32
HADITS DHA’IF Disusun Oleh : Nama NIM Nur Ayu Anggraini 13221052 Ratu Oktriana 13221064 Syuhada Klamasi Pertiwi 13221080 Dosen Pembimbing Raudatul Jannah,M.Hum Program Studi Tadris Matematika

makalah hadits dhaif

Embed Size (px)

Citation preview

HADITS DHA’IF

Disusun Oleh :

Nama NIM

Nur Ayu Anggraini 13221052

Ratu Oktriana 13221064

Syuhada Klamasi Pertiwi 13221080

Dosen Pembimbing

Raudatul Jannah,M.Hum

Program Studi Tadris Matematika

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Institut Agama Islam Negri (IAIN) Raden Fatah

Palembang

2014

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT,

yang telah memberikan kami kemampuan dalam

menyelesaikan makalah ini, sehingga makalah ini dapat

diselesaikan. Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah

memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai salah

satu sifat hadits yaitu hadits dha’if atau hadits yang

bersifat lemah.

Makalah ini pasti memiliki kekurangan didalamnya.

Adapun harapan penulis agar pembaca dapat memberikan

saran dan kritiknya pada makalah ini, karena hasil

tulisan penulis tidak terlepas dari kesalahan, seperti

kesalahan dalam penulisan ataupun yang lainnya. Untuk

itu penulis memohon maaf jika terjadi kesalahan dalam

penulisan ataupun kesalahan lainnya, karena penulis

adalah manusia biasa yang memiliki keterbatasan

kemampuan.

Palembang, 1 Okober

2014

i

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................ i

DAFTAR ISI..................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................. 1

B. Tujuan ..................................... 1

C. Manfaat..................................... 1

D. Rumusan Masalah............................. 2

BAB II : PEMBAHASAN

A. Definisi Hadits Dha’if......................... 3

B. Klasifikasi Hadits Dha’if..................... 4

C. Macam-macam Hadits Dha’if Berdasarkan Cacat Rawinya

............................................10

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan ................................. 11

ii

B. Saran ...................................... 11

DAFTAR PUSTAKA

iii

BAB I

PEDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadits merupakan kitab yang berisi berita tentang

sabda, sikap dan perilaku Nabi Muhammad sebagai Rasul.

Berita tersebut didapat sewaktu para sahabat bersama

Nabi. Kemudian berita tersebut disampaikan kepada para

sahabat yang lain yang tidak mengetahui.

Dalam imu hadits, hadits memiliki klasifikasi yaitu

hadits shahih, hadits hasan, dan hadits dha’if. Disini

penulis hanya membahas hadits dha’if yang merupakan

hadits lemah diantara hadits yang lainnya, karena

hadits ini kehilangan satu syarat atau lebih dari

syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits

dha’if juga memiliki banyak macam ragamnya atau

mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan

banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih yang

tidak dipenuhinya.

Hadits dha’if memiliki klasifikasi juga seperti

klasifikasi hadis dha’if berdasarkan cacat pada keadilan

dan ke-dhobit-an rawi, dan klasifikasi berdasarkan

gugurnya rawi.

B. Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :

1

1. Menjelaskan definisi hadits dhaif.

2. Menguraikan klasifikasi hadits dhaif.

3. Menjelaskan macam-macam hadits dha’if berdasarkan

cacat rawinya

.

C. Manfaat

Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu:

Memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai

hadits dha’if, klasifikasi hadits dha’if, dan macam-macam

hadits dha’if berdsarkan cacat rawinya.

D. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah :

1. Jelaskan definisi hadits dha’if ?

2. Uraikan klasifikasi hadits dha’if ?

3. Apa saja macam-macam hadits dha’if berdasarkan cacat

rawinya ?

2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Hadits Dha’if

Kata dha’if menurut bahasa berasal dari kata dhuifun

yang berarti lemah lawan dari kata qawiy yang berarti

kuat. Sedangkan dha’if berarti hadits yang tidak

memenuhi hadits hasan. Hadits dhaif disebut juga

hadits mardud (ditolak).

3

Kata dha’if menurut bahasa berarti ‘ajiz atau lemah

sebagai lawan dari kata qawiy atau yang kuat. Adapun

lawan dari kata shahih adalah kata dha’if yang berarti

saqim atau yang sakit. Sebutan hadits dha’if secara

bahasa bearti hadits yang lemah atau hadits yang kuat (

Ranuwijaya dikutip Suyitno, 2008). Menurut Suyitno

(2010) mengemukakan bahwa secara istilah ada beberapa

definisi hadits dha’if yang dikemukakan oleh para ulama,

seperti :

1. Dalam hal ini Al-Nawawi mendefinisikan hadist dhaif

sebagai:

شَشششششششششششششششششششششششششششششش

“ Hadits yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits

shahih dan syarat-syarat hadits hasan”

Menurut Firmadani (2012) mengatakan bahwa tidak

terkumpulnya sifat-sifat yang menjadikannya dapat

diterima, syarat diterima suatu hadits, antara lain:

1. Memiliki sanad hingga kepada Nabi Saw

2. Sanadnya bersambung

3. Rawinya’adil dan dhabith

4. Tidak mengandung syadz

4

5. Tidak ada illah

(http://www.Firmadani.com/pengetahuan-hadits-

dhaif-dan-pembagiannya/).

2. Sementara Ajjaj al-khatib mendefinisikan hadits dha’if

sebagai berikut:

شششششششششششششششششششششششششش

“Segala hadits yang di dalamnya tidak terkumpul sifat-sifat maqbul”

3. Kemudian Nur al-Din mendefnisikan hadits dha’if

sebagai berikut:

شششششششششششششششششششششششششششش

”Hadits yang hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadist

maqbul”

Dari beberapa definisi diatas dapat dipahami bahwa

hadits dha’if adalah hadits yang kehilangan salah satu

syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shahih atau

hadits hasan. Kemudian dha‘if-an atau kelemahan suatu

hadits bisa terjadi pada sanad maupun matan. Kelemahan

5

pada sanad bisa terjadi pada persambungan sanadnya atau

ittishal al-sanad-nya dan bisa terjadi pada kualitas te-

tsiqah-anny. Sedangkan kelemahan pada matannya bisa

terjadi pada sandaran matan itu sendiri dan bisa pada

kejanggalannya atau ke-syazannya.

B. Klasisifikasi Hadist Dha’if

Hadits dha’if termasuk banyak ragamnya dan

mempunyai perbedaaan dan derajat satu sama lain,

disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits

shahih atau hasan yang tidak dipenuhinya. Misalnya

hadits dha’if yang karena tidak bersambung sanadnya dan

tidak adil periwayatnya.

Menurut Suyitno (2008) mengatakan bahwa kelemahan

atau dha’if-an pada suatu hadits dapat terjadi diberbagai

sudutnya antara lain dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Ke-dha’if-an dari Sudut Sandaran Matannya

Dari segi sandaran matannya hadits terbagi tiga,

yaitu: mar’fu, mauquf dan maqthu’. Hadist dikelompokkan

kedalam hadist dha’if adalah hadist yang bukan

disandarkan kepada rasullah saw (marfu’) melainkan

kepada sahabat atau tabi’in (hadist mauquf dan maqthu’)

(Ranuwijaya dikutip Suyitno, 2008)..

a. Hadist Mauquf

6

Secara bahasa kata mauquf merupakan ism maf’ul yang

berasal dari kata wakafa yang berarti dihentikan atau

diwakafkan. Secara istilah hadist mauquf berarti :

شششششششششششششششششششششششششششش

“Hadist yang diriwayatkan dari para sahabat, berupa perkataan,

perbuatan atau karirnya, baik periwayatannya bersambung atau

tidak”

Definisi lain menyebutkan:

ششششٕشششششششش ششأ�“Hadist yang disandarkan kepada sahabat”’.

Jadi jelasnya hadist mauquf adalah perkataan,

perbuatan dan takrir sahabat. Hadis ini disebut mauquf

karena sandarannya terhenti pada sahabat bukan pada

Rasullah saw.

Ibnu Shalah membagi hadist ini menjadi dua yaitu

mauquf maushul artinya hadist yang sanad-nya bersambung

sampai kepada sahabat, sedangkan mauquf ghairu maushul

artinya hadist yang sanad-nya tidak bersambung.

Contoh hadist mauquf adalah perkataan Ibnu Umar ra

sendiri dan tidak ada petunjuk jika itu merupakan sabda

7

Rasul yang ia ucapkan setelah ia menceritakan bahwa

Rasullah sambil memegang bahunya dengan bersabda:

شششششششششششششششششششششششششش

”Jadilah kamu di dunia ini bagaikan orang asing atau orang yang

lewat dijalan”

b. Hadist Maqthu’

Kata maqthu’ merupakan isim maf’ul dari kata qatha’a lawan

dari washala (menghubungkan, arti maqthu’ adalah yang

diputuskan atau yang terputus, yang dipotong atau yang

terpotong, sehingga hadits maqthu’ adalah hadits yang

dipotong sandarannya hanya sampai pada tabi’in). Secara

istilah pengertian hadits maqthu’ adalah:

ششش ششششششششششششششششششأ�ششششششششششششششششششششششش

شششش

8

“Ialah perkataan atau perbuatan yang berasal dari seorang tabi’in

serta dimauqufkan padanya. Baik sanad-nya bersambung atau

tidak”.

Hadits ini disebut maqthu’ karena tidak ditemukan

qarinah atau kaitan yang menunjukkan bahwa hadits ini

disandarkan kepada Nabi saw. Contohnya adalah perkataan

Haram bin Jubair yang merupakan seorang tabi’in besar:

شششششششششششششششششششششششش,شششششششششششششششش

“Orang mukmin itu bila telah mengenal Tuhannya ‘Azza wa Jalla,

niscaya ia mencintainya dan bila ia mencintainya Allah Menerimanya”

Sebagai ulama ada yang mengatakan hadits mauquf dan

maqthu isim dengan sebutan Atsar dan Khabar (Ranuwijaya

dikutip Suyitno, 2008).

2. Ke-dha’if-an dari Segi Sanadnya yang Terputus

Menurut Suyitno (2008) mengemukakan bahwa apabila

dilihat dari segi terputusnya sanad, hadits dha’if

menjadi lima macam, yakni:

a. Hadits Mursal

Kata mursal merupakan isim maf’ul dari kata arsala yang

berati melepaskan (Atar dikutip Suyitno, 2008). Secara

istilah:

9

شششششششششششششَشششششششششششششششششش

“Hadits yang gugur dari akhir sanadnya, seorang setelah tabi’iy.

Contoh hadits yang diriwayatkan oleh al-Syafi’iy

(Nur al Din Atar. Op. cit. hal.167) :

شششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششأ�شششششششششششششششششهللاششششششششششششششششششششش:ششششش

ششششششششDalam hadits tersebut Mujahid merupakan seorang

‘abi’in dan dan tidak pernah berjumpa dengan Rasullah

saw, serta tidak menyebutkan perantara antara dirinya

10

dengan Rasullah saw hingga mendapatkan hadits tersebut,

sehingga hadits tersebut disebut hadits mursal.

Hadist mursal ini masuk kedalam kategori hadits

mardud, karena jenis dan sifat perawi yang

digugurkannya tersebut tidak jelas, apakah sahabat

ataukah tabi’in.

b. Hadits Munqathi’

Kata munqathi’ merupakan isim fa’il dari inqatha’a lawan

dari ittishal yang artinya hadits yang terputus. Secara

istilah hadis munqathi’ adalah:

شششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششش

ششششششششش11

“Hadits muqathi’ adalah hadits yang gugur salah seorang rawinya

sebelum sahabat disatu tempat atau beberapa tempat dengan

catatan bahwa rawi yang gugur pada setiap tempat tidak lebih dari

seorang dan tidak terjadi pada awal sanad”.

Definisi tersebut menjadikan hadits munqathi berbeda

dengan hadist lain, contohnya adalah :

شششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششش

....شششششششش

Hadits tersebut munqathi’ karena Hasan Bashri

dilahirkan pada tahun 21 H sedangkan Umar Bin Khattab

wafat tahun 23 H atau pada awal muharam tahun 23 H,

12

sehingga tidak mungkin Hasan Bashri mendengar dari Umar

Bin Khattab (Rahman dikutip Suyitno, 2008).

c. Hadits Mu’dhal

Kata mu’dhal merupakan isim maf’ul dari fi’il a’dhala yang

artinya memayahkan atau memberatkan atau tempat

melemahkan. Secara istilah hadits mu’dhal adalah:

شششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششش

ششششششششششششششششش“Hadits yang gugur rawi-rawinya dua orang rawi atau lebih, baik

bersama sahabat tabi’in, tabi’in bersama tabi’it tabi’in, maupun dua

orang sebelum sahabat dan tabi’in.

Definisi tersebut memberikan pemahaman tentang

hadits mu’dhal adalah hadits yang gugur dua orang rawi

atau lebih dari awal sanad-nya. Contohnya hadits mu’dhal

adalah hadits yang diriwayatkan al-Syafi’I :

13

ششششششش(ششششششششششششششششششششششششششششششهللاششششهللاششششششش

(شششششششششششششششششششششش

Dalam hadits tersebut antara Ibnu Juraij dengan

Rasullah sal ada dua perantara, yaitu tabi’in dan shabat.

Karena tabi’in dan sahabat tidak disebut dalam sanad

hadits tersebut maka riwayat hadits tersebut disebut

mu’dhal. Hadis mudallas ini dihukum lemah dan tidak dapat

dijadikan hujjah (Rahman dikutip Suyitno, 2008)..

d. Hadits Mudallas

Kata Mudallas merupakan isim maf’ul dari kata tadlis yang

berarti gelap. Hadits ini dinamakan demikian dikarnakan

mengandung kesamaran dan ketutupan. Secara istilah

hadits mudallas adalah:

شششششششششششششششششششششششش

“Hadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan bahwa

hadits itu tidak ternoda” (Rahman dikutip Suyitno, 2008).

14

Menurut Ibid dikuti Suyitno (2008) mengatakan bahwa

hadits mudallas terbagi menjadi tiga yaitu

Pertama, mudallas isnad yaitu hadits yang disampaikan

oleh seorang rawi dari orang yang sezaman dengannya dan

ia bertemu dengan orang tersebut, tetapi ia tidak

mendengar hadits yang diriwayatkan itu darinya atau

orang yang semasa dengannya tetapi ia seolah-olah

mendengar darinya.

Kedua, mudallas syuyukh yaitu hadits yang

diriwayatkan seorang rawi dari gurunya dengan menyebut

nama kuniyahnya, mana keturunannya atau mensifati

gurunya dengan sifat-sifat yang tidak atau belum

dikenal orang banyak.

Ketiga, mudallas taswiyah yaitu bila seorang rawi

meriwayatkan dari perawinya yang tsiqah yang oleh guru

tersebut diterima oleh guru yang lemah dan guru yang

lemah ini menerima dari guru yang tsiqah tapi si mudalis

meriwayatkan tanpa menyebut nama rawi yang lemah bahkan

ia meriwayatkan dengan lafaz yang mengandung pengertian

bahwa semua perawinya tsiqah.

e. Hadits Mu’allaq

Kata mu’allaq merupakan isim maf’ul dari fi’il ‘allaqa yang

berhati menghubungkan, menguatkan dan menjadikannya

sebagai sesuatu yang tergantung atau digantungkan.

Hadits ini dikatakan mu’allaq karena sanadnya hanya

ittishal dengan bagian atas, namun terputus dengan bagian

15

bawah (Jumantoro dikutip Suyitno, 2008). Sedangkan

menurut istilah hadits mu’allaq adalah hadits yang gugur

rawinya, seorang atau lebih dari awal sanadnya (Rahman

dikutip Suyitno,2008).

Menurut Jumantoro dikutip Suyitno (2008) mengatakan

bahwa ada beberapa pendapat ulama tentang hokum hadits

mu’allaq, yaitu:

1. Hadits mu’allaq pada prinsipnya dikelompokkan kepada

hadits dha’if (mardud) disebabkan karena sanad yang

digugurkan itu tidak diketahui sifat-sifat dan

keadaan-keadaanya secra menyakini baik mengenai

ke’adilannya maupun kedhabitannya, kecuali yang

digugurkan itu adalah seorang sahabat yang sudah

terkenal ke’adilannya.

2. Hadits mu’allaq bisa dianggap shahih bila sanad yang

digugurkan ini disebutkan oleh hadits lain yang

shahih.

3. Kedha’ifan dari Sudut Kecacatan Rawinya

Dari segi kecacatan rawinya dan mereka berpendapat

bahwa hadits dha’if terbagi menjadi ada 12 macam.

Sebaliknya ulama yang tidak menganggap hadits maudhu’

bagian dari hadits tidak memasukannya kebagian dari

hadits dha’if dan berpendapat hadits dha’if ada 11 macam,

yakni:

1. Hadits matruk

2. Hadits munkar dan ma’ruf

16

3. Hadits mu’alal

4. Hadits mudraj

5. Hadits maqlub

6. Hadits mudltharib

7. Hadits muharraf

8. Hadits mushahaf

9. Hadits mubham, majhul, dan mastur

10. Hadits syadz dan makhfudh

11. Hadits mukhtalith

C.Macam-macam Hadits Dhoif Berdasarkan Cacat

RawinyaMenurut Suyitno (2008) mengatakan bahwa para ulama

berbeda pendapat dalam menetapkan kedho’if-an dari sudut

kecacatan rawinya, hal ini disebabakannya ada yang

menyatakannya hadits maudhu’ sebagai bagian dari hadits

dan ada yang tidak memasukkan hadits maudhu’ sebagai

bagian dari hadits menyatakan hadits maudhu’ sebagai

hadits dha’if dari segi kecacatan rawinya dan mereka

berpendapat bahwa hadits dho’if terbagi menjadi 12 macam.

Sebaliknya ulama yang tidak mengganggap hadits maudhu’

bagaian dari hadits tidak memasukkannya kebagian dari

hadits dho’if dan berpendapat hadits dho’if ada 11 macam ,

yakni :

1. Hadits matruk, yaitu hadits yang menyendiri dalam

periwayatannya, yang diriwayatkan oleh orang yang

17

tertuduh dusta dalam ilmu haditsatau Nampak

kefasikannya baik pada perkataannya maupun

perbuatannya atau orang yang banyak lupa dan banyak

ragu. Perawi yang meriwayatkan hadits ini disebut

matruk al-hadits (orang yang ditinggalkan hadits). Para

muhaditsin memandang hadits matruk adalah hadits yang

sangat lemah setelah hadits maudhu’ (Shalih dikutip

Suyitno, 2008).

2. Hadits munkar dan ma’ruf. Hadits munkar adalah hadits

yang diriwayatkan oleh orang yang banyak

kesalahannya dan banyak kelengahannya atau jelas

kefasikannya yang bertentangan dengan periwayatan

orang yang terpercaya (Shalih dikutip Suyitno,

2008). Lawan dari hadits munkar adalah hadits ma’ruf

yaitu hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang tsiqah

(Rahman dikutip Suyitno, 2008).

3. Hadits mu’alal, yaitu hadits yang pada lahiriahnya

tidak ada cacat, namun setelah diadakan penelitian

dan penyelidikan terdapat ‘illat baik pada sanadnya

atau matannya.

4. Hadits mudraj, yaitu hadits yang disadur dengan

sesuatu yang buka hadits atas perkiraan bahwa

saduran itu termasuk hadits. Saduran ini dapat

terjadi pada sanad ataupun pada matan, saduran pada

matan dapat terjadi diawal, ditengah maupun diakhir.

Contoh saduran dalam sanad adalah seorang rawi

18

memasukkan hadits lain kedalam hadits yang

diriwayatkan yang berbeda sanadnya atau dengan

menyisipkan oran ain yang bukan rawi sebenarnya.

5. Hadits maqlub, yaitu hadits mukhalafah (menyalahi

hadits lain) baik disebabkan karena mendahulukan

atau mengakhirkan. Tukar menukar kalimat pada matan

hadits baik disebabkan karena mendahulukannya pada

tempat lain dan ini adakalanya terjadi pada matan

hadits dan adakalanya pada sanad hadits.

6. Hadits mudltharib, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh

seorang rawi dengan beberapa jalan yang berbeda yang

tidak mungkin dikumpulkan atau ditarjih.

7. Hadits muharraf, yaitu hadits yang mukhalafahnya

(bersalahannya dengan hadits riwayat orang lain),

terjadi disebabkan karena perubahan syakal kata

dengan masih tetapnya bentuk tulisan. Yang dimaksud

syakal disini adalah tanda hidup (harakat) dan tanda

mati.

8. Hadits mushahaf, yaitu hadits yang mukhalafahnya

terjadi pada titik kata sedangkan bentuk tulisannya

tidak berubah. Hadits mushahaf ini terbagi dua,

yakni mushahaf fi al-matan dan mushahaf bi al-sanad (Rahman

dikutip Suyitno, 2008).

9. Hadits mubham, majhul dan mastur. Hadits mubham

adalah hadits yang dlam sanad atau matannya terdapat

seorang rawi yang tidak jelas apakah ia laki-laki

19

ataukah perempuan. Ke-ibham-an dalam hadits ini

terjadi karena tidak disebutkan nama rawinya atau

disebutkan namun tidak dijelaskan siapa yang

sebenarnya yang dimaksud dengan nama itu.

10. Hadits syadz dan makhfudh, hadits syadz yaitu hadits

yang diriwayatkan oleh orang yang maqbul (tsiqah) yang

menyalahi riwayat orang yang lebih rajin karena

mempunyai kelebihan kedhabitan atau banyaknya sanad

atau lainnya dari segi pentarjihan.

11. Hadits mukhtalith, yaitu haidts yang rawinya buruk

hafalannya disebabkan sudah lanjut usia, tertimpa

bahaya, atau terbakar/hilang kitab-kitabnya. Yang

dimaksud buruk hafalannya adalah salahnya lebih

banyak dari pada betulnya, hafalan tidak lebih

banyak daripada lupanya.

Menurut Asrukin (2007) mengatakan bahwa adapun

macam-macam hadits dhoif berdasarkan kecacatan

perawinya:

1. Hadits Maudhu’, adalah hadits yang diciptakan oleh

seorang pendusta yang ciptaan itu mereka katakana

bahwa itu adalah sabda Nabi SAW, baik hal itu

disengaja maupun tidak.

2. Hadits Matruk, adalah haditst yang menyendiri dalam

periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang

dituduh dusta dalam perhaditsan.

20

3. Hadits Munkar, adalah hadits yang menyendiri dalam

periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang

banyak kesalahannnya, banyak kelengahannya atau

jelas kefasiqkannya yang bukan karena dusta.

Sedangkan menurut Muvarok dkk (2010) mengatakan

bahwa hadits munkar adalah hadits yang diriwayatkan

oleh perawi yang lemah yang berlawanan dengan

riwayat perawi yang kuat dan terpercaya (tsiqoh).

4. Hadits Mu’allal (Ma’lul, Mu’all), adalah hadits yang

tampaknya baik, namun setelah diadakan suatu

penelitian dan penyelidikan ternyata ada cacatnya.

Hal ini terjadi karena salah sangka dari rawinya

dengan menganggap bahwa sanadnya bersambung, padahal

tidak. Hal ini hanya bisa diketahui oleh orang-orang

yang ahli hadits.

5. Hadits Mudraj (saduran), adalah hadits yang disadur

dengan sesuatu yang bukan hadits atas perkiraan

bahwa saduran itu termasuk hadits. Menurut Muvarok

dkk (2008) mengemukakan bahwa hadits mudraj adalah

hadits yang didalamnya berisi tambahan-tambahan,

baik pada mantan atau pada sanad, karena diduga

bahwa sanad tambahan tersebut termasuk bagian hadits

tersebut.

6. Hadits Maqlub, adalah hadits yang terjadi

mukhalafah (menyalahi hadits lain), disebabkan

mendahului atau mengakhirkan. Menurut Muvarok

21

dkk(2008) mengatakan bahwa hadits maqlub adalah

hadits yang terbalik lafadznya pada matan, nama

seseorang atau nasbnya dalam sanad. Maka perawi

mendahulukan apa yang seharusnya diakhirkan, dan

sebaliknya, serta meletakkan sesuatu di tempat

sesuatu yang lain. Pembalikan tersebut bisa terjadi

pada matan ataupun pada sanad hadits.

7. Hadits Mudhtharrib, adalah hadits yang menyalahi

dengan hadits lain terjadi dengan pergantian pada

satu segi yang saling dapat bertahan, dengan tidak

ada yang dapat ditarjihkan (dikumpulkan). Hadits

mudhthorib adalah hadits yang diriwayatkan melalui

beberapa jalur yang sanad atau matannya saling

berbeda, baik satu atau beberapa periwayat.

Pertentangan tersebut tidak dapat disatuka atau

salah satu dikalahkan (Muvarok dkk, 2008)

(http://www.library.um.ac.id/image/pustakawan/pdfasr

ukin/Hadits-Sebuah-Tinjauan-Pustaka.pdf).

Menurut Muvarok dkk (2010) mengatakan bahwa para

ulama ahli hadits membolehkan untuk meriwayatkan hadits

dho’if selama :

a. Hadits tersebut tidak berkaitan dengan permasalahan

aqidah/ keyakinan.

b. Hadits tersebut bukan berkaitan dengan penjelasan

terhadap hukum syariat, yaitu penjelasan tentang

hukum halal dan haram.

22

Menurut Muvarok dkk (2010) mengatakan bahwa adapun

hukum mengamalkan hadits dha’if, para ulama berselisih

pendapat tentang boleh tidaknya mengamalkan hadits

dha’if, ulama yang membolehkan mengamalkan hadits dho’if

menyatakan bolehnya mengamalkan hadits dha’if hanya di

dalam masalah fadhoilul a’mal (keutamaan amal) dengan

syarat-syarat :

a. Hadits dha’if tersebut tidak terlalu berat

kedho’ifannya.

b. Hadits tersebut termasuk ke dalam prinsip umum yang

telah ditetapkan oleh Al-Qur’an dan hadits yang

shahih.

c. Hadits itu tidak bertentangan dengan dalil yang

lebih kuat.

Ulama yang lainnya menyatakan tidak boleh sama

sekali untuk mengamalkan hadits-hadits dha’if, karena

telah tercukupi oleh hadits-hadits yang shahih maupun

hasan (Muvarok dkk, 2010). Beberapa contoh hadits dha’if

yaitu:

شْ شِشْشَشْشِشُشْشَششَشَشِشْشُشَشَشًششَأ�شَشْششٰشِشَشِشَشَشَشششَشَشُشْشُشَشًش

23

“Beramallah untuk duniamu seolah-olah engkau akan hidup

selamanya dan beramallah untuk akhiratmu seolah-olah engkau akan

mati esok.”

Menurut Al-Albani (1995) mengemukakan bahwa riwayat

ini sangat mahsyur dan hamper setiap orang mengutipnya,

tetapi sanadnya tidak ada yang marfu’. Bahkan Syekh

Abdul Karim al-Amri tidak mencantumkannya dalam

kitabnya al-jaddul-Hatsits fi Bayani ma laysa bi Hadits.

Sumber sanad yang mauquf (pada shabat) yaitu

diriwayatkan oleh Ibnu Qutaibi dalam kitab Ghairibul-

Hadits I/ 46, dengan matan “Ihrits lidunyaaka….” Dan

seterusnya. Dan terdapat juga dalam riwayat Ibnu

Mubarak pada kitab az-Zuhud II/28 dengan sanad lain

yang juga mauquf dan munqathi’ (tidak bersambung).

Ringkasan, riwayat hadits tersebut dho’if karena daya

dua permasalahan dalam sanadnya. Pertama, majhulnya

(asingnya) maula (budak/pengikut) Umar bin Abdul Aziz

sebagai salah satu perawi sanadnya. Kedua, dho’if

pencacat bagi Laits yang bernama Abdullah bin Shaleh,

yang juga merupakan perawi sanad dalam riwayat ini (Al-

Albani, 1995).

ي�َ ب�ِ ِشَشَشششْ ششَشَشْشِأل�لهشَشَشِأن�َ أل�ن�َ ي ْن� ْوَر ب��َ َ ج� لَي أل�ْ َسَح ع�َ َأ�َ َوم�َ َو ض��َ ت�1َArtinya: “Bahwasanya Nabi SAW wudhu dan beliau mengudap kedua

kaos kakinya”.

24

Menurut Wardah (2013) mengatakan bahwa hadits

tersebut dikatakan dhaif karena diriwayatkan dari Abu

Qais al-Audi. Seorang perawi yang masih dipersoalkan

(http.www.wardah.blogspot.com).

BAB III

PENUTUP A. Kesimpulan

Hadits dha’if adalah hadits yang tidak memenuhi

syarat-syarat bias diterima sebagai hadits shahih dan

hadits hasan. Sebab kedha’ifan hadits karena tiga hal

yaitu, dha’if dari sudut sandaran matannya, dari segi

sanadnya yang terputus, dan dari sudut kecacatan

rawinya. Hadits dha’if termasuk banyak ragamnya dan

mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan

banyak sedikitnya syarat-syarat hadits shahih atau

hasan.

B. Saran

Dari hasil pembuatan makalah ini, pembaca dapat

memahami yang disampaikan leh penulis, dan tidak salah

lagi membedakan antara hadits shahih, hadits hasan, dan

hadits dha’if.

25

DAFTAR PUSTAKA

Al-albani, Muhammad Nashiruddin. 1995. Silsilah Hadits Dha’if

dan Maudhu’. Jakarta: Gema Insani Press.

Asrukin, Muhammad. 2013. Hadits.

http://www.library.um.ac.id/image/pustakawan/pdf

asrukin/Hadits-Sebuah-Tinjauan-Pustaka.pdf.

Diakses pada tanggal 29 desember 2014

Muvarok, M. Mufti dan Muhammad Muttaqien dkk. 2010.

Satu Jam Mahir Hadits. Surabaya: Quantum Media PT

Java Pustaka Media Utama.

26

Suyitno. 2008. Studi Ilmu-ilmu Hadits. Palembang: IAIN Raden

Fatah Press.

Wardah. 2013. Hadits Dhoif.

Http://www.wardah.blogspot.com. Diakses pada

tanggal 29 september 2014.

Firmadani. 2012. Pengertian Hadits Dha’if dan Pembagiannya.

http://Firmadani.blogspot.com. Diakses pada

tanggal 30 September 2014.

27