16
281 Pengaruh Sifat Tanah dan Curah Hujan Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit Pada Sistem Integrasi Sawit- Sapi (Setia S. Girsang, Erpina D. Manurung, Sri H. Sitindaon, Khadijah E. Ramija) PENGARUH SIFAT TANAH DAN CURAH HUJAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI Setia S. Girsang, Erpina D. Manurung, Sri H. Sitindaon, Khadijah E. Ramija Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara Jl. Jenderal Besar A.H. Nasution No.1 B, Pangkalan Masyhur, Kec. Medan Johor, Kota Medan, Sumatera Utara 20143 Email: [email protected] ABSTRACT The Effect of Soil and Rainfall Properties On Oil Palm Productivity In the Oil Palm-Beef Cattle Integration System. The objective is to determine the effect of soil properties and rainfall on oil palm productivity. The study was conducted in Paya Pinang Village (302'45 "N and 98018'59" E at 80.3 meter above sea level) in September-December 2018. The study compared the nature of the land between different land uses, followed by the one-way ANOVA test and the Tukey HSD test at a significance level of 5% and the Pearson correlation coefficient. The treatment consisted of 5 grazing types namely 10-year grazing; 15-years grazing; road to the cage; 20 years’ cage; and without grazing with a depth of 0-20 cm; 20-40 cm; 40-60 cm; 60-80 cm; 80-100 cm; and 100-120 cm with 4 replications. The results showed that rainfall was negatively correlated (P <0,05) with oil palm production while soil density (BD) was positively correlated (P <0,01) with Ksat and C-org, likewise Ksat was positively correlated (P <0, 01) with C-Org. This study indicate that soil compaction is one of the problems arising from oil palm-cattle integration on a semi-intensive scale. This integration is optimum when livestock are penned or in a special area that can reduce the impact on soil physical properties, oil palm production, and simplify the cattle management. A byproduct cow manure is able to improve the physical and chemical properties of the soil such as soil nutrient balance, to reduce the rate of infiltration, and to increase soil water storage. Keywords: oil palm, soil characteristics, rainfall, productivity ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sifat tanah dan curah hujan terhadap produktivitas kelapa sawit pada sistem integrasi sawit-sapi. Penelitian dilakukan di Desa Paya Pinang (3 0 2'45 "N dan 98 0 18'59" E pada 80,3 meter di atas permukaan laut) pada periode September-Desember 2018. Penelitian membandingkan sifat tanah antara penggunaan lahan yang berbeda, dilanjutkan dengan uji ANOVA satu arah dan uji HSD Tukey pada tingkat signifikansi 5% sedangkan koefisien korelasi Pearson menggunakan STAR. Perlakuan terdiri dari 5 (lima) tipe penggembalaan yaitu penggembalaan 10 tahun; penggembalaan 15 tahun; jalan ke kandang; kandang 20 tahun; dan tanpa penggembalaan dengan kedalaman masing-masing 0-20 cm; 20-40 cm; 40-60 cm; 60-80 cm; 80-100 cm; dan 100-120 cm dengan 4 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa curah hujan berkorelasi negatif (P <0,05) dengan produksi kelapa sawit sedangkan kepadatan tanah (BD) berkorelasi positif (P <0,01) dengan laju infiltrasi tanah (Ksat) dan C-org khususnya pada lahan yang memiliki kandungan pasir tinggi, demikian juga Ksat yang tinggi berkorelasi positif (P <0,01) dengan C-Org lokasi dan berkontribusi penyumbang bahan organik yang tinggi. Penelitian ini menunjukkan terjadinya pemadatan tanah sebagai salah satu masalah yang timbul akibat integrasi kelapa sawit-sapi skala semi intensif. Integrasi ini optimal jika ternak dikandangkan atau ditempatkan pada areal khusus sehingga mampu meminimalkan dampak terhadap sifat fisika tanah, produktivitas kelapa sawit, serta mempermudah manajemen ternak sapi. Kotoran hasil sampingan sapi mampu memperbaiki sifat fisik dan kimiawi tanah seperti menyeimbangkan unsur hara tanah, memperlambat laju infiltrasi, serta meningkatkan penyimpanan air tanah. Kata kunci: kelapa sawit, sifat tanah, curah hujan, produktivitas

PENGARUH SIFAT TANAH DAN CURAH HUJAN TERHADAP

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGARUH SIFAT TANAH DAN CURAH HUJAN TERHADAP

281

Pengaruh Sifat Tanah dan Curah Hujan Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit Pada Sistem Integrasi Sawit-

Sapi (Setia S. Girsang, Erpina D. Manurung, Sri H. Sitindaon, Khadijah E. Ramija)

PENGARUH SIFAT TANAH DAN CURAH HUJAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI

Setia S. Girsang, Erpina D. Manurung, Sri H. Sitindaon, Khadijah E. Ramija

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara

Jl. Jenderal Besar A.H. Nasution No.1 B, Pangkalan Masyhur, Kec. Medan Johor, Kota Medan, Sumatera Utara 20143

Email: [email protected]

ABSTRACT

The Effect of Soil and Rainfall Properties On Oil Palm Productivity In the Oil Palm-Beef Cattle Integration

System. The objective is to determine the effect of soil properties and rainfall on oil palm productivity. The study was

conducted in Paya Pinang Village (302'45 "N and 98018'59" E at 80.3 meter above sea level) in September-December

2018. The study compared the nature of the land between different land uses, followed by the one-way ANOVA test and

the Tukey HSD test at a significance level of 5% and the Pearson correlation coefficient. The treatment consisted of 5

grazing types namely 10-year grazing; 15-years grazing; road to the cage; 20 years’ cage; and without grazing with a

depth of 0-20 cm; 20-40 cm; 40-60 cm; 60-80 cm; 80-100 cm; and 100-120 cm with 4 replications. The results showed

that rainfall was negatively correlated (P <0,05) with oil palm production while soil density (BD) was positively

correlated (P <0,01) with Ksat and C-org, likewise Ksat was positively correlated (P <0, 01) with C-Org. This study

indicate that soil compaction is one of the problems arising from oil palm-cattle integration on a semi-intensive scale.

This integration is optimum when livestock are penned or in a special area that can reduce the impact on soil physical

properties, oil palm production, and simplify the cattle management. A byproduct cow manure is able to improve the

physical and chemical properties of the soil such as soil nutrient balance, to reduce the rate of infiltration, and to

increase soil water storage.

Keywords: oil palm, soil characteristics, rainfall, productivity

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sifat tanah dan curah hujan terhadap produktivitas kelapa

sawit pada sistem integrasi sawit-sapi. Penelitian dilakukan di Desa Paya Pinang (302'45 "N dan 98018'59" E pada 80,3

meter di atas permukaan laut) pada periode September-Desember 2018. Penelitian membandingkan sifat tanah antara

penggunaan lahan yang berbeda, dilanjutkan dengan uji ANOVA satu arah dan uji HSD Tukey pada tingkat signifikansi

5% sedangkan koefisien korelasi Pearson menggunakan STAR. Perlakuan terdiri dari 5 (lima) tipe penggembalaan yaitu

penggembalaan 10 tahun; penggembalaan 15 tahun; jalan ke kandang; kandang 20 tahun; dan tanpa penggembalaan

dengan kedalaman masing-masing 0-20 cm; 20-40 cm; 40-60 cm; 60-80 cm; 80-100 cm; dan 100-120 cm dengan 4

ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa curah hujan berkorelasi negatif (P <0,05) dengan produksi kelapa sawit

sedangkan kepadatan tanah (BD) berkorelasi positif (P <0,01) dengan laju infiltrasi tanah (Ksat) dan C-org khususnya

pada lahan yang memiliki kandungan pasir tinggi, demikian juga Ksat yang tinggi berkorelasi positif (P <0,01) dengan

C-Org lokasi dan berkontribusi penyumbang bahan organik yang tinggi. Penelitian ini menunjukkan terjadinya

pemadatan tanah sebagai salah satu masalah yang timbul akibat integrasi kelapa sawit-sapi skala semi intensif. Integrasi

ini optimal jika ternak dikandangkan atau ditempatkan pada areal khusus sehingga mampu meminimalkan dampak

terhadap sifat fisika tanah, produktivitas kelapa sawit, serta mempermudah manajemen ternak sapi. Kotoran hasil

sampingan sapi mampu memperbaiki sifat fisik dan kimiawi tanah seperti menyeimbangkan unsur hara tanah,

memperlambat laju infiltrasi, serta meningkatkan penyimpanan air tanah.

Kata kunci: kelapa sawit, sifat tanah, curah hujan, produktivitas

Page 2: PENGARUH SIFAT TANAH DAN CURAH HUJAN TERHADAP

Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol. 23, No.3, November 2020: 281-296

282

PENDAHULUAN

Sifat fisika-kimia tanah dan curah hujan

ditengarai merupakan faktor penentu

produktivitas kelapa sawit. Variabilitas iklim

(Jenny, 1941; Hillel, 2004), praktek pertanian,

dan topografi tanah (Dobermann et al., 1994)

menghasilkan sifat kimia dan fisik tanah yang

berbeda (Iqbal et al., 2005) yang pada akhirnya

menghasilkan kualitas dan kuantitas produksi

berbeda.

Sebagai salah satu provinsi penghasil

sawit terbesar ketiga (6,1 juta ton tahun 2019)

setelah Riau dan Kalimantan Tengah (BPS,

2019), Sumatera Utara masih terkendala

pencapaian produksi optimal akibat variasi lahan

pertanaman kelapa sawit. Berdasarkan Girsang et

al. (2019) sifat fisika tanah seperti kepadatan

tanah (BD) dan laju infiltrasi (Ksat) berbanding

terbalik dengan produksi, sedangkan Girsang et

al. (2020) menyatakan bahwa ruang pori berisi air

(WFPS) berbanding terbalik dengan kadar pasir

(r = –0,66, P <0,001). Behera et al. (2015) dan

Rao et al. (2014) menjelaskan bahwa kelapa

sawit dapat mengalami gangguan pertumbuhan

dan produksi jika hara makro dan mikro seperti

hara nitrogen (N) dan Kalium (K) tidak

seimbang.

Faktor iklim seperti radiasi matahari, suhu,

dan curah hujan juga merupakan faktor penting

yang terlibat dalam produksi tanaman

(Wassmann et al., 2009). Berdasarkan Sarkar et

al. (2020) penurunan produksi minyak sawit

sebesar 10-41% jika suhu naik dari 10C hingga

40C. Menurut Benny et al. (2015), curah hujan

berkorelasi negatif dengan produksi kelapa sawit

dengan persamaan regresi y = -0,007x + 3,168.

Praktek pertanian juga mempengaruhi

kualitas tanah dan tanaman. Salah satu contoh

sistem integrasi sawit sapi yang memadukan

usaha peternakan sapi dan kelapa sawit dalam

satu areal yang saling memanfaatkan limbah yang

dihasilkan (Edwina et al., 2019). Secara umum,

penggembalaan sapi di Sumatera Utara dilakukan

secara semi intensif pada pagi sampai sore hari

(Matondang dan Talib, 2015). Penyebaran sapi

tidak merata menghasilkan variasi sifat fisik dan

kimia tanah. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan

penelitian di lokasi kebun kelapa sawit yang

diintegrasikan dengan penggembalaan sapi di

Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh sifat tanah dan curah hujan

terhadap produktivitas kelapa sawit pada sistem

integrasi sawit-sapi semi intensif di Sumatera

Utara.

METODOLOGI

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di kawasan

perkebunan kelapa sawit yang terletak di Desa

Paya Pinang, Kecamatan Tebing Syahbandar,

Kabupaten Serdang Bedagai (30 2’ 45” N and 980

18’ 59” E at 80,3 meter di atas permukaan laut)

pada Bulan September-Desember 2018. Jenis

tanah di perkebunan ini termasuk jenis podsolik

coklat kuning (Siregar, 2014).

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode

lapang. Perbandingan sifat tanah antara

penggunaan lahan yang berbeda, ANOVA satu

arah dilakukan dengan menggunakan SPSS versi

17. Jika variasinya berbeda secara signifikan, tes

dilanjutkan menggunakan uji HSD Tukey pada

tingkat signifikansi 5%. Koefisien korelasi

Pearson untuk parameter yang diukur

menggunakan STAR. Signifikansi pada tingkat

probabilitas 0,05, 0,01, dan 0,001 ditunjukkan

oleh masing-masing *, **, dan ***.

Penelitian dilakukan di lima lokasi dengan

perlakuan berbeda berupa tipe penggembalaan

sapi yaitu (1) Lokasi penggembalaan 10 tahun;

(2) Lokasi penggembalaan 15 tahun; (3) Lokasi

jalan ke kandang; (4) Lokasi kandang 20 tahun;

dan (5) Lokasi tanpa penggembalaan. Kedalaman

tanah masing-masing adalah 0-20 cm; 20-40 cm;

40-60 cm; 60-80 cm; 80-100 cm; dan 100-120 cm

dengan 4 (empat) ulangan. Luas masing-masing

blok 4 (lokasi 1, 2, dan 3), 8 (lokasi 4), dan 18

(lokasi 5) berturut-turut adalah 15,00; 20,05; dan

16,60 ha.

Variabel yang diamati adalah sifat fisika

tanah seperti kepadatan tanah (BD), total ruang

pori (TRP), ruang pori berisi air (WFPS), laju

infiltrasi (Ksat), serta tekstur sedangkan kimia

tanah untuk kedalaman 20 cm meliputi pH H2O,

Page 3: PENGARUH SIFAT TANAH DAN CURAH HUJAN TERHADAP

283

Pengaruh Sifat Tanah dan Curah Hujan Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit Pada Sistem Integrasi Sawit-

Sapi (Setia S. Girsang, Erpina D. Manurung, Sri H. Sitindaon, Khadijah E. Ramija)

C-Organik, N-total, P2O5 dan K2O HCl, kapasitas

tukar kation (KTK), basa tukar seperti K, Na, Ca,

Mg, serta kejenuhan basa.

Data yang dikumpulkan adalah data primer

berupa pengambilan sampel tanah langsung

dilakukan di lokasi pengamatan sebanyak 4 kali

setiap lokasi sedangkan data sekunder adalah

curah hujan dan produksi dari Litbang PT. Paya

Pinang, Desa Paya Pinang, Kecamatan Tebing

Syahbandar, Kabupaten Serdang Bedagai selama

10 tahun terakhir.

Analisis Tanah

Analisis sifat fisika tanah dilakukan di

laboratorium BPTP Sumatera Utara meliputi

kepadatan tanah (g cm-3) dengan pengambilan

sampel tanah yang tidak terganggu dengan

menggunakan metode ring sampel yang diketahui

berat dan diameter. Ruang pori yang diisi air

ditentukan menggunakan persamaan menurut

Linn & Doran (1984). Lebih lanjut, tekstur tanah

menggunakan metode hydrometer. Laju infiltrasi

(Ksat) air diukur dengan menggunakan ring

ganda pada setiap perlakuan langsung di lokasi

penelitian. Pengukuran pertama dilakukan setiap

2 menit (5 kali) dan dilanjutkan setiap 5 menit

(hingga mencapai kondisi stabil) di dalam

Reynolds et al. (2002).

Analisis kimia tanah dilakukan di

Laboratorium “Indonesian Center for

Biodiversity and Biotechnology (ICBB) di Bogor

meliputi analisis pH; C-organik; N-total; C/N;

P2O dan K2O total; Kation tukar (Ca, Mg, Na, K)

dan KTK; serta KB dengan menggunakan

masing-masing metode pH meter; Walkley dan

Black; Kjehdahl; pembagian antara C-organik

dibagi N-total; ekstraksi 25% HCl; Ammonium

asetat 1 N pH 7,0; serta perhitungan jumlah basa-

basa dibagi KTK lalu dikali 100. Sampel tanah

komposit diambil secara acak di empat titik dari

0-0,20 m atas yang mewakili lapisan atas tanah

serta kedalaman 20-40; 40-60; 60-80; 80-100;

dan 100-120 untuk masing-masing titik

perlakuan. Sampel yang sama juga digunakan

untuk mengukur kadar air tanah (gravimetric), air

volumetric air, dan ruang pori berisi air (WFPS).

Analisis Data

Penentuan kelas tekstur tanah dilakukan

secara online melalui https://www.nrcs.usda.gov/

wps/portal/nrcs/detail/soils/survey/?cid=nrcs142

p2_054167 dengan memasukkan persentase

kandungan pasir, debu, dan liat hasil analisis

laboratorium. Hasil analisis tanah menggunakan

data dari laboratorium dan lapangan. Data iklim

yang diperoleh dari pusat penelitian dan

pengembangan (Litbang) PT Paya Pinang Group

digunakan untuk menentukan kelas kesesuaian.

Data tersebut diolah dengan menggunakan

software SPKL versi 1.0 dan untuk analisa data

penelitian menggunakan software SPSS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Produtivitas Kelapa Sawit dan

Curah Hujan

Produktivitas kelapa sawit dan curah hujan

selama 10 tahun terakhir di Desa Paya Pinang ini

bervariasi menurut tahun (Gambar 1). Tahun

2010 produktivitas kelapa sawit sebesar 23,46 t

ha-1 dan total curah hujan 1287 mm tahun-1.

Peningkatan produktivitas dan curah hujan

masing-masing sebesar 26,2% dan 29,6% pada

tahun 2013 sebaliknya terjadi penurunan pada

tahun 2015 masing-masing sebesar 33,9% dan

28,2%

Page 4: PENGARUH SIFAT TANAH DAN CURAH HUJAN TERHADAP

Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol. 23, No.3, November 2020: 281-296

284

Total curah hujan berdampak positif

terhadap produksi kelapa sawit (Unjan et al.,

2017; Kamil dan Omar, 2016). Air hujan

merupakan kontributor utama (93,48%) untuk

menghasilkan minyak sawit (CPO) sebesar

517,79 m3 ton-1 dibanding air tanah dan sumber

air lainnya (Santosa et al., 2017). Penurunan

jumlah hujan rata-rata akan menurunkan

produksi setelah 10-24 bulan ke depan (Harun et

al., 2010).

Kondisi Sifat Tanah

Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah

yang diamati di lokasi penelitian pada kedalaman

0-20 cm beserta kelas kesesuaiannya ditampilkan

pada Tabel 1. Ritung et al. (2011)

mengemukakan bahwa sifat fisik dan kimia tanah

termasuk dalam kriteria penggunaan lahan adalah

KTK, kejenuhan basa, pH H2O, dan C-organik

pada faktor retensi hara (nr) serta N total, P2O5,

dan K2O pada faktor hara tersedia (na). Angka

yang ditulis miring dan ditebalkan tidak tersedia

kelas kesesuaiannya, hal tersebut dikarenakan

nilai unsur tersebut melebihi dari nilai yang

dikehendaki untuk kelas kesesesuaian S1 kelapa

sawit.

Keseimbangan unsur hara di dalam tanah

berkaitan erat dengan pertumbuhan tanaman dan

penyerapan unsur hara lainnya. Liferdi (2010)

menyatakan bahwa kelebihan P pada tanaman

mengakibatkan pertumbuhan terhambat dan

bahkan dapat mengakibatkan kematian tanaman.

Kelebihan unsur K di dalam tanah dapat

menghambat penyerapan unsur Mg dan Ca

sedangkan tingginya kejenuhan basa

mengindikasikan peningkatan pH dan fiksasi P

oleh Ca atau Mg (Nursyamsi et al., 2007).

Nilai pH H2O berkisar antara 5,12 -7,83.

Berdasarkan Ritung et al. (2011), kelas

kesesuaian lahan di perkebunan Desa Paya

Pinang adalah S1 (pH H2O 5,00-6,50) dan S3 (pH

H2O >7,00). Kelas kesesuaian lahan S3 pada

lokasi 4 (agak alkalis) sedangkan selebihnya

termasuk kelas S1 (agak masam). Kontribusi

bahan organik bersumber dari kotoran sapi pada

lokasi 4 memberikan nilai pH yang lebih tinggi.

Mineral-mineral kation basa (Ca, Mg, Na, dan K)

yang dihasilkan dari proses dekomposisi bahan

organik mampu meningkatkan jumlah ion OH-

yang berampak positif terhadap peningkatan pH

tanah. Selain itu, asam-sama organik hasil

dekomposisi bahan organik memiliki gugus

karboksil (COOH-) dan hidroksil (OH-) yang

dapat meningkatkan aktivitas ion OH- untuk

menetralisir konsentrasi ion H+ yang berada

dalam larutan tanah (Sembiring et al., 2015).

Nurmegawati et al. (2019) menyebutkan bahwa

ion OH- yang dilepaskan bahan organik

mengakibatkan terjadinya peningkatan pH.

Nilai C-organik pada lima lokasi berkisar

antara 0,82-2,55 dengan kategori sangat rendah

hingga sedang. Dua kelas kesesuaian lahan

berdasarkan C-organik yaitu S1 dengan nilai C-

organik > 0,80 % dan S2 dengan nilai ≤ 0,80 %.

Gambar 1. Total curah hujan (mm tahun-1) dan produksi (t ha-1) selama 10 tahun di perkebunan Desa Paya Pinang

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

30,0

35,0

40,0

45,0

50,0

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Pro

duksi

t h

a-1;

Tota

l cu

rah h

uja

n

mm

tah

un

-1(0

0)

Tahun

Produksi Total curah hujan

Page 5: PENGARUH SIFAT TANAH DAN CURAH HUJAN TERHADAP

285

Pengaruh Sifat Tanah dan Curah Hujan Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit Pada Sistem Integrasi Sawit-

Sapi (Setia S. Girsang, Erpina D. Manurung, Sri H. Sitindaon, Khadijah E. Ramija)

Tabel 1. Sifat kimia tanah perkebunan kelapa sawit desa Paya Pinang kedalaman 0-20 cm

No. Parameter Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Lokasi 4 Lokasi 5

1 pH H2O 5,28 (S1) 5,12 (S1) 5,18 (S1) 7,83 (S3) 5,36 (S1)

2 C-organik (%) 1,32 (S1) 1,22 (S1) 0,82 (S1) 2,55 (S1) 1,54 (S1)

3 N-total (%) 0,11 (S2) 0,12 (S2) 0,09 (S3) 0,15 (S2) 0,10 (S2)

4 C/N rasio 12,00 10,00 9,00 17,00 15,00

5 P2O5-HCl (mg/100g) 7,54 (S3) 5,03 (S3) 4,89 (S3) 250,04 7,12 (S3)

6 K2O-HCl (mg/100g) 71,23 (S1) 98,64 (S1) 208,54 609,85 112,78

7 K+-dd (cmol (+)/kg) 0,16 0,07 0,71 4,35 0,04

8 Na+-dd (cmol (+)/kg) 0,05 0,02 0,01 0,25 0,11

9 Ca2+-dd (cmol (+)/kg) 0,90 0,51 1,43 22,64 0,33

10 Mg2+-dd (cmol (+)/kg) 0,27 0,12 0,53 3,08 0,20

11 KTK (cmol (+)/kg) 6,80 (S2) 8,72 (S2) 8,39 (S2) 18,32 (S1) 8,21 (S2)

12 KB (%) 20,18 (S1) 8,26 (S2) 31,97 (S1) 100,00 8,30 (S2)

13 Tekstur

Pasir 42,00 38,00 37,00 53,00 47,00

Debu 8,00 8,00 9,00 15,00 7,00

Liat 50,00 54,00 54,00 32,00 46,00

14 Laju infiltrasi (KHJ) ST (N) T (S3) T (S3) T (S3) AB (S1)

Sumber: Hasil analisis sampel tanah di laboratorium ICBB 2019 dan pengukuran di lapangan

Kelas kesesuaian lahan menurut nilai C-organik

pada kelima lokasi adalah S1 (sangat sesuai)

dengan kategori sangat rendah untuk lokasi 3,

rendah untuk lokasi 1, 2, dan 5, serta sedang untuk

lokasi 4. Lokasi 4 dan 5 memiliki kandungan C-

organik lebih tinggi, hal ini disebabkan karena

adanya pasokan bahan organik yang berasal dari

kotoran sapi (lokasi 4) dan serasah-serasah

tanaman dari vegetasi beragam yang menutupi

tanah (lokasi 5).

Gunawan et al. (2019) mengungkapkan

bahwa limpahan serasah tanaman yang lebih

beragam memberikan nilai C-organik tanah yang

lebih tinggi. Juita et al. (2018) mengemukakan

keberadaan vegetasi mampu menghambat laju

limpasan permukaan dan erosi (Sarminah et al.,

2018) masing-masing hingga 40,72 dan 69,79 %

(Safriani et al., 2017) sehingga kandungan C-

organik tetap terjaga. KTK merupakan salah satu

indikator kesuburan tanah yang menggambarkan

kemampuan tanah dalam menyerap dan

mempertukarkan kation di dalam tanah. KTK

keempat lokasi termasuk kategori sangat sesuai

(S1, KTK >16) sedangkan sisanya kategori cukup

sesuai (S2, KTK 5-16). Kotoran sapi yang

terdekomposisi dan menghasilkan humus sebagai

koloid organik tanah bermuatan negatif yang

mampu menjerap ion-ion positif (kation) dan

meningkatkan nilai KTK tanah. Darlita et al.

(2017) menyatakan bahwa selain jumlah

kandungan liat, bahan organik tanah merupakan

salah satu faktor penting yang berkaitan dengan

nilai KTK tanah. Saptiningsih dan Haryanti (2015)

peningkatan KTK tanah akibat kandungan asam

humat dan fulvat sebagai hasil dekomposisi bahan

organik yang memiliki gugus fungsional

bermuatan negatif bebas yang berperan dalam

penjerapan kation-kation hara di dalam tanah.

Berdasarkan nilai kejenuhan basa sampel

tanah (8,26-100 %) termasuk kelas S1 (> 20)

dengan kategori rendah untuk lokasi 1 dan 3;

kategori sangat tinggi untuk lokasi lokasi 4,

sedangkan kelas kesesuaian S2 (<20) terdapat

pada lokasi 2 dan 5 dengan kategori sangat rendah.

Lokasi 4 memiliki pH tanah tertinggi dengan nilai

kejenuhan basa tertinggi sedangkan lokasi 2

dengan pH terendah memiliki kejenuhan basa

terendah. Sudaryono (2009) menyatakan bahwa

terdapat hubungan erat antara pH dan kejenuhan

basa tanah. Tanah dengan pH rendah memiliki

Page 6: PENGARUH SIFAT TANAH DAN CURAH HUJAN TERHADAP

Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol. 23, No.3, November 2020: 281-296

286

kejenuhan basa rendah dan sebaliknya. Kejenuhan

basa sebesar 100% seperti yang diperlihatkan pada

lokasi 4 mengindikasikan ketiadaan asam-asam

yang dapat dipertukarkan (Maiti, 2013).

Hasil analisis sampel tanah terhadap kation-

kation basa tanah (K, Na, Ca, Mg) tertukar di 5

lokasi penelitian menunjukkan bahwa kandungan

K dan Ca yang dapat ditukarkan berada pada

kategori sangat rendah-sangat tinggi; Na pada

kategori sangat rendah-rendah; dan Mg pada

kategori sangat rendah-tinggi, masing-masing

dengan kisaran nilai (0,07-4,35); (0,33-22,64);

(0,01-0,25); dan (0,12-3,08). Lokasi 4 (kandang

20 tahun) secara keseluruhan memiliki kandungan

K, Ca, Na, dan Mg tertukar yang lebih tinggi

dibandingkan lokasi lainnya. Hasil penelitian

Romelah et al. (2017) menunjukkan adanya

sumbangan bahan organik dari kotoran ternak

pada lokasi yang menerapkan sistem pertanian

integrasi ternak dan kelapa sawit (IFSCO) secara

nyata meningkatkan kandungan kation basa (K,

Na, Ca, Mg) tertukar. Selain konsentrasinya di

dalam tanah, rasio hara K, Ca, dan Mg juga

berpengaruh terhadap penyerapannya ke dalam

jaringan tanaman (Nguyen et al., 2017). Merujuk

pada nilai rasio hara (Ca/K; Ca/Mg; dan Mg/K)

seimbang untuk menghasilkan TBS sebesar 25,96

ton ha-1 tahun-1 yang masing-masing adalah 5,60-

10,10; 2,10-2,50; dan 2,10-4,50 (Ginting et al.,

2013) diketahui bahwa rasio hara Ca/Mg dan

Mg/K pada kelima lokasi tidak memenuhi kriteria

seimbang sedangkan rasio Ca/K memenuhi

kriteria seimbang pada lokasi 1, 2, dan 5 dengan

nilai berturut-turut 5,62; 7,28; dan 8,25.

Ketidakseimbangan rasio hara K, Ca, dan Mg

tersebut dapat dievaluasi lebih lanjut mengingat

bahwa rata-rata produksi TBS di lokasi penelitian

selama 9 tahun terakhir (2010-2018) adalah 17,00-

29,60-ton ha-1 tahun-1. Berdasarkan Ginting et al.

(2013), perbaikan keseimbangan rasio hara dapat

meningkatkan produksi TBS sebesar 8,51 – 61,13

%.

Faktor retensi hara (nr) terdiri atas tiga

unsur hara makro yaitu nitrogen, fosfor, dan

kalium yang berperan penting bagi pertumbuhan

dan perkembangan tanaman. Meski dibutuhkan

dalam jumlah banyak, ketersediaan Nitrogen di

dalam tanah rendah khususnya daerah tropis

seperti Indonesia, hal ini disebabkan suhu yang

lebih tinggi pada daerah tropis mempercepat

proses dekomposisi bahan organik (Yanai et al.,

2014). Kandungan N-total di 5 lokasi berkisar

0,09-0,15 dengan kategori sangat rendah dan

rendah. Kelas kesesuaian lahan menurut

ketersediaan N-total di lima lokasi perkebunan

sawit Desa Paya Pinang adalah S2 dan S3.

Nilai N-total dan nilai rata-rata N-total

tanah pada Tabel 2 dan 3 menunjukkan bahwa N-

total pada lokasi 3 dan 5 cenderung lebih rendah

dibanding lokasi lainnya. Pencucian oleh air,

penguapan, dan penyerapan oleh tanaman menjadi

faktor penting yang mempengaruhi kehilangan

unsur N dari dalam tanah (Patti et al., 2013 dan

Tando, 2018). Rendahnya kandungan bahan

organik tanah, kondisi lahan yang terbuka, serta

tidak adanya vegetasi penutup tanah yang

meningkatkan risiko kehilangan N akibat

penguapan dan air hujan yang mengakibatkan

rendahnya nilai N total pada lokasi 3. Rendahnya

N-total pada lokasi 5 diakibatkan tingginya

kerapatan dan keberagaman vegetasi yang

meningkatkan penyerapan N oleh tanaman.

Secara umum kandungan P tanah di lokasi

4 pada kategori P yang sangat tinggi (>60

mg/100g) sedangkan 4 lokasi lainnya termasuk ke

dalam kategori sangat rendah (<10 mg/100g).

Berdasarkan kandungan P total tanah tersebut

diperoleh bahwa kesesuaian lahan untuk kelapa

sawit berada pada kelas S1 (lokasi 4) dan S3

(lokasi 1, 2, 3, dan 5). Tingginya kandungan P

total sejalan dengan tingginya bahan organik pada

lokasi 4 yang mengindikasikan bahwa bahan

organik berperan sebagai sumber P yang

dilepaskan setelah bahan organik terdekomposisi.

Sebagai suatu unsur yang memiliki tingkat

fiksasi tinggi dengan unsur lain maka faktor utama

yang perlu diperhatikan selain kandungannya di

dalam tanah adalah ketersediaan P itu sendiri.

Secara umum, fenomena fiksasi dan pengendapan

P di tanah sangat tergantung pada pH dan jenis

tanah (Mahdi et al., 2012). Diagram hubungan pH

Page 7: PENGARUH SIFAT TANAH DAN CURAH HUJAN TERHADAP

287

Pengaruh Sifat Tanah dan Curah Hujan Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit Pada Sistem Integrasi Sawit-

Sapi (Setia S. Girsang, Erpina D. Manurung, Sri H. Sitindaon, Khadijah E. Ramija)

dengan ketersediaan P oleh Price (2006) dalam

(Penn et al., 2019) menjelaskan bahwa

ketersediaan P tertinggi terjadi pada rentang pH 6-

7 sedangkan pada pH masam dan basa P difiksasi

oleh Fe, Al, dan Ca sehingga tidak tersedia oleh

tanaman. Berdasarkan uraian tersebut maka

kemungkin P terfiksasi terjadi di semua lokasi

dengan tindakan perbaikan terutama pada lokasi 1,

2, 3, dan 5 mengingat bahwa kriteria fiksasi P oleh

Fe dan Al adalah tinggi hingga sangat tinggi

sedangkan fiksasi C bersifat fiksasi menengah.

Kalium merupakan salah satu dari unsur

hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam

jumlah banyak. Nugroho (2015) menyebutkan

bahwa kalium di tanah berasal dari pelapukan

mineral, dekomposisi bahan organik, pemupukan,

pencucian kanopi, dan air hujan. Kandungan K

tanah di seluruh lokasi pengambilan sampel

termasuk kategori sangat tinggi (>60 mg/100g),

berdasarkan kandungan K tersebut kelas kesesuain

untuk kelapa sawit adalah S1. Kandungan K total

pada lokasi 4 sangat tinggi berkisar 3 hingga 8 kali

lipat dibanding lokasi lainnya, diduga berasal dari

hasil dekomposisi bahan organik berupa kotoran

sapi yang telah terjadi selama hampir 20 tahun.

Tingginya K total pada seluruh lokasi penelitian

dapat terjadi karena tekstur dan nilai KTK tanah.

Nursyamsi (2011) mengungkapkan bahwa pada

tanah dengan kandungan kadar liat dan KTK tanah

yang lebih tinggi diperoleh nilai K total yang lebih

rendah.

Tekstur tanah di lokasi penelitian terdiri

dari liat (lokasi 1, 2, dan 3), lempung liat berpasir

(lokasi 4), dan liat berpasir (lokasi 5). Tekstur

tersebut jika disesuaikan terhadap kriteria lahan

kelapa sawit diperoleh bahwa kelas kesesuaian

lahan di lokasi pengambilan sampel terdiri dari S1

(sangat sesuai) dengan kriteria tekstur halus, agak

halus, dan sedang serta S3 (cukup sesuai) dengan

kriteria tekstur agak kasar.

Kriteria hubungan antara bulk density dan

tekstur tanah menurut USDA 1987 dalam Nyeki et

al. (2017) diketahui bahwa nilai ideal bulk density

tanah bertekstur liat > 45% (lokasi 1, 2, dan 3) dan

liat berpasir (lokasi 5) adalah <1,10 g cm-3

sedangkan untuk tekstur lempung liat berpasir

seperti pada lokasi 4 adalah <1,40 g cm-3.

Berdasarkan kriteria tersebut, maka lokasi 1, 2, 3

dan 5 memiliki nilai bulk density yang ideal untuk

kelas teksturnya sedangkan lokasi 4 termasuk ke

dalam kriteria tidak ideal, namun masih berada di

bawah nilai bulk density yang dapat

mempengaruhi dan mengganggu pertumbuhan

akar tanaman (1,60 dan > 1,75 g cm-3).

Tabel 2. Sebaran sifat fisika dan kimia tanah perkebunan kelapa sawit Desa Paya Pinang berdasarkan lokasi

Parameter Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Lokasi 4 Lokasi 5

pH H2O 5,45 a 5,51 a 5,16 a 6,67 b 5,41 a

C-organik (%) 0,83 bc 0,65 ab 0,55 a 0,91 c 0,85 bc

N-Total (%) 0,070 0,065 0,062 0,069 0,057

C/N 11,75 ab 9,91 a 8,91 a 12,91 bc 15,50 c

BD tanah (g cm-3) 0,95 1,02 0,92 1,01 1,11

TRP (%) 63,95 61,35 65,05 61,70 57,97

WFPS (%) 84,77 70,17 76,60 82,30 79,22

Ksat (mm jam-1) 1,18 a 1,40 a 2,25 a 3,00 a 34,30 b

Liat (%) 49,66 a 54,83 b 57,75 b 58,25 b 59,58 b

Debu (%) 10,16 7,58 9,16 9,08 7,83

Pasir (%) 32,33 a 32,66 a 33,08 a 35,91 a 42,50 b

Keterangan: 1 Notasi huruf yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata menurut Uji HSD Tukey (0,05) 2 BD = Bulk density; TRP = Total Ruang Pori; WFPS = Ruang Pori Berisi Air

Page 8: PENGARUH SIFAT TANAH DAN CURAH HUJAN TERHADAP

Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol. 23, No.3, November 2020: 281-296

288

Pengaruh Lokasi dan Kedalaman Terhadap

Sifat Fisik dan Kimia Tanah

Analisis pengaruh lokasi dan kedalaman

tanah dilakukan terhadap sifat fisik dan kimia

tanah meliputi bobot isi (bulk density), total ruang

pori, ruang pori berisi air, laju infiltrasi (Ksat),

tekstur, pH, kandungan C-organik, N total, dan

nilai C/N tanah. Hasil analisis menunjukkan

bahwa lokasi berpengaruh nyata terhadap

parameter pH, C-organik, nilai C/N, laju infiltrasi,

kandungan liat dan kandungan pasir tanah (Tabel

2) sedangkan kedalaman hanya berpengaruh nyata

terhadap parameter kandungan C-organik, N total,

kandungan liat, dan kandungan pasir tanah (Tabel

3).

Nilai rata-rata pH tanah berdasarkan lokasi

seperti yang ditampilkan pada Tabel 2 berkisar

antara 5,16–6,67 dengan kriteria masam dan

netral. Kedalaman tidak berpengaruh nyata

terhadap pH dengan nilai rata-rata berkisar antara

5,37-5,83 pada kriteria masam dan agak masam

(Tabel 3).

Asam organik yang dihasilkan dari proses

dekomposisi kotoran ternak dan serasah tanaman

yang telah berlangsung selama 20 tahun. Berbeda

dengan kedalaman yang mengalami penurunan pH

seiring peningkatan kedalaman tanah yang sama

dengan pola kandungan bahan organik tanah.

Artinya ketersediaan bahan organik di lapisan

tanah di atas berkontribusi terhadap peningkatan

pH tanah. Terjadinya peningkatan pH tanah oleh

bahan organik dari sumbangan dari gugus

fungsional asam-asam organik seperti gugus

karboksil (COOH-) dan hidroksil (OH) yang

berakibat terjadinya Al yang dapat ditukarkan.

Peningkatan pH dan penurunan Al-dd terjadi

karena adanya peran gugus karboksil (COO-) dan

muatan negatif asam humat serta fenolat (OH-)

mengurangi kelarutan dan mencegah terjadinya

hidrolisis Al dengan membentuk khelat atau

senyawa kompleks (Herviyanti et al., 2012).

Penurunan kelarutan hara mikro Al dan Fe serta

peningkatan hara makro seperti P dan K pada

kondisi pH mendekati netral (Hidayanto et al.,

2014).

Hasil analisis menunjukkan bahwa lokasi

berpengaruh nyata terhadap kandungan C-organik

tanah dengan nilai rata-rata berkisar antara 0,55 –

0,91% (Tabel 2). Nilai rata-rata kandungan C-

organik tanah tertinggi pada lokasi 4 berbeda

nyata dengan lokasi 2 dan 3. Berdasarkan

kedalaman, nilai C-organik tertinggi pada

kedalaman 0-20 cm dan menunjukkan berbeda

nyata dengan 5 kedalaman lainnya. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin dalam lapisan tanah

maka kandungan C-organik tanah juga ikut

menurun. Kandungan bahan organik terakumulasi

pada lapisan tanah bagian atas (Rahmah et al.,

2014) dan terjadi penurunan pada horizon A, B, C,

dan R (Rumpel dan Kogel-Knabner, 2011).

Tabel 3. Sebaran sifat fisika dan kimia tanah perkebunan kelapa sawit Desa Paya Pinang berdasarkan kedalaman (0-

120 cm)

Parameter 0-20 20-40 40-60 60-80 80-100 100-120

pH H2O 5,83 5,74 5,67 5,56 5,37 5,66

C-organik (%) 1,42 d 0,93 c 0,73 bc 0,58 ab 0,50 ab 0,39 a

N-Total (%) 0,110 d 0,086 c 0,065 b 0,048 a 0,039 a 0,038 a

C/N 12,10 10,70 11,80 12,40 13,10 10,70

BD tanah (g cm-3) 1,02 0,87 0,90 0,90 0,94 0,94

TRP (%) 61,52 67,08 66,18 66,18 64,40 64,46

WFPS (%) 65,90 88,92 75,00 90,00 80,30 92,30

Liat (%) 48,70 a 53,00 ab 58,90 c 60,10 c 58,50 c 56,90 bc

Debu (%) 9,20 10,30 8,30 8,50 7,90 8,40

Pasir (%) 42,10 c 36,60 b 32,90 ab 31,60 a 33,30 ab 35,30 ab

Keterangan: 1 Notasi huruf yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata menurut Uji HSD Tukey (0,05) 2 BD = Bulk density; TRP = Total Ruang Pori; WFPS = Ruang Pori Berisi Air

Page 9: PENGARUH SIFAT TANAH DAN CURAH HUJAN TERHADAP

289

Pengaruh Sifat Tanah dan Curah Hujan Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit Pada Sistem Integrasi Sawit-

Sapi (Setia S. Girsang, Erpina D. Manurung, Sri H. Sitindaon, Khadijah E. Ramija)

Pemupukan N yang dilakukan pada tanaman

perkebunan dapat mempercepat proses

dekomposisi bahan organik. Hal ini didukung oleh

Akbar (2016) bahwa ketersediaan nitrogen

sebagai sumber energi meningkatkan aktivitas

mikroba tanah yang berperan dalam proses

dekomposisi bahan organik dan mineralisasi unsur

hara.

Lokasi tidak berpengaruh nyata terhadap N

total tanah, namun kedalaman menunjukkan

pengaruh yang berbeda nyata terhadap kandungan

N-total tanah (Tabel 2 dan 3). Rendahnya

kandungan N total di kelima lokasi penelitian

diakibatkan tingginya tingkat kehilangan N dari

dalam tanah baik karena pemanfaatan oleh

tanaman dan mikroorganisme, pencucian

(leaching), maupun penguapan. N total memiliki

pola sama dengan C organik yaitu mengalami

penurunan pada lapisan tanah yang semakin

dalam. Pola tersebut menggambarkan bahwa

adanya input bahan organik ke dalam tanah

berkorelasi positif terhadap peningkatan nilai N

total tanah. N organik yang dihasilkan dari

dekomposisi bahan organik harus melalui proses

mineralisasi sehingga dapat diserap oleh tanaman.

Kontribusi peningkatan ketersediaan N melalui

proses mineralisasi lebih cepat terjadi pada tanah-

tanah dengan kesuburan tanah yang tinggi

(Wijanarko et al., 2012) dan kelembaban tinggi

(Girsang et al. 2019).

Hasil analisis menunjukkan bahwa baik

lokasi maupun kedalaman tanah tidak

memberikan perbedaan nilai yang signifikan

terhadap jumlah total ruang pori tanah (Tabel 2

dan 3). Nilai rata-rata total ruang pori menurut

lokasi berkisar antara 57,97-65,05% sedangkan

menurut kedalaman berkisar antara 61,52-67,08%.

Semakin tinggi total ruang pori maka bobot isi

(BD) tanah semakin rendah, begitu juga

sebaliknya. Harists et al. (2017) menyatakan

bahwa nilai total ruang pori berbanding terbalik

dengan nilai bobot isi (BD) tanah. Selain

kepadatan tanah, tekstur juga dapat dijadikan

sebagai acuan jumlah total ruang pori di dalam

tanah.

Tabel 2 memperlihatkan bahwa secara

umum dominasi tekstur pasir pada lokasi

penelitian memberikan nilai total ruang pori yang

lebih kecil. Lokasi 5 dengan kandungan pasir yang

lebih tinggi (42,50 %) dibanding lokasi lainnya

memberikan nilai total ruang pori lebih kecil yaitu

57,97%. Hal tersebut diakibatkan pasir memiliki

ukuran pori yang lebih besar dibanding tekstur

lainnya. Parasayu et al. (2016) menegaskan bahwa

banyaknya kandungan pasir pada suatu tanah akan

menghasilkan total ruang pori lebih kecil

meskipun memiliki pori-pori makro lebih besar.

Girsang et al. (2020) menyatakan bahwa ruang

pori berisi air berbanding terbalik dengan tekstur

pasir dan proses nitrifikasi dan denitrifikasi.

Nilai rata-rata hidrolik konduktivitas jenuh

tanah (Ksat) pada lima lokasi bervariasi dengan

rentang nilai 1,18 – 34,30 mm jam-1. Nilai rata-rata

hidrolik konduktivitas jenuh tanah (Ksat) tertinggi

(34,30 mm jam-1) terdapat pada lokasi 5 (lahan

tanpa penggembalaan. Besarnya nilai berat isi

tanah pada lokasi 5 (1,10 gr cm-3) berpengaruh

terhadap tingginya nilai hidrolik konduktivitas

jenuh tanah di lokasi tersebut.

Berdasarkan Girsang et al. (2019) Ksat

berbanding lurus dengan kandungaan pasir tanah

namun berbanding terbalik dengan produksi.

Untuk lokasi penggembalaan dan daerah kandang

yang sudah diusahakan >10 tahun dengan populasi

sapi setiap musimnya >200, daya infiltrasi air

semakin menurun dengan kisaran 0,36-7,20 mm

jam-1. Menurut Taddese et al. (2002), laju infiltrasi

dan kadar air tanah lebih baik di lahan yang tidak

digembalakan khususnya pada lahan-lahan yang

mengandung liat tinggi. Tanah menjadi lebih

padat oleh ternak yang terinjak-injak selama

musim hujan. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa intensitas penggembalaan secara signifikan

meningkatkan kepadatan tanah, pH, rasio tajuk

akar dan nitrogen tersedia namun menurunkan C-

organik, N-total, P-total, total S, kadar air tanah,

total biomassa dan jumlah biomassa baik di atas

maupun di bawah permukaan tanah (Steffens et

al., 2008; Li et al., 2018; dan Hao dan He, 2019).

Page 10: PENGARUH SIFAT TANAH DAN CURAH HUJAN TERHADAP

Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol. 23, No.3, November 2020: 281-296

290

Tabel 2 dan 3 menunjukkan bahwa lokasi

dan kedalaman tidak berpengaruh nyata terhadap

nilai rata-rata bulk density tanah. Berdasarkan

lokasi, nilai bulk density tanah tertinggi terdapat

pada lokasi 5 dengan nilai 1,11 g cm-3 sedangkan

berdasarkan kedalaman, nilai bulk density

tertinggi diperlihatkan pada kedalaman tanah 0-20

cm. Tingginya nilai bulk density pada lokasi 5 dan

kedalaman tanah 0-20 cm didukung karakter fisik

tanah yang sama yaitu berpasir. Tanah dengan

tekstur kasar seperti pasir menghasilkan total

ruang pori yang lebih sedikit dan nilai bulk density

yang lebih besar, hal ini sesuai dengan pernyataan

Patiung et al. (2011) bahwa tekstur/struktur tanah

yang menciptakan banyak ruang pori akan

menghasilkan bulk density yang lebih rendah.

Hasil analisis menunjukkan bahwa lokasi

dan kedalaman berpengaruh nyata terhadap

tekstur tanah terutama untuk persentase partikel

liat dan pasir tanah. Berdasarkan Tabel 2, nilai

rata-rata persentase liat di kelima lokasi berkisar

antara 49,66 – 59,58%, nilai rata-rata terendah

pada lokasi 1 berbeda nyata dengan keempat

lokasi lainnya.

Menurut kedalaman tanah, nilai rata-rata

tekstur terendah pada kedalaman 0-20 cm tidak

berbeda nyata dengan nilai pada kedalaman 20-40

cm namun berbeda nyata dengan nilai pada

kedalaman lainnya (60-80 cm). Persentase liat

pada 6 kedalaman berkisar antara 31,60 – 42,10%

dengan nilai tertinggi terdapat pada kedalaman 0-

20 cm dan berbeda nyata dengan nilai rata-rata

pada 5 kedalaman lainnya (80-100 cm). Pada

lokasi 5 dapat dilihat bahwa tingginya kandungan

pasir sebanding dengan tinggginya nilai bobot isi

(BD) yang diperoleh. Girsang et al. (2019)

menyatakan bahwa adanya korelasi negatif (P

<0,001) antara produksi dengan BD dan

kandungan pasir tanah.

Hubungan Curah Hujan, Sifat Tanah, dan

Produksi

Total curah hujan terkait langsung (P <0,05)

dengan hasil kelapa sawit. Lokasi 5 menunjukkan

hubungan negatif antara curah hujan dengan

lokasi tanpa penggembalaan (Tabel 4). Hal ini

berkaitan erat dengan sifat fisika tanah yaitu Ksat

tertinggi pada lokasi 5 (34,33 mm jam-1) dengan

kandungan pasir tertinggi (42,50%). Daya pegang

Tabel 4. Pearson korelasi koefisien antara produksi, curah hujan, serta fisika dan kimia tanah pada 2010-2019 (parameter

tanah diukur pada 2018 untuk 3 kali pengamatan di 51,65 ha di Perkebunan Desa Paya Pinang, Sumatera Utara)

Parameter Produksi BD Ksat C-Org

Lok

1-3

Lok 4 Lok 5 Lok

1-3

Lok 4 Lok 5 Lok

1-3

Lok 4 Lok 5 Lok

1-3

Lok 4 Lok 5

Tot. CH 0,31 0,44 -0,78* 0,11 0,05 -0,55 0,00 0,18 0,22 -0,22 -0,06 -0,22

Produksi

Lok 1-3 0,58 0,03 0,01 0,28 0,05 0,09 -0,18 -0,04 -0,06 0,24 -0,06

Lok 4 -0,50 0,39 0,04 0,39 0,14 0,26 -0,27 0,10 0,05 0,10

Lok 5 -0,53 0,15 -0,01 -0,06 -0,51 0,00 -0,02 -0,23 -0,02

BD

Lok 1-3 0,39 -0,02 0,34 0,33 0,21 0,20 0,20 0,17

Lok 4 0,67 0,55 -0,50 -0,27 -0,26 0,31 0,39

Lok 5 0,66 0,56 0,93** -0,33 0,88** 0,11

Ksat

Lok 1-3 0,08 0,65 0,22 0,25 -0,24

Lok 4 0,18 0,00 0,00 0,06

Lok 5 0,17 0,87** 0,29

*, **, dan *** menunjukkan signifikansi masing-masing pada tingkat probabilitas 0,05, 0,01, dan 0,001

total curah hujan harian per tahun untuk 2010-2019; produksi kelapa sawit per blok; C-organik tanah pada tahun 2018

berdasarkan lokasi (total curah hujan dalam mm; hasil dalam t ha-1; BD dalam g cm-3; Ksat dalam mm h-1; dan C-Org

dalam%)

Page 11: PENGARUH SIFAT TANAH DAN CURAH HUJAN TERHADAP

291

Pengaruh Sifat Tanah dan Curah Hujan Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit Pada Sistem Integrasi Sawit-

Sapi (Setia S. Girsang, Erpina D. Manurung, Sri H. Sitindaon, Khadijah E. Ramija)

tanah terhadap air akan menurun pada lahan-lahan

berpasir (Girsang et al., 2019) dan berdampak

pada penurunan produksi kelapa sawit.

Berdasarkan Rhebergen et al. (2016) defisit air

tahunan merupakan faktor pembatas pada

produksi kelapa sawit. Woittiez et al. (2017)

produksi kelapa sawit hanya 2/3 dari potensi

produksi jika terjadi kekurangan air > 400 mm

tahun-1 dan bervariasi tergantung pada faktor iklim

lain yang menyertainya. Carr (2011) menetapkan

bahwa setiap peningkatan 100 mm defisit air maka

terjadi penurunan produksi 10%.

BD pada lokasi 5 berkaitan (P <0,01)

dengan Ksat pada lokasi 5 dan dan C-org lokasi 4.

Ksat dan bahan organik dapat digunakan sebagai

variasi tinggi/rendahnya kandungan hara tanah

(Centeno et al., 2020). Semakin rendah kandungan

bahan organik pada tanah berpasir maka semakin

tinggi infiltrasi (Patle et al., 2018), bahan organik

ini merupakan fitur penting karena

menghubungkan dengan bahan infiltrasi dan

penyimpanan air (Franzluebbers, 2002).

Ksat di lokasi 5 terkait (P <0,01) dengan C-

Org di lokasi 4. Ksat yang tinggi berkaitan positif

dengan sumbangan bahan organik dari lokasi 4

yang merupakan kandang sapi 20 tahun. Husnain

dan Nursyamsi (2015) menyebutkan bahwa bahan

organik dapat memperbaiki sifat fisika, kimia, dan

biologi tanah.

KESIMPULAN

Integrasi sawit sapi di lahan Desa Paya

Pinang masih dalam skala semi intensif. Simbiosis

mutualisme ditemukan pada konsep ini karena

peternak dapat menggembalakan sapinya dan

sumber pakan yang berasal dari lahan perkebunan

sementara pihak perkebunan menerima

keuntungan berupa kebersihan lahan dan hara dari

kotoran sapi. Kelas kesesuaian lahan kategori S3

(sesuai marginal) dapat ditingkatkan ke S2 dengan

penambahan bahan organik dalam memperbaiki

sifat kimia dan fisika tanah.

Berdasarkan lokasi, kandang memiliki

kandungan sifat kimia tanah ideal yang bersumber

dari kotoran sapi serta didukung rata-rata produksi

tertinggi sebesar 29,6-ton ha-1. Hal ini didukung

hasil analisis tanah berdasarkan kedalaman,

lapisan olah tanah (0-20 cm) memiliki kandungan

hara yang tinggi.

Terdapat korelasi negatif antara curah hujan

dengan produksi, BD, dan C-org tanah namun

berkorelasi positif dengan Ksat tanah. Korelasi

positif antara BD, Ksat dengan C-org tanah yang

saling memberikan kontribusi positif serta

berdampak bagi produksi kelapa sawit. Sistem

penggembalaan khusus atau dikandangkan adalah

alternatif dalam integrasi sawit-sapi dalam

menjaga kelestarian tanah dan produktivitas

kelapa sawit yang berkelanjutan. Hasil sampingan

sapi berupa kotoran dapat diaplikasikan ke tanah

yang berfungsi memperbaiki sifat fisika dan kimia

tanah serta produktivitas kelapa sawit.

UCAPAN TERIMA KASIH

Keempat penulis merupakan kontributor

utama dalam publikasi ini. Penulis mengucapkan

terima kasih kepada Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian (BPTP) Sumatera Utara atas dukungan

dalam penyelesaian dan publikasi kegiatan

integrasi sawit-sapi di Sumatera Utara.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, F.T., M. Utomo, dan Sarno. 2016.

Pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan

nitrogen jangka panjang terhadap efisiensi

serapan nitrogen pada tanaman padi gogo

(Oryza sativa L.) tahun ke-27 di lahan

Politeknik Negeri Lampung, J. Agrotek

Tropika, 4(1): 75 – 80.

Badan Pusat Statistik [BPS]. 2019. Statistik kelapa

sawit Indonesia. Badan Pusat Statistik

Indonesia, Jakarta.

Page 12: PENGARUH SIFAT TANAH DAN CURAH HUJAN TERHADAP

Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol. 23, No.3, November 2020: 281-296

292

Behera, S.K., K. Suresh, B.N. Rao, R.K. Mathur,

A.K. Shukla, K. Manorama, K.

Ramachandrudu, P. Harinarayana, dan C.

Prakash. 2015. Spatial variability of some

soil properties varies in oil palm (Elaeis

guineensis Jacq.) plantations of west

coastal area of India. Solid Earth, 7: 979–

993. www.solid-earth.net/7/979/

2016/doi:10.5194/se-7-979-2016.

Benny, W.P., E.T.S. Putra, dan Supriyanta. 2015.

The productivities responses of oil palms

(Elaeis guineensis Jacq.) to variation of

climate elements. Vegetalika, 4(4): 21-34.

Carr, M.K.V. 2011. The water relations and

irrigation requirements of oil palms (Elaeis

Guineensis): A review. Experimental

Agriculture, 47(4): 629-652.

DOI: https://doi.org/10.1017/S0014479711

000494.

Centeno, L.N., L.C. Timm, K. Reichardt, S.

Beskow, T.L. Caldeira, L.M.D. Oliveira,

LMD, dan O. Wendroth. 2020. Identifying

regionalized co-variate driving factors to

assess spatial distributions of saturated soil

hydraulic conductivity using multivariate

and state-space analyses. Catena, 19:

104583.

Darlita, R.R., B. Joy, dan R. Sudirja. 2017.

Analisis beberapa sifat kimia tanah

terhadap peningkatan produksi kelapa sawit

pada tanah pasir di perkebunan kelapa sawit

Selangkun. Jurnal Agrikultura, 28(1): 15-

20.

Dobermann, A., H. Langner, H. Mutcher, J.E.

Yang, E.O. Skogley, M.A. Adviento, dan

M.F. Pampolino. 1994. Nutrient

adsortption kinetics of ion exchange resin

capsules: A study with soils of international

origin. Commun. Soil Sci. Plant Anal., 25

(9&19): 1329-1353.

Edwina, S., J. Yusri, Yusmini, dan E. Maharani.

2019. Kajian perbandingan produktivitas

dan pendapatan perkebunan pola sistem

integrasi sapi dan kelapa sawit (Siska)

dengan perkebunan tanpa pola siska di

Kabupaten Siak. Jurnal Pemikiran

Masyarakat Ilmiah Berwawasan

Agribisnis, 5(1): 90-103.

Franzluebbers, A.J. 2002. Water infiltration and

soil structure related to organic matter and

its stratification with depth. Soil and Tillage

Research, 66(2):197-205, DOI: 10.1016/

S0167-1987(02)00027-2.

Ginting, E.N, A. Sutandi, B. Nugroho, dan L.T.

Indriyati. 2013. Rasio dan kejenuhan hara

K, Ca, Mg di dalam tanah untuk tanaman

kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). J.

Tanah Lingk., 15(2): 60-65.

Girsang, S.S., T.Q. Correa Jr, J.R. Quilty, P.B.

Sanchez, dan R.J. Buresh. 2020. Soil

aeration and relationship to inorganic

nitrogen during aerobic cultivation of

irrigated rice on a consolidated land parcel.

Soil and Tillage Research, 202(2020):

104647.

Girsang, S.S., J.R. Quilty, T.Q. Correa Jr, P.B.

Sanchez, dan R.J. Buresh. 2019. Rice yield

and relationships to soil properties for

production using overhead sprinkler

irrigation without soil submergence.

Geoderma, 352(2019): 277-288.

Gunawan, N., Wijayanto, dan S.W.R. Budi. 2019.

Karakteristik sifat kimia tanah dan status

kesuburan tanah pada agroforestri tanaman

sayuran berbasis Eucalyptus Sp. Jurnal

Silvikultur Tropika, 10 (2):63-69.

Hao, Y. dan Z. He. 2019. Effects of grazing

patterns on grassland biomass and soil

environments in China: A meta-analysis.

PLoS ONE 14(4): e0215223.

https://doi.org/10.1371/journal.pone.02152

23.

Harun, M.H., A.T. Mohammad, M.R. Noor, A.K.

Din, J. Latiff, A.R. Sani, dan R. Abdullah.

2010. Impact of El-Nino occurrence on oil

palm yield in Malaysia. The Planter,

86(1017): 837-852.

Page 13: PENGARUH SIFAT TANAH DAN CURAH HUJAN TERHADAP

293

Pengaruh Sifat Tanah dan Curah Hujan Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit Pada Sistem Integrasi Sawit-

Sapi (Setia S. Girsang, Erpina D. Manurung, Sri H. Sitindaon, Khadijah E. Ramija)

Harist, A., Wawan, dan Wardati. 2017. Sifat fisik

tanah dan pertumbuhan tanaman karet

(Hevea brasiliensis Muell. Arg) pada

beberapa kondisi penutupan lahan dengan

Mucuna bracteates. JOM Faperta UR,

47(2):1-14.

Herviyanti, F., Ahmad, R. Sofyani, Darmawan,

Gusnidar, dan A. Saidi. 2012. Pengaruh

pemberian bahan humat dari ekstrak

batubaramuda (Subbituminus) dan pupuk P

terhadap sifat kimia Ultisol sertap roduksi

tanaman jagung (Zea mays L.). J. Solum,

IX (1):15-24.

Hidayanto, M., W.A. Heru, dan F. Yossita. 2004.

Analisis tanah tambak sebagai indikator

tingkat kesuburan tambak. Jurnal

Pengkajian dan Pengembangan Teknologi

Pertanian, 7(2): 180-186.

Hillel, D. 2004. Introduction to environmental soil

physics. Elsevier Academic Press,

Amsterdam, 494 pp, hardback, ISBN 0‐12‐

348655‐6.

Husnain dan D. Nursyamsi. 2015. Peranan bahan

organik dalam sistem integrasi sawit-sapi.

Jurnal Sumberdaya Lahan, 9(1) Juli 2015:

27-36

Iqbal, J., J.A. Thomasson, J.N. Jenkins, P.R.

Owens, dan F.D. Whisler. 2005. Spatial

variability analysis of soil physical

properties of Alluvial soils. Soil Science

Society of America Journal, 69:1338–1350.

Doi:10.2136/sssaj 2004.0154.

Jenny, H. 1941. Factors of soil formation: a system

of quantitative pedology. Dover

Publications, New York, 281 p.

Juita, E., A.Z.P. Ulni, dan Dasrizal. 2018. Analisis

erosi tebing dan konservasi lahan berbasis

kearifan lokal di Nagari Sungai Sariak,

Jurnal Spasial, 1(5):18-23.

Kamil, N.N. dan S.F. Omar. 2016. Climatic

considerations which support the choice

between natural rubber and oil palm in

Nakhon Si Thammarat, Southern Thailand,

Oil Palm Industry Economic Journal,

16(1):18-30.

Li, G., Z. Zhang, L. Shi, Y. Zhou, M. Yang, J. Cao,

S. Wu, dan G. Lei. 2018. Effects of

different grazing intensities on soil C, N,

and P in an Alpine Meadow on the

Qinghai—Tibetan Plateau, China. Int J

Environ Res Public Health, 15(11): 2584.

Liferdi, L. 2010. Efek pemberian fosfor terhadap

pertumbuhan dan status hara pada bibit

manggis. J. Hort., 20(1):18-26.

Linn, D.M. dan J.W. Doran. 1984. Effect of water-

filled pore space on carbon dioxide and

nitrous oxide production in tilled and

nontilled soils. Soil Sci. Soc. Am. J., 48,

1267–1272.

Https://doi.org/10.2136/sssaj1984.0361599

5004800060013x.

Mahdi, S.S., M.H. Dar, M.A. Talat, dan A. Hamid.

2012. Soil phosphorus fixation chemistry

and role of phosphate solubilizing bacteria

in enhancing its efficiency for sustainable

cropping: A review. Journal of Pure and

Applied Microbiology, 6(4):1905-1911.

Maiti, S.K. 2013. Ecorestoration of the coalmine

degraded land (Eds.). Springer Publishers,

India. p. 3-20.

Matondang, R.S. dan C. Talib. 2015. Model

pengembangan sapi Bali dalam usaha

integrasi di perkebunan kelapa sawit.

Wartazoa, 25 (3):147-157.

Nugroho, P.A. 2015. Dinamika hara kalium dan

pengelolaannya di perkebunan karet. Warta

Perkaretan, 34(2): 89-102.

Nurmegawati, Iskandar, dan Sudarsono. 2019.

Effects of bottom ash and cow manure

compost on chemical properties of soil at

new-established rice field, Sains Tanah.

Journal of Soil Science and

Agroclimatology, 16(1):1-12.

Nursyamsi, D. 2011. Mekanisme pelepasan K

terfiksasi menjadi tersedia bagi

Page 14: PENGARUH SIFAT TANAH DAN CURAH HUJAN TERHADAP

Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol. 23, No.3, November 2020: 281-296

294

pertumbuhan tanaman pada tanah-tanah

yang didominasi smektit. Jurnal

Sumberdaya Lahan, 5(2):61-74.

Nursyamsi, D., K. Idris, S. Sabiham, D.A.

Rachim, dan A. Sofyan. 2007. Dominant

soil characteristics that effect on available

K at smectitic soils. Jurnal Tanah dan Iklim

No. 26/2007, ISSN 1410-7255.

Nguyen, H.H., S. Maneepong, dan P.

Suraninpong. 2017. Effects of potassium,

calcium, and magnesium ratios in soil on

their uptake and fruit quality of pummelo.

Journal of Agricultural Science, 9(12):110-

121.

Nyéki, A., G. Milics, A.J. Kovács, dan M.

NeMéNyi. 2017. Effect of soil compaction

on cereal yield: a review. Cereal Research

Communications, 45(1):1–22.

Patti, P.S., E. Kaya, dan C.H. Silahooy. 2013.

Analisis status nitrogen tanah dalam

kaitannya dengan serapan N oleh tanaman

padi sawah di Desa Waimital, Kecamatan

Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat.

Agrologia, 2(1):51-58.

Parasayu, K.S., K.S. Wicaksono, dan M. Munir.

2016. Pengaruh sifat fisik tanah terhadap

jamur akar putih pada tanaman karet. Jurnal

Tanah dan Sumberdaya Lahan, 3(2):359-

364.

Patiung, O., N. Sinukaban, S.D. Tarigan, dan D.

Darusman. 2011. Pengaruh umur reklamasi

lahan bekas tambang batubara terhadap

fungsi hidrologis. J. Hidrolitan, 2(2):60-73.

Patle, G.T., T.T. Sikar, K.S. Rawat, dan S.K.

Singh. 2018. Estimation of infiltration rate

from soil properties using regression model

for cultivated land. Geology, Ecology, and

Lanscapes, 3(2): 1-13.

https://doi.org/10.1080/24749508.2018.14

81633.

Penn, C.J. dan J.J. Camberato. 2019. A critical

review on soil chemical processes that

control how soil pH affects phosphorus

availability to plants. Agriculture:18 p.

Price, G. 2006. Australian soil fertility manual;

fertilizer industry federation of Australia,

Inc. & CSIRO: Collingwood, Australia.

Rahmah, S., Yusran, dan H. Umar. 2014. Sifat

kimia tanah pada berbagai tipe penggunaan

lahan di Desa Bobo Kecamatan Palolo

Kabupaten Sigi. Warta Rimba, 2(1): 88-95.

Rao, N.B., K. Suresh, S.K. Behera, K.

Ramachandrudu, dan K. Manorama. 2014.

Nutrient management in oil palm.

Technical Bulletin, DOPR, Pedavegi,

Andhra Pradesh, India. p. 1–24.

Reynolds, W.D., D.E. Elrick, E.G. Youngs, dan A.

Amoozegar. 2002. Field methods (vadose

and saturated zone techniques). In: Dane,

J.H., Topp, G.C. (Eds.), Methods of Soil

Analysis: Part 4 Physical Methods. Soil Sci.

Am. Book Series 5.4. SSSA, Madison, WI,

USA. pp. 817–843.

https://doi.org/10.2136/sssabookser5.4.c32

.

Rhebergen, T., T. Fairhurst, S. Zingore, M. Fisher,

T. Oberthur, dan A. Whitbread. 2016.

Climate, soil, and land-use based land

suitability evaluation for oil palm

production in Ghana. European Journal of

Agronomy, 81(2016): 1-14.

Ritung, S., K. Nugroho, A. Mulyani, dan E.

Suryani. 2011. Petunjuk teknis evaluasi

lahan untuk komoditas pertanian (Edisi

Revisi). Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Sumberdaya Lahan

Pertanian, Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Bogor. 168 p.

Romelah, S., A. Niswati, Tugiyono, dan Dermiyat.

2017. Improvement of physical and

chemical soil quality of oil palm plantation

through Integrated farming system of oil

palm to achieve sustainable agriculture. J

Trop Soils, 22(2):113-123.

Page 15: PENGARUH SIFAT TANAH DAN CURAH HUJAN TERHADAP

295

Pengaruh Sifat Tanah dan Curah Hujan Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit Pada Sistem Integrasi Sawit-

Sapi (Setia S. Girsang, Erpina D. Manurung, Sri H. Sitindaon, Khadijah E. Ramija)

Rumpel, C. dan I. Kogel-Knabner. 2011. Deep soil

organic matter-a key but poorly understood

component of terrestrial C cycle. Plant Soil,

(2011) 338:143–158. DOI 10.1007/s11104-

010-0391-5.

Safriani, S., D.S. Jayanti, dan Syahrul. 2017.

Pengendalian erosi secara vegetatif

menggunakan rumput pait (Axonopus

compressus) dan rumput alang-alang

(Imperata cylindrica) pada tanah Ordo

Ultisols. Jurnal Ilmiah Mahasiswa

Pertanian Unsyiah, 2(2):396-403.

Saptiningsih, E. dan S. Haryanti. 2015.

Kandungan selulosa dan lignin berbagai

sumber bahan organik setelah dekomposisi

pada tanah Latosol. Buletin Anatomi dan

Fisiologi, 23(2):34-42.

Sarkar, M.S.K., R.A. Begum, dan J.J. Pereira.

2020. Impacts of climate change on oil

palm production in Malaysia.

Environmental Science and Pollution

Research. ISSN 0944-1344. DOI

10.1007/s11356-020-07601-1.

Sarminah, S., F.S. Prititania, dan Karyati. 2018.

Pengaruh keragaman vegetasi terhadap laju

erosi. Jurnal AGRIFOR, 17(2):355-368.

Sembiring, I.S., Wawan, dan M.A. Khoiri. 2015.

Sifat kimia tanah Dystrudepts dan

pertumbuhan akar tanaman Kelapa Sawit

(Elaeis guineensis Jacq.) yang diaplikasi

mulsa organik Mucuna bracteates. JOM

Faperta, 2(2):11 p.

Siregar, K.R.F. 2014. Analisa harga pokok tandan

buah segar (TBS) tanaman kelapa sawit di

PT. PD Paya Pinang, Kebun Paya Piang,

Kabupaten Serdang Bedagei. Skripsi

Program Studi Agribisnis. Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Steffens, M., A. Kolbi, K.U. Totsche, dan I.

Kogel-Knabner. 2008. Grazing effects on

soil chemical and physical properties in a

semiarid steppe of Inner Mongolia (PR

China). Geoderma, 143:63-72.

DOI: 10.1016/j.geoderma.2007.09.004.

Sudaryono. 2009. Tingkat kesuburan tanah Ultisol

pada lahan pertambangan Batubara

Sangatta, Kalimantan Timur. Jur. Tek Ling,

10(3): 337 – 346.

Taddese, G., M.A.M. Saleem, A. Abyie, dan A.

Wagnew. 2002. Impact of grazing on plant

species richness, plant biomass, plant

attribute, and soil physical and hydrological

properties of Vertisol in East African

Highlands. Environmental Management,

29(2): 279–289.

Tando, E. 2018. Review: Upaya efisiensi dan

peningkatan ketersediaan nitrogen dalam

tanah serta serapan nitrogen pada tanaman

padi sawah (Oryza sativa L.). Buana Sains,

18(2):171 – 180.

Unjan, R., A. Nissapa, dan R. Shiarawipa. 2017.

Climatic considerations which support the

choice between natural rubber and oil palm

in Nakhon Si Thammarat, southern

Thailand. Kasetsart Journal of Social

Sciences, 38(3): 273-281.

USDA. 1987. Soil mechanics level I, Module 3 –

USDA textural soil classification. study

guide. USDA, Soil Conservation Service,

Stillwater, OK, USA.

Wassmann, R., S.V.K. Jagadish, S. Heuer, A.

Ismail, E. Redona, R. Serraj, R.K. Singh, G.

Howell, H. Pathak, dan K. Sumfleth. 2009.

Climate change affectingrice production:

The physiological and agronomic basis for

possible adaptation strategies. Adv. Agron,

101, 59–122.

Wijanarko, A., B.H. Purwanto, D. Shiddieq, dan

D. Indradewa. 2012. Pengaruh kualitas

bahan organik dan kesuburan tanah

terhadap mineralisasi nitrogen dan serapan

N oleh tanaman ubikayu di Ultisol. J.

Perkebunan & Lahan Tropika, 2(2): 1-14.

Woittiez, L.S., M.T.V. Wijk, M. Slingerland,

M.V. Noordwijk, dan K.E. Giller. 2017.

Page 16: PENGARUH SIFAT TANAH DAN CURAH HUJAN TERHADAP

Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol. 23, No.3, November 2020: 281-296

296

Yield gaps in oil palm: A. quantitative

review of contributing factors. European

Journal of Agronomy, 83(2017): 57-77.

Yanai, J., T. Omoto, A. Nakao, K. Koyama, A.

Hartono, dan S. Anwar. 2014. Evaluation of

nitrogen status of agricultural soils in Java,

Indonesia. Soil Science and Plant Nutrition,

60(2): 188-195.