26
VISUM et REPERTUM A. Definisi Visum et Repertum Visum et Repertum yakni berasal dari kata “visual” yang berarti melihat dan “repertum” yaitu melaporkan. Sehingga jika digabungkan dari arti harafiah ini adalah apa yang dilihat dan diketemukan sehingga Visum et Repertum merupakan suatu laporan tertulis dari dokter (ahli) yang dibuat berdasarkan sumpah, mengenai apa yang dilihat dan diketemukan atas bukti hidup, mayat atau fisik ataupun barang bukti lain,kemudian dilakukan pemeriksaan menurut pengetahuan yang sebaik- baiknya 1 . Visum et repertum adalah keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medic terhadap manusia baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah untuk kepentingan peradilan 2 .

visum referat.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

forensik

Citation preview

Page 1: visum referat.doc

VISUM et REPERTUM

A. Definisi Visum et Repertum

Visum et Repertum yakni berasal dari kata “visual” yang berarti melihat dan

“repertum” yaitu melaporkan. Sehingga jika digabungkan dari arti harafiah ini

adalah apa yang dilihat dan diketemukan sehingga Visum et Repertum

merupakan suatu laporan tertulis dari dokter (ahli) yang dibuat berdasarkan

sumpah, mengenai apa yang dilihat dan diketemukan atas bukti hidup, mayat

atau fisik ataupun barang bukti lain,kemudian dilakukan pemeriksaan menurut

pengetahuan yang sebaik-baiknya1.

Visum et repertum adalah keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan

penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medic terhadap manusia

baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia,

berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah untuk kepentingan peradilan2.

Dalam undang-undang ada satu ketentuan hukum yang menuliskan

langsung tentang visum et repertum, yaitu pada Staatsblad ( Lembaran

Negara ) tahun 1937 No. 350 yang menyatakan :

Pasal 1 :

Visa reperta seorang dokter, yang dibuat baik atas sumpah jabatan yang

diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajaran di Negeri Belanda ataupun

di Indonesia, merupakan alat bukti yang syah dalam perkara-perkara

pidana, selama visa reperta tersebut berisikan keterangan mengenai hal-hal

yang dilihat dan ditemui oleh dokter pada benda yang diperiksa2.

Page 2: visum referat.doc

B. Jenis dan Bentuk Visum et Repertum

Ada beberapa jenis visum et repertum, yaitu visum et repertum perlukaan

(termasuk keracunan), visum et repertum kejahatan susila, visum et repertum

jenazah, dan visum et repertum psikiatrik. Tiga jenis visum yang pertama adalah

visum et repertum mengenai tubuh/raga manusia yang dalam hal ini berstatus

sebagai korban tindak pidana, sedangkan jenis terakhir adalah mengenai

jiwa/mental tersangka atau terdakwa atau saksi3.

Visum et repertum dibuat secara tertulis, sebaiknya dengan mesin ketik, di atas

sebuah kertas putih dengan kepala surat institusi kesehatan yang melakukan

pemeriksaan, dalam bahasa Indonesia, tanpa memuat singkatan dan sedapat

mungkin tanpa istilah asing, bila terpaksa digunakan agar diberi penjelasan

bahasa Indonesia3.

1. Visum et Repertum pada Kasus Perlukaan2.

Terhadap setiap pasien yang diduga korban tindak pidana meskipun belum

ada surat permintaan visum et repertum dari polisi, dokter harus membuat

catatan medis atas semua hasil pemeriksaan medisnya secara lengkap dan

jelas sehingga dapat digunakan untuk pembuatan visum et repertum.

Umumnya, korban dengan luka ringan datang ke dokter setelah melapor ke

penyidik, sehingga membawa surat permintaan visum et repertum.

Sedangkan korban dengan luka sedang/berat akan datang ke dokter sebelum

melapor ke penyidik, sehingga surat permintaan datang terlambat.

Keterlambatan dapat diperkecil dengan komunikasi dan kerjasama antara

institusi kesehatan dengan penyidik.

Di dalam bagian pemberitaa biasanya disebutkan keadaan umum korban

sewaktu datang, luka-luka atau cedera atau penyakit yang diketemukan pada

Page 3: visum referat.doc

pemeriksaan fisik berikut uraian tentang letak, jenis dan sifat luka serta

ukurannya, pemeriksaan khusus/penunjang, tindakan medis yang dilakukan,

riwayat perjalanan penyakit selama perawatan, dan keadaan akhir saat

perawatan selesai. Gejala yang dapat dibuktikan secara obyektif dapat

dimasukkan, sedangkan yang subyektif dan tidak dapat dibuktikan tidak

dimasukkan ke dalam visum et repertum.

 2. Visum et Repertum Korban Kejahatan Susila2

Umumnya korban kejahatan susila yang dimintakan visum et repertumnya

pada dokter adalah kasus dugaan adanya persetubuhan yang diancam

hukuman oleh KUHP (meliputi perzinahan, perkosaan, persetubuhan dengan

wanita yang tidak berdaya, persetubuhan dengan wanita yang belum cukup

umur, serta perbuatan cabul).

Untuk kepentingan peradilan, dokter berkewajiban untuk membuktikan

adanya persetubuhan atau perbuatan cabul, adanya kekerasan (termasuk

keracunan), serta usia korban. Selain itu juga diharapkan memeriksa adanya

penyakit hubungan seksual, kehamilan, dan kelainan psikiatrik sebagai

akibat dari tindakan pidana tersebut. Dokter tidak dibebani pembuktian

adanya pemerkosaan, karena istilah pemerkosaan adalah istilah hukum yang

harus dibuktikan di depan sidang pengadilan. Dalam kesimpulan diharapkan

tercantum perkiraan tentang usia korban, ada atau tidaknya tanda

persetubuhan dan bila mungkin, menyebutkan kapan perkiraan terjadinya,

dan ada atau tidaknya tanda kekerasan. Bila ditemukan adanya tanda-tanda

ejakulasi atau adanya tanda-tanda perlawanan berupa darah pada kuku

korban, dokter berkewajiban mencari identitas tersangka melalui

pemeriksaan golongan darah serta DNA dari benda-benda bukti tersebut.

3. Visum et Repertum Jenazah2

Page 4: visum referat.doc

Jenazah yang akan dimintakan visum et repertumnya harus diberi label yang

memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan, diikatkan pada ibu

jari kaki atau bagian tubuh lainnya. Pada surat permintaan visum et repertum

harus jelas tertulis jenis pemeriksaan yang diminta, apakah pemeriksaan luar

(pemeriksaan jenazah) atau pemeriksaan dalam/autopsi (pemeriksaan bedah

jenazah).

Pemeriksaan forensik terhadap jenazah meliputi :

a. Pemeriksaan luar jenazah yang berupa tindakan yang tidak merusak

keutuhan jaringan jenazah secara teliti dan sistematik.

b. Pemeriksaan bedah jenazah, pemeriksaan secara menyeluruh dengan

membuka rongga tengkorak, leher, dada, perut, dan panggul. Kadangkala

dilakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti pemeriksaan

histopatologi, toksikologi, serologi, dan sebagainya.

Dari pemeriksaan dapat disimpulkan sebab, jenis luka atau kelainan, jenis

kekerasan penyebabnya, sebab dan mekanisme kematian, serta saat kematian

seperti tersebut di atas.

4. Visum et Repertum Psikiatrik2

Visum et repertum psikiatrik perlu dibuat oleh karena adanya pasal 44 (1)

KUHP yang berbunyi ”Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam

tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana”. Jadi selain

orang yang menderita penyakit jiwa, orang yang retardasi mental juga

terkena pasal ini.

Visum ini diperuntukkan bagi tersangka atau terdakwa pelaku tindak pidana,

bukan bagi korban sebagaimana yang lainnya. Selain itu visum ini juga

menguraikan tentang segi kejiwaan manusia, bukan segi fisik atau raga

Page 5: visum referat.doc

manusia. Karena menyangkut masalah dapat dipidana atau tidaknya

seseorang atas tindak pidana yang dilakukannya, maka adalah lebih baik bila

pembuat visum ini hanya dokter spesialis psikiatri yang bekerja di rumah

sakit jiwa atau rumah sakit umum.

Dalam Keadaan tertentu di mana kesaksian seseorang amat diperlukan

sedangkan ia diragukan kondisi kejiwaannya jika ia bersaksi di depan

pengadilan maka kadangkala hakim juga meminta evaluasi kejiwaan saksi

tersebut dalam bentuk visum et repertum psikiatrik.

C. Fungsi dan tujuan Visum et Repertum

Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti)

yang sah di pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat

persidangan berlangsung. Jadi VeR merupakan barang bukti yang sah karena

termasuk surat sah sesuai dengan KUHP pasal 1841.

Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu1:

- Keterangan saksi

- Keterangan ahli

- Keterangan terdakwa

- Surat-surat

- Petunjuk

Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu1:

           -  Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim

           -  Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat

- Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat

kesimpulan VeR yang lebih baru

Page 6: visum referat.doc

Bila VeR belum dapat menjernihkan persoalan di sidang pengadilan, hakim dapat

meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti yang tercantum

dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang memberi

kemungkinan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti,

apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya

terhadap suatu hasil pemeriksaan.

 D. Bagian bagian dari Visum et Repertum

Sudut kanan atas:

a. alamat tujuan SPVR(Rumah sakit atau dokter), dan tgl SPVR.

b. Rumah sakit (Direktur) :

- Kepala bagian / SMF Bedah

- Kepala bagian / SMF Obgyn

- Kepala bagian / SMF Penyakit dalam

- Kepala bagian I.K.Forensik.

Sudut kiri atas:

a. alamat peminta VetR,

b. nomor surat, hal dan

c. lampiran.

Bagian tengah :

a. Disebutkan SPVR korban hidup / mati

b. Identitas korban (nama, umur, kelamin, kebangsaan, alamat,

agama dan pekerjaan).

c. Peristiwanya (modus operandi) antara lain

            *Luka karena . . . . . . . . . . . . . . . .

Page 7: visum referat.doc

*Keracunan (obat/racun . . . . . . . . . .).

*Kesusilaan (perkosaan/perzinahan/cabul).

            *Mati karena (listrik, tenggelam, senjata api/tajam/tumpul).

1. PEMBUKAAN

Kata Projustitia dicantumkan disudut kiri atas, dan dengan demikian visum

et repertum tidak perlu bermaterai, sesuai dengan pasal 136 KUHAP.

2. PENDAHULUAN.

Bagian ini memuat antara lain :

- Identitas pemohon visum et repertum.

- Identitas dokter yang memeriksa / membuat visum et repertum.

- Tempat dilakukannya pemeriksaan (misalnya rumah sakit X Surabaya).

- Tanggal dan jam dilakukannya pemeriksaan.

- Identitas korban.

- Keterangan dari penyidik mengenai cara kematian, luka, dimana korban

dirawat, waktu korban meninggal.

- Keterangan mengenai orang yang menyerahkan / mengantar korban pada

dokter dan waktu saat korban diterima dirumah sakit.

2. PEMBERITAAN.

- Identitas korban menurut pemeriksaan dokter, (umur, jenis kel,TB/BB),

serta keadaan umum.

- Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang ditemukan pada korban.

- Tindakan-tindakan / operasi yang telah dilakukan.

- Hasil pemeriksaan tambahan.

Page 8: visum referat.doc

Syarat-syarat :

- Memakai bahasa Indonesia yg mudah dimengerti orang awam.

- Angka harus ditulis dengan hurup, (4 cm ditulis empat sentimeter).

- Tidak dibenarkan menulis diagnose luka (luka bacok, luka tembak dll).

- Luka harus dilukiskan dengan kata-kata.

- Memuat hasil pemeriksaan yang objektif (sesuai apa yang dilihat dan

ditemukan).

3. KESIMPULAN.

- Bagian ini berupa pendapat pribadi dari dokter yang memeriksa, mengenai

hasil pemeriksaan sesuai dgn pengetahuan yang sebaik-baiknya.

- Seseorang melakukan pengamatan dengan kelima panca indera

(pengelihatan, pendengaran, perasa, penciuman dan perabaan).

- Sifatnya subjektif.

4. PENUTUP

- Memuat kata “Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan

mengingat sumpah pada waktu menerima jabatan”.

- Diakhiri dengan tanda tangan, nama lengkap/NIP dokter.

Struktur Visum et Repertum

Unsur penting dalam VeR yang diusulkan oleh banyak ahli adalah sebagai

berikut3 :

1. Pro Justitia

Kata tersebut harus dicantumkan di kiri atas, dengan demikian VeR tidak

perlu bermeterai.

Page 9: visum referat.doc

2. Pendahuluan

Pendahuluan memuat: identitas pemohon visum et repertum, tanggal dan

pukul diterimanya permohonan VeR, identitas dokter yang melakukan

pemeriksaan, identitas subjek yang diperiksa : nama, jenis kelamin, umur,

bangsa, alamat, pekerjaan, kapan dilakukan pemeriksaan, dan tempat

dilakukan pemeriksaan.

3. Pemberitaan (Hasil Pemeriksaan)

Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai dengan apa yang diamati,

terutama dilihat dan ditemukan pada korban atau benda yang diperiksa.

Pemeriksaan dilakukan dengan sistematis dari atas ke bawah sehingga

tidak ada yang tertinggal. Deskripsinya juga tertentu yaitu mulai dari letak

anatomisnya, koordinatnya (absis adalah jarak antara luka dengan garis

tengah badan, ordinat adalah jarak antara luka dengan titik anatomis

permanen yang terdekat), jenis luka atau cedera, karakteristik serta

ukurannya. Rincian tersebut terutama penting pada pemeriksaan korban

mati yang pada

saat persidangan tidak dapat dihadirkan kembali. Pada pemeriksaan

korban hidup, bagian pemberitaan terdiri dari:

a. Pemeriksaan anamnesis atau wawancara mengenai apa yang

dikeluhkan dan apa yang diriwayatkan yang menyangkut tentang

penyakit yang diderita korban sebagai hasil dari kekerasan/tindak

pidana/didugakekerasan.

b. Hasil pemeriksaan yang memuat seluruh hasil pemeriksaan, baik

pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium dan

pemeriksaan penunjang lainnya. Uraian hasil pemeriksaan korban

hidup berbeda dengan pada korban mati, yaitu hanya uraian tentang

keadaan umum dan perlukaan serta hal-hal lain yang berkaitan dengan

tindak pidananya (status lokalis).

Page 10: visum referat.doc

c. Tindakan dan perawatan berikut indikasinya, atau pada keadaan

sebaliknya, alasan tidak dilakukannya suatu tindakan yang seharusnya

dilakukan. Uraian meliputi juga semua temuan pada saat

dilakukannya tindakan dan perawatan tersebut. Hal tersebut perlu

diuraikan untuk menghindari kesalahpahaman tentang tepat/ tidaknya

penanganan dokter dan tepat/tidaknya kesimpulan yang diambil.

d. Keadaan akhir korban’, terutama tentang gejala sisa dan cacat badan

merupakan hal penting untuk pembuatan kesimpulan sehingga harus

diuraikan dengan jelas. Pada bagian pemberitaan memuat 6 unsur

yaitu anamnesis, tanda vital, lokasi luka pada tubuh, karakteristik

luka, ukuran luka, dan tindakan pengobatan atau perawatan yang

diberikan.

4. Kesimpulan

Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah dari fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat VeR,

dikaitkan dengan maksud dan tujuan dimintakannya VeR tersebut. Pada

bagian ini harus memuat minimal 2 unsur yaitu jenis luka dan kekerasan

dan derajat kualifikasi luka. Hasil pemeriksaan anamnesis yang tidak

didukung oleh hasil pemeriksaan lainnya, sebaiknya tidak digunakan

dalam menarik kesimpulan. Pengambilan kesimpulan hasil anamnesis

hanya boleh dilakukan dengan penuh hati-hati. Kesimpulan VeR adalah

pendapat dokter pembuatnya yang bebas, tidak terikat oleh pengaruh

suatu pihak tertentu. Tetapi di dalam kebebasannya tersebut juga terdapat

pembatasan, yaitu pembatasan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi,

standar profesi dan ketentuan hukum yang berlaku. Kesimpulan VeR

harus dapat menjembatani antara temuan ilmiah dengan manfaatnya

dalam mendukung penegakan hukum. Kesimpulan bukanlah hanya

resume hasil pemeriksaan,melainkan lebih ke arah interpretasi hasil

temuan dalam kerangka ketentuan hokum-hukum yang berlaku.

Page 11: visum referat.doc

5. Penutup

Memuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat

dengan mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau dibuat

dengan mengucapkan sumpah atau janji lebih dahulu sebelum melakukan

pemeriksaan serta dibubuhi tanda tangan dokter pembuat VeR.

E. Penentuan Derajat dan Kualifikasi Luka

Salah satu yang harus diungkapkan dalam kesimpulan sebuah VeR perlukaan

adalah derajat luka atau kualifikasi luka. Dari aspek hukum, VeR dikatakan

baik apabila substansi yang terdapat dalam VeR tersebut dapat memenuhi delik

rumusan dalam KUHP. Penentuan derajat luka sangat tergantung pada latar

belakang individual dokter seperti pengalaman, keterampilan, keikutsertaan

dalam pendidikan kedokteran berkelanjutan dan sebagainya3.

Suatu perlukaan dapat menimbulkan dampak padakorban dari segi fisik, psikis,

sosial dan pekerjaan, yang dapat timbul segera, dalam jangka pendek, ataupun

jangka panjang. Dampak perlukaan tersebut memegang peranan penting bagi

hakim dalam menentukan beratnya sanksi pidana yang harus dijatuhkan sesuai

dengan rasa keadilan. Hukum pidana Indonesia mengenal delik penganiayaan

yang terdiri dari tiga tingkatan dengan hukuman yang berbeda yaitu

penganiayaan ringan (pidana maksimum 3 bulan penjara), penganiayaan

(pidana maksimum 2 tahun 8 bulan), dan penganiayaan yang menimbulkan luka

berat (pidana maksimum 5 tahun). Ketiga tingkatan penganiayaan tersebut

diatur dalam pasal 352 (1) KUHP untuk penganiayaan ringan, pasal 351 (1)

KUHP untuk penganiayaan, dan pasal 352 (2) KUHP untuk penganiayaan yang

menimbulkan luka berat. Setiap kecederaan harus dikaitkan dengan ketiga pasal

tersebut. Untuk hal tersebut seorang dokter yang memeriksa cedera harus

menyimpulkan dengan menggunakan bahasa awam, termasuk pasal mana

Page 12: visum referat.doc

kecederaan korban yang bersangkutan. Rumusan hukum tentang penganiayaan

ringan sebagaimana diatur dalam pasal 352 (1) KUHP menyatakan bahwa

“penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk

menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai

penganiayaan ringan”. Jadi bila luka pada seorang korban diharapkan dapat

sembuh sempurna dan tidak menimbulkan penyakit atau komplikasinya, maka

luka tersebut dimasukkan ke dalam kategori tersebut. Selanjutnya rumusan

hukum tentang penganiayaan (sedang) sebagaimana diatur dalam pasal 351 (1)

KUHP tidak menyatakan apapun tentang penyakit. Sehingga bila kita

memeriksa seorang korban dan didapati “penyakit” akibat kekerasan tersebut,

maka korban dimasukkan ke dalam kategori tersebut2.

Kata penganiayaan merupakan istilah hukum dan tidak dikenal dalam istilah

kedokteran. Dan karena penganiayaan biasanya menimbulkan luka, maka dalam

kesimpulan visum et repertum kata penganiayaan diganti dengan kata “luka”.

Dengan demikian kualifikasi luka menjadi 3:

- Luka yang tergolong luka yang tidak menimbulkan penyakit atau

halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian

- Luka yang tergolong luka yang menimbulkan penyakit atau halangan

untuk menjalankan pekerjaan atau pencaharian

- Luka yang tergolong luka berat

Menurut KUHP pasal 90 yang tergolong luka berat adalah3 :

1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh

sama sekali atau yang menimbulkan bahaya maut.

2. Tidak mampu secara terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau

pekerjaan pencaharian

3. Kehilangan salah satu panca indera

4. Mendapat cacat berat

Page 13: visum referat.doc

5. Menderita sakit lumpuh

6. Terganggu daya piker selama 4 minggu lebih

7. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan

F. Prosedur, permintaan, penerimaan dan penyerahan Visum et Repertum

Pihak yang berhak meminta Ver3:

- Penyidik, sesuai dengan pasal I ayat 1, yaitu pihak kepolisian yang

diangkat negara untuk menjalankan undang-undang.

- Di wilayah sendiri, kecuali ada permintaan dari Pemda Tk II.

- Tidak dibenarkan meminta visum pada perkara yang telah lewat.

- Pada mayat harus diberi label, sesuai KUHP 133 ayat C.

Syarat pembuat 3:

  - Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut)

- Di wilayah sendiri

- Memiliki SIP

- Kesehatan baik

Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk

membuat VeR korban hidup, yaitu:

1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.

2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban

atau keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos.

3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter.

4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter.

5. Ada identitas korban.

Page 14: visum referat.doc

6.  Ada identitas pemintanya.

7.  Mencantumkan tanggal permintaan.

8.  Korban diantar oleh polisi atau jaksa.

Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk

membuat VeR jenazah, yaitu:

1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.

2.  Harus sedini mungkin.

3.  Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar.

4.  Ada keterangan terjadinya kejahatan.

5.  Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.

6.  Ada identitas pemintanya.

7.  Mencantumkan tanggal permintaan.

8.  Korban diantar oleh polisi.

Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus mencatat tanggal dan

jam, penerimaan surat permintaan, dan mencatat nama petugas yang mengantar

korban. Batas waktu bagi dokter untuk menyerahkan hasil VeR kepada penyidik

selama 20 hari. Bila belum selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan atas

persetujuan penuntut umum.

Lampiran visum

- Fotografi forensik

- Identitas, kelainan-kelainan pada gambar tersebut

- Penjelasan istilah kedokteran

Page 15: visum referat.doc

- Hasil pemeriksaan lab forensik (toksikologi, patologi, sitologi,

mikrobiologi)

Contoh VisumPekanbaru, 24 Agustus 2010

PRO JUSTITIA

VISUM ET REPERTUM

No. /TUM/VER/VIII/2010

Yang bertandatangan di bawah ini, Dedi Afandi, dokter spesialis forensik pada

RSUD Arifin Achmad, atas permintaan dari kepolisian sector Teluk Belanga dengan

suratnya nomor B/37/VeR/VIII/Reskrim tertanggal 24 Agustus 2010 maka dengan

ini menerangkan bahwa pada tanggal dua puluh empat Agustus tahun dua ribu

sepuluh pukul Sembilan lewat lima menit Waktu Indonesia Bagian Barat.bertempat

di RSUD Arifin Achmad, telah melakukan pemeriksaan korban dengan nomor

registrasi 123456 yang menurut surat tersebut adalah:

Nama : xxxx

Umur : 34 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Warga negara : Indonesia

Pekerjaan : xxxx

Agama : xxxx

Alamat : xxxx

HASIL PEMERIKSAAN:

1. Korban datang dalam keadaan sadar dengan keadaan umum sakit sedang.

Korban mengeluh sakit kepala dan sempat pingsan setelah kejadian

pemukulan pada kepala ————————————————————

Page 16: visum referat.doc

2. Pada korban ditemukan ————————————————————

a. Pada belakang kepala kiri, dua sentimeter dan garis pertengahan belakang,

empat senti meter diatas batas dasar tulang, terdapat luka terbuka, tepi

tidak rata, dinding luka kotor, sudut luka tumpul, berukuran tiga senti

meter kali satu senti meter, disekitarnya dikelilingi benjolan berukuran

empat sentimeter kali empat senti meter —————————————

b. Pada dagu, tepat pada garis pertengahan depan terdapat luka terbuka tepi

tidak rata, dasar jaringan bawah kulit,dinding kotor, sudut tumpul,

berukuran dua senti meter kali setengah sentimeter dasar otot.—————

c. Lengan atas kiri terdapat gangguan fungsi, teraba patah pada pertengahan

serta nyeri pada penekanan. ———————————----------------------

d. Korban dirujuk ke dokter syaraf dan pada pemeriksaan didapatkan adanya

cedera kepala ringan. ——————————————--------------------

3. Pemeriksaan foto Rontgen kepala posisi depan dan samping tidak

menunjukkan adanya patah tulang. Pemeriksaan foto rontgen lengan

atas kiri menunjukkan adanya patah tulang lengan atas pada pertengahan.

4. Terhadap korban dilakukan penjahitan dan perawatan luka, dan

pengobatan. ———————————————————————----

5. Korban dipulangkan dengan anjuran kontrol seminggu lagi.——————

KESIMPULAN :

Pada pemeriksaan korban laki-laki berusia tiga puluh empat tahun ini ditemukan

cedera kepala ringan, luka terbuka pada belakang kepala kiri dan dagu serta patah

tulang tertutup pada lengan atas kiri akibat kekerasan tumpul. Cedera tersebut telah

mengakibatkan penyakit / halangan dalam menjalankan pekerjaan

jabatan/pencaharian untuk sementara waktu. Demikianlah visum et repetum ini

dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan keilmuan yang sebaik-baiknya,

mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Page 17: visum referat.doc

Dokter Pemeriksa

DAFTAR PUSTAKA

1. Atmadja DS. Simposium Tatalaksana Visum et Repertum Korban Hidup

pada Kasus Perlukaan & Keracunan di Rumah Sakit. Jakarta: RS Mitra

Keluarga Kelapa Gading, Rabu 10 Juli 2004

2. Budiyanto, Arif; Widiatmaka, Wibisana. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik.

Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik Kedokteran Universitas Indonesia

3. Hoediyanto; A. Hariadi. 2010. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan

Medikolegal. Surabaya. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan

Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.