Referat Ablasio Retina

Embed Size (px)

Citation preview

Referat ABLASIO RETINA

DISUSUN OLEH: SRI RAHAYU 110.2007.267

PEMBIMBING: Dr. Saskia Mokoginta Sp.M

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI SMF MATA RSUD SERANG JANUARI 2012

1

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb. Alhamdulillah segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan refrat saya yang berjudul Ablasio Retina Saya ucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada pembimbing kepaniteraan mata drInti Astuti,Sp.M, dan dr. Zaskia,Sp.M , atas bimbingan selama kepaniteraan. Saya menyadari bahwa dalam pembuatan refrat ini banyak terdapat kekurangan oleh karena itu kritik dan saran yang membangun diharapkan demi perbaikan penyusunan refrat ini. Semoga penulisan refrat ini dapat berguna bagi saya sebagai penulis dan seluruh pihak yang membaca refrat ini. Wassalamualikum wr.wb. Jakarta, Januari 2012

( Penyusun )

2

DAFTAR ISIKATAPENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN1.1 1.2 1.3 1.4

1 2 3 3 3 3 4 4 6 7 7 7 7 10 12 15 17 18

LATAR BELAKANG BATASAN MASALAH TUJUAN PENULISAN METODE PENULISAN2.1 ANATOMI RETINA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.2 FISIOLOGI RETINA 2.3 ABLASIO RETINA 2.3.1 2.3.2 2.3.3 2.3.5 DEFINISI ETIOLOGI KLASIFIKASI PENATALAKSANAAN

2.3.4 DIAGNOSIS

2.3.6 PROGNOSIS

BAB III KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

3

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Istilah ablasio retina (retinal detachment) menandakan pemisahan retina yaitu fotoreseptor dan lapisan bagian dalam, dari epitel pigmen retina dibawahnya. Terdapat tiga jenis utama : ablasio regmatogenosa, ablasio traksi dan ablasio serosa atau hemoragik.1 Bentuk tersering dari ketiga jenis ablasio retina adalah ablasio retina regmatogenosa. Menurut penelitian, di Amerika Serikat insiden ablasio retina 1 dalam 15.000 populasi dengan prevalensi 0,3%. Sedangkan insiden per tahun kira-kira 1 diantara 10.000 orang dan lebih sering terjadi pada usia lanjut kira-kira umur 40-70 tahun. Pasien dengan miopia yang tinggi (>6D) memiliki 5% kemungkinan resiko terjadinya ablasio retina, afakia sekitar 2%, komplikasi ekstraksi katarak dengan hilangnya vitreus dapat meningkatkan angka kejadian ablasio hingga 10%.3

1.2.Batasan masalah Pembahasan referat ini dibatasi pada anatomi retina, fisiologi retina, klasifikasi ablasio retina, diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis ablasio retina.

1.3.Tujuan penulisan Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan memahami tentang ablasio retina. 1.4 Metode penulisan

4

Referat ini merupakan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Retina Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan terdiri atas beberapa lapis yang melapisi bagian dalam dua pertiga belakang bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora serrata.1

Gambar 1. Anatomi retina Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut:1

5

1. Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan vitreous. 2. Lapisan serabut saraf, merupakan akson-akson sel ganglion menuju saraf ke arah saraf optic. 3. Lapisan sel ganglion, merupakan badan sel dari neuron kedua. 4. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion. 5. Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller. 6. Lapisan pleksiform luar, merupakan tempat sinaps sel fotoresptor dengan sel bipolar dan sel horizontal. 7. Lapisan inti luar, merupakan lapisan inti sel kerucut dan sel batang. 8. Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi. 9. Lapisan fotoreseptor, terdiri dari sel batang dan kerucut. 10. Lapisan epitel pigmen retina, merupakan batas antara retina dan koroid

Gambar 2. Lapisan retina Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri retina sentral masuk retina melalui papil saraf optic yang akan memberikan nutrisi dalam retina. Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid.

6

Gambar 3. Gambaran retina normal

2.2. Fisiologi Retina1 Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Macula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik). Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung rodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif yang terbentuk sewaktu molekul protein opsin bergabung dengan 11-sis-retinal. Sewaktu foton cahaya diserap oleh

7

rodopsin, 11-sis-retinal segera mengalami isomerisasi menjadi bentuk all-trans. Rodopsin adalah suatu glikolipid membran yang separuhnya terbenam di lempeng membran lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor. Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna tidak dapat dibedakan. Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, jika senja hari diperantarai oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor batang. 2.3. Ablasio Retina2 2.3.1. Definisi Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membrane Bruch. 2 2.3.2. Etiologi4 1. Robekan retina 2. Tarikan dari jaringan di badan kaca 3. Desakan tumor, cairan, nanah ataupun darah. 2.3.3. Klasifikasi1,2 Terdapat tiga jenis utama : ablasio regmatogenosa, ablasio traksi dan ablasio serosa atau hemoragik. 1. Ablasio Retina Regmatogenosa

8

Merupakan bentuk tersering dari ablasio retina. Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasi terjadi akibat adanya robekan di retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid. Mata yang berisiko untuk terjadinya ablasi retina adalah mata dengan myopia tinggi, pascaretinitis, dan retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer, 50% ablasi yang timbul pada afakia. Ablasio retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang kadang-kadang terlihat sebagai tirai yang menutup, terdapatnya ada riwayat pijaran api (fotopsia) pada lapangan penglihatan. Letak pemutusan retina bervariasi sesuai dengan jenis : Robekan tapal kuda sering terjadi pada kuadran superotemporal, lubang atrofi di kuadran temporal,dan dialysis retina di kuadran inferotemporal. Apabila terdapat robekan retina multipel maka defek biasanya terletak 90 satu sama lain.

Gambar 4. Robekan tapal kuda

9

Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah diatasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah.

Gambar 5.

2. Ablasio Retina Traksi Merupakan jenis tersering kedua, dan terutama disebabkan oleh retinopati diabetes proliferatif, vitreoretinopati proliferatif, retinopati pada prematuritas, atau trauma mata. Ablasio retina karena traksi khas memiliki permukaan yang lebih konkaf dan cenderung lebih lokal, biasanya tidak meluas ke ora seratta. Pada ablasi ini lepasnya jaringan retina akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasi retina, dan penglihatan turun tanpa rasa sakit.

10

Gambar 6. Ablasio retina traksi

3. Ablasio Retina Serosa Atau Hemoragik Ablasio ini adalah hasil dari penimbunan cairan dibawah retina sensorik, dan terutama disebabkan oleh penyakit epitel pigmen retina dan koroid. Penyakit degenerative, inflamasi, dan infeksi yang terbatas pada macula termasuk neovaskularisasi subretina yang disebabkan oleh berbagai macam hal, mungkin berkaitan dengan ablasio retina jenis ini.

Gambar 7. Ablasio retina serosa

2.3.4. Diagnosis5 Tabel 1. Gambaran Diagnosis Dari Tiga Tipe Ablasio Retina Regmatogenus Riwayat penyakit Afakia, myopia, trauma tumpul, photopsia, floaters, gangguan lapangan pandang yang progresif, dengan Traksi Diabetes, premature,trauma tembus, penyakit sel sabit, oklusi vena. Eksudatif Factor-faktor sistemik seperti hipertensi maligna, eklampsia, gagal ginjal.

11

keadaan umum baik. Kerusakan retina Perluasan ablasi Terjadi pada 90-95 % kasus Meluas dari oral ke discus, batas dan permukaan cembung tergantung gravitasi Bergelombang atau terlipat Kerusakan primer tidak ada Tidak meluas menuju ora, dapat sentral atau perifer Tidak ada Tergantung volume dan gravitasi, perluasan menuju oral bervariasi, dapat sentral atau perifer Smoothly elevated bullae, biasanya tanpa lipatan Tidak ada

Pergerakan retina

Retina tegang, batas dan permukaan cekung, Meningkat pada titik tarikan

Bukti kronis

Terdapat garis Garis pembatas pembatas, makrosis intra retinal, atropik retina Terlihat pada 70 % kasus Terlihat pada kasus trauma

Pigmen pada vitreous Perubahan vitreous

Tidak ada Tidak ada, kecuali pada uveitis Dapat keruh dan berpindah secara cepat tergantung pada perubahan posisi kepala. Bisa ada Bervariasi Transluminasi terblok apabila

Sineretik, PVD, Penarikan tarikan pada lapisan vitreoretinal yang robek Jernih Jernih atau tidak ada perpindahan

Cairan sub retinal

Massa koroid Tekanan intraocular Transluminasi

Tidak ada Rendah Normal

Tidak ada Normal Normal

12

ditemukan lesi pigmen koroid Keaadan yang menyebabkan ablasio Robeknya retina Retinopati diabetikum proliferative, post traumatis vitreous traction Uveitis, metastasis tumor, melanoma maligna, retinoblastoma, hemangioma koroid, makulopati eksudatif senilis, ablasi eksudatif post cryotherapi atau dyathermi.

Pemeriksaan: 3 1. Pemeriksaan tajam penglihatan 2. Pemeriksaan lapangan pandang 3. Memeriksa apakah ada tanda-tanda trauma4. Periksa reaksi pupil. Dilatasi pupil yang menetap mengindikasikan adanya

trauma. 5. Pemeriksaan slit lamp; anterior segmen biasanya normal, pemeriksaan vitreous untuk mencari tanda pigmen atau tobacco dust, ini merupakan patognomonis dari ablasio retina pada 75 % kasus. 6. Periksa tekanan bola mata.7. Pemeriksaan fundus dengan oftalmoskop (pupil harus dalam keadaan

berdilatasi) 2.3.5. Penatalaksanaan6 1. Scleral buckling : setelah defek pada retina ditandai pada luar sclera, cryosurgery dilakukan disekitar lesi. Dilanjutkan dengan memperkirakan bagian dari dinding bola mata yang retinanya terlepas, lalu dilakukan fiksasi13

dengan buckle segmental atau circular band (terlingkari >360 derajat) pada sclera. Keuntungan dari tehnik ini adalah menggunakan peralatan dasar, waktu rehabilitasi pendek,resiko iatrogenic yang menyebabkan kekeruhan lensa rendah, mencegah komplikasi intraocular seperti perdarahan dan inflamasi. 2. Retinopeksi pneumatic : udara dimasukkan ke dalam viterus. Dengan cara ini retina dapat dilekatkan kembali. Cryosurgery dilakukan sebelum atau sesudah penyuntikan gas atau koagulasi dengan laser yang dilakukan di sekitar defek retina setelah perlekatan retina. Pelepasan dengan robekan tunggal pada retina di tepi atas fundus (arah jam 10- jam 2) adalah kondisi yang paling bagus untuk prosedur ini.

Gambar 7. Skleral buckling

14

Gambar 8. Retinopeksi pneumatic

4. Pars Plana Vitrektomi : dibawah mikroskop, badan vitreus dan semua komponen penarikan epiretinal dan subretinal dikeluarkan. Lalu retina dilekatkan kembali dengan cairan perfluorocarbon. Defek pada retina ditutup dengan endolaser atau aplikasi eksokrio. Keuntungan PPV: 1. Dapat menentukan lokasi defek secara tepat 2. Dapat mengeliminasi media yang mengalami kekeruhan karena teknik ini dapat dikombinasikan dengan ekstraksi katarak. 3. Dapat langsung menghilangkan penarikan dari vitreous. Kerugian PPV: 1. Membutuhkan tim yang berpengalaman dan peralatan yang mahal.15

2. Dapat menyebabkan katarak.3. Kemungkinan diperlukan operasi kedua untuk mengeluarkan silicon oil 4.

Perlu follow up segera (terjadinya reaksi fibrin pada kamera okuli anterior yang dapat meningkatkan tekanan intraokuler.

Gambar 9. Vitrektomi

2.3.6. Prognosis7 1. Apabila ablasio retina meliputi daerah macula, kemungkinan pengembalian penglihatan sangat rendah. 2. Ablasio retina mempunyai risiko berulang.

16

BAB III KESIMPULAN

Istilah ablasio retina (retinal detachment) menandakan pemisahan retina yaitu fotoreseptor dan lapisan bagian dalam, dari epitel pigmen retina dibawahnya. Terdapat tiga jenis utama : ablasio regmatogenosa, ablasio traksi dan ablasio serosa atau hemoragik.1

17

Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membrane Bruch. 2 Apabila ablasio retina meliputi daerah macula, kemungkinan pengembalian penglihatan sangat rendah.. Ablasio retina mempunyai risiko berulang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Basic and Clinical Science Course, Retinal and Vitreous, saection 12, American-

Academy of Ophtalmology, United State, 1997.2. Elkington AR, Khaw PT, Petunjuk Penting Kelainan Mata, Buku Kedokteran

EGC, Jakarta,1995. 3. Freeman WR, Practical Atlas of Retinal Disease and Therapy. Edition 2, Lippincott-Raven, Hongkong,1998

18

4. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, Oftalmologi Umum, Edisi 14, Widya Medika, Jakarta, 2000 5. Nema HV, Text Book of Ophtalmology, Edition 4, Medical publishers, New Delhi, 20026. Langston D, Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, Edition 4, Deborah

Pavan-Langston, United State, 1996.7. Ilyas S, Ilmu Penyakit Mata, Edisi 2, FKUI, Jakarta, 2003.

19