39
Abstract Science and technology is developing faster nowadays, both aspect are more advanced and complex. Developed country usually use science to evolve the utilize of technology in daily activity. Now almost all of people around the world can’t be separated from technology in their daily activity, whenever and wherever. Unconsciously, the development of technology is far from moral value and aesthetics. Human doesn’t realize that using technology is affecting their morality in daily life. The impact can be good or bad, but most people think that using technology really affect their moral value. People have to understand about moral value and aesthetics so in using technology there will be no disadvantages for them. 1

Relevansi nilai moral dan estetika dalam perkembangan IPTEK

  • Upload
    disckid

  • View
    266

  • Download
    8

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Filsafat

Citation preview

Page 1: Relevansi nilai moral dan estetika dalam perkembangan IPTEK

Abstract

Science and technology is developing faster nowadays, both aspect are more advanced and

complex. Developed country usually use science to evolve the utilize of technology in daily activity. Now

almost all of people around the world can’t be separated from technology in their daily activity, whenever

and wherever. Unconsciously, the development of technology is far from moral value and aesthetics.

Human doesn’t realize that using technology is affecting their morality in daily life. The impact can be

good or bad, but most people think that using technology really affect their moral value. People have to

understand about moral value and aesthetics so in using technology there will be no disadvantages for

them.

1

Page 2: Relevansi nilai moral dan estetika dalam perkembangan IPTEK

BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada abad sekarang ini, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat. Terjadi

banyak kemajuan di seluruh bidang kehidupan manusia, yang hampir seluruhnya dipengaruhi oleh ilmu

pengetahuan dan teknologi. Adanya kebutuhan yang tidak terbatas dari manusia serta sifat dasar manusia

yang memang tidak pernah puas dengan apa yang telah dia capai maka para pengembang teknologi terus

berinovasi menciptakan terobosan - terobosan baru yang sangat berguna dan memudahkan para pengguna

teknologi ini untuk memenuhi kebutuhannya. Pada jaman sekarang ini, hampir seluruh orang di dunia ini

tidak bisa hidup tanpa teknologi.

Kemajuan teknologi yang signifikan sekali ini dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

yang sangat pesat. Jika kita tidak mampu mengimbangi kemajuan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi) maka kita akan menjadi manusia yang ketinggalan jaman dan ada kemungkinan besar untuk

dikucilkan. Tetapi berbeda dengan perkembangan teknologi, mereka terus bergerak lebih canggih dan

lebih canggih lagi tanpa peduli apa yang telah terjadi. Secara tidak langsung kita dituntut untuk

menyesuaikan pertumbuhan teknologi.

Di Negara maju, penggunaan teknologi sangat kental sekali. Mereka mampu mengolah,

memproduksi, dan menggunakan teknologi dengan efektif. Para ilmuwannya juga sangat jenius, mereka

mampu terus mengembangkan ilmu pengetahuan sehingga tercipta teknologi yang sangat mutakhir.

Sedangkan di Negara berkembang, kemajuan teknologi datang dan diterima begitu saja. Mereka berniat

untuk mengimbangi negara maju, tetapi sumber daya manusia yang kurang memadai malah mengacaukan

negara itu sendiri. Tetapi, siap atau tidak meraeka harus menerima kemajuan teknologi ini. Sayangnya,

kebanyakan di negara berkembang produk teknologi sering disalahgunakan hal itulah yang membuat

negara berkembang sulit untuk maju.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat ini memerlukan adanya alat pedoman atau

pengendali, alat ini disebut dengan nilai estetika dan moral. Mengapa harus nilai estetika dan moral ?

Karena kedua nilai ini sangat penting adanya untuk meminimalisir penyalahgunaan penggunaan teknologi

dan ilmu pengetahuan. Kebanyakan, teknologi yang berkembang saat ini telah menjauh dari nilai estetika

dan nilai moral yang berlaku di masyarakat Indonesia. Sehingga, terjadi kemerosotan pada nilai –nilai

estetika dan moral yang menjadikan bangsa ini semakin terpuruk.

2

Page 3: Relevansi nilai moral dan estetika dalam perkembangan IPTEK

Dalam paper ini, nilai nilai estetika dan moral akan dibahas lebih dalam dan kaitannya dengan

perkembangan IPTEK juga akan dijelaskan. Pembaca akan lebih paham apakah hubungan nilai – nilai

estetika dan moral dengan perkembangan IPTEK. Bukan hanya itu, dalam paper ini juga terkutip teori

teori para ilmuwan yang menyangkut nilai estetika dan moral. Maka kita akan semakin tahu esensi nilai

estetika dan moral serta peranannya pada era perkembangan IPTEK saat ini.

Tujuan

Memahami konsep dasar nilai – nilai moral dan estetika yang nampaknya, banyak yang belum

mengatahui tentang konsep tersebut. Maka dari itu banyak terjadi penyimpangan – penyimpangan terjadi

di masyarakat. Selain itu, di era yang serba teknologi ini maka sangat perlu adanya pengendalian moral

seorang manusia. Salah satu caranya yaitu dengan menanamkan nilai – nilai moral sejak dini. Jika thal

tersebut tidak dilakukan maka yang terjadi adalah seperti yangsaat ini sedang maak di amsyarakat, seperti

pencurian, perampokan, pemerkosaan, penjudian, pemerasan. Dengan adanya penyimpangan ini, maka

merusak citra teknologi itu sendiri karena berkesan member kesempatan lebih banyak pada pelaku

kejahatan. Maka dari itu disusunlah paper ini yang bertujuan untuk membuat para pembaca paham akan

konsep dasar nilai – nilai moral dan estetika serta hubungannya terhadap perkembangan teknologi.

Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian moral dan estetika ?

2. Apakah hubungan antara nilai moral dan estetika dengan pengembangan IPTEK ?

3

Page 4: Relevansi nilai moral dan estetika dalam perkembangan IPTEK

BAB II

PEMBAHASAN

Filsafat Estetika

Manusia pada umumnya menyukai sesuatu yang indah, baik terhadap keindahan alam maupun

keindahan seni. Keindahan alam adalah keharmonisan yang menakjubkan dari hukum-hukum alam yang

dibukakan untuk mereka yang mempunyai kemampuan untuk menerimanya. Sedangkan keindahan seni

adalah keindahan hasil cipta manusia (seniman) yang memiliki bakat untuk menciptakan sesuatu yang

indah. Pada umumnya manusia mempunyai perasaan keindahan. Rata-rata manusia yang melihat sesuatu

yang indah akan terpesona. Namun pada hakikatnya tidak semua orang memiliki kepekaan terhadap

keindahan itu sendiri.

Keindahan tentang seni telah lama menarik perhatian para filosof mulai dari zaman Plato sampai

zaman modern sekarang ini. Teori tentang keindahan muncul karena mereka menganggap bahwa seni

adalah pengetahuan perspektif perasaan yang khusus. Keindahan juga telah memberikan warna tersendiri

dalam sejarah peradaban manusia. Oleh karena itu dalam makalah ini penulis akan membahas pengertian

estetika, sejarah perkembangan estetika, serta hubungan antara manusia dengan estetika.

Gagasan Estetika Immanuel Kant

Immanuel Kant dipandang sebagai filsuf yang sangat berpengaruh dalam filsafat modern dan

setelahnya. Ia membuat suatu sintesa epistemologis dalam menanggapi persoalan kebenaran, baik yang

diperoleh melalui penalaran rasio dan persepsi inderawi. Upaya kritisisme Kant ini dapat dipandang

sebagai pendamaian antara rasionalisme dan empirisme yang sama-sama bersikukuh pada pendiriannya

soal pengetahuan. Kant menyebut usahanya ini sebagai ”revolusi Kopernikan” yang memberikan arah

baru dalam persoalan kebenaran dan pengetahuan. Sebelumnya para filsuf berpegang pada prinsip bahwa

pengenalan berpangkal dari objek, sedangkan Kant membuat ”revolusi”dengan menyatakan bahwa

pengenalan berpangkal dari subjek. Selain gagasan epistemologisnya, Immanuel Kant juga

menyampaikan gagasannya tentang estetika. Immanuel Kant menjelaskan gagasannya tentang estetika,

khususnya tentang ’apa itu keindahan’ dalam karyanya, Kritik der Urtheilskraft (Kritik atas Daya

Pertimbangan). Fokus tulisan ini berkisar pada konsep keindahan dan pertimbangan estetika Immanuel

Kant yang garis besarnya terdapat dalam Bagian Pertama karyanya Kritik atas Daya Pertimbangan yaitu

pada Kritik atas Pertimbangan Estetika tentang Analisis tentang Keindahan.

4

Page 5: Relevansi nilai moral dan estetika dalam perkembangan IPTEK

Beberapa karya Kant antara lain:

1.Kritik der reinen Vernunft (Kritik atas Rasio Murni)

2.Kritik der praktischen Vernunft (Kritik atas Rasio Praktis)

3.Kritik der Urtheilskraft (Kritik atas Daya Pertimbangan)

4.Grundlegung zur Metaphysik der Sitten (Pondasi Metafisika Moral)

5.Die Religion innerhalb den Grenzen der blossen Vernunft (Agama di dalam Batas-batas Rasio Saja)

6.Metaphysik der Sitten (Metafisika Moral)

Secara khusus gagasan estetika Kant tertuang dalam karyanya, Kritik atas Daya Pertimbangan

( Kritik der Urtheilskraft ), pada bagian pertama berjudul Kritik atas Pertimbangan Estetika. Namun perlu

kiranya untuk melihat beberapa pandangan dasar Kant tentang epistemologi, yang disusunnya dalam

karya pertamanya, Kritik der reinen Vernunft. Upaya kritisisme Kant ini dapat dipandang sebagai

pendamaian antara rasionalisme dan empirisme yang sama-sama bersikukuh pada pendiriannya soal

pengetahuan. Kant menyebut usahanya ini sebagai ”revolusi Kopernikan” yang memberikan arah baru

dalam persoalan kebenaran dan pengetahuan. Sebelumnya para filsuf berpegang pada prinsip bahwa

pengenalan berpangkal dari objek, sedangkan Kant membuat ”revolusi”dengan menyatakan bahwa

pengenalan berpangkal dari subjek. Kant membagi tiga tahap pencerapan pengetahuan, yaitu:

1.Tahap pertama, yang terendah, adalah pencerapan inderawi (Sinneswahrnehmung ).

2.Tahap kedua adalah tingkat akal budi (Verstand ).

3.Tahap ketiga, yang tertinggi, adalah tingkat budi atau intelek (Vernunft ).

Kant membahas daya pertimbangan estetika atas keindahan dengan menggunakan istilah ’momen’. Setiap

momen memuat pembahasan tentang pertimbangan atas selera; selera di sini terkait erat dengan

keindahan. Dari penjelasan tentang pertimbangan atas selera pada setiap momen, Kant merumuskan satu

pokok gagasan singkat tentang apa itu keindahan. Berikut ini adalah garis besar gagasan Kant dalam

setiap momen.

1.Momen Pertama

Tentang Pertimbangan Selera menurut Kualitas Kant mengawali penjelasannya dengan menyatakan

bahwa pertimbangan selera adalah hal yang estetis sebab selera terkait dengan keindahan. Selera (taste)

5

Page 6: Relevansi nilai moral dan estetika dalam perkembangan IPTEK

adalah kemampuan untuk mempertimbangkan suatu objek atau suatu metode penggambarannya dengan

kepuasan yang sepenuhnya tidak tertarik (disinterested) atau tidak memiliki kepuasan (dissatisfaction).

Pertimbangan estetika tidak mempunyai maksud (disinterested) atau kepuasan (dissatisfaction). Apa yang

dimaksud dengan disinterested? Maksud atau ketertarikan mempunyai dua aspek, yaitu: (1) melalui

sensasi dalam rasa menyenangkan, dan (2) melalui konsep dalam kebaikan. Nah, pertimbangan estetika

dalam hal ini bebas dari kedua aspek maksud atau ketertarikan tersebut. Secara khusus Kant menegaskan

bahwa pertimbangan estetika hanya berurusan dengan bentuk yang ditampilkan objek, bukan dengan isi

yang sifatnya terinderai, sebab penginderaan akan terkait dengan rasa menyenangkann dan akan jatuh

pada maksud atau ketertarikan. Dari momen pertama ini Kant mengaitkan selera dengan keindahan. Jika

selera diartikan sebagai kemampuan atau metode dalam mempertimbangkan objek tanpa maksud atau

intensi tertentu, maka keindahan merupakan objek yang mengandung kepuasan yang sepenuhnya tidak

memiliki ketertarikan/maksud (disinterested satisfaction).

2.Momen Kedua

Tentang Pertimbangan Selera menurut Kuantitas Dari gagasan momen pertama, Kant melangkah kepada

gagasan kedua bahwa pertimbangan estetika berlaku secara universal. Hal ini berasal dari kebebasan yang

dimiliki setiap orang dalam mempertimbangkan suatu objek, yaitu bahwa dia tidak terikat oleh maksud-

maksud (interest) dari dirinya. Sebab itu dia juga memperoleh kepuasan karena kondisi-kondisi

pribadinya secara subjektif sehingga dasar pertimbangannya dapat diterapkan pada orang lain pula.

Sifat universal pertimbangan estetika tersebut dibedakan dari dua hal, yakni:

(1) atau hanyalah subjektivitas pertimbangan pribadi atau (2) objektivitas yang ketat dari suatu

pertimbangan. Kant dalam hal ini ingin menekankan sifat pertimbangan estetika yang bebas/

netral dari subjektivitas dan objektivitas dengan intensi di dalamnya. Secara ringkas, Kant

menyatakan bahwa ”Keindahan adalah yang menyenangkan secara universal tanpa

(membutuhkan) suatu konsep”

3.Momen Ketiga

Tentang Pertimbangan Selera menurut Hubungan dengan Tujuan yang Dibawa dalam Pertimbangannya.

Pada momen ketiga ini Kant berbicara tentang persoalan tujuan (purpose) dan ketertujuan

(purposiveness). Tujuan merupakan ”objek dari suatu konsep, sejauh konsep tersebut dipandang sebagai

sebab dari objek (dasar riil dari kemungkinannya); dan kausalitas dari suatu konsep dalam kaitan

6

Page 7: Relevansi nilai moral dan estetika dalam perkembangan IPTEK

objeknya itu merupakan ketertujuannya.” Tujuan dapat dikatakan sebagai konsep menurut maksud

pembuatannya, sedangkan ketertujuan merupakan hal-hal yang paling tidak muncul untuk dibuat atau

dirancang. Dalam hal ini bisa saja ada ketertujuan tanpa tujuan. Dalam kaitan dengan keindahan, Kant

menyatakan bahwa keindahan harus dipahami memiliki ketertujuan tanpa suatu tujuan yang definitif.

Tujuan selalu berdasarkan kepada suatu kepuasan, yang secara langsung membawa maksud di dalamnya,

sebab itu tujuan tidak dapat menjadi landasan bagi pertimbangan estetika.Kant berbicara tentang

Pertimbangan Estetis Murni, yaitu pertimbangan estetis yang bebas dari pesona dan emosi serta konsep

yang definitif. Hal yang ingin digarisbawahi oleh Kant adalah independensi pertimbangan estetis

seseorang dari konsep-konsep, baik secara emosional maupun secara kognitif. Kant menekankan pada

ketertujuan pertimbangan estetis tanpa dipengaruhi oleh tujuan atau intense seseorang. Pada momen ini

Kant merumuskan keindahan sebagai ”bentuk dari ketertujuan suatu objek, sejauh hal ini dicerap di

dalamnya tanpa adanya perwujudan dari tujuan.”

4.Momen Keempat

Tentang Pertimbangan Selera menurut Modalitas Kepuasan di dalam Objek. Pertimbangan Selera

menurut Kant harus memenuhi syarat ’perlu’ (necessity). Keperluan yang ada dalam pertimbangan estetis

Kant juga menghadirkan istilah ’pengertian umum’ (common sense).

Etika (Filsafat Moral)

Moral berasal dari kata bahasa latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mores ini

mempunyai sinonim; mos, moris, manner mores atau manners, morals (Poespoprodjo,1986: 2). Dalam

bahasa Indonesia kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau

tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Kaelan (2001: 180),

mengatakan moral adalah suatu ajaran wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan baik

lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang

baik. Sedangkan Kohlberg (Reimer,1995: 17), Moralitas bukanlah suatu koleksi dari aturan-aturan,

norma-norma atau kelakuan-kelakuan tertentu tetapi merupakan perspektif atau cara pandang tertentu.

Dengan demikian, dari ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan moral adalah ajaran atau

pedoman yang dijadikan landasan untuk bertingkah laku dalam kehidupan agar menjadi manusia yang

baik atau beraklak. Kajian tentang nilai menjadi kajian yang amat penting mengingat posisinya sebagai

masalah awal dalam filsafat moral. Selain itu, kajian nilai menjadi kajian yang menyentuh persoalan

subtansial dalam filsafat moral. Pertanyaan yang selalu muncul dalam kajian ini, apakah yang disebut

“baik” dan “tidak baik”. Terdapat dua aliran dalam kajian nilai (values) yakni aliran naturalisme dan

7

Page 8: Relevansi nilai moral dan estetika dalam perkembangan IPTEK

nonnaturalisme. Dalam pandangan naturalisme, nilai adalah sejumlah fakta yang dapat diuji secara

empiris. Misalnya sifat perilaku yang baik seperti jujur, adil dan dermawan atau kebalikannya menjadi

indikator untuk menentukan predikat seseorang berperilaku baik atau tidak baik. Degan demimikian

dengan konsekuensi dari setiap perbuatan adalah indikator untuk menetapkan apakah perbuatan seseorang

itu baik atau tidak baik. Berbeda dengan naturalisme, aliran nonnaturalisme memandang bahwa nilai

bukanlah sekedar fakta tetapi lebih bersifat normatif dalam menentukan sesuatu apakah ia baik atau

buruk, benar atau salah. Nilai tidak hanya ditentukan oleh konsekuensi dari suatu perbuatan melainkan

dipengaruhi oleh intuisi moral yang dimiliki manusia, sebuah kesadaran langsung adanya nilai murni

seperti benar atau salah dalam setiap perilaku, objek atau seseorang.

Immanuel Kant sebagai tokoh kelompok nonnaturalisme mengemukakan prinsip autonomy dan

heteronomy dalam menentukan moralitas. Autonomy merupakan wujud otonomi kehendak (the autonomy

of the will). Seseorang melakukan perilaku moral berdasar atas kehendak (the will) -yang teleh menjadi

ketetapan bagi dirinya untuk melakukan perilaku moral- dan tidak ditentukan oleh kepentingan atau

kecenderungan lain. Sedangkan heteronomy atau disebut juga prinsip heteronomi kehendak (the

heteronomy of will) menyatakan bahwa seseorang berperilaku moral karena dipengaruhi oleh berbagai

hal di luar kehendak manusia. Pada prinsip ini, kehendak (the will) tidak serta merta menjadikan dirinya

sebagai sebuah ketetapan (the law), tetapi sebuah ketetapan (the law) diberikan oleh objek tertentu

melalui kaitannya dengan kehendak (the will).

Perilaku moral yang ideal dalam kacamata Immanuel Kant adalah perilaku moral yang lahir dan

muncul dari desakan kehendak diri manusia sebagai makhluk yang berakal dan berbudi, sehingga setiap

perilaku moral yang dilakukannya benar-benar lahir dari dirinya sendiri bukan dari luar dirinya.

Menurutnya bahwa yang baik adalah kehendak baik itu sendiri. suatu kehendak menjadi baik sebab

bertindak karena kewajiban. Bertindak sesuai dengan kewajiban disebut legalitas. Lalu, apakah kewajiban

itu? Kant membagi kewajiban menjadi dua: imperatif kategoris (perintah yang mewajibkan begitu saja,

tanpa syarat. dan imperatif hipotetis (perintah yang mewajibkan tapi bersyarat). Imperatif kategorislah

yang menurut Kant menjadi hukum moral. Karena itu, Kant sangat menekankan otonomi kehendak.

Inilah kebebasan dalam artian Kant. Kebebasan tidak dalam arti bebas dari segala ikatan, tapi bebas

dengan taat pada hukum, moral. (K. Bertens, 1999)

Etika diperlukan untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan manusia. Secara

metodologis, etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Sehingga

etika merupakan suatu ilmu dengan objeknya adalah tingkah laku manusia dengan sudut pandang

normatif. Pemikiran berhubungan dengan moralitas sebelum Kant dicari dalam tatanan alam (Stoa,

8

Page 9: Relevansi nilai moral dan estetika dalam perkembangan IPTEK

Spinoza), hukum kodrat (Thomas Aquinas), hasrat mencapai kebahagiaan (filsafat pra Kant), pengalaman

nikmat atau hedon (Epikuros), perasaan moral (David Hume), kehendak Tuhan (Agustinus, Thomas

Aquinas). Filsafat moral Kant menyatakan kesadaran moral merupakan fakta yang tidak dapat dibantah

meskipun bukan obyek inderawi, namun membuka kenyataan bidang realitas adi inderawi. Sehingga satu-

satunya cara untuk klaim moralitas atas keabsahan universal melalui subyek itu sendiri. Karya Kant

tentang filsafat moral antara lain The Foundations of the Methaphysics of Morals (1785), Critique of

Practical Reason (1788), dan Metaphysics of Morals (1797). Dua buku pertama meletakkan etika dasar

etika. Metafisika moral menguraikan norma dan keutamaan moral. Kant mengembangkan prinsip etika

dari paham akal budi praktis. Kant mengandaikan baik bukan hanya dari beberapa segi, tetapi baik secara

mutlak. Menurut Kant, yang baik tanpa pembatasan sama sekali adalah kehendak baik. Kehendak baik

selalu baik dan dalam kebaikannya tidak tergantung pada sesuatu di luarnya (otonom). Orang

berkehendak baik karena menguntungkan, tergerak oleh perasaan belas kasih, memenuhi kewajiban demi

kewajiban. Kehendak baik karena memenuhi kewajiban demi kewajiban disebut Kant sebagai moralitas.

Pengukuran moralitas menurut Kant bukan pada hasil. Karena perbuatan baik tidak membuktikan

kehendak baik. Tetapi pada kehendak pelaku apakah ditentukan oleh kenyataan bahwa perbuatan itu

kewajibannya. Kant selalu merasa bahwa perbedaan antara benar dan salah adalah masalah akal, bukan

perasaan (Gaarder, 1999). Teori moralitas Kant disebut Imperatif Kategoris.

Imperatif kategoris merupakan teori yang diciptakan Kant dengan penekanan kepada otonomi

individu dalam mengambil keputusan moral. Imperatif kategoris merupakan suatu panduan untuk

menguji apakah suatu tindakan dapat disebut bermoral atau tidak. Suatu prinsip bisa dikatakan sebagai

imperatif kategoris jika prinsip itu sudah melewati pengujian yang dilakukan imperatif kategoris. Kita

harus mengandaikan bahwa prinsip atau maksud tindakan kita dapat dijadikan menjadi hukum universal

sehingga semua orang dapat bertindak sesuai dengan prinsip tersebut. Dengan demikian, kita harus

mengandaikan bahwa prinsip yang dipakai dapat digunakan sebagai hukum universal, bagi siapapun

seolah olah tidak ada alternatif lain. Imperatif kategoris ini terlihat berseberangan dengan egoisme

psikologis.

Teori egoisme psikologis menyatakan bahwa manusia selalu bertindak sesuai dengan kepentingan

diri (self interest) dan tidak mungkin bisa lepas dari kepentingan diri. Bahkan ketika tindakan itu

ditujukan untuk orang lain, sebenarnya dilakukan untuk dirinya sendiri. Egoisme psikologis berusaha

membantu manusia menyadari bahwa seseorang melakukan tindakan yang tampaknya tidak

mempedulikan kepentingannya sendiri, tetapi sebenarnya ia bertindak karena didorong oleh kepentingan

diri dia sendiri. Sehingga, bisa ditarik kesimpulan tidak ada tindakan manusia yang sepenuhnya terlepas

dari kepentingan dirinya sendiri. Kritik terhadap egoisme psikologis. Pertama, orang bertindak sesuai

9

Page 10: Relevansi nilai moral dan estetika dalam perkembangan IPTEK

dengan apa yang paling diinginkan tidak lagi merupakan hipotesis empiris yang bisa dinilai benar atau

salah. Kedua, kritik logis. Fakta bahwa manusia selalu melakukan hal yang paling diinginkan tidak selalu

berarti bertindak egois dan tidak pernah bisa melakukan tindakan moral.

Menurut Hegel, moralitas tidak lepas dari pengaruh nilai-nilai mutlak yang ada dalam Idea, tetapi

tidak juga lepas dari apa yang ada dalam dunia empiris, yang ada dalam masyarakat. Bahkan, ia adalah

sintesa dari keduanya.7 Walhasil, jika moralitas Sartre berasal dari manusia sendiri, moralitas Hume dari

nilai-nilai empiris masyarakat, moralitas Kant dari alam Ide, moralitas Hegel adalah sintesa dari konsep

Hume dan Kant; sintesa antara yang empiris dengan yang ada dalam Idea.

Dialektika; Sintesa Tesa Antitesa. Semua pemikiran Hegel berangkat dari sistem pemikirannya

yang mencoba mencari jalan keluar, atau bahkan mempertentangan dua persoalan yang berbeda dan

berseberangan, yang dikenal dengan sistem pemikiran Dialektika.

Dialektika Hegel merupakan proses dimana sebuah pemikiran atau sesuatu hal yang eksis dengan

pasti menggiring atau berhadapan dengan lawannya (atau kontradiktorinya), sehingga tiba pada sebuah

sintesis (kesatuan) baru, atau proses perubahan dalam pemikiran dan alam dimana sebuah tingkat

pengetahuan yang lebih tinggi (kebenaran) dan eksistensi (kesatuan) dicapai dengan menghadapi lawan-

lawan yang pasti yang ada dibawahnya9

Jelasnya, sebuah eksistensi dicapai dengan adanya sintesa dan interaksi antara eksistensi-

eksistensi yang lain yang ada tingkat bawahnya. Proses perubahan itu melibatkan tiga elemen yang terdiri

dari: (a) sesuatu, realitas atau pemikiran yang eksis (thesis), (b) lawan atau kebalikannya (antithesis), dan

(c) kesatuan (synthesis) yang dihasilkan dari interaksinya dan yang kemudian menjadi basis (thesis) dari

gerak dialektik berikutnya. Kesatuan tiga unsur pembentuk inilah yang disebut triadic dialektic.

Dialektika Hegel memiliki karakter membangun dan evolusioner, yang tujuan akhirnya adalah

penyempurnaan seutuhnya. Menurut filsafat Hegel, seluruh proses dunia adalah suatu perkembangan roh,

jiwa atau pemikiran. Sesuai dengan hukum dialektika, pemikiran meningkatkan diri, tahap demi tahap,

menuju kepada yang mutlak. Sesuaidengan perkembangan pemikiran ini, filsafat Hegel tersusun dalam

tiga tahap,Pertama, tahap ketika roh atau pemikiran berada dalam keadaan “ada dalam dirinya sendiri”.

Ilmu filsafat yang membicarakan pemikiran dalam keadaan ini disebut logika.

Kedua, tahap dimana pemikiran berada dalam keadaan “berbeda dengan dirinya sendiri”, dan

berbeda dengan “yang lain”. Pemikiran disini keluar dari dirinya sendiri, menjadikan dirinya “ diluar”

dirinya dalam bentuk alam, benda, atau yang lain yang terikat pada ruang dan waktu. Ilmu filsafat yang

membicarakan tahap ini disebut filsafat alam.Ketiga, tahap ketika pemikiran kembali kepada dirinya

10

Page 11: Relevansi nilai moral dan estetika dalam perkembangan IPTEK

sendiri, kembali dari berada diluar dirinya, sehingga roh atau pemikiran berada dalam keadaan ”dalam

dirinya dan bagi dirinya sendiri”. Tahap ini menjadi sasaran filsafat roh.10

Menurut Hegel, dialektika bersifat ontologis,11 bahwa proses gerak pemikiran adalah sama dengan

proses gerak kenyataan. Oleh karena itu pengertian-pengertian, kategori-kategori, sebenarnya bukanlah

hukum-hukum pemikiran belaka, tetapi kenyataan-kenyataan atau realita. Pengertian-pengertian dan

kategori atau yang lain bukan hanya sesuatu yang menyusun pemikiran kita, tetapi semua adalah

kerangka dunia; yang menggambarkan realitas dunia dalam pikiran atau roh.

Sebagai contoh tentang kerja dialektika, misalnya, bisa dilihat dari persoalan “yang ada”.

Pengertian “yang ada” harus dirumuskan lepas dari segala isi kongkrit sehingga tesa melahirkan anti tesa.

Sepanjang “yang ada” belum menerima penentuan lebih lanjut, belum dapat dikatakan, “yang ada” yang

berarti sama dengan “yang tidak ada”. Karena itu, tidak mungkin merumuskan bagaimana “yang ada” itu

sekaligus “yang tidak ada”, atau “ketiadaan”, yaitu segi negatif dari “yang ada”. Maka “yang ada” dan

“yang tidak ada” mewujudkan dua ungkapan yang saling melengkapi bagi hal yang satu, yaitu “awal yang

tidak dapat ditentukan bagaimana”. Ini berarti, didalam “awal yang tidak dapat ditentukan bagaimana” itu

ada gerak, gerak yang memindahkan yang satu kepada yanga lain, yang memindahkan “yang tidak ada”

menjadi “yang ada”. Gerak dari “yang tidak ada” menuju kepada “yang ada” ini disebut “menjadi”

(sintesa).

Sintesa Hukum dan Moral.

Memperhatikan konsep dialektika Hegel sebagai ontologis diatas, dimana yang ideal bukan ideal

belaka tetapi juga realitas itu sendiri; ada kesatuan antara idea dan realitas, sedang dalam dunia idea

terjadi pergulatan saling mensistesa antara satu dengan lainnya, berarti tidak asa satupaun peristiwa

maupun konsep di dunia ini yang tidak terkait satu sama lainnya, secara vertikal maupun herisontal.

Vertikal maksudnya hubungan antara yang empiris dengan yang ideal, herisontal adalah hubungan antara

yang empiris dengan yang empiris lainnya, yang berarti pula hubungan antara yang ideal dengan yang

ideal lainnya.

Menurut Hegel, perkembangan yang ideal atau roh yang merupakan kerangka dunia empiris

terdiri atas tiga tingkatan; subjektif, objektif dan mutlak. Dalam roh subyektif, yang merupakan tahapan

paling rendah, seorang individu berusaha melepaskan diri dari alam. Disini roh mulai berpindah dari

situasi “berada diluar dirinya” kedalam situasi “berada-bagi-dirinya”. Perpindahan ini disebabkan, dalam

diri perorangan roh tersebut belum benar-benar dan belum seluruh “bagi-dirinya”. Meski manusia bagi

dirinya sendiri dan mempunya pribadi yang tidak bisa ditukar dengan yang lain, tapi manusia masih

mewujudkan sebagian jenisnya, sehingga masih termasuk alam.

11

Page 12: Relevansi nilai moral dan estetika dalam perkembangan IPTEK

Interaksi dan sintesa antara roh subjektif diatas melahirkan roh objektif yang merupakan tahapan

kedua. Disini kehendak- kehendak rasionak dikjektifkan menjadi bentuk-bentuk hidup dan umum, dan

idea tentang yang baik direalisir dalam lembaga- lembaga yang konkrit. Bentuk dan nafsu-nafsu alamiah

diperluas sebagai hak-hak dan kewajiban dalam bentuk dasar kesusilaan. Misalnya, nafsu membalas

direalisasikan sebagai hukuman yang menurut hukum, nafsu seksual diperhalus dalam perkawinan dan

keluarga, dn lain-lainnya. Karena itulah, dalam roh obyektif ini dibicarakan persoalan-persoalan hukum

dalam dunia empirisnya, dan nilai-nilai moral dalam alam idealnya. Moralitas adalah sintesa antara

hukum-hukum yang ada dalam dunia empirik dengan nilai-nilai moral yang ada dalam alam ideal.

Mengapa persoalan --nilai-- moral baru muncul pada roh objektif, bukan pada roh subjektif?

Menurut Hegel,13moralitas berhubungan dengan kesadaran diri. Kesadaran diri individu hanya dan baru

bisa diperoleh dan didukung melalui interaksi dengan dan pengakuan oleh kesadaran-diri lainnya. Kita

tidak akan memperoleh kesadaran diri dengan mengakui atau diakui oleh orang lain, tetapi melalui

kesadaran akan adanya kesadaran lain yang sama sekali berbeda dengan kita. Artinya, kita tidak bisa

mengenal diri sendiri kecuali dengan mengakui bahwa ada maksud, pikiran, dan keinginan orang lain

yang bukan merupakan keinginan dan pikiran kita. Hanya melalui pengalaman intersubjektifitas inilah

kita akan memiliki kesadaran yang memadai mengenai diri kita sendiri sebagai suatu kesadaran diri yang

independen, yang oleh Hegel dianalogkan dengan dialektika tuan-budak. Menurut Hegel, kehidupan tuan

adalah bentuk yang tidak sempurna dari kesadaran diri persis, karena tidak diakui dalam kesadaran orang

lain yang independen, melainkan hanya diakui oleh budak yang tidak independen atau mandiri.

Dalam dunia empirik, roh objektif yang merupakan hasil interaksi-interaksi antara roh subjektif

ini terjelma dalam bentuk keluarga, masyarakat dan negara. Disinilah muncul persoalan hukum yang

mengatur kehidupan keluarga, masyarakat dan negara, yang dalam alam roh atau idea dikenal dengan

istilah “nilai moral”. Sedemikian, sehingga benar bahwa moralitas dalam pandangan Hegel adalah sistesa

antara hukum yang bersifat empirik dengan nilai-nilai moral yang bersifat batin atau ideal. Sedemikian

pula, sehingga dalam pandangan Hegel, negara, keluarga dan masyarakat dianggap sebagai idea moral

yang telah terealisir, tempat idealitas atau nilai-nilai dan realitas atau hukum-hukum bertemu. Institusi-

institusi tersebut merupakan substansi moral yang telah sadar akan dirinya, dimana keputusan-keputusan

individu yang merupakan keputusan roh subjektif telah tertiadakan.

Selanjutnya, interaksi antar keluarga, masyarakat dan negera yang merupakan refleksi dari roh

objektif ini melahirkan tahap ketiga, tahap puncak dari perkembangan roh; sejarah dunia. Maka, sejarah

12

Page 13: Relevansi nilai moral dan estetika dalam perkembangan IPTEK

dunia adalah perkembangan Idea mutlak.15 Disini, Idea Mutlak meralisir diri dengan menggunakan waktu

sebagai alatnya. Sejarah dunia adalah proses dimana roh mengolah pengetahuan tentang apa yang ada

pada dirinya, untuk sampai pada dirinya sendiri, yang dari sana ia menemukan kebebasan dan hakekatnya

sendiri.16

Tanggapan.

Konsep moralitas Hegel yang memperhatikan dunia empiris masyarakat berarti mengangkat

kembali apa yang disampaikan Aristoteles17tentang aktivitas potensi manusia, dimana bahwa aktualisasi

potensi tidak akan mencapai kebahagiaan kecuali diaktualisasikan dan dihayati dari norma-norma yang

ada dalam dalam masyarakat. Dan dengan konsepnya tentang Idea, ia berarti juga telah memperkokoh

konsep Kant tentang imperatif kategoris. Akan tetapi, dengan adanya sistesa antara keduanya, Hegel

memberikan makna tersendiri bagi moralitas, yang dengan itu berarti mengisi kekurangan yang ada pada

Aristoteles; soal transendensi, dan kekurangan yang ada pada Kant, soal realitas norma yang ada dalam

masyarakat.

Persoalan yang ada pada Hegel adalah, terutama dalam konsep dialektikanya, bahwa persoalan

dunia tidak mesti, minimal belum tentu merupakan sistesa-sintesa. Dalam alam idea mungkin bisa

dijelaskan secara logika, tetapi dalam dunia nyata, hal itu sulit dijelaskan. Banyak hal yang terasa terlalu

dipaksakan untuk menjadi sebuah sintesa.

Teknologi

Teknologi berasal dari istilah teckne yang berarti seni (art) atau keterampilan (skill). Menurut

Dictionary of Science, teknologi adalah penerapan pengetahuan teoritis pada masalah-masalah praktis.

Teknologi mencakup kegiatan produksi, pemakaian dan pemeliharaan piranti kehidupan. Namun, setelah

terjadi proses industrialisasi pada abad 18, pengertian teknologi mengalami perubahan yang pokoknya

bertitik tolak dari pengertian penerapan ilmu bagi kesejahteraan hidup.

Namun, akhirnya pengertian teknologi menjadi semakin luas, yakni mencakup bidang sosial,

yang sering disebut dengan “the social technology development” (teknologi sosial pembangunan)

(Santosa, 2000:75-76).

Selanjutnya Santosa (2000:77-83) mengemukakan, untuk membatasi pengertian teknologi yang

masih luas bidangnya, maka pengertian teknologi dapat diartikan sebagai berikut :

13

Page 14: Relevansi nilai moral dan estetika dalam perkembangan IPTEK

1. Teknologi sebagai Barang Buatan

Pengertian teknologi yang tertua, sangat sederhana, dan yang paling umum dikenal orang ialah

barang buatan manusia. Barang buatan itu biasanya dilawankan dengan benda alam. Misalnya

sebatang kayu dari pohon yang tumbang adalah suatu benda alam. Kalau kemudian batang kayu dari

pohon itu dipotong, dipahat, dibentuk, dan dilakukan penggarapan lainnya oleh manusia sehingga

menjadi sebuah perahu yang digunakan untuk menyeberangi sungai, maka batang kayu itu berubah

menjadi barang buatan yang disebut teknologi.

Manusia pada dasarnya lemah, sehingga ia menciptakan alat untuk memperpanjang organ tubuh

sehingga pekerjaan dapat dilaksanakan. Barang-barang buatan itu, selain untuk keperluan

mempertahankan hidup sehari-hari, juga sebagai sarana untuk maksud keagamaan dan

mengungkapkan seni.

2. Teknologi sebagai Kegiatan Manusia

Kegiatan manusia yang termasuk pengertian teknologi, pada pokoknya dapat dibedakan dalam

dua jenis, yaitu membuat dan menggunakan. Membuat adalah kegiatan merancang dan menciptakan

suatu barang buatan, sedang menggunakan adalah melakukan suatu kegiatan sesuai dengan fungsi

suatu barang buatan yang telah dibuat.

Jadi, yang dimaksud teknologi merupakan kegiatan manusia. Namun, tidak setiap kegiatan

manusia adalah teknologi, melainkan hanya kegiatan yang mempunyai dua ciri pokok, yaitu efisien

dan bertujuan tertentu.

3. Teknologi sebagai Kumpulan Pengetahuan

Pengetahuan dipelajari manusia, baik dari pengalaman sendiri maupun dari sumber lain, untuk

dapat melakukan kegiatan yang merupakan teknologi. Pengertian teknologi sebagai kumpulan

pengetahuan, melengkapi pengertian teknologi sebagai barang buatan dan sebagai kegiatan manusia

yang efisien dan bertujuan.

Pengertian teknologi sebagai kumpulan pengetahuan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu

pengetahuan yang masih bersifat tradisional sebelum terjadi industrialisasi dan pengetahuan yang

telah bercorak modern dalam masyarakat industri untuk memproduksi berbagai barang dan jasa.

4. Teknologi sebagai Kebulatan Sistem

Pembahasan yang bulat dan menyeluruh akan tercapai kalau teknologi ditinjau sebagai suatu

sistem. Ini berarti, teknologi dibahas sebagai suatu kebulatan unsur-unsur yang saling berkaitan dan

bertalian timbal balik dengan lingkungan sekelilingnya. Peter Drucker berpendapat bahwa teknologi

14

Page 15: Relevansi nilai moral dan estetika dalam perkembangan IPTEK

harus dianggap sebagai suatu sistem, yaitu suatu kumpulan dari satuan-satuan dan kegiatan-kegiatan

yang saling berkaitan dan saling berkomunikasi.

Menurut Salam (2000:20), teknologi adalah penggunaan yang efisien dari ilmu, keterampilan,

dan bahan untuk memproduksi benda-benda kebudayaan. Dalam teknologi, kerja sama antara pikiran dan

tangan merupakan alat yang efektif untuk memproduksi barang.

Selain itu, menurut Iskandar Alisyahbana (1980), teknologi telah dikenal manusia sejak jutaan

tahun yang lalu karena dorongan untuk hidup yang lebih nyaman, lebih makmur dan lebih sejahtera. Jadi

sejak awal peradaban sebenarnya telah ada teknologi, meskipun istilah “teknologi” belum digunakan.

Istilah “teknologi” berasal dari “techne “ atau cara dan “logos” atau pengetahuan. Jadi secara harfiah

teknologi dapat diartikan pengetahuan tentang cara. Pengertian teknologi sendiri menurutnya adalah cara

melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan akal dan alat, sehingga seakan-

akan memperpanjang, memperkuat atau membuat lebih ampuh anggota tubuh, pancaindra dan otak

manusia. Sedangkan menurut Jaques Ellul (1967) memberi arti teknologi sebagai” keseluruhan metode

yang secara rasional mengarah dan memiliki ciri efisiensi dalam setiap bidang kegiatan manusia”

(Ardian, 2010).

Untuk itu, dapat disimpulkan bahwa pengertian teknologi secara umum, yaitu

proses yang meningkatkan nilai tambah.

produk yang digunakan dan dihasilkan untuk memudahkan dan meningkatkan kinerja.

Struktur atau sistem di mana proses dan produk itu dikembangkan dan digunakan.

B. Perkembangan Teknologi dari Masa ke Masa

Perkembangan teknologi ini tidak terlepas dari adanya perkembangan dalam bidang sains yang

juga telah berlangsung dengan pesat sekali terutama sejak abad ke-19 hingga sekarang. Proses

perkembangan sains yang telah dilakukan oleh para ilmuwan sains, membawa dampak positif bagi

perkembangan teknologi, dengan diciptakannya alat peralatan yang merupakan produk teknologi. Produk

teknologi ini pada gilirannya juga membawa kemajuan dalam bidang sains. Pesawat ruang angkasa yang

dapat membawa para astronot menjelajahi alam semesta merupakan produk dari kerjasama antara sains

dan teknologi yang amat pelik.

Perkembangan teknologi tidak berlangsung dalam kurun waktu yang pendek, tetapi pada

hakikatnya telah dimulai sejak ratusan ribu tahun yang lalu, ketika orang atau manusia purba mulai

15

Page 16: Relevansi nilai moral dan estetika dalam perkembangan IPTEK

menggunakan batu sebagai alat untuk mempermudah pekerjaan mereka. Kemudian disusul penemuan

logam maka penemuan alat-alat yang berguna bagi aktivitas manusia mulai berkembang. Mesin-mesin,

kendaraan-kendaraan mulai diciptakan oleh para ahli teknik (Poedjiadi, 2005:45-46).

Teknologi pada Zaman Purba

Secara naluriah manusia yang hidupnya pada zaman purba, selanjutnya disebut manusia

purba, yaitu sekitar 200 hingga 100 ribu tahun yang lalu, berusaha mempertahankan hidupnya dengan

cara makan dan minum benda-benda yang ada pada lingkungan mereka. Orang laki-laki membuat

alat-alat dari batu untuk mempermudah pekerjaan mereka.

Dengan ditemukannya cara membuat api, manusia purba mulai membuat barang-barang dari

tanah liat yang dapat mereka gunakan untuk menyimpan bahan makanan.

Kemampuan mereka menciptakan suatu produk yang berupa barang yang tadinya belum ada,

serta kemampuan mereka menggunakan produk tersebut untuk tujuan tertentu, merupakan bukti

bahwa mereka telah mengenal teknologi sederhana. Dengan demikian mereka juga telah menjadi

pelaku teknologi.

Dengan adanya teknologi sederhana ini kehidupan manusia purba makin meningkat dan

mereka kemudian mengubah pola tindakannya dari mencari umbi-umbian kepada usaha bercocok

tanam. Teknologi pengairan ladang-ladang yang mereka ciptakan dengan mengalirkan air ke tempat-

tempat yang memerlukannya membuat hasil pertanian makin baik.

Sekitar 7000 SM telah menemukan logam tembaga yang kemudian dibuat alat-alat yang

diperlukan dengan jalan memukul-mukulnya dengan batu. Sekitar tahun 4000 SM logam tembaga

dibentuk menjadi peralatan dengan cara dipanaskan kemudian di tempa. Selanjautnya, mereka

menemukan membuat peralatan dengan memanaskan logam dengan api hingga mencair,kemudian

dituangkan ke dalam cetakan hingga menghasilkan alat yang diinginkan. Dengan demikian teknologi

pengolahan logam telah dimulai.

Besi adalah salah satu unsur yang banyak digunakan dalam perkembangan teknologi.

Penggunaan besi dalam perkembangan teknologi diawali dengan pembuatan senjata, baju perang,

maupun kereta kuda yang digunakan untuk berperang. Setelah orang dapat membuat logam besi

maka alat pengangkutan barang-barang menggunakan roda dari besi.

16

Page 17: Relevansi nilai moral dan estetika dalam perkembangan IPTEK

Bangunan pada zaman purba seperti candi-candi di daerah Mesopotamia atau

Piramida di Mesir, dibuat dari batu dan bata. Mereka membuat bata dari tanah liat yang dijemur atau

dipanaskan dengan api.

Selain besi orang telah mampu membuat kaca. Potongan kaca tertua ditemukan di daerah

Mesir dan berasal dari masa Firaun Mesir Amenophis I. Gelas pertama dibuat dengan dicetak.

Sekitar tahun 250 SM orang Suriah memperkenalkan teknik pembuatan alat-alat dari gelas dengan

jalan ditiup.

Bukti-bukti peninggalan orang pada zaman purba memperlihatkan bahwa sekitar tahun 4000-

3000 SM orang telah menciptakan tulisan atau huruf untuk menyatakan suatu kejadian atau peristiwa

tertentu. Bangsa Sumeria di daerah Mesopotamia menciptakan huruf-huruf yang berbentuk baji dan

kemudian disebut “cuneiform”. Huruf-huruf yang digunakan oleh orang Mesir disebut “hieroglif”.

(Poedjiadi, 2005:47-49).

Manusia purba telah mengenal teknologi, dimana untuk mempertahankan hidupnya, awalnya

mereka hidup dengan mengandalkan tenaga mereka sendiri. Tetapi untuk memudahkan mereka

dalam melakukan perburuan binatang buas, mereka kemudian membuat alat-alat dengan

menggunakan bahan-bahan yang ada disekitarnya. Dengan ditemukan logam dan besi, serta memiliki

pengetahuan yang cukup sehingga dapat mendesain bahan-bahan tersebut menjadi alat-alat yang bisa

digunakan sebagai senjata utama Pemburu-Pengumpul.

Penemuan api merupakan hal yang sangat berkesan bagi manusia purba. Awalnya api berasal

dari kilat yang menyambar pohon. Pohon terbakar dan mengeluarkan api. Mereka terus memberi

kayu pada api agar mereka selalu punya sumber api. Karena api dianggap suatu keajaiban dimana

memberi mereka cahaya, kehangatan, perlindungan dan bisa digunakan untuk memasak. Kemudian

perkembangan pengetahuan sehingga mereka menemukan cara membuat api sendiri dengan bunga

api dari batu api. Dengan penemuan api tersebut, perkembangan teknologi juga semakin meningkat

dimana peralatan-peralatan yang dibuat semakin maju, dibuat peralatan dari logam dan besi yang

dipanaskan sehingga membuat peralatan tersebut menjadi lebih kuat untuk perelngkapan masak,

senjata, bahkan pembuatan bangunan.

Manusia purba selalu berburu dan mengumpulkan makanan dan terus-menerus berpindah-

pindah, manusia purba mulai bermukim di satu tempat dan bercocok tanam. Mereka menciptakan

komunitas tersendiri. Beberapa orang memelihara hewan dalam kandang, sebagai ganti berburu

hewan untuk makanan. Lainnya membuat kendi untuk menyimpan susu atau benih tanaman pangan.

17

Page 18: Relevansi nilai moral dan estetika dalam perkembangan IPTEK

Dan ada yang mengkhususkan diri merancang perkakas dan pakaian yang lebih baik. Setelah

manusia purba tinggal di suatu tempat, mereka memerlukan rumah yang layak, jadi keterampilan

membuat rumah kayu berkembang.

Setelah manusia tinggal bersama dalam komunitas pertanian, menjadi penting untuk mulai

membuat catatan rekaman dasar tentang siapa yang memiliki apa. Bentuk catatan paling sederhana

adalah membuat goresan di sepotong kayu, tulang atau tanduk, untuk katakanlah tiap hewan yang

dimiliki atau tiap kendi jagung yang disimpan. Semakin lama goresan-goresan tersebut berkembang

menjadi bahasa tulisan yang mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Perkembangan Teknologi pada Abad ke-20

Setelah abad ke-18 banyak hasil-hasil perkembangan teknologi yang penting dan kemudian

dikembangkan lebih lanjut dan disempurnakan hingga mencapai bentuk serta sistem kerjanya yang

moderen. Dalam abad ke-20 perkembangan teknologi menjadi lebih canggih dan dapat cepat berubah

sehingga umur sebuah komoditas hasil teknologi menjadi semakin pendek. Sebagai contoh ialah

komputer. Perkembangan komputer terasa sangat cepat sehingga sebuah komputer dalam waktu

beberapa bulan saja telah ada generasi berikutnya. Berikut ini sejarah perkembangan teknologi

beberapa produk.

a. Sinar Laser

Kata laser ialah akronim dari “light amplification by stimulated emission of radiation” (penguatan

cahaya melalui emisi radiasi yang dirangsang). Sinar laser banyak digunakan dalam dunia

kedokteran sebagai alat pemotong dalam operasi mikro. Teori dasarnya telah ditemukan oleh

Albert Einstein (1879-1955) pada tahun 1917. Pada tahun 1951 seorang ahli fisika Amerika

melakukan eksperimen dengan menggunakan gelombang mikro sebagai energi yang diperkuat.

b. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

Reaksi nuklir pertama telah dilakukan secara berkesinambungan terjadi pada tahun 1942. Setelah

digunakan sebagai senjata berupa bom atom yang dijatuhkan di kota Hiroshima dan Nagasaki,

energi nuklir digunakan menjadi sumber energi listrik. Untuk itu didirikan suatu reaktor yang

merupakan pembangkit energi nuklir yang selanjutnya menghasilkan energi listrik. Amerika

mulai membangun reaktor nuklir pembangkit listrik pada tahun 1951. Beberapa negara selain

18

Page 19: Relevansi nilai moral dan estetika dalam perkembangan IPTEK

Amerika juga telah ada yang menggunakan PLTN ini untuk penyediaan listrik. Di Indonesia

terdapat reaktor nuklir, satu buah di kota Bandung (Triga Mark II) untuk keperluan penelitian.

c. Serat Optik

Serat optik mempunyai keistimewaan yaitu dapat membengkokkan jalannya cahaya. Kita ketahui

gelombang cahaya bergerak dalam satu garis lurus. Serat optik adalah berupa kaca yang bersifat

fleksibel atau filamen plastik transparan yang memancarkan cahaya melalui serangkaian pantulan

internal. John Tyndall seorang ahli fisika Inggris pada tahun 1870 telah menemukan konsep ini,

namun penggunaannya baru terjadi tahun 1955 oleh ilmuwan India Narinder S. Kappany yang

menempatkan serat optik dalam sebuah endoskop yaitu instrumen optikal yang digunakan para

dokter untuk melakukan pemeriksaan medik terhadap bagian dalam tubuh manusia. Corning

Glass Company mengembangkan kaca murni yang memungkinkan pemancaran cahaya dan

energi dari jarak yang sangat jauh pada tahun 1960. Serat optik ini sejak 1970 digunakan untuk

mengirimkan telex, telepon dan sinyal televisi kabel yang jauh lebih efisien daripada kabel

logam.

Teknologi yang kehadirannya telah dirintis melalui revolusi industri yang terjadi pada abad

18, berada di bawah naungan jiwa dan semangat zaman Renaissance dan Aufklarung dalam sejarah

dunia barat.

Zaman Aufklarung, ternyata telah melahirkan sikap mental, yaitu manusia yang percaya akan

kemampuan diri atas dasar rasionalitas, sehingga dapat menguasai masa depannya yang kreatif dan

inovatif. Hasilnya adalah teknologi supramodern yang dimiliki, sebagaimana yang dapat dilihat dewasa

ini. Itulah kenyataan abad 20, yang menunujukkan bagaimana teknologi itu merupakan hasil rintisan dan

perkembangan budaya yang ampuh dan mengagumkan (Santosa, 2000:84).

Dampak Perkembangan Teknologi pada Masyarakat

Perkembangan teknologi pada dasarnya bertujuan untuk makin mempermudah segala kegiatan

yang dilakukan manusia. Dengan adanya peralatan komunikasi yang makin canggih maka beberapa

kelompok masyarakat dari berbagai negara dapat berinteraksi dengan mudah dan hal ini membawa

dampak yang satu terhadap yang lain.

Sebagai contoh pengaruh perkembangan teknologi terhadap masyarakat ialah adanya penemuan

mesin uap oleh James E. Watt (1736-1819) seorang ahli teknik bangsa Skotlandia. Mesin uapnya yang

pertama selesai dibuat pada tahun 1769 dan terus disempurnakan hingga tahun 1774 dan ia berhasil

19

Page 20: Relevansi nilai moral dan estetika dalam perkembangan IPTEK

membuat mesin uap yang dapat memasok daya pada peralatan pabrik seperti mesin pintal, dan

sebagainya.

Perkembangan teknologi pada mesin uap tersebut ternyata membawa dampak pada industri yaitu

lahirnya industrialisasi dengan menggunakan mesin. Dengan diciptakannya mesin-mesin yang terbuat

dari besi di Inggris tahun 1780 telah terjadi suatu fenomena yang disebut “revolusi industri” di bidang

pertekstilan. Perubahan yang terjadi pada akhir abad ke-18 ini, menghasilkan mekanisasi dan berdirinya

pabrik-pabrik dan mengakibatkan terbentuknya lapisan masyarakat baru yakni pemilik modal dan

pekerja.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di satu sisi memang berdampak positif, yakni

dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern industri, komunikasi, dan

transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat.

Dengan ditemukannya mesin jahit, dalam 1 menit bisa dilakukan sekitar 7000 tusukan jarum

jahit. Bandingkan kalau kita menjahit dengan tangan, hanya bisa 23 tusukan per menit.

Dengan sarana komunikasi canggih, dunia hanya perlu waktu 1,3 detik untuk mengetahui kabar

di seluruh penjuru dunia. Dapat memperoleh informasi dengan mudah, media pertukaran data

dan lain-lain.

Dulu orang melakukan perjalanan dengan kapal laut bisa memakan waktu berhari-hari untuk

sampai di tempat tujuan. Sekarang dengan naik pesawat terbang, kita hanya perlu beberapa jam

saja.

Tapi di sisi lain, tak jarang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak negatif

karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat manusia.

Bom atom telah menewaskan ratusan ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945.

Bioteknologi dapat digunakan untuk mengubah mikroorganisme yang sudah berbahaya, menjadi

lebih berbahaya, misalnya mengubah sifat genetik virus influenza hingga mampu membunuh

manusia dalam beberapa menit saja.

Lingkungan hidup seperti laut, atmosfer udara, dan hutan juga tak sedikit mengalami kerusakan

dan pencemaran yang sangat parah dan berbahaya.

Tak sedikit yang memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan

dunia maya (cyber crime) dan untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan perjudian.

20

Page 21: Relevansi nilai moral dan estetika dalam perkembangan IPTEK

Hubungan Nilai Moral dengan Perkembangan IPTEK

Secara umum, etika menuntut kejujuran dan dalam iptek ini berarti kejujuran ilmiah (scientific

honesty). Mengubah, menambah, dan mengurangi data demi kepentingan tertentu termasuk dalam

ketidakjujuran ilmiah. Mengubah dan menambah data dengan rekaan sendiri dapat dimaksudkan agar

kurvanya memperlihatkan kecenderungan yang diinginkan. Mungkin penelitinya sendiri yang

menginginkan agar hasil penelitiannya sesuai dengan teori yang sudah mapan. Mungkin penaja (sponsor)

peneliti itu yang ingin menonjolkan citra produk industrinya. Mereka-reka data semacam itu merupakan

the sin of commission. Sebaliknya membuang sebagian data yang “memperburuk” hasil penelitian adalah

the sin commission. Penghapusan data yagn “jelek” itu mungkin dimaksudkan oleh penelitinya agar

analisis datanya memperlihatkan keterandalan (realibility) yang lebih baik. Lebih jahat lagi kalau dosa

komisi itu dilakukan untuk menyembunyikan efek samping yang negatif dari produk yang diteliti.

Ketidakjujuran ilmiah semacam ini pernah dilakukan peneliti yang ditaja pabrik penyedap rasa

(monosodium glutamate) di Thailand.

Kalau data yang dibuang itu dinilai sebagai penyimpangan dari kelompok yang sedang diteliti,

dan karenanya harus ikut diolah, kejujuran ilmiah menuntut penjelasan tentang penghapusannya. Perlu

juga disebutkan patokan yang dipakai untuk menentukan ambang nilai data yang harus ikut dianalisis,

misalnya patokan Chauvenet. Sekarang umat manusia menghadapi masalah-masalah yang sangat serius,

yang menyangkut teknologi dan dampaknya pada lingkungan. Kenyataan ini memunculkan pertanyaan-

pertanyaan yang mendasar tentang etika:

1. Norma-norma etika (dan agama) yang seperti apakah yang harus kita patuhi dalam penelitian di

bidang bioteknologi, fisika nuklir dan zarah keunsuran, serta astronomi dan astrofisika?

2. Dalam penelitian kedokteran dan genetika, apakah arti kehidupan?

Dalam penelitian dampak teknologi terhadap lingkungan, bagaimana seharusnya hubungan

manusia dengan alam, baik yang nirnyawa (the inanimate world) maupun yang bernyawa.

Apakah masyarakat yang baik itu, dan dapatkah dikembangkan pengertian yang universal tentang

kebaikan bersama yang melampaui individualisme, nasionalisme, dan bahkan antroposentrisme?

Dalam bioteknologi (termasuk rekayasa genetika) dan kedokteran, pertanyaan tentang arti, mulai

dan berakhirnya kehidupan sangat penad (relevant). Apakah orang yang berada dalam keadaan koma dan

fungsi faal serta metabolismenya harus dipertahankan dengan alat-alat kedokteran elektronik dalam

jangka panjang yang tidak tertentu masih mempunyai kehidupan yang berarti ? Tak bolehkah ia minta

(misalnya sebelum terlelap dalam keadaan seperti itu), atau diberi, euthanasia berdasarkan informed

21

Page 22: Relevansi nilai moral dan estetika dalam perkembangan IPTEK

consent dari keluarganya yang paling dekat? Ini mengacu ke arti dan berakhirnya kehidupan. Mulainya

kehidupan, penting untuk diketahui atau ditetapkan (dengan pertimbangan ilmu dan agama) untuk

menentukan etis dan tidaknya menstrual regulation (“MR”) dan aborsi, terutama dalam hal indikasi medis

dari risiko bagi ovum yang telah dibuahi dan terlebih-lebih lagi bagi ibunya, kurang meyakinkan.

Bioteknologi/rekayasa genetika mungkin hanya boleh dianggap etis jika tingkat kegagalannya

yang mematikan embrio relative rendah dan – bila menyangkut manusia – hanya mengarah ke eugenika

negatif. Tanaman dan organisme harus disikapi dengan hati-hati, baik dari segi perkembangan jangka

panjangnya yang secara antropo sentries mungkin membahayakan kehidupan kita, maupun dari segi

pengaturannya dalam tata hukum dan ekonomi internasional yang biasanya lebih menguntungkan negara-

negara maju. Etiskah untuk mematenkan organisme dan tanaman yang telah diubah secara genetic

(genetically modified)? Adilkah itu dan apakah itu tidak mengancam kelestarian plasma nutfah? Keadilan

yang dimaksudkan di sini adalah keadilan agihan (distributive justice). Pengagihannya bukan hanya

secara spatial, tetapi juga secara temporal. Dimensi spatiotemporal dari keadilan distributive ini tersirat

dalam pengertian tentang “pembangunan yang terlanjutkan” (sustainable development) menurut Gro

Harlem Brundtland.

Selain persoalan seputar IPTEK yang dibahas di atas, ada juga teknologi yang mampu membuat

seseorang menyimpang dari nilai moral. Teknologi informasi misalnya, mempunyai andil yang besar

terhadap penyimpangan moral seseorang. Banyak kasus yang terjadi di lingkungan kita pada jaman ini.

Kasus yang sering beredar pada saat ini, banyak perkenalan di salah satu situs jejaring sosial yang

berujung pada pemerkosaan dan pemerasan. Dari segi moral, itu sudah sangat menyimpang dan

merugikan orang lain. Kasus yang lain yaitu, dengan alat canggih seperti handphone atau smartphone saat

ini memberikan kesempatan lebih banyak bagi para pengguna untuk menyimpan file atau dokumen.

Ironisnya, kapasitas tersebut digunakan untuk menyimpan file yang berbau porno. Tentu saja, jika melihat

adegan porno akan merangsang seseorang untuk melakukan hal – hal negatif seperti pemerkosaan.

Perbuaatan tersebut sangat menyimpang dari nilai moral yang berlaku di mayarakat, dan jika sudah

menyimpang dari nilai moral maka kehidupan terasa tidak tenteram. Orang tersebut akan dikucilkan di

masyarakat. Karena penyimpangan ini, hasil teknologi jadi tercemar dan memiliki citra buruk.

22

Page 23: Relevansi nilai moral dan estetika dalam perkembangan IPTEK

Hubungan Nilai Estetika dengan Perkembangan IPTEK

Kajian mengenai keindahan telah didokumentasikan dari jaman antic hingga jaman sekarang.

Pada jaman antik, keindahan dapat diukur dari arsitektur sebuah bangunan. Keindahan arsitektur memiliki

derajat yang lebih tinggi daripada keindahan objek lain. Tetapi pada dasarnya, keindahan pada semua

objek itu sama.

Sebagai contoh peradaban Mesir, keindahan dan kemegahan arsitekturnya pada jaman antik

menunjukkan betapa sudah tinggi peradaban Mesir kuno. Para ahli bangunan dan pematung/pemahat

menggunakan teori proporsi yang berkaitan dengan rumus – rumus matematika untuk mencapai

keindahan. Mereka sudah menggunakan matematika sebagai sarana untuk menciptakan teknologi dan

bangunan yang sangat indah dan megah.

Konsep estetika banyaak didefinisikan oleh para filsuf kuno. Thomas Aquinas terkenal dengan

pemikirannya yaitu “keindahan berkaitan dengan pengetahuan”. Sesuatu disebut indah jika

menyenangkan pandangan mata si pengamat, namun di samping itu ada penekanan pada pengetahuan

bahwa pengalaman keindahan akan bergantung pada pengalaman empirik dari pengamat. Plato

berpendapat bahwa seseorang seharusnya mencoba menemukan pengetahuan dibelakang segalanya, yaitu

pengetahuan tentang yang nyata dan permanen yang hadir sebagai pengertian ‘idea’. Salah satu ciri dari

‘idea’ yaitu keindahan, sifat permanen yang dimiliki oleh semua objek – objek yang indah. Plato

menitikberatkan pada pengalaman awal dirinya dan muridnya, dan juga pada maksud – maksud yang

diakumulasikan pada kata – kata dari bahasa konvensional. Ketika memahami bahasa Yunani untuk

indah, ‘kalos’, Plato mencatat bahwa kata ini pertama bermaksud ‘baik’ dan ’pantas’.

Esensi yang tetap dari keindahan akibat dari proporsi – proporsi yang tepat yaitu dari

perbandingan ukuran. Gagasan ini dihubungkan pada penelitian dan falsafah Pytagoras (532 SM) yang

telah mengembangkan sistem – sistem proporsi aritmatika tertentu dalam instrumen musik, seperti pada

panjang string, menghasilkan harmoni nada. Berdasarkan harmoni musik ini masyarakat Yunani

menerangkan juga keindahan dalam proporsi – proporsi tubuh manusia, arsitektur, dan objek objek lain.

Selama abad – abad pertengahan, proporsi – proporsi dan perbandingan ukuran diperhatikan sebagai

atribut yang penting bagi keindahan objek – objek. Kemudian, Renaissance membangkitkan kembali

pengkajian pada proporsi Pytagoras yang menggunakan bentuk bentuk geometris melalui perbandingan

matematis.

Contoh, dasar – dasar geometri :

23

Page 24: Relevansi nilai moral dan estetika dalam perkembangan IPTEK

Para ilmuwan pada jaman sekarang sudah mampu menyerasikan konsep keindahan pada

teknologi – teknologi masa kini. Banyak hasil teknologi canggih yang berupa alat – alat yang digunakan

manusia dalam kehidupan sehari – harinya. Supaya alat yang digunakan dalam sehari – hari itu tidak

menjemukan dan tetap menarik untuk dipandang, maka para peneliti dan pencipta teknologi senantiasa

menemukan terobosan baru dengan alat yang didesain supaya terlihat menarik dan menyenangkan untuk

dipandang. Seperti penjelasan sebelumnya dalam pernyataan Thomas Aquinas, bahwa sesuatu disebut

indah jika menyenangkan dipandang oleh pengamat.

24

Page 25: Relevansi nilai moral dan estetika dalam perkembangan IPTEK

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Pada jaman sekarang ini, telah berkembang pesat teknologi yang mutakhir. Namun, itu dinilai

masih jauh dari nilai estetika dan nilai moral. Estetika yaitu keindahan, sesuatu bisa dikatakan indah jika

menyenangkan untuk dipandang. Konsep – konsep estetika menciptakan dasar dari ilmu – ilmu

pengetahuan. Beberapa ilmuwan seperti Immanuel Kant, Thomas Aquinas, Plato, dan Pythagoras telah

menjabarkan konsep estetika yang mampu menjadi dasar dari ilmu pengetahuan, seperti konsep

arsitektur. Hasil teknologi yang baru – baru ini juga melakukan terobosan dengan menggunakan desain

desain yang indah supaya tetap menyenangkan dan menarik. Di lain sisi, nilai moral merupakan ajaran

atau pedoman yang dijadikan landasan untuk bertingkah laku dalam kehidupan agar menjadi manusia

yang baik atau beraklak. Jadi, dalam kehidupan sehari – harinya manusia perlu nilai moral untuk menjadi

pedoman supaya manusia tidak melakukan perilaku menyimpang yang akan merugikan diri sendiri

ataupun orang lain. Teknologi merupakan implementasi dari ilmu pengetahuan berupa sebuah hasil yang

sangat berguna dalam kegiatan produksi, pemakaian, dan pemeliharaan piranti kehidupan. Dalam

kehidupannya, manusia sangat bergantung pada teknologi. Biasanya, kebanyakan teknologi dirupakan

dalam bentuk alat. Para ilmuwan atau penemu pasti sudah memikirkan nilai estetika dan nilai moral dari

sebuah teknologi tersebut. Mereka berusaha keras untuk mampu menciptakan teknologi yang

berpengaruh dan dapat digunakan manusia untuk kehidupan sehari – hari. Ironisnya, konsumen banyak

yang salah persepsi akan penemuan teknologi. Mereka bahkan menyalahgunakan teknologi untuk

memenuhi kepentingan diri sendiri tapi merugikan orang lain. Seharusnya, nilai moral dan nilai estetika

ditanamkan benar pada manusia supaya dalam menggunakan teknologi tidak ada penyimpangan moral

dan pencemaran estetika. Sayang sekali bila penemuan teknologi yang bertujuan untuk mensejahterakan

umat manusia tetapi malah disalahgunakan untuk hal yang tidak bermanfaat. Kurangi hal negatif supaya

penemuan teknologi ini bisa benar – benar mensejahterakan umat manusia dengan tetap memegang teguh

nilai moral dan nilai estetika.

25