SKRIPSI
HILANGNYA PERAN NEGARA DALAM HAL JAMINAN KEAMANAN PERSONAL
(STUDI KASUS SISWA KELAS XI SMA NEGERI 7 MALANG DAN SMAK ST. ALBERTUS MALANG)
Oleh:
KARINA NURTRISIA
0710043032
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013
1
2
LEMBAR JUDUL
HILANGNYA PERAN NEGARA DALAM HAL JAMINAN KEAMANAN PERSONAL
(STUDI KASUS SISWA KELAS XI SMA NEGERI 7 MALANG DAN SMAK ST. ALBERTUS MALANG)
SKRIPSI
Disusun Oleh:
Karina Nurtrisia 0710043032
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2013
3
LEMBAR PERSETUJUAN
HILANGNYA PERAN NEGARA DALAM HAL JAMINAN KEAMANAN PERSONAL
(STUDI KASUS SISWA KELAS XI SMA NEGERI 7 MALANG DAN SMAK ST. ALBERTUS MALANG)
SKRIPSI
Disusun Oleh:
Karina Nurtrisia 0710043032
Telah disetujui oleh dosen pembimbing pada:
18 Juni 2013
Pembimbing I Pembimbing II
Ni Komang Desy S. S.IP, M.Si M. Riza Hanafi S.IP, M.IA NIP. 84123011120412 NIP. 80020711110413
LEMBAR PENGESAHAN
4
HILANGNYA PERAN NEGARA DALAM HAL JAMINAN KEAMANAN PERSONAL
(STUDI KASUS SISWA KELAS XI SMA NEGERI 7 MALANG DAN SMAK ST. ALBERTUS MALANG)
SKRIPSI
Nama: Karina Nurtrisia NIM: 0710043032
Telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam ujian Sarjana pada tanggal:
21 Februari 2013
Tim penguji:
Ketua Majelis Penguji Sekretaris Majelis Penguji
Yusli Effendi S.IP, MA Erza Killian S.IP, M.IEF NIP. 197804232009121001 NIP. 83090911120078
Anggota Majelis Penguji I Anggota Majelis Penguji II
Ni Komang Desy S. S.IP, M.Si M. Riza Hanafi S.IP, M.IA NIP. 84123011120412 NIP. 80020711110413
Malang, Juni 2013
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Prof. Dr. Ir. Darsono Wisadirana, MS. NIP. 195612271983121001 LEMBAR PERNYATAAN
5
Nama: Karina Nurtrisia
NIM: 0710043032
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul “ Hilangnya Peran
Negara dalam Hal Jaminan Keamanan Personal (Studi Kasus Siswa Kelas Xi Sma
Negeri 7 Malang Dan Smak St. Albertus Malang) “ adalah benar-benar karya sendiri .
Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan
dalam daftar pustaka, dan apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang
saya peroleh dari skripsi tersebut
Malang, Juni 2013
Karina Nurtrisia NIM. 0710043032
6
I’m done
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan pada Allah SWT atas setiap penyertaan dan berkatnya
sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ Hilangnya Peran
Negara dalam Hal Jaminan Keamanan Personal (Studi Kasus Siswa Kelas Xi Sma
7
Negeri 7 Malang Dan Smak St. Albertus Malang) “ dalam prosesnya penulis menyadari
bahwa tanpa bantuan dan arahan dari orang-orang disekitar maka penulisan ini tidak akan
dapat terselesaikan dengan baik. Teruntuk:
1. Mama, Papa, dan Bunda atas doa restu dan sabarnya
2. Dosen pembimbing skripsi:
Ibu. Ni Komang Desy Arya Pinatih S.IP, M.Si
Bapak Riza Hanafi S.IP, M.IA
3. Dosen penguji skripsi:
Bapak. Yusli Effendi S.IP, MA
Ibu Erza Killian S.IP M.IEF
4. Mas Kholis dan seluruh dosen di Jurusan Hubungan Internasional Universitas
Brawijaya
5. SMA Negeri 7 dan SMAK St. Albertus Malang atas bantuannya dalam hal
pengumpulan data
6. Teman-teman dan seluruh pihak yang membantu terselesaikannya penyusunan
skripsi ini
Penulis menyadari bahwa masih dapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini,
sehingga penulis sangat berharap adanya kritik dan saran dari para pembaca, dan semoga
tulisan ini dapat memberikan manfaat.
Malang, Juni 2013
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL …………………………………………………………. i
LEMBAR PERSETUJUAN ……………………………………………….. ii
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………... iii
LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………….. iv
8
LEMBAR PERSEMBAHAN ……………………………………………… v
KATA PENGANTAR …………………………………………………….. vi
DAFTAR ISI ………………………………………………………………. vii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………. x
DAFTAR BAGAN ………………………………………………………… xi
ABSTRAK …………………………………………………………………… xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………. 7
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………….. 8
1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………….. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Studi Terdahulu………………………………………… 10
2.2 Definisi Konseptual ............................................................ 12
2.2.1 Konsep Human Security ........................................... 12
2.3 Definisi Operasional ............................................................ 25
2.4 Argumen Utama ................................................................ 29
BABIII METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian dan Tipe Data ............................................ 30
3.2 Lokasi dan Jangkauan Waktu Penelitian ............................ 31
3.3 Subyek Penelitian dan Penarikan Sampel .......................... 31
3.4 Sumber Data ........................................................................ 33
3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data .............................. 34
3.6 Teknik Analisis Data .......................................................... 34
3.7 Indikator, Kuisioner, dan Wawancara ............................... 35
3.7.1 Indikator ................................................................. 35
3.7.2 Kuisioner ................................................................. 36
3.7.3 Wawancara …………………………………….. 39
3.8 Sistematika Penelitian ....................................................... 39
9
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Sekolah ................................................. 42
4.1.1 SMA Negeri 7 Malang ............................................ 42
4.1.2 SMAK St. Albertus Malang .................................. 43
4.2 Hasil Pembahasan ............................................................... 44
4.2.1 Fear of violence (physical torture, war, ethnic
tension, suicide) ...................................................... 45
4.2.2 Prevention of accidents ............................................ 55
4.2.3 Level of crime .......................................................... 62
4.2.4 Security from illegal drugs and social network ....... 68
4.2.5 Prevention of harassement, gender violence, and
ethnic discrimination ............................................. 78
4.2.6 Prevention of domestic violence, child abuse, and
child exploitation ................................................... 83
4.2.7 Efficiency of institution .......................................... 86
4.2.8 Acces to public information ..................................... 89
4.2.9 Personal Financial ................................................. 93
4.2.10 Education ................................................................ 95
BAB V ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Disparitas Kondisi Personal Security SMA Negeri 7
Malang dan SMAK St. Albertus Malang ........................... 99
5.1.1 SMA Negeri 7 Malang ............................................. 100
5.1.2 SMAK St. Albertus Malang .................................. 110
5.2 Hasil Penelitian .................................................................... 121
5.3 Sumber-Sumber Ketidakamanan Personal ......................... 126
BAB VI PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 128
10
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Perbedaan Konsep Keamanan Tradisional dan Human Security ........ 18
Tabel 2 Jenis Keamanan dan Ancaman dalam Human Security .................... 21
Tabel 3 Perbandingan Human Security menurut UNDP dan Kanada ............. 23
Tabel 4 Responden Penelitian ......................................................................... 32
Tabel 5 Kondisi Personal Security Siswa SMAN 7 & SMAK St. Albertus . 98
Tabel 6 Perbedaan Kondisi Personal Security Siswa ..................................... 122
12
DAFTAR BAGAN
Bagan 1 Pergeseran Konsep Keamanan ........................................................ 13
Bagan 2 Alur Pemikiran Konsep Personal Security ………………………... 28
ABSTRAK
13
HILANGNYA PERAN NEGARA DALAM HAL JAMINAN KEAMANAN PERSONAL
(STUDI KASUS SISWA KELAS XI SMA NEGERI 7 MALANG DAN SMAK ST. ALBERTUS MALANG)
Penulis : Karina Nurtrisia NIM : 0710043032 Pembimbing : Ni Komang Desy A.S.IP, M.Si dan M. Riza H. S.IP, M.IA Jumlah Halaman : xiii + 135 halaman Tahun : 2013
Semenjak berakhirnya perang dingin, konsep mengenai keamanan terus mengalami perubahan. Tidak dapat dipungkiri bahwa keamanan yang dulunya hanya berorientasi pada tataran negara, saat ini mengalami pergeseran kearah yang lebih spesifik yaitu keamanan individu. Konsep mengenai keamanan individu atau human security pertama kali diperkenalkan oleh United Nations Development Program (UNDP) pada tahun 1994 dengan definisi “ freedom from fear and freedom from want ”
Hak untuk mendapatkan rasa aman tidak hanya diperuntukkan bagi golongan tertentu melainkan merata bagi setiap individu tidak terkecuali bagi para pelajar yang utamanya berada di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) di mana pada masa tersebut merupakan suatu masa rawan akan ancaman-ancaman terhadap masa depannya. Dalam hal ini peran negara tidak dapat dilepaskan begitu saja, jaminan keamanan bagi setiap individu harus diberikan negara sebagai pemenuhan hak bagi setiap warga negara sebagai refleksi tingkat keamanan dan kesejahteraan negara tersebut di mata negara lain. Sebagai salah satu bagian kecil dari kelompok-kelompok masyarakat, siswa SMA dalam studi kasus ini merepresentasikan bagaimana kondisi personal security siswa dan bagaimana peran negara di dalamnya dalam menjamin keamanan individu.
Kata Kunci :
Human security, personal security, peran negara
ABSTRACT
THE ABSENCE OF STATE IN CASE OF PERSONAL SECURITY WARRANTY (CASE STUDY CLASS XI SMA NEGERI 7 MALANG AND SMAK ST. ALBERTUS
MALANG)
14
Writer : Karina Nurtrisia ID. Number : 0710043032 Lecturer : Ni Komang Desy A.S.IP, M.Si dan M. Riza H. S.IP, M.IA Page Number : xiii + 135 pages Tahun : 2013
Since the end of the Cold War, the concept of security continues to change. It is inevitable that the security that was once only oriented at the level of the state, is currently experiencing a shift towards more specific the individual security. The concept of an personal security or human security was first introduced by the United Nations Development Program (UNDP) in 1994 with the definition of "freedom from fear and freedom from want"
The right to obtain a sense of security not only for certain groups but equally for every individual no exception to the students are mainly located in the Senior High School which is at that time was a period prone to threats to its future. In this case the role of the state can not be removed simply, guarantee the safety of each individual must be given to the state as the fulfillment of the right of every citizen as a reflection of the level of security and prosperity of the country in the eyes of other countries. As one small part of the community groups, senior high school students in this case study represents how the conditions of personal security of students and how the role of the state in which the individual security guarantees.
Key words:
Human security, personal security, role of state
15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Adanya pergeseran subyek keamanan setelah berakhirnya Perang Dingin
tahun 1990an dari yang semula fokus terhadap keamanan negara kemudian saat ini
menjadi keamanan individu atau perorangan, menjadikan permasalahan keamanan
bukan hanya fokus pada hal kemiliteran saja melainkan pada hal-hal yang
menyangkut hak keselamatan individu seperti kekerasan antar suku, kekerasan dalam
rumah tangga, kelaparan, atau ancaman kejahatan peredaran obat-obatan terlarang dan
perdagangan manusia. Pergeseran konsep keamanan tersebut melahirkan sebuah
konsep keamanan baru yang menyeluruh dan berorientasi pada keamanan individu
yaitu konsep human security, dalam laporan Human Security Index, konsep human
security diartikan sebagai “it is the basic quality of life of an individual or household
at home, in one’s community, and in the world – if that person wealthy, ‘middle clas’,
‘working class, or poor”1 kosep human security berdasarkan definisi tersebut
merupakan hak dasar bagi setiap individu baik di dalam lingkungan terdekatnya atau
pada suatu komunitas di mana dia berada. Konsep human security ini pertama kali
diperkenalkan oleh United Nations Development Program (UNDP) pertama kali pada
tahun 1994 yang terdiri dari tujuh bagian yaitu economic security, food security,
health security, environmental security, personal security, community security, dan
1 Hasting, David A. 2011. The Human Security Index: An Update and a New Release (Laporan) dalam http://www.humansecurityindex.org/wordpress/wp‐content/uploads/2011/03/hsiv2‐documentation1.pdf diakses tanggal 28 Agustus 2012
16
political security2. Ketujuh bagian tersebut merupakan bagian-bagian yang saling
berhubungan dan erat kaitannya dengan hak dasar keamanan bagi setiap individu
yang harus dipenuhi oleh pihak yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah negara
yang kemudian nantinya dapat dirumuskan dalam bentuk kebijakan dan Undang-
Undang. Di Indonesia sendiri jaminan keselamatan terhadap individu masih belum
dapat terjamin dengan baik, hal tersebut terlihat dari masih banyaknya angka
kekerasan yang mengancam masyarakat khususnya pada remaja.
Kasus kekerasan pada anak atau remaja yang belakangan marak terjadi
menjadikan permasalahan tersebut tidak dapat dipandang sebelah mata dan harus
mendapatkan penanganan yang segera dan tepat. Kekerasan pada remaja baik yang
diakibatkan oleh lingkungan terdekat seperti orang tua atau keluarga lainnya, juga
dapat diakibatkan oleh lingkungan diluar seperti halnya teman sebaya, lingkungan
sekolah, atau pergaulan lainnya. Lemahnya pengawasan orang tua dan kurangnya
kesadaran diri terhadap hal tersebut menjadikan angka kekerasan terhadap remaja dan
anak terus meningkat dari tahun ke tahun, Komisi Nasional Perlindungan Anak
(Komnas PA) mencatat sebanyak 2.008 kasus kriminalitas yang dilakukan anak usia
sekolah terjadi di sepanjang kuartal pertama 2012. Jumlah itu meliputi berbagai jenis
kejahatan seperti pencurian, tawuran, dan pelecehan seksual yang dilakukan siswa SD
hingga SMA. Dari data yang diperoleh Komnas PA, pada 2010 terjadi 2.413 kasus
kriminal anak usia sekolah. Jumlah itu kemudian meningkat di 2011, yakni sebanyak
2.508 kasus3. Dari jumlah tersebut tentu saja kekerasan pada anak dan remaja harus
segera ditindaklanjuti agar tidak semakin meluas, untuk dapat menindaklanjuti
2 United Nations Development Programme. 1994. Human Development Report 1994 (Laporan) dalam http://hdr.undp.org/en/media/hdr_1994_en_contents.pdf hal. 24‐25 diakses tanggal 28 Agustus 2012
3 Puskominfo Bidang Humas Polda Metro Jaya, 2012. 2.008 Kasus Kriminal Dilakukan Anak‐Anak (Artikel) dalam http://humaspoldametrojaya.blogspot.com/2012/05/2.html diakses tanggal 28 Agustus 2012
17
penyelesaian kasus tersebut maka terlebih dahulu perlu diketahui faktor apakah yang
menjadi ancaman atau penyebab utama terjadinya kekerasan tersebut sehingga
nantinya dapat dibentuk suatu rumusan kebijakan yang dapat memberikan
perlindungan kepada anak khususnya remaja.
Terkait dengan konsep human security yang memiliki dua hal pokok yaitu
freedom from fear and freedom from want dalam penelitian ini akan dibahas
mengenai salah satu bagian dalam konsep tersebut yaitu kondisi personal security
siswa kelas XI Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 7 Malang yang berada di
Jalan Cengger Ayam I/14 Malang dan Sekolah Menengah Atas Katholik (SMAK) St.
Albertus atau yang banyak dikenal dengan sebutan SMA Dempo yang berada di
wilayah Jalan Talang No. 1 Malang. Kota Malang yang dikenal dengan slogan
sebagai Kota Pendidikan tentunya menjadi kota tujuan pendidikan bagi banyak
masyarakat di luar wilayah Kota Malang, pada akhirnya masyarakat dari berbagai
macam latar belakang ekonomi, agama, etnis dapat dengan mudah ditemukan di Kota
Malang sebagai miniatur Indonesia. Tentunya hal tersebut bukan tidak mungkin
menimbulkan potensi konflik di tingkat pelajar di Kota Malang, maraknya peredaran
narkoba, seks bebas, kasus bullying, tawuran pelajar, penyalahgunaan penggunaan
jejaring sosial menjadi contoh ancaman yang kemudian banyak terjadi saat ini. Dalam
penelitian ini responden dipilih dari siswa kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan
SMAK St. Albertus Malang dengan pertimbangan antara lain:
- Responden di pilih dari siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) sesuai dengan
karakterististik konsep human security yaitu bersifat universal yaitu berlaku
bagi siapa saja untuk dapat dijadikan subyek penelitian
18
- Pelajar dalam hal ini menghabiskan sebagian waktunya sehari-hari di sekolah
dengan sejumlah peraturan sekolah yang mengikat siswa, sehingga dalam hal
ini hasil penelitian nantinya diharapkan dapat menjawab indikator kondisi
personal security siswa dalam sekolah terkait dengan peraturan tata tertib
sekolah dan kontrol negara terhadap kebijakan pendididkan
- Sesuai dengan pengamatan di lapangan, banyak siswa SMA yang pergi ke
sekolah dengan mengendarai kendaraan pribadi sedangkan di tingkat SMA
usia rata-rata siswa antara 15 hingga 17 tahun yang artinya siswa belum dapat
memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM), dalam hal ini penelitian ditujukan
untuk mengetahui bagaimana kondisi personal security siswa dalam hal
berkendara dan pencegahan kecelakaan lalu lintas serta bagaimana peran
negara dalam mendisiplinkan penggunaan jalan raya
- Tingkat kelas XI merupakan tingkat kelas yang berada di tengah-tengah di
antara kelas X dan kelas XII, hal tersebut berarti pada tingkat kelas XI
responden memiliki kakak dan adik tingkat sehingga pada tahapan ini kelas XI
dianggap ideal untuk menjawab indikator mengenai kondisi personal security
responden terhadap rekan sekolah
- Tingkat kelas XI merupakan tingkat di mana hampir seluruh kegiatan siswa di
sekolah dikelola oleh siswa kelas XI seperti OSIS ataupun kegiatan
ekstrakurikuler sekolah, hal tersebut berarti pada tingkat kelas XI responden
memiliki otoritas lebih dalam menjalankan kegiatan di sekolah yang mana hal
tersebut terkadang meimbulkan konflik dikarenakan munculnya rasa
kecemburuan antar teman
19
- Tingkat kelas XI merupkan tigkat di mana siswa kemudian dipersiapkan untuk
naik ke jenjang berikutnya yaitu tingkat kelas XII yang nantinya akan
menghadapi Ujian Nasional, hal tersebut dipergunakan untuk mengetahui
kondisi personal security responden terhadap indikator mengenai peran negara
dalam menyelenggarakan kebijakan ujian nasional
- Beragamnya latar belakang siswa di SMA Negeri 7 Malang dalam hal suku,
agama, serta tingkat ekonomi keluarga menjadikan SMA Negeri 7 Malang
menjadi salah satu sekolah negeri yang memiliki siswa dengan beragam
responden, perekonomian dalam hal ini dipergunakan sebagi indikator untuk
melihat bagaimana peran negara dalam mensejahterakan masyarakatnya
- Pada tahun 2006 SMA Negeri 7 Malang pernah menyelenggarakan pentas
kesenian Cipta Gelar Pesona Sabhatansa (CGPS) yang kemudian mengalami
kerusuhan sehingga mengakibatkan pihak sekolah berurusan dengan pihak
kepolisian dan kegiatan CGPS sesuai dengan peraturan sekolah hingga tahun
2013 ini ditiadakan. Hal tersebut dipergunakan untuk mengetahui sejauh mana
kemudian peran sekolah dalam memberikan kebebasan pada siswa untuk dapat
mengekspresikan dirinya melalui kegiatan seni
- Pada tahun 2006 beberapa siswa SMA Negeri 7 Malang pernah terlibat
tawuran antar pelajar yang mengakibatkan beberapa siswa yang bersangkutan
tersebut terkena hukuman dan skors dari pihak sekolah, sehingga hal tersebut
dipergunakan untuk mengetahui seberapa tingkat keamanan siswa terhadap
masalah tawuran antar pelajar
20
- Sesuai dengan pengakuan siswa sebelum diadakannya penelitian di SMA
Negeri 7 Malang, diketahui terdapat siswi yang pernah mengalami kejadian
hamil di luar nikah sehingga sesuai dengan peraturan sekolah maka siswi
tersebut harus dikeluarkan dari sekolah. Dengan demikian hal tersebut
dipergunakan untuk menjawab indikator mengenai bagaimana tanggapan
responden terhadap tindakan asusila
- SMAK St. Albertus Malang merupakan sekolah dengan latar belakang
pendidikan agama sehingga siswanya dibekali dengan pendidikan agama
dengan porsi lebih dibandingkan sekolah negeri yang tergolong sekolah umum
- Lebih dari 70% siswa SMAK St. Albertus Malang berlatar belakang keturunan
etnis Cina, dan beragama Nasrani sehingga hal tersebut dipergunakan untuk
mengetahui bagaimana kondisi personal security siswa terhadap permasalahan
diskriminasi etnis di masyarakat
- Di tingkat ekonomi, siswa SMAK St. Albertus Malang tergolong berada pada
tingkat menengah ke atas sehingga hal tersebut dipergunakan untuk
mengetahui bagaimana kondisi personal security siswa dalam hal keuangan
individu untuk dapat memenuhi keinginan mereka
- Di bidang akademik, SMAK St. Albertus Malang memiliki sederet prestasi
sehingga menjadikan sekolah tersebut sebagai sekolah swasta tujuan
masyarakat, maka dalam penelitian ini hal tersebut dipergunakan untuk
menegtahui bagaimana kondisi personal security siswa terhadap indikator
pendidikan
21
- Dari pengakuan sejumlah siswa sebelum dilaksanakannya penelitian, di
SMAK St. Albertus Malang terdapat beberapa hal yang menyangkut
permasalahan senioritas yang dianggap mengganggu dan mengancam
responden
- Ketatnya peraturan sekolah yang diterapkan di SMAK St. Albertus Malang
menjadikan hal tersebut sebagai salah satu bentuk ancam bagi siswa, maka
dalam penelitian ini kemudian akan dibahas lebih mendalam mengenai
ancaman terhadap kondisi personal security siswa terhadap peraturan sekolah
Dari kedua sekolah dengan latar belakang yang berbeda tersebut dan
pemilihan tingkat kelas pada responden, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
ancaman-ancaman apa saja yang dianggap paling mengancam bagi responden dari
kedua sekolah tersebut, kemungkinan perbedaan hal yang dianggap paling
mengancaman bagi responden di kedua sekolah tersebut, bagaimana kondisi disparitas
personal security siswa kelas XI di kedua sekolah tersebut dan bagaimana peran
negara dalam memberikan jaminan keamanan bagi masyarakatnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan
masalah pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kondisi personal security siswa kelas XI SMA Negeri 7
Malang dan SMAK St. Albertus Malang?
2. Bagaimana kondisi disparitas personal security siswa kelas XI SMA
Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang?
22
3. Apa sumber-sumber ancaman dalam personal security siswa kelas XI
SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang?
4. Bagaimana peran negara dalam menjamin kemanan pada subyek
penelitian?
1.3 Tujuan Penelitian
Penulisan penelitian ini secara umum bertujuan untuk:
a. Dapat memberikan gambaran mengenai kondisi personal security siswa
kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang
b. Dapat memberikan gambaran mengenai hal apa yang menjadi ancaman
paling tinggi dan paling rendah bagi siswa kelas XI SMA Negeri 7
Malang dan SMAK St. Albertus Malang
c. Dapat memberikan gambaran mengenai perbedaan kondisi personal
security siswa kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus
Malang
d. Dapat memberikan gambaran mengenai peran negara dalam menjamin
keamanan bagi setiap individu terutama subyek penelitian
e. Dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana pengolahan data hasil
survey sebagai hasil dari penelitian mengenai kondisi personal security
siswa kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang
23
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat berupa pengetahuan baru
mengenai kondisi personal security siswa kelas XI SMA Negeri 7 dan SMAK St.
Albertus Malang dan diharapkan nantinya hasil penelitian ini dapat menjadi satu
acuan atau bahan studi terdahulu bagi rekan-rekan mahasiswa untuk melaksanakan
penelitian lainnya yang berhubungan dengan konsep human security ataupun
penelitian mengenai elemen human security lainnya serta kesimpulan pada penelitian
ini dapat dijadikan sebagai bahan rekomendasi untuk sekolah yang dijadikan objek
penelitian dalam merumuskan kebijakan tata tertib bagi siswa siswinya. Secara khusus
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis mengenai teknik
analisis dan pengolahan data sehingga menjadi satu bentuk kesatuan penelitian yang
utuh.
24
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini secara umum akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan tinjauan
pustaka pada penelitian ini seperti studi terdahulu, konsep human security yang akan
dijadikan sebagai konsep dasar dalam penelitian ini, serta argument utama penelitian yang
akan dipergunakan untuk menarik kesimpulan di akhir penelitian.
2.1 Studi Terdahulu
Adanya pergeseran subyek keamanan dari yang dulunya hanya fokus pada
tahapan kenegaraan saat ini berkembang dan fokus terhadap permasalahan keamanan
pada individu atau perorangan yang lebih komples. Munculnya konsep human
security pada tahun 1994 yang dikemukakan oleh UNDP menjadi titik awal mulai
berkembangnya konsep tersebut, sayangnya dalam perkembangannya konsep human
security mengalami banyak perdebatan. Tidak banyaknya pengembangan penelitian
konsep human security kemudian menarik perhatian para peneliti untuk meneliti lebih
dalam mengenai konsep tersebut, salah satu penelitian yang merupakan pilot project
dalam fokus konsep human security dilaksanakan oleh tim dosen Program Studi
Hubungan Internasional Universitas Brawijaya Malang yaitu Effendi, Killian, dan
Setiawati yang berjudul Baseline Study Mengenai Kondisi Kemananan Insani (Human
Security)4 di Kota Malang pada bulan September 2012, dalam penelitian tersebut tim
peneliti memfokuskan penelitian di Kota Malang yang terbagi atas beberapa wilayah
admisitrasi terdiri dari 5 kecamatan antara lain Klojen, Lowokwaru, Blimbing, Sukun
dan Kedungkandang. Sesuai dengan pembabakan yang telah ditentukan oleh UNDP
4 Effendi, Y., Killian P.M,. Setiawati, Ni Komang,. (2012) Baseline Study Mengenai Kondisi Keamanan Insani (Human Security) di Kota Malang
25
sebagai dasar pengembangan konsep human security dibagi dalam tujuh bagian antara
lain economic security, food security, health security, environmental security,
personal security, community security, dan political security penelitian mengenai
kondisi keamanan insani di Kota Malang tersebut kemudian menjabarkan secara
terperinci ancaman-ancaman apa saja yang kemudian banyak terjadi di kota Malang.
Penelitian yang dikembangkan dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif atau
dikenal dengan sebutan mixing method tersebut kemudian memberikan gambaran
secara umum mengenai ancaman tertinggi hingga terendah di Kota Malang. Dari 120
total responden yang dipilih secara merata di lima kecamatan di Kota Malang
kemudian disimpulkan bahwa ancaman tertinggi berada pada bagian environmental
security, personal security, dan community security, sedangkan ancaman yang
sianggap sedang ditemukan pada bagian economic security, food security, health
security, dan political security.
Dari kesimpulan pada penelitian terdahulu diketahui bahwa salah satu bagian
yang memiliki tingkat ancaman paling tinggi adalah bagian personal security
diketahui bahwa beberapa sumber-sumber ancaman berupa banyaknya tindakan
pencurian khususnya pencurian kendaraan bermotor, dan fasilitas publik yang
membahayakan keselamatan warga, maka penelitian ini secara spesifik akan
membahas lebih dalam mengenai kondisi personal security. Jika pada studi terdahulu
subyek penelitian atau responden merupakan warga Kota Malang di lima kecamatan,
maka dalam penelitian ini responden difokuskan pada pelajar kelas XI di SMA Negeri
7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang
26
2. 2 Definisi Konseptual
2. 1. 1 Konsep Human Security
Konsep human security mulai muncul setelah berakhirnya Perang
Dingin ditahun 1990-an, bergesernya konsep keamanan dari yang
semula fokus terhadap keamanan tradisional menjadi keamanan
manusia atau human security merupakan suatu bentuk tuntutan jaman
di mana pada saat ini banyak sekali ancaman-ancaman kejahatan yang
korbannya bukan lagi negara namun langsung pada individu. Melly
Caballero – Anthony menyebutkan minimal ada tiga pandangan
tentang keamanan. Pandangan pertama adalah yang beranggapan
bahwa ruang lingkup keamanan adalah lebih luas daripada semata-mata
keamanan militer (military security). Pandangan kedua adalah
menentang perluasan ruang lingkup dari keamanan dan lebih
cenderung konsisten dengan status quo. Pandangan ketiga tidak saja
memperluas cakupan bahwa keamanan lebih luas dari semata-mata
ancaman militer dan ancaman negara, namun juga berusaha untuk
memperlancar proses pencapaian emansipasi manusia (human
emancipation)5 konsep tersebutlah yang kemudian dikenal dengan
sebutan comprehensive security. Keamanan manusia atau human
security merupakan idea atau konsep yang berkembang atas dasar
pemikiran pergeseran subyek keamanan, jika dulunya keamanan hanya
berorientasi pada negara atau state oriented, maka setelah berakhirnya
5 Susetyo, Heru. Menuju Paradigma Keamanan Komprehensif Berprespektif Keamanan Manusia dalam Kebijakan Keamanan Nasional Indonesia. 2008. Lex Jurnalica Vol. 6 No. 1. Dalam http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/6108110.pdf diakses tanggal 10 Juni 2012.
Perang Dingin konsep keamanan bergeser ke pemikiran mengenai
keamanan manusia yang berorientasi pada manusia atau people
oriented.
Bagan 1
Pergeseran Konsep Keamanan
27
↓
1990-an
Economic Development & Military Security
↓
Berakhirnya Perang Dingin
Perubahan komponen pembangunan, teknologi, politik, sosial, dll.
↓
↓
Comprehensive security
Konsep human security
Perdebatan mengenai konsep keamanan ini seperti yang disebutkan
oleh Edy Prasetyono ketua Depatemen Hubungan Internasional Centre
for Stategic and International Studies (CSIS) dalam jurnalnya yang
bejudul Human Security6 ada tiga hal yang menjadi perdebatan pada
kemunculan konsep human security ini yaitu: pertama, human security
merupakan gagasan dan upaya negara-negara Barat dalam bungkus
baru untuk menyebarkan nilai-nilai-nilai mereka terutama tentang hak
6 Prasetyono, Edy. Human Security (Artikel) 11 September 2003 dalam http://www.propatria.or.id/download/Paper%20Diskusi/human_security_ep.pdf diakses tanggal 27 April 2012
28
azasi manusia. Kedua, human security, sebagai suatu konsep, bukanlah
hal baru. Human security yang secara luas mencakup isu-isu non-
militer juga sudah dikembangkan di dalam konsep keamanan
konprehensif. Ketiga, barangkali perdebatan yang paling tajam, adalah
perbedaan dalam definisi dan upaya untuk mencapai human security
oleh masing-masing pemerintah nasional berdasarkan sudut pandang,
pengalaman, dan prioritas yang berbeda.7 Terlepas dari perdebatan
mengenai kemunculan konsep human security tersebut, human security
muncul untuk mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan
nilai kemanusiaan yang marak terjadi belakangan ini baik yang
disebabkan oleh individu lain atau kelompok-kelompok tertentu yang
mengancam jiwa seseorang. Human security mempunyai dua
komponen utama yaitu:
“freedom from fear and freedom from want - The battle of peace has to be fought on two fronts. The first is the security front where victory spells freedom from fear. The second is the economic and social front where victory means freedom from want. Only victory on both fronts can assure the world of an enduring peace. No provisions that can be written into the Charter will enable the Secun'ty Council to make the world secure from war if men and women have no security in their homes and their jobs8
Kedua komponen tesebut menjelaskan bahwa konsep human security
pada intinya merupakan konsep yang menjungjung kebasan dari rasa
takut dan kebebasan berkeinginan, untuk mencapai perdamaian yang
pertama harus dicapai adalah kebebasan dari rasa takut kemudian
kedua dibidang ekonomi dan sosial yang menjadi komponen bebas
7 Ibid. 8 United Nations Development Programme (UNDP). Human Development Report (HDR) 1994 . dalam http://hdr.undp.org/en/media/hdr_1994_en_chap2.pdf diakses tanggal 27 April 2012
29
berkeinginan. Konsep human security kemudian berusaha merubah
sudut pandang mengenai kamanan tradisional ke arah yang lebih global
dengan memperhatikan kedua komponen tersebut. Jika dahulu konsep
keamanan fokus terhadap permasalahan konflik antar negara maka saat
ini keamanan tidak hanya terfokus pada satu titik saja.
Rasa aman dan nyaman merupakan hak bagi setiap individu, oleh
sebab itu munculnya konsep human security pertama kali didefinisikan
oleh UNDP dalam Human Development Report (HDR) 19949 sebagai:
“Human security can be said to have two main aspects. It means, first, safety from such chronic threats as hunger, disease and repression. And second, it means protection from sudden and hurtful disruptions in the patterns of daily life-whether in homes, in jobs or in communities. Such threats can exist at all levels of national income and development.”
Definisi yang diutarakan oleh UNDP tersebut menjelaskan bahwa
keamanan manusia terdiri dari hal-hal yang mendasar seperti bebas dari
ancaman yang bersifat kronis seperti kelaparan, dan penyakit menular
yang berbahaya. Selain itu UNDP juga menjelaskan mengenai proteksi
terhadap kehidupan sehari-hari baik di dalam ataupun di luar rumah
karena ancaman-ancaman kejahatan yang merugikan dan cenderung
melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) tersebut dapat terjadi di mana
saja. Selain itu dalam laporan yang diterbitkan oleh Commision on
Human Security (CHS)10, human security didefinisikan pula sebagai:
9 United Nations Development Programme (UNDP). Human Development Report (HDR) 1994 . hal. 23 dalam http://hdr.undp.org/en/media/hdr_1994_en_chap2.pdf diakses tanggal 27 April 2012 10 Commission on Human Security (CHS) terbentuk pada bulan Januari tahun 2001 sebagai respon terhadap UN Millennium Summit yang diadakan pada bulan September tahun 2000 untuk pencapaian “freedom from want” dan “freedom for fear”. Tahun 2003 CHS mempublikasikan laporannya yang berjudul
30
“…to protect the vital core of all human lives in ways that enhance human freedoms and human fulfillment. Human security means protecting fundamental freedoms – freedoms that are the essence of life. It means protecting people from critical (severe) and pervasive (widespread) threats and situations. It means using processes that build on people’s strengths and aspirations. It means creating political, social, environmental, economic, military and cultural systems that together give people the building blocks of survival, livelihood and dignity.”11
Senada dengan definisi yang dipublikasikan oleh UNDP, Commission
on Human Security berpendapat bahwa human security merupakan
proteksi terhadap kebebasan secara dasar atau fundamental terhadap
nilai-nilai kehidupan termasuk kebebasan dalam menyampaikan
aspirasi untuk menciptakan suatu bentuk ketahanan. Dari kedua definisi
tersebut terdapat satu kesimpulan mengnai definisi konsep human
security yaitu memiliki kesamaan dalam mengangkat kebebasan
individu dalam berbagai aspek kehidupan, sehingga individu tersebut
dapat terpenuhi seluruh hak hidupnya.
Konsep human security jika dilihat dari definisi tersebut di atas
sangat erat kaitannya dengan Hak Asasi Manusia (HAM) yang
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan hak hidup bagi manusia,
kemunculan konsep ini tidak terlepas dari pandangan masyarakat
mengenai pentingnya mengangkat hak hidup bagi setiap individu.
Human Security Now (Human Security at the United Nations, Newsletter – Issue 1 (Fall 2007) dalam http://ochaonline.un.org/OchaLinkClick.aspx?link=ocha&docId=1065215 diakses tanggal 27 April 2012 11 Commission on Human Security final report, Human Security Now. dalam Human Security Unit Office for the Coordination of Humanitarian Affairs United Nations. Human Security in Theory and Practice, Aplication of Human Security Concept and the United Nation Trust Fund for Human Security. 2009. Dalam http://hdr.undp.org/en/media/HS_Handbook_2009.pdf diakses tanggal 27 April 2012
31
Human security menurut UNDP secara garis besar berisi tentang dua
hal pokok yang mendasar yaitu “freedom from fear” dan “freedom
from want” bebas dari rasa takut dan berkeinginan adalah dua hal dasar
yang menjadikan konsep human security merupakan konsep keamanan
yang paling mendasar.
Empat karakteristik yang diangkat oleh konsep human security ini
adalah: universal, interdependent, prevention, dan people-centred12
human security bersifat universal yang artinya konsep tersebut relevan
dengan semua individu di manapun baik kaya ataupun miskin karena
berbagai macam ancaman dapat timbul sewaktu-waktu seperti
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), polusi udara, kriminalitas,
dan kejahatan lainnya. Kedua, the components of human security are
interdependent atau saling terkait antara satu aspek dengan aspek
lainnya seperti adanya perdagangan obat-obatan terlarang, perdagangan
manusia, terorisme yang terjadi terkait dengan batas-batas negara.
Ketiga, easier to ensure trough early prevention, dengan adanya
konsep human security maka kita dapat melakukan tindakan preventif
sehingga dapat menekan kemungkinan buruk yang dapat terjadi seperti
penyebaran penyakit. Keempat, people-centred konsep human security
fokus terhadap kebebasan manusia dalam kehidupannya dan dalam
komunitasnya serta bagaimana tiap-tiap manusia berkesempatan untuk
mendapatkan akses interaksi sosial. keempat karakteristik tersebut
kemudian menjadikan human security sebagai konsep keamanan yang
12 United Nations Development Programme (UNDP). Human Development Report (HDR) 1994 . hal. 22‐23 dalam http://hdr.undp.org/en/media/hdr_1994_en_chap2.pdf. diakses tanggal 27 April 2012
32
jauh dari kekerasan secara militer. Pergeseran tersebut yang kemudian
membedakan pengertian antara konsep keamanan tradisional dengan
konsep human security saat ini, perbedaan antara konsep keamanan
tradisional dengan konsep human security adalah:
Tabel 1
Perbedaan konsep keamanan tradisional dan human security13
Keamanan tradisional Human security
Objek Negara Individu
Nilai keamanan
Integritas kawasan, dan kemerdekaan nasional
Keamanan personal, dan kebebasan individu
Ancaman dan resiko
Ancaman tradisional seperti militer, kekerasan, perang
Non-tradisional ataupun ancaman tradisional
Arti keamanan
Pemaksaan merupakan suatu instrumen keamanan yang paling utama yang digunakan untuk menjaga keamanan negaranya sendiri
Pemaksaan bukanlah instrumen yang paling penting dalam konsep human security. Sanki, pembangunan sumber daya manusia, pemerintahan yang baik merupakan instrumen kunci dari human security
Keseimbangan kekuatan (balance of power) merupakan suatu hal yang paling penting, kekuatan dan kapabilitas militer harus sejajar
Keseimbangan kekuatan bukanlah hal yang paling utama, soft power dalam hal ini merupakan kekuatan yang paling penting
13 Bajpai, Kanti. Human Security: Concept and Measurement. Kroc Institute Occasional Paper (Number 19), University of Notre Dame, Notre Dame, Indiana, 2000 . hal 48. Dalam http://www.hegoa.ehu.es/dossierra/seguridad/Human_security_concept_and_measurement.pdf diakses tanggal 27 April 2012
33
Kerjasama antar negara diluar bentuk aliansi dianggap lemah
Kerjasama antara, organisasi internasional, dan NGOs merupakan kerjasama yang berkelanjutan dan efektif
Norma-norma dan institusi memiliki nilai yang terbatas, khususnya di bidang keamanan ataupun militer
Ukuran norma dan isntitusi ditentukan oleh demokratisasi dan perwakilan dalam institusi yang dapat menunjukkan keefektifan
Sumber: Human Security Concept and Measurement, 2009.
Human security menurut UNDP digolongkan ke dalam tujuh
kategori14 yang secara umum banyak dijadikan acuan yaitu: economic
security, food security, health security, environment security, personal
security, community security, dan political security. Ketujuh kategori
tersebut merupakan aspek kehidupan yang erat kaitanya dengan
manusia dan menyentuh kehidupan sehari-hari sehingga konsep human
security merupakan satu kesatuan yang menaungi beberapa aspek
terkait kehidupan masyarakat pada umumnya. Penggolongan kategori
dalam tujuh poin tersebut sangat erat kaitannya dengan kehidupan
masyarakat karena mewakili ancaman-ancaman yang terjadi karena
faktor internal ataupun eksternal. Faktor internal yang menyebabkan
seseorang merasa tidak aman seperti adanya rasa tidak nyaman
terhadap suatu hal, ataupun ancaman yang terjadi secara langsung pada
seseorang. Sedangkan faktor eksternal yang mengancam dapat terjadi
14 United Nations Development Programme (UNDP). Human Development Report (HDR) 1994 . hal. 24‐25 dalam http://hdr.undp.org/en/media/hdr_1994_en_chap2.pdf diakses tanggal 27 April 2012
34
karena pihak lain atau suatu kejadian yang dilakukan oleh pihak lain
namun berimbas kepada keamanan individu.
Secara umum economic security merupakan tahapan di mana
manusia akan merasa aman jika kebutuhan ekonominya dapat
terpenuhi, kebutuhan ekonomi dapat berupa tersedianya lapangan
pekerjaan yang mencukupi sehingga manusia dapat bekerja dan
berpenghasilan cukup untuk mencukupi kebutuhannya. Ketersediaan
pangan oleh suatu negara untuk mencukupi kebutuhan masyarakatnya
sehingga tidak terjadi kelaparan juga merupakan salah satu bentuk
konsep food security. Sedangkan health security merupakan isu yang
banyak berkembang dibanyak negara berkembang, angka kematian
tertinggi di negara-negara berkembang banyak disebabkan karena
diare, kanker, kematian ibu dan anak, dan HIV-AIDS hal tersebut tidak
terlepas dari kurangnya kecukupan gizi masyarakat dan minimnya
pengetahuan masyarakat, sehingga angka kematian akibat penyakit
masih tinggi. Masyarakat dalam hal ini berhak untuk mendapatkan
akses pengobatan dan penyuluhan dari pemenrintah setempat sehingga
angka kematian akibat penyakit tersebut dapat berkurang.
Kerusakan lingkungan seperti kebakaran hutan, longsor akibat
pembabatan hutan secara illegal, kurangnya air bersih, polusi udara,
dan pencemaran laut merupakan ancaman bagi manusia sehingga
environment security muncul sebagai salah satu aspek penting dalam
konsep human security. Konsep human security tidak terlepas dari
peranan individu sebagai subyek, ancaman terhadap manusia secara
35
personal dapat berupa adanya perang antar negara, kriminalitas,
perdagangan manusia, pemerkosaan, tenaga kerja dibawah umur, dll.
sedangkan ancaman terhadap komunitas yang masih banyak terjadi
adalah konflik antar etnis atau suku, perbedaan agama, serta konflik
identitas lainnya sehingga memicu ketegangan antar kelompok.
Political security merupakan kategori terakhir dari human security
yang menekankan ancaman terhadap pelanggaran nilai-nilai Hak Asasi
Manusia (HAM) sehingga mengancam kebebasan individu, serta
ancaman yang diakibatkan adanya suatu kejadian politik sehingga
berdampak langsung terhadap masyarakat suatu negara secara luas.
Tabel 2
Jenis-jenis keamanan dan ancaman dalam konsep human security
Jenis Keamanan Jenis Ancaman
Economic security Kemiskinan, pengangguran
Food security Kelaparan
Health Security Penyakit yang mematikan, kekurangan gizi, kurangnya akses terhadap perawatan dasar kesehatan, kurangnya makanan sehat
Environment security
Degradasi lingkungan, bencana alam, polusi, berkurangnya sumber daya alam
Personal security Kekerasan fisik, kriminalitas, terorisme, kekerasan domestik, memperkerjakan anak di bawah umur , eksploitasi
Community security Kerusuhan antar etnis, permasalahan agama, dan ketegangan yang memicu kerusuhan yang disebabkan oleh identitas suatu kelompok
Political security Penindasan politik, pelanggaran HAM
36
Sumber: Human Security Unit Office for the Coordination of Humanitarian Affairs United Nations15
Dalam perkembanganya konsep human security tidak hanya
didefinisikan oleh UNDP saja, beberapa negara seperti Kanada dan
Jepang juga turut berpendapat dan mengadopsi konsep human security.
Pemerintah Kanada secara eksplisit mengritik bahwa konsep human
security UNDP terlalu luas dan hanya mengaitkan dengan dampak
negative pembangunan dan keterbelakangan. UNDP mengabaikan
“human insecurity resulting from violent conflict”. Kritik senada juga
dikemukakan oleh Norwegia. Menurut Kanada, human security adalah
keamanan manusia yang doktrinnya didasarkan pada Piagam PBB,
Deklarasi Universal tentang Hak Azasi Manusia, dan Konvensi
Jenewa. Langkah-langkah operasional untuk melindungi human
security dirumuskan dalam beberapa agenda tentang: pelarangan
penyebaran ranjau, pembentukan International Criminal Court, HAM,
hukum humaniter internasional, proliferasi senjata ringan dan kecil,
tentara anak-anak, dan tenaga kerja anak-anak16.
Konsep human security menurut Kanada pada intinya menyatakan
bahwa dalam perspektif Kanada human security adalah security of the
people (keamanan warga negara) yang berpedoman kepada Piagam
PBB, Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia serta Konvensi
Geneva. Dalam hal ini konsep human security berfokus pada human
15 Human Security Unit Office for the Coordination of Humanitarian Affairs United Nations. Human Security in Theory and Practice, Aplication of Human Security Concept and the United Nation Trust Fund for Human Security. 2009. Hal. 7. Dalam http://hdr.undp.org/en/media/HS_Handbook_2009.pdf diakses tanggal 27 April 2012 16 Ibid.
37
cost yang diakibatkan oleh konflik kekerasan. Pemahaman tersebut
mendapat sambutan dari negara-negara middle power seperti Norwegia
yang kemudian bersama dengan pemerintah Kanada mendirikan
lembaga bernama Human Security Partnership pada tahun 1998.
Lembaga ini mengidentifikasi human security dalam 9 (sembilan) hal
sebagai berikut: korban ranjau darat, pembentukan International
Criminal Court, hak-hak asasi manusia, hukum humaniter, wanita dan
anak-anak dalam konflik bersenjata, plorifikasi senjata ringan (small
arms), tentara anak-anak, buruh anak-anak dan kerjama negara-negara
utara17.
Tabel 3
Perbandingan human security menurut UNDP dan Kanada
UNDP School Canadian School
Security for whom
Primarily the individual Primarily the individual, but state security also is important
Security of what values
Personal safety/well-being and individual freedom
Personal safety/well-being and individual freedom
Security from what threats
Direct and indirect violence; greater emphasis on indirect violence, especially economic, environmental factors
Direct and indirect violence; greater emphasis on direct violence at two levels – national/societal and international/global
Security by Promoting human development: basic needs plus equity,
Promoting political development: global norms and institutions
17 Kristiadi, J. National Security, Human Security, HAM, dan Demokrasi. Dalam http://www.propatria.or.id/download/Paper%20Diskusi/human_security_dan_ham_jk.pdf diakses tanggal 27 April 2012
38
what means sustainability, and greater democratization and participation at all levels of global society
(governance) plus collective use of force as well as sanctions if and when necessary
Sumber: Human Security Concept and Measurement18
Sedangkan konsep human security menurut pandangan Jepang
sangat mirip dengan UNDP. Human security secara komprehensif
mencakup semua hal yang mengancam kehidupan dan kehormatan
manusia, misalnya kerusakan lingkungan, pelanggaran HAM,
kejahatan terorganisir internasional, masalah pengungsi, peredaran
obat-obat terlarang, penyebaran penyekit menular yang berbahaya, dan
sebagainya. Jadi, Jepang menekankan bahwa human security dalam
konteks “freedom from fear and freedom from want”19 Ketiga
pandangan mengenai konsep human security tersebut muncul sebagai
bentuk pemahaman yan berbeda-beda mengenai konsep keamanan
sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan negara yang berbeda
akan nilai keamanan.
Dalam pertemuan United Nations Millennium Declaration yang
diadakan pada tanggal 6-8 September tahun 2000, human security
diangkat sebagai isu penting dalam mengatasi permasalahan
pembangunan di negara-negara miskin dan berkembang. Dalam
deklarasi tersebut disebutkan nilai-nilai fundamental yang menjadi
esensi dalam hubungan internasional antara lain: kebebasan,
18 Bajpai, Kanti. Human Security: Concept and Measurement. Kroc Institute Occasional Paper (Number 19), University of Notre Dame, Notre Dame, Indiana, 2000 . hal 36. Dalam http://www.hegoa.ehu.es/dossierra/seguridad/Human_security_concept_and_measurement.pdf diakses tanggal 27 April 2012 19 Prasetyono, Edy. Human Security. 11 September 2003 dalam http://www.propatria.or.id/download/Paper%20Diskusi/human_security_ep.pdf diakses tanggal 27 April 2012
39
kesetaraan, solidaritas, toleransi, perhatian terhadap alam, serta
pembagian tanggung jawab20. Dari hal tersebut kemudian PBB
mengadopsi beberapa hal yang kemudian menjadi acuan pembentukan
Millenium Development Goals (MDGs) yang kemudian sistem tersebut
diterapkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Dalam
perkembangannya MDGs dibagi menjadi delapan poin utama21 antara
lain eradicate extreme hunger and poverty (memberantas kemiskinan
dan kelaparan), achieve universal primary education (memenuhi
standar pendidikan dasar), promote gender equality and empower
women (kesetaraan gender dan pemberdayaan wanita), reduce child
mortality (mengurangi angka kematian anak), improve maternal helath
(meningkatkan kesehatan ibu), combat HIV/AIDS malaria and other
diseases (memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya),
ensure environmental sustainability (pengelolaan lingkungan hidup
yang berkelanjutan), develop a global partnership for development
(mengembangkan kerjasama global dalam pembangunan)
2. 3 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan definisi yang menyatakan seperangkat
petunjuk atau kriteria atau operasi yang lengkap tentang apa yang harus diamati dan
bagaimana mengamatinya dengan memiliki rujukan-rujukan empiris seperti
menghitung, mengukur atau dengan cara lain seperti mengumpulkan informasi
20 United Nations Millennium Declaration, I. Value and Principles: 6. 2000. Dalam http://www.un.org/millennium/declaration/ares552e.htm diakses tanggal 27 April 2012 21 Ibid.
40
melalui penalaran kita22 sehingga untuk dapat menjalankan definisi konseptual pada
penelitian ini akan dirumuskan indikator terkait personal security yang dikutip dari
Human Security: Indicators for Measurement23, terdapat 8 indikator personal security
antara lain:
1. Fear of violence (physical torture, war, ethnic tension, suicide), indikator
ini digunakan untuk mengukur tingkat keamanan siswa kelas XI terhadap
dari ancaman-ancam secara fisik, konflik antar pelajar, ataupun kegiatan
lain yang menyebaban adanya kekerasan
2. Prevention of accidents, indikator ini digunakan untuk mengukur sejauh
mana upaya pencegahan terhadap kecelakaan-kecelakaan yang dapat
mengacam kehidupan siswa kelas XI secara personal
3. Level of crime, indikator ini digunakan untuk mengukur sejauh mana
tingkat kriminal di wilayah sekolah dan tempat tinggal siswa kelas XI
4. Security from illegal drugs, indikator ini digunakan utuk mengukur sejauh
mana tingkat keamanan siswa kelas XI terhadap ancaman peredaran obat-
obatan terlarang
5. Prevention of harassment and gender violence, indikator ini digunakan
untuk mengukur tingkat pelecehan dan kekerasan yang sering terjadi pada
siswa kelas XI
6. Prevention of domestic violence and child abuse, indikator ini digunakan
untuk mengukur tingkat pencegahan terhadap kekerasan domestic pada
22 Silalahi, Ulber. 2009. Metode penelitian Sosial hal. 120 Refika Aditama: Bandung. 23 Human Security: Indicators for Measurement dalam http://www.gdrc.org/sustdev/husec/z‐indicators.html diakses tanggal 4 Juni 2012
41
siswa kelas XI seperti yang terjadi dalam rumah tangga atau pelecehan
terhadap anak-anak ataupun eksploitasi anak
7. Efficiency of institution, indikator ini digunakan untuk mengukur sejauh
mana institusi terkait penganganan perlindungan anak dan remaja dapat
bekerja secara efektif sehingga dapat mengurangi angka kekerasan pada
anak dan remaja khususnya siswa kelas XI
8. Access to public information, indikator ini digunakan sebagai tolak ukur
sejauh mana siswa kelas XI yang rentan menjadi korban kekerasan dapat
mengakses informasi-informasi publik yang disediakan agar dapat
membekali dirinya sendiri baik di lingkungan sekolah ataupun tempat
tinggalnya
9. Personal financial, indikator ini dipergunakan sebagai informasi
pendukung mengenai latar belakang keluarga responden dalam hal
ekonomi sehingga dapat memberikan gambaran kondisi keluarga siswa
10. Education, indikator ini dipergunakan untuk pengumpulan data terkait
kondisi responden di bidang pendidikan guna mengetahui lebih lanjut
mengenai ada atau tidaknya ancaman dalam hal pendidikan
Dari kesepuluh indikator tersebut akan diolah menjadi suatu bentuk kuisioner
yang akan dibagikan pada setiap sampel penelitian yaitu siswa kelas XI SMAN 7
Malang dan SMAK St. Albertus Malang. Kemudian dari hasil yang diperoleh
nantinya akan diolah menjadi sebuah data sehingga dapat diambil kesimpulan yang
menjawab rumusan masalah pada penelitian ini terutama dalam hal peran negara
sebagai pihak penyelenggara keamanan.
Bagan 2
Alur Pemikiran Konsep Personal Security
HUMAN SECURITY
42
ECONOMIC SECURITY
FOOD SECURITY
HEALTH SECURITY
ENVIRONMENT SECURITY
PERSONAL SECURITY
COMMUNITY SECURITY
POLITICAL SECURITY
Persistant poverty,
unemploymen
Hunger , famine
Deadly , infectious
diseases, unsafe food,
malnutrition, lack of access to basic health
care
Environmental degradation,
resource depletion,
natural disasters, pollution
Physical violence
Crime
Terrorism Domestic violence
Force and child
labor
Human eksploitati
on
Political repression
human rights abuses
Inter –ethnic, religious and other identity based tensions
konstanta konstanta konstanta konstanta konstanta konstanta
43
2.4 Argumen Utama
Berdasarkan acuan pada penelitian sebelumnya mengenai kondisi keamanan
insani (human security) di Kota Malang yang menyatakan bahwa kondisi keamanan
insani di Kota Malang pada indikator personal security tergolong tinggi, maka dalam
pengembangannya penelitian ini akan fokus terhadap kondisi personal security siswa
kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang dengan argumenn
utama berdasarkan fakta lapangan adalah terdapatnya gejala-gejala ancaman pada
aspek personal security dalam hal ini mengenai ancaman terhadap kekerasan pada
anak, perkelahian, diskriminasi etnis, penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan
jejaring sosial, serta tingginya ancaman kecelakaan saat berkendara di jalan raya di
mana ancaman-ancaman tersebut dapat dikatakan sebagai indikator pengukuran tidak
terpenuhinya aspek personal security siswa kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan
SMAK St. Albertus Malang dan hal tersebut mencerminkan kurangnya peran negara
dalam hal memberikan rasa aman bagi siswa tersebut.
BAB III
44
METODE PENELITIAN
Dalam sebuah penelitian tentu saja diperlukan sebuah kerangka kerja yang dirangkai
dalam bentuk metode penelitian, maka dalam bab ini pembahasan akan difokuskan terhadap
kerangka kerja penelitian yaitu mengenai tipe data dan penelitian, lokasi dan jangkauan
waktu penelitian, subyek penelitian, teknik analisis data dan hal-hal yang berkaitan dengan
kuisioner serta wawancara responden penelitian.
3. 1 Tipe Penelitian dan Tipe Data
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mencari
gambaran atau menggambarkan tentang suatu keadaan fenomena24 personal security
siswa kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang. Tipe
penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara cermat karakteristik dari suatu
gejala atau masalah yang diteliti, penelitian deskriptif juga fokus pada pertanyaan
dasar “bagaimana” dengan berusaha mendapatkan dan menyampaikan fakta-fakta
dengan jelas, teliti, dan lengkap25 sedangkan dalam prosesnya, penelitian ini
menggunakan tipe data campuran yaitu kuantitatif dan kualitatif (data bukan angka)
menurut Miles dan Huberman dalam buku Metode Penelitian Sosial26 data kualitatif
merupakan sumber dari deskripsi yang luas dan berlandaskan kukuh, serta memuat
penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat. Data kualitatif
tersebut akan didapat melalui jawaban kuisioner yang diberikan pada para sampel
siswa SMAN 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang. Sedangkan data kuantitaif
dipergunakan untuk menghitung presentase pada tiap indikator.
24 Thantawi. 2008. Metodologi Riset Ekonomi, Malang, Universitas Brawijaya, hal. 87 25 Silalahi, Ulber. 2009. Metode penelitian Sosial. hal. 28 Refika Aditama: Bandung. 26 Ibid. hal. 284
45
3. 2 Lokasi dan Jangkauan Waktu Penelitian
Pada penelitian ini dengan mempertimbangkan alasan kedekatan wilayah dan
penulis merupakan alumnus dari salah satu sekolah yang dijadikan objek penelitian,
maka penelitian ini dilaksanakan pada SMA Negeri 7 Malang yang terletak di Jalan
Cengger Ayam I/14 , dan SMAK St. Albertus Malang yang terletak di Jalan Talang 1
Malang. Sedangkan jangkauan waktu untuk membatasi penelitian ini adalah bulan
November tahun 2012. Namun tidak menutup kemungkinan data-data yang
dipergunakan untuk penyusunan penelitian ini berada di luar jangkauan lokasi dan
waktu yang telah ditentukan.
3.3 Subyek Penelitian dan Penarikan Sampel
Secara keseluruhan siswa dan siswi kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan
SMAK St. Albertus yang dipilih sebagai responden dalam penelitian ini berjumlah 10
anak pada masing-masing kelas berdasarkan jenis kelamin dan prestasi siswa di kelas
sehingga dengan demikian hasil penelitian akan dapat dilihat berdasarkan kriteria
tersebut. Jenis klamin siswa dipilih berdasarkan perbandingan 1:1 di mana jumlah
siswa laki-laki dan perempuan jumlahnya seimbang pada setiap kelas. Sedangkan
pemilihan siswa berprestasi dilakukan berdasarkan nilai ranking siswa pada masing-
masing kelas yaitu lima siswa dengan prestasi teratas dan lima siswa secara acak
berdasarkan jenis klaminnya ditiap kelas. Sedangkan untuk penarikan sampel
digunakan dengan cara purposive sampling di mana pemilihan subyek yang ada
dalam posisi terbaik untuk memberikan informasi yang dibutuhkan dan dipercaya
mewakili satu populasi tertentu27.
27 Ibid. hal. 272
46
Tabel 4
Responden Penelitian
Nama Sekolah Jumlah Responden
Teknik Pengumpulan
Data Keterangan
SMAN 7 Malang
XI IPA 1 10
Kuisioner dan wawancara
Berdasarkan jenis kelamin siswa, agama, dan ras
XI IPA 2 10
XI IPA 3 10
XI IPA 4 10
XI IPA 5 10
XI IPS 1 10
XI IPS 2 10
XI IPS 3 10
XI IPS 4 10
XI IPS 5 10
XI BHS 10
Jumlah 110
SMAK St. Albertus
XI IPA 1 10
Kuisioner dan wawancara
Berdasarkan jenis kelamin siswa, agama, dan ras
XI IPA 2 10
XI IPA 3 10
XI IPA 4 10
XI IPA 5 10
XI IPS 1 10
XI IPS 2 10
XI IPS 3 10
XI IPS 4 10
XI BHS 10
47
Jumlah 100
Jumlah total
210
3. 4 Sumber Data
Dalam penelitian ini data dikumpulkan melalui dua cara, yaitu data primer dan
data skunder, antara lain:
- Data primer, yaitu data yang dikumpulkan dari situasi aktual ketika
peristiwa terjadi dari individu, kelompok fokus, dan satu kelompok
responden secara khusus yang dijadikan sebagai sumber28 dalam hal
ini data primer didapatkan dari metode pengumpulan data melalui
pembagian kuisioner dengan pertanyaan dan jawaban tertutup (ya/tidak
atau pilihan jawaban lainnya)
- Data skunder, data pendukung pada penelitian ini didapatkan dari
sumber selain sampel penelitian yaitu melalui buku, literatur, artikel,
ataupun jurnal ilmiah lainnya yang mendukung dan sesuai dengan
penelitian ini.
3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan melalui bentuk
survei di mana survei tersebut dilaksanakan melalui teknik:
28 Ibid. hal 289
48
- Kuisioner, yaitu pembagian angket dengan pertanyaan dan jawaban
tertutup (ya/tidak atau pilihan jawaban lainnya)
- Wawancara, yaitu dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung
kepada responden yang dipilih secara khusus berdasarkan hasil
jawaban kuisioner yang menunjukkan memiliki tingkat ancaman lebih
tinggi dibandingkan responden lainnya
3. 6 Teknik Analisis Data
Pada penelitian dengan jenis data kualitatif, maka teknik analisis data
dilakukan dengan tiga cara yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan29 :
- Reduksi data, merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyerderhanaan, pengabstraksian dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan
- Penyajian data, merupakan proses penyusunan data dalam bentuk teks
naratif atau bentuk lainnya seperti matriks, grafik, jaringan, dan bagan
agar data dapat dibaca dengan jelas
- Penarikan kesimpulan
3.7 Indikator, Kuisioner, dan Wawancara
3.7.1 Indikator
Penentuan indikator pada penelitian ini ditujukan sebagai tolak ukur
analisa penelitian, pada pengumpulan data berupa kuesioner setiap siswa
29 Ibid. hal 339
49
diberikan sejumlah pertanyaan yang mewakili indikator yang telah ditentukan
dengan tujuan mengetahui hal apa yang menjadi ancaman bagi siswa kelas XI
di SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang serta bagaimana
kondisi disparitas personal security di kedua sekolah tersebut sesuai dengan
rumusan masalah penelitian ini. Indikator yang digunakan dalam menyusun
rumusan pertanyaan pada kuesioner nantinya didapatkan dari Human Security:
Indicators for Measurement30 yang berisi 8 jenis indikator antara lain: fear of
violence (physical torture, war, ethnic tension, suicide), prevention of
accidents, level of crime, security from illegal drugs, prevention of harassment
and gender violence, prevention of domestic violence and child abuse,
efficiency of institution, dan Acces to public information dari kedelapan
indikator tersebut kemudian ditambahkan beberapa hal yang menyangkut
fenomena yang banyak terjadi di masyarakat khususnya remaja yaitu
mengenai penggunaan jejaring sosial, keuangan individu, dan pendidikan guna
mendapatkan data yang detil dan valid.
3.7.2 Kuisioner
Pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner merupakan pertanyaan yang
diperlukan untuk menjawab kedelapan indikator yang telah ditentukan
sejumlah 59 pertanyaan pada masing-masing kuesioner yang dibagikan kepada
dua sekolah yang telah ditentukan sebelumnya. Pada setiap kuesioner terdiri
30 Human Security: Indicators for Measurement dalam http://www.gdrc.org/sustdev/husec/z‐indicators.html diakses tanggal 4 Juni 2012
50
dari 10 pokok tema pertanyaan sebagai hasil dari penurunan indikator
sehingga akan didapatkan data yang detail untuk menjawab setiap indikator,
pertanyaan dalam kuesioner yang dibagikan kepada masing-masing siswa
adalah:
1. Ancaman dari kekerasan dan peraturan yang berlaku, kelompok
pertanyaan dalam tema tersebut merupakan bagian dari indikator yang
pertama yaitu fear of violence (physical torture, war, ethnic tension,
suicide) pertanyaan yang ditujukan kepada siswa dalam kelompok ini
bertujuan untuk mengetahui hal apa yang menjadi ancaman bagi siswa
serta bagaimana peraturan sekolah dalam hal ini tata tertib siswa
memberikan dampak bagi siswa tersebut
2. Ancaman dari kecelakaan lalu lintas, kelompok pertanyaan dalam tema
tersebut merupakan bagian dari indikator yang kedua yaitu prevention
of accidents pertanyaan yang ditujukan kepada siswa dalam kelompok
ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana lalu lintas berpengaruh
dan mengancam siswa tersebut
3. Ancaman dari tindakan kriminalitas, kelompok pertanyaan dalam tema
tersebut merupakan bagian dari indikator ketiga yaitu prevention of
accidents pertanyaan yang ditujukan kepada siswa dalam kelompok ini
bertujuan untuk melihat tindakan kriminalitas apa yang paling sering
terjadi di lingkungan sekitar siswa dan bagaimana tindak kriminalitas
tersebut memberikan dampak bagi siswa
51
4. Ancaman dari obat-obatan terlarang dan jejaring sosial, kelompok
pertanyaan dalam tema tersebut merupakan bagian dari indikator
keempat yaitu security from illegal drugs pertanyaan yang ditujukan
kepada siswa dalam kelompok ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana peredaran obat-obatan terlarang saat ini berdampak bagi
siswa tersebut, dalam kelompok pertanyaan ini ditambahkan tema
mengenai jejaring sosial di mana saat ini sebagian besar pelajar
merupakan pengguna jejaring sosial sehingga diharapkan pertanyaan
pada tema ini akan dapat dipergunakan untuk mengetahi sejauh mana
jejaring sosial berpengaruh terhadap siswa tersebut
5. Ancaman dari kekerasan dan pelecehan, kelompok pertanyaan dalam
tema tersebut merupakan bagian dari indikator kelima yaitu prevention
of harassment and gender violence pertanyaan yang ditujukan kepada
siswa dalam kelompok ini bertujuan untuk mengetahui seberapa tinggi
ancaman terhadap siswa dalam hal pelecehan seksual dan deskriminasi
etnis sehingga menjadikan hal tersebut sebagai ancaman
6. Ancaman dari kejahatan domestik dan eksploitasi pada anak,
kelompok pertanyaan dalam tema tersebut merupakan bagian dari
indikator keenam yaitu prevention of domestic violence and child
abuse pertanyaan yang ditujukan kepada siswa dalam kelompok ini
bertujuan untuk mengetahui apakah siswa tersebut pernah
mendapatkan kekerasan di lingkungan sekitar sehingga mengancam
jiwanya serta apakah siswa tersebut mendapatkan paksaan untuk
bekerja dari orang-orang di sekitar siswa tersebut
52
7. Efisiensi institusi, kelompok pertanyaan dalam tema tersebut
merupakan bagian dari indikator ketujuh yaitu efficiency of institution
pertanyaan tersebut ditujukan kepada siswa dengan tujuan apakah di
lingkungan sekitar siswa berada terdapat suatu institusi yang khusus
melindungi anak-anak dan kasus kekerasan terhadap anak serta
bagaimana peran institusi tersebut dimata siswa tersebut
8. Akses terhadap informasi publik, kelompok pertanyaan dalam tema
tersebut merupakan bagian dari indikator kedelapan yaitu access to
public information pertanyaan tersebut ditujukan kepada siswa dengan
tujuan mengetahu apakah siswa tersebut dapat dengan mudah
megakses informasi mengenai layanan aduan masyarakat ataupun
mengenai bahaya obat-obatan terlarang dan seberapa efektifkah
informasi tersebut bagi para siswa
9. Keuangan individu, pertanyaan dalam kelompok ini merupakan
pertanyaan tambahan untuk melihat latar belakang ekonomi siswa
melalui jumlah uang saku perminggu dengan tujuan untuk melihat
bagaimana pengaruh ekonomi seorang siswa terhadap ancaman lainnya
yang kemungkinan dihadapi siswa tersebut
10. Pendidikan, pertanyaan dalam kelompok ini juga merupakan
pertanyaan tambahan untuk melihat ada atau tidaknya tuntutan bagi
siswa untuk mendapatkan prestasi di sekolah
3.7.3 Wawancara
53
Wawancara dalam penelitian ini ditujukan kepada responden di
masing-masing sekolah dengan tujuan untuk dapat memperoleh informasi
yang detail dan mendalam dari sumber secara langsung guna mendukung hasil
penelitian ini. Tema pertanyaan yang diajukan kepada responden meliputi
anggapan dan tanggapan responden terhadap kejadian atau fenomena yang
pernah dialami secara langsung ataupun oleh pihak lain di sekitar lingkungan
di mana responden tersebut berada serta pertanyaan spontan yang dianggap
dapat mendukung keterangan dan informasi dari responden.
3.8 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
dan kegunaan penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berguna sebagai dasar pemikiran dalam pembahasan masalah
yang akan diteliti, literature review, kerangka pemikiran, dan level
analisis yang akan membantu dalam mengerti maksud dari penulisan
penelitian ini, dan hipotesis dari penelitian.
BAB III METODE PENULISAN
54
Bab ini terdiri dari variabel penelitian dan definisi operasional,
penentuan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data,
serta metode analisis.
BAB IV HASIL PENELITIAN
Bab ini merupakan bagian dari penjabaran proses-proses analisis
penelitian dan bagaimana hasil dari proses penelitian yang sedang
diteliti saat ini serta pembuktian hipotesis yang telah ditarik pada awal
penelitian.
BAB V ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menyajikan analisa dari hasil penelitian pada bab sebelumnya
yang akan melihat bagaimana kemudian peran negara dalam hal
memberikan rasa aman
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab kesimpulan dan saran merupakan bagian terakhir dari penelitian
ini yang berisi ringkasan hasil akhir penelitian dan jika diperlukan
disertakan pula saran-saran dari penulis mengenai kajian penelitian
yang dibahas.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini, pembahsan akan difokuskan terhadap hasil penelitian berupa tabulasi
data dari masing-masing pertanyaan yang diajukan kepada responden siswa kelas XI SMA
Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang. Pada tiap-tiap data yang disajikan dalam
bab ini diperlihatkan perbedaan hasil antara kedua sekolah tersebut, sehingga akan
mempermudah dalam memahami hasil penelitian.
4.1 Gambaran Umum Sekolah
4.1.1 SMA Negeri 7 Malang
Saat ini SMA Negeri 7 Malang dipimpin oleh Hj. Asri Widiapsari S.Pd M.Pd
memiliki jumlah siswa sebanyak 1134 anak yang terbagi atas 389 siswa dalam 10
kelas X, 384 siswa kelas XI yang terbagi atas 5 kelas jurusan Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA); 5 kelas jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS); 1 kelas Bahasa, serta 361 siswa
kelas XII yang terbagi atas 5 kelas jurusan IPA; 5 kelas jurusan IPS, 1 kelas Bahasa.
Dari alasan yang dikemukakan mengenai pemilihan responden di SMA Negeri 7
Malang pada BAB I sebelumnya, seperti terjadinya tawuran antar pelajar maka SMA
55
Negeri 7 Malang yang diakibatkan karena hal sepele seperti tidak terima pada saat
mengalami kekalahan olah raga futsal antar kelas. Jika dilihat dari sisi konsep human
security maka hal tersebut jelas sebagai bentuk ancaman bagi responden. Selain itu,
peraturan sekolah yang tidak memperbolehkan adanya penyelenggaraan kegiatan
pentas seni Cipta Gelar Pesona Sabhatansa (CGPS) dianggap sebagai bentuk
pembatasan kreativitas siswa. Dari ulasan tersebut maka SMA Negeri 7 Malang
dianggap layak untuk dilakukan penelitian mengenai kondisi personal security pada
siswa kelas XI yang mana dari hasil penelitian berdasarkan alasan-alasan yang telah
dikemukakan sebelumnya nantinya diharapkan dapat menjawab pertanyaan pada
rumusan masalah di penelitian ini.
4.1.2 SMAK St. Albertus Malang
Saat ini SMA Katolik St. Albertus Malang dipimpin oleh Bruder Antonius
Sumardi memiliki jumlah siswa sebanyak 980 yang terbagi atas 362 siswa dalam 10
kelas X, 307 siswa kelas XI yang terbagi atas 5 kelas jurusan Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA); 4 kelas jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS); 1 kelas Bahasa, serta 311 siswa
kelas XII yang terbagi atas 5 kelas jurusan IPA; 4 kelas jurusan IPS, 1 kelas Bahasa.
Dari latar belakang dan sejarah SMAK St. Albertus dapat ditarik kesimpulan bahwa
56
57
SMAK St. Albertus Malang memberikan pendidikan dasar agama yang kuat bagi
siswa-siswinya dengan harapan siswa akan berkembang dengan dasar pendidikan
agama yang baik. Melalui alasan yang telah dikemukakan sebelumnya diharapkan
SMAK St. Albertus Malang yang mayoritas siswanya merupakan keturunan etnis
Cina dapat memberikan keterangan mengenai kondisi personal security responden di
lingkungan masyarakat terhadap fenomena diskriminasi etnis yang marak terjadi saat
ini, dan hal lain yang menyangkut alasan yang telah diulas.
Sepatutnya konsep human security merupakan konsep yang dapat digunakan
untuk megukur sejauh mana kemudian seseorang merasa aman dalam kehidupan
sehari-harinya terhadap ancaman-ancaman yang mungkin datang dari pihak lain,
namun pada kenyataannya gejala ditunjukkan oleh responden di SMAK St. Albertus
Malang dalam hal adanya kecenderungan merasa adanya diskriminasi etnis oleh
masyarakat di luar lingkungan sekolah yang menjadikan hal tersebut sebagai
ketidaknyamanan bagi responden pada khususnya dan keluarga responden pada
umumnya. Selain itu adanya tradisi di mana siswa di tingkat lanjut merasa menjadi
senior, dirasa menjadi ancaman pula bagi responden di SMAK St. Albertus Malang
yang dapat berimbas pada munculnya rasa tidak aman berada di lingkungan sekolah.
Dari dua hal tersebut secara umum terdapat kondisi yang tidak normal sehingga
terjadi ancaman yang termasuk dalam kategori indikator personal security yang telah
ditentukan pada BAB II, sehingga dengan demikian SMAK St. Albertus Malang
dianggap layak untuk dijadikan responden dalam penelitian ini.
4.2 Hasil Kuisioner
4.2.1 Fear of violence (physical torture, war, ethnic tension, suicide)
Fear of violence merupakan suatu bentuk ancaman terhadap
keamanan personal atau individu dari serangan-serangan kekerasan
seperti kekerasan fisik, peperangan, ketegangan antar suku, ataupun
kegiatan bunuh diri. Analisis pada indikator ini nantinya akan bertujuan
untuk mengetahui sejauh mana tingkat ketakutan responden terhadap
ancaman-ancaman yang berkaitan dengan kekerasan termasuk
kekerasan fisik, perang, ataupun bunuh diri ini para responden dari
kedua sekolah yaitu SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus
memberikan keterangan bahwa tidak banyak dari mereka pernah
mengalami kekerasan fisik, terlihat dari data yang diperoleh yaitu
sebanyak 51 siswa atau 46% dari jumlah responden di SMA Negeri 7
Malang dan 31 siswa atau 31% dari jumlah responden di SMAK St.
Albertus Malang pernah mengalami kekerasan baik secara fisik
maupun non fisik.
Data 4.2.1.1
Jumlah responden yang mengalami tindak kekerasan
Sebagian besar dari jumlah siswa yang pernah mengalami
kekerasan di kedua sekolah tersebut mengaku menerima kekerasan
berupa penganiayaan di mana mereka mendapatkan serangan fisik 58
seperti pumukulan ataupun tamparan, mereka mengaku bahwa pelaku
penganiayaan ialah orang terdekat mereka seperti orang tua ataupun
teman dekat mereka sehingga menimbulkan trauma tersendiri bagi
mereka.
Data 4.2.1.2
Jenis ancaman yang diterima responden
Hal tersebut mereka akui terjadi karena beberapa kesalahan
yang mereka perbuat sendiri ataupun masalah keluarga lainnya
sehingga berdampak kepada mereka. Kesalahan yang diakibatkan oleh
diri sendiri biasanya berupa keteledoran yang menyebabkan adanya
pencurian barang-barang berharga. Selain itu ancaman lainnya yang
banyak dialami oleh responden adalah tindak pencurian barang-barang
berharga seperti kendaraan bermotor atau perhiasan yang pada saat itu
sedang dikenakan serta ancaman berupa terror yang diterima secara
langsung dengan modus meminta sumbangan atau melalui telepon.
Walaupun tergolong lebih dari setengah jumlah responden yang tidak
pernah mengalami kekerasan yaitu sebanyak 59 siswa atau sama 59
60
dengan 54% dari jumlah responden di SMA Negeri 7 Malang dan 69
siswa atau sama dengan 69% dari jumlah responden di SMAK St.
Albertus, namun kekerasan-kekerasan yang marak terjadi
menyebabkan ketakutan tersendiri dan memberikan dampak trauma
tersendiri bagi responden yang pernah mengalami kekerasan tersebut.
“ Motor saya hilang waktu parkir di rumah, ya memang kesalahan sendiri juga karena kebiasaan lupa menutup pagar” (perempuan, 17 tahun, SMAK St. Albertus Malang)
Sedangkan tawuran antar pelajar terjadi karena kondisi
psikologis siswa yang cenderung tempramen, kondisi demikian
seharusnya dapat diminimalisir dengan pengertian terhadap siswa
melalui pelajaran Bimbingan Konseling (BK) agar pola piker siswa
dapat lebih terbuka dan tidak tempramen ketika merasa mendapatkan
ancaman agar tercipta kondisi keamanan pribadi atau personal security
yang baik pula. Baik responden yang merupakan korban ataupun
responden lainnya mengaku bahwa adanya tindak kekerasan tersebut
menimbulkan rasa tidak aman dan kekhawatiran akan kemungkinan
terjadinya kekerasan serupa pada diri responden. Rasa tidak aman yang
muncul akibat perbuatan yang dilakukan oleh orang lain tersebut dalam
konsep human security dianggap tidak memenuhi aspek freedom from
fear sehingga berdampak pada munculnya rasa tidak aman di diri
responden. Pada tahap ini, seharusnya responden yang masih tergolong
warga negara dibawah umur mendapatkan perhatian khusus di mana
lingkungan di sekitar mereka harus benar-benar diperhatikan agar
siswa tidak memiliki kecenderungan berbuat anarkis yang justru
merugikan dirinya sendiri karena berdampak pada penilaian sesama
teman atau masyarakat luas terhadap dirinya
Data 4.2.1.3
Perasaan responden terhadap maraknya tawuran antar pelajar di Insonesia
Selain kekerasan baik fisik maupun non fisik, peraturan sekolah
atau tata tertib sekolah juga merupakan salah satu hal yang dianggap
ancaman bagi siswa dan siswi kedua sekolah tersebut karena dampak
yang akan terjadi jika mereka melakukan pelanggaran tata tertib, dari
data yang diperoleh hampir seluruh siswa SMAN 7 Malang yaitu 97
siswa atau sama dengan 88% dari jumlah responden dan 86 siswa atau
sama dengan 86% SMAK St. Albertus yang dipilih menjadi responden
pernah melanggar tata tertib sekolah yang mengakibatkan mereka
terkena sanksi mulai sanksi ringan berupa pemberian poin pelanggaran
pada buku tata tertib hingga pemanggilan orang tua ke sekolah.
Sumber-sumber ancaman tidak hanya berasal dari seseorang,
melainkan dapat berasal dari suatu sistem atau peraturan yang
mengatur suatu lingkungan di mana responden berada. Di lingkup
61
pendidikan, tata tertib sekolah merupakan satu sistem yang dibentuk
dan diberlakukan untuk menciptakan suasana disiplin dalam sekolah
namun pada kenyataanya justru peraturan sekolah merupakan sumber
ancaman bagi responden karena pemberlakuan tata tertib sekolah
dianggap tidak memenuhi aspek bebas dari rasa takut atau freedom
from fear
Data 4.2.1.4
Jumlah responden yang pernah melakukan pelanggaran tata tertib sekolah
Jenis pelanggaran yang sering terjadi berupa keterlambatan
kehadiran di sekolah terlihat dari data yang didapatkan yaitu sebanyak
38 siswa atau sama dengan 39% dari jumlah responden di SMA Negeri
7 Malang dan sebanyak 35 siswa atau sama dengan 41% dari jumlah
responden di SMAK St. Albertus yang mengaku pernah melanggar
peraturan tata tertib sekolah. Keterlambatan kehadiran responden ke
sekolah, atribut tidak lengkap, bolos pada saat pelajaran berlangsung,
atau pelanggaran lain seperti tidak melaksanakan piket, tidak
mengerjakan tugas, gaduh saat di kelas dll. terjadi karena banyak faktor
yang mempengaruhi, baik dari diri sendiri maupun yang disebabkan 62
oleh hal lain. Faktor diri sendiri biasanya merupakan keteledoran
responden sehingga menyebabkan adanya pelanggaran tata tertib,
sedangkan faktor lain dapat berupa adanya kemacetan lalu lintas yang
menyebabkan keterlambatan kehadiran ataupun pengaruh dari teman
untuk bolos sekolah
Data 4.2.1.5
Jenis pelanggaran tata tertib yang dilakukan oleh responden
Pelanggaran ringan seperti datang terlambat, tidak mengenakan
atribut sekolah secara lengkap ataupun tidak membawa buku pelajaran
menurut pengakuan responden yang pernah melakukannya akan
dikenakan sanksi berupa pemberian poin sesuai jenis pelanggaran pada
buku tata tertib yang kemudian akan diakumulasikan, jika pada hasil
akumulasi pelanggaran tersebut telah menunjukkan angka yang tinggi
maka sanksi yang diberikan dapat berupa pemberitahuan peringatan
bagi orang tua dari pihak sekolah hingga skorsing siswa.
63
“Kayaknya kalo sekolah nggak pernah neglanggar tata tertib itu nggak mungkin, jadi ngelanggar tata tertib itu ya udah biasa di sekolah” (laki-laki, 17 tahun, SMA Negeri 7 Malang)
“Sebisa mungkin nggak melanggar tata tertib, karena poin yang dikasih lumayan banyak dan ngefek ke nilai rapot” (perempuan, 17 tahun, SMAK St. Albertus Malang)
Data 4.2.1.6
Jenis hukuman yang diterima responden akibat pelanggaran tata tertib sekolah
Ketatnya peraturan sekolah yang diberlakukan dalam bentuk
tata tertib sekolah merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
kedisiplinan siswa dengan harapan akan tercipta suatu suasana yang
aman dan tertib di sekolah. Walaupun demikian, lebih dari setengah
jumlah para siswa yang ditunjuk sebagai responden di kedua sekolah
tersebut menyatakan bahwa pemberlakuan tata tertib sekolah guna
menciptakaan keadaan yang aman sudah berjalan efektif. Hal tersebut
mereka nyatakan karena sanksi-sanksi yang diberlakukan memberikan
64
efek jera bagi mereka sehingga mereka tidak akan mengulanginya
kembali.
Data 4.2.1.7
Tanggapan responden terhadap pemberlakuan tata tertib sekolah
Di sisi lain, semakin buruknya sistem keamanan di sekitar
ruang lingkup responden berada mengakibatkan banyaknya
kemungkinan acaman jauh lebih besar dan membahayakan serta
menimbulkan ketakutan tersendiri. Walaupun berbanding terbalik di
mana sebanyak 67 siswa atau sama dengan 60% dari jumlah responden
di SMA Negeri 7 Malang mengaku ancaman terbesar datang dari orang
asing atau orang tidak dikenal dan sebanyak 45 siswa atau sama
dengan 45% dari jumlah responden di SMAK St. Albertus Malang
justru beranggapan bahwa orang terdekat merupakan ancaman terbesar
bagi mereka, namun yang menarik responden di kedua sekolah tersebut
hampir sepakat bahwa jejaring sosial juga merupakan ancaman
terbesar bagi mereka terbukti sebanyak 12 siswa SMA Negeri 7
65
66
Malang dan 19 siswa SMAK St. Albertus Malang yang memberikan
keterangan mengenai hal tersebut.
“ Buat saya justru orang terdekat saya yang menjadi ancaman buat saya, karena itu saya harus lebih hati-hati dengan orang yang paling dekat dengan saya” (perempuan, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang)
“ Wah, saya paling keganggu sama Twitter, karena sekarang banyak yang suka main no mention buat nyindir-nyindir, jadi gak santai lagi kalo twitteran” (perempuan, 17 tahun, SMAN 7 Malang)
Secara umum kondisi personal security responden kelas XI dari
kedua sekolah yaitu SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus
Malang dalam hal fear of violence (physical torture, war, ethnic
tension, suicide) tergolong bervariasi di mana terdapat perbedaan
mengenai sumber ancaman terbesar bagi para responden yaitu sebagian
besar responden di SMA Negeri 7 Malang merasa terancam dengan
orang-orang asing atau tidak dikenal, sedangkan responden dari
SMAK St. Albertus Malang lebih merasa terancam oleh orang-orang
terdekat mereka dengan alasan orang terdekat lebih mengetahui seluk
beluk mereka secara pribadi.
Data 4.2.1.8
Jenis sumber ancaman bagi responden
Selain itu dari hasil survey didapatkan hasil untuk responden
dengan rentan usian 16 – 17 tahun tersebut jejaring sosial merupakan
salah satu wadah untuk mengekspresikan diri yang juga tergolong
menyebabkan banyak ancaman muncul seperti pembajakan akun,
penipuan melalui jejaring sosial, bahkan ancaman terhadap prestasi
siswa yang turun akibat terlalu banyak menghabiskan waktu dengan
bermain jejaring sosial.
“Kalo main Twitter itu kadang kita bebas mau ngomong apa aja, dan ngapain aja. Kalo ga suka ya tinggal unfollow aja” (perempuan, 16 tahun, SMAN 7 Malang)
Perasaan tidak aman terhadap lingkungan yang kerap muncul
terkadang membuat responden kemudian mencari suatu tempat atau
media di mana ia dapat mengekspresikan diri dengan leluasa yaitu
pada jejaring sosial, pengguna jejaring sosial yang dianggap seenaknya
sendiri justru dianggap sebagai ancaman bagi pengguna lainnya.
Dalam hal ini tidak terdapat aturan khusus yang mengatur penggunaan
jejaring sosial, sehingga usaha untuk menghindari ancaman yang
67
berasal dari jejaring sosial biasanya dilakukan secara pribadi oleh
responden.
4.2.2 Prevention of accidents
Indikator ini dipergunakan untuk mengetahui seberapa besar
ancaman kecelakaan bagi responden yang telah ditunjuk serta
bagaimana tindakan preventif terhadap maraknya kecelakaan yang
terjadi belakangan ini merupakan akibat dari teledornya masyarakat
dalam berkendara sehingga merugikan pihak-pihak lain yang menjadi
korban kecelakaan lalu lintas, hal tersebut tentunya berdampak bagi
lebih dari 50% siswa SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus
yang pergi ke sekolah dengan membawa kendaraan pribadi.
Data 4.2.2.1
Penggunaan kendaraan pribadi
Dari 110 jumlah responden di SMA Negeri 7 Malang dan 100
responden di SMAK St. Albertus Malang, mereka mengaku merasa
tidak aman berkendara di jalan raya baik dengan menggunakan
68
kendaraan pribadi ataupun kendaraan umum. Mereka mengaku
perasaan tidak aman tersebut muncul dari berbagai macam penyebab,
salah satu diantaranya dari banyaknya berita di televisi yang
memberitakan tentang kecelakaan lalu lintas sehingga mereka merasa
was-was jika berkendara. Selain perasaan was-was dalam berkendara,
responden juga merasa tidak aman jika harus berkendara di jalan raya
yang lalu lintasnya tergolong sepi karena rawan adanya kendaraan
yang kencang sehingga sering terjadi kecelakaan lalu lintas
Data 4.2.2.2
Perasaan responden terhadap maraknya kecelakaan lalu lintas
Sebanyak 65 siswa atau sama dengan 59% dari jumlah
responden di SMA Negeri 7 Malang dan 57 siswa atau sama dengan
57% dari jumlah responden di SMAK St. Albertus Malang mengaku
pernah mengalami kecelakaan lalu lintas di jalan raya baik itu
disebabkan karena hal pelanggaran lalu lintas, tertabrak, menabrak,
ataupun hal lain berupa kelalaian diri sendiri.
69
70
“ Waduh! Saya paling males kalo pulang harus lewat Sukarno-Hatta karena sekarang macet banget dan pernah kesenggol sampai jatuh di sana. Pokoknya bahaya banget” (laki-laki, 17 tahun, SMAN 7 Malang)
“ Waktu itu pernah ditabrak lari sama motor, saya nggak bias apa-apa karena nggak bias bangun. Tapi selanjutnya sih saya biasa aja, nggak ada rasa trauma” (laki-laki, 17 tahun, SMAN 7 Malang)
Kecelakaan-kecelakaan yang semakin marak terjadi di Kota Malang
saat ini tergolong semakin membahayakan pengguna jalan raya
siapapun dan di manapun. Dalam hal ini responden mengakui bahwa
terjadinya kecelakaan tidak serta merta merupakan kesalahan satu
orang, namun juga hal tersebut merupakan hubungan sebab-akibat.
Kecelakaan lalu lintas dapat digolongkan sebagai ancaman fisik yang
dapat mengancam setiap pengguna jalan raya tidak terkecuali
responden pada kedua sekolah tersebut di mana hal tersebut kemudian
tidak dapat memenuhi faktor freedom from fear
Data 4.2.2.3
Pengakuan responden terhadap pernah atau tidaknya mengalami kecelakaan lalu lintas
Dari 59% jumlah responden atau sama dengan 65 siswa SMA
Negeri 7 Malang dan 57% jumlah responden atau sama dengan 57
siswa SMAK St. Albertus Malang yang pernah mengalami
kecelakaan mereka mengaku bahwa penyebab kecelakaan bermacam-
macam. Kesalahan yang sering terjadi adalah kekuranghati-hatian
sehingga responden menabrak saat berkendara atau tertabrak oleh
kendaraan lain di jalan raya. Selain itu pelanggaran terhadap lalu
lintas juga menyebabkan beberapa responden mengalami kecelakaan
lalu lintas
Data 4.2.2.4
Jenis kecelakaan lalu lintas yang dialami oleh responden
71
Hal lain yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas pada
responden antara lain terpeleset saat hujan atau jalanan berlubang,
atau adanya kerusakan pada kendaraan mereka sehingga terjadi
kecelakaan. Menurut pengakuan para responden perasaan tidak aman
tersebut muncul disebabkan oleh banyak hal seperti rasa was-was
terhadap pengendara lain yang dinilai sembarangan, ataupun
kendaraan umum yang tidak taat pada aturan berkendara.
Usaha pemerintah atau pihak terkait dalam hal pemasangan
rambu lalu lintas atau peringatan lainnya oleh 82 siswa atau sama
dengan 75% responden di SMA Negeri 7 Malang dan 66 siswa atau
sama dengan 66% responden di SMAK St. Albertus Malang dianggap
belum efektif untuk mengurangi angka kecelakaan lalu lintas karena
pada kenyataanya kemudian rambu atau peringatan tersebut sering
dianggap malah menimbulkan kemacetan lalu lintas sehingga lebih
dari setengah jumlah responden dikedua sekolah tersebut
beranggapan bahwa diri sendiri lah yang memiliki peran paling
penting untuk mengurangi angka kecelakaan lalu lintas.
72
Data 4.2.2.5
Tanggapan responden mengenai efektifitas pemasangan rambu-rambu lalu lintas dan peringatan lainnya
“ Ujung-ujungnya ya harus kita sendiri yang waspada kalo lagi di jalan raya, soalnya kadang kitanya hati-hati tapi orang lain enggak” (laki-laki, 16 tahun, SMA Negeri 7 Malang)
“ Dikasih atau enggak, toh nggak ngefek juga rambu-rambunya. Lihat aja di Gajayana, sering banget lampu merahnya (traffic light) mati bikin macet senggol-senggolan (laki-laki, 16 tahun, SMA Negeri 7 Malang)
Dalam berkendara di jalan raya sebagian besar responden di
SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus malang mengakui
perlu adanya kesadaran diri terlebih dahulu untuk tertib di jalan raya
agar dapat mengurangi angka kecelakaan lalu lintas saat ini, selain
diri sendiri responden juga beranggapan bahwa masyarakat juga harus
bertanggung jawab dalam hal menjaga keamanan dalam berkendara di
jalan raya sehingga menciptakan suatu kondisi berkendara yang
nyaman
Data 4.2.2.6
73
Pihak yang memiliki peran penting dalam mengurangi angka kecelakaan lalu lintas
Sehingga secara umum kondisi personal security siswa kelas
XI SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus dalam hal
prevention of accidents tergolong tidak aman karena banyaknya
faktor seperti pengendara lain yang dianggap tidak taat dalam
berkendara ataupun tanda-tanda peringatan yang kurang baik
sehingga mengancam keselamatan berkendara para responden
tersebut. Lebih dari setengah jumlah responden dikedua sekolah pergi
ke sekolah dengan mengendarai kendaran yang mana hal tersebut
justru menimbulkan rasa tidak aman, sehingga mereka beranggapan
diri sendirilah yang paling berperan penting untuk mengurangi angka
kecelakaan lalu lintas.
4.2.3 Level of crime
Kali ini pada indikator ketiga yaitu level of crime penelitian
difokuskan pada informasi responden mengenai kondisi keamanan di
lingkungan sekitar responden, pernah atau tidaknya responden
74
melakukan pelanggaran hukum, serta mengetahui pihak mana yang
paling berperan dalam mengurangi angka kriminalitas di lingkungan
sekitar responden. Terdapat kesimpulan yang menarik jika di lihat dari
daerah tempat tinggal responden yang berada di sekitaran kawasan
Pasar Besar Malang dan Sawojajar di mana daerah tersebut dikenal
dengan daerah padat penduduk dari berbagai macam etinis di mana
tingkat kriminalitas tergolong tinggi sehingga beberapa responden
merasa tidak aman terutama ketika mereka harus berkendara pada
malam hari
Data 4.2.3.1
Gambaran tingkat kriminalitas di lingkungan sekitar responden
“ Sejak ada kejadian bentrok di Giant dan pembunuhan di Sawojajar ini saya nggak pernah berani pergi atau di rumah sendiri karena sangat rawan” (perempuan, 17 tahun, SMAN 7 Malang)
“ Rumah saya di Tajinan, bayangin aja itu daerahnya kan daerah begal jadi ya ngeri juga walaupun saya memang warga sana” (laki-laki, 16 tahun, SMAN 7 Malang)
Sebanyak 85 siswa atau sama dengan 77% dari jumlah
responden di SMA Negeri 7 Malang dan 74 siswa atau sama dengan
75
74% dari jumlah responden di SMAK St. Albertus mengaku pernah
mengalami tindak kriminalitas berupa pencurian dan sisanya dalam
bentuk premanisme seperti pemalakan oleh preman-preman yang ada
di sekitar lingkungan mereka
Data 4.2.3.2
Jenis tindak kriminal yang paling sering terjadi di lingkungan sekitar responden
“ Orang tua saya punya kos-kosan di daerah Griya Shanta, udah 3 kali kecolongan motor jadi ya was-was kalo mau parkir di sana” (perempuan, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang)
“ Saya tinggal di daerah yang banyak pendatangnya dari Madura yang sebagian karakter orangnya keras, jadi kadang risih aja kalo denger teriak-teriak ngajak berantem masalah lahan parkir atau lapak dagangan” (laki-laki, 17 tahun, SMAN 7 Malang)
Sedangkan untuk hal yang bersangkutan dengan pihak
kepolisian, sebanyak 87 siswa atau sama dengan 79% dari jumlah
responden di SMA Negeri 7 Malang dan 84 siswa atau sama dengan
76
84% dari jumlah responden di SMAK St. Albertus Malang mengaku
tidak pernah terlibat kasus yang menyangkut pihak kepolisian
Data 4.2.3.3
Pengakuan responden terhadap pernah atau tidaknya melakukan pelanggaran hukum
Sedangkan sisanya dari jumlah responden yang menjawab pernah
terlibat dengan pihak kepolisian diakibatkan karena kesalahan dalam
berkendara atau tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM)
sehingga mereka ditilang, kasus obat-obatan terlarang, dan tawuran
pelajar. Pelanggaran hukum yang di lakukan oleh responden tersebut
tentunya terjadi bukan tanpa alasan, beberapa responden beralasan
bahwa kesempatan terjadi karena adanya kelengahan dari pihak
terkait sehingga responden memiliki kesempatan untuk melakukan
kesalahan yang melanggar hukum. Faktor penyebab pelanggaran
hukum tersebut bermacam-macam seperti pengaruh lingkungan.
Dalam konsep human security yang mengangkat prinsip freedom from
fear and freedom from want aspek pelanggaran hukum terjadi karena
tidak dipenuhinya aspek freedom from want
77
“ Pernah sekali urusan sama polisi, karena saya yang salah sih nggak punya SIM pada waktu itu” (laki-laki, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang)
Data 4.2.3.4
Jenis pelanggaran hukum yang dilakukan responden
Walaupun 73 siswa atau sama dengan 66% dari jumlah
responden di SMA Negeri 7 Malang dan 72 siswa atau sama dengan
72% dari jumlah responden di SMAK St. Albertus Malang
beranggapan bahwa telah ada peran dari masyarakat atau pemerintah
untuk mengurangi angka krimimalitas namun mereka masih merasa
tidak aman terhadap ancaman-ancaman tidak kriminalitas terutama
dari pemberitaan di media massa mengenai pencurian, pembunuhan,
ataupun tindak asusila. Peran aktif masyarakat pada umumnya dinilai
oleh responden tidak mendapat apresiasi p\oleh pemerintah daerah atau
pusat sehingga terkadang masyarakat harus bekerja sendiri secara aktif
untuk mengurangi maraknya tindakan kriminalitas yang terjadi
belakangan ini, pada indikator ini walaupun sudah ada peran serta
masyarakat atau pemerintah namun hal tersebut masih belum cukup
untuk menekan angka kriminalitas di masyarakat 78
“ Ya ada peran masyarakat kayak siskamling gitu, tapi masih ada aja yang kecolongan” (perempuan, 17 tahun, SMAN 7 Malang)
“ Sebenernya yang paling penting itu kesadaran diri sendiri, karena ya sama aja kalo pemerintah ngotot tapi kitanya ngga mau berubah” (laki-laki, 17 tahun, SMAK St. Albertus Malang)
Data 4.2.3.5
Tanggapan responden terhadap peran serta masyarakat/pemerintah untuk mengurangi angka kriminalitas
Secara keseluruhan kondisi personal security siswa kelas XI
SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus dalam hal level of
crime tergolong tidak aman karena walaupun beberapa responden
bertempat tinggal di sekitar pos-pos keamanan, mereka masih
cenderung merasa tidak aman. Sedangkan kasus yang bersangkutan
dengan pihak kepolisian semata karena pelanggaran mengendarai
kendaraan tanpa memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM) dan untuk
menanggulangi atau mengurangi angka kriminalitas responden
beranggapan hal tersebut merupakan peran diri sendiri yang bersinergi
dengan masyarakat. Dari uraian sebelumnya responden beranggapan
bahwa untuk mngurangi angka kriminalitas maka sinergi antara diri 79
sendiri, masyarakat, dan pemerintah sangat diperlukan guna
menciptakan suatu lingkungan atau situasi di mana kebebasan dari rasa
takut dan berkeinginan dapat dipenuhi
Data 4.2.3.6
Pihak yang paling berperan untuk mengurangi angka kriminalitas
Dari hasil penelitian tersebut nampak bahwa tingkat
kepercayaan responden terhadap pemerintah tergolong rendah karena
mereka beranggapan tidak banyak aksi pemerintah dalam hal
mengurangi angka kriminalitas yang semakin meningkat belakangan
ini
“kadang pemerintah itu ngga peka sama masalah kejahatan-kejahatan itu, mungkin terlalu sibuk sama masalah korupsi” (perempuan, 17 tahun, SMAN 7 Malang)
“ orang melakukan pencurian atau kejahatan lain kan kebanyakan tujuannya cari uang, jadi ya harusnya pemerintah menyediakan lebih banyak lagi lapangan pekerjaan supaya nggak banyak pengangguran” (lali-laki, 17 tahun, SMAK St. Albertus Malang)
4.2.4 Security from illegal drugs and social network
80
Seiring perkembangan elektronik dan semakin mudahnya
menjalin pertemanan melalui dunia maya sedikit banyak memiliki
imbas terhadap maraknya peredaran narkoba dan penggunaan jejaring
sosial terutama dikalangan remaja saat ini. Tidak dapat dipungkiri
bahwa narkoba merupakan musuh terbesar bagi remaja di Indonesia di
mana keberadaannya mengancam masa depan generasi penerus bangsa
sehingga diperlukan satu sinergi dari berbagai pihak untuk
memeranginya.
Data 4.2.4.1
Keikutsertaan responden dalam mengikuti tes urin dalam rangka antisipasi dugaan penggunaan narkoba
81
Sebagai bentuk antisipasi terhadap penggunaan narkoba atau
jenis obat-obatan terlarang lainnya, SMA Negeri 7 Malang dan SMAK
St. Albertus Malang memberlakukan aturan untuk melakukan tes urine
pada saat pendaftaran sekolah, sebanyak 106 siswa dari 110 siswa atau
sama dengan 96% jumlah responden di SMA Negeri 7 Malang dan 100
siswa atau sama dengan 100% dari jumlah responden di SMAK St.
Albertus Malang mengaku mereka pernah menjalani tes urine sebagai
syarat pendaftaran sekolah walaupun terdapat perbedaan jika siswa
SMA Negeri 7 Malang melaksanakan tes urine di sekolah sedangkan
siswa SMAK St. Albertus melakukan di tempat-tempat lain seperti
klinik kesehatan ataupun di kantor polisi.
Data 4.2.4.2
Lokasi tes urin yang dilaksanakan oleh responden
Peredaran narkoba yang dapat mengancam siapa saja tentunya
merupakan suatu hal yang patut diberi perhatian lebih sebagai bentuk 82
pencegahan agar tidak semakin banyak yang menjadi korban peredaran
narkoba atau jenis obat-obatan terlarang lainnya. Perlindungan
terhadap generasi muda penerus bangsa metupakan hal yang penting
dalam menciptakan generasi yang sehat yang mapu berpikir cerdas
untuk dapat bersaing di era globalisasi ini, namun di sisi lain generasi
muda juga dihantui oleh maraknya peredaran narkoba saat ini.
Responden dalam hal ini dapat dikatakan memiliki angka kesadaran
yang tinggi untuk menjaga diri agar tidak terjerumus ke dalam kasus
obat-obatan terlarang, oleh sebab itu terhadap maraknya peredaran
narkoba para responden merasa cukup aman
Data 4.2.4.3
Perasaan responden terhadap maraknya peredaran narkoba
Dari hampir seluruh jumlah responden di SMA Negeri 7
Malang dan SMAK St. Albertus Malang mengaku bahwa mereka
83
pernah mengikuti kegiatan sosialisasi atau penyuluhan mengenai
bahaya narkoba yang dilaksanakan oleh pihak sekolah yang bekerja
sama dengan pihak terkait seperti Badan Penanggulangan Narkoba
(BPN), rumah sakit, ataupun kepolisian. Kegiatan penyuluhan tersebut
tentu saja diharapkan dapat membuka kesadaran siswa terhadap
bahayanya obat-obatan terlarang dan tidak terjerumus di dalamnya.
Data 4.2.4.4
Keikutsertaan responden dalam penyuluhan/sosialisasi tentang bahaya obat-obatan terlarang
84
Walaupun banyak Namun sebanyak 67 siswa atau sama dengan 60%
dari jumlah responden di SMA Negeri 7 Malang dan 49 siswa atau
sama dengan 49% siswa SMAK St. Albertus menganggap kegiatan
sosialisasi tersebut belum efektif.
“ Kalau masalah narkoba sih biasa aja ya, soalnya kan emang tergantung gimana kitanya ngadepin iming-iming narkoba” (perempuan, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang)
Data 4.2.4.5
Tanggapan responden mengenai kegiatan penyuluhan/sosialisasi tentang bahaya obat-obatan terlarang
Di sisi lain hal yang erat dengan penggunaan narkoba adalah
penggunaan jejaring sosial di mana penggunanya dapat mengakses
seluruh informasi di dalamnya terkadang justru menimbulkan
permasalahan, seluruh siswa yang ditunjuk sebagai responden di SMA
Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang mengaku memiliki
akun jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, Path, ataupun
Instagram. Sebagian dari para responden tersebut mengaku bahwa
jejaring sosial memiliki peran dalam hal menunjukkan eksistensi dan
ekspresi diri mereka
“ Twitter itu penting, karena jaman sekarang kalo nggak mainan Twitter rasanya ketinggalan jaman” (perempuan, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang)
Data 4.2.4.5
85
Penggunaan jejaring sosial
Bagi para siswa tersebut ancaman terbesar yang mereka terima melalui
jejaring sosial sering kali berbentuk sindiran-sindiran dari teman
mereka ataupun pembajakan akun, sehingga mereka perlu berhati-hati
dalam menggunakan jejaring sosial tersebut. Intensitas pengguanaan
jejaring sosial juga mampu mempengaruhi kondisi keamanan
seseorang, di mana semakin sering responden mengguanakan jejaring
sosial, maka semakin besar pula potensi ancaman yang timbul
Data 4.2.4.6
Intensitas penggunaan jejaring sosial
86
“ Paling sebel kalo lupa log out terus dibajakin statusnya sama temen-temen” (laki-laki, 17 tahun, SMAK St. Albertus Malang)
“ Temen saya pernah ngebajak BBM saya, dia kirim broadcast message ke seluruh kontak yang isinya ngawur padahal di sana ada kontak orang tua saya juga dan saudara-saudara saya. Sejak itu saya nggak mau lagi pinjemin HP ke temen-temen” (perempuan, 17 tahun, SMAN 7 Malang”
Dalam hal penggunaan jejaring sosial kesimpulan yang
didapatkan bahwa para sebagian responden mengaku memiliki jejaring
sosial dengan tujuan hiburan semata dan jejaring sosial bukanlah suatu
ancaman yang besar, seimbang dengan responden lainnya yang
beranggapan bahwa perkenalan di dunia maya ataupun interaksi
lainnya terkadang justru merupakan ancaman terbesar bagi pemilik
akun jejaring sosial. Ketika diberikan pertanyaan mengenai aman atau
tidaknya mengekspresikan diri melalui jejaring sosial, sebaian
responden mengaku bahwa mereka merasa cukup aman berekspresi
melalui jejaring sosial
Data 4.2.4.7
Kebebasan berekspresi responden melaui jejaring sosial
87
Dari 210 responden di SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus
sebagian diantaranya mengaku pernah mendapatkan ancaman melalui
penggunaan jejaring sosial yang mereka miliki saat ini.
Data 4.2.4.8
Pernah atau tidaknya responden menerima ancaman melalui jejaring sosial
Ancaman-ancaman yang marak terjadi di jejaring sosial seperti
pembajakan akun atau ejekan-ejekan dirasa oleh responden tidak
begitu berpengaruh baginya sehingga tidak perlu dibesar-beasrkan.
Namun di era saat ini, penyalahgunaan jejaring sosial dapat
menimbulkan keresahan bagi diri sendiri dan orang lalin
Data 4.2.4.9
88
Jenis ancaman melalui jejaring sosial
“Twitter atau Facebook kan dunia maya, jadi kalo ada yang nyindir ya belum tentu itu buat kita” (perempuan, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang
Keberadaan jejaring sosial saat ini juga dinilai memiliki pengaruh
pada pola pikir dan perilaku responden di dalam kehidupan sehari-hati
untuk menunjukkan eksistensi diri. Namun di sisi lain jejaring sosial
memiliki potensi ancaman bagi responden. Responden di kedua
sekolah menyatakan bahwa peran jejaring sosial dalam menunjukkan
eksistensi diri dianggap cukup berpengaruh pada kehidupan responden
sehingga menjadikan jejaring sosial sebagai bagian dari hidup mereka
saat ini
Data 4.2.4.10
Pengaruh jejaring sosial bagi responden untuk menunjukkan eksistensi diri
89
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari hasil penelitian pada
kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang,
jejaring sosial tergoolong ancaman bagi mereka dalam porsi sedang.
Sehingga kondisi personal security siswa kelas XI SMA Negeri 7
Malang dan SMAK St. Albertus Malang dalam hal security from
illegal drugs and social network tergolong aman, hal tersebut
disimpulkan berdasarkan pengakuan responden di mana mereka
merasa perlu berhati-hati dengan maraknya peredaran narkoba dan
obat-obatan terlarang namun tidak merasa terganggu dengan ancaman
peredaran tersebut.
4.2.5 Prevention of harassement, gender violence, and ethnic
discrimination
90
Indikator mengenai pencegahan tindak pelecehan terhadap
gender serta diskriminasi etnis ini ditujukan untuk mencapai fokus
penelitian yaitu mengetahui seberapa besar tingkat ancaman
lingkungan sekitar responden berada terhadap permasalahan pelecehan
seksual serta diskriminasi etnis. Masa remaja merupakan masa transisi
dari fase anak-anak menuju fase yang lebih tinggi lagi yaitu dewasa,
terkadang hal tersebut menjadi salah satu alasan mengapa remaja
banyak menjadi korban pelecehan oleh lingkungan sekitar.
Data 4.2.5.1
Jumlah responden yang pernah mengalami pelecehan gender dan diskriminasi etnis
sebanyak 94 siswa atau sama dengan 85% dari jumlah
responden SMA Negeri 7 Malang dan 87 siswa atau sama dengan 87%
dari jumlah responden SMAK St. Albertus Malang mengaku tidak
pernah mengalami perlakuan buruk berupa pelecehan seksual dari
orang disekitar mereka ataupun orang asing sedangkan sisanya yang
merasa pernah mendapatkan perlakuan buruk berupa pelecehan seksual
91
mengaku medapatkannya dalam bentuk ejekan dan tindakan tidak
senonoh
“ Dulu waktu SMP waktu pulang naik angkot dan penumpangnya tinggal saya dan satu oran laki-laki, tau-tau dia nunjukin “itunya”, langsung saya minta berhenti walopun rumah saya masih jauh” (perempuan, 17 tahun, SMAN 7 Malang)
Data 4.2.5.2
Jenis perlakuan buruk yang pernah diterima responden
Akibat dari maraknya kasus-kasus pelecehan terutama pada
perempuan yang diakui oleh responden di SMA Negeri 7 Malang dan
SMAK St. Albertus Malang terjadi sebagai akibat dari dua hal yaitu
tidak dapat menjaga diri sendiri dan tidak adanya kesadaran dari
92
pelaku pelecehan untuk dapat menghargai orang lain sehingga aspek
freedom from fear tidak dapat dipenuhi
Data 4.2.5.3
Pihak yang dianggap paling rawan terhadap permasalahan pelecehan seksual
Sebagai akibatnya, sebagian responden merasa tidak aman jika harus
berada di tempat-tempat umum yang memiliki potensi pelecehan.
Namun sebagian besar responden mengakui bahwa dilingkungannya ia
merasa aman, sehingga dalam hal ini sebagian responden sudah merasa
terpenuhi aspek freedom of fear dalam kehidupan mereka
Data 4.2.5.4
Gambaran tingkat ancaman pelecehan di sekitar responden
93
Selain pelecehan seksual, diskriminasi etnis merupakan satu hal
yang marak terjadi terutama dikalangan remaja, dari seluruh jumlah
responden di SMA Negeri 7 Malang sebanyak 103 siswa atau sama
dengan 94% mengaku tidak pernah mengalami diskriminasi etnis
karena sebagian besar dari mereka berasal dari etnis yang sama yaitu
Jawa, sedangakan 54 siswa atau sama dengan 54% dari jumlah
responden di SMAK St. Albertus merasa pernah mengalami
diskriminasi etnis dalam hal pergaulan ataupun akses kesehatan karena
kebanyakan dari responden berasal dari keturunan etnis Cina.
Data 4.2.5.5
Pernah atau tidaknya responden mengalami diskriminasi etnis
94
“ Kalo di sekolah justru ga pernah ada masalah, yang masalah kalo lagi ada di luar, pasti banyak yang mencibir” (perempuan, 17 tahun, etnis Cina, SMAK St. Albertus Malang)
“ Di sekolah saya di panggil “Rab, Arab” karena saya keturunan Arab, sebenernya risih tapi gimana lagi memang di sekolah saya minoritas” (laki-laki, 17 tahun, etnis Arab, SMA Negeri 7 Malang)
“ Sudah biasa dipanggil Batak sama temen-temen karena saya keturunan Batak” (laki-laki, 17 tahun, keturunan Batak, SMA Negeri 7 Malang)
Secara keseluruhan kondisi personal security siswa kelas XI
SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang terhadap
permasalahan pelecehan seksual tergolong aman karena terlihat dari
tidak banyaknya responden yang pernah menjadi korban pelecehan
seksual. Sedangkan dalam permasalahan diskriminasi etnis, responden
di SMAK St. Albertus Malang merasa tidak aman karena masih
banyaknya perilaku masyarakat yang memandang negatif terhadap
etnis keturunan dan perbedaan agama. Hal tersebut juga ditemukan
pada beberapa responden di SMA Negeri 7 Malang yang merupakan
responden dengan latar belakang etnis keturunan Cina dan Arab
Data 4.2.5.6 95
Bentuk diskriminasi etnis
4.2.6 Prevention of domestic violence, child abuse, and child exploitation
Kekerasan pada anak yang dianggap sebagai salah satu bentuk
menanamkan kedisiplinan bagi anak oleh orang tua terkadang justru
membawa masalah pada anak di mana mereka mengalami trauma atau
luka fisik yang berakibat pada psikologis anak, pada indikator ini
tujuan penelitian difokuskan pada beberapa hal antara lain untuk
mengetahui seberapa banyak responden pada kedua sekolah yang
pernah mengalami kekerasan domestik, dan bagaimana perasaan
responden terhadap adanya kekerasan dalam rumah serta mengetahui
tinggi atau rendahnya tingkat pemaksaan bekerja untuk anak di bawah
umur. Dari 210 respoden yang dipilih di SMA Negeri 7 Malang dan
SMAK St. Albertus, sebanyak 38 siswa dan 12 siswa mengaku pernah
menerima pelakuan buruk berupa kekerasan fisik seperti pemukulan
oleh orang terdekat mereka
96
“ Saya nggak tahu kenapa mas saya benci banget sama saya, selalu ngajak berantem dan dia pasti main kasar” (laki-laki, 17 tahun, SMA Negeri 7 Malang)
Data 4.2.6.1
Pernah atau tidaknya responden mengalami kekerasan oleh orang terdekat
Sebagian besar responden yang mengaku pernah mengalami
tindak kekerasan domestik mengakui mereka menerima perlakuan
buruk seperti pemukulan atau penganiayaan
Data 4.2.6.2
Jenis kekerasan yang diterima oleh responden
97
Hal tersebut menimbulkan rasa tidak aman bagi para siswa
yang ditunjuk sebagai responden di kedua sekolah tersebut, selain itu
eksploitasi pada anak atau mempekerjakan anak di bawah umur denga
tujuan mencari keuntungan merupakan suatu bentuk kejahatan yang
melanggar hukum negara Indonesia karena kegiatan tersebut
merenggut hak yang seharusnya didapatkan oleh anak-anak atau
remaja. Sebanyak 7 siswa dari SMA Negeri 7 Malang dan 2 siswa dari
SMAK St. Albertus mengaku dirinya pernah dipaksa untuk bekerja
memenuhi kebutuhan orang-orang di sekitarnya yang mana hal
tersebut sangat mengganggu dan berdampak bagi kegiatan belajar
mereka
“ pulang sekolah harus jaga toko di Pasar Besar, kan capek. Kalo nggak mau katanya ngelawan orang tua, padahal PR (pekerjaan rumah) masih banyak” (perempuan, 16 tahun, SMAK St. Albertus)
Data 4.2.6.3
Bentuk pemaksaan kerja
98
Walaupun secara umum ada beberapa responden yang pernah
mengalami kekerasan domestik dan pemaksaan untuk bekerja namun
kondisi personal security siswa kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan
SMAK St. Albertus Malang dalam hal Prevention of domestic
violence, child abuse, and child exploitation dapat dikatakan tergolong
aman karena dari hasil penelitian disimpulkan lebih dari 70%
responden dikedua sekolah tersebut merasa aman terhadap ancaman
kekerasan domestik dan eksploitasi anak.
4.2.7 Efficiency of institution
Pentingnya peran pemerintah dan badan perlindungan yang
khusus bekerja dalam hal memberikan jaminan rasa aman terhadap
anak-anak atau remaja tidak dipungkiri menjadikan salah satu faktor
penilaian masyarakat dalam memandang kinerja pemerintah, indikator
mengenai efektifitas institusi ini bertujuan untuk mendapatkan
kesimpulan bagaimana argument responden terhadap kinerja institusi
perlindungan anak di Indonesia.
99
Data 4.2.7.1
Ada atau tidaknya institusi khusus perlindungan anak di sekitar responden
Tidak banyak siswa yang di lingkungan sekitarnya terdapat
institusi atau lembaga khusus yang menangani kasus kekerasan pada
anak dan menyediakan perlindungan pada anak sehingga hal tersebut
dapat dijadikan alasan kekhawatiran mereka terhadap lemahnya
pemerintah dalam upaya perlindungan anak. Walaupun banyak siswa
menganggap kinerja institusi atau lembaga khusus tersebut sudah
berjalan dengan baik, tapi mereka beranggapan hal itu tidak
sepenuhnya dapat menyelesaikan permasalahan kekerasan pada anak
sehingga mereka berpendapat bahwa institusi atau lembaga tersebut
belum efektif.
“ Di dekat rumah saya nggak ada kantor yang khusus menyediakan perlindungan bagi anak-anak, tapi dekat dengan kantor polisi jadi ya ngerasa aman-aman aja” (perempuan, 17 tahun, SMAK St. Albertus)
“Kasus kekerasan pada anak banyak terjadi dan banyak juga yang di expose di media, tapi ya tetep nggak ada penyelesaiannya” (laki-laki, 16 tahun, SMAK St. Albertus)
100
101
Studi mengenai efisiensi institusi ini dipergunakan untuk
mendapatkan jawaban mengenai bagaimana kinerja institusi atau
lembaga yang bergerak dalam hal perlindungan pada anak. 75% siswa
SMAN 7 Malang dan 37% siswa SMAK St. Albertus beranggapan
bahwa kinerja institusi tersebut belum efektif karena tingkat kejahatan
pada anak terus meningkat dari tahun ke tahun, dan bagi beberapa
siswa dari kedua sekolah tersebut yang disekitarnya terdapat lembaga
perlindungan terhadap anak belum menjamin adanya keamanan bagi
mereka. Dari hasil penelitian di SMA Negeri 7 Malang, responden
merasa kinerja pemerintah atau pihak terkait dalam mengurangi angka
kekerasan dan perlindungan pada anak terbilang rendah dan mereka
merasa tidak aman, hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian di
SMAK St. Albertus di mana para responden disimpulkan merasa puas
dan menganggap kinerja pemerintah dan institusi terkait perlindungan
pada anak sudah efektif.
Data 4.2.7.2
Tanggapan mengenai kinerja institusi perlindungan anak
Sehingga secara keseluruhan kondisi personal security siswa kelas XI
SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang dalam hal
efficiency of institution tergolong aman karena bagi mereka hal
tersebut tidak memiliki pengaruh besar dan langsung di kehideupan
mereka.
4.2.8 Acces to public information
Ketersediaan informasi dalam bentuk apapun dalam rangka
memberikan keterangan mengenai bahaya peredaran narkona ataupun
layanan aduan masyarakat merupakan hal penting yang selayaknya
patut diketahui oleh masyarakat luas tidak terkecuali remaja saat ini,
dalam aspek mengenai akses terhadap informasi publik terdapat fokus
penelititian mengenai seberapa besar layanan pemerintah dalam
menyediakan informasi dapat dijangkau oleh para siswa siswi sekolah
tersebut dan bagaimana peran pihak sekolah dalam menyediakan
informasi bagi siswanya.
Data 4.2.8.1
Kemudahan dalam mengakses informasi
102
Sebanyak 63 siswa atau sama dengan 67% dari jumlah
responden SMA Negeri 7 Malang dan 91 siswa atau sama dengan 91%
dari jumlah responden di SMAK St. Albertus yang mengaku mudah
dalam mengakses informasi tersebut justru didapat dari media lain
selain brosur atau poster pada papan pengumuman.
Data 4.2.8.2
Media informasi
Terdapat perbedaan dari kedua sekolah di mana tidak sebanyak
jumlah responden dari SMAK St. Albertus yaitu 68 siswa atau 75%
dari jumlah responden yang menjawab usaha pemerintah sudah efektif
dalam memberikan layanan informasi, hanya sebanyak 30 siswa atau
sama dengan 43% dari jumlah responden beranggapan bahwa usaha
103
pemerintah untuk memberikan edukasi terhadap bahaya narkoba dan
lain-lain sudah efektif.
“ Saya malah sering baca info tentang bahaya narkoba atau free sex di internet. Kalau di sekolah juga ada, tapi ngga sering sih” (perempuan, 16 tahun, SMAN 7 Malang)
Data 4.2.8.3
Tanggapan terhadap layanan penyediaan informasi
Informasi publik merupakan sarana bagi masyarakat untuk
mendapatkan keterangan dari pihak berkaitan, namun keberadaannya
sering tidak diperhatikan karena banyak juga kurangnya perhatian
masyarakat terhadap usaha untuk mencariatau mendapatkan informasi
terutama mengenai bahaya yang ditimbulkan dari penggunaan obat-
obatan terlarang atau sejenisnya.
“ Iya memang untuk mengakses informasi tentang bahaya narkoba itu gampang, tapi kebanyakan ngga menarik jadi males bacanya” (laki-laki, 17 tahun, SMAN 7 Malang)
Data 4.2.8.4
Pihak yang paling berperan dalam menyediakan informasi layanan publik
104
Walaupun informasi mengenai layanan aduan masyarakat
ataupun iklan masyarakat mengenai bahaya peredaran obat-obatan
terlarang mudah diakses oleh responden di SMA Negeri 7 Malang
dan SMAK St. Albertus Malang, namun sebagian responden mengaku
tidak begitu tertarik terhadap ketersediaan layanan informasi tersebut
karena sikap acuh ataupun alasan bahwa informasi tersebut cenderung
membosankan dan tidak menarik tetapi diakui oleh responden bahwa
usaha pemerintah untuk menyediakan informasi publik sudah baik
dan usaha untuk memberikan informasi guna mengurangi angka
pengguanaan obat-obatan terlarang bukanlah satu-satunya faktor
dalam kesadaran untuk tidak menggunakan narkotika melainkan
kesadaran tersebut berasal dari diri sendiri.
4.2.9 Personal Financial
Keuangan individu dalam hal ini dipergunakan untuk melihat
bagaimana keadaan ekonomi seseorang dapat mempengaruhi aspek
lainnya seperti memenuhi keinginan untuk mendapatkan suatu hal
sesuai dengan inti dari konsep human security yaitu freedom from
105
106
want. Dari data yang didapatkan, responden di SMA Negeri 7 Malang
mengaku bahwa sebanyak 20 siswa atau sama dengan 18% mengaku
menerima uang saku kurang dari Rp. 30.000 per minggu, sedangkan di
SMAK St. Albertus tidak ada siswa yang menerima uang saku kurang
dari Rp. 30.000 dalam seminggu.
Mayoritas responden di SMAK St. Albertus mengaku
mendapatkan uang saku dikisaran Rp. 60.000 hingga Rp. 120.000 per
minggu berdasarkan dari hasil penelitian, sedangkan di SMA Negeri 7
Malang mayoritas mendapatkan uang saku berkisar antara Rp. 30.000
hingga Rp. 60.000.
“ Cukup-cukup aja kok, masih bisa dipake jajan ya berarti cukup. Kalo abis ya minta lagi” (laki-laki, 17 tahun, SMA Negeri 7 Malang)
“Dibilang cukup ya gak cukup juga, wong hobi saya modif motor tapi nggak pernah dikasih uang buat modif” (laki-laki, 16 tahun, SMA Negeri 7 Malang)
Data 4.2.9.1
Jumalah uang saku responden dalam seminggu
Beragamnya jumlah uang saku yang responden terima pada
kedua sekolah tersebut dipengaruhi oleh latar belakang keluarga yang
beragam diantara kedua sekolah tersebut. Di sisi lain, responden yang
uang sakunya kurang dari Rp. 30.000 dalam seminggu mengaku
mengalami hambatan ketika harus membeli keperluan sekolah seperti
buku Lembar Kerja Siswa (LKS) ataupun peralatan sekolah lainnya
karena keterbatasan dana, sehingga untuk mengatasi hal tersebut
mereka berusaha mengumpulkan uang saku mereka dengan tidak
membeli makanan di sekolah. Secara keseluruhan, jika dilihat dari
banyaknya uang saku yang diterima oleh responden di SMA Negeri 7
Malang maka dapat disimpulkan terhadap permasalahan keuangan
mereka cenderung merasa tidak begitu terancam, dan pada SMAK St.
Albertus para responden merasa aman terhadap masalah keuangan.
4.2.10 Education
Keinginan untuk memilik anak yang berprestasi merupakan hal
yang wajar bagi orang tua, sehingga terkadang orang tua memaksa
107
anaknya untuk masuk ke sekolah dengan kualitas baik dan
mendapatkan predikat juara. Indikator mengenai pendidikan ini
digunakan untuk mengukur sejauh mana pendidikan berpengaruh
dalam kehidupan responden.
Data 4.2.10.1
Jumlah responden yang mengalami tekanan untuk mendaparkan prestasi
Sebanyak 50 siswa atau sama dengan 45% dari jumlah
responden di SMA Negeri 7 Malang dan sebanyak 65 siswa atau sama
denga 65% dari jumlah responden di SMAK St. Albertus Malang
mengaku mendapat tekanan dari orang-otang di sekitar mereka seperti
orang tua ataupun keluarga lainnya untuk mendapatkan predikat juara
kelas
“ yang paling ngotot ya orang tua, pengennya saya selalu dapet juara kelas jadi harus les ini itu” (laki-laki, 17 tahun, SMAK St. Albertus Malang) “ ya dipaksa sama keluarga biar selalu juara kelas, tapi wajar aja sih, mungkin itu kebanggaan buat mereka juga” (laki-laki, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang)
Data 4.2.10.2
Sumber tekanan bagi responden untuk mendapatkan prestasi
108
Terkadang pemaksaan baik secara langsung maupun tidak
tersebut justru menimbulkan tekanan bagi beberapa siswa di mana
kemudian mereka harus mengikuti pelajaran tambahan di luar jam
sekolah.
Data 4.2.10.3
Jumlah responden yang mengikuti kegiatan tambahan pelajaran di luar sekolah
Tambahan pelajaran tersebut diakui oleh responden mengurangi
waktu bermain mereka dan sangat membebani terlihat dari data yang
didapatkan dari hasil penelitian yaitu 50 siswa atau sama dengan 50%
siswa di SMA Negeri 7 Malang dan 23 siswa atau sama dengan 36%
109
siswa di SMAK St. Albertus mengaku merasa terbebani dengan
adanya kursus tambahan di luar jam pelajaran sekolah.
Data 4.2.10.4
Perasaan responden ketika mengikuti tambahan pelajaran di luar jam sekolah
Sehingga secara keseluruhan kondisi personal security siswa
kelas XI SMA Negeri 7 Malang dapat disimpulkan tergolong aman
dan cukup tidak aman bagi siswa kelas XI SMAK St. Albertus
Malang dalam hal pendidikan dikarenakan adanya tuntutan yang
mengharuskan mereka mendapatkan prestasi sehingga untuk
mencapai hal tersebut responden harus mengikuti tambahan pelajaran
di luar jam sekolah yang mana hal tersebut cenderung membebani
responden
110
111
BAB V
ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN
Jika pada bab sebelumnya yaitu bab IV pembahasan difokuskan pada hasil tabulasi
data penelitian, maka dalam bab ini secara khusus akan membahas mengenai analisa hasil
dari penelitian dan pembahasan lebih lanjut serta mendalam mengenai kondisi personal
security siswa kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang dan
menjawab rumusan masalah. Dari hasil tabulasi data pada bab IV, maka dapat disimpulkan
kondisi personal security siswa kelas XI di SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus
Malang adalah sebagai berikut:
Tabel 5
Kondisi Personal Security Siswa Kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St.
Albertus Malang
Indikator SMA Negeri 7 Malang
SMAK St. Albertus Malang
Jenis-jenis utama ancaman
Fear of violence (physical torture, war, ethnic tention, suicide)
Tidak aman Tidak aman Pemukulan, bentrok antar warga atau siswa
Prevention of accidents
Tidak aman Tidak aman Kendaraan umum, jalan rusak, rambu-rambu lalu lintas kurang jelas,
keteledoran diri
Level of crime
Tidak aman Tidak aman Pencurian, kasus tilang
Security from illegal drugs and
Aman Aman Hasutan penggunaan obat-obatan terlarang, pembajakan akun jejaring sosial
112
social network
Prevention of harassement and gender violence
Aman Tidak aman Pelecehan seksual seperti ejekan, diskriminasi etnis di tempat-tempat
layanan publik
Prevention of domestic violence child abuse, and child exploitation
Aman Aman Kekerasan pada anak dan pemakasaan untuk bekerja
Efficiency of institution
Cukup aman Aman Tidak pernah ada penyelesaian masalah oleh pihak berwenang
Acces to public information
Aman Aman Minimnya ketersediaan informasi di ruang publik
Personal financial
Cukup aman Aman Kurangnya uang saku perminggu yang diberikan oleh orang tua
Education Aman Cukup aman Tututan juara, berkurangnya waktu bermain karena tambahan belajar
5.1 Disparitas kondisi personal security siswa kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan
SMAK St. Albertus Malang
Dalam bab ini akan dibahas mengenai kondisi personal security siswa kelas XI
di SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang berdasarkan masing-
masing indikator dengan ancaman tertinggi hingga terendah di tiap sekolah sehingga
akan nampak perbedaan mengenai ancaman di masing-masing sekolah tersebut, dari
hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan ancaman terhadap personal
security siswa kelas XI berdasarkan karakteristik sekolah yaitu sekolah negeri
dengan berbagai macam latar belakang responden dan sekolah menengah berbasis
pendidikan agama.
113
5.1.1 SMA Negeri 7 Malang
Secara umum hasil penelitian mengenai kondisi personal security di
SMA Negeri 7 Malang terhadap 110 responden kelas XI di 11 kelas IPA, IPS,
dan Bahasa dapat ditarik kesimpulan bahwa ancaman tertinggi ditemukan
pada indikator fear of violence (physical torture, war, ethnic tention, suicide),
Prevention of accidents, level of crime. Di tingkat sedang responden merasa
ancaman terjadi pada indikator Efficiency of institution, dan personal
financial sedangkan ancaman terendah ditemukan pada indikator Security
from illegal drugs and social network, Prevention of harassement and gender
violence, Prevention of domestic violence and child abuse, Acces to public
information, dan education. Selanjutnya pada bab ini akan membahas
mengenai ciri-ciri ancaman di SMA Negeri 7 Malang sesuai dengan hasil
temuan di lapangan melalui kuisioner dan wawancara.
5.1.1.1 Kondisi personal security terhadap indikator Fear of
violence (physical torture, war, ethnic tention, suicide)
Pada indikator ini terdapat kondisi di mana siswa SMA Negeri
7 Malang yang ditunjuk sebagai responden berasal dari berbagai
macam latar belakang dan agama, secara spesifik ancaman yang diakui
responden tersebut sebagai ancaman terbesar adalah penganiayaan
seperti pemukulan yang dilakukan oleh orang di sekitar mereka,
ataupun terror yang dianggap mengancam mereka baik melalui telepon
ataupun secara langsung sehingga mengganggu kehidupan mereka.
Responden menyatakan bahwa pernah terjadi perkelahian diantara
siswa di SMA Negeri 7 Malang yang disebabkan oleh perselisihan
antar siswa mengenai persaingan olah raga, tentu saja hal tersebut
114
menciptakan kondisi yang tidak aman bagi siswa lain di sekolah.
Selain itu di lingkungan sekolah, peraturan sekolah atau tata tertib
sekolah dianggap sebagai ancaman utama bagi mereka, di mana pada
prakteknya pemberlakuan tata tertib siswa kemudian menimbulkan
rasa tidak aman dan nyaman bagi siswa di SMA Negeri 7 Malang.
Bagi sebagian besar responden, orang asing dianggap sebagai sumber
ancaman seperti adanya pencurian ataupun premanisme yang sering
terjadi.
“ Suatu saat saya pernah mendapat terror melalui telepon rumah, awalnya dia memberitahukan bahwa saya menang hadiah lalu meminta nomer rekening saya dengan sangat memaksa dan hal tersebut terjadi berulang kali pada hari itu juga” (perempuan, 17 tahun, SMA Negeri 7 Malang)
“ Saya pernah mengalami tindak kekerasan dari orang tua saya, mereka menganggap saya tidak dapat bertanggung jawab terhadap pendidikan saya sehingga menyebabkan kekerasan fisik” (perempuan, 17 tahun,SMA Negeri 7 Malang)
“ yang paling mengancam itu justru orang asing karena saya pernah dipalak waktu naik motor sendirian” (laki-laki, 17 tahun, SMA Negeri 7 Malang)
Dari hasil kuisioner dan wawancara yang telah dilaksanakan
dapat disimpulkan bahwa permasalahan utama yang dihadapi siswa
SMA Negeri 7 Malang adalah bagaimana menghadapi rasa trauma
yang diakibatkan oleh kekerasan atau melihat kejadian berupa tindak
kekerasan, dalam hal ini seharusnya peran orang terdekat seperti
keluarga lebih besar sehingga anak pada masa perkembanganya akan
merasa aman. Selain itu, sekololah merupakan tempat di mana anak
menghabiskan waktunya dalam sehari sehingga hendaknya siswa
diberikan rasa nyaman dan aman terhadap peraturan sekolah agar
115
nantinya dalam proses menerima pelajaran siswa tidak merasa
terbebani. Di sisi lain, peran pemerintah dalam memberikan rasa aman
terhadap warganya di rasa masih belum cukup padahal keselamatan
warga negara merupakan tanggung jawab negara yang menyebabkan
indikator ini belum dapat dipenehui dalam rangka pengukuran sejauh
mana responden merasa aman terhadap suatu kondisi di lingkungannya.
5.1.1.2 Kondisi personal security terhadap indikator prevention of
accident
Indikator kedua yaitu prevention of accident ini merupakan
indikator yang mendapatkan ancaman tertinggi, ancaman secara umum
berupa rasa tidak aman dalam berkendara di jalan raya, kecelakaan lalu
lintas seperti tertabrak ataupun kesalahan akibat melanggar tata tertib
lalu lintas. Kurangnya kedisiplinan masyarakat terhadap kepatuhan
dalam berkendara di jalan raya merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan ancaman bagi pengguna jalan raya, dalam hal ini
beberapa responden yang mengaku sering melanggar lalu lintas seperti
mendahului kendaraan lain di marka jalan lurus sehingga hal tersebut
justru menimbulkan kecelakaan lalu lintas yang merugikan responden
sendiri, bahkan salah seorang responden menceritakan bahwa pernah
ada seorang siswa yang meniggal akibat tertabrak kendaraan lain.
“ sudah kasih tanda kalau mau belok, tapi ditabrak dari belakang dan dia tidak mau tanggung jawab atau tabrak lari” (laki-laki, 17 tahun, SMA Negeri 7 Malang)
“ salah saya tidak lihat ada tanda dibolehkan belok kiri jalan terus, jadi saya jalan aja eh ga taunya ditilang polisi ketambahan saya tidak punya SIM” (perempuan, 16 tahun, SMAN 7 Malang)
116
Dari kutipan wawancara dan hasil survey, didapatkan kesimpulan
bahwa secara umum perasaan tidak aman dalam berkendara di jalan
raya berasal dari dua faktor yaitu perasaan was-was terhadap kendaraan
atau orang lain dalam berkendara dan kebiasaan atau sifat teledor
sehingga merugikan diri sendiri. Dalam hal ini pemerintah telah
berupaya memfasilitasi para pengguna jalan raya dengan memberikan
rambu-rambu lalu lintas, namun terkadang pada kenyataannya banyak
rambu-rambu lalu lintas yang rusak atau dirusak oleh pihak yang tidak
bertanggung jawab sehingga responden harus lebih berhati-hati dalam
berkendara. Selaim itu kondisi jalanan di Kota Malang saat ini
dianggap rawan oleh responden karena semakin meningkatnya volume
kendaraan yang mana hal tersebut berdampak pada bertambahnya pula
angka kecelakaan lalu lintas.
5.1.1.3 Kondisi personal security terhadap indikator level of crime
Selain dua indikator di atas, ancaman terhadap tindak
kriminalitas tergolong tinggi bagi responden di SMA Negeri 7 Malang,
permasalahan utama yang banyak mereka hadapi adalah tingginya
angka pencurian barang berharga seperti kendaraan atau perhiasan dan
premanisme.
“ saya pernah lihat tawuran secara langsung, serem cuma karena lahan parkir” (laki-laki, 17 tahun, SMA Negeri 7 Malang)
117
“ pernah dijambret waktu naik angkot, tas saya ditarik paksa terus pelakunya kabur, dia pura-pura jadi pengamen di lampu merah” (perempuan, 16 tahun, SMA Negeri 7 Malang)
Dari wawancara dan hasil survey kemudian dapat disimpulkan bahwa
bahwa secara umum permasalahan yang responden alami seperti
pencurian barang berharga tidak mendapatkan banyak tanggapan
positif dari pihak berwenang seperti penelusuran kasus, sehingga
mereka memilih jalan untuk kemudian memberikan keamanan ganda
terhadap barang berharga mereka secara pribadi. Buruknya kondisi
keamanan masyarakat ini diperparah karena semakin sempitnya lahan
pekerjaan saat ini sehingga beberapa orang lebih memilih jalan pintas
dengan cara melakukan tindak kriminal untuk mendapatkan uang.
Selain itu dalam penanganan kasus mengenai penyelesaian tindak
kriminal, pemerintah dianggap tidak mampu sehingga untuk menjaga
keamanan lingkungan sekitar masyarakat berinisiatif untuk
melaksanakan secara gotong royong dan swadaya dalam bentuk
siskamling atau ronda warga.
5.1.1.4 Kondisi personal security terhadap indikator Efficiency of
institution
Efisiensi institusi menurut hasil kuisioner dan wawancara yang
dibagikan kepada responden termasuk dalam indikator yang dirasa
cukup aman, hal tersebut sebenarnya terlihat dari hasil wawancara di
mana sebagian besar responden lebih bersikap acuh atau tidak peduli
terhadap kinerja institusi yang bersangkutan dengan hal perlindungan
anak namun di sisi lain responden menganggap institusi perlindungan
anak sudah bekerja dan berjalan walaupun belum menunjukkan hasil
118
yang maksimal terlihat dari banyaknya kasus-kasus kekerasan atau
tindak asusila pada anak yang hanya dibahas sekilas namun tidak
pernah ada penyelesaiannya
“ saya tahu ada KOMNASHAM, tapi biasa aja soalnya banyak kasus yang nggak pernah diselesaikan” (laki-laki, 17 tahun, SMA Negeri 7 Malang “Banyak kasus pencurian anak atau eksploitasi anak untuk dijadikan anak jalanan, tapi mana peran pemerintah?”(perempuan, 17 tahun, SMAN 7 Malang)
Dari hasil wawancara dan survey tersebut kesimpulan yang
didapatkan adalah responden di SMA Negeri 7 Malang merasa belum
sepenuhnya puas dengan kinerja pemerintah dalam hal menjamin
keamanan warga negara khususnya remaja dari ancaman peredaran
obat-obatan terlarang, pelecehan seksual, ataupun eksploitasi anak
yang membahayakan dan hal tersebut termasuk dalam pelanggaran
Hak Asasi Manusia (HAM) anak.
5.1.1.5 Kondisi personal security terhadap indikator personal
financial
Latar belakang ekonomi orang tua responden yang bervariasi
menjadikan sebaran nilai uang saku yang responden dapatkan dalam
periode mingguan juga beragam, dari hasil penelitian didapatkan data
bahwa siswa di SMA Negeri 7 Malang merasa cukup aman dalam hal
keuangan walaupun terdapat beberapa siswa yang terkadang sulit
mendapatkan buku atau perlengkapan sekolah dikarenakan kurangnya
dana. Kurangnya dana diakui oleh responden karena keterbatasan
keuangan yang dimiliki oleh orang tua mereka, sehingga untuk
memenuhi kebutuhan sekolah mereka seperti pembelian buku ataupun
119
alat tulis terkadang terhambat permasalan keuangan. Seorang siswa
dengan uang saku kurang dari Rp. 30.000 dalam seminggu mengaku
lebih baik ia berjalan kaki ke sekolah dari pada mengendarai kendaraan
umum agar dapat membeli buku atau kebutuhan sekolah lainnya
“ Ya uang sakunya cuma sedikit emang jadi harus dibagi supaya kalau ada keperluan mendadak seperti harus beli LKS (Lembar Kerja Siswa) bisa beli” (perempua, 17 tahun, SMA Negeri 7 Malang)
Responden di SMA Negeri 7 Malang memiliki sebaran merata
dalam aspek banyaknya uang saku yang responden terima sesuai
dengan latar belakang ekonomi keluarga. Dalam hal keuangan individu
ini kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian adalah responden
merasa cukup aman dikarenakan walaupun ada responden yang merasa
kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya namun di sisi lain banyak
responden yang merasa masih dapat memenihi kebutuhannya
5.1.1.6 Kondisi personal security terhadap indikator security from
illegal drugs and social network
Maraknya peredaran obat-obatan terlarang justru bukanlah
menjadi suatu ancaman yang besar bagi responden di SMA Negeri 7
Malang, secara pribadi mereka mengakui bahwa murni kesadaran
pribadi lah yang membuat mereka tidak merasa terancam akan
maraknya peredaran obat-obatan terlarang saat ini. Diakui oleh
beberapa responden bahwa pergaulan mereka rentan terhadap
permasalahan obat-obatan terlarang, namun mereka secara pribadi
120
mengaku tidak memiliki ketertarikan untuk mencoba atau mengiyakan
tawaran penggunaan obat-obatan terlarang tersebut.
“ Saya kan ngeband, kalo latihan di studio banyak yangpake gitu-gituan (narkoba) dan banyak juga yang nawari untuk coba, tapi saya ngga tertarik” (laki-laki, 17 tahun, SMA Negeri 7 Malang)
Sedangkan untuk ancaman yang berasal dari jejaring sosial diakui oleh
mereka terkadang cukup mengganggu tetapi masih berada dalam batas
wajar sehingga tidak perlu dikhawatirkan secara berlebihan.
5.1.1.7 Kondisi personal security terhadap indikator Prevention of harassement and gender violence
Sama halnya dengan indikator sebelumnya, tingkat ancaman
terhadap tindak kekerasan berdasarkan gender dan pelecehan terhadap
etnis relatif rendah dari hasil penelitian di SMA Negeri 7 Malang, hal
tersebut dikarenakan adanya rasa bahwa mereka berasal dari satu suku
atau etnis yang sama. Walaupun dikatakan aman, namun bukan berarti
tidak terdapat ancaman dalam hal ini. Ancaman yang sering dan umum
terjadi adalah ejekan ataupun pelecehan yang menyangkut asal suku
seperti diakui oleh seorang responden keturunan Arab yang merasa
terganggu dengan julukan dari teman-temannya namun pada akhirnya
julukan tersebut dianggapnya bukan sebagai masalah besar
“ Saya awalnya risih dipanggil Onta, tapi lama-lama ya udah dibiarin aja” (laki-laki, 17 tahun, keturunan Arab, SMA Negeri 7 Malang) “ Ayah saya itu dari Batak, jadi saya punya darah Batak dan saya dikenal dengan panggilan Batak” (laki-laki, 17 tahun, keturunan Suku Batak, SMA Negeri 7 Malang) Walaupun ada potensi ancaman dalam indikator ini, namun
responden mengaku hal tersebut masih berada pada batas normal
121
seningga ejekan atau pelecehan tersebut bukan menjadi suatu ancaman
besar bagi responden di SMA Negeri 7 Malang
5.1.1.8 Kondisi personal security terhadap Prevention of domestic violence, child abuse, and child exploitation
Tidak banyaknya responden yang pernah mengalami ancaman
terhadap kekerasan domestik atau dalam rumah dan kekerasan pada
anak menjadikan kondisi personal security siswa kelas XI SMA
Negeri 7 Malang terhadap indikator ini tergolong aman. Walaupun
dapat dikatakan tergolong aman, namun seorang responden mengaku
ia pernah bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dengan cara
membantu kedua orang tuanya di toko. Eksploitasi anak merupakan
tindak kriminalitas yang merenggut hak asasi anak dalam menikmati
masa pendidikannya sehingga faktor keamanan dalam hal ini tidak
dapat terpenuhi dengan baik.
5.1.1.9 Kondisi personal security terhadap inidikator Acces to
public information
Akses terhadap informasi publik tergolong aman karena
majunya teknologi saat ini, sebagian besar responden menyatakan
bahwa mereka dapat dengan mudah mengakses segala macam
informasi baik mengenai bahaya obat-obatan terlarang ataupun hal lain
melalui internet, selain itu di lingkungan sekolah mereka dengan
mudah dapat mendapatkan informasi layanan publik tersebut.
122
5.1.1.10 Kondisi personal security terhadap indikator
education
Secara umum kondisi personal security siswa kelas XI SMA
Negeri 7 Malang tergolong aman dilihat dari tidak banyaknya
responden yang mendapatkan ancaman untuk selalu mendapatkan
juara di sekolahnya. Namun walaupun tergolong aman, beberapa
responden berpendapat bahwa adanya tambahan pelajaran diluar jam
sekolah cukup mengganggu waktu bermain mereka
5.1.2 SMAK St. Albertus Malang
Secara umum hasil penelitian mengenai kondisi personal security di
SMAK St. Albertus Malang terhadap 100 responden kelas XI di 10 kelas IPA,
IPS, dan Bahasa dapat ditarik kesimpulan bahwa ancaman tertinggi ditemukan
pada empat indikator yaitu fear of violence (physical torture, war, ethnic
tention, suicide), Prevention of accidents, level of crime dan prevention of
harassement and gender violence. Di tingkat sedang responden merasa
ancaman terjadi pada indikator education. sedangkan ancaman terendah
ditemukan pada indikator Security from illegal drugs and social network,
prevention of domestic violence and child abuse, efficiency of institution,
acces to public information, dan personal financial. Selanjutnya pada bab ini
akan membahas mengenai ciri-ciri ancaman di SMAK St. Albertus Malang
sesuai dengan hasil temuan di lapangan melalui kuisioner dan wawancara
berdasarkan fenomena yang terjadi di sekolah tersebut.
5.1.2.1 Kondisi personal security terhadap indikator Fear of
violence (physical torture, war, ethnic tention, suicide)
123
Pada indikator ini terdapat kondisi di mana siswa SMAK St.
Albertus Malang yang ditunjuk sebagai responden mayoritas berasal
dari etnis Cina dan berbagai macam latar belakang agama, dari hasil
yang didapatkan indikator yang berkaitann dengan kondisi personal
security terhadap indikator fear of violence tergolong tidak aman.
Ancaman terbesar adalah ketakutan terhadap adanya konflik antar
etnis, kekerasan terhadap anak dan pemberlakuan peraturan sekolah
yang ketat sehingga dianggap mengekang oleh sebagian responden.
“ Saya tinggal di wilayah di mana saya dan keluarga tergolong sebagai etnis minoritas, kadang tidak nyaman karena sering dianggap bukan orang pribumi” (laki-laki, 17 tahun, SMAK St. Albertus Malang, etnis Cina, tinggal di daerah Joyogrand – Dinoyo)
“ Saya punya anjing yang kemudian mati diracun oleh tetangga saya karena dianggap mengganggu” (laki-laki, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang, etnis Jawa, agama nasrani, tinggal di daerah Kesatrian)
“ Pernah di skors karena pelanggaran berat berkata kasar pada guru” (laki-laki, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang)
“ Orang yang dekat sama kita itu paling mengancam karena tau kita banget” (perempuan, 17 tahun, SMAK St. Albertus Malang)
Konflik antar etnis merupakan bahaya perpecahan yang semakin hari
semakin memanas, konflik etnis terjadi di mana pada sekumpulan
masyarakat dengan latar belakang yang beragam tidak dapat saling
menghormati satu sama lain, dari hasil penelitian di SMAK St.
Albertus Malang ditemukan fakta bahwa siswa merasa lebih aman
berada di lingkungan sekolah dibandingkan ketika mereka berada di
lingkungan luar sekolah. Dalam hal ini kondisi siswa SMAK St.
124
Albertus Malang yang mayoritas keturunan Cina menganggap
pemerintah masih belum dapat memberikan jaminan terhadap
kebebasan kepada warga keturunan untuk merasakan hidup nyaman
“ Engkong (kakek) saya itu dulu dianggap warga keturunan yang tidak di terima di Indonesia, hingga baru-baru ini saja beliau bias mendapatkan KTP” (laki-laki, 17 tahun, etnis Cina, SMAK St. Albertus)
Dalam hal pemberlakuan tata tertib sekolah, SMAK St.
Albertus Malang memberlakukan peratutan yang ketat sehingga
tercipta suasanya belajar yang disiplin, di sisi lain bagi siswa terkadang
hal tersebut justru merupakan suatu bentuk ancaman. Salah seorang
responden mengaku bahwa dirinya pernah mendapatkan peringatan
dengan pemanggilan orang tua ke sekolah dikarenakan keterlamabatan
surat ijin tidak masuk sekolah melebihi satu hari, sehingga selain
mendapat peringatan dengan pemanggilan orang tua siswa tersebut
juga dikenakan poin pada buku tata tertib siswa. Menurut responden,
pemberlakuan tata tertib siswa yang tergolong keras justru
menimbulkan suasana belajar yang tidak nyaman dan berpengaruh
pada prestasi siswa
“ temen saya manggil saya waktu jam pelajaran, baru noleh saja dan belum sempat jawab eh saya ditegor guru dan dikenakan tatibsi” (perempuan, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang)
Namun kemudian diakui oleh responden hal tersebut memberikan efek
jera sehingga responden tidak mengulangi kesalahan tersebut untuk
kedua kalinya, dalam hal ini peran sekolah untuk menciptakan
kedisiplinan siswa melalui pemberlakuan tata tertib dapat dikatakan
125
tidak dapat menciptakan rasa nyaman pada responden sehingga hal
pokok pada konsep human security yaitu freedom from fear terhadap
peraturan sekolah tidak terpenuhi di SMAK St. Albertus Malang. Hal
lain yang dianggap sangat mengancam bagi responden di SMAK St.
Albertus Malang adalah kemungkinan anacaman terbesar datang dari
orang terdekat mereka, orang terdekat bagi responden dianggap sebagai
orang yang lebih banyak mengetahui kekurangan responden
dibandingkan dengan orang asing, sehingga suatu saat ancaman dapat
muncul dari orang terdekat mereka seperti keluarga ataupun teman
mereka
“justru orang dekat itu tau banyak tentang kita, makanya lebih bahaya” (perempuan, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang) “ lihat aja di berita-berita criminal, biasanya pembunuhan atau perampokan dilakukan orang yang dikenal korban, yak arena orang terdekat itu pasti tau banyak tentang korbannya” (perempuan, 17 tahun, SMAK St. Albertus Malang)
Rasa aman dan nyaman harusnya terbentuk dari lingkungan yang
paling dekat dengan kita, sehingga kemudian menciptakan suatu
kondisi di mana seseorang akan merasa lebih percaya diri dengan
dukungan orang-orang terdekat sehingga dapat bersaing secara sehat
ketika berada di tengah masyarakat, namun hal tersebut tidak terjadi di
SMAK St. Albertus Malang sehingga menyebabkan kondisi personal
security siswa dalam hal ini tidak dapat dipenuhi. Dari hasil kuisioner
dan wawancara yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa
tinggkat kompleksitas keamanan siswa terhadap ancaman kekerasan
dan peraturan yang berlaku berada pada tingkat tidak aman
126
5.1.2.2 Kondisi personal security terhadap indikator prevention of accident
Indikator kedua yaitu prevention of accident ini merupakan
indikator yang mendapatkan ancaman tertinggi, ancaman secara umum
berupa rasa tidak aman dalam berkendara di jalan raya, kecelakaan lalu
lintas seperti tertabrak ataupun kesalahan akibat melanggar tata tertib
lalu lintas. Sebagian besar responden yang dipilih berumur rata-rata 16
hingga 17 tahun, secara hukum anak di bawah umur masih belum
diperbolehkan mengendarai kendaraan pribadi tanpa adanya Surat Ijin
Mengemudi (SIM) sehingga jika terjadi kecelakaan atau pelanggaran
lalu lintas dan menyebabkan kasus tersebut melibatkan pihak
kepolisian maka siswa akan merasa tidak aman dalam berkendara. Jika
dilihat dari fenomena tersebut justru rasa tidak aman dalam berkendara
di jalan raya muncul dari diri sendiri, katika seoramg responden
mengaku dirinya selalu mencari jalan yang sekiranya bebas dari
penjagaan polisi maka disaat itulah muncul rasa tidak aman karena usia
yang belum cukup untuk mendapatkan SIM
“ Rumah saya di Gadang, kalo ke sekolah kan jauh jadi saya bawa motor. Tapi saya ga punya SIM, jadi kalo dari jauh kelihatan ada cegatan saya langsung putar balik cari jalan lain” (laki-laki, 17 tahun, SMAK St. Albertus Malang)
Selain rasa tidak aman berkendara yang disebabkan karena faktor
belum adanya SIM, responden juga mengaku bahwa ancaman di jalan
raya juga terjadi akibat adanya keteledoran dari pihak lain yang
kemudian menyebabkan munculnya rasa tidak aman dan nyaman saat
berkendara
127
“ Saya pernah jatuh di jalan yang berlubang, waktu itu ngga kelihatan karena ada genangan air” (perempuan, 17 tahun, SMAK St. Albertus Malang)
“Musuh banget sama angkot, kalo minggir seenaknya sendiri dan ngawur” (perempuan, 17 tahun, SMAK St. Albertus Malang)
Dari kutipan wawancara dan hasil survey, didapatkan kesimpulan
bahwa secara umum perasaan tidak aman dalam berkendara di jalan
raya berasal dari dua faktor yaitu perasaan was-was terhadap kendaraan
atau orang lain dalam berkendara dan sejauh ini usaha yang telah
dilakukan oleh responden untuk mengurangi angka kecelakaan tersebut
adalah dengan lebih berhati-hati dan memperhatikan sekitar jika
berkendara.
5.1.2.3 Kondisi personal security terhadap indikator level of crime
Selain dua indikator di atas, ancaman terhadap tindak
kriminalitas tergolong tinggi bagi responden di SMAK St. Albertus
Malang, permasalahan utama yang banyak mereka hadapi adalah
tingginya angka pencurian barang berharga seperti kendaraan atau
perhiasan dan premanisme, dan kasus tilang karena keteledoran dalam
menggunakan jalan raya. Dalam hal ini sumber ancaman disebabkan
oleh faktor orang lain sehingga menyebabkan ketidaknyamanan bagi
responden, dapat dikatakan indikator keamanan responden belum
terpenuhi.
“ Toko orang tua saya di Pasar Lawang pernah kerampokan, sebagian yang mereka incar barang elektronik
128
seperti microvawe atau magic jar” (perempuan, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang)
Dari wawancara dan hasil survey kemudian dapat disimpulkan bahwa
bahwa secara umum permasalahan yang responden alami seperti
pencurian barang berharga merupakan suatu bentuk kelengahan
sehingga berakibat buruk pada mereka sendiri. Responden mengakui
bahwa kinerja pemerintah memang sudah nampak namun belum dapat
memberikan hasil yang maksimal sehingga kesadaran dan kehati-hatian
diri sendiri untuk selalu waspada sangatlah memegang peranan untuk
mengurangi angka kriminalitas di lingkungan responden.
5.1.2.4 Kondisi personal security terhadap indikator Prevention of harassement and gender violence
Ancaman terhadap tindak kekerasan dan pelecehan di SMAK
St. Albertus Malang dapat dikatakan tinggi di mana para siswa merasa
tidak aman terhadap ligkungan sekitar di luar sekolah yang terkadang
dianggap berlaku tidak adil karena mayoritas dari mereka berasal dari
etnis Cina
“ di rumah sakit umum kalau tau ada pasien Cina selalu dibikin ribet ngurus segala macemnya” (perempuan, 17 tahun, etnis Cina, SMAK St. Albertus)
Dari hasil wawancara dan kuisioner didapatkan kesimpulan bahwa di
Kota Malang, diskriminasi terhadap etnis masih tergolong tinggi
sehingga menimbulkan rasa tidak aman bagi warga keturunan yang
bertempat tinggal di Malang. Seorang responden mengakui bahwa
terkadang masyarakat keturunan Cina merasa mereka lebih dari
129
keturunan lainnya dan hal tersebut menjadikan adanya jarak diantara
masyarakat.
“ Memang pada kenyataanya lebih nyaman kumpul dengan teman keturunan yang sama, lebih nyambung yang diomongkan” (perempuan, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang)
Ancaman terhadap diskriminasi dan pelecehan etnis memang sangat
rawan karena hal tersebut tidak Nampak nyata seperti ancaman
terhadap kekerasan, sehingga dikhawatirkan nantinya hal tersebut akan
menjadikan suatu ancaman yang terlihat nyata seperti adanya perang
antar etnis di beberapa wilayah di Indonesia
5.1.2.5 Kondisi personal security terhadap indikator education
Secara umum kondisi personal security siswa kelas XI SMAK
St. Albertus Malang tergolong tidak aman di mana sekolah tersebut
diakui oleh sebagian besar masyarakat sebagai sekolah berbasis agama
yang menjadi pilihan. Akibat dari predikat tersebut dari sebagian
responden yang dipilih menyatakan mereka dituntut untuk kemudian
menjadi siswa berprestasi di bidang akademik sehingga nantinya
mereka dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan di perguruan tinggi
yang baik. Hal tersebut merupakan beban yang harus ditanggung oleh
siswa sehingga untuk dapat mencapai prestasi yang baik mereka
memerlukan tambahan belajar di luar sekolah yang terkadang justru
meberatkan responden
“ les seminggu tiga kali itu cukup mengurangi waktu bermain karena terlalu capek” (laki-laki, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang)
130
“ kalau lihat temen juara itu rasanya terpacu juga, jadi semangat dan predikat juara kelas itu jadi target bukan malah jadi beban” (laki-laki, 17 tahun, SMAK St. Albertus Malang)
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan di mana semakin diberikan
julukan atau predikat suatu sekolah sebagai sekolah unggulan, maka
akan semakin besar rasa tidak aman siswa terhadap prestasi dirinya.
5.1.2.6 Kondisi personal security terhadap indikator security from
illegal drugs and social networks
Maraknya peredaran obat-obatan terlarang justru bukanlah
menjadi suatu ancaman yang besar bagi responden di SMAK St.
Albertus Malang sama halnya dengan SMA Negeri 7 Makang, secara
pribadi mereka mengakui bahwa murni kesadaran pribadi lah dan
pendididkan agama yang kuat yang membuat mereka tidak merasa
terancam akan maraknya peredaran obat-obatan terlarang saat ini.
Terhadap penggunaan jejaring sosial para siswa mengakui bahwa
media tersebut merupakan media untuk menunjukan eksistensi diri
namun disisi lain juga terdapat dampak buruk seperti ancaman
pembajakan akun oleh rekan sendiri, namun hal tersebut masih berada
pada tingkat yang tidak membahayakan.
5.1.2.7 Kondisi personal security terhadap indikator Prevention of domestic violence child abuse, and child exploitation
Tidak banyaknya responden yang pernah mengalami ancaman
terhadap kekerasan domestik atau dalam rumah dan kekerasan pada
anak menjadikan kondisi personal security siswa kelas XI SMAK St.
Albertus Malang terhadap indikator ini tergolong aman. Walaupun
131
dapat dikatakan tergolong aman, namun beberapa responden mengaku
ia pernah bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dengan cara
membantu kedua orang tuanya di toko ataupun dididik sejak dini untuk
dipersiapkan meneruskan usaha yang dimiliki oleh orang tua
responden.
5.1.2.8 Kondisi personal security terhadap indikator efficiency of
institution
Bagi responden di SMAK St. Albertus Malang, institusi atau
lembaga khusus yang menangani permasalahan kekerasan dan
perlindungan pada anak dianggap sudah bekerja dengan baik dan sudah
menunjukkan usaha penanganan atau penyelesaian kasus yang nyata
sehingga responden merasa aman dengan adanya institusi khusus
tersebut.
“lihat di tv sekarang sudah banyak kasus kekerasan pada anak yang dibahas dan sudah ditangani, berarti pemerintah ngga tinggal diam” (perempuan, 16 tahun, SMAK St. Albertus Malang)
5.1.2.9 Kondisi personal security terhadap indikator access to public information
Kemajuan teknologi saat ini memegang peranan penting bagi
masyarakat umumnya dan responden SMAK St. Albertus pada
khususnya dalam hal memudahkan akses segala macam informasi
termasuk informasi mengenai bahaya obat-obatan terlarang ataupun
layanan aduan masyarakat. Bagi responden di SMAK St. Albertus
132
Malang, peran informasi atau layanan aduan masyarakat tersebut tidak
terlalu besar dan berpengaruh bagi mereka. Kesadaran diri sendirilah
merupakan hal yang paling penting dalam rangka mengurangi ajumlah
angka pengguna obat-obatan terlarang atau narkoba
5.1.2.10 Kondisi personal security terhadap indikator
personal financial
Jika dilihat dari latar belakang keluarga responden di SMAK
St. Albertus Malang, tidak ditemukan gejala adanya kekurangan dalam
hal keuangan, sehingga secara umum indikator mengenai keuangan
individu termasuk dalam tingkat aman di mana hasil dari penelitian
tersebut menunjukkan aspek pemenuhan keinginan dalam konsep
human security terpenuhi.
5.2 Hasil penelitian
Dari analisa hasil penelitian dan pembahasan mengenai disparitas kondisi
personal security siswa kelas XI di SMA Negri 7 Malang dan SMAK St. Albertus
Malang, hasil akhir menunjukkan bahwa secara umum ancaman berasal dari dua hal
utama yaitu dari diri sendiri dan yang kedua dari orang lain. Ancaman yang berasal
dari disri sendiri dapat dikatakan sebagai pengaruh psikologi seseorang terhadap suatu
kondisi di lingkunganya, terkadang tanpa disadari responden dari kedua sekolah
tersebut merasa dirinya terancam dengan adanya kejadian yang dianggap luar biasa
dan tidak wajar di lingkungannya ataupun trauma masa kecil yang terbawa hingga
133
saat ini, ancaman yang berasal dari diri sendiri justru merupakan ancaman yang
bahaya di mana hal tersebut berkaitan dengan konsep pokok human security yaitu
freedom from fear. Rasa tidak aman atau ketakutan berasal dari pemikiran responden
yang seharusnya hal tersebut tidak muncul ketika lingkungan bersinergi membentuk
suasanya yang nyaman. Dapat dikatakan ancaman dari orang lain merupakan
ancaman yang wajar terjadi karena pada dasarnya setiap orang memiliki keinginannya
masing-masing untuk dipenuhi, ketika faktor freedom from want tidak dapat
terpenuhi, maka seseorang akan cenderung melakukan suatu hal untuk dapat
memenuhinya sedangkan dalam proses memenuhi keinginan tersebut terkadang justru
menjadikan ancaman bagi orang lain. Begitu pula yang terjadi pada siswa kelas XI
SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang di mana ancaman dari luar
seperti pencurian dianggap mengganggu kehidupan responden dan menyebabkan
ketidaknyamanan.
Menjawab rumusan masalah utama pada penelitian ini yaitu bagaimana
kondisi personal security siswa kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St.
Albertus Malang maka secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi personal security
siswa di kedua sekolah tersebut tergolong cukup aman, penarikan kesimpulan
sehingga didapatkan hasil tersebut berdasarkan pemenuhan indikator yang telah
ditentukan. Dari perbedaan latar belakang sekolah dan alasan pemilihan sekolah yang
telah dikemukan sebelumnya, terdapat perbedaan menegnai hal yang menjadi
ancaman utama responden di kedua sekolah tersebut seperti kondisi di mana
responden SMA Negeri 7 Malang justru merasa aman di dalam hal pendidikan, maka
tidak begitu adanya bagi responden di SMAK St. Albertus Malang dikarenakan
tingginya tuntutan untuk mendapatkan prestasi dibidang akademik oleh lingkungan
mereka. Perbedaan lainnya juga diketemukan dalam hal personal financial di mana
134
siswa dari SMA Negeri 7 Malang menanggap terkadang mereka tidak dapat
memenuhi apa yang mereka inginkan karena keterbatasan ekonomi, sehingga dalam
hal ini faktor freedom from want tidak dapat terpenuhi. Beberapa perbedaan yang
dihasilkan dalam penelitian ini disebabkan oleb beberapa faktor antara lain kondisi
latar belakang keluarga responden, tingkat prestasi responden, komposisi
keberagaman etnis di masing-masing sekolah, kondisi ekonomi keluarga responden,
dan persepsi responden terhadap pemerintah terkait pemberian jaminan keamanan
bagi setiap warga negara.
Tabel 6
Perbedaan Kondisi Personal Security Siswa Kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan
SMAK St. Albertus Malang
Kondisi Personal
Security
SMA Negeri 7 Malang SMAK St. Albertus
Malang
TIDAK AMAN
Fear of violence
(physical torture, war,
ethnic tention, suicide)
Fear of violence
(physical torture, war,
ethnic tention, suicide)
Prevention of accidents Prevention of accidents
Level of crime
Level of crime
Prevention of
harassement and gender
violence
CUKUP AMAN Efficiency of institution
Education Personal financial
AMAN
Security from illegal
drugs and social network
Security from illegal
drugs and social
network
Prevention of
harassement and gender
violence
Prevention of domestic
violence child abuse,
and child exploitation
135
Prevention of domestic
violence child abuse, and
child exploitation
Efficiency of institution
Acces to public
information
Acces to public
information
Education Personal financial
Jika dilihat dari tabel tersebut di atas, maka nampak perbedaan mengenai
ancaman terhadap siswa SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang.
Ancaman tertinggi dirasakan oleh kedua sekolah pada indikator kecemasan terhadap
tindak kekerasan dan Level of crime pada ketiga indikator tersebut secara umum
ketakutan responden berada pada hal yang sama seperti adanya kekerasan, pencurian
ataupun kecelakaan di jalan raya. Namun perbedaan terjadi pada indikator prevention
of harassment and gender violence di mana ditemukan hasil bahwa responden di
SMAK St. Albertus merasa tidak aman terhadap adanya pelecehan dan kekerasan,
pelecehan dalam hal ini sebagian besar responden merasa bahwa dirinya mengalami
tindak diskriminasi etnis oleh masyarakat di luar lingkungan sekolahnya. Sebagian
besar responden yang merupakan siswa denga latar belakang keturunan Cina
beranggapan bahwa masyarakat di luar tidak jarang memandang mereka bukan
sebagai orang pribumi, sehingga pada beberapa aspek seperti layanan kesehatan
terkadang mereka mengalami kesulitan.
Pada tingkat sedang atau cukup aman, terdapat perbedaan yang mencolok
diantara responden di kedua sekolah tersebut, bagi siswa SMA Negeri 7 Malang
kinerja pemerintah dan permasalahan keuangan dirasakan berpotensi mengancam
pada kehidupan mereka. Istitusi dalam hal ini badan perlindungan khusus bagi anak-
anak mereka anggap kurang bisa menyelesaikan permasalahan di Indonesia terhadap
136
maraknya penggunaan obat-obatan terlarang ataupun semakin meningkatnya angka
kekerasan pada anak dan mempekerjakan anak di bawah umur untuk tujuan meraih
keuntungan dengan cara dijadikan sebagai anak jalanan ataupun eksploitasi seksual
pada anak. Kecemasan tersebut dirasakan oleh responden di SMA Negeri 7 Malang
bukan hanya karena hal tersebut dianggap mampu mengancam siapa saja, namun juga
rasa simpati yang muncul terhadap korban. Sedangkan pada permasalahan keuangan,
responden di SMA Negeri 7 Malang menganggap hal tersebut memiliki potensi
ancaman bagi mereka, wajar jika kemudian responden merasa ada kemungkinan
ancaman yang muncul dari permasalahan keuangan di karenakan latar belakang
keluarga menengah ke bawah. Pada tingkat sedang, responden di SMAK St. Albertus
Malang menyatakan rasa kurang aman pada indikator pendidikan, adanya tekanan
oleh orang-orang terdekat responden agar mereka mendapatkan predikat juara
terkadang menimbulkan perasaan tertekan sehingga banyak pula dari responden yang
harus mengikuti tambahan pelajaran di luar sekolah untuk memenuhi keinginan
tersebut. SMAK St. Albertus Malang dikenal sebagai salah satu sekolah swasta
berlatar belakang pendidikan agama yang dijadikan tujuan bagi sebagian masyarakat
Kota Malang karena memiliki prestasi yang unggul di bidang pendidikan, sehingga
sebagian responden beranggapan hal tersebut merupakan beban bagi mereka ketika
mereka diharuskan berpacu untuk menjadi juara.
Berbeda dengan SMAK St. Albertus Malang, pendidikan dianggap bukan
sebagai ancaman bagi responden di SMA Negeri 7 Malang. Bukan berarti tidak ada
ancaman untuk menjadi juara dan meraih prestasi, namun responden menganggap
bahwa ada hal lain yang lebih berpotensi mengancam keamanan mereka seperti
permasalahan keuangan ataupun kondisi pemerintahan saat ini. Rasa cemas terhadap
adanya diskriminasi etnis ataupun pelecehan dianggap bukan sebagai ancaman oleh
137
responden di SMA Negeri 7 Malang yang berbeda dengan responden di SMAK St.
Albertus Malang, responden beranggapan bahwa permasalahan etnis tidak menjadi
masalah karena mereka merasa berasal dari latar belakang keturunan yang sama yaitu
suku Jawa. Jika pada tingkat sedang indikator keuangan dianggap memiliki potensi
ancaman bagi responden di SMA Negeri 7 Malang, maka bagi responden di SMAK
St. Albertus Malang hal tersebut bukanlah suatu ancaman karena mereka merasa
bahwa selama ini mereka dapat memenuhi keinginan mereka sesuai dengan konsep
freedom from fear. Di sisi lain, walaupun sedang marak terjadi saat ini namun
ancaman dari peredaran obat-obatan terlarang dan jejaring sosial, akses informasi
publik, dan eksploitasi pada anak secara umum dianggap bukan sebagai ancaman bagi
responden di kedua sekolah tersebut.
5.3 Sumber-sumber ketidakamanan personal siswa kelas XI SMA Negeri 7 Malang
dan SMAK St. Albertus Malang
Dari kesepuluh indikator personal security yang ditentukan di awal penelitian
terhadap siswa kelas XI SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang
empat diantara indikator tersebut memiliki tingkat ketidakamanan yang tinggi yaitu
fear of violence (physical torture, war, ethnic tention, suicide; prevention of
accidents; prevention of accidents; level of crime; dan prevention of harassement and
gender violence. Sementara itu selebihnya memiliki tingkat ketidakamanan ditingkat
sedang dan rendah yaitu efficiency of institution, personal financial, education,
security from illegal drugs and social network, prevention of domestic violence child
abuse, and child exploitation, acces to public information selanjutnya dalam sub bab
138
ini akan dibahas mengenai sumber-sumber ketidakamanan siswa kelas XI SMA
Negeri 7 Malang dan SMAK St. Albertus Malang
1 Perkelahian antar siswa dan senioritas di lingkungan sekolah
Rentan umur responden di SMA Negeri 7 Malang dan SMAK St.
Albertus Malang yang berkisar diantara 16 hingga 17 tahun menjadikan
kondisi psikologis responden masih mudah dipengaruhi oleh lingkungan
sekitar mereka berada. Jika kondisi lingkungan seperti sekolah dan tempat
tinggal terbilang keras maka hal tersebut mendukung responden untuk
terpengaruh menjadi pribadi yang keras pula. Terjadinya perkelahian antar
siswa di SMA Negeri 7 Malang merupakan bentuk dari pengaruh lingkungan
yang mempengaruhi pola pikir siswa sehingga siswa tersebut mudah tersulut
emosinya dan melakukan tindakan kekerasan. Tidak hanya lingkungan, namun
tekanan dari pihak lain juga mengakibatkan seseorang memiliki reflek untuk
melindungi diri sendiri dari ancaman lain.
2 Penggunaan jejaring sosial
Penggunaan jejaring sosial dalam hal ini tidak begitu rawan, namun
dari hasil wawancara diketahui bahwa terdapat potensi konflik dan ancaman
dari penggunaan jejaring sosial oleh responden. Diakui oleh sebagian
responden bahwa jejaring sosial memiliki pengaruh dalam kehidupan mereka
sehingga terkadang eksistensi diri mereka ditunjukkan melalui jejaring sosial
tersebut, di sisi lain terkadang penggunaan jejaring sosial untuk
mengekspresikan diri tersebut justru malah menimbulkan rasa saling tidak
suka antar teman, dan pada akhirnya terjadi penyalahgunaan jejaring sosial.
139
3 Diskriminasi etnis dalam masyarakat
Sekolah merupakan miniature budaya bangsa di mana siswa dari
berbagai macam suku dan daerah dapat ditemukan di tingkat ini, sebagai
negara yang belandaskan Bhineka Tunggal Ika seharusnya masyarakat pada
umumnya dan siswa sekolah pada khususnya mengetahui persis perbedaan
yang beragam di Indonesia. Dalam hal ini, kasus mengenai diskriminasi suatu
etnis tergolong tinggi, bahaya yang ditimbulkan dari adanya diskriminasi etnis
ini sangat mengacam responden khususnya pada sekolah SMAK St. Albertus
Malang di mana sebagian besar responden merupakan keturunan etnis Cina
5.4 Hilangnya Peran Negara
Dalam ruang lingkup hubungan internasinal, tidak dapat dipungkiri bahwa
negara memegang peran penting dalam menjalankan suatu sistem antar negara,
sehingga dalam bagian ini akan dibahas mengenai peran negara dalam konsep
keamanan individu atau human security. Jaminan keselamatan tiap warga negara
merupakan tugas bagi aparatur negara yang mana hal tersebut mencerminkan tingkat
kesejahteraan suatu negara di mata negara lain. Dalam studi kasus mengenai kondisi
personal security siswa kelas XI SMA Negeri 7 dan SMAK St. Albertus Malang ini
didapatkan beberapa temuan lapangan yang mengindikasikan kurangnya jaminan
keamanan dari negara bagi warganya. Hilang atau berkurangnya peran negara dalam
menjamin keselamatan warga negaranya merupakan suatu indikasi nyata di mana
negara tersebut belum dapat dikatakan aman dan sejahtera. Peraturan dalam negara
telah dituangkan dalam bentuk Undang-Undang Dasar negara yang menjadi panduan
dan pedoman warga negara untuk berinteraksi. Dalam hal ini konsep human security
140
merupakan konsep yang menyeluruh mengenai keamanan insani dengan negara
sebagai penyelenggara sistem keamanan tersebut sehingga secara singkat dapat
dikatakan bahwa negara dan human security merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan
Kesimpulan sementara yang dapat ditarik dari pembahasan mengenai
hilangnya peran negara dalam menjamin keamanan tiap warganya dapat diatasi
dengan penataan kembali hal-hal yang menyangkut keamanan individu seperti halnya
pengentasan kemiskinan, mengentaskan kemiskinan sama halnya memberikan
jaminan kesejahteraan bagi warga negara, sehingga ketika di sektor ekonimi telah
terpenuhi dengan baik maka kecenderungan warga negara untuk melakukan
kekerasan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya akan dapat berkurang. Begitu pula
dalam studi kasus kondisi personal security siswa kelas XI ketika pemerintah dapat
meberikan jaminan mengenai pembiayaan biaya pendidikan maka pendidikan akan
mudah dicapai oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa memberatkan masyarakat
tersebut. Selain itu jaminan adanya hukuman bagi pelaku tindak kekerasan pada anak
seharusnya mampu ditingkatkan dan disiplinkan sehingga baik di lingkungan tempat
tinggal ataupun sekolah siswa dapat merasa aman. Dari indikator yang telah
ditentukan, salah satu ancaman terbesar berasal dari penggunaan jejaring sosial,
sebagai negara di mana jumlah anak di bawah umur dan remaja tergolong banyak
maka seharusnya Indonesia menetapkan regulasi yang baku mengenai penggunaan
jejaring sosial yang berpotensi merugikan generasi penerus bangsa. Peran negara
dalam hal tersebut dapat dilihat masih kurang sehingga sebagai penyelenggara
keamanan negara sebaiknya negara menjamin adanya penggunaan jejaring sosial yang
sehat bagi warganya terutama anak di bawah umur dan remaja yang rentan. Sama
141
halnya dengan diskriminasi etnis yang masih banyak ditemui di lingkungan sekolah
dalam penelitian ini merupakan tanggung jawab negara untuk memberikan jaminan
kebebasan bagi setiap warga baik pribumi ataupun warga keturunan, hal tersebut
dikarenakan suatu keutuhan masyarakat akan mengantarkan negara tersebut untuk
mencapai kesejahteraan.
5.4.1 Peran negara dalam menjamin keamanan terhadap tindak kekerasan
Tindak kekerasan yang kerap dialami oleh anak-anak atau remaja
merupakan tindakan pelanggaran hukum negara di mana pelakunya dapat
menerima sanksi pidana atas tindakannya tersebut. Tidak dapat dihindari
bahwa kekerasan yang terjadi di lingkungan tempat tinggal responden terjadi
salah satunya ketika adanya himpitan ekonomi yang menyebabkan fungsi
keluarga yang seharusnya dapat melindungi responden malah beralih pada hal
sebaliknya. Ketika lingkungan terdekat responden tidak dapat lagi memberikan
rasa aman maka di sanalah seharusnya peran negara masuk dan memberikan
jaminan keamanan bagi responden melalui sejumlah kebijakan dan aturan
yang telah ditetapkan dalam hal perlindungan anak.
5.4.2 Peran negara dalam menjamin keamanan berlalu lintas
Pada tingkat XI, rata-rata siswa berumur 16-17 tahun yang mana hal
tersebut dalam peraturan negara tertera jelas belum diperbolehkan memiliki
Surat Ijin Mengemudi (SIM), namun pada kenyataan dari data yang didapat di
lapangan siswa mengaku pergi ke sekolah mengendarai kendaraan bermotor
tanpa SIM dan sebagian mengendarai kendaraan bermotor menggunakan SIM
dengan kondisi umur yang dilebihkan (melalui calo) di tingkat ini seharusnya
142
negara melalui pihak kepolisian yang secara langsung berhubungan dengan
pemberian ijin mengemudi lebih selektif dalam menerbitkan SIM. Tidak hanya
penerbitan dan kepemilikan SIM.
5.4.3 Peran negara dalam menjamin keamanan dari ancaman kriminalitas
Sekali lagi tidak dapat terpenuhinya kebutuhan hidup menyebabkan
banyak masyarakat memilih jalan singkat untuk dapat memenuhinya salah satu
caranya dengan melakukan tindakan kriminalitas seperti pencurian. Dari data
yang didapatkan, masih banyak responden yang mengalami tindak kriminalitas
tersebut, ada dua hal yang kemudian perlu menjadi perhatian bagi negara di
mana pertama adanya jaminan ekonomi dapat mengurangi tingginya angka
kriminalitas dan penertiban kembali sistem keamanan dari tingkat terendah
seperti siskamling di lingkungan tempat tinggal. Tindak kriminalitas lainnya
berupa maraknya peredaran narkoba di mana remaja merupakan sasaran yang
diincar, ketika adanya kelonggaran hukum oleh negara bagi para pengedar
narkoba atau obat-obatan terlaran maka terdapat celah luas untuk
mempengaruhi para remaja untuk kemudian menggunakan narkoba tersebut.
Seharusnya pemerintah pusat hingga daerah memiliki perhatian khusus
terhadap bahaya ini karena jelas dampak penggunaan narkoba sangat
merugikan generasi penerus bangsa ini.
5.4.4 Peran negara dalam melindungi keberagaman etnik
Hal lain yang tidak nampak begitu jelas namun sangat berbahaya
adalah adanya konflik etnis di masyarakat Indonesia khususnya di lingkungan
responden dalam penelitian ini. Masih tingginya angka diskriminasi etnis yang
143
di alami oleh responden dari SMAK St. Albertus dan sebagian siswa yang
bukan merupakan keturunan etnis Jawa di SMA Negeri 7 Malang
mencerminkan lemahnya peran negara dalam memberikan pengertian serta
perlindungan bagi warganya dalam hal keberagaman etnis di Indonesia yang
merupakan negara kesatuan ini. Pemerintah seharusnya dapay memberikan
jaminan bahwa tidak ada perlakuan khusus atau mengedepankan salah satu
etnis atau agama dalam hal apapun sehingga masyarakat terbiasa dalam
menjalani kehidupan yang beragam sesuai dengan Bhineka Tunggal Ika.
Hilangnya peran negara dalam hal ini sangat berpotensi menimbulkan konflik
berkepanjangan diantara suku bangsa di Indonesia.
144
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Secara umum dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini yaitu kondisi personal
security siswa kelas XI di SMA Negeri 7 dan SMAK St. Albertus Malang hampir sama
pada indikator tertentu, para responden di kedua sekolah tersebut sama-sama merasa
sangat tidak aman terhadap tindak kekerasan, kriminalitas, dan kecelakaan di jalan raya.
Hal tersebut diakui oleh responden terjadi akibat lemahnya hukum dan adanya faktor
ekonomi yang kemudian memberikan kesempatan bagi orang lain untuk bertindak
kejahatan yang melanggar hukum, sedangkan kecelakaan yang terjadi tidak murni berasal
dari kesalahan pribadi namun juga kesalahan pihak lain yang berakibat fatal bagi
pengendara lainnya. Untuk indikator yang berkaitan dengan jenis latar belakang etinis atau
keturunan responden terdapat beberapa perbedaan hasil antara SMA negeri 7 Malang dan
SMAK St. Albertus Malang di mana tingkat diskriminasi etnis di SMAK St. Albertus
cernderung lebih tinggi dibandingkan dengan SMA Negeri 7 Malang, diskriminasi etnis
tersebut dapat terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat terhadap rasa toleransi antar
umat ataupun antar etnis di lingkungan sekitarnya. Permasalahan keuangan diantara kedua
sekolah tersebut dianggap bukanlah sebagai masalah karena walaupun jumlah uang saku
mereka dalam kurun waktu seminggu tergolong bervariasi namun mereka masih dapat
memenuhi keinginan mereka. Sedangkan dibidang pendidikan SMAK St. Albertus Malang
mendapat tekanan tinggi di mana stigma masyakat terhadap sekolah tersebut yang
dianggap sebagai sekolah pilihan, berbanding terbalik dengan SMA Negeri 7 Malang yang
justru siswanya tidak menganggap pendidikan sebagai suatu bentuk ancaman dalam
kehidupannya. Sedangkan efisiensi institusi dianggap belum dapat menampung aspirasi
masyarakat luas karena selama ini masih banyak terdapat kasus yang belum dapat
145
diselesaikan dengan baik oleh pihak berwenang. Ketersediaan informasi publik atau akses
untuk mendapatkan informasi diakui oleh responden dikedua sekolah tersebut bukan lah
suatu hal yang sulit karena didukung oleh majunya teknologi saat ini. Peran pemerintah
dalam hal menciptakan rasa aman bagi masyarakatnya dari hasil penelitian ini terlihat
kuran dalam beberapa hal, padahal jika berbicara mengenai personal security yang
merupakan bagian dari human security negara merupakan actor utama yang harusnya
dapat memberikan kemanan bagi warganya sesuai dengan pengertian human security yaitu
freedom from fear dan freedom from what.
Dari kesimpulan di atas, maka beberapa rekomendasi atau saran diberikan guna
menciptakan lingkungan yang lebih kondusif lagi di masyarakat antara lain:
1. Pemerintah atau negara sebagai pihak terluar yang melindungi warga negara
harus mampu memberikan jaminan keamanan bagi warganya melalui
pemberlakuan kebijakan dan Undang-Undang yang tegas.
2. Remaja merupakan usia yang rentan terhadap permasalahan seperti penggunaan
narkoba atau hal lain yang dapat merusak masa depannya, maka dari itu peran
sekolah, orang tua, dan lingkungan bermain sangat lah penting untuk membentuk
karakter anak. Sehingga dengan demikian sebaiknya kontrol terhadap faktor-
faktor yang mempengaruhi tersebut hendaknya lebih terarah agar tercipta
lingkungan yang nyaman
3. Pendidikan mengenai keberagaman budaya bangsa merupakan salah satu
terobosan untuk memberikan kesadaran pada masyarakat mengenai banyaknya
perbedaan di Indonesia yang sebaiknya ditanggapi dengan positif dan terbuka
sehingga dapat mengurangi bahaya diskriminasi etnis di masyarakat
146
4. Bagi penelitian selanjutnya, penelitian ini dapat dipergunakan sebagai acuan
untuk mengembangkan penelitian selanjutnya mengenai konsep human security
di aspek lainnya. Penelitian selanjutnya baik dalam hal yang sama yaitu personal
security atau aspek yang lainnya diharapkan mampu menangkap fenomena atau
gejala yang terjadi di masyarakat sehingga pembahasan mengenai keamanan
insani dapat secara detail dikupas sehingga meminimalisir kemungkinan
ancaman di masyarakat. Peneliti selanjutnya juga diharapkan dapat menguak
lebih detil mengenai peran negara dalam menjamin keamanan warganya dalam
hal lainnya.
5. Pembentukan struktur pengamanan di kelompok-kelompok masyarakat
sebaiknya mulai ditingkatkan dengan koordinasi yang baik antara masyarakat
dan pemerintah. Dalam hal ini pemerintah dapat membentuk suatu sistem dari
dasar lapisan masyarakat seperti koordinasi keamanan kampung atau lingkungan
yang lebih terstuktur sehingga terbentuk kedisiplinan di masyarakat.
147
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Alkire, Sabina. 2003. A Conceptual Framework for Human Security, Workong Paper 2.
Centre for Research on Inequality, Human Security and Ethnicity, CRISE. University
of Oxford
Thantawi. 2008. Metodologi Riset Ekonomi. Penerbit: Universitas Brawijaya Malang.
Effendi, Y., Killian P.M,. Setiawati, Ni Komang,. 2012. Baseline Study Mengenai Kondisi
Keamanan Insani (Human Security) di Kota Malang
Silalahi, Ulber. 2009. Metode penelitian Sosial (Buku) hal. 120 Refika Aditama: Bandung
Sumber Online:
Bajpai, Kanti. 2000. Human Security: Concept and Measurement. Kroc Institute Occasional
Paper, No. 19. University of Notre Dame, Notre Dame, Indiana. Dalam
http://www.hegoa.ehu.es/dossierra/seguridad/Human_security_concept_and_meas
urement.pdf
Hasting, David A. 2011. The Human Security Index: An Update and a New Release dalam
http://www.humansecurityindex.org/wordpress/wp‐
content/uploads/2011/03/hsiv2‐documentation1.pdf
Human Security Unit Office for the Coordination of Humanitarian Affairs United Nations.
(2009) Human Security in Theory and Practice, Aplication of Human Security
Concept and the United Nation Trust Fund for Human Security. Dalam
http://hdr.undp.org/en/media/HS_Handbook_2009.pdf
Human Security: Indicators for Measurement dalam http://www.gdrc.org/sustdev/husec/z‐
indicators.html
Kristiadi, J. National Security, Human Security, HAM, dan Demokrasi. Dalam
http://www.propatria.or.id/download/Paper%20Diskusi/human_security_dan_ham
_jk.pdf
148
Prasetyono, Edy 2003. Human Security. dalam
http://www.propatria.or.id/download/Paper%20Diskusi/human_security_ep.pdf
Puskominfo Bidang Humas Polda Metro Jaya, 2012. 2.008 Kasus Kriminal Dilakukan
Anak-Anak (Artikel) dalam
http://humaspoldametrojaya.blogspot.com/2012/05/2.html
Susetyo, Heru (2008). Menuju Paradigma Keamanan Komprehensif Berprespektif Keamanan
Manusia dalam Kebijakan Keamanan Nasional Indonesia. 2008. Lex Jurnalica Vol. 6
No. 1. Dari http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/6108110.pdf
United Nations Development Programme. 1994. Human Development Report 1994. dalam
http://hdr.undp.org/en/media/hdr_1994_en_contents.pdf
University of Notre Dame, Notre Dame, Indiana, 2000. Dalam
http://www.hegoa.ehu.es/dossierra/seguridad/Human_security_concept_and_meas
urement.pdf
United Nations Millennium Declaration, I. Value and Principles: 6. 2000. Dalam
http://www.un.org/millennium/declaration/ares552e.htm