53
BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang ditandai dengan penurunan komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan produksi di sumsum tulang. Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. 1,2,3 Insidensi anemia aplastik bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun. 2 Insidensi anemia aplastik diperkirakan lebih sering terjadi dinegara Timur dibanding negara Barat. Peningkatan insiden mungkin berhubungan dengan faktor lingkungan seperti peningkatan paparan terhadap bahan kimia toksik dibandingkan faktor genetik. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya peningkatan insiden pada penduduk Asia yang tinggal di Amerika. Penelitian yang dilakukan di Thailand menunjukkan peningkatan paparan dengan pestisida sebagai etiologi yang tersering. 3,5 Ketersediaan obat-obat yang dapat diperjualbelikan dengan bebas merupakan salah satu faktor resiko peningkatan insiden. Obat-obat seperti kloramfenikol terbukti dapat mensupresi sumsum 1 |

Case Anemia Aplastik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

case

Citation preview

Page 1: Case Anemia Aplastik

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang ditandai dengan penurunan

komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan produksi di sumsum tulang.

Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi tidak memadai. Penderita mengalami

pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih,

dan trombosit.1,2,3

Insidensi anemia aplastik bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2 sampai 6 kasus

persejuta penduduk pertahun.2 Insidensi anemia aplastik diperkirakan lebih sering terjadi

dinegara Timur dibanding negara Barat. Peningkatan insiden mungkin berhubungan dengan

faktor lingkungan seperti peningkatan paparan terhadap bahan kimia toksik dibandingkan faktor

genetik. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya peningkatan insiden pada penduduk Asia yang

tinggal di Amerika. Penelitian yang dilakukan di Thailand menunjukkan peningkatan paparan

dengan pestisida sebagai etiologi yang tersering.3,5

Ketersediaan obat-obat yang dapat diperjualbelikan dengan bebas merupakan salah satu

faktor resiko peningkatan insiden. Obat-obat seperti kloramfenikol terbukti dapat mensupresi

sumsum tulang dan mengakibatkan aplasia sumsum tulang dan mengakibatkan aplasia sumsum

tulang sehingga diperkirakan menjadi penyebab tingginya insiden.6

Diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan berdasarkan gejala subjektif, gejala objektif,

pemeriksaan darah serta pemeriksaan sumsum tulang. Gejala subjektif dan objektif merupakan

manifestasi pansitopenia yang terjadi. Namun, gejala dapat bervariasi dan tergantung dari sel

mana yang mengalami depresi paling berat. Diagnosa pasti anemia aplastik adalah berdasarkan

pemeriksaan darah dan pemeriksaan sumsum tulang. Penegakkan diagnosa secara dini sangatlah

penting sebab semakin dini penyakit ini didiagnosis kemungkinan sembuh secara spontan atau

parsial semakin besar.6,7

1 |

Page 2: Case Anemia Aplastik

Hampir semua kasus anemia aplastik berkembang ke kematian bila tidak dilakukan

pengobatan. Angka kelangsungan hidup tergantung seberapa berat penyakit saat didiagnosis, dan

bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan.8 Semakin berat hipoplasia yang terjadi maka

prognosis akan semakin jelek. Dengan transplantasi tulang kelangsungan hidup 15 tahun dapat

mencapai 69% sedangkan dengan pengobatan imunosupresif mencapai 38%.9

TUJUAN PENULISAN

Penyajian laporan kasus ini ditujukan untuk melaporkan kasus anemia aplastik,selain itu

untuk mengetahui definisi, patogenesis, gejala, tanda, diagnosis, penanganan, komplikasi serta

prognosis dari anemia aplastik.

BAB II

2 |

Page 3: Case Anemia Aplastik

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Pasien anak bernama D, umur 8 tahun, berjenis kelamin perempuan beralamat

Plumbon, Kabupaten Cirebon. Pasien masuk ke rumah sakit pada tanggal 14 Mei 2012.

Terdaftar dengan nomor rekam medis 43936. Pasien merupakan anak dari Tuan B,

berumur 32 tahun bekerja sebagai pedagang dengan pendidikan terakhir pada sekolah

menengah atas dan ibu pasien bernama nyonya M, berumur 28 tahun dengan pendidikan

terakhir pada sekolah menengah pertama bekerja sebagai ibu rumah tangga.

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis dan alloanamnesis tanggal 15 Mei 2012

1. Keluhan utama : pucat dan lemas

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Anak datang ke RSUD Arjawinangun untuk kontrol dan pemeriksaan darah rutin.

Anak tampak pucat terutama pada daerah bibir dan telapak tangan. Badan sering terasa

lemas lalu membaik setelah beristirahat. Anak juga mengeluhkan gusi sering berdarah,

kepala terasa pusing berdenyut-denyut, batuk dan pilek. Anak tidak mengeluhkan

adanya mual dan muntah, mimisan. BAB normal tidak berwarna hitam, BAK normal

berwarna kuning jernih.

Lima bulan yang lalu, tepatnya pada bulan Desember 2012, anak datang ke Poli

anak RSUD Arjawinangun mengeluhkan demam yang berlangsung 5 hari, gusi mudah

berdarah, lebam kebiruan yang muncul tanpa trauma sebelumnya, serta muncul bintik-

bintik merah seperti digigit nyamuk. Anak di rawat di RSUD Arjawinangun selama 2

minggu dan mendapatkan tranfusi PRC 5 kantong, lalu anak dirujuk ke Rumah Sakit

Hasan Sadikin Bandung dan dirawat selama 11 hari. Di RSHS dilakukan Bone Marrow

Aspiration dan dikatakan menderita anemia aplastik.

3 |

Page 4: Case Anemia Aplastik

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Semenjak masuk sekolah pasien sering mengalami nyeri tenggorokan, batuk, dan

demam namun tidak sampai dirawat inap di rumah sakit. Selama 5 bulan terakhir,

pasien rutin mendapatkan tranfusi darah karena anemia aplastik.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.

5. Riwayat Pribadi

Menurut keterangan ibu pasien selama kehamilan, ibu rutin kontrol ke bidan

sebanyak 6 kali dan di imunisasi Toksoid Tetanus sebanyak 2 kali. Pada saat

persalinan,anak dilahirkan secara normal pervaginam pada umur kehamilan 38 minggu,

di tolong oleh bidan, dengan berat badan lahir 3000 gram dan panjang badan 47 cm.

Menurut ibu pasien, setelah dilahirkan anak langsung menangis kuat, gerak aktif, tidak

mengalami sesak dan kebiruan setelah lahir.

6. Riwayat Makanan

Menurut keterangan ibu pasien pada saat pasien berusia 0 sampai dengan 4 bulan

pasien hanya diberikan ASI tanpa makanan tambahan lainnya. Pada saat usia 6 sampai

dengan 10 bulan pasien diberikan ASI ditambah dengan bubur susu 1 kali mangkuk

kecil, nasitim1 kali mangkuk kecil dan buah (pisang/jeruk/pepaya) 2 kali. Pada saat

pasien berusia 10 sampai dengan 12 bulan diberi ASI ditambah PASI (SGM) 2 kali

200 cc, nasi tim 3 kali dan buah 2 kali.Usia 1tahunsampai sekarang diberi PASI (SGM)

4-5 kali 200cc ditambah menu keluarga seperti nasi 3 kali sehari dengan setiap kali

makannya berupa 1 piring kecil, sayur (bayam/katuk/labu), lauk (1 potong ikan /telur/

ayam/tempe) porsi makan dihabiskan dan buah pepaya/pisang/jeruk 1 kali.

7. Perkembangan

4 |

Page 5: Case Anemia Aplastik

Perkembangan sejak lahir ibu tidak ingat jelas, ibu mengatakan mulai bisa

tengkurap pada usia 4 bulan, mulai duduk pada usia 6 bulan, merangkak pada usia 7 bulan,

berdiri pada usia 1,5 tahun, berjalan pada usia 2 tahun berbicara pada usia 15 bulan.

8. Imunisasi

Riwayat imunisasi menurut pengakuan ibu pasien lengkap. Pasien di imunisasi

BCG pada usia 0 bulan, imunisasi combo DPT dengan Hepatitis B diberikan pada usia

2,3,4 lalu di lakukan booster pada usia 18 bulan, imunisasi polio dilakukan pada usia

1,2,3,4, terakhir adalah campak pada usia 9 bulan.

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Pemeriksaan Umum ( Tanggal 14 Mei 2012 )

Pasien datang dengan keadaan umum tampak sakit sedang dan kompos mentis,

tanda vital pasien seperti nadi 88 kali/menit, nadi teratur, dan isi cukup, suhu 36,20C, dan

pernapasan 20 kali/menit. Berat badan 27 kg dan tinggi badan 118 cm.

Status gizi pasien ini dilihat dari berat badan 27 kg dan tinggi badan 118 cm

badan terlihat ideal, tidak tampak edema, berdasarkan kurva CDC, BB/U (27/26) x 100%

= 103%, TB/U : (118/128) x 100% = 92%, BB/TB : (27/21) x 100% = 128%, BMI 19,39 ,

kesimpulannya anak dengan gizi lebih.

2. Pemeriksaan Khusus

Pada pemeriksaan khusus didapatkan kulit pasien berwarna sawo matang, tidak

tampak ikterik, terdapat petechiae, purpura dan hematoma. Bentuk kepala normal, rambut

hitam, tidak mudah dicabut. Mata bentuk normal, palpebra superior dan inferior tidak

edema, kedudukan bola mata dan alis mata simetris, konjungtiva anemis, sklera tidak

ikterik, kornea jernih, pupil bulat isokor diameter 3 mm, refleks cahaya positif. Telinga

bentuk normal, simetris kanan dan kiri, dan tidak tampak sekret keluar dari liang telinga.

Bentuk hidung simetris, tidak ada deviasi septum, tidak ada sekret dan darah yang keluar

dari hidung. Bentuk mulut tidak ada kelainan, bibir merah tidak kering, tidak ada perioral

sianosis, tonsil T1-T1, faring hiperemis, gigi geligi tidak ada karies, terdapat perdarahan

5 |

Page 6: Case Anemia Aplastik

gusi. Pada leher tidak terdapat kelainan, kelenjar getah bening tidak teraba membesar,

trakea di tengah, tidak ada kaku kuduk.

Pada pemeriksaan thoraks, didapatkan inspeksi bentuk dada normal, simetris

dalam keadaan stasis dan dinamis, terdapat purpura yang menyebar di seluruh lapang

thorax. Pada palpasi ditemukan fremitus vokal dan taktil simetris kanan dan kiri, tidak

ditemukan adanya krepitasi, fraktur dan massa. Pada perkusi terdengar sonor pada kedua

lapang paru. Sedangkan pada auskultasi suara napas terdengar vesikuler tanpa ronkhi

maupun wheezing. Pada pemeriksaan jantung, didapatkan inspeksi tidak tampak pulsasi

ictus cordis. Pada palpasi teraba pulsasi ictus cordis. Pada perkusi terdengar redup,

sedangkan pada auskultasi terdengar bunyi jantung I - II reguler, tidak ada murmur dan

gallop.

Pada pemeriksaan abdomen, didapatkan inspeksi perut simetris datar. Pada

palpasi abdomen teraba supel, nyeri tekan tidak ada, tidak ditemukan adanya undulasi.

Pada perkusi terdengar timpani diseluruh lapang abdomen, tidak ditemukan adanya shifting

dullness. Pada auskultasi terdengar bising usus dalam frekuensi normal.

Pada pemeriksaan genitalia eksterna, tampak jenis kelamin pasien perempuan,

tidak ada tanda radang. Sedangkan pada pemeriksaan ekstremitas akral teraba hangat, tidak

ada deformitas, tidak ada edema, terdapat purpura dan hematoma.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan laboratorium hematologi tanggal 14 Mei 2012 didapatkan kadar

Leukosit 2.700μl, Hemoglobin 5,5 gr/dl, Hematokrit 17,6 %, Trombosit 100003/μl.

Pada pemeriksaan apusan darah tepi yang dilakukan di RSHS tanggal 16 Desember

2011 didapatkan hasil eritrosit normokrom anisopoikilositosis (target cell), leukosit tidak

ada kelainan morfologi, trombosit jumlah kurang, giant thrombocyte (+).

Pada pemeriksaan hematologi mielogram yag dilakukan di RSHS taggal 16

Desember 2011 didapatkan mieloblast 0, promielosit 0, mieloit 2, metamielosit 1, batang 3,

segmen 19, pronormoblats 1, normoblasy 6, limfoblast 0, limfosit 67, monosit 1.

6 |

Page 7: Case Anemia Aplastik

Pada pemeriksaan morfologi sum-sum tulang yang dilakukan di RSHS tanggal 16

Desember 2011, didapatkan selularitas hiposeluler, eritropoesis menurun, granulopoesis

menurun, trombopoesis tidak ditemukan megakariosit. Kesan hipoplasia sistem

hematopoetik.

V. RESUME

Seorang pasien perempuan berumur 8 tahun datang ke RSUD Arjawinangun pada

tanggal 14 Mei 2012. Anak tampak pucat terutama pada daerah bibir dan telapak

tangan. Badan sering terasa lemas lalu membaik setelah beristirahat. Anak juga

mengeluhkan gusi sering berdarah, kepala terasa pusing berdenyut-denyut, batuk dan

pilek. BAB normal tidak berwarna hitam, BAK normal berwarna kuning jernih.

Lima bulan yang lalu, tepatnya pada bulan Desember 2012, anak datang ke Poli

anak RSUD Arjawinangun mengeluhkan demam yang berlangsung 5 hari, gusi mudah

berdarah, lebam kebiruan yang muncul tanpa trauma sebelumnya, serta muncul bintik-

bintik merah seperti digigit nyamuk. Anak di rawat di RSUD Arjawinangun dan

mendapatkan tranfusi PRC 5 kantong, lalu anak dirujuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin

Bandung dan Bone Marrow Aspiration dan dikatakan menderita anemia aplastik.

Pasien datang dengan keadaan umum tampak sakit sedang dan kompos mentis,

tanda vital pasien seperti nadi 88 kali/menit, nadi teratur, dan isi cukup, suhu 36,20C, dan

pernapasan 20 kali/menit. Berat badan 27 kg dan tinggi badan 118 cm.

Pada pemeriksaan umum didapatkan tampak sakit sedang dan kesadaran kompos

mentis, tanda vital pasien seperti nadi 110x/menit, nadi teratur dan isi cukup, pernapasan

28x/menit, suhu 39OC. Pada mata didapatkan konjungtiva anemis, faring hiperemis. Pada

pemeriksaan thoraks dan jantung tidak ada kelainan, terdapat purpura yang menyebar di

seluruh lapang thorask. Pada pemeriksaan abdomen tidak terdapat nyeri tekan pada

epigastrium dan hipokondrium. Pada pemeriksaan genitalia tidak ada kelainan. Ekstrimitas

terdapat purpura. Pada pemeriksaan laboratorium hematologi tanggal 14 Mei 2012

didapatkan kadar Leukosit 2.700μl, Hemoglobin 5,5 gr/dl, Hematokrit 17,6 %, Trombosit

100003/μl.

Pada pemeriksaan hapusan darah tepi yang dilakukan di RSHS tanggal 16

Desember 2011 didapatkan hasil eritrosit normokrom anisopoikilositosis (target cell),

7 |

Page 8: Case Anemia Aplastik

leukosit tidak ada kelainan morfologi, trombosit jumlah kurang, giant thrombocyte (+).

Pada pemeriksaan hematologi mielogram yag dilakukan di RSHS taggal 16 Desember

2011 didapatkan mieloblast 0, promielosit 0, mieloit 2, metamielosit 1, batang 3, segmen

19, pronormoblats 1, normoblasy 6, limfoblast 0, limfosit 67, monosit 1. Pada pemeriksaan

morfologi sum-sum tulang yang dilakukan di RSHS tanggal 16 Desember 2011,

didapatkan selularitas hiposeluler, eritropoesis menurun, granulopoesis menurun,

trombopoesis tidak ditemukan megakariosit. Kesan hipoplasis system hematopoetik.

VI. DIAGNOSIS KERJA

Anemia Aplastik

VII. DIAGNOSIS BANDING

Leukemia

Idiopatik Trombositopeni Purpura

VIII. RENCANA PENGELOLAAN

1. Rencana Pemeriksaan

Pada kasus ini rencana pemeriksaan yang dilakukan pemeriksaan darah rutin.

2. Rencana Pengobatan dan Diit

Pasien diberikan IVFD NaCl 1B 16 tpm/makro, transfusi Packed Red Cell 3x200

cc, Furosemid 3x10 mg, Cefotaxime 2 kali 750 mg IV. Diet makanan biasa 2160

kkal/hari.

IX. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad malam

Ad fungsionam : dubia ad malam

8 |

Page 9: Case Anemia Aplastik

Ad sanationam : dubia ad malam

PEMANTAUAN

Tanggal 15 Mei 2012

Pasien tampak pucat dan lemas,pusing, terdapat lebam dan memar-memar kebiruan,

bintik-bintik di kulit, perdarahan di gusi. Pasien mengeluh batuk dan pilek tanpa demam,

dan tidak ada mual dan muntah. Pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis,

vital sign seperti nadi 100x/menit, nadi teratur dan isi cukup, pernapasan 24x/menit, suhu

36,5OC.

Pemeriksaan fisik kepala normocephale. Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik.

Leher tidak ada pembesaran kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan jantung BJI-BJII

regular, tidak ada murmur, tidak ada gallop. Pulmo vesikuler di kedua hemithoraks, tidak

ada rhonki, tidak ada wheezing. Abdomen datar, supel, bising usus positif normal tidak ada

nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba membesar. Genitalia tidak ada kelainan. Kedua

ekstrimitas akral hangat, tidak ada edema, terdapat purpura dan hematoma.

Pada pemeriksaan laboratorium hematologi tanggal 14 Mei 2012 didapatkan kadar

Leukosit 2.700μl, Hemoglobin 5,5 gr/dl, Hematokrit 17,6 %, Trombosit 100003/μl.

Hasil gambaran pemeriksaan apus darah tepi kesan pansitopeni.

Diagnosa kerja pada pasien ini adalah Anemia aplastik.

Pasien diberikan IVFD NaCl 16 tpm/makro, transfusi Packed Red Cell 3x200 cc,

Furosemid 3x10 mg, Cefotaxime 2 kali 750 mg IV. Diet makanan biasa 2160 kkal/hari.

Tanggal 16 Mei 2012

Pasien tidak tampak pucat dan lemas, masih terdapat lebam dan memar-memar

kebiruan, bintik-bintik di kulit, dan perdarahan di gusi. Pasien mengeluh batuk dan pilek

9 |

Page 10: Case Anemia Aplastik

tanpa demam, dan tidak ada mual dan muntah. Pasien tampak sakit sedang, kesadaran

compos mentis, vital sign seperti nadi 100x/menit, nadi teratur dan isi cukup, pernapasan

20x/menit, suhu 36,3OC.

Pemeriksaan fisik kepala normocephale. Konjungtiva tidakanemis, sklera tidak

ikterik. Leher tidak ada pembesaran kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan jantung BJI-

BJII regular, tidak ada murmur, tidak ada gallop. Pulmo vesikuler di kedua hemithoraks,

tidak ada rhonki, tidak ada wheezing. Abdomen datar, supel, bising usus positif normal

tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba membesar. Genitalia tidak ada kelainan.

Kedua ekstremitas akral hangat, tidak ada edema, terdapat purpura dan hematoma.

Pada pemeriksaan laboratorium hematologi tanggal 16 Mei 2012 didapatkan kadar

Leukosit 2.300μl, Hemoglobin 13,0 gr/dl, Hematokrit 41,3 %, Trombosit 100003/μl.

Diagnosa kerja pada pasien ini adalah Anemia aplastik.

Pasien diberikan IVFD NaCl 16 tpm/makro, Cefotaxime 2x 1gr IV. Diet makanan

biasa 2160 kkal/hari. Pasien diperbolehkan pulang.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

10 |

Page 11: Case Anemia Aplastik

1.1 Definisi Anemia Aplastik

Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang ditandai dengan

pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang.4 Pada anemia aplastik terjadi penurunan

produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga menyebabkan retikulositopenia, anemia,

granulositopenia, monositopenia dan trombositopenia.9 Istilah anemia aplastik sering juga

digunakan untuk menjelaskan anemia refrakter atau bahkan pansitopenia oleh sebab apapun.

Sinonim lain yang sering digunakan antara lain hipositemia progressif, anemia aregeneratif,

aleukia hemoragika, panmyeloptisis, anemia hipoplastik dan anemia paralitik toksik.1

1.2 Epidemiologi

Anemia aplastik jarang ditemukan. Insidensi bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2

sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun.2 Analisis retrospektif di Amerika Serikat

memperkirakan insiden anemia aplastik berkisar antara 2 sampai 5 kasus persejuta penduduk

pertahun.9 The Internasional Aplastic Anemia and Agranulocytosis Study dan French Study

memperkirakan ada 2 kasus persejuta orang pertahun.2,9 Frekuensi tertinggi anemia aplastik

terjadi pada orang berusia 15 sampai 25 tahun; peringkat kedua terjadi pada usia 65 sampai 69

tahun.

1.3 Klasifikasi Anemia Aplastik

Anemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut :

A. Klasifikasi menurut kausa2 :

1. Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada kira-kira 50% kasus.

2. Sekunder : bila kausanya diketahui.

3. Konstitusional : adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan, misalnya anemia

Fanconi

B. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan atau prognosis (lihat tabel 1).

Tabel 1. Klasifikasi anemia aplastik berdasarkan tingkat keparahan.3,9,10

11 |

Page 12: Case Anemia Aplastik

Anemia aplastik berat

Anemia aplastik sangat berat

Anemia aplastik bukan berat

- Seluraritas sumsum tulang <25% atau 25-50%

dengan <30% sel hematopoietik residu, dan

- Dua dari tiga kriteria berikut :

netrofil < 0,5x109/l

trombosit <20x109 /l

retikulosit < 20x109 /l

Sama seperti anemia aplastik berat kecuali

netrofil <0,2x109/l

Pasien yang tidak memenuhi kriteria anemia

aplastik berat atau sangat berat; dengan sumsum

tulang yang hiposelular dan memenuhi dua dari

tiga kriteria berikut :

- netrofil < 1,5x109/l

- trombosit < 100x109/l

- hemoglobin <10 g/dl

1.4 Etiologi Anemia Aplastik

Anemia aplastik sering diakibatkan oleh radiasi dan paparan bahan kimia. Akan tetapi,

kebanyakan pasien penyebabnya adalah idiopatik, yang berarti penyebabnya tidak diketahui.4,11

Anemia aplastik dapat juga terkait dengan infeksi virus dan dengan penyakit lain (Tabel 2).

Tabel 2. Klasifikasi Etiologi Anemia aplastik.6,12

Anemia Aplastik yang Didapat (Acquired Aplastic Anemia)

12 |

Page 13: Case Anemia Aplastik

Anemia aplastik sekunder

  Radiasi

  Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

     Efek regular

       Bahan-bahan sitotoksik

       Benzene

     Reaksi Idiosinkratik

       Kloramfenikol

       NSAID

       Anti epileptik

       Emas

       Bahan-bahan kimia dan obat-obat lainya

  Virus

     Virus Epstein-Barr (mononukleosis infeksiosa)

     Virus Hepatitis (hepatitis non-A, non-B, non-C, non-G)

     Parvovirus (krisis aplastik sementara, pure red cell aplasia)

     Human immunodeficiency virus (sindroma immunodefisiensi yang didapat)

  Penyakit-penyakit Imun

     Eosinofilik fasciitis

     Hipoimunoglobulinemia

     Timoma dan carcinoma timus

13 |

Page 14: Case Anemia Aplastik

     Penyakit graft-versus-host pada imunodefisiensi

  Paroksismal nokturnal hemoglobinuria

  Kehamilan

Idiopathic aplastic anemia

Anemia Aplatik yang diturunkan (Inherited Aplastic Anemia)

Anemia Fanconi

   Diskeratosis kongenita

   Sindrom Shwachman-Diamond

   Disgenesis reticular

   Amegakariositik trombositopenia

   Anemia aplastik familial

   Preleukemia (monosomi 7, dan lain-lain.)

   Sindroma nonhematologi (Down, Dubowitz, Seckel)

  

1.4.1 Radiasi

Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi dimana stem sel

dan progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana jaringan-jaringan dengan mitosis

yang aktif seperti jaringan hematopoiesis sangat sensitif.4,12 Bila stem sel hematopoiesis yang

terkena maka terjadi anemia aplastik. Radiasi dapat berpengaruh pula pada stroma sumsum

tulang dan menyebabkan fibrosis.2

Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis dan luasnya

paparan sumsum tulang terhadap radiasi. Radiasi berenergi tinggi dapat digunakan sebagai terapi

dengan dosis tinggi tanpa tanda-tanda kerusakan sumsum tulang asalkan lapangan penyinaran

14 |

Page 15: Case Anemia Aplastik

tidak mengenai sebagian besar sumsum tulang. Pada pasien yang menerima radiasi seluruh tubuh

efek radiasi tergantung dari dosis yang diterima. Efek pada sumsum tulang akan sedikit pada

dosis kurang dari 1 Sv (ekuivalen dengan 1 Gy atau 100 rads untuk sinar X). Jumlah sel darah

dapat berkurang secara reversibel pada dosis radiasi antara 1 dan 2,5 Sv (100 dan 250 rads).

Kehilangan stem sel yang ireversibel terjadi pada dosis radiasi yang lebih tinggi. Bahkan pasien

dapat meninggal disebabkan kerusakan sumsum tulang pada dosis radiasi 5 sampai 10 Sv kecuali

pasien menerima transplantasi sumsum tulang. Paparan jangka panjang dosis rendah radiasi

eksterna juga dapat menyebabkan anemia aplastik.13

1.4.2 Bahan-bahan Kimia

Bahan kimia seperti benzene dan derivat benzene berhubungan dengan anemia aplastik

dan akut myelositik leukemia (AML). Beberapa bahan kimia yang lain seperti insektisida dan

logam berat juga berhubungan dengan anemia yang berhubungan dengan kerusakan sumsum

tulang dan pansitopenia.13

1.4.3 Obat-obatan

Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat berlebihan.

Praktis semua obat dapat menyebabkan anemia aplastik pada seseorang dengan predisposisi

genetik. Yang sering menyebabkan anemia aplastik adalah kloramfenikol. Obat-obatan lain yang

juga sering dilaporkan adalah fenilbutazon, senyawa sulfur, emas, dan antikonvulsan, obat-

obatan sitotoksik misalnya mieleran atau nitrosourea.2

Tabel 3. Obat-obatan yang menyebabkan Anemia Aplastik9

Kategori Resiko Tinggi Resiko Resiko Rendah

15 |

Page 16: Case Anemia Aplastik

Menengah

Analgesik     Fenasetin, aspirin,

salisilamide

Anti aritmia     Kuinidin, tokainid

Anti artritis   Garam Emas Kolkisin

Anti konvulsan   Karbamazepin,

hidantoin,

felbamat

Etosuksimid,

Fenasemid, primidon,

trimethadion, sodium

valproate

Anti histamin     Klorfeniramin,

pirilamin, tripelennamin

Anti hipertensi     Captopril, methyldopa

Anti inflamasi   Penisillamin,

fenilbutazon,

oksifenbutazon

Diklofenak, ibuprofen,

indometasin, naproxen,

sulindac

Anti mikroba

 Anti bakteri   Kloramfenikol Dapsone, metisillin,

penisilin, streptomisin,

β-lactam antibiotik 

 Anti fungal     Amfoterisin, flusitosin

 Anti protozoa   Kuinakrine Klorokuin, mepakrin,

pirimetamin

16 |

Page 17: Case Anemia Aplastik

Obat Anti neoplasma

 Alkylating

agen

Busulfan,

cyclophosphamide,

melphalan, nitrogen

mustard

   

 Anti metabolit Fluorourasil,

mercaptopurine,

methotrexate

   

 Antibiotik

Sitotoksik

Daunorubisin,

doxorubisin,

mitoxantrone

   

Anti platelet     Tiklopidin

Anti tiroid     Karbimazol, metimazol,

metiltiourasil, potassium

perklorat, propiltiourasil,

sodium thiosianat

Sedative dan

tranquilizer

    Klordiazepoxide,

Klorpromazine (dan

fenothiazin yang lain),

lithium, meprobamate,

metiprilon

Sulfonamid dan turunannya

 Anti bakteri     Numerous sulfonamides

 Diuretik   Acetazolamide Klorothiazide,

17 |

Page 18: Case Anemia Aplastik

furosemide

 Hipoglikemik     Klorpropamide,

tolbutamide

Lain-lain     Allopurinol, interferon,

pentoxifylline

Catatan : Obat dengan dosis tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum tulang disebut resiko

tinggi. Obat dengan 30 kasus dilaporkan menyebabkan anemia aplastik merupakan resiko

menengah dan selainnya yang lebih jarang merupakan resiko rendah.

1.4.4 Infeksi

Anemia aplastik dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus hepatitis, virus Epstein-

Barr, HIV dan rubella. Virus hepatitis merupakan penyebab yang paling sering. Pansitopenia

berat dapat timbul satu sampai dua bulan setelah terinfeksi hepatitis. Walaupun anemia aplastik

jarang diakibatkan hepatitis akan tetapi terdapat hubungan antara hepatitis seronegatif fulminan

dengan anemia aplastik.. Parvovirus B19 dapat menyebabkan krisis aplasia sementara pada

penderita anemia hemolitik kongenital (sickle cell anemia, sferositosis herediter, dan lain-lain).

Pada pasien yang imunokompromise dimana gagal memproduksi neutralizing antibodi terhadap

Parvovirus suatu bentuk kronis red cell aplasia dapat terjadi.8,12,13

Infeksi virus biasanya berhubungan dengan supresi minimal pada sumsum tulang,

biasanya terlihat neutropenia dan sedikit jarang trombositopenia. Virus dapat menyebabkan

kerusakan sumsum tulang secara langsung yaitu dengan infeksi dan sitolisis sel hematopoiesis

atau secara tidak langsung melalui induksi imun sekunder, inisiasi proses autoimun yang

menyebabkan pengurangan stem sel dan progenitor sel atau destruksi jaringan stroma

penunjang.4

1.4.5 Faktor Genetik

18 |

Page 19: Case Anemia Aplastik

Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian dari

padanya diturukan menurut hukum mendell, contohnya anemia Fanconi. Anemia Fanconi

merupakan kelainan autosomal resesif yang ditandai oleh hipoplasia sumsung tulang disertai

pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu jari atau radius, mikrosefali, retardasi mental dan

seksual, kelainan ginjal dan limpa.2

1.5 Patogenesis11

Setidaknya ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik. Anemia aplastik yang

diturunkan (inherited aplastic anemia), terutama anemia Fanconi disebabkan oleh

ketidakstabilan DNA. Beberapa bentuk anemia aplastik yang didapatkan (acquired aplastic

anemia) disebabkan kerusakan langsung stem sel oleh agen toksik, misalnya radiasi. Patogenesis

dari kebanyakan anemia aplastik yang didapatkan melibatkan reaksi autoimun terhadap stem sel.

Anemia Fanconi barangkali merupakan bentuk inherited anemia aplastik yang paling

sering karena bentuk inherited yang lain merupakan penyakit yang langka. Kromosom pada

penderita anemia Fanconi sensitif (mudah sekali) mengalami perubahan DNA akibat obat-obat

tertentu. Sebagai akibatnya, pasien dengan anemia Fanconi memiliki resiko tinggi terjadi aplasia,

myelodysplastic sindrom (MDS) dan akut myelogenous leukemia (AML). Kerusakan DNA juga

mengaktifkan suatu kompleks yang terdiri dari protein Fanconi A, C, G dan F. Hal ini

menyebabkan perubahan pada protein FANCD2. Protein ini dapat berinteraksi, contohnya

dengan gen BRCA1 (gen yang terkait dengan kanker payudara). Mekanisme bagaimana

berkembangnya anemia Fanconi menjadi anemia aplastik dari sensitifitas mutagen dan kerusakan

DNA masih belum diketahui dengan pasti.

Kerusakan oleh agen toksik secara langsung terhadap stem sel dapat disebabkan oleh

paparan radiasi, kemoterapi sitotoksik atau benzene. Agen-agen ini dapat menyebabkan rantai

DNA putus sehingga menyebabkan inhibisi sintesis DNA dan RNA.

Kehancuran hematopoiesis stem sel yang dimediasi sistem imun mungkin merupakan

mekanisme utama patofisiologi anemia aplastik. Walaupun mekanismenya belum diketahui

benar, tampaknya T limfosit sitotoksik berperan dalam menghambat proliferasi stem sel dan

19 |

Page 20: Case Anemia Aplastik

mencetuskan kematian stem sel. “Pembunuhan” langsung terhadap stem sel telah dihipotesa

terjadi melalui interaksi antara Fas ligand yang terekspresi pada sel T dan Fas (CD95) yang ada

pada stem sel, yang kemudian terjadi perangsangan kematian sel terprogram (apoptosis).

1.6 Gejala dan Pemeriksaan Fisis Anemia Aplastik

Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang timbul

adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan anemia

dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe d’effort, palpitasi cordis,

takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia

yang akan menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan

keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu

dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-organ.7 Pada

kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik yang sering dikeluhkan adalah anemia atau

pendarahan, walaupun demam atau infeksi kadang-kadang juga dikeluhkan.1

Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada pemeriksaan rutin Keluhan

yang dapat ditemukan sangat bervariasi (Tabel 4). Pada tabel 4 terlihat bahwa pendarahan, lemah

badan dan pusing merupakan keluhan yang paling sering dikemukakan.

Tabel 4. Keluhan Pasien Anemia Apalastik (n=70)2

Jenis Keluhan %

Pendarahan 83

20 |

Page 21: Case Anemia Aplastik

Lemah badan

Pusing

Jantung berdebar

Demam

Nafsu makan berkurang

Pucat

Sesak nafas

Penglihatan kabur

Telinga berdengung

80

69

36

33

29

26

23

19

13

Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pada tabel 5 terlihat

bahwa pucat ditemukan pada semua pasien yang diteliti sedangkan pendarahan ditemukan pada

lebih dari setengah jumlah pasien. Hepatomegali, yang sebabnya bermacam-macam ditemukan

pada sebagian kecil pasien sedangkan splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus pun.

Adanya splenomegali dan limfadenopati justru meragukan diagnosis.2

Tabel 5. Pemeriksaan Fisis pada Pasien Anemia Aplastik2

Jenis Pemeriksaan Fisik %

Pucat 100

21 |

Page 22: Case Anemia Aplastik

Pendarahan

Kulit

Gusi

Retina

Hidung

Saluran cerna

Vagina

Demam

Hepatomegali

Splenomegali

63

34

26

20

7

6

3

16

7

0

1.7 Pemeriksaan Penunjang

1.7.1 Pemeriksaan laboratorium

a. Pemeriksaan Darah

Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Anemia yang terjadi

bersifat normokrom normositer, tidak disertai dengan tanda-tanda regenerasi. Adanya eritrosit

muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik. Kadang-kadang

pula dapat ditemukan makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis.2

Jumlah granulosit ditemukan rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel darah putih

menunjukkan penurunan jumlah neutrofil dan monosit. Limfositosis relatif terdapat pada lebih

dari 75% kasus. Jumlah neutrofil kurang dari 500/mm3 dan trombosit kurang dari 20.000/mm3

menandakan anemia aplastik berat. Jumlah neutrofil kurang dari 200/mm3 menandakan anemia

aplastik sangat berat.2,9

22 |

Page 23: Case Anemia Aplastik

Jumlah trombosit berkurang secara kuantitias sedang secara kualitas normal. Perubahan

kualitatif morfologi yang signifikan dari eritrosit, leukosit atau trombosit bukan merupakan

gambaran klasik anemia aplastik yang didapat (acquired aplastic anemia). Pada beberapa

keadaan, pada mulanya hanya produksi satu jenis sel yang berkurang sehingga diagnosisnya

menjadi red sel aplasia atau amegakariositik trombositopenia. Pada pasien seperti ini, lini

produksi sel darah lain juga akan berkurang dalam beberapa hari sampai beberapa minggu

sehingga diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan.9

Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanya memanjang dan

begitu juga dengan waktu pembekuan akibat adanya trombositopenia. Hemoglobin F meningkat

pada anemia aplastik anak dan mungkin ditemukan pada anemia aplastik konstitusional.2

Plasma darah biasanya mengandung growth factor hematopoiesis, termasuk

erittropoietin, trombopoietin, dan faktor yang menstimulasi koloni myeloid. Kadar Fe serum

biasanya meningkat dan klirens Fe memanjang dengan penurunan inkorporasi Fe ke eritrosit

yang bersirkulasi.9

b. Pemeriksaan sumsum tulang

Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah spikula dengan daerah yang

kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis. Limfosit, sel plasma, makrofag dan

sel mast mungkin menyolok dan hal ini lebih menunjukkan kekurangan sel-sel yang lain

daripada menunjukkan peningkatan elemen-elemen ini. Pada kebanyakan kasus gambaran

partikel yang ditemukan sewaktu aspirasi adalah hiposelular. Pada beberapa keadaan, beberapa

spikula dapat ditemukan normoseluler atau bahkan hiperseluler, akan tetapi megakariosit

rendah.9

Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik secara kualitatif maupun

kuantitatif. Semua spesimen anemia aplastik ditemukan gambaran hiposelular. Aspirasi dapat

memberikan kesan hiposelular akibat kesalahan teknis (misalnya terdilusi dengan darah perifer),

atau dapat terlihat hiperseluler karena area fokal residual hematopoiesis sehingga aspirasi

sumsum tulang ulangan dan biopsi dianjurkan untuk mengklarifikasi diagnosis.9,12

23 |

Page 24: Case Anemia Aplastik

Suatu spesimen biopsi dianggap hiposeluler jika ditemukan kurang dari 30% sel pada

individu berumur kurang dari 60 tahun atau jika kurang dari 20% pada individu yang berumur

lebih dari 60 tahun.8

International Aplastic Study Group mendefinisikan anemia aplastik berat bila selularitas

sumsum tulang kurang dari 25% atau kurang dari 50% dengan kurang dari 30% sel

hematopoiesis terlihat pada sumsum tulang.9

1.7.2 Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa anemia

aplastik. Survei skletelal khusunya berguna untuk sindrom kegagalan sumsum tulang yang

diturunkan, karena banyak diantaranya memperlihatkan abnormalitas skeletal. Pada pemeriksaan

MRI (Magnetic Resonance Imaging) memberikan gambaran yang khas yaitu ketidakhadiran

elemen seluler dan digantikan oleh jaringan lemak.

1.8 Diagnosa3,9,10

Diagnosa pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan darah dan dan pemeriksaan sumsum

tulang. Pada anemia aplastik ditemukan pansitopenia disertai sumsum tulang yang miskin

selularitas dan kaya akan sel lemak sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Pansitopenia

dan hiposelularitas sumsum tulang tersebut dapat bervariasi sehingga membuat derajat anemia

aplastik (lihat tabel 1).

1.9 Diagnosa Banding

Diagnosis banding anemia yaitu dengan setiap kelainan yang ditandai dengan

pansitopenia perifer. Beberapa penyebab pansitopenia terlihat pada tabel 6.

Table 6 Penyebab Pansitopenia14

24 |

Page 25: Case Anemia Aplastik

Kelainan sumsum tulang

   Anemia aplastik

   Myelodisplasia

   Leukemia akut

   Myelofibrosis

   Penyakit Infiltratif: limfoma, myeloma, carcinoma, hairy cell leukemia

   Anemia megaloblastik

Kelainan bukan sumsum tulang

   Hipersplenisme

   Sistemik lupus eritematosus

   Infeksi: tuberculosis, AIDS, leishmaniasis, brucellosis

Kelainan yang paling sering mirip dengan anemia aplastik berat yaitu sindrom

myelodisplastik dimana kurang lebih 5 sampai 10 persen kasus sindroma myelodisplasia tampak

hipoplasia sumsum tulang. Beberapa ciri dapat membedakan anemia aplastik dengan sindrom

myelodisplastik yaitu pada myelodisplasia terdapat morfologi film darah yang abnormal

(misalnya poikilositosis, granulosit dengan anomali pseudo-Pelger- Hüet), prekursor eritroid

sumsum tulang pada myelodisplasia menunjukkan gambaran disformik serta sideroblast yang

patologis lebih sering ditemukan pada myelodisplasia daripada anemia aplastik. Selain itu,

prekursor granulosit dapat berkurang atau terlihat granulasi abnormal dan megakariosit dapat

menunjukkan lobulasi nukleus abnormal (misalnya mikromegakariosit unilobuler).9

Kelainan seperti leukemia akut dapat dibedakan dengan anemia aplastik yaitu dengan

adanya morfologi abnormal atau peningkatan dari sel blast atau dengan adanya sitogenetik

abnormal pada sel sumsum tulang. Leukemia akut juga biasanya disertai limfadenopati,

hepatosplenomegali, dan hipertrofi gusi.7,14

25 |

Page 26: Case Anemia Aplastik

Hairy cell leukemia sering salah diagnosa dengan anemia aplastik. Hairy cell leukemia

dapat dibedakan dengan anemia aplastik dengan adanya splenomegali dan sel limfoid abnormal

pada biopsi sumsum tulang.14

Pansitopenia dengan normoselular sumsum tulang biasanya disebabkan oleh sistemik

lupus eritematosus (SLE), infeksi atau hipersplenisme. Selularitas sumsum tulang yang

normoselular jelas membedakannya dengan anemia aplastik.

1.10 Penatalaksanaan

Anemia berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi akibat granulositopenia dan

monositopenia memerlukan tatalaksana untuk menghilangkan kondisi yang potensial

mengancam nyawa ini dan untuk memperbaiki keadaan pasien (lihat tabel 7).9

Tabel 7. Manajemen Awal Anemia Aplastik9

Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang diduga menjadi penyebab

anemia aplastik.

Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan.

Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit sesuai yang dibutuhkan.

Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia berat.

Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila organisme spesifik tidak dapat

26 |

Page 27: Case Anemia Aplastik

diidentifikasi.

Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan histocompatibilitas pasien,

orang tua dan saudara kandung pasien.

Pengobatan spesifik aplasia sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan yaitu transplantasi

stem sel allogenik, kombinasi terapi imunosupresif (ATG, siklosporin dan metilprednisolon) atau

pemberian dosis tinggi siklofosfamid.9 Terapi standar untuk anemia aplastik meliputi

imunosupresi atau transplantasi sumsum tulang. Faktor-faktor seperti usia pasien, adanya donor

saudara yang cocok (matched sibling donor), faktor-faktor resiko seperti infeksi aktif atau beban

transfusi harus dipertimbangkan untuk menentukan apakah pasien paling baik mendapat terapi

imunosupresif atau transplantasi sumsum tulang. Pasien yang lebih muda umumnya mentoleransi

transplantasi sumsum tulang lebih baik dan sedikit mengalamai GVHD (Graft Versus Host

Disease). Pasien yang lebih tua dan yang mempunyai komorbiditas biasanya ditawarkan terapi

imunosupresif. Suatu algoritme terapi dapat dipakai untuk panduan penatalaksanaan anemia

aplastik.15

27 |

Page 28: Case Anemia Aplastik

Gambar 1. Algoritme penatalaksanaan pasien anemia aplastik berat.15

a. Pengobatan Suportif15

Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa packed red cells

sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien dengan penyakit

kardiovaskular.

Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm3. Transfusi

trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit dibawah 20.000/mm3 sebagai

profilaksis. Pada mulanya diberikan trombosit donor acak. Transfusi trombosit konsentrat

berulang dapat menyebabkan pembentukan zat anti terhadap trombosit donor. Bila terjadi

sensitisasi, donor diganti dengan yang cocok HLA-nya (orang tua atau saudara kandung).

Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih kontroversial dan tidak dianjurkan

karena efek samping yang lebih parah daripada manfaatnya. Masa hidup leukosit yang

ditransfusikan sangat pendek.

b. Terapi Imunosupresif

Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte globulin (ATG)

atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA). ATG atau ALG diindikasikan

pada15 :

- Anemia aplastik bukan berat

- Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok

- Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat pengobatan tidak

terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit lebih dari 200/mm3

Mekanisme kerja ATG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan mungkin melalui

koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal dan stimulasi langsung atau

tidak langsung terhadap hemopoiesis.15

Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksi alergi ringan

sampai berat sehingga selalu diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid.15 Siklosporin juga

28 |

Page 29: Case Anemia Aplastik

diberikan dan proses bekerjanya dengan menghambat aktivasi dan proliferasi preurosir limfosit

sitotoksik.15 Sebuah protokol pemberian ATG dapat dlihat pada tabel 8.11

Tabel 8. Protokol Pemberian ATG pada anemia aplastik11

Dosis test ATG :

ATG 1:1000 diencerkan dengan saline 0,1 cc disuntikan intradermal pada lengan

dengan saline kontrol 0,1 cc disuntikkan intradermal pada lengan sebelahnya.

Bila tidak ada reaksi anafilaksis, ATG dapat diberikan.

Premedikasi untuk ATG (diberikan 30 menit sebelum ATG) :

Asetaminofen 650 mg peroral

Difenhidrahim 50 mg p.o atau intravena perbolus

Hidrokortison 50 mg intravena perbolus

Terapi ATG :

ATG 40 g/kg dalam 1000 cc NS selama 8-12 jam perhari untuk 4 hari

Obat-obat yang diberikan serentak dengan ATG :

Prednison 100 mg/mm2 peroral 4 kali sehari dimulai bersamaan dengan ATG

dan dilanjutkan selama 10-14 hari; kemudian bila tidak terjadi serum

sickness, tapering dosis setiap 2 minggu.

Siklosporin 5mg/kg/hari peroral diberikan 2 kali sehari sampai respon maksimal

kemudian di turunkan 1 mg/kg atau lebih lambat. Pasien usia 50 tahun atau

lebih mendapatkan dosis siklosporin 4mg/kg. Dosis juga harus diturunkan

bila terdapat kerusakan fungsi ginjal atau peningkatan enzim hati.

29 |

Page 30: Case Anemia Aplastik

Metilprednisolon juga dapat digunakan sebagai ganti predinison. Kombinasi ATG,

siklosporin dan metilprednisolon memberikan angka remisi sebesar 70% pada anemia aplastik

berat. Kombinasi ATG dan metilprednisolon memiliki angka remisi sebesar 46%.15

Pemberian dosis tinggi siklofosfamid juga merupakan bentuk terapi imunosupresif.

Pernyataan ini didasarkan karena stem sel hematopoiesis memliki kadar aldehid dehidrogenase

yang tinggi dan relatif resisten terhadap siklofosfamid. Dengan dasar tersebut, siklofosfamid

dalam hal ini lebih bersifat imunosupresif daripada myelotoksis. Namun, peran obat ini sebagai

terapi lini pertama tidak jelas sebab toksisitasnya mungkin berlebihan yang melebihi dari pada

kombinasi ATG dan siklosporin.9 Pemberian dosis tinggi siklofosfamid sering disarankan untuk

imunosupresif yang mencegah relaps. Namun, hal ini belum dikonfirmasi. Sampai kini, studi-

studi dengan siklofosfamid memberikan lama respon leih dari 1 tahun. Sebaliknya, 75% respon

terhadap ATG adalah dalam 3 bulan pertama dan relaps dapat terjadi dalam 1 tahun setelah

terapi ATG.15

c. Terapi penyelamatan (Salvage theraphies)

Terapi ini antara lain meliputi siklus imunosupresi berulang, pemberian faktor-faktor

pertumbuhan hematopoietik dan pemberian steroid anabolik.15

Pasien yang refrakter dengan pengobatan ATG pertama dapat berespon terhadap siklus

imunosupresi ATG ulangan. Pada sebuah penelitian, pasien yang refrakter ATG kuda tercapai

dengan siklus kedua ATG kelinci.15

Pemberian faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik seperti Granulocyte-Colony

Stimulating Factor (G-CSF) bermanfaat untuk meningkatkan neutrofil akan tetapi neutropenia

berat akibat anemia aplastik biasanya refrakter. Peningkatan neutrofil oleh stimulating faktor ini

juga tidak bertahan lama. Faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik tidak boleh dipakai sebagai

satu-satunya modalitas terapi anemia aplastik. Kombinasi G-CSF dengan terapi imunosupresif

telah digunakan untuk terapi penyelamatan pada kasus-kasus yang refrakter dan pemberiannya

yang lama telah dikaitkan dengan pemulihan hitung darah pada beberapa pasien.11,15

30 |

Page 31: Case Anemia Aplastik

Steroid anabolik seperti androgen dapat merangsang produksi eritropoietin dan sel-sel

induk sumsum tulang. Androgen terbukti bermanfaat untuk anemia aplastk ringan dan pada

anemia aplastik berat biasanya tidak bermanfaat. Androgen digunakan sebagai terapi

penyelamatan untuk pasien yang refrakter terapi imunosupresif.9,15

d. Transplantasi sumsum tulang

Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan utama pada pasien anemia aplastik berat

berusia muda yang memiliki saudara dengan kecocokan HLA. Akan tetapi, transplantasi sumsum

tulang allogenik tersedia hanya pada sebagan kecil pasien (hanya sekitar 30% pasien yang

mempunyai saudara dengan kecocokan HLA). Batas usia untuk transplantasi sumsum tulang

sebagai terapi primer belum dipastikan, namun pasien yang berusia 35-35 tahun lebih baik bila

mendapatkan terapi imunosupresif karena makin meningkatnya umur, makin meningkat pula

kejadian dan beratnya reaksi penolakan sumsum tulang donor (Graft Versus Host

Disesase/GVHD).15 Pasien dengan usia > 40 tahun terbukti memiliki respon yang lebih jelek

dibandingkan pasien yang berusia muda.9,10

Gambar 2. Kelangsungan hidup pada pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang dari

donor saudara dengan HLA yang cocok hubungannya dengan umur.10

31 |

Page 32: Case Anemia Aplastik

Pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang memiliki survival yang lebih baik

daripada pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif.10 Pasien dengan umur kurang dari 50

tahun yang gagal dengan terapi imunosupresif (ATG) maka pemberian transplantasi sumsum

tulang dapat dipertimbangkan.15 Akan tetapi survival pasien yang menerima transplanasi sumsum

tulang namun telah mendapatkan terapi imunosupresif lebih jelek daripada pasien yang belum

mendapatkan terapi imunosupresif sama sekali.9,10

Pada pasien yang mendapat terapi imunosupresif sering kali diperlukan transfusi selama

beberapa bulan. Transfusi komponen darah tersebut sedapat mungkin diambil dari donor yang

bukan potensial sebagai donor sumsum tulang. Hal ini diperlukan untuk mencegah reaksi

penolakan cangkokan (graft rejection) karena antibodi yang terbentuk akibat tansfusi.15

Kriteria respon terapi menurut kelompok European Marrow Transplantation (EBMT)

adalah sebagai berikut15 :

- Remisi komplit : bebas transfusi, granulosit sekurang-kurangnya 2000/mm3 dan trombosit

sekurang-kurangnya 100.000/mm3.

- Remisi sebagian : tidak tergantung pada transfusi, granulosit dibawah 2000/mm3 dan trombosit

dibawah 100.000/mm3.

- Refrakter : tidak ada perbaikan.

1.11 Prognosis9

Prognosis berhubungan dengan jumlah absolut netrofil dan trombosit. Jumlah absolut

netrofil lebih bernilai prognostik daripada yang lain. Jumlah netrofil kurang dari 500/l

(0,5x109/liter) dipertimbangkan sebagai anemia aplastik berat dan jumlah netrofil kurang dari

200/l (0,2x109/liter) dikaitkan dengan respon buruk terhadap imunoterapi dan prognosis yang

jelek bila transplantasi sumsum tulang allogenik tidak tersedia. Anak-anak memiliki respon yang

lebih baik daripada orang dewasa. Anemia aplastik konstitusional merespon sementara terhadap

androgen dan glukokortikoid akan tetapi biasanya fatal kecuali pasien mendapatkan transplantasi

sumsum tulang.

32 |

Page 33: Case Anemia Aplastik

Transplantasi sumsum tulang bersifat kuratif pada sekitar 80% pasien yang berusia

kurang dari 20 tahun, sekitar 70% pada pasien yang berusia 20-40 tahun dan sekitar 50% pada

pasien berusia lebih dari 40 tahun. Celakanya, sebanyak 40% pasien yang bertahan karena

mendapatkan transplantasi sumsum tulang akan menderita gangguan akibat GVHD kronik dan

resiko mendapatkan kanker sekitar 11% pada pasien usia tua atau setelah mendapatkan terapi

siklosporin sebelum transplantasi stem sel. Hasil yang terbaik didapatkan pada pasien yang

belum mendapatkan terapi imunosupresif sebelum transplantasi, belum mendapatkan dan belum

tersensitisasi dengan produk sel darah serta tidak mendapatkan iradiasi dalam hal conditioning

untuk transplantasi.

Sekitar 70% pasien memiliki perbaikan yang bermakna dengan terapi kombinasi

imunosupresif (ATG dengan siklosporin). Walaupun beberapa pasien setelah terapi memiliki

jumlah sel darah yang normal, banyak yang kemudian mendapatkan anemia sedang atau

trombositopenia. Penyakit ini juga akan berkembang dalam 10 tahun menjadi proxysmal

nokturnal hemoglobinuria, sindrom myelodisplastik atau akut myelogenous leukimia pada 40%

pasien yang pada mulanya memiliki respon terhadap imunosupresif. Pada 168 pasien yang

mendapatkan transplantasi sumsum tulang, hanya sekitar 69% yang bertahan selama 15 tahun

dan pada 227 pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif, hanya 38% yang bertahan dalam

15 tahun.

Pengobatan dengan dosis tinggi siklofosfamid menghasilkan hasil awal yang sama

dengan kombinasi ATG dan siklosporin. Namun, siklofosfamid memiliki toksisitas yang lebih

besar dan perbaikan hematologis yang lebih lambat walaupun memiliki remisi yang lebih

bertahan lama.

33 |

Page 34: Case Anemia Aplastik

BAB IV

KESIMPULAN

Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang disebabkan oleh kegagalan produksi

di sumsum tulang sehingga mengakibatkan penurunan komponen selular pada darah tepi yaitu

berupa keadaan pansitopenia (kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan

trombosit).

Anemia aplastik merupakan penyakit yang jarang ditemukan. Insidensinya bervariasi di

seluruh dunia yaitu berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun. Frekuensi

tertinggi insidensi anemia aplastik adalah pada usia muda.

34 |

Page 35: Case Anemia Aplastik

Anemia aplastik dapat disebabkan oleh bahan kimia, obat-obatan, virus, dan terkait

dengan penyakit-penyakit yang lain. Anemia aplastik juga ada yang ditururunkan seperti anemia

Fanconi. Akan tetapi, kebanyakan kasus anemia aplastik merupakan idiopatik.

Tanda dan gejala klinis anemia aplastik merupakan manifestasi dari pansitopenia yang

terjadi. Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan gejala-gejala anemia antara lain lemah,

dyspnoe d’effort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen lekopoisis

(granulositopenia) menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga

mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik.

Trombositopenia dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di

organ-organ. Gejala yang paling menonjol tergantung dari sel mana yang mengalami depresi

paling berat.

Pansitopenia perifer adalah kelainan hematologis yang utama untuk anemia aplastik.

Anemia bersifat normokrom normositer dan tidak disertai tanda-tanda regenerasi. Leukopenia

berupa grnaulositopenia. Trombosit kuantitas berkurang sedang secara kualitatif normal.

Sumsum tulang akan mengandung banyak sel lemak dan menganduk sedikit sekali sel-sel

hemopoisis. Tidak terlihat penambahan sel primitif.

Anemia aplastik bukan berat memiliki sumsum tulang yang hiposelular dan dua dari tiga

kriteria (netrofil < 1,5x109/l, trombosit < 100x109/l, hemoglobin <10 g/dl). Anemia aplastik berat

memiliki seluraritas sumsum tulang <25% atau 25-50% dengan <30% sel hematopoietik residu,

dan dua dari tiga kriteria (netrofil < 0,5x109/l, trombosit <20x109 /l, retikulosit < 20x109 /l).

Anemia aplastik sangat berat sama seperti anemia aplastik berat kecuali netrofil <0,2x109/l.

Pengobatan anemia aplastik dapat bersifat suportif yaitu dengan transfusi PRC dan

trombosit. Penggunaan obat-obat atau agen kimia yang diduga menjadi penyebab anemia

aplastik harus dihentikan. Pemberian antibiotik bila terjadi infeksi juga harus dilakukan untuk

memperbaiki keadaan umum pasien. Terapi standar untuk anemia aplastik meliputi terapi

imunosupresif atau transplantasi sumsum tulang. Pasien yang lebih muda umumnya mentoleransi

transplantasi sumsum tulang lebih baik dan sedikit mengalamai GVHD (Graft Versus Host

Disease). Pasien yang lebih tua dan yang mempunyai komorbiditas biasanya ditawarkan terapi

imunosupresif.

35 |

Page 36: Case Anemia Aplastik

Prognosis dipengaruhi banyak hal, antara lain derajat anemia aplastik, usia pasien, ada

tidaknya donor dengan HLA yang cocok untuk transplantasi sumsum tulang allogenik serta

apakah pasien telah mendapatkan terapi imunosupresif sebelum tranplantasi sumsum tulang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4,

EGC, Jakarta.

2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-

839, Infomedika, Jakarta.

3. Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15,

Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.

4. http://www/.5mcc.com/ Assets/ SUMMARY/TP0373.html. Accessed Maret 8 th,

2012.

5. http://www .Findarticles.com/cf0/g2601/0005/2601000596/pi/article.jhtm?term=g

lomerunopritis+salt+dialysis. Accessed Maret 8th, 2012.

6. Markum. M.S, Wiguno .P, Siregar.P,1990, Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit

36 |

Page 37: Case Anemia Aplastik

Dalam II, 274-281, Balai Penerbit FKUI,Jakarta.

7. Donna J. Lager,M.D.http;//www.vh.org/adult/provider/pathologi/GN/GNHP.html.

Accessed Maret 8th, 2012.

8. http;//www.enh.org/encyclopedia/ency/article/000475.asp. Accessed Maret 8th,

2012.

9. http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/

08_KlarifikasiHistopatologik.html. Accessed Maret 8th, 2012.

10. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/

11_HematuriPadaAnak.html. Accessed Maret 8th, 2012.

11. http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.html . Accessed Maret 8th, 2012.

12. http://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.html . Accessed

Maret 8th, 2012.

13. http://www.uam.es/departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPG . Accessed

Maret 8th, 2012.

14. http://yumizone.files.wordpress.com/2009/07/ginjal.html . Accessed Maret 8th,

2012.

37 |