28
PENDAHULUAN Akhir abad ke-19, Frerich (1861) dan Flint (1863) melaporkan adanya hubungan antara penyakit hati lanjut, asites, dan gagal ginjal tanpa ditemukannya perubahan signifikan pada histologi ginjal. 1 Pasien dengan sirosis dan asites sering berkembang menjadi gagal ginjal yang bersifat khusus, yang dikenal dengan nama Sindrom Hepatorenal (SHR). Istilah sindrom hepatorenal pertama kali diperkenalkan P. Merklen tahun 1916 dan diambil oleh W. Nonenbruch tahun 1939. 4 Sindrom hepatorenal (SHR) adalah gangguan fungsi ginjal sekunder pada penyakit hati tingkat berat baik yang akut maupun kronis. 5 Berdasarkan International Ascites Club (1994), sindrom hepatorenal adalah sindroma klinis yang terjadi pada pasien penyakit hati kronik dan kegagalan hati lanjut serta hipertensi portal yang ditandai oleh penurunan fungsi ginjal dan abnormalitas yang nyata dari sirkulasi arteri dan aktifitas sistem vasoactive endogen. 4 Pada sindrom hepatorenal ditemukan adanya vasokonstriksi di sirkulasi ginjal yang menyebabkan laju filtrasi glomerulus rendah dan vasodilatasi arteriol yang luas pada sirkulasi di luar ginjal sehingga menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik total dan hipotensi. Sindrom hepatorenal umumnya terjadi pada pasien sirosis hepatis dengan asites, hepatitis yang disebabkan oleh penggunaan alkohol berat (alcoholic hepatitis), atau gagal hati akut. Selain itu, kejadian sindrom hepatorenal dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor presipitasi yang dapat menyebabkan fungsi hati semakin 1

SINDROM HEPATORENAL

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SINDROM HEPATORENAL

PENDAHULUAN

Akhir abad ke-19, Frerich (1861) dan Flint (1863) melaporkan adanya hubungan antara

penyakit hati lanjut, asites, dan gagal ginjal tanpa ditemukannya perubahan signifikan pada

histologi ginjal.1 Pasien dengan sirosis dan asites sering berkembang menjadi gagal ginjal yang

bersifat khusus, yang dikenal dengan nama Sindrom Hepatorenal (SHR). Istilah sindrom

hepatorenal pertama kali diperkenalkan P. Merklen tahun 1916 dan diambil oleh W. Nonenbruch

tahun 1939.4 Sindrom hepatorenal (SHR) adalah gangguan fungsi ginjal sekunder pada penyakit

hati tingkat berat baik yang akut maupun kronis.5

Berdasarkan International Ascites Club (1994), sindrom hepatorenal adalah sindroma

klinis yang terjadi pada pasien penyakit hati kronik dan kegagalan hati lanjut serta hipertensi

portal yang ditandai oleh penurunan fungsi ginjal dan abnormalitas yang nyata dari sirkulasi

arteri dan aktifitas sistem vasoactive endogen.4 Pada sindrom hepatorenal ditemukan adanya

vasokonstriksi di sirkulasi ginjal yang menyebabkan laju filtrasi glomerulus rendah dan

vasodilatasi arteriol yang luas pada sirkulasi di luar ginjal sehingga menyebabkan penurunan

resistensi vaskuler sistemik total dan hipotensi.

Sindrom hepatorenal umumnya terjadi pada pasien sirosis hepatis dengan asites, hepatitis

yang disebabkan oleh penggunaan alkohol berat (alcoholic hepatitis), atau gagal hati akut.

Selain itu, kejadian sindrom hepatorenal dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor presipitasi yang

dapat menyebabkan fungsi hati semakin memburuk dengan cepat, misalnya infeksi (spontaneous

bacterial peritonitis), perdarahan dari traktus gastrointestinal, parasentesis volume besar tanpa

infus albumin, ketidakseimbangan elektrolit, atau penggunaan obat-obat diuretik yang

berlebihan.3

Pada stadium awal, gangguan fungsi ginjal pada sindrom hepatorenal bersifat reversibel,

yaitu dapat membaik dengan intervensi medis. Akan tetapi, stadium ekstrim dari gangguan

fungsi ginjal ini bersifat ireversibel.5

Secara umum prognosis sindrom hepatorenal adalah buruk. Tanpa transplantasi hati atau

pengobatan dengan vasokonstriktor yang tepat, rerata angka ketahanan hidup kurang dari 2

minggu.5 Oleh karena itu, pencegahan terjadinya sindrom hepatorenal harus mendapat perhatian

utama.

1

Page 2: SINDROM HEPATORENAL

Tingginya angka kejadian sindrom hepatorenal pada pasien yang mengalami sirosis

hepatis serta masih terbatasnya kepustakaan mengenai sindrom hepatorenal menjadi alasan

dibuatnya referat ini. Referat yang berjudul “Diagnosis dan Penatalaksanaan Sindrom

Hepatorenal” ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.

2

Page 3: SINDROM HEPATORENAL

BAB I

ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL

I. Anatomi Ginjal

Ginjal merupakan organ yang berbentuk  seperti kacang, terdapat sepasang (masing-

masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan

terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan

adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga

11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12.

Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm

dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3.

Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah

dibandingkan ginjal kiri.2

Syntopi ginjal

Ginjal kiri Ginjal kanan

Anterior Dinding dorsal gaster

Pankreas

Limpa

Vasa lienalis

Usus halus

Fleksura lienalis

Lobus kanan hati

Duodenum pars descendens

Fleksura hepatica

Usus halus

3

Tabel. 1. Syntopi Ginjal 2

Page 4: SINDROM HEPATORENAL

Gambar 1. Anatomi Ginjal 3

4

Page 5: SINDROM HEPATORENAL

Secara mikroskopis ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2

juta buah pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari

kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan

tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri keduktus pengumpul.

Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus / kapiler, bersifat sebagai saringan

disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler tersebut dan disaring sehingga

terbentuk filtrat yang berjumlah kira-kira 170 liter per hari, kemudian dialirkan melalui

pipa/saluran yang disebut Tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran Ureter, kandung

kencing kemudian ke luar melalui uretra.

Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan

cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan

tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan

menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian

diekskresikan disebut urin.3

5

Gambar 2. Struktur Mikroskopis Ginjal 3

Page 6: SINDROM HEPATORENAL

II. Fisiologi Ginjal 3

Ginjal memiliki berbagai fungsi penting antara lain sebagai berikut.

1. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun

2. Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh

3. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh

4. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak

5. Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang

6. Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah

7. Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah merah

6

Page 7: SINDROM HEPATORENAL

BAB. II

SINDROM HEPATORENAL

I. Definisi

Sindrom hepatorenal (SHR) adalah gangguan fungsi ginjal sekunder pada penyakit hati

tingkat berat baik yang akut maupun kronis. SHR bersifat fungsional dan progresif. SHR

merupakan suatu gangguan fungsi ginjal pre renal, yaitu disebabkan adanya hipoperfusi ginjal.5

Berdasarkan International Ascites Club (1994), sindrom hepatorenal adalah sindroma

klinis yang terjadi pada pasien penyakit hati kronik dan kegagalan hati lanjut serta hipertensi

portal yang ditandai oleh penurunan fungsi ginjal dan abnormalitas yang nyata dari sirkulasi

arteri dan aktifitas sistem vasoactive endogen.4

Sindrom Hepatorenal ditandai dengan azotemia tanpa disertai shock dan proteinuria yang

signifikan dimana tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal setelah pemberian cairan Saline isotonis.6

II. Epidemiologi

Sekitar dua puluh persen pasien sirosis hepatis dengan asites disertai fungsi ginjal yang

normal akan mengalami sindrom hepatorenal (SHR) setelah 1 tahun dan 39% setelah 5 tahun

perjalanan penyakit. Gines dkk melaporkan kemungkinan insiden SHR pada pasien sirosis

hepatis mencapai 18% pada tahun pertama dan akan meningkat hingga 39% pada tahun ke lima.

Pasien dengan peritonitis bakterial spontan memiliki kesempatan sepertiga untuk mengalami

perkembangan menjadi SHR.5

III. Patogenesis

Karakteristik dari SHR adalah terjadinya vasokonstriksi sirkulasi ginjal yang kuat, menetap

dan progresif bersamaan dengan perburukan penyakit hati yang mendasari. Namun, proses

vasokonstriksi ini disertai dengan pengurangan pengisisan arteri sistemik yang disebabkan oleh

vasodilatasi arteri pada sirkulasi splanknik. Mekanisme yang mendasari hal ini belum

sepenuhnya dimengerti, namun mungkin mencakup peningkatan faktor vasokonstriktor dan

7

Page 8: SINDROM HEPATORENAL

penurunan vasodilator pada sirkulasi ginjal.3 Hipotesis yang menjelaskan patogenesis SHR

adalah Hipotesis Vasodilatasi Sirkulasi Perifer, yaitu sebagai berikut.7

Perkembangan hipertensi portal pada sirosis hati akan berkaitan dengan vasodilatasi sirkulasi

splanknik akibat pengeluaran nitric oxide dan substansi-substansi vasodilator lain.

Berdasarkan hipotesis ini, SHR merupakan ekspresi ekstrim dari keadaan vasodilatasi ini.

Pada fase awal sirosis, penurunan resistensi vaskular sistemik dikompensasi dengan

peningkatan denyut dan curah jantung. Namun, sejalan dengan progresivitas dan peningkatan

keadaan vasodilatasi, peningkatan kerja jantung tidak dapat mengkoreksi keadaan yang

terjadi. Terjadi hipotensi arterial yang kemudian merangsang aktivasi baroreseptor, sistem

renin-angiotensin, dan saraf simpatis dimana meningkatkan tekanan darah arteri serta retensi

air. Namun diketahui sirkulasi splanknik resisten terhadap efek dari angiotensin-II, hormon

antidiuretik, dan noradrenalin akibat pengeluaran nitric oxide dan faktor vasodilator lain

secara lokal. Efek vasokonstriksi terjadi pada ginjal, otot, kulit, dan otak.

SHR berkembang pada fase akhir dari penyakit ketika terjadi ketidakseimbangan yang

ekstrim dari volume efektif sirkulasi dan hipotensi berat. Stimulasi hemostatik justru

menyebabkan vasokonstriksi sirkulasi ginjal ditandai dengan penurunan perfusi dan laju

filtrasi ginjal, azotemia, dan peningkatan konsentrasi kreatinin serum.

Progresifitas vasokonstriksi sirkulasi ginjal diperkirakan disebabkan pula oleh penurunan

sintesis nitric oxide intrarenal dimana merupakan faktor vasodilator.

Gambar. 3 Patogenesis SHR 5

8

Penyakit hati berat atau sirosis hati + Hipertensi portal

Vasodilatasi sirkulasi splanknik

Hipovolemi arterial sentral

Aktivasi : Simpatis, RAAS, ADH

Vasokonstriksi renal meningkat

Intrarenal : Vasokonstriktor

vasodilator

Vasokonstriksi renal lebih meningkat

Sindrom Hepato Renal

Page 9: SINDROM HEPATORENAL

Gambar 4. Perjalanan Hipotesis Vasodilatasi Sirkulasi Perifer 6

Gambar 5. Patofisologi Sindrom Hepato Renal7

9

Page 10: SINDROM HEPATORENAL

IV. Faktor Presipitasi

Berbagai situasi beresiko dapat memicu terjadinya sindrom hepatorenal dan berbagai faktor

prediktif memungkinkan untuk memastikan perkembangan sindrom hepatorenal pada pasien

non-azotemia dengan sirosis dan asites.

Tabel 3. Faktor Presipitasi dan Prediktif pada Pasein dengan Sirosis dan Asites yang Berkaitan

dengan Perkembangan Sindrom Hepatorenal4

Faktor-faktor presipitasi yang dapat diidentifikasi mencakup infeksi bakteri, parasentesis

volume besar tanpa infus albumin, perdarahan saluran cerna, dan hepatitis alkohol akut dapat

memicu terjadinya sindrom hepatorenal.3

10

Page 11: SINDROM HEPATORENAL

Gambar 6. Peranan Faktor Presipitasi pada SHR8

V. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis penderita sindroma hepatorenal ditandai dengan kombinasi antara gagal

ginjal, gangguan sirkulasi, dan gagal hati. Gagal ginjal dapat timbul secara perlahan atau

progresif dan biasanya diikuti dengan retensi natrium dan air, yang menimbulkan asites, edema

dan dilutional hyponatremia, yang ditandai oleh ekskresi natrium urin yang rendah dan

pengurangan kemampuan buang air (oliguri –anuria). Gangguan sirkulasi sistemik yang berat

ditandai dengan tekanan arteri yang rendah, peningkatan cardiac output, dan penurunan total

tahanan pembuluh darah sistemik.7 Pada pasien sirosis hepatis, 80% kasus SHR disertai asites,

75% disertai ensefalopatihepatic, dan 40% disertai ikterus. 5

11

Page 12: SINDROM HEPATORENAL

Tabel 4. Gangguan Hemodinamik yang Sering Ditemukan pada SHR7

Cardiac output meninggi

Tekanan arterial menurun

Total tahanan pembuluh darah sistemik

menurun

Total volume darah meninggi

Aktivasi sistem vasokonstriktor meninggi

Tekanan portal meninggi

Tekanan pembuluh darah splanik menurun

Tekanan pembuluh darah ginjal meninggi

Tekanan arteri brachial dan femoral

meninggi

Tahanan pembuluh darah otak meninggi

Secara klinis Sindroma Hepatorenal dapat dibedakan atas 2 tipe yaitu:

1. Sindroma Hepatorenal tipe I

Merupakan manifestasi yang sangat progresif, dimana terjadi peningkatan serum

kreatinin dua kali lipat.(5) Tipe I ditandai oleh peningkatan yang cepat dan progresif dari

BUN (Blood Urea Nitrogen) dan kreatinin serum yaitu nilai kreatinin >2,5 mg/dl atau

penurunan kreatinin klirens dalam 24 jam sampai 50%. Keadaan ini timbul dalam

beberapa hari hingga 2 minggu. Gagal ginjal sering dihubungkan dengan penurunan yang

progresif jumlah urin, retensi natrium dan hiponatremi.

12

Page 13: SINDROM HEPATORENAL

Penderita dengan tipe ini biasanya dalam kondisi klinik yang sangat berat dengan tanda

gagal hati lanjut seperti ikterus, ensefalopati atau koagulopati.9 Tipe ini umum pada

sirosis alkoholik berhubungan dengan hepatitis alkoholik, tetapi dapat juga timbul pada

sirosis non alkoholik. Kira-kira setengah kasus Sindroma Hepatorenal tipe ini timbul

spontan tanpa ada faktor presipitasi yang diketahui, kadang-kadang pada sebagian

penderita terjadi hubungan sebab akibat yang eratdengan beberapa komplikasi atau

intervensi terapi, seperti infeksi bakteri, perdarahan gastrointestinal, parasintesis.

Peritonitis Bakteri Spontan (SBP) adalah penyebab umum dari penurunan fungsi ginjal

pada sirosis. Kira-kira 35% penderita sirosis dengan SBP timbul Sindroma Hepatorenal

tipe I.4

Sindroma Hepatorenal Tipe I adalah komplikasi dengan prognosis yang sangat buruk

pada penderita sirosis, dengan mortalitas mencapai 95%. Rata-rata waktu harapan hidup

penderita ini kurang dari dua minggu, lebih buruk dari lamanya hidup dibanding dengan

gagal ginjal akut dengan penyebab lainnya.9

2. Sindroma Hepatorenal Tipe II

Merupakan bentuk kronis SHR. Tipe II SHR ini ditandai dengan penurunan yang sedang

dan stabil dari laju filtrasi glomerulus (BUN dibawah 50 mg/dl dan kreatinin serum < 2

mg / dl). Tidak seperti tipe I SHR, tipe II SHR biasanya terjadi pada penderita dengan

fungsi hati relatif baik. Biasanya terjadi pada penderita dengan asites resisten diuretik.

Diduga harapan hidup penderita dengan kondisi ini lebih panjang dari pada Sindroma

Hepatorenal tipe I.5

VI. Diagnosis

Menurut The International Ascites Club, kriteria untuk menegakkan diagnosis SHR terdiri

dari 5 kriteria mayor dan 5 kriteria tambahan. Diagnosis SHR dapat dibuat bila ditemukan

seluruh kriteria mayor.

13

Page 14: SINDROM HEPATORENAL

Tabel 5. Kriteria Mayor SHR 5

1. Penyakit hati akut atau kronik dengan gagal hati lanjut dan hipertensi portal.

2. GFR rendah, keratin serum >1,5 mg/dl (130 μmol/L) atau kreatinin klirens 24

jam < 40 ml/mnt.

3. Tidak ada syok, infeksi bakteri sedang berlangsung, kehilangan cairan dan

mendapat obat nefrotoksik.

4. Tidak ada perbaikan fungsi ginjal dengan pemberian plasma ekspander 1,5

liter dan diuretik (penurunan kreatinin serum menjadi < 1,5 mg/dl atau peningkatan

kreatinin klirens menjadi > 40 ml/mnt)

5. Proteinuria < 500 mg/hari dan tidak dijumpai obstruktif saluran kemih atau penyakit

parenkim ginjal secara ultrasonografi

Tabel 6. Kriteria Tambahan SHR 5 (tidak harus ada untuk menegakkan diagnosis)

1. Volume urin < 500 ml / hari

2. Natrium urin < 10 meg/liter

3. Osmolalitas urin > osmolalitas plasma

4. Eritrosit urin < 50 /lpb

5. Natrium serum <130 mEq/liter

SHR perlu dibedakan dengan adanya kondisi penyakit hati bersamaan dengan penyakit

ginjal atau penurunan fungsi ginjal. Pada beberapa keadaan, diagnosis SHR mungkin dapat

dibuat setelah menyingkirkan Pseudohepatorenal Syndrome. Pseudohepatorenal syndrome

adalah suatu keadaaan terdapatnya kelainan fungsi ginjal bersama dengan gangguan fungsi hati

yang tidak ada hubungan satu sama lain.

14

Page 15: SINDROM HEPATORENAL

Gambar 7. Alur Diagnosis Sindrom Hepatorenal(8)

VII. Penatalaksanaan

Sampai saat ini belum ada pengobatan efektif untuk SHR, oleh karena itu pencegahan

terjadinya SHR harus mendapat perhatian yang utama.5 Dengan mengetahui beberapa faktor

pencetus timbulnya SHR pada penderita sirosis dengan asites, maka kita dapat mencegah

timbulnya gagal ginjal pada penderita ini.8

1. Penatalaksanaan Umum

SHR sebagian besar dipacu oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien

sirosis hepatis. Oleh karena itu, pasien sirosis hepatis sangat sensitif dengan perubahan

keseimbangan cairan dan elektrolit, maka hindari pemakaian diuretik agresif, parasentesis

asites, dan restriksi cairan yang berlebihan.5

Terapi suportif berupa diet tinggi kalori dan rendah protein

Koreksi keseimbangan asam basa

Hindari penggunaan OAINS

15

Page 16: SINDROM HEPATORENAL

Peritonitis bakterial spontan pada SHR harus segera diobati sedini dan seadekuat

mungkin

Pencegahan ensefalopatik hepatik juga harus dilakukan dalam rangka mencegah SHR

Hemodialisa belum pernah secara formal diteliti pada pasien SHR, namun tampaknya

tidak cukup efektif dan efek samping yang cukup berat, misalnya hipotensi, koagulopati,

sepsis, dan perdarahn saluran cerna.5

2. Pengobatan Medikamentosa

Vasodilator

Karena penyebab langsung SHR adalah vasokonstriksi sirkulasi ginjal, tentu

masuk akal jika kita menduga perubahan hemodinamik ginjal dapat diubah

dengan menggunakan vasodilator renal, seperti dopamin, fenoldopam, dan

prostaglandin atau obat-obat antagonis vasokonstriktor renal, seperti saralasin,

ACEI, dan antagonis endothelin. Akan tetapi, tidak ada penelitian yang

menyatakan bahwa penggunaan vasodilator renal menunjukkan perbaikan dalam

perfusi ginjal atau GFR. 8

Penelitian Barnardo dkk dan Bennett dkk melaporkan infus dopamin dosis rendah

selama 24 jam memperbaiki aliran darah korteks dan tampilan angiografi dari

korteks renal tanpa memperbaiki GFR atau aliran urin.10

Pemberian PGs intravena atau pengobatan dengan misoprostol (analog PGs oral

aktif) pada penderita sirosis hati dengan SHR juga tidak diikuti dengan

perbaikan fungsi renal.11 Pemberian antagonis endothelin spesifik segera

berhubungan dengan perbaikan fungsi ginjal pada pasien dengan SHR.

Karena efek samping dan kurangnya manfaat, penggunaan vasodilator renal

dalam SHR sudah banyak ditinggalkan.

Vasokonstriktor

Vasokonstriktor sistemik merupakan agen farmakologis yang paling menjanjikan

dalam manajemen SHR. Vasokonstriktor sistemik digunakan untuk mengatasi

vasodilatasi splanik.5 Vasokonstriktor meliputi vasopressin analog (ornipressin

dan terlipressin), somatostatin analog (octreotide), dan a-adrenergik dengan

agonis (midodrine dan norepinefrin). Pemberian vasokonstriktor segera

16

Page 17: SINDROM HEPATORENAL

(norepinefrin, angiotension II, ornipressin) pada pasien sirosis dengan ascites dan

SHR menyebabkan vasokonstriksi arteri, yang mana meningkatkan tekanan arteri

dan resistensi vaskuler sistemik.11 Infus ornipressin dikombinasikan dengan

ekspansi volume atau dopamin dosis rendah, dikaitkan perbaikan yang bermakna

pada perfusi ginjal, peningkatan GFR, dan ekskresi natrium.3

Tabel 7. Obat-Obat untuk Terapi SHR

3. Portosystemic shunt

Akhir-akhir ini telah diperkenalkan suatu metode nonbedah dari kompresi portal yaitu

Transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS).6 Sebelumnya digunakan sebagai

terapi alternatif untuk pasien sirosis hepatis dengan perdarahan dari varises esofagus atau

lambung yang tidak menanggapi pengobatan endoskopik dan medis. Intervensi ahli

radiologi akan menempatkan shunt portacaval side to side yang menghubungkan vena

portal dan vena hati dalam parenkim hati. TIPS mengurangi tekanan portal dan

mengembalikan sebagian volume darah yang terakumulasi di sirkulasi splanknikus ke

sirkulasi sistemik. Hal ini akan menekan renin-angiotensin-aldosteron dan system saraf

simpatik dan mengurangi efek vasokonstriktor pada sirkulasi ginjal.12

4. Dialisa

Hemodialisa atau peritoneal dialisa telah dipergunakan pada penatalaksanaan penderita

dengan SHR, dan pada beberapa kasus dilaporkan dapat meningkatkan fungsi ginjal.

Walupun tidak terdapat penelitian kontrol yang mengevaluasi efektifitas dari dialisa pada

kasus ini, tetapi pada laporan penelitian tanpa kontrol menunjukkan efektifitas yang

17

Page 18: SINDROM HEPATORENAL

buruk, karena banyaknya pasien yang meninggal selama pengobatan dan terdapat insiden

efek samping yang cukup tinggi. Pada beberapa pusat penelitian hemodialisa masih tetap

digunakan untuk pengobatan pasien dengan SHR yang sedang menunggu transplantasi

hati.5

Gambar 8. Portosystemic Shunt

Gambar 9. Peritoneal Dialisis

18

Page 19: SINDROM HEPATORENAL

5. Transplantasi Hati

Transplantasi hati ini secara teori adalah terapi yang tepat untuk penderita SHR, yang

dapat menyembuhkan baik penyakit hati maupun disfungsi ginjalnya. Tindakan

transplantasi ini merupakan masalah utama mengingat prognosis buruk dari SHR dan

daftar tunggu yang lama untuk tindakan tersebut di pusat transplantasi. Segera setelah

transplantasi hati, kegagalan fungsi ginjal dapat diamati selama 48 jam sampai 72 jam.

Setelah itu laju filtrasi glomerulus mulai mengalami perbaikan.

Gambar 10. Transplantasi Hepar

19

Page 20: SINDROM HEPATORENAL

BAB III.

RINGKASAN DAN PENUTUP

Sindrom hepatorenal (SHR) adalah gangguan fungsi ginjal sekunder pada penyakit hati

tingkat berat baik yang akut maupun kronis yang ditandai oleh penurunan fungsi ginjal dan

abnormalitas yang nyata dari sirkulasi arteri dan aktifitas sistem vasoactive endogen.

Manifestasi klinis penderita sindroma hepatorenal ditandai dengan kombinasi antara

gagal ginjal, gangguan sirkulasi, dan gagal hati. Gagal ginjal dapat timbul secara perlahan atau

progresif dan biasanya diikuti dengan retensi natrium dan air, yang menimbulkan asites, edema

dan dilutional hyponatremia, yang ditandai oleh ekskresi natrium urin yang rendah dan

pengurangan kemampuan buang air (oliguri –anuria). Gangguan sirkulasi sistemik yang berat

ditandai dengan tekanan arteri yang rendah, peningkatan cardiac output, dan penurunan total

tahanan pembuluh darah sistemik. Pada pasien sirosis hepatis, 80% kasus SHR disertai asites,

75% disertai ensefalopatihepatic, dan 40% disertai ikterus.

Menurut The International Ascites Club, kriteria untuk menegakkan diagnosis SHR terdiri

dari 5 kriteria mayor dan 5 kriteria tambahan. Diagnosis SHR dapat dibuat bila ditemukan

seluruh kriteria mayor.

Kriteria mayor SHR adalah antara lain sebagai berikut.

1. Penyakit hati akut atau kronik dengan gagal hati lanjut dan hipertensi portal.

2. GFR rendah, keratin serum >1,5 mg/dl (130 μmol/L) atau kreatinin klirens 24jam < 40

ml/mnt.

3. Tidak ada syok, infeksi bakteri sedang berlangsung, kehilangan cairan dan mendapat obat

nefrotoksik.

4. Tidak ada perbaikan fungsi ginjal dengan pemberian plasma ekspander 1,5 liter dan

diuretik (penurunan kreatinin serum menjadi < 1,5 mg/dl atau peningkatan kreatinin

klirens menjadi > 40 ml/mnt)

5. Proteinuria < 500 mg/hari dan tidak dijumpai obstruktif saluran kemih atau penyakit

parenkim ginjal secara ultrasonografi

20

Page 21: SINDROM HEPATORENAL

Kriteria tambahan SHR adalah antara lain sebagai berikut.

1. Volume urin < 500 ml / hari

2. Natrium urin < 10 meg/liter

3. Osmolalitas urin > osmolalitas plasma

4. Eritrosit urin < 50 /lpb

5. Natrium serum <130 mEq/liter

Penatalaksanaan SHR dibagi menjadi penatalaksanaan umum berupa terapi diit tinggi

kalori rendah protein, koreksi keseimbangan asam basa, menghindari penggunaan OAINS, dan

terapi medikamentosa berupa vasodilator dan vasokonstriktor serta terapi invasive seperti

portosystemic shunt, dialisa, dan transplantasi hati.

21