Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
281
Pengaruh Sifat Tanah dan Curah Hujan Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit Pada Sistem Integrasi Sawit-
Sapi (Setia S. Girsang, Erpina D. Manurung, Sri H. Sitindaon, Khadijah E. Ramija)
PENGARUH SIFAT TANAH DAN CURAH HUJAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI
Setia S. Girsang, Erpina D. Manurung, Sri H. Sitindaon, Khadijah E. Ramija
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara
Jl. Jenderal Besar A.H. Nasution No.1 B, Pangkalan Masyhur, Kec. Medan Johor, Kota Medan, Sumatera Utara 20143
Email: [email protected]
ABSTRACT
The Effect of Soil and Rainfall Properties On Oil Palm Productivity In the Oil Palm-Beef Cattle Integration
System. The objective is to determine the effect of soil properties and rainfall on oil palm productivity. The study was
conducted in Paya Pinang Village (302'45 "N and 98018'59" E at 80.3 meter above sea level) in September-December
2018. The study compared the nature of the land between different land uses, followed by the one-way ANOVA test and
the Tukey HSD test at a significance level of 5% and the Pearson correlation coefficient. The treatment consisted of 5
grazing types namely 10-year grazing; 15-years grazing; road to the cage; 20 years’ cage; and without grazing with a
depth of 0-20 cm; 20-40 cm; 40-60 cm; 60-80 cm; 80-100 cm; and 100-120 cm with 4 replications. The results showed
that rainfall was negatively correlated (P <0,05) with oil palm production while soil density (BD) was positively
correlated (P <0,01) with Ksat and C-org, likewise Ksat was positively correlated (P <0, 01) with C-Org. This study
indicate that soil compaction is one of the problems arising from oil palm-cattle integration on a semi-intensive scale.
This integration is optimum when livestock are penned or in a special area that can reduce the impact on soil physical
properties, oil palm production, and simplify the cattle management. A byproduct cow manure is able to improve the
physical and chemical properties of the soil such as soil nutrient balance, to reduce the rate of infiltration, and to
increase soil water storage.
Keywords: oil palm, soil characteristics, rainfall, productivity
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sifat tanah dan curah hujan terhadap produktivitas kelapa
sawit pada sistem integrasi sawit-sapi. Penelitian dilakukan di Desa Paya Pinang (302'45 "N dan 98018'59" E pada 80,3
meter di atas permukaan laut) pada periode September-Desember 2018. Penelitian membandingkan sifat tanah antara
penggunaan lahan yang berbeda, dilanjutkan dengan uji ANOVA satu arah dan uji HSD Tukey pada tingkat signifikansi
5% sedangkan koefisien korelasi Pearson menggunakan STAR. Perlakuan terdiri dari 5 (lima) tipe penggembalaan yaitu
penggembalaan 10 tahun; penggembalaan 15 tahun; jalan ke kandang; kandang 20 tahun; dan tanpa penggembalaan
dengan kedalaman masing-masing 0-20 cm; 20-40 cm; 40-60 cm; 60-80 cm; 80-100 cm; dan 100-120 cm dengan 4
ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa curah hujan berkorelasi negatif (P <0,05) dengan produksi kelapa sawit
sedangkan kepadatan tanah (BD) berkorelasi positif (P <0,01) dengan laju infiltrasi tanah (Ksat) dan C-org khususnya
pada lahan yang memiliki kandungan pasir tinggi, demikian juga Ksat yang tinggi berkorelasi positif (P <0,01) dengan
C-Org lokasi dan berkontribusi penyumbang bahan organik yang tinggi. Penelitian ini menunjukkan terjadinya
pemadatan tanah sebagai salah satu masalah yang timbul akibat integrasi kelapa sawit-sapi skala semi intensif. Integrasi
ini optimal jika ternak dikandangkan atau ditempatkan pada areal khusus sehingga mampu meminimalkan dampak
terhadap sifat fisika tanah, produktivitas kelapa sawit, serta mempermudah manajemen ternak sapi. Kotoran hasil
sampingan sapi mampu memperbaiki sifat fisik dan kimiawi tanah seperti menyeimbangkan unsur hara tanah,
memperlambat laju infiltrasi, serta meningkatkan penyimpanan air tanah.
Kata kunci: kelapa sawit, sifat tanah, curah hujan, produktivitas
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol. 23, No.3, November 2020: 281-296
282
PENDAHULUAN
Sifat fisika-kimia tanah dan curah hujan
ditengarai merupakan faktor penentu
produktivitas kelapa sawit. Variabilitas iklim
(Jenny, 1941; Hillel, 2004), praktek pertanian,
dan topografi tanah (Dobermann et al., 1994)
menghasilkan sifat kimia dan fisik tanah yang
berbeda (Iqbal et al., 2005) yang pada akhirnya
menghasilkan kualitas dan kuantitas produksi
berbeda.
Sebagai salah satu provinsi penghasil
sawit terbesar ketiga (6,1 juta ton tahun 2019)
setelah Riau dan Kalimantan Tengah (BPS,
2019), Sumatera Utara masih terkendala
pencapaian produksi optimal akibat variasi lahan
pertanaman kelapa sawit. Berdasarkan Girsang et
al. (2019) sifat fisika tanah seperti kepadatan
tanah (BD) dan laju infiltrasi (Ksat) berbanding
terbalik dengan produksi, sedangkan Girsang et
al. (2020) menyatakan bahwa ruang pori berisi air
(WFPS) berbanding terbalik dengan kadar pasir
(r = –0,66, P <0,001). Behera et al. (2015) dan
Rao et al. (2014) menjelaskan bahwa kelapa
sawit dapat mengalami gangguan pertumbuhan
dan produksi jika hara makro dan mikro seperti
hara nitrogen (N) dan Kalium (K) tidak
seimbang.
Faktor iklim seperti radiasi matahari, suhu,
dan curah hujan juga merupakan faktor penting
yang terlibat dalam produksi tanaman
(Wassmann et al., 2009). Berdasarkan Sarkar et
al. (2020) penurunan produksi minyak sawit
sebesar 10-41% jika suhu naik dari 10C hingga
40C. Menurut Benny et al. (2015), curah hujan
berkorelasi negatif dengan produksi kelapa sawit
dengan persamaan regresi y = -0,007x + 3,168.
Praktek pertanian juga mempengaruhi
kualitas tanah dan tanaman. Salah satu contoh
sistem integrasi sawit sapi yang memadukan
usaha peternakan sapi dan kelapa sawit dalam
satu areal yang saling memanfaatkan limbah yang
dihasilkan (Edwina et al., 2019). Secara umum,
penggembalaan sapi di Sumatera Utara dilakukan
secara semi intensif pada pagi sampai sore hari
(Matondang dan Talib, 2015). Penyebaran sapi
tidak merata menghasilkan variasi sifat fisik dan
kimia tanah. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan
penelitian di lokasi kebun kelapa sawit yang
diintegrasikan dengan penggembalaan sapi di
Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh sifat tanah dan curah hujan
terhadap produktivitas kelapa sawit pada sistem
integrasi sawit-sapi semi intensif di Sumatera
Utara.
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di kawasan
perkebunan kelapa sawit yang terletak di Desa
Paya Pinang, Kecamatan Tebing Syahbandar,
Kabupaten Serdang Bedagai (30 2’ 45” N and 980
18’ 59” E at 80,3 meter di atas permukaan laut)
pada Bulan September-Desember 2018. Jenis
tanah di perkebunan ini termasuk jenis podsolik
coklat kuning (Siregar, 2014).
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode
lapang. Perbandingan sifat tanah antara
penggunaan lahan yang berbeda, ANOVA satu
arah dilakukan dengan menggunakan SPSS versi
17. Jika variasinya berbeda secara signifikan, tes
dilanjutkan menggunakan uji HSD Tukey pada
tingkat signifikansi 5%. Koefisien korelasi
Pearson untuk parameter yang diukur
menggunakan STAR. Signifikansi pada tingkat
probabilitas 0,05, 0,01, dan 0,001 ditunjukkan
oleh masing-masing *, **, dan ***.
Penelitian dilakukan di lima lokasi dengan
perlakuan berbeda berupa tipe penggembalaan
sapi yaitu (1) Lokasi penggembalaan 10 tahun;
(2) Lokasi penggembalaan 15 tahun; (3) Lokasi
jalan ke kandang; (4) Lokasi kandang 20 tahun;
dan (5) Lokasi tanpa penggembalaan. Kedalaman
tanah masing-masing adalah 0-20 cm; 20-40 cm;
40-60 cm; 60-80 cm; 80-100 cm; dan 100-120 cm
dengan 4 (empat) ulangan. Luas masing-masing
blok 4 (lokasi 1, 2, dan 3), 8 (lokasi 4), dan 18
(lokasi 5) berturut-turut adalah 15,00; 20,05; dan
16,60 ha.
Variabel yang diamati adalah sifat fisika
tanah seperti kepadatan tanah (BD), total ruang
pori (TRP), ruang pori berisi air (WFPS), laju
infiltrasi (Ksat), serta tekstur sedangkan kimia
tanah untuk kedalaman 20 cm meliputi pH H2O,
283
Pengaruh Sifat Tanah dan Curah Hujan Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit Pada Sistem Integrasi Sawit-
Sapi (Setia S. Girsang, Erpina D. Manurung, Sri H. Sitindaon, Khadijah E. Ramija)
C-Organik, N-total, P2O5 dan K2O HCl, kapasitas
tukar kation (KTK), basa tukar seperti K, Na, Ca,
Mg, serta kejenuhan basa.
Data yang dikumpulkan adalah data primer
berupa pengambilan sampel tanah langsung
dilakukan di lokasi pengamatan sebanyak 4 kali
setiap lokasi sedangkan data sekunder adalah
curah hujan dan produksi dari Litbang PT. Paya
Pinang, Desa Paya Pinang, Kecamatan Tebing
Syahbandar, Kabupaten Serdang Bedagai selama
10 tahun terakhir.
Analisis Tanah
Analisis sifat fisika tanah dilakukan di
laboratorium BPTP Sumatera Utara meliputi
kepadatan tanah (g cm-3) dengan pengambilan
sampel tanah yang tidak terganggu dengan
menggunakan metode ring sampel yang diketahui
berat dan diameter. Ruang pori yang diisi air
ditentukan menggunakan persamaan menurut
Linn & Doran (1984). Lebih lanjut, tekstur tanah
menggunakan metode hydrometer. Laju infiltrasi
(Ksat) air diukur dengan menggunakan ring
ganda pada setiap perlakuan langsung di lokasi
penelitian. Pengukuran pertama dilakukan setiap
2 menit (5 kali) dan dilanjutkan setiap 5 menit
(hingga mencapai kondisi stabil) di dalam
Reynolds et al. (2002).
Analisis kimia tanah dilakukan di
Laboratorium “Indonesian Center for
Biodiversity and Biotechnology (ICBB) di Bogor
meliputi analisis pH; C-organik; N-total; C/N;
P2O dan K2O total; Kation tukar (Ca, Mg, Na, K)
dan KTK; serta KB dengan menggunakan
masing-masing metode pH meter; Walkley dan
Black; Kjehdahl; pembagian antara C-organik
dibagi N-total; ekstraksi 25% HCl; Ammonium
asetat 1 N pH 7,0; serta perhitungan jumlah basa-
basa dibagi KTK lalu dikali 100. Sampel tanah
komposit diambil secara acak di empat titik dari
0-0,20 m atas yang mewakili lapisan atas tanah
serta kedalaman 20-40; 40-60; 60-80; 80-100;
dan 100-120 untuk masing-masing titik
perlakuan. Sampel yang sama juga digunakan
untuk mengukur kadar air tanah (gravimetric), air
volumetric air, dan ruang pori berisi air (WFPS).
Analisis Data
Penentuan kelas tekstur tanah dilakukan
secara online melalui https://www.nrcs.usda.gov/
wps/portal/nrcs/detail/soils/survey/?cid=nrcs142
p2_054167 dengan memasukkan persentase
kandungan pasir, debu, dan liat hasil analisis
laboratorium. Hasil analisis tanah menggunakan
data dari laboratorium dan lapangan. Data iklim
yang diperoleh dari pusat penelitian dan
pengembangan (Litbang) PT Paya Pinang Group
digunakan untuk menentukan kelas kesesuaian.
Data tersebut diolah dengan menggunakan
software SPKL versi 1.0 dan untuk analisa data
penelitian menggunakan software SPSS.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Produtivitas Kelapa Sawit dan
Curah Hujan
Produktivitas kelapa sawit dan curah hujan
selama 10 tahun terakhir di Desa Paya Pinang ini
bervariasi menurut tahun (Gambar 1). Tahun
2010 produktivitas kelapa sawit sebesar 23,46 t
ha-1 dan total curah hujan 1287 mm tahun-1.
Peningkatan produktivitas dan curah hujan
masing-masing sebesar 26,2% dan 29,6% pada
tahun 2013 sebaliknya terjadi penurunan pada
tahun 2015 masing-masing sebesar 33,9% dan
28,2%
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol. 23, No.3, November 2020: 281-296
284
Total curah hujan berdampak positif
terhadap produksi kelapa sawit (Unjan et al.,
2017; Kamil dan Omar, 2016). Air hujan
merupakan kontributor utama (93,48%) untuk
menghasilkan minyak sawit (CPO) sebesar
517,79 m3 ton-1 dibanding air tanah dan sumber
air lainnya (Santosa et al., 2017). Penurunan
jumlah hujan rata-rata akan menurunkan
produksi setelah 10-24 bulan ke depan (Harun et
al., 2010).
Kondisi Sifat Tanah
Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah
yang diamati di lokasi penelitian pada kedalaman
0-20 cm beserta kelas kesesuaiannya ditampilkan
pada Tabel 1. Ritung et al. (2011)
mengemukakan bahwa sifat fisik dan kimia tanah
termasuk dalam kriteria penggunaan lahan adalah
KTK, kejenuhan basa, pH H2O, dan C-organik
pada faktor retensi hara (nr) serta N total, P2O5,
dan K2O pada faktor hara tersedia (na). Angka
yang ditulis miring dan ditebalkan tidak tersedia
kelas kesesuaiannya, hal tersebut dikarenakan
nilai unsur tersebut melebihi dari nilai yang
dikehendaki untuk kelas kesesesuaian S1 kelapa
sawit.
Keseimbangan unsur hara di dalam tanah
berkaitan erat dengan pertumbuhan tanaman dan
penyerapan unsur hara lainnya. Liferdi (2010)
menyatakan bahwa kelebihan P pada tanaman
mengakibatkan pertumbuhan terhambat dan
bahkan dapat mengakibatkan kematian tanaman.
Kelebihan unsur K di dalam tanah dapat
menghambat penyerapan unsur Mg dan Ca
sedangkan tingginya kejenuhan basa
mengindikasikan peningkatan pH dan fiksasi P
oleh Ca atau Mg (Nursyamsi et al., 2007).
Nilai pH H2O berkisar antara 5,12 -7,83.
Berdasarkan Ritung et al. (2011), kelas
kesesuaian lahan di perkebunan Desa Paya
Pinang adalah S1 (pH H2O 5,00-6,50) dan S3 (pH
H2O >7,00). Kelas kesesuaian lahan S3 pada
lokasi 4 (agak alkalis) sedangkan selebihnya
termasuk kelas S1 (agak masam). Kontribusi
bahan organik bersumber dari kotoran sapi pada
lokasi 4 memberikan nilai pH yang lebih tinggi.
Mineral-mineral kation basa (Ca, Mg, Na, dan K)
yang dihasilkan dari proses dekomposisi bahan
organik mampu meningkatkan jumlah ion OH-
yang berampak positif terhadap peningkatan pH
tanah. Selain itu, asam-sama organik hasil
dekomposisi bahan organik memiliki gugus
karboksil (COOH-) dan hidroksil (OH-) yang
dapat meningkatkan aktivitas ion OH- untuk
menetralisir konsentrasi ion H+ yang berada
dalam larutan tanah (Sembiring et al., 2015).
Nurmegawati et al. (2019) menyebutkan bahwa
ion OH- yang dilepaskan bahan organik
mengakibatkan terjadinya peningkatan pH.
Nilai C-organik pada lima lokasi berkisar
antara 0,82-2,55 dengan kategori sangat rendah
hingga sedang. Dua kelas kesesuaian lahan
berdasarkan C-organik yaitu S1 dengan nilai C-
organik > 0,80 % dan S2 dengan nilai ≤ 0,80 %.
Gambar 1. Total curah hujan (mm tahun-1) dan produksi (t ha-1) selama 10 tahun di perkebunan Desa Paya Pinang
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
35,0
40,0
45,0
50,0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Pro
duksi
t h
a-1;
Tota
l cu
rah h
uja
n
mm
tah
un
-1(0
0)
Tahun
Produksi Total curah hujan
285
Pengaruh Sifat Tanah dan Curah Hujan Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit Pada Sistem Integrasi Sawit-
Sapi (Setia S. Girsang, Erpina D. Manurung, Sri H. Sitindaon, Khadijah E. Ramija)
Tabel 1. Sifat kimia tanah perkebunan kelapa sawit desa Paya Pinang kedalaman 0-20 cm
No. Parameter Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Lokasi 4 Lokasi 5
1 pH H2O 5,28 (S1) 5,12 (S1) 5,18 (S1) 7,83 (S3) 5,36 (S1)
2 C-organik (%) 1,32 (S1) 1,22 (S1) 0,82 (S1) 2,55 (S1) 1,54 (S1)
3 N-total (%) 0,11 (S2) 0,12 (S2) 0,09 (S3) 0,15 (S2) 0,10 (S2)
4 C/N rasio 12,00 10,00 9,00 17,00 15,00
5 P2O5-HCl (mg/100g) 7,54 (S3) 5,03 (S3) 4,89 (S3) 250,04 7,12 (S3)
6 K2O-HCl (mg/100g) 71,23 (S1) 98,64 (S1) 208,54 609,85 112,78
7 K+-dd (cmol (+)/kg) 0,16 0,07 0,71 4,35 0,04
8 Na+-dd (cmol (+)/kg) 0,05 0,02 0,01 0,25 0,11
9 Ca2+-dd (cmol (+)/kg) 0,90 0,51 1,43 22,64 0,33
10 Mg2+-dd (cmol (+)/kg) 0,27 0,12 0,53 3,08 0,20
11 KTK (cmol (+)/kg) 6,80 (S2) 8,72 (S2) 8,39 (S2) 18,32 (S1) 8,21 (S2)
12 KB (%) 20,18 (S1) 8,26 (S2) 31,97 (S1) 100,00 8,30 (S2)
13 Tekstur
Pasir 42,00 38,00 37,00 53,00 47,00
Debu 8,00 8,00 9,00 15,00 7,00
Liat 50,00 54,00 54,00 32,00 46,00
14 Laju infiltrasi (KHJ) ST (N) T (S3) T (S3) T (S3) AB (S1)
Sumber: Hasil analisis sampel tanah di laboratorium ICBB 2019 dan pengukuran di lapangan
Kelas kesesuaian lahan menurut nilai C-organik
pada kelima lokasi adalah S1 (sangat sesuai)
dengan kategori sangat rendah untuk lokasi 3,
rendah untuk lokasi 1, 2, dan 5, serta sedang untuk
lokasi 4. Lokasi 4 dan 5 memiliki kandungan C-
organik lebih tinggi, hal ini disebabkan karena
adanya pasokan bahan organik yang berasal dari
kotoran sapi (lokasi 4) dan serasah-serasah
tanaman dari vegetasi beragam yang menutupi
tanah (lokasi 5).
Gunawan et al. (2019) mengungkapkan
bahwa limpahan serasah tanaman yang lebih
beragam memberikan nilai C-organik tanah yang
lebih tinggi. Juita et al. (2018) mengemukakan
keberadaan vegetasi mampu menghambat laju
limpasan permukaan dan erosi (Sarminah et al.,
2018) masing-masing hingga 40,72 dan 69,79 %
(Safriani et al., 2017) sehingga kandungan C-
organik tetap terjaga. KTK merupakan salah satu
indikator kesuburan tanah yang menggambarkan
kemampuan tanah dalam menyerap dan
mempertukarkan kation di dalam tanah. KTK
keempat lokasi termasuk kategori sangat sesuai
(S1, KTK >16) sedangkan sisanya kategori cukup
sesuai (S2, KTK 5-16). Kotoran sapi yang
terdekomposisi dan menghasilkan humus sebagai
koloid organik tanah bermuatan negatif yang
mampu menjerap ion-ion positif (kation) dan
meningkatkan nilai KTK tanah. Darlita et al.
(2017) menyatakan bahwa selain jumlah
kandungan liat, bahan organik tanah merupakan
salah satu faktor penting yang berkaitan dengan
nilai KTK tanah. Saptiningsih dan Haryanti (2015)
peningkatan KTK tanah akibat kandungan asam
humat dan fulvat sebagai hasil dekomposisi bahan
organik yang memiliki gugus fungsional
bermuatan negatif bebas yang berperan dalam
penjerapan kation-kation hara di dalam tanah.
Berdasarkan nilai kejenuhan basa sampel
tanah (8,26-100 %) termasuk kelas S1 (> 20)
dengan kategori rendah untuk lokasi 1 dan 3;
kategori sangat tinggi untuk lokasi lokasi 4,
sedangkan kelas kesesuaian S2 (<20) terdapat
pada lokasi 2 dan 5 dengan kategori sangat rendah.
Lokasi 4 memiliki pH tanah tertinggi dengan nilai
kejenuhan basa tertinggi sedangkan lokasi 2
dengan pH terendah memiliki kejenuhan basa
terendah. Sudaryono (2009) menyatakan bahwa
terdapat hubungan erat antara pH dan kejenuhan
basa tanah. Tanah dengan pH rendah memiliki
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol. 23, No.3, November 2020: 281-296
286
kejenuhan basa rendah dan sebaliknya. Kejenuhan
basa sebesar 100% seperti yang diperlihatkan pada
lokasi 4 mengindikasikan ketiadaan asam-asam
yang dapat dipertukarkan (Maiti, 2013).
Hasil analisis sampel tanah terhadap kation-
kation basa tanah (K, Na, Ca, Mg) tertukar di 5
lokasi penelitian menunjukkan bahwa kandungan
K dan Ca yang dapat ditukarkan berada pada
kategori sangat rendah-sangat tinggi; Na pada
kategori sangat rendah-rendah; dan Mg pada
kategori sangat rendah-tinggi, masing-masing
dengan kisaran nilai (0,07-4,35); (0,33-22,64);
(0,01-0,25); dan (0,12-3,08). Lokasi 4 (kandang
20 tahun) secara keseluruhan memiliki kandungan
K, Ca, Na, dan Mg tertukar yang lebih tinggi
dibandingkan lokasi lainnya. Hasil penelitian
Romelah et al. (2017) menunjukkan adanya
sumbangan bahan organik dari kotoran ternak
pada lokasi yang menerapkan sistem pertanian
integrasi ternak dan kelapa sawit (IFSCO) secara
nyata meningkatkan kandungan kation basa (K,
Na, Ca, Mg) tertukar. Selain konsentrasinya di
dalam tanah, rasio hara K, Ca, dan Mg juga
berpengaruh terhadap penyerapannya ke dalam
jaringan tanaman (Nguyen et al., 2017). Merujuk
pada nilai rasio hara (Ca/K; Ca/Mg; dan Mg/K)
seimbang untuk menghasilkan TBS sebesar 25,96
ton ha-1 tahun-1 yang masing-masing adalah 5,60-
10,10; 2,10-2,50; dan 2,10-4,50 (Ginting et al.,
2013) diketahui bahwa rasio hara Ca/Mg dan
Mg/K pada kelima lokasi tidak memenuhi kriteria
seimbang sedangkan rasio Ca/K memenuhi
kriteria seimbang pada lokasi 1, 2, dan 5 dengan
nilai berturut-turut 5,62; 7,28; dan 8,25.
Ketidakseimbangan rasio hara K, Ca, dan Mg
tersebut dapat dievaluasi lebih lanjut mengingat
bahwa rata-rata produksi TBS di lokasi penelitian
selama 9 tahun terakhir (2010-2018) adalah 17,00-
29,60-ton ha-1 tahun-1. Berdasarkan Ginting et al.
(2013), perbaikan keseimbangan rasio hara dapat
meningkatkan produksi TBS sebesar 8,51 – 61,13
%.
Faktor retensi hara (nr) terdiri atas tiga
unsur hara makro yaitu nitrogen, fosfor, dan
kalium yang berperan penting bagi pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Meski dibutuhkan
dalam jumlah banyak, ketersediaan Nitrogen di
dalam tanah rendah khususnya daerah tropis
seperti Indonesia, hal ini disebabkan suhu yang
lebih tinggi pada daerah tropis mempercepat
proses dekomposisi bahan organik (Yanai et al.,
2014). Kandungan N-total di 5 lokasi berkisar
0,09-0,15 dengan kategori sangat rendah dan
rendah. Kelas kesesuaian lahan menurut
ketersediaan N-total di lima lokasi perkebunan
sawit Desa Paya Pinang adalah S2 dan S3.
Nilai N-total dan nilai rata-rata N-total
tanah pada Tabel 2 dan 3 menunjukkan bahwa N-
total pada lokasi 3 dan 5 cenderung lebih rendah
dibanding lokasi lainnya. Pencucian oleh air,
penguapan, dan penyerapan oleh tanaman menjadi
faktor penting yang mempengaruhi kehilangan
unsur N dari dalam tanah (Patti et al., 2013 dan
Tando, 2018). Rendahnya kandungan bahan
organik tanah, kondisi lahan yang terbuka, serta
tidak adanya vegetasi penutup tanah yang
meningkatkan risiko kehilangan N akibat
penguapan dan air hujan yang mengakibatkan
rendahnya nilai N total pada lokasi 3. Rendahnya
N-total pada lokasi 5 diakibatkan tingginya
kerapatan dan keberagaman vegetasi yang
meningkatkan penyerapan N oleh tanaman.
Secara umum kandungan P tanah di lokasi
4 pada kategori P yang sangat tinggi (>60
mg/100g) sedangkan 4 lokasi lainnya termasuk ke
dalam kategori sangat rendah (<10 mg/100g).
Berdasarkan kandungan P total tanah tersebut
diperoleh bahwa kesesuaian lahan untuk kelapa
sawit berada pada kelas S1 (lokasi 4) dan S3
(lokasi 1, 2, 3, dan 5). Tingginya kandungan P
total sejalan dengan tingginya bahan organik pada
lokasi 4 yang mengindikasikan bahwa bahan
organik berperan sebagai sumber P yang
dilepaskan setelah bahan organik terdekomposisi.
Sebagai suatu unsur yang memiliki tingkat
fiksasi tinggi dengan unsur lain maka faktor utama
yang perlu diperhatikan selain kandungannya di
dalam tanah adalah ketersediaan P itu sendiri.
Secara umum, fenomena fiksasi dan pengendapan
P di tanah sangat tergantung pada pH dan jenis
tanah (Mahdi et al., 2012). Diagram hubungan pH
287
Pengaruh Sifat Tanah dan Curah Hujan Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit Pada Sistem Integrasi Sawit-
Sapi (Setia S. Girsang, Erpina D. Manurung, Sri H. Sitindaon, Khadijah E. Ramija)
dengan ketersediaan P oleh Price (2006) dalam
(Penn et al., 2019) menjelaskan bahwa
ketersediaan P tertinggi terjadi pada rentang pH 6-
7 sedangkan pada pH masam dan basa P difiksasi
oleh Fe, Al, dan Ca sehingga tidak tersedia oleh
tanaman. Berdasarkan uraian tersebut maka
kemungkin P terfiksasi terjadi di semua lokasi
dengan tindakan perbaikan terutama pada lokasi 1,
2, 3, dan 5 mengingat bahwa kriteria fiksasi P oleh
Fe dan Al adalah tinggi hingga sangat tinggi
sedangkan fiksasi C bersifat fiksasi menengah.
Kalium merupakan salah satu dari unsur
hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam
jumlah banyak. Nugroho (2015) menyebutkan
bahwa kalium di tanah berasal dari pelapukan
mineral, dekomposisi bahan organik, pemupukan,
pencucian kanopi, dan air hujan. Kandungan K
tanah di seluruh lokasi pengambilan sampel
termasuk kategori sangat tinggi (>60 mg/100g),
berdasarkan kandungan K tersebut kelas kesesuain
untuk kelapa sawit adalah S1. Kandungan K total
pada lokasi 4 sangat tinggi berkisar 3 hingga 8 kali
lipat dibanding lokasi lainnya, diduga berasal dari
hasil dekomposisi bahan organik berupa kotoran
sapi yang telah terjadi selama hampir 20 tahun.
Tingginya K total pada seluruh lokasi penelitian
dapat terjadi karena tekstur dan nilai KTK tanah.
Nursyamsi (2011) mengungkapkan bahwa pada
tanah dengan kandungan kadar liat dan KTK tanah
yang lebih tinggi diperoleh nilai K total yang lebih
rendah.
Tekstur tanah di lokasi penelitian terdiri
dari liat (lokasi 1, 2, dan 3), lempung liat berpasir
(lokasi 4), dan liat berpasir (lokasi 5). Tekstur
tersebut jika disesuaikan terhadap kriteria lahan
kelapa sawit diperoleh bahwa kelas kesesuaian
lahan di lokasi pengambilan sampel terdiri dari S1
(sangat sesuai) dengan kriteria tekstur halus, agak
halus, dan sedang serta S3 (cukup sesuai) dengan
kriteria tekstur agak kasar.
Kriteria hubungan antara bulk density dan
tekstur tanah menurut USDA 1987 dalam Nyeki et
al. (2017) diketahui bahwa nilai ideal bulk density
tanah bertekstur liat > 45% (lokasi 1, 2, dan 3) dan
liat berpasir (lokasi 5) adalah <1,10 g cm-3
sedangkan untuk tekstur lempung liat berpasir
seperti pada lokasi 4 adalah <1,40 g cm-3.
Berdasarkan kriteria tersebut, maka lokasi 1, 2, 3
dan 5 memiliki nilai bulk density yang ideal untuk
kelas teksturnya sedangkan lokasi 4 termasuk ke
dalam kriteria tidak ideal, namun masih berada di
bawah nilai bulk density yang dapat
mempengaruhi dan mengganggu pertumbuhan
akar tanaman (1,60 dan > 1,75 g cm-3).
Tabel 2. Sebaran sifat fisika dan kimia tanah perkebunan kelapa sawit Desa Paya Pinang berdasarkan lokasi
Parameter Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Lokasi 4 Lokasi 5
pH H2O 5,45 a 5,51 a 5,16 a 6,67 b 5,41 a
C-organik (%) 0,83 bc 0,65 ab 0,55 a 0,91 c 0,85 bc
N-Total (%) 0,070 0,065 0,062 0,069 0,057
C/N 11,75 ab 9,91 a 8,91 a 12,91 bc 15,50 c
BD tanah (g cm-3) 0,95 1,02 0,92 1,01 1,11
TRP (%) 63,95 61,35 65,05 61,70 57,97
WFPS (%) 84,77 70,17 76,60 82,30 79,22
Ksat (mm jam-1) 1,18 a 1,40 a 2,25 a 3,00 a 34,30 b
Liat (%) 49,66 a 54,83 b 57,75 b 58,25 b 59,58 b
Debu (%) 10,16 7,58 9,16 9,08 7,83
Pasir (%) 32,33 a 32,66 a 33,08 a 35,91 a 42,50 b
Keterangan: 1 Notasi huruf yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata menurut Uji HSD Tukey (0,05) 2 BD = Bulk density; TRP = Total Ruang Pori; WFPS = Ruang Pori Berisi Air
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol. 23, No.3, November 2020: 281-296
288
Pengaruh Lokasi dan Kedalaman Terhadap
Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Analisis pengaruh lokasi dan kedalaman
tanah dilakukan terhadap sifat fisik dan kimia
tanah meliputi bobot isi (bulk density), total ruang
pori, ruang pori berisi air, laju infiltrasi (Ksat),
tekstur, pH, kandungan C-organik, N total, dan
nilai C/N tanah. Hasil analisis menunjukkan
bahwa lokasi berpengaruh nyata terhadap
parameter pH, C-organik, nilai C/N, laju infiltrasi,
kandungan liat dan kandungan pasir tanah (Tabel
2) sedangkan kedalaman hanya berpengaruh nyata
terhadap parameter kandungan C-organik, N total,
kandungan liat, dan kandungan pasir tanah (Tabel
3).
Nilai rata-rata pH tanah berdasarkan lokasi
seperti yang ditampilkan pada Tabel 2 berkisar
antara 5,16–6,67 dengan kriteria masam dan
netral. Kedalaman tidak berpengaruh nyata
terhadap pH dengan nilai rata-rata berkisar antara
5,37-5,83 pada kriteria masam dan agak masam
(Tabel 3).
Asam organik yang dihasilkan dari proses
dekomposisi kotoran ternak dan serasah tanaman
yang telah berlangsung selama 20 tahun. Berbeda
dengan kedalaman yang mengalami penurunan pH
seiring peningkatan kedalaman tanah yang sama
dengan pola kandungan bahan organik tanah.
Artinya ketersediaan bahan organik di lapisan
tanah di atas berkontribusi terhadap peningkatan
pH tanah. Terjadinya peningkatan pH tanah oleh
bahan organik dari sumbangan dari gugus
fungsional asam-asam organik seperti gugus
karboksil (COOH-) dan hidroksil (OH) yang
berakibat terjadinya Al yang dapat ditukarkan.
Peningkatan pH dan penurunan Al-dd terjadi
karena adanya peran gugus karboksil (COO-) dan
muatan negatif asam humat serta fenolat (OH-)
mengurangi kelarutan dan mencegah terjadinya
hidrolisis Al dengan membentuk khelat atau
senyawa kompleks (Herviyanti et al., 2012).
Penurunan kelarutan hara mikro Al dan Fe serta
peningkatan hara makro seperti P dan K pada
kondisi pH mendekati netral (Hidayanto et al.,
2014).
Hasil analisis menunjukkan bahwa lokasi
berpengaruh nyata terhadap kandungan C-organik
tanah dengan nilai rata-rata berkisar antara 0,55 –
0,91% (Tabel 2). Nilai rata-rata kandungan C-
organik tanah tertinggi pada lokasi 4 berbeda
nyata dengan lokasi 2 dan 3. Berdasarkan
kedalaman, nilai C-organik tertinggi pada
kedalaman 0-20 cm dan menunjukkan berbeda
nyata dengan 5 kedalaman lainnya. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin dalam lapisan tanah
maka kandungan C-organik tanah juga ikut
menurun. Kandungan bahan organik terakumulasi
pada lapisan tanah bagian atas (Rahmah et al.,
2014) dan terjadi penurunan pada horizon A, B, C,
dan R (Rumpel dan Kogel-Knabner, 2011).
Tabel 3. Sebaran sifat fisika dan kimia tanah perkebunan kelapa sawit Desa Paya Pinang berdasarkan kedalaman (0-
120 cm)
Parameter 0-20 20-40 40-60 60-80 80-100 100-120
pH H2O 5,83 5,74 5,67 5,56 5,37 5,66
C-organik (%) 1,42 d 0,93 c 0,73 bc 0,58 ab 0,50 ab 0,39 a
N-Total (%) 0,110 d 0,086 c 0,065 b 0,048 a 0,039 a 0,038 a
C/N 12,10 10,70 11,80 12,40 13,10 10,70
BD tanah (g cm-3) 1,02 0,87 0,90 0,90 0,94 0,94
TRP (%) 61,52 67,08 66,18 66,18 64,40 64,46
WFPS (%) 65,90 88,92 75,00 90,00 80,30 92,30
Liat (%) 48,70 a 53,00 ab 58,90 c 60,10 c 58,50 c 56,90 bc
Debu (%) 9,20 10,30 8,30 8,50 7,90 8,40
Pasir (%) 42,10 c 36,60 b 32,90 ab 31,60 a 33,30 ab 35,30 ab
Keterangan: 1 Notasi huruf yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata menurut Uji HSD Tukey (0,05) 2 BD = Bulk density; TRP = Total Ruang Pori; WFPS = Ruang Pori Berisi Air
289
Pengaruh Sifat Tanah dan Curah Hujan Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit Pada Sistem Integrasi Sawit-
Sapi (Setia S. Girsang, Erpina D. Manurung, Sri H. Sitindaon, Khadijah E. Ramija)
Pemupukan N yang dilakukan pada tanaman
perkebunan dapat mempercepat proses
dekomposisi bahan organik. Hal ini didukung oleh
Akbar (2016) bahwa ketersediaan nitrogen
sebagai sumber energi meningkatkan aktivitas
mikroba tanah yang berperan dalam proses
dekomposisi bahan organik dan mineralisasi unsur
hara.
Lokasi tidak berpengaruh nyata terhadap N
total tanah, namun kedalaman menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap kandungan
N-total tanah (Tabel 2 dan 3). Rendahnya
kandungan N total di kelima lokasi penelitian
diakibatkan tingginya tingkat kehilangan N dari
dalam tanah baik karena pemanfaatan oleh
tanaman dan mikroorganisme, pencucian
(leaching), maupun penguapan. N total memiliki
pola sama dengan C organik yaitu mengalami
penurunan pada lapisan tanah yang semakin
dalam. Pola tersebut menggambarkan bahwa
adanya input bahan organik ke dalam tanah
berkorelasi positif terhadap peningkatan nilai N
total tanah. N organik yang dihasilkan dari
dekomposisi bahan organik harus melalui proses
mineralisasi sehingga dapat diserap oleh tanaman.
Kontribusi peningkatan ketersediaan N melalui
proses mineralisasi lebih cepat terjadi pada tanah-
tanah dengan kesuburan tanah yang tinggi
(Wijanarko et al., 2012) dan kelembaban tinggi
(Girsang et al. 2019).
Hasil analisis menunjukkan bahwa baik
lokasi maupun kedalaman tanah tidak
memberikan perbedaan nilai yang signifikan
terhadap jumlah total ruang pori tanah (Tabel 2
dan 3). Nilai rata-rata total ruang pori menurut
lokasi berkisar antara 57,97-65,05% sedangkan
menurut kedalaman berkisar antara 61,52-67,08%.
Semakin tinggi total ruang pori maka bobot isi
(BD) tanah semakin rendah, begitu juga
sebaliknya. Harists et al. (2017) menyatakan
bahwa nilai total ruang pori berbanding terbalik
dengan nilai bobot isi (BD) tanah. Selain
kepadatan tanah, tekstur juga dapat dijadikan
sebagai acuan jumlah total ruang pori di dalam
tanah.
Tabel 2 memperlihatkan bahwa secara
umum dominasi tekstur pasir pada lokasi
penelitian memberikan nilai total ruang pori yang
lebih kecil. Lokasi 5 dengan kandungan pasir yang
lebih tinggi (42,50 %) dibanding lokasi lainnya
memberikan nilai total ruang pori lebih kecil yaitu
57,97%. Hal tersebut diakibatkan pasir memiliki
ukuran pori yang lebih besar dibanding tekstur
lainnya. Parasayu et al. (2016) menegaskan bahwa
banyaknya kandungan pasir pada suatu tanah akan
menghasilkan total ruang pori lebih kecil
meskipun memiliki pori-pori makro lebih besar.
Girsang et al. (2020) menyatakan bahwa ruang
pori berisi air berbanding terbalik dengan tekstur
pasir dan proses nitrifikasi dan denitrifikasi.
Nilai rata-rata hidrolik konduktivitas jenuh
tanah (Ksat) pada lima lokasi bervariasi dengan
rentang nilai 1,18 – 34,30 mm jam-1. Nilai rata-rata
hidrolik konduktivitas jenuh tanah (Ksat) tertinggi
(34,30 mm jam-1) terdapat pada lokasi 5 (lahan
tanpa penggembalaan. Besarnya nilai berat isi
tanah pada lokasi 5 (1,10 gr cm-3) berpengaruh
terhadap tingginya nilai hidrolik konduktivitas
jenuh tanah di lokasi tersebut.
Berdasarkan Girsang et al. (2019) Ksat
berbanding lurus dengan kandungaan pasir tanah
namun berbanding terbalik dengan produksi.
Untuk lokasi penggembalaan dan daerah kandang
yang sudah diusahakan >10 tahun dengan populasi
sapi setiap musimnya >200, daya infiltrasi air
semakin menurun dengan kisaran 0,36-7,20 mm
jam-1. Menurut Taddese et al. (2002), laju infiltrasi
dan kadar air tanah lebih baik di lahan yang tidak
digembalakan khususnya pada lahan-lahan yang
mengandung liat tinggi. Tanah menjadi lebih
padat oleh ternak yang terinjak-injak selama
musim hujan. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa intensitas penggembalaan secara signifikan
meningkatkan kepadatan tanah, pH, rasio tajuk
akar dan nitrogen tersedia namun menurunkan C-
organik, N-total, P-total, total S, kadar air tanah,
total biomassa dan jumlah biomassa baik di atas
maupun di bawah permukaan tanah (Steffens et
al., 2008; Li et al., 2018; dan Hao dan He, 2019).
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol. 23, No.3, November 2020: 281-296
290
Tabel 2 dan 3 menunjukkan bahwa lokasi
dan kedalaman tidak berpengaruh nyata terhadap
nilai rata-rata bulk density tanah. Berdasarkan
lokasi, nilai bulk density tanah tertinggi terdapat
pada lokasi 5 dengan nilai 1,11 g cm-3 sedangkan
berdasarkan kedalaman, nilai bulk density
tertinggi diperlihatkan pada kedalaman tanah 0-20
cm. Tingginya nilai bulk density pada lokasi 5 dan
kedalaman tanah 0-20 cm didukung karakter fisik
tanah yang sama yaitu berpasir. Tanah dengan
tekstur kasar seperti pasir menghasilkan total
ruang pori yang lebih sedikit dan nilai bulk density
yang lebih besar, hal ini sesuai dengan pernyataan
Patiung et al. (2011) bahwa tekstur/struktur tanah
yang menciptakan banyak ruang pori akan
menghasilkan bulk density yang lebih rendah.
Hasil analisis menunjukkan bahwa lokasi
dan kedalaman berpengaruh nyata terhadap
tekstur tanah terutama untuk persentase partikel
liat dan pasir tanah. Berdasarkan Tabel 2, nilai
rata-rata persentase liat di kelima lokasi berkisar
antara 49,66 – 59,58%, nilai rata-rata terendah
pada lokasi 1 berbeda nyata dengan keempat
lokasi lainnya.
Menurut kedalaman tanah, nilai rata-rata
tekstur terendah pada kedalaman 0-20 cm tidak
berbeda nyata dengan nilai pada kedalaman 20-40
cm namun berbeda nyata dengan nilai pada
kedalaman lainnya (60-80 cm). Persentase liat
pada 6 kedalaman berkisar antara 31,60 – 42,10%
dengan nilai tertinggi terdapat pada kedalaman 0-
20 cm dan berbeda nyata dengan nilai rata-rata
pada 5 kedalaman lainnya (80-100 cm). Pada
lokasi 5 dapat dilihat bahwa tingginya kandungan
pasir sebanding dengan tinggginya nilai bobot isi
(BD) yang diperoleh. Girsang et al. (2019)
menyatakan bahwa adanya korelasi negatif (P
<0,001) antara produksi dengan BD dan
kandungan pasir tanah.
Hubungan Curah Hujan, Sifat Tanah, dan
Produksi
Total curah hujan terkait langsung (P <0,05)
dengan hasil kelapa sawit. Lokasi 5 menunjukkan
hubungan negatif antara curah hujan dengan
lokasi tanpa penggembalaan (Tabel 4). Hal ini
berkaitan erat dengan sifat fisika tanah yaitu Ksat
tertinggi pada lokasi 5 (34,33 mm jam-1) dengan
kandungan pasir tertinggi (42,50%). Daya pegang
Tabel 4. Pearson korelasi koefisien antara produksi, curah hujan, serta fisika dan kimia tanah pada 2010-2019 (parameter
tanah diukur pada 2018 untuk 3 kali pengamatan di 51,65 ha di Perkebunan Desa Paya Pinang, Sumatera Utara)
Parameter Produksi BD Ksat C-Org
Lok
1-3
Lok 4 Lok 5 Lok
1-3
Lok 4 Lok 5 Lok
1-3
Lok 4 Lok 5 Lok
1-3
Lok 4 Lok 5
Tot. CH 0,31 0,44 -0,78* 0,11 0,05 -0,55 0,00 0,18 0,22 -0,22 -0,06 -0,22
Produksi
Lok 1-3 0,58 0,03 0,01 0,28 0,05 0,09 -0,18 -0,04 -0,06 0,24 -0,06
Lok 4 -0,50 0,39 0,04 0,39 0,14 0,26 -0,27 0,10 0,05 0,10
Lok 5 -0,53 0,15 -0,01 -0,06 -0,51 0,00 -0,02 -0,23 -0,02
BD
Lok 1-3 0,39 -0,02 0,34 0,33 0,21 0,20 0,20 0,17
Lok 4 0,67 0,55 -0,50 -0,27 -0,26 0,31 0,39
Lok 5 0,66 0,56 0,93** -0,33 0,88** 0,11
Ksat
Lok 1-3 0,08 0,65 0,22 0,25 -0,24
Lok 4 0,18 0,00 0,00 0,06
Lok 5 0,17 0,87** 0,29
*, **, dan *** menunjukkan signifikansi masing-masing pada tingkat probabilitas 0,05, 0,01, dan 0,001
total curah hujan harian per tahun untuk 2010-2019; produksi kelapa sawit per blok; C-organik tanah pada tahun 2018
berdasarkan lokasi (total curah hujan dalam mm; hasil dalam t ha-1; BD dalam g cm-3; Ksat dalam mm h-1; dan C-Org
dalam%)
291
Pengaruh Sifat Tanah dan Curah Hujan Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit Pada Sistem Integrasi Sawit-
Sapi (Setia S. Girsang, Erpina D. Manurung, Sri H. Sitindaon, Khadijah E. Ramija)
tanah terhadap air akan menurun pada lahan-lahan
berpasir (Girsang et al., 2019) dan berdampak
pada penurunan produksi kelapa sawit.
Berdasarkan Rhebergen et al. (2016) defisit air
tahunan merupakan faktor pembatas pada
produksi kelapa sawit. Woittiez et al. (2017)
produksi kelapa sawit hanya 2/3 dari potensi
produksi jika terjadi kekurangan air > 400 mm
tahun-1 dan bervariasi tergantung pada faktor iklim
lain yang menyertainya. Carr (2011) menetapkan
bahwa setiap peningkatan 100 mm defisit air maka
terjadi penurunan produksi 10%.
BD pada lokasi 5 berkaitan (P <0,01)
dengan Ksat pada lokasi 5 dan dan C-org lokasi 4.
Ksat dan bahan organik dapat digunakan sebagai
variasi tinggi/rendahnya kandungan hara tanah
(Centeno et al., 2020). Semakin rendah kandungan
bahan organik pada tanah berpasir maka semakin
tinggi infiltrasi (Patle et al., 2018), bahan organik
ini merupakan fitur penting karena
menghubungkan dengan bahan infiltrasi dan
penyimpanan air (Franzluebbers, 2002).
Ksat di lokasi 5 terkait (P <0,01) dengan C-
Org di lokasi 4. Ksat yang tinggi berkaitan positif
dengan sumbangan bahan organik dari lokasi 4
yang merupakan kandang sapi 20 tahun. Husnain
dan Nursyamsi (2015) menyebutkan bahwa bahan
organik dapat memperbaiki sifat fisika, kimia, dan
biologi tanah.
KESIMPULAN
Integrasi sawit sapi di lahan Desa Paya
Pinang masih dalam skala semi intensif. Simbiosis
mutualisme ditemukan pada konsep ini karena
peternak dapat menggembalakan sapinya dan
sumber pakan yang berasal dari lahan perkebunan
sementara pihak perkebunan menerima
keuntungan berupa kebersihan lahan dan hara dari
kotoran sapi. Kelas kesesuaian lahan kategori S3
(sesuai marginal) dapat ditingkatkan ke S2 dengan
penambahan bahan organik dalam memperbaiki
sifat kimia dan fisika tanah.
Berdasarkan lokasi, kandang memiliki
kandungan sifat kimia tanah ideal yang bersumber
dari kotoran sapi serta didukung rata-rata produksi
tertinggi sebesar 29,6-ton ha-1. Hal ini didukung
hasil analisis tanah berdasarkan kedalaman,
lapisan olah tanah (0-20 cm) memiliki kandungan
hara yang tinggi.
Terdapat korelasi negatif antara curah hujan
dengan produksi, BD, dan C-org tanah namun
berkorelasi positif dengan Ksat tanah. Korelasi
positif antara BD, Ksat dengan C-org tanah yang
saling memberikan kontribusi positif serta
berdampak bagi produksi kelapa sawit. Sistem
penggembalaan khusus atau dikandangkan adalah
alternatif dalam integrasi sawit-sapi dalam
menjaga kelestarian tanah dan produktivitas
kelapa sawit yang berkelanjutan. Hasil sampingan
sapi berupa kotoran dapat diaplikasikan ke tanah
yang berfungsi memperbaiki sifat fisika dan kimia
tanah serta produktivitas kelapa sawit.
UCAPAN TERIMA KASIH
Keempat penulis merupakan kontributor
utama dalam publikasi ini. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Sumatera Utara atas dukungan
dalam penyelesaian dan publikasi kegiatan
integrasi sawit-sapi di Sumatera Utara.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, F.T., M. Utomo, dan Sarno. 2016.
Pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan
nitrogen jangka panjang terhadap efisiensi
serapan nitrogen pada tanaman padi gogo
(Oryza sativa L.) tahun ke-27 di lahan
Politeknik Negeri Lampung, J. Agrotek
Tropika, 4(1): 75 – 80.
Badan Pusat Statistik [BPS]. 2019. Statistik kelapa
sawit Indonesia. Badan Pusat Statistik
Indonesia, Jakarta.
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol. 23, No.3, November 2020: 281-296
292
Behera, S.K., K. Suresh, B.N. Rao, R.K. Mathur,
A.K. Shukla, K. Manorama, K.
Ramachandrudu, P. Harinarayana, dan C.
Prakash. 2015. Spatial variability of some
soil properties varies in oil palm (Elaeis
guineensis Jacq.) plantations of west
coastal area of India. Solid Earth, 7: 979–
993. www.solid-earth.net/7/979/
2016/doi:10.5194/se-7-979-2016.
Benny, W.P., E.T.S. Putra, dan Supriyanta. 2015.
The productivities responses of oil palms
(Elaeis guineensis Jacq.) to variation of
climate elements. Vegetalika, 4(4): 21-34.
Carr, M.K.V. 2011. The water relations and
irrigation requirements of oil palms (Elaeis
Guineensis): A review. Experimental
Agriculture, 47(4): 629-652.
DOI: https://doi.org/10.1017/S0014479711
000494.
Centeno, L.N., L.C. Timm, K. Reichardt, S.
Beskow, T.L. Caldeira, L.M.D. Oliveira,
LMD, dan O. Wendroth. 2020. Identifying
regionalized co-variate driving factors to
assess spatial distributions of saturated soil
hydraulic conductivity using multivariate
and state-space analyses. Catena, 19:
104583.
Darlita, R.R., B. Joy, dan R. Sudirja. 2017.
Analisis beberapa sifat kimia tanah
terhadap peningkatan produksi kelapa sawit
pada tanah pasir di perkebunan kelapa sawit
Selangkun. Jurnal Agrikultura, 28(1): 15-
20.
Dobermann, A., H. Langner, H. Mutcher, J.E.
Yang, E.O. Skogley, M.A. Adviento, dan
M.F. Pampolino. 1994. Nutrient
adsortption kinetics of ion exchange resin
capsules: A study with soils of international
origin. Commun. Soil Sci. Plant Anal., 25
(9&19): 1329-1353.
Edwina, S., J. Yusri, Yusmini, dan E. Maharani.
2019. Kajian perbandingan produktivitas
dan pendapatan perkebunan pola sistem
integrasi sapi dan kelapa sawit (Siska)
dengan perkebunan tanpa pola siska di
Kabupaten Siak. Jurnal Pemikiran
Masyarakat Ilmiah Berwawasan
Agribisnis, 5(1): 90-103.
Franzluebbers, A.J. 2002. Water infiltration and
soil structure related to organic matter and
its stratification with depth. Soil and Tillage
Research, 66(2):197-205, DOI: 10.1016/
S0167-1987(02)00027-2.
Ginting, E.N, A. Sutandi, B. Nugroho, dan L.T.
Indriyati. 2013. Rasio dan kejenuhan hara
K, Ca, Mg di dalam tanah untuk tanaman
kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). J.
Tanah Lingk., 15(2): 60-65.
Girsang, S.S., T.Q. Correa Jr, J.R. Quilty, P.B.
Sanchez, dan R.J. Buresh. 2020. Soil
aeration and relationship to inorganic
nitrogen during aerobic cultivation of
irrigated rice on a consolidated land parcel.
Soil and Tillage Research, 202(2020):
104647.
Girsang, S.S., J.R. Quilty, T.Q. Correa Jr, P.B.
Sanchez, dan R.J. Buresh. 2019. Rice yield
and relationships to soil properties for
production using overhead sprinkler
irrigation without soil submergence.
Geoderma, 352(2019): 277-288.
Gunawan, N., Wijayanto, dan S.W.R. Budi. 2019.
Karakteristik sifat kimia tanah dan status
kesuburan tanah pada agroforestri tanaman
sayuran berbasis Eucalyptus Sp. Jurnal
Silvikultur Tropika, 10 (2):63-69.
Hao, Y. dan Z. He. 2019. Effects of grazing
patterns on grassland biomass and soil
environments in China: A meta-analysis.
PLoS ONE 14(4): e0215223.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.02152
23.
Harun, M.H., A.T. Mohammad, M.R. Noor, A.K.
Din, J. Latiff, A.R. Sani, dan R. Abdullah.
2010. Impact of El-Nino occurrence on oil
palm yield in Malaysia. The Planter,
86(1017): 837-852.
293
Pengaruh Sifat Tanah dan Curah Hujan Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit Pada Sistem Integrasi Sawit-
Sapi (Setia S. Girsang, Erpina D. Manurung, Sri H. Sitindaon, Khadijah E. Ramija)
Harist, A., Wawan, dan Wardati. 2017. Sifat fisik
tanah dan pertumbuhan tanaman karet
(Hevea brasiliensis Muell. Arg) pada
beberapa kondisi penutupan lahan dengan
Mucuna bracteates. JOM Faperta UR,
47(2):1-14.
Herviyanti, F., Ahmad, R. Sofyani, Darmawan,
Gusnidar, dan A. Saidi. 2012. Pengaruh
pemberian bahan humat dari ekstrak
batubaramuda (Subbituminus) dan pupuk P
terhadap sifat kimia Ultisol sertap roduksi
tanaman jagung (Zea mays L.). J. Solum,
IX (1):15-24.
Hidayanto, M., W.A. Heru, dan F. Yossita. 2004.
Analisis tanah tambak sebagai indikator
tingkat kesuburan tambak. Jurnal
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
Pertanian, 7(2): 180-186.
Hillel, D. 2004. Introduction to environmental soil
physics. Elsevier Academic Press,
Amsterdam, 494 pp, hardback, ISBN 0‐12‐
348655‐6.
Husnain dan D. Nursyamsi. 2015. Peranan bahan
organik dalam sistem integrasi sawit-sapi.
Jurnal Sumberdaya Lahan, 9(1) Juli 2015:
27-36
Iqbal, J., J.A. Thomasson, J.N. Jenkins, P.R.
Owens, dan F.D. Whisler. 2005. Spatial
variability analysis of soil physical
properties of Alluvial soils. Soil Science
Society of America Journal, 69:1338–1350.
Doi:10.2136/sssaj 2004.0154.
Jenny, H. 1941. Factors of soil formation: a system
of quantitative pedology. Dover
Publications, New York, 281 p.
Juita, E., A.Z.P. Ulni, dan Dasrizal. 2018. Analisis
erosi tebing dan konservasi lahan berbasis
kearifan lokal di Nagari Sungai Sariak,
Jurnal Spasial, 1(5):18-23.
Kamil, N.N. dan S.F. Omar. 2016. Climatic
considerations which support the choice
between natural rubber and oil palm in
Nakhon Si Thammarat, Southern Thailand,
Oil Palm Industry Economic Journal,
16(1):18-30.
Li, G., Z. Zhang, L. Shi, Y. Zhou, M. Yang, J. Cao,
S. Wu, dan G. Lei. 2018. Effects of
different grazing intensities on soil C, N,
and P in an Alpine Meadow on the
Qinghai—Tibetan Plateau, China. Int J
Environ Res Public Health, 15(11): 2584.
Liferdi, L. 2010. Efek pemberian fosfor terhadap
pertumbuhan dan status hara pada bibit
manggis. J. Hort., 20(1):18-26.
Linn, D.M. dan J.W. Doran. 1984. Effect of water-
filled pore space on carbon dioxide and
nitrous oxide production in tilled and
nontilled soils. Soil Sci. Soc. Am. J., 48,
1267–1272.
Https://doi.org/10.2136/sssaj1984.0361599
5004800060013x.
Mahdi, S.S., M.H. Dar, M.A. Talat, dan A. Hamid.
2012. Soil phosphorus fixation chemistry
and role of phosphate solubilizing bacteria
in enhancing its efficiency for sustainable
cropping: A review. Journal of Pure and
Applied Microbiology, 6(4):1905-1911.
Maiti, S.K. 2013. Ecorestoration of the coalmine
degraded land (Eds.). Springer Publishers,
India. p. 3-20.
Matondang, R.S. dan C. Talib. 2015. Model
pengembangan sapi Bali dalam usaha
integrasi di perkebunan kelapa sawit.
Wartazoa, 25 (3):147-157.
Nugroho, P.A. 2015. Dinamika hara kalium dan
pengelolaannya di perkebunan karet. Warta
Perkaretan, 34(2): 89-102.
Nurmegawati, Iskandar, dan Sudarsono. 2019.
Effects of bottom ash and cow manure
compost on chemical properties of soil at
new-established rice field, Sains Tanah.
Journal of Soil Science and
Agroclimatology, 16(1):1-12.
Nursyamsi, D. 2011. Mekanisme pelepasan K
terfiksasi menjadi tersedia bagi
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol. 23, No.3, November 2020: 281-296
294
pertumbuhan tanaman pada tanah-tanah
yang didominasi smektit. Jurnal
Sumberdaya Lahan, 5(2):61-74.
Nursyamsi, D., K. Idris, S. Sabiham, D.A.
Rachim, dan A. Sofyan. 2007. Dominant
soil characteristics that effect on available
K at smectitic soils. Jurnal Tanah dan Iklim
No. 26/2007, ISSN 1410-7255.
Nguyen, H.H., S. Maneepong, dan P.
Suraninpong. 2017. Effects of potassium,
calcium, and magnesium ratios in soil on
their uptake and fruit quality of pummelo.
Journal of Agricultural Science, 9(12):110-
121.
Nyéki, A., G. Milics, A.J. Kovács, dan M.
NeMéNyi. 2017. Effect of soil compaction
on cereal yield: a review. Cereal Research
Communications, 45(1):1–22.
Patti, P.S., E. Kaya, dan C.H. Silahooy. 2013.
Analisis status nitrogen tanah dalam
kaitannya dengan serapan N oleh tanaman
padi sawah di Desa Waimital, Kecamatan
Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat.
Agrologia, 2(1):51-58.
Parasayu, K.S., K.S. Wicaksono, dan M. Munir.
2016. Pengaruh sifat fisik tanah terhadap
jamur akar putih pada tanaman karet. Jurnal
Tanah dan Sumberdaya Lahan, 3(2):359-
364.
Patiung, O., N. Sinukaban, S.D. Tarigan, dan D.
Darusman. 2011. Pengaruh umur reklamasi
lahan bekas tambang batubara terhadap
fungsi hidrologis. J. Hidrolitan, 2(2):60-73.
Patle, G.T., T.T. Sikar, K.S. Rawat, dan S.K.
Singh. 2018. Estimation of infiltration rate
from soil properties using regression model
for cultivated land. Geology, Ecology, and
Lanscapes, 3(2): 1-13.
https://doi.org/10.1080/24749508.2018.14
81633.
Penn, C.J. dan J.J. Camberato. 2019. A critical
review on soil chemical processes that
control how soil pH affects phosphorus
availability to plants. Agriculture:18 p.
Price, G. 2006. Australian soil fertility manual;
fertilizer industry federation of Australia,
Inc. & CSIRO: Collingwood, Australia.
Rahmah, S., Yusran, dan H. Umar. 2014. Sifat
kimia tanah pada berbagai tipe penggunaan
lahan di Desa Bobo Kecamatan Palolo
Kabupaten Sigi. Warta Rimba, 2(1): 88-95.
Rao, N.B., K. Suresh, S.K. Behera, K.
Ramachandrudu, dan K. Manorama. 2014.
Nutrient management in oil palm.
Technical Bulletin, DOPR, Pedavegi,
Andhra Pradesh, India. p. 1–24.
Reynolds, W.D., D.E. Elrick, E.G. Youngs, dan A.
Amoozegar. 2002. Field methods (vadose
and saturated zone techniques). In: Dane,
J.H., Topp, G.C. (Eds.), Methods of Soil
Analysis: Part 4 Physical Methods. Soil Sci.
Am. Book Series 5.4. SSSA, Madison, WI,
USA. pp. 817–843.
https://doi.org/10.2136/sssabookser5.4.c32
.
Rhebergen, T., T. Fairhurst, S. Zingore, M. Fisher,
T. Oberthur, dan A. Whitbread. 2016.
Climate, soil, and land-use based land
suitability evaluation for oil palm
production in Ghana. European Journal of
Agronomy, 81(2016): 1-14.
Ritung, S., K. Nugroho, A. Mulyani, dan E.
Suryani. 2011. Petunjuk teknis evaluasi
lahan untuk komoditas pertanian (Edisi
Revisi). Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan
Pertanian, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Bogor. 168 p.
Romelah, S., A. Niswati, Tugiyono, dan Dermiyat.
2017. Improvement of physical and
chemical soil quality of oil palm plantation
through Integrated farming system of oil
palm to achieve sustainable agriculture. J
Trop Soils, 22(2):113-123.
295
Pengaruh Sifat Tanah dan Curah Hujan Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit Pada Sistem Integrasi Sawit-
Sapi (Setia S. Girsang, Erpina D. Manurung, Sri H. Sitindaon, Khadijah E. Ramija)
Rumpel, C. dan I. Kogel-Knabner. 2011. Deep soil
organic matter-a key but poorly understood
component of terrestrial C cycle. Plant Soil,
(2011) 338:143–158. DOI 10.1007/s11104-
010-0391-5.
Safriani, S., D.S. Jayanti, dan Syahrul. 2017.
Pengendalian erosi secara vegetatif
menggunakan rumput pait (Axonopus
compressus) dan rumput alang-alang
(Imperata cylindrica) pada tanah Ordo
Ultisols. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Pertanian Unsyiah, 2(2):396-403.
Saptiningsih, E. dan S. Haryanti. 2015.
Kandungan selulosa dan lignin berbagai
sumber bahan organik setelah dekomposisi
pada tanah Latosol. Buletin Anatomi dan
Fisiologi, 23(2):34-42.
Sarkar, M.S.K., R.A. Begum, dan J.J. Pereira.
2020. Impacts of climate change on oil
palm production in Malaysia.
Environmental Science and Pollution
Research. ISSN 0944-1344. DOI
10.1007/s11356-020-07601-1.
Sarminah, S., F.S. Prititania, dan Karyati. 2018.
Pengaruh keragaman vegetasi terhadap laju
erosi. Jurnal AGRIFOR, 17(2):355-368.
Sembiring, I.S., Wawan, dan M.A. Khoiri. 2015.
Sifat kimia tanah Dystrudepts dan
pertumbuhan akar tanaman Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.) yang diaplikasi
mulsa organik Mucuna bracteates. JOM
Faperta, 2(2):11 p.
Siregar, K.R.F. 2014. Analisa harga pokok tandan
buah segar (TBS) tanaman kelapa sawit di
PT. PD Paya Pinang, Kebun Paya Piang,
Kabupaten Serdang Bedagei. Skripsi
Program Studi Agribisnis. Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Steffens, M., A. Kolbi, K.U. Totsche, dan I.
Kogel-Knabner. 2008. Grazing effects on
soil chemical and physical properties in a
semiarid steppe of Inner Mongolia (PR
China). Geoderma, 143:63-72.
DOI: 10.1016/j.geoderma.2007.09.004.
Sudaryono. 2009. Tingkat kesuburan tanah Ultisol
pada lahan pertambangan Batubara
Sangatta, Kalimantan Timur. Jur. Tek Ling,
10(3): 337 – 346.
Taddese, G., M.A.M. Saleem, A. Abyie, dan A.
Wagnew. 2002. Impact of grazing on plant
species richness, plant biomass, plant
attribute, and soil physical and hydrological
properties of Vertisol in East African
Highlands. Environmental Management,
29(2): 279–289.
Tando, E. 2018. Review: Upaya efisiensi dan
peningkatan ketersediaan nitrogen dalam
tanah serta serapan nitrogen pada tanaman
padi sawah (Oryza sativa L.). Buana Sains,
18(2):171 – 180.
Unjan, R., A. Nissapa, dan R. Shiarawipa. 2017.
Climatic considerations which support the
choice between natural rubber and oil palm
in Nakhon Si Thammarat, southern
Thailand. Kasetsart Journal of Social
Sciences, 38(3): 273-281.
USDA. 1987. Soil mechanics level I, Module 3 –
USDA textural soil classification. study
guide. USDA, Soil Conservation Service,
Stillwater, OK, USA.
Wassmann, R., S.V.K. Jagadish, S. Heuer, A.
Ismail, E. Redona, R. Serraj, R.K. Singh, G.
Howell, H. Pathak, dan K. Sumfleth. 2009.
Climate change affectingrice production:
The physiological and agronomic basis for
possible adaptation strategies. Adv. Agron,
101, 59–122.
Wijanarko, A., B.H. Purwanto, D. Shiddieq, dan
D. Indradewa. 2012. Pengaruh kualitas
bahan organik dan kesuburan tanah
terhadap mineralisasi nitrogen dan serapan
N oleh tanaman ubikayu di Ultisol. J.
Perkebunan & Lahan Tropika, 2(2): 1-14.
Woittiez, L.S., M.T.V. Wijk, M. Slingerland,
M.V. Noordwijk, dan K.E. Giller. 2017.
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol. 23, No.3, November 2020: 281-296
296
Yield gaps in oil palm: A. quantitative
review of contributing factors. European
Journal of Agronomy, 83(2017): 57-77.
Yanai, J., T. Omoto, A. Nakao, K. Koyama, A.
Hartono, dan S. Anwar. 2014. Evaluation of
nitrogen status of agricultural soils in Java,
Indonesia. Soil Science and Plant Nutrition,
60(2): 188-195.