Upload
ikramullah-mahmuddin
View
91
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Keunggulan Amalgam
Citation preview
Keunggulan Amalgam Sebagai Bahan Restorasi Gigi
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Amalgam dikenal sebagai bahan restorasi selama lebih dari 170 tahun. Berdasarkan
survei yang di lakukan pada tahun 2001, melaporkan bahwa 75% dokter gigi di Amerika serikat
memakai amalgam sebagai bahan restorasi gigi. Pada tahun 1999, sekitar 60% amalgam
seringkali dijadikan sebagai bahan restorasi kavitas kelas I dan II. bahkan terdapat persentase
penggunaan amalgam yang lebih tinggi dinegara berkembang (Uçar and Brantley, 2011).
Berdasarkan American Dental Association (ADA) No.1 logam campur amalgam terdiri
dari perak dan timah sebagai bahan utama serta campuran seperti tembaga dan seng. Selain itu
serbuk campuran logam amalgam akan di campurkan dengan Hg atau merkuri. hal ini dilakukan
agar memperoleh amalgam yang lebih bersifat plastis dan mudah dimanipulasi ketika di
aplikasikan kedalam kavitas gigi. Namun, penggunaan Hg dalam restorasi amalgam sering kali
dikhawatirkan dapat menimbulkan efek-efek yang merugikan bagi kesehatan. Baik kesehatan
dalam rongga mulut maupun kesehatan secara sistemik. Sehingga penggunaan amalgam sebagai
bahan restorasi mulai banyak ditinggalkan dan beralih menggunakan bahan restorasi lain seperti
SIK, resin komposit tanpa melihat sifat yang unggul dari amalgam.
Amalgam memiliki keunggulan-keunggulan yang tidak dimiliki oleh bahan tumpatan
lain. Seperti kekuatan terhadap tekanan mastikasi yang tinggi. Mudah untuk diaplikasikan
kedalam kavitas, perubahan dimensi yang minimal, ketahan terhadap aus dan lain-lain. Maka
dari itu dengan melihat keunggulan-keunggulan yang ada dalam amalgam diharapkan akan
menjadi pertimbangan untuk tetap menggunakan amalgam sebagai bahan restorasi gigi.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Ilmu Konservasi Gigi II dan untuk
menjelaskan mengenai amalgam dan keunggulan-keunggulan amalgam sebagai bahan restorasi
gigi, serta hubungan antara penggunaan amalgam sebagai bahan restorasi dengan kesehatan
rongga mulut maupun kesehatan secara sistemik.
I.2 Perumusan Masalah
1. Apakah keunggulan amalgam sebagai bahan restorasi gigi?
2. Apakah penggunaan amalgam berbahaya bagi kesehatan rongga mulut ataupun kesehatan secara
sistemik?
3. Bagaimana cara memilnimalisir efek merugikan yang ditimbulkan akibat penggunaan amalgam
sebagai bahan restorasi ?
BAB II
II.1 AMALGAM
Komposisi amalgam
Amalgam adalah salah satu bahan restorasi gigi yang sering digunakan. Lebih dari 150
tahun amalgam digunakan sebagai bahan restorasi karena sifatnya yang sangat kuat dan tahan
lama didalam rongga mulut (solanki, 2012). Menurut American Dental Association (ADA) no.1
mengharuskan agar logam campur amalgam mempunyai bahan utama perak dan timah dan
unsur-unsur lain seperti tembaga, seng, merkuri, emas dengan konsentrasi yang kurang dari besar
konsentrasi timah dan perak. Penambahan material tersebut kedalam bahan campur amalgam
bertujuan untuk meningkatkan sifat fisik dan mekanik dari restorasi amalgam (Uçar and
Brantley, 2011). Konsentrasi perak dalam logam campur amalgam adalah 40%-70% dan timah
12%-30%, tembaga kurang dari 12%-24%, paladium 0,5%, indium 1% dan seng sampai dengan
1% (bharti et al, 2010). Kandungan logam tersebut memiliki fungsi tersendiri, kandungan perak
dalam logam campur amalgam berfungsi untuk menigkatkan kekuatan amalgam, menurunkan
creep, dan memperbesar reaktivitas logam campur dengan merkuri. kandungan timah berperan
dalam meningkatkan reaktivitas dan korosi, namun dapat menurunkan kekuatan dan kekerasan.
selain itu, pula kandungan tembaga dalam logam campur amalgam berfungsi untuk menaikan
kekuatan, ekpansi dan kekerasan serta dapat menurunkan creep. zink berfungsi untuk
meningkatkan plastisitas, kekuatan serta mampu menurunkan creep. Merkuri berfungsi untuk
memberikan kelembapan terhadap logam campur amalgam (solanki, 2012). Beberapa peneliti
berpendapat bahwa indium yang terkandung berfungsi untuk pengurangan creep dan
meningkatkan kekuatan terhadap tekanan mastikasi, sedangkan kandungan paladium berperan
dalam proses pencegahan korosi (bharti et al, 2010). Untuk mendapatkan amalgam, merkuri
dicampur dengan bubuk dari logam campur amalgam dengan prosedur pencapuran yang disebut
triturasi. Produk dari triturasi ini adalah merupakan suatu masa plastis. Selama proses triturasi,
merkuri akan melarutkan partikel logam campur untuk membentuk fase yang baru. Fase baru
yang terbentuk cenderung memiliki titik cair diatas temperatur normal di dalam rongga mulut.
Cara manipulasi logam campur amalgam dengan merkuri sangat mempengaruhi sifat fisik dan
kimiawi dari amalgam. Hal ini merupakan kunci dari keberhasilan dalam melakukan restorasi.
Faktor – faktor yang mempengaruhi kulitas dari restorasi amalgam adalah :
a. pemilihan logam campur
b. rasio merkuri dan logam campur
c. prosedur triturasi
d. teknik kondensasi
e. karakteristik anatomi dari gigi yang dilakukan restorasi
f. hasil akhir
(anusavice, 2003)
secara umum, berdasarkan kandungan tembaganya, amalgam dibagi menjadi 2 yaitu:
1. amalgam dengan kandungan tembaga yang rendah
amalgam dengan kandungan tembaga yang rendah disebut juga dengan amalgam konvensional
atau amalgam tradisional, komposisi dari amalgam konvensional ini terdiri dari 65% perak, 25%
timah, kurang dari 6% tembaga dan 1% zinc.
2. amalgam dengan kandungan tembaga yang tinggi
amalgam dengan kandungan tembaga yang tinggi cenderung memiliki sifat yang lebih baik jika
dibadingkan dengan amalgam dengan kandungan tembaga yang rendah. Pada amalgam dengan
kandungan tembaga yang tinggi memiliki keunggulah untuk mengurangi kelemahan yang dapat
terjadi selama proses phase selain itu pada amalgam ini terlihat adanya peningkatan
kekuatan, korosi dan ketahanan terhadap kerusakan pada daerah tepi (gladwin and bagby, 2004).
Selain berdasarkan jumlah tembaganya, amalgampun dapat diklasifikasikan berdasarkan isi,
berdasarkan keberadaan zinc, berdasarkan banyaknya jenis logam, berdasarkan bentuk partikel
serta berdasarkan pengembangan alloy (solanki, 2012).
Sifat dan karakteristik amalgam
Idealnya, amalgam harus dapat mengeras tanpa mengalami perubahan dimensi dan tetap
stabil. Akan tetapi perubahan dimensional amalgam dapat terjadi seperti memuai atau menyusut,
hal ini tergantung dari bagaimana cara memanipulasinya. Adanya penyusutan pada amalgam
dalam rongga mulut, dapat memicu terjadinya kebocoran mikro yang sering menjadi faktor
utama terbentuknya karies sekunder. Sedangkan ekpansi atau pemuaian yang berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya penekanan pada daerah pulpa. Spesifikasi ADA no.1 menerangkan
bahwa amalgam dapat berkontraksi atau berekpansi sekitar 20 Kontraksi amalgam terjadi
sewaktu partikel-partikel larut dan terbentuk fase . Perhitungan menunjukan bahwa terjadi
perubahan volume perak sebelum memasuki fase dan setelahnya. Perubahan dimensi yang
terjadi sangat dipengaruhi oleh cara triturasi dan rasio yang digunakan. Logam campur amalgam
yang lebih rendah dari merkuri cenderung akan menyebbkan kontraksi, selain itu, tekanan pada
saat kondensasi yang berlebihan dapat menimbulkan kontraksi. hal ini terjadi karena dengan
adanya tekanan yang tinggi pada saat kondensasi akan cenderung memeras merkuri. Selain
itupula waktu triturasi yang lebih lama dan ukuran partikel logam campur yang lebih kecil dapan
memperbesar kemungkinan terjadinya kontraksi. Sementara ekspansi terjadi karena rasio
merkuri lebih besar dari rasio logam campur amalgam yang digunakan. selain itu ukuran partikel
logam campur yang cenderung besar dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya ekspansi.
Amalgam memiliki kelemahan dalam melawan tekanan mastikasi yang cukup kuat.
Kelemahan ini dapat menyebabkan kegagalan dalam restorasi. Kekuatan dari amalgam biasanya
terjadi karena manipulasi yang tidak baik, seperti triturasi yang kurang benar ataupun kandungan
merkuri yang cukup agar terjadi proses amalgamasi yang sempurna dan mengahasilkan kekuatan
yang cukup. Kelebihan merkuri dapat menurunkan kekuatan dari amalgam sedangkan
kekurangan kandungan merkuri dapat menyebabkan adanya logam campur yang kering sehingga
akhirnya membentuk suatu permukaan yang kasar dan dapat mempercepat terjadinya korosi.
Selain itu juga, kekuatan dari amalgam di pengaruhi oleh efek kondensasi dan efek porositas.
Kelemahan dalam melawan tekanan mastikasi ini, sering menjadikan restorasi mudah pecah
yang dapat menyebabkan kebocoran dan karies sekunder (annusavice, 2003).
Amalgam memiliki tekanan kompresi yang tinggi ,namun memiliki kelemahan dalam
beradaptasi terhadap gaya geser dan tarik. Amalgam seringkali digunakan untuk restorasi kavitas
kelas I, II, V dan VI (galdwin and bagby, 2004).
Creep adalah salah satu sifat amalgam yang berhubungan dengan tingkat kerusakan pada
daerah tepi restorasi. Creep pada amalgam yang memiliki kandungan tembaga yang rendah
cenderung lebih tinggi jika di bandingkan dengan amalgam dengan kandungan tembaga yang
tinggi. Creep pada amalgam cenderung lebih lemah. Sifat dan karaketeristik amalgam tergantung
dari komponen penyusunnya, ukuran besar partikel dan manipulasi dari amalgam itu sendiri.
Sifat-sifat yang menjadi kelemahan amalgam dapat di minimalisir dengan cara melakukan dan
memperhatikan secara seksama bagaimana cara memanipulasi amalgam yang baik dan benar
(anusavice, 2003).
Durabilitas pada amalgam dikenal sangat baik, amalgam dengan kandungan tembaga
yang tinggi cenderung memiliki durabilitas lebih panjang jika dibandingkan dengan amalgam
dengan kandungan tembaga yang sedikit. Menurut survei yang telah dilakukan, durabilitas dari
50% amalgam dalam rongga mulut adalah sekitar 11,5 tahun. Durabilitas dari restorasi amalgam
tidak dipengaruhi oleh luas daerah yang dilakukan restorasi (bharti et al, 20120). Kegagalan
restorasi amalgam yang sering ditemui biasanya adalah adanya fraktur secara keseluruhan yang
meliputi fraktur gigi dan juga fraktur restorasi amalgam (4,6%), fraktur gigi (1,9%), fraktur pada
daerah tepi (1,3%), dan sekitar 0,8% penyebab lain yang dapat membuat kegagalan restorasi
amalgam. Survei lainnya menggambarkan bahwa Berdasarkan penelitian secara klinis, jangka
hidup untuk tumpatan sederhana amalgam pada kelas I adalah 15-18 tahun. Kelas II amalgam
sekitar 12 sampai 15 tahun. Jenis makanan yang dikonsumsi oleh pasien, serta tingkat kebersihan
mulut pasien sangat memiliki peran yang penting dan dapat mempengaruhi durabilitas dari bahan
restorasi yang digunakan (galdwin and bagby, 2004).
Amalgam dapat terkorosi secara galvanik, hal ini dapat terjadi jika terdapat dua macam
bahan tumpatan yang berbasis metal dalam rongga mulut dalam waktu yang bersamaan.
Permukaan amalgam yang mengalami korosi akan memicu kerusakan daerah tepi dan fraktur
(Galdwin and Bagby, 2004).
Merkuri dalam amalgam untuk restorasi gigi
Air raksa atau merkuri sangat penting dalam sifat fisik restorasi amalgam. Analisis dari
restorasi secara klinis menunjukan adanya variasi yang besar dalam kandungan air raksa, tipikal,
konsentrasi air raksa yang lebih tinggi adalah pada bagian tepi restorasi. Kandungan air raksa
atau merkuri pada bagian tepi memiliki nilai 2-3% lebih tinggi daripada badan tambalan.
Kandungan merkuri yang besar pada bagian tepi sangatlah penting Karena pada daerah tepi
sangat rentan terhadap korosi, patah dan terjadinya karies sekunder. Kandungan merkuri yang
terlalu tinggi dari suatu retorasi amalgam, akan dapat menurunkan kekuatannya. Semakin tinggi
kandungan merkuri , akan menunjukan nilai kegagalan restorasi yang juga semakin tinggi. Oleh
karena itu, sangatlah penting memperhatikan rasio antara logam campur amalgam dan merkuri
yang digunakan pada saat akan melalukan restorasi kavitas (annusavice, 2003). Namun, pada
akhir-kahir ini, keberadaan merkuri dalam campuran restorasi amalgam sangat dicemaskan dapat
memicu penyakit-penyakit yang terjadi dalam rongga mulut ataupun penyakit-penyakit yang
bersifat sistemik.
Toksisitas Merkuri Dalam Restorasi Amalgam
kandungan merkuri dalam bahan restorasi amalgam dalam beberapa peristiwa memang
dapat menyebabkan terjadinya reaksi hipersensitivitas atau alergi. Tetapi peristiwa alergi yang
terjadi pada pasien yang menggunakan restorasi amalgam tidaklah signifikan, karena tidak setiap
pasien yang melakukan treatment menggunakan amalgam mengalami alergi. Beberapa penelitian
menerangkan bahwa penggunaan restorasi amalgam dapat pula menyebabkan terjadinya
gangguan kesehatan secara sistemik seperti kerusakan pada ginjal, alergi atau hipersensitivitas
atau gangguan terhadap neurobehavior. Namun, apabila penggunaan alamgam dilakukan secara
benar, tidak akan terjadi masalah terhadap biokombatibilitas dari restorasi amalgam (Craig,
1993).
Seseorang dapat terpapar merkuri dari diet makanan, minuman, udara, dan restorasi
amalgam. Merkuri yang terlepas dari bahan restorasi amalgam biasanya terjadi akibat adanya
penguapan merkuri. Uap merkuri pada manusia dapat ditemukan pada hembusan nafas, pada
rongga mulut dengan keadaan mulut terbuka atau teertutupmelalu kateter yang dipasang ditrakea
melalu bronkoskop. Data dari penelitian menjelaskan bahwa merkuri secara terus menerus
terlepas dalam rongga mulut dari bahan restorasi amalgam. Tingkat pelepasan merkuri pada
seseorang dipengaruhi oleh banyak factor yaitu area restorasi, usia, diet, komposisi amalgam,
dan kuantitas permukaan yang mengalami oksidasi. Uap merkuri dapat terlarut pada udara
intraoral ataupun oleh saliva, kemudian dapat penetrasi ke organisme melalui banyak cara (Uçar
and Brantley, 2011).
World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa ditemukan kadar merkuri dalam
urin yang lebih tinggi yaitu sekitar 5 sampai 20 pada orang yang mengkonsumsi
seafood dengan frekuensi seminggu sekali jika dibandingkan dengan kadar merkuri akibat
pajanan restorasi amalgam yaitu sekitar 1 atau sekitar 1 mg/ (Craig, 1993). WHO
merekomendasikan nilai batas paparan merkuri jangka panjang untuk para pekerja atau operator
adalah sebesar 25 selain itu WHO merekomendasikan paparan yang merkuri untuk
wanita dalam masa subur harus lebih rendah dari nilai standar yaitu sekitar 10 (bindslev,
1991).
Penguapan merkuri dari bahan restorasi amalgam lebih kecil jika dibandingkan dengan
pengkonsumsian berbagai jenis ikan. Peningkatan kadar amalgam dalam urin dan darah dapat
dipengaruhi oleh berbagai factor, tidak hanya dipengaruhi oleh merkuri yang berasal dari bahan
restorasi amalgam. Secara keseluruhan merkuri yang berasal dari amalgam hanya memberikan
sedikit pengaruh terhadap total kadar merkuri dalam tubuh . secara epidemiologi, kadar merkuri
dalam urin dan darah berkolerasi dengan jumlah paparan yang berasal dari lingkungan dan diet
(Craig, 1993).
Penelitian Mengenai Merkuri Dalam Bahan Restorasi Amalgam
Berdasarkan artikel dan data yang telah di review dalam jurnal “Biocompatibility of Dental
Amalgam” menginformasikan bahwa merkuri yang terlepas dari restorasi amalgam dalam rongga
mulut tidak berkontribusi terhadap penyakit sistemik atau efek toksik sistemik. Jones (1999)
melaporkan bahwa tidak ada bukti kesimpulan dalam literatur ilmiah yang menerangkan
hubungan antara penyebab gangguan neurologi ireversibel atau disfungsi renal dengan
penguapan merkuri dari restorasi amalgam. Polusi merkuri dari kedokteran gigi tidak
sesignifikan dibandingkan dengan yang berasal dari penggunaan pada industri dan sumber alam.
Kemudian, reaksi alergi akibat merkuri dalam bahan restorasi amalgam dapat terjadi, tetapi
dengan frekuensi yang sangat jarang. Reaksi alergi terhadap merkuri terjadi pada pasien dengan
restorasi amalgam, seperti dermatitis, gingivitis, stomatitits, dan reaksi kutaneus. Reaksi alergi
terhadap restorasi amalagam biasanya hilang dalam beberapa hari atau setelah pelepasan
restorasi amalgam tersebut. Berdasarkan data ilmiah yang menerangkan bahwa adanya efek-efek
tertentu terhadap kesehatan, tidak dapat dijadikan sebagai acuan untuk pemberhentian
penggunaan amalgam atau penggantiannya dengan restorasi lain. Terdapat kasus-kasus dimana
amalgam adalah satu-satunya pilihan tanpa alternatif lain (Uçar and Brantley, 2011).
Reaksi alergi terhadap merkuri yang terkandung dalam restorasi amalgam jarang terjadi,
walaupun ada kasus yang melaporkan alergi kontak dermatitis, gingivitis, stomatitis dan terjadi
sedikit reaksi kutaneus. Respon ini biasanya menghilang jika amlgam di hilangkan. Efek lokal
atau sistemik lain dari merkuri yang terkandung dalam restorasi amalgam belum dapat
dibuktikan. Tidak ada studi ilmiah yang pasti bahwa restorasi amalgam memberikan suatu efek
yang buruk. Selain itu, Laporan mengenai insidensi multiple sclerosis tidak dapat dihubungkan
secara pasti bahwa amalgam sebagai penyebabnya. Tidak ada bukti secara ilmiah hubungan
antara hilangnya insidensi multiple sclerosis dengan menghilangkan restorasi amalgam didalam
rongga mulut (Craig, 1993).
Menurut penelitian yang dilakukan Bharti et all pada tahun 2010, dalam jurnalnya yang
berjudul “dental amalgam : An Update” menerangkan bahwa insidensi alergi dari merkuri jarang
terjadi dan hubungan kandungan merkuri dalam restorasi amalgam dengan penyakit multiple
sclerosis dan penyakit alzheimer belum dapat dibuktikan secara signifikan. Walaupun mungkin
ada beberapa hubungan diantara restorasi amalgam dengan lesi oral lichenoid.
Manifestasi oral akibat keracunan merkuri seperti terjadinya gingivitis parah, gusi berdarah,
ulserasi, oral mukosa, pembengkakan glandula saliva, hiposalivasi atau hipersalivasi yang telah
diteliti menunjukan insidensi dari kasus tersebut sangatlah jarang.
Sekelompok peneliti dari berbagai asal didunia telah meneliti tentang keamanan amalgam,
dan tidak ada bukti bahwa sejumlah kecil merkuri yang keluar dari bahan tumpat amalgam
berkontribusi dalam penyakit maupun efek toksik sistemik. Sehingga tidak ada alasan untuk
menhentikan penggunaan amalgam sebagai bahan tumpatan atau merekomendasikan untuk
mengganti tumpatan amalgam yang ada dengan bahan restorsi yang lain. Apalagi tidak
ditemukannya hubungan antara amalgam dengan berbagai macam sklerosis, penyakit Alzheimer,
myalgic encephalitis maupun migrain.
Informasi lainnya adalah mengenai efek merkuri di bahan tumpat amalgam pada ibu hamil.
Studi menunjukan tidak ada hubungan restorasi amalgam dengan kadar merkuri pada darah ibu
hamil, cairan amniotic, susu, maupun darah bayi baru lahir. Meskipun tidak diragukan lagi
bahwa kadar merkuri yang tinggi akan berbahaya dan dokter gigi harus bisa menanganinya
dengan benar sehingga lingkungan tidak terkontaminasi baik oleh merkuri maupun amalgam
sisa. Selain itu, pentingnya peran amalgam dalam polusi merkuri terhadap lingkungan juga perlu
di perhatikan. Report pada tahun 1992 oleh United States Enviromental Protection Agency
menunjukkan bahwa pada tahun 1989 sampah baterai yang dibuang menyumbang sekitar 86%
dari limbah merkuri, sementara bahan tumpat amalgam hanya 0.56%. Jumlah ini sangat kecil
bila dibandingkan dengan sumber polusi merkuri yang lain dan angka tersebut sudah turun
sekitar 75% dalam 20 tahun terakhir, karena kesadaran dan respon dari profesi dokter gigi
terhadap zat berbahaya (kidd and smith, 2003).
Keamanan amalgam untuk perawatan restorasi telah direview berulang kali oleh beberapa
kelompok peneliti berbeda di Amerika Serikat. US Public Health Service (USPHS)
mempublikasi laporan ilmiah secara luas mengenai keamanan amalgam pada tahun 1993, dan
kesimpulan dari laporan ini disahkan pada tahun 1995 dan 1997. USPHS menganalisis 175 studi
peer-review dan melaporkan bahwa data dalam studi tersebut tidak menjamin sebuah kesimpulan
bahwa merkuri yang lepas dari restorasi amalgam dapat menyebabkan masalah neurologis, renal,
dan perkembangan. Di sisi lain, studi-studi sebelumnya telah mencatat bahwa restorasi amalgam
dapat menyebabkan reaksi aleri atau hipersensitivitas walaupun jarang. Bahkan jika kebanyakan
peneliti setuju bahwa data yang tersedia tidak menerangkan bahwa limbah kesehatan yang
disebabkan oleh restorasi amalgam. terdapat beberapa negara yang sedikit atau membatasi
penggunaan amalgam. Health Canada (1996) telah merekomendasi bahwa penggunaan amalgam
dihindari untuk individu yang hipersensitivitas, orang dengan gangguan fungsi renal, anak-anak,
dan wanita hamil. German ministry of health (1997) dan Commission of the European Union
(2008) juga telah menyatakan bahwa restorasi amalgam tidak seharusnya ditempatkan untuk
kelompok yang hipersensitivitas, memiliki gangguan fungsional, atau yang termasuk kategori
khusus (Uçar and Brantley, 2011).
Council of Scientific Affairs dari American Dental Association (ADA) menyimpulkan
pada tahun 1998 bahwa amalgam selanjutnya menjadi material restorasi yang aman dan efektif
dalam pandangan informasi ilmiah yang tersedia pada waktu itu, dan ADA mengesahkan
pernyataan ini pada tahun 2002, 2003, dan 2009. ADA menyatakan bahwa jika organisasi telah
mengajukan bahwa amalgam memperlihatkan perawatan untuk kesehatan gigi pasien, mereka
akan menyarankan anggota mereka menggunakan material ini untuk restorasi. ADA telah
menyimpulkan bahwa amalgam menawarkan pilihan perawatan yang aman dan cost-effective.
Baru-baru ini, Council of European Dentists (CED) mendeklarasi bahwa amalgam selanjutnya
menjadi material yang paling tepat untuk banyak restorasi disebabkan oleh kemudahan
penggunaan, ketahanan, dan harga yang efektif (Uçar and Brantley, 2011).
Meminimalisir Efek Merkuri yang Terkandung Dalam Restorasi Amalgam
Resiko merkuri dapat diminimalisir, apabila dilakukan langkah-langkah berikut:
1. Tempatkan merkuri pada tempat dengan segel rapat
2. Bersihkan segera semua komponen yang terkena merkuri.
3. Gunakan kapsul yang rapat selama proses amalgamasi
4. Gunakan teknik tanpa sentuh selama pengaplikasian amalgam
5. Simpan semua kepingan amalgam dalam air yang mengandung sodium thiosulfate
6. Bekerja pada ruangan dengan ventilasi yang baik
7. Hindari pemasangan karpet pada ruang perawatan karena proses dekontaminasi
pada karpet sulit.
8. Kurangi penggunaan bahan yang memakai merkuri.
9. Hindari pemanasan pada merkuri dan amalgam.
10.Gunakan semprot dan suction air ketika grinding amalgam.
11.Gunakan prosedur amalgam konvensional, secara manual maupun mekanis. Jangan gunakan
condenser amalgam ultrasonik.
12. Tentukan level paparan uap merkuri pada operator secara periodik.
(Craig, 1993).
Perkembangan Bahan Restorasi Amalgam
Amalgam Bebas Merkuri
Cara terbaik untuk menghindari pelepasan merkuri adalah dengan mengganti merkuri
dalam restorasi amalgam dengan menggunakan Gallium. Gallium adalah suatu metal yang
berwarna putih keperakan yang memiliki titik leleh sedikit diatas merkuri. Gallium memiliki
penguapan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan merkuri. Bahan campurnan restorasi
hampir mirip dengan amalgam konvesional yang di triturasi dengan cairan gallium. Dimana titik
leleh akan menurun dengan melakukan penambahan indium dan timah. Dilihat dari sifak
mekanis bahwa ekspansi selam asetting, creep dan kekuatan kompresinya setara atau dibawah
dengan amalgam yang menggunakan cairan merkuri. Kondensasi sangat sulit dan porositas akan
cenderung meningkat, selain itu pada amalgam yang menggunakan gallium sebagai cairannya,
cenderung memiliki adaptasi yang rendah pada daerah tepi restorasi. Selain itu kecenderungan
terjadinya korosi akan lebih besar jika dibandingkan dengan amalgam yang mengandung
merkuri. Secara klinis ditemukan adanya tarnish, fraktur pada komponen daerah yang keras,
serta sensitivitas pasca opertatif 2 kali lebih tinggi dari amalgam yang mengandung merkuri.
Dapat disimpulkan bahwa penggunaan Ga-alloy secara klinis memiliki kemampuan mekanis
yang lebih rendah jika dibandingkan dengan amalgam yang menggukan merkuri sebagai
komponen cairannya (Schmalz and Arenholt, 2009).
Prediksi bahwa amalgam tidak akan bertahan sampai akhir abad ke-20 adalah salah.
Penampilannya yang kurang baik, ketidakmampuannya untuk berikatan dengan gigi, dan
pendapat tentang merkuri dan keburukan materialnya tidak membuat amalgam ditinggalkan
karena harganya yang murah dan kemampuannya bertahan lama. Karena perkembangan dari
material dan teknik lain, penggunaan amalgam sepertinya akan menghilang dari peredaran.
Tetapi, amalgam berlanjut menjadi bahan terbaik di dalam armamentarium restorative karena
ketahanan dan teknik insensitivitasnya. Amalgam mungkin akan menghilang, tetapi
kehilangannya akan digantikan oleh bahan yang lebih baik, penampilannya lebih bagus dan lebih
memperhatikan masalah kesehatan (Bharti et al, 2010).
Keunggulan Menggunakan Amalgam
Keunggulan-keunggulan yang dimiliki amalgam sebagai bahan restorasi gigi adalah :
1. memiliki surabilitas yang baik, Menurut survey yang telah dilakukan,durabilitas dari 50%
amalgam dalam rongga mulut adalah sekitar 11,5 tahun. Durabilitas dari restorasi amalgam tidak
dipengaruhi oleh luas daerah yang dilakukan. Direstorasi (bharti et all, 20120). Survey lainnya
menggambarkan bahwa Berdasarkan penelitian secara klinis, jangka hidup untuk tumpatan
sederhana amalgam pada kelas I adalah 15-18 tahun. Kelas II amalgam sekitar 12 sampai 15
tahun. Hal yang penting untuk diingat adalah pasien memiliki pertimbangan tersendiri untuk
bahan tumpatanyang memiliki durabilitas yang panjang. Jenis makanan yang dikonsumsi oleh
pasien, serta tingkat kebersihan mulut pasien sangat memiliki peran yang penting dan dapat
mempengaruhi durabilitas dari bahan restorasi yang digunakan (galdwin and bagby, 2004).
2. Tekniknya tidak menimbulkan sensitif
3. Dapat diaplikasi pada berbagai kasus
4. Formulasi terbaru memiliki resistensi yang panjang terhadap korosi
5. Mudah dimanipulasi
6. Waktu pengerjaan lebih pendek dibanding material lain
7. Sering dapat reparasi
8. Murah
9. Manipulasi mudah
10. Pengerjaan pada pasien hanya memerlukan satu kali waktu pertemuan
11. Kekuatan kompresi baik
(Solanki et al, 2012)
Karena kekerasan dan resistensi pemakaian, amalgam adalah bahan tumpatan yang tahan
lama dengan harga yang relatif murah. Saat pencampuran, amalgam memiliki kemampuan untuk
memperkuat tepi pemakaian saat penggunaanya. Pada saat tepinya terkorosi, gigi/restorasi yang
dihadapannya akan mengisi dengan bahan korosinya sehingga kebocoran mikronya akan
berkurang. Sering kali tepi dari tumpatan amalgam mungkin terlihat pecah tapi sebenarnya
kavitas terisi dengan baik dibawah permukaannya. Penelitian secara klinis menunjukkan
integritas marginal dari amalgam faktor prediksiyang buruk dari karies reccurent.Amalgam
merupakan bahan restorasi permanen yang tekniknya tidak paling sensitif pada praktik dokter
gigi. Pada saat proses pencampuran, hanya amalgam yang mungkin dapat dikerjakan dengan
baik meskipun ditempat yang lembab maupun lingkungan yang terkontaminasi. Jangka hidup
bahan restorasi amalgam, seperti pada bahan tumpatan permanen lainnya secara tidak langsung
juga berkaitan dengan besarnya daerah yang di restorasi. Seiring dengan bertambahnya daerah
yang direstorasi, tekanan pada bahan restorasi juga meningkat, dan jangka hidupnya berkurang.
Berdasarkan penelitian secara klinis, jangka hidup untuk tumpatan sederhana amalgam pada
kelas I adalah 15-18 tahun. Kelas II amalgam sekitar 12 sampai 15 tahun. Hal yang penting
untuk diingat adalah pasien memiliki pertimbangan tersendiri untuk bahan tumpatan dengan
jangka hidup yang lama. Makanan serta kebersihan mulut pasien sangat penting dan dapat
berontribusi dalam lamanya jangka hidup bahan restorasi yang mereka gunakan (Galdwin and
Bagby, 2004).
BAB III
KESIMPULAN
Dari apa yang telah dipaparkan diatas, dapat disimpulkan bahwa :
1. Amalgam merupakan salah satu bahan restorasi gigi yang sering digunakan
Yang terdiri dari alloy perak dan cairan merkuri.
2. Kandungan merkuri dalam amalgam dapat bersifat toksik apabila rasio dan cara manipulasi
merkuri yang digunakan tidak tepat. Insidensi gangguan kesehatan akibat merkuri dalam
restorasi amalgam sangatlah kecil.
3. Berdasarkan penilitian bahwa sampai saat ini amalgam masih layak digunakan sebagai bahan
restorasi gigi.
BAB IV
Daftar Pustaka
Annusavice, Kenneth J. 2003. Buku Ajar Ilmu Biomaterial Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC.
Bindslev, Preben Hörsted, et al. 1991. Dental Amalgam – A Health Hazard?. Jakarta: EGC.
Bharti, Ramesh, et al. 2010. Dental Amalgam: An Update. Jounal Conservation Dental. 2010 oct-
dec;13(4):204-208.
Craig, Robert G. 1993. Restorative Dental Materials. Mosby-year Book, Inc.
Gladwin, M.;Bagby, M. 2004. Clinical Aspect of Dental Materials, Theory, Practice, and Cases; 2nd
edition. Maryland : Lippincott Williams & Wilkins.
Kidd, E.A.M, Smith, B.G.N. 2003. Pickard’s Manual of Operative Dentistry : Eighth edition. Oxford :
Oxford University Press.
Schmalz, Gottfried and Bindslev, Dorthe Arenholt. 2009. Biocompatibility of Dental Material.
Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
Solanki, Gaurav.2012. Amalgam Restorasi – An Overview. International Journal of Biomedical
Research. Vol. 2012. Pages 08-14.
Uçar, Yurdanur and William A. Brantley. 2011. Biocompatibility of Dental Amalgams. International
Journal of Dentistry. Vol. 2011. Pages: 1-7.