23
BAB 1 PENDAHULUAN Autisme adalah kumpulan kondisi kelainan perkembangan yang ditandai dengan kesulitan berinteraksi sosial, masalah komunikasi verbal dan nonverbal, disertai dengan pengulangan tingkah laku dan ketertarikan yang dangkal dan obsesif. 1 Kelainan perkembangan ini dapat secara pasti dideteksi saat anak berusia 3 tahun dan pada beberapa kasus pada usia 18 bulan, tapi tanda-tanda yang mengarah ke gangguan ini sebenarnya sudah dapat terlihat sejak umur 1 tahun, bahkan pada bayi usia 8 bulan. 2 Autisme membawa dampak pada anak dan juga pada keluarga. Dampak pada anak dapat berupa prestasi sekolah yang buruk, gangguan sosialisasi, status pekerjaan yang rendah, dan risiko kecelakaan meningkat. Adapun dampak pada keluarga adalah timbulnya stress dan depresi yang berat pada orang tua dan pengasuhnya sehingga mempengaruhi keharmonisan keluarga. Oleh karena gangguan Autisme ini bersifat kronik, yang memerlukan tenaga dan biaya yang tidak ringan dalam usaha penanggulangannya, dan tidak dapat memberikan garansi akan tercapainya hasil pengobatan yang diharapkan. Hal ini tentu akan menimbulkan ketakutan dan pukulan yang luar biasa bagi orang tua bila anaknya didiagnosis sebagai anak autistik. 1-7 Anak dengan autisme memerlukan bantuan, bimbingan, dan pengertian baik dari orang tuanya, pembimbing, maupun sistem pendidikan dimana anak itu berada. Anak-anak ini dapat memperoleh keuntungan dari program-program intervensi apabila terdeteksi dini dan cepat ditangani. 1 1

autis baru

Embed Size (px)

DESCRIPTION

autis

Citation preview

BAB 1

BAB 1

PENDAHULUAN

Autisme adalah kumpulan kondisi kelainan perkembangan yang ditandai dengan kesulitan berinteraksi sosial, masalah komunikasi verbal dan nonverbal, disertai dengan pengulangan tingkah laku dan ketertarikan yang dangkal dan obsesif.1 Kelainan perkembangan ini dapat secara pasti dideteksi saat anak berusia 3 tahun dan pada beberapa kasus pada usia 18 bulan, tapi tanda-tanda yang mengarah ke gangguan ini sebenarnya sudah dapat terlihat sejak umur 1 tahun, bahkan pada bayi usia 8 bulan.2

Autisme membawa dampak pada anak dan juga pada keluarga. Dampak pada anak dapat berupa prestasi sekolah yang buruk, gangguan sosialisasi, status pekerjaan yang rendah, dan risiko kecelakaan meningkat. Adapun dampak pada keluarga adalah timbulnya stress dan depresi yang berat pada orang tua dan pengasuhnya sehingga mempengaruhi keharmonisan keluarga. Oleh karena gangguan Autisme ini bersifat kronik, yang memerlukan tenaga dan biaya yang tidak ringan dalam usaha penanggulangannya, dan tidak dapat memberikan garansi akan tercapainya hasil pengobatan yang diharapkan. Hal ini tentu akan menimbulkan ketakutan dan pukulan yang luar biasa bagi orang tua bila anaknya didiagnosis sebagai anak autistik.1-7

Anak dengan autisme memerlukan bantuan, bimbingan, dan pengertian baik dari orang tuanya, pembimbing, maupun sistem pendidikan dimana anak itu berada. Anak-anak ini dapat memperoleh keuntungan dari program-program intervensi apabila terdeteksi dini dan cepat ditangani.1

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Definisi

Autisme adalah kumpulan kondisi kelainan perkembangan yang ditandai dengan kesulitan berinteraksi sosial, masalah komunikasi verbal dan nonverbal, disertai dengan pengulangan tingkah laku dan ketertarikan yang dangkal dan obsesif. 1 Autisme merupakan suatu gangguan spektrum, artinya gejala yang tampak bisa sangat bervariasi. Tidak ada dua anak yang memiliki diagnosis yang sama yang menunjukkan pola dan variasi perilaku yang sama persis. Autisme sesungguhnya adalah sekumpulan gejala klinis atau sindrom yang dilatarbelakangi oleh berbagai faktor yang sangat bervariasi dan berkaitan satu sama lain dan unik karena tidak sama untuk masing-masing kasus.4

2. 2. Epidemiologi

Menurut CDC, autisme terdapat pada 1 dari 166 kelahiran. Berdasarkan statistik Departemen pendidikan Amerika Serikat angka pertumbuhan autisme adalah 10-27 persen per tahun.1 National Institute of Mental Health Amerika (NIMH) memperkirakan antara 2 dan 6 per 1000 orang menderita autisme.2 Insiden autisme konsisten di seluruh dunia tapi prevalen laki-laki empat kali lebih besar daripada perempuan.1

2. 3. Etiologi

Penyebab autisme adalah multifaktorial. Faktor genetik maupun lingkungan diduga mempunyai peranan yang signifikan. Sebuah studi mengemukakan bahwa apabila 1 keluarga memiliki 1 anak autis maka risiko untuk memiliki anak kedua dengan kelainan yang sama mencapai 5%, risiko yang lebih besar dibandingkan dengan populasi umum. Di lain pihak, lingkungan diduga pula berpengaruh karena ditemukan pada orang tua maupun anggota keluarga lain dari penderita autistik menunjukkan kerusakan ringan dalam kemampuan sosial dan komunikasi atau mempunyai kebiasaan yang repetitif. Akan tetapi penyebab secara pasti belum dapat dibuktikan secara empiris. 1

2. 4. Patofisiologi

Saat ini telah diketahui bahwa autisme merupakan suatu gangguan perkembangan, yaitu suatu gangguan terhadap cara otak berkembang. Akibat perkembangan otak yang salah maka jaringan otak tidak mampu mengatur pengamatan dan gerakan, belajar dan merasakan serta fungsi-fungsi vital dalam tubuh.1

Penelitian post-mortem menunjukkan adanya abnormalitas di daerah-daerah yang berbeda pada otak anak-anak dan orang dewasa penyandang autisme yang berbeda-beda pula. Pada beberapa bagian dijumpai adanya abnormalitas berupa substansia grisea yang walaupun volumenya sama seperti anak normal tetapi mengandung lebih sedikit neuron. 5

Kimia otak yang paling jelas dijumpai abnormal kadarnya pada anak dengan autis adalah serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT), yaitu sebagai neurotransmiter yang bekerja sebagai pengantar sinyal di sel-sel saraf. Anak-anak penyandang autisme dijumpai 30-50% mempunyai kadar serotonin tinggi dalam darah. Perkembangan norepinefrine (NE), dopamin (DA), dan 5-HT juga mengalami gangguan.1

2. 5. Gejala Klinis

Biasanya tidak ada riwayat perkembangan yang jelas, tetapi jika dijumpai abnormalitas tampak sebelum usia 3 tahun. Selalu dijumpai hendaya kualitatif dalam interaksi sosialnya yang berupa tidak adanya apresiasi adekuat terhadap isyarat sosio-emosional, yang tampak sebagai kurangnya respon terhadap emosi orang lain dan atau kurang modulasi terhadap perilaku dalam konteks sosial; buruk dalam menggunakan isyarat sosial dan lemah dalam integrasi perilaku sosial, emosional dan komunikatif; dan khususnya, kurang respon timbal balik sosio-emosional.6

Selain itu juga terdapat hendaya kualitatif dalam komunikasi yang berupa kurangnya penggunaan sosial dari kemampuan bahasa yang ada; hendaya dalam permainan imaginatif dan imitasi sosial; buruknya keserasian dan kurangnya interaksi timbal balik dalam percakapan; buruknya fleksibilitas dalam bahasa ekspresif dan relatif kurang dalam kreatifitas dan fantasi dalam proses pikir; kurangnya respon emosional terhadap ungkapan verbal dan nonverbal orang lain; hendaya dalam meggunakan variasi irama atau tekanan modulasi komunikatif; dan kurangnya isyarat tubuh untuk menekankan atau mengartikan komunikasi lisan.6

Kondisi ini juga ditandai oleh pola perilaku, minat dan kegiatan yang terbatas, pengulangan dan stereotipik. Ini berupa kecenderungan untuk bersifat kaku dan rutin dalam aspek kehidupan sehari-hari;ini biasanya berlaku untuk kegiatan baru atau kebiasaan sehari-hari yang rutin dan pola bermain. Terutama sekali dalam masa dini anak, terdapat kelekatan yang aneh terhadap benda yang tidak lembut. Anak dapat memaksakan suatu kegiatan rutin seperti ritual dari kegiatan yang sepertinya tidak perlu; dapat menjadi preokuasi yang stereotipik dengan perhatian pada tanggal, rute dan jadwal; sering terdapat stereotipik motorik; sering menunjukkan perhatian yang khusus terhadap unsur sampingan dari benda (seperti bau dan rasa); dan terdapat penolakan terhadap dari rutinitas atau tata ruang dari kehidupan pribadi (perpindahan dari mebel atau hiasan dalam rumah).6,7

2. 6. Diagnosis

Ada beberapa instrumen screening untuk autisme: 3

1. CARS rating system (Childhood Autism Rating Scale), dikembangkan oleh Eric Schopler pada awal 1970an, berdasarkan pengamatan terhadap perilaku. Di dalamnya terdapat 15 nilai skala yang mengandung penilaian terhadap hubungan anak dengan orang, penggunaan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, respon pendengaran, dan komunikasi verbal.

2. Checklist for Autism in Toddlers (CHAT) digunakan untuk screening autisme pada usia 18 bulan. Dikembangkan oleh Simon Baron-Cohen pada awal 1990an untuk melihat apakah autisme dapat terdeteksi pada anak umur 18 bukan. alat screening ini menggunakan kuesioner yang terbagi 2 sesi, satu melalui penilaian orang tua, yang lain melalui penilaian dokter yang menangani.

3. Autism Screening Questionnaire adalah 40 poin skala skreening yang telah digunakan untuk anak usia 4 tahun ke atas untuk mengevaluasi kemampuan berkomunikasi dan fungsi sosialnya.

Adapun untuk menegakkan diagnosis autisme dapat digunakan kriteria diagnostik menurut DSM IV, seperti yang tertera dibawah ini.3

A. Harus ada 6 gejala atau lebih dari 1, 2 dan 3 di bawah ini:

a) Gangguan kualitatif dari interaksi sosial (minimal 2 gejala)

Gangguan pada beberapa kebiasaan nonverbal seperti kontak mata, ekspresi wajah, postur tubuh, sikap tubuh dan pengaturan interaksi sosial

Kegagalan membina hubungan yang sesuai dengan tingkat perkembangannya

Tidak ada usaha spontan membagi kesenangan, ketertarikan, ataupun keberhasilan dengan orang lain (tidak ada usaha menunjukkan, membawa, atau menunjukkan barang yang ia tertarik)

Tidak ada timbal balik sosial maupun emosional

b) Gangguan kualitatif dari komunikasi (minimal 1 gejala)

Keterlambatan atau tidak adanya perkembangan bahasa yang diucapkan (tidak disertai dengan mimik ataupun sikap tubuh yang merupakan usaha alternatif untuk kompensasi)

Pada individu dengan kemampuan bicara yang cukup. terdapat kegagalan dalam kemampuan berinisiatif maupun mempertahankan percakapan dengan orang lain.

Penggunaan bahasa yang meniru atau repetitif atau bahasa idiosinkrasi

Tidak adanya variasu dan usaha untuk permainan imitasi sosial sesuai dengan tingkat perkembangan

c) Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku, minat dan aktivitas (minimal 1 gejala)

Kesibukan (preokupasi) dengan satu atau lebih pola ketertarikan stereotipik yang abnormal baik dalam hal intensitas maupun fokus

Tampak terikan kepada rutinitas maupun ritual spesifik yang tidak berguna

Kebiasaan motorik yang stereotipik dan repetitif (misalnya mengibaskan atau memutar-mutar tangan atau jari, atau gerakan tubuh yang kompleks)

Preokupasi persisten dengan bagian dari suatu obyek

B. Keterlambatan atau fungsi yang abnormal tersebut terjadi sebelum umur 3 tahun, dengan adanya gangguan dalam 3 bidang yaitu: interaksi sosial; penggunaan bahasa untuk komunikasi sosial; bermain simbol atau imajinasi.

C. Kelainan tersebut bukan disebabkan oleh penyakit Rett atau gangguan disintegratif (sindrom Heller)

2. 7. Diagnosis Banding

Retardasi Mental

Anak dengan retardasi mental sering terlambat dalam perkembangannya, sering myenyertai kelainan lain seperti bentuk muka (wajah mongoloid,jarak antara kedua mata terlalu dekat atau terlalu jauh, dan lain sebagainya), kelainan pada organ lain maupun metabolisme tubuhnya. Dari genetik biasanya pada anak dengan retardasi mental terdapat kelainan kromosom yang jelas (sindroma Turner, Down sindrome) 3

Delayed Development

Kelainan ini biasanya terdapat riwayat kurang rangsangan daru lingkungan dan orang sekitarnya, perkembangan yang terlambat dapat diterapi. 4

Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas

Anak biasanya banyak bergerak maupun terlihat melamun, bisa juga terdapat keterlambatan perkembangan tapi biasanya IQ anak tidak terganggu dan anak dapat berkomunikasi dengan baik. 7

Gangguan Pendengaran

Anak dengan gangguan pendengaran sering mengalami keterlambatan dalam hal berbicara. Diagnosis ini dapat ditegakkan melalui pemeriksaan pendengaran. 7

2. 8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada autisme harus secara terpadu, meliputi semua disiplin ilmu yang terkait: tenaga medis (psikiater, dokter anak, neurolog, dokter rehabilitasi medik) dan non medis (tenaga pendidik, psikolog, ahli terapi bicara/okupasi/fisik, pekerja sosial). Tujuan terapi pada autis adalah untuk mengurangi masalah perilaku dan meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya terutama dalam penguasaan bahasa. Dengan deteksi sedini mungkin dan dilakukan manajemen multidisiplin yang sesuai yang tepat waktu, diharapkan dapat tercapai hasil yang optimal dari perkembangan anak dengan autisme.2

Manajemen multidisiplin dapat dibagi menjadi dua yaitu non medikamentosa dan medika mentosa.

1. Non medikamentosa

a. Terapi edukasi

Intervensi dalam bentuk pelatihan keterampilan sosial, keterampilan sehari-hari agar anak menjadi mandiri. Tedapat berbagai metode penganjaran antara lain metode TEACHC (Treatment and Education of Autistic and related Communication Handicapped Children) metode ini merupakan suatu program yang sangat terstruktur yang mengintegrasikan metode klasikal yang individual, metode pengajaran yang sistematik terjadwal dan dalam ruang kelas yang ditata khusus.

b. Terapi perilaku

Intervensi terapi perilaku sangat diperlukan pada autisme. Apapun metodenya sebaiknya harus sesegera mungkin dan seintensif mungkin yang dilakukan terpadu dengan terapi-terapi lain. Metode yang banyak dipakai adalah ABA (Applied Behaviour Analisis) dimana keberhasilannya sangat tergantung dari usia saat terapi itu dilakukan (terbaik sekitar usia 2 5 tahun).

c. Terapi wicara

Intervensi dalam bentuk terapi wicara sangat perlu dilakukan, mengingat tidak semua individu dengan autisme dapat berkomunikasi secara verbal. Terapi ini harus diberikan sejak dini dan dengan intensif dengan terapi-terapi yang lain.

d. Terapi okupasi/fisik

Intervensi ini dilakukan agar individu dengan autisme dapat melakukan gerakan, memegang, menulis, melompat dengan terkontrol dan teratur sesuai kebutuhan saat itu.

e. Sensori integrasi

Adalah pengorganisasian informasi semua sensori yang ada (gerakan, sentuhan, penciuman, pengecapan, penglihatan, pendengaran) untuk menghasilkan respon yang bermakna. Melalui semua indera yang ada otak menerima informasi mengenai kondisi fisik dan lingkungan sekitarnya, sehingga diharapkan semua gangguan akan dapat teratasi.

f. AIT (Auditory Integration Training)

Pada intervensi autisme, awalnya ditentukan suara yang mengganggu pendengaran dengan audimeter. Lalu diikuti dengan seri terapi yang mendengarkan suara-suara yang direkam, tapi tidak disertai dengan suara yang menyakitkan. Selanjutnya dilakukan desentisasi terhadap suara-suara yang menyakitkan tersebut.

g. Intervensi keluarga

Pada dasarnya anak hidup dalam keluarga, perlu bantuan keluarga baik perlindungan, pengasuhan, pendidikan, maupun dorongan untuk dapat tercapainya perkembangan yang optimal dari seorang anak, mandiri dan dapat bersosialisai dengan lingkungannya. Untuk itu diperlukan keluarga yang dapat berinteraksi satu sama lain (antar anggota keluarga) dan saling mendukung. Oleh karena itu pengolahan keluarga dalam kaitannya dengan manajemen terapi menjadi sangat penting, tanpa dukungan keluarga rasanya sulit sekali kita dapat melaksanakan terapi apapun pada individu dengan autisme.

2. Medikamentosa

Individu yang destruktif seringkali menimbulkan suasana yang tegang bagi lingkungan pengasuh, saudara kandung dan guru atau terapisnya. Kondisi ini seringkali memerlukan medikasi dengan medikamentosa yang mempunyai potensi untuk mengatasi hal ini dan sebaiknya diberikan bersama-sama dengan intervensi edukational, perilaku dan sosial.

a) Jika perilaku destruktif yang menjadi target terapi, manajemen terbaik adalah dengan dosis rendah antipsikotik/neuroleptik tapi dapat juga dengan agonis alfa adrenergik dan antagonis reseptor beta sebagai alternatif.

Neuroleptik

Neuroleptik tipikal potensi rendah-Thioridazin-dapat menurunkan agresifitas dan agitasi.

Neuroleptik tipikal potensi tinggi-Haloperidol-dapat menurunkan agresifitas, hiperaktifitas, iritabilitas dan stereotipik.

Neuroleptik atipikal-Risperidon-akan tampak perbaikan dalam hubungan sosial, atensi dan absesif.

Agonis reseptor alfa adrenergik

Klonidin, dilaporkan dapat menurunkan agresifitas, impulsifitas dan hiperaktifitas.

Beta adrenergik blocker

Propanolol dipakai dalam mengatasi agresifitas terutama yang disertai dengan agitasi dan anxietas.

b) Jika perilaku repetitif menjadi target terapi

Neuroleptik (Risperidon) dan SSRI dapat dipakai untuk mengatasi perilaku stereotipik seperti melukai diri sendiri, resisten terhadap perubahan hal-hal rutin dan ritual obsesif dengan anxietas tinggi.

c) Jika inatensi menjadi target terapi

Methylphenidat (Ritalin, Concerta) dapat meningkatkan atensi dan mengurangi destruksibilitas.

d) Jika insomnia menjadi target terapi

Dyphenhidramine (Benadryl) dan neuroleptik (Tioridazin) dapat mengatasi keluhan ini.

e) Jika gangguan metabolisme menjadi problem utama

Ganguan metabolisme yang sering terjadi meliputi gangguan pencernaan, alergi makanan, gangguan kekebalan tubuh, keracunan logam berat yang terjadi akibat ketidak mampuan anak-anak ini untuk membuang racun dari dalam tubuhnya. Intervensi biomedis dilakukan setelah hasil tes laboratorium diperoleh. Semua gangguan metabolisme yang ada diperbaiki dengan obat-obatan maupun pengaturan diet. 3

2. 9. Prognosis

Intervensi dini yang tepat dan perogram pendidikan terspesialisasi serta pelayanan pendukung mempengaruhi hasil pada penderita autisme. Autisme tidak fatal dan tidak mempengaruhi harapan hidup normal. Penderita autis yang dideteksi dini serta langsung mendapat perawatan dapat hidup mandiri tergantung dari jenis gangguan autistik apa yang diderita dan berapa umurnya saat terdeteksi dan ditangani sebagai penderita autis. 1

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas

Nama : Stefanus Junko Humberto

Umur: 9 tahun

Jenis kelamin: Laki-laki

Alamat: Jalan Imam Bonjol-Perumahan BLK no 3 Denpasar

Tanggal pemeriksaan: 21 September 2006

3.2. Heteroanamnesis

KU: Sulit mengikuti pelajaran

Menurut ibunya, penderita sulit mengikuti pelajaran di sekolah biasa karena merupakan seorang autis, gejala sudah muncul dari usia 2 tahun

Penderita menyukai pelajaran matematika tetapi sulit mengikuti pelajaran karena tidak mendapat bimbingan khusus dari gurunya karena ia tidak mudah menangkap petunjuk dari orang lain terutama apabila petunjuk tersebut disampaikan untuk orang banyak (penderita harus dibimbing sendirian)

Penderita bisa mandi sendiri, menyiapkan makanan dan makan sendiri.

Penderita tertarik dengan permainan bola, mobil-mobilan, dan robot-robotan.

Kontak mata -

Tidak memiliki teman bermain

Gerakan berulang-ulang (memilin-milin jari tangan) +

Ekspresi wajah selalu sama

Tidak dapat memulai maupun mempertahankan percakapan dengan orang lain, anak seperti tidak tertarik dengan percakapan maupun akivitas orang lain.

Meniru kata-kata yang diucapkan orang

Riwayat penyakit sekarang dan usaha pengobatan:

Saat umur 2 tahun:

Penderita belum bisa berbicara.

Sering menumpuk-numpuk botol shampo, tidak mau main mainan seperti mobil-mobilan, tidak mau main bola.

Sangat tertarik air dalam gelas maupun pasir di pekarangan.

Terlihat seperti menghindari kontak mata dengan orang tua.

Beberapa kali dibawa ke SpA namun dikatakan kurang rangsangan lingkungan, sekali dibawa ke SpS dikatakan ada kelainan otak dan disarankan ct scan

Saat usia 3 tahun dibawa ke Jakarta, didiagnosa autis di RS Harapan Kita (Jakarta).

Mendapat terapi wicara dan terapi okupasi beberapa kali di Jakarta.

Riwayat penyakit dahulu

Menurut ibu tidak pernah mengalami trauma pada kepala maupun mengalami kejang sebelumnya.

Ibu tidak minum obat-obatan, merokok, ataupun minum alkohol saat hamil.

Riwayat Keluarga

Sepengetahuan ibu tidak ada saudara sepupu penderita dari ayah maupun ibu yang menderita autis.

Riwayat Persalinan

Lahir di RS Sanglah, ditolong dokter, BBL: 3300 gram, setelah lahir langsung menangis.

Riwayat Imunisasi

BCG I, Polio I, Hepatitis B I, DPT I, yang lain ibu tidak ingat.

Riwayat Nutrisi

ASI diberi sejak lahir sampai usia 7 bulan.

Susu formula diberikan sejak usia 7 bulan sampai 2 tahun.

Bubur susu diberikan sejak usia 8 bulan-10 bulan.

Nasi tim diberikan sejak usia 10 bulan - 1 tahun.

Makanan dewasa diberikan sejak usia 1 tahun sekarang.

Sejak didiagnosa autis OS pantang makanan dan minuman manis, roti, tomat karena disarankan oleh SpA di Jakarta.

Asah

Ibu memberikan mainan mobil-mobilan saat penderita berusia 1 tahun namun penderita tidak tertarik.

Orang tua sering mengajak penderita berbicara namun penderita terlihat seperti sibuk sendiri.

Ibu mengajari anak supaya dapat menjaga higiene tubuh secara mandiri.

Asih

Ayah penderita berkeras tidak mau anaknya minum obat sehingga ibu penderita sembunyi-sembunyi membawanya ke dokter.

Ibu penderita tidak pernah bertengkar dengan suami di rumah, beliau lebih memilih untuk mengalah.

Menurut ibu penderita, ayah penderita lebih memanjakan penderita padahal ibu penderita berusaha menerapkan disiplin-disiplin yang sudah diajarkan di seminar-seminar tentang autis di Jakarta maupun di Bali. Ayah OS tidak tahu kalau istrinya sering datang ke seminar autis dan belajar banyak tentang autis.

Asuh

Penderita berasal dari keluarga yang cukup mapan, setiap hari tersedia makanan berupa nasi, lauk yang terdiri dari sayur dan daging atau telur. Penderita makan 3 kali sehari, kadang penderita mendapat makanan kecil yang dibuat sendiri oleh ibunya; makanan kecil berupa kue dari bahan tepung beras.

Penderita memiliki cukup banyak pakaian (1 lemari penuh), sehingga dapat berganti pakaian kurang lebih 3 kali sehari)

Rumah penderita dindingnya beton, beratap genteng, lantai berupa tegel keculali pada bagian dapur lantai berupa semen.

Penderita mendapat imunisasi BCG I, Polio I, Hepatitis B I, DPT I, yang lain ibu tidak ingat.

Ayah penderita sering bepergian keluar Bali untuk bekerja selama sekitar 1 sampai 2 bulan.

Ibu penderita bekerja sebagai pengajar tiap hari Senin-Sabtu mulai Pk 8.00 - Pk 18.00

Di rumahnya, penderita lebih menurut pada sepupu penderita yang bernama Elis (tinggal 1 rumah dengan penderita) daripada kepada ibu atau bapaknya.

3.3. Faktor Risiko

Penderita kurang mendapatkan rangsang komunikasi dari orang tua karena kedua orang tua bekerja

3.4. Pemeriksaan Fisik

Status Present:

KU: Sedang

Kesadaran: Composmentis

Nadi: 98 x/menit

RR: 32 x/menit

BB: 26 kg

BBI: 29 kg

TB: 124 cm

LLA: 17 cm

LK: 54 cm

Status gizi menurut:

Nelson: 89% (gizi baik)

z score: 1,08 (normal)

CDC: BB/U: persentil 25-50

TB/U: persentil 3-10

LK: antara 0 sampai +2SD

Status General:

Kepala: Normocephali

Mata: anemi -/-, ikterik -/-, refleks pupil +/+ isokor

THT: NCH - , cyan -

Thorax:

Cor: I: ictus cordis normal

P: ictus cordis normal

P: tidak dievaluasi

A: S1 S2 normal Reguler, m -

Po: I: retraksi -, simetris statis dan dinamis

P: fremitus vocalis -/-

P: tidak dievaluasi

A: Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen: I: distensi -

P: H/L tak teraba

P: tidak dievaluasi

A: BU + N

Extremitas: hangat +, cyan -, oedem -

3.5. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis

DSM IV

Melalui heteroanamnese dan pengamatan penderita saat ini terdapat:

A. Gejala:

Gangguan kualitatif dari interaksi sosial (minimal 2 gejala)

a) Gangguan pada beberapa kebiasaan nonverbal seperti kontak mata, ekspresi wajah, postur tubuh, sikap tubuh dan pengaturan interaksi sosial

b) Kegagalan membina hubungan yang sesuai dengan tingkat perkembangannya

Gangguan kualitatif dari komunikasi (minimal 1 gejala)

c) Pada individu dengan kemampuan bicara yang cukup. terdapat kegagalan dalam kemampuan berinisiatid maupun mempertahankan percakapan dengan orang lain.

d) Penggunaan bahasa yang meniru atau repetitif atau bahasa idiosinkrasi

Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku, minat dan aktivitas (minimal 1 gejala)

e) Kebiasaan motorik yang stereotipik dan repetitif (misalnya mengibaskan atau memutar-mutar tangan atau jari, atau gerakan tubuh yang kompleks)

B. Keterlambatan atau fungsi yang abnormal tersebut terjadi sebelum umur 3 tahun, dengan adanya gangguan dalam 3 bidang yaitu: interaksi sosial; penggunaan bahasa untuk komunikasi sosial; bermain simbol atau imajinasi.

C. Kelainan tersebut bukan disebabkan oleh penyakit Rett atau gangguan disintegratif (sindrom Heller)

.

3.6. Diagnosis

Autisme

3.7. Penatalaksanaan

Menyarankan keluarga agar memasukkan penderita ke sekolah khusus penderita autis

Medikamentosa:

Resperidon 0,3 mg

Trihexifenidil tab

Vit B6 1 tab

As. folat 1 tab

pulv dtd LX

( 2 dd I

Sulfas ferrosus X

( 2 dd I

Merzitopril 400 mg XXX

( 1 dd I pagi

3.8. Saran

Asah

Orang tua memberikan mainan maupun peralatan yang mendukung perkembangan anaknya

Asih

Menambah kekompakan orang tua dalam usaha memberi perhatian pada anaknya.

Asuh

Ayah ikut bergabung dalam usaha mendidik anak supaya anak mendapat didikan yang konsisten dari kedua orang tua

DAFTAR PUSTAKA

1. NINDS Autism Information Page, (2006). National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS). Available: http://www.ninds.nih.gov/disorders/autism/autism.htm#What_is (Accessed: 2006, September 25).

2. Autism Spectrum Disorders (Pervasive Developmental Disorders), (2006). National Institute of Mental Health (NIMH). Available: http://www.nimh.nih.gov/publicat/autism.cfm (Accessed: 2006, September 24).

3. Living with Autism, (2005). Autism Society of America (ASA). Available: http://www.autism-society.org/site/PageServer?pagename=allaboutautism (Accessed: 2006, September 25).

4. Autism and Pervasive Developmental Disorder (2006). A publication of the National Dissemination Center for Children with Disabilities. Available: http://www.nichcy.org/pubs/factshe/fs1txt.htm (Accessed: 2006, September 30).

5. Finding Adds Another Piece to Autism Puzzle. (2006). MedlinePlus. Available: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/FindingAddsAnotherPiecetoAutismPuzzle.htm (Accessed: 2006, September 30)

6. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) dalam Konferensi Nasional Autisme-I Jakarta. 2003.

7. Simms MD. Pervasive Developmental Disorder. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB (eds). Nelson Textbook of Pediatrics. USA: Saunders; 2004. p. 111-117.

PAGE

16