34
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) Untuk memenuhi MID semester mata kuliah PAK ALVENOLIA VIENDA ADAONG 14532006 KELAS C SEMESTER 1 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN IMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MANADO 1

Makalah KDRT

Embed Size (px)

Citation preview

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)Untuk memenuhi MID semester mata kuliah PAK

ALVENOLIA VIENDA ADAONG14532006KELAS C

SEMESTER 1

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN IMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MANADO

1

2014

2

Kata Pengantar

Puji dan syukur patut di naikkan kepada Tuhan yang Maha

Esa, karena atas limpahan kasih-Nya saya bisa menyelesaikan

makalah ini.

Makalah ini dibuat untuk membahas tentang tindak

kekerasan yang terjadi dalam lingkup keluarga atau yang

disebut kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Pemahaman

tentang apa yang mendasari terjadinya KDRT, dampak, serta

penangan bagi korban kiranya dapat di peroleh dalam makalah

ini.

Demikian makalah ini dibuat, kiranya dapat bermanfaat

bagi kita semua.

Tondano, 03 November 2014

ALVENOLIA VIENDA ADAONG

3

i

Daftar IsiHalaman judulKata pengantar........................................................................................................... iDaftar isi.................................................................................................................... iiBab I Pendahuluan.....................................................................................................1

A.  Latar belakang..........................................................................................1

B.  Rumusan masalah.....................................................................................2

C.  Tujuan.......................................................................................................2Bab II Pembahasan.....................................................................................................2A.  Keluarga Sebagai Ruang Lingkup KDRT............................................................2B.  Pengertian KDRT.................................................................................................3

4

C.  Bentuk KDRT……………………………………………..................................5D. Faktor Terjadinya KDRT......................................................................................6E.  Dampak KDRT.....................................................................................................8F. Dasar Hukum Dan Sanksi KDRT..........................................................................9G. Hak Korban KDRT Serta Peran Berbagai Pihak..................................................13H. Penanganan Dan Pemulihan korban KDRT.........................................................15

Bab III Penutup......................................................................................................... 17A. Kesimpulan............................................................................................................17B. Saran......................................................................................................................18Daftar pustaka............................................................................................................19

5

ii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap keluarga memimpikan dapat membangun keluarga harmoni,

bahagia dan saling mencintai, namun pada kenyataannya banyak

keluarga yang merasa tidak nyaman, tertekan dan sedih karena

terjadi kekerasan dalam keluarga, baik kekerasan yang bersifat

fisik, psikologis, seksual, emosional, maupun penelantaran.

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat disebabkan oleh faktor

internal dan eksternal, baik secara sendiri-sendiri maupun

bersama-sama, terlebih-lebih di era terbuka dan informasi yang

kadangkala budaya kekerasan yang muncul lewat informasi tidak

bisa terfilter pengaruh negatifnya terhadap kenyamanan hidup

dalam rumah tangga.Adanya kekerasan dalam lingkup keluarga, dpat

memberikan dampak yang cukup besar bagi keangsungan hidup korban.

Adapun Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, beserta

perubahannya. Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara RI6

Tahun 1945 menentukan bahwa “Setiap orang berhak atas

perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan

harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa

aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau

tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”. Pasal 28H ayat

(2) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 menentukan bahwa

“Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus

untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai

persamaan dan keadilan”. Perkembangan dewasa ini menunjukkan

bahwa tindak kekerasan secara fisik, psikis, seksual, dan

penelantaran rumah tangga pada kenyataannya terjadi sehingga

dibutuhkan perangkat hukum yang memadai untuk menghapus kekerasan

dalam rumah tangga.

Meskipun sudah ada UU yang mengatur tindak kekerasan dalam

rumah tangga, namun nyatanya masih banyak kasus yang terjadi di

masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan lagi wawasan yang luas

tentang tindak kekerasan tersebut untuk mencegah dan

meminimalisir kasus di kemudian hari.

B. Rumusan Masalah

- Apa yang menjadi ruang lingkup KDRT ?

- Apa yang di maksud dengan KDRT?

- Bagaimana KDRT di pandang dari sudut Agama Kristen?

- Bagaimana bentuk KDRT ?

7

- Apa saja faktor penyebab KDRT ?

- Apa dampak dari KDRT bagi para korban ?

- Bagaimana pencegahan dan penanganan KDRT ?

- Apa peran gereja dalam mencegah KDRT ?

C. Tujuan

Mengetahui dan memahami lebih dalam tentang KDRT

Memahami pandangan Agama Kristen tentang KDRT

Mengetahui bentuk, factor, dan dampak KDRT

Mengetahui peran semua pihak dalam mencegah KDRT

BAB II

PEMB AHASAN

A. KELUARGA SEBAGAI RUANG LINGKUP KDRT

8

Keluarga atau rumah tangga adalah unit sosial terkecil dalam

masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap

perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota

keluarga. Keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan perlu

kepala rumah tangga sebagai tokoh penting yang memimpin keluarga

disamping beberapa anggota keluarga lainnya. Anggota keluarga

terdiri dari Ayah, ibu, dan anak merupakan sebuah satu kesatuan

yang memiliki hubungan yang sangat baik.

Keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman,

tenteram, dan damai merupakan dambaan setiap orang dalam rumah

tangga. Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa dijamin oleh Pasal 29 Undang-Undang Dasar

Negara RI Tahun 1945. Dengan demikian, setiap orang dalam lingkup

rumah tangga dalam melaksanakan hak dan kewajibannya harus

didasari oleh agama. Hal ini perlu terus ditumbuhkembangkan dalam

rangka membangun keutuhan rumah tangga. Untuk mewujudkan keutuhan

dan kerukunan tersebut, sangat tergantung pada setiap orang dalam

lingkup rumah tangga, terutama kadar kualitas perilaku dan

pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga

tersebut.

Setiap keluarga memiliki cara untuk menyelesaikan masalahnya

masing-masing. Apabila masalah diselesaikan secara baik dan sehat

maka setiap anggota keluarga akan mendapatkan pelajaran yang

berharga yaitu menyadari dan mengerti perasaan, kepribadian dan

pengendalian emosi tiap anggota keluarga sehingga terwujudlah

9

kebahagiaan dalam keluarga. Penyelesaian konflik secara sehat

terjadi bila masing-masing anggota keluarga tidak mengedepankan

kepentingan pribadi, mencari akar permasalahan dan membuat solusi

yang sama-sama menguntungkan anggota keluarga melalui komunikasi

yang baik dan lancar. Disisi lain, apabila konflik diselesaikan

secara tidak sehat maka konflik akan semakin sering terjadi dalam

keluarga.

Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika

kualitas dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada

akhirnya dapat terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga

timbul ketidakamanan atau ketidakadilan terhadap orang yang

berada dalam lingkup rumah tangga tersebut. Untuk mencegah,

melindungi korban, dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah

tangga, negara dan masyarakat wajib melaksanakan pencegahan,

perlindungan, dan penindakan pelaku sesuai dengan falsafah

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Negara

berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan

dalam rumah tangga, adalah pelanggaran hak asasi manusia dan

kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk

diskriminasi.

B. PENGERTIAN KDRT

1. Secara Umum

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat diartikan sebagai

tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang pengasuh,

10

orangtua, atau pasangan. KDRT merupakan masalah rumah tangga

sehingga merupakan aib apabila permasalahan rumah tangganya

diketahui oleh lingkungan sekitar. Kadangkala lingkungan kurang

tanggap terhadap kejadian KDRT di sekitarnya dengan alasan KDRT

merupakan masalah domestik sehingga apabila ada kejadian KDRT

orang lain tidak perlu campur tangan. Padahal dampak KDRT sangat

besar baik bagi si korban maupun keluarganya.

KDRT dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, di antaranya:

Kekerasan fisik, penggunaan kekuatan fisik; kekerasan

seksual, setiap aktivitas seksual yang dipaksakan; kekerasan

emosional, tindakan yang mencakup ancaman, kritik dan

menjatuhkan yang terjadi terus menerus; dan mengendalikan

untuk memperoleh uang dan menggunakannya.

2. Berdasarkan Undang-Undang

Berdasarkan Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang PKDRT

pada pasal 1 butir 1 menyebutkan bahwa Kekerasan Dalam Rumah

Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama

perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan

secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah

tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan,

atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup

rumah tangga. Demikian juga pada pasal 2 ayat 1 menyebutkan

bahwa lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi (a)

Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri);

11

(b) Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang

sebagaimana dimaksud dalam huruf a karena hubungan darah,

perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap

dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan); dan/atau

(c) Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam

rumah tangga tersebut (Pekerja Rumah Tangga).

3. Menurut Firman Tuhan

Kekerasan bukanlah gaya hidup dan cara menyelesaikan masalah

dalam keluarga yang berdasakan Firman Tuhan. Setiap bentuk dan

ekspresi yang sekalipun bertujuan baik, bila dilakukan dengan

jalan kekerasan adalah melawan kehendak Tuhan. “Tuhan menguji

orang benar dan orang fasik, dan la membenci orang yang mencintai

kekerasan” (Mazmur 11:5).

Rumah tangga merupakan tempat pembelajaran dalam membangun relasi

hubungan interpersonal. Paulus menyampaikan dua dasar kehidupan

orang Kristen, yaitu mereka menjadi manusia baru (Efesus 4:17-

32), dan mereka hidup sebagai anak-anak terang (Efesus 5:1-21). 

Semakin baik kualitas relasi di antara suami dengan istri,

semakin menunjukkan kualitas hubungan dalam rumah tangga

tersebut. Hubungan relasi di antara suami dan istri inilah yang

dikatakan Paulus kepada jemaat Efesus; “Hai istri, tunduklah

kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami ada¬lah kepala

istri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat” (Efesus 5:22-

23).

Paulus menegaskan bahwa kehidupan se¬bagai manusia baru adalah

kehidupan di dalam terang Kristus (Efesus 5:8). Hidup sebagai

12

anak terang dikuasai oleh Roh dan pikiran Kristus menjadikan

seseorang mampu menaklukan diri di bawah kehendak Kristus. Paulus

menjelaskan bentuk hubungan perkawinan menggunakan pola hierarki.

Hal ini karena latar belakang budaya Yahudi, di mana budaya

patriarki masih sangat mempengaruhi pemikirannya “Rendahkanlah

dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus”

(Efesus 5:21).

Paulus menekankan soal ketaatan yang mengandung unsur rasa hormat

bagi posisi yang dituakan dalam Efesus 6:1-9. Sebuah ketaatan dan

rasa hormat yang bersumber dari ketulusan. Setiap anggota

keluarga perlu mengembangkan sikap ketaatan dan kasih yang

menjadi cara berelasi antara suami dan istri. Menurut Paulus hal

ini tidak mungkin terjadi sikap arogan: semena-mena, melecehkan,

meremehkan, dan tidak menjadi teladan dalam hubungan rumah

tangga.

C. BENTUK KDRT

Lau dan Kosberg, (1984) melalui studinya menegaskan bahwa ada

empat tipe kekerasan, di antaranya

Pertama, kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa

sakit, jatuh sakit atau luka berat (Pasal 6). Adapun kekerasan

fisik dapat diwujudkan dengan perilaku di antaranya: menampar,

menggigit, memutar tangan, menikam, mencekek, membakar,

menendang, mengancam dengan suatu benda atau senjata, dan

13

membunuh. Perilaku ini sungguh membuat korban kdrt menjadi trauma

dalam hidupnya, sehingga mereka tidak merasa nyaman dan aman.

Kedua, kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan

ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk

bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat

pada seseorang (pasal 7). Adapun tindakan kekerasan psikis dapat

ditunjukkan dengan perilaku yang mengintimidasi dan menyiksa,

memberikan ancaman kekerasan, mengurung di rumah, penjagaan yang

berlebihan, ancaman untuk melepaskan penjagaan anaknya,

pemisahan, mencaci maki, dan penghinaan secara terus menerus.

Ketiga, kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa

pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan

cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan

seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan

tertentu. Kekerasan seksual meliputi (pasal 8): (a) Pemaksaan

hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam

lingkup rumah tangga tersebut; (b) Pemaksaan hubungan seksual

terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang

lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

Keempat, penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang

menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal

menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau

perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau

pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga

berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan

14

ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja

yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di

bawah kendali orang tersebut (pasal 9). Penelantaran rumah tangga

dapat dikatakan dengan kekerasan ekonomik yang dapat

diindikasikan dengan perilaku di antaranya seperti : penolakan

untuk memperoleh keuangan, penolakan untuk memberikan bantuan

yang bersifat finansial, penolakan terhadap pemberian makan dan

kebutuhan dasar, dan mengontrol pemerolehan layanan kesehatan,

pekerjaan, dan sebagainya.

D. FAKTOR TERJADINYA KDRT

1. Menurut Pakar Bidang Penelaah Kekerasan

Zastrow & Browker (1984) menyatakan bahwa ada tiga teori

utama yang mampu menjelaskan terjadinya kekerasan, yaitu teori

biologis, teori frustasi- agresi, dan teori kontrol.

Pertama, teori biologis menjelaskan bahwa manusia, seperti juga

hewan, memiliki suatu instink agressif yang sudah dibawa sejak

lahir.

- Sigmund Freud menteorikan bahwa manusia mempunyai suatu

keinginan akan kematian yang mengarahkan manusia-manusia

itu untuk menikmati tindakan melukai dan membunuh orang

lain dan dirinya sendiri.

15

- Robert Ardery yang menyarankan bahwa manusia memiliki

instink untuk menaklukkan dan mengontrol wilayah, yang

sering mengarahkan pada perilaku konflik antar pribadi

yang penuh kekerasan.

- Konrad Lorenz menegaskan bahwa agresi dan kekerasan

adalah sangat berguna untuk survive. Manusia dan hewan

yang agresif lebih cocok untuk membuat keturunan dan

survive, sementara itu manusia atau hewan yang kurang

sagresif memungkinkan untuk mati satu demi satu

Kedua, teori frustasi-agresi menyatakan bahwa kekerasan sebagai

suatu cara untuk mengurangi ketegangan yang dihasilkan situasi

frustasi. Teori ini berasal dari suatu pendapat yang masuk akal

bahwa sesorang yang frustasi sering menjadi terlibat dalam

tindakan agresif. Orang frustasi sering menyerang sumber

frustasinya atau memindahkan frustasinya ke orang lain. Diakui

bahwa sebagian besar tindakan agresif dan kekerasan nampak tidka

berkaitan dengan frustasi. Misalnya, seorang pembunuh yang

pofesional tidak harus menjadi frustasi untuk melakukan

penyerangan. Teori ini menjelaskan bahwa orang-orang yang

hubungannya dengan orang lain tidak memuaskan dan tidak tepat

adalah mudah untuk terpaksa berbuat kekerasan ketika usaha-

usahnya untuk berhubungan dengan orang lain menghadapi situasi

frusstasi. Teori ini berpegang bahwa orang-orang yang memiliki

hubungan erat dengan orang lain yang sangat berarti cenderung

lebih mampu dengan baik mengontrol dan mengendalikan perilakunya

yang impulsif. Travis Hirschi memberikan dukungan kepada teori

16

ini melalu temuannya bahwa remaja putera yang memiliki sejarah

prilaku agresif secara fisik cenderung tidak memiliki hubungan

yang dekat dengan orang lain.

2. Secara Umum

Dalam lingkup keluarga, KDRT umumnya terjadi karena :

- Kurang komunikasi, Ketidakharmonisan.

- Alasan Ekonomi.

- Ketidakmampuan mengendalikan emosi.

- Ketidakmampuan mencari solusi masalah rumah tangga

apapun.

- Kondisi mabuk karena minuman keras dan narkoba.

- Latar  budaya  patriarki  dan  ideologi  gender  yang 

berpengaruh.

E. DAMPAK KDRT

Dampak KDRT Terhadap Perempuan

Mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya

kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, trauma

berkepanjangan.

Dampak KDRT terhadap Anak

Adapun dampak KDRT secara rinci akan dibahas berdasarkan tahapan

perkembangannya sebagai berikut:

17

1. Dampak terhadap Anak berusia bayi

Bayi yang menjadi korban KDRT akan mengalami ketidaknormalan

dalam pertumbuhan dan perkembangannya yang sering kali diwujudkan

dalam problem emosinya, bahkan sangat terkait dengan persoalan

kelancaran dalam berkomunikasi.

2. Dampak terhadap anak kecil

Dampak KDRT terhadap anak usia muda (anak kecil) sering

digambarkan dengan problem perilaku, seperti seringnya sakit,

memiliki rasa malu yang serius, memiliki self-esteem yang rendah,

dan memiliki masalah selama dalam pengasuhan, terutama masalah

sosial, misalnya : memukul, menggigit, dan suka mendebat.

3. Dampak terhadap Anak usia pra sekolah

KDRT berdampak terhadap kompetensi perkembangan sosial-kognitif

anak usia prasekolah.

4.Dampak terhadap Anak usia SD

kelompok anak-anak yang secara historis mengalami kekerasan dalam

rumah tangganya cenderung mengalami problem perilaku pada tinggi

batas ambang sampai tingkat berat, memiliki kecakapan adaptif di

bawah rata-rata, memiliki kemampuan membaca di bawah usia

kronologisnya, dan memiliki kecemasan pada tingkat menengah

sampai dengan tingkattinggi.

5.DampakTerhadapRemaja

kekerasan yang ada dalam rumah tangga, tidak sepenuhnya kekerasan

18

itu berdampak kepada semua anak remaja, tergantung ketahanan

mental dan kekuatan pribadi anak remaja tersebut. Dari banyak

penelitian menunjukkan bahwa konflik antar kedua orangtua yang

disaksikan oleh anak-anaknya yang sudah remaja cenderung

berdampak yang sangat berarti, terutama anak remaja pria

cenderung lebih agresif, sebaliknya anak remaja wanita cenderung

lebih dipresif.

F. DASAR HUKUM DAN SANKSI KDRT

Berikut ini adalah “Dasar Hukum” untuk KDRT :

1. Nasional

- Undang - undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

Pasal 27

- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.b c. Undang-undang (UU)

Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai

Penghapusan segala bentuk Deskriminasi Terhadap Wanita

(Lembaran Negara Th. 1984 No. 29, Tambahan Lembaran Negara

3277)

19

- UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (Lembaran Negara Th 1999

No 165, Tambahan Lembaran Negara No. 3886)

- UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak f. UU

Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam

Rumah Tangga g. UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah h. UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi

dan Korban i. UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan j.

Peraturan Pemerintah N o . 4 tahun 2 0 0 6 tentang

Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan

dalam Rumah Tangga

- Peraturan Pemerintah No . 38 tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah

Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kota

- Keputusan Presiden RI No. 65 tahun 2005 tentang Komisi

Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan

- Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

- Instruksi Pres iden R I N o . 9 tahun 2000 tentang

Pengarus utama Gender dalam Pembangunan Nasional

- Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan N o . 1

tahun 2007 tentang Forum Koordinasi Penyel enggaraan

Kerjasama Pencegahan dan Penanganan KDRT

20

- Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak No. 1 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan

Minimal (SPM) Bidang Layanan Terpadu Bagi Perempuan dan Anak

Korban Kekerasan

- Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak N o . 6 Tahun 2011 tentang Pencegahan

dan pencegahan kekerasan terhadap anak di lingkungan

keluarga, masyarakat dan sekolah.

2. Internasional

a. Convention on the Elimination of All Forms of Discriminations Against Women

(CEDAW) yang diratifikasi dengan Undang Undang No. 7 tahun 1984

b. Komite PBB tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan

tahun 1989 (Rekomendasi Umum 12 Bidang ke-8)

c. Rekomendasi Umum No. 19 Sidang II tahun 1992 tentang

Penghapusan Segala Bentuk Diskrimina i terhadap Perempuan

d. Konferensi Dunia tentang Hak Asasi Manusia tahun 1993, yang

dirapatkan oleh Sidang Umum PBB dengan Resolusi No. 45/155,

Desember 1990

e. Resolusi Mejelis Umum PBBNP 48/104 Th. 1993 yang mengutuk

setiap bentuk kekerasan terhadap perempuan baik dalam keluarga

maupun masyarakat atau oleh Negara.

21

Sanksi Pidana Bagi Pelaku KDRT

Sanksi pidana dalam pelanggaran UU No.23 tahun 2004 tentang

PKDRT diatur dalam Bab VIII mulai dari pasal 44 s/d pasal 53.

Khusus untuk kekerasan KDRT di bidang seksual, berlaku pidana

minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara atau 20

tahun penjara atau denda antara 12 juta s/d 300 juta rupiah atau

antara 25 juta sampai dengan 500 juta rupiah. (vide pasal 47 dan

48 UU PKDRT).

Selain pidana pokok yang diatur dalam KUHP, UU PKDRT dalam

Pasal 50 juga mengatur pidana tambahan berupa: pembatasan gerak

pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban

dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak

tertentu dari pelaku; penetapan pelaku mengikuti program

konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu.

Pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga–“UU KDRT”).

UU KDRT juga telah memberikan larangan bagi setiap orang

untuk melakukan kekerasan baik kekerasan fisik, kekerasan psikis,

22

kekerasan seksual maupun penelantaran rumah tangga terhadap orang

dalam lingkup rumah tangganya (lihat Pasal 5 UU KDRT). Kekerasan

fisik yang dimaksud pasal tersebut adalah perbuatan yang

mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat

(lihat Pasal 6 UU KDRT) sehingga termasukpula perbuatan menampar,

menendang dan menyulut dengan rokok adalah dilarang.

Pasal 26 ayat (1) UU KDRT menentukan bahwa yang dapat

melaporkan secara langsung adanya KDRT kepada polisi adalah

korban. Sebaliknya, keluarga atau pihak lain tidak dapat

melaporkan secara langsung adanya dugaan KDRT kecuali telah

mendapat kuasa dari korban (lihat Pasal 26 ayat [2] UU KDRT).

Meski demikian, pihak keluarga masih dapat melakukan

tindakan lain untuk mencegah berlanjutnya kekerasan terhadap

korban. Kewajiban masyarakat untuk turut serta dalam pencegahan

KDRT ini diatur dalamPasal 15 UU KDRT yang berbunyi sebagai

berikut:

“Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam

rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas

kemampuannya untuk:

a.     mencegah berlangsungnya tindak pidana;

b.     memberikan perlindungan kepada korban;

c.      memberikan pertolongan darurat; dan

d.     membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.”

23

 

Dengan demikian, berdasarkan ketentuan di atas, yang dapat

Anda lakukan sebagai kakak adalah sebagaimana disebutkan dalam

poin a s.d. poin d di atas. UU KDRT menyebutkan bahwa permohonan

(poin d) dapat disampaikan dalam bentuk lisan atau tulisan.

Ditegaskan pula dalam hal permohonan perintah perlindungan

diajukan oleh keluarga, teman korban, kepolisian, relawan

pendamping, atau pembimbing rohani, maka korban harus memberikan

persetujuannya. Namun, dalam keadaan tertentu, permohonan dapat

diajukan tanpa persetujuan korban (lihat Pasal 30 ayat [1], ayat

[3], dan ayat [4] UU KDRT). Yang dimaksud dengan ”keadaan

tertentu” dalam ketentuan tersebut, misalnya: pingsan, koma, dan

sangat terancam jiwanya.

Selain itu, korban KDRT dilindungi haknya oleh UU KDRT yaitu

untuk mendapatkan (Pasal 10 UU KDRT):

a. perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan,

pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik

sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan

dari pengadilan;

b. pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;

c.   penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan

korban;

24

d. pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap

tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan; dan

e. pelayanan bimbingan rohani.

 

Ancaman pidana terhadap kekerasan fisik dalam lingkup rumah

tangga ini adalah pidana penjara pidana penjara paling lama 5

(lima) tahun atau denda paling banyak Rp15 juta (lihat Pasal 44

ayat [1] UU KDRT). Dan khusus bagi KDRT yang dilakukan oleh suami

terhadap istri yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan

untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau

kegiatan sehari-hari, ancaman pidananya adalah pidana penjara

paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp5

juta (lihat Pasal 44 ayat [4] UU KDRT).

G. HAK KORBAN KDRT SERTA PERAN BERBAGAI PIHAK

Hak-Hak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Ps 10)

perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan,

pengadilan, advokat, lembaga sosial , atau pihak lainnya

baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah

perlindungan dari pengadilan

25

pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis

penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan

korban;

pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada

setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan; dan

pelayanan bimbingan rohani.

Untuk menjaga hak-hak korban KDRT dan untuk segala bentuk

pencegahan serta penanggulangan KDRT, maka di perlukan

campur tangan dari berbagai pihak

Kewajiban Pemerintah

Pemerintah (cq. Menteri Pemberdayaan Perempuan) bertanggung

jawab dalam upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga (Ps

11). Oleh karenanya, sebagai pelaksanaan tanggung jawab tersebut,

pemerintah (Ps 12):

merumuskan KEBIJAKAN PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA;

menyelenggarakan KOMUNIKASI, INFORMASI dan EDUKASI tentang

kekerasan dalam rumah tangga;

menyelenggarakan ADVOKASI dan SOSIALISASI tentang kekerasan

dalam rumah tangga;

menyelenggarakan PENDIDIKAN dan PELATIHAN SENSITIF JENDER dan

ISU KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA serta menetapkan STANDAR dan

26

AKREDITASI pelayanan yang sensitif gender. Selanjutnya

menurut Pasal 13, untuk penyelenggaraan pelayanan terhadap

korban kekerasan dalam rumah tangga, pemerintah dan

pemerintah daerah sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-

masing dapat melakukan upaya.

Kewajiban Masyarakat (Ps 15)

Sesuai batas kemampuannya, setiap orang yang MENDENGAR,

MELIHAT, atau MENGETAHUI terjadinya kekerasan dalam rumah tangga

wajib melakukan upaya- upaya untuk:

mencegah berlangsungnya tindak pidana

memberikan perlindungan kepada korban

memberikan pertolongan darurat; dan

membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan

Peran Gereja

Menyatakan dengan jelas kepada jemaat maupun publik bahwa

kekerasan bertentangan dengan kasih yang diajarkan oleh

agama.

Membentuk  tim  advokasi  gereja  guna  menangani  masalah 

KDRT.

Membentuk  komunitas  anti  kekerasan di lingkungan gereja.

27

Sosialisasi melalui penelaah Alkitab guna memahami tentang

kasih Allah.

H. PENANGANAN DAN PEMULIHAN KORBAN KDRT

Penanganan Korban KDRT

Pada hakekatnya secara psikologis dan pedagogis ada dua

pendekatan yang dapat dilakukan untuk menangani KDRT, yaitu

pendekatan kuratif dan preventif.

1. Pendekatan kuratif

a. Menyelenggarakan pendidikan orangtua untuk dapat

menerapkan cara mendidik dan memperlakukan anak-anaknya

secara humanis.

b. Memberikan keterampilan tertentu kepada anggota keluarga

untuk secepatnya melaporkan ke pihak lain yang diyakini

sanggup memberikan pertolongan, jika sewaktu-waktu terjadi

KDRT.

c. Mendidik anggota keluarga untuk menjaga diri dari

perbuatan yang mengundang terjadinya KDRT.

d. Membangun kesadaran kepada semua anggota keluarga untuk

takut kepada akibat yang ditimbulkan dari KDRT.

e. Membekali calon suami istri atau orangtua baru untuk

28

menjamin kehidupan yang harmoni, damai, dan saling

pengertian, sehingga dapat terhindar dari perilaku KDRT.

f. Melakukan filter terhadap media massa, baik cetak maupun

elektronik, yang menampilkan informasi kekerasan.

g. Mendidik, mengasuh, dan memperlakukan anak sesuai dengan

jenis kelamin, kondisi, dan potensinya.

h. Menunjukkan rasa empati dan rasa peduli terhadap siapapun

yang terkena KDRT, tanpa sedikitpun melemparkan kesalahan

terhadap korban KDRT.

i. Mendorong dan menfasilitasi pengembangan masyarakat untuk

lebih peduli dan responsif terhadap kasus-kasus KDRT yang

ada di lingkungannya.

2. Pendekatan Preventif

a. Memberikan sanksi secara edukatif kepada pelaku KDRT sesuai

dengan jenis dan tingkat berat atau ringannya

pelanggaran yang dilakukan, sehingga tidak hanya berarti

bagi pelaku KDRT saja, tetapi juga bagi korban dan anggota

masyarakat lainnya.

b. Memberikan incentive bagi setiap orang yang berjasa dalam

mengurangi, mengeliminir, dan menghilangkan salah satu

bentuk KDRT secara berarti, sehingga terjadi proses

kehidupan yang tenang dan membahagiakan.

c. Menentukan pilihan model penanganan KDRT sesuai dengan

kondisi korban KDRT dan nilai-nilai yang ditetapkan dalam

29

keluarga, sehingga penyelesaiannya memiliki efektivitas yang

tinggi.

d. Membawa korban KDRT ke dokter atau konselor untuk segera

mendapatkan penanganan sejak dini, sehingga tidak terjadi

luka dan trauma psikis sampai serius.

e. Menyelesaikan kasus-kasus KDRT yang dilandasi dengan kasih

sayang dan keselamatan korban untuk masa depannya, sehingga

tidak menimbulkan rasa dendam bagi pelakunya.

f. Mendorong pelaku KDRT untuk sesegera mungkin melakukan

pertaubatan diri kepada Allah swt, akan kekeliruan dan

kesalahan dalam berbuat kekerasan dalam rumah tangga,

sehingga dapat menjamin rasa aman bagi semua anggota

keluarga.

g. Pemerintah perlu terus bertindak cepat dan tegas terhadap

setiap praktek KDRT dengan mengacu pada UU tentang PKDRT,

sehingga tidak berdampak jelek bagi kehidupan masyarakat.

Pilihan tindakan preventif dan kuratif yang tepat sangat

tergantung pada kondisi riil KDRT, kemampuan dan kesanggupan

anggota keluarga untuk keluar dari praketk KDRT, kepedulian

masyarakat sekitarnya, serta ketegasan pemerintah menindak

praktek KDRT yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Pemulihan Korban

Untuk kepentingan pemulihan, korban dapat memperoleh pelayanan

dari:

30

Tenaga Kesehatan; Tenaga kesehatan wajib memeriksa korban

sesuai dengan standar profesi, dan dalam hal korban

memerlukan perawatan, tenaga kesehatan wajib memulihkan dan

merehabilitasi kesehatan korban.

Pekerja Sosial;

Relawan Pendamping; dan/atau

Pembimbing Rohani. Pekerja Sosial, Relawan Pendamping, dan/

atau Pembimbing Rohani wajib memberikan pelayanan kepada

korban dalam bentuk pemberian konseling untuk menguatkan

dan/atau memberikan rasa aman bagi korban.

31

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setiap keluarga pada awalnya selalu mendambakan kehidupan rumah

tangga yang aman, nyaman, dan membahagiakan. Secara fitrah

perbedaan individual dan lingkungan sosial budaya berpotensi

untuk menimbulkan konflik. Bila konflik sekecil apapun tidak

segera dapat diatasi, sangatlah mungkin berkembang menjadi KDRT.

Kejadian KDRT dapat terwujud dalam bentuk yang ringan sampai

berat, bahkan dapat menimbulkan korban kematian, sesuatu yang

seharusnya dihindari. Untuk dapat menyikapi KDRT secara efektif,

perlu sekali setiap anggota keluarga memiliki kemampuan dan

keterampilan mengatasi KDRT, sehingga tidak menimbulkan

pengorbanan yang fatal. Tentu saja hal ini hanya bisa dilakukan

bagi anggota keluarga yang sudah memiliki usia kematangan

tertentu dan memiliki keberanian untuk bersikap dan bertindak.

Sebaliknya jika anggota keluarga tidak memiliki daya dan

kemampuan untuk menghadapi KDRT, secara proaktif masyarakat, para

ahli, dan pemerintah perlu mengambil inisiatif untuk ikut serta

dalam penanganan korban KDRT, sehingga dapat segera menyelamatkan

dan menghindarkan anggota keluarga dari kejadian yang tidak

diinginkan. Dan Agama Kristen sebagai pedoman umat percaya

32

memiliki peran untuk mencegah terjadinya KDRT melalui pengajaran

tentang kasih

B. Saran

Dari simpulan yang disebutkan di atas, penulis dapat

memberikan beberapa saran antara lain:

1. Dalam sebuah rumah tangga kedua belah pihak harus sama-sama

menjaga agar tidak terjadi konflik yang bisa menimbulkan

kekerasan.

2. Sebelum kita melihat kesalahan orang lain, marilah kita

berkaca pada diri kita sendiri.

3. Maka antara suami dan istri harus memiliki keimanan yang kuat

dan akhlaq yang baik, adanya komunikasi yang baik antara

suami dan istri, serta memiliki rasa saling percaya, pengertian,

dan saling menghargai.

4. pemerintah dan masyarakat lebih berupaya menyadarkan dan

membuka mata serta hati untuk tidak berdiam diri bila ada kasus

KDRT lebih ditingkatkan pengawasannya.

DA FTAR PUSTAKA

Alkitab.2009.Perjanjian Lama Dan Perjanjian Baru. Jakarta : Lembaga

Alkitab Indonesia

Kodir Faqihuddin Abdul. 2008. Referensi bagi Hakim Peradilan Agama

tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga. Jakarta : Komnas Perempuan

Umar Farok Peri. 2008. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah

Tangga. Jakarta : Literacy & Publication Solutions

Utomo Brief. 2009. Kekerasan Terhadap Perempuan. Jakarta : PT

33

Indo.Indd

Wahab Rochmat. 2006. Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Bandung: UIN

Yoga Aditama. 2012. Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah

Tangga (KDRT). Jakarta : Erlangga

http://irmadevita.com/2012/ayo-tolak-kekerasan-dalam-rumah-

tangga/

Diakses pada minggu, 02 november 2014 pukul 19.17 WITA

http://midwifejaniezt.blogspot.com/2012/12/makalah-kdrt.html

Diakses pada minggu, 02 november 2014 pukul 19.24 WITA

http://pembaharuankeluarga.wordpress.com/2009/01/08/kdrt-

menurut-firman-tuhan/

Diakses pada minggu, 02 november 2014 pukul 21.12

http://pureofdream.blogspot.com/2013/05/contoh-makalah-

kdrt.html

Diakses pada minggu, 02 november 2014 pukul 19.38 WITA

http://shecyndi.blogspot.com/2012/03/contoh-makalah-

kdrt.html

Diakses pada minggu, 02 november 2014 pukul 20.12 WITA

http://www.kantorhukum-lhs.com/artikel-hukum/n?id=Kekerasan-

Dalam-Rumah-Tangga-KDRT

Diakses pada minggu, 02 november 2014 pukul 20.38 WITA

http://www.slideshare.net/astryanisyarifahtrya/makalah-kdrt

Diakses pada minggu, 02 november 2014 pukul 20.43 WITA

34