36
MAKALAH PRESENTASI KASUS TRAUMA Disusun oleh: Adinda Pramitra Permatasari Dian Fithria Hidayaty Salwa Wildan Achalipha Wilkensia KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN EMERGENCY

Presentasi Case Bedah Emergency

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Presentasi Case Bedah Emergency

MAKALAH PRESENTASI KASUS

TRAUMA

Disusun oleh:

Adinda Pramitra Permatasari

Dian Fithria Hidayaty

Salwa

Wildan Achalipha Wilkensia

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN EMERGENCY

RSUP FATMAWATI JAKARTA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

Page 2: Presentasi Case Bedah Emergency

BAB I

STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien

Nama : An. T

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 16 tahun

Alamat : Komp Serengseng RT 002/019 Serengseng Sawah Jagakarsa

Pekerjaan : Pelajar

Status : Belum kawin

Agama : Islam

Suku bangsa : Jawa

II. Anamnesis

Dilakukan alloanamnesis dan autoanamnesis ke keluarga pasien pda tanggal 2 Agustus

2013

• Keluhan Utama

Nyeri dada dan perut sebelah kiri post KLL sejak 1 jam SMRS.

• Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati dengan keluhan nyeri dada dan perut sebelah

kiri post KLL sejak 1 jam SMRS. Saat itu pasien sedang mengendarai motor dengan

kecepatan 70-80 km/jam tanpa menggunakan helm. Tiba-tiba ada motor yang ingin

menyeberang, lalu pasien mencoba mengerem mendadak. Kemudian pasien terjatuh

dengan posisi dada dan perut sebelah kiri terbentur aspal dan terseret sejauh ± 50 meter.

Saat ini pasien mengeluh nyeri di dada sebelah kiri dan agak sesak, selain itu nyeri juga

dirasakan di perut bagian kiri atas dan ulu hati, nyeri dirasakan terus menerus, selain itu

terdapat luka lecet dan perih di tangan kiri dan tungkai sebelah kiri.

Page 3: Presentasi Case Bedah Emergency

pasien mengingat kejadiannya dengan baik Saat kecelakaan menurut pasien kepalanya

tidak terbentur apa-apa, keluhan sakit kepala, mual muntah pingsan disangkal.

• Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak ada riwayat trauma sebelumnya.

• Riwayat Penyakit Keluarga

Ayah pasien meninggal karena penyakit ginjal dan ibu pasien memiliki riwayat sakit DM

• Riwayat Sosial

Konsumsi alkohol (-), obat-obatan terlarang (-)

Pemeriksaan Fisik

Status generalis

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tanda vital (pra-resusitasi)

TD : 60 / palpasi

Nadi : 120 x / menit

Suhu : 37,4 °C

Pernafasan: 20x / menit

1. Primary survey

a. Airway :bebas

b. Breathing : spontan, tidak ada sumbatan,

c. Circulation : setelah resusitasi

TD : 100/70mmHg

Nadi :64x/menit

CRT : <2detik

d. Dissability : GCS 15

Page 4: Presentasi Case Bedah Emergency

2. Secondary survey

Kepala : jejas (-), vulnus (-), trauma stigmata (-)

Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor, Refleks

Cahaya Langsung +/+, Refleks cahaya Tidak Langsung +/+

Hidung : deviasi septum nasi (-), konka hipertrofi (-), mukosa tidak hiperemis,

sekret (-)

Mulut : bibir kering(+), sianosis (-), arcus faring tidak hiperemis, uvula lurus

ditengah

Telinga : normotia, serumen +/+, sekret -/-

Leher : Jejas (-), vulnus (-), nyeri tekan (-), KGB leher tidak teraba membesar,

kelenjar tiroid tidak teraba membesar

Thorax : Terdapat jejas eksoriasi (+) pada hemithorax sinistra

Paru

Inspeksi : kedua hemithorax simetris dalam keadaan statis dinamis,

penonjolan (-)

Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri, massa (-)

Perkusi : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi : teraba pada garis midclavicularis kiri di ICS 5

Perkusi : Batas jantung kanan : garis parasternalis dextra di ICS 4

Batas jantung kiri : garis midclavicularis sinistra di ICS 5

Auskultasi : S1 S2 reguler,murmur (-), gallop (-).

Abdomen

Inspeksi : perut datar, tampak kemerahan pada regio epigastrium (+)

dan hipokondria sinistra, defens(-), spider nevi (-)

Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba membesar. Nyeri tekan (+)

Perkusi : shifting dullness (-) nyeri ketok CVA -/-

Page 5: Presentasi Case Bedah Emergency

Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas : Oedem (-), akral hangat, sianosis akral (-)

Genital : Rectal tuchae : TSA baik, ampula tidak kolaps, mukosa licin, massa (-),

feses (-), lendir (-), darah (-).

III. Pemeriksaan penunjang

Kimia Klinik

Fungsi Hati- SGOT- SGPT

1814

0-34 U/I0-40 U/I

Fungsi Ginjal- Ureum Darah- Creatinin Darah

21 mg/dl 0,8 mg/dl

20-40 mg/dl0.6-1.5 mg/dl

Diabetes - Gula darah sewaktu 126 mg/dl 70-140 mg/dl

ELEKTROLIT NatriumKalium Klorida

1433,93109

135 - 1473.10 -5.10 mmol/L95 -108 mmol/L

HemostasisAPTTKontrol APTTPTKontrol PTINR

31,634,213,813,71,01

27,4-39,3-12,7-16,1--

Radiologi ??

Toraks

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Hematologi

- Hemoglobin - Hematokrit - Leukosit - Eritrosit - Trombosit

13,74013,24,79 306

13.2-17.3 g/dl 33-45 % 5-10 ribu/Ul 41.40-5.90 ribu/Ul l 150-440

VER/HER/ KHER/RDW

- VER - HER- KHER- RDW

84,1 fl28,6 pg34,0 g/dl13,6%

80.0-100.0 fl 26.0-34.032.0-3611.5-14.5 %

Page 6: Presentasi Case Bedah Emergency

- kekerasan foto baik

- tulang dan jaringan lunak baik

- paru dalam batas normal

- CTR < 50%

- Sudut costrofrenikus kanan dan kiri lancip

- Diafragma dalam batas normal

- Terdapat gambaran homogen di paru kiri bagian bawah

Kesan :

USG

Interpretasi :

Hepar : ukuran dan bentuk normal. Permukaan reguler, tepi tajam.

Echostruktur parenkim homogen normal

Page 7: Presentasi Case Bedah Emergency

Sistim bilier tak melebar V. Porta dan V. Hepatika baik.

Tak ada SOL

K.E : ukuran dan bentuk normal. Dinding tak menebal

Tak ada sludge/batu

Pankreas : besar dan bentuk normal. Echostruktur homogen.

Duktus pankreatikus tidak melebar. Tidak ada SOL/kalsifikasi

Lien : ukuran dan bentuk normal. Homogen tak ada SOL

Ginjal : ukuran dan bentuk normal. Korteks dan sinus ginjal baik. Sistem

pelviokalises tak melebar. Tak ada batu/sol.

Buli-buli : ukuran dan bentuk normal. Dinding rata/reguler. Tak ada batu

Aorta : kaliber normal, pembesaran KGB para Aorta (-), tampak fluid

collection di fossa hepatorenal.

Tidak tampak fluid collection

Kesan : Suspek Hematoperitoneum

IV. Resume

Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati dengan keluhan nyeri dada dan perut

sebelah kiri post KLL sejak 1 jam SMRS. Saat itu pasien sedang mengendarai motor

dengan kecepatan 70-80 km/jam tanpa menggunakan helm. Tiba-tiba ada motor yang

ingin menyeberang, lalu pasien mencoba mengerem mendadak. Kemudian pasien

terjatuh dengan posisi dada dan perut sebelah kiri terbentur aspal dan terseret sejauh ±

50 meter.

Saat ini pasien mengeluh nyeri di dada sebelah kiri dan agak sesak, selain itu

nyeri juga dirasakan di perut bagian kiri atas dan ulu hati, nyeri dirasakan terus

menerus, selain itu terdapat luka lecet dan perih di tangan kiri dan tungkai sebelah

kiri.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang,

tanda vital (pra-resusitasi), TD : 60 / palpasi, frekuensi nadi : 120 x / menit, suhu:

37,4 °C, Pernafasan: 20x / menit. Pada pemeriksaan thorax terdapat jejas eksoriasi

(+) pada hemithorax sinistra. Pemeriksaan abdomen tampak kemerahan pada regio

Page 8: Presentasi Case Bedah Emergency

epigastrium (+) dan hipokondria sinistra, nyeri tekan (+). Pada pemeriksaan USG

didapatkan kesan suspek hematoperitoneum

V. Diagnosis

Diagnosis kerja

Trauma abdomen

Suspek Trauma Tumpul Thoraks

VI. Anjuran Pemeriksaan Penunjang

????

VII. Penatalaksanaan

Medikamentosa

IVFD Ringer Laktat 20 tetes/menit

Ketorolac 30 mg

Omeprazole 40 mg

Non medikamentosa

Pasang NGT & Cathether urine

VIII. Prognosis

Ad vitam : dubia ad malam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : bonam

Page 9: Presentasi Case Bedah Emergency
Page 10: Presentasi Case Bedah Emergency

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

TRAUMA THORAKS

DEFINISI

Gagal ginjal akut merupakan suatu keadaan klinis, terjadi penurunan fungsi ginjal secara

mendadak  dengan akibat kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeotasis tubuh hilang,

dan disertai gejala-gejala sebagai akibat :

1. Gangguan keseimbangan air dan elektrolit

2.      Gangguan keseimbangan asam-basa

3.      Gangguan eliminasi limbah metabolisme misalnya ureum, creatinin

Gagal ginjal akut biasanya disertai anuria, oliguria, produksi urin normal maupun poliuria.

ETIOLOGI

Berbagai faktor penyebab Gagal Ginjal Akut dapat dikatagorikan menjadi : Faktor 

Prarenal (Prerenal Failure), Faktor Renal (Intrinsic Renal Failure) dan Faktor Pasca Renal

(Postrenal Failure).

a. Gagal Ginjal Prarenal

Penyebab utama terjadi Prarenal Failure adalah hipoperfusi ginjal yang disebabkan

karena  dehidrasi, hipoalbuminemia, luka bakar, gagal jantung.

b. Gagal Ginjal Renal

Page 11: Presentasi Case Bedah Emergency

Pada tipe ini Gagal Ginjal Akut timbul akibat kerusakan jaringan ginjal. Kerusakan dapat

terjadi pada glomeruli atau tubuli sehingga faal ginjal langsung terganggu. Dapat pula

terjadi karena hipoperfusi prarenal yang tak teratasi sehingga mengakibatkan iskemia,

serta nekrosis jaringan ginjal, seperti misalnya glomerulonefritis, gangguan vaskularisasi

ginjal, nekrosis tubular akut, pielonefritis.

c. Gagal Ginjal Pascarenal

Semua faktor pascarenal yang menyebabkan obstruksi pada saluran kemih yang bersifat

bilateral, misalnya : kristal, batu, tumor, bekuan darah, trauma, kelainan bawaan.

 

PATOFISIOLOGI

GGA adalah suatu proses multifaktor yang meliputi gangguan hemodinamik renal,

suseptibel nefron yang spesifik, obstruksi tubulus renalis, gangguan sel dan metabolik. Vaso

konstriksi diduga merupakan faktor utama yang mengganggu hemodinamik renal yang dapat

menyebabkan terjadinya GGA. Gangguan pada epitel tubulus ginjal dapat mengakibatkan

pengeluaran komponen vasoaktif yang dapat mengakibatkan peningkatan resistensi pembuluh

darah kortek. Keadaan ini dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal dan mengganggu

tubulus ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus terjadi akibat vaso konstriksi pembuluh darah

afferen dan efferen, sehingga dapat menurunkan produksi urin.

Komponen vasoaktif yang dapat menyebabkan iskemia dan toksik pada ginjal, meliputi

angiotensin, prostaglandin, endotelin, nitric oxide. Walaupun vasokonstriksi diduga sebagai

penyebab utama GGA, namun pemberian vaso dilator tidak terbukti dapat memperbaiki fungsi

ginjal.Gangguan sel dan metabolik pada ginjal melibatkan molekul oksigen reaktif yang dapat

ditemukan pada beberapa penyakit ginjal. Molekul oksigen yang paling reaktif adalah radikal

bebas meliputi hidroksil radikal dan anion superoksid. Metabolit oksigen reaktif dapat

menyebabkan terjadi iskemia oleh karena terjadi reaksi dengan nitric oxide sintetase. Tubulus

ginjal merupakan tempat utama penggunaan energi pada ginjal. Sehingga tubulus mudah

mengalami kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat obat nefrotoksik. Struktur dan fungsi sel

Page 12: Presentasi Case Bedah Emergency

epitel mengalami kerusakan, sehingga terjadi peningkatan kalsium dalam sel, aktifasi

fosfolipase, polaritas menghilang, terjadi pengelupasan skeleton dari kortek.

Kematian sel yang terjadi setelah iskemia atau proses toksik, sebagai akibat nekrosis atau

apoptosis dan gangguan gene yang menyebabkan kerusakan DNA. Apoptosis terjadi akibat ada

bahan yaitu tumor necrosis factor dan inhibitor yaitu growth faktor, walaupun mekanisme yang

pasti belum diketahui.GGA pasca renal, disebabkan obstruksi aliran urin, dapat bersifat

kongenital maupun didapat. Kelainan kongenital yang sering menyebabkan GGA adalah

obstruksi katup uretra posterior. Obstruksi pasca renal yang dimaksud adalah obstruksi bagian

distal nefron misalnya ureter. Namun demikian obstruksi pada tubulus misalnya akibat kristal

jengkol, juga dimasukkan obstruksi pasca renal. Obstruksi kristal jengkol dapat terjadi mulai dari

uretra, ureter dan pelvis.

GEJALA KLINIS

Keluhan dan gejala Gagal Ginjal Akut sebagai berikut :

1. Gejala-gejala non-spesifik dari uremia : mual, muntah, anoreksia, drowsiness atau kejang.

2. Oliguria atau anuria (< 300 ml/m2/hari atau <1 ml/kg BB/jam)

3. Hiperventilasi karena asidosis.

4. Sembab.

5. Hipertensi.

6. Kelainan sedimen urine, misalnya : hematuria, proteinuria.

7. Tanda-tanda obstruksi saluran kemih, misalnya : pancaran urine yang lemah, kencing

menetes atau adanya masa pada palpasi abdomen.

8. Keadaan-keadaan yang merupakan faktor predisposisi Gagal Ginjal Akut, misalnya diare

dengan dehidrasi berat, penggunaan aminoglikosida, khemoterapi pada leukemia akut.

Page 13: Presentasi Case Bedah Emergency

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS

Apabila dicurigai terjadinya Gagal Ginjal Akut, segera lakukan pemeriksaan kadar ureum dan

kreatinin serum. Kreatinin serum merupakan gambaran dari Laju Filtrasi Glomerulus (LFG),

yang dapat diprakirakan dengan menggunakan rumus :

 

                                         

 

DIAGNOSA BANDING

Perlu segera dibedakan jenis Gagal Ginjal Akut prarenal, renal atau pascarenal oleh karena

masing-masing mempunyai aspek pengobatan yang berbeda. Gagal Ginjal pascarenal (obstruksi)

paling mudah dipastikan dengan pemeriksaan ultrasonografi. Untuk membedakan Gagal Ginjal

prarenal atau intrarenal, dapat dilakukan 2 macam cara pemeriksaan :

1.      Perbedaan secara laboratorium :

Urine Prarenal Renal

Volume Sedikit Sedikit

Protein Negatif Sering positif

Sedimen Normal Torak granular, eritrosit

Berat jenis > 1020 1010 – 1015

Na urine (mmol/l) < 10 > 25

Urea urine (mmol/l) > 250 < 160

Osmolalitas (mmol/l) > 500 200– 350

Ratio osmolalitas U/P > 1.3 < 1,1

FENa < 1 > 1

 

 

Page 14: Presentasi Case Bedah Emergency

 

2.      Perbedaan secara pemberian terapi :

Cara ini hendaknya dilakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya overloading atau

dehidrasi.

a.       Terapi cairan : dengan memberikan infus garam isotonik atau Ringer’s Lactate sebanyak

20 ml/kg berat badan selama 1 jam, dilanjutkan pemberian diuretik. Bila terjadi diuresis

> 2 ml/kg BB/jam berarti Gagal Ginjal Prarenal.

b.      Diuretik : boleh dilakukan bila faktor prarenal telah dikoreksi :

1.      Furosemide 1-2 mg/kg BB/kali, diberikan 2 kali (selang 4 jam).

Efek samping : eksaserbasi gagal ginjal dan ototoksisitas terutama bila diberikan

dalam dosis tinggi dan keadaan asidosis metabolik.

2.      Mannitol 0,5-1 gram/kg bb diinfus dalam 10-20 menit .

Efek samping : meningkatkan volume darah dan sembab paru.

Bila terjadi diuresis > 2 ml/kg/jam pasca terapi berarti suatu Gagal Ginjal Prarenal.

Bila diuresis < 2 ml/kg/jam berarti suatu Gagal Ginjal Intrarenal.

 

PENATALAKSANAAN

1. Cairan :

Page 15: Presentasi Case Bedah Emergency

Faktor-faktor prarenal (penyebab dehidrasi) harus segera dikoreksi dengan pemberian

cairan yang sesuai dan adekuat. Pemberian cairan pada Gagal Ginjal Akut harus hati-hati

untuk menghindarkan terjaidnya overload cairan. Dapat digunakan rumus, yaitu jumlah

cairan yang diperlukan diperhitungkan terhadap jumlah kalori yang dikeluarkan: 

Kebutuhan cairan sehari = 25 ml per 100 cal yang dikeluarkan + jumlah volume urine.

Kebutuhan Kalori Sehari :

Berat Badan Kebutuhan Kalori Sehari

3-10 kg 100 cal/kg BB

11-20 kg 1000 cal + 50 cal/kg BB diatas 10 kg

> 20 kg 1500 cal + 20 cal/kg BB diatas 20 kg

 

Pemantauan :

a.       Penurunan berat badan 0,5-1,0% tiap hari menunjukkan pemberian cairan yang tepat.

b.      Panurunan kadar Natrium menunjukkan overhidrasi.

c.       Pemantauan dengan CVP sangat dianjurkan.

2.      Asidosis metabolik

Asidosis harus dikoreksi apabila kadar HCO3 < 12 mEq/L dan pH darah < 7,2. Jumlah

Bikarbonat yang diperlukan = (HCO3 ideal – HCO3 aktual) x berat badan (kg) x 0,3. Bila

pemberian ini tidak dimungkinkan, dapat diberi koreksi buta 2-3 mEq/kg bb/hari setiap

12 jam. Bila dengan koreksi tersebut tidak menunjukkan hasil, dialisis merupakan

indikasi.

Page 16: Presentasi Case Bedah Emergency

3. Hiperkalemia

Bila terdapat tanda-tanda hiperkalemia berat (ada perubahan-perubahan pada EKG dan

kadar K+ serum > 7 mEq/L), perlu segera diberikan :

a. Glukonas kalsikus 10%, 0.5 ml/kg BB intravena dalam 10-15 menit. Tujuannya

untuk mengatasi efek toksik K+ pada jantung.

b. Sodium Bicarbonate 7,5%, 2,5 mEq/kg BB intravena selama 10-15 menit, untuk

meningkatkan ph darah sehingga terjadi intracellular shift sehingga kadar K+

serum turun.

c. Glucosa 0.5 g/kg bb per infus selama 30 menit ditambah insulin 0,1 unit/kg bb

atau 0,2 unit/g glukosa untuk menggerakkan K+ bersama glukosa ke dalam sel

masuk ke dalam proses glikolisis.

d.      Ion exchange resin untuk mengeliminasi K+ dari tubuh.

4.      Hiperfosfatemia dan Hipokalsemia :

Pada gagal ginjal pencegahan dilakukan dengan mempertahankan kadar kalsium serum

antara 9.0-10.0 mg/100 ml melalui pemberian suplemen kalsium yang cukup. Bila timbul

tetani akibat hipokalsemia, perlu diberi glukonas kalsikus 10% i.v. 0,5 ml/kg bb pelan

pelan 5-10 menit, dilanjutkan dosis rumatan kalsiumoral 1-4 gram/hari. Kadar fosfat

serum dipertahankan antara 4.0-5.0 mg/100 ml dengan diit rendah fosfat. Dapat pula

dilakukan pengikatan fosfat dalam usus dengan menggunakan kalcium karbonate 50

mg/kg bb/hari, laktat atau glukonat sebagai phosphate binder. Vitamin D perlu disertakan

dalam diit dan sebaiknya diberikan 1,25 (OH)2 cholecalciferol sebagai vitamin D3 aktif

dengan dosis 0.5-1.0 microgram per hari.

5. Anemia

Anemia ringan terjadi karena produksi erythropoetin menurun dan erythropoesis tak

sempurna sehingga produksi sel darah merah tak sempurna serta life-span memendek.

Page 17: Presentasi Case Bedah Emergency

Transfusi tidak dianjurkan bila gejala-gejala klinis anemia tak terlihat atau Hb masih di

atas 6 g/dl, karena transfusi dapat memperberat hiperkalemia, hipertensi dan payah

jantung. Bila Hb < 6 g/dl atau Ht < 20%, tranfusi dilakukan dengan mempergunakan

pack red cell (10 ml/kg bb) dengan tetesan lambat 4-6 jam (lebih kurang 10 tetes/menit).

Pemberian erythropoitin rekombinan perlu dipertimbangkan bila Hb 10 g/dl, Ht

30%, dengan catatan cadangan besi adekuat: Feritin > 100 g/L, saturasi transferin >

20%, serta tidak ada infeksi berat.

6. Hipertensi

Penyebabnya biasanya fluid overload atau kelainan parenkhim ginjal. Terapi dengan

restriksi cairan dan natrium, pemberian diuretik, dan bila perlu diberikan antihipertensi,

misalnya : kaptopril 0.3 mg/kg bb/kali diberikan 2-3 kali sehari. Obat anti hipertensi lain

adalah Hydralazine (1-5 mg/kg BB/hari), Methyldopa (10-50 mg/kg BB/hari),

Propranolol (1-10 mg/kg BB/hari). Pada hipertensi krisis dapat diberikan nifedipin

sublingua 0.1 mg/kg bb/kali dengan pemberian maksimum 1 mg/kg bb/hari. Nitroprusid

natrium 0,5 mg/kg bb/menit juga dapat diberikan pada krisis hipertensi.

7. Kejang

Timbul karena hipervolemia, hipokalsemia, hipertensi atau BUN yang meningkat dengan

cepat. Kejang dapat pula timbul pasca transfusi darah atau albumin, karena terjadi

ekspansi secara tiba-tiba dari fluid compartment. Bila perlu diberi obat-obat anti kejang,

yaitu diazepam 0,3-0,5 mg/kg bb i.v dapat diulang tiap 15 menit seperti menangani

kejang pada umumnya, dan dilanjutkan rumatan dengan phenobarbital  4-8 mg/kg

bb/hari.

8. Infeksi

Infeksi biasanya menyerang saluran kemih, pernapasan dan pencernaan. Pengobatan

dengan antibiotik yang sesuai harus segera diberikan. Dosis harus disesuaikan dengan

Page 18: Presentasi Case Bedah Emergency

turunnya fungsi ginjal. Sebaiknya pencegahan dilakukan, antara lain dengan cara

menghindari tindakan-tindakan yang tidak perlu, penanganan secara aseptik dan steril.

9. Nutrisi

Prinsip nutrisi yang harus diberikan adalah diit tinggi kalori rendah protein,  dengan

jumlah kebutuhan kalori disesuaikan dengan umur dan berat badan. Jumlah kalori ideal

60-100 cal/kg BB/hari diberikan terutama dalam bentuk glukosa dan lemak. Protein

dibatasi antara 0.85-1.0 gram/kg BB/hari dalam bentuk protein hewani yang bernilai

biologik tinggi. Sebaiknya disertakan pula vitamin.

10. Edema paru

Edema paru merupakan keadaan yang sangat berbahaya dan dapat menimbulkan

kematian dalam waktu singkat. Tindakan yang dilakukan dengan memberikan furosemid

i.v. 1 mg/kg bb disertai torniket dan flebotomi. Di samping itu dapat diberi morfin 0,1

mg/kg bb. Bila tindakan tersebut tidak berhasil dalam waktu 20 menit, maka dialisis

harus segera dilakukan.

11. Dialisis

Dilakukan apabila dengan terapi konservatif tidak berhasil. Indikasi dialisis pada anak

dengan GGA ialah :

1.      Kadar ureum darah > 200 mg%

2.      Hiperkalemia > 7,5mEq/L

3.      Bikarbonas serum < 12 mEq/L

4.      Adanya gejala gejala overhidrasi : edema paru, dekompensasi jantung, hipertensi

yang tidak dapat diatasi dengan obat.

5.      Perburukan keadaan umum dengan gejala uremia berat : perdarahan, kesadaran

menurun sampai koma.

Page 19: Presentasi Case Bedah Emergency

NEFROLITIASIS

DEFINISI

Merupakan suatu penyakit yang salah satu gejalanya adalah pembentukan batu di dalam

ginjal. Batu Ginjal di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu

yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,

penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal)

maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut

urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis).

Gambar. Batu Ginjal

ETIOLOGI

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urin,

gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih

belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologik terdapat beberapa faktor yang mempermudah

Page 20: Presentasi Case Bedah Emergency

terbentuknya batu pada saluran kemih pada seseorang. Faktor tersebut adalah faktor intrinsik

yaitu keadaan yang berasal dari tubuh orang itu sendiri dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang

berasal dari lingkungan di sekitarnya.

Faktor intrinsik antara lain :

1. Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.

2. Umur : penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun

3. Jenis kelamin : jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien

perempuan

Faktor ekstrinsik diantaranya adalah :

1. Geografis : pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang

lebih tinggi dari pada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stonebelt.

2. Iklim dan temperatur

3. Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang

dikonsumsi.

4. Diet : Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu.

5. Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk

atau kurang aktifitas atau sedentary life.(3)

EPIDEMIOLOGI

Abad ke-16 hingga abad ke-18 tercatat insiden tertinggi penderita batu saluran kemih

yang ditemukan diberbagai negara di Eropa. Berbeda dengan eropa, di negara-negara

berkembang penyakit batu ini masih ditemukan hingga saat ini, misalnya Indonesia, Thailand,

India, Kamboja, dan Mesir.(1)

EFEK BATU PADA SALURAN KEMIH

Page 21: Presentasi Case Bedah Emergency

Ukuran dan letak batu biasanya menentukan perubahan patologis yang terjadi pada

traktus urinarius : (4)

a. Pada ginjal yang terkena

Obstruksi

Infeksi

Epitel pelvis dan calis ginja menjadi tipis dan rapuh.

Iskemia parenkim.

Metaplasia

b. Pada ginjal yang berlawanan

Compensatory hypertrophy

Dapat menjadi bilateral

GAMBARAN KLINIS

Batu ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala

berupa obstruksi aliran kemih dan infeksi. Gejala dan tanda yang dapat ditemukan pada penderita

batu ginjal antara lain : (1)

1. Tidak ada gejala atau tanda

2. Nyeri pinggang, sisi, atau sudut kostovertebral

3. Hematuria makroskopik atau mikroskopik

4. Pielonefritis dan/atau sistitis

5. Pernah mengeluarkan baru kecil ketika kencing

6. Nyeri tekan kostovertebral

7. Batu tampak pada pemeriksaan pencitraan

8. Gangguan faal ginjal.

DIAGNOSIS

Page 22: Presentasi Case Bedah Emergency

Selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis, penyakit batu ginjal

perlu didukung dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium, dan penunjang lain untuk

menentukan kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal.

Batu, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di dalam kandung kemih bisa

menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun

tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat).

Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul, biasanya di daerah antara tulang

rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut, daerah kemaluan dan paha sebelah dalam.

Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut menggelembung, demam, menggigil dan darah di

dalam air kemih. Penderita mungkin menjadi sering berkemih, terutama ketika batu melewati

ureter. Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran kemih, bakteri

akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan, sehingga terjadilah

infeksi. Jika penyumbatan ini berlangsung lama, air kemih akan mengalir balik ke saluran di

dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan

pada akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal.

A. Anamnesis

Anamnesa harus dilakukan secara menyeluruh. Keluhan nyeri harus dikejar mengenai onset

kejadian, karakteristik nyeri, penyebaran nyeri, aktivitas yang dapat membuat bertambahnya

nyeri ataupun berkurangnya nyeri, riwayat muntah, gross hematuria, dan riwayat nyeri yang

sama sebelumnya. Penderita dengan riwayat batu sebelumnya sering mempunyai tipe nyeri yang

sama.(5)

B. Pemeriksaan Fisik

Penderita dengan keluhan nyeri kolik hebat, dapat disertai takikardi, berkeringat, dan

nausea.

Masa pada abdomen dapat dipalpasi pada penderita dengan obstruksi berat atau dengan

hidronefrosis.

Bisa didapatkan nyeri ketok pada daerah kostovertebra, tanda gagal ginjal dan retensi

urin.

Page 23: Presentasi Case Bedah Emergency

Demam, hipertensi, dan vasodilatasi kutaneus dapat ditemukan pada pasien dengan

urosepsis.(5,3)

C. Pemeriksaan penunjang

- Radiologi

Secara radiologi, batu dapat radiopak atau radiolusen. Sifat radiopak ini berbeda untuk

berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga batu dari jenis apa yang ditemukan.

Radiolusen umumnya adalah jenis batu asam urat murni.

Pada yang radiopak pemeriksaan dengan foto polos sudah cukup untuk menduga adanya batu

ginjal bila diambil foto dua arah. Pada keadaan tertentu terkadang batu terletak di depan

bayangan tulang, sehingga dapat luput dari penglihatan. Oleh karena itu foto polos sering perlu

ditambah foto pielografi intravena (PIV/IVP). Pada batu radiolusen, foto dengan bantuan kontras

akan menyebabkan defek pengisian (filling defect) di tempat batu berada. Yang menyulitkan

adalah bila ginjal yang mengandung batu tidak berfungsi lagi sehingga kontras ini tidak muncul.

Dalam hal ini perludilakukan pielografi retrograd. (1)

Ultrasonografi (USG) dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu

pada keadaan-keadaan; alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita

yang sedang hamil (3). Pemeriksaan USG dapat untuk melihat semua jenis batu, selain itu dapat

ditentukan ruang/ lumen saluran kemih. Pemeriksaan ini juga dipakai unutk menentukan batu

selama tindakan pembedahan untuk mencegah tertinggalnya batu (1).

- Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang dapat menunjang

adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan menentukan penyebab batu.(1)

PENATALAKSANAAN

1. Terapi medis dan simtomatik

Page 24: Presentasi Case Bedah Emergency

Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu. Terapi simtomatik

berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain itu dapat diberikan minum yang berlebihan/ banyak

dan pemberian diuretik.

2. Litotripsi

Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan untuk membawa

tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini disebut nefrolitotripsi. Salah satu

alternatif tindakan yang paling sering dilakukan adalah ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock

Wave Lithotripsy) yang adalah tindakan memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan

menggunakan gelombang kejut.

3. Tindakan bedah

Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, alat gelombang kejut, atau bila

cara non-bedah tidak berhasil.(1)

BAB III

ANALISIS KASUS

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang dan gelisah akibat

keadaan hipoksia. Sehingga akan mengkompensasi dengan peningkatan respiration rate

yaitu 54 kali dan ventilasi dengan sifat respirasi cepat dalam, atau dikenal dengan

pernapasan kussmaul, sesuai dengan kondisi asidosis metabolik. Pada fase ini pasien

belum mengalami keadaan syok namun masih dalam keadaan terkompensasi karena nilai

Page 25: Presentasi Case Bedah Emergency

MAP dan blood pressure masih tinggi. Keadaan tekanan darah tinggi, dalam hal ini

160/80 mmHg atau hipertensi stage II belum perlu dikoreksi karena ini merupakan

respons reaktif tubuh dalam keadaan akut. Meskipun begitu, pasien harus segera

ditangani keadaan yang memperburuk keadaan hiperkalemianya memperburuk kondisi

jantung dan mengancam ke arah kondisi syok. Suhu tubuh pasien naik sedikit yaitu 37,4 0

C disertai leukositosis, keadaan ini dapat mencerminkan infeksi atau keadaan reaktif,

maka diberikan ceftriaxon 1x 2gr.

Sesak napas yang dapat terjadi pada masalah sistem metabolik, respirasi, atau

kardiovaskular. Pada pasien ini terdapat masalah pada ketiga sistem ini. Pertama masalah

pada sistem metabolik dan hemodinamik akibat gagal ginjal et causa obstruksi batu

bilateral dan cholilithiasis. Pemberian bicarbonat diberikan untuk menanggulangi pH

darah. Gangguan pada epitel tubulus ginjal akibat obstruksi ini dapat mengakibatkan

pengeluaran komponen vasoaktif yang dapat mengakibatkan peningkatan resistensi

pembuluh darah kortek, sehingga menurunkan laju darah yang melalui ginjal dan

penurunan laju glomerulus. Keadaan akut pada ginjal ini ditandai dengan keluhan sesak

napas ± 3 jam SMRS. Tiga hari SMRS pasien mengeluhkan BAK yang sering dan

sedikit, ada rasa tidak puas saat BAK. BAK disertai dengan pasir berwarna keputihan,

kemudian menjadi berdarah. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada pinggang bagian

belakang. Selain itu pasien juga mengeluhkan mual dan muntah setiap kali pasien makan

muncul akibat mekanisme kompensasi. Dari pemeriksaan fisik pasien dirasakan dengan

sakit pinggang, dan pada pemeriksaan nyeri ketok CVA postif. Pada keadaan ini berlanjut

dapat mengakibatkan syok distributif akibat penurunan tahanan perifer. Oedem (+), akral

hangat, sianosis akral (-) menandakan kondisi perfusi perifer pasien masih baik. Dari

pemeriksaan ureum darah didapatkan 366 mg/dl dan kreatinin darah 16,6 mg/dl

merupakan indikasi untuk hemodialisa.

Keadaan hiperkalemia pada pasien terjadi karena kegagalan ginjal mengeluarkan

kalium. Untuk itu pasien diberi insulin untuk mengkoreki hiperkalemia dengan cara

menarik kalium kedalam intrasel. Glukosa juga perlu diberikan untuk menggerakkan K+

bersama glukosa ke dalam sel masuk dalam proses glikolisis. Keadaan Hiponatremia dan

hipoklorida disertai penurunan hemoglobin dikoreki dengan loading cairan kristaloid,

dalam hal ini ringer laktat.

Page 26: Presentasi Case Bedah Emergency

DAFTAR PUSTAKA

1. Andreoli SP, 1999. Management of Acute Renal Failure. In Barratt TM, Avner ED,

Harmon WE. 4th ED. Baltimor, Maryland USA : Lippincott William & Wilkins; 1119-1133.\

2.   Alatas H, 2002. Gagal ginjal akut. In Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO.

Buku Ajar Nefrologi Anak. 2nd .Ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

490-508.

Page 27: Presentasi Case Bedah Emergency

3. Fitzpatrick MM, Kerr SJ, Bradbury MG, 2003. Acute renal failure. In : Postlethwaite R,

Webb N. Clinical Paediatric Nephrology. 3rd Ed.  New York : Oxford University Press;  405-

425.

4. Gauthir B, Edelmann JR, CM, Barnett HL, 1982. Management of Acute Renal Failure. In

: Ganthier B, et al eds. Nephrology and Urology for the Pediatrician. 1st ed. Boston; Little,

Brown and Company, 251-261.

5. Perhimpunan nefrologi Indonesia 2001. Konsensus manajemen anemia pada pasien

Gagal Ginjal Kronik. Jakarta; PERNEFRI, 15-17.

6. Yap HK, 1989. Acute renal failure. In : Yip WCL, Tay JSH eds. A Practical Manual on

Acute Paediatrics. 1st. Ed. Singapore : PG Publishing ; 273-288.

7. Sjamsuhidrajat R, 1 W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran – EGC. 2004. 756-763.

8. Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. Edisi Ke-2. Jakarta : Perpustakaan Nasional

republik Indonesia. 2003. 62-65.

9. Tanagho EA, McAninch JW. Smith’s General Urology. Edisi ke-16. New York : Lange

Medical Book. 2004. 256-283.