107
Buku “Beautiful Learning Model” 1 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PEMBELAJARAN QUANTUM Menjadikan Pembelajaran Menyenangkan, Mengesankan dan Meningkatkan Daya Ingat Siswa yang selanjutnya disebut sebagai “Beautiful Learning Model” A. Rasionalitas Model Pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian siswa. Sistematis oleh karena proses pendidikan berlangsung melalui tahap-tahap bersinambungan (prosedur) dan sistemik oleh karena berlangsung dalam situasi kondisi, di semua lingkungan yang saling mengisi baik lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat (Tirtarahardja dan La Sulo, 2010). Namun tampaknya masih ada kesenjangan yang cukup besar antara apa yang diharapkan dalam proses belajar di sekolah dengan kenyataan yang dicapai. Satu hal yang memprihatikan adalah kenyataan bahwa prestasi belajar siswa SMP/MTs diIndonesia masih rendah jika dibandingkan dengan prestasi siswa SMP/MTs dinegara lain. Hasil survei dari asosiasi penilaian pendidikan internasional The Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2007 menyimpulkan bahwa prestasi belajar matematika anak Indonesia untuk SMP berada di urutan 35 dari 48 negara (Gonzales, 2009). Sementara laporan Puspendik (2012) tentang hasil Ujian Nasional untuk SMP/MTs juga menunjukkan bahwa pelajaran Matematika memberikan kontribusi yang terbesar terhadap kegagalan siswa dalam UN dibandingkan dengan pelajaran lainnya, yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan IPA. Menurut Slameto (2010) ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar namun secara umum faktor-faktor tersebut dapat digolongkan ke dalam dua golongan faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal merupakan faktor yang

3 Isi Buku Beautiful Learning Model

Embed Size (px)

Citation preview

Buku “Beautiful Learning Model”

1

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PEMBELAJARAN QUANTUM

Menjadikan Pembelajaran Menyenangkan, Mengesankan dan Meningkatkan Daya Ingat Siswa yang selanjutnya disebut sebagai “Beautiful Learning Model”

A. Rasionalitas Model

Pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik

terarah kepada terbentuknya kepribadian siswa. Sistematis oleh karena proses

pendidikan berlangsung melalui tahap-tahap bersinambungan (prosedur) dan sistemik

oleh karena berlangsung dalam situasi kondisi, di semua lingkungan yang saling

mengisi baik lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat (Tirtarahardja dan La Sulo,

2010).

Namun tampaknya masih ada kesenjangan yang cukup besar antara apa yang

diharapkan dalam proses belajar di sekolah dengan kenyataan yang dicapai. Satu hal

yang memprihatikan adalah kenyataan bahwa prestasi belajar siswa SMP/MTs diIndonesia

masih rendah jika dibandingkan dengan prestasi siswa SMP/MTs dinegara lain. Hasil

survei dari asosiasi penilaian pendidikan internasional The Third International Mathematics

and Science Study (TIMSS) pada tahun 2007 menyimpulkan bahwa prestasi

belajar matematika anak Indonesia untuk SMP berada di urutan 35 dari 48 negara

(Gonzales, 2009). Sementara laporan Puspendik (2012) tentang hasil Ujian Nasional

untuk SMP/MTs juga menunjukkan bahwa pelajaran Matematika memberikan kontribusi

yang terbesar terhadap kegagalan siswa dalam UN dibandingkan dengan pelajaran lainnya,

yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan IPA.

Menurut Slameto (2010) ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi

belajar namun secara umum faktor-faktor tersebut dapat digolongkan ke dalam dua

golongan faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal merupakan faktor yang

Buku “Beautiful Learning Model”

2

berasal dari dalam diri siswa, seperti : motivasi, kecerdasan emosional, kecerdasan

matematis logis, kemandirian, sikap, kepercayaan diri dan lain-lain. Sedangkan faktor

eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa, seperti: sarana dan

prasarana, lingkungan, guru, kurikulum, dan metode mengajar.

Cara mengajar yang biasanya dilakukan oleh guru-guru dengan hanya

memberikan materi kepada siswa tanpa memberi suatu pengetahuan awal yang

berkaitan dengan materi yang dipelajari, atau tidak memberi kesempatan kepada siswa

untuk berbagi dan berdiskusi dengan temannya, sehingga tidak ada kesempatan untuk

membangun pengetahuannya sendiri. Dengan demikian, siswa hanya cenderung

menghafalkan konsep-konsep matematika yang dipelajari tanpa memahami dengan

benar. Di samping itu, pelaksanaan pembelajaran di sekolah masih didominasi oleh

pembelajaran yang berpusat pada guru (Teacher-Centered Instruction). Guru

cenderung menguasai/mendominasi kegiatan pembelajaran di kelas sehingga

keaktifan siswa berkurang. Hal ini mengakibatkan kurangnya hubungan timbal balik

antara guru dengan siswa maupun interaksi antara siswa yang pada akhirnya

menyebabkan rendahnya kualitas proses pembelajaran, sehingga tujuan pembelajaran

tidak tercapai dengan maksimal (Suherman, 2003).

Kenyataan di lapangan berdasarkan observasi penulis sebagaimana dijelaskan

sebelumnya menunjukkan bahwa setelah kegiatan belajar mengajar berakhir masih

banyak siswa yang tidak menguasai materi pelajaran dengan baik jika ditinjau dari

perolehan nilai hasil belajar mereka. Hal ini tentu dipengaruhi oleh beberapa faktor

antara lain, faktor dari siswa sendiri, faktor guru maupun faktor lingkungan dalam hal

ini lingkungan belajar yang kurang kondusif. Terkadang ada guru yang selalu saja

menyalahkan siswanya, memarahi siswanya dan bahkan memberikan hukuman

kepada siswanya jika mereka memperoleh hasil belajar yang kurang bagus. Padahal

Buku “Beautiful Learning Model”

3

guru tersebut tidaklah menyadari sistem pembelajaran dalam hal ini model,

pendekatan, metode dan strategi pembelajaran yang diterapkan apakah sudah sesuai

dengan materi ajar dan kondisi siswa pada saat pembelajaran berlangsung.

Kesan yang selama ini terjadi bahwa siswa sering menjadi objek yang

dipersalahkan ketika tidak mampu menyerap pelajaran. Sehingga berbagai predikat

pun selalu diberikan kepada siswa misalnya pemalas, tidak memperhatikan penjelasan

guru, nakal, bodoh, dan lain-lain. Padahal boleh jadi penyebab ketidakmampuan siswa

dalam menyerap pelajaran yang diberikan bermula dari proses pembelajaran yang

tidak menarik dan membosankan. Sebagai akibatnya siswa menjadi malas dan tidak

tertarik terhadap materi yang disampaikan. Sebuah pernyataan yang patut menjadi

renungan bagi para guru adalah apa yang diungkapkan oleh Andi Wira Gunawan

dalam buku “Genius Learning Strategy”, bahwa sesungguhnya tidak ada mata

pelajaran yang membosankan, yang ada adalah guru yang membosankan, suasana

belajar yang membosankan, (Abdu, 2014). Hal ini terjadi karena proses belajar

berlangsung secara monoton dan merupakan proses perulangan dari itu ke itu juga

tiada variasi. Proses belajar hanya merupakan proses penyampaian informasi satu arah,

siswa terkesan pasif menerima materi pelajaran (Chatib, 2011).

Untuk mengoptimalkan tujuan pendidikan dan meminimalisir rendahnya

prestasi belajar siswa, salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah

mengembangkan kurikulum pendidikan. Dari kurikulum 2006 (KTSP) dikembangkan

menjadi kurikulum 2013 yang tengah diterapkan pada beberapa sekolah saat ini.

Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran,

yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam

pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba,

Buku “Beautiful Learning Model”

4

mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran.

http://klastertimur.blogspot.com/2013/10/langkah-langkah-umumpembelajaran.html

Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 harus menyentuh tiga ranah, yaitu

sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis

pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar

siswa “tahu mengapa.” Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau

materi ajar agar siswa “tahu bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi

substansi atau materi ajar agar siswa “tahu apa.” Hasil akhirnya adalah peningkatan

dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills)

dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak

(hard skills) dari siswa yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan

pengetahuan. http://info-data-guru-ptk.blogspot.com/2013/12/model-pendekatan-

ilmiah-scientific.html

Beranjak dari hal tersebut, sudah saatnya guru untuk mengubah paradigma

mengajar yang masih bersifat teacher centred menjadi stundent centred yang

menyenangkan sehingga mengoptimalkan pembelajaran kurikulum 2013 tersebut. Apa

lagi hal tersebut memang sudah diamanatkan Undang-undang No. 20 tahun 2003

tentang sisdiknas dan Peraturan Pemerintah No.19 tentang standar pendidikan

nasional. Undang-undang No. 20 pasal 40 ayat 2 berbunyi “guru dan tenaga

kependidikan berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna,

menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis”. Sementara Peraturan Pemerintah

No.19 pasal 19 ayat 1 berbunyi “proses pembelajaran pada satuan pendidikan

diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi

siswa untuk berpartisipasi aktif, memberikan ruang gerak yang cukup bagi prakarsa,

Buku “Beautiful Learning Model”

5

kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik, serta

psikologi siswa (Abduh, 2014).

Pembelajaran yang menyenangkan merupakan pembelajaran yang adanya pola

hubungan baik antara guru dengan siswanya. Dalam pembelajaran menyenangkan,

pembelajaran harus berpusat pada siswa (student-centered learning). Salah satu

pembelajaran menyenangkan adalah pembelajaran kuantum berbasis joyful learning

merupakan pembelajaran dengan penggubahan bermacam-macam interaksi yang ada

di dalam dan di sekitar momen belajar sehingga menciptakan pembelajaran

menyenangkan (joyful learning). Bermacam-macam interaksi yang terjadi selama

proses pembelajaran mampu menciptakan pembelajaran yang dapat mengoptimalkan

potensi yang dimiliki oleh siswa (Rusman, 2011).

Untuk itu sangat perlu mengembangkan suatu model pembelajaran

menyenangkan mengesankan yang dapat meningkatkan daya ingat siswa terhadap

materi ajar tanpa harus menghafal setiap materi yang diperolehnya dengan berpayung

pada Kurikulum 2013. Maka dirancanglah suatu model pembelajaran yang didasarkan

pada pembelajaran Quantum dan diberi nama “Beautiful Learning Model”. Model ini

dirancang sedemikian yang tentunya berpatokan pada tuntutan kurikulum 2013 melalui

pendekataan saintifik dengan tujuan untuk menciptakan pembelajaran menyenangkan,

mengesankan dan meningkatkan daya ingat siswa untuk memperoleh prestasi belajar

yang maksimal. Dan perlu penulis tekankan bahwa walaupun Beautiful Learning

Model ini berpatokan pada Kurikulum 2013 yang tengah diterapkan oleh beberapa

sekolah se Indonesia saat ini bukan berarti bahwa model ini bertentangan dengan

aspek-aspek yang harus diutamakan yang ada pada kurikulum-kurikulum sebelumnya

seperti Kurikulum 2006 atau KTSP. Sehingga apabila di kemudian hari pemerintah

kembali mengharuskan untuk menggunakan KTSP maka tidak ada masalah dengan

Buku “Beautiful Learning Model”

6

adanya model ini. Mengapa demikian? Selamat membaca dan mempelajari hingga

mengerti segala aspek yang ditekankan dalam Beautiful Learning Model ini.

B. Teori-Teori Pendukung Beautiful Learning Model

1. Pembelajaran Quantum

a) Sejarah Singkat Quantum Learning

Tokoh utama di balik pembelajaran kuantum adalah Bobbi DePorter, seorang

ibu rumah tangga yang kemudian terjun di bidang bisnis properti dan keuangan,

dan setelah semua bisnisnya bangkrut akhirnya menggeluti bidang pembelajaran.

Dialah perintis, pencetus, dan pengembang utama pembelajaran kuantum.

Semenjak tahun 1982 DePorter mematangkan dan mengembangkan gagasan

pembelajaran kuantum di SuperCamp, sebuah lembaga pembelajaran yang terletak

Kirkwood Meadows, Negara Bagian California, Amerika Serikat. SuperCamp

sendiri didirikan atau dilahirkan oleh Learning Forum, sebuah perusahahan yang

memusatkan perhatian pada hal-ihwal pembelajaran guna pengembangan potensi

diri manusia. Dia dibantu oleh teman-temannya, terutama Eric Jansen, Greg

Simmons, Mike Hernacki, Mark Reardon, dan Sarah Singer-Nourie. DePorter

secara terprogram dan terencana mengujicobakan gagasan-gagasan pembelajaran

kuantum kepada para remaja di SuperCamp selama tahun-tahun awal dasawarsa

1980-an, DePorter (dalam Asma, 2011).

Bobbi DePorter belajar dari Dr. Georgi Lozanov, seorang pendidik

berkebangsaan bulgaria yang bereksperimen dengan apa yang disebutnya sebagai

“suggestology” atau “suggestopedia “. Prinsipnya adalah bahwa Sugesti dapat dan

pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detail apapun

dapat ,memberikan sugesti positif ataupun negatif. Istilah lain dari suggestology

Buku “Beautiful Learning Model”

7

adalah accelerated learning atau pemercepatan belajar (DePorter & Hernacki,

2004: 14).

b) Pengertian Quantum Learning

Untuk memudahkan pemahaman terhadap filosofi Quantum Learning,

adapun definisi dari beberapa kata kunci Quantum learning yang perlu dipahami

berdasarkan pendapat Mark Reardon (2004: 5) yaitu :

1) Quantum : Interaksi yang mengubah energy menjadi cahaya. Jadi “Quantum Learning” adalah orkestrasi bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Interaksi – interaksi ini mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain.

2) Pemercepatan belajar: Menyingkirkan hambatan yang mengalami proses belajar alamiah dengan cara sengaja menggunakan music, mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun bahan pelajaran yang sesuai, cara efektif penyajian dan keterlibatan aktif.

3) Quantum Learning : Interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya.” Mereka menekankan bahwa kekuatan energi sebagai bagian penting dari tiap interaksi manusia. Dengan mengutip rumus klasik E = mc2, mereka alihkan ihwal energi itu ke dalam analogi tubuh manusia yang “secara fisik adalah materi” (DePorter & Hernarcki, 2004: 16).

Asas utama pembelajaran kuantum adalah Bawalah Dunia Mereka ke

Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka. Konsep “Bawalah Dunia

Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka” mengandung

konsekuensi bahwa langkah pertama yang harus dilakukan guru dalam pelaksanaan

pembelajaran adalah membangun jembatan autentik memasuki kehidupan siswa,

untuk mendapatkan hak mengajar dari mereka. Caranya yaitu dengan mengaitkan

apa yang diajarkan guru dengan peristiwa, pikiran atau perasaan yang diperoleh

dari kehidupan rumah, sosial, atletik, musik, seni, rekreasi atau akademik siswa.

Setelah kaitan terbentuk, guru dapat menerapkan konsep “Bawalah Dunia Mereka

ke Dunia Kita”. Dalam konteks inilah materi pelajaran dibeberkan: kosa kata baru,

model mental, rumus, dan lain-lain (DePorter, Reardon & Singer, 2012).

Buku “Beautiful Learning Model”

8

Quantum Learning juga mencakup aspek-aspek penting dalam program

neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur

informasi. DePorter menyatakan bahwa belajar tentang bagaimana cara belajar.

Itulah yang diterapkan pada metode pembelajaran Quantum Learning. Dalam hal

ini terdapat dua kategori utama tentang bagaimana kita belajar. Pertama, modalitas

yakni bagaimana menyerap informasi dengan mudah dan kedua, dominasi otak

yakni bagaimana mengatur dan mengolah informasi tersebut (DePorter & Mike

Hernacki, 2004)

c) Karakteristik Pembelajaran Quantum Learning

Adapun karakteristik pembelajaran quantum learning sebagai berikut :

1) Pembelajaran kuantum berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika

kuantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep kuantum dipakai.

2) Pembelajaran kuantum berupaya memadukan, menyinergikan dan

mengolaborasikan faktor potensi-diri manusia selaku pembelajar dengan

lingkungan baik fisik maupun mental sebagai konteks pembelajaran.

3) Pembelajaran kuantum sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran

dengan taraf keberhasilan tinggi.

4) Pembelajaran kuantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian

penting proses pembelajaran.

d) Tujuan dan Manfaat Pembelajaran Quantum Learning

Beberapa tujuan dan manfaat pembelajaran Quantum Learning sebagai

berikut:

1) Tujuan :

a. Tumbuhnya emosi positif

b. kekuatan otak

Buku “Beautiful Learning Model”

9

c. keberhasilan

d. kehormatan diri

2) Manfaat :

a. Sikap Positif

b. Motivasi

c. Belajar Aktif

d. Membangun dan Mempertahankan lingkungan positif

e. Kepercayaan diri

f. Sukses

Selain dari karakteristik, tujuan dan manfaat di atas, berikut secara umum

beberapa teknik dalam pembelajaran Quantum Learning : (a) Kekuatan AMBAK

(Apa Manfaatnya Bagiku) dalam menciptakan minat belajar, (b) Sugesti positif

dalam meningkatkan motivasi belajar, (c) Pengaturan kelas, (d) Teknik Catatan Tulis

dan Susun (teknik CTS) dalam menerapkan pikiran sadar dan bawah sadar terhadap

materi yang sama dengan cara sadar, (e) Pemberian hadiah atas prestasi yang

dicapai, (f) Pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik) dalam gaya belajar,

(g) Konsolidasi (waktu untuk berhenti) dalam mengurangi kejenuhan, (h) Teori otak

kanan/kiri, (i) Teori otak trione (), (j) Teori kecerdasan ganda, (k) Belajar

berdasarkan pengalaman, (l) Belajar dengan symbol, (m) Simulasi/permainan atau

selingan berupa pemberian yel-yel.

Dari beberapa teknik dalam pembelajaran Quantum Learning di atas, tidak

semua teknik dijadikan sebagai dasar pengembangan model pembelajaran. Adapun

teknik yang akan dijadikan dasar dalam pengembangan model pembelajaran

tersebut antara lain, teknik kekuatan AMBAK (Apa Manfaatnya Bagiku) dalam hal

meningkatkan motivasi dan minat belajar untuk belajar, teknik CTS (Catatan Tulis

Buku “Beautiful Learning Model”

10

dan Susun) dalam menerapkan pikiran sadar dan bawah sadar seseorang terhadap

materi yang sama dengan cara sadar, teknik pemberian penghargaan serta selingan

berupa pemberian yel-yel dalam proses pembelajaran.

Kekuatan AMBAK (Apa Manfaatnya Bagiku)

DePorter & Hernacki (2004: 46) berpendapat:

“Sebelum Anda melakukan hampir segalanya dalam hidup Anda, baik secara sadar maupun tidak, anda akan bertanya pada diri Anda tentang pertanyaan penting ini ”apa manfaatnya bagiku” Mulai dari pekerjaan sehari-hari yang paling sederhana hingga mental yang mengubah hidup, segala sesuatu harus menjanjikan manfaat pribadi atau Anda tak mempunyai motifasi untuk melakukannya”.

DePorter & Hernacki (2004: 49) berpendapat bahwa AMBAK merupakan

kependekan dari Apa Manfaatnya Bagiku yang merupakan suatu motivasi yang

didapat dari pemilihan secara mental antara manfaat dan akibat-akibat suatu

keputusan. DePorter & Hernacki (2004: 48) berpendapat bahwa menemukan

AMBAK sama saja menciptakan minat dalam apa yang sedang kita pelajari dengan

menghubungkannya dengan “dunia nyata”. Ini terutama banar dalam situasi belajar

yang formal. Apakah ini kelas malam, seminar akhir minggu, belajar dikampus, kita

harus mencari cara untuk menjadikannya berarti bagi hidup kita sendiri. Tanyakan

pada diri kita, “bagaimana kita dapat memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-

hari? ”

Alfathona (2013) mengemukakan pengetrian AMBAK sebagai berikut:

A : Apa yang dipelajari

Guru hanya menetapkan apa saja yang akan dipelajari, anak didiklah yang

menetukan tema sesuai minat masing-masing. Sebagai contoh pada

pelajaran menggambar, guru hanya menentukan pelajaran menggambar dan

para anak didiklah yang menentukan tema gambar yang akan di buatnya.

M : Manfaat

Buku “Beautiful Learning Model”

11

Guru memberikan penjelasan tentang apa manfaat yang diperoleh dari setiap

pelajaran.

BAK : Bagiku

Bagiku artinya metode yang terkait dengan penjelasan guru kepada siswa tentang

apa manfaat yang diperoleh siswa di masa yang akan datang setelah mempelajari

bahan yang akan di ajarkan guru.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa metode AMBAK menurut

Alfathona adalah cara mengawali kegiatan pembelajaran dengan terlebih dahulu

memberikan penjelasan tentang apa yang akan dipelajari dan memberikan

pemahaman dan penyadaran kepada siswa tentang manfaat besar yang akan

didapat siswa.

Menciptakan minat, mudah untuk beberapa subyek dan lebih sulit untuk

subyek-subyek lainnya. Namun, kita selalu dapat menemukan sesuatu yang

menarik. Peluangnya adalah bahwa kita sudah termotifasi mempelajari suatu

informasi untuk beberapa alasan. Mungkin ini akan meningkatkan karir kita, atau

membantu kita agar lebih mudah berkomunikasi, atau mungkin merupakan batu

loncatan menuju pendidikan yang lebih tinggi. Jika kita telah memiliki beberapa

tahun pengalaman dalam pasar kerja, kita pun mempunyai sense yang baik dalam

dunia nyata dan apa yang harus diupayakan untuk mendapatkan yang terbaik

darinya. Ini mungkin saja akan lebih mudah menciptakan minat, daripada ketika

kita masih lebih muda.

DePorter & Hernacki (2004: 52) berpendapat bahwa menciptakan minat

juga memiliki keuntungan intrinsiknya. Ketika kita menciptakan minat dalam suatu

subjek-subjek, kita kerap mendapatka bahwa hal itu membawa kita kepada minat

baru di bidang lainnya. Mengembangkan bidang-bidang baru ini menimbulkan

Buku “Beautiful Learning Model”

12

kekuasan tersendiri, dan juga minat baru lainnya, reaksi berantai yang berjalan

terus-menerus. Pelajaran tentang Oseanografi, misalnya mungkin akan membuat

kita tertarik pada akuarium air laut, dan selanjutnya membuat kita tertari pada

Scubadriving, yang selanjutnya membuat kita tertarik pada fotografi dasar laut,

terus-menerus sehingga dunia bawah laut menjadi sumber eksplorasi dan kepuasan

yang tak ada akhirnya.

Berdasarkan uraian diatas, dapat penulis simpulkan bahwa dengan melalui

kekuatan AMBAK dalam suatu proses pembelajaran dapat meningkatkan minat dan

motivasi siswa untuk lebih giat belajar karena dengan sendirinya siswa akan

merasakan bahwa apa yang akan dilakukan (dipelajari) akan memiliki manfaat yang

begitu berarti.

Dengan tujuan untuk meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam

mengikuti proses pembelajaran, penulis mengembangkan fase pertama ini melalui

penerapan teknik AMBAK dalam pembelajaran. Sehingga hasil pengembangannya

menjadi “menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa melalui

kekuatan AMBAK”. Adapun aktivitas guru pada fase pengembangan ini adalah

menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa dengan cara

memberitahu mengenai Apa Manfaat Bagi Mereka mempelajari materi yang akan

diberikan.

Teknik CTS (Catatan: Tulis dan Susun)

Ada beberapa teknik dalam mencatat yang sangat membantu siswa. Teknik

mencatat dapat terbagi menjadi dua bagian yakni teknik Catatan:Tulis dan Susun

serta teknik Peta Pikiran (Mind Mapping). Namun yang difokuskan disini adalah

teknik mencacat yang pertama yaitu Catatan: Tulis dan Susun (CTS). CTS adalah

teknik mencatat yang mampu mensinergiskan kerja otak kiri dengan otak kanan,

Buku “Beautiful Learning Model”

13

sehingga konsentrasi belajar dapat meningkat (DePorter, 2004). Ciri yang paling

penting dari teknik mencatat ini yaitu memudahkan siswa untuk mencatat pemikiran

dan kesimpulan pribadi secara bersama-sama dengan bagian-bagian kunci materi

yang diberikan. CTS mengkoordinasikan kedua aktivitas mental untuk mencapai

hasil yang lebih efektif, yaitu menerapkan pikiran sadar atau bawah sadar terhadap

materi yang disampaikan yang sama dengan teknik atau cara sadar. Maksudnya yaitu

ketika pikiran sadar kita berpusat pada material dan proses menuangkannya dalam

bentuk catatan, pikiran bawah sadar kita akan bereaksi membentuk kesan, membuat

hubungan-hubungan dan mengira-ira kemana arah kesimpulannya, atau bahkan bisa

juga memikirkan hal diluar yang dicatat tergantung emosi atau perasaan terbesar

yang dirasakan.

Teknik mencatat kedua, peta pikiran (Mind Mapping), yaitu cara yang paling

mudah untuk memasukkan informasi kedalam otak dan untuk mengambil kembali

informasi dari dalam otak. Peta pemikiran merupakan teknik yang paling baik dalam

membantu proses berfikir otak secara teratur karena menggunakan teknik grafis

yang berasal dari pemikiran manusia yang bermanfaat untuk menyediakan kunci-

kunci universal sehingga membuka potensi otak.

Mark Reandon, (2004: 178) mengatakan :

“Pernahkah menangkap basah siswa tengah melamun saat kuliah penting? Inilah alasannya: Anda berbicara dengan kecepatan 200 hingga 300 kata per menit. Otak dapat memproses bahasa pada 600 sampai 800 kata per menit. Dalam kuliah panjang, benak siswa mulai mengisi waktu luang tersebut dengan hal-hal yang “lebih menarik” : kencan esok, pertandingan sepak bola Jumat lalu, makan siang hari ini. Kata-kata Anda memicu asosiasi yang mengirimkan siswa Anda ke alam lamunan”.

Mark mengembangkan Catatan: Tulis dan Susun, variasi catatan Cornell agar

siswa dapat menggunakan kemampuan lamunan yang luar biasa itu untuk

memusatkan perhatian pada tugas yang dihadapi. CTS adalah singkatan dari Catatan:

Buku “Beautiful Learning Model”

14

Tulis dan Susun. Siswa mencatat baik fakta dari pelajaran maupun asosiasi, pikiran

dan perasaan yang mengantarkan mereka ke perjalanan mental mereka. Menuliskan

pikiran-pikiran ini membantu mereka menyadari lamunan itu, sehingga mereka lebih

mudah mempertahankan pusat perhatian kepada pengajar. Mencatat asosiasi yang

berhubungan dengan informasi yang diajarkan juga meningkatkan penyerapan dan

informasi yang dihubungkan dengan emosi lebih mudah diingat kembali.

De Porter & Hernacki (2004: 160) berpendapat bahwa CTS adalah kependekan

dari “Catatan Tulis dan Susun ”. Ciri yang paling penting dari sistem ini adalah

bahwa catatan ini memudahkan Anda untuk mencatat pemikiran dan kesimpulan

pribadi Anda bersama-sama dengan bagian-bagian kunci pembicaraan atau materi

bacaan.

Untuk mempelajari Catatan: TS ini, kita pasti ingin tahu perbedaan antara

penulisan catatan dan penyusunan catatan. Penulisan-catatan adalah mendengarkan

apa yang dibicarakan oleh seorang pembicara atu guru seraya menuliskan poin-poin

utamanya. Penyusunan catatan berarti menuliskan pemikiran dan kesan kita sendiri

sambil mendengarkan materi yang sedang disampaikan. Catatan: TS membuat kita

mampu melakukan keduanya sekaligus mencatat informasi dan tetap mengikuti jalan

pemikiran kita.

Catatan: TS adalah cara menerapkan pikiran sadar maupun bawah sadar kita

terhadap materi yang sama dengan cara sadar. Sebenarnya, kedua pikiran kita

bekerja terlepas metode pencatatan apa yang kita gunakan. Ketika pikiran sadar

kitaberpusat pada material dan proses menuangkan di atas kertas, pikiran bawah kita

bereaksi, membentuk kesan, membuat hubungan-hubungan dan melakukan

kesuluruhan pekerjaan kurah lebih seca otomatis. Catatan: mengkoordinasikan kedua

aktivitas mental ini untuk mencapai hasil yang lebih efektif.

Buku “Beautiful Learning Model”

15

Mark Reandon (2004: 179) berpendapat bahwa adapun cara membuat Catatan:

TS yakni yang dibutuhkan adalah selembar kertas, dua bolpen atau pensil berwarna

dan stabilo. Selanjutnya menggambarkan garis vertikal kira-kira seperempat bagian

dari sisi kanan kertas, membentuk dua kolom, satu besar dan satu kecil. Diatas

kolom kiri dituliskan “Informasi Penting”. Di atas kolom kanan yang kecil mereka

menuliskan “Pikiran, perasaan, dan pertanyaan”. Kolom kiri adalah daerah menulis

catatan; kolom yang lebih kecil di sebelah kanan untuk menyusun catatan.

Disebelah kiri, biasa saja siswa menuliskan tanggal, nama dan informasi

penting lainnya sambil mendengarkan pelajaran, membaca atau menonton film.

Bilamana kita mengganti poin atau topik, siswa mengganti warna. Otak menyukai

perbedaan dan ini membantu siswa membedakan jenis informasi ketika mereka

melihat catatan mereka.

Di sebelah kanan, mereka menuliskan pemikiran asosiasi dan muncul dalam

benak. Bisa berupa pendapat, reaksi dari apa yang di dengar, pertanyaan apa saja.

Mereka mungkin merasa terbantu jika menggambar atau membuat simbol di daerah

ini. Ruang kanan juga digunakan untuk menuliskan perasaan mereka saat itu.

Apakah mereka sedih, tertarik, bingung, bosan dan sebagainya. Dengan demikian

mereka menciptakan hubungan emosi dan informasi yang mereka pelajari, yang akan

membantu melekatnya pada benak mereka. Ini berarti mereka belajar lebih cepat dan

pengajar tidak perlu lama-lama mengulang.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat penulis simpulkan bahwa teknik Catatan:

TS sangat penting untuk diterapkan dalam pembelajaran karena dengan adanya CTS

ini selain mengesankan bagi siswa karena merupakan sesuatu hal yang baru juga

dapat meningkatkan daya ingat siswa terhadap materi pelajaran.

Buku “Beautiful Learning Model”

16

Adapun aktivitas guru dalam pengembangan fase ini adalah guru

menyampaikan langkah-langkah (cara) membuat CTS dan bahan-bahan yang

diperlukan adalah selembar kertas, dua bolpen atau pensil berwarna dan stabilo.

Selanjutnya menggambarkan garis vertikal kira-kira seperempat bagian dari sisi

kanan kertas, membentuk dua kolom, satu besar dan satu kecil. Diatas kolom kiri

dituliskan “Informasi Penting”. Di atas kolom kanan yang kecil mereka menuliskan

“Pikiran, perasaan, dan pertanyaan”. Kolom kiri adalah daerah menulis catatan;

kolom yang lebih kecil di sebelah kanan untuk menyusun catatan. Menulis catatan

berarti menuliskan hal-hal penting terkait materi yang diberikan, sementara

menyusun catatan berarti menguraikan pikiran, perasaan dan pertanyaan saat materi

berlangsung.

Teknik konsolidasi (Waktu untuk Berhenti)dan penerapan yel-yel pembelajaran

Konsolidasi yang dimaksudkan adalah jeda atau waktu untuk berhenti dalam

melakukan suatu aktivitas pembelajaran. Menurut De Porter (2004: 84) bahwa

adanya jeda yang berulang-ulang merupakan persyaratan untuk setiap jenis sesi

belajar. Alasannya adalah pertama, dalam setiap masa belajar yang paling diingat

dengan baik adalah informasi yang dipelajari pada saat pertama dan terakhir. Oleh

karena itu jika lebih sering meminta jeda maka akan mengingat lebih banyak dari

seluruh informasi, yang artinya banyaknya jeda pendek tersebut berarti akan

memperbanyak “pertama” dan “terakhir”. Alasan Kedua, ketika pikiran menjadi

letih, perubahan keadaan mental yang terjadi selama jeda akan menyegarkan kembali

sel-sel otak untuk langkah berikutnya. Dalam hal ini jeda juga merupakan saat untuk

konsolidasi, untuk mengumpulkan informasi dan membiarkannya menetap secara

mantap ke dalam pikiran sadar dan bawah sadar seseorang. Berikut ungkapan De

Porter (2004: 215):

Buku “Beautiful Learning Model”

17

“Jika dalam persentasi selama 90 menit diadakan jeda setiap 30 menit, maka persentase daya ingat akan meningkat”

Pada saat mengambil jeda diupayakan jeda tersebut benar-benar diisi dengan

kegiatan menyenangkan dan mengesankan baik bagi siswa maupun guru.

Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa joyful learning sangat

dibutuhkan dalam proses pembelajaran, misalnya adanya yel-yel saat proses

pembelajaran berlangsung. Tujuannya adalah menjadikan siswa maupun guru

kembali rileks dalam mengikuti proses belajar mengajar.Penerapan yel-yel

disesuaikan dengan kondisi siswa dan guru dalam mengikuti proses pembelajaran.

Misalnya ketika siswa kelihatan jenuh, bosan, mengantuk, mulai rebut, kurang

bersemangat, dan sebagaainya. Penerapan yel-yel ini dapat dilakukan pada kegiatan

awal, kegiatan inti maupun kegiatan akhir pembelajaran.

Teknik Pemberian Penghargaan

Pemberian penghargaan atau hadiah atas prestasi yang dicapai merupakan salah

satu unsur penting dalam Quantum Learning. Dengan adanya teknik pemberian

penghargaan tersebut dapat membangkitkan semangat siswa untuk lebih giat lagi

belajar dan terus berlomba dengan temannya satu sama lain. Hanya saja teknik

pemberian penghargaan yang dimaksudkan dalam pembelajaran Quantum bukan

hanya berupa nilai tinggi/nilai tambah pada tugas atau ulangan mereka, tetapi juga

bias berupa benda yang disenangi siswa seperti alat tulis menulis, buku catatan yang

unik, pulpen atau penghapus yang unik, dsb. Selain dari pada itu skali-kali diberikan

penghargaan berupa piknik atau liburan bersama guru di akhir pekan. Dengan

teknik-teknik seperti itu dapat membuat siswa lebih terkesan dan selalu berkeinginan

mengikuti proses belajar mengajar khususnya dalam pembelajaran matematika.

Buku “Beautiful Learning Model”

18

DePorter, Reardon & Singer (2004) mengungkapkan bahwa dalam

pembelajaran Quantum dikenal pula aspek lain yang disebut sebagai TANDUR yang

merupakan langkah-langkah dalam melaksanakan pembelajaran sebagai berikut:

1. Tumbuhkan

Tumbuhkan minat dengan memuaskan Apakah Manfaatnya Bagiku? (AMBAK)

dan memanfaatkan kehidupan pelajar.

2. Alami

Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua

pelajar.

3. Namai

Sediakan kata kunci, konsep model, rumus, strategi; sebuah ‘masukan’.

4. Demonstrasikan

Sediakan kesempatan bagi pelajar untuk ‘menunjukkan bahwa mereka tahu’.

5. Ulangi

Tunjukkan pelajar cara-cara mengulang materi dan menegaskan, “Aku tahu

bahwa aku memang tahu ini”.

6. Rayakan

Pengakuan untuk menyelesaikan, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan

ilmu pengetahuan.

Menurut Alfathona (2011), bahwa Quantum Learning merangkai berbagai

teori-teori dengan baik menjadi sebuah paket multisensori, multi kecerdasan dan

komptibel dengan cara kerja otak yang mampu meningkatkan kemampuan dan

kecepatan belajar. Pada akhirnya juga akan melejitkan kemampuan siswa untuk

berprestasi.

Buku “Beautiful Learning Model”

19

Uraian singkat tentang teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :

1) Accelerated Learning

Merupakan model pembeljaran yang mendorong siswa untuk lebih cepat, lebih

efektif, dan lebih menyenangkan. Dengan model ini materi pembelajaran menjadi

lebih bermakna dan daya ingat siswa menjadi lebih kuat. Accelerated Learning

menggabungkan penggunaan musik, seni dan warna sebagai fokus lingkungan fisik,

suasana emosional dan pembahasan. Dalam hal ini juga ditekankan pada pentingnya

kepercayaan yang tinggi pada kemampuan siswa dan inti pengajaran tampak dari

model teladan. Guru adalah teladan prilaku untuk menjamin kesuksesan siswa.

Accelerated learning atau pembelajaran dipercepat merupakan sebuah inovasi

pembelajaran matematika yang sejalan dengan teori kontuktivisme. Accelerated

learning ini bukanlah suatu sarana atau metode yang digunakan melainkan suatu

tujuan atau hasil yang ingin dicapai. Jadi, model atau metode, ataupun strategi yang

dapat mempercepat atau meningkatkan pembelajaran dapat digolongkan ke dalam

accelerated learning. Di dalam accelerated learning terdapat sejumlah besar teknik

yang akan terus bertambah. Namun, pada intinya accelerated learning adalah filosofi

pembelajaran dan kehidupan yang mengupayakan demekanisasi dan

memanusiawikan pengalaman bagi seluruh tubuh, seluruh pikiran, dan seluruh

pribadi. Oleh karena itu, accelerated learning berusaha membentuk kembali sebagian

besar keyakinan dan praktik yang membatasi, serta yang kita warisi dari masa lalu

(Meier, 2002)

Sedangkan menurut Rose, Colin (2002) bahwa Accelerated artinya dipercepat

dan Learning artinya pembelajaran. Jadi, Accelerated Learning dapat diartikan

percepatan pembelajaran atau cara belajar cepat. Konsep cara belajar cepat ini

diawali oleh pandangan Colin Rose dan Malcolm Nicholl tentang adanya kebutuhan

Buku “Beautiful Learning Model”

20

yang mendesak akan revolusi dalam cara belajar dan bagaimana melakukan sesuatu

bagi para siswa dari seluruh usia, orang tua, pendidik, dan dunia usaha serta

pemerintah untuk mendongkrak tingkat prestasi. Perubahan dunia yang begitu cepat

menuntut dan mensyaratkan kemampuan belajar yang lebih cepat. Kompleksitas

dunia yang terus meningkat juga menuntut kemampuan yang sesuai untuk

menganalisis setiap situasi secara logis dan memecahkan masalah secara kreatif.

Metode belajar dalam Accelerated Learning mengakui bahwa masing-masing

individu memiliki cara belajar pribadi pilihan yang sesuai denga karakter dirinya.

Oleh karena itu, ketika seseorang belajar dengan menggunakan teknik-teknik yang

sesuai dengan gaya belajar pribadinya, maka berarti ia telah belajar dengan cara yang

paling alamiah bagi diri sendiri. Sebab yang alamiah menjadi lebih mudah dan yang

mudah menjadi lebih cepat, itulah alasan Collin Rose dan Malcolm J. Nicholl

menyebutnya cara belajar cepat. Menurutnya, kecerdasan hanyalah sehimpunan

kemampuan dan ketrampilan. Seseorang dapat mengembangkan dan meningkatkan

kecerdasannya dengan belajar menggunakan kemamapuannya sendiri secara penuh.

Strategi cara belajar cepat akan membantu untuk mengembangkan ketrampilan-

ketrampilan tersebut.

Prinsip Pokok Accelerated Learning

Untuk mendapatkan hasil pembelajaran yang optimal dengan menggunakan

accelerated learning, guru harus benar-benar memahami prinsip-prinsip yang

melandasi accelerated learning. Adapun prinsip-prinsip accelerated learning yang

diungkapkan oleh Meier (dalam Cairuddin, 2010) antara lain sebagai berikut:

a. Belajar Melibatkan seluruh Pikiran dan Tubuh. Belajar tidak hanya

menggunakan “otak” (sadar, rasional, memakai “otak kiri”, dan verbal), tetapi

juga melibatkan seluruh tubuh/pikiran dengan segala emosi, indra, dan sarafnya.

Buku “Beautiful Learning Model”

21

b. Belajar adalah Berkreasi, Bukan Mengonsumsi. Pengetahuan bukanlah sesuatu

yang diserap oleh pembelajar, melainkan sesuatu yang diciptakan pembelajar.

Pembelajaran terjadi ketika seorang pembelajar memadukan pengetahuan dan

ketrampilan baru ke dalam struktur dirinya sendiri yang telah ada. Belajar secara

harfiah adalah menciptakan makna baru, jaringan saraf baru, dan pola interaksi

elektrokimia baru di dalam sistem otak/tubuh secara menyeluruh.

c. Kerja Sama Membantu Proses Belajar. Semua usaha belajar yang baik

mempunyai landasan sosial. Kita biasanya belajar lebih banyak dengan

berinteraksi dengan kawan-kawan daripada yang kita pelajari dengan cara lain

manapun. Persaingan di antara pembelajar memperlambat pembelajaran. Kerja

sama di antara mereka mempercepatnya. Suatu komunitas belajar selalu lebih

baik hasilnya daripada beberapa individu yang belajar sendiri-sendiri.

d. Pembelajaran Berlangsung pada Banyak Tingkatan secara Simultan. Belajar

bukan hanya menyerap satu hal kecil pada satu waktu secara linear, melainkan

menyerap banyak hal sekaligus. Pembelajaran yang baik melibatkan orang pada

banyak tingkatan secara simultan (sadar dan bawah-sadar, mental dan fisik) dan

memanfaatkan seluruh saraf reseptor, indra, jalan dalam sistem total otak/tubuh

seseorang. Bagaimanapun juga, otak bukanlah prosesor berurutan, melainkan

prosesor paralel, dan otak akan berkembang pesat jika ia ditantang untuk

melakukan banyak hal sekaligus

e. Belajar Berasal dari Mengerjakan Pekerjaan Itu Sendiri (dengan Umpan Balik).

Belajar paling baik adalah dalam konteks. Hal-hal yang dipelari secara terpisah

akan sulit diingat dan mudah menguap. Kita belajar berenang dengan berenang,

cara mengelola sesuatu dengan mengelolanya, cara bernyanyi dengan bernyanyi,

cara menual dengan menjual, dan cara memperhatikan kebutuhan konsumen

Buku “Beautiful Learning Model”

22

dengan memperhatikan kebutuhannya. Pengalaman yang nyata dan konkret dapat

menjadi guru yang jauh lebih baik daripada sesuatu yang hipotetis dan abstrak-

asalkan di dalamnya tersedia peluang untuk terjun langsung secara total,

mendapatkan umpan balik, merenung, dan menerjunkan diri kembali.

f. Emosi Positif Sangat Membantu Pembelajaran. Perasaan menentukan kualitas

dan juga kuantitas belajar seseorang. Perasaan negatif menghalangi belajar.

Perasaan positif mempercepatnya. Belajar yang penuh tekanan, menyakitkan,

dan bersuasana muram tidak dapat mengungguli hasil belajar yang

menyenangkan, santai, dan menarik hati.

g. Otak-Citra Menyerap Informasi secara Langsung dan Otomatis. Sistem saraf

manusia lebih merupakan prosesor citra darpada prosesor kata. Gambar konkret

jauh lebih mudah ditangkap dan disimpan darpada abstraksi verbal.

Menerjemahkan abstraksi verbal menjadi berbagai jenis gambar konkret akan

membuat abstraksi verbal itu bisa lebih cepat dipejari dan lebih mudah diingat

2) Multiple intelegences

Multiple intelegences atau kecerdasan majemuk adalah teori yang menyatakan

bahwa setiap anak memiliki kecerdasan yang beragam. Menurut Gardner kecerdasan

majemuk menggambarkan beragam kecerdasan otak meliputi spatial-visual,

linguistic-verbal, interpersonal, musical rhythmicnaturalist, bodily kinesthesic,

logical mathematic. Seorang individu memiliki kecerdasan ini, tetapi denga derajat

yang beragam. Jadi, tiap orang mungkin memilki satu kecerdasan dominan dan

kecerdasan sekunder yang digunakan dalam menyerap dan mengingat dalam proses

pembelajaran.

Buku “Beautiful Learning Model”

23

3) Neuro Linguistic Programming

Secara bebas Neuro Linguistic Programming (NLP) dapat diterjemahkan

sebagai pemograman bahasa untuk menggerakkan alam bawah sadar. Dalam teori ini

dijelaskan bahwa cara otak mengorganisasikan informasi dan menunjukan

bagaimana individu-individu dapat membuat strategi untuk perubahan yang lama.

NLP adalah konsep tentang bahasa positif dan efek bahasa dalam lingkungan

pembelajaran. Dalam bidang pendidikan dan pembelajaran, NLP bermanfaat bagi

guru maupun siswa. Pengajaran yang baik adalah dengan memberikan siswa

pengalaman terlebih dahulu, kemudian baru memberikan label untuk pemahaman

yang lebih komprehensip.

Apa sih NLP itu? apa manfaat NLP bagi kehidupan kita? bisa jadi itu adalah

beberapa pertanyaan yang tersirat di kepala anda saat membaca judul di atas. NLP

atau Neuro Linguistic Programming adalah Manual for the Brain, atau The

Psychology of Excellence. Jika didefinisikan setiap kata maka diperoleh pengertian

berupa: Neuro, Mengacu ke sistem syaraf kita, corong penghubung lima indra kita

(indra melihat, mendengar, merasa, mencium, dan meraba) Linguistic, Kemampuan

alami berkomunikasi secara verbal dan non verbal. Verbal mengacu pada pilihan-

pilihan kata dan frase, mencerminkan dunia mentalitas kita. Nonverbal berkaitan

dengan “bahasa sunyi” seperti postur, gerak-gerik, dan tingkah laku. “Bahasa sunyi “

melahirkan gaya berpikir dan kepercayaan.Programming, mengacu pada pola

berpikir, perasaan, dan tindakan kita. perilaku dan kebiasaan keseharian ini dapat

diganti dengan perilaku dan kebiasaan yang lebih positif. NLP merupakan ilmu yang

membuka kunci rahasia dari cara kerja otak sehingga orang yang mempelajarinya

menjadi tuan atas pikirannya sendiri. Dengan NLP seseorang dimungkinkan dapat

melakukan perubahan nyata secara menyenangkan , cepat, dan self utilized. NLP

Buku “Beautiful Learning Model”

24

merupakan bidang ilmu yang sangat powerfull di terapkan dibidang business,

management, coaching & counseling, marketing & sales, persuasion, therapy, health,

sport, counsulting, training/education, parenting, sex, law professionals, dan lain-lain

(Trainer, 2008).

Menurut Wong (dalam Yudha, 2013) bahwa Neuro linguistic programming di

gagas oleh John Grinder dan Richard Bandler pada tahun 1973, yang kemudian

dikembangkan di dunia pendidikan oleh Ernest Wong tahun 1980 dan Robert Dilts

tahun 1985. Program bimbingan ini telah di terapkan di berbagai negara, beberapa

tokoh dunia yang telah mengakui program ini diantaranya adalah Bill Clinton, Andre

Aggasi, Lady Di, Nelson Madela, dan Robert T.Kiyosaki. Di Asia Tenggara hingga

akhir tahun 2005 tercatat 100.270 siswa yang mengalami burnout dan kemudian

menjadi juara di sekolahnya masing-masing.

Secara bahasa neuro mengacu pada pikiran dan bagaimana individu

mengorganisasikan kehidupan mentalnya. Proses neurologi adalah suatu proses

tentang bagaimana manusia melalui mekanisme kerja otak dapat menterjemahkan

pengalaman-pengalaman yang diterima ke dalam fungsi fisiologinya. Linguistic

adalah bahasa (baik bahasa verbal maupun non verbal) dan bagaimana individu

menggunakannya dalam kehidupan. Proses linguistic adalah suatu pola kata-kata

yang spesifik, dimana perumusan pola tersebut akan digunakan untuk

mendeskripsikan tentang suatu hal. Sedangkan programming adalah usaha individu

untuk belajar bereaksi pada suatu situasi tertentu dan membangun pola-pola otomatis

atau program-program yang terjadi pada sistem neurologi maupun pada sistem

bahasa. Programming adalah urutan proses mental yang berpengaruh pada perilaku

dalam mencapai tujuan dan bagaimana memodifikasinya (Grinder & Bandler, 1975

(dalam Fadhil, 2008)). Neuro Linguistic Programming (NLP) yang dimaksud

Buku “Beautiful Learning Model”

25

merupakan sebuah model yang menjelaskan bagimana cara kerja otak agar individu

bisa menjadi tuan dan bukan menjadi budaknya”. NLP merupakan salah satu cara

yang membuat seseorang mampu untuk memetakan semua proses yang terjadi dalam

otaknya (didasarkan pada pengalamannya) dengan memprogram fungsi neuro-nya

(otaknya) dengan menggunakan bahasa (linguis), sehingga individu dapat merubah

aspek luar kehidupannya dengan cara mengubah sikap yang ada dalam pikiran

mereka. Dari uraian di atas dapat didefinisikan bahwa neuro linguistic programming

adalah sebuah model yang memprogram interaksi antara pikiran dan bahasa (verbal

dan non-verbal) sehingga dapat menghasilkan pikiran dan perilaku yang diharapkan

(Tad:2004 (dalam Yudha, 2013)).

Menurut Carol Harris (dalam Yudha, 2013) adapun kerangka kerja dalam NLP

adalah sebagai berikut :

1) The Experiental Array (susunan atau rangkaan pengalaman). Rangkaian ini

memiliki lima elemen yang memiliki kontribusi terhadap performance yaitu

hasil (outcomes), perilaku (behavior), mental strategy (thoughts)- pemikiran

(strategi mental), emotional state (feelings) – keadaan emosi (perasaan),

keyakinan dan nilai (belief&value). Ke lima elemen ini berhubungan satu

dengan yang lain sehingga membentuk suatu sistem yang menyeluruh, dimana

elemen internal (pikiran dan perasaan) akan mempengaruhi perilaku dan

perilaku akan mengakibatkan munculnya suatu hasil (outcomes).

2) Neurological Levels (level-level neurologi). Kerangka kerja ini memiliki enam

level dasar, yaitu :

a) Lingkungan (merupakan tempat dimana segala sesuatu terjadi);

b) Perilaku (apa yang dilakukan oleh seseorang);

c) Kemampuan (bagaimana seseorang melakukan suatu aksi);

Buku “Beautiful Learning Model”

26

d) Keyakinan (alasan dari seseorang melakukan sesuatu);

e) Identitas (apa yang orang pikirkan tentang diri mereka sendiri);

f) Spiritualitas.

Mekanisme pemrosesan realitas eksternal (RE) menjadi realitas internal (RI)

oleh individu dalam kontek NLP dapat diilustrasikan pada gambar berikut:

Sumber: Tad James. (2006). “What is NLP: A Model of Communication and Personality”. Tersedia di www.nlp.com/NLP. Diakses tanggal 25 Maret 2014.

Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa secara umum peristiwa yang

datang dari luar diri individu (RE/realitas eksternal) masuk kedalam input sensori

(visual, auditory, kinesthetic, gusfactory, olfactory) kemudian diproses dalam otak.

Selama memproses peristiwa tersebut, individu melakukan mekanisme deletion

(menghapus), distortion (mengubah), dan generalization (menyimpulkan) atas

informasi yang masuk.

Buku “Beautiful Learning Model”

27

Dalam praktiknya, penerapan NLP untuk menciptakan pembelajaran

menyenangkan dilandasi oleh beberapa prinsip dasar, yaitu:

1. The map is not teritory. what we see, hear and feel is not reality but our brain’s

interpretation of it. Everythink you think, see, hear or feel is created by your

brain in respond to real external stimulated. Peta bukanlah suatu wilayah. Apa

yang kita lihat, dengar dan rasakan bukanlah hal yang sebenarnya, tetapi otak

kitalah yang mengartikan hal-hal tersebut. Segala sesuatu yang kita pikirkan,

lihat, dengar atau rasakan diciptakan oleh otak kita yang merespon rangsangan

dari luar diri kita.

2. There is a mind-body connection. Pemikiran kita akan mempengaruhi gerak otot,

pernapasan, preasaan kita, yang pada akhirnya akan mempengaruhi pemikiran

kita. Ketika kita belajar untuk mengubah salah satunya, kita telah belajar untuk

mengubah yang lainnya.

3. Every behavior has utility and usefullness. Setiap perilaku memiliki tujuan.

4. We cannot not comunicated. Even if we don’t say a word. Our internal thought

processesses affect our body in such a way that our message get’s out. Kita selalu

berkomunikasi, secara non-verbal (tanpa kata-kata) adalah salah satu cara

berkomunikasi juga. Sebuah tarikan nafas, senyuman, dan pandangan adalah

semua bentuk komunikasi. Bahkan semua pemikiran kita adalah komunikasi

dengan diri sendiri, dan diungkapkan kepada orang lain melalui mata, nada suara,

sikap tubuh dan gerakan tubuh.

5. There is no failure, only feedback. There can be failure only if you do not learn

anythink from what has happened. Tidak ada kegagalan yang ada hanyalah

umpan balik, seseorang yang gagal hanyalah mereka yang tidak mempelajari

apapun dari peristiwa yang terjadi pada dirinya.

Buku “Beautiful Learning Model”

28

Lebih lanjut, Grinder & Bandler (dalam Trainer, 2008) mengungkapkan

beberapa teknik yang digunakan dalam Neuro Linguistic Programming, yaitu:

1. Collapsing Anchors

Collapsing Anchorinvolves stimulating the natural process of associative

correction by using anchoring to connect a problem state to an appropriate

resource experience. Teknik ini merupakan proses penggabungan dengan

menggunakan pembiasaan untuk menghubungkan pengalaman dengan sumber

yang sesuai.

2. Visual Squash

Visual Squash as a mean to sort and integrated conflicting parts or polarities.

Teknik ini dapat diartikan sebagai alat untuk mengintegrasikan bagian atau kutub

yang berbeda. Dalam prosesnya, gambaran mental mewakili bagian yang

berbeda dari seseorang, lalu bagian tersebut disatukan untuk membantu

gambaran baru yang mewakili kombinasi atau integrasi bagian-bagian yang

sebelumnya berbeda.

2. Reframing and Six-Step Reframing

a. Reframing dalam konteks ini adalah salah satu cara untuk menolong orang

merubah pandangan dan memperluas peta pikirannya terhadap sesuatu.

Reframing sangat ditentukan oleh apa yang kita lihat dan terima dai

pengalaman atau peristiwa tertentu. Kerangka psikologis mempengaruhi cara

kita bertindak dan menginterpretasikan sebuah situasi.

b. Dalam NLP, reframing terdiri dari kerangka mental yang berisi pengalaman

atau situasi yang baru, memperluas persepsi kita dari kondisi tertentu sehingga

keputusan yang diambil lebih bijaksana.

Buku “Beautiful Learning Model”

29

c. Bentuk dari reframing dalam NLP ada dua yaitu:

1) Konteks

Konteks reframing, dilakukan berdasarkan fakta dari pengalaman tertentu,

tingkah laku atau peristiwa yang memiliki implikasi berbeda dan

konsekuensi yang bergantung dari konteks yang terjadi. Konteks reframing

pada NLP “menerima semua tingkah laku sebagai sesuatu yang berguna”.

Tujuannya adalah untuk mengubah respon negatif pada diri individu

menjadi tingkah laku tertentu dengan merealisasikan tingkah laku yang

lebih berguna dalam konteks tertentu.

2) Isi

Reframing merupakan perubahan pandangan dan persepsi kepada tingkah

laku atau situasi tertentu. “isi reframing” pada NLP terdiri dari eksplorasi

tingkah laku eksternal individu. Penyelesaiannya dalam NLP adalah

menemukan “maksud positif”, “tujuan positif” yang berhubungan dengan

gejala tertemtu atau tingkah laku yang bermasalah. Menerima tingkah laku

bermasalah dalam kerangka berfikir yang bertujuan positif mampu

memberikan perubahan yang memuaskan respon internal terhadap tingkah

laku tersebut.

4. V-K Dissociation Process

Proses ini berhubungan dengan memisahkan pengalaman visual seseorang (V)

dengan perasaan seseorang atau sistem perwakilan kinestik (K). Proses ini

memungkinkan seseorang memutar kembali apa yang telah dialaminya tanpa

perasaan yang biasanya mengikuti. Dengan memisahkan proses sensori secara

terbuka, seseorang mampu menilai dan berhadapan lebih baik dengan situasi.

Buku “Beautiful Learning Model”

30

5. Belief Change

Banyak yang menyatakan bahwa mengubah keyakinan adalah proses yang

sulit. Padahal, secara alami dan spontan banyak yang mengubah keyakinan

nya selama hidupnya. Kesulitannya mungkin ketika secara sadar kita mencoba

mengubah keyakinan kita, tanpa mempertimbangkan lingkaran alami

perubahan keyakinan, dengan menekan atau melawannya. Menurut teori

organisasi diri, keyakinan akan berubah melalui lingkaran alami dimana

bagian sistem seseorang yang memegang keyakinan yang ada menjadi tidak

stabil. Setelah ini, sistem melakukan stabilisasi kembali dengan sudut pandang

keseimbangan baru.

6. Reimprint

Imprint adalah pengalaman masa lalu seseorang yang membentuk keyakinan

tertentu, seringkali berhubungan dengan identitasnya. Sedangkan proses

reimprinting berhubungan dengan menciptakan ‘garis waktu’ fisik yang dapat

dilokasikan secara spatial oleh seseorang dalam periode waktu hidupnya.

Dengan mengeksternalisasikan peristiwa ini pada garis waktu, lebih mudah

untuk memisahkannya, merefleksikan, dan mengevaluasi keyakinan yang

dibentuk sebagai hasilnya. Prosedur reimprinting juga berhubungan dengan

memilih posisi perseptual berbeda yang berhubungan dengan orang lain yang

terkait dalam pengalaman tersebut dengan meletakkan mereka pada lokasi

fisik yang berbeda dalam ruang yang mewakili bingkai waktu masa lalu.

4) Experiential Learning

Model pembelajaran experiential learning merupakan model pembelajaran

yang diharapkan dapat menciptakan proses belajar yang lebih bermakna, dimana

siswa mengalami apa yang mereka pelajari. Melalui model ini, siswa belajar tidak

Buku “Beautiful Learning Model”

31

hanya belajar tentang konsep materi belaka, hal ini dikarenakan siswa dilibatkan

secara langsung dalam proses pembelajaran untuk dijadikan sebagai suatu

pengalaman. Hasil dari proses pembelajaran experiential learning tidak hanya

menekankan pada aspek kognitif saja, juga tidak seperti teori behavior yang

menghilangkan peran pengalaman subjektif dalam proses belajar. Pengetahuan yang

tercipta dari model ini merupakan perpaduan antara memahami dan mentransformasi

pengalaman (Mahfudz, 2011).

Pepatah mengatakan bahwa ”pengalaman adalah guru yang paling baik”.

Maka hal yang sama telah dikemukakan oleh Confusius beberapa abad lalu ”what i

hear, i forget, what I hear and see, I remember a little, what I hear, see and ask

questions about or discus wuth some one else, I begin to understand, what I hear,

see, discus, and I do, I acquire knowledge and skill, what I teach to another, I

master”. Jika pernyataan Confusius tersebut dikembangkan secara sederhana, maka

akan didapat suatu cara belajar berupa cara belajar dengan cara mendengar akan

lupa, dengan cara mendengarkan dan melihat akan ingat sedikit, dengan cara

mendengar, melihat dan mendiskusikan dengan siswa lain akan paham, dengan cara

mendengar, melihat, diskusi dan melakukan akan memperoleh pengetahuan dan

keterampilan, dan cara untuk menguasai pelajaran yang terbaik adalah dengan

mengerjakan. Dengan mengalami materi belajar secara langsung, diharapkan siswa

dapat lebih membangun makna serta kesan dalam memori atau ingatannya. Seperti

halnya proses pembelajaran kontekstual yang menghubungkan dan melibatkan siswa

dengan dunia nyata, model ini pun lebih mengedepankan model connented knowing

(menghubungkan antara pengetahuan dengan dunia nyata), dengan demikian

pembelajaran dianggap sebagai bagian integral dari sebuah kehidupan.

Buku “Beautiful Learning Model”

32

Konsep Model Experiential Learning

Experiental learning theory (ELT), yang kemudian menjadi dasar model

pembelajaran experiential learning, dikembangkan oleh David Kolb sekitar awal

1980-an. Model ini menekankan pada sebuah model pembelajaran yang holiostik

dalam proses belajar. Dalam experiential learning, pengalaman mempunyai peran

sentral dalam proses belajar. Penekanan inilah yang membedakan ELT dari teori-teori

belajar lainnya. Istilah “experientrial” di sini untuk membedakan antara teori belajar

kognitif yang cenderung menekankan kognisi lebih daripada afektif. Dan teori belajar

behavior yang menghilangkan peran pengalaman subjektif dalam proses belajar (Kolb

dalam Mahfudz, 2011).

Teori experiential learning merupakan model holistik dan multilinier

khususnya untuk pengembangan orang dewasa, yang konsisten dengan apa yang

diketahui tentang bagaimana orang belajar, tumbuh dan berkembang. Teori ini lebih

menekankan pada pengetahuan dan pengalaman masa lalu yang dikemukakan oleh

Kolb (1984).

Experiential learning didefinisikan sebagai "the process whereby knowledge is created through the transformation of experience. Knowledge results from the combination of grasping and transforming experience".

Menurut Savin (dalam Prasetyo, 2013), Experiential learning menekankan

pada kapasitas manusia untuk merekonstruksi pengalaman dan kemudian

memaknainya. Dewey percaya bahwa dalam pendidikan adalah proses berkelanjutan

untuk merekonstruksi dan menumbuhkan pengalaman, dimana peran pendidik adalah

untuk mengelola aktivitas pembelajaran yang dibangun dari pengalaman masa lalu

warga belajar dan menghubungkannya terhadap pengalaman baru.

“Experiential learning is such that adult teaching should be based on adults' experiences. Thus, those experiences could be a valuable resource. Finally, learning to learn is very crucial for adult development. When they become skilled at learning,

Buku “Beautiful Learning Model”

33

adults have the ability of lifelong learning” (Huang, 2002). Pembelajaran experiential merupakan pembelajaran orang dewasa yang harus

didasarkan pada pengalaman warga belajar, dimana pengalaman menjadi sumber yang

sangat bernilai, ketika orang dewasa terampil dalam belajar, maka mereka memiliki

kemampuan untuk belajar sepanjang hayat.

Experiential Learning berdasar pada sebuah premis bahwa pengalaman

merupakan dasar dari seluruh pembelajaran. Sebagian besar teori dan praktek EL

mengacu pada konsep yang disampaikan John Dewey pada awal abad 20. Dewey

menyampaikan

” I assume that amid all uncertainties there is one permanent frame of reference: namely, the organic connection between education and personal experience” (Myers, 2004) .

Kolb (1984) menyampaikan model proses EL yang berupa proses yang

melingkar dan terdiri dari empat fase. Fase Concrete Experience menggunakan

pengalaman yang sudah dilalui peserta atau pengalaman yang disediakan untuk

pembelajaran yang lebih lanjut. Fase Reflective Observation mendiskusikan

pengalaman para peserta yang telah dilalui atau saling berbagi reaksi dan observasi

yang telah dilalui. Fase Abstract Conceptualization proses menemukan tren yang

umum dan kebenaran dalam pengalamanyang telah dilalui peserta atau membentuk

reaksi pada pengalaman yang baru menjadi sebuah kesimpulan atau konsep yang baru.

Fase Active Experimentation modifikasi perilaku lama dan mempraktikkan pada situasi

keseharian para peserta.

Model Experiential Learning adalah suatu model proses belajar mengajar

yang mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan

melalui pengalamannya secara langsung. Dalam hal ini, Experiential Learning

menggunakan pengalaman sebagai katalisator untuk menolong pembelajar

Buku “Beautiful Learning Model”

34

mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam proses pembelajaran.

Experiential learning dapat didefinisikan sebagai tindakan untuk mencapai sesuatu

berdasarkan pengalaman yang secara terus menerus mengalami perubahan guna

meningkatkan keefektifan dari hasil belajar itu sendiri. Tujuan dari model ini adalah

untuk mempengaruhi siswa dengan tiga cara, yaitu; 1) mengubah struktur kognitif

siswa, 2) mengubah sikap siswa, dan 3) memperluas keterampilan-keterampilan siswa

yang telah ada. Ketiga elemen tersebut saling berhubungan dan memengaruhi seara

keseluruhan, tidak terpisah-pisah, karena apabila salah satu elemen tidak ada, maka

kedua elemen lainnya tidak akan efektif.

Experiential learning adalah suatu proses dimana siswa mengkonstuksi atau

menyusun pengetahuan keterampilan dan nilai dari pengalaman langsung. Adapun

prinsip dasar eksperiental learning adalah sebagai berikut: Prosedur pembelajaran

dalam experiential learning terdiri dari 4 tahapan, yaitu; 1) tahapan pengalaman nyata,

2) tahap observasi refleksi, 3) tahap konseptualisasi, dan 4) tahap implementasi, (Kolb,

1984).

Dalam tahapan di atas, proses belajar dimulai dari pengalaman konkret yang

dialami seseorang. Pengalaman tersebut kemudian direfleksikan secara individu.

Dalam proses refleksi seseorang akan berusaha memahami apa yang terjadi atau apa

yang dialaminya. Refleksi ini menjadi dasar konseptualisasi atau proses pemahaman

prinsip-prinsip yang mendasari pengalaman yang dialami serta prakiraan

kemungkinan aplikasinya dalam situasi atau konteks yang lain (baru). Proses

implementasi merupakan situasi atau konteks yang memungkinkan penerapan konsep

yang sudah dikuasai.

Kemungkinan belajar melalui pengalaman-pengalaman nyata kemudian

direfleksikan dengan mengkaji ulang apa yang telah dilakukannya tersebut.

Buku “Beautiful Learning Model”

35

Pengalaman yang telah direfleksikan kemudian diatur kembali sehingga membentuk

pengertian-pengertian baru atau konsep-konsep abstrak yang akan menjadi petunjuk

bagi terciptanya pengalaman atau perilaku-perilaku baru. Proses pengalaman dan

refleksi dikategorikan sebagai proses penemuan (finding out), sedangkan proses

konseptualisasi dan implementasi dikategorikan dalam proses penerapan (taking

action).

Falsafah humanistik memandang experiential learning sebagai suatu model

pembelajaran yang mengedepankan pada pengakuan pengalaman warga belajar

sebagai manusia dewasa. Memusatkan proses pembelajaran pada warga belajar

sebagai subjek belajar yang memiliki banyak pengalaman bermakna dalam

hidupnya, tugas seorang pendidikan adalah membantu warga belajar mengkonstruksi

pengalaman-pengalaman tersebut menjadi suatu bangunan pengetahuan yang

dibutuhkan oleh mereka dalam kehidupan mereka sehari-hari. Peran pendidik

sebagai fasilitator sangat penting, mengingat upaya mengkonstruksi pengalaman

warga belajar yang bermacam-macam bukanlah perkara yang mudah terutama jika

mengarahkan pengalaman tersebut pada satu kesimpulan normatif sesuai dengan

tujuan pendidikan itu sendiri.

3. Teori Otak dan Kaitannya dengan Pembelajaran

Menurut Sousa (2012: 1) bahwa otak manusia adalah struktur yang sangat

menakjubkan, jagat dari kemungkinan dan misteri yang tak terbatas yang secara

konstan membentuk dan memperbaiki diri berdasarkan pengalaman yang

diperolehnya, serta memiliki kemampuan berjalan tanpa input dari dunia luar.

Meier (2004: 83) mengungkapkan bahwa otak manusia mempunyai tiga

bidang spesialisasi yang terpisah (meskipun saling berhubungan) antara lain Otak

Reptil, Otak Tengah (Sistem Limbik) dan Neokorteks. Fungsi Otak Reptil lebih

Buku “Beautiful Learning Model”

36

cenderung menekankan kepada belajar menghafal, meniru, guru sebagai pusat

kekuasaan, pembelajar sebagai pelayan yang patuh dan pasif, mengikuti rutin dan

contoh yang ditetapkan oleh hierarki, system yang digerakkan oleh semangat

mempertahankan diri (takut akan kegagalan), tanpa perhatian pada perasaan dan

ikatan social di lingkungan pendidikan, tanpa usaha untuk mengejar cara berkreasi,

memecahkan masalah dan berpikir sendiri. Sementara Otak Tengah (Sistem

Limbik) lebih menekankan kepada emosi, Sebagaimana dibenarkan oleh penelitian

dan akal sehat bahwa Limbik berpengaruh besar terhadap kualitas dan kuantitas

belajar.

Dalam hal ini Meier (2004) mengatakan dalm bukunya “ The Accelerated

Learning” bahwa :

“Tidak ada apa pun yang dapat mempercepat pembelajaran daripada rasa gembira, perasaan negative memperlambat belajar atau bahkan menghentikannya sama sekali”

Sementara otak bagian yang ketiga adalah Neokorteks. Meier pun berpendapat

bahwa otak bagian tersebut harus dilatih sepenuhnya jika ingin mengoptimalkan

pembelajaran dan prestasi manusia, dapat dilakukan melalui mengajar mereka cara

berpikir sendiri, mengolah bukannya menyimpan informasi, belajar berkhayal, dan

menciptakan makna serta nilai bagi diri mereka sendiri dari informasi dan

pengalaman yang mereka dapatkan.

De Porter (2004: 36) berpendapat bahwa ketiga bagian otak (Reptil, Limbik

dan Neokorteks) dibagi menjadi belahan kanan dan belahan kiri. Kini dua belahan

tersebut lebih dikenal sebagai “otak kanan” dan “otak kiri”. Eksperimen

terhadap dua belahan tersebut telah menunjukkan masing-masing belahan telah

bertanggung jawab terhadap cara berpikir dan masing-masing mempunyai

spesialisasi dalam kemampuan-kemampuan tertentu, walaupun ada beberapa

Buku “Beautiful Learning Model”

37

persilangan dan interaksi antaraa kedua sisi. Proses berpikir otak kiri bersifat logis,

sekuensial, linear dan rasional. Sisi ini sangat teratur. Walaupun berdasarkan

realitas ia mampu melakukan penafsiran abstrak dan simbolis. Cara berpikirnya

sesuai untuk tugas-tugas teratur ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi

auditorial, menempatkan detail dan fakta, fonetik serta simbolisme. Sementara cara

berpikir otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif dan holistic. Cara

berpikirnya sesuai dengan cara-cara untuk mengetahui yang bersifat nonverbal,

seperti perasaan dan emosi, kesadaran yang berkenaan dengan perasaan

(merasakan kehadiran suatu benda atau orang), kesadaran spasial, pengenalan

bentuk dan pola, musik, seni, kepekaan warna, kreativitas dan visualisasi.

Walberg dan Greenberg (dalam Mark Reardon, 2004: 19) berpendapat

tentang penelitian telah menunjukkan bahwa lingkungan social, atau suasana kelas

adalah penentu psikologis utama yang mempengaruhi belajar akademis. Suasana

atau keadaan ruangan menunjukkan arena belajar yang dipengaruhi oleh emosi.

Seorang peneliti dan psikolog kognitif, Dr. Daniel Goleman (dalam Mark Reardon,

2004: 22) mengungkapkan sebagai berikut :

“Dalam tarian perasaan dan pikiran, kekuatan emosi menuntun keputusan kita saat demi saat, bekerja bahu-membahu dengan pikiran rasional, mengaktifkan atau menonaktifkan pikiran itu sendiri. Boleh dibilang, kita mempunyai dua otak, dua pikiran dan dua jenis kecerdasan yakni rasional dan emosional. Bagaimana kita berkiprah dalam hidup (dan belajar) ditentukan oleh keduanya bukan hanya IQ, melainkan kecerdasan emosional juga berperan. Tentu saja intelek tidak dapat bekerja pada puncaknya tanpa kecerdasan emosional.”

Sousa (2012: 270) berpendapat bahwa otak manusia memiliki kemampuan

luar biasa untuk membentuk citra (membayangkan) dan penggambaran dari dunia

nyata dan fantasi total dalam pikirannya. Jika dikaitkan dengan pembelajaraan,

umumnya guru menghabiskan banyak waktu untuk berbicara dan bahkan kadang-

kadang meminta siswa yang berbicara mengenai indicator atau topic-topik dari

Buku “Beautiful Learning Model”

38

materi pelajaran, serta hanya sedikit waktu yang disisihkan untuk mengembangkan

isyarat-isyarat visual. Proses membentuk isyarat visual ini disebut visualisasi

dalam pikiran (membayangkan suatu objek, peristiwa, dan tampilan yang berkaitan

dengan pembelajaran baru maupun kejadian saat itu).

Menurut Sousa (2012), visualisasi berlangsung dalam dua cara yang

pertama yaitu pencitraan, merupakan visualisasi dalam pikiran tentang suatu hal,

benda atau peristiwa yang benar-benar nyata. Kedua adalah mengkhayal,

membayangkan atau berimajinasi, yaitu menggambarkan suatu peristiwa yang

belum terjadi. Bayangan pikiran atau imajinasi adalah representasi ilustratif atau

gambaran simbolik dari suatu hal yang bersifat benda ataupun pengalaman.

Semakin banyak informasi yang dimiliki imajinasi, semakin kaya imajinasi

tersebut. Berdasarkan hal tersebut diharapkan timbul integrasi antara hemisfer kiri

dan kanan yang selanjutnya kaan meningkatkan kemampuan menyerap dan

menyimpan pemelajaran.

Helene dan Xavier (dalam Sousa: 2012: 271) berpendapat bahwa

menggambarkan dalam pikiran dapat sangat bermanfaat dalam pembelajaran,

karena mengimajinasikan dapat seefektif bagaikan pertunjukan sebenarnya.

Melatih keterampilan visualisasi pada siswa mendorong mereka mencari citra

yang tepat dalam memori jangka panjang (mengingat) dan menggunakan citra

tersebut. Visualisasi dapat digunakan dalam aktivitas kelas apa pun juga, termasuk

menulis catatan, aktivitas kelompok pembelajarn kooperatif dan alternative

penilaian. Pemetaan pikiran adalah salah satu bentuk khusus visualisasi yang

muncul pada tahun 1990-an. Proses mengkombinasikan bahasa dengan citra untuk

membantu menunjukkan hubungan-hubungan di antara berbagai konsep dan

bagaimana konsep-konsep tersebut berkaitan dengan ide utama.

Buku “Beautiful Learning Model”

39

Meier (2004: 85) mengatakan bahwa “Tubuh adalah pikiran dan pikiran

adalah tubuh”. Otak dan tubuh terkait dan tak terpisahkan dengan berbagai cara.

Gerakan tubuh misalnya dapat meningkatkan fungsi otak dan keadaan otak dapat

berpengaruh besar pada tubuh. Berpikir, belajar dan mengingat bagaimanapun

juga tidak terbatas dikepala saja tetapi tersebar diseluruh tubuh. Pendidikaan

tradisional telah memisahkan tubuh dan pikiran. Pendidikaan tersebut menganggap

bahwa belajar sebagai kerja “otak” yang merupakan suatu proses rasional dan

verbal yang nyaris tidak ada hubungannya dengan seluruh perasan dan indra. Oleh

karena itu, cenderung menciptakan lingkungan belajar yang menekankan kepada

anak-anak untuk: “Duduk, jangan bergoyang-goyang dan diamlah saat kamu

sedang belajar!”. Padahal perlu untuk diketahui bahwa dengan adanya gerakan

tubuh merangsang keluarnya zat-zat kimia yang penting bagi konstruksi jaringan

saraf di otak dan hal tersebut dapat membantu proses pembelajaran.

4. Pandangan Kontruktivisme

Pembelajaran secara konstruktivisme adalah pengajaran dan pembelajaran

yang berpusatkan siswa. Guru berperanan sebagai fasilitator yang membantu

pelajar membina pengetahuan dan menyelesaikan masalah. Guru menyediakan

peluang kepada siswa untuk membina pengetahuan baru. Guru akan mengenal

pasti pengetahuan siswa dan merancang kaedah pengajarannya dengan sifat asas

pengetahuan tersebut (Isjoni, 2011).

Pandangan Konstruktivisme dalam belajar, yang berimplikasi kepada

pembelajaran khususnya matematika bahwa sesungguhnya belajar adalah suatu

proses konstruksi pengetahuan dan bukan mengambil suatu pengetahuan jadi.

Artinya, pengetahuan bukanlah sesuatu barang jadi yang siap digunakan, tetapi

harus melalui suatu usaha individu dengan melakukan proses konstruksi melalui

Buku “Beautiful Learning Model”

40

berbagai aktivitas yang relevan berkenaan dengan obyek pengetahuan itu, baik

secara individu atau dalam interaksi sosial. Berdasarkan hal di atas maka siswa

yang harus banyak mengambil peran untuk membangun pengetahuannya sendiri

sesuai dengan tingkat perkembangan atau kesiapan kognitifnya. Untuk itu

beberapa teori belajar yang mendukung proses belajar siswa dalam pembelajaran

yang berdasarkan pada pandangan konstruktivisme harus diuraikan dalam kajian

ini. Dalam hal ini teori yang dimaksud oleh peneliti dan sesuai dengan

pembelajaran yang berbasis Quantum adalah teori piaget, teori vygotsky serta

teori pembelajaran tingkah laku.

Teori Perkembangan Piaget

Teori ini memandang bahwa perkembangan kognitif sebagai suatu proses

dimana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas

melalui pengalaman dan interaksi-interaksi mereka. Piaget yakin bahwa

pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya

perubahan perkembangan. Sementara itu bahwa interaksi sosial dengan teman

sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas

pemikiran yang pada akhirnya membuat pemikiran itu menjadi lebih logis (Trianto,

2007: 14).

Ide penting dari pendapat Piaget tersebut mengindikasikan bahwa dalam

belajar yang melibatkan secara aktif proses kognitif untuk membangun sistem

makna dan pemahaman realitas perlu dilakukan dengan upaya-upaya penciptaan

lingkungan yang dapat dimanipulasi dalam situasi interaksi-interaksi antar individu

yang belajar, utamanya interaksi dengan teman sebaya yang mengembangkan

komunikasi, diskusi, adu argumentasi, sehingga makna pengetahuan diperoleh

mereka. Hal ini dalam pembelajaran quantum itu sendiri lebih mengarahkan

Buku “Beautiful Learning Model”

41

bagaimana dalam suatu kelompok bisa bekerjasama dan membangun rasa saling

memiliki dalam suatu kelompok tersebut. Dengan adanya rasa saling memiliki

tersebut dapat mempercepat proses pengajaran dan meningkatkan rasa tanggung

jawab pelajar itu sendiri. Sehingga hasil yang diperolehpun akan lebih maksimal.

Menurut Piaget (Trisdyanto, 2008: 45) perkembangan intelektual manusia

terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhinya, seperti :

1. Kematangan (maturation), yaitu pertumbuhan otak dan sistem syaraf manusia

karena bertambahnya usia dari lahir hingga dewasa.

2. Pengalaman (experience), yaitu pengalaman fisik, yakni interaksi manusia

dengan lingkungannya, dan pengalaman logika-matematis, yakni kegiatan

pikiran manusia yang bersangkutan.

3. Transmisi sosial, yakni kerjasama antara manusia dengan manusia lainnya.

4. Penyeimbangan (equilibration), yaitu proses penyeimbangan struktur kognitif

karena adanya pengalaman-pengalaman baru, melalui proses asimilasi dan

akomodasi. Asimilasi adalah proses memahami objek atau peristiwa baru

berdasarkan skema yang telah ada. Sedangkan akomodasi adalah mengubah

skema yang ada berdasarkan informasi baru atau pengalaman baru (Slavin,

2011: 43). Sementara dijelaskan oleh Hudojo (2005: 53) bahwa asimilasi

adalah proses penyerapan pengalaman-pengalaman baru ke dalam scheme

yang sudah dimiliki. Akomodasi adalah proses penyerapan pengalaman-

pengalaman baru dengan jalan mengadakan modifikasi scheme yang ada atau

bahkan membentuk pengalaman yang benar-benar baru. Menurut Piaget

(Yaumi, 2013: 41) bahwa pertumbuhan intelektual melibatkan tiga proses

fundamental yaitu: asimilasi, akomodasi, dan equilibration (penyeimbangan).

Akomodasi berbarti perubahan struktur pengetahuan yang sudah ada

Buku “Beautiful Learning Model”

42

sebelumnya untuk mengakomodasi hadirnya informasi baru. Asimilasi

melibatkan penggabungan pengetahuan baru dengan struktur pengetahuan

yang sudah ada sebelumnya. Sedangkan equilibration adalah keseimbangan

antara pribadi seseorang dengan lingkungannya atau antara asimilasi dan

akomodasi.

Dengan demikian, teori perkembangan kognitif Piaget memberikan dasar

pemikiran bahwa setiap individu berkembang dari lahir hingga dewasa dengan

melalui empat tahap perkembangan kognitif, yang mana setiap individu satu

dengan lainnya tidak terjadi dalam waktu yang bersamaan, bahkan dengan

kecepatan yang berbeda-beda. Beberapa hal yang mempengaruhi kemajuan tingkat

perkembangan kognitif individu adalah pengalaman fisik, pengalaman logika-

matematis, interaksi manusia dengan manusia lainnya, dan tingkat kematangannya.

Selain itu, yang esensial dari teori perkembangan Piaget adalah bahwa selama

proses-proses kognitif dalam individu terjadi suatu keseimbangan setelah terjadi

proses asimilimasi, yakni penyerapan pengetahuan, pengalaman, pembelajaran

yang baru dengan tanpa mengubah schema yang ada karena ada keterkaitannya,

dan akomodasi yaitu penyerapan pengetahuan, pengalaman baru yang benar-benar

baru bagi individu, sehingga memaksa melakukan penyusunan schema baru yang

tidak berdasar pada schema yang ada atau memodifikasi schema yang ada.

Teori belajar sosial Lev Vygotsky

Lev Vygotsky (dalam Nur dan Wikandari, 2000) mengemukakan ada

empat prinsip kunci ddalam pembelajaran, yaitu (1) penekakanan pada hakekat

sosio-kultural pada pembelajaran (the sosiocultural of learning), (2) zona

perkembengan terdekat (zone of proximal developmen), dan (3) pemagangan

kognitif (kognitif apprenticeship) dan (4) Scaffolding.

Buku “Beautiful Learning Model”

43

Dalam teori Vygotsky dijelaskan ada hubungan langsung antara dominan

kognitif dengan social budaya. Kualitas berpikir siswa dibangun di dalam ruangan

kelas, sedangkan aktivitas sosialnya dikembangkan dalam bentuk kerja sama

antara pelajar dengan pelajar lainnya yang lebih mampu di bawah bimbingan orang

dewasa dalam hal ini guru. Ide penting yang diturunkan Vygotsky adalah

scaffolding, yaitu memberikan sejumlah bantuan kepada anak pada tahap-tahap

awal pembelajaran kemudian mengurangi dan memberikan kesempatan kepada

anak untuk mengambil alih tanggung jawab saat mereka mampu. Bantuan tersebut

berupa petunjuk, peringatan, dorongan, mengurangi masalah pada langkah-langkah

pemecahan, memberikan contoh ataupun hal-hal lain yang memungkinkan pelajar

tumbuh mandiri (Isjoni, 2011).

Pengaruh teori belajar sosial dari Vygotsky ini adalah agar dalam proses

pembelajaran guru mampu menciptakan atau mengatur lingkungan belajar siswa,

serta memberikan dukungan sedemikian hingga setiap siswa bisa berkembang

secara maksimal dalam zona perkembangan proximal masing-masing. Pada satu

sisi, guru perlu mengupayakan setiap siswa agar bisa mengembangkan dirinya

masing-masing secara maksimal, dan pada sisi lain pengembangan kemampuan

berpikirnya ditempuh melalui belajar dalam interaksi aktif dengan lingkungan fisik

dan sosialnya.

Teori Pembelajaran Perilaku

Prinsip yang paling penting dari teori tersebut adalah bahwa perilaku

berubah sesuai dengan konsekuensi-konsekuensinya langsung dari perilaku

tersebut. Konsekuensi yang menyenangkan akan memperkuat perilaku, sedangkan

konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan akan memperlemah perilaku.

Dengan kata lain konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan akan

Buku “Beautiful Learning Model”

44

meningkatkan frekuensi seseorang untuk melakukan perilaku yang serupa,

Budayasa (Trianto, 2007: 40).

Sedangkan menurut Slavin (Trianto, 2007: 40) bahwa konsekuensi yang

menyenangkan disebut penguat (reinforcer), sedangkan konsekuensi yang tidak

menyenangkan disebut hukuman (punisher). Penggunaan konsekuensi-

konsekuensi yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan untuk mengubah

perilaku sering disebut pengkodisian operan (operant conditioning).

Dengan diberikannya penguatan dan hukuman itu, maka akan terjadi

perubahan perilaku. Karena itu, memberikan konsekuensi penguatan atau hukuman

yang sesegera mungkin akan lebih baik dari pada diberikan belakangan dan akan

memberikan pengaruh positif terhadap perilaku selanjutnya. Jadi pemberian

konsekuensi sesegera mungkin dalam proses pembelajaran itu penting, supaya

kesalan yang sama tidak dilakukan lagi oleh para siswa. Dalam kaitannya dengan

pembelajaran yang berbasis quantum lebih mengarahkan kepada pemberian

penguatan atau konsekuensi yang menyenangkan (penguatan positif), hal ini untuk

mempermudah dan membuat suasana belajar lebih aktif, menyenangkan,

mengesankan dan bersemangat serta meningkatkan daya ingat siswa.

Pandangan yang lebih lengkap adalah dari Yager (Hamzah, 2003: 8).

Tahapan pembelajaran yang berdasarkan teori belajar konstruktivisme menurut

Yager tersebut adalah: (1) siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan

awalnya tentang konsep yang akan dibahas, (2) siswa diberi kesempatan untuk

menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan

penginterpretasian data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang oleh guru, (3)

siswa memikirkan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasi

siswa, ditambah dengan penguatan guru, selanjutnya siswa membangun

Buku “Beautiful Learning Model”

45

pemahaman baru tentang konsep yang sedang dipelajari, (4) guru berusaha

menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat

mengaplikasikan pemahaman konseptualnya melalui kegiatan atau pemunculan

masalah-masalah yang terkait.

Teori Belajar Bermakna oleh Ausebel

Ausubel (dalam Dahar, 2011) mengemukakan bahwa belajar bermakna

adalah suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang

terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Belajar dapat diklasifikasikan

berdasarkan cara menyajikan materi, yaitu: (1) Penerimaan dan (2) Penemuan.

Sedangkan berdasarkan cara siswa menerima pelajaran yaitu: (1) belajar bermakna

dan (2) belajar hafalan. Kedua pengklasifikasian tersebut di atas apabila

digambarkan ke dalam skema adalah sebagai berikut:

1.2.3.4.

Gambar 2.1Skema penyajian materi pelajaran secara penerimaan dan secara penemuan

Prasyarat Belajar Bermakna

Berdasarkan penjabaran di atas, berarti suatu pembelajaran dikatakan

bermakna apabila:

Buku “Beautiful Learning Model”

46

a. Materi yang akan dipelajari bermakna secara potensial. Materi dikatakan

bermakna secara potensial apabila materi tersebut memiliki kebermaknaan

secara logis dan gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif

siswa.

b. Anak yang akan belajar harus bertujuan melaksanakan belajar bermakna

sehingga mempunyai kesiapan dan niat dalam belajar bermakna.

Nasution (2011) menyimpulkan kondisi-kondisi belajar bermakna sebagai

berikut :

a. Menjelaskan hubungan atau relevansi bahan-bahan baru dengan bahan-bahan

lama.

b. Lebih dulu diberikan ide yang paling umum dan kemudian hal-hal yang lebih

terperinci

c. Menunjukkan persamaan dan perbedaan antara bahan baru dengan bahan lama

d. Mengusahakan agar ide yang telah ada dikuasai sepenuhnya sebelum ide yang

baru disajikan.

Tiga kebaikan dari belajar bermakna

Ausubel (Dahar , 2011) ada tiga kebaikan dari belajar bermakna yaitu: :

a. Informasi yang dipelajari secara bermakna dapat lebih lama untuk diingat

b. Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar

berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip

c. Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang

mirip walaupun telah terjadi lupa.

Dalam bukunya yang berjudul ‘Educational Psychology : A cognitive

View’ (1968), Ausubel mengatakan ‘ faktor yang paling penting mempengaruhi

siswa belajar adalah apa yang telah diketahui oleh siswa, “Yakinilah ini dan

Buku “Beautiful Learning Model”

47

ajarlah dia demikian”. Pernyataan Ausubel tersebutlah yang menjadi inti teori

belajarnya. Jadi, agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau informasi baru

harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif

siswa. Untuk menerapkan teori Ausubel dalam mengajar, ada beberapa prinsip-

prinsip dan konsep-konsep yang perlu kita perhatikan, yaitu :

a. Pengatur awal

Pengatur awal mengarahkan para siswa ke materi yang akan mereka pelajari,

dan menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan

yang dapat digunakan untuk membantu menanamkan pengetahuan baru. Suatu

pengatur awal dapat dianggap sebagai pertolongan mental dan disajikan

sebelum materi baru.

b. Diferensiasi Progresif

Selama belajar bermakna berlangsung, perlu terjadi pengembangan dan

elaborasi konsep. Pengembangan konsep berlangsung paling baik,bila unsur-

unsur yang paling umum diperkenalkan terlebih dulu, baru kemudian hal-hal

yang lebih khusus dan detail dari konsep tersebut.

c. Belajar Superordinat

Belajar superordinat terjadi, bila konsep-konsep yang telah dipelajari

sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur dari suatu onsep yang lebih luas, lebih

inklusif.

d. Penyesuaian integratif

Dalam mengajar, bukan hanya urutan menurut diferensiasi progresif yang

diperhatikan, melainkan juga harus diperlihatkan bagaimana konsep-konsep

baru dihubungkan pada konsep-konsep superordinat. Kita harus

memperlihatkan secara eksplisit bagaimana arti-arti baru dihubungkan dan

Buku “Beautiful Learning Model”

48

dipertentangkan dengan arti-arti sebelumnya yang lebih sempit dan bagaimana

konsep-konsep yang tingkatnya lebih tinggi sekarang mengambil arti baru.

Teori Belajar Gestalt

Hergenhahn dan Olson (2009) mengungkapkan bahwa teori ini pertama

kali diluncurkan oleh Max Wertheimer dalam artikelnya tentang adanya ilusi

gerakan yang diberikan oleh penglihatan yang disebut sebagai phi phenomenon

pada tahun 1912 yang sebelumnya telah bekerja sama dengan Wolgang Kohler

(1987-1967) dan Kurt Koffka (1886-1941). Arti penting dari phi phenomenon

adalah adanyaa fenomena yang berbeda dari elemen yang menyebabkannya,

sensasi gerakan tidak dapat dijelaskan dengan menganalisis setiap unsur kedipan

cahaya misalnya cahaya padam dan cahaya hidup, perasaan akan adanya gerakan

akan muncul dari kombinasi kedua elemen tersebut. Karena alasan ini anggota

aliran gestalt percaya bahwa walaupun pengalaman psikologis berasal dari elemen

sensoris (indrawi), namun pengalaman itu berbeda dengan elemen sensoris itu

sendiri. Dengan kata lain pengalaman fenomenologis (yakni gerakan yang

kelihatan) berasal dari pengalaman sensoris (yakni cahaya) tetapi tidak dapat

dipahami dengan menganalisis komponen-komponen pengalaman fenomenal ini.

Artinya, pengalaman fenomenologis adalah berbeda dari bagian-bagian yang

menyusun pengalaman tersebut.

Hergenhahn dan Olson (2009) mengungkapkan bahwa pandangan Gestaltis

adalah “keseluruhan itu berbeda dari penjumlahan bagian-bagiannya”. Maksudnya

adalah kita tidak dapat mendapat kesan penuh dari lukisan Mona Lisa dengan

hanya melihat gambar tangan kirinya dahulu, lalu gambar kanannya, lalu

hidungnya, mulutnya dan kemudian berusaha menyatukan pengalaman melihat ini.

Contoh lain kita tidak dapat memahami pengalaman mendengar orkestra simfoni

Buku “Beautiful Learning Model”

49

dengan menganalisis kontribusi masing-masing musisi secara terpisah-pisah.

Dalam hal ini, music yang berasal dari orkestra adalah berbeda dengan jumlah

musik yang dimainkan oleh setiap musisi yang terlibat.

Menurut teori Gestalt (dalam Dahar, 2011) bahwa anak dipandang sebagai

suatu keseluruhan, yakni suatu organisme yang dinamis, yang senantiasa dalam

keadaan berintekrasi dengan dunia sekitarnya untuk mencapai tujuan-tujuannya.

Interaksi di sini dimaksudkan bahwa anak selalu menerima stimulus (respon ) dari

luar dirinya. Stimulus tersebut tidak diterimanya begitu saja, melainkan ia

melakukan seleksi sesuai dengan tujuannya, setelah itu mereka bereaksi terhadap

stimulus-stimulus itu dengan cara mengolanya.

Teori Gestalt di atas memberi implikasi kepada kita bahwa anak (siswa)

merupakan makhluk yang aktif bukan pasif. Sesuai dengan teori ini, maka dalam

proses belajar mengajar di dalam kelas seluruh anak didik (siswa) mesti dilibatkan

secara aktif, baik mental maupun fisiknya, sebab dengan cara yang demikian

eksistensi mereka sebagai organisme yang dinamis dapat tersalurkan secara

maksimal

Wertheimer (dalam Hergenhahn dan Olson, 2009) menegaskan bahwa

pendekatan tradisional untuk mengajar pada dasarnya menghambat perkembangan

pemahaman. Menurutnya mendapatkan pemahaman akan melibatkan banyak aspek

dari diri si pembelajar seperti emosi, sikap, persepsi dan kecerdasan. Sebagaimana

telah diungkapkan sebelumnya oleh Meier (2004) bahwa “Tubuh adalah pikiran

dan pikiran adalah tubuh”. Otak dan tubuh terkait dan tak terpisahkan dengan

berbagai cara. Gerakan tubuh misalnya dapat meningkatkan fungsi otak dan

keadaan otak dapat berpengaruh besar pada tubuh. Berpikir, belajar dan mengingat

bagaimanapun juga tidak terbatas dikepala saja tetapi tersebar diseluruh tubuh.

Buku “Beautiful Learning Model”

50

Koffka (dalam Hergenhahn dan Olson, 2009) mengasumsikan bahwa

pengalaman akan membangkitkan apa yang disebutnya sebagai memory process

(proses memori). Proses ini adalah aktivitas di otak yang disebabkan oleh

pengalaman lingkungan. Setiap kali proses dimunculkan, ia akan memodifikasi

organisme dan modifikasi ini memengaruhi pengalaman di masa yang akan dating.

Menurut Koffka, jika seseorang mendefinisikan belajar sebagai modifikasi potensi

perilaku yang berasal dai pengalaman, maka setiap pemunculan proses ini dapat

dilihat sebagai pengalaman belajar.

Hergenhahn dan Olson (2009) mengungkapkan bahwa Bruner dan Holt

menganut gagasan Gestaltian tentang belajar adalah memuaskan secara personal.

Kelas yang berorientasi Gestalt akan dicirikan oleh hubungan memberi dan

menerima antara siswa dengan guru. Guru akan membantu siswa memandang

hubungan dan mengorganisasikan pengalaman belajar mereka ke dalam pola yang

bermakna. Semua aspek pelajaran dibagi menjadi unit-unit yang bermakna dan

unit-unit itu harus berkaitan dengan seluruh konsep atau pengalaman.

Guru yang berorientasi Gestalt mungkin saja masih menggunakan teknik

ceramah, tetapi ia akan berusaha agar selalu ada interaksi antara siswa dengan

dirinya sebagai pengajar. Setelah siswa memahami prinsip di balik pengalaman

belajar barulah mereka bisa memahaminya dengan sesungguhnya. Ketika hal-hal

yang dipelajari telah dipahami, bukan hanya diingat, maka kita dapat dengan

mudah untuk mengaplikasikannya ke situasi yang baru dan mempertahankannya

dalam jangka waktu yang lama.

Prinsip-prinsip belajar menurut teori Gestalt (dalam Dahar, 2011) yaitu:

a) Belajar berdasarkan keseluruhan

Buku “Beautiful Learning Model”

51

Orang berusaha menghubungkan suatu pelajaran dengan pelajaran lainnya

sebanyak mungkin, mata pelajaran yang dibuat lebih mudah dari pada bagin-

bagiannya

b) Belajar adalah suatu proses perkembangan

Seseorang baru dapat mempelajari dan merencanakan bila ia telah matang untuk

menerima bahan pelajaran itu sebagai suatu organisme yang berkembang,

kesedian mempelajari sesuatu tidak hanya ditentukan oleh kematangan jiwa

batiniah, tetapi juga perkembangan karena lingkungan dan pengalaman.

c) Siswa sebagai organisme keseluruhan

Siswa belajar tidak hanya intelektualnya saja, tetapi juga emosional dan

jasmaniahnya.

d) Terjadi transfer

Belajar pada pokoknya yang terpenting pada penyesuaian pertama yaitu

memperoleh respon yang tepat. Mudah atau sukarnya problem itu terutama

adalah masalah pengamatan, bila dalam suatu kemampuan telah dikuasai betul-

betul maka dapat dipindahkan pada kemampuan lainnya.

e) Belajar adalah reorganisasi pengalaman

Belajar itu baru timbul bila seseorang menemui situasi/soal baru. Dalam

menghadapi itu ia akan mengunakan pengalaman yang telah dimiliki.

f) Belajar dengan insight

Insight suatu saat dalam proses belajar dimana seseoranng melihat pengertian

mengenai sangkut paut dan hubungan-hubungan tertentu dalam unsur yang

mengandung suatu problem.

Buku “Beautiful Learning Model”

52

g) Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan dan tujuan

siswa. Hal ini terjadi bila banyak berhubungan dengan apa yang diperlukan

siswa dalam kehidupan sehari-hari. Disekolah progresif, siswa diajak

membicarakan tentang proyek / unit agar tahu tujuan yang akan dicapai dan

yakin akan manfaatnya.

h) Berlajar berlangsung terus-menerus

Siswa memperoleh pengetahuan tidak hanya disekolah tetapi juga diluar

sekolah, dalam pergaulan, memperoleh pengalaman-pengalaman tersendiri,

karna itu sekolah haru bekerjasama dengan orang tua dan masyarakat, agar

semua turut serta membantu perkembangan siswa secara harmonis.

Teori Belajar Bruner

Jerome Bruner (dalam Hergenhahan dan Olson, 2009) memberikan

penegasan saat mendiskusikan motif manusia tentang reduksi ambiguitas, ternyata

memiliki pendapat yang sama dengan Gestaltis. Bruner mengatakan:

“Rasa ingin tahu hampir merupakan prototipe dari motif intrinsik. Perhatian kita terarah pada sesuatu yang tidak jelas, belum tuntas atau tidak pasti. Kita mempertahankan perhatian kita sampai persoalan menjadi jelas, selesai atau pasti. Pencapaian kejelasan itulah yang akan memuaskan kita. Kita berpikir akan lebih baik jika seseorang akan memberi kita pujian, atau jika kita mendapat keuntungan karena telah berhasil memuaskan rasa ingin tahu kita”.

Dahar (2011) mengemukakan bahwa Jerome Bruner, seorang ahli psikologi

dari Universitas Harvard Amerika Serikat, telah mempelajari bagaimana manusia

memperoleh pengetahuan, menyimpan dan mentransformasi pengetahuan.

Menurut Bruner, belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan

manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar (melebihi) informasi yang

diberikan kepada dirinya. Sebagai contoh seseorang siswa yang mempelajari

bilangan prima akan bisa menemukan berbagai hal yang penting dan menarik

Buku “Beautiful Learning Model”

53

tentang bilangan prima, sekalipun pada awal mula guru hanya memberikan sedikit

informasi tentang bilangan prima tersebut. Teori Bruner tentang kegiatan belajar

manusia tidak terkait dengan umur atau tahap perkembangan. Ada dua bagian yang

penting dari Teori Bruner yaitu :

Pertama: Tahap-tahap dalam proses belajar

Menurut Bruner, jika seseorang mempelajari sesuatu pengetahuan

(misalnya mempelajari suatu konsep matematika), pengetahuan itu perlu dipelajari

dalam tahap-tahap tertentu, agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam

pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Proses internalisasi akan terjadi secara

sungguh-sungguh jika pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga tahap,

yang macamnya dan urutannya adalah sebagai berikut :

a. Tahap enaktif, yaitu suatu tahap pembelajaran suatu pengetahuan dimana

pengetahuan itu dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda

konkret atau menggunakan situasi yang nyata.

b. Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran suatu pengetahuan dimana

pengetahuan itu direpresentasikan ( diwujudkan ) dalam bentuk bayangan

visual (visual imagery), gambar atau diagram yang menggambarkan kegiatan

konkret pada tahap enaktif.

c. Tahap simbolik, yaitu suatu tahap pembelajaran suatu pengetahuan dimana

pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbo-simbol abstrak.

Kedua: Teorema-teorema tentang cara belajar dan mengajar matematika

Bruner dan Kenney mengemukakan beberapa prinsip tentang cara belajar dan

mengajar matematika yaitu :

1. Teorema konstruksi

Buku “Beautiful Learning Model”

54

Dalam teorema ini bahwa cara yang terbaik bagi seseorang siswa untuk

mempelajari sesuatu konsep atau sesuatu prinsip dalam matematika adalah

dengan mengkonstruksi sebuah representasi dari konsep atau prinsip tersebut.

2. Teorema Notasi

Dalam teorema notasi bahwa representasi dari suatu materi matematika akan

lebih mudah dipahami oleh siswa apabila di dalam representase itu digunakan

notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa.

Teori Belajar Skinner

Skinner (dalam Ayuni, 2011) telah melakukan eksperimen terhadap tikus

dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum  belajar,

diantaranya :

a. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan

stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.

b. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat

melalui proses conditioning  itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan

perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Skinner menyatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah

penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk

melalui ikatan stimulu-respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner

membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan

negatif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya

pengulangan tingkah laku itu sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan

perilaku berkurang atau menghilang. Bentuk-bentuk penguatan positif adalah

berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan

Buku “Beautiful Learning Model”

55

kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau

penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb).

Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi

penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak

senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll). Beberapa prinsip belajar

Skinner antara lain:

a. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan,

jika diberi penguat.

b. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.

c. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.

d. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.

e. Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan

perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.

f. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya. Hadiah

diberikan dengan digunakannya jadwal variable rasio reinforcer.

g. Dalam pembelajaran, digunakan pembentukan perilaku (shaping)

5. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Menurut Johnson & Johnson (1998), pembelajaran kooperatif adalah

penggunaan pembelajaran kelompok kecil sehingga siswa bekerja bersama untuk

memaksimalkan mereka sendiri dan belajar satu sama lain. Pembelajaran

kooperatif adalah bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam

situasi pembelajaran kooperatif, setiap siswa mencari hasil yang bermanfaat untuk

dirinya dan bermanfaat untuk seluruh anggota kelompoknya. Pembelajaran

kooperatif adalah penggunaan pembelajaran kelompok kecil sehingga siswa

Buku “Beautiful Learning Model”

56

bekerja sama untuk memaksimalkan dirinya dan belajar satu sama lain. Johnson

mengemukakan dalam model pembelajaran kooperatif ada lima unsur yaitu: saling

ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi

antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.

Pembelajaran Kooperatif adalah pengaturan pengajaran yang mengacu pada

kelompok kecil yang heterogen siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan

bersama (Kagan, 2001). Siswa bekerja sama untuk belajar dan bertanggung jawab

untuk pembelajaran rekan mereka serta mereka sendiri. Elemen dasar dalam

pembelajaran kooperatif terdiri dari:

2. Interdependensi positif - terjadi ketika keuntungan individu atau tim berkorelasi

positif.

3. Akuntabilitas individu - terjadi ketika semua siswa dalam kelompok yang

bertanggung jawab untuk melakukan bagian dari pekerjaan dan untuk

penguasaan materi yang harus dipelajari.

4. Partisipasi yang sama - terjadi ketika setiap anggota kelompok tersebut

diberikan hak yang sama terhadap tanggung jawab dan masukan.

5. Interaksi simultan - terjadi ketika waktu kelas dirancang untuk memungkinkan

banyak interaksi siswa selama periode tersebut.

Menurut Slavin (2011), pembelajaran kooperatif adalah suatu model

pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil

secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen.

Terdapat empat perspektif teoritis pada pembelajaran kooperatif dan prestasi,

yaitu:

Buku “Beautiful Learning Model”

57

1. Perspektif motivasi artinya penghargaan yang diberikan kepada kelompok yang

dalam kegiatannya saling membantu untuk memperjuangkan keberhasilan

kelompok.

2. Perspektif sosial artinya melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu

dalam belajar. Karena mereka menginginkan semua anggota kelompok

memperoleh keberhasilan.

3. Perspektif perkembangan kognitif artinya dengan adanya interaksi anggota

kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah

berbagai informasi.

4. Perspektif perkembangan artinya asumsi mendasar dari perspektif

perkembangan pada pembelajaran kooperatif adalah bahwa interaksi antara

anak-anak dengan tugas yang sesuai meningkatkan penguasaan konsep kritis.

b. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif

Cooperative learning (Pembelajaran kooperatif) mencakupi suatu

kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan

sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk

mencapai tujuan bersama lainnya. Tidaklah cukup menunjukkan sebuah

pembelajaran kooperatif jika para siswa duduk bersama dalam kelompok-

kelompok kecil dan mempersilakan salah seoraang diantaranya untuk

menyelesaikan seluruh pekerjaan kelompok. Pembelajaran kooperatif menekankan

pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagi sebuah tim

dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas (Slavin, 2011).

Buku “Beautiful Learning Model”

58

Ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam pembelajaran kooperatif agar

lebih menjamin para siswa bekerja secara kooperatif, yang meliputi:

1. Para siswa yang tergabung dalam suatu kelompok harus merasa bahwa mereka

adalah bagian dari sebuah tim dan mempunyai tujuan bersama yang harus

dicapai.

2. Para siswa yang tergabung dalam sebuah kelompok harus menyadari bahwa

masalah yang mereka hadapi adalah masalah kelompok dan bahwa berhasil

atau tidaknya sebuah kelompok itu akan menjadi tanggung jawab bersama oleh

seluruh anggota kelompok itu.

3. Untuk mencapai hasil yang maksimum, para siswa yang tergabung dalam

kelompok tersebut harus berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan

masalah yang dihadapinya. Akhirnya para siswa yang tergabung dalam suatu

kelompok harus menyadari bahwa setiap pekerjaan siswa mempunyai akibat

langsung pada keberhasilan kelompoknya (Suherman, 2003)

Ciri-ciri pembelajaran kooperatif yaitu sebagai berikut.

a. setiap anggota memiliki peran;

b. terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa;

c. setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-

teman sekelompoknya;

d. guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal

kelompok dan

e. guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif

sebagaimana dikemukakan Slavin yaitu penghargaan kelompok, pertanggung

jawaban individu dan kesempatan yang sama untuk berhasil.

Buku “Beautiful Learning Model”

59

a) Penghargaan kelompok

Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk

memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika

kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok

didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam

menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu,

dan saling peduli.

b) Pertanggung jawaban individu

Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua

anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitik beratkan pada aktivitas

anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya

pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk

menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman

sekelompoknya.

c) Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan

Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skoring yang mencakup

nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari

yang terdahulu. Dengan menggunakan metode scoring ini setiap siswa baik yang

berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk

berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.

3. Prinsip Pembelajaran Kooperatif

Menurut Roger dan David Johnson (Rusman, 2010) ada lima unsur dasar

dalam pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning), yaitu sebagai berikut:

a. Prinsip ketergantungan positif (Cooperative Learning), yaitu dalam

pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung

Buku “Beautiful Learning Model”

60

pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja

kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh

karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling

ketergantungan.

b. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan

kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh

karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab

yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut.

c. Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), yaitu memberikan

kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka

melakukan interaksi dan diskusi untuk saling member dan menerima informasi

dari anggota kelompok lain.

d. Partisipasi dan komunikasi (partipation communication), yaitu melatih siswa

untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan

pembelajaran.

e. Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok

untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka, agar

selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

4. Sintaks Pembelajaran Kooperatif

Menurut Slavin (Trianto: 2007) sintaks dari pembelajaran kooperatif terdiri

dari enam fase, yaitu :

Fase Indikator Aktivitas Guru1 Menyampaikan

tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa

2 Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Buku “Beautiful Learning Model”

61

3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi efisien

4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas

5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

6 Memberikan penghargaan

Guru mencari cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar siswa baik individu maupun kelompok.

Secara umum sintaks atau prosedur pembelajaran kooperatif pada dasarnya

terdiri atas empat tahap, yaitu penjelasan materi, belajar dalam kelompok,

penilaian, dan pengakuan tim.

2. Penjelasan materi.

Tahap penjelasan dimaksudkan sebagai proses penyampaian pokok-pokok

materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama dalam

tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran.Pada tahap ini

guru memberikan gambaran umum tentang materi pelajaran yang harus dikuasai

yang selanjutnya siswa akan memperdalam materi dalam pembelajaran kelompok.

Pada tahap ini guru dapat menggunakan metode ceramah, curah pendapat, dan

tanya jawab, bahkan kalau perlu guru dapat menggunakan demonstrasi. Di

samping itu guru juga dapat menggunakan berbagai media pembelajaran agar

proses penyampaian dapat lebih menarik siswa.

Buku “Beautiful Learning Model”

62

3. Belajar dalam kelompok.

Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang pokok-pokok materi

pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada keolmpoknya masing-

masing yang telah dibentuk sebelumnya. Pengelompokan dalam pembelajaran

kooperatif bersifat heterogen, artinya kelompok dibentuk berdasarkan perbedaan-

perbedaan setiap anggotanya, baik perbedaan gender, latar belakang agama, social

ekonomi dan etnik, serta perbedaan kemampuan akademik.

4. Penilaian

Penilaian dalam pembelajaran kooperatif dapat dilakukan dengan tes atau

kuis. Tes atau kuis dilakukan baik secara individual maupun secara kelompok. Tes

individual nantinya akan memberikan informasi kemampuan setiap siswa dan tes

kelompok akan memberikan informasi kemampuan setiap kelompok. Hasil aklhir

setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua.Nilai setiap kelompok

memiliki nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini disebabkan nilai kelompok

adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama setiap

anggota kelompok.

5. Pengakuan tim.

Pengakuan tim adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol, atau

tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah.

Pengakuan dan penghargaan tersebut diharapkan dapat memotivasi tim untuk terus

berprestasi dan juga membangkitkan motivasi tim lain untuk lebih mampu

meningkatkan prestasi mereka.

6. Pembelajaran yang Menyenangkan (Joyfull Learning)

Istilah pembelajaran mengacu pada dua aktivitas yaitu mengajar dan

belajar. Aktivitas mengajar berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh guru dan

Buku “Beautiful Learning Model”

63

aktivitas belajar berkaitan dengan siswa. Hal ini seperti yang diungkap oleh Chatib

(2010) bahwa pembelajaran adalah proses transfer ilmu dua arah, antara guru

sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai penerima informasi.

Dari ketiga definisi tersebut dapat dipahami bahwa dalam pembelajaran

memuat tiga unsur penting yaitu :

a. Proses yang direncanakan guru,

b. Sumber belajar, dan

c. Siswa yang belajar.

Dalam konteks pembelajaran menyenangkan, siswa lebih diarahkan untuk

memiliki motivasi tinggi dalam belajar dengan menciptakan situasi yang

menyenangkan dan mengembirakan. Menurut Mulyasa, pembelajaran

menyenangkan (joyfull instruction) merupakan suatu proses pembelajaran yang

didalamnya terdapat suatu kohesi yang kuat antara guru dan siswa, tanpa ada

perasaan terpaksa atau tertekan. Pembelajaran menyenangkan adalah adanya pola

hubungan baik antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran. Guru

memosisikan diri sebagai mitra belajar siswa, bahkan dalam hal tertentu tidak

menutup kemungkinan guru belajar dari siswanya. Dalam hal ini perlu diciptakan

suasana yang demokratis dan tidak ada beban, baik guru maupun siswa dalam

melakukan proses pembelajaran (Rusman, 2011: 326)

Selama ini sebagian guru atau sekolah masih terperangkap dalam tradisi

yang mengukung kreatifitas siswa. Seperti kebiasaan yang selalu dilakukan oleh

suatu sekolah ketika guru masuk kelas, dimana ketua kelas memberikan aba-aba

dengan kata-kata “DUDUK YANG RAPIH, TANGAN DI MEJA, MULUT

DIKUNCI”. Memang sepintas kebiasaan tersebut terlihat baik karena suasana

kelas menjadi hening dan tidak gaduh, tetapi suasana tersebut mempengaruhi

Buku “Beautiful Learning Model”

64

keleluasaan siswa dalam berekspresi dan mengemukakan pendapat. Siswa menjadi

takut dan lebih banyak menerima dari guru ketimbang aktif mencari. Para guru

merasa sukses mengajar jika para siswanya memperhatikan dengan seksama

penjelasan sang guru, serius, dan tidak ngobrol (Abduh, 2014).

Banyak anak yang memandang sekolah sebagai tempat penyiksaan, karena

mereka dipaksa melakukan latihan demi latihan dengan ancaman dan tekanan dari

bapak dan ibu guru di sekolah. Ada yang memandang sekolah sebagai penjara,

karena terpenjara dari pagi hingga sore sehingga kehilangan waktu untuk

menjelajah di sawah dan dikebun. Kemudian juga ada yang memandang sekolah

sebagai pabrik otak. Karena disana ada unsur input/masukan, proses dan output

atau produk, dan anak anak didik dipandang sebagai benda dan siap untuk dilatih

dan dilatih tanpa memahami apa dan bagaimana hakekat belajar itu sendiri.

Idealnya semua anak mesti memandang sekolah sebagai tempat yang

menyenangkan untuk transfer ilmu agar berubah menjadi manusia yang lebih

beradab (Faizal, 2012).

Rasa senang dalam belajar adalah masalah suasana hati. Ini diperoleh

melalui perlakukan guru dan orang tua melalui dorongan dan motivasi mereka.

Sebenarnya yang diperlukan oleh anak-anak dalam belajar adalah rasa percaya diri.

Maka tugas orang tua dan guru tentu saja menumbuhkan rasa percaya diri mereka.

Dari pengalaman hidup, kita sering menemukan begitu banyak anak yang ragu-

ragu atas apa yang mereka pelajari, sehingga mereka perlu didorong dan diberi

semangat lewat kata- kata dan perlakuan.

Agar setiap anak bisa belajar dengan senang dan memperoleh hasil yang

optimal, maka orang tua sebagai pengasuh di rumah dan guru dari balik dinding

sekolah perlu memperkenakan tentang keterampilan belajar, kemampuan dalam

Buku “Beautiful Learning Model”

65

berkomunikasi dan memperoleh lingkungan yang menyenangkan. Agar seorang

siswa tidak terjebak dalam kebosanan gaya belajar yang monoton (belajar hanya

sekedar mencatat perkataan guru dan menghafal) maka mereka perlu tahu

bagaimana cara membaca , cara mencatat, cara mengolah suasana hati, cara

mengolah lingkungan dan cara berkomunikasi dengan guru dan teman teman

selama pembelajaran. Suasana berbahasa yang menyenangkan (bernuansa positif,

bahasa yang penuh pujian, dorongan/ motivasi dan penghargaan) dan diikuti oleh

lingkungan yang menyenangkan tentulah akan membuat potensi belajar anak akan

meningkat. Suasana lingkungan rumah yang kerap membuat anak tidak nyaman

adalah kondisi rumah yang sempit, pengap, sembrawut dan ruangan rumah yang

hiruk pikuk oleh suara elektronik (lagu dan tayangan televisi) yang cedrung

membuat kita sendiri susah berkomunikasi apalagi berkonsentrasi dalam belajar

(Faizal, 2012).

Pembelajaran dikatakan menyenangkan apabila di dalamnya terdapat

suasana yang rileks, bebas dari tekanan, aman, menarik, bangkitnya minat belajar,

adanya keterlibatan penuh, perhatian siswa tercurah, lingkungan belajar yang

menarik, bersemangat, perasaan gembira, konsentrasi tinggi. Sementara sebaliknya

pembelajaran menjadi tidak menyenangkan apabila suasana tertekan, perasaan

terancam, perasaan menakutkan, merasa tidak berdaya, tidak bersemangat,

malas/tidak berminat, jenuh/bosan, suasana pembelajaran monoton, pembelajaran

tidak menarik siswa (Indrawati dan Wawan, 2009)

Pembelajaran menyenangkan artinya pembelajaran yang interaktif dan

atraktif, sehingga anak didik dapat memusatkan perhatian terhadap pembelajaran

yang sedang dijalaninya. Penelitian menunjukkan bahwa ketika seorang guru

menjelaskan suatu materi tanpa ada selingan dan anak didik hanya mendengarkan,

Buku “Beautiful Learning Model”

66

melihat, dan mencatat, maka perhatian dan konsentrasi mereka akan menurun

secara draktis setelah 20 menit. Keadaan ini semakin parah jika guru tidak

menyadari dan pembelajaran hanya berjalan monoton dan membosankan. Lebih

lanjut dikemukakan, keadaan ini dapat diatasi apabila guru menyadari lalu

mengubah pembelajarannnya menjadi menyenangkan dengan cara memberi

selingan aktivitas atau humor. Tindakan ini secara signifikan berpengaruh

meningkatkan kembali perhatian dan konsentrasi anak didik yang relatif

besar ,Tjipto Utomo dan Kees Ruijter (dalam Asma, 2011).

Pembelajaran menyenangkan adalah pembelajaran yang membuat anak

didik tidak takut salah, ditertawakan, diremehkan, tertekan, tetapi sebaliknya anak

didik berani berbuat dan mencoba, bertanya, mengemukakan pendapat / gagasan,

dan mempertanya-kan gagasan orang lain. Menciptakan suasana yang

menyenangkan tidaklah sulit, karena kita hanya menciptakan pembelajaran yang

relaks (tidak tegang), lingkuangan yang aman untuk melakukan kesalahan,

mengaitkan materi ajar dengan kehidupan mereka, belajar dengan balutan humor,

dorongan semangat, dan pemberian jeda berpikir. Dalam belajar guru harus

menyadari bahwa banyak kata ”aku belum tahu” akan muncul dan kata ”aku tahu”

sedikit muncul, karena mereka memang dalam tahap belajar. Demikian pula guru

harus menyadari bahwa otak manusia bukanlah mesin yang dapat disuruh berpikir

tanpa henti, sehingga perlu pelemasan dan relaksasi (Mamul, 2011).

Sesuai dengan pendapat Ausubel bahwa belajar akan bermakna jika siswa

dapat mengaitkan konsep yang dipelajari dengan konsep yang sudah ada dalam

struktur kognitifnya, dan pendapat Bruner yang menyatakan belajar akan berhasil

lebih baik jika selalu dihubungkan dengan kehidupan orang yang sedang belajar.

Secara logika dapat dipahami, bahwa kita pasti akan belajar serius bila yang

Buku “Beautiful Learning Model”

67

dipelajari ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari dan kata-kata atau kalimat

yang didengar sudah familiar di kepala kita. Melalui joyful learning diharapkan

ada perbaikan praktik pembelajaran ke arah yang lebih baik. Perubahan ini tidak

harus terjadi secara draktis, perlahan-lahan tetapi pasti. Perbaikan proses sangat

penting agar keluaran yang dihasilkan benar-benar berkualitas (Mamul, 2011).

Seperti diketahui, otak kita terbagi menjadi dua bagian, yaitu kanan dan

kiri. Kadang-kadang dalam dunia pendidikan kita lupa akan pentingnya

mengembangkan otak sebelah kanan. Secara umum hanya otak kiri yang menjadi

sasaran pengembangan, terutama untuk ilmu eksakta. Otak sebelah kanan adalah

bagian yang berkaitan dengan imajinasi, estetika, intuisi, irama, musik, gambar,

seni. Sebaliknya otak sebelah kiri berkaitan dengan logika, rasio, penalaran, kata-

kata, matematika, dan urutan. Untuk menepis hal itu, sebenarnya kita dapat

tunjukkan bahwa ilmu apapun mampu digunakan sebagai bahan untuk

mengembangkan otak sebelah kanan, diantaranya dengan cara memahami dan

menghafal konsep melalui puisi, nyanyian, maupun permainan teka-teki.

Otak kita adalah bagian tubuh yang paling rawan dan sensitif. Otak sangat

menyukai hal-hal yang bersifat tidak masuk akal, ekstrim, penuh warna, lucu,

multisenso-rik, gambar 3 dimensi (hidup), asosiasi, imajinasi, simbol, melibatkan

irama / musik, dan nomor/urutan. Berdasarkan hal ini, maka kita sebagai pendidik

dapat merancang apa yang sebaiknya kita berikan kepada anak didik agar otak

mereka menyukainya. Sebagai contoh mengemas pembelajaran dengan

menggunakan puisi atau lagu untuk menyimpul-kan materi yang diajarkan, atau

melalui teka-teki jenaka untuk mengevaluasi sejauhmana mereka menguasai materi

yang diajarkan (Sousa, 2012).

Buku “Beautiful Learning Model”

68

Guru harus bisa menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga

terbentuk relasi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Seorang guru

yang ingin menguasai tekhnik mengajar yang menyenangkan (smart teacher) harus

memiliki beberapa standar kriteria pemahaman, antara lain memahami konsep,

memahami proses perkembangan siswa, paham bahwa masing-masing siswa itu

adalah individu yang berbeda serta memahami cara beradaptasikan diri dalam

proses pembelajaran. Untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan

seorang guru harus mampu menggunakan berbagai strategi pembelajaran untuk

mengembangkan kemampuan siswa dan mampu memotivasi siswa secara individu

dan kelompok untuk menciptakan iklim belajar positif. Selain itu, guru juga harus

mampu berkomunikasi secara efektif dan menggunakan berbagai media

komunikasi untuk menciptakan suasana kelas yang menyenangkan (Faizal, 2012).

Abduh (2014) mengungkapkan bahwa dalam rangka menciptakan

pembelajaran yang menyenangkan, beberapa hal yang harus dilakukan oleh guru

antara lain :

1. Menyapa siswa dengan ramah dan bersemangat

Menciptakan awal yang berkesan adalah penting karena akan

mempengaruhi proses selanjutnya. Jika awalnya baik, menarik, dan memikat, maka

proses pembelajaran akan lebih hidup dan menggairahkan. Oleh karena itu selalu

awali kegiatan pembelajaran dengan memberikan sapaan hangat kepada siswa,

misalnya “anak-anak senang bertemu kalian hari ini, kalian adalah anak-anak

bapak atau/ibu yang hebat”. Karena sapaan hangat dan raut wajah cerah

memantulkan energy positif yang dapat mempegaruhi semangat para siswa. Kita

dapat bayangkan jika seorang guru ketika memulai pembelajaran dengan raut

Buku “Beautiful Learning Model”

69

muka ruwet, tidak senyum, penampilan kusut, tentu saja suasana kelas menjadi

menegangkan dan menakutkan.

2. Menciptakan suasana rileks

Ciptakanlah lingkungan yang releks, yaitu dengan menciptakan lingkungan

yang nyaman. Oleh karena itu aturlah posisi tempat duduk secara berkala sesuai

keinginan siswa. Bisa memakai format U, lingkaran, Cevron, dan lain-lain. Selain

itu, ciptakanlah suasana kelas dimana siswa tidak takut melakukan kesalahan.

Untuk menanamkan keberanian kepada siswa dalam mengemukakan pendapat atau

menjawab pertanyaan, katakan kepada siswa jika jawabannya salah katakan “KAN

LAGI BELAJAR”. Karena sedang belajar, maka kesalahan adalah suatu yang

lumrah dan tidak berdosa.

3. Memotivasi siswa

Motivasi adalah sebuah konsep utama dalam banyak teori pembelajaran.

Motivasi ini sangatlah dikaitkan dengan dorongan, perhatian, kecemasan, dan

umpan balik/penguatan. Adanya dorongan dalam diri individu untuk belajar bukan

hanya tumbuh dari dirinya secara langsung, tetapi bisa saja karena rangsangan dari

luar, misalnya berupa stimulus model pembelajaran yang menarik memungkinkan

respon yang baik dari diri siswa yang akan belajar. Respon yang baik tersebut,

akan berubah menjadi sebuah motivasi yang tumbuh dalam dirinya, sehingga ia

merasa terdorong untuk mengikuti proses pembelajaran dengan penuh perhatian

dan antusias. Apabila dalam diri siswa telah tumbuh respon, hingga termotivasi

untuk belajar, maka tujuan belajar akan lebih mudah dicapai. Siswa yang antusias

dalam proses pembelajaran memiliki kecenderungan berhasil lebih besar dibanding

mereka yang mengikuti proses dengan terpaksa atau asal-asalan. Kebanyakan

pendidik mengajar hanya untuk mengejar target tanpa memperdulikan pemahaman

Buku “Beautiful Learning Model”

70

siswa. Padahal belajar adalah suatu bentuk aktivitas manusia yang memerlukan

adanya motivasi untuk mencapai tujuan. Semakin tinggi motivasi yang didapat

siswa maka semakin tinggi pula keberhasilan yang akan dicapai. Banyak cara

dalam memberikan motivasi kepada siswa antara lain dengan membuat yel-yel

berupa kata-kata afirmasi seperti dialog dibawah ini :

Guru : Apa Kabar ?Siswa : Kabar baik !Guru : Apakah kalian suka belajar ?Siswa : ya kami suka !Guru : seberapa suka ?Siswa : sangat suka !Guru : untuk apa kalian belajar ?Siswa : agar pintar !Guru : seberapa pintar ?Siswa : sangat pintar !

Guru dapat membuat kata-kata afirmasi sendiri yang disesuaikan dengan

harapan yang dinginkan dari kata-kata tersebut. Misalnya guru ingin agar siswa

memperlakukan guru dengan hormat dapat membiasakan kalimat ini bagi siswa :

Guru : apakah kalian siswa yang baik ?Siswa : ya kami siswa yang baik !Guru : bagaimana kalian memperlakukan guru ?Siswa : dengan hormatGuru : seberapa hormat ?Siswa : sangat hormat !

Kata-kata afirmasi tersebut dapat digunakan pada awal pemebelajaran,

pertengahan, dan penutupan. Dan digunakan secara berulang-ulang sehingga kata-

kata tersebut menghujam ke hatinya sehingga melahirkan sikap yang positif sesuai

dengan kata-kata afirmasi itu sendiri.

4. Menggunakan ice breaking

Dalam pelajaran kadang-kadang kita melihat timbulnya suasana yang

kurang mendukung hingga menyebabkan tidak tercapainya tujuan dari

pembelajaran. Suasana yang dimaksud adalah kaku, dingin, atau beku sehingga

Buku “Beautiful Learning Model”

71

pembelajaran saat itu menjadi kurang nyaman. Icebreaking berguna untuk

menaikkan kembali derajat perhatian peserta pelatihan (training). Hal ini perlu

dilakukan oleh guru karena berdasarkan hasil penelitian, rata-rata setiap orang

untuk dapat berkonsentrasi pada satu focus tertentu hanyalah sekitar 15 menit.

Setelah itu konsentrasi seseorang sudah tidak lagi dapat memusatkan perhatian

(focus). Seorang guru harus peka ketika melihat gejala yang menunjukkan bahwa

siswa sudah tidak dapat konsentrasi lagi dengan melakukan ice breaking agar siswa

menjadi segar dan konsentrasi kembali. Ice breaking bisa berupa yel-yel, tepuk

tangan, menyanyi, gerak dan lagu, gerak anggota badan, dan games.

5. Menggunakan metode yang variatif

Individu adalah makhluk yang unik memiliki kecenderungan, kecerdasan,

dan gaya belajar yang berbeda-beda. Paling tidak ada beberapa gaya belajar siswa

seperti yang diungkapkan Howard Gardner yaitu Auditory, Visual, Reading dan

Kinesthetic. Guru perlu menyadari bahwa siswa dalam satu kelas memiliki gaya

belajar yang berbeda-beda. Oleh karena itu, untuk mengakomodir semua siswa

belajar dengan latar belakang yang berbeda tersebut guru dapat menggunakan

metode yang bervariasi.

Untuk mendukung hal tersebut beberapa metode praktis (Ismail, 2008)

yang dapat diterapkan antara lain :

a. Every one is a teacher here

Dalam metode ini setiap siswa sebagai guru. Setiap siswa menuliskan sebuah

pertanyaan pada selembar kertas tentang materi pokok yang telah atau sedang

dipelajari. Pertanyaan tersebut dikumpulkan dan diacak kemudian dibagikan

kembali kepada siswa. Diupayakan kertas yang dikembalikan tersebut tidak

kembali kepada yang membuat pertanyaan semula. Kemudian siswa diminta

Buku “Beautiful Learning Model”

72

untuk membacakan pertanyaan yang ada padanya dan menjawabnya sesuai

dengan kemampuannya selanjutnya diberikan kesempatan kepada siswa yang

lain untuk menambahkan jawabannya.

b. The Power of two and four

Guru menetapkan satu masalah atau pertanyaan terkait dengan materi yang

telah atau sedang dipelejari. Setiap siswa diminta memikirkan jawabannya

masing-masing kemudian mencari pasangan untuk mendiskusikannya. Setelah

berdiskusi dengan pasangannya masing-masing, siswa diminta untuk membuat

kelompok dimana masingmasing kelompok terdiri dari 4 orang. Setiap

kelompok kembali mendiskusikan persoalan yang sama.

c. Card sort

Dalam metode ini, guru menyiapkan kartu berisi tentang materi pokok yang

telah atau sedang dipelajari. Isi kartu terdiri dari kartu induk (topic utama) dan

kartu rincian. Seluruh kartu diacak kemudian dibagikan kepada setiap siswa.

Perintahkan kepada siswa untuk bergerak mencari kartu induknya. Setelah

ketemu kartu induknya, siswa secara otomatis akan membuat kelompok sesuai

dengan topic atau kartu induknya dan menyusun rincian sesuai dengan

urutannya masing-masing. Guru kemudian mengecek apakah ada siswa yang

salah masuk kelompok atau salah dalam mengurutkan rinciannya.

d. Reading aloud

Guru memilih sebuah teks yang menarik sesuai dengan topik pembelajaran

yang dibagi dalam potongan-potongan kertas untuk dibaca dengan keras oleh

siswa secara bergantian. Ketika bacaan-bacaan tersebut berjalan, guru

menghentikan di beberapa tempat untuk menekankan poin-poin tertentu,

kemudian guru memunculkan beberapa pertanyaan, atau memberikan contoh-

Buku “Beautiful Learning Model”

73

contoh. Guru dapat membuat diskusi-diskusi singkat jika para siswa

menunjukan minat dalam bagian tertentu

http://www.sekolahdasar.net/2013/09/model-pembelajaran-kuasai-untuk.html.

C. Karakteristik “Beautiful Learning Model”

Pada bagian karakteristik model ini memuat komponen-komponen Model

ini mengacu kepada komponen-komponen model yang dikemukakan oleh Joyce, Weil,

dan Showers (dalam Arsyad, 2007) meliputi lima unsur penting sebagai uraian dari

suatu model pembelajaran, yaitu (1) sintaks, yakni suatu urutan kegiatan yang biasa

juga disebut fase, (2) sistem sosial, yakni peranan guru dan siswa serta jenis aturan

yang diperlukan, (3) prinsip-prinsip reaksi, yakni memberi gambaran kepada guru

tentang cara memandang atau merespon pertanyaan-pertanyaan siswa, (4) sistem

pendukung, yakni kondisi yang diperlukan oleh model tersebut, dan (5) dampak

instruksional dan pengiring; Dampak instruksional yakni hasil belajar yang dicapai

langsung dengan mengarahkan para siswa pada tujuan yang diharapkan, sedangkan

dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses

pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung siswa

tanpa pengarahan langsung dari guru. Komponen-komponen model tersebut di atas

diuraikan satu per satu berikut ini.

1. Sintaks

Sintaks Beautiful Learning Model ini terdiri atas enam fase, yakni: (1)

Menerapkan yel-yel pembelajaran, serta menyampaikan tujuan dan memotivasi

siswa melalui teknik AMBAK, (2) Penerapan teknik CTS (Catatan: Tulis Susun)

serta mendemonstrasikan materi ajar melalui bahan ajar, (3)

Mengorganisasikan/mengelompokkan siswa melalui setting Kelompok Beautiful

secara heterogen yang beranggotakan maksimal 3 orang, (4) Membimbing siswa

Buku “Beautiful Learning Model”

74

ke dalam kelompok belajar melalui setting Kelompok Beautiful, (5) Presentase

kelompok dan umpan balik, (6) Menyimpulkan materi serta memberikan

penghargaan dan menyampaikan salam perpisahan melalui penerapan yel-yel.

Tabel 1.1: Aktifitas Guru dan Siswa dalam Setiap Tahap pada Sintaks Model Pembelajaran Beautiful

Fase Aktivitas Guru Aktivitas Siswa Waktu(menit)

Fase 1 :Menerapkan yel-yel sertaMenyampaikan tujuan dan memotivasi siswa melalui teknik AMBAK

1. Guru membimbing siswa meneriakkan yel-yel pembelajaran.

2. Selanjutnya guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa dengan cara memberitahu mengenai Apa Manfaat Bagi Mereka mempelajari materi yang akan diberikan.

1. Siswa meneriakkan yel-yel pembelajaran tersebut.

2. Selanjutnya siswa menyimak dengan baik penjelasan guru mengenai tujuan pembelajaran dan termotivasi untuk belajar melalui teknik AMBAK yang diterapkan.

4 - 5

Fase 2 :Penerapan teknik CTS (Catatan: Tulis Susun) serta mendemonstrasikan materi ajar melalui bahan ajar

1. Guru menyampaikan langkah-langkah (cara) membuat CTS (Catatan: Tulis Susun) dan cara penerapannya pada buku siswa, serta menanggapi/menjawab pertanyaan siswa apabila ada yang bertanya mengenai CTS tersebut.

2. Guru mendemonstrasikan materi ajar melalui bahan ajar dan menanggapi/ menjawab pertanyaan siswa apabila ada siswa yang menyampaikan pertanyaan yang telah mereka uraikan pada lembar CTS tersebut.

1. Siswa menyimak dengan baik penyampaian guru mengenai langkah-langkah membuat CTS dan cara penerapannya pada buku siswa serta memberikan pertanyaan apabila masih ada yang belum jelas mengenai hal tersebut.

2. Siswa menyimak dengan baik penjelasan guru sambil memahami buku siswa dan menerapkan CTS pada buku siswa tersebut, serta menyampaikan

25 - 28

Buku “Beautiful Learning Model”

75

3. Guru memberikan Penguatan

pertanyaan yang telah mereka uraikan pada lembar CTS

Fase 3 : Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar melalui settingKelompok Beautiful

1. Guru mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar melalui setting Kelompok Beautiful secara heterogen berdasarkan intelektual maupun jenis kelamin. Setiap kelompok beranggotakan maksimal 3 orang.

1. Siswa mengikuti arahan guru untuk bergabung ke dalam kelompok Beautiful tersebut.

4 – 5

Fase 4:Membimbing siswa ke dalam kelompok belajar melalui setting Kelompok Beautiful

1. Selanjutnya guru membimbing kelompok-kelompok Beautiful tersebut untuk belajar dan saling kerjasama antar anggota kelompok dalam menyelesaikan tugas yang ada pada LKS .

2. Guru mengarahkan siswa untuk berhenti sejenak dan mengikuti pemberian yel-yel oleh guru yang dapat membuat mereka ceria, tertawa lepas dan merasa terkesan.

1. Selanjutnya siswa saling bekerjasama antar sesame anggota kelompok dalam menyelesaikan LKS yang diberikan dan apabila terdapat hal-hal yang mereka belum pahami maka mereka harus menuliskannya pada lembar CTS tersebut

2. Siswa berhenti sejenak dan mengikuti arahan guru untuk meneriakkan yel-yel diikuti gerakan pinggang dan gerakan tangan.

18 – 20

Fase 5 :Presentase kelompok dan umpan balik

1. Guru mengarahkan siswa untuk melakukan presentasi kelompok, sebelum kelompok mempresentasikan hasil kerjanya mereka harus berlomba untuk tampil didepan dengan cara menyebutkan password (kata kunci) Beautiful terlebih dahulu.

1. Semua kelompok berlomba untuk tampil mempresentasikan hasil kerja mereka dengan cara berlomba menyebutkan password (kata kunci) Beautiful yang telah disepakati oleh siswa maupun guru.

20 - 25

Buku “Beautiful Learning Model”

76

2. Pada saat salah satu kelompok tengah mempresentasikan hasil kerja mereka, maka guru selalu megarahkan siswa lain untuk menuliskan pertanyaan pada lembar CTS mereka kemudian menunjuk langsung siswa secara acak untuk menyampaikan pertanyaannya kepada kelompok yang tampil. Selanjutnya guru menyempurnakan jawaban siswa apabila jawaban mereka belum maksimal.

3. Guru memberikan penguatan

2. Pada saat salah satu kelompok tengah mempresentasikan hasil kerja mereka, maka semua siswa yang tidak tampil menuliskan pertanyaan pada lembar CTS mereka kemudian menyampaikannya kepada kelompok yang tampil, sementara kelompok yang tampil wajib menananggapi pertanyaan siswa tersebut.

Fase 6 :Menyimpulkan materi serta memberikan penghargaan dan menyampaikan salam perpisahan

1. Guru melambungkan sesuatu kelangit-langit kelas yang akan jatuh dan menyentuh siswa, guru menegaskan kepada siswa bahwa siapapun diantara mereka yang mendapatkannya maka dia yang mempunyai kesempatan untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajari, sementara siswa lain hanya menyempurnakan.

2. Setelah itu, guru memberikan hadiah atas prestasi yang telah dicapai oleh siswa baik berupa kegiatan individu maupun kelompok sebagai motivasi bagi mereka untuk lebih giat belajar pada pertemuan berikutnya.

3. Guru membereskan bahan-bahan

1. Siswa memperhatikan dengan seksama, bagi siswa yang menyentuh sesuatu yang dilambungkan ke langit-langit kelas tersebut maka dia wajib menyimpulkan materi yang telah dipelajari hari itu, sementara siswa lain tinggal menyempurnakan saja penjelasan dari temannya.

2. Siswa menerima hadiah dengan gembira yang diberikan oleh guru dan termotivasi untuk lebih giat lagi, sementara siswa lain memberikan tepuk tangan.

3. Siswa membereskan peralatan menulisnya

5 – 7

Buku “Beautiful Learning Model”

77

mengajarnya dan menyampaikan salam perpisahan kepada siswa dengan mengucapkan: “Good bye anaa-anaaaaak”

sambil menjawab salam perpisahan oleh guru dengan mengucapkan: “Good bye ibuuu caannnnntiiiik”

2. Rancangan Sistem Sosial :

Rancangan Sistem Sosial dalam model ini menggambarkan adanya peran

guru dan siswa, bukan hanya hubungan antar keduanya akan tetapi yang

dimaksudkan dalam rancangan system social adalah hubungan antara guru dengan

siswa serta hubungan antara sesame siswa. Sistem sosial yang paling menonjol

adalah peranan guru dalam menyampaikan informasi dan memotivasi siswa

melalui teknik AMBAK (Apa Manfaatnya Bagi Mereka), selanjutnya

mengarahkan siswa mengkonstruksi pengetahuan dan membimbing siswa dalam

menerapkan teknik CTS (Catatan Tulis dan Susun) yang bertujuan untuk

meningkatkan daya ingat siswa. Nampak juga pada tahap mengorganisasikan siswa

ke dalam kelompok Beautiful . Jadi, guru lebih berperan sebagai pembimbing dan

fasilitator. Sistem sosial lain yang menonjol adalah aktivitas siswa dalam

menerapkan teknik CTS dalam pembelajaran, menanggapi penjelasan

guru/mengajukan pertanyaan berdasarkan permasalahan yang mereka uraikan pada

lembar CTS tersebut. Selain dari pada itu nampak adanya interaksi antara siswa

yang satu dengan siswa yang lainnya pada fase kerjasama dalam kelompok

beautiful, pada fase ini diberikan penekanan kepada semua siswa agar saling

berkerjasama antar sesame anggota kelompok dan saling berinteraksi antar

kelompok yang satu dengan yang lainnya.

3. Rancangan Prinsip Reaksi

Buku “Beautiful Learning Model”

78

Prinsip reaksi berkaitan dengan bagaimana cara guru memperhatikan dan

mempelakukan siswa, serta merespon stimulus yang berasal dari siswa seperti

pertanyaan, jawaban, tanggapan, atau aktivitas lainnya. Secara lebih umum, Nurdin

(2007) mengemukakan bahwa prinsip reaksi merupakan pedoman bagi guru

bagaimana menghargai pebelajar dan bagaimana merespon apa yang dilakukan

siswa.

Berdasarkan pengertian umum prinsip reaksi di atas, maka keterlibatan

guru sebagai pembimbing dan fasilitator dalam model pembelajaran ini masih

diperlukan dalam hal: (a) menyediakan sumber-sumber belajar, seperti buku siswa,

LKS, lembar CTS, (b) menyampaikan informasi tentang materi matematika dan

cara penerapan teknik CTS, dan (c) membimbing siswa belajar dalam kelompok

Beautiful, menerapkan teknik CTS, penerapan yel-yel dalam pembelajaran

matematika. Mengacu kepada peranan guru sebagai pembimbing dan fasilitator

sebagaimana dikemukakan di atas, maka beberapa perilaku guru yang diharapkan

tergambar dalam rancangan sintaks model pembelajaran adalah sebagai berikut.

a. Menciptakan suasana yang nyaman, rileks dan mengesankan dalam proses

pembelajaran dan membangkitkan minat/motivasi siswa untuk belajar.

b. Memberikan penguatan berupa pujian-pujian atas keaktifan dan partisipasi

mereka dalam proses belajar mengajar. Tidak diperkenankan memberikan

hukuman seperti memukul ataupun mengejek siswa apabila mereka melakukan

kesalahan dan kekeliruan karena hal tersebut dapat berpengaruh kepad

mentalnya yang mengakibatkan menurunnya motivasi belajar dan lahirnya

perasaan benci kepada guru.

c. Guru selalu memberikan penjelasan berulang kepada siswa bagi mereka yang

bertanya dan belum memahami langkah-langkah penerapan CTS, cara

Buku “Beautiful Learning Model”

79

meneriakkan yel-yel pembelajaran maupun cara bergabung dan bekerjasama

dalam Kelompok Beautiful maupun tentang materi matematika yang tengah

diajarkan.

d. Menuntun siswa membuat rangkuman materi pelajaran serta memberikan

penghargaan bagi mereka diakhir pelajaran.

4. Rancangan Sistem Pendukung Model

Sistem pendukung suatu model pembelajaran adalah semua sarana,

bahan/perangkat pembelajaran, dan alat/media pembelajaran yang mendukung

pelaksanaan model tersebut. Dalam hal jenis, sistem pendukung model ini pada

dasarnya tidak jauh berbeda dengan sistem pendukung model pembelajaran

lainnya, namun dalam hal karakteristik, rancangan sistem pendukung model

pembelajaran ini agak berbeda dari model lainnya. Adapun jenis dan ciri

rancangan sistem pendukung model pembelajaran ini meliputi: (a) Rencana

Pembelajaran (RP) yang menggabungkan pembelajaran yang berpusat pada guru

dan yang berpusat pada siswa, didalamnya nampak jelas rancangan sintaks model

pembelajaran yang dimaksudkan mulai dari penerapan yel-yel, pada kegiatan awal,

penerapan teknik AMBAK untuk membangkitkan motivasi siswa, penerapan teknik

CTS untuk memperkuat daya ingat siswa pada kegiatan inti pembelajaran,

pengelompokkan siswa kedalam kelompok Beautiful, pemberian Penguatan,

penyegaran otak sampai pada tahap akhir adanya umpan balik, penarikan

kesimpulan dan pemberian penghargaan, (b) Buku Siswa dan LKS yang

memberikan nuansa mengesankan pada setiap tahapan materi, di dalamnya

memuat masalah-masalah yang berkaitan langsung dengan kehidupan nytanya

siswa, (c) Lembar CTS yang dilengkapi dengan cara menyusun CTS tersebut

seperti; menggambarkan garis vertikal kira-kira seperempat bagian dari sisi kanan

Buku “Beautiful Learning Model”

80

kertas, membentuk dua kolom, satu besar dan satu kecil. Diatas kolom kiri

dituliskan “Informasi Penting”. Di atas kolom kanan yang kecil mereka

menuliskan “Pikiran, perasaan, dan pertanyaan”. Kolom kiri adalah daerah menulis

catatan; kolom yang lebih kecil di sebelah kanan untuk menyusun catatan. Menulis

catatan berarti menuliskan hal-hal penting terkait materi yang diberikan, sementara

menyusun catatan berarti menguraikan pikiran, perasaan dan pertanyaan saat

materi berlangsung. (d) Media dan Alat Pembelajaran seperti: papan tulis, spidol,

penghapus, pulpen berwarna untuk siswa dan penggaris (e) Perangkat Evaluasi,

yang meliputi: tes penguasaan bahan ajar matematika yang telah diajarkan melalui

penerapan model tersebut.

5. Rancangan Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring

Hakekat penggunaan suatu model pembelajaran adalah untuk menunjang

pencapaian hasil pembelajaran secara optimal, baik hasil pembelajaran yang

berupa tujuan utama pembelajaran maupun hasil pembelajaran yang berupa tujuan

pengiring. Joice & Weils (dalam Nurdin, 2007) menamakan tujuan utama

pebelajaran sebagai dampak instruksional (instructional effect) model dan tujuan

pendamping sebagai dampak pengiring (nurturant effect) model.

Penggunaan model ini juga diharapkan akan mengoptimalkan dampak

instruksional dan dampak pengiring. Adapun rancangan dampak-dampak

instruksional dan rancangan dampak-dampak pengiring yang dimaksud adalah

sebagai berikut.

Rancangan Dampak Instruksional

Buku “Beautiful Learning Model”

81

Dampak instruksional yakni hasil belajar yang dicapai langsung dengan

mengarahkan para siswa pada tujuan yang diharapkan. Ciri khas yang

membedakan model pembelajaran matematika ini dengan model pembelajaran

matematika yang sering dipergunakan oleh guru selama ini adalah adanya teknik

mencatat yang dapat meningkatkan daya ingat siswa terhadap materi pelajaran

yang mengacu pada tujuan pembelajaran yang diharapkan. Teknik mencatat

tersebut adalah teknik CTS (Catatan Tulis dan Susun), yakni cara menerapkan

pikiran sadar maupun bawah sadar kita terhadap materi yang sama dengan cara

sadar. Sebenarnya, kedua pikiran kita bekerja terlepas metode pencatatan apa yang

kita gunakan. Ketika pikiran sadar kita berpusat pada material dan proses

menuangkan di atas kertas, pikiran bawah kita bereaksi, membentuk kesan,

membuat hubungan-hubungan dan melakukan kesuluruhan pekerjaan kurah lebih

seca otomatis. Dengan cara mengkoordinasikan kedua aktivitas mental ini

bertujuan untuk mencapai hasil yang lebih efektif dan dapat menjadikan proses

belajar menjadi lebih bermakna, sehingga pencapaian hasil belajar (penguasaan

bahan ajar) menjadi optimal.

Rancangan Dampak Pengiring

Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu

proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami

langsung siswa tanpa pengarahan langsung dari guru.

a. Keaktifan Belajar

Hampir pada setiap fase dalam rancangan sintaks model

pembelajaran ini memberikan lebih banyak ruang dan kesempatan kepada

siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. Mulai pada fase

menerapkan teknik CTS, fase bekerjasama dalam kelompok Beautiful, hingga

Buku “Beautiful Learning Model”

82

pada fase umpan balik. Dalam menerapkan teknik Catatan Tulis Susun ini,

siswa benar-benar melakukan penulisan catatan dan penyusunan catatan.

Penulisan-catatan adalah mendengarkan apa yang dibicarakan oleh seorang

pembicara atau guru seraya menuliskan poin-poin utamanya. Penyusunan

catatan berarti menuliskan pemikiran dan kesan siswa sendiri sambil

mendengarkan materi yang sedang disampaikan. Catatan: TS membuat kita

mampu melakukan keduanya sekaligus mencatat informasi dan tetap mengikuti

jalan pemikiran siswa. Sementara dalam fase bekerjasama dalam Kelompok

Beautiful yang terbentuk, siswa benar-benar diarahkan untuk melakukan tanya

jawab antar sesama anggota kelompok dan selanjutnya mendiskusikan secara

universal dengan kelompok lain, dalam hal ini guru hanya sebagai fasilitator

dan motivator.

b. Percaya Diri

Melalui penerapan rancangan sintaks dalam model pembelajaran ini

dapat menghilangkan kekakuan siswa baik secara penampilan fisik maupun

dalam berargumen, hal ini disebabkan karena adanya pemberian penguatan

yang positif yang selalu diberikan guru ketika siswa proaktif dalam proses

pembelajaran. Selain daripada itu siswa selalu merasa percaya diri dan tidak

takut menyampaikan pertanyaan atau komentar atas materi yang sementara di

ajarkan karena sebelumnya mereka telah diarahkan untuk menuliskan

pertanyaan atau tanggapan tersebut pada lembar CTS yang disediakan sehingga

mereka tidaklah semudah itu melupakan apa yang tadinya menjadi

permasalahan atau konflik kognitif pada diri mereka.

c. Sikap Positif terhadap Matematika

Buku “Beautiful Learning Model”

83

Dampak yang paling berpengaruh terhadap penerapan dari rancangan sintaks

model pembelajaran ini adalah membangkitkan sikap positif siswa terhadap

mata pelajaran matematika. Siswa tidak lagi diseimuti oleh anggapan-anggapan

bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang sulit untuk dipelajari. Hal

ini disebabkan karena siswa merasa nyaman, enjoy dan rileks dengan adanya

fase refresing sejenak melalui penerapan yel-yel dalam pembelajaran. Selain

itu siswa merasa terkesan baik dengan adanya teknik-teknik mencatat dan

pembentukan kelompok yang unik dan tentunya berbeda dengan proses

pembelajaran yang telah mereka ikuti sebelumnya. Dengan demikian,

penerapan model pembelajaran ini selain dapat menumbuhkan sikap positif

siswa terhadap mata pelajaran matematika juga memupuk rasa kekeluargaan

baik antar sesama siswa maupun antara siswa dengan guru.

D. Petunjuk Pelaksanaan Beautiful Learning Model

Agar dampak-dampak dalam komponen model baik dampak instruksional

maupun dampak pengiring tercapai dengan baik maka penerapan Beautiful Learning

Model tersebut seharusnya terlaksana dengan baik. Untuk itu, pada bagian ini perlu

diuraikan petunjuk pelaksanaan model. Petunjuk pelaksanaan model berkaitan dengan

cara guru dalam mengelola pembelajaran yang meliputi: (a) tugas-tugas perencanaan,

(b) tugas-tugas interaktif, (c) lingkungan belajar dan pengelolaan tugas, dan (d)

evaluasi. Keseluruhan tugas-tugas pengelolaan pembelajaran ini harus mengacu pada

sintaks Beautiful Learning Model .

1. Tugas-Tugas Perencanaan

Hal-hal yang dilakukan pada tugas-tugas perencanaan ini adalah: (a) merumuskan

tujuan (kompetensi), (b) memilih isi (materi), (c) melakukan analisis tugas, (d)

merencanakan waktu dan ruang.

Buku “Beautiful Learning Model”

84

a. Merumuskan Tujuan

Dalam Kurikulum 2013 tujuan pembelajaran tercermin dalam Kompetensi

Inti (KI), Kompetansi Dasar (KD), dan Indicator hasil belajar. KI mencakup tujuan

pembelajaran matematika secara umum, Kompetensi Dasar mencakup tujuan yang

hendak dicapai melalui subuah topik (pokok bahasan), sedangkan Indikator

mencakup tujuan yang hendak dicapai dalam setiap pertemuan.

Tujuan pembelajaran menggunakan Beautiful Learning Model adalah

menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, mengesankan dan meningkatkan

daya ingat siswa terhadap materi ajar dengan harapan tujuan pembelajaran yang

tertera secara umum pada Kompetensi Inti dan tertera secara khusus pada setiap

Indikator dapat tercapai dengan optimal. Tujuan-tujuan pembelajaran tersebut di

atas secara eksplisit harus termuat pada Rencana Pembelajaran (RP) yang dibuat

oleh guru sebagai pedoman umum dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.

Perlu diketahui bahwa tujuan pembelajaran yang baik perlu berorientasi pada siswa

dan spesifik, mengandung uraian yang jelas tentang situasi penilaian (terukur) dan

mengandung tingkat ketercapaian kinerja yang diharapkan (kriteria keberhasilan).

b. Memilih Isi (Materi Pelajaran)

Secara umum pemilihan materi pelajaran harus mengacu pada Kompetensi

Inti dan Indikator yang telah ditetapkan. Guru dapat menyeleksi bagian-bagian

mana saja dalam suatu topik yang perlu disajikan secara langsung dan bagian-

bagian mana saja yang harus dikonstruksi oleh siswa. Guru harus mengidentifikasi

kecocokan antara topik-topik materi pelajaran yang diajarkan sesuai dengan aspek-

aspek dalam Beautiful Learning Model (penerapan teknik AMBAK, penerapan

teknik CTS, kerjasama dalam kelompok Beautiful, penerapan yel-yel

pembelajaran, pemberian penghargaan). Selain itu, guru mengidentifikasi urutan

Buku “Beautiful Learning Model”

85

pembahasan materi, baik yang berbentuk uraian langsung maupun yang akan

dikonstruksi oleh siswa harus tersusun secara logis, sehingga siswa dengan mudah

melihat hubungan antara fakta dan konsep-konsep kunci yang menjadi isi pokok

bahasan.

c. Melakukan Analisis Tugas

Ide pokok yang melatarbelakangi analisis tugas adalah bahwa pengertian

dan keterampilan yang kompleks tidak dapat dipelajari semuanya dalam waktu

tertentu. Untuk mengembangkan pemahaman yang mudah dan pada akhirnya

penguasaan, keterampilan dan pengertian kompleks itu lebih dahulu harus dibagi

menjadi komponen bagian, sehingga dapat diajarkan berurutan dengan logis dan

tahap demi tahap.

2. Tugas-Tugas Interaktif

Tugas-tugas interaktif dalam penerapan Beautiful Learning Model 3in1 untuk

menciptakan pembelajaran menyenangkan, mengesankan dan meningkatkan daya

ingat adalah mengacu pada fase-fase dalam sintaksnya, yakni:

a. Menerapkan yel-yel sebagai salam pembuka, menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa melalui teknik AMBAK (fase I)

Tujuan menerapkan yel-yel sebagai salam pembuka adalah membangkitkan

semangat siswa untuk belajar dan menciptakan keharmonisan baik antar sesama

siswa maupun antara siswa dengan guru. Pada saat guru berjalan memasuki

ruangan kelas, maka salam pembuka yang dimaksudkan segera diucapkan seperti

percakapan berikut:

Guru : “selamaaaat paaaaagiiii anaaak-anaaaaaakk…….” (sambil tersenyum)Siswa : “selamaaat paaaagiii ibuuu caaaannnntiiiiik……” (sambil tersenyum)

Buku “Beautiful Learning Model”

86

Namun apabila guru yang mengajar adalah guru laki-laki maka salam pembuka

diucapkan seperti percakapan berikut:

Guru : “selamaaaat paaaaagiiii anaaak-anaaaaaakk…….” (sambil tersenyum)Siswa : “selamaaat paaaagiii paaaakk guuuruu……” (sambil tersenyum)

Banyak cara lain untuk menciptakan hubungan baik, hubungan harmonis antar

siswa maupun guru, salah satunya adalah dengan cara seperti di atas. Cara di atas

merupakan hal yang sangat berbeda dengan yang biasanya diterapkan oleh-oleh

guru-guru pada saat memulai pembelajaran.

Selain menerapkan yel-yel sebagai salam pembuka pada fase I ini adalah

menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa melalui teknik AMBAK.

Tujuannya adalah untuk menarik minat siswa, memusatkan perhatian siswa, serta

memotivasi mereka untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran.

Komunikasikan tujuan pelajaran kepada siswa melalui rangkuman skenario

pembelajaran. Menurut kurkulum 2013, tujuan pembelajaran ini tercakup dalam

Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, dan Indikator. Siapkan siswa untuk belajar

dengan menarik perhatian siswa, memusatkan perhatian siswa pada topik yang

akan dibicarakan, dan menjelaskan kepada mereka mengenai AMBAK (Apa

Manfaat Bagi Mereka) mempelajari materi yang akan diajarkan.

b. Penerapan teknik CTS (Catatan: Tulis Susun) serta mendemonstrasikan materi ajar melalui bahan ajar (fase II)

Dalam mendemonstrasikan materi melalui bahan ajar, guru hanya

menjelaskan poin-poin penting dari setiap materi, dan selanjutnya siswa sendiri

yang langsung mencerna/mengonstruksi pengetahuannya melalui materi yang

tertera pada buku siswa yang mereka miliki. Sehingga setiap siswa diupayakan

untuk memperoleh buku siswa tersebut yang didalamnya tertera lembaran-

lembaran CTS (Catatan:Tulis Susun). Dengan adanya lembaran CTS tidak lagi

Buku “Beautiful Learning Model”

87

merepotkan siswa untuk mencatat pada buka tulis mereka, melainkan langsung

menulisnya pada lembar CTS yang ada pada buku siswa. Berdasarkan Kurikulum

2013 dengan menggunakan pendekatan saintifik, mulai pada fase observasi,

menanya, mengumpulkan informasi, menalar, menarik kesimpulan, hingga

mengkomunikasikan, disini siswa dituntut untuk melakukan observasi atau

pengamatan sendiri, misalkan pengamatan pada materi melalui buku siswa yang

dibagikan, menuliskan pertanyaan pada lembar CTS, mengumpulkan informasi

berdasarkan penjelasan langsung dari guru maupun diskusi dengan siswa lain,

menalar berdasarkan informasi yang diterima dengan cara menghubung-

hubungkan dengan hal-hal yang telah diuraikan pada lembar CTS tersebut dan

selanjutnya mampu mengkomunikasikannya dengan lisan maupun tertulis melalui

presentasi kelompok atau individu.

Tujuan utama dari penerapan CTS tersebut adalah untuk meningkatkan

daya ingat siswa terhadap materi yang diajarkan. Catatan: TS adalah cara

menerapkan pikiran sadar maupun bawah sadar kita terhadap materi yang sama

dengan cara sadar. Sebenarnya, kedua pikiran kita bekerja terlepas metode

pencatatan apa yang kita gunakan. Ketika pikiran sadar kitaberpusat pada material

dan proses menuangkan di atas kertas, pikiran bawah kita bereaksi, membentuk

kesan, membuat hubungan-hubungan dan melakukan kesuluruhan pekerjaan kurah

lebih secara otomatis. Catatan: mengkoordinasikan kedua aktivitas mental ini

untuk mencapai hasil yang lebih efektif.

Adapun cara membuat Catatan: TS yakni yang dibutuhkan adalah selembar

kertas, dua bolpen atau pensil berwarna dan stabilo. Selanjutnya menggambarkan

garis vertikal kira-kira seperempat bagian dari sisi kanan kertas, membentuk dua

kolom, satu besar dan satu kecil. Diatas kolom kiri dituliskan “Informasi Penting”.

Buku “Beautiful Learning Model”

PemikiranKesanPerasaanReaksiPertanyaanKepedulianGerak-gerik guruDll.

88

Di atas kolom kanan yang kecil mereka menuliskan “Pikiran, perasaan, dan

pertanyaan”. Kolom kiri adalah daerah menulis catatan; kolom yang lebih kecil di

sebelah kanan untuk menyusun catatan.

Disebelah kiri, biasa saja siswa menuliskan tanggal, nama dan informasi

penting lainnya sambil mendengarkan pelajaran, membaca atau menonton film.

Bilamana kita mengganti poin atau topik, siswa mengganti warna. Otak menyukai

perbedaan dan ini membantu siswa membedakan jenis informasi ketika mereka

melihat catatan mereka. Di sebelah kanan, mereka menuliskan pemikiran asosiasi

dan muncul dalam benak. Bisa berupa pendapat, reaksi dari apa yang di dengar,

pertanyaan apa saja. Mereka mungkin merasa terbantu jika menggambar atau

membuat simbol di daerah ini. Ruang kanan juga digunakan untuk menuliskan

perasaan mereka saat itu. Apakah mereka sedih, tertarik, bingung, bosan dan

sebagainya. Dengan demikian mereka menciptakan hubungan emosi dan informasi

yang mereka pelajari, yang akan membantu melekatnya pada benak mereka. Ini

berarti mereka belajar lebih cepat dan pengajar tidak perlu lama-lama mengulang.

Lembar CTS yang dimaksudkan di atas terlampir dalam setiap item materi

yang ada pada buku siswa. Adapun contoh lembar CTS tersebut sebagai berikut:

Gambar 1.1: Lembar CTS

Topik/Materi

Buku “Beautiful Learning Model”

89

c. Mengorganisasikan dan membimbing siswa ke dalam kelompok belajar melalui setting Kelompok Beautiful (fase III dan fase IV )

Tujuan utama mengorganisasikan dan membimbing siswa ke dalam

kelompok belajar melalui setting Kelompok Beautiful adalah untuk menumbuhkan

nilai-nilai karakter yang baik, misalkan tolong menolong, kerjasama, rasa tanggung

jawab, peduli, toleransi, bijaksana, jujur, teliti dan percaya diri. Intinya adalah

menumbuhkan hubungan harmonis antar siswa, karena siswa dapat saling

membantu sehingga memudahkan untuk memahami materi yang sulit dan

memudahkan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan pada LKS tentunya.

Pembagian kelompok yang dimaksudkan adalah pembagian kelompok

melalui settingan Kelompok Beautiful atau Kelompok Cantik. Aturannya antara

lain, dalam setiap anggota kelompok hanya harus beranggotakan maksimal 3 orang

dengan pertimbangan untuk meminimalisir/meminimalkan hal-hal negative yang

muncul pada saat kerja kelompok berlangsung, seperti ribut, cerita, tidak bekerja,

dsb. Biasanya pembagian kelompok pada umumnya masing-masing kelompok

diberi nama kelompok 1, kelompok 2, dan seterusnya. Akan tetapi pada pembagian

kelompok yang dimaksudkan disini akan diberikan nama yang berbeda untuk

setiap kelompok. Nama-nama tersebut antara lain: Kelompok B, Kelompok E,

Kelompok A, Kelompok U1, Kelompok T, Kelompok I, Kelompok F, Kelompok

U2, Kelompok L. Nama-nama kelompok tersebut jika dirangkai akan membentuk

kata BEAUTIFUL sehingga disebut sebagai kelompok Beautiful.

Jika ternyata jumlah siswa tidak dimungkinkan untuk dikelompokkan pada

Kelompok Beautiful di atas, maka settingan kelompok diubah menjadi Kelompok

Cantik sehingga hanya terdiri dari 6 kelompok dengan nama masing-masing

kelompok antara lain: Kelompok C, Kelompok A, Kelompok N, Kelompok T,

Buku “Beautiful Learning Model”

90

Kelompok I, dan Kelompok K. Sehingga pembagian kelompok tersebut

dikondisikan dengan jumlah siswa. Setelah siswa bergabung dengan anggota

kelompoknya masing-masing yang telah ditentukan secara heterogen oleh guru,

maka mereka menyelesaikan tugas yang diberikan pada lembar kerja siswa (LKS)

dengan cara mendiskusikannya dengan teman kelompok mereka masing-masing.

Setiap anggota kelompok harus memahami/mengetahui masalah yang diberikan

dan bagaimana menyelesaikannya. Jika terdapat hal-hal yang belum mereka

pahami dalam diskusi kelompok, mereka dapat menuliskannya dalam bentuk

pertanyaan pada lembar CTS yang ada pada buku siswa tersebut.

Pada fase ini pula, siswa diarahkan oleh guru berhenti sejenak berdiskusi

untuk melakukan refresing 2 hingga 3 menit melalui penerapan yel-yel

pembelajaran. Yel-yel yang dimaksudkan disini adalah yang dapat membuat siswa

senang, tertawa lepas, aggota tubuh dapat bergerak agar mereka dapat merasa

rileks, tiding tegang, tidak grogi dan tidak mengantuk. Tujuan pemberian yel-yel

ini adalah untuk mengoptimalkan kembali kerja otak yang mulai lelah.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa pada setiap presentase 90 menit

dan setiap 30 menitnya diadakan waktu untuk berhenti sejenak kemudian memulai

kembali, maka daya ingat akan meningkat. Salah satu contoh yel-yel yang

dmaksud melalui percakapan berikut:

Guru : “anaaak-anaaak kalau ibu mengatakan SATU…tolong berdiri ya, kalau ibu mengatakan DUAAA…pegang pinggang masing-masing yaa…kalau ibu mengatakan CANTIK….pinggang digoyangkan kekanan ya…kalau ibu mengatakan GAGAH…. Pinggang digoyangkan kekiri ya……..”

Siswa : “iyaa buuuuuuu……”Guru : “oke kita mulaaaiii…..”

Buku “Beautiful Learning Model”

91

(Guru pun melanjutkan instruksinya sementara anak-anak mengikutinya dengan

baik sambil bergoyang dan tertawa lepas menunjukkan bahwa mereka nampak

senang).

d. Presentase kelompok dan umpan balik (fase V)

Guru mengarahkan kepada siswa untuk melakukan presentasi kelompok,

sebelum kelompok mempresentasikan hasil kerjanya, mereka harus berlomba

untuk tampil didepan dengan cara menyebutkan password (kata kunci) Beautiful

terlebih dahulu. Sebagaimana dalam bentuk percakapan untuk kelompok B

misalnya:

Siswa 1 : “Kelompoook B”Siswa 2 : “My teacheeeeeerrr”Siswa 1, 2, 3 : “is Beautifuuuuuuulll”

Setelah itu, guru langsung mempersilakan untuk tampil didepan mempresentasikan

hasil kerja mereka dan mengarahkan kelompok lain untuk memberikan tepuk

tangan yang meriah.

Pada saat salah satu kelompok tengah mempresentasikan hasil kerja

mereka, maka guru selalu megarahkan siswa lain untuk menuliskan pertanyaan

pada lembar CTS mereka kemudian menunjuk langsung siswa secara acak untuk

menyampaikan pertanyaannya kepada kelompok yang tampil. Selanjutnya guru

menyempurnakan jawaban siswa apabila jawaban mereka belum maksimal. Pada

fase ini pula guru memberikan penguatan terhadap setiap respon siswa baik

berupa pertanyaan maupun jawaban atau tanggapan. Dalam hal ini, walaupun

pertanyaan atau jawaban yang mereka ungkapkan belum maksimal maka guru

tidak diperbolehkan sama sekali memarahi siswa, mengejek siswa, apalagi sampai

memukul siswa. Guru harus tetap memberikan penguatan positif kepada siswa

sekalipun pertanyaan atau jawaban yang mereka ungkapkan belum maksimal.

Buku “Beautiful Learning Model”

92

Misalkan ada siswa bertanya atau menjawab pertanyaan dan belum sempurna,

maka guru langsung mengatakan:

“waaaahhh… bagian yang ini nak sedikit perlu diperjelas… tetapi secara umum kamuu baguus kok karena sudah bisa menjelaskan dan berani tampiill ya…ayoo tepuk tangaan untuk temannya naak….”

Ini bertujuan untuk memotivasi siswa agar lebih giat belajar karena mereka merasa

bahwa apa yang telah mereka usahakan dan apa yang telah mereka tampilkan dapat

diterima dan sangat dihargai oleh guru dan teman-temannya sehingga mereka terus

termotivasi untuk menyempurnakan dan tampil lebih maksimal lagi.

e. Menyimpulkan materi serta memberikan penghargaan dan menyampaikan salam perpisahan (fase VI)

Pada fase ini merupakan fase terakhir dalam Beautiful Learning Model .

Terdapad tiga item dalam fase ini yakni (1) menyimpulkan materi, (2) memberikan

penghargaan dan (3) menyampaikan salam perpisahan. Pada tahap menyimpulkan

materi disini bukan guru yang memberikan kesimpulan melainkan siswa yang

dipandu oleh guru untuk menyimpulkan isi materi yang telah dipelajari, teknik

yang dilakukan oleh guru yakni guru melambungkan sesuatu kelangit-langit kelas

yang akan jatuh dan menyentuh siswa, guru menegaskan kepada siswa bahwa

siapapun diantara mereka yang mendapatkannya maka dia yang mempunyai

kesempatan untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajari, hal ini dilakukan

berulang dan siswa yang berikutnya mendapat kesempatan melengkapi pendapat

temannya sebelumnya, sementara guru hanya menyempurnakannya.

Setelah itu, guru memberikan hadiah atas prestasi yang telah dicapai oleh

siswa baik berupa kegiatan individu maupun kelompok sebagai motivasi bagi

mereka untuk lebih giat belajar pada pertemuan berikutnya. Hadiah yang diberikan

dikondisikan dengan keadaan siswa saat itu, bisa berupa alat tulis, buku paket,

Buku “Beautiful Learning Model”

93

makanan ringan ataupun berupa piknik bersama di akhir pekan. Intinya adalah

membuat siswa merasa senang dan nyaman. Selanjutnya guru membereskan

bahan-bahan mengajarnya dan menyampaikan salam perpisahan kepada siswa

dengan mengucapkan: “Good bye anaa-anaaaaak” dan dijawab langsung oleh

siswa dengan ucapan “Good bye ibuuuu caannntiiiik”

3. Lingkungan Belajar dan Pengelolaan Tugas

Sebagaimana pada model-model pembelajaran pada umumnya, kegiatan

belajar mengajar yang menggunakan Model ini, guru merencanakan kegiatan

secara terstruktur dan ketat. Keberhasilan penggunaan model pembelajaran ini juga

ditentukan oleh penyiapan lingkungan dan media pembelajaran yang baik untuk

mendukung setiap aktivitas guru dan siswa dalam setiap tahap dalam sintaks.

Untuk menjamin terciptanya lingkungan dan suasana pembelajaran yang

kondusif, guru harus memegang kendali pengelolaan kelas, seperti mengatur waktu

yang tepat dalam memberikan penguatan, mengatur bagaimana siswa berbicara

(komunikasi), mengatur penggunaan waktu (tempo) untuk setiap tahap

pembelajaran, mengatur keterlibatan aktif (partisipasi) siswa pada setiap tahap

pembelajaran, dan untuk menanggulangi tingkah laku siswa yang menyimpang.

Untuk mengatur hal-hal tersebut di atas, model pembelajaran ini memiliki kaidah-

kaidah sebagai berikut.

a. Pemberian Penguatan

Dalam proses belajar mengajar, yang ditekankan adalah bagaimana siswa

aktif dan merespon semua stimulus yang diberikan oleh guru. Kadang-kadang

ketika guru memberikan masalah/pertanyaan dan secara spontan siswa langsung

menanggapi dan memberikan komentar yang berbobot ataukah langsung tampil

didepan kelas menguraikan hasil pemikiran mereka maka guru harus memberikan

Buku “Beautiful Learning Model”

94

pujian keada siswa yang bersangkutan. Namun ketika jawaban siswa belum terlalu

tepat maka guru tidak boleh memarahi siswa apalagi mengejek hasil kerja mereka,

yang harus dilakukan guru adalah tetap memberikan pujian, misalkan:

“waaahhh… pekerjaannya nak udah bagus ya …. Belajar dari mana???... iya… tapiii bagian yang ini perlu ibu koreksi ya nak.. nda papa kaan????”

Sehingga waktu yang tepat untuk pemberian penguatan adalah pada saat ada

umpan balik dari siswa. Hal ini bertujuan untuk memotivasi siswa untuk lebih giat

belajar.

b. Mengatur Siswa Berbicara

Untuk menangani dan mencegah terjadinya masalah siswa yang suka

berbicara, guru perlu mempunyai aturan tentang larangan berbicara dalam kelas

dan menerapkannya secara konsisten. Pada saat guru memberikan arahan/petunjuk

maka siswa harus diam dan mendengarkan dengan baik, siswa akan diperbolehkan

untuk bertanya ketika guru sudah memberikan kesempatan kepada mereka, siswa

meneriakkkan yel-yel pembelajaran sesuai dengan arahan guru.

c. Mengatur Tempo Pembelajaran

Hal-hal yang dapat mengganggu tempo pembelajaran dalam model pembelajaran

ini bisa bersumber dari siswa maupun bersumber dari guru. Biasakan siswa

mengemukakan pertanyaan langsung pada inti pertanyaan, karena kadang-kadang

siswa mengemukakan pertanyaan yang berputar-putar yang cukup menyita waktu.

Berikan petunjuk yang jelas pada LKS untuk mengurangi pertanyaan yang tidak

penting dari siswa. Guru dapat memperlambat tempo pembelajaran melalui proses

fragmentasi dan berbicara berkepanjangan. Fragmentasi terjadi jika guru membagi

kegiatan menjadi satuan-satuan yang terlalu kecil, sedangkan berbicara

berkepanjangan terjadi jika guru tetap terus menguraikan sesuatu meskipun

uraiannya telah cukup jelas bagi siswa. Penerapan teknik AMBAK (Apa

Buku “Beautiful Learning Model”

95

Manfaatnya Bagi Mereka) pada fase pertama jangan sampai terlalu banyak

menyita waktu, sehingga waktu penyampaian materi matematika yang menjadi

tujuan utama pembelajaran menjadi berkurang. Begitupun dengan penerapan yel-

yel pembelajaran tidak perlu menyita waktu yang lama cukup menggunakan

interval waktu 15 detik hingga 120 detik. Namun semuanya harus disesuaikan

dengan karakteristik kelas yang sedang dihadapi.

d. Mengatur Partisipasi

Kebalikan dari keadaan pada bagian b, mungkin saja ditemukan siswa yang

hanya pasif saja, baik selama penyajian materi maupun pada saat penerapan yel-

yel. Salah satu cara mengantisipasi siswa yang pasif adalah memanfaatkan “zona

kegiatan”. Zona kegiatan adalah daerah tertentu di dalam kelas di mana siswa

lebih aktif, karena guru dapat melakukan kontak mata lebih baik. Berikan perhatian

dan pengawasan yang merata untuk setiap siswa pada saat penyejian materi, pada

saat kegiatan bekerja dalam Kelompok Beautiful, pada saat penerapan CTS

(Catatan:Tulis Susun) dalam buku siswa, pada saat menerapkan yel-yel dan di

setiap kegiatan pada proses pembelajaran berlangsung.

e. Menangani Penyimpangan Tingkah Laku

Jika model pembelajaran ini diterapkan pada kelas besar, maka sangat

memungkinkan adanya siswa yang melakukan tingkah laku yang menyimpang.

Daripada mencari penyebab dari penyimpangan tingkah laku siswa, guru

dianjurkan untuk memusatkan perhatian langsung pada penyimpangan tingkah laku

tersebut dan segera mencari cara untuk mengubahnya selagi siswa masih berada

dalam kelas. Sebagai contoh ketika guru mendapatkan siswa yang sedang ngobrol

dengan temannya membahas hal-hal lain yang tidak ada kaitannya dengan

pelajaran, membuat usil dan sebagainya maka guru harus memberikan sanksi

Buku “Beautiful Learning Model”

96

namun tidak perlu memberikan hukuman yang berat seperti memukul dan

sebagainya, cukup memberikan sindiran halus, memberikan tugas tambahan untuk

dikerjakan sehingga merasa berbeda dengan teman-temannya yang lain.

Selanjutnya guru boleh memberikan cubitan kepada siswa sebagai tanda mereka

bersalah. Jika semua hal tersebut telah diterapkan namun belum dapat membuat

siswa jera, maka trik yang dilakukan guru selanjutnya adalah tiba-tiba diam dan

melototkan mata ke semua siswa agak lama agar mereka juga ikut diam dan

merasa bahwa mereka bersalah. Kesemua treatmen/ perlakuan tersebut disesuaikan

dengan kondisi siswa pada saat itu.

4. Evaluasi

Penilaian dalam model pembelajaran ini dapat dilakukan selama proses

pembelajaran berlangsung, yaitu pada awal pembelajaran hingga akhir

pembelajaran. Penilaian ini terdiri dari penilaian sikap spiritual yang termuat dalam

KI I, penilaian sikap sosial yang termuat dalam KI II, penilaian pengetahuan yang

termuat dalam KI III dan penilaian keterampilan yang termuat dalam KI IV. Jadi

bukan hanya penilaian pengetahuan sebagai substansi penguasaan materi yang

ditekankan tetapi penilaian sikap dan keterampilan harus memiliki peranan penting

dalam proses pembelajaran. Berdasarkan tuntutan kurikulum 2013 dalam

permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 tentang penilaian autentik yakni penilaian

proses dan hasil.

a. Penilaian Sikap

Kurikulum 2013 membagi kompetensi sikap menjadi dua, yaitu sikap

spiritual yang terkait dengan pembentukan siswa yang beriman dan bertakwa, dan

sikap sosial yang terkait dengan pembentukan siswa yang berakhlak mulia,

mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Sikap spiritual sebagai perwujudan

Buku “Beautiful Learning Model”

97

dari menguatnya interaksi vertikal dengan Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan

sikap sosial sebagai perwujudan eksistensi kesadaran dalam upaya mewujudkan

harmoni kehidupan.

Pada model pembelajaran ini, kompetensi sikap spiritual mengacu pada

KI-1: Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya, sedangkan

kompetensi sikap sosial mengacu pada KI-2: Menghargai dan menghayati perilaku

jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya

diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam

jangkauan pergaulan dan keberadaannya.

Teknik dan bentuk instrumen yang digunakan dalam penilaian sikap adalah

teknik observasi, penilaian diri, penilaian antar siswa dan jurnal. Namun yang

digunakan dalam penerapan model ini umumnya menggunakan teknik observasi.

Adapun aspek-aspek yang diobservasi antara lain adalah (1) Berdo’a dengan

sungguh-sungguh sebelum memulai dan sesudah melaksanakan pembelajaran, (2)

Ikut serta bergembira dan bersyukur menerima penghargaan yang diberikan guru

pada akhir pembelajaran dan meneriakkan yel-yel pembelajaran, (3) Menyimak

dengan baik saat guru menerapkan teknik AMBAK (Apa Manfaatnya Bagiku)

mempelajari materi pertemuan hari ini dengan penuh rasa ingin tahu dan

ketertarikan kegunaan matematika pada kehidupan, (4) Mendengarkan dengan baik

penjelasan guru dengan penuh rasa ingin tahu mengenai cara menerapkan Catatan

Tulis dan Susun pada buku siswa yang disediakan dan /atau memberikan

pertanyaan mengenai hal tersebut, (5) Melakukan presentasi kelompok beautiful

sesuai dengan waktu yang diberikan sebagai wujud disiplin dengan penuh rasa

tanggung jawab dan percaya diri, (6) Memberikan pertanyaan atau tanggapan

sesuai dengan waktu yang diberikan sebagai wujud disiplin saat guru memberikan

Buku “Beautiful Learning Model”

98

kesempatan bertanya sesuai dengan apa yang telah mereka uraikan dalam CTS

dengan penuh percaya diri, (7) Bekerjasama dalam kelompok Beautiful dan

menyelesaikan LKS yang diberikan sambil berhenti sejenak untuk menerapkan yel-

yel diikuti gerakan badan sebagai refresing otak, (8) Melengkapi jawaban pada

titik-titik yang ada dalam buku siswa secara jujur dengan tujuan siswa sendiri yang

diharapkan dapat mengonstruksi pikirannya siswa sambil mengisi Lembar CTS

(mengenai topic/materi penting, pikiran, kesan, perasaan, pertanyaan, dsb) pada

buku tersebut secara teliti, (9) Setiap kali guru memberikan pertanyaan langsung

terkait dengan kehidupan sehari-hari yang dialami siswa, maka siswa menjawab

dengan penuh kejujuran, (10) Memberikan pertanyaan atau tanggapan sesuai

dengan waktu yang diberikan sebagai wujud disiplin saat guru memberikan

kesempatan bertanya sesuai dengan apa yang telah mereka uraikan dalam CTS

dengan penuh percaya diri, (11) Mengikuti proses belajar mengajar secara

keseluruhan pada hari ini (kehadiran) atau meminta izin kepada guru jika ingin

meninggalkan kelas sejenak sebagai wujud disiplin, (12) Berdasarkan arahan guru,

siswa menyimpulkan sendiri materi yang telah dipelajari sebagai wujud santun.

b. Penilaian Pengetahuan

Penilaian pencapaian kompetensi pengetahuan merupakan bagian dari

penilaian pendidikan. Dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian

Pendidikan dijelaskan bahwa penilaian pendidikan merupakan proses

pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian pencapaian

kompetensi siswa yang mencakup: penilaian otentik, penilaian diri, penilaian

berbasis portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan

Buku “Beautiful Learning Model”

99

akhir semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian

nasional, dan ujian sekolah.

Adapaun penilaian pengetahuan dapat diartikan sebagai penilaian potensi

intelektual yang terdiri dari tahapan mengetahui, memahami, menerapkan,

menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi (Anderson & Krathwohl, 2001).

Seorang pendidik perlu melakukan penilaian untuk mengetahui pencapaian

kompetensi pengetahuan siswa. Kompetensi Inti yang harus dimiliki oleh siswa

pada ranah pengetahuan adalah memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan

prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi,

seni, dan budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata. Penilaian terhadap

pengetahuan siswa dapat dilakukan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan baik

secara individu maupun secara berkelompok.

c. Penilaian Keterampilan

Berdasarkan kurikulum 2013 penilaian pencapaian kompetensi

keterampilan merupakan penilaian yang dilakukan terhadap siswa untuk menilai

sejauh mana pencapaian SKL, KI, dan KD khusus dalam dimensi keterampilan.

Cakupan penilaian dimensi keterampilan meliputi keterampilan peserta didik yang

dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.

Keterampilan ini meliputi: keterampilan mencoba, mengolah, menyaji, dan

menalar. Dalam ranah konkret keterampilan ini mencakup aktivitas

menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat. Sedangkan

dalam ranah abstrak, keterampilan ini mencakup aktivitas menulis, membaca,

menghitung, menggambar, dan mengarang.

Berdasarkan Permendikbud nomor 66 tahun 2013 tentang Standar

Penilaian, pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja,

Buku “Beautiful Learning Model”

100

yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi

tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio. Tes

praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan

suatu aktivitas atau perilaku sesuaidengan tuntutan kompetensi. Projek adalah

tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan perancangan,

pelaksanaan, dan pelaporan secaratertulis maupun lisan dalam waktu tertentu.

Sedangkan penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara

menilai kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang bersifat

reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau

kreativitas peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Karya tersebut dapat

berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan kepedulian peserta didik terhadap

lingkungannya. Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang

didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan

kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Informasi tersebut dapat

berupa karya peserta didik atau hasil ulangan dari proses pembelajaran yang

dianggap terbaik oleh peserta didik.

E. Sejarah Singkat “Beautiful Learning Model ”

Satri Asma, seorang guru matematika pada salah satu sekolah formal di

Kabupaten Sinjai yang juga merupakan mahasiswi pada Program Magister

Pascasarjana UNM Angkatan 2012. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

studinya dan mendapat gelar master pendidikan (M.Pd) pada prodi pendidikan

matematika, dia harus membuat dan menyajikan sebuah karya tulis ilmiah melalui

suatu penelitian yang disebut sebagai Tesis. Olehnya itu, dengan adanya syarat

tersebut maka dalam penelitiannya dia sebagai penulis tertarik untuk mengembangkan

dan merancang langkah-langkah pembelajaran yang dapat meningkatkan minat dan

Buku “Beautiful Learning Model”

101

motivasi siswa untuk belajar dengan tujuan memberikan hasil yang lebih optimal

sehingga tujuan pendidikan nasional dapat tercapai.

Mengembangkan dan merancang langkah-langkah pembelajaran baru, tidaklah

semudah yang penulis pikirkan atau dengan kata lain, tidaklah semudah membalikkan

kedua telapak tangan melainkan harus melalui suatu proses yang sangat panjang.

Mulai dari melakukan observasi, mengidentifikasi masalah-masalah dalam proses

belajar peserta didik, mempelajari dan mengumpulkan teori-teori untuk menemukan

solusi terhadap masalah yang telah diidentifikasi kemudian belajar merancang

langkah-langkah pembelajaran yang memuat kegiatan pembelajaran mulai dari awal

hingga akhir. Kemudian dikonsultasikan dan dilakukan reivisi secara berulang-ulang

hingga menghasilkan produk yang valid yakni mulai buku model, perangkat dan

semua instrumen yang dibutuhkan. Setelah itu dilakukan pula uji coba berkali-kali

hingga memperoleh hasil yang praktis dan efektif yang tentunya memakan waktu yang

cukup lama dan dilakukan tahap demi tahap.

Waktu, tenaga, pikiran, keringat dan bahkan air mata telah penulis curahkan

dalam proses perancangan / pembuatan karya tulis ilmiah tersebut dan Alhamdulillah

semoga Allah SWT meridhoi, sebentar lagi fase-fase pembelajaran yang telah penulis

rancang dapat dijadikan sebagai sebuah model pembelajaran baru yakni model

pembelajaran yang menyenangkan, mengesankan dan dapat meningkatkan daya ingat

siswa dan diberi nama dengan “Beautiful Learning Model”.

Pada awalnya, model pembelajaran ini diberikan nama oleh penulis sebagai

“Beautiful Learning Model 3 in 1”. Alasan penulis memunculkan kata “Beautiful”

karena hampir setiap fase dalam model ini selalu ada nuansa Beautiful-nya, contohnya

yel-yel yang diberikan adalah yel-yel beautiful, contoh lain pembentukan kelompok

yang dilakukan diberi nama kelompok b, kelompok e, kelompok a, kelompok u,

Buku “Beautiful Learning Model”

102

kelompok t, kelompok i, kelompok f dan kelompok l sehingga apabila dirangkai

huruf-huruf tersebut akan membentuk kata “Beautiful”. Sementara alasan penulis

memunculkan kata “3 in 1” adalah bahwa dalam pembentukan kelompok tersebut

syarat utamanya harus minimal tiga orang dalam 1 kelompok dengan alasan untuk

lebih membuat siswa fokus terhadap kegiatan kelompok yang diberikan. Apabila lebih

dari 3 siswa dalam 1 kalompok maka peluang siswa lebih besar untuk membahas hal-

hal diluar materi pembelajaran. Alasan lain mengapa penulis memunculkan angka 3

pada nama model tersebut adalah karena angka 3 memiliki makna tersendiri, dalam

bahasa inggris artinya “three” yang kedengaran sepintas sebutannya adalah “thri” yang

sebenarnya juga merupakan bagian dari nama panggilan penulis.

Namun menurut pembimbing dan penguji, walaupun pemberian nama sebuah

model adalah hak penuh penulis tetapi beliau menyarankan bahwa dalam memberikan

nama sebuah model pembelajaran harus lebih ilmiah. Kata “3 in 1” menurut para

beliau kurang ilmiah. Oleh karena dalam sintaks (fase-fase) model ini didalamnya ada

pembentukan kelompok belajar yang disebut Kelompok Beautiful maka, penulis

mengubah nama model tersebut yang dulunya diberi nama “Model Pembelajaraan

Beautiful 3 in 1” lebih tepatnya menjadi “Beautiful Learning Model”. Artinya sebuah

model pembelajaran yang bertujuan untuk menciptakan pembelajaran menyenangkan,

mengesankan dan meningkatkan daya ingat siswa melalui 6 fase pembelajaran antara

lain : (1) Menerapkan yel-yel pembelajaran, serta menyampaikan tujuan dan

memotivasi siswa melalui teknik AMBAK, (2) Penerapan teknik CTS (Catatan: Tulis

Susun) serta mendemonstrasikan materi ajar melalui bahan ajar, (3)

Mengorganisasikan/mengelompokkan siswa melalui setting Kelompok Beautiful

secara heterogen yang beranggotakan maksimal 3 orang, (4) Membimbing siswa ke

dalam kelompok belajar melalui setting Kelompok Beautiful, (5) Presentase

Buku “Beautiful Learning Model”

103

kelompok dan umpan balik, (6) Menyimpulkan materi serta memberikan penghargaan

dan menyampaikan salam perpisahan.

Model ini dirancang sedemikian dengan mengikuti langkah-langkah

pengembangan model menurut Ploomp dan melalui beberapa kali uji coba lapangan

hingga memenuhi kriteria kevalidan model menurut para ahli dari segi rasionalitas dan

teori pendukung, kriteria kepraktisan model ditinjau dari segi keterlaksanaannya dan

kriteria keefektivan model ditinjau dari segi tujuannya agar menghasilkan suatu model

yang berkualitas dan tentunya berpatokan pada tuntutan kurikulum 2013 melalui

pendekataan saintifik dengan tujuan untuk menciptakan pembelajaran menyenangkan,

mengesankan dan meningkatkan daya ingat siswa untuk memperoleh prestasi belajar

yang maksimal. Perlu penulis tekankan kembali bahwa walaupun Beautiful Learning

Model ini berpatokan pada Kurikulum 2013 yang tengah diterapkan oleh beberapa

sekolah se Indonesia saat ini bukan berarti bahwa model ini bertentangan dengan

aspek-aspek yang harus diutamakan yang ada pada kurikulum-kurikulum sebelumnya

seperti Kurikulum 2006 atau KTSP. Sehingga apabila di kemudian hari pemerintah

kembali mengharuskan untuk menggunakan KTSP maka tidak ada masalah dengan

adanya model ini. Mengapa demikian? Penulis yakin jawabannya ada pada diri

masing-masing pembaca yang telah berupaya untuk mempelajari Beautiful Learning

Model ini.

Buku “Beautiful Learning Model”

104

DAFTAR PUSTAKA

Abdu, Muhammad. 2014. Menciptakan Pembelajaran yang Menyenangkan. Artikel. Diunduh dari https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CCUQFjAA&url=http%3A%2F%2Fsumsel.kmenag.go.id%2Ffile%2Ffile%2FTULISAN%2Fjgri1331699416.pdf&ei=TW9OU_yvC4vIrQev4IDIAw&usg=AFQjCNE4q7sX56cYmYhAeRf2UE3P4kM2A&bvm=bv.64764171,d.bmk pada tanggal 15 April 2014.

Alfathona, Hafidz. 2013. Pembelajaran Quantum. Makalah. Diunduh dari: http://hafidzalfathona.blogspot.com/ pada tanggal 16 April pukul 7:51.

Anonim. 2014. Langkah-Langkah Umum Pembelajaran dengan Pendekatan Saintific dalam Kurikulum 2013. Blog Pendidikan. Diunduh dari http://klastertimur.blogspot.com/2013/10/langkah-langkah- umupembelajaran.html pada tanggal 18 April 2014 Pukul 8:42

Arsyad, Nurdin. 2007. Model Pembelajaran Matematika untuk Menumbuhkan Kemampuan Metakognitif. Disertasi tidak diterbitkan UNESA Surabaya.

Asma, Satri. 2011. Implementasi Quantum Learning dalam Pembelajaran Matematika. Skripsi tidak diterbitkan FMIPA UNM Makassar.

Ayuni, Nizwa. 2011. Teori Belajar Skinner. Artikel. Diunduh dari http://www.academia.edu/5530705/Makalah_TEORI_BELAJAR_SKINN ER# pada tanggal 16 April 2014 pukul 8:19

Cairuddin. 2010. Cerdas Pendidikan. Artikel. Diunduh dari: http://cedaspendidikan.blogspot.com/2010/08/karya-lozanov.html pada Tanggal 11 Maret 2013.

Chatib, Munif. 2010. Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelligence di Indonesia. Bandung: Kaifa.

Chatib, Munif. 2011. Gurunya Manusia. Bandung: Kaifa.

Dahar, Ratna Wilis. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga

De Porter Bobbi & Hernacki Mike 2004. Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Terjemahan oleh Alwiyah Abdurrahman tahun 2004. Bandung: Penerbit Kaifa.

Buku “Beautiful Learning Model”

105

De Porter Bobbi & Hernacki Mike. 2013. Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa.

De Porter Bobbi, Reardon Mark & Singer Sarah. 2004. Quantum Teaching : Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Terjemahan oleh Ary Nilandari Tahun 2004. Bandung: Penerbit Kaifa.

De Porter Bobbi, Reardon Mark & Singer Sarah. 2012. Quantum Teaching : Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Bandung: Kaifa.

Faisal. 2012. Menciptakan Suasana Pembelajaran yang Menyenangkan. Makalah. http://faizalkualaselakau.blogspot.com/2012/10/normal-0-false-false-false- en-us-x- none.html Diakses pada tanggal 15 April 2014 Pukul 19:57.

Gonzales, P. (2009). Highlights From TIMSS 2007: Mathematics and Science Achievement of U.S. Fourthand Eighth-Grade Students in an International Context. Washington, DC: National Center for Education Statistics, Institute of Education Sciences, U.S. Department of Education

Hamzah. 2003. “Pembelajaran Matematika Menurut Teori Belajar Konstruktivisme.” Jurnal pendidikan dan kebudayaan No.040-Januari 2003. Online (htt://www.depdiknas.go.id), downloand tgl. 19-9-2007.

Huang, H-M. (2002). Toward Constructivism for Adult Learners in Online Learning Environments. British Journal of Educational Technology, Vol. 33 No 1 2002 p21-37. Blackwell Publisher Ltd.

Hudojo, Herman. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang Press.

Indrawati, M.Pd dan Wawan Setiawan. 2009. Modul Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Diterbitkan oleh PPPPTKIPA.

Isjoni. 2011. Cooperatif Learning : Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta.

Ismail SM, M.Ag. 2008. Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis Paikem, Semarang : Rasail Media Group.

Johnson, D. W., & Johnson, R. T. 1998. Introduction to Cooperative Learning. Diunduh dari http://www.co-operation.org/home/introduction-to- cooperative-learning/ , tanggal 22/09/2013 pukul 13.39

Joyce, Bruce; Weil, Marsha; & Showers, B. 2009 Models of Teaching. Eighth Edition. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Buku “Beautiful Learning Model”

106

Kagan, S. 2001. Cooperative Learning Structures Can Increase Student Achievement. California: Kagan Online Magazine. Diunduh dari http://www.kaganonline.com/catalog/cooperative_learning.php, tanggal 22/9/2013 pukul 09.18

Kolb, A.D. 1984. Experiential Learning, Experience as The Source of Learning and Development. New Jersey: Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs.

Mahfudz, Alby. 2011. Model Pembelajaran Experiential Learning. Artikel. Diunduh dari: http://albyjmahfudz.blogspot.com/2011/05/model-pembelajaran-experiential.html pada Tanggal 13 Maret 2013.

Mamul. 2011. Tips Aplikasi PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). Jogjakarta: Diva Press.

Mark, Reardon, dkk. 2004. Quantum Teaching Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Terjemahan oleh Ary Nilandari. 2004. Bandung: Penerbit Kaifa.

Meier, Dave. 2004. Quantum Learning as The Accelerated Learning. Bandung: Kaifa PT Mizan Pustaka.

Myers, Brien E dan T Grady Roberts. 2004. Conducting and Evaluating Professional Development Workshops using Experiential Learning. NACTA Journal, vol 48, p 27-32

Nasution, S. 2011. Berbagai Pendekatan dalam Kelompok Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Nur & Wikandari. 2000. Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran.Pusat Sains dan Matematika Sekolah Universitas Negeri Surabaya.

Prasetyo, Iis. 2012. Telaah Teoretis Model Experiential Learning dalam Pelatihan Kewirausahaan Program Pendidikan Non Formal . Jurnal. Diunduh dari: http://007indien.blogspot.com/2012/03/pembelajaran-experiential-learning.html pada Tanggal 11 Maret 2013.

Puspendik. 2012. Diunduh dari http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/puspendik pada tangga l1 Februari2014.

Rose, Colin. 2002. K-U-A-S-A-I lebih cepat: Buku Pintar Accelerated Learning, Terj. MASTER It Faster oleh Femmy Syahrani. Bandung: Kaifa.

Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran, Jakarta : Rajawali Pers.

Buku “Beautiful Learning Model”

107

Rusman, Deni & Riana. 2011. Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Slameto. 2010. Belajar dan faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Edisi Revisi Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Slavin, RE. 2011. Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktek. Jakarta: PT. Indeks

Sousa, David. 2012. Bagaimana Otak Belajar. Jakarta: PT Indeks.

Suherman, Erman, dkk. 2003. Commontext Book: Strategi Pembelajaran Matematika Komtemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Tirtarahardja, Umar & La Sulo. 2010. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Trainner. 2008. Neuro Linguistic Proramming. Artikel. Diunduh dari: http://seftalbi.com/fitur/15-penentu-efektifitas-seft/richard-bandler-john-grinder-nlp-neuro-linguistic-programming.html pada Tanggal 11 Maret 2013.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruksivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher

Trisdyanto, 2008. Pengembangan Bahan ajar Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung Berbasis Konstruktivistik Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Bungoro Pangkep. Tesis tidak dipublikasikan. Makassar, PPs Unm.

Yaumi, Muhammad. 2013. Prinsip – Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta. Kencana

Yudha, Eka Sakti. 2013. Program bimbingan berbasis Neuro linguistic programming untuk Mengatasi prokrastinasi mahasiswa. Makalah. Diunduh dari: http://psikologishare.blogspot.com/2011/11/nlp.html pada Tanggal 11 Maret 2013.