64
See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/327574815 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon Book · January 2015 CITATIONS 0 READS 10,410 8 authors, including: Some of the authors of this publication are also working on these related projects: Epidemiology and Virology of Influenza B in Indonesia View project A Fatal Diphtheria Case in a 4-Years-Old Child with Protective Diphtheria IgG Antibody in 2014 View project Vivi Setiawaty National Institute of Health Research and Development, Ministry of Health, Indon… 125 PUBLICATIONS 712 CITATIONS SEE PROFILE Krisna Nur Andriana Pangesti The University of Sydney 27 PUBLICATIONS 317 CITATIONS SEE PROFILE Kambang Sariadji National Institute of Health Research and Development 19 PUBLICATIONS 13 CITATIONS SEE PROFILE All content following this page was uploaded by Vivi Setiawaty on 11 September 2018. The user has requested enhancement of the downloaded file.

Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/327574815
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah dalam
Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon
Book · January 2015
8 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Epidemiology and Virology of Influenza B in Indonesia View project
A Fatal Diphtheria Case in a 4-Years-Old Child with Protective Diphtheria IgG Antibody in 2014 View project
Vivi Setiawaty
National Institute of Health Research and Development, Ministry of Health, Indon…
125 PUBLICATIONS   712 CITATIONS   
19 PUBLICATIONS   13 CITATIONS   
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Vivi Setiawaty on 11 September 2018.
The user has requested enhancement of the downloaded file.
ii iii
Penyusun : Tim Penulis & Kontributor Artistik : Zariyal Penerbit : Puspa Swara Anggota IKAPI No. 104/DKI/92
Redaksi: Jatijajar Estate Blok D12 No. 1-2, Jatijajar, Tapos, Depok - 16451 Tlp. (021) 87743503, 87745418 Faks. (021) 87743530 Web: www.puspa-swara.com
Cetakan I - Jakarta, 2015
Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Tim Penyusun & Kontributor Pedoman pemeriksaan laboratorium penyakit berpotensi wabah dalam mendukung sistem kewaspadaan dini dan respon/ Tim Penyusun & Kontributor --Cet. 1-- Jakarta: Puspa Swara, 2015 vi + 118 hlm.; 23 cm.
ISBN 978 602 216 021 2
Buku ini dilindungi Undang-Undang Hak Cipta. Segala bentuk penggandaan, reproduksi, atau penerjemahan, baik melalui media cetak maupun elektronik harus seizin penerbit, kecuali untuk kutipan ilmiah.
Penulis
Direktorat Simkar Kesma
• Eddy Purwanto • Gunawan
• Vivi Setiawaty • Krisna Nur Andriana P • Kambang Sariadji
iv v
Pendahuluan 1 A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 3
SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPON 5 A. Pengertian 5
B. Alur Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon 6
PERAN LABORATORIUM DALAM SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPON 10
PROSEDUR UMUM LABORATORIUM 13 A. Prosedur Pengambilan, Penanganan, serta Pemeriksaan di Laboratorium
terhadap Spesimen Berpotensi Wabah 14
B. Prosedur Pelabelan, Pengemasan, dan Pengiriman 26
C. Sistem Pelaporan 28
E. Algoritma Pemeriksaan Penyakit Potensi Wabah 30
Penyunting
• Agus Susanto • Ira Irianti • May Syafni • Ratna Juwita
Kontributor
• Rina Sitanggang • Yarne Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Barat
• Isak Solihin • Aida
• Soetardji
• Nanang
vi Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 1
I P E N D A H U L U A N
Surveilans penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB)/wabah merupakan kegiatan yang sistematis mulai dari pengumpulan, analisis, interpretasi data kasus penyakit potensial KLB menjadi suatu informasi yang berguna, digunakan sebagai dasar untuk menentukan prioritas kegiatan (seperti perencanaan, implementasi, evaluasi, pemantauan, pencegahan, pengendalian, maupun kewaspadaan dini) sehingga penyakit potensial KLB tersebut dapat dikendalikan dan tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.
A. Latar Belakang Program pengendalian penyakit menular terutama untuk penyakit yang berpotensi wabah sangat penting. Surveilans epidemiologi memegang peran penting baik data KLB/wabah rutin dan rekomendasi kepada pengambil keputusan untuk mengatur strategi yang tepat dan pasti untuk memerangi atau untuk menangani masalah penyakit tersebut. Bila Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) berjalan dengan baik dan optimal maka akan terdeteksi sinyal/peringatan dini adanya ancaman akan terjadi KLB. Bila peringatan dini itu dapat dilakukan respon cepat oleh Dinas Kesehatan maupun puskesmas maka KLB dapat dicegah, berarti banyak orang yang dapat dicegah agar tidak sakit karena penyakit tersebut, berarti sedikit biaya yang dikeluarkan untuk menangani masalah penyakit tersebut. Sejak 2009
MANAJEMEN LABORATORIUM 111 A. Peningkatan Kapasitas Laboratorium 111
B. Pengembangan Jejaring 111
D. Pengendalian Mutu 112
E. Indikator Kinerja 112
F. Data Manajemen 113
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 3
18. Klaster Penyakit yang tidak lazim
19. Tersangka Meningitis/Ensefalitis
23. Tersangka HFMD (Hand, Foot and Mouth Disease).
Pada SKDR, sebagian besar penyakit potensial KLB di atas diagnosanya berdasarkan gejala dan tanda-tanda klinis, sehingga suspect atau tersangka perlu dibuktikan melalui pemeriksaan laboratorium. Oleh karena itu, laboratorium sangat penting perannya dalam sistem ini.
B. Tujuan Tujuan Umum: Sebagai acuan laboratorium dalam melaksanakan SKDR untuk penyakit berpotensi KLB/wabah.
Tujuan Khusus:
3. Mendukung pengendalian penyakit berpotensi KLB/wabah
C. Sasaran dan Ruang Lingkup Sasaran dalam kegiatan ini dapat dicapai melalui:
1. Pengembangan strategi yang memperkuat surveilans penyakit menular;
2. Kerja sama antara klinisi dan laboratorium untuk mendapatkan penanganan spesimen, diagnosis dan pengobatan yang cepat dan lebih baik;
sampai dengan 2012 Indonesia telah mengembangkan SKDR di 21 provinsi. Pemantauan evaluasi SKDR tahun 2012 menunjukkan adanya kesenjangan antara sinyal peringatan dini yang dideteksi dan dukungan laboratorium untuk konfirmasi. Oleh karena itu, adanya kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas laboratorium untuk mendukung SKDR dan meningkatkan kerjasama dan koordinasi antara staf laboratorium dan petugas surveilans untuk mendeteksi dan menanggapi indikasi KLB melalui peringatan dini yang muncul dalam sistem. Adapun jenis penyakit atau gejala yang ada dalam SKDR adalah sebagai berikut:
1. Diare Akut
2. Malaria Konfirmasi
6. Tersangka Demam Tifoid
7. Sindrom Jaundis Akut
10. Tersangka Campak
11. Tersangka Difteri
12. Tersangka Pertussis
15. Tersangka Anthrax
16. Tersangka Leptospirosis
17. Tersangka Kolera
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 5
I I S I S T E M K E W A S P A D A A N
D I N I D A N R E S P O N
A. Pengertian Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) merupakan salah satu sistem surveilans yang dibuat untuk tujuan:
1. Menyelenggarakan deteksi dini sebelum terjadi KLB penyakit menular (Pre-KLB);
2. Memberikan peringatan dini untuk melakukan verifikasi dan respon cepat terhadap sinyal yang muncul;
3. Meminimalkan jumlah kesakitan/kematian yang berhubungan dengan KLB;
4. Memonitor tren atau kecenderungan penyakit menular setiap minggu;
5. Menilai dampak program pengendalian penyakit potensial KLB. SKDR merupakan optimalisasi laporan mingguan penyakit potensial KLB/wabah yang selama ini telah berjalan di puskesmas yang kita kenal selama ini adalah laporan W2 atau PWS KLB. Sistem ini telah mengalami beberapa pengembangan, yaitu: menggunakan aplikasi komputer, laporan dapat dikirim cepat melalui SMS dari unit pelapor, otomatis analisis data, kemampuan untuk menghasilkan grafik, peta yang diperlukan maupun sinyal peringatan dini yang dihasilkan.
3. Membakukan prosedur-prosedur laboratorium;
4. Melaksanakan pengendalian mutu;
6. Meningkatkan kapasitas, memperkuat jejaring laboratorium dalam SKDR.
Ruang lingkup: Yang dimaksud dengan laboratorium pelaksana SKDR adalah laboratorium pemerintah.
***
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 7
Untuk kategori penyakit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia/Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) seperti flu burung dan MERS-CoV, hasil pemeriksaan dari laboratorium nasional dikirim ke Direktorat Jenderal PP&PL.
Unit Pelapor Sumber pelapor dalam SKDR di komunitas/masyarakat adalah fasyankes. Fasyankes mengirimkan laporan SKDR secara berkala satu minggu sekali melalui SMS secara berjenjang sampai ke tingkat kabupaten. Data diterima di Kabupaten/Kota yang selanjutnya dientri dan dianalisa secara rutin seminggu sekali untuk melihat sinyal peringatan dini penyakit potensial KLB.
Unit Surveilans Kabupaten/Kota Unit Surveilans Kabupaten/Kota harus melakukan pemeriksaan setiap minggu terhadap seluruh laporan penyakit yang telah dientri dalam sistem aplikasi. Apabila ditemukan alat atau sinyal peringatan terhadap suatu penyakit maka petugas Kabupaten/Kota menghubungi petugas fasyankes untuk melakukan klarifikasi terhadap sinyal tersebut. Apabila hasil klarifikasi benar menunjukkan sebagai KLB maka selanjutnya petugas surveilans kabupaten/kota menghubungi petugas laboratorium untuk mengambil spesimen dan memeriksa spesimen tersebut. Apabila Laboratorium Provinsi tidak memiliki kemampuan dalam melakukan pemeriksaan spesimen tertentu maka dapat meminta bantuan Laboratorium Rujukan Nasional.
Unit Surveilans Provinsi dan Kementerian Kesehatan Unit surveilans provinsi maupun Kementerian Kesehatan lebih banyak melakukan analisa data maupun verifikasi sinyal/alert yang muncul setiap minggu. Bila diperlukan kabupaten didorong turun ke lapangan
Dengan demikian, petugas secara cepat dan efektif melakukan verifikasi, respon cepat, penyelidikan epidemiologi, pencegahan, penanggulangan terhadap tanda atau sinyal peringatan dini adanya indikasi KLB.
B. Alur Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 20158 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 9
• Tes hipotesis, • Menulis laporan dan rekomendasi.
Melakukan tindakan pengendalian awal dengan segera meliputi:
• Tatalaksana kasus • Pengendalian infeksi • Pencarian kontak kasus • Pengendalian lingkungan • Mobilisasi sosial • Komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat.
Laboratorium Bila sinyal peringatan dini muncul dalam sistem di Kabupaten/Kota, Provinsi ataupun Kementerian Kesehatan, maka laboratorium atas permintaan Dinas Kesehatan berdasarkan jenjang kemampuan melakukan pemeriksaan dan konfirmasi untuk membantu penegakan diagnosis terhadap sinyal penyakit potensial KLB tersebut. Apabila sinyal tersebut benar maka tindakan upaya pencegahan maupun penanggulangan dapat dilaksanakan secara tepat dan efisien.
***
untuk melakukan penyelidikan epidemiologi bersama dengan penanggung jawab program.
Alert atau Sinyal Peringatan Dini Alert atau sinyal peringatan dini adalah tanda yang dihasilkan adanya peningkatan kasus melebihi nilai ambang batas maupun bermakna secara statistik. Sinyal peringatan dini ini secara otomatis muncul dalam aplikasi SKDR. Alert yang muncul harus diverifikasi dan dinilai apakah perlu turun ke lapangan untuk penyelidikan epidemiologi maupun pengambilan spesimen untuk konfirmasi laboratorium.
Verifikasi dan Investigasi Langkah pertama investigasi KLB adalah untuk melakukan verifikasi, konfirmasi KLB dan melihat besarnya masalah KLB tersebut. Tim Provinsi dan Kabupaten/Kota akan bergabung dengan petugas dari puskesmas dan memulai investigasi dan menemukan kasus secara aktif.
Setiap KLB diinvestigasi dengan menggunakan format PE KLB sesuai dengan algoritma penyakit menular. Semua informasi tentang kasus KLB tersebut dicatat dalam program spreed sheet (sebagai contoh program Microsoft Excel). Kemudian melakukan analisa data diprogram seperti Epi Info atau Epi Data untuk menghasilkan analisis deskriptif menurut waktu, tempat, dan orang.
Tindakan Respon Pada saat yang sama respon tim sebaiknya melakukan: • Rencana pengambilan spesimen klinis dan lingkungan, • Formulasi hipotesis mengenai sumber pajanan dan cara penularan,
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201510 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 11
e. Mendeteksi adanya perubahan-perubahan pola penyakit pada praktek pelayanan kesehatan.
Dalam kegiatan surveilans, hasil pemeriksaan laboratorium dapat dipakai untuk upaya tindak lanjut:
a. Melaksanakan investigasi dan pengawasan kejadian kesehatan
b. Merencanakan program pencegahan
d. Menghasilkan hipotesa dan merangsang penelitian di bidang kesehatan masyarakat.
Setiap penyakit yang membutuhkan pemeriksaan laboratorium yang tidak dapat dilakukan oleh puskesmas atau laboratorium tingkat kabupaten, maka laboratorium provinsi berfungsi sebagai rujukan bagi setiap Kabupaten/Kota sebagai dasar untuk bertindak. Dan jika Laboratorium Provinsi juga belum mampu maka harus dirujuk ke Laboratorium Rujukan Nasional. Pada umumnya pemeriksaan laboratorium yang mampu dilakukan oleh puskesmas dan labora- torium Kabupaten/Kota adalah pemeriksaan mikroskopis, sedang pemeriksaan biakan, imunologi dilakukan oleh laboratorium tingkat propinsi (Balai Besar/Balai laboratorium Kesehatan). Pemeriksaan khusus yang belum dapat dilakukan di propinsi dapat dirujuk ke Laboratorium Rujukan Nasional, misalnya untuk pemeriksaan virologi (polio, campak) yang memerlukan isolasi virus pada biakan jaringan atau tes sekuensing.
Pada kegiatan surveilans, sebagian besar pemeriksaan laboratorium dilakukan oleh Balai Besar/Balai Laboratorium Kesehatan. Dinas
I I I P E R A N L A B O R A T O R I U M D A L A M S I S T E M K E W A S P A D A A N D I N I D A N R E S P O N
Diagnosis yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan pada kasus-kasus penyakit infeksi agar penganggulangannya dapat diberikan dengan cepat dan tepat serta dapat mencegah terjadinya penularan. Untuk itu diperlukan laboratorium kesehatan yang dapat menghasilkan diagnosis bermutu dengan hasil yang cepat. Laboratorium yang melakukan pemeriksaan untuk diagnosis meliputi Laboratorium Puskesmas, Laboratorium Rumah Sakit, Balai Besar/Balai Laboratorium Kesehatan, Laboratorium Klinik, balai pengobatan, laboratorium universitas dan laboratorium penelitian, Laboratorium Kesehatan Daerah serta beberapa Laboratorium Dinas Kesehatan. Peran laboratorium diagnostik untuk kewaspadaan dini adalah untuk memantau masalah kesehatan:
a. Mengidentifikasi pola penyakit
b. Mengikuti kecenderungan penyakit, sesaat, jangka menengah dan jangka panjang serta pola penyakit
c. Mendeteksi perubahan mendadak kejadian dan penyebaran penyakit
d. Mengidentifikasi perubahan-perubahan agen, inang, dan faktor lingkungan
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201512 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 13
I V P R O S E D U R U M U M
L A B O R A T O R I U M
Dalam setiap tindakan pengambilan, penanganan, pemeriksaan dan pengemasan spesimen harus memperhatikan prinsip Kewaspadaan Standar untuk mencegah terjadinya penularan, seperti:
• Penggunaan alat pelindung diri antara lain:
- Jas laboratorium
Kabupaten/Provinsi melakukan pengambilan dan pengumpulan spesimen dan mengirimkan ke Balai Besar/Balai Laboratorium Kesehatan. Selain pemeriksaan spesimen penyakit menular, kegiatan surveilans yang dilakukan oleh Balai Besar/Balai Laboratorium Kesehatan, B/BTKL-PP juga meliputi pemantauan lingkungan seperti pemeriksaan spesimen air minum, air bersih, air kolam renang, pemeriksaan pestisida, zat warna, pemeriksaan usap alat masak, makan dan kegiatan jasa boga lainnya. Pada beberapa propinsi, kegiatan pemeriksaan laboratorium untuk surveilans juga dilakukan bersama laboratorium lain seperti BPOM (Balai Pemeriksaan Obat & Makanan) untuk pemantauan spesimen makanan minuman milik produsen. Setiap petugas surveilans Kabupaten/Kota perlu memiliki daftar nama dan nomor telepon dari staf laboratorium terkait seperti bagian: Bakteriologi, Virologi, Serologi, Parasitologi dan Toksikologi. Perencanaan pemeriksaan laboratorium untuk mendukung SKDR yang akan dilakukan harus dikoordinasikan antara Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Provinsi dan Balai Besar/Balai Laboratorium Kesehatan sehingga dapat dibuat rencana yang tepat untuk penganggarannya.
***
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 15
ml. Untuk pasien-pasien yang lebih muda jumlah spesimen yang diambil setengah dari dewasa.
Petunjuk umum untuk pengambilan spesimen biakan darah:
1) Desinfeksi kulit dengan kapas alkohol dan lakukan pengambilan darah secara aseptik.
2) Desinfeksi tutup dari botol biakan darah dengan alkohol dan suntikkan spesimen ke dalam botol bifasik atau Trypticase soy broth (atau Brainheart infusion) dengan perbandingan 1 : 10 (darah : medium).
Tergantung usia anak volume darah dapat diambil sebanyak 3-5 ml dan dimasukkan ke dalam 30 ml media pengaya atau 7-10 ml darah ke dalam 70 ml media pengaya untuk orang dewasa.
b. Prosedur penanganan • Untuk pemeriksaan bakteri: Darah dimasukkan ke dalam botol-botol kultur yang berisi
media pengaya dengan segera (sebelum membeku) dan dikirim ke laboratorium tanpa didinginkan atau dibekukan.
• Untuk isolasi virus dan pemeriksaan serologi: Darah disentrifugasi untuk mendapatkan serum (minimum
1,5 cc), dikirim dalam suhu dingin (2-8oC), untuk beberapa jam (dalam cool box dengan dry ice).
c. Prosedur pemeriksaan di laboratorium Biakan darah penting untuk diagnosis, pengobatan, dan perawatan. Biakan darah sebanyak dua atau tiga kali (berbeda- beda interval atau hari pengambilan darah) akan mendeteksi lebih dari 95% kasus bakteremia dan membantu laboratorium dalam membedakan dengan kontaminan.
Persiapan pemeriksaan Setiap saat spesimen dikumpulkan oleh petugas di lapangan, perlu: - Membuat pengaturan lebih lanjut dengan penerima spesimen
termasuk investigasi, keperluan untuk ijin impor jika ada transpor ke luar negeri.
- Membuat pengaturan lebih lanjut dengan pembawa spesimen agar yakin bahwa pengiriman akan diterima sesuai dengan alat transportasinya.
- Memperhatikan peraturan penerbangan domestik perihal Biosafety.
- Menghindari kedatangan spesimen diakhir pekan bila mungkin dan menghindari perubahan dalam transpor jika mungkin.
- Menyiapkan dokumen yang diperlukan, seperti syarat pengiriman, termasuk izin bila diperlukan, berita acara, dan dokumen pengiriman.
- Memberitahukan kepada penerima spesimen di laboratorium perkiraan waktu kedatangan spesimen.
A. Prosedur Pengambilan, Penanganan, serta Pemeriksaan di Laboratorium terhadap Spesimen Berpotensi Wabah
1. Spesimen darah a. Prosedur pengambilan
Darah untuk kultur bakteriologi diambil sebelum pemberian antibiotik. Dua kultur darah yang dikumpulkan pada hari yang berlainan atau interval waktu tertentu diharapkan dapat mengesampingkan kemungkinan kontaminasi dan dapat menegakkan diagnosa bakteriemia. Sedikitnya 7-10 ml darah dikumpulkan dari orang dewasa, dan anak-anak sebanyak 3-5
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201516 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 17
2. Spesimen dari luka, jaringan, abses, aspirat, dan drainage a. Prosedur pengambilan
Spesimen Jaringan atau cairan diambil dari lokasi infeksi/bengkak. Jaringan harus disimpan dalam wadah yang steril bermulut lebar dan bertutup ulir dan segera dikirim ke laboratorium. Agar jaringan tidak kering dapat ditambahkan cairan isotonik (NaCl fisiologis).
Spesimen purulen diambil dengan lidi kapas atau diaspirasi menggunakan spuit lalu ditaruh dalam 1 ml cairan garam fisiologis (yang sudah diinkubasi dalam anaerobic jar >4 jam untuk mengeliminasi oksigen) atau dalam thioglycolate broth. Jika diperlukan isolasi anaerob, cairan diambil dengan alat suntik, kemudian sampel dimasukkan ke dalam media thioglycholate atau jarum ditusukkan ke dalam karet atau sumbat untuk mencegah masuknya udara. Sampel yang telah dikumpulkan dimasukkan ke dalam anaerobik jar dan masukkan gaspak anaerob ke dalamnya. Disarankan kultur anaerob dilakukan ditempat pengambilan sampel dan sampel dibawa ke laboratorium dalam anaerobik jar.
b. Prosedur penanganan Jika penyebab infeksi dicurigai bakteri anaerob, spesimen tidak boleh terpapar udara lebih dari 5 menit. Untuk pemeriksaan mikrobiologi, direkomendasikan pengambilan spesimen sebanyak mungkin dan ditanam ke dalam media sebelum 2 jam. Untuk pemeriksaan virus, maka swab lesi dimasukkan ke dalam wadah yang sudah berisi virus transport medium (VTM) steril.
1) Botol kultur yang berisi darah diinkubasi pada 35-37oC selama 7-21 hari (Salmonella sp. akan tumbuh dalam 7 hari dan Brucella sampai 3 minggu).
2) Periksa setiap hari untuk melihat adanya pertumbuhan.
Tanda-tanda pertumbuhan berupa kekeruhan, perubahan warna darah, atau timbulnya gas.
3) Jika terdapat tanda pertumbuhan, selanjutnya ditanam pada lempeng Medium Agar:
a) Lempeng Agar Darah (berisi 5% butir-butir darah merah domba),
b) Coklat Agar (CHOC),
4) Terhadap koloni yang tumbuh pada agar dilakukan pengecatan Gram.
5) Lakukan identifikasi bakteri lebih lanjut terhadap koloni yang tumbuh.
Pengujian selanjutnya untuk identifikasi bakteri lakukan sesuai bagan (mengacu pada prosedur pemeriksaan bakteriologi klinik).
Hasil pemeriksaan oleh laboratorium diverifikasi oleh petugas laboratorium kemudian divalidasi oleh penanggung jawab laboratorium.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201518 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 19
3. Spesimen tinja a. Prosedur pengambilan
1) Untuk Pemeriksaan Bakteri : Spesimen tinja segar (2-3 gr) dimasukkan ke dalam pot steril
bertutup ulir, dibalut parafilm, diamati untuk menentukan konsistensi (padat, encer/berair, berdarah atau mucoid). Bila tinja tidak bisa didapatkan, diambil dengan tehnik rectal swab menggunakan kapas lidi steril. Kapas lidi harus melalui sphincter anal, dan secara hati-hati diputar, ditarik mundur dan segera dimasukkan ke dalam media transport Carry-Blair/ Amies.
2) Untuk Pemeriksaan Parasit: Spesimen tinja segar (2-3 gr) dimasukkan ke dalam pot steril
bertutup ulir, dibalut parafilm, diamati untuk menentukan konsistensi (padat, encer/berair, berdarah atau mucoid).
3) Untuk Pemeriksaan Virus: Spesimen tinja segar (5 gram) dimasukkan ke dalam wadah pot
yang bersih, transparan dan kering, dengan sendok tertempel pada tutup dengan tutup ulir diluar, dibalut parafilm.
b. Prosedur penanganan 1) Untuk Pemeriksaan Bakteri: spesimen segera diproses karena
beberapa bakteri, seperti Shigella sp. dan Campylobacter sp. tidak dapat bertahan hidup dengan adanya perubahan pH dan penurunan temperatur (Campylobacter sp hanya bertahan hidup 2 jam dan bakteri yang lain 12 jam atau lebih).
2) Untuk Pemeriksaan Parasit: spesimen tinja dapat diawetkan dalam merthiolate Iodine formalin (MIF) atau larutan 10% formalin untuk pemeriksaan parasit. Untuk pemeriksaan amuba harus dengan tinja segar.
c. Prosedur pemeriksaan di laboratorium Spesimen harus segera diproses dalam waktu 2 jam, dan tidak perlu disimpan dalam lemari pendingin.
• Lakukan Pewarnaan Gram.
• Inokulasi pada media berikut untuk isolasi aerob dan anaerob: 1) Media Agar Darah 2) Media Agar MacConkey 3) Media BAP dengan disk Metronidazole (khusus untuk
anaerob)
• Inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam dan amati koloni yang tumbuh.
• Untuk isolasi anaerob gunakan agar darah atau thioglycolate broth jika ada dengan catatan:
1) Media untuk biakan anaerob harus direduksi dengan cara disimpan dalam anaerobic jar yang berisi GasPak anaerob selama >4 jam untuk mengurangi tekanan oksigen.
2) Pemrosesan spesiman harus selesai dalam waktu beberapa menit untuk meminimalkan kontak dengan oksigen.
3) Media yang sudah ditanam (BAP dengan disk Metronidazole) diinkubasi pada suhu 37oC selama 1-2 hari pada kondisi anaerob, sedangkan media agar darah dan MacConkey dengan kondisi aerob.
4) Koloni yang tumbuh pada kondisi anaerob harus dilakukan subkultur secara aerob dan anaerob (aerotolerance test).
5) Hanya bakteri fakultatif anaerob tumbuh di udara, sedangkan bakteri anaerob murni tidak akan tumbuh.
6) Koloni yang tumbuh pada kondisi aerob dan anaerob dilakukan identifikasi. (mengacu pada prosedur pemeriksaan bakteriologi klinik).
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201520 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 21
4) Biakan langsung: Tinja diinokulasi pada agar: MacConkey (MAC), Salmonella-
Shigella (SS atau Hektoen Enterik Agar) dan Campylobacter agar-agar (CAMPY). Semua media yang sudah diinokulasi kuman diinkubasi selama 24 jam pada 37oC, kecuali Campylobacter yang harus diinkubasi pada 42oC selama 48 jam dengan CO2 (5-10%) menggunakan sungkup lilin atau gaspak Campylobacter.
5) Kultur dengan pengayaan: Inokulasi pada Selenit F broth sebagai media pengayaan untuk
Salmonella spp. kemudian inkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Untuk Vibrio cholera gunakan alkali peptone, inkubasi 6 jam pada suhu 37oC. Dari Selenite F. tanam ke agar MAC/ SS. Dari alkali peptone ke Thiosulfate Citrate Bile Salt (TCBS). Selanjutnya lakukan identifikasi sesuai bagan (mengacu pada prosedur pemeriksaan bakteriologi klinik).
4. Spesimen cerebrospinal fluid (CSF) a. Prosedur pengambilan
Organisme-organisme penyebab radang selaput otak harus dikenali dengan cepat untuk menyelamatkan pasien (hasil pengecatan Gram atau tahan asam dapat sangat bermanfaat). Spesimen CSF diambil dengan melakukan punksi lumbal oleh tenaga dokter yang berpengalaman. Untuk biakan dan analisa biokimia, spesimen harus dikumpulkan di dalam beberapa tabung steril dan ditangani secara aseptik.
Untuk pemeriksaan mikrobiologi volume CSF harus cukup, terutama jika dicurigai fungal sebagai penyebab radang selaput otak. Jika spesimen dikumpulkan dalam dua tabung atau lebih secara berurutan, tabung pertama jangan digunakan untuk
3) Untuk Pemeriksaan Virus: spesimen segera dikirim ke laboratorium rujukan dalam cool box (2-8oC) atau sebelum dikirim disimpan sementara dalam lemari pendingin (2-8oC). Pengiriman harus sampai ke laboratorium tidak boleh lebih dari 3 hari.
c. Prosedur pemeriksaan di laboratorium 1) Spesimen tinja diamati dalam keadaan segar untuk
menentukan konsistensi (padat, encer/berair, berdarah atau mucoid):
Tambahkan lugol yodium ke atas sediaan basah untuk membedakan sel darah putih dan kista parasit. Kista akan menangkap yodium dan muncul warna cokelat terang, objek lain akan tampak bersih.
Sebagai alternatif: Dapat digunakan methiolate yodium formalin (MIF) noda untuk
mengkonfirmasikan adanya lekosit pada tinja, Giardialamblia dan E. histolytica.
Pewarna Ziehl-Neelsen untuk mendeteksi Cryptosporidium sp. yang tahan asam setelah difiksasi dengan metanol.
2) Untuk mendeteksi darah samar: Sediaan apus diberi larutan guaiac. Larutan ini jernih, jika
kontak dengan peroksidase (terdapat dalam sel darah dan beberapa makanan) warnanya akan berubah menjadi biru.
3) Jika tinja tidak bisa diperoleh, ambil apus dubur 1-2 (atau lebih) hapusan, masukkan ke dalam Cary-Blair/Amies simpan dalam suhu ruang sampai diproses.
Bakteri dapat bertahan hidup di dalam medium ini untuk 1-2 hari, tapi Campylobacter sp. hanya tahan beberapa (2-3) jam.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201522 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 23
5. Spesimen saluran pernapasan a. Prosedur pengambilan
Spesimen dari saluran pernapasan bagian atas (pharyng dan nasopharyng) serta dahak harus disimpan dalam tempat yang steril, tertutup dan diolah dengan segera. Pengambilan bahan dapat menggunakan, kapas lidi steril. Bahan diambil dengan cara mengapus daerah tonsil dan faring posterior jangan menyentuh lidah dan uvula. Spesimen harus segera ditanam, jangan dibiarkan lebih dari 4 jam.
b. Prosedur penanganan Untuk pemeriksaan virologis (flu burung, campak, dll), spesimen swab nasopharyng atau swab pharyng harus dimasukkan dalam wadah yang berisi VTM steril. Dikirim ke laboratorium dalam keadaan dingin (cool box, 2-8oC).
c. Prosedur pemeriksaan di laboratorium Hasil pemeriksaan dari spesimen saluran pernapasan harus diinterpretasikan secara hati-hati karena adanya flora normal dan sering terjadinya infeksi nosokomial.
Penyebab radang tenggorok paling umum adalah S. pyogenes (Streptococcus grup A), Staphylococcus aureus dan Streptococcus viridans tertentu. Banyak bakteri Gram-negatif yang dapat diisolasi seperti Legionella sp., Pseudomonas sp., Bordetella pertussis, Hemophilus sp., dan Corynebacterium diphtheriae.
Pemilihan media berdasarkan penyakit yang dicurigai. Media diinkubasi secara aerob dengan penambahan 5-10% CO2 (kuman tertentu).
1) Media Rutin: a) Agar cokelat untuk Hemophilus dan Neisseria sp. (dengan
catatan bahwa Neisseria terdapat juga pada carier).
analisa mikrobiologi, tetapi jika spesimen hanya satu tabung maka pemeriksaan mikrobiologi dilakukan yang pertama. Tabung dibuka di laboratorium secara aseptik dan selanjutnya spesimen diambil untuk pemeriksaan kimia, serologi, dan sitologi.
b. Prosedur penanganan Biakan cairan otak harus dilaksanakan segera karena organisme di dalam CSF bersifat mudah mati dan jumlahnya sangat sedikit. Sebagai media transport dan media pertumbuhan cairan otak, direkomendasikan Trans-Isolate medium (TIM). Untuk isolasi virus, sebagian dari CSF diambil secara aseptik dan dikirim dalam keadaan beku dengan dry ice, sedangkan untuk pemeriksaan antibodi (JE-IgM antibodi), CSF dapat dikirim dengan cool box (suhu 2-8oC). Untuk pemeriksaan bakteriologis, jangan menyimpan CSF dalam refrigerator, CSF harus segera dikirim ke laboratorium untuk diproses, karena mikroorganisme akan cepat mati. Sedangkan untuk pemeriksaan virologis, CSF harus disimpan dalam refrigerator atau dalam freezer (untuk penyimpanan yang lebih lama).
c. Prosedur pemeriksaan di laboratorium Dua tabung dari CSF yang pertama digunakan untuk pemeriksaan virus. Tabung kedua digunakan untuk pemeriksaan bakteri dan jamur. CSF mungkin hanya berisi sedikit mikroorganisme, direkomendasikan untuk dikonsentrasikan dengan cara disentrifus. Sedimen disuspensikan kembali dengan beberapa tetes supernatan dan digunakan untuk biakan serta pemeriksaan mikroskopis. Semua mikro organisme yang tumbuh dari biakan ini potensial patogen. Direkomendasikan untuk menginokulasikan spesimen dengan segera ke dalam Trans-Isolate Medium (TIM), yang digunakan sebagai medium transport dan media pertumbuhan pada waktu yang sama.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201524 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 25
7. Spesimen urin a. Prosedur pengambilan
Untuk pemeriksaan virologis (campak) spesimen urin sewaktu dengan aliran tengah diambil sebanyak 50 cc pada saat pasien panas atau timbul ruam. Urin ditampung dalam wadah yang steril, kering dan bersih, tutup berulir keluar.
b. Prosedur penanganan Biakan urin pada sistem kewaspadaan dini hanya dilakukan untuk pemeriksaan campak. Spesimen urin segera dikirim dalam waktu 1-2 hari ke Laboratorium Rujukan Nasional Campak dengan keadaan dingin dalam cool box (suhu 2-8oC).
c. Prosedur pemeriksaan di laboratorium Pilih bagian sputum yang purulen, ambil satu sengkelit penuh, tanam pada media agar. Media agar yang disarankan untuk digunakan secara rutin adalah agar MacConkey, agar darah dan agar cokelat. Sedangkan penanaman pada Ogawa dilakukan atas permintaan khusus. Agar MacConkey dan Agar Darah diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 24-48 jam aerob, sedangkan agar cokelat diinkubasi dengan tambahan CO2 5-10%. Dari koloni yang tumbuh pada agar darah, agar cokelat maupun agar MacConkey dilakukan pewarnaan Gram.
8. Spesimen lingkungan a. Prosedur pengambilan
Spesimen diambil sesuai kebutuhan pemeriksaan, dimasukkan dalam wadah steril atau bermedia transpor dan ditutup rapat. Pengambilan menggunakan alat steril dan dilakukan secara aseptik.
b) Agar darah untuk Staphylococcus, Streptococcus bhemolitikus, dan Streptococcus viridans.
2) Media Selektif: a) Blood-tellurite atau agar Loefflers untuk C.diphtheriae.
b) Bordet-Gengou (harus selalu segar) untuk B.pertussis.
Corynebacterium diphtheriae jika diwarnai dengan Albert/Neisser tampak memiliki granula yang metakromatik.
6. Spesimen dahak a. Prosedur pengambilan
Spesimen dahak (bukan air liur) harus diambil pagi hari dimasukkan ke dalam wadah yang steril dan diproses dalam waktu 2 jam.
b. Prosedur penanganan Jika terjadi penundaan dapat disimpan di dalam lemari es (suhu 2-8oC) untuk satu hari saja. Untuk pembuatan apus dan biakan sputum dilakukan di laboratorium Biosafety Level 2.
c. Prosedur pemeriksaan di laboratorium Pemeriksaan dahak:
1) Pewarnaan Gram
2) Inokulasi ke agar darah Blood Agar Plate (BAP), agar cokelat, dan MacConkey Agar (MCA)
3) Inkubasi dalam lingkungan 5-10% CO2 (untuk BAP dan agar cokelat), sedangkan MCA pada inkubator suhu 35-37oC selama 18-24 jam.
Pengujian selanjutnya untuk identifikasi bakteri lakukan sesuai bagan.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201526 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 27
2) Masukkan ke dalam plastik dan tutup agar kedap air dan udara.
3) Masukkan spesimen yang sudah siap kirim ke dalam cool box/ styrofoam berisi ice-pack secukupnya.
4) Masukkan lembaran rujukan spesimen yang sudah dilengkapi (lihat lampiran 7 pada “Pedoman Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon”) kirim ke dalam cool box/styrofoam.
5) Bungkus cool box/styrofoam box dengan kertas coklat yang agak tebal.
6) Tulisan alamat lengkap laboratorium yang dituju dan nama petugas penanggung jawab laboratorium yang dituju beserta nomor telepon yang dapat dihubungi.
3. Pengiriman Pengiriman harus dilakukan secepatnya (paling lama 24 jam). Sebelum mengirim spesimen harus ada:
1) Perjanjian atau persetujuan yang telah dibuat antara pengirim, pembawa dan penerima spesimen termasuk format permintaan pemeriksaan maupun laporan hasil pemeriksaan yang akan digunakan.
Pada kegiatan surveilans format baku demikian pada umumnya sudah tersedia di Dinas Kesehatan setempat.
2) Konfirmasi dari laboratorium penerima bahwa siap untuk menerima spesimen.
3) Bila spesimen tiba di luar jam kerja, maka petugas laboratorium harus diberitahukan agar siap menerima spesimen.
Apabila spesimen dikirimkan ke luar negeri untuk pelayanan kesehatan harus disertai surat keterangan alih material dengan tembusan ke Dinas Kesehatan setempat.
b. Prosedur penanganan Masukkan ke dalam cool box (suhu 2-8oC) dan segera diperiksa (<24 jam).
c. Prosedur pemeriksaan di laboratorium • Pewarnaan Gram • Biakan dalam media yang disesuaikan dengan etiologi yang
dicurigai.
Pemberian label pada kontainer dan tabung menggunakan stiker anti-air, atau ditulis menggunakan spidol anti-air. Informasi yang harus ada di setiap label:
1) Nomor spesimen
2) Nama pasien
3) Usia pasien
7) Lokasi spesimen (darah vena, darah perifer, hidung, dll)
8) Tanggal dan jam pengambilan spesimen (contoh: Tanggal 20/03/13 jam 08.00 WIB).
2. Pengemasaan Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu:
1) Tutup kontainer dan tutup tabung lapisi dengan parafilm untuk mencegah kebocoran dalam perjalanan.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201528 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 29
3 Tersangka demam dengue
Puskesmas/RS Rumah Sakit setempat
RS Laboratorium Provinsi
7 Sindrom jaundis akut (hepatitis A dan E)
RS Laboratorium Provinsi
Provinsi
9
Laboratorium Rujukan flu burung
12 Tersangka pertusis RS/Lab Provinsi Balitbangkes dan BBLK Jakarta
C. Sistem Pelaporan Hasil pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium untuk Kewaspadaan Dini penyakit menular berpotensi wabah selain disampaikan kepada dokter yang mengirim unt uk kepentingan diagnosa, juga dilaporkan secara berkala sesuai ketentuan kepada Direktorat Jenderal P2PL Kementerian Kesehatan melalui Dinas Kesehatan setempat menggunakan format baku yang telah disepakati untuk kegiatan surveilans.
Pada kasus-kasus maupun program khusus nasional seperti AFP, Flu Burung, TB, Campak, kegiatan pemeriksaan maupun laporan hasil pemeriksaan harus mengikuti Pedoman Nasional yang telah ditetapkan.
Pada keadaan terjadi peningkatan kasus bermakna dan hasil pemeriksaan laboratorium mendukung keadaan klinis pasien, laboratorium harus pro-aktif melaporkan dengan segera kepada petugas Dinas Kesehatan setempat yang bertanggung jawab dan berkompeten untuk segera ditindak lanjuti.
D. Daftar penyakit-penyakit yang diprioritaskan berpotensi KLB
No Penyakit potensi KLB
2 Malaria konfirmasi PUSKESMAS/RS setempat
Laboratorium Provinsi : Nasional (review)
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 31
Cryptosporidium dan Giardia lamblia. Umumnya tidak disertai oleh demam. Namun, demam dapat terjadi jika penderita mengalami dehidrasi.
Algoritma Pemeriksaan Diare Akut
14 Kasus gigitan hewan penular rabies
- Tidak memerlukan konfirmasi laboratorium
15 Tersangka antraks - Laboratorium veteriner untuk konfirmasi pada spesimen hewan tertular
16 Tersangka leptospirosis
RS/ Lab Provinsi SK Nasional: RSUP Kariadi Semarang, B2P2VRP Salatiga (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit)
E. Algoritma Pemeriksaan Penyakit Potensi Wabah 1. DIARE AKUT Diare adalah suatu gejala penyakit menular yang ditandai oleh buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan konsistensi tinja yang encer. Penyebabnya adalah: Entero Toxin Escherichia coli (ETEC), Enteropathogenic Escherechia coli (EPEC), Vibrio cholera, Shigella disentriae, Salmonella typhi, Rotavirus (paling sering pada anak-anak),
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201532 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 33
menggunakan media transport, harus sudah diperiksa dalam 2 jam) di dalam cool box/styrofoam box.
• Jika spesimen tidak dapat dikirim pada hari yang sama, simpan tabung di dalam lemari es (2-8oC) atau suhu ruang sampai saat akan dikirimkan secepatnya ke laboratorium pemeriksa.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium: a. Jika kecurigaan penyebab Sinyal peringatan dini diare adalah
bakteri maka pemeriksaan dilakukan dengan kultur. b. Jika kecurigaan penyebab Sinyal peringatan dini diare adalah
parasit (Giardia intestinalis, dan Cryptosporidium parvum). c. Jika kecurigaan penyebab Sinyal peringatan dini diare adalah
virus (Rotavirus dan Norovirus) lakukan pemeriksaan PCR (bila diperlukan, untuk konfirmasi dapat dilakukan di laboratorium rujukan yang ditunjuk).
d. Jika kecurigaan penyebab Sinyal peringatan dini diare adalah keracunan makanan, maka spesimen diperiksa dengan metode kultur bakteri untuk beberapa uji terhadap bakteri penyebab intoksikasi (Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, V. cholera, Shigella sp., E. coli, Salmonella typhi, dll).
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium: Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS.
Kewaspadaan Dini (SINYAL): Jika ditemukan peningkatan kasus (1,5 kali dibadingkan rata-rata kasus 3 minggu periode sebelumnya) dengan kondisi buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan konsistensi tinja yang encer atau diare sehingga dalam waktu singkat tubuh kehilangan cairan (dehidrasi), dengan atau tidak disertai adanya demam dan muntah.
Pengambilan Spesimen: • Tinja cair (stool) dari pasien atau carrier 2-3 gram, dimasukkan ke
dalam tabung/kontainer steril bertutup ulir. Usap dubur (rectal swab) menggunakan kapas lidi steril.
• Usap dubur diambil dengan pasien atau carrier dalam posisi Sim. Kapas lidi steril dimasukkan ke dalam rektum, melewati sfingter ani, putar secara perlahan, tarik dan langsung dimasukkan ke dalam tabung berisi media transport universal (Cary & Blair/Amies media untuk tersangka bakteri atau Hank’s media untuk tersangka virus).
• Muntahan dapat diambil (untuk kecurigaan keracunan makanan) dimasukkan ke dalam wadah steril.
• Selain itu spesimen lingkungan dapat diambil seperti sumber air yang dipakai untuk konsumsi, serta makanan dan minuman yang dicurigai. Dimasukkan ke dalam wadah steril.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen: • Pemberian label pada wadah dan tabung media transport sesuai
prosedur. • Spesimen segera dikirim ke laboratorium pemeriksa dalam waktu
24 jam (jika jarak laboratorium mikrobiologi kabupaten/kota relatif dekat dan terjangkau dengan kendaraan darat dan tidak
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201534 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 35
Algoritma Pemeriksaan Malaria Konfirmasi2. MALARIA KONFIRMASI Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina. Ada lima spesies plasmodium yang menyebabkan malaria pada manusia, yaitu: P. vivax, P. falciparum, P. malariae, P. ovale, dan P. knowlesi.
Jenis plasmodium yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah P. vivax dan P. falciparum. KLB malaria masih sering terjadi di Indonesia. Untuk itu diagnosis yang tepat sangat diperlukan.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan serologi dan mikroskopis. Hingga saat ini pemeriksaan mikroskopis dari sediaan darah tebal dan tipis dengan pulasan Giemsa masih merupakan standar baku emas di Indonesia. Pada daerah yang terpencil, atau kemampuan pemeriksaan mikroskopis belum ada dan dalam keadaan darurat, dapat digunakan pemeriksaan diagnosis cepat (RDT = Rapid Diagnostic Test).
Bila hasil positif dan dicurigai P. knowlesi, dilakukan konfirmasi dengan menggunakan metode PCR dimana spesimen darah yang diperiksa dengan sediaan dried blood spot (DBS), yang dikirim ke laboratorium rujukan selambat-lambatnya 1 minggu setelah pengambilan spesimen.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201536 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 37
- Buat larutan pewarnaan dari campuran Giemsa stack 3 tetes dengan 1 ml larutan pH 7,2.
- Setelah preparat kering, teteskan Giemsa hingga menutupi semua darah, biarkan 15 menit.
- Bilas dengan air mengalir.
- Baca preparat dengan mikroskop binokuler.
Untuk pemeriksaan darah tipis • Tujuan: digunakan untuk menemukan parasit malaria.
• Langkah kerja: - Bersihkan ujung jari dengan kapas alkohol 70%, biarkan kering.
- Tusuk jari dengan lancet, darah pertama dihapus dengan tisu.
- Teteskan darah pada objek gelas.
- Dengan objek gelas lain, darah tadi dihapus ke arah kiri.
- Biarkan sediaan kering sendiri.
- Setelah kering tetesi dengan giemsa.
- Biarkan 15 menit.
Untuk pemeriksaan dengan RDT Darah vena dapat digunakan untuk membuat sediaan pemeriksaan malaria, tetapi setelah diambil dengan menggunakan syringe/ wing needle, darah dimasukkan ke dalam tabung darah tanpa antikoagulan.
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Jika ditemukan peningkatan kasus (1,5 kali dibandingkan rata-rata kasus 3 minggu periode sebelumnya) dengan gejala demam >37,5oC disertai mengigil, berkeringat, sakit kepala di puskesmas/rumah sakit dan dikonfirmasi hasil laboratorium malaria positif.
Khusus untuk daerah yang sudah memasuki tahap eliminasi, maka 1 kasus sudah merupakan sinyal KLB.
Di daerah yang masih dalam tahap pemberantasan dan pre-eliminasi, jika terjadi peningkatan kasus malaria konfirmasi maka dilakukan Mass Fever Survey (MFS) (Pemeriksaan Demam Massal) untuk memastikan apakah benar KLB. MFS dilakukan dengan mengambil darah seluruh orang demam di unit epidemiologi tempat peningkatan kasus tersebut (desa atau dusun) untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopik ataupun RDT.
Dinyatakan KLB jika dari hasil MFS didapatkan 20% yang positif.
Pengambilan Spesimen: Untuk pemeriksaan darah tebal • Tujuan: Preparat darah tebal digunakan untuk melihat apakah tipe/
jenis malarianya.
• Langkah kerja: - Bersihkan ujung jari dengan kapas alkohol 70%, biarkan kering.
- Tusuk jari dengan lancet, darah pertama dihapus dengan tissue.
- Kemudian ambil tetes darah dengan cara memutar objek gelas pada jari.
- Biarkan preparat ±15 menit sampai kering.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201538 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 39
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium: Malaria konfirmasi dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium baik secara mikroskopik maupun menggunakan RDT.
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium: Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Propinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS.
3. TERSANGKA DEMAM DENGUE Virus dengue (Flavivirus) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agepty dan Aedes albopictus dapat menyebabkan Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue. Pada Demam Dengue tidak menimbulkan gejala perdarahan dan gejala klinis lebih ringan dari pada Demam Berdarah Dengue. Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena mempunyai morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) yang tinggi dan sering terjadinya KLB penyakit ini.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen: • Jika fasyankes setempat mempunyai kemampuan pemeriksaan
preparat malaria secara mikroskopis, preparat langsung dibaca di tempat sehingga hasil langsung dapat diperoleh pada hari yang sama.
• Jika MFS dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis, maka hapusan darah yang sudah dibuat di lapangan dibawa segera ke Puskesmas, kemudian diwarnai Giemsa dan dilakukan pemeriksaan mikroskopis. Bila akan dirujuk, harus sudah diwarnai Giemsa, dikemas dalam boks sediaan, dengan padding pada kaca preparat.
• Namun jika MFS dilakukan dengan pemeriksaan RDT, maka pemeriksaan dilakukan langsung di lapangan.
• Setiap preparat diberi label nomor spesimen, tanggal pengambilan.
• Spesimen dapat dikirim dengan kotak preparat dalam suhu ruang.
• Masukkan lembaran rujukan spesimen yang sudah dilengkapi (lihat lampiran 7 pada “Pedoman Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons”) ke dalam kotak preparat.
• Masukkan kotak preparat ke dalam styrofoam box yang sudah diberi pengganjal agar kaca preparat di dalamnya tidak mudah pecah.
• Tulisan alamat lengkap laboratorium rujukan dan nama petugas penanggung jawab laboratorium yang dituju beserta nomor telepon yang dapat dihubungi.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201540 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 41
Kewaspadaan Dini (SINYAL): Jika ditemukan peningkatan kasus (1,5 kali dibandingkan rata-rata kasus 3 minggu periode sebelumnya) dengan gejala demam mendadak tanpa sebab yang jelas 2-7 hari, mual, muntah, sakit kepala, nyeri di belakang bola mata (nyeri retro orbital), nyeri sendi, dan adanya manifestasi perdarahan sekurang-kurangnya uji torniquet positif.
Pengambilan Spesimen: • Sedikitnya 7-10 ml darah dikumpulkan dari orang dewasa, dan
3-5 ml dari anak-anak secara aseptis menggunakan syringe atau teknik VacutainerTM. Darah dimasukkan ke dalam tabung tanpa zat anti beku darah (anti koagulan). Untuk pemeriksaan hematologi menggunakan tabung dengan anti koagulan (EDTA).
• Serum diambil dua kali, pertama pada saat akut, dan berselang 3 minggu kemudian, diambil kembali (serum konvalesens).
• Bila diperlukan untuk isolasi virus, serum dimasukkan ke dalam tabung cryotube.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen: • Serum dimasukkan ke dalam cryotube menggunakan pipet steril.
• Jika akan dilakukan beberapa jenis uji laboratorium, serum langsung dialikuot ke dalam beberapa vial ( jika ketersediaan serum memadai) untuk menghindari proses pembekuan dan pencairan berulang.
• Melakukan pelabelan pada vial sesuai prosedur.
• Sesegera mungkin dikirim ke laboratorium pemeriksa (dalam 24 jam).
Algoritma Spesimen Tersangka Demam Dengue
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201542 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 43
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium : Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS. 4. PNEUMONIA Infeksi pernafasan akut (ISPA) diperkirakan telah menyebabkan 4,2 juta kematian per tahun di seluruh dunia, kebanyakan disebabkan oleh infeksi pernapasan bawah, yaitu penumonia. Yang banyak terjangkit adalah anak-anak, kaum manula, dan pasien immunocompromised.
Setengah dari kematian terjadi pada anak-anak di bawah 5 tahun dan di negara-negara berpendapatan rendah, pneumonia merupakan lima penyebab teratas kematian. Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae type b (Hib) diperkirakan menjadi setengah penyebab kematian akibat SARI (Severe Acute Respiratori Infection) tertutama di negara-negara berkembang di mana bakteri-bakteri tersebut merupakan jenis patogen terpenting yang ditemukan pada bayi dan awal masa anak-anak. Selain itu, Staphylococcus aureus, Mycoplasma pneumonia, Chlamydia pneumonia, Legionella pneumophilla, Respiratory syncytial virus, Rhinovirus, Influenza A, B and C merupakan beberapa jenis bakteri dan virus penyebab pneumonia yang umum ditemukan di negara-negara berkembang.
• Tetapi jika belum bisa langsung dikirimkan pada hari yang sama, spesimen serum harus disimpan di dalam freezer (-20oC) sebelum dikirim ke laboratorium pemeriksa, sementara tabung darah disimpan pada suhu 2-8oC.
• Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium: a. Pemeriksaan laboratorium penunjang untuk tersangka DBD adalah
pemeriksaan darah rutin, dimana dijumpai penurunan jumlah trombosit (<100.000/µL) dan juga leukosit (trombositopenia dan leukopenia), hematokrit meningkat (naik >20%), enzym transaminase hati meningkat (SGOT dan SGPT), kadar albumin menurun, elektrolit sering terjadi gangguan keseimbangan.
b. Pemeriksaan ICT rapid di fasyankes setempat untuk memeriksa antigen NS1 (demam hari 1-3) dan pemeriksaan IgM-IgG (demam hari 3-7) untuk mengetahui adanya infeksi akut virus.
c. Uji ELISA (Enzyme Link Immuno Assay) IgM-IgG DBD. Infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer atau sekunder dengan menentukan rasio limit antibodi dengue IgM terhadap IgG. Dengan cara uji antibodi dengue IgM dan IgG, uji tersebut dapat dilakukan hanya dengan menggunakan satu sampel darah (serum) saja, yaitu darah akut sehingga hasil cepat didapat.
d. Identifikasi virus dengue dengan pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR), digunakan untuk mengetahui genotipe dari virus dengue ini (DEN-1, DEN-2, DEN-3 DEN-4).
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201544 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 45
Kewaspadaan Dini (SINYAL): Jika ditemukan peningkatan kasus (1,5 kali dibandingkan rata-rata kasus 3 minggu periode sebelumnya) dengan gejala pneumonia. Pada kasus dengan usia <5 tahun gejalanya: batuk dan tanda kesulitan bernapas (adanya napas cepat, kadang disertai tarikan dinding dada), frekuensi napas berdasarkan usia penderita:
• <2 bulan : 60/menit
• 2-12 bulan : 50/menit
• 1-5 tahun : 40/menit
dan kadang disertai demam. Atau kasus usia >5 tahun dengan gejala demam >38oC, batuk dan kesulitan bernapas, dan nyeri dada saat bernapas.
Pengambilan Spesimen: • Usap tenggorok atau usap nasofarings (bila dicurigai penyebabnya
virus) diambil dan dimasukkan ke dalam 1 tabung Falcon steril berisi 1,5-2 ml VTM/Hank’s media tranpor. Setelah itu, secara aseptis spesimen dialiquot ke dalam 2-3 cryotubes untuk beberapa jenis pemeriksaan laboratorium.
• Spesimen saluran napas bawah (sputum, aspirat saluran napas bawah, broncho alveolar lavage (BAL) dll (bila dicurigai penyebabnya bakteri). Spesimen sputum (pada umumnya mudah diambil dari kasus dewasa), pengambilan spesimen dapat dilakukan dengan alat nebulizer (dengan NaCl 3%)/expectorant atau dibatukkan secara spontan, dimasukkan ke dalam kontainer steril. Spesimen langsung dialiquot ke dalam 2-3 cryotube untuk beberapa pemeriksaan laboratorium.
• Spesimen darah diambil sebelum diberikan terapi antibiotika. 5-10 ml darah vena kasus dewasa menggunakan syringe atau VacutainerTM dan 3-5 ml darah vena anak-anak menggunakan wing
Algoritma Pemeriksaan Pneumonia
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 47
Spesimen yang dibekukan dan akan dikirim ke laboratorium rujukan harus di pertahankan dalam keadaan beku sampai laboratorium rujukan.
- Spesimen tersangka Streptococcus pneumoniae harus dikirim sesegera mungkin bila akan dilakukan pemeriksaan kultur dan disimpan pada suhu ruang atau menggunakan media transport apabila pemeriksaan dilakukan lebih dari 2 jam setelah pengambilan spesimen.
- Bila akan dilakukan pemeriksaan mikroskopik, molekuler atau imunologi, spesimen dapat disimpan pada suhu 2-8oC.
- Spesimen tersangka infeksi virus disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 2-8oC (1-2 hari).
• Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
• Spesimen lingkungan dikirim dalam wadah steril ke laboratorium rujukan yang telah ditentukan, bekerja sama dengan Dinas Kesehatan.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium: 1. Pemeriksaan Gram (harus dilanjutkan dengan kultur) untuk
spesimen saluran napas bawah, BAL, dan urine.
2. Kultur bakteri spesimen saluran napas bawah, tinja, dan urin.
3. Kultur bakteri penyebab pneumonia dengan sistem kultur darah otomatis terhadap spesimen darah kasus anak-anak.
4. Pemeriksaan uji sensitivitas pada kultur yang positif dengan diskus terhadap beberapa jenis antibiotika.
5. RT-PCR pada spesimen usap tenggorok dan usap hidung/usap nasofarings (pada tersangka infeksi virus).
needle diambil dan dimasukkan ke dalam tabung darah bertutup karet merah tanpa zat anti koagulan.
Darah kasus dewasa langsung diproses untuk menghasilkan serum. Serum dialiquot ke dalam paling sedikit 2 cryotube untuk beberapa jenis pemeriksaan laboratorium. Darah kasus anak-anak dipisah menjadi 2 bagian : 2 ml darah langsung dipipet dan dimasukkan ke dalam media kultur darah sementara sisa darah diproses untuk menghasilkan serum. Jika memungkinkan serum dialiquot ke dalam 2 cryotube untuk beberapa jenis pemeriksaan laboratorium.
• Tinja (bila dicurigai penyebabnya Anthrax) 1-2 gram dapat diambil pada minggu pertama, kedua atau ketiga dari masa onset, dimasukkan ke dalam wadah steril.
• Urine (bila dicurigai penyebabnya Legionella) dapat diambil dimasukkan ke dalam wadah steril.
• Pengambilan spesimen lingkungan dapat dilakukan sesuai dengan sumber penularan yang dicurigai (sesuai etiologi pneumonia, contoh: untuk Legionella dapat diperiksa spesimen air bak penampungan, air buangan AC, air dari alam, dll).
Penanganan dan Pengiriman Spesimen: • Melakukan pelabelan pada cryotube berisi serum sesuai prosedur.
• Sesegera mungkin dikirim ke laboratorium pemeriksa (dalam 24 jam).
• Tetapi jika belum bisa langsung dikirimkan pada hari yang sama ke laboratorium pemeriksa, spesimen disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 2-8oC (1-2 hari), atau disimpan di dalam freezer (-20oC) jika pengiriman baru akan dilakukan >2 hari kemudian.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201548 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 49
Algoritma Spesimen Diare Berdarah atau Disentri
Kewaspadaan Dini (SINYAL): Jika ditemukan peningkatan kasus diare, (1,5 kali dibandingkan rata- rata kasus 3 minggu periode sebelumnya) lebih dari 3 kali dalam 24 jam disertai dengan darah dan lendir. Gejala lain dapat berupa rasa
6. Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI) pada spesimen sera, uji imunofluoresence dari spesimen saluran napas dilakukan di laboratorium rujukan.
7. Pemeriksaan antigen/antibodi terhadap kuman spesifik (rapid tes).
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium: Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS.
5. DIARE BERDARAH ATAU DISENTRI Diare berdarah adalah diare lebih dari 3 kali dalam 24 jam disertai dengan darah dan lendir.
Gejala lain dapat berupa rasa tidak enak badan, sakit kepala, pusing serta kejang otot perut dapat menyebabkan kematian dan berpotensi wabah.
Diare berdarah dapat disebabkan oleh Shigella, Salmonella, Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC), Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC), Entamoeba histolytica.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201550 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 51
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium: • Kultur bakteri Shigella sp, Salmonella sp. menurut standar
pemeriksaan mikrobiologi.
• Sediaan langsung untuk pemeriksaan amoeba.
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium: Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS.
6. TERSANGKA DEMAM TIFOID
Demam Tifoid adalah satu infeksi/peradangan akut sistemik disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini termasuk juga demam paratifus yang disebabkan oleh Salmonella paratyphi (A, B, atau C).
Gejala khas dari penyakit ini didahului oleh gastroentritisis akut dan diikuti demam, anoreksia, sakit kepala, rasa tidak enak badan, rasa dingin, batuk dan mual.
Salmonella typhi merupakan bakteri Gram-negatif berbentuk batang, bersifat fakultatif anaerob, oksidase negatif, motil (dengan flagela peritrichous), tidak meragi laktose, urease negatif, indol negatif, tidak berkapsul, dan tidak membentuk spora.
tidak enak badan, sakit kepala, pusing serta kejang otot perut dapat menyebabkan kematian dan berpotensi wabah.
Pengambilan Spesimen: • Tinja cair (stool) 2-3 gram, dimasukkan ke dalam wadah steril
bertutup ulir.
• Usap dubur (rectal swab) menggunakan kapas lidi steril. Usap dubur diambil dengan pasien dalam posisi Sim. Kapas lidi
steril dimasukkan ke dalam rektum, melewati sfingter, putar secara perlahan, tarik dan langsung dimasukkan ke dalam tabung berisi media transport universal (Cary & Blair/Amies).
• Muntahan dapat diambil (untuk kecurigaan keracunan makanan) dimasukkan ke dalam wadah steril.
Selain itu spesimen lingkungan dapat diambil seperti sumber air yang dipakai untuk konsumsi, serta makanan dan minuman yang dicurigai. Dimasukkan ke dalam wadah steril.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen: • Melakukan pelabelan pada kontainer dan tabung sesuai prosedur. • Spesimen segera dikirim ke laboratorium pemeriksa dalam waktu
24 jam (jika jarak laboratorium mikrobiologi kabupaten/kota relatif dekat dan terjangkau dengan kendaraan darat dan tidak menggunakan media transport, harus sudah diperiksa dalam 2 jam) di dalam cool box/styrofoam box.
• Jika spesimen belum akan dikirim/diperiksa pada hari yang sama, simpan tabung atau kontainer tinja di dalam lemari es (2-8oC) sampai saat akan dikirimkan ke laboratorium pemeriksa.
• Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201552 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 53
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Jika ditemukan peningkatan kasus bermakna secara statistik dalam minggu tertentu, dengan gejala khas demam, gangguan saluran cerna dan tanda gangguan kesadaran di puskesmas/rumah sakit
Pengambilan Spesimen:
• Spesimen darah diambil sebelum diberikan terapi antibiotika. Spesimen darah diambil pada pekan pertama demam, bila pengambilan spesimen dilakukan pada pekan 2-3 demam maka yang diambil adalah spesimen tinja.
• Sedikitnya 3-5 ml darah dikumpulkan dari orang dewasa dan anak- anak secara aseptis menggunakan syringe atau teknik VacutainerTM. Darah dimasukkan ke dalam tabung tanpa zat anti beku darah (anti coagulant). Darah disentrifus agar menjadi serum dan dimasukkan ke dalam cryotube.
• Whole blood diambil dari kasus dewasa sebanyak 10 ml.
• Pada kasus anak-anak whole blood sebanyak 2-5 ml.
• Masukkan darah ke dalam media biakan secara aseptis.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
- Melakukan pelabelan pada botol medium biakan darah dan cryotube berisi serum sesuai prosedur
- Sesegera mungkin dikirim ke laboratorium pemeriksa (dalam 24 jam).
- Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201554 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 55
untuk Hepatitis A akut adalah Anti HAV-IgM yang diperiksa dengan metode ImmunoComb Anti HAV-IgM ataupun dengan metode ELISA IgM-Anti HAV. Pemeriksaan PCR dapat dilakukan untuk mengetahui sumber penyebab penularan. Algoritma Pemeriksaan Laboratorium Sindrom Jaundis Akut
• Widal tes 2x memakai produk (kit) yang sama dan dilihat adanya serokonversi atau peningkatan sebesar 4x kenaikan titer fase konvalesen (5-7 hari setelah pengambilan serum fase akut) dibanding fase akut.
• Pemeriksaan Ig M dengan menggunakan RDT/EIA atau pemeriksaan Inhibitor Magnetic Binding Immunoassay (IMBI).
• Bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan PCR.
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
7. SINDROM JAUNDICE AKUT
Keadaan jaundice (ikterik) akut adalah terjadinya peningkatan bilirubin yang meningkat dalam darah (>2mg/ml) dan juga bisa dilihat dari peningkatan bilirubin urine. Penyakit infeksi akut yang bisa menyebabkan terjadinya keadaan jaundice (ikterik) akut adalah virus hepatitis A akut dan Leptospira. Kedua jenis penyakit infeksi ini dapat menyebabkan terjadinya wabah ataupun kejadian luar biasa. Penyakit Hepatitis A akut ditularkan melalui fecal-oral (saluran pencernaan) dengan kebersihan perseorangan yang kurang sedangkan penyakit infeksi Leptospira banyak terjadi berhubungan dengan musim hujan dan banjir, sehingga wabah penyakit ini harus diwaspadai dengan datangnya musim tersebut. Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosa penyakit tersebut di atas adalah pemeriksaan darah rutin, bilirubin total dan direk, enzyme transaminase hati (SGOT dan SGPT) dan fungsi ginjal untuk pemeriksaan penunjang, sedangkan pemeriksaan serologi
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201556 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 57
• Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
b. Anti HEV IgM (rapid/EIA)
Pemeriksaan untuk leptospira melihat algoritma leptospira.
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
8. TERSANGKA CHIKUNGUNYA
Penyakit Chickungunya adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus chikungunya, menyerang pada semua umur, dengan gejala spesifik panas dan ngilu pada seluruh sendi badan. Masa inkubasi 3-12 hari, kemudian diikuti dengan panas dan ngilu pada sendi, dan biasanya sakit pada bokong dan tulang sangat berat sehingga pasien tidak bisa bergerak.
Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk A. aegypti. Virus berkembang biak dalam nyamuk kemudian berada di saliva, dan bila nyamuk menggigit manusia maka virus yang ada di saliva nyamuk masuk ke dalam tubuh manusia. Virus kemudian masuk ke dalam peredaran darah dan beredar ke dalam organ tubuh yang lainnya.
Virus berada dalam darah selama 1-3 hari setelah infeksi, tapi kadang- kadang masih dapat ditemukan sampai 1 minggu. Spesimen untuk pemeriksaan isolasi virus chikungunya adalah darah/sera, yang
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Jika ditemukan peningkatan kasus bermakna secara statistik dalam minggu tertentu, timbul secara mendadak (<14 hari) ditandai dengan demam, kelelahan, anoreksia (tidak nafsu makan) dan gangguan pencernaan (mual, muntah, kembung) dapat ditemukan pada awal penyakit. ± 1 minggu, beberapa penderita dapat mengalami gejala kuning disertai gatal (ikterus), buang air kecil berwarna seperti teh, dan tinja berwarna pucat.
Pengambilan Spesimen:
• Pengambilan spesimen darah diambil pada kasus dan carrier.
• 5-10 ml darah vena kasus dewasa diambil dengan menggunakan syringe atau sistem VacutainerTM dan 3-5 ml darah vena anak-anak menggunakan wing needle.
• Darah langsung langsung diproses untuk menghasilkan serum. Serum dialiquot ke dalam paling sedikit 2 cryotube untuk beberapa jenis pemeriksaan laboratorium.
• Selain itu spesimen lingkungan dapat diambil seperti sumber air yang dipakai untuk konsumsi, serta makanan dan minuman yang dicurigai. Dimasukkan ke dalam tabung/kontainer steril bertutup ulir.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
• Sesegera mungkin dikirim ke laboratorium pemeriksa (dalam 24 jam).
• Tetapi jika belum bisa langsung dikirimkan pada hari yang sama, spesimen sera harus disimpan di dalam lemari pendingin 2-8oC, tidak lebih dari 7 hari.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201558 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 59
Algoritma Pemeriksaan Laboratorium Tersangka Chikungunyadiambil 1 kali pada saat panas. Spesimen yang wajib diambil untuk investigasi KLB chickungunya adalah darah/serum untuk dilakukan pemeriksaan IgM antibodinya. Dengan diketahui adanya IgM antibodi berarti diagnostik terjadi “recent infection” atau KLB yang terjadi benar disebabkan oleh virus chikungunya.
Penyakit chikungunya dapat dicegah dengan membasmi nyamuk Aedes. Sampai saat ini vaksin chikungunya belum ada. Yang dilakukan program untuk mencegah meluasnya penyakit chikungunya hanyalah kebersihan lingkungan yaitu untuk memberantas nyamuk dan jentik nyamuk A. Aegypti.
Surveilans chikungunya adalah satunya cara untuk mendeteksi secara dini adanya sirkulasi virus chikungunya di masyarakat. Akan tetapi surveilans chikungunya belum ada programnya kecuali hanya investigasi KLB saja. Investigasi dilakukan apabila ada laporan terjadi KLB di suatu daerah tertentu, kemudian diambil spesimen darah/ serum untuk konfirmasi diagnosa laboratorium, apakah benar KLB disebabkan oleh virus chikungunya.
Pemeriksaan rutin yang dilakukan dengan menggunakan RDT dan pemeriksaan konfirmasi laboratorium lainnya adalah ELISA, Haemaglutinasi Inhibisi (HI) test, isolasi virus dari darah, Reverse transcriptase–polymerase chain reaction (RT–PCR).
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201560 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 61
- Tetapi jika belum bisa langsung dikirimkan pada hari yang sama, spesimen harus disimpan di dalam lemari pendingin 2-8oC.
- Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
1. Sekurang-kurangnya salah satu di antara pemeriksaan berikut:
2. Uji cepat (RDT) dengan berbagai kit yang tersedia di laboratorium Puskesmas/Rumah Sakit.
3. Isolasi virus (bila diperlukan)
4. Deteksi viral-RNA dengan PCR (bila diperlukan)
5. Serologis IgG dan IgM dengan ELISA (bila diperlukan)
6. Hemaglutinasi Inhibisi (bila diperlukan)
7. Sekuensing virus (bila diperlukan)
Keterangan: Jenis pemeriksaan no. 2-5 dilakukan di laboratorium propinsi dan Balitbangkes, sedangkan no. 6 dan 7 dilakukan di Balitbangkes.
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Jika ditemukan peningkatan kasus bermakna secara statistik dalam minggu tertentu, dengan gejala demam yang mendadak dengan nyeri sendi, nyeri otot, sakit kepala, nausea, rasa lelah dan timbulnya bintik kemerahan pada kulit yang mirip gejala demam berdarah dengue.
Pengambilan Spesimen:
• Sedikitnya 7-10 ml darah dikumpulkan dari orang dewasa, dan 3-5 ml dari anak-anak secara aseptis menggunakan syringe atau teknik VacutainerTM. Darah dimasukkan ke dalam tabung tanpa zat anti-beku darah (anti-koagulan). Whole blood digunakan untuk pemeriksaan Rapid Diagnostic Test (RDT).
• Serum diambil dua kali, pertama pada saat akut (0-8 hari setelah onset), dan berselang 1-14 hari kemudian diambil kembali (serum konvalesen).
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
• Spesimen didiamkan pada suhu ruang selama 30-45 menit sampai darah membeku.
• Serum dimasukkan ke dalam cryotube menggunakan pipet setril.
• Jika akan dilakukan beberapa jenis uji laboratorium, serum langsung dialiquot ke dalam beberapa cryotube ( jika ketersediaan serum memadai) untuk menghindari proses pembekuan dan pencairan berulang.
- Melakukan pelabelan pada cryotube berisi serum sesuai prosedur.
- Sesegera mungkin dikirim ke laboratorium pemeriksa (dalam 24 jam) di dalam cool box yang diisi dengan ice pack untuk menjaga kestabilan suhu selama pengiriman.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201562 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 63
Algoritma Pemeriksaan Laboratorium Tersangka Flu Burung pada Manusia
9. TERSANGKA FLU BURUNG PADA MANUSIA
Flu burung atau Avian Influenza adalah penyakit menular pada hewan yang disebabkan oleh virus yang biasanya hanya menginfeksi unggas dan terkadang babi. Penyebabnya adalah virus influenza tipe A dan dapat dibedakan menjadi banyak subtipe, berdasarkan petanda berupa tonjolan protein pada permukaan sel virus.
Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis penyakit Avian Influenza dapat dilakukan di laboratorium dengan fasilitas keamanan tingkat 2. Pemeriksaan dilakukan dengan PCR. Pemeriksaan PCR dilakukan di jejaring laboratorium pemeriksa flu burung dan konfirmasi hasil pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Rujukan Nasional (Pusat Biomedis & Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Litbangkes) Jakarta.
Bahan pemeriksaan yang diambil untuk pemeriksaan PCR adalah apus hidung dan tenggorok, menggunakan kapas lidi steril dengan tangkai dacron dan segera dimasukkan ke media transpor: Hank’s media.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201564 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 65
spesimen berikutnya dapat dilakukan dalam selang waktu 1-2 hari.
d. Bilasan bronchoalveolar (aspirasi trakheal atau cairan pleural). Setengah bagian cairan disenfrifus (dalam laboratorium BSL 2+) dan endapan selnya difiksasi dalam formalin. Sisa cairan dimasukkan ke dalam botol steril bertutup ulir luar yang bagian dalamnya terdapat cincin karet penahan agar tidak bocor.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
- Melakukan pelabelan pada cryotube berisi spesimen usap hidung, usap tenggorok dan serum sesuai prosedur.
- Sesegera mungkin dikirim ke laboratorium pemeriksa (dalam 24 jam).
- Tetapi jika belum bisa langsung dikirimkan pada hari yang sama, spesimen harus disimpan di dalam lemari pendingin 2-8oC kurang dari 48 jam.
- Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
2. Kultur virus jika hasil RT-PCR positif.
3. Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI) dengan darah kuda.
4. Sekuensing virus influenza.
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium: Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS.
Kewaspadaan Dini (SINYAL): Jika ditemukan 1 kasus tersangka flu burung yaitu panas ≥38oC, sesak napas/sulit napas, sakit tenggorokan, batuk dan ada riwayat kontak dengan unggas sakit/mati mendadak atau produk unggas dalam 7 hari.
Pengambilan Spesimen:
Spesimen sekret saluran napas, yaitu usap hidung (nasofarings) kiri dan kanan dan usap tenggorok (orofarings).
a. Pengambilan usap hidung dengan cara memasukkan lidi dacron/ poliester steril ke dalam lubang hidung sejajar dengan rahang atas, biarkan beberapa saat agar cairan hidung terserap dalam dacron, putar tangkai dacron 1-2x, berikan sedikit penekanan pada lokasi yang diusap. Lakukan pada lubang hidung kiri dan lubang hidung kanan. Segera masukkan spesimen usap hidung ke dalam vial bertutup ulir (cryotube) berisi 2 ml media transpor Hank’s BSS + antibiotika. Patahkan tangkai plastik hingga cryotube dapat ditutup dengan rapat.
Pengambilan spesimen dilakukan setiap hari selama 3 hari berturut, hingga hasil RT-PCR negatif pada 3x pemeriksaan berturut-turut.
b. Pengambilan spesimen usap tenggorok dengan melakukan usapan pada bagian belakang farings dan derah tonsil dan hindarkan menyentuh bagian lidah. Segera masukkan spesimen usap tenggorok ke dalam cryotube berisi 2 ml media transport Hank’s BSS + antibiotika. Patahkan tangkai plastik hingga cryotube dapat ditutup dengan rapat.
c. Spesimen serum dimasukkan ke dalam cryotube dan tutup rapat. Spesimen diambil pada saat fase akut dan jika memungkinkan, pengambilan spesimen fase konvalesens diambil 10-14 hari kemudian. Tetapi jika pasien sudah dalam fase kritis, pengambilan
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201566 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 67
Penyakit campak dapat dicegah dengan vaksinasi. Ada 2 jenis vaksin yang dipakai, yaitu vaksin campak hidup dan yang inaktif (mati). Saat ini vaksin campak sudah digunakan oleh negara berkembang dan negara maju untuk imunisasi rutin. Vaksin campak dapat juga dikombinasi dengan vaksin untuk penyakit mump dan rubella, yaitu vaksin MMR.
Surveilans campak adalah satu-satunya cara untuk mendeteksi secara dini adanya sirkulasi virus campak di masyarakat. Sejak tahun 2000, pemerintah Indonesia telah melaksanakan program eliminasi virus campak secara nasional dengan tujuan menurunkan kejadian KLB campak. Strategi eliminasi campak yang dilaksanakan pemerintah Indonesia adalah dengan peningkatan program imunisasi dan investigasi KLB campak. Sejak tahun 2008, secara terbatas program juga melakukan surveilans campak untuk provinsi tertentu yang disebut dengan case base surveilans aktif campak.
10. TERSANGKA CAMPAK
Penyakit campak atau Measles adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus campak dengan gejala panas, batuk, pilek, radang mata, takut sinar dan rash, dengan komplikasi radang selaput telinga dan bronchopneumonia. Penyakit campak terutama menyerang pada anak balita. Penyakit ini ditularkan melalui saluran pernapasan, yaitu melalui udara yang tercemar oleh virus campak atau kontak dengan anak yang terinfeksi virus campak. Virus masuk ke dalam saluran pernapasan anak kemudian berkembang biak dalam kelejar limfe dan jaringan epitel mukosa. Virus dapat ditemukan di cairan tubuh, air mata, throat swab (usap tenggorok), urine, dan darah. Humoral antibodi (IgM) dapat dideteksi pada saat rash dan mencapai puncaknya pada hari ke-10, sedangkan IgG terbentuk lebih lambat tapi dapat bertahan lama. IgA juga dapat ditemukan pada cairan sekresi.
Spesimen untuk pemeriksaan isolasi virus campak adalah throat swab atau urin anak, yang diambil 1 kali pada saat rash sampai 2 minggu setelah rash. Spesimen paling baik diambil dalam waktu 14 hari setelah gejala rash. Spesimen yang wajib diambil untuk investigasi KLB campak adalah darah/serum untuk dilakukan pemeriksaan IgM antibodinya. Dengan diketahui adanya IgM antibodi, berarti diagnostik terjadi “recent infection” atau KLB yang terjadi benar disebabkan oleh virus campak.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201568 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 69
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Jika ditemukan 1 kasus pada anak-anak dengan gejala batuk, demam yang
tinggi setelah 1-2 hari dan fluktuatif (38-40oC) selama 5 hari, mata merah dan
berair, timbul bintik-bintik putih di bagian dalam mulut (bercak Koplik) selama
3-4 hari, kadang-kadang disertai diare, demam sangat tinggi di hari ke-5 dan
timbul bintik-bintik merah secara bertahap, mulai dari belakang telinga, leher,
dada ke bawah, tangan, kaki, muka, dan akhirnya ke sekujur tubuh dan sangat
gatal.
• Sedikitnya 1,5-2 ml serum dimasukkan ke dalam cryotube.
• Usap tenggorok diambil dengan lidi dacron steril dengan tangkai plastik, dan dimasukkan ke dalam cryotube yang berisi 1,5 ml media transpor virus (Hank’s BSS + Antibiotika).
• Diperlukan 10-50 ml urine dan ditampung pada wadah yang steril, ditutup rapat lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diikat kuat (saat yang optimal pengambilan sampel adalah hari 1-5 hari timbulnya rash).
Penanganan dan Pengiriman Spesimen: - Melakukan pelabelan pada tabung serum dan tabung berisi
spesimen usap tenggorok sesuai prosedur (no. epid, tanggal demam, rash, dan tanggal ambil spesimen).
- Masukkan serum ke dalam cryotube dan melakukan pelabelan.
- Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur. Spesimen harus dikirim dengan es (2-8oC) dengan maksimum lama pengiriman 2 hari. Tuliskan alamat lengkap Laboratorium Rujukan untuk campak pada box/styrofoam kontainer.
Spesimen boleh disimpan dalam lemari es (bukan freezer) maksimum 7 hari sebelum diperiksa laboratorium.
Algoritma Pemeriksaan Laboratorium Tersangka Campak
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201570 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 71
Algoritma Pemeriksaan Laboratorium Tersangka Difteri
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Jika ditemukan 1 tersangka difteri dengan demam >38oC, gejala laringitis, nasofaringitis, atau tonsilitis ditambah pseudo membrane putih keabuan yang tidak mudah lepas dan mudah berdarah di faring, laring, dan tonsil.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
• Kultur virus dari spesimen urin
• RT-PCR bila diperlukan
11. TERSANGKA DIPHTERI
Corynebacterium diphtheriae adalah bakteri berbentuk batang Gram- positif pleomorf.
Penanganan spesimen harus dilakukan dalam Biosafety Cabinet Class II. Corynebacterium diphtheriae dapat diisolasi pada Media cystein selektif tellurite Agar Darah. Koloni berwarna kelabu atau hitam agak berbau khas sesudah diinkubasi selama 24 jam diinkubator dengan temperatur 37°C. Dengan pewarnaan khusus Neisser terlihat bakteri berbentuk batang yang mempunyai granula metakromatik.
Lapor kepada dokter dengan segera bila dijumpai hasil yang positif agar pasien segera diberikan anti diphteri serum (ADS).
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201572 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 73
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium: Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS.
12. TERSANGKA PERTUSIS (BATUK REJAN)
Pertusis merupakan penyakit menular infeksi saluran napas yang banyak menyerang anak-anak yang disebabkan oleh Bordetella pertusis mengakibatkan batuk yang hebat dan berkepanjangan sampai sesak napas dan dapat berakibat fatal.
Bordetella pertusis merupakan suatu bakteri berbentuk kokobasilus yang bersifat Gram-negatif.
Ada tiga jenis Bordetella yang patogen terhadap manusia, yaitu Bordetella bronchiseptica, Bordetalla pertusis, dan Bordetella parapertusis.
Pengambilan Spesimen:
• Usap tenggorok dan nasofarings dengan menggunakan lidi kapas steril, kemudian masukkan aplikator tersebut ke dalam tabung steril berisi media transpor Amies pada suhu ruang.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
- Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
- Sampel segera dikirim ke laboratorium pemeriksa sebelum 24 jam.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
a. Spesimen usap tenggorok/usap nasofarings dikultur pada media cystein selektif tellurite Agar Darah.
b. Corynebacterium diphtheriae dapat diisolasi dari koloni berwarna kelabu atau hitam sesudah diinkubasi selama 24 jam diinkubator dengan temperatur 37oC.
c. Dengan pewarnaan khusus Neisser dan Albert terlihat bakteri berbentuk batang; bila dikultur dalam media Loeffler akan nampak granula metakromatik.
Catatan: Penanganan spesimen harus dilakukan dalam Biosafety Cabinet Class II.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 201574 Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia