Upload
lounaunima260990
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)Untuk memenuhi MID semester mata kuliah PAK
ALVENOLIA VIENDA ADAONG14532006KELAS C
SEMESTER 1
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN IMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MANADO
1
Kata Pengantar
Puji dan syukur patut di naikkan kepada Tuhan yang Maha
Esa, karena atas limpahan kasih-Nya saya bisa menyelesaikan
makalah ini.
Makalah ini dibuat untuk membahas tentang tindak
kekerasan yang terjadi dalam lingkup keluarga atau yang
disebut kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Pemahaman
tentang apa yang mendasari terjadinya KDRT, dampak, serta
penangan bagi korban kiranya dapat di peroleh dalam makalah
ini.
Demikian makalah ini dibuat, kiranya dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Tondano, 03 November 2014
ALVENOLIA VIENDA ADAONG
3
i
Daftar IsiHalaman judulKata pengantar........................................................................................................... iDaftar isi.................................................................................................................... iiBab I Pendahuluan.....................................................................................................1
A. Latar belakang..........................................................................................1
B. Rumusan masalah.....................................................................................2
C. Tujuan.......................................................................................................2Bab II Pembahasan.....................................................................................................2A. Keluarga Sebagai Ruang Lingkup KDRT............................................................2B. Pengertian KDRT.................................................................................................3
4
C. Bentuk KDRT……………………………………………..................................5D. Faktor Terjadinya KDRT......................................................................................6E. Dampak KDRT.....................................................................................................8F. Dasar Hukum Dan Sanksi KDRT..........................................................................9G. Hak Korban KDRT Serta Peran Berbagai Pihak..................................................13H. Penanganan Dan Pemulihan korban KDRT.........................................................15
Bab III Penutup......................................................................................................... 17A. Kesimpulan............................................................................................................17B. Saran......................................................................................................................18Daftar pustaka............................................................................................................19
5
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap keluarga memimpikan dapat membangun keluarga harmoni,
bahagia dan saling mencintai, namun pada kenyataannya banyak
keluarga yang merasa tidak nyaman, tertekan dan sedih karena
terjadi kekerasan dalam keluarga, baik kekerasan yang bersifat
fisik, psikologis, seksual, emosional, maupun penelantaran.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat disebabkan oleh faktor
internal dan eksternal, baik secara sendiri-sendiri maupun
bersama-sama, terlebih-lebih di era terbuka dan informasi yang
kadangkala budaya kekerasan yang muncul lewat informasi tidak
bisa terfilter pengaruh negatifnya terhadap kenyamanan hidup
dalam rumah tangga.Adanya kekerasan dalam lingkup keluarga, dpat
memberikan dampak yang cukup besar bagi keangsungan hidup korban.
Adapun Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, beserta
perubahannya. Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara RI6
Tahun 1945 menentukan bahwa “Setiap orang berhak atas
perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan
harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau
tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”. Pasal 28H ayat
(2) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 menentukan bahwa
“Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus
untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai
persamaan dan keadilan”. Perkembangan dewasa ini menunjukkan
bahwa tindak kekerasan secara fisik, psikis, seksual, dan
penelantaran rumah tangga pada kenyataannya terjadi sehingga
dibutuhkan perangkat hukum yang memadai untuk menghapus kekerasan
dalam rumah tangga.
Meskipun sudah ada UU yang mengatur tindak kekerasan dalam
rumah tangga, namun nyatanya masih banyak kasus yang terjadi di
masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan lagi wawasan yang luas
tentang tindak kekerasan tersebut untuk mencegah dan
meminimalisir kasus di kemudian hari.
B. Rumusan Masalah
- Apa yang menjadi ruang lingkup KDRT ?
- Apa yang di maksud dengan KDRT?
- Bagaimana KDRT di pandang dari sudut Agama Kristen?
- Bagaimana bentuk KDRT ?
7
- Apa saja faktor penyebab KDRT ?
- Apa dampak dari KDRT bagi para korban ?
- Bagaimana pencegahan dan penanganan KDRT ?
- Apa peran gereja dalam mencegah KDRT ?
C. Tujuan
Mengetahui dan memahami lebih dalam tentang KDRT
Memahami pandangan Agama Kristen tentang KDRT
Mengetahui bentuk, factor, dan dampak KDRT
Mengetahui peran semua pihak dalam mencegah KDRT
BAB II
PEMB AHASAN
A. KELUARGA SEBAGAI RUANG LINGKUP KDRT
8
Keluarga atau rumah tangga adalah unit sosial terkecil dalam
masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap
perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota
keluarga. Keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan perlu
kepala rumah tangga sebagai tokoh penting yang memimpin keluarga
disamping beberapa anggota keluarga lainnya. Anggota keluarga
terdiri dari Ayah, ibu, dan anak merupakan sebuah satu kesatuan
yang memiliki hubungan yang sangat baik.
Keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman,
tenteram, dan damai merupakan dambaan setiap orang dalam rumah
tangga. Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa dijamin oleh Pasal 29 Undang-Undang Dasar
Negara RI Tahun 1945. Dengan demikian, setiap orang dalam lingkup
rumah tangga dalam melaksanakan hak dan kewajibannya harus
didasari oleh agama. Hal ini perlu terus ditumbuhkembangkan dalam
rangka membangun keutuhan rumah tangga. Untuk mewujudkan keutuhan
dan kerukunan tersebut, sangat tergantung pada setiap orang dalam
lingkup rumah tangga, terutama kadar kualitas perilaku dan
pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga
tersebut.
Setiap keluarga memiliki cara untuk menyelesaikan masalahnya
masing-masing. Apabila masalah diselesaikan secara baik dan sehat
maka setiap anggota keluarga akan mendapatkan pelajaran yang
berharga yaitu menyadari dan mengerti perasaan, kepribadian dan
pengendalian emosi tiap anggota keluarga sehingga terwujudlah
9
kebahagiaan dalam keluarga. Penyelesaian konflik secara sehat
terjadi bila masing-masing anggota keluarga tidak mengedepankan
kepentingan pribadi, mencari akar permasalahan dan membuat solusi
yang sama-sama menguntungkan anggota keluarga melalui komunikasi
yang baik dan lancar. Disisi lain, apabila konflik diselesaikan
secara tidak sehat maka konflik akan semakin sering terjadi dalam
keluarga.
Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika
kualitas dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada
akhirnya dapat terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga
timbul ketidakamanan atau ketidakadilan terhadap orang yang
berada dalam lingkup rumah tangga tersebut. Untuk mencegah,
melindungi korban, dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah
tangga, negara dan masyarakat wajib melaksanakan pencegahan,
perlindungan, dan penindakan pelaku sesuai dengan falsafah
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Negara
berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan
dalam rumah tangga, adalah pelanggaran hak asasi manusia dan
kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk
diskriminasi.
B. PENGERTIAN KDRT
1. Secara Umum
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat diartikan sebagai
tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang pengasuh,
10
orangtua, atau pasangan. KDRT merupakan masalah rumah tangga
sehingga merupakan aib apabila permasalahan rumah tangganya
diketahui oleh lingkungan sekitar. Kadangkala lingkungan kurang
tanggap terhadap kejadian KDRT di sekitarnya dengan alasan KDRT
merupakan masalah domestik sehingga apabila ada kejadian KDRT
orang lain tidak perlu campur tangan. Padahal dampak KDRT sangat
besar baik bagi si korban maupun keluarganya.
KDRT dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, di antaranya:
Kekerasan fisik, penggunaan kekuatan fisik; kekerasan
seksual, setiap aktivitas seksual yang dipaksakan; kekerasan
emosional, tindakan yang mencakup ancaman, kritik dan
menjatuhkan yang terjadi terus menerus; dan mengendalikan
untuk memperoleh uang dan menggunakannya.
2. Berdasarkan Undang-Undang
Berdasarkan Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang PKDRT
pada pasal 1 butir 1 menyebutkan bahwa Kekerasan Dalam Rumah
Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan,
atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga. Demikian juga pada pasal 2 ayat 1 menyebutkan
bahwa lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi (a)
Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri);
11
(b) Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang
sebagaimana dimaksud dalam huruf a karena hubungan darah,
perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap
dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan); dan/atau
(c) Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam
rumah tangga tersebut (Pekerja Rumah Tangga).
3. Menurut Firman Tuhan
Kekerasan bukanlah gaya hidup dan cara menyelesaikan masalah
dalam keluarga yang berdasakan Firman Tuhan. Setiap bentuk dan
ekspresi yang sekalipun bertujuan baik, bila dilakukan dengan
jalan kekerasan adalah melawan kehendak Tuhan. “Tuhan menguji
orang benar dan orang fasik, dan la membenci orang yang mencintai
kekerasan” (Mazmur 11:5).
Rumah tangga merupakan tempat pembelajaran dalam membangun relasi
hubungan interpersonal. Paulus menyampaikan dua dasar kehidupan
orang Kristen, yaitu mereka menjadi manusia baru (Efesus 4:17-
32), dan mereka hidup sebagai anak-anak terang (Efesus 5:1-21).
Semakin baik kualitas relasi di antara suami dengan istri,
semakin menunjukkan kualitas hubungan dalam rumah tangga
tersebut. Hubungan relasi di antara suami dan istri inilah yang
dikatakan Paulus kepada jemaat Efesus; “Hai istri, tunduklah
kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami ada¬lah kepala
istri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat” (Efesus 5:22-
23).
Paulus menegaskan bahwa kehidupan se¬bagai manusia baru adalah
kehidupan di dalam terang Kristus (Efesus 5:8). Hidup sebagai
12
anak terang dikuasai oleh Roh dan pikiran Kristus menjadikan
seseorang mampu menaklukan diri di bawah kehendak Kristus. Paulus
menjelaskan bentuk hubungan perkawinan menggunakan pola hierarki.
Hal ini karena latar belakang budaya Yahudi, di mana budaya
patriarki masih sangat mempengaruhi pemikirannya “Rendahkanlah
dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus”
(Efesus 5:21).
Paulus menekankan soal ketaatan yang mengandung unsur rasa hormat
bagi posisi yang dituakan dalam Efesus 6:1-9. Sebuah ketaatan dan
rasa hormat yang bersumber dari ketulusan. Setiap anggota
keluarga perlu mengembangkan sikap ketaatan dan kasih yang
menjadi cara berelasi antara suami dan istri. Menurut Paulus hal
ini tidak mungkin terjadi sikap arogan: semena-mena, melecehkan,
meremehkan, dan tidak menjadi teladan dalam hubungan rumah
tangga.
C. BENTUK KDRT
Lau dan Kosberg, (1984) melalui studinya menegaskan bahwa ada
empat tipe kekerasan, di antaranya
Pertama, kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa
sakit, jatuh sakit atau luka berat (Pasal 6). Adapun kekerasan
fisik dapat diwujudkan dengan perilaku di antaranya: menampar,
menggigit, memutar tangan, menikam, mencekek, membakar,
menendang, mengancam dengan suatu benda atau senjata, dan
13
membunuh. Perilaku ini sungguh membuat korban kdrt menjadi trauma
dalam hidupnya, sehingga mereka tidak merasa nyaman dan aman.
Kedua, kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk
bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat
pada seseorang (pasal 7). Adapun tindakan kekerasan psikis dapat
ditunjukkan dengan perilaku yang mengintimidasi dan menyiksa,
memberikan ancaman kekerasan, mengurung di rumah, penjagaan yang
berlebihan, ancaman untuk melepaskan penjagaan anaknya,
pemisahan, mencaci maki, dan penghinaan secara terus menerus.
Ketiga, kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa
pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan
cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan
seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan
tertentu. Kekerasan seksual meliputi (pasal 8): (a) Pemaksaan
hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam
lingkup rumah tangga tersebut; (b) Pemaksaan hubungan seksual
terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang
lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
Keempat, penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang
menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal
menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau
perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau
pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga
berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan
14
ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja
yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di
bawah kendali orang tersebut (pasal 9). Penelantaran rumah tangga
dapat dikatakan dengan kekerasan ekonomik yang dapat
diindikasikan dengan perilaku di antaranya seperti : penolakan
untuk memperoleh keuangan, penolakan untuk memberikan bantuan
yang bersifat finansial, penolakan terhadap pemberian makan dan
kebutuhan dasar, dan mengontrol pemerolehan layanan kesehatan,
pekerjaan, dan sebagainya.
D. FAKTOR TERJADINYA KDRT
1. Menurut Pakar Bidang Penelaah Kekerasan
Zastrow & Browker (1984) menyatakan bahwa ada tiga teori
utama yang mampu menjelaskan terjadinya kekerasan, yaitu teori
biologis, teori frustasi- agresi, dan teori kontrol.
Pertama, teori biologis menjelaskan bahwa manusia, seperti juga
hewan, memiliki suatu instink agressif yang sudah dibawa sejak
lahir.
- Sigmund Freud menteorikan bahwa manusia mempunyai suatu
keinginan akan kematian yang mengarahkan manusia-manusia
itu untuk menikmati tindakan melukai dan membunuh orang
lain dan dirinya sendiri.
15
- Robert Ardery yang menyarankan bahwa manusia memiliki
instink untuk menaklukkan dan mengontrol wilayah, yang
sering mengarahkan pada perilaku konflik antar pribadi
yang penuh kekerasan.
- Konrad Lorenz menegaskan bahwa agresi dan kekerasan
adalah sangat berguna untuk survive. Manusia dan hewan
yang agresif lebih cocok untuk membuat keturunan dan
survive, sementara itu manusia atau hewan yang kurang
sagresif memungkinkan untuk mati satu demi satu
Kedua, teori frustasi-agresi menyatakan bahwa kekerasan sebagai
suatu cara untuk mengurangi ketegangan yang dihasilkan situasi
frustasi. Teori ini berasal dari suatu pendapat yang masuk akal
bahwa sesorang yang frustasi sering menjadi terlibat dalam
tindakan agresif. Orang frustasi sering menyerang sumber
frustasinya atau memindahkan frustasinya ke orang lain. Diakui
bahwa sebagian besar tindakan agresif dan kekerasan nampak tidka
berkaitan dengan frustasi. Misalnya, seorang pembunuh yang
pofesional tidak harus menjadi frustasi untuk melakukan
penyerangan. Teori ini menjelaskan bahwa orang-orang yang
hubungannya dengan orang lain tidak memuaskan dan tidak tepat
adalah mudah untuk terpaksa berbuat kekerasan ketika usaha-
usahnya untuk berhubungan dengan orang lain menghadapi situasi
frusstasi. Teori ini berpegang bahwa orang-orang yang memiliki
hubungan erat dengan orang lain yang sangat berarti cenderung
lebih mampu dengan baik mengontrol dan mengendalikan perilakunya
yang impulsif. Travis Hirschi memberikan dukungan kepada teori
16
ini melalu temuannya bahwa remaja putera yang memiliki sejarah
prilaku agresif secara fisik cenderung tidak memiliki hubungan
yang dekat dengan orang lain.
2. Secara Umum
Dalam lingkup keluarga, KDRT umumnya terjadi karena :
- Kurang komunikasi, Ketidakharmonisan.
- Alasan Ekonomi.
- Ketidakmampuan mengendalikan emosi.
- Ketidakmampuan mencari solusi masalah rumah tangga
apapun.
- Kondisi mabuk karena minuman keras dan narkoba.
- Latar budaya patriarki dan ideologi gender yang
berpengaruh.
E. DAMPAK KDRT
Dampak KDRT Terhadap Perempuan
Mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, trauma
berkepanjangan.
Dampak KDRT terhadap Anak
Adapun dampak KDRT secara rinci akan dibahas berdasarkan tahapan
perkembangannya sebagai berikut:
17
1. Dampak terhadap Anak berusia bayi
Bayi yang menjadi korban KDRT akan mengalami ketidaknormalan
dalam pertumbuhan dan perkembangannya yang sering kali diwujudkan
dalam problem emosinya, bahkan sangat terkait dengan persoalan
kelancaran dalam berkomunikasi.
2. Dampak terhadap anak kecil
Dampak KDRT terhadap anak usia muda (anak kecil) sering
digambarkan dengan problem perilaku, seperti seringnya sakit,
memiliki rasa malu yang serius, memiliki self-esteem yang rendah,
dan memiliki masalah selama dalam pengasuhan, terutama masalah
sosial, misalnya : memukul, menggigit, dan suka mendebat.
3. Dampak terhadap Anak usia pra sekolah
KDRT berdampak terhadap kompetensi perkembangan sosial-kognitif
anak usia prasekolah.
4.Dampak terhadap Anak usia SD
kelompok anak-anak yang secara historis mengalami kekerasan dalam
rumah tangganya cenderung mengalami problem perilaku pada tinggi
batas ambang sampai tingkat berat, memiliki kecakapan adaptif di
bawah rata-rata, memiliki kemampuan membaca di bawah usia
kronologisnya, dan memiliki kecemasan pada tingkat menengah
sampai dengan tingkattinggi.
5.DampakTerhadapRemaja
kekerasan yang ada dalam rumah tangga, tidak sepenuhnya kekerasan
18
itu berdampak kepada semua anak remaja, tergantung ketahanan
mental dan kekuatan pribadi anak remaja tersebut. Dari banyak
penelitian menunjukkan bahwa konflik antar kedua orangtua yang
disaksikan oleh anak-anaknya yang sudah remaja cenderung
berdampak yang sangat berarti, terutama anak remaja pria
cenderung lebih agresif, sebaliknya anak remaja wanita cenderung
lebih dipresif.
F. DASAR HUKUM DAN SANKSI KDRT
Berikut ini adalah “Dasar Hukum” untuk KDRT :
1. Nasional
- Undang - undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
Pasal 27
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.b c. Undang-undang (UU)
Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai
Penghapusan segala bentuk Deskriminasi Terhadap Wanita
(Lembaran Negara Th. 1984 No. 29, Tambahan Lembaran Negara
3277)
19
- UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (Lembaran Negara Th 1999
No 165, Tambahan Lembaran Negara No. 3886)
- UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak f. UU
Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga g. UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah h. UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi
dan Korban i. UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan j.
Peraturan Pemerintah N o . 4 tahun 2 0 0 6 tentang
Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan
dalam Rumah Tangga
- Peraturan Pemerintah No . 38 tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kota
- Keputusan Presiden RI No. 65 tahun 2005 tentang Komisi
Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
- Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
- Instruksi Pres iden R I N o . 9 tahun 2000 tentang
Pengarus utama Gender dalam Pembangunan Nasional
- Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan N o . 1
tahun 2007 tentang Forum Koordinasi Penyel enggaraan
Kerjasama Pencegahan dan Penanganan KDRT
20
- Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak No. 1 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal (SPM) Bidang Layanan Terpadu Bagi Perempuan dan Anak
Korban Kekerasan
- Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak N o . 6 Tahun 2011 tentang Pencegahan
dan pencegahan kekerasan terhadap anak di lingkungan
keluarga, masyarakat dan sekolah.
2. Internasional
a. Convention on the Elimination of All Forms of Discriminations Against Women
(CEDAW) yang diratifikasi dengan Undang Undang No. 7 tahun 1984
b. Komite PBB tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan
tahun 1989 (Rekomendasi Umum 12 Bidang ke-8)
c. Rekomendasi Umum No. 19 Sidang II tahun 1992 tentang
Penghapusan Segala Bentuk Diskrimina i terhadap Perempuan
d. Konferensi Dunia tentang Hak Asasi Manusia tahun 1993, yang
dirapatkan oleh Sidang Umum PBB dengan Resolusi No. 45/155,
Desember 1990
e. Resolusi Mejelis Umum PBBNP 48/104 Th. 1993 yang mengutuk
setiap bentuk kekerasan terhadap perempuan baik dalam keluarga
maupun masyarakat atau oleh Negara.
21
Sanksi Pidana Bagi Pelaku KDRT
Sanksi pidana dalam pelanggaran UU No.23 tahun 2004 tentang
PKDRT diatur dalam Bab VIII mulai dari pasal 44 s/d pasal 53.
Khusus untuk kekerasan KDRT di bidang seksual, berlaku pidana
minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara atau 20
tahun penjara atau denda antara 12 juta s/d 300 juta rupiah atau
antara 25 juta sampai dengan 500 juta rupiah. (vide pasal 47 dan
48 UU PKDRT).
Selain pidana pokok yang diatur dalam KUHP, UU PKDRT dalam
Pasal 50 juga mengatur pidana tambahan berupa: pembatasan gerak
pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban
dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak
tertentu dari pelaku; penetapan pelaku mengikuti program
konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu.
Pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga–“UU KDRT”).
UU KDRT juga telah memberikan larangan bagi setiap orang
untuk melakukan kekerasan baik kekerasan fisik, kekerasan psikis,
22
kekerasan seksual maupun penelantaran rumah tangga terhadap orang
dalam lingkup rumah tangganya (lihat Pasal 5 UU KDRT). Kekerasan
fisik yang dimaksud pasal tersebut adalah perbuatan yang
mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat
(lihat Pasal 6 UU KDRT) sehingga termasukpula perbuatan menampar,
menendang dan menyulut dengan rokok adalah dilarang.
Pasal 26 ayat (1) UU KDRT menentukan bahwa yang dapat
melaporkan secara langsung adanya KDRT kepada polisi adalah
korban. Sebaliknya, keluarga atau pihak lain tidak dapat
melaporkan secara langsung adanya dugaan KDRT kecuali telah
mendapat kuasa dari korban (lihat Pasal 26 ayat [2] UU KDRT).
Meski demikian, pihak keluarga masih dapat melakukan
tindakan lain untuk mencegah berlanjutnya kekerasan terhadap
korban. Kewajiban masyarakat untuk turut serta dalam pencegahan
KDRT ini diatur dalamPasal 15 UU KDRT yang berbunyi sebagai
berikut:
“Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam
rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas
kemampuannya untuk:
a. mencegah berlangsungnya tindak pidana;
b. memberikan perlindungan kepada korban;
c. memberikan pertolongan darurat; dan
d. membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.”
23
Dengan demikian, berdasarkan ketentuan di atas, yang dapat
Anda lakukan sebagai kakak adalah sebagaimana disebutkan dalam
poin a s.d. poin d di atas. UU KDRT menyebutkan bahwa permohonan
(poin d) dapat disampaikan dalam bentuk lisan atau tulisan.
Ditegaskan pula dalam hal permohonan perintah perlindungan
diajukan oleh keluarga, teman korban, kepolisian, relawan
pendamping, atau pembimbing rohani, maka korban harus memberikan
persetujuannya. Namun, dalam keadaan tertentu, permohonan dapat
diajukan tanpa persetujuan korban (lihat Pasal 30 ayat [1], ayat
[3], dan ayat [4] UU KDRT). Yang dimaksud dengan ”keadaan
tertentu” dalam ketentuan tersebut, misalnya: pingsan, koma, dan
sangat terancam jiwanya.
Selain itu, korban KDRT dilindungi haknya oleh UU KDRT yaitu
untuk mendapatkan (Pasal 10 UU KDRT):
a. perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan,
pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik
sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan
dari pengadilan;
b. pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;
c. penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan
korban;
24
d. pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap
tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
e. pelayanan bimbingan rohani.
Ancaman pidana terhadap kekerasan fisik dalam lingkup rumah
tangga ini adalah pidana penjara pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau denda paling banyak Rp15 juta (lihat Pasal 44
ayat [1] UU KDRT). Dan khusus bagi KDRT yang dilakukan oleh suami
terhadap istri yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan
untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau
kegiatan sehari-hari, ancaman pidananya adalah pidana penjara
paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp5
juta (lihat Pasal 44 ayat [4] UU KDRT).
G. HAK KORBAN KDRT SERTA PERAN BERBAGAI PIHAK
Hak-Hak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Ps 10)
perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan,
pengadilan, advokat, lembaga sosial , atau pihak lainnya
baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah
perlindungan dari pengadilan
25
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis
penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan
korban;
pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada
setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
pelayanan bimbingan rohani.
Untuk menjaga hak-hak korban KDRT dan untuk segala bentuk
pencegahan serta penanggulangan KDRT, maka di perlukan
campur tangan dari berbagai pihak
Kewajiban Pemerintah
Pemerintah (cq. Menteri Pemberdayaan Perempuan) bertanggung
jawab dalam upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga (Ps
11). Oleh karenanya, sebagai pelaksanaan tanggung jawab tersebut,
pemerintah (Ps 12):
merumuskan KEBIJAKAN PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA;
menyelenggarakan KOMUNIKASI, INFORMASI dan EDUKASI tentang
kekerasan dalam rumah tangga;
menyelenggarakan ADVOKASI dan SOSIALISASI tentang kekerasan
dalam rumah tangga;
menyelenggarakan PENDIDIKAN dan PELATIHAN SENSITIF JENDER dan
ISU KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA serta menetapkan STANDAR dan
26
AKREDITASI pelayanan yang sensitif gender. Selanjutnya
menurut Pasal 13, untuk penyelenggaraan pelayanan terhadap
korban kekerasan dalam rumah tangga, pemerintah dan
pemerintah daerah sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-
masing dapat melakukan upaya.
Kewajiban Masyarakat (Ps 15)
Sesuai batas kemampuannya, setiap orang yang MENDENGAR,
MELIHAT, atau MENGETAHUI terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
wajib melakukan upaya- upaya untuk:
mencegah berlangsungnya tindak pidana
memberikan perlindungan kepada korban
memberikan pertolongan darurat; dan
membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan
Peran Gereja
Menyatakan dengan jelas kepada jemaat maupun publik bahwa
kekerasan bertentangan dengan kasih yang diajarkan oleh
agama.
Membentuk tim advokasi gereja guna menangani masalah
KDRT.
Membentuk komunitas anti kekerasan di lingkungan gereja.
27
Sosialisasi melalui penelaah Alkitab guna memahami tentang
kasih Allah.
H. PENANGANAN DAN PEMULIHAN KORBAN KDRT
Penanganan Korban KDRT
Pada hakekatnya secara psikologis dan pedagogis ada dua
pendekatan yang dapat dilakukan untuk menangani KDRT, yaitu
pendekatan kuratif dan preventif.
1. Pendekatan kuratif
a. Menyelenggarakan pendidikan orangtua untuk dapat
menerapkan cara mendidik dan memperlakukan anak-anaknya
secara humanis.
b. Memberikan keterampilan tertentu kepada anggota keluarga
untuk secepatnya melaporkan ke pihak lain yang diyakini
sanggup memberikan pertolongan, jika sewaktu-waktu terjadi
KDRT.
c. Mendidik anggota keluarga untuk menjaga diri dari
perbuatan yang mengundang terjadinya KDRT.
d. Membangun kesadaran kepada semua anggota keluarga untuk
takut kepada akibat yang ditimbulkan dari KDRT.
e. Membekali calon suami istri atau orangtua baru untuk
28
menjamin kehidupan yang harmoni, damai, dan saling
pengertian, sehingga dapat terhindar dari perilaku KDRT.
f. Melakukan filter terhadap media massa, baik cetak maupun
elektronik, yang menampilkan informasi kekerasan.
g. Mendidik, mengasuh, dan memperlakukan anak sesuai dengan
jenis kelamin, kondisi, dan potensinya.
h. Menunjukkan rasa empati dan rasa peduli terhadap siapapun
yang terkena KDRT, tanpa sedikitpun melemparkan kesalahan
terhadap korban KDRT.
i. Mendorong dan menfasilitasi pengembangan masyarakat untuk
lebih peduli dan responsif terhadap kasus-kasus KDRT yang
ada di lingkungannya.
2. Pendekatan Preventif
a. Memberikan sanksi secara edukatif kepada pelaku KDRT sesuai
dengan jenis dan tingkat berat atau ringannya
pelanggaran yang dilakukan, sehingga tidak hanya berarti
bagi pelaku KDRT saja, tetapi juga bagi korban dan anggota
masyarakat lainnya.
b. Memberikan incentive bagi setiap orang yang berjasa dalam
mengurangi, mengeliminir, dan menghilangkan salah satu
bentuk KDRT secara berarti, sehingga terjadi proses
kehidupan yang tenang dan membahagiakan.
c. Menentukan pilihan model penanganan KDRT sesuai dengan
kondisi korban KDRT dan nilai-nilai yang ditetapkan dalam
29
keluarga, sehingga penyelesaiannya memiliki efektivitas yang
tinggi.
d. Membawa korban KDRT ke dokter atau konselor untuk segera
mendapatkan penanganan sejak dini, sehingga tidak terjadi
luka dan trauma psikis sampai serius.
e. Menyelesaikan kasus-kasus KDRT yang dilandasi dengan kasih
sayang dan keselamatan korban untuk masa depannya, sehingga
tidak menimbulkan rasa dendam bagi pelakunya.
f. Mendorong pelaku KDRT untuk sesegera mungkin melakukan
pertaubatan diri kepada Allah swt, akan kekeliruan dan
kesalahan dalam berbuat kekerasan dalam rumah tangga,
sehingga dapat menjamin rasa aman bagi semua anggota
keluarga.
g. Pemerintah perlu terus bertindak cepat dan tegas terhadap
setiap praktek KDRT dengan mengacu pada UU tentang PKDRT,
sehingga tidak berdampak jelek bagi kehidupan masyarakat.
Pilihan tindakan preventif dan kuratif yang tepat sangat
tergantung pada kondisi riil KDRT, kemampuan dan kesanggupan
anggota keluarga untuk keluar dari praketk KDRT, kepedulian
masyarakat sekitarnya, serta ketegasan pemerintah menindak
praktek KDRT yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Pemulihan Korban
Untuk kepentingan pemulihan, korban dapat memperoleh pelayanan
dari:
30
Tenaga Kesehatan; Tenaga kesehatan wajib memeriksa korban
sesuai dengan standar profesi, dan dalam hal korban
memerlukan perawatan, tenaga kesehatan wajib memulihkan dan
merehabilitasi kesehatan korban.
Pekerja Sosial;
Relawan Pendamping; dan/atau
Pembimbing Rohani. Pekerja Sosial, Relawan Pendamping, dan/
atau Pembimbing Rohani wajib memberikan pelayanan kepada
korban dalam bentuk pemberian konseling untuk menguatkan
dan/atau memberikan rasa aman bagi korban.
31
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setiap keluarga pada awalnya selalu mendambakan kehidupan rumah
tangga yang aman, nyaman, dan membahagiakan. Secara fitrah
perbedaan individual dan lingkungan sosial budaya berpotensi
untuk menimbulkan konflik. Bila konflik sekecil apapun tidak
segera dapat diatasi, sangatlah mungkin berkembang menjadi KDRT.
Kejadian KDRT dapat terwujud dalam bentuk yang ringan sampai
berat, bahkan dapat menimbulkan korban kematian, sesuatu yang
seharusnya dihindari. Untuk dapat menyikapi KDRT secara efektif,
perlu sekali setiap anggota keluarga memiliki kemampuan dan
keterampilan mengatasi KDRT, sehingga tidak menimbulkan
pengorbanan yang fatal. Tentu saja hal ini hanya bisa dilakukan
bagi anggota keluarga yang sudah memiliki usia kematangan
tertentu dan memiliki keberanian untuk bersikap dan bertindak.
Sebaliknya jika anggota keluarga tidak memiliki daya dan
kemampuan untuk menghadapi KDRT, secara proaktif masyarakat, para
ahli, dan pemerintah perlu mengambil inisiatif untuk ikut serta
dalam penanganan korban KDRT, sehingga dapat segera menyelamatkan
dan menghindarkan anggota keluarga dari kejadian yang tidak
diinginkan. Dan Agama Kristen sebagai pedoman umat percaya
32
memiliki peran untuk mencegah terjadinya KDRT melalui pengajaran
tentang kasih
B. Saran
Dari simpulan yang disebutkan di atas, penulis dapat
memberikan beberapa saran antara lain:
1. Dalam sebuah rumah tangga kedua belah pihak harus sama-sama
menjaga agar tidak terjadi konflik yang bisa menimbulkan
kekerasan.
2. Sebelum kita melihat kesalahan orang lain, marilah kita
berkaca pada diri kita sendiri.
3. Maka antara suami dan istri harus memiliki keimanan yang kuat
dan akhlaq yang baik, adanya komunikasi yang baik antara
suami dan istri, serta memiliki rasa saling percaya, pengertian,
dan saling menghargai.
4. pemerintah dan masyarakat lebih berupaya menyadarkan dan
membuka mata serta hati untuk tidak berdiam diri bila ada kasus
KDRT lebih ditingkatkan pengawasannya.
DA FTAR PUSTAKA
Alkitab.2009.Perjanjian Lama Dan Perjanjian Baru. Jakarta : Lembaga
Alkitab Indonesia
Kodir Faqihuddin Abdul. 2008. Referensi bagi Hakim Peradilan Agama
tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga. Jakarta : Komnas Perempuan
Umar Farok Peri. 2008. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah
Tangga. Jakarta : Literacy & Publication Solutions
Utomo Brief. 2009. Kekerasan Terhadap Perempuan. Jakarta : PT
33
Indo.Indd
Wahab Rochmat. 2006. Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Bandung: UIN
Yoga Aditama. 2012. Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT). Jakarta : Erlangga
http://irmadevita.com/2012/ayo-tolak-kekerasan-dalam-rumah-
tangga/
Diakses pada minggu, 02 november 2014 pukul 19.17 WITA
http://midwifejaniezt.blogspot.com/2012/12/makalah-kdrt.html
Diakses pada minggu, 02 november 2014 pukul 19.24 WITA
http://pembaharuankeluarga.wordpress.com/2009/01/08/kdrt-
menurut-firman-tuhan/
Diakses pada minggu, 02 november 2014 pukul 21.12
http://pureofdream.blogspot.com/2013/05/contoh-makalah-
kdrt.html
Diakses pada minggu, 02 november 2014 pukul 19.38 WITA
http://shecyndi.blogspot.com/2012/03/contoh-makalah-
kdrt.html
Diakses pada minggu, 02 november 2014 pukul 20.12 WITA
http://www.kantorhukum-lhs.com/artikel-hukum/n?id=Kekerasan-
Dalam-Rumah-Tangga-KDRT
Diakses pada minggu, 02 november 2014 pukul 20.38 WITA
http://www.slideshare.net/astryanisyarifahtrya/makalah-kdrt
Diakses pada minggu, 02 november 2014 pukul 20.43 WITA
34