Upload
kolot-kolot-kasep
View
253
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Keterlambatan bicara merupakan manifestasi dari berbagai kelainan seperti
gangguan pendengaran/ketulian, retardasi mental, developmental language delay,
afasia, autisme, cerebral palsy dll. Untuk mengetahui penyebab gangguan bicara pada
anak terlebih dahulu harus dipastikan bahwa pendengaran anak tidak mengalami
gangguan. Gangguan pendengaran atau tuli sejak lahir akan menyebabkan gangguan
perkembangan bicara, bahasa, kognitif dan kemampuan akademik. Bila gangguan
pendengaran dan ketulian terlambat diketahui tentu hambatan yang akan dihadapi
akan lebih besar lagi. 1
Dari segi ekonomi, gangguan pendengaran dan ketulian juga menyebabkan
pengeluaran keluarga, masyararakat dan pemerintah yang lebih besar. Penelitian di
AS pada tahun 2003 menunjukkan bahwa seorang yang mengalami ketulian sejak
lahir harus mengeluarkan biaya tambahan sebesar 417.000 USD selama hidupnya.
Dampak yang merugikan tersebut harus dicegah atau dibatasi melalui program
deteksi dini ketulian. Gangguan pendengaran dan ketulian yang dapat dideteksi lebih
awal kemudian mendapat habilitasi pendengaran yang memadai akan membuka
kesempatan bagi penderita untuk mencapai kemampuan berkomunikasi yang lebih
optimal sehingga lebih mudah berinteraksi dengan lingkungan dan diharapkan
mampu mengikuti jalur pendidikan biasa. 1
Anak yang terlalu kecil bukan halangan untuk melakukan penilaian definitif
gangguan pendengaran terhadap status fungsi telinga tengah dan sensitifitas koklea
serta jalur suara. Kecurigaan terhadap adanya gangguan pendengaran pada anak harus
dilakukan secara tepat. Jenis-jenis pemeriksaan pendengaran yang direkomendasikan
oleh American Academy of Pediatrics adalah pemeriksaan yang disesuaikan dengan
umur anak, anak harus merasa nyaman terhadap situasi pemeriksaan, pemeriksaan
harus dilakukan pada tempat yang cukup sunyi dengan gangguan visual dan audio
1
yang minimal. Uji pendengaran dalam rangka deteksi dini gangguan pendengaran
yang sudah lazim sesuai rekomendasi JCIH (The Joint Commitee on Infant Hearing)
tahun 2000 adalah dengan pemeriksaan OAE (Otoacoustic Emission) dan AABR
(Automated Auditory Brainstem Response).2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI PENDENGARAN
A. ANATOMI TELINGA
Telinga terdiri atas tiga bagian yaitu: telinga bagian luar, telinga bagian
tengah, dan telinga bagian dalam.4
2
Gambar 1 Anatomi Telinga.5
1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri atas auricula dan meatus akustikus eksternus.
Auricula mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpulkan getaran
udara, auricula terdiri atas lempeng tulang rawan elastis tipis yang ditutupi
kulit. Auricula juga mempunyai otot intrinsik dan ekstrinsik, yang
keduanyadipersarafi oleh nervus facialis.6,7
Auricula atau lebih dikenal dengan daun telinga membentuk suatu
bentuk unik yang terdiri dari antihelix yang membentuk huruf Y, dengan
bagian crux superior di sebelah kiri dari fossa triangularis, crux inferior
padasebelah kanan dari fossa triangularis, antitragus yang berada di bawah
tragus,sulcus auricularis yang merupakan sebuah struktur depresif di belakang
telinga di dekat kepala, concha berada di dekat saluran pendengaran, angulus
conchalis yang merupakan sudut di belakang concha dengan sisi kepala,crus
helix yang berada di atas tragus, cymba concha merupakan ujung terdekat dari
concha, meatus akustikus eksternus yang merupakan pintu masuk dari saluran
pendengaran, fossa triangularis yang merupakan struktur depresif didekat
anthelix, helix yang merupakan bagian terluar dari daun telinga, incisura
3
anterior yang berada di antara tragus dan antitragus, serta lobus yang berada
dibagian paling bawah dari daun telinga, dan tragus yang berada di depan
meatus akustikus eksternus.4 , 6 , 7 , 8
Gambar 2 Telinga Luar. Bagian bagian Auricula.9
Yang kedua adalah meatus akustikus eksternus atau dikenal juga
dengan liang telinga luar. Meatus akustikus eksternus merupakan sebuah
tabung berkelok yang menghubungkan aurikula dengan membrane timpani.
Pada orang dewasa panjangnya lebih kurang 1 inchi atau kurang lebih 2,5 cm,
dan dapat diluruskan untuk memasukkan otoskop dengan cara
menarik auricula ke atas dan belakang. Pada anak kecil auricula ditarik lurus
kebelakang, atau ke bawah dan belakang. Bagian meatus yang paling sempit
adalah kira-kira 5 mm dari membran timpani.6,7,8
Rangka sepertiga bagian luar meatus adalah kartilago elastis, dan 2/3
bagian dalam adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng timpani. Meatus
dilapisi oleh kulit, dan sepertiga luarnya mempunyai rambut, kelenjar sebasea,
dan glandula seruminosa. Glandula seruminosa ini adalah modifikasi kelenjar
keringat yang menghasilkan sekret lilin berwarna coklat kekuningan. Rambut
dan lilin ini merupakan barier yang lengket, untuk mencegah masuknya benda
asing. 4 , 6 , 7 , 8
4
Saraf sensorik yang melapisi kulit pelapis meatus berasal dari nervus
auriculotemporalis dan ramus auricularis nervus vagus. Sedangkan aliran
limfe menuju nodi parotidei superficiales, mastoideus, dan cervicales
superficiales.6,7
2. Telinga Tengah
Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis
temporalis yang dilapisi oleh membran mukosa. Ruang ini berisi tulang-tulang
pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membran timpani
(gendang telinga) ke perilympha telinga dalam. Cavum timpani
berbentuk celah sempit yang miring, dengan sumbu panjang terletak lebih
kurang sejajar dengan bidang membran timpani. Di depan, ruang ini
berhubungan dengan nasopharing melalui tuba auditivae dan di belakang
dengan antrum mastoid.6,7
Gambar 3 Telinga Tengah.10
Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding
posterior, dinding lateral, dan dinding medial. Atap dibentuk oleh lempeng
tipis tulang, yang disebut tegmen timpani, yang merupakan bagian dari pars
petrosa ossis temporalis. Lempeng ini memisahkan kavum timpani dan
menings dan lobus temporalis otak di dalam fossa kranii media. Lantai
5
dibentuk di bawah oleh lempeng tipis tulang, yang mungkin tidak lengkap dan
mungkin sebagian diganti oleh jaringan fibrosa. Lempeng ini memisahkan
kavum timpani dari bulbus superior vena jugularis interna. Bagian bawah
dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang memisahkan kavum
timpani dari arteri carotis interna. Pada bagian atas dinding anterior terdapat
muara dari dua buah saluran. Saluran yang lebih besar dan terletak lebih
bawah menuju tuba auditiva, dan yang terletak lebih atas dan lebih kecil
masuk ke dalam saluran untuk muskulus tensor tympani. Septum tulang tipis
yang memisahkan saluran-saluran ini diperpanjang ke belakang pada dinding
medial, yang akan membentuk tonjolan mirip selat. Di bagian atas dinding
posterior terdapat sebuah lubang besar yang tidak beraturan, yaitu auditus
antrum. Di bawah ini terdapat penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit,
kecil, disebut pyramis. Dari puncak pyramis ini keluar tendo muskulus
stapedius. Sebagian besar dinding lateral dibentuk oleh membran timpani. 4 , 6 , 7 , 8 , 1 1
Tulang Pendengaran.
Di bagian dalam rongga ini terdapat 3 jenis tulang
pendengaran yaitu : tulang malleus, inkus, dan stapes. Ketiga tulang ini
merupakan tulang kompak tanpa rongga sum-sum tulang.7
Malleus adalah tulang pendengaran terbesar, dan terdiri : atas
caput,collum, processus longum atau manubrium, sebuah processus anterior
dan processus lateral. Caput mallei berbentuk bulat dan bersendi
diposterior dengan incus. Collum mallei adalah bagian sempit di bawah
caput. Manubrium mallei berjalan ke bawah dan belakang dan melekat dengan
erat pada permukaan medial membran timpani. Manubrium ini dapat dilihat
melalui membran timpani pada pemeriksaan dengan otoskop. Processus
anterior adalah tonjolan tulang kecil yang dihubungkan dengan dinding
anterior cavum timpani oleh sebuah ligamen. Processus lateralis menonjol ke
6
lateral dan melekat pada plica mallearis anterior dan posterior membran
timpani.7,8, 12,13
Incus mempunyai corpus yang besar dan dua crus. Corpus incudis
berbentuk bulat dan bersendi di anterior dengan caput mallei. Crus longum
berjalan ke bawah di belakang dan sejajar dengan manubrium mallei. Ujung
bawahnya melengkung ke medial dan bersendi dengan caput stapedis.
Bayangan pada membrane tympani kadang- kadang dapat dilihat pada
pemeriksaan dengan otoskop. Crus breve menonjol ke belakang dan
dilekatkan pada dinding posterior cavum tympani oleh sebuah ligamen.11,14
Stapes mempunyai caput,collum, dua lengan, dan sebuah basis. Caput
stapedis kecil dan bersendi dengan crus longum incudis. Collum berukuran
sempit dan merupakan tempat insersio muskulus stapedius. Kedua lengan
berjalan divergen dari collum dan melekat pada basis yang lonjong. Pinggir
basis dilekatkan pada pinggir fenestra vestibuli oleh sebuah cincin fibrosa,
yang disebut ligamentum nnulare.4,6,7,8
Gambar 4 Tulang Pendengaran : Malleus, Incus, Stapes.15
Otot Telinga Tengah
Terdapat 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang
pendengaran. Otot tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva,
tendonya berjalan mula-mula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling
sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga timpani dari dinding medial
7
ke lateral untuk berinsersi ke dalam gagang maleus. Tendo otot stapedius
berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalam dinding posterior dan
berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher stapes. Otot-otot ini
berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi
tinggi.4 , 6 , 7
Gambar 5 Musculus Tensor Timpani dan Muskulus Stapeideus.13
Membran Timpani
Membran timpani adalah membrana fibrosa tipis yang berwarna
kelabu mutiara. Membran ini terletak miring, menghadap ke bawah, depan,
dan lateral. Permukaannya konkaf ke lateral. Pada dasar cekungannya
terdapat lekukan kecil, yaitu umbo, yang terbentuk oleh ujung manubrium
mallei. Bila membran terkena cahaya otoskop, bagian cekung ini
menghasilkan "reflex cahaya" yang memancar ke anterior dan inferior dari
umbo.6,7, 12,13
Gambar 6 Membran Timpani.16
8
Membran timpani berbentuk bulat dengan diameter kurang lebih 1 cm.
Pinggirnya menebal dan melekat di dalam alur pada tulang. Alur itu, yaitu
sulcus timpanicus, di bagian atasnya berbentuk incisura. Dari sisi-sisi incisura
ini berjalan dua plica, yaitu plica mallearis anterior dan posterior, yang
menuju ke processus lateralis mallei. Daerah segitiga kecil pada membran
timpani yang dibatasi oleh plika-plika tersebut dan disebut pars flaccida.
Bagian lainnya disebut pars tensa. Manubrium mallei dilekatkan di bawah
pada permukaan dalam membran timpani oleh membran mukosa. Membran
tympani sangat peka terhadap nyeri dan permukaan luarnya dipersarafi oleh
nervus auriculo temporalis dan ramus auricularis nervus vagus.6,7,13
Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral telinga dalam. Bagian
terbesar dari dinding memperlihatkan penonjolan bulat, disebut
promontorium, yang disebabkan oleh lengkung pertama cochlea yang ada
dibawahnya. Di atas dan belakang promontorium terdapat fenestra vestibuli,
yang berbentuk lonjong dan ditutupi oleh basis stapedis. Pada sisi medial
fenestra terdapat perilympha skala vestibuli telinga dalam. Di bawah ujung
posterior promontorium terdapat fenestra cochleae, yang berbentuk bulat dan
ditutupi oleh membran timpani sekunder. Pada sisi medial dari fenestra ini
terdapat perilympha ujung buntu skala timpani.6,7,13
Tonjolan tulang berkembang dari dinding anterior yang meluas
kebelakang pada dinding medial di atas promontorium dan di atas fenestra
vestibuli. Tonjolan ini menyokong muskulus tensor timpani. Ujung
posteriornya melengkung ke atas dan membentuk takik, disebut processus
cochleariformis. Di sekelilingnya tendo muskulus tensor timpani membelok
ke lateral untuk sampai ke tempat insertionya yaitu manubrium mallei.4 , 6 , 7 , 8 , 1 3
Sebuah rigi bulat berjalan secara horizontal ke belakang, di atas
promontorium dan fenestra vestibuli dan dikenal sebagai prominentia canalis
nervi facialis. Sesampainya di dinding posterior, prominentia inim elengkung
ke bawah di belakang pyramis.7, 17
9
Tuba Eustachius
Tuba eustachius terbentang dari dinding anterior kavum timpani
kebawah, depan, dan medial sampai ke nasopharynx. Sepertiga bagian
posterior-nya adalah tulang dan dua pertiga bagian anteriornya adalah
cartilago. Tuba berhubungan dengan nasopharing dengan berjalan melalui
pinggir atas muskulus constrictor pharynges superior. Tuba berfungsi
menyeimbangkan tekanan udara di dalam cavum timpani dengan
nasopharing.6,7
Gambar 7 Tuba Eustachius.18
Antrum Mastoid
Antrum mastoid terletak di belakang kavum timpani di dalam
parspetrosa ossis temporalis, dan berhubungan dengan telinga tengah melalui
auditus adantrum, diameter auditus adantrum lebih kurang 1 cm. 7
Dinding anterior berhubungan dengan telinga tengah dan berisi
auditus adantrum, dinding posterior memisahkan antrum dari sinus
sigmoideus dan cerebellum. Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan membentuk
dasar trigonum suprameatus. Dinding medial berhubungan dengan kanalis
semi circularis posterior. Dinding superior merupakan lempeng tipis tulang,
yaitu tegmen timpani, yang berhubungan dengan menings pada fossa kranii
10
media dan lobus temporalis cerebri. Dinding inferior berlubang-lubang,
menghubungkan antrum dengan cellulae mastoidea.7
Gambar 8 Antrum Mastoid.19
2. Telinga Dalam
Telinga dalam terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis, medial
terhadap telinga tengah dan terdiri atas : (1) telinga dalam osseus, tersusun
dari sejumlah rongga di dalam tulang; dan (2) telinga dalam membranaceus. 13
Telinga Dalam Osseus
Telinga dalam osseus terdiri atas tiga bagian: vestibulum, canalis
semisirkularis, dan kokhlea. Ketiganya merupakan rongga-rongga yang
terletak didalam substantia kompakta tulang, dan dilapisi oleh endosteum
serta berisi cairan bening, yaitu perilympha, yang di dalamnya terdapat
labyrinthus membranaceus.6,7
11
Gambar 9 Telinga Dalam Osseus.20
Vestibulum merupakan bagian tengah telinga dalam osseus,
terletak posterior terhadap cochlea dan anterior terhadap canalis
semicircularis. Pada dinding lateralnya terdapat fenestra vestibuli yang
ditutupi oleh basis stapedis dan ligamentum annularenya, dan fenestra
cochleae yang ditutupi oleh membran timpani sekunder. Di dalam vestibulum
terdapat sacculus dan utriculus telinga dalam membranaceus. 6,7,13,21
Ketiga canalis semicircularis, yaitu canalis semicircularis
superior,posterior, dan lateral bermuara ke bagian posterior vestibulum.
Setiap canalis mempunyai sebuah pelebaran di ujungnya disebut ampulla.
Canalis bermuara ke dalam vestibulum melalui lima lubang, salah satunya
dipergunakan bersama oleh dua canalis. Di dalam canalis terdapat ductus semi
circularis.4 , 7 , 8
Canalis semicircularis superior terletak vertikal dan terletak tegak
lurus terhadap sumbu panjang os petrosa. Canalis semi circularis posterior
juga vertikal, tetapi terletak sejajar dengan sumbu panjang os petrosa. Canalis
semicircularis lateralis terletak horizontal pada dinding medial aditus
adantrum, di atas canalis nervi facialis.4
Cochlea berbentuk seperti rumah siput, dan bermuara ke dalam bagian
anterior vestibulum. Umumnya terdiri atas satu pilar sentral, modiolus
cochleae, dan modiolus ini dikelilingi tabung tulang yang sempit sebanyak
dua setengah putaran. Setiap putaran berikutnya mempunyai radius yang
lebih kecil sehingga bangunan keseluruhannya berbentuk kerucut. Apex
menghadap antero lateral dan basisnya ke postero medial. Putaran basal
pertama dari cochlea inilah yang tampak sebagai promontorium pada
dinding medial telinga tengah.6 , 7 , 8 , 1 3
Modiolus mempunyai basis yang lebar, terletak pada dasar meatus
acusticus internus. Modiolus ditembus oleh cabang-cabang nervus cochlearis.
Pinggir spiral, yaitu lamina spiralis, mengelilingi modiolus dan menonjol
12
kedalam canalis dan membagi canalis ini. Membran basilaris terbentang dari
pinggir bebas lamina spiralis sampai ke dinding luar tulang, sehingga
membelah canalis cochlearis menjadi skala vestibuli di sebelah atas dan skala
timpani di sebelah bawah. Perilympha di dalam skala vestibuli dipisahkan
dari cavum timpani oleh basis stapedis dan ligamentum annulare pada
fenestra vestibuli. Perilympha di dalam skala tympani dipisahkan dari cavum
timpani oleh membrane tympani sekunder pada fenestra cochleae.4 , 7 , 1 3
Telinga Dalam Membranaceus
Telinga dalam membranaceus terletak didalam telinga dalam osseus,
dan berisi endolympha dan dikelilingi oleh perilympha. telinga dalam
membranaceus terdiri atas utriculus dan sacculus, yang terdapat di dalam
vestibulum osseus, tiga ductus semicircularis, yang terletak di dalam canalis
semicircularis osseus dan ductus cochlearis yang terletak di dalam
cochlea.Struktur-struktur ini sating berhubungan dengan bebas.4,6,7
Gambar 10 Telinga Dalam Membranaceus.22
Utriculus adalah yang terbesar dari dua buah saccus vestibuli yang
ada,dan dihubungkan tidak langsung dengan sacculus dan ductus
endolymphaticusoleh ductus utriculo saccularis.8
13
Sacculus berbentuk bulat dan berhubungan dengan utriculus, seperti
sudah dijelaskan di atas, ductus endolympaticus, setelah bergabung dengan
ductus utriculo saccularis akan berakhir di dalam kantung buntu kecil, yaitu
saccus endolymphaticus. Saccus ini terletak di bawah duramater pada
permukaan posterior pars petrosa ossis temporalis.11,,23Pada dinding utriculus
dan sacculus terdapat receptor sensorik khusus yang peka terhadap orientasi
kepala akibat gaya berat atau tenaga percepatan lain.7
Ductus semi circularis meskipun diameternya jauh lebih kecil dari
canalis semicircularis, mempunyai konfigurasi yang sama. Ketiganya tersusun
tegak lurus satu terhadap lainnya, sehingga ketiga bidang terwakili. Setiap kali
kepala mulai atau berhenti bergerak, atau bila kecepatan gerak kepala
bertambah atau berkurang, kecepatan gerak endolympha di dalam ductus
semicircularis akan berubah sehubungan dengan hal tersebut terhadap dinding
ductus semicircularis. Perubahan ini dideteksi oleh receptor sensorik di dalam
ampulla ductus semicircularis.7
Ductus cochlearis berbentuk segitiga pada potongan melintang dan
berhubungan dengan sacculus melalui ductus reuniens. Epitel sangat khusus
yang terletak di atas membrana basilaris membentuk organ corti (organ
spiralis) dan mengandung receptor-receptor sensorik untuk pendengaran.4,7
2.2 FISIOLOGI PENDENGARAN
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Reseptor-reseptor
khusus untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan. Dengan demikian,
gelombang suara hantaran udara harus disalurkan ke arah dan dipindahkan ke
telinga dalam, dan dalam prosesnya melakukan kompensasi terhadap berkurangnya
energi suara yang terjadi secara alamiah sewaktu gelombang suara berpindah dari
udara ke air. Fungsi ini dilakukan oleh telinga luar dan telinga tengah.24
Daun telinga mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke saluran
telinga luar. Membran timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga
14
tengah, bergetar sewaktu terkena gelombang suara. Daerah-daerah gelombang suara
yang bertekanan tinggi dan rendah berselang-seling menyebabkan gendang telinga
yang sangat peka tersebut menekuk keluar-masuk seirama dengan frekuensi
gelombang suara.1 3 , 2 4
Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membran timpani ke cairan di
telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga
tulang yang dapat bergerak atau osikula (maleus, inkus, dan stapes) yang berjalan
melintasi telinga tengah. Tulang pertama : maleus, melekat ke membran timpani, dan
tulang terakhir, stapes, melekat ke jendela oval, pintu masuk ke koklea yang berisi
cairan. Ketika membrana timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara,
rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak dengan frekuensi sama, memindahkan
frekuensi gerakan tersebut dan membrane timpani ke jendela oval. Setiap getaran
yang dihasilkan menimbulkan gerakan seperti gelombang pada cairan telinga dalam
dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang suara semula. 4,6,7,13,17,24
Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan
timbulnya gelombang tekanan. Ketika stapes bergerak mundur dan menarik jendela
oval ke luar ke arah telinga tengah, perilimfe mengalir dalam arah berlawanan,
mengubah posisi jendela bundar ke arah dalam. Jalur ini tidak menyebabkan
timbulnya persepsi suara tetapi hanya menghamburkan tekanan.1 7 , 2 4
Transmisi gelombang suara melalui gerakan cairan di dalam perilimfe yang
ditimbulkan oleh getaran jendela oval yang mengikuti dua jalur : (1) melalui skala
vestibuli, mengitari helikotrema, dan melalui skala timpani, yang menyebabkan
jendela bundar bergetar. (2) skala vestibuli melalui membran basilaris ke skala
timpani. Jalur pertama hanya menyebabkan penghamburan energi suara, tetapi jalur
kedua mencetuskan pengaktifan reseptor untuk suara dengan membengkokkan
rambut di sel-sel rambut sewaktu organ corti pada bagian atas membrana basilaris
bergetar, mengalami perubahan posisi terhadap membrana tektorial di atasnya. 4 , 8 , 1 7 , 2 4
15
Organ Corti, yang terletak di atas membran basilaris, di seluruh panjangnya
mengandung sel-sel rambut, yang merupakan reseptor untuk suara. Sel-sel rambut
menghasilkan sinyal saraf, jika rambut di permukaannya secara mekanis mengalami
perubahan bentuk berkaitan dengan gerakan cairan di telinga dalam. Rambut-rambut
ini secara mekanis terbenam di dalam membrana tektorial, suatu tonjolan mirip tenda-
rumah yang menggantung diatas, di sepanjang organ Corti.24
Sel-sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui sinaps
kimiawi dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius
(koklearis). Depolarisasi sel-sel rambut (sewaktu membran basilaris bergeser ke atas)
meningkatkan kecepatan pengeluaran zat perantara mereka, yang menaikkan
kecepatan potensial aksi di serat-serat aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan
potensial aksi berkurang ketika sel-sel rambut mengeluarkan sedikit zat perantara
karena mengalami hiperpolarisasi (sewaktu membrana basilaris bergerak ke bawah). 4 , 1 7 , 2 4
Dengan demikian, telinga mengubah gelombang suara di udara menjadi
gerakan-gerakan berosilasi membrana basilaris yang membengkokkan pergerakan
maju-mundur rambut-rambut di sel reseptor. Perubahan bentuk mekanis rambut-
rambut tersebut menyebabkan pembukaan dan penutupan (secara bergantian) saluran
di sel, reseptor, yang menimbulkan perubahan potensial sehingga mengakibatkan
perubahan kecepatan pembentukan potensial aksi yang merambat ke otak. Dengan
cara ini,gelombang suara diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang dapat
dipersepsikan oleh otak sebagai sensasi suara. 13,17,24
2.3 EPIDEMIOLOGI GANGGUAN PENDENGARAN
Pendengaran memegang peranan yang sangat penting bagi anak dalam
mempelajari bicara dan bahasa, sosialisasi dan perkembangan kognitif. Anak belajar
berbicara berdasarkan pada apa yang dia dengar, sehingga gangguan pendengaran
yang dialami anak sejak lahir akan mengakibatkan keterlambatan berbicara dan
berbahasa. Suzuki (2004) mengatakan bahwa gangguan pendengaran adalah
16
kecacatan yang tidak kelihatan. Berlainan dengan cacat kelahiran yang lain, gangguan
pendengaran mempunyai kesulitan dalam deteksi. Di Amerika Serikat pada kasus
gangguan pendengaran yang sedang sampai berat rata-rata dideteksi pada usia 20-24
bulan. Pada kasus gangguan pendengaran yang ringan ditemukan pada usia rata-rata
48 bulan. Bahkan pada kasus gangguan pendengaran yang unilateral baru dapat
diidentifikasi pada usia sekolah. 3
Intervensi dini pada gangguan pendengaran dapat memberikan hasil yang lebih baik
dalam kemampuan untuk berbicara dan berbahasa. Penanganan gangguan
pendengaran yang dini terbaik dilakukan dibawah usia 6 bulan karena akan
memberikan hasil intervensi yang optimal. Gangguan pendengaran adalah kasus
kelainan bawaan tersering dengan angka kejadian berkisar antara 1 sampai 3 kejadian
setiap 1000 kelahiran hidup. Angka tersebut dapat meningkat 10 hingga 50 kali lipat
bila dilakukan survei pada kelompok dengan risiko tinggi. Angka kejadian gangguan
pendengaran pada neonatus yang diobservasi ketat di Neonatal Intensive Care Unit
(NICU) adalah 2,5 setiap 100 bayi risiko tinggi. Suwento (2004) mencatat pada
Survey Kesehatan Mata dan Telinga (1994-1996) di Indonesia didapatkan prevalensi
gangguan pendengaran adalah 16,8%, tuli 0,4% dan tuli kongenital 0.1%. Selanjutnya
data WHO menyebutkan bayi lahir tuli (tuli kongenital) berkisar 0,1-0,2% dengan
risiko gangguan komunikasi dan akan menjadi beban keluarga, masyarakat dan
bangsa. Dengan angka kelahiran di Indonesia sekitar 2,6% maka setiap tahunnya akan
ada 5200 bayi tuli di Indonesia.3
2.4 PRINSIP DASAR PEMERIKSAAN PENDENGARAN PADA BAYI DAN
ANAK
Pemeriksaan pendengaran pada bayi dan anak harus dapat menentukan :1
a. Jenis gangguan pendengaran (sensorineural, konduktif, campur)
b. Derajat gangguan pendengaran (ringan sampai sangat berat)
c. Lokasi kelainan (telinga luar, tengah, dalam, koklea, retrokoklea)
d. Ambang pendengaran dengan frekuensi spesifik
17
Pada bayi dibawah 6 bulan masih sulit melakukan pemeriksaan behavioral
(Behavioral audiometry, Visual Reinforcement audiometry, play audiometry).
Sehingga dipilih pemeriksaan elektrofisiologik yang lebih obyektif seperti BERA
(Brainstem Evoked Response Audiometry), Otoacoustic Emission (OAE) dan
Impedance Audiometry ( timpanometri, refleks akustik). Skrining pendengaran
terhadap kemungkinan gangguan pendengaran/ketulian pada bayi baru lahir, dengan
menggunakan prinsip pemeriksaan elektrofisiologik. Pemeriksaan harus bersifat
obyektif, praktis, cepat otomatis dan non invasif.1
2.5 FAKTOR RISIKO TERHADAP GANGGUAN PENDENGARAN/
KETULIAN
Menurut American Joint Committee on Infant Hearing Statement (1994) pada
bayi usia 0–28 hari beberapa faktor berikut ini harus dicurigai terhadap kemungkinan
gangguan pendengaran : 1
a. Riwayat keluarga dengan tuli kongenital (sejak lahir)
b. Infeksi pranatal : TORCH ( Toksoplasma,Rubela, Cytomegalovirus, Herpes )
c. Kelaianan anatomi pada kepala–leher
d. Sindrom yg berhubungan dgn tuli kongenital.
e. Berat badan lahir rendah (BBLR)
f. Meningitis bakterialis
g. Hiperbilirubinemia (bayi kuning) yang memerlukan transfusi
h. Asfiksia berat (lahir tidak menangis)
i. Pemberian obat ototoksik
j. Mempergunakan alat bantu napas /ventilasi mekanik lebih dari 5 hari (ICU)
Bila dijumpai 1 faktor risiko terdapat kemungkinan mengalami gangguan
pendengaran 10,1 kali lebih besar dibandingkan yang tidak memiliki faktor risiko.
Kemungkinan terjadinya ketulian meningkat menjadi 63 kali bila terdapat 3 faktor
18
risiko. Namun beberapa penelitian melaporkan bahwa dari sejumlah bayi yang
mengalami ketulian hanya sekitar 40 - 50 % saja yang memiliki faktor risiko. 1
2.6 BRAIN EVOKED RESPONSE AUDIOMETRY (BERA)
Brain Evoked Response Audiometry atau BERA merupakan alat yang bisa
digunakan untuk mendeteksi dini adanya gangguan pendengaran, bahkan sejak
bayi baru saja dilahirkan. Istilah lain yang sering digunakan yakni Brainstem
Auditory Evoked Potential (BAEP) atau Brainstem Auditory Evoked Response
Audiometry (BAER). Alat ini efektif untuk mengevaluasi saluran atau organ
pendengaran mulai dari perifer sampai batang otak.25
Penggunaan tes BERA dalam bidang ilmu audiologi dan neurologi sangat besar
manfaatnya dan mempunyai nilai obyektifitas yang tinggi bila dibandingkan dengan
pemeriksaan audiologi konvensional. Penggunaannya yang mudah, tidak invasive,
dan dapat dilakukan pada pasien koma sekalipun menyebabkan pemeriksaan BERA
ini dapat digunakan secara luas.13
Tes BERA dapat menilai fungsi pendengaran bayi atau anak yang
tidak kooperatif. Yang tidak dapat diperiksa dengan cara konvensional. Berbeda
dengan audiometry, alat ini bisa digunakan pada pasien yang kooperatif maupun non-
kooperatif seperti pada anak baru lahir, anak kecil, pasien yang sedang mengalami
koma maupun stroke, tidak membutuhkan jawaban atau respons dari pasien seperti
pada audiometry karena pasien harus menekan tombol jika mendengar stimulus suara.
Alat ini juga tidak membutuhkan ruangan kedap suara khusus.13,25
Berbagai kondisi yang dianjurkan untuk pemeriksaan BERA antara lain :
bayi baru lahir untuk mengantisipasi gangguan perkembangan bicara/bahasa. Jika ada
anak yang mengalami gangguan atau lambat dalam berbicara, mungkin salah satu
sebabnya karena anak tersebut tidak mampu menerima rangsangan suara karena
adanya gangguan di telinga.25
BERA juga dapat dimanfaatkan untuk menentukan sumber
gangguan pendengaran apakah di koklea atau retro choclearis, mengevaluasi
19
brainstem (batang otak), serta menentukan apakah gangguan pendengaran disebabkan
karena psikologis atau fisik. Pemeriksaan ini relatif aman, tidak nyeri, dan tidak ada
efek samping,sehingga bisa juga dimanfaatkan untuk screening medical check up.1
Meskipun BERA memberikan informasi mengenai fungsi dan
sensitivitas pendengaran, namun tidak merupakan pengganti untuk evaluasi
pendengaran formal,dan hasil yang didapat harus dapat dihubungkan dengan hasil
audiometri yang biasa digunakan jika tersedia.21
Brain Evoked Respone Audiometry atau biasa disebut dengan BERA adalah
Suatu pemeriksaan neurologi yang berguna untuk menilai fungsi pendengaran batang
otak terhadap rangsangan suara (click) dengan mendeteksi aktivitas listrik pada
telinga bagian dalam ke colliculus inferior. Dilakukan secara objektif dan bersifat
non-invasif .21,23
2.7 PRINSIP PEMERIKSAAN BERA
Prinsip pemeriksaan BERA adalah untuk menilai potensial listrik di otak
setelah pemberian rangsang sensoris berupa bunyi. Pemeriksaan BERA dapat
dilakukan pada bayi dan anak dengan gangguan sikap dan tingkah laku, retardasi
mental, cacat ganda, dan kesadaran menurun. Pada orang dewasa digunakan untuk
memeriksa orang yang berpura-pura tuli atau ada kecurigaan tuli saraf retro koklear.13
2.8 PROSEDUR PEMERIKSAAN BERA
Penempatan elektroda harus ditempatkan di atas kepala, rambut harus bebas
minyak. Pasien harus di instruksikan untuk mencuci rambut dengan
shampo. Konfigurasi elektroda standar untuk BERA melibatkan penempatan
elektroda non pembalik atas titik kepala dan elektroda pembalik di atas lobus telinga
atau pada mastoid. Satu elektroda lebih ditempatkan di atas dahi, elektroda ini
penting untuk memfungsikan preamplifier.29
20
Gambar 11 Penempatan elektroda pada pemeriksaan BERA 30
Sistem pendengaran dirangsang oleh sinyal akustik singkat melalui konduksi
udara atau tulang. Hasil dari neuro listrik dicatat oleh elektroda yang ditempatkan
dipermukaan kepala. Penilaian dinilai berdasarkan identifikasi komponen gelombang,
morfologi, dan pengukuran latensi mutlak, dan interwave. Stimulus yang diberikan
dalam bentuk klik atau pip nada ditransmisikan ke telinga melalui transduser yang
ditempatkan di telinga. Froms gelombang impuls yang dihasilkan pada tingkat batang
otak dicatat dengan penempatan elektroda di atas kulit kepala.21,23
2.9 MEKANISME KERJA PEMERIKSAAN BERA
BERA mengarah pada pembangkitan potensial yang ditimbulkan dengan suara
singkat atau nada khusus yang ditransmisikan oleh transduser akustik dengan
menggunakan earphone atau headphone (headset). Bentuk gelombang yang
ditimbulkan dari respon tersebut dinilai dengan menggunakan elektrode permukaan
yang biasannya diletakkan pada bagian vertex kulit kepala dan pada lobus telinga.26
21
Gambar 12 Newborn Hearing Screening with Brainstem Auditory Evoked
Potentials30
Pencatatan rata-rata grafiknya diambil berdasarkan panjang gelombang atau
amplitudo (microvoltage) dalam waktu (millisecond). Puncak dari gelombang yang
timbul ditandai dengan I-VII. Bentuk gelombang tersebut normalnya muncul dalam
periode waktu 10 millisecond setelah rangsangan suara (click) pada intensitas tinggi
(70-90 dB) tingkat pendengaran normal atau normal hearing level [nHL]).21
Gambar 13 Method of recording brainstem evoked auditory potentials (BAEPs)31
Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) dilakukan dengan
menggunakan rangsangan suara klik yang menghasilkan respon dari regio basilar
koklea. Setiap telinga dapat dievaluasi secara terpisah, dengan intensitas rangsangan
yang diberikan sebesar 35-40 dB nHL. BERA yang dirangsang oleh suara klik sangat
22
berhubungan dengan sensitivitas pendengaran dalam kisaran frekuensi dari 1000-
4000 Hz. Sinyalnya berjalan melalui jalur pendengaran atau auditory pathway dari
kompleks inti koklear, proksimal ke colliculus inferior. Sebuah elektroda aktif
ditempatkan pada titik kepala yang memungkinkan untuk pencatatan potensi
pendengaran yang ditimbulkan dari saraf pendengaran dan batang otak (potensi awal
pada gelombang I-V), dan struktur pendengaran yang lebih dalam yaitu pada
thalamo-korteks. BERA memiliki latensi yang pendek (<10 ms), saat ini digunakan
secara klinis untuk menguji jalur pendengaran sampai ke tingkat colliculus
inferior.21,23
Gambar 14 Jalur pendengaran dan lokasi anatomi yang berkaitan dengan gelombang
yang ditimbulkan oleh BERA. Saraf pendengaran (gelombang I-inti koklea,
gelombang II- nucleus kokhlea, gelombang III-Superior olive, gelombang IV-Lateral
lemniscus, gelombang V- Colliculus inferior) Thalamus dan lobus temporal
membentuk gelombang tengah dan akhir dari BERA31
Gelombang BERA I dan II berkaitan dengan potensial aksi yang benar.
Gelombang selanjutnya mungkin menggambarkan aktivitas postsinaptik pada pusat
23
auditori batang otak utama yang secara bersamaan menimbulkan bentuk gelombang
puncak dan palung. Puncak positif dari bentuk gelombang menunjukkan aktivitas
aferen kombinasi (dan kemungkinan juga eferen) dari jalur axonal pada batang otak
auditory.6
Gambar 15 Ambang audiometri didefinisikan sebagai intensitas minimum yang
diperlukan untuk mendapatkan gelombang V yang jelas, yaitu biasanya pada 20 dB.
Pada 70 dB tercatat 5 gelombang yang jelas, respon latensi meningkat dan amplitudo
gelombang berkurang21
Di Ameriksa Serikat, bentuk gelombang biasanya di plot dengan
elektroda pada vertex dengan amplifier tegangan input positif, sehingga menimbulkan
gelombang puncak pada I, III, dan V. Di negara-negara lainnya, gelombangnya
di plot dengan tegangan negatif. 3
Reaksi yang timbul sepanjang jaras-jaras saraf pendengaran dapat
dideteksi berdasarkan waktu yang dibutuhkan (satuan milidetik) mulai dari saat
pemberian impuls sampai menimbulkan reaksi dalam bentuk gelombang. Gelombang
24
yang terjadi sebenarnya ada 7 buah, namun yang penting dicatat adalah gelombang I,
III,dan V.21
Komponen Bentuk Gelombang
1. Gelombang I : Respon gelombang BERA I merupakan gambaran yang luas
dari potensial aksi saraf auditori gabungan pada bagian distal dari nervus kranialis
VIII. Respon tersebut berasal dari aktivitas aferen dari serabut saraf VIII (neuron
urutan pertama) saat meninggalkan koklea dan masuk ke kanalis auditori internal.
2. Gelombang II : gelombang BERA II ditimbulkan oleh nervus VIII proksimal saat
memasuki batang otak.
3. Gelombang III : gelombang BERA III ditimbulkan pada bagian caudal dari pons
auditori. Nukleus koklearis mengandung hampir 100.000 neuron, kebanyakan
dipersarafi oleh sembilan serabut saraf.
4. Gelombang IV : gelombang BERA IV, memiliki puncak yang sama dengan
gelombang V, muncul dari neuron urutan ketiga pontin yang kebanyakan terletak
pada kompleks olivary superior, tetapi kontribusi tambahan untuk terbentuknya
gelombang IV dapat datang dari nukleus koklearis dan nucleus dari
lemniskus lateral.
5. Gelombang V : pembentukan gelombang V terbentuk dari aktivitas dari struktur
auditori anatomik multipel. Gelombang BERA V merupakan komponen yang
paling sering di analisa pada aplikasi klinis BERA. Meskipun terdapat beberapa
data mengenai hal yang tepat dalam pembentukan gelombang V, gelombang V
berasal dari sekitar kollikulus inferior. Aktivitas neuron urutan kedua mungkin
secara sekunder mempengaruhi beberapa hal dalam pembentukan gelombang V.
Kollikulus inferior merupakan sebuah struktur yang kompleks, dengan lebih dari
99% akson dari regio auditori batang otak bawah melewati lemniskus lateral ke
kollikulus inferior.
6. Gelombang VI dan VII : Gelombang VI dan VII dianggap berasal dari thalamus
(medial geniculate body), tapi tempat pembentukan sebenarnya masih diragukan.
25
2.10 EVALUASI PEMERIKSAAN BERA
Gelombang I, yang ditimbulkan oleh ujung koklear CN VIII, memberikan
informasi yang berharga mengenai aliran darah ke koklea. Karena iskemik
merupakan penyebab kehilangan pendengaran yang berkaitan dengan pembedahan,
gelombang I di monitor secara seksama untuk melihat adanya perubahan pada latensi
atau penurunan amplitudo.20
Interval puncak gelombang I-II dan I-III dapat memberikan informasi distal
dan proksimal selama pembedahan CN VIII. Gelombang V dan latensi interval
puncak gelombang I-V di monitor untuk melihat adanya perubahan pada latensi dan
amplitudo. Latensi gelombang I-V memberikan informasi mengenai integritas CN
VIII terhadap batang otak auditori.20
Dalam hal patologi retrokoklear, banyak faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan BERA, termasuk derajat kehilangan pendengaran
sensorineural, kehilangan pendengaran asimetris, batasan pengujian, dan faktor-faktor
pasien lainnya. Pengaruh ini dapat terjadi saat melakukan pemeriksaan maupun saat
menganalisa hasil pemeriksaan BERA.20
Penemuan yang menandakan adanya patologi retrokoklear dapat meliputi satu
atau lebih dari tanda berikut ini: 20
1. Perbedaan latensi gelombang V interaural absolut (IT5) ± memanjang
2. Interval antar puncak gelombang I-V interaural-memanjang
3. Latensi absolut dari gelombang V ± memanjang dibandingkan dengan data
normatif
4. Latensi absolut dan latensi interval antar puncak gelombang I-III, I-V, III-V
± memanjang dibandingkan dengan data normatif
5. Tidak adanya respon auditori batang otak pada telinga yang dilakukan
pemeriksaan.
26