13

jurnl ptsd

  • Upload
    ametaf

  • View
    60

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: jurnl ptsd

5/17/2018 jurnl ptsd - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnl-ptsd 1/13

SIMTOM, TEORI SERTAMODEL STRES PASCATRAUMA

Felix Lengkong

Program Bimbingan Konseling dan Pusat Layanan Konseling

Universitas Katholik Atma Jaya Jakarta

ABSTRAK

Bencana berumun di tanah air secara kUnis meningkatJron kemungkinan lebih banyak

korban menderita simtom klinis yang disebut PTSR dan PTSD. Pendekatan psikososial

terhdapa slmtom-simtom in; penting: Tapi alam lebih kuratif jika diterapkan

pendekatan klinis yang secara detil guna menangani sinuom-simtom PTSD. Kendati

demikian, itu juga bergamung pada teori dan model yang dijadikan pegangan oleh

kltnisian .:I tulah sebabnya dalam artikel ini penults mengulas secara rinci simtom-

simtom PTSD dan pendektan serta teori yang dapat dimanfaaJlran pembaca.

Kala Kund : Simtom klinis, Stress

ABSTRACT

The continuous disasters in Indonesia is increasing the possibility of the clinical

symptoms on the victims called P1SR and PTSD. Psychosocial approach for this

symptoms is important But, the effect will more curative if clinical approaches is used

to handel the PTSD symptoms even though it also depend on the theory and model usedby the clinician. That is why this article discusses abour PTSD symptoms and its

approaches in detail to be able to used by the readers.

Key words: clinical symtomps, stress

PENDAHULUAN

"Sekarang saya tidak mempunyai

apa-apa lagi," kata 8apak AH (72 tbn)

saat penulis mewawancarainya satu

setengah tabun setelah musibah tsunami

4 ! A : c ; : ~ b ~ ~ ( ) ~ ~ ~ ~QQ4~ "~~Y3:tinggal menunggu mati saja," katanya

sambil menggelengkan kepalanyaberulang-ulang, Tapi, saat menyadari

bahwa bersama dia masih ada tiga cucu

yang barns ditanggungnya, ia Ialu berujar:

"Tidak, tidak, saya harus tetap hidup

demi mereka,"

Kutipan tersebut menyingkap

seberkas tragedy kemanusiaan yang

diakibatkan oleh tsunami yang sekarang

ini sering menjadi ancaman setiap kali

terjadi gempa tektonik di daerah

pinggiran pantai. Sebelum kejadian,

LENGKONG. SIMTOM, TEORl ...

Bapak AH sangat kaya dan terkenal di

kota Banda Aeeh. Sekarang ia hidup

miskin dan menderita eli barak pengungsi

di Babah Jurong, Kabupaten Aceh Besar,

Ia kehilangan isteri, enam anak, dan

sembilan cucu, serta rumah yang besar eli

!ll~~ i~ !!!@j~~~ \ > ! ~ , m ! ~ k~~Menimbang bahwa usianya tidak muda

lagi, ia ingin segera menyusul anggota-anggota keluarganya yang ditelan ombak

tsunami. Tapi, tanggung jawab untuk

memelihara tiga cucu yang selamat

membuat ia masih bertaban hidup. Derita

Bapak AH beserta banyak sesama korban

tsunami diperparah oleh hadirnya dampak

psikis yang sering disebut P'fSD

(posttraumatic stress disorder) atau stres

pascatranma, yang penulis ukur dengan

menggunakan PENN inventory.

41

Page 2: jurnl ptsd

5/17/2018 jurnl ptsd - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnl-ptsd 2/13

Untuk selanjutnya penulis menggunakan

istilah P'fSD. Dalam studi kali ini pennlis

ingin menjabarkan perbedaan antara

reaksi emosi yang umum ber langsung

pada setiap orang yang bam saja

mengalami bencana, yaitu PTSR

(PO.mrfllJ~#f stress rl!qc;ffq~; nnW !selanjutnya disebut PTSR) dan reaksi

spesifik yang dalam psikologi kl inikdisebut PTSD. Lalu, penulis ingin

membeberkan sejumlah teori yang

menjelaskan mekanisme psikis yang

dialami oleh para pengerita PTSD.

Dampak Idinis setelah bencana

Pengalaman traumatis terutama

yang berkaitan dengan bencana alamsering dilukiskan dengan menggunakan

data kuantitatif dan jargon statistik seperti

j1 .l gl l$ k (l !"~ mm! serta terluk~ jumlahdan jenis kerusakan pada bangungan, dan

kerusakan sumber daya, jumlah orang

kehilangan tempat tinggal, dan kerugian

ekonomis. Padahal, bagi para korban,

derita yang diakibatkan oleh bencana

itulah yang paling utama seperti

ketakutan, kesedihan, dan keputusasaan.Be rikut m r penulis mgm

menggambarkan berbagai reaksi psikis

yang dibutuhkan untuk mengkonsepkan

apa yang biasa disebut PTSR dan PTSD.

Pada umumnya ada dua jenis reaksi

traumatis: (a) reaksi stres yang umum dan

1 e . ! i ~ ~g~!1J: ~l~ peris tiw a ~~~~yaitu PTSR dan (b) reaksi belakangan

yang lebih kronis dan parah, yang secara

klinis dikategorikan sebagai kelainan,

yaitu PTSD. Dalam studi ini kedua ist ilahdigunakan bersama-sama dan berarti

"stres pascatrauma" atau "stres

traumatis."

Menurut Berliner dan Brier (1999)

sebenamya masih ada satu lagi diagnosis

stres pascatrauma, yaitu kelainan stres

akut yang disebut Acute Stess Disorder

(ASD) sebagaimana ditetapkan dalamDSM atau Diagnostic and Statistical

M~~ (I f M~!!~ P!~Or@J:1i :P~M- IV

42

(APA~ 1997). Jika stres pascatrauma itu

menghilang sesuai perjalanan waktu dan

jika stres itu tidak mengganggu korban

da1am kehidupan sehari-hari serta dalam

hubungan antarpribadi, maka stres

pascatrauma itu dapat dikatakan "normal"

(S (l!Q ffiQ !!~ ~ -- '!

94). T~ i~ bagisejumlah korban, reaksi stres itu begitu

akut sebingga memenuhi syarat-syarat

dalam DSM"IV untuk didiagnosis sebagai

ASD (New South Wales Health, 2000).

Jika stres itu berlangsung antara dua harisampai satu bulan, maka reaksi itu

memenuhi syarat sebagai ASD. Jika stres

pascatrauma melebihi satu bulan maka

diagnosisnya adalah PTSD (New South

Wales Health, 2000).

Perlu dicatat, penelitian Solomondan Green (1992) menemukan bahwa

semakin tinggi tingkat simtom ASD

~ ~ " Q ! l _ g g j k ~ m tm g I g m m l> A A w ~korban akan mengalami PTSD. "Konsep

ASD pada dasamya serupa dengan PTSD

dan keduanya mempunyai banyak

ke sam aan dalam simtom-simtomnya,"

demikian tuIis para peneliti dinas

kesehatan mental New South Wales

(2000, hlm 3). Menimbang bahwa syaratatau kriteria ASD hanya berdurasi waktu

singkat dan mengingat bahwa secara

klinis diagnosis ASD itu t idak cukup

signifikan, maka penulis tidak

membahasnya panjang lebar. Lagipula,

kendati telah tercantum dalam DSM,

~~li.g~ t~~g ASP m ~ m § @ _ g a t

sedikit

YfSR, reaksi stress umum setelah

benalna

Ada sejumlah kemungkinan reaksi

tramnatis yang dapat dia1ami oleh setiap

orang yang mengalami pengalaman

traumatis sebagaimana dijabarkan di

bawah ini (Raphael, 1990; Meichenbaum,

1994; New South Wales Health, 2000).

Para peneliti ini mengatakan bahwa derita

traumatis PTSR masih bisa disebut

JURNALPENELlTJAN PSIKOLOGI. NO.1, VOLUME 12 , JUNI2007

Page 3: jurnl ptsd

5/17/2018 jurnl ptsd - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnl-ptsd 3/13

"normal". Secara klinis reaksi traumatis

ini dapat dikelompokkan sebagai berikut.

Reaksi emosi: Jika bencana itu

terjadi tanpa peringatan awal atau jika

orang tidak siap menghadapinya, maka ia

akan mengalami guncangan psikis.

R~~~i p~ik!~ awal i 1 ! i m1,ll1~~ c b;L Iamberbagai bentuk emosi seperti kaget

(tidak percaya), marah, geram, takut,

cemas , depresi, gusar, rasa bersalah,

sedih, merasa diri rapuh, tak berdaya, dan

permusuhan. Biasanya orang takut

sendirian dan takut ditinggalkan. Ia ingin

dekat dengan orang lain sekaligus merasa

terasing (Raphael, 1990; Meichenbaum,

1994; New South Wales Heal~ 2000).

Reaksi kognitif: Meichenbaum

(1994) dan para peneliti dinas kesehatanNew South Wales· Health (2000)

melukiskan reaksi kognitif yang biasa

mll~w1,1l sebagai g3! lggmm k O I l ~ 1 : J : " ~ i ,kebingungan, sikap mempersalahkan diri,

disorientasi, pikiran yang mengganggu,

keinginan menolak kenyataan,

menurunnya harga diri dan ketidaktahuan

untuk berbuat sesuatu yang positif,

ketakutan akan hilangnya kontrol diri,

dan ketakutan akan berulangnya peristiwatraumatis yang dialami.

Dalam kaitan dengan gangguan

memori, reaksi kognitif muncul dalam

bentuk gangguan kemampuan mengingat

(McNally, 2003). Sebaliknya,

Meichenbaum (1994) berpikiran bahwa

g~g~ itu l>llk3!l Il1~a.h mengingar(retrieval) melainkan masalah

menyimpan (input) data memori.Sehubungan dengan respon kognitif

ini, Horowitz (1986) menggarisbawahi

mekanisme kognitif yang berlangsung

dalam pikiran korban. Saat pikiran

mengganggu muncul (misa1nya kenangan

akan peristiwa traumatis sebagai intrusive

thought atau re-experiencing), korban

berusaha melupakan (avoidance atau

denial), tapi malah muncul perasaan

kesal, gelisah atau bingung (feelings).Mekanisme 1lll menjadi semacam

Hngk~ ~tM ~hingga: kQ! ' l>~ Il1~!!i~

LENGKONG, SIMTOM, TEORl ...

terganggu. Jones and Barlow (1990)

menganggap re-experiencing ini sebagai

simtom utama PTSD. Lingkaran setan ini

selanjutnya dapat melahirkan . gejala

berpikir paranoid.

Penelitian Baum, Cohen, dan Hall

n99~) Il1~Wlj~@J ~~~mengganggu pikiran traumatis itu

semakin besar kemungkinan penderita

akan mengalami stres somatik kronis.

Pikiran mengganggu biasanya tidak

begitu tampak segera setelah peristiwa

traumatis berlangsung. Belakangan baru

pikiran atau kenangan akan peristiwa itu

lebih sering muncul dan mengganggu.

Pikiran semacam ini muncul dalam fase

akut setelah trauma (kurang dari 30 hari).

Namun, menurut Abued, Drescher danKubany (1994), simtom pikiran

mengganggu itu tidak selalu menandakan

perkembangan p~p Il1~~ kr(>!!!~~Meichenbaum (1994) melaporkan,

tingginya gangguan pikiran ituberkorelasi dengan tingginya tingkat

keeemasan, depresi, dan gangguan tidur.

Sebaliknya, Baum dan kawan-kawan

(1994) berkesimpulan bahwa gangguan

pikiran itu bukan merupakan akibatmunculnya stres pascatrauma melainkan

penyebab adanya stres yang kronis.

Reaksi biologis: Korban peristiwa

traumatis biasanya akan mengalami

reaksi-reaksi biologis seperti keletihan,

gangguan tidur (insomnia), mimpi buruk,

k~k~g~Wg, k~rkejut@., c 4 m k~hm~psikosomatis. Penelitian-penelitian

tentang pola tidur para korban traumatis

menunukkan bahwa gangguan tidur itu

berbentuk kurangnya waktu tidur yang

nyenyak, banyak terjaga dari tidur,

gangguan selama berlangsung gerak mata

selama tidur (REM, rapid eye

movement), dan kurangnya waktu tidur

secara keseluruhan (Ross &Bell, 1989).

Page dan Crino (1993) mencatat,

klien-klien PTSD mengalami waktu tidur

kurang, gangguan REM, gerak badan

meningkat selama tidur, badan

43

Page 4: jurnl ptsd

5/17/2018 jurnl ptsd - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnl-ptsd 4/13

berkeringat dan jantung berdetak lebih

cepat. Napas juga kadang tersendat.

Reaksi behavioral: Reaksi

behavioral terjadi dalam b en tuk upaya

menghindari kenangan akan peristiwa

traumatis, mengisolasi diri,

~~py~cmggn~~ Q 1 ? ~ .m~!~~kegiatan menan tang, melakukan kegiatan

sampingan guna mengaHbkan perhatian.

Korban juga mengalami penurunan

kemampuan dalam ketrampilan yang

sebelumnya mudah dilaksanakan. Jika

korban itu sudah menikah, maka ia

mengalami gangguan relasi suami isteri.

Meichenbaum (1994) mencatat

peningkatan jumlah perceraian dan

pemikahan ganda bagi korban yang telah

menikah. Jika korban masih anak-anak,maka ia mengalami hambatan

perkembangan mental dan gangguan

perilaku (M~i~b~1?~, 1994 ~ NewSouth Wales Health, 2000). Simptom

PTSD pada anak-anak itu bervariasi

sesuai usia anak (Hamblen, 2005).

Schwarz dan Prout (1991)

berpendapat, avoidance sebenamya

merupakan respon terhadap rangsangan

yang mengganggu dan yang tampil dalamberbagai bentuk, sebagai contoh,

avoidance berupa perasaan membal, lupa

akan peristiwa traumatis yang dialami

(amnesia), perilaku berupa fobia, dan

penolakan untuk bercerita tentang

peristiwa traumatis.

R~i fcmQm~Q!ogj~W m c;:k~c;:~iverbal: Janoff-Bultman (1992)

melaporkan bahwa peristiwa-peristiwa

traumatis mempunyai dampak. yang kuat

terhadap pandangan bidup dan perasaan

korban. Peristiwa traumatis

"membongkar' dan "mengguncang"

pandangan-pandangan dasar seseorang,

seperti

a. Keyakinan akan ketidakberdayaan

diri ("Tak. mungkin itu terjadi pada

saya"),

b. Keyakinan bahwa peristiwa-peristiwa

hidup itu teratur, dapat diperkirakan,

~t clilcOIltrol("M~Ilg~~ itu ter.i~

44

pada saya?")

c. Keyakinan bahwa bidup ini berarti

("Saya diberi kesempatankedua

untuk hidup'')

d. Keyakinan bahwa diri itu berharga

("Saya bukan seperti yang dulu saya

yakini")

Selain itu peristiwa traumatis juga

mengakibatkan perasaan-perasaan

ber ikut

a. Perasaan kehilangan; Raphael

melukiskannya sebagai "kehilangan

kepercayaan akan diri sendiri, akan

ketenteraman a1am sekitar, akan

orang lain" (hIm. 132).

b. Perasaan kehilangan identitas dan

keberhubungan dengan orang lain,yaitu, mempertanyakan apakah orang

memang dapat dipercaya atau tidak

dM ~ orang lain Pmt~ @~

diakrabi ("Mengapa saya sungguhsendiri?")

Korban biasanya dik:uasai oleh

pertanyaan tentang keamanan dan

kenyamanan hidup iniC'Betapa bidup ini

penuh ancamanl"), Korban jugamempersa1ahkan diri karena membiarkan

diri menjadi korban. Atan, korban

menjadi percaya bahwa pantas

mengalami apa yang dialami ("Saya

pantas dihukum karena dosa-dosa saya"),

Menurut Meichenbaum's (1994),

perubahan-perubahan ~9mc::!lologi$

biasanya muncul dalam ekspresi verbal

(naratit). Orang yang menderita stres

pascatrauma biasanya akan berujar dan

bertanya seperti: Apa yang terjadi pada

saya?; Seharusnya saya mengetahuinya

sebelum terjadi; Andaikan saya tabu

sebelumnya; Apakah itu perkosaan?;

Siapa yang dapat saya percaya? Rumusan

ujaran atau pertanyaan dapat memberikan

kunci ke arab mana korban akanberproses: mengarah ke positif atau

negatif. Menurut Meichenbaum,

pertanyaan "mengapa" biasa

JURNAL PENELITIAN PSlKOLOGI, NO. 1. VOLUME 12. JUNI2007

Page 5: jurnl ptsd

5/17/2018 jurnl ptsd - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnl-ptsd 5/13

menghasilkan kenyataan (jawaban) yarig

kurang memuaskan.

Bagi beberapa orang; pengalaman

traumatis bisa menjadi peristiwa

menentukan bagi perjalanan bidup - baik

sebelum dan sesudah peristiwa - dan

peristiwa !W m~w~ ~m1l iamemandang bidupnya. Korban cenderung

terpaku pada satu cam penyelesaian

masalah atau terbenam dalam kesulitan

masa lalu, misalnya, terns bemostalgia

akan rnasa laIu sebelum teljadinya

peristiwa traumatis. Korban biasanya

kesulitan bergerak maju dalam bidupnya.

Ia menangisi "kehilangan" nya.

PTSD, reaksi IBnjutao

Reaksi simtomatis: reaksi traumatis

berikut lebih kurang umum terjadi dan

~~lMlb m ~ m ~ i n < , l i k M i k ~ kemlltudqmmberkembangnya kelainan (disorder)

pascatrauma yang biasa disebut PTSD.

Classen, Koopman, dan Spiegel (1993)

mengamati bahwa trauma terdiri atas

gangguan fisik dalam kegiatan sehari-

han "yang mengakibatkan korban tidak

bisa berbuat apa-apa ketika dalamsekejap dunia menjadi sulit untuk

diperkirakan, penuh ancaman dan

ketakutan" (him. 2). Gejala-gejala atau

simtom traumatis itu berbentuk disosiasi,

kecemasan, dan simtom lainnya.

Dissociation tampil dalam berbagai

1 ? e ! l ~ , W!m~ perasaan m~!a,y~~~lepas dari peristiwa traumatis yang

sedang berlangsung. Korban seakan-akan

sedang memandang keberlangsungan

peristiwa itu dari jauh. Atau, peristiwa itu

tampak berlangsung perlahan-Iahan

(Bernstein & Putnam, 1986). Korban

traumatis dapat melepaskan diri

(detachment) dari ketakutan, rasa sakit,

dan ketakberdayaan yang amat sangat

(Bernstein &Putnam; 1986).

Detachment muncul dalam bentuk

perasaan melayang, perasaan seakan-akan

keadaan sekitar itu tidak: nyata bagaikan

miITl_pj~ perasaan ~M - ~OO sedang

LENGKONG, SIMTOM, TEOR! ...

memandang segala proses mental dan

fisik sendiri sedang berlangsung di depan

mata, perasaan yang beku (linglung), atau

ketidaksadaran akan peristiwa yang bam

saja berlangsung (Bernstein & Putnam,

1986).

.M~!~b~n\la,mn0 994) mcm~~tbahwa respon disosiatif sering

mengakibatkan kecemasan alias anxietyberupa keterkejutan berlebihan, kesulitan

berkonsentrasi, kewaspadaan, simtom

psikosomatik (seperti kejang otot, detak

jantung lebih cepat), kelelahan, dan

kesulitan tidur. Bentuk lain dari

kecemasan adalah amarah, keputusasaan,dan perasaan bersalah. Kecemasan juga

muncul dalam disfungsi seksual (Harvey

& Herman, 1992) yang biasanya terdapatpada korban kekerasan seksual seperti

perkosaan atau pelecehan seksual pada

a J l a k ·Simtom-simtom utama PTSD

menurut DSM-IV: Periode

berlangsungnya dan tingkat dampak

simtom-simtom PTSD itu bervariasi

(American Psychiatric Association,

1997). PTSD juga bisa dialami pada

segala usia Simtom-simtom PTSD akanmuncul tiga bulan setelah peristiwa

traumatis. Kemunculan simtom-simtom

itu bisa juga tertunda selama beberapa

bulan atau t ahun, Sering gangguan

simtom PTSD berbentuk simtom ASD.

Sering teljadi simtom PTSD itu

megghH~ 4a,I~ tig~ \ J \ l l a , n .Menurut Hyer (1994), diagnosis

PTSD dibagi dalam tiga kategori: akut

(simtom muncul setelah enam bulan

peristiwa traumatis); kronik (di atas enam

bulan), dan "terlambat" (delayed; simtom

muncul setelah masa laten berbulan-bulan

atau bertahun-tahun setelah peristiwa)

Gejala atau simtom utama PTSD

adalah sebagai berikut:

1. Reexperiencing (mengingat kembali

dan menghidupkan kembali peristiwa

traumatis; sering perilaku kognitif ini

mengganggu dan menggelisahkan)

m1m~ql < ;W~ ~!!ttJk

45

Page 6: jurnl ptsd

5/17/2018 jurnl ptsd - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnl-ptsd 6/13

a. Pikiran atau kenangan yang'

sering atau terns muncul dalam

benak, mimpi, atau mimpi buruk

b. Kilas baI ik: (tentang peristiwa)

disertai perasaan bahwa peristiwa

itu kembali beruIang

c, ~~~ ~~ y@~ 4i~~kenangan akan peristiwa

traumatis

d. Gangguan pikiran (tentang

peristiwa) itu dapat saja terjadi

secara spontan

e. Pada anak-anak kilas balik itu

lebih jarang terjadi; sebaliknya

mereka 'memainkan' kembali

peristiwa itu dalam bentuk

permainan

f. Pada anak-anak mimpi burukmengambil bentuk. seperti

ketakutan akan monster atau

~ , P ~dy. 4i~ 1 )Mw~simtom ini (gangguan pikiran)

sering menjadi alasan mengapa

korban mencan bantuan

konselor, psikolog, atau psikiater

(Meichenbaum, 1994).

2. Avoidance (menghindari stimulus-

stimulus yang mengingatkanperistiwa traumatis dan perasaan

hambar akan kegiatan-kegiatan yang

sebelumnya dinikmati) muncul

dalam sejumlah perilaku berikut

a. Menghindari pikiran, perasaan

yang diasosiasikan dengan

~mn~b. Menghindari barang-barang yang

dapat membangkitkan kenangan

akan peristiwa traumatis

c. KesuJitan (atau keengganan)

untuk. mengingat hal-hal yang

berhubungan dengan trauma

d. Menurunnya ketertarikan akan

peristiwa-peristiwa penting

(kebebalan psikis)

e. Menarik diri secara emosi dari

pergaulan atau ketidakmampuan

untuk bergembira

f. Merasa teralienasi dari orang lain

g, W IhtY llh . jangkauan em()~l

46

menyempit dan biasanya emosi

menjadi hambar dan datar

(amnesia). PerIu diperhatikan

bahwa anak-anak pada umumnya

tidak mengalami amnesia;

Mereka secara detil mereka bisa

.m~gj!l~~ ~ri§t!w~ tr~gm~ti§,Tapi memori itu juga akan

menghilang dengan berlalunya

waktu.

3. Hyper-tll'ousal muncul dalam

beberapa simtom berikut

a. Kesulitan dan gangguan tidur

b. Luapan kemarahan' (mudah

marah)

c. Kewaspadaan berlebihan

d. Kesulitan berkonsentrasi

e. Kegelisahanf. Keterkejutan berlebihan

g _ Reaksi berJebihan terhadap trigger

(bal y~g mengingatkan

peristiwa traumatis).

Menurut Green (1991), avoidancemerupakan simtom yang paling sulit

didiagnosis, Avoidance muncuI dalam

berbagai bentuk seperti menghindari.

Sementara Shalev (1992) menambahkanbahwa simtom avoidance cenderung

berkembang lebih belakangan daripada

simtom-simtom re-experiencing. Karena

itu dapat ditafsirkan bahwa avoidance itu

merupakan coping (cara menghadapi dan

mengatasi simtom re-experiencing).

Diagnosis ofYfSD

PSTD merupakan kelainan emosi

yang tidak biasa. Lain dengan kelainan

lain seperti depresi dan panik, PfSDtidak dikonseptua1isasi berdasarkan

simtom-simtomnya. Kriteria utama yang

dipakai untuk mendiagnosis kelainan ini

adalah terjadinya peristiwa khusus yang

disebut peristiwa traumatis (Scott &

Stradling, 2001).

Namun demikian

Harvey (2002)

~'."di~()~j~ [reaksi

Bryant and

berargumentasi:

~~~tmYm~]

JURNAL PENEllTIAN PSlKOLOGI, NO.1, VOLUME 12.JUN! 2007

Page 7: jurnl ptsd

5/17/2018 jurnl ptsd - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnl-ptsd 7/13

diperkenalkan ke dalam DSM tanpa dasar

empiris yang mencukupi dan tanpa

dukungan penelitian yang cukup untuk

mendukung kriteria [pTSD]" (b1m. 43).

Mengevaluasi kriteria-kriteria untuk

mendiagnosis PTSD para peneliti itu

m~n~t>~,@; "S~W~ kQ!1~!w~~!-konsekuensinya adalah bahwa ada

sejumlah keganjilan dalam kriteria itu

yang dapat mempengaruhi ketepatan

diagnosis" (him. 43).

Namun demikian, ldinisian mesti

mengikuti kriteria DSM untuk

mendiagnosis PTSD yang terdiri dari

enam kriteria berikutCriterion A (stressor): kriteria

diagnostik mulai dengan syarat bahwa

orang yang didiagnosis itu mengalamiatau menyaksikansuatu peristiwa

(trauma tis) yang mengancam bdiupnya

atau orang I~. Pi ~ pm$~ada ~nyang menekankan pentingnya peristiwa

objektif dan di lain pihak ada abli lain

yang menekankan peristiwa subjektif

seperti life event (Scott & Stradling,

200 I). Ada ahli yang mengatakan bahwa

criterion A tidak mencakup tragedi

sebari-hari seperti belasungkawa,perceraiaa, kecelakaan kecil (Scott &

Stradling, 2001). Menurut DSM-IV,

"respon korban harus mencakup

ketak:utan amat sangat, ketidakberdayaan"

(him. 428). Korban harus secara subyektifmerasa tertekan setelah kejadian (Scott&Stradlin 2001).- ."" ,.,,,," ,g, ~ , .. ~,

Criterion A dalam DSM terbitan

awal cukup berlnasalah karena stressor

itu tidak jelas berciri obyektif atau

subyektif Karena ito Bryant dan Harvey

(2002) mengingatkan: "... penerapan

kriteria dalam nSM bisa menghasilkan

diagnosis yang salah' (hltn. 4 4 ) . Ada

. banyak contoh bahwa simtom PTSD

muncul justru tatlpa didahultti trauma

yangberat

Criterion 1 3 (re-experincing):

Diagnosis DSM-IV mengharuskan bahwa

LENGKONG. SIMrOM. TEORI ...

trauma itu "dial ami menurut sekurang-

kurangnya satu dari cam berikut:

bayangan, pikiran, mimpi, ilusi, kenangan

yang muncu1 berulang-ulang, atau

perasaan bahwa peristiwa itu sedang

berlangsung kembali; atau tekanan

m\m~gJ k~~ m@_y~§ik~ Q 8 . @ P _ g y~gberhubungan dengan peristiwa traumatis"

(AP~ 1997; hlm. 428). Bryant dan

Harvey (2002) mengusulkan agar

"Klinisian menyadari bahwa cam

menghidupkan kembali pengalaman

traumatis sedemikian rupa sehingga aspek

afektif yang muncul sebagai simtom re-

experiencing 1tu mengindikasikan adanya

respon psikopatologis" (hlm. 46). Juga,

simtom re-experiencing 1D1 mesti

menyebabkan stres.Criterion C (avoidance): kriteria ini

mensyaratkan bahwa penderita PTSD

m~ memililY ~~~g-k\mmgJ!y~ tig~dari simtom-simtom avoidance. Bryant

dan Harvey (2002) mencatat bahwa

simtom avoidance yang langgeng

mengindikasikan adanya PTSD yang

lama berlangsung.

Criterion D (hyperarousal): untuk

diagnosis PTSD sekurang-kurangnyamesti ada dua simtom hyperarousal

sepert i kegelisahan, insomnia,

keterkejutan dan kekagetan, kesulitan

berkonsentrasi, dan sikap mudah marah.

Criterion E (duration): diagnosis

PTSD cukup beralasan setelah sebulan

M!~gS \ l f l_m1_Y~ peristiwa mU.lm~§

(Bryant dan Harvey, 2002). Namun

demikian, perlu diperhatikan bahwa lebih

dari setengah jumlah penderita yang

memiliki simtom PTSO akan mengalami

perbaikan d al am bul an -bul an sesndlilinya

(Ro thbaum, Foa, Riggs, Murdock &

Walsh, 1992).

Criterion F (impairment): penderita

ba rns menunjukkan simtom stres atau

gangguan dalam fungsi sosial dan fungsi

lainnya,

47

Page 8: jurnl ptsd

5/17/2018 jurnl ptsd - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnl-ptsd 8/13

Kriteria

Kriteria simtom-simtom PTSD

Kenyataan obyeJrtifdan simtom snbyektif

.1,I

A Al

Peristiwa A2

B1

B B2Re- B3

experiencing

B4

B5

C Cl

Avoidance C2

C3

C4

C5

C6

C7

D D1

Hyper- D2

arousal

P e ri sti wa tra uma ti s b ersi fa t sa ng at m e n ce k am .

Respon subyektif sangat menekan

Kenangan akan peristiwa traumatis terns muncul dan mengganggu

Mimpi tentang peristiwa tramnatis sering munculTiba- t iba bert indak atau m e rasak an bahwa per is t iwa traumat

berulang kembali

Tekanan psikologis berlebiban saat melihat barang yang dap

diasosiasikan dengan peristiwa traumatis

Reaks i psikologis atas kehadiran barang yang dapat diasosiasiks

dengan peristiwa traumatis

Upaya menghindar i pikiran, pe rasaan, atau percakapan yar

berhubungan dengan peristiwa traumatis

Upaya mengbindar i dari ke giatan, te mpat, atau orang yang dap

mengakibatkan peristiwa tra uma ti s te rk e na ng k emba liKetidakmampuan mengingat halphal penting yang berhubungs

dengan per is t iwa traumatis

Secara nyata men ga lam i p e nu ru na n k e te rtari ka n akan k eg iatan yar

dulu sangat ctiminati

P e r as aa n te ra si ng dari orang-orang sekitar

W ilayah afe ktif m enye m pit ( jumlah dan jenis perasaan afek lberkurang)

P e rasaan bahw a m asa d epan suram

KesuIitan dan gangguan tidur

Mud a h m.arah a tau l uap an k emara ha n

D3 Kesulitan berkonsentrasi

D4 Kewaspadaan berlebihan

D5 Kekagetan berlebihan

Tabel kriteria di atas yang disusun

oleh Scott dan Stradling (2001) kira

membantu dalam membuat diagnosis

PTSD. Ada dua kondisi obyelctif dalamKriteria A dan ada 17 kemungJdnan

simtom PTSD (lima untuk Kriteria B,

W - j Y h 1 ) l l t t J k C ; , 4 ~ U m ~ 1 , 1 ! ! m k D), P m - !ketujuhbelas simtom itu, sebanyak enam

harus d ipenuh i dalam diagnosis (1+3+2).

S im tom ..simtom itu hams mencapa i

tingkat yang dapat mengakibatkan

gangguan fungsional yang signifikan

secara klinis (Kriteria F) dan harus sudah

b e rl an gs ung s e ku ra ng -k u ra ngny a selama

satu bulan (KriteriaE).

48

Kriteria-kriteria dan simtom-simtom

yang dijabarkan DSM menjadi kmang

bermanfaat dalam mendiagnosis anak-

anak, Anak-anak akan mengalami

ke su l itan dalam menilai masa depan

(suram atau cerah). Scott dan Stradling

{2QQl} men~~~ ~~ ~!m tQm -§ imwmitu d irum uskan kembali guna

mendiagnosis apakah anak-anak itu

prihatin akan besamya tingkat kematian.

Dalam menilai PTSD pada anak-anak,

klinisian mesti menyadari bahwa simtom

itu berkesesuaian dengan tingkat

perkembangan anak: (Hamblen, 2005;

Yul e, P e rri n &Sm ith , 1 99 9) .

JURNAL PENELlTlAN PSIKOLOGI, NO. I, VOLUME} 2, JUNI2007

Page 9: jurnl ptsd

5/17/2018 jurnl ptsd - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnl-ptsd 9/13

Komorbiditas PTSD

PTSD bisa muncul bersama dengan

kehadiran kelainan lain (comorbidity).

Para ahli seperti Meichenbaum (1994),

Yule dkk (1999), Hyer (1994), Scott dan

S tr~ !ng (ZQQD~ Sh~~v~ (1990)melaporkan bahwa komobiditas PTSD itu

hermacam-macam seperti

penyalahgunaan obat terlarang,

kecenderungan bunuh diri, psikosomatis,

kelainan makan, kelainan disosiatif,

perilaku antisosial dan agresif, dan

masalah perkawinan.

Dalam penelitian tentang bencana

alam dan bencana buatan manusia, Green

(1994) melaporkan tingginya

komorbiditas PTSD dan diagnosis lain,biasanya depresi. Ia berkesimpulan: " ...

depresi merupakan diagnosis yang paling

sering d j ~ q p _ p ~ . u < ; a . n~~I~ rTSP ¢lloo:tsetiap bencana; Jaranglah PTSD berdiri

sendiri" (p.12).

Falsetti dan Reshnick (2000)

menggarisbawahi komobiditas PTSD dan

serangan panik (panic attack).

Meichenbaum (1994) juga melaporkan

bahwa saat kecemasan (anxiety)berkurang sesuai perjalanan waktu,

depresi biasanya muncul. Bencana

membnat depresi yang sudah ada menjadi

lebih buruk, bukan menimbulkan

kelainan bam dalam diri orang tidak

mempunyai kelainan sebelumnya

(M~!c;?h~1}~tm!, 1994).Dalam hal ini periu diperhatikan

makalah William-Keeler dan Jones yang

dikutip oleh Meichenbaum (1994).

Mereka menyelidiki hubungan antara

PTSD dan schizophrenia. Menurut

mereka, schizophrenia bisa menimbulkan

dampak traumatis pada penderita

schizofrenik dan dampak itu sarna seperti

dampak peperangan pada korban perang.

Lebih dati itu, mereka memperbatikan

bahwa penderita PTSD dapat

disalahdiagnosis sebagai schizophrenia

paranoid. Pasien-pasien PTSD yang

sangat krorn~ sering m ~ ! l _ Y ~ I l d . i r i , ti~

LENGKONG, SIMTOM, TEOR! ...

percaya orang lain, dan parah secara

moraL

Teori dan Model PTSD

Ada apa di batik simtom PTSD?

P e rte nyaan jI li m e rm nw t kim m e p . _ y ~ U d . i k iproses kognitif dalam diri penderita

PTSD. Para ahli dari berbagai pendekatan

psikoterapi telah memberikan analisis

mereka dalam sejumlah teori dan model

PTSD.

Dalgleish (I999) mengklasifikas

teori-teori dan model-model itu ke dalam

dna kelompok: (l) teori dan model yang

menekankan faktor-faktor etiologi

eksternal dan (2) faktor-faktor etiologi

internal. Kelompok pertama biasanyamengklasifikasikan faktor-faktor

penyebab stress itu sebagai penyebab

sebelum .stiwa teri ad i ristiwa itu••• c •• _ c __ ~ ~rt. c~ •• __ c~D_._.~~~~_~_~. c_ .0 _

sendiri (faktor obyektif), dan penyebab

setelah peristiwa (William & Poijula,

2002). Sedang kelompok kedua biasanya

memfokuskan perhatian pada reaksi-

reaksi peri-trauma tis atau faktor subyektif

(internal). Di satu pihak kelompok

pertama masih berpegang pada asumsiasli sesuai diagnosis DSM bahwa tingkat

keparahan peristiwa traumatis (faktor-

faktor obyektif) menentukan tinggi

rendahnya keparahan dati simtom-

simtom PTSD. Sebaliknya, kelompok

kedua menenkankan gagasan bahwa daya

1llhfl!l menW l O ! 1 1 ! 1 _ g ~~ah(faktor subyektit) yang lebih menentukan.

Di samping klasifikasi dari

Dalgleish (1999), sebelumnya

Meichenbaum (1994) membuat

klasifikasi yang lebih umum, Ia membagi

teori dan model PTSD dalam dua

pendekatan yang berhubungan dengan

perbedaan perorangan sehubungan

dengan reaksi stres pascatrauma

Kelompok pertama terdiri dari

pendekatan-pendekatan empms yang

bertujuan melukiskan kondisi sebelum

peristiwa (pre-event). saat peristiwa

~ r t a . n g ~ g (~~nt), < 4 m ~~1~ peristiwa

49

Page 10: jurnl ptsd

5/17/2018 jurnl ptsd - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnl-ptsd 10/13

(post-event) dan menghubungkan

kondisi-kondisi itu dengan tingkat

penyesuaian diri penderita baik dalam

jangka panjang maupun jangka pendek,

Kelompok kedua adalah pendekatan-

pendekatan teoretis yang menganalisis

~r1?~~ fa.ktor (ris,k !4t;fQr$ 3-ml,lpredictors) guna menelorkan satu

kerangka kerja teoretis yang dapat

menjelaskan perbedaan ..perbedaan orang

per orang yang menderita simtom-simtom

PTSD.

Literatur tentang PTSD menjelaskan

bahwa pendektan-pendekatan teoretis itu

sendiri terbagi atas beberapa kelompok

sudut pandang. Pertama, sub kelompok

sudut disosiatif (dissociative perspective)

yang berpandangan bahwa traumamengakibatkan disosiasi patologis yang

merupakan strategi yang digunakan

p e n c ; t . t m ~ l I l l t l l k m~p~gi k~akan emosi negatif dan untuk mengontrol

kognisi, yang menyebabkan gangguan

memori (Bryant & Harvey, 2002). Orang

yang mengalami peristiwa traumatis akan

mengurangi konsekuensi emosi negatif

dari trauma dengan membuat diri tidak

mengingat pensiwa traumatis itu(dissociation). Pertahanan disosiatif ini

membuktikan adanya pengubahan

persepsi, ganggunan memori, atau

perlepasan diri secara emosi (emotional

detachment) dari lingkungan sekitar

(Bryant &Harvey, 2002).

K~~ ~lX'kt!f W 9 r!pembelajaran (learning theory

~tive) yang menekankan

pentingnya pembelajaran klasik dan

instrumental dalam proses perkembanganpsikopatolois (Keane, Fairbank, Caddell,

Zimmering, & Bender, 1985).

Perkembangan stres pascatrauma serupa

dengan perkembangan perilaku respon

ketakutan sesuai teori pembelajaran

klasik. Simtom PTSD dipandang sebagai

adaptasi keliru dari siklus avoidance

terhadap berbagai rangsangan yang

mewakili trauma (Keane dkk, 1985).

50 JURNAL PENELJTIAN PSIJ(OLOGI. NO.1, VOLUME 12, JUN! 2007

Ketiga, perspektif yang berdasarkan

skema (pola kognitif) penderita disebut

schema-based perspective. Perspektif ini

berpendapat bahwa trauma merusak .dan

memberantakkan kedirian penderita dan

"mengguncang" asumsi-asumsi dasar

a~9 ff-D ll lm ~, 1992; Hy~, 1994) .Peristiwa traumatis bisa berakibat pada

perubahan pandangan hidup, pemahaman

diri dan duaia, Pengalaman traumatis

membawa perubahan cam penderita

memandang hidup dan dunianya,

termasuk keyakinannya tentang diri

sendiri, orang lain, hidup pada umumnya.

Semua perspektif di atas

menampilan gambaran umum tentang

berbagai model yang dapat

menggambarkan dan melukiskan reaksistres pascatrauma. Dalgleish (1999 , hlm.194) mengusulkan: "Barangkali teori-

w o n kQgffitif m~pakml y.p~y~ y~gberhasil di dalam mencakup semua faktor

terkait di dalam menjelaskan [stres

pascatrauma]. "

Teori Kognitif dan PTSD

Teori-teori kognitif (termasuk. didalamnya model proses-informasi dan

model skema kognitif) mempunyai

pandangan dasar bahwa kondisi psikis

penderita - termasuk pandangan dasar

(seperti belief system, schemas) tentang

din, orang lain, dan dunia - memberikan

kQI!triQ~ ~igllifikM bagiberkembangnya simtom stres

pascatrauma (Dalgleish, 1999; Bryant &

Harvey, 2002; Hyer, 1994; Scott &

Stradling, 2001).Pandangan dasar yang muncul

sebagai representasi mental un

merupakan produk masa lalu yang

berkaitan dengan pengalaman-

pengalaman sebelumnya Kejadian

peristiwa traumatis memberi informasi

barn yang penting tapi tidak sesuai dan

sejalan dengan struktur makna yang telah

ada. Jadi, tidak sepert i informasi yang

ti@ k ~ (ytmg d . m l ~ 4cmg3n nm~

Page 11: jurnl ptsd

5/17/2018 jurnl ptsd - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnl-ptsd 11/13

diakomodasi ke dalam sistem kognitit),

informasi yang sangat berarti tapi

trawnatis ini tak dapat dienyahkan begitu

saja dan hams diakomodasi agar tidak

kaos psikologis. Upaya mengintegrasi

informasi trawnatis ini ke dalam struktur

! c 9 g n i t i f y~~ t~IM ~Q~ !~wrnl , ID~Y1k~berbagai fenomena, yang berciri reaksi

pascatrawna (Dalgleish, 1999; Bryant &

Harvey, 2002; Hyer, 1994; Scott &

Stradling, 2001).

Upaya mengatasi trauma bisa

berhasil jika informasi baru itu

terintegrasi ke dalam stuktur kognitif

yang sudah ada (biasanya dengan

memhuat sedikit perubahan dalam

struktur itu sendiri). Upaya itu tidak

berhasil jika penderita gaga!menyelaraskan informasi traumatis itu

dengan konsep-konsep yang sudah

dimilikin a ternan diri dan dunia/hidu .- - - - - - - - - - - - ! Y - - - - - - - g ___.__---------------~-"- - - P(Dalgleish, 1999; Bryant & Harvey,

2002; Hyer, 1994; Scott & Stradling,

2001).

Jika orang mempelajari

perkembangan teori-teori dan model-

model kognitif tentang PTSD, maka ia

akan menyadari bahwa perkembangan ituherciri evolutif. Teori-teori dan model-

model awal memusatkan perhatian pada

uraian tentang konflik antara pengalaman

traumatis dan upaya penderita

mempertahankan pandangan tentang diri

dan dunia/hidup, yang akhirnya tidak

m~J)l) mc:;me J~k~ ~_p~ ~ mengapatentang detil-detil peristiwa traumatis itu,

Sementara teori-teori dan model-

model belakangan mencari dan menyusun

kerangka teoretis yang mengintegrasi

berbagai aspek pengalaman traumatis itu

dan pandangan penderita tentang

dunia/hidup dan dirinya. Pendekatan

akhir-akhir ini beralih dari sikap yang

melihat PTSD sebagai kelainan tunggal

(stand-alone disorder) ke konseptualisasi

yang memandang bahwa reaksi emotif

terhadap trauma merupakan salah satu

cara bagi penderita untuk berinteraksi

4~gM < l l li ll @ _ y ~

LENGKONG, SlMTOM. TEaR] ...

KESIMPULAN

Penulis sendiri Iebih senang akan

pendekatan dan teori kognitif ten tang

PTSD, dimana penulis Iebih menekankan

pentingnya faktor-faktor kepribadian

(~by~ktif) ~ ~PID_gand ~pr(lj~(menilai dan mengatasi trauma), locus of

control and causal attribution (faktor

penyebab dan elemen kontrol terhadap

peristiwa). cognitive triad (tiga aspek

kognitif mengenai pandangan ten tang

diri, orang lain, dan masa depan). Tentu

faktor-faktor budaya dan lingkungan

psikososial seperti pandangan religius,

cam hidup, pendukung dan jaringan

sosial) ikut berpengaruh bagi lahirnya

simtom-simtom PTSD.Dalam konteks teori kepribadian

pandangan penulis tennasuk: dalam

kel9IDIX>k ~g 9Jeb S.C~ CIQnjng~r .(2000) dan L.A. Pervin (1993)

diklasifikasi personality dynamics model

yang membahas tentang empat isu utama:

(a) adaptasi dengan kondisi atau situasi

tertentu (peristiwa traumatis ), (b) proses-

proses kognitif yang melandasi proses

penyesuaian diri, (c) faktor-faktor budayayang mungkin ikut berpengaruh, dan (d)

faktor-faktor psikososial yang ikutberpengaruh terhadap kepribadian

penderita PTSD.

DAFI'AR PUSTAKA

Abueg, F. R., Drescher, K. D. &Kubany,

E. S. 1994. Natural disasters. In F.

Dartillo & A.Freeman (Eds.),

Cognitive Behavioral Strategies inCrisis intervention, 60-89. New York:

Guilford.

APA, American Psychiatric Association.

1997. Diagnostic and statisticalmanual of mental disorders: DSM-lV(4th ed.). Washington, DC: American

Psychiatric Association.

Baum, A,. Cohen, L. & Hall, M. 1993.

Control and intrusive memories as

pQ~~i t> le c ;l~ imgl~ of 9 h r < ? n i ~

51

Page 12: jurnl ptsd

5/17/2018 jurnl ptsd - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnl-ptsd 12/13

stress. Psychosomatic Medicine, vol.55, pp. 274-286.

Bernstein, E. M. & Putnam, F. W. 1986.

Development, reliability, and validity

of a dissociation scale. Journal ofNervous and Mental Disease, vol.

174, pp. 727~735.Bryant, R A. & Harvey, A. G. 2002.

Acute stress disorder: A handbook of

f1!~(Jryt flSseSSm?~J gm / tr~qtm~nf,Washington, D.C.: AmericanPsychological Association.

Cloninger, S. C. 2000. Theories of

personality: Understanding persons(3fd ed.). Upper Saddle River (NJ):

Prentice Hall.

Dalgleish, T. 1999. Cognitive theories of

posttraumatic stress disorder. In W.YUle (Bd.), Posttraumatic Stress

Disorder: Concepts and Therapy,

193-220. New York: John Wiley and

SODS.

Falsetti, S. A.. & Resnick, H. S. 2000.

Cognitive ~hf lv iQrnl tr~ atm ent ofPSID with comorbid panic attacks.

Journal of Contemporary Psychology,vol. 30, pp, 163~179.

Green, B. L. 1991. Defining trauma:Terminology and generic stressor

dimensions. Journal of Applied

Psychology, vol. 20, pp. 1632-1642.Hamblen, J. 2005. Terrorist attacks and

children. Retrieved on April 12, 2005

from [email protected].

Harvey, M. R. & Herman, J. L. (1992).The trauma of sexual victimization.

PTSD Research Quarterly. 3, 1-7.

Hy~r, L~ 1994. Sc+P+ ( Il )+Sy M od~ l ~I nL. Hyer & associates (Eds.), Traumavictim: Theoretical issues and

practical suggestions, 205~277.

Muncie, Indiana: Accelerated Devel-

opment, Inc.

Janoff-Bultman, R. 1992. Shatteredassumptions: Toward a new

psychology of trauma. New York:

Free Press.

Jones, J. C. & Barlow, D. H. 1990. The

etiology of post-traumatic stress

52

disorder. Clinical Psychology Review,

vol. 10, pp. 299-328.

Keane, T. M., Fairbank, J. A., Caddell, J.M, Zimmering, R. T., & Bender, M.

E. 1985. A behavioral approach to

assessing and treating post-traumatic

stress disorder inVetnam veterans. InC. R. Figley (Ed.), Trauma and its

wake: The study and treatment of

PQs(f rqwmmr: $fr~!fS 4~Qr4~r~ 4~7-294. New York: BrunnerlMazel.

McNally, R J. 2003. Progress and

controversy in the study of

posttraumatic stress disorder. AnnualReview of Psychology, vol. 54, pp.

229-253.

New South Wales Health. 2000. Disaster

mental health response handbook.New South Wales (Aus): NSW

Institute of Psychiatry.

Page, A. C. & Crino, R. D. 1993. Eye-

movement desensitization: A simple

treatment for posttraumatic stress

c . l j § O r d e r ? A~trqliqn gmt New

Zealand Journal of Psychiatry, col.27, pp. 288-293.

Pervin, L. A. 1993. Personality: Theory

and research (6

th

ed.). New York:Wiley &SODS.

Raphael, B. 1990. When disaster strikes:

A handbook for the caring

professions. London: Unwin Hyman.

Ross, R. J. & Bell, W. A. 1989. Sleep

disturbance as the hallmark of

posttraumatic stress disorder.

American Journal of Psychiatry, vol.146, pp. 697-707.

Rothbllllff i, s . Q, F Q ~ E . 1 J ~ ,r u g g ~ .!). S~~Murdock, T., &Walsh, W. 1992. A

prospective examination of post-

tr.a~c mress disorder in tape

victims. Journal of Traumatic Stress,vol. 5, pp. 455-475.

Scott, M. J. & Stradling, St. G. 2001.

Counselling for post-traumatic stressdisorder. J : U 1 edition. London: Sage

Publications.

Solomon, S. D. & Green" S. L. 1992.

Mental health effects of natural and

JURNAL PENELfl'JAN PSIKOLOGI, NO.1, VOLUME 12, JUNI2007

Page 13: jurnl ptsd

5/17/2018 jurnl ptsd - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnl-ptsd 13/13

human made disasters. PTSD

Research Quarterly, 3, p. 1-7..Schwarz, R. A. & Prout, M. F. 1991.

Integrative approaches intreatment of

posttraumatic stress disorder.

Psychotherapy, 28, pp. 364-373.

LENGKONG, SIMTOM, TEORI _

Yule, W., Perrin, S., & Smith, P. 1999.

Post-traumatic stress disorders Inchildren and adolescents. In W. Yule

(Ed.), Post-traumatic . Stress

Disorders: Concepts and therapy, : 2 5 -

50. New York: John Wiley and Sons.

53