16
5/26/2018 BABIII-slidepdf.com http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-56213361d69d9 1/16 15 BAB III METODE PENELITIAN III. 1. Objek Penelitian Objek penelitian merupakan masalah yang menjadi fokus bahasan dalam kegiatan tugas akhir ini yang diantaranya meliputi aspek litologi, geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, sejarah geologi, serta karakteristik mineralisasi endpan timah primer pada daerah penelitian. Metode pendekatan terhadap masalah dilakukan dengan cara melakukan kegiatan penelitian lapangan dan diskriptif analitis. Dalam pelaksanaannya dilakukan berdasarkan data lapangan, data terkait pada karakteristik mineralisasi endapan timah primer yang diperoleh dari lapangan. III.2. Metode Survei Pemetaan Geologi Pemetaan geologi merupakan salah satu hal yang penting sebagai bagian dari kajian lapangan untuk memperoleh pengetahuan geologi. Hal ini dikarenakan sebagai seorang  geologist  harus mampu memahami keadaan geologi suatu daerah yang dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan pemetaan di lapangan. Pemetaan dilakukan untuk menghasilkan peta geomorfologi dan peta geologi. Peta geologi merupakan peta yang memberikan gambaran mengenai seluruh penyebaran dan susunan dari lapisan-lapisan batuan dengan memakai warna atau simbol, sedangkan tanda yang terlihat di dalamnya dapat memberikan  pencerminan dalam tiga dimensi mengenai susunan batuan di bawah permukaan. Peta geomorfologi merupakan peta yang menunjukan satuan geomorfik suatu daerah, gejala geomorfologi (kelurusan, zona longsoran dan sebagainya), serta  pola aliran sungai. Metode survei Pemetaan Geologi pada tahap penelitian lapangan ini didukung dengan alat-alat lapangan yaitu : peta geologi daerah penelitian, palu geologi, kompas, GPS, plastik sampel, HCL, kamera, komparator, papan clipboard, tas dan meteran. Pada tahap penelitian lapangan yang dilakukan adalah melakukan pengambilan data lapangan berdasarkan peta lintasan yang telah direncanakan sebelumnya. Pengambilan data ini berupa pengambilan contoh

BAB III

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IIIMETODE PENELITIAN

III. 1. Objek PenelitianObjek penelitian merupakan masalah yang menjadi fokus bahasan dalam kegiatan tugas akhir ini yang diantaranya meliputi aspek litologi, geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, sejarah geologi, serta karakteristik mineralisasi endpan timah primer pada daerah penelitian.Metode pendekatan terhadap masalah dilakukan dengan cara melakukan kegiatan penelitian lapangan dan diskriptif analitis. Dalam pelaksanaannya dilakukan berdasarkan data lapangan, data terkait pada karakteristik mineralisasi endapan timah primer yang diperoleh dari lapangan.

III.2. Metode Survei Pemetaan GeologiPemetaan geologi merupakan salah satu hal yang penting sebagai bagian dari kajian lapangan untuk memperoleh pengetahuan geologi. Hal ini dikarenakan sebagai seorang geologist harus mampu memahami keadaan geologi suatu daerah yang dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan pemetaan di lapangan.Pemetaan dilakukan untuk menghasilkan peta geomorfologi dan peta geologi. Peta geologi merupakan peta yang memberikan gambaran mengenai seluruh penyebaran dan susunan dari lapisan-lapisan batuan dengan memakai warna atau simbol, sedangkan tanda yang terlihat di dalamnya dapat memberikan pencerminan dalam tiga dimensi mengenai susunan batuan di bawah permukaan. Peta geomorfologi merupakan peta yang menunjukan satuan geomorfik suatu daerah, gejala geomorfologi (kelurusan, zona longsoran dan sebagainya), serta pola aliran sungai.Metode survei Pemetaan Geologi pada tahap penelitian lapangan ini didukung dengan alat-alat lapangan yaitu : peta geologi daerah penelitian, palu geologi, kompas, GPS, plastik sampel, HCL, kamera, komparator, papan clipboard, tas dan meteran. Pada tahap penelitian lapangan yang dilakukan adalah melakukan pengambilan data lapangan berdasarkan peta lintasan yang telah direncanakan sebelumnya. Pengambilan data ini berupa pengambilan contoh batuan atau sampel yang selanjutnya akan dilakukan penelitian atau dianalisis di laboratorium dan pengambilan data geologi seperti pengukuran strike/dip perlapisan, pengukuran data struktur, plotting lokasi penelitian, pencatatan, pengambilan foto dan pengamatan geomorfologi. Tahapan ini sangat penting untuk memperoleh data yang akan digunakan untuk menguji hipotesis dan interpretasi yang dilakukan tahap sebelumnya. Selain hal-hal diatas dalam metode survei pemetaan geologi ada beberapa hal sangat perlu dilakukan yaitu observasi geomorfologi, observasi litologi, pengambilan contoh batuan, dan struktur geologi..III.2. 1. Observasi GeomorfologiObservasi Geomorfologi dilakuakn untuk mengetahui morfogenesa, tahapan geomorfologi, pola pengaliran, tipe sungai dan proses proses geomorfologi yang dijumpai di daerah penelitian.

III.2. 2. Observasi LitologiObservasi Litologi dilakukan untuk mengetahui penyebaran litologi dari setiap satuan batuan, kontak antar satuan batuan, dimana hasil pengamatan kemudian direkam dalam buku lapangan, fotografi, dan peta topografi (peta lapangan).

III.2.3. Pengambilan Contoh Batuan dan Pengambilan Data Struktur GeologiPengambilan dan penomeran sampel dilakukan pada beberapa titik lokasi pengamatan, yang kemudian dilakukan analisis lebih lanjut. Analisis tersebut meliputi analisis petrografi, analisis paleontologi, dan analisis kalsimetri. Pengambilan sample dilakuakan dengan metode Grab Sampling dan Channel sampling. Metode Grab Sampling merupakan metode pengambilan sampel dengan mengangap homogen pada suatu singkapan dan kemudian mengambil sample handspecimen yang dianggap mewakili singkapan tersebut. Sedangkan metode Channel Sampling meruapakan metode pngambilan sample dengan membuat parit (channel ) dengan ketentuan panjang parit yang dibuat yaitu 1 m dengan kedalaman 10 cm pada singkapan. Pengabilan sample dengan metode metode Grab Sampling diterapkan untuk sampel petrografi sedangkan untuk metode Channel Sampling di terapkan untuk sample analisis XRD dan XRF. Sedangkan pengukuran unsur-unsur struktur geologi meliputi :a. Identifikasi dan pengukuran terhadap struktur-struktur geologi (sesar, kekar dan lipatan).b. Identifikasi sesar berupa gores garis, jalur breksiasi, gawir sesar, dan c. kelurusan sungai.d. Identifikasi lipatan berupa pengukuran kedudukan sayap-sayap lipatan.

III.3. Metode AnalisisDalam kegiatan tugas akhir ini di gunakan beberap analisis yang meliputi analisis geomorfologi, analisis petrografi, analisis XRF, analisis XRD, anlisis mikroplaeontologi, dan analisis struktur geologi.

III.3.1. Analisis GeomorfologiAnalisis geomorfologi ini dilakukan dengan mengelompokkan daerah penelitian berdasarkan empat aspek geomorfologi yaitu morfografi (gambaran bentuk), morfogenetik (asal-usul), morfometri (penilaian kuantitatif) dan material penyusun yang nantinya dikaitkan dengan litologi daerah penelitian.a. Morfografi Morfografi, berasal dari dua kata yaitu morfo yang berarti bentuk dan graphos yang berarti gambaran, sehingga memiliki arti gambaran bentuk permukaan bumi. Aspek morfografi dilakukan dengan cara menganalisis peta topografi, berupa pengenalan bentuk lahan, yang tampak dari tampilan kerapatan kontur, ketinggian absolut sehingga dapat menentukan perbukitan atau pedataran. Sedangkan perubahan pola punggungan dan pola aliran bisa mengidentifikasikan kegiatan tektonik yang ada di daerah penelitian. Pola pengaliran adalah kumpulan dari suatu jaringan pengaliran yang dibentuk oleh anak sungai terhadap induknya. Pola pengaliran sangat mudah dikenal dari peta topografi atau foto udara, pola pengaliran berhubungan erat dengan jenis batuan, struktur geologi, kondisi erosi dan sejarah bentuk bumi. Howard (1967, dalam Van Zuidam, 1985) membagi pola pengaliran menjadi dua yaitu, pola pengaliran dasar dan pola pengaliran modifikasi. Pola dasar merupakan pola yang terbaca dan dapat dipisahkan dengan pola lain. Pola pengaliran modifikasi ialah pola dengan memperlihatkan ciri pola dasar. Sungai dapat dibagi berdasarkan tingkatan orde sungai tersebut. Aspek morfografi adalah aspek yang memberikan gambaran tentang bentuk permukaan bumi secara garis besar yang terdiri dari: Bentuk lahan dataran, dengan kemiringan lereng 0-2% terdiri dari bentuk lahan asal marin, fluvial, delta, dan bentuk lahan plato. Bentuk lahan perbukitan, dengan kemiringan lereng 7-20% dan ketinggian 5-500 meter. Bentuk lahan pegunungan, dengan kemiringan lereng 20-55% dan ketinggian antara 500-1000 meter. Bentuk lahan gunung api, dengan kemiringan lereng lebih dari 56% dan ketinggian lebih dari 1000 meter. Lembah, terdiri atas lembah bentuk U, V tumpul, dan V tajam. Bentuk lereng, terdiri atas bentuk lereng cembung, lurus, dan cekung. Pola punggungan, terdiri dari pola punggungan paralel, berbelok dan melingkar. Pola pengaliran, merupakan kumpulan dari suatu jaringan pengaliran di suatu daerah yang dipengaruhi curah hujan alur pengaliran tetap mengalir (Howard, 1967).Tabel 3.1. Hubungan ketinggian absolut dengan morfografi (sumber : Van Zuidam, 1985)Ketinggian Absolut (m)Unsur Morfografi

3.000Pegunungan tinggi

Perubahan pola punggungan dan pola aliran bisa mengidentifikasikan kegiatan tektonik yang ada di daerah penelitian. Pola pengaliran adalah kumpulan dari suatu jaringan pengaliran yang dibentuk oleh anak sungai terhadap induknya. Pola pengaliran sangat mudah dikenal dari peta topografi atau foto udara, pola pengaliran berhubungan erat dengan jenis batuan, struktur geologi, kondisi erosi dan sejarah bentuk bumi. Howard (1967, dalam van Zuidam, 1985) membagi pola pengaliran menjadi dua yaitu, pola pengaliran dasar dan pola pengaliran modifikasi. Pola dasar merupakan pola yang terbaca dan dapat dipisahkan dengan pola lain. Pola pengaliran modifikasi ialah pola dengan memperlihatkan ciri pola dasar. Sungai dapat dibagi berdasarkan tingkatan orde sungai tersebut.

Gambar 3.1. Tipe Pola Pengalirar Dasar (Howard, 1967 dalam Van Zuidam, R.A. 1985)Pengaruh geologi terhadap bentuk sungai dan jaringannya adalah dinamika struktur geologi, yaitu tektonik aktif dan pasif serta lithologi (batuan). Kontrol dinamika struktur diantaranya pensesaran, pengangkatan (perlipatan) dan kegiatan vulkanik yang dapat menyebabkan erosi sungai. Kontrol struktur pasif mempengaruhi arah dari sistem sungai karena kegiatan tektonik aktif. Sedangkan batuan dapat mempengaruhi morfologi sungai dan jaringan topologi yang memudahkan terjadinya pelapukan dan ketahanan batuan terhadap erosi.Tabel 3.2. Pola Pengaliran dan Karakteristiknya (Van Zuidam, 1985)Pola Pengaliran DasarKarakteristik

DendritikPerlapisan batuan sedimen relatif datar atau paket batuan kristalin yang tidak seragam dan memilki ketahanan terhadap pelapukan. Secara regional daerah aliran memiliki kemiringan landai, jenis pola pengaliran membentuk percabangan menyebar seperti pohon rindang

ParalelPada dasarnya menunjukan daerah yang berlereng sedang sampai agak curam dan dapat ditemukan pula pada daerah bentuk lahan perbukitan yang memanjang. Sering terjadi pola peralihan antara pola dendritik dan pola paralel atau pola trelis. Bentuk lahan perbukitan yang memanjang dengan pola aliran paralel menunjukan pengaruh dari struktur lipatan

TralisBatuan sedimen yang memiliki kemiringan perlapisan (Dip) atau terlipat, batuan volkanik atau batuan metasedimen derajat rendah dengan perbedaan pelapukan yang jelas. Jenis pola pengaliran biasanya berhadapan pada sisi sepanjang sungai subsekuen

RektangularKekar dan atau sesar yang memiliki sudut kemiringan, tidak memiliki perulangan lapisan batuan dan sering memperlihatkan pola pengaliran yang tidak menerus.

RadaialDaerah volkanik kerucut (kubah) intrusi dan sisa-sisa erupsi. Pola pengaliran radial pada daearah volkanik disebut sebagai pola pengaliran multiradial.Catatan: Pola pengaliran radial memiliki dua sistem yaitu sistem sentrifugal ( menyebar ke aarah luar) , yang berarti daerah tersebut berbentuk kubah, dan sistem sentripetal (memusat ke ke tengah )yang berarti daerah tersebut barupa cekungan.

AnularStruktur kubah/ kerucut , cekungan dan kemungkinan retas

MultibasinalEndapan berupa gumuk hasil longsoran dengan perbedaan penggerusan atau perataan batuan dasar merupakan daerah gerakan tanah, volkanisme, pelarutan, plarutan gamping dan lelehan salju

b. MorfogenetikMorfogenetik adalah bentuk bentang alam permukaan bumi yang melibatkan proses pembentukannya seperti proses pembentukan dataran, perbukitan/ pegunungan, lembah, gunung api, plato, pola pengaliran dan bentuk lereng. Proses yang mempengaruhinya yaitu proses endogen dan proses eksogen (Verstappen, 1985).

Tabel 3.3. Warna Yang Direkomendasikan Untuk Dijadikan Simbol Satuan Geomorfologi Berdasarkan Aspek Genetik (Van Zuidam, 1985)

Proses eksogen adalah proses yang dipengaruhi oleh faktor - faktor dari luar bumi, seperti iklim, biologi dan artifisial. Proses yang dipengaruhi oleh iklim dikenal sebagai proses fisika dan proses kimia, sedangkan ptoses yang dipengaruhi oleh biologi biasanya terjadi akibat dari lebatnya vegetasi, seperti hutan atau semak belukar dan kegiatan binatang.Proses endogen adalah proses yang dipengaruhi oleh kekuatan / tenaga dari dalam kerak bumi, sehingga merubah bentuk permukaan bumi. Proses dari dalam kerak bumi tersebut antara lain kegiatan tektonik yang menghasilkan patahan (sesar), pengangkatan (lipatan) dan kekar. Selain kegiatan tektonik, proses kegiatan magma dan gunungapi (vulkanik) sangat berperan merubah bentuk permukaan bumi, sehinggamembentuk perbukitan intrusi dan gunungapi.

c. MorfometriMorfometri merupakan penilaian kuantitatif dari bentuk lahan sebagai aspek pendukung dari morfografi dan morfogenetik sehinga klasifikasi kualitatif akan semakin tegas dengan angka-angka yang jelas. Variasi nilai kemiringan lereng yang diperoleh kemudian dikelompokkan berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng menurut Van Zuidam (1985). Teknik perhitungan kemiringan lerengnya dapat dilakukan dengan menggunakan teknik grid cell berukuran 2x2 cm pada peta topografi skala 1 : 25.000. Kemudian setiap kisi ditarik tegak lurus kontur dan dihitung kemiringan lerengnya dengan menggunakan persamaan berikut:

Dimana,n = jumlah kontur yang memotong diagonal jaringCi = interval kontur (meter)D = diagonal grid, Skala 1 : 25.000Tabel 3.4. Klasifikasi kemiringan lereng menurut Van Zuidam (1985)Persen LerengKeterangan

0 2 %Datar Hampir Datar

2 7 %Sangat Landai

7 15 %Landai

15 30 %Agak Curam

30 70 %Curam

70 - 140 %Sangat Curam

>140 %Terjal

III.3.2. Analisis PetrografiAnalisis petrografi bertujuan untuk mengetahui nama batuan pada setiap contoh batuan yang didasarkan tekstur, struktur dan komposisi mineral secara mikroskopis pada setiap sayatan tipis batuan yang diambil dari lokasi penelitian. Analisis ini dilakukan untuk menunjang ketepatan dalam pengamatan. Penamaan batuan secara petrografis mengacu pada Streickeisen (1978), dan Pettijohn (1975).Pada kegiatan ini digunakan alat miktroskop polarisasi kemudian data bias dibaca melalui lensa polarizator, ada beberapa jenis mikroskop polarisasi yaitu binokuler, trilokuler, dan digital serta non- digital. Pettijohn (1975) mengklasifikasikan batupasir berdasarkan persentase tiga komponen bentuk segitiga yang digabungkan dengan persentase jumlah kandungan matriksnya. Ketiga komponen tersebut adalah Kuarsa (Q), Feldspar (F), Lithic Fragmen (L).

Gambar 3.2. Klasifikasi Menurut Pettijohn (1975)

Gambar 3.3. Model Klasifikasi QAPF Batuan Beku Plutonik (Streckeisen, 1978)

III.3.3. Analisis MikropaleontologiAnalisis Mikropaleontologi bertujuan untuk mengetahui kisaran umur relatif berdasarkan fosil foraminifera plankton dan lingkungan batimetri dari foraminifera bentos yang disajikan dalam bentuk tabel. Untuk penentuan kisaran umur mengacu pada Blow (1969) sedangkan penentuan lingkungan batimetri mengacu pada Bandy O.L. (1967).

III.3.4. Analisis XRF Spektroskopi XRF adalah teknik analisis unsur yang membentuk suatu material dengan dasar interaksi sinar-X dengan material analit. Teknik ini banyak digunakan dalam analisa batuan karena membutuhkan jumlah sample yang relative kecil ( sekitar 1 gram). Teknik ini dapat digunakan untuk mengukur unsure-unsur yang tertutama banyak terdapat dalam batuan atau mineral.

III.3.5. Analisis PIMAAnalisis PIMA (Portable Infra-red Mineral Analyser) merupakan analisa yang digunakan untuk mendeterminasi mineralogi dari conto batuan analisis di laboratorium. Dalam mengindentifikasi mineral PIMA menggunakan spektrum elektromagnetik pada kisaran gelombang pendek infra merah atau short wavelength (SWIR) antara 1300-2500 nanometer dan mengukur refleksi radiasi yang dikembalikan oleh permukaan conto. Spektrofotometri PIMA memperlihatkan energi ikatan antar atom yang khas untuk mineral tertentu. Teknik ini berguna untuk menentukan tingkatan kristalinitas dari suatu material. Berdasarkan kedalaman dan bentuk spektrum dapat diketahui jenis mineral yang terdapat dalam conto batuan. Material yang dapat dianalisis oleh PIMA umunya mengandung gugus hidroksil (kelompok OH), seperti phyllosilicates (termasuk lempung, klorit dan serpentit), silikat hydroxylated (epidot dan amfibol), sulfat (gipsum), dan karbonat.III.3.6. Analisis Sayatan Poles (Mineragrafi)Sayatan poles (mineragrafi) digunakan untuk mengidentifikasi mineral logam atau bijih. Pengamatan sayatan poles dilakukan dengan identifikasi mineral logam, deskripsi tekstur, dan analisis komposisi mineral logam yang nantinya dapat membantu untuk interpretasi paragenesanya. III.3.7. Analisis Struktur GeologiHasil pengukuran kedudukan batuan dan beberapa indikasi struktur, dapat dianalisis untuk mengetahui adanya struktur-struktur geologi sebagai hasil dari proses yang bekerja serta hasil tektonisme di daerah telitian yang disajikan dalam bentuk diagram stereografis dan tabel hasil pengukuran. Untuk penentuan jenis struktur digunakan klasifikasi Rickard (1972).Analisis geometri berdasarkan pengukuran kedudukan shear fractures dan tension fractures bertujuan untuk mengetahui pola umum tegasan utama maksimum (1). a. KekarKekar secara umum didefinisikan sebagai retakan. Apabila retakan terjadi karena gaya tegasan disebut sebagai retakan tekanan sedangkan retakan yang terjadi karena gaya tarikan disebut sebagai kekar tarikan (Hatcher, 1990 & Dennis, 1972). Secara genetik, kekar dapat dibedakan menjadi dua jenis (Hobs, 1976, dalam Haryanto, 2003) yaitu : 1. Kekar gerus (shear joint), adalah rekahan yang bidang-bidangnya terbentuk karena adanya kecenderungan untuk saling bergeser (shearing) searah bidang rekahan. 2. Kekar tarik (extensional joint), adalah rekahan yang bidang-bidangnya terbentuk karena adanya kecenderungan untuk saling menarik (meregang) atau bergeser tegak lurus terhadap bidang rekahannya. Kekar tarikan dapat dibedakan sebagai : a) Tension Fracture, yaitu kekar tarik yang bidang rekahnya searah dengan tegasan. Kekar jenis inilah yang biasanya terisi oleh cairan hidrothermal yang kemudian berubah menjadi vein. b) Release Fracture, yaitu kekar tarik yang terbentuk akibat hilangnya atau pengurangan tekanan, orientasinya tegak lurus terhadap gaya utama. Struktur ini biasa disebut dengan stylolite. Kekar merupakan salah satu struktur yang sulit untuk diamati, sebab kekar dapat terbentuk pada setiap waktu kejadian geologi, misalnya sebelum terjadinya suatu lipatan. Kesulitan lainnya adalah tidak adanya atau relatif kecil pergeseran dari kekar, sehingga tidak dapat ditentukan kelompok mana yang terbentuk sebelum atau sesudahnya. Walaupun demikian, di dalam analisis, kekar dapat dipakai untuk membantu menentukan pola tegasan, dengan anggapan bahwa kekar-kekar tersebut pada keseluruhan daerah terbentuk sebelum atau pada saat pembentukan sesar.Analisis kekar digunakan dalam penentuan jenis sesar, hal ini dapat diterapkan dengan menggunakan pemodelan Anderson dengan patokan sebagai berikut : a. 1 berada pada titik tengah perpotongan 2 bidang Conjugate Shear yang mempunyai sudut sempit. b. 2 berada pada titik perpotongan antara 2 bidang Conjugate Shear. c. 3 berada pada titik tengah perpotongan 2 bidang Conjugate Shear yang mempunyai sudut tumpul. d. 1 2 3. e. Orientasi tensional joint searah dengan orientasi 1. f. Orientasi stylolites orientasi 1 atau searah dengan orientasi 3.g. Bidang shear dan tensional akan membentuk sudut sempit. h. Bidang shear dengan release joint akan membentuk sudut tumpul. Pengukuran data di lapangan dimasukkan dalam diagram kipas, diagram roset ataupun stereogram. Kegunaan analisis kekar dantaranya untuk mengetahui pola umum struktur geologi daerah penelitian.b. SesarSesar dalam analisis struktur ini ditekankan pada hubungannya dengan retakan rapuh dan retakan lentur. Mineralisasi biasanya banyak terjadi pada retakan rapuh, sedangkan retakan lentur hanya merupakan laluan dari larutan magma sisa, walaupun kadang-kadang juga terjadi proses mineralisasi.Dalam rekonstruksi struktur geologi diperlukan suatu model acuan. Penyusun memilih pemodelan Sesar berdasarkan model Simple Shear menurut Harding (1973, dalam Sukendar Asikin, 1977) yang berkaitan erat dengan pembentukan lipatan serta sesar mendatar pada peta geologi regional. Model ini dianggap paling sesuai berdasarkan karakteristik struktur yang berkembang secara regional.

Gambar 3.4. Perbandingan antara Pure Shear (Inline Compression) (a), dan Simple Shear (Differential Horizontal Movement) (b) (Thomas , 1973 dalam Sukendar Asikin 1977)Kinematika struktur geologi yang berkembang secara regional secara langsung akan mempengaruhi kondisi geologi struktur daerah penelitian. Sehingga selain didasarkan pada struktur penyerta, analisis struktur dari data lapangan juga didukung dari teori klasifikasi sesar menurut (Rickard, 1972 dalam Chabibie.A, dkk.2005) yang memperlihatkan cara penentuan nama bagi sesar translasi, didasarkan pada pitch dan netslip terhadap bidang sesar. Dengan memperhatikan arah slicken side pada bidang sesar, maka nama sesar dapat ditentukan.

Gambar 3.5. Klasifikasi Sesar Menurut Rickard (1972, dalam Chabibie.A, dkk.2005)

Karakteristik penamaan oleh Rickard (1972) adalah mengkombinasikan besar kemiringan bidang sesar dengan besar sudut pitch. Berdasarkan kombinasi tersebut yang kemudian di plot pada diagram, menghasilkan penamaan sesar dengan ketentuan sebagai berikut:1. Apabila pitch kurang atau sama dengan 10o, maka sesar dinamakan sesar mendatar, baik dextral (menganan) atau sinistral (mengiri). Dalam klasifikasi ini dinamakan sebagai right slip fault atau left slip fault. 2. Apabila pitch 80o sampai 90o, dengan memperhatikan pergerakan sesar (naik atau normal) maka akan diberi nama normal fault atau reverse fault. Namun apabila kemiringan bidang sesar kurang dari 45o dengan pitch yang sama dengan ketentuan tersebut maka untuk sesar normal akan dinamakan lag normal fault (low angel normal fault) atau sesar normal bersudut kecil, dan untuk sesar naik dinamakan thrust fault atau sesar anjak. 3. Apabila pitch pada sesar mendatar lebih besar dari 10o dan kurang atau sama dengan 45o, maka sesar merupakan sesar mendatar yang memiliki pergerakan naik atau turun. Dalam penamaan, pergerakan naik atau turun tersebut menjadi keterangan pergerakan sesar mendatar tersebut, misalnya sesar mendatar mengiri (sinistral) normal dengan ciri pitch lebih besar dari 10o dan kurang atau sama dengan 45o serta kemiringan bidang sesar 50o maka dinamakan normal left slip fault. Apabila kemiringan sesar kurang dari 45o dengan pergerakan yang sama, maka disebut sebagai lag left slip fault. Hal tersebut juga berlaku untuk pergerakan naik.4. Apabila pitch lebih dari 45o.dan kurang dari 80o, dengan pergerakan normal atau naik, maka sesar tersebut juga memiliki kinematika pergeseran mendatar (menganan atau mengiri). Apabila bidang lebih dari 45o, maka dapat dinamakan right slip normal fault, right slip reverse fault, left slip normal fault atau left slip reverse fault. Hal tersebut juga berlaku untuk lag fault dan reverse fault.

29