24
ISSN 2089-340X Edisi I/LPMH-UH/XIX/ IX/2014 B uletin Bagi Demokrasi Untuk Keadilan DITERBITKAN OLEH LEMBAGA PERS MAHASISWA HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN P E N G A D E R A N "SKEPTISISME BIROKRAT BERUJUNG INTERVENSI" Polemik Klasik

Buletin Eksepsi Edisi I/LPMH-UH/XIX/IX/2014

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Polemik Klasik Pengaderan, Skeptisisme Birokrat Berujung Intervensi

Citation preview

ISSN 2089-340X

EksepsiEdisi I/LPMH-UH/XIX/IX/2014

BuletinBagi Demokrasi Untuk Keadilan

DITERBITK

AN O

LEH

LEMB

AGA

PERS

MAH

ASIS

WA H

UKUM

UNI

VERS

ITAS

HAS

ANUD

DIN

P E N G A D E R A N"SKEPTISISME BIROKRAT BERUJUNG INTERVENSI"

Polemik Klasik

Eksepsi Edisi I/XIX/LPMH-UH/IX/2014 Eksepsi Edisi I/LPMH-UH/XIX/IX/2014

Redaksi Eksepsi menerima tulisan berupa opini, artikel, essai, cerpen, puisi, karikatur maupun foto dari pembaca. Tulisan dapat diserahkan di sekre-

tariat LPMH-UH, atau dikirim melalui via e-mail ke: [email protected]

2

EksepsiISSN 2089-340X

PENERBIT:LEMBAGA PERS MAHASISWA HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

PELINDUNG:Dekan

PENASEHAT:Wakil Dekan III

PENDAMPING UKM:Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H

DEWAN PEMBINA:Anwar Ilyas, S.H, Muh. Alam Nur, S.H,

Muh. Sirul Haq, S.H, Muh. Ali Akbar Nur, S.H, Wiwin Suwandi, S.H, Nurul Hudayanti, S.H., M.H, Muh. Arman KS, S.H, Ahmad Nur, S.H,

Solihin Bone, S.H, M.H., Irfan Amir, S.H, Nasril, S.H, Hardianti Hajrah S, S.H, Ahsan Yunus, S.H,

Irwan Rum, S.H., Rezki Alvionitasari, S.H.

DEWAN PERS:Amiruddin

Farit Ode KamaruM.N Faisal R. Lahay, S.H.

PEMIMPIN UMUM:Ramli

PEMIMPIN REDAKSI:Rezky Pratiwi

SEKRETARIS UMUM:A. Asrul Ashari

BENDAHARA:Nurjannah

REDAKTUR PELAKSANA:Icha Satriani Azis

Nurul Hasanah

REPORTER:Satriani P., Indah Sari,

Dyah Ambarsari, Putri Reztu A.J., Nurul Amalia, Puspitasari,

Diana Ramli

FOTOGRAFER:Rio Atma Putra,

Julandi J. Juni

LAYOUTER:Firman Nasrullah, Mohammad Supri

DIVISI KADERISASIMuh. Syahrul Rahmat,

Ainil Masura

DIVISI JARINGAN KERJAWahyudi Sudirmsn,

Dwi Arianto Rukmana

DIVISI LITBANGA. Azhim Fachreza A.,

Nurfaika Ishak

DIVISI DANA & USAHAAhmad Fauzi

SalamRedaksi

Salam Pers Mahasiswa! Salam Perjuangan! Salam Perubahan!Kembali kami menyapa pembaca dengan salam hangat yang

senantiasa menggelorakan semangat. Semoga budaya literasi senan-tiasa hadir bahkan di tengah himpitan kesibukan kita.

Kepengurusan silih berganti bersama dengan diteruskannya ke-mudi lembaga oleh orang-orang baru, dan sebuah keniscayaan dalam setiap perubahan dibutuhkan penyesuaian. Lembaga Pers Mahasiswa Hukum Unhas terus berupaya menyajikan informasi kepada pemba-ca, penggarapan Buletin Eksepsi Edisi I ini pun tidak lain adalah hasil jerih payah beserta proses penyesuaian yang cukup panjang pasca pergantian pengurus beberapa waktu lalu.

Alhamdulillah, pada akhirnya kami berhasil menyelesaikan peng-garapan buletin ini. Bahagia beserta bangga kami kabarkan pula bahwa kami telah melakukan penambahan halaman sehingga Bule-tin Eksepsi kini terbit dengan 24 halaman. Semoga Buletin Eksepsi senantiasa mampu memenuhi kebutuhan informasi para pembaca setia.

Pada edisi perdana kali ini kami mengangkat tema mengenai ti-dak direstuinya pelaksanaan pra pengaderan serta konsep-konsep pengaderan yang diajukan BEM oleh pihak dekanat Fakultas Hu-kum Unhas yang sempat menimbulkan ketidakharmonisan antara keduanya, persoalan ini kemudian kami ulas dalam rubrik Laporan Utama.

Sedang pada rubrik Laporan Khusus kali ini menyoal portal-por-tal online service fakultas hukum yang tidak dimanfaatkan dan dikelola optimal seperti portal Learning Management System (LMS) dan website resmi fakultas hukum. Di samping itu kami sajikan pula wawancara khusus dengan Dekan Fakultas Hukum Unhas, Prof Farida Patittingi terkait langkah pengembangan fakultas hukum pada kepemimpinan-nya ke depan, serta rubrik-rubrik lainnya yang juga menarik untuk dibaca.

Tak lupa kami haturkan permohonan maaf atas segala kekuran-gan yang terdapat dalam Buletin Eksepsi Edisi I ini. Untuk itu kritik dan saran dari para pembaca kami harapkan guna perbaikan Eksepsi ke depannya. Semoga apa yang Eksepsi beritakan dalam edisi ini, dapat menjadi informasi yang berguna bagi para pembaca sekalian. Selamat membaca!

Persembahan PerdanaUsai Pergantian Nahkoda

Foto bersama anggota LPMH dengan para pemateri pada Diskusi Eksternal; “Makassar Kota Geng Motor” di Ruang Promosi Doktor Fakultas Hukum Unhas, Kamis, (9/10).

Eksepsi Edisi I/XIX/LPMH-UH/IX/2014 Eksepsi Edisi I/LPMH-UH/XIX/IX/2014 3

Eksepsis Editorial

“Prapengaderan merupakan hal yang penting karena di dalamnya kita berupaya melakukan integrasi dan

asimilasi, agar mereka memilki etika ketika bergabung di

fakultas hukum,”

Muhammad Ansar – Menteri Pengkaderan BEM Fakultas Hukum Unhas

“Pengaderan itu boleh saja dilakukan selama masih dalam batas kewajaran, dan konsep pengaderan saat ini saya lihat masih dalam batas yang wajar,”

Muh. Ibrahim Arifin – Mahasiswa Angkatan 2014 Fakultas Hukum Unhas

“Pada dasarnya saya mendukung semua pengaderan mahasiswa, itu perlu bagi mahasiswa. Sebab tidak semua ilmu bisa didapatkan di bangku kuliah. Akan tetapi komunikasi yang mesti bagus ke pimpinan fakultas agar pimpinan fakultas bisa mendukung apa yang dilakukan BEM,”

Dr. Muh. Hasrul, S.H.,M.H

Kata Mereka Tentang Pengaderan

Perbedaan paradigma antara pelajar dan maha-siswa membuat pengaderan mutlak dilalui ma-hasiswa baru untuk mengenal pola dan nilai-nilai

dunia kemahasiswaan. Lembaga kemahasiswaan se-bagai entitas juga membutuhkan prosesi pengaderan agar tercipta kesatuan rasa dan pikir kader dalam membangun organisasi kemahasiswaan.

Di lingkup Fakultas Hukum Unhas (FH-UH), tu-juan pengaderan tercantum pada Pasal 3 Peraturan Keluarga Mahasiswa (KEMA) FH-UH No. 3/2011 ten-tang Pengkaderan KEMA FH-UH, yaitu menciptakan mahasiswa hukum yang memiliki nilai-nilai Pancasila, mengamalkan Tri Darma Perguruan Tinggi, berkarak-ter, sadar berkonstitusi, dan organisatoris.

BEM sebagai pelaksana teknis penyelenggaraan pengaderan merumuskan prosesi pengaderan ke dalam beberapa tahapan yang memiliki tujuan masing-masing dan saling berkaitan. Diantaranya Pengaderan Mahasiswa Hukum (PMH) I sampai dengan III, serta pra pengaderan dan pengumpulan. Pra pengaderan di-laksanakan beberapa hari sebelum pelaksanaan PMH I, sedangkan pengumpulan dilaksanakan sehari sebelum pelaksanaan PMH II dan PMH III.

Pra Pengaderan dan Pengumpulan merupakan pengantar sebelum pelaksanaan PMH, termasuk me-lalui pemberian materi. Namun belakangan, agenda dari rangkaian pembinaan mahasiswa baru tersebut tidak “direstui” pihak dekanat FH-UH. Sejumlah ala-sannya karena dapat menyita waktu mahasiswa baru (Maba) FH-UH yang sebanyak 451 orang, sehingga mereka tidak fokus lagi dengan proses perkuliahan. Selain itu, juga teknis pelaksanaan yang dikhawatirkan dekanat akan diwarnai dengan tindak “kekerasan”.

Jika merujuk pada Kepmendikbud No. 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Lembaga Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi, maka dalam merumuskan kebijakan internal, organisasi kemahasiswaan intra perguruan tinggi bersifat mandiri. Pasal 2 aturan tersebut me-nyatakan bahwa organisasi kemahasiswaan di pergu-ruan tinggi diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh, dan untuk mahasiswa dengan memberikan per-anan dan keleluasaan lebih besar kepada mahasiswa. Senada dengan hal tersebut, Pasal 1 ayat (3) Konstitusi KEMA FH-UH menyatakan bahwa organisasi KEMA FH-UH bersifat independen. Ini berarti bahwa kebi-jakan organisasi kemahasiswaan seharusnya dihormati oleh instansi vertikal (baca: dekanat) selama memiliki tujuan baik dan tidak melenceng dari tujuan institusi FH-UH.

Pelaksanaan pengaderan tingkat lembaga kemaha-siswan FH-UH sepenuhnya tergantung dari kesepaka-tan pihak dekanat dan organisasi kemahasiswaan. Dia-log semestinya ditempuh dengan pandangan terbuka, termasuk mempertimbangkan dampak pelaksanaan selama ini, serta menerawang kemungkinan jika kon-sep pengaderan diperbarui. Jika tidak tercapai kes-epakatan terkait mekanisme pelaksanaan, itu tidak be-rarti menampikkan tujuan positif dari pra pembinaan dan pengumpulan, di antaranya mengakrabkan maha-siswa, serta menanamkan pemahaman terkait esensi mahasiwa kepada para Maba.

Prosesi Pengaderan “Direcoki”

Eksepsi Edisi I/XIX/LPMH-UH/IX/2014 Eksepsi Edisi I/LPMH-UH/XIX/IX/2014

Memasuki tahun ajaran baru, setiap penyelengara pendidikan tinggi

mengadakan prosesi Penerimaan dan Pembinaan Mahasiswa Baru (P2MB), begitupun juga Unhas. Pada dasarnya, penerimaan dilakukan dengan kegiatan penyambutan, sedangkan pembinaan atau pengaderan terkesan pada proses kaderisasi. Mengenai konsep pembinaan mahasiswa baru (Maba) tahun ini, penyelenggaraannya dilimpahkan pihak rektorat kepada setiap fakultas, termasuk Fakultas Hukum Unhas (FH-UH). Konsep pelaksanaan pembinaan tingkat fakultas harus melalui kesepakatan pihak dekanat dengan lembaga kemahasiswaan.

Lebih rincinya, untuk pembinaan tingkat lembaga kemahasiswaan FH-UH yang biasanya disebut pengaderan, Dekan FH-UH, Prof Farida Patittingi menyatakan bahwa pola pengembangan kemahasiswaan tersebut ditegaskan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) dilaksanakn oleh lembaga kemahasiswaan baik itu BEM atau maupun Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dengan berbagai variannya. “Pengaderan harus dilaksanakan berdasarkan pola yang sudah diatur, atau berdasarkan aturan atau kesepakantan. Isi dari kegiatan dari BEM kita tidak campuri lagi muatanya. Yang kita berikan itu frame-nya atau koridornya, mengenai isi dan metode silahkan lembaga kemahasiswaan sendiri kembangkan sehingga jelas output dan outcome-nya,” jelasnya.

Senada dengan itu, Wakil Rektor III Unhas Prof Musakkir menyatakan bahwa pengaderan harus berdasarkan pada aturan serta sesuai dengan tujuan institusi pendidikan. “Pengaderan tetap berpedoman kepada pola pembinaan kemahasiswaan yang sudah ditetapkan pedomannya oleh Dikti. Tentu saja bentuk dan kreativitasnya tidak sama. Tapi pada dasarnya ialah untuk pembinaan di Unhas, yang kita lakukan adalah P2MB,” tuturnya.

Mencari Konsep IdealDalam Konstitusi Keluarga

Mahasiswa (KEMA) FH-UH, pelaksana pengaderan tingkat lembaga kemahasiswaan adalah BEM. Pengaderan Mahasiswa Hukum (PMH) dilaksanakan tiga tahapan. PMH I bermuatan orientasi pengenalan kampus, PMH II bermuatan manajemen dasar kepemimpinan, dan PMH III bermuatan bina akrab. Selain ini,

dalam Peraturan KEMA FH-UH No. 3 Tahun 2014 tentang Pengkaderan KEMA FH-UH, terdapat juga pra pengaderan berupa prosesi beberapa hari yang diadakan sebelum pelaksanaan PMH I, serta pengumpulan yang dilaksanakan sehari sebelum pelaksanaan PMH II dan PMH III. Pra pengaderan tersebut wajib diikuti Maba sebelum PMH I. Tujuan pengaderan tercantum pada Pasal 3 Peraturan KEMA tersebut, yaitu menciptakan mahasiswa hukum yang memiliki nilai-nilai Pancasila, mengamalkan Tri Darma Perguruan Tinggi, berkarakter, sadar berkonstitusi, dan organisatoris.

Tidak dimungkiri, setiap kali penerimaan Maba, persoalan pengaderan tingkat lembaga kemahasiswaan selalu menuai persoalan terkait konsepnya. Hal itu diakui Musakkir dikarenakan perkembangan kehidupan mahasiswa membutuhkan pembaruan pendekatan pengaderan. Ia mengharapkan pengaderan dilaksanakan dengan menggunakan hati nurani, tidak menggunakan “kekerasan fisik”

yang berkonsekuensi yuridis. Persoalan kompetensi pengader dan durasi prosesi pengaderan yang mengganggu fokus Maba terhadap persoalan akademiknya merupakan aspek yang menurutnya juga harus dibenahi. Untuk itu, ia mengatakan penting untuk memperjelas tujuan, manfaat, cara, dan waktu pelaksanaan pengaderan. “Yang perlu diubah adalah cara atau metodenya yang disesuaikan

dengan dinamika kampus sebagai masyarakat ilmiah,” jelasnya.

Sejalan dengan itu, Prof Farida Patittingi menilai bahwa pelaksanaan pengaderan harusnya dilaksanaakn oleh orang yang kapabel dan memahami tujuan penmbinaan. Selain itu, menurutnya ideal jika metode pengaderan diisi dengan penyajian materi yang dapat membentuk karakter mahasiswa. “Materi muatan untuk menghasilkan kader yang dapat mengawal kesinambungan organisasi itu penting, tentunya oleh kader terbaik. Tentu ada pula metode yang dilaksanakan oleh orang-orang yang bisa memberikan contoh dan bisa diteladani. Substansi dan metode harus benar sehingga dapat mendukung output yang kita inginkan,” terangnya.

Terkait pakaian penyeragaman pakaian Maba, Farida menyatakan bahwa pakaian hitam-putih diperkenankan pada acara pengaderan. Namun untuk kegiatan perkuliahan sehari-hari menurutnya tidak perlu. “Tidak perlu ada keseragaman karena kita masyarakat yang plural. Jadi biasakan plural.

LaporanUtama

4

FORMULASI KONSEPPENGADERAN

A. Azhim Fachreza A. & Nurul Amalia

Hasil polling yang diselenggarakan Divisi Litbang LPMH-UH pada 16-24 September. Responden terdiri atas 200 mahasiswa Fakultas Hukum Unhas angkatan 2011-2013.

88%

10,5%1,5%

Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu/Tidak Jawab

Apakah Anda setuju dengan prosesi pengaderan

(pra pengaderan, pengumpulan, serta PMH I, II, III) bagi mahasiswa baru?

86%

8,5% 5,5%

Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu/Tidak Jawab

Setujukah Anda bahwa pengaderan memiliki pengaruh positif terhadap pembentukan

karakter mahasiswa?

Eksepsi Edisi I/XIX/LPMH-UH/IX/2014 Eksepsi Edisi I/LPMH-UH/XIX/IX/2014 5

Yang perlu itu adalah penguatan nilai karena ketika orang masuk di Unhas atau Fakultas Hukum, hak dan kewajibnya (Maba, Red) sama sebagai mahasiswa lainnya,” tutur Farida.

Pandangan lain diungkapkan Wakil Dekan III FH-UH Romi Librayanto yang menilai sepanjang lima tahun terakhr, pangaderan belum berdampak positif pada pemembinaan mahasiswa. Ia menilai pengaderan selama ini masih bersifat seremonial dan konsepnya tidak didasarkan target pencapaian. Untuk itu, ia menilai perlu mengadakan evaluasi dan perbaikan terhadap konsep pengaderan. “Rambu yang diberikan hanya tiga yaitu demokratis, terbuka, dan manusiawi,” jelasnya.

Di sisi lain, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FH-UH Dhian Fadlhan Hidayat menilai pegaderan penting dilaksanakan untuk mentransformasikan paradigma Maba menjadi mahasiswa. Ia menilai bahwa pengaderan bukanlah ajang perpeloncoan, tetapi ajang penanaman nilai-nilai mahasiswa. Menurutnya, melalui pengaderan,

Proses pembinaan mahasiswa baru selama ini adalah melalui beberapa tahapan. Berdasar-

kan Konstitusi Keluarga Mahasiswa (KEMA) Fakultas Hukum Univer-sitas Hasanuddin (FH-UH), Peng-kaderan Mahasiswa Hukum (PMH) dilaksanakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Pengaderan ini terdiri atas tiga tahap. Tahap per-tama adalah orientasi pengenalan kampus. Kedua, yaitu manajemen kepemimpinan mahasiswa, dan ta-hap ketiga bermuatan bina akrab mahasiswa. Hal ini tercantum dalam Pasal 51 Konstitusi KEMA FH-UH.

Tahapan ini merupakan tolok ukur dan dilaksanakan dari tahun ke tahun. “Pembinaan mahasiswa baru tidak perlu mengacu pada kul-tur yang ada, yaitu PMH I, II, dan III. Tetapi pembinaan bisa berjalan sepanjang sesuai dengan konsep

yang ada. Jadi, keinginan untuk mencapai tujuan dalam pembinaan ini harus sesuai dengan konsep yang telah disepakati antara pihak fakul-tas dengan mahasiswa yang terli-bat dalam panitia pembinaan ma-hasiswa baru atau Badan Eksekutif Mahasiswa fakultas,” ungkap De-kan FH-UH, Prof Farida Patittingi, saat ditemui di ruangannya, Jumat (19/9).

Terkait pra pembinaan menu-rut Farida, merupakan tawaran dari BEM FH-UH. Pra pembinaan adalah proses yang ada sebelum mahasiswa baru mengikuti tahap-tahap pembi-naan yang ada atau PMH. Melihat padatnya aktivitas mahasiswa baru dalam kegiatan akademik, Farida menambahkan, pra Pembinaan ini bukannya dia tidak setujui, tetapi dia hanya ingin mahasiswa baru juga diberi kesempatan untuk melaksana-

kan kegiatan akademik dengan baik tanpa ada kegiatan lain yang meng-gangu mereka sebelum kegiatan aka-demik seperti Basic Character Study Skill (BCSS) selesai.

Wakil Dekan III FH-UH, Romi Librayanto mengatakan pra pem-binaan tidak harus dilaksanakan dalam prosesi penerimaan maha-siswa baru. Sebaiknya yang diberi-kan adalah pemaparan beberapa materi. Pemaparan ini disesuaikan dengan konsep yang telah disepakati oleh mahasiswa dan pihak fakultas. Hal ini juga disepakati oleh dekan. “Kegiatan pra pembinaan memang sudah ada dalam penerimaan maha-siswa baru. Pemberian materi adalah poin utama dalam pra pembinaan tersebut. Tetapi, yang menjadi per-masalahan adalah metode pembe-rian materi yang bertentangan den-gan teknisnya,” ujarnya kepada kru

Tak Ada Titik Temu, BEM Tetap Laksanakan Pra PengaderanOleh: A. Asrul Ashari & Julandi J. Juni

10%

1%

1,5%

2%

2%

3%

21%

22%

37,5%

Tidak tahu/Tidak Jawab

Perpeloncoan

Tidak Berguna

Solidaritas

Pembentukan intelektual

Pembentukan Kader

Pengenalan Lingkungan Kampus

Pengakraban Mahasiswa

Pembentukan Karakter

Apa tujuan prosesi pengaderan menurut Anda?

18,5%0,5%

2%3%

3,5%4,5%

5%8,5%

9,5%10%

12%23,5%

Tidak Tahu/Tidak Jawab

Sesuai Tri Dharma PT

Terpadu

Pengakraban Mahasiswa

Tegas

Pengenalan Lingkungan …

Sesuai Prosedur/Aturan

Sesuai Konsep Lama

Pengembangan Intelektual

Mendidik

Pembentukan Karakter

Tanpa Kekerasan

Bagaimana konsep ideal pengaderan menurut Anda ?

mahasiswa akan dibentuk menjadi sosok teguh dalam merealisasikan fungsinya sebagai mahasiswa. “Pengaderan itu untuk mengubah paradigma siswa jadi mahasiwa. Pemikiran ideal mahasiswa harus dilandasi dengan keberanian, karena kalau tidak berani maka percuma pemikiran idealis,” jelas Fadlhan.

Persoalan karakter mahasiswa juga penting dibentuk melalui prosesi pengaderan. Menurut Fadlhan, pengaderan akan memberi pengaruh positif terhadap perilaku mahasiswa. “Pengaderan ini mengajarkan etika, bagaimana berperilaku, karena hal seperti itu jarang kita dapatkan dalam bangku perkuliahan. Kemudian jiwa kritis dan gemar berdiskusi, kita hanya bisa dapat dalam lingkup kemahsiswaan, misalnya dari pengaderan,” jelas Fadlhan

LaporanUtama

Eksepsi Edisi I/XIX/LPMH-UH/IX/2014 Eksepsi Edisi I/LPMH-UH/XIX/IX/2014

LaporanUtama

6

Eksepsi, Jum’at (19/9).Lain halnya yang disampaikan

oleh Presiden BEM FH-UH, Dhian Fadlhan Hidayat yang menganggap kebijakan dari dekan sampai saat ini jarang melibatkan mahasiswa. “Ke-bijakan saat ini yang dikeluarkan oleh pihak dekanat baru melibatkan BEM saat kebijakan itu sudah ber-laku. Kebijakan ini berlaku tanpa ada komunikasi dengan BEM atau lembaga mahasiswa lainnya. Hal ini yang membuat kami dari lembaga mahasiswa sangat kecewa dengan kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pihak dekanat,” ungkap dia di depan Sekretariat BEM, Selasa (16/9).

Fadlhan melanjutkan, kebijakan tanpa ada komunikasi dengan ma-hasiswa akan berdampak terhadap kegiatan pembinaan mahasiswa. Pe-rumusan kebijakan yang tidak meli-batkan mahasiswa membuat banyak pihak dari mahasiswa tidak sepakat terhadap kebijakan itu. Beberapa contoh kebijakan itu adalah peng-hapusan seragam hitam putih dan mahasiswa baru laki-laki tidak harus botak. Kebijakan ini tentu sangat berdampak pada hubungan antara mahasiswa baru dengan mahasiswa lama. “Tujuan utama pengaderan adalah membentuk karakter maha-siswa baru agar bisa saling menghar-gai antara sesama mahasiswa baru ataupun terhadap senior-seniornya. Penggunaan pakaian contohnya, yang berbeda dengan seniornya adalah bukan hal yang ingin men-imbulkan diskriminasi. Hal tersebut adalah kebiasaan yang sudah sering kita lakukan di fakultas hukum. Per-bedaan yang kita terapkan terhadap mahasiswa baru adalah hal yang kita terapkan agar tetap menjunjung nilai pancasila, yaitu berbeda tapi tetap satu jua,” tambahnya.

Penyeragaman pakaian sesuai dengan kebiasaan yang berlangsung, itu terhenti saat pihak dekanat mela-rang penyeragaman tersebut. Peny-eragaman yang diinginkan pihak BEM tidak mendapat persetujuan dari pihak dekanat karena tidak adanya komunikasi sebelumnya yang dilakukan oleh BEM kepada dekan. “Memang itu adalah kebi-asaan yang selama ini berlanjut di

fakultas hukum. Tapi bukan berarti kebiasaan itu harus dilaksanakan tanpa ada persetujuan dari pimpi-nan fakultas. Penyeragaman tersebut sifatnya diskrimatif karena pakaian mahasiswa itu seharusnya bukan diseragamkan,” tegas Farida.

Lain halnya yang diungkapkan oleh seorang mahasiswa baru, pe-nyeragaman pakaian itu memang dan masih perlu ada. Hal ini dika-renakan agar semua dari mereka itu sama. “Kami sangat menyetujui dengan penyeragaman pakaian. Ala-sannya karena tanpa penyeragaman kami tidak bisa mengenal teman-te-man kami. Begitu juga dengan pen-gumpulan, yang pada kegiatan ini kami bisa mendapat materi menge-nai penanaman nilai-nilai kemaha-siswaan,” ungkap Muh. Alan Sapu-tra D, mahasiswa baru itu, Rabu (8/10).

Terkait pengaderan, Farida be-ranggapan bahwa pengawalan ter-hadap pembinaan mahasiswa baru itu sangat perlu dalam rangka mela-hirkan kader-kader yang baik. “Kad-er-kader tersebutlah yang dapat melanjutkan kepemimpinan dalam organisasi fakultas. Tentu yang perlu diperhatikan dalam pengaderan ini adalah pertama, keteladanan yang dapat dicontoh dari pendahulu yang ada di fakultas hukum. Kedua ada-lah merencanakan kegiatan yang sifatnya bisa menarik perhatian dan minat mereka,” jelasnya. Untuk itu Farida berharap agar esensi utama dari pembinaan adalah memberi-kan dan mengisi otak mahasiswa baru dengan nilai-nilai yang sesuai dengan kebutuhan kaderisasi saat ini. Ia menilai pengaderan saat ini yang sifatnya statis sangat memerlu-

kan perubahan agar kebiasaan lama tidak berlanjut.

Pertengahan September lalu, Kru Eksepsi mengamati proses pra pembinaan yang dilaksanakan BEM. Pra pembinaan ini dilakukan berpindah-pindah tempat di sekitar wilayah kampus Unhas. Beberapa tempat yang pernah ditempati ada-lah pelataran baruga, pinggir da-nau, dan depan kelas Mata Kuliah Umum (MKU). Mahasiswa baru dib-agi dalam kelompok-kelompok kecil dan didampingi tiga pendamping. Pendamping tersebut adalah ang-gota dari lembaga kemahasiswaan. Ketiga pendamping itu memberi-kan beberapa materi. Diantaranya, tentang identitas mahasiswa, dina-mika kehidupan kampus, dan ke-Unhasan.

Muh. Syarif Nur, salah satu pem-bawa materi pada saat pra pembi-naan mengatakan, pemberian materi ini khususnya ke-Unhasan adalah tanggung jawab agar tidak terjadi perpecahan dalam satu almamater. Selanjutnya melalui pengenalan ke-organisasian, mahasiswa baru dapat menentukan tujuan organisasi mere-ka dengan tetap menjunjung tujuan organisasi namun tetap bersatu pada almamater merah. Firman Haryono Syam, salah satu mahasiwa baru pun mengungkapkan apresiasinya terha-dap pembimbingan yang dilakukan dalam pra pengaderan. “Dengan ma-teri yang telah pembimbing berikan, kami mahasiswa baru mampu ber-adaptasi dengan mahasiswa fakultas lainnya. Materi tersebut sangat ber-manfaat, baik dari segi pengenalan kampus maupun pengenalan dalam dunia kemahasiswaan,” tuturnya.

15,5%

80%

4,5%

Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu/Tidak Jawab

Setujukan Anda dengan dihapuskannya pra pengaderan dan pengumpulan dari prosesi

pengaderan?

31,5%

64,5%

4%

Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu/Tidak Jawab

Setujukah Anda dihapuskannya penyeragaman pakaian (hitam-putih)

untuk mahasiswa baru?

Hasil polling yang diselenggarakan Divisi Litbang LPMH-UH pada 16-24 September. Responden terdiri atas 200 mahasiswa Fakultas Hukum Unhas angkatan 2011-2013.

Eksepsi Edisi I/XIX/LPMH-UH/IX/2014 Eksepsi Edisi I/LPMH-UH/XIX/IX/2014 7

Dalam pedoman umum organ-isasi kemahasiswaan di per-guruan tinggi yang ditetap-

kan melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Repub-lik Indonesia Nomor 155/U/1998, disebutkan bahwa organisasi ke-mahasiswaan di perguruan tinggi diselenggarakan berdasarkan prin-sip dari, oleh dan untuk mahasiswa dengan memberikan peranan dan keleluasaan lebih besar kepada ma-hasiswa.

Pada Pasal 3 lebih lanjut dijelas-kan bahwa di setiap perguruan tinggi terdapat satu organisasi ke-mahasiswaan intra perguruan tinggi yang menaungi semua aktivitas ke-mahasiswaan. Organisasi kemaha-siswaan intra perguruan tinggi itu dibentuk pada tingkat perguruan tinggi, fakultas dan jurusan.

Sebagai pengejewantahan ke-tentuan tersebut, dalam Pasal 1 ayat (1) Konstitusi Keluarga Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasan-uddin (KEMA FH-UH) menetapkan Organisasi KEMA sebagai organisasi kemahasiswaan yang berstatus intra Fakultas Hukum Universitas Hasa-nuddin. Organisasi ini secara stru-kur terdiri dari Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Mahkamah Ke-luarga Mahasiswa (MKM), dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang dinaungi langsung oleh BEM.

Badan eksekutif mahasiswa BEM sebagai salah satu lembaga tinggi FH-UH merupakan lembaga yang berwenang menanungi semua akti-vitas kemahasiswaan. “Hanya BEM saja yang bisa memberikan rekomen-dasi kepada organisasi-organisasi yang berada di lingkup fakultas, karena BEM yang mempunyai hak sesuai Keputusan Kementerian dan Kebudayaan,” jelas Dhian Fadlhan Hidayat, Presiden BEM FH-UH peri-ode 2014-2015.

Sebagai lembaga pelaksana dan penanggung jawab kerja-kerja or-ganisasi dalam lingkup KEMA FH-UH, BEM berwenang melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga kelengkapan organisasi dalam ling-kup KEMA FH-UH dan memberikan rekomendasi kepada semua lembaga kelengkapan organisasi yang berada di bawahnya, yaitu UKM yang ter-

diri dari UKM Bola Basket, Carefa, Sepak Bola, LPMH-UH, ALSA LC Unhas, BSDK, LP2KI, LDA MPM dan Karate-do Gojukai.

Dalam perkembangannya, di FH-UH kini terdapat beberapa or-ganisasi di luar kesembilan UKM tersebut. Yang menjadi persoalan adalah, status dari organisasi ekter-nal tersebut tidak dijelaskan pada aturan konstitusi KEMA dan BEM.

Selama ini organisasi eksternal ketika ingin mengadakan kegiatan, terlebih dahulu meminta rekomen-dasi BEM sebelum menghadap ke pihak dekanat. Namun kebijakan baru yang dikeluarkan BEM, tidak lagi memberikan surat rekomendasi untuk organisasi eksternal. Menu-rut Fadlhan, dalam konstitusi BEM hanya bisa memberikan rekomenda-si kegiatan kepada organisasi yang berada di bawah naungannya, “Di bawah naungan BEM secara konsti-tusi hanya UKM,” jelasnya

Rizal selaku ketua LeDHaK, salah satu organisasi eksternal di FH-UH membenarkan hal tersebut, “Tahun 2013, masih diberi rekomen-dasi, sekarang tidak diberikan lagi rekomendasi, Wakil Dekan (WD) III langsung bisa menerima tanpa reko-mendasi,” ungkapnya saat ditemui Kru Eksepsi.

Aturan khusus yang menga-tur organisasi eksternal di FH-UH belum ada hingga saat ini. Bahkan belum ada ketentuan tertulis yang menjelaskan apa itu organisasi eksternal.

Organisasi eksternal selama ini dikenal sebagai organisasi di luar Konstitusi KEMA FH-UH. Seperti yang diungkapkan ketua DPM Ar-man bahwa dalam konstitusi, posisi lembaga eksternal tidak diatur, teta-pi eksistensinya lembaga eksternal itu ada dan berproses terus-menerus. Organisasi eksternal di FH-UH di antaranya Garda Tipikor, LeDHaK, Recht Choir, HMI, ILSA, HLSC, Ger-matik, Ampuh dan lain-lain.

Seperti yang diungkapkan Rizal sebelumnya, saat ini semua proposal kegiatan, peminjaman tempat, pen-danaan kegiatan, dan sebagainya dis-ampaikan langsung ke WD III tanpa rekomendasi BEM. Senada dengan Rizal, ketua Garda Tipikor Moch. Fauzan Zarkasi juga mengungkap-

kan bahwa saat ini masalah pelaksa-naan kegiatan langsung menghadap WD III, meski tanpa rekomendasi BEM.

Pihak fakultas berpendapat dalam pelaksanaan kegiatan dan pendanaan, meski tidak lagi mendapat rekomendasi BEM, organ-isasi eksternal memiliki posisi yang sama, selama tidak mengganggu porsi yang seharusnya memang di-miliki BEM sebagai organisasi intra fakultas. “BEM tetap memiliki pen-danaan yang lebih banyak. Yang jadi masalah kalau tidak bikin kegiatan. Jadi berdasarkan pemilihan keg-iatan, bukan lembaga, serta laporan kinerja. Yang terpenting posnya tidak terganggu, misalnya dari re-ktorat ada dana operasional BEM, dana inventaris BEM,” jelas Romi Li- Romi Li-brayanto, WD III FH-UH.

Berkaitan dengan hal tersebut, BEM berpendapat bahwa seharus-nya ada koordinasi antara WD III FH-UH dengan BEM menyangkut kegiatan kemahasiswaan di fakultas, karena BEM memiliki otoritas ter-tinggi dalam kemahasiswaan dan kontrol dalam setiap kegiatan kema-hasiswaan.

Tidak adanya ikatan antara BEM sebagai lembaga yang diberi we-wenang menaungi kegiatan kemaha-siswaan dengan organisasi eksternal, yang selama ini dipahami berada di bawah naungan BEM, membuat ker-ancuan sering terjadi. Aturan main dan kejelasan aturan mengenai posi-si organisasi eksternal dibutuhkan di fakultas hukum. “Mesti ada aturan mengenai organisasi eksternal agar tetap menghormati BEM, tetapi se-harusnya ada aturan supaya ada sinkronisasi dan harmonisasi antara BEM dengan eksternal dan internal, agar tidak ada anggapan organisasi ekstra itu oposisi di kampus,” ung-kap Rizal.

Suasana tetap kondusif selama ini semata-mata karena rasa sal-ing menghormati dan menjaga an-tara BEM dan organisasi eksternal, “BEM tetap menjaga hubungan agar fakultas tetap kelihatan satu, namun BEM tetap dapat memprotes bahkan menghentikan kegiatan-kegiatan kemahasiswaan yang tidak mencer-minkan dan tidak membangun FH-UH,” jelas Fadlhan.

Antara Wewenang BEM, Posisi dan Eksistensi Organisasi Eksternal

Oleh: Nurul Hasanah dan Satriani Pandu

Laporankhusus

Eksepsi Edisi I/XIX/LPMH-UH/IX/2014 Eksepsi Edisi I/LPMH-UH/XIX/IX/2014

Laporankhusus

Sebagai pusat penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, perguruan tinggi berada pada jajaran terdepan dalam penggunaan teknologi informasi.

Hal ini dapat terlihat dari penerapan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi di tiap perguruan-perguruan tinggi. Kehadiran teknologi informasi memberikan kemudahan dalam aktivitas perkuliahan sebagai pokok dari penyelenggaraan pendidikan tinggi, bahkan hal tersebut dimungkinkan dilakukan tanpa tatap muka.

Manfaat demikian tentu dirasakan di Fakultas Hukum Unhas yang turut menggunakan teknologi informasi sebagai penunjang dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi. Adanya portal online seperti Sistem Informasi Akademik (SIM), Learning Management System (LMS), diharapkan mampu mewujudkan penyelenggaraan perkuliahan yang lebih efisien. Di samping itu, publik pun mendapatkan ruang untuk mengakses informasi terkait fakultas hukum melalui website resmi www.unhas.ac.id/law. Sayangnya ketersediaan sistem yang nyatanya telah lama diterapkan tersebut dinilai tidak dimanfaatkan secara optimal. Dosen Belum Terbiasa Gunakan LMS

LMS merupakan sistem e-learning yang diterapkan di Universitas Hasanuddin dan dapat diakses melalui www.lms.unhas.ac.id. Lewat LMS dosen selaku pengelola kelas dapat memberikan materi perkuliahan, tugas, dan informasi lainnya terkait mata kuliah kepada mahasiswa yang telah mendaftar dalam kelas tersebut. Aktivitas belajar mengajar yang ditunjang LMS tersebut dinilai lebih efisien. “LMS memudahkan penyampaian materi dari dosen ke mahasiswa, terkait tugas maupun diskusi misalnya, tidak harus tatap muka tetapi dapat melalui portal tersebut,” ungkap Riskayanti, Mahasiswa Fakultas Hukum angkatan 2012.

Kendati demikian dari sekitar 110 dosen di fakultas hukum, hanya 32 dosen yang terdaftar sebagai pengguna LMS. Penggunaan LMS dalam perkuliahan memang tidak diwajibkan seperti yang diungkapkan salah satu Dosen Bagian Hukum Tata Negara, Kasman Abdullah S.H,.M.H saat di temui di Ruang Dapur Jurnal Fakultas Hukum Unhas. “Semua tergantung dari dosen yang ingin menggunakannya. Seperti halnya dengan saya, bagi mahasiswa yang memilih mata kuliah saya, sebaiknya memiliki LMS karena materi dan tugas-tugas yang saya berikan ada di sana,” jelasnya.

Di samping ketiadaan unsur yang mewajibkan

IRONI ONLINE SERVICE DI FAKULTAS HUKUMOleh: Nurjannah & Puspitasari

8

6,5%

64,5%

22,5%

6,5%

Sering Kadang-kadang Tidak Pernah Tidak Tahu/Tidak Jawab

Seberapa sering Anda mengunjungi website Fakultas Hukum Unhas?

Hasil polling yang diselenggarakan Divisi Litbang LPMH-UH pada 16-24 September. Responden terdiri atas 200

mahasiswa Fakultas Hukum Unhas angkatan 2011-2014.

7%

31,5%

17%

44,5%

Sering Kadang-kadang Tidak Pernah Tidak Tahu/Tidak Jawab

Setahu Anda, apakah informasi pada website FH-UH selalu diperbaharui

(up to date)?

penggunaan LMS, Dosen Bagian Hukum Internasional, Dr. Masba Magassing, S.H., M.H., menilai sistem e-learning tersebut tidak akan efektif dengan kelas yang jumlah pesertanya banyak. “Bisa dibayangkan jika menggunakan LMS bagaimana repotnya memberikan feedback pada semua peserta. Untuk mata kuliah Hukum Internasional misalnya, pesertanya bisa mencapai ratusan. Dalam mengantisipasi itu saya

24%29,5%

12%

34,5%

Baik Kurang Baik Tidak Baik Tidak Tahu/Tidak Jawab

Bagaimana Anda melihat pengelolaan website FH-UH?

Eksepsi Edisi I/XIX/LPMH-UH/IX/2014 Eksepsi Edisi I/LPMH-UH/XIX/IX/2014

punya cara tersendiri, bukan berarti sulit tetapi kita juga tidak bisa berharap banyak,” ungkapnya ketika ditanya alasannya tidak menggunakan LMS.

Kendala lain diungkapkan Ruslan Hambali, Dosen Bagian Hukum Administrasi Negara. Ia mengakui bahwa kurangnya pemahaman tentang LMS sebagai penyebab tidak dimanfaatkannya sistem tersebut oleh sebagian besar dosen, “Untuk yang terbiasa mungkin tidak akan kesulitan, tapi akan sebaliknya bagi yang belum terbiasa menggunakan. Memang sebagian dosen kita tidak begitu paham dan belum terbiasa dengan yang seperti itu, sehingga perlu ada sosialisasi terkait LMS tersebut kepada para dosen,” jelasnya.

Nyatanya, sebagian besar dosen dalam mengumpulkan tugas atau memberikan materi perkuliahan masih dalam bentuk hardcopy ataupun melalui email. Terkait hal tersebut, penggunaan LMS dalam perkuliahan dinilai Riska membantu mahasiswa. “Kita tidak perlu mengeluarkan biaya untuk print tugas ataupun fotokopi materi yang diberikan dosen, keduanya dimudahkan hanya dengan melalui LMS,” jelasnya.Website Resmi Tidak Terurus

Lain pula yang dialami website resmi Fakultas Hukum Unhas, pengelolaan yang belum optimal membuat “wajah” fakultas hukum di dunia maya ini jarang dipilih sebagai sumber informasi terkait fakultas hukum. “Waktu semester satu saya sering buka website fakultas tapi karena tidak ada perubahan-perubahan jadi jarang lagi buka,” ungkap Arif Rahman Nur, mahasiswa angkatan 2012 Fakultas Hukum Unhas.

Website resmi fakultas secara umum bertujuan untuk memperkenalkan institusi, lebih lanjut hal tersebut diungkapkan Dr. Anshori Ilyas S.H,.M.H selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Unhas, “Adanya website sebenarnya bertujuan untuk memperkenalkan institusinya, menginformasikan kegiatan dan tujuan dilaksanakannya, tiap kegiatan yang ada di fakultas ditampilkan dalam website tersebut,” terangnya saat ditemui Jumat, (12/9) di Dapur Jurnal Fakultas Hukum Unhas.

Saat dikonfirmasi terkait hal tersebut, Taufik selaku pengelola website fakultas hukum mengatakan bahwa tidak terurusnya website fakultas disebabkan karena kurangnya informasi terkait agenda fakultas yang sampai pada pihak pengelola. “Yang mengendalikan website fakultas itu saya sendiri. Cuma sekarang kekurangannya itu, saya tidak terlalu mengetahui kegiatan-kegiatan yang ada di fakultas, khususnya kegiatan kemahasiswaan. Ditambah lagi baru-baru ini website-nya expire, makanya tidak pernah ter-update,” ungkapnya saat ditemui di ruang Video Conference Prof. Laica Marzuki Fakultas Hukum Unhas, Kamis (18/9).

Terbatasnya tenaga pengelola website sebagai pihak yang diberi tanggung jawab atas itu pun dinilai Anshori

sebagai kendala utama. “Belum ada pegawai atau bagian divisi khusus seperti Humas yang seharusnya memegang tanggung jawab untuk mengakomodir website fakultas. Tidak mungkin Taufik sebagai pengelola, dia juga yang mencari bahan untuk meng-update. Kita butuh SDM untuk mengelola website tersebut dengan baik. Kalau nantinya mau merekrut juga harus diketahui bagaimana kemampuannya,” tambahnya.

Kurangnya perhatian pada website resmi tersebut tentu menjadi ironi bagi fakultas berakreditasi A ini. Lebih lanjut Arif menekankan bahwa website resmi fakultas seharusnya menjadi acuan primer bagi publik untuk mendapatkan informasi terkait Fakultas Hukum Unhas. “Perhatian pada pengelolaan website fakultas itu penting. Supaya kami mahasiswa dapat memperoleh informasi yang memadai tentang struktur organisasinya, kegiatan-kegiatannya, prestasi-prestasi mahasiswanya, beasiswa yang sedang terbuka, apalagi bagi mereka calon mahasiswa baru yang ingin mendaftar di fakultas hukum,” jelasnya.

Laporankhusus

9

51,5%

4%

6%

10%

28,50%

Tidak Tahu/Tidak Jawab

Sosialisasi

Tampilan

Pengelola

Pembaruan Informasi

Apa yang harus dibenahi dari website Fakultas Hukum Unhas?

32%

1%

2%

4,5%

11%

13%

13%

23,5%

Tidak Tahu/Tidak Jawab

Karya Dosen

Artikel Hukum

Info Lembaga Kemahasiswaan

Profil Fakultas

Info Beasiswa

Seputar Event

Informasi Akademik

Informasi apa yang ingin Anda ketahui melalui website FH-UH?

36,5%

1,5%

3%

5,5%

6,0%

8%

11,5%

28%

Tidak Tahu/Tidak Jawab

Tidak Ada Kewajiban Mengunjungi

Tidak Sempat

Kurang Penting

Tidak Ada Info yang Dibutuhkan

Kurang Sosialisasi

Kurang Menarik

Tidak up to date

Apa alasan Anda jarang mengunjungi website FH-UH?

Eksepsi Edisi I/XIX/LPMH-UH/IX/2014 Eksepsi Edisi I/LPMH-UH/XIX/IX/2014

Wawancarakhusus

Pada kepengurusan dekanat kali ini apa akan terdapat perbedaan yang menonjol dari sebelumnya?

Ke depannya kami akan mengembangkan sistem admin-istrasi akademik kemahasiswaan dan kepegawaian yang berbasis IT. Selama ini juga kita memanfaat-kan Sistem Informasi Akademik (SIM) dari Unhas tapi masih banyak kelemahan. Apalagi tidak semua dosen memanfaatkan SIM tersebut, untuk itu akan diupayakan setiap dosen menginput sendiri nilai mata kuliah yang diajarkan, tidak boleh lagi melalui akademik. Di samp-ing itu kami sementara merancang Sistem Administrasi Online Aka-demik, sehingga untuk memperoleh surat keterangan aktif kuliah misal-nya, sistem akan mengecek apakah mahasiswa yang bersangkutan telah melunasi iuran SPP. Jika belum di-lakukan pembayaran maka secara otomatis surat tersebut tidak akan keluar. Demikian juga dengan hal lain seperti ujian skripsi, nantinya kebijakan kami jarak ujian skripsi dari proposal itu paling cepat satu bulan, kalau kurang dari satu bulan sistem pun itu akan menolak.

Di samping itu melalui sistem tersebut perkembangan studi ma-hasiswa akan disampaikan secara berkala kepada orangtua mahasiswa, serta memungkinkan penelusuran lulusan, ke mana alumni fakultas hukum berkiprah. Intinya ke depan akan dilakukan perubahan dan pen-guatan sistem dengan berbasis IT se-maksimal mungkin. Untuk mendu-kung hal-hal tersebut dalam waktu dekat kami akan melakukan sosia-lisasi atau pelatihan pemanfaatan Sistem Administrasi Akademik On-

line serta mengupayakan penamba-han access point dari tiga menjadi dua puluh agar jaringan internet lebih bagus sehingga sivitas akademika fakultas hukum dapat memanfaat-kan sistem tersebut secara optimal. Pemimpin perempuan identik den-gan bahasa emosi dan kelembutan. Apakah hal tersebut juga akan ber-pengaruh dengan model kepemimpi-nan Anda?

Itu kan sebenarnya hanya stigma, saya kira juga tidak selalu demiki-an. Tetapi memang kadang-kadang perempuan lebih mendahulukan perasaan. Perempuan cenderung memiliki kepekaan tinggi atas seki-tarnya sehingga lebih cepat mera-sakan dan mengidentifikasi ma-salah yang terjadi beserta solusinya dengan menelisik sampai akar per-soalan. Saya pun demkian, dengan mengedepankan komunikasi yang efektif saya berusaha menjalankan kepemimpinan secara terbuka dan transparan. Saya ingin membangun kebersamaan di fakultas hukum.Pasca rampungnya struktur dekanat, apa fokus kerja awal yang ingin Anda lakukan?

Tentu yang selalu kita kedepank-an yaitu pelaksanaan tri dharma, ter-khusus pengajaran juga fokus ke aka-demik seperti pengembangan sistem IT yang mendukung proses pelaksa-naan kegiatan akademik yang lebih akuntabel, transparan, cepat, dan seterusnya. Di samping itu juga di-lakukan pembenahan infrastruktur pendukungnya seperti penyediaan ruangan yang bagus berstandar In-ternasional.Apa sudah ada usulan wakil dekan dari senat? Apa saja pertimbangan-nya?

Ya sudah ada. Pertimbangannya pertama, kompetensi yang bersang-kutan terhadap bidang yang kita usulkan. Kedua, komitmen karena ini bukan jabatan tetapi kerja atau pengabdian. Saya menganggap diri saya bukan pejabat tetapi seorang pekerja.Apa langkah-langkah peningkatan mutu kualitas akademik, seperti mata kuliah dan kurikulumnya?

Saat ini kita harus melakukan penyesuaian kurikulum dengan Permendikbud No. 49 Tahun 2014. Insya Allah kita akan melakukan evaluasi kurikulum paling lambat awal 2015, sekarang dalam tahapan persiapan perubahan kurikulum menyesuaikan dengan Permendik-bud tadi. Mengenai penyesuaian mata kuliah, ketentuannya mungkin akan ada yang digabung karena kita juga akan mengacu kepada kepu-tusan Badan Kerja Sama Pimpinan Fakultas Hukum Perguruan Tinggi Negeri Indonesia. Juga minta masu-kan dari seluruh alumni kita yang sudah merasakan kurikulum yang ada untuk menyesuaikan karena ada ketentuan yang ada dalam Permen.Apa langkah yang dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas dan optimalisasi kinerja dosen?

Yang pertama tentu peningkatan kualitas SDM, sekarang ini hampir semua dosen fakultas hukum sudah bergelar doktor dan beberapa sudah pada tahap menyelesaikan S3. Ked-ua, tentu dengan pelatihan-pelatihan dan beberapa kegiatan yang sifatnya untuk meng-upgrade kemampuan dosen seperti pertukaran, kegiatan ilmiah nasional maupun internasi-onal. Kemudian mendorong dosen-dosen kita semaksimal mungkin un-

DEPANKAN KOMUNIKASIBERSAMA MEMBANGUN FAKULTAS HUKUM

Dekan Fakultas Hukum Unhas, Prof Farida Patittingi

Dekanat Fakultas Hukum Unhas sebagai ujung tombak dalam mewujudkan visi misi fakultas hukum telah berganti nahkoda pasca terpilihnya Prof Farida Patittingi sebagai Dekan. Bagaimana perencanaan pengembangan fakultas hu-kum di bawah kepemimpinannya? Terlebih beberapa waktu mendatang akan menyusul pergantian wakil-wakil dekan untuk mendampinginya dalam menjalankan roda kepemimpinan selanjutnya. Kru Eksepsi, Putri Reztu Anggraini berkesempatan menemuinya untuk membahas hal tersebut, Jumat (26/9). Di ruang kerjanya Farida bertutur banyak.

Berikut petikan wawancaranya.

10

Eksepsi Edisi I/XIX/LPMH-UH/IX/2014 Eksepsi Edisi I/LPMH-UH/XIX/IX/2014

tuk melakukan penelitian sehingga dapat dimuat di jurnal nasional bah-kan internasional.Bagaimana membenahi kurangnya presensi dosen yang seringkali dike-luhkan mahasiswa?

Perketat monitoring, langkah awal yang saya akan lakukan yaitu mengingatkan dosen. Jadi kalau dosen tidak masuk ke kelas saya akan mengirimkan pemberitahuan agar minggu depan bisa masuk kelas kembali baik melalui surat maupun pesan singkat agar tugas pokoknya sebagai dosen tetap terlaksana. Fak-tanya ada 18% kelas tidak terisi den-gan baik. Memang ada beberapa dosen beralasan ini SCL sehingga tidak perlu masuk kelas, tetapi kita meminta ada pedoman agar proses belajar mengajar tetap terlaksana dengan baik.Apa langkah yang dilakukan dalam rangka peningkatan budaya peneli-tian di fakultas hukum baik maha-siswa maupun dosen?

Terus terang sampai saat ini kami belum rapatkan. Tapi insya Al-lah saya akan perkuat roadmap pene-litian kita yang disesuaikan dengan yang ada di LP2M karena semua penelitian harus melalui LP2M. Kedepan kami pantau, bahwa hasil penelitian dosen kita ini bukan han-ya sekadar laporan penelitian tetapi dapat dimuat di jurnal internasional.Bagaimana dekanat menjaga kehar-monisan dengan mahasiswa?

Saya kira lembaga kemaha-siswaan sudah jalan, ada BEM, DPM, dan beberapa UKM. Kalau masing-masing melakukan kegiatan dengan baik dan selalu berkoordinasi den-gan kami. Ya kita timbal balik aja, karena masing-masing pasti sudah punya perencanaan jadi tinggal ko-munikasi saja. Kami akan tingkatkan komunikasi yang baik antara kami dengan lembaga kemahasiswaan maupun mahasiswa secara keselu-ruhan. Kita juga harus saling mem-beri masukan. Saya lebih senang jika langsung disampaikan kepada kami.

Apa langkah pembenahan sarana dan prasarana di fakultas hukum?

Peningkatan kualitas ruang ku-liah yang akan saya lakukan tahun depan karena anggaran kita sampai saat ini belum mendukung. Jadi seti-daknya dalam ruangan itu ada AC yang dingin dan suasana nyaman. Saya juga sudah minta bekerjasama untuk menyediakan satu pohon di tiap kelas tetapi jangan lagi dirusak oleh mahasiswa. Ke depan juga nanti saya ingin pengadaan karpet tiap ruangan, penambahan lahan parkir, peremajaan toilet, penyediaan ruang dosen, dan penyediaan CCTV di se-tiap ruangan serta LCD yang mema-dai. Bagaiman dengan pembenahan per-soalan kebersihan?

Kurangnya petugas kebersihan masih menjadi kendala sehingga saya meminta Kepala Tata Usaha agar melakukan penambahan clean-ing service, khususnya untuk yang bertugas menjaga kebersihan toilet. Penyediaan tempat sampah kering dan basah permanen di setiap tem-pat di fakultas juga akan dilakukan. Tetapi tentunya yang utama adalah mengampanyekan budaya keber-sihan seperti melalui pemilihan duta kebersihan dari maha-siswa yang bekerjasama den-gan lembaga kemahasiswaan. Di samping itu kita semua harus terlibat saling bahu-membahu men-jaga kebersihan.

Apa upaya Anda dalam melaku-kan optimalisasi kinerja pegawai akademik dan pelayanan fakultas lainnya?

Tentunya dengan terus melaku-kan evaluasi dalam rapat koordinasi sehingga akan terdeteksi apabila ada kinerja pegawai yang tidak ber-jalan maksimal sesuai tupoksinya. Terkhusus untuk bagian akademik, model pelayanannya yang perlu dibenahi. Seharusnya mahasiswa kan tidak boleh melewati meja pelayan-an, sudah diatur sedemikian rupa se-hingga pengurusan berkas akademik

itu melalui front office. Selanjutnya adalah membangun

budaya ikhlas dalam menjalankan tugas dan melayani tanpa membeda-bedakan pada pegawai. Hal ini yang perlu kita dorong dan himbau terus-menerus. Kita adalah pelayan dan siapapun yang membutuhkan tetap harus dilayani. Maka dari itu nanti-nya akan diberlakukan sistem reward and punishment, jadi akan diidentifi-kasi dalam satu semester siapa pega-wai yang kita anggap paling berde-dikasi tinggi dan akan diumumkan sehingga ada motivasi untuk yang lain.Harapan bagi mahasiswa, dosen, dan pegawai jelang struktur baru dekanat ini?

Saya dalam memimpin fakultas ini sangat butuh dukungan dan kerjasama dari sivitas akademika fakultas hukum agar kelak khususnya bagi dekanat nantinya mam-pu memanaje-men segala sum-ber daya yang ada.

11

dok.

Eks

epsi

Wawancarakhusus

Eksepsi Edisi I/XIX/LPMH-UH/IX/2014 Eksepsi Edisi I/LPMH-UH/XIX/IX/2014

Kolom

Polemik panjang RUU Pilkada akhirnya usai. Ketuk palu dari sidang paripurna yang alot, bak

tambur yang menandakan perang telah berakhir. Ada yang dengan gagahnya mengibarkan panji-panji kemenangan, ada pula yang harus menelan pahitnya kekalahan. Seruan suka cita itu susul-menyusul dengan raungan kekecewaan, yang ironisnya masih di belahan bumi yang sama.

Sementara rakyat, berbeda-beda pula kicauaanya. Ada yang menyambut hasil sidang paripurna dengan senyum tersimpul di wajahnya, ada yang datar-datar saja tak peduli apa hasilnya, ada pula yang merasa dikhianati, merasa tercabik-cabik haknya, merasa dinodai kepercayaan yang telah ia tambatkan pada wakilnya di Senayan.

Terlepas dari itu semua, drama politis yang dipertontonkan para wakil rakyat di Senayan ibarat potongan mosaik yang memproyeksikan jalannya pemerintahan lima tahun ke depan. Setelah bergulirnya pemilu, KPU lalu menetapkan pasangan Jokowi-JK sebagai presiden dan wakil presiden terpilih. Sedangkan Koalisi Merah Putih pendukung Prabowo-Hatta, telah mengikatkan diri bertekad menjadi koalisi permanen yang akan menjadi penyeimbang jalannya pemerintahan yang dipimpin Jokowi.

Melihat peta koalisi yang terbangun saat ini, persolan inkompatibilitas antara sistem multipartai dengan sistem presidensial yang sejak lama mengemuka di masyarakat, kembali mewacana. Dilema sistem presidensial-multipartai sejak lama disebut sebagai momok yang akan menghantui perjalanan roda pemerintahan ke depannya. Sebagaimana pengalaman menunjukkan betapa repotnya SBY menjalankan pemerintahan, yang setiap langkahnya perlu kalkulasi

politik tingkat tinggi, dan sarat akan tarik ulur kepentingan partai koalisi.

Sistem presidensial-multipartai meniscayakan adanya koalisi pemerintahan. Dengan kata lain, koalisi yang terbentuk riskan dibangun di atas pondasi yang rapuh dan semu karena tersusun atas batako-batako kepentingan. Presiden seakan dibelenggu oleh kepentingkan partai politik yang menuntut kompromi. Mengutip pendapat Zainal Arifin Mochtar pada Dialog Publik membedah UU Pemilukada lalu, ia menegaskan bahwa dalam sistem presidensial jika presiden diawasi terlalu kencang, maka sang presiden akan mati gaya. Sebaliknya jika presiden tidak diawasi dengan benar, maka yang ada adalah pemimpin yang diktator.

Mengenai presiden mati gaya, memang menjadi hal yang perlu dicemaskan. Sistem kepartaian yang terfragmentasi seperti koalisi yang terbentuk di parlemen saat ini, menjadi ancaman bagi Presiden terpilih dalam menjalankan roda pemerintahan. Dengan dukungan minoritas di parlemen, dikhawatirkan sistem pemerintahan tidak berjalan mulus. Agenda-agenda pemerintahan mandek sebab digoyang oleh “partai penyeimbang” yang kekuatannya jauh lebih besar.

Memperkuat koalisi di parlemen agar tidak mudah digoyang, menjadi solusi yang banyak didengungkan. Namun muncul kekhawatiran lain, sebab koalisi yang akan terbentuk tidak berbasis kesamaan ideologi, namun sekadar dijadikan kendaraan dalam pencapaian hasrat politis. Ini bisa saja membuat presiden masih mendapatkan terpaan angin dari mitra koalisinya sendiri.

Pemandangan serupa itu tidak sulit kita jumpai. Sebagaimana dagelan yang sering dimainkan oleh mereka yang mengatasnamakan diri sebagai wakil rakyat, adegan tarik ulur kepentingan partai lebih mendominasi dibandingkan kegaduhan menyuarakan aspirasi rakyat. Khusyuk mengupayakan kesejahteraan pribadi lebih nampak mendominasi dibandingkan sepak terjang memperjuangkan hajat hidup rakyat jelata.

Setidaknya sebagai penawar luka rakyat atas kegaduhan politik buah sistem presidensial-multipartai, pemerintah mesti lebih transparan dalam setiap mengambil kebijakan yang menyangkut nasib dan kepentingan rakyat. Transparansi dapat diwujudkan dalam bentuk keterbukaan pemerintah dalam menyusun kebijakan sehingga dapat dengan mudah diakses, yang kemudian mendapat tanggapan dari masyarakat.

Miris memang bahwa motto “demi dan untuk rakyat” yang katanya diperjuangkan mereka yang menduduki tampuk kuasa tak ubahnya seperti barang dagangan. Olehnya itu, bukan lagi saatnya rakyat sekadar menjadi penonton. Partisipsi rakyat sangat dibutuhkan dalam mengawasi tindak-tanduk pemerintah. Sebab karut-marut persoalan negeri tidak hanya selesai dengan maki dan caci, tapi bagaiman rakyat bersuara jika memang ada cela, dan turut serta mendukung pemerintah jika memang patut didukung.

Buah Simalakama Sistem Presidensial-Multipartai

12

Icha Satriani Azis(Redaktur Pelaksana Eksepsi

LPMH-UH)

Eksepsi Edisi I/XIX/LPMH-UH/IX/2014 Eksepsi Edisi I/LPMH-UH/XIX/IX/2014

Berbicara mengenai mahasiswa, tidak akan terlepas dari “dunia kemahasiswaan” itu sendiri.

Dunia kemahasiswaan memiliki pola kehidupan yang beragam dan unik. Dalam teori pembagian kelas sosial oleh Marx, masyarakat terbagi ke dalam tiga kelas sosial yaitu kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah.

Kelas atas adalah pemerintah atau penguasa dan kelas bawah adalah masyarakat. Melalui beberapa pendekatan maka posisi mahasiswa dalam teori tersebut dapat disimpulkan berada pada kelas menengah. Hal ini dikarenakan mahasiswa memiliki idealisme yang memisahkannya dari realitas kotor politik namun mampu berbaur di kalangan pemerintah maupun di kalangan masyarakat.

Mahasiswa dianggap penjaga nilai yang dapat mendorong kemajuan sebuah negara. Terbukti dalam perjalanan sejarahnya, mahasiswa telah berulang kali menorehkan tinta perjuangan dengan pemikiran dan pandangan ideal yang dimiliki. Sejarah Indonesia yang tak luput dari pergerakan mahasiswa dan kaum pemuda.

Dunia kemahasiswaan tidak pernah lepas dari penanaman nilai-nilai, baik itu nilai perjuangan, nilai kebangsaan, serta nilai kemanusiaan.

Tahap awal dari penanaman nilai-nilai kemahasiswaan ini dimulai dari sebuah prosesi yang saat ini ditafsirkan sebagai “pengaderan”.

Kata pengaderan berasal dari kata “kader”, sesuai tujuannya yakni menciptakan kader-kader penerus bangsa baik secara umum maupun

secara khusus, sebagai nyawa dari sebuah kehidupan kampus yang merdeka. Substansi dari pengaderan adalah penanaman nilai. Penanaman nilai tersebut bertujuan agar seorang kader mengerti substansi dari mahasiswa, mengapa mereka dikatakan sebagai seorang mahasiswa, memperkenalkan fungsi

mahasiswa, posisi mahasiswa dalam masyarakat, bentuk pemikiran ideal seorang mahasiswa. Targetnya adalah menjadikan kader-kader tersebut sebagai pemimpin-pemimpin yang tidak mudah terpengaruh terhadap hal-hal yang merusak idealisme mahasiswa.

Semakin tahun, pola pengaderan berubah sesuai dengan kebutuhan zaman. Sayangnya pengaderan hari ini cenderung dikonotasikan negatif. Banyaknya oknum yang tidak bertanggung jawab membuat ruh dalam pengaderan, yang merupakan tahapan penanaman nilai kepada seorang kader, menjadi hilang. Pemberitaan-pemberitaan di media pun menambah stigma negatif masyarakat mengenai pengaderan.

Tidak dapat dimungkiri munculnya ketidakpercayaan terhadap pengaderan dikarenakan hilangnya ruh dari pengaderan itu sendiri. Ketidakpercayaan terhadap pengaderan nyatanya tidak hanya dimiliki oleh masyarakat awam yang berada di luar dunia kemahasiswaan, namun ternyata dimiliki pula oleh pemegang otoritas kampus. Akibatnya pengaderan mengalami keterlambatan dan berbagai kendala pada pelaksanaannya. Perubahan paradigma dalam masyarakat maupun otoritas kampus tentang pengaderan tersebut, menjadi hal yang tak terelakkan.

Terlepas dari itu, upaya penanaman nilai dalam rangka integrasi dan asimilasi antara mahasiswa yang satu dengan mahasiswa yang lain penting dilakukan sehingga terbentuk pola mahasiswa yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dan kekeluargaan. Perlu kita garis bawahi, pengaderan akan mencetak kader-kader yang nantinya menjadi bagian masyarakat atau pun orang yang menduduki kursi yang sekarang sedang diduduki mereka yang dahulunya juga bergelar mahasiswa. Di sini ditentukan kader akan menjadi pemikir ataukah buruh-buruh baru penguasa.

Opini

Pengaderan;Titik Awal Idealisme Mahasiswa

13

Dhian Fadlhan Hidayat(Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa

Fakultas Hukum Unhas)

Eksepsi Edisi I/XIX/LPMH-UH/IX/2014 Eksepsi Edisi I/LPMH-UH/XIX/IX/20147

Mencermati apa yang terjadi selama ini khusus-nya yang berkenaan dengan terjadinya polemik tentang pentingnya penegakan hukum yang

tegas dalam berbagai kasus korupsi mencerminkan per-lunya kesadaran bernegara hukum Indonesia. Konsepsi bernegara hukum Indonesia tidaklah bisa berjalan den-gan sendirinya hanya dengan mengaturnya secara formal dalam konstitusi negara sebagaimana diatur dalam UUD NRI Tahun 1945 bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dibutuhkan adanya pemahaman yang utuh dan tidak parsial seperti apa konsepsi bernegara hukum itu, khu-susnya konsepsi bernegara hukum Indonesia.

Selama ini pemahaman sebagian besar orang terha-dap konsepsi negara hukum hanyalah diwarnai dengan hadirnya sejumlah peraturan hukum berupa peraturan perundang-undangan yang dibuat dan diberlakukan oleh pemerintah selaku organ negara. Konsepsi negara hukum dipahami dan dimaknai hanya dengan melihat begitu banyaknya pengaturan dan penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah. Padahal konsepsi se-buah negara hukum tidak hanya ditandai dengan adanya instrumen hukum melalui berbagai peraturan hukum yang dibuat dan diciptakan untuk itu serta penegakan hukum agar aturan hukum itu dapat ditaati oleh warga masyarakat, akan tetapi konsepsi negara hukum mem-berikan kerangka landasan pengaturan terhadap konsep-si bernegara yang tidak hanya berkenaan dengan adanya pembatasan terhadap tindakan atau perbuatan pemerin-tah selaku organ negara namun berkenaan pula dengan pengaturan yang sekaligus menjadi sarana perlindungan hukum bagi warga negara dari tindakan atau perbuatan pemerintah yang menyalahgunakan wewenang atau ber-buat sewenang-wenang.

Dalam kepustakaan hukum tata negara dikenal ad-anya dua konsepsi bernegara hukum yakni, konsepsi negara hukum dalam artian “rechtsstaat” dan konsepsi negara hukum dalam artian “rule of law”. Bagi sebagian besar orang memahami kedua konsep bernegara hukum itu tidak ada perbedaan substansial sehingga penggu-naan atau pemakaian kedua konsepsi tersebut adalah sama saja. Namun, kalau dicermati melalui pembacaan literatur yang berkenaan dengan kedua konsepsi tersebut

maka terdapat perbedaan yang nyata baik dari sejarah yang melatarbelakangi lahirnya kedua konsepsi tersebut maupun sistem hukum yang menopang kedua konsepsi tersebut.

Konsepsi negara hukum dalam artian “rechtsstaat” di-lahirkan dari sebuah proses revolusi yakni, revolusi Per-ancis dengan tiga tuntutan utamanya liberte, egalite dan fraternite. Konsep yang terbangun dari proses tersebut adalah adanya tuntutan untuk melakukan pembatasan terhadap kekuasaan negara yang dicerminkan melalui tindakan atau perbuatan raja yang sewenang-wenang (otoriter). Oleh karena itu, dimajukanlah konsep pemba-gian dan pemisahan kekuasaan (distribution and separa-tion of power) yang intinya adalah, bagaimana membatasi kekuasaan dengan melalui pembatasan tindakan atau perbuatan pemerintah agar tidak lagi sewenang-wenang adanya. Sedangkan, sistem hukum yang menopangnya adalah sistem hukum sipil (civil law system) yang ciri dan karakteristiknya adalah bersifat administratif.

Konsepsi negara hukum dalam artian “rule of law” terbangun dari sebuah proses yang evolusioner sifat-nya. Konsep ini mengalami perkembangan tahap demi tahap sampai memperoleh kematangannya melalui se-buah proses yang panjang di Inggris yang memberi pada penekanan supremasi hukum (supremacy of law), kesamaan di depan hukum (equality before the law) dan konstitusi harus memberi jaminan dasar pada hak asasi manusia (contitution based on human rights). Intinya adalah bagaimana menjaga agar hak asasi manusia jangan sam-pai terlanggar yang dilandasi pada konsep “privacy right”. Sedangkan, sistem hukum yang menopangnya adalah common law system (anglo saxon) yang ciri dan karakteris-tiknya adalah bersifat yudisial.

Dari uraian tersebut di atas, jelas terdapat perbedaan konsepsi negara hukum dalam artian “rechtsstaat” den-gan konsepsi negara hukum dalam artian “rule of law”. Dengan kata lain, terdapat perbedaan paradigma kon-sep di antara keduanya sehingga tidak mungkin dapat mempersamakannya kedua konsep tersebut. Meskipun, kita mengetahui bahwa arahnya adalah sama yakni, sa-ma-sama memberikan perlindungan terhadap adanya

ULASAN HUKUM

14

MEMBANGUN NEGARA HUKUM INDONESIA

Oleh : Prof. Dr. Aminuddin Ilmar, S.H., M.H.(Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin)

“Ilustrasi: rakyatsulsel.com

Eksepsi Edisi I/XIX/LPMH-UH/IX/2014 Eksepsi Edisi I/LPMH-UH/XIX/IX/2014

tindakan atau perbuatan yang sewenang-wenang yang dilakukan oleh pemerintah atau penguasa. Namun, dari asal-muasalnya, ciri dan karakteristiknya sangatlah ber-beda sehingga dalam penerapannya tentunya jelas akan berbeda pula.

Bagaimana dengan konsepsi bernegara hukum Indo-nesia seperti apa konsep negara hukum yang akan diban-gun dan dikembangkan? Sebab dalam konstitusi atau UUD NRI Tahun 1945 hanya disebutkan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Tidak disebutkan dan dijelaskan bahwa konsepsi negara hukum yang dianut adalah konsepsi negara hukum dalam artian “rechtsstaat” ataukah “rule of law”. Apakah memang bisa menyatukan kedua konsep negara hukum itu sehingga kita bisa mem-beri penegasan bahwa konsep negara hukum Indonesia adalah menganut kedua konsep bernegara hukum itu yakni, baik konsep “rechtsstaat” maupun konsep “rule of law”.

Pertanyaan dasarnya kemudian adalah seperti apa konsepsi bernegara hukum Indonesia yang akan diban-gun dan dikembangkan? Apakah tetap berpijak kepada kedua konsepsi tersebut yang jelas berbeda asal-muasal, ciri dan karakteristiknya sehingga akan berbeda pula dalam penerapan konsepsi tersebut? Bagaimana paradig-ma konsepsi bernegara hukum Indonesia dan seperti apa tolok ukurnya sehingga jelas bisa menjadi acuan dalam pengembangan konsepsi bernegara hukum Indonesia.

Selama hal tersebut di atas, belum dituntaskan dan diberikan pijakan yang jelas tentang seperti apa konsepsi bernegara hukum Indonesia maka kedudukan negara hu-kum Indonesia menjadi tidak jelas pula. Apalagi kalau di-kaitkan dengan adanya kebijakan pembangunan hukum nasional yang diharapkan akan melahirkan sebuah sistem hukum nasional. Bagaimana mungkin akan melahirkan sebuah kebijakan pembangunan hukum kalau landasan

atau topangan untuk itu tidaklah jelas adanya yakni, keberadaan konsepsi bernegara hukum Indonesia sep-erti apa, paradigma bagaimana dan tolok ukurnya sep-erti apa. Kesemuanya itu harus dijelaskan dan ditegaskan sehingga memberikan kerangka landasan konsepsi ber-negara hukum Indonesia secara utuh dan komprehensif.

Hukum adalah sebuah instrumen atau sarana untuk menghasilkan suatu tujuan yang hendak dicapai. Dikait-kan dengan konsepsi bernegara hukum maka hukum ha-ruslah menjadi instrumen atau sarana yang efektif untuk mencapai tujuan bernegara hukum. Bagaimana mencip-takan atau mewujudkan hukum sebagai instrumen atau sarana yang efektif untuk mencapai tujuan bernegara hukum tentunya tidak terlepas dari kebijakan pemban-gunan hukum yang dilakukan guna melahirkan atau mewujudkan sebuah sistem hukum yang utuh dan kom-prehensif.

Pembentukan hukum melalui sebuah proses politik sehingga penting pula dilihat politik hukum yang meny-ertainya dalam setiap pembentukan hukum yang dilaku-kan. Oleh karena itu, hukum tidaklah berdiri dan bekerja sendiri namun selalu terkait dengan aspek lainnya seper-ti; aspek politik dan aspek ekonomi. Aspek politik berke-naan dengan pengelolaan kekuasaan negara sehingga pilihan sistem politik yang dianut akan sangat berpen-garuh kepada praktik pengelolaan kekuasaan negara. Se-dangkan, aspek ekonomi berkenaan dengan bagaimana mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui pilihan sistem ekonomi yang dianut apakah sistem ekonomi liberal yang mengedepankan persaingan bebas (kompetisi), ataukah sistem ekonomi sosialis yang mengedepankan peran sen-tral negara untuk mengatur dan menjalankannya, dan ataukah sistem ekonomi campuran (mix economy system) yang katanya berbagai pakar tidak juga liberal tapi tidak juga sosialis. Bagaimana dengan sistem ekonomi keraky-atan apakah juga termasuk kedalam tiga sistem ekono-mi tersebut ataukah menjadi sistem ekonomi baru yang mengedepankan kepentingan dan kebutuhan rakyat?

Kata kunci untuk membangun konsepsi bernegara hukum Indonesia haruslah diawali atau dimulai dengan terlebih dahulu menegaskan seperti apa bangunan kon-sepsi negara hukum Indonesia itu dengan meletakkan dalam sebuah kerangka kebijakan pembangunan hukum nasional yang tentunya akan dapat melahirkan sebuah sistem hukun nasional pula. Kalau proses itu dilakukan tentunya akan menjadi sebuah pijakan yang jelas baik dari sisi paradigma bernegara hukum maupun tolok-ukur konsepsi negara hukum Indonesia sehingga segala praktik pengelolaan kekuasaan negara yang selama ini menjadi bias atau menyimpang dapat diperbaiki melalui penataan sistem hukum yang dibuat dan disepakati ber-sama.

8

ULASAN HUKUM

15

...konsepsi negara hukum memberikan kerangka landasan pengaturan terhadap

konsepsi bernegara yang tidak hanya berkenaan dengan adanya pembatasan

terhadap tindakan atau perbuatan pemerintah selaku organ negara namun

berkenaan pula dengan pengaturan yang sekaligus menjadi sarana perlindungan

hukum bagi warga negara dari tindakan atau perbuatan pemerintah yang

menyalahgunakan wewenang atau berbuat sewenang-wenang.

Eksepsi Edisi I/XIX/LPMH-UH/IX/2014 Eksepsi Edisi I/LPMH-UH/XIX/IX/20149

ULASAN HUKUM

Langkah penegak hukum memberantas laku korupsi semakin garang. Penjatuhan sanksi pidana seumur hidup terhadap Akil Mochtar telah mencatat seja-

rah pemidanaan terberat bagi koruptor tanah air. Jauh mengalahkan pidana penjara jaksa Urip dalam kasus suap Bantuan Likuidasi Bank Indonesia. Tak tanggung-tanggung majelis hakim juga menjatuhkan pidana tam-bahan pencabutan hak politik.

Pelbagai upaya tindakan luar biasa penegak hukum patut kita apresiasi, terlepas dari pro_kontra beratnya sanksi pidana. Karena secara filosofi pemidanaan salah satunya bertujuan membuat efek jera bagi pelaku, di lain sisi untuk menakut-nakuti masyarakat agar tindak melakukan kejahatan serupa. Jadi bukan wujud balas dendam terhadap sang koruptor (teori absolut).

Akan tetapi, tujuan pemidanaan yang selama ini di-impikan dalam kenyataan di lapangan sulit terwujud. Pelaksanaan pidana di lembaga pemasyarakatan ma-sih sering obral remisi berujung pembebasan bersyarat bagi narapidana kasus korupsi. Padahal berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Pe-rubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Ta-hun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan memberikan pengetatan pemberian remisi bagi Narapidana yang dipidana kare-na melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya.

Syarat pemberian remisi pelaku korupsi mengalami penambah dalam PP 99/ 2012. Pertama, bersedia beker-jasama dengan penegak hukum untuk membantu mem-bongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya (jus-tice collaborator). Kedua, telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan. Poin persyaratan yang sangat sejalan dengan semangat pem-berantasan korupsi.

PP 99/ 2012 diberlakukan bagi terpidana yang pu-tusan pidananya telah berkekuatan hukum tetap setelah tanggal pengesahan, yaitu 12 November 2012. Untuk yang divonis sebelum 12 November 2012 maka yang ber-laku adalah ketentuan dalam PP 28/ 2006.

Lewat Pidana TambahanKembali ke konteks pemberian remisi dan pembe-

basan bersyarat koruptor yang dikeluarkan Menteri Hu-kum dan HAM belakangan menimbulkan kontroversi. Hartati Murdaya mantan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat sekaligus terpidana kasus penyuapan Bupati Buol memperoleh pembebasan bersyarat, alasannya kare-na usia tua dan mengidap sakit berkepanjangan. Tanpa mempertimbangkan rekomendasi Komisi Pemberan-tasan Korupsi sebagai instansi terkait.

Oleh karena itu, agar ke depan rasa keadilan ma-syarakat tidak tercoreng lagi dengan maraknya remisi berujung pembebasan bersyarat. Maka langkah progresif harus dilakukan caranya dengan menuntut terdakwa di muka sidang bukan hanya pidana pokok tetapi juga pidana tambahan pencabutan hak remisi koruptor.

Pertanyaan pasti muncul kemudian adalah apakah pencabutan hak remisi dimungkinkan dilakukan? Kali-mat tanya yang kurang lebih sama dengan pencabutan hak politik dipilih dan memilih terpidana korupsi. He-mat saya mengenai pencabutan hak politik yang menjadi perdebatan hangat banyak kalangan dan pencabutan re-misi bisa dilakukan lewat pidana tambahan.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana men-gatur tentang pidana pokok dan pidana tambahan. Pencabutan hak politik masuk dalam kategori pidana tambahan pencabutan hak-hak tertentu bagi pelaku tin-dak pidana. Lebih jauh hak-hak yang bisa dicabut lewat keputusan hakim adalah hak menjabat segala jabatan atau atau jabatan yang tertentu, hak masuk pada kekua-saan bersenjata, hak memilih dan hak boleh dipilih pada pemilihan yang dilakukan menurut undang-undang, hak menjadi penasehat, atau wali, menjadi wali pengawas, kuasa wali/curatele atas anak sendiri dan hak melakukan pekerjaan yang ditentukan (vide Pasal 35 KUHP).

Sedangkan untuk pencabutan hak remisi berlandas-kan pada pidana tambahan dalam undang-undang pem-berantasan korupsi. Di mana telah kita ketahui bersama bahwa selain pidana tambahan dalam KUHP juga ber-laku pidana tambahan lainnya. Pertama, perampasan ba-rang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk pe-

PENCABUTAN HAK REMISI KORUPTOR

16

Oleh: Jupri, S.H.(Mahasiswa Pascasarjana Program Magister Hukum

Konsentrasi Kepidanaan Fakultas Hukum Unhas& Author negarahukum.com)

Eksepsi Edisi I/XIX/LPMH-UH/IX/2014 Eksepsi Edisi I/LPMH-UH/XIX/IX/2014

rusahaan milik terpidana di mana dari tindak pidana ko-rupsi dilakukan, begitu pula yang menggantikan barang tersebut.

Kedua, pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang di-peroleh dari tindak pidana korupsi. Ketiga, penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun. Keempat, pencabutan seluruh atau se-bagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat di-berikan oleh pemerintah kepada terpidana.

Poin terkahir pidana tambahan inilah pintu masuk

pencabutan hak remisi koruptor. Karena memberikan ruang hakim untuk menjatuhkan pencabutan hak-hak tertentu yang dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana. Artinya karena hak remisi narapidana diberi-kan pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM maka secara otomatis pasal 18 ayat 1 huruf d UU Nomor 31 Ta-hun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bisa diterapkan. Dan sekali lagi tidak melanggar hukum dan hak asasi manusia terpidana korupsi. Sehingga seyo-gianya langkah progresif pencabutan hak-hak harus didukung, bukannya malah membela sang perampok hak sosial dan ekonomi rakyat.***Salam Indonesia Bersih

17

Pemilukada, salah satu pesta de-mokrasi yang dilakukan oleh rakyat Indonesia sebagai wujud

demokrasi untuk memilih wakilnya dalam penentu kebijakan di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Namun sayangnya hal ini tidak han-ya memberikan pendidikan politik untuk rakyat tetapi juga dapat men-jadi tempat maraknya pelanggaran hukum pemilu. Sistem penegakan hukumnya pun masih lamban, se-hingga pada kenyataannya belum mampu menciptakan pemilu yang berkeadilan (electoral justice).

Pelanggaran pemilu yang kerap-kali terjadi di Tempat Pemungutan Suara dan lemahnya pengawasan lembaga terhadap pelanggaran yang terjadi memang menciderai nilai-nilai demokrasi. Sikap tolerir rakyat terhadap berbagai pelanggaran sep-erti money politic yang terjadi men-jadikan penegakan hukum pemilu menjadi semakin lemah. Ditambah lagi bahwa hukum tentang Pemilu-kada belum terlembagakan secara baik sehingga proses penyelesaian pelanggaran dan penyimpangan tersebut justru memicu konflik yang berkepanjangan.

Buku karangan Irvan Mawar-di, seorang hakim Pengadilan Tata Usaha Negara dengan tebal 348 halaman ini mengurai dengan jelas banyaknya pelanggaran dan pe-nyimpangan dalam pelaksanaan pemilukada dengan kewenangan lembaga yang terbatas. Dengan ba-hasa yang mudah dipahami, buku ini mencoba menjelaskan kerangka

konsep negara hukum demokrasi, hubungannya dengan pemilukada serta penegakan hukum administrasi dalam sengketa pemilukada dan ber-bagai tantangan yang dihadapi.

Penulis dalam bukunya tidak hanya menguraikan persoalan pe-milukada dalam kaitannya dengan negara hukum demokrasi, namun menawarkan berbagai solusi sebagai jawaban atas tantangan pelaksanaan pemilukada yang sarat akan pelang-garan dan penyimpangan. Buku ini menawarkan kerangka pemikiran paradigmatik tentang revitalisasi atau penguatan kewenangan lem-

baga pengawas pemilu dalam hal ini penguatan fungsi pengawasan Bawaslu dalam menangani sengketa pemilukada. Penulis menyarankan agar Bawaslu di tingkat Provinsi menjadi lembaga Quasi Peradilan yang berfungsi sebagai banding ad-ministratif terhadap keputusan KPU. Selain itu, penulis dalam bukunya juga menyediakan gagasan penting yang patut dijadikan bahan per-timbangan bagi aktor-aktor pemilu di Indonesia yakni gagasan diben-tuknya Pengadilan Adhoc sebagai salah satu bentuk kontribusi ter-hadap pengembangan Pemilu yang berkeadilan (electoral justice).

Di akhir penulis menjelaskan se-cara lugas mengenai ketidakpastian hukum putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan efektivitas pelaksanaan putusan PTUN dalam sengketa pemilukada. Putusan DKPP yang berkaitan den-gan sengketa penetapan pasangan calon dalam pilkada dan mengenai etik. Menurut penulis, pada kenyata-annya memang beberapa putusan DKPP dalam menguji pelanggaran kode etik tidak menunjukkan adan-ya pengujian etik tetapi berupa pen-gujian norma hukum administrasi. Buku ini sangat menarik dan penting untuk dibaca, tidak hanya bagi ma-hasiswa penggiat Hukum Admin-istrasi Negara tetapi juga kalangan dosen, praktisi hukum dan seluruh aktor-aktor pemilu sebagai referensi dalam berpraktik pemilu demi ter-wujudnya electoral justice. Selamat membaca!

Penulis : Irvan MawardiPenerbit : Rangka Education dan JPPRKota terbit: YogyakartaTebal : 348 hlmCetakan : 2014

Dinamika Sengketa Hukum Administrasi di Pemilukada

Oleh: Ainil Masura

Resensi

Eksepsi Edisi I/XIX/LPMH-UH/IX/2014 Eksepsi Edisi I/LPMH-UH/XIX/IX/201415

Aktivitas

18

Lembaga Pers Mahasiswa Hu-kum Unhas (LPMH-UH) menggelar diskusi eksternal

bertajuk “Makassar Kota Geng Mo-tor”, Kamis (9/10). Kegiatan yang berlangsung di Aula Promosi Doktor Prof Dr Zainal Abidin Farid Fakultas Hukum Unhas ini menghadirkan pembicara Guru Besar Fakultas Hu-kum Universitas Hasanuddin Prof Marwan Mas, Kepala Badan Kesatua Bangsa dan Politik Pemkot Makas-sar Ferdy Amin, dan Kepala Bidang Humas Polda Sulselbar Kombes. Pol Endi Sutendi.

Menurut Kombes. Pol Endi Su-tendi, kenakalan yang dilakukan anak-anak remaja yang tergabung dalam geng motor tidak bisa lagi disebut sebagai kenakalan remaja, tetapi sudah masuk ke dalam tin-dakan criminal. “Mereka sudah melakukan tindakan anarkistis yang bahkan dapat menyebabkan orang lain meninggal,” ungkapnya.

Endi menambahkan, untuk memberantas geng motor diperlukan kerja sama dari berbagai kalangan masyarakat. Cikal bakal dari geng motor itu adalah ketidakdisiplinan dalam berlalu lintas, sehingga perlu dilakukan pendisiplinan dalam ber-

lalu lintas khususnya anak remaja. “Untuk mencegah bibit geng motor, bisa dimulai dari keluarga kemudian lingkungan sekolah serta mengawasi dan memonitoring segala tindakan anak di sekolah,” jelasnya.

Di sisi lain, Prof Marwan Mas mengungkapkan jika kejahatan yang dilakukan geng motor bersifat ringan

dan ancaman pidana yang diberikan di bawah tujuh tahun penjara, maka akan dikembalikan ke orang tua atau di rehabilitasi. Sebaliknya apabila ke-jahatan yang dilakukan termasuk ke-jahatan serius seperti pembunuhan atau perusakan serius dan ancaman pidana di atas tujuh tahun, maka harus diadili agar memberikan efek jera. (frm)

Pemberantasan Geng Motor Butuh Kerjasama Semua Pihak

Suasana Diskusi Eksternal; “Makassar Kota Geng Motor” di Ruang Promosi Doktor Prof Dr Zainal Abidin Farid Fakultas Hukum Unhas, Kamis, (9/10).

Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Ditjen KP3K) mengadakan

pertemuan dengan pihak Universitas Hasanuddin guna membahas implementasi perjanjian kerjasama pengelolaan PPKT di Pulau Sebatik, Jumat (10/10).

Kegiatan ini berlangsung di Ruang Sidang Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas dengan agenda evaluasi kegiatan tahun 2014 dan pembahasan usulan rencana aksi tahun 2015-2016.

Terselenggaranya kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari kerjasama secara terpadu dan berkelanjutan antara Ditjen KP3K dan Universitas Hasanuddin dalam

rangka pembangunan pulau kecil atau terluar Indonesia, seperti Sebatik pada tahun 2012 yang berbatasan langsung dengan Malaysia.

Program kerja sama tersebut merupakan terobosan Ditjen KP3K yang berada di bawah naungan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk membangun dan mendayagunakan potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia demi kemajuan bangsa.

Dalam pertemuan tersebut, hadir pula mahasiswa yang telah melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama kurang lebih satu bulan di Pulau Sebatik. Mereka diminta memaparkan masalah-masalah yang ditemukan serta potensi-potensi

yang ada di pulau sebatik selama menjalankan program pengabdian masyarakat untuk menjadi bahan masukan Ditjen KP3K dalam rencana aksi tahun berikutnya.

Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas, Dr. Ir. St Aisyah Farhum, M.si, selaku panitia pelaksana kegiatan mengungkapkan harapannya kepada mahasiswa yang telah melaksanakan KKN di perbatasan. “Untuk program-program kerja yang telah dilaksanakan dan perlu ditindaklanjuti, tetap jalin komunikasi dengan masyarakat di lokasi KKN karena mereka berada di lokasi terluar, perlu terus disentuh agar merasa menjadi bagian Indonesia,” harapnya. (fyk)

Ditjen KP3K dan Unhas Kerjasama Bangun Pulau Kecil dan Terluar Indonesia

Eksepsi Edisi I/XIX/LPMH-UH/IX/2014 Eksepsi Edisi I/LPMH-UH/XIX/IX/2014 19

Ketua Lembaga Perlindungan Saksi & Korban, Abdul Haris Semendawai, S.H., LL.M

hadir memberi kuliah umum di ru-angan Promosi Doktor Dr. Zainal Abidin Farid, Fakultas Hukum Un-has, Senin (20/10). Hadir sebagai peserta kuliah yakni mahasiswa fakultas hukum mulai dari kalangan S1 sampai S3 dan dibuka langsung oleh Dekan Fakultas Hukum, Prof. Dr. Farida Patittingi S.H.,M.Hum. Kuliah umum yang diprakarsai oleh Forum Diskusi Mahasiswa Pascasar-jana ini merupakan salah satu upaya pemahaman tentang perubahan substansial mengenai perlindungan saksi pelaku maupun kinerja LPSK ke depannya pasca revisi UU Per-lindungan Saksi dan korban Nomor 13 Tahun 2006 pada 24 September 2014 lalu.

Kuliah umum yang berlangsung dari pukul 10.00-12.30 WITA ini dimulai dengan pemaparan men-genai tingginya tingkat kejahatan terhadap orang di Indonesia seh-ingga dibuatlah berbagai peraturan perundang-undangan dan lembaga perlindungan seperti halnya Lem-baga Perlindungan Saksi dan Kor-ban (LPSK). Abdul Haris, yang su-dah menahkodai LPSK selama dua periode ini menjelaskan bahwa saksi adalah bukti utama dalam proses peradilan, karena itu keberadaannya

menjadi sangat penting dan perlu dilindungi agar dapat memberikan kesaksian yang sebenarnya. Pembe-rian perlindungan kepada saksi ada-lah salah satu metode yang sedang djalankan di berbagai negara untuk memberantas kejahatan terorganisir.

Fokus utama kuliah umum yang disampaikan oleh Ketua LPSK RI ini adalah tentang Whistle Blower dan Justice Collaborator. Menurutnya Whistle Blower dan Justice Collabora-tor menjadi hal yang sangat penting dalam membongkar jaringan kejaha-tan yang selama ini tertutup rapi. Ia juga menambahkan bahwa terhadap

Whistle Blower dan Justice Collabora-tor ada penanganan khusus selama menjalani proses pemeriksaan serta mendapatkan penghargaan tertentu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. Ia berharap sejumlah per-lindungan dan penghargaan bagi saksi, korban, saksi pelaku dan pe-lapor dalam undang-undang dapat menumbuhkan keberanian dari para Whistle Blower dan Justice Collabo-rator untuk memberikan keterangan kesaksian dari suatu tindak pidana yang penting untuk dibongkar keja-hatannya. (ayn)

Asian Law Student’s Associa-tion Local Chapter Univer-sitas Hasanuddin (ALSA

LC Unhas) mengggelar sunatan massal pada Minggu (12/10) lalu bertempat di wilayah Rappoka-lling. Sunatan Massal merupakan item kegiatan ALSA Care dengan sasaran anak-anak pemulung dan anak yatim di sekitar yayasan pen-didikan An-Nur. ALSA LC Unhas bekerja sama dengan TBM Calca-neus Fakultas Kedokteran Unhas dan dukungan dari Yayasan Pen-didikan An-nur.

Kegiatan yang bertajuk “Satu langkah yang kecil dengan kepedulian yang besar” ini diada-kan sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan sekitar, aktu-alisasi nilai-nilai kemahasiswaaan dan agar dapat menjadi inspirasi bagi kegiatan mahasiswa lainnya. ”Ini mungkin merupakan langkah yang kecil tapi bagi kami ini mem-liki efek yang luar biasa, dapat dili-hat dari antusiasme masyarakat di sekitar yayasan ini” ungkap Yunus selaku Ketua Panitia ALSA Care. (frm)

ALSA Care; Langkah Kecil dengan Kepedulian Besar

Optimalisasi Perlindungan Saksi Dorong Lahirnya Whistle Blower dan Justice Collaborator

Ketua LPSK RI saat memberikan kuliah umum terkait perlindungan saksi, didampingi Dekan Fakultas Hukum Unhas dan Koordinator Forum Diskusi Mahasiswa Pascasar-jana, Senin (20/10).

dok. ALSA

Eksepsi Edisi I/XIX/LPMH-UH/IX/2014 Eksepsi Edisi I/LPMH-UH/XIX/IX/2014

“Apa yang ada di balik Tembok Tinggi ini, Bapak?” “Oh, disana tempat orang-orang yang berpendidikan

Nak, mereka hidup dengan bahagia, kebutuhan mereka se-lalu tercukupi, rumah mereka hangat saat malam yang be-gitu dingin, dan sejuk pada siang yang terik.”

“Kenapa dibuat tembok Pak? Aku juga ingin hidup sep-erti itu, kebutuhan tercukupi, bisa makan enak, dan tidur di rumah yang nyaman.”

“Tembok ini sengaja dibuat untuk kita, Anakku.Untuk bisa hidup seperti mereka kita harus bisa sampai ke sana. Memanjati tembok ini sehingga bisa sampai ke puncak dan menjadi orang-orang yang berhasil.”

“Tembok ini kan licin Pak, tinggi lagi. Bagaimana bisa ke atas sana tanpa tangga?”

“Kamu memang butuh tangga anakku, tapi bukan den-gan tangga bambu yang biasa kau pakai buat perbaiki atap rumahmu itu. Kau butuh tangga yang spesial anakku. Tang-ga itu namanya pendidikan.”

“Di mana tangga itu bisa kudapatkan, Pak?”“Di sekolah. Suatu saat kau akan paham, Anakku. Ter-

uslah berusaha menggapai cita-citamu, perbaiki niat dan jadilah orang yang berdiri megah di puncak tembok keras ini.”

Bunyi dentingan besi menandakan bel jam Istirahat telah usai. Percakapan antara murid dan gurunya itu pun seketika terhenti. Para siswa kembali ke ruang kelas mere-ka. Tapi anak itu masih menatap tembok putih yang tinggi itu. Tembok yang membagi penduduk di wilayah tersebut menjadi dua bagian, penduduk kaya dan penduduk mis-kin. Sebuah tembok yang sengaja dibuat untuk menyembu-nyikan aib negara, golongan yang terbuang dan dianggap tidak memiliki harta diasingkan ke wilayah tersebut.

Setiap sore anak itu menatap matahari yang tenggelam di balik tembok putih dari atap rumahnya. Ia selalu saja di-hantui rasa ingin tahu tentang kehidupan di balik tembok. Badannya pun memar-memar akibat jatuh dari tangga saat berusaha memanjat tembok tersebut. Meskipun ia sadar tembok itu terlalu tinggi untuknya, ia selalu berusaha agar bisa memanjat lebih tinggi dari hari sebelumnya. Anak itu begitu tekun dan rajin dalam menggapai impiannya, tak heran kepala sekolah tak segan-segan membiayai semua ongkos pendidikannya.

Hari-hari yang dilalui anak itu semakin hari semakin sulit. Hidup di kota terbuang tidak lebih dari penyiksaan, setiap hari ada saja warga yang meninggal akibat kelaparan dan penyakit. Tak terkecuali kedua orangtuanya, mereka meninggal akibat penyakit. Karena itu Si Anak tadi jadi ke-hilangan semangat hidup, tidak ada lagi cita-cita, tidak juga cerita tentang Tembok. Semua seolah runtuh, hilang ber-sama nyawa ayah dan Ibunya. Guru dan teman-temannya juga sudah berusaha menasehatinya untuk membangun tekadnya. Namun seperti besar usahanya tentang tembok putih, tekadnya juga terlalu kuat untuk menjadi seperti itu. Kini ia diasuh oleh kepala sekolah yang sekaligus merupa-kan ayah angkatnya. Anak itu ia jaga sebagaimana anaknya sendiri, memberikan kasih sayang layaknya seorang ayah.

Malam itu di beranda rumah, dengan langit berselimut

TEMBOK PUTIH

20

Oleh : Mohammad Supri

bintang. Ayah angkatnya bercerita mengenai tembok putih itu lagi, mencoba meyakinkan anak itu kembali untuk membangun tekadnya yang sedang runtuh.

“Ingat ceritaku tentang tembok itu saat kau masih di Sekolah Dasar?”

“Iya, Pak.”“Kau sedang berada di tangga itu saat ini, Nak. Tapi

kau sedang berhenti di tengah perjalananmu menuju puncak.”

“Aku sudah tidak kuat Bapak. Kaki ku sudah capek, Tembok itu terlalu tinggi untuk orang sepertiku. Dan aku yang sekarang sudah terlalu tua untuk melanjutkan dongeng masa kecilku itu.”

“Karena dongeng yang Kau ciptakanlah melahirkan harapan besar, membuat Kau hidup sebagai manusia. Kau tidak akan pernah lelah anakku. Kau ketakutan saat ini, kau takut ketinggian karena kau sedang me-mandang kebawah, melihat kampungmu yang tandus ini. Kau malah merasa semakin jauh dari puncak karena kau merasa tidak akan mampu mencapainya.”

“Puncaknya terlalu jauh, Bapak. Aku sudah selesai.”“Yang jauh itu sesungguhnya dekat Anakku. Sesua-

tu yang dekat akan menjadi jauh jika kau berfikir itu jauh. Bulan di atas sana bisa berada dalam genggaman-mu. Gelas kopi di depanmu ini bisa sejauh bulan, tidak dapat kau raih meski dalam jangkauanmu. Pahamilah

Eksepsi Edisi I/XIX/LPMH-UH/IX/2014 Eksepsi Edisi I/LPMH-UH/XIX/IX/2014 21

CERPEN

Anakku, ini persoalan keyakinan. Tekad mengenai don-gengmu dulu itu jadi bukti kebenaran kata-kataku.”

Mereka kemudian lama terdiam. Ayah angkatnya mengerti apa yang dialaminya. Si Anak butuh waktu un-tuk berbicara dengan dirinya sendiri, merenung dalam kesendirian. Ia masuk ke rumah, membiarkan anaknya menemukan sendiri kebenaran dari permasalahan yang ia hadapi. Anak itu akhirnya sendirian di beranda rumah. Alam mengingatkan betapa ia dilahirkan sendirian di dunia ini, terkesan tidak ada, seperti selembar daun dari dedaunan pada pohon. Tapi, karena cita-citanya, tekad dari dongeng tembok, membuat dirinya merasa hidup. Ia sadar akan keberadaan orang-orang di sekitarnya, yang juga seperti dirinya, mencoba melewati kehidupan yang kejam ini. Dan akhirnya dongengnya itu mengan-tarkannya pada suatu kesimpulan, keputusan. Dongeng tembok ini akan terus hidup dalam dirinya, menjadi ba-han bakar ambisinya yang membara. Ia akan berjuang, tidak untuk dirinya, tapi untuk golongan yang terbuang, tidak juga untuk meniti tangga menuju puncak tembok, melainkan untuk merobohkan tembok itu. Tembok yang telah mengurung diri dan golongannya, pemisah antara jiwa dan tubuhnya, kebebasan. Ia tertawa bahagia, lepas, bebas, hingga tertidur pulas di bawah bentangan langit yang tersenyum padanya.

***

“Apa dongeng tembok putih itu benar, Pak?””Iya benar Anakku, kisah ini sangat popular saat aku

seumuran denganmu”“Berarti tembok putih itu sudah runtuh, Pak?”“Iya, yang dulu itu sudah runtuh. Sekarang tidurlah,

besok ayah akan mengantarmu ke sekolah.”“Iya Pak”Laki-laki itu melangkah dari kamar tidur anaknya,

menuju keluar dan duduk di teras rumah. Ia tersenyum kecil. Mengingat dongeng yang dibacakan untuk anakn-ya. Ia mengingat kembali bagaimana saat seumuran anaknya, Ia memanjat tembok putih hingga badannya memar-memar akibat jatuh, bagaimana ayah angkatnya meyakinkan ia tentang arti keyakinan dan kebebasan. Bersamaan, cairan bening meliuk di antara hidung dan pipi, jatuh ke bibirnya. Kini usahanya dan dongeng itu telah ia buat menjadi kisah yang tak terlupakan dalam se-jarah kehidupan manusia. Dengan tangannya ia berhasil merobohkan dinding pemisah antara Mimpi dan keny-ataannya. Antara yang terbuang dan golongan kaya. Ia berhasil membuat mimpinya menjadi kenyataan. Tangga yang membawanya menuju puncak sekarang terwujud, Ia benar-benar berdiri megah di atas puncak tembok, puncak pemerintahan, kepala negara.

sumber: utexas.edu

Eksepsi Edisi I/XIX/LPMH-UH/IX/2014 Eksepsi Edisi I/LPMH-UH/XIX/IX/20141522

Persoalan pendidikan di Indonesia yang masih jauh panggang dari api, sungguh

mengusik nurani. Upaya pemerintah untuk menetapkan standar yang sama bagi peserta pendidikan di seluruh nusantara tidak sama besar dengan langkah penyetaraan kualitas pendidikan itu sendiri. Kondisi demikian dengan nyata terlihat pada sekolah-sekolah yang letaknya di pelosok-pelosok negeri. Di samping infrastruktur yang memprihatinkan dan sulitnya akses, kualitas pendidikan yang diperoleh anak-anak di sekolah pedalaman pun masih jauh tertinggal dari sekolah perkotaan.

Berangkat dari hal itu lahirlah kelompok pemuda-pemudi yang bertekad memberi sumbangsih dalam membenahi ketimpangan

dalam dunia pendidikan tersebut. Bermodal kepedulian dan hobi travelling, mereka yang tergabung dalam Komunitas 1000 Guru melawat ke daerah yang sulit dijangkau untuk membagi ilmu dan kebahagian pada anak-anak di sekolah pedalaman.

Dengan latar belakang anggota yang beragam, mulai dari pegawai, arsitek, jurnalis, hingga mahasiswa, komunitas ini nyatanya menuai antusiasme yang cukup tinggi dari masyarakat. Sejak terbentuk pada 22 Agustus 2012 lalu, Komunitas 1000 Guru kini telah tersebar ke berbagai wilayah di Indonesia. Berpusat di Jakarta, Komunitas ini juga telah terbentuk di beberapa kota yakni Surabaya, Bandung, Semarang, Lampung, Makassar, dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Di

samping mengajar, komunitas ini pun memberi bantuan pendidikan kepada anak-anak dan guru-guru di sekolah yang mereka datangi.

“Kami ingin turut berpartisipasi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai tujuan negara, sehingga terbentuklah komunitas ini,” ungkap Muhammad Ansyar selaku anggota Komunitas 1000 Guru regional Makassar. Komunitas 1000 guru regional Makassar sendiri resmi berdiri pada tangga 17 Agustus 2014. Meski tergolong amat belia, terlihat jelas kobaran semangat kepedulian mereka pada dunia pendidikan. Ini terbukti dari pencapaiannya yang telah sukses mengadakan TNT (Traveling and Teaching) yang kedua di SD INP Barang Caddi 2 di Pulau Bone Tambu.

Komunitas 1000 Guru Untuk Jutaan Mimpi Anak Sekolah PedalamanOleh: Rio Atma Putra

dok. Komunitas 1000 Guru

Eksepsi Edisi I/XIX/LPMH-UH/IX/2014 Eksepsi Edisi I/LPMH-UH/XIX/IX/2014 23

PROFIL

dok. Komunitas 1000 GuruKoordinator Komunitas 1000

Guru Regional Makassar Andi Appi menekankan, komunitas ini merupakan gerakan sosial peduli pendidikan khususnya daerah pedalaman yang kualitas dan fasilitas pendidikannya sangat memprihatinkan. Untuk pemilihan lokasi pelaksanaan TNT pun melalui survei terlebih dahulu, “Kami biasanya memilih lokasi dari berbagai aspek di antaranya, kehidupan warga di sana, infrastruktur sekolah yang minim, kekurangan guru, dan tempat yang baik untuk dikunjungi,” jelasnya.

Agar menyenangkan bagi anak-anak, metode mengajar dari Komunitas 1000 Guru pun berbeda dengan yang ditemui di bangku sekolah formal. “Prosesnya menekankan peningkatan kreativitas dan mengenalkan wawasan baru yang dikemas dengan cara yang menarik dan lebih kreatif,” jelas Appi.

Untuk memungkinkan semua pihak terlibat dalam kegiatan sosial ini, Komunitas 1000 Guru membuka pendaftaran volunter setiap akan melakukan TNT. Pengalaman sebagai volunter dan pandangan terhadap dunia pendidikan Indonesia lewat tulisan yang dikirimkan menjadi

pertimbangan penilaian. Appi pun berharap semakin banyak anak muda yang peduli terhadap dunia pendidikan saat ini. “Setidaknya kita bisa turut berpartisipasi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa,” tutupnya.

dok. Komunitas 1000 Guru

Diselenggarakan oleh Divisi Litbang LPMH-UH pada 16-24 September

82%

8% 10%

Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu/Tidak Jawab

Apakah Anda setuju dengan prosesi pengaderan?

25%

51%

24%

Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu/Tidak Jawab

Setujukah Anda jika pra pengaderan dan

pengumpulan ditiadakan dalam prosesi pengaderan?

86%

11%3%

Iya Tidak Tidak Tahu/Tidak Jawab

Apakah Anda ingin mengikuti prosesi pengaderan?

3%1%1%

2%3%

6%7%

9%12%

14%31%

4%5%

2%

Tidak Tahu/Tidak jawabMengikuti Tradisi

Dapat MateriMemperoleh Pengetahuan

SolidaritasPembinaan Mental

Pengenalan Lingkungan KampusPembentukan Karakter

Jadi KEMAMemperoleh PengalamanPengakraban Mahasiswa

Tidak Mendidik (Tidak Mengikuti)Menyita Waktu (Tidak Mengikuti)

Bernuansa Kekerasan (Tidak Mengikuti)

Apa alasan Anda ingin mengikuti dan tidak mengikuti prosesi pengaderan?

4%2%2%3%3%

5%7%

19%19%

36%

Tidak Tahu/Tidak JawabMembentuk Organisastoris

Balas DendamJadi KEMASolidaritas

Penambahan WawasanPengenalan Lingkungan Kampus

Pengakraban MahasiswaPembinaan Mental

Pembentukan Karakter

Apa tujuan dari prosesi pengaderan menurut Anda?

17%1%1%

2%2%

3%3%

4%4%

5%11%11%

36%

Tidak Tahu/Tidak JawabAda Pengawasan

Sesuai Konsep SebelumnyaAda Pra PengaderanDurasinya Tidak Lama

Pembentukan KarakterTerstruktur

MenyenangkanMembuat Mahasiswa Solid

Membentuk MentalMendidik

Pemberian MateriTanpa Kekerasan

Bagaimana konsep pengaderan ideal menurut Anda?

33%0,5%0,5%0,5%1%

2,5%4%

8,5%13%

15%21,5%

Tidak TahuKuantitas

Akur Sesama DosenKeramahan

Larangan MerokokLebih Baik dari Sebelumnya

Objektivitas PenilaianKualitas

KedisiplinanKetegasanKehadiran

Terkait dosen, apa yang harus dibenahi Dekan FH-UH?

PollingPolling pengaderan di mata mahasiswa baru, responden terdiri atas 100 mahasiswa baru Fakultas Hukum Unhas angkatan 2014.Sedangkan polling pembenahan Fakulas Hukum Unhas, re-sponden terdiri atas 200 mahasiswa Fakultas Hukum dari angka-tan 2011-2014, dengan jumlah masing-masing angkatan 50 orang.

38%

0,5%

0,5%

0,5%

0,5%

0,5%

0,5%

1%

1,5%

1,5%

1,5%

1,5%

2%

3%

4%

4,5%

7%

7%

12%

13%

Tidak Tahu/Tidak jawabAbsensi

AkademikAula

BisPenghapus

TamanLapangan

BangkuKantin

LCDPapan Tulis

GazeboPerpustkaan

KebersihanParkir

WCRuang Kelas

WIFIAC

Terkait sarana dan prasarana, apa yang harus dibenahi Dekan FH-UH?

53%0,5%0,5%0,5%0,5%0,5%1%1%2%

4,5%4,5%4,5%

6,5%20,5%

Tidak Tahu/Tidak JawabAbsensi

Sikap AdilPemberian Beasiswa

KekritisanKetegasanKebersihan

Larangan MerokokKaderisasi

Kepedulian SesamaKeramahan

PersaudaraanKualitas

Kedisiplinan

Terkait mahasiswa, apa yang harus dibenahi Dekan FH-UH?

57,5%0,5%0,5%0,5%0,5%0,5%0,5%1,5%2%3%4%

13%16%

Tidak Tahu/Tidak JawabBuku MKU Murah

Dukung MahasiswaGratis SPP

Jangan Jual BukuKelas

Relasi ke LuarAdil

Mendukung Kegiatan Beasiswa

SPP MurahDana UKM

Transparansi

Terkait keuangan, apa yang harus dibenahi Dekan FH-UH?