31
FRAKTUR TIBIA I. PENDAHULUAN Fraktur adalah terputusnya / hilangnya kontinuitas struktur jaringan tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik yang bersifat total maupun parsial, umumnya disebabkan trauma, baik trauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut. Keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap 1,2 Fraktur dapat menyebabkan berbagai komplikasi oleh karena itu diperlukan penanganan yang tepat sedini mungkin. Untuk mendiagnosis fraktur kita dapat melakukan pemeriksaan radiologi. Dengan pemeriksaan radiologi kita dapat menentukan tipe dan tingkat keparahan fraktur. Tujuan pemeriksaan radiologis untuk konfirmasi adanya fraktur, melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya, menentukan teknik pengobatan, menentukan apakah fraktur yang dialami fraktur baru atau fraktur lama, menentukan fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler, melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang, dan untuk melihat apakah ada benda asing dalam tulang. 1,3

Makala Fraktur

  • Upload
    afausi

  • View
    90

  • Download
    5

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makala Fraktur

FRAKTUR TIBIA

I. PENDAHULUAN

Fraktur adalah terputusnya / hilangnya kontinuitas struktur jaringan tulang, tulang rawan

sendi, tulang rawan epifisis baik yang bersifat total maupun parsial, umumnya disebabkan

trauma, baik trauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma

atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut. Keadaan tulang itu sendiri dan jaringan

lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak

lengkap  1,2

Fraktur dapat menyebabkan berbagai komplikasi oleh karena itu diperlukan penanganan

yang tepat sedini mungkin. Untuk mendiagnosis fraktur kita dapat melakukan pemeriksaan

radiologi. Dengan pemeriksaan radiologi kita dapat menentukan tipe dan tingkat keparahan

fraktur. Tujuan pemeriksaan radiologis untuk konfirmasi adanya fraktur, melihat sejauh mana

pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya, menentukan teknik pengobatan,

menentukan apakah fraktur yang dialami fraktur baru atau fraktur lama, menentukan fraktur

intra-artikuler atau ekstra-artikuler, melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang, dan untuk

melihat apakah ada benda asing dalam tulang. 1,3

Prinsip penanganan dari fraktur tibia ini adalah dengan konservatif dan operatif. Dengan

konservatif prinsip pengobatan adalah mencegah bertambahnya depresi, tidak menahan beban

dan segera mobilisasi pada sendi lutut agar tidak terjadi kekakuan sendi. Dapat dilakukan dengan

verband elastis, traksi dan gips sirkuler. Sedangkan untuk operatif dilakukan jika terjadi fraktur

terbuka, kegagalan dalam terapi konservatif, fraktur tidak stabil, serta adanya nonunion. 1

Penyembuhan fraktur berkisar antara 12-16 minggu pada orang dewasa. Pada anak-anak

waktu penyembuhan sekitar ½ waktu penyembuhan orang dewasa. Penilaian penyembuhan

frakur ( union ) didasarkan atas union secara klinis dan union secara radiologik. Union secara

radiologik dinilai dengan pemeriksaan roentgen pada daerah fraktur dan dilihat adanya garis

fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya trabekulasi yang sudah menyambung

Page 2: Makala Fraktur

pada kedua fragmen. Pada tingkat lanjut dapat dilihat adanya medula atau ruangan dalam daerah

fraktur.1

II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

Insidens fraktur tibia tidak diketahui pasti. Fractures of the tibial plateau are estimated to

comprise approximately 1% of all fractures. Fraktur tibia diperkirakan sekitar 1% dari semua

fraktur. Pada analisis epidemiologi menunjukkan bahwa 40 % fraktur terbuka terjadi pada

ekstemitas bawah terutama daerah tibia dan femur tengah. Faktor ras tidak berpengaruh terhadap

angka kejadian fraktur. Fraktur tibia pada usia muda biasanya disebabkan karena karena aktivitas

usia muda di bidang olahraga atau kecelakaan. Pada usia muda jenis kelamin tidak berpengaruh

terhadap angka kejadian fraktur tibia. Pada usia tua fraktur lebih sering terjadi pada wanita

dibanding laki-laki, hal ini disebabkan karena lebih banyak wanita yang menderita osteoporosis. 3,4

III. ETIOLOGI

Pada umumnya fraktur pada kaki disebabkan oleh : 1,5

1. Trauma

Fraktur akibat trauma adalah jenis fraktur yang sering terjadi, misalnya jatuh, kecelakaan lalu

lintas, kecelakaan dalam berolahraga atau olahraga yang berlebihan.

2. Fraktur patologis

Fraktur yang terjadi pada tuang karena adanya kelainan/penyakit yang menyebabkan

kelemahan pada tulang. Fraktur patologis dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma

ringan.

3. Fraktur stress

Page 3: Makala Fraktur

Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu, misalnya pada

pelari jarak jauh, penari ballet, dan sebagainya.

IV. KLASIFIKASI

Secara klinis fraktur dapat diklasifikasikan menjadi : 1,6

1. Fraktur tertutup, yaitu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar

2. Fraktur terbuka, yaitu fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka

pada kulit dan jaringan lunak.

Tibia merupakan salah satu tulang panjang pada ekstremitas inferior bagian distal.

Fraktur tibia dapat terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian

pergelangan kaki. Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan

terutama membengkok, memutar dan tarikan.

Adapun pengklasifikasian fraktur pada tibia adalah.1

1. Fraktur kondilus tibia

1. Fraktur kompresi komunitif

2. Fraktur depresi plateu

3. Fraktur oblik

2. Fraktur diafisis

3. Fraktur dan dislokasi pada pergelangan kaki:

1. Tipe A, fraktur maleolus di bawah sindesmosis

2. Tipe B, fraktur maleolus lateralis yang bersifat oblik disertai avulsi maleolus medialis

dimana sering disertai dengan robekan dari ligamen tibia fibula bagian depan.

Page 4: Makala Fraktur

3. Tipe C, fraktur fibula di atas sindesmosis dan atau disertai avulsi dari tibia disertai fraktur

atau robekan pada maleolus medialis. Pada tipe ini terjadi robekan pada sindesmosis.

1. Fraktur kondilus

2. Fraktur diafisis

3. Fraktur dan dislokasi pada pergelangan kaki

Gambar 1. Skematis fraktur tibia

(dikutip dari kepustakaan 1)

Page 5: Makala Fraktur

V. ANATOMI

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk

melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Tibia dan fibula terbentuk secara

bersama-sama melalui artikulasi tibiofibular di bagian proksimal, persendian sinovial

terbentuk dengan sangat kuat pada anterior dan posterior atau ligamen. Pada bagian distal,

tibia dan fibula dihubungkan oleh sindesmosis tibiofibular, tersusun dari anterior dan

posterior ligament tibiofibular dan membran interosseous. Tulang dan otot tungkai bawah ini

dikelilingi oleh fascia cruris. Membran interosseous dan jaringan fibrosa dari fascia cruris

memisahkan tungkai bawah menjadi empat ruang yang berbatas tegas. 2,6

Aliran darah berasal dari arteri poplitea yang bercabang dan membentuk arteri tibialis

anterior dan arteri tibialis posterior setelah keduanya keluar melalui fossa poplitea. Arteri

tibialis anterior masuk melalui ruang anterior yang berada di bawah level dari caput fibula

dan berjalan menurun sepanjang membran interosseous. Arteri ini mudah terkena cedera

pada kasus fraktur tibial proksimal. 6

Tibia plateau medial dan lateral merupakan fascies artikularis dari kondilus tibia

medial dan kondilus tibia lateral. Kedua fascies artikularis ini dihubungkan oleh eminensia

interkondilaris, yang berfungsi sebagai penyempurna dari ligamen anterior. Lapisan luar dari

setiap plateau dibungkus oleh meniscus cartilaginous. Meniscus pada kondilus medial lebih

tebal dan kuat dibandingkan dengan kondilus lateral, dan umumnya fraktur terjadi pada

bagian lateral. Pada ujung proksimal bagian atasnya besar dan meluas menjadi dua

eminensia, yaitu kondilus medial dan lateral. Permukaan artikular superior memperlihatkan

dua permukaan artikular halus. Bagian tengah permukaan ini berartikulasi dengan kondilus

dari tulang paha, sedangkan bagian perifer mereka mendukung meniskus dari sendi lutut. 6

Page 6: Makala Fraktur

Gambar 2. Anatomi tibia

(dikutip dari kepustakaan 6)

Corpus tibia memiliki tiga perbatasan dan tiga permukaan. Batas puncak anterior yang

yang paling menonjol dari ketiganya, dimulai dari atas tuberositas, dan berakhir di bawah margin

anterior malleolus medialis. Batas medial halus dan bulat di atas dan bawahnya, tetapi lebih

menonjol di tengah, dimulai pada bagian belakang kondilus medial dan berakhir pada batas

posterior medial malleolus. Bagian atasnya memberikan tambahan ke ligamentum kolateral

Page 7: Makala Fraktur

tibialis dari sendi lutut, dan penyisipan ke beberapa serat poplitea, dari pertengahannya beberapa

serat soleus dan flexor digitorum longus berasal. Batas lateral tipis dan menonjol terutama bagian

tengahnya dan memberikan keterikatan pada membran interoseus. Dimulai pada bagian depan

artikularis fibula dan bifurkasio dibawahnya, yang membentuk batas-batas permukaan untuk

ikatan dari ligamentum interosseous yang menghubungkan tibia dan fibula. 6

VI. PATOFISIOLOGI

Fraktur plateau tibia disebabkan oleh kekuatan varus atau valgus bersama-sama dengan

pembebanan axial (kekuatan valgus saja mungkin hanya merobekkan ligament). Keadaan ini

biasanya terjadi pada pejalan kaki yang tertabrak mobil, biasanya terjadi trauma langsung dari

arah samping lutut, pasien jatuh dari ketinggian dan lutut dipaksa masuk ke dalam valgus atau

varus. Kondilus tibia remuk atau terbelah oleh kondilus femur yang berlawanan yang tetap

utuh.Umumnya kasus yang terjadi adalah fraktur lateral plateau tibia. Fraktur pada tibia plateau

medialis membutuhkan kekuatan yang cukup besar, dan biasanya terdapat keterkaitan dengan

fraktur tibia plateau lateral dan tulang yang ada disekitarnya termasuk sendi lutut yang

mendukung struktur tersebut. Jika terjadi tekanan secara langsung pada plateau lateral yang

menyebabkan fraktur plateau medial, hal ini cenderung lebih berbahaya. 7,8,9

Page 8: Makala Fraktur

Gambar 3. Skematis fraktur pada plateu tibia menurut Schatzkers

(dikutip dari kepustakaan 8)

Keterangan Gambar :

Tipe I : split fraktur pada plateu lateral tibia. Tidak tampak depresi pada daerah

artikular.

Tipe II : split fraktur dengan depresi pada daerah artikuler lateral.

Tipe III : depresi plateu lateral tibia, tanpa split pada daerah artikuler

Tipe IV : fraktur yang mengenai plateu medial tibia, dengan split yang ditandai dengan atau

tanpa depresi

Tipe V : split fraktur pada medial dan lateral plateu tibia.

Tipe VI : fraktur yang sama pada tipe 5 dan disertai dengan fraktur pada diafisis atau metafisis.

Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan

fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan fraktur

tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas antara 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian

tengah distal. Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit ditutupi otot sehingga fraktur pada

daerah tibia sering bersifat terbuka. Fraktur diafisis bagian proksimal lebih membutuhkan

kekuatan cedera yang lebih besar dibandingkan bagian distal. Trauma langsung dapat

mengakibatkan fraktur tipe transversal dan comminuted, sementara trauma tidak langsung dapat

mengakibatkan fraktur tipe oblik dan spiral. 1,3

Page 9: Makala Fraktur

Pada fraktur pergelangan kaki terdapat empat macam mekanisma trauma yaitu:

1. Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang bersifat oblik,

fraktur pada maleolus medialis yang bersifat avulsi atau robekan pada ligamen bagian

medial.

2. Trauma adduksi yang menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat oblik atau

avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma adduksi juga bisa hanya menyebabkan

strain atau robekan pada ligamen lateral, tergantung dari beratnya trauma.

3. Trauma rotasi eksterna, biasanya disertai trauma abduksi dan terjadi fraktur pada fibula

atas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligamen medial atau fraktur avulsi pada

maleolus medialis, Apabila trauma lebih hebat dapat disertai dengan dislokasi talus.

4. Trauma kompresi Vertikal dimana dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan disertai

dengan dislokasi tallus ke depan atau terjadi fraktur komunitif disertai dengan robekan

diastasis. 1

Gambar 4. Skematis terjadinya trauma pada fraktur maleolus.

(dikutip dari kepustakaan 1)

Page 10: Makala Fraktur

A. Trauma abduksi. B. Trauma adduksi

C. Trauma Rotasi dan eksternal. D. Trauma kompresi

VII. DIAGNOSIS

A. Gambaran Klinis

1. Fraktur kondilus tibia

Ada riwayat trauma, lutut yang cedera membengkak dan disertai rasa sakit dan kadang-

kadang ditemukan deformitas. Pada permukaan lebih aktif, gerak sendi lutut terbatas karena rasa

sakit, bengkak, hemartrosis sehingga tidak mampu menopang berat badan, nyeri pada tibia

proksimal dan keterbatasan fleksi dan ekstensi sendi pada lutut.

2. Fraktur diafisis tibia

Ada riwayat trauma, nyeri yang signifikan dan pembengkakan sekitar daerah fraktur, sering

ditemukan penonjolan tulang keluar kulit, tidak mampu menopang berat badan.

3. Fraktur dan dislokasi pergelangan kaki

Pembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruan dan deformitas, nyeri tekan.1,3,10

B. Gambaran Radiologi

Adapun modalitas radiologi dalam mendiagnosis fraktur tibia yaitu dengan foto polos, CT

scan dan MRI. Pada pemeriksaan foto polos dapat dilakukan pengambilan gambar dengan posisi

AP, lateral, maupun obliq. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan foto polos yaitu

lokasi fraktur, tipe fraktur dan kedudukan fragmen, bagaimana struktur tulang, ada tidaknya

Page 11: Makala Fraktur

dislokasi, ada tidaknya fraktur epifisis, ada tidaknya pelebaran celah sendi. Pada foto AP dengan

fraktur depresi gambaran radiologisnya berupa suatu lokasi dengan densitas yang meningkat. 1,3,7

1. Foto Polos

Foto polos sangat baik dalam mendiagnosis fraktur tibia. Pasien yang dicurigai

mengalami fraktur harus difoto dengan posisi AP, lateral, dan obliq untuk mengevaluasi fraktur.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan foto polos yaitu lokasi fraktur, tipe fraktur dan

kedudukan fragmen, bagaimana struktur tulang, ada tidaknya dislokasi, ada tidaknya fraktur

epifisis, ada tidaknya pelebaran celah sendi. Pada foto AP dengan fraktur depresi gambaran

radiologisnya berupa suatu lokasi dengan densitas yang meningkat. Bila dicurigai terdapat

fraktur tetapi tidak terlihat pada foto, ulangi pemeriksaan setelah sepuluh hari bila masih terdapat

simptom. Pada minggu pertama atau kedua ini, garis fraktur sering menjadi lebih jelas. Setelah

itu fraktur akan bersatu, garis fraktur menghilang dan terjadi reformasi tulang.1,3,11

a. Fraktur kondilus tibia

Gambar 5. Foto Genu posisi AP,

tampak fraktur pada bagian lateral

kondilus tibia.

(dikutip dari kepustakaan 8)

Page 12: Makala Fraktur

Gambar 6. Foto genu posisi obliq, tampak fraktur plateu lateral tibia.

(dikutip dari kepustakaan 8)

Gambar 7. Foto genu posisi lateral,Tampak fraktur split lateral plateu tipe I

(dikutip dari kepustakaan 8)

b. Fraktur diafisis tibia

Gambar 8. Foto cruris posisi AP, lateral tampak fraktur transversal pada diafisis tibia.

(dikutip dari kepustakaan 12)

Page 13: Makala Fraktur

c. Fraktur pergelangan kaki

Gambar 9. Fraktur Weber tipe A, tampak fraktur pada bagian distal syndesmosis

(dikutip dari kepustakaan 13)

Page 14: Makala Fraktur

2. CT Scan

Dalam mendiagnosis fraktur tibia, pemeriksaan CT-scan bermanfaat dalam

menggambarkan tingkat keterlibatan artikuler dan derajat tekanan fraktur. CT Scan banyak

dimanfaatkan oleh para ahli ortopedi untuk melihat karateristik dari fraktur tibia dan menaksir

derajat dari fraktur dan robekannya dapat merencanakan intervensi bedah.14

a. Fraktur kondilus tibia

Gambar 10. Gambar CT Scan menunjukkan fraktur pada bagian lateral dan medial dari kondilus tibia.

(dikutip dari kepustakaan 8)

b. Fraktur diafisis tibia

Page 15: Makala Fraktur

Gambar 11. Gambar CT Scan menunjukkan

fraktur pada bagian lateral tibia (panah kuning)

(dikutip dari kepustakaan 13)

c. Fraktur pergelangan kaki

Gambar 12. Gambar CT Scan menunjukkan fraktur pada medial maleolus.

(dikutip dari kepustakaan 13)

Page 16: Makala Fraktur

3. MRI

MRI telah menggantikan CT Scan di banyak tempat karena lebih sensitif dalam banyak hal

terutama dalam pemeriksaan soft tissue. MRI tidak hanya mampu mendeteksi radang pada luka,

akan tetapi juga mempunyai kemampuan untuk mendeteksi abnormalitas dari ligament di

sekeliling jaringan lunak dan struktur tulang. Akan tetapi dalam pemeriksaan fraktur tulang CT

Scan lebih baik, karena CT scan dapat memperlihatkan ostopenia, yang biasanya paling awal

ditemukan pada fatigue cortical bone injury, sedangkan MRI tidak dapat mendeteksinya, karena

MRI lebih efektif dalam mendeteksi ligamen dan radang pada luka.14

1. Fraktur kondilus tibia

Gambar 13. Gambar potongan coronar T1, memperlihatkan garis fraktur pada lateral plateu.

(dikutip dari kepustakaan 13)

Page 17: Makala Fraktur

b. Fraktur diafisis tibia

Gambar 14. Gambar potongan sagital memperlihatkan fraktur pada mid tibia

(dikutip dari kepustakaan 14)

c. Fraktur dan dislokasi pergelangan kaki

Page 18: Makala Fraktur

Gambar 15. Gambar potongan sagital T1(A) & T2(B)

memperlihatkan fraktur pada distal tibial metaphysis

(dikutip dari kepustakaan 13)

VIII. PENATALAKSANAAN

1. Fraktur kondilus tibia:1,10

1. Konservatif

Prinsip pengobatan adalah mencegah bertambahnya depresi, tidak menahan beban dan

segera mobilisasi pada sendi lutut agar tidak terjadi kekakuan sendi. Pada fraktur yang

tidak bergeser dimana depresi kurang dari 4 mm dapat dilakukan beberapa pilihan

pengobatan, antara lain :

1. Verband elastis

2. Gips sirkuler

3. Skeletal Traksi

2. Operatif

Apabila terjadi dislokasi yang cukup lebar atau apabila permukaan sendi tibia amblas

lebih dari 8 mm, dilakukan open reduksi dan dipasang internal fiksasi dengan butree plate

dan cancellous screw. Pada kasus dimana permukaan sendi amblas, harus dilakukan

rekonstruksi, permukaan yang amblas diangkat kembali ke atas dan bekas lubangnya diisi

dengan tulang spongiosa dari tempat lain.

2. Fraktur diafisis tibia:1,10

Page 19: Makala Fraktur

1. Konservatif

Fraktur tertutup dilakukan reposisi tertutup dan dilakukan immobilisasi dengan gips. Jika

dilakukan reposisi tertutup hasilnya masih kurang baik, tidak ada kontak antara kedua

ujung fragmen tulang, maka dapat dianjurkan untuk dilakukan open reduksi dan

pemasangan internal fiksasi berupa screw, plate-screw, atau tibial nail.

2. Operatif yang dilakukan pada :

1. Fraktur terbuka

2. Kegagalan dalam terapi konservatif

3. Fraktur tidak stabil

4. Adanya nonunion

3. Fraktur dan dislokasi pergelangan kaki:1,10

1. Konservasif

Dilakukan pada fraktur yng tidak bergeser, berupa pemasangan gips sirkuler di bawah

lutut.

2. Operatif

Dilakukan berdasarkan kelainan yang ditemukan apakah hanya fraktur semata-mata,

apakah ada robekan pada ligamen atau diastasis pada tibiofibula serta adanya dislokasi

talus.

IX. PROGNOSA

Penyembuhan fraktur berkisar antara 12-16 minggu pada orang dewasa. Pada anak-anak

waktu penyembuhan sekitar ½ waktu penyembuhan orang dewasa. Pada kasus fraktur plateau

tibia, penyembuhan terjadi sekitar beberapa bulan, umumnya pasien dapat menggerakkan sendi

lutut namun belum bisa menahan beban tubuh dalam tiga bulan. Penilaian penyembuhan frakur

Page 20: Makala Fraktur

( union ) didasarkan atas union secara klinis dan union secara radiologik. Penilaian secara klinis

dilakukan dengan pemeriksaan pada daerah fraktur dengan melakukan pembengkokan pada

daerah fraktur, pemutaran dan kompresi untuk mengetahui adanya gerakan atau perasaan nyeri

pada penderita. Keadaan ini dapat dirasakan oleh pemeriksa atau penderita sendiri. Apabila tidak

ditemukan pergerakan maka secara klinis telah terjadi union fraktur.1

Waktu penyembuhan fraktur bervariasi secara individual dan berhubungan dengan beberapa

faktor yaitu :1

1. Umur penderita, pada anak-anak waktu penyembuhan fraktur lebih

cepat daripada orang dewasa, karena aktivitas proses osteogenik

pada periosteum dan endosteum serta proses remodeling tulang

pada anak-anak lebih aktif dibanding pada orang dewasa.

2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur. Fraktur pada metafisis lebih

cepat proses penyembuhannya dibanding fraktur pada diafisis.

Konfigurasi fraktur transversal lebih lambat penyembuhannya

daripada fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak.

3. Pergeseran awal fraktur. Pada fraktur yang tidak bergeser dan

pertiosteum intak, maka penyembuhan dua kali lebih cepat

dibanding fraktur yang bergeser. Terjadinya pergeseran fraktur

yang lebih besar juga akan menyebabkan kerusakan periost yang

lebih hebat.

4. Vaskularisasi pada kedua fragmen. Apabila kedua fragmen

mempunyai vaskularisasi yang baik, maka penyembuhan biasanya

tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur vaskularisasinya jelek

sehingga mengalami kematian, maka akan menghambat terjadinya

union atau bahkan mungkin terjadi nonunion.

5. Reduksi serta mobilisasi. Reposisi fraktur akan memberikan

kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk

asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan

dan kerusakan pembuluh darah yang akan mengganggu dalam

penyembuhan fraktur.

Page 21: Makala Fraktur

6. Waktu imobilisasi. Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu

penyembuhan sebelum terjadi union, maka kemungkinan untuk

terjadinya nonunion sangat besar.

7. Ruangan di antara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan

lunak, bila ditemukan interposisi oleh jaringan lunak baik berupa

periost, maupun otot atau jaringan fibrosa lainnya, maka akan

menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur.

8. Faktor adanya infeksi. Bila terjadi infeksi pada daerah fraktur,

maka akan mengganggu proses penyembuhan.

9. Cairan sinovia. Pada persendian dimana terdapat cairan sinovia

merupakan hambatan dalam penyembuhan fraktur.

10. Gerakan aktif dan pasif anggota gerak, akan meningkatkan

vaskularisasi daerah fraktur tapi gerakan yang dilakukan pada

daerah fraktur tanpa imobilisasi yang baik juga akan mengganggu

vaskularisasi. 1

Page 22: Makala Fraktur

DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad C. Trauma. Dalam: Pengantar ilmu bedah orthopedi. Edisi 2. Makassar: Bintang

Lamumpatue; 2003. hal. 370-1;455-62

2. Carter MA. Anatomi dan fisiologi tulang. Dalam: Price SA, Wilson LM [Editor].

Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6 vol 2. Jakarta: EGC; 2006. hal.

1357-62

3. Eiff PM, Hatch RL, Calmbach WL, Higgins MK. Tibial fractures. In: Fracture

management for primary care. 2nd edition. Philadelphia: Saunders; 2003. p. 269-84

4. Norvel JG. Fracture tibia and fibula. [online]. 2008. [cited 2009 August 30]. Available

from URL : http://emedicine.medscape.com/article/826304-overview

5. Crowther CL, Burnie G. Trauma. In: Primary orthopedic care. 2nd edition. Missouri:

Mosby; 2004. p 228-35

6. Gray H. The tibia. [online]. 2009. [cited 2009 August 30]. Available from URL :

http://www.bartleby.com/107/61.html

7. Cluett J. Tibia fracture. [online]. 2005. [cited 2009 August 30]. Available from URL :

http://orthopedics.about.com/lr/tibia_fractures/345966/1/

8. Sorenson SM. Tibial plateau fractures. [online]. 2007. [cited 2009 August 30]. Available

from URL : http://emedicine.medscape.com/article/396920-overview

9. Ahuja AT, Antonio GE, Wong KT, Yuen HY. Tibial plateau fracture. In: Case studies in

medical imaging. Cambridge: Cambridge University Press; 2006. p. 253

10. Simbardjo D. Fraktur ekstremitas bawah. Dalam: Reksoprodjo S [editor]. Kumpulan

kuliah ilmu bedah. Jakarta: Bina Rupa Aksara; 1995. hal. 551-6

Page 23: Makala Fraktur

11. Mettler FA. Tibia and fibula. In: Essentials of radiology. 2nd edition. Philadelphia:

Elsevier Saunders; 2005. p. 338-42

12. Jones J. Tibial fracture. [online]. 2009. [cited 2009 August 30]. Available from URL :

http://radiopaedia.org/cases/tibial-fracture

13. Fristch T. Lateral tibia plateau fracture. [online]. 2006. [cited 2009 August 30]. Available

from URL : http://www.mypacs.net

14. Young JWR. Skeletal trauma regional. In: Sutton D [editor]. Textbook of radiology and

imaging. 7th ed vol 2. London: Churchill Livingstone; 2003. p. 1377;1412-3

20