Upload
divyanisaavantikarahayu
View
40
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Lp CA Cervix
Citation preview
DEPARTEMEN MATERNITAS
LAPORAN PENDAHULUAN
CARCINOMA CERVIX
Disusun untuk memenuhi tugas Pendidikan Profesi Keperawatan Departemen Maternitas
di Ruang 9
Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Saiful Anwar Malang
Disusun oleh:
Kelompok 4
ATIKATSANI LATIFAH
115070200111023
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
LAPORAN PENDAHULUAN CARCINOMA CERVIX
1. Definisi
Kanker leher rahim atau carcinoma cervix adalah keganasan dari serviks yang
ditandai dengan adanya perdarahan lewat jalan lahir atau vagina, tetapi gejala tersebut
tersebut tidak muncul sampai tingkat lanjut, dimana tanda dan diagnosa pasti bisa
ditegakkan dengan menggunakan pap smear. Kanker serviks adalah terjadinya
pertumbuhan sel abnormal yang tidak terkendali sehingga menimbulkan benjolan atau
tumor pada serviks. Berawal dari serviks, apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker ini
bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh (Mansjoer dkk, 2008). Kanker
serviks dapat disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV). HPV sangat
mudah menular dan dapat menginfeksi siapa saja yang sudah aktif secara seksual, baik
pria atau wanita. Tujuh puluh persen penularan HPV terjadi melalui hubungan seksual
sehingga kanker serviks dapat dikategorikan kedalam penyakit menular seksual.
Golongan HPV yang menyebabkan kanker serviks disebut sebagai HPV onkogenik yang
berperan dalam 99,7% kanker serviks. HPV tipe 16 dan 18 merupakan golongan high
risk penyebab utama pada 70% kasus kanker serviks di dunia.
2. Etiologi
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor resiko
dan predisposisi yang menonjol, antara lain :
a. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual
Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksual
semakin besar mendapat kanker serviks. Menikah pada usia 20 tahun dianggap
masih terlalu muda
b. Jumlah kehamilan dan partus
Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering
partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks.
c. Jumlah perkawinan
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-ganti pasangan
mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers serviks ini.
d. Infeksi virus
Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus kondiloma
akuminata diduga sebagai factor penyebab kanker serviks
e. Sosial Ekonomi
Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah mungkin
faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan kebersihan
perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan
kualitas makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh.
f. Hygiene dan sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kankers serviks pada wanita yang
pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene penis
tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.
g. Merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR
akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi diserviks yang
kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat
sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks.
3. Klasifikasi
Klasifikasi kanker serviks menurut KOmite Ginekologi Onkologi FIGO
merekomendasikan (Faradina, 2006):
Stadium FIGO Keterangan
I Kanker serviks terbatas di serviks (penyebaran ke corpus uteri
diabaikan)
IA Kanker invasive didiagnosa hanya dengan mikroskopis. Semua lesi yg
dapat terlihat dengan mikroskop – meskipun dengan invasi superficial
– adalah stadium IB/T1B
IA1 Invasi stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 mm atau dengan
penyebaran horizontal 7 mm atau kurang
IA2 Invasi stroma dengan kedalaman >3 mm dan <5 mm dengan
penyebaran horizontal 7 mm atau kurang
IB Lesi yg dapat dilihat secara klinis dikhususkan di serviks atau lesi
mikroskopik lebih besar dari IA2
IB2 Lesi yg dapat dilihat secara klinis >4 cm pada dimensi yg paling besar
II Telah melibatkan vagina, tetapi belum sampai 1/3 bawah atau infiltrasi
ke parametrium belum mencapai dinding panggul
IIA Besar tumor mempunyai prognosis yg sama dengan stadium IB
IIA1 Besar tumor ≤4 cm dengan keterlibatan vagina <2/3 atas
IIA2 Besar tumor >4 cm dengan keterlibatan vagina <2/3 atas
IIB Dengan invasi parametrium
III Tumor meluas ke dinding pelvis dan/atau melibatkan 1/3 bawah
vagina dan/atau menyebabkan hidronefrosis atau afungsi ginjal
IIIA Tumor melibatkan 1/3 bawah vagina & infiltrasi parametrium, tidak
terdapat perluasan ke dinding pelvis
IIIB Tumor meluas ke dinding pelvis dan/atau menyebabkan hidronefrosis
atau afungsi ginjal
IVA Tumor menginvasi mukosa kandung kencing atau rectum dan/atau
meluas ke pelvis
IVB Metastasis jauh
Klasifikasi tingkat keganasan menurut sistem TNM:
Tingkat Kriteria
T Tidak ditemukan tumor primer
T1S Karsinoma pra invasif (KIS)
T1 Karsinoma terbatas pada serviks
T1a Pra klinik: karsinoma yang invasif terlibat
dalam histologik
T1b Secara klinik jelas karsinoma yang invasif
T2 Karsinoma telah meluas sampai di luar
serviks, tetapi belum sampai dinding
panggul, atau Ca telah menjalar ke
vagina, tetapi belum sampai 1/3 bagian
distal
T2a Ca belum menginfiltrasi parametrium
T2b Ca telah menginfiltrasi parametrium
T3 Ca telah melibatkan 1/3 distal vagina /
telah mencapai dinding panggul (tidak
ada celah bebas)
T4 Ca telah menginfiltrasi mukosa rektum,
kandung kemih atau meluas sampai
diluar panggul
T4a Ca melibatkan kandung kemih / rektum
saja, dibuktikan secara histologik
T4b Ca telah meluas sampai di luar panggul
Nx Bila memungkinkan untuk menilai
kelenjar limfa regional. Tanda -/+
ditambahkan untuk tambahan
ada/tidaknya informasi mengenai
pemeriksaan histologik, jadi Nx+ / Nx-.
N0 Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada
limfografi
N1 Kelenjar limfa regional berubah bentuk
(dari CT Scan panggul, limfografi)
N2 Teraba massa yang padat dan melekat
pada dinding panggul dengan celah
bebas infiltrat diantara massa ini dengan
tumor
M0 Tidak ada metastasis berjarak jauh
M1 Terdapat metastasis jarak jauh, termasuk
kele. Limfa di atas bifurkasio arrteri iliaka
komunis.
4. Manifestasi Klinis
Gejala umum yg dapat ditemukan yaitu: perdarahan kontak, keputihan campur
darah & berbau, serta tanda2 anemia. Sedangkan gejala khusus yg dijumpai yaitu: keluar
cairan dari kemaluan berupa darah bercampur dengan keputihan & berbau khas. Dengan
semakin berlanjutnya penyakit, tanda-tanda klinis akan terlihat jelas, berupa serviks yg
membesar, irregular & padat. Pertumbuhan serviks dapat berupa endofitik, eksofitik
maupun ulseratif. Dapat melibatkan vagina, parametrium maupun dinding panggul.
Menurut Dalimartha (2004) pada tahap awal, terjadinya kanker serviks tidak ada
gejala2 khusus. Biasanya timbul gejala berupa ketidakteraturannya siklus haid,
amenorrhea, hipermenorrhea, & penyaluran secret vagina yg sering atau perdarahan
intermenstrual, post koitus serta latihan berat. Perdarahan yg khas terjadi pada penyakit
ini yaitu darah yg keluar berbentuk mukoid. Nyeri yg dirasakan dapat menjalar ke
ekstremitas bagian bahwah dari daerah lumbal.
Gejala yang muncul :
a) Keputihan: makin lama, makin berbau busuk, diakibatkan infeksi dan nekrosis jaringan
b) Perdarahan Kontak: perdarahan yang dialami setelah senggama, merupakan gejala
Ca serviks (75-80%)
c) Perdarahan spontan: perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah dan
makin lama makin sering terjadi, terutama pada tumor yang bersifat eksofitik.
d) Anemia: terjadi akibat perdarahan pervaginam yang berulang.
e) Nyeri : ditimbulkan oleh infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.
f) Gagal ginjal: infiltrasi sel tumor ke ureter yang menyebabkan obstruksi total.
5. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan pap smear
Dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada pasien yg tidak
memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada secret yg diambil dari posio
serviks. Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada wanita usia 18 tahun atau ketika
telah melakukan aktivitas seksual sebelum itu. Setelah 3x hasil pemeriksaan pap
smear setiap 3 tahun sekali sampai usia 65 tahun.
b. Pemeriksaan DNA HPV
Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan pap’s smear
untuk wanita diatas 30 tahun. Deteksi DNA HPV yg positif yg ditemukan kemudian
dianggap sebagai HPV yg persisten. Apabila hal ini dialami pada wanita dengan usia
yg lebih tua maka akan terjadi peningkatan resiko kanker serviks.
c. Biopsy
Biopsy dilakukan jika pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau luka
pada serviks atau jika hasil pemeriksaan pap smear emnunjukkan suatu abnormalitas
atau kanker. Teknik yg biasa dilakukan adalah punch biopsy yg tdk memerlukan
anastesi & teknik cone biopsy yg menggunakan anastesi. Biopsy dilakukan untuk
mengetahui kelainan yg ada pada serbiks. Jaringan yg diambil dari daerah bawah
kanal servikal. Hasil biopsy akan memperjelas apakah yg terjadi itu kanker invasive
atau hanya tumor saja.
d. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yg terkena proses metaplasia.
Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan pap smear karena kolposkopi
memerlukan ketrampilan & kemampuan kolpokospi dalam mengetes darah yg
abnormal.
e. Tes schiller
Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan iodium. Pada serviks yg
normal akan membentuk bayangan yg terjadi pada sel epitel serviks karena adanya
glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yg mengadnung kanker akan
menunjukkan warna yg tidak berubah karena tidak ada glikogen.
f. Radiologi
Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih &
rectum yg meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium, &
sigmoidoskopi. Magnetic resonance imaging (MRI) atau CT scan abdomen/pelvis
digunakan untuk menilai penyebaran local tumor &/atau terkenanya nodus limpa
regional.
Pelvic limphangiografi dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran
pelvic atau peroartik limfe
Pemeriksaan intravena urografi dilakukan pada kanker serviks tahap lanjut, yg
dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal.
6. Penatalaksanaan
a. Radiasi
Radiasi merupakan perawatan standart pada penderita kanker servik untuk penyakit
kanker yang sudah lanjut (stadium 1B keatas ) dan untuk wanita yang tidak cocok
dengan pembedahan. Secara umum radioterapi akan memberikan efek secara fisik,
psikologis dan sosial hidup penderita sehingga hal ini akan menyebabkan penurunan
kualitas hidup pasien yang mendapatkan perawatan dengan radiasi. Efek samping
utama yang terjadi adalah diare, kelemahan, mual, dan abdominal kram.
b. Kemoterapi
Tujuan pengobatan menggunakan kemoterapi tergantung jenis kanker dan fase saat
diagnosis. Kemoterapi disebut sebagai pengobatan adjuvant ketika kemoterapi
digunakan untuk mencegah kanker kambuh. Kemoterapi sebagai pengobatan paliatif
ketika kanker sudah menyebar luas dan dalam fase akhir, sehingga dapat
memberikan kualitas hidup yang baik. (Galle, 2000). Kemoterapi bekerja saat sel aktif
membelah, namun kerugian dari kemoterapi adalah tidak dapat membedakan sel
kanker dan sel sehat yang aktif membelah seperti folikel rambut, sel disaluran
pencernaan dan sel batang sumsum tulang. Pengaruh yang terjadi dari kerja
kemoterapi pada sel yang sehat dan aktif membelah menyebabkan efek samping yang
umum terlihat adalah kerontokan rambut, kerusakan mukosa gastrointestinal dan
mielosupresi. Sel normal dapat pulih kembali dari trauma yang disebabkan oleh
kemoterapi, jadi efek samping ini biasanya terjadi dalam waktu singkat.
Macam-Macam kemoterapi
Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik Anthrasiklin obst
golongan ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti sel, sehingga sel-sel
tersebut tidak bisa melakukan replikasi.
Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel, yang
berakibat menghambat sintesis DNA.
Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes bekerja pada
gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis sel.
Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat sintesis
protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari sel-sel kanker
tersebut.
c. Pembedahan
Tahap awal dari kanker, biasanya Total Abdominal Hysterectomy (TAH) sering kali
digunakan untuk mengendalikan perluasan, namun jika kanker sudah metastasis
maka operasi, radiasi akan dikombinasikan. Kebanyakan ahli bedah dalam
memberikan histerektomi dilakukan pada tumor atau kanker yang kecil seringkali
<4cm.
7. Komplikasi
a. Komplikasi yang terjadi karena radiasi
Waktu fase akut terapi radiasi pelvik, jaringan-jaringan sekitarnya juga terlibat seperti
intestines, kandung kemih, perineum dan kulit. Efek samping gastrointestinal secara
akut termasuk diare, kejang abdominal, rasa tidak enak pada rektal dan perdarahan
pada GI. Diare biasanya dikontrol oleh loperamide atau atropin sulfate. Sistouretritis
bisa terjadi dan menyebabkan disuria, nokturia dan frekuensi. Antispasmodik bisa
mengurangi gejala ini. Pemeriksaan urin harus dilakukan untuk mencegah infeksi
saluran kemih. Bila infeksi saluran kemih didiagnosa, terapi harus dilakukan segera.
Kebersihan kulit harus dijaga dan kulit harus diberi salep dengan pelembap bila terjadi
eritema dan desquamasi. Squele jangka panjang (1 – 4 tahun setelah terapi) seperti :
stenosis pada rektal dan vaginal, obstruksi usus kecil, malabsorpsi dan sistitis kronis.
b. Komplikasi akibat tindakan bedah
Komplikasi yang paling sering akibat bedah histerektomi secara radikal adalah
disfungsi urin akibat denervasi partial otot detrusor. Komplikasi yang lain seperti vagina
dipendekkan, fistula ureterovaginal, pendarahan, infeksi, obstruksi usus, striktur dan
fibrosis intestinal atau kolon rektosigmoid, serta fistula kandung kemih dan
rektovaginal.
8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian meliputi:
Identitas pasien dan penanggung jawab (nama, usia, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, pendidikan, dll)
Keluhan utama
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat psikososial
Pola kebiasaan sehari-hari (pola nutrisi, pola eliminasi, pola aktivitas dan latihan,
pola istirahat dan tidur)
Pemeriksaan fisik (pemeriksaan kesadaran, tanda-tanda vital, dan pemeriksaan
head to toe)
Pemeriksaan penunjang
b. Diagnosa dan Intervensi
Nyeri akut
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam klien tidak mengalami
nyeri
Kriteria hasil :
Klien melaporkan nyeri berkurang
Klien mengatakan mampu mengontrol nyeri
Klien mampu mengenali nyeri
INTERVENSI RASIONAL
Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi nyeri,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
Memudahkan menentukan inetrvensi
selanjutnya
Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
Mengidentifikasi adanya nyeri pada
klien
Kontrol tekanan darah klien Perubahan tekanan darah dapat
mengindikasikan adanya reaksi dari
pemberian obat-obatan
Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
Mengurangi faktor pencetus nyeri
ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri Apabila faktor pencetus berkurang
maka intensitas nyeri akan berkurang
Bantu klien dan keluarga untuk mencari
dan menemukan dukungan
Dukungan dari keluarga dapat
membantu klien mengatasi nyeri
Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
napas dada, relaksasi, distraksi, kompres
hangat/dingin
Teknik non farmakologi yang benar
akan membuat klien rileks dan nyaman
sehingga dapat mengurangi nyeri
Tingkatkan istirahat Istirahat akan membuat klien merasa
nyaman, sehingga nyeri dapat
berkurang
Kolaborasi:
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri,
seperti
Penggunaan agens-agens farmakologi
untuk mengurangi atau menghilangkan
nyeri
Resiko Infeksi
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam resiko infeksi tidak
menjadi aktual
Kriteria hasil :
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Klien menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Klienmenunjukkan perilaku hidup sehat
Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal
INTERVENSI RASIONAL
Pantau tanda/gejala infeksi (missal.suhu
tubuh, denyut jantung, pembuangan,
penampilan luka, sekresi, penampilan urin,
suhu kulit, lesi kulit, keletihan, malaise)
Mengetahui tanda infeksi secara dini
memungkinkan pencegahan terhadap
infeksi dan mengurangi keparahan
infeksi yg mungkin sudah terjadi
Kaji faktor yg meningkatkan serangan
infeksi (missal.usia lanjut, tanggap imun
rendah, dan malnutrisi)
Faktor pemberat dapat mengakibatkan
infeksi berkembang leboh cepat
Pantau hasil laboratorium (DPL, hitung
granulosit absolut, hasil-hasil yg berbeda,
Perubahan hasil laboratorium
protein serum, dan albumin) mengidentifikasikan adanya infeksi
Ajarkan pasien teknik mencuci tangan yg
benar
Cuci tangan dengan benar dapat
mencegah transmisi organism
Ajarkan kepada pasien dan keluarganya
tanda/gejala infeksi dan kapan harus
melaporkannya ke pusat kesehatan
Pengetahuan tentang tanda gejala
infeksi memungkinkan pencegahan
infeksi lebih dini
Berikan terapi antibiotic bila diperlukan Mencegah infeksi
Ansietas
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam kecemasan klien teratasi
Kriteria hasil :
TTV klien dalam batas normal
Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan
Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
Klien mampu mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas
INTERVENSI RASIONAL
Identifikasi tingkat kecemasan Membantu menentukan intervensi
selanjutnya
Bantu klien mengenali situasi yang
menimbulkan kecemasan
Mengidentifikasi sumber kecemasan
klien
Dorong klien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
Mengungkapkan perasaan, ketakutan,
dan persepsi akan mengurangi
kecemasan klien
Dengarkan dengan penuh perhatian Membuat klien merasa tenang dan
mengurangi kekhawatiran klien
Temani klien untuk memberikan
keamanan dan mengurangi takut
Memberikan keamanan pada klien dan
mengurangi takut
Jelaskan semua prosedur dan apa yang
dirasakan selama prosedur
Mengurangi kecemasan klien,
meningkatkan pemahaman klien
mengenai prosedur tindakan yang akan
dilakukan
Libatkan keluarga untuk mendampingi
klien
Keluarga dapat member dukungan
positif kepada klien
Instruksikan pada klien untuk
menggunakan teknik relaksasi
Untuk mengurangi kecemasan yang
dirasakan klien
Kolaborasi:
Berikan obat anti cemas
Pemberian obat anti cemas sesuai
dengan kebutuhan klien dapat
mengurangi kecemasan klien
DAFTAR PUSTAKA
Abdul bari, Saifuddin. 2002. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal.YBPSP. Jakarta
Aria wibawa dept obstetri dan ginekologi FKUI-RSUPN CM
Andrijono, 2005. Sinopsis Kanker Gynekologi, Divisi Onkologi Departemen Obstetri dan
Gynecologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Bryant, E. (2012). The Impact of policy and screening on cervical cancer in england. British
Journal of Nursing , Volume 21, s4-s10.
Cunningham G.F., Leveno K.J., Bloom S.L., Hauth J.C., Rouse D.J., Spong C.Y., et al.
2010. Williams Obstetrics. 23rd ed. USA : McGraw-Hill Company.
Diananda, Rama, 2009. Kanker Payudara. Dalam: Mengenal Seluk-Beluk Kanker. Edisi
Baru. Jogjakarta.
Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius Nursalam, M.Nurs, dkk, (2005), Asuhan
Keperawatan Bayi dan Anak, Jakarta : Salemba Medika
Mansjoer, Arif, dkk, (2008), Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius
Puteh, S. E. (2008). Economic burden of cervical cancer in malaysia. Med J Indones ,
Volume 17, 272-280.
Sarjadi.2001 . Patologi Ginekologi, Jakarta Hipokrates
Sugeng Seto Mansjoer, Arif, dkk, (2001), Kapita Selekta
Supriadi dan Rita Yuliani, (2006), Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam Edisi 2, Jakarta :
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Wilkinson, M. Judith (2007), Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC, Jakarta : EGC
Winkjosastro, hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. 2006. YBPSP. Jakarta