Upload
lamcart-aquoarchertry
View
61
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
anemia of pregnancy
Citation preview
Anemia pada kehamilan
Pendahuluan
Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi di dunia. WHO
memperkirakan bahwa prevalensi anemia pada wanita hamil di negara maju sekitar 14 persen
dan di negara berkembang sekitar 51 persen, dan di India sekitar 65-75 persen. Sekitar
sepertiga dari populasi di dunia (lebih dari 2 milyar) mengalami anemia (Kalaivani 2009).
Prevalensi anemia di India lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara lain
diseluruh dunia, India berkontribusi sekitar 80 persen kematian ibu akibat anemia di Asia
Selatan (Kalaivani 2009).
Anemia pada kehamilan dapat menyebabkan keguguran, kematian janin dalam rahim,
gangguan pertumbuhan janin, dan lahir prematur (Suchila, Wong, & Chattrapiban 2012).
Penyebab utama terjadinya anemia pada kehamilan adalah kekurangan zat besi, kemudian
diikuti oleh kekurangan asam folat, dan vitamin B12. Hal ini disebabkan oleh asupan
makanan yang mengandung zat besi (<20 mg/hari), asupan asam folat (<70 mg/hari), dan
kehilangan darah kronis akibat infeksi malaria, cacing tambang (Kalaivani 2009). Selain itu
defisiensi besi yang terjadi pada kehamilan disebabkan peningkatan kebutuhan besi sekitar
enam sampai tujuh kali pada kehamilan trimester akhir (Leyla et al. 2010).
Patofisiologi
Patofisiologi Anemia Terkait dengan Kekurangan Gizi
Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah penyebab paling umum dari anemia dan sering
terjadi di negara berkembang. Dalam beberapa kasus, kemiskinan juga mempengaruhi
penyerapan zat besi. Misalnya, diet kaya phytates dan senyawa fenolik akan mencegah
penyerapan dari zat besi, sehingga berkontribusi untuk terjadinya anemia. Fenomena ini
mungkin setidaknya menjelaskan prevalensi anemia pada negara-negara berkembang cukup
tinggi. Kekurangan zat besi sering bersamaan dengan kekurangan nutrisi lainnya, meskipun
fakta ini sering diabaikan. Misalnya, defisiensi mikronutrien seperti asam folat, vitamin A,
vitamin B12, dan tembaga sehingga akan meningkatkan risiko anemia karena mikronutrien
yang memainkan peran penting dalam hemopoiesis (Raja, Mahantesh, & Louis 2011).
Defisiensi besi subklinis seperti pada gambar 1 menunjukkan bahwa simpanan besi
habis dari waktu ke waktu, defisiensi klinis muncul ketika cadangan besi habis.
(Raja, Mahantesh, & Louis 2011).
Anemia Defisiensi Asam Folat
Anemia pernisiosa ditimbulkan apabila terjadi kekurangan vitamin B12 atau asam
folat. Anemia pernisiosa pada kehamilan terjadi sebagai akibat kekurangan asam folat.
Wanita yang tengah mengalami kehamilan atau mereka yang mendapat terapi antikonvulsan,
akan menghambat penyerapan asam folat, sehingga rentan terhadap anemia pernisiosa.
Anemia pernisiosa ditandai dengan glossitis, gingivitis, dan diare, di samping gejala anemia
seperti biasanya ( Shiro 2009).
Anemia akibat defisiensi asam folat didiagnosis berdasarkan peningkatan megaloblas
pada darah perifer dan sumsum tulang. Diagnosis definitif dapat diperoleh melalui aspirasi
sumsum tulang jika diperlukan ( Shiro 2009).
Anemia yang disebabkan oleh Infeksi Kronis dan Penyakit Kronis
Peran Hepcidin
Mekanisme anemia yang disebabkan oleh infeksi kronis tidak diketahui secara pasti.
diduga hepcidin berkontribusi terhadap anemia yang diakibatkan oleh infeksi kronis dan
penyakit kronis lainnya, hepcidin merupakan suatu hormon polipeptida. Infeksi kronis
ditandai oleh peradangan yang menyebabkan pelepasan sitokin dari retikuloendotelial sistem
sebagai bagian dari sistem imunitas yang diperantarai sel. Hepcidin, akan mencegah
pelepasan cadangan besi dari sel-sel hepar. Inflamasi juga mempengaruhi aspek-aspek
penting lainnya dari metabolisme besi, seperti penurunan ekspresi ferroportin, dan mungkin
langsung menekan eritropoiesis dengan mengurangi kemampuan sumsum tulang untuk
menanggapi erythropoietin.
(Raja, Mahantesh, & Louis 2011).
Anemia Tipe Lainnya
Anemia aplastik dan anemia hemolitik juga dapat terjadi selama kehamilan. Anemia
hemolitik kemungkinan disebabkan oleh thalassemia, anemia sel sabit, dan defisiensi
glukosa-6-fosfat dehydrogenase (G-6-PD) ( Shiro 2009).
HELLP adalah suatu sindrom yang ditandai oleh hemolisis, peningkatan enzim hati,
dan trombositopenia yang terjadi pada akhir kehamilan hingga ke periode nifas. Hipertensi
yang diinduksi oleh kehamilan diduga memegang peranan penting namun patofisiologi
pastinya sampai saat ini tidak diketahui ( Shiro 2009).
Sibai menganjurkan kriteria diagnostik meliputi bilirubin 1.2 mg/dl atau lebih tinggi
dan LDH 600U/l atau lebih tinggi sebagai temuan hemolitik, ditemukannya acanthocytes
dalam apusan darah perifer, enzim hati GOT 70U/l atau lebih tinggi, dan platelet < 100.000/l.
( Shiro 2009).
Efek Anemia Terhadap Ibu
Anemia Ringan
Wanita hamil dengan anemia ringan dapat mengalami penurunan kapasitas kerja,
wanita hamil dengan anemia ringan kronis tidak menunjukan suatu gejala klinis karena tubuh
sudah dapat menkompensasi keadaan tersebut (Kalaivani 2009).
Anemia Sedang
Wanita hamil dengan anemia sedang juga mengalami penurunan kapasitas kerja,
dikatakan mengalami anemia sedang jika kadar Hb < 8gm/dl. Wanita hamil yang menderita
anemia lebih rentan terhadap infeksi, kelahiran bayi prematur, BBLR, kematian perinatal
yang lebih sering (Kalaivani 2009).
Anemia Berat
Tiga tahap dalam anemia berat adalah kompensasi, dekompensasi, dan yang terkait
dengan kegagalan sirkulasi. Dekompensasi jantung terjadi ketika Hb turun di bawah 5,0 g /
dl. Output jantung dinaikkan bahkan saat istirahat, stroke volume lebih besar dan denyut
jantung meningkat. Palpitasi dan sesak napas bahkan saat istirahat adalah gejala perubahan
yang disebut sebagai mekanisme kompensasi dari penurunan kadar Hb. Kurangnya oksigen
menyebabkan peningkatan metabolisme anaerobik dan akumulasi asam lakta menyebabkan
kegagalan sirkulasi (Kalaivani 2009).
Efek anemia terhadap janin
Penurunan hemoglobin ibu di bawah 11,0 g/d1 dikaitkan dengan kenaikan signifikan
angka kematian perinatal. Angka kematian perinatal meningkat 2-3 kali lipat apabila kadar
Hb ibu turun di bawah 8,0 g/d1 dan 8-10 kali lipat ketika kadar hemoglobin ibu di bawah 5,0
g/dl. Selain itu anemia juga meningkatkan resiko BBLR karena meningkatnya tingkat
prematuritas dan gangguan peretumbuhan intrauterin (Kalaivani 2009).
Diagnosis
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisisk
Anamnesis didasarkan atas gejala klinis yang dialami pasien anemia walaupun pada
kehamilan biasanya tidak spesifik, kecuali anemia berat. Kelelahan adalah gejala yang paling
umum. Pasien mungkin mengeluh pucat, sakit kepala, kelemahan, palpitasi, pusing, dyspnoea
dan lekas marah. Untuk anemia defisiensi besi dapat terjadi suatu keadaan yang disebut pica
yaitu keinginan untuk memakan makanan yang tidak lazim seperti tanah dan kotoran.
Anemia defisiensi besi juga dapat mengganggu pengaturan suhu dan menyebabkan ibu hamil
merasa lebih dingin dari biasanya (Pavord et al. 2011).
Pemeriksaan fisik dapat dijumpai adanya keadaan umum pasien yang tampak pucat,
pucat pada palmar, konjungtiva tampak anemis, pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai
pruritus, koilonychias (Pavord et al. 2011).
Penunjang
Pemeriksaan Darah Lengkap dan Hapusan Darah Tepi
Pada pasien anemia dilakukan pemeriksaan darah rutin dan hapusan darah tepi untuk
memastikan penyebab dari keluhan klinis yang dirasakan oleh pasien. Kadar Hb < 11 g/dl
merupakan suatu penanda anemia pada wanita hamil. Melalui pemeriksaan hapusan darah
tepi dapat diketahui penyebab dari enemia yang dialami oleh ibu hamil disamping itu
diagnosis pasti dapat ditegakan melalui gabungan antara pemeriksaan darah dan laboratorium
lainya (Leyla et al. 2010).
Darah Lengkap
Kriteria Diagnosis untuk Anemia Defisiensi Besi, Asam Folat,Vitamin B12
Untuk nilai acuan yaitu menggunakan nilai yang sudah ditetapkan oleh WHO yaitu :
dikatakan anemia bila Hb <11,0 g / dl, nilai mean corpuskular volume (MCV) normal adalah
80,0-98,0 fl, mean corpuscular hemoglobin (MCH) normal antara 27,0- 33,5 pg, mean
corpuscular hemoglobin concentration (MCHC) antara 32,0-36,0 g / dL, dan erythrocyte
widht distribution (RDW) berkisar antara 11,9-14,5%. nilai Fe serum, asam folat dan vitamin
B12 lebih dari 50 mg / dl, 3 ng / ml, dan 148 pg / ml. Saturasi transferin dihitung
menggunakan rumus = Fe serum × 100/TIBC (TIBC = unsaturated iron binding capacity
(UIBC) + Fe serum). Saturasi transferin kurang dari 10,2% didefinisikan sebagai serum
rendah saturasi transferin dan digunakan sebagai indikator anemia defisiensi besi (Leyla et al.
2010).
Dikatakan anemia mikrolitik hipokromik jika MCV <80 fl dan MCH <27 pg,
normokromik – normositik jika MCV dan MCH dalam batas normal, anemia makrositik jika
nilai MCV > 98,0 fl. Anemia defisiensi besi jika nilai feritin 15 μg/L (Leyla et al. 2010).
Hapusan Darah Tepi
Anemia Hemolitik
Pada anemia hemolitik, sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk yang cukup
besar sehingga penting untuk diagnostik. Beberapa jenis anemia hemolitik menghasilkan
gamabaran hapusan darah tepi yang khas seperti elliptocytosis herediter (Gambar 1A),
pyropoikilocytosis herediter (Gambar 1B), ovalocytosis yang terjadi di Asia Tenggara, Eropa
dan Amerika Utara (Gambar 1C) (Barbara 2005).
Makrositik Anemia
Hapusan darah tepi sangat penting untuk mendiagnosis anemia makrositik. Yang
disebabkan oleh kekurangan vitamin B 12 atau asam folat, hapusan darah tepi menunjukkan
tidak hanya macrocytes tetapi juga oval macrocytes dan hypersegmented neutrofil (Gambar
dibawah). Ketika anemia menjadi lebih parah, mungkin ditemukan poikilocytosis, dengan
poikilocytes titik air mata dan fragmen sel darah merah. Gambaran yang sama dapat juga
didapatkan pada kekurangan asam folat (Barbara 2005).
Anemia mikrositik
Pemeriksaan hapusan darah tepi anemia mikrositik tidak begitu penting jika
dibandingkan dengan anemia makrositik (Barbara 2005).
Prognosis
Prognosis tergantung pada penyebab yang mendasari anemia. Namun, tingkat
keparahan anemia, etiologi, dan kecepatan penanganan memainkan peran penting dalam
prognosis. Demikian pula, usia pasien dan adanya kondisi komorbiditas lainnya
mempengaruhi prognosis pada wanita hamil penting untuk dilakukan skrining anemia karena
penderita anemia memiliki kerentanan terhadap infeksi yang dapat memperburuk prognosis
dari anemia, sehingga semakin cepat anemia ditemukan maka prognosisnya semakin bagus
( Shiro 2009).
Daftar Pustaka
Bain, Barbara J 2005,’Diagnosis from the Blood Smear’, The New England Journal of
Medicine, vol. 353, no. 5, hh. 1-10
Gangopadhyay, Raja 2011,’ Anemia and Pregnancy: A Link to Maternal Chronic Diseases’,
International Journal of Gynecology and Obstetrics, vol. 115, hh.11-15
Kalaivani, K 2009,’ Prevalence & Consequences of Anaemia in Pregnancy’, Indian J Med
Res, vol. 130, hh. 627-633
Karaoglu, Leyla et al. 2010,’ the Prevalence of Nutritional Anemia in Pregnancy in an East
Anatolian Province, Turkey’, BMC Public Health, vol.329, no. 10, hh. 1-12
Pavord, S 2011,’UK Guidelines on the Management of Iron Deficiency in Pregnancy’, British
Committee for Standards in Haematology, hh. 1-34
Shiro, 2009,’Approaches to Anemia in Pregnancy’, the Journal of the Japan Medical
Association, Vol.137, No.6, hh. 1181–1184
Sritippayawan, Suchila, Wong, Chattrapiban 2012,’Iron Deficiency Anemia During
Pregnancy In The Lower North Of Thailand-Prevalence And Associated Factors’, Malaysian
Journal of Public Health Medicine 2012, Vol. 12, no. 2, hh. 1-5