Upload
elkhachank142
View
225
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mioma uteri (leiomyoma atau fibroid uterus) merupakan tumor jinak yang
berasal dari jaringan otot polos. Tumor ini jarang terjadi di luar uterus dan traktus
gastrointestinal, tetapi dapat terjadi pada jaringan kulit dan subkutan, yang mungkin
berasal dari otot polos pembuluh darah kecil yang memperdarahi jaringan ini. uterine
leiomyomata adalah tumor jinak dari sel – sel otot polos uterus. Tumor – tumor ini
dikenal dengan fibroid uterus atau fibroma. Istilah lain yang digunakan termasuk
diantaranya fibromioma, myofibroma, leiomyofibroma dan myoma. Laju insidensi
yang dilaporankan terhadap fibroid bervariasidari 5,4 hingga 77% dan merupakan
neoplasma yang paling sering pada traktus genitalia wanita. Insidensi leiomyoma
lebih tinggi pada wanita kulit hitam dibandingkan dengan wanita kulit putih.
Kejadian leiomyoma jarang terjadi sebelum usia 20 tahun.1
Mioma uteri merupakan neoplasma yang sering yang ditemukan pada praktek
ginekologi. Berdasarkan American College of Obstetric and Gynecology (ACOG),
mioma terjadi sekitar 25 – 50% pada semua wanita, dengan usia rata – rata 30 – 40
tahun, dan lebih sering mengenai wanita Afrika Amerika dibandingkan wanita kulit
putih, mioma umumnya menyebabkan gejala seperti menoragia, nyeri pelvik, tekanan
dan kembung, serta dismenorea berat; lainya berkaitan dengan gejala diantaranya
dyspareunia, leukorea, mengurangi fertilitas, keguguran, retensi urin intermiten atau
akut, dan/ atau konstipasi. Pembedahan merupakan tatalaksana tradisional untuk
mioma. Miomektomi merupakan teknik pembedahan pengangkatan leiomyomata
tanpa histerektomi, merupakan pilihan terhadap wanita yang ingin mempertahankan
uterus mereka.2
1
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat
kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel.
Tumor ini juga dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri, atau uterine
fibroid. Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan dengan
keganasan. Uterus miomatosus adalah uterus yang ukurannya lebih besar daripada
ukuran uterus yang normal yaitu antara 9-12 cm, dan dalam uterus itu sudah ada
mioma uteri yang masih kecil. Mioma uteri tumbuh dari pertumbuhan jaringan yang
berlebihan pada otot polos dan jaringan ikat uterus. Secara histologi, proliferasi
monoklonal terjadi pada sel – sel otot polos.1.2.3
2.2 Epidemiologi
Prevalensi mioma uteri yang berhasil diidentifikasi melalui ultrasonografi
berkisar 4 persen pada wanita usia 20 sampai 30 tahun dan 11 sampai 18 persen pada
wanita usia 30 sampai 40 tahun serta 33 persen pada wanita usia 40 sampai 60 tahun.
Penelitian lain melaporkan bahwa 5,4 sampai 77 persen wanita yang menderita
mioma uteri sering berkonsultasi dengan dokter karena keluhan yang berkaitan
dengan mioma uteri atau setelah lesi didiagnosis secara tidak sengaja saat
pemeriksaan fisik atau pemeriksaan radiologi.4
Trivedi et al. (2012) memperkirakan sekitar 20% wanita kelompok usia
reproduksi mengalami mioma uteri. Insidensi maksimum adalah antara usia 35 – 45
tahun. Hal ini jarang terlihat pada usia kurang dari 20 tahun atau setelah menopause.
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita nulipara dan wanita infertil. 5
2
2.3 Etiologi
Walaupun akibat terhadap morbiditas ginekologi mioma uteri cukup tinggi,
penyebab pasti mioma uteri masih sulit untuk dipahami. Sejumlah faktor telah
dikaitakan dengan risiko terjadinya mioma uteri. Ada beberapa faktor yang diduga
kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu:1
1. Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar
10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering
memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun. 1
2. Paritas
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi
sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma uteri atau
sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertil, atau apakah kedua keadaan
ini saling mempengaruhi.1
3. Faktor ras dan genetik
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian
mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada
wanita dengan riwayat keluarga yang menderita mioma. 1
4. Fungsi ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma,
dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah kehamilan
dan mengalami regresi setelah menopause. 1
5. Obesitas
Perubahan androgen menjadi estrogen oleh lemak aromatase dapat
meningkatkan risiko mioma uteri pada wanita obesitas. 1
6. Kontrasepsi oral
3
Kontrasepsi oral dengan estrogen dosis tinggi tidak boleh diresepkan pada
wanita dengan mioma uteri karena berisiko terhadap perkembangan tumor ini
dengan adanya pengaruh estrogen.1
2.4 Patofisiologi
Mioma uteri merupakan monoclonal dengan tiap tumor merupakan hasil dari
penggandaan satu sel otot polos uterus atau dari otot polos pembuluh darah uterus,
namun jarang. Tumor ini bersifat soliter atau multipel dan diklasifikasikan sesuai
lokasi dalam uterus. Sekitar 40 – 50 % mioma uteri menunjukan abnormalitas
kromosom. Perubahan kromosom ini diperkirakan terjadi secara sekunder yang
mengakibatkan pertumbuhan tumor atau mutasi submukroskopis pada gen – gen
(yang dipetakan dalam kromosom 7q, 12q, 6q dan lokus – lokus lainnya).1.6
Secara umum, diyakini bahwa mioma uteri tumbuh akibat aksi stimulasi oleh
estrogen dan progesterone. Hal ini dibuktikan berdasarkan fakta – fakta berikut,
1) mioma uteri jarang ditemukan sebelum masa pubertas dan berhenti tumbuh setelah
masa menopause, 2) mioma uteri tumbuh selama kehamilan, 3) terdapat peningkatan
ukuran tumor jika hormone seperti pil kontrasepsi oral yang diberikan secara
eksogen, 4) mioma sering dikaitakn dengan hyperplasia endometrium dan kanker
endometrium, 5) ukuran mioma berkurang saat pemberian analog GnRH, 6) insidensi
tertinggi terutama pada wanita nulipara dan pada wanita obesitas serta rendah pada
perokok.5
Sekresi estrogen terus – menerus terutama selama kehamilan dan laktasi
berperan penting dalam peningkatan faktor risiko perkembangan mioma uteri. Pada
masa post menopause terjadi penurunan pertumbuhan tumor karena penurunan
produksi estrogen oleh ovarium. Selain estrogen, progesteron juga sama – sama
terlibat dalam pertumbuhan mioma uteri. Penelitian yang dilakukan akhir – akhir ini
juga menyimpulkan terdapat kemungkinan lain seperti pengaruh faktor pertumbuhn
polipeptida (polypeptide growth factor) terhadap pertumbuhan mioma uteri. Faktor –
faktor pertumbuhan polipeptida ini antara lain adalah epidermal growth factor,
4
transforming growt factor alpha, insulin – like growth factor (IGF), dan fibroblast
growth factor.1
2.5 Klasifikasi Mioma Uteri
Bedasarkan lokasi mioma di uterus, mioma dikelompokan menjadi mioma uteri
intramural, submumosum, dan subserosa.1.2.7
• Mioma Uteri Intramural
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih
kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus
berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering
tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya
massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai
mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot
rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim
dominan). Secara makroskopis terlihat uterus berbenjol-benjol dengan permukaan
halus. Pada potongan, tampak tumor berwarna putih dengan struktur mirip
potongan daging ikan. Tumor berbatas tegas dan berbeda dengan miometrium yang
sehat, sehingga tumor mudah dilepaskan. Konsistensi kenyal, bila terjadi degenerasi
kistik maka konsistensi menjadi lunak. 1.2.7
Bila terjadi kalsifikasi maka konsistensi menjadi keras. Secara histologik tumor
ditandai oleh gambaran kelompok otot polos yang membentuk pusaran, meniru
gambaran kelompok sel otot polos miometrium. Fokus fibrosis, kalsifikasi, nekrosis
iskemik dari sel yang mati. Setelah menopause, sel-sel otot polos cenderung
mengalami atrofi, ada kalanya diganti oleh jaringan ikat. Pada mioma uteri dapat
terjadi perubahan sekunder yang sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh
karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan ini terjadi
secara sekunder dari atropi postmenopausal, infeksi, perubahan dalam sirkulasi atau
transformasi maligna. 1.7
Mioma Uteri Submukosa
5
Mioma submukosa dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian
dilahirkan melalui saluran serviks disebut mioma geburt. Hal ini dapaat
menyebabkan dismenore, namun ketika telah dikeluarkan dari serviks dan menjadi
nekrotik, akan memberikan gejala pelepasan darah yang tidak regular dan dapat
disalahartikan dengan kanker serviks. Dari sudut klinik mioma uteri submukosa
mempunyai arti yang lebih penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada
mioma uteri subserosa ataupun intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi
sering kali memberikan keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis
submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan perdarahan melalui
vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga sebagai terapinya dilakukan
histerektomi. 1.2.7
• Mioma Uteri Subserosa
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja,
dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai.
Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut
sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga
peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau
mesenterium di sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari
tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga
mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga
peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik. 1.2.7
6
Gambar 2.1 Tipe – tipe mioma uteri7
2.6 Gejala Klinis
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang timbul
sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada serviks, intramural,
submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala
tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :1
1) Perdarahan abnormal
Perdarahan abnormal dirasakan oleh sekitar sepertiga pasien dengan mioma uteri.
Pola perdarahan menstruasi pada pasien – pasien ini umumnya berat (menoragia),
lebih lama (metroragia) atau keduanya (menometroragia). Perdarahan lebih sering
dan berat pada kasus – kasus tumor submukosa yang dikaitkan dengan kongetif pasif,
nekrosis, dan ulserasi pada permukaan endometrium. Tumor intramural dan subserosa
juga dikaitkan dengan perdarahan abnormal dengan tingkat yang lebih rendah. Yang
7
harus dicatat adalah perdarahan abnormal dapat terjadi pada kasus – kasus lain seperti
malignansi serviks atau malignansi endometrium.1
Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini, antara lain adalah :1
- Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai adeno
karsinoma endometrium.
- Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa.
- Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
- Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma
diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah
yang melaluinya dengan baik.
2) Tekanan terhadap organ yang berdekatan
Sering vesika urinaria terkena akibat tekanan oleh tumor. Hal ini
mengakibatkan urgensi dan frekuensi berkemih serta dengan inkotinensi urin pada
beberapa situasi. Intervensi bedah diperlukan pada beberapa situasi. Efek lain yang
tidak sering adalah konstipasi akibat penekanan pada rektum dan obstruksi intermiten
pada usus halus, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe dipanggul dapat
menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.1
3) Nyeri pelvik
Sekitar sepertiga wanita dengan mioma uteri datang dengan keluhan nyeri
pelvik/ abdomen, rasa berat di pelvik dan dispareunia yang merupakan gambaran
dengan indikasi untuk pembedahan. Dismenorea merupakan gejala yang umum pada
pertumbuhan mioma. Namun perlu dilakukan evaluasi yang hati – hati untuk
menyingkirkan kemungkinan keadaan patologis lainnya seperti nyeri regio pelvik
seperti kondisi patologis ovarium, pelvic inflamatory disease, kehamilan tuba,
endometriosis, patologis intestinal dan urinarius dengan gejala serupa. 1
8
4) Infertilitas dan abortus
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
intertisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya
abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Apabila penyebab lain infertilitas sudah
disingkirkan, dan mioma merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan
suatu indikasi untuk dilakukan miomektomi. 1
Risiko abortus spontan secara signifikan meningkat dengan munculnya
mioma uteri. Hal ini dapat menyebabkan gangguan pada aliran darah uterus,
perubahan pada suplai darah endometrium, iritabilitas uterus, pertumbuhan cepat atau
degenerasi tumor selama kehamilan. 1
2.7 Diagnosis
Diagnosis didasari ada anamnesis yang menyeluruh terhadap gejala klinis,
pemeriksaan fisik, prosedur laboratorium, dan pemeriksaan pencitraa. Diagnosis
mioma biasanya berdasarkan temuan klinis seperti pembesaran abdomen, bentuk
yang ireguler dan lain - lain.1.4
1. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor
resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.1
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan abdominal uterus biasanya membesar secara ireguler dan bisanya
asimetris. Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat
diduga dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak teratur,
gerakan bebas, tidak sakit.1
3. Pemeriksaan penunjang
9
a. Pemeriksaan laboratorium
Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat perdarahan
uterus yang berlebihan dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan laboratorium
yang perlu dilakukan adalah Darah Lengkap (DL) terutama untuk mencari kadar
Hb. Pemeriksaaan lab lain disesuaikan dengan keluhan pasien.1
b. Pencitraan
1) Pemeriksaaan dengan USG akan didapat massa padat dan homogen pada
uterus. Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa pada abdomen
bawah dan pelvis dan kadang terlihat tumor dengan kalsifikasi.
2) Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang tumbuh
ke arah kavum uteri pada pasien infertil.
3) MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah mioma uteri,
namun biaya pemeriksaan lebih mahal.
Gambar 2.2 ultrasonografi transabdominal sagital menunjukan mioma uteri posterior yang predominan hipoechoic dan heterogen3
10
Gambar 2.3 MRI potongan T2 sagital menunjukan mioma uteri heterogen pada fundus3
2.8 Penatalaksanaan
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah. Penanganan mioma
uteri tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran tumor,
sehingga biasanya mioma yang ditangani yaitu yang membesar secara cepat dan
bergejala serta mioma yang diduga menyebabkan fertilitas. Secara umum,
penanganan mioma uteri terbagi atas penanganan konservatif dan operatif.
Penanganan konservatif bila mioma berukuran kecil pada pra dan post menopause
tanpa gejala.1.5.6
Pengobatan operatif meliputi miomektomi dan histerektomi. Miomektomi
adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini
dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukoum pada myom geburt dengan cara
ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang mioma subserosum dapat mudah
dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila miomektomi ini dikerjakan karena
11
keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-
50%. Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya tindakan terpilih.
Histerektomi dapat dilaksanakan perabdominan atau pervaginam. Yang akhir ini
jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telor angsa dan tidak ada
perlekatan dengan sekitarnya. Adanya prolapsus uteri akan mempermudah prosedur
pembedahan. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan
timbulnya karsinoma servisis uteri. Histerektomi supravaginal hanya dilakukan
apabila terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat uterus.6
Uterine Artery Embolization
Uterine artery embolization untuk pengobatan mioma uteri simtomatik semakin popular.
Konsep pemilihan embolisasi arteri awalnya digunakan dalam obstetrik dan ginekologi pada
tahun 1979 untuk tatalaksana perdarahan postpartum. Kemudian teknik ini digunakan sebagai
alternatif untuk bedah pengangkatan terhadap mioma uteri pada tahun 1995. Prosedur ini
secara khusus dilakukan dengan memasukan kateter ke arteri femoralis untuk mengakses
arteri – arteri uterus. Arteri – arteri uterus kemudian diembolisasi menggunakan polyvinyl
alcohol particle atau tris-acryl gelatin microsphere. Metal coil tambahan digunakan untuk
membantu oklusi vaskular.8
2.9 Komplikasi
Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat degenerasi.
Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan
sekunder tersebut antara lain:1
• Atrofi
Pertumbuhan mioma biasanya berhenti dengan regresi dari serkresi estrogen
oleh ovarium akibat menopause dan atrofi dapat diamati.1
• Degenerasi hialin
Perubahan ini sering terjadi pada penderita berusia lanjut. Tumor kehilangan
struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya
12
sebagian kecil dari padanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut
otot dari kelompok lainnya.1
• Degenerasi kistik
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma
menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi
agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe
sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor
sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan.1
• Degenerasi membatu (calcereus degeneration)
Terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan
dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang
mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto
rontgen.1
• Degenerasi merah (carneus degeneration)
Perubahan ini terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis : diperkirakan
karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada
pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna
merah disebabkan pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah
tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus,
sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada
perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium
atau mioma bertangkai.1
• Degenerasi lemak
Jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.1
13
Komplikasi yang terjadi pada mioma uteri :
1. Degenerasi ganas.
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh
mioma; serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya
baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan
akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi
pembesaran sarang mioma dalam menopause.1
2. Torsi (putaran tangkai).
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut
sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut.
Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi.1
3. Nekrosis dan infeksi.
Mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan
sirkulasi darah uterus.1
14
BAB IV
KESIMPULAN
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak yang tumbuh dalam otot uterus.
Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35 – 45 tahun (kurang lebih
25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause.
Salah satu gejala yang paling sering pada mioma uteri adalah menometroragia.
Diagnosis pasti mioma uteri dengan USG dan penanganan mioma utieri adalah
dengan konservatif dan operatif.
DAFTAR PUSTAKA
15
1. Rao KA. 2008. Leiomyoma in Textbook of Gynaecology. Elsevier India Pvt.
Limited. New Delhi. p271 – 276.
2. Bradley LD. Uterine Fibroid Embolization: a Viable Alternative to
Hysterectomy. American Journal of Obstetricians and Gynecologists. p129.
3. Thomason P. 2011. Uterine Leiomyoma (Fibroid) Imaging. (Online).
(Available at http://emedicine.medscape.com/article/405676-overview.
Diakses 16 Februari 2012)
4. Evans P dan Brunsell S. 2007. Uterine Fibroid Tumors: Diagnosis and
Treatment. American Academy of Family Physicians vol 7 (10): p1 – 6.
5. Salhan S. 2007. Benign and Premalignant Condition of the Uterus in
Textbook of Gynecology. Jaypee Publishing. New Delhi. p320 – 325.
6. Cohen S dan Sewell C. 2011. Uterine Leiomyoma in Johns Hopkins Manual
of Gynecology and Obstetrics (Textbook). Lippincott Williams & Wilkins.
Philadelphia. p448 – 453.
7. Beckmann CRB, Ling FW, Barzanky BM, Herbert W, Laube DW, dan Smith
RP. 2008. Uterine Leiomyoma and Neoplasia in Textbook of Obstetric and
Gynecology 6th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. p389 –
381.
8. American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG). 2004. Uterine
Artery Embolization. American College of Obstetricians and Gynecologists
(ACOG) (293): p403 – 404.
16