Upload
cahyo-wisnugroho
View
868
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mioma uteri, dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomioma dan
merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpangnya.1 Sering ditemukan pada wanita usia reproduksi ( 20 – 25 %),
kejadiannya lebih tinggi pada usia diatas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40 %.
Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35 - 50 tahun, menunjukkan adanya
hubungan mioma uteri dengan estrogen. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi
sebelum menarche dan menopause angka kejadian sekitar 10 %. Di Indonesia angka
kejadian mioma uteri ditemukan 2,39 % - 11,87 % dari semua penderita ginekologi yang
dirawat. Di USA wanita kulit hitam 3-9 kali lebih tinggi menderita mioma uteri
dibandingkan wanita berkulit putih.Sedangkan di Afrika,wanita kulit hitam sedikit sekali
menderita mioma uteri.1,2
1.2 Rumusan masalah
Apa pengertian dari mioma uteri?
Apa saja penyebab mioma uteri?
Apa gejala-gejala dari mioma uteri?
Bagaimana penatalaksanaan mioma uteri?
Apa saja diagnosis banding dari mioma uteri?
1.3 Batasan Masalah
Referat ini membahas mengenai definisi, penyebab, gejala klinik, penatalaksanaan
dan diagnosis banding dari mioma uteri
1.4 Tujuan Penulisan
Menjelaskan definisi mioma uteri.
Menjelaskan epidemiologi mioma uteri
1
Menjelaskan klasifikasi mioma uteri.
Menjelaskan patogenesis mioma uteri.
Menjelaskan tanda dan gejala klinik mioma uteri.
Menjelaskan diagnosis mioma uteri.
Diagnosis banding dari mioma uteri
Menjelaskan komplikasi mioma uteri
Menjelaskan penatalaksaan mioma uteri.
2
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI UTERI
2.1. Anatomi
Uterus berbentuk seperti buah advokat atau buah peer yang sedikit gepeng kea rah muka
belakang, ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya terdiri atas otot-
otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7 – 7,5 cm, lebar di atas 5, 25 cm, tebal 2,5 cm dan
tebel dinding uterus adalah 1,25 cm. Bentuk dan ukuran uterus sangat berbeda-beda, tergantung
pada usia dan pernah melahirkan anak atau belumnya. Terletak di rongga pelvis antara kandung
kemih dan rectum. Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio ( serviks ke
depan dan membentuk sudut dengan serviks uteri ).
Bagian-bagian uterus terdiri atas :
1. Fundus uteri, adalah bagain uterus proksimal di ats muara tuba uterina yang mirip
dengan kubah , di bagian ini tuba Falloppii masuk ke uterus. Fundus uteri ini biasanya
diperlukan untuk mengetahui usia/ lamanya kehamilan
2. Korpus uteri, adalah bagian uterus yang utama dan terbesar. Korpus uteri menyempit di
bgaian inferior dekat ostium internum dan berlanjut sebagai serviks. Pada kehamilan,
bagian ini mempunyai fungsi utama sebagai tempat janain berkembang. Rongga yang
terdapat di korpus uteri disebut kavum uteri ( rongga rahim ).
3. Serviks uteri, serviks menonjol ke dalam vagina melalui dinding anteriornya,dan
bermuara ke dalamnya berupa ostium eksternum. Serviks uteri terdiri dari :
Pars vaginalis servisis uteri yang dinamakan porsio
Pars supravaginalis servisis uteri yaitu bagian serviks yang berada di atas vagina
Secara histologis, dinding uterus terdiri atas :
1. Endometrium ( selaput lendir ) di korpus uteri
Endometrium terdiri atas epitel pubik, kelenjar-kelenjar dan jaringan dengan banyak
pembuluh darah. Endometrium terdiri atas epitel selapis silindris, banyak kelenjar tubuler
3
bersekresi lendir. Dua pertiga bagian atas kanal servikal dilapisi selaput lendir dan sepertiga
bawah dilapisi epitel berlapis gepeng, menyatu dengan epitel vagina.Endometrium melapisi
seluruh kavum uteri dan mempunyai arti penting dalam siklus haid. Endometrium merupakan
bagian dalam dari korpus uteri yang membatasi cavum uteri. Pada endometrium terdapat lubang-
lubang kecil yang merupakan muara-muara dari saluran-saluran kelenjar uterus yang dapat
menghasilkan secret alkalis yang membasahi cavum uteri. Epitel endometrium berbentuk seperti
silindris.
2. Myometrium / Otot-otot polos
Lapisan otot polos di sebelah dalam berbentuk sirkuler dan di sebelah luar berbentuk
longitudinal. Di antara kedua lapisan itu terdapat lapisan otot oblik, berbentuk anyaman, lapisan
ini paling kuat dan menjepit pembuluh-pembuluh darah yang berada di sana. Myometrium
merupakan bagian yang paling tebal. Terdiri dari otot polos yang disusun sedemikian rupa
hingga dapat mnedorong isinya keleuar saat persalinan. Di antara serabut-serabut otot terdapat
pembuluh-pembuluh darah, pembuluh lympa dan urat saraf. Otot uterus terdiri dari 3 bagain :
Lapisan luar, yaitu lapisan seperti kap melengkung melalui fundus menuju kea
rah ligamenta
Lapisan dalam, merupakan serabut-serabut otot yang berfungsi sebagai sfingter
dan terletak pada ostium internum tubae dan orificium uteri internum
Lapisan tengah, terletak antara ke dua lapisan di atas, merupakan anyaman
serabut otot yang tebal ditembus oleh pembuluh-pembuluh darah. Jadi, dinding
uterus terutama dibentuk oleh lapisan tengah ini.
3. Perimetrium , yakni lapisan serosa / terdiri atas peritoneum viserale yang meliputi
dinding uterus bagian luar. Ke anterior peritoneum menutupi fundus dan korpus,
kemudian membalik ke atas permukaan kandung kemih. Lipatan peritoneum ini
membentuk kantung vesikouterina. Ke posterior, peritoneum menutupi menutupi fundus,
korpus dan serviks, kemudian melipat pada rektum dan membentuk kantung rekto-
uterina. Ke lateral, hanya fundus yang ditutupi karena peritoneum membentuk lipatan
ganda dengan tuba uterina pada batas atas yang bebas. Lipatan ganda ini adalah
ligamentum latum yang melekatkan uterus pada sisi pelvis.
4
Uterus sebenarnya terapung dialam rongga pelvis dengan jaringan ikat dan ligamenta
yang menyokongnya, sehingga terfiksasi dengan baik. Ligamenta yang memfiksasi uterus adalah
( Ilmu Kebidanan ):
1. Ligamentum kardinale sinistrum et dekstrum ( Mackenrodt ) yakni ligamentum yang
trepenting, mencegah supaya uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat tebal dan
berjalan dari serviks dan puncak vagina kea rah lateral dinding pelvis.
2. Ligamentum sakro- uterinum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang
menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang, kiri
dan kanan, kea rah os sacrum kiri dan kanan.
3. Ligamentum rotundum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang menhaan
uterus dalam antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah
inguinal kiri dan kanan. Pada kehamilan kadang-kadang terasa sakit di daerah inguinal
pada waktu berdiri cepat karena uterus berkontraksi kuat dan ligamentum rotundum
menjadi kencang serta mengadakan tarikan pada daerah inguinal. Pada persalinan ia pun
terba kencang dan terasa sakit bila dipegang.
4. Ligamentum latum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang meliputi tuba,
berjalan dari uterus kea rah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat. Sebenarnya
ligamentum ini adalah bagian dari peritoneum viserale yang meliputi uterus dan kedua
tuba dan berbentuk sebagai lipatan. Di bagian dorsal, ligamentum ini ditemukan indung
5
telur ( ovarium sinistrum et dekstrum ). Untuk memfiksasi uterus, ligamentum latum ini
tidak banyak artinya.
5. Ligamentum infundibulo-pelvikum, yakni ligamentum yang menahan tuba Falloppii
berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan urat-urat
saraf, saluran-saluran limfe, arteria dan vena ovarica.
Uterus diberi darah oleh arteri uterine kiri dan kanan yang terdiri atas ramus asenden dan
ramus desenden. Pembuluh darah ini berasal dari arteri iliaka interna ( disebut juga dengan arteri
hipogastrika ) yang melalui dasar ligamentum latum masuk ke dalam uterus didaerah cervics kira
– kira 1,5 cmdiatas forniks lateralis vagina. Pembuluh darah lain yang memperdarai adalah arteri
ovarika kiri dan kanan. Arteri ini berjalan dari dinding lateral pelvis, melalui dinding ligamentum
infundibulo-pelvicum mengikuti tuba falopi, beranastomosis dengan ramus asenden arteri uterine
disebelah lateral, kanan dan kiri uterus. Bersama – sama dengan arteri tersebut diatas terdapat
vena-vena yang kembali melalui pleksus vena ke vena hipogastrika
6
2.2. FISIOLOGI
Sekarang diketahui bahwa dalam proses ovulasi harus ada kerjasama antara korteks
serebri, hipotalamus, hipofisis, ovarium, glandula tiroidea, glandula suprarenalis dan kelenjar
endokrin lainnya. Yang memegang peranan penting dalam proses tersebut adalah hubungan
hipotalamus, hipofisis dan ovarium.
Hipotalamus menghasilkan factor yang telah dapat diisolasi dan disebut Gonadotropin Relaksing
Hormon ( GnRH) karena dapat merangsang pelepasan Lutenizing Hormon (LH ) dan Follicle
Strimulating Hormon (FSH) dari hipofisis.
Siklus haid normal dapat dipahami dengan baik dengan membaginya atas dua fase dan 1
saat, yaitu fase folikular, saat ovulasi dan fase luteal. Perubahan perubahan kadar hormone
sepanjang siklus haid disebabkan oleh mekanisme umpan balik (feedback) antara hormone
steroid dan horman gonatropin. Estrogen menyebabkan umpan balik negative terhadap FSH,
sedangkan terhadap LH estrogen menyebabkan umpan balik negative jika kadarnya rendah dan
umpan balik positif jika kadarnya tinggi.
7
Tidak lama setelah haid mulai, pada fase folikular ini, beberapa folikel berkembang oleh
pengaruh FSH yang meningkat. Peningkatan FSH ini disebabkan oleh agregasi korpus luteum,
sehingga hormone steroid berkuran. Dengan berkembangnya folikel, produksi estrogen
meningkat, dan inilah menekan produksi FSH; folikel yang akan berovulasi melindungi dirinya
sendiri terhadap atresia, sedangkan folikel lain mengalami atresia. Pada waktu ini LH meningkat,
namun penurunan pada tingkat ini hanya membantu pembuatan estrogendalam folikel.
Perkembangan folikel berakhir setelah kadar estrogen dalam plasma meninggi. Estrogen pada
mulanya meninggi secara berangsur – angsur, kemudian dengan cepat mencapai puncaknya. Ini
memberikan umpan balik positif terhadap pusat siklik dan dengan lonjakan LH pada pertengan
siklus, mengakibatkan terjadinya ovulasi. LH meninggi itu menetap kira-kira 24jam dan
menurun pada fase luteal. Dalam beberapa jam setelah LH meningkat, estrogen menurun dan
mungkin inilah yang menyebabkan LH menuru.
Pada fase luteal, setelah ovulasi, sel – sel granulusa membesar, membentuk vakuola dan
bertumpuk pigmen kuning (lutein); menjadi korpus luteum. Luteinzed theca cell membuat pula
estrogen yang banyak, sehingga kedua hormone itu meningkat pada fase luteal. Mulai 10-12 hari
setelah ovulasi korpus luteum mengalami regresi berangsur-angsur disertai dengan berkurangnya
kapiler-kapiler dan diikuti oleh penurunan sekresi progesterone dan estrogen. 15
Siklus ovarium14
fase folikular
o hari ke 1-8, awal siklus. Kadar FSH dan LH relative tinggi dan memacu
perkembangan 10-20 folikel dengan satu folikel dominan.
o Hari ke 9-14,pada saat ukuran folikel meningkat lokalisasi akumulasi cairan
tampak sekitar sel granulose dan menjadi konfluen.
Perubahan hormone : berhubungan dengan pematangan folikel adalah ada
kenaikan yang progresif dalam produksi estrogen oleh sel granulose dari folikel
yang berkembang. Karena kadar estrogen meningkat, pelepasan kedua
gonadotropin ditekan (umpan balik negative) yang berguna untuk mencegah
hiperstimulasi dari ovarium dan pematangan banyak folikel.
8
Fase ovulasi
Hari ke 14, ovulasi adalah pembesaran volikel secara cepat yang diikuti dengan protusi
dari permukaan korteks ovarium dan pecahnya folikel dengan ekstrusinya oosit yang
ditempeli oleh cumulus ooforus
Perubahan hormone :estrogen meningkatkan sekresi LH mengakibatkan meningkatnya
produksi androgen dan estrogen (umpan balik positif). Segera sebelum ovulasi terjadi
penurunan kadar estradiol yang cepat dan peningkatan produksi progesterone.
Fase luteal
Hari ke 15-28, sel granulose mengalami litenisasi menjadi korpus luteum. Korpus luteum
merupakan sumber utama hormone seks, estrogen dan progesterone disekresi oleh
ovarium pada fase pasca ovulasi. Korpus luteum meningkatkan produksi progesterone
dan estradiol.
Jika terjadi konsepsi dan implantasi, korpus luteum tidak mengalami regresi karena
dipertahankan oleh gonadotropin yang dihasilkan oleh trofoblas. Jika konsepsi dan
implementasi tidak terjadi maka korpus luteum akan mengalami regresi dan terjadilah
haid.
Siklus uterus14
Melibatkan endometrium dan mukosa servis
Endometrium
Fase proliferai
Selama fase folikular di ovarium, endometrium dibawah pengaruh estrogen. Pada akhir
haid proses regenerasi berjalan dengan cepat, disebut juga dengan fase proliferasi.
Kelenjar tubular yang tersusun rapi sejajar dengan sedikit sektresi.
Fase sekretoris
Setelah fase ovulasi, produksi progesterone menginduksi perubahan sekresi
endometrium. Tampak sekretori darivakuole dalam epitel kelenjar dibawah nucleus,
sekres maternal ke dalam lumen kelenjar dan menjadi berkelok- kelok.
9
Fase haid
Normal fase luteal berlangsung selama 14 hari. Pada akhir fase ini terjadi regresi korpus
luteum yang ada hubungannya dengan menurunnya preoduksi estrogen dan progesterone
ovarium. Penurunan ini diikuti oleh kontraksi spasmodic yang intensdari bagian arteri
spiralis kemudian endometrium menjadi iskemik dan nekrosis, terjadi pengelupasan
lapisan superficial endometrium dan terjadilah perdarahan.
Mucus servics
Awal fase folikular mucus servics viskus dan impermeable
Akhir fase folikular kadar estrogen meningkat memacu perubahan dan komposisi mucus,
kadar airnya meningkat secara progresif, sebelum ovulasi terjadi mucus servik banyak
mengandung air dan mudah dipenetrasi oleh spermatozoa.
Setelah ovulasi progesterone diproduksi oleh korpus luteumyang efeknya berlawanan
dengan estrogen dan mucus serviks menjadi impermeable lagi, orifisium uteri eksternum
kontraksi.
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA MIOMA UTERI
3.1. Definisi
Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomioma
merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpanginya.1
Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos uterus yang dilipat oleh pseudo kapsul, yang
berasal dari sel otot polos yang imatur. Dengan nama lain leiomioma, fibroid dan fibromioma.1
Faktor Risiko
1. Usia penderita
Wanita kebanyakannya didiagnosa dengan mioma uteri dalam usia 40-an; tetapi,masih
tidak diketahui pasti apakah mioma uteri yang terjadi adalah disebabkan peningkatan formasi
atau peningkatan pembesaran secara sekunder terhadap perubahan hormon pada waktu usia
begini. Faktor lain yang bisa mengganggu insidensi sebenar kasus mioma uteri adalah kerana
dokter merekomendasi dan pasien menerima rekomendasi tersebut untuk menjalani histerektomi
hanya setelah mereka sudah melepasi usia melahirkan anak (Parker, 2007). 16
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang
mioma.Mioma belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke dan setelah menopause hanya
10% mioma yang masih bertumbuh (Prawirohardjo, 2008)
2. Hormon endogen (Endogenous Hormonal)
Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil dari hasil histerektomi
wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa hormon esterogen endogen pada wanita-
11
wanita menopause pada kadar yang rendah atau sedikit (Parker, 2007). Awal menarke (usia di
bawah 10 tahun) dijumpai peningkatan resiko ( RR 1,24) dan menarke lewat (usia setelah 16
tahun) menurunkan resiko (RR 0,68) untuk menderita mioma uteri.
3.Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai peningkatan 2,5 kali kemungkinan risiko untuk menderita mioma uteri dibanding
dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma yang mempunyai
riwayat keluarga penderita mioma uteri mempunyai 2 kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF-α
(a myoma-related growth factor) dibandingkan dengan penderita mioma yang tidak mempunyai
riwayat keluarga penderita mioma uteri (Parker, 2007). 16
4.Etnik
Dari studi yang dijalankan melibatkan laporan sendiri oleh pasien mengenai mioma uteri,
rekam medis, dan pemeriksaan sonografi menunjukkan golongan etnik Afrika-Amerika
mempunyai kemungkinan risiko menderita mioma uteri setinggi 2,9 kali berbanding wanita etnik
caucasia, dan risiko ini tidak mempunyai kaitan dengan faktor risiko yang lain. Didapati juga
wanita golongan Afrika-Amerika menderita mioma uteri dalam usia yang lebih muda dan
mempunyai mioma yang banyak dan lebih besar serta menunjukkan gejala klinis. Namun ianya
masih belum diketahui jelas apakah perbedaan ini adalah kerana masalah genetik atau perbedaan
pada kadar sirkulasi estrogen, metabolisme estrogen, diet, atau peran faktor lingkungan.
Pada penelitian terbaru menunjukkan yang Val/Val genotype untuk enzim essensial
kepada metabolisme estrogen,catechol-O-methyltransferase (COMT) ditemui sebanyak 47%
pada wanita Afrika-Amerika berbanding hanya 19% pada wanita kulit putih. Wanita dengan
genotype ini lebih rentan untuk menderita mioma uteri. Ini menjelaskan mengapa prevalensi
yang tinggi untuk menderita mioma uteri dikalangan wanita Afrika-Amerika lebih tinggi (Parker,
2007). 16
5.Berat Badan
Satu studi prospektif dijalankan dan dijumpai kemungkinan risiko menderita mioma uteri
adalah setinggi 21% untuk setiap kenaikan 10kg berat badan dan dengan peningkatan indeks
massa tubuh. Temuan yang sama juga turut dilaporkan menyebabkan pemingkatan konversi
12
androgen adrenal kepada estrone dan menurunkan hormon sex-binding globulin. Hasilnya
menyebabkan peningkatan estrogen secara biologikal yang bisa menerangkan mengapa terjadi
peningkatan prevalensi mioma uteri dan pertumbuhannya (Parker, 2007).
Beberapa penelitian menemukan hubungan antara obesitas dan peningkatan insiden
mioma uteri. Suatu studi di Harvard yang dilakukan oleh Dr. Lynn Marshall menemukan bahwa
wanita yang mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT) di atas normal, berkemungkinan 30,23%
lebih sering menderita mioma uteri. Ros dkk, (1986) mendapatkan resiko mioma uteri meningkat
hingga 21% untuk setiap 10 Kg kenaikan berat badan dan hal ini sejalan dengan kenaikan IMT
6.Diet
Ada studi yang mengaitkan dengan peningkatan terjadinya mioma uteri dengan
pemakanan seperti daging sapi atau daging merah atau ham bisa meningkatkan insidensi mioma
uteri dan sayuran hijau bisa menurunkannya. Studi ini sangat sukar untuk diintepretasikan kerana
studi ini tidak menghitung nilai kalori dan pengambilan lemak tetapi sekadar informasi sahaja
dan juga tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubung
dengan mioma uteri (Parker, 2007). 16
7. Kehamilan dan paritas
Peningkatan paritas menurunkan insidensi terjadinya mioma uteri. Mioma uteri
menunjukkan karakteristik yang sama dengan miometrium yang normal ketika kehamilan
termasuk peningkatan produksi extracellular matrix dan peningkatan ekspresi reseptor untuk
peptida dan hormon steroid. Miometrium postpartum kembali kepada berat asal, aliran darah dan
saiz asal melalui proses apoptosis dan diferensiasi. Proses remodeling ini berkemungkinan
bertanggungjawab dalam penurunan saiz mioma uteri. Teori yang lain pula mengatakan
pembuluh darah di uterus kembali kepada keadaan atau saiz asal pada postpartum dan ini
menyebabkan mioma uteri kekurangan suplai darah dan kurangnya nutrisi untuk terus membesar.
Didapati juga kehamilan ketika usia midreproductive (25-29 tahun) memberikan perlindungan
terhadap pembesaran mioma (Parker, 2007). 16
8.Kebiasaan merokok
13
Merokok dapat mengurangi insidensi mioma uteri. Banyak faktor yang bisa menurunkan
bioavalibiltas hormon estrogen pada jaringan seperti: penurunan konversi androgen kepada
estrone dengan penghambatan enzim aromatase oleh nikotin (Parker, 2007). 16
3.2. Epidemiologi
Berdasarkan otopsi, novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang
mioma, pada wanita berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri belum pernah
dilaporkan terjadi sebelum menarche. Setelah menopause hanya kira – kira 10% mioma yang
masih tumbuh. Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39 – 11,7% pada semua penderita
ginekologi yang dirawat15.
Tumor ini paling sering ditemukan pada usia 35 – 45 tahun (25%) dan jarang pada usia
20 tahun dan usia menopause. Wanita yang lebih sering melahirkan akan lebih sedikit
kemungkinan untuk berkembangnya mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tidak pernah
hamil atau yang hanya satu kali hamil15.
3.3. Klasifikasi mioma uteri
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uteri (1-3%) dan selebihnya adalah dari
korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka mioma
uteri dibagi 4 jenis antara lain:
1. Mioma submukosa
2. Mioma intramural
3. Mioma subserosa
4. Mioma intraligamenter
14
Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%), subserosa (48%),
submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%)3
1. Mioma submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini
dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan gangguan
perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan
perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan.
Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan
adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete bump dan dengan pemeriksaan
histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor.
Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata.
Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai.
Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt
atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi dan infark. Pada
beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas.
2. Mioma intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan
tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi
tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan
15
mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang
terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan
mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.
3. Mioma subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan
uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan
ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
4. Mioma intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke
ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut
wondering parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu
uterus. Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium
uteri eksternum berbentuk bulan sabit.
Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari bekas otot polos
dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorie like pattern) dengan
pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan.
Gambaran makroskopik mioma uteri:
Berkapsul
Berbatas tegas
16
Gambar 1. Representasi gambar uterus normal dan struktur vaskulernya A. Pelebaran pembuluh darah pada endometrium dan miometrium pada uterus normal B. Pelebaran pembuluh darah obstruksi fisik pada pembuluh darah uterus miomatosus
Gambaran mikroskopik
Pada pembelahan jaringan mioma tampak lebih putih dari jaringan sekitarnya. Pada
pemeriksaan secara mikroskopik dijumpai se-sel otot polos panjang, yang membentuk bangunan
yang khas sebagai kumparan ( whorle like pattern). Inti sel juga panjang dan bercampur dengan
jaringan ikat. Pada pemotongan tranversal, sel berbentuk polihedral dengan sitoplasma yang
banyak mengelilinginya. Pada pemotongan longitudinal inti sel memanjang, dan ditemukan
adanya “mast cells” diantara serabut miometrium sering diinterprestasi sebagai sel tumor atau sel
raksasa ( giant cells ).1,5,6
17
Perubahan sekunder
a. Atrofi sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan berakhir mioma uteri menjadi
kecil.
b. Degenerasi hialin, perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita usia lanjut.
Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen.Dapat meliputi sebagian besar
atau hanya sebagian kecil dari padanya seolah-olah memisahkan satu kelompok
serabut otot dari kelompok lainnya.
c. Degenerasi kistik, dapat meliputi daerah kecil maupun luas, sebagian dari mioma
menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi seperti
agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga
menyerupai limfangioma. Dengan konsistansi yang lunak tumor ini sukar dibedakan
dari kista ovarium atau suatu kehamilan.
d. Degenerasi membatu ( calcireous degeneration ), terutama terjadi pada wanita berusia
lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan
garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan
bayangan pada foto rontgen.
e. Degenerasi merah ( carneous degeneration ), perubahan ini biasanya terjadi pada
kehamilan dan nifas. Patogenesis diperkirakan karena suatu nekrosis subakut akibat
gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat terlihat sarang mioma seperti daging
mentah berwarna merah disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin.
Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda yang disertai
18
emesis dan haus, sedikit demam dan kesakitan, tumor dan uterus membesar dan nyeri
pada perabaan.Penampilan klinik seperti ini menyerupai tumor ovarium terpuntir atau
mioma bertangkai.
f. Degenerasi lemak, keadaan ini jarang dijumpai, tetapi dapat terjadi pada degenerasi
hialin yang lanjut, dikenal dengan sebutan fibrolipoma.15
3.4. patogenitas mioma uteri
Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri saat ini belum diketahui. Mioma uteri banyak
ditemukan pada usia reproduktif dan angka kejadiannya rendah pada usia menopause, dan belum
pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche. Diduga penyebab timbulnya mioma uteri paling
banyak oleh stimulasi hormon estrogen.1
Pukka menemukan bahwa reseptor estrogen pada mioma uteri lebih banyak didapatkan
dibandingkan dengan miometrium normal. Meyer dan De Snoo mengemukakan patogenesis
mioma uteri dengan teori cell nest dan genitoblast.15
Apakah estrogen secara langsung memicu pertumbuhan mioma uteri, atau memakai mediator
masih menimbulkan silang pendapat. Dimana telah ditemukan banyak sekali mediator didalam
mioma uteri, seperti estrogen growth factor, insulin growth factor – 1 ( IGF – 1 ), connexsin – 43
– Gap junction protein dan marker proliferasi.
Awal mulanya pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi somatik dari sel-sel miometrium.
Mutasi ini mencakupi rentetan perubahan pada kromosom, baik secara parsial maupun secara
keseluruhan. Aberasi kromosom ditemukan pada 23-50% dari mioma uteri yang diperiksa, dan
yang terbanyak (36,6%) ditemukan pada kromosom 7 ( del ( 7 ) ( q 21 )/ q 21 q 32 ).
Keberhasilan pengobatan medikamentosa mioma uteri sangat tergantung apakah telah terjadi
perubahan pada kromosom atau tidak.2,4
19
3.5. tanda dan gejala klinik
hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan ginekologik
karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang dikeluhkan sangat tergantung pada tempat
sarang mioma ini berada (serviks, intramural, submukus, subserus ) besarnya tumor, perubahan
dan komplikasi yang terjadi.
Gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :
Perdarahan abdominal. Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adaah hipermenore,
menoragia, dan dapat juga terjadi metrorargia.
Factor – factor penyebab perdarahan :
o Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometriumsamai
adenokarsinoma endometrium
o Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasanya
o Atrofi endometrium diatas mioma submukosa
o Endometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang – sarang
mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh
darah yang melaluinya dengan baik.
Rasa nyeri. Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan
sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Pada
pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan, pula pertumbuhannya yang
menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga dismenore.
Gejala dan tanda penekanan. Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri.
Penekanan pada kandung kemih menyebabkan poli uri, pada uretra menyebabkan
retensio urine, pada ureter menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rectum
menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe di
panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
Infertilitas dan abortus, dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
interstitial tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya abortus
oleh karena distorsi rongga uterus
20
Mioma uteri dan kehamilan
Mioma uteri dapat mempengaruhi kehamilan, misalnya menyebabkan infertilitas; resiko
terjadinya abortus bertambah karena distorsi ronga uterus;nkhususnya pada mioma
submukosum; letak janin; mengahalangi kemajuan persalinan karena letaknya pada serviks
uteri; menyebabkan inersia maupun atonia uteri, sehingga menyebabkan perdarahan pasca
persalinan karena adanya gangguan mekanik dalam fungsi miometrium; menyebabkan
plasenta sukar lepas dari dasarnya; dan mengganggu proses involusi dalam nifas.
Kehamilan sendiri dapat menimbulkan perubahan pada mioma uteri, antara lain :
Tumor membesar terutama pada bulan – bulan pertama karena pengaruh estrogen
yang kadarnya meningkat
Dapat terjadi degenerasi merah waku hamil maupun masa nifas
Meskipun jarang mioma uteri bertangkai dapat juga mengalami torsi dengan gejala
dan tanda abdomen akut.
3.6. Diagnosis mioma uteri
3.6.1. Pemeriksaan fisik
Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus.Diagnosis
mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih
massa yang lebih licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini
adalah bagian dari uterus.
3.6.2. Temuan laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan
uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma
menghasilkan eritropoeitin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia.
Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan
mioam terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan
kemudian menginduksi pembentukan eritropoetin ginjal.
3.6.3. Pemeriksaan penunjang
21
a. Ultrasonografi
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya
mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang kecil.
Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui ultrasonografi
transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang
mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Adanya
kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi
kistik ditandai adanya daerah yang hipoekoik.13
b. Hiteroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya
kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat.
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi jarang
diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat
dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang
dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi
alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.
3.7. Komplikasi mioma uteri
1. Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemuken hanya 0.32 – 0.6 % dari seluruh
mioma serta merupakan 50 – 75 % dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya
baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan
akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi
pembesaran sarang mioma dalam menopause.2,5
Novak dan Woodruff melaporkan insiden leiomiosarkoma adalah dibawah 0.5 %.
2. Torsi ( putaran tangkai )
22
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut
sehingga mengalami nekrosis. Keadaan ini dapat terjadi pada semua bentuk mioma
tetapi yang paling sering adalah jenis mioma submukosa pendinkulata.
3.8. Diagnosis banding mioma uteri
Diagnosis banding yang perlu dipikirkan adalah tumor abdomen dibagian bawah atau
panggul ialah mioma subserosum dan kehamilan. Mioma submukosum harus dibedakan dengan
inversion uteri. Mioma intramural harus dibedakan dengan adenomiosis, koriokarsinoma,
karsinoma korporis uteri, atau suatu sarcoma uteri.
3.9. Penatalaksanaan mioma uteri
1. Konservatif Penderita dengan mioma yang kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan
pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar dari
kehamilan 10 – 12 minggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada tangkai,
perlu diambil tindakan operasi.1,7
2. Terapi medikamentosa
Terapi medikammentosa yang dapat memperkecil volume atau menghentikan
pertumbuhan mioma uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi
medikamentosa masih merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti sementara dari
terapi operatif.3,8
Adapun preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analog
GnRH, progesteron,danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin, anti prostaglandin,agen-
agen lain (gossipol,amantadine)
Analog GnRH .
Penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 pasien dengan mioma uteri yang
diberikan analog GnRH leuprorelin asetat selama 6 bulan, ditemukan pengurangan
volume uterus rata-rata 67 %, pada 90 wanita didapatkan pengecilan volume uterus
23
sebesar 20 %, dan pada 35 wanita ditemukan pengurangan volume mioma sebanyak 80
%.
Efek maksimal dari analog GnRH baru terlihat setelah 3 bulan dimana cara kerjanya
menekan produksi estrogen dengan sangat kuat, sehingga kadarnya dalam darah
menyerupai kadar estrogen wanita usia menopause. Setiap mioma uteri memberikan
hasil yang berbeda-beda terhadap pemberian analog GnRH.2,9
Mioma submukosa dan mioma intramural merupakan mioma uteri yang paling
responsif terhadap pemberian analog GnRH. Sedangkan mioma subserosa tidak
responsif dengan pemberian analog GnRH ini.
Keuntungan pemberian pengobatan medikamentosa dengan analog GnRH adalah.2
1. Mengurangi volume uterus dan volume mioma uteri
2. Mengurangi anemia akibat pendarahan
3. Mengurangi pendarahan pada saat operasi
4. Tidak diperlukan insisi yang luas pada uterus saat pengangkatan mioma
5. Mempermudah tindakan histerektomi vaginal
6. Mempermudah pengangkatan mioma submukosa dengan histeroskopi
Progesteron
Peneliti Lipschutz tahun 1939, melaporkan perkembangan mioma uteri dapat dihambat
atau dihilangkan dengan pemberian progesteron. Dimana progesteron yang diproduksi
oleh tubuh dapat berinteraksi secara sinergis dengan estrogen, tetapi mempunyai aksi
antagonis.3,10,11
Tahun 1946 Goodman melaporkan terapi injeksi progesteron 10 mg dalam 3 kali
seminggu atau 10 mg sehari selama 2 – 6 minggu, terjadi regresi dari mioma uteri,
setelah pemberian terapi. Segaloff tahun 1949, mengevaluasi 6 pasien dengan
perawatan 30 sampai 189 hari, dimana 3 pasian diberi 20 mg progesteron
intramuskuler tiap hari, dan 3 pasian lagi diberi 200 mg tablet. Pengobatan ini tidak
mempengaruhi ukuran mioma uteri.
Goldhiezer, melaporkan adanya perubahan degeneratif mioma uteri pada pemberian
progesteron dosis besar. Dengan pemberian medrogestone 25 mg pr hari selama 21
24
hari. Pada pemberian 2 mg norethindrone tiap hari selama 30 hari tidak mempengaruhi
perubahan ukuran volume mioma uteri. Perkiraan ukuran mioma uteri sebelum dan
sesudah terapi tidak dilakukan dan efektifitasnya dimulai berdasarkan temuan
histologis. Terapi progesteron mungkin ada berhasil dalam pengobatan mioma uteri,
hal ini belum terbukti saat ini.2,3,11
Danazol
Danazol merupakan progestogen sintetik yang berasal dari testoteron, dan pertama kali
digunakan untuk pengobatan endometrosis. Prof. Maheux tahun 1983 pada pertemuan
tahunan perkumpulan fertilitas Amerika, mempresentasikan hasil studinya di
Universitas Yale, 8 pasien mioma uteri diterapi 800 mg danazol setiap hari, selama 6
bulan. Dosis substansial didapatkan hanya menyebabkan pengurangan volume uterus
sebesar 20 – 25 %, dimana diperoleh fakta bahwa damazol memiliki substansi
androgenik.3
Tamaya, dan rekan-rekan tahun 1979, melaporkan reseptor androgen pada mioma
terjadi peningkatan aktivitas 5 ∝ - reduktase dibandingkan dengan miometrium dan
endometrium normal. Yamamoto tahun 1984,
dimana mioma uteri, memiliki suatu aktifitas aromatase yang tinggi dan dapat
membentuk estrogen dari androgen.3,12
Tamoksifen
Tamoksifen merupakan turunan trifeniletilen mempunyai khasiat estrogenik maupun
antiestrogenik. Dan dikenal sebagai “selective estrogen receptor modulator” (SERM)
dan banyak digunakan untuk pengobatan kanker payudara stadium lanjut. Karena
khasiat sebagai estrogenik maupun antiestrogenik. Beberapa peneliti melaporkan,
pemberian tamoksifen 20 mg tablet perhari untuk 6 wanita premenopause dengan
mioma uteri selama 3 bulan dimana, volumae mioma tidak berubah.
25
Kerja tamoksifen pada mioma uteri, dimana konsentrasi reseptor estradiol total secara
signifikan lebih rendah. Hal ini terjadi karena peningkatan kadar progesteron bila
diberikan secara berkelanjutan.3
Goserelin
Goserelin merupakan GnRH agonis, dimana ikatan reseptornya terhadap jaringan
sangat kuat, sehingga kadarnya dalam darah berada cukup lama. Dan pada pemberian
goserelin dapat mengurangi setengah ukuran mioma uteri dan dapat menghilangkan
gejala menorargia dan nyeri pelvis. Pada wanita premenopause dengan mioma uteri,
pengobatan jangka panjang dapat menjadi alternatif tindakan histerektomi terutama
pada saat menjelang menopause. Pemberian goserelin 400 mikrogram 3 kali sehari
semprot hidung sama efektifnya dengan pemberian 500 mikrogram sehari sekali
dengan cara injeksi subkutan.
Untuk pengobatan mioma uteri, dimana kadar estradiol kurang signifikan disupresi
selama pemberian goserelin dan pasien sedikit mengeluh efek samping berupa keringat
dingin. Pembereian dosis yang sesuai, agar dapat menstimulasi estrogen tanpa tumbuh
mioma kembali atau berulangnya peredaran abnormal sulit diterima. Peneliti
mengevaluasi efek pengobatan dengan formulasi depot bulanan goserelin dikombinasi
dengan HRT (estrogen konjugasi 0.3 mg ) dan medroksiprogesteron asetat 5 mg pada
pasien mioma uteri, parameter yang diteliti adalah volume mioma uteri, keluhan
pasien, corak perdarahan, kandungan mineral tulang dan fraksi kolesterol.
Dapat disimpulkan dari hasil penelitian, dimana pemberian goserelin dikombinasi
dengan HRT dilaporkan mioma uteri berkurang, dengan keluhan berupa keringat
dingin dan pola perdarahan spotting, bila pengobatan dihentikan. Dimana kandungan
mineral tulang berkurang bila pemberian pengobatan selama 6 bulan pertama. Tiga
bulan setelah pengobatan perlu dilakukan observasi, dan konsentrasi HDL kolesterol
meningkat selama pengobatan, sedangkan plasma trigliserida konsentrasi menetap
selama pemberian terapi.10
Antiprostaglandin
26
Penghambat pembentukan prostaglandin dapat mengurangi perdarahan yang
berlebihan pada wanita dengan menoragia, dan hal ini beralasan untuk diterima atau
mungkin efektif untuk menoragia yang diinduksi oleh mioma uteri.
Ylikorhala dan rekan-rekan, melaporkan pemberian naproxen 500 – 1000 mg setiap
hari untuk terapi selama 5 hari tidak memiliki efek pada menoragia yang diinduksi
mioma, meskipun hal ini mengurangi perdarahan menstruasi 35,7 % wanita dengan
menoragia idiopatik. Studi ini didasarkan hanya penilaian secara simptomatik,
sedangkan ukuran
mioma tidak diukur.3
3. Terapi operatif
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus.
Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukosum pada myom geburt
dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang mioma subserosum dapat
mudah dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila miomektomi ini dikerjakan
karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah
30 – 50%.
Perlu disadari bahwa 25 – 35% dari penderita tersebut akan masuh diperlukan
histerektomi. Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya merupakan
tindakan terpilih. Histerektomi dapat dilakukan perabdominal maupun pervaginam.
Histerktomi total umumnya dilakukan dengan alas an mencegah akan timbulnya
karsinoma services uteri. Histerektomi supra vaginal hanya dilakukan apabila terdapat
kesukaran teknis dalam pengangkatan uterus keseluruhan. 15
BAB IV27
PENUTUP
Kesimpulan
Mioma uteri adalah salah satu tumor neoplastik jinak dari otot polos miomentrium.Mioma
uteri berbatas tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari otot polos jaringan fibrous, sehingga
mioma uteri dapat berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya dominan, dan berkonsistensi lunak
jika otot rahimnya yang dominan. Mioma uteri biasa juga disebut leiomioma uteri, fibroma uteri,
fibroleiomioma, mioma fibroid atau mioma simpel.
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan yaitu satu dari empat wanita
selama masa reproduksi yang aktif. Kejadian mioma uteri sukar ditetapkan karena tidak semua
mioma uteri memberikan keluhan dan memerlukan tindakan operatif. Gejala tersebut dapat
digolongkan sebagai berikut :
Perdarahan abdominal. Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adaah hipermenore,
menoragia, dan dapat juga terjadi metrorargia.
Rasa nyeri.
Gejala dan tanda penekanan.
Infertilitas dan abortus
Walaupun kebanyakan mioma muncul tanpa gejala tetapi sekitar 60% ditemukan secara
kebetulan pada saat pemeriksaan USG, pemeriksaan pelvis, atau pada laparatomi daerah pelvis
Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri saat ini belum diketahui. Mioma uteri banyak
ditemukan pada usia reproduktif dan angka kejadiannya rendah pada usia menopause, dan belum
pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche. Diduga penyebab timbulnya mioma uteri paling
banyak oleh stimulasi hormon estrogen
DAFTAR PUSTAKA
28
1. Thomas EJ. The aetiology and phatogenesis of fibroids. In : Shaw RW. eds.
Advences in reproduktive endocrinology uterine fibroids. England – New Jersey :
The Phartenon Publishing Group, 1992 ; 1 – 8
2. Baziad A. Pengobatan medikamentosa mioma uteri dengan analog GnRH.
Dalam : Endokrinologi ginekologi edisi kedua. Jakarta : Media Aesculapius
FKUI, 2003:; 151 - 156
3. Sivecney G.Mc, Shaw RW. Attempts at medical treatment of uterine fibroids. In :
R.W. Shaw, eds. Advences in reproductive endocrinology uterine fibroids.
England – New Jersey : The Phartenon Publishing Group, 1992 ; 95 – 101
4. Friedman AJ, Rein MS, Murugan R, Pandian, Barbieri RL.Fasting serum growth
hormone and insulin_like growth factor – I and –II concentrations in women with
leiomyomata uteri treated with leuprolide acetate or placebo. Fertility and
Sterility, 1990 ; 53 : 250 – 253
5. Crow J. Uterine febroids : Histological features. In : Shaw RW, eds. Advances in
reproductive endocrinology uterine febroids. England – New Jersey : The
Parthenon Publishing Group, 1992; 21 – 33
6. Schwartz MS. Epidermiology of uterine leiomyomata. In : Chesmy M, Heather,
Whary eds. Clinical Obstetric and Ginecology. Philadelphia : Lippincott Williams
and Willkins, 2001 ; 316 – 318
7. Bradley J, Voorhis V. Management options for uterine fibroids, In : Marie
Chesmy,Heather Whary eds. Clinical obstetric and Gynecology. Philadelphia :
Lippincott Williams and Wilkins, 2001 ; 314 – 315
8. Chaves, Stewart, Medical treatment of uterine fibroids. In : Marie Chesmy,
Heather Whary eds. Clinical Obstetric and Gynecologi. Philadelphia : Lippincott
Williams and Wilkins, 2001 ; 374 – 379
9. Schweppe KW. GnRH analogues in the treatment uterine fibroids:results of
clinical studies. In: Shaw RW, eds. Advences in reproductive endocrinology
uterine fibroids. England – New Jersey : The Phartenon Publishing Group, 1992 ;
103-105
29
10. Lumsden MA. The role of oestrogen and growth factors in the control of the
growth of uterine leiomyomata. In : R.W. Shaw, eds. Advances in reproductive
endokrinology uterine fibroids. England-New Jersey: The Parthenon Publishing
Group, 1992; 9 – 20
11. Baziad A. Pengaruh hormon seks terhadap genitalia dan ekstragenitalia. Dalam :
Endokrinologi genikologi edisi kedua. Jakarta : Media Aesculapius FKUI, 2003 ;
131 – 132
12. Friedman AJ, Harrison D, Atlas CNM, Barbieri R, Benacerraf B, Gleason R,
Schiff I. A randomized, placebo – controlled, double - blind study evaluating the
efficacy of leuprolide acetate depot in the treatment of uterine leiomyomata.
Fertility and Sterility, 1989 ; 51 : 251 – 256
13. Perl V, Marquez J, Schally AV et al. Treatment of leiomyomata uteri with D –
Trp 6 – luteinizing hormone – releasing hormone. Fertility and Sterility, 1987 ; 48
: 383 – 389
14. Prawirohardjo S, Hanifa W. Ilmu Kebidanan, edisi IV. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2010; 10:130-136
15. Prawirohardjo S, Hanifa W. Ilmu kandungan, edisi II. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2008; 13:338-345
16. Parker WH. Etiology, symptomatology, and diagnosis of uterine myomas.
Fertility and Sterility.Vol. 87, No. 4, April 2007. p725-33.
30