Upload
independent
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Buku “Beautiful Learning Model”
1
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PEMBELAJARAN QUANTUM
Menjadikan Pembelajaran Menyenangkan, Mengesankan dan Meningkatkan Daya Ingat Siswa yang selanjutnya disebut sebagai “Beautiful Learning Model”
A. Rasionalitas Model
Pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik
terarah kepada terbentuknya kepribadian siswa. Sistematis oleh karena proses
pendidikan berlangsung melalui tahap-tahap bersinambungan (prosedur) dan sistemik
oleh karena berlangsung dalam situasi kondisi, di semua lingkungan yang saling
mengisi baik lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat (Tirtarahardja dan La Sulo,
2010).
Namun tampaknya masih ada kesenjangan yang cukup besar antara apa yang
diharapkan dalam proses belajar di sekolah dengan kenyataan yang dicapai. Satu hal
yang memprihatikan adalah kenyataan bahwa prestasi belajar siswa SMP/MTs diIndonesia
masih rendah jika dibandingkan dengan prestasi siswa SMP/MTs dinegara lain. Hasil
survei dari asosiasi penilaian pendidikan internasional The Third International Mathematics
and Science Study (TIMSS) pada tahun 2007 menyimpulkan bahwa prestasi
belajar matematika anak Indonesia untuk SMP berada di urutan 35 dari 48 negara
(Gonzales, 2009). Sementara laporan Puspendik (2012) tentang hasil Ujian Nasional
untuk SMP/MTs juga menunjukkan bahwa pelajaran Matematika memberikan kontribusi
yang terbesar terhadap kegagalan siswa dalam UN dibandingkan dengan pelajaran lainnya,
yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan IPA.
Menurut Slameto (2010) ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar namun secara umum faktor-faktor tersebut dapat digolongkan ke dalam dua
golongan faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal merupakan faktor yang
Buku “Beautiful Learning Model”
2
berasal dari dalam diri siswa, seperti : motivasi, kecerdasan emosional, kecerdasan
matematis logis, kemandirian, sikap, kepercayaan diri dan lain-lain. Sedangkan faktor
eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa, seperti: sarana dan
prasarana, lingkungan, guru, kurikulum, dan metode mengajar.
Cara mengajar yang biasanya dilakukan oleh guru-guru dengan hanya
memberikan materi kepada siswa tanpa memberi suatu pengetahuan awal yang
berkaitan dengan materi yang dipelajari, atau tidak memberi kesempatan kepada siswa
untuk berbagi dan berdiskusi dengan temannya, sehingga tidak ada kesempatan untuk
membangun pengetahuannya sendiri. Dengan demikian, siswa hanya cenderung
menghafalkan konsep-konsep matematika yang dipelajari tanpa memahami dengan
benar. Di samping itu, pelaksanaan pembelajaran di sekolah masih didominasi oleh
pembelajaran yang berpusat pada guru (Teacher-Centered Instruction). Guru
cenderung menguasai/mendominasi kegiatan pembelajaran di kelas sehingga
keaktifan siswa berkurang. Hal ini mengakibatkan kurangnya hubungan timbal balik
antara guru dengan siswa maupun interaksi antara siswa yang pada akhirnya
menyebabkan rendahnya kualitas proses pembelajaran, sehingga tujuan pembelajaran
tidak tercapai dengan maksimal (Suherman, 2003).
Kenyataan di lapangan berdasarkan observasi penulis sebagaimana dijelaskan
sebelumnya menunjukkan bahwa setelah kegiatan belajar mengajar berakhir masih
banyak siswa yang tidak menguasai materi pelajaran dengan baik jika ditinjau dari
perolehan nilai hasil belajar mereka. Hal ini tentu dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain, faktor dari siswa sendiri, faktor guru maupun faktor lingkungan dalam hal
ini lingkungan belajar yang kurang kondusif. Terkadang ada guru yang selalu saja
menyalahkan siswanya, memarahi siswanya dan bahkan memberikan hukuman
kepada siswanya jika mereka memperoleh hasil belajar yang kurang bagus. Padahal
Buku “Beautiful Learning Model”
3
guru tersebut tidaklah menyadari sistem pembelajaran dalam hal ini model,
pendekatan, metode dan strategi pembelajaran yang diterapkan apakah sudah sesuai
dengan materi ajar dan kondisi siswa pada saat pembelajaran berlangsung.
Kesan yang selama ini terjadi bahwa siswa sering menjadi objek yang
dipersalahkan ketika tidak mampu menyerap pelajaran. Sehingga berbagai predikat
pun selalu diberikan kepada siswa misalnya pemalas, tidak memperhatikan penjelasan
guru, nakal, bodoh, dan lain-lain. Padahal boleh jadi penyebab ketidakmampuan siswa
dalam menyerap pelajaran yang diberikan bermula dari proses pembelajaran yang
tidak menarik dan membosankan. Sebagai akibatnya siswa menjadi malas dan tidak
tertarik terhadap materi yang disampaikan. Sebuah pernyataan yang patut menjadi
renungan bagi para guru adalah apa yang diungkapkan oleh Andi Wira Gunawan
dalam buku “Genius Learning Strategy”, bahwa sesungguhnya tidak ada mata
pelajaran yang membosankan, yang ada adalah guru yang membosankan, suasana
belajar yang membosankan, (Abdu, 2014). Hal ini terjadi karena proses belajar
berlangsung secara monoton dan merupakan proses perulangan dari itu ke itu juga
tiada variasi. Proses belajar hanya merupakan proses penyampaian informasi satu arah,
siswa terkesan pasif menerima materi pelajaran (Chatib, 2011).
Untuk mengoptimalkan tujuan pendidikan dan meminimalisir rendahnya
prestasi belajar siswa, salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah
mengembangkan kurikulum pendidikan. Dari kurikulum 2006 (KTSP) dikembangkan
menjadi kurikulum 2013 yang tengah diterapkan pada beberapa sekolah saat ini.
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran,
yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam
pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba,
Buku “Beautiful Learning Model”
4
mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran.
http://klastertimur.blogspot.com/2013/10/langkah-langkah-umumpembelajaran.html
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 harus menyentuh tiga ranah, yaitu
sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis
pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar
siswa “tahu mengapa.” Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau
materi ajar agar siswa “tahu bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi
substansi atau materi ajar agar siswa “tahu apa.” Hasil akhirnya adalah peningkatan
dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills)
dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak
(hard skills) dari siswa yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan
pengetahuan. http://info-data-guru-ptk.blogspot.com/2013/12/model-pendekatan-
ilmiah-scientific.html
Beranjak dari hal tersebut, sudah saatnya guru untuk mengubah paradigma
mengajar yang masih bersifat teacher centred menjadi stundent centred yang
menyenangkan sehingga mengoptimalkan pembelajaran kurikulum 2013 tersebut. Apa
lagi hal tersebut memang sudah diamanatkan Undang-undang No. 20 tahun 2003
tentang sisdiknas dan Peraturan Pemerintah No.19 tentang standar pendidikan
nasional. Undang-undang No. 20 pasal 40 ayat 2 berbunyi “guru dan tenaga
kependidikan berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna,
menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis”. Sementara Peraturan Pemerintah
No.19 pasal 19 ayat 1 berbunyi “proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
siswa untuk berpartisipasi aktif, memberikan ruang gerak yang cukup bagi prakarsa,
Buku “Beautiful Learning Model”
5
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik, serta
psikologi siswa (Abduh, 2014).
Pembelajaran yang menyenangkan merupakan pembelajaran yang adanya pola
hubungan baik antara guru dengan siswanya. Dalam pembelajaran menyenangkan,
pembelajaran harus berpusat pada siswa (student-centered learning). Salah satu
pembelajaran menyenangkan adalah pembelajaran kuantum berbasis joyful learning
merupakan pembelajaran dengan penggubahan bermacam-macam interaksi yang ada
di dalam dan di sekitar momen belajar sehingga menciptakan pembelajaran
menyenangkan (joyful learning). Bermacam-macam interaksi yang terjadi selama
proses pembelajaran mampu menciptakan pembelajaran yang dapat mengoptimalkan
potensi yang dimiliki oleh siswa (Rusman, 2011).
Untuk itu sangat perlu mengembangkan suatu model pembelajaran
menyenangkan mengesankan yang dapat meningkatkan daya ingat siswa terhadap
materi ajar tanpa harus menghafal setiap materi yang diperolehnya dengan berpayung
pada Kurikulum 2013. Maka dirancanglah suatu model pembelajaran yang didasarkan
pada pembelajaran Quantum dan diberi nama “Beautiful Learning Model”. Model ini
dirancang sedemikian yang tentunya berpatokan pada tuntutan kurikulum 2013 melalui
pendekataan saintifik dengan tujuan untuk menciptakan pembelajaran menyenangkan,
mengesankan dan meningkatkan daya ingat siswa untuk memperoleh prestasi belajar
yang maksimal. Dan perlu penulis tekankan bahwa walaupun Beautiful Learning
Model ini berpatokan pada Kurikulum 2013 yang tengah diterapkan oleh beberapa
sekolah se Indonesia saat ini bukan berarti bahwa model ini bertentangan dengan
aspek-aspek yang harus diutamakan yang ada pada kurikulum-kurikulum sebelumnya
seperti Kurikulum 2006 atau KTSP. Sehingga apabila di kemudian hari pemerintah
kembali mengharuskan untuk menggunakan KTSP maka tidak ada masalah dengan
Buku “Beautiful Learning Model”
6
adanya model ini. Mengapa demikian? Selamat membaca dan mempelajari hingga
mengerti segala aspek yang ditekankan dalam Beautiful Learning Model ini.
B. Teori-Teori Pendukung Beautiful Learning Model
1. Pembelajaran Quantum
a) Sejarah Singkat Quantum Learning
Tokoh utama di balik pembelajaran kuantum adalah Bobbi DePorter, seorang
ibu rumah tangga yang kemudian terjun di bidang bisnis properti dan keuangan,
dan setelah semua bisnisnya bangkrut akhirnya menggeluti bidang pembelajaran.
Dialah perintis, pencetus, dan pengembang utama pembelajaran kuantum.
Semenjak tahun 1982 DePorter mematangkan dan mengembangkan gagasan
pembelajaran kuantum di SuperCamp, sebuah lembaga pembelajaran yang terletak
Kirkwood Meadows, Negara Bagian California, Amerika Serikat. SuperCamp
sendiri didirikan atau dilahirkan oleh Learning Forum, sebuah perusahahan yang
memusatkan perhatian pada hal-ihwal pembelajaran guna pengembangan potensi
diri manusia. Dia dibantu oleh teman-temannya, terutama Eric Jansen, Greg
Simmons, Mike Hernacki, Mark Reardon, dan Sarah Singer-Nourie. DePorter
secara terprogram dan terencana mengujicobakan gagasan-gagasan pembelajaran
kuantum kepada para remaja di SuperCamp selama tahun-tahun awal dasawarsa
1980-an, DePorter (dalam Asma, 2011).
Bobbi DePorter belajar dari Dr. Georgi Lozanov, seorang pendidik
berkebangsaan bulgaria yang bereksperimen dengan apa yang disebutnya sebagai
“suggestology” atau “suggestopedia “. Prinsipnya adalah bahwa Sugesti dapat dan
pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detail apapun
dapat ,memberikan sugesti positif ataupun negatif. Istilah lain dari suggestology
Buku “Beautiful Learning Model”
7
adalah accelerated learning atau pemercepatan belajar (DePorter & Hernacki,
2004: 14).
b) Pengertian Quantum Learning
Untuk memudahkan pemahaman terhadap filosofi Quantum Learning,
adapun definisi dari beberapa kata kunci Quantum learning yang perlu dipahami
berdasarkan pendapat Mark Reardon (2004: 5) yaitu :
1) Quantum : Interaksi yang mengubah energy menjadi cahaya. Jadi “Quantum Learning” adalah orkestrasi bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Interaksi – interaksi ini mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain.
2) Pemercepatan belajar: Menyingkirkan hambatan yang mengalami proses belajar alamiah dengan cara sengaja menggunakan music, mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun bahan pelajaran yang sesuai, cara efektif penyajian dan keterlibatan aktif.
3) Quantum Learning : Interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya.” Mereka menekankan bahwa kekuatan energi sebagai bagian penting dari tiap interaksi manusia. Dengan mengutip rumus klasik E = mc2, mereka alihkan ihwal energi itu ke dalam analogi tubuh manusia yang “secara fisik adalah materi” (DePorter & Hernarcki, 2004: 16).
Asas utama pembelajaran kuantum adalah Bawalah Dunia Mereka ke
Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka. Konsep “Bawalah Dunia
Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka” mengandung
konsekuensi bahwa langkah pertama yang harus dilakukan guru dalam pelaksanaan
pembelajaran adalah membangun jembatan autentik memasuki kehidupan siswa,
untuk mendapatkan hak mengajar dari mereka. Caranya yaitu dengan mengaitkan
apa yang diajarkan guru dengan peristiwa, pikiran atau perasaan yang diperoleh
dari kehidupan rumah, sosial, atletik, musik, seni, rekreasi atau akademik siswa.
Setelah kaitan terbentuk, guru dapat menerapkan konsep “Bawalah Dunia Mereka
ke Dunia Kita”. Dalam konteks inilah materi pelajaran dibeberkan: kosa kata baru,
model mental, rumus, dan lain-lain (DePorter, Reardon & Singer, 2012).
Buku “Beautiful Learning Model”
8
Quantum Learning juga mencakup aspek-aspek penting dalam program
neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur
informasi. DePorter menyatakan bahwa belajar tentang bagaimana cara belajar.
Itulah yang diterapkan pada metode pembelajaran Quantum Learning. Dalam hal
ini terdapat dua kategori utama tentang bagaimana kita belajar. Pertama, modalitas
yakni bagaimana menyerap informasi dengan mudah dan kedua, dominasi otak
yakni bagaimana mengatur dan mengolah informasi tersebut (DePorter & Mike
Hernacki, 2004)
c) Karakteristik Pembelajaran Quantum Learning
Adapun karakteristik pembelajaran quantum learning sebagai berikut :
1) Pembelajaran kuantum berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika
kuantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep kuantum dipakai.
2) Pembelajaran kuantum berupaya memadukan, menyinergikan dan
mengolaborasikan faktor potensi-diri manusia selaku pembelajar dengan
lingkungan baik fisik maupun mental sebagai konteks pembelajaran.
3) Pembelajaran kuantum sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran
dengan taraf keberhasilan tinggi.
4) Pembelajaran kuantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian
penting proses pembelajaran.
d) Tujuan dan Manfaat Pembelajaran Quantum Learning
Beberapa tujuan dan manfaat pembelajaran Quantum Learning sebagai
berikut:
1) Tujuan :
a. Tumbuhnya emosi positif
b. kekuatan otak
Buku “Beautiful Learning Model”
9
c. keberhasilan
d. kehormatan diri
2) Manfaat :
a. Sikap Positif
b. Motivasi
c. Belajar Aktif
d. Membangun dan Mempertahankan lingkungan positif
e. Kepercayaan diri
f. Sukses
Selain dari karakteristik, tujuan dan manfaat di atas, berikut secara umum
beberapa teknik dalam pembelajaran Quantum Learning : (a) Kekuatan AMBAK
(Apa Manfaatnya Bagiku) dalam menciptakan minat belajar, (b) Sugesti positif
dalam meningkatkan motivasi belajar, (c) Pengaturan kelas, (d) Teknik Catatan Tulis
dan Susun (teknik CTS) dalam menerapkan pikiran sadar dan bawah sadar terhadap
materi yang sama dengan cara sadar, (e) Pemberian hadiah atas prestasi yang
dicapai, (f) Pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik) dalam gaya belajar,
(g) Konsolidasi (waktu untuk berhenti) dalam mengurangi kejenuhan, (h) Teori otak
kanan/kiri, (i) Teori otak trione (), (j) Teori kecerdasan ganda, (k) Belajar
berdasarkan pengalaman, (l) Belajar dengan symbol, (m) Simulasi/permainan atau
selingan berupa pemberian yel-yel.
Dari beberapa teknik dalam pembelajaran Quantum Learning di atas, tidak
semua teknik dijadikan sebagai dasar pengembangan model pembelajaran. Adapun
teknik yang akan dijadikan dasar dalam pengembangan model pembelajaran
tersebut antara lain, teknik kekuatan AMBAK (Apa Manfaatnya Bagiku) dalam hal
meningkatkan motivasi dan minat belajar untuk belajar, teknik CTS (Catatan Tulis
Buku “Beautiful Learning Model”
10
dan Susun) dalam menerapkan pikiran sadar dan bawah sadar seseorang terhadap
materi yang sama dengan cara sadar, teknik pemberian penghargaan serta selingan
berupa pemberian yel-yel dalam proses pembelajaran.
Kekuatan AMBAK (Apa Manfaatnya Bagiku)
DePorter & Hernacki (2004: 46) berpendapat:
“Sebelum Anda melakukan hampir segalanya dalam hidup Anda, baik secara sadar maupun tidak, anda akan bertanya pada diri Anda tentang pertanyaan penting ini ”apa manfaatnya bagiku” Mulai dari pekerjaan sehari-hari yang paling sederhana hingga mental yang mengubah hidup, segala sesuatu harus menjanjikan manfaat pribadi atau Anda tak mempunyai motifasi untuk melakukannya”.
DePorter & Hernacki (2004: 49) berpendapat bahwa AMBAK merupakan
kependekan dari Apa Manfaatnya Bagiku yang merupakan suatu motivasi yang
didapat dari pemilihan secara mental antara manfaat dan akibat-akibat suatu
keputusan. DePorter & Hernacki (2004: 48) berpendapat bahwa menemukan
AMBAK sama saja menciptakan minat dalam apa yang sedang kita pelajari dengan
menghubungkannya dengan “dunia nyata”. Ini terutama banar dalam situasi belajar
yang formal. Apakah ini kelas malam, seminar akhir minggu, belajar dikampus, kita
harus mencari cara untuk menjadikannya berarti bagi hidup kita sendiri. Tanyakan
pada diri kita, “bagaimana kita dapat memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-
hari? ”
Alfathona (2013) mengemukakan pengetrian AMBAK sebagai berikut:
A : Apa yang dipelajari
Guru hanya menetapkan apa saja yang akan dipelajari, anak didiklah yang
menetukan tema sesuai minat masing-masing. Sebagai contoh pada
pelajaran menggambar, guru hanya menentukan pelajaran menggambar dan
para anak didiklah yang menentukan tema gambar yang akan di buatnya.
M : Manfaat
Buku “Beautiful Learning Model”
11
Guru memberikan penjelasan tentang apa manfaat yang diperoleh dari setiap
pelajaran.
BAK : Bagiku
Bagiku artinya metode yang terkait dengan penjelasan guru kepada siswa tentang
apa manfaat yang diperoleh siswa di masa yang akan datang setelah mempelajari
bahan yang akan di ajarkan guru.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa metode AMBAK menurut
Alfathona adalah cara mengawali kegiatan pembelajaran dengan terlebih dahulu
memberikan penjelasan tentang apa yang akan dipelajari dan memberikan
pemahaman dan penyadaran kepada siswa tentang manfaat besar yang akan
didapat siswa.
Menciptakan minat, mudah untuk beberapa subyek dan lebih sulit untuk
subyek-subyek lainnya. Namun, kita selalu dapat menemukan sesuatu yang
menarik. Peluangnya adalah bahwa kita sudah termotifasi mempelajari suatu
informasi untuk beberapa alasan. Mungkin ini akan meningkatkan karir kita, atau
membantu kita agar lebih mudah berkomunikasi, atau mungkin merupakan batu
loncatan menuju pendidikan yang lebih tinggi. Jika kita telah memiliki beberapa
tahun pengalaman dalam pasar kerja, kita pun mempunyai sense yang baik dalam
dunia nyata dan apa yang harus diupayakan untuk mendapatkan yang terbaik
darinya. Ini mungkin saja akan lebih mudah menciptakan minat, daripada ketika
kita masih lebih muda.
DePorter & Hernacki (2004: 52) berpendapat bahwa menciptakan minat
juga memiliki keuntungan intrinsiknya. Ketika kita menciptakan minat dalam suatu
subjek-subjek, kita kerap mendapatka bahwa hal itu membawa kita kepada minat
baru di bidang lainnya. Mengembangkan bidang-bidang baru ini menimbulkan
Buku “Beautiful Learning Model”
12
kekuasan tersendiri, dan juga minat baru lainnya, reaksi berantai yang berjalan
terus-menerus. Pelajaran tentang Oseanografi, misalnya mungkin akan membuat
kita tertarik pada akuarium air laut, dan selanjutnya membuat kita tertari pada
Scubadriving, yang selanjutnya membuat kita tertarik pada fotografi dasar laut,
terus-menerus sehingga dunia bawah laut menjadi sumber eksplorasi dan kepuasan
yang tak ada akhirnya.
Berdasarkan uraian diatas, dapat penulis simpulkan bahwa dengan melalui
kekuatan AMBAK dalam suatu proses pembelajaran dapat meningkatkan minat dan
motivasi siswa untuk lebih giat belajar karena dengan sendirinya siswa akan
merasakan bahwa apa yang akan dilakukan (dipelajari) akan memiliki manfaat yang
begitu berarti.
Dengan tujuan untuk meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran, penulis mengembangkan fase pertama ini melalui
penerapan teknik AMBAK dalam pembelajaran. Sehingga hasil pengembangannya
menjadi “menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa melalui
kekuatan AMBAK”. Adapun aktivitas guru pada fase pengembangan ini adalah
menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa dengan cara
memberitahu mengenai Apa Manfaat Bagi Mereka mempelajari materi yang akan
diberikan.
Teknik CTS (Catatan: Tulis dan Susun)
Ada beberapa teknik dalam mencatat yang sangat membantu siswa. Teknik
mencatat dapat terbagi menjadi dua bagian yakni teknik Catatan:Tulis dan Susun
serta teknik Peta Pikiran (Mind Mapping). Namun yang difokuskan disini adalah
teknik mencacat yang pertama yaitu Catatan: Tulis dan Susun (CTS). CTS adalah
teknik mencatat yang mampu mensinergiskan kerja otak kiri dengan otak kanan,
Buku “Beautiful Learning Model”
13
sehingga konsentrasi belajar dapat meningkat (DePorter, 2004). Ciri yang paling
penting dari teknik mencatat ini yaitu memudahkan siswa untuk mencatat pemikiran
dan kesimpulan pribadi secara bersama-sama dengan bagian-bagian kunci materi
yang diberikan. CTS mengkoordinasikan kedua aktivitas mental untuk mencapai
hasil yang lebih efektif, yaitu menerapkan pikiran sadar atau bawah sadar terhadap
materi yang disampaikan yang sama dengan teknik atau cara sadar. Maksudnya yaitu
ketika pikiran sadar kita berpusat pada material dan proses menuangkannya dalam
bentuk catatan, pikiran bawah sadar kita akan bereaksi membentuk kesan, membuat
hubungan-hubungan dan mengira-ira kemana arah kesimpulannya, atau bahkan bisa
juga memikirkan hal diluar yang dicatat tergantung emosi atau perasaan terbesar
yang dirasakan.
Teknik mencatat kedua, peta pikiran (Mind Mapping), yaitu cara yang paling
mudah untuk memasukkan informasi kedalam otak dan untuk mengambil kembali
informasi dari dalam otak. Peta pemikiran merupakan teknik yang paling baik dalam
membantu proses berfikir otak secara teratur karena menggunakan teknik grafis
yang berasal dari pemikiran manusia yang bermanfaat untuk menyediakan kunci-
kunci universal sehingga membuka potensi otak.
Mark Reandon, (2004: 178) mengatakan :
“Pernahkah menangkap basah siswa tengah melamun saat kuliah penting? Inilah alasannya: Anda berbicara dengan kecepatan 200 hingga 300 kata per menit. Otak dapat memproses bahasa pada 600 sampai 800 kata per menit. Dalam kuliah panjang, benak siswa mulai mengisi waktu luang tersebut dengan hal-hal yang “lebih menarik” : kencan esok, pertandingan sepak bola Jumat lalu, makan siang hari ini. Kata-kata Anda memicu asosiasi yang mengirimkan siswa Anda ke alam lamunan”.
Mark mengembangkan Catatan: Tulis dan Susun, variasi catatan Cornell agar
siswa dapat menggunakan kemampuan lamunan yang luar biasa itu untuk
memusatkan perhatian pada tugas yang dihadapi. CTS adalah singkatan dari Catatan:
Buku “Beautiful Learning Model”
14
Tulis dan Susun. Siswa mencatat baik fakta dari pelajaran maupun asosiasi, pikiran
dan perasaan yang mengantarkan mereka ke perjalanan mental mereka. Menuliskan
pikiran-pikiran ini membantu mereka menyadari lamunan itu, sehingga mereka lebih
mudah mempertahankan pusat perhatian kepada pengajar. Mencatat asosiasi yang
berhubungan dengan informasi yang diajarkan juga meningkatkan penyerapan dan
informasi yang dihubungkan dengan emosi lebih mudah diingat kembali.
De Porter & Hernacki (2004: 160) berpendapat bahwa CTS adalah kependekan
dari “Catatan Tulis dan Susun ”. Ciri yang paling penting dari sistem ini adalah
bahwa catatan ini memudahkan Anda untuk mencatat pemikiran dan kesimpulan
pribadi Anda bersama-sama dengan bagian-bagian kunci pembicaraan atau materi
bacaan.
Untuk mempelajari Catatan: TS ini, kita pasti ingin tahu perbedaan antara
penulisan catatan dan penyusunan catatan. Penulisan-catatan adalah mendengarkan
apa yang dibicarakan oleh seorang pembicara atu guru seraya menuliskan poin-poin
utamanya. Penyusunan catatan berarti menuliskan pemikiran dan kesan kita sendiri
sambil mendengarkan materi yang sedang disampaikan. Catatan: TS membuat kita
mampu melakukan keduanya sekaligus mencatat informasi dan tetap mengikuti jalan
pemikiran kita.
Catatan: TS adalah cara menerapkan pikiran sadar maupun bawah sadar kita
terhadap materi yang sama dengan cara sadar. Sebenarnya, kedua pikiran kita
bekerja terlepas metode pencatatan apa yang kita gunakan. Ketika pikiran sadar
kitaberpusat pada material dan proses menuangkan di atas kertas, pikiran bawah kita
bereaksi, membentuk kesan, membuat hubungan-hubungan dan melakukan
kesuluruhan pekerjaan kurah lebih seca otomatis. Catatan: mengkoordinasikan kedua
aktivitas mental ini untuk mencapai hasil yang lebih efektif.
Buku “Beautiful Learning Model”
15
Mark Reandon (2004: 179) berpendapat bahwa adapun cara membuat Catatan:
TS yakni yang dibutuhkan adalah selembar kertas, dua bolpen atau pensil berwarna
dan stabilo. Selanjutnya menggambarkan garis vertikal kira-kira seperempat bagian
dari sisi kanan kertas, membentuk dua kolom, satu besar dan satu kecil. Diatas
kolom kiri dituliskan “Informasi Penting”. Di atas kolom kanan yang kecil mereka
menuliskan “Pikiran, perasaan, dan pertanyaan”. Kolom kiri adalah daerah menulis
catatan; kolom yang lebih kecil di sebelah kanan untuk menyusun catatan.
Disebelah kiri, biasa saja siswa menuliskan tanggal, nama dan informasi
penting lainnya sambil mendengarkan pelajaran, membaca atau menonton film.
Bilamana kita mengganti poin atau topik, siswa mengganti warna. Otak menyukai
perbedaan dan ini membantu siswa membedakan jenis informasi ketika mereka
melihat catatan mereka.
Di sebelah kanan, mereka menuliskan pemikiran asosiasi dan muncul dalam
benak. Bisa berupa pendapat, reaksi dari apa yang di dengar, pertanyaan apa saja.
Mereka mungkin merasa terbantu jika menggambar atau membuat simbol di daerah
ini. Ruang kanan juga digunakan untuk menuliskan perasaan mereka saat itu.
Apakah mereka sedih, tertarik, bingung, bosan dan sebagainya. Dengan demikian
mereka menciptakan hubungan emosi dan informasi yang mereka pelajari, yang akan
membantu melekatnya pada benak mereka. Ini berarti mereka belajar lebih cepat dan
pengajar tidak perlu lama-lama mengulang.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat penulis simpulkan bahwa teknik Catatan:
TS sangat penting untuk diterapkan dalam pembelajaran karena dengan adanya CTS
ini selain mengesankan bagi siswa karena merupakan sesuatu hal yang baru juga
dapat meningkatkan daya ingat siswa terhadap materi pelajaran.
Buku “Beautiful Learning Model”
16
Adapun aktivitas guru dalam pengembangan fase ini adalah guru
menyampaikan langkah-langkah (cara) membuat CTS dan bahan-bahan yang
diperlukan adalah selembar kertas, dua bolpen atau pensil berwarna dan stabilo.
Selanjutnya menggambarkan garis vertikal kira-kira seperempat bagian dari sisi
kanan kertas, membentuk dua kolom, satu besar dan satu kecil. Diatas kolom kiri
dituliskan “Informasi Penting”. Di atas kolom kanan yang kecil mereka menuliskan
“Pikiran, perasaan, dan pertanyaan”. Kolom kiri adalah daerah menulis catatan;
kolom yang lebih kecil di sebelah kanan untuk menyusun catatan. Menulis catatan
berarti menuliskan hal-hal penting terkait materi yang diberikan, sementara
menyusun catatan berarti menguraikan pikiran, perasaan dan pertanyaan saat materi
berlangsung.
Teknik konsolidasi (Waktu untuk Berhenti)dan penerapan yel-yel pembelajaran
Konsolidasi yang dimaksudkan adalah jeda atau waktu untuk berhenti dalam
melakukan suatu aktivitas pembelajaran. Menurut De Porter (2004: 84) bahwa
adanya jeda yang berulang-ulang merupakan persyaratan untuk setiap jenis sesi
belajar. Alasannya adalah pertama, dalam setiap masa belajar yang paling diingat
dengan baik adalah informasi yang dipelajari pada saat pertama dan terakhir. Oleh
karena itu jika lebih sering meminta jeda maka akan mengingat lebih banyak dari
seluruh informasi, yang artinya banyaknya jeda pendek tersebut berarti akan
memperbanyak “pertama” dan “terakhir”. Alasan Kedua, ketika pikiran menjadi
letih, perubahan keadaan mental yang terjadi selama jeda akan menyegarkan kembali
sel-sel otak untuk langkah berikutnya. Dalam hal ini jeda juga merupakan saat untuk
konsolidasi, untuk mengumpulkan informasi dan membiarkannya menetap secara
mantap ke dalam pikiran sadar dan bawah sadar seseorang. Berikut ungkapan De
Porter (2004: 215):
Buku “Beautiful Learning Model”
17
“Jika dalam persentasi selama 90 menit diadakan jeda setiap 30 menit, maka persentase daya ingat akan meningkat”
Pada saat mengambil jeda diupayakan jeda tersebut benar-benar diisi dengan
kegiatan menyenangkan dan mengesankan baik bagi siswa maupun guru.
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa joyful learning sangat
dibutuhkan dalam proses pembelajaran, misalnya adanya yel-yel saat proses
pembelajaran berlangsung. Tujuannya adalah menjadikan siswa maupun guru
kembali rileks dalam mengikuti proses belajar mengajar.Penerapan yel-yel
disesuaikan dengan kondisi siswa dan guru dalam mengikuti proses pembelajaran.
Misalnya ketika siswa kelihatan jenuh, bosan, mengantuk, mulai rebut, kurang
bersemangat, dan sebagaainya. Penerapan yel-yel ini dapat dilakukan pada kegiatan
awal, kegiatan inti maupun kegiatan akhir pembelajaran.
Teknik Pemberian Penghargaan
Pemberian penghargaan atau hadiah atas prestasi yang dicapai merupakan salah
satu unsur penting dalam Quantum Learning. Dengan adanya teknik pemberian
penghargaan tersebut dapat membangkitkan semangat siswa untuk lebih giat lagi
belajar dan terus berlomba dengan temannya satu sama lain. Hanya saja teknik
pemberian penghargaan yang dimaksudkan dalam pembelajaran Quantum bukan
hanya berupa nilai tinggi/nilai tambah pada tugas atau ulangan mereka, tetapi juga
bias berupa benda yang disenangi siswa seperti alat tulis menulis, buku catatan yang
unik, pulpen atau penghapus yang unik, dsb. Selain dari pada itu skali-kali diberikan
penghargaan berupa piknik atau liburan bersama guru di akhir pekan. Dengan
teknik-teknik seperti itu dapat membuat siswa lebih terkesan dan selalu berkeinginan
mengikuti proses belajar mengajar khususnya dalam pembelajaran matematika.
Buku “Beautiful Learning Model”
18
DePorter, Reardon & Singer (2004) mengungkapkan bahwa dalam
pembelajaran Quantum dikenal pula aspek lain yang disebut sebagai TANDUR yang
merupakan langkah-langkah dalam melaksanakan pembelajaran sebagai berikut:
1. Tumbuhkan
Tumbuhkan minat dengan memuaskan Apakah Manfaatnya Bagiku? (AMBAK)
dan memanfaatkan kehidupan pelajar.
2. Alami
Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua
pelajar.
3. Namai
Sediakan kata kunci, konsep model, rumus, strategi; sebuah ‘masukan’.
4. Demonstrasikan
Sediakan kesempatan bagi pelajar untuk ‘menunjukkan bahwa mereka tahu’.
5. Ulangi
Tunjukkan pelajar cara-cara mengulang materi dan menegaskan, “Aku tahu
bahwa aku memang tahu ini”.
6. Rayakan
Pengakuan untuk menyelesaikan, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan
ilmu pengetahuan.
Menurut Alfathona (2011), bahwa Quantum Learning merangkai berbagai
teori-teori dengan baik menjadi sebuah paket multisensori, multi kecerdasan dan
komptibel dengan cara kerja otak yang mampu meningkatkan kemampuan dan
kecepatan belajar. Pada akhirnya juga akan melejitkan kemampuan siswa untuk
berprestasi.
Buku “Beautiful Learning Model”
19
Uraian singkat tentang teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :
1) Accelerated Learning
Merupakan model pembeljaran yang mendorong siswa untuk lebih cepat, lebih
efektif, dan lebih menyenangkan. Dengan model ini materi pembelajaran menjadi
lebih bermakna dan daya ingat siswa menjadi lebih kuat. Accelerated Learning
menggabungkan penggunaan musik, seni dan warna sebagai fokus lingkungan fisik,
suasana emosional dan pembahasan. Dalam hal ini juga ditekankan pada pentingnya
kepercayaan yang tinggi pada kemampuan siswa dan inti pengajaran tampak dari
model teladan. Guru adalah teladan prilaku untuk menjamin kesuksesan siswa.
Accelerated learning atau pembelajaran dipercepat merupakan sebuah inovasi
pembelajaran matematika yang sejalan dengan teori kontuktivisme. Accelerated
learning ini bukanlah suatu sarana atau metode yang digunakan melainkan suatu
tujuan atau hasil yang ingin dicapai. Jadi, model atau metode, ataupun strategi yang
dapat mempercepat atau meningkatkan pembelajaran dapat digolongkan ke dalam
accelerated learning. Di dalam accelerated learning terdapat sejumlah besar teknik
yang akan terus bertambah. Namun, pada intinya accelerated learning adalah filosofi
pembelajaran dan kehidupan yang mengupayakan demekanisasi dan
memanusiawikan pengalaman bagi seluruh tubuh, seluruh pikiran, dan seluruh
pribadi. Oleh karena itu, accelerated learning berusaha membentuk kembali sebagian
besar keyakinan dan praktik yang membatasi, serta yang kita warisi dari masa lalu
(Meier, 2002)
Sedangkan menurut Rose, Colin (2002) bahwa Accelerated artinya dipercepat
dan Learning artinya pembelajaran. Jadi, Accelerated Learning dapat diartikan
percepatan pembelajaran atau cara belajar cepat. Konsep cara belajar cepat ini
diawali oleh pandangan Colin Rose dan Malcolm Nicholl tentang adanya kebutuhan
Buku “Beautiful Learning Model”
20
yang mendesak akan revolusi dalam cara belajar dan bagaimana melakukan sesuatu
bagi para siswa dari seluruh usia, orang tua, pendidik, dan dunia usaha serta
pemerintah untuk mendongkrak tingkat prestasi. Perubahan dunia yang begitu cepat
menuntut dan mensyaratkan kemampuan belajar yang lebih cepat. Kompleksitas
dunia yang terus meningkat juga menuntut kemampuan yang sesuai untuk
menganalisis setiap situasi secara logis dan memecahkan masalah secara kreatif.
Metode belajar dalam Accelerated Learning mengakui bahwa masing-masing
individu memiliki cara belajar pribadi pilihan yang sesuai denga karakter dirinya.
Oleh karena itu, ketika seseorang belajar dengan menggunakan teknik-teknik yang
sesuai dengan gaya belajar pribadinya, maka berarti ia telah belajar dengan cara yang
paling alamiah bagi diri sendiri. Sebab yang alamiah menjadi lebih mudah dan yang
mudah menjadi lebih cepat, itulah alasan Collin Rose dan Malcolm J. Nicholl
menyebutnya cara belajar cepat. Menurutnya, kecerdasan hanyalah sehimpunan
kemampuan dan ketrampilan. Seseorang dapat mengembangkan dan meningkatkan
kecerdasannya dengan belajar menggunakan kemamapuannya sendiri secara penuh.
Strategi cara belajar cepat akan membantu untuk mengembangkan ketrampilan-
ketrampilan tersebut.
Prinsip Pokok Accelerated Learning
Untuk mendapatkan hasil pembelajaran yang optimal dengan menggunakan
accelerated learning, guru harus benar-benar memahami prinsip-prinsip yang
melandasi accelerated learning. Adapun prinsip-prinsip accelerated learning yang
diungkapkan oleh Meier (dalam Cairuddin, 2010) antara lain sebagai berikut:
a. Belajar Melibatkan seluruh Pikiran dan Tubuh. Belajar tidak hanya
menggunakan “otak” (sadar, rasional, memakai “otak kiri”, dan verbal), tetapi
juga melibatkan seluruh tubuh/pikiran dengan segala emosi, indra, dan sarafnya.
Buku “Beautiful Learning Model”
21
b. Belajar adalah Berkreasi, Bukan Mengonsumsi. Pengetahuan bukanlah sesuatu
yang diserap oleh pembelajar, melainkan sesuatu yang diciptakan pembelajar.
Pembelajaran terjadi ketika seorang pembelajar memadukan pengetahuan dan
ketrampilan baru ke dalam struktur dirinya sendiri yang telah ada. Belajar secara
harfiah adalah menciptakan makna baru, jaringan saraf baru, dan pola interaksi
elektrokimia baru di dalam sistem otak/tubuh secara menyeluruh.
c. Kerja Sama Membantu Proses Belajar. Semua usaha belajar yang baik
mempunyai landasan sosial. Kita biasanya belajar lebih banyak dengan
berinteraksi dengan kawan-kawan daripada yang kita pelajari dengan cara lain
manapun. Persaingan di antara pembelajar memperlambat pembelajaran. Kerja
sama di antara mereka mempercepatnya. Suatu komunitas belajar selalu lebih
baik hasilnya daripada beberapa individu yang belajar sendiri-sendiri.
d. Pembelajaran Berlangsung pada Banyak Tingkatan secara Simultan. Belajar
bukan hanya menyerap satu hal kecil pada satu waktu secara linear, melainkan
menyerap banyak hal sekaligus. Pembelajaran yang baik melibatkan orang pada
banyak tingkatan secara simultan (sadar dan bawah-sadar, mental dan fisik) dan
memanfaatkan seluruh saraf reseptor, indra, jalan dalam sistem total otak/tubuh
seseorang. Bagaimanapun juga, otak bukanlah prosesor berurutan, melainkan
prosesor paralel, dan otak akan berkembang pesat jika ia ditantang untuk
melakukan banyak hal sekaligus
e. Belajar Berasal dari Mengerjakan Pekerjaan Itu Sendiri (dengan Umpan Balik).
Belajar paling baik adalah dalam konteks. Hal-hal yang dipelari secara terpisah
akan sulit diingat dan mudah menguap. Kita belajar berenang dengan berenang,
cara mengelola sesuatu dengan mengelolanya, cara bernyanyi dengan bernyanyi,
cara menual dengan menjual, dan cara memperhatikan kebutuhan konsumen
Buku “Beautiful Learning Model”
22
dengan memperhatikan kebutuhannya. Pengalaman yang nyata dan konkret dapat
menjadi guru yang jauh lebih baik daripada sesuatu yang hipotetis dan abstrak-
asalkan di dalamnya tersedia peluang untuk terjun langsung secara total,
mendapatkan umpan balik, merenung, dan menerjunkan diri kembali.
f. Emosi Positif Sangat Membantu Pembelajaran. Perasaan menentukan kualitas
dan juga kuantitas belajar seseorang. Perasaan negatif menghalangi belajar.
Perasaan positif mempercepatnya. Belajar yang penuh tekanan, menyakitkan,
dan bersuasana muram tidak dapat mengungguli hasil belajar yang
menyenangkan, santai, dan menarik hati.
g. Otak-Citra Menyerap Informasi secara Langsung dan Otomatis. Sistem saraf
manusia lebih merupakan prosesor citra darpada prosesor kata. Gambar konkret
jauh lebih mudah ditangkap dan disimpan darpada abstraksi verbal.
Menerjemahkan abstraksi verbal menjadi berbagai jenis gambar konkret akan
membuat abstraksi verbal itu bisa lebih cepat dipejari dan lebih mudah diingat
2) Multiple intelegences
Multiple intelegences atau kecerdasan majemuk adalah teori yang menyatakan
bahwa setiap anak memiliki kecerdasan yang beragam. Menurut Gardner kecerdasan
majemuk menggambarkan beragam kecerdasan otak meliputi spatial-visual,
linguistic-verbal, interpersonal, musical rhythmicnaturalist, bodily kinesthesic,
logical mathematic. Seorang individu memiliki kecerdasan ini, tetapi denga derajat
yang beragam. Jadi, tiap orang mungkin memilki satu kecerdasan dominan dan
kecerdasan sekunder yang digunakan dalam menyerap dan mengingat dalam proses
pembelajaran.
Buku “Beautiful Learning Model”
23
3) Neuro Linguistic Programming
Secara bebas Neuro Linguistic Programming (NLP) dapat diterjemahkan
sebagai pemograman bahasa untuk menggerakkan alam bawah sadar. Dalam teori ini
dijelaskan bahwa cara otak mengorganisasikan informasi dan menunjukan
bagaimana individu-individu dapat membuat strategi untuk perubahan yang lama.
NLP adalah konsep tentang bahasa positif dan efek bahasa dalam lingkungan
pembelajaran. Dalam bidang pendidikan dan pembelajaran, NLP bermanfaat bagi
guru maupun siswa. Pengajaran yang baik adalah dengan memberikan siswa
pengalaman terlebih dahulu, kemudian baru memberikan label untuk pemahaman
yang lebih komprehensip.
Apa sih NLP itu? apa manfaat NLP bagi kehidupan kita? bisa jadi itu adalah
beberapa pertanyaan yang tersirat di kepala anda saat membaca judul di atas. NLP
atau Neuro Linguistic Programming adalah Manual for the Brain, atau The
Psychology of Excellence. Jika didefinisikan setiap kata maka diperoleh pengertian
berupa: Neuro, Mengacu ke sistem syaraf kita, corong penghubung lima indra kita
(indra melihat, mendengar, merasa, mencium, dan meraba) Linguistic, Kemampuan
alami berkomunikasi secara verbal dan non verbal. Verbal mengacu pada pilihan-
pilihan kata dan frase, mencerminkan dunia mentalitas kita. Nonverbal berkaitan
dengan “bahasa sunyi” seperti postur, gerak-gerik, dan tingkah laku. “Bahasa sunyi “
melahirkan gaya berpikir dan kepercayaan.Programming, mengacu pada pola
berpikir, perasaan, dan tindakan kita. perilaku dan kebiasaan keseharian ini dapat
diganti dengan perilaku dan kebiasaan yang lebih positif. NLP merupakan ilmu yang
membuka kunci rahasia dari cara kerja otak sehingga orang yang mempelajarinya
menjadi tuan atas pikirannya sendiri. Dengan NLP seseorang dimungkinkan dapat
melakukan perubahan nyata secara menyenangkan , cepat, dan self utilized. NLP
Buku “Beautiful Learning Model”
24
merupakan bidang ilmu yang sangat powerfull di terapkan dibidang business,
management, coaching & counseling, marketing & sales, persuasion, therapy, health,
sport, counsulting, training/education, parenting, sex, law professionals, dan lain-lain
(Trainer, 2008).
Menurut Wong (dalam Yudha, 2013) bahwa Neuro linguistic programming di
gagas oleh John Grinder dan Richard Bandler pada tahun 1973, yang kemudian
dikembangkan di dunia pendidikan oleh Ernest Wong tahun 1980 dan Robert Dilts
tahun 1985. Program bimbingan ini telah di terapkan di berbagai negara, beberapa
tokoh dunia yang telah mengakui program ini diantaranya adalah Bill Clinton, Andre
Aggasi, Lady Di, Nelson Madela, dan Robert T.Kiyosaki. Di Asia Tenggara hingga
akhir tahun 2005 tercatat 100.270 siswa yang mengalami burnout dan kemudian
menjadi juara di sekolahnya masing-masing.
Secara bahasa neuro mengacu pada pikiran dan bagaimana individu
mengorganisasikan kehidupan mentalnya. Proses neurologi adalah suatu proses
tentang bagaimana manusia melalui mekanisme kerja otak dapat menterjemahkan
pengalaman-pengalaman yang diterima ke dalam fungsi fisiologinya. Linguistic
adalah bahasa (baik bahasa verbal maupun non verbal) dan bagaimana individu
menggunakannya dalam kehidupan. Proses linguistic adalah suatu pola kata-kata
yang spesifik, dimana perumusan pola tersebut akan digunakan untuk
mendeskripsikan tentang suatu hal. Sedangkan programming adalah usaha individu
untuk belajar bereaksi pada suatu situasi tertentu dan membangun pola-pola otomatis
atau program-program yang terjadi pada sistem neurologi maupun pada sistem
bahasa. Programming adalah urutan proses mental yang berpengaruh pada perilaku
dalam mencapai tujuan dan bagaimana memodifikasinya (Grinder & Bandler, 1975
(dalam Fadhil, 2008)). Neuro Linguistic Programming (NLP) yang dimaksud
Buku “Beautiful Learning Model”
25
merupakan sebuah model yang menjelaskan bagimana cara kerja otak agar individu
bisa menjadi tuan dan bukan menjadi budaknya”. NLP merupakan salah satu cara
yang membuat seseorang mampu untuk memetakan semua proses yang terjadi dalam
otaknya (didasarkan pada pengalamannya) dengan memprogram fungsi neuro-nya
(otaknya) dengan menggunakan bahasa (linguis), sehingga individu dapat merubah
aspek luar kehidupannya dengan cara mengubah sikap yang ada dalam pikiran
mereka. Dari uraian di atas dapat didefinisikan bahwa neuro linguistic programming
adalah sebuah model yang memprogram interaksi antara pikiran dan bahasa (verbal
dan non-verbal) sehingga dapat menghasilkan pikiran dan perilaku yang diharapkan
(Tad:2004 (dalam Yudha, 2013)).
Menurut Carol Harris (dalam Yudha, 2013) adapun kerangka kerja dalam NLP
adalah sebagai berikut :
1) The Experiental Array (susunan atau rangkaan pengalaman). Rangkaian ini
memiliki lima elemen yang memiliki kontribusi terhadap performance yaitu
hasil (outcomes), perilaku (behavior), mental strategy (thoughts)- pemikiran
(strategi mental), emotional state (feelings) – keadaan emosi (perasaan),
keyakinan dan nilai (belief&value). Ke lima elemen ini berhubungan satu
dengan yang lain sehingga membentuk suatu sistem yang menyeluruh, dimana
elemen internal (pikiran dan perasaan) akan mempengaruhi perilaku dan
perilaku akan mengakibatkan munculnya suatu hasil (outcomes).
2) Neurological Levels (level-level neurologi). Kerangka kerja ini memiliki enam
level dasar, yaitu :
a) Lingkungan (merupakan tempat dimana segala sesuatu terjadi);
b) Perilaku (apa yang dilakukan oleh seseorang);
c) Kemampuan (bagaimana seseorang melakukan suatu aksi);
Buku “Beautiful Learning Model”
26
d) Keyakinan (alasan dari seseorang melakukan sesuatu);
e) Identitas (apa yang orang pikirkan tentang diri mereka sendiri);
f) Spiritualitas.
Mekanisme pemrosesan realitas eksternal (RE) menjadi realitas internal (RI)
oleh individu dalam kontek NLP dapat diilustrasikan pada gambar berikut:
Sumber: Tad James. (2006). “What is NLP: A Model of Communication and Personality”. Tersedia di www.nlp.com/NLP. Diakses tanggal 25 Maret 2014.
Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa secara umum peristiwa yang
datang dari luar diri individu (RE/realitas eksternal) masuk kedalam input sensori
(visual, auditory, kinesthetic, gusfactory, olfactory) kemudian diproses dalam otak.
Selama memproses peristiwa tersebut, individu melakukan mekanisme deletion
(menghapus), distortion (mengubah), dan generalization (menyimpulkan) atas
informasi yang masuk.
Buku “Beautiful Learning Model”
27
Dalam praktiknya, penerapan NLP untuk menciptakan pembelajaran
menyenangkan dilandasi oleh beberapa prinsip dasar, yaitu:
1. The map is not teritory. what we see, hear and feel is not reality but our brain’s
interpretation of it. Everythink you think, see, hear or feel is created by your
brain in respond to real external stimulated. Peta bukanlah suatu wilayah. Apa
yang kita lihat, dengar dan rasakan bukanlah hal yang sebenarnya, tetapi otak
kitalah yang mengartikan hal-hal tersebut. Segala sesuatu yang kita pikirkan,
lihat, dengar atau rasakan diciptakan oleh otak kita yang merespon rangsangan
dari luar diri kita.
2. There is a mind-body connection. Pemikiran kita akan mempengaruhi gerak otot,
pernapasan, preasaan kita, yang pada akhirnya akan mempengaruhi pemikiran
kita. Ketika kita belajar untuk mengubah salah satunya, kita telah belajar untuk
mengubah yang lainnya.
3. Every behavior has utility and usefullness. Setiap perilaku memiliki tujuan.
4. We cannot not comunicated. Even if we don’t say a word. Our internal thought
processesses affect our body in such a way that our message get’s out. Kita selalu
berkomunikasi, secara non-verbal (tanpa kata-kata) adalah salah satu cara
berkomunikasi juga. Sebuah tarikan nafas, senyuman, dan pandangan adalah
semua bentuk komunikasi. Bahkan semua pemikiran kita adalah komunikasi
dengan diri sendiri, dan diungkapkan kepada orang lain melalui mata, nada suara,
sikap tubuh dan gerakan tubuh.
5. There is no failure, only feedback. There can be failure only if you do not learn
anythink from what has happened. Tidak ada kegagalan yang ada hanyalah
umpan balik, seseorang yang gagal hanyalah mereka yang tidak mempelajari
apapun dari peristiwa yang terjadi pada dirinya.
Buku “Beautiful Learning Model”
28
Lebih lanjut, Grinder & Bandler (dalam Trainer, 2008) mengungkapkan
beberapa teknik yang digunakan dalam Neuro Linguistic Programming, yaitu:
1. Collapsing Anchors
Collapsing Anchorinvolves stimulating the natural process of associative
correction by using anchoring to connect a problem state to an appropriate
resource experience. Teknik ini merupakan proses penggabungan dengan
menggunakan pembiasaan untuk menghubungkan pengalaman dengan sumber
yang sesuai.
2. Visual Squash
Visual Squash as a mean to sort and integrated conflicting parts or polarities.
Teknik ini dapat diartikan sebagai alat untuk mengintegrasikan bagian atau kutub
yang berbeda. Dalam prosesnya, gambaran mental mewakili bagian yang
berbeda dari seseorang, lalu bagian tersebut disatukan untuk membantu
gambaran baru yang mewakili kombinasi atau integrasi bagian-bagian yang
sebelumnya berbeda.
2. Reframing and Six-Step Reframing
a. Reframing dalam konteks ini adalah salah satu cara untuk menolong orang
merubah pandangan dan memperluas peta pikirannya terhadap sesuatu.
Reframing sangat ditentukan oleh apa yang kita lihat dan terima dai
pengalaman atau peristiwa tertentu. Kerangka psikologis mempengaruhi cara
kita bertindak dan menginterpretasikan sebuah situasi.
b. Dalam NLP, reframing terdiri dari kerangka mental yang berisi pengalaman
atau situasi yang baru, memperluas persepsi kita dari kondisi tertentu sehingga
keputusan yang diambil lebih bijaksana.
Buku “Beautiful Learning Model”
29
c. Bentuk dari reframing dalam NLP ada dua yaitu:
1) Konteks
Konteks reframing, dilakukan berdasarkan fakta dari pengalaman tertentu,
tingkah laku atau peristiwa yang memiliki implikasi berbeda dan
konsekuensi yang bergantung dari konteks yang terjadi. Konteks reframing
pada NLP “menerima semua tingkah laku sebagai sesuatu yang berguna”.
Tujuannya adalah untuk mengubah respon negatif pada diri individu
menjadi tingkah laku tertentu dengan merealisasikan tingkah laku yang
lebih berguna dalam konteks tertentu.
2) Isi
Reframing merupakan perubahan pandangan dan persepsi kepada tingkah
laku atau situasi tertentu. “isi reframing” pada NLP terdiri dari eksplorasi
tingkah laku eksternal individu. Penyelesaiannya dalam NLP adalah
menemukan “maksud positif”, “tujuan positif” yang berhubungan dengan
gejala tertemtu atau tingkah laku yang bermasalah. Menerima tingkah laku
bermasalah dalam kerangka berfikir yang bertujuan positif mampu
memberikan perubahan yang memuaskan respon internal terhadap tingkah
laku tersebut.
4. V-K Dissociation Process
Proses ini berhubungan dengan memisahkan pengalaman visual seseorang (V)
dengan perasaan seseorang atau sistem perwakilan kinestik (K). Proses ini
memungkinkan seseorang memutar kembali apa yang telah dialaminya tanpa
perasaan yang biasanya mengikuti. Dengan memisahkan proses sensori secara
terbuka, seseorang mampu menilai dan berhadapan lebih baik dengan situasi.
Buku “Beautiful Learning Model”
30
5. Belief Change
Banyak yang menyatakan bahwa mengubah keyakinan adalah proses yang
sulit. Padahal, secara alami dan spontan banyak yang mengubah keyakinan
nya selama hidupnya. Kesulitannya mungkin ketika secara sadar kita mencoba
mengubah keyakinan kita, tanpa mempertimbangkan lingkaran alami
perubahan keyakinan, dengan menekan atau melawannya. Menurut teori
organisasi diri, keyakinan akan berubah melalui lingkaran alami dimana
bagian sistem seseorang yang memegang keyakinan yang ada menjadi tidak
stabil. Setelah ini, sistem melakukan stabilisasi kembali dengan sudut pandang
keseimbangan baru.
6. Reimprint
Imprint adalah pengalaman masa lalu seseorang yang membentuk keyakinan
tertentu, seringkali berhubungan dengan identitasnya. Sedangkan proses
reimprinting berhubungan dengan menciptakan ‘garis waktu’ fisik yang dapat
dilokasikan secara spatial oleh seseorang dalam periode waktu hidupnya.
Dengan mengeksternalisasikan peristiwa ini pada garis waktu, lebih mudah
untuk memisahkannya, merefleksikan, dan mengevaluasi keyakinan yang
dibentuk sebagai hasilnya. Prosedur reimprinting juga berhubungan dengan
memilih posisi perseptual berbeda yang berhubungan dengan orang lain yang
terkait dalam pengalaman tersebut dengan meletakkan mereka pada lokasi
fisik yang berbeda dalam ruang yang mewakili bingkai waktu masa lalu.
4) Experiential Learning
Model pembelajaran experiential learning merupakan model pembelajaran
yang diharapkan dapat menciptakan proses belajar yang lebih bermakna, dimana
siswa mengalami apa yang mereka pelajari. Melalui model ini, siswa belajar tidak
Buku “Beautiful Learning Model”
31
hanya belajar tentang konsep materi belaka, hal ini dikarenakan siswa dilibatkan
secara langsung dalam proses pembelajaran untuk dijadikan sebagai suatu
pengalaman. Hasil dari proses pembelajaran experiential learning tidak hanya
menekankan pada aspek kognitif saja, juga tidak seperti teori behavior yang
menghilangkan peran pengalaman subjektif dalam proses belajar. Pengetahuan yang
tercipta dari model ini merupakan perpaduan antara memahami dan mentransformasi
pengalaman (Mahfudz, 2011).
Pepatah mengatakan bahwa ”pengalaman adalah guru yang paling baik”.
Maka hal yang sama telah dikemukakan oleh Confusius beberapa abad lalu ”what i
hear, i forget, what I hear and see, I remember a little, what I hear, see and ask
questions about or discus wuth some one else, I begin to understand, what I hear,
see, discus, and I do, I acquire knowledge and skill, what I teach to another, I
master”. Jika pernyataan Confusius tersebut dikembangkan secara sederhana, maka
akan didapat suatu cara belajar berupa cara belajar dengan cara mendengar akan
lupa, dengan cara mendengarkan dan melihat akan ingat sedikit, dengan cara
mendengar, melihat dan mendiskusikan dengan siswa lain akan paham, dengan cara
mendengar, melihat, diskusi dan melakukan akan memperoleh pengetahuan dan
keterampilan, dan cara untuk menguasai pelajaran yang terbaik adalah dengan
mengerjakan. Dengan mengalami materi belajar secara langsung, diharapkan siswa
dapat lebih membangun makna serta kesan dalam memori atau ingatannya. Seperti
halnya proses pembelajaran kontekstual yang menghubungkan dan melibatkan siswa
dengan dunia nyata, model ini pun lebih mengedepankan model connented knowing
(menghubungkan antara pengetahuan dengan dunia nyata), dengan demikian
pembelajaran dianggap sebagai bagian integral dari sebuah kehidupan.
Buku “Beautiful Learning Model”
32
Konsep Model Experiential Learning
Experiental learning theory (ELT), yang kemudian menjadi dasar model
pembelajaran experiential learning, dikembangkan oleh David Kolb sekitar awal
1980-an. Model ini menekankan pada sebuah model pembelajaran yang holiostik
dalam proses belajar. Dalam experiential learning, pengalaman mempunyai peran
sentral dalam proses belajar. Penekanan inilah yang membedakan ELT dari teori-teori
belajar lainnya. Istilah “experientrial” di sini untuk membedakan antara teori belajar
kognitif yang cenderung menekankan kognisi lebih daripada afektif. Dan teori belajar
behavior yang menghilangkan peran pengalaman subjektif dalam proses belajar (Kolb
dalam Mahfudz, 2011).
Teori experiential learning merupakan model holistik dan multilinier
khususnya untuk pengembangan orang dewasa, yang konsisten dengan apa yang
diketahui tentang bagaimana orang belajar, tumbuh dan berkembang. Teori ini lebih
menekankan pada pengetahuan dan pengalaman masa lalu yang dikemukakan oleh
Kolb (1984).
Experiential learning didefinisikan sebagai "the process whereby knowledge is created through the transformation of experience. Knowledge results from the combination of grasping and transforming experience".
Menurut Savin (dalam Prasetyo, 2013), Experiential learning menekankan
pada kapasitas manusia untuk merekonstruksi pengalaman dan kemudian
memaknainya. Dewey percaya bahwa dalam pendidikan adalah proses berkelanjutan
untuk merekonstruksi dan menumbuhkan pengalaman, dimana peran pendidik adalah
untuk mengelola aktivitas pembelajaran yang dibangun dari pengalaman masa lalu
warga belajar dan menghubungkannya terhadap pengalaman baru.
“Experiential learning is such that adult teaching should be based on adults' experiences. Thus, those experiences could be a valuable resource. Finally, learning to learn is very crucial for adult development. When they become skilled at learning,
Buku “Beautiful Learning Model”
33
adults have the ability of lifelong learning” (Huang, 2002). Pembelajaran experiential merupakan pembelajaran orang dewasa yang harus
didasarkan pada pengalaman warga belajar, dimana pengalaman menjadi sumber yang
sangat bernilai, ketika orang dewasa terampil dalam belajar, maka mereka memiliki
kemampuan untuk belajar sepanjang hayat.
Experiential Learning berdasar pada sebuah premis bahwa pengalaman
merupakan dasar dari seluruh pembelajaran. Sebagian besar teori dan praktek EL
mengacu pada konsep yang disampaikan John Dewey pada awal abad 20. Dewey
menyampaikan
” I assume that amid all uncertainties there is one permanent frame of reference: namely, the organic connection between education and personal experience” (Myers, 2004) .
Kolb (1984) menyampaikan model proses EL yang berupa proses yang
melingkar dan terdiri dari empat fase. Fase Concrete Experience menggunakan
pengalaman yang sudah dilalui peserta atau pengalaman yang disediakan untuk
pembelajaran yang lebih lanjut. Fase Reflective Observation mendiskusikan
pengalaman para peserta yang telah dilalui atau saling berbagi reaksi dan observasi
yang telah dilalui. Fase Abstract Conceptualization proses menemukan tren yang
umum dan kebenaran dalam pengalamanyang telah dilalui peserta atau membentuk
reaksi pada pengalaman yang baru menjadi sebuah kesimpulan atau konsep yang baru.
Fase Active Experimentation modifikasi perilaku lama dan mempraktikkan pada situasi
keseharian para peserta.
Model Experiential Learning adalah suatu model proses belajar mengajar
yang mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan
melalui pengalamannya secara langsung. Dalam hal ini, Experiential Learning
menggunakan pengalaman sebagai katalisator untuk menolong pembelajar
Buku “Beautiful Learning Model”
34
mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam proses pembelajaran.
Experiential learning dapat didefinisikan sebagai tindakan untuk mencapai sesuatu
berdasarkan pengalaman yang secara terus menerus mengalami perubahan guna
meningkatkan keefektifan dari hasil belajar itu sendiri. Tujuan dari model ini adalah
untuk mempengaruhi siswa dengan tiga cara, yaitu; 1) mengubah struktur kognitif
siswa, 2) mengubah sikap siswa, dan 3) memperluas keterampilan-keterampilan siswa
yang telah ada. Ketiga elemen tersebut saling berhubungan dan memengaruhi seara
keseluruhan, tidak terpisah-pisah, karena apabila salah satu elemen tidak ada, maka
kedua elemen lainnya tidak akan efektif.
Experiential learning adalah suatu proses dimana siswa mengkonstuksi atau
menyusun pengetahuan keterampilan dan nilai dari pengalaman langsung. Adapun
prinsip dasar eksperiental learning adalah sebagai berikut: Prosedur pembelajaran
dalam experiential learning terdiri dari 4 tahapan, yaitu; 1) tahapan pengalaman nyata,
2) tahap observasi refleksi, 3) tahap konseptualisasi, dan 4) tahap implementasi, (Kolb,
1984).
Dalam tahapan di atas, proses belajar dimulai dari pengalaman konkret yang
dialami seseorang. Pengalaman tersebut kemudian direfleksikan secara individu.
Dalam proses refleksi seseorang akan berusaha memahami apa yang terjadi atau apa
yang dialaminya. Refleksi ini menjadi dasar konseptualisasi atau proses pemahaman
prinsip-prinsip yang mendasari pengalaman yang dialami serta prakiraan
kemungkinan aplikasinya dalam situasi atau konteks yang lain (baru). Proses
implementasi merupakan situasi atau konteks yang memungkinkan penerapan konsep
yang sudah dikuasai.
Kemungkinan belajar melalui pengalaman-pengalaman nyata kemudian
direfleksikan dengan mengkaji ulang apa yang telah dilakukannya tersebut.
Buku “Beautiful Learning Model”
35
Pengalaman yang telah direfleksikan kemudian diatur kembali sehingga membentuk
pengertian-pengertian baru atau konsep-konsep abstrak yang akan menjadi petunjuk
bagi terciptanya pengalaman atau perilaku-perilaku baru. Proses pengalaman dan
refleksi dikategorikan sebagai proses penemuan (finding out), sedangkan proses
konseptualisasi dan implementasi dikategorikan dalam proses penerapan (taking
action).
Falsafah humanistik memandang experiential learning sebagai suatu model
pembelajaran yang mengedepankan pada pengakuan pengalaman warga belajar
sebagai manusia dewasa. Memusatkan proses pembelajaran pada warga belajar
sebagai subjek belajar yang memiliki banyak pengalaman bermakna dalam
hidupnya, tugas seorang pendidikan adalah membantu warga belajar mengkonstruksi
pengalaman-pengalaman tersebut menjadi suatu bangunan pengetahuan yang
dibutuhkan oleh mereka dalam kehidupan mereka sehari-hari. Peran pendidik
sebagai fasilitator sangat penting, mengingat upaya mengkonstruksi pengalaman
warga belajar yang bermacam-macam bukanlah perkara yang mudah terutama jika
mengarahkan pengalaman tersebut pada satu kesimpulan normatif sesuai dengan
tujuan pendidikan itu sendiri.
3. Teori Otak dan Kaitannya dengan Pembelajaran
Menurut Sousa (2012: 1) bahwa otak manusia adalah struktur yang sangat
menakjubkan, jagat dari kemungkinan dan misteri yang tak terbatas yang secara
konstan membentuk dan memperbaiki diri berdasarkan pengalaman yang
diperolehnya, serta memiliki kemampuan berjalan tanpa input dari dunia luar.
Meier (2004: 83) mengungkapkan bahwa otak manusia mempunyai tiga
bidang spesialisasi yang terpisah (meskipun saling berhubungan) antara lain Otak
Reptil, Otak Tengah (Sistem Limbik) dan Neokorteks. Fungsi Otak Reptil lebih
Buku “Beautiful Learning Model”
36
cenderung menekankan kepada belajar menghafal, meniru, guru sebagai pusat
kekuasaan, pembelajar sebagai pelayan yang patuh dan pasif, mengikuti rutin dan
contoh yang ditetapkan oleh hierarki, system yang digerakkan oleh semangat
mempertahankan diri (takut akan kegagalan), tanpa perhatian pada perasaan dan
ikatan social di lingkungan pendidikan, tanpa usaha untuk mengejar cara berkreasi,
memecahkan masalah dan berpikir sendiri. Sementara Otak Tengah (Sistem
Limbik) lebih menekankan kepada emosi, Sebagaimana dibenarkan oleh penelitian
dan akal sehat bahwa Limbik berpengaruh besar terhadap kualitas dan kuantitas
belajar.
Dalam hal ini Meier (2004) mengatakan dalm bukunya “ The Accelerated
Learning” bahwa :
“Tidak ada apa pun yang dapat mempercepat pembelajaran daripada rasa gembira, perasaan negative memperlambat belajar atau bahkan menghentikannya sama sekali”
Sementara otak bagian yang ketiga adalah Neokorteks. Meier pun berpendapat
bahwa otak bagian tersebut harus dilatih sepenuhnya jika ingin mengoptimalkan
pembelajaran dan prestasi manusia, dapat dilakukan melalui mengajar mereka cara
berpikir sendiri, mengolah bukannya menyimpan informasi, belajar berkhayal, dan
menciptakan makna serta nilai bagi diri mereka sendiri dari informasi dan
pengalaman yang mereka dapatkan.
De Porter (2004: 36) berpendapat bahwa ketiga bagian otak (Reptil, Limbik
dan Neokorteks) dibagi menjadi belahan kanan dan belahan kiri. Kini dua belahan
tersebut lebih dikenal sebagai “otak kanan” dan “otak kiri”. Eksperimen
terhadap dua belahan tersebut telah menunjukkan masing-masing belahan telah
bertanggung jawab terhadap cara berpikir dan masing-masing mempunyai
spesialisasi dalam kemampuan-kemampuan tertentu, walaupun ada beberapa
Buku “Beautiful Learning Model”
37
persilangan dan interaksi antaraa kedua sisi. Proses berpikir otak kiri bersifat logis,
sekuensial, linear dan rasional. Sisi ini sangat teratur. Walaupun berdasarkan
realitas ia mampu melakukan penafsiran abstrak dan simbolis. Cara berpikirnya
sesuai untuk tugas-tugas teratur ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi
auditorial, menempatkan detail dan fakta, fonetik serta simbolisme. Sementara cara
berpikir otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif dan holistic. Cara
berpikirnya sesuai dengan cara-cara untuk mengetahui yang bersifat nonverbal,
seperti perasaan dan emosi, kesadaran yang berkenaan dengan perasaan
(merasakan kehadiran suatu benda atau orang), kesadaran spasial, pengenalan
bentuk dan pola, musik, seni, kepekaan warna, kreativitas dan visualisasi.
Walberg dan Greenberg (dalam Mark Reardon, 2004: 19) berpendapat
tentang penelitian telah menunjukkan bahwa lingkungan social, atau suasana kelas
adalah penentu psikologis utama yang mempengaruhi belajar akademis. Suasana
atau keadaan ruangan menunjukkan arena belajar yang dipengaruhi oleh emosi.
Seorang peneliti dan psikolog kognitif, Dr. Daniel Goleman (dalam Mark Reardon,
2004: 22) mengungkapkan sebagai berikut :
“Dalam tarian perasaan dan pikiran, kekuatan emosi menuntun keputusan kita saat demi saat, bekerja bahu-membahu dengan pikiran rasional, mengaktifkan atau menonaktifkan pikiran itu sendiri. Boleh dibilang, kita mempunyai dua otak, dua pikiran dan dua jenis kecerdasan yakni rasional dan emosional. Bagaimana kita berkiprah dalam hidup (dan belajar) ditentukan oleh keduanya bukan hanya IQ, melainkan kecerdasan emosional juga berperan. Tentu saja intelek tidak dapat bekerja pada puncaknya tanpa kecerdasan emosional.”
Sousa (2012: 270) berpendapat bahwa otak manusia memiliki kemampuan
luar biasa untuk membentuk citra (membayangkan) dan penggambaran dari dunia
nyata dan fantasi total dalam pikirannya. Jika dikaitkan dengan pembelajaraan,
umumnya guru menghabiskan banyak waktu untuk berbicara dan bahkan kadang-
kadang meminta siswa yang berbicara mengenai indicator atau topic-topik dari
Buku “Beautiful Learning Model”
38
materi pelajaran, serta hanya sedikit waktu yang disisihkan untuk mengembangkan
isyarat-isyarat visual. Proses membentuk isyarat visual ini disebut visualisasi
dalam pikiran (membayangkan suatu objek, peristiwa, dan tampilan yang berkaitan
dengan pembelajaran baru maupun kejadian saat itu).
Menurut Sousa (2012), visualisasi berlangsung dalam dua cara yang
pertama yaitu pencitraan, merupakan visualisasi dalam pikiran tentang suatu hal,
benda atau peristiwa yang benar-benar nyata. Kedua adalah mengkhayal,
membayangkan atau berimajinasi, yaitu menggambarkan suatu peristiwa yang
belum terjadi. Bayangan pikiran atau imajinasi adalah representasi ilustratif atau
gambaran simbolik dari suatu hal yang bersifat benda ataupun pengalaman.
Semakin banyak informasi yang dimiliki imajinasi, semakin kaya imajinasi
tersebut. Berdasarkan hal tersebut diharapkan timbul integrasi antara hemisfer kiri
dan kanan yang selanjutnya kaan meningkatkan kemampuan menyerap dan
menyimpan pemelajaran.
Helene dan Xavier (dalam Sousa: 2012: 271) berpendapat bahwa
menggambarkan dalam pikiran dapat sangat bermanfaat dalam pembelajaran,
karena mengimajinasikan dapat seefektif bagaikan pertunjukan sebenarnya.
Melatih keterampilan visualisasi pada siswa mendorong mereka mencari citra
yang tepat dalam memori jangka panjang (mengingat) dan menggunakan citra
tersebut. Visualisasi dapat digunakan dalam aktivitas kelas apa pun juga, termasuk
menulis catatan, aktivitas kelompok pembelajarn kooperatif dan alternative
penilaian. Pemetaan pikiran adalah salah satu bentuk khusus visualisasi yang
muncul pada tahun 1990-an. Proses mengkombinasikan bahasa dengan citra untuk
membantu menunjukkan hubungan-hubungan di antara berbagai konsep dan
bagaimana konsep-konsep tersebut berkaitan dengan ide utama.
Buku “Beautiful Learning Model”
39
Meier (2004: 85) mengatakan bahwa “Tubuh adalah pikiran dan pikiran
adalah tubuh”. Otak dan tubuh terkait dan tak terpisahkan dengan berbagai cara.
Gerakan tubuh misalnya dapat meningkatkan fungsi otak dan keadaan otak dapat
berpengaruh besar pada tubuh. Berpikir, belajar dan mengingat bagaimanapun
juga tidak terbatas dikepala saja tetapi tersebar diseluruh tubuh. Pendidikaan
tradisional telah memisahkan tubuh dan pikiran. Pendidikaan tersebut menganggap
bahwa belajar sebagai kerja “otak” yang merupakan suatu proses rasional dan
verbal yang nyaris tidak ada hubungannya dengan seluruh perasan dan indra. Oleh
karena itu, cenderung menciptakan lingkungan belajar yang menekankan kepada
anak-anak untuk: “Duduk, jangan bergoyang-goyang dan diamlah saat kamu
sedang belajar!”. Padahal perlu untuk diketahui bahwa dengan adanya gerakan
tubuh merangsang keluarnya zat-zat kimia yang penting bagi konstruksi jaringan
saraf di otak dan hal tersebut dapat membantu proses pembelajaran.
4. Pandangan Kontruktivisme
Pembelajaran secara konstruktivisme adalah pengajaran dan pembelajaran
yang berpusatkan siswa. Guru berperanan sebagai fasilitator yang membantu
pelajar membina pengetahuan dan menyelesaikan masalah. Guru menyediakan
peluang kepada siswa untuk membina pengetahuan baru. Guru akan mengenal
pasti pengetahuan siswa dan merancang kaedah pengajarannya dengan sifat asas
pengetahuan tersebut (Isjoni, 2011).
Pandangan Konstruktivisme dalam belajar, yang berimplikasi kepada
pembelajaran khususnya matematika bahwa sesungguhnya belajar adalah suatu
proses konstruksi pengetahuan dan bukan mengambil suatu pengetahuan jadi.
Artinya, pengetahuan bukanlah sesuatu barang jadi yang siap digunakan, tetapi
harus melalui suatu usaha individu dengan melakukan proses konstruksi melalui
Buku “Beautiful Learning Model”
40
berbagai aktivitas yang relevan berkenaan dengan obyek pengetahuan itu, baik
secara individu atau dalam interaksi sosial. Berdasarkan hal di atas maka siswa
yang harus banyak mengambil peran untuk membangun pengetahuannya sendiri
sesuai dengan tingkat perkembangan atau kesiapan kognitifnya. Untuk itu
beberapa teori belajar yang mendukung proses belajar siswa dalam pembelajaran
yang berdasarkan pada pandangan konstruktivisme harus diuraikan dalam kajian
ini. Dalam hal ini teori yang dimaksud oleh peneliti dan sesuai dengan
pembelajaran yang berbasis Quantum adalah teori piaget, teori vygotsky serta
teori pembelajaran tingkah laku.
Teori Perkembangan Piaget
Teori ini memandang bahwa perkembangan kognitif sebagai suatu proses
dimana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas
melalui pengalaman dan interaksi-interaksi mereka. Piaget yakin bahwa
pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya
perubahan perkembangan. Sementara itu bahwa interaksi sosial dengan teman
sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas
pemikiran yang pada akhirnya membuat pemikiran itu menjadi lebih logis (Trianto,
2007: 14).
Ide penting dari pendapat Piaget tersebut mengindikasikan bahwa dalam
belajar yang melibatkan secara aktif proses kognitif untuk membangun sistem
makna dan pemahaman realitas perlu dilakukan dengan upaya-upaya penciptaan
lingkungan yang dapat dimanipulasi dalam situasi interaksi-interaksi antar individu
yang belajar, utamanya interaksi dengan teman sebaya yang mengembangkan
komunikasi, diskusi, adu argumentasi, sehingga makna pengetahuan diperoleh
mereka. Hal ini dalam pembelajaran quantum itu sendiri lebih mengarahkan
Buku “Beautiful Learning Model”
41
bagaimana dalam suatu kelompok bisa bekerjasama dan membangun rasa saling
memiliki dalam suatu kelompok tersebut. Dengan adanya rasa saling memiliki
tersebut dapat mempercepat proses pengajaran dan meningkatkan rasa tanggung
jawab pelajar itu sendiri. Sehingga hasil yang diperolehpun akan lebih maksimal.
Menurut Piaget (Trisdyanto, 2008: 45) perkembangan intelektual manusia
terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhinya, seperti :
1. Kematangan (maturation), yaitu pertumbuhan otak dan sistem syaraf manusia
karena bertambahnya usia dari lahir hingga dewasa.
2. Pengalaman (experience), yaitu pengalaman fisik, yakni interaksi manusia
dengan lingkungannya, dan pengalaman logika-matematis, yakni kegiatan
pikiran manusia yang bersangkutan.
3. Transmisi sosial, yakni kerjasama antara manusia dengan manusia lainnya.
4. Penyeimbangan (equilibration), yaitu proses penyeimbangan struktur kognitif
karena adanya pengalaman-pengalaman baru, melalui proses asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah proses memahami objek atau peristiwa baru
berdasarkan skema yang telah ada. Sedangkan akomodasi adalah mengubah
skema yang ada berdasarkan informasi baru atau pengalaman baru (Slavin,
2011: 43). Sementara dijelaskan oleh Hudojo (2005: 53) bahwa asimilasi
adalah proses penyerapan pengalaman-pengalaman baru ke dalam scheme
yang sudah dimiliki. Akomodasi adalah proses penyerapan pengalaman-
pengalaman baru dengan jalan mengadakan modifikasi scheme yang ada atau
bahkan membentuk pengalaman yang benar-benar baru. Menurut Piaget
(Yaumi, 2013: 41) bahwa pertumbuhan intelektual melibatkan tiga proses
fundamental yaitu: asimilasi, akomodasi, dan equilibration (penyeimbangan).
Akomodasi berbarti perubahan struktur pengetahuan yang sudah ada
Buku “Beautiful Learning Model”
42
sebelumnya untuk mengakomodasi hadirnya informasi baru. Asimilasi
melibatkan penggabungan pengetahuan baru dengan struktur pengetahuan
yang sudah ada sebelumnya. Sedangkan equilibration adalah keseimbangan
antara pribadi seseorang dengan lingkungannya atau antara asimilasi dan
akomodasi.
Dengan demikian, teori perkembangan kognitif Piaget memberikan dasar
pemikiran bahwa setiap individu berkembang dari lahir hingga dewasa dengan
melalui empat tahap perkembangan kognitif, yang mana setiap individu satu
dengan lainnya tidak terjadi dalam waktu yang bersamaan, bahkan dengan
kecepatan yang berbeda-beda. Beberapa hal yang mempengaruhi kemajuan tingkat
perkembangan kognitif individu adalah pengalaman fisik, pengalaman logika-
matematis, interaksi manusia dengan manusia lainnya, dan tingkat kematangannya.
Selain itu, yang esensial dari teori perkembangan Piaget adalah bahwa selama
proses-proses kognitif dalam individu terjadi suatu keseimbangan setelah terjadi
proses asimilimasi, yakni penyerapan pengetahuan, pengalaman, pembelajaran
yang baru dengan tanpa mengubah schema yang ada karena ada keterkaitannya,
dan akomodasi yaitu penyerapan pengetahuan, pengalaman baru yang benar-benar
baru bagi individu, sehingga memaksa melakukan penyusunan schema baru yang
tidak berdasar pada schema yang ada atau memodifikasi schema yang ada.
Teori belajar sosial Lev Vygotsky
Lev Vygotsky (dalam Nur dan Wikandari, 2000) mengemukakan ada
empat prinsip kunci ddalam pembelajaran, yaitu (1) penekakanan pada hakekat
sosio-kultural pada pembelajaran (the sosiocultural of learning), (2) zona
perkembengan terdekat (zone of proximal developmen), dan (3) pemagangan
kognitif (kognitif apprenticeship) dan (4) Scaffolding.
Buku “Beautiful Learning Model”
43
Dalam teori Vygotsky dijelaskan ada hubungan langsung antara dominan
kognitif dengan social budaya. Kualitas berpikir siswa dibangun di dalam ruangan
kelas, sedangkan aktivitas sosialnya dikembangkan dalam bentuk kerja sama
antara pelajar dengan pelajar lainnya yang lebih mampu di bawah bimbingan orang
dewasa dalam hal ini guru. Ide penting yang diturunkan Vygotsky adalah
scaffolding, yaitu memberikan sejumlah bantuan kepada anak pada tahap-tahap
awal pembelajaran kemudian mengurangi dan memberikan kesempatan kepada
anak untuk mengambil alih tanggung jawab saat mereka mampu. Bantuan tersebut
berupa petunjuk, peringatan, dorongan, mengurangi masalah pada langkah-langkah
pemecahan, memberikan contoh ataupun hal-hal lain yang memungkinkan pelajar
tumbuh mandiri (Isjoni, 2011).
Pengaruh teori belajar sosial dari Vygotsky ini adalah agar dalam proses
pembelajaran guru mampu menciptakan atau mengatur lingkungan belajar siswa,
serta memberikan dukungan sedemikian hingga setiap siswa bisa berkembang
secara maksimal dalam zona perkembangan proximal masing-masing. Pada satu
sisi, guru perlu mengupayakan setiap siswa agar bisa mengembangkan dirinya
masing-masing secara maksimal, dan pada sisi lain pengembangan kemampuan
berpikirnya ditempuh melalui belajar dalam interaksi aktif dengan lingkungan fisik
dan sosialnya.
Teori Pembelajaran Perilaku
Prinsip yang paling penting dari teori tersebut adalah bahwa perilaku
berubah sesuai dengan konsekuensi-konsekuensinya langsung dari perilaku
tersebut. Konsekuensi yang menyenangkan akan memperkuat perilaku, sedangkan
konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan akan memperlemah perilaku.
Dengan kata lain konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan akan
Buku “Beautiful Learning Model”
44
meningkatkan frekuensi seseorang untuk melakukan perilaku yang serupa,
Budayasa (Trianto, 2007: 40).
Sedangkan menurut Slavin (Trianto, 2007: 40) bahwa konsekuensi yang
menyenangkan disebut penguat (reinforcer), sedangkan konsekuensi yang tidak
menyenangkan disebut hukuman (punisher). Penggunaan konsekuensi-
konsekuensi yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan untuk mengubah
perilaku sering disebut pengkodisian operan (operant conditioning).
Dengan diberikannya penguatan dan hukuman itu, maka akan terjadi
perubahan perilaku. Karena itu, memberikan konsekuensi penguatan atau hukuman
yang sesegera mungkin akan lebih baik dari pada diberikan belakangan dan akan
memberikan pengaruh positif terhadap perilaku selanjutnya. Jadi pemberian
konsekuensi sesegera mungkin dalam proses pembelajaran itu penting, supaya
kesalan yang sama tidak dilakukan lagi oleh para siswa. Dalam kaitannya dengan
pembelajaran yang berbasis quantum lebih mengarahkan kepada pemberian
penguatan atau konsekuensi yang menyenangkan (penguatan positif), hal ini untuk
mempermudah dan membuat suasana belajar lebih aktif, menyenangkan,
mengesankan dan bersemangat serta meningkatkan daya ingat siswa.
Pandangan yang lebih lengkap adalah dari Yager (Hamzah, 2003: 8).
Tahapan pembelajaran yang berdasarkan teori belajar konstruktivisme menurut
Yager tersebut adalah: (1) siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan
awalnya tentang konsep yang akan dibahas, (2) siswa diberi kesempatan untuk
menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan
penginterpretasian data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang oleh guru, (3)
siswa memikirkan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasi
siswa, ditambah dengan penguatan guru, selanjutnya siswa membangun
Buku “Beautiful Learning Model”
45
pemahaman baru tentang konsep yang sedang dipelajari, (4) guru berusaha
menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat
mengaplikasikan pemahaman konseptualnya melalui kegiatan atau pemunculan
masalah-masalah yang terkait.
Teori Belajar Bermakna oleh Ausebel
Ausubel (dalam Dahar, 2011) mengemukakan bahwa belajar bermakna
adalah suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang
terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Belajar dapat diklasifikasikan
berdasarkan cara menyajikan materi, yaitu: (1) Penerimaan dan (2) Penemuan.
Sedangkan berdasarkan cara siswa menerima pelajaran yaitu: (1) belajar bermakna
dan (2) belajar hafalan. Kedua pengklasifikasian tersebut di atas apabila
digambarkan ke dalam skema adalah sebagai berikut:
1.2.3.4.
Gambar 2.1Skema penyajian materi pelajaran secara penerimaan dan secara penemuan
Prasyarat Belajar Bermakna
Berdasarkan penjabaran di atas, berarti suatu pembelajaran dikatakan
bermakna apabila:
Buku “Beautiful Learning Model”
46
a. Materi yang akan dipelajari bermakna secara potensial. Materi dikatakan
bermakna secara potensial apabila materi tersebut memiliki kebermaknaan
secara logis dan gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif
siswa.
b. Anak yang akan belajar harus bertujuan melaksanakan belajar bermakna
sehingga mempunyai kesiapan dan niat dalam belajar bermakna.
Nasution (2011) menyimpulkan kondisi-kondisi belajar bermakna sebagai
berikut :
a. Menjelaskan hubungan atau relevansi bahan-bahan baru dengan bahan-bahan
lama.
b. Lebih dulu diberikan ide yang paling umum dan kemudian hal-hal yang lebih
terperinci
c. Menunjukkan persamaan dan perbedaan antara bahan baru dengan bahan lama
d. Mengusahakan agar ide yang telah ada dikuasai sepenuhnya sebelum ide yang
baru disajikan.
Tiga kebaikan dari belajar bermakna
Ausubel (Dahar , 2011) ada tiga kebaikan dari belajar bermakna yaitu: :
a. Informasi yang dipelajari secara bermakna dapat lebih lama untuk diingat
b. Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar
berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip
c. Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang
mirip walaupun telah terjadi lupa.
Dalam bukunya yang berjudul ‘Educational Psychology : A cognitive
View’ (1968), Ausubel mengatakan ‘ faktor yang paling penting mempengaruhi
siswa belajar adalah apa yang telah diketahui oleh siswa, “Yakinilah ini dan
Buku “Beautiful Learning Model”
47
ajarlah dia demikian”. Pernyataan Ausubel tersebutlah yang menjadi inti teori
belajarnya. Jadi, agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau informasi baru
harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif
siswa. Untuk menerapkan teori Ausubel dalam mengajar, ada beberapa prinsip-
prinsip dan konsep-konsep yang perlu kita perhatikan, yaitu :
a. Pengatur awal
Pengatur awal mengarahkan para siswa ke materi yang akan mereka pelajari,
dan menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan
yang dapat digunakan untuk membantu menanamkan pengetahuan baru. Suatu
pengatur awal dapat dianggap sebagai pertolongan mental dan disajikan
sebelum materi baru.
b. Diferensiasi Progresif
Selama belajar bermakna berlangsung, perlu terjadi pengembangan dan
elaborasi konsep. Pengembangan konsep berlangsung paling baik,bila unsur-
unsur yang paling umum diperkenalkan terlebih dulu, baru kemudian hal-hal
yang lebih khusus dan detail dari konsep tersebut.
c. Belajar Superordinat
Belajar superordinat terjadi, bila konsep-konsep yang telah dipelajari
sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur dari suatu onsep yang lebih luas, lebih
inklusif.
d. Penyesuaian integratif
Dalam mengajar, bukan hanya urutan menurut diferensiasi progresif yang
diperhatikan, melainkan juga harus diperlihatkan bagaimana konsep-konsep
baru dihubungkan pada konsep-konsep superordinat. Kita harus
memperlihatkan secara eksplisit bagaimana arti-arti baru dihubungkan dan
Buku “Beautiful Learning Model”
48
dipertentangkan dengan arti-arti sebelumnya yang lebih sempit dan bagaimana
konsep-konsep yang tingkatnya lebih tinggi sekarang mengambil arti baru.
Teori Belajar Gestalt
Hergenhahn dan Olson (2009) mengungkapkan bahwa teori ini pertama
kali diluncurkan oleh Max Wertheimer dalam artikelnya tentang adanya ilusi
gerakan yang diberikan oleh penglihatan yang disebut sebagai phi phenomenon
pada tahun 1912 yang sebelumnya telah bekerja sama dengan Wolgang Kohler
(1987-1967) dan Kurt Koffka (1886-1941). Arti penting dari phi phenomenon
adalah adanyaa fenomena yang berbeda dari elemen yang menyebabkannya,
sensasi gerakan tidak dapat dijelaskan dengan menganalisis setiap unsur kedipan
cahaya misalnya cahaya padam dan cahaya hidup, perasaan akan adanya gerakan
akan muncul dari kombinasi kedua elemen tersebut. Karena alasan ini anggota
aliran gestalt percaya bahwa walaupun pengalaman psikologis berasal dari elemen
sensoris (indrawi), namun pengalaman itu berbeda dengan elemen sensoris itu
sendiri. Dengan kata lain pengalaman fenomenologis (yakni gerakan yang
kelihatan) berasal dari pengalaman sensoris (yakni cahaya) tetapi tidak dapat
dipahami dengan menganalisis komponen-komponen pengalaman fenomenal ini.
Artinya, pengalaman fenomenologis adalah berbeda dari bagian-bagian yang
menyusun pengalaman tersebut.
Hergenhahn dan Olson (2009) mengungkapkan bahwa pandangan Gestaltis
adalah “keseluruhan itu berbeda dari penjumlahan bagian-bagiannya”. Maksudnya
adalah kita tidak dapat mendapat kesan penuh dari lukisan Mona Lisa dengan
hanya melihat gambar tangan kirinya dahulu, lalu gambar kanannya, lalu
hidungnya, mulutnya dan kemudian berusaha menyatukan pengalaman melihat ini.
Contoh lain kita tidak dapat memahami pengalaman mendengar orkestra simfoni
Buku “Beautiful Learning Model”
49
dengan menganalisis kontribusi masing-masing musisi secara terpisah-pisah.
Dalam hal ini, music yang berasal dari orkestra adalah berbeda dengan jumlah
musik yang dimainkan oleh setiap musisi yang terlibat.
Menurut teori Gestalt (dalam Dahar, 2011) bahwa anak dipandang sebagai
suatu keseluruhan, yakni suatu organisme yang dinamis, yang senantiasa dalam
keadaan berintekrasi dengan dunia sekitarnya untuk mencapai tujuan-tujuannya.
Interaksi di sini dimaksudkan bahwa anak selalu menerima stimulus (respon ) dari
luar dirinya. Stimulus tersebut tidak diterimanya begitu saja, melainkan ia
melakukan seleksi sesuai dengan tujuannya, setelah itu mereka bereaksi terhadap
stimulus-stimulus itu dengan cara mengolanya.
Teori Gestalt di atas memberi implikasi kepada kita bahwa anak (siswa)
merupakan makhluk yang aktif bukan pasif. Sesuai dengan teori ini, maka dalam
proses belajar mengajar di dalam kelas seluruh anak didik (siswa) mesti dilibatkan
secara aktif, baik mental maupun fisiknya, sebab dengan cara yang demikian
eksistensi mereka sebagai organisme yang dinamis dapat tersalurkan secara
maksimal
Wertheimer (dalam Hergenhahn dan Olson, 2009) menegaskan bahwa
pendekatan tradisional untuk mengajar pada dasarnya menghambat perkembangan
pemahaman. Menurutnya mendapatkan pemahaman akan melibatkan banyak aspek
dari diri si pembelajar seperti emosi, sikap, persepsi dan kecerdasan. Sebagaimana
telah diungkapkan sebelumnya oleh Meier (2004) bahwa “Tubuh adalah pikiran
dan pikiran adalah tubuh”. Otak dan tubuh terkait dan tak terpisahkan dengan
berbagai cara. Gerakan tubuh misalnya dapat meningkatkan fungsi otak dan
keadaan otak dapat berpengaruh besar pada tubuh. Berpikir, belajar dan mengingat
bagaimanapun juga tidak terbatas dikepala saja tetapi tersebar diseluruh tubuh.
Buku “Beautiful Learning Model”
50
Koffka (dalam Hergenhahn dan Olson, 2009) mengasumsikan bahwa
pengalaman akan membangkitkan apa yang disebutnya sebagai memory process
(proses memori). Proses ini adalah aktivitas di otak yang disebabkan oleh
pengalaman lingkungan. Setiap kali proses dimunculkan, ia akan memodifikasi
organisme dan modifikasi ini memengaruhi pengalaman di masa yang akan dating.
Menurut Koffka, jika seseorang mendefinisikan belajar sebagai modifikasi potensi
perilaku yang berasal dai pengalaman, maka setiap pemunculan proses ini dapat
dilihat sebagai pengalaman belajar.
Hergenhahn dan Olson (2009) mengungkapkan bahwa Bruner dan Holt
menganut gagasan Gestaltian tentang belajar adalah memuaskan secara personal.
Kelas yang berorientasi Gestalt akan dicirikan oleh hubungan memberi dan
menerima antara siswa dengan guru. Guru akan membantu siswa memandang
hubungan dan mengorganisasikan pengalaman belajar mereka ke dalam pola yang
bermakna. Semua aspek pelajaran dibagi menjadi unit-unit yang bermakna dan
unit-unit itu harus berkaitan dengan seluruh konsep atau pengalaman.
Guru yang berorientasi Gestalt mungkin saja masih menggunakan teknik
ceramah, tetapi ia akan berusaha agar selalu ada interaksi antara siswa dengan
dirinya sebagai pengajar. Setelah siswa memahami prinsip di balik pengalaman
belajar barulah mereka bisa memahaminya dengan sesungguhnya. Ketika hal-hal
yang dipelajari telah dipahami, bukan hanya diingat, maka kita dapat dengan
mudah untuk mengaplikasikannya ke situasi yang baru dan mempertahankannya
dalam jangka waktu yang lama.
Prinsip-prinsip belajar menurut teori Gestalt (dalam Dahar, 2011) yaitu:
a) Belajar berdasarkan keseluruhan
Buku “Beautiful Learning Model”
51
Orang berusaha menghubungkan suatu pelajaran dengan pelajaran lainnya
sebanyak mungkin, mata pelajaran yang dibuat lebih mudah dari pada bagin-
bagiannya
b) Belajar adalah suatu proses perkembangan
Seseorang baru dapat mempelajari dan merencanakan bila ia telah matang untuk
menerima bahan pelajaran itu sebagai suatu organisme yang berkembang,
kesedian mempelajari sesuatu tidak hanya ditentukan oleh kematangan jiwa
batiniah, tetapi juga perkembangan karena lingkungan dan pengalaman.
c) Siswa sebagai organisme keseluruhan
Siswa belajar tidak hanya intelektualnya saja, tetapi juga emosional dan
jasmaniahnya.
d) Terjadi transfer
Belajar pada pokoknya yang terpenting pada penyesuaian pertama yaitu
memperoleh respon yang tepat. Mudah atau sukarnya problem itu terutama
adalah masalah pengamatan, bila dalam suatu kemampuan telah dikuasai betul-
betul maka dapat dipindahkan pada kemampuan lainnya.
e) Belajar adalah reorganisasi pengalaman
Belajar itu baru timbul bila seseorang menemui situasi/soal baru. Dalam
menghadapi itu ia akan mengunakan pengalaman yang telah dimiliki.
f) Belajar dengan insight
Insight suatu saat dalam proses belajar dimana seseoranng melihat pengertian
mengenai sangkut paut dan hubungan-hubungan tertentu dalam unsur yang
mengandung suatu problem.
Buku “Beautiful Learning Model”
52
g) Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan dan tujuan
siswa. Hal ini terjadi bila banyak berhubungan dengan apa yang diperlukan
siswa dalam kehidupan sehari-hari. Disekolah progresif, siswa diajak
membicarakan tentang proyek / unit agar tahu tujuan yang akan dicapai dan
yakin akan manfaatnya.
h) Berlajar berlangsung terus-menerus
Siswa memperoleh pengetahuan tidak hanya disekolah tetapi juga diluar
sekolah, dalam pergaulan, memperoleh pengalaman-pengalaman tersendiri,
karna itu sekolah haru bekerjasama dengan orang tua dan masyarakat, agar
semua turut serta membantu perkembangan siswa secara harmonis.
Teori Belajar Bruner
Jerome Bruner (dalam Hergenhahan dan Olson, 2009) memberikan
penegasan saat mendiskusikan motif manusia tentang reduksi ambiguitas, ternyata
memiliki pendapat yang sama dengan Gestaltis. Bruner mengatakan:
“Rasa ingin tahu hampir merupakan prototipe dari motif intrinsik. Perhatian kita terarah pada sesuatu yang tidak jelas, belum tuntas atau tidak pasti. Kita mempertahankan perhatian kita sampai persoalan menjadi jelas, selesai atau pasti. Pencapaian kejelasan itulah yang akan memuaskan kita. Kita berpikir akan lebih baik jika seseorang akan memberi kita pujian, atau jika kita mendapat keuntungan karena telah berhasil memuaskan rasa ingin tahu kita”.
Dahar (2011) mengemukakan bahwa Jerome Bruner, seorang ahli psikologi
dari Universitas Harvard Amerika Serikat, telah mempelajari bagaimana manusia
memperoleh pengetahuan, menyimpan dan mentransformasi pengetahuan.
Menurut Bruner, belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan
manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar (melebihi) informasi yang
diberikan kepada dirinya. Sebagai contoh seseorang siswa yang mempelajari
bilangan prima akan bisa menemukan berbagai hal yang penting dan menarik
Buku “Beautiful Learning Model”
53
tentang bilangan prima, sekalipun pada awal mula guru hanya memberikan sedikit
informasi tentang bilangan prima tersebut. Teori Bruner tentang kegiatan belajar
manusia tidak terkait dengan umur atau tahap perkembangan. Ada dua bagian yang
penting dari Teori Bruner yaitu :
Pertama: Tahap-tahap dalam proses belajar
Menurut Bruner, jika seseorang mempelajari sesuatu pengetahuan
(misalnya mempelajari suatu konsep matematika), pengetahuan itu perlu dipelajari
dalam tahap-tahap tertentu, agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam
pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Proses internalisasi akan terjadi secara
sungguh-sungguh jika pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga tahap,
yang macamnya dan urutannya adalah sebagai berikut :
a. Tahap enaktif, yaitu suatu tahap pembelajaran suatu pengetahuan dimana
pengetahuan itu dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda
konkret atau menggunakan situasi yang nyata.
b. Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran suatu pengetahuan dimana
pengetahuan itu direpresentasikan ( diwujudkan ) dalam bentuk bayangan
visual (visual imagery), gambar atau diagram yang menggambarkan kegiatan
konkret pada tahap enaktif.
c. Tahap simbolik, yaitu suatu tahap pembelajaran suatu pengetahuan dimana
pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbo-simbol abstrak.
Kedua: Teorema-teorema tentang cara belajar dan mengajar matematika
Bruner dan Kenney mengemukakan beberapa prinsip tentang cara belajar dan
mengajar matematika yaitu :
1. Teorema konstruksi
Buku “Beautiful Learning Model”
54
Dalam teorema ini bahwa cara yang terbaik bagi seseorang siswa untuk
mempelajari sesuatu konsep atau sesuatu prinsip dalam matematika adalah
dengan mengkonstruksi sebuah representasi dari konsep atau prinsip tersebut.
2. Teorema Notasi
Dalam teorema notasi bahwa representasi dari suatu materi matematika akan
lebih mudah dipahami oleh siswa apabila di dalam representase itu digunakan
notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa.
Teori Belajar Skinner
Skinner (dalam Ayuni, 2011) telah melakukan eksperimen terhadap tikus
dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya :
a. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat
melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Skinner menyatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah
penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk
melalui ikatan stimulu-respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner
membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan
negatif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya
pengulangan tingkah laku itu sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan
perilaku berkurang atau menghilang. Bentuk-bentuk penguatan positif adalah
berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan
Buku “Beautiful Learning Model”
55
kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau
penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb).
Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi
penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak
senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll). Beberapa prinsip belajar
Skinner antara lain:
a. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan,
jika diberi penguat.
b. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
d. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
e. Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan
perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
f. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya. Hadiah
diberikan dengan digunakannya jadwal variable rasio reinforcer.
g. Dalam pembelajaran, digunakan pembentukan perilaku (shaping)
5. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Menurut Johnson & Johnson (1998), pembelajaran kooperatif adalah
penggunaan pembelajaran kelompok kecil sehingga siswa bekerja bersama untuk
memaksimalkan mereka sendiri dan belajar satu sama lain. Pembelajaran
kooperatif adalah bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam
situasi pembelajaran kooperatif, setiap siswa mencari hasil yang bermanfaat untuk
dirinya dan bermanfaat untuk seluruh anggota kelompoknya. Pembelajaran
kooperatif adalah penggunaan pembelajaran kelompok kecil sehingga siswa
Buku “Beautiful Learning Model”
56
bekerja sama untuk memaksimalkan dirinya dan belajar satu sama lain. Johnson
mengemukakan dalam model pembelajaran kooperatif ada lima unsur yaitu: saling
ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi
antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.
Pembelajaran Kooperatif adalah pengaturan pengajaran yang mengacu pada
kelompok kecil yang heterogen siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan
bersama (Kagan, 2001). Siswa bekerja sama untuk belajar dan bertanggung jawab
untuk pembelajaran rekan mereka serta mereka sendiri. Elemen dasar dalam
pembelajaran kooperatif terdiri dari:
2. Interdependensi positif - terjadi ketika keuntungan individu atau tim berkorelasi
positif.
3. Akuntabilitas individu - terjadi ketika semua siswa dalam kelompok yang
bertanggung jawab untuk melakukan bagian dari pekerjaan dan untuk
penguasaan materi yang harus dipelajari.
4. Partisipasi yang sama - terjadi ketika setiap anggota kelompok tersebut
diberikan hak yang sama terhadap tanggung jawab dan masukan.
5. Interaksi simultan - terjadi ketika waktu kelas dirancang untuk memungkinkan
banyak interaksi siswa selama periode tersebut.
Menurut Slavin (2011), pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen.
Terdapat empat perspektif teoritis pada pembelajaran kooperatif dan prestasi,
yaitu:
Buku “Beautiful Learning Model”
57
1. Perspektif motivasi artinya penghargaan yang diberikan kepada kelompok yang
dalam kegiatannya saling membantu untuk memperjuangkan keberhasilan
kelompok.
2. Perspektif sosial artinya melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu
dalam belajar. Karena mereka menginginkan semua anggota kelompok
memperoleh keberhasilan.
3. Perspektif perkembangan kognitif artinya dengan adanya interaksi anggota
kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah
berbagai informasi.
4. Perspektif perkembangan artinya asumsi mendasar dari perspektif
perkembangan pada pembelajaran kooperatif adalah bahwa interaksi antara
anak-anak dengan tugas yang sesuai meningkatkan penguasaan konsep kritis.
b. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif
Cooperative learning (Pembelajaran kooperatif) mencakupi suatu
kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan
sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk
mencapai tujuan bersama lainnya. Tidaklah cukup menunjukkan sebuah
pembelajaran kooperatif jika para siswa duduk bersama dalam kelompok-
kelompok kecil dan mempersilakan salah seoraang diantaranya untuk
menyelesaikan seluruh pekerjaan kelompok. Pembelajaran kooperatif menekankan
pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagi sebuah tim
dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas (Slavin, 2011).
Buku “Beautiful Learning Model”
58
Ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam pembelajaran kooperatif agar
lebih menjamin para siswa bekerja secara kooperatif, yang meliputi:
1. Para siswa yang tergabung dalam suatu kelompok harus merasa bahwa mereka
adalah bagian dari sebuah tim dan mempunyai tujuan bersama yang harus
dicapai.
2. Para siswa yang tergabung dalam sebuah kelompok harus menyadari bahwa
masalah yang mereka hadapi adalah masalah kelompok dan bahwa berhasil
atau tidaknya sebuah kelompok itu akan menjadi tanggung jawab bersama oleh
seluruh anggota kelompok itu.
3. Untuk mencapai hasil yang maksimum, para siswa yang tergabung dalam
kelompok tersebut harus berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan
masalah yang dihadapinya. Akhirnya para siswa yang tergabung dalam suatu
kelompok harus menyadari bahwa setiap pekerjaan siswa mempunyai akibat
langsung pada keberhasilan kelompoknya (Suherman, 2003)
Ciri-ciri pembelajaran kooperatif yaitu sebagai berikut.
a. setiap anggota memiliki peran;
b. terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa;
c. setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-
teman sekelompoknya;
d. guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal
kelompok dan
e. guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.
Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif
sebagaimana dikemukakan Slavin yaitu penghargaan kelompok, pertanggung
jawaban individu dan kesempatan yang sama untuk berhasil.
Buku “Beautiful Learning Model”
59
a) Penghargaan kelompok
Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk
memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika
kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok
didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam
menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu,
dan saling peduli.
b) Pertanggung jawaban individu
Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua
anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitik beratkan pada aktivitas
anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya
pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk
menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman
sekelompoknya.
c) Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skoring yang mencakup
nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari
yang terdahulu. Dengan menggunakan metode scoring ini setiap siswa baik yang
berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk
berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.
3. Prinsip Pembelajaran Kooperatif
Menurut Roger dan David Johnson (Rusman, 2010) ada lima unsur dasar
dalam pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning), yaitu sebagai berikut:
a. Prinsip ketergantungan positif (Cooperative Learning), yaitu dalam
pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung
Buku “Beautiful Learning Model”
60
pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja
kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh
karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling
ketergantungan.
b. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan
kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh
karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab
yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut.
c. Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), yaitu memberikan
kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka
melakukan interaksi dan diskusi untuk saling member dan menerima informasi
dari anggota kelompok lain.
d. Partisipasi dan komunikasi (partipation communication), yaitu melatih siswa
untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan
pembelajaran.
e. Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok
untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka, agar
selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
4. Sintaks Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin (Trianto: 2007) sintaks dari pembelajaran kooperatif terdiri
dari enam fase, yaitu :
Fase Indikator Aktivitas Guru1 Menyampaikan
tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa
2 Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Buku “Beautiful Learning Model”
61
3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi efisien
4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas
5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
6 Memberikan penghargaan
Guru mencari cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar siswa baik individu maupun kelompok.
Secara umum sintaks atau prosedur pembelajaran kooperatif pada dasarnya
terdiri atas empat tahap, yaitu penjelasan materi, belajar dalam kelompok,
penilaian, dan pengakuan tim.
2. Penjelasan materi.
Tahap penjelasan dimaksudkan sebagai proses penyampaian pokok-pokok
materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama dalam
tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran.Pada tahap ini
guru memberikan gambaran umum tentang materi pelajaran yang harus dikuasai
yang selanjutnya siswa akan memperdalam materi dalam pembelajaran kelompok.
Pada tahap ini guru dapat menggunakan metode ceramah, curah pendapat, dan
tanya jawab, bahkan kalau perlu guru dapat menggunakan demonstrasi. Di
samping itu guru juga dapat menggunakan berbagai media pembelajaran agar
proses penyampaian dapat lebih menarik siswa.
Buku “Beautiful Learning Model”
62
3. Belajar dalam kelompok.
Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang pokok-pokok materi
pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada keolmpoknya masing-
masing yang telah dibentuk sebelumnya. Pengelompokan dalam pembelajaran
kooperatif bersifat heterogen, artinya kelompok dibentuk berdasarkan perbedaan-
perbedaan setiap anggotanya, baik perbedaan gender, latar belakang agama, social
ekonomi dan etnik, serta perbedaan kemampuan akademik.
4. Penilaian
Penilaian dalam pembelajaran kooperatif dapat dilakukan dengan tes atau
kuis. Tes atau kuis dilakukan baik secara individual maupun secara kelompok. Tes
individual nantinya akan memberikan informasi kemampuan setiap siswa dan tes
kelompok akan memberikan informasi kemampuan setiap kelompok. Hasil aklhir
setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua.Nilai setiap kelompok
memiliki nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini disebabkan nilai kelompok
adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama setiap
anggota kelompok.
5. Pengakuan tim.
Pengakuan tim adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol, atau
tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah.
Pengakuan dan penghargaan tersebut diharapkan dapat memotivasi tim untuk terus
berprestasi dan juga membangkitkan motivasi tim lain untuk lebih mampu
meningkatkan prestasi mereka.
6. Pembelajaran yang Menyenangkan (Joyfull Learning)
Istilah pembelajaran mengacu pada dua aktivitas yaitu mengajar dan
belajar. Aktivitas mengajar berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh guru dan
Buku “Beautiful Learning Model”
63
aktivitas belajar berkaitan dengan siswa. Hal ini seperti yang diungkap oleh Chatib
(2010) bahwa pembelajaran adalah proses transfer ilmu dua arah, antara guru
sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai penerima informasi.
Dari ketiga definisi tersebut dapat dipahami bahwa dalam pembelajaran
memuat tiga unsur penting yaitu :
a. Proses yang direncanakan guru,
b. Sumber belajar, dan
c. Siswa yang belajar.
Dalam konteks pembelajaran menyenangkan, siswa lebih diarahkan untuk
memiliki motivasi tinggi dalam belajar dengan menciptakan situasi yang
menyenangkan dan mengembirakan. Menurut Mulyasa, pembelajaran
menyenangkan (joyfull instruction) merupakan suatu proses pembelajaran yang
didalamnya terdapat suatu kohesi yang kuat antara guru dan siswa, tanpa ada
perasaan terpaksa atau tertekan. Pembelajaran menyenangkan adalah adanya pola
hubungan baik antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran. Guru
memosisikan diri sebagai mitra belajar siswa, bahkan dalam hal tertentu tidak
menutup kemungkinan guru belajar dari siswanya. Dalam hal ini perlu diciptakan
suasana yang demokratis dan tidak ada beban, baik guru maupun siswa dalam
melakukan proses pembelajaran (Rusman, 2011: 326)
Selama ini sebagian guru atau sekolah masih terperangkap dalam tradisi
yang mengukung kreatifitas siswa. Seperti kebiasaan yang selalu dilakukan oleh
suatu sekolah ketika guru masuk kelas, dimana ketua kelas memberikan aba-aba
dengan kata-kata “DUDUK YANG RAPIH, TANGAN DI MEJA, MULUT
DIKUNCI”. Memang sepintas kebiasaan tersebut terlihat baik karena suasana
kelas menjadi hening dan tidak gaduh, tetapi suasana tersebut mempengaruhi
Buku “Beautiful Learning Model”
64
keleluasaan siswa dalam berekspresi dan mengemukakan pendapat. Siswa menjadi
takut dan lebih banyak menerima dari guru ketimbang aktif mencari. Para guru
merasa sukses mengajar jika para siswanya memperhatikan dengan seksama
penjelasan sang guru, serius, dan tidak ngobrol (Abduh, 2014).
Banyak anak yang memandang sekolah sebagai tempat penyiksaan, karena
mereka dipaksa melakukan latihan demi latihan dengan ancaman dan tekanan dari
bapak dan ibu guru di sekolah. Ada yang memandang sekolah sebagai penjara,
karena terpenjara dari pagi hingga sore sehingga kehilangan waktu untuk
menjelajah di sawah dan dikebun. Kemudian juga ada yang memandang sekolah
sebagai pabrik otak. Karena disana ada unsur input/masukan, proses dan output
atau produk, dan anak anak didik dipandang sebagai benda dan siap untuk dilatih
dan dilatih tanpa memahami apa dan bagaimana hakekat belajar itu sendiri.
Idealnya semua anak mesti memandang sekolah sebagai tempat yang
menyenangkan untuk transfer ilmu agar berubah menjadi manusia yang lebih
beradab (Faizal, 2012).
Rasa senang dalam belajar adalah masalah suasana hati. Ini diperoleh
melalui perlakukan guru dan orang tua melalui dorongan dan motivasi mereka.
Sebenarnya yang diperlukan oleh anak-anak dalam belajar adalah rasa percaya diri.
Maka tugas orang tua dan guru tentu saja menumbuhkan rasa percaya diri mereka.
Dari pengalaman hidup, kita sering menemukan begitu banyak anak yang ragu-
ragu atas apa yang mereka pelajari, sehingga mereka perlu didorong dan diberi
semangat lewat kata- kata dan perlakuan.
Agar setiap anak bisa belajar dengan senang dan memperoleh hasil yang
optimal, maka orang tua sebagai pengasuh di rumah dan guru dari balik dinding
sekolah perlu memperkenakan tentang keterampilan belajar, kemampuan dalam
Buku “Beautiful Learning Model”
65
berkomunikasi dan memperoleh lingkungan yang menyenangkan. Agar seorang
siswa tidak terjebak dalam kebosanan gaya belajar yang monoton (belajar hanya
sekedar mencatat perkataan guru dan menghafal) maka mereka perlu tahu
bagaimana cara membaca , cara mencatat, cara mengolah suasana hati, cara
mengolah lingkungan dan cara berkomunikasi dengan guru dan teman teman
selama pembelajaran. Suasana berbahasa yang menyenangkan (bernuansa positif,
bahasa yang penuh pujian, dorongan/ motivasi dan penghargaan) dan diikuti oleh
lingkungan yang menyenangkan tentulah akan membuat potensi belajar anak akan
meningkat. Suasana lingkungan rumah yang kerap membuat anak tidak nyaman
adalah kondisi rumah yang sempit, pengap, sembrawut dan ruangan rumah yang
hiruk pikuk oleh suara elektronik (lagu dan tayangan televisi) yang cedrung
membuat kita sendiri susah berkomunikasi apalagi berkonsentrasi dalam belajar
(Faizal, 2012).
Pembelajaran dikatakan menyenangkan apabila di dalamnya terdapat
suasana yang rileks, bebas dari tekanan, aman, menarik, bangkitnya minat belajar,
adanya keterlibatan penuh, perhatian siswa tercurah, lingkungan belajar yang
menarik, bersemangat, perasaan gembira, konsentrasi tinggi. Sementara sebaliknya
pembelajaran menjadi tidak menyenangkan apabila suasana tertekan, perasaan
terancam, perasaan menakutkan, merasa tidak berdaya, tidak bersemangat,
malas/tidak berminat, jenuh/bosan, suasana pembelajaran monoton, pembelajaran
tidak menarik siswa (Indrawati dan Wawan, 2009)
Pembelajaran menyenangkan artinya pembelajaran yang interaktif dan
atraktif, sehingga anak didik dapat memusatkan perhatian terhadap pembelajaran
yang sedang dijalaninya. Penelitian menunjukkan bahwa ketika seorang guru
menjelaskan suatu materi tanpa ada selingan dan anak didik hanya mendengarkan,
Buku “Beautiful Learning Model”
66
melihat, dan mencatat, maka perhatian dan konsentrasi mereka akan menurun
secara draktis setelah 20 menit. Keadaan ini semakin parah jika guru tidak
menyadari dan pembelajaran hanya berjalan monoton dan membosankan. Lebih
lanjut dikemukakan, keadaan ini dapat diatasi apabila guru menyadari lalu
mengubah pembelajarannnya menjadi menyenangkan dengan cara memberi
selingan aktivitas atau humor. Tindakan ini secara signifikan berpengaruh
meningkatkan kembali perhatian dan konsentrasi anak didik yang relatif
besar ,Tjipto Utomo dan Kees Ruijter (dalam Asma, 2011).
Pembelajaran menyenangkan adalah pembelajaran yang membuat anak
didik tidak takut salah, ditertawakan, diremehkan, tertekan, tetapi sebaliknya anak
didik berani berbuat dan mencoba, bertanya, mengemukakan pendapat / gagasan,
dan mempertanya-kan gagasan orang lain. Menciptakan suasana yang
menyenangkan tidaklah sulit, karena kita hanya menciptakan pembelajaran yang
relaks (tidak tegang), lingkuangan yang aman untuk melakukan kesalahan,
mengaitkan materi ajar dengan kehidupan mereka, belajar dengan balutan humor,
dorongan semangat, dan pemberian jeda berpikir. Dalam belajar guru harus
menyadari bahwa banyak kata ”aku belum tahu” akan muncul dan kata ”aku tahu”
sedikit muncul, karena mereka memang dalam tahap belajar. Demikian pula guru
harus menyadari bahwa otak manusia bukanlah mesin yang dapat disuruh berpikir
tanpa henti, sehingga perlu pelemasan dan relaksasi (Mamul, 2011).
Sesuai dengan pendapat Ausubel bahwa belajar akan bermakna jika siswa
dapat mengaitkan konsep yang dipelajari dengan konsep yang sudah ada dalam
struktur kognitifnya, dan pendapat Bruner yang menyatakan belajar akan berhasil
lebih baik jika selalu dihubungkan dengan kehidupan orang yang sedang belajar.
Secara logika dapat dipahami, bahwa kita pasti akan belajar serius bila yang
Buku “Beautiful Learning Model”
67
dipelajari ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari dan kata-kata atau kalimat
yang didengar sudah familiar di kepala kita. Melalui joyful learning diharapkan
ada perbaikan praktik pembelajaran ke arah yang lebih baik. Perubahan ini tidak
harus terjadi secara draktis, perlahan-lahan tetapi pasti. Perbaikan proses sangat
penting agar keluaran yang dihasilkan benar-benar berkualitas (Mamul, 2011).
Seperti diketahui, otak kita terbagi menjadi dua bagian, yaitu kanan dan
kiri. Kadang-kadang dalam dunia pendidikan kita lupa akan pentingnya
mengembangkan otak sebelah kanan. Secara umum hanya otak kiri yang menjadi
sasaran pengembangan, terutama untuk ilmu eksakta. Otak sebelah kanan adalah
bagian yang berkaitan dengan imajinasi, estetika, intuisi, irama, musik, gambar,
seni. Sebaliknya otak sebelah kiri berkaitan dengan logika, rasio, penalaran, kata-
kata, matematika, dan urutan. Untuk menepis hal itu, sebenarnya kita dapat
tunjukkan bahwa ilmu apapun mampu digunakan sebagai bahan untuk
mengembangkan otak sebelah kanan, diantaranya dengan cara memahami dan
menghafal konsep melalui puisi, nyanyian, maupun permainan teka-teki.
Otak kita adalah bagian tubuh yang paling rawan dan sensitif. Otak sangat
menyukai hal-hal yang bersifat tidak masuk akal, ekstrim, penuh warna, lucu,
multisenso-rik, gambar 3 dimensi (hidup), asosiasi, imajinasi, simbol, melibatkan
irama / musik, dan nomor/urutan. Berdasarkan hal ini, maka kita sebagai pendidik
dapat merancang apa yang sebaiknya kita berikan kepada anak didik agar otak
mereka menyukainya. Sebagai contoh mengemas pembelajaran dengan
menggunakan puisi atau lagu untuk menyimpul-kan materi yang diajarkan, atau
melalui teka-teki jenaka untuk mengevaluasi sejauhmana mereka menguasai materi
yang diajarkan (Sousa, 2012).
Buku “Beautiful Learning Model”
68
Guru harus bisa menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga
terbentuk relasi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Seorang guru
yang ingin menguasai tekhnik mengajar yang menyenangkan (smart teacher) harus
memiliki beberapa standar kriteria pemahaman, antara lain memahami konsep,
memahami proses perkembangan siswa, paham bahwa masing-masing siswa itu
adalah individu yang berbeda serta memahami cara beradaptasikan diri dalam
proses pembelajaran. Untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan
seorang guru harus mampu menggunakan berbagai strategi pembelajaran untuk
mengembangkan kemampuan siswa dan mampu memotivasi siswa secara individu
dan kelompok untuk menciptakan iklim belajar positif. Selain itu, guru juga harus
mampu berkomunikasi secara efektif dan menggunakan berbagai media
komunikasi untuk menciptakan suasana kelas yang menyenangkan (Faizal, 2012).
Abduh (2014) mengungkapkan bahwa dalam rangka menciptakan
pembelajaran yang menyenangkan, beberapa hal yang harus dilakukan oleh guru
antara lain :
1. Menyapa siswa dengan ramah dan bersemangat
Menciptakan awal yang berkesan adalah penting karena akan
mempengaruhi proses selanjutnya. Jika awalnya baik, menarik, dan memikat, maka
proses pembelajaran akan lebih hidup dan menggairahkan. Oleh karena itu selalu
awali kegiatan pembelajaran dengan memberikan sapaan hangat kepada siswa,
misalnya “anak-anak senang bertemu kalian hari ini, kalian adalah anak-anak
bapak atau/ibu yang hebat”. Karena sapaan hangat dan raut wajah cerah
memantulkan energy positif yang dapat mempegaruhi semangat para siswa. Kita
dapat bayangkan jika seorang guru ketika memulai pembelajaran dengan raut
Buku “Beautiful Learning Model”
69
muka ruwet, tidak senyum, penampilan kusut, tentu saja suasana kelas menjadi
menegangkan dan menakutkan.
2. Menciptakan suasana rileks
Ciptakanlah lingkungan yang releks, yaitu dengan menciptakan lingkungan
yang nyaman. Oleh karena itu aturlah posisi tempat duduk secara berkala sesuai
keinginan siswa. Bisa memakai format U, lingkaran, Cevron, dan lain-lain. Selain
itu, ciptakanlah suasana kelas dimana siswa tidak takut melakukan kesalahan.
Untuk menanamkan keberanian kepada siswa dalam mengemukakan pendapat atau
menjawab pertanyaan, katakan kepada siswa jika jawabannya salah katakan “KAN
LAGI BELAJAR”. Karena sedang belajar, maka kesalahan adalah suatu yang
lumrah dan tidak berdosa.
3. Memotivasi siswa
Motivasi adalah sebuah konsep utama dalam banyak teori pembelajaran.
Motivasi ini sangatlah dikaitkan dengan dorongan, perhatian, kecemasan, dan
umpan balik/penguatan. Adanya dorongan dalam diri individu untuk belajar bukan
hanya tumbuh dari dirinya secara langsung, tetapi bisa saja karena rangsangan dari
luar, misalnya berupa stimulus model pembelajaran yang menarik memungkinkan
respon yang baik dari diri siswa yang akan belajar. Respon yang baik tersebut,
akan berubah menjadi sebuah motivasi yang tumbuh dalam dirinya, sehingga ia
merasa terdorong untuk mengikuti proses pembelajaran dengan penuh perhatian
dan antusias. Apabila dalam diri siswa telah tumbuh respon, hingga termotivasi
untuk belajar, maka tujuan belajar akan lebih mudah dicapai. Siswa yang antusias
dalam proses pembelajaran memiliki kecenderungan berhasil lebih besar dibanding
mereka yang mengikuti proses dengan terpaksa atau asal-asalan. Kebanyakan
pendidik mengajar hanya untuk mengejar target tanpa memperdulikan pemahaman
Buku “Beautiful Learning Model”
70
siswa. Padahal belajar adalah suatu bentuk aktivitas manusia yang memerlukan
adanya motivasi untuk mencapai tujuan. Semakin tinggi motivasi yang didapat
siswa maka semakin tinggi pula keberhasilan yang akan dicapai. Banyak cara
dalam memberikan motivasi kepada siswa antara lain dengan membuat yel-yel
berupa kata-kata afirmasi seperti dialog dibawah ini :
Guru : Apa Kabar ?Siswa : Kabar baik !Guru : Apakah kalian suka belajar ?Siswa : ya kami suka !Guru : seberapa suka ?Siswa : sangat suka !Guru : untuk apa kalian belajar ?Siswa : agar pintar !Guru : seberapa pintar ?Siswa : sangat pintar !
Guru dapat membuat kata-kata afirmasi sendiri yang disesuaikan dengan
harapan yang dinginkan dari kata-kata tersebut. Misalnya guru ingin agar siswa
memperlakukan guru dengan hormat dapat membiasakan kalimat ini bagi siswa :
Guru : apakah kalian siswa yang baik ?Siswa : ya kami siswa yang baik !Guru : bagaimana kalian memperlakukan guru ?Siswa : dengan hormatGuru : seberapa hormat ?Siswa : sangat hormat !
Kata-kata afirmasi tersebut dapat digunakan pada awal pemebelajaran,
pertengahan, dan penutupan. Dan digunakan secara berulang-ulang sehingga kata-
kata tersebut menghujam ke hatinya sehingga melahirkan sikap yang positif sesuai
dengan kata-kata afirmasi itu sendiri.
4. Menggunakan ice breaking
Dalam pelajaran kadang-kadang kita melihat timbulnya suasana yang
kurang mendukung hingga menyebabkan tidak tercapainya tujuan dari
pembelajaran. Suasana yang dimaksud adalah kaku, dingin, atau beku sehingga
Buku “Beautiful Learning Model”
71
pembelajaran saat itu menjadi kurang nyaman. Icebreaking berguna untuk
menaikkan kembali derajat perhatian peserta pelatihan (training). Hal ini perlu
dilakukan oleh guru karena berdasarkan hasil penelitian, rata-rata setiap orang
untuk dapat berkonsentrasi pada satu focus tertentu hanyalah sekitar 15 menit.
Setelah itu konsentrasi seseorang sudah tidak lagi dapat memusatkan perhatian
(focus). Seorang guru harus peka ketika melihat gejala yang menunjukkan bahwa
siswa sudah tidak dapat konsentrasi lagi dengan melakukan ice breaking agar siswa
menjadi segar dan konsentrasi kembali. Ice breaking bisa berupa yel-yel, tepuk
tangan, menyanyi, gerak dan lagu, gerak anggota badan, dan games.
5. Menggunakan metode yang variatif
Individu adalah makhluk yang unik memiliki kecenderungan, kecerdasan,
dan gaya belajar yang berbeda-beda. Paling tidak ada beberapa gaya belajar siswa
seperti yang diungkapkan Howard Gardner yaitu Auditory, Visual, Reading dan
Kinesthetic. Guru perlu menyadari bahwa siswa dalam satu kelas memiliki gaya
belajar yang berbeda-beda. Oleh karena itu, untuk mengakomodir semua siswa
belajar dengan latar belakang yang berbeda tersebut guru dapat menggunakan
metode yang bervariasi.
Untuk mendukung hal tersebut beberapa metode praktis (Ismail, 2008)
yang dapat diterapkan antara lain :
a. Every one is a teacher here
Dalam metode ini setiap siswa sebagai guru. Setiap siswa menuliskan sebuah
pertanyaan pada selembar kertas tentang materi pokok yang telah atau sedang
dipelajari. Pertanyaan tersebut dikumpulkan dan diacak kemudian dibagikan
kembali kepada siswa. Diupayakan kertas yang dikembalikan tersebut tidak
kembali kepada yang membuat pertanyaan semula. Kemudian siswa diminta
Buku “Beautiful Learning Model”
72
untuk membacakan pertanyaan yang ada padanya dan menjawabnya sesuai
dengan kemampuannya selanjutnya diberikan kesempatan kepada siswa yang
lain untuk menambahkan jawabannya.
b. The Power of two and four
Guru menetapkan satu masalah atau pertanyaan terkait dengan materi yang
telah atau sedang dipelejari. Setiap siswa diminta memikirkan jawabannya
masing-masing kemudian mencari pasangan untuk mendiskusikannya. Setelah
berdiskusi dengan pasangannya masing-masing, siswa diminta untuk membuat
kelompok dimana masingmasing kelompok terdiri dari 4 orang. Setiap
kelompok kembali mendiskusikan persoalan yang sama.
c. Card sort
Dalam metode ini, guru menyiapkan kartu berisi tentang materi pokok yang
telah atau sedang dipelajari. Isi kartu terdiri dari kartu induk (topic utama) dan
kartu rincian. Seluruh kartu diacak kemudian dibagikan kepada setiap siswa.
Perintahkan kepada siswa untuk bergerak mencari kartu induknya. Setelah
ketemu kartu induknya, siswa secara otomatis akan membuat kelompok sesuai
dengan topic atau kartu induknya dan menyusun rincian sesuai dengan
urutannya masing-masing. Guru kemudian mengecek apakah ada siswa yang
salah masuk kelompok atau salah dalam mengurutkan rinciannya.
d. Reading aloud
Guru memilih sebuah teks yang menarik sesuai dengan topik pembelajaran
yang dibagi dalam potongan-potongan kertas untuk dibaca dengan keras oleh
siswa secara bergantian. Ketika bacaan-bacaan tersebut berjalan, guru
menghentikan di beberapa tempat untuk menekankan poin-poin tertentu,
kemudian guru memunculkan beberapa pertanyaan, atau memberikan contoh-
Buku “Beautiful Learning Model”
73
contoh. Guru dapat membuat diskusi-diskusi singkat jika para siswa
menunjukan minat dalam bagian tertentu
http://www.sekolahdasar.net/2013/09/model-pembelajaran-kuasai-untuk.html.
C. Karakteristik “Beautiful Learning Model”
Pada bagian karakteristik model ini memuat komponen-komponen Model
ini mengacu kepada komponen-komponen model yang dikemukakan oleh Joyce, Weil,
dan Showers (dalam Arsyad, 2007) meliputi lima unsur penting sebagai uraian dari
suatu model pembelajaran, yaitu (1) sintaks, yakni suatu urutan kegiatan yang biasa
juga disebut fase, (2) sistem sosial, yakni peranan guru dan siswa serta jenis aturan
yang diperlukan, (3) prinsip-prinsip reaksi, yakni memberi gambaran kepada guru
tentang cara memandang atau merespon pertanyaan-pertanyaan siswa, (4) sistem
pendukung, yakni kondisi yang diperlukan oleh model tersebut, dan (5) dampak
instruksional dan pengiring; Dampak instruksional yakni hasil belajar yang dicapai
langsung dengan mengarahkan para siswa pada tujuan yang diharapkan, sedangkan
dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses
pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung siswa
tanpa pengarahan langsung dari guru. Komponen-komponen model tersebut di atas
diuraikan satu per satu berikut ini.
1. Sintaks
Sintaks Beautiful Learning Model ini terdiri atas enam fase, yakni: (1)
Menerapkan yel-yel pembelajaran, serta menyampaikan tujuan dan memotivasi
siswa melalui teknik AMBAK, (2) Penerapan teknik CTS (Catatan: Tulis Susun)
serta mendemonstrasikan materi ajar melalui bahan ajar, (3)
Mengorganisasikan/mengelompokkan siswa melalui setting Kelompok Beautiful
secara heterogen yang beranggotakan maksimal 3 orang, (4) Membimbing siswa
Buku “Beautiful Learning Model”
74
ke dalam kelompok belajar melalui setting Kelompok Beautiful, (5) Presentase
kelompok dan umpan balik, (6) Menyimpulkan materi serta memberikan
penghargaan dan menyampaikan salam perpisahan melalui penerapan yel-yel.
Tabel 1.1: Aktifitas Guru dan Siswa dalam Setiap Tahap pada Sintaks Model Pembelajaran Beautiful
Fase Aktivitas Guru Aktivitas Siswa Waktu(menit)
Fase 1 :Menerapkan yel-yel sertaMenyampaikan tujuan dan memotivasi siswa melalui teknik AMBAK
1. Guru membimbing siswa meneriakkan yel-yel pembelajaran.
2. Selanjutnya guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa dengan cara memberitahu mengenai Apa Manfaat Bagi Mereka mempelajari materi yang akan diberikan.
1. Siswa meneriakkan yel-yel pembelajaran tersebut.
2. Selanjutnya siswa menyimak dengan baik penjelasan guru mengenai tujuan pembelajaran dan termotivasi untuk belajar melalui teknik AMBAK yang diterapkan.
4 - 5
Fase 2 :Penerapan teknik CTS (Catatan: Tulis Susun) serta mendemonstrasikan materi ajar melalui bahan ajar
1. Guru menyampaikan langkah-langkah (cara) membuat CTS (Catatan: Tulis Susun) dan cara penerapannya pada buku siswa, serta menanggapi/menjawab pertanyaan siswa apabila ada yang bertanya mengenai CTS tersebut.
2. Guru mendemonstrasikan materi ajar melalui bahan ajar dan menanggapi/ menjawab pertanyaan siswa apabila ada siswa yang menyampaikan pertanyaan yang telah mereka uraikan pada lembar CTS tersebut.
1. Siswa menyimak dengan baik penyampaian guru mengenai langkah-langkah membuat CTS dan cara penerapannya pada buku siswa serta memberikan pertanyaan apabila masih ada yang belum jelas mengenai hal tersebut.
2. Siswa menyimak dengan baik penjelasan guru sambil memahami buku siswa dan menerapkan CTS pada buku siswa tersebut, serta menyampaikan
25 - 28
Buku “Beautiful Learning Model”
75
3. Guru memberikan Penguatan
pertanyaan yang telah mereka uraikan pada lembar CTS
Fase 3 : Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar melalui settingKelompok Beautiful
1. Guru mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar melalui setting Kelompok Beautiful secara heterogen berdasarkan intelektual maupun jenis kelamin. Setiap kelompok beranggotakan maksimal 3 orang.
1. Siswa mengikuti arahan guru untuk bergabung ke dalam kelompok Beautiful tersebut.
4 – 5
Fase 4:Membimbing siswa ke dalam kelompok belajar melalui setting Kelompok Beautiful
1. Selanjutnya guru membimbing kelompok-kelompok Beautiful tersebut untuk belajar dan saling kerjasama antar anggota kelompok dalam menyelesaikan tugas yang ada pada LKS .
2. Guru mengarahkan siswa untuk berhenti sejenak dan mengikuti pemberian yel-yel oleh guru yang dapat membuat mereka ceria, tertawa lepas dan merasa terkesan.
1. Selanjutnya siswa saling bekerjasama antar sesame anggota kelompok dalam menyelesaikan LKS yang diberikan dan apabila terdapat hal-hal yang mereka belum pahami maka mereka harus menuliskannya pada lembar CTS tersebut
2. Siswa berhenti sejenak dan mengikuti arahan guru untuk meneriakkan yel-yel diikuti gerakan pinggang dan gerakan tangan.
18 – 20
Fase 5 :Presentase kelompok dan umpan balik
1. Guru mengarahkan siswa untuk melakukan presentasi kelompok, sebelum kelompok mempresentasikan hasil kerjanya mereka harus berlomba untuk tampil didepan dengan cara menyebutkan password (kata kunci) Beautiful terlebih dahulu.
1. Semua kelompok berlomba untuk tampil mempresentasikan hasil kerja mereka dengan cara berlomba menyebutkan password (kata kunci) Beautiful yang telah disepakati oleh siswa maupun guru.
20 - 25
Buku “Beautiful Learning Model”
76
2. Pada saat salah satu kelompok tengah mempresentasikan hasil kerja mereka, maka guru selalu megarahkan siswa lain untuk menuliskan pertanyaan pada lembar CTS mereka kemudian menunjuk langsung siswa secara acak untuk menyampaikan pertanyaannya kepada kelompok yang tampil. Selanjutnya guru menyempurnakan jawaban siswa apabila jawaban mereka belum maksimal.
3. Guru memberikan penguatan
2. Pada saat salah satu kelompok tengah mempresentasikan hasil kerja mereka, maka semua siswa yang tidak tampil menuliskan pertanyaan pada lembar CTS mereka kemudian menyampaikannya kepada kelompok yang tampil, sementara kelompok yang tampil wajib menananggapi pertanyaan siswa tersebut.
Fase 6 :Menyimpulkan materi serta memberikan penghargaan dan menyampaikan salam perpisahan
1. Guru melambungkan sesuatu kelangit-langit kelas yang akan jatuh dan menyentuh siswa, guru menegaskan kepada siswa bahwa siapapun diantara mereka yang mendapatkannya maka dia yang mempunyai kesempatan untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajari, sementara siswa lain hanya menyempurnakan.
2. Setelah itu, guru memberikan hadiah atas prestasi yang telah dicapai oleh siswa baik berupa kegiatan individu maupun kelompok sebagai motivasi bagi mereka untuk lebih giat belajar pada pertemuan berikutnya.
3. Guru membereskan bahan-bahan
1. Siswa memperhatikan dengan seksama, bagi siswa yang menyentuh sesuatu yang dilambungkan ke langit-langit kelas tersebut maka dia wajib menyimpulkan materi yang telah dipelajari hari itu, sementara siswa lain tinggal menyempurnakan saja penjelasan dari temannya.
2. Siswa menerima hadiah dengan gembira yang diberikan oleh guru dan termotivasi untuk lebih giat lagi, sementara siswa lain memberikan tepuk tangan.
3. Siswa membereskan peralatan menulisnya
5 – 7
Buku “Beautiful Learning Model”
77
mengajarnya dan menyampaikan salam perpisahan kepada siswa dengan mengucapkan: “Good bye anaa-anaaaaak”
sambil menjawab salam perpisahan oleh guru dengan mengucapkan: “Good bye ibuuu caannnnntiiiik”
2. Rancangan Sistem Sosial :
Rancangan Sistem Sosial dalam model ini menggambarkan adanya peran
guru dan siswa, bukan hanya hubungan antar keduanya akan tetapi yang
dimaksudkan dalam rancangan system social adalah hubungan antara guru dengan
siswa serta hubungan antara sesame siswa. Sistem sosial yang paling menonjol
adalah peranan guru dalam menyampaikan informasi dan memotivasi siswa
melalui teknik AMBAK (Apa Manfaatnya Bagi Mereka), selanjutnya
mengarahkan siswa mengkonstruksi pengetahuan dan membimbing siswa dalam
menerapkan teknik CTS (Catatan Tulis dan Susun) yang bertujuan untuk
meningkatkan daya ingat siswa. Nampak juga pada tahap mengorganisasikan siswa
ke dalam kelompok Beautiful . Jadi, guru lebih berperan sebagai pembimbing dan
fasilitator. Sistem sosial lain yang menonjol adalah aktivitas siswa dalam
menerapkan teknik CTS dalam pembelajaran, menanggapi penjelasan
guru/mengajukan pertanyaan berdasarkan permasalahan yang mereka uraikan pada
lembar CTS tersebut. Selain dari pada itu nampak adanya interaksi antara siswa
yang satu dengan siswa yang lainnya pada fase kerjasama dalam kelompok
beautiful, pada fase ini diberikan penekanan kepada semua siswa agar saling
berkerjasama antar sesame anggota kelompok dan saling berinteraksi antar
kelompok yang satu dengan yang lainnya.
3. Rancangan Prinsip Reaksi
Buku “Beautiful Learning Model”
78
Prinsip reaksi berkaitan dengan bagaimana cara guru memperhatikan dan
mempelakukan siswa, serta merespon stimulus yang berasal dari siswa seperti
pertanyaan, jawaban, tanggapan, atau aktivitas lainnya. Secara lebih umum, Nurdin
(2007) mengemukakan bahwa prinsip reaksi merupakan pedoman bagi guru
bagaimana menghargai pebelajar dan bagaimana merespon apa yang dilakukan
siswa.
Berdasarkan pengertian umum prinsip reaksi di atas, maka keterlibatan
guru sebagai pembimbing dan fasilitator dalam model pembelajaran ini masih
diperlukan dalam hal: (a) menyediakan sumber-sumber belajar, seperti buku siswa,
LKS, lembar CTS, (b) menyampaikan informasi tentang materi matematika dan
cara penerapan teknik CTS, dan (c) membimbing siswa belajar dalam kelompok
Beautiful, menerapkan teknik CTS, penerapan yel-yel dalam pembelajaran
matematika. Mengacu kepada peranan guru sebagai pembimbing dan fasilitator
sebagaimana dikemukakan di atas, maka beberapa perilaku guru yang diharapkan
tergambar dalam rancangan sintaks model pembelajaran adalah sebagai berikut.
a. Menciptakan suasana yang nyaman, rileks dan mengesankan dalam proses
pembelajaran dan membangkitkan minat/motivasi siswa untuk belajar.
b. Memberikan penguatan berupa pujian-pujian atas keaktifan dan partisipasi
mereka dalam proses belajar mengajar. Tidak diperkenankan memberikan
hukuman seperti memukul ataupun mengejek siswa apabila mereka melakukan
kesalahan dan kekeliruan karena hal tersebut dapat berpengaruh kepad
mentalnya yang mengakibatkan menurunnya motivasi belajar dan lahirnya
perasaan benci kepada guru.
c. Guru selalu memberikan penjelasan berulang kepada siswa bagi mereka yang
bertanya dan belum memahami langkah-langkah penerapan CTS, cara
Buku “Beautiful Learning Model”
79
meneriakkan yel-yel pembelajaran maupun cara bergabung dan bekerjasama
dalam Kelompok Beautiful maupun tentang materi matematika yang tengah
diajarkan.
d. Menuntun siswa membuat rangkuman materi pelajaran serta memberikan
penghargaan bagi mereka diakhir pelajaran.
4. Rancangan Sistem Pendukung Model
Sistem pendukung suatu model pembelajaran adalah semua sarana,
bahan/perangkat pembelajaran, dan alat/media pembelajaran yang mendukung
pelaksanaan model tersebut. Dalam hal jenis, sistem pendukung model ini pada
dasarnya tidak jauh berbeda dengan sistem pendukung model pembelajaran
lainnya, namun dalam hal karakteristik, rancangan sistem pendukung model
pembelajaran ini agak berbeda dari model lainnya. Adapun jenis dan ciri
rancangan sistem pendukung model pembelajaran ini meliputi: (a) Rencana
Pembelajaran (RP) yang menggabungkan pembelajaran yang berpusat pada guru
dan yang berpusat pada siswa, didalamnya nampak jelas rancangan sintaks model
pembelajaran yang dimaksudkan mulai dari penerapan yel-yel, pada kegiatan awal,
penerapan teknik AMBAK untuk membangkitkan motivasi siswa, penerapan teknik
CTS untuk memperkuat daya ingat siswa pada kegiatan inti pembelajaran,
pengelompokkan siswa kedalam kelompok Beautiful, pemberian Penguatan,
penyegaran otak sampai pada tahap akhir adanya umpan balik, penarikan
kesimpulan dan pemberian penghargaan, (b) Buku Siswa dan LKS yang
memberikan nuansa mengesankan pada setiap tahapan materi, di dalamnya
memuat masalah-masalah yang berkaitan langsung dengan kehidupan nytanya
siswa, (c) Lembar CTS yang dilengkapi dengan cara menyusun CTS tersebut
seperti; menggambarkan garis vertikal kira-kira seperempat bagian dari sisi kanan
Buku “Beautiful Learning Model”
80
kertas, membentuk dua kolom, satu besar dan satu kecil. Diatas kolom kiri
dituliskan “Informasi Penting”. Di atas kolom kanan yang kecil mereka
menuliskan “Pikiran, perasaan, dan pertanyaan”. Kolom kiri adalah daerah menulis
catatan; kolom yang lebih kecil di sebelah kanan untuk menyusun catatan. Menulis
catatan berarti menuliskan hal-hal penting terkait materi yang diberikan, sementara
menyusun catatan berarti menguraikan pikiran, perasaan dan pertanyaan saat
materi berlangsung. (d) Media dan Alat Pembelajaran seperti: papan tulis, spidol,
penghapus, pulpen berwarna untuk siswa dan penggaris (e) Perangkat Evaluasi,
yang meliputi: tes penguasaan bahan ajar matematika yang telah diajarkan melalui
penerapan model tersebut.
5. Rancangan Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring
Hakekat penggunaan suatu model pembelajaran adalah untuk menunjang
pencapaian hasil pembelajaran secara optimal, baik hasil pembelajaran yang
berupa tujuan utama pembelajaran maupun hasil pembelajaran yang berupa tujuan
pengiring. Joice & Weils (dalam Nurdin, 2007) menamakan tujuan utama
pebelajaran sebagai dampak instruksional (instructional effect) model dan tujuan
pendamping sebagai dampak pengiring (nurturant effect) model.
Penggunaan model ini juga diharapkan akan mengoptimalkan dampak
instruksional dan dampak pengiring. Adapun rancangan dampak-dampak
instruksional dan rancangan dampak-dampak pengiring yang dimaksud adalah
sebagai berikut.
Rancangan Dampak Instruksional
Buku “Beautiful Learning Model”
81
Dampak instruksional yakni hasil belajar yang dicapai langsung dengan
mengarahkan para siswa pada tujuan yang diharapkan. Ciri khas yang
membedakan model pembelajaran matematika ini dengan model pembelajaran
matematika yang sering dipergunakan oleh guru selama ini adalah adanya teknik
mencatat yang dapat meningkatkan daya ingat siswa terhadap materi pelajaran
yang mengacu pada tujuan pembelajaran yang diharapkan. Teknik mencatat
tersebut adalah teknik CTS (Catatan Tulis dan Susun), yakni cara menerapkan
pikiran sadar maupun bawah sadar kita terhadap materi yang sama dengan cara
sadar. Sebenarnya, kedua pikiran kita bekerja terlepas metode pencatatan apa yang
kita gunakan. Ketika pikiran sadar kita berpusat pada material dan proses
menuangkan di atas kertas, pikiran bawah kita bereaksi, membentuk kesan,
membuat hubungan-hubungan dan melakukan kesuluruhan pekerjaan kurah lebih
seca otomatis. Dengan cara mengkoordinasikan kedua aktivitas mental ini
bertujuan untuk mencapai hasil yang lebih efektif dan dapat menjadikan proses
belajar menjadi lebih bermakna, sehingga pencapaian hasil belajar (penguasaan
bahan ajar) menjadi optimal.
Rancangan Dampak Pengiring
Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu
proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami
langsung siswa tanpa pengarahan langsung dari guru.
a. Keaktifan Belajar
Hampir pada setiap fase dalam rancangan sintaks model
pembelajaran ini memberikan lebih banyak ruang dan kesempatan kepada
siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. Mulai pada fase
menerapkan teknik CTS, fase bekerjasama dalam kelompok Beautiful, hingga
Buku “Beautiful Learning Model”
82
pada fase umpan balik. Dalam menerapkan teknik Catatan Tulis Susun ini,
siswa benar-benar melakukan penulisan catatan dan penyusunan catatan.
Penulisan-catatan adalah mendengarkan apa yang dibicarakan oleh seorang
pembicara atau guru seraya menuliskan poin-poin utamanya. Penyusunan
catatan berarti menuliskan pemikiran dan kesan siswa sendiri sambil
mendengarkan materi yang sedang disampaikan. Catatan: TS membuat kita
mampu melakukan keduanya sekaligus mencatat informasi dan tetap mengikuti
jalan pemikiran siswa. Sementara dalam fase bekerjasama dalam Kelompok
Beautiful yang terbentuk, siswa benar-benar diarahkan untuk melakukan tanya
jawab antar sesama anggota kelompok dan selanjutnya mendiskusikan secara
universal dengan kelompok lain, dalam hal ini guru hanya sebagai fasilitator
dan motivator.
b. Percaya Diri
Melalui penerapan rancangan sintaks dalam model pembelajaran ini
dapat menghilangkan kekakuan siswa baik secara penampilan fisik maupun
dalam berargumen, hal ini disebabkan karena adanya pemberian penguatan
yang positif yang selalu diberikan guru ketika siswa proaktif dalam proses
pembelajaran. Selain daripada itu siswa selalu merasa percaya diri dan tidak
takut menyampaikan pertanyaan atau komentar atas materi yang sementara di
ajarkan karena sebelumnya mereka telah diarahkan untuk menuliskan
pertanyaan atau tanggapan tersebut pada lembar CTS yang disediakan sehingga
mereka tidaklah semudah itu melupakan apa yang tadinya menjadi
permasalahan atau konflik kognitif pada diri mereka.
c. Sikap Positif terhadap Matematika
Buku “Beautiful Learning Model”
83
Dampak yang paling berpengaruh terhadap penerapan dari rancangan sintaks
model pembelajaran ini adalah membangkitkan sikap positif siswa terhadap
mata pelajaran matematika. Siswa tidak lagi diseimuti oleh anggapan-anggapan
bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang sulit untuk dipelajari. Hal
ini disebabkan karena siswa merasa nyaman, enjoy dan rileks dengan adanya
fase refresing sejenak melalui penerapan yel-yel dalam pembelajaran. Selain
itu siswa merasa terkesan baik dengan adanya teknik-teknik mencatat dan
pembentukan kelompok yang unik dan tentunya berbeda dengan proses
pembelajaran yang telah mereka ikuti sebelumnya. Dengan demikian,
penerapan model pembelajaran ini selain dapat menumbuhkan sikap positif
siswa terhadap mata pelajaran matematika juga memupuk rasa kekeluargaan
baik antar sesama siswa maupun antara siswa dengan guru.
D. Petunjuk Pelaksanaan Beautiful Learning Model
Agar dampak-dampak dalam komponen model baik dampak instruksional
maupun dampak pengiring tercapai dengan baik maka penerapan Beautiful Learning
Model tersebut seharusnya terlaksana dengan baik. Untuk itu, pada bagian ini perlu
diuraikan petunjuk pelaksanaan model. Petunjuk pelaksanaan model berkaitan dengan
cara guru dalam mengelola pembelajaran yang meliputi: (a) tugas-tugas perencanaan,
(b) tugas-tugas interaktif, (c) lingkungan belajar dan pengelolaan tugas, dan (d)
evaluasi. Keseluruhan tugas-tugas pengelolaan pembelajaran ini harus mengacu pada
sintaks Beautiful Learning Model .
1. Tugas-Tugas Perencanaan
Hal-hal yang dilakukan pada tugas-tugas perencanaan ini adalah: (a) merumuskan
tujuan (kompetensi), (b) memilih isi (materi), (c) melakukan analisis tugas, (d)
merencanakan waktu dan ruang.
Buku “Beautiful Learning Model”
84
a. Merumuskan Tujuan
Dalam Kurikulum 2013 tujuan pembelajaran tercermin dalam Kompetensi
Inti (KI), Kompetansi Dasar (KD), dan Indicator hasil belajar. KI mencakup tujuan
pembelajaran matematika secara umum, Kompetensi Dasar mencakup tujuan yang
hendak dicapai melalui subuah topik (pokok bahasan), sedangkan Indikator
mencakup tujuan yang hendak dicapai dalam setiap pertemuan.
Tujuan pembelajaran menggunakan Beautiful Learning Model adalah
menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, mengesankan dan meningkatkan
daya ingat siswa terhadap materi ajar dengan harapan tujuan pembelajaran yang
tertera secara umum pada Kompetensi Inti dan tertera secara khusus pada setiap
Indikator dapat tercapai dengan optimal. Tujuan-tujuan pembelajaran tersebut di
atas secara eksplisit harus termuat pada Rencana Pembelajaran (RP) yang dibuat
oleh guru sebagai pedoman umum dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.
Perlu diketahui bahwa tujuan pembelajaran yang baik perlu berorientasi pada siswa
dan spesifik, mengandung uraian yang jelas tentang situasi penilaian (terukur) dan
mengandung tingkat ketercapaian kinerja yang diharapkan (kriteria keberhasilan).
b. Memilih Isi (Materi Pelajaran)
Secara umum pemilihan materi pelajaran harus mengacu pada Kompetensi
Inti dan Indikator yang telah ditetapkan. Guru dapat menyeleksi bagian-bagian
mana saja dalam suatu topik yang perlu disajikan secara langsung dan bagian-
bagian mana saja yang harus dikonstruksi oleh siswa. Guru harus mengidentifikasi
kecocokan antara topik-topik materi pelajaran yang diajarkan sesuai dengan aspek-
aspek dalam Beautiful Learning Model (penerapan teknik AMBAK, penerapan
teknik CTS, kerjasama dalam kelompok Beautiful, penerapan yel-yel
pembelajaran, pemberian penghargaan). Selain itu, guru mengidentifikasi urutan
Buku “Beautiful Learning Model”
85
pembahasan materi, baik yang berbentuk uraian langsung maupun yang akan
dikonstruksi oleh siswa harus tersusun secara logis, sehingga siswa dengan mudah
melihat hubungan antara fakta dan konsep-konsep kunci yang menjadi isi pokok
bahasan.
c. Melakukan Analisis Tugas
Ide pokok yang melatarbelakangi analisis tugas adalah bahwa pengertian
dan keterampilan yang kompleks tidak dapat dipelajari semuanya dalam waktu
tertentu. Untuk mengembangkan pemahaman yang mudah dan pada akhirnya
penguasaan, keterampilan dan pengertian kompleks itu lebih dahulu harus dibagi
menjadi komponen bagian, sehingga dapat diajarkan berurutan dengan logis dan
tahap demi tahap.
2. Tugas-Tugas Interaktif
Tugas-tugas interaktif dalam penerapan Beautiful Learning Model 3in1 untuk
menciptakan pembelajaran menyenangkan, mengesankan dan meningkatkan daya
ingat adalah mengacu pada fase-fase dalam sintaksnya, yakni:
a. Menerapkan yel-yel sebagai salam pembuka, menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa melalui teknik AMBAK (fase I)
Tujuan menerapkan yel-yel sebagai salam pembuka adalah membangkitkan
semangat siswa untuk belajar dan menciptakan keharmonisan baik antar sesama
siswa maupun antara siswa dengan guru. Pada saat guru berjalan memasuki
ruangan kelas, maka salam pembuka yang dimaksudkan segera diucapkan seperti
percakapan berikut:
Guru : “selamaaaat paaaaagiiii anaaak-anaaaaaakk…….” (sambil tersenyum)Siswa : “selamaaat paaaagiii ibuuu caaaannnntiiiiik……” (sambil tersenyum)
Buku “Beautiful Learning Model”
86
Namun apabila guru yang mengajar adalah guru laki-laki maka salam pembuka
diucapkan seperti percakapan berikut:
Guru : “selamaaaat paaaaagiiii anaaak-anaaaaaakk…….” (sambil tersenyum)Siswa : “selamaaat paaaagiii paaaakk guuuruu……” (sambil tersenyum)
Banyak cara lain untuk menciptakan hubungan baik, hubungan harmonis antar
siswa maupun guru, salah satunya adalah dengan cara seperti di atas. Cara di atas
merupakan hal yang sangat berbeda dengan yang biasanya diterapkan oleh-oleh
guru-guru pada saat memulai pembelajaran.
Selain menerapkan yel-yel sebagai salam pembuka pada fase I ini adalah
menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa melalui teknik AMBAK.
Tujuannya adalah untuk menarik minat siswa, memusatkan perhatian siswa, serta
memotivasi mereka untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran.
Komunikasikan tujuan pelajaran kepada siswa melalui rangkuman skenario
pembelajaran. Menurut kurkulum 2013, tujuan pembelajaran ini tercakup dalam
Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, dan Indikator. Siapkan siswa untuk belajar
dengan menarik perhatian siswa, memusatkan perhatian siswa pada topik yang
akan dibicarakan, dan menjelaskan kepada mereka mengenai AMBAK (Apa
Manfaat Bagi Mereka) mempelajari materi yang akan diajarkan.
b. Penerapan teknik CTS (Catatan: Tulis Susun) serta mendemonstrasikan materi ajar melalui bahan ajar (fase II)
Dalam mendemonstrasikan materi melalui bahan ajar, guru hanya
menjelaskan poin-poin penting dari setiap materi, dan selanjutnya siswa sendiri
yang langsung mencerna/mengonstruksi pengetahuannya melalui materi yang
tertera pada buku siswa yang mereka miliki. Sehingga setiap siswa diupayakan
untuk memperoleh buku siswa tersebut yang didalamnya tertera lembaran-
lembaran CTS (Catatan:Tulis Susun). Dengan adanya lembaran CTS tidak lagi
Buku “Beautiful Learning Model”
87
merepotkan siswa untuk mencatat pada buka tulis mereka, melainkan langsung
menulisnya pada lembar CTS yang ada pada buku siswa. Berdasarkan Kurikulum
2013 dengan menggunakan pendekatan saintifik, mulai pada fase observasi,
menanya, mengumpulkan informasi, menalar, menarik kesimpulan, hingga
mengkomunikasikan, disini siswa dituntut untuk melakukan observasi atau
pengamatan sendiri, misalkan pengamatan pada materi melalui buku siswa yang
dibagikan, menuliskan pertanyaan pada lembar CTS, mengumpulkan informasi
berdasarkan penjelasan langsung dari guru maupun diskusi dengan siswa lain,
menalar berdasarkan informasi yang diterima dengan cara menghubung-
hubungkan dengan hal-hal yang telah diuraikan pada lembar CTS tersebut dan
selanjutnya mampu mengkomunikasikannya dengan lisan maupun tertulis melalui
presentasi kelompok atau individu.
Tujuan utama dari penerapan CTS tersebut adalah untuk meningkatkan
daya ingat siswa terhadap materi yang diajarkan. Catatan: TS adalah cara
menerapkan pikiran sadar maupun bawah sadar kita terhadap materi yang sama
dengan cara sadar. Sebenarnya, kedua pikiran kita bekerja terlepas metode
pencatatan apa yang kita gunakan. Ketika pikiran sadar kitaberpusat pada material
dan proses menuangkan di atas kertas, pikiran bawah kita bereaksi, membentuk
kesan, membuat hubungan-hubungan dan melakukan kesuluruhan pekerjaan kurah
lebih secara otomatis. Catatan: mengkoordinasikan kedua aktivitas mental ini
untuk mencapai hasil yang lebih efektif.
Adapun cara membuat Catatan: TS yakni yang dibutuhkan adalah selembar
kertas, dua bolpen atau pensil berwarna dan stabilo. Selanjutnya menggambarkan
garis vertikal kira-kira seperempat bagian dari sisi kanan kertas, membentuk dua
kolom, satu besar dan satu kecil. Diatas kolom kiri dituliskan “Informasi Penting”.
Buku “Beautiful Learning Model”
PemikiranKesanPerasaanReaksiPertanyaanKepedulianGerak-gerik guruDll.
88
Di atas kolom kanan yang kecil mereka menuliskan “Pikiran, perasaan, dan
pertanyaan”. Kolom kiri adalah daerah menulis catatan; kolom yang lebih kecil di
sebelah kanan untuk menyusun catatan.
Disebelah kiri, biasa saja siswa menuliskan tanggal, nama dan informasi
penting lainnya sambil mendengarkan pelajaran, membaca atau menonton film.
Bilamana kita mengganti poin atau topik, siswa mengganti warna. Otak menyukai
perbedaan dan ini membantu siswa membedakan jenis informasi ketika mereka
melihat catatan mereka. Di sebelah kanan, mereka menuliskan pemikiran asosiasi
dan muncul dalam benak. Bisa berupa pendapat, reaksi dari apa yang di dengar,
pertanyaan apa saja. Mereka mungkin merasa terbantu jika menggambar atau
membuat simbol di daerah ini. Ruang kanan juga digunakan untuk menuliskan
perasaan mereka saat itu. Apakah mereka sedih, tertarik, bingung, bosan dan
sebagainya. Dengan demikian mereka menciptakan hubungan emosi dan informasi
yang mereka pelajari, yang akan membantu melekatnya pada benak mereka. Ini
berarti mereka belajar lebih cepat dan pengajar tidak perlu lama-lama mengulang.
Lembar CTS yang dimaksudkan di atas terlampir dalam setiap item materi
yang ada pada buku siswa. Adapun contoh lembar CTS tersebut sebagai berikut:
Gambar 1.1: Lembar CTS
Topik/Materi
Buku “Beautiful Learning Model”
89
c. Mengorganisasikan dan membimbing siswa ke dalam kelompok belajar melalui setting Kelompok Beautiful (fase III dan fase IV )
Tujuan utama mengorganisasikan dan membimbing siswa ke dalam
kelompok belajar melalui setting Kelompok Beautiful adalah untuk menumbuhkan
nilai-nilai karakter yang baik, misalkan tolong menolong, kerjasama, rasa tanggung
jawab, peduli, toleransi, bijaksana, jujur, teliti dan percaya diri. Intinya adalah
menumbuhkan hubungan harmonis antar siswa, karena siswa dapat saling
membantu sehingga memudahkan untuk memahami materi yang sulit dan
memudahkan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan pada LKS tentunya.
Pembagian kelompok yang dimaksudkan adalah pembagian kelompok
melalui settingan Kelompok Beautiful atau Kelompok Cantik. Aturannya antara
lain, dalam setiap anggota kelompok hanya harus beranggotakan maksimal 3 orang
dengan pertimbangan untuk meminimalisir/meminimalkan hal-hal negative yang
muncul pada saat kerja kelompok berlangsung, seperti ribut, cerita, tidak bekerja,
dsb. Biasanya pembagian kelompok pada umumnya masing-masing kelompok
diberi nama kelompok 1, kelompok 2, dan seterusnya. Akan tetapi pada pembagian
kelompok yang dimaksudkan disini akan diberikan nama yang berbeda untuk
setiap kelompok. Nama-nama tersebut antara lain: Kelompok B, Kelompok E,
Kelompok A, Kelompok U1, Kelompok T, Kelompok I, Kelompok F, Kelompok
U2, Kelompok L. Nama-nama kelompok tersebut jika dirangkai akan membentuk
kata BEAUTIFUL sehingga disebut sebagai kelompok Beautiful.
Jika ternyata jumlah siswa tidak dimungkinkan untuk dikelompokkan pada
Kelompok Beautiful di atas, maka settingan kelompok diubah menjadi Kelompok
Cantik sehingga hanya terdiri dari 6 kelompok dengan nama masing-masing
kelompok antara lain: Kelompok C, Kelompok A, Kelompok N, Kelompok T,
Buku “Beautiful Learning Model”
90
Kelompok I, dan Kelompok K. Sehingga pembagian kelompok tersebut
dikondisikan dengan jumlah siswa. Setelah siswa bergabung dengan anggota
kelompoknya masing-masing yang telah ditentukan secara heterogen oleh guru,
maka mereka menyelesaikan tugas yang diberikan pada lembar kerja siswa (LKS)
dengan cara mendiskusikannya dengan teman kelompok mereka masing-masing.
Setiap anggota kelompok harus memahami/mengetahui masalah yang diberikan
dan bagaimana menyelesaikannya. Jika terdapat hal-hal yang belum mereka
pahami dalam diskusi kelompok, mereka dapat menuliskannya dalam bentuk
pertanyaan pada lembar CTS yang ada pada buku siswa tersebut.
Pada fase ini pula, siswa diarahkan oleh guru berhenti sejenak berdiskusi
untuk melakukan refresing 2 hingga 3 menit melalui penerapan yel-yel
pembelajaran. Yel-yel yang dimaksudkan disini adalah yang dapat membuat siswa
senang, tertawa lepas, aggota tubuh dapat bergerak agar mereka dapat merasa
rileks, tiding tegang, tidak grogi dan tidak mengantuk. Tujuan pemberian yel-yel
ini adalah untuk mengoptimalkan kembali kerja otak yang mulai lelah.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa pada setiap presentase 90 menit
dan setiap 30 menitnya diadakan waktu untuk berhenti sejenak kemudian memulai
kembali, maka daya ingat akan meningkat. Salah satu contoh yel-yel yang
dmaksud melalui percakapan berikut:
Guru : “anaaak-anaaak kalau ibu mengatakan SATU…tolong berdiri ya, kalau ibu mengatakan DUAAA…pegang pinggang masing-masing yaa…kalau ibu mengatakan CANTIK….pinggang digoyangkan kekanan ya…kalau ibu mengatakan GAGAH…. Pinggang digoyangkan kekiri ya……..”
Siswa : “iyaa buuuuuuu……”Guru : “oke kita mulaaaiii…..”
Buku “Beautiful Learning Model”
91
(Guru pun melanjutkan instruksinya sementara anak-anak mengikutinya dengan
baik sambil bergoyang dan tertawa lepas menunjukkan bahwa mereka nampak
senang).
d. Presentase kelompok dan umpan balik (fase V)
Guru mengarahkan kepada siswa untuk melakukan presentasi kelompok,
sebelum kelompok mempresentasikan hasil kerjanya, mereka harus berlomba
untuk tampil didepan dengan cara menyebutkan password (kata kunci) Beautiful
terlebih dahulu. Sebagaimana dalam bentuk percakapan untuk kelompok B
misalnya:
Siswa 1 : “Kelompoook B”Siswa 2 : “My teacheeeeeerrr”Siswa 1, 2, 3 : “is Beautifuuuuuuulll”
Setelah itu, guru langsung mempersilakan untuk tampil didepan mempresentasikan
hasil kerja mereka dan mengarahkan kelompok lain untuk memberikan tepuk
tangan yang meriah.
Pada saat salah satu kelompok tengah mempresentasikan hasil kerja
mereka, maka guru selalu megarahkan siswa lain untuk menuliskan pertanyaan
pada lembar CTS mereka kemudian menunjuk langsung siswa secara acak untuk
menyampaikan pertanyaannya kepada kelompok yang tampil. Selanjutnya guru
menyempurnakan jawaban siswa apabila jawaban mereka belum maksimal. Pada
fase ini pula guru memberikan penguatan terhadap setiap respon siswa baik
berupa pertanyaan maupun jawaban atau tanggapan. Dalam hal ini, walaupun
pertanyaan atau jawaban yang mereka ungkapkan belum maksimal maka guru
tidak diperbolehkan sama sekali memarahi siswa, mengejek siswa, apalagi sampai
memukul siswa. Guru harus tetap memberikan penguatan positif kepada siswa
sekalipun pertanyaan atau jawaban yang mereka ungkapkan belum maksimal.
Buku “Beautiful Learning Model”
92
Misalkan ada siswa bertanya atau menjawab pertanyaan dan belum sempurna,
maka guru langsung mengatakan:
“waaaahhh… bagian yang ini nak sedikit perlu diperjelas… tetapi secara umum kamuu baguus kok karena sudah bisa menjelaskan dan berani tampiill ya…ayoo tepuk tangaan untuk temannya naak….”
Ini bertujuan untuk memotivasi siswa agar lebih giat belajar karena mereka merasa
bahwa apa yang telah mereka usahakan dan apa yang telah mereka tampilkan dapat
diterima dan sangat dihargai oleh guru dan teman-temannya sehingga mereka terus
termotivasi untuk menyempurnakan dan tampil lebih maksimal lagi.
e. Menyimpulkan materi serta memberikan penghargaan dan menyampaikan salam perpisahan (fase VI)
Pada fase ini merupakan fase terakhir dalam Beautiful Learning Model .
Terdapad tiga item dalam fase ini yakni (1) menyimpulkan materi, (2) memberikan
penghargaan dan (3) menyampaikan salam perpisahan. Pada tahap menyimpulkan
materi disini bukan guru yang memberikan kesimpulan melainkan siswa yang
dipandu oleh guru untuk menyimpulkan isi materi yang telah dipelajari, teknik
yang dilakukan oleh guru yakni guru melambungkan sesuatu kelangit-langit kelas
yang akan jatuh dan menyentuh siswa, guru menegaskan kepada siswa bahwa
siapapun diantara mereka yang mendapatkannya maka dia yang mempunyai
kesempatan untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajari, hal ini dilakukan
berulang dan siswa yang berikutnya mendapat kesempatan melengkapi pendapat
temannya sebelumnya, sementara guru hanya menyempurnakannya.
Setelah itu, guru memberikan hadiah atas prestasi yang telah dicapai oleh
siswa baik berupa kegiatan individu maupun kelompok sebagai motivasi bagi
mereka untuk lebih giat belajar pada pertemuan berikutnya. Hadiah yang diberikan
dikondisikan dengan keadaan siswa saat itu, bisa berupa alat tulis, buku paket,
Buku “Beautiful Learning Model”
93
makanan ringan ataupun berupa piknik bersama di akhir pekan. Intinya adalah
membuat siswa merasa senang dan nyaman. Selanjutnya guru membereskan
bahan-bahan mengajarnya dan menyampaikan salam perpisahan kepada siswa
dengan mengucapkan: “Good bye anaa-anaaaaak” dan dijawab langsung oleh
siswa dengan ucapan “Good bye ibuuuu caannntiiiik”
3. Lingkungan Belajar dan Pengelolaan Tugas
Sebagaimana pada model-model pembelajaran pada umumnya, kegiatan
belajar mengajar yang menggunakan Model ini, guru merencanakan kegiatan
secara terstruktur dan ketat. Keberhasilan penggunaan model pembelajaran ini juga
ditentukan oleh penyiapan lingkungan dan media pembelajaran yang baik untuk
mendukung setiap aktivitas guru dan siswa dalam setiap tahap dalam sintaks.
Untuk menjamin terciptanya lingkungan dan suasana pembelajaran yang
kondusif, guru harus memegang kendali pengelolaan kelas, seperti mengatur waktu
yang tepat dalam memberikan penguatan, mengatur bagaimana siswa berbicara
(komunikasi), mengatur penggunaan waktu (tempo) untuk setiap tahap
pembelajaran, mengatur keterlibatan aktif (partisipasi) siswa pada setiap tahap
pembelajaran, dan untuk menanggulangi tingkah laku siswa yang menyimpang.
Untuk mengatur hal-hal tersebut di atas, model pembelajaran ini memiliki kaidah-
kaidah sebagai berikut.
a. Pemberian Penguatan
Dalam proses belajar mengajar, yang ditekankan adalah bagaimana siswa
aktif dan merespon semua stimulus yang diberikan oleh guru. Kadang-kadang
ketika guru memberikan masalah/pertanyaan dan secara spontan siswa langsung
menanggapi dan memberikan komentar yang berbobot ataukah langsung tampil
didepan kelas menguraikan hasil pemikiran mereka maka guru harus memberikan
Buku “Beautiful Learning Model”
94
pujian keada siswa yang bersangkutan. Namun ketika jawaban siswa belum terlalu
tepat maka guru tidak boleh memarahi siswa apalagi mengejek hasil kerja mereka,
yang harus dilakukan guru adalah tetap memberikan pujian, misalkan:
“waaahhh… pekerjaannya nak udah bagus ya …. Belajar dari mana???... iya… tapiii bagian yang ini perlu ibu koreksi ya nak.. nda papa kaan????”
Sehingga waktu yang tepat untuk pemberian penguatan adalah pada saat ada
umpan balik dari siswa. Hal ini bertujuan untuk memotivasi siswa untuk lebih giat
belajar.
b. Mengatur Siswa Berbicara
Untuk menangani dan mencegah terjadinya masalah siswa yang suka
berbicara, guru perlu mempunyai aturan tentang larangan berbicara dalam kelas
dan menerapkannya secara konsisten. Pada saat guru memberikan arahan/petunjuk
maka siswa harus diam dan mendengarkan dengan baik, siswa akan diperbolehkan
untuk bertanya ketika guru sudah memberikan kesempatan kepada mereka, siswa
meneriakkkan yel-yel pembelajaran sesuai dengan arahan guru.
c. Mengatur Tempo Pembelajaran
Hal-hal yang dapat mengganggu tempo pembelajaran dalam model pembelajaran
ini bisa bersumber dari siswa maupun bersumber dari guru. Biasakan siswa
mengemukakan pertanyaan langsung pada inti pertanyaan, karena kadang-kadang
siswa mengemukakan pertanyaan yang berputar-putar yang cukup menyita waktu.
Berikan petunjuk yang jelas pada LKS untuk mengurangi pertanyaan yang tidak
penting dari siswa. Guru dapat memperlambat tempo pembelajaran melalui proses
fragmentasi dan berbicara berkepanjangan. Fragmentasi terjadi jika guru membagi
kegiatan menjadi satuan-satuan yang terlalu kecil, sedangkan berbicara
berkepanjangan terjadi jika guru tetap terus menguraikan sesuatu meskipun
uraiannya telah cukup jelas bagi siswa. Penerapan teknik AMBAK (Apa
Buku “Beautiful Learning Model”
95
Manfaatnya Bagi Mereka) pada fase pertama jangan sampai terlalu banyak
menyita waktu, sehingga waktu penyampaian materi matematika yang menjadi
tujuan utama pembelajaran menjadi berkurang. Begitupun dengan penerapan yel-
yel pembelajaran tidak perlu menyita waktu yang lama cukup menggunakan
interval waktu 15 detik hingga 120 detik. Namun semuanya harus disesuaikan
dengan karakteristik kelas yang sedang dihadapi.
d. Mengatur Partisipasi
Kebalikan dari keadaan pada bagian b, mungkin saja ditemukan siswa yang
hanya pasif saja, baik selama penyajian materi maupun pada saat penerapan yel-
yel. Salah satu cara mengantisipasi siswa yang pasif adalah memanfaatkan “zona
kegiatan”. Zona kegiatan adalah daerah tertentu di dalam kelas di mana siswa
lebih aktif, karena guru dapat melakukan kontak mata lebih baik. Berikan perhatian
dan pengawasan yang merata untuk setiap siswa pada saat penyejian materi, pada
saat kegiatan bekerja dalam Kelompok Beautiful, pada saat penerapan CTS
(Catatan:Tulis Susun) dalam buku siswa, pada saat menerapkan yel-yel dan di
setiap kegiatan pada proses pembelajaran berlangsung.
e. Menangani Penyimpangan Tingkah Laku
Jika model pembelajaran ini diterapkan pada kelas besar, maka sangat
memungkinkan adanya siswa yang melakukan tingkah laku yang menyimpang.
Daripada mencari penyebab dari penyimpangan tingkah laku siswa, guru
dianjurkan untuk memusatkan perhatian langsung pada penyimpangan tingkah laku
tersebut dan segera mencari cara untuk mengubahnya selagi siswa masih berada
dalam kelas. Sebagai contoh ketika guru mendapatkan siswa yang sedang ngobrol
dengan temannya membahas hal-hal lain yang tidak ada kaitannya dengan
pelajaran, membuat usil dan sebagainya maka guru harus memberikan sanksi
Buku “Beautiful Learning Model”
96
namun tidak perlu memberikan hukuman yang berat seperti memukul dan
sebagainya, cukup memberikan sindiran halus, memberikan tugas tambahan untuk
dikerjakan sehingga merasa berbeda dengan teman-temannya yang lain.
Selanjutnya guru boleh memberikan cubitan kepada siswa sebagai tanda mereka
bersalah. Jika semua hal tersebut telah diterapkan namun belum dapat membuat
siswa jera, maka trik yang dilakukan guru selanjutnya adalah tiba-tiba diam dan
melototkan mata ke semua siswa agak lama agar mereka juga ikut diam dan
merasa bahwa mereka bersalah. Kesemua treatmen/ perlakuan tersebut disesuaikan
dengan kondisi siswa pada saat itu.
4. Evaluasi
Penilaian dalam model pembelajaran ini dapat dilakukan selama proses
pembelajaran berlangsung, yaitu pada awal pembelajaran hingga akhir
pembelajaran. Penilaian ini terdiri dari penilaian sikap spiritual yang termuat dalam
KI I, penilaian sikap sosial yang termuat dalam KI II, penilaian pengetahuan yang
termuat dalam KI III dan penilaian keterampilan yang termuat dalam KI IV. Jadi
bukan hanya penilaian pengetahuan sebagai substansi penguasaan materi yang
ditekankan tetapi penilaian sikap dan keterampilan harus memiliki peranan penting
dalam proses pembelajaran. Berdasarkan tuntutan kurikulum 2013 dalam
permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 tentang penilaian autentik yakni penilaian
proses dan hasil.
a. Penilaian Sikap
Kurikulum 2013 membagi kompetensi sikap menjadi dua, yaitu sikap
spiritual yang terkait dengan pembentukan siswa yang beriman dan bertakwa, dan
sikap sosial yang terkait dengan pembentukan siswa yang berakhlak mulia,
mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Sikap spiritual sebagai perwujudan
Buku “Beautiful Learning Model”
97
dari menguatnya interaksi vertikal dengan Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan
sikap sosial sebagai perwujudan eksistensi kesadaran dalam upaya mewujudkan
harmoni kehidupan.
Pada model pembelajaran ini, kompetensi sikap spiritual mengacu pada
KI-1: Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya, sedangkan
kompetensi sikap sosial mengacu pada KI-2: Menghargai dan menghayati perilaku
jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya
diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam
jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
Teknik dan bentuk instrumen yang digunakan dalam penilaian sikap adalah
teknik observasi, penilaian diri, penilaian antar siswa dan jurnal. Namun yang
digunakan dalam penerapan model ini umumnya menggunakan teknik observasi.
Adapun aspek-aspek yang diobservasi antara lain adalah (1) Berdo’a dengan
sungguh-sungguh sebelum memulai dan sesudah melaksanakan pembelajaran, (2)
Ikut serta bergembira dan bersyukur menerima penghargaan yang diberikan guru
pada akhir pembelajaran dan meneriakkan yel-yel pembelajaran, (3) Menyimak
dengan baik saat guru menerapkan teknik AMBAK (Apa Manfaatnya Bagiku)
mempelajari materi pertemuan hari ini dengan penuh rasa ingin tahu dan
ketertarikan kegunaan matematika pada kehidupan, (4) Mendengarkan dengan baik
penjelasan guru dengan penuh rasa ingin tahu mengenai cara menerapkan Catatan
Tulis dan Susun pada buku siswa yang disediakan dan /atau memberikan
pertanyaan mengenai hal tersebut, (5) Melakukan presentasi kelompok beautiful
sesuai dengan waktu yang diberikan sebagai wujud disiplin dengan penuh rasa
tanggung jawab dan percaya diri, (6) Memberikan pertanyaan atau tanggapan
sesuai dengan waktu yang diberikan sebagai wujud disiplin saat guru memberikan
Buku “Beautiful Learning Model”
98
kesempatan bertanya sesuai dengan apa yang telah mereka uraikan dalam CTS
dengan penuh percaya diri, (7) Bekerjasama dalam kelompok Beautiful dan
menyelesaikan LKS yang diberikan sambil berhenti sejenak untuk menerapkan yel-
yel diikuti gerakan badan sebagai refresing otak, (8) Melengkapi jawaban pada
titik-titik yang ada dalam buku siswa secara jujur dengan tujuan siswa sendiri yang
diharapkan dapat mengonstruksi pikirannya siswa sambil mengisi Lembar CTS
(mengenai topic/materi penting, pikiran, kesan, perasaan, pertanyaan, dsb) pada
buku tersebut secara teliti, (9) Setiap kali guru memberikan pertanyaan langsung
terkait dengan kehidupan sehari-hari yang dialami siswa, maka siswa menjawab
dengan penuh kejujuran, (10) Memberikan pertanyaan atau tanggapan sesuai
dengan waktu yang diberikan sebagai wujud disiplin saat guru memberikan
kesempatan bertanya sesuai dengan apa yang telah mereka uraikan dalam CTS
dengan penuh percaya diri, (11) Mengikuti proses belajar mengajar secara
keseluruhan pada hari ini (kehadiran) atau meminta izin kepada guru jika ingin
meninggalkan kelas sejenak sebagai wujud disiplin, (12) Berdasarkan arahan guru,
siswa menyimpulkan sendiri materi yang telah dipelajari sebagai wujud santun.
b. Penilaian Pengetahuan
Penilaian pencapaian kompetensi pengetahuan merupakan bagian dari
penilaian pendidikan. Dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian
Pendidikan dijelaskan bahwa penilaian pendidikan merupakan proses
pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian pencapaian
kompetensi siswa yang mencakup: penilaian otentik, penilaian diri, penilaian
berbasis portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan
Buku “Beautiful Learning Model”
99
akhir semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian
nasional, dan ujian sekolah.
Adapaun penilaian pengetahuan dapat diartikan sebagai penilaian potensi
intelektual yang terdiri dari tahapan mengetahui, memahami, menerapkan,
menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi (Anderson & Krathwohl, 2001).
Seorang pendidik perlu melakukan penilaian untuk mengetahui pencapaian
kompetensi pengetahuan siswa. Kompetensi Inti yang harus dimiliki oleh siswa
pada ranah pengetahuan adalah memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan
prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi,
seni, dan budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata. Penilaian terhadap
pengetahuan siswa dapat dilakukan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan baik
secara individu maupun secara berkelompok.
c. Penilaian Keterampilan
Berdasarkan kurikulum 2013 penilaian pencapaian kompetensi
keterampilan merupakan penilaian yang dilakukan terhadap siswa untuk menilai
sejauh mana pencapaian SKL, KI, dan KD khusus dalam dimensi keterampilan.
Cakupan penilaian dimensi keterampilan meliputi keterampilan peserta didik yang
dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.
Keterampilan ini meliputi: keterampilan mencoba, mengolah, menyaji, dan
menalar. Dalam ranah konkret keterampilan ini mencakup aktivitas
menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat. Sedangkan
dalam ranah abstrak, keterampilan ini mencakup aktivitas menulis, membaca,
menghitung, menggambar, dan mengarang.
Berdasarkan Permendikbud nomor 66 tahun 2013 tentang Standar
Penilaian, pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja,
Buku “Beautiful Learning Model”
100
yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi
tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio. Tes
praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan
suatu aktivitas atau perilaku sesuaidengan tuntutan kompetensi. Projek adalah
tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan perancangan,
pelaksanaan, dan pelaporan secaratertulis maupun lisan dalam waktu tertentu.
Sedangkan penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara
menilai kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang bersifat
reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau
kreativitas peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Karya tersebut dapat
berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan kepedulian peserta didik terhadap
lingkungannya. Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang
didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan
kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Informasi tersebut dapat
berupa karya peserta didik atau hasil ulangan dari proses pembelajaran yang
dianggap terbaik oleh peserta didik.
E. Sejarah Singkat “Beautiful Learning Model ”
Satri Asma, seorang guru matematika pada salah satu sekolah formal di
Kabupaten Sinjai yang juga merupakan mahasiswi pada Program Magister
Pascasarjana UNM Angkatan 2012. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
studinya dan mendapat gelar master pendidikan (M.Pd) pada prodi pendidikan
matematika, dia harus membuat dan menyajikan sebuah karya tulis ilmiah melalui
suatu penelitian yang disebut sebagai Tesis. Olehnya itu, dengan adanya syarat
tersebut maka dalam penelitiannya dia sebagai penulis tertarik untuk mengembangkan
dan merancang langkah-langkah pembelajaran yang dapat meningkatkan minat dan
Buku “Beautiful Learning Model”
101
motivasi siswa untuk belajar dengan tujuan memberikan hasil yang lebih optimal
sehingga tujuan pendidikan nasional dapat tercapai.
Mengembangkan dan merancang langkah-langkah pembelajaran baru, tidaklah
semudah yang penulis pikirkan atau dengan kata lain, tidaklah semudah membalikkan
kedua telapak tangan melainkan harus melalui suatu proses yang sangat panjang.
Mulai dari melakukan observasi, mengidentifikasi masalah-masalah dalam proses
belajar peserta didik, mempelajari dan mengumpulkan teori-teori untuk menemukan
solusi terhadap masalah yang telah diidentifikasi kemudian belajar merancang
langkah-langkah pembelajaran yang memuat kegiatan pembelajaran mulai dari awal
hingga akhir. Kemudian dikonsultasikan dan dilakukan reivisi secara berulang-ulang
hingga menghasilkan produk yang valid yakni mulai buku model, perangkat dan
semua instrumen yang dibutuhkan. Setelah itu dilakukan pula uji coba berkali-kali
hingga memperoleh hasil yang praktis dan efektif yang tentunya memakan waktu yang
cukup lama dan dilakukan tahap demi tahap.
Waktu, tenaga, pikiran, keringat dan bahkan air mata telah penulis curahkan
dalam proses perancangan / pembuatan karya tulis ilmiah tersebut dan Alhamdulillah
semoga Allah SWT meridhoi, sebentar lagi fase-fase pembelajaran yang telah penulis
rancang dapat dijadikan sebagai sebuah model pembelajaran baru yakni model
pembelajaran yang menyenangkan, mengesankan dan dapat meningkatkan daya ingat
siswa dan diberi nama dengan “Beautiful Learning Model”.
Pada awalnya, model pembelajaran ini diberikan nama oleh penulis sebagai
“Beautiful Learning Model 3 in 1”. Alasan penulis memunculkan kata “Beautiful”
karena hampir setiap fase dalam model ini selalu ada nuansa Beautiful-nya, contohnya
yel-yel yang diberikan adalah yel-yel beautiful, contoh lain pembentukan kelompok
yang dilakukan diberi nama kelompok b, kelompok e, kelompok a, kelompok u,
Buku “Beautiful Learning Model”
102
kelompok t, kelompok i, kelompok f dan kelompok l sehingga apabila dirangkai
huruf-huruf tersebut akan membentuk kata “Beautiful”. Sementara alasan penulis
memunculkan kata “3 in 1” adalah bahwa dalam pembentukan kelompok tersebut
syarat utamanya harus minimal tiga orang dalam 1 kelompok dengan alasan untuk
lebih membuat siswa fokus terhadap kegiatan kelompok yang diberikan. Apabila lebih
dari 3 siswa dalam 1 kalompok maka peluang siswa lebih besar untuk membahas hal-
hal diluar materi pembelajaran. Alasan lain mengapa penulis memunculkan angka 3
pada nama model tersebut adalah karena angka 3 memiliki makna tersendiri, dalam
bahasa inggris artinya “three” yang kedengaran sepintas sebutannya adalah “thri” yang
sebenarnya juga merupakan bagian dari nama panggilan penulis.
Namun menurut pembimbing dan penguji, walaupun pemberian nama sebuah
model adalah hak penuh penulis tetapi beliau menyarankan bahwa dalam memberikan
nama sebuah model pembelajaran harus lebih ilmiah. Kata “3 in 1” menurut para
beliau kurang ilmiah. Oleh karena dalam sintaks (fase-fase) model ini didalamnya ada
pembentukan kelompok belajar yang disebut Kelompok Beautiful maka, penulis
mengubah nama model tersebut yang dulunya diberi nama “Model Pembelajaraan
Beautiful 3 in 1” lebih tepatnya menjadi “Beautiful Learning Model”. Artinya sebuah
model pembelajaran yang bertujuan untuk menciptakan pembelajaran menyenangkan,
mengesankan dan meningkatkan daya ingat siswa melalui 6 fase pembelajaran antara
lain : (1) Menerapkan yel-yel pembelajaran, serta menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa melalui teknik AMBAK, (2) Penerapan teknik CTS (Catatan: Tulis
Susun) serta mendemonstrasikan materi ajar melalui bahan ajar, (3)
Mengorganisasikan/mengelompokkan siswa melalui setting Kelompok Beautiful
secara heterogen yang beranggotakan maksimal 3 orang, (4) Membimbing siswa ke
dalam kelompok belajar melalui setting Kelompok Beautiful, (5) Presentase
Buku “Beautiful Learning Model”
103
kelompok dan umpan balik, (6) Menyimpulkan materi serta memberikan penghargaan
dan menyampaikan salam perpisahan.
Model ini dirancang sedemikian dengan mengikuti langkah-langkah
pengembangan model menurut Ploomp dan melalui beberapa kali uji coba lapangan
hingga memenuhi kriteria kevalidan model menurut para ahli dari segi rasionalitas dan
teori pendukung, kriteria kepraktisan model ditinjau dari segi keterlaksanaannya dan
kriteria keefektivan model ditinjau dari segi tujuannya agar menghasilkan suatu model
yang berkualitas dan tentunya berpatokan pada tuntutan kurikulum 2013 melalui
pendekataan saintifik dengan tujuan untuk menciptakan pembelajaran menyenangkan,
mengesankan dan meningkatkan daya ingat siswa untuk memperoleh prestasi belajar
yang maksimal. Perlu penulis tekankan kembali bahwa walaupun Beautiful Learning
Model ini berpatokan pada Kurikulum 2013 yang tengah diterapkan oleh beberapa
sekolah se Indonesia saat ini bukan berarti bahwa model ini bertentangan dengan
aspek-aspek yang harus diutamakan yang ada pada kurikulum-kurikulum sebelumnya
seperti Kurikulum 2006 atau KTSP. Sehingga apabila di kemudian hari pemerintah
kembali mengharuskan untuk menggunakan KTSP maka tidak ada masalah dengan
adanya model ini. Mengapa demikian? Penulis yakin jawabannya ada pada diri
masing-masing pembaca yang telah berupaya untuk mempelajari Beautiful Learning
Model ini.
Buku “Beautiful Learning Model”
104
DAFTAR PUSTAKA
Abdu, Muhammad. 2014. Menciptakan Pembelajaran yang Menyenangkan. Artikel. Diunduh dari https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CCUQFjAA&url=http%3A%2F%2Fsumsel.kmenag.go.id%2Ffile%2Ffile%2FTULISAN%2Fjgri1331699416.pdf&ei=TW9OU_yvC4vIrQev4IDIAw&usg=AFQjCNE4q7sX56cYmYhAeRf2UE3P4kM2A&bvm=bv.64764171,d.bmk pada tanggal 15 April 2014.
Alfathona, Hafidz. 2013. Pembelajaran Quantum. Makalah. Diunduh dari: http://hafidzalfathona.blogspot.com/ pada tanggal 16 April pukul 7:51.
Anonim. 2014. Langkah-Langkah Umum Pembelajaran dengan Pendekatan Saintific dalam Kurikulum 2013. Blog Pendidikan. Diunduh dari http://klastertimur.blogspot.com/2013/10/langkah-langkah- umupembelajaran.html pada tanggal 18 April 2014 Pukul 8:42
Arsyad, Nurdin. 2007. Model Pembelajaran Matematika untuk Menumbuhkan Kemampuan Metakognitif. Disertasi tidak diterbitkan UNESA Surabaya.
Asma, Satri. 2011. Implementasi Quantum Learning dalam Pembelajaran Matematika. Skripsi tidak diterbitkan FMIPA UNM Makassar.
Ayuni, Nizwa. 2011. Teori Belajar Skinner. Artikel. Diunduh dari http://www.academia.edu/5530705/Makalah_TEORI_BELAJAR_SKINN ER# pada tanggal 16 April 2014 pukul 8:19
Cairuddin. 2010. Cerdas Pendidikan. Artikel. Diunduh dari: http://cedaspendidikan.blogspot.com/2010/08/karya-lozanov.html pada Tanggal 11 Maret 2013.
Chatib, Munif. 2010. Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelligence di Indonesia. Bandung: Kaifa.
Chatib, Munif. 2011. Gurunya Manusia. Bandung: Kaifa.
Dahar, Ratna Wilis. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga
De Porter Bobbi & Hernacki Mike 2004. Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Terjemahan oleh Alwiyah Abdurrahman tahun 2004. Bandung: Penerbit Kaifa.
Buku “Beautiful Learning Model”
105
De Porter Bobbi & Hernacki Mike. 2013. Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa.
De Porter Bobbi, Reardon Mark & Singer Sarah. 2004. Quantum Teaching : Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Terjemahan oleh Ary Nilandari Tahun 2004. Bandung: Penerbit Kaifa.
De Porter Bobbi, Reardon Mark & Singer Sarah. 2012. Quantum Teaching : Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Bandung: Kaifa.
Faisal. 2012. Menciptakan Suasana Pembelajaran yang Menyenangkan. Makalah. http://faizalkualaselakau.blogspot.com/2012/10/normal-0-false-false-false- en-us-x- none.html Diakses pada tanggal 15 April 2014 Pukul 19:57.
Gonzales, P. (2009). Highlights From TIMSS 2007: Mathematics and Science Achievement of U.S. Fourthand Eighth-Grade Students in an International Context. Washington, DC: National Center for Education Statistics, Institute of Education Sciences, U.S. Department of Education
Hamzah. 2003. “Pembelajaran Matematika Menurut Teori Belajar Konstruktivisme.” Jurnal pendidikan dan kebudayaan No.040-Januari 2003. Online (htt://www.depdiknas.go.id), downloand tgl. 19-9-2007.
Huang, H-M. (2002). Toward Constructivism for Adult Learners in Online Learning Environments. British Journal of Educational Technology, Vol. 33 No 1 2002 p21-37. Blackwell Publisher Ltd.
Hudojo, Herman. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang Press.
Indrawati, M.Pd dan Wawan Setiawan. 2009. Modul Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Diterbitkan oleh PPPPTKIPA.
Isjoni. 2011. Cooperatif Learning : Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta.
Ismail SM, M.Ag. 2008. Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis Paikem, Semarang : Rasail Media Group.
Johnson, D. W., & Johnson, R. T. 1998. Introduction to Cooperative Learning. Diunduh dari http://www.co-operation.org/home/introduction-to- cooperative-learning/ , tanggal 22/09/2013 pukul 13.39
Joyce, Bruce; Weil, Marsha; & Showers, B. 2009 Models of Teaching. Eighth Edition. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Buku “Beautiful Learning Model”
106
Kagan, S. 2001. Cooperative Learning Structures Can Increase Student Achievement. California: Kagan Online Magazine. Diunduh dari http://www.kaganonline.com/catalog/cooperative_learning.php, tanggal 22/9/2013 pukul 09.18
Kolb, A.D. 1984. Experiential Learning, Experience as The Source of Learning and Development. New Jersey: Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs.
Mahfudz, Alby. 2011. Model Pembelajaran Experiential Learning. Artikel. Diunduh dari: http://albyjmahfudz.blogspot.com/2011/05/model-pembelajaran-experiential.html pada Tanggal 13 Maret 2013.
Mamul. 2011. Tips Aplikasi PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). Jogjakarta: Diva Press.
Mark, Reardon, dkk. 2004. Quantum Teaching Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Terjemahan oleh Ary Nilandari. 2004. Bandung: Penerbit Kaifa.
Meier, Dave. 2004. Quantum Learning as The Accelerated Learning. Bandung: Kaifa PT Mizan Pustaka.
Myers, Brien E dan T Grady Roberts. 2004. Conducting and Evaluating Professional Development Workshops using Experiential Learning. NACTA Journal, vol 48, p 27-32
Nasution, S. 2011. Berbagai Pendekatan dalam Kelompok Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Nur & Wikandari. 2000. Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran.Pusat Sains dan Matematika Sekolah Universitas Negeri Surabaya.
Prasetyo, Iis. 2012. Telaah Teoretis Model Experiential Learning dalam Pelatihan Kewirausahaan Program Pendidikan Non Formal . Jurnal. Diunduh dari: http://007indien.blogspot.com/2012/03/pembelajaran-experiential-learning.html pada Tanggal 11 Maret 2013.
Puspendik. 2012. Diunduh dari http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/puspendik pada tangga l1 Februari2014.
Rose, Colin. 2002. K-U-A-S-A-I lebih cepat: Buku Pintar Accelerated Learning, Terj. MASTER It Faster oleh Femmy Syahrani. Bandung: Kaifa.
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran, Jakarta : Rajawali Pers.
Buku “Beautiful Learning Model”
107
Rusman, Deni & Riana. 2011. Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Slameto. 2010. Belajar dan faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Edisi Revisi Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Slavin, RE. 2011. Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktek. Jakarta: PT. Indeks
Sousa, David. 2012. Bagaimana Otak Belajar. Jakarta: PT Indeks.
Suherman, Erman, dkk. 2003. Commontext Book: Strategi Pembelajaran Matematika Komtemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Tirtarahardja, Umar & La Sulo. 2010. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Trainner. 2008. Neuro Linguistic Proramming. Artikel. Diunduh dari: http://seftalbi.com/fitur/15-penentu-efektifitas-seft/richard-bandler-john-grinder-nlp-neuro-linguistic-programming.html pada Tanggal 11 Maret 2013.
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruksivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher
Trisdyanto, 2008. Pengembangan Bahan ajar Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung Berbasis Konstruktivistik Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Bungoro Pangkep. Tesis tidak dipublikasikan. Makassar, PPs Unm.
Yaumi, Muhammad. 2013. Prinsip – Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta. Kencana
Yudha, Eka Sakti. 2013. Program bimbingan berbasis Neuro linguistic programming untuk Mengatasi prokrastinasi mahasiswa. Makalah. Diunduh dari: http://psikologishare.blogspot.com/2011/11/nlp.html pada Tanggal 11 Maret 2013.