42
BAB III KAJIAN PUSTAKA 3.1 Batubara Batubara adalah suatu batuan sedimen organik yang berasal dari penguraian sisa-sisa berbagai tumbuhan yang merupakan campuran yang heterogen antara senyawa organik dan zat organik yang menyatu di bawah beban strata yang menghimpitnya. Batubara terdiri atas unsur-unsur utama, yaitu karbon, hidrogen, dan oksigen; serta unsur-unsur tambahan seperti belerang dan nitrogen. Batubara banyak dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit uap di PLTU dan juga bentuknya bisa diubah menjadi zat cair dan gas (Muchjidin, 2006 ; 3). 3.1.1 Tempat Terbentuknya Batubara Ada dua teori yang dikenal untuk menjelaskan tempat terbentuknya batubara, yaitu : a. Teori Insitu (Autochtonous Theory) Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk batubara, terbentuknya di tempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada.

BAB III

Embed Size (px)

DESCRIPTION

batubara

Citation preview

BAB III

KAJIAN PUSTAKA

3.1 Batubara

Batubara adalah suatu batuan sedimen organik yang berasal dari

penguraian sisa-sisa berbagai tumbuhan yang merupakan campuran yang

heterogen antara senyawa organik dan zat organik yang menyatu di bawah

beban strata yang menghimpitnya.

Batubara terdiri atas unsur-unsur utama, yaitu karbon, hidrogen, dan

oksigen; serta unsur-unsur tambahan seperti belerang dan nitrogen. Batubara

banyak dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit uap di PLTU dan juga

bentuknya bisa diubah menjadi zat cair dan gas (Muchjidin, 2006 ; 3).

3.1.1 Tempat Terbentuknya Batubara

Ada dua teori yang dikenal untuk menjelaskan tempat terbentuknya

batubara, yaitu :

a. Teori Insitu (Autochtonous Theory)

Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk batubara,

terbentuknya di tempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada.

Sumber : Anonim, 2010b

Gambar 3.1Teori Insitu

b. Teori Drift (Alochtonous Theory)

Teori ini menyatakan bahwa bahan-bahan pembentuk batubara

terjadi di tempat yang berbeda dengan tempat dimana tumbuhan semula

hidup dan berkembang.

Sumber : Anonim, 2010b

Gambar 3.2Teori Drift

(Anonim, 2010b)

3.1.2 Tahap Pembentukan Batubara

Gambut merupakan tahap awal dari proses pembentukan batubara,

tempat sisa-sisa tanaman yang mengalami perubahan baik kimia maupun fisika.

Proses pembentukan batubara adalah sebagai berikut :

a. Proses Biokimia

Tahap ini merupakan suatu periode dimana terjadi perubahan bahan-

bahan tumbuhan menjadi gambut. Setelah tanaman mati, maka proses

degradasi biokimia lebih banyak berperan. Bila tanaman yang telah mati

tersebut terakumulasi di dalam lingkungan rawa maka akan jenuh air,

sehingga akan terjadi proses penghancuran oleh mikroorganisme. Aktifitas

mikrobiologi dalam pembentukan batubara tergantung pada jumlah dan

sirkulasi air, temperatur air, suplai oksigen dan perkembangan racun.

b. Proses Dinamokimia

Pada tahap ini degradasi biokimia tidak berperan lagi tetapi lebih

didominasi oleh proses dinamokimia. Pada proses ini yang berperan adalah

tekanan yang berasal dari lapisan sedimen penutup dan suhu, sehingga

3-2

menyebabkan perubahan dari gambut menjadi batubara dalam berbagai

peringkat. Selama proses ini berlangsung akan terjadi pengurangan

kandungan air (moisture content), oksigen dan zat terbang yang diikuti oleh

bertambahnya persentase karbon dan kandungan abu.

(Anonim, 2008a ; 1-3)

3.1.3 Waktu Terbentuknya Batubara

Waktu yang dibutuhkan dalam proses batubara sangat panjang, oleh

karena itu para ahli menyederhanakan atau membuat batasan periode waktu ke

dalam beberapa periode.

Tabel 3.1Proses Terbentuknya Batubara

Periode Durasi

Quarternary Dari sekarang sampai 2 juta tahun yang lalu

Tertiary 2 juta sampai 65 juta tahun yang lalu

Cretaceous 65 juta sampai 135 juta tahun yang lalu

Jurasic 135 juta sampai 180 juta tahun yang lalu

Triassic 180 juta sampai 225 juta tahun yang lalu

Permian 225 juta sampai 275 juta tahun yang lalu

Carboniferous 275 juta sampai 350 juta tahun yang lalu

Devonian 350 juta sampai 410 juta tahun yang laluSumber : Anonim, 2010b

Yang perlu diketahui adalah bahwa umur batubara tidak langsung

menunjukan rank (tingkatan) suatu batubara, karena rank batubara tidak

berdasarkan umur atau kapan batubara terbentuk melainkan berdasarkan

kualitas batubara yang dimiliki oleh batubara tersebut. Jadi batubara tua tidak

berarti batubara tersebut adalah high rank coal, tetapi harus diuji kualitasnya

terlebih dahulu.

3.2 Coal Blending

Coal Blending atau pencampuran batubara adalah penggabungan atau

penimbunan secara bersamaan dan terus-menerus dalam waktu tertentu dari

dua atau lebih material (batubara beda kualitas), yang dianggap mempunyai

komposisi yang konstan (parameter kualitas konstan) dan terkontrol proporsinya

Noprimartati, 2010 ; 38).

3-3

Dalam hal ini pencampuran dilakukan terhadap batubara yang berbeda

nilai kalori, kandungan sulfur dan kandungan abu, sehingga kualitas batubara

hasil campuran merupakan perpaduan dari parameter kualitas batubara yang

dicampur. Atau dengan kata lain batubara yang memiliki kualitas rendah (nilai

kalori rendah dan kandungan sulfur tinggi), dapat dicampur dengan batubara

yang memiliki kualitas tinggi (nilai kalori tinggi dan kandungan sulfur rendah) dan

dapat memenuhi batasan-batasan persyaratan untuk memenuhi permintaan

konsumen.

Pencampuran batubara dilakukan untuk mendapatkan hasil yang sesuai

dengan yang diinginkan, dengan komposisi yang homogen, secara teoritis

parameter kualitas campurannya dapat didekati dengan persamaan berikut :

K c = ( KT1.XT1 ) + ( KT2 . XT2 ) +…+(KTn . xTn ¿¿

XTc

…………………………………..(3.1)

XTc = XT1 + XT2 + … + XTn …………………………………..(3.2)

Keterangan :

Kc = Kualitas campuran batubara (kkal/kg, %)

XTc = Berat tumpukan campuran batubara (kg)

KT1 = Kualitas tumpukan batubara 1 (kkal/kg, %)

KT2 = Kualitas tumpukan batubara 2 (kkal/kg, %)

KTn = Kualitas tumpukan batubara ke-n (kkal/kg, %)

XT1 = Berat tumpukan batubara 1 (kg)

XT2 = Berat tumpukan batubara 2 (kg)

XTn = Berat tumpukan batubara ke-n (kg)

Dalam menyusun suatu blending plan, hal-hal yang perlu diperhatikan

dan ditentukan adalah:

1. Parameter yang bersifat kualitatif

Tidak semua parameter kualitas batubara dapat disimulasikan dengan

perhitungan kumulatif biasa.

2. Strategi pencampuran

Pencampuran batubara yang ideal adalah dengan mencampurkan

dua batubara atau lebih dengan menggunakan unit loading rate terkecil.

3-4

Tabel 3.2Unit Pencampur dan Ratio Pencampuran

Unit PencampurUnit Ratio

Pencampuran

Belt Conveyor Feed Rate (tph)

Bucket Loader Jumlah Bucket

Dump Truck Jumlah Dump Truck

Barge Jumlah Barge

Sumber : Anonim, 2005

3. Sensitifitas Blending

Sensitifitas blending adalah tingkat pengaruh dari suatu batubara

blending terhadap hasil blending. Sensitifitas blending ini menjadi hal yang

sangat penting dan perlu diperhatikan terutama pada blending batubara

dengan rasio kuantitas blending yang cukup tinggi. Sensitifitas blending ini

sangat erat kaitannya dengan efisiensi blending tersebut.

Dalam pencampuran batubara ada beberapa parameter yang harus

diperhatikan, diantaranya adalah :

1. Parameter yang bersifat addictive termasuk di dalamnya semua parameter

yang dinyatakan dalam % (persen) dan satuan berat. Contoh : Total

Moisture, Proximate, Sulfur, CV, Ultimate, dan lain-lain.

2. Parameter yang bersifat non addictive biasanya parameter yang bersifat

kualitatif seperti : Ash Fusion Temperature, Sweeling, HGI, dan parameter

lain yang tidak dinyatakan dalam satuan % berat dan satuan berat.

3. Selain kedua parameter di atas, ada juga parameter yang sebenarnya

addictive, tetapi tidak bisa dikalkulasi secara langsung. Parameter ini adalah

parameter kuantitatif yang bukan sebagai in coal, contoh parameter ini

adalah Ash Analysis.

3.3 Metode Blending

Adapun metode blending yang dimaksud adalah pelaksanaan blending

dengan stacker reclamer yang dilakukan di stockpile. Pelaksanaan blending

tersebut dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:

1. Stocking pada blending bed

3-5

Batubara A

Batubara B

Batubara A

Batubara B

Ada beberapa metode yang dapat dilakukan pada saat membuat

tumpukan yang sekaligus membentuk formasi blending, yaitu :

a. Roof Type Stockpilling (Chevron Method)

Pada saat pencurahan batubara ke stockpile diusahakan untuk

membuat atap lapisan.

Sumber : Muchjidin, 2006 ; 376

Gambar 3.3Roof Type Stockpilling (Chevron Method)

b. Lyne Type Stockpilling

Metode ini membentuk susunan seperti batubara, karena rumit

dan mahal, maka metode ini jarang dilaksanakan.

Sumber : Muchjidin, 2006 ; 376

3-6

Batubara A

Batubara B

Batubara A

Batubara B

Gambar 3.4Lyne Type Stockpilling

c. Areal Stockpilling

Material yang akan diblending dicurahkan selapis demi selapis

secara horizontal dimana setiap perlapisan diratakan dahulu baru

kemudian dicurahkan lapisan lain.

Sumber : Muchjidin, 2006 ; 376

Gambar 3.5Areal Stockpilling

d. Axial Stockpilling

Pencurahan material dilakukan dengan menggeser posisi curahan

lebih tinggi.

3-7

Batubara A

Batubara B

Batubara A

Batubara B

Sumber : Muchjidin, 2006 ; 376

Gambar 3.6Axial Stockpilling

e. Continous Stockpilling

Ukuran material tumpukan yang dicurahkan relatif sama tinggi dan

berjajar ke samping.

Sumber : Muchjidin, 2006 ; 376

Gambar 3.7Continous Stockpilling

f. Alternate Stockpilling

Material blending ditumpahkan pada dua tempat dalam jarak

tertentu, lapisan selanjutnya dicurahkan secara bergantian sehingga

bertemu di tengah.

3-8

T2

Lahan Kosong

KOSONG

Sumber : Muchjidin, 2006 ; 376

Gambar 3.8Alternate Stockpilling

2. Reclaiming pada Stockpile

Timbunan di stockpile akan direclaiming (ambil kembali) dari bagian

yang paling ujung dengan menggunakan scrapper. Metode blending yang

sesuai dengan kondisi stockpile adalah metode yang menyesuaikan dengan

kondisi dan situasi tumpukan bahan blending yang ada di stockpile dan akan

berpengaruh juga terhadap kerja alat-alat bantu. Adapun peralatan yang

digunakan antara lain: buldozer, backhoe, shovel.

a. Metode Silang

Jika posissi dua tumpukan bahan blending berdekatan, sehingga

tidak terdapat bahan bebas diantara tumpukan tersebut.

Sumber : Yulianto, 2010 ; 3-32

Gambar 3.9Metode Silang

b. Metode Garis Berlapis

Metode ini cocok untuk kondisi dua tumpukan bahan yang saling

berjauhan dan diantara dua tumpukan tersebut terdapat lahan bebas. Alat

yang digunakan adalah dua buah bulldozer.

Sumber : Yulianto, 2010 ; 3-32

3-9

POSISI BATUBARA TUMPAHAN DARI TRUCKCARA KERJA

Gambar 3.10Metode Garis Berlapis

c. Metode Tumpah Dorong

Metode ini digunakan untuk batubara yang berasal dari front

dengan menggunakan dump truck. Dalam pelaksanaan perlu dilakukan

koordinasi pengangkutan batubara dari front. Alat yang dibutuhkan dua

buah bulldozer. Cara kerja bulldozer hampir sama dengan garis berlapis.

Namun untuk metode ini buldozer bergerak dengan arah yang sama.

Sumber : Yulianto, 2010 ; 3-33

Gambar 3.11Metode Tumpah Dorong

d. Metode Curah Langsung

Alat yang digunakan adalah dua alat penumpah (backhoe atau

shovel), apron feeder (hopper yang dimodifikasi) dan satu conveyor.

Apron feeder harus dikonstruksi sedemikian rupa sehingga debit batubara

yang keluar dapat diatur.

Cara kerjanya adalah dua alat penumpah batubara masing-

masing menumpahkan batubara ke apron feeder yang berlainan setelah

kedua apron feeder penuh maka apron feeder satu dibuka dengan aturan

debit tertentu, baru seteleh batubara mengalir sampai dengan apron

feeder dan dibuka sesuai dengan proporsi yang diharapkan.

3-10

Apron Feeder 1

Apron Feeder 2

Batubara

Conveyor 1 Conveyor 2

Apron Feeder 1 Apron Feeder 2

Stockpile 1 Stockpile 2

Sumber : Yulianto, 2010 ; 3-34

Gambar 3.12Metode Curah Langsung

e. Metode Dua Conveyor

Dengan metode ini harus dipisahkan dua lahan untukk kualitas

yang berbeda sebagai bahan blending. Beberapa hal yang harus

diperhatikan:

1) Kecepetan conveyor satu dan conveyor dua harus sama.

2) Apron feeder satu dan apron feeder dua harus dikonstruksi seperti

metode curah langsung.

3) Curahan conveyor satu dan conveyor dua harus bertabrakan pada

posisi curahan agak lurus.

3-11

Sumber : Yulianto, 2010 ; 3-35

Gambar 3.13Situasi Stockpile dengan Dua Conveyor (Tampak Atas)

3.4 Sampling

Sampling merupakan proses yang paling penting dalam penentuan

kualitas atau mutu dari suatu material. Reliabilitas dari suatu hasil pengujian 80%

terletak dari reliabilitas sampling-nya. Sampling batubara merupakan sampling

yang paling sulit karena batubara merupakan material padat yang sangat

heterogen. Adapun faktor heterogenitas batubara adalah :

1. Bahan pembentuk batubara dan kondisi pembentukan

2. Situasi dan kondisi pada saat penambangan/eksploitasi

3. Situasi dan kondisi pada saat penumpukan/storage

4. Processing/handling batubara

Berdasarkan kondisi batubara maka sampling batubara dapat

diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu :

1. Sampling untuk Batubara Insitu

Untuk sampling ini terbagi menjadi dua, yaitu :

a. Channel Sampling

Merupakan proses pengambilan sample dari suatu seam batubara

dengan cara membuat channel atau saluran dari bagian top sampai ke

bottom seam batubara tersebut atau sebagian dari tebal seam batubara

tersebut.

Sumber : Anonim, 2008b

Gambar 3.14Channel Sampling

b. Coring Sampling

3-12

Merupakan proses pengambilan contoh batubara dengan cara

drilling atau pengeboran terhadap seam batubara.

Sumber : Anonim, 2008b

Gambar 3.15Coring Sampling

2. Sampling untuk Batubara Curah

Untuk sampling ini terbagi menjadi dua, yaitu :

a. Sampling untuk Batubara Diam

Sampling terhadap batubara diam atau Stationary Sampling lebih

bersifat indikatif, karena sample yang terambil hanya di bagian

permukaan saja, sedangkan bagian dalam tumpukan batubara tidak

terambil. Contoh dari batubara diam adalah batubara yang berada di

stockpile, di dalam palka kapal, di atas tongkang, dan di atas kereta.

Sumber : Anonim, 2008b

Gambar 3.16Sampling di Stockpile

b. Sampling untuk Batubara Bergerak

3-13

Sampling yang dilakukan pada saat batubara bergerak lebih

representatif, karena kemungkinan terambilnya contoh di setiap bagian

atau posisi batubara lebih besar. Contoh dari batubara bergerak adalah

batubara yang dimuat ke dump truck, di atas belt conveyor dan pada saat

dimuat ke kapal.

Sumber : Anonim, 2008b

Gambar 3.17Sampling pada Saat Pemuatan ke Dump Truck

Untuk teknik sampling batubara dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Stationary

Teknik sampling stationary dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Manual, dimana sampling batubara dilakukan dengan menggunakan

Shovel atau Scoop Random.

Sumber : Anonim, 2008b

Gambar 3.18Shovel

b. Mekanis, dimana sampling batubara dilakukan dengan menggunakan

Auger.

3-14

Sumber : Anonim, 2008b

Gambar 3.19Auger

2. Moving

Teknik sampling moving dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Manual, dimana sampling batubara dilakukan dengan menggunakan

Shovel atau Scoop dan Ladle.

Sumber : Anonim, 2008b

Gambar 3.20Ladle

b. Mekanis, dimana sampling batubara dilakukan dengan menggunakan

Bucket Cutter dan Diverter Cutter.

Sumber : Anonim, 2008b

Gambar 3.21Diverter Cutter

3-15

3.5 Parameter Kualitas Batubara

Adapun baberapa macam parameter-parameter kualitas batubara yang

perlu diketahui dalam melakukan blending adalah sebagai berikut :

1. Analisa Proximate

2. Analisa Ultimate

3. Analisa Kalori ( Callorific Value )

4. Analisa HGI ( Hardgrove Grindability Index )

5. Analisa Total Sulfur

3.5.1 Analisa Proximate

Merupakan analisa pendahuluan untuk mengetahui kualitas batubara

secara pasar maupun perdagangan. Sifatnya mendasar dan hanya dilakukan

untuk mengetahui hal-hal pokok unsur pembentuk batubara. Analisa proximate

terdiri dari 4 nilai analisa yang jika dijumlahkan akan bernilai 100%, yaitu :

a. Kandungan Air / Lengas

Metode ini untuk menentukan kadar air lembab dalam contoh yang

akan dianalisa. Kandungan air batubara sangat tergantung dengan kondisi

batubara yang akan dianalisa.

Nilai moisture dapat digunakan untuk menghitung hasil-hasil analisa

ke dalam basis (kondisi) yang berbeda misalnya dry basis, dry ash free,

mineral matter free, as received, dan lain-lain.

Perhitungan ini dilakukan untuk membandingkan dua hasil analisis

contoh yang sama tetapi dilakukan pada tempat yang berbeda atau

diperlukan juga untuk pengklasifikasian batubara. Keberadaan kandungan air

pada batubara dari waktu ke waktu dan dari suatu tempat ke tempat lainnya

dapat berubah mengikuti perubahan kondisi dimana contoh tersebut berada.

Sebaiknya pengepakan dilakukan dengan hati-hati sehingga kehilangan

kadar air selama pengangkutan diatasi seminimal mungkin.

Lengas dapat menempel di permukaan partikel atau di dalam partikel

batubara, yaitu :

1) Kadar lengas bebas ( free moisture )

2) Kadar lengas inherent ( inherent moisture )

3) Kadar lengas total ( total moisture )

Air yang terkandung dalam batubara menyebabkan penurunan mutu

batubara karena :

1) Menurunkan nilai kalori dan memerlukan sejumlah kalor untuk penguapan

3-16

2) Menurunkan titik nyala

3) Memperlambat proses pembakaran dan menambah volume gas buang

b. Kandungan Abu / Ash Content

Metode ini untuk menentukan kandungan abu dari contoh batubara.

Dalam analisa batubara, abu didefinisikan sebagai sisa pembakaran yang

tinggal setelah batubara dipijarkan. Sisa ini merupakan hasil perubahan kimia

ketika proses pengabuan terjadi.

Abu merupakan residu anorganik yang terjadi setelah batubara

dibakar yang terdiri dari oksida-oksida logam maupun nonlogam. Kandungan

abu dalam batubara dapat menurunkan nilai kalor yang akan terbawa

bersama gas pembakaran melalui ruang bakar dan daerah konveksi dalam

bentuk abu terbang. Semakin tinggi kandungan abu dan tergantung

komposisinya mempengaruhi tingkat pengotoran (fouling), keausan dan

korosi alat yang dilalui. Di dalam dapur atau dalam generator gas, abu dapat

meleleh pada suhu tinggi menghasilkan massa yang disebut slag.

c. Zat Terbang / Volatile Matter

Metode ini untuk menentukan kandungan senyawa volatile/zat

terbang sesuai dengan metode standar yang digunakan. Zat terbang terdiri

atas gas-gas yang mudah terbakar seperti H2, CO, metan, H2O, dan gas CO2.

Zat terbang mempunyai hubungan erat dengan rank batubara, makin kecil

persentase zat terbang makin tinggi rank batubara.

Untuk menganalisanya maka contoh ditempatkan di cawan keramik,

kemudian dimasukkan ke oven 7-10 menit. Sehingga akan tertinggal residu

padat yang terdiri dari karbon dan mineral yang telah berubah bentuk. Ini

untuk menetukan batas tinggi rendahnya kadar abu.

d. Karbon Tertambat / Fixed Carbon

Karbon tertambat atau fixed carbon adalah karbon yang terdapat

dalam batubara yang berupa zat padat. Jumlahnya ditentukan oleh kadar air,

abu, dan zat terbang. Data analisa fixed carbon dipakai dalam klasifikasi

batubara. Proses pembakaran dan proses fermentasi fixed carbon

kemungkinan mengandung sedikit persentase nitrogen, sulfur, dan hidrogen.

Perbandingan antar fixed carbon dengan volatile matter disebut rasio bahan

bakar (fuel ratio).

Fixed Carbon (%) = 100% - Moisture Content – Ash Content…………….(3.3)

Fixed Carbon (%) = 100 – Volatile Matter (%)………………………………(3.4)

3-17

3.5.2 Analisa Ultimate

Merupakan analisa sederhana yang menunjukkan unsur pembentuk

batubara dengan mengabaikan senyawa-senyawa kompleks yang ada. Sebagian

besar senyawa organik penyusun batubara terdiri dari C dan H dan biasanya

jumlah nitrogen di dalam batubara nilainya lebih rendah daripada unsur lain.

Hasil analisa ultimate digunakan untuk menentukan kualitas dan jenis

lapisan batubara selama penyelidikan cadangan batubara, sehingga dapat

ditentukan kelas atau keperluan teknis lainnya.

Pada umumnya hasil analisis ini dilaporkan dengan basis daf atau dmmf.

Unsur yang diperoleh adalah :

a. Karbon dan Hidrogen

Pembentuk utama bahan organik dalam batubara. Terlepas dalam

bentuk CO2 dan H2O sewaktu pembakaran. Akan tetapi CO2 ada juga dari

karbonat dan H2O dari lempung.

b. Nitrogen

Berasosiasi hanya dengan bahan organik. Dapat mendorong

terjadinya polusi bila batubara terbakar.

c. Sulfur

Terdapat dalam 3 bentuk yaitu :

1) Sulfur organik : terikat dengan bahan organik

2) Sulfur piritik ( FeS2) : bagian dari mineral sulpida, dapat dihilangkan

dengan pencucian.

3) Sulfur Sulfat : kebanyakan sebagai kalsium sulfat, natrium

sulfat, besi sulfat. Pirit dapat dihilangkan pada

saat penggerusan dan pencucian, karena

hanya melekat secara fisik pada batubara.

d. Oksigen

Okigen pada batubara diperlukan dari 100% dikurangi jumlah persen

karbon, hidrogen, nitrogen, total sulfur dan abu.

3.5.3 Analisa Nilai Kalori / Calorific Value

Metode ini untuk menentukan nilai kalori dari contoh menggunakan alat

yaitu Calorimeter. Nilai kalori adalah jumlah panas ( kalor ) yang dihasilkan oleh

pembakaran sempurna contoh batubara di laboratorium.

3-18

Di dalam analisa kualitas batubara di laboratorium menurut ASTM

(American Standart for Testing Material), dilaporkan dengan menyebutkan

beberapa dasar analisa kualitas batubara, yaitu :

a. As Received (AR) adalah batubara hasil dari proses penambangan, sehingga

masih diperhitungkan total moisture dan abu yang ada pada batubara.

P(ar) = P(adb) x (100−TM )(100−Mad )

...........................................................................(3.5)

Keterangan :

P(ar) = Parameter As received

P(adb) = Parameter Air dried base

TM = Total moisture (As received)

Mad = Moisture (Air dried base)

b. Air Dried Base (ADB) adalah batubara yang telah mengalami proses

pemanasan lanjutan, sehingga kandungan air bebasnya hilang pada kondisi

temperatur dan kelembaban standar sehingga tidak diperhitungkan lagi. Pada

kondisi ini batubara dikatakan dalam dasar udara kering yang masih

mengandung abu dan inherent moisture.

P(adb) = P(ar) x (100−Mad )(100−TM )

...........................................................................(3.6)

Keterangan :

P(ar) = Parameter As received

P(adb) = Parameter Air dried base

TM = Total moisture (As received)

Mad = Moisture (Air dried base)

c. Dried Base (DB) adalah keadaan batubara kondisi dasar udara kering yang

dipanaskan pada suhu standar, sehingga batubara dalam kondisi dasar

kering dan bebas dari kandungan air total tapi masih mengandung abu.

P(db) = P(adb) x 100

(100−Mad )..........................................................................(3.7)

Keterangan :

P(db) = Parameter Dried base

P(adb) = Parameter Air dried base

3-19

Mad = Moisture (Air dried base)

d. Dried Ash Free (DAF) adalah batubara bersih dan bebas dari abu maupun

total moisture.

P(daf) = P (adb ) x100

(100−ℑ−Ash)...............................................................................(3.8)

Keterangan :

P(daf) = Parameter Dried as free

P(adb) = Parameter Air dried base

IM = Mad = Moisture (Air dried base)

Ash = Kandungan abu (Air dried base)

e. Dried Mineral Matter Free (DMMF) adalah batubara bersih kering yang telah

bebas dari mineral-mineral pengotor yang berasal dari zat bukan organik

pada batubara saat proses pembentukannya.

P(dmmf) = P (adb ) x 100

(100−ℑ−MM )............................................................................(3.9)

Keterangan :

P(dmmf) = Parameter Dried mineral matter free

P(adb) = Parameter Air dried base

IM = Mad = Moisture (Air dried base)

MM = Mineral Matter (Air dried base)

Adapun sifat-sifat kalori batubara adalah sebagai berikut :

a. Nilai kalori batubara bergantung pada peringkat batubara. Semakin tinggi

peringkat batubara, semakin tinggi nilai kalorinya.

b. Pada batubara yang sama nilai kalori dapat dipengaruhi oleh moisture dan

juga abu. Semakin tinggi moisture atau abu, semakin kecil nilai kalorinya.

3.5.4 Analisa HGI (Hardgrove Grindability Index)

Harga Hardgrove Grindability Index merupakan petunjuk mengenai

mudah sukarnya batubara untuk digerus. Harga Hardgrove Grindability Index

diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

HGI = 13.6 + 6.93 W………………………………………………………………(3.10)

3-20

W adalah berat dalam gram dari batubara lembut berukuran 200 mesh.

Makin tinggi harga HGI, makin mudah tergerus batubara tersebut.

3.5.5 Analisa Kandungan Sulfur (Total Sulfur)

Total sulfur digunakan untuk mengetahui kandungan total sulfur

(belerang) yang terdapat pada batubara dengan membakar sampel batubara

pada suhu tinggi, yang dinyatakan dalam persen (%), dan dasar pelaporan

dalam kondisi bebas air permukaan (adb). Sulfur dalam batubara terdapat dalam

tiga bentuk utama yaitu:

a. Sulfur piritik (FeS2)

Sulfur piritik jumlahnya sekitar 20-30% dari sulfur total dan terasosiasi

dalam abu. Sulfur piritik umumnya dapat dihilangkan dengan proses

pencucian batubara.

b. Sulfur organik

Sulfur organik jumlahnya sekitar 20-80 % dari sulfur total dan secara

kimia terikat di dalam batubara, biasanya berasosiasi dengan sulfat selama

proses pembatubaraan.

c. Sulfat

Sulfat kebanyakan sebagai kalsium sulfat, natrium sulfat dan besi

sulfat. Jumlahnya sangat kecil kecuali pada batubara yang telah tersingkap

dan teroksidasi.

(Anonim, 2008c)

3.6 Metode Simpleks

Metode Simpleks adalah sebuah metode yang dapat digunakan untuk

menyelesaikan persoalan manajerial yang telah diformulasikan terlebih dahulu ke

dalam persamaan matematika program linear yang mempunyai Variabel

Keputusan mulai dari lebih besar atau sama dengan 2 (dua) sampai

multivariabel.

Sebagai pembanding, Metode Grafik hanya dapat digunakan apabila

jumlah variabel keputusan maksimal 2 (dua) buah. Sehingga dapat juga

dikatakan bahwa apabila suatu persoalan Linear Programming dapat

diselesaikan dengan Metode Simpleks. Sebaliknya suatu persoalan yang hanya

bisa diselesaikan dengan Metode Simpleks tidak dapat diselesaikan dengan

Metode Grafik.

3-21

Ada beberapa langkah penting yang harus dipahami dalam

menggunakan Metode Simpleks, yaitu :

1. Pembuatan Metode Program Linear biasa

2. Merubah formulasi LP Biasa menjadi Formulasi standar

3. Menyiapkan tabel Simpleks Awal (Initial Tableau)

4. Memasukkan nilai-nilai dan variabel dalam formulasi standar ke dalam tabel

awal

5. Melakukan Proses Iterasi

6. Menentukan apakah Penyeleaian Optimal sudah tercapai

7. Membuat kesimpulan jawaban

3-22

Penyelesaian perlu diteruskan? (4)

Lakukan penyempurnaan penyelesaian kelayakan dengan cara iterasi (3)

Periksa apakah semua kendala memiliki variable basis layak. Jika tidak tambahkan satu variable buatan atau semu ke dalam kendala (2)

Konversikan semua kendala ke dalam persamaan atau dalam bentuk standr dengan menambahkan slack variable atau mengurangkannya dengan surplus variable (1)

MULAI

Cari penyelesaian yang lebih baik (6)

Tidak ada penyelesaian optimal (8)Penyelesaian optimal (7)

Apakah penyelesaian sudah layak dan optimal? (5)

SELESAI

Gambar 3.22Flowchart Pengerjaan Program Linear dengan Metode Simpleks

(Nurmatias, 2009 ; 1,2, 9)3.7 Barging dan Perhitungan Cargo

3-23

Barging adalah suatu kegiatan memuat batubara ke tongkang. Dimana

terlebih dahulu batubara tersebut di masukkan ke dalam hopper yang kemudian

akan diangkut menggunakan belt conveyor yang memiliki penutup agar

menghindari debu batubara yang beterbangan ditiup angin dan mengotori daerah

sekitarnya. Karena biasanya pemuatan batubara yang berada di Port Stockpile

berada di sungai kecil, maka tongkang tersebut akan ditarik menggunakan

tugboat menuju sungai yang lebih besar atau laut untuk dilakukan bongkar muat

di kapal besar (Muchjidin, 2006 ; 95).

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar 3.23Proses Pemuatan Batubara ke Tongkang

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar 3.24Penarikan Tongkang Menggunakan Tugboat

3-24

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar 3.25Kegiatan Bongkar Muat Batubara dari Tongkang ke Kapal

Untuk melakukan pengukuran berat suatu cargo batubara yang

dimuatkan ke kapal atau tongkang, dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu

dengan melakukan penimbangan conveyor, penimbangan tadah jatuh, dan

draught survey.

1. Penimbangan Conveyor

Dalam cara ini batubara ditimbang di suatu conveyor pada saat

diangkut ke dan dari kapal. Pada conveyor dipasang transducers yang akan

mencatat berat batubara apabila batubara melewati roller.

2. Penimbangan Tadah Jatuh

Perhitungan ini kebanyakan digunakan untuk padatan yang meruah

(bulk). Metode ini menggunakan tiga tadah jatuh, material diumpankan

secara terus menerus ke dalam tadah jatuh pertama, kemudian jatuh ke

tadah jatuh kedua yang telah dihubungkan dengan suatu alat penimbang

yang pasti. Setelah tadah jatuh kedua terisi penuh, maka beratnya dicatat

dan pintu-pintu akan terbuka membiarkan cargo turun ke dalam tadah jatuh

ketiga. Dengan menggunakan tadah jatuh pertama dan ketiga sebagai buffer

atau penyangga, akan memungkinkan menimbang batch dari cargo tanpa

menghentikan alirannya.

3. Draught Survey

Draught Survey adalah suatu metode yang dilakukan untuk

mengetahui quantity muatan baik yang dimuat maupun yang dibongkar ke

dan dari sebuah kapal dengan cara membaca Draught Mark yang ada pada

kedua sisi kapal sebelum dan sesudah pemuatan/pembongkaran.

Persyaratan pelaksanaan Draught Survey adalah :

3-25

a. Kapal harus benar-benar berada dalam keadaan terapung/tidak kandas.

b. Draught Mark kapal pada semua sisi harus dapat dibaca dengan jelas.

c. Kapal dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang sesuai dengan

peruntukkannya, antara lain Hydrostatic Table/Displacement Table, Tank

Sounding Calibration Table, General Arrangement.

d. Pada saat pembacaan Draught Mark tidak boleh ada kegiatan-kegiatan

muat/bongkar sementara di atas kapal, misalnya meratakan dengan

bulldozer, mengisi bahan bakar dari satu tangki ke tangki lainnya.

e. Pipa-pipa Sounding Ballast Water pada saat dilakukan pembacaan harus

dalam keadaan baik tidak buntu.

f. Trim kapal diupayakan sedemikian rupa agar tidak melebihi trim koreksi

yang ada pada Tank Sounding Calibration Table.

g. Kapal diupayakan tidak miring lebih dari 0,50.

h. Pemuatan diupayakan tidak melebihi garis muat yang diizinkan sesuai

dengan Load Line Zone (tidak over draught).

i. Khusus Ponton/Barge pemadatan muatan di atas Ponton dibuat

sedemikian rupa tidak melebihi garis muat yang diizinkan, jarak side

board stell plate bagian atas terhadap muatan ± 0,5 meter sehingga pada

saat ponton berlayar di laut yang bergelombang batubara tidak langsung

tumpah ke laut tapi masih tertahan oleh side board tersebut, serta Trim

Ponton dibuat sedemikian rupa jangan sampai main deck buritan tertutup

air dan Draught Mark buritan tidak dapat terbaca lagi.

j. Kerjasama dari berbagai pihak yang saling terkait didalam pelaksanaan

Draught Survey tersebut sangat diperlukan agar tujuan pelaksanaan

Draught Survey dapat tercapai.

Tahapan-tahapan pelaksanaan Draught Survey adalah sebagai

berikut :

a. Melaksanakan pembacaan Draught Mark pada kedua sisi kiri (depan,

tengah, dan belakang) dan sisi kanan (depan, tengah, dan belakang).

3-26

Sumber : Anonim, 2009

Gambar 3.26Pembacaan Draught Mark

b. Mencari nilai Mean of Mean Corrected Draught dari hasil pembacaan

Draught Mark.

Sumber : Anonim, 2009

Gambar 3.27Penghitungan Nilai Mean of Mean Corrected Draught

c. Mencari nilai Displacement pada Hydrostatic Table dengan referensi nilai

Mean of Mean Corrected yang telah dihitung.

3-27

Sumber : Anonim, 2009

Gambar 3.28Pembacaan Nilai pada Hydrometer

d. Mencari nilai koreksi trim pertama dan kedua.

Sumber : Anonim, 2009

Gambar 3.29Menghitung Nilai Trim

e. Mencari nilai koreksi density.

f. Mencari nilai density.

3-28

Sumber : Anonim, 2009

Gambar 3.30Menghitung Sampling Density Air Laut

Koreksi-koreksi yang ada pada Draught Survey adalah sebagai

berikut :

a. Koreksi pembacan Draught Mark (Stem, Midship, Stern Correction).

b. Koreksi kemiringan kapal (List Correction).

c. Koreksi Trim (1st Correction dan 2nd Correction).

d. Density of Sea Water Correction.

(Anonim, 2009)

3.8 Alat Angkut (Dump Truck)

Dalam dunia pertambangan alat angkut khususnya dump truck biasanya

digunakan untuk mengangkut tanah pucuk (top soil), tanah penutup (over

burden), endapan bijih (ore), dan batubara (coal) pada jarak dekat sampai

sedang. Berdasarkan ukurannya, dump truck dibagi menjadi tiga golongan,

yaitu :

1. Ukuran Kecil, kapasitas sampai 25 ton.

2. Ukuran Sedang, kapasitas 25-100 ton.

3. Ukuran Besar, kapasitas di atas 100 ton.

Beberapa faktor yang akan memengaruhi efisiensi, kinerja, dan

produktivitas dari dump truck adalah sebagai berikut :

3-29

1. Mesin (Engine)

a. Horse Power

1) Rimpull/Torque

Besar kuat putar yang mampu dihasilkan mesin kepada drive

whell yang menyentuh permukaan jalan.

2) Gradeability

Kemampuan mesin untuk menggerakkan truck pada jalan

dengan kemiringan dan dalam jarak tertentu.

b. Konsumsi Bahan Bakar (Fuel Consumption)

Banyaknya bahan bakar yang digunakan oleh mesin per jam kerja

mesin.

2. Sistem Kemudi (Steering System)

a. Responsibility

Kemudahan alat angkut untuk dikendalikan (penggunaan power

steering, sistem kemudi hydraulic).

b. Radius Putar (Turning Radius)

Diameter gerak melingkar ketika kemudi diputar hingga sudut

maksimum.

3. Hidrolis Lifter (Hoist Hydraulic)

Kemampuan/kecepatan daya dorong lifter (hoist) yang dihasilkan oleh pompa

hidrolis ketika bak terisi material.

4. Kapasitas Angkut (Payload Capacity)

Kemampuan truck untuk mengangkut sejumlah beban yang diberikan (ton).

5. Ukuran dan Bentuk Bak Truck (Truck Body Design)

Pemilihan ukuran dan bentuk bak truck (untuk 1 tipe truck yang sama) yang

digunakan ditentukan dengan material yang akan diangkut.

Dalam penggunaan dump truck berkapasitas kecil tentunya memiliki

keuntungan dan kerugian. Adapun keuntungan menggunakan dump truck

kapasitas kecil, yaitu :

1. Lebih mudah digerakkan ke kanan dan ke kiri, atau lebih lincah dan gesit.

2. Lebih cepat dan ringan, sehingga tak lekas merusak ban dan jalan.

3. Kalau kebetulan ada yang macet atau rusak, kemerosotan produksinya

hanya kecil.

4. Lebih mudah untuk disesuaikan atau diselaraskan dengan kapasitas alat

galinya.

3-30

Sedangkan kerugian menggunakan dump truck kapasitas kecil, yaitu :

1. Agak sukar mengisinya karena kecil sehingga lebih lama spotting time-nya.

2. Diperlukan lebih banyak pengemudi, waktu perawatan, dan macam suku

cadang untuk sasaran produksi yang sama.

3. Mesinnya sering memakai bahan bakar yang lebih mahal.

Sumber : Anonim, 2010a

Gambar 3.31Jenis-jenis Dump Truck

Untuk menghitung produktivitas dari dump truck, maka ada beberapa

rumus yang dipergunakan, yaitu :

1. Produksi per siklus

q = n x q1 x K.................................................................................................(3.11)

Keterangan :

q = Produksi per siklus (m3)

n = Jumlah pengisian bak oleh bucket

q1 = Kapasitas munjung (m3)

K = Faktor pengisian bucket

2. Waktu Edar

CT = LT + HLT + SDT + DT + RT + SLT.......................................................(3.12)

Keterangan :

CT = Waktu edar (detik)

LT = Waktu pemuatan material (detik)

3-31

HLT = Waktu pergi bermuatan (detik)

SDT = Waktu manuver sebelum menumpah (detik)

DT = Waktu menumpahkan material (detik)

RT = Waktu kembali tanpa muatan (detik)

SLT = Waktu manuver sebelum dimuati (detik)

Sumber : Anonim, 2010a

Gambar 3.32Waktu Edar (Normal)

Sumber : Anonim, 2010a

Gambar 3.33Waktu Edar yang Memiliki Waktu Tunggu

3-32

Sumber : Anonim, 2010a

Gambar 3.34Waktu Edar yang Berakhir dengan Kerusakan Alat

3. Efisiensi Kerja

E = CT

CT+WTx100 %.....................................................................................(3.13)

Keterangan :

E = Efisiensi kerja (%)

CT = Waktu edar (detik)

WT= Waktu tunggu (detik)

4. Produksi per jam

Q = q x3600 x E

CT............................................................................................(3.14)

Keterangan :

Q = Produksi per jam (m3/jam)

q = Produksi per siklus (m3)

E = Efisiensi kerja (%)

CT = Waktu edar (detik)

3600 = Konversi jam ke detik

(Anonim, 2010a)

3-33

3-34