88
Strategi Ketahanan Kota rencana adaptasi Kota SEMARANG hadapi perubahan iklim Asian Cities Climate Change Resilience Network (ACCCRN) 2010

laporan final semarang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: laporan final semarang

Strategi Ketahanan Kota rencana adaptasi Kota SEMARANG hadapi perubahan iklim

Semarang, 7 May 2010 To: Head of Planning Department HKSAR Government Request for talk Dear Sir/Madam, First of all, I would like to introduce my self, Dr. Joesron Alie Sjahbana, and our research

centre, namely Centre for Land Studies and Spatial Development (TAHTA), a part of Research

Centres of Diponegoro University, Indonesia. Located in Semarang, the capital city of Central

Java, the university is one of reputable state university in the country. In collaboration with Master Degree Program in Urban and Regional Development, in which I

also responsible as the head of program, our centre has numbers of activities. Providing

training course with international perspective for Indonesia’s local government staffs is one of

them. This year, we will bear our training participant to visit Hong Kong. Through the visit, we

hope that our training participants are able to get some hands-on knowledge about “The

Urban Planning and Development in Hong Kong”. There will be about 15 participants from

National Planning Board (BAPPENAS) and Bekasi Municipality Government, the biggest

frontier city of Jakarta Metropolitan Area, accompanied by 2 trainers. For that reason, we have a plan to visit your office on Tuesday, 20 July 2010 at 14.00 - 16.00.

We would like to appreciate if your institution can accept us and spent time giving a talk or

presentation to our training participants. We believe that your generous contribution will bring

many advantages not only for skill development of our training participants, but also for

Indonesia’s metropolitan development in the long run. You may make a confirmation for an

exact time of your best convenience. Please confirm through this email or to our contact

person: Mr. Rukuh Setiadi, through email: r.setiadi@ undip.ac.id or [email protected].

For an administrative purpose in our home country, we will grateful if we able to find official

letter of acceptance from your institution as soon as possible. Finally, I appreciate for your

concern and hopefully this activity may encourage a better cooperation between our

organization and your office. With best regards, Centre for Land Studies and Spatial Development (TAHTA) Research Centres of Diponegoro University Head,

Dr. Joesron Alie Syahbana

Asian Cities Climate Change Resilience Network (ACCCRN)

2010

Page 2: laporan final semarang

TAHTA bersama dengan CWG (City Working Group) Kota Semarang mengucapkan apresiasi

yang dalam atas kerjasama dan kepercayaan yang diberikan oleh Mercy Corps Indonesia.

Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk dukungan kepada Kota Semarang sebagai salah

satu pilot cities dalam program ACCCRN (Asian Cities Climate Change Resilience Network)

yang diinisiasi oleh Rockefeller Foundation (RF) dan ISET (Institute for Social and Environmental

Transformation).

Dokumen ini merupakan rencana Kota Semarang dalam rangka melakukan adaptasi terhadap

tekanan dan goncangan yang mungkin terjadi sebagai akibat perubahan Iklim. Dokumen ini

bukan bersifat ekslusif dalam konteks perencanaan Kota Semarang karena telah disinegikan

penyusunannya dengan tim dan format subtansi RPJM Kota Semarang. Bagian akhir dokumen

ini bisa menjadi inspirasi bagi berbagai SKPD tentang bagaimana mereka bisa berkontribusi

dalam kegiatan adaptasi perubahan iklim. Dokumen ini bukan merupakan dokumen statis

sehingga bisa dengan cepat disesuaikan dengan skenario tambahan yang mungkin terjadi.

Dokumen ini merupakan dasar bagi pembiayaan progam dalam siklus tahunan RF dan menjadi

dasar bagi RF dalam mendapatkan dukungan pembiayaan internasional lainnya. Walau

demikian, CWG merekomendasikan Pemerintah Kota Semarang untuk turut berpartisipasi

dalam implementasi sejumlah kegiatan adaptasi yang dirasa penting melalui sistem pendanaan

daerah dan dukungan nasional.

City Working Group of Semarang CityHernowo B. Luhur (BAPPEDA) Budi Prakosa (BAPPEDA), Feri Prihantoro (BINTARI), Joko San-toso (BAPPEDA), Rukuh Setiadi (UNDIP), Hernowo (BAPPEDA), Gunawan Wicaksono (BLH).

Contributor Team (Technical Team for Climate Adaptation of Semarang City):Abdul Azis (LEPAAS), Budi Satmoko Adji (BAPERMASPER & KB), Wahju Fadjar (BLH), Tri S. Hadi (DinKes), Gatot Hardhiyanto (Dinas Kebakaran), Tjipto Hardono (PDAM), Nora M. Istini (BLH), Sucahyo K (BAPPEDA), Miswan (Dinas Kebersihan), Pasimin (Dinas Pertanian), Moch. A. Roh-

matulloh (DTKP), Prof. Sri Mulyani E.S (UNNES), Purnomo D. Sasongko (BAPPEDA), Handojo Setio (PT. Djarum), Suhardjono (PSDA), Siswanto (DKP), Djoko Suwarno (UNIKA).

For further contact information: Rukuh Setiadi (Department of Urban and Regional Planning. Diponegoro University)[email protected]

This study is sponsored by: The Rockefeller Foundation (USA) with Technical Assistance from: ISET (Canada) and MercyCorps Indonesia

2010

Page 3: laporan final semarang

Daftar Isi

1. Pendahuluan 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Tujuan 3

1.3. Sasaran 3

1.4. Ruang Lingkup Perencanaan 4

1.5. Tahapan Perencanaan Strategi Ketahanan 5

1.5.1. Persiapan. 5

1.5.2. Brainstorming 7

1.5.3. Konsultasi dan Prioritisasi 7

1.5.4. Finalisasi Dokumen Ketahanan 7

1.6. Sistematika Dokumen Strategi Ketahanan Kota Semarang 8

2. Kerentanan Kota Semarang 10

2.1. Trend Perubahan Iklim di Kota Semarang 10

2.1.1. Temperatur 10

2.1.2. Curah Hujan 13

2.1.3. Peningkatan Paras Air Laut 15

2.1.4. Pola Angin 18

2.2. Wilayah Rentan dan Dampaknya 20

2.2.1. Dataran Rendah Pesisir yang Terekspos Banjir dan Kenaikan Air Laut 21

Page 4: laporan final semarang

2.2.2. Wilayah Permukiman di Bantaran Sungai 25

2.2.3. Kawasan Lereng Perbukitan yang Rawan Terhadap Angin Kencang 26

2.2.4. Wilayah yang Terekspose Pergerakan Tanah dan Longsor 27

2.2.5. Kawasan Permukiman Pinggiran Kota yang Jauh dari Sumber Air 29

2.2.6. Kawasan-Kawasan Simpul Pergerakan 30

2.2.7. Kawasan Fungsional Kota 32

2.2.8. Kawasan Industri 32

2.3. Kelompok Rentan 34

3. Kebijakan Nasional dan Kota 37

3.1. Kebijakan Nasional dalam Merespon Perubahan Iklim 37

3.2. Kebijakan Pembangunan Kota Semarang 41

3.2.1. Arah dan Prioritas Pembangunan Jangka Panjang 41

3.2.2. Arah dan Prioritas Pembangunan Jangka Menengah 43

3.3. Isu Aktual dan Dinamika Kegiatan Pembangunan Kota Semarang 44

4. Pengembangan Skenario 46

4.1. Asumsi yang Digunakan 46

4.2. Pengembangan Skenario Perubahan Iklim di Kota Semarang 47

4.2.1. Skenario Musim Kemarau 47

4.2.2. Skenario Musim Kemarau Setelah Pembangunan Waduk Tanpa Konservasi di Upstream 47

4.2.3. Skenario Musim Kemarau Setelah Pembangunan Waduk Dengan Konservasi di Upstream 48

4.2.4. Skenario Musim Hujan 48

4.2.5. Skenario Wilayah Tergenang SLR 50

4.2.6. Skenario SLR dengan Variasi Luasan Konservasi Mangrove 51

Page 5: laporan final semarang

5. Strategi dan Aksi Prioritas 52

5.1. Tujuan dan Sasaran Strategi Ketahanan Perubahan Iklim 52

5.1.1. Strategi Ketahanan Sektor Air Bersih 52

5.1.2. Strategi Ketahanan Sektor Infrastruktur 53

5.1.3. Strategi Ketahanan Sektor Lingkungan 54

5.1.4. Strategi Ketahanan Sektor Kelautan dan Perikanan 55

5.1.5. Strategi Pengembangan Kapasitas SDM dan Kelembagaan 55

5.2. Kriteria Strategi Ketahanan 57

5.3. Proses Prioritasi 61

5.4. Kualitatif CBA dan Strategi Prioritas 65

6. Implementasi dan M&E 68

6.1. Implementasi dan Pendanaan Aksi Prioritas 68

6.2. Monitoring dan Evaluasi 71

Referensi 72

Annex 1: Scenario Development 73

Annex 2: Concept Proposal of Prioritized Actions 75

Page 6: laporan final semarang

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Perubahan yang lebih hangat pada sistem iklim kita pada saat ini tidak hanya argumen saja. Bukti-

bukti pengamatan dan studi terutama yang dilakukan oleh International Panel for Climate Change

(IPCC) selama ini menunjukkan bahwa peningkatan temperatur udara dan lautan, pencairan salju

dan es, dan peningkatan tinggi muka laut tersebut adalah nyata. UNEP (2009) telah

mempublikasikan dokumen yang merangkum studi-studi penting dan terbaru dari IPCC tentang

perubahan iklim global.

Sudah tidak diragukan lagi bahwa perubahan iklim yang terjadi saat ini sebagai akibat dari aktivitas

manusia. Namun aktivitas manusia yang paling signifikan adalah aktivitas dalam kurun 50 tahun

terakhir di seluruh penjuru dunia. Pada periode tersebut sebab-sebab natural, seperti radiasi sinar

matahari memang berkontribusi dalam meningkatkan temperatur atmosfer bumi. Namun demikian

jika dikomparasikan, bukti-bukti ilmiah menunjukan bahwa aktivitas manusia adalah yang paling

berperan dan seharusnya bertanggung jawab atas terjadinya pemanasan global (IPCC dalam UNEP,

2009). Pemanasan ini tidak hanya terkait dengan temperatur tetapi juga menyebabkan perubahan

aspek-aspek lainnya secara ekstrim yang kembali mempengaruhi manusia.

Sebagaimana telah ditunjukkan pada kajian kerentanan (Vulnerability Assessment), pemanasan

global adalah fenomena yang nyata di Kota Semarang. Berdasarkan dua skenario yang ada,

temperatur di Kota Semarang menunjukkan trend yang terus meningkat begitu pula dengan paras

muka air laut. Perubahan temperatur juga memberikan peluang perubahan intensitas presipitasi

terutama pada musim hujan yang diprediksikan akan semakin meningkat. Perubahan iklim secara

ekstrim ini dapat berkontribusi pada kejadian banjir di Kota Semarang. Sementara itu kenaikan muka

air laut juga akan memperparah masalah banjir dan rob yang telah ada.

SEMARANG City Resilience Strategy

1

Page 7: laporan final semarang

Disamping banjir dan rob sebagai salah satu bentuk yang paling nyata dari akibat perubahan iklim di

Kota Semarang, juga telah dikonfirmasi dari berbagai kegiatan di lapangan bahwa perubahan iklim

juga meningkatkan resiko longsor, kekeringan, dan abrasi pada sejumlah wilayah di Kota Semarang.

Peristiwa dan kejadian bencana diatas, dalam

s k a l a m a k r o d i k h awa t i r k a n d a p a t

mempengaruhi keberlanjutan pembangunan

di suatu kota. Dan dalam skala yang lebih

mikro, dampak perubahan iklim diatas dapat

menimpa kelompok-kelompok masyarakat yan

ada disuatu kota, khusunya masyarakat miskin

dan kelompok marginal.

Asian Cities Climate Change Resilience

Network (ACCCRN) di Kota Semarang telah

melampaui sejumlah tonggak capaian.

Capaian tersebut diawali dengan dihasilkannya

kajian kerentanan (VA), penerapan proyek

percontohan (P i lot P ro ject ) adaptas i

perubahan iklim, studi sektoral (Sector Studies)

dan dis is ip i dengan se jumlah dia log

pembelajaran (SLDs) secara kontinyu. Sebelum

d i l akukannya imp lementas i adaptas i

perubahan iklim dalam skala kota, semua capaian tersebut sangat penting untuk dikaji lebih

mendalam dan ditindaklanjuti melalui penyusunan ‘Strategi Ketahanan Kota’ (City Resilience

Strategy/ CRS). Oleh karena itu, dokumen CRS dalam kerangka ACCCRN merupakan landasan dasar

bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan implementasi peningkatan ketahanan terhadap perubahan

iklim.

BOX 1: PROSES PERUBAHAN IKLIM GLOBAL

Perubahan iklim terkait erat dengan aktivitas manusia. Aktivi-

tas tersebut bersumber dari 2 (dua) kegiatan yaitu pem-

bakaran bahan bakar fosil dan perubahan guna lahan.

Pembakaran bahan bakar fosil diakibatkan dari berbagai

sektor seperti pertanian, industri, energi, transportasi, dan

lain sebagainya. Kegiatan ini yang menyebabkan peningka-

tan gas rumah kaca di atmosfer, terutama carbon dioxide

(CO2), methane (NH4), dan nitrous oxide (N2O). Gas ini

memiliki kemampuan menyerap panas yang berasal dari

radiasi matahari yang dipancarkan kembali oleh bumi.

Penyerapan ini telah menyebabkan pemanasan atmosfer

atau kenaikan suhu dan perubahan iklim. Sejak revolusi

industri, penggunaan bahan bakar fosil meningkat sangat

cepat. Konsentrasi gas rumah kaca hingga saat ini telah

naik dengan tajam, di mana peningkatan pada tahun 2000

merupakan angka konsentrasi tertinggi sepanjang sejarah.

Sedangkan kegiatan kedua yang berupa perubahan guna

lahan diakibatkan dari urbanisasi perkotaan, konversi lahan

hutan, deforestisasi, yang menyebabkan berkurangnya

kapasitas lingkungan dalam menyerap gas rumah kaca.

Perubahan iklim menyebabkan suhu permukaan dunia

telah naik sekitar 0,6 derajat celcius. Konsekuensi-

konsekuensi lanjutan yang diakibatkan pemanasan global

ini kemudian dikenal sebagai dampak dari perubahan iklim.

SEMARANG City Resilience Strategy

2

Page 8: laporan final semarang

Rockefeller dan ISET (2010) mendefinisikan ketahanan sebagai kemampuan sebuah sistem untuk

bertahan terhadap tekanan dan kejutan (shocks) dan kemampuan sebuah sistem memelihara

fungsinya. Kota adalah sebuah sistem yang harus dibuat tahan (resilience). Ketahanan dan adaptasi

menjadi sangat penting karena adanya kerentanan pada sistem perkotaan. Sebagai sebuah sistem,

kota terdiri dari berberapa bagian wilayah (sub-sistem) yang masing-masing memiliki fungsi dan

elemen berbeda. Sebagai sebuah sistem, setiap sub-sistem tadi saling terhubung dan secara

bersama-sama menciptakan fungsi kota. Kesalahan atau kerusakan salah satu sub-sistem perkotaan

atau satu bagian wilayah perkotaan secara ekstrim akan dapat mempengaruhi sub-sistem lainnya,

bahkan sistem secara keseluruhan. Pada dasarnya, sistem ketahanan kota diharapkan mampu

memelihara fungsi utama kota dari berbagai bentuk tekanan dan kejutan yang dihasilkan dari

dampak-dampak perubahan iklim serta mampu membuat kota pulih dengan cepat dari dampak

tersebut.

Dokumen strategi ketahanan dari sisi lain juga dapat dilihat sebagai suatu jalur yang harus ditempuh

(roadmap) untuk menyiapkan kota dalam menghadapi skenario terburuk (the worst scenario) yang

mungkin timbul dari adanya perubahan iklim. Tanpa adanya dokumen strategi ketahanan, fungsi

sistem perkotaan akan terancam begitu pula dengan kelompok-kelompok rentan yang ada.

1.2. Tujuan

Tujuan penyusunan dokumen Ketahanan Kota Semarang adalah untuk menghasilkan sejumlah

strategi ketahanan menghadapi dampak perubahan iklim yang akan terintegrasi dalam kebijakan

pembangunan kota.

1.3. Sasaran

Untuk menghasilkan strategi diatas, berikut ini adalah sejumlah sasaran yang akan dicapai:

SEMARANG City Resilience Strategy

3

Page 9: laporan final semarang

1. Identifikasi kondisi eksisting dampak perubahan iklim, kerentanan, serta identifikasi kelompok

rentan di Kota Semarang

2. Pengembangan skenario perubahan iklim dan pengaruhnya di masa yang akan datang

3. Perumusan strategi ketahanan kota secara multi-dimensi

4. Penjabaran strategi ketahanan kota kedalam kegiatan atau aksi adaptasi peningkatan ketahanan

5. Prioritasi kegiatan adaptasi dan penyusunan konsep proposal prioritas

1.4. Ruang Lingkup Perencanaan

Cakupan penyusunan strategi ketahanan kota (CRS) secara garis besar akan meliputi:

Pertama, review hasil-hasil kajian dampak perubahan iklim dan kerentanan Kota Semarang. Review

ini dipertajam dengan pembahasan isu-isu perencanaan dan dinamika pembangunan kota yang

terus berubah. Oleh karena itu review terhadap perubahan iklim dan kerentanan akan tetap melihat

relevansinya dengan isu-isu aktual perencanaan dan pembangunan yang berkembang di Kota

Semarang.

Cakupan kedua merupakan bagian yang paling utama yaitu perumusan rangkaian aksi-aksi

ketahanan. Dalam perumusan ini akan dilihat kontribusi kegiatan secara kualitatif maupun kuantitatif

dalam menciptakan ketahanan kota, manfaatnya bagi kelompok rentan, peran pemerintah dan para

pihak, serta keterkaitannya dengan kegiatan lain.

Sedangkan cakupan yang ketiga adalah prioritasi dari aksi yang telah dirumuskan dan dilengkapi

dengan konsep proposal. Dalam melakukan prioritasi, tercakup perbandingan antara aktivitas

dengan kriteria prioritisasi yang telah disepakati termasuk mekanisme monitoring dan evaluasinya.

Tabel 1.1 berikut ini akan memberikan penjelasan secara sistematis tentang cakupan kegiatan

penyusunan dokumen CRS.

SEMARANG City Resilience Strategy

4

Page 10: laporan final semarang

Tabel 1.1: Cakupan Dokumen CRS

Cakupan 1: Cakupan 2: Cakupan 3: Cakupan 4:

Review Kajian Dampak

dan Kerentanan Iklim

Perumusan Strategi &

Usulan Rencana Aksi

Prioritisasi Rencana Aksi Lampiran Konsep

Proposal

Sintesis dokumen

ACCCRN (VA, CBVA,

Sector Studies, Pilot)

Isu tambahan dari SLDs

Isu aktual dan dinamika

pembangunan kota

Studi penunjang

Pengembangan skenario

iklim dan kota

Rangkaian aktifitas utk

ciptakan ketahanan

Gambaran kontribusi

aktifitas usulan

Manfaat bagi kelompok

rentan

Peran stakeholders

Pengembangan kriteria

prioritisasi

Analisa perbandingan

aktivitas usulan

Identifikasi aktifitas

komplementer

Identifikasi pelaksana

Pengembangan

mekanisme monev

Outline budget aktivitas

prioritas

Penyusunan timeline

Penetapan leading

agency/ sector

Sumber: Rockefeller Foundation and ISET (2010)

1.5. Tahapan Perencanaan Strategi Ketahanan

Metodologi yang dikembangkan dalam penyusunan dokumen CRS Kota Semarang tidak jauh

berbeda dengan usulan Rockefeller Foundation dan ISET, (lihat Box 2). Hanya saja di Kota Semarang

lebih disederhanakan dan disesuaikan dengan realitas perencanaan pembangunan yang

berlangsung di daerah. Di bagian awal dimulai dengan tahap persiapan dan diikuti dengan tahap

brainstorming. Tahap selanjutnya adalah konsultasi dan prioritisasi dan diakhiri dengan tahap

penyusunan dokumen dan konsep proposal. Pendekatan umum dalam penyusunan CRS Kota

Semarang dapat dijelaskan sebagai berikut ini:

1.5.1. Persiapan.

Tahap ini serupa dengan ‘plan for planning’. Tahap ini meliputi upaya penyamaan persepsi dan

menjembatani kesenjangan pengetahuan tentang CRS diantara tim kerja kota (City Working Group/

SEMARANG City Resilience Strategy

5

Page 11: laporan final semarang

CWG) dan Tim Teknis Adaptasi Perubahan Iklim Kota Semarang. Disamping itu pada tahap awal juga

dimulai dengan menghimpun dukungan dan sinkronisasi dengan penyusunan RPJM Kota

Semarang 2010-2014.

Kegiatan ini dilakukan melalui

sebuah workshop untuk

melakukan review komprehensif

atas hasil-hasil: (1) SLD; (2) Kajian

VA; (3) Sector Studies dan (4)

Pembelajaran dari Pilot Projects.

Disamping itu pada workshop

ini juga dikaji trend

pembangunan dan

perencanaan kota yang akan

mempengaruhi kegiatan

adaptasi. Pada workshop ini juga

dikenalkan tentang ketahanan

kota dan proses

penyusunannya.

Dari workshop ini kesenjangan

pengetahuan diantara CWG dan

c i t y team d ipe rkec i l dan

memperjelas kontribusi dari

masing-masing pihak dalam

rangka penyusunan CRS. Pada tahap ini juga dilakukan dengan komunikasi dan koordinasi dengan

tim penyusun RPJM Kota Semarang melalui serangkain informal workshop lanjutan.

BOX 2: TAHAPAN PENYUSUNAN CRS

!"#$%&'()*+,$-.*+,/.*+,("(*

0-123*45&6$-(*768$9-:*$%2*;15%("$<&5&-3*

=(>(5/8*?(:&5&(%9(*@9A/%:*

@%$53'(*$%2*B"&/"&A'(*!8A/%:*

0(5(9-*B"&/"&A(:*$%2*=(>(5/8*B"/8/:$5:*

7685(6(%-*:199(::C15*8"/8/:$5:*

Tahap pertama berupa plan for planning untuk mengatur sumberdaya yang harus disiapkan, mengidentifikasi siapa saja yang harus dilibatkan dalam perencanaan, dan menyiapkan mekanisme pelibatan stakeholders.

Tahap kedua berupa review terhadap dampak perubahan iklim dan kerentanan di wilayah perencanaan. Adapun tahap ketiga adalah perumusan tindakan-tindakan yang harus dilakukan dalam rangka menciptakan ketahanan.

Tahap keempat dan kelima secara beurutan adalah prioritasi rencana aksi ketahanan dan penyusunan konsep proposal dari rencana ketahanan yang terpilih. Rencana ketahanan yang terpilih karena prioritasnya yang tinggi tersebut selanjutnya diimplementasikan setelah diajukan pada pihak-pihak yang terkait, baik dari sumber pendanaan internal pemerintah kota, nasional, maupun donor internasional.

Sumber: ISET & ROCKEFELLER FOUNDATION (2010)

SEMARANG City Resilience Strategy

6

Page 12: laporan final semarang

1.5.2. Brainstorming

Kegiatan kedua merupakan kegiatan yang ditujukan untuk menghasilkan strategi-strategi ketahanan

kota. Secara substansial, ketahanan kota dapat dicapai dengan berbagai kegiatan adaptasi, baik yang

bersifat fisik maupun non fisik dan dari berbagai dimensi seperti infrastruktur, lingkungan, sosial-

ekonomi, maupun kelembagaan. Namun demikian agar relevan dan memiliki basis yang kuat,

perumusan strategi dan aksi adaptasi didasarkan pada hasil skenario iklim. Oleh karena itu, kegiatan

brainstorming ini diwujudkan dalam serial workshop. Pada seri yang pertama, workshop diarahkan

untuk mengembangkan skenario iklim dengen mempertimbangkan kecenderungan

pembangunan kota. Sedangan pada seri kedua, workshop diarahkan untuk merumuskan strategi

dan aksi ketahanan secara multi-sektor yang didasarkan atas skenario iklim yang dihasilkan.

1.5.3. Konsultasi dan Prioritisasi

Kegiatan ketiga ini merupakan kegiatan yang ditujukan untuk melakukan verifikasi dari kegiatan

perumusan strategi dan aksi adaptasi peningkaan ketahanan. Disamping itu tahap ini juga

dimaksudkan untuk memperoleh legitimasi dari kelompok target dan expert di masing-masing

bidang. Dalam tahap ini tercakup pula workshop prioritisasi strategi dan aksi adaptasi perubahan

iklim. Metoda Qualitative Cost and Benefit Analysis (QualCBA) diterapkan untuk kegiatan prioritisasi

ini.

1.5.4. Finalisasi Dokumen Ketahanan

Kegiatan ini adalah kegiatan teknis yang terakhir dalam rangka penyusunan dokumen CRS

Semarang. Penyusunan strategi ketahanan kota diintegrasikan dengan penyusunan dokumen

perencanaan normatif (dalam hal ini RPJPD dan RPJMD) dan tetap konsisten terhadap dokumen

lainnya (seperti RTRW Kota). Diharapkan hasil akhir tidak saling berbenturan dan selanjutnya dapat

digunakan oleh instansi pemerintah dalam penjabaran kegiatan tahunan. Dalam finalisasi ini juga

tercakup penyusunan konsep proposal dari strategi atau aksi adaptasi peningkatan ketahanan.

Dalam dokumen CRS ini konsep proposal adalah lampiran yang dapat didetailkan sebagai suatu

proposal yang dapat diajukan oleh berbagai pihak yang terlibat dalam penyusunan CRS ke

pemerintah daerah, pusat, maupun donor internasional. Konsep proposal akan mencakup aktivitas

SEMARANG City Resilience Strategy

7

Page 13: laporan final semarang

prioritas, budget yang dibutuhkan, timeline atau jadwal kerja, dan pihak yang bertanggung jawab

(PIC). Dengan demikian, strategi ketahanan akan terdiri dari serangkaian aksi adaptasi dan dilengkapi

dengan proposal aksi adaptasi prioritas. Dan yang tidak kalah penting, strategi ketahanan kota

adalah dokumen yang dapat menghubungkan dan mengkoordinasikan kegiatan tambahan untuk

pendanaan donor. Dari penjelasan diatas maka tahapan penyusunan CRS di Kota Semarang dapat

diilustrasikan pada Gambar 1.1 berikut ini.

Gambar 1.1: Pendekatan Penyusunan CRS Kota Semarang

Persiapan!• Penyamaan persepsiantara

CWG dan Tim Kota!• Koordinasi dengan

penyusunan RPJM!

Brainstorming!• Pengembangan skenario

iklim dan pembangunan kota!• Perumusan strategi dan aksi

adaptasi!

Konsultasi dan Prioritisasi!• Workshop dengan target

group dan expert!• Prioritisasi!

Finalisasi!• Penulisan dokumen!• Penyusunan konsep proposal!

1.6. Sistematika Dokumen Strategi Ketahanan Kota SemarangDokumen Strategi Ketahanan Kota Semarang terdiri atas 6 Bab. Setelah pengantar ini bagian kedua

berisi tentang deskripsi kerentanan Kota Semarang terhadap perubahan iklim yang didalamnya akan

mencakup skenario perubahan iklim di Kota Semarang, dampaknya terhadap sistem internal kota,

SEMARANG City Resilience Strategy

8

Page 14: laporan final semarang

dan deskripsi terhadap kelompok rentan. Selanjutnya, bagian ketiga dari laporan ini akan

mendiskripsikan arah dan kebijakan pembangunan kota yang didalamnya mencakup kebijakan yang

sudah ada dalam merespon dampak perubahan iklim dan isu-isu aktual dan dinamika

pembangunan Kota Semarang sebagai dasar pengembangan skenario kota.

Bagian keempat berisi tentang pengembangan skenario iklim dan skenario pembangunan Kota

Semarang. Dari pengembangan skenario ini kemudian disintesis isu terkait dan cakupan sektor

perubahan iklim di Kota Semarang. Bagian kelima berisi penjabaran strategi dan aksi ketahanan yang

diturunkan dari pengembangan skenario. Penjabaran tersebut dirinci dikelompokkan berdasarkan

sektor terkait dan diikuti dengan prioritasi. Bagian terakhir berisi kerangka monitoring dan evaluasi

bagi strategi ketahanan kota yang diusulkan.

SEMARANG City Resilience Strategy

9

Page 15: laporan final semarang

2. Kerentanan Kota Semarang

2.1. Trend Perubahan Iklim di Kota Semarang

Skenario perubahan iklim di Kota Semarang akan ditinjau dari temperatur, curah hujan, kenaikan

muka air laut, dan pola angin. Skenario ini berbasis dari kajian kerentanan (VA) dan didukung dari

studi perubahan iklim di wilayah pantai utara jawa (DKP, 2008).

2.1.1. Temperatur

Berdasarkan data suhu CRU TS2.0 yang diambil untuk Semarang, CC-ROM IPB (2010) menemukan

adanya peningkatan tren selama 100 tahun terakhir di setiap musim (Gambar 2.1). Pada musim

basah (DJF), suhu rata-rata meningkat dari 25,9 ke 26,3 derajat C. Sementara pada musim kering (JJA)

suhu meningkat dari 25.3 ke 26.3 derajat C.

Gambar 2.1: Temperatur Rata-Rata di Kota Semarang Tahun 1902-2002 (CCROM IPB, 2010: 44)

!

""!!

Gambar 3.7.

Komponen frekuensi rendah dari CH musiman di Semarang yang ditentukan oleh 13 tahun moving average.

3.2.2. Tren Suhu

Berdasarkan data suhu CRU TS2.0 yang diambil untuk Semarang, kami menemukan adanya peningkatan tren di setiap musim (Gambar 3.8). Peningkatan tren ini juga berkaitan dengan adanya peningkatan tren suhu maksimum harian (Gambar 3.9). Selain itu, kami menemukan terjadinya kisaran suhu harian (Daily Temperature Range, DTR) yang menunjukkan tren menurun (Gambar 3.9). Hal ini terkait dengan tentunya terkait dengan peningkatan tren suhu harian minimum yang lebih tajam dibandingkan dengan peningkatan tren suhu harian maksimum.

Gambar 3.8.

Trend suhu rata-rata untuk setiap musim di kota Semarang (110.25E-110.51E, 7.12S-6.95S) diekstraksi dari data CRU TS2.0.

SEMARANG City Resilience Strategy

10

Page 16: laporan final semarang

Peningkatan tren ini juga berkaitan dengan adanya peningkatan tren suhu maksimum harian (lihat

Gambar 2.2). Pada msuim basah (DJF) suhu rata-rata maximum meningkat dari 31,4 ke 31,9 derajat

C., sedangkan di musim kering suhu rata-rata maksimum meningkat dari 31,2 ke 32,2 derajat C.

Selain itu,ditemukan pula terjadinya kisaran suhu harian (Daily Temperature Range) yang

menunjukkan tren menurun (Gambar 2.3) yang mengindikasikan bahwa peningkatan tren suhu

harian minimum yang terjadi lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan tren suhu harian

maksimum.

Gambar 2.2: Temperatur Rata-Rata Maximum di Kota Semarang Tahun 1902-2002 (CCROM IPB, 2010: 45)!

"#!!

Gambar 3.9.

Trend musiman suhu harian maksimum di kota Semarang (110.25E-110.51E, 7.12S-6.95S) diekstraksi dari data CRU TS2.0.

Gambar 3.10.

Trend musiman rentang suhu harian di kota Semarang (110.25E-110.51E, 7.12S-6.95S) diekstraksi dari data CRU TS2.0.

3.3. Analisis proyeksi perubahan iklim Proyeksi iklim masa depan ditentukan berdasarkan data historis hasil

permodelan dengan menggunakan RegCM3 juga data proyeksi luaran 14 GCMs yang terdiri dari: (i) bccr_bcm2_0, (ii) cccma_cgcm3_1, (iii) cnrm_cm3, (iv) gfdl_cm2_0, (v) gfdl_cm2_1, (vi) giss_model_e_r, (vii) inmcm3_0, (viii) ipsl_cm4, (ix) miroc3_2_medres, ( x) miub_echo_g, (xi) mpi_echam5, (xii) mri_cgcm2_3_2a, (xiii) ukmo_hadcm3, dan (xiv) ukmo_hadgem1. Data luaran GCM tersebut diperoleh

SEMARANG City Resilience Strategy

11

Page 17: laporan final semarang

Gambar 2.3: Tren Penurunan DTR di Kota Semarang Tahun 1902-2002 (CCROM, 2010: 42)

42

Figure 3.9: Trends of seasonal daily maximum temperature in Semarang city (110.25E-110.51E, 7.12S-6.95S) extracted from CRU TS2.0 dataset.

Figure 3.10: Trends of seasonal daily temperature range in Semarang city (110.25E-110.51E, 7.12S-6.95S) extracted from CRU TS2.0 dataset.

3.3 Climate Change Projections

Projection of climate to future was developed using REGional Climate Model version 3 (RegCM3) model and 14 GCMs. The 14 GCMs include (i) bccr_bcm2_0, (ii) cccma_cgcm3_1, (iii) cnrm_cm3, (iv) gfdl_cm2_0, (v) gfdl_cm2_1, (vi) giss_model_e_r, (vii) inmcm3_0, (viii) ipsl_cm4, (ix) miroc3_2_medres, (x) miub_echo_g, (xi) mpi_echam5, (xii) mri_cgcm2_3_2a, (xiii) ukmo_hadcm3, and (xiv) ukmo_hadgem1. These GCM outputs were provided by NIES (National Institute for Environmental Studies Japan; Masutomi, 2009) . The resolution is 1 degree and the climate variables are precipitation and temperature with 2021 -2030, 2051-2060, and 2081-2085.

Adapun dalam 30 tahun terakhir ini kondisi temperatur rata-rata bulanan di wilayah Semarang dapat

dilihat pada Gambar 2.4. Temperatur rata-rata bulanan dari tahun 1977 sampai dengan 2007

mengalami kenaikan (DKP, 2008). Persamaan linear yang didapatkan dari grafik tersebut adalah Y =

0,0017X + 27.16 (dimana x = bulan ke-x dimulai dari januari 1977). Dari persamaan tersebut dapat

diketahui bahwa kenaikan temperatur rata-rata bulanan selama 3 dekade terakhir sekitar 0.62°C

atau 0,02°C/tahun.

Gambar 2.4: Trend Kenaikan Temperatur di Wilayah Kota Semarang (DKP, 2008)

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA 4 - 4

Laporan Pertengahan PT. Pillar Nugraha Consultants

Strategi Adaptasi Dan Mitigasi Bencana Pesisir Akibat Perubahan Iklim Terhadap Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

Gambar 4.1.5 Temperatur rata – rata bulanan di wilayah Tegal, Prov. Jawa Tengah

(tahun 1980 – 2008)

Gambar 4.1.6 Temperatur rata – rata bulanan di wilayah Semarang, Prov. Jawa Tengah

(tahun 1977 – 2008)

Kondisi temperatur rata – rata bulanan di wilayah Semarang dapat dilihat pada gambar di

bawah ini, dari gambar tersebut diketahui bahwa temperatur rata – rata bulanan tahun

1977 sampai dengan 2007 mengalami kenaikan. Persamaan linear yang didapatkan dari

grafik tersebut adalah Y = 0,0017X + 27,16 (dimana x = bulan ke-x dimulai dari januari

1977). Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa kenaikan temperatur rata – rata

bulanan selama 30 tahun tersebut adalah 0,62°C atau 0,02°C/tahun. Perubahan

!"#$%

!&#$%

!'#$%

!(#$%

!)#$%

*$#$%

*+#$%

!"#"

$%&'($

)*#"+$

!"%

!&%

!'%

!(%

!)%

*$%

*+%

!"#"

$%&'($

)*#"+$

Y = 0,0018X + 26,71 R! = 0,078

Y = 0,0017X + 27,16 R! = 0,066

SEMARANG City Resilience Strategy

12

Page 18: laporan final semarang

Perubahan temperatur udara di wilayah Semarang ini diperkirakan akan semakin meningkat, Bahkan

untuk 100 tahun mendatang diperkirakan temperatur udara di wilayah ini akan naik 2.7°C dari

temperatur 2007. Sementara itu studi yang dilakukan oleh CCROM-IPB (2010) menyebutkan bahwa

peningkatan temperatur diperkirakan berkisar antara 0.5-0.7°C di tahun 2025; antara 1.1-1.2°C di

tahun 2050; dan antara 1.9-2.9°C di tahun 2100. Prediksi tersebut adalah nilai relatif terhadap suhu

di 2002. Terdapat selisih perbedaan yang tipis antara analisis skenario perubahan temperatur.

Tabel 2.1: Skenario Perubahan Temperatur di Kota Semarang (CCROM IPB, 2010)

2000 2025 2050 2100

SRESA2: moderat 0.2 0.5 1.2 2.9

Range 0.15-0.25 0.3-0.7 0.8-1.6 2.0-4.1

SRESB1: moderat 0.2 0.7 1.1 1.9

Range 0.15-0.25 0.5-0.9 0.7-1.6 1.2-2.27

Perubahan temperatur sebagaimana diindikasikan pada analisisl diatas akan memberikan peluang

perubahan intensitas presipitasi terutama pada musim hujan yang diprediksikan akan semakin

meningkat.

2.1.2. Curah Hujan

Berdasarkan rekaman data hujan dalam 100 tahun CRU TS2.0 dataset, diketahui bahwa curah hujan

di Kota Semarang meningkat dari 950 menjadi 1000 mm, sementara pada SON, curah hujan

meningkat dari 250 menjadi 300 mm (lihat Gambar 2.5). Tren peningkatan curah hujan selama

musim penghujan (SON dan DJF) diasosiasikan dengan peningkatan frekuensi jumlah hari hujan

pada musim tersebut, dari 44 menjadi 47 hari pada SON dan dari 67 menjadi 68 hari pada DJF (lihat

Gambar 2.6). Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan curah hujan selama abad 20 di Kota

Semarang disebabkan oleh hujan yang datang lebih sering dan meningkatkan peluang terjadinya

banjir di Semarang.

SEMARANG City Resilience Strategy

13

Page 19: laporan final semarang

Sebaliknya, terdapat tren penurunan pada musim kering (MAM) yang mengindikasikan penurunan

frekuensi hari hujan dari 70 menjadi 67 hari. Hal ini diasosiasikan dengan peluang datangnya musim

kering yang lebih cepat (lihat Gambar 2.5 dan 2.6). Sedangkan frekuensi hari hujan pada JJA

menunjukkan tren yang relatif datar, yaitu sekitar 40 hari dengan trend yang meningkat tipis.

CCROM-IPB (2010) memberikan analisa ambang batas (threshold) atas kondisi curah hujan di Kota

Semarang dan menyimpulkan bahwa banjir akan terjadi jika curah hujan berada diatas angka 302

mm, sedangkan akan mengalami kekeringan jika curah hujan kurang dari 84 mm. Namun

sayangnya, proyeksi yang akan datang terhadap curah dan dan jumlah hari tidak tersedia di Kota

Semarang. Laporan ini selanjutnya mengasumsikan bahwa musim kering akan meningkat satu

bulan lebih lama dari tren saat ini dan musim hujan akan meningkat sampai dengan 2 bulan lebih

lama dari tren saat ini.

Gambar 2.5: Tren Curah Hujan Musiman 100 tahun di Kota Semarang (CCROM IPB, 2010: 42)!

"#!!

Gambar 3.5.

Tren musiman CH di kota Semarang (110.25E-110.51E, 7.12S-6.95S) diekstraksi dari data CRU TS2.0.

Selain analisis tren CH di atas, kami juga menganalisa tren frekuensi hari

hujan dalam skala musiman. Data yang digunakan juga berasal dari data CRU TS2.0. Gambar 3.6 menunjukkan tren frekwensi hari hujan serupa dengan tren CH (Gambar 3.5) untuk semua musim kecuali JJA. Tren CH yang menaik selama musim basah (SON dan DJF) terkait dengan kecenderungan peningkatan frekuensi hari hujan di musim yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa tren peningkatan CH selama abad ke-20 di kota Semarang disebabkan oleh hujan yang datang lebih sering sehingga berpotensi meningkatkan peluang banjir di wilayah ini. Sebaliknya, tren menurun yang muncul pada MAM menunjukkan penurunan frekuensi hari hujan yang berhubungan dengan peningkatan peluang musim kemarau yang datang lebih awal. Khusus untuk frekuensi hari hujan selama JJA, terlihat tren yang relatif datar dengan peningkatan yang sangat lambat.

SEMARANG City Resilience Strategy

14

Page 20: laporan final semarang

Gambar 2.6: Tren Frekuensi Jumlah Hari Hujan 100 tahun di Kota Semarang (CCROM, 2010: 43)!

"#!!

Gambar 3.6

Tren frekuensi hari hujan skala musiman di kota Semarang (110.25E-110.51E, 7.12S-6.95S) yang dianalisa dari data CRU TS2.0.

Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Gambar 3.5 terkait dengan tren

signifikan yang ditemukan pada data CH, jelas bahwa pemanasan global mempunyai peran penting dalam perubahan ini. Selain itu, osilasi frekuensi rendah yang ditemukan pada data CH kemungkinan besar terkait dengan pengendali iklim frekuensi rendah di wilayah Indo-Pasifik seperti Interdecadal Pacific Oscillation (IPO, Folland et al. 1999) atau Pacific inter-Decadal Oscillation (PDO, Mantua & Hare 2002; Mantua et al. 1997). Beberapa studi telah menunjukkan hubungan yang kuat antara fenomena keragaman iklim antar-dekadal dengan perubahan intensitas dan frekuensi ENSO (Saji & Yamagata 2003; Salinger et al. 2001; Wang et al. 2008; Barnett et al., 1999, White & Cayan, 2000). Selama fase negatif PDO/IPO, jumlah peristiwa La Nina meningkat cukup signifikan dibandingkan dengan El Nino, seperti yang terjadi pada periode antara 1948-1976. Sebaliknya, selama fase positif, contohnya pada periode 1972-1990-an, jumlah kejadian El Nino meningkat lebih banyak dibandingkan La Nina.

Studi ini menekankan bahwa perubahan curah hujan jangka panjang yang

terjadi di kota Semarang tidak hanya dipengaruhi oleh faktor perubahan iklim, tetapi juga oleh fenomena pengendali keragaman iklim frekuensi rendah. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian dalam menentukan analisis tren terutama jika ditujukan untuk analisa dampak perubahan iklim, karena penggunaan rentang data yang pendek bisa menyebabkan kesalahan analisa. Jika kedua komponen ini, yaitu perubahan iklim dan keragaman iklim frekuensi rendah, terus menunjukkan perubahan di masa akan datang dibandingkan kondisi saat ini, hal ini dapat menyebabkan ketidakpastian pada perubahan CH hujan yang mungkin terjadi di kota Semarang. Gambar 3.7 menunjukkan komponen frekuensi rendah ditentukan oleh rataan bergerak sederhana (simple moving average) dari data CH bulanan.

2.1.3. Peningkatan Paras Air Laut

Perairan Semarang terus mengalami kenaikan muka air laut dari tahun 1985 sampai dengan tahun

2008 (Gambar 2.7). Kenaikan muka air laut di Perairan Semarang dari tahun 1985-1998 adalah 58,2

cm, dengan rata-rata kenaikan muka laut tiap tahun sebesar 4,47 cm/tahun (DKP, 2008). Selanjutnya

pada tahun 1998-2003 permukaan laut mengalami penurunan. Akan tetapi penurunan muka air laut

yang terjadi dari tahun 1998-2003 dianggap tidak valid.1 Berdasarkan data muka air dari tahun

2003-2008 diketahui kembali adanya tren kanaikan muka air laut (Gambar 2.7). Sedangkan untuk

kenaikan muka air laut di Perairan Semarang dari tahun 2003 -2008 adalah 37,2 cm, dengan rata-rata

kenaikan muka laut tiap tahun sebesar 7,43 cm/tahun (DKP, 2008).

SEMARANG City Resilience Strategy

15

1 Diduga alat pengukur pasut telah mengalami koreksi, yaitu dinaikkannya posisi rambu pasut karena tenggelamnya rambu pasut tersebut akibat naiknya muka air laut. Selain itu juga kemungkinan disebabkan oleh rusaknya alat pengukur pasut

Page 21: laporan final semarang

Gambar 2.7: Kenaikan Muka Air Laut Perairan Semarang 1985-2008

Sumber: Data Bakosurtanal, 2002 diolah DKP (2008)

Untuk mengetahui nilai kenaikan muka air laut akibat pengaruh pemanasan global di Perairan

Semarang, maka perhitungan yang digunakan yaitu menghitung selisih antara nilai kenaikan muka

air laut total dengan nilai penurunan tanah pada lokasi stasiun pasang surut. Data kenaikan muka air

laut adalah data tahun 1985-1998 dan 2003-2008. Perhitungan kenaikan muka air laut akibat

pemanasan global dengan mempertimbangkan penurunan tanah dilokasi pengukuran sebesar

5.165 cm/ tahun, maka kenaikan muka air laut akibat pemanasan global adalah sekitar 7.8 mm/

tahun.2

Sementara itu Kajian VA mengestimasikan bahwa peningkatan paras muka air laut rata- rata

diperkirakan sekitar 21 cm di tahun 2050; dan 48-60 cm pada tahun 2100. Berikut ini adalah tabel

skenario perubahan iklim yang diperoleh sebelumnya dari kajian kerentanan di Kota Semarang

(CCROM IPB, 2010).

SEMARANG City Resilience Strategy

162 4.47+7.432 cm/tahun - 5.165 cm/tahun = 0.78 cm/tahun = 7.8 mm/tahun

Page 22: laporan final semarang

Tabel 2.2: Skenario Perubahan Ketinggian Sea Level Rise di Kota Semarang (CCROM IPB, 2010)

2000 2025 2050 2100

SRESA2: moderate 2 10 21 60

Range 0-4 4-20 9-41 15-112

SRESB1: moderate 2 10 21 48

Range 0-4 4-22 9-42 18-85

Sumber: CCROM-IPB (2010)

Estimasi SLR yang dilakukan oleh DKP sedikit lebih pesimistik dari estimasi CCROM-IPB, dengan

selisih sekitar 20 cm pada 100 tahun yang akan datang. Walau demikian, DKP memberikan analisis

spasial yang jauh lebih lengkap tentang konsekuensi perubahan tersebut. Dengan estimasi kenaikan

muka air laut sebesar 0.8 m untuk 100 tahun mendatang maka diperkirakan genangan rob di Kota

Semarang akan mencapai jarak berkisar antara 1.7-3.0 km ke arah darat, dimana total luas

genangannya mencapai 8537,9 Ha.

Gambar 2.8 (a): Area Genangan Rob di Kota Semarang 100 tahun mendatang dengan Estimasi SLR 80 cm

SEMARANG City Resilience Strategy

17

Gambar 2.8 (a) menunju-

kan simulasi genangan

akibat SLR pada 100

tahun yang akan datang

di Kota Semarang. Warna

biru tua di sebelah timur

dan barat merepresenta-

sikan 20 cm genangan.

Seiring berjalannya waktu,

area berwarna biru se-

makin bertambah. Area

biru paling muda

merepresentasikan 80 cm

genangan. Gradasi biru

diantaranya merepresen-

tasikan 40 cm dan 60 cm

genangan akibat SLR.

Page 23: laporan final semarang

Gambar 2.8 (a): Area Genangan Rob di Kota Semarang 100 tahun mendatang dengan Estimasi SLR 80 cm BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA 4 - 38

L A P O R A N A K H I R

Strategi Adaptasi Dan Mitigasi Bencana Pesisir Akibat Perubahan Iklim Terhadap Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

Gambar 4.2.17 Area genangan rob di Kota Semarang pada 100 tahun mendatang dengan

estimasi kenaikan muka air laut sebesar 0,8 m

18. Kenaikan Muka Air Laut di Kabupaten Demak

Dengan estimasi kenaikan muka air laut sebesar 0,8 m untuk 100 tahun mendatang

maka diperkirakan genangan rob di Kabupaten Demak akan mencapai jarak berkisar

antara 2,70 – 8,50 km ke arah darat, dimana total luas genangannya mencapai 14.682,1

Ha. Sektor yang terkena dampak terbesar dari kenaikan muka air laut tersebut adalah

sektor perikanan (tambak) dan pertanian. Area pemukiman dimana area pemukiman

yang akan terkena dampak mencapai 440,3 Ha atau 13.209 unit rumah.

Sumber: DKP (2008)

2.1.4. Pola Angin

Kajian DKP (2008) menyebutkan bahwa distribusi arah datang angin rata-rata di Kota Semarang dari

tahun 1977 sampai dengan tahun 2008 tidak didominasi dari arah tertentu karena persentase

distribusi anginnya hampir sama (untuk arah angin sebagian besar berasal dari arah Barat Laut, Utara,

Timur dan Tenggara). Kecepatan angin terbanyak dari tahun 1980 hingga 2008 berkisar antara 1-3

m/det (75,2%). Disamping itu, DKP (2008) membagi musim di Kota Semarang yang terdiri atas 4

musim, yaitu Musim Barat, Musim Peralihan 1, Musim Timur dan Musim Peralihan 2.

Pada Musim Barat kondisi angin yang dominan datang dari arah Barat-Baratlaut dan didominasi oleh

angin dengan kecepatan antara 1-3 m/detik (70%).. Pada Musim Peralihan 1, arah kedatangan angin

terbesar dari arah Utara, Timur dan Tenggara. Kisaran kecepatan angin rata -rata yaitu 1-3 m/det

(70,7%).

SEMARANG City Resilience Strategy

18

Gambar 2.8 (b) mengilus-

trasikan kisaran proyeksi

dari tekananSLR di wi-

layah Kota Semarang.

Desakan SLR ke daratan

bervariasi diantara 1,7

Km (terdendek) hingga

3.2 Km (terjauh) di bagian

utara Kota Semarang.

Page 24: laporan final semarang

Gambar 2.9: Data Kecepatan Angin di Kota Semarang 1994-1999 (CCROM IPB, 2010)

!

"#!!

angin kencang. Berdasarkan rekam data harian yang dikumpulkan dari stasiun cuaca di Semarang dan Ahmad Yani, kecepatan angin ekstrim cenderung terjadi secara lokal (Gambar 3.2). Di stasiun Semarang, kecepatan angin ekstrim di atas 60 km/jam (17,2 m/s atau 62 km/jam) terjadi pada tanggal 15 Juni 1994, sementara kecepatan angin tertinggi di stasiun Ahmad Yani terjadi pada 5 Maret 1995 (12,5 m s atau 45 km/jam). Karena keterbatasan data, sulit untuk menganalisis acara ekstrim ini, terutama dalam mendefinisikan periode perulangan.

Gambar 3.2.

Kecepatan angin harian di dua stasiun pengamatan di kota Semarang, a) Stasiun Semarang, b) Stasiun Ahmad Yani, dan c) rataan kedua stasiun (1 Januari 1994 - 31

Desember 1999).

Sumber: CC-ROM, 2010: 39

SEMARANG City Resilience Strategy

19

Page 25: laporan final semarang

Pada Musim Timur, angin dominan berhembus dari arah Timur dan Tenggara. Kondisi angin dari

arah Timur berhembus lebih kencang dari pada angin yang berasal dari arah Tenggara. Kisaran

kecepatan angin rata-rata yaitu 1-3 m/det (77,9%). Pada Musim Peralihan 2, kondisinya hampir sama

dengan Musim Peralihan 1, hanya distribusi angin terbanyak datang dari empat arah yaitu Barat Laut,

Utara, Timur dan Tenggara. Kisaran kecepatan angin rata -rata yaitu 1-3 m/det (78,4%). Secara umum

tidak ada perubahan yang signifikan pada pola angin di Kota Semarang, dimana arah angin yang

dominan dari tahun 1977-2008 adalah angin yang datang dari arah Timur dan Tenggara.

Selain pengaruh peristiwa iklim ekstrim yang disebabkan oleh keragaman iklim antar tahun, Kota

Semarang juga dipengaruhi kondisi cuaca ekstrim, seperti angin kencang. Berdasarkan rekam data

harian yang dikumpulkan dari stasiun cuaca di Semarang dan Ahmad Yani, CCROM IPB (2010)

menyatakan bahwa kecepatan angin ekstrim cenderung terjadi secara lokal (Gambar 2.9). Di stasiun

Semarang, kecepatan angin ekstrim di atas 60 km/jam (17,2 m/s atau 62 km/jam) terjadi pada

tanggal 15 Juni 1994, sementara kecepatan angin tertinggi di stasiun Ahmad Yani terjadi pada 5

Maret 1995 (12,5 m s atau 45 km/jam).

2.2. Wilayah Rentan dan Dampaknya

Kajian kerentanan masyarakat yang telah dilakukan sebelumnya juga mengindikasikan sejumlah

karakteristik wilayah rentan di Kota Semarang. Wilayah rentan dan dampaknya yang terjadi dapat

dikelompokkan sebagai berikut (Mercy Corps, 2009):

1. Kawasan dataran rendah pesisir yang terekspose bajir dan kenaikan permukaaan laut

2. Pemukiman bantaran sungai yang terekspos banjir

3. Lereng bukit yang terekspos angin kencang

4. Kawasan yang terekspos pergerakan tanah dan longsor

5. Kawasan permukiman di pinggiran yang jauh dari sumber air

SEMARANG City Resilience Strategy

20

Page 26: laporan final semarang

Adapun kategori kawasan lain yang penting untuk dipertimbangkan sebagai kawasan yang rentan

memiliki pengaruh secara luas terhadap Kota Semarang diantaranya adalah (Setiadi dan Kunarso,

2009):

6. Kawasan simpul-simpul pergerakan (yang terdiri atas bandara, pelabuhan, stasiun kereta, dan

terminal)

7. Kawasan fungsional perkotaan (dengan penekanan pada kawasan perdagangan dan industri)

8. Kawasan bersejarah dan aset budaya (kawasan kota lama Semarang)

Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing wilayah rentan tersebut diatas

2.2.1. Dataran Rendah Pesisir yang Terekspos Banjir dan Kenaikan Air Laut

Kawasan permukiman yang berada di wilayah pesisir terancam genangan sebagai akibat kenaikan

muka air laut. Kawasan tersebut saat ini dihuni hampir 300 ribu penduduk Kota Semarang.

Diperkirakan total luasan yang akan tergenang hampir 7.500 Hektar. Berikut ini adalah kelurahan-

kelurahan dan total luasan di setiap kecamatan yang akan tergenang sebagai akaibat kenaikan SLR:

Tabel 2.3: Estimasi Wilayah Permukiman yang akan Tergenang sebagai Akibat SLR

Kecamatan Kelurahan Area Tergenang

(Ha)

% Area thd

Kecamatan

GenukTrimulyo, Terboyo Wetan, Terboyo Kulon, Muktiharjo

Lor, Genuksari, Gebangsari, Bangetayu Kulon1892.4 1.65

Tugu Mangkang Kulon, Mangunharjo, Jerakah, Tugurejo 1952.1 0.56

Semarang Utara

Panggung Lor, Panggung Kidul, Bulu Lor, Purwosari,

Plombokan, Bandatharjo, Kuningan, Dadapsari,

Tanjung Emas, Plombokan, Panggung Kidul,

1481.2 4.95

Semarang BaratKarang Ayu, Tawangsari, Tawang Mas, Gisikdrono,

Krobokan, Tambakharjo, Krobokan, 1287.1 2.22

Gayamsari Kaligawe, Tambak Rejo, Sawah Besar 257.3 0.98

SEMARANG City Resilience Strategy

21

Page 27: laporan final semarang

Kecamatan Kelurahan Area Tergenang

(Ha)

% Area thd

Kecamatan

Semarang Timur Kemijen, Mlatibaru 184.7 0.23

Pedurungan Muktiharjo Lor, Muktiharjo Kidul 431.7 0.12

Semarang Tengah Pandansari, Purwodinatan 280.1 0.13

TOTAL 7487 10.85

Sumber: Setiadi dan Kunarso (2009)

Demikian pula dengan kawasan tambak di Kota Semarang juga akan tergenang sebagai akibat

kenaikan muka air laut. Luas kawasan tambak di Kota Semarang yang akan tergenang diperkirakan

seluas 44,5 Ha. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa sektor perikanan Kota Semarang

akan mengalami penurunan produksi. Penurunan produksi pada sektor perikanan juga akan

memberi dampak turunan pada penduduk yang bermatapencaharian sebagai petambak. Saat ini

sekitar 2.500 penduduk Kota Semarang (tidak termasuk anggota keluarganya) yang memiliki mata

pencaharian sebagai petambak akan terancam kehilangan pekerjaannya. Informasi tentang jumlah

orang yang mengungsi akibat SLR tidak tersedia. Namun, data migrasi dalam 5 tahun terakhir

menunjukkan suatu penurunan angka migrasi di wilayah pesisir Kota Semarang.

Gambar 2.10: Net Migrasi di Wilayah Pesisir Kota Semarang (Tahun 2003-5 dan 2007-8)

!"###$

!%##$

#$

%##$

"###$

"%##$

&###$

&%##$

"$ &$ '$ ($ %$

)*+,$"$ )*+,$&$ )*+,$'$

Sumber: Setiadi dan Kunarso (2010)

SEMARANG City Resilience Strategy

22

Gambar 2.10 menunjukkan tren penurunan net-migrasi

dari area Kota Semarang yang potensial tergenang akibat

SLR. Unit data yang digunakan adalah data tingkat kelu-

rahan dari BPS (2003-2008). Zone 1 terdiri dari beberapa

kelurahan yang saat ini mengalami genangan. Sementara

itu, zone 2 dan 3 terdiri dari kelurahan yang akan terge-

nang SLR dalam jangka menengah (SLR 35 cm) dan

jangka panjang (SLR 65 cm).Sejak tahun 2005 (axis 3),

net-migrasi telah menurun yang mengindikasikan bahwa

semakin sedikit orang datang untuk menetap pada ketiga

area tersebut. Disamping itu, mungkin untuk menyatakan

bahwa area tersebut tidak menarik bagi migrasi. Bahkan

di beberapa kelurahan memiliki net-migrasi yang negatif.

Page 28: laporan final semarang

Gambar 2.11: Dampak Kenaikan SLR di Kota Semarang

SEMARANG City Resilience Strategy

23

Page 29: laporan final semarang

Studi valuasi ekonomi juga telah dilakukan secara umum oleh DKP (2008). Adapun studi secara detail

pada kawasan padat permukiman Kota Semarang telah dilakukan oleh yayasan Bintari (2007) dan

diperbaharui oleh Sectoral Studies Mercy Corps (2010). Berikut ini adalah gambaran kerugian

sebagai akibat kenaikan muka air laut dan banjir di Kota Semarang

Tabel 2.4: Valuasi Ekonomi Kerusakan di Wilayah Pesisir Secara Umum (Studi DKP, 2008)

Jenis Kegiatan Dampak Kerugian Ekonomi (Rp)

Ekosistem Mangrove Hektar 729.351.612*

Pertamabakan 2.889 Hektar 110.937.600.000

Lahan Sawah 902 Hektar 29.221.560.000

Permukiman 10.425 Rumah 208.500.000.000

Infrastruktur 2,27 Km 5.602.961.405

Keterangan: * dihitung dari total nilai ekonomi (Per Ha/Thn)

Tabel 2.5: Kerugian Rata-Rata Tahunan Tiap Responden Akibat Banjir dan Rob di Kelurahan Kemijen

Aspek Penilaian Tahun 2007 (Rupiah) Tahun 2010 (Rupiah)

Permukiman 5.000.000 5.004.000

Produktivitas 1.000.000 10.800.000

Pendidikan 0 1.110.000

Kesehatan 0 1.440.000

TOTAL 6.000.000 18.354.000

Sumber: Bintari (2007) dan PLRT FT UNDIP (2010)

SEMARANG City Resilience Strategy

24

Kerugian ekonomi pada sektor pendidikan dan kesehatan yang tidak ditekankan pada studi di tahun 2007, dilakukan melalui studi sek-

tor tahun 2010. Studi terakhir tsb mengkalkulasi kerusakan peralatan sekolah dan penambahan biaya transport untuk anak-anak yang

sekolah diluar Kelurahan Kemijen. Adapun kerugian ekonomi pada sektor kesehatan dihitung dari pengeluaran masyarakat untuk pera-

watan kesehatan yang mengikuti setelah kejadian banjir. Kerugian produktivitas dihitung dari hilangnya pendapatan langsung akibat

banjir. Perbedaan kerugian produktivitas dari studi 2007 dan 2010 sangat berbeda akibat hilangnya hari kerja akibat banjir meningkat

signifikan dan disisi lain rata-rata pendapatan masyarakat di Kelurahan Kemijen relatif stagnan.

Page 30: laporan final semarang

2.2.2. Wilayah Permukiman di Bantaran Sungai

Kawasan permukiman yang berada di wilayah bantaran sungai juga tergolong sebagai wilayah yang

rentan . Berikut ini adalah peta kawasan permukiman yang berada di sekitar bantaran sungai-sungai

utama di Kota Semarang.

Gambar 2.12: Wilayah Permukiman di Bantaran Sungai Kota Semarang

SEMARANG City Resilience Strategy

25

Page 31: laporan final semarang

2.2.3. Kawasan Lereng Perbukitan yang Rawan Terhadap Angin Kencang

Sebagai akibat terjadinya cuaca ekstim, angin kencang juga sering memberikan ancaman kawasan-

kawasan di Kota Semarang. Tidak ada catatan yang akurat tentang intensitas peristiwa ini. Kejadian

angin kencang ditemui di wilayah perbukitan Kecamatan Tembalang yaitu di Kelurahan

Sendangguwo, Bulusan, dan Tandang. Sedangkan di wilayah dataran rendah angin kencang pernah

terjadi di kelurahan Tugurejo, Kecamatan Tugu dan Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang

Utara. Namun demikian, kejadian angin ribut yang paling intens terdapat di Kelurahan Tandang.

Gambar 2.13: Wilayah Rentan Angin Kencang di Kota Semarang

SEMARANG City Resilience Strategy

26

Page 32: laporan final semarang

2.2.4. Wilayah yang Terekspose Pergerakan Tanah dan Longsor

Curah hujan yang lebih intensif di musim basah sebagai akibat perubahan iklim dapat

memperburuk kemungkinan pergerakan tanah dan longsor di beberapa area perbukitan Kota

Semarang. Sementara itu, sirkulasi gelombang memicu terjadinya abrasi di bagian barat pantai Kota

Semarang. Berikut adalah wilayah Kota Semarang yang rawan pergerakan tanah, longsor, dan abrasi

di Kota Semarang berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh CCROM IPB (2010).

Gambar 2.14: Peta RawanGerakan Tanah, Longsor, dan Abrasi

`

Adapun berdasarkan kajian sector studies (PLTR FT UNDIP, 2010) ditemukan lokasi-lokasi yang secara

spesifik krusial untuk ditangani dari ancaman kelongsoran karena kondisi lokasi tersebut: (1) berupa

SEMARANG City Resilience Strategy

27

Page 33: laporan final semarang

permukiman dengan kelerengan diatas 25%, (2) pada saat yang sama tidak memiliki jaringan

drainase yang memadahi, dan (3) lokasi tersebut berada pada kategori kerentanan tinggi

berdasarkan kajian kerentaranan (VA). Berikut ini adalah lokasi yang dimaksud.

Gambar 2.15: Lokasi Krusial untuk Ditangani dari Bahaya Kelongsoran (PLRT FT UNDIP, 2010)

!"

!"#"

!"#$"% &'()*"+","- ./#012#"- .%23%24", ./-"-5"-"- 6%"2-",/ 72-510-5"-

8"90- :;;)

!"#$"% &'()< *"+","- ./#012#"- .%23%24", ./-"-5"-"- 6%"2-",/ 72-510-5"-8"90- :;;)

!"

!"#"

!"#$"% &'()*"+","- ./#012#"- .%23%24", ./-"-5"-"- 6%"2-",/ 72-510-5"-

8"90- :;:<

!"#$"% &'()= *"+","- ./#012#"- .%23%24", ./-"-5"-"- 6%"2-",/ 72-510-5"-8"90- :;:<

!"

!"#"

!"#$"% &'()* +","-". /0#123#". /%34%35"- /0.".6".". 7%"3."-0 83.621.6".9":1. ;<=<

!"

!"#"

!"#$"% &'()* +","-". /0#123#". /%34%35"- /0.".6".". 7%"3."-0 83.621.6".9":1. ;<=<

SEMARANG City Resilience Strategy

28

Page 34: laporan final semarang

2.2.5. Kawasan Permukiman Pinggiran Kota yang Jauh dari Sumber Air

CCROM IPB (2010) mengidentifikasi sejumlah bagian wilayah Kota Semarang yang mengalami

kekeringan karena jauh dari sumber air. Hasil identifikasi tersebut dapat dilihat dari peta berikut ini.

Gambar 2.16: Wilayah Rawan Kekeringan di Kota Semarang

SEMARANG City Resilience Strategy

29

Page 35: laporan final semarang

2.2.6. Kawasan-Kawasan Simpul Pergerakan

Pada wilayah yang akan tergenang juga terdapat prasarana transportasi vital bagi Kota Semarang

seperti Bandara Ahmad Yani, Pelabuhan Tanjung Mas, Stasiun Tawang, dan Terminal Terboyo.

Bandara Ahmad Yani pernah mengalami lumpuh dalam sehari karena hujan deras yang memicu

terjadinya banjir di landasan pacu. Stasiun Tawang juga pernah lumpuh beberapa hari hanya karena

hujan yang terjadi dalam beberapa jam saja. Prasarana strategis ini, khususnya Stasiun Tawang,

Pelabuhan Tanjung Emas, dan Terminal Bus Terboyo menjadi langganan banjir dan genangan

pasang air laut. Padahal prasarana tersebut adalah urat nadi bagi pergerakan manusia, barang, dan

komoditas yang vital bagi bergeraknya roda perekonomaian. Berikut ini adalah situasi dan kondisi

dari kawasan-kawasan simpul pergerakan yang terancam akibat perubahan iklim di Kota Semarang.

Gambar 2.17: Lokasi Stasiun Kereta Api di Kota Semarang Pada Lokasi Rawan Banjir dan Rob

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA 4 - 117

Laporan Pertengahan PT. Pillar Nugraha Consultants

Strategi Adaptasi Dan Mitigasi Bencana Pesisir Akibat Perubahan Iklim Terhadap Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

4.3.4 Genangan Air Pasang (Rob)

1. Kota Semarang

Kondisi genangan air pasang di Kota Semarang sudah mencapai tahap yang

mengkhawatirkan. Selain karena dampak kenaikan muka air laut, kondisi rob diperparah

dengan adanya penurunan tanah (land subsidence). Genangan air pasang ini masuk ke

daratan melalui saluran tambak, sistem darianase pemukiman dan perkotaan yang

kondisinya kurang baik. Dampak yang diakibatkan rob ini sangat luas, seperti : terganggunya

aktifitas pelabuhan, perkantoran, industri, pasar tradisional, terminal bis, pemukiman, fasilitas

pendidikan, fasilitas perkeretaapian, fasilitas listrik, jalan dan lain sebagainya. Kondisi rob di

Kota Semarang selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 4.3.65 Batas terluar genangan air pasang di Kota Semarang

Untuk mengetahui hubungan antara genangan air pasang, penurunan tanah dan sebaran

pemukiman di kota Semarang dapat dilihat dalam gambar berikut ini :

Sumber DKP, 2008

SEMARANG City Resilience Strategy

30

Page 36: laporan final semarang

Gambar 2.18: Simpul Pergerakan yang Rawan Tergenang akibat Kenaikan SLR

SEMARANG City Resilience Strategy

31

Page 37: laporan final semarang

Kenaikan muka laut sangat berpengaruh terhadap kenaikan Wave Set-up dan Wave Run-up yang

terdapat pada bangunan dinding laut vertikal pelabuhan (di sebelah timur banjir kanal barat

Semarang). Dari perhitungan kenaikan muka laut rata-rata sebesar 8 mm/tahun, pada simulasi 20

tahun kenaikan muka laut sebesar 16 cm akan menaikan Wave Set-up sebesar 4,1 cm atau 10,59%

dan Wave Run-up 7,7 cm atau 1,51%. Sebaliknya, dengan asumsi yang sama akan terjadi penurunan

angka faktor keamanan (FS) sebesar 0,37 cm atau 18,45 % (DKP, 2008).

Apabila dihitung selama 100 tahun dimana terjadi kenaikan muka laut sebesar 80cm terjadi kenaikan

Wave Set-up sebesar 10 cm atau 51,73% dan Wave Run-up sebesar 1,6 m atau 31,64%. Artinya

bahwa semakin tinggi SLR nya maka Kenaikan wave Set-up dan Wave Run-up nya juga semakin

besar, dan angka faktor keamanannya (FS) semakin rendah(DKP, 2008).

2.2.7. Kawasan Fungsional Kota

Kondisi genangan air pasang di Kota Semarang sudah mencapai tahap yang mengkhawatirkan.

Selain karena dampak kenaikan muka air laut, kondisi rob diperparah dengan adanya penurunan

tanah (land subsidence). Genangan air pasang ini masuk ke daratan melalui drianase perkotaan yang

kondisinya kurang baik. Dampak yang diakibatkan rob ini sangat luas, seperti : terganggunya aktifitas

industri dan pasar regional. Kondisi rob di Kota Semarang dan pengaruhnya pada kawasan

fungsional perkotaan dapat selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2.19.

2.2.8. Kawasan Industri

Pada bagian utara Kota Semarang terdapat sejumlah kawasan industri, terutama di Kecamatan

Genuk dan Kecamatan Tugu. Berdasarkan proyeksi kenaikan muka air laut, kawasan industri tersebut

juga akan tergenang. Jenis industri ini terdiri dari berbagai macam, mulai dari industri rumah tangga,

industri kecil, sampai industri besar. Jika kawasan industri ini tergenang maka akan mengakibatkan

beberapa dampak, diantaranya (Setiadi dan Kunarso, 2009): (1) aktivitas produksi yang ada akan

terhambat; (2) kegiatan ekspor-impor akan terganggu; (3) kawasan pesisir tidak menarik lagi menarik

sebagai lokasi berinvestasi; (4) berkurangnya permintaan tenaga kerja di sektor industri; dan (5)

menurunnya PAD Kota Semarang. Adapun luas kawasan industri yang akan tergenang sekitar 108,2

SEMARANG City Resilience Strategy

32

Page 38: laporan final semarang

Ha. Terancamnya kawasan industri di Semarang bagian utara akibat kenaikan muka air laut juga

berdampak pada mata pencaharian masyarakat, terutama yang bekerja sebagai buruh. Adapun

jumlah tenaga kerja sebagai buruh industri di wilayah yang akan tergenang ini sekitar 65.737 jiwa.

Masyarakat tersebut adalah masyarakat yang rentan kehilangan mata pencahariannya.perubahan

iklim dapat mengakibatkan tingkat perekonomian masyarakat akan semakin menurun dan

mempengaruhi kesejahteraan hidupnya.

Gambar 2.19: Kawasan Fungsional Perkotaaan yang Terancam akibat Perubahan Iklim

SEMARANG City Resilience Strategy

33

Page 39: laporan final semarang

Gambar 2.20: Kawasan Kota Lama Semarang yang Terancam akibat Perubahan Iklim

2.3. Kelompok RentanDari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa perubahan iklim mengakibatkan berbagai bencana

seperti longsor, angin kencang, dan kekeringan. Disamping itu naiknya muka air laut dan curah

hujan tinggi yang diikuti banjir tidak hanya menimbulkan dampak secara fisik di Kota Semarang, tapi

juga berdampak pada bidang sosial, ekonomi, budaya, dan kesehatan masyarakat. Pengaruh-

pengaruh tersebut dapat mengakibatkan investasi pemerintah dan masyarakat di kawasan tersebut

menjadi tidak berarti. Di Kota Semarang telah teridentifikasi sejumlah kelompok rentan yang perlu

diperhatikan dalam penyusunan strategi ketahanan kota. Kelompok rentan tersebut terdiri atas

(Mercy Corps, 2009-11):

SEMARANG City Resilience Strategy

34

Page 40: laporan final semarang

• Penduduk miskin kota. Kelompok miskin perkotaan dikategorikan rentan karena mereka pada

umumnya menempati lahan atau area yang akan paling terekspos oleh berbagai resiko. Dengan

mencari daerah yang tidak mahal, mudah ditempati, dan dekat dengan tempat dan peluang

kerja mereka akhirnya terpaksa tinggal ditempat-tempat yang tidak menguntungkan seperti

bantaran sungai, perbukitan terjal, pinggiran rel kereta, atau lahan-lahan terlantar dan bahkan di

sekitar dan bekas tempat pembuangan sampah. Karena tidak ada pengakuan hukum (legal) dari

pemukiman semacam ini atau setidaknya toleransi dari pemerintah kota bagi status mereka,

mereka berada pada situasi yang tidak menentu. Mereka tidak diakui penuh secara legal dan

sementara ini diijinkan untuk menetap, sehingga sedikit investasi publik dicurahkan dan

kerentanan terus melekat pada kelompok ini.

• Kelompok peserta program relokasi pemerintah. Program relokasi pemerintah dimasa lalu

memang tidak dipersiapkan secara matang. Kelompok masyarakat besera keluarganya yang

dipindahkan dari suatu permukiman ke permukiman lainnya oleh program relokasi pemerintah

khusususnya adalah kelompok yang rentankarena perubahan kehidupan yang begitu mendadak

dan sulitnya bertahan di kehidupan pada lingkungan yang baru. Sejumlah kelompok masyarakat

yang saat ini tinggal Kelurahan Tandang dan Sukorejo adalah beberapa contoh ketika pemerintah

melaksanakan program normalisasi sistem drainase banjir kanal barat. Tanpa akses ke pekerjaan,

keterbatasan modal, dan tercerabut dari komunitas sebelumnya, masyarakat ini sering mengalami

penderitaan yang berat dan panjang dalam memulai kehidupan barunya. Akibatnya mereka hidup

dalam situasi yang tidak diharapkan, dengan keterbatasan atau tidak adanya jaminan sosial jika

mereka gagal untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya.

• Penduduk yang tinggal di lokasi yang akan menjadi tapak proyek-proyek infrastruktur besar.

Pembangunan yang terus bergulir sebagai akibat dari permintaan akan infrastuktur perkotaan

seperti fasilitas penampungan dan pemompa air skala besar, waduk, jalan toll, normalisasi sungai,

pembangunan real estat dan kawasan industri membutuhkan lahan-lahan baru untuk

pengembangannya. Masyarakat yang sudah menetap disana namun tidak memiliki hak legal

rentan karena mereka bisa terusir dari tempat tersebut tanpa kompensasi yang adil atau tidak

memiliki peluang untuk menegosiasikan jalan terbaik.

SEMARANG City Resilience Strategy

35

Page 41: laporan final semarang

• Penduduk yang bergantung pada industri di dataran rendah. Kelompok masyarakat yang

tergantung pada industri tertentu seperti pelabuhan dan manufaktur adalah rentan karena

mereka sangat bergantung pada pekerjaan-pekerjaan dari satu sektor saja. Hal ini berlasan karena:

(i) jika terjadi perubahan pasar yang drastis, masyarakat ini dihadapkan pada peluang ekonomi

yang terbatas; (ii) mereka tidak memiliki kemampuan untuk memindahkan tempat tinggalnya ke

daerah yang lebih aman meskipun mereka menguras habis sumberdaya finansial yang mereka

miliki. Mereka sangat tergantung pada gaji tetap yang diberikan oleh industri pelabuhan dan

manufaktur.

• Pendatang baru perkotaan (migrant) yang miskin. Pendatang baru di perkotaan berasal dari

pinggiran atau kota lain tergolong rentan karena mereka memiliki peluang yang terbatas

mendapatkan perumahan. Mereka selanjutnya tinggal di daerah-daerah marginal yang tidak

dimanfaatkan atau memiliki status ilegal dan seringkali adalah bagian kota yang paling rentan.

• Kaum usia lanjut. Kelompok usia lanjut adalah kelompok rentan karena mereka sering tidak dapat

atau tidak mau untuk beradaptasi terhadap perubahan. Pada kondisi yang tidak diharapkan seperti

banjir atau relokasi projek infrastruktur, kelompok ini serngkali menolak untuk mengubah budaya

hidupnya karena sudah biasa tinggal di lingkungannya dan tidak mampu beradaptasi dengan

cepat. Kelompok usia lanjut yang tidak didukung oleh jejaring keluarga yang dapat membantunya

tergolong lebih rentan.

• Keluarga yang dipimpin perempuan. Kepala keluarga perempuan, baik janda maupun orang tua

tunggal, memikul beban berat untuk menopang kehidupan anak-anaknya dan orang tua adalah

kelompok yang rentan sebagai akibat perubahan cepat yang mempengaruhi mata pencaharian ,

kondisi lingkungannya, dan cuaca. Mereka seringkali memiliki kesulitan dalam melakukan

pemeliharaan rumah atau menyelesaikan pekerjaan lain yang biasanya dilakukan kaum pria demi

keselamatan atau sekuritasnya.

SEMARANG City Resilience Strategy

36

Page 42: laporan final semarang

3. Kebijakan Nasional dan Kota

3.1. Kebijakan Nasional dalam Merespon Perubahan Iklim

Pada tingkat nasional telah terdapat dokumen Roadmap Sektoral Perubahan Iklim atau lebih dikenal

dengan The Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR). Dokumen tersebut dimaksudkan

untuk memberi masukan pada RPJM Nasional 2010-2014. dan juga RPJP Nasional hingga tahun

2030. Dokumen tersebut menekankan sejumah tantangan yang muncul seiring perubahan iklim

pada sektor kehutanan, energi, industri, pertanian, transportasi, wilayah pesisir, air, persampahan, dan

kesehatan. Strategi adaptasi perubahan iklim dirumuskan lebih banyak pada sektor pertanian, air

bersih, pesisir, dan kesehatan daripada sektor lainnya yang ada.

Tabel 3.1: Arah Kebijakan Adaptasi dalam ICCSR

Sektor Arahan Adaptasi (dan Mitigasi)

Pertanian Pada tanaman pangan dan hortikultura melalui: Perbaikan manajemen pengelolaan air, termasuk sistem

dan jaringan irigasi; Pengembangan teknologi panen air (embung, dam parit) dan efisiensi penggunaan air

seperti irigasi tetes dan mulsa; Pengembangan jenis dan varietas tanaman yang toleran terhadap stres

lingkungan seperti kenaikan suhu udara, kekeringan, genangan (banjir), dan salinitas; Pengembangan

teknologi pengelolaan tanah dan tanaman untuk meningkatkan daya adaptasi tanaman; dan

Pengembangan sistem perlindungan usahatani dari kegagalan akibat perubahan iklim atau crop weather

insurance.

Pada tanaman perkebunan melalui: Pengembangan komoditas yang mampu bertahan dalam cekaman

kekeringan dan kelebihan air; Penerapan teknologi pengelolaan tanah dan tanaman untuk meningkatkan

daya adaptasi tanaman; Pengembangan teknologi hemat air; Penerapan teknologi pengelolaan air,

terutama pada lahan yang rentan terhadap kekeringan.

Pada pengelolaan peternakan: Pengembangan ternak yang adaptif terhadap lingkungan yang lebih

ekstrim (kekeringan, suhu tinggi, genangan); Pengembangan teknologi silase untuk mengatasi kelangkaan

pangan musiman; Pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak (crop livestock system, CLS) untuk

mengurangi risiko dan optimalisasi penggunaan sumberdaya lahan.

SEMARANG City Resilience Strategy

37

Page 43: laporan final semarang

Sektor Arahan Adaptasi (dan Mitigasi)

Kesehatan Memperkuat sistem kewaspadaan dini dan tanggap darurat bencana di masyarakat; Memperkuat kajian

kerentanan dan penilaian risiko sektor kesehatan akibat perubahan iklim; Mengembangkan kerangka kerja

kebijakan yang didukung dengan peraturan perundangan dan pengaturannya; Mengembangkan

perencanaan dan pengambilan keputusan berbasiskan evidence wilayah; Meningkatkan kerjasama lintas

sektoral; Meningkatkan partisipasi masyarakat, swasta,dan perguruan tinggi; Memperkuat kemampuan

pemerintah daerah; Pengembangan networking dan sharing informasi; dan meningkatkan kualitas dan

kuantitas sarana air bersih dan sanitasi masyarakat.

Sampah dan

Limbah

Melaksanakan kajian inventarisasi GRK dari sektor sampah yang lebih lengkap dan sempurna dengan

disertai rencana pengurangan GRK yang sistematis; Menerapkan kebijakan pembangunan infrastruktur

bidang persampahan berwawasan lingkungan yang didukung oleh pengembangan dan penelitian

teknologi terapan berwawasan lingkungan; Mengembangkan penerapan kebijakan lingkungan hidup

untuk prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) dalam pengelolaan persampahan; Mengembangkan

pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan (dengan menjaga keseimbangan 3 pilar pembangunan,

yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan) dengan mengurangi emisi GRK (Gas Rumah Kaca) dan

meningkatkan penyerapan karbon; Menyelenggarakan pembangunan infrastruktur bidang persampahan

yang lebih memperhatikan aspek peningkatan kapasitas (capacity building) SDM dan institusi termasuk

kompetensi dan kemandirian pemda dalam pembangunan infrastruktur yang berwawasan lingkungan

serta mendorong peran sektor swasta dan masyarakat; Mengembangkan teknologi pengelolaan sampah

yang ramah lingkungan dan antisipatif terhadap perubahan iklim; Mengembangkan penerapan EPR

(Extended Producer Responsibility) untuk produsen dan importir limbah B3; Mengembangkan teknologi

peningkatan kualitas landfill.

Kelautan Pada kelompok kegiatan inventarisasi data dan riset meliputi: Menguatkan kapasitas penelitian tentang

fenomena, bahaya, dan potensi dampak perubahan iklim; Menguatkan kapasitas pengkajian adaptasi dan

mitigasi yang lebih tepat guna sesuai dengan kondisi kerentanan dan kearifan lokal.

Pada kelompok kegiatan perencanaan: Mengintegrasikan perubahan iklim dalam dokumen perencanaan

dan pengelolaan kelautan dan perikanan.

Pada kelompok kegiatan kebijakan, regulasi, dan penguatan kapasitas: Penyusunan norma, standar, dan

panduan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim; Penyesuaian regulasi dan kegiatan yang terkait dengan

perubahan iklim; Mengkselerasi keputusan kepala daerah dalam penyusunan Rensta Kelautan dan

Perikanan yang telah mempertimbangkan isu perubahan iklim; Peningkatan kapasitas kelembagan dan

pengawasan serta pengendalian.

Pada kelompok kegiatan implementasi: Penyesuaian eleasi dan kekuatan struktur bangunan pantai,

Pemeliharaan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil, Mengantisipasi tenggelamnya pulau

kecil, terutama pulau-pulau kecil terluar, Penanggulangan kebencanaan terkait cuca ekstrim dan

variabilitas iklim di pesisir, Antisipasi pergeseran area fishing ground kearah laut dan keberlanjutan

produksi ikan tangkap, Melakukan antisipasi pada jenis ikan yang tidak resisten terhadap perubahan

suhu.

SEMARANG City Resilience Strategy

38

Page 44: laporan final semarang

Sektor Arahan Adaptasi (dan Mitigasi)

Sumberdaya

Air

Melaksanakan kajian bahaya, kerentanan, dampak perubahan iklim pada sektor SDA yang lebih rinci;

MeningkatkankapasitasdatadaninformasiSDA,meliputiketersediaan,kebutuhan,sumber, dan cara

penduduk memperoleh air; melalui pemutakhiran, peningkatan, penyediaan dan akses masyarakat

terhadap data dan informasi SDA; Meningkatkan kapasitas sumber air guna meningkatkan keadaan

penyediaan air; Meningkatkan atau menerapkan konsep conjunctive use pada daerah yang potensi air

permukaannya kurang; Meningkatkan penyediaan serta akses masyarakat terhadap data dan informasi

tentang bencana terkait air dan perubahan iklim seperti banjir, kekeringan, dan tanah longsor; pengaturan

(regulasi) lebih lanjut dari UU SDA di tingkat nasional dan daerah yang mempertimbangkan isu perubahan

iklim; Menetapkan atau mengamankan daerah atau tangakap air atau perlindungan kawasan lindung

sumber air serta sosialisasi dan kampanye adaptasi perubahan iklim sektor air.

Energi Penetapan harga bahan bakar dengan lebih imbang (fair); Kebijakan harga sumberdauya energi

terbaharukan; Mewajibkan sumberdaya energi terbaharukan; Pajak atau carbon tax dari kegiatan

pemangaatan bahan bakar; Pembangunan infrastruktur penyuplai bahan bakar gas; Pengenalan teknologi

baru dan teknologi ang lebih bersih dengan menggunakan batu bara; dan Kebijakan pencampuran

dengan bahan bakar nabati

Industri Memperbaiki efisiensi energi dan diversifikasi energi; Monitoring emisi GHG; Modifikasi dan penggantian

teknologi

Terdapat dua jalan pembiayaan guna mengimplementasikan kebijakan yang tertuang dalam ICCSR

kedalam tindakan-tindakan operasional. Pertama, kebijakan ICCSR akan didanai oleh APBN setelah

kebijakan tersebut dielaborasi sebagai program didalam Rencana Pembangunan Jangka MEnengah

Nasional (RPJMN). Masih dari sumber yang ama, implementasi ICCSR pada tingkat kota juga didanai

melalui mekanisme Dana Alokasi Khusus (DAK) dari kementrian dan department pusat kepada

pemerintah provinsi yang selanjutnya diteruskan ke tingkat kota. Kota Semarang sejauh ini telah

menerima DAK dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementrian Kelautan dan Perikanan

(KKP).

Kedua, kebijakan dalam ICCSR juga akan didanai melalui Indonesian Climate Change Trust Fund

(ICCTF) yang dikoordinasikan oleh BAPPENAS. ICCTF menampung dana dan hibah dari berbagai

donor internasional maupun APBN. Diharapkan bahwa ICCTF dapat diakses oleh ornaisasi apapun,

termasuk pemerintah kota dan LSM lokal yang bekerja pada akar rumput dan memberi perhatian

pada adaptasi maupun mitigasi perubahan iklim. Oleh karena itu keberadaan organisasi pada tingkat

SEMARANG City Resilience Strategy

39

Page 45: laporan final semarang

kota yang secara khusus dapat mendukung pemerintah dalam mentransformasikan kebijakan ICCSR

dalam tindakan operasional menjadi sangat penting. Sementara ini dapat disimpulkan bahwa dalam

merealisasikan ICCSR mekanisme pertama pada dasarnya lebih formal, sedangkan mekanisme kedua

lebih cepat dan fleksibel. Namun sayangnya sejauh ini masih terdapat banyak kritik khususnya

tentang kejelasan prosedur dalam mengakses ICCTF.

Gambar 3.1: Impelementasi ICCSR Pada Tingkat Nasional dan Kota

!

"#$%!

&'#! &#()%! &#(#%!

&*%("!'+! &*%,-&"!'+!

#./0123!

#./0123! #./0123!

#./0123!455,&!

#./0123! #./0123!

455-6!

78%8&9!:&"%-!

"#$7!

&#(#7!&#()7!&'#7!

&*%("!,'#7!

&*%,-&"!,'#7!

7"'!

%;3</=;>!+1?1>!

5<3@!+1?1>!

455,&!AB=C<=D!6>/E!

71?1>/FG1=3!#>;==<=D!#./21HH!

SEMARANG City Resilience Strategy

40

Page 46: laporan final semarang

3.2. Kebijakan Pembangunan Kota Semarang

Sebagaimana diatur dalam UU Sistem Perencanaan dan Pembangunan Nasional 25/2004, kebijakan

pembangunan Kota Semarang dituangkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Masing-

masing dokumen akan diuraikan dalam sub bab berikut ini:

3.2.1. Arah dan Prioritas Pembangunan Jangka Panjang

Dengan mereview dokumen RPJP Kota Semarang Tahun 2005-2025, dapat diuraikan arah

pembangunan Kota Semarang dalam beberapa puluh tahun yang akan datang. Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Kota Semarang berisi beberapa isu strategis dan kondisi yang ingin

diharapkan untuk Kota Semarang dalam jangka waktu 25 tahun kedepan. Adapun tabel berikut akan

menyajikan secara ringkas arah dan prioritas pembangunan jangka panjang tersebut.

Tabel 3.2: Review Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Semarang

PROGRAM TUJUAN KONDISI YANG INGIN DICAPAI

PEREKONOMIANPEREKONOMIANPEREKONOMIAN

Perdagangan - jasa

Meningkatkan kontribusi sumberda-ya perdagangan yang mencapai 35.45% pada tahun 2004

Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan pendapatan perkapita masyarakat

Mengantisipasi globalisasi perdagangan yang ber-dampak pada mengetatnya persaingan usaha.

UKM & Koperasi Memperkuat ekonomi masyarakat menengah ke bawah

Menemukan potensi ekonomi dan meningkatkan daya saing produk UKM

Menekan tingkat kemiskinan di masyarakat yang mengalami kenaikan 0.21% sepanjang1993 - 2004

Mengupayakan masyarakat mandiri secara eko-nomi

Menembus pasar ekspor dan meningkatkan pen-dapatann nasional

Investasi Menciptakan iklim investasi yang kondusif, yaitu terutama perlindung-an terhadap investor, dan penyeder-hanaan birokrasi investasi

Menarik minat investor baik domestik maupun dari luar negeri karena adanya keamanan dan kemuda-han untuk berinvestasi

Pertumbuhan ekonomi meningkat

Ketenagakerjaan Menciptakan lapangan kerja baru bagi angkatan kerja yang semakin meningkat.

Mengurangi kesenjangan sosial

Menekan tingkat kriminalitas yang disebabkan oleh masalah tingginya pengangguran, selama periode tahun 2000-2003 terjadi lonjakan gangguan masy-arakat dari 302 kali pada tahun 2000 menjadi 316 kali pada tahun 2003

Menekan tingginya angka pengangguran yang di-proyeksikan mencapai 62.84% pada tahun 2025

SEMARANG City Resilience Strategy

41

Page 47: laporan final semarang

PROGRAM TUJUAN KONDISI YANG INGIN DICAPAI

Industri Mensosialisasikan industri ramah lingkungan / green industry

Membangun kemitraan Industri pa-dat modal dengan industri kecil yang saling menguntungkan

Kepekaan sosial terhadap global warming dan meningkatkan kesehatan lingkungan

Mendukung eksistensi industri kecil dengan ada-nya kemitraan dengan industri besar.

Dapat memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan trend positif 3.35% sampai dengan 3.95% dari tahun 2000 sampai dengan 2004

Transportasi Memperbaiki dan mengoptimalkan kondisi jalan yang rusak sepanjang 638.754 km dari keseluruhan pan-jang jalan yang mencapai 2.762.731 km untuk dapat lebih bermanfaat.

Mewujudkan sistem jaringan transportasi yang efektif dan efisien sesuai dengan hirarki dan fungsi jalan serta terwujudnya sistem jaringan transportasi darat, laut dan udara yang terpadu.

Terwujudnya transportasi cepat dan masal (mass and rapid transportation).

PEMERINTAHANPEMERINTAHANPEMERINTAHAN

Pelayanan umum Meningkatkan kepuasan publik pada pelayanan pemerintah dengan membentuk unit pelayanan terpadu (UPT), aplikasi standard pelayanan minimal, pengaduan dan hotline ser-vice untuk peningkatan kinerja, mengembangkan kualitas birokra-si,mengembangkan infrastruktur, mewujudkan ruang partisipasi publik.

Meningkatnya kepercayaan publik kepada pe-merintah yang menimbulkan dukungan publik ter-hadap program-program pemerintah

Hukum Memperbaiki kinerja penegakan hukum dan kualitas produk hukum daerah.

Meningkatkan stabilitas penegakan hukum sehing-ga dapat mendukung program-program pemerin-tah.

INFRASTRUKTUR DAN LINGKUNGANINFRASTRUKTUR DAN LINGKUNGANINFRASTRUKTUR DAN LINGKUNGAN

Tata Ruang Penciptaan struktur dan pola tata ruang yang efektif dan efisien sesuai dengan hirarki dan fungsi pengem-bangannya

keserasian, kelestarian dan optimalisasi pemanfaa-tan ruang sesuai dengan potensi dan daya dukung wilayah

Sumber daya air Keberlanjutan dukungan sumberdaya air bagi akti-vitas perkotaan

Drainase Penciptaan keterpaduan dalam pengeloaan drainase dari hulu ke hilir

Sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan

Limbah Pengintegrasian sistem pengelolaan limbah dalam skala perkotaan

Sistem pengelolaan limbah perkotaan yang berke-lanjutan

Polusi Pengelolaan yang ramah lingkungan dan pengembangan sistem ruang terbuka hijau

Peningkatan kualitas lingkungan perkotaan

Perumahan dan Permukiman

Pemenuhan kebutuhan rumah seca-ra kuantitas dan kualitas seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk

Pengelolaan lingkungan permukiman yang sehat berbasis masyarakat

SEMARANG City Resilience Strategy

42

Page 48: laporan final semarang

PROGRAM TUJUAN KONDISI YANG INGIN DICAPAI

Fasilitas Umum Pemenuhan kebutuhan masyarakat perkotaan dan fasilitas perkotaan

Penyediaan fasilitas umum perkotaan yang mampu mendukung Kota Semarang sebagai kota perda-gangan dan jasa skala metropolitan

SUMBERDAYA MANUSIASUMBERDAYA MANUSIASUMBERDAYA MANUSIA

Kesehatan Peningkatan derajat kesehatan ma-syarakat melalui:

Kegiatan promotif, preventif dan ku-ratif

Penciptaan lingkungan yang sehat

Dukungan profesionalisme aparatur kesehatan

Sarana dan prasarana kesehatan yang memadai

Pengembangan sistem layanan ke-sehatan masyarakat

Meningkatnya derajat hidup masyarakat dapat dili-hat dalam indikator:

Angka Harapan Hidup pada tahun 2025 akan mencapai 75 tahun, Angka Kematian Bayi menca-pai 4,00/1000 kelahiran, Angka Kematian Ibu mencapai 42/100.000 melahirkan

Cakupan pelayanan kesehatan mencapai 100% dari jumlah penduduk

Pariwisata dan

budaya

Pengembangan pariwisata sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat dan daya tarik kota

Pengembangan kebudayaan lokal sebagai potensi pariwisata

Peningkatan kontribusi pariwisata dalam pereko-nomian kota

Pelestarian kebudayaan lokal sebagai aspek pem-bentuk karakteristik masyarakat

Pendidikan Peningkatan kepedulian masyarakat terhadap pentingnya pendidikan bagi upaya peningkatan kualitas hidup

Tingkat pendidikan Kota Semarang mampu meny-elesaikan sampai dengan tingkat menengah

Peningkatan partisipasi masyarakat terhadap pen-didikan

Tercapainya angka partisipasi kasar dalam tiap jenjang pendidikan

Dengan memahami arah pembangunan Kota Semarang yang akan datang, diharapkan strategi dan

aksi adaptasi perubahan iklim yang akan dirumuskan tetap sinergis dan kontributif dalam bingkai

pembangunan kota secara komprehensif.

3.2.2. Arah dan Prioritas Pembangunan Jangka Menengah

RPJP sebagai acuan pembangunan jangka panjang dijabarkan operasionaliasinya dalam dokumen

RPJM. Dalam dokumen RPJM ini, isu dan arahan pembangunan pada setiap urusan dan

kewenangan dijabarkan. Pada saat ini RPJM Kota Semarang Tahun 2010-2015, sedang berlangsung

pada saat yang sama dengan penyusunan CRS. Oleh karena itu isu-isu terkait perubahan iklim di

SEMARANG City Resilience Strategy

43

Page 49: laporan final semarang

Kota Semarang diperkenalkan pada penyusunan RPJM. Dinyatakan dalam RPJM 2010-2014 bahwa:

“degradasi dan kualitas lingkungan Kota Semarang diperburuk dengan ancaman perubahan iklim

dan urgen bagi pemerintah kota untuk melakukan aksi dalam penanganan perubahan iklim”. Hasil

rumusan strategi dan aksi ketahanan dalam dokumen CRS akan dimasukkan sesuai dengan

pembagian urusan dan kewenangan pemerintahan. Bagian ini akan difokuskan kembali diakhir

strategi dan aksi priotitas.

3.3. Isu Aktual dan Dinamika Kegiatan Pembangunan Kota Semarang

Terdapat beberapa projek pembangunan Isu aktual pembangunan di Kota Semarang yang diduga

secara signifikan akan mempengaruhi kegiatan adaptasi perubahan iklim diantaranya adalah:

1. Pembangunan Kali Banger Poleder Project, sebagai bagian kerjasama dengan Belanda dan

bantuan dana dari JBIC (Japan Bank for Inetrnational Cooperation). Pembangunan polder

diperkirakan akan mengurangi tekanan banjir di wilayah utara dan timur Kota Semarang.

2. Pembangunan Waduk Jatibarang, sebagai bagian dari kerjasama dengan JBIC (Japan Bank for

Inetrnational Cooperation). Pembangunan waduk diperkirakan akan menambah pasokan air

baku bagi PDAM dan mengurangi tekanan kebutuhan air bersih terutama pada musim kemarau.

3. Pembangunan Tanggul Laut. Tanggul laut akan membentang di bagian utara kota.

Pembangunan tanggul laut menjadi isu yang digulirkan olek Pemerintah Kota Semarang dalam

rangka menangani banjir dan rob yang sudah menjadi permasalahan lama yang belum

tertangani secara tuntas.

Ketiga projek tersebut dapat dikatakan sebagai mega-projek di Kota Semarang sehingga akan

diperhatikan keberadaannya dalam analisis pengembangan skenario yang akan disajikan pada bab

selanjutnya. Gambar berikut adalah sejumlah komponen yang direncanakan dalam masterplan

drainase Kota Semarang yang implementasinya akan berdampak positif dalam penanganan

masalah banjir dan genangan rob.

SEMARANG City Resilience Strategy

44

Page 50: laporan final semarang

Gambar 3.2: Rencana Pembangunan Komponen Infrastruktur Drainase di Kota Semarang

!"

!"#"

!"#$"% &'&( )*#+*,-, .%"/,"0- )*1" 2-#"%",3Sumber: Dokumen Masterplan Drainase kota Semarang dalam PLRT FT UNDIP (2010)

SEMARANG City Resilience Strategy

45

Page 51: laporan final semarang

4. Pengembangan Skenario

4.1. Asumsi yang Digunakan

Berikut ini adalah data-data dan asumsi-asumsi yang digunakan untuk melakukan pengembangan

skenario iklim di Kota Semarang.

1. Luas Kota Semarang adalah: 37.330 hektar (BPS), sedangkan area pesisir Kota Semarang adalah:

4.575 hektar (DKP).

2. Laju pertumbuhan penduduk untuk proyeksi adalah: 1.2% (RTRW) dengan menggunakan model

estimasi eksponensial.

3. Intensitas banjir dari 1989-2007: 21 bulan atau setara dengan 1,2 bulan pertahun atau setara

dengan 36 hari. Batas margin curah hjan yang membawa banjir adalah: 302 mm/bulan (CC-ROM

IPB, 2010). Sedangkan peningkatan curah hujan maksimum adalah 50 mm/ bulan. Jumlah bulan

basah dan bulan kering berdasarkan pengolahan CRU TS2.0 dataset yang diolah CCROM-IPB

(2010).

4. Data dasar untuk asumsi SLR dalam 50 tahun yang akan datang adalah: SRESA B1/A2: 21 cm (CC-

ROM IPB, 2010) dan proyeksi yang lebih ekstrim adalah 38 cm (DKP, 2008).

5. Jumlah orang yang dilayani oleh PDAM saat ini adalah 11.000 rumah tangga, atau setara dengan

550.000 jiwa.

6. Dengan konservasi upstream Waduk Jatibarang, debit yang dihasilkan oleh waduk adalah 0.26

m3 . Standard kebutuhan air bersih adalahr 12o liters/jiwa/ hari atau itu setara dengan 600 liter/

rumah tangga/hari (BPS), sehingga waduk menghasilkan tambahan air bersih bagi 37.500 rumah

tangga. Tanpa konservasi di upstream, kontribusi yang diharapkan dari waduk akan menurun

setengahnya atau hanya memberikan tambahan bagi 18.500 rumah tangga.

SEMARANG City Resilience Strategy

46

Page 52: laporan final semarang

7. Panjang garis pantai Semarang adalah 25 km. Tebal ideal mangrove untuk perlindungan pesisir

adalah 100 meter, sehingga luas total ideal mangrove untuk pesisir Kota Semarang adalah 250

hektar

8. Luas tambak saat ini digunakan data 2009 seluas 1002.1 Ha. Penurunan tambak adalah 42 hektar

dalam 5 tahun (DKP, 2010). Satuan ekonomi untuk hilangnya per hektar tambak adalah Rp.18

Juta/ hektar.

4.2. Pengembangan Skenario Perubahan Iklim di Kota Semarang

4.2.1. Skenario Musim Kemarau

Berdasarkan trend data musim kemarau di Kota Semarang rata-rata berlangsung dalam 3 (tiga)

bulan. Seiring dengan perubahan iklim, musim kemarau diperkirakan akan semakin panjang menjadi

4 (empat) bulan. Jika saat ini penduduk Kota Semarang adalah 1.4 juta jiwa, maka dalam 50 tahun

yang akan datang jumlah penduduk akan menjadi 2.9 juta jiwa. Musim kemarau yang semakin

panjang akan memberikan efek pada ketersediaan air oleh PDAM. Jika saat ini 60% penduduk kota

tidak dilayani oleh PDAM, maka tanpa ada tambahan air baku dan lama musim kemarau tetap

berkisar 4 bulan maka 80% penduduk dalam 50 tahun yang akan datang tidak akan mendapatkan

layanan PDAM. Jika dalam waktu yang dekat musim kemarau menjadi satu bulan lebih lama, maka

jumlah orang yang tidak terlayani PDAM akan meningkat menjadi 70% dan dalam 50 tahun yang

akan datang diprediksikan 85% penduduk tidak mendapatkan pelayanan PDAM.

4.2.2. Skenario Musim Kemarau Setelah Pembangunan Waduk Tanpa Konservasi di Upstream

Pembangunan Waduk Jatibarang yang akan selesai pada tahun 2015 memberikan implikasi positif

walaupun masih menyisakan masalah. Dengan waduk tanpa konservasi pada tahun 2015 dan lama

musim kemarau 3 bulan maka akan ada 54% penduduk yang tidak terlayani air bersih PDAM dan

angka tersebut meningkat menjadi 63% jika musim kemarau terjadi 1 bulan lebih lama. Dengan

skenario yang masih sama, pada tahun 2050 jumlah penduduk yang tidak terlayani air bersih PDAM

menjadi 78% dan 82%.

SEMARANG City Resilience Strategy

47

Page 53: laporan final semarang

4.2.3. Skenario Musim Kemarau Setelah Pembangunan Waduk Dengan Konservasi di Upstream

Konservasi upstream Waduk Jatibarang akan memberikan pengaruh yang lebih baik bagi

ketersediaan air. Pembangunan waduk yang didukung kegiatan konservasi, pada tahun 2015 dan

lama musim kemarau 3 bulan maka akan ada 47% penduduk yang tidak terlayani air bersih PDAM

dan angka tersebut meningkat menjadi 58% jika musim kemarau terjadi 1 bulan lebih lama. Dengan

skenario yang masih sama, pada tahun 2050 jumlah penduduk yang tidak terlayani air bersih PDAM

menjadi 75% dan 80%.

Tabel 4.1: Skenario Musim Kemarau di Kota Semarang

Populasi 1,4 Juta Jiwa

(Current)

Populasi 1,4 Juta Jiwa

(Current)

Populasi 2,9 Juta Jiwa

(Next 50 years)

Populasi 2,9 Juta Jiwa

(Next 50 years)

Penduduk tidak terlayani PDAMPenduduk tidak terlayani PDAMPenduduk tidak terlayani PDAMPenduduk tidak terlayani PDAM

Musim Kemarau 3 Bulan 60%60% 80%80%

Musim Kemarau 4 Bulan 70%70% 85%85%

Post Development of

Dam

without Upstream

Conservation

with Upstream

Conservation

without Upstream

Conservation

with Upstream

Conservation

Musim Kemarau 3 Bulan 54% 47% 78% 75%

Musim Kemarau 4 Bulan 63% 58% 82% 80%

4.2.4. Skenario Musim Hujan

Berdasarkan trend data musim hujan di Kota Semarang rata-rata berlangsung dalam 2-3 bulan.

Seiring dengan perubahan iklim, musim hujan diperkirakan akan semakin panjang menjadi 4-6

bulan. Jika saat ini masterplan drainase kota hanya terealisasi 9%, maka pada situasi yang normal

10,8% wilayah Kota Semarang akan tergenang banjir dengan total 36 hari banjir pertahun. Dalam 50

tahun yang akan jika setengah dari masterplan drainase terealisasi maka masih terdapat

6,5% .wilayah Kota Semarang yang akan tergenang dengan total hari banjir 22 hari pertahun. Musim

hujan yang semakin panjang akan memberikan efek pada semakin luasnya daerah genangan. Jika

capaian masterplan drainase tidak berubah sebagaimana kondis saat ini maka wilayah yang akan

SEMARANG City Resilience Strategy

48

Page 54: laporan final semarang

tergenang meningkat menjadi 13% seiring dengan musim hujan yang semakin panjang. Total hari

banjir pertahun juga meningkat menjadi 72 hari. Dengan terealisasinya setengah dari masterplan

drainase kota, musim hujan yang lebih panjang masih menyebabkan sekitar 7,8% dari wilayah Kota

Semarang tergenang banjir dengan total hari banjir pertahun sebanyak 44 hari.

Dengan sistem drainase yang kurang optimal saat ini, diestimasikan sekitar 30% sumur umum dan

sumur pribadi yang dimanfaatkan oleh sekitar 51.000 rumah tangga terkontaminasi. Jika musim

hujan semakin panjang, maka jumlah sumur yang terkontaminasi semakin banyak, dimana jumlah

masyarakat yang terkena dampak meningkat menjadi sekitar 58.500 rumah tangga. Perbaikan sistem

drainase dalam 50 tahun yang akan datang diestimasikan mampu mengurangi jumlah sumur

terkontaminasi menjadi 20% dan sekitar 92.800 rumah tangga memanfaatkan sumber tersebut. Jika

musim hujan semakin panjang maka dalam 50 tahun yang akan datang jumlah masyarakat yang

terkena pengaruh meningkat hingga sekitar 98.600 rumah tangga.

Tabel 4.2: Skenario Musim Hujan di Kota Semarang

9% Masterplan Drainase

terealisasi (Current)

50% Masterplan Drainase

terealisasi (Next 50 years)

Persentase Area TergenangPersentase Area Tergenang

Musim Hujan 2-3 Bulan 10.8% 6.5%

Musim Hujan 4-6 Bulan 13% 7.8%

Jumlah Hari BanjirJumlah Hari Banjir

Musim Hujan 2-3 Bulan 36 22

Musim Hujan 4-6 Bulan 72 44

Jumlah Rumah Tergenang dan Sumur yang TerkontaminasiJumlah Rumah Tergenang dan Sumur yang Terkontaminasi

Musim Hujan 2-3 Bulan 51.000 92.800

Musim Hujan 4-6 Bulan 58.500 98.600

Daerah Rawan LongsorDaerah Rawan Longsor

Musim Hujan 2-3 Bulan 23 Kelurahan 8 Kelurahan

Musim Hujan 4-6 Bulan 38 Kelurahan 19 Kelurahan

SEMARANG City Resilience Strategy

49

Page 55: laporan final semarang

Daerah rawan longsor di Kota Semarang juga diprediksikan akan meningkat seiring dengan laju

presipitasi yang ekstrim. Berdasarkan identifikasi diketahui terdapat 23 kelurahan yang dikategorikan

sebagai daerah rentan dan berkelerengan tinggi. Jumlah kelurahan ini meningkat menjadi 38

kelurahan di tahun 2050 atau terjadi pada saat ini jika musim hujan berlangsung 4-6 bulan. Dimasa

yang akan datang perbaikan sistem drainase diasumsikan akan mampu mengurangi 65% resiko

pada musim hujan normal 2-3 bulan dan hanyana mampu mengurangi resiko 50% pada musim

hujan yang lebih ekstrim (4-6 bulan).

4.2.5. Skenario Wilayah Tergenang SLR

Pada saat ini capaian masterplan drainase Kota Semarang (MercyCorps, 2010) hanya sekitar 9% dan

diprediksikan dalam 50 tahun yang akan datang masterplan drainase hanya akan mampu

dilaksanakan hingga 50%. Dalam kurun waktu 50 tahun yang akan datang SLR akan meningkat

sebesar 21 cm (CC-ROM IPB, 2010). Adapun pediksi yang lebih ekstrim SLR akan meningkat sebesar

38 cm (DKP, 2008). Jika tidak ada upaya percepatan implementasi masterplan drainase maka SLR

pada tingkat yang moderat akan mengakibatkan 53% dari total luas wilayah pesisir akan tergenang.

Dengan perbaikan sistem drainase dalam 50 tahun yang akan datang masih terdapat 13% dari total

luas wilayah pesisir akan tergenang. Pada situasi peningkatan SLR yang lebih ekstrim capaian

drainase saat ini akan membuat 68% dari total wilayah pesisir Kota Semarang akan tergenang. Dalam

50 tahun kedepan jika setengah dari target masterplan drainase terealisasi, maka masih terdapat

sekitar 28% dari total area di wilayah pesisir akan tergenang.

Tabel 4.3: Skenario Kenaikan Muka Air Laut di Kota Semarang

9% Masterplan Drainase

terealisasi (Current)

50% Masterplan Drainase

terealisasi (Next 50 Years)

Persentase Genangan di Wilayah PesisirPersentase Genangan di Wilayah Pesisir

SLR 21 Cm 10.8% 6.5%

SLR 38 Cm 13% 7.8%

SEMARANG City Resilience Strategy

50

Page 56: laporan final semarang

4.2.6. Skenario SLR dengan Variasi Luasan Konservasi Mangrove

Pada saat ini Kota Semarang hanya memiliki 37% dari total luas ideal konservasi mangrove. Dengan

persentase tersebut, kenaikan SLR sebesar 21 cm (CC-ROM IPB, 2010) menyebabkan 40% lahan

tambak saat ini akan tergenang. dengan total kerugian sekitar 7.2 Milyar pertahun. Dengan pediksi

yang lebih ekstrim dimana SLR akan meningkat sebesar 38 cm (DKP, 2008), maka 75% lahan tambak

saat ini akan tergenang dengan total kerugian mencapai 13,2 Milyar pertahun. Luas mangrove di

Kota Semarang menunjukkan trend yang terus menurun. Dalam 50 tahun yang akan datang

diestimasikan bahwa Kota Semarang hanya memiliki 18% dari total luas ideal konservasi mangrove

yang disarankan. Atau dengan kata lain luas konservasi mangrove turun setengah dari saat ini. Pada

situasi ini, kenaikan SLR sebesar 21 cm menyebabkan 50% lahan tambak saat ini akan tergenang

dengan total kerugian sekitar 9 Milyar pertahun. Dengan pediksi yang lebih ekstrim dimana SLR akan

meningkat sebesar 38 cm, maka 90% lahan tambak yang ada saat ini akan tergenang dengan total

kerugian sebesar 16,3 Milyar pertahun

Tabel 4.4: Skenario Kenaikan Muka Air Laut dalam Beragam Variasi Luas Konservasi Mangrove

Mangrove 37% dari Total

Luas Ideal (Current)

Mangrove 18% dari Total

Luas Ideal (Next 50 Years)

Persentase Hilangnya Area Tambak dari Saat iniPersentase Hilangnya Area Tambak dari Saat ini

SLR 21 Cm 40% 50%

SLR 38 Cm 75% 90%

Hilangnya Nilai Produksi (Milyar/Thn)Hilangnya Nilai Produksi (Milyar/Thn)

SLR 21 Cm 7.2 9

SLR 38 Cm 13.2 16.3

SEMARANG City Resilience Strategy

51

Page 57: laporan final semarang

5. Strategi dan Aksi Prioritas

5.1. Tujuan dan Sasaran Strategi Ketahanan Perubahan Iklim

Berdasarkan sintesis atas pemahaman terhadap kajian kerentanan kota terhadap perubahan iklim

dan skenario perubahan iklim sebagaimana telah diuraikan pada bagian ini, terdapat lima sektor

yang perlu difokuskan dalam perumusan strategi ketahanan di Kota Semarang. Sektor tersebut

adalah air bersih, infrastruktur, kelautan dan perikanan, lingkungan, dan pengembangan

sumberdaya manusia. Tujuan strategi ketahanan pada setiap sektor adalah sebagai berikut:

5.1.1. Strategi Ketahanan Sektor Air Bersih

Strategi ketahanan air bersih ditujukan sebagai upaya untuk menjamin ketersediaan air minum bagi

masyarakat di Kota Semarang dalam kondisi perubahan iklim yang ekstrim, baik ketika terjadi banjir

maupun kekeringan yang berkepanjangan. Sasaran strategi ini diprioritaskan pada kelompok

masyarakat yang tidak terlayani jaringan PDAM dan mereka yang berada jauh dari sumber air.

Beberapa alternatif aksi untuk menciptakan ketahanan sumber air ini diantaranya adalah:

• Pemanenan air hujan (Rain harvesting). Pemanenan air hujan ditujukan untuk memenuhi

kekurangan air bagi rumah tangga dengan penerapan teknologi yang disesuaikan dengan

karakteristik wilayah (baik kawasan hulu, pekotaan padat, maupun di hilir/ pesisir). Kegiatan

pemanenan air hujan dalam hal ini dapat dilakukan dengan berbagai variasi maupun teknik

seperti: pembuatan embung, water tank diatap bangunan, waduk, sumur buatan, dan biopori.

• Penghematan air. Penghematan air bertujuan untuk mengurangi tingakt pemanfaatan air bersih

baik secara individual maupun kolektif. Kegiatan untuk mengoperasionalkan strategi ini

diantaranya melalui pembangunan kesadaran atau kepedulian, penerapan teknologi, dan regulasi.

• Purifikasi air sumur/ sumber air bersih masyarakat. Purifikasi bertujuan untuk menjamin bahwa

air sumur atau sumber air bersih lainnya yang dimiliki masyarakat tetap dapat dimanfaatkan baik

pada saat maupun pasca terjadinya dampak perubahan iklim yang ekstrim, seperti banjir dan

SEMARANG City Resilience Strategy

52

Page 58: laporan final semarang

inflitrasi air laut. Purifikasi dapat dilakukan dengan cara-cara konvensional maupun penerapan

teknologi khusus, disesuaikan dengan tingkat kontaminasinya.

• Pemanfaatan air laut (desalinisasi). Pemanfaatan air laut melalui proses desalinisasi merupakan

salah satu strategi dalam peningkatan ketahanan pada sektor air bersih, khususnya dalam situasi

yang darurat/ emergency. Pengadaaan instalasi pengolah air (IPA) yang bersifat mobile atau

mudah untuk dipindah-pindahkan merupakan salah satu bentuk intervensi yang bisa dilakukan.

5.1.2. Strategi Ketahanan Sektor Infrastruktur

Strategi ketahanan sektor infrastruktur ditujukan sebagai upaya untuk mengurangi dampak negatif

dari banjir ketika intensitas dan level curah hujan meningkat secara ekstrim maupun peningkatan

muka air laut. Sasaran strategi ini diprioritaskan pada kelompok masyarakat yang berada di sekitar

bantaran sungai, permukiman pesisir, dan kawasan-kawasan pusat perekonomian dan simpul-

simpul pergerakan. Beberapa alternatif aksi untuk menciptakan ketahanan dari sisi infrastruktur

diantaranya adalah:

• Pembangunan tanggul laut (sea wall). Pada prinsipnya tanggul laut adalah salah satu

infrastruktur yang diperlukan agar air laut dapat dicegah dan tidak masuk ke wilayah daratan.

Tanggul laut ini dapat dibangun di daratan maupun di lepas pantai. Selain sebagai tanggul fungsi

tambahan yang bisa dimasukkan adalah untuk peningkatan aksesibilitas jika bagian atas tanggul

dapat dirancang sebagai jalan.

• Pembangunan saluran sabuk. Saluran sabuk merupakan saluran drainase dalam skala kota untuk

memecah atau mendistribusikan limpasan dari sungai-sungai yang mengalir dari selatan menuju

utara. Saluran sabuk yang melintang pada arah barat dan timur akan memperlambat aliran dan

mengurangi resiko banjir di pusat kota dan simpul-simpul perekonomian.

• Penerapan Sistem Polder.

• Pembangunan jaringan drainase lingkungan (tersier). Drainase lingkungan merupakan salah

satu komponen infrastruktur untuk meningkatkan ketahanan kota, khususnya pada wilayah-

wilayah rawan longsor yang ada di perbukitan dengan kemiringan lereng lebih dari 15%. Jaringan

drainase yang kurang memadahi ini sering menyebabkan longsor dan erosi tanah. Pembangunan

SEMARANG City Resilience Strategy

53

Page 59: laporan final semarang

jaringan drainase tersier ini sepertinya cenderung diabaikan dalam masterplan drainase kota dan

kurang mendapat prioritas pendanaan Padahal, keberadaan drainase tersier ini akan

mempengaruhi efektifitas dan keberlanjutan dari sistem jaringan darianse yang lebih besar.

• Pembangunan shelter banjir. Pembangunan shelter banjir ditujukan untuk meningkatkan

ketahanan masyarakat pada saat terjadinya curah hujan ekstrim dan kegagalan sistem drainase.

Pembangunan shelter banjir di lakukan pada pusat-pusat permukiman dengan

mempertimbangkan jarak tempuh. Shelter banjir bisa berupa bangunan baru atau diintegrasikan

fungsinya dengan bangunan lain yang telah ada.

5.1.3. Strategi Ketahanan Sektor Lingkungan

Strategi ketahanan sektor lingkungan ditujukan sebagai upaya untuk mendukung keberlanjutan

berbagai program pembangunan dari sektor air bersih maupun infrastruktur yang telah ada.

Dengan strategi ini diharapkan manfat dari program air bersih dan infrastruktur dapat bertahan lama

dan langsung dapat dirasakan oleh target sasaran. Sasaran strategi ini diprioritaskan pada kelompok

masyarakat yang berada di daerah rawan dari sekitar bantaran sungai dan kawasan-kawasan pusat

perekonomian dan simpul-simpul pergerakan. Beberapa alternatif aksi untuk menciptakan

ketahanan dari perspektif lingkungan diantaranya adalah:

• Konservasi upstream Dam Jatibarang. Konservasi upstram Dam Jatibarang pada dasarnya

adalah serangkaian aktivitas yang mencakup penanaman wilayah upstream dengan vegetasi-

vegetasi yang sesuai, penerapan konsep agro-forestry, dan juga kegiatan regulatif untuk

mengontrol pendirian bangunan-bangunan di wilayah upstream Dam Jatibarang.

• Perlindungan sumber air bersih melalui pengelolaan limbah cair dan sampah rumah tangga.

Pengelolaan limbah padat dapat mencakup pembangunan dan pengelolaan di Tempat

Pembuangan Sampah Sementara, penerapan 3R, memperluas cakupan layanan pengangkutan

sampah, dan peningkatan sistem pengelolaan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Adapun untuk

pengelolaan limbah cair mencakup pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dengan

teknologi yang disesuaikan dengan karakteristik masing-masing wilayah. Disamping itu

peningkatan akses sanitasi melalui kredit sanitasi bagi masyarakat miskin juga merupakan salah

SEMARANG City Resilience Strategy

54

Page 60: laporan final semarang

satu kegiatan yang patut dicatat sebagai salah satu komponen kegiatan dalam strategi ini.

Penanganan vegetaif pada umumnya lebih murah dan lebih berwawasan lingkungan daripada

pendekatan struktur.

• Penanganan vegetatif untuk daerah rawan longsor. Penanganan vegetatif dapat dilakukan

melalui penanaman rumput vertiver, bambu, atau dengan tanaman keras lainnya yang sesuai.

5.1.4. Strategi Ketahanan Sektor Kelautan dan Perikanan

Strategi ketahanan sektor kelautan dan perikanan memiliki katerkaitan yang kuat dengan sektor

lingkunganlingkungan. Strategi ketahanan ini ditujukan sebagai upaya untuk mendukung

menyelamatkan kegiatan pertambakan di Kota Semarang dari ancaman SLR dan abrasi. Sasaran

strategi ini diprioritaskan pada kelompok masyarakat petani tambak di wilayah pesisir Kota

Semarang. Beberapa alternatif aksi untuk menciptakan ketahanan pada sektor kalutan dan perikanan

ini diantaranya adalah:

• Pembuatan green belt sepanjang pantai di areal pertambakan. Berbagai teknik penanaman

vegetasi pantai baik yang bersifat konvensional dan inovatif - misalnya yang dikombinasikan

dengan ban bekas sebagai pemecah ombak - dapat diterapakan.

• Diversifikasi usaha perikanan. Diversifikasi usaha dimaksudkan agar secara ekonomi masyarakat

pesisir yang berkerja di sektor perikanan dan kelautan dapat meningkatkan taraf kehidupannya

sehingga membuat mereka mampu untuk menjangkau kegiatan adaptasi. Diversifikasi usaha

perikanan dalam hal ini dapat mencakup jenis usaha dan pengolahannya.

5.1.5. Strategi Pengembangan Kapasitas SDM dan Kelembagaan

Pengembangan kapasitas SDM bagi masyarakat umum dan aparatur pemerintah menjadi strategi

yang penting dalam adaptasi perubahan iklim. Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh akan

mempermudah pelaksanaan dan mendorong keberhasilan program dan aksi adaptasi perubahan

iklim yang dilakukan. Beberapa alternatif intervensi yang bisa dilakukan adalah:

• Mengintegrasikan perubahan iklim dalam kurikulum pendidikan. Tujuan dari kegiatan ini agar

masyarakat secara umum memiliki pengetahuanyang mamadahi tentang perubahan iklim.

SEMARANG City Resilience Strategy

55

Page 61: laporan final semarang

Muatan materi disesuaikan dengan tingkat pendidikan, mulai dari pendidikan dasar, menegah,

hingga perguruan tinggi.

• Pendirian Center for Cities and Climate Change (C4). Pengembangan institusi ini ditujukan

untuk penguatan kapasitas pemerintah dengan penyedian informasi atau kajian yang akurat bagi

pengabilan kebijakan pembangunan. Organisasi ini memberikan pelatihan dan training kepada

aparatur pemerintah untuk dapat menterjemahkan rencana strategis penanganan perubahan

iklim menjadi tindakan operasional yang dapat implementatif. Organisasi ini juga bisa memberikan

pelatihan dan advis kepada pihak-pihak diluar pemerintah jika diminta. Walaupun institusi ini

diletakkan dibawah struktur organisasi pemerintah (tepatnya dibawah Pusat Informasi

Pembangunan/ PIP), peluang partnership dengan universitas dan lembaga non-pemerintah tetap

dimungkinkan. Tim teknis perubahan iklim yang telah ada saat ini dapat menjadi embrio institusi

ini.

• Pelibatan sektor swasta dalam adaptasi perubahan iklim. Tujuan pelibatan sektor swasta ini

untuk mengarahkan agar sektor swasta bersedia mengalokasikan dana corporate social

responsibility (CSR) untuk kegiatan adaptasi perubahan iklim yang terjadi disekitarnya. Kegiatan ini

dapat dilakukan dengan mengembangkan forum komunikasi diantara sektor bisnis, pemerintah,

dan organisasi civil society dengan misi khusus tentang CSR dan perubahan iklim.

• Kajian Lingkungan Hidup Strategis terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dengan

Kriteria Perubahan Iklim. Masterplan Kota Semarang 2010-2030 mungkin tidak dapat bekerja jika

perubahan ekstrim pada curah hujan dan SLR terjadi. Pembangunan dan investasi publik yang

tetap dipertahankan di wilayah pesisir dataran rendah seperti airport, stasiun kereta, kawasan

industri, dan pusat perdagangan dan jasa mungkin akan gagal mengemban fungsinya masing-

masing. Disisi lain, masterplan Kota Semarang juga mengalokasikan fungsi-fungsi baru pada

bagian wilayah lain. Pengalokasian tersebut akan terpengaruh oleh perubahan iklim. Oleh karena

itu, kajian lingkungan hidup strategis dalam perspektif perubahan iklim terhadap Rencana Tata

Ruang Wilayah dan Kota sangat diperlukan.

SEMARANG City Resilience Strategy

56

Page 62: laporan final semarang

5.2. Kriteria Strategi Ketahanan

Dalam mengusulkan kegiatan-kegiatan adaptasi guna ketahanan kota, kriteria ketahanan harus tetap

diperhatikan. Adapun kriteria ketahanan meliputi (Rockefeller Foundation and ISET, 2010):

• Redundansi: berbagai cara untuk mencapai tugas-tugas sistem yang esensial harus

dikembangkan dalam perumusan aksi-aksi peningkatan ketahanan.

• Fleksibilitas: aksi-aksi yang dikembangkan harus memiliki fleksibilitas karena sistem diharapkan

juga dapat mengakomodasi kondisi tanpa kesalahan (ketika situasi ekstrim tidak terjadi). Jika

kesalahan terjadi dibawah kondisi ekstrim, dapat diprediksi, dapat dikendalikan, dan dapat pulih

dengan cepat.

• Kemampuan reaksi/reorganisasi: aksi-aksi yang dikembangkan diharapkan dapat menunjang

sistem dalam membentuk kembali dirinya dengan cepat dalam kondisi yang tidak diharapkan.

• Pembelajaran: aksi-aksi yang dikembangkan diupayakan untuk memanfaatkan mekanisme dari

pengalaman-pengalaman yang telah ada untuk mempercepat proses akumulasi pengetahuan.

Aksi-aksi adaptasi yang diusulkan sebaiknya bukan aksi yang belum teruji.

Tabel 5.1: Kriteria Ketahanan Usulan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim

CLIMATE ADAPTA-TION STRATEGIES

REDUNDANCY FLEXIBILITY/ ROBUSTNESS

REORGANIZATION/RESPONSIVENESS

LEARNING

1. Rain Harvesting Bisa dilakukan dengan membuat embung, su-mur resapan, atau me-nangkap air langsung dari atap.

Hasil tangkapan air hujan bisa langsung digunakan untuk MCK atau melalui pengola-han terlebih dahulu sebagai air minum.

Rain harvesting men-gurangi debit run-off hujan yang berpotensi timbulkan banjir.

Sudah ada inisiasi penerapan rainhar-vesting secara indi-vidual

2. Penghematan Penggunaan Air dan Re-use

Pengurangan juga bisa mencakup penggunaan kembali dalam menggu-nakan air dan dapat dilakukan dalam berba-gai aktivitas rumah tangga.

Penghematan air bisa dilakukan pada musim kemarau ataupun pen-ghujan.

Penghematan air juga bisa menyediakan pasokan air di musim kering.

Sudah banyak kam-panye tentang penghematan air.

SEMARANG City Resilience Strategy

57

Page 63: laporan final semarang

CLIMATE ADAPTA-TION STRATEGIES

REDUNDANCY FLEXIBILITY/ ROBUSTNESS

REORGANIZATION/RESPONSIVENESS

LEARNING

3. Purifikasi Sumur/Sumber Air Bersih yang Terkontaminasi

Purifikasi bisa dilakukan dengan berbagai cara, baik tradisional maupun penerapan teknologi tepat guna.

Sistem penyaringan dirancang supaya da-pat berjalan saat banjir dan rob.

Pada saat banjir dan rob, purifikasi menja-min ketersediaan air bersih bagi masyarakat dan mengurangi biaya masyarakat untuk pembelian air bersih.

Purifikasi sudah dit-erapkan, misal, di Aceh

4. Desalinasi Air Laut Desalinasi dilakukan pada situasi darurat, misalnya saat banjir.

Fasilitas desalinasi didesain dengan konsep mobile supaya bisa menjangkau wilayah yang banjir.

Dalam keadaan darurat, desalinasi air laut akan menjamin ketersediaan air bersih untuk korban banjir.

Program desalinasi sudah dilakukan di Aceh dan Bali

5. Tanggul Laut Tanggul laut juga akan berfungsi sebagai jalan outer ring road utara Kota Semarang

Untuk kenaikan per-mukaan air laut, tanggul laut dapat mengatasi SLR yang paling ekstrim.

Sudah diterapkan di beberapa negara lain, seperti Belanda dan Korea Selatan.

6. Saluran Sabuk Tengah

Bisa dirancang untuk menampung limpasan air hujan dalam kondisi ekstrim, volume saluran bisa mempertimbang-kan curah hujan kondisi ekstrim.

Bisa mengurangi tekanan banjir yang ada di pusat Kota Semarang

Sudah tertuang ke dalam masterplan drainase Kota Sema-rang. Sudah diterap-kan di beberapa bagian Kota Sema-rang dengan skala kecil.

7. Sistem Drainase Lingkungan (Tersier)

Bisa dirancang untuk menampung limpasan air hujan dalam kondisi ekstrim, design drai-nase seperti volume dan material bisa mempertimbangkan ketersediaan material di tingkat local.

Bisa mengurangi tekanan banjir yang ada di pusat Kota Semarang, khususnya di lingkun-gan pemukiman, memperbaiki dan meningkatkan kuali-tas kesehatan masyarakat.

Sudah diterapkan di beberapa bagian Kota Semarang den-gan skala kecil, seperti KIP, PNPM Mandiri, dll.

8. Shelter Banjir Harus didesain dengan elevasi minimum yang lebih tinggi dari keting-gian banjir pada saat curah hujan ekstrim.

Pembangunan shelter banjir dialokasikan un-tuk pusat pemukiman dengan pertimabangan waktu dan jarak tem-puh. Bangunan ini bisa berupa bangunan baru ataupun terintegrasi secara fungsional den-gan bangunan yang sudah ada.

Ketahanan masyarakat akan bertambah jika terjadi curah hujan ekstrim atau terjadi masalah pada system drai-nase.

Korban banjir sering melakukan evakuasi mandiri ke tempat yang lebih tinggi, yang umumnya merupakan bangu-nan umum yang dekat dengan rumah, seperti mesjid, gereja, dan sekolah.

SEMARANG City Resilience Strategy

58

Page 64: laporan final semarang

CLIMATE ADAPTA-TION STRATEGIES

REDUNDANCY FLEXIBILITY/ ROBUSTNESS

REORGANIZATION/RESPONSIVENESS

LEARNING

9. Konservasi di Wi-layah Upstream Waduk Jatibarang

Bisa dilakukan dengan berbagai cara, seperti agroforestry.

Penanaman bisa dila-kukan di musim hujan, dan perawatan difokus-kan pada musim kema-rau.

Bisa memberikan nilai tambah secara ekonomi bagi masyarakat disamp-ing mengurangi sedimentasi ke dam Jatibarang.

Sudah dilakukan studi oleh pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan JICA.

10. Perlindungan Sumber Air Baku melalui Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga

Bisa dilakukan melalui pengelolaan limbah pa-dat dan limbah cair.

Bisa dilakukan dalam skala individual maupun komunal. Design bisa disesuaikan dengan karakteristik permasa-lahan sanitasi di tingkat lingkungan.

Meningkatkan kese-hatan lingkungan.

Sudah ada inisiasi kegiatan yang dit-erapkan oleh Pemkot dan LSM.

11. Penanganan Vegetatif untuk Men-gatasi Longsor di Daerah Kelerangan Tinggi

Tersedia berbagai ma-cam spesies (vetiver, bambu, tanaman keras) dan teknik penanaman di daerah rawan longsor.

Penanaman bisa dila-kukan di musim hujan, dan perawatan difokus-kan pada musim kema-rau

Selain melindungi rumah dan mencegah korban jiwa, berkon-tribusi dalam men-gurangi sedimentasi pada jaringan drai-nase perkotaan.

Sudah ada inisiasi kegiatan yang dit-erapkan melalui pilot project ACCCRN.

12. Green Belt dise-panjang Garis Pantai di Lahan Pertam-bakan

Tersedia berbagai ma-cam spesies dan teknik penanaman mangrove.

Penanaman bisa dila-kukan di musim hujan, dan perawatan difokus-kan pada musim kema-rau

Selain melindungi tambak, juga men-ingkatkan keragaman hayati di kawasan pesisir, memberikan manfaat tambahan untuk pendidikan dan wisata.

Sudah ada inisiasi kegiatan yang dit-erapkan oleh Pemkot dan LSM.

13. Diversifikasi Usaha dan Produk Kelautan dan Perika-nan

Pengembangan usaha perikanan dan kelautan yang tidak sensitif terhadap kenaikan muka air laut dan curah hujan ekstrim.

Pengembangan usaha dan produk yang mengikuti permintaan pasar.

Memberikan peningkatan ekonomi kepada orang-orang yang bekerja di sektor perikanan dan kelautan supaya menjadi lebih stabil dan mampu mengupayakan adaptasi secara mandiri jika diperlukan.

Terdapat banyak pilihan kegiatan untuk mengembangkan sektor ini.

SEMARANG City Resilience Strategy

59

Page 65: laporan final semarang

CLIMATE ADAPTA-TION STRATEGIES

REDUNDANCY FLEXIBILITY/ ROBUSTNESS

REORGANIZATION/RESPONSIVENESS

LEARNING

14. Pengarusuta-maan Perubahan Iklim ke Dalam Kurikulum Pendidi-kan

Dilakukan melalui pen-didikan formal dan non formal baik di kalangan pemerintah maupun masyarakat

Bisa dilakukan setiap saat, didalam penera-pannya bisa terintegrasi atau menyesuaikan dengan system pen-didikan dan pelatihan yang ada.

Memberikan pema-haman terhadap situasi local yang ada dan mendorong program-program adaptasi perubahan iklim di tingkat kota.

Program pendidikan lingkungan sudah diberikan di tingkat formal maupun belum spesifik mengenai perubahan iklim.

15. Pembentukan Center for Cities andClimate Changes

Organisasi ini secara institusi berada di bawah pemerintah setempat tetapi terdiri dari para pihak pembangunan kota (pemerintah, LSM, Universitas, Sektor Pri-vat, Media, dan Kelom-pok Masyarakat.

Format organisasi mengikuti mekanisme dan prosedur yang ada di pemerintah setem-pat. Pengembangan institusi ini bertujuan meningkatkan kapasi-tas pemerintah dengen menyediakan informasi dan database untuk mendukung proses pengambilan keputu-san.

Organisasi ini juga menyediakan pelati-han untuk staf pe-merintah atau pihak lain sesuai permin-taan.

Organisasi semacam ini sudah ada di kota-kota lain dan umumnya berbasis universitas.

16. Pelibatan Sektor Privat di dalam Kegi-atan Adaptasi Peru-bahan iklim

Kontribusi swasta dise-suaikan dengan pro-gram dan interest masing-masing swasta

Program CSR diarah-kan untuk berkontri-busi dalam upaya adaptasi perubahan iklim

Beberapa swasta telah mengembang-kan CSR melalui ke-giatan pengelolaan lingkungan

17. Kajian Lingkun-gan Hidup Strategis terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah dengan Kriteria Pe-rubahan Iklim

Terdapat beberapa dokumen ttg peruba-han iklim di Kota Sema-rang sebagai referensiTersedia cukup kapasi-tas SDM untuk melak-sanakan

Output evaluasi akan berguna bagi peru-musan kebijakan pembangunan kota lebih lanjut

Hasil evaluasi dapat menjadi input evaluasi berkala dari RTRW setiap 5 tahunan

Tidak terdapat inisiatif semacam ini di Indo-nesia, tetapi praktek semacam ini telah berlangsung di ne-gara lain spt India (Surat City)

SEMARANG City Resilience Strategy

60

Page 66: laporan final semarang

5.3. Proses Prioritasi

Qualitative Cost-Benefit Analaysis (QualBCA) dipilih untuk melakukan proses prioritisasi. Sebelum

kegiatan perhitungan benefit dan cost dilakukan, penjabaran secara kualitatif atas benefit dan cost

telah dilakukan dan dituangkan dalam matrik (Tabel 5.2 dan 5.3) berikut ini.

Tabel 5.2: Biaya (C) Kegiatan Adaptasi

KEGIATAN KETAHANAN IKLIM

BIAYA (COST)BIAYA (COST)BIAYA (COST)BIAYA (COST)KEGIATAN KETAHANAN IKLIM Ekonomi Sosial Lingkungan Lain-lain

1. Rain Harvesting Perlu kajian DED, instalasi, dan pera-watan sistem, pem-bebasan lahan untuk model embung

Persepsi negatif ter-hadap kualitas air hujan yang meru-pakan air kotor.

Modifikasi land-scape untuk model embung memberi-kan pengaruh ter-hadap lingkungan

Tampungan air sebagai media pertumbuhan jentik nyamuk

2. Penghematan air Instalasi, teknologi hemat air

Resistensi masyarakat untuk mengubah gaya hidup

3. Purifikasi sumur-sumur/sumber air ber-sih yang terkontami-nasi

Kajian DED, instalasi, dan perawatan

Kurang praktis di mata masyarakat

4. Pemanfaatan air laut (desalinisasi)

Pengadaan alat, biaya operasional dan per-awatan, kendaraan pengangkut

Tenaga operator yang terlatih

5. Tanggul Laut kajian DED, biaya konstruksi tinggi, per-awatan, pembebasan lahan,

rawan konflik pem-bebasan lahan, hi-langnya mata penca-harian sebagian pen-duduk (tambak)

kerusakan eko-sistem pantai,

meningkatkan kegi-atan penambangan untuk konstruksi tanggul

keselamatan masyarakat terancam jika tanggul mengalami kerusakan

6. Saluran sabuk ten-gah

Kajian DED, biaya konstruksi, dan pera-watan

Pembebesan lahan untuk pelebaran dan pembuatan drainase

Pembangunan pada di pusat kota men-imbulkan kemacetan

Umur drainase berkurang akibat sedimen dan sam-pah

7. Drainase lingkungan (tersier)

Kajian DED, biaya konstruksi, dan pera-watan

Umur drainase berkurang akibat sedimen dan sam-pah

SEMARANG City Resilience Strategy

61

Page 67: laporan final semarang

KEGIATAN KETAHANAN IKLIM

BIAYA (COST)BIAYA (COST)BIAYA (COST)BIAYA (COST)KEGIATAN

KETAHANAN IKLIMEkonomi Sosial Lingkungan Lain-lain

8. Pembangunan shel-ter banjir

Kajian DED, biaya pembangunan atau renovasi bangunan, pengadaan lahan untuk bangunan baru, pembebasan lahan, perawatan dan op-erasional bangunan

Persepsi dan pan-dangan negatif ter-hadap pemerintah (mengapa tidak menyelesaikan akar masalah?)

9. Konservasi di wi-layah upstream DAM Jatibarang

pengadaan bibit, penanaman, dan pe-meliharaan

perlu membangun kerjasama dengan pemerintah diluar kota Semarang

Persepsi pemerintah bahwa upaya konservasi tidak memberikan PAD

10. Perlindungan Sumber Air Baku me-lalui Pengelolaan Lim-bah Cair Rumah Tangga

Kajian DED, instalsi pengolah limbah, dan perawatan

Persepsi masyarakat limbah harus segera dibuang jauh dari rumahnya

Penolakan dari masyarakat jika biaya perawatan dibebankan kepada mereka disebab-kan kurangnya pemaha-man dan kemampuan ekonomi.

11 Penanganan vege-tatif di daerah rawan longsor

Bibit vetiver, penana-man, dan perawatan awal

Pembebasan lahan Jangka waktu yang lama antara tindakan penana-man dengan manfaat yang diperoleh

12. Green belt dise-panjang garis pantai di lahan pertambakan

Lahan, bibit man-grove, perawatan

Pembebasan lahan dari masyarakat dan swasta yang telah menguasai wilayah pantai

Persepsi pemerintah bahwa upaya konservasi tidak memberikan PAD

13. Diversifikasi usaha perikanan dan kelautan

Pelatihan, Asistensi usaha, dukungan pembiayaan, dan monitoring.

Penolakan dari masyarakat terhadap sesuatu yang baru

Usaha yang tidak sesuai akan ber-dampak negative terhadap ingkungan

Sektor perikanan dan kelutan kurang mendapat perhatian pemerintah

14. Pengarusutamaan perubahan iklim dalam kurikulum pendidikan

Training, media pem-belajaran

Banyaknya muatan mata pelajaran pada pendidikan formal

Resisten terhadap perubahan pada target usia dewasa

15. Pendirian Center for Cities and Climate Changes

Pelatihan, pengem-bangan alat dan me-dia belajar

Sistem kelembagaan multistakeholder sulit untuk mendapatkan pen-danaan dari pemerintah

SEMARANG City Resilience Strategy

62

Page 68: laporan final semarang

KEGIATAN KETAHANAN IKLIM

BIAYA (COST)BIAYA (COST)BIAYA (COST)BIAYA (COST)KEGIATAN KETAHANAN IKLIM Ekonomi Sosial Lingkungan Lain-lain

16. Pelibatan sektor swasta dalam adaptasi perubahan iklim

Pelatihan, seminar, danworkshop

Mengembangkan dialog/forum diantara sektor swasta, pe-merintah, dan masyarakat.

Sistem kelembagaan multistakeholder sulit untuk mendapatkan pen-danaan dari pemerintah

17. Kajian Lingkungan Hidup Strategis terha-dap Rencana Tata Ruang Wilayah dengan Kriteria Perubahan Iklim

Workshop series Hasil evaluasi mung-kin akan sulit dia-dopsi karena me-nangkut biaya sosial yang besar

Kegiatan dengan output non-fifik sering diabaikan karena dianggap tidak memberikan dampak langsung bagi masyarakat

Tabel 5.3: Manfaat (B) Kegiatan Adaptasi

KEGIATAN KETAHANAN IKLIM

MANFAAT (BENEFIT)MANFAAT (BENEFIT)MANFAAT (BENEFIT)MANFAAT (BENEFIT)KEGIATAN KETAHANAN IKLIM Ekonomi Sosial Lingkungan Lain-lain

1. Rain Harvesting Mengurangi biaya pembelian air

Mengurangi kerugian akibat banjir

Sebagai tempat rekreasi,

Mengurangi eksploi-tasi air bawah tanah.

2. Penghematan air Mengurangi biaya pembelian air

Mengurangi tekanan terhadap sumber air

3. Purifikasi sumur-sumur/sumber air ber-sih yang terkontaminasi

Mengurangi biaya pembelian air

Mengurangi resiko penyakit pada saat banjir

4. Pemanfaatan air laut (desalinisasi)

Pengurangan biaya pengadaan air bersih (yang mahal) pada situasi bencana banjir

Kemudahan akses air bersih pada situasi tanggap da-rurat banjir

5. Tanggul Laut Mengurangi kerugian banjir dan rob Meningkatkan aksesi-bilitas

Menciptakan lapan-gan pekerjaan baru pada saat kon-struksi

6. Saluran sabuk ten-gah

Kerugian akibat banjir berkurang

Menciptakan lapan-gan pekerjaan baru pada saat kon-struksi

Mengurangi resiko kesehatan yang disebabkan banjir

SEMARANG City Resilience Strategy

63

Page 69: laporan final semarang

KEGIATAN KETAHANAN IKLIM

MANFAAT (BENEFIT)MANFAAT (BENEFIT)MANFAAT (BENEFIT)MANFAAT (BENEFIT)KEGIATAN

KETAHANAN IKLIM Ekonomi Sosial Lingkungan Lain-lain

7. Drainase lingkungan (tersier)

Kerugian akibat banjir local dan longsor berkurang

menciptakan lapan-gan pekerjaan baru saat konstruksi

meningkatkan kese-hatan masyarakat

8. Pembangunan shel-ter banjir

Shelter bisa berfungsi sebagai ruang/fasilitas publik jika tidak ada banjir

Mengurangi resiko kesehatan yang disebabkan banjir

Menciptakan lapan-gan pekerjaan baru pada saat kon-struksi

Kualitas/kondisi shel-ter lebih baik dari-pada rumah mereka pada saat banjir

9. Konservasi di wi-layah upstream DAM Jatibarang

Menjaga pasokan air baku PDAM dari dam

Meningkatkan la-pangan pekerjaan, mendukung pariwi-sata di sekitar dam Jatibarang

Mengurangi sedi-mentasi di dam, berkontribusi terha-dap RTH

10. Perlindungan Sumber Air Baku me-lalui Pengelolaan Lim-bah Cair Rumah Tangga

Konsistensi keterse-diaan air baku non PDAM (sumur)

Limbah menjadi tanggung jawab bersama masyarakat

Meningkatkan kese-hatan masyarakat

Menjaga sumber air baku non PDAM

11 Penanganan vege-tatif di daerah rawan longsor

Mengurangi hilangnya material yang disebab-kan longsor

Mengurangi jumlah korban

Mengurangi sedi-mentasi pada drai-nase dan berkontri-busi terhadap RTH

12. Green belt dise-panjang garis pantai di lahan pertambakan

Penyelamatan sekitar 1000 ha tambak atau setara 18 milyar/ year

Kesejahteraan masyarakat pesisir meningkatKegiatan wisata dan pendidikan man-grove

Keanekaragaman hayati pesisir men-ingkat

13. Diversifikasi usaha perikanan dan kelautan

Menambah pendapatan masyarakat

Tingkat kesejaht-eraan masyarakat tidak menurun.

14. Pengarusutamaan perubahan iklim dalam kurikulum pendidikan

Kerugian akibat keru-sakan lingkungan berkurang

Pemahaman terha-dap perubahan iklim di sekolah dan di universitas.

Berkembangnya aktivitas ramah ling-kungan oleh masyarakat

Kesuksesan implemen-tasi program ketahanan terhadap perubahan iklim

SEMARANG City Resilience Strategy

64

Page 70: laporan final semarang

KEGIATAN KETAHANAN IKLIM

MANFAAT (BENEFIT)MANFAAT (BENEFIT)MANFAAT (BENEFIT)MANFAAT (BENEFIT)KEGIATAN KETAHANAN IKLIM Ekonomi Sosial Lingkungan Lain-lain

15. Pendirian Center for Cities and Climate Changes

Ketersediaan informasi, database, dan sumber daya manusia untuk pemerintah setempat

Kapasitas pemerin-tah dan masyarakat akan bertambah

Kesuksesan implemen-tasi program ketahanan terhadap perubahan iklim

16. Pelibatan sektor swasta dalam adaptasi perubahan iklim

Menyediakan alternatif sumber pendanaan untuk adaptasi peruba-han iklim

Meningkatnya aktivi-tas pengelolaan lingkungan akan berkontribusi terha-dap ketahanan

Kesuksesan implemen-tasi program ketahanan terhadap perubahan iklim

17. Kajian Lingkungan Hidup Strategis terha-dap Rencana Tata Ruang Wilayah dengan Kriteria Perubahan Iklim

Sebagai kegiatan non-fisik sehingga tdk ter-lampau mahal

Dampak perubahan iklim pada masyarakat yang akan terjadi di masa depan diantisipasi melalui rencana spasial

Tekanan lingkungan yang memperbarah dampak perubahan iklim dapat diidentifi-kasi

5.4. Kualitatif CBA dan Strategi PrioritasKualitatif Cost Benefit Analysis (KualCBA) dipilih sebagai alat prioritiasi. Penilaian dilakukan kolom

demi kolom, dari kiri (cost) menuju ke kanan (benefit). Pertama, berdasarkan penjabaran kualitatif

sebagaimana dua matriks diatas, CWG kemudian menetapkan srategi dengan nilai tertinggi dan

terendah disetiap kolom. Meskipun nilai maksimum dan minimum masing-masing adalah 5 dan 1,

nilai disetiap kolom tidak harus selalu pada skala maksimum atau minimum. Setelah itu, strategi

lainnya dinilai secara bertingkat diantara nilai tertinggi dan terendah. Matrik berikut ini adalah hasil

penilaian dan perhitungan kualitatif analisa biaya dan manfaat (BCA):

SEMARANG City Resilience Strategy

65

Page 71: laporan final semarang

Table 5.4: Kualitatif CBA Strategi Adaptasi Perubahan Iklim di Kota Semarang

KEGIATAN KETAHANAN IKLIMBIAYA (C)BIAYA (C)BIAYA (C)BIAYA (C)BIAYA (C) MANFAAT (B)MANFAAT (B)MANFAAT (B)MANFAAT (B)MANFAAT (B) B/C

RasioKEGIATAN KETAHANAN IKLIMEKON SOS LINGK LAIN2 TOTAL

BIAYAEKON SOS LINGK LAIN2 TOTAL

MANFAAT

B/CRasio

1. Rain Harvesting 3 1 2 1 7 5 3 5 - 13 1.86

2. Penghematan air 3 3 - - 6 4 - 4 - 8 1.33

3. Purifikasi sumur-sumur/sumber air bersih yang terkon-taminasi

3 3 - - 6 3 3 - - 6 1.00

4. Pemanfaatan air laut (desali-nisasi) 4 - - 4 8 2 4 - - 6 0.75

5. Tanggul Laut 5 3 3 4 15 5 3 - - 8 0.53

6. Saluran sabuk tengah 5 3 - 1 9 4 3 - - 7 0.78

7. Drainase lingkungan (tersier)5 - - 3 8 3 3 - - 6 0.75

8. Pembangunan shelter banjir 4 2 - - 6 3 4 3 - 10 1.67

9. Konservasi di wilayah up-stream DAM Jatibarang 2 4 - 3 9 4 2 2 - 8 0.89

10. Perlindungan Sumber Air Baku melalui Pengelolaan Lim-bah Cair Rumah Tangga

4 2 - 2 8 4 3 5 - 12 1.50

11 Penanganan vegetatif di daerah rawan longsor 3 4 - 3 10 3 3 4 - 10 1.00

12. Green belt disepanjang garis pantai di lahan pertam-bakan

3 4 - 3 10 3 2 4 - 10 1.00

13. Diversifikasi usaha perika-nan dan kelautan 3 4 2 3 12 3 3 4 - 10 0.83

14. Pengarusutamaan peruba-han iklim dalam kurikulum pen-didikan

4 4 - - 8 3 3 3 2 11 1.38

15. Pendirian Center for Cities and Climate Changes 3 - - 4 7 4 4 - 3 11 1.57

16. Pelibatan sektor swasta dalam adaptasi perubahan iklim 2 4 - - 6 2 - 3 2 7 1.17

17. Kajian Lingkungan Hidup Strategis terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah dengan Kriteria Perubahan Iklim

1 4 - - 5 1 3 7 1.40

Note : Range penilaian 1 - 5Untuk cost (C) 1 untuk biaya yang rendah/murah dan 5 untuk mahal/tinggiUntuk benefit (B) 1 untuk manfaat rendah/sedikit dan 5 untuk manfaat banyak/tinggi

SEMARANG City Resilience Strategy

66

Page 72: laporan final semarang

Dari matriks diatas dapat dirumuskan urutan prioritas aksi adaptasi di Kota Semarang sebagai berikut:

• Rain harvesting (1.86)

• Pembangunan shelter banjir (1.67)

• Pendirian Center for Cities and Climate Change (1.57)

• Perlindungan sumber air baku melalui pengelolaan limbah rumah tangga (1.50)

• Kalian Lingkungan Hidup Strategis Masterplan Kota dengan Kriteria Perubahan Iklim (1.40)

• Pengarusutamaan perubahan iklim dalam kurikulum pendidikan (1.38)

• Penghematan air (1.33)

• Pelibatan sektor swasta dalam adaptasi perubahan iklim (1.17)

• Purifikasi sumur-sumur/sumber air bersih yang terkontaminasi (1.00)

• Penanganan vegetatif untuk mengatasi longsor (1.00)

• Green belt sepanjang garis pantai di lahan pertambakan (1.00)

• Konservasi di wilayah upstream Dam Jatibarang (0.89)

• Diversifikasi usaha perikanan dan kelautan (0.83)

• Saluran sabuk tengah (0.78)

• Pembangunan drainase lingkungan/ sistem drainase tersier (0.75)

• Desalinasi air laut (0.75)

• Tanggul laut (0.53)

SEMARANG City Resilience Strategy

67

Page 73: laporan final semarang

6. Implementasi dan M&E

6.1. Implementasi dan Pendanaan Aksi Prioritas

Dokumen strategi ketahanan kota ini bersifat terbuka bagi berbagai pihak yang akan melaksanakan

maupun memberikan pendanaan terhadap aksi prioritas yang telah disusun. Walaudemikian semua

aksi dan pembiayaan akan di koordinasikan oleh Bappeda Kota Semarang dengan dibantu oleh City

Working Group dan Tim Teknis Adaptasi Perubahan Iklim Kota Semarang. Implementasi dan

pendanaan aksi prioritas oleh karena itu dapat dilakukan oleh berbagai pihak, baik Pemerintah

Daerah (APBD), Pemerintah Pusat (APBN, ICCTF), Sektor Swasta (CRS Fund), LSM, Universitas, dan

Lembaga Donor nasional maupun internasional.

Pendekatan implementasi yang berbasis masyarakat (community-based) harus tetap menjadi fokus

perhatian dari rencana aksi. Pelibatan masyarakat sebagaimana telah didemonstrasikan dalam Pilot

Project ACCCRN memberikan pengaruh yang signifikan pada keberhasilan aksi adaptasi yang

dilaksanakan. Pelibatan masyarakat sangat penting terutama ketika kontribusi dari masyarakat akan

diperlukan baik pada saat maupun setelah implementasi suatu tindakan intervensi atau adaptasi.

Pendekatan ini mencakup berbagai bentuk dan tidak terbatas pada pelibatan masyarakat pada saat

konsultasi, pelibatan organisasi sipil dan kemasyarakatan, pemberian tanggungjawab implementasi

dan pengelolaan, dan sharing pembiayaan dan sumberdaya.

Aksi adaptasi perubahan iklim yang telah dirumuskan pada dasarnya dapat dibagi dalam jangka

pendek, menengah, dan jangka panjang. Intervensi jangka panjang memerlukan pembiayaan dan

waktu yang lebih lama dalam merealisasikannya. Disamping itu juga terdapat aksi adaptasi yang

bisa segera direalisasikan dalam kurun waktu yang lebih cepat. Lima besar strategi ketahanan terpilih

digolongkan dalam kegiatan jangka pendek (kurang dari 3 tahun) yang akan diusulkan kepada The

Rockefeller Foundation. Setiap aksi adaptasi tidak ekslusif dimiliki oleh satu lembaga tertentu, tetapi

memungkinkan kolaborasi aksi dalam memrealisasikan aksi adaptasi sesuai dengan kewenangan

SEMARANG City Resilience Strategy

68

Page 74: laporan final semarang

masing-masing atau berbasis pada perwilayahan penanganan. Berikut ini adalah matriks untuk

menjabarkan aksi prioritas adaptasi perubahan iklim di Kota Semarang ditinjau dari timeframe,

alokasi dana, dan potensi kolaborasi pelaksanaan.

Tabel 6.1: Matriks Rencana Aksi Prioritas dan Proposal kepada RF (Jangka Pendek - < 3 Tahun)

AKSI ADAPTASI TIME

FRAME

ALOKASI

DANA

PEMBIAYAAN

PROPOSAL

PELUANG KOLABORASI

Rain Harvesting 30 Months 750,000 USD Rockefeller Foundation,

ISET, MercyCorps

BAPPEDA, BLH; Dinas

Kesehatan; BAPERMAS,

University and Research

Institution, and NGOs

Pembangunan Shelter Banjir

18 Months 210,000 USD Rockefeller Foundation,

ISET, MercyCorps

BAPPEDA,PSDA, DPU,

DTK, DKPB, University

and Research Institution,

and NGOs

Pendirian Center for

Cities and Climate

Change

12 Months 100,000 USD Rockefeller Foundation,

ISET, MercyCorps

BAPPEDA, BPS, Litbang,

Bag. Hukum, University

and Research Institution,

and NGOs

Perlindungan Sumber Air Baku melalui Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga

21 Months 230,000 USD Rockefeller Foundation,

ISET, MercyCorps

BAPPEDA,BLH, Dinas

Kesehatan, DTK,

University and Research

Institution, and NGOs

Kajian Lingkungan Hidup Strategis terha-dap Rencana Tata Ru-ang Wilayah dengan Kriteria Perubahan Iklim

12 Months 100,000 USD Rockefeller Foundation,

ISET, MercyCorps

BAPPEDA, University and

Research Institution, and

NGOs

SEMARANG City Resilience Strategy

69

Page 75: laporan final semarang

Table 6.2: Aksi Adaptasi Jangka Menengah (>=5 Tahun) Jangka Panjang (>=10 Tahun)

TIME FRAME ADAPTATION ACTIONS FUNDING

PROPOSAL

COLLABORATION AND FUNDING

Jangka

Menengah

Pengarusutamaan perubahan

iklim dalam kurikulum

pendidikan

APBD, ICCTF Dinas Pendidikan, BLH; University and

Research Institution

Jangka

Menengah

Penghematan Air APBD, ICCTF PSDA, DPU, BAPERMAS, University

and Research Institution, and NGOs

Jangka

Menengah

Pelibatan sektor swasta

dalam adaptasi perubahan

iklim

APBD, ICCTF BAPPEDA, BLH, University and

Research Institution, and NGOs

Jangka

Menengah

Purifikasi Sumber Air Bersih

yang Terkontaminasi

APBD, ICCTF,

DAK

BLH, Dinas Kesehatan, BAPERMAS

Jangka

Menengah

Penanganan Vegetatif untuk

Mengatasi Tanah Longsor

APBD, ICCTF,

DAK

BLH, Dinas Pertanian, Dinas

Pertamanan, NGOs

Jangka

Menengah

Green Belt Sepanjang Pantai

di Areal Pertambakan

APBD, ICCTF,

DAK

DKP, BLH, Dinas Pertanian, NGOs

Jangka

Menengah

Konservasi Wilayah Upstream

Waduk Jatibarang

APBD, ICCTF Pem Provinsi (BLH, Kehutanan), BLH,

Dinas Pertanian

Jangka

Menengah

Diversifikasi usaha perikanan

dan kelautan

APBD, ICCTF,

DAK

DKP, BAPERMAS, Dinas Koperasi

Jangka

Panjang

Pembangunan Saluran Sabuk

Tengah

APBN, ICCTF DPU Pusat, BAPPEDA, DPU, PSDA,

DTKP

Jangka

Panjang

Pembangunan drainase

lingkungan/ sistem drainase

tersier

APBN, ICCTF DPU Pusat, BAPPEDA, DPU, PSDA,

BAPERMAS, DTKP

Jangka

Panjang

Desalinasi Air Laut APBN, ICCTF DPU Pusat, BAPPEDA, DPU, PSDA

Jangka

Panjang

Tanggul Laut APBN, ICCTF DPU Pusat, BAPPEDA, DPU, PSDA,

DTKP

SEMARANG City Resilience Strategy

70

Page 76: laporan final semarang

6.2. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi (M&E) kegiatan adaptasi yang dibiayai oleh dana APBD dan APBN dilakukan

mengikuti proses monev yang telah ditetapkan dalam undang-undang dan peraturan yang berlaku.

Kegiatan adaptasi yang dibiayai oleh dana non pemerintah seperti dana hibah dari donor

internasional, LSM internasional, dan sektor swasta disesuaikan dengan siklus monitoring dan

evaluasi penyandang dana. Bappeda, CWG, dan Tim Teknis Adaptasi Perubahan Iklim Kota Semarang

bersama-sama dengan inisiator, pelaksana, dan penyedia dana kegiatan adaptasi menyusun

indikator monitoring dan evaluasi sebelum pelaksanaan kegiatan adaptasi dilakukan. Monitoring

dilaksanakan secara berkala dan evaluasi minimal dilaksanakan setiap tahun.

SEMARANG City Resilience Strategy

71

Page 77: laporan final semarang

Referensi

• Bintari. 2007. Kajian Kerugian Ekonomi akibat Banjir di Kelurahan Kemijen Kota Semarang. Semarang.

• CC-ROM IPB for Mercy Corps Indonesia, 2010. Vulnerability and Adaptation Assessment to Climate Change at Semarang City.

• DKP, 2008. Strategi Adaptasi dan Mitigasi Bencana Pesisir sebagai Akibat Perubahan Iklim terhadap Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Jakarta.

• DKP, 2010. Inventarisasi Data Pesisir dan Kelautan Tahun 2009. Semarang.

• ICCSR, 2010. Indonesia’s Climate Change Sectoral Strategy Roadmap. Bappenas. Jakarta.

• Mercy Corps Indonesia, 2009. Community Based Vulnerability and Adaptation Assessment of Semarang City.

• Pemkot Semarang, 2006. Masterplan Drainase Kota Semarang. Semarang.

• Pemkot Semarang , 2007. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Semarang 2005-2025. Bappeda Kota Semarang. Semarang.

• PLRT FT UNDIP for Mercy Corps Indonesia, 2010 (a). Analisis Dampak Ekonomi terhadap Banjir Tahunan di Kelurahan Kemijen Kota Semarang. Semarang.

• PLRT FT UNDIP for Mercy Corps Indonesia, 2010 (b). Penilaian Masterplan Drainase Kota Semarang dalam Mengatasi Dampak Perubahan Iklim. Semarang.

• Rockefeller Foundation and ISET, 2010. Training Modul for City Resilience Strategy Technical Workshop. Bangkok.

• Setiadi, R dan Kunarso. 2009. ‘Pola Migrasi Masyarakat Pesisir Perkotaan sebagai Akibat Perubahan Iklim dalam Tiga Variasi Jangka Waktu: Studi Kasus Kota Semarang’, Laporan Hibah Kompetitif Riset Strategis Sesuai Prioritas Nasional Batch II 2009, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Jakarta.

• Setiadi, R dan Kunarso. 2010. ‘Pola Migrasi Masyarakat Pesisir Perkotaan sebagai Akibat Perubahan Iklim dalam Tiga Variasi Jangka Waktu: Studi Kasus Kota Semarang’, Laporan Hibah Kompetitif Riset Strategis Sesuai Prioritas Nasional 2010, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Jakarta.

• UNEP, 2009. Climate in peril: a popular guide to the latest IPPC’s reports. GRID Arendal. Norway.

SEMARANG City Resilience Strategy

72

Page 78: laporan final semarang

Annex 1: Scenario Development

People uncovered by PDAM

80%! 85%!

60% 70%!

Pop: 2.9 Millions!

Pop: 1.4 Millions!

Dry Season !3 Months !

Dry Season!4 Months!

People uncovered by PDAM

80%! 85%!

60% 70%!

Pop: 2.9 Millions!

Pop: 1.4 Millions!

Dry Season !3 Months !

Dry Season!4 Months!

People uncovered by PDAM after Jatibarang Dam development (2050)

75%! 80%!

78% 82%!

Pop: 2.9 Millions; Dam with up-stream conservation!

Pop: 2.9 Millions; Dam without up-stream conservation !

Dry Season !3 Months !

Dry Season!4 Months !

Coastal Area Covered by SLR with different Drainage Masterplan Implementation

13%! 28%!

53% 68%!

50% of Masterplan Drainage are implemented !

9% of Masterplan Drainage are implemented!

SLR!SRESA B1/A2!

21 cm!

SLR!DKP Projection!38 cm!

SEMARANG City Resilience Strategy

73

Page 79: laporan final semarang

Area Covered by Flooding with different Drainage Masterplan Implementation

6.5%! 7.8%!

10.8% 13%!

50% of Masterplan Drainage are implemented !

9% of Masterplan Drainage are implemented!

Wet Season!2-3 Months!

Wet Season!4-6 Months!

Number of Days Flooding with different Drainage Masterplan Implementation

22 days!

44 days!

36 days

72 days!

50% of Masterplan Drainage are implemented !

9% of Masterplan Drainage are implemented!

Wet Season!2-3 Months!

Wet Season!4-6 Months!

Households with Contaminated Private and Public Wells

92.8 Thousand HH

98.6 Thousand HH!

51 Thousand HH

58.5 Thousand HH!

20% well are contaminated!

30 % wells are contaminated!

Wet Season!2-3 Months!

Wet Season!4-6 Months!

Number of Sub-district Prone to Land Slide with different Drainage Masterplan Implementation

8 Sub-district!

19 Sub-district!

23 Sub-district

38 Sub-district!

50% of Masterplan Drainage are implemented !

9% of Masterplan Drainage are implemented!

Wet Season!2-3 Months!

Wet Season!4-6 Months!

Loss of Production Value of Fish Pond Area Covered by SLR with different Mangrove Conservation

9.0 Billions/Year!

16.3 Billions/Year!

7.2 Billions/Year 13.2

Billions/Year!

18% of Total Suggested Areas for Mangrove Conservation!

37% of Total Suggested Areas for Mangrove Conservation!

SLR!SRESA B1/A2!

21 cm !

SLR!DKP Projection!38 cm!

Loss of Fish Pond Area Covered by SLR with different Mangrove Conservation

50%! 90%!

40% 75%!

18% of Total Suggested Areas for Mangrove Conservation!

37% of Total Suggested Areas for Mangrove Conservation!

SLR!SRESA B1/A2!

21 cm !

SLR!DKP Projection!38 cm!

SEMARANG City Resilience Strategy

74

Page 80: laporan final semarang

Annex 2: Concept Proposal of Prioritized Actions

SEMARANG City Resilience Strategy

75

Page 81: laporan final semarang

SECTION 1 – TITLE, CONTACT DETAILS AND BACKGROUND

1.1 Concept title: Water Resources Management In Dry Vulnerable Area of Semarang through Rain Harvesting Model

SECTION 2 – OUTCOMES, APPROACH, SCOPE AND

2.1 Problem definition

Why is this problem? ! what is the Climate Risk? ! who is vulnerable? ! which Urban Systems are

affected?

! What is the justification? ! What studies/ processes led

to this being identified (e.g. Vulnerability Assessments/ Sector Studies/ SLD Meetings)

• Some of drought area (such a Mangunharjo and Kec Tembalang) have risk climate category Medium-High. In 2025 and 2050, they will expose to high risk climate category.

• People who lives in drought area

• It affected to pipeline or water supply system (infrstructure) and community development

• VA: In drought area, people will dug well to get water. It contribute land subsidence. In some of area, they need to buy water from private provider at a costly high.

• SLD 3: Rainharvesting to solve dry areas

2.2 Method

What is the intended method? ! How would it be done (what

is the intended process) ! Who would do it (project

owner, partners, involved institutions)

• To identify potential water resource in semarang with mapping

• To identify existing water consumption pattern and water needed projection in a future with mapping

• Local Institutional dan community strengthening by training

• To set participatoy planning action to cope with climate change by FGD and training

• DED (detail engineering design) for new water resources utilizing through rainharvesting concept

• Project Implementation

• Monitoring and Evaluation

2.3 Scope

What is the estimated Cost? • Provide a breakdown of

costs by resource and time

What is the estimated timeframe? • Is it a staged approach? • When would outcomes be

achieved or outputs delivered?

Cost

! Prefeasibility study : US$ 25,000

! DED Rain harvesting models: US$ 50,000

! Piloting and Advancing the models: US$ 100,000

! Social marketing and awarenes: US$ 50,000

! Rain harvesting installment: US$ 500,000 USD

! Monev: US$ 25,000

Timeframe

! Prefeasibility study: 6 Months

! DED Rain harvesting models: 3 Months

! Piloting and Advancing the models: 6 Months

! Social marketing and awarenes: 3 Months

! Rain harvesting installment: 1 Years

SEMARANG City Resilience Strategy

76

Page 82: laporan final semarang

SECTION 3 – PRINCIPLES AND CRITERIA

3.1 ACCCRN Principles

Does the concept challenge the ACCCRN principles in any way?

! Ecologically Sustainable Development

! Do No Harm

! Yes, It ecological sustainability development and have no ecological impact.

! This intervention doesn’t need chemical or any dangerous materials that can contribute negative impact to environtment. It expanse greenery to make the existing water resource sustainable.

3.2 Criteria 1: Contribution to building Urban climate change resilience (Credibility)

Outline how the proposal meets criteria 1.

! Based on VA, this area is Medium,Medium – High climate risk area and they will move to High climate risk in the future if we do nothing. This intervention will help reduce the exposure of climate risk and improve coping capacity in drought area in Semarang by potential water resource management. It will interfere infrastructure system (such as pipeline) and using water resource and also find new water resource with rainharvesting system.

3.3 Criteria 2: Impact on lives of poor and vulnerable populations (Credibility)

Outline how the proposal meets Criteria 2.

! It does impact to poor and vulnerable people in drought areas in Semarang. They will have good access of water supply, especially in dry season. The management water supply and greenery can be managed by local communities.

3.4 Criteria 10:!Prospects for replication in other places (Replicable and scalable)

Outline how the proposal meets Criteria 10.

! It could be replicate to other city in regional scale and have high potencial for wide and scale up in every drought area in ACCCRN cities, especially in steep/hill areas. Rainharvesting concept is adopted from local communities, e.g, In Bandar Lampung use a tank to catch the rainfall. What we do now is how to distribute and manage the water resource and how the poor and vulnerable people have good access and can get it cheap.

3.5 Criteria 11: Ability to achieve scale (Replicable and scalable)

Outline how the proposal meets Criteria 11.

! The same as above

SEMARANG City Resilience Strategy

77

Page 83: laporan final semarang

SECTION 1 – TITLE, CONTACT DETAILS AND BACKGROUND

1.1 Concept title: Disaster Risk Reduction through developing shelter in flood area

SECTION 2 – OUTCOMES, APPROACH, SCOPE AND

2.1 Problem definition Why is this problem? what is the Climate Risk? who is vulnerable? which Urban Systems are

affected?

What is the justification? What studies/ processes led to this being identified (e.g. Vulnerability Assessments/ Sector Studies/ SLD Meetings)

In 2050 SLR will be reach 21 – 38 cm

Base on local government budget ability, drainage master plan will be achieved about 50% from all actions plan.

Currently, implementation of drainage master plan is only 9% with own local government financial ability. Every year local government have ability to implement just 1% from all action plan in drainage master plan without development aid from others resource.

Consequence of that situation is more than 7% of coastal area will getting flood in 2050.

Now, it is about 51,000 household have flood disaster vulnerability and it will be increase until 98,000 household in 2050, or growing about 1,200 household per year with trend of drainage master plan implementation about 1% per year.

VA and sectoral studies show flood disaster give impact to loss of assets, to damage of infrastructure and public facilities, and health problems.

People who rich and has a family will move or evacuate to out of there are, but for poor people especially who hasn’t family, so they don’t have option or capacity to move from their area.

It is needed to develop flood shelter as a evacuation place for community during flood.

Flood shelter is expected to reduce victims of flood disaster because they have save evacuation shelter.

2.2 Method What is the intended method? How would it be done (what is the intended process)

Who would do it (project owner, partners, involved institutions)

Feasibility Study for flood shelter in flood area in Semarang City

- Flood risk mapping and potential location for community evacuation

- Deciding effective and efficient for shelter

- Developing alternative for shelter shape with new building or improving existing building (public facilities)

DED for flood shelter development

Shelter construction which appropriate with location characteristic and technology

Developing disaster risk reduction system for flood disaster in Semarang, which flood shelter as a main component for flood evacuation.

2.3 Scope What is the estimated Cost? Provide a breakdown of costs by resource and time

What is the estimated timeframe?

Cost

Feasibility study : US$ 30,000

DED for flood shelter development : US$ 30,000

Shelter construction : US$ 100,000

Developing disaster risk reduction system : US$ 50,000

SEMARANG City Resilience Strategy

78

Page 84: laporan final semarang

Is it a staged approach? When would outcomes be achieved or outputs delivered?

Timeframe

Feasibility study : 3 months

DED for flood shelter development : 3 months

Shelter construction : 6 months

Developing disaster risk reduction system : 6 months

SECTION 3 – PRINCIPLES AND CRITERIA

3.1 ACCCRN Principles Does the concept challenge the ACCCRN principles in any way? Ecologically Sustainable

Development Do No Harm

The function of flood shelter will be integrated with public facility, such as school, sport facility, or meeting place. From shelter management can give contribution for operation and maintenance of shelter.

Feasibility study also considers impact of environment aspect.

3.2 Criteria 1: Contribution to building Urban climate change resilience (Credibility)

Outline how the proposal meets criteria 1.

Shelter will reduce victim with the design consider to the most extreme of rain.

Disaster Risk Reduction system can enhance community participatory and preparedness to cope flood, so it can minimize loss caused by flood disaster.

3.3 Criteria 2: Impact on lives of poor and vulnerable populations (Credibility)

Outline how the proposal meets Criteria 2.

Poor population which has not family connection for evacuation become prioritize from flood shelter development because they are vulnerable group.

Impact of flood will reduce and decreasing community burden.

3.4 Criteria 10:Prospects for replication in other places (Replicable and scalable)

Outline how the proposal meets Criteria 10.

Flood shelter possible for replication in other place with considering climate and development scenario in the future.

Resilience strategy through developing flood shelter can be implemented in coastal cities, especially with lack of local government budget to solve the flood issues

3.5 Criteria 11: Ability to achieve scale (Replicable and scalable)

Outline how the proposal meets Criteria 11.

Integration flood shelter in city disaster risk reduction will help the development process, not only in city level but also for province and national level.

SEMARANG City Resilience Strategy

79

Page 85: laporan final semarang

SECTION 1 – TITLE, CONTACT DETAILS AND BACKGROUND

1.1 Concept title: Establishing Center for Cities and Climate Change (C4) as a center of information and capacity building

SECTION 2 – OUTCOMES, APPROACH, SCOPE AND

2.1 Problem definition Why is this problem? what is the Climate Risk? who is vulnerable? which Urban Systems are

affected?

What is the justification? What studies/ processes led

to this being identified (e.g. Vulnerability Assessments/ Sector Studies/ SLD Meetings)

Climate change issue is new issue, especially for local government, so just a few people have understanding with this issue.

Although climate change impact have felt by community but it’s difficult to make climate projection and estimation of impact to city development.

Government has normative development plan system with guidance from central government. The guidance makes development plan process is easy but create boundary for local government to integrate new development issues into planning system.

It is needed integration and sustainability efforts for integrating climate change issue into city development plan system.

It is needed institution for providing information about city and climate change as a part from decision making process. The institution has regular program to enhance capacity building for local government related with climate change.

2.2 Method What is the intended method? How would it be done (what is the intended process)

Who would do it (project owner, partners, involved institutions)

Training of Trainer for member C4

Developing best practice tools, knowledge, and database

Establishing Center for Cities and Climate Change (C4)

Training trial and tools improvement

Developing C4 business plan

2.3 Scope What is the estimated Cost? • Provide a breakdown of

costs by resource and time

What is the estimated timeframe? • Is it a staged approach? • When would outcomes be

achieved or outputs delivered?

Cost

Training of Trainer for member C4 : US$ 10,000

Developing best practice tools, knowledge, and database : US$ 50,000

Establishing Center for Cities and Climate Change (C4) : US$ 10,000

Training trial and tools improvement : US$ 15,000

Developing C4 business plan : US$ 15,000

Timeframe

Training of Trainer for member C4 : 1 month

Developing best practice tools, knowledge, and database : 6 months

Establishing Center for Cities and Climate Change (C4) : 2 months

Training trial and tools improvement : 1 months

Developing C4 business plan : 2 months

SEMARANG City Resilience Strategy

80

Page 86: laporan final semarang

SECTION 3 – PRINCIPLES AND CRITERIA

3.1 ACCCRN Principles Does the concept challenge the ACCCRN principles in any way?

Ecologically Sustainable Development

Do No Harm

C4 will push to enhance local government capacity for understanding and developing strategy of climate change adaptation

C4 as a part of sustainability strategy in city resilience to cope climate change after ACCRN program

3.2 Criteria 1: Contribution to building Urban climate change resilience (Credibility)

Outline how the proposal meets criteria 1.

C4 has capacity to research related with climate change and city development issues for giving important input to decision making process in local government.

C4 will continue to develop adaptation efforts and monitoring evaluation, for increasing city resilience to cope climate change.

3.3 Criteria 2: Impact on lives of poor and vulnerable populations (Credibility)

Outline how the proposal meets Criteria 2.

Increasing of decision maker capacity will create pro-poor development program as a resilience strategy.

3.4 Criteria 10:Prospects for replication in other places (Replicable and scalable)

Outline how the proposal meets Criteria 10.

Periodically, C4 hold training for local government, so the number of people who understand with climate change will increase. Distribution of knowledge to all district in Semarang will occur automatically

3.5 Criteria 11: Ability to achieve scale (Replicable and scalable)

Outline how the proposal meets Criteria 11.

Successful and Sustainability of city to enhance resilience strategy with supported by C4 is a good practice process and it will be disseminated to vulnerable cities in climate change.

SEMARANG City Resilience Strategy

81

Page 87: laporan final semarang

SECTION 1 – TITLE, CONTACT DETAILS AND BACKGROUND

1.1 Concept title: Disaster Risk Reduction through developing shelter in flood area

SECTION 2 – OUTCOMES, APPROACH, SCOPE AND

2.1 Problem definition Why is this problem? what is the Climate Risk? who is vulnerable? which Urban Systems are

affected?

What is the justification? What studies/ processes led to this being identified (e.g. Vulnerability Assessments/ Sector Studies/ SLD Meetings)

The number of household which use non-pipe water system is about 170,000 household and about 51,000 is located in coastal area which vulnerable for contamination caused by accumulation from domestic waste water in the river.

SLR will reach until 38 cm and population growth in 2050. Household with contamination of well will increase double from current.

Semarang local government in the progress to develop sanitation master plan as a respond MDGs indicator to enhance quality of sanitation. In draft of sanitation master plan explain several prioritize location for sanitation improvement to protect water resource and increasing public health.

Local government has limitation of budget to finance of domestic waste water treatment facility, cause of local government propose financing mechanism to central government.

Central government also has limitation to support all action in sanitation master plan, so it is needed other opportunity to finance this program

2.2 Method What is the intended method? • How would it be done (what

is the intended process) • Who would do it (project

owner, partners, involved institutions)

Study of appropriate technology for domestic waste water treatment

- Collecting best practice for community base on domestic waste water treatment

- Development options of domestic waste water treatment facilities including design and construction cost estimation

- Choosing appropriate or contextual technology which has resulted by Cost Benefit Analysis

Establishing community organization for waste water treatment facility management

Construction in several prioritize places

Awareness and Social Marketing

2.3 Scope What is the estimated Cost? • Provide a breakdown of

costs by resource and time

What is the estimated timeframe? • Is it a staged approach? • When would outcomes be

achieved or outputs delivered?

Cost

- Study of appropriate technology for domestic waste water treatment : US$ 30,000

- Establishing community organization for waste water treatment facility management : US$ 20,000

- Construction in several prioritize places : US$ 150,000

- Awareness and Social Marketing : US$ 30,000

Timeframe

- Study of appropriate technology for domestic waste water treatment : 3 months

- Establishing community organization for waste water treatment

SEMARANG City Resilience Strategy

82

Page 88: laporan final semarang

facility management : 6 months

- Construction in several prioritize places : 6 months

- Awareness and Social Marketing : 6 months

SECTION 3 – PRINCIPLES AND CRITERIA

3.1 ACCCRN Principles Does the concept challenge the ACCCRN principles in any way? Ecologically Sustainable Development

Do No Harm

Domestic waste water treatment will reduce pollution in drainage system which river as end pipe.

Increasing quality of river as water resource also means enhance water supply.

Bacteria in well can be reduced with domestic waste water treatment.

3.2 Criteria 1: Contribution to building Urban climate change resilience (Credibility)

Outline how the proposal meets criteria 1.

Domestic waste water treatment improve sanitation system and health, also increasing city resilience in water sector, because the function of treatment to give protection for non-pipe water resource, especially well.

Increasing sanitation access, public health, and water resource availability will make strength of city system from climate change threat in the future.

3.3 Criteria 2: Impact on lives of poor and vulnerable populations (Credibility)

Outline how the proposal meets Criteria 2.

Bad sanitation and pollution in water resource from well will increasing community cost.

Poor population become most vulnerable group, because price of good water is more expensive compare with normal situation.

Prioritize of location for domestic waste water treatment is vulnerable group, so they can increase saving, because their cost will reduce for health and water resource allocation.

3.4 Criteria 10:Prospects for replication in other places (Replicable and scalable)

Outline how the proposal meets Criteria 10.

Decentralization system of domestic waste water treatment (in community level) can be replicated in other place, especially in priority area in sanitation master plan.

The goals of replication is just in management system, but for technology should consider with local situation.

3.5 Criteria 11: Ability to achieve scale (Replicable and scalable)

Outline how the proposal meets Criteria 11.

If community can saving because their cost will decrease after program, so this system is easier to replicate in other area.

SEMARANG City Resilience Strategy

83