Kerusakan Daging dan Ikan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

this is one of the report about food microbiology

Citation preview

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangDaging sapi dan juga menu seafood merupakan bahan makanan yang sangat digemari oleh masyarakat. Daging sangat digemari oleh banyak kalangan dikarenakan rasanya yang lezat dan sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Ikan juga tidak luput dari perbincangan akan kelezatan dan khasiatnya sebagai bahan makanan menyehatkan. Namun sebagian masyarakat di dunia masih sering mengonsumsi daging atau ikan yang telah membusuk. Hal ini dapat memperburuk keadaan kesehatan mereka. Daging segar sangat mudah rusak dan secara biologi masih aktif. Daging juga disukai oleh organisme lain, yaitu mikroorganisme dan dapat dimasuki oleh organisme tersebut. Hal tersebut merupakan salah satu dari penyebab kerusakan daging segar. Kerusakan daging segar dapat dipengaruhi oleh suhu, kadar air, oksigen, tingkat keasaman dan pH serta kandungan gizi daging (Hendrasty, 2013). Invasi mikroorganisme menyebabkan produk daging dan ikan tidak menarik karena terjadi beberapa perubahan (pembusukan) (Lawrie, 1995). Ciri-ciri daging yang mengalami kerusakan dapat dilihat dari warna, perubahan bau, terbentuknya lendir, perubahan rasa, dan timbulnya kapang pada bagian permukaan daging. Berbeda dengan ikan, ciri-ciri ikan yang mengalami kerusakan dapat dilihat dari kulit dan warna, sisik, mata, dan daging ikan. Ikan yang mengalami kebusukan biasanya mengeluarkan lendir di pemukaan kulit atau insangnya.Daging dan ikan umumnya diawetkan dengan didinginkan atau dengan pemberian es. Sehingga sebagian besar mikroba yang sering tumbuh pada daging biasanya tegolong dalam mikroba psikrofilik, yaitu mikroba yang dapat hidup pada suhu optimum 5-15C, suhu minimum 0C dan suhu maksimum sebesar 20C. Bagian dalam daging sapi yang baru disembelih dari hewan sehat biasanya steril. Kontaminasi dan kebusukan daging atau ikan biasanya berasal dari mikroorganisme pada permukaannya, yang kemudian akan masuk ke dalam daging (Fardiaz, 1993). Gejala pembusukan pada daging dibagi menjadi beberapa tahap. Tahap-tahapan antara lain munculnya lendir pada permukaan daging, perubahan pada warna daging, perubahan bau dan rasa, dekomposisi lemak.Organisme yang menyebabkan daging membusuk dapat diperoleh melalui infeksi hewan hidup (penyakit endogenous) atau dengan kontaminasi pascamati (penyakit eksogenous) (Lawrie, 1995). Bakteri kontaminan yang bersifat patogen dalam daging antara lain Pseudomonas/Achromobacter, Micrococcus, Penicilium, Lactobacillus, Microbacterium, Aspergillus, Alternaria, Monilia (Winarno, 1982). Bakteri pada ikan yang biasanya menyebabkan ikan membusuk adalah Streptomyces, Pseudomonas flourescens, micrococcus, Sarcina, dan Asporogenous (sejenis khamir). Dari makalah ini kami menginginkan kepada pembaca atau masyarakat luas agar lebih mengetahui ciri-ciri daging dan ikan yang mengalami proses pembusukan sehingga mereka dapat mencegah adanaya dampak buruk dari pengonsumsian daging atau ikan yang telah rusak. B. Rumusan Masalah1. Apa saja ciri-ciri dari kerusakan pada daging dan ikan?2. Apa penyebab kerusakan pada daging dan ikan?3. Bagimana tahapan dari kerusakan pada daging dan ikan?4. Bakteri kontaminan apa yang bersifat patogen pada daging dan ikan?

C. Tujuan1. Mendeskripsikan ciri-ciri kerusakan pada daging dan ikan,2. Mendeskripsikan penyebab dari kerusakan pada daging dan ikan,3. Menjelaskan tahapan dari kerusakan pada daging dan ikan,4. Menuliskan bakteri kontaminan patogen yang berada pada daging dan ikan.

BAB IIKAJIAN TEORIA. Ciri dari Kerusakan pada Daging dan Ikan1. Daging SapiDaging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan akan gizi. Daging merupakan salah satu makanan yang sudah dikenal sejak 750.000 tahun yang lalu dalam bentuk daging panggang (Hendrasty, 2013). Makanan dikategorikan rusak apabila mengalami penurunan kualitas dari yang telah ditentukan. Kerusakan daging segar dapat dilihat dari perubahan warna dan perubahan rasa serta tekstur daging. Kerusakan dalam daging dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu pada kondisi aerob dan pada kondisi anaerob. Berikut adalah ulasan ciri dari kerusakan pada daging. a. Perubahan WarnaWarna daging segar disebabkan oleh protein terkonjugasi, hemoglobin dan myoglobin yang membentuk kompleks dengan oksigen. Daging mempunyai warna yang bervariasi, tergantung genetik dan usianya. Warna daging segar disebabkan oleh protein terkonjugasi, hemoglobin, myoglobin yang membentuk kompleks dengan oksigen (Hendrasty, 2013). Hemoglobin menstranpor oksigen dalam darah, mioglobin adalah mekanisme penyimpanan oksigen dalam sel. Pada kombinasi dengan oksigen, terbentuk oksi-mioglobin dan menghasilkan warna merah terang (Hendrasty, 2013). Warna daging sapi potong lebih gelap daripada daging sapi perah. Warna daging sapi yang masih muda lebih pucat daripada warna daging yang sudah dewasa. Beberapa mikroorganisme menghasilkan koloni-koloni yang berwarna atau mempunyai pigmen (zat warna) yang memberi warna pada daging yang tercemar. Perubahan warna pada daging ini merupakan kategori kerusakan daging pada kondisi aerob, kerusakan pada daging ini disebabkan oleh Lactobacillus, Leuconostoc sebagai penyebab warna hijau pada daging khususnya pada bahan makanan sosis (Anonim, 2012). Ciri perubahan warna ini erat hubungannya dengan kadar oksigen pada lingkungan, telah disebutkan di atas penyebab warna merah pada daging salah satunya adalah mioglobin. Mio globin akan membuat ikatan dengan oksigen menjadi ikatan kompleks yang dinamakan oksi-mioglobin. Ikatan oksi-mioglobin yang terlalu banyak dapat mengakibatkan adanya metmioglobin yang berwarna coklat (Hendrasty, 2013). Pembentukan metmioglobin tergantung pada beberapa faktor. Penggunaan oksigen oleh daging terjadi pertama kali melalui kelarutan oksigen pada permukaan dan diikuti proses difusi ke dalam daging. Mempertahankan kondisi penyimpanan dengan suhu rendah akan meningkatkan kelarutan oksigen. Pada kondisi kurang bersih, mikroorganisme menggunakan oksigen yang tersedia dan akan menyebabkan perubahan oksi-miolobin menjadi metmioglobin. Suatu metmioglobin yang terbentuk akan menyebabkan kerusakan warna dalam 2-4 hari. Sebab lain dari perubahan warna pada permukaan daging yaitu dari warna merah menjadi coklat merah kegelapan terjadi karena kehilangan air. Pada keadaan dehidrasi konsentrasi warna meningkat pada permukaan daging. Air di bagian dalam mengandung warna terlarut, kemudian migrasi ke permukaan dan penguapan menyebabkan warna lebih pekat (Hendrasty, 2013).Soeparno (2005) menyatakan mioglobin mengalami perubahan pada potongan daging yang berwarna gelap. Warna gelap pada potongan daging mempunyai pH postmortem dan daya ikat air yang tinggi serta memiliki tekstur yang lekat. Warna gelap pada daging berhubungan tidak langsung dengan pH dan berhubungan erat dengan respirasi mitokondrial, sehingga konsentrasi oksimioglobin merah terang tetap rendah. Perubahan warna daging dipengaruhi oleh banyak faktor. Daging yang terekspos dengan udara (O2), mioglobin dan oksigen dalam daging akan bereaksi membentuk ferrousoxymioglobin (OxyMb) sehingga daging akan berwarna merah cerah. Apabila waktu kontak antara mioglobin dengan oksigen berlangsung lama, maka akan terjadi oksidasi membentuk ferricmetmyoglobin (MetMb), sehingga daging berwarna coklat dan tidak menarik (Aberle et al., 2001; Jeong et al., 2009).

b. Berlendir KentalLendir pada permukaan daging biasanya disebabkan oleh beberapa mikroorganisme, misalnya Pseudomonas, Acinetobacter, Alcaligenes, Moraxella, Streptococcus, Leuconostoc, Bacillus, Micrococcus. Fenomena lendir ini dikategorikan kerusakan pada kondisi aerob (Anonim, 2012). c. Perubahan BauMenurut Soeparno (1994) senyawa yang paling bertanggung jawab atas timbulnya bau dan rasa tengik pada daging adalah aldehida yang terbentuk karena proses oksidasi lemak.d. Perubahan pHSoeparno (2011) menyatakan pH normal daging berkisar 5,3-5,9, tergantung dari laju glikolisis postmortem serta cadangan glikogen dalam otot. Feiner (2006) menyatakan nilai pH daging dan produk daging secara umum berkisar antara 4,6-6,4.Aberle et al. (2001) menyatakan secara umum laju penurunan pH daging dibagi menjadi 3 yaitu:1) Nilai pH menurun secara bertahap dari 7,0 sampai berkisar 5,65,7 dalam waktu 6-8 jam setelah pemotongan dan mencapai pH akhir sekitar 5,3-5,7. Pola penurunan seperti ini disebut pola penurunan pH secara normal.2) Nilai pH menurun sedikit sekali pada jam-jam pertama setelah pemotongan dan tetap sampai mencapai pH akhir sekitar 6,5-6,8. Sifat daging yang dihasilkan berwarna gelap, keras dan kering atau dikenal dengan daging dark firm dry (DFD).3) Nilai pH menurun relatif cepat sampai berkisar 5,4-5,5 pada jam pertama setelah pemotongan dan mencapai pH akhir sekitar 5,3-5,6. Sifat daging yang dihasilkan berwarna pucat, lembek dan berair atau dikenal dengan daging pale soft excudative (PSE).

d. Pembusukan Bahan BerproteinKebusukan akan kerusakan daging ditandai oleh terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk seperti amonia, H2S, indol, dan amin, yang merupakan hasil pemecahan protein oleh mikroorganisme (Kastanya, 2009).2. IkanLaju kerusakan dipengaruhi oleh suhu dan untuk setiap kenaikan suhu 5,5oC akan terjadi kerusakan dua kali lipat. Ikan segar mempunyai kandungan air yang tinggi, sehingga kehilangan air yang berlebihan akan berpengaruh terhadap tekstur, flavor dan perubahan warna ikan segar tersebut. Kondisi penyimpanan yang tidak baik atau penggunaan pengemas yang tidak dapat menghalangi masuknya oksigen akan menyebabkan ikan mengalami kerusakan (Hendrasty, 2013).Kerusakan ikan dipercepat dengan adanya enzim dan bakteri pada ikan. Oleh karena itu, setelah ikan mati harus segera dilakukan penghilangan usus dan bagian pencernaaan lainnya dengan cara membelah badan ikan dan mengeluarkannya, karena bagian ini merupakan sumber bakteri pembusuk (Hendrasty, 2013). a. Perubahan BauBau ikan yang menyimpang dari bau ikan segar disebabkan oleh senyawa trimetilamin, yang dibentuk dengan adanya kerja enzim sekunder yang diproduksi yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri. Setelah ikan mati, bakteri dengan cepat tumbuh dan merusak ikan dengan perkembangan off-flavor, bau dan tekstur yang tidak diinginkan (Hendrasty, 2013).Ikan kembung segar mempunyai ciri-ciri yaitu pupil mata hitam dengan kornea jernih, warna merah cemerlang tanpa adanya lendir, tekstur ikan yang elastis dan apabila ditekan tetap dalam keadaan padat, keadaan perut tidak pecah dan jika ikan dibelah daging melekat kuat pada tulang terutama rusuknya. Selaput lendir dipermukaan tubuh tipis, encer, bening, mengkilap cerah, tidak lengket, berbau sedikit amis, dan tidak berbau busuk (Soeseno, 1982).Ikan yang masih segar memiliki penampilan yang menarik dan mendekati kondisi ikan baru mati. Ikan tampak cemerlang, mengkilap sesuai jenisnya. Permukaan tubuh tidak berlendir, atau berlendir tipis dengan lendir bening dan encer. Sisik tidak mudah lepas, perut padat dan utuh, sedangkan lubang anus tertutup. Mata ikan cembung, cerah dan putih jernih, tidak berdarah dengan pupil hitam. Ikan masih lentur atau kaku dengan tekstur daging kenyal, lentur, dan jika ditekan cepat pulih (Buckle, et al., 1987).b. Perubahan WarnaPada umumnya kerusakan warna ikan terjadi karena pada senyawa-senyawa pigmen yang ada pada ikan misalnya hemoglobin dan mioglobin yang disebabkan karena proses oksidasi. Warna cokelat atau abu-abu disebabkan karena myoglobin berubah menjadi metmioglobin dan methemoglobin. Zat warna mioglobin dapat memberi warna merah pada darah (Soewedo, 1983).c. Pembusukan Bahan BerproteinProtein pada tubuh ikan sangat mudah sekali mengalami pembusukan serta ikan sangat mudah mengalami denaturasi (kerusakan) protein yang terjadi karena daging ikan yang mempunyai sedikit tenunan pengikat (tendon) (Soewedo, 1983).Daging ikan mengandung sedikit sekali tenunan pengikat (tendon), sehingga sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis (enzim yang terdapat pada ikan) dan proses pembusukan pada daging ikan lebih cepat dibandingkan dengan pembusukan pada produk ternak atau hewan lain. Hasil pencernaan tersebut menyebabkan daging ikan menjadi sangat lunak sehingga merupakan media yang sangat cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme. Biasanya, pada tubuh ikan yang telah mengalami proses pembusukan terjadi perubahan, seperti timbulnya bau busuk, daging menjadi kaku, sorot mata pudar, serta adanya lendir pada insang maupun tubuh pada bagian luar (Moeljanto, 1982).Pada daging ikan menurunnya kadar protein ikan sejalan dengan menurunnya kadar lemak ikan sebagai akibat dari degradasi lemak dan protein yang mengakibatkan bau tengik dan citarasa yang tidak enak. Ketengikan berlangsung oleh adanya kegiatan bakteri dalam daging ikan. kerusakan oksidasi lemak dan protein dapat menyebabkan perubahan citarasa. Kerusakan akibat oksidasi lemak dan protein terdiri dari 2 tahap yaitu tahap pertama disebabkan oleh reaksi lemak dengan oksigen kemudian tahap kedua yaitu proses oksidasi dan non oksidasi (Tranggono dan Sutardi, 1990). Parameter untuk menentukan kesegaran ikan terdiri atas faktor-faktor fisikawi, organoleptik, kimiawi maupun faktor mikrobiologi. Menurut Hadiwiyoto (1993), faktor parameter fisikawi terdiri dari:1) Penampakan luara) Ikan yang masih segar mempunyai penampakan cerah. Keadaan ini terjadi karena belum banyak perubahan biokimiawi yang terjadi pada ikan dan metabolisme dalam tubuh ikan masih berjalan dengan baik.b) Ikan yang masih segar tidak ditemukan tanda - tanda perubahan warna.2) Kelenturan daginga) Ikan segar mempunyai daging yang cukup lentur. Apabila daging ditekan atau dibengkokkan, ikan akan kembali ke bentuk semula setelah dilepaskan.b) Kelenturan yang terjadi disebabkan oleh belum terputusnya benang benang daging. Pada ikan yang busuk benang - benang daging ini sudah banyak yang putus dan dinding-dinding selnya banyak yang rusak sehingga ikan kehilangan kelenturannya.3) Keadaan mataa) Perubahan kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan yang nyata pada kecerahan mata.b) Mata tampak kotor dan tidak jernih.4) Keadaan daging ikana) Ikan yang masih segar, jika ditekan dengan jari telunjuk bekasnya akan segera kembali karena dagingnya kenyal.b) Daging ikan belum kehilangan cairan sehingga daging ikan masih terlihat basah.c) Belum terdapat lendir pada permukaan tubuh ikan.5) Keadaan insanga) Ikan yang segar mempunyai insang yang berwarna merah cerah.b) Sebaliknya pada ikan yang sudah tidak segar, warna insang berubah menjadi coklat gelap.Faktor parameter kimiawi yaitu pH daging ikan dan hasil-hasil akhir penguraian komponen-komponen daging ikan, seperti kadar hipoksantin, kadar amonia, dan kadar trimetilamin atau kadar dimetilamin. Faktor parameter sensorik umumnya dikaitkan dengan cita rasa (flavour), warna, dan kenampakan sedangkan faktor parameter mikrobiologi yang paling umum digunakan adalah jumlah bakteri (Hadiwiyoto, 1993).

Tabel Perbedaan Fisik Ikan Segar dan Ikan BusukIkan SegarIkan Busuk

Daging kenyalDaging keras

Tidak empukEmpuk

Badan kakuBadan tidak kaku

Sisik rapi dan rapatSisik mudah lepas

Bau: Segar, pada bagian luar insangBau: Busuk atau asam terutama pada bagian insang

Sedikit lender pada kulitKulit berlendir

Insang berwarna merahInsang tidak lagi berwarna merah

Ikan tenggelam bila dimasukkan dalam airIkan terapung jika sudah sangat busuk

Sumber: (Winarno,1993).

B. Penyebab Kerusakan pada Daging dan IkanKerusakan pada makanan disebabkan karena beberapa faktor (seperti faktor fisik, kimia, enzim, dan perubahan mikrobiologi) penyebab utama dari pembusukan makanan adalah aktivitas dan pertumbuhan dari mikroorganisme. Jenis dan jumlah mikroorganisme yang ada dalam makanan tergantung pada tipe makanan dan tingkat kontaminasi. Setiap makanan memiliki mikroflora alami. Makanan dapat terkontaminasi oleh mikroorganisme. Jenis pembusukan makanan karena mikroorganisme (dan enzim) tergantung dari jenis dan jumlah agen mikroba yang ada di dalam makanan dan di lingkungan (King, 1983). King (1983) menyatakan ada tiga faktor yang berpengaruh pada status mikroba pangan, yaitu tipe makanan, komposisi kimia, struktur fisik, dan faktor lingkungan. Penyebab kerusakan pada makanan secara umum dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu pembusukan alami dan kontaminasi oleh mikroorganisme. 1. Daging SapiDaging mengalami kerusakan karena mikroflora yang masuk dari nodus limfa hewan, dan saluran pencernaan. Pembusukan bukan dilihat dari jumlah bakteri, namun dikarenakan adanya perubahan biokimia yang terjadi karena pertumbuhan bakteri (Nassos et al, 1983). Jumlah bakteri tidak mengindikasi ada tidaknya mikroflora yang dikembangkan (inokulasi) atau mempercepat pembusukan. Kerusakan akibat bakteri juga dipercepat pada kisaran pH yang tinggi, yaitu 5,3 6.0 tergantung pada cara penanganan terutama pada saat penyembelihan (Hendrasty, 2013). Pembusukan dapat terjadi karena penanganan yang kurang baik pada waktu penyimpanan, sehingga aktivitas bakteri pembusuk meningkat (Taha, 2012). Daging dapat membusuk dikarenakan autolisis, oksidasi dan kebanyakan dikarenakan oleh mikroorganisme (King, 1983). Kerusakan akibat mekanis, bakteri akan masuk ke dalam daging apabila kulit permukaan daging rusak, kulit merupakan suatu bentuk proteksi terhadap bakteri, dengan merusak kulit maka fungsinya sebagai penghalang akan terhambat sehingga bakteri dapat masuk ke dalam daging dan mulai berkembang (Berkel et al, 2004). Humiditas atau kelembaban juga berpengaruh pada pembusukan daging. Daging memiliki 65% kandungan air, dengan tingginya air tersebut bakteri dapat tumbuh dengan baik. Bila daging mengalami kekeringan pada kelembaban yang rendah maka daging akan membuat lapisan protektif (Berkel et al, 2004). Bakteri tentunya perlu nutrisi untuk menunjang kehidupannya, daging mempunyai nutrisi-nutrisi tersebut. Pada daging sumber pertama yang dimanfaatkan oleh bakteri adalah gula, laktat, asam amino bebas, peptida atau hasil dekomposisi (Berkel et al, 2004). Keasaman (pH) dari daging adalah 7; bakteri tumbuh optimum pada pH 6,5-7,5. Daging sangat rentan untuk membusuk. Beberapa penelitian menghasilkan hal yang berbeda. Sebagian penelitian menemukan bahwa sinar ultra-violet akan mempercepat pengeringan dan mengoksidasi mioglobin, sedangkan lainnya menemukan bahwa sinar tidak mempengaruhi warna daging. Cahaya juga merupakan faktor dari pembusukan, karena protein peka terhadap cahaya. 2. IkanUmumnya kerusakan pada ikan dikarenakan mengandung protein dan air yang cukup tinggi. Setelah ikan mati, daging dari ikan akan menjadi kaku, fenomena ini dinamakan rigor mortis. Kekakuan lama kelamaan akan terlarut dan daging ikan akan membusuk. Perubahan yang mengarah kepada pembusukan disebabkan oleh aktivitas bakteri, perubahan kimiawi ditimbulkan oleh enzim serta proses oksidasi lemak ikan oleh udara (Ilyas, 1993). Kerusakan dapat disebabkan oleh faktor internal (isi perut) dan eksternal (lingkungan) maupun cara penanganan di atas kapal, di tempat pendaratan atau di tempat pengolahan. Cara penanganan saat di atas kapal maupun di saat pengolahan sangat berperan, sebab ikan yang mati sangat mudah dimasuki oleh bakteri, bakteri yang telah masuk ke dalam ikan akan mengalami penggandaan sehingga pada akhirnya menyebabkan pembusukan. Untuk melakukan perkembang-biakan suatu koloni bakteri mempunyai kriteria lingkungan yang baik, seperti berikut:a. Mereka membutuhkan suhu yang tepat (umumnya mereka menyukai kondisi suhu yang hangat)b. Lingkungan dengan adanya kandungan airc. Lingkungan yang memiliki sumber makanan bakteri (senyawa kimia)Oleh karena itu penanganan ikan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pembusukan. Bila penanganannya buruk, misalnya terjadi kerusakan pada bagian luar dari ikan maka bakteri akan mudah masuk ke dalamnya. Faktor lingkungan (eksternal) yang lebih dikenal adalah suhu, bila suhu terlalu tinggi maka akan terjadi dekomposisi kimia sejalan dengan proses yang dilakukan oleh bakteri. Ketengikan dalam produk ikan juga dapat terjadi dikarenakan adanya oksidasi lemak karena oksigen. Hasilnya akan membuat ikan menjadi berbau tengik.

Ikan segar dan ikan yang dibekukan membusuk disebabkan oleh bakteri sedangkan ikan yang dikeringkan membusuk karena fungi (jamur). Pseudomonas, Acinetobacter dan Maroxella merupakan bakteri yang terlibat pada pembusukan ikan karena bakteri. Sebagai tambahan bakteri usus dari dalam ikan dan juga enzim proteolitik di dalamnya juga berperan dalam aktivitas pembusukan dan menyebabkan bau tidak sedap serta lendir pada kulit ikan. Ikan yang memiliki kulit keras, seperti udang, lobster, dan kepiting mengalami kerusakan karena adanya bakteri Pseudomonas, Acinetobacter, Moraxella. Moluska seperti kerang, dan cumi-cumi mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi dibandingkan dengan makanan laut yang lain, moluska melakukan pembusukan fermentasi (UNIMAP, 2012). Fermentasi terjadi saat mikroorganisme tumbuh dalam makanan dan menyebabkan perubahan yang buruk. Penyebab dari kerusakan pada bahan ikan menurut Anonim (2012) adalah sebagai berikut.a. Proses autolysis oleh enzimb. Oksidasi Lemak oksigenc. Aktivitas Bakteri bakteri

3. Tahapan Kerusakan pada Daging dan Ikan1. Daginga. Gejala Pembusukan Daging SapiBeberapa tipe pembusukan disebkan oleh mikroorganisme sangat bergantung pada ketersediaan oksigen. Gejala superfisial yang dapat diketahui dari pembusukan daging oleh mikroba.Status oksigenTipe MikroorganismeGejala Pembusukan

AdaBakteriAda slem pada permukaan daging, kehilangan warna oleh terdestruksinya pigmen daging atau tumbuhnya koloni organisme berwarna,ada produksi gas, bau kurang enak, ada dekomposisi lemak

AdaYeastAda slem yeast, diskolorasi, bau dan rasa tidak enak, dekomposisi lemak

AdaFungiPermukaan lengket dan berbulu, diskolorasi, berbau dan tercemar, dekomposisi lemak

Tidak adaBakteri Membusuk diikuti bau yang busuk,pembentukan gas, masam

(Lawrie, 1995)Proses pembusukan terjadi akibat adanya aktivitas enzim yang merombak komponen bahan pangan hingga terbentuk senyawa yang aromanya tidak disukai. Aroma tersebut merupakan gabungan dari sejumlah senyawa hasil proses pembusukan. Selama proses pembusukan, enzim akan merombak karbohidrat secara bertahap menjadi alkohol dan akhirnya membentuk asam butirat dan gas metan. Protein akan dirombak oleh protease hingga terbentuk ammonia dan hidrogen sulfida; sedangkan lemak akan dirombak menjadi senyawa keton. Keberadaan senyawa ini secara bersamaan akan menyebabkan terbentuknya aroma busuk. Proses pembusukan makanan dapat dijelaskan pada persamaan berikut ini (Dwidjoseputro,2005):Lendir yang dihasilkan pada permukaan daging menurut Winarno (1985) disebabkan oleh berbagai spesies mikroorganisme sepertiLeuconostoc mesenteroides, Leuconostoc dextranicum, Bacillus subtilisdanLactobacillus plantarum.Pada beberapa bahan pangan pembentukan lendir dikaitkan dengan pembentukan bahan kapsul oleh mikroorganisme sedang pada beberapa produk pangan pembentukan lendir juga disebabkan oleh hidrolisa dari zat pati dan protein untuk menghasilkan bahan yang bersifat lekat yang tidak berbentuk kapsul.b. Proses Pembusukan Daging Secara AlamiFaktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada daging dan yang akhirnya menentukan jenis/tipe pembusukan adalah: (1)jenis dan jumlah mikroorganisme awal (pencemar) serta penyebarannya:daging yang banyak tercemar oleh psikrotrofik akan cepat busuk pada suhu rendah; (2)sifat fisik daging:daging giling lebih mudah busuk (permukaan lebih luas), lemak melindungi pencemaran mikro-organisme (tetapi dapat dioksidasi);(3)sifat kimiawi daging:pH, aktivitas air; (4) ketersediaan oksigen; serta (5) suhu.Kandungan gizi yang tinggi ini menyebabkan daging mempunyai sifat mudah rusak (perishable) karena mikroba dapat tumbuh dan berkembang biak di dalamnya. Menurut Gill (1986), daging digolongkan sebagai bahan pangan yang mudah rusak karena merupakan medium yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroba. Hal ini disebabkan oleh karena kadar air daging termasuk tinggi, kaya akan zat gizi yang mengandung nitrogen, karbohidrat yang dapat difermentasi, kaya akan mineral untuk pertumbuhan mikroba, dan memiliki pH yang baik untuk pertumbuhan mikroba (5,3-6,5) (Soeparno, 1998).Kualitas daging diantaranya dipengaruhi oleh faktor metode penyimpanan dan preservasi. Daging yang disimpan pada suhu kamar dalam waktu tertentu akan cepat rusak. Kerusakan daging yang berakibat terhadap penurunan mutu daging segar antara lain disebabkan oleh kontaminasi mikroba. Secara internal daging akan terkontaminasi bila tidak didinginkan setelah proses penyembelihan. Jumlah dan jenis mikroba yang mencemari daging ditentukan oleh tingkat pengendalian higienis yang dilaksanakan selama penanganan diawali saat penyembelihan ternak dan pembersihan karkas hingga sampai ke konsumen.c. Proses Pembusukan Daging akibat Aktivitas Mikroba KontaminanMikroorganisme yangmerusak daging dapat berasal dari infeksi dan ternak hidup dan kontaminasi daging postmortem. Kontaminasi permukaan daging atau karkas dapat terjadi sejak saat penyembelihan ternak hingga daging dikonsumsi. Diabatoar, sumber kontaminasi atau infeksi dapat berasal dari tanah disekitarnya, kulit (kotoran pada kulit), isi saluran pencernaan, air, alat-alat yang digunakan selama proses mempersiapkan karkas (misalnya pisau, gergaji, katrol, dan pengait, dan alat tempat jerohan), kotoran, udara dan pekerja.Mikroorganisme yang berasal dari pekerja antara lain adalah Salmonella, Shigella, Escherisia coli, Bacillus proteus, Staphylococcus albus dan Stroptococcus dari feses (Lawrie, 1979). Clostridium botulinum yang berasal dari tanah juga dapat mengkontaminasi daging atau karkas.

Awal kontaminasi pada daging bersal dari mikroorganisme yang memasuki peredaran darah pada saat penyembelihan jika alat-alat yang digunakan untuk pengeluaran darah tidak steril. Drah masih bersikulasi selama beberapa saat setelh penyembelihan. Kontaminasi selanjutnya dapat terjadi melalui permukaan daging selama operasi persiapan daging, yaitu proses pembelahan karkas, pendinginan, pembekuan, penyegaran daging beku, pemotongan karkas atau daging, pembuatan produk daging proses, preservasi, pengepakan, penyiapan dan distribusi. Jadi segala sesuatu yang dapat berkontak dengan daging secara langsung atau tidak lagsung, bias merupakan sumber kontaminasi microbial. Untuk mengatasi atau mengurangi kontaminasi ini, diperlukan penanganan yang higienis dengan sistem sanitasi yang sebaik-baiknya. Besarnya kontaminasi mikrobia pada daging akan menentukan kualitas dan masa simpan daging dan daging proses.

3. Ikana. Ikan dan Produk IkanKerusakan pada ikan dan produk-produk ikan terutama disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk. Selain itu kondisi penyimpanan yang tidak baik atau penggunaan pengemas yang tidaak dapat menghalangi masuknya oksigen menyababkan ikan mengalami kerusakaan.Kerusakan ikan dipercepat dengan adanya enzim dan bakteri pada ikan. Oleh karena itu setelah ikan mati harus segera dilakukan penghilangan usus dan bagian pencernaan lainnya dengan membelah badan ikan dan mengeluarkannya, karena bagian ini merupakan sumber bakteri pembusuk.Tanda-tanda kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pada ikan yang belum diolah adalah:1) Pembentukan lendir pada permukaan ikan.2) Bau busuk karena terbentuknya amonia, H2S dan senyawa-senyawa berbau busuk lainnya. Perubahan bau busuk (anyir) ini lebih cepat terjadi pada ikan laut dibandingkan dengan ikan air tawar.3) Perubahan warna, yaitu warna kulit dan daging ikan menjadi kusam atau pucat.4) Peruhahan tekstur, yaitu daging ikan akan berkurang kekenyalannya.5) Ketengikan karena terjadi pemecahan dan oksidasi lemak ikan.6) Pada ikan asin yang telah diolah dengan pengeringan dan penggaraman sehingga aw ikan menjadi rendah, kerusakan disebabkan oleh pertumbuhan kapang. Pada ikan asin dan ikan peda yang mengandung garam sangat tinggi (sekitar 20%), kerusakan dapat disebabkan atau bakteri yang tahan garam yang disebut bakteri halofilik.Bau ikan yang menyimpang dari bau ikan segar disebbakan oleh senyawa trimetilamin, yang dibentuk dengaan adanya kerja enzim sekunder yaang diproduksi yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri. Proses pendinginan tidak efektif untuk proses pengawetan ikan karena bakteri psikrofilik (Psseudomonas, Achromobbater, Flavobacteria) tetap tumbuh pada suhu 0oCdan beberapa masih bisa hidup paada suhu -7,2oC. Pembekuan akan memperlambat kerusakan jika suhu dipertahankan cukup rendah untuk mencegah pertumbuhan bakteri.b. Proses Pembusukan Ikan Secara AlamiPengerasan otot desolusi Autolisis1) Pengerasan ototKetika otot berkontraksi, mereka menyerab kalsium. Setelah ikan mata, ion kalsium bocor menuju otot, menyebabkan kontraksi. Bagaimanapun, ATP tidak lagi tersedia, sehingga otot tetap keras. Peristiwa ini disebut rigor mortis. Dapat dihambat dengan pendinginan ikan secepatnya setelah mati. Lihat pada Gambar, terlihat adanya mekanisme ATP yang berperan dalam melakukan kontraksi, kontraksi tidak akan terjadi bila tidak ada ATP dan menyebabkan rigor atau pengerasan otot.2) DisolusiSetelah mengalami pengerasan otot ikan akan memburuk3) AutolisisDekomposisi ikan terjadi sebagaimana unsur pokoknya terurai(autolisis). Protein, nukleotida dan gula terurai, basa lepas, pH menurun dan lemak teroksidasi. Ini membuat ikan menjadi bau, anyir, busuk.4) Serangan BakteriSaat autolisis, bakteri mampu masuk ke dalam daging yang sebelumnya steril dan berkembang biak menyebabkan dekomposisi. Bakteri anaerobik menyebabkan kebusukan sehingga ikan tidak dapat dimakan.5) Denaturasi proteinMelibatkan kerusakan stuktur sekunder, tersier dan kuartener sehingga menjadi rantai polipeptida sederhana. Kerusakan protein menyebabkan kehilangan kemampuan memfungsikan enzim dan kemampuan mengikat air berkurang menyebakan daging lunak, berwarna pucat dan tidak berasa.6) Penurunan pH dagingResidual glikogen rusak melalui proses glikolisis menjadi asam piruvat dan asam laktat. Sehingga menyebabkan penurunan pH.7) TVB-Total Volatile BaseMerupakan pengukuran total nitrogen yang terdapat pada makanan ketika penyimpanan. Misalnya pada ikan adalah trimetilamin.8) Penguraian NukleotidaBerikut adalah mekanisme dari penguraian nukleotida dengan dibantu oeh ATP.

9) Oksidasi cairan dan Hidrolisis

D. Daftar Bakteri Kontaminan pada Daging1. Daging a. Bakteri kontaminan pada daging sapi1. Bakteri Pseudomonas, Achromobacter, Streptococcus, Leuconostoc, Bacillus dan Micrococcus menyebabkan daging terlihat kusam.1. Bakteri Lactobacillus, Pseudomonas, dan Leuconostoc menyebabkan daging berwarna kehijau-hijauan.1. Bakteri Pseudomonas dan Achromobacter menyebabkan daging berbau tengik.1. Bakteri Pseudomonas sincinea menyebabkan daging berwarna kebiru-biruan.1. Bacillus antharacis, menyebabkan penyakit anthrax pada sapi.1. Bakteri Leptospira interrogans yang terdapat pada daging sapi menyebabkan leptospirosis pada manusia.1. Bakteri Erysipelothrix rhusiopathiae bersifat patogen pada sapi.1. Listeria monocytogenes adalah suatu bakteri yang dapat menyebabkan gejala infeksi pada manusia.1. Enterococcus cassliflavus dan E. Mundtii, menyebabkan warna kuning pada produk-produk daging.

b. khamir kontaminan pada daging sapi1. Thamnidium chaetocladioides, Mucor inucedo, Rhizopus menyebabkan daging menjadi seperti berambut.1. Cladosporium herbarum menyebabkan daging berbintik hitam.1. Sporotrichum carnis, Geotrichum menyebabkan daging berbintik putih.1. Penicillium expansum, P. asperulum menyebabkan daging bernoda hijau.1. Thamnidium menyebabkan daging berbau dan rasa menyimpang.

c. mikroba kontaminan pada daging ikan1. Streptomyces menyebabkan ikan berbau lumpur 1. Pseudomonas fluorescens menyebabkan warna ikan kuning kehijauan1. Micrococcus menyebabkan warna ikan menjadi kuning1. Sarcina, Micrococcus, Bacilus, Kapang dan Khamir menyebabkan warna ikan merah / pink1. khamir Sporogenous menyebabkan warna ikan mejadi coklat

BAB IIIPENUTUPA. KesimpulanDari penjelasan yang telah dijabarkan dalam kajian teori sebelumnya maka dapat disimpulkan sebagai berikut:1. Daging yang mengalami pembusukan ditandai oleh perubahan warna pada daging, perubahan pH, timbulnya bau yang tidak sedap, pembusukan protein, dan terbentuknya lendir. Mirip dengan daging, ikan yang telah membusuk juga ditandai oleh perubahan warna, timbulnya bau yang tidak sedap dan pembusukan protein.2. Penyebab adanya pembusukan pada daging dan ikan dikategorikan menjadi dua, yaitu yang internal dan eksternal. Faktor internal dipegaruhi oleh adanya mikroflora dalam daging/ikan, faktor eksternal penyebab pembusukan yaitu suhu, kelembaban, pH, cahaya, dan sumber nutrisi untuk bakteri. Daging dan ikan sangat rentan mengalami kerusakan.3. Tahapan pembusukan daging sapi dan ikan melibatkan proses oksidasi, pengerasan otot, disolusi, dan autolisis.4. Bakteri dan jamur yang biasanya menyebabkan kerusakan pada bahan daging adalah Pseudomonas, Achromobacter, Streptococcus, Leuconostoc, Bacillus dan Micrococcus. Sedangkan yang meyebabkan kerusakan pada ikan adalah Streptomyces, Sarcina, Micrococcus, Bacillus, dan Pseudomonas flourescens.B. SaranSaran yang dapat dikemukakan bersinggungan dengan kerusakan pada daging dan ikan ini adalah sebaiknya para pengusaha daging/ikan seperti penjagal atau nelayan lebih berhati-hati dalam memproses bahan pangan ini. Sebab daging dan ikan rentan mengalami kerusakan. Proses sebelum dipasarkan merupakan tahap yang penting daam menjaga agar daging/ ikan tidak mudah membusuk. Kepada para konsumen, sebaiknya memasak terlebih dahulu bahan daging/ikan agar mengurangi kontaminasi bakteri. Karena dengan mamasaknya bakteri atau mikroorganisme tersebut dapat matiDAFTAR RUJUKANAberle, E.D., J.C. Forrest, D.E. Gerrard and E.W. Mills. 2001. Principles of Meat Science. 4th edition. Kendal/Hunt Publishing Company.Anonim. ____. Kerusakan Bahan Pangan Oleh Mikroorganisme. (Online), (http://tekpan.unimus.ac.id) diakses pada 30 Agustus 2015. Berkel, B.M. Boogard, B.V. Heijen, C. 2004. Preservation of Fish and Meat. Netherland:Agromasia Foundation.Buege, D. 2001. Information on sausage and sausages manufacture. http://www.uwex.edu/ces/flp/meatscience/sausage.html.Buckle, K.A., E.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan Penerjemah H. Purnomo dan A. Adiono. UI-Prees, JakartaDewan Standardisasi Nasional. 1995. Batas maksimum Cemaran Mikroba pada Daging. SNI 01-6366-2000. Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional.Dwidjoseputro. 2005.Dasar-Dasar Mikrobiologi. Malang : UMM Press.Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Liberty. Yogyakarta. Hendrasty, H.K. 2013. Pengemasan dan Penyimpanan Bahan Pangan. Yogyakarta: Graha Ilmu.Ilyas, S. 1993. Teknologi Refrigrasi Hasil Peikanan Badan Penelitian Pengembangan Pertanian dan Pusat Penelitian Pengembangan Peikanan Jakarta. Jeong, J.Y. et al. 2009. Discoloration characteristic of 3 major muscle from cattle during cold storage. J Food Sci. 74(1): 1-5.Kastanya, Yongki Luthana, 2009. Identifikasi Sederhana Makanan. www.yongkikastanyaluthana.wordpress.com/.../identifikasi-sederhana-makanan/-King, M. 1983. Spoilage and Preservation of Food. Journal of Food Quality and Standards.Lawrie, RA. 1995. Ilmu Daging Edisi Kelima. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia. Moeljanto, R., 1982. Penanganan Ikan Segar. Penebar Swadaya, Jakarta.Nassos, P.S. King, A.D. Stafford, A.E. 1983. Relationship Between Lactic Acid Concentration and Bacterial Spoilage in Ground Beef. Journal of Applied and Environmental Microbiolog, 4(64).Rose, A.H. 1982. Fermented Food. USA: Academic Press.Soeseno, 1982. Dasar Perikanan Umum. Jasa Guna, Jakarta.Soewedo, H., 1983. Dasar-Dasar Teknologi Ikan. UGM-Press, Yogyakarta.Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.Soeparno. 2011. Ilmu dan Teknologi Saging. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.Taha, Siswatiana Rahim. 2012. Cemaran Mikroba Pada Pangan Asal Hewan Di Pasar Tradisional Kota Gorontalo. Laporan Penelitian Cemaran Mikroba Pada Pangan Asal Hewan. Universitas Negeri Gorontalo.Tranggono dan Sutardi, 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.UNIMAP. 2012. Food Spoilage ERT 429 Food Engineering. (Online), (http://portal.unimap.edu.my:7778/portal/page), diakses pada 31 Agustus 2015.Winarno, F.G., 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.19