40
TUGAS MANAJEMEN MUTU DOSEN : IVAN TINARBUDI GAVINOV, MT Muif yuwono 14081433 C.KM.VIII Kesadaran akan kesehatan dan meningkatnya kehidupan sosial ekonomis masyarakat mendorong pertumbuhan dan persaingan di industri rumah sakit. Kini rumah sakit tidak lagi hanya bisa dipandang hanya sebagai institusi sosial, tetapi sudah menjadi institusi yang bersifat sosio ekonomis. Terlebih lagi dengan adanya era globalisasi dan persaingan bebas, telah menciptakan tantangan rumah sakit yang semakin besar, yakni kompetisi yang semakin ketat dan pelanggan yang semakin selektif dan berpengetahuan. Tantangan seperti ini menghadapkan rumah sakit pada dua pilihan yaitu masuk ke dalam arena kompetisi dengan melakukan penyempurnaan dan perbaikan mutu oleh manajemen atau keluar dari kompetisi tanpa melakukan perubahan dan perbaikan. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, pertumbuhan rumah sakit di Indonesia menunjukkan jumlah yang cukup tinggi. Namun, pertumbuhan tersebut tidak menjamin baiknya mutu pelayanan. Untuk menjamin mutu pelayanan yang diberikan, Dalam Undang- Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, Pasal 29 huruf b menyebutkan bahwa Rumah Sakit wajib memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar

TUGAS MANAJEMEN MUTU

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas

Citation preview

Page 1: TUGAS MANAJEMEN MUTU

TUGAS MANAJEMEN MUTU

DOSEN : IVAN TINARBUDI GAVINOV, MT

Muif yuwono

14081433

C.KM.VIII

Kesadaran akan kesehatan dan meningkatnya kehidupan sosial ekonomis

masyarakat mendorong pertumbuhan dan persaingan di industri rumah sakit. Kini

rumah sakit tidak lagi hanya bisa dipandang hanya sebagai institusi sosial, tetapi sudah

menjadi institusi yang bersifat sosio ekonomis. Terlebih lagi dengan adanya era

globalisasi dan persaingan bebas, telah menciptakan tantangan rumah sakit yang

semakin besar, yakni kompetisi yang semakin ketat dan pelanggan yang semakin

selektif dan berpengetahuan. Tantangan seperti ini menghadapkan rumah sakit pada dua

pilihan yaitu masuk ke dalam arena kompetisi dengan melakukan penyempurnaan dan

perbaikan mutu oleh manajemen atau keluar dari kompetisi tanpa melakukan perubahan

dan perbaikan. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, pertumbuhan rumah sakit di

Indonesia menunjukkan jumlah yang cukup tinggi. Namun, pertumbuhan tersebut tidak

menjamin baiknya mutu pelayanan. Untuk menjamin mutu pelayanan yang diberikan,

Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, Pasal 29 huruf b

menyebutkan bahwa Rumah Sakit wajib memberikan pelayanan kesehatan yang aman,

bermutu, anti diskriminasi dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit, kemudian pada Pasal 40 ayat (1) disebutkan

bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan

akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali. Dari kedua Undang-Undang

tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Akreditasi rumah sakit penting untuk

dilakukan dengan alasan agar mutu/kualitas diintegrasikan dan dibudayakan kedalam

sistem pelayanan di Rumah Sakit.

Sebagai salah satu subsistem dalam pelayanan kesehatan, rumah sakit menjadi

tempat rujukan bagi berbagai unit pelayanan kesehatan dasar. Rumah sakit merupakan

organisasi yang bergerak dalam bidang jasa dengan ciri-ciri padat karya, padat modal,

padat teknologi, padat masalah dan padat umpatan. Sejalan dengan lajunya

Page 2: TUGAS MANAJEMEN MUTU

pembangunan nasiona maka tuntutan akan mutu pelayanan kesehatan oleh rumah sakit

juga semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan berbagai kritikan tentang

ketidakpuasan terhadap pelayanan rumah sakit berbagai upaya termasuk melalui jalur

hukum. Oleh karena itu upaya untuk menjaga dan meningkatkan mutu layanan rumah

sakit baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik internal maupun eksternal

rumah sakit perlu dilaksanakan Mutu pelayanan sebuah rumah sakit merupakan

cerminan dari semua sistem yang berjalan di dalamnya. Untuk menciptakan, menjaga

dan meningkatkan mutu pelayanan, perhatian tidak hanya terfokus pada salah

satu/beberapa unit saja melainkan berjalan di semua tingkatan dan membutuhkan dana

investasi yang tidak sedikit. Selain dana investasi, upaya peningkatan mutu jasa layanan

rumah sakit juga harus dibarengi dengan profesionalisme dalam pengelolaannya.

Program menciptakan, menjaga dan memperbaiki mutu tidak dapat dipisahkan dengan

keberadaan standar, karena kegiatan pokok program tersebut adalah menetapkan

masalah, penyebab masalah, cara penyelesaian masalah, menilai hasil dan saran

perbaikan yang harus selalu mengacu kepada standar yang telah ditetapkan sebelumnya

sebagai alat menuju terjaminnya mutu. Standar dasar yang wajib diikuti oleh setiap

rumah sakit di Indonesia adalah Standar Pelayanan Minimal (SPM). Selain Depkes,

forum independen Indonesian Health Quality Network (IHQN) juga membuat standar

pelayanan sebagai penunjang terwujudnya pelayanan kesehatan yang bermutu, aman,

dan efisien.

Mutu pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh ada tidaknya kritikan dan keluhan

dari pasiennya, lembaga sosial atau swadaya masyarakat dan bahkan pemerintah

sekalipun. Mutu akan diwujudkan jika telah ada dan berakhirnya interaksi antara

penerima pelayanan dan pemberi pelayanan. Jika pemerintah yang menyampaikan

kritikan ini dapat berarti bahwa masyarakat mendapatkan legalitas bahwa memang

benar mutu pelayanan kesehatan harus diperbaiki. Mengukur mutu pelayanan dapat

dilakukan dengan melihat indikator-indikator mutu pelayanan rumahsakit yang ada di

beberapa kebijakan pemerintah, sudahkan kita mengetahuinya. Analisa indikator akan

mengantarkan kita bagaimana sebenarnya kualitas manajemen input, manajemen proses

dan output dari proses pelayanan kesehatan secara mikro maupun makro.

Dari definisi, Rumahsakit menurut WHO Expert Committee On Organization

Of Medical Care: “is an integral part of social and medical organization, the function

of which is to provide for the population complete health care, both curative and

preventive and whose outpatient service reach out to the family and its home

Page 3: TUGAS MANAJEMEN MUTU

environment; the hospital is also a centre for the training of health workers and for

biosocial research”, yang dalam bahasa Indonesianya jika diterjemahkan secara bebas

dapat berarti: suatu bagian menyeluruh dari organisasi dan medis, berfungsi

memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun

rehabilitatif, dimana output layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan

lingkungan, rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta untuk

penelitian biososial.

Definisi rumahsakit ini di setiap peraturan daerah pada umumnya sama, hanya

saja terdapat perbedaan pada tugas pokoknya, yang diantaranya adalah: luas tidaknya

lingkup spesialistik yang dimiliki, kekhususan menyertainya dengan adanya rumah

sakit yang dibina dirjen yanmed Dpekes RI yang secara fisik berada di daerah

kabupaten, kota ataupun di provinsi.

Berikut merupakan tugas sekaligus fungsi dari rumah sakit secara lengkap,

yaitu:

Melaksanakan pelayanan medis, pelayanan penunjang medis,

Melaksanakan pelayanan medis tambahan, pelayanan penunjang medis tambahan,

Melaksanakan pelayanan kedokteran kehakiman,

Melaksanakan pelayanan medis khusus,

Melaksanakan pelayanan rujukan kesehatan,

Melaksanakan pelayanan kedokteran gigi,

Melaksanakan pelayanan kedokteran sosial,

Melaksanakan pelayanan penyuluhan kesehatan,

Melaksanakan pelayanan rawat jalan atau rawat darurat dan rawat tinggal

(observasi),

Melaksanakan pelayanan rawat inap,

Melaksanakan pelayanan administratif,

Melaksanakan pendidikan para medis,

Membantu pendidikan tenaga medis umum,

Page 4: TUGAS MANAJEMEN MUTU

Membantu pendidikan tenaga medis spesialis,

Membantu penelitian dan pengembangan kesehatan,

Membantu kegiatan penyelidikan epidemiologi,

Tugas dan fungsi ini berhubungan dengan kelas dan type rumah sakit yang di

Indonesia terdiri dari rumah sakit umum dan rumah sakit khusus, kelas “a, b, c, d”.

berbentuk badan dan sebagai unit pelaksana teknis daerah. Perubahan kelas rumah sakit

dapat saja terjadi sehubungan dengan turunnya kinerja rumahsakit yang ditetapkan oleh

Menteri Kesehatan Indonesia melalui Keputusan Dirjen Yan Medik.

Dari Sumberdaya Kesehatan yang ada di rumahsakit:

(1)   Tenaga kesehatan terdiri dari :

1. tenaga medis;

2. tenaga keperawatan;

3. tenaga kefarmasian;

4. tenaga kesehatan masyarakat;

5. tenaga gizi;

6. tenaga keterapian fisik;

7. tenaga keteknisian medis.

(2)   Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi.

(3)   Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.

(4)   Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.

(5)   Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog

kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan

sanitarian.

(6)   Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien.

Page 5: TUGAS MANAJEMEN MUTU

(7)   Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara.

(8)   Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi

elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik, teknisi transfusi

dan perekam medis.

Sebagai unsur manajemen, sumber daya manusia kesehatan yang dimiliki oleh

rumah sakit akan mempengaruhi diferensiasi dan kualitas pelayanan kesehatan,

keterbatasan keanekaragaman jenis tenaga kesehatan akan menghasilkan kinerja

rumah sakit dalam pencapaian indikator mutu pelayanan rumah sakit. Kekhususan ini

sangatlah tidak mungkin dimanajemeni secara umum, karena SDM kesehatan adalah

SDM fungsional yang kepadanya melekat fungsi profesi berdasarkan latar belakang

pendidikan kesehatannya.

Tentang disiplin kepegawaian seharusnya tidak diberlakukan secara ketat, jika

diberlakukan secara ketat maka mereka akan menuntut uang lembur untuk pekerjaan

yang dilakukannya pada waktu di luar jam dinas (07.30-14.00 jika 6 (enam) hari

kerja; atau 07.30 sampai 16.00 jika 5 (lima) hari kerja. Memang ada daerah yang

memberikan semacam insentif dan atau reward untuk tenaga kesehatan tertentu yang

harus melayani pasiennya di luar jam dinas yang jumlahnya menurut tenaga dokter

spesialis masih belum dianggap cukup (sesuatu yang wajar yang seharusnya

dibayarkan). Mari kita hitung penghasilan mereka jika tidak melayani pasien di

rumahsakit, hal yang seperti ini perlu komunikasi yang ajeg demi harmonisasi

pemenuhan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan.

Dari Struktur Organisasi Daerah: rumahsakit dapat berdiri dengan legalitas dan

ilegal karena ada rumahsakit dengan ijin penyelenggaraan dan tidak ada ijin,

rumahsakit dapat merupakan unit pelaksana teknis dinas dan atau sebagai institusi

yang bertanggungjawab kepada bupati dan atau rumahsakit vertikal yang ada di

daerah. Kondisi ini akan berhubungan dengan kemapanan dukungan kebijakan dan

dukungan anggaran yang pada akhirnya berdampak pada kualitas dan kuantitas

pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Pada kebanyakan daerah di Indonesia, rumahsakit daerah dijadikan sumber

pendapatan daerah dan dalam laporan pertangggungjawaban pemerintah daerah

Page 6: TUGAS MANAJEMEN MUTU

keberhasilan capaian indikator pelayanan kesehatan rumahsakit  jarang dan bahkan

tidak pernah dijadikan data atau informasi dalam penyusunan perencanaan dan

penyusunan kebijakan, biasanya hanya dilaporkan sebagai hasil dari akumulasi

seluruh indikator, yang sebenarnya satu indikator gagal dapat menyebabkan

perubahan penilaian kinerja. Hal ini dikarenakan adanya indikator vital dalam proses

dan atau dalam output sistem pelayanan kesehatan. Sebagai contoh: peningkatan

penerimaan daerah dari retribusi pelayanan kesehatan akan tidak ada artinya apa-apa

jika cakupan angka rujukan ke rumahsakit vertikal atau ke kabupaten lain lebih tinggi

dari angka kunjungan UGD rumahsakit yang bersangkutan atau angka pasien rawat

inap kelas III.

Rumahsakit dengan angka rujukan yang jumlahnya mendekati setengah dari jumlah

kunjungan patut dipertanyakan, jawabannya akan berhubungan dengan ketersediaan

sumberdaya manusia kesehatan dan kualitasnya. Ada apa dengan kompetensi mereka

dalam memberikan pelayanan, bagaimana komunikasi dan manajemennya dilakukan

di rumahsakit tersebut.

Dapat ditambahkan lagi dengan adanya permasalahan kelembagaan, dimana ada kotak

kelompok tenaga fungsional dalam bagan struktur organisasi tidak ada isinya dan

tidak ada koordinasinya. Jika kelompok ini ada maka tenaga fungsional tersebut dapat

dijadikan media informasi guna penyusunan kebijakan yang ajeg dan mumpuni secara

keilmuan. Keberadaan resident tanpa pengawasan satuan pengawas internal

rumahsakit dapat dipersepsikan berbagai rupa oleh masyarakat dengan latar belakang

pengalaman dan pengetahuan yang berbeda-beda, kenapa tidak, karena merekakan

sedang dalam pendalaman ilmu kedokteran, tetapi jika tak ada rotan maka akarpun

jadilah sehingga kualitas yang diharapkan belum tentu dapat dinikmati sebagai akhir

dari pelayanan yang bermutu.

Beperapa peraturan daerah diimplementasikan dengan tidak paripurna, karena apa,

karena yang diperlukan hanya pejabat struktural yang mengepalai beberapa bidang

dan bagian, sedangkan komite medik; komite keperawatan; komite rekam medik;

satuan pengawas internal; dan kelompok fungsional tidak dilantik oleh bupati kepala

daerah padahal struktur organisasi rumah sakit sudah menjelaskannya, mungkin

berhubungan dengan ketidak tahuan dan ketidak mampuan membayar atau belum ada

dasar hukumnya (padahal peraturan pemerintah sudah menjelaskan hal itu)

Page 7: TUGAS MANAJEMEN MUTU

Dari Manajemen Lintas Program dan Lintas Sektor

Rumahsakit sebagai pintu gerbang dan unsur vital dalam penilaian adipura, di banyak

daerah rumahsakit daerah sebagai penghasil pendapatan asli daerah terbesar.  Sesuatu

yang riskan jika PAD dijadikan ukuran keberhasilan pelayanan kesehatan karena

nominal PAD adalah rupiah yang dibayarkan pasien, rasionalitasnya jika makin

banyak penerimaan berarti makin banyak masyarakat yang menggunakan fasilitas

sumberdaya di rumah sakit, makin banyak masyarakat yang menggunakan berarti

masih ada masyarakat yang sakit, masih adanya masyarakat yang sakit berarti derajat

kesehatan masyarakat belum optimal, untuk pembuktiannya diperlukan analisa lebih

lanjut, tentang bagaimana dan seterusnya masyarakat di rumahsakit tersebut. Ada item

rupiah yang bisa dirinci jumlahnya dari pola tarif yang ada. Apa yang mereka bayar

dari pelayanan yang mereka terima dapat mencerminkan tingkatan kesehatan

masyarakat tersebut. Epidemiolog dapat menyampaikan laporan ini jika dibutuhkan.

Hanya tinggal lagi epidemiolognya berpihak kepada siapa.

Ada beberapa instansi yang memiliki keterkaitan dengan rumahsakit daerah, dan itu

dalam penyusunan program kegiatan dan anggaran rasanya belum pernah ada yang

duduk bersama menyatukan pernyataan dan kesimpulan. Sesuatu yang aneh memang.

Sebagai contoh: Kebijakan berobat gratis, daftar nama keluarga dan anggotanya

bersumber dari BKKBN, bukan dari RT-RW dan Lingkungan, bersumber dari oknum

pegawai di tingkatan tersebut, dan dalam data base saat perjalanannya rumahsakit

harus memberikan pelayanan seperti yang diharapkan mereka, bukan berdasarkan

kemampuan yang dapat diberikan oleh rumahsakit, mengapa karena ada pasien yang

berobat dari keluarga miskin yang benar-benar miskin dengan nama yang tak ada

dalam data base yang diberikan oleh pemerintah, bermuncullanlah pahlawan dengan

pamrih disini, dan mereka yang berobat dengan fasilitas kartu miskin saat akan

dirawat minta dirawat dengan fasilitas VIP. Dunia pelayanan kesehatan semakin

hitam jadinya.

Dari Akreditasi Rumahsakit, rumahsakit terkareditasi 5 (lima) pelayanan, 8

(delapan) pelayanan dan 13 (tiga belas) pelayanan. Rumahsakit dengan standar ISO

14000 dan ISO 2000, dan kelompok rumahsakit yang belum terakreditasi dan atau

yang belum terstandar. Departemen kesehatan dengan Komite Akreditasi Rumahsakit

Page 8: TUGAS MANAJEMEN MUTU

terus berupaya agar semua rumah sakit daerah harus terakreditasi minimal 5 (lima)

pelayanan, yaitu:

(1)   Pelayanan Gawat Darurat,

(2)   Pelayanan Medik,

(3)   Pelayanan Administrasi,

(4)   Pelayanan Keperawatan dan

(5)   Pelayanan Rekam Medik

Tujuan pemerintah dengan akreditasi ini adalah untuk: agar kualitas pelayanan

diintegrasikan dan dibudayakan ke dalam sistem pelayanan di rumah sakit. RSD Kol

Abundjani didukung anggaran belum juga mampu menyelesaikan proyek ini, karena

apa, jawabnya dapat bersumber dari kualitas dan kuantitas sumber daya yang ada di

rumahsakit tersebut, Pernyataan jelasnya adalah sumberdaya manusia kesehatan yang

ada di rumahsakit tersebut. Pejabat dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman

yang sedikitpun tidak menunjang dipilih untuk memimpin roda proses pelaksanaan

tugas pokok dan fungsi organisasi rumahsakit, menurut beberapa pengamat adalah

sangat tidak masuk akal jika tidak ingin dianggap aneh.

Proses akreditasi telah berlangsung hampir lebih dari 5 (lima) tahun, tetapi nyatanya

budaya akreditasi belum sama sekali mendarah daging di institusi RS. Ada apa,…?

Pertanyaan yang seharusnya dijawab dengan lintas sektor dan lintas program, bukan

hanya oleh masyarakat rumah sakit, tetapi bagaimanapun juga SDM rumahsakit

daerah harus terlebih dahulu menjawabnya dengan pernyataan yang diikuti oleh sikap

yang terakreditasi pula.

Dari Dukungan Kebijakan

Nah ini yang lebih perlu mendapat perhatian, begitu banyak peraturan daerah disusun

dengan cara studi banding, dicopi dan dipastekan kemudian diedit agar menjadi sesuai

dengan keadaan riel daerah. Masih belum terlihat jiwa pemiliknya dalam peraturan

ini. Pedoman umum mengenai persentase anggaran kesehatan dari total anggaran

Page 9: TUGAS MANAJEMEN MUTU

daerah masih perlu dipertanyakan lebih lanjut lagi, masih perlu dianalisa dan disikapi

dengan jalinan koordinasi dan pengawasan yang komprehensif. Menurut Rusli,

anggaran efektif jika rasio antara pembiayaan dan penerimaan berkisar 0,1%,

sebenarnya tidak berlaku di institusi pelayanan rumahsakit, karena rumahsakit bukan

badan profit, tetapi lembaga non profit.

Kemajuan pertumbuhan dan pengembangan rumahsakit menjadikan rumahsakit

sebagai lembaga profit tetapi tidak meninggalkan unsur sosialnya telah mengubah

persepsi sumber daya manusia kesehatan dari non material menjadi sangat material,

karena disini setiap pekerjaan yang dikerjakan dan yang seharusnya dikerjakan bukan

lagi berdasarkan panggilan hati nurani, bukan lagi panggilan profesi, tetapi telah

bergeser menjadi panggilan pemenuhan kebutuhan ekonomi. Jika ini berlanjut dapat

dibayangkan bagaimana pemenuhan hak pokok masyarakat sebagai pasien jika

mereka tidak mampu membayar.

Peruntukan anggaran tentu membutuhkan kebijakan paripurna yang proporsional,

kalau tigaperempat anggarannya hanya untuk fisik, kapan SDM kesehatannya mau

manggung dalam ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam pemberian pelayanan

kesehatan.

Dari mutu pelayanan kesehatan.

Mutu Pelayanan Kesehatan yang mengemuka sebagai panglima program unggulan

Depkes dengan nama Quality Assurance (QA, jaminan mutu) pada tahun 1996, pihak

Institusi pelayanan kesehatan/rumahsakit sebagai (lagi-lagi) pihak pelaksana, dibuat

terperangah oleh program tersebut. Sebagai suatu pernyataan akhir dari sebuat proses

pelayanan kesehatan. Sebagai sebuah proses, pelayanan kesehatan dapat berbentuk

makro dan berbentuk mikro. Kedua bentuk ini saling bersimbiose mutalisme dalam

sebuah sistem.

Berbagai definisi mutu yang dikaitkan dengan patient safety selanjutnya diajukan, dan

salah satu definisi yang umum digunakan antara lain menyebutkan bahwa mutu

pelayanan kesehatan adalah “tingkat di mana pelayanan kesehatan untuk individu

maupun populasi mampu menghasilkan outcome pelayanan sesuai dengan yang

diharapkan dan konsisten dengan pengetahuan profesional terkini” (IOM, 2001).

Page 10: TUGAS MANAJEMEN MUTU

Namun demikian mengingat definisi tersebut dianggap terlalu luas, berbagai peneliti

telah mencoba mengembangkannya untuk menjamin agar pengukuran mutu

pelayanan kesehatan lebih spesifik. Salah satunya adalah yang diajukan oleh

Donabedian (1980), yaitu berpedoman pada struktur, proses, dan outcome. Sementara

itu the IOM (1999) dan National Health Service menggunakan konsep mutu

pelayanan kesehatan dalam 6 aspek, yaitu safety, effectiveness, timeliness, efficiency,

equity, dan patient awareness.

Chassin mengusulkan metode lain yang menekankan pada 3 area utama, yaitu under

use, over use, dan misuse of health care services. Under use didefinisikan sebagai

kegagalan untuk memberikan pelayanan yang efektif padahal jika dilakukan dapat

menghasilkan outcome yang diharapkan (misalnya tidak memberikan imunisasi atau

gagal untuk melakukan bedah katarak). Disebut overuse apabila pelayanan kesehatan

yang dilakukan ternyata memberi dampak risiko yang lebih besar daripada potensi

manfaat yang dapat ditimbulkan (misalnya memberikan antibiotika untuk kasus-kasus

common cold). Sedangkan misuse didefinisikan sebagai komplikasi yang sebenarnya

dapat dihindari jika pelayanan kesehatan dilakukan secara seksama.

Dari beberapa konsep tersebut kemudian dikembangkan sejumlah indikator untuk

mengkuantifikasikan mutu pelayanan kesehatan. Salah satunya adalah indikator mutu

pelayanan yang disusun oleh ACHS yang merupakan instrumen untuk

mengidentifikasi area pelayanan kesehatan yang masih memerlukan perbaikan secara

fundamental. Dengan metode kuantifikasi ini selanjutnya dapat dilakukan analisis

statistik untuk menilai area-area pelayanan yang dianggap memiliki defisiensi dalam

menghasilkan outcome yang diharapkan.

Upaya yang sama juga dilakukan oleh The Agency for Healthcare Research and

Quality (AHRQ) yang mengembangkan beberapa indikator yaitu Prevention Quality

Indicators, Inpatient Quality Indicators, dan Patient Safety Indicators (PSIs).

Tetapi sebagai institusi bawahan Depkes, lagi-lagi Institusi pelayanan

kesehatan/rumahsakit berada di posisi tak berdaya dan lagi-lagi hanyalah sebagai

terminal akhir pembuangan dan berposisi layaknya sandal jepit. Mungkin Depkes

lupa bahwa para dokter yang ada di Institusi pelayanan kesehatan/rumahsakit adalah

seorang sarjana juga seperti halnya para petinggi Depkes. Lupa mungkin karena

Page 11: TUGAS MANAJEMEN MUTU

tampilan dokter institusi pelayanan kesehatan/rumahsakit yang tak pernah berdasi dan

naik kendaraan dinas apa adanya kala tugas, tidak seperti teman-temannya di Depkes

yang sebagian diantaranya berdasi dan naik mobil dinas mulus-mulus dan baru-baru.

Mungkin ini jalan keluar, Hidup sehat merupakan kebutuhan utama (primer) setiap

orang. Oleh karenanya, hak atas pelayanan kesehatan adalah bagian dari hak asasi

manusia (HAM). Dalam hal ini, pemerintah dan praktisi kesehatan masyarakat

bertanggung jawab untuk berupaya merealisasikan adanya kebijakan yang lebih baik,

sistem yang berkualitas, dana yang cukup, fasilitas dan tenaga medis yang memadai

guna menjamin terlaksananya program kesehatan masyarakat.

Pelayanan yang baik dan memuaskan bisa diwujudkan secara bersama antara

pengguna jasa pelayanan dan petugas kesehatan. Artinya, kritik, complain maupun

keluhan konsumen semestinya tidak diartikan sebagai serangan, tetapi diterima

sebagai koreksi terhadap cara berpikir dan cara melayani konsumen. Dari keluhan

konsumen, petugas kesehatan dapat mengetahui keinginan konsumen dan kekurangan

yang dimilikinya. Namun, kondisi ini harus disertai pula dengan perbaikan pada aspek

kebijakan dan manajemen. Sehubungan dengan hal ini, ada beberapa kondisi yang

tampak dalam pelayanan kesehatan.

1. Fasilitas kesehatan (formal) yang tersedia masih relatif baru, dan belum

mengakar atau belum dirasakan sebagai bagian dari kehidupan masyarakat,

tetapi tidak tersedia standar quality of care yang berbasis konsumen.

Sebaliknya, masyarakat memiliki sistem pengobatan atau pengetahuan

mengenai perawatan kesehatan (biomedis), yang relatif berakar dari tradisi dan

kebudayaan mereka. Kondisi budaya ini di satu sisi menjadi kendala dalam

pelayanan medis, di sisi lain mampu memenuhi kebutuhan masyarakat secara

murah dan mudah.

2. Kecenderungan perilaku para praktisi medis yang tidak mempertimbangkan

proses-proses komunikasi atau pertukaran informasi, dan interaksi sosial yang

saling menguntungkan. Rosalia Sciortino dalam “Menuju Kesehatan Madani”

(1999:78) menyebut adanya “konstruksi rahasia” yang dipertahankan petugas

kesehatan.

Page 12: TUGAS MANAJEMEN MUTU

3. Pada umumnya konsumen sebagai pengguna jasa kesehatan seperti pasien,

klien tidak menyadari bahwa mereka memiliki hak untuk mendapatkan

pelayanan yang memuaskan. Artinya, seorang pasien berhak untuk

mempertanyakan pelayanan dokter yang dirasakannya tidak jelas, bahkan

memberatkan konsumen itu sendiri.

Memahami Hak dan Kewajiban Konsumen

Dalam berbagai kesempatan diskusi dengan kelompok konsumen, pertanyaan yang

sering muncul adalah apa saja hak-hak konsumen dalam pelayanan kesehatan,

bagaimana sebaiknya pelayanan yang berkualitas?

Pertama-tama perlu ditegaskan bahwa istilah konsumen dalam pelayanan kesehatan

mencakup pengertian mereka yang menerima pelayanan jasa maupun obat-obatan dari

petugas kesehatan (paramedis, bidan, dokter), yang secara khusus disebut klien,

pasien. Sedangkan yang dimaksud pelayanan yang berkualitas biasanya mengacu

pada pengertian Quality of Care atau standar pelayanan yang berkualitas, yakni

pelayanan yang menghormati hak-hak konsumen. Setiap konsumen memiliki hak

yang dilindungi undang-undang. Sebagai pasien, konsumen berhak:

1. Mendapatkan informasi yang dapat dipahaminya mengenai penyakit yang

diderita, cara pengobatan, prosedur perawatan, efek samping pengobatan,

kelebihan maupun kekurangan pengobatan, biaya, pendapat dari petugas

kesehatan lainnya, hal-hal dirahasiakan, catatan medis petugas kesehatan, dan

izin persetujuan pasien bila ingin akan dioperasi.

2. Memperoleh rasa aman dari semua proses pelayanan, dan jaminan

keamanan/keselamatannya.

3. Mendapatkan ganti rugi apabila terjadi malpraktek yang dilakukan petugas

kesehatan. Contoh aktual adalah bayi yang dilahirkan cacat (tanpa tangan) di

RSUD Bayu Asih Purwakarta (Kompas, 26 Juni 1997). Orang tua bayi itu

menuduh pihak RS, dalam hal ini bidan, karena kecerobohan dalam

pelayanannya, telah menyebabkan anak mereka cacat seumur hidup. Kasus ini

kemudian dibawa ke pengadilan dengan tuntutan 1 milyar rupiah, meskipun

akhirnya ditempuh jalan damai dengan ganti rugi 25 juta rupiah.

Page 13: TUGAS MANAJEMEN MUTU

4. Memilih tempat pelayanan yang diinginkannya, membatalkan persetujuan

sewaktu-waktu, dan jika dianggap perlu, ia menolak suatu metode pengobatan

atau tindakan medis tertentu.

Sebagai pasien, konsumen memiliki kewajiban, yaitu:

1. Mengetahui sejarah atau riwayat pengobatannya;

2. Menepati janji dengan petugas kesehatan;

3. Bersedia bekerja sama dan mematuhi perawatan yang diberikan;

4. Memberitahu petugas kesehatan jika ia menerima perawatan dari dokter yang

lain;

5. Jika menggunakan jasa asuransi, ia berkewajiban mengetahui apa yang dapat

atau tidak dapat diatasi oleh perusahaan asuransi.

Kebanyakan konsumen juga petugas kesehatan tidak mengetahui hak-hak dan

kewajiban konsumen. Hanya sebagian kecil konsumen menyadari hak-haknya, tetapi

tidak merasa percaya diri untuk mengemukakannya di tenpat pemeriksaan.

Sebaliknya, petugas kesehatan yang mengerti hak-hak konsumen tidak mau peduli.

Banyak alasan yang seringkali dikemukakan, misalnya keterbatasan petugas dan

fasilitas tidak memadai, yang tidak seimbang dengan banyaknya pasien yang

berkunjung setiap hari kerja. Bahkan petugas kesehatan menyadari bahwa masyarakat

tidak mengerti cara hidup sehat, tidak disiplin, dan seterusnya. Padahal masyarakat

tidak pernah belajar di sekolah kesehatan.

Dari persoalan ini sebenarnya tuntutan akan pelayanan kesehatan yang memuaskan

(berkualitas) semakin kompleks. Namun harus diyakini bahwa ukuran kepuasan tidak

bisa bertolak dari kepentingan individu saja karena kepuasan individual tidak ada

batasnya. Ukuran standar yang bisa dijadikan pedoman adalah kebutuhan orang

banyak yang selama ini sudah dibakukan, misalnya oleh IPPF (International Planned

Parenthood Federation), organisasi KB dunia, yang merumuskan 10 hak-hak klien KB

antara lain: hak atas informasi, menentukan pilihan, mendapatkan pelayanan kapan

dan di mana saja (akses), hak atas keamanan, kenyamanan, kerahasiaan, hak

mengajukan protes (berpendapat), dan kemudian ditambahkan oleh YLKI dan PKBI;

Page 14: TUGAS MANAJEMEN MUTU

hak ganti rugi. Oleh sebab itu, proses pencapaian pelayanan yang memuaskan tidak

bisa tidak melibatkan orang banyak. Konsumen dan pengelola pelayanan kesehatan

bisa bersama-sama merumuskan standar pelayanan yang berkualitas (quality of care),

di tingkat desa sekalipun.

Bertolak dari “Quality of Care”

Konsep quality of care adalah istilah yang digunakan secara luas dalam pelayanan

kesehatan, yang dapat dipandang dari provider (penyedia jasa) dan klien (konsumen).

Dari sisi provider, standar quality of care di Indonesia belum jelas. Konsep ini

biasanya dirujuk pada prinsip-prinsip manajemen pengawasan kualitas terhadap

fasilitas pelayanan kesehatan umum, yakni penyediaan pelayanan kesehatan yang

terus menerus memperbaiki diri dengan memperhatikan kebutuhan dan tuntutan

pasien, dokter, petugas, dan komunitas setempat. Dasarnya adalah “problem solving”,

yaitu pemantauan masalah dan mencari jalan keluar dengan memperbaiki akar

masalah secara berkelanjutan (The Population Council, 1994).

Dari sisi klien, ukuran standar pelayanan cukup jelas, yakni mengacu pada

pemenuhan hak-hak pasien, atau hak-hak klien kesehatan reproduksi, atau pun hak-

hak konsumen sebagaimana yang diatur dalam UUPK No. 8 No. 1999, Pasal 4.

Ukuran pencapaian pelayanan kesehatan selama ini lebih berorientasi pada

pencapaian target sarana pelayanan dan penerima layanannya. Gejala seperti ini

terutama terjadi di tingkat pelayanan kesehatan dasar di pedesaan, dan pinggiran kota.

Aspek pemenuhan kualitas kesehatan, tanggung jawab sosial, dan pembelajaran

kesehatan bagi pengguna (konsumen) terabaikan. Konsumen tidak memperoleh

manfaat yang optimal dari pelayanan kesehatan.

Pada tahun 1990, Judith Bruce dari Population Council menempatkan enam elemen

dasar yang kemudian dikenal dengan “Bruce Framework” dan menjadi sumber utama

bagi penelitian mengenai kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi dari sisi

tenaga kesehatan.

1. Pilihan terhadap Metode Layanan. Setiap metode layanan (KB) tersedia

bagi perempuan dan laki-laki yang ingin merencanakan keluarganya.

2. Informasi untuk Klien. Informasi yang berkualitas dapat berdampak pada

bagaimana klien menggunakan metode kontrasepsi. Informasi yang diberikan

Page 15: TUGAS MANAJEMEN MUTU

harus berisi pula informasi mengenai tiap metode, cara penggunaan metode,

dan efek sampingnya.

3. Keterampilan Teknis. Mempertahankan kondisi aseptic, menjalankan

protokol (aturan) dan staf yang kompeten melakukan teknis klinik.

4. Hubungan Antarpribadi. Bagaimana klien berinteraksi dengan tenaga

kesehatan, apakah cukup simpatik dan cukup waktu untuk bertemu dengan

kliennya.

5. Mekanisme untuk Mendorong Keberlanjutan. Klien dapat didorong

meneruskan penggunaan kontrasepsi yang efektif melalui berbagai cara,

termasuk kartu untuk mengingatkan dan kunjungan rumah.

6. Pelayanan yang Terpadu. Klien memerlukan pelayanan yang nyaman dan

terpadu. Misalnya, pelayanan KB terpadu dengan pelayanan kesehatan ibu dan

anak, pelayanan pasca persalinan, dan pelayanan kesehatan reproduksi

lainnya.

Jadi, strategi dasar yang penting dilakukan aktifis organisasi konsumen yang

melakukan pendampingan konsumen kesehatan adalah dengan memperkuat

pengorganisasian dan pendidikan kritis bagi kelompok-kelompok konsumen yang

rentan seperti petani, perempuan, buruh dan kaum miskin kota. Pendamping atau

organizer bersama kelompok konsumen merumuskan:

1. Masalah dan akar masalah,

2. Bentuk-bentuk kasus yang dialami konsumen,

3. Instansi dan orang-orang yang terlibat dan bertanggung jawab,

4. Inisiatif konsumen sendiri dalam mengatasi masalahnya,

5. Usaha (aksi-aksi) bersama menggugat petugas kesehatan di tempat pelayanan,

6. Usulan, konsep, cara pandang konsumen terhadap pelayanan yang diinginkan

atau pelayanan yang berkualitas (quality of care versi konsumen),

7. Penyebarluasan informasi terus-menerus kepada konsumen yang lain.

Page 16: TUGAS MANAJEMEN MUTU

Mengingat gerakan konsumen saat ini didukung oleh kebijakan yang relatif jelas

dengan adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), maka organisasi

konsumen dapat mengambil peran dengan melakukan advokasi kebijakan dan

pembelaan hukum. Bukan hal yang mustahil, bila suatu waktu konsumen dapat

mengadili provider pelayanan kesehatan atas dasar pelanggaran terhadap hak-hak

konsumen secara perorangan atau pun berkelompok (class-action).

Hasil analisis tentang perbaikan mutu pelayanan kesehatan di instalasi rawat inap

menyarankan yang diantaranya

Pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien terdiri dari serangkaian proses-proses

dari beberapa sistem, sistem ini berhubungan dengan unsur-unsur manajemen seperti

peralatan, manusia, kebijakan, dan anggaran.

Penyimpangan dalam area-area penting manajemen pelayanan kesehatan yang

menyebabkan kematian tersebut, memerlukan tindakan terstruktur dengan manajemen

resiko dan manajemen mutu. Untuk itu semua peneliti menyampaikan beberapa saran

seperti berikut:

Saran untuk Perawat, Seperti yang disarankan oleh The Nursing and Midwifery

Council, (2002), bahwa memelihara kualitas RM akan membantu dalam memelihara

ketrampilan dan kemandirian dalam asuhan keperawatan, untuk ini diperlukan:

1)           deskripsikan dengan jelas hasil pengkajian, rencana keperawatan dan rencana

tindakan yang akan dilakukan,

2)           dokumentasikan informasi yang berhubungan dengan pasien dan apa yang

akan dilakukan dalam merespon kebutuhan pasien,

3)           jika sudah diketahui dengan baik kondisi pasien lakukan tindakan yang dapat

diterima dan dapat dilakukan dengan tahapan yang baik dan benar saat melaksanakan

perawatan kepada pasien dan jelaskan bahwa setiap tindakan tidak selalu berbahaya

untuk selalu untuk keselamatan dan membatu mereka, dan

Page 17: TUGAS MANAJEMEN MUTU

4)           menuliskan perencanaan perawatan agar dapat diteruskan oleh sejawat dalam

perawatan berikutnya dan selalu menuliskan tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan, dan dapat ditambahkan bahwa

Saran untuk Dokter penyelenggara utama perawatan dan pengobatan pasien di

instalasi rawat inap diantaranya adalah: Bertugas berdasarkan standar General

Medical Council seperti: pemberian pelayanan kepada pasien merupakan hal yang

utama, memperlakukan setiap pasien dengan sopan dan sewajarnya, menghormati

privasi dan kehormatan pasien, mendengarkan dan menghormati pandangan-

pandangan pasien, memberikan informasi yang dapat dimengerti pasien, menghormati

hak pasien dalam keterlibatan secara aktif pada pengambilam keputusan, selalu

memperbaharui pengetahuan dan ketrampilan, menyadari berbagai keterbatasan yang

dimilikinya, jujur dan dapat dipercaya, menghargai dan menjaga informasi tentang

pasiennya, menghindarkan pasien dari resiko fisik dan finansial akibat tindakan

medis, bekerjasama dengan para sejawat untuk kebaikan pasien-pasien yang dirawat.

Saran untuk komite staf fungsional diantaranya adalah:

1) Mematuhi tugas pokok dan fungsinya seperti yang tergambarkan dalam Peraturan

Daerah Kab. Merangin tentang struktur organisasi dan tata kerja

2) Melaksanakan semua tugas sesuai dengan kompetensi dan kode etik profesi;

3) Menjadikan RS bukan sebagai tempat mencari sesuatu yang dapat memenuhi

kebutuhan hidup tetapi juga menjadikannya sebagai tempat ibadah dan fungsi sosial.

Saran untuk manajemen RS diantaranya adalah:

1) Berusaha mengetahui keinginan pelanggan dengan melakukan survey pasar,

diantaranya survey kepuasan, survey kebutuhan pelayanan dan survey tingkat utilisasi

pelayanan kesehatan rumahsakit;

2) Menyusun berbagai prosedur dan standar pelayanan sesuai dengan hasil tingkat

kebutuhan dan hasil dari penelitian ini, diantaranya:

a. Prosedur dan Standar Pelayanan Laboratorium

Page 18: TUGAS MANAJEMEN MUTU

b. Prosedur dan Standar Pelayanan Radiologi

c. Prosedur dan Standar Pelayanan Kamar Operasi

d. Prosedur dan Standar Pelayanan Anastesi

e. Prosedur dan Standar Pelayanan Rawat Inap dengan Kegawatan

f. Prosedur dan Standar Pelayanan Rekam Medik.

3) Memastikan bahwa prosedur dan standar yang telah disusun diterapkan dan

dilaksanakan dengan baik. Hal ini dilakukan dengan audit internal secara rutin dan

melakukan management riview guna membahas tindak lanjut yang perlu dilakukan

agar pelayanan yang diberikan selalu  konsisten sesuai prosedur dan standar yang

telah ditetapkan;

4) Menjalin komunikasi yang baik dengan pelanggan guna mensosialisasikan jasa-

jasa pelayanan yang mampu diberikan oleh rumahsakit, misalnya dengan membuat

brosur-brosur, information desk, terminal komputer yang dapat diakses oleh

pelanggan;

5) Membumikan paradigma bahwa dari pasien kita mendapatkan jasa pelayanan yang

mendukung kesejahteraan dan kepada pasien seharusnya tumbuh keinginan untuk

membebaskan masalah kesehatannya;

6) Menyusun dan memberlakukan sistem pengawasan dan pemantauan pelayanan

kesehatan yang diberikan dengan efektif;

7) Melaksanakan saran-saran ini dengan dukungan sumber daya manusia kesehatan

dan anggaran kesehatan beserta kebijakan-kebijakan kesehatan;

Perlu adanya dukungan sistem pengelolaan RM yang baik dan benar, mustahil

tata tertib administrasi rumahsakit akan berhasil seperti apa yang telah

distandarisasikan oleh pemerintah maka oleh karena itu diperlukan adanya komitment

bersama untuk sepakat menyusun pedoman RM dan melaksanakannya dengan

pertanggungjawaban profesi. Seperti diketahui bahwa tata tertib administrasi

Page 19: TUGAS MANAJEMEN MUTU

merupakan salah satu faktor yang menentukan di dalam upaya peningkatan kualitas

pelayanan kesehatan di rumahsakit;

9) Menginvetarisir akar penyebab masalah dari faktor internal yang mempengaruhi

kualitas layanan kesehatan dan administrasi RM terutama dalam bidang: faktor

pendidikan SDM, faktor pelatihan dan tambahan pengetahuan, faktor masa kerja dan

lama Jabatan, faktot beban kerja, faktor fasilitas dan peralatan, faktor Standart

Operating Procedure dan atau instruksi kerja, faktor administrasi dan alur layanan,

faktor pengendalian dan evaluasi, faktor manajemen rawat inap dan faktor staf medis

fungsional.

Dianjurkan pula langkah-langkah umum sebagai berikut untuk pemecahan masalah

mutu dan efisiensi dan efektifitas pelayanan rumah sakit:

1) Memecahkan struktur masalah yang sudah teridentifikasi kedalam komponen-

komponennya, menganalisis komponen-komponen itu sehingga ditemukan akar

masalah. Akar masalah adalah penyebab paling dasar dari masalah etika yang terjadi.

Ia dapat berupa kelemahan pada manusia, kepemimpinan, manajemen, budaya

organisasi, sarana, alat, sistem, prosedur, atau faktor-faktor lain;

2) Melakukan analisis lebih dalam tentang akar masalah yang sudah ditemukan (root

cause analysis), untuk menetapkan arah pemecahannya;

3) Menetapkan dan memilih alternatif untuk pemecahan akar masalah;

4) Memantau dan mengevaluasi penerapan upaya pemecahan masalah yang sudah

dilaksanakan;

5) Melakukan tindakan koreksi jika masalah etika belum terpecahkan atau terulang

lagi terjadi. Tindakan koreksi yang dapat menimbulkan masalah etika baru adalah jika

manusia sebagai penyebab akar masalah yang berulang-ulang dikeluarkan dari rumah

sakit.

Saran untuk Pemerintah Daerah, sesuai dengan beberapa kebijakan nasional

pembangunan kesehatan di Indonesia diharapkan pemerintah daerah dapat:

Page 20: TUGAS MANAJEMEN MUTU

1) Menjadi stake holder yang berpihak dan mendukung dalam berbagai aspek

manajemen pelayanan kesehatan;

2) Berperan sebagai regulator yang melindungi dan menumbuh kembangkan

kemampuan profesionalisme tenaga pemberi pelayanan kesehatan;

3) menjadi fasilitator dalam akselerasi peningkatan kemampuan pemberian pelayanan

kesehatan sesuai dengan upaya pencapaian tujuan pembangunan kesehatan daerah.

Saran untuk pasien, diantaranya adalah:

1) sebelum penyakit menjadi lebih parah (persepsi masyarakat) sebaiknya segera

memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan yang terdekat,

2) bertanya dengan petugas kesehatan tidak dengan emosi tentang keadaan penyakit,

diagnosanya, kemungkinan kesembuhan dan tindakan apa saja yang akan dilakukan

dan selalulah memulai komunikasi dengan kata „maaf“, „tolong“, dan „tolonglah

saya“ atau „tolonglah kami“.

3) mengikuti semua kebijakan sarana pelayanan dan saran dari petugas kesehatan

dengan jujur dan bertanggungjawab, jika ragu dan meragukan mintalah penjelasan

lebih lanjut tentang kebijakan dan atau saran tersebut,

4) selalu menyediakan tabungan kesehatan saat sehat dan mampu melaksanakan

aktifitas memenuhi kebutuhan dasar sebagai manusia.

Peningkatan mutu pelayanan kesehatan mengandung arti bahwa sarana pelayanan

kesehatan dan tenaga profesi kesehatan harus mampu menunjukkan akuntabilitas

sosial untuk memberikan pelayanan prima kepada konsumen, yakni pelayanan yang

sesuai dengan standar yang diakui sehingga dapat memenuhi atau bahkan melebihi

harapan konsumen.

Untuk itu perlu dikembangkan suatu sistem dan mekanisme yang efektif guna

tercapainya pelayanan prima tersebut.

Page 21: TUGAS MANAJEMEN MUTU

Hal lain adalah Pelaksanaan Program kendali mutu harus berdasarkan falsafah

bersama untuk mempertahankan dan meningkatkan pelayanan yang diberikan oleh

tim pelayanan dari berbagai disiplin ilmu.

Falsafah yang mendasari program kendali mutu antara lain:

Masing-masing disiplin telah mengidentifikasi dan menyetujui falsafah dasar

untuk dikembangkan menjadi tujuan masing-masing pelayanan.

Masing -masing disiplin menyepakati untuk mengkaji pelayanan yang

diberikan oleh anggotanya.

Semua staf memberikan perhatian untuk mencapai tujuan institusi yang dalam

hal ini memberikan efek terhadap pelayanan pada klien.

Praktek perawatan tidak akan mungkin meningkatkan kecuali masalah dapat

diidentifikasi dan dipecahkan.

Staf mempunyai pengetahuan yang cukup dan memiliki ide-ide yang kreatif

untuk memecahkan masalah-masalah dalam pekerjaannya

Staf dapat memecahkan masalah jika cukup informasi-informasi yang

diperlukan .

Pekerja pada umumnya merasakan kepuasan kerja dan lebih produktif bila mereka

dibantu dengan menciptakan lingkungan kerja yang baik dengan mengurangi

hambatan dalam pekerjaannya. Program kendali mutu perlu dilaksanakan dan dibuat

secara teratur dan terus menerus untuk meningkatkan mutu pelayanan.

Dengan melakukan pendekatan konkuren maupun retrospektif terhadap lingkup

struktur, proses dan hasil maka semua aspek-aspekantara lain: Tenaga keperawatan,

asuhan keperawatan dan kepuasan klien harus dinilai dengan menggunakan standar-

standar yang tepat, walaupun demikian baiknya program kendali mutu ini dilakukan

secara terpadu tetapi tetap ada kendala kendala yang perlu diperhatikan.

Dengan melibatkan semua staf keperawatan untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan

program pengendalian mutu ini, maka tujuan akhir dari program pengendalian mutu

Page 22: TUGAS MANAJEMEN MUTU

yaitu meningkatnya mutu pelayanan keperawatan berdasarkan standar akan dapat

dicapai dengan baik.

Dari UU Perlindungan Konsumen rumahsakit adalah: salah satu institusi pemberi

pelayanan dibidang kesehatan, hubungan yang jelas adalah pelayanan jasa kesehatan.

Kesehatan adalah hak azazi manusia. Maka manusia sebagai konsumen rumahsakit

berhak sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, seperti:

1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi

barang dan/atau jasa;

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau

jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

dijanjikan;

3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa;

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang

digunakan;

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut;

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang

dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya;

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Bila menyimak surat pembaca di media cetak, banyak sekali keluhan dari konsumen

yang merasa dirugikan. Misalnya soal layanan listrik PLN, PDAM, delay pesawat,

layanan barang/jasa yang buruk, mutu barang yang tidak bagus, tindak kriminal di

kereta api, pelayanan rumahsakit dan bahkan pelayanan pajak dan lain sebagainya.

Page 23: TUGAS MANAJEMEN MUTU

Semua itu adalah persoalan yang kerap kali muncul di Indonesia. Maka inilah realitas

ketertindasan konsumen dalam menghadapi pilihan-pilihan barang/ jasa harus mereka

konsumsi.

Ironisnya, keluhan yang disampaikan kebanyakan hanya lewat surat pembaca di

media massa. Cara ini terlalu sederhana dan tidak menyelesaikan masalah. Cara lain

yang lebih kreatif adalah langsung mengadu ke pengurus harian Yayasan Lembaga

Konsumen Indonesia (YLKI) atau lembaga perlindungan konsumen swadaya

masyarakat.

Memang pada kenyataannya konsumen kerap berada dalam posisi yang tidak

berimbang dibanding dengan posisi produsen. Maka untuk mengurangi kesewang-

wenangan para produsen barang dan jasa, sebagai konsumen kita perlu mengetahui

faktor-faktor yang melemahkan konsumen, antara lain:

1. Masih rendahnya tingkat kesadaran konsumen akan hak-haknya.

2. Belum terkondisikannya “masyarakat konsumen” karena memang sebagian

masyarakat ada yang belum mengetahui tentang apa saja hak-haknya dan ke

mana hak-haknya dapoat disalurkan jika mendapat kesulitan atau kekurangan

dari standar barang atau jasa yang sewajarnya.

3. Masyarakat belum memiliki kemauan untuk menuntut hak-haknya.

4. Proses peradilan yang ruwet dan memakan waktu yang berkepanjangan.

5. Posisi konsumen yang selalu lemah (lemah informasi dan lemah kondisi

sehingga tak berani menyangga seperti kasus Prita), apa kata dokter/perawat

mereka iyakan.

Padahal bisa jadi kala sekolah dahulu, yang di Depkes tidak lebih pandai dari yang di

institusi pelayanan kesehatan /rumahsakit. Pun demikian pula setelahnya, lebih-lebih

kala berbicara kepekaan terhadap keperluan masyarakat terhadap layanan kesehatan,

dijamin dokter di institusi pelayanan kesehatan/rumahsakit lebih peka dibanding

dokter di Depkes walau sepanjang apapun gelarnya. Yang membedakan hanyalah

kekuasaan. Itulah kira-kira gambaran umum, mengapa hingga kini institusi pelayanan

kesehatan/rumahsakit ibarat tempat uji coba, trial and error aneka macam program

Page 24: TUGAS MANAJEMEN MUTU

dari depkes, dan dokter yang berpraktik di rumahsakitpun dalam memberikan

pelayanan kesehatannya.

Jaminan mutu produk tahun 1996 yang lalupun, konon hasil pemikiran grusa-grusu

karena ada “jajan” berupa pinjaman IMF (maksudnya hutang yang harus dibayar),

yang mana depkes tidak mau kalah dengan departemen lain untuk ikut mencicipi jajan

IMF. Dan supaya dapat dana segar nan besar, nama programnya pun dibuat “greng”,

maka bim salabim lahirlah Quality Assurance atau Jaminan Mutu. Parameterpun

disiapkan, demikian pula pelatihan, panduan, monitor dan evaluasinya, baik terhadap

item kegiatan ataupun terhadap program besarnya.

Menyimak produk Depkes tahun 1988, yang mana dalam Pedoman Kerja Institusi

pelayanan kesehatan/rumahsakit sudah sangat jelas dan rinci berisi panduan

tatalaksana setiap kegiatan di Institusi pelayanankesehatan/rumahsakit yang mengacu

kepada UPK, termasuk panduan pengobatan, maka program QA adalah sebuah

langkah kebimbangan dan ambivalensi. Artinya mengulang program mapan yang

sudah terintegrasi dengan keseharian para petugas Institusi pelayanan

kesehatan/rumahsakit dengan mengganti nama QA yang justru lebih sempit tapi tidak

lebih mendalam. Bedanya hanya di segi dana yang luar biasa besar dan pelatihan

berulang yang justru buang-buang waktu.

Untuk meningkatkan mutu layanan, tidak cukup dengan kajian monopoli petinggi

Depkes, lebih dari itu ada ukuran non teknis yakni keinginan dan harapan warga.

Sayangnya yang ini tidak pernah tersentuh, artinya pengguna jasa pelayanan Institusi

pelayanan kesehatan/rumahsakit tak lebih hanyalah obyek semata yang tak punya hak

suara. Siklus demikian mestinya tidak boleh terulang.

Akreditasi rumahsakit dicanangkan sejak tahun 2007 dan sampai tahun 2009 ini

capaiannya sangat menyedihkan, dari ratus rsd dan puluh rsp serta ratus rss, hanya

14% yang sudah terakreditasi, jiwanya masih nol saya rasa, karena prosesnya sendiri

tidak terakreditasi.

Pelayanan rumah sakit diera sekarang tidak terlepas dari perkembangan ekonomi

masyarakat . Hal ini tercermin pada perubahan fungsi klasik rumah sakit yang pada

awalnya hanya memberi pelayanan yang bersifat kuratif (penyembuhan) saja terhadap

Page 25: TUGAS MANAJEMEN MUTU

pasien melalui rawat inap dan rawat jalan bergeser ke pelayanan yang lebih

komprehensif meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Pengaruh perubahan dinamika lingkungan usaha rumah sakit yang terjadi tidak saja di

Indonesia tetapi hampir diberbagai penjuru dunia. Hal ini menuntut para manajer

untuk lebih memperhatikan secara saksama dinamika lingkungan yang ada yang

kemungkinan besar akan merubah system manajemen yang dipergunakan. Sistem

manajemen yang berlaku global mempengaruhi pola berfikir manajer rumah sakit,

dengan menekankan pada aspek efisiensi, efektif dan produktifitas serta

memperhatikan pemerataan pelayanan. Gambaran lain adalah tehnologi kedokteran

dan obat-obatan yang berkembang pesat disisi lain rumah sakit adalah lembaga

pemberi jasa pelayanan kesehatan yang tergantung pada perkembangan tehnologi

kedokteran.

Tehnologi kedokteran mempengaruhi biaya pelayanan rumah sakit. Menurut

Trisnantoro (2005) saat ini sektor kesehatan berbeda jauh dengan keadaan 50 tahun

lalu. Tehnologi yang digunakan saat ini sangat canggih, sebagi contoh operasi dengan

menggunakan peralatan mikro merupakan suatu tindakan yang sama canggihnya

dengan tehnologi program ruang angkasa dan militer yang tentu saja memerlukan

SDM yang berkompetensi untuk mengelolanya.

Salah satu tehnologi tinggi adalah obat yang dihasilkan oleh industri farmasi. Obat

merupakan barang yang sangat dibutuhkan oleh rumah sakit. Kebutuhan akan obat ini

sering disertai dengan biaya yang besar. Besarnya omset untuk obat-obatan mencapai

50-60% dari seluruh anggaran rumah sakit. Rumah sakit dapat meningkatkan

pendapatan dengan memperbesar omset penjualan obat.

Hal inilah menjadikan rumah sakit menjadii lembaga yang bersifat padat modal, padat

karya dan padat tehnologi Ketiga sifat tersebut menuntut pengelolaan keuangan

rumah sakit yang lebih professional, berdasarkan hitungan-hitungan ekonomi. Cost

recovery rate (CRR) rumah sakit menjadi hal yang sangat penting, penentuan tarif

lebih rasional, disertai peningkatan kuantitas dan kualitas pelayanan serta mampu

berkembang (growth) dan survive.

Page 26: TUGAS MANAJEMEN MUTU

Pengertian rumah sakit menurut WHO adalah suatu bagian penyeluruh dari organisasi

sosial dan medis berfungsi memberikan pelayanan Kesehatan yang lengkap kepada

masyarakat, baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana pelayanan keluarga

menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan, rumah sakit juga merupakan pusat

latihan tenaga kesehatan, serta untuk penelitian biososial.

Dari definisi diatas bahwa rumah sakit disamping memberikan pelayanan kesehatan

secara komprehensif kepada masyarakat juga sebagai pusat pendidikan calon tenaga

kesehatan. Dan yang lebih penting lagi adalah bahwa rumah sakit juga harus

menjalankan fungsi sosialnya. Untuk menjalankan fungsi sosialnya ini sebaiknya

anggaran untuk pos sosial tersebut tersedia dalam APBD dan diatur dengan

kemudahan-kemudahan pengelolaannya tetapi tetap dengan pengawasan yang ketat.

Kita pelajari

Dalam perkembangannya rumah sakit swasta yang dikelola oleh yayasan keagamaan

seperti rumah sakit Islam sangat kesulitan dalam memenuhi fungsi sosialnya oleh

karena kesulitan dalam hal pendanaan. Hal ini membuat banyak rumah sakit swasta

bahkan yang dikelola oleh yayasan keagamaanpun berubah menjadi lembaga for

profit sebagai jawaban terhadap perubahan lingkungan yang terjadi diluar rumah sakit

akibat pengaruh globalisasi.

Walaupun demikian masih banyak rumah sakit keagamaan masih melihat perubahan

yang ada tanpa strategi pengembangan yang jelas (Trisnantoro, 2005). Hal ini dapat

membawa suatu resiko yaitu rumah sakit keagamaan akan menjadi lembaga usaha

yang praktis untuk mencari keuntungan atau menghidupi SDM, akibat hilangnya

subsidi dan semakin mahalnya alat dan tenaga kesehatan yang pada akhirnya

menuntut pendapatan yang tinggi.

Subsidi yang mengecil atau bahkan tidak ada sama sekali menyebabkan rumah sakit

keagamaan kesulitan mencari sumber dana bagi orang miskin yang sakit, sementara

penggalian dana-dana kemanusiaan sama sekali tidak dikelola secara sistematis.

Penerapan subsidi silang dari kelas atas (VIP) ke kelas bawah (III) tidak rasional.

Penelitian Abeng dan Trisnantoro (1997) disebuah rumah sakit swasta menunjukkan

bahwa tarif kamar VIP berada dibawah unit cost. Hal yang dikhawatirkan adalah

Page 27: TUGAS MANAJEMEN MUTU

pasien dikelas bawah justru mensubsidi pasien kelas atas. Kenyataan menunjukkan

bahwa konsep subsidi silang sebenarnya tidak ada ataupun jika ada subsidi silang

akan menggerogoti aset dan kemampuan investasi rumah sakit.

Hal yang penting adalah masalah biaya operasional dan pemeliharaan yang tidak

semudah biaya investasi untuk memperolehnya. Akibatnya banyak rumah sakit swasta

keagamaan yang mempunyai fasilitas fisik dan peralatan yang memadai tetapi

kesulitan dalam mencari dana operasional, sehingga menaikan tarif akan menjadi

pilihan, disamping itu belum ada standar sumber pendanaan termasuk pembagian

sumber pendapatan (keuntungan) apakah untuk pemilik atau untuk pengembangan.

Berdasarkan kenyataan diatas maka rumah sakit mulai berubah menjadi lembaga

usaha yang membutuhkan berbagai konsep ekonomi dalam manajemen yang mungkin

asing bagi para dokter atau pemilik rumah sakit. Rumah sakit tidak lagi harus

dipandang sebagai suatu lembaga yang harus bersandar pada norma-norma dan etika

profesi dokter, tetapi lebih mengarah pada suatu lembaga yang harus hidup dan

bermutu, berkembang dan mempunyai dasar etika berbagai profesi dan mempunyai

etika bisnis. Dengan demikian rumah sakit bukanlah lembaga yang hanya

menggunakan prinsip kedokteran dan kesehatan. Rumah sakit merupakan lembaga

multiprofesional yang menghasilkan berbagai produk pelayanan kesehatan yang

bermutu dengan tetap memperhatikan aspek sosialnya. Implementasinya adalah

penerapan ekonomi dalam pelayanan kesehatan harus dilakukan diantaranya dengan

melakukan analisis biaya di rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

ACC/SCN. 1991. Subcommittee on Nutrition During Lactation. Committeeon Nutritional Status During Pregnancy and Lactation. Food and Nutrition Board. Institute of Medicine. 1991. Nutrition During Lactation. National Academy Press. Washington, D.C

ACC/SCN. 2001. Nutrition Policy Paper No 19. ADB Nutrition andDevelopment Series No 5. United Nations Administrative Committee on Coordination Sub Committee on Nutrition. Asian Development Bank

http://artikelindonesia.com/hal-mutu-pelayanan-rumah-sakit.html

Page 28: TUGAS MANAJEMEN MUTU

KOMPAS. Kamis, 26 Juni 1997, Insentif bagi Industri yang Lakukan Pelatihan

Laksono Trisnantoro. , 2005, Aspek strategis dalam Manajemen Rumah Sakit, cetakan pertama, yogyakarta: Penerbit Andi

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

Waters, Melcolm, 1994. Modern Sociological Theory. London-Thousand Oaks –New Delhi ; SAGE Publisher.