Upload
ropan-efendi
View
44
Download
13
Embed Size (px)
DESCRIPTION
a
Citation preview
Tanggap terhadap Kebijakan Publik melalui Teknik Evaluasi Delphi
OPINI | 13 June 2013 | 12:22 Dibaca: 422 Komentar: 4 3
Dewasa ini, masyarakat semakin kritis terhadap kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah. Pertanyaan yang dilontarkan masyarakat selalu sama, yaitu apa pertimbangan pemerintah dalam mengambil keputusan dan apakah pemerintah tidak melihat program-program yang dijalankan sudah efektif untuk masyarakat yang dikenai program. Pada kenyataannya, para akademisi lah yang mengetahui secara dalam apa yang telah dilakukan pemerintah. Dari hal itulah pada tulisan kali ini penulis mencoba menjelaskan kepada pembaca secara awam untuk tanggap terhadap kebijakan melalui teknik evaluasi pembangunan. Hal tersebut yang dilakukan akademisi untuk dapat menilai keefektivan kebijakan pemerintah.
Teknik evaluasi yang diperkenalkan adalah teknik yang telah lazim digunakan dalam dunia perencanaan, yaitu metode Delphi. Metode Delphi sendiri sudah dikenal mulai dari peradaban lama yang dikembangkan untuk meramalkan dampak teknologi pada perang. Teknik Delphi kemudian dikembangkan oleh Dalkey dan Helmer di Rand Coorporation tahun 1950an yang dirancang sebagai komunikasi kelompok yang bertujuan membahas secara rinci terhasap isu spesifik yang bertujuan untukpenetapan tujuan, kebijakan, atau memprediksi terjadinya peristiwa dimasa depan. Dimana survei umum hanya menjawab “What is” sedangkan Delphi berupaya menjawab “What could/should be”
Menurut Delbech, van de Ven dan Gustafson tenik Delphi bertujuan untuk:
1. Untuk menentukan atau mengembangkan berbagai alternatif program yang memungkinkan.
2. Untuk menjelajahi dan mengekspos asumsi atau informasi yang mengarah pada penilaian yang berbeda.
3. Untuk mencari informasi yang dapat menghasilkan konsensus sebagai bagian dari kelompok responden.
4. Untuk menghubungkan penilaian informasi pada topik yang mencakup berbagai disiplin ilmu.
5. Untuk mendidik kelompok responden mengenai aspek yang beragam dan saling terkait dari topik.
Jadi, ciri khas teknik Delphi ini adalah melibatkan responden atau para “ahli” atau “pakar” di bidangnya untuk dapat melihat persoalan yang sedang terjadi. Istilah “pakar” bukan berarti selalu akademisi, akan tetapi berasal dari pihak pemerintah, masyarakat, maupun swasta, atau seluruh pihak yang terkena impact kebijakan. Oleh karena itu, sebelum melakukan evaluasi menggunakan teknik Delphi, terlebih dahulu dilakukan analisis Stakeholder untuk menentukan siapa saja yang paling berpengaruh dan paling berkepentingan terhadap program yang ingin dievaluasi.
Salah satu contoh program kebijakan yang dapat dievaluasi dengan teknik evaluasi Delphi ini adalah PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) Mandiri Perkotaan yang dilaksanakan di berbagai kota di Indonesia. Secara umum dalam teknik evaluasi kebijakan pembangunan, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan valuatif menurut William N Dunn (2003), yang lebih menekankan pada penentuan bobot atau nilai beberapa kebijakan yang diwujudkan dalam program.Metodologi yang digunakan adalah deskriptif yang lebih diarahkan pada kasus pemahaman masalah. Analisis kebijakan program PNPM Mandiri Perkotaan ini merupakan pembuatan dan pentransformasian informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan sehingga dikategorikan sebagai analisis kebijakan retrospektif.
Menurut waktunya, metode ini dapat dikategorikan menjadi evaluasi ex-post atau evaluasi setelah pelaksanaan kebijakan berakhir dengan tujuan untuk mengetahui apakah pencapaian (keluaran, hasil, dampak) program mampu mengatasi masalah pembangunan yang ingin dipecahkan. Evaluasi ini dimaksudkan untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan kemanfaatan dari suatu program. Pendekatan metode Delphi ini menurut Dunn (2003) dapat dilakukan secara formal (Formal Evaluation) karena menggunakan undang-undang, dokumen-dokumen program, dan wawancara dengan pembuat kebijakan dan administrator untuk mengidentifikasikan, mendefinisikan dan menspesifikan tujuan dan target kebijakan.
Kelebihan dari metode Delphi adalah mengabaikan nama dan mencegah pengaruh yang besar satu anggota terhadap anggota lainnya sehingga tercapai objektivitas; masing-masing responden memiliki waktu yang cukup untuk mempertimbangkan masing-masing bagian dan jika perlu melihat informasi yang diperlukan untuk mengisi kuisioner; perhatian langsung pada masalah; dan menghasilkan catatan dokumen yang tepat, sedangkan kelemahan dari metode ini adalah lambat dan menghabiskan banyak waktu; responden dapat salah mengerti terhadap kuisioner; serta tidak terdapat proses konfrontasi untuk mempertahankan argumen masing-masing.
Dengan adanya pengetahuan sekilas mengenai teknik evaluasi pembangunan melalui metode Delphi, diharapkan masyarakat dapat mengerti bagaimana para pembuat kebijakan mempertanggungjawabkan program-program yang telah dibuat dan telah melalui studi empirik yang melibatkan semua pihak yang berdampak langsung terhadap kebijakan yang telah dibuat.
Teknik Evaluasi Kebijakan/Program dengan Balanced ScoreCard:Evaluasi Kinerja Lembaga Pengelola PNPM Mandiri Perdesaan Kecamatan Kertasari dan Arjasari 2008Posted on June 19, 2011 | 7 Comments
Pendahuluan
Evaluasi kebijakan publik dalam studi kebijakan publik merupakan salah satu tahapan
dari proses kebijakan publik. Secara umum istilah evaluasi dapat disamakan dengan
penaksiran, pemberian angka, dan penilaian, kata-kata yang menyatakan usaha untuk
menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya (Dunn, 2003). Proses evaluasi
menghasilkan tuntutan-tuntutan yang bersifat evaluatif, oleh karena itu evaluasi
mempunyai sejumlah karakteristik yang membedakannya dari metode analisis
kebijakan lainnya, yaitu:
1. Fokus nilai, evaluasi merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau kegunaan
sosial.
2. Interdependensi fakta-nilai, pemantauan (menghasilkan fakta) merupakan
prasyarat bagi evaluasi (menghasilkan nilai).
3. Orientasi masa kini dan masa lampau, evaluasi bersifat retrospektif dan
prospektif.
4. Dualitas nilai, nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai kualitas ganda
(intrinsik dan ekstrinsik).
Evaluasi kebijakan publik dimaksudkan untuk melihat atau mengukur kinerja
pelaksanaan suatu kebijakan. Selain itu evaluasi kebijakan juga dapat digunakan untuk
melihat apakah sebuah kebijakan telah dilaksanakan sesuai dengan petunjuk teknis dan
petunjuk pelaksanaan yang telah ditentukan.
Dalam analisis kebijakan, dalam mengevaluasi kebijakan terdapat beberapa
pendekatan, yaitu evaluasi semu, evaluasi formal, dan evaluasi keputusan teoretis.
Evaluais semu adaah pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk
menghasilkan informasi yang valid mengenai hasil kebijakan tanpa berusaha
menanyakan manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadapstakeholder yang
terlibat. Evaluasi formal merupakan pendekatan yang menggunakan metode deskriptif
untuk menghasilkan informasi yang valid mengenai hasil kebijakan dengan
mengevaluasi berdasarkan tujuan program yang telah diumumkan secara formal oleh
pembuat kebijakan. Evaluasi keputusan teoritis adalah pendekatan yang menggunakan
metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid mengenai hasil kebijakan
yang secara eksplisit dinilai oleh berbagai macam pelaku kebijakan.
Pengukuran kinerja sendiri merupakan suatu proses mencatat dan mengukur
pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian sasaran, tujuan, misi dan visi
melalui hasil-hasil yang ditampilkan beberapa produk, jasa ataupun proses pelaksanaan
suatu kegiatan. Keberhasilan instansi pemerintah (pemerintah daerah) sering diukur
dari sudut pandang masing-masing stakeholders, misalnya lembaga legislatif, instansi
pemerintah, pelanggan, pemasok, dan masyarakat umum, idealnya pengukuran kinerja
yang dipakai oleh instansi pemerintah disusun setelah memperoleh masukan dari
lembaga konstituen, sehingga diperoleh suatu konsensus atas apa yang diharapkan
oleh stakeholders terhadap organisasi tersebut.
Evaluasi kinerja merupakan kegiatan lebih lanjut dari kegiatan pengukuran kinerja dan
pengembangan indikator kinerja; oleh karena itu dalam melakukan evaluasi kinerja
harus berpedoman pada ukuranukuran dan indikator yang telah disepakati dan
ditetapkan. Evaluasi kinerja juga merupakan suatu proses umpan balik atas kinerja
masa lalu yang berguna untuk meningkatkan produktivitas dimasa datang, sebagai
suatu proses yang berkelanjutan, evaluasi kinerja menyediakan informasi mengenai
kinerja dalam hubungannya terhadap tujuan dan sasaran.
Teknik Balanced ScoreCard
Balanced Scorecard terdiri dari 2 suku kata yaitu kartu
nilai (scorecard) danbalanced (berimbang). Maksudnya adalah kartu nilai untuk
mengukur kinerja personil yang dibandingkan dengan kinerja yang direncanakan, serta
dapat digunakan sebagai evaluasi. Serta berimbang (balanced) artinya kinerja personil
diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan non-keuangan, jangka pendek
dan jangka panjang, intern dan ekstern. Karena itu jika kartu skor personil digunakan
untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan, personil tersebut
harus memperhitungkan keseimbangan antara pencapaian kinerja keuangan dan non-
keuangan, kinerja jangka pendek dan jangka panjang, serta antara kinerja bersifat
internal dan kinerja eksternal (fokus komprehensif).
BSC menerjemahkan visi dan strategi yang ditetapkan kedalam tujuan konkrit
terorganisasi disepanjang jalur 4 perspektif yang berbeda: finansial, pelanggan, proses
internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Prinsip dasar BSC adalah memfokuskan
pada pelanggan, proses internal, pembelajaran dan pertumbuhan sekarang.
Beberapa langkah awal mengimplementasikan BSC:
1. Memperjelas visi dan strategi perusahan
2. Mengembangkan sasaran strategis:
- Mengidentifikasi proses bisnis yang ada dimana sustainabilitas dapat menambah nilai
dan memperbaiki kinerja
- Menentukan bagaiman program lingkungan yang ada mendukung sasaran
sustainabilitas dalam perspektif pelanggan dan finansial
- Belajar bagaimana sustainabilitas dapat menggantikan proses dan produk untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan
- Mengerti bagaimana mengantisipasi dan mempengaruhi kebutuhan pelanggan masa
depan terkait praktek berkelanjutan.
3. Meluncurkan inisitiatif strategi lintas bisnis dan
4. Membimbing setiap SBU mengembangkan strateginya masing-masing, konsisten
dengan yang dimiliki perusahaan
Umumnya BSC dimasukkan dalam kerangka manajemen strategik. Manajemen strategik
adalah pola pengelolaan strategi organisasi jangka pendek dan panjang. Terdiri dari 4
langkah utama dalam menciptakan masa depan organisasi:
1. Perencanaan jangka panjang (long-range profit planning), terdiri dari:
- perumusan strategi
- perencanaan strategi
- penyusunan program
2. Perencanaan laba jangka pendek (short range profit planning)
3. Implementasi
4. Pemantauan
Setiap sistem tetap ada kelemahannya, demikian juga BSC. Kelemahan BSC antara lain:
- perangkat yang lebih secara efektif mengukur implementasi strategi daripada
mengukur penentuan strategi
- Meski berperan penting dalam memperkuat hubungan antara inisiatif perbaikan
pelanggan dan strategi organisasi, namun tidak mengindikasikan bagaimana pelanggan
baru dan pasar baru dapat diidentifikasi.
Gambaran Umum Program PNPM Mandiri Perdesaan
Pemerintah menggulirkan PNPM Mandiri Perdesaan di kawasan perdesaan yang tingkat
kemiskinannya tinggi. PNPM Mandiri Perdesaan merupakan program pemberdayaan
masyarakat terbesar di Indonesia secara cakupan wilayah, serapan dana, kegiatan yang
dihasilkan, dan jumlah pemanfaatnya. Program ini mengusung sistem bottom up
planning yang diusulkan dan dilaksanakan oleh masyarakat.
Visi PNPM Mandiri Perdesaan adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian
masyarakat miskin perdesaan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar
masyarakat. Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi
sumberdaya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses sumberdaya di luar
lingkungannya, serta mengelola sumberdaya itu untuk mengatasi masalah kemiskinan.
Misi PNPM Mandiri Perdesaan adalah (1) peningkatan kapasitas masyarakat dan
kelembagaannya, (2) pelembagaan sistem pembangunan partisipatif, (3). pengefektifan
fungsi dan peran pemerintah lokal, (4) peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana
sarana sosial dasar dan ekonomi masyarakat, (5) pengembangan jaringan kemitraan
dalam pembangunan. Strategi yang dikembangkan untuk mencapai visi dan misi PNPM
Mandiri Perdesaan yaitu menjadikan masyarakat miskin sebagai kelompok sasaran,
menguatkan sistem partisipatif, serta mengembangkan kelembagaan kerjasama
antardesa.
Tujuan umum PNPM Mandiri Perdesaan adalah meningkatkan kesejahteraan dan
kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian
dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan sedangkan tujuan
khususnya adalah:
1. Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan
atau kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, dan pelestarian pembangunan
2. Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan memberdayakan
sumberdaya lokal
3. Mengembangkan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi pengelolaan
kegiatan partisipatif
4. Menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh
masyarakat
5. Melembagakan pengelolaan dana bergulir
6. Mendorong terbentuk dan berkembangnya kerjasama antardesa
7. Mengembangkan kerjasama antarpemangku kepentingan dalam upaya
penanggulangan kemiskinan perdesaan
Kelompok sasaran PNPM Mandiri Perdesaan mencakup masyarakat miskin,
kelembagaan masyarakat di perdesaan, dan kelembagaan pemerintah lokal. Lokasi
sasarannya secara bertahap akan mencakup seluruh kecamatan perdesaan di
Indonesia. Walau begitu, monitoring dan evaluasi PNPM Mandiri Perdesaan yang
dilakukan oleh pengelola kegiatan, pemerintah, konsultan, dan berbagai pihak lainnya
hingga kini belum mengukur indikator kunci kinerja atau key performance
indicator (KPI) dari lembaga pengelola kegiatan.
Oleh karena itu, kinerja dan efektivitas pengelolaan kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan
di tingkat kecamatan yang dikoordinasikan oleh Unit Pengelola Kegiatan (UPK) perlu
diukur agar diperoleh penyempurnaan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
UPK merupakan lembaga pelaksana operasional kegiatan yang dibentuk dan dijalankan
oleh warga.
Kegiatan monitoring dan evaluasi selama ini hanya mencatat pemenuhan dan
pencapaian dari tahapan-tahapan kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan
pemeliharaan sehingga belum bisa menggambarkan kinerja dari UPK. Keterbatasan
monitoring dan evaluasi yang ada itu mendorong dilakukannya evaluasi lebih
mendalam terhadap kinerja dan efektivitas UPK. Evaluasi mendalam membutuhkan
indikator keberhasilan secara umum PNPM Mandiri Perdesaan yang bisa mengukur
kinerja lembaga pengelola kegiatan yang dikoordinasikan oleh UPK di setiap
kecamatan, termasuk di Kecamatan Kertasari dan Arjasari.
Evaluasi mendalam dilakukan dengan menganalisis keterkaitan pencapaian hasil kerja
lembaga dengan visi, misi, tujuan, dan sasaran PNPM Mandiri Perdesaan. Hasil evaluasi
berguna untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan institusi, indikator apa yang
paling penting dan mendesak dalam mempengaruhi kinerja dan keberlanjutan institusi
serta memberi masukan untuk meningkatkan kinerja dan efektivitas institusi agar
program pemberdayaan masyarakat bisa berkelanjutan. Program pemberdayaan
masyarakat tidak perlu berhenti walaupun kelak kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan
selesai.
Pengukuran Menggunakan Balanced ScoreCard
Penelitian bermula dengan mengkaji literatur PNPM Mandiri Perdesaan baik yang
disusun perancang kegiatan di tingkat pusat maupun pelaku di daerah. Pengkajian
literatur ini berguna untuk memperoleh gambaran pelaksanaan PNPM Mandiri
Perdesaan secara umum di tingkat nasional dan secara khusus di Kecamatan Kertasari
dan Arjasari Kabupaten Bandung.
Setelah mendapatkan informasi yang memadai, penelitian berlanjut dengan
mewawancarai perancang PNPM Mandiri Perdesaan yaitu aparatur Ditjen PMD Depdagri,
Konsultan Manajemen Nasional, dan Deputi Bidang Kemiskinan, Ketenagakerjaan, dan
Usaha Kecil Menengah Bappenas. Wawancara perancang program di tingkat nasional ini
untuk memperoleh informasi dalam rangka menentukan formulasi sasaran strategis dan
indikator strategis PNPM Mandiri Perdesaan berdasarkan empat perspektif balanced
scorecard. Formulasi itu akan membangun hubungan sebab akibat diantara berbagai
sasaran strategis dan indikator strategis sehingga menjadi bentuk peta strategis dan
peta indikator strategis balanced scorecard. Peta strategis balanced
scorecard merupakan visualisasi alur sistem dan pola pikir yang menggambarkan
hubungan sebab akibat dari sasaran-sasaran strategis keempat perspektif balanced
scorecard.Visualisasi berdasarkan hasil interpretasi visi, misi, dan grand
strategyorganisasi.
Setelah berhasil menyusun formulasi empat perspektif balanced scorecard, sasaran
strategis, dan indikator strategis, wawancara terhadap aparatur Ditjen PMD, Konsultan
Manajemen Nasional, dan Deputi Bidang Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan Usaha Kecil
Menengah Bappenas berlanjut untuk menggali tingkat kepentingan dan peran masing-
masing perspektif, sasaran strategis, dan indikator strategis terhadap pencapaian visi
dan misi PNPM Mandiri Perdesaan.
Hasil penggalian tingkat kepentingan dan peran masing-masing perspektif, sasaran
strategis, dan indikator strategis terhadap pencapaian visi dan misi PNPM Mandiri
Perdesaan merupakan dasar pemberian bobot masing-masing perspektif, sasaran
strategis, dan indikator strategis. Bobot ditentukan berdasarkan hasil wawancara
mendalam dengan perancang program. Bobot masing-masing perspektif, sasaran, dan
indikator akan semakin besar andaikan peranannya semakin penting terhadap
pencapaian visi dan misi PNPM Mandiri Perdesaan. Begitu sebaliknya, bobot semakin
kecil andaikan peranannya semakin kecil terhadap pencapaian visi dan misi PNPM
Mandiri Perdesaan.
Formulasi keempat perspektif balanced scorecard, sasaran, dan indikator strategis yang
telah berhasil disusun kemudian digunakan untuk mengevaluasi kinerja UPK Kecamatan
Kertasari dan UPK Kecamatan Arjasari. Agar analisis bisa dilakukan secara kuantitatif,
penelitian ini perlu menetapkan target dari indikator kinerja kunci. Penetapan target
indikator kinerja kunci itu dirumuskan dari pedoman pelaksanaan, dokumen kegiatan,
hasil wawancara dengan perancang kegiatan dan pelaku di daerah, dan analisis
subjektif peneliti.
Informasi kinerja UPK diperoleh berdasarkan studi dokumen kegiatan dan wawancara
mendalam para pelaku kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan di lokasi penelitian. Hasil
penelitian di lokasi pelaksanaan kegiatan berguna untuk menyusun pendeskripsian dan
pencapaian target sesuai indikator penilaian PNPM Mandiri Perdesaan yang telah
disusun dari hasil wawancara dengan aparatur Ditjen PMD Depdagri, Konsultan
Manajemen Nasional, dan Deputi Bidang Kemiskinan, Ketenagakerjaan, dan Usaha Kecil
Menengah Bappenas.
KPI yang merupakan bagian dari pendekatan balanced scorecard bermanfaat untuk
mengukur kinerja UPK dalam kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan. KPI mengukur secara
kuantitatif berdasarkan hasil wawancara yang melibatkan perancang program,
konsultan, tim pengendali, pengelola kegiatan, dan masyarakat penerima manfaat
program.
Langkah berikutnya adalah melakukan pembobotan setiap perspektif balanced
scorecard, sasaran, dan ukuran strategisnya. Pengukuran terhadap setiap aspek kinerja
diukur dengan balanced scorecard untuk memperoleh gambaran umum kinerja
kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan yang dalam penelitian ini adalah UPK Kecamatan
Kertasari dan UPK Kecamatan Arjasari periode 2008.
Hasil pengukuran kemudian diidentifikasi dan dianalisis sehingga dapat diketahui
aspek-aspek mana yang kurang mendukung terhadap pencapaian visi dan misi
sehingga bisa diambil tindakan perbaikan. Serangkaian proses itu akan menghasilkan
sistem pengukuran kinerja organisasi dengan konsep balanced scorecard. Hasil
pengukurannya berupa kartu skor yang berisikan nilai terhadap setiap perspektif.
Kesimpulan
Perancangan balanced scorecard pada UPK Kecamatan Kertasari dan UPK Kecamatan
Arjasari menghasilkan indikator strategis sebagai alat pencapaian sasaran yang mampu
mencerminkan strategi organisasi yang dilahirkan dari visi dan misi PNPM Mandiri
Perdesaan. Balanced scorecard sebagai alat pengukuran kinerja yang komprehensif,
koheren, terukur, dan seimbang mampu menerjemahkan visi dan misi organisasi
menjadi tindakan strategis organisasi yang diukur berdasarkan indikator kinerja kunci.
Pendekatan balanced scorecard berguna untuk merumuskan sasaran strategis dan
indikator strategis sebagai penjabaran dari visi dan misi PNPM Mandiri Perdesaan. Skor
perspektif balanced Scorecard yang lebih tinggi akan mendorong lebih cepatnya
pencapaian visi dan misi PNPM Mandiri Perdesaan.
MODEL-MODEL EVALUASI PROGRAM
02OCT
A. Pendahuluan
Evaluasi program merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat dijadikan sebagai
pertimbangan untuk menentukan tujuan yang hendak dicapai, desain, implementasi dan dampak untuk
membantu membuat keputusan, membantu pertanggung jawaban dan meningkatkan pemahaman
terhadap fenomena.
Evaluasi program juga merupakan proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk mengumpulkan,
mendeskripsikan, menginterpretasikan dan menyajikan informasi untuk dapat digunakan sebagai dasar
membuat keputusan, menyusun kebijakan maupun menyusun program selanjutnya. Adapun tujuan
evaluasi adalah untuk memperoleh informasi yang akurat dan objektif tentang suatu program. Informasi
tersebut dapat berupa proses pelaksanaan program, dampak/ hasil yang dicapai, efesiensi serta
pemanfaatan hasil evaluasi yang difokuskan untuk program itu sendiri, yaitu untuk mengambil keputusan
apakah dilanjutkan, diperbaiki atau dihentikan. Selain itu, juga dipergunakan untuk kepentingan
peenyusunan program berikutnya maupun penyusunan kebijakan yang terkait dengan program.
Dalam melakukan evaluasi, perlu dipertimbangkan model evaluasi yang akan dibuat. Model evaluasi
merupakan suatu desain yang dibuat oleh para ahli atau pakar evaluasi. Biasanya model evaluasi ini
dibuat berdasarkan kepentingan seseorang, lembaga atau instansi yang ingin mengetahui apakah
program yang telah dilaksanakan dapat mencapai hasil yang diharapkan.
B. Model Evaluasi Program
Ada banyak model evaluasi yang dikembangkan oleh para ahli yang dapat dipakai dalam mengevaluasi
program pembelajaran. Berikut akan diuraikan beberapa model evaluasi program yang populer dan
banyak dipakai sebagai strategi atau pedoman kerja dalam pelaksanaan evaluasi program yaitu:
1. Evaluasi Model Kirkpatrick
Kirkpatrick salah seorang ahli evaluasi program pelatihan dalam bidang pengembangan sumber daya
manusia (SDM). Model evaluasi yang dikembangkan oleh Kirkpatrick dikenal dengan istilah
Kirkpatrick Four Levels Evaluation Model. Evaluasi terhadap efektivitas program pelatihan (training)
menurut Kirkpatrick (1998) dalam Eko Putro Widoko (2010) mencakup empat level evaluasi, yaitu: level
1 reaction, level 2 learning, level 3behavior, dan level 4 result. Evaluasi reaksi (reaction evaluation)
Mengevaluasi terhadap reaksi peserta training berarti mengukur kepuasan peserta. Program training
dianggap efektif apabila proses training dirasa menyenangkan dan memuaskan bagi peserta training,
sehingga mereka tertarik dan termotivasi untuk belajar dan berlatih. Dengan kata lain peserta training
akan termotivasi apabila proses training berjalan secara memuaskan bagi peserta yang pada akhirnya
akan memunculkan reaksi dari peserta yang menyenangkan. Sebaliknya apabila peserta tidak merasa
puas terhadap proses training yang diikutinya mereka tidak akan termotivasi untuk mengikuti training.
Partner (2009) mengemukakan bahwa “the interest, attention and motivation of the participants are
critical to the success of any training program, people learn better when they react positively to the
learning environment”. Dapat disimpulkan bahwa keberhasilan proses kegiatan training tidak terlepas dari
minat, perhatian, dan motivasi peserta pelatihan dalam mengikuti jalannya kegiatan pembelajaran. Orang
akan belajar lebih baik manakala mereka memberi reaksi positif terhadap lingkungan belajar.
Kepuasan peserta dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang diberikan, fasilitas yang tersedia,
strategi penyampaian materi yang digunakan oleh instruktur, media pembelajaran yang tersedia, waktu
pelaksanaan pembelajaran, hingga gedung tempat pembelajaran dilaksanakan. Mengukur reaksi dapat
dilakukan dengan reaction sheet dalam bentuk angket sehingga lebih mudah dan lebih efektif. Evaluasi belajar (learning evaluating)
Ada tiga hal yang dapat diajarkan dalam prgram training, yaitu pengetahuan, sikap maupun keterampilan.
Peserta training dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah mengalami perubahan sikap, perbaikan
pengetahuan maupun peningkatan keterampilan. Oleh karena itu untuk mengukur efektivitas prgram
training maka ketiga aspek tersebut perlu untuk diukur. Tanpa adanya perubahan sikap, peningkatan
pengetahuan atau keterampilan pada peserta training maka program dapat dikatakan gagal.
Penilaian learning evaluating ini ada yang menyebut dengan penilaian hasil (output) belajar. Mengukur
hasil belajar lebih sulit dan memakan waktu dibandingkan dengan mengukur reaksi. Mengukur reaksi
dapat dilakukan dengan reaction sheet dalam bentuk angket sehingga lebih mudah dan lebih efektif.
Menurut Kirkpatrick (1998: 40), untuk menilai hasil belajar dapat dilakukan dengan kelompok
pembanding. Kelompok yang ikut pelatihan dan kelompok yang tidak ikut pelatihan diperbandingkan
perkembangannya dalam periode waktu tertentu. Dapat juga dilakukan dengan membandingkan hasil
pretest dengan posttest, tes tertulis maupun tes kinerja (performance test). Evaluasi perilaku (behavior evaluation)
Evaluasi pada level ke 3 (evaluasi tingkah laku) ini berbeda dengan evaluasi terhadap sikap pada level ke
2. Penilaian sikap pada evaluasi level 2 difokuskan pada perubahan sikap yang terjadi pada saat
kegiatan pembelajaran dilakukan sehingga lebih bersifat internal, sedangkan penilaian tingkah laku
difokuskan pada perubahan tingkah laku peserta setelah selesai mengikuti pembelajaran. Sehingga
penilaian tingkah laku ini lebih bersifat eksternal. Karena yang dinilai adalah perubahan perilaku setelah
mengikuti kegiatan pembelajaran dan kembali ke lingkungan mereka maka evaluasi level 3 ini dapat
disebut sebagai evaluasi terhadapoutcomes dari kegiatan pelatihan.
Evaluasi perilaku dapat dilakukan dengan membandingkan perilaku kelompok kontrol dengan perilaku
peserta training, atau dengan membandingkan perilaku sebelum dan sesudah mengikuti training maupun
dengan mengadakan survei atau interview dengan pelatih, atasan maupun bawahan peserta training
setelah mereka kembali ketempat kerja.
Evaluasi hasil (result evaluation)
Evaluasi hasil dalam level ke 4 ini difokuskan pada hasil akhir (final result) yang terjadi karena siswa telah
mengikuti suatu program pembelajaran. Termasuk dalam kategori hasil akhir dari suatu program
pembelajaran diantaranya adalah peningkatan hasil belajar, peningkatan pengetahuan, dan peningkatan
keterampilan (skills).
Beberapa program mempunyai tujuan meningkatkan moral kerja maupun
membangun teamwork (kerjasama tim) yang lebih baik. Dengan kata lain adalah evaluasi
terhadap impact program (pengaruh program). Tidak semua pengaruh dari sebuah program dapat diukur
dan juga membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu evaluasi level 4 ini lebih sulit di
bandingkan dengan evaluasi pada level-level sebelumnya. Evaluasi hasil akhir ini dapat dilakukan
dengan membandingkan kelompok kontrol dengan kelompok peserta pembelajaran, mengukur
kemampuan siswa sebelum dan setelah mengikuti pembelajaran apakah ada peningkatan atau tidak
(Kirkpatrick, 1998: 61).
Dibandingkan dengan model evaluasi yang lain, model ini memiliki beberapa kelebihan yaitu: 1) lebih
komprehensif, karena mencakup had skill dan soft skill. 2) objek evaluasi tidak hanya hasil belajar
semata tapi juga mencakup proses, output dan outcomes. 3) mudah untuk diterapkan. Selain kelebihan
tersebut model ini juga memiliki beberapa keterbatasan, antara lain: 1) kurang memperhatikan input. 2)
untuk mengukur impactsulit dilakukan karena selain sulit tolak ukurnya juga sudah di luar jangkauan guru
maupun sekolah.
2. Model Evaluasi CIPP
Model evaluasi CIPP yang dikemukakan oleh Stufflebeam & Shinkfield (1985) adalah sebuah pendekatan
evaluasi yang berorientasi pada pengambil keputusan (a decision oriented evaluation approach
structured) untuk memberikan bantuan kepada administrator atau leader pengambil keputusan.
Stufflebeam mengemukakan bahwa hasil evaluasi akan memberikan alternatif pemecahan masalah bagi
para pengambil keputusan. Model evaluasi CIPP ini terdiri dari 4 komponen yang diuraikan sebagai
berikut: Evaluasi konteks
Evaluasi konteks mencakup analisis masalah yang berkaitan dengan lingkungan program atau kondisi
obyektif yang akan dilaksanakan. Berisi tentang analisis kekuatan dan kelemahan obyek tertentu (Eko
Putro Widoyoko: 2010). Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin (2009) menjelaskan bahwa, evaluasi
konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan kebutuhan yang tidak terpenuhi,
populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek.
Input evaluasi
Tahap kedua dari model CIPP adalah evaluasi input, atau evaluasi masukan. Menurut Eko Putro
Widoyoko, evaluasi masukan membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada,
alternative apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur
kerja untuk mencapainya. Komponen evaluasi masukan meliputi: 1) Sumber daya manusia, 2) Sarana
dan peralatan pendukung, 3) Dana atau anggaran, dan 4) Berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan. Evaluasi proses
Evaluasi proses digunakan untuk menditeksi atau memprediksi rancangan prosedur atau rancangan
implementasi selama tahap implementasi, menyediakan informasi untuk keputusan program dan sebagai
rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi. Evaluasi proses meliputi koleksi data penilaian yang telah
ditentukan dan diterapkan dalam praktik pelaksanaan program. Pada dasarnya evaluasi proses untuk
mengetahui sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen apa yang perlu diperbaiki.
Evaluasi produk/ hasil
Evaluasi produk merupakan penilaian yang dilakukan guna untuk melihat ketercapaian/ keberhasilan
suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pada tahap evaluasi inilah
seorang evaluator dapat menentukan atau memberikan rekomendasi kepada evaluan apakah suatu
program dapat dilanjutkan, dikembangkan/modifikasi, atau bahkan dihentikan.
Menurut Eko Putro Widoyoko model evaluasi CIPP lebih komprehensif diantara model evaluasi lainnya,
karena objek evaluasi tidak hanya pada hasil semata tetapi juga mencakup konteks, masukan, proses,
dan hasil. Selain kelebihan tersebut, di satu sisi model evaluasi ini juga memiliki keterbatasan, antara lain
penerapan model ini dalam bidang program pembelajaran dikelas mempunyai tingkat keterlaksanaan
yang kurang tinggi jika tidak adanya modifikasi.
3. Evaluasi Model Wheel (roda) dari Beebe
Model evaluasi ini berbentuk roda karena menggambarkan usaha evaluasi yang berkaitan dan
berkelanjutan dan satu proses ke proses selanjutnya. Model ini digunakan untuk mengetahui apakah
pelatihan yang dilakukan suatu instansi telah berhasil, untuk itu diperlukan lah sebuah alat untuk
mengevaluasinya.
Secara singkat, model wheel ini mempunyai 3 tahap utama. Tiga tahap tersebut adalah pembentukan
tujuan pembelajaran, pengukuran outcomes pembelajaran, dan penginterpretasian hasil pengukuran dan
penilaian.
4. Evaluasi Model Provus
Evaluasi kesenjangan program, begitu orang menyebutnya. Kesenjangan program adalah sebagai suatu
keadaan antara yang diharapkan dalam rencana dengan yang dihasilkan dalam pelaksanaan program.
Evaluasi kesenjangan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara standard yang sudah
ditentukan dalam program dengan penampilan aktual dari program tersebut (Eko Putro Widoyoko: 2010).
Dengan demikian tujuan dari model ini adalah untuk menganalisis suatu program sehingga dapat
ditentukan apakah suatu program layak diteruskan, ditingkatkan dan sebaliknya yang disesuaikan
dengan standar,performance, dan discrepancy.
1. 5. Evaluasi Model Stake
Stake menekankan adanya dua dasarkegiatan dalam evaluasi, yaitu description dan judgement dan
membedakan adanya tiga tahap dalam program pendidikan yaitu context, process dan outcomes. Stake
menyatakan bahwa apabila menilai suatu program pendidikan, makaharus melakukan perbandingan
yang relatif antara satu program dengan yang lainnya. Dalam model
ini antencedent (masukan), transaction (proses) danoutcomes (hasil) data dibandingkan tidak hanya
untuk menentukan apakah ada perbedaan antara tujuan dengan keadaan yang sebenarnya, tetapi juga
dibandingkan dengan standar yang absolut untuk menilai manfaat program (Farida Yusuf Tayibnapis,
2000:22).
1. 6. Evaluasi Model Brinkerhoff
Brinkerhoff & Cs. (1983) mengemukakan tiga golongan evaluasi yang disusun berdasarkan
penggabungan elemen-elemen yang sama, seperti evaluator-evaluator lain, namun dalam komposisi dan
versi mereka sendiri sebagai berikut:
1. Fixed vs Emergent Evaluation Design
Desain evaluasi fixed (tatap) harus derencanakan dan disusun secara sistematik-terstruktur sebelum
program dilaksanakan. Meskipun demikian, desain fixed dapat juga disesuikan dengan kebutuhan yang
sewaktu-waktu dapat berubah. Desani evaluasi ini dikembangkan berdasarkan tujuan program, kemudian
disusun pertanyaan-pertanyaan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperoleh dari sumber-
sumber tertentu. Begitu juga dengan model analisis yang akan digunakan harus dibuat sebelum program
dilaksanakan.
Kegiatan-kegiatan evaluasi yang dilakukan dalam desain fixed ini, antara lain menyusun pertanyaan-
pertanyaan, menyusun dan menyiapkan instrumen, menganalisis hasil evaluasi, dan melaporkan hasil
evaluasi secara formal kepada pihak-pihak yang bekepentingan. Untuk mengumpulkan data dalam
desain ini dapat digunakan berbagai teknik, seperti tes, observasi, wawancara, kuesioner, dan skala
penilaian.
1. Formative vs Summative Evaluation
Evaluasi formatif berfungsi untuk memperbaiki kurikulum dan pembelajaran, sedangkan evaluasi sumatif
berfungsi untuk melihat kemanfaatan kurikulum dan pembelajaran secara menyeluruh. Artinya, jika hasil
kurikulum dan pembelajaran memang bermanfaat bagi semua pihak yang terkait (terutama peserta didik)
maka kurikulum dan pembelajaran dapat dihentikan.
1. Desain eskprimental dan desain quasi eskprimental vs natural inquiry
Desain eksperimental banyak menggunakan pendekatan kuantitatif, random sampling, memberikan
perlakuan, dan mengukur dampak. Tujuannya adalah untuk menilai manfaat hasil percobaan program
pembelajaran. Untuk itu, perlu dilakukan manipulasi terhadap lingkungan dan pemilihan strategi yang
dianggap pantas. Jika prosesnya sudah terjadi, evaluator cukup melihat dokumen-dokumen sejarah atau
menganalisis hasil tes. Jika prosesnya sedang terjadi, evaluator dapat melakukan pengamatan atau
wawancara dengan orang-orang yang terlibat. Untuk itu, kriteria internal dan eksternal sangat diperlukan.
Selain berbagai model tersebut, Nana Sudjana dan Ibrahim (2004: 234) mengelompokkan model-model
evaluasi pendidikan berdasarkan perkembangannya menjadi 4 kelompok yaitu:
1. Measurement Model
Model ini dipandang sebagai model tertua di dalam sejarah evaluasi dan telah banyak dikenal di dalam
proses evaluasi pendidikan. Tokoh-tokoh evaluasi yang dipandang sebagai pengembang model ini
adalah R. Thorndike dan R.L. Ebel.
Sesuai dengan namanya, model ini sangat menitikberatkan peranan kegiatan pengukuran di
dalam melaksanakan proses evaluasi. Pengukuran dipandang sebagai suatu kegiatan yang ilmiah dan
dapat diterapkan dalam berbagai bidang persoalan termasuk ke dalamnya bidang pendidikan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa menurut model ini, evaluasi pendidikan pada dasarnya tidak
lain adalah pengukuran terhadap berbagai aspek tingkah laku dengan tujuan untuk melihat perbedaan-
perbedaan individual atau kelompok, yang hasilnya diperlukan dalam rangka seleksi, bimbingan, dan
perencanaan pendidikan bagi para siswa di sekolah.
Yang djadikan objek dari kegiatan evaluasi model ini adalah tingkah laku, terutama tingkah laku siswa.
Aspek tingkah laku siswa yang dinilai di sini mencakup kemampuan hasil belajar, kemampuan
pembawaan, minat, sikap, dan juga aspek-aspek kepribadian siswa. Dengan kata lain, objek evaluasi di
sini mencakup baik aspek kognitif maupun dengan kegiatan evaluasi pendidikan di sekolah, model ini
menitikberatkan pada pengukuran terhadap hasil belajar yang dicapai siswa pada masing-masing bidang
pelajaran dengan menggunakan tes.
1. 2. Congruence Model
Model kedua ini dapat dipandang sebagai reaksi terhadap model yang pertama. Tokoh-tokoh evaluasi
yang merupakan pengembang model ini antara lain adalah Raph W. Tyler, John B. Carroll, dan Lee J.
Cronbach.
Menurut model ini, evaluasi itu tidak lain adalah usaha untuk memeriksa
persesuaian (congruence) antara tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan dan hasil belajar yang telah
dicapai. Berhubung tujuan-tujuan pendidikan menyangkut perubahan-perubahan tingkah laku yang
diinginkan pada diri anak didik, maka evaluasi yang dinginkan itu telah terjadi. Hasil evaluasi yang
diperoleh berguna bagi kepentingan menyempurnakan sistem bimbingan siswa dan untuk memberikan
informasi kepada pihak-pihak di luar pendidikan mengenai hasil-hasil yang telah dicapai.
Objek evaluasi dalam model ini adalah tingkah laku siswa. Secara lebih khusus, yang dinilai di sini adalah
perubahan tingkah laku yang diinginkan yang diperhatikan oleh siswa pada akhir kegiatan pendidikan.
Tingkah laku hasil belajar ini tidak hanya terbatas pada aspek pengetahuan, melainkan juga mencakup
aspek keterampilan dan sikap, sebagai hasil dari proses pendidikan.
1. 3. Educational System Evaluation Model
Model ketiga yang ini merupakan reaksi terhadap kedua model terdahulu. Tokoh-tokoh evaluasi yang
dipandang sebagai pengembang dari model yang ketiga ini antara lain adalah Daniel L. Stufflebeam,
Michael Scriven, Robert E. Stake dan Malcolm M. Provus.
Model ini bertitik tolak dari pandangan, bahwa keberhasilan dari suatu sistem pendidikan dipengaruhi
oleh berbagai faktor. Evaluasi menurut model ini dimaksudkan untuk membandingkan performance dari
berbagai dimensi sistem yang sedang dikembangkan dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya
sampai pada suatu deskripsi dan judgement mengenai sistem yang dinilai tersebut.1. Illuminative Model
Model yang keempat ini dikembangkan sebagai reaksi terhadap dua model evaluasi yang pertama,
yaitumeasurement dan congruence. Model ini dikembangkan terutama di Inggris dan banyak dikaitkan
dengan pendekatan dalam bidang antropologi. Salah seorang tokoh yang paling menonjol dalam
usahanya mengembangkan model ini adalah Malcolm Parlett.
Tujuan evaluasi menurut model yang keempat ini adalah mengadakan studi yang cermat terhadap sistem
yang bersangkutan. Hasil evaluasi yang dilaporkan lebih bersifat deskripsi dan interpretasi, bukan
pengukuran dan prediksi. Oleh karena itu dalam pelaksanaan evaluasi, model yang keempat ini lebih
banyak menekankan pada penggunaan Judgement.
Model ini juga memandang fungsi evaluasi sebagai bahan atau input untuk kepentingan pengambilan
keputusan dalam rangka penyesuaian-penyesuaian dan penyempurnaan sistem yang sedang
dikembangkan.1. C. Ketepatan Penentuan Model Evaluasi Program
Makna ketepatan model evaluasi bagi program yang di evaluasikan mengandung makna bahwa ada
harapan keeratan tautan antara evaluasi program dengan jenis program yang dievaluasi. Sesuai dengan
bentuk kegiatannya, program ini dibedakan menjadi tiga yaitu (1) program pemrosesan, (2) program
layanan, dan (3) program umum.
1. Program pemprosesan
Program pemprosesan adalah program yang kegiatan pokoknya mengubah bahan mentah (input)
menjadi bahan jadi sebagai hasil proses atau keluaran (output). Contoh: program perpustakaan, program
kepramukaan dan sebagainnya.1. Program Layanan (service)
Program Layanan adalah sebuah kesatuan kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pihak
tertentu sehingga merasa puas sesuai dengan tujuan program. Sebagai contoh adalah: program bank,
program koperasi dan lain-lain.
1. Program Umum
Program Umum yaitu program yang tidak tampak apa yang menjadi ciri utama. Contohnya adalah:
Program makanan tambahan anak
Sekolah (PMTAS)
1. D. Rancangan Evaluasi Program
Membicarakan mengenai rancangan evaluasi ada beberapa hal yang tercantum dalam sebuah
rancangan evaluasi tersebut diantaranya adalah:
1. Judul Kegiatan2. Alasan Dilaksanakannya Evaluasi3. Tujuan4. Pertanyaan Evaluasi5. Metodologi yang Digunakan6. Prosedur Kerja dan Langkah-Langkah Kegiatan.1. E. Kepustakaan
Eko Putro Widoyoko. 2009. Evaluasi Program Pembelajaran: Panduan Praktis Bagi Pendidik dan Calon
Pendidik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Farida Yusuf Tayibnapis. 2000. Evaluasi Program. Jakarta: PT Rineka Cipta
Hamid Hasan. 2009. Evaluasi Kurikulum. cetakan kedua. Bandung: Remaja Rosdakarya
Kirkpatrick, D. L. 1998. Evaluating Training Programs: The Four Levels. San Francisco: Berrett-Koehler
Publisher, Inc.
Kirkpatrick, D. L. 2009. Kirkpatrick’s Training Evaluation Model.
Partner, C. 2009. Implementing the Kirkpatrick Evaluation Model Plus.
Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin. 2009. Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoritis Praktis
Bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan, cetakan ketiga. Jakarta: Bumi Aksara
Zaenal Arifin. 2009. Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, dan Prosedur. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Lampiran:
Rancangan Evaluasi Program Perkuliahan Ilmu Gizi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI
1. A. Latar Belakang
Mata kuliah Ilmu Gizi merupakan mata kuliah pilihan bagi mahasiswa S-1 Pendidikan Biologi maupun
Biologi. Selesai mengikuti perkuliahan ini, mahasiwa diharapkan mempunyai wawasan tentang hubungan
antara makanan dan kesehatan, kebutuhan tubuh akan energi dan nutrisi, zat aditif, perlunya pendidikan
gizi dan lingkup penelitian dalam bidang ilmu gizi. Perkuliahan ini memberikan bekal bagi mahasiswa
untuk memahami fungsi makanan, pengelompokan makanan dan kandungan nutrisinya, pengolahan
makanan dan dampaknya bagi pencernaan, metabolisme nutrisi, pengaruh zat aditif bagi kesehatan,
menghitung kebutuhan energi, berlatih merancang program pendidikan gizi berdasarkan sasaran atau
merancang penelitian untuk pengembangan ilmu gizi.
Selama ini sudah pernah dilakukan revisi kurikulum dan deskripsi mata kuliah, terakhir revisi dilakukan
tahun 2006. Akan tetapi baik sebelum tahun 2006 maupun setelah tahun 2006 belum pernah dilakukan
evaluasi program perkuliahan yang menyeluruh hingga pelaksanaan perkuliahan dan outcomenya pada
diri mahasiswa. Padahal evaluasi program tersebut dibutuhkan untuk menyelaraskan program
perkuliahan dengan tren atau kecenderungan masalah gizi yang sedang berkembang saat ini dan bekal
apa yang cocok untuk menanggulanginya. Selain itu, program pendidikan gizi hendaknya juga
diselaraskan dengan kebijakan pemerintah yang relevan dengan pendidikan gizi. Sehingga outcome
berupa kemampuan merancang program pendidikan gizi berdasarkan sasaran atau merancang penelitian
untuk pengembangan ilmu gizi menjadi bentuk sumbangan yang nyata sebagai partisipasi mereka jika
telah menjadi anggota masyarakat sepenuhnya sebagai pendidik atau peneliti.
1. B. Tujuan
Evaluasi program perkuliahan Ilmu Gizi ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang penguasaan
kemampuan mahasiswa membuat rancangan program pendidikan gizi yang baik. Karena kemampuan
mahasiswa merancang program mencerminkan keseluruhan pelaksanaan program perkuliahan, yang
mencakup persiapan perkuliahan, teaching material, media yang digunakan dalam perkuliahan dan
evaluasi perkuliahan.
Tujuan tersebut akan tercapai jika telah ada data tentang kemampuan mahasiswa menjaring data untuk
mengidentifikasi status gizi masyarakat, kemampuan mahasiswa mengenali adanya masalah gizi,
kemampuan merancang program pendidikan gizi telah didapatkan dan dianalisis. Selain itu juga akan
dilihat apakah program rancangan mahasiswa memenuhi kriteria program yang aplikatif atau tidak , serta
identifikasi kesulitan yang dihadapi mahasiswa pada saat membuat program untuk keperluan penentuan
arah pengembangan program selanjutnya. Hasil evaluasi program perkuliahan Ilmu Gizi ini akan
digunakan untuk merevisi dan mengembangkan program perkuliahan selanjutnya.
1. C. Rumusan Pertanyaan Evaluasi
Rumusan pertanyaan evaluasi program ini adalah apakah mahasiswa dapat membuat rancangan
program pendidikan gizi yang baik? Rumusan ini diharapkan dapat terjawab jika pertanyaan evaluasi
yang lebih sempit ini terjawab.
1. Apakah program perkuliahan ilmu Gizi membekali mahasiswa dengan kemampuan menjaring data tentang status gizi masyarakat?
2. Apakah program perkuliahan Ilmu Gizi membekali mahasiswa dengan kemampuan mengidentifikasi masalah gizi yang muncul pada kelompok masyarakat tertentu berdasarkan data tentang status gizi?
3. Apakah Program perkuliahan Ilmu Gizi membekali mahasiswa dengan kemampuan menyusun program pendidikan gizi ?
4. Apakah rancangan program pendidikan gizi yang dibuat mahasiswa cukup aplikatif?5. Kesulitan apa saja yang ditemui mahasiswa ketika membuat rancangan program pendidikan gizi?6. D. Metodologi Yang Digunakan
Evaluasi program perkuliahan akan dibagi menjadi 4 tahap yaitu:
1. Tahap Persiapan, tahap ini merupakan tahap dimana dilakukan identifikasi terhadap jenis-jenis data yang akan dikumpulkan berkaitan dengan pertanyaan evaluasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Setiap pertanyaan evaluasi akan ditentukan data apa saja yang diperlukan, darimana sumbernya, bagaimana cara mendapatkannya dan apa bentuk data yang diharapkan.
2. Tahap Pengumpulan Data / Informasi, pada tahap ini data akan dikumpulkan pada sekuen-sekuen tertentu disesuaikan dengan jadwal pelaksanaan perkuliahan Ilmu Gizi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI.
3. Tahap Pengolahan dan Analisis Data, data yang terkumpul akan diinventarisir dan diolah sesuai dengan jenis datanya. Data berupa skor tes akan ditampilkan dalam bentuk persentase serta dikelompokkan berdasarkan kriteria perolehan tinggi-sedang-rendah, demikian juga dengan hasil penilaian yang menggunakan rubrik untuk menilai program yang dibuat mahasiswa. Skor tes dan skor rancangan program akan diolah secara statistika dengan menggunakan rumus korelasi linier untuk melihat apakah penguasaan konsep tentang cara pengukuran dan identifikasi status gizi memiliki hubungan linier dengan kemampuan merancang program pendidikan gizi?. Hasil analisis statistik akan didukung dengan kuesioner tentang pelaksanaan perkuliahan, pembekalan kemampuan pembuatan program pendidikan gizi; baik kuesioner terhadap mahasiswa maupun dosen; dan deskripsi hasil observasi pada saat perkuliahan berlangsung.
4. Tahap Pengambilan Kesimpulan & Menyusun Rekomendasi, tahap pengambilan kesimpulan merupakan tahap menyusun rumusan jawaban setiap pertanyaan evaluasi. Hasil pengolahan dan analisa data akan ditampilkan sebagai fakta empiris dari evaluasi program perkuliahan Ilmu Gizi. Dari deskripsi catatan lapangan, kuesioner, dan wawancara akan dirumuskan pula sejumlah rekomendasi untuk memberikan informasi tentang bagian mana dari tahap pelaksanaan perkuliahan yang dapat dipertahankan, bagian mana yang harus diperbaiki, bagian mana yang bisa dikembangkan, serta bagian mana yang harus dihilangkan.
5. E. Prosedur Kerja dan Langkah-Langkah Kegiatan1. 1. Prosedur kerja, evaluasi program perkuliahan Ilmu Gizi mengikuti prosedur kerja sebagai
berikut:
No Tahap Deskripsi Pekerjaan
1.Penyusunan draf evaluasi program
Penentuan tujuan, manfaat, pertanyaan evaluasi
2. Observasi situasi awal Penentuan sasaran, lokasi, situasi kelas, dan situasi akademik awal dimana program berlangsung, mengidentifikasi pendekatan
yang akan digunakan dalam melakukan evaluasi program. Dilakukan bersama dosen pengampu mata kuliah Ilmu Gizi.
3.
Perancangan bentuk data, cara menjaring data, cara pengolah dan menganalisis data
Mempersiapkan instrumen berupa soal tes, kuesioner, pedoman wawancara, lembar observasi dan penentuan observer, dilakukan bersama dosen pengampu mata kuliah Ilmu Gizi
4. Penjadwalan kegiatan
Menentukan waktu untuk melakukan pengumpulan informasi dengan sasaran mahasiswa, dosen, dan pelaksanaan perkuliahan
5. Pelaksanaan Kegiatan
Melakukan kegiatan pengumpulan data, pengolahan, analisis data, dan pengambilan kesimpulan hasil evaluasi program. Semua dilakukan bersama dosen pengampu mata kuliah Ilmu Gizi
6. Pelaporan
Kegiatan ini meliputi penyusunan dan inventarisasi data serta hasil secara tertulis. Hasilnya akan disampaikan kepada pihak yang berkepentingan (Ketua Jurusan & Program Studi, Dosen pengampu Mata Kuliah)
1. Jadwal Kegiatan Evaluasi, pada prinsipnya jadwal kegiatan evaluasi program sebagian besar akan mengikuti irama jadwal perkuliahan Ilmu Gizi yang akan dievaliasi. Rincian kegiatan evaluasi dan jadwalnya akan disajikan dalam table berikut :
NoTahap Waktu Kegiatan
1.Penyusunan draf evaluasi program
2 minggu sebelum awal perkuliahan / pada saat libur akhir semester
2. Observasi situasi awal Pertemuan pertama perkuliahan
3.
Perancangan bentuk data, cara menjaring data, cara pengolah dan menganalisis data
2 minggu sebelum perkuliahan/ pada saat libur akhir semester
4. Pelaksanaan Kegiatan (lihat tabel pada tahap pengumpulan data)
5. Pelaporan Segera setelah selesai pelaksanaan UAS
Teknik Evaluasi Program Model CIPP (Context, Input, Process, Product)
OPINI | 14 June 2013 | 04:12 Dibaca: 3394 Komentar: 2 1
Evaluasi Program dengan Metode CIPP
Pada dasarnya, definisi dari suatu evaluasi berbeda-beda sesuai dengan pendapat dari masing-masing pakar evaluasi. Definisi tersebut berkembang sesuai dengan pakar yang mengemukakannya. Evaluasi merupakan suatu istilah baru dalam kajian keilmuan yang telah berkembang menjadi disiplin ilmu sendiri. Ilmu kajian tentang evaluasi ini juga telah banyak memberikan manfaat dan kontribusi dalam memberikan informasi data, khususnya mengenai pelaksanaan suatu program tertentu yang akhirnya mampu memberikan rekomendasi dan digunakan oleh pelaksana program tersebut yang dijadikan suatu keputusan.
Jika dilihat dari pendapat para pakar, terdapat beberapa definisi dari evaluasi seperti yang dikemukakan oleh Stufflebeam, bahwa evaluasi adalah proses memperoleh dan menyajikan informasi yang berguna untuk mempertimbangkan alternatif-alternatif pengambilan keputusan. Sedangkan menurut The joint commite on Standars For Educational Evaluation (1994) mendefinisikan bahwa evaluasi sebagai proses menilai sesuatu berdasarkan standar objektif yang telah ditetapkankemudian diambil keputusan atas obyek yang dievaluasi. Rutman and Mowbray 1983, mendefinisikan evaluasi adalah penggunaan metode ilmiah untuk menilai implementasi dan outcomes suatu program yang berguna untuk proses membuat keputusan. Chelimsky (1989), mendefinisikan evaluasi adalah suatu metode penelitian yang sistematis untuk menilai rancangan,implementasi dan efektifitas suatu program. Wirawan (2006) Evaluasi adalah proses mengumpulkan dan menyajikan informasi mengenai objek evaluasi, menilainya dengan standar evaluasi dan hasilnya dipergunakan untuk mengambil keputusan mengenai objek evaluasi. Sedangkan Djaali, Mulyono dan Ramli (2000) mendefinisikan bahwa Evaluasi sebagai proses menilai sesuatu berdasarkan standar objektif yang telah ditetapkan kemudian diambil keputusan atas obyek yang dievaluasi.
Dari definisi yang dikemukakan berbagai pakar di atas, bisa disimpulkan bahwa evaluasi adalah suatu proses pengambilan keputusan dalam implementasi suatu program dengan penyajian data dan informasi yang sesuai dengan objek evaluasi itu sendiri.
Dalam proses pengimplementasian suatu program, tentu mempunyai perbedaan dalam evaluasi. Perbedaan tersebut terjadi karena adanya perbedaan maksud dan tujuan dari suatu program.
Misalkan saja, evaluasi dalam proses pembelajaran dilakukan dengan tujuan untuk melihat sejauh mana hasil belajar telah tercapai dengan optimal sesuai dengan target dan tujuan pembelajaran itu sendiri. Sedangkan pada evaluasi pada kinerja pegawai dilakukan dengan tujuan untuk melihat kualitas, loyalitas, atau motivasi dari kerja pegawai, sehingga dapat menghasilkan hasil produksi. Oleh karena adanya perbedaan tersebut, muncul beberapa teknik evaluasi dalam pengimplementasian suatu program. Salah satu teknik dalam evaluasi ialah model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product).
Evaluasi Model CIPP (Context, Input, Process, Product)
Model evaluasi CIPP ini merupakan salah satu dari beberapa teknik evaluasi suatu program yang ada. Model ini dikembangkan oleh salah satu pakar evaluasi, Stufflebeam yang dikembangkan pada tahun 1971 dengan berlandaskan pada keempat dimensi yaitu dimensi context, dimensi input, dimensi process, dan dimensi product.
Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja dari berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi
Stufflebeam melihat tujuan evaluasi sebagai:
1. Penetapan dan penyediaan informasi yang bermanfaat untuk menilai keputusan alternatif;
2. Membantu audience untuk menilai dan mengembangkan manfaat program pendidikan atau obyek;
3. Membantu pengembangan kebijakan dan program.
Model CIPP ini dikembangkan oleh Stufflebeam dan kawan-kawan (1967) di Ohio State University. CIPP yang merupakan sebuah singkatan dari huruf awal empat buah kata, yaitu
Context evaluation : evaluasi terhadap konteks
Input evaluation : evaluasi terhadap masukan
Process evaluation : evaluasi terhadap proses
Product evaluation : evaluasi terhadap hasil
Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Dengan kata lain, model CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem.
Secara garis besar evaluasi model CIPP mencakup empat macam keputusan:
1. Perencanaan keputusan yang mempengaruhi pemilihan tujuan umum dan tujuan khusus
2. Keputusan pembentukan atau structuring3. Keputusan implementasi4. Keputusan yang telah disusun ulang yang menentukan suatu program perlu
diteruskan, diteruskan dengan modifikasi, dan atau diberhentikan secara total atas dasar kriteria yang ada
Model CIPP
Aspek evaluasi Tipe keputusan Jenis pertanyaan
Context evaluation Keputusan yang terencana Apa yang harus dilakukan?
Input evaluation Keputusan terstruktur Bagaimana kita melakukannya?
Process evaluation Keputusan implementasi Apakah yang dilakukan sesuai rencana?
Product evaluation Keputusan yang telah disusun ulang
Apakah berhasil?
Sumber : The CIPP approach to evaluation (Bernadette Robinson, 2002)
Empat aspek Model Evaluasi CIPP (context, input, process and output) membantu pengambil keputusan untuk menjawab empat pertanyaan dasar mengenai;
1. Apa yang harus dilakukan (What should we do?); mengumpulkan dan menganalisa needs assessment data untuk menentukan tujuan, prioritas dan sasaran.
2. Bagaimana kita melaksanakannya (How should we do it?); sumber daya dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai sasaran dan tujuan dan mungkin meliputi identifikasi program eksternal dan material dalam mengumpulkan informasi
3. Apakah dikerjakan sesuai rencana (Are we doing it as planned?); Ini menyediakan pengambil-keputusan informasi tentang seberapa baik program diterapkan. Dengan secara terus-menerus monitoring program, pengambil-keputusan mempelajari seberapa baik pelaksanaan telah sesuai petunjuk dan rencana, konflik yang timbul, dukungan staff dan moral, kekuatan dan kelemahan material, dan permasalahan penganggaran.
4. Apakah berhasil (Did it work?); Dengan mengukur outcome dan membandingkannya pada hasil yang diharapkan, pengambil-keputusan menjadi lebih mampu memutuskan jika program harus dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan sama sekali.
Beberapa pertanyaan terkait dimensi tersebut diantaranya untuk mengumpulkan dan menganalisa needs assessment data untuk menentukan tujuan, prioritas dan sasaran. Pertanyaan tersebut merupakan jenis pertanyaan yang terdapat pada dimensi context evaluation. Sedangkan untuk mendapatkan sumber daya dan langkah – langkah yang diperlukan untuk mencapai identifikasi program eksternal dan material dalam pengumpulan informasi terdapat pada dimensi input evaluation. Pertanyaan lainnya yang terdapat pada dimensi process evaluation ialah pada penyediaan pengambilan keputusan informasi tentang seberapa baik program diterapkan. Dengan terus menerus memonitoring program, pengambilan keputusan mempelajari seberapa baik pelaksanaan telah sesuai petunjuk dan rencana, konflik timbul, dukungan staf dan moral, kekuatan dan kelemahan material, dan permasalahan penganggaran. Sedangkan pada dimensi product evaluation ialah untuk mengukur outcome dan membandingkannya pada hasil yang diharapkan, pengambilan keputusan menjadi lebih mampu memutuskan jika program harus dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan sama sekali.
Penjelasan masing-masing dimensi dapat dijabarkan lebih jelas lagi seperti di bawah ini.
a. Context EvaluationContext Evaluation (evaluasi konteks) diartikan sebagai situai atau latar
belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi yang dilakukan dalam suatu program yang bersangkutan. penilaian dari dimensi konteks evaluasi ini seperti kebijakan atau unit kerja terkait, sasaran yang ingin dicapai unit kerja dalam waktu tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja terkait dan sebagainya.
Stufflebeam dalam Hamid Hasan menyebutkan, tujuan dari evaluasi konteks yang utama ialah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki evaluan, sehingga dapat diberikan arahan perbaikan yang dibutuhkan.
Konteks evaluasi ini membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program, dan merumuskan tujuan program.
Evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek.
b. Input EvaluationInput Evaluation pada dasarnya mempunyai tujuan untuk mengaitkan
tujuan, konteks, input, dan proses dengan hasil program. Evaluasi ini juga untuk menentukan kesesuaian lingkungan dalam membantu pencapaian tujuan dan objektif program. Menurut Eko Putro Widyoko, evaluasi masukan (Input Evaluation) ini ialah untuk membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.
Evaluasi ini menolong mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan, bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.
Menurut Stufflebeam pertanyaan yang berkenaan dengan masukan mengaral pada “pemecahan masalah” yang mendorong diselenggarakannya progran yang bersangkutan.
Misalnya pada evaluasi kurikulum, pertanyaan yang diajukan antara lain :Apakah proses metode belajar mengajar yang diberikan memberikan dampak
jelas pada perkembangan peserta didik?Bagaimana reaksi peserta didik terhadap metode pembelajaran yang
diberikan?c. Process Evaluation
Process evaluation ini ialah merupakan model CIPP yang diarahkan untuk mengetahui seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan, apakah program terlaksana sesuai dengan rencana atau tidak. Evaluasi proses juga digunakan untuk mendeteksi atau memprediksi rancangan prosedur atau rancangan implementasi selama tahap implementasi, menyediakan informasi untuk keputusan program dan sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi.
Oleh Stufflebeam (dalam Arikunto, 2004), mengusulkan pertanyaan untuk proses antara lain sebagai berikut:Apakah pelaksanaan program sesuai dengan jadwal.Apakah yang terlibat dalam pelaksanaan program akan sanggup menangani
kegiatan selama program berlangsung ?Apakah sarana dan prasarana yang disediakan dimanfaatkan secara
maksimal?Hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai selama pelaksanaan program?
d. Product EvaluationSeperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa evaluasi produk ialah
untuk melayani daur ulang suatu keputusan dalam program. Dari evaluasi produk diharapkan dapat membantu pimpinan proyek dalam mengambil suatu keputusan terkait program yang sedang terlaksana, apakah program tersebut dilanjutkan, berakhir, ataukah ada keputusan lainnya. Keputusan ini juga dapat membantu untuk membuat keputusan selanjutnya, baik mengenai hasil yang telah dicapai maupun apa yang dilakukan setelah program itu berjalan.
Evaluasi produk diarahkan pada hal-hal yang menunjukkan perubahan yang terjadi pada masukan mentah. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa diajukan antara lain:Apakah tujuan-tujuan yang ditetapkan sudah tercapai?Apakah kebutuhan peserta didik sudah dapat dipenuhi selama proses belajar
mengajar?
Tujuan dan fungsi Evaluasi CIPP
Tujuan evaluasi program model CIPP adalah untuk keperluan pertimbangan dalam pengambilan sebuah keputusan/kebijakan.
Fungsi dari evaluasi model CIPP adala sebagai berikut:
Membantu penanggung jawab program tersebut (pembuat kebijakan) dalam mengambil keputusan apakah meneruskan, modifikasi, atau menghentikan program.
Apabila tujuan yang ditetapkan program telah mencapai keberhasilannya, maka ukuran yang digunakan tergantung pada kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Langkah-langkah Pelaksanaan Evaluasi CIPP
Menetapkan keputusan yang akan diambil
Menetapkan jenis data yang diperlukan
Pengumpulan data
Menetapkan kriteria mengenai kualitas
Menganalisis dan menginterpretasi data berdasarkan kriteria
Memberikan informasi kepada pihak penanggungjawab program atau pengambil keputusan untuk menentukan kebijakan
Kelebihan dan Kelemahan Model CIPP
Dari penjelasan di atas, dapat dilihat beberapa kelebihan dan kelemahan jika dilihat dan dibandingkan dengan model evaluasi lainnya.
a) Keunggulan model CIPPMerupakan system kerja yang dinamisMemiliki pendekatan yang bersifat holistik dalam proses evaluasinya yang
bertujuan memberikan gambaran yang detail dan luas terhadap suatu proyek, mulai dari konteks hingga saat proses implementasinya.
Dapat melakukan perbaikan selama program berjalan maupun dapat memberikan informasi final.
Memiliki potensi untuk bergerak pada evaluasi formatif dan sumatifLebih komperenhensif dari model lainnya
b) Kelemahan Model CIPPTidak terlalu mementingkan bagaimana proses seharusnya daripada
kenyataan yang sedang berlangsung.Kurang adanya modifikasi juga berdampak pada tingkat keterlaksanaan yang
kurang tinggi.Cenderung fokus pada rational management daripada mengakui realita yang
adaTerkesan top down dengan sifat manajerial dalam pendekatannyaBila diterapkan secara terpisah (partial) akan melemahkan ide dasar
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsini. 2004. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.Bandung: Rineka Cipta
Chelimsky, Elanor. 1989. Program Evaluation: Pattern and Directions, 2nd Edition.Washington, DC; American Society for Public Administration
Djaali, Mulyono Pudji dan Ramly. 200. Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta
EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN (Prof. Dr. Suharsimi Arikunto)
----> R E S U M E <-----
BAB I
KONSEP EVALUASI PROGRAM
A. Pengertian Program dan Evaluasi Program
Program adalah suatu rencana yang melibatkan berbagai unit yang berisi kebijakan
dan rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam kurun waktu tertentu.
Evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya
sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang
tepat dalam mengambil keputusan.
Evaluasi program adalah suatu unit atau kesatuan kegiatan yang bertujuan
mengumpulkan informasi tentang realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan,
berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi
yang melibatkan sekelompok orang guna pengambilan keputusan.
B. Kaitan antara Penelitian dengan Evaluasi program
Dalam kegiatan penelitian peneliti ingin mengetahui gambaran tentang sesuatu
kemudian dideskripsikan, sedangkan dalam evaluasi program, pelaksana (evaluator) ingin
mengetahui seberapa tinggi mutu atau kondisi sesuatu sebagai hasil pelaksanaan program,
setelah data terkumpul dibandingkan dengan kriteria atau standar tertentu.
Dalam kegiatan penelitian, peneliti dituntun oleh rumusan masalah, sedangkan dalam
evaluasi program, pelaksana (evaluator) ingin mengatahui tingkat ketercapaian program,
dan apabila tujuan belum tercapai pelaksana (evaluator) ingin mengetahui letak kekurangan
dan sebabnya. Hasilnya digunakan untuk menentukan tindak lanjut atau keputusan yang
akan diambil.
C. Ciri-ciri dan Persyaratan Evaluasi Program
Ciri dan persyaratan evaluasi program mengacu pada kaidah yang berlaku, dilakukan
secara sistematis, teridentrifikasi penentu keberhasilan dan kebelumberhasilan program,
menggunakan tolok ukur baku, dan hasil evaluasi dapat digunkan sebagai tindak lanjut atau
pengambilan keputusan.
D. Komponen, Subkomponen, dan Indikator Program
Program merupakan satu kesatuan dari beberapa bagian atau komponen yang
saling berkait untuk mencapai tujuan yang ditentukan oleh sistem tersebut. Komponen
tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Masing-masing komponen terdiri
atas beberapa subkomponen dan masing-masng subkomponen terdapat beberapa indikator.
Dalam kegiatan evaluasi program, indikator merupakan petunjuk untuk mengetahui
keberhasilan atau ketidakberhasilan suatu kegiatan. Perlu diketahui bahwa
ketidakberhasilan suatu kegiatan dapat juga dipengaruhi oleh komponen atau subkomponen
yang lain.
E. Tujuan Evaluasi Program
Evaluasi program bertujuan untuk mengetahui pencapaian tujuan program yang
telah dilaksanakan. Selanjutnya, hasil evaluasi program digunakan sebagai dasar untuk
melaksanakan kegiatan tindak lanjut atau untuk melakukan pengambilan keputusan
berikutnya.
F. Manfaat Evaluasi Program
Evaluasi sama artinya dengan kegiatan supervisi. Kegiatan evaluasi/supervisi
dimaksudkan untuk mengambil keputusan atau melakukan tindak lanjut dari program yang
telah dilaksanakan. Manfaat dari evaluasi program dapat berupa penghentian program,
merevisi program, melanjutkan program, dan menyebarluaskan program.
G. Evaluator Program
Evaluator program harus orang-orang yang memiliki kompetensi yang mumpuni, di
antaranya mampu melaksanakan, cermat, objektif, sabar dan tekun, serta hati-hati dan
bertanggung jawab. Evaluator dapat berasal dari kalangan internal (evaluator dan pelaksana
program) dan kalangana eksternal (orang di luar pelaksana program tetapi orang yang
terkait dengan kebijakan dan implementasi program).
H. Hakikat antara Tujuan Program dengan Tujuan Evaluasi Program
Program adalah suatu rencana yang melibatkan berbagai unit yang berisi kebijakan
dan rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam kurun waktu tertentu untuk
diimplementasikan di lapangan. Sedangkan evaluasi program bertujuan untuk
mengumpulkan informasi berkenaan dengan implementasi program yang dipergunakan
untuk melakukan kegiatan tindak lanjut atau pengambilan keputusan.
BAB II
PENGEMBANGAN KRITERIA DALAM EVALUASI PROGRAM
A. Pengertian Kriteria
Kriteria diartikan sebagai patokan yang digunakan sebagai ukuran atau tolok ukur.
Dalam evaluasi program, kriteria digunakan untuk mengukur ketercapaian suatu program
berdasarkan indikator-indikator yang telah ditentukan.
B. Perlunya Disusun Kriteria
Kriteria disusun sebagai pedoman evaluator dalam melaksakan evaluasi program.
Disusunnya kriteria, evaluator menjadi lebih mantap karena ada patokan, dapat digunakan
sebagai bukti pertanggungjawaban dari hasil evaluasi, untuk menghindari subjektivitas
evaluator, dan hasil evaluasi sama walaupun evaluator berbeda.
C. Dasar Penyusunan Kriteria
Penyusun kriteria adalah calon-calon evaluator. Hal ini mengingat merekalah orang-
orang yang memahami tentang program yang akan dievaluasi. Dasar penyusunan kriteria
adalah, peraturan atau ketetentuan yang melatarbelakangi dikeluarkannya program,
pedoman pelaksanaan program, dokumen dan sumber-sumber ilmiah yang umum
digunakan, hasil penelitian yang relevan, petunjuk atau pertimbangan ahli evaluasi, tim
evaluator, evaluator sendiri dengan menggunakan daya nalar dan kemampuan yang
dimilikinya.
D. Cara Menyusun Kriteria
Wujud kriteria berupa tingkatan atau gradasi kondisi sesuatu yang dapat ditransfer
menjadi nilai.
Wujud kriteria berupa kriteria kuantitatif (angka-angka) dan kriteria kualitatif
(menghitung jumlah indikator yang telah tercapai).
Kriteria kuantitatif dibedakan menjadi dua, yaitu (1) tanpa pertimbangan, yaitu
membagi rentangan (mis. 10-100) dalam kategaori secara sama, dan (2) banyaknya
rentangan dalam tiap kategori tidak sama karena petimbangan tertentu.
Kriteria kualitatif dibedakan menjadi dua, yaitu (1) kriteria kualitatif tanpa
pertimbangan, yaitu menghitung jumlah indikator yang telah memenuhi persyaratan, dan
(2) kriteria kualitatif dengan pertimbangan, yaitu dengan cara menghitung indikator yang
telah memenuhi persyaratan dengan mempertimbangkan skala prioritas atau pembobotan.
BAB III
MODEL DAN RANCANGAN EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN
A. Berbagai Model Evaluasi Program
Pada buku inidisajikan model evaluasi menurut Kaufan dan Thomas yang
membedakan model evluasi program menjadi delapan, yaitu:
1. Goal Oriented Eavaluation Model
Objek pengamatan model ini adalah tujuan dari program. Evaluasi dilaksanakan
berkesinambungan, terus-menerus untuk mengetahui ketercapaian pelaksanaan program.
2. Goal Free Eavaluation Model
Dalam melaksanakan evaluasi tidak memperhatikan tujuan khusus program, melainkan
bagaimana terlaksananya program dan mencatat hal-hal yang positif maupun negatif.
3. Formatif Summatif Evaluation Model
Model evaluasi ini dilaksanakan ketika program masih berjalan (evaluasi formatif) dan ketika
program sudah selesai (evaluasi sumatif).
4. Countenance Evaluation Model
Model ini juga disebut model evaluasi pertimbangan. Maksudnya evaluator
mempertimbangkan program dengan memperbandingkan kondisi hasil evaluasi program
dengan yang terjadi di program lain, dengan objek ssaran yang sama dan membandingkan
kondisi hasil pelaksanaan program dengan standar yang ditentukan oleh program tersebut.
5. Responsif Evaluation Model
Model ini tidak dijelaskan dalam buku ini karena model ini kurang populer.
6. SSE-UCLA Evaluation Model
Model ini meliputi empat tahap, yaitu
a. Needs assessment, memusatkan pada penentuan masalah hal-hal yang perlu
dipetimbangkan dalam program, kebutuhan uang dibutuhkan oleh program, dan tujuan
yang dapat dicapai.
b. Program planning, perencanaan program dievaluasi untuk mengetahui program disusun
sesuai analisis kebutuhan atau tidak.
c. Formative evaluation, evaluasi dilakukan pada saat program berjalan.
d. Summative program, evaluasi untuk mengetahui hasil dan dampak dari program serta
untuk mengetahui ketercapaian program.
7. CIPP Evaluation Model (Context Input Process Product)
a. Evaluasi Konteks
Evaluasi konteks adalah evaluasi terhadap kebutuhan, tujuan pernenuhan dan karakteristik
individu yang menangani. Seorang evaluator harus sanggup menentukan prioritas
kebutuhan dan memilih tujuan yang paling menunjang kesuksesan program.
b. Evaluasi Masukan
Evaluasi masukan mempertimbangkan kemampuan awal atau kondisi awal yang dimiliki
oleh institusi untuk melaksanakan sebuah program.
c. Evaluasi Proses
Evaluasi proses diarahkan pada sejauh mana program dilakukan dan sudah terlaksana
sesuai dengan rencana.
d. Evaluasi Hasil
Ini merupakan tahap akhir evaluasi dan akan diketahui ketercapaian tujuan, kesesuaian
proses dengan pencapaian tujuan, dan ketepatan tindakan yang diberikan, dan dampak dari
program.
8. Discrepancy Model
Model ini ditekankan untuk mengetahui kesenjangan yang terjadi pada setiap
komponen program. Evaluasi kesenjangan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat
kesesuaian antara standar yang sudah ditentukan dalam program dengan penampilan
aktual dari program tersebut.
B. Ketepatan Penentuan Model Evaluasi Program
Program dibedakan dibedakan menjadi berdasarkan jenis kegiatannya, yaitu
program pemrosesan (mengubah sesuatu yang dianggap bahan mentah menjadi sesuatu
yang dianggap barang jadi), program layanan (program yang bertujuan memberikan
kepuasan pada pihak lain), dan program umum (program yang yang bersifat umum, tidak
memiliki spesifikasi sebagaimana program pemprosesan dan program layanan).
Ketepatan penentuan model evaluasi program bergantung pada jenis kegiatannya.
Oleh karena itu tidak semua model evaluasi program dapat diterapkan.
C. Rancangan Evaluasi Program
Hal-hal yang dicantumkan dalam rancangan program adalah (1) judul kegiatan, (2)
alas an dilaksanakannya evaluasi, (3) tujuan evaluasi, (4) pertanyaan evaluasi, (5)
metodologi yang digunakan, dan (6) prosedur kerja dan langkah-langkah kegiatan.
BAB IV
PERENCANAAN EVALUSI PROGRAM
Membicarakan tentang analisis kebutuhan adalah merupakan sarana atau alat yang
konstruktif dan positif untuk melakukan sebuah perubahan, yakni perubahan yang
didasarkan atas logika yang bersifat rasional sehingga kemudian perubahan ini
menunjukkan upaya formal yang sistematis menentukan dan mendekatkan jarak
kesenjangan antara “seperti apa yang ada” dengan “bagaimana seharusnya” dengan
sasarannya adalah siswa, kelas dan sekolah.
Dalam sistem pendidikan, karena pendidikan itu sendiri hanya merupakan alat
belaka, sedangkan prestasi belajar siswa adalah hal yang menjadi tujuan, maka membuat
rencana mengajar merupakan proses penting untuk menentukan alat yang tepat dalam
mencapai tujuan akhir. Setelah guru berhasil menentukan materi yang akan diajarkan, perlu
secara hati-hati meninjau kembali apakah dalam pemilihan materinya sudah tepat, dalam
arti sudah sesuai benar dengan kebuituhan siswa.
Ada dua cara yang lazim dilakukan dalam melakukan analisis kebutuhan, yaitu
secara obyektif dan subyektif. Kedua cara tersebut dimulai dari identifikasi lingkup tujuan
penting dalam program, menentukan indikator dan cara pengukuran tujuan-tujuan,
menyusun kriteria (standar) untuk tiap-tiap indikator dan membandingkan kondisi yang
diperoleh dengan kriteria. Ciri khas dalam cara melakukan analisis kebutuhan secara
subjektif adalah mengumpulkan semua evaluator untuk bersama-sama menentukan skala
prioritas kebutuhan.
Selain dua cara tersebut evaluator dapat juga menggunakan gabungan dari
keduanya, yaitu sebagian menggunakan cara obyektif, sebagian yang lain mernggunakan
cara subyektif. Di samping itu, seorang evaluator dapat juga menambahkan bahan lain yang
diambil dari pihak laur dirinya. Yang dimaksud dengan pihak luar diantaranya adalah kawan-
kawan dekat atau anggota keluarga lain dari responden yang diperkirakan pihak tersebut
memang diperlukan dan data yang diberikan dapat dipercaya.
Evaluasi program tidak lain adalah penelitian, dengan cirri-ciri khusus. Oleh karena
evaluasi program sama dengan penelitian maka sebelum memulai kegiatan,seperti juga
penelitian, harus membuat proposal. Isi dan langkah-langkah dalam penyusunan proposal
sama dengan proposal dalam penelitian.
Dalam pembahasan kali ini hanya tiga hal yang akan dijelaskan secara khusus.
Ketiga hal dimaksud, sekaligus butir yang rawan adalah sebagai berikut :
1. Bagian pendahuluan, menentukan garis besar isi bagian ini.
2. Bagian metodologi berisi tiga hal pokok, yaitu penentuan sumber data, metode
pengumpulan data, dan penentuan instrumen pengumpulan data. Ada tiga sumber data
yang didahului dengan huruf P (kata bahasa Inggris), yaitu :Person ( manusia), Place
(tempat) dan paper (kertas dan lain-lain). Penentuan metode pengumpulan data harus
disesuaikan dengan sumber data.
3. Bagian cara menentukan evaluasi. Instrumen pengumpul data evaluasi adalah alat yang
diperlukan untuk mempermudah pengumpulan data.
Jenis instrument sebanyak jenis metode yang digunakan dan selanjutnya pemilihan jenis
instrument pengumpulan data harus disesuaikan dengan metode yang sudah ditentukan
oleh evaluator. Instrumen merupakan alat untuk mempermudah penggunaan metode dalam
pengumpulan data.
Ada lima langkah yang harus dilalui dalam menyusun instumen yaitu :
(a) Identifikasi indikator sebagai obyek sasaran evaluasi.
(b) Membuat tabel hubungan antara komponen-indikator-sumber data-metode-instrumen,
(c) Menyusun butir-butir instrumen
(d) Menyusun kriteria-kriteria penilaian,dan
(e) Menyusun pedoman pegerjaan
Di dalam kisi-kisi yang merupakan alat bantu penyusunan instrumen tertentu secara
khusus tidak lagi mencantumkan sumber data dan metode, tetapi langsung hubungan
antara indikator dengan nomor-nomor instrumen. Di antara langkah-langkah penyusunan
instrumen, yang merupakan alat bantu yang paling bermanfaat bagi penyusunan instrumen
adalah kisi-kisi. Itulah sebabnya, kisi-kisi harus disusun secara cermat dan hati-hati.
Petunjuk pengerjaan jangan terlupakan, agar responden tidak salah dalam membantu
mengisi instrumen bagi evaluator.
BAB V
LANGKAH-LANGKAH EVALUASI PROGRAM
Dalam bab ini dibicarakan mengenai beberapa langkah atau tahapan dalam
melaksanakan evaluasi program. Secara garis besar tahapan tersebut meliputi : tahapan
persiapan evaluasi program, tahap pelaksanaan, dan tahap monitoring. Penjelasan tentang
langkah-langkah tersebut dapat dilihat dalam bagan dibawah ini :
A. Persiapan Evaluasi Program
- Penyusunan evaluasi
- Penyusunan instrumen evaluasi
- Validasi instrumen evaluasi
- Menentukan jumlah sampel yang diperlukan
- Penyamaan persepsi antar evaluator sebelum data di ambil
Penyusunan terkait dengan model diantaranya; model CIFF, model Metfessel and
Michael, model Stake, model Kesenjangan, model Glaser, model Michael Scriven, model
Evaluasi Kelawanan, dan model Need Assessment.
Langkah langkah yang ditempuh dalam penyusunan instrument evaluasi :
- Merumuskan tujuan yang akan dicapai
- Membuat kisi-kisi
- Membuat butir-butir instrument
- Menyunting instrument
- Instrumen yang telah tersusun perlu di validasi
- Dapat dilakukan dengan metode Sampling
- Beberapa hal yang perlu disamakan : tujuan program, tujuan evaluasi, kriteria keberhasilan
program, wilayah generalisasi, teknik sampling, jadwal kegiatan
B. Pelaksanaan Evaluasi Program
Evaluasi program dapat dikategorikan evaluasi reflektif, evaluasi rencana, evaluasi
proses dan evaluasi hasil. Keempat jenis evaluasi tersebut mempengaruhi evaluator dalam
mentukan metode dan alat pengumpul data yang digunakan.
Dalam pengumpulan data dapat menggunakan berbagai alat pengumpul data antara
lain : pengambilan data dengan tes, pengambilan data dengan observasi ( bias berupa
check list, alat perekam suara atau gambar ), pengambilan data dengan angket,
pengambilan data dengan wawancara, pengambilan data dengan metode analisis dokumen
dan artifak atau dengan teknik lainya.
C. Tahap Monitoring (Pelaksanaan)
Monitoring pelaksanaan evaluasi berfungsi untuk mengetahui kesesuaian
pelaksanaan dengan rencana program. Sasaran monitoring adalah seberapa pelaksaan
program dapat diharapkan/ telah sesuai dengan rencana program, apakah berdampak
positif atau negatif.
Teknik dan alat monitoring dapat berupa :
- Teknik pengamatan partisipatif
- Teknik wawancara
- Teknik pemanfaatan dan analisis data dokumentasi
- Evaluator atau praktisi atau pelaksana program
- Perumusan tujuan pemantauan
- Penetapan sasaran pemantauan
- Penjabaran data yang dibutuhkan
- Penyiapan metode/alat pemantauan sesuai dengan sifat dan sumber/jenis data
- Perencanaan analisis data pemantauan dan pemaknaannya dengan berorientasi pada
tujuan monitoring
Melanjutkan mengenai sampel ada 7 jenis sampel yang dapat dijadikan sebagai
metode dalam evaluasi program diantaranya adalah : (1). Proportional sampel, (2). Startified
sampel, (3). Purposive sampel, (4). Quota sampel, (5). Double sampel, (6). Area probability
sampel, (7). Cluster sampel.
BAB VI
ANALISIS DATA DALAM EVALUASI PROGRAM
Dalam penelitian data di bagi dua yaitu data kuantitatif dan kualitatif, dengan kedua
jenis ini kemudian data diolah. Jenis pertama terkait dengan statistika sedangkan yang
kedua sebaliknya atau nonstatistika. Dalam menganalisis dan mengolah data kuantitatif
hendaknya dilakukan dengan tabulasi data. Tabulasi merupakan coding sheet untuk
memudahkan peneliti dalam mengolah dan menganalisis data. Karena memahami secara
tabulasi lebih mudah dibandingkan dengan bentuk uraian narasi yang panjang. Analisis data
kuantitatif dapat dilakukan dengan dua cara, Pertama. Statistik Deskriptif adalah suatu
teknik pengolahan data yang tujuannya melukiskan dan menganalisis kelompok data tanpa
membuat atau menarik kesimpulan atas populasi yang diamati. Kedua, Statistik Inferensial
yaitu mencakup metode-metode yang berhubungan dengan analisis sebagian data yang
dilakukan untuk meramalkan dan menarik kesimpulan atas data dan akan berlaku bagi
keseluruhan gugus atau induk dari data tersebut. Statistik ini juga disebut dengan statistik
parametrik berlaku untuk data interval atau rasional jika datanya normal. Dan apabila
datanya tidak normal serta berbentuk ordinal atau nominal, maka jenis statistik yang
digunakan adalah statistik nonparametrik.
Tidak semua data dilapangan berbentuk simbol-simbol yang bisa dikuantifikasi dan
dihitung secara matematis. Ada kalanya datanya abstrak yang tidak dapat dimanipulasi
menjadi numerik sehingga data jenis ini hanya dapat dilakukan dengan analisis kualitatif.
Kegiatan dalam menganalisis data kualitaitif dapat melalui tahapan-tahapan berikut :
1. Dengan mereduksi/menyiangi data
2. Display data
3. Menafsirkan data
4. Menyimpulkan dan verifikasi
5. Meningkatkan keabsahan hasil
6. Narasi hasil analisis.
Pengolahan data kan lebih mudah dengan menggunakan bantuan computer sehingga
hasilnya akan dapat. diperoleh lebih cepat
BAB VII
MENYUSUN KESIMPULAN DAN RUMUSAN REKOMENDASI
Kesimpulan adalah sesuatu yang merupakan inti dari sederetan informasi atau sajian
yang menyatakan tentang status program yang sedang dievaluasi.
Kesimpulan berbentuk kalimat pernyataan kualitatif yang menunjukkan keadaan
atau sifat sesuatu sehingga di dalam gerak kegiatan programdengan cepat dapat diketahui
dimana posisinya.Kesimpulan sangat penting kedudukan dan isi rumusannya untuk
dilanjutkan menjadi rekomendasi.
Rekomendasi disusun setelah kesimpulan dibuat. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam menyusun rekomendasi, yaitu mengenai perlunya melihat dengan cermat alas an
yang diusulkan responden tentang upaya peningkatan kualitas program yang dievaluasi
dimasa yang akan datang
BAB VIII
MENYUSUN LAPORAN EVALUASI
Menyusun laporan evaluasi adalah kegiatan akhir dari evaluasi program. Laporan
hasil evaluasi disusun dalam bentuk tulisan dan dapat dipublikasikan.
Secara garis besar laporan evaluasi program terdiri dari empat pokok hal yaitu :
permasalahan, metodologi evaluasi, hasil evaluasi dan kesimpulan hasil evaluasi.
Laporan evaluasi tidak ubahnya seperti laporan penelitian, ada yang menggunakan
pendekatan kuantitatif, dan ada yang menggunakan pendekatan kualitatif.
Laporan evaluasi menggunakan pendekatan kuantitatif umumnya tersusun dari lima
atau enam bab, yaitu : pendahuluan, pembahasan kepustakaan, metodologi evaluasi, hasil
evaluasi dan pembahasan (hasil evaluasi, pembahasan ), serta kesimpulan dan
rekomendasi.
Laporan evaluasi menggunakan pendekatan kualitatif umumnya tersusun dari
beberapa bab dan sub bab yang dapat diidentifikasi menjadi tiga bagian pokok, yaitu :
pendahuluan, inti pembahasan dan kesimpulan.
Secara garis besar laporan hasil evaluasi diharapkan diususun secara ringkas, padat,
jelas dan paling tidak memuat hal-hal berikut : ringkasan eksekutif, pendahuluan, kajian
pustaka, komponen dalam metodologi evaluasi, hasil evaluasi, kesimpulan dan rekomendasi
yang terakhir adalah daftar pustaka.
BAB IX
TATA TULIS LAPORAN EVALUASI
Tata tulis laporan mencakup ketentuan tentang kertas, naskah, sampul, pengetikan,
penomoran, ilustrasi, pengutipan, penulisan lampiran, penulisan daftar pustaka dan bahasa.
1. Kertas naskah dan sampul
Naskah laporan sebaiknya menggunakan jertas kwarto (21x28,5 cm) HVS 80 gram, sampul
laporan sebaiknya dibuat dari kertas buffalo dengan warna disesuaiakan.
2. Pengetikan
Pengetikan mencakup penggunaan huruf, penulisan bilangan, spasi, batas tepi naskah,
pengetikan alenia baru, pengisian halaman naskah, pengetikan bab sub bab.
3. Penomoran
Penomoran halaman diletakkan di sebelah kanan atas dua spasi di atas baris pertama teks.
Nomor halaman menggunakan angka arab.
4. Ilustrasi
Ilustrasi dapat terdiri dari foto, grafik, diagram, bagan, peta dan denah serta tabel.
5. Pengutipan
Kutipan harus sama dengan sumber aslinya, baik bahasa maupuin ejaannya. Penulisan
kutipan diawali dan diakhiri dengan tanda kutip (“ )
6. Penulisan lampiran
Lampiran seperti tabel, carta, dokumen, transkip wawancara dan sejenisnya ditempatkan
setelah daftar pustaka
7. Penulisan daftar pustaka
Penulisan daftar pustaka meliputi buku, artikel, laporan atau karangan dalam jurnal atau
majalah ilmiah dan penerbitan lain.
8. Bahasa
Bahasa yang digunakan untuk penulisan laporan evaluasi adalah bahasa Indonesia ragam
ilmiah.
------>>> Gambaran umum kandungan buku Evaluasi Program Pendidikan Pengarang
Prof.Dr. Suharsimi Arikunto dan cepi Safruddin Abdul Jabar, M.Pd, edisi kedua, penerbit Bumi
Aksara, jakarata, bahwa Dalam setiap kegiatan manajemen akan dikatakan sempurna jika
dalam prosesnya dilaksanakan suatu evaluasi, tidak terkecuali dalam manajemen
pendidikan. Program pendidikan sebagai penjabaran dari perencanan pendidikan harus
dievaluasi dengan saksama, menggunakan strategi yang tepat sehingga hasilnya dapat di
pertanggungjawabkan.
Evaluasi terhadap program pendidikan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan atau kegagalan suatu program pendidikan dan hasil evaluasi dapat dijadikan
informasi sebagai masukan untuk menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau
telah dilaksanakan.
Dalam buku ini disusun untuk membantu siapa saja yang sedang belajar
mengevaluasi program atau yang saat ini sedang menyiapkan langkah melakukan program
evaluasi.
Pada bab I diuraikan tentang konsep dasar evaluasi program, ciri-ciri evaluasi
program, komponen evaluasi program, tujuan evaluasi program, syarat evaluator, dan
keterkaitan antara tujuan program dan tujuan evaluasi program. Bagian ini memberikan
gambaran umum secara teoretis tentang evaluasi program. Uraian ini mampu memberikan
penjelasan dan konsep dasar yang harus dipahami oleh penyusun program dan calon
evaluator; khususnya bagi praktisi pendidikan. Namun, yang tampak ditonjolkan dalam
uraian ini adalah program dan evaluasi program yang berkenaan dengan program
pembelajaran. Padahal buku ini berjudul Evaluasi Program Pendidikan. Memang,
implementasi dari program pendidikan akan sangat tampak pada pelaksanaan
pembelajaran.
Yang perlu ditambahkan dalam bab ini, menurut saya, perlu diuraikan tentang ruang
lingkup program-program pendidikan. Hal ini mengingat program pendidikan bukan hanya
tentang pelaksanaan pembelajaran saja. Konsep program manajemen pengelolaan
pendidikan (misalnya di tingkat satuan pendidikan) belum tampak pada bab ini. Konsep
manajemen program pendidikan perlu disajikan agar pembaca mendapatkan gambaran
yang lebih lengkap tentang program-program pendidikan. Jika pembaca telah memiliki
pemahaman yang relatif lengkap tentang program manajeman pendidikan barulah disajikan
uraian tentang evaluasi program pendidikan.
Bab II menguraiakan tentang pengembangan kriteria dalam evaluasi program.
Sebagaimana lingkup pembahasan pada bab I, pada bab ini juga belum tampak
implementasi teknik penyusunan kriteria pada program pendidikan.
Bab III menguraikan tentang berbagai model evaluasi program dan cara menentukan
model evaluasi yang tepat, dan cara menyusun rancangan evaluasi program. Pada bab ini
masih berupa gambaran umum tentang model dan rancangan evalusi program. Uraian
secara detail tentang model dan implementasi dalam evaluasi program pendidikan masih
belum tampak. Bagi pembaca yang belum memiliki bekal pengetahuan yang cukup tentu
masih membutuhkan penjelasan yang lebih rinci. Demikian juga pada cara penyusunan
rancangan evaluasi program.
Bab IV menguraikan tentang perencanaan evaluasi program. Sebagaimana uraian
pada bab-bab sebelumnya, bab ini juga belum memberikan gambaran secara lebih lengkap
tentang perencanaan evaluasi program pendidikan sebagaimana judul buku ini. Yang
tampak masih terbatas pada perencanaan evaluasi program secara umum saja.
Bab V membahas tentang Langkah langkah Evaluasi Program, yang terdiri dari tiga
tahapan yaitu : Persiapan Evaluasi Program, yang harus dilakukan dengan cermat oleh
Evaluator. Pelaksanaan Evaluasi Program dan Monitoring (pemantauan) pelaksanaan
Evaluasi.
Bab VI Membahas tentang Analisis data dalam evaluasi program, membahas tentang
analisis data yang diperoleh dari lapangan bisa berbentuk kualitatif dan kuantitatif. Untuk
data kuantitatif biasanya menggunakan teknik statistic sedangkan untuk data kualitatif
menggunakan teknik nonstatistik. Dalam pengolaan data kuantitatif langkah pertamanya
adalah melakukan tabulasi data, setelah itu barulah pengolahan data.teknik pengolahan
dengan statistic terbagi dua jenis yaitu deskriptif dan inferensial.
Bab VII membahas tentang menyusun kesimpulan dan rumusan rekomendasi, dan
pada bab VIII membahas tentang Susunan loporan evaluasi biasanya memuat empat hal
pokok, yaitu: (1) permasalahan, (2) metodologi evaluasi, (3) hasil evaluasi, (4) kesimpulan
atas hasil evaluasinya.
Bab IX membahas tentang tata tulis laporan evaluasi. Penulisan laporan evaluasi
memiliki beberapa tujuan yaitu untuk memberikan keterangan, memulai suati tindakan,
mengoordinasi proyek, menyarankan suatu langkah atau tindakan, dan merekam kegiatan.
Perlu kita ketahui tata tulis laporan mencakup ketentuan tentang kertas, naskah, sampul,
pengetikan, penomoran, ilustrasi, pengutipan, penulisan lampiran, penulisan daftar pustaka,
dan bahasa.