52
BIOREMEDIASI *) - SB091435 LAPORAN PRAKTIKUM BIOREMEDIASI Dosen Pengampu AUNURROHIM, S.Si., DEA

Laporan bioremediasi

  • Upload
    daeyah

  • View
    5.751

  • Download
    4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

 

Citation preview

Page 1: Laporan bioremediasi

BIOREMEDIASI *) - SB091435

LAPORAN PRAKTIKUM BIOREMEDIASI

Dosen Pengampu

AUNURROHIM, S.Si., DEA

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA

2012

Page 2: Laporan bioremediasi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Timbal (Pb) yang juga sering disebut timah hitam (lead) merupakan salah

satu logam berat yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan organisme lainnya.

Kegiatan industri yang perpotensi sebagai sumber pencemaran Pb misalnya

industri baterai, bahan bakar, kabel, pipa serta industri kimia. Selain itu juga

sumber Pb dapat berasal dari sisa pembakaran pada kendaraan bermotor dan

proses penambangan. Semua sisa buangan yang mengandung Pb dapat masuk ke

dalam lingkungan perairan dan menimbulkan pencemaran (Herman, 2006).

Pb di dalam tubuh manusia dapat masuk secara langsung melalui air

minum, makanan atau udara. Pb dapat menyebabkan gangguan pada organ seperti

gangguan neurologi (syaraf), ginjal, sistem reproduksi, sistem hemopoitik serta

sistem syaraf pusat. Selain itu pula Pb di dalam badan perairan dapat meracuni

dan mematikan organisme yang ada di dalam perairan tersebut, sehingga dapat

mengganggu keseimbangan ekosistem (Santi, 2001).

Kelimpahan rata-rata unsur Pb dalam tanah adalah 5-50 ppm (Juliawan

dkk, 2005). Namun Pb adalah logam berat yang secara fisiologis tidak diperlukan

tanaman maupun hewan (Hindersah dkk, 2004). Logam berat tidak dapat

didegradasi, sehingga untuk melakukan remediasi area yang tercemar oleh logam

berat dilakukan secara fisik, kimawi ataupun biologis namun metode tersebut

mahal, tidak efektif dan berdampak negatif bagi lingkungan (Lasat, 2002). Oleh

karena itu, perlu dilakukan tindakan pemulihan (remediasi) yang mudah, murah

dan efisien agar lahan yang tercemar logam berat dapat digunakan kembali untuk

berbagai kegiatan dengan aman. Salah satu metode remediasi yang dapat

digunakan adalah fitoremediasi. Fitoremediasi merupakan teknik pemulihan lahan

tercemar dengan menggunakan tumbuhan untuk menyerap, mendegradasi,

mentransformasi dan mengimobilisasi bahan pencemar, baik itu logam berat

maupun senyawa organik. Metode ini mudah diaplikasikan, efisien, murah dan

ramah lingkungan (Schnoor and McCutcheon, 2003).

Page 3: Laporan bioremediasi

Penelitian tentang berbagai macam tumbuhan telah banyak dilakukan

untuk mengetahui potensi dari masing-masing tumbuhan tersebut dalam menyerap

logam berat. Tumbuhan yang telah digunakan dalam beberapa penelitian

fitoremediasi logam berat sebelumnya adalah Polygonum hydropiper L., Rumex

acetosa L. (Wang et al., 2003), Lolium perenne (O Connor et al., 2003),

Brassica juncea (Bennet et al., 2003), Thlaspi caerulescens, Zea mays L. (Lombi

et al., 2001), Vetiveria zizanioides (Greenfield, 1989), Helianthus annus dan

Brassica napus (Solhi et al., 2005), Streptanthus polygaloides, Sebertia

acuminata, Armeria maritima, Aeollanthus biformifolius, Haumaniatrum

katangense, dan dari genus Alyssum (Rismana, 2002).

Pada penelitian ini tanaman yang akan dimanfaatkan untuk proses

remediasi adalah tanaman gandarusa (Justicia gendarussa) tumbuh liar di hutan,

tanggul sungai atau ditanam sebagai tumbuhan obat, perdu, tumbuh tegak dengan

tinggi sekitar 0,8-2 m batangnya berkayu, segiempat, bercabang, beruas-ruas dan

berwarna coklat kehitaman. Daun mempunyai pertulangan yang menyirip

berhadapan, bertangkai pendek, hijau tua, tunggal, lanset, dengan panjang 5-20

cm, sedangkan lebarnya 1-3,5 cm. bunganya berwarna ungu, mahkota bentuk

tabung, berbibir dua, majemuk, bentuk malai dengan panjang 3 sampai 12 cm.

Buah berbentuk ganda berbiji empat. Biji berwarna coklat, kecil dan keras.

Tanaman gandarusa mempunyai akar tunggang dan berwarna coklat (Dalimartha,

2001).

Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah taman

yang biasa dipakai untuk membuat taman-taman di rumah. Tanah taman ini

dianggap baik karena subur dan tidak memakai pupuk. Pada penelitian ini tidak

dilakukan pengaturan pH tanah, dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan

alami tanaman jarak pagar dalam menyerap logam berat Pb. Beberapa variabel

yang akan digunakan antara lain variasi konsentrasi logam berat, dan efek

kombinasi logam berat dan akumulasi pada bagian tumbuhan. Berdasarkan

diatas, maka pada penelitian ini akan mengkaji tentang fitoremediasi tanah

tercemar logam berat dengan menggunakan tanaman gandarusa (Justicia

gendarussa).

Page 4: Laporan bioremediasi

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diajukan rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh logam berat Pb akumulasi di daun?

2. Berapakah nilai persentase reduksi tanah tercemar Pb oleh tanaman gandarusa

(Justicia gendarussa)?

3. Apakah tanaman gandarusa (Justicia gendarussa) mempunyai kemampuan

dalam mengakumulasi Pb dan Cd?

4. Berapakah nilai persentase akumulasi logam berat Pb dalam tanaman gandarusa

(Justicia gendarussa)?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengkaji pengaruh logam berat Pb, akumulasi pada daun

2. Untuk mengetahui nilai persentase reduksi tanah tercemar Pb tanaman

gandarusa (Justicia gendarussa)

3. Untuk mengkaji kemampuan tanaman gandarusa (Justicia gendarussa) dalam

mengakumulasi Pb.

4. Untuk mengetahui nilai persentase akumulasi logam berat Pb dalam tanaman

gandarusa (Justicia gendarussa)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan informasi

ilmiah tentang potensi pemanfaatan tanaman gandarusa (Justicia gendarussa)

sebagai tanaman alternatif dalam meremediasi tanah yang tercemar logam berat

Pb.

Page 5: Laporan bioremediasi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Timbal

Timbal (plumbum/Pb) atau timah hitam adalah satu unsur logam berat

yang lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya. Kadarnya

dalam lingkungan meningkat karena penambangan, peleburan dan berbagai

penggunaannya dalam industri. Timbal berupa serbuk berwarna abu-abu gelap

digunakan antara lain sebagai bahan produksi baterai dan amunisi, komponen

pembuatan cat, pabrik tetraethyl lead, pelindung radiasi, lapisan pipa,

pembungkus kabel, gelas keramik, barang-barang elektronik, tube atau container,

juga dalam proses mematri. Keracunan dapat berasal dari timbal dalam mainan,

debu ditempat latihan menembak, pipa ledeng, pigmen pada cat, abu dan asap

dari pembakaran kayu yang dicat, limbah tukang emas, industri rumah, baterai

dan percetakan (Brady, 1999).

Gambar 1. Timbal (Pb).

(Anonim, 2011)

Timbal dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan,

pemaparan maupun saluran pencernaan. Lebih kurang 90% partikel timbal dalam

asap atau debu halus di udara dihisap melalui saluran pernafasan. Timbal

(Plumbum) beracun baik dalam bentuk logam maupun garamnya. Garamnya

yang beracun adalah : timbal karbonat (timbal putih); timbal tetraoksida (timbal

merah); timbal monoksida; timbal sulfida; timbal asetat (merupakan penyebab

keracunan yang paling sering terjadi) (Anhar, 2000).

Page 6: Laporan bioremediasi

Logam timbal telah dipergunakan oleh manusia sejak ribuan tahun yang

lalu (sekitar 6400 BC) hal ini disebabkan logam timbale terdapat diberbagai

belahan bumi, selain itu timbale mudah di ekstraksi dan mudah dikelola.  Timah

dalam bahasa Inggris disebut sebagai “Lead” dengan symbol kimia “Pb”. Simbol

ini berasal dari nama latin timbal yaitu “Plumbum” yang artinya logam lunak.

Timbal memiliki warna putih kebiruan yang terlihat ketika logam Pb dipotong

akan tetapi warna ini akan segera berubah menjadi putih kotor atau abu-abu gelap

ketika logam Pb yang baru dipotong tersebut terekspos oleh udara. Timbal

merupakan logam yang lunak, tidak bisa ditempa, memiliki konduktifitas listrik

yang rendah, dan tergolong salah satu logam berat seperti halnya raksa timbale

dapat membahayakan kesehatan manusia. Karena logam timbale berifat tahan

korosi maka container dari timbale sering dipakai untuk menampung cairan yang

bersifat korosif ataupun sebagai lapisan kontroksi bangunan (Brady, 1999).

Timbal memiliki empat isotop yang stabil yaitu 204Pb, 206Pb, 207Pb, dan 208Pb. Standar massa atom Pb rata-rata adalah 207,2. Sekitar 38 isotop Pb telah

diketemukan termasuk isotop sintesis yang bersifat tidak stabil. Isotop timbale

dengan waktu paruh yang terpanjang dimiliki oleh 205Pb yang waktu paruhnya

adalah 15,3 juta tahun dan 202Pb yang memiliki waktu paruh 53.000 tahun

(Brady, 1999).

Timbal memiliki nomor atom 82 dan nomor massa 207,2. Dengan nomor

atom 82 maka timbal memiliki konfigurasi electron [Xe] 4f14 5d10 6s2 6p2

dengan jumlah elektron tiap selnya adalah 2, 8, 18, 32, 18, 4. Timbal berada pada

golongan IVA (14) bersama dengan C, Si, Ge, dan Sn, periode 6 dan berada pada

blok s. Gambar susunan kulit pada timbal adalah:

Page 7: Laporan bioremediasi

Gambar 2. Susunan Kulit pada timbal.

(Brady, 1999).

2.1.1 Sumber Timbal

Timbal tidak ditemukan bebas dialam akan tetapi biasanya ditemukan

sebagai biji mineral bersama dengan logam lain misalnya seng, perak, dan

tembaga. Sumber mineral timbale yang utama adalah “Galena (PbS)” yang

mengandung 86,6% Pb, “Cerussite (PbCO3)”, dan “Anglesite (PbSO4).

Kandungan timbale dikerak bumi adalah 14 ppm, sedangkan di lautan adalah:

Permukaan samudra atlantik     : 0,00003 ppm

Bagian dalam samudra atlantik : 0,000004 ppm

Permukaan Samudra pasifik      : 0,00001 ppm

Bagian dalam samudra pasifik   : 0,000001 ppm

(Anonim, 2011)

a. Galena

Galena adalah mineral timbal yang amat penting dan paling banyak

tersebar di penjuru belahan bumi dan umumnya berasosiasi dengan mineral lain

seperti sphalerite, calcite, dan flourite. Deposit galena biasanya mengandung

sejumlah tertentu perak dan juga terdapat seng, cadmium, antimoni,arsen, dan

bismuth, sehingga umumnya produksi timbal dari galena menghasilkan juga

logam-logam tersebut. Warna galena adalah abu-abu mengkilap dan formulanya

adalah PbS. Struktur kristalnya kubik dan oktahedral dan spesifik graviti 7,2 – 7,6

(Anonim, 2011).

Page 8: Laporan bioremediasi

Gambar 3. Galena

(Anonim, 2011).

b. Cerrusite

Cerrusite merupakan salah satu mineral timbal yang mengandung timbal

karbonat dan menjadi sumber timbal yang utama setelah galena. Mineral ini juga

terdapat dalam bentuk granular yang padat atau benbentuk fibrous. Warnanya

umumnya tidak berwarna, hingga putih, abu-abu, biru, atau hijau dengan

penampakkan darai transparan hingga translusen. Mineral ini bersifat getas tidak

larut dalam air akan tetapi larut dalam asam encer seperti asam nitrat. Dan spesifik

gravitinya 6,53-6,57 (Anonim, 2011).

Gambar 4. Cerrusite

(Anonim, 2011)

c. Anglesite

Anglesite merupakan mineral timbal yang mengandung timbal sulfat

PbSO4. Mineral ini terjadi sebagai hasil oksidasi mineral gelena akibat pengaruh

cuaca. Warna mineral ini dari putih, abu-abu, hingga kuning, jika tidak murni

maka warnanya abu-abu gelap. Mineral ini memiliki spesifik grafiti 6,3 dengan

kandungan timbal sekitar 73% (Anonim, 2011).

Page 9: Laporan bioremediasi

Gambar 5. Anglesite.

(Anonim, 2011)

2.1.2 Cara Memproduksi Timbal

Pada umumnya biji timbale mengandung 10% Pb dan biji yang memiliki

kandungan timbale minimum 3% bisa dipakai sebagai bahan baku untuk

memproduksi timbale. Biji timbale pertama kali dihancurkan dan kemudian

dipekatkan hingga konsentrasinya mencapai 70% dengan menggunakan proses

“froth flotation” yaitu proses pemisahan dalam industri untuk memisahkan

material yang bersifat hidrofobik dengan hidrofilik (Asiah, 2000).

Kandungan sulfide dalam biji timbale dihilangkan dengan cara

memanggang biji timbale sehingga akan terbentuk timbale oksida (hasil utama)

dan campuran antara sulfat dan silikat timbal dan logam-logam lain yang ada

dalam biji timbale. Pemanggangan ini dilakukan dengan menggunakan aliran

udara panas (Asiah, 2000).

Timbal oksida yang terbentuk direduksi dengan menggunakan alat yang

dinamakan “blast furnace” dimana pada proses ini hampir semua timbale oksida

akan direduksi menjadi logam timbale. Hasil timbale dari proses ini belum murni

dan masih mengandung kontaminan seperti Zn, Cd, Ag, Cu, dan Bi. Timbal

oksida yang tidak murni ini kemudian dicairkan dalam “furnace reverberatory”

dan di treatment menggunakan udara, uap, dan belerang dimana kontaminan akan

teroksidasi kecuali perak, emas, dan bismuth. Kontaminan ini akan terapung pada

bagian atas sehingga dapat dipisahkan. Logam silver dan emas dipisahkan dengan

menggunakan proses Parkes, dan bismuthnya dihilangkan dengan menggunakan

logam kalsium dan magnesium. Hasil logam yang dihasilkan dari keseluruhan

Page 10: Laporan bioremediasi

proses ini adalah logam timbale. Logam timbal yang sangat murni diperoleh

dengan cara elektrolisis meggunakan elektrolit silica flourida (Darmono, 1995).

2.1.3 Sifat Timbal

2.1.3.1 Sifat Fisika

Sifat fisika timbal menurut Palar (1994) adalah :

Fasa pada suhu kamar : padatan

Densitas : 11,34 g/cm3

Titik leleh : 327,5 0C

Titik didih : 17490C

Panas Fusi : 4,77 kJ/mol

Panas Penguapan : 179,5 kJ/mol

Kalor jenis : 26,650 J/molK

2.1.3.2 Sifat Kimia

Sifat kimia timbal menurut Palar (1994) adalah :

Bilangan oksidasi : 4,2,-4

Elektronegatifitas : 2,33 (skala pauli)

Energi ionisasi 1 : 715,6 kJ/mol

Energi ionisasi : 1450,5 kJ/mol

Energi ionisasi 3 : 3081,5 kJ/mol

Jari-jari atom : 175 pm

Radius ikatan kovalen : 146 pm

Jari-jari Van Der Waals : 202 pm

Struktur Kristal : kubik berpusat muka

Sifat kemagnetan : diamagnetik

Resistifitas termal : 208 nohm.m

Konduktifitas termal : 35,3 W/mK

Page 11: Laporan bioremediasi

2.1.3.3 Sifat Timbal yang Lain

Berbagai macam timbale oksida mudah direduksi menjadi logamnya. Hal

ini bisa dilakukan dengan menggunakan reduktor glukosa, atau mencampur antara

PbO dengan PbS kemudian dipanaskan. Logam Pb tahan terhadap korosi, jika

kontak dengan udara maka akan segera terbentuk lapisan oksida yang akan

melindungi logam Pb dari proses oksidasi lebih lanjut (Wardhana, 1999).

Logam Pb tidak larut dalam asam sulfat maupun asam klorida, melainkan

larut dalam asam nitrat dengan membentuk gas NO dan timbale nitrat yang larut.

Bila dipanaskan dengan nitrat dari logam alkali maka logam timbal akan

membentuk PbO yang umumnya disebut sebagai litharge. PbO adalah representasi

dari timbale dengan biloks 2. PbO larut dalam asam nitrat dan asam asetat. PbO

juga larut dalam larutan basa membentuk gara plumbit (Wardhana, 1999).

Klorinasi terhadap larutan diatas menghasilkan timbale dengan biloks

4.PbO2 adalah representasi dari timbale dengan biloks 4 dan merupakan agen

pengoksidasi yang kuat. Karena PbO larut dalam asam dan basa maka PbO

bersifat amfoter. Senyawa timbale dengan dua macam biloks juga ada yaitu Pb 3O4

yang dikenal dengan nama minium (Darmono, 1995).

Timbal atau yang kita kenal sehari -hari dengan timah hitam dan dalam

bahasa ilmiahnya dikenal dengan kata plumbum dan logam ini disimpulkan

dengan Pb. Logam ini termasuk kedalam kelompok logam-logam golongan IV–A

pada tabel Periodik unsur kimia. Mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot

atau berat (BA) 207,2 adalah suatu logam berat berwarna kelabu kebiruan dan

lunak dengan titik leleh 327C dan titik didih 1.620oC. Pada suhu 550- 600oC. Pb

menguap dan membentuk oksigen dalam udara membentuk timbal oksida. Bentuk

oksidasi yang paling umum adalah timbal (II). Walaupun bersifat lunak dan

lentur, Pb sangat rapuh dan mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air

dingin, air panas dan air asam timah hitam dapat larut dalam asam nitrit, asam

asetat dan asam sulfat pekat (Palar, 1994).

Timah hitam yang diabsorsi diangkut oleh darah ke organ - organ tubuh

sebanyak 95% Pb dalam darah diikat oleh eritrosit. Sebagian Pb plasma dalam

bentuk yang dapat berdifusi dan diperkirakan dalam keseimbangan dengan pool

Page 12: Laporan bioremediasi

Pb tubuh lainnya. Yang dibagi menjadi dua yaitu ke jaringan lunak (sumsum

tulang, sistim saraf, ginjal, hati) dan ke jaringan keras (tulang, kuku, rambut, gigi

(Palar, 1994). Gigi dan tulang panjang mengandung Pb yang lebih banyak

dibandingkan tu lang lainnya. Pada gusi dapat terlihat lead line yaitu pigmen

berwarna abu abu pada perbatasan antara gigi dan gusi. Hal itu merupakan ciri

khas keracunan Pb. Pada jaringan lunak sebagian Pb disimpan dalam aorta, hati,

ginjal, otak, dan kulit. Timah hitam yang ada dijaringan lunak bersifat toksik.

Keracunan akibat kontaminasi Pb bisa menimbulkan berbagai macam hal

diantaranya:

1. Menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan

hemoglobin (Hb).

2. Meningkatnya kadar asam aminolevulinat dehidratase (ALAD) dan kadar

protoporphin dalam sel darah merah.

3. Memperpendek umur sel darah merah.

4. Menurunkan jumlah sel darah merah dan retikulosit, serta meningkatkan

kandungan logam Fe dalam plasma darah.

2.1.4 Manfaat Timbal

Manfaat timbal menurut Kevacs (1992) adalah :

Timbal digunakan dalam accu dimana accu ini banyak dipakai dalam

bidang automotif.

Timbal dipakai sebagai agen pewarna dalam bidang pembuatan keramik

terutama untuk warna kuning dan merah.

Timbal dipakai dalam industri plastic PVC untuk menutup kawat listrik.

Timbal dipakai sebagai proyektil untuk alat tembak dan dipakai pada

peralatan pancing untuk pemberat disebakan timbale memiliki densitas yang

tinggi, harganya murah dan mudah untuk digunakan.

Lembaran timbal dipakai sebagai bahan pelapis dinding dalam studio

music.

Timbal dipakai untuk pelindung alat-alat kedokteran, laboratorium yang

menggunakan radiasi misalnya sinar X.

Page 13: Laporan bioremediasi

Timbal cair dipergunakan sebagai agen pendingin dalam peralatan reactor

yang menggunakan timbale sebagai pendingan.

Kaca timbal mengandung 12-28% Pb dimana dengan adanya Pb ini akan

mengubah karakteristik optis dari kaca dan mereduksi transmisi radiasi.

Timbal banyak dipakai untuk elektroda pada peralatan elektrolisis.

Timbal digunakan untuk solder untuk industri elektronik.

Timbal dipakai dalam berbagai kabel listrik bertegangan tinggi untuk

mencegah difusi air dalam kabel.

Timbal ditambahkan dalam peralatan yang terbuat dari kuningan agar

tidak licin dan biasanya digunakan dalam peralatan permesinan.

Timbal dipakai dalam raket untuk memperberat massa raket.

Timbal karena sifatnya tahan korosi maka dipakai dalam bidang kontruksi.

Dalam bentuk senyawaan maka tetra-etil-lead dipakai sebagai anti-knock

pada bahan bakar.

Semikonduktor berbahan dasar timbal banyak seperti timbal telurida,

timbal selenida, dan timbal antimonida dipakai dalam peralatan sel surya dan

dipakai dalam peralatan detector inframerah.

Timbal biasanya dipakai untuk menyeimbangkan roda mobil tapi sekarang

dilarang karena pertimbangan lingkungan.

2.1.5 Senyawaan Timbal

Senyawaan timbal yang umum adalah PbN6 timbal azida, timbal bromat

Pb(BrO3)2.2H2O, timbal klorida PbCl2, timbal (II) oksida (PbO), Pb(NO3)2, Pb3O4,

Pb(C2H5)4, dan Pb(CH3)4 (Brady, 1999).

a. Tetra Etil Lead (TEL)

Tetra etil lead disingkat sebagai TEL adalah senyawa organometalik yang

memiliki rumus Pb(CH3CH2). Senyawa ini disintesis dengan mereaksikan antara

alloy NaPb dengan etil klorida. TEL yang dihasilkan berupa cairan kental tidak

berwarna, tidak larut dalam air akan tetapi larut dalam benzena, petroleum eter,

toluena, dan gasoline. TEL dipakai sebagai zat “antiknocking” pada bahan bakar.

Page 14: Laporan bioremediasi

TEL jika terbakar tidak hanya menghasilkan CO2 akan tetapi juga Pb (Brady,

1999).

Gambar 6. Tetra Etil Eter

(Anonim, 2011)

Pb akan terakumulasi dalam mesin sehingga dapat merusak mesin. Oleh

sebab itu ditambahkan 1,2-dibromoetana dan 1,2-dikloroetana bersamaan dengan

TEL sehingga akan dapat dihasilkan PbBr2 dan PbCl2 yang dapat dibuang dari

mesin. Karena efek racun terhadap manusia maka TEL sekarang tidak boleh

dipergunakan (Darmono, 1995).

b. Timbal (II) Klorida PbCl2

PbCl2 merupakan salah satu reagen berbasis timbal yang sangat penting

disebabkan dari senyawa ini dapat dibuat berbagai macam senyawa timbal.

Banyak digunakan sebagai bahan untuk mensintesis timbal titanat dan barium-

timbaltitanat, untuk produksi kaca yang menstransimisikan inframerah, dipakai

untuk memproduksi kaca ornament, untuk bahan cat dan sebagainya. PbCl2 dibuat

dari beberapa metode yaitu dengan proses pengendapan senyawa Pb2+ dengan

garam klorida, atau dengan mereaksikan PbO2 dengan HCl. Atau dibuat dari

logam Pb yang direaksikan dengan gas Cl2. Timbal membentuk berbagai macam

kompleks dengan klorida. PbCl2 jika dilarutkan dalam HCl berlebih akan

membentuk kompleks PbCl42-. PbCl2 larut juga dalam air panas (Asiah, 2000).

Nama kimianya adalah Plumbi Oksida atau Timbal(IV) oksida merupakan

oksida timbale dengan biloks 4. PbO2 ada dialam sebagai mineral plattnerite. PbO2

bersifat amfoter dimana dapat larut dalam asam maupun basa. Jika dilarutkan

dalam basa kuat akan terbentuk ion plumbat dengan rumus Pb(OH)62-. Dalam

Page 15: Laporan bioremediasi

kondisi asam maka biasanya tereduksi menjadi ion Pb2+. Ion Pb4+ tidak pernah

diketemukan dalam larutan. Penggunaan PbO2 yang utama adalah sebagai katoda

dalam accu (Darmono, 1995).

c. Timbal tetra oksida (Pb3O4)

Dikenal dengan nama timbale tetroksida, minium, atau triplumbi

tetroksida. Berupa zat padat berwarna merah atau oranye. Rumus umumnya

adalah Pb3O4 atau 2PbO.PbO2. Memiliki titik leleh 500oC dimana pada suhu ini

Pb3O4 terdekomposisi menjadi PbO dan oksigen. Pb3O4 ini banyak dipergunakan

oleh industri penghasil baterai, kaca timbale, dan cat anti korosi. Senyawa timbal

ini tidak larut dalam air akan tetapi larut dalam HCl, asam asetat glacial, dan

campuran antara asam nitrat dan hydrogen peroksida. Pb3O4 dibuat dari proses

kalsinasi dari PbO2 dengan kehadiran oksigen pada suhu 450-4800C (Asiah,

2000).

Gambar 7. Timbal Tetra Oksida

(Anonim, 2011)

d. Timbal (II) Nitrat

Memiliki rumus kimia Pb(NO3)2. Timbal (II) nitrat umumnya merupakan

kristal yang tidak berwarna atau berbentuk bubuk putih, dibandingkan dengan

garam timbal yang lain maka gram timbal ini sangat mudah larut dalam air.

Timbal (II) nitrat sangat bersifat racun terhadap manusia dan merupakan

oksidator. Cara membuat timbal nitrat adalah dengan melarutkan logam Pb pada

larutan asam nitrat atau dengan melarutkan PbO dalam asam nitrat. Larutan

Pb(NO3)2 bereaksi dengan KI mebentuk PbI2 yang berwarna kuning. Intensitas

warna kuning ini tergantung dari banyaknya jumlah reaktan yang digunakan

(Darmono, 1995).

Page 16: Laporan bioremediasi

2.2 Fitoremediasi

Fitoremediasi adalah upaya penggunaan tanaman dan bagian-bagiannya

untuk dekontaminasi limbah dan masalah-masalah pencemaran lingkungan baik

secara ex-situ menggunakan kolam buatan atau reactor maupun in-situ (langsung

di lapangan) pada tanah atau daerah yang terkontaminasi limbah (Subroto, 1996).

Teknik fitoremediasi didefinisikan sebagai teknologi pembersihan,

penghilangan atau pengurangan zat pencemar dalam tanah atau air dengan

menggunakan bantuan tanaman. Teknik fitoremediasi merupakan metode

biokonsentrasi bahan berbahaya (polutan) dalam tanah dan air serta merupakan

teknologi pemulihan kualitas lingkungan tercemar yang ramah lingkungan dan

murah. Teknik fitoremediasi sering dikembangkan untuk pemulihan kualitas

lingkungan yang tercemar logam berat seperti Pb, Zn, Au dan pencemar dalam

bentuk radioaktif seperti Cs.

Persyaratan tanaman untuk fitoremediasi, tidak semua tanaman dapat

digunakan dikarenakan semua tanaman tidak dapat melakukan metabolisme,

volatilisasi dan akumulasi semua polutan dengan mekanisme yang sama. Menurut

Youngman (1999) untuk menentukan tanaman yang dapat digunakan pada

penelitian fitoremediasi dipilih tanaman yang mempunyai sifat:

1. Cepat tumbuh.

2. Mampu mengkonsumsi air dalam jumlah yang banyak pada waktu yang

singkat.

3. Mampu meremediasi lebih dari satu polutan.

4. Toleransi yang tinggi terhadap polutan.

Banyak tanaman yang telah diteliti dan memperlihatkan kemampuan

dalam meremediasi polutan seperti logam dan senyawa hidrophobik seperti BTEX

(Benzen, Toluene, Ethylbenzen dan Xylen), Larutan klor, Limbah amunisi dan

senyawa nitrogen. Pada tabel 1 memperlihatkan tanaman dan polutan yang dapat

diremediasi.

Page 17: Laporan bioremediasi

Tabel 1. Daftar tanaman dan senyawa kimia yang dapat diremediasi

Tanaman Senyawa kimia

Arabidopsis Merkuri

Blader Champion Seng, tembaga

Famili Brasicaceae Selenium, sulfur timbal, cadmium,

nikel, seng, tembaga, cesium, strotium

Buxaceae Nikel

Famili Compositae Cesium Stontium

Euphorbiaceae Nikel

Tomat Tembaga, seng, timbal

Poplar Pestisdia, atrazine, TCE, carbon

tetrachlorin, senyawa nitrogen, TNT

Pennyeress Seng, cadmium

Bunga matahari Cesium, strotium, uranium

Genus lemma Limbah bom

Parrot feather Limbah bom

Arrow root TNT, RDX

Perenial rye grass Polychlorinatedphenyl, polyaromatic

hidrokarbon

(Kelly et al., 1997)

Mekanisme kerja fitoremediasi terdiri dari beberapa konsep dasar yaitu:

fitoekstraksi, fitovolatilisasi, fitodegradasi, fitostabilisasi, rhizofiltrasi dan

interaksi dengan mikroorganisme pendegradasi polutan (Kelly, 1997).

Fitoekstraksi merupakan penyerapan polutan oleh tanaman dari air atau tanah dan

kemudian diakumulasi/disimpan didalam tanaman (daun atau batang), tanaman

seperti itu disebut dengan hiperakumulator. Setelah polutan terakumulasi,

tanaman bisa dipanen dan tanaman tersebut tidak boleh dikonsumsi tetapi harus di

musnahkan dengan insinerator kemudian dilandfiling. Fitovolatilisasi merupakan

proses penyerapan polutan oleh tanaman dan polutan tersebut dirubah menjadi

bersifat volatil dan kemudian ditranspirasikan oleh tanaman. Polutan yang di

Page 18: Laporan bioremediasi

lepaskan oleh tanaman keudara bisa sama seperti bentuk senyawa awal polutan,

bisa juga menjadi senyawa yang berbeda dari senyawa awal. Fitodegradasi adalah

proses penyerapan polutan oleh tanaman dan kemudian polutan tersebut

mengalami metabolisme didalam tanaman. Metabolisme polutan didalam tanaman

melibatkan enzim antara lain nitrodictase, laccase, dehalogenase dan nitrilase.

Fitostabilisasi merupakan proses yang dilakukan oleh tanaman untuk

mentransformasi polutan didalam tanah menjadi senyawa yang non toksik tanpa

menyerap terlebih dahulu polutan tersebut kedalam tubuh tanaman. Hasil

transformasi dari polutan tersebut tetap berada didalam tanah. Rhizofiltrasi adalah

proses penyerapan polutan oleh tanaman tetapi biasanya konsep dasar ini berlaku

apabila medium yang tercemarnya adalah badan perairan.

Gambar 8. Jalur penyerapan polutan pada tanaman pada proses

fitoremediasi (titik merah menunjukan polutan)

Meurut Haryanti (2007) mekanisme penyerapan dan akumulasi logam

berat oleh tanaman dapat dibagi menjadi tiga proses yang sinambung, sebagai

berikut :

1. Penyerapan oleh akar. Agar tanaman dapat menyerap logam, maka logam

harus dibawa ke dalam larutan di sekitar akar (rizosfer) dengan beberapa

cara bergantung pada spesies tanaman. Senyawa-senyawa yang larut

Page 19: Laporan bioremediasi

dalam air biasanya diambil oleh akar bersama air, sedangkan senyawa-

senyawa hidrofobik diserap oleh permukaan akar.

2. Translokasi logam dari akar ke bagian tanaman lain. Setelah logam

menembus endodermis akar, logam atau senyawa asing lain mengikuti

aliran transpirasi ke bagian atas tanaman melalui jaringan pengangkut

(xilem dan floem) ke bagian tanaman lainnya.

3. Lokalisasi logam pada sel dan jaringan. Hal ini bertujuan untuk menjaga

agar logam tidak menghambat metabolisme tanaman. Sebagai upaya untuk

mencegah peracunan logam terhadap sel, tanaman mempunyai mekanisme

detoksifikasi, misalnya dengan menimbun logam di dalam organ tertentu

seperti akar.

Mekanisme Fitoakumulasi atau fitoekstraksi

Fitoakumulasi atau fitoekstraksi merupakan merupakan salah satu proses

dalam fitoremediasi yang mencakup 4 hal, yaitu : pengelolaan tanaman pada

lokasi tercemar, pemindahan logam melalaui biomassa yang dipanen, dilakukan

perlakuan terhadap biomassa yang dipanen berikut pelenyapan biomassa sebagai

limbah berbahaya, penghilangan logam dari biomassa yang dipanen. Fitoekstraksi

termasuk pendekatan yang paling baik untuk memindahkan kontaminan, terutama

dari tanah dan mengisolasinya tanpa merusak struktur tanah dan kesuburan tanah.

Proses ini juga dikenal dengan istilah fitoakumulasi. Faktor yang harus

diperhatikan agar metode ini sesuai adalah tanaman yang digunakan harus dapat

mengekstrak logam dalam konsentrasi yang besar ke dalam akar, kemudian

menstranslokasikannya ke tajuk dan memproduksi biomassa tanaman dalam

jumlah besar. Pemindahan logam berat dapat didaur ulang kembali dari biomassa

tanaman yang telah terkontaminasi. Faktor-faktor tanaman seperti laju

pertumbuhan, selektifitas elemen, resisten terhadap penyakit, metode panen juga

penting untuk diperhatikan. Namun, pertumbuhan yang lambat, system perakaran

yang dangkal, produksi bimassa yang kecil dan pembuangan akhir dapat menjadi

pembatas penggunaan spesies hiperakumulator (Hayati, 2010).

Page 20: Laporan bioremediasi

Fitoakumulasi atau fitoekstraksi adalah penyerapan polutan logam berat

(Ag, Cd, Co, Cr, Cu, Hg, Mn, Ni, Pb, Zn) di dalam tanah oleh akar tumbuhan, dan

mengakumulasikan senyawa tersebut ke bagian tumbuhan, seperti akar, batang,

atau daun. Kontaminan dihilangkan dari lingkungan dengan cara memanen

tanaman dan menjadikannya sebagai limbah. Penekanan teknologinya adalah

bahwa daun tanaman mempunyai massa yang jauh lebih kecil dibandingkan

dengan tanah dan bahan lain yang selama ini digunakan dalam proses

dekontaminasi. Teknik fitoakumulasi ini banyak dipakai pada dekontaminasi

tanah, sedimen dan sludge.

Beberapa kelemahan dari teknik fitoekstraksi menurut Tjahaja et al (2009)

adalah :

a. Tanaman yang merupakan hiperakumulator logam biasanya mempunyai

pertumbuhan lambat, biomassanya kecil, dan sistem perakarannya

dangkal.

b. Biomassa tanaman harus dipanen dan dipindahkan, selanjutnya dilakukan

reklamasi logam atau pembuangan biomassa dengan cara yang sesuai.

c. Logam atau bahan pencemar dapat memberikan efek toxic pada tanaman.

Selama ini penelitian fitoekstraksi kebanyakan dilakukan secara

hidroponik di laboratorium dengan menambahkan kontaminan logam ke

dalam larutan. Kondisi ini tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya

apabila kontaminan berada di tanah. Koefisien fitoekstraksi atau faktor

akumulasi yang diperoleh dari kondisi lapangan akan berbeda dengan hasil

yang diperoleh dari penelitian di laboratorium.

Page 21: Laporan bioremediasi

Gambar 9. Mekanisme fitoekstraksi / fitoakumulasi

(Tjahaja et al, 2009)

Metode fitoekstraksi sering digunakan untuk dekontaminasi logam Ag,

Cd, Co, Cr, Cu, Hg, Mn, Mo, Ni, Pb, Zn. Beberapa unsur radioaktif dilaporkan

dapat juga didekontaminasi dengan teknik fitoekstraksi, yaitu Sr-90, Cs-137, Pu-

239, U-238, dan U-234. Biasanya teknik fitoekstraksi ini diaplikasikan pada tanah

atau sedimen yang terkontaminasi dengan metal (Pb, Cd, Zn, As, Cu, Cr, Se, U).

Tanaman yang dapat dipakai adalah bunga matahari (Helianthus anuus),

indianmustard atau sawi (B. juncea), rapeseed plants (B. napus), barle (Hordeum

vulgare, family Poaceae), hops (Humulus lupulus), crucifers (Chinese cabage atau

Brassica olerceae atau Bchinensis), serpentine plants Nettles (Urticadioica), dan

dandelions (Taraxacum officinale) (Tjahaja et al, 2009).

2.3 Tanaman Gandarusa

2.3.1 Klasifikasi

Klasifikasi tanaman gandarusa menurut

Dalimartha (2001) adalah :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Scrophulariales

Famili : Acanthaceae

Gambar 10. Tanaman gandarusa

Page 22: Laporan bioremediasi

Genus : Justicia

Spesies : Justicia gendarussa Burm.

2.3.2 Deskripsi

Tanaman gandarusa (Justicia gendarussa Burm. F) tumbuh liar di hutan,

tanggul sungai atau ditanam sebagai tumbuhan obat, perdu, tumbuh tegak dengan

tinggi sekitar 0,8-2 m. Batangnya berkayu, segiempat, bercabang, beruas-ruas dan

berwarna coklat kehitaman. Daun mempunyai pertulangan yang menyirip

berhadapan, bertangkai pendek, hijau tua, tunggal, lanset, dengan panjang 5-20

cm, sedangkan lebarnya 1-3,5 cm. Bunganya berwarna ungu, mahkota bentuk

tabung, berbibir dua, majemuk, bentuk malai dengan panjang 3 sampai 12 cm.

Buah berbentuk ganda berbiji empat. Biji berwarna coklat, kecil dan keras.

Tanaman gandarusa mempunyai akar tunggang dan berwarna coklat (Dalimartha,

2001).

2.4 Inductively Couple Plasma (ICP)

2.4.1 Deskripsi

Inductively Couple Plasma – Atomic Emission Spectrometry (ICP-AES)

Plasma 40 merupakan alat untuk analisis unsur-unsur logam dalam suatu bahan.

Bahan yang akan dianalisis harus berwujud larutan yang homogeny (Nugroho,

2006). Inductively Couple Plasma (ICP) adalah sebuah teknik analisis yang

digunakan untuk mendeteksi jejak logam yang terdapat didalam sampel. Tujuan

utama Inductively Couple Plasma (ICP) adalah untuk mendapatkan karakteristik

suatu elemen dan untuk mengukur panjang gelombang dari sampel yang akan

diukur (Purba, 2007).

Page 23: Laporan bioremediasi

Gambar 11. Inductively Couple Plasma (ICP)

(Purba, 2007)

Matriks lingkungan, yang mungkin mengandung konsentrasi rendah dan

mengandung unsur campur, mempunyai penyajian yang sulit dalam penentukan

analisis sampel. ICP-MS dikembangkan pada tahun 1980-an dan telah digunakan

di bidang lingkungan hidup karena sensitivitas yang tinggi dan kemampuan multi-

elemen. ICP-MS menawarkan kemungkinan yang sederhana dan langsung

menentukan beberapa unsur dalam tanah, seperti boron, fosfor, dan molibdenum,

yang tidak dapat analisis dengan metode lain (Vela, 1993).

ICP-AES telah banyak digunakan sejak tahun 1970-an untuk analisis

multielemen secara simultan dan biologis sampel lingkungan setelah dilakukan

pemisahan. Sensitivitas sangat baik dan jangkauan kerja yang luas untuk banyak

jenis elemen yang digabungkan dengan rendahnya tingkat gangguan, membuat

sebuah metode ICP-AES hampir sangat ideal. Laser sampling, dalam

hubungannya dengan ICP adalah cara untuk menghindari prosedur pelarutan

sampel padat sebelum penentuan elemen (Vela, 1993).

ICP-AES telah disetujui untuk penentuan logam. Metode ini telah disetujui

untuk sejumlah besar logam dan limbah. Semua matriks, termasuk air tanah,

sampel air, ekstrak EP, limbah industri, tanah, lumpur, sedimen, dan limbah padat

Page 24: Laporan bioremediasi

lainnya memerlukan proses sebelum analisis. Limit deteksi, sensitivitas, dan

kisaran optimum logam akan bervariasi dengan matriks dan model spektrometer.

Data yang disajikan dalam tabel berikut ini memberikan rentang konsentrasi untuk

sampel air bersih. Penggunaan metode ini dibatasi untuk spektroskopi yang

berpengetahuan pada analisis spektral, kimia, dan gangguan fisik (Alcock, 1995).

Panjang gelombang yang terdaftar direkomendasikan karena kepekaan dan

penerimaan keseluruhan. Panjang gelombang lain dapat diganti jika dapat

memberikan sensitivitas yang diperlukan dan diperlakukan dengan teknik-teknik

perbaikan yang sama untuk interferensi spektral. Unsur-unsur lain yang tersedia

dan diperlukan dapat ditambahkan sebagai informasi lebih lanjut. Estimasi deteksi

batas instrumental dapat ditampilkan sebagai panduan bagi batas instrumental.

Batas-batas deteksi metode yang sebenarnya adalah tergantung sampel dan dapat

berbeda-beda sebagai sampel matriks yang bervariasi (Alcock, 1995).

Tabel 2. Limit Deteksi Spektroskopi Atomik Untuk Unsur-Unsur Tertentu

UnsurAAS

Flame

AAS

Elektrotermal

AES

Flame

AES

ICP

Al 30 0,005 5 2

As 100 0,02 0,0005 40

Ca 1 0,02 0,1 0,02

Cd 1 0,0002 800 2

Cr 3 0,02 4 0,3

Cu 2 2 10 0,1

Fe 5 0,005 30 0,3

Hg 500 0,1 0,0004 1

Mg 0,1 0,00002 5 0,05

Mn 2 0,0002 5 0,06

Mo 30 0,005 100 0,2

Na 2 0,0002 0.1 0,2

Ni 5 0,02 20 0,4

Pb 10 0,002 100 2

Page 25: Laporan bioremediasi

Sn 20 0,1 300 30

V 20 0,1 10 0,2

Zn 2 0,00005 0,0005 2

(Alcock,1995)

2.4.2 Kelebihan dan Kekurangan Metode ICP

Keuntungan menggunakan ICP mencakup kemampuan untuk

mengidentifikasi dan mengkuantifikasi semua elemen dengan pengecualian Argon

karena sensitivitas panjang gelombang bervariasi untuk setiap penentuan suatu

unsur. ICP cocok untuk semua konsentrasi tidak memerlukan sampel yang

banyak, deteksi batas umumnya rendah untuk elemen dengan jumlah 1 - 100 g / L.

Keuntungan terbesar memanfaatkan suatu ICP ketika melakukan analisis

kuantitatif adalah kenyataan bahwa analisis multielemental dapat dicapai dan

cukup cepat (Boonen, 1996).

Analisis sempurna multielemen dapat dilakukan dalam waktu 30 detik,

memakai hanya 0,5 ml larutan sampel. Meskipun dalam teori, semua unsur

kecuali Argon dapat ditentukan menggunakan ICP, unsur-unsur yang tidak stabil

tertentu memerlukan fasilitas khusus dalam penanganan asap radioaktif plasma.

Selain itu, sebuah ICP sulit menganalisis unsur halogen, perlu optik khusus untuk

transmisi dari panjang gelombang yang rendah (Boonen, 1996).

2.4.3 Prinsip Kerja ICP

Prinsip umum pada pengukuran ini adalah mengukur intensitas energi atau

radiasi yang dipancarkan oleh unsur-unsur yang mengalami perubahan tingkat

energi atom (eksitasi atau ionisasi) (Nugroho, 2006). Langkah kerja pada ICP-

OES yaitu Preparasi Sampel, Nebulisasi, Desolvasi/Volatisasi, Atomisasi,

Eksitasi/Emisi, dan Deteksi/Pemisahan (Bouman, 1987).

Page 26: Laporan bioremediasi

2.4.4 Proses Pendispersian Cahaya pada ICP

Perangkat keras ICP dirancang untuk menghasilkan plasma, yang

merupakan gas dimana terdapat atom dalam keadaan terionisasi. Dasar pengaturan

suatu ICP terdiri dari tiga tabung konsentris, yang sering dibuat dari silika.

Tabung-tabung tersebut yaitu outer loop, loop menengah, dan loop dalam yang

membentuk obor suatu ICP. Obor terletak dalam kumparan pendingin air

frekuensi (rf) generator radio. Sebagai gas mengalir diperkenalkan ke senter,

bidang rf diaktifkan dan gas di wilayah koil dibuat elektrik konduktif. Ini urutan

kejadian pembentukan plasma. Pembentukan plasma tergantung pada kekuatan

medan magnet yang cukup dan pola aliran gas mengikuti pola rotasi simetris

tertentu. Plasma dikelola oleh pemanasan induktif gas yang mengalir. Induksi

medan magnet menghasilkan frekuensi tinggi arus listrik yang melingkar dalam

konduktor. Konduktor, pada akhirnya dipanaskan sebagai hasil dari tahanan

tersebut (Hoffman, 1996).

Untuk mencegah kemungkinan arus pendek serta krisis, plasma harus

terisolasi dari sisa instrumen. Isolasi dicapai oleh aliran gas secara bersamaan.

Tiga gas mengalir melalui sistem gas luar, gas menengah, dan gas dalam atau gas

pembawa. Gas yang luar biasanya adalah Argon atau Nitrogen. Gas luar

digunakan untuk beberapa tujuan yaitu memelihara plasma, menstabilkan posisi

plasma, dan memisahkan plasma dari tabung luar pada suhu tinggi. Argon

biasanya digunakan sebagai gas intermediet dan gas pembawa. Tujuan dari gas

pembawa adalah untuk menyampaikan sampel plasma (Hoffman, 1996).

Sampel yang telah mengalami preparasi diantarkan pada plasma

melewatin ebulizer dan spray chamber. Nebulizer berfungsi untuk mengubah

cairan sampel menjadi aerosol. Sedangkan spray chamber berfungsi untuk

mentransportasikan aerosol ke plasma, pada spray chamber ini aerosol mengalami

desolvasi atau volatisasi yaitu proses penghilangan pelarut sehingga didapatkan

aerosol kering yang bentuknya telah seragam (Liu, 1996).

RF generator adalah alat yang menyediakan tegangan (700-1500 Watt)

untuk menyalakan plasma dengan Argon sebagai sumber gasnya. Tegangan ini

ditransferkan ke plasma melalui load coil, yang mengelilingi puncak dari obor.

Page 27: Laporan bioremediasi

Saat sampel gas masuk ke dalam plasma terjadi eksitasi atom. Atom yang

tereksitasi kembali kekeadaan dasar dengan memancarkan energi pada panjang

gelombang tertentu. Panjang gelombang setiap unsur memiliki sifat yang khas.

Intensitas energi yang dipancarkan pada panjang gelombang sebanding dengan

jumlah (konsentrasi) dari unsur dalam sampel yang dianalisis. Selanjutnya

panjang gelombang tersebut masuk ke dalam monokromator dan diteruskan ke

detektor. Lalu diubah menjadi sinyal listrik oleh detektor dan masuk ke dalam

integrator untuk diubah ke dalam sistem pembacaan data (Liu, 1996).

Sebuah ICP mensyaratkan bahwa unsur-unsur yang harus dianalisis adalah

larutan. Larutan dalam bentuk pelarut air lebih disukai daripada pelarut organik,

Untuk larutan organik memerlukan perlakuan khusus sebelum injeksi ke dalam

ICP. Sampel padat juga tidak diperbolehkan, karena dapat terjadi penyumbatan

pada instrumentasi. Nebulizer yang mengubah larutan menjadi aerosol. Cahaya

yang dipancarkan oleh unsur atom-atom dalam ICP harus dikonversi ke sinyal

listrik yang dapat diukur secara kuantitatif. Hal ini dilakukan dengan memecahkan

cahaya menjadi komponen radiasi (hampir selalu melalui suatu kisi difraksi) dan

kemudian mengukur intensitas cahaya dengan tabung photomultiplier pada

panjang gelombang yang spesifik untuk setiap baris elemen. Cahaya yang

dipancarkan oleh atom atau ion dalam ICP diubah menjadi sinyal-sinyal listrik

oleh photomultiplier dalam spektrometer. Setiap elemen akan memiliki panjang

gelombang tertentu dalam spektrum yang dapat digunakan untuk analisis (Liu,

1996).

2.4.5 Cara Kerja ICP-OES

Perangkat keras ICP-OES dirancang untuk menghasilkan plasma, agar

terbentuknya plasma diperlukan aliran gas Argon, medan magnet fekuensi tinggi,

pemicu elektron (spark generator) dan media tempat terjadinya plasma. Plasma

merupakan sumber cahaya pada ICP ( Inductively Coupled Plasma). Pembentukan

plasma adalah bergantung pada medan magnet yang cukup kuat dan pola yang

mengikuti aliran gas tertentu (Purba, 2007).

Page 29: Laporan bioremediasi

BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain, petri disc, mortar,

penumbuk, spatula, oven, timbangan analit, labu ukur, corong, bottle wash, botol

sampel, hair driyer, lap penjepit, dan ICP.

3.1.2 Bahan

Bahan – bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain sampel

tanah, sampel daun, kertas saring, wattman, aquademin, HCL, HNO3.

3.2 Cara Kerja naman

3.2.1 pemberian Pb Pada Tanaman

Dipilih 5 tanaman dengan spesies yang sama dimana tanaman memiliki

ukuran yang sama. Kemudian tanaman ditanam di dalam pot yang berisi media

tanam yaitu tanah dan pot ditandai dengan pemberian label sesuai dengan masing-

masing perlakuan. Sebelum pemberian perlakuan, daun tanaman di ambil

sebanyak 3 helai daun dan tanah dalam media tanam di ambil sebanyak 3 gram

sebagai pembanding dengan kondisi setelah perlakuan nantinya atau sebagai

kontrol. Setelah itu daun dan tanah yang telah diambil sebelum perlakuan

disimpan di dalam kantong plastik yang telah diberi label sesuai dengan perlakuan

yang akan diberikan. Selanjutnya tanaman didalam pot diberi perlakuan dengan

penyiraman logam berat Pb dengan 5 konsentrasi yang berbeda yaitu 250, 500,

750, 1000 dan 1250 ppm. Penyiraman Pb hanya dilakukan pada minggu pertama.

Selanjutnya dilakukan pengambilan sampel tanah sebanyak 3 gram dan 3 helai

daun pada setiap tanaman perlakuan yang dilakukan setiap seminggu sekali

selama 4 minggu. Kemudian sampel tanah dan daun tersebut siap di lakukan

preparasi yang nantinya akan di uji dengan menggunakan ICP untuk mengetahui

kadar logam beratnya.

3.2.2 Preparasi Sampel Tanah

Page 30: Laporan bioremediasi

Sampel tanah dioven selama 2,5 jam pada suhu 1000C, lalu ditimbang

menggunakan timbangan analitik kurang lebih sebanyak 2 gr. Setelah itu ditetesi

dengan HNO3 sebanyak 3 ml dan dipanaskan di atas hotplate stirex selamam 10 –

15 menit dengan suhu 2000C, diusahakan sampel tidak kering dengan sambil

ditetesi dengan Aquademin. Setelah itu sampel diangkat dari hotplate stirex dan

didiamkan lalu ditetesi dengan Aquademin hingga sampel kira-kira dapat dituang.

Sampel dituang kedalam labu ukur menggunakan corong yang telah diberi

kertas saring, ditunggu selama beberapa menit hingga cairan sampel diatas kertas

saring terlihat kering atau bisa dikatakan sudah tidak berair. Kemudian diencerkan

dengan menggunakan Aquademin hingga batas dalam labu ukur (50ml) dan

dikocok selama beberapa menit. Setelah itu cairan ekstrak dituang dari labu ukur

ke dalam botol sampel yang telah diberi label sesuai konsentrasi kandungan Pb

yang diberlakukan pada sampel sebelumnya. Terakhir, sampel diperiksa

kandungan logam beratnya dengan menggunakan ICP.

3.2.3 Preparasi Sampel Daun

Daun tanaman sampel yang diberi perlakuan dengan konsentrasi Pb yang

berbeda yaitu 250, 500, 750, 1000 dan 1250 ppm diambil dan dipotong kecil-kecil

dan di oven selama 1,5 jam dalam oven pada suhu 1000C. Kemudian Digerus

dengan menggunakan mortar dan penumbuk hingga halus, kemudian ditimbang

dengan menggunakan timbangan analitik dan ditetesi dengan HNO3 sebanyak 1

ml kemudian ditetesi dengan HCl pekat sebanyak 1 ml. Selanjutnya ditetesi

dengan aquademin sampai kira-kira sampel dapat dituang. Kemudian hasil sampel

dituang kedalam labu ukur melalui corong yang telah diberi kertas saring dan

ditunggu selama beberapa menit hingga cairan diatas kertas saring terlihat kering

atau sudah tidak berair. Kemudian sampel diencerkan dengan aquademin hingga

garis batas dalam labu ukur (50 ml) dan dikocok selama beberapa menit.

Selanjutnya cairan ekstrak dari labu ukur dituang atau disimpan dalam botol

sampel yang telah diberi label sesuai konsentrasi kandungan Pb yang telah

diberlakukan pada sampel sebelumnya. Kemudian kandungan logam berat

didalam sampel bisa langsung diperiksa menggunakan alat “ICP”.

Page 31: Laporan bioremediasi

DAFTAR PUSTAKA

Alcock, NW.1995. Flame, Flameless, and Plasma Spectroscopy. 67 (12) 503R-506R.

Anhar, A., Helendra., Hasfianora. 2000. Kontaminasi Timbal (Pb) pada Sayuran Sawi dekat Jalan Raya Padang Luar Bukittinggi. Jurnal Eksakta.

Anonim. 2011. Plumbum. http://jgarofalo8science.wikispaces.com/Lead+-+Pb. Diakses pada tanggal 22 Desember 2011 pukul 17.00 WIB.

Asiah. 2000. Kajian Tingkat Akumulasi Pb dalam tanah dan daun di Beberapa Kota di Indonesia. Prosiding Seminar Bimbingan Teknis Pemantauan timbal (Pb) di Udara Ambien. Sarpedal Kementerian Lingkungan Hidup. Jakarta.

Bennet L.E., Burkhead J.L., Hale K.L., Terry N., Pilon M., Pilon-Smits E.A. (2003), Analysis of transgenic Indian mustard plants for phytoremediation of metal-contaminated mine tailings , J. Environ. Qual. Vol. 32, No 2, hal. 432-440.

Boonen, S., Vanhaecke, F., Moens, L., and Dams, R. 1996. Direct determination of Se and As in solid certified reference materials using electrothermal vaporization. ICP-MS. 51 (2) 271-278.

Bouman, R. W. J. M. 1987. Inductively Coupled Plasma Emission Spectroscopy. John Wiley and Sons: New York.

Brady, J.. 1999. Kimia Untuk Universitas Azas dan Struktur. Jilid I Edisi kelima. Erlangga, Jakarta.

Chaney RL, Li YM, Angle JS, Baker AJM, Reeves RD, Brown SL, Homer FA, Malik M, Chin M. (1999), Improving metal hyperaccumulators wild plants to develop commercial phytoextraction systems: Approach and progress. In Phytoremediation of Contaminated Soil and Water, eds N Terry, GS Bauelos, CRC Press, Boca Raton, FL.

Chehregani, A and Behrouz E. Malayeri (2007), Reduction of heavy metals by native accumulator plants , International Journal of Agriculture and Biology, Vol 9, No 3, hal. 462-465

Dalimartha, 2001. Efek diuretik ekstrak etanol 70% daun gandarusa (Justicia

gendarussa burm. f ) pada tikus putih jantan galur wistar. Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah: Surakarta.

Page 32: Laporan bioremediasi

Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Greenfield, J.C. (1989), Vetiver grass (Vetiveria), the ideal plant for vegetative soil and moisture conservation , The World Bank, Wahington D.C.

Hambali, E., Ani, S., Dadang, Hariyadi, Hasim, H., Iman, K.R., Mira, R., Ihsanur, Prayoga, S., Soekisman, T., Tatang, H.S., Theresia, P., Tirto, P., Wahyu, P., (2007), Jarak Pagar: Tanaman Penghasil Biodiesel, Cetakan ke 4, Penebar Swadaya, Jakarta.

Hardiani Henggar. 2009. Potensi Tanaman dalam Mengakumulasi Logam Cu pada Media Tanah Terkontaminasi Limbah padat Industri Kertas. Vol. 44, no. 1. Balai Besar Pulp dan Kertas: Bandung

Hardyanti, Nurandani. 2007. Fitoremediasi Phospat dengan Pemanfaatan Enceng Gondok (Eichhornia crassipes) (Studi Kasus pada Limbah Cair Industri Kecil Laundry). Program Studi Teknik Lingkungan FT Undip: Semarang. Jurnal Presipitasi Vol. 2 No.1.

Hayati. 2010. Karakterisasi abu terbang (Fly ash) dan eksplorasi vegetasi. Diakses dari http://repository.ipb.ac.id pada tanggal 22 Desember 2011 Pukul 21.00 WIB.

Herman D.Z. 2006. Tinjauan terhadap Tailing Mengandung Unsur Pencemar Arsen (As), Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd) dari Sisa Pengolahan Biji Logam, Jurnal Geologi Indonesia, (Online), Vol. 1, No. 1

Hindersah, H., Kalay, M.A., Muntalif, S.B. (2004), Akumulasi Pb dan Cd pada buah tomat yang ditanam di tanah mengandung lumpur kering dari instalasi pengolahan air limbah domestic, Departemen Teknik Lingkungan FTSP ITB, Bandung: Ganesha.

Hoffman, E., Ludke, C., and Stephanowitz, H.1996. Application of Laser ICP-MS in Environmental Analysis. Fresenius Journal of Analytical Chemistry 355: 900-903.

Juliawan, N., Widhiyatna, D., Jatim, J. (2005), Pendataan unsur Merkuri pada wilayah pertambangan Cibaliung, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Hasil kegiatan subdit konservasi TA: Jakarta.

Kelly. E. B.1997. Ground Water Polution: Phytoremediation. Diakses dari http: www.cee.vt.edu/program_areas/enviromental/teach/gwprimer/phyto/phyto/html. pada hari Jum’at tanggal 23 Desember 2011 pukul 20.00 WIB

Page 33: Laporan bioremediasi

Kelly E. Belz, (1998), "Phytoremediation." Soil and groundwater pollution, Civil Engineering Dept. Virginia Tech. 1994. www.ce.vt.edu/program_areas...al /teach/gwprimer /phyto /phyto.html . 10 December 2011

Kevacs. M.. 1992. Biological Indicator in Environmental Protection. Ellis Horward. England.

Lasar, M.M., Baker, AJM., Kochian, L.V. (1998). Altered Zn compartmentation in the root symplasm and stimulated Zn absorption into the leaf as mechanisms involved in Zn hyperaccumulation in Thlaspi caerulescens. J. Plant Physiol. 118: 875-883.

Liu, H. and Montaser, A.1996. Evaluation Of a Low Sample Consumption, High Efficiency Nebulizer for Elemental Analysis of Biological Samples Using ICP-MS. Journal of Analytical Spectrometry11 (4) 307-311 (1996).

Lombi E., Zhao F.J., Dunham S.J., MacGrath S.P. (2001), Phytoremediation of heavy metal-contaminated soils: natural hyper-accumulation versus chemically enhanced phytoextraction , J. Environ. Qual, Vol. 30(6), hal. 1919-1926.

Mangkoedihardjo, S. (1999). Ekotoksikologi Lingkungan. Jurusan Teknik Lingkungan. FTSP ITS. Surabaya.

Nugroho, Arif. 2006. Validasi Metode Alat ICP-AES Plasma 40 Untuk Pengukuran Unsur Cr,P,Ti. Journal ISSN 0852-4777 Vol 12 No.2 April 2006:64-112

O Connor C.S., Leppi N.W., Edwards R., Sunderland G. (2003), The combined use of electro-kinetic remediation and phytoremediation to decontaminate metal-polluted soils: laboratory scale feasibility study , Environ. Monit. Asses, Vol. 84, No 1-2, hal. 141-158

Pahlsson AMB. (1989). Toxiciy of Heavy Metals (Zn, Cu, Cd, Pb) to Vascular Plants: A Literature Review. Water, Air and Soil Pollution, 47: 287-319.

Palar. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta.

Purba, Damayanti, Fitasari. 2009. Analisis Pencemaran Logam Berat Pada Air Sumur Bor Dengan Metode Spektrofotometri Untuk Dapat Digunakan Sebagai Air Minum Di Kecamatan Medan-Belawan. Universitas Sumatra Utara: Medan.

Rismana, E. (2002). Fitoremediasi Teknologi Pengolah Limbah Alternatif. No. 4035. Sinar Harapan. Jakarta.

Page 34: Laporan bioremediasi

Robinson B, Schulin R, Nowack B, Roulier S, Menon M, Clothier B, Green S, Mills T. (2006). Phytoremediation for the Management of Metal Flux in Contaminated sites. Forest Snow and Landsacpe Research, 80: 221-234.

Santi, D.N. 2001. Pencemaran Udara oleh Timbal (Pb) serta Penanggulangannya, USU Digital Library.

Schnoor, J.L and McCutcheon, S.C. (2003), PHYTOREMEDIATION Transformation and Control of Contaminants , Wiley-Interscience Inc, USA.

Solhi, M., M.A. Hajabbasi, H. Shareatmadari, (2005), Heavy Metals Extraction Potential of Sunflower (Helianthus annus) and Canola (Brassica napus), Isfahan Agricultural Research, Soil and Water Department, College of Isfahan , Isfahan University of Technology, Isfahan.

Subroto, M.A. 1996. Fitoremediasi. Dalam: Prosiding Pelatihan dan Lokakarya Peranan Bioremediasi Dalam Pengelolaan Lingkungan. Cibinong

Tjahaja, et al. 2009. Teknik Fitoremediasi untuk Dekontaminasi Lingkungan Tercemar Unsur Radioaktif. Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri. BATAN : Bandung.

Vela, NP, Olson, LK, dan Caruso, JA Elemental. 1993. Spesiasi Dengan Spektrometer Massa Plasma. Analytical Chemistry 65 (13) 585A-597A

Wang, Q.R., Cui Y.S., Liu X.M., Dong Y.T., Christine P. (2003), Soil contamination and plant uptake of heavy metals at polluted sites in China , J. Environ. Sci. Health, Vol. 38, No 5, hal. 823-838.

Wardhana, W.A.. 1999. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi Offset. Yogyakarta.

Youngman, L. 1999. Physiological respon Of Switchgrass (Panicum Virgatum L) to Organic And Inorganic Amened Heavy-Metal Contaminated Chat Tailings. Phytoremediation of Soil and Water Contaminants, American Chemical society Symposium: Washington, D.C.

Yuni,F.2008. Efek Diuretik Ekstrak Etanol 70% daun Gandarusa (Justicia gendarussa) pada Tikus Putih jantan galur Wistar.Fakultas Farmasi.Universitas Muhammadiyah Surakarta.Surakarta.