16 Shihab, Quraish. 1994. Membumikan A, Qur’an- Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan.

17

sesamanya, saling tergantung dan terikat oleh nilai dan

norma yang dipatuhi bersama, serta pada umumnya bertempat

tinggal di wilayah tertentu, dan ada kalanya mereka

memiliki hubungan darah atau memiliki kepentingan bersama.

Pendidikan dalam pendidikan masyarakat ini boleh dikatakan

pendidikan secara tidak langsung, pendidikan yang dilaksanakan

secara tidak sadar oleh masyarakat. Dan anak didik sendiri secara sadar

atau tidak, ia telah mendidiknya sendiri, mempertebal keimanan serta

keyakinan sendiri akan nilai-nilai kesusilaan dan keagamaan di dalam

masyarakat.

Corak ragam pendidikan yang diterima anak didik dalam

masyarakat ini sangat banyak sekali. Diantaranya yaitu

meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan,

pembentukan pengetahun, sikap dan minat, maupun pembentukan

kesusilaan dan keagamaan.

Berdasarkan undang-undang no 20 tahun 2003 tentang

sisitem pendidikan nasional, peristiwa pendidikan yang

berlangsung pada lingkungan masyarakat, tergolong pada

pendidikan non formal. Lembaga pendidikan non formal atau

pendidikan luar sekolah (LPS) ialah semua bentuk

pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib,

dan berencana, dilaksanakan di luar kegiatan persekolahan.

Jadi pada hakikatnya, pendidikan di lingkungan

masyarakat merupakan pendidikan lanjutan dari sekolah, dengan kata lain

pendidikan di lingkungan masyarakat menekankan/memperkuat dalam

aspek pembiasaan, penguatan materi pembelajaran, dan biasanya

pendidikan yang ada pada masyarakat lebih mengutamakan praktek dari

pada teori.

18

C. Kompilasi Ayat-Ayat

1.Surat al-Hujurat ayat 9

Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperanghendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satumelanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggarPerjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintahAllah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurutkeadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allahmencintai orang-orang yang Berlaku adil. (Tafsir Al Misbah, Vol.13, hal. 243)

2.Surat al-Hujurat ayat 10

“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. sebab itudamaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dantakutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (TafsirAl Misbah, Vol. 13, hal. 246-247)

3.Surat al-Hujurat ayat 11

Wahai orang-o r a n g yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pulaperempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain, (karena) bolehjadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yangmengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, danjagnlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.seburuk-burukpanggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Danbarang siapa tidak bertobat, maka mereka iutlah orang-orang yangzalim. (Tafsir Al Misbah, Vol. 13, hal. 250)

19

4.Surat al-Hujurat ayat 12

“Hai orang-orang yang b e r i m a n , jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Danjanganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlahmenggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yangsuka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulahkamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”(Tafsir Al Misbah, Vol. 13, hal. 253)

Allah menganjurkan untuk mengonfirmasi kabar yang

diterima.

Al Hujurat ayat 6:

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orangFasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agarkamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpamengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atasperbuatanmu itu. (Tafsir al Misbah, Vol. 13, Hal 236)

An-Nuur Ayat 11:

S e s u n g g u h n y a orang-orang yang membawa berita bohongitu adalah dari golongan kamu juga. janganlah kamu kira bahwaberita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagikamu. tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat Balasan daridosa yang dikerjakannya. dan siapa di antara mereka yangmengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran beritabohong itu baginya azab yang besar. (Dahlan, Al Farisi,2009:372)

20

5.Surat al-Hujurat ayat 13

“Hai m a n u s i a , Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seoranglaki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialahorang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui lagi Maha Mengenal.” (Tafsir Al Misbah, Vol. 13,hal. 260)

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT telah

menciptakan makhluk-Nya, laki-laki dan perempuan, dan

menciptakan manusia berbangsa-bangsa, untuk menjalin

hubungan yang baik. Kata ta‟arafu pada ayat ini

maksudnya bukan hanya berinteraksi tetapi

berinteraksi positif. Jadi dijadikannya makhluk dengan

berbangsa-bangsa dan bersuku- suku adalah dengan

harapan bahwa satu dengan yang lainnya dapat

berinteraksi secara baik dan positif. Lalu

dilanjutkan dengan …inna akramakum „ndallahi atqaakum..

maksudnya, bahwa interaksi positif itu sangat

diharapkan menjadi prasyarat kedamaian di bumi ini.

Namun, yang dinilai terbaik di sisi Allah adlah mereka

itu yang betul-betul dekat kepada Allah. (Wahyunianto,

Muslim, 2010: 69-70).

Allah SWT sengaja menciptakan manusia dalam

keadaan yang berbeda.

Al Maidah ayat 48

21

U n t u k tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan danjalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamudijadikan- Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak mengujikamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembalikamu semuanya, lalu beritahukan-Nya kepadamu apa yang telahkamu perselisihkan itu. (Shihab, 1999: 491)

22

Yunus ayat 99:

D a n Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semuaorang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu(hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orangyang beriman semuanya ?. (Shihab, 1999: 99)

Ar-Ruum (30) ayat 22:

D a n di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakanlangit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warnakulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benarterdapat tanda- tanda bagi orang-orang yang mengetahui.(Shihab, 1999: 289)

Al Maidah (5) ayat 69:

S e s u n g g u h n y a orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi,Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (diantara mereka)yang benar- benar saleh, Maka tidak ada kekhawatiran terhadapmereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Tafsir AlMisbah, Vol. 3, hal. 154)

Al Baqarah (2) ayat 62:

S e s u n g g u h n y a orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi,orang- orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantaramereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian danberamal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka,tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) merekabersedih hati. (Tafsir Al Misbah, Vol. 1, Hal. 213)

23

Selanjutnya, untuk mewujudkan persaudaraan antar

pemeluk agama :

Asy Syuura (42) ayat 15 memperkenalkan ajaran:

....

B a g iKami amal-amal Kami dan bagi kamu amal-amal kamu. tidak adapertengkaran antara Kami dan kamu, Allah mengumpulkanantara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita)". (Shihab, 1999:

493)

Islam tidak diperkenankan memaksakan kehendak

terhadap orang lain. Tetapi, melalui Al Qur‟an

Allah menganjurkan agar mencari titik singgung dan

titik temu antarpemeluk agama. Al Qur‟an menganjurkan

agar dalam interaksi sosial, bila tidak

ditemukan persamaan hendaknya masing-masing mengakui

keberadaan pihak lain, dan tidak perlu saling

menyalahkan.

Ali Imran ayat 64:

K a t a k a n l a h : "Hai ahli Kitab, Marilah (berpegang) kepadasuatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antaraKami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dantidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula)sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhanselain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepadamereka: "Saksikanlah, bahwa Kami adalah orang-orang yangberserah diri (kepada Allah)". (Shihab, 1999: 493).

D. Petunjuk Al-Qur’an dan Hadits

a.Gambaran Surat Al_Hujurat

24

Sebelum diuraikan lebih jauh perihal ayat 10-13

surat al-Hujurat (49), ada baiknya pemakalah lebih dulu

memberikan informasi tentang jati diri surat al-Hujurat

itu sendiri. Surat al-Hujurat, atau surat ke-49, adalah

terdiri atas 18 ayat, 343 kalimat dan 1.476 huruf.

Diturunkan setelah surat al-Mujadilah, dan tergolong ke

dalam kelompok surat-surat Madaniah17.

Dinamakan surat al-Hujurat, yang berarti kamar-

kamar, diambil dari perkataan “al-Hujurat” yang terdapt

dalam ayat ke-4 dalam surat tersebut. Ayat keempat ini

mencela sebagian sahabat yang memanggil-manggil Nabi

Muhammad SAW yang sedang berada di dalam kamar rumahnya

bersama isteri beliau. Memanggil-manggil Nabi dengan

cara dan dalam keadaan demikian menunjukkan sifat yang

kurang baik dan kurang hormat kepada beliau karena

mengganggu ketenangan dan ketenteran beliau.

Beberapa isi pokok yang terkandung dalam surat al-

Hujurat ialah meliputi persoalan:

1. Keimanan

Terutama menyangkut ketentuan bahwa masuk agama Islam

harus disempurnakan dengan muatan iman yang sebenar-

benarnya.

2. Hukum-hukum

Terutama menyangkut soal larangan mengambil keputusan

yang menyimpang dari ketetapan Allah dan Rasul-Nya,

keharusan meneliti suatu perkabaran yang disampaikan

17 Materi pokok Qur’an dan Hadits, Midul 1-6, Direktorat jenderal pembinaan kelembagaan agama islam dan universitas terbuka, 1997, hlm. 1210

25

oleh orang-orang fasik, dan kewajiban mengadakan

islah antara orang-orang muslimin yang bersengketa

karena sesame muslimin itu adalah bersaudara.

3. Akhlak

Terutama tentang etika sopan santun berbicara dengan

Rasul Allah SAW, bekerjasama antar kelompok

masyarakat dan lain sebagainya.

Itulah gambaran singkat tentang surat al-Hujurat

yang di dalamnya terdapat beberapa ayat yang membahas

hubungan manusia dengan Allah, manusia kepada sesama dan

perilaku manusia.

Kini tibalah waktunya pemakalah mengkaji surat al-

Hujurat (49) ayat 10 s/d 13, yang dalam hal ini meliputi

kajian tentang; Makna kosa kata (Makna mufradat), Sebab

nuzul, Penjelasan ayat dan Pengambilan kesimpulan tiap ayat

yang telah dikaji tersebut. Perihal kosa kata dalam

pembahasan al-Qur’an surat al-Hujurat (49) ayat 10-13

nantinya sangat diperlukan karena sering dijumpai dalam

Kitab Suci itu kata-kata yang mengandung pengertian

lebih dari satu. Disamping itu juga ditemukan kata yang

berkonotasi metaforis atau dalam ilmu balaghah disebut

majaz. Apabila hanya mengetahui satu konotasi saja,

sedangkan yang dimaksud ialah makna yang lain,

kemungkinan untuk tergelincir ke pemahaman yang keliru

besar sekali, karenanya, pemakalah menampilkan kajian

kosa kata dalam pembahasan tersebut.

b.Surat al-Hujurat (49) ayat 10

26

'Innamā Al-Mu'uminūna 'Ikhwatun Fa'aşliĥū Bayna

'Akhawaykum Wa Attaqū Al-Laha La`allakum Turĥamūna49:10. “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara.

sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara keduasaudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamumendapat rahmat.” (Tafsir Al Misbah, Vol. 13, hal.246-247) Jo. (9:11, 30:30, 42:23)

1. Makna Kosa Kata (Makna Mufradat)

لح ص� أ : Terambil dari kata “ashlaha” yang

berakar kata “shalaha atau shaluha –

yashluhu – shalahan wa shalahiyatan”

yang secara harfiyah berarti baik, sesuai,

cocok dan bagus. Lawan katanya adala

fasad, yang berarti rusak, jelek dan tidak

cocok atau hancur. Yang dimaksud dengan

“ishlah disini ialah perdamaian antara

dua orang (kelompok) yang berseteru atau

yang terlibat peperangan”.18 Dengan

melihat redaksi ayat sebelumnya surta ke

9 akan nampak jelas kisah dari kedua

ayat secara berurutan.

Kajian kataوأ لح ص� أ pada surat Al-Hujuraat ف��ayat ke 10

Bacaan dalam tulisan faashlichû

18 Ibid, 121427

arab latin Jenis kata kata perintah atau kata seru

Arti kata وأ لح ص� أ maka (kalian) damaikanlah ف��(mereka[lk])

Jumlah pemakaian kata وأ لح ص� أ dalam AlQuran ف��dipakai sebanyak 3 kali (hujuraat)

Kata وأ لح ص� أ tersusun ف��dari kata dasar dengan suku kata

ص ل حJumlah pemakaian

pola dasar ص ل ح dalam AlQuran

180 kali, yang terdiri daridipakai kata benda sebanyak150 kali, dipakai kata kerja sebanyak 30 kali

LINK SURAT HUJURAT\faashlichû.htm19

19 http://quran.bblm.go.id/28

2. Sebab Nuzul

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Nabi

Muhammad SAW naik keledai pergi ke rumah Abdullah bin

Ubay, seorang munafik yang suka melontarkan ejekan.

Ka itu Ibn Ubay berkata: “Eyahlah engkau daripadaku!

Demi Allah aku telah terganggu karena bau busuk

himarmu ini (Muhammad)” berkatalah salah seorang

Anshar: “Demi Allah keledainya (Muhammad) lebih harum

daripada kamu (Abdullah bin Ubay)”. Kemudian sesudah

itu marahlah anak buah Abdullah bin Ubay kepada orang

Anshar tadi, lalu terjadilah kemarahan yang

menimbulkan kedua pihak berkelahi dengan menggunakan

pelepah kurma, sandal dan lain-lain.

Berkenaan dengan peristiwa diatas maka turunlah

ayat ini (al-Hujurat (49):9) yang memerintahkan

penghentian peperangan, untuk kemudian menciptakan

perdamaian (diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim

dari Anal).

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa dua orang

dari kaum muslimin bertengkar satu sama lain. Maka

marahlah pengikut kedua kaum tersebut hingga

terjadilah “peperangan” dengan menggunakan tangan dan

sandal. Ayat ini (al-Hujurat (49):9) tutun sebagai

perintah untuk menghentikan perkelahian dan

menciptakan perdamaian (diriwayatkan oleh Sa’id bin

Manshur dan Ibn Jarir yang bersumber dari Abi Malik).

3. Penjelasan

29

Tersebab pertarungan antara sesama kelompok

mukmin itu dilarang, diantara alasannnya seperti

maksud ayat ke 10 surat al-Hujurat. Hal ini

mengingatkan sesama mukmin itu adalah bersaudara.

Itulah alasan mendasar yang menyebabkan pihak ketiga

yang seharusnya juga adalah orang-orang mukmin harus

berlaku bebas dan aktif dalam mendamaikan pihak yang

terlibat persengketaan, maksud ayat ke 9.

Mewujudkan perdamaian, oleh Allah dipandang

sebagai salah satu wujud ketaqwaan kepadaNya yang

memiliki lingkup sangat luas.

Firman Allah “ ” (danbertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat)adalah mengisyaratkan hal itu.

30

4. Kesimpulan

Bahwa perdamaian yang adil merupakan cara

terbaik untuk mengakhiri persengketaan yang terjadi di

tengah masyarakat. Lebih-lebih jika persengketaan itu

terjadi antara sesama kelompok mukmin. Sebab, menurut

al-Qur’an antara orang mukmin dengan orang mukmin

pada hakikatnya adalah bersaudara (ikhwah).

c.Surat al-Hujurat (49) ayat 11

Yā 'Ayyuhā Al-Ladhīna 'Āmanū Lā Yaskhar Qawmun MinQawmin `Asá 'An Yakūnū Khayrāan Minhum Wa Lā Nisā'un Min

Nisā'in `Asá 'An Yakunna Khayrāan Minhunna Wa LāTalmizū 'Anfusakum Wa Lā Tanābazū Bil-'Alqābi Bi'sa Al-Aismu Al-Fusūqu Ba`da Al-'Īmāni Wa Man Lam YatubFa'ūlā'ika Humu Až-Žālimūna49:11. Wahai orang-o r a n g yang beriman! Janganlah suatu kaum

mengolok- olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka(yang diolok- olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok)perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok).Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan jagnlahsaling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.seburuk-burukpanggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman.Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka iutlah orang-orang yang zalim. (Tafsir Al Misbah, Vol. 13, hal.250) Jo. (3:118, 3:162, 5:50)

1. Makna Kosa Kata (Makna Mufradat)

Kajian kata

31

ayat ke 11

Bacaan dalam tulisan arab latin yaskhar

Jenis kata kata kerja aktif bentuk sedang atau akan terjadi

Arti kata سخ�ر memperolok-olok ي��

Jumlah pemakaian kata سخ�ر dalam AlQuran ي��dipakai sebanyak 1 kali

Kata سخ�ر tersusun ي��dari kata dasar dengan suku kata

س ح� رJumlah pemakaian

pola dasar س ح� ر dalam AlQuran

42 kali, yang terdiri dari dipakai kata benda sebanyak 8 kali, dipakai kata kerja sebanyak 34 kali

Kajian kataوأ لمز� pada surat Al-Hujuraat ت�!ayat ke 11

Bacaan dalam tulisan arab latin

Talmizû, Yang dimaksud talmizû disini ialah menceladiri sendiri.

Jenis kata kata kerja aktif bentuk sedang atau akan terjadi

Arti kata وأ لمز� mencela ت�!

Jumlah pemakaian kata وأ لمز� dalam AlQuran ت�!dipakai sebanyak 1 kali

Kata وأ لمز� tersusun ت�!dari kata dasar dengan suku kata

ل م ر�Jumlah pemakaian 4 kali, yang terdiri dari

32

pola dasar ل م ر� dalam AlQuran

dipakai kata benda sebanyak 1 kali, dipakai kata kerja sebanyak 3 kali

..

Kajian kata

أب$ ق! ل� الأ pada surat ت�$Al-Hujuraat ayat ke 11Bacaan dalam tulisan arab latin bi(a)l-alqâbi

Jenis kata kata benda atau sifat

Arti kata $أب ق! ل� الأ ت�$dengan julukan, Yangmaksudnya adalah panggilanyang bukan nama asli berupapanggilan buruk.

Jumlah pemakaian kata $أب ق! ل� الأ dalam AlQuran ت�$dipakai sebanyak 1 kali

Kata $أب ق! ل� الأ tersusun ت�$dari kata dasar dengan suku kata

ل ق! ب$Jumlah pemakaian

pola dasar $ل ق! ب dalam AlQuran

1 kali, yang terdiri dari dipakai kata benda sebanyak 1 kali

Pola dasar $ل ق! ب dalam AlQuran hanya dipakai untuk bentuk kata benda saja, dalam AlQuran untuk pola dasar ini tidak digunakan sebagai kata kerja

..

Kajian kata ت!ب$ غ� -pada surat Al ي��Hujuraat ayat ke 12

33

Bacaan dalam tulisan

arab latin yaghtab

Jenis kata kata kerja aktif bentuk

sedang atau akan terjadi

Arti kata $ت!ب غ� ي��(dia[lk]) mengumpat, dalam

artian menceritakan aib

orang lain.

Jumlah pemakaian kata $ت!ب غ� dalam AlQuran ي��dipakai sebanyak 1 kali

Kata $ت!ب غ� tersusun ي��dari kata dasar

dengan suku kata

غ� ي� ب$

Jumlah pemakaian

pola dasar $غ� ي� ب dalam AlQuran

60 kali, yang terdiri dari

dipakai kata benda

sebanyak 59 kali, dipakai

kata kerja sebanyak 1 kali

d.Surat al-Hujurat (49) ayat 12

Yā 'Ayyuhā Al-Ladhīna 'Āmanū Ajtanibū Kathīrāan Mina Až-

Žanni 'Inna Ba`đa Až-Žanni 'Ithmun Wa Lā Tajassasū WaLā Yaghtab Ba`đukum Ba`đāan 'Ayuĥibbu 'Aĥadukum 'An

34

Ya'kula Laĥma 'Akhīhi Maytāan Fakarihtumūhu Wa AttaqūAl-Laha 'Inna Al-Laha Tawwābun Raĥīmun49:12. “Hai orang-orang yang b e r i m a n , jauhilah kebanyakan

purba- sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itudosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang danjanganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorangdiantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yangsudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Danbertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha PenerimaTaubat lagi Maha Penyayang.” (Tafsir Al Misbah, Vol. 13,hal. 253). Jo. (2:275, 3:130, 6:120)

Kajian kata ن3 -pada surat Al أل�ظ5Hujuraat ayat ke 12

Bacaan dalam tulisan arab latin a(l)dhdhanni

Jenis kata kata benda abstrak atau sifat

Arti kata ن3 menyangka أل�ظ5

Jumlah pemakaian kata ن3 dalam AlQuran أل�ظ5dipakai sebanyak 3 kali

Kata ن3 tersusun dari أل�ظ5kata dasar dengan suku kata

ظ5 ن3 ن3Jumlah pemakaian pola

dasar 3ظ5 ن3 ن dalam AlQuran

69 kali, yang terdiri dari dipakai kata benda sebanyak 24 kali, dipakai kata kerja sebanyak 45 kali

Kajian kataسوأ س ج$ -pada surat Al ت�!Hujuraat ayat ke 12

Bacaan dalam tulisan arab latin tajassasû

Jenis kata kata kerja aktif bentuk sedang

35

atau akan terjadi

Arti kata سوأ س ج$ supaya mencari (kalian) ت�!kesalahan

Jumlah pemakaian kata سوأ س ج$ dalam AlQuran ت�!dipakai sebanyak 1 kali

Kata سوأ س ج$ tersusun dari ت�!kata dasar dengan suku kata

ح3 س سJumlah pemakaian pola

dasar ح3 س س dalam AlQuran

1 kali, yang terdiri dari dipakaikata kerja sebanyak 1 kali

Pola dasar ح3 س س Dalam AlQuran hanya dipakai untuk bentuk kata kerja saja, dalam AlQuran untuk pola dasarini tidak digunakan sebagai kata benda

Kajian kataت!ب$ غ� -pada surat Al ي��Hujuraat ayat ke 12

Bacaan dalam tulisan arab latin yaghtab

Jenis kata kata kerja aktif bentuk sedang atau akan terjadi

Arti kata $ت!ب غ� mengumpat (dia[lk]) ي��

Jumlah pemakaian kata $ت!ب غ� dalam AlQuran ي��dipakai sebanyak 1 kali

Kata $ت!ب غ� tersusun dari ي��kata dasar dengan suku kata

غ� ي� ب$Jumlah pemakaian pola

dasar $غ� ي� ب dalam 60 kali, yang terdiri dari dipakai kata benda sebanyak 59 kali, dipakai kata kerja

36

AlQuran sebanyak 1 kali

2. Sebab Nuzul (11-12)

Dalam satu riwayat dikemukakan bahwa seorang

laki-laki mempunyai dua atau tiga nama, dan dipanggil

dengan nama tertentu agar orang itu tidak senang

dengan panggilan itu. Ayat ini (surat al-Hujurat

(49):11) turun sebagai larangan untuk menggelari orang

dengan nama-nama yang tidak menyenangkan (diriwayatkan

oleh imam empat dari Abi Jubai Ibnu Dhahhak).

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa nama-nama

gelaran di zaman Jahilyyah sangat banyak. Ketika Nabi

SAW. Memanggil seseorang dengan gelarnya, ada orang

yang memberitahukan kepada Nabi bahwa gelar itu tidak

disukainya. Maka turunlah ayat ini ini (surat al-

Hujurat (49):11) yang melarang memanggil orang dengan

gelaran yang tidak disukai (diriwayatkan oleh Al-

Hakim dan yang lainnya yang berkata: “Ya Rasulallah!

Sesungguhnya ia marah dengan panggilan itu”).

Bunyi redaksi ayat “Wa Lā Tanābazū Bil-'Alqābi”

(surat al-Hujurat (49):11) turun sebagai larangan

mengenai orang dengan sebutan yang tidak disukainya

(diriwayatkan oeh Ahmad yang bersumber dari Abi Jubai

Ibnu Dhahhak).

Kemudian, beralih ke ayat 12 surat al-Hujurat,

dalam satu riwayat dikemukakan bahwa ayat ini turun

berkenaan dengan kasus Salman Al-Farisi. Kisah

ringkasnya demikian: Manakala selesai makan, Al-

37

Farisi terus beranjak tidur dan mendengkur. Pada

waktu itu ada orang lain yang menggunjingkannya. Maka

turunlah ayat di atas yang pada intinya melarang

seseorang mengumpat dan menceritakan aib orang lain

(diriwayatkan oleh Ibn Al-Mundzir dari Ibnu Juraij).

3. Penjelasan

Dengan penjelasan berurutan yakni, surat al-

Hujurat (49) ayat 13 memerintahkan umat manusia

supaya bekerjasama serta mempertahankan persatuan dan

kesatuan.

Pada ayat 9 dan 10 surat al-hujurat (49) Allah

mengingatkan beberapa faktor yang menyebabkan

persatuan dan kesatuan suatu masyarakat atau bangsa

menjadi terganggu dan bahkan retak dan kemudian

terpecah belah.

Diantara faktor yang dimaksudkan ialah

perlakuan olok-olok baik yang dilakukan oleh kaum

pria atau wanita, bahkan mungkin keduanya. Al-Qur’an

melarang perbuatan mengolok-olok dan sekaligus

mengingatkan bahwa boleh jadi orang-orang atau

kelompok yang diolok-olokkan itu malahan lebih baik

daripada yang mengolok-olok.

Faktor lain yang cukup besar pengaruhnya bagi

gangguan persatuan dan persaudaraan ialah pemberian

gelar yang jelek kepada orang lain, atau dengan

kalimat memanggil orang/kelompok lain dengan gelar-

gelar yang tidak baik. Allah menyamakan jukukan buruk

38

dengan perbuatan fasik yang jika tidak bertobat

pelakunya tergolong ke dalam perbuatan aniaya.

Masih dalam kalimat ini, hal lain yang dapat

menimbulkan persaudaraan menjadi renggang dan

persatuan menjadi pecah ialah prasangka yang

berlebihan. Banyak atau paling tidak sebagian

prasangka dapat menimbulkan kekacauan di tengah

masyarakat semisal isu-isu yang keluar dari

orang/kelompok lain yang tidak bertanggung jawab

dalam kehidupan sekarang ini.

Menggunjing orang atau lain juga merupakan

faktor perusak persatuan dan persaudaraan. Sebab,

dari gunjing-menggunjing sangat mengkin timbul

pertengkaran yang kenudian mengarah pada kekerasan

dan bahkan bias menjadi pertempurat hebat. Lalu jika

terjadi saling membunuh maka seakan manusia yang

bersaudara itu memakan daging saudaranya yang lain.

Tersebab itu maka al-Qur’an melalui ayat 12

surat al-Hujurat dan beberapa ayat yang senada ayat 6

surat al-Fath, mengingatkan agar menghindari berburuk

sangka atau su’udzdzan. Dan Allah SWT mengingatkan

kita semua untuk untuk selalu bertaqwa kepadaNya. Di

antara wujud taqwa dalam lingkupnya yang luas ialah

menghindarkan dir dari kemungkinan terlibat dengan

prasangka buruk dang menggunjing.

4. Kesimpulan

Ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari

ayat 11 dan 12 surat al-Hujurat, diantaranya ialah

39

bahwa Allah melarang orang-orang beriman terlibat

olok-olok dengan sesame mu’minin bahkan dengan sesama

manusia pada umumnya.

Orang-orang mukmin juga dilarang memberikan

atau memanggil orang lain dengan julukan-julukan

jelek yang tidak menyenangkan, dan mengidentikkan

perbuatan itu degan perlakuan dzalim.

Allah juga melarang berprasangka buruk kepada

sesame orang beriman bahkan kepada orang yang berbeda

agama sekalipun; dan menyatakan bahwa prasangka buruk

adalah perbuatan dosa.

40

e.Surat al-Hujurat (49) ayat 13

Yā 'Ayyuhā An-Nāsu 'Innā Khalaqnākum Min Dhakarin Wa

'Unthá Wa Ja`alnākum Shu`ūbāan Wa Qabā'ila Lita`ārafū 'Inna 'Akramakum `Inda Al-Lahi 'Atqākum 'Inna Al-Laha`Alīmun Khabīrun

49:13. “Hai m a n u s i a , Sesungguhnya kami menciptakan kamudari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikankamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamusaling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling muliadiantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwadiantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi MahaMengenal.” (Tafsir Al Misbah, Vol. 13, hal. 260). Jo.(4/1, 6/133, 30/22)

1. Makna Kosa Kata (Makna Mufradat)

: Menurut umumnya ahli tafsir klasik,yang dimaksud dengan kata-kata “MinDhakarin Wa 'Unthá” pada ayat iniadalah Adam dan Isterinya.

: Kata tunggalnya adalah sya’bun yaitukehidupan kelompok besar yangdinisbahkan kepada asal (rumpun) yangsatu.

Misalnya sya’ban Rabi’ah dan sya’abMudhar. Dalam istilah sekarang tampakidentik dengan suku bangsa.

Kelompok masyarakat (sosial) yangjumlahnya lebih sedikit daripadasya’bun. Dalam istilah sekarang biasadisamakan dengan suku, sepertiistilah kabilah Tamim dari sukuMudhar dan kabilah Bakar dari sukuRabi’ah, dan begitu seterusnya.

41

Dari kalangan bangsa arab dahulu,hubungan keturunan (al-nasl) itu dibedakan ke dalam 7 kelompok :

1) sya’bun, 2) kabilah, 3) imarah, 4)al-bathnu, 5) al-fakhdz, 6) al-fashilah, 7) al-‘asyirah.

2. Sebab Nuzul

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika

terjadi fathu Makkah (pembebasan kota Makkah) oleh

kaum muslimin, Bilal naik Ka’bah dengan maksud untuk

melantunkan adzan, lalu ada beberapa orang

mengatakan: “Pantaskah seorang budak hitam melakukan

adzan di atas Ka’bah?” Maka berkatalah yang lainnya:

“Sekiranya Allah membenci orang itu, niscaya Allah

akan menggantinya”. Ayat diatas turun sebagai

penegasan bahwa dalam Islam sama sekali tidak ada

diskriminasi. (diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari

Ibnu Abi Mulaikah).

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ayat di

atas turun bertalian dengan kasus Abi Hindin yang

berhak dikawinkan oleh Rasul Allah SAW kepada

seorang wanita dari kalangan Bani Bayadhah. Bani

Bayadhah bertanya: “wahai Rasul Allah! Pantaskah

kalau kami menikahkan petera-puteri kami dengan

budak-budak kami?” Lalu turunlah ayat di atas.

Satu lagi periwayatan disebutkan bahwa ayat 13

surat al-Hujurat (49) di atas diturunkan berkenaan

dengan dua orang Anshar yang terlibat tawar-menawar

42

dalam memperoleh haknya. Salah seorang di antara

mereka berkata: “Aaku akan mengambilnya dengan

kekerasan, karena aku banyak memiliki kawan;

sementara yang lain mengajak untuk menyerahkan

keputusannya kepda Nabi SAW. Orang tersebut lalu

menolaknya, sehingga terjadilah pukul memukul dengan

tangan dan sandal; akan tetapi tidak terjadi

pertumpahan darah. Ayat diatas memerintahkan supaya

melawan rang yang menolak perdamaian (diriwayatkan

oeh Ibn Jarif dan Qatadah).”

3. Penjelasan

Lepas dari perbedaan sebab nuzul diatas, yang

pasti ayat 13 surat al-Hujurat ini memberikan

landasan dasar tentang prinsip dasar kesamaan

manusia anatara yang satu dengan yang lain.

Perbedaan jenis kelamin, warna kulit, suku, agama

dan lain-lain, sama sekali tidak boleh dijadikan

alas an untuk membeda-bedakan perstasi seseorang

atau dengan kalimat lain, al-Qur’an tidak

membenarkan diskriminasi karena ras, suku, bansa dan

lain-lain.

Al-Qur’an hanya membedakan anatara orang yang

satu dengan orang lain berdasarkan prestasi amal

kerjanya yang dalam istilah al-Qur’an dikenal dengan

taqwa. Menurut pandangan Allah SAW, hanya taqwallah-

lah yang bias membedakan antara manusia yang satu

dari manusia yang lain.

43

Hal lain yang juga ditegaskan dalam ayat 13

surat al-Hujurat diatas ialah bahwa perbedaan suku

bangsa dan lain-lain tidak harus menjadikan

panghalang untuk memupuk kerjasama antara orang yang

satu dengan orang lain, atau antara kelompok yang

satu dengan kelompok yang lain. Sebanya, karean

masing-masing kelompok masyarakat manusia itu pada

dasarnya saling membutuhkan bantuan.

Kerjasama yang demikian pada dasarnya mutlak

perlu dilakukan oleh setiap bangsa kapan dan di

manapun, lebih-lebih oleh bangsa yang penduduknya

bersifat majemuk atau heterogin seperti hanya

Indonesia. Malahan sebaliknya harus diusahakan

kerjasama yang adil dan saling menguntungkan semua

pihak, demi persatuan dan kesatuna bangsa yang telah

lama dinikmati bangsa Indonesia.

4. Kesimpulan

Dari ayat 13 surat al-Hujurat diatas, dapatlah

disimpulkan bahwa manusia itu pada dasarnya adalah

sama. Karena itu maka asas persamaan antar sesama

manusia harus dijunjung tinggi, terutama dalam

kaitannya dengan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM).

Dalam pandangan Allah SWT, manusia itu hanya

dapat dibedakan berdasarkan ketaqwaannya, tidak

didasarkan pada yang lain seperti bahasa, suku,

bangsa dan lain-lain. Segala perbedaan yang ada

ditengah-tengah masyarakat, tidak boleh menjadikan

penghalang bagi kerjasama anatar kelompok yang ada,

44

dan sekaligus tidak boleh mengusik persatuan dan

kesatuan.

E. Kisah-kisah dalam al-Qur’an

Di dalam makalah ini, pemakalah kiranya perlu

sekali memberikan uraian perihal kisah, yang memang

ada pertalian antara kisah dengan hajat hidup manusia

pada lingkungan masyarakat, tersebab adanya muatan

pendidikan dan pengajaran.

1. Pengertian kisah

Dalam buku karya Prof. Dr. Nashruddin Baidan

“Wawasan Baru Ilmu Tafsir”20, Lafal “kisah” berasal

dari bahasa Arab qishshat jamanya qishash yang

menurut Muhammad Ismail Ibrahim, berarti “hikayat

[dalam bentuk] prosa yang panjang.”21

Adapun qashash adalah akar kata (mashdar) dari

qashsha yaqushshu, secara lughawi konotasinya tak

jauh berbeda dari yang disebutkan diatas, yang

dipahami sebagai “ceritera yang ditelusuri”

Dari pengerian lughawi itu dan setelah

memperhatian kisah yang diungkapkan oleh al-Qur’an

maka kita dapat menerima pengertian yang dikemukkan

oleh manna al-Qaththan bahwa yang dimaksud dengan

kisah Al-Qur’an ialah “Informasi Alqur’an tentang

umat-umat yang silam para Nabi, dan peristiwa yang

terjadi”. 20 Nasruddin Baidan, Wawasan baru ilmu tafsir, Pustaka pelajar, cetakan II, 2011, hlm.223-24621 Muhammad Ismail Ibrahim, Mu’jam al-Alfazh wa A’lam al-Qur’aniyyat, Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1969, h.140

45

2. Macam-macam kisah

Apabila diamati ksah-kisah yang terdapat dalam

al-Qur’an maka paling tidak ditemukan tida

kategori. 22

Pertama mengenai para Nabi, diantaranya

mengenai dakwah terhadap suatu kaum, mukjizat,

pendurhaka dll. Kedua, kisah yang terjadi dimasa

lampau, yang bukan kisah Nabi, seperti Qabil dan

Habil, Zulkarnain, Maryam dan lain-lain. Ketiga,

kisah yang terjadi di masa Rasul Allah sepeti

perang Badar dan perang Uhud, Hujrah, Isra’ dan

sebagainya.

Jika diperhatikan ketiga macam kisah yang

terdapat dalam qur’an itu maka tampak dengan jesa

semuanya bertujuan memberikan pelajaran memanggil

umat kejalan yang benar agar mereka selamat hidup

di duni dan berbahagi sampai ke akhirat.

3. Tujuan kisah

Adanya kisah dalam al-Qur’an menjadi bukti

yang kuat bagi umat manusia bahwa al-Qur’an sanat

sesuai dengan kondisi mereka karena sejak kecil

smapai dewasa dan tua Bangka, tiak ada orang yang

tak suka kepada kisah, apalagi kisah itu mempunyai

tujuan ganda, yakni disamping pengajaran dan

pendidikan juga berfungsi sebagai hiburan.

4. Pertalian kisah dengan hajat hidup manusia

22 Lebih lanjut bandingkan Manna’ al-Qaththan, op.cit., hh. 306-30746

Dari uraian diatas kita mendapatkan gambaran

bahwa kisah dalam al-Qur’an mempunyai multifungsi,

selain berisa pelajaran yang amat berharga, juga

berfungsi mengokohkan akidah tauhim; dan sekaligus

menenteramkan jiwa ,serta menetapkan pendidirian

dalam berjuang; bahkan dapat pula kisah itu

berfungsi sebagai penghibur jiwa dan pelipur lara,

terutama bila berhadapan dengan tantangan yang

keras dari umat dan penolakan mereka.

Maka eksistensi kisah dalam al-Qur’an

mempunyai kaitan yang sangat erat dengan hajat

hidup umat manusia. Dengan demikian, bukanah hal

yang aneh, bila kisah-kisah dalam al-Qur’an sangat

menarik dan cocok dengan kebutuhan hidup umat

dimuka bumi ini karena yang menurunkannya ialah

Allah sendiri pencipta manusia, dialah yang

mengetahui kebutuhan dan perkembangan jiwa mereka.

5. Kandungan kisah

Kisah-kisah dalam al-Qur’an diungkapkan dalm

rangkan mendidik umat tentang bagaimana cara hidup

sebagai khalifah yang deserahi amanah memakmurkan

dan membangun kehidupan yang layak bagi umat

manusia di muka bumi ini. Dari itu kisah tersebut

berisi materi anatara lain: tahid, akhlak, dan

mu’amalah. Ketiga unsur ini amat penting dalam

kehidupan umat.

Lebih jelasnya, pemakalah akan memberikan

gambaran nilai-nilai yang terkandung dalam kisah

47

al-Qur’an khususnya dalam surat al-Hujurat (49) :

10-13, pada pokok bahasan berikut ini.

F. Nilai-Nilai Pendidikan Kemasyarakata dalam Surat

Hujurat 10-13

Pendidikan sangatlah penting dalam kehidupan.

Didalam al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 11-13

memiliki makna yang sangat luas, didalamnya

membahas cara berhubungan sesama manusia dengan

baik, khususnya etika kepada sesama Muslim.

1.Pendidikan menjunjung tinggi kehormatan sesama

muslim

Menjunjung tinggi kehormatan sesama muslimim

merupakan kewajiban setiap muslimin terhadap

muslimin yang lainnya. Dalam al-Qur’an banyak

memuat kisah-kisah yang menggambarkan tentang

ayat-ayat saling menghormati. Ada beberapa sifat

tercela yang harus dihindari dalam Al Qur’an

surat Al Hujurat ini untuk dihindari oleh setiap

muslim, berikut uraiannya :

a. Mengolok-olok

Mengolok-olok atau mengejek adalah

perbuatan yang dilarang dan diharamkan. Pada

QS. . Al-Hujurat ayat 11 dijelaskan

larangan supaya jangan menghina atau

merendahkan orang lain, karena manusia tidak ada

yang sempurna. Setiap kelebihan pasti akan ada

kekurangan, begitu juga sebaliknya.

Rasulullah sangat menjaga supaya

48

seseorang jangan menghina atau atau mengejek

orang lain karena kekurangan-kekurangan yang

terdapat pada orang yang bersangkutan.23

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan

oleh Ahmad diceritakan bahwa pada suatu

hari, Abdullah bin Mas’ud berkumpul dengan

para sahabat. Bertepatan pada waktu itu kain

yang menutupi kain Abdullah bin Mas’ud

tersingkap, sehingga kelihatan betisnya yang

kecil dan kurus. Sebagian sahabat menertawakan

Abdullah bin Mas’ud itu karena betisnya yang

sangat kecil itu. Secara spontan Rosulullah

SAW meegur sikap sahabat-sahabat yang menghina

atau meredahkan Abdullah bin Mas’ud itu seraya

berkata:“apakah kamu tertawa karena betisnya

yang kecil itu? Demi Tuhan yang menguasai

diriku, kedua betis (Abdullah bin Mas’ud) lebih

berat timbangannya dari gurun Uhud.” (HR.

Ahmad).

Dari ungkaapan diatas dapat

diambil kesimpulan, bahwa seseorangyang

mempunyai kekurangan, pasti memiliki

kelebihan. Kita tidak dapat menilai seseorang

hanya dilihat dari satu sisi. Kekurangan

seseorang dapat ditutupi dengan beberapa

kelebihan yang dimilikinya.

b. Mencela.

23 Zainuddin, BahayaLidah, (Jakarta: BumiAksara, 1992), hal. 17049

Dalam potongan ayat 11 QS. . Al-Hujurat

dijelaskan “..Janganlah kamu mencela dirimu

sendiri..” kata وأ) <<<<ز� لم -terambil dari kata al (ت�!

lamz. Para ulama berbeda pendapat dalam memaknai

kata ini. Ibnu Asyur misalnya memahaminya

dalam arti, ejekan yang langsung dihadapkan

kepada yang diejek, baik dengan isyarat, bibir,

tangan atau kata-kata yang dipahami sebagai

ejekan atau ancaman.24

Ayat diatas melarang melakukan lamz

terhadap diri sendiri, sedangkan maksudnya

adalah orang lain. Redaksi tersebutdipilih untuk

mengisyaratkan masyarakat dan bagaimana

seseorang merasakan bahwa penderitaan dan

kehinaan yang menimpa orang lain, maka

menimpa dirinnya sendiri.25

Ketika seseorang mencela orang lain,

maka orang tersebut adalah mencela dirinya

sendiri. Kekurangan orang lain bisa ada pada

diri orang yang mencela tanpa disadari.

c. Memanggil dengan gelar yang buruk

Wa la Tanabazu ( وأ ز? أب�$ ن�<<< Cولأ ت� ) Tanabazu berasal

dari akar kata nabaza- yanbazu-nabzan yang

berarti memberikan julukan dengan maksud

24 M.QuraishyShihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: LenteraHati, 2002), hal 25125 Ibid, 125

50

mencela. Bentuk jamaknya adalah anbaz. Tanabazu

melibatkan dua pihak yang saling memberikan

julukan. Tanabuz lebih sering digunakan untuk

pemberian gelar yang buruk. Maksud dari Tanabuz

hampir sama dengan lamz yaitu mencela, hanya

dalam Tanabuz ada makna keterus terangan dan

timbal balik. Seseorang yang melakukan lamz

belum tentu dihadapan orang yang dicelanya,

tetapi kalau tanabuz dilakukan dengan

terag- terangan dihadapan orang yang

bersangkutan.26

d. Az-zann (berperasangka).

Kata az-zann adalah bentuk masdar dari

kata zanna-yazunnu yang berarti menduga,

menyangka dan memperkirakan. Dalam ayat ini

Allah menjelaskan agar menjauhi zann

(prasangka) karena sesungguhnya sebagian dari

prasangka adalah dosa. Prasangka yang tidak

berdasar tentu meresahkan kehidupan

bermasyarakat karena satu sama lainnya

saling mencurigai dan akan mengakibatkan

perpecahan.27

Perasangka yang dimaksud disini adalah

perasangka jelek. Dari kata yang artinya

dari/sebagian. Artinya adalah sebagian yang

26 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an danTafsirnya, (Jakarta: WidyaCahaya, 2011), hal. 40827 Ibid, 412

51

jelek, karena perasangka ada dua, yaitu perangka

yang baik dan perasangka yang buruk. Allah

melarang kita berprasangka buruk karena

perasangka buruk akan membawa kita pada

perpecahan. Akan tetapi Allah memerintahkan

kepada kita akan senantiasa berperasangka

yang baik agar senantiasa terjalin hubungan

yang harmonis dengan sesame manusia

terutama sesama Muslim.

e. Tajassus

Wala tajassasu (dan janganlah kamu saling

mencari-cari kesalahan/ memata- matai). Biasanya

tajassus dilakukan untuk tujuan yang tidak baik

atau bahkan untuk keburukan. Orang yag melakukan

tajassus disebut jasus (mata-mata). Lain dengan

tahassus (mencari berita), yang biasanya digunakan

untuk tujuan baik, sebagaimanadisebutkan Allah SWT

dalam megisahkan Ya’qub.28

Hai anak-anakku, pergilah kamu, Maka carilahberita tentang Yusuf dan saudaranya danjangan kamu berputus asa dari rahmatAllah. Sesungguhnya tiada berputus asa darirahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".(QS.Yusuf: 87).

f. Ghibah

Allah SWT berfirman : “Sukakah salah

seorang diantara kamu memakan daging28 Penyakit-PenyakitHati (Bandung: PustakaHidayah, 1995), hal. 72

52

saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah

kamu merasa jijik kepadanya (QS. . AL-Hujurat:

12).”

Ghibah atau menggunjing yaitu

membicarakan kejelekan orang di belakang

orangnya. Kejelekan orang yang dibicarakan itu

baik tentang keadaan dirinya sendiri atau

keluarganya, badannya atau akhlaknya.

Menggunjing itu dilarang, baik dengan

kata-kata, isyarat atau lain sebagainya.29

Islam melarang pemeluknya untuk menyakiti

saudaranya yang sesama Muslim, dengan sarana

apapun, baik itu dengan tindakan maupun

ucapan.30

Dan orang-orang yang menyakiti orang-orangyang mukmin dan mukminat tanpa kesalahanyang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya merekaTelah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.(QS. . Al-Ahzab:58)

Jika Islam telah mengharamkan bagi seorag

Muslim untuk mempergunjungkan saudaranya sesama

Muslim, atau membicarakannya dengan sesuatu yang

nyata ada padanya ataupun yang tidak nyata

dengan maksud untuk mengurangi kehormatan dan

29 Zainuddin, BahayaLidah, (Jakarta: BumiAksara, 1992), hal. 6430 Ahmad Umar Hasyim, Menjadi Muslim Kaffah, (Yogyakarta: MitraPustaka, 2004). hal.541

53

kemuliaannya, maka Islampun menegaskan

seruannya untuk membantu orang-orang yang

teraniaya.

Barangsiapa menghinakan seorang Muslim,

maka Allah akan menghinakannya dan siapa yang

membantu sudaranya sesama Muslim, maka Allah

juga akan membantunya.31

g. Pendidikan Berperasangka baik (Husnudzon)

Hubungan baik antara manusia yang satu

dengan yang lainnya, dan khususnya antaraMuslim

yang satu dengan Muslim yang lainnya,

merupakan sesuatu yang harus diupayakan dan

dijaga dengan sebaik- baiknya. Oleh karena itu

kita harus berperasangka baik.32

Allah melarang kita untuk berburuk

sangka. Buruk sangka biasanya berupa tudingan

seseorag tanpa didasarkan pada bukti yang

mendukung kebenarannya.

Hai orang-orang yang beriman, jauhilahkebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karenasebagian dari purba-sangka itu dosa. danjanganlah mencari-cari keburukan orang danjanganlah menggunjingkan satu sama lain.

31 Ahmad Umar Hasyim, Menjadi Muslim KaffahBerdasarkan Al-Qur’an danSunnahNAbi saw, (Yogyakarta: MitraPustaka, 2007), hal. 542

32 Musa Turoichan, Ketajaman Mata Hati, (Surabaya: AmpelMulia, 2009), hal. 114

54

Adakah seorang diantara kamu yang sukamemakan daging saudaranya yang sudah mati?Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. danbertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya AllahMaha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS. .Al-Hujurat: 12)

2.Pendidikan Ta’aruf

Ta’aruf adalah saling mengenal, untuk

menjadikan keharmonisan dalam hubungan menjadi

lebih baik, maka harus dilestarikan dengan

adanya silaturrahmi.

Menurut Imam Nawawi silaturrahmi adalah

ungkapan berbuat baik kepada kerabat sesuai

dengan kondisi yang menyambung atau yang

disambungkadang kala dengan harta benda,

pelayanan, kunjungan, salam dan lain-lain.33

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepadaTuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dariseorang diri, dan dari padanya Allahmenciptakanisterinya; dan dari pada keduanyaAllah memperkembang biakkan laki-laki danperempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepadaAllah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamusaling meminta satu sama lain, dan(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga danMengawasikamu. (QS. . An-Nisa’: 1)

G. Urgensi Kajian Ini dalam Pendidikan

33 Musa Turoichan, Ketajaman Mata Hati, hal. 11555

Tentang urgensi pendidikan masyarakat dalam

perspektif al-qur’an dapat difahami dari ayat al-

qur’an yang telah dibicarakan pada bab ii diatas,

yang berbicara tentang

Pendidikan dalam pendidikan masyarakat ini boleh

dikatakan pendidikan secara tidak langsung, pendidikan

yang dilaksanakan secara tidak sadar oleh masyarakat. Dan anak

didik sendiri secara sadar atau tidak, ia telah mendidiknya sendiri,

mempertebal keimanan serta keyakinan sendiri akan nilai-nilai

kesusilaan dan keagamaan di dalam masyarakat.

Kedudukan ilmu pengetahuan, kedudukan akal, dan

pentingnya pembinaan generasi muda. Setidaknya melalui

pembahasan urgensi pendidikan masyarakat yang telah dimaksud

pada QS. . Al-hujurat ayat 10-13.

Tujuan yang ingin dicapai oleh al-Qur’an adalah

membina manusia guna mampu menjalankan fungsinya

sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya. Pembinaan

akalnya menghasilkan ilmu, pembinaan jiwanya

menghasilkan kesucian dan etika, sedang pembinaan

jasmaninya menghasilkan keterampilan. Dengan

penggabungan unsur-unsur tersebut, terciptalah

makhluk dwidimensi dalam satu keseimbangan, dunia dan

akhirat, ilmu, iman dan amal.

Pendidikan harus dilaksanakan secara terus

menerus, karena keselamatan dan kekuatan masyarakat

tergantung pada keselamatan individu dan

persiapannya. Untuk itu Islam sangat memperhatikan

pendidikan anak-anak, baik pendidikan sosial maupun

56

pendidikan akhlaknya atau perilakunya. Sehingga

apabila mereka telah terdidik, terbentuk dan bergelut

di dalam kehidupannya, mereka akan memberikan

gambaran yang benar tentang manusia yang cakap,

seimbang, berakal, dan bijaksana, di manapun ia

berada

Para pendidik harus berusaha keras, penuh

dedikasi untuk melaksanakan tanggung jawabnya dengan

sebaik-baiknya dalam pendidikan masyarakat sehingga

pendidik dapat memberikan andil di dalam membina

suatu masyarakat islami yang utama dan berpusat pada

keimanan, akhlak dan sosial yang terbaik, dan norma-

norma Islam yang tinggi. Semua ini bagi Allah sebagai

pendidik yang Maha Agung, tidak sulit untuk

mewujudkannya, namun Allah ingin menguji hamba-Nya.

Metode praktis yang dapat dipergunakan di dalam

pedidikan kemasyarakatan menurut Abdullah Nashih

Ulwan (1988: 391-571) adalah dengan penanaman dasar-

dasar psikis yang mulia, seperti: taqwa,

persaudaraan, kasih sayang, mengutamakan orang lain,

pemberian maaf dan keberanian.

Pemeliharaan hak-hak orang lain, seperti hak

tehadap orang tua, hak terhadap saudara-saudara, hak

terhadap guru, hak terhadap teman dan hak terhadap

orang besar.

57

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kita hendaklah benar-benar menginsyafi bahwa hidup

kini hanyalah sebentar, relative singkat, berbentuk

sandiwara dan olok-olok dimana berlaku ujian tentang,

Iman, Ilmu dan Amal, 11:7, 29:64. Bahwa hidup sebenarnya

adalah disorga pada alam akhirat nanti dimana jin dan

manusia hidup sempurna selamanya dengan pengabdian khusus

pada Allah, 3:133, 3:139, 76:14 dan 51:56

Maka kita hendaklah berusah mendidik dan mengajarkan

ilmu yang terkandung dalam al-Qur’an kepada setiap anggota

keluarga, 56:95, 69:51, dengan itu diharapkan semoga kita

dapat mencegah anggota keluarga dari siksan neraka, 66:6,

dan kita merasa cemas kalau-kalau kita meninggalkan anak

cucu berganda dengan kehidupan tak menentu tanpa iman pada

ketentuan Allah, 2:180, 4:9.

Dari uraian dan penjelasan diatas kiranya dapatlah

diambil kesempulan diantaranya adalah :

1. Bahwa perdamaian yang adil merupakan cara terbaik untuk

mengakhiri persengketaan yang terjadi di tengah

masyarakat. Lebih-lebih jika persengketaan itu terjadi

antara sesama kelompok mukminin. Sebab, menurut al-

Qur’an antara orang mukmin dengan orang mukmin pada

hakikatnya adalah bersaudara (ikhwah).QS. 49:9

2. Bahwa setiap manusia dilarang saling mengolok-olok satu

sama lain, terutama sesama muslim, mengejek diri

58

sediri, memanggil orang lain dengan gelar-gelar yang

buruk, bergunjing, berburuk sangka serta mencari-cari

kesalahan orang lain. QS. 49:11. Hanyalah akan

berakibat kemurkaan dari Allah, QS. 3:162. Dan hukum

Allah adalah sebaik-baik hukum, QS. 5:50. Manusia

diciptakan oleh Allah dari seorang laki-laki dan

perempuan yaitu Adam dan Isterinya, QS. 4:1, dan

menjadikan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku

supaya mereka saling mengenal dan tolong menolong, QS.

49:31. Karena manusia yang satu dengan yang lainnya

adalah bersaudara. QS. 49:10, 3:103

3. Dari ayat 13 surat al-Hujurat diatas, dapatlah

disimpulkan bahwa manusia itu pada dasarnya adalah

sama. Karena itu maka asas persamaan antar sesama

manusia harus dijunjung tinggi, terutama dalam

kaitannya dengan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM).

Dalam pandangan Allah SWT, manusia itu hanya dapat

dibedakan berdasarkan ketaqwaannya, tidak didasarkan

pada yang lain seperti bahasa, suku, bangsa dan lain-

lain. Segala perbedaan yang ada ditengah-tengah

masyarakat, tidak boleh menjadikan penghalang bagi

kerjasama antar kelompok yang ada, dan sekaligus tidak

boleh mengusik persatuan dan kesatuan.

4. Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam ayat

tersebut yaitu: Pendidikan menjunjung tinggi

kehormatan sesama Muslim. Pendidikan berperasangka

baik, agar tercipa persaudaraan yang harmonis

dan senantiasa menjaga kepercayaan sesama

59

manusia terutama sesama Muslim. Pendidikan

ta’aru, QS. 49:13. Sehubungan dengan berperasangka

baik, ta’aruf adalah salah satu jalan agar tidak

terjadi buruk sangka. Agar saling menjalin komunikasi

yang baik dan menjaga silaturrahmi.

B. Saran-Saran

Dari hasil kesimpulan diatas, maka penulis

ingin memberikan saran- saran, yang sedapatnya untuk

dijadikan bahan masukan bagi siapa saja yang mengaku diri

seorang muslimin untuk lebih mengembangkan Pendidikan

dalam bermasyarakat.

Seluruh orang beriman bersaudara maka setiapnya

hendaklah sama memperlihatkan sikap persaudaraan, tolong

menolong dengan kebaikan untuk kesempurnaan hidup bersama

berdasarkan hukum Allah. Hal ini dinyatakanNya dalam QS.

16:125, 49:10 dan 49:13. Orang-orang islam tidak akan

memperbedaakan warna kulit dan bahasa diantara sesamanya,

asal saja semuanya bersatu dalam ediologi dan hukum yang

dilaksanakan.

Orang Islam adalah orang-orang yang mematuhi hukum

yang telah diturunkan Allah. Mereka diselamatkan dalam

kehidupan di dunia kini dan di akhirat nanti. Karena itu,

mereka selalu bersikap jujur dan produktif dalam kehidupan

setiap tindakan, baik sewaktu bersendirian maupun ketika

berhubungan dengan orang lain, hal ini telah digariskan

Allah dalam Al-Qur’an pada maksud QS. . 3:102 s/d 3:105.

60

Dalam bidang pendidikan masyarakat kiranya sudilah

setiap diri sebagai mahluk sosial dapatlah memperhatikan

tugas dan tanggung jawab terhadap diri sendiri, terhadap

orang lain dan terhadap Allah.

61

1. Terhadap diri sendiri, sikap seorang Muslimiin :

Harus selalu mengingat bahwa dia diciptakan Allah

hanya untuk mengabdi kepada Allah, QS. . 51:56. Dia

harus dapat memperhitungkan masa hiduptnya kini hanya

untuk beberapa tahun dimana segala sesuatu berupa ujian

tentang baik dan buruk, halal dan haram, pada semuanya

terdapat hal-hal yang harus diusahakan atau

diperjuangkan menurut hukum yang telah diturunkan Allah.

         Dia harus bersikap jujur dan adil walaupun

untuk dirinya sendiri, QS. . 4:135, dengna arti bahwa

dia tidak membiarkan dirinya terbawa hanyut oleh bujukan

duniawi, namun dia tidak dibolehkan meninggalkan

bagiannya di dunia kini, QS. .28:77.

Dia harus pula meyakinkan diri bahwa dia adalah

orang yang nantinya menjadi penduduk surga, QS. . 40:40.

Dengan keyakinan demikian, dia selalu menghindarkan diri

dari segala bujukan dan perbuatan yang dilarang Allah.

Seperti halnya perbuatan yang dilarang Allah, QS. 49:10-

13. Semakin disiplin dia dalam setiap tindakan, akan

semakin tinggilah derajatnya di akhirat nanti.

2. Terhadap orang lain, seorang Muslimiin :

Kalau berkata hanya menyampaikan yang penuh

pengertian, QS. 33:70, dan tidak banyak bicara apalagi

yang tidak berguna. Hanya mengucapkan tentang sesuatu

dengan hal-hal logis dan ketabahan, QS. 103:3.

Bahwa dia meyakini setiap yang berlaku di dunia

kini telah ditentukan Allah lebih dulu, QS. 57:2, dan

mempercayai, bahwa di setiap kesempitan ada kelapangan,

62

QS. 94:5, dan bahwa Allah memberi rizki pada hambaNya

tanpa perhitungan manusia, dan Allah juga mengganti

setiap nafkah yang dibelanjakan menurut hukumNya, QS.

34:39. Karena itu dia tidak terpesona dan tidak

terperdaya pada harta benda, QS. 63:9, 102:1, 104:3,

maka ketika telah merasa cukup seperlunya, dia

memberikan kelebihan harta kepada orang yang membutuhkan

untuk lebih produktif sambil mengharapkan keridhoan

Allah, QS. 94:7, 94:8.

Sebagai orang yang berkesanggupan, dia selalu

memberikan pertolongan, QS. . 65:7, dan memberikan yang

baik-baik bukan yang buruk, QS. 2:265, 2:267 dan 49:10.

Bahwa dia selalu menganjurkan hal-hal yang makruf

sambil memberikan contoh dalam setiap tindakannya.

Sementara itu mencegah orang lain melakukan yang

mungkar, dan dia sendiri memberikan teladan yang baik

kepada keluarga dan lingkungan QS. 3:104, 9:112 dan

tidak memasuki tempat orang lain tanpa izin, QS. 33:53.

3. Terhadap Allah yang menciptakan dirinya :

Seorang muslimin, selalu mematuhi hukum yang

diturunkanNya sembari mengharapkan ampunan dan

keridhoanNya. Dalam hidupnya dia selalu meyakini bahwa

Allah selalu mengawasi dirinya dan membimbingnya. Dia

takkan gelisah atas cobaan dan takkan sombong dengan

kelebihan yang dimilikinya, QS. 57:23 dan 3:112.

Semoga Allah melindung dan memberkahi hingga

terhindar dari suatu yang berupa kekeliruan dan

kealpaan, dan kita senantiasa menyembah dan memohon

63

kepadaNya mengharapkan tambahan ilmu dan petunjuk, tanpa

mana diri ini tidak bernilai apa-apa dan tidak berdaya

sedikitpun juga. Amin.

64

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Umar Hasyim, Menjadi Muslim Kaffah Berdasarkan Al-Qur’an

dan Sunnah Nabi saw, (Yogyakarta: MitraPustaka, 2007)

Al-Faruqi, Ismail R. 1993. Islam dan Kebudayaan, terjemahan

Yustiono, judul asli: Islam and Culture, Bandung:

Mizan.

Arifin, Tajul, 2008, “Ilmu Sosial Dasar”, Bandung: Gunung Djati

Press.

Direktorat jenderal pembinaan kelembagaan agama islam dan

universitas terbuka Materi pokok Qur’an dan Hadits, Midul 1-

6, 1997

Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pusataka Bandung,

1978.

Hasbullah. Dasar Ilmu Pendidikan. 2005. Jakarta. Penerbit: PT

RajaGrasindo Persada

http://quran.bblm.go.id/

http://taqwimislamy.comkonsep-pendidikan-islam-dalam-

terapan-masyarakat-madani-menurut-al-qur-an-dan-sunnah

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an danTafsirnya, (Jakarta:

WidyaCahaya, 2011)

Kusumamihardja, Supan, dkk. 1985. Studia Islamica, Jakarta:

Girimukti Pasaka.

M.Quraishy Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: LenteraHati,

2002)

Muhammad Ismail Ibrahim, Mu’jam al-Alfazh wa A’lam al-Qur’aniyyat,

Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1969.

65

Musa Turoichan, Ketajaman Mata Hati, (Surabaya: Ampel Mulia,

2009).

Nasruddin Baidan, Wawasan baru ilmu tafsir, Pustaka pelajar,

cetakan II, 2011.

Shihab, Quraish. 1994. Membumikan A, Qur’an- Fungsi dan Peran

Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan.

Soejono, Ag. 1980. Pendahuluan Ilmu Pendidikan Umum, Bandung:

CV. Ilmu.

Syed Muhammad al Naquib al Attas, Filsafat dan Praktik Pendidikan

Islam, (Bandung: Mizan, 2003).

Yusuf al Qardhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al Banna,

Terj. Bustami A.Gani,(Jakarta: Bulan Bintang, 1980).

Zainuddin, BahayaLidah, (Jakarta: BumiAksara, 1992).

Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi

Aksara, 1992).

66