Upload
independent
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Menurut informasi yang dibeikan al-Qur’an sendiri,
terutama dalam ayat 185 surat al-Baqarah (2), bahwa tujuan
utama dan pertama dari penurunan kitab suci al-Qur’an
ialah sebagai kitab hidayah (buku petunjuk) bagi umat
manusia. Sebagai kitab hidayah, al-Qur’an surat dengan
berbagai petunjuk hidup dan kehidupan manusia, bukan saja
yang mengatur hubungan manusia sebagai mkhluk dengan Allah
sebagi al-Khaliq, akan tetapi juga tentang hubungan di
antara sesama manusia itu sendiri (mu’amalah) dalam
lingkungan keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Begitupula Al-Qur’an tidak hanya berbicara tentang hukum-
hukum dalam beribadah mahdhah, akan tetapi kandungannya
mencakup setiap kebutuhan manusia. Salah satu di antaranya
adalah tentang masyarakat sebagai kelompok yang terdiri
dari beberapa individu dengan corak budaya yang beraneka
ragam.
Menurut al-Qur’an, sebagai akan dibahas nanti,
manusia itu antara yang satu dengan yang lain pada
dasarnya adalah sama kedudukannya dalam pandangan Allah.
Tidak ada yang melebihi antara yang satu dengan yang lain.
Kalaupun ada perbedaannya, maka itu semata-mata hanya
dapat dibedakan dari segi ketaqwaannya. Itulah sebabnya
mengapa antara sesama manusia dituntut saling menghormati,
1
saling menghargai dan bahkan dianjurkan supaya bekerja
sama di samping sama-sama bekerja.
Namun berbarengan dengan itu, dalam diri setiap orang
memang terdapat sikap egoism dan nafsu serakah, yang
menyebabkan mereka satu sama lain terkadang atau bahkan
sering berbenturan kepentingan, cela mencela, sakwa sangka,
saling merendahkan, dan tidak jarang berlanjut dengan
tindak kekerasan seperti perkelahian dan bahkan peperanga.
Kaum muslimin sesungguhnya bersaudara dilarang bertengkar
dan tidak dibenarkan berperang dengan sesama, bahkan
dengan orang non mukmin sekalipun kecuali jika mereka
diserang (membela diri).
Jika ternyata terjadi juga konflik antar sesama orang-
orang mukmin, maka pihak ketiga disuruh mendamaikan dan
menyelesaikan dengan sebaik dan seadil mungkin agar para
pihak yang terlibat sama-sama merasa senang, dan tidak
terjadi perkelahian atau peperangan yang berkepanjangan.
Guna menghindari kemungkinan terjadinya perpecahan di
antara sesama kaum muslimin khususnya dan di antara sesama
umat manusia pada umumnya, maka al-Qur’an menganjurkan
supaya terjalin kehidupan yang penuh persaudaraan, kerjasama
dan mempertahankan persatuan dan kesatuan di antara sesama
masyarakat itu sendiri, baik dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara karena pada hakikatnya manusia itu
adalah bersaudara.
Dalam konteks pendidikan Islam dan upaya pemeliharaan
hukum Allah, sebagai seorang muslimin pengkajian terhadap
masyarakat perlu dilakukan mengingat adanya keterkaitan
2
antara pendidikan dengan masyarakat itu sendiri. Didikan
kepada kebajikan dan meyeru kepada yang ma’ruf dan
pencegahan dari kemungkaran kedalam masyarakat akan
menghasilkan tatanan kehidupan masyarakat yang mendapat
rahmat Allah, dengan jaminan pahala yang besar.
Oleh karena pendidikan Islam dan upaya pemeliharaan
hukum Allah, maka perlu dilakukan kajian yang mendalam
tentang pendidikan masyarakat dalam pandangan al-Qur’an.
Dari berbagai ayat al-Qur’an yang nantinya hendak
mencoba membahas hal ihwal pendidikan masyarakat, dengan
mempelajari isi yang dikandung ayat, begitu pula
sedapatnya mengambil tujuan pokok kisah-kisah guna
merealisir tujuan umum yang dibawa oleh al-Qur’an Surat
al-Hujirat (49) ayat 10-13 sebagai rujukan utama dalam
pembahasan kali ini untuk melihat runtun didikan berupa
ajakan, suruhan, larangan, tindakan, teguran, pujian,
ancaman, harapan, hinaan, dan lain-lain sebagainya.
3
B. RUMUMASAN MASALAH
Makalah ini akan menguraikan beberapa kajian
Pendidikan Masyarakat Perspektif Al-Qur’an dan Hadits,
dengan memfokuskan pada al-Qur’an surat al-Hujurat (49)
ayat 10-13, beserta Hadits-hadits yang relefan guna
beroleh penjelasan dari maksud ayat.
Adapun masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah
:
“Bagaimanakah pandangan al-Qur’an tentang pendidikan masyarakat?”
Agar Pembahasan makalah ini lebih fokus dan terarah,
perlu membuat batasan masalah, yaitu:
1. Apa Pengertian pendidikan masyarakat?
2. Apa konsep pendidikan masyarakat?
3. Bagaimana petunjuk al-Qur’an dan Hadits dalam
pendidikan masyarakat?
4. Nilai-nilai pendidikan masyarakat dalam QS. Al-Hujurat?
5. Apa urgensi kajian ini dalam pendidikan?
Kemudian, penulis menyadari bahwa dari beberapa
referensi pendidikan masyarakat yang ada dalam kajian
makalah ini sulit ditemui, untuk itu, diskusi yang
mendalam, argumentatif dan berkelanjutan sangat diharapkan
sehingga ditemukan konsep yang utuh tentang pendidikan
masyarakat.
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui Pengertian pendidikan masyarakat
2. Untuk mengetahui konsep pendidikan masyarakat
4
3. Guna menjelaskan bagaimana petunjuk al-Qur’an dan
Hadits dalam pendidikan masyarakat?
4. Untuk mengetahui Nilai-nilai pendidikan masyarakat
dalam QS. Al-Hujurat
5. Untuk mengetahui urgensi kajian ini dalam pendidikan
5
D. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian; Pendidikan, Pendidikan Islam dan
Pendidikan masyarakat
a. Pendidikan
b. Pendidikan Islam
- Istilah Islam tinjauan etimologis dan
terminologis
- Pengertian pendidikan Islam
c. Pendidikan masyarakat
B. Konsep Pendidikan Masyarakat
C. Kompilasi ayat-ayat pendidikan masyarakat
D. Petunjuk al-Qur’an dan hadits
a. Gambaran surat al-Hujurat
b. Surat al-Hujurat ayat 9-10
c. Surat al-Hujurat ayat 11-12
d. Surat al-Hujurat ayat 13
E. Kisah di dalam surat al-Hujurat
F. Nilai-nilai pendidikan masyarakat dalam surat
al-Hujurat
6
G. Urgensi Kajian surat al-Hujurat dalam
pendidikan
BAB III PENUTUP
A.Simpulan
B.Saran
DAFTAR PUSTAKA
7
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian; Pendidikan, Pendidikan Islam dan Pendidikan
masyarakat
Sebelum memaparkan konsep pendidikan masyarakat,
perlulah kiranya pemakalah mendeskripsikan tiga pengertian
yang meliputi:
a.Pendidikan
Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh
pendidik kepada terdidik terhadap perkembangan jasmani
dan rohani si terdidik menuju kepribadian yang lebih
baik, yang pada hakikatnya mengarah pada pembentukan
manusia yang ideal1.
Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh,
perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak
tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat
membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas
hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang
dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti
sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan
sebagainya) dan ditujukan kepada o rang yang belum
dewasa2.
Sementara itu, Al Syaibany memaknai pendidikan
adalah suatu prosespertumbuhan membentuk pengalaman dan
perubahan yang dikehendakidalam tingkah laku individu
1 Abudinnata, Filsafat Pendidikan Islam, hal. 1012 Hasbullah. Dasar Ilmu Pendidikan. 2005. Jakarta. Penerbit: PT
RajaGrasindo Persada8
dan kelompok hanya akan berhasil melaluiinteraksi
seseorang dengan perwujudan dan benda sekitar serta
denganalam sekelilingnya, tempat ia hidup, benda dan
persekitaran adalahsebagian alam luas tempat insan itu
sendiri dianggap sebagai bagian daripadanya.
Menurut UU Nomor 2 Tahun 1989 merumuskan pendidikan
adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan
bagi peranannya di masa yang akan datang.
Jadi, dapat disimpulkan, bahwa Pendidikan ialah
asuhan yang diberikan kepada anak semenjak dalam
kandungan ibunya, sesudah lahirnya, sampai pada waktu
remaja. Asuhan itu dilakukan melalui sikap, perbuatan,
bicara yang disampaikan berupa ucapan langsung, radio,
televisi, tontonan dan sebagainya, juga dengan tulisan
berupa surat, buku, koran majalah dan lain-lain. Jadi
pendidikan diutamakan untuk membentuk watak yang dididik
untuk ketabahan dan kematangan dalam kehidupan
bermasyarakat.
b.Pendidikan Islam
Sebelum memberikan penjelasan perihal pendidikan
Islam, pemakalah akan memberikan uraian tentang istilah
Islam. Pengertian Islam dapat ditinjau dari dua segi,
yaitu segi bahasa dan segi istilah.
1. Pengertian Islam: Etimologis
Secara etimologis (asal-usul kata, lughawi) kata
“Islam” berasal dari bahasa Arab: salima yang artinya
selamat. Dari kata itu terbentuk aslama yang artinya
9
menyerahkan diri atau tunduk dan patuh. Sebagaimana
firman Allah SWT:
“Bahkan, barangsiapa aslama (menyerahkan diri) kepada Allah, sedang
ia berbuat kebaikan, maka baginya pahala di sisi Tuhannya dan tidak
ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula bersedih hati”
(Q.S. 2:112).
Dari kata aslama itulah terbentuk kata Islam.
Pemeluknya disebut Muslim. Orang yang memeluk Islam
berarti menyerahkan diri kepada Allah dan siap patuh
pada ajaran-Nya.
Hal senada dikemukakan Hammudah Abdalati3
Menurutnya, kata “Islam” berasal dari akar kata Arab,
SLM (Sin, Lam, Mim) yang berarti kedamaian, kesucian,
penyerahan diri, dan ketundukkan.
Dalam pengertian religius, menurut Abdalati,
pengertian Islam adalah "penyerahan diri kepada
kehendak Tuhan dan ketundukkan atas hukum-Nya"
(Submission to the Will of God and obedience to His Law).
Hubungan antara pengertian asli dan pengertian
religius dari kata Islam adalah erat dan jelas. Hanya
melalui penyerahan diri kepada kehendak Allah SWT dan
ketundukkan atas hukum-Nya, maka seseorang dapat
mencapai kedamaian sejati dan menikmati kesucian
abadi.
Ada juga pendapat, akar kata yang membentuk kata
“Islam” setidaknya ada empat yang berkaitan satu sama
lain.3 Hammudah Abdalati, Islam in Focus, American Trust Publications Indianapolis-Indiana, 1975, hlm. 7.
10
1. Aslama. Artinya menyerahkan diri. Orang yang masuk
Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah SWT.
Ia siap mematuhi ajaran-Nya.
2. Salima. Artinya selamat. Orang yang memeluk Islam,
hidupnya akan selamat.
3. Sallama. Artinya menyelamatkan orang lain. Seorang
pemeluk Islam tidak hanya menyelematkan diri
sendiri, tetapi juga harus menyelamatkan orang
lain (tugas dakwah atau ‘amar ma’ruf nahyi
munkar).
4. Salam. Aman, damai, sentosa. Kehidupan yang damai
sentosa akan tercipta jika pemeluk Islam
melaksanakan asalama dan sallama.
2. Pengertian Islam: Terminologis
Secara terminologis (istilah, maknawi) dapat
dikatakan, Islam adalah agama wahyu berintikan tauhid
atau keesaan Tuhan yang diturunkan oleh Allah SWT
kepada Nabi Muhammad Saw sebagai utusan-Nya yang
terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia, di mana pun
dan kapan pun, yang ajarannya meliputi seluruh aspek
kehidupan manusia.
Cukup banyak ahli dan ulama yang berusaha
merumuskan definisi atau pengertian Islam secara
terminologis. KH Endang Saifuddin Anshari4
mengemukakan, setelah mempelajari sejumlah rumusan
tentang agama Islam, lalu menganalisisnya, ia
4 Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pusataka Bandung, 1978, hlm. 46.11
merumuskan dan menyimpulkan pengertian Islam, bahwa
agama Islam adalah:
1. Wahyu yang diurunkan oleh Allah SWT kepada Rasul-
Nya untuk disampaikan kepada segenap umat manusia
sepanjang masa dan setiap persada.
2. Suatu sistem keyakinan dan tata-ketentuan yang
mengatur segala perikehidupan dan penghidupan asasi
manusia dalam pelbagai hubungan: dengan Tuhan,
sesama manusia, dan alam lainnya.
3. Bertujuan: keridhaan Allah, rahmat bagi segenap
alam, kebahagiaan di dunia dan akhirat.
4. Pada garis besarnya terdiri atas akidah, syariatm
dan akhlak.
5. Bersumberkan Kitab Suci Al-Quran yang merupakan
kodifikasi wahyu Allah SWT sebagai penyempurna
wahyu-wahyu sebelumnya yang ditafsirkan oleh Sunnah
Rasulullah Saw.
12
Pengertian Pendidikan Islam menurut para ahli:
Pendidikan Islam adalah usaha-usaha untuk menyampaikan
ilmu pengetahuan dan nilai Islam baik dalam bentuk
bimbingan rohani maupun jasmani guna mewujudkan
terbentuknya manusia yang memiliki kepribadian utama serta
kesuksesan dunia akhirat5.
Al Syaibaniy mengatakan pendidikan Islam adalah
proses tingkah laku individu peserta didik pada
kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitar.6
Adapun pendidikan Islam, menurut al Qardhawi adalah
pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya,
akhlak dan keterampilannya. Karenanya pendidikan Islam berupaya
menyiapkanmanusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun
perang, danmenyiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala
kebaikandan kejahatannya, manis dan pahitnya7.
Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya
dalam konteks Islam inheren dengan konotasi istilah
“tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib” yang harus dipahami
secara bersama-sama. Al Ta’lim dapat diartikan dengan
pengajaran. Tetapi menurut Naquib al Attas, bahwa
istilah al Ta’dib adalah istilah yang paling tepat
digunakan untuk menggambarkan pengertian pendidikan,
sementara istilah Tarbiyah terlalu luas karena pendidikan
dalam istilah ini mencakup juga pendidikan untuk hewan.
5 http://taqwimislamy.comkonsep-pendidikan-islam-dalam-terapan-masyarakat-madani-menurut-al-qur-an-dan-sunnah
6 Al-Syaibany, Omar Mohammad Al-Thoumy, Falsafah Pendidikan Islam, Terjemahan Hasan Lalunggung, Jakarta:Bulan Bintang, 1979
7 Yusuf al Qardhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al Banna, Terj. Bustami A.Gani,(Jakarta: Bulan Bintang, 1980), hlm 39
13
Al Attas menjelaskan bahwa Ta’dib berasal dari masdar
Addaba yangditurunkan menjadi kata Adabun, berarti
pengenalan dan pengakuantentang hakikat bahwa
pengetahuan dan wujud bersifat teratur secarahierarkis
sesuai dengan berbagai tingkat dan derajat tingkatan
mereka dantentang tempat seseorang yang tepat dalam
hubungannya dengan hakikatitu serta dengan kapasitas dan
potensi jasmaniah, intelektual, maupun rohaniah
seseorang8.
Dengan demikian pendidikan Islam adalah suatu proses
pembentukan individu atau pembentukan kepribadian muslim
berdasarkan ajaran-ajaranIslam yang diwahyukan Allah SWT
Kepada Muhammad SAW. Ajaran Islam tidak memisahkan
antara iman dan amal saleh. Oleh karena itu, pendidikan
Islam merupakan pendidikan iman dan pendidikan amal.
Karena ajaran Islam berisi ajaran tentang sikap dan
tingkah laku pribadimasyarakat menuju kesejahteraan
hidup perorangan dan bersama, maka pendidikan Islam
adalah pendidikan individu dan pendidikanmasyarakat.9
Jadi, antara pendidikan dengan pendidikan Islam
mempunyai arti yang berkesinambungan, hanya saja
terdapat perbedaan terhadap metode yang dilakukannya.
Pendidikan lebih berorientasi terhadap suatu hal yang
lebih universal tanpa menggunakan ajaran agama sebagai
8 Syed Muhammad al Naquib al Attas, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, (Bandung: Mizan,2003), hlm 175-181
9 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992),hlm 28.
14
landasannya. Sedangkan pendidikan Islam adalah konteks
mendidik dengan asas agama sebagai pegangannya.
Dari uraian tokoh-tokoh di atas tadi, dapat
disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu sistem yang
memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya
sesuai dengan ideologi Islam dan akan membentuk kehidu
pannya sesuai dengan ajaran Islam.
c.Pendidikan masyarakat
Arti masyarakat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
masyarakat dibagi menjadi beberapa bagian yang mempunyai
arti antara lain :
Masyarakat adalah pergaulan hidup manusia, sehimpunan
manusia yang hidup bersama dalam sesuatu tempat
dengan aturan ikatan-ikatan yang tentu.
Bermasyrakat adalah merupakan masyarakat yang
bersekutu.
Permasyarakatan adalah lembaga yang mengurus orang
hukuman.
Kemasyarakatan adalah mengenai masyarakat, sifat-sifat
atau hal masyarakat.
Dalam pengertian sehari-hari, masyarakat berarti,
sekelompok manusia yang hidup dan mempunyai hubungan antar yang
satu dengan yang lainnya disatu daerah10.
Masyarakat, dalam arti yang luas, berarti sekelompok
manusia yang memiliki kebiasaan, ide dan sikap yang sama, hidup di
10 Kusumamihardja, Supan, dkk. 1985. Studia Islamica, Jakarta: Girimukti Pasaka.
15
daerah tertentu, menganggap kelompoknya sebagai kelompok sosial dan
berinteraksi.11
Namun pengertian yang paling sederhana menurut Al
Syaibany (1975:165), bahwa masyarakat adalah kumpulan
individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan Negara, kebudayaan dan
agama. Termasuk jalinan hubungan timbal balik, kepentingan bersama,
adat kebiasaan, pola-pola, teknik-teknik, sistem hidup, undang-undang,
institusi dan segala segi dan fenomena yang dirangkum oleh masyarakat
dalam pengertian yang luas dan baru12.
Arti dan beberapa pendapat di atas memberikan
pemahaman, bahwa sebenarnya kehidupan manusia itu
bersifat kemasyarakatan, artinya bahwa secara fitri,
manusia bersifat kemasyarakatan.
Bila dihubungkan semua ini dengan pendidikan, maka
segala pengalaman yang berlangsung dalam lingkungan dan sepanjang
hidup bersama, dengan berbagai keterikatannya itu, dapat dikatakan
pendidikan kemasyarakatan.13
Ag. Soejono (1980:23-24) mengemukakan bahwa,
pendidikan kemasyarakatan itu adalah tindakan atau pendidikan
yang pada pokoknya menanamkan pengertian, pengetahuan, dan
keinsyafan, bahwa setiap orang tentu hidup dalam suatu kelompok, -
pemupukkan rasa senang pada kehidupan masyarakat dengan peraturan
dan tujuannya, bimbingan kemauan kuat dan sikap tepat untuk berbuat
11 Arifin, Tajul, 2008, “Ilmu Sosial Dasar”, Bandung: Gunung Djati Press.12 Al-Syaibany, Al-Tomy Omar Muhammad. 1975. Falsafah Pendidikan
Islam, terjemahan: Hasan Langgulung, Judul asli : Falsafah Al Tarbiyah Al Islamiyah, Jakarta : Bulan Bintang.
13 http://tarbiyahiainib.ac.id/dosen/artikel-dosen/499-studi-al-quran-tentang-pendidikan-kemasyarakatan
16
demi kehidupan bersama dan tidak berbuat hal-hal yang merugikan
kebahagiaan hidup bersama atau sosial14.
Menurut Ismail R.Al-Faruqi, (1994: 172) Islam
memandang masyarakat sebagai pranata Ilahi, suatu pola Allah, yang
diperlukan manusia untuk memenuhi tujuan penciptaannya sebagai
hamba atau pengabdi. Oleh karena itu lanjut Al Faruqi, -
masyarakat sangat perlu bagi pengetahuan (Q.S. al-Hujurat 49: 6), -
masyarakat diperlukan bagi moralitas, - dan masyarakat diperlukan bagi
sejarah (sebagai panggung kewajiban moral)15.
Sebagai suatu pola Allah, tujuan pendidikan-Nya (al-Qur’n)
membina manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu
menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya, guna
membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah. Atau
dengan kata lain lebih disingkat dan sering digunakan oleh al-Qur’an,
“untuk bertakwa kepada-Nya.16
Dari paparan di atas dapat difahami, bahwa
pendidikan masyarakat di samping berhadapan dengan kelompok
orang, juga pemeliharaan dengan berbagai aktivitas dan
aturan secara timbal balik, sangatlah penting
keberadaannya.
B. Konsep Pendidikan masyarakat
Diatas telah memberikan penjelasan bahwa masyarakat
mencakup sekelompok orang yang berinteraksi antar
14 Soejono, Ag. 1980. Pendahuluan Ilmu Pendidikan Umum, Bandung: CV. Ilmu.
15 Al-Faruqi, Ismail R. 1993. Islam dan Kebudayaan, terjemahan Yustiono, judul asli: Islam and Culture, Bandung: Mizan.
16 Shihab, Quraish. 1994. Membumikan A, Qur’an- Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan.
17
sesamanya, saling tergantung dan terikat oleh nilai dan
norma yang dipatuhi bersama, serta pada umumnya bertempat
tinggal di wilayah tertentu, dan ada kalanya mereka
memiliki hubungan darah atau memiliki kepentingan bersama.
Pendidikan dalam pendidikan masyarakat ini boleh dikatakan
pendidikan secara tidak langsung, pendidikan yang dilaksanakan
secara tidak sadar oleh masyarakat. Dan anak didik sendiri secara sadar
atau tidak, ia telah mendidiknya sendiri, mempertebal keimanan serta
keyakinan sendiri akan nilai-nilai kesusilaan dan keagamaan di dalam
masyarakat.
Corak ragam pendidikan yang diterima anak didik dalam
masyarakat ini sangat banyak sekali. Diantaranya yaitu
meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan,
pembentukan pengetahun, sikap dan minat, maupun pembentukan
kesusilaan dan keagamaan.
Berdasarkan undang-undang no 20 tahun 2003 tentang
sisitem pendidikan nasional, peristiwa pendidikan yang
berlangsung pada lingkungan masyarakat, tergolong pada
pendidikan non formal. Lembaga pendidikan non formal atau
pendidikan luar sekolah (LPS) ialah semua bentuk
pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib,
dan berencana, dilaksanakan di luar kegiatan persekolahan.
Jadi pada hakikatnya, pendidikan di lingkungan
masyarakat merupakan pendidikan lanjutan dari sekolah, dengan kata lain
pendidikan di lingkungan masyarakat menekankan/memperkuat dalam
aspek pembiasaan, penguatan materi pembelajaran, dan biasanya
pendidikan yang ada pada masyarakat lebih mengutamakan praktek dari
pada teori.
18
C. Kompilasi Ayat-Ayat
1.Surat al-Hujurat ayat 9
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperanghendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satumelanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggarPerjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintahAllah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurutkeadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allahmencintai orang-orang yang Berlaku adil. (Tafsir Al Misbah, Vol.13, hal. 243)
2.Surat al-Hujurat ayat 10
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. sebab itudamaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dantakutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (TafsirAl Misbah, Vol. 13, hal. 246-247)
3.Surat al-Hujurat ayat 11
Wahai orang-o r a n g yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pulaperempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain, (karena) bolehjadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yangmengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, danjagnlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.seburuk-burukpanggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Danbarang siapa tidak bertobat, maka mereka iutlah orang-orang yangzalim. (Tafsir Al Misbah, Vol. 13, hal. 250)
19
4.Surat al-Hujurat ayat 12
“Hai orang-orang yang b e r i m a n , jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Danjanganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlahmenggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yangsuka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulahkamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”(Tafsir Al Misbah, Vol. 13, hal. 253)
Allah menganjurkan untuk mengonfirmasi kabar yang
diterima.
Al Hujurat ayat 6:
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orangFasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agarkamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpamengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atasperbuatanmu itu. (Tafsir al Misbah, Vol. 13, Hal 236)
An-Nuur Ayat 11:
S e s u n g g u h n y a orang-orang yang membawa berita bohongitu adalah dari golongan kamu juga. janganlah kamu kira bahwaberita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagikamu. tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat Balasan daridosa yang dikerjakannya. dan siapa di antara mereka yangmengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran beritabohong itu baginya azab yang besar. (Dahlan, Al Farisi,2009:372)
20
5.Surat al-Hujurat ayat 13
“Hai m a n u s i a , Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seoranglaki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialahorang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui lagi Maha Mengenal.” (Tafsir Al Misbah, Vol. 13,hal. 260)
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT telah
menciptakan makhluk-Nya, laki-laki dan perempuan, dan
menciptakan manusia berbangsa-bangsa, untuk menjalin
hubungan yang baik. Kata ta‟arafu pada ayat ini
maksudnya bukan hanya berinteraksi tetapi
berinteraksi positif. Jadi dijadikannya makhluk dengan
berbangsa-bangsa dan bersuku- suku adalah dengan
harapan bahwa satu dengan yang lainnya dapat
berinteraksi secara baik dan positif. Lalu
dilanjutkan dengan …inna akramakum „ndallahi atqaakum..
maksudnya, bahwa interaksi positif itu sangat
diharapkan menjadi prasyarat kedamaian di bumi ini.
Namun, yang dinilai terbaik di sisi Allah adlah mereka
itu yang betul-betul dekat kepada Allah. (Wahyunianto,
Muslim, 2010: 69-70).
Allah SWT sengaja menciptakan manusia dalam
keadaan yang berbeda.
Al Maidah ayat 48
21
U n t u k tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan danjalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamudijadikan- Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak mengujikamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembalikamu semuanya, lalu beritahukan-Nya kepadamu apa yang telahkamu perselisihkan itu. (Shihab, 1999: 491)
22
Yunus ayat 99:
D a n Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semuaorang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu(hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orangyang beriman semuanya ?. (Shihab, 1999: 99)
Ar-Ruum (30) ayat 22:
D a n di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakanlangit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warnakulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benarterdapat tanda- tanda bagi orang-orang yang mengetahui.(Shihab, 1999: 289)
Al Maidah (5) ayat 69:
S e s u n g g u h n y a orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi,Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (diantara mereka)yang benar- benar saleh, Maka tidak ada kekhawatiran terhadapmereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Tafsir AlMisbah, Vol. 3, hal. 154)
Al Baqarah (2) ayat 62:
S e s u n g g u h n y a orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi,orang- orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantaramereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian danberamal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka,tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) merekabersedih hati. (Tafsir Al Misbah, Vol. 1, Hal. 213)
23
Selanjutnya, untuk mewujudkan persaudaraan antar
pemeluk agama :
Asy Syuura (42) ayat 15 memperkenalkan ajaran:
....
B a g iKami amal-amal Kami dan bagi kamu amal-amal kamu. tidak adapertengkaran antara Kami dan kamu, Allah mengumpulkanantara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita)". (Shihab, 1999:
493)
Islam tidak diperkenankan memaksakan kehendak
terhadap orang lain. Tetapi, melalui Al Qur‟an
Allah menganjurkan agar mencari titik singgung dan
titik temu antarpemeluk agama. Al Qur‟an menganjurkan
agar dalam interaksi sosial, bila tidak
ditemukan persamaan hendaknya masing-masing mengakui
keberadaan pihak lain, dan tidak perlu saling
menyalahkan.
Ali Imran ayat 64:
K a t a k a n l a h : "Hai ahli Kitab, Marilah (berpegang) kepadasuatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antaraKami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dantidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula)sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhanselain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepadamereka: "Saksikanlah, bahwa Kami adalah orang-orang yangberserah diri (kepada Allah)". (Shihab, 1999: 493).
D. Petunjuk Al-Qur’an dan Hadits
a.Gambaran Surat Al_Hujurat
24
Sebelum diuraikan lebih jauh perihal ayat 10-13
surat al-Hujurat (49), ada baiknya pemakalah lebih dulu
memberikan informasi tentang jati diri surat al-Hujurat
itu sendiri. Surat al-Hujurat, atau surat ke-49, adalah
terdiri atas 18 ayat, 343 kalimat dan 1.476 huruf.
Diturunkan setelah surat al-Mujadilah, dan tergolong ke
dalam kelompok surat-surat Madaniah17.
Dinamakan surat al-Hujurat, yang berarti kamar-
kamar, diambil dari perkataan “al-Hujurat” yang terdapt
dalam ayat ke-4 dalam surat tersebut. Ayat keempat ini
mencela sebagian sahabat yang memanggil-manggil Nabi
Muhammad SAW yang sedang berada di dalam kamar rumahnya
bersama isteri beliau. Memanggil-manggil Nabi dengan
cara dan dalam keadaan demikian menunjukkan sifat yang
kurang baik dan kurang hormat kepada beliau karena
mengganggu ketenangan dan ketenteran beliau.
Beberapa isi pokok yang terkandung dalam surat al-
Hujurat ialah meliputi persoalan:
1. Keimanan
Terutama menyangkut ketentuan bahwa masuk agama Islam
harus disempurnakan dengan muatan iman yang sebenar-
benarnya.
2. Hukum-hukum
Terutama menyangkut soal larangan mengambil keputusan
yang menyimpang dari ketetapan Allah dan Rasul-Nya,
keharusan meneliti suatu perkabaran yang disampaikan
17 Materi pokok Qur’an dan Hadits, Midul 1-6, Direktorat jenderal pembinaan kelembagaan agama islam dan universitas terbuka, 1997, hlm. 1210
25
oleh orang-orang fasik, dan kewajiban mengadakan
islah antara orang-orang muslimin yang bersengketa
karena sesame muslimin itu adalah bersaudara.
3. Akhlak
Terutama tentang etika sopan santun berbicara dengan
Rasul Allah SAW, bekerjasama antar kelompok
masyarakat dan lain sebagainya.
Itulah gambaran singkat tentang surat al-Hujurat
yang di dalamnya terdapat beberapa ayat yang membahas
hubungan manusia dengan Allah, manusia kepada sesama dan
perilaku manusia.
Kini tibalah waktunya pemakalah mengkaji surat al-
Hujurat (49) ayat 10 s/d 13, yang dalam hal ini meliputi
kajian tentang; Makna kosa kata (Makna mufradat), Sebab
nuzul, Penjelasan ayat dan Pengambilan kesimpulan tiap ayat
yang telah dikaji tersebut. Perihal kosa kata dalam
pembahasan al-Qur’an surat al-Hujurat (49) ayat 10-13
nantinya sangat diperlukan karena sering dijumpai dalam
Kitab Suci itu kata-kata yang mengandung pengertian
lebih dari satu. Disamping itu juga ditemukan kata yang
berkonotasi metaforis atau dalam ilmu balaghah disebut
majaz. Apabila hanya mengetahui satu konotasi saja,
sedangkan yang dimaksud ialah makna yang lain,
kemungkinan untuk tergelincir ke pemahaman yang keliru
besar sekali, karenanya, pemakalah menampilkan kajian
kosa kata dalam pembahasan tersebut.
b.Surat al-Hujurat (49) ayat 10
26
'Innamā Al-Mu'uminūna 'Ikhwatun Fa'aşliĥū Bayna
'Akhawaykum Wa Attaqū Al-Laha La`allakum Turĥamūna49:10. “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara.
sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara keduasaudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamumendapat rahmat.” (Tafsir Al Misbah, Vol. 13, hal.246-247) Jo. (9:11, 30:30, 42:23)
1. Makna Kosa Kata (Makna Mufradat)
لح ص� أ : Terambil dari kata “ashlaha” yang
berakar kata “shalaha atau shaluha –
yashluhu – shalahan wa shalahiyatan”
yang secara harfiyah berarti baik, sesuai,
cocok dan bagus. Lawan katanya adala
fasad, yang berarti rusak, jelek dan tidak
cocok atau hancur. Yang dimaksud dengan
“ishlah disini ialah perdamaian antara
dua orang (kelompok) yang berseteru atau
yang terlibat peperangan”.18 Dengan
melihat redaksi ayat sebelumnya surta ke
9 akan nampak jelas kisah dari kedua
ayat secara berurutan.
Kajian kataوأ لح ص� أ pada surat Al-Hujuraat ف��ayat ke 10
Bacaan dalam tulisan faashlichû
18 Ibid, 121427
arab latin Jenis kata kata perintah atau kata seru
Arti kata وأ لح ص� أ maka (kalian) damaikanlah ف��(mereka[lk])
Jumlah pemakaian kata وأ لح ص� أ dalam AlQuran ف��dipakai sebanyak 3 kali (hujuraat)
Kata وأ لح ص� أ tersusun ف��dari kata dasar dengan suku kata
ص ل حJumlah pemakaian
pola dasar ص ل ح dalam AlQuran
180 kali, yang terdiri daridipakai kata benda sebanyak150 kali, dipakai kata kerja sebanyak 30 kali
LINK SURAT HUJURAT\faashlichû.htm19
19 http://quran.bblm.go.id/28
2. Sebab Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Nabi
Muhammad SAW naik keledai pergi ke rumah Abdullah bin
Ubay, seorang munafik yang suka melontarkan ejekan.
Ka itu Ibn Ubay berkata: “Eyahlah engkau daripadaku!
Demi Allah aku telah terganggu karena bau busuk
himarmu ini (Muhammad)” berkatalah salah seorang
Anshar: “Demi Allah keledainya (Muhammad) lebih harum
daripada kamu (Abdullah bin Ubay)”. Kemudian sesudah
itu marahlah anak buah Abdullah bin Ubay kepada orang
Anshar tadi, lalu terjadilah kemarahan yang
menimbulkan kedua pihak berkelahi dengan menggunakan
pelepah kurma, sandal dan lain-lain.
Berkenaan dengan peristiwa diatas maka turunlah
ayat ini (al-Hujurat (49):9) yang memerintahkan
penghentian peperangan, untuk kemudian menciptakan
perdamaian (diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim
dari Anal).
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa dua orang
dari kaum muslimin bertengkar satu sama lain. Maka
marahlah pengikut kedua kaum tersebut hingga
terjadilah “peperangan” dengan menggunakan tangan dan
sandal. Ayat ini (al-Hujurat (49):9) tutun sebagai
perintah untuk menghentikan perkelahian dan
menciptakan perdamaian (diriwayatkan oleh Sa’id bin
Manshur dan Ibn Jarir yang bersumber dari Abi Malik).
3. Penjelasan
29
Tersebab pertarungan antara sesama kelompok
mukmin itu dilarang, diantara alasannnya seperti
maksud ayat ke 10 surat al-Hujurat. Hal ini
mengingatkan sesama mukmin itu adalah bersaudara.
Itulah alasan mendasar yang menyebabkan pihak ketiga
yang seharusnya juga adalah orang-orang mukmin harus
berlaku bebas dan aktif dalam mendamaikan pihak yang
terlibat persengketaan, maksud ayat ke 9.
Mewujudkan perdamaian, oleh Allah dipandang
sebagai salah satu wujud ketaqwaan kepadaNya yang
memiliki lingkup sangat luas.
Firman Allah “ ” (danbertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat)adalah mengisyaratkan hal itu.
30
4. Kesimpulan
Bahwa perdamaian yang adil merupakan cara
terbaik untuk mengakhiri persengketaan yang terjadi di
tengah masyarakat. Lebih-lebih jika persengketaan itu
terjadi antara sesama kelompok mukmin. Sebab, menurut
al-Qur’an antara orang mukmin dengan orang mukmin
pada hakikatnya adalah bersaudara (ikhwah).
c.Surat al-Hujurat (49) ayat 11
Yā 'Ayyuhā Al-Ladhīna 'Āmanū Lā Yaskhar Qawmun MinQawmin `Asá 'An Yakūnū Khayrāan Minhum Wa Lā Nisā'un Min
Nisā'in `Asá 'An Yakunna Khayrāan Minhunna Wa LāTalmizū 'Anfusakum Wa Lā Tanābazū Bil-'Alqābi Bi'sa Al-Aismu Al-Fusūqu Ba`da Al-'Īmāni Wa Man Lam YatubFa'ūlā'ika Humu Až-Žālimūna49:11. Wahai orang-o r a n g yang beriman! Janganlah suatu kaum
mengolok- olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka(yang diolok- olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok)perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok).Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan jagnlahsaling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.seburuk-burukpanggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman.Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka iutlah orang-orang yang zalim. (Tafsir Al Misbah, Vol. 13, hal.250) Jo. (3:118, 3:162, 5:50)
1. Makna Kosa Kata (Makna Mufradat)
Kajian kata
31
ayat ke 11
Bacaan dalam tulisan arab latin yaskhar
Jenis kata kata kerja aktif bentuk sedang atau akan terjadi
Arti kata سخ�ر memperolok-olok ي��
Jumlah pemakaian kata سخ�ر dalam AlQuran ي��dipakai sebanyak 1 kali
Kata سخ�ر tersusun ي��dari kata dasar dengan suku kata
س ح� رJumlah pemakaian
pola dasar س ح� ر dalam AlQuran
42 kali, yang terdiri dari dipakai kata benda sebanyak 8 kali, dipakai kata kerja sebanyak 34 kali
Kajian kataوأ لمز� pada surat Al-Hujuraat ت�!ayat ke 11
Bacaan dalam tulisan arab latin
Talmizû, Yang dimaksud talmizû disini ialah menceladiri sendiri.
Jenis kata kata kerja aktif bentuk sedang atau akan terjadi
Arti kata وأ لمز� mencela ت�!
Jumlah pemakaian kata وأ لمز� dalam AlQuran ت�!dipakai sebanyak 1 kali
Kata وأ لمز� tersusun ت�!dari kata dasar dengan suku kata
ل م ر�Jumlah pemakaian 4 kali, yang terdiri dari
32
pola dasar ل م ر� dalam AlQuran
dipakai kata benda sebanyak 1 kali, dipakai kata kerja sebanyak 3 kali
..
Kajian kata
أب$ ق! ل� الأ pada surat ت�$Al-Hujuraat ayat ke 11Bacaan dalam tulisan arab latin bi(a)l-alqâbi
Jenis kata kata benda atau sifat
Arti kata $أب ق! ل� الأ ت�$dengan julukan, Yangmaksudnya adalah panggilanyang bukan nama asli berupapanggilan buruk.
Jumlah pemakaian kata $أب ق! ل� الأ dalam AlQuran ت�$dipakai sebanyak 1 kali
Kata $أب ق! ل� الأ tersusun ت�$dari kata dasar dengan suku kata
ل ق! ب$Jumlah pemakaian
pola dasar $ل ق! ب dalam AlQuran
1 kali, yang terdiri dari dipakai kata benda sebanyak 1 kali
Pola dasar $ل ق! ب dalam AlQuran hanya dipakai untuk bentuk kata benda saja, dalam AlQuran untuk pola dasar ini tidak digunakan sebagai kata kerja
..
Kajian kata ت!ب$ غ� -pada surat Al ي��Hujuraat ayat ke 12
33
Bacaan dalam tulisan
arab latin yaghtab
Jenis kata kata kerja aktif bentuk
sedang atau akan terjadi
Arti kata $ت!ب غ� ي��(dia[lk]) mengumpat, dalam
artian menceritakan aib
orang lain.
Jumlah pemakaian kata $ت!ب غ� dalam AlQuran ي��dipakai sebanyak 1 kali
Kata $ت!ب غ� tersusun ي��dari kata dasar
dengan suku kata
غ� ي� ب$
Jumlah pemakaian
pola dasar $غ� ي� ب dalam AlQuran
60 kali, yang terdiri dari
dipakai kata benda
sebanyak 59 kali, dipakai
kata kerja sebanyak 1 kali
d.Surat al-Hujurat (49) ayat 12
Yā 'Ayyuhā Al-Ladhīna 'Āmanū Ajtanibū Kathīrāan Mina Až-
Žanni 'Inna Ba`đa Až-Žanni 'Ithmun Wa Lā Tajassasū WaLā Yaghtab Ba`đukum Ba`đāan 'Ayuĥibbu 'Aĥadukum 'An
34
Ya'kula Laĥma 'Akhīhi Maytāan Fakarihtumūhu Wa AttaqūAl-Laha 'Inna Al-Laha Tawwābun Raĥīmun49:12. “Hai orang-orang yang b e r i m a n , jauhilah kebanyakan
purba- sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itudosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang danjanganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorangdiantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yangsudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Danbertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha PenerimaTaubat lagi Maha Penyayang.” (Tafsir Al Misbah, Vol. 13,hal. 253). Jo. (2:275, 3:130, 6:120)
Kajian kata ن3 -pada surat Al أل�ظ5Hujuraat ayat ke 12
Bacaan dalam tulisan arab latin a(l)dhdhanni
Jenis kata kata benda abstrak atau sifat
Arti kata ن3 menyangka أل�ظ5
Jumlah pemakaian kata ن3 dalam AlQuran أل�ظ5dipakai sebanyak 3 kali
Kata ن3 tersusun dari أل�ظ5kata dasar dengan suku kata
ظ5 ن3 ن3Jumlah pemakaian pola
dasar 3ظ5 ن3 ن dalam AlQuran
69 kali, yang terdiri dari dipakai kata benda sebanyak 24 kali, dipakai kata kerja sebanyak 45 kali
Kajian kataسوأ س ج$ -pada surat Al ت�!Hujuraat ayat ke 12
Bacaan dalam tulisan arab latin tajassasû
Jenis kata kata kerja aktif bentuk sedang
35
atau akan terjadi
Arti kata سوأ س ج$ supaya mencari (kalian) ت�!kesalahan
Jumlah pemakaian kata سوأ س ج$ dalam AlQuran ت�!dipakai sebanyak 1 kali
Kata سوأ س ج$ tersusun dari ت�!kata dasar dengan suku kata
ح3 س سJumlah pemakaian pola
dasar ح3 س س dalam AlQuran
1 kali, yang terdiri dari dipakaikata kerja sebanyak 1 kali
Pola dasar ح3 س س Dalam AlQuran hanya dipakai untuk bentuk kata kerja saja, dalam AlQuran untuk pola dasarini tidak digunakan sebagai kata benda
Kajian kataت!ب$ غ� -pada surat Al ي��Hujuraat ayat ke 12
Bacaan dalam tulisan arab latin yaghtab
Jenis kata kata kerja aktif bentuk sedang atau akan terjadi
Arti kata $ت!ب غ� mengumpat (dia[lk]) ي��
Jumlah pemakaian kata $ت!ب غ� dalam AlQuran ي��dipakai sebanyak 1 kali
Kata $ت!ب غ� tersusun dari ي��kata dasar dengan suku kata
غ� ي� ب$Jumlah pemakaian pola
dasar $غ� ي� ب dalam 60 kali, yang terdiri dari dipakai kata benda sebanyak 59 kali, dipakai kata kerja
36
AlQuran sebanyak 1 kali
2. Sebab Nuzul (11-12)
Dalam satu riwayat dikemukakan bahwa seorang
laki-laki mempunyai dua atau tiga nama, dan dipanggil
dengan nama tertentu agar orang itu tidak senang
dengan panggilan itu. Ayat ini (surat al-Hujurat
(49):11) turun sebagai larangan untuk menggelari orang
dengan nama-nama yang tidak menyenangkan (diriwayatkan
oleh imam empat dari Abi Jubai Ibnu Dhahhak).
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa nama-nama
gelaran di zaman Jahilyyah sangat banyak. Ketika Nabi
SAW. Memanggil seseorang dengan gelarnya, ada orang
yang memberitahukan kepada Nabi bahwa gelar itu tidak
disukainya. Maka turunlah ayat ini ini (surat al-
Hujurat (49):11) yang melarang memanggil orang dengan
gelaran yang tidak disukai (diriwayatkan oleh Al-
Hakim dan yang lainnya yang berkata: “Ya Rasulallah!
Sesungguhnya ia marah dengan panggilan itu”).
Bunyi redaksi ayat “Wa Lā Tanābazū Bil-'Alqābi”
(surat al-Hujurat (49):11) turun sebagai larangan
mengenai orang dengan sebutan yang tidak disukainya
(diriwayatkan oeh Ahmad yang bersumber dari Abi Jubai
Ibnu Dhahhak).
Kemudian, beralih ke ayat 12 surat al-Hujurat,
dalam satu riwayat dikemukakan bahwa ayat ini turun
berkenaan dengan kasus Salman Al-Farisi. Kisah
ringkasnya demikian: Manakala selesai makan, Al-
37
Farisi terus beranjak tidur dan mendengkur. Pada
waktu itu ada orang lain yang menggunjingkannya. Maka
turunlah ayat di atas yang pada intinya melarang
seseorang mengumpat dan menceritakan aib orang lain
(diriwayatkan oleh Ibn Al-Mundzir dari Ibnu Juraij).
3. Penjelasan
Dengan penjelasan berurutan yakni, surat al-
Hujurat (49) ayat 13 memerintahkan umat manusia
supaya bekerjasama serta mempertahankan persatuan dan
kesatuan.
Pada ayat 9 dan 10 surat al-hujurat (49) Allah
mengingatkan beberapa faktor yang menyebabkan
persatuan dan kesatuan suatu masyarakat atau bangsa
menjadi terganggu dan bahkan retak dan kemudian
terpecah belah.
Diantara faktor yang dimaksudkan ialah
perlakuan olok-olok baik yang dilakukan oleh kaum
pria atau wanita, bahkan mungkin keduanya. Al-Qur’an
melarang perbuatan mengolok-olok dan sekaligus
mengingatkan bahwa boleh jadi orang-orang atau
kelompok yang diolok-olokkan itu malahan lebih baik
daripada yang mengolok-olok.
Faktor lain yang cukup besar pengaruhnya bagi
gangguan persatuan dan persaudaraan ialah pemberian
gelar yang jelek kepada orang lain, atau dengan
kalimat memanggil orang/kelompok lain dengan gelar-
gelar yang tidak baik. Allah menyamakan jukukan buruk
38
dengan perbuatan fasik yang jika tidak bertobat
pelakunya tergolong ke dalam perbuatan aniaya.
Masih dalam kalimat ini, hal lain yang dapat
menimbulkan persaudaraan menjadi renggang dan
persatuan menjadi pecah ialah prasangka yang
berlebihan. Banyak atau paling tidak sebagian
prasangka dapat menimbulkan kekacauan di tengah
masyarakat semisal isu-isu yang keluar dari
orang/kelompok lain yang tidak bertanggung jawab
dalam kehidupan sekarang ini.
Menggunjing orang atau lain juga merupakan
faktor perusak persatuan dan persaudaraan. Sebab,
dari gunjing-menggunjing sangat mengkin timbul
pertengkaran yang kenudian mengarah pada kekerasan
dan bahkan bias menjadi pertempurat hebat. Lalu jika
terjadi saling membunuh maka seakan manusia yang
bersaudara itu memakan daging saudaranya yang lain.
Tersebab itu maka al-Qur’an melalui ayat 12
surat al-Hujurat dan beberapa ayat yang senada ayat 6
surat al-Fath, mengingatkan agar menghindari berburuk
sangka atau su’udzdzan. Dan Allah SWT mengingatkan
kita semua untuk untuk selalu bertaqwa kepadaNya. Di
antara wujud taqwa dalam lingkupnya yang luas ialah
menghindarkan dir dari kemungkinan terlibat dengan
prasangka buruk dang menggunjing.
4. Kesimpulan
Ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari
ayat 11 dan 12 surat al-Hujurat, diantaranya ialah
39
bahwa Allah melarang orang-orang beriman terlibat
olok-olok dengan sesame mu’minin bahkan dengan sesama
manusia pada umumnya.
Orang-orang mukmin juga dilarang memberikan
atau memanggil orang lain dengan julukan-julukan
jelek yang tidak menyenangkan, dan mengidentikkan
perbuatan itu degan perlakuan dzalim.
Allah juga melarang berprasangka buruk kepada
sesame orang beriman bahkan kepada orang yang berbeda
agama sekalipun; dan menyatakan bahwa prasangka buruk
adalah perbuatan dosa.
40
e.Surat al-Hujurat (49) ayat 13
Yā 'Ayyuhā An-Nāsu 'Innā Khalaqnākum Min Dhakarin Wa
'Unthá Wa Ja`alnākum Shu`ūbāan Wa Qabā'ila Lita`ārafū 'Inna 'Akramakum `Inda Al-Lahi 'Atqākum 'Inna Al-Laha`Alīmun Khabīrun
49:13. “Hai m a n u s i a , Sesungguhnya kami menciptakan kamudari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikankamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamusaling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling muliadiantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwadiantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi MahaMengenal.” (Tafsir Al Misbah, Vol. 13, hal. 260). Jo.(4/1, 6/133, 30/22)
1. Makna Kosa Kata (Makna Mufradat)
: Menurut umumnya ahli tafsir klasik,yang dimaksud dengan kata-kata “MinDhakarin Wa 'Unthá” pada ayat iniadalah Adam dan Isterinya.
: Kata tunggalnya adalah sya’bun yaitukehidupan kelompok besar yangdinisbahkan kepada asal (rumpun) yangsatu.
Misalnya sya’ban Rabi’ah dan sya’abMudhar. Dalam istilah sekarang tampakidentik dengan suku bangsa.
Kelompok masyarakat (sosial) yangjumlahnya lebih sedikit daripadasya’bun. Dalam istilah sekarang biasadisamakan dengan suku, sepertiistilah kabilah Tamim dari sukuMudhar dan kabilah Bakar dari sukuRabi’ah, dan begitu seterusnya.
41
Dari kalangan bangsa arab dahulu,hubungan keturunan (al-nasl) itu dibedakan ke dalam 7 kelompok :
1) sya’bun, 2) kabilah, 3) imarah, 4)al-bathnu, 5) al-fakhdz, 6) al-fashilah, 7) al-‘asyirah.
2. Sebab Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika
terjadi fathu Makkah (pembebasan kota Makkah) oleh
kaum muslimin, Bilal naik Ka’bah dengan maksud untuk
melantunkan adzan, lalu ada beberapa orang
mengatakan: “Pantaskah seorang budak hitam melakukan
adzan di atas Ka’bah?” Maka berkatalah yang lainnya:
“Sekiranya Allah membenci orang itu, niscaya Allah
akan menggantinya”. Ayat diatas turun sebagai
penegasan bahwa dalam Islam sama sekali tidak ada
diskriminasi. (diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari
Ibnu Abi Mulaikah).
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ayat di
atas turun bertalian dengan kasus Abi Hindin yang
berhak dikawinkan oleh Rasul Allah SAW kepada
seorang wanita dari kalangan Bani Bayadhah. Bani
Bayadhah bertanya: “wahai Rasul Allah! Pantaskah
kalau kami menikahkan petera-puteri kami dengan
budak-budak kami?” Lalu turunlah ayat di atas.
Satu lagi periwayatan disebutkan bahwa ayat 13
surat al-Hujurat (49) di atas diturunkan berkenaan
dengan dua orang Anshar yang terlibat tawar-menawar
42
dalam memperoleh haknya. Salah seorang di antara
mereka berkata: “Aaku akan mengambilnya dengan
kekerasan, karena aku banyak memiliki kawan;
sementara yang lain mengajak untuk menyerahkan
keputusannya kepda Nabi SAW. Orang tersebut lalu
menolaknya, sehingga terjadilah pukul memukul dengan
tangan dan sandal; akan tetapi tidak terjadi
pertumpahan darah. Ayat diatas memerintahkan supaya
melawan rang yang menolak perdamaian (diriwayatkan
oeh Ibn Jarif dan Qatadah).”
3. Penjelasan
Lepas dari perbedaan sebab nuzul diatas, yang
pasti ayat 13 surat al-Hujurat ini memberikan
landasan dasar tentang prinsip dasar kesamaan
manusia anatara yang satu dengan yang lain.
Perbedaan jenis kelamin, warna kulit, suku, agama
dan lain-lain, sama sekali tidak boleh dijadikan
alas an untuk membeda-bedakan perstasi seseorang
atau dengan kalimat lain, al-Qur’an tidak
membenarkan diskriminasi karena ras, suku, bansa dan
lain-lain.
Al-Qur’an hanya membedakan anatara orang yang
satu dengan orang lain berdasarkan prestasi amal
kerjanya yang dalam istilah al-Qur’an dikenal dengan
taqwa. Menurut pandangan Allah SAW, hanya taqwallah-
lah yang bias membedakan antara manusia yang satu
dari manusia yang lain.
43
Hal lain yang juga ditegaskan dalam ayat 13
surat al-Hujurat diatas ialah bahwa perbedaan suku
bangsa dan lain-lain tidak harus menjadikan
panghalang untuk memupuk kerjasama antara orang yang
satu dengan orang lain, atau antara kelompok yang
satu dengan kelompok yang lain. Sebanya, karean
masing-masing kelompok masyarakat manusia itu pada
dasarnya saling membutuhkan bantuan.
Kerjasama yang demikian pada dasarnya mutlak
perlu dilakukan oleh setiap bangsa kapan dan di
manapun, lebih-lebih oleh bangsa yang penduduknya
bersifat majemuk atau heterogin seperti hanya
Indonesia. Malahan sebaliknya harus diusahakan
kerjasama yang adil dan saling menguntungkan semua
pihak, demi persatuan dan kesatuna bangsa yang telah
lama dinikmati bangsa Indonesia.
4. Kesimpulan
Dari ayat 13 surat al-Hujurat diatas, dapatlah
disimpulkan bahwa manusia itu pada dasarnya adalah
sama. Karena itu maka asas persamaan antar sesama
manusia harus dijunjung tinggi, terutama dalam
kaitannya dengan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM).
Dalam pandangan Allah SWT, manusia itu hanya
dapat dibedakan berdasarkan ketaqwaannya, tidak
didasarkan pada yang lain seperti bahasa, suku,
bangsa dan lain-lain. Segala perbedaan yang ada
ditengah-tengah masyarakat, tidak boleh menjadikan
penghalang bagi kerjasama anatar kelompok yang ada,
44
dan sekaligus tidak boleh mengusik persatuan dan
kesatuan.
E. Kisah-kisah dalam al-Qur’an
Di dalam makalah ini, pemakalah kiranya perlu
sekali memberikan uraian perihal kisah, yang memang
ada pertalian antara kisah dengan hajat hidup manusia
pada lingkungan masyarakat, tersebab adanya muatan
pendidikan dan pengajaran.
1. Pengertian kisah
Dalam buku karya Prof. Dr. Nashruddin Baidan
“Wawasan Baru Ilmu Tafsir”20, Lafal “kisah” berasal
dari bahasa Arab qishshat jamanya qishash yang
menurut Muhammad Ismail Ibrahim, berarti “hikayat
[dalam bentuk] prosa yang panjang.”21
Adapun qashash adalah akar kata (mashdar) dari
qashsha yaqushshu, secara lughawi konotasinya tak
jauh berbeda dari yang disebutkan diatas, yang
dipahami sebagai “ceritera yang ditelusuri”
Dari pengerian lughawi itu dan setelah
memperhatian kisah yang diungkapkan oleh al-Qur’an
maka kita dapat menerima pengertian yang dikemukkan
oleh manna al-Qaththan bahwa yang dimaksud dengan
kisah Al-Qur’an ialah “Informasi Alqur’an tentang
umat-umat yang silam para Nabi, dan peristiwa yang
terjadi”. 20 Nasruddin Baidan, Wawasan baru ilmu tafsir, Pustaka pelajar, cetakan II, 2011, hlm.223-24621 Muhammad Ismail Ibrahim, Mu’jam al-Alfazh wa A’lam al-Qur’aniyyat, Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1969, h.140
45
2. Macam-macam kisah
Apabila diamati ksah-kisah yang terdapat dalam
al-Qur’an maka paling tidak ditemukan tida
kategori. 22
Pertama mengenai para Nabi, diantaranya
mengenai dakwah terhadap suatu kaum, mukjizat,
pendurhaka dll. Kedua, kisah yang terjadi dimasa
lampau, yang bukan kisah Nabi, seperti Qabil dan
Habil, Zulkarnain, Maryam dan lain-lain. Ketiga,
kisah yang terjadi di masa Rasul Allah sepeti
perang Badar dan perang Uhud, Hujrah, Isra’ dan
sebagainya.
Jika diperhatikan ketiga macam kisah yang
terdapat dalam qur’an itu maka tampak dengan jesa
semuanya bertujuan memberikan pelajaran memanggil
umat kejalan yang benar agar mereka selamat hidup
di duni dan berbahagi sampai ke akhirat.
3. Tujuan kisah
Adanya kisah dalam al-Qur’an menjadi bukti
yang kuat bagi umat manusia bahwa al-Qur’an sanat
sesuai dengan kondisi mereka karena sejak kecil
smapai dewasa dan tua Bangka, tiak ada orang yang
tak suka kepada kisah, apalagi kisah itu mempunyai
tujuan ganda, yakni disamping pengajaran dan
pendidikan juga berfungsi sebagai hiburan.
4. Pertalian kisah dengan hajat hidup manusia
22 Lebih lanjut bandingkan Manna’ al-Qaththan, op.cit., hh. 306-30746
Dari uraian diatas kita mendapatkan gambaran
bahwa kisah dalam al-Qur’an mempunyai multifungsi,
selain berisa pelajaran yang amat berharga, juga
berfungsi mengokohkan akidah tauhim; dan sekaligus
menenteramkan jiwa ,serta menetapkan pendidirian
dalam berjuang; bahkan dapat pula kisah itu
berfungsi sebagai penghibur jiwa dan pelipur lara,
terutama bila berhadapan dengan tantangan yang
keras dari umat dan penolakan mereka.
Maka eksistensi kisah dalam al-Qur’an
mempunyai kaitan yang sangat erat dengan hajat
hidup umat manusia. Dengan demikian, bukanah hal
yang aneh, bila kisah-kisah dalam al-Qur’an sangat
menarik dan cocok dengan kebutuhan hidup umat
dimuka bumi ini karena yang menurunkannya ialah
Allah sendiri pencipta manusia, dialah yang
mengetahui kebutuhan dan perkembangan jiwa mereka.
5. Kandungan kisah
Kisah-kisah dalam al-Qur’an diungkapkan dalm
rangkan mendidik umat tentang bagaimana cara hidup
sebagai khalifah yang deserahi amanah memakmurkan
dan membangun kehidupan yang layak bagi umat
manusia di muka bumi ini. Dari itu kisah tersebut
berisi materi anatara lain: tahid, akhlak, dan
mu’amalah. Ketiga unsur ini amat penting dalam
kehidupan umat.
Lebih jelasnya, pemakalah akan memberikan
gambaran nilai-nilai yang terkandung dalam kisah
47
al-Qur’an khususnya dalam surat al-Hujurat (49) :
10-13, pada pokok bahasan berikut ini.
F. Nilai-Nilai Pendidikan Kemasyarakata dalam Surat
Hujurat 10-13
Pendidikan sangatlah penting dalam kehidupan.
Didalam al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 11-13
memiliki makna yang sangat luas, didalamnya
membahas cara berhubungan sesama manusia dengan
baik, khususnya etika kepada sesama Muslim.
1.Pendidikan menjunjung tinggi kehormatan sesama
muslim
Menjunjung tinggi kehormatan sesama muslimim
merupakan kewajiban setiap muslimin terhadap
muslimin yang lainnya. Dalam al-Qur’an banyak
memuat kisah-kisah yang menggambarkan tentang
ayat-ayat saling menghormati. Ada beberapa sifat
tercela yang harus dihindari dalam Al Qur’an
surat Al Hujurat ini untuk dihindari oleh setiap
muslim, berikut uraiannya :
a. Mengolok-olok
Mengolok-olok atau mengejek adalah
perbuatan yang dilarang dan diharamkan. Pada
QS. . Al-Hujurat ayat 11 dijelaskan
larangan supaya jangan menghina atau
merendahkan orang lain, karena manusia tidak ada
yang sempurna. Setiap kelebihan pasti akan ada
kekurangan, begitu juga sebaliknya.
Rasulullah sangat menjaga supaya
48
seseorang jangan menghina atau atau mengejek
orang lain karena kekurangan-kekurangan yang
terdapat pada orang yang bersangkutan.23
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan
oleh Ahmad diceritakan bahwa pada suatu
hari, Abdullah bin Mas’ud berkumpul dengan
para sahabat. Bertepatan pada waktu itu kain
yang menutupi kain Abdullah bin Mas’ud
tersingkap, sehingga kelihatan betisnya yang
kecil dan kurus. Sebagian sahabat menertawakan
Abdullah bin Mas’ud itu karena betisnya yang
sangat kecil itu. Secara spontan Rosulullah
SAW meegur sikap sahabat-sahabat yang menghina
atau meredahkan Abdullah bin Mas’ud itu seraya
berkata:“apakah kamu tertawa karena betisnya
yang kecil itu? Demi Tuhan yang menguasai
diriku, kedua betis (Abdullah bin Mas’ud) lebih
berat timbangannya dari gurun Uhud.” (HR.
Ahmad).
Dari ungkaapan diatas dapat
diambil kesimpulan, bahwa seseorangyang
mempunyai kekurangan, pasti memiliki
kelebihan. Kita tidak dapat menilai seseorang
hanya dilihat dari satu sisi. Kekurangan
seseorang dapat ditutupi dengan beberapa
kelebihan yang dimilikinya.
b. Mencela.
23 Zainuddin, BahayaLidah, (Jakarta: BumiAksara, 1992), hal. 17049
Dalam potongan ayat 11 QS. . Al-Hujurat
dijelaskan “..Janganlah kamu mencela dirimu
sendiri..” kata وأ) <<<<ز� لم -terambil dari kata al (ت�!
lamz. Para ulama berbeda pendapat dalam memaknai
kata ini. Ibnu Asyur misalnya memahaminya
dalam arti, ejekan yang langsung dihadapkan
kepada yang diejek, baik dengan isyarat, bibir,
tangan atau kata-kata yang dipahami sebagai
ejekan atau ancaman.24
Ayat diatas melarang melakukan lamz
terhadap diri sendiri, sedangkan maksudnya
adalah orang lain. Redaksi tersebutdipilih untuk
mengisyaratkan masyarakat dan bagaimana
seseorang merasakan bahwa penderitaan dan
kehinaan yang menimpa orang lain, maka
menimpa dirinnya sendiri.25
Ketika seseorang mencela orang lain,
maka orang tersebut adalah mencela dirinya
sendiri. Kekurangan orang lain bisa ada pada
diri orang yang mencela tanpa disadari.
c. Memanggil dengan gelar yang buruk
Wa la Tanabazu ( وأ ز? أب�$ ن�<<< Cولأ ت� ) Tanabazu berasal
dari akar kata nabaza- yanbazu-nabzan yang
berarti memberikan julukan dengan maksud
24 M.QuraishyShihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: LenteraHati, 2002), hal 25125 Ibid, 125
50
mencela. Bentuk jamaknya adalah anbaz. Tanabazu
melibatkan dua pihak yang saling memberikan
julukan. Tanabuz lebih sering digunakan untuk
pemberian gelar yang buruk. Maksud dari Tanabuz
hampir sama dengan lamz yaitu mencela, hanya
dalam Tanabuz ada makna keterus terangan dan
timbal balik. Seseorang yang melakukan lamz
belum tentu dihadapan orang yang dicelanya,
tetapi kalau tanabuz dilakukan dengan
terag- terangan dihadapan orang yang
bersangkutan.26
d. Az-zann (berperasangka).
Kata az-zann adalah bentuk masdar dari
kata zanna-yazunnu yang berarti menduga,
menyangka dan memperkirakan. Dalam ayat ini
Allah menjelaskan agar menjauhi zann
(prasangka) karena sesungguhnya sebagian dari
prasangka adalah dosa. Prasangka yang tidak
berdasar tentu meresahkan kehidupan
bermasyarakat karena satu sama lainnya
saling mencurigai dan akan mengakibatkan
perpecahan.27
Perasangka yang dimaksud disini adalah
perasangka jelek. Dari kata yang artinya
dari/sebagian. Artinya adalah sebagian yang
26 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an danTafsirnya, (Jakarta: WidyaCahaya, 2011), hal. 40827 Ibid, 412
51
jelek, karena perasangka ada dua, yaitu perangka
yang baik dan perasangka yang buruk. Allah
melarang kita berprasangka buruk karena
perasangka buruk akan membawa kita pada
perpecahan. Akan tetapi Allah memerintahkan
kepada kita akan senantiasa berperasangka
yang baik agar senantiasa terjalin hubungan
yang harmonis dengan sesame manusia
terutama sesama Muslim.
e. Tajassus
Wala tajassasu (dan janganlah kamu saling
mencari-cari kesalahan/ memata- matai). Biasanya
tajassus dilakukan untuk tujuan yang tidak baik
atau bahkan untuk keburukan. Orang yag melakukan
tajassus disebut jasus (mata-mata). Lain dengan
tahassus (mencari berita), yang biasanya digunakan
untuk tujuan baik, sebagaimanadisebutkan Allah SWT
dalam megisahkan Ya’qub.28
Hai anak-anakku, pergilah kamu, Maka carilahberita tentang Yusuf dan saudaranya danjangan kamu berputus asa dari rahmatAllah. Sesungguhnya tiada berputus asa darirahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".(QS.Yusuf: 87).
f. Ghibah
Allah SWT berfirman : “Sukakah salah
seorang diantara kamu memakan daging28 Penyakit-PenyakitHati (Bandung: PustakaHidayah, 1995), hal. 72
52
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah
kamu merasa jijik kepadanya (QS. . AL-Hujurat:
12).”
Ghibah atau menggunjing yaitu
membicarakan kejelekan orang di belakang
orangnya. Kejelekan orang yang dibicarakan itu
baik tentang keadaan dirinya sendiri atau
keluarganya, badannya atau akhlaknya.
Menggunjing itu dilarang, baik dengan
kata-kata, isyarat atau lain sebagainya.29
Islam melarang pemeluknya untuk menyakiti
saudaranya yang sesama Muslim, dengan sarana
apapun, baik itu dengan tindakan maupun
ucapan.30
Dan orang-orang yang menyakiti orang-orangyang mukmin dan mukminat tanpa kesalahanyang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya merekaTelah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.(QS. . Al-Ahzab:58)
Jika Islam telah mengharamkan bagi seorag
Muslim untuk mempergunjungkan saudaranya sesama
Muslim, atau membicarakannya dengan sesuatu yang
nyata ada padanya ataupun yang tidak nyata
dengan maksud untuk mengurangi kehormatan dan
29 Zainuddin, BahayaLidah, (Jakarta: BumiAksara, 1992), hal. 6430 Ahmad Umar Hasyim, Menjadi Muslim Kaffah, (Yogyakarta: MitraPustaka, 2004). hal.541
53
kemuliaannya, maka Islampun menegaskan
seruannya untuk membantu orang-orang yang
teraniaya.
Barangsiapa menghinakan seorang Muslim,
maka Allah akan menghinakannya dan siapa yang
membantu sudaranya sesama Muslim, maka Allah
juga akan membantunya.31
g. Pendidikan Berperasangka baik (Husnudzon)
Hubungan baik antara manusia yang satu
dengan yang lainnya, dan khususnya antaraMuslim
yang satu dengan Muslim yang lainnya,
merupakan sesuatu yang harus diupayakan dan
dijaga dengan sebaik- baiknya. Oleh karena itu
kita harus berperasangka baik.32
Allah melarang kita untuk berburuk
sangka. Buruk sangka biasanya berupa tudingan
seseorag tanpa didasarkan pada bukti yang
mendukung kebenarannya.
Hai orang-orang yang beriman, jauhilahkebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karenasebagian dari purba-sangka itu dosa. danjanganlah mencari-cari keburukan orang danjanganlah menggunjingkan satu sama lain.
31 Ahmad Umar Hasyim, Menjadi Muslim KaffahBerdasarkan Al-Qur’an danSunnahNAbi saw, (Yogyakarta: MitraPustaka, 2007), hal. 542
32 Musa Turoichan, Ketajaman Mata Hati, (Surabaya: AmpelMulia, 2009), hal. 114
54
Adakah seorang diantara kamu yang sukamemakan daging saudaranya yang sudah mati?Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. danbertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya AllahMaha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS. .Al-Hujurat: 12)
2.Pendidikan Ta’aruf
Ta’aruf adalah saling mengenal, untuk
menjadikan keharmonisan dalam hubungan menjadi
lebih baik, maka harus dilestarikan dengan
adanya silaturrahmi.
Menurut Imam Nawawi silaturrahmi adalah
ungkapan berbuat baik kepada kerabat sesuai
dengan kondisi yang menyambung atau yang
disambungkadang kala dengan harta benda,
pelayanan, kunjungan, salam dan lain-lain.33
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepadaTuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dariseorang diri, dan dari padanya Allahmenciptakanisterinya; dan dari pada keduanyaAllah memperkembang biakkan laki-laki danperempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepadaAllah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamusaling meminta satu sama lain, dan(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga danMengawasikamu. (QS. . An-Nisa’: 1)
G. Urgensi Kajian Ini dalam Pendidikan
33 Musa Turoichan, Ketajaman Mata Hati, hal. 11555
Tentang urgensi pendidikan masyarakat dalam
perspektif al-qur’an dapat difahami dari ayat al-
qur’an yang telah dibicarakan pada bab ii diatas,
yang berbicara tentang
Pendidikan dalam pendidikan masyarakat ini boleh
dikatakan pendidikan secara tidak langsung, pendidikan
yang dilaksanakan secara tidak sadar oleh masyarakat. Dan anak
didik sendiri secara sadar atau tidak, ia telah mendidiknya sendiri,
mempertebal keimanan serta keyakinan sendiri akan nilai-nilai
kesusilaan dan keagamaan di dalam masyarakat.
Kedudukan ilmu pengetahuan, kedudukan akal, dan
pentingnya pembinaan generasi muda. Setidaknya melalui
pembahasan urgensi pendidikan masyarakat yang telah dimaksud
pada QS. . Al-hujurat ayat 10-13.
Tujuan yang ingin dicapai oleh al-Qur’an adalah
membina manusia guna mampu menjalankan fungsinya
sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya. Pembinaan
akalnya menghasilkan ilmu, pembinaan jiwanya
menghasilkan kesucian dan etika, sedang pembinaan
jasmaninya menghasilkan keterampilan. Dengan
penggabungan unsur-unsur tersebut, terciptalah
makhluk dwidimensi dalam satu keseimbangan, dunia dan
akhirat, ilmu, iman dan amal.
Pendidikan harus dilaksanakan secara terus
menerus, karena keselamatan dan kekuatan masyarakat
tergantung pada keselamatan individu dan
persiapannya. Untuk itu Islam sangat memperhatikan
pendidikan anak-anak, baik pendidikan sosial maupun
56
pendidikan akhlaknya atau perilakunya. Sehingga
apabila mereka telah terdidik, terbentuk dan bergelut
di dalam kehidupannya, mereka akan memberikan
gambaran yang benar tentang manusia yang cakap,
seimbang, berakal, dan bijaksana, di manapun ia
berada
Para pendidik harus berusaha keras, penuh
dedikasi untuk melaksanakan tanggung jawabnya dengan
sebaik-baiknya dalam pendidikan masyarakat sehingga
pendidik dapat memberikan andil di dalam membina
suatu masyarakat islami yang utama dan berpusat pada
keimanan, akhlak dan sosial yang terbaik, dan norma-
norma Islam yang tinggi. Semua ini bagi Allah sebagai
pendidik yang Maha Agung, tidak sulit untuk
mewujudkannya, namun Allah ingin menguji hamba-Nya.
Metode praktis yang dapat dipergunakan di dalam
pedidikan kemasyarakatan menurut Abdullah Nashih
Ulwan (1988: 391-571) adalah dengan penanaman dasar-
dasar psikis yang mulia, seperti: taqwa,
persaudaraan, kasih sayang, mengutamakan orang lain,
pemberian maaf dan keberanian.
Pemeliharaan hak-hak orang lain, seperti hak
tehadap orang tua, hak terhadap saudara-saudara, hak
terhadap guru, hak terhadap teman dan hak terhadap
orang besar.
57
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kita hendaklah benar-benar menginsyafi bahwa hidup
kini hanyalah sebentar, relative singkat, berbentuk
sandiwara dan olok-olok dimana berlaku ujian tentang,
Iman, Ilmu dan Amal, 11:7, 29:64. Bahwa hidup sebenarnya
adalah disorga pada alam akhirat nanti dimana jin dan
manusia hidup sempurna selamanya dengan pengabdian khusus
pada Allah, 3:133, 3:139, 76:14 dan 51:56
Maka kita hendaklah berusah mendidik dan mengajarkan
ilmu yang terkandung dalam al-Qur’an kepada setiap anggota
keluarga, 56:95, 69:51, dengan itu diharapkan semoga kita
dapat mencegah anggota keluarga dari siksan neraka, 66:6,
dan kita merasa cemas kalau-kalau kita meninggalkan anak
cucu berganda dengan kehidupan tak menentu tanpa iman pada
ketentuan Allah, 2:180, 4:9.
Dari uraian dan penjelasan diatas kiranya dapatlah
diambil kesempulan diantaranya adalah :
1. Bahwa perdamaian yang adil merupakan cara terbaik untuk
mengakhiri persengketaan yang terjadi di tengah
masyarakat. Lebih-lebih jika persengketaan itu terjadi
antara sesama kelompok mukminin. Sebab, menurut al-
Qur’an antara orang mukmin dengan orang mukmin pada
hakikatnya adalah bersaudara (ikhwah).QS. 49:9
2. Bahwa setiap manusia dilarang saling mengolok-olok satu
sama lain, terutama sesama muslim, mengejek diri
58
sediri, memanggil orang lain dengan gelar-gelar yang
buruk, bergunjing, berburuk sangka serta mencari-cari
kesalahan orang lain. QS. 49:11. Hanyalah akan
berakibat kemurkaan dari Allah, QS. 3:162. Dan hukum
Allah adalah sebaik-baik hukum, QS. 5:50. Manusia
diciptakan oleh Allah dari seorang laki-laki dan
perempuan yaitu Adam dan Isterinya, QS. 4:1, dan
menjadikan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya mereka saling mengenal dan tolong menolong, QS.
49:31. Karena manusia yang satu dengan yang lainnya
adalah bersaudara. QS. 49:10, 3:103
3. Dari ayat 13 surat al-Hujurat diatas, dapatlah
disimpulkan bahwa manusia itu pada dasarnya adalah
sama. Karena itu maka asas persamaan antar sesama
manusia harus dijunjung tinggi, terutama dalam
kaitannya dengan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM).
Dalam pandangan Allah SWT, manusia itu hanya dapat
dibedakan berdasarkan ketaqwaannya, tidak didasarkan
pada yang lain seperti bahasa, suku, bangsa dan lain-
lain. Segala perbedaan yang ada ditengah-tengah
masyarakat, tidak boleh menjadikan penghalang bagi
kerjasama antar kelompok yang ada, dan sekaligus tidak
boleh mengusik persatuan dan kesatuan.
4. Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam ayat
tersebut yaitu: Pendidikan menjunjung tinggi
kehormatan sesama Muslim. Pendidikan berperasangka
baik, agar tercipa persaudaraan yang harmonis
dan senantiasa menjaga kepercayaan sesama
59
manusia terutama sesama Muslim. Pendidikan
ta’aru, QS. 49:13. Sehubungan dengan berperasangka
baik, ta’aruf adalah salah satu jalan agar tidak
terjadi buruk sangka. Agar saling menjalin komunikasi
yang baik dan menjaga silaturrahmi.
B. Saran-Saran
Dari hasil kesimpulan diatas, maka penulis
ingin memberikan saran- saran, yang sedapatnya untuk
dijadikan bahan masukan bagi siapa saja yang mengaku diri
seorang muslimin untuk lebih mengembangkan Pendidikan
dalam bermasyarakat.
Seluruh orang beriman bersaudara maka setiapnya
hendaklah sama memperlihatkan sikap persaudaraan, tolong
menolong dengan kebaikan untuk kesempurnaan hidup bersama
berdasarkan hukum Allah. Hal ini dinyatakanNya dalam QS.
16:125, 49:10 dan 49:13. Orang-orang islam tidak akan
memperbedaakan warna kulit dan bahasa diantara sesamanya,
asal saja semuanya bersatu dalam ediologi dan hukum yang
dilaksanakan.
Orang Islam adalah orang-orang yang mematuhi hukum
yang telah diturunkan Allah. Mereka diselamatkan dalam
kehidupan di dunia kini dan di akhirat nanti. Karena itu,
mereka selalu bersikap jujur dan produktif dalam kehidupan
setiap tindakan, baik sewaktu bersendirian maupun ketika
berhubungan dengan orang lain, hal ini telah digariskan
Allah dalam Al-Qur’an pada maksud QS. . 3:102 s/d 3:105.
60
Dalam bidang pendidikan masyarakat kiranya sudilah
setiap diri sebagai mahluk sosial dapatlah memperhatikan
tugas dan tanggung jawab terhadap diri sendiri, terhadap
orang lain dan terhadap Allah.
61
1. Terhadap diri sendiri, sikap seorang Muslimiin :
Harus selalu mengingat bahwa dia diciptakan Allah
hanya untuk mengabdi kepada Allah, QS. . 51:56. Dia
harus dapat memperhitungkan masa hiduptnya kini hanya
untuk beberapa tahun dimana segala sesuatu berupa ujian
tentang baik dan buruk, halal dan haram, pada semuanya
terdapat hal-hal yang harus diusahakan atau
diperjuangkan menurut hukum yang telah diturunkan Allah.
Dia harus bersikap jujur dan adil walaupun
untuk dirinya sendiri, QS. . 4:135, dengna arti bahwa
dia tidak membiarkan dirinya terbawa hanyut oleh bujukan
duniawi, namun dia tidak dibolehkan meninggalkan
bagiannya di dunia kini, QS. .28:77.
Dia harus pula meyakinkan diri bahwa dia adalah
orang yang nantinya menjadi penduduk surga, QS. . 40:40.
Dengan keyakinan demikian, dia selalu menghindarkan diri
dari segala bujukan dan perbuatan yang dilarang Allah.
Seperti halnya perbuatan yang dilarang Allah, QS. 49:10-
13. Semakin disiplin dia dalam setiap tindakan, akan
semakin tinggilah derajatnya di akhirat nanti.
2. Terhadap orang lain, seorang Muslimiin :
Kalau berkata hanya menyampaikan yang penuh
pengertian, QS. 33:70, dan tidak banyak bicara apalagi
yang tidak berguna. Hanya mengucapkan tentang sesuatu
dengan hal-hal logis dan ketabahan, QS. 103:3.
Bahwa dia meyakini setiap yang berlaku di dunia
kini telah ditentukan Allah lebih dulu, QS. 57:2, dan
mempercayai, bahwa di setiap kesempitan ada kelapangan,
62
QS. 94:5, dan bahwa Allah memberi rizki pada hambaNya
tanpa perhitungan manusia, dan Allah juga mengganti
setiap nafkah yang dibelanjakan menurut hukumNya, QS.
34:39. Karena itu dia tidak terpesona dan tidak
terperdaya pada harta benda, QS. 63:9, 102:1, 104:3,
maka ketika telah merasa cukup seperlunya, dia
memberikan kelebihan harta kepada orang yang membutuhkan
untuk lebih produktif sambil mengharapkan keridhoan
Allah, QS. 94:7, 94:8.
Sebagai orang yang berkesanggupan, dia selalu
memberikan pertolongan, QS. . 65:7, dan memberikan yang
baik-baik bukan yang buruk, QS. 2:265, 2:267 dan 49:10.
Bahwa dia selalu menganjurkan hal-hal yang makruf
sambil memberikan contoh dalam setiap tindakannya.
Sementara itu mencegah orang lain melakukan yang
mungkar, dan dia sendiri memberikan teladan yang baik
kepada keluarga dan lingkungan QS. 3:104, 9:112 dan
tidak memasuki tempat orang lain tanpa izin, QS. 33:53.
3. Terhadap Allah yang menciptakan dirinya :
Seorang muslimin, selalu mematuhi hukum yang
diturunkanNya sembari mengharapkan ampunan dan
keridhoanNya. Dalam hidupnya dia selalu meyakini bahwa
Allah selalu mengawasi dirinya dan membimbingnya. Dia
takkan gelisah atas cobaan dan takkan sombong dengan
kelebihan yang dimilikinya, QS. 57:23 dan 3:112.
Semoga Allah melindung dan memberkahi hingga
terhindar dari suatu yang berupa kekeliruan dan
kealpaan, dan kita senantiasa menyembah dan memohon
63
kepadaNya mengharapkan tambahan ilmu dan petunjuk, tanpa
mana diri ini tidak bernilai apa-apa dan tidak berdaya
sedikitpun juga. Amin.
64
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Umar Hasyim, Menjadi Muslim Kaffah Berdasarkan Al-Qur’an
dan Sunnah Nabi saw, (Yogyakarta: MitraPustaka, 2007)
Al-Faruqi, Ismail R. 1993. Islam dan Kebudayaan, terjemahan
Yustiono, judul asli: Islam and Culture, Bandung:
Mizan.
Arifin, Tajul, 2008, “Ilmu Sosial Dasar”, Bandung: Gunung Djati
Press.
Direktorat jenderal pembinaan kelembagaan agama islam dan
universitas terbuka Materi pokok Qur’an dan Hadits, Midul 1-
6, 1997
Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pusataka Bandung,
1978.
Hasbullah. Dasar Ilmu Pendidikan. 2005. Jakarta. Penerbit: PT
RajaGrasindo Persada
http://quran.bblm.go.id/
http://taqwimislamy.comkonsep-pendidikan-islam-dalam-
terapan-masyarakat-madani-menurut-al-qur-an-dan-sunnah
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an danTafsirnya, (Jakarta:
WidyaCahaya, 2011)
Kusumamihardja, Supan, dkk. 1985. Studia Islamica, Jakarta:
Girimukti Pasaka.
M.Quraishy Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: LenteraHati,
2002)
Muhammad Ismail Ibrahim, Mu’jam al-Alfazh wa A’lam al-Qur’aniyyat,
Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1969.
65
Musa Turoichan, Ketajaman Mata Hati, (Surabaya: Ampel Mulia,
2009).
Nasruddin Baidan, Wawasan baru ilmu tafsir, Pustaka pelajar,
cetakan II, 2011.
Shihab, Quraish. 1994. Membumikan A, Qur’an- Fungsi dan Peran
Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan.
Soejono, Ag. 1980. Pendahuluan Ilmu Pendidikan Umum, Bandung:
CV. Ilmu.
Syed Muhammad al Naquib al Attas, Filsafat dan Praktik Pendidikan
Islam, (Bandung: Mizan, 2003).
Yusuf al Qardhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al Banna,
Terj. Bustami A.Gani,(Jakarta: Bulan Bintang, 1980).
Zainuddin, BahayaLidah, (Jakarta: BumiAksara, 1992).
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi
Aksara, 1992).
66