Upload
risa-maulida-widjaya
View
468
Download
27
Embed Size (px)
DESCRIPTION
asdfawfd
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak
sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan antara traktus urinarius,
traktus genitalia dan traktus digestivus tidak terjadi. Banyak anak-anak dengan malformasi ini
memiliki anus imperforata karena mereka tidak memiliki lubang dimana seharusnya anus ada.
Walaupun istilah ini menjelaskan penampilan luar dari anak, istilah ini lebih ditujukan pada
kompleksitas sebenarnya dari malformasi.
Malformasi anorektal terjadi setiap 1 dari 5.000 kelahiran. Malformasi ini lebih sering
terjadi pada pria dan pria dua kali lebih banyak mengalami malformasi anorektal letak tinggi atau
intermediet. Empat puluh sampai tujuh puluh persen dari penderita mengalami satu atau lebih
defek tambahan dari sistem organ lainnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Embriologi
Usus terbentuk pada minggu keempat fase embrio hingga bulan ke enam fase
fetus. Usus terbentuk pada awal kehidupan disebut primitive gut, yang terdiri atas 3
bagian yaitu foregut, midgut, dan hindgut. Foregut akan berdiferensiasi menjadi faring,
esophagus, gaster, duodenum, liver, pancreas, dan apparatus biliaris. Midgut akan
menjadi usus halus, sekum, appendiks, kolon asendens, dan duapertiga proksimal kolon
transversum sedangkan hindgut akan menjadi sepertiga distal kolon transversum, kolon
desendens, sigmoid, rektum, bagian proksimal kanalis ani dari sistem ani dan bagian dari
sistem urogenital. Hindgut merupakan kelanjutan midgut sampai membran kloaka,
dimana membran ini terdiri dari endoderm kloaka dan ectoderm anal pit.
Pada minggu kelima masa gestasi, kloaka embrionik merupakan kantung
endodermal yang berasal dari dorsal hindgut dan allaotis di ventral. Kloaka (Gambar 1-
A) dipisahkan dari luar oleh membrana kloaka (proktodeum), yang menempati
permukaan ventral embrio diantara ekor dan body stalk. Pada minggu ke-enam masa
gestasi, septum mesoderm membagi kloaka menjadi sinus urogenital ventral dan rektum
dorsal (Gambar 1-C). Septum mesodermik ini bergabung dengan membrana kloaka pada
minggu ke-tujuh masa gestasi dan membentuk badan perineum. Membrana kloaka dibagi
membrana urogenital ventral yang lebih besar dan membrana anal dorsal yang lebih
kecil. Di bagian luar, membran anal menjadi tertarik masuk ke dalam dan membentuk
anal dimple (lubang anus).
Pada minggu ke-delapan membran anal mengalami ruptur fisiologis, sampai tak
bersisa. Rektum dan kanalis analis bagian proksimal tumbuh dari lapisan endoderm dan
diperdarahi oleh arteri mesenterika inferior, sedangkan kanalis analis bagian distal
tumbuh dari lapisan ektoderm dan diperdarahi oleh cabang arteri iliaka interna.
Pada kedua bagian membran anal, mesoderm somatik membentuk sepasang
tuberkulus anal. Tuberkulus-tuberkulus ini bergabung di bagian dorsal menjadi struktur
seperti tapal kuda. Pada minggu ke-sepuluh, ujung ventral struktur tersebut bergabung
dengan badan perineum. Otot lurik pada struktur yang seperti tapal kuda ini, nantinya
akan menjadi bagian superfisial sfingter anal eksternal. Sfingter anal akan terbentuk pada
lokasi yang seharusnya meskipun pada ujung rektum tidak membuka, atau terbuka
membentuk saluran ke lokasi lain.
Gambar 1. Perkembangan anus dan rektum pada minggu ke-lima sampai ke-sepuluh masa gestasi. A. Closing Plate (Proktodeum memisahkan kloaka dari daerah luar). Septum urorektal (panah) menuju ke bawah untuk membagi kloaka. B. Kloaka hampir terpisah menjadi rektum dorsal sinus urogenital ventral. Tailgut menghilang. C. Penggabungan septum urorektal dengan closing plate untuk membentuk badan perineum. D. Closing plate mengalami ruptur fisiologis. E. Selesainya proses pemisahan antara rektum dengan sinus urogenital oleh badan perineum. (Modifikasi dari Skandalakis JE, Gray SW. Embryology for Surgeons (2nd ed). Baltimore: Williams & Wilkins, 1994)
B. Anatomi
Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 sentimeter. Sumbunya mengarah
ke ventokranial yaitu ke arah umbilikus dan membentuk sudut yang nyata ke dorsal
dengan rektum dalam keadaan istirahat. Pada saat defekasi sudut ini menjadi lebih besar.
Batas atas kanalis anus disebut garis anorektum, garis mukokutan, linea pektinatum, atau
linea dentatum. Di daearah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara
kolumna rektum. Lekukan antar-sfingter sirkuler dapat diraba di dalam kanalis analis
sewaktu melakukan colik dubur, dan menunjukkan batas antara sfingter intern dan
sfingter ekstern (garis Hilton).
Gambar 2. Struktur rektum dan kanalis analis
Otot Pada Rektum
Otot dasar pelvis terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian posterior disebut
sebagai otot diafragmatik dan bagian anteromedial disebut sebagai kelompok
pubovisceral. Otot diafragmatik berasal dari membran obturator dan Ischium sampai ke
spinal ischiadika kemudian berlanjut ke medial dan ke bawah masuk ke raphe
anokosageal, serat anterior berlanjut ke serat posterienor membentuk suatu lembaran otot
dengan otot kontralateral. Raphe anokoksigeal berjalan ke bawah dan ke depan dari
perlekatan sacrum dan tulang koksigeus menuju otot sfingter internus dan puborectal
sling complex masuk ke canalis ani melalui mucocutaneus junction. Kelompok
pubovisceral berasal dari bagian belakang pubis berjalan turun ke medial dan ke belakang
masuk ke viscera pelvis dan perineal body. Pada laki-laki kelompok otot ini terdiri dari
pubovaginalis dan puboperineus. Di bagian posterior kelompok otot ini masuk ke kanalis
ani dan perianal membentuk otot puboanalis.
Muskulus levator ani membentuk diafragma pelvis serta bagian atas kanalis ani
sedangkan bagian dasarnya adalah otot dan sfingter ani eksternus. Antara otot levator ani
dan sfingter ani intrenus disebut sebagai muscle complex atau vertical fibre. Secara rinci
kanalis ani terdiri dari otot ischiococygeus, otot iliococygeus, otot pubococygeus, otot
sfiongter ekstrenus superfisialis dan profunda. Sedangkan lapisan yang berfungsi sebagai
sfingter internus pada individu normal adalah ketebalan lapisan sirkuler dari otot
involunter usus di sekitar anorektal.
C. Definisi
Malformasi Anorektal merupakan anomali pada anus dan / rektum yang
disebabkan oleh gangguan perkembangan kloaka pada masa embrio
D. Epidemiologi
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1 dalam
5000 kelahiran. Secara umum, malformasi anorektal lebih banyak ditemukan pada laki-
laki daripada perempuan. Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak
ditemui pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula perineal sedangkan pada bayi perempuan,
jenis malformasi anorektal yang paling banyak ditemui adalah anus imperforata diikuti
fistula rektovestibular dan fistula perineal.
E. Etiologi
Etiologi malformasi anorektal belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli
berpendapat bahwa kelainan ini sebagai akibat dari abnormalitas perkembangan
embriologi anus, rektum, dan traktus urogenitalis, dimana septum urorektal tidak
membagi membran kloaka secara sempurna. Menurut
F. Klasifikasi
Klasifikasi MAR tergantung pada letaknya. Patokan sebagai letak tinggi atau
rendah tergantung pada ujung rektum (rectal pouch) terhadap kompleks sfingter yang
terdiri dari muskulus puborektalis, muskulus levator ani, dan sfingter ani eksternus dan
internus. Jika rectal pouch terletak di atas kompleks sfingter tersebut maka MAR tersebut
letak tinggi, begitu pula sebaliknya.
Banyak klasifikasi anomali anorektal yang ada; dan tidak ada klasifikasi yang
sempurna. Klasifikasi yang paling sering digunakan untuk malformasi anorektal adalah
klasifikasi Wingspread.
Male Female
High High
Anorectal agenesis Anorectal agenesis
- With rectoprostatic urethral fistula - With rectoprostatic urethral fistula
- Without fistula - Without fistula
Rectal atresia Rectal atresia
Intermediate Intermediate
Rectobulbar urethal fistula Rectovestibuler fistula
Anal agenesis without fistula Rectovaginal fistula
Anal agenesis without fistula
Low Low
Anocutaneous fistula Anovestibuler fistula
Anal stenosis Ancutaneus fistula
Rare Malformations Anal stenosis
Cloaca
Rare Malformations
Defek pada Laki-laki
Fistula perineum
Malformasi tipe ini merupakan tipe malformasi yang paling simpel. Pada
defek ini, rektum terbuka langsung di sebelah anterior sampai ke tengah sfingter,
dan dinding anterior rektum menempel pada bagian posterior uretra. Orifisium
anus sama sekali tertutup. Pasien penderita malformasi ini masih bisa mengontrol
pergerakan sfingternya, sehingga beberapa ahli bedah memutuskan untuk tidak
membedahnya. Jika memang tidak dibedah, maka anus harus di dilatasi secara
manual dan berkala untuk mempermudah defekasi, dan orifisium harus didilatasi
secara berkala dengan menggunakan alat Hegar sampai ke Hegar nomer 12 pada
bayi baru lahir. Indikasi operasi pada kasus ini biasanya karena efek kosmetik.
Menurut springer, ketika diagnosis sudah ditetapkan, maka intervensi bedah harus
segera dilakukan. Bedah yang dilakukan tidak perlu dilakukan kolostomi.
Gambar 3. Fistula Perianal pada Pria
Fistula Rektouretral
Fistula tipe ini terbagi menjadi dua kategori: (a) fistula rekto uretrabulbar
(letak intermediet), dan (b) fistula rektoprostat (letak tinggi). Kedua varian ini
yang paling sering ditemukan pada kasus agenesis anorektal pada pria. Kedua
fistula ini harus dibedakan karena prognosis dan terapinya yang berbeda.
Sebanyak 80% penderita fistula rekto-uretrabulbar mampu mengontrol
pergerakan ususnya pada usia 3 tahun, dan 60% pada penderita fistula
rektoprostatika.
Gambar 4. Fistula rektouretra bulbar (sebelah kiri) dan fistula rektoprostat (sebelah kanan)
Fistula Rektovesikal
Malformasi ini merupakan tipe yang paling sering ditemukan pada
malformasi pria. Umumnya os sakrum pada penderita malformasi ini mengalami
gangguan perkembangan. Malformasi tipe ini merupakan satu-satunya malformasi
yang membutuhkan tindakan pembedahan dari arah posterosagital dan abdominal
(dengan laparotomi atau laparoskopi).
Pada pasien ini dibutuhkan tindakan PSARP (Posterosagital
Anorectoplasty) untuk membuat ruangan agar rektum dapat ditarik kebawah. Saat
melakukan laparotomi atau laparoskopi, rektum harus dipisahkan dengan vesika
urinaria. Prognosis pasien ini tidak begitu baik. Hanya sebanyak 15% dari seluruh
pasien dengan malformasi tipe ini yang mempunyai control usus yang baik pada
umur 3 tahun.
Gambar 5. Fistula rektovesika pada pria
Anus Imperforata tanpa Fistula
Pada malformasi tipe ini sangatlah unik. Ketika disebut anus imperforata,
maka ketinggian defek tidak perlu lagi ditentukan dengan pemeriksaan penunjang
lain karena pada defek ini selalu terdapat 1-2 cm di atas kulit perineum, setingga
uretra pars bulbaris. Malformasi tipe ini muncul pada 5% dari seluru malformasi
dan setengah penderita anus imperforata tanpa fistula mengidap Down Syndome
(DS). Prognosis, sakrum, dan sfingter pada pasien ini baik meskipun mengidap
DS. Sebanyak 90% pada pasien ini mengidap DS dan 80% diantaranya
mempunyai kemampuan kontrol usus yang baik.
Gambar 6. Anus imperforata tanpa fistula.
Defek pada Perempuan
Fistula Rektoperineal
Pada defek ini sesuai dengan fistula rektoperineal pada pria. Penderita
fistula tipe ini mempunyai 100% kontrol pada ususnya dan hanya 10% dari
seluruh penderitanya mempunyai kelainan defek lain. Gejala pada pasien ini
adalah tertahannya feses. Konstipasi merupakan sekuel. Semakin rendah letak
malformasi, maka semakin tinggi pula risiko terkena konstipasi.
Gambar 7. Fistula rektoperineal pada wanita
Fistula Rektovestibular
Defek tipe ini mungkin merupakan defek yang paling penting pada
penderita wanita karena defek tipe ini yang paling sering ditemukan. Alasan lain
adalah fistula rektovestibular mempunyai prognosis yang sempurna jika ditangani
secara tepat. Namun, jika ditangani secara tidak tepat, maka akan timbul
komplikasi yang lebih banyak. Dalam beberapa tahun, telah terjadi kontroversi
tentang penanganan pasien ini apakah perlu dilakukan kolostomi terlebih dahulu
atau langsung dilakukan operasi tanpa kolostomi. Penatalaksanaannya tergantung
pada pengalaman-pengalaman dokter bedah yang bersangkutan. Ketika bayi lahir
dengan kondisi yang sehat, maka malformasi ini dapat langsung dilakukan
pembedahan ketika baru lahir. Namun jika bayi lahir prematur atau mempunyai
defek lain, akan lebih aman jika dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Namun
kolostomi mempunyai risiko tinggi terjadinya infeksi, terutama pada bayi yang
dirawat inap, terdapatnya jaringan parut saat penutupan kolostomi, dan
kemungkinan adanya gangguan kontrol usus.
Gambar 8. Fistula rektovestibular
Kloaka Persisten
Kloaka didefinisikan sebagai malformasi dimana rektum, vagina, dan
uretra bergabung dan membentuk satu saluran yang terbuka pada satu orifisium
dimana uretra wanita terbentuk. Panjang dari saluran kloaka yang terbentuk
menentukan terapi dan prognosis penyakit ini.
Pada kloaka dengan panjang saluran yang pendek (<3 cm), yang terdapat
pada 68% seluruh pasien kloaka, mempunyai insidens kecil terjadinya defek
urologi, spinal, dan vertebra. Sedangkan pada kloaka dengan saluran yang
panjang (>3 cm) mempunyai defek lain yang parah, sehingga dibutuhkan seorang
ahli bedah pediatri urologi dalam pembedahannya. Pasien dengan kloaka yang
pendek dapat ditangani dengan PSARP tanpa kolostomi.
Ketika bayi lahir dengan malformasi bentuk kloaka, maka dokter bedah
harus berpikir bahwa bayi ini akan menderita vagina yang sangat besar penuh
dengan cairan yang disebut “hidrokolpos”. Hidrokolpos tersebut dapat menekan
trigonum vesika urinaria sehingga aliran urin tidak dapat terbuang sehingga
terjadi megaureter bilateral dan hidronefrosis.
Pada bayi baru lahir yang menderita kloaka persisten, maka diperlukan
pemeriksaan evaluasi sistem urologi dan USG pelvis. Bayi tersebut tidak boleh di
bawa ke meja operasi tanpa pemeriksaan ini. Jika bayi menderita hidrokolpos,
maka dokter bedah harus melakukan drainase isi hidrokolpos saat melakukan
operasi kolostomi. Jika hidrokolpos tidak terdrainase maka besar kemungkinan
bayi tersebut mengalami hidronefrosis. Juga, jika drainase tidak dikukan secara
sempurna maka akan timbul infeksi vagina (pyokolpos), perforasi, dan sepsis.
Operasi kolostomi harus dilakukan dengan benar-benar memisahkan
bagian-bagian kloaka agar tidak terjadi infeksi traktus urinarius. Springer
melakukan kolostomi ketika bayi berusia 1 bulan, karena diharapkan pada umur
itu usus telah tumbuh dan berkembang secara normal.
Gambar 9. Kloaka Persisten
G. Patofisiologi
Pada pasien dengan anus imperforata, rektum gagal turun ke kompleks sfingter
eksternal. Yang terjadi adalah kantung rektum berakhir dan berikatan pada pelvis, di atas
atau dibawah muskulus levator ani. Pada sebagian besar kasus, kantung rektum
berhubugan dengan sistem genitourinaria atau dengan perineum melewati fistula,
sehingga deskripsi anatomis anus imperforata di bagi menjadi “letak tinggi” dan “letak
rendah” tergantung di daerah mana ujung rektum berakhir, apakah di atas atau di bawah
muskulus levator ani. Berdasarkan sistem klasifikasi, pria yang menderita anus
inperforata letak tinggi umumnya berikatan dengan uretra pars membranosa. Pada
perempuan, anus imperforata letak tinggi umumnya timbul sebagai persisten kloaka. Pada
pria dan wanita, jika letaknya rendah sering terjadi fistula perineum. Pada pria, fistula
berikatan dengan raphe media skrotum atau penis. Pada perempuan, fistula dapat berakhir
pada vestibula vagina, yang terletak di luar himen, atau pada perineum.
H. Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti sangat membantu penegakkan
diagnosis malformasi anorektal. Diagnosis dapat ditentukan dengan pemeriksaan fisik
ketika bayi lahir dengan meilhat apakan anusnya terbuka atau tidak, biasanya saat
dilakukan pengukuran suhu tubuh dengan termometer rektal. Bila anus terlihat normal
dan terdapat obstruksi yang lebih tinggi dari perineum maka gejala yang akan timbul
dalam 24-48 jam, berupa distensi abdomen dan muntah. Namun jika segera setelah lahir
dan mekonium tidak keluar, berarti telah terjadi obstrukti total (agenesis rektum tanpa
fistula). Untuk menentukan golongan malformasi dipakai pemeriksaan radiologi
invertogram yang dapat dibuat setelah udara yang ditelan oleh bayi telah mencapai
rektum (kira-kira 24 jam setelah kelahiran). Invertogram adalah teknik pengambilan foto
untuk menilai jarak rectal pouch terhadap tanda timah atau logam lain pada tempat bakal
anus di kulit perineum. Sewaktu foto diambil, bayi diletakan terbalik (kepala dibawah)
atau tidur telungkup, dengan sinar horizontal diarahkan ke trokanter mayor. Selanjutnya
diukur jarak dari ujung udara yang ada pada rectal pouch ke garis PCL.
Memang pada umumnya malformasi anorektal dapat terdiagnosa saat lahir,
namun pada beberapa kasus MAR terdiagnosis pada umur bayi yang lebih tua. Kim et al,
merekomendasikan pada bayi yang sudah cukup dewasa dan anak-anak dengan gejala
VACTERL (Vertebral anomalies [hilangnya atau gagal berkembangnya vertebra dan
hemivertebrae], Anorectal anomalies [anus imperforata], Cardiac defects,
Tracheoesophageal fistula, Renal anomalies [agenesis ginjal atau anomali ginjal], dan
Radial limb anomalies [kebanyakan bentuk displasia radius]). Anomali-anomali tersebut
jika diikuti dengan gejala konstipasi, maka perlu di evaluasi adanya sebuah malformasi
anorektal.
I. Pemeriksaan penunjang
Ketika pertamakali diagnosis MAR ditegakkan, maka pemeriksaan penunjang
yang harus dilakukan adalah foto roentgen invertogram 24 jam setelah bayi lahir.
Invertogram adalah pemeriksaan roentgen dengan kepala bayi terletak pada posisi bawah.
Hal ini bertujuan untuk memasukkan udara ke bagian paling atas rectal pouch.
J. Penatalaksanaan
Perlu tidaknya tindakan kolostomi pada sekitar 80 % kasus malformasi anorektal
dapat ditentukan melalui pemeriksaan fisis (inspeksi perineal) dan urinalisis. Adanya
fistel (perineal subepithelial midline raphe), adanya defek tipe ”bucket-handle”, anal
stenosis, atau anal membrane, adalah defek-defek yang mudah dideteksi dengan inspeksi
dan semuanya dianggap sebagai defek letak rendah. Penatalaksanaan dari defek-defek
tersebut tidak perlu dengan kolostomi protektif. Defek ditangani pada masa awal
kelahiran dengan operasi perineal minor dan dipertimbangkan posterior sagital anoplasty
minimal. Pada penderita dengan “flat bottom” atau terdapat mekonium dalam urine atau
udara dalam vesica urinaria, dipertimbangkan perlunya kolostomi protektif lebih dulu
sebelum pengobatan definitive 4-8 minggu setelah kolostomi, dapat dilakuakn posterior
sagital anorectoplasty (PSARP). Selama beberapa minggu itu, pertumbuhan bayi
diobservasi untuk meyakinkan bahwa tidak ada defek terkait lainnya yang membutuhkan
penanganan lebih dulu. Sekitar 80-90% dari malformasi anorektal pada laki-laki
merupakan defek letak rendah, sedang 10-20% lainnya masih diragukan dan memerlukan
invertogram. Bila hasil foto menunjukkan usus berlokasi > 1 cm dari kulit, penderita
memerlukan tindakan kolostomi. Bila rektum berlokasi < 1 cm dari kulit, dianggap defek
letak rendah dan ditangani dengan “minimal posterior sagital anaplasty”, tanpa kolostomi
pada masa awal kelahiran.
Inspeksi perineal pada bayi perempuan lebih bernilai dibanding pada laki-laki.
Adanya kloaka yang mudah didiagnosa dengan inspeksi, menunjukkan keadaan yang
serius; kemungkinan terdapat defek urologi terkait > 90%, dan membutuhkan evaluasi
urologik darurat. Penderita Akan memerlkan tindakan kolostomi dan kadang-kadang
vesikotomi, vaginostomi, atau pengalihan sistem urinarius lain yang dilakukan pada saat
yang bersamaan dangan kolostomi. Jika setelah 6 bulan prosedur dilaksanakan bayi
bertumbuh dan berkembang dengan baik, pasien direkomendasikan untuk pembuatan
kloaka persisten melalui “posterior-sagital ano-rekto-vagino-urethroplasty” (PSRAVUP).
Jika penderita memiliki fistel pada vagina (mekonium keluar dari vagina) atau vestibular,
maka tindakan kolostomi protektif dianjurkan. Bila 4-8 minggu setelah ditemukan adanya
defek yang berhubungan, penderita dianjurkan untuk tindakan posterior sagital
anorectoplasty (PSAP). Kadang-kadang fistel vestibular dan vagna paten, dan pasien
tidak merasakan gejala-gejala obstruksi distal. Jika hal ini terjadi, penderita dapat
bertumbuh dan berkembang dangan baik tanpa dilakukan tindkan kolostomi, namun
sebenarnya tindakan kolostomi diperlukan sebelum PSARP, bukan hanya untuk
dekompresi, tetapi juga tujuan proteksi, untuk menghindari infeksi setelah perbaikan.
Penderita dengan fistel kutaneus atau perianal tidak memerlukan tindakan kolostoi
sebelumnya dan dapat dengan “minimal posterior sagital anoplasty” pada mas kelahiran.
Penderita tidak mempunyai fistel yang berhubungan dengan genitalia atau perineum,
memerlukan invertigram, namun kondisi ini (anus imperforate tanpa fistel) jarang
dijumpai pada perempuan.
Gambar 3. Tatalaksanan malformasi anorektal pada laki-laki
Gambar 4. Tatalaksana malformasi anorektal pada perempuan
Kolostomi
Kolostomi pada kolon desendens merupakan prosedur yang ideal untuk
penatalaksanaan awal malformasi anorktal. Tindakan kolostomi merupakan upaya
dekompresi, diversi, dan sebagai proteksi terhadap kemungkinan terjadinya obstruksi
usus. Kolostomi pada kolon desendens mempunyai beberapa keuntungan dibanding
dengan kolostomi pada kolon asendens atau transversum. Bagian distal dari kolostomi
akan mengalami disfungsi dan akan terjadi atropi karena tidak digunakan. Dengan
kolostomi pada kolon desendens maka segmen yang akan mengalami disfungsi menjadi
lebih pendek. Atropi dari segmen distal akan berakibat tejadinya diare cair sampai
dilakukan penutupan stoma dan hal ini dapat diminimalkan dengan melakukan kolostomi
pada kolon desendens. Pembersihan mekanik kolon distal lebih mudah dilakukan jika
kolostomi terletak di bagian kolon desendens.
Pada kasus dengan fistel anorektal, urin sering keluar melalui kolon, untuk
kolostomi distal akan keluar memalui stoma bagian distal tanpa danya absorbs. Bila
stoma terletak di kolon proksimal, urin akan keluar ke kolon dan akan diabsorbsi, hal ini
akan meningkatkan resiko terjadinya asidosis metabolik. Loop kolostomi akan
menyebabkan aliran urin dari stoma proksimal ke distal usus dan terjadi infeksi saluran
kencing serta pelebaran distal rektum. Distensi rektum yang lama akan menyebabkan
kerusakan dinding usus yang irreversible disertai dengan kelainan hipomotilitas dinding
usus yang menetap, hal ini akan menyebabkan konstipasi di kemudian hari.
Posterosagital anorectoplasty (PSARP)
Metode ini diperkenalkan oleh Pena dan de Vries pada tahun 1982. Prosedur ini
memebrikan beberapa keuntungan seperti kemudahan dalam operasi fistel rektourinaria
maupun rektovaginal dengan cara membelah otot pelvis, sing, dan sfingter. PSARP
dibagi menjadi tiga yaitu minimal, limited, dan full PSARP.
Posisi penderita adalah prone dengan elevasi pada pelvis. Dengan bantuan
stimulator dilakukan identifikasi anal dimple. Insisi dimulai dari tengah sacrum ke bawah
melewati pusat sfingter eksterna sampai kedepan kurang lebih 2 cm. Insisi diperdalam
dengan membuka subkutis, lemak, parasagital fibre dan muscle complex. Tulang
coccygeus dibelah sehingga tampak dinding belakang rektum. Rektum dibebaskan dari
dinding belakang dan jika ada fistel dibebaskan juga, rektum dipisahkan dengan vagina
yang dibatasi oleh common wall. Dengan jahitan, rektum ditarik melewati otot levator,
muscle complex, dan parasagital fibre kemudian dilakukan anoplasty dan dijaga agar
tidak tegang.
Untuk minimal PSARP tidak dilakukan pemitingan otot levator maupun vertical
fibre, yang penting adalah memisahkan common wall untuk memisahkan rektum dengan
vagina dan dibelah hanya otot sfingter eksternus. Untuk limited PSARP yang dibelah
adalah otot sfingter eksternus, muscle fibre, muscle complex, serta tidak memberlah
tulang coccygeus. Penting melakukan diseksi rektum agar tidak merusak vagina. Masing-
masing jenis prosedur mempunyai indikasi yang berbeda. Minimal PSARP dilakukan
pada fistel perianal, anal stenosis, anal membrane, bucket handle, dan atresia ani tanpa
fistel yang akhiran rektum kurang dari 1 cm dari kuit. Limited PSARP dilakukan pada
atresia ani dengan fistel rektovestibular. Full PSARP dilakukan pada atresia ani letak
tinggi, dengan gambaran invertogram akhir rektum lebih dari 1 cm dari kulit, pada fistel
rektovaginalis, fistel rekto uretralis, atresia rektum, dan stenosis rektum.
Dalam algoritme yang ada, tindakan kolostomi perlu dilakukan pada penderita
malformasi anorektal letak tinggi. Kolostomi akan mengecilkan kolon bagian distal yang
membesar juga berguna melindungi tindakan operasi definitif dari kontaminasi feses
pada tahap selanjutnya. Setelah tindakan kolostomi, penderita dapat melakukan operasi
definitif 4-8 minggu kemudian. Bila tindakan definitif dilakukan pada usia 4-8 minggu
setelah tindakan kolostomi, terdapat beberapa keuntungan antara lain: penderita tidak
perlu terlalu lama merawat stoma, perbedaan antar usus proksimal dan distal tidak ada,
simple anal dilatasi, sensasi lokal pada rektum lebih meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ashcraft, Keith W and Thomas M. Holder. Pediactric Surgery. W.B. Saunders Company.
1993. Pg. 372.
2. Schwartz.Principles of Surgery,.Mc Graw Hills Companies. 2010. Pg. 1626
3. Ajay Narayan Gangopadhyay, Vaibhav Pandey. Department of Paediatric Surgery,
Institute of Medical Sciences, Banaras Hindu University, Varanasi, Uttar Pradesh, India.
Review article [Online]. 2015 [Cited on 2015 Desember 22]. Available from:
http://www.jiaps.com/temp/JIndianAssocPediatrSurg20110-789273_215527.pdf
4. Puri P., Höllwarth M. E. Pediatric Surgery: Diagnostic and Management. Springer-
Verlag Berlin Heidelberg: New York. 2004.
5. Pena A, Devries PA. Posterior Sagital Anorectoplasty: Important technical
considerations and new applications. J Pediatr Surg 1982;17:796-881.