Upload
zia-nurul-hikmah
View
259
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
semoga bermanfaat
Citation preview
BAB 1
SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS
1.1 Pengantar Sistem Persamaan Linear
System persamaan aljabar linear dan solusinya merupakan salah satu topik utama yang dipelajari
dalam mata kuliah yang dikenal sebagai “Aljabar Linear”.
1. Persamaan Linear
Bentuk umum 2 dimensi garis dalam xy :
( a, b ≠ 0 )
Bentuk umum 3 dimensi garis dalam xyz :
( a, b, c ≠ 0 )
Persamaan linear dalam variable –n
Dalam khusus dimana b = 0, maka :
Bentuk persamaan linear homogen
ax + by = c
ax + by + cz = d
a₁x₁ + a2x2 + … + anxn = b
a₁x₁ + a2x2 + … + anxn = 0
X1, X2, …, Xn
Contoh persamaan linear Contoh yang bukan Linear
½x – y + 3z = 1 x + 3y2 = 4 → kurva bberbentuk parabola
Maka penyelesainnya : 3x + 2y – xy = 5
x + 3y = 7 sin x + y = 0 → grafiknya bukan garis
x1 - x2 – 3x3 + x4 = 0 melainkan fungsi sin.
x1, x2, …, xn = 1
Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi dalam penyelesaian system persamaan linear
a1x + b1y = c1 ( a1, b1, tidak keduanya nol )
a2x + b2y = c2 ( a2, b2, tidak keduanya nol )
terdapat 3 kemungkinan
1) Tidak memiliki solusi.
Garis biru dan garis merah mungkin sejajar, yang berarti kedua garis tidak
berpotongan.
2) Satu solusi
Garis biru dan garis merah, mungkin hanya berpotongan hanya di satu titik.
3) Banyak solusi
Garis biru dan garis merah, mungkin berhimpitan yang berarti jumlah titik potongnya
tak terhingga.
Contoh 1
Dengan 1 solusi
x – y = 1 → dikali (-2) → -2x + 2y = -2
2x + y = 6 2x + y = 6
3y = 4
y = 4/3
Contoh 2
Tidak ada solusi
x + y = 4 → dikali (-3) → -3x – 3y = -12
3x + 3y = 6 3x + 3y = 6
0 = -6
Kontradiski 0 ≠ -6
Contoh 3
Banyak solusi menggunakan parameter, “misal z”
4x – 2y = 1 → dikali (-4) → -16x + 8y = -4
16x – 8y = 4 16x – 8y = 4
4x – 2y = 1 t = 0 y = 4x – ½
4x = 1 + 2y x = ¼ + ½ t y = 0
x = ¼ + 1/2y = ¼ + ½ (0)
x = ¼ + ½ t = ¼
t = 1 y = 4 x−1
2
x = ¼ + ½ t y = 1
= ¼ + ½ (1)
= ¾
2. Matriks yang di perbesar dan Operasi Baris Elementer
Metode dasar untuk menyelesaikan system persamaan linear dengan cara menerapkan
tiga jenis tipe operasi untuk mengeleminasi factor-faktor yang tidak diketaui secara
sistematis.
1) Mengalikan persamaan dengan konstanta tak nol.
2) Menukarkan posisi dua persamaan.
3) Menambahkan kelipatan satu persamaan ke persamaan lainnya.
Ketiga operasi ini bersesuaian dengan operasi berikut pada baris-baris matriks yang
diperbesar.
1) Mengalikan baris dengan konstanta.
2) Menukarkan posisi dua baris.
3) Menambahkan kelipatan satu baris ke baris lainnya.
1.2 Eliminasi Gaus
Bentuk Eselon
Sifat-sifat matriks dalam bentuk eselon baris tereduksi
1) Jika satu baris tidak seluruhnya terdiri dari nol, maka bilangan taknol pertama pada
baris itu adalah 1. Bilangan 1 ini disebut 1 utama (leading 1).
2) Jika terdapat baris yang seluruhnya terdiri dari nol, maka baris-baris ini akan
dikelompokkan bersama pada bagian paling bawah dari matriks.
3) Jika terdapat dua baris berurutan yang tidak seluruhnya terdiri dari nol, maka 1 utama
pada baris yang lebih rendah terdapat pada kolom yang lebih kanan dari 1 utama pada
baris yang lebih tinggi.
4) Setiap kolom yang memiliki 1 utama memiliki nol pada tempat-tempat lainnya.
Metode Eliminasi Gaus – Sian : bentuk eselon baris
x + y + 2z = 9
2x + 4y – 3z = 1
3x + 6y – 5z = 0
1 1 22 4 −33 6 −5
910
--2b1 + b
2
1 1 20 2 −73 6 −5
9−17
0
-3b1
+ b3
1 1 20 2 −70 3 −11
9
−17−27
½ b2
1 1 20 1 −7 /20 3 −11
9
−13/2−27
-3b1
+ b3
1 1 20 1 −7/20 0 −1/2
9
−17 /2−3 /2
-2b3
1 1 20 1 −7/20 0 1
9
−17 /23
x1 + x2 + 2x3 = 9
x2 – 7/2x3 = -17/2
x3 = 3
x2 – 7/2x3 = -17/2 x1 + x2 + 2x3 = 9
x2 – 7/2(3) = -17/2 x1 + 2 + 2 (3) = 9
x2 – 21/2 = -17/2 x1 + 2 + 6 = 9
x2 = -17/2 + 21/2 x1 + 8 = 9
x2 = 4/2 x1 = 9 - 8
x2 = 2 x1 = 1
Metode Gaus – Jordan
2x + y – 2z = 10
3x + 2y + 2z = 1
5x + 4y +3z = 4
2 1 −23 2 25 4 3
1014
-b2
+ 2b1
1 0 −63 2 25 4 3
1914
-3b1 + b2
1 0 −60 2 205 4 3
19
−564
½ b2
1 0 −60 1 105 4 3
19
−284
-5b1 + b3
1 0 −60 1 100 4 33
19
−28−91
-4b2
+ b3
1 0 −60 1 100 0 7
19
−2821
-1/7b3
1 0 −60 1 100 0 1
19
−28−3
-10b3
+ b2
1 0 −60 1 00 0 1
−192
−3 6b
3 + b
1
1 0 00 1 00 0 1
12
−3
Penggunaan solusi dalam matriks menggunakan system linear :
1 0 00 1 00 0 1
3
−14
x1 = 3, x2 = -1, dan x3 = 4
Tidak ada solusi
1 0 00 1 20 0 0
001
Ada solusi
1 0 00 1 20 0 0
000
1.3 Matriks dan Operasi Matriks
Notasi dan Istilah Matriks
Definisi 1
Suatu matriks adalah jajaran empat persegi panjang dari bilangan-bilangan. Bilangan-
bilangan dalam jajaran tersebut disebut entri dari matriks.
Operasi pada Matriks
Definisi 2
Dua mastriks adalah setara jika keduanya memiliki ukuran yang sama dan entri-entri yang
bersesuaian adalah sama.
Dalam notasi matriks, jika A = [aij] dan B = [bij] memiliki ukuran yang sama, maka A = B
jika dan hanya jika (A)ij = (B)ij atau aij = bij untuk semua i dan j.
Definisi 3
Jika A dan B adalah matriks-matriks dengan ukuran yang sama, maka jumlah A + B adalah
matriks yang di peroleh dengan menjumlahkan entri-entri pada B dengan entri-entri yang
bersesuaian pada A dan selisih A – B adalah matriks yang diperoleh dengan mengurangkan
entri-entri pada A dengan entri-entri yang bersesuaian pada B. matriks dengan ukuran yang
berbeda tidak dapat di jumlahkan atau dikurangkan.
Dalam notasi matriks, jika A = [aij] dan B = [bij] memiliki ukuran yang sama, maka :
(A + B)ij = (A)ij + (B)ij = aij + bij dan (A - B)ij = (A)ij - (B)ij = aij + bij
Definisi 4
Jika A adalah matriks sebarang dan c adalah scalar sebarang, maka hasilkalinya cA adalah
matriks yang diperoleh dari perkalian setiap entri pada matriks A dengan bilangan c. matriks
cA disebut sebagai kelipatan scalar dari A.
Dalam notasi matriks, jika A = [aij], maka : c(A)ij = caij
Definisi 5
Jika A adalah matriks m x r dan B adalah matriks r x n maka hasilkali AB adalah matiks m x
n yang entri-entrinya ditentukan sebagai berikut. Untuk mencari entri pada baris i dan kolom
j dari AB, pisahkan baris i dari matriks A dan kolom j dari matriks B. Kalikan entri-entri
yang bersesuaian dari baris dan kolom tersebut dan kemudian jumlahkan hasil yang di
peroleh.
Am x r x Brxn = ABmxn
Contoh :
A2x3 = 1 2 42 6 0 x B3x4 =
4 1 40 −1 32 7 5
312
A x B2x4 = 12 27 308 −4 26 13
12
Matriks yang dipartisi
Sebuah matriks yang dapat dibagi atau dipartisi menjadi beberapa matriks yang lebih kecil
dengan cara menyisipkan garis-garis horizontal dan vertical di antara baris dan kolom yang
dinginkan.
Definisi 6
Jika A adalah matriks m x n, maka transpos dari A dinyatakan dengan AT, didefinisikan
sebagai matriks n x m yang didapatkan dengan mempertukarkan baris-baris dan kolom-
kolom dari A, sehingga kolom pertama dari AT adalah baris pertama dari A.
Contoh :
A = 2 31 45 6
AT = 2 1 53 4 6
Definisi 7
Jika A adalah sebuah matriks bujursangkar, maka trace dari A yang dinyatakan sebagai tr(A),
didefinisikan sebagai jumlah entri-entri pada diagonal utama A. trace dari A tidak dapat
didefinisikan jika A bukan matriks bujursangkar.
Contoh :
A = 1 2 72 4 64 7 8
tr(A) = 1 + 4 + 8 = 13
1.4 Invers, Aturan Aritmatika Matriks
Sifat-sifat Operasi Matriks
Teorema 1.4.1 sifat-sifat aritmatika matriks.
a) A + B = B + A (Hukum komutatif penjumlahan)
b) A + (B + C) = (A + B) + C (Hukum asosiatif penjumlahan)
c) A (BC) = (AB) C (Hukum asosiatif perkalian)
d) A (B + C) = AB + AC (Hukum distributive kiri)
e) (B + C) A = BA + CA (Hukum distributive kanan)
f) A (B – C) = AB – AC
g) (B – C) A = BA – CA
h) a (B + C) = aB + aC
i) a (B – C) = aB – aC
j) (a + b) C = aC + bC
k) (a – b) C = aC – bC]
l) a (bC) = (ab) C
m) a (BC) = (aB) C = B (aC)
Matriks nol
Sebuah matriks yang seluruh entrinya adalah bilangan nol.
Sebagai contoh, pehatikan dua hasil standar dalam aritmatika bilangan real berikut ini :
Jika ab = ac dan a≠0 maka b = c. (ini disebut hukum pembatalan)
Jika ad = 0, maka paling tidak satu factor pada ruas kiri adalah 0.
Teorema 1.4.2 sifat-sifat matriks nol.
a) A + 0 = 0 + A = A
b) A – A = 0
c) A – 0 = A
d) A0 = 0; 0A = 0
e) Ifc A = 0, maka c = 0 atau A = 0
Matriks Identitas
Matriks bujursnagkar dengan bilangan 1 pada diagonal utamanya dan 0 pada entri-entri
lainnya.
Contoh :
1 00 1
1 0 00 1 00 0 1
Definisi 1
Jika A adalah matriks bujursangkar, dan jika terdapat matriks B yang ukurannya sama
sedemikian rupa hingga AB = BA = I, maka A disebut dapat dibalik dan B disebut invers
dari A. Jika matriks B tidak dapat didefinisikan, maka A dinyatakan sebagai matriks
singular.
Sifat – Sifat Invers
Teorema 1.4.4
Jika B dan C kedua-duanya adalah invers dari matriks A, maka B = C.
Teorema 1.4.5
A = [a bc d ] dapat dibalik jika ad – bc ≠ 0 dan inversnya dapat dihitung sesuai dengan
rumus :
A-1 = 1
ad−bc [ d −b−c a ] = [ d
ad−bc−bad−bc
−cad−bc
aad−bc ]
Teorema 1.4.6
Jika A dan B adalah matriks-matriks yang dapat dibalik dengan ukuran yang sama, maka
AB dapat dibalik dan (AB)-1 = B-1 A-1
Teorema 1.4.8 Hukum Eksponen
Jika A adalah matriks yang dapat di balik, maka :
a) A-1 dapat dibalik dan (A-1)-1 = A
b) An dapat dibalik dan (An)-1 = (A-1)n untuk n = 0, 1, 2, …
c) Untuk scalar taknol k sebarang, matriks kA dapat dibalik dan (kA)-1 = 1kA-1
1.5 Hasil lebih Lanjut pada Sistem Persamaan dan Keterbalikan
Teorema 1.6.2
Jika A adalah suatu matriks n x n yang dapat dibalik, maka untuk setiap matriks b, n x 1,
system persamaan Ax = b memiliki tepat satu solusi, yaitu x = A-1b.
1.6 Matriks Diagonal dan Matriks Simetrik
Matriks Diagonal
Suatu matriks bujursangkar yang semua entrinya yang tidak terletak pada diagonal utama
adalah nol.
Contoh :
2 00 5
1 0 00 1 00 0 1
1 0 00 2 00 0 3
Matriks Simetrik
Suatu matriks bujursangkar A adalah simetrik jika A = AT
Teorema 1.7.2
Jika A dan B adalah matriks-matriks simetrik dengan ukuran yang sama, dan jika k adalah
scalar sebarang, maka :
a) AT adalah simetrik
b) A + B dan A – B adalah simetrik
c) kA adalah simetrik
BAB 2
DETERMINAN
2.1 Menghitung Determinan dengan Reduksi Baris
Teorema 2.2.1
Misalkan A adalah suatu matriks bujursangkar
a) Jika A memiliki satu baris atau satu kolom bilangan nol, maka det(A) = 0
b) det(A) = det(AT)
Matriks Segitiga
Teorema 2.2.2
Jika A adalah matriks segitiga n x n (segitiga atas, segitiga bawah atau diagonal) maka
det(A) adalah hasilkali dari entri-entri pada diagonal utama matriks tersebut yaitu det(A)
= a11 a22 … ann
Operasi Baris Elementer
Teorema 2.2.3
Misalkan A adalah suatu matriks n x n.
a) Jika B adalah matriks yang diperoleh ketika satu baris atau satu kolom dari A
dikalikan dengan suatu scalar k, maka det(B) = k det(B).
b) Jika B adalah matriks yang diperoleh ketika dua baris atau dua kolom dari A
dipertukarkan, maka det(B) = - det(A).
c) Jika B adalah matriks yang diperoleh ketika kelipatan dari satu baris A
ditambahkan ke baris lainnya atau ketika kelipatan dari satu kolom ditambahkan
ke kolom yang lain, maka det(B) = det(A).
Menghitung Determinan dengan Reduksi Baris
Contoh :
Hitunglah det (A) dimana A = 0 1 53 −6 92 6 1
Penyelesaian :
Kita akan mereduksi A menjadi bentuk eselon baris (yaitu segitiga atas) dan menerapkan
teoreman 2.2.3.
Det (A) = [0 1 53 −6 92 6 1 ] = - [3 −6 9
0 1 52 6 1 ] ← baris pertama dan kedua dari A dipertukarkan
= -3 [1 −2 30 1 52 6 1] ← suatu factor bersama yaitu 3 dari baris pertama
dikeluarkan melewati tanda determinan
= -2 [1 −2 30 1 50 10 −5] ← -2 dikali baris pertama ditambahkan ke baris ketiga
= -10 [1 −2 30 1 50 0 −55] ← -10 kali baris kedua ditambahkan baris ketiga
= (-3)(-55) [1 −2 30 1 50 0 1] ← suatu factor bersama yaitu -55 dari baris
terakhir dikeluarkan melewati tanda
determinan.
= (-3)(-55)(1)
= 165
2.2 Ekspansi Kofaktor ; Aturan Cramer
Definisi 1
Jika A adalah suatu matriks bujursangkar, maka minor dari entri aij dinyatakan sebagai
Mij dan didefinisikan sebagai determinan dari submatriks yang tersisa setelah baris ke-i
dan kolom ke-j dihilangkan dari A. Bilangan (-1)i + j Mij dinyatakan sebagai Cij dan disebut
sebagai kofaktor dari entri aij.
Contoh :
Misalkan [3 1 −42 5 61 4 8 ]
Minor dari entri a11 adalah M11 = [3 1 −42 5 61 4 8 ] = [5 6
4 8] = 16
Kofaktor dari a11 adalah C11 = (-1)1+1 M11 = M11 = 16
Ekspansi Kofaktor
Menunjukan bahwa determinan A dapat dihitung dengan mengalikan entri-entri pada
baris pertama dari A dengan kofaktor-kofaktornya yang bersesuaian dan menjumlahkan
hasilkali-hasilkali yang di peroleh.
Contoh :
Misalkan A = [ 3 1 0−2 −4 35 4 −2] hitunglah det(A) dengan menggunakan ekspansi kofaktor
sepanjang baris pertama dari A.
Penyelesaian :
Det(A) = [ 3 1 0−2 −4 35 4 −2] = 3 [−4 3
4 −2] – 1 [−2 35 −2] + 0 [−2 −4
5 4 ]= 3(-4) – (1)(-11) + 0 = -1
Adjoin dari Matriks
Mengalikan entri-entri dari sebarang baris dengan kofaktor-kofaktor yang bersesuaian
dari baris yang berbeda, jumlah dari hasilkali-hasilkali ini selalu nol.
Teorema 2.4.2
Inver Matriks dengan Menggunakan Adjoinnya
Jika A adalah suatu matriks yang dapat dibalik, maka : A-1 = 1
det (A ) adj (A)
Contoh :
Tentukan invers dari matriks A = [ 12 4 126 2 −10
−16 16 16 ]A-1 =
1det (A ) adj (A)
= 164 [ 12 4 12
6 2 −10−16 16 16 ]
= [1264
464
1264
664
264
−1064
−1664
1664
1664
]
Aturan Cramer
Teorema berikut ini memberikan rumus untuk solusi dari system liniear tertentu dengan n
persamaan dan n factor yang tidak diketahui
BAB 3
VEKTOR PADA RUANG BERDIMENSI 2 DAN RUANG BERDIMENSI 3
3.1 Pengantar Vektor (Geometrik)
Vektor Geometrik
Vector dapat dinyatakan sebagai geometric sebagai ruas garis terarah menunjukan anak
panah pada ruang berdimensi 2 atau berdimensi 3. Arah anak panah menunjukan arah vekto,
sementara panjang anak panah menggambarkan besarnya. Ekor anak panah disebut titik awal
dari vector dan ujung anak panah adalah titik akhir.
Definisi 1
Jika v dan w adalah dua vector sebarang, maka jumlah (sum) v + w adalah vector yang di
tentukan sebagai berikut : Tempatkan vector w sedemikian rupa sehingga titik awalnya
berhimpitan dengan titik akhir v. vector v + w diwakili oleh anak panah dari titik awal v
hingga titik akhir w.
w
v v + w v
w + v
Vektor Nol
Vektor dengan panjang nol disebut vector nol (zero vector) dan dinyatakan sebagai 0. Kita
definisikan :
0 + v = v + 0 = v
Untuk setiap vector v. karena vector nol secara alami tidak memiliki arah, bahwa vector nol
dapat memiliki arah sebarang. Jika v adalah vector taknol sebarang, maka –v adalah bentuk
negative dari v dan didefinisikan sebagai vector yang besarnya sama dengan v, tetapi
memiliki arah yang berlawanan. Vector ini memiliki sifat v + (-v) = 0
Definisi 2
Jika v dan w adalah 2 vektor sebarang, maka selisih w dari v didefinisikan sebagai :
v – w = v + (-w)
v - w v
-w w
Definisi 3
Jika v adalah vector taknol dan k adalah bilangan real (scalar) taknol, maka hasilkali kv
didefinisikan sebagai vector yang panjangnya |k| kali panjang v dan arahnya sama dengan v
jika k > 0 dan arah berlawanan dengan v jika k < 0. Kita mendefiniskan kv = 0 jika k = 0 atau
v = 0.
Vector dalam Sistem Koordinat
Misalkan v adalah vector sebarang pada suatu bidang, bahwa v ditempatkan sedemikian rupa
sehingga titik awalnya berhimpitan dengan titik asal system koordinat siku-siku. Koordinat
(v1,v2) dari titik akhir v disebut komponen v dan kita tulis v = (v1,v2)
Jika vector-vektor v dan w terletak sedemikian rupa sehingga titik-titik awalnya berhimpitan.
Jadi, vector-vektor tersebut memiliki komponen-komponen yang sama. Sebaliknya vector-
vektor yang dengan komponen yang sama adalah ekuivalen karena memiliki panjang yang
sama dan arah yang sama. v = (v1,v2) dan w = (w1, w2)
Adalah ekuivalen jika dan hanya jika v1 = w1 dan v2 = w2.
Operasi penjumlahan dan perkalian vector dengan scalar mudah untuk dilakukan dalam
bentuk komponen-komponen.
v = (v1,v2) dan w = (w1, w2)
maka
v + w = (v1 + w1, v2 + w2 )
Jika v = (v1,v2) dan k adalah scalar sebarang, dapat ditunjukan sebagai berikut :
kv = (kv1, kv2)
Karena v – w = v + (-1) w, maka sesuai rumus 1 dan rumus 2 diperoleh :
v – w = (v1 - w1, v2 - w2)
Vektor pada Ruang Berdimensi 3
Vector ruang pada berdimensi 3 dapat digambarkan oleh tiga bilangan real dengan
memperkenalkan system koordinat siku-siku. Jika vector v pada ruang berdimensi 3
ditempatkan sedemikian rupa sehingga titik awalnya terletak pada titik asal system koordinat
siku-siku. Maka koordinat-koordinat titik ekhirnya disebut sebagai komponen-komponen v,
dan kita tulis
v = (v1,v2, v3)
v dan w adalah ekuivalen jika dan hanya jika v1 = w1, v2 = w2, v3 = w3
v + w = (v1 + w1, v2 + w2, v3 + w3)
kv = (kv1, kv2, kv3), dimaka k adalah scalar sebarang.
3.2 Norma Suatu Vektor ; Aritmatika Vektor
Sifat-sifat Operasi Vektor
Teorema 3.2.1
Jika u, v dan w adalah vector-vektor pada ruan g berdimensi 2 atau ruang berdimensi 3, dan k
dan l adalah scalar, maka hubungan-hubungan berikut berlaku :
a) u + v = v + u
b) (u + v) + w = u + (v + w)
c) u + 0 = 0 + u
d) u + (-u) = 0
e) k(lu) = (kl) u
f) k (u + v) = ku + kv
g) (k + l) u = ku + lu
h) lu = u
Pendekatan geometric, dimana vector-vektor diwakili oleh anak panah atau ruas garis terarah
dan pendekatan analitik, dimana vector-vektor diwakili oleh sepasang atau tiga pasang
bilangan yang disebut komponen.
Norma Suatu Vektor
Panjang dari suatu vector u seringkali disebut sebagai norma dari u dan dinyatakan dengan
‖u‖. Norma dari suatu vector u pada ruang berdimensi 2 adalah :
‖u‖ = akar u12 + u2
2
Norma dari suatu vector u pada ruang berdimensi 3 adalah :
‖u‖ = akar u12 + u2
2 + u33
3.3 Hasilkali Titik ; Proyeksi
Definisi 1
Jika u dan v adalah vector-vektor pada ruang berdimensi 2 atau ruang berdimensi 3 dan θ
adalah sudut antara u dan v, maka hasilkali titik atau hasilkali dlam Euclidean u . v
didefinisikan oleh :
u . v = ‖u‖ ‖v‖ cos θ jika u ≠ 0 dan v ≠ 0
0 jika u = 0 atau v = 0
Bentuk Komponen dari Hasilkali Titik
Misalkan u = (u1,u2, u3) dan v = (v1,v2, v3) adalah dua vector taknol. Jika θadalah sudut antara
u dan v, maka hukum cosinus menghasilkan :
‖P⃑Q‖2 = ‖u‖2 + ‖v‖2 – 2 ‖u‖ ‖v‖ cos θ
Menentukan Sudut antara Vektor-Vektor
Jika u dan v adalah vector-vektor taknol maka :
cos θ = u . v
‖u‖‖v‖
Teorema 3.3.1
Misalkan u dan v adalah vector-vektor pada ruang berdimensi 2 atau tuang berdimensi 3
a) v.v = ‖v‖2 ; yaitu ‖v‖ = (v . v)1/2
b) jika vector-vektor u dan v adalah taknol dan θ adalah sudut diantaranya, maka
θ adalah lancip jika dan hanya jika u.v > 0
θ adalah tumpul jika dan hanya jika u.v < 0
θ = π2 jika dan hanya jika u.v = 0
Vector-Vektor Ortogonal
Vector- vector yang saling tegak lurus juga disebut vector-vektor orthogonal. Dua vector
taknol adalah orthogonal jika dan hanya jika hasilkali titiknya adalah nol.
Teorema 3.3.2
Sifat-Sifat Hasilkali Titik
Jika u,v dan w adalah vector-vektor pada ruang berdimensi 2 atau berdimensi 3 dan k adalah
scalar, maka :
a) u . v = v . u
b) u . (v + w) = u . v + u . w
c) k (u . v) = (ku) . v = u . (kv)
d) v . v > 0 jika v ≠ 0, dan v . v = 0 jika v = 0
3.4 Hasilkali Silang
Hasilkali Silang Vektor
Teorema 3.4.1
Hubungan antara Hasilkali Silang dan Hasilkali Titik
Jika u, v dan w adalah vector-vektor pada ruang berdimensi 3, maka :
a) u . (u x v ) = 0 ( u x v orthogonal ke u)
b) v . ( u x v) = 0 ( u x v orthogonal ke v)
c) ‖ 𝑢 𝑥 𝑣‖2 = ‖𝑢‖2‖𝑣‖2 − (𝑢.𝑣)2 ( identitas lagrange )
d) u x (v x w) = (u . w)v – (u . v)w (Hubungan antara hasilkali titik dan hasilkali silang)
e) (u x v) x w = (u . w)v – (v . w)u (Hubungan antara hasilkali titik dan hasilkali silang)
Teorema 3.4.2
Sifat-sifat Hasilkali Silang
Jika u, v dan w adalah vector-vektor sebarang pada ruang berdimensi 3 dan k adalah scalar
sebarang, maka :
a) u x v = - (v x u)
b) u x (v + w) = (u x v) + (u x w)
c) (u + v) x w = (u x w) + (v x w)
d) k(u x v) = (ku) x v = u x (kv)
e) u x 0 = 0 x u = 0
f) u x u = 0