42
BAB I PENDAHULUAN Mioma uteri adalah suatu tumor jinak yang tumbuh dalam otot uterus. Biasa juga disebut fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan dengan keganasan. Mioma bisa menyebabkan gejala yang luas termasuk perdarahan menstruasi yang banyak dan penekanan pada pelvis. (1,3) Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20 – 30% dari seluruh wanita. Di Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2,39 – 11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat. Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35 – 45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause. Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit kemungkinan untuk berkembangnya mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau hanya hamil 1 kali. (2,3) Perihal penyebab pasti terjadi tumor mioma belum diketahui. Mioma uteri mulai tumbuh dibagian atas (fundus) rahim dan sangat jarang tumbuh dimulut rahim. Bentuk tumor bisa tunggal atau multiple (banyak), umumnya tumbuh didalam 1

Referat Mioma Uteri

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat Mioma Uteri

BAB I

PENDAHULUAN

Mioma uteri adalah suatu tumor jinak yang tumbuh dalam otot uterus. Biasa juga

disebut fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Mioma uteri bukanlah suatu

keganasan dan tidak juga berhubungan dengan keganasan. Mioma bisa menyebabkan gejala

yang luas termasuk perdarahan menstruasi yang banyak dan penekanan pada pelvis.(1,3)

Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai

sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri belum

pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira

10% mioma yang masih bertumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20 – 30% dari

seluruh wanita. Di Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2,39 – 11,7% pada semua

penderita ginekologi yang dirawat. Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35 –

45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause.

Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit kemungkinan untuk berkembangnya

mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil.

Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau

hanya hamil 1 kali.(2,3)

Perihal penyebab pasti terjadi tumor mioma belum diketahui. Mioma uteri mulai

tumbuh dibagian atas (fundus) rahim dan sangat jarang tumbuh dimulut rahim. Bentuk tumor

bisa tunggal atau multiple (banyak), umumnya tumbuh didalam otot rahim yang dikenal

dengan intramural mioma. Tumor mioma ini akan cepat memberikan keluhan, bila mioma

tumbuh kedalam mukosa rahim, keluhan yang biasa dikeluhkan berupa perdarahan saat siklus

dan diluar siklus haid. Sedangkan pada tipe tumor yang tumbuh dikulit luar rahim yang

dikenal dengan tipe subserosa tidak memberikan keluhan perdarahan, akan tetapi seseorang

baru mengeluh bila tumor membesar yang dengan perabaan didaerah perut dijumpai benjolan

keras, benjolan tersebut kadang sulit digerakkan bila tumor sudah sangat besar.(4)

1

Page 2: Referat Mioma Uteri

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi

Uterus berbentuk seperti buah advokat atau buah peer yang sedikit gepeng kea rah

muka belakang, ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya terdiri

atas otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7 – 7,5 cm, lebar di atas 5, 25 cm, tebal 2,5

cm dan tebel dinding uterus adalah 1,25 cm. Bentuk dan ukuran uterus sangat berbeda-beda,

tergantung pada usia dan pernah melahirkan anak atau belumnya. Terletak di rongga pelvis

antara kandung kemih dan rectum. Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah

anteversiofleksio ( serviks ke depan dan membentuk sudut dengan serviks uteri ).

           Bagian-bagian uterus terdiri atas :

1. Fundus uteri, adalah bagain uterus proksimal di ats muara tuba uterina yang mirip dengan

kubah , di bagian ini tuba Falloppii masuk ke uterus. Fundus uteri ini biasanya diperlukan

untuk mengetahui usia/ lamanya kehamilan

2. Korpus uteri, adalah bagian uterus yang utama dan terbesar. Korpus uteri menyempit di

bgaian inferior dekat ostium internum dan berlanjut sebagai serviks. Pada kehamilan,

bagian ini mempunyai fungsi utama sebagai tempat janain berkembang. Rongga yang

terdapat di korpus uteri disebut kavum uteri ( rongga rahim ).

3. Serviks uteri, serviks menonjol ke dalam vagina melalui dinding anteriornya,dan

bermuara ke dalamnya berupa ostium eksternum. Serviks uteri terdiri dari :

   Pars vaginalis servisis uteri yang dinamakan porsio

   Pars supravaginalis servisis uteri yaitu bagian serviks yang berada di atas vagina

          Secara histologis, dinding uterus terdiri atas :

A. Endometrium ( selaput lendir ) di korpus uteri

Endometrium terdiri atas epitel pubik, kelenjar-kelenjar dan jaringan dengan

banyak pembuluh darah. Endometrium terdiri atas epitel selapis silindris, banyak

kelenjar tubuler bersekresi lendir. Dua pertiga bagian atas kanal servikal dilapisi

selaput lendir dan sepertiga bawah dilapisi epitel berlapis gepeng, menyatu dengan

epitel vagina.Endometrium melapisi seluruh kavum uteri dan mempunyai arti penting

dalam siklus haid. Endometrium merupakan bagian dalam dari korpus uteri yang

membatasi cavum uteri. Pada endometrium terdapat lubang-lubang kecil yang

merupakan muara-muara dari saluran-saluran kelenjar uterus yang dapat

2

Page 3: Referat Mioma Uteri

menghasilkan secret alkalis yang membasahi cavum uteri. Epitel endometrium

berbentuk seperti silindris. 

B. Myometrium / Otot-otot polos

Lapisan otot polos di sebelah dalam berbentuk sirkuler dan di sebelah luar

berbentuk longitudinal. Di antara kedua lapisan itu terdapat lapisan otot oblik,

berbentuk anyaman, lapisan ini paling kuat dan menjepit pembuluh-pembuluh darah

yang berada di sana. Myometrium merupakan bagian yang paling tebal. Terdiri dari

otot polos yang disusun sedemikian rupa hingga dapat mnedorong isinya keleuar saat

persalinan. Di antara serabut-serabut otot terdapat pembuluh-pembuluh darah,

pembuluh lympa dan urat saraf. Otot uterus terdiri dari 3 bagain :

a. Lapisan luar, yaitu lapisan seperti kap melengkung melalui fundus menuju kea rah

ligamenta

b. Lapisan dalam, merupakan serabut-serabut otot yang berfungsi sebagai sfingter

dan terletak pada ostium internum tubae dan orificium uteri internum

c. Lapisan tengah, terletak antara ke dua lapisan di atas, merupakan anyaman serabut

otot yang tebal ditembus oleh pembuluh-pembuluh darah. Jadi, dinding uterus

terutama dibentuk oleh lapisan tengah ini.

C. Perimetrium

Perimetrium adalah lapisan serosa / terdiri atas peritoneum viserale yang meliputi

dinding uterus bagian luar. Ke anterior peritoneum  menutupi fundus dan korpus,

kemudian membalik ke atas permukaan kandung kemih. Lipatan peritoneum ini

membentuk kantung vesikouterina. Ke posterior, peritoneum menutupi menutupi

fundus, korpus dan serviks, kemudian melipat pada rektum dan membentuk kantung

rekto-uterina. Ke lateral, hanya fundus yang ditutupi karena peritoneum membentuk

lipatan ganda dengan tuba uterina pada batas atas yang bebas. Lipatan ganda ini

adalah ligamentum latum yang melekatkan uterus pada sisi pelvis.

3

Page 4: Referat Mioma Uteri

Gambar 2.1. Gambar Histolig uteri secara sagital

            Uterus sebenarnya terapung dialam rongga pelvis dengan jaringan ikat dan ligamenta

yang menyokongnya, sehingga terfiksasi dengan baik. Ligament yang memfiksasi uterus

adalah:

1. Ligamentum kardinale sinistrum et dekstrum ( Mackenrodt ) yakni ligamentum yang

terpenting, mencegah supaya uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat tebal dan berjalan

dari serviks dan puncak vagina ke rah lateral dinding pelvis.

2. Ligamentum sakro- uterinum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang menahan

uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang, kiri dan kanan,

kearah os sacrum kiri dan kanan.

3. Ligamentum rotundum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang menahan uterus

dalam antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah inguinal kiri

dan kanan. Pada kehamilan kadang-kadang terasa sakit di daerah inguinal pada waktu

berdiri cepat karena uterus berkontraksi kuat dan ligamentum rotundum menjadi kencang

serta mengadakan tarikan pada daerah inguinal. Pada persalinan ia pun terba kencang dan

terasa sakit bila dipegang.

4. Ligamentum latum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang meliputi tuba,

berjalan dari uterus kea rah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat. Sebenarnya

ligamentum ini adalah bagian dari peritoneum viserale yang meliputi uterus dan kedua

tuba dan berbentuk sebagai lipatan. Di bagian dorsal, ligamentum ini ditemukan indung

telur ( ovarium sinistrum et dekstrum ). Untuk memfiksasi uterus, ligamentum latum ini

tidak banyak artinya.

5. Ligamentum infundibulo-pelvikum, yakni ligamentum yang menahan tuba Falloppii

berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan urat-urat saraf,

saluran-saluran limfe, arteria dan vena ovarica.

4

Page 5: Referat Mioma Uteri

           

Gambar 2.2. Anatomi sistrem reproduksi wanita

Uterus diperdarahi oleh arteri uterin kiri dan kanan yang terdiri atas ramus asenden

dan ramus desenden. Pembuluh darah ini berasal dari arteri iliaka interna ( disebut juga

dengan arteri hipogastrika ) yang melalui dasar ligamentum latum masuk ke dalam uterus di

daerah servik kira – kira 1,5 cm di atas forniks lateralis vagina. Pembuluh darah lain yang

memperdarahi adalah arteri ovarika kiri dan kanan. Arteri ini berjalan dari dinding lateral

pelvis, melalui dinding ligamentum infundibulo-pelvicum mengikuti tuba falopi,

beranastomosis dengan ramus asenden arteri uterine disebelah lateral, kanan dan kiri uterus.

Bersama – sama dengan arteri tersebut diatas terdapat vena-vena yang kembali melalui

pleksus vena ke vena hipogastrika.

Gambar 2.3. Arteri dan vena yang memperdarahi organ reproduksi wanita

5

Page 6: Referat Mioma Uteri

2.2. Fisiologi

Sekarang diketahui bahwa dalam proses ovulasi harus ada kerjasama antara korteks

serebri, hipotalamus, hipofisis, ovarium, glandula tiroidea, glandula suprarenalis dan kelenjar

endokrin lainnya. Yang memegang peranan penting dalam proses tersebut adalah hubungan

hipotalamus, hipofisis dan ovarium.

Hipotalamus menghasilkan faktor yang telah dapat diisolasi dan disebut Gonadotropin

Relaksing Hormon ( GnRH) karena dapat merangsang pelepasan Luteinizing Hormon (LH )

dan Follicle Strimulating Hormon (FSH) dari hipofisis.

Berikut dibawah ini gambar fisiologi dari siklus menstruasi:

Gambar 2.4. Siklus Menstruasi wanita

Siklus haid normal dibagi atas dua fase dan 1 saat, yaitu fase folikular, saat ovulasi dan

fase luteal. Perubahan perubahan kadar hormon sepanjang siklus haid disebabkan oleh

mekanisme umpan balik (feedback) antara hormon steroid dan horman gonatropin. Estrogen

menyebabkan umpan balik negatif terhadap FSH, sedangkan terhadap LH estrogen

menyebabkan umpan balik negatif jika kadarnya rendah dan umpan balik positif jika

kadarnya tinggi.

Tidak lama setelah haid mulai, pada fase folikular ini, beberapa folikel berkembang

oleh pengaruh FSH yang meningkat. Peningkatan FSH ini disebabkan oleh agregasi korpus

luteum, sehingga hormon steroid berkurang. Dengan berkembangnya folikel, produksi

estrogen meningkat, dan inilah menekan produksi FSH, folikel yang akan berovulasi

melindungi dirinya sendiri terhadap atresia, sedangkan folikel lain mengalami atresia. Pada

waktu ini LH meningkat, namun penurunan pada tingkat ini hanya membantu pembuatan

estrogen dalam folikel. Perkembangan folikel berakhir setelah kadar estrogen dalam plasma

6

Page 7: Referat Mioma Uteri

meninggi. Estrogen pada mulanya meninggi secara berangsur – angsur, kemudian dengan

cepat mencapai puncaknya. Ini memberikan umpan balik positif terhadap pusat siklik dan

dengan lonjakan LH pada pertengan siklus, mengakibatkan terjadinya ovulasi. LH meninggi

itu menetap kira-kira 24jam dan menurun pada fase luteal. Dalam beberapa jam setelah LH

meningkat, estrogen menurun dan mungkin inilah yang menyebabkan LH menuru.

Pada fase luteal, setelah ovulasi, sel – sel granulusa membesar, membentuk vakuola

dan bertumpuk pigmen kuning (lutein) menjadi korpus luteum. Luteinzed theca cell membuat

pula estrogen yang banyak, sehingga kedua hormon itu meningkat pada fase luteal. Mulai 10-

12 hari setelah ovulasi korpus luteum mengalami regresi berangsur-angsur disertai dengan

berkurangnya kapiler-kapiler dan diikuti oleh penurunan sekresi progesterone dan estrogen.

15

2.2.1 Siklus ovarium14

A. Fase folikular

a. Hari ke 1-8, awal siklus. Kadar FSH dan LH relative tinggi dan

memacu perkembangan 10-20 folikel dengan satu folikel dominan.

b. Hari ke 9-14,pada saat ukuran folikel meningkat lokalisasi akumulasi

cairan tampak sekitar sel granulose dan menjadi konfluen.

c. Perubahan hormone : berhubungan dengan pematangan folikel adalah

ada kenaikan yang progresif dalam produksi estrogen oleh sel granulose dari

folikel yang berkembang. Karena kadar estrogen meningkat, pelepasan kedua

gonadotropin ditekan (umpan balik negatif) yang berguna untuk mencegah

hiperstimulasi dari ovarium dan pematangan banyak folikel.

B. Fase ovulasi

Hari ke 14, ovulasi adalah pembesaran volikel secara cepat yang diikuti

dengan protusi dari permukaan korteks ovarium dan pecahnya folikel dengan

ekstrusinya oosit yang ditempeli oleh cumulus ooforus

Perubahan hormo estrogen meningkatkan sekresi LH mengakibatkan

meningkatnya produksi androgen dan estrogen (umpan balik positif). Segera

sebelum ovulasi terjadi penurunan kadar estradiol yang cepat dan peningkatan

produksi progesterone.

C. Fase luteal

7

Page 8: Referat Mioma Uteri

Hari ke 15-28, sel granulose mengalami litenisasi menjadi korpus luteum.

Korpus luteum merupakan sumber utama hormone seks, estrogen dan

progesterone disekresi oleh ovarium pada fase pasca ovulasi. Korpus luteum

meningkatkan produksi progesterone dan estradiol.

Jika terjadi konsepsi dan implantasi, korpus luteum tidak mengalami

regresi karena dipertahankan oleh gonadotropin yang dihasilkan oleh trofoblas.

Jika konsepsi dan implementasi tidak terjadi maka korpus luteum akan

mengalami regresi dan terjadilah haid.

2.2.2 Siklus uterus14

Melibatkan endometrium dan mukosa servis :

A. Endometrium

a. Fase proliferai

Selama fase folikular di ovarium, endometrium dibawah pengaruh estrogen.

Pada akhir haid proses regenerasi berjalan dengan cepat, disebut juga dengan

fase proliferasi. Kelenjar tubular yang tersusun rapi sejajar dengan sedikit

sektresi.

b. Fase sekretoris

Setelah fase ovulasi, produksi progesterone menginduksi perubahan

sekresi endometrium. Tampak sekretori darivakuole dalam epitel kelenjar

dibawah nucleus, sekres maternal ke dalam lumen kelenjar dan menjadi

berkelok- kelok.

c. Fase haid

Normal fase luteal berlangsung selama 14 hari. Pada akhir fase ini

terjadi regresi korpus luteum yang ada hubungannya dengan menurunnya

preoduksi estrogen dan progesterone ovarium. Penurunan ini diikuti oleh

kontraksi spasmodic yang intensdari bagian arteri spiralis kemudian

endometrium menjadi iskemik dan nekrosis, terjadi pengelupasan lapisan

superficial endometrium dan terjadilah perdarahan.

B. Mucus servics

a. Awal fase folikular mucus servics viskus dan impermeable

b. Akhir fase folikular kadar estrogen meningkat memacu perubahan dan

komposisi mucus, kadar airnya meningkat secara progresif, sebelum ovulasi

8

Page 9: Referat Mioma Uteri

terjadi mucus servik banyak mengandung air dan mudah dipenetrasi oleh

spermatozoa.

c. Setelah ovulasi progesterone diproduksi oleh korpus luteumyang efeknya

berlawanan dengan estrogen dan mucus serviks menjadi impermeable lagi,

orifisium uteri eksternum kontraksi.

2.3. Definisi Mioma Uteri

Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat kenyal,

batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel. Tumor ini juga

dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri, atau uterine fibroid. Mioma uteri

bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan dengan keganasan.(1,5,6)

2.4. Epidemiologi Mioma Uteri

Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai

sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri belum

pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira

10% mioma yang masih bertumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20 – 30% dari

seluruh wanita. Di Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2,39 – 11,7% pada semua

penderita ginekologi yang dirawat. Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35 –

45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause.

Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit kemungkinan untuk berkembangnya

mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil.

Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau

hanya hamil 1 kali. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras,

kegemukan dan nullipara.(2,3)

2.5. Etiologi Mioma Uteri

Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan

penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang

dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai

abnormalitas kromosom lengan 12q13-15. Ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai

faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu : (3)

1. Umur : mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar

10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala

klinis antara 35-45 tahun.

9

Page 10: Referat Mioma Uteri

2. Paritas : lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi

sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya

mioma uteri yang menyebabkan infertil, atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.

3. Faktor ras dan genetik : pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam,

angka kejadiaan mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada

wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.

4. Fungsi ovarium : diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan

pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah

kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause.

2.6. Patofisiologi Mioma Uteri

Mioma merupakan monoclonal dengan tiap tumor merupakan hasil dari penggandaan

satu sel otot. Etiologi yang diajukan termasuk di dalamnya perkembangan dari sel otot uterus

atau arteri pada uterus, dari transformasi metaplastik sel jaringan ikat, dan dari sel-sel

embrionik sisa yang persisten. Penelitian terbaru telah mengidentifikasi sejumlah kecil gen

yang mengalami mutasi pada jaringan ikat tapi tidak pada sel miometrial normal. Penelitian

menunjukkan bahwa pada 40% penderita ditemukan aberasi kromosom yaitu t(12;14)

(q15;q24).

Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genioblast. Percobaan

Lipschultz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor

fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek

fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau testoster.

Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat

mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan

dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat

bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulin-

like growth factor 1 yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan

munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada mioma daripada

miometrium normal dan mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun bukti-bukti

masih kurang meyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah

menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang

berkembang setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini.(3)

2.7. Klasifikasi mioma uteri

Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena.(3)

A. Lokasi

10

Page 11: Referat Mioma Uteri

• Cerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi.

• Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius.

• Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa gejala.

B. Lapisan Uterus

Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uteri (1-3%) dan selebihnya adalah

dari korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka

mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain:

1. Mioma submukosa

2. Mioma intramural

3. Mioma subserosa

4. Mioma intraligamenter

Gambar 2.5. Jenis-jenis mioma uteri

Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%), subserosa (48%),

submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%).

1. Mioma Uteri Submukosa

Mioma submukosa dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan

melalui saluran serviks disebut mioma geburt. Hal ini dapaat menyebabkan

dismenore, namun ketika telah dikeluarkan dari serviks dan menjadi nekrotik, akan

memberikan gejala pelepasan darah yang tidak regular dan dapat disalahartikan

dengan kanker serviks.

Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting

dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural

walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak

11

Page 12: Referat Mioma Uteri

berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan

keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga

sebagai terapinya dilakukan histerektomi.

2. Mioma Uteri Subserosa

Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat

pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai.

Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut

sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga

peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau

mesenterium di sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari

tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga

mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga

peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.

C. Mioma Uteri Intramural

Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih kecil

tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-

benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak

memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa

tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma

subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat

besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan).

Secara makroskopis terlihat uterus berbenjol-benjol dengan permukaan halus. Pada

potongan, tampak tumor berwarna putih dengan struktur mirip potongan daging ikan.

Tumor berbatas tegas dan berbeda dengan miometrium yang sehat, sehingga tumor

mudah dilepaskan. Konsistensi kenyal, bila terjadi degenerasi kistik maka konsistensi

menjadi lunak. Bila terjadi kalsifikasi maka konsistensi menjadi keras. Secara

histologik tumor ditandai oleh gambaran kelompok otot polos yang membentuk

pusaran, meniru gambaran kelompok sel otot polos miometrium. Fokus fibrosis,

kalsifikasi, nekrosis iskemik dari sel yang mati. Setelah menopause, sel-sel otot polos

cenderung mengalami atrofi, ada kalanya diganti oleh jaringan ikat. Pada mioma uteri

dapat terjadi perubahan sekunder yang sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh

karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan ini terjadi

secara sekunder dari atropi postmenopausal, infeksi, perubahan dalam sirkulasi atau

transformasi maligna.

12

Page 13: Referat Mioma Uteri

Gambar 2.6. Jenis-jenis mioma uteri.

D. Mioma intraligamenter

Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke

ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut

wondering parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam

satu uterus. Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga

ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit.

Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari bekas otot

polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorie like pattern) dengan

pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena

pertumbuhan.

Gambaran makroskopik mioma uteri:

Berkapsul

Berbatas tegas

13

Page 14: Referat Mioma Uteri

Gambar 2.7. Representasi gambar uterus normal dan struktur vaskulernya

A. Pelebaran pembuluh darah pada endometrium dan miometrium pada uterus

normal

B. Pelebaran pembuluh darah obstruksi fisik pada pembuluh darah uterus

miomatosus

2.8. Gejala klinis

Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan

ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang timbul sangat tergantung pada

tempat sarang mioma ini berada serviks, intramural, submukus, subserus), besarnya tumor,

perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut: (6)

1) Perdarahan abnormal

Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia dan

dapat juga terjadi metroragia. Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini,

antara lain adalah :

14

Page 15: Referat Mioma Uteri

- Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai adeno

karsinoma endometrium.

- Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa.

- Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.

- Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma diantara

serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya

dengan baik.

2) Rasa nyeri

Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi

darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Pada

pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan, pula pertumbuhannya yang

menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga dismenore.

3) Gejala dan tanda penekanan

Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan pada kandung

kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urine, pada

ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rectum dapat

menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe

dipanggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.

4) Infertilitas dan abortus

Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars intertisialis

tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena

distorsi rongga uterus. Rubin (1958) menyatakan bahwa apabila penyebab lain infertilitas

sudah disingkirkan, dan mioma merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka

merupakan suatu indikasi untuk dilakukan miomektomi.

2.9. Diagnosis

1. Anamnesis

Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor

resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat diduga dengan

pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak teratur, gerakan bebas,

tidak sakit.

15

Page 16: Referat Mioma Uteri

3. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat perdarahan uterus

yang berlebihan dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan laboratorium yang perlu

dilakukan adalah Darah Lengkap (DL) terutama untuk mencari kadar Hb.

Pemeriksaaan lab lain disesuaikan dengan keluhan pasien.

b. Imaging

1) Pemeriksaaan dengan USG akan didapat massa padat dan homogen pada uterus.

Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa pada abdomen bawah dan

pelvis dan kadang terlihat tumor dengan kalsifikasi.

2) Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang tumbuh ke

arah kavum uteri pada pasien infertil.

3) MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah mioma uteri, namun

biaya pemeriksaan lebih mahal.

2.10. Diagnosis banding(7)

Diagnosis banding yang perlu dipikirkan adalah tumor abdomen dibagian bawah atau

panggul ialah mioma subserosum dan kehamilan. Mioma submukosum harus dibedakan

dengan inversion uteri. Mioma intramural harus dibedakan dengan adenomiosis,

koriokarsinoma, karsinoma korporis uteri, atau suatu sarcoma uteri.

2.11. Penatalaksanaan

Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah. Penanganan mioma uteri

tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran tumor, sehingga biasanya

mioma yang ditangani yaitu yang membesar secara cepat dan bergejala serta mioma yang

diduga menyebabkan fertilitas. Secara umum, penanganan mioma uteri terbagi atas

penanganan konservatif dan operatif. (3)

Pilihan pengobatan mioma tergantung umur pasien, paritas, status kehamilan,

keinginan untuk mendapatkan keturunan lagi, keadaan umum dan gejala serta ukuran lokasi

serta jenis mioma uteri itu sendiri.

2.11.1 Konservatif

Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah ataupun

medikamentosa terutama bila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulkan

gangguan atau keluhan. Penanganan konservatif, bila mioma yang kecil pada pra dan

post menopause tanpa gejala. Cara penanganan konservatif sebagai berikut :

16

Page 17: Referat Mioma Uteri

a) Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.

b) Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC.

c) Pemberian zat besi.

Penderita dengan mioma yang kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan

pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar

dari kehamilan 10 – 12 minggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada

tangkai, perlu diambil tindakan operasi.

2.11.2 Terapi medikamentosa

Terapi medikammentosa yang dapat memperkecil volume atau menghentikan

pertumbuhan mioma uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi

medikamentosa masih merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti sementara

dari terapi operatif.3,8

Adapun preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah

analog GnRH, progesteron,danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin, anti

prostaglandin,agen-agen lain (gossipol,amantadine)

A. Analog GnRH .

Penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 pasien dengan mioma uteri

yang diberikan analog GnRH leuprorelin asetat selama 6 bulan, ditemukan

pengurangan volume uterus rata-rata 67 %, pada 90 wanita didapatkan pengecilan

volume uterus sebesar 20 %, dan pada 35 wanita ditemukan pengurangan volume

mioma sebanyak 80 %.

Efek maksimal dari analog GnRH baru terlihat setelah 3 bulan dimana cara

kerjanya menekan produksi estrogen dengan sangat kuat, sehingga kadarnya

dalam darah menyerupai kadar estrogen wanita usia menopause. Setiap mioma

uteri memberikan hasil yang berbeda-beda terhadap pemberian analog GnRH.2,9

Mioma submukosa dan mioma intramural merupakan mioma uteri yang paling

responsif terhadap pemberian analog GnRH. Sedangkan mioma subserosa tidak

responsif dengan pemberian analog GnRH ini.

Keuntungan pemberian pengobatan medikamentosa dengan analog GnRH

adalah:2

1. Mengurangi volume uterus dan volume mioma uteri

2. Mengurangi anemia akibat pendarahan

17

Page 18: Referat Mioma Uteri

3. Mengurangi pendarahan pada saat operasi

4. Tidak diperlukan insisi yang luas pada uterus saat pengangkatan mioma

5. Mempermudah tindakan histerektomi vaginal

6. Mempermudah pengangkatan mioma submukosa dengan histeroskopi.

B. Progesteron

Peneliti Lipschutz tahun 1939, melaporkan perkembangan mioma uteri dapat

dihambat atau dihilangkan dengan pemberian progesteron. Dimana progesteron

yang diproduksi oleh tubuh dapat berinteraksi secara sinergis dengan estrogen,

tetapi mempunyai aksi antagonis.3,10,11

Tahun 1946 Goodman melaporkan terapi injeksi progesteron 10 mg dalam 3

kali seminggu atau 10 mg sehari selama 2 – 6 minggu, terjadi regresi dari mioma

uteri, setelah pemberian terapi. Segaloff tahun 1949, mengevaluasi 6 pasien

dengan perawatan 30 sampai 189 hari, dimana 3 pasian diberi 20 mg progesteron

intramuskuler tiap hari, dan 3 pasian lagi diberi 200 mg tablet. Pengobatan ini

tidak mempengaruhi ukuran mioma uteri.

Goldhiezer, melaporkan adanya perubahan degeneratif mioma uteri pada

pemberian progesteron dosis besar. Dengan pemberian medrogestone 25 mg pr

hari selama 21 hari. Pada pemberian 2 mg norethindrone tiap hari selama 30 hari

tidak mempengaruhi perubahan ukuran volume mioma uteri. Perkiraan ukuran

mioma uteri sebelum dan sesudah terapi tidak dilakukan dan efektifitasnya

dimulai berdasarkan temuan histologis. Terapi progesteron mungkin ada berhasil

dalam pengobatan mioma uteri, hal ini belum terbukti saat ini.2,3,11

C. Danazol

Danazol merupakan progestogen sintetik yang berasal dari testoteron, dan

pertama kali digunakan untuk pengobatan endometrosis. Prof. Maheux tahun

1983 pada pertemuan tahunan perkumpulan fertilitas Amerika, mempresentasikan

hasil studinya di Universitas Yale, 8 pasien mioma uteri diterapi 800 mg danazol

setiap hari, selama 6 bulan. Dosis substansial didapatkan hanya menyebabkan

pengurangan volume uterus sebesar 20 – 25 %, dimana diperoleh fakta bahwa

damazol memiliki substansi androgenik.3

18

Page 19: Referat Mioma Uteri

Tamaya, dan rekan-rekan tahun 1979, melaporkan reseptor androgen pada

mioma terjadi peningkatan aktivitas 5 ∝ - reduktase dibandingkan dengan

miometrium dan endometrium normal. Yamamoto tahun 1984, dimana mioma

uteri, memiliki suatu aktifitas aromatase yang tinggi dan dapat membentuk

estrogen dari androgen.3,12

D. Tamoksifen

Tamoksifen merupakan turunan trifeniletilen mempunyai khasiat estrogenik

maupun antiestrogenik. Dan dikenal sebagai “selective estrogen receptor

modulator” (SERM) dan banyak digunakan untuk pengobatan kanker payudara

stadium lanjut. Karena khasiat sebagai estrogenik maupun antiestrogenik.

Beberapa peneliti melaporkan, pemberian tamoksifen 20 mg tablet perhari untuk 6

wanita premenopause dengan mioma uteri selama 3 bulan dimana, volumae

mioma tidak berubah.

Kerja tamoksifen pada mioma uteri, dimana konsentrasi reseptor estradiol total

secara signifikan lebih rendah. Hal ini terjadi karena peningkatan kadar

progesteron bila diberikan secara berkelanjutan.3

E. Goserelin

Goserelin merupakan GnRH agonis, dimana ikatan reseptornya terhadap

jaringan sangat kuat, sehingga kadarnya dalam darah berada cukup lama. Dan

pada pemberian goserelin dapat mengurangi setengah ukuran mioma uteri dan

dapat menghilangkan gejala menorargia dan nyeri pelvis. Pada wanita

premenopause dengan mioma uteri, pengobatan jangka panjang dapat menjadi

alternatif tindakan histerektomi terutama pada saat menjelang menopause.

Pemberian goserelin 400 mikrogram 3 kali sehari semprot hidung sama efektifnya

dengan pemberian 500 mikrogram sehari sekali dengan cara injeksi subkutan.

Untuk pengobatan mioma uteri, dimana kadar estradiol kurang signifikan

disupresi selama pemberian goserelin dan pasien sedikit mengeluh efek samping

berupa keringat dingin. Pembereian dosis yang sesuai, agar dapat menstimulasi

estrogen tanpa tumbuh mioma kembali atau berulangnya peredaran abnormal sulit

diterima. Peneliti mengevaluasi efek pengobatan dengan formulasi depot bulanan

goserelin dikombinasi dengan HRT (estrogen konjugasi 0.3 mg ) dan

medroksiprogesteron asetat 5 mg pada pasien mioma uteri, parameter yang diteliti

19

Page 20: Referat Mioma Uteri

adalah volume mioma uteri, keluhan pasien, corak perdarahan, kandungan mineral

tulang dan fraksi kolesterol.

Dapat disimpulkan dari hasil penelitian, dimana pemberian goserelin

dikombinasi dengan HRT dilaporkan mioma uteri berkurang, dengan keluhan

berupa keringat dingin dan pola perdarahan spotting, bila pengobatan dihentikan.

Dimana kandungan mineral tulang berkurang bila pemberian pengobatan selama 6

bulan pertama. Tiga bulan setelah pengobatan perlu dilakukan observasi, dan

konsentrasi HDL kolesterol meningkat selama pengobatan, sedangkan plasma

trigliserida konsentrasi menetap selama pemberian terapi.10

F. Antiprostaglandin

Penghambat pembentukan prostaglandin dapat mengurangi perdarahan yang

berlebihan pada wanita dengan menoragia, dan hal ini beralasan untuk diterima

atau mungkin efektif untuk menoragia yang diinduksi oleh mioma uteri.

Ylikorhala dan rekan-rekan, melaporkan pemberian naproxen 500 – 1000 mg

setiap hari untuk terapi selama 5 hari tidak memiliki efek pada menoragia yang

diinduksi mioma, meskipun hal ini mengurangi perdarahan menstruasi 35,7 %

wanita dengan menoragia idiopatik. Studi ini didasarkan hanya penilaian secara

simptomatik, sedangkan ukuran mioma tidak diukur.3

2.11.3. Pengobatan Operatif

Penanganan operatif, bila:

- Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.

- Pertumbuhan tumor cepat.

- Mioma subserosa bertangkai dan torsi.

- Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.

- Hipermenorea pada mioma submukosa.

- Penekanan pada organ sekitarnya.

Jenis operasi yang dilakukan dapat berupa :

A. Enukleasi Mioma

Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak atau

mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya

aman, efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak

dilakukan bila ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma

20

Page 21: Referat Mioma Uteri

uterus, juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi

pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit dan diikat.

Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan

dengan endometrium, kehamilan berikutnya harus dilahirkan dengan seksio

sesarea.

Kriteria preoperasi menurut American College of Obstetricians Gynecologists

(ACOG) adalah sebagai berikut :

a. Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.

b. Terdapat leiomioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.

c. Apabila tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab kegagalan kehamilan dan

keguguran yang berulang.

B. Histerektomi

Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang

memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Kriteria ACOG

untuk histerektomi adalah sebagai berikut:

a. Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar

dan dikeluhkan olah pasien.

b. Perdarahan uterus berlebihan :

Perdarahan yang banyak bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih

dari 8 hari. Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.

c. Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi :

a) Nyeri hebat dan akut.

b) Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis.

c) Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-ulang dan tidak

disebabkan infeksi saluran kemih.

C. Penanganan Radioterapi

- Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).

- Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.

- Bukan jenis submukosa.

- Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.

- Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menopause.

- Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan.

21

Page 22: Referat Mioma Uteri

Gambar 2.8. Bagan Penatalaksanaan Mioma Uteri. (5)

2.12. Komplikasi

Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat degenerasi.

Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan sekunder

tersebut antara lain : (6)

a) Atrofi : sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi kecil.

b) Degenerasi hialin : perubahan ini sering terjadi pada penderita berusia lanjut. Tumor

kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya

sebagian kecil dari padanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari

kelompok lainnya.

c) Degenerasi kistik : dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma

menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi agar-agar, dapat

juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai

limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari kista ovarium

atau suatu kehamilan.

22

Besar < 14 mgg Besar > 14 mgg

Tanpa keluhan Dengan keluhan

Konservatif Operatif

Mioma

Page 23: Referat Mioma Uteri

d) Degenerasi membatu (calcereus degeneration) : terutama terjadi pada wanita berusia

lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam

kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto

rontgen.

e) Degenerasi merah (carneus degeneration) : perubahan ini terjadi pada kehamilan dan

nifas. Pada patogenesisnya diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan

vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna

merah disebabkan pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas

apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor

pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran

tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.

f) Degenerasi lemak : jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.

2.13. Mioma Uteri dan Kehamilan

Pengaruh mioma uteri pada kehamilan adalah :

1. Kemungkinan abortus lebih besar karena distorsi kavum uteri khususnya pada mioma

submukosum.

2. Dapat menyebabkan kelainan letak janin

3. Dapat menyebabkan plasenta previa dan plasenta akreta

4. Dapat menyebabkan HPP akibat inersia maupun atonia uteri akibat gangguan mekanik

dalam fungsi miometrium

5. Dapat menganggu proses involusi uterus dalam masa nifas

6. Jika letaknya dekat pada serviks, dapat menghalangi kemajuan persalinan dan

menghalangi jalan lahir.

7. Mioma membesar terutama pada bulan-bulan pertama karena pengaruh estrogen yang

meningkat

8. Dapat terjadi degenerasi merah pada waktu hamil maupun masa nifas seperti telah

diutarakan sebelumnya, yang kadang-kadang memerlukan pembedahan segera guna

mengangkat sarang mioma. Namun, pengangkatan sarang mioma demikian itu jarang

menyebabkan perdarahan.

9. Meskipun jarang, mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi dengan gejala dan tanda

sindrom akut abdomen.

10. Terapi mioma dengan kehamilan adalah konservatif karena miomektomi pada

kehamilan sangat berbahaya disebabkan kemungkinan perdarahan hebat dan dapat juga

23

Page 24: Referat Mioma Uteri

menimbulkan abortus. Operasi terpaksa jika lakukan kalau ada penyulit-penyulit yang

menimbulkan gejala akut atau karena mioma sangat besar. Jika mioma menghalangi jalan

lahir, dilakukan SC (Sectio Caesarea) disusul histerektomi tapi kalau akan dilakukan

miomektomi lebih baik ditunda sampai sesudah masa nifas.

2.14 Prognosis

Histerektomi dengan mengangkat seluruh mioma adalah kuratif. Miomektomi yang

ekstensif dan secara signifikan melibatkan miometrium atau menembus endometrium, maka

diharuskan SC pada persalinan berikutnya. Mioma yang kambuh kembali setelah

miomektomi terjadi pada 15-40% pasien dan 2/3-nya memerlukan tindakan lebih lanjut.11

24

Page 25: Referat Mioma Uteri

BAB III

RINGKASAN

Mioma uteri adalah salah satu tumor neoplastik jinak dari otot polos

miomentrium.Mioma uteri berbatas tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari otot polos

jaringan fibrous, sehingga mioma uteri dapat berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya

dominan, dan berkonsistensi lunak jika otot rahimnya yang dominan. Mioma uteri biasa juga

disebut leiomioma uteri, fibroma uteri, fibroleiomioma, mioma fibroid atau mioma simpel.

Mioma uteri merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan yaitu satu dari empat

wanita selama masa reproduksi yang aktif. Kejadian mioma uteri sukar ditetapkan karena

tidak semua mioma uteri memberikan keluhan dan memerlukan tindakan operatif. Gejala

tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :

Perdarahan abdominal. Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adaah

hipermenore, menoragia, dan dapat juga terjadi metrorargia.

Rasa nyeri.

Gejala dan tanda penekanan.

Infertilitas dan abortus

Walaupun kebanyakan mioma muncul tanpa gejala tetapi sekitar 60% ditemukan secara

kebetulan pada saat pemeriksaan USG, pemeriksaan pelvis, atau pada laparatomi daerah

pelvis

Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri saat ini belum diketahui. Mioma uteri banyak

ditemukan pada usia reproduktif dan angka kejadiannya rendah pada usia menopause, dan

belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche. Diduga penyebab timbulnya mioma uteri

paling banyak oleh stimulasi hormon estrogen

25

Page 26: Referat Mioma Uteri

DAFTAR PUSTAKA

1. Thomas EJ. The aetiology and phatogenesis of fibroids. In : Shaw RW. eds. Advences in

reproduktive endocrinology uterine fibroids. England – New Jersey : The Phartenon

Publishing Group, 1992 ; 1 – 8. Diakses 15 Januari 2013.

http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/mioma-uteri/mrdetail/906/

2. Baziad A. Pengobatan medikamentosa mioma uteri dengan analog GnRH. Dalam :

Endokrinologi ginekologi edisi kedua. Jakarta : Media Aesculapius FKUI, 2003; 151 –

156. Diakses 9 Oktober 2010. http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/mioma-

uteri/mrdetail/906/

3. Bradley J, Voorhis V. Management options for uterine fibroids, In : Marie Chesmy,

Heather Whary eds. Clinical obstetric and Gynecology. Philadelphia : Lippincott

Williams and Wilkins, 2001 ; 314 – 315. Diakses 9 Oktober 2010.

http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/mioma-uteri/mrdetail/906/

4. Schwartz MS. Epidermiology of uterine leiomiomata. In : Chesmy M, Heather, Whary

eds. Clinical Obstetric and Ginecology. Philadelphia : Lippincott Williams and Willkins,

2001 ; 316 – 318. Diakses 9 Oktober 2010. http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-

sciences/mioma-uteri/mrdetail/906/

5. Friedman AJ, Rein MS, Murugan R, Pandian, Barbieri RL.Fasting serum growth

hormone and insulin_like growth factor – I and –II concentrations in women with

leiomiomata uteri treated with leuprolide acetate or placebo. Fertility and Sterility, 1990 ;

53 : 250 – 253. Diakses 15 Januari 2013. http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-

sciences/mioma-uteri/mrdetail/906/

6. Joedosaputro MS. Tumor jinak alat genital. Dalam: Sarwono Prawiroharjo, edisi kedua.

Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta: 1994; 338-345

7. Sivecney G.Mc, Shaw RW. Attempts at medical treatment of uterine fibroids. In : R.W.

Shaw, eds. Advences in reproductive endocrinology uterine fibroids. England – New

Jersey : The Phartenon Publishing Group, 1992 ; 95 – 101. Diakses 9 Oktober 2010.

http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/mioma-uteri/mrdetail/906/

26

Page 27: Referat Mioma Uteri

8. Schwartz MS. Epidermiology of uterine leiomyomata. In : Chesmy M, Heather, Whary

eds. Clinical Obstetric and Ginecology. Philadelphia : Lippincott Williams and Willkins,

2001 ; 316 – 318. 15 Januari 2013.

http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/mioma-uteri/mrdetail/906/

9. Bradley J, Voorhis V. Management options for uterine fibroids, In : Marie

Chesmy,Heather Whary eds. Clinical obstetric and Gynecology. Philadelphia : Lippincott

Williams and Wilkins, 2001 ; 314 – 315, Diakses 9 Oktober 2010.

http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/mioma-uteri/mrdetail/906/

10. Lumsden MA. The role of oestrogen and growth factors in the control of the growth of

uterine leiomiomata. In : R.W. Shaw, eds. Advances in reproductive endocrinology

uterine fibroids. England-New Jersey: The Parthenon Publishing Group, 1992; 9 – 20.

Diakses 9 Oktober 2010.

http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/mioma-uteri/mrdetail/906/

11. Prawirohardjo S, Hanifa W. Ilmu Kebidanan, edisi IV. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawiroharjo, 2010; 10:130-136

12. Parker WH. Etiology, symptomatology, and diagnosis of uterine myomas. Fertility and

Sterility.Vol. 87, No. 4, April 2007. p725-33.

13. Baziad A. Pengaruh hormon seks terhadap genitalia dan ekstragenitalia. Dalam :

Endokrinologi genikologi edisi kedua. Jakarta : Media Aesculapius FKUI, 2003 ; 131 –

132

14. Schwartz MS. Epidermiology of uterine leiomyomata. In : Chesmy M, Heather, Whary

eds. Clinical Obstetric and Ginecology. Philadelphia : Lippincott Williams and Willkins,

2001 ; 316 – 318

15. Bradley J, Voorhis V. Management options for uterine fibroids, In : Marie

Chesmy,Heather Whary eds. Clinical obstetric and Gynecology. Philadelphia : Lippincott

Williams and Wilkins, 2001 ; 314 – 315

27