Transcript

SKRIPSI

HILANGNYA PERAN NEGARA DALAM HAL JAMINAN KEAMANAN PERSONAL

(STUDI KASUS SISWA KELAS XI SMA NEGERI 7 MALANG DAN SMAK ST. ALBERTUS MALANG)

Oleh:

KARINA NURTRISIA

0710043032

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013

 

 

LEMBAR JUDUL

HILANGNYA PERAN NEGARA DALAM HAL JAMINAN KEAMANAN PERSONAL

(STUDI KASUS SISWA KELAS XI SMA NEGERI 7 MALANG DAN SMAK ST. ALBERTUS MALANG)

SKRIPSI

Disusun Oleh:

Karina Nurtrisia 0710043032

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2013

 

LEMBAR PERSETUJUAN

HILANGNYA PERAN NEGARA DALAM HAL JAMINAN KEAMANAN PERSONAL

(STUDI KASUS SISWA KELAS XI SMA NEGERI 7 MALANG DAN SMAK ST. ALBERTUS MALANG)

SKRIPSI

Disusun Oleh:

Karina Nurtrisia 0710043032

Telah disetujui oleh dosen pembimbing pada:

18 Juni 2013

Pembimbing I Pembimbing II

Ni Komang Desy S. S.IP, M.Si M. Riza Hanafi S.IP, M.IA NIP. 84123011120412 NIP. 80020711110413

LEMBAR PENGESAHAN

 

HILANGNYA PERAN NEGARA DALAM HAL JAMINAN KEAMANAN PERSONAL

(STUDI KASUS SISWA KELAS XI SMA NEGERI 7 MALANG DAN SMAK ST. ALBERTUS MALANG)

SKRIPSI

Nama: Karina Nurtrisia NIM: 0710043032

Telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam ujian Sarjana pada tanggal:

21 Februari 2013

Tim penguji:

Ketua Majelis Penguji Sekretaris Majelis Penguji

Yusli Effendi S.IP, MA Erza Killian S.IP, M.IEF NIP. 197804232009121001 NIP. 83090911120078

Anggota Majelis Penguji I Anggota Majelis Penguji II

Ni Komang Desy S. S.IP, M.Si M. Riza Hanafi S.IP, M.IA NIP. 84123011120412 NIP. 80020711110413

Malang, Juni 2013

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Prof. Dr. Ir. Darsono Wisadirana, MS. NIP. 195612271983121001 LEMBAR PERNYATAAN

 

Nama: Karina Nurtrisia

NIM: 0710043032

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul “ Hilangnya Peran

Negara dalam Hal Jaminan Keamanan Personal (Studi Kasus Siswa Kelas Xi Sma

Negeri 7 Malang Dan Smak St. Albertus Malang) “ adalah benar-benar karya sendiri .

Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan

dalam daftar pustaka, dan apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar,

maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang

saya peroleh dari skripsi tersebut

Malang, Juni 2013

Karina Nurtrisia NIM. 0710043032

 

I’m done

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan pada Allah SWT atas setiap penyertaan dan berkatnya

sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ Hilangnya Peran

Negara dalam Hal Jaminan Keamanan Personal (Studi Kasus Siswa Kelas Xi Sma

 

Negeri 7 Malang Dan Smak St. Albertus Malang) “ dalam prosesnya penulis menyadari

bahwa tanpa bantuan dan arahan dari orang-orang disekitar maka penulisan ini tidak akan

dapat terselesaikan dengan baik. Teruntuk:

1. Mama, Papa, dan Bunda atas doa restu dan sabarnya

2. Dosen pembimbing skripsi:

Ibu. Ni Komang Desy Arya Pinatih S.IP, M.Si

Bapak Riza Hanafi S.IP, M.IA

3. Dosen penguji skripsi:

Bapak. Yusli Effendi S.IP, MA

Ibu Erza Killian S.IP M.IEF

4. Mas Kholis dan seluruh dosen di Jurusan Hubungan Internasional Universitas

Brawijaya

5. SMA Negeri 7 dan SMAK St. Albertus Malang atas bantuannya dalam hal

pengumpulan data

6. Teman-teman dan seluruh pihak yang membantu terselesaikannya penyusunan

skripsi ini

Penulis menyadari bahwa masih dapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini,

sehingga penulis sangat berharap adanya kritik dan saran dari para pembaca, dan semoga

tulisan ini dapat memberikan manfaat.

Malang, Juni 2013

Penulis

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL …………………………………………………………. i

LEMBAR PERSETUJUAN ……………………………………………….. ii

LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………... iii

LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………….. iv

 

LEMBAR PERSEMBAHAN ……………………………………………… v

KATA PENGANTAR …………………………………………………….. vi

DAFTAR ISI ………………………………………………………………. vii

DAFTAR TABEL …………………………………………………………. x

DAFTAR BAGAN ………………………………………………………… xi

ABSTRAK …………………………………………………………………… xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ………………………………… 1

1.2 Rumusan Masalah ………………………………………. 7

1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………….. 8

1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………….. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Studi Terdahulu………………………………………… 10

2.2 Definisi Konseptual ............................................................ 12

2.2.1 Konsep Human Security ........................................... 12

2.3 Definisi Operasional ............................................................ 25

2.4 Argumen Utama ................................................................ 29

BABIII METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian dan Tipe Data ............................................ 30

3.2 Lokasi dan Jangkauan Waktu Penelitian ............................ 31

3.3 Subyek Penelitian dan Penarikan Sampel .......................... 31

3.4 Sumber Data ........................................................................ 33

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data .............................. 34

3.6 Teknik Analisis Data .......................................................... 34

3.7 Indikator, Kuisioner, dan Wawancara ............................... 35

3.7.1 Indikator ................................................................. 35

3.7.2 Kuisioner ................................................................. 36

3.7.3 Wawancara …………………………………….. 39

3.8 Sistematika Penelitian ....................................................... 39

 

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Sekolah ................................................. 42

4.1.1 SMA Negeri 7 Malang ............................................ 42

4.1.2 SMAK St. Albertus Malang .................................. 43

4.2 Hasil Pembahasan ............................................................... 44

4.2.1 Fear of violence (physical torture, war, ethnic

tension, suicide) ...................................................... 45

4.2.2 Prevention of accidents ............................................ 55

4.2.3 Level of crime .......................................................... 62

4.2.4 Security from illegal drugs and social network ....... 68

4.2.5 Prevention of harassement, gender violence, and

ethnic discrimination ............................................. 78

4.2.6 Prevention of domestic violence, child abuse, and

child exploitation ................................................... 83

4.2.7 Efficiency of institution .......................................... 86

4.2.8 Acces to public information ..................................... 89

4.2.9 Personal Financial ................................................. 93

4.2.10 Education ................................................................ 95

BAB V ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Disparitas Kondisi Personal Security SMA Negeri 7

Malang dan SMAK St. Albertus Malang ........................... 99

5.1.1 SMA Negeri 7 Malang ............................................. 100

5.1.2 SMAK St. Albertus Malang .................................. 110

5.2 Hasil Penelitian .................................................................... 121

5.3 Sumber-Sumber Ketidakamanan Personal ......................... 126

BAB VI PENUTUP

KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 128

10 

 

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perbedaan Konsep Keamanan Tradisional dan Human Security ........ 18

Tabel 2 Jenis Keamanan dan Ancaman dalam Human Security .................... 21

Tabel 3 Perbandingan Human Security menurut UNDP dan Kanada ............. 23

Tabel 4 Responden Penelitian ......................................................................... 32

Tabel 5 Kondisi Personal Security Siswa SMAN 7 & SMAK St. Albertus . 98

Tabel 6 Perbedaan Kondisi Personal Security Siswa ..................................... 122

11 

 

12 

 

DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Pergeseran Konsep Keamanan ........................................................ 13

Bagan 2 Alur Pemikiran Konsep Personal Security ………………………... 28

ABSTRAK

13 

 

HILANGNYA PERAN NEGARA DALAM HAL JAMINAN KEAMANAN PERSONAL

(STUDI KASUS SISWA KELAS XI SMA NEGERI 7 MALANG DAN SMAK ST. ALBERTUS MALANG)

Penulis : Karina Nurtrisia NIM : 0710043032 Pembimbing : Ni Komang Desy A.S.IP, M.Si dan M. Riza H. S.IP, M.IA Jumlah Halaman : xiii + 135 halaman Tahun : 2013

Semenjak berakhirnya perang dingin, konsep mengenai keamanan terus mengalami perubahan. Tidak dapat dipungkiri bahwa keamanan yang dulunya hanya berorientasi pada tataran negara, saat ini mengalami pergeseran kearah yang lebih spesifik yaitu keamanan individu. Konsep mengenai keamanan individu atau human security pertama kali diperkenalkan oleh United Nations Development Program (UNDP) pada tahun 1994 dengan definisi “ freedom from fear and freedom from want ”

Hak untuk mendapatkan rasa aman tidak hanya diperuntukkan bagi golongan tertentu melainkan merata bagi setiap individu tidak terkecuali bagi para pelajar yang utamanya berada di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) di mana pada masa tersebut merupakan suatu masa rawan akan ancaman-ancaman terhadap masa depannya. Dalam hal ini peran negara tidak dapat dilepaskan begitu saja, jaminan keamanan bagi setiap individu harus diberikan negara sebagai pemenuhan hak bagi setiap warga negara sebagai refleksi tingkat keamanan dan kesejahteraan negara tersebut di mata negara lain. Sebagai salah satu bagian kecil dari kelompok-kelompok masyarakat, siswa SMA dalam studi kasus ini merepresentasikan bagaimana kondisi personal security siswa dan bagaimana peran negara di dalamnya dalam menjamin keamanan individu.

Kata Kunci :

Human security, personal security, peran negara

ABSTRACT

THE ABSENCE OF STATE IN CASE OF PERSONAL SECURITY WARRANTY (CASE STUDY CLASS XI SMA NEGERI 7 MALANG AND SMAK ST. ALBERTUS

MALANG)

14 

 

Writer : Karina Nurtrisia ID. Number : 0710043032 Lecturer : Ni Komang Desy A.S.IP, M.Si dan M. Riza H. S.IP, M.IA Page Number : xiii + 135 pages Tahun : 2013

Since the end of the Cold War, the concept of security continues to change. It is inevitable that the security that was once only oriented at the level of the state, is currently experiencing a shift towards more specific the individual security. The concept of an personal security or human security was first introduced by the United Nations Development Program (UNDP) in 1994 with the definition of "freedom from fear and freedom from want"

The right to obtain a sense of security not only for certain groups but equally for every individual no exception to the students are mainly located in the Senior High School which is at that time was a period prone to threats to its future. In this case the role of the state can not be removed simply, guarantee the safety of each individual must be given to the state as the fulfillment of the right of every citizen as a reflection of the level of security and prosperity of the country in the eyes of other countries. As one small part of the community groups, senior high school students in this case study represents how the conditions of personal security of students and how the role of the state in which the individual security guarantees.

Key words:

Human security, personal security, role of state

 

 

 

 

 

 

 

 

 

15 

 

                                                           

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Adanya pergeseran subyek keamanan setelah berakhirnya Perang Dingin

tahun 1990an dari yang semula fokus terhadap keamanan negara kemudian saat ini

menjadi keamanan individu atau perorangan, menjadikan permasalahan keamanan

bukan hanya fokus pada hal kemiliteran saja melainkan pada hal-hal yang

menyangkut hak keselamatan individu seperti kekerasan antar suku, kekerasan dalam

rumah tangga, kelaparan, atau ancaman kejahatan peredaran obat-obatan terlarang dan

perdagangan manusia. Pergeseran konsep keamanan tersebut melahirkan sebuah

konsep keamanan baru yang menyeluruh dan berorientasi pada keamanan individu

yaitu konsep human security, dalam laporan Human Security Index, konsep human

security diartikan sebagai “it is the basic quality of life of an individual or household

at home, in one’s community, and in the world – if that person wealthy, ‘middle clas’,

‘working class, or poor”1 kosep human security berdasarkan definisi tersebut

merupakan hak dasar bagi setiap individu baik di dalam lingkungan terdekatnya atau

pada suatu komunitas di mana dia berada. Konsep human security ini pertama kali

diperkenalkan oleh United Nations Development Program (UNDP) pertama kali pada

tahun 1994 yang terdiri dari tujuh bagian yaitu economic security, food security,

health security, environmental security, personal security, community security, dan

 1   Hasting, David A. 2011. The Human Security Index: An Update and a New Release (Laporan) dalam http://www.humansecurityindex.org/wordpress/wp‐content/uploads/2011/03/hsiv2‐documentation1.pdf diakses tanggal 28 Agustus 2012 

16 

 

                                                           

political security2. Ketujuh bagian tersebut merupakan bagian-bagian yang saling

berhubungan dan erat kaitannya dengan hak dasar keamanan bagi setiap individu

yang harus dipenuhi oleh pihak yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah negara

yang kemudian nantinya dapat dirumuskan dalam bentuk kebijakan dan Undang-

Undang. Di Indonesia sendiri jaminan keselamatan terhadap individu masih belum

dapat terjamin dengan baik, hal tersebut terlihat dari masih banyaknya angka

kekerasan yang mengancam masyarakat khususnya pada remaja.

Kasus kekerasan pada anak atau remaja yang belakangan marak terjadi

menjadikan permasalahan tersebut tidak dapat dipandang sebelah mata dan harus

mendapatkan penanganan yang segera dan tepat. Kekerasan pada remaja baik yang

diakibatkan oleh lingkungan terdekat seperti orang tua atau keluarga lainnya, juga

dapat diakibatkan oleh lingkungan diluar seperti halnya teman sebaya, lingkungan

sekolah, atau pergaulan lainnya. Lemahnya pengawasan orang tua dan kurangnya

kesadaran diri terhadap hal tersebut menjadikan angka kekerasan terhadap remaja dan

anak terus meningkat dari tahun ke tahun, Komisi Nasional Perlindungan Anak

(Komnas PA) mencatat sebanyak 2.008 kasus kriminalitas yang dilakukan anak usia

sekolah terjadi di sepanjang kuartal pertama 2012. Jumlah itu meliputi berbagai jenis

kejahatan seperti pencurian, tawuran, dan pelecehan seksual yang dilakukan siswa SD

hingga SMA. Dari data yang diperoleh Komnas PA, pada 2010 terjadi 2.413 kasus

kriminal anak usia sekolah. Jumlah itu kemudian meningkat di 2011, yakni sebanyak

2.508 kasus3. Dari jumlah tersebut tentu saja kekerasan pada anak dan remaja harus

segera ditindaklanjuti agar tidak semakin meluas, untuk dapat menindaklanjuti

 2   United Nations Development Programme. 1994. Human Development Report 1994 (Laporan) dalam http://hdr.undp.org/en/media/hdr_1994_en_contents.pdf  hal. 24‐25 diakses tanggal 28 Agustus 2012   

3   Puskominfo Bidang Humas Polda Metro Jaya, 2012.  2.008  Kasus Kriminal Dilakukan Anak‐Anak (Artikel) dalam http://humaspoldametrojaya.blogspot.com/2012/05/2.html diakses tanggal 28 Agustus 2012 

17 

 

penyelesaian kasus tersebut maka terlebih dahulu perlu diketahui faktor apakah yang

menjadi ancaman atau penyebab utama terjadinya kekerasan tersebut sehingga

nantinya dapat dibentuk suatu rumusan kebijakan yang dapat memberikan

perlindungan kepada anak khususnya remaja.

Terkait dengan konsep human security yang memiliki dua hal pokok yaitu

freedom from fear and freedom from want dalam penelitian ini akan dibahas

mengenai salah satu bagian dalam konsep tersebut yaitu kondisi personal security

siswa kelas XI Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 7 Malang yang berada di

Jalan Cengger Ayam I/14 Malang dan Sekolah Menengah Atas Katholik (SMAK) St.

Albertus atau yang banyak dikenal dengan sebutan SMA Dempo yang berada di

wilayah Jalan Talang No. 1 Malang. Kota Malang yang dikenal dengan slogan

sebagai Kota Pendidikan tentunya menjadi kota tujuan pendidikan bagi banyak

masyarakat di luar wilayah Kota Malang, pada akhirnya masyarakat dari berbagai

macam latar belakang ekonomi, agama, etnis dapat dengan mudah ditemukan di Kota

Malang sebagai miniatur Indonesia. Tentunya hal tersebut bukan tidak mungkin

menimbulkan potensi konflik di tingkat pelajar di Kota Malang, maraknya peredaran

narkoba, seks bebas, kasus bullying, tawuran pelajar, penyalahgunaan penggunaan

jejaring sosial menjadi contoh ancaman yang kemudian banyak terjadi saat ini. Dalam

penelitian ini responden dipilih dari siswa kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan

SMAK St. Albertus Malang dengan pertimbangan antara lain:

- Responden di pilih dari siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) sesuai dengan

karakterististik konsep human security yaitu bersifat universal yaitu berlaku

bagi siapa saja untuk dapat dijadikan subyek penelitian

18 

 

- Pelajar dalam hal ini menghabiskan sebagian waktunya sehari-hari di sekolah

dengan sejumlah peraturan sekolah yang mengikat siswa, sehingga dalam hal

ini hasil penelitian nantinya diharapkan dapat menjawab indikator kondisi

personal security siswa dalam sekolah terkait dengan peraturan tata tertib

sekolah dan kontrol negara terhadap kebijakan pendididkan

- Sesuai dengan pengamatan di lapangan, banyak siswa SMA yang pergi ke

sekolah dengan mengendarai kendaraan pribadi sedangkan di tingkat SMA

usia rata-rata siswa antara 15 hingga 17 tahun yang artinya siswa belum dapat

memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM), dalam hal ini penelitian ditujukan

untuk mengetahui bagaimana kondisi personal security siswa dalam hal

berkendara dan pencegahan kecelakaan lalu lintas serta bagaimana peran

negara dalam mendisiplinkan penggunaan jalan raya

- Tingkat kelas XI merupakan tingkat kelas yang berada di tengah-tengah di

antara kelas X dan kelas XII, hal tersebut berarti pada tingkat kelas XI

responden memiliki kakak dan adik tingkat sehingga pada tahapan ini kelas XI

dianggap ideal untuk menjawab indikator mengenai kondisi personal security

responden terhadap rekan sekolah

- Tingkat kelas XI merupakan tingkat di mana hampir seluruh kegiatan siswa di

sekolah dikelola oleh siswa kelas XI seperti OSIS ataupun kegiatan

ekstrakurikuler sekolah, hal tersebut berarti pada tingkat kelas XI responden

memiliki otoritas lebih dalam menjalankan kegiatan di sekolah yang mana hal

tersebut terkadang meimbulkan konflik dikarenakan munculnya rasa

kecemburuan antar teman

19 

 

- Tingkat kelas XI merupkan tigkat di mana siswa kemudian dipersiapkan untuk

naik ke jenjang berikutnya yaitu tingkat kelas XII yang nantinya akan

menghadapi Ujian Nasional, hal tersebut dipergunakan untuk mengetahui

kondisi personal security responden terhadap indikator mengenai peran negara

dalam menyelenggarakan kebijakan ujian nasional

- Beragamnya latar belakang siswa di SMA Negeri 7 Malang dalam hal suku,

agama, serta tingkat ekonomi keluarga menjadikan SMA Negeri 7 Malang

menjadi salah satu sekolah negeri yang memiliki siswa dengan beragam

responden, perekonomian dalam hal ini dipergunakan sebagi indikator untuk

melihat bagaimana peran negara dalam mensejahterakan masyarakatnya

- Pada tahun 2006 SMA Negeri 7 Malang pernah menyelenggarakan pentas

kesenian Cipta Gelar Pesona Sabhatansa (CGPS) yang kemudian mengalami

kerusuhan sehingga mengakibatkan pihak sekolah berurusan dengan pihak

kepolisian dan kegiatan CGPS sesuai dengan peraturan sekolah hingga tahun

2013 ini ditiadakan. Hal tersebut dipergunakan untuk mengetahui sejauh mana

kemudian peran sekolah dalam memberikan kebebasan pada siswa untuk dapat

mengekspresikan dirinya melalui kegiatan seni

- Pada tahun 2006 beberapa siswa SMA Negeri 7 Malang pernah terlibat

tawuran antar pelajar yang mengakibatkan beberapa siswa yang bersangkutan

tersebut terkena hukuman dan skors dari pihak sekolah, sehingga hal tersebut

dipergunakan untuk mengetahui seberapa tingkat keamanan siswa terhadap

masalah tawuran antar pelajar

20 

 

- Sesuai dengan pengakuan siswa sebelum diadakannya penelitian di SMA

Negeri 7 Malang, diketahui terdapat siswi yang pernah mengalami kejadian

hamil di luar nikah sehingga sesuai dengan peraturan sekolah maka siswi

tersebut harus dikeluarkan dari sekolah. Dengan demikian hal tersebut

dipergunakan untuk menjawab indikator mengenai bagaimana tanggapan

responden terhadap tindakan asusila

- SMAK St. Albertus Malang merupakan sekolah dengan latar belakang

pendidikan agama sehingga siswanya dibekali dengan pendidikan agama

dengan porsi lebih dibandingkan sekolah negeri yang tergolong sekolah umum

- Lebih dari 70% siswa SMAK St. Albertus Malang berlatar belakang keturunan

etnis Cina, dan beragama Nasrani sehingga hal tersebut dipergunakan untuk

mengetahui bagaimana kondisi personal security siswa terhadap permasalahan

diskriminasi etnis di masyarakat

- Di tingkat ekonomi, siswa SMAK St. Albertus Malang tergolong berada pada

tingkat menengah ke atas sehingga hal tersebut dipergunakan untuk

mengetahui bagaimana kondisi personal security siswa dalam hal keuangan

individu untuk dapat memenuhi keinginan mereka

- Di bidang akademik, SMAK St. Albertus Malang memiliki sederet prestasi

sehingga menjadikan sekolah tersebut sebagai sekolah swasta tujuan

masyarakat, maka dalam penelitian ini hal tersebut dipergunakan untuk

menegtahui bagaimana kondisi personal security siswa terhadap indikator

pendidikan

21 

 

- Dari pengakuan sejumlah siswa sebelum dilaksanakannya penelitian, di

SMAK St. Albertus Malang terdapat beberapa hal yang menyangkut

permasalahan senioritas yang dianggap mengganggu dan mengancam

responden

- Ketatnya peraturan sekolah yang diterapkan di SMAK St. Albertus Malang

menjadikan hal tersebut sebagai salah satu bentuk ancam bagi siswa, maka

dalam penelitian ini kemudian akan dibahas lebih mendalam mengenai

ancaman terhadap kondisi personal security siswa terhadap peraturan sekolah

Dari kedua sekolah dengan latar belakang yang berbeda tersebut dan

pemilihan tingkat kelas pada responden, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

ancaman-ancaman apa saja yang dianggap paling mengancam bagi responden dari

kedua sekolah tersebut, kemungkinan perbedaan hal yang dianggap paling

mengancaman bagi responden di kedua sekolah tersebut, bagaimana kondisi disparitas

personal security siswa kelas XI di kedua sekolah tersebut dan bagaimana peran

negara dalam memberikan jaminan keamanan bagi masyarakatnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan

masalah pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kondisi personal security siswa kelas XI SMA Negeri 7

Malang dan SMAK St. Albertus Malang?

2. Bagaimana kondisi disparitas personal security siswa kelas XI SMA

Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang?

22 

 

3. Apa sumber-sumber ancaman dalam personal security siswa kelas XI

SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang?

4. Bagaimana peran negara dalam menjamin kemanan pada subyek

penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian

Penulisan penelitian ini secara umum bertujuan untuk:

a. Dapat memberikan gambaran mengenai kondisi personal security siswa

kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang

b. Dapat memberikan gambaran mengenai hal apa yang menjadi ancaman

paling tinggi dan paling rendah bagi siswa kelas XI SMA Negeri 7

Malang dan SMAK St. Albertus Malang

c. Dapat memberikan gambaran mengenai perbedaan kondisi personal

security siswa kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus

Malang

d. Dapat memberikan gambaran mengenai peran negara dalam menjamin

keamanan bagi setiap individu terutama subyek penelitian

e. Dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana pengolahan data hasil

survey sebagai hasil dari penelitian mengenai kondisi personal security

siswa kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang

23 

 

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat berupa pengetahuan baru

mengenai kondisi personal security siswa kelas XI SMA Negeri 7 dan SMAK St.

Albertus Malang dan diharapkan nantinya hasil penelitian ini dapat menjadi satu

acuan atau bahan studi terdahulu bagi rekan-rekan mahasiswa untuk melaksanakan

penelitian lainnya yang berhubungan dengan konsep human security ataupun

penelitian mengenai elemen human security lainnya serta kesimpulan pada penelitian

ini dapat dijadikan sebagai bahan rekomendasi untuk sekolah yang dijadikan objek

penelitian dalam merumuskan kebijakan tata tertib bagi siswa siswinya. Secara khusus

penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis mengenai teknik

analisis dan pengolahan data sehingga menjadi satu bentuk kesatuan penelitian yang

utuh.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

24 

 

                                                           

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini secara umum akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan tinjauan

pustaka pada penelitian ini seperti studi terdahulu, konsep human security yang akan

dijadikan sebagai konsep dasar dalam penelitian ini, serta argument utama penelitian yang

akan dipergunakan untuk menarik kesimpulan di akhir penelitian.

2.1 Studi Terdahulu

Adanya pergeseran subyek keamanan dari yang dulunya hanya fokus pada

tahapan kenegaraan saat ini berkembang dan fokus terhadap permasalahan keamanan

pada individu atau perorangan yang lebih komples. Munculnya konsep human

security pada tahun 1994 yang dikemukakan oleh UNDP menjadi titik awal mulai

berkembangnya konsep tersebut, sayangnya dalam perkembangannya konsep human

security mengalami banyak perdebatan. Tidak banyaknya pengembangan penelitian

konsep human security kemudian menarik perhatian para peneliti untuk meneliti lebih

dalam mengenai konsep tersebut, salah satu penelitian yang merupakan pilot project

dalam fokus konsep human security dilaksanakan oleh tim dosen Program Studi

Hubungan Internasional Universitas Brawijaya Malang yaitu Effendi, Killian, dan

Setiawati yang berjudul Baseline Study Mengenai Kondisi Kemananan Insani (Human

Security)4 di Kota Malang pada bulan September 2012, dalam penelitian tersebut tim

peneliti memfokuskan penelitian di Kota Malang yang terbagi atas beberapa wilayah

admisitrasi terdiri dari 5 kecamatan antara lain Klojen, Lowokwaru, Blimbing, Sukun

dan Kedungkandang. Sesuai dengan pembabakan yang telah ditentukan oleh UNDP

 4   Effendi, Y., Killian P.M,. Setiawati, Ni Komang,. (2012) Baseline Study Mengenai Kondisi Keamanan Insani (Human Security) di Kota Malang  

25 

 

sebagai dasar pengembangan konsep human security dibagi dalam tujuh bagian antara

lain economic security, food security, health security, environmental security,

personal security, community security, dan political security penelitian mengenai

kondisi keamanan insani di Kota Malang tersebut kemudian menjabarkan secara

terperinci ancaman-ancaman apa saja yang kemudian banyak terjadi di kota Malang.

Penelitian yang dikembangkan dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif atau

dikenal dengan sebutan mixing method tersebut kemudian memberikan gambaran

secara umum mengenai ancaman tertinggi hingga terendah di Kota Malang. Dari 120

total responden yang dipilih secara merata di lima kecamatan di Kota Malang

kemudian disimpulkan bahwa ancaman tertinggi berada pada bagian environmental

security, personal security, dan community security, sedangkan ancaman yang

sianggap sedang ditemukan pada bagian economic security, food security, health

security, dan political security.

Dari kesimpulan pada penelitian terdahulu diketahui bahwa salah satu bagian

yang memiliki tingkat ancaman paling tinggi adalah bagian personal security

diketahui bahwa beberapa sumber-sumber ancaman berupa banyaknya tindakan

pencurian khususnya pencurian kendaraan bermotor, dan fasilitas publik yang

membahayakan keselamatan warga, maka penelitian ini secara spesifik akan

membahas lebih dalam mengenai kondisi personal security. Jika pada studi terdahulu

subyek penelitian atau responden merupakan warga Kota Malang di lima kecamatan,

maka dalam penelitian ini responden difokuskan pada pelajar kelas XI di SMA Negeri

7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang

26 

 

                                                           

2. 2 Definisi Konseptual

2. 1. 1 Konsep Human Security

Konsep human security mulai muncul setelah berakhirnya Perang

Dingin ditahun 1990-an, bergesernya konsep keamanan dari yang

semula fokus terhadap keamanan tradisional menjadi keamanan

manusia atau human security merupakan suatu bentuk tuntutan jaman

di mana pada saat ini banyak sekali ancaman-ancaman kejahatan yang

korbannya bukan lagi negara namun langsung pada individu. Melly

Caballero – Anthony menyebutkan minimal ada tiga pandangan

tentang keamanan. Pandangan pertama adalah yang beranggapan

bahwa ruang lingkup keamanan adalah lebih luas daripada semata-mata

keamanan militer (military security). Pandangan kedua adalah

menentang perluasan ruang lingkup dari keamanan dan lebih

cenderung konsisten dengan status quo. Pandangan ketiga tidak saja

memperluas cakupan bahwa keamanan lebih luas dari semata-mata

ancaman militer dan ancaman negara, namun juga berusaha untuk

memperlancar proses pencapaian emansipasi manusia (human

emancipation)5 konsep tersebutlah yang kemudian dikenal dengan

sebutan comprehensive security. Keamanan manusia atau human

security merupakan idea atau konsep yang berkembang atas dasar

pemikiran pergeseran subyek keamanan, jika dulunya keamanan hanya

berorientasi pada negara atau state oriented, maka setelah berakhirnya

 5   Susetyo,  Heru.  Menuju  Paradigma  Keamanan  Komprehensif  Berprespektif  Keamanan  Manusia dalam  Kebijakan  Keamanan  Nasional  Indonesia.  2008.  Lex  Jurnalica  Vol.  6  No.  1.  Dalam http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/6108110.pdf diakses tanggal 10 Juni 2012. 

Perang Dingin konsep keamanan bergeser ke pemikiran mengenai

keamanan manusia yang berorientasi pada manusia atau people

oriented.

Bagan 1

Pergeseran Konsep Keamanan

27 

 

                                                           

1990-an

Economic Development & Military Security

Berakhirnya Perang Dingin

Perubahan komponen pembangunan, teknologi, politik, sosial, dll.

Comprehensive security

Konsep human security

Perdebatan mengenai konsep keamanan ini seperti yang disebutkan

oleh Edy Prasetyono ketua Depatemen Hubungan Internasional Centre

for Stategic and International Studies (CSIS) dalam jurnalnya yang

bejudul Human Security6 ada tiga hal yang menjadi perdebatan pada

kemunculan konsep human security ini yaitu: pertama, human security

merupakan gagasan dan upaya negara-negara Barat dalam bungkus

baru untuk menyebarkan nilai-nilai-nilai mereka terutama tentang hak  

6   Prasetyono,  Edy.    Human  Security  (Artikel)  11  September  2003  dalam http://www.propatria.or.id/download/Paper%20Diskusi/human_security_ep.pdf diakses tanggal 27 April 2012 

28 

 

                                                           

azasi manusia. Kedua, human security, sebagai suatu konsep, bukanlah

hal baru. Human security yang secara luas mencakup isu-isu non-

militer juga sudah dikembangkan di dalam konsep keamanan

konprehensif. Ketiga, barangkali perdebatan yang paling tajam, adalah

perbedaan dalam definisi dan upaya untuk mencapai human security

oleh masing-masing pemerintah nasional berdasarkan sudut pandang,

pengalaman, dan prioritas yang berbeda.7 Terlepas dari perdebatan

mengenai kemunculan konsep human security tersebut, human security

muncul untuk mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan

nilai kemanusiaan yang marak terjadi belakangan ini baik yang

disebabkan oleh individu lain atau kelompok-kelompok tertentu yang

mengancam jiwa seseorang. Human security mempunyai dua

komponen utama yaitu:

“freedom from fear and freedom from want - The battle of peace has to be fought on two fronts. The first is the security front where victory spells freedom from fear. The second is the economic and social front where victory means freedom from want. Only victory on both fronts can assure the world of an enduring peace. No provisions that can be written into the Charter will enable the Secun'ty Council to make the world secure from war if men and women have no security in their homes and their jobs8

Kedua komponen tesebut menjelaskan bahwa konsep human security

pada intinya merupakan konsep yang menjungjung kebasan dari rasa

takut dan kebebasan berkeinginan, untuk mencapai perdamaian yang

pertama harus dicapai adalah kebebasan dari rasa takut kemudian

kedua dibidang ekonomi dan sosial yang menjadi komponen bebas  

7   Ibid. 8   United Nations Development Programme (UNDP). Human Development Report (HDR) 1994 . dalam http://hdr.undp.org/en/media/hdr_1994_en_chap2.pdf diakses tanggal 27 April 2012 

29 

 

                                                           

berkeinginan. Konsep human security kemudian berusaha merubah

sudut pandang mengenai kamanan tradisional ke arah yang lebih global

dengan memperhatikan kedua komponen tersebut. Jika dahulu konsep

keamanan fokus terhadap permasalahan konflik antar negara maka saat

ini keamanan tidak hanya terfokus pada satu titik saja.

Rasa aman dan nyaman merupakan hak bagi setiap individu, oleh

sebab itu munculnya konsep human security pertama kali didefinisikan

oleh UNDP dalam Human Development Report (HDR) 19949 sebagai:

“Human security can be said to have two main aspects. It means, first, safety from such chronic threats as hunger, disease and repression. And second, it means protection from sudden and hurtful disruptions in the patterns of daily life-whether in homes, in jobs or in communities. Such threats can exist at all levels of national income and development.”

Definisi yang diutarakan oleh UNDP tersebut menjelaskan bahwa

keamanan manusia terdiri dari hal-hal yang mendasar seperti bebas dari

ancaman yang bersifat kronis seperti kelaparan, dan penyakit menular

yang berbahaya. Selain itu UNDP juga menjelaskan mengenai proteksi

terhadap kehidupan sehari-hari baik di dalam ataupun di luar rumah

karena ancaman-ancaman kejahatan yang merugikan dan cenderung

melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) tersebut dapat terjadi di mana

saja. Selain itu dalam laporan yang diterbitkan oleh Commision on

Human Security (CHS)10, human security didefinisikan pula sebagai:

 9   United Nations Development Programme (UNDP). Human Development Report (HDR) 1994 . hal. 23 dalam http://hdr.undp.org/en/media/hdr_1994_en_chap2.pdf diakses tanggal 27 April 2012 10   Commission  on  Human  Security  (CHS)  terbentuk  pada  bulan  Januari  tahun  2001  sebagai  respon terhadap  UN  Millennium  Summit  yang  diadakan  pada  bulan  September  tahun  2000  untuk  pencapaian “freedom  from want” dan  “freedom  for  fear”. Tahun 2003 CHS mempublikasikan  laporannya yang berjudul 

30 

 

                                                                                                                                                                                        

“…to protect the vital core of all human lives in ways that enhance human freedoms and human fulfillment. Human security means protecting fundamental freedoms – freedoms that are the essence of life. It means protecting people from critical (severe) and pervasive (widespread) threats and situations. It means using processes that build on people’s strengths and aspirations. It means creating political, social, environmental, economic, military and cultural systems that together give people the building blocks of survival, livelihood and dignity.”11

Senada dengan definisi yang dipublikasikan oleh UNDP, Commission

on Human Security berpendapat bahwa human security merupakan

proteksi terhadap kebebasan secara dasar atau fundamental terhadap

nilai-nilai kehidupan termasuk kebebasan dalam menyampaikan

aspirasi untuk menciptakan suatu bentuk ketahanan. Dari kedua definisi

tersebut terdapat satu kesimpulan mengnai definisi konsep human

security yaitu memiliki kesamaan dalam mengangkat kebebasan

individu dalam berbagai aspek kehidupan, sehingga individu tersebut

dapat terpenuhi seluruh hak hidupnya.

Konsep human security jika dilihat dari definisi tersebut di atas

sangat erat kaitannya dengan Hak Asasi Manusia (HAM) yang

menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan hak hidup bagi manusia,

kemunculan konsep ini tidak terlepas dari pandangan masyarakat

mengenai pentingnya mengangkat hak hidup bagi setiap individu.

 Human  Security  Now  (Human  Security  at  the  United  Nations,  Newsletter  –  Issue  1  (Fall  2007)  dalam http://ochaonline.un.org/OchaLinkClick.aspx?link=ocha&docId=1065215 diakses tanggal 27 April 2012 11   Commission on Human Security final report, Human Security Now. dalam  Human Security Unit Office for the Coordination of Humanitarian Affairs United Nations. Human Security in Theory and Practice, Aplication of  Human  Security  Concept  and  the  United  Nation  Trust  Fund  for  Human  Security.  2009.  Dalam http://hdr.undp.org/en/media/HS_Handbook_2009.pdf diakses tanggal 27 April 2012 

31 

 

                                                           

Human security menurut UNDP secara garis besar berisi tentang dua

hal pokok yang mendasar yaitu “freedom from fear” dan “freedom

from want” bebas dari rasa takut dan berkeinginan adalah dua hal dasar

yang menjadikan konsep human security merupakan konsep keamanan

yang paling mendasar.

Empat karakteristik yang diangkat oleh konsep human security ini

adalah: universal, interdependent, prevention, dan people-centred12

human security bersifat universal yang artinya konsep tersebut relevan

dengan semua individu di manapun baik kaya ataupun miskin karena

berbagai macam ancaman dapat timbul sewaktu-waktu seperti

pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), polusi udara, kriminalitas,

dan kejahatan lainnya. Kedua, the components of human security are

interdependent atau saling terkait antara satu aspek dengan aspek

lainnya seperti adanya perdagangan obat-obatan terlarang, perdagangan

manusia, terorisme yang terjadi terkait dengan batas-batas negara.

Ketiga, easier to ensure trough early prevention, dengan adanya

konsep human security maka kita dapat melakukan tindakan preventif

sehingga dapat menekan kemungkinan buruk yang dapat terjadi seperti

penyebaran penyakit. Keempat, people-centred konsep human security

fokus terhadap kebebasan manusia dalam kehidupannya dan dalam

komunitasnya serta bagaimana tiap-tiap manusia berkesempatan untuk

mendapatkan akses interaksi sosial. keempat karakteristik tersebut

kemudian menjadikan human security sebagai konsep keamanan yang

 12   United Nations Development Programme (UNDP). Human Development Report (HDR) 1994 . hal. 22‐23 dalam http://hdr.undp.org/en/media/hdr_1994_en_chap2.pdf. diakses tanggal 27 April 2012 

32 

 

jauh dari kekerasan secara militer. Pergeseran tersebut yang kemudian

membedakan pengertian antara konsep keamanan tradisional dengan

konsep human security saat ini, perbedaan antara konsep keamanan

tradisional dengan konsep human security adalah:

Tabel 1

Perbedaan konsep keamanan tradisional dan human security13

Keamanan tradisional Human security

Objek Negara Individu

Nilai keamanan

Integritas kawasan, dan kemerdekaan nasional

Keamanan personal, dan kebebasan individu

Ancaman dan resiko

Ancaman tradisional seperti militer, kekerasan, perang

Non-tradisional ataupun ancaman tradisional

Arti keamanan

Pemaksaan merupakan suatu instrumen keamanan yang paling utama yang digunakan untuk menjaga keamanan negaranya sendiri

Pemaksaan bukanlah instrumen yang paling penting dalam konsep human security. Sanki, pembangunan sumber daya manusia, pemerintahan yang baik merupakan instrumen kunci dari human security

Keseimbangan kekuatan (balance of power) merupakan suatu hal yang paling penting, kekuatan dan kapabilitas militer harus sejajar

Keseimbangan kekuatan bukanlah hal yang paling utama, soft power dalam hal ini merupakan kekuatan yang paling penting

                                                            13   Bajpai, Kanti. Human Security: Concept and Measurement. Kroc Institute Occasional Paper (Number 19),  University  of  Notre  Dame,  Notre  Dame,  Indiana,  2000  .  hal  48.  Dalam http://www.hegoa.ehu.es/dossierra/seguridad/Human_security_concept_and_measurement.pdf  diakses tanggal 27 April 2012 

33 

 

Kerjasama antar negara diluar bentuk aliansi dianggap lemah

Kerjasama antara, organisasi internasional, dan NGOs merupakan kerjasama yang berkelanjutan dan efektif

Norma-norma dan institusi memiliki nilai yang terbatas, khususnya di bidang keamanan ataupun militer

Ukuran norma dan isntitusi ditentukan oleh demokratisasi dan perwakilan dalam institusi yang dapat menunjukkan keefektifan

Sumber: Human Security Concept and Measurement, 2009.

Human security menurut UNDP digolongkan ke dalam tujuh

kategori14 yang secara umum banyak dijadikan acuan yaitu: economic

security, food security, health security, environment security, personal

security, community security, dan political security. Ketujuh kategori

tersebut merupakan aspek kehidupan yang erat kaitanya dengan

manusia dan menyentuh kehidupan sehari-hari sehingga konsep human

security merupakan satu kesatuan yang menaungi beberapa aspek

terkait kehidupan masyarakat pada umumnya. Penggolongan kategori

dalam tujuh poin tersebut sangat erat kaitannya dengan kehidupan

masyarakat karena mewakili ancaman-ancaman yang terjadi karena

faktor internal ataupun eksternal. Faktor internal yang menyebabkan

seseorang merasa tidak aman seperti adanya rasa tidak nyaman

terhadap suatu hal, ataupun ancaman yang terjadi secara langsung pada

seseorang. Sedangkan faktor eksternal yang mengancam dapat terjadi

                                                            14   United Nations Development Programme (UNDP). Human Development Report (HDR) 1994 . hal. 24‐25 dalam http://hdr.undp.org/en/media/hdr_1994_en_chap2.pdf diakses tanggal 27 April 2012 

34 

 

karena pihak lain atau suatu kejadian yang dilakukan oleh pihak lain

namun berimbas kepada keamanan individu.

Secara umum economic security merupakan tahapan di mana

manusia akan merasa aman jika kebutuhan ekonominya dapat

terpenuhi, kebutuhan ekonomi dapat berupa tersedianya lapangan

pekerjaan yang mencukupi sehingga manusia dapat bekerja dan

berpenghasilan cukup untuk mencukupi kebutuhannya. Ketersediaan

pangan oleh suatu negara untuk mencukupi kebutuhan masyarakatnya

sehingga tidak terjadi kelaparan juga merupakan salah satu bentuk

konsep food security. Sedangkan health security merupakan isu yang

banyak berkembang dibanyak negara berkembang, angka kematian

tertinggi di negara-negara berkembang banyak disebabkan karena

diare, kanker, kematian ibu dan anak, dan HIV-AIDS hal tersebut tidak

terlepas dari kurangnya kecukupan gizi masyarakat dan minimnya

pengetahuan masyarakat, sehingga angka kematian akibat penyakit

masih tinggi. Masyarakat dalam hal ini berhak untuk mendapatkan

akses pengobatan dan penyuluhan dari pemenrintah setempat sehingga

angka kematian akibat penyakit tersebut dapat berkurang.

Kerusakan lingkungan seperti kebakaran hutan, longsor akibat

pembabatan hutan secara illegal, kurangnya air bersih, polusi udara,

dan pencemaran laut merupakan ancaman bagi manusia sehingga

environment security muncul sebagai salah satu aspek penting dalam

konsep human security. Konsep human security tidak terlepas dari

peranan individu sebagai subyek, ancaman terhadap manusia secara

35 

 

personal dapat berupa adanya perang antar negara, kriminalitas,

perdagangan manusia, pemerkosaan, tenaga kerja dibawah umur, dll.

sedangkan ancaman terhadap komunitas yang masih banyak terjadi

adalah konflik antar etnis atau suku, perbedaan agama, serta konflik

identitas lainnya sehingga memicu ketegangan antar kelompok.

Political security merupakan kategori terakhir dari human security

yang menekankan ancaman terhadap pelanggaran nilai-nilai Hak Asasi

Manusia (HAM) sehingga mengancam kebebasan individu, serta

ancaman yang diakibatkan adanya suatu kejadian politik sehingga

berdampak langsung terhadap masyarakat suatu negara secara luas.

Tabel 2

Jenis-jenis keamanan dan ancaman dalam konsep human security

Jenis Keamanan Jenis Ancaman

Economic security Kemiskinan, pengangguran

Food security Kelaparan

Health Security Penyakit yang mematikan, kekurangan gizi, kurangnya akses terhadap perawatan dasar kesehatan, kurangnya makanan sehat

Environment security

Degradasi lingkungan, bencana alam, polusi, berkurangnya sumber daya alam

Personal security Kekerasan fisik, kriminalitas, terorisme, kekerasan domestik, memperkerjakan anak di bawah umur , eksploitasi

Community security Kerusuhan antar etnis, permasalahan agama, dan ketegangan yang memicu kerusuhan yang disebabkan oleh identitas suatu kelompok

Political security Penindasan politik, pelanggaran HAM

36 

 

                                                           

Sumber: Human Security Unit Office for the Coordination of Humanitarian Affairs United Nations15

Dalam perkembanganya konsep human security tidak hanya

didefinisikan oleh UNDP saja, beberapa negara seperti Kanada dan

Jepang juga turut berpendapat dan mengadopsi konsep human security.

Pemerintah Kanada secara eksplisit mengritik bahwa konsep human

security UNDP terlalu luas dan hanya mengaitkan dengan dampak

negative pembangunan dan keterbelakangan. UNDP mengabaikan

“human insecurity resulting from violent conflict”. Kritik senada juga

dikemukakan oleh Norwegia. Menurut Kanada, human security adalah

keamanan manusia yang doktrinnya didasarkan pada Piagam PBB,

Deklarasi Universal tentang Hak Azasi Manusia, dan Konvensi

Jenewa. Langkah-langkah operasional untuk melindungi human

security dirumuskan dalam beberapa agenda tentang: pelarangan

penyebaran ranjau, pembentukan International Criminal Court, HAM,

hukum humaniter internasional, proliferasi senjata ringan dan kecil,

tentara anak-anak, dan tenaga kerja anak-anak16.

Konsep human security menurut Kanada pada intinya menyatakan

bahwa dalam perspektif Kanada human security adalah security of the

people (keamanan warga negara) yang berpedoman kepada Piagam

PBB, Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia serta Konvensi

Geneva. Dalam hal ini konsep human security berfokus pada human

 15   Human  Security  Unit Office  for  the  Coordination  of  Humanitarian  Affairs  United Nations.  Human Security in Theory and Practice, Aplication of Human Security Concept and the United Nation Trust Fund for Human Security. 2009. Hal. 7. Dalam http://hdr.undp.org/en/media/HS_Handbook_2009.pdf diakses  tanggal 27 April 2012 16   Ibid. 

37 

 

cost yang diakibatkan oleh konflik kekerasan. Pemahaman tersebut

mendapat sambutan dari negara-negara middle power seperti Norwegia

yang kemudian bersama dengan pemerintah Kanada mendirikan

lembaga bernama Human Security Partnership pada tahun 1998.

Lembaga ini mengidentifikasi human security dalam 9 (sembilan) hal

sebagai berikut: korban ranjau darat, pembentukan International

Criminal Court, hak-hak asasi manusia, hukum humaniter, wanita dan

anak-anak dalam konflik bersenjata, plorifikasi senjata ringan (small

arms), tentara anak-anak, buruh anak-anak dan kerjama negara-negara

utara17.

Tabel 3

Perbandingan human security menurut UNDP dan Kanada

UNDP School Canadian School

Security for whom

Primarily the individual Primarily the individual, but state security also is important

Security of what values

Personal safety/well-being and individual freedom

Personal safety/well-being and individual freedom

Security from what threats

Direct and indirect violence; greater emphasis on indirect violence, especially economic, environmental factors

Direct and indirect violence; greater emphasis on direct violence at two levels – national/societal and international/global

Security by Promoting human development: basic needs plus equity,

Promoting political development: global norms and institutions

                                                            17   Kristiadi,  J.  National  Security,  Human  Security,  HAM,  dan  Demokrasi.  Dalam http://www.propatria.or.id/download/Paper%20Diskusi/human_security_dan_ham_jk.pdf  diakses  tanggal  27 April 2012 

38 

 

what means sustainability, and greater democratization and participation at all levels of global society

(governance) plus collective use of force as well as sanctions if and when necessary

Sumber: Human Security Concept and Measurement18

Sedangkan konsep human security menurut pandangan Jepang

sangat mirip dengan UNDP. Human security secara komprehensif

mencakup semua hal yang mengancam kehidupan dan kehormatan

manusia, misalnya kerusakan lingkungan, pelanggaran HAM,

kejahatan terorganisir internasional, masalah pengungsi, peredaran

obat-obat terlarang, penyebaran penyekit menular yang berbahaya, dan

sebagainya. Jadi, Jepang menekankan bahwa human security dalam

konteks “freedom from fear and freedom from want”19 Ketiga

pandangan mengenai konsep human security tersebut muncul sebagai

bentuk pemahaman yan berbeda-beda mengenai konsep keamanan

sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan negara yang berbeda

akan nilai keamanan.

Dalam pertemuan United Nations Millennium Declaration yang

diadakan pada tanggal 6-8 September tahun 2000, human security

diangkat sebagai isu penting dalam mengatasi permasalahan

pembangunan di negara-negara miskin dan berkembang. Dalam

deklarasi tersebut disebutkan nilai-nilai fundamental yang menjadi

esensi dalam hubungan internasional antara lain: kebebasan,

                                                            18   Bajpai, Kanti. Human Security: Concept and Measurement. Kroc Institute Occasional Paper (Number 19),  University  of  Notre  Dame,  Notre  Dame,  Indiana,  2000  .  hal  36.  Dalam http://www.hegoa.ehu.es/dossierra/seguridad/Human_security_concept_and_measurement.pdf  diakses tanggal 27 April 2012 19   Prasetyono,  Edy.    Human  Security.  11  September  2003  dalam http://www.propatria.or.id/download/Paper%20Diskusi/human_security_ep.pdf diakses tanggal 27 April 2012 

39 

 

                                                           

kesetaraan, solidaritas, toleransi, perhatian terhadap alam, serta

pembagian tanggung jawab20. Dari hal tersebut kemudian PBB

mengadopsi beberapa hal yang kemudian menjadi acuan pembentukan

Millenium Development Goals (MDGs) yang kemudian sistem tersebut

diterapkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Dalam

perkembangannya MDGs dibagi menjadi delapan poin utama21 antara

lain eradicate extreme hunger and poverty (memberantas kemiskinan

dan kelaparan), achieve universal primary education (memenuhi

standar pendidikan dasar), promote gender equality and empower

women (kesetaraan gender dan pemberdayaan wanita), reduce child

mortality (mengurangi angka kematian anak), improve maternal helath

(meningkatkan kesehatan ibu), combat HIV/AIDS malaria and other

diseases (memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya),

ensure environmental sustainability (pengelolaan lingkungan hidup

yang berkelanjutan), develop a global partnership for development

(mengembangkan kerjasama global dalam pembangunan)

2. 3 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan definisi yang menyatakan seperangkat

petunjuk atau kriteria atau operasi yang lengkap tentang apa yang harus diamati dan

bagaimana mengamatinya dengan memiliki rujukan-rujukan empiris seperti

menghitung, mengukur atau dengan cara lain seperti mengumpulkan informasi

 20   United  Nations  Millennium  Declaration,  I.  Value  and  Principles:  6.  2000.  Dalam http://www.un.org/millennium/declaration/ares552e.htm diakses tanggal 27 April 2012 21   Ibid. 

40 

 

                                                           

melalui penalaran kita22 sehingga untuk dapat menjalankan definisi konseptual pada

penelitian ini akan dirumuskan indikator terkait personal security yang dikutip dari

Human Security: Indicators for Measurement23, terdapat 8 indikator personal security

antara lain:

1. Fear of violence (physical torture, war, ethnic tension, suicide), indikator

ini digunakan untuk mengukur tingkat keamanan siswa kelas XI terhadap

dari ancaman-ancam secara fisik, konflik antar pelajar, ataupun kegiatan

lain yang menyebaban adanya kekerasan

2. Prevention of accidents, indikator ini digunakan untuk mengukur sejauh

mana upaya pencegahan terhadap kecelakaan-kecelakaan yang dapat

mengacam kehidupan siswa kelas XI secara personal

3. Level of crime, indikator ini digunakan untuk mengukur sejauh mana

tingkat kriminal di wilayah sekolah dan tempat tinggal siswa kelas XI

4. Security from illegal drugs, indikator ini digunakan utuk mengukur sejauh

mana tingkat keamanan siswa kelas XI terhadap ancaman peredaran obat-

obatan terlarang

5. Prevention of harassment and gender violence, indikator ini digunakan

untuk mengukur tingkat pelecehan dan kekerasan yang sering terjadi pada

siswa kelas XI

6. Prevention of domestic violence and child abuse, indikator ini digunakan

untuk mengukur tingkat pencegahan terhadap kekerasan domestic pada

 22   Silalahi, Ulber. 2009. Metode penelitian Sosial  hal. 120 Refika Aditama: Bandung. 23   Human  Security:  Indicators  for  Measurement  dalam  http://www.gdrc.org/sustdev/husec/z‐indicators.html diakses tanggal 4 Juni 2012 

41 

 

siswa kelas XI seperti yang terjadi dalam rumah tangga atau pelecehan

terhadap anak-anak ataupun eksploitasi anak

7. Efficiency of institution, indikator ini digunakan untuk mengukur sejauh

mana institusi terkait penganganan perlindungan anak dan remaja dapat

bekerja secara efektif sehingga dapat mengurangi angka kekerasan pada

anak dan remaja khususnya siswa kelas XI

8. Access to public information, indikator ini digunakan sebagai tolak ukur

sejauh mana siswa kelas XI yang rentan menjadi korban kekerasan dapat

mengakses informasi-informasi publik yang disediakan agar dapat

membekali dirinya sendiri baik di lingkungan sekolah ataupun tempat

tinggalnya

9. Personal financial, indikator ini dipergunakan sebagai informasi

pendukung mengenai latar belakang keluarga responden dalam hal

ekonomi sehingga dapat memberikan gambaran kondisi keluarga siswa

10. Education, indikator ini dipergunakan untuk pengumpulan data terkait

kondisi responden di bidang pendidikan guna mengetahui lebih lanjut

mengenai ada atau tidaknya ancaman dalam hal pendidikan

Dari kesepuluh indikator tersebut akan diolah menjadi suatu bentuk kuisioner

yang akan dibagikan pada setiap sampel penelitian yaitu siswa kelas XI SMAN 7

Malang dan SMAK St. Albertus Malang. Kemudian dari hasil yang diperoleh

nantinya akan diolah menjadi sebuah data sehingga dapat diambil kesimpulan yang

menjawab rumusan masalah pada penelitian ini terutama dalam hal peran negara

sebagai pihak penyelenggara keamanan.

Bagan 2

Alur Pemikiran Konsep Personal Security

HUMAN SECURITY 

42 

 

ECONOMIC SECURITY 

FOOD SECURITY 

HEALTH SECURITY 

ENVIRONMENT  SECURITY 

PERSONAL SECURITY 

COMMUNITY SECURITY 

POLITICAL SECURITY 

Persistant poverty,

unemploymen

Hunger , famine

Deadly , infectious

diseases, unsafe food,

malnutrition, lack of access to basic health

care

Environmental degradation,

resource depletion,

natural disasters, pollution

Physical violence

Crime

Terrorism Domestic violence

Force and child

labor

Human eksploitati

on

 

Political repression 

human rights abuses 

Inter –ethnic, religious and other identity based tensions 

konstanta  konstanta konstanta  konstanta konstanta konstanta 

43 

 

2.4 Argumen Utama

Berdasarkan acuan pada penelitian sebelumnya mengenai kondisi keamanan

insani (human security) di Kota Malang yang menyatakan bahwa kondisi keamanan

insani di Kota Malang pada indikator personal security tergolong tinggi, maka dalam

pengembangannya penelitian ini akan fokus terhadap kondisi personal security siswa

kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang dengan argumenn

utama berdasarkan fakta lapangan adalah terdapatnya gejala-gejala ancaman pada

aspek personal security dalam hal ini mengenai ancaman terhadap kekerasan pada

anak, perkelahian, diskriminasi etnis, penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan

jejaring sosial, serta tingginya ancaman kecelakaan saat berkendara di jalan raya di

mana ancaman-ancaman tersebut dapat dikatakan sebagai indikator pengukuran tidak

terpenuhinya aspek personal security siswa kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan

SMAK St. Albertus Malang dan hal tersebut mencerminkan kurangnya peran negara

dalam hal memberikan rasa aman bagi siswa tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

44 

 

                                                           

METODE PENELITIAN

Dalam sebuah penelitian tentu saja diperlukan sebuah kerangka kerja yang dirangkai

dalam bentuk metode penelitian, maka dalam bab ini pembahasan akan difokuskan terhadap

kerangka kerja penelitian yaitu mengenai tipe data dan penelitian, lokasi dan jangkauan

waktu penelitian, subyek penelitian, teknik analisis data dan hal-hal yang berkaitan dengan

kuisioner serta wawancara responden penelitian.

3. 1 Tipe Penelitian dan Tipe Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mencari

gambaran atau menggambarkan tentang suatu keadaan fenomena24 personal security

siswa kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang. Tipe

penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara cermat karakteristik dari suatu

gejala atau masalah yang diteliti, penelitian deskriptif juga fokus pada pertanyaan

dasar “bagaimana” dengan berusaha mendapatkan dan menyampaikan fakta-fakta

dengan jelas, teliti, dan lengkap25 sedangkan dalam prosesnya, penelitian ini

menggunakan tipe data campuran yaitu kuantitatif dan kualitatif (data bukan angka)

menurut Miles dan Huberman dalam buku Metode Penelitian Sosial26 data kualitatif

merupakan sumber dari deskripsi yang luas dan berlandaskan kukuh, serta memuat

penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat. Data kualitatif

tersebut akan didapat melalui jawaban kuisioner yang diberikan pada para sampel

siswa SMAN 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang. Sedangkan data kuantitaif

dipergunakan untuk menghitung presentase pada tiap indikator.

 24   Thantawi. 2008. Metodologi Riset Ekonomi, Malang, Universitas Brawijaya, hal. 87 25   Silalahi, Ulber. 2009. Metode penelitian Sosial. hal. 28 Refika Aditama: Bandung. 26   Ibid. hal. 284 

45 

 

                                                           

3. 2 Lokasi dan Jangkauan Waktu Penelitian

Pada penelitian ini dengan mempertimbangkan alasan kedekatan wilayah dan

penulis merupakan alumnus dari salah satu sekolah yang dijadikan objek penelitian,

maka penelitian ini dilaksanakan pada SMA Negeri 7 Malang yang terletak di Jalan

Cengger Ayam I/14 , dan SMAK St. Albertus Malang yang terletak di Jalan Talang 1

Malang. Sedangkan jangkauan waktu untuk membatasi penelitian ini adalah bulan

November tahun 2012. Namun tidak menutup kemungkinan data-data yang

dipergunakan untuk penyusunan penelitian ini berada di luar jangkauan lokasi dan

waktu yang telah ditentukan.

3.3 Subyek Penelitian dan Penarikan Sampel

Secara keseluruhan siswa dan siswi kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan

SMAK St. Albertus yang dipilih sebagai responden dalam penelitian ini berjumlah 10

anak pada masing-masing kelas berdasarkan jenis kelamin dan prestasi siswa di kelas

sehingga dengan demikian hasil penelitian akan dapat dilihat berdasarkan kriteria

tersebut. Jenis klamin siswa dipilih berdasarkan perbandingan 1:1 di mana jumlah

siswa laki-laki dan perempuan jumlahnya seimbang pada setiap kelas. Sedangkan

pemilihan siswa berprestasi dilakukan berdasarkan nilai ranking siswa pada masing-

masing kelas yaitu lima siswa dengan prestasi teratas dan lima siswa secara acak

berdasarkan jenis klaminnya ditiap kelas. Sedangkan untuk penarikan sampel

digunakan dengan cara purposive sampling di mana pemilihan subyek yang ada

dalam posisi terbaik untuk memberikan informasi yang dibutuhkan dan dipercaya

mewakili satu populasi tertentu27.

 27   Ibid. hal. 272 

46 

 

Tabel 4

Responden Penelitian

Nama Sekolah Jumlah Responden

Teknik Pengumpulan

Data Keterangan

SMAN 7 Malang

XI IPA 1 10

Kuisioner dan wawancara

Berdasarkan jenis kelamin siswa, agama, dan ras

XI IPA 2 10

XI IPA 3 10

XI IPA 4 10

XI IPA 5 10

XI IPS 1 10

XI IPS 2 10

XI IPS 3 10

XI IPS 4 10

XI IPS 5 10

XI BHS 10

Jumlah 110

SMAK St. Albertus

XI IPA 1 10

Kuisioner dan wawancara

Berdasarkan jenis kelamin siswa, agama, dan ras

XI IPA 2 10

XI IPA 3 10

XI IPA 4 10

XI IPA 5 10

XI IPS 1 10

XI IPS 2 10

XI IPS 3 10

XI IPS 4 10

XI BHS 10

47 

 

Jumlah 100

Jumlah total

210

3. 4 Sumber Data

Dalam penelitian ini data dikumpulkan melalui dua cara, yaitu data primer dan

data skunder, antara lain:

- Data primer, yaitu data yang dikumpulkan dari situasi aktual ketika

peristiwa terjadi dari individu, kelompok fokus, dan satu kelompok

responden secara khusus yang dijadikan sebagai sumber28 dalam hal

ini data primer didapatkan dari metode pengumpulan data melalui

pembagian kuisioner dengan pertanyaan dan jawaban tertutup (ya/tidak

atau pilihan jawaban lainnya)

- Data skunder, data pendukung pada penelitian ini didapatkan dari

sumber selain sampel penelitian yaitu melalui buku, literatur, artikel,

ataupun jurnal ilmiah lainnya yang mendukung dan sesuai dengan

penelitian ini.

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan melalui bentuk

survei di mana survei tersebut dilaksanakan melalui teknik:

                                                            28   Ibid. hal 289 

48 

 

                                                           

- Kuisioner, yaitu pembagian angket dengan pertanyaan dan jawaban

tertutup (ya/tidak atau pilihan jawaban lainnya)

- Wawancara, yaitu dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung

kepada responden yang dipilih secara khusus berdasarkan hasil

jawaban kuisioner yang menunjukkan memiliki tingkat ancaman lebih

tinggi dibandingkan responden lainnya

3. 6 Teknik Analisis Data

Pada penelitian dengan jenis data kualitatif, maka teknik analisis data

dilakukan dengan tiga cara yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan

kesimpulan29 :

- Reduksi data, merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyerderhanaan, pengabstraksian dan transformasi data kasar yang

muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan

- Penyajian data, merupakan proses penyusunan data dalam bentuk teks

naratif atau bentuk lainnya seperti matriks, grafik, jaringan, dan bagan

agar data dapat dibaca dengan jelas

- Penarikan kesimpulan

3.7 Indikator, Kuisioner, dan Wawancara

3.7.1 Indikator

Penentuan indikator pada penelitian ini ditujukan sebagai tolak ukur

analisa penelitian, pada pengumpulan data berupa kuesioner setiap siswa  

29   Ibid. hal 339 

49 

 

                                                           

diberikan sejumlah pertanyaan yang mewakili indikator yang telah ditentukan

dengan tujuan mengetahui hal apa yang menjadi ancaman bagi siswa kelas XI

di SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang serta bagaimana

kondisi disparitas personal security di kedua sekolah tersebut sesuai dengan

rumusan masalah penelitian ini. Indikator yang digunakan dalam menyusun

rumusan pertanyaan pada kuesioner nantinya didapatkan dari Human Security:

Indicators for Measurement30 yang berisi 8 jenis indikator antara lain: fear of

violence (physical torture, war, ethnic tension, suicide), prevention of

accidents, level of crime, security from illegal drugs, prevention of harassment

and gender violence, prevention of domestic violence and child abuse,

efficiency of institution, dan Acces to public information dari kedelapan

indikator tersebut kemudian ditambahkan beberapa hal yang menyangkut

fenomena yang banyak terjadi di masyarakat khususnya remaja yaitu

mengenai penggunaan jejaring sosial, keuangan individu, dan pendidikan guna

mendapatkan data yang detil dan valid.

3.7.2 Kuisioner

Pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner merupakan pertanyaan yang

diperlukan untuk menjawab kedelapan indikator yang telah ditentukan

sejumlah 59 pertanyaan pada masing-masing kuesioner yang dibagikan kepada

dua sekolah yang telah ditentukan sebelumnya. Pada setiap kuesioner terdiri

 30   Human  Security:  Indicators  for  Measurement  dalam  http://www.gdrc.org/sustdev/husec/z‐indicators.html diakses tanggal 4 Juni 2012 

50 

 

dari 10 pokok tema pertanyaan sebagai hasil dari penurunan indikator

sehingga akan didapatkan data yang detail untuk menjawab setiap indikator,

pertanyaan dalam kuesioner yang dibagikan kepada masing-masing siswa

adalah:

1. Ancaman dari kekerasan dan peraturan yang berlaku, kelompok

pertanyaan dalam tema tersebut merupakan bagian dari indikator yang

pertama yaitu fear of violence (physical torture, war, ethnic tension,

suicide) pertanyaan yang ditujukan kepada siswa dalam kelompok ini

bertujuan untuk mengetahui hal apa yang menjadi ancaman bagi siswa

serta bagaimana peraturan sekolah dalam hal ini tata tertib siswa

memberikan dampak bagi siswa tersebut

2. Ancaman dari kecelakaan lalu lintas, kelompok pertanyaan dalam tema

tersebut merupakan bagian dari indikator yang kedua yaitu prevention

of accidents pertanyaan yang ditujukan kepada siswa dalam kelompok

ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana lalu lintas berpengaruh

dan mengancam siswa tersebut

3. Ancaman dari tindakan kriminalitas, kelompok pertanyaan dalam tema

tersebut merupakan bagian dari indikator ketiga yaitu prevention of

accidents pertanyaan yang ditujukan kepada siswa dalam kelompok ini

bertujuan untuk melihat tindakan kriminalitas apa yang paling sering

terjadi di lingkungan sekitar siswa dan bagaimana tindak kriminalitas

tersebut memberikan dampak bagi siswa

51 

 

4. Ancaman dari obat-obatan terlarang dan jejaring sosial, kelompok

pertanyaan dalam tema tersebut merupakan bagian dari indikator

keempat yaitu security from illegal drugs pertanyaan yang ditujukan

kepada siswa dalam kelompok ini bertujuan untuk mengetahui

bagaimana peredaran obat-obatan terlarang saat ini berdampak bagi

siswa tersebut, dalam kelompok pertanyaan ini ditambahkan tema

mengenai jejaring sosial di mana saat ini sebagian besar pelajar

merupakan pengguna jejaring sosial sehingga diharapkan pertanyaan

pada tema ini akan dapat dipergunakan untuk mengetahi sejauh mana

jejaring sosial berpengaruh terhadap siswa tersebut

5. Ancaman dari kekerasan dan pelecehan, kelompok pertanyaan dalam

tema tersebut merupakan bagian dari indikator kelima yaitu prevention

of harassment and gender violence pertanyaan yang ditujukan kepada

siswa dalam kelompok ini bertujuan untuk mengetahui seberapa tinggi

ancaman terhadap siswa dalam hal pelecehan seksual dan deskriminasi

etnis sehingga menjadikan hal tersebut sebagai ancaman

6. Ancaman dari kejahatan domestik dan eksploitasi pada anak,

kelompok pertanyaan dalam tema tersebut merupakan bagian dari

indikator keenam yaitu prevention of domestic violence and child

abuse pertanyaan yang ditujukan kepada siswa dalam kelompok ini

bertujuan untuk mengetahui apakah siswa tersebut pernah

mendapatkan kekerasan di lingkungan sekitar sehingga mengancam

jiwanya serta apakah siswa tersebut mendapatkan paksaan untuk

bekerja dari orang-orang di sekitar siswa tersebut

52 

 

7. Efisiensi institusi, kelompok pertanyaan dalam tema tersebut

merupakan bagian dari indikator ketujuh yaitu efficiency of institution

pertanyaan tersebut ditujukan kepada siswa dengan tujuan apakah di

lingkungan sekitar siswa berada terdapat suatu institusi yang khusus

melindungi anak-anak dan kasus kekerasan terhadap anak serta

bagaimana peran institusi tersebut dimata siswa tersebut

8. Akses terhadap informasi publik, kelompok pertanyaan dalam tema

tersebut merupakan bagian dari indikator kedelapan yaitu access to

public information pertanyaan tersebut ditujukan kepada siswa dengan

tujuan mengetahu apakah siswa tersebut dapat dengan mudah

megakses informasi mengenai layanan aduan masyarakat ataupun

mengenai bahaya obat-obatan terlarang dan seberapa efektifkah

informasi tersebut bagi para siswa

9. Keuangan individu, pertanyaan dalam kelompok ini merupakan

pertanyaan tambahan untuk melihat latar belakang ekonomi siswa

melalui jumlah uang saku perminggu dengan tujuan untuk melihat

bagaimana pengaruh ekonomi seorang siswa terhadap ancaman lainnya

yang kemungkinan dihadapi siswa tersebut

10. Pendidikan, pertanyaan dalam kelompok ini juga merupakan

pertanyaan tambahan untuk melihat ada atau tidaknya tuntutan bagi

siswa untuk mendapatkan prestasi di sekolah

3.7.3 Wawancara

53 

 

Wawancara dalam penelitian ini ditujukan kepada responden di

masing-masing sekolah dengan tujuan untuk dapat memperoleh informasi

yang detail dan mendalam dari sumber secara langsung guna mendukung hasil

penelitian ini. Tema pertanyaan yang diajukan kepada responden meliputi

anggapan dan tanggapan responden terhadap kejadian atau fenomena yang

pernah dialami secara langsung ataupun oleh pihak lain di sekitar lingkungan

di mana responden tersebut berada serta pertanyaan spontan yang dianggap

dapat mendukung keterangan dan informasi dari responden.

3.8 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

dan kegunaan penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berguna sebagai dasar pemikiran dalam pembahasan masalah

yang akan diteliti, literature review, kerangka pemikiran, dan level

analisis yang akan membantu dalam mengerti maksud dari penulisan

penelitian ini, dan hipotesis dari penelitian.

BAB III METODE PENULISAN

54 

 

Bab ini terdiri dari variabel penelitian dan definisi operasional,

penentuan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data,

serta metode analisis.

BAB IV HASIL PENELITIAN

Bab ini merupakan bagian dari penjabaran proses-proses analisis

penelitian dan bagaimana hasil dari proses penelitian yang sedang

diteliti saat ini serta pembuktian hipotesis yang telah ditarik pada awal

penelitian.

BAB V ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menyajikan analisa dari hasil penelitian pada bab sebelumnya

yang akan melihat bagaimana kemudian peran negara dalam hal

memberikan rasa aman

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Bab kesimpulan dan saran merupakan bagian terakhir dari penelitian

ini yang berisi ringkasan hasil akhir penelitian dan jika diperlukan

disertakan pula saran-saran dari penulis mengenai kajian penelitian

yang dibahas.

 

 

 

 

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini, pembahsan akan difokuskan terhadap hasil penelitian berupa tabulasi

data dari masing-masing pertanyaan yang diajukan kepada responden siswa kelas XI SMA

Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang. Pada tiap-tiap data yang disajikan dalam

bab ini diperlihatkan perbedaan hasil antara kedua sekolah tersebut, sehingga akan

mempermudah dalam memahami hasil penelitian.

4.1 Gambaran Umum Sekolah

4.1.1 SMA Negeri 7 Malang

 

Saat ini SMA Negeri 7 Malang dipimpin oleh Hj. Asri Widiapsari S.Pd M.Pd

memiliki jumlah siswa sebanyak 1134 anak yang terbagi atas 389 siswa dalam 10

kelas X, 384 siswa kelas XI yang terbagi atas 5 kelas jurusan Ilmu Pengetahuan Alam

(IPA); 5 kelas jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS); 1 kelas Bahasa, serta 361 siswa

kelas XII yang terbagi atas 5 kelas jurusan IPA; 5 kelas jurusan IPS, 1 kelas Bahasa.

Dari alasan yang dikemukakan mengenai pemilihan responden di SMA Negeri 7

Malang pada BAB I sebelumnya, seperti terjadinya tawuran antar pelajar maka SMA

55 

 

Negeri 7 Malang yang diakibatkan karena hal sepele seperti tidak terima pada saat

mengalami kekalahan olah raga futsal antar kelas. Jika dilihat dari sisi konsep human

security maka hal tersebut jelas sebagai bentuk ancaman bagi responden. Selain itu,

peraturan sekolah yang tidak memperbolehkan adanya penyelenggaraan kegiatan

pentas seni Cipta Gelar Pesona Sabhatansa (CGPS) dianggap sebagai bentuk

pembatasan kreativitas siswa. Dari ulasan tersebut maka SMA Negeri 7 Malang

dianggap layak untuk dilakukan penelitian mengenai kondisi personal security pada

siswa kelas XI yang mana dari hasil penelitian berdasarkan alasan-alasan yang telah

dikemukakan sebelumnya nantinya diharapkan dapat menjawab pertanyaan pada

rumusan masalah di penelitian ini.

4.1.2 SMAK St. Albertus Malang

Saat ini SMA Katolik St. Albertus Malang dipimpin oleh Bruder Antonius

Sumardi memiliki jumlah siswa sebanyak 980 yang terbagi atas 362 siswa dalam 10

kelas X, 307 siswa kelas XI yang terbagi atas 5 kelas jurusan Ilmu Pengetahuan Alam

(IPA); 4 kelas jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS); 1 kelas Bahasa, serta 311 siswa

kelas XII yang terbagi atas 5 kelas jurusan IPA; 4 kelas jurusan IPS, 1 kelas Bahasa.

Dari latar belakang dan sejarah SMAK St. Albertus dapat ditarik kesimpulan bahwa

56 

 

57 

 

SMAK St. Albertus Malang memberikan pendidikan dasar agama yang kuat bagi

siswa-siswinya dengan harapan siswa akan berkembang dengan dasar pendidikan

agama yang baik. Melalui alasan yang telah dikemukakan sebelumnya diharapkan

SMAK St. Albertus Malang yang mayoritas siswanya merupakan keturunan etnis

Cina dapat memberikan keterangan mengenai kondisi personal security responden di

lingkungan masyarakat terhadap fenomena diskriminasi etnis yang marak terjadi saat

ini, dan hal lain yang menyangkut alasan yang telah diulas.

Sepatutnya konsep human security merupakan konsep yang dapat digunakan

untuk megukur sejauh mana kemudian seseorang merasa aman dalam kehidupan

sehari-harinya terhadap ancaman-ancaman yang mungkin datang dari pihak lain,

namun pada kenyataannya gejala ditunjukkan oleh responden di SMAK St. Albertus

Malang dalam hal adanya kecenderungan merasa adanya diskriminasi etnis oleh

masyarakat di luar lingkungan sekolah yang menjadikan hal tersebut sebagai

ketidaknyamanan bagi responden pada khususnya dan keluarga responden pada

umumnya. Selain itu adanya tradisi di mana siswa di tingkat lanjut merasa menjadi

senior, dirasa menjadi ancaman pula bagi responden di SMAK St. Albertus Malang

yang dapat berimbas pada munculnya rasa tidak aman berada di lingkungan sekolah.

Dari dua hal tersebut secara umum terdapat kondisi yang tidak normal sehingga

terjadi ancaman yang termasuk dalam kategori indikator personal security yang telah

ditentukan pada BAB II, sehingga dengan demikian SMAK St. Albertus Malang

dianggap layak untuk dijadikan responden dalam penelitian ini.

4.2 Hasil Kuisioner

4.2.1 Fear of violence (physical torture, war, ethnic tension, suicide)

Fear of violence merupakan suatu bentuk ancaman terhadap

keamanan personal atau individu dari serangan-serangan kekerasan

seperti kekerasan fisik, peperangan, ketegangan antar suku, ataupun

kegiatan bunuh diri. Analisis pada indikator ini nantinya akan bertujuan

untuk mengetahui sejauh mana tingkat ketakutan responden terhadap

ancaman-ancaman yang berkaitan dengan kekerasan termasuk

kekerasan fisik, perang, ataupun bunuh diri ini para responden dari

kedua sekolah yaitu SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus

memberikan keterangan bahwa tidak banyak dari mereka pernah

mengalami kekerasan fisik, terlihat dari data yang diperoleh yaitu

sebanyak 51 siswa atau 46% dari jumlah responden di SMA Negeri 7

Malang dan 31 siswa atau 31% dari jumlah responden di SMAK St.

Albertus Malang pernah mengalami kekerasan baik secara fisik

maupun non fisik.

Data 4.2.1.1

Jumlah responden yang mengalami tindak kekerasan

Sebagian besar dari jumlah siswa yang pernah mengalami

kekerasan di kedua sekolah tersebut mengaku menerima kekerasan

berupa penganiayaan di mana mereka mendapatkan serangan fisik 58 

 

seperti pumukulan ataupun tamparan, mereka mengaku bahwa pelaku

penganiayaan ialah orang terdekat mereka seperti orang tua ataupun

teman dekat mereka sehingga menimbulkan trauma tersendiri bagi

mereka.

Data 4.2.1.2

Jenis ancaman yang diterima responden

Hal tersebut mereka akui terjadi karena beberapa kesalahan

yang mereka perbuat sendiri ataupun masalah keluarga lainnya

sehingga berdampak kepada mereka. Kesalahan yang diakibatkan oleh

diri sendiri biasanya berupa keteledoran yang menyebabkan adanya

pencurian barang-barang berharga. Selain itu ancaman lainnya yang

banyak dialami oleh responden adalah tindak pencurian barang-barang

berharga seperti kendaraan bermotor atau perhiasan yang pada saat itu

sedang dikenakan serta ancaman berupa terror yang diterima secara

langsung dengan modus meminta sumbangan atau melalui telepon.

Walaupun tergolong lebih dari setengah jumlah responden yang tidak

pernah mengalami kekerasan yaitu sebanyak 59 siswa atau sama 59 

 

60 

 

dengan 54% dari jumlah responden di SMA Negeri 7 Malang dan 69

siswa atau sama dengan 69% dari jumlah responden di SMAK St.

Albertus, namun kekerasan-kekerasan yang marak terjadi

menyebabkan ketakutan tersendiri dan memberikan dampak trauma

tersendiri bagi responden yang pernah mengalami kekerasan tersebut.

“ Motor saya hilang waktu parkir di rumah, ya memang kesalahan sendiri juga karena kebiasaan lupa menutup pagar” (perempuan, 17 tahun, SMAK St. Albertus Malang)

Sedangkan tawuran antar pelajar terjadi karena kondisi

psikologis siswa yang cenderung tempramen, kondisi demikian

seharusnya dapat diminimalisir dengan pengertian terhadap siswa

melalui pelajaran Bimbingan Konseling (BK) agar pola piker siswa

dapat lebih terbuka dan tidak tempramen ketika merasa mendapatkan

ancaman agar tercipta kondisi keamanan pribadi atau personal security

yang baik pula. Baik responden yang merupakan korban ataupun

responden lainnya mengaku bahwa adanya tindak kekerasan tersebut

menimbulkan rasa tidak aman dan kekhawatiran akan kemungkinan

terjadinya kekerasan serupa pada diri responden. Rasa tidak aman yang

muncul akibat perbuatan yang dilakukan oleh orang lain tersebut dalam

konsep human security dianggap tidak memenuhi aspek freedom from

fear sehingga berdampak pada munculnya rasa tidak aman di diri

responden. Pada tahap ini, seharusnya responden yang masih tergolong

warga negara dibawah umur mendapatkan perhatian khusus di mana

lingkungan di sekitar mereka harus benar-benar diperhatikan agar

siswa tidak memiliki kecenderungan berbuat anarkis yang justru

merugikan dirinya sendiri karena berdampak pada penilaian sesama

teman atau masyarakat luas terhadap dirinya

Data 4.2.1.3

Perasaan responden terhadap maraknya tawuran antar pelajar di Insonesia

Selain kekerasan baik fisik maupun non fisik, peraturan sekolah

atau tata tertib sekolah juga merupakan salah satu hal yang dianggap

ancaman bagi siswa dan siswi kedua sekolah tersebut karena dampak

yang akan terjadi jika mereka melakukan pelanggaran tata tertib, dari

data yang diperoleh hampir seluruh siswa SMAN 7 Malang yaitu 97

siswa atau sama dengan 88% dari jumlah responden dan 86 siswa atau

sama dengan 86% SMAK St. Albertus yang dipilih menjadi responden

pernah melanggar tata tertib sekolah yang mengakibatkan mereka

terkena sanksi mulai sanksi ringan berupa pemberian poin pelanggaran

pada buku tata tertib hingga pemanggilan orang tua ke sekolah.

Sumber-sumber ancaman tidak hanya berasal dari seseorang,

melainkan dapat berasal dari suatu sistem atau peraturan yang

mengatur suatu lingkungan di mana responden berada. Di lingkup

61 

 

pendidikan, tata tertib sekolah merupakan satu sistem yang dibentuk

dan diberlakukan untuk menciptakan suasana disiplin dalam sekolah

namun pada kenyataanya justru peraturan sekolah merupakan sumber

ancaman bagi responden karena pemberlakuan tata tertib sekolah

dianggap tidak memenuhi aspek bebas dari rasa takut atau freedom

from fear

Data 4.2.1.4

Jumlah responden yang pernah melakukan pelanggaran tata tertib sekolah

Jenis pelanggaran yang sering terjadi berupa keterlambatan

kehadiran di sekolah terlihat dari data yang didapatkan yaitu sebanyak

38 siswa atau sama dengan 39% dari jumlah responden di SMA Negeri

7 Malang dan sebanyak 35 siswa atau sama dengan 41% dari jumlah

responden di SMAK St. Albertus yang mengaku pernah melanggar

peraturan tata tertib sekolah. Keterlambatan kehadiran responden ke

sekolah, atribut tidak lengkap, bolos pada saat pelajaran berlangsung,

atau pelanggaran lain seperti tidak melaksanakan piket, tidak

mengerjakan tugas, gaduh saat di kelas dll. terjadi karena banyak faktor

yang mempengaruhi, baik dari diri sendiri maupun yang disebabkan 62 

 

oleh hal lain. Faktor diri sendiri biasanya merupakan keteledoran

responden sehingga menyebabkan adanya pelanggaran tata tertib,

sedangkan faktor lain dapat berupa adanya kemacetan lalu lintas yang

menyebabkan keterlambatan kehadiran ataupun pengaruh dari teman

untuk bolos sekolah

Data 4.2.1.5

Jenis pelanggaran tata tertib yang dilakukan oleh responden

Pelanggaran ringan seperti datang terlambat, tidak mengenakan

atribut sekolah secara lengkap ataupun tidak membawa buku pelajaran

menurut pengakuan responden yang pernah melakukannya akan

dikenakan sanksi berupa pemberian poin sesuai jenis pelanggaran pada

buku tata tertib yang kemudian akan diakumulasikan, jika pada hasil

akumulasi pelanggaran tersebut telah menunjukkan angka yang tinggi

maka sanksi yang diberikan dapat berupa pemberitahuan peringatan

bagi orang tua dari pihak sekolah hingga skorsing siswa.

63 

 

“Kayaknya kalo sekolah nggak pernah neglanggar tata tertib itu nggak mungkin, jadi ngelanggar tata tertib itu ya udah biasa di sekolah” (laki-laki, 17 tahun, SMA Negeri 7 Malang)

“Sebisa mungkin nggak melanggar tata tertib, karena poin yang dikasih lumayan banyak dan ngefek ke nilai rapot” (perempuan, 17 tahun, SMAK St. Albertus Malang)

Data 4.2.1.6

Jenis hukuman yang diterima responden akibat pelanggaran tata tertib sekolah

Ketatnya peraturan sekolah yang diberlakukan dalam bentuk

tata tertib sekolah merupakan salah satu cara untuk meningkatkan

kedisiplinan siswa dengan harapan akan tercipta suatu suasana yang

aman dan tertib di sekolah. Walaupun demikian, lebih dari setengah

jumlah para siswa yang ditunjuk sebagai responden di kedua sekolah

tersebut menyatakan bahwa pemberlakuan tata tertib sekolah guna

menciptakaan keadaan yang aman sudah berjalan efektif. Hal tersebut

mereka nyatakan karena sanksi-sanksi yang diberlakukan memberikan

64 

 

efek jera bagi mereka sehingga mereka tidak akan mengulanginya

kembali.

Data 4.2.1.7

Tanggapan responden terhadap pemberlakuan tata tertib sekolah

Di sisi lain, semakin buruknya sistem keamanan di sekitar

ruang lingkup responden berada mengakibatkan banyaknya

kemungkinan acaman jauh lebih besar dan membahayakan serta

menimbulkan ketakutan tersendiri. Walaupun berbanding terbalik di

mana sebanyak 67 siswa atau sama dengan 60% dari jumlah responden

di SMA Negeri 7 Malang mengaku ancaman terbesar datang dari orang

asing atau orang tidak dikenal dan sebanyak 45 siswa atau sama

dengan 45% dari jumlah responden di SMAK St. Albertus Malang

justru beranggapan bahwa orang terdekat merupakan ancaman terbesar

bagi mereka, namun yang menarik responden di kedua sekolah tersebut

hampir sepakat bahwa jejaring sosial juga merupakan ancaman

terbesar bagi mereka terbukti sebanyak 12 siswa SMA Negeri 7

65 

 

66 

 

Malang dan 19 siswa SMAK St. Albertus Malang yang memberikan

keterangan mengenai hal tersebut.

“ Buat saya justru orang terdekat saya yang menjadi ancaman buat saya, karena itu saya harus lebih hati-hati dengan orang yang paling dekat dengan saya” (perempuan, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang)

“ Wah, saya paling keganggu sama Twitter, karena sekarang banyak yang suka main no mention buat nyindir-nyindir, jadi gak santai lagi kalo twitteran” (perempuan, 17 tahun, SMAN 7 Malang)

Secara umum kondisi personal security responden kelas XI dari

kedua sekolah yaitu SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus

Malang dalam hal fear of violence (physical torture, war, ethnic

tension, suicide) tergolong bervariasi di mana terdapat perbedaan

mengenai sumber ancaman terbesar bagi para responden yaitu sebagian

besar responden di SMA Negeri 7 Malang merasa terancam dengan

orang-orang asing atau tidak dikenal, sedangkan responden dari

SMAK St. Albertus Malang lebih merasa terancam oleh orang-orang

terdekat mereka dengan alasan orang terdekat lebih mengetahui seluk

beluk mereka secara pribadi.

Data 4.2.1.8

Jenis sumber ancaman bagi responden

Selain itu dari hasil survey didapatkan hasil untuk responden

dengan rentan usian 16 – 17 tahun tersebut jejaring sosial merupakan

salah satu wadah untuk mengekspresikan diri yang juga tergolong

menyebabkan banyak ancaman muncul seperti pembajakan akun,

penipuan melalui jejaring sosial, bahkan ancaman terhadap prestasi

siswa yang turun akibat terlalu banyak menghabiskan waktu dengan

bermain jejaring sosial.

“Kalo main Twitter itu kadang kita bebas mau ngomong apa aja, dan ngapain aja. Kalo ga suka ya tinggal unfollow aja” (perempuan, 16 tahun, SMAN 7 Malang)

Perasaan tidak aman terhadap lingkungan yang kerap muncul

terkadang membuat responden kemudian mencari suatu tempat atau

media di mana ia dapat mengekspresikan diri dengan leluasa yaitu

pada jejaring sosial, pengguna jejaring sosial yang dianggap seenaknya

sendiri justru dianggap sebagai ancaman bagi pengguna lainnya.

Dalam hal ini tidak terdapat aturan khusus yang mengatur penggunaan

jejaring sosial, sehingga usaha untuk menghindari ancaman yang

67 

 

berasal dari jejaring sosial biasanya dilakukan secara pribadi oleh

responden.

4.2.2 Prevention of accidents

Indikator ini dipergunakan untuk mengetahui seberapa besar

ancaman kecelakaan bagi responden yang telah ditunjuk serta

bagaimana tindakan preventif terhadap maraknya kecelakaan yang

terjadi belakangan ini merupakan akibat dari teledornya masyarakat

dalam berkendara sehingga merugikan pihak-pihak lain yang menjadi

korban kecelakaan lalu lintas, hal tersebut tentunya berdampak bagi

lebih dari 50% siswa SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus

yang pergi ke sekolah dengan membawa kendaraan pribadi.

Data 4.2.2.1

Penggunaan kendaraan pribadi

Dari 110 jumlah responden di SMA Negeri 7 Malang dan 100

responden di SMAK St. Albertus Malang, mereka mengaku merasa

tidak aman berkendara di jalan raya baik dengan menggunakan

68 

 

kendaraan pribadi ataupun kendaraan umum. Mereka mengaku

perasaan tidak aman tersebut muncul dari berbagai macam penyebab,

salah satu diantaranya dari banyaknya berita di televisi yang

memberitakan tentang kecelakaan lalu lintas sehingga mereka merasa

was-was jika berkendara. Selain perasaan was-was dalam berkendara,

responden juga merasa tidak aman jika harus berkendara di jalan raya

yang lalu lintasnya tergolong sepi karena rawan adanya kendaraan

yang kencang sehingga sering terjadi kecelakaan lalu lintas

Data 4.2.2.2

Perasaan responden terhadap maraknya kecelakaan lalu lintas

Sebanyak 65 siswa atau sama dengan 59% dari jumlah

responden di SMA Negeri 7 Malang dan 57 siswa atau sama dengan

57% dari jumlah responden di SMAK St. Albertus Malang mengaku

pernah mengalami kecelakaan lalu lintas di jalan raya baik itu

disebabkan karena hal pelanggaran lalu lintas, tertabrak, menabrak,

ataupun hal lain berupa kelalaian diri sendiri.

69 

 

70 

 

“ Waduh! Saya paling males kalo pulang harus lewat Sukarno-Hatta karena sekarang macet banget dan pernah kesenggol sampai jatuh di sana. Pokoknya bahaya banget” (laki-laki, 17 tahun, SMAN 7 Malang)

“ Waktu itu pernah ditabrak lari sama motor, saya nggak bias apa-apa karena nggak bias bangun. Tapi selanjutnya sih saya biasa aja, nggak ada rasa trauma” (laki-laki, 17 tahun, SMAN 7 Malang)

Kecelakaan-kecelakaan yang semakin marak terjadi di Kota Malang

saat ini tergolong semakin membahayakan pengguna jalan raya

siapapun dan di manapun. Dalam hal ini responden mengakui bahwa

terjadinya kecelakaan tidak serta merta merupakan kesalahan satu

orang, namun juga hal tersebut merupakan hubungan sebab-akibat.

Kecelakaan lalu lintas dapat digolongkan sebagai ancaman fisik yang

dapat mengancam setiap pengguna jalan raya tidak terkecuali

responden pada kedua sekolah tersebut di mana hal tersebut kemudian

tidak dapat memenuhi faktor freedom from fear

Data 4.2.2.3

Pengakuan responden terhadap pernah atau tidaknya mengalami kecelakaan lalu lintas

Dari 59% jumlah responden atau sama dengan 65 siswa SMA

Negeri 7 Malang dan 57% jumlah responden atau sama dengan 57

siswa SMAK St. Albertus Malang yang pernah mengalami

kecelakaan mereka mengaku bahwa penyebab kecelakaan bermacam-

macam. Kesalahan yang sering terjadi adalah kekuranghati-hatian

sehingga responden menabrak saat berkendara atau tertabrak oleh

kendaraan lain di jalan raya. Selain itu pelanggaran terhadap lalu

lintas juga menyebabkan beberapa responden mengalami kecelakaan

lalu lintas

Data 4.2.2.4

Jenis kecelakaan lalu lintas yang dialami oleh responden

71 

 

Hal lain yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas pada

responden antara lain terpeleset saat hujan atau jalanan berlubang,

atau adanya kerusakan pada kendaraan mereka sehingga terjadi

kecelakaan. Menurut pengakuan para responden perasaan tidak aman

tersebut muncul disebabkan oleh banyak hal seperti rasa was-was

terhadap pengendara lain yang dinilai sembarangan, ataupun

kendaraan umum yang tidak taat pada aturan berkendara.

Usaha pemerintah atau pihak terkait dalam hal pemasangan

rambu lalu lintas atau peringatan lainnya oleh 82 siswa atau sama

dengan 75% responden di SMA Negeri 7 Malang dan 66 siswa atau

sama dengan 66% responden di SMAK St. Albertus Malang dianggap

belum efektif untuk mengurangi angka kecelakaan lalu lintas karena

pada kenyataanya kemudian rambu atau peringatan tersebut sering

dianggap malah menimbulkan kemacetan lalu lintas sehingga lebih

dari setengah jumlah responden dikedua sekolah tersebut

beranggapan bahwa diri sendiri lah yang memiliki peran paling

penting untuk mengurangi angka kecelakaan lalu lintas.

72 

 

Data 4.2.2.5

Tanggapan responden mengenai efektifitas pemasangan rambu-rambu lalu lintas dan peringatan lainnya

“ Ujung-ujungnya ya harus kita sendiri yang waspada kalo lagi di jalan raya, soalnya kadang kitanya hati-hati tapi orang lain enggak” (laki-laki, 16 tahun, SMA Negeri 7 Malang)

“ Dikasih atau enggak, toh nggak ngefek juga rambu-rambunya. Lihat aja di Gajayana, sering banget lampu merahnya (traffic light) mati bikin macet senggol-senggolan (laki-laki, 16 tahun, SMA Negeri 7 Malang)

Dalam berkendara di jalan raya sebagian besar responden di

SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus malang mengakui

perlu adanya kesadaran diri terlebih dahulu untuk tertib di jalan raya

agar dapat mengurangi angka kecelakaan lalu lintas saat ini, selain

diri sendiri responden juga beranggapan bahwa masyarakat juga harus

bertanggung jawab dalam hal menjaga keamanan dalam berkendara di

jalan raya sehingga menciptakan suatu kondisi berkendara yang

nyaman

Data 4.2.2.6

73 

 

Pihak yang memiliki peran penting dalam mengurangi angka kecelakaan lalu lintas

Sehingga secara umum kondisi personal security siswa kelas

XI SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus dalam hal

prevention of accidents tergolong tidak aman karena banyaknya

faktor seperti pengendara lain yang dianggap tidak taat dalam

berkendara ataupun tanda-tanda peringatan yang kurang baik

sehingga mengancam keselamatan berkendara para responden

tersebut. Lebih dari setengah jumlah responden dikedua sekolah pergi

ke sekolah dengan mengendarai kendaran yang mana hal tersebut

justru menimbulkan rasa tidak aman, sehingga mereka beranggapan

diri sendirilah yang paling berperan penting untuk mengurangi angka

kecelakaan lalu lintas.

4.2.3 Level of crime

Kali ini pada indikator ketiga yaitu level of crime penelitian

difokuskan pada informasi responden mengenai kondisi keamanan di

lingkungan sekitar responden, pernah atau tidaknya responden

74 

 

melakukan pelanggaran hukum, serta mengetahui pihak mana yang

paling berperan dalam mengurangi angka kriminalitas di lingkungan

sekitar responden. Terdapat kesimpulan yang menarik jika di lihat dari

daerah tempat tinggal responden yang berada di sekitaran kawasan

Pasar Besar Malang dan Sawojajar di mana daerah tersebut dikenal

dengan daerah padat penduduk dari berbagai macam etinis di mana

tingkat kriminalitas tergolong tinggi sehingga beberapa responden

merasa tidak aman terutama ketika mereka harus berkendara pada

malam hari

Data 4.2.3.1

Gambaran tingkat kriminalitas di lingkungan sekitar responden

“ Sejak ada kejadian bentrok di Giant dan pembunuhan di Sawojajar ini saya nggak pernah berani pergi atau di rumah sendiri karena sangat rawan” (perempuan, 17 tahun, SMAN 7 Malang)

“ Rumah saya di Tajinan, bayangin aja itu daerahnya kan daerah begal jadi ya ngeri juga walaupun saya memang warga sana” (laki-laki, 16 tahun, SMAN 7 Malang)

Sebanyak 85 siswa atau sama dengan 77% dari jumlah

responden di SMA Negeri 7 Malang dan 74 siswa atau sama dengan

75 

 

74% dari jumlah responden di SMAK St. Albertus mengaku pernah

mengalami tindak kriminalitas berupa pencurian dan sisanya dalam

bentuk premanisme seperti pemalakan oleh preman-preman yang ada

di sekitar lingkungan mereka

Data 4.2.3.2

Jenis tindak kriminal yang paling sering terjadi di lingkungan sekitar responden

“ Orang tua saya punya kos-kosan di daerah Griya Shanta, udah 3 kali kecolongan motor jadi ya was-was kalo mau parkir di sana” (perempuan, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang)

“ Saya tinggal di daerah yang banyak pendatangnya dari Madura yang sebagian karakter orangnya keras, jadi kadang risih aja kalo denger teriak-teriak ngajak berantem masalah lahan parkir atau lapak dagangan” (laki-laki, 17 tahun, SMAN 7 Malang)

Sedangkan untuk hal yang bersangkutan dengan pihak

kepolisian, sebanyak 87 siswa atau sama dengan 79% dari jumlah

responden di SMA Negeri 7 Malang dan 84 siswa atau sama dengan

76 

 

84% dari jumlah responden di SMAK St. Albertus Malang mengaku

tidak pernah terlibat kasus yang menyangkut pihak kepolisian

Data 4.2.3.3

Pengakuan responden terhadap pernah atau tidaknya melakukan pelanggaran hukum

Sedangkan sisanya dari jumlah responden yang menjawab pernah

terlibat dengan pihak kepolisian diakibatkan karena kesalahan dalam

berkendara atau tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM)

sehingga mereka ditilang, kasus obat-obatan terlarang, dan tawuran

pelajar. Pelanggaran hukum yang di lakukan oleh responden tersebut

tentunya terjadi bukan tanpa alasan, beberapa responden beralasan

bahwa kesempatan terjadi karena adanya kelengahan dari pihak

terkait sehingga responden memiliki kesempatan untuk melakukan

kesalahan yang melanggar hukum. Faktor penyebab pelanggaran

hukum tersebut bermacam-macam seperti pengaruh lingkungan.

Dalam konsep human security yang mengangkat prinsip freedom from

fear and freedom from want aspek pelanggaran hukum terjadi karena

tidak dipenuhinya aspek freedom from want

77 

 

“ Pernah sekali urusan sama polisi, karena saya yang salah sih nggak punya SIM pada waktu itu” (laki-laki, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang)

Data 4.2.3.4

Jenis pelanggaran hukum yang dilakukan responden

Walaupun 73 siswa atau sama dengan 66% dari jumlah

responden di SMA Negeri 7 Malang dan 72 siswa atau sama dengan

72% dari jumlah responden di SMAK St. Albertus Malang

beranggapan bahwa telah ada peran dari masyarakat atau pemerintah

untuk mengurangi angka krimimalitas namun mereka masih merasa

tidak aman terhadap ancaman-ancaman tidak kriminalitas terutama

dari pemberitaan di media massa mengenai pencurian, pembunuhan,

ataupun tindak asusila. Peran aktif masyarakat pada umumnya dinilai

oleh responden tidak mendapat apresiasi p\oleh pemerintah daerah atau

pusat sehingga terkadang masyarakat harus bekerja sendiri secara aktif

untuk mengurangi maraknya tindakan kriminalitas yang terjadi

belakangan ini, pada indikator ini walaupun sudah ada peran serta

masyarakat atau pemerintah namun hal tersebut masih belum cukup

untuk menekan angka kriminalitas di masyarakat 78 

 

“ Ya ada peran masyarakat kayak siskamling gitu, tapi masih ada aja yang kecolongan” (perempuan, 17 tahun, SMAN 7 Malang)

“ Sebenernya yang paling penting itu kesadaran diri sendiri, karena ya sama aja kalo pemerintah ngotot tapi kitanya ngga mau berubah” (laki-laki, 17 tahun, SMAK St. Albertus Malang)

Data 4.2.3.5

Tanggapan responden terhadap peran serta masyarakat/pemerintah untuk mengurangi angka kriminalitas

Secara keseluruhan kondisi personal security siswa kelas XI

SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus dalam hal level of

crime tergolong tidak aman karena walaupun beberapa responden

bertempat tinggal di sekitar pos-pos keamanan, mereka masih

cenderung merasa tidak aman. Sedangkan kasus yang bersangkutan

dengan pihak kepolisian semata karena pelanggaran mengendarai

kendaraan tanpa memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM) dan untuk

menanggulangi atau mengurangi angka kriminalitas responden

beranggapan hal tersebut merupakan peran diri sendiri yang bersinergi

dengan masyarakat. Dari uraian sebelumnya responden beranggapan

bahwa untuk mngurangi angka kriminalitas maka sinergi antara diri 79 

 

sendiri, masyarakat, dan pemerintah sangat diperlukan guna

menciptakan suatu lingkungan atau situasi di mana kebebasan dari rasa

takut dan berkeinginan dapat dipenuhi

Data 4.2.3.6

Pihak yang paling berperan untuk mengurangi angka kriminalitas

Dari hasil penelitian tersebut nampak bahwa tingkat

kepercayaan responden terhadap pemerintah tergolong rendah karena

mereka beranggapan tidak banyak aksi pemerintah dalam hal

mengurangi angka kriminalitas yang semakin meningkat belakangan

ini

“kadang pemerintah itu ngga peka sama masalah kejahatan-kejahatan itu, mungkin terlalu sibuk sama masalah korupsi” (perempuan, 17 tahun, SMAN 7 Malang)

“ orang melakukan pencurian atau kejahatan lain kan kebanyakan tujuannya cari uang, jadi ya harusnya pemerintah menyediakan lebih banyak lagi lapangan pekerjaan supaya nggak banyak pengangguran” (lali-laki, 17 tahun, SMAK St. Albertus Malang)

4.2.4 Security from illegal drugs and social network

80 

 

Seiring perkembangan elektronik dan semakin mudahnya

menjalin pertemanan melalui dunia maya sedikit banyak memiliki

imbas terhadap maraknya peredaran narkoba dan penggunaan jejaring

sosial terutama dikalangan remaja saat ini. Tidak dapat dipungkiri

bahwa narkoba merupakan musuh terbesar bagi remaja di Indonesia di

mana keberadaannya mengancam masa depan generasi penerus bangsa

sehingga diperlukan satu sinergi dari berbagai pihak untuk

memeranginya.

Data 4.2.4.1

Keikutsertaan responden dalam mengikuti tes urin dalam rangka antisipasi dugaan penggunaan narkoba

81 

 

Sebagai bentuk antisipasi terhadap penggunaan narkoba atau

jenis obat-obatan terlarang lainnya, SMA Negeri 7 Malang dan SMAK

St. Albertus Malang memberlakukan aturan untuk melakukan tes urine

pada saat pendaftaran sekolah, sebanyak 106 siswa dari 110 siswa atau

sama dengan 96% jumlah responden di SMA Negeri 7 Malang dan 100

siswa atau sama dengan 100% dari jumlah responden di SMAK St.

Albertus Malang mengaku mereka pernah menjalani tes urine sebagai

syarat pendaftaran sekolah walaupun terdapat perbedaan jika siswa

SMA Negeri 7 Malang melaksanakan tes urine di sekolah sedangkan

siswa SMAK St. Albertus melakukan di tempat-tempat lain seperti

klinik kesehatan ataupun di kantor polisi.

Data 4.2.4.2

Lokasi tes urin yang dilaksanakan oleh responden

Peredaran narkoba yang dapat mengancam siapa saja tentunya

merupakan suatu hal yang patut diberi perhatian lebih sebagai bentuk 82 

 

pencegahan agar tidak semakin banyak yang menjadi korban peredaran

narkoba atau jenis obat-obatan terlarang lainnya. Perlindungan

terhadap generasi muda penerus bangsa metupakan hal yang penting

dalam menciptakan generasi yang sehat yang mapu berpikir cerdas

untuk dapat bersaing di era globalisasi ini, namun di sisi lain generasi

muda juga dihantui oleh maraknya peredaran narkoba saat ini.

Responden dalam hal ini dapat dikatakan memiliki angka kesadaran

yang tinggi untuk menjaga diri agar tidak terjerumus ke dalam kasus

obat-obatan terlarang, oleh sebab itu terhadap maraknya peredaran

narkoba para responden merasa cukup aman

Data 4.2.4.3

Perasaan responden terhadap maraknya peredaran narkoba

Dari hampir seluruh jumlah responden di SMA Negeri 7

Malang dan SMAK St. Albertus Malang mengaku bahwa mereka

83 

 

pernah mengikuti kegiatan sosialisasi atau penyuluhan mengenai

bahaya narkoba yang dilaksanakan oleh pihak sekolah yang bekerja

sama dengan pihak terkait seperti Badan Penanggulangan Narkoba

(BPN), rumah sakit, ataupun kepolisian. Kegiatan penyuluhan tersebut

tentu saja diharapkan dapat membuka kesadaran siswa terhadap

bahayanya obat-obatan terlarang dan tidak terjerumus di dalamnya.

Data 4.2.4.4

Keikutsertaan responden dalam penyuluhan/sosialisasi tentang bahaya obat-obatan terlarang

84 

 

Walaupun banyak Namun sebanyak 67 siswa atau sama dengan 60%

dari jumlah responden di SMA Negeri 7 Malang dan 49 siswa atau

sama dengan 49% siswa SMAK St. Albertus menganggap kegiatan

sosialisasi tersebut belum efektif.

“ Kalau masalah narkoba sih biasa aja ya, soalnya kan emang tergantung gimana kitanya ngadepin iming-iming narkoba” (perempuan, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang)

Data 4.2.4.5

Tanggapan responden mengenai kegiatan penyuluhan/sosialisasi tentang bahaya obat-obatan terlarang

Di sisi lain hal yang erat dengan penggunaan narkoba adalah

penggunaan jejaring sosial di mana penggunanya dapat mengakses

seluruh informasi di dalamnya terkadang justru menimbulkan

permasalahan, seluruh siswa yang ditunjuk sebagai responden di SMA

Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang mengaku memiliki

akun jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, Path, ataupun

Instagram. Sebagian dari para responden tersebut mengaku bahwa

jejaring sosial memiliki peran dalam hal menunjukkan eksistensi dan

ekspresi diri mereka

“ Twitter itu penting, karena jaman sekarang kalo nggak mainan Twitter rasanya ketinggalan jaman” (perempuan, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang)

Data 4.2.4.5

85 

 

Penggunaan jejaring sosial

Bagi para siswa tersebut ancaman terbesar yang mereka terima melalui

jejaring sosial sering kali berbentuk sindiran-sindiran dari teman

mereka ataupun pembajakan akun, sehingga mereka perlu berhati-hati

dalam menggunakan jejaring sosial tersebut. Intensitas pengguanaan

jejaring sosial juga mampu mempengaruhi kondisi keamanan

seseorang, di mana semakin sering responden mengguanakan jejaring

sosial, maka semakin besar pula potensi ancaman yang timbul

Data 4.2.4.6

Intensitas penggunaan jejaring sosial

86 

 

“ Paling sebel kalo lupa log out terus dibajakin statusnya sama temen-temen” (laki-laki, 17 tahun, SMAK St. Albertus Malang)

“ Temen saya pernah ngebajak BBM saya, dia kirim broadcast message ke seluruh kontak yang isinya ngawur padahal di sana ada kontak orang tua saya juga dan saudara-saudara saya. Sejak itu saya nggak mau lagi pinjemin HP ke temen-temen” (perempuan, 17 tahun, SMAN 7 Malang”

Dalam hal penggunaan jejaring sosial kesimpulan yang

didapatkan bahwa para sebagian responden mengaku memiliki jejaring

sosial dengan tujuan hiburan semata dan jejaring sosial bukanlah suatu

ancaman yang besar, seimbang dengan responden lainnya yang

beranggapan bahwa perkenalan di dunia maya ataupun interaksi

lainnya terkadang justru merupakan ancaman terbesar bagi pemilik

akun jejaring sosial. Ketika diberikan pertanyaan mengenai aman atau

tidaknya mengekspresikan diri melalui jejaring sosial, sebaian

responden mengaku bahwa mereka merasa cukup aman berekspresi

melalui jejaring sosial

Data 4.2.4.7

Kebebasan berekspresi responden melaui jejaring sosial

87 

 

Dari 210 responden di SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus

sebagian diantaranya mengaku pernah mendapatkan ancaman melalui

penggunaan jejaring sosial yang mereka miliki saat ini.

Data 4.2.4.8

Pernah atau tidaknya responden menerima ancaman melalui jejaring sosial

Ancaman-ancaman yang marak terjadi di jejaring sosial seperti

pembajakan akun atau ejekan-ejekan dirasa oleh responden tidak

begitu berpengaruh baginya sehingga tidak perlu dibesar-beasrkan.

Namun di era saat ini, penyalahgunaan jejaring sosial dapat

menimbulkan keresahan bagi diri sendiri dan orang lalin

Data 4.2.4.9

88 

 

Jenis ancaman melalui jejaring sosial

“Twitter atau Facebook kan dunia maya, jadi kalo ada yang nyindir ya belum tentu itu buat kita” (perempuan, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang

Keberadaan jejaring sosial saat ini juga dinilai memiliki pengaruh

pada pola pikir dan perilaku responden di dalam kehidupan sehari-hati

untuk menunjukkan eksistensi diri. Namun di sisi lain jejaring sosial

memiliki potensi ancaman bagi responden. Responden di kedua

sekolah menyatakan bahwa peran jejaring sosial dalam menunjukkan

eksistensi diri dianggap cukup berpengaruh pada kehidupan responden

sehingga menjadikan jejaring sosial sebagai bagian dari hidup mereka

saat ini

Data 4.2.4.10

Pengaruh jejaring sosial bagi responden untuk menunjukkan eksistensi diri

89 

 

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari hasil penelitian pada

kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang,

jejaring sosial tergoolong ancaman bagi mereka dalam porsi sedang.

Sehingga kondisi personal security siswa kelas XI SMA Negeri 7

Malang dan SMAK St. Albertus Malang dalam hal security from

illegal drugs and social network tergolong aman, hal tersebut

disimpulkan berdasarkan pengakuan responden di mana mereka

merasa perlu berhati-hati dengan maraknya peredaran narkoba dan

obat-obatan terlarang namun tidak merasa terganggu dengan ancaman

peredaran tersebut.

4.2.5 Prevention of harassement, gender violence, and ethnic

discrimination

90 

 

Indikator mengenai pencegahan tindak pelecehan terhadap

gender serta diskriminasi etnis ini ditujukan untuk mencapai fokus

penelitian yaitu mengetahui seberapa besar tingkat ancaman

lingkungan sekitar responden berada terhadap permasalahan pelecehan

seksual serta diskriminasi etnis. Masa remaja merupakan masa transisi

dari fase anak-anak menuju fase yang lebih tinggi lagi yaitu dewasa,

terkadang hal tersebut menjadi salah satu alasan mengapa remaja

banyak menjadi korban pelecehan oleh lingkungan sekitar.

Data 4.2.5.1

Jumlah responden yang pernah mengalami pelecehan gender dan diskriminasi etnis

sebanyak 94 siswa atau sama dengan 85% dari jumlah

responden SMA Negeri 7 Malang dan 87 siswa atau sama dengan 87%

dari jumlah responden SMAK St. Albertus Malang mengaku tidak

pernah mengalami perlakuan buruk berupa pelecehan seksual dari

orang disekitar mereka ataupun orang asing sedangkan sisanya yang

merasa pernah mendapatkan perlakuan buruk berupa pelecehan seksual

91 

 

mengaku medapatkannya dalam bentuk ejekan dan tindakan tidak

senonoh

“ Dulu waktu SMP waktu pulang naik angkot dan penumpangnya tinggal saya dan satu oran laki-laki, tau-tau dia nunjukin “itunya”, langsung saya minta berhenti walopun rumah saya masih jauh” (perempuan, 17 tahun, SMAN 7 Malang)

Data 4.2.5.2

Jenis perlakuan buruk yang pernah diterima responden

Akibat dari maraknya kasus-kasus pelecehan terutama pada

perempuan yang diakui oleh responden di SMA Negeri 7 Malang dan

SMAK St. Albertus Malang terjadi sebagai akibat dari dua hal yaitu

tidak dapat menjaga diri sendiri dan tidak adanya kesadaran dari

92 

 

pelaku pelecehan untuk dapat menghargai orang lain sehingga aspek

freedom from fear tidak dapat dipenuhi

Data 4.2.5.3

Pihak yang dianggap paling rawan terhadap permasalahan pelecehan seksual

Sebagai akibatnya, sebagian responden merasa tidak aman jika harus

berada di tempat-tempat umum yang memiliki potensi pelecehan.

Namun sebagian besar responden mengakui bahwa dilingkungannya ia

merasa aman, sehingga dalam hal ini sebagian responden sudah merasa

terpenuhi aspek freedom of fear dalam kehidupan mereka

Data 4.2.5.4

Gambaran tingkat ancaman pelecehan di sekitar responden

93 

 

Selain pelecehan seksual, diskriminasi etnis merupakan satu hal

yang marak terjadi terutama dikalangan remaja, dari seluruh jumlah

responden di SMA Negeri 7 Malang sebanyak 103 siswa atau sama

dengan 94% mengaku tidak pernah mengalami diskriminasi etnis

karena sebagian besar dari mereka berasal dari etnis yang sama yaitu

Jawa, sedangakan 54 siswa atau sama dengan 54% dari jumlah

responden di SMAK St. Albertus merasa pernah mengalami

diskriminasi etnis dalam hal pergaulan ataupun akses kesehatan karena

kebanyakan dari responden berasal dari keturunan etnis Cina.

Data 4.2.5.5

Pernah atau tidaknya responden mengalami diskriminasi etnis

94 

 

“ Kalo di sekolah justru ga pernah ada masalah, yang masalah kalo lagi ada di luar, pasti banyak yang mencibir” (perempuan, 17 tahun, etnis Cina, SMAK St. Albertus Malang)

“ Di sekolah saya di panggil “Rab, Arab” karena saya keturunan Arab, sebenernya risih tapi gimana lagi memang di sekolah saya minoritas” (laki-laki, 17 tahun, etnis Arab, SMA Negeri 7 Malang)

“ Sudah biasa dipanggil Batak sama temen-temen karena saya keturunan Batak” (laki-laki, 17 tahun, keturunan Batak, SMA Negeri 7 Malang)

Secara keseluruhan kondisi personal security siswa kelas XI

SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang terhadap

permasalahan pelecehan seksual tergolong aman karena terlihat dari

tidak banyaknya responden yang pernah menjadi korban pelecehan

seksual. Sedangkan dalam permasalahan diskriminasi etnis, responden

di SMAK St. Albertus Malang merasa tidak aman karena masih

banyaknya perilaku masyarakat yang memandang negatif terhadap

etnis keturunan dan perbedaan agama. Hal tersebut juga ditemukan

pada beberapa responden di SMA Negeri 7 Malang yang merupakan

responden dengan latar belakang etnis keturunan Cina dan Arab

Data 4.2.5.6 95 

 

Bentuk diskriminasi etnis

4.2.6 Prevention of domestic violence, child abuse, and child exploitation

Kekerasan pada anak yang dianggap sebagai salah satu bentuk

menanamkan kedisiplinan bagi anak oleh orang tua terkadang justru

membawa masalah pada anak di mana mereka mengalami trauma atau

luka fisik yang berakibat pada psikologis anak, pada indikator ini

tujuan penelitian difokuskan pada beberapa hal antara lain untuk

mengetahui seberapa banyak responden pada kedua sekolah yang

pernah mengalami kekerasan domestik, dan bagaimana perasaan

responden terhadap adanya kekerasan dalam rumah serta mengetahui

tinggi atau rendahnya tingkat pemaksaan bekerja untuk anak di bawah

umur. Dari 210 respoden yang dipilih di SMA Negeri 7 Malang dan

SMAK St. Albertus, sebanyak 38 siswa dan 12 siswa mengaku pernah

menerima pelakuan buruk berupa kekerasan fisik seperti pemukulan

oleh orang terdekat mereka

96 

 

“ Saya nggak tahu kenapa mas saya benci banget sama saya, selalu ngajak berantem dan dia pasti main kasar” (laki-laki, 17 tahun, SMA Negeri 7 Malang)

Data 4.2.6.1

Pernah atau tidaknya responden mengalami kekerasan oleh orang terdekat

Sebagian besar responden yang mengaku pernah mengalami

tindak kekerasan domestik mengakui mereka menerima perlakuan

buruk seperti pemukulan atau penganiayaan

Data 4.2.6.2

Jenis kekerasan yang diterima oleh responden

97 

 

Hal tersebut menimbulkan rasa tidak aman bagi para siswa

yang ditunjuk sebagai responden di kedua sekolah tersebut, selain itu

eksploitasi pada anak atau mempekerjakan anak di bawah umur denga

tujuan mencari keuntungan merupakan suatu bentuk kejahatan yang

melanggar hukum negara Indonesia karena kegiatan tersebut

merenggut hak yang seharusnya didapatkan oleh anak-anak atau

remaja. Sebanyak 7 siswa dari SMA Negeri 7 Malang dan 2 siswa dari

SMAK St. Albertus mengaku dirinya pernah dipaksa untuk bekerja

memenuhi kebutuhan orang-orang di sekitarnya yang mana hal

tersebut sangat mengganggu dan berdampak bagi kegiatan belajar

mereka

“ pulang sekolah harus jaga toko di Pasar Besar, kan capek. Kalo nggak mau katanya ngelawan orang tua, padahal PR (pekerjaan rumah) masih banyak” (perempuan, 16 tahun, SMAK St. Albertus)

Data 4.2.6.3

Bentuk pemaksaan kerja

98 

 

Walaupun secara umum ada beberapa responden yang pernah

mengalami kekerasan domestik dan pemaksaan untuk bekerja namun

kondisi personal security siswa kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan

SMAK St. Albertus Malang dalam hal Prevention of domestic

violence, child abuse, and child exploitation dapat dikatakan tergolong

aman karena dari hasil penelitian disimpulkan lebih dari 70%

responden dikedua sekolah tersebut merasa aman terhadap ancaman

kekerasan domestik dan eksploitasi anak.

4.2.7 Efficiency of institution

Pentingnya peran pemerintah dan badan perlindungan yang

khusus bekerja dalam hal memberikan jaminan rasa aman terhadap

anak-anak atau remaja tidak dipungkiri menjadikan salah satu faktor

penilaian masyarakat dalam memandang kinerja pemerintah, indikator

mengenai efektifitas institusi ini bertujuan untuk mendapatkan

kesimpulan bagaimana argument responden terhadap kinerja institusi

perlindungan anak di Indonesia.

99 

 

Data 4.2.7.1

Ada atau tidaknya institusi khusus perlindungan anak di sekitar responden

Tidak banyak siswa yang di lingkungan sekitarnya terdapat

institusi atau lembaga khusus yang menangani kasus kekerasan pada

anak dan menyediakan perlindungan pada anak sehingga hal tersebut

dapat dijadikan alasan kekhawatiran mereka terhadap lemahnya

pemerintah dalam upaya perlindungan anak. Walaupun banyak siswa

menganggap kinerja institusi atau lembaga khusus tersebut sudah

berjalan dengan baik, tapi mereka beranggapan hal itu tidak

sepenuhnya dapat menyelesaikan permasalahan kekerasan pada anak

sehingga mereka berpendapat bahwa institusi atau lembaga tersebut

belum efektif.

“ Di dekat rumah saya nggak ada kantor yang khusus menyediakan perlindungan bagi anak-anak, tapi dekat dengan kantor polisi jadi ya ngerasa aman-aman aja” (perempuan, 17 tahun, SMAK St. Albertus)

“Kasus kekerasan pada anak banyak terjadi dan banyak juga yang di expose di media, tapi ya tetep nggak ada penyelesaiannya” (laki-laki, 16 tahun, SMAK St. Albertus)

100 

 

101 

 

Studi mengenai efisiensi institusi ini dipergunakan untuk

mendapatkan jawaban mengenai bagaimana kinerja institusi atau

lembaga yang bergerak dalam hal perlindungan pada anak. 75% siswa

SMAN 7 Malang dan 37% siswa SMAK St. Albertus beranggapan

bahwa kinerja institusi tersebut belum efektif karena tingkat kejahatan

pada anak terus meningkat dari tahun ke tahun, dan bagi beberapa

siswa dari kedua sekolah tersebut yang disekitarnya terdapat lembaga

perlindungan terhadap anak belum menjamin adanya keamanan bagi

mereka. Dari hasil penelitian di SMA Negeri 7 Malang, responden

merasa kinerja pemerintah atau pihak terkait dalam mengurangi angka

kekerasan dan perlindungan pada anak terbilang rendah dan mereka

merasa tidak aman, hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian di

SMAK St. Albertus di mana para responden disimpulkan merasa puas

dan menganggap kinerja pemerintah dan institusi terkait perlindungan

pada anak sudah efektif.

Data 4.2.7.2

Tanggapan mengenai kinerja institusi perlindungan anak

Sehingga secara keseluruhan kondisi personal security siswa kelas XI

SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang dalam hal

efficiency of institution tergolong aman karena bagi mereka hal

tersebut tidak memiliki pengaruh besar dan langsung di kehideupan

mereka.

4.2.8 Acces to public information

Ketersediaan informasi dalam bentuk apapun dalam rangka

memberikan keterangan mengenai bahaya peredaran narkona ataupun

layanan aduan masyarakat merupakan hal penting yang selayaknya

patut diketahui oleh masyarakat luas tidak terkecuali remaja saat ini,

dalam aspek mengenai akses terhadap informasi publik terdapat fokus

penelititian mengenai seberapa besar layanan pemerintah dalam

menyediakan informasi dapat dijangkau oleh para siswa siswi sekolah

tersebut dan bagaimana peran pihak sekolah dalam menyediakan

informasi bagi siswanya.

Data 4.2.8.1

Kemudahan dalam mengakses informasi

102 

 

Sebanyak 63 siswa atau sama dengan 67% dari jumlah

responden SMA Negeri 7 Malang dan 91 siswa atau sama dengan 91%

dari jumlah responden di SMAK St. Albertus yang mengaku mudah

dalam mengakses informasi tersebut justru didapat dari media lain

selain brosur atau poster pada papan pengumuman.

Data 4.2.8.2

Media informasi

Terdapat perbedaan dari kedua sekolah di mana tidak sebanyak

jumlah responden dari SMAK St. Albertus yaitu 68 siswa atau 75%

dari jumlah responden yang menjawab usaha pemerintah sudah efektif

dalam memberikan layanan informasi, hanya sebanyak 30 siswa atau

sama dengan 43% dari jumlah responden beranggapan bahwa usaha

103 

 

pemerintah untuk memberikan edukasi terhadap bahaya narkoba dan

lain-lain sudah efektif.

“ Saya malah sering baca info tentang bahaya narkoba atau free sex di internet. Kalau di sekolah juga ada, tapi ngga sering sih” (perempuan, 16 tahun, SMAN 7 Malang)

Data 4.2.8.3

Tanggapan terhadap layanan penyediaan informasi

Informasi publik merupakan sarana bagi masyarakat untuk

mendapatkan keterangan dari pihak berkaitan, namun keberadaannya

sering tidak diperhatikan karena banyak juga kurangnya perhatian

masyarakat terhadap usaha untuk mencariatau mendapatkan informasi

terutama mengenai bahaya yang ditimbulkan dari penggunaan obat-

obatan terlarang atau sejenisnya.

“ Iya memang untuk mengakses informasi tentang bahaya narkoba itu gampang, tapi kebanyakan ngga menarik jadi males bacanya” (laki-laki, 17 tahun, SMAN 7 Malang)

Data 4.2.8.4

Pihak yang paling berperan dalam menyediakan informasi layanan publik

104 

 

Walaupun informasi mengenai layanan aduan masyarakat

ataupun iklan masyarakat mengenai bahaya peredaran obat-obatan

terlarang mudah diakses oleh responden di SMA Negeri 7 Malang

dan SMAK St. Albertus Malang, namun sebagian responden mengaku

tidak begitu tertarik terhadap ketersediaan layanan informasi tersebut

karena sikap acuh ataupun alasan bahwa informasi tersebut cenderung

membosankan dan tidak menarik tetapi diakui oleh responden bahwa

usaha pemerintah untuk menyediakan informasi publik sudah baik

dan usaha untuk memberikan informasi guna mengurangi angka

pengguanaan obat-obatan terlarang bukanlah satu-satunya faktor

dalam kesadaran untuk tidak menggunakan narkotika melainkan

kesadaran tersebut berasal dari diri sendiri.

4.2.9 Personal Financial

Keuangan individu dalam hal ini dipergunakan untuk melihat

bagaimana keadaan ekonomi seseorang dapat mempengaruhi aspek

lainnya seperti memenuhi keinginan untuk mendapatkan suatu hal

sesuai dengan inti dari konsep human security yaitu freedom from

105 

 

106 

 

want. Dari data yang didapatkan, responden di SMA Negeri 7 Malang

mengaku bahwa sebanyak 20 siswa atau sama dengan 18% mengaku

menerima uang saku kurang dari Rp. 30.000 per minggu, sedangkan di

SMAK St. Albertus tidak ada siswa yang menerima uang saku kurang

dari Rp. 30.000 dalam seminggu.

Mayoritas responden di SMAK St. Albertus mengaku

mendapatkan uang saku dikisaran Rp. 60.000 hingga Rp. 120.000 per

minggu berdasarkan dari hasil penelitian, sedangkan di SMA Negeri 7

Malang mayoritas mendapatkan uang saku berkisar antara Rp. 30.000

hingga Rp. 60.000.

“ Cukup-cukup aja kok, masih bisa dipake jajan ya berarti cukup. Kalo abis ya minta lagi” (laki-laki, 17 tahun, SMA Negeri 7 Malang)

“Dibilang cukup ya gak cukup juga, wong hobi saya modif motor tapi nggak pernah dikasih uang buat modif” (laki-laki, 16 tahun, SMA Negeri 7 Malang)

Data 4.2.9.1

Jumalah uang saku responden dalam seminggu

Beragamnya jumlah uang saku yang responden terima pada

kedua sekolah tersebut dipengaruhi oleh latar belakang keluarga yang

beragam diantara kedua sekolah tersebut. Di sisi lain, responden yang

uang sakunya kurang dari Rp. 30.000 dalam seminggu mengaku

mengalami hambatan ketika harus membeli keperluan sekolah seperti

buku Lembar Kerja Siswa (LKS) ataupun peralatan sekolah lainnya

karena keterbatasan dana, sehingga untuk mengatasi hal tersebut

mereka berusaha mengumpulkan uang saku mereka dengan tidak

membeli makanan di sekolah. Secara keseluruhan, jika dilihat dari

banyaknya uang saku yang diterima oleh responden di SMA Negeri 7

Malang maka dapat disimpulkan terhadap permasalahan keuangan

mereka cenderung merasa tidak begitu terancam, dan pada SMAK St.

Albertus para responden merasa aman terhadap masalah keuangan.

4.2.10 Education

Keinginan untuk memilik anak yang berprestasi merupakan hal

yang wajar bagi orang tua, sehingga terkadang orang tua memaksa

107 

 

anaknya untuk masuk ke sekolah dengan kualitas baik dan

mendapatkan predikat juara. Indikator mengenai pendidikan ini

digunakan untuk mengukur sejauh mana pendidikan berpengaruh

dalam kehidupan responden.

Data 4.2.10.1

Jumlah responden yang mengalami tekanan untuk mendaparkan prestasi

Sebanyak 50 siswa atau sama dengan 45% dari jumlah

responden di SMA Negeri 7 Malang dan sebanyak 65 siswa atau sama

denga 65% dari jumlah responden di SMAK St. Albertus Malang

mengaku mendapat tekanan dari orang-otang di sekitar mereka seperti

orang tua ataupun keluarga lainnya untuk mendapatkan predikat juara

kelas

“ yang paling ngotot ya orang tua, pengennya saya selalu dapet juara kelas jadi harus les ini itu” (laki-laki, 17 tahun, SMAK St. Albertus Malang) “ ya dipaksa sama keluarga biar selalu juara kelas, tapi wajar aja sih, mungkin itu kebanggaan buat mereka juga” (laki-laki, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang)

Data 4.2.10.2

Sumber tekanan bagi responden untuk mendapatkan prestasi

108 

 

Terkadang pemaksaan baik secara langsung maupun tidak

tersebut justru menimbulkan tekanan bagi beberapa siswa di mana

kemudian mereka harus mengikuti pelajaran tambahan di luar jam

sekolah.

Data 4.2.10.3

Jumlah responden yang mengikuti kegiatan tambahan pelajaran di luar sekolah

Tambahan pelajaran tersebut diakui oleh responden mengurangi

waktu bermain mereka dan sangat membebani terlihat dari data yang

didapatkan dari hasil penelitian yaitu 50 siswa atau sama dengan 50%

siswa di SMA Negeri 7 Malang dan 23 siswa atau sama dengan 36%

109 

 

siswa di SMAK St. Albertus mengaku merasa terbebani dengan

adanya kursus tambahan di luar jam pelajaran sekolah.

Data 4.2.10.4

Perasaan responden ketika mengikuti tambahan pelajaran di luar jam sekolah

Sehingga secara keseluruhan kondisi personal security siswa

kelas XI SMA Negeri 7 Malang dapat disimpulkan tergolong aman

dan cukup tidak aman bagi siswa kelas XI SMAK St. Albertus

Malang dalam hal pendidikan dikarenakan adanya tuntutan yang

mengharuskan mereka mendapatkan prestasi sehingga untuk

mencapai hal tersebut responden harus mengikuti tambahan pelajaran

di luar jam sekolah yang mana hal tersebut cenderung membebani

responden

 

 

 

 

 

110 

 

111 

 

BAB V

ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

Jika pada bab sebelumnya yaitu bab IV pembahasan difokuskan pada hasil tabulasi

data penelitian, maka dalam bab ini secara khusus akan membahas mengenai analisa hasil

dari penelitian dan pembahasan lebih lanjut serta mendalam mengenai kondisi personal

security siswa kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang dan

menjawab rumusan masalah. Dari hasil tabulasi data pada bab IV, maka dapat disimpulkan

kondisi personal security siswa kelas XI di SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus

Malang adalah sebagai berikut:

Tabel 5

Kondisi Personal Security Siswa Kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St.

Albertus Malang

Indikator SMA Negeri 7 Malang

SMAK St. Albertus Malang

Jenis-jenis utama ancaman

Fear of violence (physical torture, war, ethnic tention, suicide)

Tidak aman Tidak aman Pemukulan, bentrok antar warga atau siswa

Prevention of accidents

Tidak aman Tidak aman Kendaraan umum, jalan rusak, rambu-rambu lalu lintas kurang jelas,

keteledoran diri

Level of crime

Tidak aman Tidak aman Pencurian, kasus tilang

Security from illegal drugs and

Aman Aman Hasutan penggunaan obat-obatan terlarang, pembajakan akun jejaring sosial

112 

 

social network

Prevention of harassement and gender violence

Aman Tidak aman Pelecehan seksual seperti ejekan, diskriminasi etnis di tempat-tempat

layanan publik

Prevention of domestic violence child abuse, and child exploitation

Aman Aman Kekerasan pada anak dan pemakasaan untuk bekerja

Efficiency of institution

Cukup aman Aman Tidak pernah ada penyelesaian masalah oleh pihak berwenang

Acces to public information

Aman Aman Minimnya ketersediaan informasi di ruang publik

Personal financial

Cukup aman Aman Kurangnya uang saku perminggu yang diberikan oleh orang tua

Education Aman Cukup aman Tututan juara, berkurangnya waktu bermain karena tambahan belajar

5.1 Disparitas kondisi personal security siswa kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan

SMAK St. Albertus Malang

Dalam bab ini akan dibahas mengenai kondisi personal security siswa kelas XI

di SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang berdasarkan masing-

masing indikator dengan ancaman tertinggi hingga terendah di tiap sekolah sehingga

akan nampak perbedaan mengenai ancaman di masing-masing sekolah tersebut, dari

hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan ancaman terhadap personal

security siswa kelas XI berdasarkan karakteristik sekolah yaitu sekolah negeri

dengan berbagai macam latar belakang responden dan sekolah menengah berbasis

pendidikan agama.

113 

 

5.1.1 SMA Negeri 7 Malang

Secara umum hasil penelitian mengenai kondisi personal security di

SMA Negeri 7 Malang terhadap 110 responden kelas XI di 11 kelas IPA, IPS,

dan Bahasa dapat ditarik kesimpulan bahwa ancaman tertinggi ditemukan

pada indikator fear of violence (physical torture, war, ethnic tention, suicide),

Prevention of accidents, level of crime. Di tingkat sedang responden merasa

ancaman terjadi pada indikator Efficiency of institution, dan personal

financial sedangkan ancaman terendah ditemukan pada indikator Security

from illegal drugs and social network, Prevention of harassement and gender

violence, Prevention of domestic violence and child abuse, Acces to public

information, dan education. Selanjutnya pada bab ini akan membahas

mengenai ciri-ciri ancaman di SMA Negeri 7 Malang sesuai dengan hasil

temuan di lapangan melalui kuisioner dan wawancara.

5.1.1.1 Kondisi personal security terhadap indikator Fear of

violence (physical torture, war, ethnic tention, suicide)

Pada indikator ini terdapat kondisi di mana siswa SMA Negeri

7 Malang yang ditunjuk sebagai responden berasal dari berbagai

macam latar belakang dan agama, secara spesifik ancaman yang diakui

responden tersebut sebagai ancaman terbesar adalah penganiayaan

seperti pemukulan yang dilakukan oleh orang di sekitar mereka,

ataupun terror yang dianggap mengancam mereka baik melalui telepon

ataupun secara langsung sehingga mengganggu kehidupan mereka.

Responden menyatakan bahwa pernah terjadi perkelahian diantara

siswa di SMA Negeri 7 Malang yang disebabkan oleh perselisihan

antar siswa mengenai persaingan olah raga, tentu saja hal tersebut

114 

 

menciptakan kondisi yang tidak aman bagi siswa lain di sekolah.

Selain itu di lingkungan sekolah, peraturan sekolah atau tata tertib

sekolah dianggap sebagai ancaman utama bagi mereka, di mana pada

prakteknya pemberlakuan tata tertib siswa kemudian menimbulkan

rasa tidak aman dan nyaman bagi siswa di SMA Negeri 7 Malang.

Bagi sebagian besar responden, orang asing dianggap sebagai sumber

ancaman seperti adanya pencurian ataupun premanisme yang sering

terjadi.

“ Suatu saat saya pernah mendapat terror melalui telepon rumah, awalnya dia memberitahukan bahwa saya menang hadiah lalu meminta nomer rekening saya dengan sangat memaksa dan hal tersebut terjadi berulang kali pada hari itu juga” (perempuan, 17 tahun, SMA Negeri 7 Malang)

“ Saya pernah mengalami tindak kekerasan dari orang tua saya, mereka menganggap saya tidak dapat bertanggung jawab terhadap pendidikan saya sehingga menyebabkan kekerasan fisik” (perempuan, 17 tahun,SMA Negeri 7 Malang)

“ yang paling mengancam itu justru orang asing karena saya pernah dipalak waktu naik motor sendirian” (laki-laki, 17 tahun, SMA Negeri 7 Malang)

Dari hasil kuisioner dan wawancara yang telah dilaksanakan

dapat disimpulkan bahwa permasalahan utama yang dihadapi siswa

SMA Negeri 7 Malang adalah bagaimana menghadapi rasa trauma

yang diakibatkan oleh kekerasan atau melihat kejadian berupa tindak

kekerasan, dalam hal ini seharusnya peran orang terdekat seperti

keluarga lebih besar sehingga anak pada masa perkembanganya akan

merasa aman. Selain itu, sekololah merupakan tempat di mana anak

menghabiskan waktunya dalam sehari sehingga hendaknya siswa

diberikan rasa nyaman dan aman terhadap peraturan sekolah agar

115 

 

nantinya dalam proses menerima pelajaran siswa tidak merasa

terbebani. Di sisi lain, peran pemerintah dalam memberikan rasa aman

terhadap warganya di rasa masih belum cukup padahal keselamatan

warga negara merupakan tanggung jawab negara yang menyebabkan

indikator ini belum dapat dipenehui dalam rangka pengukuran sejauh

mana responden merasa aman terhadap suatu kondisi di lingkungannya.

5.1.1.2 Kondisi personal security terhadap indikator prevention of

accident

Indikator kedua yaitu prevention of accident ini merupakan

indikator yang mendapatkan ancaman tertinggi, ancaman secara umum

berupa rasa tidak aman dalam berkendara di jalan raya, kecelakaan lalu

lintas seperti tertabrak ataupun kesalahan akibat melanggar tata tertib

lalu lintas. Kurangnya kedisiplinan masyarakat terhadap kepatuhan

dalam berkendara di jalan raya merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan ancaman bagi pengguna jalan raya, dalam hal ini

beberapa responden yang mengaku sering melanggar lalu lintas seperti

mendahului kendaraan lain di marka jalan lurus sehingga hal tersebut

justru menimbulkan kecelakaan lalu lintas yang merugikan responden

sendiri, bahkan salah seorang responden menceritakan bahwa pernah

ada seorang siswa yang meniggal akibat tertabrak kendaraan lain.

“ sudah kasih tanda kalau mau belok, tapi ditabrak dari belakang dan dia tidak mau tanggung jawab atau tabrak lari” (laki-laki, 17 tahun, SMA Negeri 7 Malang)

“ salah saya tidak lihat ada tanda dibolehkan belok kiri jalan terus, jadi saya jalan aja eh ga taunya ditilang polisi ketambahan saya tidak punya SIM” (perempuan, 16 tahun, SMAN 7 Malang)

116 

 

Dari kutipan wawancara dan hasil survey, didapatkan kesimpulan

bahwa secara umum perasaan tidak aman dalam berkendara di jalan

raya berasal dari dua faktor yaitu perasaan was-was terhadap kendaraan

atau orang lain dalam berkendara dan kebiasaan atau sifat teledor

sehingga merugikan diri sendiri. Dalam hal ini pemerintah telah

berupaya memfasilitasi para pengguna jalan raya dengan memberikan

rambu-rambu lalu lintas, namun terkadang pada kenyataannya banyak

rambu-rambu lalu lintas yang rusak atau dirusak oleh pihak yang tidak

bertanggung jawab sehingga responden harus lebih berhati-hati dalam

berkendara. Selaim itu kondisi jalanan di Kota Malang saat ini

dianggap rawan oleh responden karena semakin meningkatnya volume

kendaraan yang mana hal tersebut berdampak pada bertambahnya pula

angka kecelakaan lalu lintas.

5.1.1.3 Kondisi personal security terhadap indikator level of crime

Selain dua indikator di atas, ancaman terhadap tindak

kriminalitas tergolong tinggi bagi responden di SMA Negeri 7 Malang,

permasalahan utama yang banyak mereka hadapi adalah tingginya

angka pencurian barang berharga seperti kendaraan atau perhiasan dan

premanisme.

“ saya pernah lihat tawuran secara langsung, serem cuma karena lahan parkir” (laki-laki, 17 tahun, SMA Negeri 7 Malang)

117 

 

“ pernah dijambret waktu naik angkot, tas saya ditarik paksa terus pelakunya kabur, dia pura-pura jadi pengamen di lampu merah” (perempuan, 16 tahun, SMA Negeri 7 Malang)

Dari wawancara dan hasil survey kemudian dapat disimpulkan bahwa

bahwa secara umum permasalahan yang responden alami seperti

pencurian barang berharga tidak mendapatkan banyak tanggapan

positif dari pihak berwenang seperti penelusuran kasus, sehingga

mereka memilih jalan untuk kemudian memberikan keamanan ganda

terhadap barang berharga mereka secara pribadi. Buruknya kondisi

keamanan masyarakat ini diperparah karena semakin sempitnya lahan

pekerjaan saat ini sehingga beberapa orang lebih memilih jalan pintas

dengan cara melakukan tindak kriminal untuk mendapatkan uang.

Selain itu dalam penanganan kasus mengenai penyelesaian tindak

kriminal, pemerintah dianggap tidak mampu sehingga untuk menjaga

keamanan lingkungan sekitar masyarakat berinisiatif untuk

melaksanakan secara gotong royong dan swadaya dalam bentuk

siskamling atau ronda warga.

5.1.1.4 Kondisi personal security terhadap indikator Efficiency of

institution

Efisiensi institusi menurut hasil kuisioner dan wawancara yang

dibagikan kepada responden termasuk dalam indikator yang dirasa

cukup aman, hal tersebut sebenarnya terlihat dari hasil wawancara di

mana sebagian besar responden lebih bersikap acuh atau tidak peduli

terhadap kinerja institusi yang bersangkutan dengan hal perlindungan

anak namun di sisi lain responden menganggap institusi perlindungan

anak sudah bekerja dan berjalan walaupun belum menunjukkan hasil

118 

 

yang maksimal terlihat dari banyaknya kasus-kasus kekerasan atau

tindak asusila pada anak yang hanya dibahas sekilas namun tidak

pernah ada penyelesaiannya

“ saya tahu ada KOMNASHAM, tapi biasa aja soalnya banyak kasus yang nggak pernah diselesaikan” (laki-laki, 17 tahun, SMA Negeri 7 Malang “Banyak kasus pencurian anak atau eksploitasi anak untuk dijadikan anak jalanan, tapi mana peran pemerintah?”(perempuan, 17 tahun, SMAN 7 Malang)

Dari hasil wawancara dan survey tersebut kesimpulan yang

didapatkan adalah responden di SMA Negeri 7 Malang merasa belum

sepenuhnya puas dengan kinerja pemerintah dalam hal menjamin

keamanan warga negara khususnya remaja dari ancaman peredaran

obat-obatan terlarang, pelecehan seksual, ataupun eksploitasi anak

yang membahayakan dan hal tersebut termasuk dalam pelanggaran

Hak Asasi Manusia (HAM) anak.

5.1.1.5 Kondisi personal security terhadap indikator personal

financial

Latar belakang ekonomi orang tua responden yang bervariasi

menjadikan sebaran nilai uang saku yang responden dapatkan dalam

periode mingguan juga beragam, dari hasil penelitian didapatkan data

bahwa siswa di SMA Negeri 7 Malang merasa cukup aman dalam hal

keuangan walaupun terdapat beberapa siswa yang terkadang sulit

mendapatkan buku atau perlengkapan sekolah dikarenakan kurangnya

dana. Kurangnya dana diakui oleh responden karena keterbatasan

keuangan yang dimiliki oleh orang tua mereka, sehingga untuk

memenuhi kebutuhan sekolah mereka seperti pembelian buku ataupun

119 

 

alat tulis terkadang terhambat permasalan keuangan. Seorang siswa

dengan uang saku kurang dari Rp. 30.000 dalam seminggu mengaku

lebih baik ia berjalan kaki ke sekolah dari pada mengendarai kendaraan

umum agar dapat membeli buku atau kebutuhan sekolah lainnya

“ Ya uang sakunya cuma sedikit emang jadi harus dibagi supaya kalau ada keperluan mendadak seperti harus beli LKS (Lembar Kerja Siswa) bisa beli” (perempua, 17 tahun, SMA Negeri 7 Malang)

Responden di SMA Negeri 7 Malang memiliki sebaran merata

dalam aspek banyaknya uang saku yang responden terima sesuai

dengan latar belakang ekonomi keluarga. Dalam hal keuangan individu

ini kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian adalah responden

merasa cukup aman dikarenakan walaupun ada responden yang merasa

kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya namun di sisi lain banyak

responden yang merasa masih dapat memenihi kebutuhannya

5.1.1.6 Kondisi personal security terhadap indikator security from

illegal drugs and social network

Maraknya peredaran obat-obatan terlarang justru bukanlah

menjadi suatu ancaman yang besar bagi responden di SMA Negeri 7

Malang, secara pribadi mereka mengakui bahwa murni kesadaran

pribadi lah yang membuat mereka tidak merasa terancam akan

maraknya peredaran obat-obatan terlarang saat ini. Diakui oleh

beberapa responden bahwa pergaulan mereka rentan terhadap

permasalahan obat-obatan terlarang, namun mereka secara pribadi

120 

 

mengaku tidak memiliki ketertarikan untuk mencoba atau mengiyakan

tawaran penggunaan obat-obatan terlarang tersebut.

“ Saya kan ngeband, kalo latihan di studio banyak yangpake gitu-gituan (narkoba) dan banyak juga yang nawari untuk coba, tapi saya ngga tertarik” (laki-laki, 17 tahun, SMA Negeri 7 Malang)

Sedangkan untuk ancaman yang berasal dari jejaring sosial diakui oleh

mereka terkadang cukup mengganggu tetapi masih berada dalam batas

wajar sehingga tidak perlu dikhawatirkan secara berlebihan.

5.1.1.7 Kondisi personal security terhadap indikator Prevention of harassement and gender violence

Sama halnya dengan indikator sebelumnya, tingkat ancaman

terhadap tindak kekerasan berdasarkan gender dan pelecehan terhadap

etnis relatif rendah dari hasil penelitian di SMA Negeri 7 Malang, hal

tersebut dikarenakan adanya rasa bahwa mereka berasal dari satu suku

atau etnis yang sama. Walaupun dikatakan aman, namun bukan berarti

tidak terdapat ancaman dalam hal ini. Ancaman yang sering dan umum

terjadi adalah ejekan ataupun pelecehan yang menyangkut asal suku

seperti diakui oleh seorang responden keturunan Arab yang merasa

terganggu dengan julukan dari teman-temannya namun pada akhirnya

julukan tersebut dianggapnya bukan sebagai masalah besar

“ Saya awalnya risih dipanggil Onta, tapi lama-lama ya udah dibiarin aja” (laki-laki, 17 tahun, keturunan Arab, SMA Negeri 7 Malang) “ Ayah saya itu dari Batak, jadi saya punya darah Batak dan saya dikenal dengan panggilan Batak” (laki-laki, 17 tahun, keturunan Suku Batak, SMA Negeri 7 Malang) Walaupun ada potensi ancaman dalam indikator ini, namun

responden mengaku hal tersebut masih berada pada batas normal

121 

 

seningga ejekan atau pelecehan tersebut bukan menjadi suatu ancaman

besar bagi responden di SMA Negeri 7 Malang

5.1.1.8 Kondisi personal security terhadap Prevention of domestic violence, child abuse, and child exploitation

Tidak banyaknya responden yang pernah mengalami ancaman

terhadap kekerasan domestik atau dalam rumah dan kekerasan pada

anak menjadikan kondisi personal security siswa kelas XI SMA

Negeri 7 Malang terhadap indikator ini tergolong aman. Walaupun

dapat dikatakan tergolong aman, namun seorang responden mengaku

ia pernah bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dengan cara

membantu kedua orang tuanya di toko. Eksploitasi anak merupakan

tindak kriminalitas yang merenggut hak asasi anak dalam menikmati

masa pendidikannya sehingga faktor keamanan dalam hal ini tidak

dapat terpenuhi dengan baik.

5.1.1.9 Kondisi personal security terhadap inidikator Acces to

public information

Akses terhadap informasi publik tergolong aman karena

majunya teknologi saat ini, sebagian besar responden menyatakan

bahwa mereka dapat dengan mudah mengakses segala macam

informasi baik mengenai bahaya obat-obatan terlarang ataupun hal lain

melalui internet, selain itu di lingkungan sekolah mereka dengan

mudah dapat mendapatkan informasi layanan publik tersebut.

122 

 

5.1.1.10 Kondisi personal security terhadap indikator

education

Secara umum kondisi personal security siswa kelas XI SMA

Negeri 7 Malang tergolong aman dilihat dari tidak banyaknya

responden yang mendapatkan ancaman untuk selalu mendapatkan

juara di sekolahnya. Namun walaupun tergolong aman, beberapa

responden berpendapat bahwa adanya tambahan pelajaran diluar jam

sekolah cukup mengganggu waktu bermain mereka

5.1.2 SMAK St. Albertus Malang

Secara umum hasil penelitian mengenai kondisi personal security di

SMAK St. Albertus Malang terhadap 100 responden kelas XI di 10 kelas IPA,

IPS, dan Bahasa dapat ditarik kesimpulan bahwa ancaman tertinggi ditemukan

pada empat indikator yaitu fear of violence (physical torture, war, ethnic

tention, suicide), Prevention of accidents, level of crime dan prevention of

harassement and gender violence. Di tingkat sedang responden merasa

ancaman terjadi pada indikator education. sedangkan ancaman terendah

ditemukan pada indikator Security from illegal drugs and social network,

prevention of domestic violence and child abuse, efficiency of institution,

acces to public information, dan personal financial. Selanjutnya pada bab ini

akan membahas mengenai ciri-ciri ancaman di SMAK St. Albertus Malang

sesuai dengan hasil temuan di lapangan melalui kuisioner dan wawancara

berdasarkan fenomena yang terjadi di sekolah tersebut.

5.1.2.1 Kondisi personal security terhadap indikator Fear of

violence (physical torture, war, ethnic tention, suicide)

123 

 

Pada indikator ini terdapat kondisi di mana siswa SMAK St.

Albertus Malang yang ditunjuk sebagai responden mayoritas berasal

dari etnis Cina dan berbagai macam latar belakang agama, dari hasil

yang didapatkan indikator yang berkaitann dengan kondisi personal

security terhadap indikator fear of violence tergolong tidak aman.

Ancaman terbesar adalah ketakutan terhadap adanya konflik antar

etnis, kekerasan terhadap anak dan pemberlakuan peraturan sekolah

yang ketat sehingga dianggap mengekang oleh sebagian responden.

“ Saya tinggal di wilayah di mana saya dan keluarga tergolong sebagai etnis minoritas, kadang tidak nyaman karena sering dianggap bukan orang pribumi” (laki-laki, 17 tahun, SMAK St. Albertus Malang, etnis Cina, tinggal di daerah Joyogrand – Dinoyo)

“ Saya punya anjing yang kemudian mati diracun oleh tetangga saya karena dianggap mengganggu” (laki-laki, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang, etnis Jawa, agama nasrani, tinggal di daerah Kesatrian)

“ Pernah di skors karena pelanggaran berat berkata kasar pada guru” (laki-laki, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang)

“ Orang yang dekat sama kita itu paling mengancam karena tau kita banget” (perempuan, 17 tahun, SMAK St. Albertus Malang)

Konflik antar etnis merupakan bahaya perpecahan yang semakin hari

semakin memanas, konflik etnis terjadi di mana pada sekumpulan

masyarakat dengan latar belakang yang beragam tidak dapat saling

menghormati satu sama lain, dari hasil penelitian di SMAK St.

Albertus Malang ditemukan fakta bahwa siswa merasa lebih aman

berada di lingkungan sekolah dibandingkan ketika mereka berada di

lingkungan luar sekolah. Dalam hal ini kondisi siswa SMAK St.

124 

 

Albertus Malang yang mayoritas keturunan Cina menganggap

pemerintah masih belum dapat memberikan jaminan terhadap

kebebasan kepada warga keturunan untuk merasakan hidup nyaman

“ Engkong (kakek) saya itu dulu dianggap warga keturunan yang tidak di terima di Indonesia, hingga baru-baru ini saja beliau bias mendapatkan KTP” (laki-laki, 17 tahun, etnis Cina, SMAK St. Albertus)

Dalam hal pemberlakuan tata tertib sekolah, SMAK St.

Albertus Malang memberlakukan peratutan yang ketat sehingga

tercipta suasanya belajar yang disiplin, di sisi lain bagi siswa terkadang

hal tersebut justru merupakan suatu bentuk ancaman. Salah seorang

responden mengaku bahwa dirinya pernah mendapatkan peringatan

dengan pemanggilan orang tua ke sekolah dikarenakan keterlamabatan

surat ijin tidak masuk sekolah melebihi satu hari, sehingga selain

mendapat peringatan dengan pemanggilan orang tua siswa tersebut

juga dikenakan poin pada buku tata tertib siswa. Menurut responden,

pemberlakuan tata tertib siswa yang tergolong keras justru

menimbulkan suasana belajar yang tidak nyaman dan berpengaruh

pada prestasi siswa

“ temen saya manggil saya waktu jam pelajaran, baru noleh saja dan belum sempat jawab eh saya ditegor guru dan dikenakan tatibsi” (perempuan, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang)

Namun kemudian diakui oleh responden hal tersebut memberikan efek

jera sehingga responden tidak mengulangi kesalahan tersebut untuk

kedua kalinya, dalam hal ini peran sekolah untuk menciptakan

kedisiplinan siswa melalui pemberlakuan tata tertib dapat dikatakan

125 

 

tidak dapat menciptakan rasa nyaman pada responden sehingga hal

pokok pada konsep human security yaitu freedom from fear terhadap

peraturan sekolah tidak terpenuhi di SMAK St. Albertus Malang. Hal

lain yang dianggap sangat mengancam bagi responden di SMAK St.

Albertus Malang adalah kemungkinan anacaman terbesar datang dari

orang terdekat mereka, orang terdekat bagi responden dianggap sebagai

orang yang lebih banyak mengetahui kekurangan responden

dibandingkan dengan orang asing, sehingga suatu saat ancaman dapat

muncul dari orang terdekat mereka seperti keluarga ataupun teman

mereka

“justru orang dekat itu tau banyak tentang kita, makanya lebih bahaya” (perempuan, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang) “ lihat aja di berita-berita criminal, biasanya pembunuhan atau perampokan dilakukan orang yang dikenal korban, yak arena orang terdekat itu pasti tau banyak tentang korbannya” (perempuan, 17 tahun, SMAK St. Albertus Malang)

Rasa aman dan nyaman harusnya terbentuk dari lingkungan yang

paling dekat dengan kita, sehingga kemudian menciptakan suatu

kondisi di mana seseorang akan merasa lebih percaya diri dengan

dukungan orang-orang terdekat sehingga dapat bersaing secara sehat

ketika berada di tengah masyarakat, namun hal tersebut tidak terjadi di

SMAK St. Albertus Malang sehingga menyebabkan kondisi personal

security siswa dalam hal ini tidak dapat dipenuhi. Dari hasil kuisioner

dan wawancara yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa

tinggkat kompleksitas keamanan siswa terhadap ancaman kekerasan

dan peraturan yang berlaku berada pada tingkat tidak aman

126 

 

5.1.2.2 Kondisi personal security terhadap indikator prevention of accident

Indikator kedua yaitu prevention of accident ini merupakan

indikator yang mendapatkan ancaman tertinggi, ancaman secara umum

berupa rasa tidak aman dalam berkendara di jalan raya, kecelakaan lalu

lintas seperti tertabrak ataupun kesalahan akibat melanggar tata tertib

lalu lintas. Sebagian besar responden yang dipilih berumur rata-rata 16

hingga 17 tahun, secara hukum anak di bawah umur masih belum

diperbolehkan mengendarai kendaraan pribadi tanpa adanya Surat Ijin

Mengemudi (SIM) sehingga jika terjadi kecelakaan atau pelanggaran

lalu lintas dan menyebabkan kasus tersebut melibatkan pihak

kepolisian maka siswa akan merasa tidak aman dalam berkendara. Jika

dilihat dari fenomena tersebut justru rasa tidak aman dalam berkendara

di jalan raya muncul dari diri sendiri, katika seoramg responden

mengaku dirinya selalu mencari jalan yang sekiranya bebas dari

penjagaan polisi maka disaat itulah muncul rasa tidak aman karena usia

yang belum cukup untuk mendapatkan SIM

“ Rumah saya di Gadang, kalo ke sekolah kan jauh jadi saya bawa motor. Tapi saya ga punya SIM, jadi kalo dari jauh kelihatan ada cegatan saya langsung putar balik cari jalan lain” (laki-laki, 17 tahun, SMAK St. Albertus Malang)

Selain rasa tidak aman berkendara yang disebabkan karena faktor

belum adanya SIM, responden juga mengaku bahwa ancaman di jalan

raya juga terjadi akibat adanya keteledoran dari pihak lain yang

kemudian menyebabkan munculnya rasa tidak aman dan nyaman saat

berkendara

127 

 

“ Saya pernah jatuh di jalan yang berlubang, waktu itu ngga kelihatan karena ada genangan air” (perempuan, 17 tahun, SMAK St. Albertus Malang)

“Musuh banget sama angkot, kalo minggir seenaknya sendiri dan ngawur” (perempuan, 17 tahun, SMAK St. Albertus Malang)

Dari kutipan wawancara dan hasil survey, didapatkan kesimpulan

bahwa secara umum perasaan tidak aman dalam berkendara di jalan

raya berasal dari dua faktor yaitu perasaan was-was terhadap kendaraan

atau orang lain dalam berkendara dan sejauh ini usaha yang telah

dilakukan oleh responden untuk mengurangi angka kecelakaan tersebut

adalah dengan lebih berhati-hati dan memperhatikan sekitar jika

berkendara.

5.1.2.3 Kondisi personal security terhadap indikator level of crime

Selain dua indikator di atas, ancaman terhadap tindak

kriminalitas tergolong tinggi bagi responden di SMAK St. Albertus

Malang, permasalahan utama yang banyak mereka hadapi adalah

tingginya angka pencurian barang berharga seperti kendaraan atau

perhiasan dan premanisme, dan kasus tilang karena keteledoran dalam

menggunakan jalan raya. Dalam hal ini sumber ancaman disebabkan

oleh faktor orang lain sehingga menyebabkan ketidaknyamanan bagi

responden, dapat dikatakan indikator keamanan responden belum

terpenuhi.

“ Toko orang tua saya di Pasar Lawang pernah kerampokan, sebagian yang mereka incar barang elektronik

128 

 

seperti microvawe atau magic jar” (perempuan, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang)

Dari wawancara dan hasil survey kemudian dapat disimpulkan bahwa

bahwa secara umum permasalahan yang responden alami seperti

pencurian barang berharga merupakan suatu bentuk kelengahan

sehingga berakibat buruk pada mereka sendiri. Responden mengakui

bahwa kinerja pemerintah memang sudah nampak namun belum dapat

memberikan hasil yang maksimal sehingga kesadaran dan kehati-hatian

diri sendiri untuk selalu waspada sangatlah memegang peranan untuk

mengurangi angka kriminalitas di lingkungan responden.

5.1.2.4 Kondisi personal security terhadap indikator Prevention of harassement and gender violence

Ancaman terhadap tindak kekerasan dan pelecehan di SMAK

St. Albertus Malang dapat dikatakan tinggi di mana para siswa merasa

tidak aman terhadap ligkungan sekitar di luar sekolah yang terkadang

dianggap berlaku tidak adil karena mayoritas dari mereka berasal dari

etnis Cina

“ di rumah sakit umum kalau tau ada pasien Cina selalu dibikin ribet ngurus segala macemnya” (perempuan, 17 tahun, etnis Cina, SMAK St. Albertus)

Dari hasil wawancara dan kuisioner didapatkan kesimpulan bahwa di

Kota Malang, diskriminasi terhadap etnis masih tergolong tinggi

sehingga menimbulkan rasa tidak aman bagi warga keturunan yang

bertempat tinggal di Malang. Seorang responden mengakui bahwa

terkadang masyarakat keturunan Cina merasa mereka lebih dari

129 

 

keturunan lainnya dan hal tersebut menjadikan adanya jarak diantara

masyarakat.

“ Memang pada kenyataanya lebih nyaman kumpul dengan teman keturunan yang sama, lebih nyambung yang diomongkan” (perempuan, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang)

Ancaman terhadap diskriminasi dan pelecehan etnis memang sangat

rawan karena hal tersebut tidak Nampak nyata seperti ancaman

terhadap kekerasan, sehingga dikhawatirkan nantinya hal tersebut akan

menjadikan suatu ancaman yang terlihat nyata seperti adanya perang

antar etnis di beberapa wilayah di Indonesia

5.1.2.5 Kondisi personal security terhadap indikator education

Secara umum kondisi personal security siswa kelas XI SMAK

St. Albertus Malang tergolong tidak aman di mana sekolah tersebut

diakui oleh sebagian besar masyarakat sebagai sekolah berbasis agama

yang menjadi pilihan. Akibat dari predikat tersebut dari sebagian

responden yang dipilih menyatakan mereka dituntut untuk kemudian

menjadi siswa berprestasi di bidang akademik sehingga nantinya

mereka dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan di perguruan tinggi

yang baik. Hal tersebut merupakan beban yang harus ditanggung oleh

siswa sehingga untuk dapat mencapai prestasi yang baik mereka

memerlukan tambahan belajar di luar sekolah yang terkadang justru

meberatkan responden

“ les seminggu tiga kali itu cukup mengurangi waktu bermain karena terlalu capek” (laki-laki, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang)

130 

 

“ kalau lihat temen juara itu rasanya terpacu juga, jadi semangat dan predikat juara kelas itu jadi target bukan malah jadi beban” (laki-laki, 17 tahun, SMAK St. Albertus Malang)

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan di mana semakin diberikan

julukan atau predikat suatu sekolah sebagai sekolah unggulan, maka

akan semakin besar rasa tidak aman siswa terhadap prestasi dirinya.

5.1.2.6 Kondisi personal security terhadap indikator security from

illegal drugs and social networks

Maraknya peredaran obat-obatan terlarang justru bukanlah

menjadi suatu ancaman yang besar bagi responden di SMAK St.

Albertus Malang sama halnya dengan SMA Negeri 7 Makang, secara

pribadi mereka mengakui bahwa murni kesadaran pribadi lah dan

pendididkan agama yang kuat yang membuat mereka tidak merasa

terancam akan maraknya peredaran obat-obatan terlarang saat ini.

Terhadap penggunaan jejaring sosial para siswa mengakui bahwa

media tersebut merupakan media untuk menunjukan eksistensi diri

namun disisi lain juga terdapat dampak buruk seperti ancaman

pembajakan akun oleh rekan sendiri, namun hal tersebut masih berada

pada tingkat yang tidak membahayakan.

5.1.2.7 Kondisi personal security terhadap indikator Prevention of domestic violence child abuse, and child exploitation

Tidak banyaknya responden yang pernah mengalami ancaman

terhadap kekerasan domestik atau dalam rumah dan kekerasan pada

anak menjadikan kondisi personal security siswa kelas XI SMAK St.

Albertus Malang terhadap indikator ini tergolong aman. Walaupun

131 

 

dapat dikatakan tergolong aman, namun beberapa responden mengaku

ia pernah bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dengan cara

membantu kedua orang tuanya di toko ataupun dididik sejak dini untuk

dipersiapkan meneruskan usaha yang dimiliki oleh orang tua

responden.

5.1.2.8 Kondisi personal security terhadap indikator efficiency of

institution

Bagi responden di SMAK St. Albertus Malang, institusi atau

lembaga khusus yang menangani permasalahan kekerasan dan

perlindungan pada anak dianggap sudah bekerja dengan baik dan sudah

menunjukkan usaha penanganan atau penyelesaian kasus yang nyata

sehingga responden merasa aman dengan adanya institusi khusus

tersebut.

“lihat di tv sekarang sudah banyak kasus kekerasan pada anak yang dibahas dan sudah ditangani, berarti pemerintah ngga tinggal diam” (perempuan, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang)

5.1.2.9 Kondisi personal security terhadap indikator access to public information

Kemajuan teknologi saat ini memegang peranan penting bagi

masyarakat umumnya dan responden SMAK St. Albertus pada

khususnya dalam hal memudahkan akses segala macam informasi

termasuk informasi mengenai bahaya obat-obatan terlarang ataupun

layanan aduan masyarakat. Bagi responden di SMAK St. Albertus

132 

 

Malang, peran informasi atau layanan aduan masyarakat tersebut tidak

terlalu besar dan berpengaruh bagi mereka. Kesadaran diri sendirilah

merupakan hal yang paling penting dalam rangka mengurangi ajumlah

angka pengguna obat-obatan terlarang atau narkoba

5.1.2.10 Kondisi personal security terhadap indikator

personal financial

Jika dilihat dari latar belakang keluarga responden di SMAK

St. Albertus Malang, tidak ditemukan gejala adanya kekurangan dalam

hal keuangan, sehingga secara umum indikator mengenai keuangan

individu termasuk dalam tingkat aman di mana hasil dari penelitian

tersebut menunjukkan aspek pemenuhan keinginan dalam konsep

human security terpenuhi.

5.2 Hasil penelitian

Dari analisa hasil penelitian dan pembahasan mengenai disparitas kondisi

personal security siswa kelas XI di SMA Negri 7 Malang dan SMAK St. Albertus

Malang, hasil akhir menunjukkan bahwa secara umum ancaman berasal dari dua hal

utama yaitu dari diri sendiri dan yang kedua dari orang lain. Ancaman yang berasal

dari disri sendiri dapat dikatakan sebagai pengaruh psikologi seseorang terhadap suatu

kondisi di lingkunganya, terkadang tanpa disadari responden dari kedua sekolah

tersebut merasa dirinya terancam dengan adanya kejadian yang dianggap luar biasa

dan tidak wajar di lingkungannya ataupun trauma masa kecil yang terbawa hingga

133 

 

saat ini, ancaman yang berasal dari diri sendiri justru merupakan ancaman yang

bahaya di mana hal tersebut berkaitan dengan konsep pokok human security yaitu

freedom from fear. Rasa tidak aman atau ketakutan berasal dari pemikiran responden

yang seharusnya hal tersebut tidak muncul ketika lingkungan bersinergi membentuk

suasanya yang nyaman. Dapat dikatakan ancaman dari orang lain merupakan

ancaman yang wajar terjadi karena pada dasarnya setiap orang memiliki keinginannya

masing-masing untuk dipenuhi, ketika faktor freedom from want tidak dapat

terpenuhi, maka seseorang akan cenderung melakukan suatu hal untuk dapat

memenuhinya sedangkan dalam proses memenuhi keinginan tersebut terkadang justru

menjadikan ancaman bagi orang lain. Begitu pula yang terjadi pada siswa kelas XI

SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang di mana ancaman dari luar

seperti pencurian dianggap mengganggu kehidupan responden dan menyebabkan

ketidaknyamanan.

Menjawab rumusan masalah utama pada penelitian ini yaitu bagaimana

kondisi personal security siswa kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St.

Albertus Malang maka secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi personal security

siswa di kedua sekolah tersebut tergolong cukup aman, penarikan kesimpulan

sehingga didapatkan hasil tersebut berdasarkan pemenuhan indikator yang telah

ditentukan. Dari perbedaan latar belakang sekolah dan alasan pemilihan sekolah yang

telah dikemukan sebelumnya, terdapat perbedaan menegnai hal yang menjadi

ancaman utama responden di kedua sekolah tersebut seperti kondisi di mana

responden SMA Negeri 7 Malang justru merasa aman di dalam hal pendidikan, maka

tidak begitu adanya bagi responden di SMAK St. Albertus Malang dikarenakan

tingginya tuntutan untuk mendapatkan prestasi dibidang akademik oleh lingkungan

mereka. Perbedaan lainnya juga diketemukan dalam hal personal financial di mana

134 

 

siswa dari SMA Negeri 7 Malang menanggap terkadang mereka tidak dapat

memenuhi apa yang mereka inginkan karena keterbatasan ekonomi, sehingga dalam

hal ini faktor freedom from want tidak dapat terpenuhi. Beberapa perbedaan yang

dihasilkan dalam penelitian ini disebabkan oleb beberapa faktor antara lain kondisi

latar belakang keluarga responden, tingkat prestasi responden, komposisi

keberagaman etnis di masing-masing sekolah, kondisi ekonomi keluarga responden,

dan persepsi responden terhadap pemerintah terkait pemberian jaminan keamanan

bagi setiap warga negara.

Tabel 6

Perbedaan Kondisi Personal Security Siswa Kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan

SMAK St. Albertus Malang

Kondisi Personal

Security

SMA Negeri 7 Malang SMAK St. Albertus

Malang

TIDAK AMAN

Fear of violence

(physical torture, war,

ethnic tention, suicide)

Fear of violence

(physical torture, war,

ethnic tention, suicide)

Prevention of accidents Prevention of accidents

Level of crime

Level of crime

Prevention of

harassement and gender

violence

CUKUP AMAN Efficiency of institution

Education Personal financial

AMAN

Security from illegal

drugs and social network

Security from illegal

drugs and social

network

Prevention of

harassement and gender

violence

Prevention of domestic

violence child abuse,

and child exploitation

135 

 

Prevention of domestic

violence child abuse, and

child exploitation

Efficiency of institution

Acces to public

information

Acces to public

information

Education Personal financial

Jika dilihat dari tabel tersebut di atas, maka nampak perbedaan mengenai

ancaman terhadap siswa SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang.

Ancaman tertinggi dirasakan oleh kedua sekolah pada indikator kecemasan terhadap

tindak kekerasan dan Level of crime pada ketiga indikator tersebut secara umum

ketakutan responden berada pada hal yang sama seperti adanya kekerasan, pencurian

ataupun kecelakaan di jalan raya. Namun perbedaan terjadi pada indikator prevention

of harassment and gender violence di mana ditemukan hasil bahwa responden di

SMAK St. Albertus merasa tidak aman terhadap adanya pelecehan dan kekerasan,

pelecehan dalam hal ini sebagian besar responden merasa bahwa dirinya mengalami

tindak diskriminasi etnis oleh masyarakat di luar lingkungan sekolahnya. Sebagian

besar responden yang merupakan siswa denga latar belakang keturunan Cina

beranggapan bahwa masyarakat di luar tidak jarang memandang mereka bukan

sebagai orang pribumi, sehingga pada beberapa aspek seperti layanan kesehatan

terkadang mereka mengalami kesulitan.

Pada tingkat sedang atau cukup aman, terdapat perbedaan yang mencolok

diantara responden di kedua sekolah tersebut, bagi siswa SMA Negeri 7 Malang

kinerja pemerintah dan permasalahan keuangan dirasakan berpotensi mengancam

pada kehidupan mereka. Istitusi dalam hal ini badan perlindungan khusus bagi anak-

anak mereka anggap kurang bisa menyelesaikan permasalahan di Indonesia terhadap

136 

 

maraknya penggunaan obat-obatan terlarang ataupun semakin meningkatnya angka

kekerasan pada anak dan mempekerjakan anak di bawah umur untuk tujuan meraih

keuntungan dengan cara dijadikan sebagai anak jalanan ataupun eksploitasi seksual

pada anak. Kecemasan tersebut dirasakan oleh responden di SMA Negeri 7 Malang

bukan hanya karena hal tersebut dianggap mampu mengancam siapa saja, namun juga

rasa simpati yang muncul terhadap korban. Sedangkan pada permasalahan keuangan,

responden di SMA Negeri 7 Malang menganggap hal tersebut memiliki potensi

ancaman bagi mereka, wajar jika kemudian responden merasa ada kemungkinan

ancaman yang muncul dari permasalahan keuangan di karenakan latar belakang

keluarga menengah ke bawah. Pada tingkat sedang, responden di SMAK St. Albertus

Malang menyatakan rasa kurang aman pada indikator pendidikan, adanya tekanan

oleh orang-orang terdekat responden agar mereka mendapatkan predikat juara

terkadang menimbulkan perasaan tertekan sehingga banyak pula dari responden yang

harus mengikuti tambahan pelajaran di luar sekolah untuk memenuhi keinginan

tersebut. SMAK St. Albertus Malang dikenal sebagai salah satu sekolah swasta

berlatar belakang pendidikan agama yang dijadikan tujuan bagi sebagian masyarakat

Kota Malang karena memiliki prestasi yang unggul di bidang pendidikan, sehingga

sebagian responden beranggapan hal tersebut merupakan beban bagi mereka ketika

mereka diharuskan berpacu untuk menjadi juara.

Berbeda dengan SMAK St. Albertus Malang, pendidikan dianggap bukan

sebagai ancaman bagi responden di SMA Negeri 7 Malang. Bukan berarti tidak ada

ancaman untuk menjadi juara dan meraih prestasi, namun responden menganggap

bahwa ada hal lain yang lebih berpotensi mengancam keamanan mereka seperti

permasalahan keuangan ataupun kondisi pemerintahan saat ini. Rasa cemas terhadap

adanya diskriminasi etnis ataupun pelecehan dianggap bukan sebagai ancaman oleh

137 

 

responden di SMA Negeri 7 Malang yang berbeda dengan responden di SMAK St.

Albertus Malang, responden beranggapan bahwa permasalahan etnis tidak menjadi

masalah karena mereka merasa berasal dari latar belakang keturunan yang sama yaitu

suku Jawa. Jika pada tingkat sedang indikator keuangan dianggap memiliki potensi

ancaman bagi responden di SMA Negeri 7 Malang, maka bagi responden di SMAK

St. Albertus Malang hal tersebut bukanlah suatu ancaman karena mereka merasa

bahwa selama ini mereka dapat memenuhi keinginan mereka sesuai dengan konsep

freedom from fear. Di sisi lain, walaupun sedang marak terjadi saat ini namun

ancaman dari peredaran obat-obatan terlarang dan jejaring sosial, akses informasi

publik, dan eksploitasi pada anak secara umum dianggap bukan sebagai ancaman bagi

responden di kedua sekolah tersebut.

5.3 Sumber-sumber ketidakamanan personal siswa kelas XI SMA Negeri 7 Malang

dan SMAK St. Albertus Malang

Dari kesepuluh indikator personal security yang ditentukan di awal penelitian

terhadap siswa kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang

empat diantara indikator tersebut memiliki tingkat ketidakamanan yang tinggi yaitu

fear of violence (physical torture, war, ethnic tention, suicide; prevention of

accidents; prevention of accidents; level of crime; dan prevention of harassement and

gender violence. Sementara itu selebihnya memiliki tingkat ketidakamanan ditingkat

sedang dan rendah yaitu efficiency of institution, personal financial, education,

security from illegal drugs and social network, prevention of domestic violence child

abuse, and child exploitation, acces to public information selanjutnya dalam sub bab

138 

 

ini akan dibahas mengenai sumber-sumber ketidakamanan siswa kelas XI SMA

Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang

1 Perkelahian antar siswa dan senioritas di lingkungan sekolah

Rentan umur responden di SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St.

Albertus Malang yang berkisar diantara 16 hingga 17 tahun menjadikan

kondisi psikologis responden masih mudah dipengaruhi oleh lingkungan

sekitar mereka berada. Jika kondisi lingkungan seperti sekolah dan tempat

tinggal terbilang keras maka hal tersebut mendukung responden untuk

terpengaruh menjadi pribadi yang keras pula. Terjadinya perkelahian antar

siswa di SMA Negeri 7 Malang merupakan bentuk dari pengaruh lingkungan

yang mempengaruhi pola pikir siswa sehingga siswa tersebut mudah tersulut

emosinya dan melakukan tindakan kekerasan. Tidak hanya lingkungan, namun

tekanan dari pihak lain juga mengakibatkan seseorang memiliki reflek untuk

melindungi diri sendiri dari ancaman lain.

2 Penggunaan jejaring sosial

Penggunaan jejaring sosial dalam hal ini tidak begitu rawan, namun

dari hasil wawancara diketahui bahwa terdapat potensi konflik dan ancaman

dari penggunaan jejaring sosial oleh responden. Diakui oleh sebagian

responden bahwa jejaring sosial memiliki pengaruh dalam kehidupan mereka

sehingga terkadang eksistensi diri mereka ditunjukkan melalui jejaring sosial

tersebut, di sisi lain terkadang penggunaan jejaring sosial untuk

mengekspresikan diri tersebut justru malah menimbulkan rasa saling tidak

suka antar teman, dan pada akhirnya terjadi penyalahgunaan jejaring sosial.

139 

 

3 Diskriminasi etnis dalam masyarakat

Sekolah merupakan miniature budaya bangsa di mana siswa dari

berbagai macam suku dan daerah dapat ditemukan di tingkat ini, sebagai

negara yang belandaskan Bhineka Tunggal Ika seharusnya masyarakat pada

umumnya dan siswa sekolah pada khususnya mengetahui persis perbedaan

yang beragam di Indonesia. Dalam hal ini, kasus mengenai diskriminasi suatu

etnis tergolong tinggi, bahaya yang ditimbulkan dari adanya diskriminasi etnis

ini sangat mengacam responden khususnya pada sekolah SMAK St. Albertus

Malang di mana sebagian besar responden merupakan keturunan etnis Cina

5.4 Hilangnya Peran Negara

Dalam ruang lingkup hubungan internasinal, tidak dapat dipungkiri bahwa

negara memegang peran penting dalam menjalankan suatu sistem antar negara,

sehingga dalam bagian ini akan dibahas mengenai peran negara dalam konsep

keamanan individu atau human security. Jaminan keselamatan tiap warga negara

merupakan tugas bagi aparatur negara yang mana hal tersebut mencerminkan tingkat

kesejahteraan suatu negara di mata negara lain. Dalam studi kasus mengenai kondisi

personal security siswa kelas XI SMA Negeri 7 dan SMAK St. Albertus Malang ini

didapatkan beberapa temuan lapangan yang mengindikasikan kurangnya jaminan

keamanan dari negara bagi warganya. Hilang atau berkurangnya peran negara dalam

menjamin keselamatan warga negaranya merupakan suatu indikasi nyata di mana

negara tersebut belum dapat dikatakan aman dan sejahtera. Peraturan dalam negara

telah dituangkan dalam bentuk Undang-Undang Dasar negara yang menjadi panduan

dan pedoman warga negara untuk berinteraksi. Dalam hal ini konsep human security

140 

 

merupakan konsep yang menyeluruh mengenai keamanan insani dengan negara

sebagai penyelenggara sistem keamanan tersebut sehingga secara singkat dapat

dikatakan bahwa negara dan human security merupakan satu kesatuan yang tidak

dapat dipisahkan

Kesimpulan sementara yang dapat ditarik dari pembahasan mengenai

hilangnya peran negara dalam menjamin keamanan tiap warganya dapat diatasi

dengan penataan kembali hal-hal yang menyangkut keamanan individu seperti halnya

pengentasan kemiskinan, mengentaskan kemiskinan sama halnya memberikan

jaminan kesejahteraan bagi warga negara, sehingga ketika di sektor ekonimi telah

terpenuhi dengan baik maka kecenderungan warga negara untuk melakukan

kekerasan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya akan dapat berkurang. Begitu pula

dalam studi kasus kondisi personal security siswa kelas XI ketika pemerintah dapat

meberikan jaminan mengenai pembiayaan biaya pendidikan maka pendidikan akan

mudah dicapai oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa memberatkan masyarakat

tersebut. Selain itu jaminan adanya hukuman bagi pelaku tindak kekerasan pada anak

seharusnya mampu ditingkatkan dan disiplinkan sehingga baik di lingkungan tempat

tinggal ataupun sekolah siswa dapat merasa aman. Dari indikator yang telah

ditentukan, salah satu ancaman terbesar berasal dari penggunaan jejaring sosial,

sebagai negara di mana jumlah anak di bawah umur dan remaja tergolong banyak

maka seharusnya Indonesia menetapkan regulasi yang baku mengenai penggunaan

jejaring sosial yang berpotensi merugikan generasi penerus bangsa. Peran negara

dalam hal tersebut dapat dilihat masih kurang sehingga sebagai penyelenggara

keamanan negara sebaiknya negara menjamin adanya penggunaan jejaring sosial yang

sehat bagi warganya terutama anak di bawah umur dan remaja yang rentan. Sama

141 

 

halnya dengan diskriminasi etnis yang masih banyak ditemui di lingkungan sekolah

dalam penelitian ini merupakan tanggung jawab negara untuk memberikan jaminan

kebebasan bagi setiap warga baik pribumi ataupun warga keturunan, hal tersebut

dikarenakan suatu keutuhan masyarakat akan mengantarkan negara tersebut untuk

mencapai kesejahteraan.

5.4.1 Peran negara dalam menjamin keamanan terhadap tindak kekerasan

Tindak kekerasan yang kerap dialami oleh anak-anak atau remaja

merupakan tindakan pelanggaran hukum negara di mana pelakunya dapat

menerima sanksi pidana atas tindakannya tersebut. Tidak dapat dihindari

bahwa kekerasan yang terjadi di lingkungan tempat tinggal responden terjadi

salah satunya ketika adanya himpitan ekonomi yang menyebabkan fungsi

keluarga yang seharusnya dapat melindungi responden malah beralih pada hal

sebaliknya. Ketika lingkungan terdekat responden tidak dapat lagi memberikan

rasa aman maka di sanalah seharusnya peran negara masuk dan memberikan

jaminan keamanan bagi responden melalui sejumlah kebijakan dan aturan

yang telah ditetapkan dalam hal perlindungan anak.

5.4.2 Peran negara dalam menjamin keamanan berlalu lintas

Pada tingkat XI, rata-rata siswa berumur 16-17 tahun yang mana hal

tersebut dalam peraturan negara tertera jelas belum diperbolehkan memiliki

Surat Ijin Mengemudi (SIM), namun pada kenyataan dari data yang didapat di

lapangan siswa mengaku pergi ke sekolah mengendarai kendaraan bermotor

tanpa SIM dan sebagian mengendarai kendaraan bermotor menggunakan SIM

dengan kondisi umur yang dilebihkan (melalui calo) di tingkat ini seharusnya

142 

 

negara melalui pihak kepolisian yang secara langsung berhubungan dengan

pemberian ijin mengemudi lebih selektif dalam menerbitkan SIM. Tidak hanya

penerbitan dan kepemilikan SIM.

5.4.3 Peran negara dalam menjamin keamanan dari ancaman kriminalitas

Sekali lagi tidak dapat terpenuhinya kebutuhan hidup menyebabkan

banyak masyarakat memilih jalan singkat untuk dapat memenuhinya salah satu

caranya dengan melakukan tindakan kriminalitas seperti pencurian. Dari data

yang didapatkan, masih banyak responden yang mengalami tindak kriminalitas

tersebut, ada dua hal yang kemudian perlu menjadi perhatian bagi negara di

mana pertama adanya jaminan ekonomi dapat mengurangi tingginya angka

kriminalitas dan penertiban kembali sistem keamanan dari tingkat terendah

seperti siskamling di lingkungan tempat tinggal. Tindak kriminalitas lainnya

berupa maraknya peredaran narkoba di mana remaja merupakan sasaran yang

diincar, ketika adanya kelonggaran hukum oleh negara bagi para pengedar

narkoba atau obat-obatan terlaran maka terdapat celah luas untuk

mempengaruhi para remaja untuk kemudian menggunakan narkoba tersebut.

Seharusnya pemerintah pusat hingga daerah memiliki perhatian khusus

terhadap bahaya ini karena jelas dampak penggunaan narkoba sangat

merugikan generasi penerus bangsa ini.

5.4.4 Peran negara dalam melindungi keberagaman etnik

Hal lain yang tidak nampak begitu jelas namun sangat berbahaya

adalah adanya konflik etnis di masyarakat Indonesia khususnya di lingkungan

responden dalam penelitian ini. Masih tingginya angka diskriminasi etnis yang

143 

 

di alami oleh responden dari SMAK St. Albertus dan sebagian siswa yang

bukan merupakan keturunan etnis Jawa di SMA Negeri 7 Malang

mencerminkan lemahnya peran negara dalam memberikan pengertian serta

perlindungan bagi warganya dalam hal keberagaman etnis di Indonesia yang

merupakan negara kesatuan ini. Pemerintah seharusnya dapay memberikan

jaminan bahwa tidak ada perlakuan khusus atau mengedepankan salah satu

etnis atau agama dalam hal apapun sehingga masyarakat terbiasa dalam

menjalani kehidupan yang beragam sesuai dengan Bhineka Tunggal Ika.

Hilangnya peran negara dalam hal ini sangat berpotensi menimbulkan konflik

berkepanjangan diantara suku bangsa di Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

144 

 

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Secara umum dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini yaitu kondisi personal

security siswa kelas XI di SMA Negeri 7 dan SMAK St. Albertus Malang hampir sama

pada indikator tertentu, para responden di kedua sekolah tersebut sama-sama merasa

sangat tidak aman terhadap tindak kekerasan, kriminalitas, dan kecelakaan di jalan raya.

Hal tersebut diakui oleh responden terjadi akibat lemahnya hukum dan adanya faktor

ekonomi yang kemudian memberikan kesempatan bagi orang lain untuk bertindak

kejahatan yang melanggar hukum, sedangkan kecelakaan yang terjadi tidak murni berasal

dari kesalahan pribadi namun juga kesalahan pihak lain yang berakibat fatal bagi

pengendara lainnya. Untuk indikator yang berkaitan dengan jenis latar belakang etinis atau

keturunan responden terdapat beberapa perbedaan hasil antara SMA negeri 7 Malang dan

SMAK St. Albertus Malang di mana tingkat diskriminasi etnis di SMAK St. Albertus

cernderung lebih tinggi dibandingkan dengan SMA Negeri 7 Malang, diskriminasi etnis

tersebut dapat terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat terhadap rasa toleransi antar

umat ataupun antar etnis di lingkungan sekitarnya. Permasalahan keuangan diantara kedua

sekolah tersebut dianggap bukanlah sebagai masalah karena walaupun jumlah uang saku

mereka dalam kurun waktu seminggu tergolong bervariasi namun mereka masih dapat

memenuhi keinginan mereka. Sedangkan dibidang pendidikan SMAK St. Albertus Malang

mendapat tekanan tinggi di mana stigma masyakat terhadap sekolah tersebut yang

dianggap sebagai sekolah pilihan, berbanding terbalik dengan SMA Negeri 7 Malang yang

justru siswanya tidak menganggap pendidikan sebagai suatu bentuk ancaman dalam

kehidupannya. Sedangkan efisiensi institusi dianggap belum dapat menampung aspirasi

masyarakat luas karena selama ini masih banyak terdapat kasus yang belum dapat

145 

 

diselesaikan dengan baik oleh pihak berwenang. Ketersediaan informasi publik atau akses

untuk mendapatkan informasi diakui oleh responden dikedua sekolah tersebut bukan lah

suatu hal yang sulit karena didukung oleh majunya teknologi saat ini. Peran pemerintah

dalam hal menciptakan rasa aman bagi masyarakatnya dari hasil penelitian ini terlihat

kuran dalam beberapa hal, padahal jika berbicara mengenai personal security yang

merupakan bagian dari human security negara merupakan actor utama yang harusnya

dapat memberikan kemanan bagi warganya sesuai dengan pengertian human security yaitu

freedom from fear dan freedom from what.

Dari kesimpulan di atas, maka beberapa rekomendasi atau saran diberikan guna

menciptakan lingkungan yang lebih kondusif lagi di masyarakat antara lain:

1. Pemerintah atau negara sebagai pihak terluar yang melindungi warga negara

harus mampu memberikan jaminan keamanan bagi warganya melalui

pemberlakuan kebijakan dan Undang-Undang yang tegas.

2. Remaja merupakan usia yang rentan terhadap permasalahan seperti penggunaan

narkoba atau hal lain yang dapat merusak masa depannya, maka dari itu peran

sekolah, orang tua, dan lingkungan bermain sangat lah penting untuk membentuk

karakter anak. Sehingga dengan demikian sebaiknya kontrol terhadap faktor-

faktor yang mempengaruhi tersebut hendaknya lebih terarah agar tercipta

lingkungan yang nyaman

3. Pendidikan mengenai keberagaman budaya bangsa merupakan salah satu

terobosan untuk memberikan kesadaran pada masyarakat mengenai banyaknya

perbedaan di Indonesia yang sebaiknya ditanggapi dengan positif dan terbuka

sehingga dapat mengurangi bahaya diskriminasi etnis di masyarakat

146 

 

4. Bagi penelitian selanjutnya, penelitian ini dapat dipergunakan sebagai acuan

untuk mengembangkan penelitian selanjutnya mengenai konsep human security

di aspek lainnya. Penelitian selanjutnya baik dalam hal yang sama yaitu personal

security atau aspek yang lainnya diharapkan mampu menangkap fenomena atau

gejala yang terjadi di masyarakat sehingga pembahasan mengenai keamanan

insani dapat secara detail dikupas sehingga meminimalisir kemungkinan

ancaman di masyarakat. Peneliti selanjutnya juga diharapkan dapat menguak

lebih detil mengenai peran negara dalam menjamin keamanan warganya dalam

hal lainnya.

5. Pembentukan struktur pengamanan di kelompok-kelompok masyarakat

sebaiknya mulai ditingkatkan dengan koordinasi yang baik antara masyarakat

dan pemerintah. Dalam hal ini pemerintah dapat membentuk suatu sistem dari

dasar lapisan masyarakat seperti koordinasi keamanan kampung atau lingkungan

yang lebih terstuktur sehingga terbentuk kedisiplinan di masyarakat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

147 

 

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Alkire, Sabina. 2003. A Conceptual Framework for Human Security, Workong Paper 2.

Centre for Research on Inequality, Human Security and Ethnicity, CRISE. University

of Oxford

Thantawi. 2008. Metodologi Riset Ekonomi. Penerbit: Universitas Brawijaya Malang.

Effendi, Y., Killian P.M,. Setiawati, Ni Komang,. 2012. Baseline Study Mengenai Kondisi

Keamanan Insani (Human Security) di Kota Malang

Silalahi, Ulber. 2009. Metode penelitian Sosial (Buku) hal. 120 Refika Aditama: Bandung

Sumber Online:

Bajpai, Kanti. 2000. Human Security: Concept and Measurement. Kroc Institute Occasional

Paper, No. 19. University of Notre Dame, Notre Dame, Indiana. Dalam

http://www.hegoa.ehu.es/dossierra/seguridad/Human_security_concept_and_meas

urement.pdf

Hasting, David A. 2011. The Human Security Index: An Update and a New Release dalam

http://www.humansecurityindex.org/wordpress/wp‐

content/uploads/2011/03/hsiv2‐documentation1.pdf

Human Security Unit Office for the Coordination of Humanitarian Affairs United Nations.

(2009) Human Security in Theory and Practice, Aplication of Human Security

Concept and the United Nation Trust Fund for Human Security. Dalam

http://hdr.undp.org/en/media/HS_Handbook_2009.pdf

Human Security: Indicators for Measurement dalam http://www.gdrc.org/sustdev/husec/z‐

indicators.html

Kristiadi, J. National Security, Human Security, HAM, dan Demokrasi. Dalam

http://www.propatria.or.id/download/Paper%20Diskusi/human_security_dan_ham

_jk.pdf

148 

 

Prasetyono, Edy 2003. Human Security. dalam

http://www.propatria.or.id/download/Paper%20Diskusi/human_security_ep.pdf

Puskominfo Bidang Humas Polda Metro Jaya, 2012. 2.008 Kasus Kriminal Dilakukan

Anak-Anak (Artikel) dalam

http://humaspoldametrojaya.blogspot.com/2012/05/2.html

Susetyo, Heru (2008). Menuju Paradigma Keamanan Komprehensif Berprespektif Keamanan

Manusia dalam Kebijakan Keamanan Nasional Indonesia. 2008. Lex Jurnalica Vol. 6

No. 1. Dari http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/6108110.pdf

United Nations Development Programme. 1994. Human Development Report 1994. dalam

http://hdr.undp.org/en/media/hdr_1994_en_contents.pdf

University of Notre Dame, Notre Dame, Indiana, 2000. Dalam

http://www.hegoa.ehu.es/dossierra/seguridad/Human_security_concept_and_meas

urement.pdf

United Nations Millennium Declaration, I. Value and Principles: 6. 2000. Dalam

http://www.un.org/millennium/declaration/ares552e.htm