Upload
chayuchun
View
137
Download
13
Embed Size (px)
DESCRIPTION
morbus hirschsprung
PORTOFOLIO
MORBUS HIRSCHSPRUNG
Pendamping:
dr. Imelda Meilina
Penyusun:
dr. Anniza Komalasari
RS TINGKAT IV 02.07.04 DINAS KESEHATAN TENTARA
PERIODE 5 MARET 2013 – 5 MARET 2014
BANDAR LAMPUNG – LAMPUNG
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionik usus,
mulai dari spinkter ani interna ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi,
tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum dengan gejala klinis
berupa gangguan pasase usus fungsional. Ruysch (1961) pertama kali melaporkan hasil
autopsi adanya usus yang aganglionik pada seorang anak usia 5 tahun dengan
manifestasi berupa megakolon . Namun baru 2 abad kemudian Harald Hirschsprung
(1886) melaporkan secara jelas gambaran klinis penyakit ini, yang pada saat itu
diyakininya sebagai suatu megakolon kongenital. Dokter bedah asal Swedia ini
melaporkan kematian 2 orang pasiennya masing-masing usia 8 dan 11 bulan yang
menderita konstipasi kronis, malnutrisi dan enterokolitis. Teori yang berkembang saat
itu adalah diyakininya faktor keseimbangan syaraf sebagai penyebab kelainan ini,
sehingga pengobatan diarahkan pada terapi obat-obatan dan simpatektomi.Namun
kedua jenis pengobatan ini tidak memberikan perbaikan yang signifikan. Valle (1920)
sebenarnya telah menemukan adanya kelainan patologi anatomi pada penyakit ini
berupa absennya ganglion parasimpatis pada pleksus mienterik dan pleksus sub-
mukosa, namun saat itu pendapatnya tidak mendapat dukungan para ahli. Barulah 2
dekade kemudian, Robertson dan Kernohan (1938) mengemukakan bahwa megakolon
pada penyakit Hirschsprung disebabkan oleh gangguan peristaltic usus mayoritas
bagian distal akibat defisiensi ganglion.
Anak – anak dengan penyakit Hirschsprung dapat mengalami konstipasi
ataupun memiliki masalah dalam penyerapan nutrisi dari makanan. Dalam kasus yang
gawat pada penyakit Hischsprung, bayi yang baru lahir mengalami obstruksi kolon dan
tidak memiliki pergerakan usus. Pada kasus ringan, dokter dapat saja tidak
mendapatkan penyakit ini sampai kehidupan lanjut anak. Penyakit Hirschsprung
sebaiknya dicurigai jika seorang neonatus tidak mengeluarkan mekonium dalam 24-48
jam pertama setelah kelahiran.
HD terjadi pada satu dari 5000 kelahiran hidup, Insidensi penyakit
Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000
kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35
permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit
Hirschsprung. Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk
setiap tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta.
BAB II
KASUS
IDENTITAS
A. Identitas Pasien
Nama : An. N
Tanggal lahir : 11 April 2009 ( 4 bulan)
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Lampung Selatan
Agama : Islam
Pendidikan : -
No. RM : 021088
Masuk RS : 8 Oktober 2013
B. Identitas Orang Tua
Ayah Nama : Tn. B
Umur : 32 tahun
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa / Indonesia
Alamat : Lampung Selatan
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta (Tidak Tetap)
Penghasilan : Rp 800.000,-/ bulan (Tidak Tentu)
Ibu Nama : Ny. K
Agama : Islam
Umur : 28 tahun
Suku bangsa : Jawa / Indonesia
Alamat : Lampung Selatan
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Penghasilan : -
Hubungan pasien dengan orang tua : Anak kandung ( anak ke-2)
ANAMNESIS
Keluhan utama
Pasien dibawa ke IGD dengan keluhan tidak dapat buang air besar sejak 13
hari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan tambahan
Selain tidak dapat buang air besar, ibu pasien mengeluhkan perut pasien yang
semakin membesar sejak kira – kira 1 bulan yang lalu. Pemberian ASI juga mengalami
kesulitan karena penolakan dari pasien. Pasien menjadi lebih rewel, terutama pada
malam hari.
Riwayat penyakit sekarang
Ibu pasien mengaku bahwa pasien mengalami kesulitan buang air besar,
terutama dalam satu bulan terakhir. Frekuensi buang air besar sekitar satu minggu
sekali. Feses berwarna kuning kehijauan dengan konsistensi cair dan volumenya
sedikit. Adanya lendir dan darah pada feses disangkal oleh ibu pasien. BAB yang
menyembur juga disangkal oleh ibu pasien. Perut pasien terlihat membesar dan dinding
perutnya tegang. Satu bulan lalu, pasien pernah dirawat di RSUD dengan keluhan perut
kembung dan susah BAB. Selama sakit, ibu pasien mengaku permintaan pemberian
ASI dari pasien berkurang, dan pasien menjadi lebih rewel. Demam ringan kadang –
kadang menyertai perjalanan penyakit.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengalami masalah BAB sejak lahir. Pasien baru mengeluarkan BAB setelah
usia 3 hari, warna hijau kehitaman dengan konsistensi lunak dan volumenya banyak.
Riwayat penyakit keluarga
Ibu pasien menyangkal adanya penyakit keturunan tertentu dalam riwayat keluarga
pasien. Dalam lingkungan keluarga pasien juga tidak ditemukan riwayat keluarga yang
mengalami gejala penyakit serupa dengan pasien.
Riwayat kehamilan dan kelahiran
Kehamilan
Morbiditas KehamilanIbu pasien mengaku tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan, juga tidak pernah minum obat - obatan apapun.
Perawatan AntenatalIbu pasien rutin memeriksakan kandungannya ke Bidan selama kehamilan
Kelahiran
Tempat Kelahiran Tempat Praktik Bidan
Penolong Persalinan Bidan
Cara Persalinan Spontan, tanpa penyulit dan tanpa kelainan
Masa Gestasi Cukup bulan
Keadaan Bayi
Langsung Menangis, warna kulit kemerahan. Pengeluaran mekonium terlambat.
Berat Badan saat Lahir 3500 gram
Panjang Badan saat lahir (tidak diingat)
Lingkar Kepala -
Nilai Apgar -
Kesimpulan : Riwayat kehamilan baik dan kelahiran baik, dengan keterlambatan pengeluaran mekonium yang baru diketahui 3 hari setelah kelahiran.
Riwayat makanan
Pasien hanya mendapatkan ASI yang frekuensinya sesuai dengan permintaan
Riwayat penyakit yang pernah diderita
Pada pasien belum pernah dijumpai penyakit khusus lain.
Riwayat imunisasi dasar
BCG : Usia 1 bulan
Selain Pemberian BCG pada usia 1 bulan, pasien belum mendapatkan imunisasi lain,
karena penolakan dari tenaga medis saat melihat keadaan pasien.
Riwayat keluarga
a. Corak Reproduksi
No.Tgl lahir (Umur)
Jenis Kelamin
HidupLahir Mati
Abortus Mati Keterangan Kesehatan
1 7 tahun Laki laki V - - -Kakak Pasien tidak menderita penyakit tertentu, ataupun penyakit serupa dengan pasien
2 4 Bulan Perempuan V - - - Pasien
b. Riwayat Pernikahan
Ayah Ibu
Nama Tn. B Tn. K
Perkawinan ke Pertama Pertama
Umur saat menikah 24 tahun 20 tahun
Pendidikan Terakhir SMP SMP
Agama Islam Islam
Suku bangsa Sunda Sunda
Keadaan Kesehatan Cukup Baik Cukup Baik
Kosanguitas - -
Penyakit - -
Kesimpulan Riwayat Keluarga : Keadaan kesehatan orangtua pasien cukup baik, tidak ada konsanguitas.
c. Riwayat keluarga orangtua pasien:
Tidak terdapat penyakit khusus pada keluarga orangtua pasien
d. Riwayat Anggota Keluarga lain yang serumah :
Keadaan gizi saudara kandung pasien cenderung lebih baik. Kadang – kadang
mengalami penyakit flu ringandisertai gejala demam, namun sembuh dengan
sendirinya.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Sakit berat
Kesadaran : Compos mentis
Data antropometri
Berat badan : 4,6 Kg
Panjang badan : 56 cm
Lingkar kepala : 38 cm
Lingkar dada : 37 cm
Lingkar lengan atas : 12 cm
Status Gizi
1. BB/U : 4.6/6 x 100 % = 76.6 % (Kesan : Gizi Kurang)
2. TB/U : 56/60 x 100 % = 93.33 % (Kesan : Gizi Baik)
3. BB/TB : 4.6/56 x 100% = 82,1 % (Kesan: Gizi Baik)
Tanda Vital
Nadi : Frekuensi 130 x/menit .Regular, Cukup, Equal.
Pernafasan : Frekuensi 38 x/menit. Regular.
Suhu Tubuh : 37,2 °C
Kepala Normocephali, Ubun – ubun tidak teraba cekung , tidak terdapat
menifestasi infeksi (bakteri, jamur) dan lesi kulit yang lain pada kulit
kepala. Wajah tampak simetris dan tidak ada oedema.
Rambut Rambut hitam, Tumbuh jarang dengan distribusi merata.
Mata Palpebra simetris tanpa oedema, tidak ditemukan conjunctiva anemis,
sklera tidak ikterik, refleks cahaya langsung dan tidak langsung baik.
Telinga Normotia, liang telinga lapang.
Hidung Tidak terdapat deviasi septum, tidak terlihat adanya sekret
Bibir Warna tidak Pucat, tidak cyanosis, tak tampak lesi mukosa bibir.
Mulut Trismus (-), halitosis (-), gusi tidak meradang
Gigi Gigi belum tumbuh
Lidah Normoglossia, Bercak-bercak putih pada lidah (-)
Tonsil tidak tampak (pemeriksaan sulit dilakukan)
Faring tidak tampak (pemeriksaan sulit dilakukan)
Leher tidak teraba pembesaran Kelenjar Getah Bening
Toraks Dinding Thorax Simetris
Jantung Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : (pemeriksaan tidak dilakukan)
Auskultasi : S1S2 reguler, Murmur (-) Gallop (-)
Paru Inspeksi :pernafasan simetris, retraksi iga (-)
Palpasi : (pemeriksaan vocal fremitus tidak dilakukan)
Perkusi : (pemeriksaan tidak dilakukan)
Auskultasi : suara nafas vesicular tanpa ronkhi dan wheezing
Abdomen Inspeksi : Distensi, kulit mengkilat
Palpasi : Tegang, (organ & nyeri tekan sulit ditentukan)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (-)
Genitalia Perempuan, tidak ada kelainan kongenital
Ekstremitas Akral hangat, tidak terdapat oedem ekstremitas
KGB Tidak teraba membesar
Kulit Tidak terdapat lesi kulit
SSP status neurologis
A. Rangsangan Meningeal Kaku kuduk (-)
B. Motorik Normotonus
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Lab Darah
Tanggal 8/10/09 9/10/09 Nilai Normal Satuan
Hematologi
Hemoglobin 11 10.8 12 - 14 g/dl
Hematokrit 34 33 37 - 43 %
Trombosit 422 403 200 - 500 ribu/uL
Leukosit 14.2 15.7 4.200 -9.100 ribu/uL
Eritrosit 4.27 4.13 4 - 5 juta/uL
Masa Perdarahan 2.0 - 1.0 – 3.0 menit
Masa Pembekuan 5.0 - 2.0 – 6.0 menit
Hitung Jenis
Netrofil 45 47 30 – 50 %
Limfosit 52 47 20 – 40 %
Monosit 4 6 2 - 8 %
Kimia
GDS 94 - 70 - 100 mg/dL
Fungsi Hati
Albumin 4.12 - 4 - 5,2 g/dL
SGOT / ASAT 55 - 10 - 31 u/L
SGPT / ALAT 15 - 9 - 36 u/L
Fungsi Ginjal
Ureum Darah 8 - - mg/dL
Creatinin Darah 0.4 - -
Elektrolit
Natrium 136 - 135 - 147 mmol/L
Kalium 2.55 - 3,5 – 5,0 mmol/L
Cloride 109 - 97 - 108 mmol/L
DIAGNOSIS KERJA
Suspek Morbus Hirschsprung
DIAGNOSIS BANDING
Mikrokolon Kongenital.
Atresia ileum
PENATALAKSANAAN
IVFD KaEn 3B 350 cc + Dextrose 40 % 140 cc 26 tpm (mikro)
Cefotaxime 2 x 250 mg
Aminofuchsin ped 1 x 100 cc
Pro kolostomi sigmoid
Rehidrasi IVFD RL 20 tpm (mikro) sampai produksi urine 1 cc/kgBB/jam
Rujuk RSAM
PEMERIKSAAN ANJURAN
Biopsi Rectal
Foto Abdomen Pasca Operasi
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
9 Oktober
S. Kemarin malam (22.00 WIB) BAB 1x volume ± 300 cc, warna kuning,
konsistensi cair Distensi berkurang. Hari ini Distensi kembali.
O. KU SB/CM
HR 140 kali/menit
RR 40 kali/menit
Suhu 36.7 °C
Mata CA (-/-), SI (-/-)
Tho S1S2 reguler, SN vesikuler Rh (-/-), Wh (-/-)
Abd Buncit, lemas, BU (+) meningkat
Eks Akral Hangat
RT TSA sulit dinilai, ampula rekti kolaps,mukosa rectum licin,
Feses(+),Darah(-),Lendir (-)
A. Morbus Hirschsprung
P. IVFD KaEN 3B 20 tpm (mikro)
Cefotaxime 2 x 250 mg IV
Clysma lewat Rectal Tube dengan Nacl hangat
BAB III
FORMAT PORTOFOLIO
Kasus 1
Topik: Suspek Morbus Hirschsprung
Tanggal (kasus): 8-10-2013 Persenter: dr. Anniza Komalasari
Tangal presentasi: Pendamping: dr.
Tempat presentasi: RS DKT Bandar Lampung
Obyektif presentasi:
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan
pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi: An. N, 4 bulan, Suspek Morbus Hirschsprung
□ Tujuan: mengatasi gejala dan mencegah komplikasi lebih lanjut
Bahan bahasan: □ Tinjauan
pustaka
□ Riset □ Kasus □ Audit
Cara membahas: □ Diskusi □Presentasi dan diskusi □ E‐mail □ Pos
Data pasien: Nama: An. N No registrasi: 021088
Nama klinik: RS DKT Telp: - Terdaftar sejak: -
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis: Suspek Morbus Hirschsprung
2. Riwayat Pengobatan: Pasien pernah mendapatkan pengobatan
3. Riwayat kesehatan/ Penyakit: (-)
4. Riwayat keluarga/ masyarakat: TIdak ada anggota keluarga dengan keluhan serupa
5. Riwayat pekerjaan: (-)
6. Lain‐lain : -
Daftar Pustaka:
1. Sutton D : A Textbook of Radiology and Imaging. Third Edition.Page 859 –
860. Churchill Livingstone, Edinburg, London, Melbourne, and New York.
1980.
2. Silverman Friedrich N, Caffey John : Caffey’s Pediatric X-ray diagnosis, an
Integrated imaging approach. Ninth Edition. Page 2074 – 2080. Mosby, St.
Louis, MO.1993
3. Donnely Lane F, O’hara Sara , Westra Sjirk J, Blaser Susan I :Pocket
Radiologist, Pediatric, Top 100 Diagnoses. Page 43-45. Amirsys. 2002.
4. Nelson Waldo E, Behrman, Kliegman: Nelson Textbook of Pediatrics. Fiftinth
Edition. Halaman 1316 – 1319. Saunders Company, Philadelphia,
Pennsylvania.1996
5. Rasad Sjahriar : Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Halaman 410. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. 2005.
6. www.uhrad.com .
7. www.e-radiography.net .
8. www.healthofpediatric.com .
Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis Morbus Hirschsprung
2. Patogenesis Morbus Hirschsprung
3. Penatalaksanaan Morbus Hirschsprung
4. Edukasi tentang penyebab, faktor resiko, dan penatalaksanaan yang tepat.
Subyektif
Pasien dibawa ke IGD dengan keluhan tidak dapat buang air besar sejak 13
hari sebelum masuk rumah sakit. Selain tidak dapat buang air besar, ibu pasien
mengeluhkan perut pasien yang semakin membesar sejak kira – kira 1 bulan yang lalu.
Pemberian ASI juga mengalami kesulitan karena penolakan dari pasien. Pasien
menjadi lebih rewel, terutama pada malam hari. Ibu pasien mengaku bahwa pasien
mengalami kesulitan buang air besar, terutama dalam satu bulan terakhir. Frekuensi
buang air besar sekitar satu minggu sekali. Feses berwarna kuning kehijauan dengan
konsistensi cair dan volumenya sedikit. Adanya lendir dan darah pada feses disangkal
oleh ibu pasien. BAB yang menyembur juga disangkal oleh ibu pasien. Perut pasien
terlihat membesar dan dinding perutnya tegang. Satu bulan lalu, pasien pernah dirawat
di RSUD dengan keluhan perut kembung dan susah BAB. Selama sakit, ibu pasien
mengaku permintaan pemberian ASI dari pasien berkurang, dan pasien menjadi lebih
rewel. Demam ringan kadang – kadang menyertai perjalanan penyakit.
Pasien mengalami masalah BAB sejak lahir. Pasien baru mengeluarkan BAB
setelah usia 3 hari, warna hijau kehitaman dengan konsistensi lunak dan volumenya
banyak. Dalam lingkungan keluarga pasien juga tidak ditemukan riwayat keluarga
yang mengalami gejala penyakit serupa dengan pasien. Pasien saat ini hanya
mendapatkan ASI.
Obyektif
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Perut tampak distensi, kulit mengkilat, tegang, (organ & nyeri tekan sulit ditentukan,
perkusi pada perut didapatkan timpani, bising usus (-).
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan :
Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia dan leukositosis, USG abdomen belum
dilakukan.
“Assesment”
Dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan
mendukung kesimpulan diagnosa Morbus Hirschsprung.
“Plan”
Diagnosis : Morbus Hirschsprung
Pengobatan :
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini adalah tindakan operasi berupa
kolostomi pada usus yang memiliki ganglion normal paling distal. Tindakan ini
dimaksudkan guna menghilangkan obstruksi usus dan mencegah enterokolitis sebagai
salah satu komplikasi yang berbahaya
KIE :
Pada orang tua pasien diberikan edukasi mengenai operasi ulangan yang akan
dilakukan pada pasien, pada bentuk short segmen, tipikal, dan long segmen dapat
dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan beberapa bulan kemudian baru dilakukan
operasi definitif dengan metode Pull Though Soave, Duhamel maupun Swenson.
Apabila keadaan memungkinkan, dapat dilakukan Pull Though satu tahap tanpa
kolostomi sesegera mungkin untuk memfasilitasi adaptasi usus dan penyembuhan
anastomosis. Pemberian makanan rata-rata dimulai pada hari kedua sesudah operasi
dan pemberian nutisi enteral secara penuh dimulai pada pertengahan hari ke empat
pada pasien yang sering muntah pada pemberian makanan. Intolerasi protein dapat
terjadi selama periode ini dan memerlukan perubahan formula. Pemberian Air Susu
Ibu tidak dikurangi atau dihentikan, untuk mencegah perburukan gizi.
Rujukan :
Pasien dikonsulkan ke dokter spesialis bedah anak untuk penatalaksanaan yang tepat.
Kontrol :
Kegiatan Periode Hasil yang diharapkan
Kepatuhan mengganti
perban luka operasi
setiap hari
3 hari sekali selama
1-2 minggu sampai
jahitan pada luka
operasi dilepas
Tidak terjadi infeksi
pada luka bekas
operasi
Edukasi gejala klinis,
penyebab, faktor risiko,
pengobatan, dan
komplikasi penyakit
Setiap kali kontrol
di poli
Persiapan pasien untuk
operasi difinitif
BAB IV
MORBUS HIRSCHSPRUN
A. Definisi
Penyakit Hirschprung, disebut juga megakolon congenital atau
megakolon aganglionik, ditandai dengan tidak adanya sel ganglion di dalam
pleksus mienterikus Auerbach atau Meissner dan submukosa, sehingga
menyebabkan obstuksi fungsional. Panjang segmen aganglionik bervariasi
mulai dari segmen yang pendek yang hanya mengenai daerah sfingter anal
sampai daerah yang meliputi seluruh kolon dan sebagian usus halus (Kolon
Aganglionik Total, ditemukan sebanyak 10% dari keseluruhan kasus). Daerah
yang paling sering terkena adalah Rectosigmoid (75 %).
B. Etiologi
Ada beberapa teori yang dikemukakan untuk menjelaskan etiologi dari
Penyakit Megakolon Aganglionik congenital ini. Diantaranya adalah,
1. Ketiadaan sel-sel ganglion
Ketiadaan sel-sel ganglion pada lapisan submukosa (Meissner) dan pleksus
myenteric (Auerbach) pada usus bagian distal merupakan tanda patologis
untuk Hirschsprung’s disease. Okamoto dan Ueda mempostulasikan bahwa
hal ini disebabkan oleh karena kegagalan migrasi dari sel-sel neural crest
vagal servikal dari esofagus ke anus pada minggu ke 5 smpai 12 kehamilan.
Teori terbaru mengajukan bahwa neuroblasts mungkin bisa ada namun
gagal unutk berkembang menjadi ganglia dewasa yang berfungsi atau
bahwa mereka mengalami hambatan sewaktu bermigrasi atau mengalami
kerusakan karena elemen-elemen didalam lingkungn mikro dalam dinding
usus. Faktor-faktor yang dapat mengganggu migrasi, proliferasi,
differensiasi, dan kolonisasi dari sel-sel ini mingkin terletak pada genetik,
immunologis, vascular, atau mekanisme lainnya
1. Mutasi pada RET proto-oncogene.
Mutasi pada RET proto-oncogene,yang berlokasi pada kromosom 10q11.2,
telah ditemukan dalam kaitannya dengan Hirschsprung’s disease segmen
panjang dan familial. Mutasi RET dapat menyebabkan hilangnya sinyal
pada tingkat molekular yang diperlukan dalam pertubuhan sel dan
diferensiasi ganglia enterik. Gen lainnya yang rentan untuk
Hirschsprung’s disease adalah endothelin-B receptor gene (EDNRB) yang
berlokasi pada kromososm 13q22. sinyal darigen ini diperlukan untuk
perkembangan dan pematangan sel-sel neural crest yang mempersarafi
colon. Mutasi pada gen ini paling sering ditemukan pada penyakit non-
familial dan short-segment. Endothelian-3 gene baru-baru ini telah diajukan
sebagai gen yang rentan juga. Defek dari mutasi genetik ini adalah
mengganggu atau menghambat pensinyalan yang penting untuk
perklembangan normal dari sistem saraf enterik. Mutasi pada proto-
oncogene RET adalah diwariskan dengan pola dominan autosom dengan 50
sampai 70% penetrasi dan ditemukan dalam sekitar 50% kasus familial dan
pada hanya 15 sampai 20% kasus spordis. Mutasi pada gen EDNRB
diwariskan dengan pola pseudodominan dan ditemukan hanya pada 5% dari
kasus, biasanya yang sporadis.
2. Kelainan dalam lingkungan.
Kelainan dalam lingkungan mikro pada dinding usus dapat mencegah
migrasi sel-sel neural crest normal ataupun diferensiasinya. Suatu
peningkatan bermakna dari antigen major histocompatibility complex
(MHC) kelas 2 telah terbukti terdapat pada segmen aganglionik dari usus
pasien dengan Hirschsprung’s disease, namun tidak ditemukan pada usus
dengan ganglionik normal pada kontrol, mengajukan suatu mekanisme
autoimun pada perkembangan penyakit ini.
3. Matriks protein ekstraseluler.
Matriks protein ekstraseluler adalah hal penting dalam perlekatan sel dan
pergerkan dalam perkembangan tahap awal. Kadar glycoproteins laminin
dan kolagen tipe IV yang tinggi alam matriks telah ditemukan dalam
segmen usus aganglionik. Perubahan dalam lingkungan mikro ini didalam
usus dapat mencegah migrasi sel-sel normal neural crest dan memiliki
peranan dalam etiologi dari Hirschsprung’s disease.
C.Patofisiologi
Usus normal menerima persarafan intrinsik dari sistem persarafan parasimpatis
(kholinergis) dan simpatis (adrenergis). Serabut saraf kolinergik menyebabkan
perangsangan pada kolon (kontrasi) dan menginhibisi sphincter ani, sedangkan
serabut-serabut adrenergik menginhibisi kolon (relaksasi) dan mengeksitasi
sphincter. Sebagai tambahan, terdapat suatu sistem saraf intrinsik enterik yang
luas didalam dinding usus sendiri yang tersusun atas berbagai macam ‘serabut
inhibisi non-adrenergic non-cholinergic (NANC)’ yang berfungsi dalam
pengaturan sekresi intestinal, motilitas, pertahanan mukosa, dan respon imun.
Sel-sel ganglion mengkoordinasikan aktivitas muskular usus dengan
menyeimbangkan sinyal-sinyal yang diterima dari serabut-serabut adrenergik
dan kolinergik, dan dari serabut inhibisi intrinsik (enterik) NANC.
Pada Hirschsprung’s disease, sel-sel ini tidak ditemukan sehingga koordinasi
kontraksi dan relaksasi pada usus tidak terjadi. Kholinergik yang berlebihan
mungkin bertanggung jawab pada spastisitas dari segmen aganglionik.
Asetilkholin yang berlebihan akan menyebabkan produksi berlebihan dari
acetylcholinesterase, yang dapat dideteksi secara histokimiawi dan digunakan
dalam penegakkan diagnosis Hirschsprung’s disease.
Kemungkinan yang lebih penting dari kelainan adrenergik ataupun kolinergik
dalam menyebabkan spasme usus adalah ketiadaan dari serabut saraf inhibisi
NANC dari sistem saraf enterik dan transmitter neuropeptidanya. Peptida
Vasoaktif intestinal (VIP) adalah relaksan utama pada sphincter ani internus;
VIP-mengandung serabut-serabut saraf yang tidak ada pada usus aganglionik
pasien dengan Hirschsprung’s disease. Nitric
oxide (NO) adalah suatu neurotransmitter yang kuat lainnya dalam saraf
penghambat NANC, memediasi relaksasi pada usus. Sintesis NO snormalnya
terdapat pada plexus enterik dalam usus. Sintase NO dan oleh karenanya
aktivitas NO tidak terdapat pada usus aganglionik pasien dengan
Hirschsprung’s disease. Kurangnya NO- dan serabut saraf yang mengandung
VIP pada usus aganglionik pasien dengan Hirschsprung’s disease mungkin
merupakan faktor utama dalam patofisiologi penyakit ini.
D. Klasifikasi
Pada pemeriksaan patologi anatomi dari penyakit ini, sel ganglion
Auerbach dan Meissner tidak ditemukan serabut saraf menebal danserabut
otot hipertofik.aganglionosis ini mulai dari anus ke arah oral. Berdasarkan
panajang segmen yang terkena , Penyakit Hirschsprung dapat di
klasifikasikan dalam 2 katagori sebagai berikut,
1. Penyakit Hirschsprung segmen pendek / HD klasik (75%). Segmen
aganglionosis muali dari anus sampai sigmoid.Merupakan 70% dari
kasus penyakit Hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-
laki dibanding anak perempuan
Gambar 1. Terlihat Dilatasi Kolon Proksimal dari Segmen aganglionik.
2. Penyakit Hirschsprung segmen panjang/ Long segment HD (20%).
Daerah agonglionosis dapat melebihi sigmoid malahan dapat mengenai
seluruh kolon taua sampai usus halus. Ditemukan sama banyak pada
anak laki-laki dan perempuan.
3. Total colonic aganglionosis (3-12%).
Beberapa lainnya terjadinya jarang, yaitu Total intestinal aganglionosis dan
Ultra-short-segment HD , yang hanya melibatkan rektum distal dibawah
lantai pelvis dan anus.
E. Gambaran Klinis
Pada Periode Neonatal ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni
pengeluaran mekonium yang terlambat(lebih dari 24 jam pertama), muntah
berwarna hijau, dan distensi abdomen
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi
kronis dan gizi buruk (failure to thrive), Dapat pula terlihat gerakan peristaltik
usus di dinding abdomen, riwayat BAB yang tak pernah normal, letargis,
Demam yang tidak terlalu tinggi, nafsu makan menurun ( Anorexia), diarrhea,
distensi abdomen yang berat, feces berbau busuk.
F. Pemeriksaan
Gambar 2. Distensi Abdomen. Tampak Anak sangat kesakitan.
Dengan Colok Dubur Jari akan merasaakn jepitan dan apda waktu ditarik
akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium/ feses yang menyemprot.
Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak
rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar.
Pemeriksaan Histo Patologi daoat dilakukan dengan dua cara, yaitu,
1. Biopsi hisap,diambil usus bagian mukosa samapi submukosa dengan
alat penghisap, selanjutnya dicari sel ganglion pda daerah submukosa.
Pemeriksaan aktifitas enzim asetilkolin esterase dari hasil biopsy hisap,
pada Penyakit Hirschsprung, khas terdapat peningkatan aktifitas enzim
asetilkolin esterase. Usus yang aganglionosis akan menunjukkan
peningkatan aktifitas norepinefrin.
2. Biopsy otot rectum
Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan objektif
mempelajari fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan spinkter
anorektal. Dalam prakteknya, manometri anorektal dilaksanakan apabila hasil
pemeriksaan klinis, radiologis dan histologis meragukan. Pada dasarnya, alat
ini memiliki 2 komponen dasar : transduser yang sensitif terhadap
tekananseperti balon mikro dan kateter mikro, serta sisitem pencatat seperti
poligraph atau computer. Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik
bagi Penyakit Hirschsprung adalah :
1. Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi;
2. Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus;
3. Sampling reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi spinkter interna
setelah distensi rektum akibat desakan feces. Tidak dijumpai relaksasi spontan.
Gambar 3. Alat Biopsi Hisap Norblet
G. Penatalaksanaan
1. Preoperatif
a. Diet
Pada periode preoperatif, neonatus dengan HD terutama menderita
gizi buruk disebabkan buruknya pemberian makanan dan keadaan
kesehatan yang disebabkan oleh obstuksi gastrointestinal. Sebagian
besar memerlukan resulsitasi cairan dan nutrisi parenteral.
Meskipun demikian bayi dengan HD yang didiagnosis melalui
suction rectal biopsy danpat diberikan larutan rehidrasi oral
sebanyak 15 mL/ kg tiap 3 jam selama dilatasi rectal preoperative
dan irigasi rectal.
b. Terapi farmakologik
Terapi farmakologik pada bayi dan anak-anak dengan HD
dimaksudkan untuk mempersiapkan usus atau untuk terapi
komplikasinya.
Untuk mempersiapkan usus adalah dengan dekompresi rectum dan
kolon melalui serangkaian pemeriksaan dan pemasangan irigasi tuba
rectal dalam 24-48 jam sebelum pembedahan. Antibiotik oral dan
intravena diberikan dalam beberapa jam sebelum pembedahan
2. Operatif
Tergantung pada jenis segmen yang terkena. Tindakan bedah sementara
pada penderita penyakit Hirschsprung adalah berupa kolostomi pada usus
yang memiliki ganglion normal paling distal. Tindakan ini dimaksudkan
Gambar 4.. Tampak gambar skema dari manometri anorekatal,yang memakai balon berisi udara sebagai transducernya. Padapenderita Hirschsprung (kanan), tidak terlihat relaksasi spinkter ani.
guna menghilangkan obstruksi usus dan mencegah enterokolitis sebagai
salah satu komplikasi yang berbahaya. Manfaat lain dari kolostomi adalah :
menurunkan angka kematian pada saat dilakukan tindakan bedah definitif
dan mengecilkan kaliber usus pada penderita penyakit Hirschsprung yang
telah besar sehingga memungkinkan dilakukan anastomose
Tindakan Bedah Definitif
Prosedur Swenson
Orvar swenson dan Bill (1948) adalah yang mula-mula memperkenalkan
operasi tarik terobos (pull-through) sebagai tindakan bedah definitif pada
penyakit Hirschsprung. Pada dasarnya, operasi yang dilakukan adalah
rektosigmoidektomi dengan preservasi spinkter ani. Dengan meninggalkan
2-3 cm rektum distal dari linea dentata, sebenarnya adalah meninggalkan
daerah aganglionik, sehingga dalam pengamatan pasca operasi masih sering
dijumpai spasme rektum yang ditinggalkan. Oleh sebab itu Swenson
memperbaiki metode operasinya (tahun 1964) dengan melakukan
spinkterektomi posterior, yaitu dengan hanya menyisakan 2 cm rektum
bagian anterior dan 0,5-1 cm rektum posterior. Prosedur Swenson dimulai
dengan approach ke intra abdomen,
melakukan biopsi eksisi otot rektum, diseksi rektum ke bawah hingga dasar
pelvik dengan cara diseksi serapat mungkin ke dinding rektum, kemudian
bagian distal rektum diprolapskan melewati saluran anal ke dunia luar
sehingga saluran anal menjadi terbalik, selanjutnya menarik terobos bagian
kolon proksimal (yang tentunya telah direseksi bagian kolon yang
aganglionik) keluar melalui saluran anal. Dilakukan pemotongan rektum
distal pada 2 cm dari anal verge untuk bagian anterior dan 0,5-1 cm pada
bagian posterior, selanjunya dilakukan anastomose end to end dengan kolon
proksimal yang telah ditarik terobos tadi. Anastomose dilakukan dengan 2
lapis jahitan, mukosa dan sero-muskuler. Setelah anastomose selesai, usus
dikembalikan ke kavum pelvik/ abdomen. Selanjutnya dilakukan
reperitonealisasi, dan kavum abdomen ditutup (Kartono,1993; Swenson
dkk,1990).
Prosedur Duhamel
Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk mengatasi kesulitan
diseksi pelvik pada prosedur Swenson. Prinsip dasar prosedur ini adalah
menarik kolon proksimal yang ganglionik ke arah anal melalui bagian
posterior rektum yang aganglionik, menyatukan dinding posterior rektum
yang aganglionik dengan dinding anterior kolon proksimal yang ganglionik
sehingga membentuk rongga baru dengan anastomose end to side
Fonkalsrud dkk,1997).
Prosedur Duhamel asli memiliki beberapa kelemahan, diantaranya sering
terjadi stenosis, inkontinensia dan pembentukan fekaloma di dalam puntung
rektum yang ditinggalkan apabila terlalu panjang. Oleh sebab itu dilakukan
beberapa modifikasi prosedur Duhamel, diantaranya :
1. Modifikasi Grob (1959) : Anastomose dengan pemasangan 2 buah klem
melalui sayatan endoanal setinggi 1,5-2,5 cm, untuk mencegah
inkontinensia
2. Modifikasi Talbert dan Ravitch: Modifikasi berupa pemakaian stapler
untuk melakukan anastomose side to side yang panjang
3. Modifikasi Ikeda: Ikeda membuat klem khusus untuk melakukan
anastomose, yang terjadi setelah 6-8 hari kemudian
4. Modifikasi Adang: Pada modifikasi ini, kolon yang ditarik transanal
dibiarkan prolaps sementara. Anastomose dikerjakan secara tidak
langsung, yakni pada hari ke-7-14 pasca bedah dengan memotong kolon
yang prolaps dan pemasangan 2 buah klem; kedua klem dilepas 5 hari
berikutnya. Pemasangan klem disini lebih dititik beratkan pada fungsi
hemostasis
Prosedur Soave
Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein tahun
1959 untuk tindakan bedah pada malformasi anorektal letak tinggi.
Namun oleh Soave tahun 1966 diperkenalkan untuk tindakan bedah
definitive Penyakit Hirschsprung. Tujuan utama dari prosedur Soave ini
adalah membuang mukosa rektum yang aganglionik, kemudian menarik
terobos kolon proksimal yang ganglionik masuk kedalam lumen rektum
yang telah dikupas tersebut.
Prosedur Rehbein
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana dilakukan
anastomose end to end antara usus aganglionik dengan rektum pada
level otot levator ani (2-3 cm diatas anal verge), menggunakan jahitan 1
lapis yang dikerjakan intraabdominal ekstraperitoneal. Pasca operasi,
sangat penting melakukan businasi secara rutin guna mencegah stenosis.
3. Post operatif
Pada awal periode post operatif sesudah PERPT (Primary Endorectal pull-
through), pemberian makanan peroral dimulai sedangkan pada bentuk short
segmen, tipikal, dan long segmen dapat dilakukan kolostomi terlebih dahulu
dan beberapa bulan kemudian baru dilakukan operasi definitif dengan
metode Pull Though Soave, Duhamel maupun Swenson. Apabila keadaan
memungkinkan, dapat dilakukan Pull Though satu tahap tanpa kolostomi
sesegera mungkin untuk memfasilitasi adaptasi usus dan penyembuhan
anastomosis. Pemberian makanan rata-rata dimulai pada hari kedua sesudah
operasi dan pemberian nutisi enteral secara penuh dimulai pada pertengahan
hari ke empat pada pasien yang sering muntah pada pemberian makanan.
Intolerasi protein dapat terjadi selama periode ini dan memerlukan
perubahan formula. Pemberian Air Susu Ibu tidak dikurangi atau
dihentikan, untuk mencegah perburukan gizi.
H. Diagnosis Banding
Pada pemeriksaan perlu dipikirkan kemungkinan diagnosis banding
selain aganglionik pada Penyakit Hirschsprung, antara lain,
Moconium Plug Syndrome
- Merupakan suatu immaturitas, gangguan sementara evakuasi mekonium
yang biasanya terjadi pada bayi premature atau bayi dengan dehidrasi.
bukan karena aganglionosis. Gejala Klinis berupa evakuasimekonium yang
terlambat dan perut kembung. Gambaran radiologik berupa gambaran usus
yang melebar disertai gambaran udara-air dan kadang – kadang gumpalan
mekonium. Temuan dalam radiografi mungkin sangat mirip dengan
penyakit Hirschsprung
- Biasanya kondisi membaik setelah dilakukan barium enema
- Penyingkiran kemungkinan dengan Biopsi Rektal
Mikrokolon Kongenital.
- Gambaran mirip dengan Penyakit Hirschspurng dengan tipe total
aganglionik
- Dilakukan Biopsi Rektal untuk menyingkirkan kemungkinan Mikrokolon
Kongenital
Selain itu, pada pemeriksaan klinis perlu juga dipikirkan diagnose banding
kelainan saluran cerna bagian distal lain, seperti Atresia Ileum dan Ileum
mekonium.
I. Komplikasi
Beberapa Komplikasi yang mungkin terjadi adalah kebocoran anastomose,
stenosis, Ruptur kolon, enterokolitis, dan gangguan fungsi spinkter.
J. Prognosis
Belum ada penelitian prospektif yang membandingkan masing-masing jenis
operasi. Dalam keseluruhan prosedur, hasil fungsional mengalami perbaikan
seiring dengan waktu, sehingga dalam 10 tahun follow up 90% pasien akan
memiliki perbaikan fungsional yang signifikan
.
BAB VKESIMPULAN
1. Morbus Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionik usus, mulai
dari spinkter ani interna ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi, tetapi
selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum dengan gejala klinis
berupa gangguan pasase usus fungsional.
2. Pada Periode Neonatal ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni
pengeluaran mekonium yang terlambat(lebih dari 24 jam pertama), muntah
berwarna hijau, dan distensi abdomen.
3. Metode operasi yang dilakukan pada Morbus Hirschsprung semuanya memiliki
kelebihan dan kekurangan yang dapat diminimalisir.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sutton D : A Textbook of Radiology and Imaging. Third Edition.Page 859 –
860. Churchill Livingstone, Edinburg, London, Melbourne, and New York.
1980.
2. Silverman Friedrich N, Caffey John : Caffey’s Pediatric X-ray diagnosis, an
Integrated imaging approach. Ninth Edition. Page 2074 – 2080. Mosby, St.
Louis, MO.1993
3. Donnely Lane F, O’hara Sara , Westra Sjirk J, Blaser Susan I :Pocket
Radiologist, Pediatric, Top 100 Diagnoses. Page 43-45. Amirsys. 2002.
4. Nelson Waldo E, Behrman, Kliegman: Nelson Textbook of Pediatrics. Fiftinth
Edition. Halaman 1316 – 1319. Saunders Company, Philadelphia,
Pennsylvania.1996
5. Rasad Sjahriar : Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Halaman 410. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. 2005.
6. www.uhrad.com .
7. www.e-radiography.net .
8. www.healthofpediatric.com .