Upload
independent
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HADITS DHA’IF
Disusun Oleh :
Nama NIM
Nur Ayu Anggraini 13221052
Ratu Oktriana 13221064
Syuhada Klamasi Pertiwi 13221080
Dosen Pembimbing
Raudatul Jannah,M.Hum
Program Studi Tadris Matematika
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT,
yang telah memberikan kami kemampuan dalam
menyelesaikan makalah ini, sehingga makalah ini dapat
diselesaikan. Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai salah
satu sifat hadits yaitu hadits dha’if atau hadits yang
bersifat lemah.
Makalah ini pasti memiliki kekurangan didalamnya.
Adapun harapan penulis agar pembaca dapat memberikan
saran dan kritiknya pada makalah ini, karena hasil
tulisan penulis tidak terlepas dari kesalahan, seperti
kesalahan dalam penulisan ataupun yang lainnya. Untuk
itu penulis memohon maaf jika terjadi kesalahan dalam
penulisan ataupun kesalahan lainnya, karena penulis
adalah manusia biasa yang memiliki keterbatasan
kemampuan.
Palembang, 1 Okober
2014
i
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................ i
DAFTAR ISI..................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................. 1
B. Tujuan ..................................... 1
C. Manfaat..................................... 1
D. Rumusan Masalah............................. 2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Definisi Hadits Dha’if......................... 3
B. Klasifikasi Hadits Dha’if..................... 4
C. Macam-macam Hadits Dha’if Berdasarkan Cacat Rawinya
............................................10
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan ................................. 11
ii
BAB I
PEDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits merupakan kitab yang berisi berita tentang
sabda, sikap dan perilaku Nabi Muhammad sebagai Rasul.
Berita tersebut didapat sewaktu para sahabat bersama
Nabi. Kemudian berita tersebut disampaikan kepada para
sahabat yang lain yang tidak mengetahui.
Dalam imu hadits, hadits memiliki klasifikasi yaitu
hadits shahih, hadits hasan, dan hadits dha’if. Disini
penulis hanya membahas hadits dha’if yang merupakan
hadits lemah diantara hadits yang lainnya, karena
hadits ini kehilangan satu syarat atau lebih dari
syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits
dha’if juga memiliki banyak macam ragamnya atau
mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan
banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih yang
tidak dipenuhinya.
Hadits dha’if memiliki klasifikasi juga seperti
klasifikasi hadis dha’if berdasarkan cacat pada keadilan
dan ke-dhobit-an rawi, dan klasifikasi berdasarkan
gugurnya rawi.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1
1. Menjelaskan definisi hadits dhaif.
2. Menguraikan klasifikasi hadits dhaif.
3. Menjelaskan macam-macam hadits dha’if berdasarkan
cacat rawinya
.
C. Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu:
Memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai
hadits dha’if, klasifikasi hadits dha’if, dan macam-macam
hadits dha’if berdsarkan cacat rawinya.
D. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah :
1. Jelaskan definisi hadits dha’if ?
2. Uraikan klasifikasi hadits dha’if ?
3. Apa saja macam-macam hadits dha’if berdasarkan cacat
rawinya ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Hadits Dha’if
Kata dha’if menurut bahasa berasal dari kata dhuifun
yang berarti lemah lawan dari kata qawiy yang berarti
kuat. Sedangkan dha’if berarti hadits yang tidak
memenuhi hadits hasan. Hadits dhaif disebut juga
hadits mardud (ditolak).
3
Kata dha’if menurut bahasa berarti ‘ajiz atau lemah
sebagai lawan dari kata qawiy atau yang kuat. Adapun
lawan dari kata shahih adalah kata dha’if yang berarti
saqim atau yang sakit. Sebutan hadits dha’if secara
bahasa bearti hadits yang lemah atau hadits yang kuat (
Ranuwijaya dikutip Suyitno, 2008). Menurut Suyitno
(2010) mengemukakan bahwa secara istilah ada beberapa
definisi hadits dha’if yang dikemukakan oleh para ulama,
seperti :
1. Dalam hal ini Al-Nawawi mendefinisikan hadist dhaif
sebagai:
شَشششششششششششششششششششششششششششششش
“ Hadits yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits
shahih dan syarat-syarat hadits hasan”
Menurut Firmadani (2012) mengatakan bahwa tidak
terkumpulnya sifat-sifat yang menjadikannya dapat
diterima, syarat diterima suatu hadits, antara lain:
1. Memiliki sanad hingga kepada Nabi Saw
2. Sanadnya bersambung
3. Rawinya’adil dan dhabith
4. Tidak mengandung syadz
4
5. Tidak ada illah
(http://www.Firmadani.com/pengetahuan-hadits-
dhaif-dan-pembagiannya/).
2. Sementara Ajjaj al-khatib mendefinisikan hadits dha’if
sebagai berikut:
شششششششششششششششششششششششششش
“Segala hadits yang di dalamnya tidak terkumpul sifat-sifat maqbul”
3. Kemudian Nur al-Din mendefnisikan hadits dha’if
sebagai berikut:
شششششششششششششششششششششششششششش
”Hadits yang hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadist
maqbul”
Dari beberapa definisi diatas dapat dipahami bahwa
hadits dha’if adalah hadits yang kehilangan salah satu
syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shahih atau
hadits hasan. Kemudian dha‘if-an atau kelemahan suatu
hadits bisa terjadi pada sanad maupun matan. Kelemahan
5
pada sanad bisa terjadi pada persambungan sanadnya atau
ittishal al-sanad-nya dan bisa terjadi pada kualitas te-
tsiqah-anny. Sedangkan kelemahan pada matannya bisa
terjadi pada sandaran matan itu sendiri dan bisa pada
kejanggalannya atau ke-syazannya.
B. Klasisifikasi Hadist Dha’if
Hadits dha’if termasuk banyak ragamnya dan
mempunyai perbedaaan dan derajat satu sama lain,
disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits
shahih atau hasan yang tidak dipenuhinya. Misalnya
hadits dha’if yang karena tidak bersambung sanadnya dan
tidak adil periwayatnya.
Menurut Suyitno (2008) mengatakan bahwa kelemahan
atau dha’if-an pada suatu hadits dapat terjadi diberbagai
sudutnya antara lain dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Ke-dha’if-an dari Sudut Sandaran Matannya
Dari segi sandaran matannya hadits terbagi tiga,
yaitu: mar’fu, mauquf dan maqthu’. Hadist dikelompokkan
kedalam hadist dha’if adalah hadist yang bukan
disandarkan kepada rasullah saw (marfu’) melainkan
kepada sahabat atau tabi’in (hadist mauquf dan maqthu’)
(Ranuwijaya dikutip Suyitno, 2008)..
a. Hadist Mauquf
6
Secara bahasa kata mauquf merupakan ism maf’ul yang
berasal dari kata wakafa yang berarti dihentikan atau
diwakafkan. Secara istilah hadist mauquf berarti :
شششششششششششششششششششششششششششش
“Hadist yang diriwayatkan dari para sahabat, berupa perkataan,
perbuatan atau karirnya, baik periwayatannya bersambung atau
tidak”
Definisi lain menyebutkan:
ششششٕشششششششش ششأ�“Hadist yang disandarkan kepada sahabat”’.
Jadi jelasnya hadist mauquf adalah perkataan,
perbuatan dan takrir sahabat. Hadis ini disebut mauquf
karena sandarannya terhenti pada sahabat bukan pada
Rasullah saw.
Ibnu Shalah membagi hadist ini menjadi dua yaitu
mauquf maushul artinya hadist yang sanad-nya bersambung
sampai kepada sahabat, sedangkan mauquf ghairu maushul
artinya hadist yang sanad-nya tidak bersambung.
Contoh hadist mauquf adalah perkataan Ibnu Umar ra
sendiri dan tidak ada petunjuk jika itu merupakan sabda
7
Rasul yang ia ucapkan setelah ia menceritakan bahwa
Rasullah sambil memegang bahunya dengan bersabda:
شششششششششششششششششششششششششش
”Jadilah kamu di dunia ini bagaikan orang asing atau orang yang
lewat dijalan”
b. Hadist Maqthu’
Kata maqthu’ merupakan isim maf’ul dari kata qatha’a lawan
dari washala (menghubungkan, arti maqthu’ adalah yang
diputuskan atau yang terputus, yang dipotong atau yang
terpotong, sehingga hadits maqthu’ adalah hadits yang
dipotong sandarannya hanya sampai pada tabi’in). Secara
istilah pengertian hadits maqthu’ adalah:
ششش ششششششششششششششششششأ�ششششششششششششششششششششششش
شششش
8
“Ialah perkataan atau perbuatan yang berasal dari seorang tabi’in
serta dimauqufkan padanya. Baik sanad-nya bersambung atau
tidak”.
Hadits ini disebut maqthu’ karena tidak ditemukan
qarinah atau kaitan yang menunjukkan bahwa hadits ini
disandarkan kepada Nabi saw. Contohnya adalah perkataan
Haram bin Jubair yang merupakan seorang tabi’in besar:
شششششششششششششششششششششششش,شششششششششششششششش
“Orang mukmin itu bila telah mengenal Tuhannya ‘Azza wa Jalla,
niscaya ia mencintainya dan bila ia mencintainya Allah Menerimanya”
Sebagai ulama ada yang mengatakan hadits mauquf dan
maqthu isim dengan sebutan Atsar dan Khabar (Ranuwijaya
dikutip Suyitno, 2008).
2. Ke-dha’if-an dari Segi Sanadnya yang Terputus
Menurut Suyitno (2008) mengemukakan bahwa apabila
dilihat dari segi terputusnya sanad, hadits dha’if
menjadi lima macam, yakni:
a. Hadits Mursal
Kata mursal merupakan isim maf’ul dari kata arsala yang
berati melepaskan (Atar dikutip Suyitno, 2008). Secara
istilah:
9
شششششششششششششَشششششششششششششششششش
“Hadits yang gugur dari akhir sanadnya, seorang setelah tabi’iy.
Contoh hadits yang diriwayatkan oleh al-Syafi’iy
(Nur al Din Atar. Op. cit. hal.167) :
شششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششأ�شششششششششششششششششهللاششششششششششششششششششششش:ششششش
ششششششششDalam hadits tersebut Mujahid merupakan seorang
‘abi’in dan dan tidak pernah berjumpa dengan Rasullah
saw, serta tidak menyebutkan perantara antara dirinya
10
dengan Rasullah saw hingga mendapatkan hadits tersebut,
sehingga hadits tersebut disebut hadits mursal.
Hadist mursal ini masuk kedalam kategori hadits
mardud, karena jenis dan sifat perawi yang
digugurkannya tersebut tidak jelas, apakah sahabat
ataukah tabi’in.
b. Hadits Munqathi’
Kata munqathi’ merupakan isim fa’il dari inqatha’a lawan
dari ittishal yang artinya hadits yang terputus. Secara
istilah hadis munqathi’ adalah:
شششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششش
ششششششششش11
“Hadits muqathi’ adalah hadits yang gugur salah seorang rawinya
sebelum sahabat disatu tempat atau beberapa tempat dengan
catatan bahwa rawi yang gugur pada setiap tempat tidak lebih dari
seorang dan tidak terjadi pada awal sanad”.
Definisi tersebut menjadikan hadits munqathi berbeda
dengan hadist lain, contohnya adalah :
شششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششش
....شششششششش
Hadits tersebut munqathi’ karena Hasan Bashri
dilahirkan pada tahun 21 H sedangkan Umar Bin Khattab
wafat tahun 23 H atau pada awal muharam tahun 23 H,
12
sehingga tidak mungkin Hasan Bashri mendengar dari Umar
Bin Khattab (Rahman dikutip Suyitno, 2008).
c. Hadits Mu’dhal
Kata mu’dhal merupakan isim maf’ul dari fi’il a’dhala yang
artinya memayahkan atau memberatkan atau tempat
melemahkan. Secara istilah hadits mu’dhal adalah:
شششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششششش
ششششششششششششششششش“Hadits yang gugur rawi-rawinya dua orang rawi atau lebih, baik
bersama sahabat tabi’in, tabi’in bersama tabi’it tabi’in, maupun dua
orang sebelum sahabat dan tabi’in.
Definisi tersebut memberikan pemahaman tentang
hadits mu’dhal adalah hadits yang gugur dua orang rawi
atau lebih dari awal sanad-nya. Contohnya hadits mu’dhal
adalah hadits yang diriwayatkan al-Syafi’I :
13
ششششششش(ششششششششششششششششششششششششششششششهللاششششهللاششششششش
(شششششششششششششششششششششش
Dalam hadits tersebut antara Ibnu Juraij dengan
Rasullah sal ada dua perantara, yaitu tabi’in dan shabat.
Karena tabi’in dan sahabat tidak disebut dalam sanad
hadits tersebut maka riwayat hadits tersebut disebut
mu’dhal. Hadis mudallas ini dihukum lemah dan tidak dapat
dijadikan hujjah (Rahman dikutip Suyitno, 2008)..
d. Hadits Mudallas
Kata Mudallas merupakan isim maf’ul dari kata tadlis yang
berarti gelap. Hadits ini dinamakan demikian dikarnakan
mengandung kesamaran dan ketutupan. Secara istilah
hadits mudallas adalah:
شششششششششششششششششششششششش
“Hadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan bahwa
hadits itu tidak ternoda” (Rahman dikutip Suyitno, 2008).
14
Menurut Ibid dikuti Suyitno (2008) mengatakan bahwa
hadits mudallas terbagi menjadi tiga yaitu
Pertama, mudallas isnad yaitu hadits yang disampaikan
oleh seorang rawi dari orang yang sezaman dengannya dan
ia bertemu dengan orang tersebut, tetapi ia tidak
mendengar hadits yang diriwayatkan itu darinya atau
orang yang semasa dengannya tetapi ia seolah-olah
mendengar darinya.
Kedua, mudallas syuyukh yaitu hadits yang
diriwayatkan seorang rawi dari gurunya dengan menyebut
nama kuniyahnya, mana keturunannya atau mensifati
gurunya dengan sifat-sifat yang tidak atau belum
dikenal orang banyak.
Ketiga, mudallas taswiyah yaitu bila seorang rawi
meriwayatkan dari perawinya yang tsiqah yang oleh guru
tersebut diterima oleh guru yang lemah dan guru yang
lemah ini menerima dari guru yang tsiqah tapi si mudalis
meriwayatkan tanpa menyebut nama rawi yang lemah bahkan
ia meriwayatkan dengan lafaz yang mengandung pengertian
bahwa semua perawinya tsiqah.
e. Hadits Mu’allaq
Kata mu’allaq merupakan isim maf’ul dari fi’il ‘allaqa yang
berhati menghubungkan, menguatkan dan menjadikannya
sebagai sesuatu yang tergantung atau digantungkan.
Hadits ini dikatakan mu’allaq karena sanadnya hanya
ittishal dengan bagian atas, namun terputus dengan bagian
15
bawah (Jumantoro dikutip Suyitno, 2008). Sedangkan
menurut istilah hadits mu’allaq adalah hadits yang gugur
rawinya, seorang atau lebih dari awal sanadnya (Rahman
dikutip Suyitno,2008).
Menurut Jumantoro dikutip Suyitno (2008) mengatakan
bahwa ada beberapa pendapat ulama tentang hokum hadits
mu’allaq, yaitu:
1. Hadits mu’allaq pada prinsipnya dikelompokkan kepada
hadits dha’if (mardud) disebabkan karena sanad yang
digugurkan itu tidak diketahui sifat-sifat dan
keadaan-keadaanya secra menyakini baik mengenai
ke’adilannya maupun kedhabitannya, kecuali yang
digugurkan itu adalah seorang sahabat yang sudah
terkenal ke’adilannya.
2. Hadits mu’allaq bisa dianggap shahih bila sanad yang
digugurkan ini disebutkan oleh hadits lain yang
shahih.
3. Kedha’ifan dari Sudut Kecacatan Rawinya
Dari segi kecacatan rawinya dan mereka berpendapat
bahwa hadits dha’if terbagi menjadi ada 12 macam.
Sebaliknya ulama yang tidak menganggap hadits maudhu’
bagian dari hadits tidak memasukannya kebagian dari
hadits dha’if dan berpendapat hadits dha’if ada 11 macam,
yakni:
1. Hadits matruk
2. Hadits munkar dan ma’ruf
16
3. Hadits mu’alal
4. Hadits mudraj
5. Hadits maqlub
6. Hadits mudltharib
7. Hadits muharraf
8. Hadits mushahaf
9. Hadits mubham, majhul, dan mastur
10. Hadits syadz dan makhfudh
11. Hadits mukhtalith
C.Macam-macam Hadits Dhoif Berdasarkan Cacat
RawinyaMenurut Suyitno (2008) mengatakan bahwa para ulama
berbeda pendapat dalam menetapkan kedho’if-an dari sudut
kecacatan rawinya, hal ini disebabakannya ada yang
menyatakannya hadits maudhu’ sebagai bagian dari hadits
dan ada yang tidak memasukkan hadits maudhu’ sebagai
bagian dari hadits menyatakan hadits maudhu’ sebagai
hadits dha’if dari segi kecacatan rawinya dan mereka
berpendapat bahwa hadits dho’if terbagi menjadi 12 macam.
Sebaliknya ulama yang tidak mengganggap hadits maudhu’
bagaian dari hadits tidak memasukkannya kebagian dari
hadits dho’if dan berpendapat hadits dho’if ada 11 macam ,
yakni :
1. Hadits matruk, yaitu hadits yang menyendiri dalam
periwayatannya, yang diriwayatkan oleh orang yang
17
tertuduh dusta dalam ilmu haditsatau Nampak
kefasikannya baik pada perkataannya maupun
perbuatannya atau orang yang banyak lupa dan banyak
ragu. Perawi yang meriwayatkan hadits ini disebut
matruk al-hadits (orang yang ditinggalkan hadits). Para
muhaditsin memandang hadits matruk adalah hadits yang
sangat lemah setelah hadits maudhu’ (Shalih dikutip
Suyitno, 2008).
2. Hadits munkar dan ma’ruf. Hadits munkar adalah hadits
yang diriwayatkan oleh orang yang banyak
kesalahannya dan banyak kelengahannya atau jelas
kefasikannya yang bertentangan dengan periwayatan
orang yang terpercaya (Shalih dikutip Suyitno,
2008). Lawan dari hadits munkar adalah hadits ma’ruf
yaitu hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang tsiqah
(Rahman dikutip Suyitno, 2008).
3. Hadits mu’alal, yaitu hadits yang pada lahiriahnya
tidak ada cacat, namun setelah diadakan penelitian
dan penyelidikan terdapat ‘illat baik pada sanadnya
atau matannya.
4. Hadits mudraj, yaitu hadits yang disadur dengan
sesuatu yang buka hadits atas perkiraan bahwa
saduran itu termasuk hadits. Saduran ini dapat
terjadi pada sanad ataupun pada matan, saduran pada
matan dapat terjadi diawal, ditengah maupun diakhir.
Contoh saduran dalam sanad adalah seorang rawi
18
memasukkan hadits lain kedalam hadits yang
diriwayatkan yang berbeda sanadnya atau dengan
menyisipkan oran ain yang bukan rawi sebenarnya.
5. Hadits maqlub, yaitu hadits mukhalafah (menyalahi
hadits lain) baik disebabkan karena mendahulukan
atau mengakhirkan. Tukar menukar kalimat pada matan
hadits baik disebabkan karena mendahulukannya pada
tempat lain dan ini adakalanya terjadi pada matan
hadits dan adakalanya pada sanad hadits.
6. Hadits mudltharib, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh
seorang rawi dengan beberapa jalan yang berbeda yang
tidak mungkin dikumpulkan atau ditarjih.
7. Hadits muharraf, yaitu hadits yang mukhalafahnya
(bersalahannya dengan hadits riwayat orang lain),
terjadi disebabkan karena perubahan syakal kata
dengan masih tetapnya bentuk tulisan. Yang dimaksud
syakal disini adalah tanda hidup (harakat) dan tanda
mati.
8. Hadits mushahaf, yaitu hadits yang mukhalafahnya
terjadi pada titik kata sedangkan bentuk tulisannya
tidak berubah. Hadits mushahaf ini terbagi dua,
yakni mushahaf fi al-matan dan mushahaf bi al-sanad (Rahman
dikutip Suyitno, 2008).
9. Hadits mubham, majhul dan mastur. Hadits mubham
adalah hadits yang dlam sanad atau matannya terdapat
seorang rawi yang tidak jelas apakah ia laki-laki
19
ataukah perempuan. Ke-ibham-an dalam hadits ini
terjadi karena tidak disebutkan nama rawinya atau
disebutkan namun tidak dijelaskan siapa yang
sebenarnya yang dimaksud dengan nama itu.
10. Hadits syadz dan makhfudh, hadits syadz yaitu hadits
yang diriwayatkan oleh orang yang maqbul (tsiqah) yang
menyalahi riwayat orang yang lebih rajin karena
mempunyai kelebihan kedhabitan atau banyaknya sanad
atau lainnya dari segi pentarjihan.
11. Hadits mukhtalith, yaitu haidts yang rawinya buruk
hafalannya disebabkan sudah lanjut usia, tertimpa
bahaya, atau terbakar/hilang kitab-kitabnya. Yang
dimaksud buruk hafalannya adalah salahnya lebih
banyak dari pada betulnya, hafalan tidak lebih
banyak daripada lupanya.
Menurut Asrukin (2007) mengatakan bahwa adapun
macam-macam hadits dhoif berdasarkan kecacatan
perawinya:
1. Hadits Maudhu’, adalah hadits yang diciptakan oleh
seorang pendusta yang ciptaan itu mereka katakana
bahwa itu adalah sabda Nabi SAW, baik hal itu
disengaja maupun tidak.
2. Hadits Matruk, adalah haditst yang menyendiri dalam
periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang
dituduh dusta dalam perhaditsan.
20
3. Hadits Munkar, adalah hadits yang menyendiri dalam
periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang
banyak kesalahannnya, banyak kelengahannya atau
jelas kefasiqkannya yang bukan karena dusta.
Sedangkan menurut Muvarok dkk (2010) mengatakan
bahwa hadits munkar adalah hadits yang diriwayatkan
oleh perawi yang lemah yang berlawanan dengan
riwayat perawi yang kuat dan terpercaya (tsiqoh).
4. Hadits Mu’allal (Ma’lul, Mu’all), adalah hadits yang
tampaknya baik, namun setelah diadakan suatu
penelitian dan penyelidikan ternyata ada cacatnya.
Hal ini terjadi karena salah sangka dari rawinya
dengan menganggap bahwa sanadnya bersambung, padahal
tidak. Hal ini hanya bisa diketahui oleh orang-orang
yang ahli hadits.
5. Hadits Mudraj (saduran), adalah hadits yang disadur
dengan sesuatu yang bukan hadits atas perkiraan
bahwa saduran itu termasuk hadits. Menurut Muvarok
dkk (2008) mengemukakan bahwa hadits mudraj adalah
hadits yang didalamnya berisi tambahan-tambahan,
baik pada mantan atau pada sanad, karena diduga
bahwa sanad tambahan tersebut termasuk bagian hadits
tersebut.
6. Hadits Maqlub, adalah hadits yang terjadi
mukhalafah (menyalahi hadits lain), disebabkan
mendahului atau mengakhirkan. Menurut Muvarok
21
dkk(2008) mengatakan bahwa hadits maqlub adalah
hadits yang terbalik lafadznya pada matan, nama
seseorang atau nasbnya dalam sanad. Maka perawi
mendahulukan apa yang seharusnya diakhirkan, dan
sebaliknya, serta meletakkan sesuatu di tempat
sesuatu yang lain. Pembalikan tersebut bisa terjadi
pada matan ataupun pada sanad hadits.
7. Hadits Mudhtharrib, adalah hadits yang menyalahi
dengan hadits lain terjadi dengan pergantian pada
satu segi yang saling dapat bertahan, dengan tidak
ada yang dapat ditarjihkan (dikumpulkan). Hadits
mudhthorib adalah hadits yang diriwayatkan melalui
beberapa jalur yang sanad atau matannya saling
berbeda, baik satu atau beberapa periwayat.
Pertentangan tersebut tidak dapat disatuka atau
salah satu dikalahkan (Muvarok dkk, 2008)
(http://www.library.um.ac.id/image/pustakawan/pdfasr
ukin/Hadits-Sebuah-Tinjauan-Pustaka.pdf).
Menurut Muvarok dkk (2010) mengatakan bahwa para
ulama ahli hadits membolehkan untuk meriwayatkan hadits
dho’if selama :
a. Hadits tersebut tidak berkaitan dengan permasalahan
aqidah/ keyakinan.
b. Hadits tersebut bukan berkaitan dengan penjelasan
terhadap hukum syariat, yaitu penjelasan tentang
hukum halal dan haram.
22
Menurut Muvarok dkk (2010) mengatakan bahwa adapun
hukum mengamalkan hadits dha’if, para ulama berselisih
pendapat tentang boleh tidaknya mengamalkan hadits
dha’if, ulama yang membolehkan mengamalkan hadits dho’if
menyatakan bolehnya mengamalkan hadits dha’if hanya di
dalam masalah fadhoilul a’mal (keutamaan amal) dengan
syarat-syarat :
a. Hadits dha’if tersebut tidak terlalu berat
kedho’ifannya.
b. Hadits tersebut termasuk ke dalam prinsip umum yang
telah ditetapkan oleh Al-Qur’an dan hadits yang
shahih.
c. Hadits itu tidak bertentangan dengan dalil yang
lebih kuat.
Ulama yang lainnya menyatakan tidak boleh sama
sekali untuk mengamalkan hadits-hadits dha’if, karena
telah tercukupi oleh hadits-hadits yang shahih maupun
hasan (Muvarok dkk, 2010). Beberapa contoh hadits dha’if
yaitu:
شْ شِشْشَشْشِشُشْشَششَشَشِشْشُشَشَشًششَأ�شَشْششٰشِشَشِشَشَشَشششَشَشُشْشُشَشًش
23
“Beramallah untuk duniamu seolah-olah engkau akan hidup
selamanya dan beramallah untuk akhiratmu seolah-olah engkau akan
mati esok.”
Menurut Al-Albani (1995) mengemukakan bahwa riwayat
ini sangat mahsyur dan hamper setiap orang mengutipnya,
tetapi sanadnya tidak ada yang marfu’. Bahkan Syekh
Abdul Karim al-Amri tidak mencantumkannya dalam
kitabnya al-jaddul-Hatsits fi Bayani ma laysa bi Hadits.
Sumber sanad yang mauquf (pada shabat) yaitu
diriwayatkan oleh Ibnu Qutaibi dalam kitab Ghairibul-
Hadits I/ 46, dengan matan “Ihrits lidunyaaka….” Dan
seterusnya. Dan terdapat juga dalam riwayat Ibnu
Mubarak pada kitab az-Zuhud II/28 dengan sanad lain
yang juga mauquf dan munqathi’ (tidak bersambung).
Ringkasan, riwayat hadits tersebut dho’if karena daya
dua permasalahan dalam sanadnya. Pertama, majhulnya
(asingnya) maula (budak/pengikut) Umar bin Abdul Aziz
sebagai salah satu perawi sanadnya. Kedua, dho’if
pencacat bagi Laits yang bernama Abdullah bin Shaleh,
yang juga merupakan perawi sanad dalam riwayat ini (Al-
Albani, 1995).
ي�َ ب�ِ ِشَشَشششْ ششَشَشْشِأل�لهشَشَشِأن�َ أل�ن�َ ي ْن� ْوَر ب��َ َ ج� لَي أل�ْ َسَح ع�َ َأ�َ َوم�َ َو ض��َ ت�1َArtinya: “Bahwasanya Nabi SAW wudhu dan beliau mengudap kedua
kaos kakinya”.
24
Menurut Wardah (2013) mengatakan bahwa hadits
tersebut dikatakan dhaif karena diriwayatkan dari Abu
Qais al-Audi. Seorang perawi yang masih dipersoalkan
(http.www.wardah.blogspot.com).
BAB III
PENUTUP A. Kesimpulan
Hadits dha’if adalah hadits yang tidak memenuhi
syarat-syarat bias diterima sebagai hadits shahih dan
hadits hasan. Sebab kedha’ifan hadits karena tiga hal
yaitu, dha’if dari sudut sandaran matannya, dari segi
sanadnya yang terputus, dan dari sudut kecacatan
rawinya. Hadits dha’if termasuk banyak ragamnya dan
mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan
banyak sedikitnya syarat-syarat hadits shahih atau
hasan.
B. Saran
Dari hasil pembuatan makalah ini, pembaca dapat
memahami yang disampaikan leh penulis, dan tidak salah
lagi membedakan antara hadits shahih, hadits hasan, dan
hadits dha’if.
25
DAFTAR PUSTAKA
Al-albani, Muhammad Nashiruddin. 1995. Silsilah Hadits Dha’if
dan Maudhu’. Jakarta: Gema Insani Press.
Asrukin, Muhammad. 2013. Hadits.
http://www.library.um.ac.id/image/pustakawan/pdf
asrukin/Hadits-Sebuah-Tinjauan-Pustaka.pdf.
Diakses pada tanggal 29 desember 2014
Muvarok, M. Mufti dan Muhammad Muttaqien dkk. 2010.
Satu Jam Mahir Hadits. Surabaya: Quantum Media PT
Java Pustaka Media Utama.
26
Suyitno. 2008. Studi Ilmu-ilmu Hadits. Palembang: IAIN Raden
Fatah Press.
Wardah. 2013. Hadits Dhoif.
Http://www.wardah.blogspot.com. Diakses pada
tanggal 29 september 2014.
Firmadani. 2012. Pengertian Hadits Dha’if dan Pembagiannya.
http://Firmadani.blogspot.com. Diakses pada
tanggal 30 September 2014.
27